BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Soegondo, 2011). Diabetes
merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan, Perserikatan BangsaBangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap
diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dalam kurun waktu
25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah itu akan membengkak menjadi
300 juta orang (Sudoyo, 2006).
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2000,
penderita diabetes mellitus didunia mengalami peningkatan, dari 8,4 juta
jiwa, diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Tingginya
jumlah penderita Diabetes Melitus (DM) tersebut membawa Indonesia
menduduki peringkat keempat didunia dengan jumlah Diabetes Melitus
terbanyak dibawah India (31,7 juta jiwa), Cina (20,8 juta jiwa), Amerika
Serikat (17,7 juta jiwa). Berdasarkan perhitungan dari Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) pada tahun 2003, setidaknya ada 194 juta jiwa dari 3,8 miliyar
penduduk dunia usia 20-79 tahun yang menderita Diabetes Melitus (DM),
dan 80% diantaranya, berada di negara berkembang, salah satunya adalah
Negara Indonesia.
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas (2015)
diketahui bahwa jumlah penderita DM sebanyak 7738 penderita. Kejadian DM
tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran I sebanyak 454 kasus (5,8%),
tertinggi kedua di Wilayah Kerja Puskesmas Sokaraja II sebanyak 428 kasus
(5,5%), tertinggi ketiga di Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran II sebanyak
417 kasus (5,3%) dan kejadian terendah di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbang
II sebanyak 35 kasus (0,5%). Laporan dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013
menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi pada penderita diabetes melitus
yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007 menjadi
1,5% pada tahun 2013 sedangkan prevalensi diabetes melitus berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1% dengan prevalensi
terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%) dan paling
rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%).
Masih dari data RISKESDAS tersebut menyebutkan prevalensi dari
penderita DM cenderung meningkat pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki dan terjadi peningkatan prevalensi penyakit diabetes melitus sesuai
dengan pertambahan umur namun mulai umur ≥ 65 tahun cenderung menurun
dan tersebut cenderung lebih tinggi bagi penderita yang tinggal diperkotaan
dibandingkan dengan dipedesaan. Jika ditinjau dari segi pendidikan menurut
RISKESDAS bahwa prevalensi diabetes melitus cenderung lebih tinggi pada
masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi serta dengan kuintil indeks
kepemilikan yang tinggi (RISKESDAS, 2013).
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
Berdasarkan data dari salah satu rumah sakit umum pemerintah di
Jakarta jumlah pasien diabetes melitus sejak tahun 2007 hingga 2009 terdapat
1504 kasus diabetes melitus dengan perincian sebagai berikut: pada tahun
2007 terdapat 631 orang pasien diabetes melitus tipe 1 dan 599 orang pasien
diabetes melitus tipe 2, sedangkan pada tahun 2008 meningkat, yakni terdapat
699 orang pasien diabetes melitus yang terdiri dari 17 orang pasien diabetes
melitus tipe 1 dan 682 pasien diabetes melitus tipe 2. Dari data diatas dapat
disimpulkan bahwa keadaan karena kasus diabetes melitus mengalami
peningkatan (Asdie, 2009).
Diabetes melitus sering tidak terdiagnosa karena perjalanan penyakit ini
untuk menjadi komplikasi yang berat berlangsung cukup lama sehingga harus
dilakukan pemeriksaan gula darah untuk mendiagnosa diabetes (Sanada, 2012).
American Diabetes Association (ADA) (2010) menganjurkan bahwa perlu
dilakukan skrining rutin diabetes sejak umur 45 tahun. Dengan adanya deteksi
dini dan pengobatan yang tepat dapat memperlambat perkembangan kondisi
prediabetes menjadi diabetes melitus.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula
darah adalah dengan pencapaian status gizi yang baik. Antropometri
merupakan salah satu cara penentuan status gizi. Penentuan status gizi yang
digunakan adalah pembagian berat badan dalam kg dengan tinggi badan dalam
meter kuadrat dinyatakan dalam indeks massa tubuh atau IMT. Oleh karena itu
IMT memiliki kaitan dengan kadar gula darah penderita DM (Hartono, 2006)
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
Indeks massa tubuh ini adalah indikator yang paling sering digunakan
dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas
pada orang dewasa (Soegondo, 2011). Kurang lebih 12% orang dengan indeks
massa tubuh 27 kg/m2 menderita diabetes mellitus tipe 2, faktor lingkungan
dan gaya hidup yang tidak sehat seperti makan berlebihan, berlemak dan
kurang aktivitas fisik berperan sebagai pemicu diabetes mellitus (Susilo &
Wulandari, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rochmah (2006), usia lanjut
yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92%. Bahwa dengan
laju kenaikan jumlah penduduk usia lanjut yang semakin cepat, maka
prevalensi pasien yang mengalami gangguan toleransi glukosa dan diabetes
mellitus usia lanjut akan meningkat lebih cepat pula.
Orang dengan IMT berlebih memiliki risiko DM lebih besar
dibandingkan risiko penyakit lain (Gill, T, 2012). Obesitas yang diukur dari
IMT dan lingkar pinggang (Lp) dikatakan sebagai faktor risiko utama
berkembangnya resistensi insulin pada DM Tipe 2. Sekitar 70% penderita
diabetes adalah overweight dan lebih dari 50% pasien dengan obesitas
mengalami penurunan toleransi glukosa Menurut Nurses Health Study dalam
Syahbudin (2013), peningkatan berat badan merupakan prediktor kuat bagi
risiko DM tipe 2, dimana peningkatan BB>20 kg setelah usia 18 tahun
meningkatkan risiko DM sampai 12 kali dan risiko meningkat menjadi 61 kali
lebih besar jika BMI diatas 35 kg/m.
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
Hasil penelitian (Henny, 2014) menunjukan hampir setengahnya 42%
(17 responden) mengalami obesitas I dan hampir setengahnya 35% (14
responden) mempunyai kadar gula darah 111-140 mg/dL. Pada uji statistik
pearson didapatkan hasil ρ value = 0,045 nilai coefisien corelasi = 0,319 dan α
= 0,05 (ρ value < α) sehingga terdapat hubungan obesitas dengan kadar gula
darah pada karyawan Di RS Tingkat IV Madiun. Sekitar 89-90 % dari
penderita diabetes melitus tipe II mempunyai berat badan lebih atau obesitas.
NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey)
III
menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan IMT > 23 kg/m2
menderita diabetes tipe II. Laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan. Dunia
(WHO) dan International Obesity Task Force 2007 mengindikasikan sekitar
58% kasus diabetes terkait dengan IMT di atas 21 kg/m2.
Sedangkan tahun 2007 dan 2009 tercacat 1,5 juta orang dewasa
mengalami masalah berat badan atau obesitas (Anomaly, 2010). Jumlah
penderita obesitas di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data tahun 1999, prevalensi obesitas di Indonesia adalah 1,1% dan
0,7%, masing-masing untuk kota dan desa. Angka tersebut meningkat hampir
lima kali menjadi 5,3 % dan 4,3 % pada tahun 2004 (Albiner Siagian, 2004).
Sementara menurut hasil riset Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI)
pada 2007 persoalan obesitas memperlihatkan peningkatan. Prevalensi obesitas
pada pria mencapai 9,16 %. Sedangkan kaum wanita yang menderita obesitas
sebanyak 11,2 %. Kelebihan gula darah yang tinggi menyebabkan 3160
kematian setiap tahun, sedangkan hingga tahun 2030 diperkirakan jumlah
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
orang berada pada kondisi pradiabetes di Indonesia, telah mencapai 12,9 juta
orang. Namun hal tersebut dapat dicegah dengan melakukan test TGT (Test
Glukosa Tolerans) dimana test ini dapat digunakan untuk mendiagnosa
diabetes ataupun prediabetes. Data terakhir yang didapat RS Tingkat IV
Madiun pada kegiatan SAMAPTA tahun 2012 terdapat 28% pegawai dengan
kategori berat badan berlebih, 12% pegawai obesitas I, dan 7% pegawai dalam
kategori obesitas II(Henny, 2014).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa,
dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural
sebesar 7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang
diabetes sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural.
Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan
pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20
tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%)
maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan
8,1 juta di daerah rural. Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban
yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/
subspesialis bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas
Kembaran I diketahui bahwa jumlah penderita DM tipe 2 tahun 2015 sebanyak
88 responden. Hasil pengukuran IMT terhadap 10 orang penderita DM
diketahui bahwa 60% penderita memiliki nilai IMT kategori obesitas berat,
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
20% penderita memiliki nilai IMT kategori obesitas ringan dan 20% penderita
memiliki nilai IMT kategori normal.
Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas
sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar,
semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta dalam
usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan. Oleh karena
itu penelitian ini dilaksanakan untuk menekan tingginya resiko terjadinya
penyakit diabetes melitus di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering tidak terdiagnosa
karena perjalanan penyakit ini untuk menjadi komplikasi yang berat
berlangsung cukup lama sehingga harus dilakukan pemeriksaan gula darah
untuk mendiagnosa diabetes.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula
darah adalah dengan pencapaian status gizi yang baik. Antropometri
merupakan salah satu cara penentuan status gizi. Indeks massa tubuh ini adalah
indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat
populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Obesitas
merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya DM. Hubungannya dengan
DM tipe 2 sangat kompleks. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap
insulin (resisten insulin)
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut: “Adakah hubungan antara Indeks Masa
Tubuh dengan hasil Test TGT (Test Glukosa Tolerans) sebagai screening
diabetes mellitus di Puskesmas Kembaran I Tahun 2016?”.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antar indeks masa tubuh dengan kadar glukosa
toleran pada penyakit Diabetes Melitus.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui Hasil tes TGT pada pasien berdasarkan IMT.
b. Mengetahui hubungan antara IMT dengan hasil Tes TGT.
c. Memprediksi adanya penyakit Diabetes Melitus.
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak, antara
lain sebagai berikut:
a. Bagi profesi keperawatan
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi profesi keperawatan dalam hal
mengkaji
dan
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
terkendalinya kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus.
b. Bagi pasien dan keluarga
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pasien
dalam melakukan pengendalian kdar gula darah serta memberikan
informasi kepada keluarga sehingga dapat memberikan motivasi kepada
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
anggota keluarganya yang menderita diabetes melitus untuk melakukan
pengendalian kadar gula darah secara optimal.
c. Bagi peneliti
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terkendalinya kadar
gula darah untuk dapat mengaplikasikannya terhadap pasien diabetes
melitus. Serta dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya.
E. Penelitian Terkait
Berdasarkan penelusuran kepustakaan menemukan beberapa penelitian sejenis
yang pernah dilakukan sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini,
tetapi tidak sama yaitu :
1. Sulistianingrum (2010) tentang hubungan antara IMT dan RLPP dengan
kadar gula darah puasa. Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada 2 Mei
2010. Subjek dalam penelitian ini adalah populasi umum di Perumahan
Griya Binangun Asri, Pengasih, Kulon Progo yang berusia 18-60 tahun.
Pengambilan
sampel
dilakukan
dengan
consecutive
non
random
sampling dan didapatkan 42 sampel. Alat ukur yang digunakan adalah pita
pengukur, timbangan, microtoise, alat-alat untuk pungsi vena dan
laboratorium. Data diolah dengan uji statistik uji t tidak berpasangan dan uji
korelasi Pearson. Hasil analisis uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa
IMT tidak berhubungan dengan kadar gula darah puasa yang secara statistik
ditunjukkan dengan p>0,05. Sedangkan RLPP berhubungan dengan kadar
gula darah puasa yang bermakna secara statistik dengan p<0,05. Hasil
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
analisis uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa RLPP mempunyai
korelasi bermakna terhadap kadar gula darah puasa, dengan korelasi positif
dan kekuatan korelasi sedang yang ditunjukkan secara statistik dengan
p<0,05 dan nilai korelasi 0,791. Sedangkan IMT mempunyai korelasi tidak
bermakna dengan kadar gula darah puasa yang ditunjukkan secara statistik
dengan p>0,05.
2. Kurniawan (2014) tentang hubungan indeks massa tubuh dengan kadar gula
darah postprandial pada anggota di Kepolisian Resor Karanganyar. Metode
penelitan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek
dalam penelitian berjumlah 70 sampel. Instrumen yang digunakan adalah
microtoise dan timbangan berat badan untuk mengukur indeks massa tubuh,
serta larutan gula 75gram sebagai pembebanan gula darah 2 jam.Hasil
karakteristik pasien sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak
62 sampel (88,6%). Terbanyak pada kelompok umur 51 tahun (27,1%).
Sebagian besar sampel menunjukkan IMT normal (40%). Sampel dengan
kadar gula darah post prandial meningkat sebanyak (48,6%) dan sampel
pada kadar gula darah postprandial pada kategori normal (51,4%). Analisis
stastistik menunjukkan ada hubungan antara IMT dengan kadar gula darah
postprandial dengan nilai p 0,016 (p< 0,05).
3. Arif (2014) tentang pengaruh IMT terhadap kadar gula darah puasa pada
pegawai Sekretariat Daerah Provinsi Riau. Jenis penelitian yang dilakukan
adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain cross sectional.
Pemilihan sampel dilakukan secara Consecutive sampling berdasarkan
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 37 responden.
Dari penelitian
ditemukan bahwa Sebanyak 39,5 % pegawai seretariat daerah Provinsi Riau
memiliki status gizi obesitas I, sebanyak 93 % pegawai sekretariat daerah
Provinsi Riau memiliki kadar gula darah puasa normal, 4,7% tergolong gula
darah puasa terganggu, 2,3% dinyatakan diabetes mellitus. Tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan kadar gula
darah puasa pada pegawai sekretariat daerah Provinsi Riau.
Hubungan Indeks Massa..., Adri Gustiawan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 2016
Download