Tinjauan Terhadap Penerapan Corporate Social Responsibility oleh Bentuk Usaha Tetap di Sektor Perminyakan dan Gas Bumi (Contoh Kasus: Perusahaan X) Andini Ambarsari, Wenny Setiawati Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Ekonomi Fakultas Hukum ABSTRAK Pengaturan dan Penerapan mengenai kewajiban Corporate Social Responsibility diatur oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Corporate Social Responsibility (CSR) tersebut berbentuk Community Development yang dilaksanakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selaku Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berkegiatan usaha di Indonesia, khususnya di sektor Perminyakan dan Gas Bumi. Namun, dalam pelaksanaan CSR oleh Bentuk Usaha Tetap tersebut belum sepenuhnya diterapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kasus terkait dengan permasalahan itu adalah Perusahaan X yang melakukan pelaksanaan CSR di sekitar wilayah operasinya kurang sepenuhnya sesuai dengan Peraturan Pusat yang berlaku di Indonesia dan masalah mengenai beberapa pembiayaan dari program community development yang termasuk di dalam expenses cost recovery. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah pemahaman mengenai pengaturan dan penerapan CSR oleh suatu Bentuk Usaha tetap di indonesia, dan analisis kasus Perusahaan X yang digunakan untuk menganalisis kasus adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini yaitu pemahaman terhadap penerapan dan pengaturan CSR hanya melihat pada ketentuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan saja dan bukan menjadi suatu kesadaran moral bagi pelaku usaha sehingga penerapan CSR oleh Bentuk Usaha Tetap masih terdapat banyak kekurangan. Selain itu, penggunaan cost recovery sebagai sumber dana CSR yang dilakukan oleh Perusahaan X sejak masa eksploitasi termasuk dalam penyimpangan dan pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam undang-undang. Kata kunci : Corporate Social Responsibility, Bentuk Usaha Tetap, Minyak dan Gas Bumi. 1 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 ABSTRACT Setting and implementation of the Corporate Social Responsibility obligations governed by Law No. 22 Year 2001 on Oil and Gas. Corporate Social Responsibility (CSR) in the form of Community Development conducted by the Production Sharing Contract (PSC) as a Permanent Establishment (PE) that activism efforts in Indonesia, especially in the Oil and Gas sector. However, in the implementation of CSR by permanent establishments are not yet completely implemented in accordance with the legislation in force in Indonesia. Case the issue is related to Company X that performs the implementation of CSR around the area of operation is less completely in accordance with the regulations in force at the Central of Indonesia and some issues concerning the financing of community development programs are included in the cost recovery expenses. Issues raised in this paper is an understanding of the setting and implementation of CSR by a fixed establishments in Indonesia, and Company X case analysis is used to analyze the case is normative. Results from this study is an understanding of the application and setting CSR just look at the provisions provided by the legislation only and is not to be a moral conscience for the business so that the implementation of CSR by permanent establishments there are still many shortcomings. In addition, the use of cost recovery as a source of funds CSR conducted by Company X since the time of exploitation, including the irregularities and violations of the provisions contained in the legislation. Key Words : corporate social responsibility, permanent establishment, oil and gas. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dan juga pembangunan di Indonesia sangatlah pesat dewasa ini, hal ini bisa dilihat dari semakin tumbuh dan beragamnya perekonomian yang diselenggarakan dan juga badan usaha yang ada di Indonesia. Perekonomian di Indonesia diselenggarakan berdasarkan dengan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berwawasan lingkungan, berkelanjutan, kemandirian, efisiensi berkeadilan, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Penyelenggaraan perekonomian seperti itu haruslah didukung 2 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 oleh kelembagaan perekonomian yang kuat dan kokoh agar terciptanya atau terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan perekonomian yang kuat dan kokoh diperlukan untuk meningkatkan pembangunan perekonomian nasional sekaligus memberikan landasan yang kuat dan kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia. Kelembagaan perekonomian yang dimaksud disini adalah entitas/badan usaha yang dapat menunjang roda perekonomian nasional, yang dapat menjadi motor penggerak dunia usaha secara mikro dan juga perekonomian Negara secara makro. Dalam hal membicarakan badan usaha, terdapat beberapa bentuk badan usaha yang ada di Indonesia, seperti badan usaha yang berbentuk Firma, Persekutuan Komanditer, Perseroan Terbatas dan Bentuk Usaha Tetap. Definisi perusahaan menurut pembentuk undang-undang adalah perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus, terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba; menurut Molengraaff, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak ke luar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan. Menurut Polak, baru ada perusahaan, bila diperlukan adanya perhitunganperhitungan tentang laba rugi yang dapat diperkirakan, dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan. Perusahaan disini maksudnya adalah perusahaan dalam bidang hukum perdata dan bukan perusahaan dalam bidang hukum lainnya, misalnya dalam hukum tata pemerintahan (perusahaan negara, perusahaan daerah dan lain-lain).1 Definisi Badan Usaha menurut UndangUndang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah Perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.2 Definisi Perseroan Terbatas (PT) menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang serta 1 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 Bentuk-Bentuk Perusahaan, Cet. 11, (Jakarta: Djambatan, 2007), hal. 2. 2 Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, LN No. 136 Tahun 2001, psl 1 angka 17. 3 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 peraturan pelaksanaannya”,3 singkatnya PT adalah sebuah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terdiri dan terbagi dalam saham yang bertujuan untuk meraih keuntungan, serta memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan di dalam undang-undang dan petaturan pelaksanaannya; lahir melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan Pemerintah. Sebagai badan hukum, PT dikategorikan sebagai subjek hukum sebagai pemegang hak dan kewajiban. Pokok Permasalahan Dengan melihat latar belakang permasalahan yang telah diutarakan diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah: 1. Bagaimana pengaturan dan penerapan mengenai CSR khususnya di sektor Perminyakan dan Gas Bumi? 2. Bagaimana pengaturan dan penerapan CSR di Perusahaan X berdasarkan Peraturan Pusat yang berlaku di Indonesia? Tujuan Penelitian Suatu penelitian supaya terdapat sasaran yang jelas dan sesuai dengan apa yang dikehendaki, maka perlu ditetapkan tujuan penelitian. Adapun tujuan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan dan penerapan mengenai CSR secara keseluruhan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan dan penerapan mengenai CSR oleh Bentuk Usaha Tetap yang melakukan kegiatan di sektor Perminyakan dan Gas Bumi di Indonesia, terbatas pada Peraturan Pusat yang berlaku. 3. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis penerapan mengenai CSR yang diselenggarakan oleh Bentuk Usaha Tetap yang terkait berdasarkan atas peraturan pusat yang berlaku di Indonesia (Perusahaan X). Kerangka Konsep 3 Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756, psl 1 angka 1. 4 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Kerangka Konsepsional berisikan definisi-definisi operasional yang digunakan dalam penelitian guna menyamakan persepsi. Berikut ini ditegaskan kembali definisi-definisi yang digunakan dalam tulisan ini sebagai berikut: 1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi4. 2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi5. 3. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi6. 4. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan7. 5. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya8. 6. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga9. 7. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan10. 4 Indonesia, Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 22 Tahun 2001, LN No, 136 Tahun 2001, psl 1 angka 1. 5 Ibid, psl 1 angka 2. 6 Ibid, psl 1 angka 7 7 Ibid, psl 1 angka 8. 8 Ibid, psl 1 angka 9. 9 Ibid, psl 1 angka 10. 10 Ibid, psl 1 angka 11. 5 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 8. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi11. 9. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi12. 10. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa13. 11. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia14. 12. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia15. 13. Kontrak Kerja Sama (KKS) adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat16. 14. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha untuk melaksanakan Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba17. 15. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri18. 16. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah19. 11 Ibid, psl 1 angka 12. Ibid, psl 1 angka 13. 13 Ibid, psl 1 angka 14. 14 Ibid, psl 1 angka 17. 15 Ibid, psl 1 angka 18. 16 Ibid, psl 1 angka 19. 12 17 Ibid, psl 1 angka 20. Ibid, psl 1 angka 21. 19 Ibid, psl 1 angka 22. 18 6 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 17. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi20. 18. Badan Pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi serta Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa pada Kegiatan Usaha Hilir21. 19. Corporate Social Responsibility (CSR) yang juga disebut dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermaanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.22 20. Cost Recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan (recoverable cost) oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan menggunakan hasil prroduksi minyak bumi dan gas bumi (migas) sesuai dengan ketentuan/ peraturan yang berlaku.23 21. Perjanjian/ Kontrak24 adalah sebagai berikut25: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.26 22. Peraturan Pusat (Algemene Verordening) adalah peraturan tertulis yang dibuat oleh Pemerintah Pusat yang berlaku umum diseluruh atau sebagian wilayah negara, misalnya: Berlaku umum dalam hal ini tidak hanya berarti berlaku untuk semua warga negara, penghuni atau umum untuk suatu golongan tertentu saja, umpamanya: Undang-Undang 20 Ibid, psl 1 angka 23. Ibid, psl 1 angka 24. 22 Indonesia, Undang-Undang Nommor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Loc. Cit., Psl 1 butir 3. Sebagai perbandingan mengenai definisi CSR, World Bank Group mendefinisikan CSR sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat, dan masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara-cara yang bermanfaat, baik bagi bisnis itu sendiri maupun untuk pembangunan. Sehingga dapat dikatakan bahwa CSR adalah sesuatu keharusan dan bukan saja sebagai kewajiban. CSR itu sendiri bukanlah gimmick marketing, melainkan bagian yang menyatu dengan misi dan nilai perusahaan. Raul Anibal Etcheverry, “Corporate Social Responsibility – CSR”, 23 Pen State International Law Review, 2005, hal. 498-499. 23 Indonesia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009, LN Nomor 171 Tahun 2008, TLN Nomor. 4920, Psl 1 ayat (6). 24 Dalam kegiatan Huku Minyak dan Gas Bumi lazim digunakan istilah kontrak untuk menunjukkan perjanjian antara pemerintah dengan KKKS. 25 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007), Psl 1313. 26 Prof. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2004), hal. 1., memberikan penjelasan bahwa kontrak merupakan pengertian yang lebih sempit dari perjanjian karena kontrak ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis. 21 7 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara (Lembaran Negara 1961, No. 245) yang berlaku umum untuk anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berlaku umum disebagian wilayah negara, misalnya: Jachtordonantie Java en Madoera 1940, staatsblad 1939, No. 733 (Ordonansi Perburuhan untuk Jawa dan Madura), yang hanya berlaku di Jawa dan Madura.27 Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu memahami data dengan cara mengumpulkan, menyaring, menganalisa, dan menyimpulkan data-data yang diperoleh selama penelitian secara sistematis. Penulis pilih pendekatan ini dengan melihat bahwa penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif sehingga pendekatan secara kualitatif lebih memudahkan penulis dalam mengkonstruksi, menganalisa, serta menyimpulkan data yang diperoleh. PEMBAHASAN Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Umumnya Tujuan perusahaan berdasarkan teori ekonomi mikro yaitu mencari keuntugan (laba) yang merupakan kompensasi atas resiko yang ditanggung oleh perusahaan.28 Atas dasar pemikiran tersebut pelaku usaha memandang perusahaan sebagai suatu entitas yang menitiberatkan aktivitasnya pada aspek ekonomi yang berlandaskan pada hukum sebagai batasannya. Batasan tersebut berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal berkaitan dengan perusahaan. Hal ini menyebabkan perusahaan mempunyai tanggung jawab hukum.29 27 Purnadi Purbacaraka dan DR. Soerjono Soekanto, Bahan P.T.H.I Perundang-Undangan dan Yurisprudensi, Cet. II (Bandung: PT. Alumni, 1986), hal. 13-14. 28 Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi), (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008), hal. 133. 29 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hal. 87. 8 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Perkembangan pemikiran didalam dunia bisnis menyebabkan munculnya ide atas etika bisnis yang melihat perusahaan tidak hanya sekedar untuk mencari keuntungan atau memenuhi tanggung jawab hukum sebagai suatu entitas bisnis saja, namun melihatnya sebagai suatu usaha yang bermartabat. Etika bisnis merupakan pedoman bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya. Di dalam etika bisnis terdapat prinsip-prinsip yang harus dipatuhi oleh pelaku usaha/ pengusaha, yaitu:30 1. Prinsip Otonomi yang merupakan kewenangan perusahaan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang di anggap baik untuk dilakukan tanpa melupakan kewajibannya. Kebebasan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. 2. Prinsip kejujuran yang merupakan etika perusahaan untuk jujur dalam memenuhi syaratsyarat perjanjian, penawaran barang dan jasa dengan mutu yang sebanding, dan hubungan kerja dalam perusahaan. 3. Prinsip Keadilan merupakan tuntutan bagi perusahaan untuk memperlakukan orang lain secara adil sesuai aturan dan kriteria yang rasional yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga setiap orang mendapat perlakuan sesuai dengan haknya masing-masing. 4. Prinsip Saling Menguntungkan merupakan prinsip yang menuntut perusahaan menjalankan bisnis secara baik sehingga menguntungkan semua pihak. 5. Prinsip Integritas Moral merupakan tuntutan internal dari perusahaan agar menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik dari perusahaannya. Prinsip ini mengusahakan perusahaan tetap mendapatkan kepercayaan dengan menjalankan bisnis yang baik, yaitu dengan bertindak secara adil, jujur, dan etis kepada pihak lain. Munculnya pemikiran atas pemikiran-pemikiran tersebut membuat perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab hukum, namun perusahaan juga dituntut untuk memenuhi tanggung jawab lainnya yaitu tanggung jawab sosial-moral.31 Ide mengenai tanggung jawab moral perusahaan muncul berdasarkan prinsip integritas moral yang terdapat dalam prinsip etika bisnis tersebut yang kemudian berkembang menjadi konsep Corporate Social Responsibility (CSR).32 Prinsip tersebut telah menyebabkan cakupan CSR tidak hanya pada kewajiban-kewajiban 30 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 74. 31 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, Op. Cit., hal. 87 32 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Doktrin, Peraturan Perundang-undangan dan Yurisprudensi, (Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2009), hal. 130. 9 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 “moral”nya seperti: perlindungan dan pelestarian lingkungan; Hak-hak asasi manusia; hak-hak tenaga kerja; Pendidikan; Kesejahteraan Masyarakat setempat; Kesehatan dan lain-lain.33 2.2 Sejarah Corporate Social Responsibility Sejarah mengenai pemikiran terhadap aspek sosial dan lingkungan dalam dunia bisnis telah muncul bersamaan dengan adanya perdagangan dan bisnis itu sendiri.34 Terjadinya industrialisasi menyebabkan perubahan besar terhadap masyarakat dan lingkungan.35 Dampak dari industrialisasi adalah pada abad ke-19 para pekerja mengalami eksploitasi secara sistematik dimana mereka memperoleh upah yang rendah, lingkungan kerja yang seadanya dan sangat tidak manusiawi, harus bekerja dengan disiplin militer, diberhentikan dan mengalami pengangguran. Para pemberi kerja sampai pada tahun 1920-an berkeinginan untuk melupakan atau mengangkat eksploitasi tersebut dengan meningkatkan keadaan kerja yang lebih manusiawi dan lebih kondusif.36 Di dekade yang sama, diskusi mengenai CSR berkembang ke arah yang di kenal sebagai permulaan gerakan CSR modern. Pada Tahun 1929, terdapat pandangan bahwa bisnis dimulai sejak berabad-abad lalu sebelum permulaan dari sejarah, namun bisnis selalu berkembang dalam cakupan yang luas tanpa ia dapat mengantisipasi bagaimana cara mengendalikan perubahannya tersebut dan menyadari tanggung jawabnya bagi masa depan masyarakat.37 Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep tata kelola perusahaan yang baik. Program CSR juga biasa digunakan oleh perusahaan dalam upaya membangun citra dan reputasi perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan baik dari konsumen maupun mitra bisnis perusahaan tersebut. Semangat CSR diharapkan mampu membantu menciptakan keseimbangan antara perusahaan, masyarakat dan lingkungan. 2.3 Pengertian mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) 33 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) RI, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Pengembangan Masyarakat (Community Development) Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan, (Jakarta: Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2007), hal. 11-12. 34 Sutan Remy Sjahdeni, “Corporate Social Responsibility”, Jurnal Hukum Bisnis, (Vol. 26, No. 3, Tahun 2007), Loc. Cit., hal. 60. 35 “History of Corporate Social Responsibility and Sustainibility”, http://www.brass.cf.ac.uk/uploads/History_L3.pdf, diakses tanggal 28 Mei 2013, pukul 14.35 WIB. 36 Sutan Remy Sjahdeni, “Corporate Social Responsibility”, Jurnal Hukum Bisnis Op. Cit., hal. 60. 37 J.J. Asongu, “The History of Corporate Social Responsibility”, Journal of Business and Public Policy, (Vol. 1 Number 2, Spring 2007), hal. 8. Mengutip Wallace B. Donham dalam pidatonya yang disampaikan di Nort Western University, “Business started long centuries before the dawn of history, but business as we know now it is new-new in its broaddening scope, new in its social significance. Business has not learned how to handle these changes, nor does it recognize the magnitude of its responsibilities for the future of civilization.”. 10 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Perusahaan merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat modern, karena perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan manusia guna memenuhi kehidupannya. Selain itu, perusahaan juga sebagai salah satu sumber pendapatan negara melalui pajak dan wadah tenaga kerja. Menurut Dwi Tuti Muryati, perusahaan merupakan lembaga yang secara sadar didirikan untuk melakukan kegiatan yang terus menerus untuk mendayagunakan sumber daya manusia sehingga menjadi barang dan jasa yang bermanfaat secara ekonomis.38 Menurut Sri Rejeki Hartono, aktivitas menjalankan perusahaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dalam pengertian yang tidak terputus-putus, kegiatan tersebut dilakukan secara terang-terangan dalam pengertian sah/legal, dan dalam rangka untuk memperoleh keuntungan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.39 Menurut Menteri Kehakiman Nederland (Minister van Justitie Nederland) dalam memori jawaban kepada parlemen menafsirkan pengertian perusahaan sebagai berikut: “Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan apabila pihak yang berkepentingan bertindak secara tidak terputus-putus, terangterangan, serta di dalam kedudukan tertentu untuk memperoleh laba bagi dirinya sendiri.40 Menurut Molengraaf pengertian perusahaan sebagai berikut:41 Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan bila secara terus menerus bertindak ke luar untuk memperoleh penghasilan dengan mempergunakan atau menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan. Sementara Polak menambahkan pengertian perusahaan sebagai berikut:42 “Suatu Perusahaan harus mempunyai “keharusan melakukan pembukuan”. Secara jelas pengertian perusahaan ini dijumpai dalam pasal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang dinyatakan sebagai berikut:43 “Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, didirikan, bekerja, serta berkedudukan di wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh laba/ keuntungan. 2.4 Pengertian Harta Bersama CSR Sebagai Kewajiban Perusahaan 38 Dikutip dari Dwi Tuti Mulyati, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Kaitannya dengan Kebijakan Lingkungan Hidup, Jurnal Law Reform, Pembaharuan Hukum, volume 3/ No.1, Program Majister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Semarang: Februari, 2007), hal. 30. 39 Sri Rejeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, (Malang: BayuMedia, 2007), hal. 15. 40 Zaeni Asyahadie, Hukum Bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), hal. 33. 41 Ibid., hal. 34 42 Ibid. 43 Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, , TLN No, 3214 Tahun 1982, Pasal 1 huruf b. 11 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Pada Tahun 2001, ISO merupakan suatu lembaga internasional dalam perumusan standar atau pedoman, menggagaskan perlunya standar tanggung jawab sosial perusahaan (CSR Standard). Setelah mengalami diskusi panjang selama hampir 4 tahun tentang gagasan ini, akhirnya Dewan manajemen ISO menetapkan bahwa yang diperlukan adalah Standar Tanggung jawab Sosial atau Social Responsibility Standard (ISO, 2005). CSR merupakan salah satu bagian dari SR (Social Responsibility). Tidak hanya perusahaan yang perlu terpanggil untuk melakukan SR, tetapi semua organisasi termasuk pemerintah dan LSM.44 Sejak Januari 2005 dibentuk kelompok kerja ISO 26000 untuk merumuskan draft Standar SR. Definisi tanggung jawab sosial (Social Responsibility), berdasarkan dokumen draft dokumen ISO 26000, adalah etika dan tindakan terkait tanggung jawab organisasi dalam berbagai pihak dengan cara-cara yang konsisten dengan kebutuhan masyarakat. Social Responsibility (SR) merupakan kepedulian dan tindakan manajemen organisasi pada masyarakat dan lingkungan, disamping harus menaati aspek legal yang berlaku. ISO 26000 memberikan prinsip-prinsip dasar, isu-isu universal dan kerangka pikir yang menjadi landasan umum bagi penyelenggaraan Social Responsibility oleh setiap organisasi, tanpa membedakan ukuran dan jenis organisasi. ISO 26000 tidak dimaksudkan untuk menjadi standar sistem manajemen dan tidak untuk sertifikasi perusahaan. ISO 26000 juga tidak dimaksudkan untuk menggantikan konsensus internasional yang sudah ada, tetapi untuk melengkapi dan memperkuat berbagai konsensus internasional, misalnya lingkungan, hak asasi manusia, perlindungan pekerja, dan lain sebagainya. Prinsip penyelenggaraan SR antara lain terkait dengan pembangunan berkelanjutan, penentuan dan perlipatan stakeholders; komunikasi kebijakan kinerja SR; pernghargaan terhadap nilai-nilai universal, pengintegrasian SR dalam kegiatan normal organisasi. Oleh karena itu, ada tujuh isu utama dalam perumusan ISO 26000 Guidance Standard on Social Responsibility, yaitu:45 1. Tata Organisasi, berhubungan dengan proses pembuatan keputusan dan struktur (organizational governance). 2. Hak Asasi Manusia (HAM), berhubungan dengan aspek uji tuntas (due diligence); resiko situasi HAM; menghindari keterlibatan; menyelesaikan keluhan; diskriminasi dan 44 HAM Hardiansyah, CSR dan Modal Sosial untuk Membangun Sinergi, Kemitraan Bagi Upaya Pengentasan Kemiskinan, Loc. Cit. 45 Ecologia, The Handbook for Implementers of ISO 26000, Global Guidance Standard on Social Responsibility, (Middleburry Vermont: Ecologia, 2010), hal. 27-33 12 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 kelompok rentan; hak-hak sipil dan politik; hak ekonomi, sosial, dan budaya; hak fundamental di tempat kerja. 3. Praktek ketenagakerjaan, terdiri dari pekerjaan dan hubungan pekerjaan; keadaan kerja dan perlindungan sosial; dialog sosial; kesehatan dan keselamatan kerja; pengembangan sumber daya manusia dan pelatihan di tempat kerja. 4. Lingkungan, terdiri dari pencegahan polusi; penggunaan sumber daya yang berkelanjutan; pemecahan masalah perubahan iklim dan penyesuaian; perlindungan dan pemulihan dari lingkungan alam. 5. Praktek berusaha yang adil, terdiri dari anti korupsi; keikutsertaan yang bertanggung jawab dalam politik; kompetisi yang adil dan sehat; mempromosikan tanggung jawab sosial dalam lingkup pengaruh; menghormati Hak Kekayaan Intelektual (HKI). 6. Isu konsumen, terdiri dari pemasaran yang jujur, informasi yang faktual, tidak bias dan praktek berkontrak yang jujur; melindungi kesehatan dan keamanan konsumen; konsumsi yang berkelanjutan; pelayanan konsumen, pendukung dan penyelesaian sengketa; perlindungan data konsumen dan privasi; akses ke pelayanan penting; pendidikan dan kesadaran. 7. Keikutsertaan dan pengembangan masyarakat terdiri dari, keikutsertaan masyarakat; pendidikan dan kebudayaan; penciptaan kerja dan pengembangan keahlian; pengembangan dan akses teknologi; penciptaan kekayaan dan pendapatan; kesehatan; dan investasi sosial. Ruang lingkup yang diberikan oleh ISO 26000 bukanlah suatu kewajiban, namun menjadi pedoman dalam menentukan ruang lingkup CSR di Indonesia.46 2.5 Manfaat Corporate Social Responsibility Eksistensi CSR dalam dunia usaha diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak seperti karyawan, masyarakat, lingkungan dan bahkan bagi perusahaan itu sendiri. Oleh karena pelaksanaan CSR tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat, namun dapat juga memberikan manfaat langsung bagi perusahaan, dimana konsumen bukan hanya sekedar memilih untuk membeli dari perusahaan yang melaksanakan usahanya secara etis bahkan akan menuntut hal tersebut. adapun manfaat langsung dari pelaksanaan CSR bagi perusahaan adalah sebagai berikut: 46 Mas Achmad Daniri, “CSR Based on ISO 26000 Guidance Standard on Social Responsibility”, Op.Cit. 13 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 1. Meningkatkan pencitraan yang baik mengenai perusahaan tersebut sehingga dapat mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan merk perusahaan;47 2. Memudahkan perusahaan untuk dapat melakukan rekrutmen pegawai yang berkualitas dan memiliki reputasi yang baik;48 3. Membuat pegawai lebih nyaman untuk bekerja di perusahaan yang melaksanakan CSR sehingga meningkatkan semangat dan produktivitas pegawai;49 4. Menghasilkan hubungan-hubungan yang baik dengan otoritas setempat sehingga meningkatkan kepercayaan dari pemerintah dan dapat memberikan pengaruhnya kepada pemerintah.50 Selain itu dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perusahaan tersebut yang berdampak pada peningkatan kesuksesan perusahaan tersebut, seperti memperoleh social license.51 5. Membuat perusahaan lebih kompetitif dan dapat mereduksi resiko bisnis perusahaan;52 6. Memperoleh manfaat ekonomis berupa kepercayaan dari investor dan lembaga pemberi pinjaman untuk memperoleh dana investasi atau memberikan tambahan kredit bagi perusahaan tersebut.53 Manfaat ekonomis lainnya adalah perusahaan dapat melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha, dan membuka peluang pasar yang lebih luas.54 7. Menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan atau sustainibility development, dimana perusahaan menjamin kegiatan usahanya juga dapat memberikan manfaat bagi masa yang akan datang. Masyarakat memiliki jaminan terjadinya peluang kegiatan ekonomi di masa yang akan datang, terciptanya sumber daya manusia yang handal, tidak hilangnya sumber daya alam dan peningkatan taraf hidup masyarakat.55 47 Hendrik Budi Untung, “Corporate Social Responsibility”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 6. Dhaniswara K. Harjono, Pembaruan Hukum Perseroan Terbatas: Tinjauan Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta: Pusat Pengembangan Hukum dan Bisnis Indonesia, 2008), hal. 435. 49 Hendrik Budi Untung, “Corporate Social Responsibility”, Op. Cit., hal. 6. 50 Arief Budimanta, Adi Prasetijo, dan Bambang Rudito, Corporate Social Responsibility; Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini, (Jakarta: Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD), 2004), hal. 116. 51 Ibid. 52 Hendrik Budi Untung, “Corporate Social Responsibility”, Op. Cit., hal. 6. 53 Dhaniswara K. Harjono, Pembaruan Hukum Perseroan Terbatas: Tinjauan Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Op. Cit., hal. 436 54 Hendrik Budi Untung, “Corporate Social Responsibility”, Op.Cit., hal. 6. 55 Arief Budimanta, Adi Prasetijo, dan Bambang Rudito, Corporate Social Responsibility; Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini, Loc. Cit., hal. 116 48 14 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Manfaat tersebut akan diperoleh maksimal, jika perusahaan dalam melaksanakan kebijakan CSR bertujuan tidak hanya memberikan manfaat internal tetapi juga manfaat eksternal bagi perusahaan.56 Tinjauan Umum Tentang Bentuk Usaha Tetap (BUT) Sedikitnya ada 2 (dua) perubahan besar yang diakibatkan oleh globalisasi. Yang pertama adalah bahwa era globalisasi yang diwarnai dengan tumbuhnya kawasan bebas perdagangan, jasa dan modal (misal: NAFTA, European Community, dan terakhir AFTA), transaksi internasional telah bertumbuh dengan pesatnya baik dari sisi frekuensi maupun volumenya. Kemudian yang kedua adalah masuknya investasi asing ke suatu negara dalam bentuk portfolio investment dan foreign direct investment mengakibatkan implikasi yang luas baik dari sosial, ekonomi, hukum, dan keamanan terhadap negara pengimpor modal (importing capital countries) misalnya Indonesia.57 Dalam melakukan investasi langsung di Indonesia, investor asing dapat melakukannya dalam joint venture dengan perusahaan asing lainnya dan perusahaan lokal. Umumnya, perusahaan ini berbentuk penanaman modal asing dan berbadan hukum Indonesia sehingga perusahaan penanaman modal asing adalah wajib pajak dalam negeri (resident taxpayer). Selain itu, perusahaan asing dapat menjalankan usahanya dalam bentuk usaha di Indonesia. ini yang disebut dengan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Apabila investor asing menjalankan bisnisnya di Indonesia melalui BUT (a permanent establishment ) berarti bahwa perusahaan tersebut tidak berbadan hukum Indonesia sehingga BUT adalah bukan wajib pajak dalam negeri.58 Bentuk Usaha Tetap (BUT) pada awalnya dikenal dalam istilah perpajakan, namun selain dalam bidang perpajakan BUT juga dikenal dalam peraturan di sektor perminyakan dan gas bumi di Indonesia. Oleh karena itu, sebenarnya Bentuk Usaha Tetap (BUT) bukan merupakan Bentuk Usaha yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas, CV, atau firma di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap (BUT) lahir karena adanya perjanjian antara kedua belah pihak yang mengadakan perikatan perjanjian untuk melakukan suatu usaha di Indonesia, maka Bentuk Usaha Tetap (BUT) tidak melahirkan suatu Badan Hukum yang baru di Indonesia. 56 Dhaniswara K. Harjono, Pembaruan Hukum Perseroan Terbatas: Tinjauan Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Loc. Cit., hal. 437 57 http://www.ORTax(observation_and_research_of_Taxation)/.com., Di akses pada tanggal 9 Juni 2013, pukul 09.00 WIB 58 Ibid. 15 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Pengertian dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) saat ini terdapat dalam berbagai sumber, antara lain adalah dalam Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyebutkan bahwa “ Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di republik Indonesia.”59 Lalu, berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan, Bentuk Usaha Tetap adalah “bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia”, yang dapat berupa:60 a) Tempat kedudukan manajemen; b) Cabang perusahaan; c) Kantor perwakilan; d) Gedung kantor; e) Pabrik; f) Bengkel; g) Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan; h) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; i) Proyek kosntruksi, instalasi, atau proyek perakitan; j) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan; k) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; l) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia. 59 Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, TLN Indonesia No, 4152 Tahun 2001, Psl 1 angka 18. 60 Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, LN No. 127 tahun 2000, psl 2 ayat (5). 16 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 3.1.2. Cakupan Penghasilan Suatu BUT BUT merupakan perusahaan yang memiliki pusat di luar negeri, namun untuk BUT-nya sendiri diperlakukan sebagai Subyek Pajak Dalam Negeri. Sebagaimana perusahaan pada umumnya di dalam negeri, setiap penghasilan yang diterima BUT tidak selamanya Obyek Pajak. Yang menjadi Obyek Pajak Bentuk Usaha Tetap adalah sebagai berikut:61 a) Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; b) Penghasilan dari kantor pusat atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 Undang-Undang tentang Penghasilan Pajak yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan yang dimaksud.62 Atas penghasilan kantor pusat yang digabung ke BUT Indonesia, jika telah dilakukan pemotongan oleh pihak lain, maka Pajak Penghasilan yang tercantum dalam Pasal 26 UndangUndang tentang Pajak Penghasilan yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan atau menjadi tidak final (berdasarkan pada Pasal 26 ayat 5 huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan). Sedangkan biaya yang dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto atas obyek BUT adalah sebagai berikut:63 • Biaya-biaya yang terkait dengan kegiatan usaha BUT; • Biaya-biaya yang terkait sehubungan dengan penghasilan kantor pusat yang penghasilannya dihitung kembali di BUT; • Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan sebagai biaya adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Dirjen Pajak No. 62/PJ./1995. • Biaya administrasi tersebut maksimal sebanding dengan besarnya peredaran usaha BUT di Indonesia terhadap seluruh peredaran usaha perusahaan di seluruh dunia. 61 http://www.e-book_perpajakan_internasional_indonesia/pdf ., Loc. Cit., hal. 426. Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Loc. Cit., psl 26. 63 Ibid. 62 17 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 • Dengan demikian dibutuhkan laporan keuangan konsolidasi yang meliputi seluruh usaha atau kegiatan diseluruh dunia untuk tahun pajak yang bersangkutan dan harus diaudit oleh Akuntan Publik yang mengungkapkan rincian peredaran usaha perusahaan serta jenis dan besarnya biaya administrasi yang dibebankan pada masing-masing BUT di negara tempat BUT tersebut berada. Pembayaran kantor pusat yang tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah:64 • Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya; • Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya; • Bunga kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan; • Berdasarkan atas SE-08/PJ.42/2000, tanggal 18 April 2000 menegaskan bahwa keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang terjadi akibat fluktuasi nilai rupiah pada perkiraan hutang kepada kantor pusat suatu Bentuk Usaha Tetap tidak diperbolehkan untuk dibebankan sebagai biaya atau diakui sebagai penghasilan bagi BUT yang bersangkutan; • Pembayaran yang diterima atas Imbalan, Bunga dan Royalti yang diterima oleh kantor pusat tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan. Berdasarkan uraian diatas, kategori penghasilan yang dimasukkan ke dalam BUT adalah sebagai berikut: • Berdasarkan penghasilan dimana ia diperoleh labanya; • Berdasarkan penarikan penghasilan kantor pusat ke BUT di Indonesia, apabila terjadi usaha yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, hal ini agar tidak terjadi pengelakan pajak yang timbul akibat penghasilan di Indonesia; • Dikenakan withholding tax PPh Pasal 26, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan yang dimaksud. 64 Ibid., hal. 427 18 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Hal ini dilakukan agar pembayaran dividen, royalti, bunga dan imbalan jasa lainnya, tidak dimanfaatkan sebagai dividen terselubung, sehingga tetap dikenakan PPh Pasal 26, namun bukan merupakan obyek BUT di Indonesia. 3.2 Tinjauan Tentang Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pengaturannya di Indonesia Kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan tidak dapat dilepaskan dari adanya masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholder).65 Hal ini menjadikan suatu perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat yang terkait dengan perusahaan tersebut.66 Masyarakat dalam hal ini dapat merupakan masyarakat di suatu negara atau di beberapa negara. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di sekitar perusahaan tersebut berada.67 Dalam perkembangannya, terdapat berbagai macam pendapat mengenai CSR. Corporate Social Responsibility berawal dari rasa tanggung jawab secara personal pada suatu lingkungan dunia usaha yang muncul dari pribadi-pribadi yang peka terhadap sesama.68 Pandangan ini menyebabkan CSR dipandang tidak lebih dari sekadar charity atau amal saja, padahal makna CSR adalah lebih dari itu. Secara filosofis, konsep CSR dikategorikan ke dalam tiga paradigma, yaitu: Pristine Capitalist, Social Contract, dan Enlightened Self-Interest.69 Paradigma pertama yakni pristine capitalist berpandangan bahwa satu-satunya tanggung jawab sosial bagi sebuah bisnis adalah menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham, untuk tumbuh, berkembang, dan melaksanakan efisiensi ekonomi dengan penggunaan sumber daya sedemikian rupa selama tetap menaati peraturan. Maksud dari menaati peraturan adalah dengan tidak berlaku curang dalam sebuah sistem kompetisi bebas dan terbuka sehingga semua konotasi tanggung jawab sosial diluar definisi diatas dianggap sebagai penyalahgunaan dana pemegang saham.70 Paham social contract berpendapat bahwa sebuah perusahaan dapat berusaha dalam perekonomian karena adanya kontrak sosial dengan masyarakat dan oleh karena itu bertanggung 65 Sutan Remy Sjahdeni, “Corporate Social Responsibility”, Jurnal Hukum Bisnis, (Vol. 26 No. 3 Tahun 2007), hal. 61. 66 J.J. Asongu, Strategic Corporate Social Responsibility in Practice, (Lawrenceville: Greenview Publishing Company, 2007), hal. 17 67 Ibid. 68 Sri Redjeki Hartono, “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Suatu Kajian Komprehensif”, Jurnal Legislasi Indonesia, (Vol. 6, No. 2, Juni 2009), hal 339. 69 Dwi Hartanti, “Makna Corporate Social Responsibility: Sejarah dan Perkembangannya”, Majalah Economics Business and Accounting Review, (Edisi 3, September-Desember 2006), hal. 113. 70 Ibid. 19 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 jawab atau terikat dengan keinginan masyarakat tersebut.71 Sehingga perusahaan bertindak sebagai agen moral yang harus memaksimalkan manfaat/ keuntungan sosial bagi masyarakat. Sedangkan enlightened self-interest berada di sisi pertengahan yang mana menurut pandangan ini stabilitas dan kemakmuran ekonomi jangka panjang hanya akan dapat dicapai perusahaan jika perusahaan juga memasukkan unsur tanggung jawab sosial kepada masyarakat paling tidak dalam tingkat yang minimal.72 Dari ketiga paham tersebut enlightened self-interest menjadi konsep yang paling ideal, namun paham tersebut masih memiliki kekurangan yaitu unsur reward dan sanksi sangat berperan dalam pemilihan level CSR yang diinginkan bagi para penganut paham ini.73 Jika perusahaan tidak merasakan ada tekanan untuk berperilaku sosial maka akan memberikan kemungkinan untuk perusahaan untuk tidak bertanggung jawab. Pelaksanaan CSR di Indonesia identik dengan community development karena penerapan CSR tidak terlepas dari konteks kemasyarakatan dimana kegiatan tersebut dijalankan.74 Community development menitikberatkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.75 Namun CSR tidak hanya bertumpu pada community development saja melainkan terdapat aspek lain yang dirumuskan dalam tiga komponen yang dikenal dengan Triple Bottom Line yakni aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.76 Dengan pelaksanaan CSR yang bertumpu pada tiga aspek tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).77 Ketentuan CSR di Indonesia telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal78, 71 Dody Prayogo, “Corporate Social Responsibility, Social Justice, dan Distributive Welfare Dalam Industri Tambang dan Migas Indonesia”, Jurnal Galang, (Vol. 3, No. 3, Desember 2008), hal.61. 72 Ibid., hal. 114. 73 Ibid., hal. 115 74 Noke Kiroyan, “Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate Social Responsibility (CSR), Adakah Kaitan Antara Keduanya?”, Majalah Economics Business and Accounting Review, Edisi 3, (SeptemberDesember 2006), hal. 52. 75 Ibid., hal. 53. 76 Teguh Sri Pambudi, “CEO dan CSR: Antara Citra dan Kepedulian”, Majalah Economics Business and Accounting Review, Edisi 3, (September-Desember 2006), hal. 12. 77 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) RI, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Pengembangan Masyarakat (Community Development) Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan, (Jakarta: Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2007), hal. 13. 78 Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, LN No. 67 Tahun 2007, TLN No. 4724, Psl 15 huruf (b), yang berbunyi: “Setiap penanam modal berkewajiban: a) Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b) Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;....” 20 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara79, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas BUmi80, serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas81 pada Pasal 74 yang menyatakan bahwa Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) merupakan kewajiban bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau yang berkaitan dengan sumber daya alam.82 Unsur kewajiban tersebut terlihat dari pengaturan mengenai sumber pembiayaan TJSL yang harus berasal dari biaya yang dianggarkan dan dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.83 Meskipun telah menjadi sebuah kewajiban, namun sanksi yang diberikan bagi perusahaan yang melanggar atau yang tidak melaksanakan TJSL tidak diatur dengan jelas dalam beberapa peraturan perundangundangan yang mencantumkan ketentuan mengenai TJSL tersebut sehingga banyak terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan TJSL oleh perusahaan-perusahaan yang berkegiatan di Indonesia. 3.2.1. Pengaturan Corporate Social Responsibility di Indonesia CSR sebagaimana telah disinggung di atas merupakan bentuk derivasi dari etika bisnis sehingga keberlakuannya dalam dunia bisnis pada mulanya hanya sebatas charity atau amal saja yang mempunyai sifat sukarela. Namun, sebagai bentuk keberlanjutan dari pengembangan sustainable development, pemerintah mengatur mengenai CSR dalam peraturan perundangundangan. Meskipun pengaturan CSR belum diatur dalam suatu perundang-undangan yang berdiri sendiri dan khusus, namun pengaturannya terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang lain yang berkaitan dengan pelaksanaan CSR tersebut. Beberapa pengaturan yang berlaku di Indonesia terkait dengan Corporate Social Responsibility (CSR), adalah sebagai berikut: 1. Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Selain Undang-Undang Nomor 25 79 Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, LN No. 70 Tahun 2003, TLN No. 4297, Psl 88 ayat (1), yang berbunyi: “BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/ koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.” 80 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) merupakan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam arti sempit. Untuk selanjutnya TJSL dipersamakan dengan CSR. 81 Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, LN. 106 Tahun 2007, TLN No. 7456, Psl 74 ayat (1). 82 Ibid., Psl 74 ayat (2). 83 Dhaniswara K. Hardjono, Pembaruan Hukum Perseroan Terbatas: Tinjauan Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta: Pusat Pengembangan Hukum dan Bisnis Indonesia, 2008), hal. 438. 21 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal84, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah salah satu peraturan perundang-undangan di Indonesia yang memberikan definisi CSR sebagai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).85 Pengertian tersebut tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi, “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”. Pada pasal tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa TJSL merupakan tindak lanjut dari pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable development). Hal tersebut berarti Perseroan Terbatas (PT) diharapkan menjadi salah satu wadah yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat sebagai eksternal stakeholder, kesejahteraan karyawan maupun keluarganya sebagai internal stakeholder, serta lingkungan.86 Tujuan adanya ketentuan ini adalah untuk mendukung terjalinnya hubungan PT yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat, maka ditentukan bahwa PT yang berkegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.87 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur secara spesifik mengenai TJSL pada Pasal 74, ketentuan pasal tersebut berbunyi: Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. 84 Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Loc. Cit., Penjelasan Psl 15 huruf (b). 85 Amrul Partomuan Pohan, “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vo. 6 No. 2, (Juni, 2009), hal. 347, Penggunaan istilah TJSL pada UU PT bertujuan untuk menekankan pentingnya peran perseroan untuk turut serta dalam pemeliharaan lingkungan hidup, baik yang ada di sekitar lokasi tempat beroperasinya perseroan, maupun di tempat lainnya yang berada di luar atau yang tidak terkait langsung dengan ruang lingkup usaha perseroan. 86 Sutan Remy Sjahdeni, “Corporate Social Responsibility”, Jurnal Hukum Bisnis Loc. Cit., hal. 61. 87 Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Penjelasan Umum UU No. 40 Tahun 2007, Par. 9. 22 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) merupakan dasar bertindak bagi BUMN sebagai badan usaha pemerintah yang memiliki peran sebagai salah satu pelaku usaha dalam aktivitas pengembangan pereknomian nasional.88 Definisi BUMN terdapat dalam Pasal 1 butir ke-1 yang berbunyi, “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”.89 Definisi tersebut menjelaskan bahwa BUMN memperoleh modal, baik itu sebagian maupun seluruhnya, dari negara. Modal tersebut secara tidak langsung bersumber dari masyarakat yang mana diperoleh dari berbagai sektor seperti sektor perpajakan. Hal tersebut menyebabkan masyarakat menjadi suatu komponen penting yang berkaitan erat dengan BUMN yaitu sebagai stakeholder. Hubungan antara BUMN dengan masyarakat tidak hanya terletak pada peran masyarakat sebagai salah satu stakeholder dari BUMN saja, namun hubungan tersebut juga dapat dilihat dari tujuan BUMN yang tercantum di dalam BUMN. Tujuan didirikannya BUMN salah satunya adalah menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, selain tujuannya untuk mencari keuntungan dan memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional.90 Tujuan tersebut memberikan gambaran bahwa orientasi BUMN tidak hanya sekedar mencari keuntungan namun juga berorientasi kepada masyarakat. Tujuan ini yang 88 “Landasan Hukum BUMN”, http://www.bumn.go.id/tentang-kami-kementerian-bumn/landasan-hukum/, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 23.54 WIB 89 Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Loc. Cit., Psl 1 butir 1. 90 Ibid., Psl 2 ayat (1). 23 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 menjadi dasar pelaksanaan CSR bagi BUMN. Ketentuan yang menjadi dasar pelaksanaan CSR diatur dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. CSR yang dilakukan oleh BUMN, yang terdiri dari perusahaan umum91 dan perusahaan perseroan92, berupa program kemitraan dan program bina lingkungan.93 Pelaksanaan kebijakan CSR bagi perum, dilaksanakan berdasarkan persetujuan Menteri.94 Sedangkan pelaksanaan kebijakan CSR bagi persero harus berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).95 Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.96 Sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.97 Pelaksanaan kedua program tersebut berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP) serta dipertanggungjawabkan dalam laporan berkala triwulan dan tahunan.98 SOP serta pertanggungjawaban tersebut memberikan gambaran keseriusan BUMN dalam menerapkan CSR demi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable development). 91 Ibid., Psl 1 ayat (4). Perusahaan umum (Perum) adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan pengelolaan perusahaan. 92 Ibid., Psl 1 ayat (2), Perusahaan Perseroan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 93 Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Op. Cit., Psl 88 ayat (1) jo. Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha kecil dan Program Bina Lingkungan, Per05/MBU/2007, Psl 2 ayat (1). 94 Ibid., Psl 38 ayat (1) jo. Psl 66 ayat (2). 95 Ibid., Psl 14 ayat (1) jo. Psl 66 ayat (2). 96 Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, Op. Cit., Psl 1 ayat (6). 97 Ibid., Psl 1 ayat (7). 98 Ibid., Psl 5 huruf (b) dan (i). 24 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 3. Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Penanaman modal di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.99 Salah satu dari tujuan tersebut adalah mewujudkan kesejahteraan rakyat, yang berarti penanaman modal bersinggungan langsung dengan masyarakat. Upaya untuk mewujudkan kesejahteraan ini sangat erat hubungannya dengan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).100 UUPM mewajibkan seluruh penanam modal di bidang apapun untuk menjalankan CSR sehingga tidak terbatas hanya pada usaha di bidang/ berkaitan dengan sumber daya alam saja.101 Ruang lingkup CSR dalam UUPM dapat dilihat dari definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) yaitu tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.102 Ruang lingkup tersebut menunjukkan bahwa UUPM bertolak dari konsep tanggung jawab perusahaan pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (Triple Bottom Line).103 Namun demikian tujuan pelaksanaan CSR diarahkan sebagai sebuah komitmen perusahaan terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.104 Kewajiban hukum atas CSR ini mutlak untuk dilakukan karena jika tidak dilakukan maka akan dapat dikenakan sanksi administrasi berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan 99 Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Loc. Cit., Psl 3 ayat (2). Ibid., Psl 15 huruf (b). 101 Ibid., Psl 1 butir 4 jo. Psl 15 huruf (b), yang berbunyi: “Setiap penanam modal berkewajiban: a) Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b) Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; c) Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya ke Badan Koordinasi Penanaman modal; d) Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan e) Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.” 102 Ibid., Penjelasan Psl 15 Huruf (b). 103 Sukarni, “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dan Iklim Penanaman Modal”, http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-bisnis/84-tanggung-jawab-sosial-perusahaan-corporate-socialresponsibility-dan-iklim-penanaman -modal.html, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 07.18 WIB 104 Ibid. 100 25 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 usaha, pembekuan, hingga pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.105 4. Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pelaksanaan CSR pada kegiatan hulu migas mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam UU Migas dan peraturan pelaksanaannya. Dalam salah satu tujuan dari pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana yang tercantum dalam UU Migas, terdapat tujuan yang berkaitan dengan CSR. Tujuan yang dimaksud adalah menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.106 Tujuan tersebut tersirat menunjukkan bahwa hakikat dasar dari pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia termasuk kegiatan usaha migas adalah harus memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia selain memberi manfaat bagi KKKS.107 Hakikat tersebut merupakan amanah dari Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) yang berbunyi, “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”108 Upaya untuk mensejahterakan rakyat tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah dalam bentuk pembangunan saja, namun masyarakat harus pula dapat merasakan secara langsung manfaat sumber daya alam dari daerahnya tersebut. salah satu bentuk dari pemberian 105 Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Op. Cit., Psl 34 ayat (1), yang berbunyi: “Badan Usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a) Peringatan tertulis; b) Pembatasan kegiatan usaha; c) Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; dan d) Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. 106 Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Loc. Cit., Psl 3 yang berbunyi, “Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi bertujuan: a) Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan; b) Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha Pengelolaan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan;.....” 107 Ibid., Penjelasan Psl 4 ayat (1). 108 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Amandemen, Psl 33 ayat (3). 26 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 manfaat bagi masyarakat secara langsung adalah dengan melibatkan badan usaha109 atau bentuk usaha tetap110 yang merupakan KKKS. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah memperoleh manfaat langsung dengan mengeruk kekayaan alam Indonesia berupa minyak dan gas bumi, sebagai bentuk timbal balik dari eksplorasi dan eksploitasi tersebut, KKKS memiliki kewajiban untuk memberi manfaat kepada masyarakat.111 Manfaat tersebut dituangkan dalam bentuk penerapan CSR. Keikutsertaan KKKS dalam kegiatan CSR merupakan kewajiban yang diamanatkan oleh UU Migas karena KKKS memiliki kewajiban untuk mencantumkan ketentuan pokok di dalam KKKS mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup, pengembangan masyarakat sekitar dan jaminan hak-hak masyarakat adat.112 Keempat hal tersebut dapat dikategorikan sebagai ruang lingkup CSR yang secara jelas terdapat dalam UU Migas.113 Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan bentuk CSR yang diperuntukkan bagi stakeholder intern perusahaan yakni karyawan dan pekerja KKKS, sedangkan pengelolaan lingkungan hidup adalah bentuk CSR bagi stakeholder ekstern yakni lingkungan dilaksanakannya kegiatan usaha hulu migas. Secara eksplisit, UU Migas memberi kewajiban CSR dalam pengertian yang sempit yaitu hanya sebatas pada tanggung jawab KKKS untuk ikut mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.114 4.1 Profil Perusahaan X Sejarah mengenai Perusahaan X berawal dari The CITIC Group, sebelumnya China International Trust and Investment Corporation, adalah perusahaan investasi milik negara dari 109 Ibid., Psl 9 ayat (1). Badan Usaha (BU) terdiri dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), koperasi, dan usaha kecil. BU dapat menjalankan kegiatan hulu dan hilir. 110 Ibid., Psl 9 ayat (2). Bentuk Usaha Tetap (BUT) hanya dapat menjalankan kegiatan hulu minyak dan gas bumi. 111 “Bagi Hasil Migas Harus Dinikmati Masyarakat”, http://www.fkdpm.org/publikasi/berita-fkdpm/159bagi-hasil-harus-dinikmati-masyarakat.html, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 08.09 WIB. 112 Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Op. Cit., Psl 11 ayat (3). 113 Lihat Subbab 2.1.2 Mengenai Ruang Lingkup CSR A. Sonny Sucada, et. Al., Membumikan Bisnis Berkelanjutan: Memahami Konsep dan Praktek Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, (Jakarta: Indonesia Business Link, 2006), hal. 163, memandang pelaksanaan CSR tidak hanya menguntungkan perusahaan tetapi juga dapat mensejahterakan masyarakat sekitar maupun lingkungan, tempat perusahaan tersebut beroperasi. Kemudian CSR juga tidak hanya dilaksanakan hanya bagi stakeholder eksternal akan tetapi bagi para stakeholder internal di perusahaan itu sendiri. 114 Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001tentang Minyak dan Gas Bumi, Op. Cit., Psl 40 ayat (5). 27 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Republik Rakyat Cina. Kantor pusatnya terletak di Chaoyang District, Beijing. Tujuan awal dari didirikannya perusahaan tersebut adalah untuk “menarik dan memanfaatkan modal asing, memperkenalkan teknologi canggih, dan mengadopsi praktek internasional maju dan ilmiah dalam operasi dan manajemen”.115 Perusahaan X adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang melaksanakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan Kontrak Bagi Hasil atau bentuk Kontrak Kerja Sama di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perusahaan X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi minyak dan gas bumi yang terletak di provinsi Maluku Tengah.116 Perusahaan X berdiri di Indonesia sejak Tahun 2007. Perusahaan X merupakan salah satu anak perusahaan dari CITIC Resources Holding Ltd. yang didirikan di Bermuda pada Tahun 1997 dan merupakan anak perusahaan CITIC Group. CITIC Group yang didirikan pada tahun 1979 sebagai perusahaan negara yang mempunyai 44 anak perusahaan.117 4.2 Analisis Penerapan Program CSR (Corporate Social Responsibility) pada Perusahaan X Perusahaan X melaksanakan kegiatan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh BP Migas yang sekarang bernama SKK Migas. Kontrak Kerja Sama yang dilakukan oleh Perusahaan X selaku Kontraktor dengan SKK Migas selaku Fasilitator dapat dikenal juga dengan sebutan Production Sharing Contract (PSC). Production Sharing Contract (PSC) adalah skema pengelolaan sumber daya minyak dan gas (migas) dengan berpedoman kepada bagi hasil produksi, antara pemilik sumber daya dengan investor. PSC dimulai sejak tahun 1960-an terinspirasi dengan model pengelolaan bagi hasil di pertanian yang sudah turun temurun di Indonesia. Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract/ PSC) diberikan untuk mencari dan mengembangkan hidrokarbon di area tertentu sebelum berproduksi secara komersial. PSC berlaku untuk beberapa tahun tergantung pada syarat kontrak, tergantung pada penemuan minyak 115 http://en.wikipedia.org/wiki/CITIC_Group, diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 08.46 WIB. 116 http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-24366-2210106072-Chapter1.pdf, diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 08.50 WIB. 117 X Group Company Profile Presentation, ppt., (Lihat lampiran). 28 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 dan gas dalam jumlah komersial dalam suatu periode tertentu, meskipun pada umumnya periode ini dapat diperpanjang.118 Pengaturan kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sejak penjajahan Belanda sampai sekarang yang terakhir dengan dialihkannya BP Migas menjadi SKK Migas berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang kemudian diikuti penerbitan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3135 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas, Fungsi dan Organisasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Adapun pengaturan dan prosedur Kontrak Bagi Hasil (PSC) sudah ditentukan sepihak oleh pemerintah, dalam hal ini adalah badan pelaksana yaitu kementerian terkait dan para pihaknya adalah pemerintah dengan bentuk usaha tetap dan untuk penyelesaian sengketa dalam Kontrak Bagi Hasil (PSC) tidak diatur secara rinci dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi maupun dalam PP Nomor 35 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi tetapi didasarkan pada kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam kontrak.119 4.2.1 Penerapan Pengaturan Corporate Social Responsibility pada Perusahaan X Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi merupakan peraturan perundang-undangan Indonesia yang pertama kali mengamanatkan CSR sebagai salah satu kewajiban bagi pelaku usaha. Kontraktor Kontrak Kerja Sama sebagai subyek hukum yang diatur dalam undang-undang tersebut mempunyai keharusan untuk menjalankan CSR. Sejak UU Migas disahkan, program CSR menjadi bagian integral dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi hulu migas. Faktor yang menyebabkan CSR menjadi terintegralisasi dalam kegiatan hulu migas yaitu adanya pandangan bahwa CSR merupakan bentuk komitmen KKKS untuk berkontribusi dalam menciptakan sustainable development.120 Program CSR juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dimana perusahaan tersebut beroperasi sehingga tujuan dari kegiatan usaha 118 http://www.icel.or.id/2013/02/15/aspek-production-sharing-contract-dan-dokumen-migas/, diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 13.59 WIB. 119 http://journal.usm.ac.id/jurnal/laporan-penelitian/646/detail/, diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 14.15 WIB 120 BP Migas, “Tanggung Jawab Sosial Korporasi”, Buletin BP Migas (Edisi 16, Desember 2006), hal. 2. 29 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 migas yakni menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup, dapat tercapai.121 Perusahaan X merupakan suatu Bentuk Usaha Tetap, karena Badan Hukumnya tidak didirikan di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia.122 Bentuk Usaha Tetap dapat melakukan kegiatan usaha di Indonesia dengan mengadakan perjanjian untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia yang dikenal dengan Kontrak Kerja Sama (KKS) atau Production Sharing Contract (PSC). Didalam Kontrak Kerja Sama (KKS) tersebut, suatu Bentuk Usaha Tetap berlaku sebagai Kontraktor atau dapat dikenal sebagai pemborong dalam suatu proyek yang melakukan perjanjian suatu pekerjaan usaha bersama dengan Pemerintah Indonesia selaku fasilitator atau dapat disebut sebagai penyedia sumber daya alam. Di dalam Kontrak Kerja Sama (KKS)/ Production Sharing Contract (PSC), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mempunyai kewajiban dalam melaksanakan program tanggung jawab sosial dan lingkungan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Penerapan dan pengaturan mengenai program Corporate Social Responsibility (CSR) atau yang lebih dikenal dalam bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi sebagai Community Development, CSEL tetap tunduk dan wajib mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait dengan kewajibannya dalam melaksanakan program community development tersebut. Di dalam melaksanakan program Community Development-nya, CSEL berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi berikut peraturan pelaksanaannya dan juga berpedoman kepada ISO 26000. pengaturan mengenai community development dalam kegiatan usaha hulu migas, BP Migas (sekarang beralih menjadi SKK Migas) selaku badan pelaksana pada tahun 2005 menerbitkan pedoman pelaksanaan program pengembangan masyarakat yang terdapat dalam Pedoman Tata Kerja Nomor 17/PTK/III/2005 tentang Pedoman Pemberian Keterangan Darurat, Pedoman Program Pengembangan Masyarakat dan Pedoman Kehumasan Untuk 121 (f). Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Op. Cit, Psl 3 huruf 122 Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, LN No. 136 tahun 2001, psl 1 angka 18. 30 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Kontraktor Kontrak Kerja Sama di Lingkungan Kegiatan Hulu Migas (PTK No. 17/2005). Pedoman Tata Kerja No. 17/2005 merupakan gabungan dari tiga keputusan dalam kegiatan hulu migas yang dikeluarkan oleh Kepala BP Migas yang terdiri dari pemberian keterangan darurat; program pengembangan masyarakat; dan pedoman kehumasan. Program community development terdapat dalam buku II PTK No. 17/2005 berdasarkan dari Keputusan No. 666/BPD00000/2004S1.123 4.2.2 Penyimpangan Penerapan Pelaksanaan CSR Pada Perusahaan X Masih terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan CSR pada Perusahaan X sehingga hasil yang di dapat belum sesuai dengan harapan dan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku baginya. Penyebabnya adalah banyak program community development yang tidak tepat sasaran sehingga tidak efektif dan kurang membawa pengaruh bagi masyarakat dan lingkungan sekitar wilayah operasi untuk mendapat penghidupan yang lebih baik serta bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan (sustainable development). Kesenjangan dan penyimpangan dari program community development tersebut menyebabkan ketimpangan yang akan berakibat buruk bagi masyarakat yang berada di sekitar wilayah operasi Perusahaan X. Dalam melaksanakan kegiatan operasinya, terdapat indikasi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Perusahaan X apabila dilihat dari laporan-laporan WP&B yang dibuat oleh Perusahaan X dalam merancang anggaran rencana kerja dan anggaran untuk program community development. Terdapat beberapa temuan yang mengindikasikan bahwa anggaran dan dana pelaksanaan program community development juga dimasukkan ke dalam expenses cost recovery, yang seharusnya program-program tersebut adalah sepenuhnya kewajiban Perusahaan X karena Perusahaan X sudah tidak dalam fase eksplorasi. Perusahaan X sudah melakukan kegiatan eksploitasi sejak tahun 2003. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Perusahaan X telah melakukan penyimpangan terhadap pembiayaan untuk program community development yang seharusnya menjadi kewajiban sepenuhnya Perusahaan X. Kewajiban suatu BUT terhadap penerapan pelaksanaan suatu program pengembangan masyarakat/ community development diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Pasal 72 yang berbunyi, “Kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib 123 Badan Pelaksana Hulu Migas, Pedoman Tata Kerja Nomor 17/PTK/III/2005 tentang Pedoman Pemberian Keterangan Darurat, Pedoman Program Pengembangan Masyarakat, dan Pedoman Kehumasan Untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama di Lingkungan Kegiatan Hulu Migas, Buku II. 31 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 menjamin dan menaati ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat setempat.” Gambaran mengenai konsep ideal mengenai CSR seperti yang telah diuraikan sebelumnya beserta aturan-aturan yang melingkupinya, ternyata tidak sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya di lapangan. Dalam kasus ini, penyimpangan terhadap pelaksanaan CSR oleh suatu BUT, Perusahaan X sebagai contohnya, ternyata belum sepenuhnya mengimplementasikan pelaksanaan CSR sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku. Program-program pengembangan masyarakat atau community development, belum menyentuh permasalahan yang mendasar yang sebenarnya dihadapi masyarakat. Secara umum, program pelaksanaan CSR yang Perusahaan X laksanakan tersebut belum memberdayakan masyarakat sehingga mereka siap menghadapi masa pasca penambangan. Ini artinya Perusahaan X belum mampu merealisasi program community development dengan baik karena muara dari program community development merupakan pemberdayaan masyarakat. Kesimpulan dan Saran 1. Sangat perlu adanya ketentuan yang mengatur lebih jelas dan tegas terkait dengan jenis-jenis pelanggaran dan sanksi terhadap pelanggaran yang berhubungan dengan penerapan program CSR/community development yang dilaksanakan oleh KKKS dan juga perusahaan-perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sejenis. 2. Perlu adanya rincian dan pengaturan yang jelas mengenai pembiayaan CSR dan jenisjenis kegiatan CSR yang harus dilakukan oleh BUT kepada masyarakat agar tepat sasaran. Hal ini sangat perlu adanya peran serta pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan CSR oleh BUT, agar tercapai keseimbangan antara kepentingan perusahaan dan kepentingan masyarakat dalam mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. 3. Penerapan dan pembiayaan CSR oleh KKKS harus mendapat pengawasan dan pengontrolan oleh SKK Migas secara berkala dan menyeluruh agar kebutuhan dan kepentingan seluruh stakeholder dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan serta penerapan dari program community development dapat tepat sasaran secara efektif dan efisien. SKK Migas selaku komisi pengawas kegiatan hulu minyak dan gas bumi terhadap pelaksanaan kegiatan Kontrak Kerja Sama harus lebih ketat dalam 32 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 memberikan persetujuan WP&B yang dibuat oleh KKKS dan lebih ketat dalam pengawasan pelaksanaan program community development yang dilaksanakan oleh KKKS kepada masyarakat, sosial dan lingkungan agar tidak terjadi penyimpanganpenyimpangan terhadap penerapan kegiatan operasional KKKS, khususnya di bidang community development. DAFTAR PUSTAKA Buku: Amao, Olufemi. Corporate Social Responsibility, Human Rights And The Law: Multinational Corporations in Developing Countries. Oxon: Routledge, 2011. Anggoro, Linggar. Teori dan Profesi Kehumasan (Serta Aplikasinya di Indonesia). Jakarta: Bumi Aksara, 2002. Asongu, J.J. Strategic Corporate Social Responsibility in Practice. Lawrenceville: Greenview Publishing Company, 2007. Asyahdie, Zaeni. Hukum Bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Batubara, Marwan. Menggugat Pengelolaan Sumber Daya Alam: Menuju Negara Berdaulat. Jakarta: KPK-N, 2009. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) RI. Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Pengembangan Masyarakat (Community Development) Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan. Jakarta: Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2007. Budimanta, Arief. et. al., Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini. Jakarta: Indonesia Center For Sustanaible Development (ICSD), 2004. Carroll, Archie B. “A History of Corporate Social Responsibility: Concept and Practice”. Dalam The Oxford Handbook of Corporate Social Responsibility. Great Britain: Oxford University Press, 2008. Ecologia. The Handbook For Implementers of ISO 26000, Global Guidance Standard on Social Responsibility. Middleburry Vermont: Ecologia, 2010. 33 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Harjono, Dhaniswara K. Pembaruan Hukum Perseroan Terbatas: Tinjauan Terhadap UndangUndang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Jakarta: Pusat Pengembangan Hukum dan Bisnis Indonesia, 2008. Hartono, Sri rejeki. Hukum Ekonomi Indonesia. Malang: Bayu Media, 2007. Idris, A.R. Corporate Social Responsibility (CSR) Sebuah Gagasan dan Implementasi. Jakarta: 2005. Keraf, A. Sonny. Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur. Yogyakarta: Kanisius, 1993. -----, Sonny. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius, 1998. Kercher, Kim. “Corporate Social Responsibility: Impact of Globalization and International Business”. Dalam Corporate Governance eJournal. Bond University, 2007. Khairandy, Ridwan. Perseroan Terbatas Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan dan Yurisprudensi. Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2009. Pambudi, Teguh Sri. CSR Sebuah Keharusan dalam Investasi Sosial, Pusat Penyuluhan Sosial (PUSENSOS) Departemen Sosial RI. Jakarta, La Tofi Enterprise 2005. Purbacaraka, Purnadi dan DR. Soerjono Soekanto, Bahan P.T.H.I Perundang-Undangan dan Yurisprudensi, Cet. II. Bandung: PT. Alumni, 1986. Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 Bentuk-Bentuk Perusahaan, Cet. 11. Jakarta: Djambatan, 2007. Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, 2004. Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008. Rachman, Reza. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan. Jakarta: PT. Buku Kita, 2009. Sanusi, Bachrawi. Potensi Ekonomi Migas Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Sucada, A. Sonny, et. al., Membumikan Bisnis Berkelanjutan: Memahami Konsep dan Praktek Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Jakarta: Indonesia Business Link, 2006. Susanto, A.B. A Strategic Management Approach, CSR. The Jakarta Consulting Group, 2007. Susanto, A.B. Budaya Perusahaan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 1997. Susanto, A.B. Manajemen Aktual. Jakarta: Grasindo, 1997. 34 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Untung, Hendrik Budi. Corporate Social Responsibility. Jakarta: Sinar Grafika, 2007. Peraturan Perundang-undangan: Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab. (Burgerlijk Wetboek). Jakarta: Pradnya Paramita, 2007. Indonesia. Undang-Undang Tentang Minyak dan Gas Bumi. UU No. 22 Tahun 2001. LN No. 136 Tahun 2001, TLN No. 4152. Indonesia. Undang-Undang Tentang Badan Usaha Milik Negara. UU No. 19 Tahun 2003. LN No. 70 Tahun 2003, TLN No. 4297. Indonesia. Undang-Undang Tentang Penanaman Modal. UU No. 25 Tahun 2007. LN No. 67 Tahun 2007, TLN No. 4724. Indonesia. Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007. LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756. Indonesia. Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009. UU No. 26 Tahun 2009 LN Nomor 171 Tahun 2008, TLN Nomor. 4920. Indonesia. Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan. UU No. 3 Tahun 1982. TLN No. 3214 Tahun 1982. Indonesia. Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. UU No. 17 Tahun 2000. LN No. 127 tahun 2000. Indonesia. Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU No. 32 Tahun 2009. LN No. 140 Tahun 2009, TLN No. 5059. Indonesia. Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009. UU No. 47 Tahun 2009. LN No. 171 Tahun 2009. TLN No. 4920. Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi. PP No. 35 Tahun 2004. LN No. 123 Tahun 2004. TLN No. 4435. Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Hulu Minyak dan Gas Bumi. PP No. 79 Tahun 2010. LN No. 139 Tahun 2010. TLN No. 5173. 35 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi. PP No. 42 Tahun 2002. LN Nomor 81 Tahun 2002. TLN Nomor 4216. Indonesia. Peraturan Presiden tentang Penyelenggaran Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. PerPres Nomor 9 Tahun 2013. LN No. 24 Tahun 2013. Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, Per-05/MBU/2007. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Jenis-Jenis Biaya Dalam Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Yang Tidak Dapat Dikembalikan Kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama, Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2008. Badan Pelaksana Hulu Migas. Pedoman Tata Kerja Nomor 17/PTK/III/2005 tentang Pedoman Pemberian Keterangan Darurat, Pedoman Program Pengembangan Masyarakat, dan Pedoman Kehumasan Untuk Kontraktor Kerja Sama Di Lingkungan Kegiatan Hulu Migas. Badan Pelaksana Hulu Migas. Pedoman Tata Kerja dan Anggaran (Work Program& Budget). Makalah: Asongu, J.J. “The History of Corporate Social Responsibility”. Journal of Business and Public Policy. Vol. 1 Number 2, Spring 2007. Badan Pelaksana Hulu Migas. “Bantuan Tahap II Untuk Gempa Yogyakarta”. Buletin BP Migas. Edisi 11, Oktober 2006. Badan Pelaksana Hulu Migas. “Chevron Bangun Sekolah Rusak Akibat Gempa Yogya”. Buletin BP Migas. Edisi 30, Juli 2007. Badan Pelaksana Hulu Migas. “Membangun Masyarakat Melalui Sektor Pendidikan”. Buletin BP Migas. Edisi 70, Mei 2011. Badan Pelaksana Hulu Migas. “Tanggung Jawab Sosial Koperasi”. Buletin BP Migas. Edisi 16, Desember 2006. Chevron. Developing Partnership: 2008 Corporate Responsibility Report. 36 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 “Cost Recovery: Daya Tarik Investasi atau Beban Bagi Negara”. Makalah Seminar Universitas Trisakti. Jakarta: Universitas Trisakti, Juni 2007. Etcehverry, Raul Annibal. “Corporate Social Responsibility – CSR”. 23 Pen State International Law Review, 2005. Harsdiansyah, HAM. CSR dan Modal Sosial untuk Membangun Sinergi, Kemitraan Bagi Upaya Pengentasan Kemiskinan. Makalah disampaikan pada Seminar dan Talk show CSR 2007 “Kalimantan 2015: Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Tantangan dan Harapan”. Hartanti, Dwi. “Makna Corporate Social Responsibility: Sejarah dan Perkembangannya”. Majalah Economics Business &Accounting Review. Edisi 3, September-Desember 2006. Hartono, Sri Redjeki. “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Suatu Kajian Komprehensif”. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 6, No. 2, Juni 2009. Kiroyan, Noke. “Good Corporate Governance (GCG) and Corporate Social Responsibility (CSR), Adakah Kaitan Diantara Keduanya?”. Majalah Economics Business & Accounting Review. Edisi 3, September-Desember, 2006. Machmud, T.N. “Introduction To Oil and Gas Industry in Indonesia: Highlights of Past and Present Contractual Terms”. Makalah Seminar. Jakarta: Hakim dan Rekan, 2011. Machmud, T.N. “The Production Sharing Contract: History, Highlights, Legal and Financial Problem Areas”. Makalah Seminar. Jakarta, 10 Mei 2011. Pambudi, Teguh Sri. “CEO dan CSR: Antara Citra dan Kepedulian”. Majalah Economics Business & Accounting Review. Edisi 3, September-Desember 2006. Pohan, Amrul Partomuan. “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas”. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 6, No. 2, Juni 2009. Prayogo, Dody. “Corporate Social Responsibility, Social Justice, dan Distributive Welfare Dalam Industri Tambang dan Migas Indonesia”. Jurnal Galang. Vol. 3 No. 3, Desember 2008. Rahayu, Amy S. “Corporate Social Responsibility (CSR) Antara Ethics-Perilaku OrganisasiResponsibility Dan Penerapannya Di Organisasi Pemerintah”. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 6 No. 2, Juni 2009. Sjahdeni, Sutan Remy. “Corporate Social Responsibility”. Jurnal Hukum Bisnis. Vol. 26 No. 3, 2007. 37 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Suharto, Edi. “Menggagas Standar Audit Program CSR”. Makalah Seminar. Jakarta, 27 Maret 2008. Susanto, A.B. Corporate Greening. Majalah Ozon. Edisi No. 2, Oktober 2002. Susanto, A.B. CSR Dalam Perspektif Ganda. Harian Bisnis Indonesia. 2 September 2007. Susanto, A.B. Membumikan Gerakan Hijau. Majalah Ozon. Edisi No. 5, Februari 2003. Susanto, A.B. Paradigma Baru “Community Development”. Harian Kompas, 22 Mei 2001. Wijanarko, Himawan. Filantropi bukan Deterjen. Majalah Trust. 11-17 September 2006. Laporan Penelitian: Hasil wawancara dengan salah satu karyawan Perusahaan X pada tanggal 28 Juni 2013 (via email). Lundan, Sarianna M. Dan Wilko Letterie. Corporate Social Responsibility in The Oil And Gas Industry: Strategic Importance and The Role CSR Plays in Large Oil and Gas Multinationals. Master Thesis. Maastricht: Faculty of Economics and Business Administration Universiteit Maastricht, April 2010. Mulyati, Dwi Tuti Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Kaitannya dengan Kebijakan Lingkungan Hidup, Jurnal Law Reform, Pembaharuan Hukum. Volume 3/ No.1. Program Majister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang: Februari, 2007. P.S., Yuliana. “Konsep Cost Recovery Dalam Industri Minyak dan Gas Bumi dan Kaitannya Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.” Skripsi. Depok: Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010. Sultan, Theresia Augustina. “Analisis Ketentuan Perpajakan Atas Kewajiban Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Pada Perusahaan Sumber Daya Alam, Khususnya Pertambangan.” Skripsi. Depok: Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, 2008. Sumber Lain: 38 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 http://notasimediaerni.wordpress.com/2011/03/18/corporate-social-responsibility-peranan-pr/, diakses pada tanggal 14 Maret 2013, pukul 14.30 WIB. “History of Corporate Social Responsibility and Sustainibility”, http://www.brass.cf.ac.uk/uploads/History_L3.pdf, diakses tanggal 28 Mei 2013, pukul 14.35 WIB. http://www.csrindonesia.com/, diakses pada tanggal 28 Mei 2013, pukul 16.15 WIB. http://www.un-documents.net/jburgdec.htm, diakses pada tanggal 28 Mei 2013, pukul 16.00 WIB. http://www.ORTax(observation_and_research_of_Taxation)/.com., di akses pada tanggal 9 Juni 2013, pukul 09.00 WIB. Edhi Hafidl, “Perang Kepentingan Dalam Peraturan Pemerintah Cost Recovery,” http://www.kabarbisnis.com/read/280354, diakses pada tanggal 10 Juni, pukul 01.00 WIB. “Landasan Hukum BUMN”, http://www.bumn.go.id/tentang-kami-kementerian-bumn/landasanhukum/, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 23.54 WIB. Sukarni, “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dan Iklim Penanaman Modal”, http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-bisnis/84-tanggung- jawab-sosial-perusahaan-corporate-social-responsibility-dan-iklim-penanaman - modal.html, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 07.18 WIB. “Bagi Hasil Migas Harus Dinikmati Masyarakat”, http://www.fkdpm.org/publikasi/beritafkdpm/159-bagi-hasil-harus-dinikmati-masyarakat.html, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 08.09 WIB. BP Migas, “CSR diminta Tepat Sasaran”, http://bpmigas.go.id/blog/category/ruang- media/berita/Csr-diminta-tepat-sasaran.html, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 09.15 WIB. FKDPM, “CSR Sharing Responsibility”, http://www.fkdpm.org/berita/222-csr-sharing- responsibility.html, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 09.45 WIB. http://www.merdeka.com/uang/sk-migas-berubah-menjadi-sk-khusus-migas.html, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 10.01 WIB. Rahmatullah Elmusri, “Masalah Pengelolaan Program CSR Pada Sektor Pertambangan”, http://rahmatulla.banten-institute.org/2010/05/masalah-pengelolaan-programcorporate.html, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 10.10 WIB. 39 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013 Jalal, “Buruk Kinerja, CSR Dibelah”, Koran Tempo, 9 Juli 2008, http://www.csrindonesia.com/data/articles/20100329054244-a.pdf., diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 10.45 WIB. Evi Rachmawati, “Kebijakan CSR Kontraktor Migas Dievaluasi”, http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/09/14/23401712/Kegiatan.CSR.Kontraktor.M igas.Dievaluasi, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 13.09. WIB. “Ketua DPR: Investor Tiaka Belum Sejahterakan Warga Setempat”, http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/08/25/lqgpdt-ketua-dprinvestortiaka-belum-sejahterakan-warga-setempat/, diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 13. 16 WIB. FKDPM, “Bekasi Daerah Penghasil Migas, Paling Banyak Orang Miskinnya”, http://www.fkdpm.org/artikel/149-bekasi-kecamatan-penghasil-migas-terbanyak-orangmiskinnya.html., diakses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 15.45 WIB. FKDPM, “Berharap Merdeka Dari Hasil Migas”, http://www.fkdpm.org/artikel/138-berharapmerdeka-dari-hasil-migas.html., diakses pada tanggal 12 Juni 2013, pukul 23.58 WIB. “Pengelolaan Dana CSR Terkesan Tidak Transparan”, http://www.tambangnews.com/berita/daerah/1337-pengelolaan-dana-csr-terkesan-tidaktransparan.html., diakses pada tanggal 13 Juni 2013, pukul 00.00 WIB. (“Penyumbang Devisa Minta Diperhatikan”, http://mediarakyatonline.com/penyumbang-devisaminta-diperhatikan.html. Diakses pada tanggal 13 Juni 2013, pukul 00.15 WIB.) http://en.wikipedia.org/wiki/CITIC_Group, diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 08.46 WIB. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-24366-2210106072-Chapter1.pdf, diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 08.50 WIB. http://lifting.migas.esdm.go.id/lifting/mobile/main.php?mod=tabelkkks&pId=23&pJh=2&id=031 , diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 09.25 WIB. http://www.icel.or.id/2013/02/15/aspek-production-sharing-contract-dan-dokumen-migas/, diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 13.59 WIB. http://journal.usm.ac.id/jurnal/laporan-penelitian/646/detail/, diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 14.15 WIB. Lingkar Studi CSR/A˖ CSR Indonesia, www.csrindonesia.com, diakses pada tanggal 1 Juli 2013. 40 Tinjauan Terhadap..., Andini Ambarsari, FH UI, 2013