1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan individu manusia, karena dengan sehat jiwa seseorang mampu berkembang secara fisik, mental dan mempunyai hubungan sosial yang optimal, mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar, dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Menkes RI, 2002). Definisi kesehatan tersebut diatas, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik) dari unsur badan, jiwa, sosial yang tidak dititik beratkan pada penyakit tetapi pada kualitas hidup yang terdiri dari kesejahteraan dan produktifitas sosial ekonomi (Menkes RI, 2002). Kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis (serasi), memperhatikan semua segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu, kesehatan jiwa mempunyai kedudukan yang penting didalam pemahaman kesehatan, sehingga tidak mungkin kita berbicara tentang kesehatan tanpa melibatkan kesehatan jiwa. Jadi kesehatan jiwa adalah bagian 1 2 yang tidak terpisahkan (integral) dari kesehatan dan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. (Menkes RI, 2002). Dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (KepPres RI, 2009) Pada era globalisasi sekarang ini banyak permasalahan sosial yang muncul dalam masyarakat, antaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial budaya serta krisis ekonomi yang tidak kunjung usai. Hal ini akan semakin memicu atau meningkatkan berbagai gangguan kejiwaan dimasyarakat, dari gangguan jiwa yang ringan hingga gangguan jiwa yang tergolong berat (Balitbang Depkes, 2001). Data statistik yang dikemukakan oleh WHO (1990) menyebutkan bahwa setiap saat 1% dari penduduk didunia berada dalam keadaan yang membutuhkan pertolongan serta pengobatan untuk suatu gangguan jiwa. Sementara itu 10% dari penduduk memerlukan pertolongan kedokteran jiwa pada suatu waktu dalam hidupnya (Hawari, 2001). Data dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SK-RT) yang dilakukan Badan Litbang Depertemen Kesehatan Indonesia pada tahun 1995 menunjukan, diperkirakan 3 terdapat 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa (Administrator, 2008) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia / WHO (World Health Organitation), masalah gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Sementara itu menurut Muchtar dalam Dinata (2006) satu per tiga dari penduduk di wilayah Asia Tenggara pernah mengalami gangguan neuropsikiatri. Hal tersebut didukung oleh data WHO bahwa 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Panik dan cemas adalah gejala paling ringan. Kira-kira 12-16% atau 26 juta dari total populasi mengalami gejala-gejala gangguan jiwa. The Indonesian Psychiatric Epidemiologic Network menyatakan bahwa 11 kota di Indonesia ditemukan 18,5% dari penduduk dewasa menderita gangguan jiwa (Prasetyo, 2006). Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global dari sekitar 450 juta penduduk dunia baik di negara maju maupun negara berkembang orang yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini cukup kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri para pasien gangguan jiwa yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya (Dinata, 2006), sedangkan menurut Azwar dalam Dinata (2006) angka tersebut menunjukkan jumlah pasien gangguan kesehatan jiwa 4 dimasyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stres, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi lingkup yang luas dari proses psikologis, mencakup kognisi, afek dan perilaku (Arago.dkk, 2000). Pasien dengan skizofrenia menunjukan gejala kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan sosial, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mempertahankan pembicaraan, membentuk pertemanan, mempertahankan pekerjaan, atau memperhatikan kebersihan pribadi mereka. Skizofrenia adalah ketidakmampuan untuk melihat realita, kebingungan dalam membedakan mana yang realita dan mana yang bukan realita (Siswanto, 2007) Prevalensi skizofrenia sekitar 1% dari populasi orang dewasa di Amerika serikat terkena skizofrenia, dengan jumlah keseluruhan lebih dari 2 juta orang (American Psychiatric Association, 2000; Cowan & Kandel, 2001). Menurut hasil penelitian multinasional World Health Organitation (WHO), jumlah rata-rata pasien skizofrenia tampak serupa pada budaya maju maupun sedang berkembang (Jablensky dkk.,1992). WHO memperkirakan bahwa sekitar 24 juta orang diseluruh dunia mengidap skizofrenia (Olson, 2001). Hampir 1 juta pasien di Amerika Serikat menerima pengobatan untuk skizofrenia setiap tahun, dengan sekitar sepertiga 5 dari pasien membutuhkan perawatan rumah sakit (Grady 1997). Biaya untuk menangani pasien skizofrenia di perkirakan 30 miliar dolar AS setiap tahunnya dan mencakup 75% dari semua pengeluaran di Amerika Serikat yang diajukan untuk penanganan kesehatan mental (Cowan & Kandel, 2001). Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 sampai 1 % dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 sampai 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia (Arif, 2006). Gangguan kejiwaan skizofrenia ini sering menyebabkan kegagalan individu dalam mencapai berbagai ketrampilan yang diperlukan untuk hidup dan menyebabkan pasien menjadi beban keluarga dan masyarakat (Candra, 2004). Orang yang telah didiagnosa mengalami skizofrenia biasanya sulit dipulihkan. Jika bisa sembuh, itu pun memakan waktu yang sangat lama (bertahuntahun) dan tidak bisa seperti semula lagi. Bila tidak berhati-hati dan mengalami stres yang berlebihan, besar kemungkinan akan kambuh lagi dan menjadi lebih berat (Kartono, 2002) Rumah sakit khususnya RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang memiliki pengobatan yang begitu modern dari segi 6 pemberian dukungan dan motivasi dari petugas kesehatan sekarang ini ternyata memberikan prognosis yang baik pada pasien skizofrenia. Pemulangan pasien skizofrenia pada keluarga tergantung pada keparahan penyakit dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan (Kaplan dan Sadock, 1997). Keadaan pasien yang membaik dilanjutkan dengan rawat jalan (Hawari, 2007). Pasien gangguan jiwa dalam masa rehabilitasi yang dirawat oleh keluarga sendiri dirumah atau rawat jalan memerlukan dukungan untuk mematuhi program pengobatan. Jadi, keluarga memegang suatu peranan yang bersifat mendukung selama masa penyembuhan dan pemulihan pasien. Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan penyembuhan/pemulihan (rehabilitasi) sangat berkurang (Friedman, 1998). Hasil pengobatan suatu penyakit, termasuk pada gangguan jiwa, yaitu pasien akan sembuh, tetap sakit/gagal, meninggal dan pengobatan putus (drop out). Kesembuhan pasien dipengaruhi perilaku kepatuhan terhadap program pengobatan. Untuk itu agar mencegah kekambuhan dari pada pasien dibutuhkan kepatuhan dari pasien untuk tetap menjaga dan mempertahankan kesehatan jiwanya, harus melakukan kepatuhan kontrol atau rawat jalan. Kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan (Niven, 2002). 7 Pasien yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2000). Pasien lalai jika lebih dari 3 hari sampai 2 bulan dari tanggal perjanjian dan di katakan drop out jika lebih dari 2 bulan berturut-turut tidak datang berobat setelah dikunjungi petugas kesehatan (Depkes RI, 2000). Kepatuhan yang dimaksud pada pasien, yaitu ketaatan dan kemauan yang baik dari pada pasien untuk selalu melakukan kontrol yaitu rawat jalan kepelayanan kesehatan berupa unit rawat jalan/ poliklinik rumah sakit jiwa setiap bulan setelah pasien menjalani rawat inap. Kontrol rutin/ perawatan jalan kesehatan perlu dilakukan oleh pasien agar tidak terjadi putus obat, dan para tenaga kesehatan juga dapat mengetahui perkembangan kesehatan pasien. Menurut Niven (2002), kepatuhan pasien untuk melakukan kontrol terhadap kesehatan jiwa dipengaruhi oleh individu atau pasien sendiri, dukungan dari keluarga, dukungan sosial dan juga dukungan dari petugas kesehatan. Berdasarkan studi penelitian yang terdahulu dilakukan oleh peneliti di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Jumlah pasien pada bulan Oktober tahun 2008 sebanyak 1066 pasien, bulan November sebanyak 1054 pasien dan bulan Desember tahun 2008 jumlahnya meningkat sebanyak 1195 pasien yang menjalani perawatan diinstalasi rawat jalan. Hal tersebut dipengaruhi oleh 8 berbagai faktor seperti ekonomi, keluarga, peringatan hari besar nasional sehingga jumlah pasien yang menjalani perawatan diinstalasi rawat jalan pun mengalami penurunan dan peningkatan karena pada saat hari raya poliklinik di tutup karena libur. Sekitar 99% pasien mengalami kekambuhan (Laporan Tahunan RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, 2008) Dari data terakhir tahun 2011 berdasarkan rekam medis di poliklinik RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang jumlah pasien sakit jiwa yang melakukan kontrol di unit rawat jalan yaitu jumlah pasien laki-laki sebanyak 8120 orang dan jumlah pasien perempuan yang melakukan kontrol yaitu berjumlah 5407 orang, dan menurut data rekam medis jumlah pasien lama yang melakukan kontrol sebanyak 12943 orang dan jumlah pasien baru yang melakukan kontrol sebanyak 752 orang Dari hasil penelitian terdahulu, pasien yang melakukan rawat jalan biasanya mengalami penurunan dan peningkatan. Dari wawancara dengan perawat yang bertugas di poliklinik menyatakan bahwa, ada pasien yang setiap bulan kadang tidak melakukan kontrol rutin, dan ada banyak dari pasien selalu teratur untuk mengontrol kesehatannya dengan melakukan perawatan jalan setiap bulan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo-Semarang. Untuk itu peneliti ingin mencari tahu faktor-faktor apa saja yang mendorong 9 pasien skizofernia melakukan kontrol rutin di poliklinik RSJD Dr. Amino Gondohutomo- Semarang” 1.2 Fokus Penelitian Peneliti memfokuskan penelitian pada pasien jiwa yang biasanya melakukan rawat jalan secara rutin di rumah sakit. Fokus penelitan yang digunakan untuk mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien skizofrenia melakukan kontrol rutin terhadap kesehatan jiwa di poliklinik RSJD Dr. Amino Gondohutomo– Semarang. 1.3 Signifikasi dan Keunikan Penelitian Signifikasi penelitian ini adalah temuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien skizofrenia melakukan kontrol rutin di poliklinik RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Keunikan penelitian ini peneliti menemukan adanya perbedaan dengan penelitian sebelumnya, tentang ketidakpatuhan pasien melakukan kontrol rutin, karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan, yaitu adanya faktor insight, faktor regimen obat, dan faktor keluarga. 10 1.4 Tujuan penelitian Untuk mengetahui “Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien skizofrenia melakukan kontrol rutin terhadap kesehatan jiwa di poliklinik RSJD Dr. Amino GondohutomoSemarang” 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Memberikan pengetahuan bagi mengenai faktor-faktor yang pasien skizofrenia melakukan bidang keperawatan mempengaruhi kepatuhan kontrol rutin terhadap kesehatan jiwa di poliklinik RSJD Dr. Amino GondohutomoSemarang. 1.5.2 Manfaat Praktis 1.5.2.1 Bagi Peneliti Dapat memberikan pengetahuan baru bagi peneliti, dalam bidang keperawatan jiwa tentang “Faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien skizofrenia melakukan kontrol rutin terhadap kesehatan jiwa di poliklinik RSJD Dr. Amino Gondohutomo- Semarang”. 11 1.5.2.2 Institusi Pedidikan Dapat memberi tambahan pengetahuan bagi Fakultas Ilmu Kesehatan-UKSW tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien skizofrenia melakukan kontrol rutin terhadap kesehatan jiwa di poliklinik RSJD Dr. Amino Gondohutomo- Semarang. 1.5.2.3 Rumah Sakit Dapat memberikan masukan pada rumah sakit untuk dapat memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien skizofrenia melakukan kontrol rutin di Poliklinik RSJD Dr. Amino Gondohutomo- Semarang. 1.5.2.4 Bagi Tenaga Kesehatan Dapat dijadikan pengetahuan bagi tenaga kesehatan untuk selalu terus memberikan motivasi dan dorongan dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien skizofrenia yang selalu melakukan kontrol rutin terhadap kesehatan jiwa. 1.5.2.5 Bagi Masyarakat Manfaat penelitian bagi masyarakat, dapat menambah wawasan dan pengetahuan pada masyarakat mengenai 12 faktor-faktor yang mempengaruhi pasien skizofrenia untuk patuh melakukan kontrol mempertahankan kesehatan jiwa. rutin dan tetap