UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

advertisement
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melalui beberapa pembahasan di bagian terdahulu, maka sekarang kita
sampai pada kesimpulan dariseluruh pembahasan tersebut. Penulis yang merupakan
sutradara dalam pertunjukan Sarip Tambak Oso ini telah melalui banyak sekali
tahapan yang panjang hingga akhirnya sampai pada hari pementasan. Pertunjukan
Sarip Tambak Oso merupakan sebuah pertunjukan yang terlahir karena kerja teater
bersama yang melibatkan banyak sekali unsur yang ada di setiap tahap yang dilalui
proses ini. Mulai dari pemilihan naskah yang bermuara ke Sarip Tambak Oso,
pemilihan pemain, pendukung, hingga membicarakan proses kreatif bersama dengan
tim lain demi mewujudkan pertunjukan Sarip Tambak Oso yang diharapkan.
Dalam proses kreatif pertunjukan Sarip Tambak Oso ini ada beberapa hal
yang tepat dipakai di pertunjukan ini, termasuk teori pementasannya, dan beberapa
poin yang dirasa perlu sedikit penyesuaian. Misalnya dalam pemilihan bentuk
pertunjukan yang menggunakan teori Brechtian dengan teater epiknya karena
pertunjukan tradisi bisa digolongkan ke dalam bentuk pertunjukan Brecht. Dalam
penggunaan epic Brecht pun tidak bisa sekedar memakai teori, tapi penulis dan tim
kreatif berusaha mencari benang merah yang tepat antara teori teater Epic Brecht
dengan ludruk yang akan dibawakan. Tapi di dalam penentuan teori pementasan,
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
114
tidak mengalami kesulitan yang besar. Hanya mencoba untuk tidak stereotip
menggunakan teori Brecht dan terjebak melulu dengan bentuknya saja.
Seperti yang dipahami oleh penulis bahwa teater epic Brecht memiliki tujuan
yang jauh hanya dari sekedar bentuk, yakni penyadaran pada penontonnya, maka
penulis mencoba mencari hal yang kontekstual antara pertunjukan Sarip Tambak Oso
yang berlatar masa penjajahan dengan masa sekarang sehingga muncul kesadaran di
ranah penonton.
Selanjutnya, dalam proses pelatihan keaktorannya pun menemui beberapa
kendala. Pertama adalah kerajinan para aktor untuk dating latihan dan tepat waktu
dirasa masih sangat kurang. Beberapa aktor bahkan sering tidak hadir ketika latihan
dan menyulitkan proses kreatif bagian yang lain di pertunjukan Sarip Tambak Oso
ini. Tetapi pada akhirnya dengan menggunakan pendekatan yang lebih personal pada
para aktornya, soal kerajinan dari para aktor tersebut bisa diperbaiki.
Sementara untuk kemampuan keaktorannya, meski ada beberapa pemain yang
bukan berasal dari teater dan perlu sedikit penyesuaian, penulis berusaha untuk
mencari metode sendiri dalam pelatihan keaktoran bagi para awam teater ini dengan
mempersilahkan mereka menjadi diri mereka sendiri tanpa perlu menjadi tokoh, baru
kemudian perlahan dibentuk sesuai dengan kebutuhan tokoh. Sehingga dalam
penciptaan tokohnya, masih ada sisi “aku” dalam setiap tokoh yang dimainkan para
actor meskipun kemudian tetap ada kombinasi dalam penciptaan tokohnya di masingmasing aktor.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
115
Selain permasalahan dalam soal penentuan teori pertunjukan dan pelatihan
keaktorannya, masalah lain juga dihadapi di beberapa sektor dalam tim kreatif Sarip
Tambak Oso. Masalah tersebut terjadi di bagian musik. Di bagian musik, seperti yang
diinginkan oleh penulis, bahwa ada penggabungan antara musik tradisi dan musik
modern
membuat
composer
terkadang
sedikit
kebingungan
untuk
mengkombinasikannya sehingga menghasilkan komposisi yang tepat untuk tiap
bagian di dalam pementasan Sarip Tambak Oso. Tapi masalah itu pun bisa dilalui
dengan secara intens mencari dan bertukar pikiran dengan beberapa pihak baik yang
terlibat secara langsung di dalam pertunjukan ini atau pun yang tidak secara langsung
terlibat di dalamnya.
Sebagai seorang sutradara, proses latihan dan proses menentukan bentuk
pertunjukan di segala unsur haruslah bisa dipahami bukan saja oleh sutradara sendiri
tapi juga oleh semua peran yang mendukung terjadinya pementasan Sarip Tambak
Oso. Di dalam proses tersebut terdapat proses pengendalian ego dan pencarian bahasa
dan cara yang paling tepat untuk menyampaikan maksud dan tujuan sutradara
sehingga semua komponen pertunjukan mampu memahami apa yang dikehendaki
sutradara. Jika pun kemudian terjadi silang pendapat, sutradara berusaha menerima
dan mencari jalan tengah untuk mengatasi perselisihan tersebut.
Naskah Sarip Tambak Oso karya Sutrisno ini dipentaskan pada tanggal 11
Januari 2017 pukul 19.30 WIB di Auditorium Jurusan Teater, Fakultas Seni
Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Jl. Parangtritis KM 6,5 Sewon,
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
116
Bantul. Pementasan tersebut merupakan hasil dari proses panjang kolektif yang
membutuhkan banyak perhatian dari semua lini dalam tim kreatif dan juga tim
produksi.
B. Saran
Atas dasar kesimpulan yang sudah dipaparkan di atas, saran yang bisa
diberikan baik pada diri penulis sendiri, pada semua yang terlibat dan para pendukung
pementasan ini yang terlibat langsung maupun tidak langsung adalah bahwa di dalam
sebuah proses menyutradarai seorang sutradara haruslah punya kesabaran tingkat
tinggi. Selain itu, sutradara harus cerdas untuk menyampaikan maksud dan tujuan
yang diinginkannya. Sutradara juga harus mampu membaca psikologi semua pihak
yang terlibat di dalam pementasan. Hal ini berguna untuk terus merekatkan
kekompakan tim sehingga sutradara sebagai pemimpin dalam pertunjukan bisa
memimpin dengan baik.
Saling mengerti satu sama lain dan berusaha untuk tetap menguasai diri
terhadap setiap orang yang terlibat dalam proses kreatif Sarip Tambak Oso ini
merupakan saran yang paling tepat bagi seluruh individu yang terlibat dalam proses
ini. Sebuah pertunjukan tidak akan terwujud secara baik apabila tidak didukung
dengan keberadaan individu-individu yang saling mengerti dan memiliki satu tujuan
yang sama dalam sebuah proses kreatif pertunjukan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
117
DAFTAR PUSTAKA
Anirun, Suyatna. 2002. Menjadi Sutradara, Bandung: STSI Press Bandung.
Achmad, A. Kasim. 2006. Mengenal Teater Tradisional di Indonesia, Jakarta:
Dewan Kesenian Jakarta.
Danandjaja, James. 1984. Folklore Indonesia, Jakarta: PT Grafiti Pers.
Dewan Kesenian Jakarta. 1980, Pertemuan Teater 80, Jakarta, Aquarista offset.
Dim, Herry. 1993“Melihat Teater dengan „Credo‟ Suyatna Anirun” dalam
Sugiyati S.A, Muhamad Sanjaya, Suyatna Anirun Teater Untuk Dilakoni,
Bandung:Studiklub Teater Bandung.
Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif, Yogyakarta: Jalasutra.
Graham, Helen. 2005. Psikologi Humanistik Dalam Konteks Sosial, Budaya dan
Sejarah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Haryamawan, RMA. 1998. Dramaturgi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Iswantara, Nur. 1999. Menciptakan Tradisi Teater Indonesia, Tangerang: CS
Book.
Kernodle, George R. 2008. Invitation To The Theatre, New York: Harcourt Brace
And World.
Kasemin, Kasiyanto. 1999. Ludruk Sebagai Teater Sosial: Ludruk Tersingkir
Jauh ke Pedesaan. Surabaya: Airlangga University Press.
Mitter, Shomit . 2002. Sistem Pelatihan Lakon Stanislavsky Brecht Grotowski
Brook Penerjemah: Yudiaryani, Yogyakarta, Mspi dan Arti.
Nalan, A.S. 1993“Domain Teater”dalam Sugiyati S.A, Muhamad Sanjaya,
Suyatna Anirun Teater Untuk Dilakoni, Bandung: Studiklub Teater
Bandung.
Peacock, James L., 2005. Ritus Modernisasi Aspek Sosial & Simbolik Teater
Rakyat Indonesia, Depok: Desantara.
Parani, Julianti. 2011. Seni Pertunjukan Indonesia Suatu Politik Budaya. Jakarta:
Nalar.
Riantiarno, N. 2011. Kitab Teater. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sarumpaet, Riris K. 1977. Pengantar Sejarah sastra Indonesia. Bandung.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
118
Sudjiman, Panuti. 1980. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: PT. Gramedia.
Supriyanto, Henri. 1992. Lakon Ludruk Jawa Timur, Jakarta: Grasindo.
Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater, Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.
Taufiq, Akhmad. 2013. Apresiasi Drama Tradisional Ludruk Refleksi Kekuasaan,
Karakteristik Pertunjukan, dan Strategi Pengembangan, Yogyakarta:
Gress Publishing Yogyakarta.
Toffler, Alvin. 1991. Pergeseran kekuasaan, Jakarta: PT. Pantja Simpati.
Waluyo, Herman J. 1993. Drama “Teori dan Pengajarannya”, Yogyakarta:
Hanindika Graha Widya.
Yudiaryani, 2002. Panggung Teater Dunia: Perkembangan dan Perubahan
Konvensi, Yogyakarta: Pustaka Gondosuli.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
119
Download