BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara Antropologi Budaya, etnis Jawa adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa, bertempat tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta mereka yang berasal dari daerah-daerah tersebut. 1 Semua orang Jawa berbudaya satu dan mempunyai satu orientasi kepada kultur Surakarta dan Yogyakarta sebagai sentra kebudayaan mereka. 2 Eksistensi kebudayaan Jawa dengan segala kesetiaan diikuti oleh masyarakat pendukungnya bahkan sampai di antara mereka yang berdiam di wilayah luar Negara Kesatuan Republik Indonesia sekalipun, seperti di wilayah negara Suriname. Seorang ahli dan peneliti pada LIPI, Dr. Mochtar Buchori melalui harian Kompas edisi 27 Februari 1982, bahkan pernah menyatakan bahwa ‘…proses Jawanisasi meresap kemana-mana’. Titik tolak tersebut bisa diakui mengingat realitas bahwa sangat sulit mengelakkan bahwasanya Jawa dari segi kebudayaan adalah kata kunci untuk memahami Indonesia. 3 Etnis Jawa merupakan etnis yang paling besar jumlahnya di Indonesia dan secara umum banyak mendiami Pulau Jawa. Hal ini lambat laun memunculkan masalah-masalah kependudukan di pulau tersebut ditambah lagi dengan kedatangan 1 Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa, Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2000, hal.37. 2 Slamet Sutrisno, Sorotan Budaya Jawa dan yang Lainnya, Yogyakarta: Andi Offset, 1985, hal.11. 3 Marbangun Hardjowirogo, Manusia Jawa, Jakarta: Idayu, 1983, hal.116. 14 etnis lainnya yang tentunya dapat menambah masalah kependudukan di pulau tersebut yakni masalah kepadatan penduduk. Perubahan jumlah penduduk tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti natalitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi (perpindahan penduduk). Ketiga faktor tersebut dapat dilihat dari tingkat kelahiran, tingkat kematian, komposisi umur dan laju pertumbuhan serta penurunan penduduk. 4 Untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintah mencanangkan program transmigrasi yakni perpindahan peduduk dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya, yaitu ke luar Pulau Jawa dan salah satunya adalah Pulau Sumatera. Selain itu, migrasi atau perpindahan secara spontan juga dilakukan oleh etnis-etnis Jawa tersebut dalam rangka memperbaiki taraf kehidupan mereka yang telah sangat sulit dilakukan di Pulau Jawa tersebut. Hal ini tentunya akan sangat turut mempengaruhi kepadatan penduduk yang telah menjadi masalah tersebut. Perpindahan orang-orang Jawa ke Pulau Sumatera, khususnya ke Sumatera Timur adalah juga akibat pembukaan perkebunan secara besar-besaran oleh Belanda di wilayah tersebut. Di Tanah Karo pada masa itu tidak dibuka onderdemingonderdeming asing sehingga tidak memerlukan dan mendatagkan tenaga kerja Jawa dan Cina seperti halnya yang terjadi di daerah onderdeming-onderdeming di Sumatera Timur lainnya. Orang-orang Jawa datang ke Tanah Karo khususnya Berastagi dalam kurun waktu yang telah jauh dari masa tumbuh dan berkembangnya onderdeming-onderdeming di Sumatera Timur tersebut. Dengan alasan serta tujuan 4 David Lucas, dkk, Pengantar Kependudukan, Yogyakarta: UGM Press, 1990, hal.1. 15 yang tentunya telah berbeda dengan mereka yang datang ke daerah Sumatera Timur lainnya. Dengan adanya pertumbuhan onderdeming-onderdeming tersebut tenaga kerja Jawa akhirnya banyak yang bermukim di daerah-daerah onderdeming di Sumatera Timur tersebut. Tenaga kerja yang pertama kali direkrut untuk keperluan dalam pengerjaan tanah-tanah onderdeming tersebut adalah tenaga kerja etnis Tionghoa yang berasal dari wilayah Penang dan Singapura. Akan tetapi akibat adanya kenaikan biaya migran yang dikenakan terhadap para tenaga kerja yang berasal dari luar negeri tersebut maka lambat laun para pengusaha onderdeming mengambil kebijakan untuk mendatangkan tenaga kerja dari wilayah Pulau Jawa. Selain biaya yang lebih murah tenaga kerja Jawa tersebut juga terkenal penurut sehingga lebih mudah diatur. 5 Dari wilayah-wilayah onderdeming di Sumatera Timur ini kemudian orangorang Jawa tersebut menyebar lagi kedaerah-daerah lainnya yang berada di sekitar wilayah Karesidenan Sumatera Timur tersebut, yakni ke Kisaran, Langkat dan sebagainya. 6 Kehadiran etnis Jawa di Tanah Karo khususnya Berastagi juga tidak terlepas dari pengaruh perkebunan tersebut tetapi bukan pada masa tumbuh dan perkembangannya. Berastagi merupakan daerah yang sangat terkenal dengan kesuburannya sehingga banyak orang ingin memperbaiki taraf kehidupannya ke daerah tersebut. Diperkirakan orang-orang Jawa mulai bermigrasi Ke Berastagi sejak tahun 1950an, 5 Anthony Reid, Perjuangan Rakyat Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera, Jakarta: Sinar Harapan, 1987, hal.87. 6 Hasil wawancara dengan Eddy Sofyan (sekretaris DPD Pujakesuma cabang Tanah Karo) pada tanggal 11 September pada pukul 14.40, di Jalan Jamin Ginting Gg. Karya No. 36. 16 sama seperti etnis-etnis perantau lainnya, yakni etnis Batak Toba yang datang ke Berastagi, orang-orang Jawa juga melaksanakan kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik serta bidang-bidang lainnya dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya di daerah perantauannya tersebut. Pada tahun 1935, telah ada juga orang Jawa yang bernama Wagimin yang dikenal sebagai orang Jawa yang pertama kalinya menginjakkan kaki di daerah Berastagi yaitu di daerah Matahari, Desa Rumah Berastagi. Di daerah ini dahulunya diketahui terdapat bangunan Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar) yang dibangun oleh sekutu Jepang. Mengingat tahun kedatangan orang-orang Jawa tersebut pertama kalinya ke Berastagi adalah pada masa kurun waktu penjajahan Belanda di Indonesia khususnya Tanah Karo maka bersama-sama dengan putera-puteri daerah tersebut orang-orang Jawa salah satunya adalah Wagimin juga turut berjuang merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda. 7 Kontribusi mereka tersebut kemudian diabadikan melalui pemberian sebuah nama jalan di Kabanjahe sebagai daerah ibukota kabupaten dengan nama Jalan Wagimin, yakni orang yang pertama kali datang ke daerah Tanah Karo khususnya Berastagi yang juga turut memperjuangkan kemerdekaan. Wagimin beserta keluarganya bermukim di daerah Matahari. Dari keluarga besarnya tersebut kemudian orang-orang Jawa berkembang dan bermukim di daerah 7 Hasil wawancara dengan Eddy Sofyan (sekretaris DPD Pujakesuma cabang Tanah Karo) pada tanggal 11 September pada pukul 14.40, di Jalan Jamin Ginting Gg. Karya No. 36. 17 Beraastagi. Lambat laun mereka pun akhirnya mengajak atau menyuruh keluarga mereka lainnya yang berada di daerah asal untuk turut datang ke Berastagi. 8 Hal ini mereka lakukan mengingat mudahnya memperoleh penghidupan di daerah baru mereka tersebut. Tanpa modal maupun pendidikan yang tinggi mereka dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari karena mereka dapat bekerja di ladang orang-orang Karo dan langsung dapat memperoleh imbalannya. Untuk memperoleh pekerjaan tersebut mereka hanya perlu mengeluarkan tenaga saja untuk bekerja di ladang. Sehingga tidak memerlukan materi dan pendidikan yang khusus apalagi hasilnya langsung dapat diterima setelah mereka bekerja. Hal ini tentunya sangat menarik perhatian mereka apalagi mengingat sulitnya mereka memperoleh penghidupan yang layak di daerah asal mereka sebelumnya akibat adanya penyakit tanaman dan serangan hama terhadap tanaman mereka sehingga mereka mengalami kesulitan bahan pangan dan ekonomi. 9 Selanjutnya orang-orang Jawa tersebut mempertahankan hidupnya dengan cara membuka usaha sebagai pedagang, selain itu banyak juga diantara mereka yang bekerja sebagai petani serta buruh tani maupun buruh bangunan. Sebagai buruh tani mereka berkerja di ladang orang Karo dengan mendapatkan imbalan berupa uang atau beras untuk kebutuhan sehari-hari bahkan mereka diizinkan bertempat tinggal di rumah mereka. 8 Hasil wawancara dengan Eddy Sofyan pada tanggal 11 September pada pukul 14.40, di Jalan Jamin Ginting Gg. Karya No.36. 9 Hasil wawancara dengan Kemis pada tanggal 10 September pada pukul 15.10, di Jalan Jamin Ginting No. 124. 18 Penulisan ini difokuskan terhadap pengkajian keberadaan etnis Jawa itu sendiri di Berastagi secara sosial, ekonomi maupun budayanya. Dengan judul “Kehidupan Sosial, Ekonomi, dan Budaya Etnis Jawa di Berastagi (1968-1986)”. Tulisan ini akan membahas bagaimana kehidupan sosial, ekonomi dan budaya etnis Jawa yang berada di Kecamatan Berastagi. Adapun periodeisasi yang diberikan terhadap penulisan ini yakni sejak tahun 1968, yaitu sejak mulai kedatangan etnis Jawa ke Berastagi dalam jumlah yang besar akibat program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah telah dilaksanakan hingga ke Sumatera Utara. Tahun 1986 menjadi akhir penelitian karena pada tahun ini kehidupan sosial etnis Jawa telah mengalami perkembangan yang pesat yakni melalui organisasi Putera Jawa Kelahiran Sumatera (Pujakesuma) yang mereka bentuk pada tahun tersebut etnis Jawa yang tersebar di seluruh Tanah Karo khususnya Berastagi dapat dikumpulkan dalam satu wadah persatuan kesukuan bagi mereka. 1.2 Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang diatas maka perlu dibuat suatu perumusan mengenai masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama dalam sebuah penelitian dan menjadi substansi dari penulisan. Permasalahan pokok dalam penulisan sangat penting dalam studi sejarah. Mengenai kehidupan sosial, ekonomi dan budaya etnis Jawa di Kecamatan Berastagi sendiri masih belum pernah dikaji atau bahkan dipopulerkan dalam bentuk tulisan sehingga informasi mengenai permasalahan tersebut masih sangat minim diketahui oleh umum. Oleh sebab itu, penulisan ini dibuat untuk mengkaji permasalahan tersebut. 19 Untuk mempermudah penulisan dan dalam upaya menghasilkan penelitian yang objektif maka pembahasannya dirumuskan terhadap masalah-masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah gambaran umum Kecamatan Berastagi? 2. Bagaimanakah kehidupan ekonomi etnis Jawa di Berastagi (1968-1986)? 3. Bagaimanakah kehidupan budaya etnis Jawa di Berastagi (1968-1986)? 4. Bagaimanakah kehidupan sosial etnis Jawa di Berastagi (1968-1986)? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Masa lampau manusia memang tidak dapat ditampilkan kembali dan direkonstruksi seutuhnya. Namun, rekonstruksi kehidupan manusia tersebut perlu dipelajari sebagai aktifitas kehidupan manusia di masa lampau yang diharapkan mampu memberikan suatu pelajaran bagi kehidupan manusia di masa kini dan masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan sejarah mampu memberikan dan menjadi pelajaran bagi manusia untuk tidak melakukan kesalahan yang sama pada masa lampau di masa kini dan di masa yang akan datang. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran umum Kecamatan Berastagi. 2. Mengetahui kehidupan ekonomi etnis Jawa di Berastagi. 3. Mengetahui kehidupan budaya etnis Jawa di Berastagi. 4. Mengetahui kehidupan sosial etnis Jawa di Berastagi. 20 1.3.2 Manfaat Penelitian Setiap penulisan diharapkan akan mampu memberi manfaat kepada khalayak umum maupun suatu kelompok tertentu. Demikian pula halnya dengan penulisan ini diharapkan akan mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Diharapkan akan memperkaya penelitian di bidang sosial khususnya ilmu sejarah 2. Diharapkan akan memberikan pengetahuan yang luas terhadap masyarakat mengenai keberadaan etnis Jawa di Berastagi. 1.4 Tinjauan Pustaka Mengenai Kecamatan Berastagi dan etnis Jawa sendiri telah pernah ditulis, akan tetapi masih sangat minim jumlahnya sehingga masih sangat sedikit diketahui oleh khalayak umum. Oleh sebab itu, penulisan ini diharapkan juga akan mampu memberikan sumbangan atas permasalahan tersebut. Dengan melakukan tinjauan pustaka terlebih dahulu terhadap sumber-sumber yang mendukung penelitian ini. Baik yang memuat segala hal yang berhubungan dengan etnis Jawa dan kota Berastagi secara khusus maupun Tanah Karo secara umum. Wara Sinuhaji, dalam bukunya “Aktivitas Ekonomi dan Enterpreneurship Masyarakat Karo Pasca Revolusi”, menjelaskan bahwa dalam masyarakat Karo terdapat sistem sosial dan nilai-nilai yang mendorong kemajuan ekonominya. Di Karo bertani adalah pekerjaan terhormat karena mereka sadar pertanian modern memberikan hasil yang setidaknya sama dengan pekerjaan lainnya, bahkan melebihi pendapatan pegawai negeri. Dengan penuh semangat inovasi dan motifasi yang tinggi 21 serta didukung sistem kekerabatan yang masih kuat, pasca revolusi ekonomi masyarakat ini telah begitu tinggi dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Dan kini mereka tidak hanya dikenal sebagai petani saja tetapi telah banyak yang beralih menjadi pedagang dan pengusaha dalam berbagai sektor. Aktivitas ekonomi khususnya dalam bidang pertanian yang sangat besar tersebut telah mampu membuat orang-orang Karo memperoleh kehidupan yang layak. Hal ini tentunya sangat menarik perhatian dan keinginan orang-orang di luar orang Karo sendiri untuk juga turut merasakannya. Demikian pula halnya orang-orang Jawa yang tidak dapat lagi memperoleh kehidupan yang layak di daerah asal mereka masing-masing. Sehingga memaksa mereka untuk mencari daerah baru yang mampu mendukung mereka dalam memperbaiki taraf kehidupannya tersebut. Tanah Karo khususnya Berastagi saat itu telah menjadi sebuah daerah pertanian dan perdagangan hasil pertanian yang telah maju dengan pesat dan banyak dikenal orang. Berastagi pun tumbuh sebagai pusat produksi pertanian untuk komersialisasi dan tempat pasar antar daerah dan akhirnya meraih keuntungan ekonomi yang sangat besar. 10 Kenyataan inilah yang dilihat oleh orang-orang di luar orang-orang Karo sehingga ingin turut berpartisipasi dalam kegiatan perekonomian tersebut termasuk oleh orang-orang Jawa. Dalam skripsinya, Indrawaty B, yang berjudul “Perkembangan Sosial Ekonomi Aron di Berastagi (Tahun 1950-1980)” menjelaskan bahwa Berastagi merupakan suatu daerah yang terletak di bawah kaki pegunungan Bukit Barisan yang sangat cocok untuk daerah pertanian karena hawa di daerah tersebut sangat sejuk dan 10 Wara Sinuhaji, Aktivitas Ekonomi & Enterpreneurship: Masyarakat Karo Paska Revolusi, Medan: USU Press, 2005, hal.103-110. 22 mendukung untuk bercocok tanam atau sebagai daerah pertanian, sehingga banyak orang datang ke daerah tersebut untuk mencari pekerjaan. 11 Hal ini tentunya sangat berkaitan dengan alasan kedatangan etnis Jawa ke Berastagi tersebut karena mereka ingin memperbaiki taraf kehidupannya yang telah sulit untuk mereka peroleh di daerah asal mereka sebelumnya. Resta Sitorus, dalam skripsinya yang berjudul “Adaptasi Sosial Budaya Etnis Jawa dengan Batak Toba di Kelurahan Lumban Dolok Kecamatan Balige (19701990)” mengungkapkan bahwa suku Jawa dikenal sebagai suku yang selalu berpindah-pindah baik secara spontan maupun karena diarahkan dan pada saat ini mereka telah menempati sebagian besar wilayah penjuru tanah air ini, bahkan telah ada yang menetap di luar negara kesatuan Indonesia. Orang Jawa dapat dijumpai di berbagai daerah, baik daerah yang diukur secara administratif kecil, sedang maupun besar. Pada mulanya diperkirakan orang Jawa yang merantau ke Balige adalah pada masa diadakannya program transmigrasi yakni pada tahun 1965 dan berasal dari daerah di Jawa Timur. Kedatangan orang-orang Jawa ke Balige adalah dalam bentuk kelompok kecil dan sudah berkeluarga. 12 Skripsi ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam penulisan ini karena dapat menjadi sebuah bahan perbandingan maupun dalam mencari persamaan antara orang-orang Jawa yang datang ke Balige dan yang datang ke Berastagi. Dengan demikian maka dapat dibandingkan dan dicari persamaannya dengan etnis Jawa yang datang ke Berastagi yakni bahwa sebagian 11 Indrawaty B, “Perkembangan Sosek Aron di Berastagi (Tahun 1950-1980)” Skripsi S-1, Medan: Universitas Sumatera Utara, 1987, hal.18. 23 besar mereka datang pada masa diadakannya program transmigrasi. Perbedaannya adalah bahwa mereka sebagian besar berasal dari daerah Jawa Tengah. Kedatangan mereka ke Berastagi juga dalam bentuk kelompok kecil dan sudah berkeluarga. Dalam bukunya yang berjudul “Wong Jawa di Sumatera Sejarah, Budaya, Filosofi & Interaksi Sosial", Drs. H. Kasim Siyo,dkk menyatakan bahwa orang-orang Jawa didatangkan ke daerah Sumatera Utara pada masa Hindia Belanda, tepatnya pada masa tumbuh dan berkembangnya onderdeming-onderdeming Belanda dan bangsa-bangsa asing Eropa lainnya untuk dijadikan sebagai pekerja dalam perkebunan-perkebunan tersebut. Mereka didatangkan dari kampung-kampung miskin di Jawa yang sedang mengalami paceklik, melalui werk atau agen pencari kuli dengan menggoda mereka agar mau bekerja ke Sumatera. 13 Buku ini sangat berguna dalam penulisan ini karena memberikan suatu gambaran mengenai sejarah latar belakang kedatangan orang-orang Jawa ke Sumatera terutama ke Sumatera Timur. 1.5 Metode Penelitian Tujuan dari penulisan ini adalah untuk merekonstruksi sejarah dan menghasilkan suatu penulisan yang bernilai ilmiah sehingga tahapan demi tahapan harus dilalui untuk mencapai suatu hasil yang maksimal. Untuk itu dalam merekonstruksi masa lampau pada objek yang ditulis tersebut dipakai metode sejarah dengan mempergunakan sumber sejarah sebagai bahan penelitian. 12 Resta Sitorus, “Adaptasi Sosial Budaya Etnis Jawa dengan Batak Toba di Kelurahan Lumban Dolok Kecamatan Balige (1970-1990)” Skripsi S-1, Medan: Universitas Sumatera Utara: 1997, hal.28. 13 Kasim Siyo, dkk, Wong Jawa di Sumatera Sejarah, Budaya, Filosofi & Interaksi Sosial, Medan: Pujakesuma, 2008, hal.73. 24 Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan heuristik (mengumpulkan data/sumber-sumber yang sesuai dan mendukung objek yang ditulis), baik dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan/studi literatur maupun dengan penelitian lapangan/studi lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan buku, artikel-artikel, skripsi maupun karya-karya tulis ilmiah lainnya yang telah pernah ditulis sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Adapun penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara terhadap informan-informan yang dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan ini, baik terhadap informan yang beretnis Jawa sendiri maupun informan yang ber-etnis non Jawa di daerah yang ditulis tersebut. Langkah kedua yang dilakukan adalah kritik. Dalam tahapan ini, kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari kesahihan sumber tersebut baik dari segi substansial (isi), yakni dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis misalnya buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan etnis Jawa, kritik ini disebut dengan kritik intern. Disamping itu juga dilakukan kritik dari segi materialnya untuk mengetahui keaslian atau palsu kah sumber tersebut agar diperoleh keotentikannya, kritik ini disebut dengan kritik ekstern. Tahapan selanjutnya adalah interpretasi. Dalam tahapan ini data yang diperoleh dianalisa sehingga melahirkan suatu analisa yang baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang ditulis. Objek kajian yang cukup jauh kebelakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah 25 yang objektif. Dengan kata lain, tahap ini dilakukan dengan menyimpulkan kesaksian atau data/ informasi yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang ada untuk diceritakan kembali. Tahapan terakhir adalah historiografi yakni penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya tersebut menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan berarti, yang selalu akan berusaha memperhatikan aspek-aspek kronologisnya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif-naratif, yaitu dengan pembeberan rangkaian peristiwa dengan melibatkan perspektif sejarah dalam bentuk tulisan yang kritis dan bersifat ilmiah. 26