Document

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keluarga Berencana (KB) mempunyai arti penting dalam mewujudkan manusia
Indonesia yang sejahtera di samping program pendidikan dan kesehatan. (BKKBN 2007)
Berdasarkan kuantitasnya, penduduk Indonesia tergolong sangat besar, tetapi dari segi
kualitas masih memprihatinkan dan tertinggal dibandingkan negara ASEAN lain
(Syarief, 2008) pada tahun 2013 penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 250
juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,49% pertahun (badan pusat statistic)
Dalam rangka upaya pengendalian jumlah penduduk, maka pemerintah
menerapkan program Keluarga Berencana (KB). Program KB dan Kesehatan Reproduksi
saat ini tidak hanya ditujukan sebagai upaya penurunan angka kelahiran, namun
dikaitkan pula dengan tujuan untuk pemenuhan hak-hak reproduksi, promosi,
pencegahan, dan penanganan masalah-masalah kesehatan reproduksi dan seksual, serta
kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi, dan anak. Selama ini masyarakat menganggap
Program KB Nasional identik dengan kaum perempuan. Anggapan ini tidak berlebihan
karena kenyataannya selama ini sasaran utama program KB sebagian besar adalah
perempuan.Namun semua itu mulai berubah, kaum pria pun kini ikut menjadi akseptor
KB. (BKKBN 2003)
Hak-hak reproduksi yang paling pokok adalah hak individu dan pasangan
untuk menentukan kapan akan melahirkan, berapa jumlah anak dan jarak anak yang
akan dilahirkan, serta memilih sendiri upaya mewujudkan hak-hak tersebut (Samekto,
2
2003)namun angka peserta KB di Indonesia hanya menunjukkan angka yang
memuaskan pada alat kontrasepsi yang digunakan pada wanita tidak pada pria. Hal
ini berbeda dengan negara-negara di luar negeri. Seperti kita tahu bahwa alat
kontrasepsi pria ini sebenarnya telah dikenal orang sejak abad 19 khususnya
Vasektomi.dibeberapa Negara seperti di Bangladesh, Nepal, Malaysia dan Negaranegara Amerika Latin, jumlah pesertanya lebih banyak dibanding Indonesia. Ini dapat
kita lihat pencapaian pada negara Bangladesh 13,9% dan Malaysia sebesar 16,8%.
Hal ini karena di negara, Bangladesh, Malaysia vasektomi bertujuan sebagai
kontrasepsi sudah digalakkan sedangkan di Indonesia belum (Haryadi, 2005).
di Indonesia pada tahun 2012 tercatat jumlah peserta KB aktif dari 64.133.347
juta jiwa, peserta kondom (5,34%), dan peserta MOP (0,2%) (BKKBN 2012)
berdasarkan data yang telah ada menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki peserta
KB pria yang rendah, Hal ini tidak sesuai harapan yang di inginkan .Sedangkan data dari
BKKBN Tahun 2013 Sumatera utara jumlah penduduknya 13.215.401
juta jiwa
(Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara 2013) dan memiliki jumlah akseptor
KB pria jumlah MOP 5,343(106,24%),kondom 88.174(96,165%).di Kabupaten
Samosir yang memiliki 9 Kecamatan yang memiliki PUS 13.223 jiwa. dan pada
tahun 2009-2014 peserta vasektomi sebesar 0,77% dan Kondom hanya 5,99 %
sedangkan di Kecamatan Pangururan memiliki PUS yang sudah menikah yang
sebanyak 3.650 jiwa dan peserta vasektomi 0,71% dan peserta kondom sebanyak
7,45 % (catatan sipil kabupaten samosir)
3
Kondisi sosial
Samosir menggambarkan homogenitas, secara garis besar
kondisi sosial masyarakat Kabupaten Samosir digolongkan masyarakat agraris. Pada
tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Samosir adalah sebesar 131.549 jiwa
dengan jumlah Rumah Tangga (RT) sebanyak 31.274 dan tingkat kepadatan
penduduk sebesar 91,08 jiwa/km². Berdasarkan penyebaran penduduk menurut
Kecamatan, Kecamatan Pangururan sebagai ibukota Kabupaten Samosir mempunyai
jumlah penduduk dan rumah tangga terbesar dibandingkan dengan kecamatan lainnya
dengan angka kepadatan penduduk mencapai 247,62 jiwa/km2 dan rata-rata penduduk
tiap rumah tangga adalah 4,32 jiwa/rumah tangga, sedangkan jumlah penduduk dan
rumah tangga yang paling kecil terdapat di Kecamatan Harian dengan angka
kepadatan penduduk sebesar 12,20 jiwa/km2 dan rata-rata penduduk tiap rumah
tangga adalah 3,48 jiwa/rumah tangga. Luas wilayah, jumlah rumah tangga, jumlah
dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Samosir
(dinas kependudukan Kabupaten Samosir)
Keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana masih menunjukkan angka
yang sangat rendah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor (BKKBN, 2003).sosial
budaya yang menganggap pria paling berkuasa, sehingga pria pun berhak
menentukan mau ikut atau tidak dalam ber-KB. Adanya faktor adat, nilai, budaya
faktor budaya suku Batak lebih menginginkan anak Lak-laki dalam keluarga sebagai
penerus di Samosir anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga(Fadizah A
Siregar, Tahun 2003)
4
Anak dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya selain itu akan
merupakan jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga, banyak
masyarakat yang berpandangan
bahwa banyak anak banyak rejeki
budaya
masyarakat ini memang menunjukkan kecenderungan untuk lebih menyenangi
kelahiran anak laki laki, dibandingkan kelahiran anak perempuan. Preferensi jenis
kelamin laki-laki terutama terjadi di kalangan budaya budaya ini ditemukan di
masyarakat Batak, Preferensi anak laki-laki, nampaknya menjadi hambatan untuk
mewujudkan cita-cita kebiasaan atau adat dari suatu masyarakat yang memberikan
nilai anak laki-laki lebih dari anak perempuan atau sebaliknya. (Fadizah A Siregar,
Tahun 2003)
Hal ini akan memungkinkan satu keluarga mempunyai anak banyak. kalau
keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki atau perempuan tidak terpenuhi mungkin
akan menceraikan istrinya dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan memiliki anak
laki-laki ataupun anak perempuan.Disinilah norma adat istiadat perlu diluruskan
karena tidak banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan
kemanusiaan (Fadizah A Siregar, Tahun 2003)
Agama bagi para pemeluk agama merencanakan jumlah anak adalah
menyalahi kehendak Tuhan. Kita tidak boleh mendahului kehendak Tuhan apalagi
mencegah kelahiran anak dengan menggunakan alat kontrasepsi supaya tidak hamil.
langkah utama untuk mengatasi hal ini adalah menemui tokoh tokoh atau ulama dari
agama tersebut untuk menjelaskan bahwa merencanakan keluarga untuk membantu
5
Keluarga Kecil adalah tidak bertentangan dengan agama kemanusiaan (Fadizah A
Siregar, 2003)
Rendahnya pengetahuan pria terhadap KB pria belum memadai, istri tidak
mendukung suami ber-KB, adanya stigmatisasi tentang KB pria masyarakat, Selain
itu masih adanya anggapan bahwa setelah vasektomi akan terjadi penurunan libido
dan adanya persepsi alat kontrasepsi yang mengurangi kepuasan hubungan seksual
membuat para suami enggan menjadi peserta vasektomi dan adanya kekhawatiran
para istri karena dengan demikian akan memberikan peluang lebih besar bagi suami
untuk menyeleweng, disamping itu sebagian besar masyarakat masih menempatkan
wanita hanya sebagai objek dalam masalah seksual maupun reproduksi, karena yang
hamil melahirkan wanita maka wanitalah yang harus ikut keluarga berencana agar
tidak hamil ,serta terbatasnya pengetahuan peserta KB tentang cara memekai alat
dan efek sampingnya selain itu ada semacam kekhawatiran jika memakai alat
kontrasepsi kondom akan mengalami kegagalan dan beranggapan setelah ber KB
takut akan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan (Purnomo, 2008)
Sikap seseorang dipengaruhi oleh aspek pengetahuan yang berisikan aspek
positif dan aspek negatif dari Sesuatu hal bila orang melihat lebih banyak aspek
positif dari pada aspek negatif dan aspek positif tersebut lebih penting dari pada
aspek negatif maka akan tumbuh sifat positif dalam hal tersebut. Sebaliknya bila
orang lebih banyak melihat aspek negatif dari pada positif maka sikap negatif lah
yang muncul dan sikap pria masih adanya anggapan bahwa pria adalah kepala
keluarga, dan yang paling bertanggung jawab masalah KB adalah wanita, bukan pria.
6
Pelayanan kesehatan yang kurangnya sosialisasi ke masyarakat sehingga alat
kontrasepsi pria seperti kondom dan vasektomi kurang populer karena masyarakat
kurang mengetahui manfaatnya dan terbatasnya alat keluarga berencana bagi pria
(Notoatmodjo, 2003).
Pelayanan KB dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan
dipandang dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi
pendekatan yang berfokus pada kesehatan reproduksi serta hak-hak reproduksi harus
lebih berkualitas dan memperhatikan hak-hak dari klien atau masyarakat dalam
memilih metode kontrasepsi yang diinginkan. Paling tidak, pelayanan Keluarga
Berencana (KB) dapat memberikan metode-metode kontrasepsi yang seimbang,
beragam dan aman terpercaya yang dapat digunakan oleh masing-masing Pasangan
Usia Subur (PUS). Terbatasnya sosialisasi dan promosi KB pria, dan adanya presepsi
bahwa wanita yang menjadi target program KB, terbatasnya akses pelayanan KB
pria,tingginya harga yang harus dibayar untuk metode operasi pria (MOP), ketidak
nyamanan dalam pengunaan KB pria (kondom), terbatasnya metode kontrasepsi pria.
Selain itu faktor sosiol demografi juga tidak kalah pentingnya seperti umur, jumlah
anak dan tingkat pendidikan.Kita tahu bahwa PUS yang berpendidikan rendah
cenderung kurang memahami manfaat ber-KB sehingga tidak merasa perlu mengikuti
program KB (Widodo, 2006). Faktor Petugas Lapangan KB (PLKB) Jumlah PLKB
kurang mencukupi dan idealnya seorang PLKB membina 2 buah Desa
7
Berdasarkan kondisi diatas penulis tertarik untuk mengetahui hubungan,
pengetahuan, sikap dan pelayanan KB dengan rendahnya keikutsertaan pria dalam
program KB di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah penelitian ini
apakah terdapat hubungan pengetahuan, sikap dan pelayanan KB dengan
keikutsertaan pria berKB di Kecamatan Pangururan ?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan, pengetahuan, sikap dan pelayanan KB dengan
keikutsertaan pria dalam program KB di Kecamatan Pangururan tahun 2015
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan keikutsertaan pria dalam
program KB di Kecamatan Pangururan tahun 2015
2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan keikutsertaan pria dalam program
KB di Kecamatan Pangururan tahun 2015
3. Untuk mengetahui hubungan Pelayanan KB dengan keikutsertaan pria dalam
Program KB di Kecamatan Pangururan tahun 2015
1.4
Manfaat Penelitian
1. Bagi tempat penelitian
dapat dijadikan sumber informasi bagi kantor KB Kecamatan Pangururan
dalam rangka perencanaan peningkatan keikutsertaan pria dalam program KB.
8
2. Bagi pria Kecamatan Pangururan
Memberikan informasi bagi masyarakat tentang KB pria khususnya pria
yang berdomisili di Kecamatan Pangururan
3
Bagi mahasiswa
Dapat dijadikan sumber informasi dan masukan bagi peneliti berikutnya yang
meneliti berkaitan dengan program KB pada pria
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengetahuan
Pengetahuan Salah satu pelayanan yang tersedia dalam program KB adalah
pelayanan kontrasepsi. Pelayanan kontrasepsi akan berhasil dengan baik bila
masyarakat mengenal berbagai jenis kontrasepsi yang tersedia. Akan tetapi,
pengenalan berbagai jenis kontrasepsi ini cukup sulit karena hal ini menyangkut pola
pengambilan keputusan dalam masyarakat itu sendiri. Proses pengambilan keputusan
untuk menerima suatu inovasi meliputi empat tahap yaitu tahap pengetahuan
(knowledge), tahap persuasi (persuasion), tahap pengambilan keputusan (decision
dan tahap konfirmasi(confirmation) (Rogers, 1973, 79).
Tingkat pengetahuan masyarakat akan mempengaruh penerimaan program KB di
masyarakat. Pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk tentang berbagai
jenis kontrasepsi akan mempertinggi keikutsertaan masyarakat dalam program
KB(Horton & Hunt, 1990,230)
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman
juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, surat
kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2003).
Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau
menolak inovasi. Menurut (Roger, 1983), prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Roger dalam
9
10
(Hanafi 1987) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru
(berprilaku baru) dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu :
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek
mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya.
4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui
pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara
individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal. Menurut (Notoatmodjo 2003) pengetahuan mempunyai
6 tingkatan yaitu :
1. Tahu (know)
Diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap
sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah
11
diterima. Kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain : menyebutkan, mendefinisikan dan mengatakan.
2. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi
atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau
situasi lain misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitunganperhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus, pemecahan
masalah dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Adalah suatu harapan untuk menjabarkan materi atau objek dalam komponenkomponen tetapi masih dalam sruktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya
dengan yang lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
12
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada sesuatu kemampuan untuk menghubungkan bagianbagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun, merencanakan, meningkatkan, menyesuaikan
dan sebagainya terhadap sesuatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini dikaitkan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan identifikasi
atau penilaian terhadap sesuatu materi atau objek, penilaian-panilaian ini berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden kedalam
pengetahuan yang ingin kita ketahui (Notoatmodjo, 2003). Menurut Raharjo (2000)
mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pria untuk tidak ber-KB yaitu
rendahnya pengetahuan dan kesadaran pria terhadap pentingnya KB, rendahnya
kualitas dan jaringan pelayanan yang diberikan terhadap pria tentang KB.
2.1.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoadmojo 2003)
1. Faktor internal
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan
orang lain menuju kearah cita-cita tertentu menentukan manusia untuk berbuat
dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal menunjang
13
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup menurut Yb Mantra
yang dikutip (Notoadmojo 2003). Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (nursalam 2003) pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi
b. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh (Nursalam 2003) pekerjaan adalah
keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan
kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak
tantangan, sedang bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu.
Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga
c. Umur
Menurut
Elisabeth BH yang dikutip (Nursalam 2003) usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun, sedangkan
menurut (huclok 1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan
masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercayai dari orang yang belum
tinggi kedewasaanya, hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan
jiwa
14
2. Faktor eksternal
a. Faktor Lingkungan
Menurut Aan.Mariner yang dikutip dari Nursalam (3 lingkungan merupakan
seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok
b. Sosial Budaya
Sisitem social budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi
2.2
Sikap
Menurut (Notoatmodjo, 1993) sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb,
menyatakan sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi bersifat emosional
terhadap stimulus sosial.
Sikap pria terhadap keluarga berencana secara umum terlihat masih rendah,
berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain : pendidikan, pekerjaan, keterpaparan
media masa, kondisi lingkungan, pengalaman menggunakan alat kontrasepsi dan
faktor-faktor lainnya.
15
Sikap seseorang dipengaruhi oleh aspek pengetahuan yang berisikan aspek
positif aspek dari sesuatu hal dan adanya Sikap pria masih beranggapan bahwa pria
adalah kepala keluarga, dan yang paling bertanggung jawab masalah KB adalah
wanita Dan dimana keinginan dan kesadaran pria untuk menggunakan kontrasepsi
masih rendah pada kenyataannya pria tidak mau menggunakan kontrasepsi karena
beranggapan KB adalah urusan perempuan adanya dominasi jender ketidak
seimbangan hubungan antara pria dan wanita dalam pelaksanaan pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi,dalam mengambil keputusan menyebabkan istri tidak mampu
mengelak bila suami meminta istrinya menggunakan alat kontrasepsi.(bkkbn 2007).
Menurut (Alport, 1954) dalam (Notoatmodjo, 1993), sikap itu mempunyai tiga
komponen pokok yaitu : kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu
objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecendrungan
untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama
membentuk sikap yang utuh (total attitude). Sikap juga memiliki tingkatan, hal ini
dibagi dalam empat tingkatan yaitu : (soekidjo Notoatmojo,1996:132)
a. Menerima (receiving)
b. Menerima diartikan bahwa subjek (orang) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
c. Merespon (responding)
d. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan.
e. Menghargai (valuing)
16
f. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah.
g. Bertanggung jawab (responsible)
h. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risikonya.
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersikap negatif (heri purwanto,
1998:63)
a. Sikap positif kecendrungan tindakan
adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu
b. Sikap negatif terdapat kecendrungan, untuk menjauhi, menghindari, membenci,
tidak menyukai objek tertentu
2.2.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap antara
lain (Notoatmojo 2003)
1. Pengalamn Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat, karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor
emosional
2. Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau
searah dengan sikap orang yang dianggap penting, kecendrungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari
konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut
17
3. Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai
masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena
kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat
asuhannya
4. Media masssa
Dalam pemberitaan surat khabar maupun radio atau media massa, media
komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap
sikap konsumennya
5. Lembaga pendidikanan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat
menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada
gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap
6. Faktor Emosional
Kadang kala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
2.2.2
Cara Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap
seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu yang
mengenai obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau
mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimat yang bersifat
18
yang mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan
pernyataan yang favourable.
Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai
obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap.
pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourable (Azwar,
2005).
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat pernyataan responden
terhadap suatu obyek secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kouisioner
(Notoatmodjo, 2005).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sikap (Hadi,1971)
a. Keadaan obyek yang diukur
b. Situasi pengukuran
c. Alat ukur yang digunakan
2.2.3
Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmojo (2007) sikap terdiri dari 4 tingkatan :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek)mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
19
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya,mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
2.3
Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra, berarti "mencegah" atau "melawan" dan
konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang
mengakibatkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah menghindari terjadinya kehamilan
akibat pertemuan sel telur matang dengan sel sperma (BKKBN, 2005).
Kontrasepsi secara harfiah diartikan sebagai suatu alat atau metode yang
digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2007). Menurut
Prawirohardjo (2002), kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen. Penggunaan
alat kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas.
Program Keluarga Berencana merupakan usaha langsung yang untuk mengurangi
angka kelahiran, mengatur jarak kelahiran untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan
anak sehingga tercapai Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (BKKBN, 2004).
20
2.3.1
Sejarah Alat Kontrasepsi
Dahulu pada abad sebelum masehi, Hipocrates pernah menganjurkan wanita-
wanita yang telambat haid dan kebanyakan anak untuk bekerja lebih keras atau berolah
raga lebih berat lagi agar mereka mendapatkan haid lagi. Alat kontrasepsi yang sudah tua
usianya ialah operasi tubektomi pada wanita dan vasektomi pada pria yang pada saat ini
lebih dikenal dengan alat kontrasepsi mantap. Kontrasepsi ini telah dilaksanakan sekitar
tahun 1880-an, yaitu dipakai untuk mereka yang dikhawatirkan akan menurunkan
penyakit-penyakit keturunan pada anaknya dan juga alasan ”eugenik” pada orang-orang
gila, demi mencegah keturunan selanjutnya. Kondom juga sudah dikenal orang sejak
tahun1800-an, yang pada mulanya terbuat dari usus domba (Koesnadi 1992). filosofi
BKKBN yang sejak awal diarahkan untuk menggerakkan peran serta masyarakat
dalam KB, BKKBN telah menetapkan visi yaitu : "Seluruh Keluarga Ikut KB".
Melalui visi tersebut diharapkan dapat menjadi inspirator, fasilitator, dan penggerak
Program KB Nasional sehingga di masa depan seluruh Keluarga Indonesia menerima
ide Keluarga Berencana, melalui pencapaian misi "Mewujudkan Keluarga Kecil
bahagia Sejahtera (BKKBN)
2.3.2
1
Jenis Alat Kontrasepsi Pada Pria
Kondom
1. Pengertian
Kondom adalah alat kontrasepsi “barier” yang bekerja dengan cara mencegah
kehamilan dengan mencegah masuknya sperma kedalam rongga rahim yang
dapat dicegah bukan hanya sperma tetapi juga bibit-bibit penyakit,karena itu
21
dapat juga digunakan untuk mencegah penularan PMS termasuk infeksi
HIV. terdiri dari selaput buatan yang dapat membungkus penis ketika ereksi,
sebagi produk, setiap kondom dikemas dalam bentuk tergulung dan
terbungkus. Sebelum melakukan senggama dipasangkan pada penis yang
ereksi (BKKBN 2005)
2. Cara Kerja
Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara
mengemas sperma diujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga
sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan.
Mencegah penularan Mikroorganisme (IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS)
dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (khususnya kondom yang
terbuat dari lateks dan Vinil) (BKKBN 2005)
3. Efektifitas
Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan
seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaian kondom tidak efektif karena
tidak dipakai secara konsisten. Secara ilmiah didapatkan hanya sedikit angka
kegagalan kondom yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan per
tahun.(BKKBN 2005)
4. Keuntungan
a.
Tidak mengganggu produksi ASI
b.
Mudah dipakai sendiri
c.
Tidak mengganggu kesehatan klien
22
d.
Murah dan dapat dibeli secara umum
e.
Tidak perlu resep dokter dan pemeriksaan kesehatan khusus
f.
Dapat mencegah penularan IMS
g.
Membantu mencegah terjadinya kanker serviks (Saifuddin, 2003).
5. Kerugian
a.
Kondom rusak atau diperkirakan bocor (sebelum berhubungan)
b.
Selalu harus memakai kondom yang baru
c.
Kadang-kadang ada yang tidak tahan (alergi) terhadap karetnya
d.
Mengurangi kenikmatan hubungan seksual
e.
Tingkat kegagalannya cukup tinggi (BKKBN, 1993)
2 . Vasektomi
1. Pengertian
Suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria dengan memotong saluran
mani (vasdeferen) yang menyalurkan sel mani (sperma) keluar dari pusat
produksinya yaitu buah pelir (testis) (Notodihardjo, 2002).
2. Cara Kerja Vasektomi
Oklusi vasdeferen hingga menghambat perjalanan spermatozoa sehingga tidak
didapatkan spermatozoa dari testis ke penis (Hartanto, 2002)
3. Keuntungan Vasektomi
a.
Efektif
b.
Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas
c.
Sederhana
23
d.
Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit
e.
Menyenangkan bagi akseptor karena hanya memerlukan anastesi lokal saja
f.
Biaya rendah (Hartanto, 2002)
4. Kerugian Vasektomi
a.
Diperlukan suatu tindakan operasi
b.
Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti pendarahan atau infeksi
c.
Belum memberikan perlindungan total, harus menunggu beberapa hari,
minggu atau bulan sampai sel mani sudah tidak ada.
d.
Bagi yang memiliki problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku
seksual mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif
e.
Tidak bisa dilakukan pada orang yang masih menginginkan punya anak
(Hartanto, 2002)
5. Efektifitas Vasektomi
a.
Angka kegagalan 0-2,2% atau umumnya > 1%
b.
Kegagalan vasektomi umumnya disebabkan oleh :
1) Senggama yang tidak terlindungi sebelum semen per ejakulat bebas sama
sekali dari spermatozoa.
2) Rekanalisasi spontan dari vasedeferen, umumnya terjadi setelah
pembentukan granuloma spermatozoa.
3) Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi.
4) Jaringan duplikasi kongenital dari vasdeferen (terdapat lebih dari satu
vasdeferen pada satu sisi. (Hartanto, 2002)
24
2.4
Keluarga Berencana
2.4.1
Pengertian
Keluarga berencana adalah program nasional yang bertujuan meningkatkan
derajat kesehatan, kesejahteraan ibu, anak dan keluarga khususnya, serta bangsa pada
umumnya. Salah satunya dengan cara membatasi dan menjarangkan kehamilan
(Siswosudarmo dkk, 2007). Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu
individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu,
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapat kelahiran yang memang
diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran
dalam hubungan dengan umur suami istri, menentukan jumlah anak dalam keluarga
(Hartanto, 2004).
Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah berumur sangat lama
yaitu pada tahun 70-an dan masyarakat dunia menganggap berhasil menurunkan
angka kelahiran yang bermakna. Perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan
yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan
kelahiran (Menurut WHO 1970), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan
membantu pasangan suami isteri untuk :
1.
Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,
2.
Mendapatkan kelahiran yang diingikan,
3.
Mengatur interval diantara kehamilan,
4.
Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan isteri,
5.
Menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2002).
25
Menurut bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung yang dikutip oleh Abdurrahman dkk (2001), Keluarga Berencana
adalah pencegahan konsepsi atau pencegahan terjadinya pertemuan antara sel mani
dari laki-laki dan sel telur dari wanita sekitar senggama.
Keluarga Berencana adalah sebagai proses penetapan jumlah dan jarak anak
yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan pemilihan cara yang tepat untuk
mencapai keinginan tersebut (Mc Kenzie, 2006).
Kondisi politik, sosial, budaya masyarakat, agama, dan komitmen pemerintah
masih belum optimal dalam mendukung KBpria, penerapan program kebijakan
partisiasi pria di lapangan masih belum optimal (BKKBN, 2007). Keikut sertaan
pria sangat penting dalam Keluarga Berencana (KB) karena suami adalah “Partner”
dalam reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila suami dan istri
berbagi tanggung jawab serta peran secara seimbang untuk mencapai kepuasan
kehidupan seksual dan berbagi beban untuk mencegah penyakit serta kompliksi
Keluarga Berencana, suami bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk
untuk anak-anaknya, sehingga keterlibatan suami dalam keputusan reproduksi akan
membentuk ikatan yang lebih kuat diantara orang tua dan anaknya, suami secara
nyata terlibat dalam fasilitas dan mereka mempunyai peranan yang penting dalam
memutuskan kontrasepsi yang akan dipakainya, atau digunakan istrinya.
Sebenarnya banyak kesempatan pria untuk berperan dalam Keluarga Berencana.
Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama antara pria dan wanita.
Bagi pasangan yang memilih kontrasepsi permanen vasektomi merupakan pilihan
26
terbaik. Mengingat vasektomi lebih sederhana prosedurnya dengan efek samping dan
resiko kesehatan sangat kecil dibanding tubektomi.Demikian pula dalam penggunaan
kondom selain lebih murah juga memiliki efek samping yang kecil. Oleh karena itu pada
tahun 2009 diharapkan kesadaran pria terhadap manfaat KB meningkat, sehingga dapat
meningkatkan jumlah akseptor KB pria menjadi 4,5% (BKKBN, 2006).
2.4.2
Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak
serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi
terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian
pertumbuhan penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era otonomi daerah saat ini
pelaksanaan program Keluarga Berencana Nasional bertujuan untuk mewujudkan
keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju, bertanggung jawab, bertakwa dan
mempunyai anak ideal, dengan demikian diharapkan terkendalinya tingkat kelahiran dan
pertambahan penduduk, meningkatkan jumlah peserta KB atas kesadaran, sukarela
dengan dasar pertimbangan moral dan agama dan berkembangnya usaha-usaha yang
membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, serta kematian ibu pada masa
kehamilan dan persalinan (Hartanto, 2004).
Tujuan KB (RENSTRA 2005-2009) meliputi:
1. Keluarga dengan anak ideal
2. Keluarga sehat
3. Keluarga berpendidikan
4. Keluarga sejahtera
27
5. Keluarga berketahanan
6. Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya
7. Penduduk tumbuh seimbang (PTS)
2.4.3
Manfaat Keluarga Berencana
1. Bagi ibu :
a. Perbaikan kesehatan badan karena tercegahnya kehamilan yang berulang kali
dalam jangka waktu yang pendek
b. Peningkatan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya
waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak.
2. Bagi anak
a. Anak dapat tumbuh wajar karena ibu mengandung dalam keadaan sehat
b. Anak akan mendapatkan perhatian, pemeliharaan dan makanan yang cukup
(Handayani, 2010; 29).
2.4.4
Sasaran dan Ruang lingkup Program Keluarga Berencana
1. Sasaran Program KB
Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program Keluarga Berencana
adalah bagaimana supaya segera tercapai dan melembaganya Norma Keluarga
Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) pada masyarakat Indonesia
(Handayani,2010; 29).
a. Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan suami istri yang hidup bersama
dimana istrinya berusia 15-49 tahun, yang harus dimotivasi terus-menerus
sehingga menjadi pesrta Keluarga Berencana.
28
b. Non PUS, yaitu anak sekolah, orang yang belum kawin, pemuda-pemudi,
pasangan diatas 45 tahun, tokoh masyarakat, dan
c. Institusional yaitu berbagai organisasi, lembaga masyarakat, pemerintah dan
swasta (Handayani,2010; 29).
2. Ruang lingkup Program KB
Menurut Handayani (2010:29) ruang lingkup program KB, meliputi:
a. Komunikasi informasi dan edukasi.
b. Konseling.
c. Pelayanan infertilitas.
d. Pendidikan seks.
e. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan.
f. Konsultasi genetik
2.4.5
Strategi Pendekatan Program Keluarga Berencana (KB)
Strategi pendekatan dalam program keluarga berencana antara lain (BKKBN
2003) :
1. Pendekatan kemasyarakatan (community approach).
Diarahkan untuk meningkatkan dan menggalakkan peran serta masyarakat
(kepedulian) yang dibina dan dikembangkan secara berkelanjutan.
2. Pendekatan koordinasi aktif (active coordinative approach).
Mengkoordinasikan berbagai pelaksanaan program KB dan pembangunan
keluarga sejahtera sehingga dapat saling menunjang dan mempunyai kekuatan
yang sinergik dalam mencapai tujuan dengan menerapkan kemitraan sejajar.
29
3. Pendekatan integrative (integrative approach)
Memadukan pelaksanaan kegiatan pembangunan agar dapat mendorong dan
menggerakkan potensi yang dimiliki oleh semua masyarakat sehingga dapat
menguntungkan dan memberi manfaat pada semua pihak.
4. Pendekatan kualitas (quality approach).
Meningkatkan kualitas pelayanan baik dari segi pemberi pelayanan (provider)
dan penerima pelayanan (klien) sesuai dengan situasi dan kondisi.
5. Pendekatan kemandirian (self rellant approach)
Memberikan peluang kepada sektor pembangunan lainnya dan masyarakat
yang telah mampu untuk segera mengambil alih peran dan tanggung jawab
dalam pelaksanaan program KB nasional.
6. Pendekatan tiga dimensi (three dimension approach)
Strategi tiga dimensi program KB sebagai pendekatan program KB nasional.
Strategi ini diterapkan atas dasar survei terhadap kecenderungan respon
pasangan usia subur (PUS) di Indonesia terhadap ajakan (KIE) untuk berKB.
2.5
Pelayanan Keluarga Berencana
Pelayanan KB
Merupakan bagian dari pelayanan kesehatan, jenis pelayanan yang dapat
diberikan kepada konsumen pada kemampuan fasilitas kesehatan dan ini
berhubungan dengan jenjang pelayanan. Fasilitas pelayanan KB professional dapat
bersifat teknik statis atau mobile ( TKBK, Pusling) dan diselenggarakan oleh tenaga
professional, yaitu dokter spesialis, dokter umum, bidan atau perawat kesehatan.
30
Pelayanan yang mobile diperlukan untuk menjangkau pedesaan yang terpencil.
Fasilitas pelayanan KB professional statis meliputi pelayanan KB sederhana, lengkap,
sempurna dan paripurna. (BKKBN, 2007)
Tujuan pelayanan KB adalah ( BKKBN, 2010) (http://pelayanankbks.
blogspot.com/diakses December 2012 oleh ESAP M SI)
1. Meningkatkan jumlah peserta KB atas kesadaran dan tanggung jawab
2. Membina peserta KB aktif dalam rangka kelembagaan dan pembudayaan norma
keluarga kecl bahagia sejahtera ( NKKBS)
3. Mencapai sasaran penurunan tingkat kelahiran
4. Meningkatkan menciptakan Keluarga kecil sejahtera melalui pengendalian
pertumbuhan penduduk
Kebijakan dan strategi pelayanan KB( BKKBN, 2010) (http://pelayanankbks.
blogspot.com/diakses December 2012 oleh ESAP M SI) :
1.
Untuk mencapai tujuan tersebut di ambil kebijakan yang di arahkan untuk lebih
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan maupun pemakaian alat
kontrasepsi yang mandiri
2.
Dalam memberikan pelayanan KB kepada Masyarakat di anut pola pelayanan
kontasepsi rasional dengan memperhatikan golongan usia di bawah 20 tahun .
usia 20 -30 tahun, usia di atas 30 tahun dan PUS yang sudah tidak ingin anak
lagi.
3.
Pelayanan kontrasepsi di tujukan dan di arahkan kepada pemakaian metode yang
efektif
31
4.
Mengusahakan pemerataan tempat dan tenaga pelayanan kontrasepsi baik dari
unsur pemerintah maupun swasta
5.
Mendekatkan pelayanan kepada sasaran dengan memperhatikan situasi dan
kondisi masyarakat
6.
Memberikan rujukan kepada akseptor KB yang mengalami gangguan komplikasi
karena alat kontrasepsi KB.
2.5.1
Pelayanan KB terdiri dari 4 pelayanan (Depkes, 2002)
1.
Pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).
Pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi dilakukan dengan memberikan
penerangan konseling, advokasi, penerangan kelompok (penyuluhan) dan penerangan
massa melalui media cetak dan elektronik. Dengan penerangan, motivasi diharapkan
meningkat sehingga terjadi peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku
masyarakat dalam berKB, melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga
sehingga tercapai Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).
2.
Pelayanan kontrasepsi dan pengayoman peserta KB.
Dalam mencapai sasaran reproduksi sehat, dikembangkan 2 gerakan yaitu:
pengembangan gerakan KB yang makin mandiri dan gerakan keluarga sehat sejahtera
dan gerakan keluarga sadar HIV/AIDS. Pengayoman, melalui program ASKABI
(Asuransi Keluarga Berencana Indonesia), tujuan agar merasa aman dan terlindung
apabila terjadi komplikasi dan kegagalan.
1.
Peran serta masyarakat dan institusi pemerintah.
32
PSM ditonjolkan (pendekatan masyarakat) serta kerjasama institusi pemerintah
(Dinas Kesehatan), BKKBN, Depag, RS, Puskesmas).
2.
Pendidikan KB.
Melalui jalur pendidikan (sekolah) dan pelatihan, baik petugas KB, bidan,
dokter berupa pelatihan konseling dan keterampilan.Ada lima hal penting dalam
pelayanan Keluarga Berencana yang perlu diperhatikan:
1) Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada Pasangan Usia Subur yang
isterinya mempunyai 4 keadaan terlalu yaitu terlalu muda (usia kurang dari
20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak
kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun).
2) Menekankan bahwa KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami
dan isteri. Suami juga perlu berpartisipasi aktif dalam ber KB dengan
menggunakan alat/metode kontrasepsi untuk pria.
3) Memberi informasi lengkap dan adil tentang keuntungan dan kelemahan
masing-masing metode kontrasepsi.Setiap klien berhak untuk mendapat
informasi mengenai hal ini, sehingga dapat mempertimbangkan metode yang
paling cocok bagi dirinya.
4) Memberi nasehat tentang metode yang paling cocok sesuai dengan hasil
pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada klien, untuk
memudahkan klien menentukan pilihan.
5) Memberi informasi tentang kontraindikasi pemakaian berbagai metode
kontrasepsi. Pelaksanaan pelayanan KB perlu melakukan skrining atau
33
penyaringan melalui pemeriksaa fisik terhadap klien untuk memastikan bahwa
tidak terdapat kontraindikasi bagi pemakaian metode kontrasepsi yang akan
dipilih. Khusus untuk tindakan operatif diperlukan surat pernyataan setuju
(informed consent) dari klien (Depkes, 2002).
3.
Konseling
Konseling merupakan proses pemberian informasi obyektif dan lengkap,
dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal,
teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang bertujuan
untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang
sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah
tersebut.(Saefudin, Abdul Bari : 2002).
Proses pemberian bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu
keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap faktafakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien.Proses melalui satu
orang membantu orang lain dengan komunikasi, dalam kondisi saling
pengertian bertujuan untuk membangun hubungan, orang yang mendapat
konseling dapat mengekspresikan pikiran & perasaannya dengan cara tertentu
sesuai dengan situasi, melalui pengalaman baru, mamandang kesulitan objektif
sehingga dapat menghadapi masalah dengan tidak terlalu cemas dan tegang.
( SCA.C STEERING COOMUTE, 1996)
34
4.
Penyuluhan KB
Penyuluhan Keluarga Berencana merupakan salah satu wadah bagi masyarakat
dalam
rangka
mensejahterakan
kehidupan
berkeluarga
di
lingkungan
masyarakat dengan pemberian informasi dan edukasi mengenai ruang lingkup
keluarga baik dalam hal biologi, ekonomi, maupun sosial. Akan tetapi pada era
ini, kebanyakan orang masih banyak memiliki anggapan bahwasanya KB hanya
terbatas pada alat kontrasepsi saja. Padahal, dalam implementasinya KB
memiliki ranah yang sangat luas mulai dari elemen orang tua, bayi, anak,
remaja hingga lansia. Masyarakat pada saat ini juga kurang begitu merasa
peduli atau merasa butuh terhadap informasi lebih seputar keluarga.
2.6
Faktor-faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan pria berKB
(BKKBN tahun 2001)
1. Pengetahuan pria terhadap KB
Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk,
petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini
dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai
keyakinan tersebut. (Notoatmojo,1993) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan
resultan akibat proses pengindraan terhadap suatu obyek. Pengindraan tersebut
sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian
pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu
kouisioner berisi materi yang diukur dari responden (Notoatmojo, Soekijo, 1990).
35
2. Tingkat pendidikan
Pengaruh pendidikan pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi dalam KB
(Ekawati). Menurutnya pendidikan pria berpengaruh positif terhadap persepsi pria
untuk KB.
3. Persepsi
Adanya persepsi bahwa wanita yang menjadi target program KB menjadi salah
satu faktor rendahnya partisipasi pria dalam KB (Purwanti 2004) menyimpulkan
bahwa suami dengan persepsi positif terhadap alat kontrasepsi pria lebih tinggi
pada kelompok suami yang menggunakan alat kontrasepsi pria dari pada
kelompok kontrol.
4. Kualitas pelayanan KB pria
Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan (BKKBN
tahun 2001) menunjukkan kualitas pelayanan menjadi salah satu faktor rendahnya
partisipasi pria dalam KB.
5. Terbatasnya metode kontrasepsi pria
Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan (BKKBN
tahun 2001) menunjukkan terbatasnya metode kontrasepsi pria menjadi salah satu
faktor rendahnya partisipasi pria dalam KB.
6. Dukungan istri terhadap suami untuk KB (BKKBN tahun 2001)
Rendahnya dukungan istri dan masih adanya anggapan bahwa setelah vasektomi
akan terjadi penurunan libido dan adanya persepsi alat kontrasepsi yang
mengurangi kepuasan hubungan seksual dan adanya kekhawatiran para istri
36
karena dengan demikian akan memberikan peluang lebih besar bagi suami untuk
menyeleweng
7. Aksesibilitas pelayanan KB pria
Adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak positif
terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi. Belum semua pelayanan kesehatan
mampu memberikan pelayanan vasektomi.Hanya 5-81 persen pelayanan
kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi dengan rata-rata 41 persen
pelayanan kesehatan pemerintah (Wibowo, 1994). Terbatasnya akses ke tempat
pelayanan disebabkan antara lain oleh :
a. Citra terhadap tempat pelayanan KB yang dipersiapkan sebagai tempat
pelayanan untuk wanita.
b. Kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi
c. Kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi
d. Kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi
e. Kurang dukungan logistik kondom
8. Dukungan Pengambil Keputusan, tokoh masyarakat dan tokoh agama terhadap
upaya peningkatan patisipasi pria.Petugas dan pengelola KB dilapangan
umumnya merespon positif dan mendukung pelaksanaan peningkatan partisipasi
pria dalam KB, namun demikian karena keterbatasan sumber dana, daya dan
tenaga program ini masih belum menjadi prioritas utama dengan perkataanlain
important but not urgent).
37
Masih adanya keragu-raguan dari pihak pengelola, petugas, provider maupun
tokok agama dan tokoh masyarakat bahkan sebagian dari klien terhadap
pelayanan vasektomi. Karena vasektomi sampai saat ini masih menjadi bahan
perbincangan dan perdebatan dikalangan tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Belum optimalnya dukungan Pengambil Keputusan, tokoh masyarakat dan tokoh
agama disebabkan:
a. Kurangnya advokasi
b. Budaya masyarakat yang patriarkhat
c. Rendahnya pengetahuan keluarga tentang pentingnya partisipasi pria dalam
KKG (kesetaran dan keadilan gender)
d. Kurang mantapnya pelaksanaan mekanisme operasional dalam penggarapan
KB pria oleh para pengelola.
9. Sosial budaya masyarakat
Menurut Ratnawati masalah kesehatan tidak dapat lepas dari unsur-unsur sosialbudaya yang mengelilinginya, termasuk dalam partisipasi KB pria. Hal ini diperkuat
(penelitian Puslitbang Biomedis dan Reproduksi Manusia yang dilaksanakan di
Jakarta tahun 1999,) sebagai berikut:
a) Aspek Sosial
Aspek sosial bagi kebanyakan orang, pribadi atau kelompok tertentu, KB pria
merupakan hal yang dianggap baru. Agar hal baru itu melembaga maka diperlukan
proses penyebaran ide dari suatu sumber tertentu sampai diterima masyarakat. Dengan
demikian untuk penerimaan KB pria diperlukan penyebaran informasi dari sumber yang
38
layak dipercaya serta langkah-langkah pembaharuan dari masyarakat penerima informasi
tersebut untuk dapat melaksanakannya. Penerimaan gagasan baru pada hakekatnya
merupakan proses belajar dan penyampaian keputusan. Suatu gagasan baru akan lebih
mudah diterima bila memiliki ciri-ciri:
1) Gagasan relatif lebih menguntungkan daripada gagasan lama.
2) Gagasan itu tidak bertentangan dengan nilai
3) Pengalaman masa lalu maupun kebutuhan individu penerima gagasan
4) Gagasan tersebut relatif sederhana, mudah diterapkan, mudah dicoba.
Proses penerimaan dan pembuatan keputusan terhadap suatu ide baru pada
individu secara sederhana dapat digambarkan melalui tahap-tahap:
1) Mula-mula individu menerima informasi dan pengetahuan berkaitan dengan suatu
ide baru (KB pria)
2) Individu minat untuk mengenal lebih jauh tentang ide baru , fase ini seharusnya
digunakan petugas untuk membujuk guna bersedia menerima ide baru
3) Tergantung dari hasil persuasi petugas dan pertimbangan individu, maka dalam
tahap decision dibuatlah keputusan untuk menerima atau menolak ide baru
tersebut.
4) Individu meminta dukungan dari lingkungannya atas keputusan yang telah
diambilnya. Bila lingkungan memberikan dukungan positif maka perilaku baru
tersebut dapat dipertahankan tetapi bila ada keberatan dari lingkungan terutama
dari kelompok acuan, biasanya adopsi tidak jadi dipertahankan dan kembali pada
perilaku semula.
39
Dapat dipahami bahwa hal yang dikemukakan diatas merupakan penyederhanaan
dari suatu proses yang kompleks dengan asumsi bahwa pembuatan keputusan oleh
individu secara rasional.
2.7
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan
Sikap
Pelayanan KB
2.8.
Keikutsertaan Pria
Ber-KB
Hipotesis Penelitian
1. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan keikutsertaan KB
2. Terdapat hubungan antara sikap dengan keikutsertaan KB
3. Terdapat hubungan antara Pelayanan KB dengan keikutsertaan KB
Download