PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu jenis ternak yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu potensi kambing PE yaitu sebagai ternak penyedia protein baik melalui daging maupun susunya. Saat ini, upaya pengembangan kambing PE sebagai penghasil susu terus ditingkatkan baik melalui penelitian maupun pendampingan terhadap kelompok-kelompok peternak kambing PE. Kambing mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, namun untuk hasil manajemen pemeliharaannya yang optimal perlu termasuk manajemen diperhatikan pakan. Pakan merupakan kebutuhan yang besar secara kualitas, kuantitas maupun kontinuitas. Biaya pakan merupakan variabel terbesar dalam usaha peternakan, sedangkan produktivitas ternak dipengaruhi oleh kualitas, kuantitas dan kesinambungan pakan. Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang turut menentukan optimalisasi produk susu selama laktasi. Wodzicka et al. (1991) menyatakan bahwa pemberian pakan dengan kualitas tinggi pada minggu pertama masa laktasi akan meningkatan konsumsi ternak sehingga kebutuhan nutrisinya terpenuhi. Keadaan nutrisi yang rendah terutama selama seminggu pertama setelah melahirkan akan menurunkan produksi susu di bawah potensi genetik. 1 Umbi suriname (Xanthosoma violaceum) merupakan salah satu komoditas umbi-umbian yang terdapat di daerah Samigaluh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada pada ketinggian 500m dpl dan berada di wilayah pegunungan Menoreh. Umbi suriname tumbuh liar dan mudah ditemukan di daerah tersebut, tetapi ada beberapa umbi yang sengaja ditanam dan dibudidayakan oleh petani seperti umbi talas, suweg, gembolo dan gembili. Umbi suriname dibiarkan tumbuh liar di lahan yang tidak digunakan untuk menanam berbagai macam produk pertanian lainnya. Umbi suriname tersebut belum dimanfaatkan oleh peternak kambing PE di Samigaluh sebagai sumber pakan, potensinya belum termanfaatkan dengan maksimal di daerah tersebut. Komoditas ternak yang dikembangkan di Samigaluh adalah kambing PE dan ternak tersebut sudah dikembangkan sebagai ternak penghasil susu. Pakan utama kambing PE adalah tanaman berkayu (ramban) yang mudah diperoleh di daerah pegunungan, seperti halnya di Samigaluh. Upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan produksi susu adalah dengan penambahan konsentrat. Kosentrat merupakan pakan tambahan untuk menutup kekurangan nutrisi dari hijauan. Konsentrat dibagi menjadi dua yaitu konsentrat sumber energi dan konsentrat sumber protein (Prawirokusumo, 1994). Biaya pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan, sehingga tanaman di sekitar lokasi peternakan yang berpotensi sebagai bahan pakan perlu digali sehingga dapat 2 dimanfaatkan untuk menunjang keberlangsungan usaha peternakan dan menekan biaya pakan. Umbi suriname merupakan salah satu bahan pakan yang berpotensi sebagai pakan kambing. Umbi suriname merupakan bahan pakan sumber energi, Utomo (2012) menyatakan bahwa umbi merupakan cadangan energi bagi tanaman yang berada dalam tanah. Menurut Kay (1973) di dalam tulisan Anggraini (2007), umbi suriname mengandung karbohidrat 17 sampai 26% dan protein 1,3 sampai 3,7%. Sebagai sumber energi, umbi suriname dapat diberikan pada ternak di akhir kebuntingan sehingga ternak dapat mencapai produksi susu maksimum pada awal laktasi. Eustice (1988) menyatakan bahwa energi dibutuhkan oleh ternak laktasi untuk pemeliharaan, reproduksi dan produksi susu. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian terhadap produksi dan kualitas susu kambing yang diberi pakan umbi suriname. 3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian umbi suriname (Xanthosoma violaceum) pada periode akhir kebuntingan kambing PE terhadap produksi dan kualitas susu pada awal laktasi. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak mengenai manfaat penggunaan umbi suriname (Xanthosoma violaceum) sebagai bahan pakan yang digunakan sebagai pengganti konsentrat sumber energi pada ternak di periode akhir kebuntingan untuk mencapai produksi susu maksimum pada awal laktasi. 4