ARTIKEL ILMIAH UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA DENGAN MENGUNAKAN METODE PROBLEM SOLVING DI KELAS XI IPA2 SMAN 6 KOTA JAMBI OLEH : 1. Ade Kurniawan 2. Dra. Hj. Astalini, M.Si 3. Drs. Darmaji, M.Si FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI DESEMBER 2014 Artikel ilmiah berjudul Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Dengan Mengunakan Metode Problem Solving di Kelas XI IPA2 SMAN 6 Kota Jambi yang disusun oleh Ade Kurniawan A1C308040 telah diperiksa dan disetujui. Jambi, Desember 2014 Pembimbing I Dra. Hj. Astalini, M.Si NIP. 196301261986092001 Jambi, Desember 2014 Pembimbing II Drs. Darmaji, M.Si NIP. 196302081991021001 Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 1 Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Dengan Mengunakan Metode Problem Solving di Kelas XI IPA2 SMAN 6 Kota Jambi Ade Kurniawan, Dra. Hj. Astalini, M.Si, Drs. Darmaji, M.Si ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar fisika siswa di kelas XI IPA2 SMAN 6 Kota Jambi, yang disebabkan oleh anggapan siswa bahwa pelajaran fisika itu sulit sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar dan pembelajaran yang digunakan oleh guru bersifat konvensional. Akibatnya siswa menjadi kurang aktif selama proses pembelajaran dan kreativitas siswa menjadi kurang berkembang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diterapkan Metode Problem Solving dimana masalah dapat diperoleh dari lapangan atau pengalaman dari siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan sebanyak tiga siklus dengan menggunakan Metode Problem Solving dalam proses belajar mengajar. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas kelas XI IPA2 SMAN 6 Kota Jambi, dengan jumlah siswa 30 orang yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 16 perempuan. Waktu pelaksanaan semester II tahun ajaran 2013/2014 pada materi Fluida Statis dan Fluida dinamis. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah observasi dan evaluasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan partisipasi dan pemahaman konsep fisika siswa pada tiap siklus. Peningkatan partisipasi siswa diketahui dari rata-rata persentase aktivitas siswa pada siklus I 49,1% meningkat pada siklus II menjadi 64,26% dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 75,00%. Sedangkan pemahaman konsep fisika siswa diketahui dari rata-rata hasil belajar fisika siswa meningkat dari 55,2 pada siklus I menjadi 65,5 pada siklus II dan kemudian meningkat lagi menjadi 68,2 pada siklus III. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian, dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan Metode Problem Solving dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa di kelas XI IPA2 SMAN 6 Kota Jambi pada pokok bahasan fluida statik dan fluida dinamik. Kata Kunci : Aktivitas, Hasil Belajar, Metode Problem Solving Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 2 PENDAHULIAN Latar Belakang Masalah Fisika adalah salah satu cabang pendidikan dalam Ilmu Pengetahuan Alam yang dipelajari di SMA. Tujuan pembelajaran fisika antara lain, Agar siswa memiliki pengetahuan dasar fisika sebagai bekal untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, memiliki keterampilan fisika sebagai peningkatan dan perluasan Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari termasuk untuk memecahkan masalah yang dihadapi, agar siswa mempunyai pandangan yang lebih luas dan memiliki sikap saling menghargai kegunaan fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi Dari data hasil wawancara penulis dengan beberapa siswa kelas XII IPA SMA N 6 Kota Jambi, mereka beranggapan bahwa fisika adalah mata pelajaran yang sulit karena terlalu banyak rumus yang dihafalkan dan metode pembelajarannya yang monoton yaitu metode konvensional. Sedangkan dari data hasil wawancara dengan salah satu guru fisika, diketahui bahwa permasalahan yang sering dihadapi guru, yaitu siswa mudah lupa dengan materi pelajaran yang sudah diajarkan oleh guru. Hal ini tampak ketika setiap awal pembelajaran, guru selalu memberikan pertanyaan apersepsi, namun sangat sedikit atau tidak ada siswa yang mampu menjawab dengan benar sesuai dengan keinginan guru. Adapun dari data hasil observasi pembelajaran fisika di kelas, diketahui bahwa guru lebih sering menjelaskan konsep dan memberikan penguatan pada akhir pembelajaran. Setelah menjelaskan konsep, guru memberikan latihan. Siswa lebih mengharapkan jawaban dari siswa yang pintar daripada mengerjakannya sendiri. Ketika guru membahasnya di papan tulis dan memberikan kesempatan untuk bertanya atau menjawab pertanyaan, siswa lebih banyak diam. Hal ini terjadi karena siswa kurang memahami materi yang telah disampaikan guru sehingga siswa tidak percaya diri dengan jawabannya sendiri. Upaya untuk meningkatkan kompetensi siswa, guru sebaiknya memiliki multiperan sehingga mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif. Agar dapat mengajar efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar (kuantitas) dan meningkatkan mutu (kualitas) mengajarnya. satu metode pembelajaran yang dapat dilakukan guru adalah metode pembelajaran problem solving. Menurut Djamarah (2010), “Metode Problem Solving (metode pemecahan masalah) bukan sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam Problem Solving dapat menggunakan metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan”. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul,: “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Dengan Menggunakan Metode Problem Solving di Kelas XI IPA2 SMAN 6 Kota Jambi” Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah metode Problem Solving dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di kelas XI IPA2 SMAN 6 Kota Jambi. Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah dan mencapai sasaran, maka peneliti membatasi masalah pada: 1. Dalam penelitian ini prestasi belajar yang dilihat adalah prestasi belajar fisika pada aspek kognitif 2. Aktivitas yang diteliti dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa dan guru selama proses belajar mengajar 3. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA2 semester II SMA Negeri 6 Kota Jambi tahun ajaran 2013/2014 4. Materi penelitian ini adalah materi kelas XI semester II yaitu fluida statik dan fluida dinamik Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan metode Problem Solving dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pelajaran fisika di kelas XI IPA2 SMAN 6 Kota Jambi. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini 1. Bagi guru, sebagai masukan untuk mengajar fisika dimasa yang akan datang, khususnya pembelajaran menggunakan metode Problem Solving. 2. Bagi peneliti lain, sebagai sumber ide serta referensi untuk mengembangkan penelitian ini dimasa yang akan datang 3. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan pengalaman sebagai calon pendidik serta syarat menyelesaikan program S1 pendidikan fisika Definisi Operasional 1. Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh siswa untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan baik dari segi kognitif, afektif maupun psikomotorik. 2. Aktivitas belajar merupakan kegiatan atau perliaku yang terjadi selama proses pembelajaran. 3. Prestasi Belajar merupakan tolak ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami pelajaran pada aspek kognitif. Metode Problem Solving (metode pemecahan masalah) merupakan suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta didik untuk mencari dan Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 4 memecahkan suatu masalah/persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. KAJIAN PUSTAKA Pengertian Belajar dan Pembelajaran Proses belajar dapat terjadi baik secara alamiah maupun direkayasa. Proses balajar secara alamiah biasanya terjadi pada kegiatan yang umumya dilakukan oleh setiap orang dan kegiatan belajar ini tidak direncanakan. Proses belajar yang direkayasa merupakan proses belajar yang memiliki sistematika yang jelas dan telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Slameto (2010), beranggapan bahwa “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”. Menurut Sardiman (2012) “Belajar adalah sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Beberapa makna belajar di atas merupakan definisi belajar menurut pandangan para ahli pendidikan. Berdasarkan definisi belajar tersebut dapat disimpulkan belajar merupakan perubahan prilaku seseorang melalui kegiatan atau aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tertentu. Dengan belajar seseorang dapat mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan ke arah yang lebih baik. Selain istilah belajar ada pula istilah lainnya yang juga sering didengar yaitu pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran mempunyai kesan yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Adapun pendapat ahli mengenai pembelajaran diantaranya. Menurut Yamin (2012) menyatakan bahwa “Pembelajaran adalah kemampuan dalam mengelola secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Komponen tersebut adalah guru, siswa, pembina sekolah, sarana/prasarana dan proses pembelajaran. Sementara itu pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa dengan kegiatan memilih, menetapkan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan (Hamzah, 2012). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada dasarnya adalah suatu proses pengelolaan seluruh komponen yang ada di sekolah untuk mencapai hasil yang diinginkan. Proses ini dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidikan untuk membantu siswa melakukan kegiatan belajar. Faktor Yang Mempengaruhi Belajar Hamalik (2013) mengemukaan beberapa faktor-faktor belajar yang efektif sebagai berikut: 1. Siswa yang belajar melakukan banyak kegiatan, baik kegiatan neural system, seperti melihat, mendengar, merasakan, berfikir, kegiatan Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 5 motoris, maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan, sikap, kebiasaan, dan minat. Apa yang telah dipelajari perlu digunakan secara praktis dan diadakan ulangan secara kontinu di bawah kondisi yang serasi, sehingga penguasaan belajar menjadi labih efisien. 2. Belajar memerlukan latihan baik dengan cara relearning, recalling, dan reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai akan dapat lebih mudah dipahami. 3. Belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil dan mendapatkan kepuasaanya. Belajar hendaknya dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. 4. Siswa yang belajar perlu mengatahui apakah ia berhasil atau gagal dalam belajarnya. Keberhasilan akan menimbulkan kepuasan dan mendorong belajar lebih baik. 5. Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua pengalaman belajar antara yang lama dengan yang baru, secara berurutan diasosiasikan, sehingga menjadi satu kasatuan pengalaman. 6. Pengalaman masa lampau (bahan apersepsi) dan pengertianpengertian yang telah dimiliki oleh siswa besar peranannya dalam proses belajar. Pengalaman dan pengertian itu menjadi dasar untuk menerima pengalaman-pengalaman baru dan pengertian-pengertian baru. 7. Siswa yang telah siap belajar akan dapat melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. Faktor kesiapan ini erat hubunganya dengan masalah kematangan, minat, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan. 8. Belajar dengan minat akan mendorong siswa lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila siswa tertarik akan sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasa bahwa sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya. Namun demikian, minat tanpa adanya usaha yang baik maka belajar juga sulit untuk berhasil. 9. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar. Badan yang lemah ataupun lelah akan menyebabkan perhatian tidak mungkinakan melakukan kegiatan belajar yang sempurna. Karena itu faktor fisiologis sangat menentukan berhasil atau tidaknya siswa yang belajar. 10. Siswa yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran. Siswa yang cerdas akan lebih berfikir kratif dan lebih cepat mengambil keputusan. Faktor-faktor di atas merupakan faktor penting yang nantinya akan mempengaruhi proses belajar seorang siswa dalam mempelajari suatu materi atau bahan ajar. Dengan cara mengoptimalisasikan kesepuluh faktor tersebut Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 6 seorang guru dapat meningkatkan keefektifan belajar siswa sehingga dapat meningkatkan kompetensi siswa. Aktivitas Belajar Pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku menjadi melakukan kegiatan. Tidak ada hasil belajar kalau tidak ada aktivitas belajar. Aktivitas dapat diartikan sebagai suatu perbuatan, baik jasmani maupun rohani yang menghendaki gerakan fungsi otot-otot individu. Oleh karena itu aktivitas merupakan prinsip-prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rousseau dalam (Sardiman, 2012), “Segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis”. Menunjukkan bahwa setiap siswa yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak akan mungkin terjadi. Menurut Hanafiah (2009) aktivitas dalam belajar dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi peserta didik, berupa hal-hal berikut: 1. Peserta didik memiliki kesadaran (awareness) untuk belajar sebagai wujud adanya motivasi internal (driving force) untuk belajar sejati. 2. Peserta didik mencari pengalaman dan langsung mengalami sendiri, yang dapat memberikan dampak terhadap pembentukan pribadi yang integral. 3. Peserta didik belajar dengan menurut minat dan kemampuannya. 4. Menumbuhkembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang demokratis di kalangan peserta didik. 5. Pembelajaran dilaksanakan secara kongkret sehingga dapat menumbuh kembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme. 6. Menumbuhkembangkan sikap kooperatif di kalangan peserta didik sehingga sekolah menjadi hidup, sejalan, dan serasi dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Begitu banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah, maka dari itu Paul dalam Sardiman (2012), membagi aktivitas belajar dalam enam kelompok, yaitu: 1. Visual activities, yang didalamnya membaca, memperlihatkan perkerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, diskusi. 3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan, percakapan diskusi. 4. Writing activities, seperti misalnya: menyalin. 5. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 6. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 7 Jadi aktivitas belajar adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh siswa yang terjadi selama proses belajar mengajar berlangsung, untuk itu belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, proses belajar mengajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Defenisi Metode Pembelajaran Bila ditelesuri secara mendalam proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah. Di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran. Komponen-komponen pengajaran itu terdiri dari guru, materi pengajaran dan siswa. Menurur Sudjana (2002) pengertian metode mengajar adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat ukur menciptakan proses belajar mengajar. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru, dengan kata lain terciptanya interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak/pembimbing sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan dengan baik kalau siswa berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa. Metode Problem Solving Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Menurut Syaiful Bahri Djamara (2006 : 103) bahwa:Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode lain yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Menurut N.Sudirman (1987:146) metode problem solving adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Sedangkan menurut Gulo (2002:111) menyatakan bahwa problem solving adalah metode yang mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar. Senada dengan pendapat diatas Sanjaya (2006:214) menyatakan pada metode pemecahan masalah, materi pelajaran tidak terbatas pada buku saja tetapi juga bersumber dari peristiwa – peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Ada beberapa kriteria pemilihan bahan pelajaran untuk metode pemecahan masalah yaitu: a. Mengandung isu – isu yang mengandung konflik bias dari berita, rekaman video dan lain – lain Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 8 b. Bersifat familiar dengan siswa c. Berhubungan dengan kepentingan orang banyak d. Mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki siswa sesuai kurikulum yang berlaku e. Sesuai dengan minat siswa sehingga siswa merasa perlu untuk mempelajari Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari metode pemecahan masalah banyak digunakan guru bersama dengan penggunaan metode lainnya. Dengan metode ini guru tidak memberikan informasi dulu tetapi informasi diperoleh siswa setelah memecahkan masalahnya. Pembelajaran pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan. Suatu soal dapat dipandang sebagai “masalah” merupakan hal yang sangat relatif. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka. Dengan demikian, guru perlu berhati-hati dalam menentukan soal yang akan disajikan sebagai pemecahan masalah. Bagi sebagian besar guru untuk memperoleh atau menyusun soal yang benar-benar bukan merupakan masalah rutin bagi siswa mungkin termasuk pekerjaan yang sulit. Akan tetapi hal ini akan dapat diatasi antara lain melalui pengalaman dalam menyajikan soal yang bervariasi baik bentuk, tema masalah, tingkat kesulitan, serta tuntutan kemampuan intelektual yang ingin dicapai atau dikembangkan pada siswa. Pembelajaran problem solving merupakan bagian dari pembelajaran berbasis masalah (PBL). Menurut Arends (2008) pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri. Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar artinya siswa dituntut pula untuk belajar secara kritis. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di lingkungannya. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan metode pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian materi pelajaran yang menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini siswa di haruskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Mereka menganalisis dan mengidentifikasikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi dan membuat kesimpulan. b. Manfaat dan Tujuan dari Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving Method) Manfaat dari penggunaan metode problem solving pada proses belajar mengajar untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik. Menurut Djahiri (1983:133) metode problem solving memberikan beberapa manfaat antara lain : a. Mengembangkan sikap keterampilan siswa dalam memecahkan permasalahan, serta dalam mengambil kepuutusan secara objektif dan mandiri Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 9 b. Mengembangkan kemampuan berpikir para siswa, anggapan yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir akan lahir bila pengetahuan makin bertambah c. Melalui inkuiri atau problem solving kemampuan berpikir tadi diproses dalam situasi atau keadaan yang bener – bener dihayati, diminati siswa serta dalam berbagai macam ragam altenatif d. Membina pengembangan sikap perasaan (ingin tahu lebih jauh) dan cara berpikir objektif – mandiri, krisis – analisis baik secara individual maupun kelompok 1) 2) 2) 3) Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut. Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa. Potensi intelektual siswa meningkat. Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan. c. Langkah – Langkah Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving Method) Penyelesaian masalah menurut J.Dewey dalam bukunya W.Gulo (2002) dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu Tahap – Tahap Kemampuan yang diperlukan 1) Merumuskan masalah Mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas 2) Menelaah masalah Menggunakan pengetahuan untuk memperinci menganalisa masalah dari berbagai sudut 3) Merumuskan hipotesis Berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab – akibat dan alternative penyelesaian 4) Mengumpulkan dan Kecakapan mencari dan mengelompokkan data sebagai menyusun data menyajikan bahan pembuktian hipotesis data dalam bentuk diagram,gambar dan tabel 5) Pembuktian hipotesis Kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubung – hubungkan dan menghitung Ketrampilan mengambil keputusan dan kesimpulan Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 10 6) Menentukan pilihan penyelesaian Kecakapan membuat altenatif penyelesaian kecakapan dengan memperhitungkan akibat yang terjadi pada setiap pilihan d. Kelebihan dan Kekurangan Pemecahan Masalah (Problem Solving Method) Pembelajaran problem solving ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan model pembelajaran problem solving diantaranya yaitu melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan, berpikir dan bertindak kreatif, memecahkan masalah yang di hadapi secara realistis, mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan, menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan, merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat, serta dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan khususnya dunia kerja. Sementara kelemahan model pembelajaran problem solving itu sendiri seperti beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misalnya terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut. Dalam pembelajaran problem solving ini memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil menunjukan perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Menurut R.M Gagne dalam (Suprijono, 2010) mengemukakan bahwa hasil pembelajaran adalah berupa kecakapan manusia yang meliputi: (a) Informasi verbal, (b) Kecakapan intelektual terdiri dari diskrimasi, konsep konkrit, konsep abstrak, aturan, aturan yang lebih tinggi, (c) Strategi kognitif, (d) Kecakapan motorik, dan (e) Sikap. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2010) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 11 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Sesuai dengan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka desain penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus yang terdiri dari siklus I, II, dan III. Dalam penelitian ini peneliti bekerjasama dengan guru bidang studi fisika yang mengajar di kelas tersebut. Pada setiap siklus memiliki tahapan-tahapan tertentu sesuai dengan tahapan dalam tindakan kelas yaitu: 1) perencanaan (planning), 2) pelaksanaan tindakan (acting), 3) observasi (pengamatan) dan evaluasi, 4) analisis dan refleksi (reflecting). Tempat Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas XI IPA2 SMAN 6 Kota Jambi pada semester II tahun ajaran 2013/2014. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA2 SMAN 6 Kota Jambi. Dengan jumlah siswa 30 orang siswa. Instrumen penelitian Data tentang hasil belajar siswa diambil melalui tes hasil belajar yang diadakan setiap akhir siklus pembelajaran. sebelum soal tes digunakan dalam penelitian perlu dilakukan uji coba dan analisa untuk memperoleh validitas, tingkat kesukaran tiap soal, daya pembeda, dan reliabilitas yang memenuhi kriteria tertentu. Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut. Validatas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010).suatu instrumen dikatakan valid apanila mampu mengukur apa yang diinginkan. Menurut Sugiyono (2008), “Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan unutuk mendapatkan data (mengukur) itu valid”. Jika data yang dihasilkan dari sebuah instrumen valid, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut valid dan dapat memberikan gambaran tentang data secra benarsesuai dengan kenyataan atau keadaan sesungguhnya. Tingkat kesukaran Tingkat kesukaran soal dapat diketahui dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Arikunto (2009), yaitu: đĩ P=đŊ đ Dengan: P = indeks kesukaran Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 12 B = banyaknya siswa yang menjawab benar Js = jumlah siswa peserta tes Arikunto (2013) mengklasifikasikan indeks kesukaran soal di bawah ini sebagai berikut: 0.00<P≤0.30 = Soal Sukar 0.30<P≤0.70 = Soal sedang 0.70<P≤1.00 = Soal mudah Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah). Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus yang dikemukakan oleh Arikunto (2013), sebagai berikut: BA BB DīŊ ī JA JB Dengan D = Daya pembeda BA= Banyak perserta atas yang menjawab benar BB = Banyak peserta bawah yang menjawab benar JA = Banyak peserta kelompok atas JB = Banyak peserta kelompok bawah Besar daya pembeda ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00 dan mengenal tanda negative (-) dengan ketentuan menurut Arikunto (2013), besar daya pembada suatu soal, maka setiap soal dapat dikategorikan sebagai berikut : 0.00< D ≤0.20 = Jelek 0.20< D ≤0.40 = Cukup 0.40< D ≤.70 = Baik 0.70< D ≤1.00 = Baik sekali D : negative ( semuanya tidak baik, jadi semua soal yang mempunyai nilai D negative sebaiknya dibuang). Reliabilitas Soal Reliabilitas tes menunjukkan apakah suatu tes dapat mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat menghasilkan tes yang tetap. Sugiyono (2013), mengatakan bahwa instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Sejalan dengan pendapat di atas Arikunto (2010), mengungkapkan bahwa “Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan pada objek yang sama. Untuk mengetahui ketetapan ini pada dasarnya dilihat dari kesejajaran hasil”. Untuk menentukan reliabilitas dalam penelitian ini digunakan rumus KuderRichardson (K-R21) yang dikemukakan oleh Arikunto (2010), yaitu: Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 13 īĻ k īļ īĻ M ī¨k ī M īŠ īļ r11 īŊ ī§ īˇ ī§1 ī īˇ kVt ī¨ k ī1ī¸ ī¨ ī¸ MīŊ Dengan, īĨX N ī¨īĨ X īŠ ī 2 V īŊ īĨX 2 N N Ket: r11 = Reliabilitas k = Banyaknya butir soal M = Skor rata-rata Vt = Varian total X = Jumlah skor yang dijawab seluruh siswa yang benar N = Jumlah peserta tes Koefisien reliabilitas tes berkisar antara 0,00-1,00 dengan perincian korelasi : 0,00 īŧ r11 īŖ 0,20 = sangat rendah 0,20 īŧ r11 īŖ 0,40 = rendah 0,40 īŧ r11 īŖ 0,60 = cukup 0,60 īŧ r11 īŖ 0,80 = tinggi 0,80 īŧ r11 īŖ 1,00 = sangat tinggi Pengumpulan Data Jenis data 1. Data kualitatif, yaitu data tentang aktivitas siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. 2. Data kuatitatif, yaitu data tentang hasil tes hasil belajar siswa setiap akhir siklus. Cara pengambilan data Pengambilan data kualitatif dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dan lembar observasi aktivitas guru selama kegiatan proses belajar mengajar berlangsung. Pengambilan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat tes (ulangan formatif) yang berupa tes objektif yang diadakan di setiap akhir siklus pembelajaran. Sebelum soal tes digunakan dalam penelitian, perlu dlakukan uji coba tes dan analisa untuk memperoleh validitas soal, tingkat kesukaran tiap butir soal, daya beda tiap butir soal, dan reliabilitas tiap butir soal yang memenuhi kriteria tertentu. Analisis Data Analisis kuantitatif untuk hasil belajar siswa diperoleh dari hasil pemberian tes pada tahap evaluasi dilakukan dengan perhitungan yang dikemukakan oleh Arikunto (2013), dengan menggunakan persamaan berikut : Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 14 S īŊ Rī W n ī1 Keterangan : S = Skor R = Jumlah jawaban yang benar W = Jumlah jawaban yang salah n = Jumlah option (banyaknya pilihan jawaban) Selanjutnya penilaian sikap dan penilaian keterampilan dilakukan setiap siklus saat proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar format penilaian sikap dan keterampilan yang dilengkapi rubrik penilaian dengan menggunakan rating skala 1-4 untuk penilaian keterampilan dan penilaian sikap. Nilai akhir untuk penilaian keterampilan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Kurniasih (2013), sebagai berikut: đđđđ đĻđđđ đđđđđđđđâ đđđđđ = đĨ4 đđđđđđđđ đđđĸđ Analisis kualitatif diambil dari data hasil observasi tentang situasi belajar mengajar, menurut Arikunto (2013) untuk data hasil observasi aktivitas siswa dihitung dengan menggunakan rumus : N đ´ = a đĨ 100% N Keterangan : A= Aktivitas siswa đđ = Jumlah siswa yang aktif N = Jumlah siswa keseluruhan Dimana perhitungan penilaian sebagai berikut : 0 – 20 = Tidak aktif 21 – 40 = Kurang aktif 41 – 60 = Cukup aktif 61 – 80 = Aktif 81 – 100 = Sangat aktif Indikator Keberhasilan Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan tindakan kelas yang dilakukan adalah pada tahap keberhasilan belajar yang diperoleh oleh siswa. Tahap keberhasilan belajar ini dihitung berdasarkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal mengenai Fluida Statis dan Fluida Dinamis. Bila kriteria tersebut terpenuhi, maka penguasaan materi pelajaran dengan Metode problem solving dapat dijadikan usaha dalam peningkatan hasil belajar pada materi fluida statis dan fluida dinamis. Dalam penelitian ini tindakan yang diberikan dikatakan berhasil, jika memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran Fisika adalah telah mencapai skor 65% atau 65. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) per mata pelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas, dan sumber daya pendukung. Untuk menentukan skor/batas lulus untuk setiap target belajar. Patokan yang digunakan 80% atau mendekati. Maka suatu kelas dikatakan telah berhasil jika Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 15 80% siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) > 65% atau dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembelajaran melalui penerapan Metode Problem Solving merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dengan penerapan metode ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Adapun rincian mengenai hasil belajar siswa pada aspek kognitif yang diperoleh dari penerapan metode ini adalah sebagai berikut : Tabel 4.10 Peningkatan hasil belajar siswa tiap siklus Jumlah (Persentase) No. Variabel yang diamati Siklus I Siklus II Siklus III 1. Nilai rata – rata 5,52 6,55 6,83 2. Jumlah siswa yang mencapai KKM 14 20 24 3. Jumlah siswa yang tidak mencapai KKM 16 10 6 Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan peningkatan nilai rata – rata setiap siklus. Jadi metode yang diterapkan ini memberikan dampak positif terhadap proses pembelajaran yang ditinjau dari peningkatan nilai rata – rata kelas yang meningkat setiap siklusnya. Peningkatan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.11 Peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa No. Rata – rata aktivitas siswa (%) Rata – rata hasil belajar siswa 1. 49,1 55,2 2. 64,26 65,5 3. 75,00 68,2 Tabel di atas menjelaskan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa tiap siklus mengalami peningkatan. Rata – rata persentase aktivitas siswa pada siklus I yaitu 49,1 % meiningkat menjadi 64,26 % pada siklus II dan kemudian menjadi 75,00 % pada siklus III. Hal ini sejalan dengan hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya yaitu 55,2 pada siklus I menjadi 65,5 pada siklus II dan menjadi 68,2 pada siklus III. Hal ini menenjukkan bahwa usaha yang dilakukan untuk meningkatkan hasil aktivitas dan hasil belajar siswa telah terlaksan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan partisipasi dan hasil belajar fisika siswa pada materi pokok bahasan Fluida di kelas XI IPA2 SMA N 6 Kota Jambi. Pada siklus I, rata-rata persentase aktivitas siswa adalah 49,1% yang kemudian pada siklus II meningkat menjadi 64,26% dan pada siklus III meningkat menjadi 75,00%. Hal ini sejalan dengan hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya yaitu Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 16 55,2 pada siklus I menjadi 65,5 pada siklus II dan menjadi 68,2 pada siklus III. Hal ini menenjukkan bahwa usaha yang dilakukan untuk meningkatkan hasil aktivitas dan hasil belajar siswa telah terlaksan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh di atas serta untuk lebih meningkatkan hasil belajar fisika siswa, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1) Diharapkan kepada guru fisika sebaiknya menerapkan metode Problem Solving untuk meningkatkan partisipasi dan hasil belajar siswa, terutama pada pokok bahasan Fluida. 2) Karena penelitian ini hanya dilakukan pada pokok bahasan Fluida, maka diharapkan penelitian yang serupa dapat pula dilaksanakan pada materi yang lain. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara. _________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta. Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: ALFABETA. Bahri Djamarah, Syaiful dan Zain, Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Dimyati Dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hamalik, O. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Huda, M. 20132-. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Kanginan, M. 2007. Fisika untuk SMA kelas XI Semester 2. Jakarta: Erlangga. Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Lazwardi, 2003. pengaruh metode problem solving pada pembelajaran fisika terhadap hasil belajar Fisika kelas II SLTPN 16 Padang. Padang: skripsi UNP Nasution, S. 2010. Didaktik Asas-Asas mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Purwanto. 2010. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Sadirman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Silberman, Mel. 2013. Pembelajaran Aktif 101 untuk Mengajar Secara Aktif. Jakarta: PT Indeks. Sudirman. 2010. Fisika Jilid 1 Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk SMK dan MAK. Jakarta: Erlangga. Sudjana, N. 1992. Model-model mengajar CBSA. Bandung: Sinar Baru. Sudjana. 2002. Metoda statistika edisi ke 6. Bandung: Tarsito Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung: Transito Sugiyono. 2008. Statistika untuk penelitian. Bandung: Sinar Baru Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 17 Sugiyono, 2010. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Trianto. 2009. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi Dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara. Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pemeblajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Warsono dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Wati, 2007. Pengaruh metode pembelajaran problem solving terhadap aktivitas dan hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 3 padang, padang : skripsi UNP Zaini, H. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Ade Kurniawan : S1 Pendidikan Fisika Universitas Jambi Page 18