Kecukupan nutrien makro pada sapi pejantan di

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Pejantan
Sapi merupakan salah satu hewan ternak yang sering dipergunakan dalam
usaha peternakan. Hal ini disebabkan banyaknya manfaat yang dihasilkan dari ternak
sapi itu sendiri, antara lain daging dan susu. Menurut Blakely dan Bade (1998)
bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut :
Kingdom
: Animal
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Artiodaktil
Sub Ordo
: Ruminansia
Familia
: Bovidae
Genus
: Bos
Performan produksi dan reproduksi sapi ditentukan oleh induknya baik betina
maupun pejantannya. Namun kualitas bibit sapi saat ini dikontrol melalui upaya
memelihara pejantan yang khusus untuk diambil spermanya. Sehingga sapi pejantan
merupakan salah satu ternak yang berperan sangat penting dalam usaha pembibitan.
Bahan Pakan
Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh
hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan
tubuh, pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi. Darmono (1999) menjelaskan
bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat
membahayakan ternak yang mengkonsumsinya. Bahan pakan ternak terdiri dari
tanaman, hasil ikutan tanaman pangan, dan kadang berasal dari ternak serta hewan
yang hidup di laut (Tillman et al., 1991). Menurut Blakely dan Bade (1998) bahan
pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan bahan pakan
berserat. Konsentrat berupa bijian dan butiran sedangkan bahan berserat yaitu jerami
dan rumput yang merupakan komponen penyusun ransum utama pada ternak
ruminansia.
3
Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun
tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga
(Tillman et al., 1991). Hijauan biasanya diberikan dalam bentuk segar, silase atau
hay. Lubis (1992) mengemukakan bahwa pakan sebaiknya diberikan pada ternak
dalam keadaan segar. Pakan yang baik diberikan dengan perbandingan 60:40, apabila
hijauan yang diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55:45 dan
hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat
menjadi 64:36 (Parakkasi, 1999).
Pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung serat kasar
rendah dan mudah dicerna. Menurut Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan
yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk
ikutan pertanian atau pabrik pengolahan pangan, dan umbi- umbian. Jagung, menir,
dedak, katul, bungkil, dan tetes juga termasuk kelompok kosentrat. Fungsi pakan
penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi bahan pakan lain yang nilai
gizinya rendah.
Kebutuhan Nutrien Sapi Pejantan
Faktor yang menentukan keberhasilan suatu peternakan yaitu pemberian
pakan. Sapi akan memiliki kualitas dan kuantitas output yang baik, bila kuantitas
maupun kualitas pakan yang diberikan cukup baik. Untuk mencegah kerugian,
pemberian pakan harus diperhitungkan secara cermat dan harus dilakukan secara
efisien. Kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu: 1) faktor ternak itu sendiri yang meliputi besar tubuh atau
bobot badan, potensi genetik, status fisiologi, tingkat produksi dan kesehatan ternak;
2) faktor ransum yang diberikan, meliputi bentuk dan sifat, komposisi nutrien,
frekuensi pemberian, keseimbangan nutrien serta kandungan bahan toksik dan anti
nutrisi; dan 3) faktor lain yang meliputi suhu dan kelembaban udara, curah hujan,
lama siang atau malam hari serta keadaan ruangan kandang dan tempat ransum
(Parakkasi, 1999).
Sehingga nutrisi yang dibutuhkan oleh sapi khususnya sapi
pejantan harus mempunyai informasi sebagai berikut : 1) kondisi dan berat badan
sapi, 2) jenis dan komposisi makanan misalnya bahan kering, TDN, protein, dan
sumber mineral.
4
Kebutuhan Bahan Kering
Bahan kering (BK) adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah
dihilangkan airnya. Jumlah pemberian ransum dapat diperkirakan dari kebutuhan
bahan kering. Jumlah bahan kering yang dapat dikonsumsi sapi sangat beragam,
sesuai dengan kondisi lingkungan, berkisar 2,2%-3,0% dari bobot badan (Sutardi,
1981). Konsumsi bahan kering menurut Lubis (1992) dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya: 1) faktor pakan yang meliputi daya cerna dan palatabilitas; dan 2) faktor
ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur, dan kondisi kesehatan ternak.
Fungsi bahan kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding
saluran pencernaan dan merangsang pembentukan enzim. Apabila ternak kekurangan
bahan kering menyebabkan ternak merasa tidak kenyang.
Kebutuhan Energi
Energi adalah sumber kemampuan untuk melakukan kerja dan dibutuhkan
oleh semua proses hidup. Menurut Parakkasi (1999) ternak memanfaatkan energi
untuk pertumbuhan dan produksi setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi.
Tinggi rendahnya energi yang diperlukan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain bobot badan dan konsumsi pakan itu sendiri. Kebutuhan energi akan meningkat
seiring dengan pertambahan bobot badan. Defisiensi energi yang parah dapat
mengganggu
reproduksi,
sedangkan
kelebihan
energi
dalam
pakan
akan
mengakibatkan penimbunan jaringan adiposa dalam tubuh. Satuan energi dapat
dinyatakan dalam satuan TDN (Total Digestable Nutrient) yaitu jumlah nutrien yang
dapat dicerna (Ensminger et al., 1990).
Karbohidrat merupakan nutrien yang cepat mensuplai energi sebagai sumber
energi tubuh. Karbohidrat diklasifikasikan sebagai monosakarida, disakarida dan
polisakarida. Monosakarida utama yang terdapat dalam bentuk bebas dalam pakan
ialah glukosa. Pada hewan ruminansia glukosa darah didapatkan dari perubahan
propionat. Semua volatile fatty acid (VFA) yang diproduksi dalam rumen yaitu
asetat, propionate, dan butirat, dapat menghasilkan energi, tetapi propionat
merupakan satu-satunya sumber utama glukosa (Piliang dan Djojosoebagio, 2006).
5
Kebutuhan Protein
Selain energi, protein merupakan nutrien yang penting untuk proses
metabolisme tubuh. Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai
berat molekul tinggi. Ruminansia mendapatkan protein dari 3 sumber, yaitu protein
mikrobia rumen, protein pakan yang lolos dari perombakan mikrobia rumen, dan
sebagian kecil dari protein endogenus (Tillman et al., 1991). Tubuh memerlukan
protein untuk membentuk, memperbaiki, dan menggantikan sel tubuh yang rusak.
Protein dalam tubuh mengalami perombakan dan asam amino yang terbentuk dapat
diubah menjadi energi jika diperlukan. Protein yang didapat dari pakan berasal dari
tumbuhan yang biasa disebut protein nabati dan dari hewan yang disebut protein
hewani (Piliang dan Djojosoebagio, 2006).
Kondisi tubuh ternak yang normal dapat dipertahankan melalui konsumsi
protein dalam jumlah yang cukup. Defisiensi protein dalam ransum akan
memperlambat pengosongan perut sehingga menurunkan konsumsi (Ensminger et
al., 1990).
Asam amino merupakan komponen protein di dalam tubuh ternak
ruminansia, dapat dibedakan menjadi asam amino yang dapat disintesis dan asam
amino yang tidak dapat disintesis. Protein yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia
dapat dinyatakan dalam bentuk protein kasar (PK) atau protein dapat dicerna (Prdd).
Protein kasar adalah jumlah nitrogen (N) yang terdapat di dalam pakan dikalikan
dengan 6,25; sedangkan Prdd adalah protein pakan yang dapat dicerna dan diserap
dalam saluran pencernaan (Parakkasi, 1999). Menurut Anggorodi (1994) kekurangan
protein pada sapi dapat menghambat pertumbuhan, sebab fungsi protein adalah untuk
memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme, sumber energi,
bahan baku pembentukan antibodi, enzim, dan hormon.
Kebutuhan Mineral
Selain makro nutrien, tubuh hewan juga memerlukan mikro nutrien untuk
stabilitas fungsi sel, salah satu mikro nutrien yang diperlukan adalah mineral.
Mineral merupakan unsur kimiawi yang diperlukan oleh jaringan hidup untuk fungsi
biologis normal. Berdasarkan jumlahnya, unsur-unsur tersebut dikelompokkan
menjadi dua golongan yaitu unsur makro dan mikro (Piliang dan Djojosoebagio,
2006).
6
Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa terdapat 15 unsur mineral yang
essensial dalam tubuh, termasuk unsur mineral makro dan mineral mikro. Unsur
mineral makro diperlukan tubuh dalam jumlah relatif besar, mencakup K, Na, Ca, P,
Mg, S, dan Cl. Sedangkan mineral mikro yang diperlukan oleh tubuh relatif lebih
kecil dibandingkan dengan mineral makro, dan mineral mikro mencakup Zn, Cu, Fe,
I, Mn, Se, Mo, Cr, dan Ni.
Status nutrisi mineral ternak sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral
yang dikonsumsi. Konsumsi yang berlebihan sering menimbulkan keracunan,
demikian pula sebaliknya, bila konsumsi mineral sangat rendah, akan mengakibatkan
defisiensi. Mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam
jumlah yang cukup, karena apabila terlalu banyak mineral akan membahayakan
tubuh ternak (Anggorodi, 1994). Kebutuhan mineral pada ternak, sering dinyatakan
dalam bentuk % atau mg/kg ransum.
Parakkasi (1985) menyatakan bahwa kebutuhan mineral pada ternak
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu umur ternak, jenis dan tingkat produksi, jumlah
dan bentuk ikatan mineral yang dikonsumsi, dan interaksi dengan nutrien lain.
Defisiensi, ketidakserasian atau keracunan mineral dapat menghambat pertumbuhan
dan tingkat produksi ternak yang berakibat buruk pada efisensi penggunaan pakan
(Sutardi, 1982).
Mineral mikro yang mempunyai fungsi penting dalam metabolisme nutrien
dalam tubuh salah satunya adalah Zn. Unsur Zn terlibat terutama dalam metabolisme
asam nukleat dan protein dan juga dalam proses penggantian sel dan sangat penting
dalam menunjang aktifitas enzim. Enzim yang mengandung Zn sangat banyak
jumlahnya, antara lain anhidrase karbonat, urease, dehidrogenase glutamate, dan
polimerase RNA dan DNA. Unsur Zn ditemukan terikat dengan kelenjar penghasil
insulin dan juga digunakan dalam metabolisme vitamin A (Church dan Pond, 1988).
Unsur Zn juga sangat diperlukan dalam menunjang fungsi sistem reproduksi,
diantaranya diperlukan dalam produksi sperma, perkembangan embrio, dan tumbuh
kembang anak. Kekurangan Zn akan mengganggu proses pembentukan sperma dan
perkembangan baik organ seks primer maupun sekunder pada hewan jantan.
Kekurangan Zn tersebut pada pejantan menyebabkan menurunnya fungsi testikular
7
(testicular
hypofunction)
yang
berdampak
pada
terganggunya
proses
spermatogenesis dan produksi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig.
Penyerapan Ca bergantung pada bentuk senyawa Ca tersebut yang berada
dalam bahan pakan. Bila Magnesium (Mg) atau Phosphat (P) terlalu berlebihan,
penyerapan Ca akan tertekan. Kecukupan unsur Ca ditunjukkan dengan kadar Ca
darah yang normal. Kadar normal Ca serum darah pada sapi dewasa adalah 9-12
mg% (Thompson, 1978). Kadar Ca serum dapat berubah karena berbagai faktor
diantaranya adalah tingkat konsumsi Ca dalam pakan. Kadar P dan Mg dalam
ransum yang tinggi apat menekan penyerapan Ca, sehingga kadar Ca dalam darah
dapat menurun (Danzier, 1984; Thompson, 1978).
Kadar P serum darah berkisar 4-6 mg% untuk sapi dewasa dan 6-8 mg%
untuk sapi muda (Conrad, 1984). Kadar P darah sangat sensitif terhadap kekurangan
P dalam bahan pakan. Kadar P di bawah normal dapat menunjukkan gejala defisiensi
pada hewan. Kadar P dalam serum dapat bervariasi, karena adanya perubahan dalam
jumlah konsumsinya (Thompson, 1978).
Kecernaan Nutrien
Kebutuhan ternak akan nutrien terdiri atas kebutuhan untuk hidup pokok,
produksi, dan reproduksinya. Nutrien dalam ransum hendaknya tersedia dalam
jumlah yang cukup dan seimbang sebab keseimbangan nutrien dalam ransum sangat
berpengaruh terhadap daya cerna (Tillman et al., 1991). Semakin tinggi kecernaan
suatu bahan makanan maka menunjukkan bahwa bahan makanan tersebut berkualitas
baik untuk dikonsumsi ternak dan dimanfaatkan untuk proses metabolisme tubuhnya.
Hal ini disebabkan pada umumnya pakan dengan kandungan nutrien yang dapat
dicerna tinggi, maka tinggi pula nilai gizinya (Suarti, 2001).
Menurut Anggorodi (1994), nilai gizi pakan antara lain diukur dari jumlah
nutrien yang dicerna dan dicerminkan juga oleh konsumsi bahan keringnya. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kecernaan, termasuk suhu, laju perjalanan
pakan pada organ pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, komposisi ransum, dan
pengaruh perbandingan dari nutrien lainnya.
8
Gangguan Metabolis
Hasil metabolisme yang dibuang oleh ginjal yaitu ureum dan kreatinin. Dua
macam hasil metabolisme protein tersebut berfungsi sebagai indikator derajat
kesehatan ginjal. Apabila keduanya meningkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal
tidak baik. Pada manusia jika tekanan darah meningkat, maka filtrasi meningkat,
sehinga jumlah urin meningkat (poliuria). Jika tekanan darah menurun, maka filtrasi
menurun sehingga jumlah urin sedikit (poliuria sampai anuria) (Listiaji, 2010).
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan
untuk mengetahui adanya gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan penurunan mendadak kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan
penumpukan sisa metabolisme ginjal yaitu ureum dan kreatinin. Hal ini dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai beberapa hari (Listiaji, 2010).
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang
telah mengalami deaminasi di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan
rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20-40 mg, tetapi hal
ini tergantung dari jumlah normal protein yang dikonsumsi dan fungsi hati dalam
pembentukan ureum (Listiaji, 2010).
Kreatinin merupakan produk sisa dari perombakan kreatin fosfat yang terjadi
di dalam otot. Kreatinin adalah metabolit dalam darah yang bersifat racun bagi sel,
dan diproduksi jika ginjal sudah tidak berfungsi dengan normal. Koefisien kreatinin
adalah jumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg berat badan (BB).
Kadar kreatinin darah yang normal adalah 0,5-1,5 mg. Ekskresi kreatinin akan
meningkat jika terjadi gangguan pada otot (Listiaji, 2010)
Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak akibat
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh yang
ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Gagal ginjal akut
dibedakan menjadi GGA prarenal, GGA renal, dan GGA pasca renal.
Kualitas Semen Sapi
Semen adalah cairan yang dikeluarkan organ reproduksi jantan sewaktu
berejakulasi, berisi spermatozoa dan plasma (Hafez, 1980; Salisbury et al., 1981).
Campuran sekresi dari epididimis, vas defferens, kelenjar prostat dan kelenjar
Cowper membentuk plasma semen. Plasma semen berisi senyawa organik yang
9
spesifik yaitu fruktosa, asam sitrat, inositol, sorbitol, glyserilphosphorylcholin,
ergothionin, dan prostaglandin serta berisi senyawa inorganik antara lain K, Ca, dan
bikarbonat (Hafez, 1980).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dari semen sapi yaitu makanan,
konstituen makanan, suhu dan musim, frekuensi ejakulasi, libido, dan faktor-faktor
fisik serta berbagai faktor lainnya (seperti penyakit, pengangkutan, umur, herediter,
dan gerak badan). Kualitas semen sapi dapat dilihat dari warna semen yang
dihasilkan, konsistensi semen, nilai motilitas dari spermatozoa, gerakan massa,
gerakan individual, konsentrasi spermatozoa, dan jarak antar kepala sperma
(DeJarnette et al., 1992).
Suplementasi vitamin A asetat diperlukan untuk meningkatkan konsentrasi
sperma dan konsentrasi sperma hidup, pada sapi yang mendapat rumput gajah yang
disubtitusi dengan jerami padi 50%. Kombinasi suplementasi vitamin A asetat
dengan cytozyme (+) pada pakan jerami padi dapat meningkatkan konsentrasi
sperma hidup normal, meningkatkan keefisienan penggunaan energi tercerna dan
meningkatkan keefisienan penggunaan TDN (Muhammad, 1986).
10
Download