Perkembangan dan Prospek Perekonomian Global dan Domestik

advertisement
Perkembangan dan Prospek
Perekonomian Global dan Domestik
Agustus 2016
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL
A MERIKA SERIKAT
Perkembangan ekonomi AS masih belum meningkat signifikan. Hal ini terlihat pada composite
coincident economic index-CEI dan composite leading economic index-LEI yang belum tumbuh
cepat. Pada bulan Juli 2016, CEI AS tumbuh 1,6 persen yoy ke level 113,90, atau lebih rendah
dari rata-rata pertumbuhan selama 12 bulan sebelumnya sebesar 1,9 persen. Sementara
indikator LEI tumbuh 1,2 persen yoy, lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan 12 bulan
sebelumnya sebesar 2,2 persen.
Dengan kinerja ekonomi terkini yang masih dalam tren moderat serta prospek pertumbuhan
ekonomi yang juga masih lemah, maka peluang kenaikan suku bunga acuan the Fed dalam
jangka pendek ini tampaknya relatif kecil. Sebab bila suku bunga dinaikkan, maka
dikhawatirkan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini akan semakin
memburuk karena kenaikan suku bunga acuan akan diikuti oleh kenaikan suku bunga
pinjaman.
Composite Leading Economic Index Amerika Serikat
130
8.0
US LEI
125
US LEI (% YoY)
7.0
120
6.0
115
5.0
110
105
4.0
100
3.0
95
2.0
Contact Us
90
PT Sarana Multigriya
Finansial (Persero)
80
1.0
85
Jul-16
Jan-16
Apr-16
Jul-15
Oct-15
Jan-15
Apr-15
Jul-14
Oct-14
Jan-14
Apr-14
Jul-13
Oct-13
Jan-13
Apr-13
Jul-12
Oct-12
Jan-12
Apr-12
Jul-11
Oct-11
Jan-11
Apr-11
0.0
Grha SMF
Jl. Panglima Polim I No 1
Jakarta 12160
Telp. + 62 21 2700400
Fax. + 62 21 2701400
[email protected]
www.smf-indonesia.co.id
Source : CEIC, diolah
EROPA
Pemulihan ekonomi Uni Eropa juga berjalan lambat. Trend pertumbuhan LEI bergerak
menurun pada bulan Juli (+0,1% yoy), setelah di bulan sebelumnya tumbuh 0,4% yoy. Rerata
pertumbuhan LEI selama 12 bulan terakhir mencapai 1,3% yoy. Dari sisi manufaktur, indikator
PMI Juli (48,9) berada di bawah ambang batas 50, yang mengindikasikan aktivitas industri
yang masih berkontraksi. Hal ini senada dengan trend output industri yang menurun. Di bulan
Juni, output industri Uni Eropa meningkat 0,4 persen, atau dibawah rerata pertumbuhan satu
tahun sebesar 1,7 persen.
Dari sisi konsumen, penjualan retail Juni tumbuh flat (+1,6% yoy), seperti halnya bulan
sebelumnya, serta lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan 2,6% dalam 12 bulan terakhir.
Dibulan Juli, tingkat harga konsumen kawasan Uni Eropa turun 0,42 persen mom (+0,16%
yoy), setelah meningkat 0,16 persen mom (+0,09% yoy). Lemahnya konsumsi domestik turut
menekan optimis rumah tangga terhadap kondisi ekonomi. Indeks kepercayaan konsumen
mencapai level -7,9 (Juli 2016), menurun dibandingkan rerata 12 bulan sebesar -7,4, yang
menunjukkan lungsurnya keyakinan konsumen terhadap prospek ekonomi dan keuangan
mereka dimasa datang.
Dengan lambatnya pemulihan ekonomi di kawasan Eropa dan prospek pertumbuhan ekonomi
yang belum kuat, maka Bank Sentral Eropa diperkirakan tetap mempertahankan kebijakan
moneter yang longgar dengan suku bunga acuan rendah pada level 0.00%, deposit facility 0.40% serta stimulus pembelian bonds sebesar EUR 80 miliar setiap bulannya. Dengan
kebijakan moneter yang longgar ini, maka kedepan diharapkan pertumbuhan perekonomian
Euro akan lebih pesat dan laju inflasi diproyeksikan akan meningkat ke level yang ditargetkan
sebesar 2.0% dari 0.16% saat ini (Juli 2016).
Pertumbuhan leading economic index (LEI) Euro
101
6
EU LEI
99
4
EU LEI (% YoY)
Jan-16
May-16
Sep-15
Jan-15
May-15
Sep-14
Jan-14
May-14
Sep-13
Jan-13
May-13
Sep-12
(10)
Jan-12
85
May-12
(8)
Sep-11
(6)
87
Jan-11
89
May-11
(4)
Sep-10
91
Jan-10
(2)
May-10
0
93
Sep-09
95
Jan-09
2
May-09
97
Source : CEIC, diolah
JEPANG
Trend pertumbuhan CEI dan LEI masih menurun. Indikator CEI dan LEI masing-masing turun
sebesar 1,6 persen yoy dan 5,6 persen yoy. Hal ini mengindikasikan lemahnya pertumbuhan
ekonomi saat ini dan prospeknya dalam 6-12 bulan mendatang. Dari sisi manufaktur, aktivitas
industri masih berkontraksi, seperti yang ditunjukkan oleh indikator PMI Agustus pada level
49,6. Belanja modal perusahaan mengalami penurunan. Hal ini tergambar pada indikator
machinery orders yang turun 0,9 persen yoy (Juni 2016), mengikuti penurunan bulan
sebelumnya sebesar 11,7 persen yoy.
Disisi konsumen, penjualan retail belum tumbuh cepat. Pada bulan Juni, penjualan retail
hanya tumbuh 0,2% mom (-1,4% yoy), setelah dibulan Mei turun sebesar 0,1% mom (-2,1%
yoy). Optimisme rumah tangga atas kondisi ekonomi dan prospeknya juga tidak banyak
berubah. Indeks kepercayaan konsumen meningkat 2,0 persen dibulan Juli, setelah tumbuh
0,5 persen dibulan sebelumnya.
Dengan perkembangan dan prospek ekonomi Jepang yang relatif lemah, ditambah dengan laju
inflasi yang masih sangat rendah, maka bank sentral Jepang tetap menerapkan kebijakan
moneter yang longgar berupa suku bunga yang rendah (bahkan negatif) dan pemberian
stimulus, agar ekonominya bisa tumbuh lebih pesat kedepan.
Pertumbuhan leading economic index (LEI) Jepang
120
40
Japan LEI
110
30
Japan LEI (% YoY)
20
100
10
90
0
(10)
80
(20)
70
(30)
Jan-16
May-16
Sep-15
Jan-15
May-15
Sep-14
Jan-14
May-14
Sep-13
Jan-13
May-13
Sep-12
Jan-12
May-12
Sep-11
Jan-11
May-11
Sep-10
Jan-10
May-10
Sep-09
Jan-09
(40)
May-09
60
Source : CEIC, diolah
CHINA
Ekonomi Tiongkok tumbuh flat 6,7 persen yoy pada Q2 2016, seperti Q1 2016, namun lebih
lambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu (+7% yoy). Kinerja ini ditopang ekspansi
sektor primer (+3,1% yoy) dan sekunder (+6,1% yoy), sementara sektor tersier relatif stabil
(+7,5% yoy).
Dari sisi produsen, kinerja sektor manufaktur Tiongkok cenderung belum meningkat signifikan.
Indikator PMI yang mengukur perkembangan sektor industri mengalami sedikit penurunan
kelevel 49,9 dibulan Juli dari sebelumnya dilevel ambang batas 50. Hal ini menandakan
aktivitas industri yang relatif lesu, seiring lemahnya permintaan ekspor. Sementara itu,
diperiode yang sama, output industri tumbuh stabil 0,52% mom (+6,0% yoy) setelah
sebelumnya meningkat 0,47% mom (+6,2% yoy), dan hal serupa juga terlihat disisi konsumen.
Harga komponen makanan meningkat 3,3 persen, sementara komponen non makanan
melambat 1,4 persen.
Kedepan kinerja perekonomian Tiongkok tampaknya belum akan mengalami kenaikan yang
signifikan. Composite leading economic index (LEI) Tiongkok berkontraksi -0.5% YoY pada
bulan Mei setelah pada bulan April hanya kontraksi -0.1% YoY dan tumbuh positif 0.4% YoY
pada bulan Maret 2016.
Pertumbuhan indeks produksi industri (%YoY) dan PMI Tiongkok
10.0
52
IPI
PMI
Source : CEIC, diolah
Jun-16
May-16
Apr-16
Feb-16
Mar-16
Jan-16
Dec-15
Nov-15
Oct-15
Sep-15
Jul-15
Aug-15
Jun-15
Apr-15
May-15
Feb-15
Mar-15
Jan-15
Dec-14
Nov-14
Oct-14
49
Sep-14
5.0
Aug-14
49
Jul-14
6.0
Jun-14
50
May-14
7.0
Apr-14
51
Mar-14
8.0
Jan-14
51
Feb-14
9.0
INDIA
Ekonomi India Q1 2016 tumbuh ekspansif 7,9 persen yoy, lebih tinggi dari Q4 2015 (+7,2%
yoy) dan periode yang sama tahun sebelumnya (+6,7% yoy). Dari sisi produsen, kinerja dan
aktivitas industri menunjukkan kemajuan. Indikator PMI Juli naik kelevel 51,8 dari 51,7 dibulan
Juni, sementara output industri tumbuh 2,1 persen yoy (Juni 2016) dari bulan sebelumnya
sebesar 1,1 persen yoy. Sementara dari sisi konsumen, naiknya belanja rumah tangga
mendorong tingginya harga ditingkat konsumen. Laju inflasi India bulan Juli mencapai 6,07
persen yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya, 5,77 persen yoy.
Kedepan perekonomian India diperkirakan akan tumbuh lebih pesat sejalan dengan kebijakan
moneter yang makin longgar berupa penurunan suku bunga serta kebijakan fiskal yang
cenderung ekspansif. Perlu diketahui bahwa perbaikan prospek ekonomi India berpotensi
memberikan dampak postif terhadap ekspor Indonesia kedepan, terutama terhadap ekspor
CPO dan batubara.
Pertumbuhan Ekonomi dan Suku Bunga Acuan India
14.0
PDB
Policy Rate
12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Source : CEIC, diolah
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK PEREKONOMIAN INDONESIA
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK LAJU INFLASI
Pada bulan Juli 2016 Badan Pusat Statistik mecatat laju inflasi bulanan sebesar 0.69% MoM,
yang berarti meningkat sedikit dibandingkan dengan laju inflasi bulanan bulan Juni sebesar
0.66% MoM. Laju inflasi bulanan pada bulan Juli tersebut lebih rendah dari ekspektasi pelaku
pasar yang secara rata-rata memperkirakan laju inflasi bulanan pada bulan Juli sebesar 0.83%
MoM. Laju inflasi bulanan bulan Juli tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan laju
inflasi bulanan bulan Juli 2015 sebesar 0.93% MoM, sehingga laju inflasi tahunan menurun
dari menjadi 3.21% YoY dari 3.45% YoY pada bulan Juni 2016. Laju inflasi tahunan pada bulan
Juli tersebut juga lebih rendah dari ekspektasi pelaku pasar yang secara rata-rata
memperkirakan inflasi tahunan pada bulan Juli sebesar 3.36% YoY.
Dilihat menurut inflasi inti dan non-inti pada bulan Juli, laju inflasi bulanan core (inti) relatif
stabil 0.34% MoM dibandingkan bulan sebelumnya 0.33% MoM. Sedangkan inflasi kelompok
barang dan jasa yang harganya diatur pemerintah (administered price) mengalami kenaikan
1.32% MoM atau lebih tinggi dari inflasi bulan sebelumnya 0.72% MoM. Untuk kelompok
barang yang harganya bergejolak (volatile food), laju inflasi bulanan bulan Juli menurun
menjadi 1.20% MoM dari 1.71% pada bulan Juni.
Laju Inflasi, %
CPI Components
End of Period (%)
MoM (%)
YoY (%)
2014
2015
May-16
Jun-16
Jul-16
May-16
Jun-16
Jul-16
Foodstuff
Prepared Food
Housing
Clothing
Medical Care
Education
Transportation
Headline Inflation
10.57
8.11
7.36
3.08
5.71
4.44
12.14
8.36
4.93
6.42
3.34
3.43
5.32
3.97
(1.53)
3.35
0.30
0.58
0.02
0.44
0.27
0.03
0.21
0.24
1.62
0.58
0.15
0.70
0.34
0.03
0.63
0.66
1.12
0.54
0.24
0.44
0.37
0.51
1.22
0.69
7.75
6.13
1.26
3.80
4.37
3.63
(1.50)
3.33
7.77
6.16
1.18
4.24
4.39
3.59
(0.99)
3.45
6.81
6.19
1.29
4.30
4.40
3.77
(1.49)
3.21
Core
Administered Price
Volatile Food
Source : BPS
4.93
17.57
10.88
3.95
0.39
4.84
0.23
0.27
0.32
0.33
0.72
1.71
0.34
1.32
1.20
3.41
(0.95)
8.15
3.49
(0.50)
8.12
3.49
(0.85)
7.14
Untuk bulan Agustus tekanan inflasi bulanan diperkirakan akan menurun signifikan menyusul
berakhirnya perayaan hari raya Idul Fitri, dimana harga-harga barang dan jasa biasanya akan
kembali ke level normal, kecuali harga barang dan jasa untuk pendidikan yang tetap tinggi
sampai dengan bulan September mendatang. Namun karena sumbangan kelompok
pengeluaran pendidikan dan rekreasi terhadap inflasi umum relatif kecil (sekitar 8.5%), maka
dampaknya terhadap inflasi secara keseluruhan menjadi tidak signifikan. Sementara itu inflasi
bulanan pada bulan Agustus 2015 masih relatif tinggi (0.39% MoM), sehingga laju inflasi
tahunan untuk bulan Agustus diperkirakan akan semakin menurun dibandingkan dengan
inflasi tahunan bulan Juli 2016.
Untuk sisa tahun 2016 ini, baik dari eksternal maupun internal tidak ada faktor yang akan
mendorong kenaikan inflasi yang signifikan, sehingga laju inflasi diperkirakan akan tetap
terjaga. Dari sisi eksternal harga komoditas di pasar global diproyeksikan belum mengalami
kenaikan yang signifikan. Dari sisi domestik pemerintah tampaknya akan berupaya sungguhsungguh mengendalikan inflasi agar keinginan suku bunga pinjaman turun ke level satu dijit
semakin dimungkinkan. Dengan latar belakang seperti itu, maka laju inflasi sampai dengan
akhir tahun ini diperkirakan akan terjaga disekitar 3.0% YoY, bahkan berpeluang sedikit lebih
rendah dari 3.0%.
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK SUKU BUNGA
Untuk meningkatkan efektifitas transmisi kebijakan moneternya, mulai bulan Agustus 2016
Bank Indonesia akan merubah suku bunga acuannya dari BI rate yang memiliki tenor 12 bulan
menjadi 7-day (reverse) repo yang memiliki tenor satu minggu. Saat ini suku bunga 7-day
(reverse) repo berada pada level 5.25%.
Bank Indonesia menganut inflation targeting framework, yang artinya otoritas moneter akan
menaikkan suku bunga bila ada ekspektasi kenaikan tekanan inflasi, dan sebaliknya Bank
Indonesia akan menurunkan suku bunga acuannya bila ekspetasi inflasi menurun. Namun
dalam prakteknya Bank Indonesia tidak hanya mempertimbangkan ekspektasi inflasi saja,
melainkan juga memperhatikan stabilitas indikator makroekonomi lainnya secara keseluruhan.
Misalnya volatilitas nilai tukar rupiah karena akan berdampak langsung pada imported
inflation yang pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap inflasi umum. Demikian pula
dengan kondisi defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit) yang sangat
mempengaruhi persepsi pelaku pasar keuangan terhadap kesinambungan perekonomian
Indonesia.
Dengan prospek inflasi yang terkendali sekitar 3.0%, nilai tukar rupiah yang relatif stabil
(bahkan cenderung menguat) serta defisit neraca transaksi berjalan yang diproyeksikan akan
tetap terjaga dibawah 3.0% dari PDB, maka peluang penurunan suku bunga acuan Bank
Indonesia terbuka lebar. Namun mengingat bulan Agustus terjadi perubahan suku bunga
acuan dari BI rate menjadi 7-day (reverse) repo, maka peluang BI rate dan 7-day (reverse) repo
tidak berubah juga relatif besar. Untuk sisa tahun ini tren suku bunga diproyeksikan akan terus
menurun, dimana 7-day (reverse) repo diprediksikan akan turun menjadi 4.75%. Selain
mempertimbangan prospek inflasi, nilai tukar dan defisit neraca transaksi berjalan, penurunan
suku bunga juga diperlukan untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi kita yang
akhir-akhir ini tumbuh relatif lambat.
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK NILAI TUKAR RUPIAH
Sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
mengalami tekanan yang sangat besar, dimana kurs rupiah melemah dari Rp9.068 pada
penutupan akhir tahun 2011 menjadi Rp13.795 per dolar Amerika pada akhir tahun 2015.
Bahkan pada bulan September 2015 rupiah sempat melemah ke level Rp14.657 per dolar
Amerika.
Dalam periode Januari sampai April 2016, kurs rupiah cenderung menguat ke sekitar Rp13.200
per dolar Amerika. Namun pada bulan Mei 2016, nilai tukar rupiah kembali mengalami
tekanan hingga melemah ke level Rp13.615 per dolar Amerika. Pelemahan tersebut dipicu
oleh munculnya spekulasi bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan-nya pada bulan
Juni. Namun isu tersebut kembali meredup setelah rilis beberapa indikator makroekonomi
Amerika Serikat menunjukkan pemulihan ekonominya yang belum kuat, ditambah dengan
pemulihan ekonomi beberapa negara besar lainnya yang manurun serta kekhawatiran Inggris
akan keluar dari Uni Eropa.
Seiring dengan meredupnya kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga the Fed, pada bulan
Juli kurs rupiah kembali menguat ke level Rp13.094 per dolar Amerika. Penguatan nilai tukar
rupiah tersebut juga ditopang oleh membaiknya fundamental ekonomi dalam negeri seperti
laju inflasi yang terjaga, prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat, surplus neraca
perdagangan yang akan berdampak positif terhadap neraca transaksi berjalan (current
account) serta ekspektasi akan peningkatan inflow dari implementasi Undang-Undang
Pengampunan Pajak, dan lain-lain.
Kedepan nilai tukar rupiah diproyeksikan akan relatif stabil dengan kecenderungan menguat,
yang dapat bersumber dari faktor domestik maupun global. Dari sisi domestik perbaikan
fundamental ekonomi seperti laju inflasi yang tetap terkendali, ekspektasi peningkatan
pertumbuhan ekonomi serta surplus neraca perdagangan sehingga defisit transaksi berjalan
tetap terjaga akan menjadi faktor yang memberikan sentimen positif terhadap nilai tukar
rupiah.
Transaksi Berjalan
danBerjalan
Nilai (US$
Tukar
terhadap
Transaksi
Juta)Rupiah
dan Nilai Tukar
IDR/US$ Dolar Amerika
2.0
8000
Transaksi Berjalan, % PDB
Kurs IDR/US$
1.0
9000
0.0
10000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
-1.0
11000
-2.0
12000
-3.0
13000
-4.0
14000
-5.0
15000
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Pada triwulan kedua tahun 2016, perekonomian Indonesia tumbuh 4.02% QoQ setelah pada
triwulan sebelumnya kontraksi -0.36% QoQ. Angka ini merupakan angka pertumbuhan
tertinggi pada triwulan kedua dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Pertumbuhan PDB pada
Q2 2016 tersebut jauh diatas ekspektasi pelaku pasar yang secara rata-rata memperkirakan
pertumbuhan pada Q2 hanya 3.82% QoQ. Pertumbuhan ini juga lebih tinggi dari pertumbuhan
PDB pada triwulan kedua 2015, sehingga pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada Q2
2016 meningkat menjadi 5.18% YoY dari 4.91% YoY pada triwulan pertama.
Pertumbuhan PDB triwulan kedua 2016 ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh
baik 5.04%, belanja pemerintah (6.28%) serta investasi (5.06%). Sedangkan ekspor masih
mengalami kontraksi -2.73%. Tiga sektor yang paling pesat pertumbuhannya adalah jasa
keuangan dan asuransi (tumbuh 13.51%), informasi dan komunikasi (8.47%) serta jasa lainnya
(7.88%).
Untuk triwulan ketiga dan keempat tahun 2016, perekonomian Indonesia diperkirakan akan
tumbuh semakin pesat dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan triwulan pertama dan
kedua 2016. Pelonggaran kebijakan moneter berupa penurunan suku bunga dan relaksasi
makroprudensial (seperti kenaikan LTV atau loan to value) serta paket-paket deregulasi yang
sudah diluncurkan pemerintah diperkirakan akan mulai memberikan dampak yang positif
terhadap peningkatan aktifitas perekonomian.
Indikator Makroekonomi Utama
Indikator
2014
2015
2016F
1. Pertumbuhan PDB, %
5.02
4.79
5.15
2. Laju Inflasi, %YoY
8.36
3.35
3.12
3. 7-day (reverse) repo, %pa
4. IDR/US$, rata2 setahun
5.75
5.50
4.75
11,885
13,458
13,187
Disclaimer:
The information contained in this report has been taken from sources which we deem reliable. However, none of any PT Sarana
Multigriya Finansial (Persero) and/or their respective employees and/or agents make any representation or warranty (express or
implied) or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the accuracy or completeness of the information and opinions
contained in this report or as to any information contained in this report or any other such information or opinions remaining
unchanged after the issue thereof. We expressly disclaim any responsibility or liability (express or implied) of PT Sarana Multigriya
Finansial (Persero) employees and agents whatsoever and howsoever arising (including, without limitation for any claims, proceedings,
action, suits, losses, expenses, damages or costs) which may be brought against or suffered by any person as a result of acting in
reliance upon the whole or any part of the contents of this report. For further information please contact our number +6221-2700 400.
Download