pengaruh waktu penjepitan tali pusat terhadap kadar hemoglobin

advertisement
PENGARUH WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT
TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT
BAYI BARU LAHIR
THE EFFECT OF UMBILICAL CORD CLAMPING TIME TO
THE LEVEL OF HEMOGLOBIN AND HEMATOCRITE
OF NEONATES
Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 dan
memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak
Qodri Santosa
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER ILMU BIOMEDIK
DAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
ILMU KESEHATAN ANAK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2008
1
TESIS
PENGARUH WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT TERHADAP
KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT
BAYI BARU LAHIR
disusun oleh
Qodri Santosa
G4A002111
telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 31 Juli
2008
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama
Pembimbing Kedua
dr. Bambang Sudarmanto,
dr. H.M. Sholeh Kosim, SpA(K)
SpA(K)
NIP. 140 086 952
NIP. 140 154 822
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Anak
Magister Ilmu Biomedik
Fakultas kedokteran UNDIP
Program Pascasarjana UNDIP
dr. Alifiani H. Putranti, SpA(K)
NIP. 140 214 483
Prof. dr.H. Soebowo, SpPA(K)
NIP. 130 352 549
2
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya
sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/ tidak
diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 31 Juli 2008
Penulis
3
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas
Nama
: dr. Qodri Santosa
Tempat / Tgl. Lahir : Banyumas, 5 Mei 1971
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Laki-laki
B. Riwayat Pendidikan:
1. SDN Karangjati I
: Lulus tahun 1984
2. SMPN Kemranjen
: Lulus tahun 1987
3. SMAN 1 Purwokerto
: Lulus tahun 1990
4. FK. UNDIP Semarang
: Lulus tahun 1997
5. PPDS-1 Ilmu Kesehatan Anak UNDIP : (2003 – sekarang)
6. Magister Ilmu Biomedik UNDIP
: (2003 – sekarang)
C. Riwayat Pekerjaan
Tahun 1998–1999 : Dokter PTT/ Ka. Puskesmas Nusawungu I Cilacap Jawa Tengah.
Tahun 1999–2001: Dokter PTT/ Ka. Puskesmas Nusawungu II Cilacap Jawa tengah.
Tahun 2003–sekarang : Dokter PNS Departemen Pendidikan Nasional,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Jenderal Sudirman ( UNSOED ) Purwokerto .
D. Riwayat Keluarga
1. Nama Orang Tua.
Ayah
Ibu
: Drs. Ngadiman
: Sukirah
2. Nama Istri
: dr. Alfi Muntafiah
3. Nama Anak : - Khilmia Nafiisa Zahra
- Salma Sajida Zahra
4
KATA PENGANTAR
Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan bimbinganNya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan penelitian guna memenuhi
persyaratan dalam menyelesaikan satu persyaratan untuk meraih derajat S-2 pada
Program Pendidikan Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan
Dokter Spesialis I dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang .
Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna karena
ketidakmampuan kami. Namun karena bimbingan guru-guru kami dan dorongan
keluarga serta teman, maka tulisan ini dapat terwujud .
Banyak sekali pihak yang telah berkenan membantu dalam menyelesaikan
penulisan ini, jadi kiranya tidaklah berlebihan apabila pada kesempatan ini
perkenankanlah kami menghaturkan rasa terima kasih dan penghormatan yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Rektor Universitas Diponegoro yang memberi kesempatan kepada siapa saja
yang berkeinginan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan.
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang yang telah
memberi kesempatan kepada kami untuk mengikuti pendidikan spesialisasi.
3. Direktur Utama RSUP Dr. Kariadi Semarang beserta staf, yang telah memberi
kesempatan dan kerjasama yang baik selama mengikuti pendidikan spesialisasi
serta memberi izin penelitian di RSUP Dr.Kariadi .
5
4. Prof. dr. H. Soebowo, SpPA(K) selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Biomedik Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, beserta
Prof. dr. Edi Dharmana, PhD, SpPar(K) dan dr. Kusmiyati, M Kes atas
bimbingan dan sarannya serta sebagai tim penguji Proposal Penelitian dan
Tesis.
5. dr. Budi Santosa, SpA(K) selaku Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran untuk memberi pengarahan dan dukungan moril selama
pendidikan .
6. dr. Alifiani Hikmah P, SpA(K) selaku Ketua Program Studi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi pengarahan dan
dukungan moril selama pendidikan.
7. dr. H.M. Sholeh Kosim, SpA(K) dan dr. Bambang Sudarmanto, SpA(K) selaku
pembimbing utama dan kedua penulis, yang telah berkenan meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran dengan penuh kesabaran, serta bimbingan, dorongan,
motivasi dan arahan yang tidak putus-putusnya untuk dapat menyelesaikan studi
dan penyusunan laporan penelitian ini.
8. Ketua Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi Semarang
yang telah memberikan izin penelitian di Bagian
Obstetri dan Ginekologi
RSUP Dr.Kariadi.
6
9. Prof. Dr. dr. Tjahjono, SpPA(K), FIAC, Prof. dr. Lisyani B Suromo, SpPK(K),
Prof. Dr. dr. Ag Soemantri, SpAK, Ssi, dr. Budi Santosa, SpAK, dr. Kamilah
Budhi R, SpAK, dr. Moedrik Tamam, SpAK, dr. Herman Kristanto, MS,
SpOK(K), selaku penguji yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran untuk memberi masukan dan arahan untuk perbaikan penyusunan
laporan ini.
10. dr. Rudy Susanto, SpA(K) selaku dosen wali yang telah berkenan memberikan
dorongan, motivasi dan arahan yang tidak putus-putusnya untuk dapat
menyelesaikan studi dan penyusunan laporan penelitian ini .
11. Guru-guru kami di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang yang sangat kami hormati, cintai dan
banggakan : Prof. dr. Moeljono S Trastotenojo, SpA(K); Prof. Dr. dr. Ag.
Soemantri, SpA(K), SSi; Prof. Dr. dr. I. Sudigbia, SpA(K); Prof. Dr. dr. Lydia
Kosnadi, SpA(K); Prof. Dr. dr. Harsoyo N, DTM&H, SpA(K); Prof. dr. M.
Sidhartani Zain, MSc, SpA(K); dr. Anggoro DB Sachro, DTM&H, SpA(K); Dr.
dr. Tatty Ermin, SpA(K), PhD; dr. Kamilah Budhi Raharjani, SpA(K); dr.Budi
Santosa,
SpAK,
dr.R.Rochmanadji
W,
SpA(K),MARS;
Dr.dr.Tjipta
Bachtera,SpAK, dr.Moedrik Tamam,SpAK, dr.H.M. Sholeh Kosim, SpA(K),
dr. Rudy Susanto, SpA(K); dr. I. Hartantyo, SpA(K); dr. Herawati Juslam,
SpA(K); dr. PW. Irawan, MSc, SpA(K); dr.Hendriani Selina, SpAK, MARS, dr.
J.C. Susanto, SpA(K); dr.Agus Priyatno, SpA(K); dr. Dwi Wastoro D, SpA(K);
dr. Asri Purwanti, SpA, MPd; dr. Bambang Sudarmanto, SpA(K); dr. Elly
7
Deliana, SpA(K); dr. MM DEAH. Hapsari, SpA(K); dr. Alifiani H. Putranti,
SpA(K), dr. M. Mexitalia S, SpA(K); dr. M. Heru Muryawan, SpA; dr. Gatot
Irawan S, SpA;
dr. Anindita Soetaji, SpA;
dr. Wistiani, SpA; dr. Moh.
Supriyatna, SpA; dr. Fitri Hartanto, SpA; dr. Omega Melyana, SpA, dr. Yetty
Movieta Nancy, SpA atas segala bimbingan yang diberikan selama penulis
menjalani pendidikan .
12. Prof. Dr.dr. Hertanto Wahyu S, MS dan dr. Sakundarno, SKM yang telah
membantu membimbing penulisan proposal penelitian. dr.Niken Puruhita,
MMed.Sc., SpGK dan dr. Hari Peni Julianti, MKes yang dengan sabar, teliti dan
senang hati membantu peneliti dalam pengolahan data, membimbing dan
memberi arahan dalam penyusunan laporan penelitian kami.
13. Teman-teman seangkatan Januari 2003 : Christianus, Gondo, Titut, Ninung,
Robert, Baginda, Diapari dan Ipung, serta rekan-rekan Residen PPDS I Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
lainnya, sahabat-sahabatku seperjuangan, atas bantuan, kekompakan, setia
kawan dan kerjasama yang selalu ada dalam suka dan duka selama menempuh
pendidikan .
14. Rekan-rekan perawat/ TU/ karyawan/ karyawati bagian IKA RSUP Dr. Kariadi
Semarang, atas dukungan, kerja sama serta bantuannya.
15. Teman-teman residen PPDS I Obstetri dan Ginekologi, Ibu Isti dan para bidan
serta perawat di Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Undip/RSUP Dr. Kariadi
atas bantuannya dalam penelitian.
8
16. Istriku tercinta dr.Alfi Muntafiah serta kedua buah hati dan cintaku Khilmia
Nafiisa Zahra dan Salma Sajida Zahra yang begitu luar biasa dengan setia dan
tabah mendampingi dalam suka dan duka, memberikan dorongan, semangat,
pengorbanan dan senyuman selama menjalani pendidikan.
17. Bapak Drs. Ngadiman dan Ibu Sukirah orang tuaku tercinta yang dengan penuh
kasih sayang dan pengorbanan telah mengasuh, membesarkan, mendidik dan
menanamkan rasa disiplin dan tanggung jawab serta memberikan dorongan
semangat, bantuan moril maupun material, sujud dan bakti kami haturkan
dengan tulus hati.
18. Kakak Sumiati, SPd beserta keluarga, adik Imam Sutrisno, SE beserta keluarga
dan adik Retno Kurniasih tersayang, atas doa dan dorongan semangat selama
ini.
19. Bapak Taftazani dan Ibu Bai’ah, mertuaku tercinta yang dengan penuh kasih
sayang dan perhatian memberikan dorongan semangat, bantuan moril maupun
material, sujud dan bakti kami haturkan dengan tulus hati.
20. Adik Arif atas segala doa dan bantuannya.
21. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendukung
dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Tiada gading yang tak retak, penulis mohon kepada semua pihak yang
memberikan masukan dan sumbang saran atas penelitian ini dan memberikan
bekal bagi penulis untuk penelitian ilmiah di masa yang akan datang.
Akhirnya dari lubuk hati yang paling dalam, penulis juga menyampaikan
9
permintaan maaf kepada semua pihak yang mungkin telah mengalami hal
yang kurang berkenan dalam berinteraksi dengan penulis selama kegiatan
studi dan penulisan ini.
Semoga Allah SWT selalu berkenan memberikan berkat dan rahmat-Nya
kepada kita semua. AMIEN .
Semarang, 31 Juli 2008
Penulis
10
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
…………………………………………………………….
Halaman
Pengesahan
………………………..…………………………….
Pernyataan
…………………………………………………………………
Daftar
Riwayat
Hidup
…………………………………….……………….
Kata
Pengantar
………………………………………………...…………..
Daftar
Isi
…………………………………………………………………..
Daftar
Singkatan
…………………………………………………………..
Daftar
Tabel
…………….…...…………………………………………….
Daftar
Gambar……………………………………………………………..
Daftar
Lampiran……………………………………………………………
Abstrak
...………………………………………….……………………….
Abstract
.…………………………………………………………..……….
Halaman
i
ii
iii
iv
v
xi
xiii
xiv
xv
xv
xvi
xvii
Bab I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang…………………………………………………
1.2 Rumusan masalah……………………………………………..
1.3 Tujuan penelitian..…………………………………………… .
1.4 Manfaat penelitian……………………………………………..
1.5 Originalitas penelitian…………………………………………
1
3
4
4
5
11
Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir..............................
2.1.1 Hemoglobin ............................................................................
2.1.2 Hematokrit ………………………………………………......
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Hb dan Ht bayi baru lahir
2.2 Penjepitan tali pusat ……………………………………..…..
2.2.1 Transfusi plasental …...…………………………………...…
2.2.2 Waktu penjepitan tali pusat ………………….…..……….2.2.3
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjepitan tali pusat ..
2.2.3.1 Sirkulasi janin dan perubahan pasca lahir ...........................
2.2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi transfusi plasental.........
2.2.4 Dasar pemikiran bahaya penjepitan tali pusat dini dan
perlunya
transfusi
plasental
………………………………....
2.2.5 Efek transfusi plasental .……………………..………….…..
2.2.6 Pertimbangan khusus berkenaan dengan transfusi plasental..
2.2.6.1 Efek negatif dan positif pada bayi-bayi preterm ……........
2.2.6.2 Manfaat penjepitan tali pusat dini ......................................
Bab 3. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS
3.1 Kerangka teori………………………….……………………...
3.2 Kerangka konsep …………………….……………………….
3.3 Hipotesis……………………………………… .…..………….
Bab 4. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Ruang lingkup penelitian……………………..……………….
4.2 Waktu dan tempat penelitian…………………..………………
4.3 Jenis dan rancangan penelitian…………………..…………….
4.4 Populasi dan subyek penelitian………………..………………
4.5 Variabel penelitian…………………………………………….
4.6 Definisi operasional……………………………………...……
4.7 Cara pengumpulan data………………………………..………
4.8 Alur Penelitian…………………………………………………
4.9 Analisa Data……………………………………………………
4.10 Etika Penelitian……………………………………………….
Bab 5. HASIL PENELITIAN ...................................................................
7
7
20
20
26
26
27
29
29
31
34
38
41
41
42
44
45
45
46
46
46
47
48
49
50
51
52
52
54
61
12
75
Bab 6. PEMBAHASAN.............................................................................
Bab 7. SIMPULAN DAN SARAN............................................................
DAFTAR
PUSTAKA
………………………………………………..…...
Lampiran………………
76
13
DAFTAR SINGKATAN
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
–
ADB : anemia defisiensi besi
BBLR : bayi berat lahir rendah
CDC : Center for Disease Control
DMT1 : Divalent Metal Transporter 1
FBS : fetal bovine serum
FGF : fibroblast growth factor
FCS : fetal calf serum
FS
: feritin serum
HER : hemoglobin eritrosit rata-rata
Hb : hemoglobin
HCPl : heme carrier protein 1
HLA : human leucocyte antigen
Ht : hematokrit
KHER : konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata
KMK : kecil masa kehamilan
MCV : mean corpuscular volume
MNC : mononuclear cells
MSC : mesenchymal stem cells
PIM : perdarahan intravaskuler menyeluruh
RDS : respiratory disstres sindrome
RDW : Red-cell Volume Distribution Width
RPBV : residual placental blood flow
SDM : sumber daya manusia
SI : serum iron
ST : saturasi transferin
sTfR : solube transferin reseptor
Tf : transferin serum
TfR : transferin reseptor
TIBC : total binding iron capacity
VER : volume eritrosit rata-rata
14
DAFTAR TABEL
T
H
a
al
b
a
e
m
Judul
l
an
1 Penelitian efek penjepitan tali pusat terhadap kadar Hb dan
Ht bayi baru lahir ....................................................................
2
Karakteristik subyek penelitian
……………………………..
3
5
55
Perbedaaan rerata Hb subyek pada penjepitan tali
pusat
15 detik dan 45 detik
57
………………………………………..
4 Perbedaan rerata Ht subyek pada penjepitan tali pusat
15 detik dan 45 detik ……………………………………......
57
5 Perbedaan rerata Hb dan Ht subyek pada kelompok ibu
anemia dan non anemia ………………………………….….
6
Perbedaan rerata Hb dan Ht subyek berdasarkan umur
ibu …
7
Perbedaan Hb dan Ht subyek berdasarkan status gizi
ibu …..
57
58
58
8 Pengaruh waktu penjepitan tali pusat, kadar Hb ibu, umur ibu
dan status gizi ibu terhadap kadar Hb dan Ht subyek ……....
59
15
DAFTAR GAMBAR
G
a
Ha
m
la
ba
ma
r
Judul
n
1
Bagan sebuah molekul hemoglobin (Hb A)
8
2
………….....
10
3
Distribusi
4
…………………………….
5
Absorpsi
6
......................................................
Siklus
7
Fe
di
dalam
Fe
Fe
tubuh
13
16
di
pada
Intestin
30
manusia
54
.....................................................
Sirkulasi
56
janin
……………………………………..……
Jumlah dan prosentase subyek berdasar waktu
penjepitan
tali
pusat
...........................................................................
Grafik distribusi rerata kadar Hb dan Ht subyek
………..
16
DAFTAR LAMPIRAN
1
Ethical Clearence dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan FK UNDIP
dan RSUP. Dr. Kariadi Semarang
2
Ijin melakukan penelitian
3
Persetujuan mengikuti penelitian
4
Urutan perlakuan subyek ( hasil randomisasi )
5
Data dan analisisnya dengan SPSS.15
17
Abstrak
Latar belakang: Masa setelah bayi lahir, sebelum plasenta dilahirkan, terjadilah peralihan
peran oksigenasi dari plasenta ke paru bayi. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui
plasenta masih berlanjut, darah masih ditransfusikan ke bayi (disebut transfusi plasenta). Jika
peran oksigenasi plasenta dihentikan mendadak (penjepitan tali pusat dini), sementara paru
belum berfungsi optimal, maka cerebral blood flow menjadi tidak adekuat. Kapan penjepitan
tali pusat seharusnya dilakukan, masih menjadi kontroversi dan perdebatan lebih dari satu
abad, namun mana yang lebih baik bagi bayi, penjepitan dini atau lanjut dan kapan penjepitan
tali pusat dilakukan, para ahli masih berbeda pandangan.
Tujuan: Membuktikan adanya pengaruh waktu penjepitan tali pusat setelah bayi lahir
terhadap kadar hemoglobin(Hb) dan hematokrit(Ht) bayi baru lahir.
Metode: Penelitian dengan Posttest-Only Control Group Design, menganalisis pengaruh
waktu penjepitan tali pusat 45 detik (penjepitan lanjut) setelah bayi lahir terhadap kadar Hb
dan Ht bayi baru lahir dibandingkan dengan 15 detik (penjepitan dini). Hipotesis penelitian,
kadar Hb dan Ht lebih tinggi pada bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali dengan
dengan waktu yang lebih lama. Subyek: 36 bayi baru lahir (19 subyek dilakukan penjepitan
dini), tidak asfiksia, berat lahir normal, aterm, kehamilan tunggal dengan persalinan spontan,
di RSUP Dr.Kariadi Semarang dan rumah Bidan praktek swasta, antara Agustus 2007 s.d.
Februari 2008. Uji normalitas data digunakan Uji Shapiro-Wilks, uji beda rerata
menggunakan independent t-test. Batas kemaknaan p ≤ 0.05, IK 95%.
Hasil: Kadar Hb subyek kelompok penjepitan dini: 13.4 s.d. 18.4g% dan penjepitan lanjut:
14.5 s.d. 20.1g%. Kadar Ht bayi penjepitan 15 detik: 37,6 s.d. 54,7% dan penjepitan 45 detik
antara 41,6 s.d. 60,6%. Pada kelompok penjepitan 15 dan 45 detik terdapat perbedaan
bermakna rerata Hb subyek (16.30g%±1.36 dan 17.34g%±1.67) dan Ht (47.08%±4.54 dan
51.34 %±6.07) dengan angka signifikansi berturut-turut p=0.048 dan p=0.022.
Simpulan: Rerata kadar Hb dan Ht kelompok penjepitan tali pusat 45 detik lebih tinggi
secara statistik bermakna dibandingkan kelompok penjepitan 15 detik.
Kata kunci: Waktu penjepitan tali pusat,hemoglobin bayi baru lahir,hematokrit bayi baru
lahir
18
Abstract
Backgrounds: After the baby was born, before delivery of placenta, there are roles exchange
in oxygenation from placenta to baby’s lungs. At that time, oxygen delivery from placenta
still continued (placental transfusion). If oxygenation from placenta suddenly stop (early
clamping), whether lung’s function not optimal yet, cerebral blood flow becomes inadequate.
When should we clamp the umbilical cord is still controversy and has been debated over
more than one century, but still have no answer whether early or delayed clamping is the best
for the baby.
Objectives: To prove the effect of umbilical cord clamping time to the level of hemoglobin
(Hb) and hematocrite(Ht) of neonates.
Methods: Posttest-only control group design, analyze effect of 45 seconds umbilical
cord clamping (delayed clamping) after babies was born to the neonate’s Hb and Ht
level compare with 15 seconds (early clamping). Hypothesis: the level of Hb and Ht
of neonates are higher in the delayed clamping. Subject: 36 newborn babies (19 with
early clamping), not asphyxiated, normal birth weight, aterm, spontaneous delivery
with single baby, location at Dr.Kariadi Hospital and private midwife, between
August 2007 and February 2008. Shapiro-Wilks used for normality test and
independent t-test for mean difference between two groups. Level of significance, p <
0.05 was chosen, with 95% CI.
Results: The neonate’s Hb level in early clamping group were 13.4-18.4g% and delayed
clamping were 14.5-20.1g%; Ht level in early clamping group were 37.6-54.7% and delayed
clamping were 41.6-60.6%. There were significance differences in subject Hb between early
and delayed clamping (16.3g%±1.36 and 17.34g%±1.67) and Ht (47.08%±4.54 and
51.34%±6.07) with significancies p=0.048 and p=0.022.
Conclusion: Mean Hb and Ht level in delayed cord clamping group (45 seconds) are
significantly higher than early clamping group.
Keyword: umbilical cord clamping time, neonate’s hemoglobin , neonate’s hematocrite
19
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kualitas hidup anak ditentukan oleh kualitas tumbuh kembangnya sejak
konsepsi.1 Dalam usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM),
diperlukan SDM yang berkualitas sejak masa perinatal.2 Proses kelahiran, dikatakan
sebagai masa peralihan/ transisi dari fetus ke bayi, merupakan bagian yang penting
dari proses tumbuh kembang anak.1 Otak sebagai organ yang vital dalam tumbuh
kembang anak harus dijaga oksigenasinya selama masa transisi tersebut.3
Selama periode fetus/ janin, plasenta memegang peran oksigenasi otak, setelah
lahir, paru akan mengambil alih fungsi tersebut.3,4 Pada masa setelah bayi lahir dan
sebelum plasenta dilahirkan, terjadi peralihan peran oksigenasi dari plasenta ke paru
bayi. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berjalan /
berlanjut, darah masih ditransfusikan ke bayi (disebut transfusi plasental). Hal
tersebut dapat mempengaruhi hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), menambah volume
darah/ eritrosit, mencegah hipovolemi dan hipotensi pada bayi baru lahir, sehingga
otak tetap mendapat suplai oksigen yang cukup.5 Jumlah eritrosit dan Hb yang cukup
selanjutnya dapat dijadikan sumber Fe bayi.3 Intervensi pada masa transisi tersebut
dapat menurunkan volume darah pada neonatus sekitar 25 – 40%.5 Setelah paru
memegang peran ini, peran oksigenasi plasenta berhenti, pembuluh darah tali pusat
menutup, oksigenasi otak tidak sempat terhenti.3,6
20
Gangguan aliran darah ke otak (cerebral blood flow) merupakan mekanisme
utama yang mendasari neuropatologi yang berhubungan dengan iskemi hipoksi
intrapartum. Hal ini biasanya terjadi akibat pemutusan aliran darah plasenta dan
pertukaran gas, yang sering dihubungkan dengan asfiksia.2 Jika saat proses
persalinan, peran oksigenasi plasenta dihentikan mendadak 10 -15 detik setelah lahir
(penjepitan tali pusat dini), cerebral blood flow menjadi tidak optimal, oksigenasi
menurun dengan segala akibatnya. Penutupan tali pusat secara alamiah (penjepitan
tali pusat tunda), dari sudut pandang ini, dapat mencegah asfiksia dan kerusakan otak,
tetapi dalam pengalaman / praktik sehari-hari, banyak terjadi praktik penjepitan tali
pusat dini pada proses persalinan. 3
Perdebatan mengenai hal tersebut telah berlangsung lebih dari satu abad, namun
jawaban atas pertanyaan mana yang lebih baik bagi bayi, penjepitan dini atau tunda
dan kapan penjepitan tali pusat dilakukan, para ahli masih berbeda pandangan.
3,7,8,9
The American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) dan kebanyakan
rumah sakit menganjurkan untuk melakukan penjepitan tali pusat dini/ segera setelah
bayi lahir,10,11,12 sementara sumber lain tidak sependapat.13,14,15,16 Pada managemen
aktif persalinan kala III, World Health Organization (WHO) 1998 menganjurkan
penjepitan tali pusat dini.17 Sehingga sampai saat ini, kapan waktu penjepitan tali
pusat setelah bayi lahir dilakukan, masih menjadi kontroversi.
Kejadian anemia maupun polisitemia pada bayi baru lahir, keduanya merupakan
keadaan yang tidak diinginkan. Penelitian McDonnel & Handerson-Smart (1997) di
Australia, melaporkan kenaikan rata-rata hematokrit pada bayi dengan penjepitan tali
21
pusat 30 detik setelah lahir, namun secara statistik tidak signifikan.18 Penelitian
Linderkamp, dkk.(1992) melaporkan, kadar Ht pada bayi (24 jam) dengan penjepitan
tali pusat dini (<10 detik) sebesar 43 ± 6 %, dibandingkan dengan 59 ± 5 % pada
penjepitan 3 menit.19 Cernadas JMC,dkk.(2006) menyebutkan prosentase kejadian
polisitemia pada kelompok penjepitan tali pusat 3 menit pada 6 jam setelah lahir
adalah 14,1 % (Ht tertinggi 75%) sedangkan pada penjepitan 1 menit setelah lahir,
prosentase polisitemia 5,5% dengan kadar Ht tertinggi 71%.20 Sebenarnya, sebagian
besar bayi sehat telah mendapatkan transfusi plasental dengan jumlah yang besar
dalam 45 detik setelah lahir.3 Dengan mempertimbangkan keuntungan / kerugiannya,
waktu penjepitan tali pusat 45 detik setelah bayi lahir mungkin dapat digunakan
sebagai salah satu pilihan.
Di Indonesia dengan latar belakang pelayanan perinatologi yang bervariasi,
penelitian tentang pengaruh waktu penjepitan tali pusat terhadap kadar hemoglobin
dan hematokrit bayi baru lahir, khususnya dengan waktu penjepitan tali pusat 15
detik dan 45 detik atau penelitian yang serupa dengan hal ini belum dijumpai,
sehingga dipandang perlu untuk meneliti hal tersebut.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan adanya kontroversi tentang waktu penjepitan
tali pusat pada bayi baru lahir, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah :
Adakah pengaruh waktu penjepitan tali pusat setelah bayi lahir terhadap kadar Hb
dan Ht bayi baru lahir ?
22
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Membuktikan adanya pengaruh waktu penjepitan tali pusat setelah bayi lahir terhadap
kadar Hb dan Ht bayi baru lahir.
1.3.2. Tujuan khusus
1.3.2.1.1. Mengukur kadar Hb dan Ht bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali
pusat 15 detik dan 45 detik setelah lahir.
1.3.2.1.2. Menganalisis perbedaan kadar Hb dan Ht antara bayi baru lahir yang
dilakukan penjepitan tali pusat 15 detik dan 45 detik setelah lahir.
1.3.2.1.3. Menentukan penjepitan tali pusat 45 detik setelah bayi lahir (penjepitan
tunda) dapat diterapkan pada persalinan normal.
1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Manfaat pendidikan / keilmuan :
Memberikan informasi tentang perbedaan kadar Hb dan Ht antara bayi baru
lahir yang dilakukan penjepitan tali pusat 15 detik dan 45 detik setelah lahir,
guna penerapan klinis / praktis.
1.4.2. Manfaat pelayanan kesehatan :
Memberikan asupan mengenai keuntungan dan kerugian penjepitan tali pusat
dini maupun tunda serta kapan tali pusat dijepit .
1.4.3. Manfaat penelitian lebih lanjut :
Sebagai dasar penelitian lebih lanjut .
23
1.5 Originalitas penelitian
Penelitian yang membandingkan penjepitan tali pusat dini dan tunda (30 detik)
belum menghasilkan perbedaan yang bermakna secara statistik.18 Beberapa hasil
penelitian lain ditampilkan pada tabel 1.
Tabel 1. Penelitian efek penjepitan tali pusat terhadap kadar Hb dan Ht bayi
baru lahira
Peneliti
Hasil
Judul
Metode
Penjepitan
(Lokasi)
Penelitian
Aziz SFA,
21
dkk.(1999)
(Kairo)
Linderka,
dkk.
19
(1992)
(Germany)
Grajeda,
dkk.
15
(1997)
(Guatemala)
Cernadas
C, dkk
20
(2006)
(Argentina)
Gupta
&Ramji
12
(2002)
(India)
Early Cord Clamping and
Its Effect on some
Hematological
Determinants of Blood
Viscosity in Neonates
The effect of early and late
cord-clamping on blood
viscosity and other
hemorheological parameters
in full-term neonates
Delayed clamping of the
umbilical cord improves
hematologic status of
Guatemalan infants at 2
mo of age
Nonrandom ; < 30 neonatus
aterm , Penjepitan : 15
detik (15) dan 3 menit (15)
, lahir pervaginam. .
Nonrandom; 30 neonatus
aterm. Penjepitan: <10
detik (15) dan 3 menit (15).
Kehamilan 39-40 mgg,
pervaginam,
Nonrandom; Multisenter,
69 neonatus
Penjepitan: Segera setelah
lahir (21), setelah tali pusat
berhenti berdenyut26) &
setelah tali pusat berhenti
berdenyut dg posisi bayi di
bawah plasenta (22) , >37
mgg, >2000 g, pervaginam.
The Effect of Timing of
Cord Clamping on Neonatal
Venous Hematocrit Values
and Clinical Outcome at
Term: A Randomized,
Controlled Trial
RCT, subyek neonatus
atern, pervaginam atau
seksio sesaria Penjepitan:
10 detik (93), 1 menit (92),
3 menit (92)
Effect of Delayed Cord
Clamping on Iron Stores
in Infants Born to
Anemic Mothers: A
Randomized Controlled
Trial
RCT, Computergenerated
Random , Subyek :
neonatus aterm yang lahir
spontan dengan ibu anemia.
(Hb<10g%) Penjepitan :
Segera setelah lahir
(n=53), setelah plasenta
keluar vagina dan posisi
bayi 10 cm di bawah
introitus vagina.
47±5 %
(2jam)
15 detik
Ht :
3 menit
Ht :
< 10 detik
Ht :
63±5%
(2jam)
43±6%
(24 jam)
3 menit
Ht :
59±5%
(24 jam)
1.Segera
setelah lahir
Hb :
Ht :
2.Setelah tali
pusat tidak
ber-denyut
3.No.2+posisi
bayi dibawah
plasenta
Hb :
Ht :
10 detik
1 menit
3 menit
Segera setelah
lahir
Setelah plasenta
keluar vagina
dan posisi bayi
10 cm di bawah
introitus vagina.
Hb :
Ht :
Hb :
Ht :
Hb :
Ht :
Hb :
57,1±4,2
% (segera)
55,8±8,6%
(segera)
59,8±8,6
% (segera)
53,5±7,0
%
57±5,8%
-
Ht :
Hb :
59,4±6,1%
Ht :
-
Hb :
14,1±1,4g
%
Ht :
-
13,9±1,5g
%
24
Penelitian ini dengan posttest-only control group design, perlakuan penjepitan tali
pusat 15 detik atau 45 detik setelah lahir pada bayi baru lahir, diharapkan akan
mengetahui/ membuktikan pengaruh waktu penjepitan tali pusat terhadap kadar Hb
dan Ht bayi baru lahir, dengan waktu penelitian selama 6 bulan antara bulan
September 2007 s.d. Februari 2008.
25
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir
Kadar Hb dan Ht bayi baru lahir memegang peran penting dalam menyuplai
oksigen pada masa transisi fetus ke bayi saat proses persalinan. Pada masa transisi
tersebut darah masih mengalir dari plasenta ke bayi melalui tali pusat, dapat
meningkatkan kadar Hb dan Ht, menambah volume darah bayi, mencegah
hipovolemi dan hipotensi, sehingga otak tetap mendapat oksigenasi cukup.3, 6
2.1.1. Hemoglobin
Hemoglobin manusia ditemukan dalam eritrosit, suatu tetramer dengan ukuran 50 x
55 x 64 A° dan berat molekul 64.400 Dalton. Hemoglobin terdiri dari persenyawaan
antara hem dan globin (gambar 1). Hem ialah suatu persenyawaan kompleks yang
terdiri atas 4 buah gugusan pyrol dangan Fe ditengahnya, sedangkan globin terdiri atas 2
pasang rantai polipeptida yang berbeda; 2α (alfa) dan 2β(beta) untuk Hb A (α2β2);
2α dan 2γ (gama) untuk Hb F (α2γ2), dan 2α dan 2 δ (delta) untuk Hb A2 (α2δ2).
Ketiga jenis hemoglobin ini merupakan hemoglobin normal pada manusia.22
Setiap hem terikat pada setiap rantai polipeptida pada asam amino tertentu. Dalam
keadaan besi terreduksi (ferro) hemoglobin dapat mengikat oksigen (O2) atau
karbonmonoksida (CO). Dalam bentuk teroksidasi (ferri), hemoglobin tidak dapat
26
mengikat oksigen, tapi mudah mengikat anion. Fungsi hemoglobin ialah mengangkut
oksigen (O2) ke jaringan tubuh dan CO2 dari jaringan ke paru.22
Gambar 1. Bagan sebuah molekul hemoglobin (Hb A) 22
Sumber : Wahidiyat I dan Amalia P (2005)
Sebelum lahir, produksi eritrosit dikendalikan eritropoitin janin yang diproduksi di
hati. Eritropitin ibu tidak dapat melalui plasenta. Sekitar 55 s.d. 90% eritrosit janin
mengandung Hb F yang mempunyai afinitas tinggi terhadap O2, sehingga dapat
membawa O2 konsentrasi tinggi melintas plasenta dari maternal ke peredaran janin.
Setelah lahir, afinitas yang tinggi ini menyebabkan Hb F sulit melepaskan O2 ke
jaringan. Kondisi ini diperberat dengan kelainan paru atau jantung saat lahir, sehingga
menambah keadaan hipoksia. Transisi dari Hb F ke Hb A sudah dimulai sebelum bayi
lahir. Saat kelahiran, tempat produksi eritropitin berubah dari hati ke ginjal melalui
suatu mekanisme yang belum diketahui. Peningkatan PaO2 dari 25-30 mmHg saat
janin menjadi 90-95 mmHg setelah lahir, menyebabkan serum eritropoitin menurun
sehingga produksi eritrosit juga menurun s.d. umur 6-8 minggu, menyebabkan
anemia fisiologi dan berkontribusi menyebabkan anemia prematuritas.23
27
Hemoglobin, Oksigenasi dan Fe
Hb mempunyai peran sangat penting sebagai pengikat oksigen di dalam darah.
Konsentrasi Hb yang cukup pada bayi baru lahir menentukan tingkat oksigenasi otak,
sehingga penjepitan dini dianggap tidak fisiologis dan bisa merugikan bayi.
Penjepitan tali pusat dini dapat menyebabkan berkurangnya kadar Hb bayi baru lahir.
Sebaliknya, pada penjepitan tunda dapat menyebabkan transfusi plasental, jumlah
eritrosit dan Hb bayi meningkat. Jumlah eritrosit dan hemoglobin yang cukup
selanjutnya dapat dijadikan sebagai sumber besi (Fe) yang sangat penting bagi bayi. 3
Keseimbangan dan Metabolisme Fe. Jumlah rata-rata Fe total pada bayi aterm
cadangan Fe tubuhnya sekitar 75 mg/kgBB.24 Yip R dan Dallman PR (1996)
sebagaimana dikutip Ringoringo
25
mengatakan fetus yang sedang tumbuh membuat
cadangan Fe tubuh dari suplai ibunya. Kecuali pada ibu hamil dengan defisiensi besi
berat, bayi aterm normal dapat memenuhi kebutuhan Fe-nya sampai usia 4-6 bulan.
Dalam bulan-bulan pertama kehidupan, bayi menggunakan Fe dalam jumlah besar
dan cepat untuk mengimbangi kecepatan tumbuh dan bertambahnya volume darah
tubuh. Menjelang usia 4 bulan cadangan Fe bayi berkurang 50% (pada saat yang
sama biasanya berat badan bayi 2 kali berat lahir). Bayi premature mempunyai waktu
sedikit untuk menyimpan Fe selama dalan rahim, karena itu cadangan Fe-nya jauh
lebih rendah dibanding bayi aterm, apalagi kecepatan tumbuh bayi prematur sangat
cepat setalah lahir dibanding bayi aterm sehingga cadangan Fe-nya hanya cukup
untuk untuk 2-3 bulan .
28
Distribusi Fe di dalam tubuh dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Distribusi Fe di dalam tubuh.24
Mekanisme yang mempengaruhi keseimbangan dan metabolisme Fe adalah
intake Fe, cadangan Fe dan kehilangan Fe.26 Fe yang diperoleh dari makanan terdapat
dalam 2 bentuk, yaitu : 1. Fe-non heme (umumnya berasal dari bahan makanan
nabati) 2. Fe-heme (umumnya berasal dari makanan hewani, yaitu dari hemoglobin
dan mioglobin). Andrews NC (2004) seperti dikutip Ringoringo mengatakan intake
29
Fe sangat tergantung pada jumlah dan bioavaibilitas Fe dari diet serta kapasitas
absorbsi Fe. Fe yang berasal dari makanan masuk melalui mulut lalu ke esofagus
kemudian kemudian ke lambung dan sampai ke usus halus. Di dalam lambung, pada
keadaan fisiologis, asam lambung akan mengoksidasi ion ferro menjadi ion ferri yang
tidak larut. Asam lambung akan menurunkan pH duodenum bagian proksimal
sehingga meningkatkan kelarutan dan ambilan Fe+++. Bila produksi asam lambung
terganggu maka absorpsi Fe pun akan berkurang secara bermakna.25 Cadangan Fe
tubuh dalam 2 bentuk, yaitu feritin dan hemosiderin. Cadangan Fe disimpan terutama
di hepar, sel retikuloendotelial dan sum-sum tulang. Di hepar sebagian besar Fe
disimpan di parenkim (hepatosit) dan sebagian kecil di sel-sel retikuloendotelial (sel
Kupffer). Di sumsum tulang dan limpa Fe disimpan terutama di sel-sel
retikuloendotelial. Cadangan Fe berfungsi sebagai reservoir untuk memberi Fe pada
sel-sel yang sangat membutuhkan, terutama pada
pembentukan hemoglobin. Fe
yang terikat pada feritin lebih mudah dimobilisasi daripada Fe yang terikat
pada hemosiderin. Pada keadaan keseimbangan-Fe negatif yang berlangsung lama,
cadangan Fe akan terkuras habis sebelum muncul defisiensi Fe jaringan. Pada
keadaan keseimbangan Fe positif, maka akan terjadi peningkatan cadangan Fe secara
perlahan-lahan meskipun absorpsi Fe sudah relatif rendah. 26
Kehilangan Fe melalui feses 0,6 mg/ hari (berasal dari empedu, mukosa sel yang
mengelupas dan kehilangan darah dalam jumlah yang sedikit), sel kulit yang
mengelupas dan keringat 0,2-0,3 mg/hari, urin 0,1 mg/hari. Sampai saat ini belum
ditemukan mekanisme yang mengatur kehilangan Fe.25, 26
30
Mekanisme umpan balik antara kebutuhan Fe tubuh dan absorpsi Fe di intestin
mempengaruhi/ menentukan homeostasis Fe tubuh. Bila sebelumnya enterosit
diketahui sangat berperan pada homeostasis tubuh, maka saat ini diyakini heparlah
yang berperan sebagai pusat pengatur homeostasis Fe. Hepar yang mengendalikan
seberapa banyak Fe yang diabsorpsi melalui enterosit intestin dan sebarapa banyak Fe
yang dilepaskan dari tempat cadangan Fe. Pemahaman ini diperoleh sejak hepsidin
ditemukan sebagai hormon pengatur metabolisme Fe. Target utama hepsidin adalah
vilus enterosit, makrofag retikuloendotelial, dan hepatosit. 26, 27
Ringoringo25 mengutip pendapat Nemeth E dkk.(2004), menyebutkan bahwa sel
hepatosit berperan sebagai reservoir Fe yang berasal dari diet dan akan melepaskan
Fe ketika kebutuhan Fe meningkat. Pelepasan Fe (yang diperantarai ferroportin) dari
enterosit, makrofag dan hepatosit adalah faktor utama yang berperan pada
homeostasis Fe. Saat ini hepsidin (suatu peptida yang mengandung 25 asam amino)
dianggap sebagai hormon utama pada pengaturan Fe. Beberapa faktor yang
berpengaruh pada absorpsi Fe di intestin yaitu cadangan Fe tubuh, aktivitas
eritropoiesis, kadar hemoglobin, kadar oksigen darah dan ada tidaknya inflamasi .
Bila faktor-faktor tersebut berubah maka absorpsi Fe di intestin akan berbanding
terbalik dengan ekspresi hepsidin di hepar. Hepsidin akan mengurangi fungsi
ferroportin dengan mengikatnya secara langsung dan menyebabkan ferroprotin
berdegradasi. Keadaan ini pada enterosit akan telihat dengan berkurangnya
pelepasan Fe dari sel sehingga absorpsi Fe berkurang. Pada hepatosit dan makrofag
31
retikuloendotelial akan terjadi penurunan pelepasan Fe sehingga terjadi peningkatan
cadangan Fe.
Absorpsi Fe dari makanan terjadi sebagian besar di duedenum dan bagian atas
jejenum dan sebagian kecil di lambung, ileum dan kolom.
25, 26
Absorpsi Fe yang
berasal dari makanan berbeda antara Fe-heme dan Fe-non heme.25 Proses absorpsi
Fe-non heme lebih mudah dalam bentuk ion ferro (Fe++) , sehingga jika masih dalam
bentuk ion ferri (Fe+++) akan direduksi oleh enzim ferrireduktase sitokrom yang
terdapat di membran apikal vilus enterosit duodenum menjadi ion ferro. Selanjutnya
ion ferro oleh DMT1 (Divalent Metal Transporter 1) dibawa masuk ke dalam sel
melalui brush border membran apikal. (Gambar 3).
Gambar 3. Absorpsi Fe di Intestin
28
32
Di dalam sel (endosom) terjadi perubahan pH menjadi 5,5 yang mengakibatkan
terlepasnya Fe++ yang sebagian akan disimpan dalam bentuk feritin dan sebagian lagi
dibawa oleh ferroportin keluar melalui membran basolateral enterosit duodenum. Ion
ferro kemudian dioksidasi oleh ferrooksidase Hephaestin (Hp) menjadi ion ferri untuk
selanjutnya diikat dan dibawa transferin ( Tf ) dalam sirkulasi darah. Proses absorpsi
Fe-heme di membran apikal enterosit duodenum yang dimediasi ke dalam sel oleh
HCPl (heme carrier protein 1). Di dalam sel, sebagian heme akan dipecah
(dikatabolisme) oleh heme oksigenase menjadi CO, biliverdin, dan ion Fe++ bebas.
Selanjutnya ion ferro ini akan mengalami kejadian yang sama seperti Fe-non heme.
Sebagian heme secara utuh akan dibawa Bcrp dan FLVCR (Fe-exporter) ke luar sel,
kemudian heme itu akan diikat dan dibawa protein transpor hemopexin . 28
Fe yang dilepas, diikat dan dibawa oleh transferin ke sel-sel yang membutuhkan
Fe dan selebihnya disimpan di cadangan Fe. Pada pembentukan hemoglobin
diperlukan Fe dalam jumlah yang besar. Daur ulang Fe yang berasal dari hemoglobin
sangat
tinggi.
Eritrosit
yang
menua
akan
difagositosis
oleh
makrofag
retikuloendotelial dan Fe akan dibawa keluar dari makrofag oleh ferroportin 1, seperti
halnya pada enterosit duodenum. 28
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan absorpsi Fe, yaitu : kecepatan
eritropoiesis di sumsum tulang (erythropoietic regulator), jumlah cadangan Fe tubuh
(stored regulator), jumlah Fe yang baru saja dikonsumsi (dietary regulator), kadar
hemoglobin, kandungan oksigen di dalam darah, ada tidaknya sitokin inflamasi, dan
kehamilan. Absorpsi Fe akan meningkat bila kecepatan eritropoiesis meningkat,
33
cadangan Fe berkurang, anemia dan hipoksemia. Sebaliknya absorpsi Fe akan
berkurang bila ada inflamasi yang selanjutnya dapat menyebabkan anemia karena
inflamasi. 26
Transferin merupakan faktor yang paling berperan pada transpor Fe. Transferin
akan mengikat ion Fe+++ dan bersama-sama akan diikat TfR (Transferin reseptor)
dipermukaan sel dan akhirnya masuk ke dalam sel dengan bantuan DMTl. Kurang dari
1% Fe tubuh berada di Pool Transport untuk dibawa ke seluruh jaringan yang
tinggi kebutuhan Fe-nya seperti sumsum tulang. Suplai Fe tercermin pada saturasi
transferin, bila saturasi transferin rendah artinya suplai Fe-nya kurang dan bila saturasi
transferinnya tinggi maka suplai Fe-nya berlebih.
Afinitas Tf terhadap TfR relatif konstan pada semua jaringan. Jaringan tubuh
dengan ambilan Fe yang tinggi seperti pada hepar, prekursor eritroid, plasenta
mempunyai TfR yang banyak pula. Gen pengatur Tf dan TfR berada di
kromosom 3. Jumlah reseptor sangat dipengaruhi oleh keadaan cukup tidaknya Fe di
jaringan tersebut. Pada saat sel banyak mengandung Fe maka jumlah TfR akan
berkurang. Sebaliknya pada keadaan defisiensi besi atau kebutuhan sel akan Fe tinggi
maka jumlah TfR akan bertambah. Karena konsentrasi TfR di serum sebanding dengan
konsentrasi TfR di permukaan sel, maka kadar TfR di serum dapat digunakan sebagai
indikator biokimia untuk mengukur status Fe seseorang.30
34
Siklus Fe.
Hampir semua Fe fungsional di dalam tubuh tidak berasal dari Fe
makanan yang diserap melalui intestin, tetapi lebih banyak bersumber dari daur ulang
Fe. (Gambar 4)
Eritrosit Dalam
Sirkulasi Darah
Makrofag
Retikuloendotelial
Sumsum tulang
Hepar
Transferin-Fe
Plasma
Usus Halus
Sumber Andrew NC (2004) sebagaimana dikutip Ringoringo HP (2008)
25
Gambar 4. Siklus Fe pada manusia
Fe masuk ke dalam tubuh melalui usus halus dan ke plasma berikatan dengan
transferin. Fe kemudian dilepaskan ke eritroid sumsum tulang, yang selanjutnya
digunakan untuk membentnk hemoglobin kemudian dilepaskan ke sirkulasi darah
dalam bentuk eritrosit matur. Setelah menghabiskan masa hidupnya sekitar 120
hari, eritrosit akan difagositosis makrofag di sistem retikuloendotelial. Di dalam
makrofag, eritrosit dipecah dan Fe yang diperoleh dilepaskan ke dalam plasma,
yang akan diikat oleh transferin untuk mengakhiri siklusnya. Fe yang melebihi
kebutuhan akan disimpan di hepar.
35
Sumber utama Fe daur ulang dan tujuan Fe daur ulang adalah eritron. Setelah berusia
120 hari maka eritrosit akan difagositosis oleh makrofag retikuloendotelial yang terutama
di limpa, eritrosit akan lisis dan Fe dilepaskan ke dalam plasma. Mekanismenya belum
jelas tetapi diduga heme oksigenase memecahkan heme menjadi Fe, CO dan biliverdin.
Sebagian Fe akan disimpan intrasel makrofag sebagai feritin atau hemosiderin, tetapi
sebagian Fe dilepaskan ke dalam plasma, yang selanjutnya akan diikat transferin. Pada
laki-laki dewasa normal setiap harinya 30 mg Fe menyelesaikan siklusnya. Sekitar 2
mg Fe yang dilepas ke dalam plasma akan masuk ke hepatosit dan jaringan lainnya.
Di tempat ini Fe disimpan atau digunakan untuk sintesis protein heme selular seperti
mioglobin dan sitokrom. 26, 28
Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan suatu masalah kesehatan di
Indonesia.29 Ringoringo mengutip hasil penelitian Susilowati dkk.(2004), 56,5% bayi
2-4 bulan di daerah Bogor dan Kabupaten Buleleng Bali mengalami ADB.25
Tingginya prevalensi ADB perlu diwaspadai mengingat efek negatif yang dapat
ditimbulkan.Kadar Hb rendah atau normal tetapi dengan defisiensi besi, dapat
menyebabkan gangguan perkembangan anak.30
Beberapa pemeriksaan untuk diagnosis ADB: indeks eritrosit (hemoglobin
eritrosit rata-rata = HER, konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata = KHER, dan
volume eritrosit rata-rata = VER ), Red-cell Volume Distribution Width (RDW),
kadar eritrosit protoporfirin, serum iron (SI), transferin serum (Tf), total binding iron
capacity (TIBC), saturasi transferin (ST), feritin serum (FS) , soluble transferrin
reseptor (sTfR).
36
Derajat defisiensi besi dilihat dari proses terjadinya ADB melalui 3 tahapan:31
1. Deplesi besi dari cadangan Fe tubuh. Pada keadaan ini cadangan Fe tubuh
habis, kadar SI normal dan kadar Hb normal. Keadaan ini dapat diketahui melalui
pemeriksaan pewarnaan besi
pada
aspirat
sumsum
tulang, pengukuran
kadar FS dan sTfR.
2. Defisiensi besi tanpa anemia. Pada keadaan ini cadangan Fe tubuh habis, kadar
SI kurang dari normal, tetapi kadar Hb masih normal. Keadaan ini dapat diketahui
melalui pemeriksaan reticulocyte hemoglobin content, kadar SI dan TIBC, ST,
Epp, Zincprotoporphyhn/ Heme rasio.
3. Anemia defisiensi besi. Pada keadaan ini cadangan Fe tubuh habis, kadar SI
kurang dari normal, dan kadar Hb kurang dari batas bawah normal. Keadaan ini
dapat diketahui melalui pemeriksaan Hb, Ht, VER, HER, RDW, hitung retikulosit,
gambaran darah tepi berupa mikrositik hipokrom.
Anemia selama masa neonatus (0-28 hari kehidupan) pada bayi dengan umur
kehamilan > 34 minggu ditentukan berdasar kadar Hb < 13 g% (darah vena sentral)
atau 14,5 g% (darah arteri). Nilai Hb bayi baru lahir pada kehamilan aterm 19,3 ± 2,2
gram %.32 Gomella (2004) memberikan batasan, pada saat lahir nilai normal Hb bayi
baru lahir dengan usia kehamilan > 34 minggu adalah 14 – 20 g%, dengan nilai ratarata 17g%.74
Hemoglobin ( dan hematokrit ) telah lama digunakan sebagai indikator status besi
seseorang dibanding pemeriksaan lainnya. Hb mencerminkan derajat defisiensi besi
37
yang telah terjadi. Keunggulan Hb adalah metode pemeriksaannya yang sangat
sederhana dan mudah dikerjakan terutama di daerah dengan prevalensi ADB besi
yang tinggi, khususnya bagi ibu hamil dan bayi. Sedangkan kelemahan Hb adalah
kurang spesifik, karena anemia selain karena defisiensi besi, bisa karena sebab lain
seperti: defisiensi asam folat atau B12, gangguan genetik, inflamasi atau infeksi.
Hb juga kurang sensitif karena adanya tumpang tindih antara batas nilai normal dan
batas nilai defiiensi besi. Seseorang dengan Hb normal belum tentu tidak menderita
defisiensi besi, sehingga penetapan ADB maka nilai Hb harus disertai beberapa nilai
pemeriksaan laboratorium lainnya.25
Saat ini pemeriksaan terbaru mendeteksi ada tidaknya defisiensi besi pada
tingkat sel adalah sTfR. Reseptor transferin terdapat pada permukaan membran sel
dan bersama-sama Tf-Fe akan masuk ke dalan sel. Bila suplai Fe tidak adekuat maka
ada pengaturan peningkatan jumlah sTfR yang memampukan sel untuk lebih efisien
dan efektif menyerap Fe. Jumlah sTfR di membran sel sebanding dengan jumlah di
dalam plasma. Peningkatan kadar sTfR terlihat pada pasien yang menunjukkan
adanya eritropoiesis defisiensi besi atau pada pasien ADB. Ringoringo HP mengutip
pendapat Kohgo dkk. dan Hueber dkk, peningkatan kadar sTfR 3-4 kali nilai normal
menunjukkan ADB. Rentang normal kadar sTfR adalah 3-9 mg/L. Skikne, dkk
sebagaimana dikutip Ringoringo, mengatakan sTfR tidak akan meningkat sampai
cadangan Fe deplesi total dan bila kadar FS <12 ug/L, maka kadar sTfR mulai
meningkat, sebanding dengan defisiensi besi. Kadar sTfR termasuk stabil,
pengukurannya tidak dipengaruhi variasi diurnal dan lebih dahulu berubah sebelum
38
eritrosit protoporfirin atau VER berubah. sTfR tetap normal pada pasien penyakit
inflamasi akut atau kronik, maupun pada penyakit hepar.25
2.1.2. Hematokrit
Hematokrit pada prinsipnya dihitung berdasarkan perbandingan persentase
volume eritrosit / volume darah.33 Laporan penelitian nilai normal Ht bayi baru lahir
berkisar antara 51,3 – 56,0 %.32 Sumber lain menyebutkan nilai Ht bayi baru lahir
antara 45 dan 65 %.34 Rata-rata Ht tali pusat 52,3%, kemudian pada hari pertama
kehidupan menjadi 58,2 %, sementara pada hari ketiga 54,5% dan pada akhir hari ke7 sekitar 54,9%. Penelitian terhadap 629 bayi baru lahir normal, Ht (darah kapiler)
hari pertama kehidupan adalah 62,9 ± 3,2 %.32
Konsensus umum bahwa kadar
hematokrit darah vena pada tali pusat 40 % diartikan sebagai batas anemia pada
neonatus. Namun karena kadar Hb dan Ht meningkat kurang lebih 10% pada jam-jam
pertama kehidupan, sehingga secara pendekatan klinis lebih tepat mendefinikan
anemia neonatus berdasar kadar Ht pada batas 45% pada 6 jam setelah lahir.20 Bila
kadar Ht meningkat > 65%, disebut polisitemia, keadaan yang merugikan penderita.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hb dan Ht bayi baru lahir
Asal sampel darah
Darah kapiler mempunyai Hb lebih tinggi dibanding dengan darah vena, namun
antara peneliti tidak sama nilai perbedaannya . Beberapa jam setelah lahir, terdapat
perbedaan ± 5 % antara kadar Hb kapiler dibanding dengan darah vena.32
39
Waktu pengambilan sampel darah
Selama beberapa jam pertama kehidupan terjadi peningkatan konsentrasi Hb.
Peningkatan ini terutama terjadi akibat transfusi plasental selama proses persalinan.
Pada jam-jam pertama kehidupan, tampaknya plasma meninggalkan sirkulasi. Total
volume darah pada bayi menyesuaikan segera setelah lahir, terjadi penurunan volume
plasma, sementara eritrosit tetap. Sehingga sebagai hasil akhir, terjadi peningkatan
jumlah eritrosit, Ht dan Hb.32 Gomella berpendapat, nilai hemoglobin bayi sehat
aterm tidak berubah secara signifikan sampai minggu ke-3 kehidupan, kemudian
turun sampai titik nadir 11 g% pada usia 8 – 12 minggu.74
Waktu penjepitan tali pusat
Di dalam plasenta diperkiraan mengandung sejumlah 75 – 125 cc darah saat lahir,
atau kurang lebih 1/4 sampai 1/3 volume darah fetus. Kurang lebih 1/3 darah plasenta
ditransfusikan dalam waktu 15 detik pertama setelah lahir dan setengahnya dalam 1
menit pertama setelah lahir.
32
Sebagian besar bayi sehat mendapatkan transfusi
plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik setelah lahir. 3
Volume darah bayi meningkat pada penjepitan tali pusat tunda dibandingkan
dengan penjepitan tali pusat dini. Rata-rata volume darah saat satu setengah jam
setelah lahir pada bayi dengan penjepitan dini 78 ml/kg BB dibanding 98,6 ml/kgBB
pada bayi dengan penjepitan tunda. Volume eritrosit dapat diprediksi berdasarkan
nilai Ht (vena), menggunakan rumus : Volume eritrosit (ml/kgBB) = 12,3 + 1,02 Ht,
dengan standar error hanya sekitar 10 %. 32
40
Kadar hemoglobin ibu
Hemoglobin memegang peran penting dalam oksigenasi tubuh. Anemia
merupakan masalah yang sering terjadi selama kehamilan khususnya di negaranegara berkembang. Center for Disease Control (CDC) mendefinisikan anemia pada
kehamilan sebagai kadar hemoglobin < 11 g% ( pada trimester pertama atau ketiga
kehamilan ) dan Hb < 10,5 g% pada trimester kedua35,36 serta disebut anemia berat
jika kadar hemoglobin < 7 g%,36 sumber lain menyebutkan hemoglobin < 8 g%.37
Selama kehamilan, kebutuhan fetus akan besi untuk pertumbuhannya turut
meningkatkan kebutuhan besi harian ibu, yaitu dari sekitar 1 s.d. 2,5 mg / hari pada
kehamilan awal dan 6,5 mg/ hari pada trimester ketiga.37 Di sisi lain, rata-rata diet di
negara berkembang mengandung besi kurang lebih antara 10 – 14 mg besi nonheme,
tentu saja tidak semuanya dapat diabsorbsi. Selama kehamilan memerlukan lebih
banyak besi dan terjadi peningkatan absorbsi besi oleh ibu. Prosentase absorbsi besi
nonheme dari makanan selama kehamilan meningkat dari 7% saat kehamilan 12
minggu menjadi 36% saat kehamilan 24 minggu dan menjadi 66% saat 36 minggu
kehamilan. Peningkatan absorbsi besi pada ibu hamil sehat untuk mengkompensasi
kebutuhan yang meningkat, sehingga bisa tanpa terjadi anemia, jika dalam komposisi
dietnya mengandung besi yang adekuat. Jika yang terjadi sebaiknya, maka kebutuhan
fetus akan besi hanya dicukupi dari simpanan besi ibu saja (the maternal stores of
iron). Seiring perkembangan fetus dan peningkatan kebutuhan akan besi, mungkin
akan menyebabkan anemia defisiensi besi pada awal kehamilan, jika cadangan besi
tidak adekuat. 37 Suplementasi besi pada ibu hamil dapat sedikit meningkatkan
41
kualitas keluaran bayi yang dilahirkan, walaupun sampai saat ini pemberian
suplementasi Fe secara rutin pada setiap ibu hamil masih terdapat kontroversi.
Kegagalan suplementasi Fe pada ibu hamil mungkin karena penyebab anemia pada
populasi satu dengan lainnya berbeda.38
Status besi ibu hamil tidak dapat ditentukan begitu saja hanya melihat kadar Hb
karena saat kehamilan terjadi peningkatan volume plasma dan Hb sebagai
konsekuensinya akan menurun. Pada sebagian besar ibu hamil, mean corpuscular
volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata (VER) tidak berubah bermakna . Kadar
Hb < 9,5 g% dengan VER < 84 fL mungkin sekali mengindikasikan defisiensi besi
pada kehamilan.
Anemia berat (Hb<8 g%) dan kegagalan penambahan volume
plasma, berhubungan dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) baik karena persalinan
prematur maupun akibat gangguan pertumbuhan fetus / kecil masa kehamilan
(KMK). Hb>12 g% pada akhir trimester kedua kehamilan, berhubungan dengan
peningkatan risiko ≤ 3 kali untuk terjadinya pre-eklamsi dan bayi KMK. Kejadian
BBLR (<2,5 kg) dan persalinan prematur (<37 minggu) yang paling rendah terjadi
pada konsentrasi Hb ibu antara 9,5–10,5 g%. Pada kadar ini memang secara luas
dianggap sebagai anemia dalam kehamilan, namun harus memperhatikan nilai VER
dan jika VER > 84 fL, interval kadar Hb tersebut bisa disebut optimal.37
Pengaruh ibu anemia pada kadar besi bayi tidak begitu besar. Pada ibu hamil besi
ditransport melalui plasenta secara efisien sehingga bayi yang cukup bulan dan sehat
mempunyai cadangan besi yang cukup. Telah banyak diketahui kekurangan besi pada
ibu hamil hanya mempunyai efek yang ringan pada besi di dalam janin dan neonatus,
42
sebab transfer besi dari ibu ke janin cukup baik, kecuali ibu hamil mengalami
kekurangan besi yang berat seperti yang sering terjadi di negara yang sedang
berkembang.39, 40
Bayi baru lahir dari ibu dengan anemia defisiensi besi ternyata Hb tidak
terpengaruh, kenaikan kadar eritropoitin tali pusat diduga memicu eritropoisis pada
bayi. Tidak ada hubungan antara kadar feritin ibu dengan bayi,41 namun anemia pada
kehamilan, khususnya anemia berat dikatakan mempunyai efek berat lahir. 37, 42
Faktor lain
Faktor lain yang mempengaruhi kadar Hb dan Ht bayi baru lahir adalah umur
kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan ibu diabetes millitus, berat lahir, bayi kecil
masa kehamilan (KMK)3, hipertensi, pre-eklamsi/ eklamsi.43,44 Hipertensi yang sudah
ada sebelum kehamilan dapat diperberat dengan adanya kehamilan. Salah satu
indikasi rawat penderita pre-eklamsi ialah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/
atau diastolik ≥ 90 mmHg . 44, 45
Setiap faktor yang mempengaruhi proses terjadinya transfusi plasental akan
mempengaruhi kadar Hb dan Ht bayi baru lahir, seperti durasi respirasi, asfiksia
intrauterin, pengaruh gravitasi/ posisi bayi, kontraksi uterus
3
dan kelainan plasenta
lainnya seperti infark, hematom dan solutio plasenta.43 Infark baru pada plasenta
harus diperiksa menggunakan pemeriksaan patologi anatomi, karena sulit dibedakan
dengan visual. Teknik / metoda pemeriksaan laboratorium juga turut mempengaruhi
kadar Hb dan Ht bayi baru lahir.
43
Penelitian hubungan nutrien pada ibu dengan kelahiran bayi dan plasenta oleh
Mathew F, dkk (2004) menyimpulkan tingginya kadar retinol dan kadar Hb ibu pada
akhir kehamilan (tapi tidak dalam awal kehamilan) berpengaruh kuat dan independen
terhadap rendahnya berat lahir dan ukuran / besar plasenta. Adanya hubungan negatif,
semakin tinggi kadar Hb ibu, ukuran plasenta semakin rendah . 46
Anemia pada bayi baru lahir dapat disebabkan beberapa faktor penyebab yang
dikatagorikan menjadi 3 kategori patogenesis:1.Penurunan produksi eritrosit.
2.Peningkatan destruksi eritrosit. 3.Kehilangan darah.47 Penurunan produksi eritrosit
terjadi pada : bone marrow failure syndrome ( misal pada congenital red cell aplasia,
transient erythropenia of childhood dan anemia Fanconi ), infeksi, defisiensi
nutrisional (protein, Fe, folat, vitamin B12) dan leukemia kongenital.47 Peningkatan
destruksi eritrosit terjadi pada: immune hemolytic anemia (inkompatibilitas Rh,
inkompatibilitas ABO, kelompok inkompatibilitas minor, maternal infantile auto
immune hemolytic anemia dan drug-induce hemolytic anemia), non immune
hemolytic anemia (infeksi, defisiensi vitamin E, defisiensi Fe), kelainan membran
eritrosit (sferositosis, elliptositosis), perdarahan intravaskuler menyeluruh (PIM),
defisiensi enzim (G6PD, pyruvate kinase), thalasemia, hemoglobinopati dan
diseritropoitik kongenital.47,48 Kehilangan darah sebagai penyebab anemia :
iatrogenic, trauma obstetrik yang menyebabkan perdarahan pada tali pusat dan
plasenta (insisi pada plasenta saat seksio sesaria), malformasi pada plasenta dan tali
pusat (hematom pada plasenta, solusio plasenta, plasenta previa), occult hemorrhage
(transfusi feto-maternal, twin-to-twin transfusion), perdarahan internal (perdarahan
44
intrakranial, ruptur lien, ruptur hepar) dan PIM dengan perdarahan internal atau
eksternal .47,48
Peningkatan kadar Ht pada bayi baru lahir bisa disebabkan oleh beberapa sebab
diantaranya : hipertransfusi plasental, insufisiensi plasenta, kelainan endokrin dan
metabolik dan kelainan lain seperti sindrom down. 49
2.2. Penjepitan tali pusat
2.2.1. Transfusi plasental
Selama periode fetus/ janin, plasenta memegang peran oksigenasi otak, setelah
lahir, paru akan mengambil alih fungsi oksigenasi plasenta tersebut.3,4 Masa setelah
bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan, terjadilah peralihan peran penyuplai
oksigen dari plasenta ke paru bayi. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui
plasenta masih berlanjut sampai dengan berfungsinya paru sebagai penyuplai oksigen
bayi. Darah plasenta, selama masa tersebut, masih ditransfusikan ke bayi ( disebut
transfusi palsental ), mempengaruhi Hb dan Ht bayi baru lahir, dapat menambah
volume darah bayi, sehingga otak tetap mendapat suplai oksigen yang cukup. 3,6
Tiga metode untuk membuktikan adanya transfusi plasental, yaitu : pengukuran
volume darah plasental residual/ Residual Placental Blood Flow (RPBV), pengukuran
volume darah bayi atau sel darah merah/ eritrosit, dan pengukuran Ht.3
Jika bayi setelah lahir diletakkan di bawah atau sejajar introitus vagina selama 3
menit dan sirkulasi fetoplasental tidak segera di putus dengan pemasangan klem,
45
kurang lebih 80 ml darah mungkin dapat dialirkan dari plasenta ke bayi. Hal di atas
menyediakan sekitar 50 mg besi ( Fe ) sehingga dapat menurunkan frekuensi anemia
defisiensi besi pada masa kehidupan bayi.50
2.2.2. Waktu penjepitan tali pusat
Para ahli masih berbeda pendapat mengenai batasan dini dan tunda pada
penjepitan tali pusat saat proses kelahiran bayi. Penjepitan tali pusat segera (dalam 10
s.d. 15 detik) setelah lahir dapat dianggap sebagai ” dini ”. Penjepitan tali pusat tunda
didefinisikan jika penjepitan tali pusat dilakukan pada 3 menit atau lebih setelah
kelahiran. Sebagian ahli berpendapat bahwa titik akhir dari transfusi plasental adalah
3 menit. Sebagian besar bayi sehat akan mendapatkan transfusi plasental dengan
jumlah yang besar dalam 45 detik setelah lahir.3 Penundaan penjepitan tali pusat
selama 30 detik dapat dilakukan pada operasi sesar maupun persalinan pervaginam
dan sudah menghasilkan perbedaan hematrokit bayi, walaupun tidak bermakna secara
statistik, sehingga dianjurkan untuk penjepitan tali pusat lebih dari 30 detik setelah
lahir atau harus merubah posisi bayi terhadap uterus untuk menfasilitasi terjadinya
transfusi plasental.18
Sumber lain membagi waktu penjepitan tali pusat menjadi 3 kategori yakni: early
cord clamping /dini (<1 menit setelah bayi lahir); intermediate cord clamping (1–3
menit setelah bayi lahir) dan late cord clamping / tunda ( >3 menit ). 51,52
Kapan tali pusat harus dijepit, sampai saat ini, para ahli masih berbeda pendapat .
Sebagian ahli berpendapat bahwa waktu penjepitan tali pusat tergantung pada
46
pengalaman ahli kebidanan. Penjepitan sampai saat tali pusat berhenti berdenyut
dapat dilakukan pada bayi normal, sedangkan pada bayi gawat (high risk baby),
penjepitan tali pusat secepat mungkin untuk dilakukan tindakan resusitasi.53 Dalam
buku acuan asuhan persalinan normal (2007) dan buku acuan pelayanan medis
kebidanan dan kandungan Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr.Kariadi
Semarang (2005), belum menyebutkan secara spesifik kapan waktu penjepitan tali
pusat dilakukan.54,55 Dalam texbook Williams Obstetrics Edisi ke-22 (2005),
kebijakan (policy) waktu penjepitan tali pusat dilakukan setelah melakukan
pembersihan jalan nafas bayi, kurang lebih memakan waktu sekitar 30 detik setelah
bayi lahir.50 Sampai saat ini belum ada formal practice guidelines tentang waktu
penjepitan tali pusat, tetapi kebanyakan praktisi negara-negara barat melakukan
penjepitan tali pusat dini, sementara di belahan dunia lainnya bervariasi tergantung
kebijakan masing-masing.56
Penjepitan tali pusat dini, terlepas dari kontroversi penjepitan tali pusat,
mempunyai manfaat saat bahaya polisitemia mengancam bayi baru lahir. Penjepitan
dini, dapat menurunkan transfusi plasental selama proses persalinan, mencegah kadar
Ht yang terlalu tinggi, sehingga mengurangi timbulnya masalah hiperviskositas.
Bayi-bayi berikut cenderung mempunyai kadar Ht yang tinggi (polisitemia): bayi
dengan asfiksia intrauterin, kembar, twin-to-twin transfusion, transfusi materno-fetal,
insufisiensi plasenta (bayi kecil masa kehamilan, postmaturitas, pre-eklamsi,
eklamsi), kelainan endokrin dan metabolik (congenital adenal hyperplasia,
tirotoksikosis neonatal, ibu dengan diabetes mellitus) dan kelainan lain seperti
47
sindrom down.3,49 Pada kasus tersebut, penjepitan tali pusat dini / segera setelah lahir
dapat menyelamatkan mereka dari ancaman polisitemia .
2.2.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjepitan tali pusat
2.2.3.1. Sirkulasi janin dan perubahan pasca lahir
Pengetahuan tentang sirkulasi janin dan perubahan pascalahir sangat diperlukan
untuk memahami hal-hal yang mungkin terjadi saat persalinan. Pada janin, darah
dengan oksigen relatif cukup (PO2: 30 mmHg) mengalir dari plasenta melalui vena
umbilikalis. Separuh jumlah darah ini mengalir melalui hati, sedangkan sisanya
memintas hati melalui duktus venosus ke vena kava inferior, yang juga menerima
darah dari hati (melalui vena hepatika) serta tubuh bagian bawah.57
Sebagian darah di atrium kanan mengalir ke dalam atrium kiri melalui foramen ovale,
selanjutnya ke ventrikel kiri, aorta asendens dan sirkulasi koroner. (gambar 5)
Dengan demikian sirkulasi otak dan koroner mendapat darah dengan tekanan oksigen
yang cukup. Darah yang kembali dari leher dan kepala janin (pO2 10 mmHg)
memasuki atrium kanan melalui vena kava superior dan bergabung dengan darah dari
sinus coronarius menuju ventrikel kanan, selanjutnya ke a. pulmonalis.
Pada janin hanya 15% darah dari ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya
melewati duktus arteriosus menuju ke aorta desendens, bercampur dengan darah dari
aorta asendens. Darah dengan kandungan oksigen yang rendah ini akan mengalir ke
48
organ-organ tubuh sesuai dengan tahanan vaskuler masing-masing dan juga ke
plasenta melalui a. umbilikalis yang keluar dari iliaka interna.57,58
Gambar 5. Sirkulasi Janin 58 (Sumber: Morley 2002)
Perbedaan sirkulasi janin dan keadaan pasca lahir perlu difahami, diantaranya :
1).Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan tahanan yang lebih
tinggi, yaitu tahanan sistemik, sedangkan ventrikel kiri melawan tahanan yang rendah
yakni plasenta. Pada keadaan pascalahir ventrikel kanan akan melawan tahanan paru
yang lebih rendah dibanding tahanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri. 2).Darah
49
yang dipompa oleh ventrikel kanan janin, sebagian besar menuju ke aorta melalui
duktus arteriosus dan hanya sebagian kecil yang menuju ke paru. Pasca lahir, darah
dari ventrikel kanan seluruhnya ke paru. 3).Pada janin paru memperoleh oksigenasi
dari darah yang mengambilnya dari plasenta, pascalahir paru memberi oksigenasi
kepada darah. 4).Plasenta pada janin adalah tempat utama pertukaran gas, makanan
dan ekskresi . Pasca lahir organ-organ lain mengambil alih pelbagai fungsi tersebut. 57
Perubahan paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir, terjadi karena
putusnya hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik dan paru yang mulai berkembang.
Perubahan-perubahan yang terjadi adalah 1).Tahanan vaskular pulmonal turun dan
aliran darah pulmonal meningkat. 2).Tahanan vaskular sistemik meningkat. 3).Duktus
arteriosus menutup 4).Foramen ovale menutup.
2.2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi transfusi plasental
Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi transfusi lasental sebagai berikut :
Status gizi ibu
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah,
baik pada ibu maupun janinnya.
59
Pertumbuhan fetus dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya kecukupan suplai nutrisi fetus dari ibu melalui plasenta.60 Ibu
hamil dengan gizi buruk tentu akan berpengaruh terhadap kualitas janinnya.
Status gizi ibu hamil dapat diukur secara antropometri, disamping dengan
pengukuran secara laboratorium, misal kadar Hb ibu. Pemeriksaan berat badan dalam
50
hubungan dengan tinggi badan dapat dinilai/ diassesmen menggunakan index massa
tubuh (IMT) . IMT dinyatakan = berat badan(kg) / tinggi badan(meter)2 . Status gizi
ibu berdasarkan IMT dikelompokkan menjadi:61,62 Underweight: IMT < 18,5;
Normal:18.5–24.9; Overweight : 25–29.9 dan Obesitas ≥ 30. Kartono D dan Lamid A
(1997) mengutip pendapat Power PS, status gizi juga dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu underweight, normal, gemuk (overweight dan obesitas). 63
Asfiksia intrauterin.
Transfusi plasental tampaknya mungkin terjadi sebelum persalinan pada janin
mengalami asfiksia intra uterin. Bayi-bayi tersebut walaupun tali pusat dijepit dini
mempunyai RPBV minimal. Asfiksia intrauterin dapat mengakibatkan peningkatan
volume darah, massa eritrosit dan Ht secara bermakna, tetapi keadaan ini tidak
dijumpai pada asfiksia intrapartum.3
Respirasi
Respirasi memegang peranan penting dalam transfer darah dari plasenta ke bayi.
Penelitian menggunakan binatang, mencatat bahwa bayi domba baru lahir, kandungan
darah dalam paru mengalami peningkatan dua kali lipat setelah onset respirasi. Aliran
masuk/ inflow darah ke dalam pembuluh darah paru (pembentukan kapiler)
menghasilkan terjadinya pengembangan paru. Paru yang mengembang menghasilkan
vascular bed yang besar sehingga darah dapat mengalir secara fisiologis. Penelitian
hubungan antara RPBV dan durasi respirasi sebelum dilakukan penjepitan tali pusat,
51
menyimpulkan bahwa transfusi plasental adalah sebuah konsekuensi yang tidak dapat
dielakkan dari permulaan proses pengembangan paru, namun ahli obstetri dan ahli
anak, hanya memiliki sedikit perhatian terhadapnya.3
Waktu penjepitan tali pusat setelah kelahiran.
Terdapat perbedaan yang besar jumlah darah yang berhasil ditransfusikan ke bayibayi aterm ketika dilakukan penjepitan dini (≤15detik) dibandingkan dengan
penjepitan tunda (5menit) pada saat bayi biasanya menangis. Sebagian besar bayi
sehat akan mendapatkan transfusi plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik.
Untuk mencegah terjadinya transfusi plasental pada beberapa keadaan risiko tinggi
tertentu, mungkin penting untuk menjepit tali pusat dalam 15 detik.3
Gravitasi ( posisi bayi )
Bayi dengan posisi lebih rendah dari plasenta, memiliki RPBV minimal. Posisi
bayi 40 cm di bawah introitus vagina ibu, sebagian besar transfusi plasental telah
terjadi dalam waktu 30 detik saja.32 Ketika bayi letakkan pada 15 cm diatas introitus
vagina selama 1 menit, bayi-bayi tersebut tetap mendapatkan transfusi plasental 60%,
sama dengan yang didapatkan oleh bayi yang digendong selama kurun waktu yang
sama. Hal tersebut merupakan kenyataan yang berlawanan dengan keyakinan
beberapa peneliti, aliran darah membalik dari bayi ke plasenta tampaknya tidak
terjadi ketika bayi tersebut digendong tinggi, hal ini diperkirakan dikarenakan oleh
peningkatan tekanan tonus uterus.3
52
Kontraksi uterus
Setelah bayi lahir, kontraksi uterus dapat berlangsung selama beberapa menit
untuk mengeluarkan plasenta. Kontraksi ini dapat memfasilitasi terjadinya transfusi
plasental. Pemberian oksitosin postnatal segera setelah kelahiran dapat meningkatkan
kontraksi uterus secara lebih lanjut dan mungkin mempercepat transfusi plasental jika
penjepitan tali pusat ditunda.3
2.2.4. Dasar pemikiran bahaya penjepitan tali pusat dini dan perlunya
transfusi plasental
Asfiksia ialah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera atau beberapa
saat sesudah lahir.64 Keadaan ini akan diikuti dengan hipoksia, hiperkarbia dan
asidosis.64,65 Asfiksia dapat terjadi selama periode antepartum, durante partum
maupun postpartum.64, 66 Diagnosis durante/ postpartum ditegakkan berdasarkan nilai
skor Apgar pada menit ke-1, ke-5 dan ke-10. Variabel yang diamati adalah frekuensi
jantung, usaha nafas, tonus otot, refleks dan warna kulit.
64,66,67
Kriteria asfiksia
berdasarkan nilai skor Apgar, sebagai berikut: 1.Asfiksia berat: jumlah skor Apgar
menit ke-1 = 0 – 3. 2. Asfiksia sedang : jumlah skor Apgar menit ke-1 = 4 – 6.
3.Asfiksia ringan: jumlah skor Apgar menit ke-1 = 7.
Penjepitan tali pusat tunda membiarkan baby’s lifeline (aliran darah dan oksigen
dari plasenta ke bayi melalui tali pusat yang terjadi sejak dalam kandungan) untuk
melanjutkan peran penyuplai darah yang teroksigenasi, menfasilitasi perfusi paru dan
mendukung transisi bayi menuju pernafasan sendiri yang efektif.68
53
Pada penjepitan dini, oksigenasi plasenta diberhentikan mendadak dan otak
mengalami penurunan oksigenasi sampai paru berfungsi. Kemungkinan lain, adalah
dapat terjadi hipovolemia . Aliran darah ke paru dan organ lain menjadi tidak optimal,
akibatnya peran oksigenasi paru tidak optimal. Hal tersebut menyebabkan sistem life
support dari bayi baru lahir tersebut tidak bisa optimal untuk mempertahankan hidup
dan mengoptimalkan kesehatan. Tergantung pada derajat asfiksia dan lama/durasi
terjadinya asfiksia karena penjepitan tali pusat, bayi dapat mengalami beberapa
variasi kerusakan otak, mulai dari tak ada kerusakan, gangguan neurologi, sampai
dengan kematian otak. Penjepitan tali pusat secara alamiah (penjepitan tunda) dapat
mencegah asfiksia dan mencegah kerusakan otak.3
Kecenderungan pada saat ini dalam pengalaman / praktik sehari-hari terjadi
penjepitan tali pusat dini tanpa mempertimbangkan keuntungan dan manfaat transfusi
palasenta serta bahaya dan kerugian akibat penjepitan dini bagi bayi. Beberapa alasan
mengapa praktik penjepitan tali pusat tunda ditinggalkan : 1.Memperhatikan tentang
polisitemia dan hiperbilirubinemia. 2.Adanya ahli anak/neonatologi pada saat
persalinan yang akan segera melakukan perawatan/resusitasi pada bayi. 3.Keinginan
untuk mendapatkan darah dari tali pusat untuk menskrining adanya asfiksia janin
dengan pemeriksaan pH dan analisa gas darah. 4.Kebutuhan untuk sesegera mungkin
memulai kontak kulit ke kulit dengan ibu bayi (dan menyusui). 5.Yang terbaru, untuk
menyesuaikan dengan anjuran melakukan manajemen aktif pada persalinan kala III
untuk meminimalkan perdarahan post partum. 3
54
Transfusi plasental dikatakan sebagai “karunia” untuk bayi baru lahir. Beberapa
center mengumpulkan darah plasenta residual, dipergunakan sebagai transfusi darah
autologous untuk mengkoreksi hipovolemia maupun anemia. Hampir 20 mL/kgBB
darah plasenta dapat ”dipanen” untuk transfusi darah autologous. 3
Darah plasenta sebagai sumber stem cell dan saat ini merupakan peluang baru
sebagai materi yang dapat memperbaiki kerusakan otak,69,70 namun tidak banyak
mendapatkan perhatian, bahkan kecenderungan saat ini terjadi praktik penjepitan tali
pusat dini / segera setelah lahir, kemudian mencampakkan darah plasenta tersebut.
Pada dekade sebelumnya, praktik penjepitan tali pusat dini untuk mendapatkan
darah plasenta dan menyimpannya di bank darah dikritisi secara serius. American
Academy of Pediatrics (AAP) dan The International Federation of Obstetricians and
Gynecologists (FIGO) telah mengeluarkan pernyataan etik secara keras menentang
penjepitan tali pusat dini untuk mendapatkan darah plasenta, namun tidak ada diskusi
dan pelaksanaan lebih lanjut rekomendasi mereka tersebut. 71
Darah tali pusat dapat diisolasi secara in utero (saat plasenta masih di dalam
rahim) dan ex utero (saat plasenta sudah di luar rahim). Isolasi secara in utero, bisa
didapatkan 100ml darah sedangkan ex utero hanya bisa didapatkan 80 ml.72
Stem cell adalah sel yang tidak/ belum terspesialisasi yang mempunyai 2 sifat
dasar : 1.Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate),
berkembang menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel saraf, sel otot jantung,
sel otot rangka, sel pankreas, dll. 2.Kemampuan untuk memperbaharui atau
meregenerasi dirinya sendiri (self-regenerate / self-renew), yaitu membuat salinan sel
55
yang persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.73
Dua tipe stem cells telah ditemukan dalam darah tali pusat, yaitu hematopoietic
stem cells dan mesencyhmal stem cells. Tipe lain adalah neuron-like stem cells,
namun dua yang disebutkan di atas, sudah dianalisis secara mendalam. 72
Stem Cell mempunyai peran yang sangat strategis dalam dunia riset kedokteran
dan dapat dimanfaatkan sebagai: 1.Terapi gen. Stem cell (dalam hal ini hematopoietic
stem cell) digunakan sebagai alat pembawa transgen ke dalam tubuh pasien, dan
selanjutnya dapat dilacak jejaknya apakah stem cell ini berhasil mengekspresikan gen
tertentu dalam tubuh pasien. Dan karena stem cell mempunyai sifat self-renewing,
maka pemberian pada terapi gen tidak perlu dilakukan berulang-ulang, selain itu
hematopoietic stem cell juga dapat berdiferensiasi menjadi bermacam-macam sel,
sehingga transgen tersebut dapat menetap di berbagai macam sel. 2.Mengetahui
proses biologis, yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker. 3.Melalui
stem cell dapat dipelajari nasib sel, baik sel normal maupun sel kanker. 4.Penemuan
dan pengembangan obat baru, yaitu untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai
jaringan. 5.Replacement therapy. Stem cell dapat hidup di luar organ tubuh manusia
misalnya
di
cawan
petri,
maka
dapat
dilakukan
ditransplantasikan tanpa mengganggu organ tubuh manusia.
manipulasi
sebelum
73
Terapi stem cell dimulai tahun 1988, yaitu transplantasi allogeneic darah tali
pusat (umbilical cord blood) ke seorang anak penderita anemia Fanconi di Paris.
Keberhasilan ini membuka horison baru dalam pemanfaatan darah tali pusat yang
sebelumnya dianggap tidak berguna dan mulai berkembanglah minat dunia sains dan
56
termasuk salah satu topik yang paling banyak diminati di dunia riset. Darah tali pusat
memiliki immunogenicity yang lebih rendah, isolasinya tidak membutuhkan prosedur
yang invasif dan untuk transplantasi tidak membutuhkan 100% ketepatan HLA
(human leucocyte antigen). 72
Stem cells dapat membantu memperbaiki kerusakan otak, yaitu membuat neuron
dan pembuluh darah baru setelah stroke atau akibat lain. Percobaan pada binatang, 60
tikus dengan stroke, setelah 1 bulan diberikan stem cell tersebut, 80% mengalami
perbaikan otak, dibandingkan hanya 20% pada tikus yang tidak diberikan.69
2.2.5. Efek transfusi plasental
2.2.5.1. Efek transfusi plasental pada kualitas bayi baru lahir
Efek pada kadar hemoglobin dan hematokrit
Bayi-bayi yang mendapatkan transfusi plasental mengalami peningkatan jumlah
eritrosit, Hb, Ht dan volume darah. Peningkatan Ht mungkin dapat ditoleransi dengan
baik oleh sebagian besar bayi baru lahir, tetapi terdapat risiko bahwa peningkatan Ht
yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya hiperviskositas. Viskositas
cenderung akan meningkat secara linier melebihi nilai kisaran normal untuk Ht, tetapi
mulai meningkat secara eksponensial setelah Ht melebihi 65%.3 Kadar Hb dan Ht
yang normal pada bayi baru lahir sangat diperlukan untuk menjamin oksigenasi.
Efek Hb dan Ht pada bayi baru lahir
Rendahnya kadar Hb dan Ht bayi baru lahir akibat penjepitan tali pusat dini,
57
membawa akibat yang serius : anemia, hipovolemia, gangguan cerebral blood flow,
RDS (Respiratory Disstres Sindrome) dan gangguan organ tubuh lain, berhubungan
dengan menurunnya oksigenasi organ-organ tubuh.
Beberapa efek yang mungkin timbul berkaitan kadar Hb, Ht atau volume darah
bayi baru lahir dihubungkan dengan waktu penjepitan tali pusat tunda adalah:
3,74
1.Adanya peningkatan baik pada ukuran jantung dan tekanan atrial bayi setelah
dilakukannya penjepitan tali pusat tunda. 2.Fungsi ginjal pada bayi yang
mendapatkan tranfusi plasental menunjukkan keluaran/ output urin yang lebih besar,
renal blood flow yang lebih besar dalam 12 jam pertama setelah kelahiran, prosentase
resorbsi natrium tubuler yang lebih tinggi dan ekskresi natrium urin yang lebih
rendah. 3.Waktu penjepitan tali pusat mungkin juga mempengaruhi sistem saraf
pusat. Penjepitan tali pusat tunda berperan terhadap polisitemia, menunjukkan efek
sekunder dari hiperviskositas. Hipertensi, seperti halnya peningkatan viskositas
darah, mungkin berperan pada kejadian perdarahan intrakranial (intracranial
hemorrhage). 4.Efek Polisitemia dan Hiperbilirubinemia. Polisitemia pada bayi baru
lahir disefinisikan sebagai peningkatan kadar Ht > 65% (darah vena sentral).
Polisitemia dihubungkan peningkatan jumlah eritrosit yang beredar dalam pembuluh
darah.74 Penjepitan tali pusat dini dapat melindungi bayi-bayi dengan risiko tinggi
terhadap terjadinya polisitemia. Pada bayi-bayi preterm, insiden hiperbilirubinemia
(>15 mg/100 mL) lebih besar pada penjepitan tali pusat tunda. 5.Efek hipervolemia
akibat Ht yang tinggi.3
58
2.2.5.2. Efek transfusi plasental pada masa bayi
Kadar besi
Approximately 20% to 25% of all infants in the world have iron deficiency
anemia, and many more have iron deficiency without anemia. Severe, chronic iron
deficiency in infancy identifies children who continue at developmental and ehavioral
risk >10 years after iron treatment. 30
Beberapa peneliti menunjukan bahwa penjepitan tali pusat tunda telah terbukti
bermanfaat menghasilkan kadar ferritin dan Hb yang lebih tinggi serta menurunkan
secara signifikan terjadinya anemia pada masa bayi,
12,15,75
penelitian lain belum
mendukung data tersebut.76 Penjepitan tali pusat tunda merupakan strategi yang
murah dan efektif untuk menurunkan kejadian anemia pada bayi terutama pada
negara berkembang.77
Hematokrit
Dalam sebuah penelitian dari Guatemala 1997, terhadap 21 bayi dengan
penjepitan tali pusat dini, pada saat usia 2 bulan sebanyak 88% dari mereka memiliki
Ht yang rendah (<33%) dibandingkan dengan 42% dan 55% dari dua kelompok yang
dijepit tunda (n=26 dan n=22). Penelitian tersebut menganjurkan penjepitan tali pusat
menunggu setelah tali pusat berhenti berdenyut kurang lebih 1 menit setelah lahir. 15
Bayi preterm
Penelitian pada bayi-bayi preterm dengan penjepitan dini (<15 detik untuk
persalinan pervaginam dan <5 detik untuk persalinan sesar), bayi-bayi yang
menderita RDS dan berhasil selamat memiliki massa eritrosit yang lebih rendah
59
dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami kesulitan bernafas. Penurunan
massa eritrosit ini, memiliki konsekuensi jangka panjang. Bayi dengan penjepitan
tunda, terjadi peningkatan massa eritrosit, sehingga akan menyediakan cadangan besi
yang lebih tinggi. Anemia pada prematuritas, dapat diperbaiki dengan penjepitan tali
pusat tunda dan lebih murah dibandingkan dengan pemberian eritropoetin.3
2.2.5.3. Efek yang mungkin timbul pada ibu
Penjepitan tali pusat tunda meminimalkan perdarahan post partum (PPP) dan
menurunkan peluang adanya fragmen plasenta yang tertinggal, dengan mekanisme
yang diduga adalah kemampuan berkontraksi pembuluh darah di uterus lebih mudah
pada keadaan plasenta telah dikosongkan.3 Ketika tali pusat tetap dibiarkan tidak
dijepit dan masih memungkinkan darah untuk mengalir, maka persalinan kala III
hanya berlangsung selama 3.5 ± 2 menit dibanding 10,5 ± 4.0 menit pada penjepitan
tali pusat segera. Kehilangan darah ibu mencapai 100 ± 83 ml dibandingkan dengan
236±135 ml.3 Berlawanan dengan pandangan di atas, Cochrane Systematic Review
menyimpulkan pemberian oksitosin dan penjepitan tali pusat segera dapat
menurunkan terjadinya perdarahan maternal.11
2.2.6. Pertimbangan khusus berkenaan dengan transfusi plasental
2.2.6.1. Efek negatif dan positif pada bayi-bayi preterm
Hipervolemia lebih sering terjadi pada bayi preterm setelah transfusi plasental
karena ketidakmampuan mereka untuk mengekstravasasikan plasma dalam jumlah
60
yang cukup keluar dari sirkulasi darahnya. Adanya peningkatan volume eritrosit,
pada bayi-bayi preterm dengan penjepitan tunda, menyebabkan kadar bilirubin lebih
tinggi dibandingkan bayi-bayi yang dijepit dini. Hiperbilirubinemia yang terjadi
biasanya dapat ditangani
menggunakan bantuan fototerapi. Penjepitan tunda
dikatakan telah menurunkan kebutuhan transfusi packed red blood cell. Transfusi
plasental juga menurunkan kejadian dan tingkat keparahan RDS serta angka kematian
bayi preterm. 3
Adanya akibat yang berbeda pada bayi pretem, berapa lama / kapan penjepitan
tunda dilakukan pada bayi pretem, perlu dikaji lebih mendalam. Penelitian efek
penjepitan tali pusat dini dan tunda terhadap Ht pada bayi baru lahir preterm telah
dilaporkan. Philip AGS dan Saigal S (2004) mengutip hasil penelitian Ibrahim
dkk.(2000) pada bayi preterm, usia kehamilan 24-28 minggu dengan 16 subyek pada
kelompok penjepitan dini dan tunda (20 detik), berturut-turut rerata Ht pada masingmasing kelompok adalah 39% dan 50,3%.3
2.2.6.2. Manfaat penjepitan tali pusat dini
Penjepitan tali pusat dini dapat melindungi bayi-bayi dengan risiko tinggi
terhadap terjadinya polisitemia, diantaranya bayi dengan ibu diabetes melitus (DM),
kembar, atau kecil masa kehamilan (KMK). Penelitian terhadap 28 bayi risiko tinggi
tersebut, pada penjepitan tali pusat antara 11 - 20 detik setelah kelahiran terdapat 13
bayi dengan kadar Ht melebihi 65%.3
61
Bayi-bayi kecil masa kehamilan (KMK) mengalami peningkatan kadar Ht
sebagai sebuah mekanisme kompensasi untuk meningkatkan kapasitas pembawa
oksigen dalam uterus. Keadaan tersebut mendorong terjadinya transfusi plasental
menyebabkan nilai Ht yang sangat tinggi dan berperan dalam timbulnya masalah
yang berhubungan dengan hiperviskositas.3
Bayi dari ibu diabetes melitus dilaporkan memiliki RPBV yang tinggi dengan
penjepitan tali pusat dini atau ketika onset respirasi mengalami keterlambatan.
Mereka juga memiliki kecenderungan untuk memiliki Ht yang tinggi, dan serupa
dengan bayi-bayi KMK, mungkin dapat menjadi predisposisi hiperviskositas jika
penjepitan tali pusat ditunda.3
Asfiksia intrauterin intrauterin menyebabkan terjadinya transfusi plasental
sebelum kelahiran. Peningkatan volume darah mencapai 10-13 mL/kg pada bayi baru
lahir dengan asfiksia intra uterin yang dijepit dini dibandingkan dengan bayi-bayi
yang tidak mengalami asfiksia intrauterin yang dijepit dini.3
62
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka teori
Faktor Ibu :
Umur Tekanan Darah
Hb
Gula darah
Tonus / konstaksi uterus
Diet Ibu
Index massa tubuh
(Status Gizi)
Faktor Plasenta :
Besar / diameter
Solutio plasenta
Plasenta previa
Morfologi (Infark,
Hematom)
TRANSFUSI
PLASENTAL
Faktor Janin/Bayi :
Berat lahir
Gemelli
PIM
Sind down
Asfiksia intra uterin
Umur ( kehamilan )
Twin-to-twin transfusion
Onset & durasi respirasi
Posisi bayi setelah lahir
WAKTU PENJEPITAN
TALI PUSAT
Serum Iron
Feritin
Perdarahan
Inkompatibitas(Rh&ABO)
G6PD
Bentuk eritrosit (Sferositosis, Elliptositosis)
KADAR Hb & Ht
BAYI BARU LAHIR
Oksigenasi
Otak Bayi
Jumlah eritrosit
Volume eritrosit
Volume plasma
Volume darah
Teknik pemeriksaan
Cadangan
Besi
63
3.2. Kerangka konsep
Hb Ibu
Gizi Ibu
Umur Ibu
Kadar Hb & Ht
Bayi Baru Lahir
Waktu Penjepitan
Tali Pusat
Diameter plasenta
3.3. Hipotesis
Kadar Hb dan Ht lebih tinggi pada bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan
tali dengan waktu lebih lama (45 detik) dibandingkan 15 detik setelah lahir
64
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak (khususnya
Perinatologi dan Hematologi), Obstetri dan Ginekologi serta Patologi Klinik .
4.2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Bagian Obsteri
dan Ginekologi serta Bagian Patologi Klinik FK UNDIP/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang dan tempat Bidan praktek swasta dengan periode waktu selama 6 bulan
antara bulan September 2007 s.d. Februari 2008 .
4.3. Jenis dan rancangan penelitian
Penelitian ini adalah penelitian posttest-only control group design
SUBYEK
BAYI BARU
LAHIR
R
WAKTU PENJEPITAN
TALI PUSAT
( 45 detik )
Kadar Hb & Ht
Bayi Baru Lahir
WAKTU PENJEPITAN
TALI PUSAT
( 15 detik )
Kadar Hb & Ht
Bayi Baru Lahir
65
4.4. Populasi dan subyek penelitian
4.4.1. Populasi target
Populasi target adalah bayi baru lahir.
4.4.2. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah bayi baru lahir, yang lahir di RSUP Dr. Kariadi
Semarang dan tempat Bidan praktek swasta, antara bulan September 2007 s.d.
Februari 2008 .
4.4.3. Subyek penelitian
Kriteria inklusi :
- Bayi baru lahir; tidak asfiksia; berat lahir normal (≥ 2500 s.d. < 4.000 g)
- Kehamilan tunggal, spontan ,umur kehamilan aterm, persalinan pervaginam
- Ibu : tidak menderita diabetes melitus (anamnesis), hipertensi (tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg), pre-eklamsi/ eklamsi,
perdarahan ante partum/ solutio plasenta dan inersia/ atonia uteri .
- Orang tua bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
Kriteria eksklusi :
-
Setelah bayi lahir tiba-tiba terjadi perdarahan pada ibu yang banyak
(perdarahan post partum)
-
Kelainan plasenta (infark dengan cara visual, hematom)
-
Ikterus dan pucat , sindrom down dan kelainan kongenital berat bayi .
66
4.4.4. Besar subyek penelitian
Rumus besar subyek penelitian untuk uji hipotesis terhadap rerata 2 populasi.
Apabila zα=1,96, zβ=0,842, δ= simpang baku kadar Ht pada bayi baru lahir = 5.
X1 adalah rerata kadar Ht pada bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali pusat
45 detik setelah lahir dan X2 adalah rerata kadar Ht pada bayi baru lahir yang
dilakukan penjepitan tali pusat 15 detik setelah lahir. Beda X1 dan X2 atau (X1-X2)
ditetapkan sebesar = 5. Besar subyek penelitian adalah :
2
2
⎛ (zα + zβ )δ ⎞
⎛ (1,96 + 0,842 ) 5 ⎞
n1 = n2 = 2 ⎜
⎟ = 2⎜
⎟ = 16 subyek .
5
⎝
⎠
⎝ X1 - X2 ⎠
Dengan koreksi terhadap kemungkinan drop out, ditetapkan besar subyek untuk
masing-masing kelompok penelitian = 18 subyek, sehingga total = 36 subyek.
4.4.5. Metode sampling
Subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan secara random
menggunakan tabel angka random .
4.5. Variabel penelitian
4.5.1. Variabel terikat
Kadar Hb dan Ht bayi baru lahir.
4.5.2. Variabel bebas
Waktu penjepitan tali pusat
4.5.3. Variabel perancu
Kadar hemoglobin, status gizi dan umur ibu serta diameter plasenta .
67
4.6. Definisi operasional
No
Variabel
1
Waktu penjepitan tali pusat adalah durasi waktu yang diukur sejak bayi
lahir sampai dengan penjepitan tali pusat menggunakan klem logam.
Diukur dengan stop watch. Dinyatakan dalam detik.
Dibedakan : ( diurut berdasarkan randomisasi )
a. Penjepitan tali pusat dini : durasi waktu yang diukur sejak bayi lahir
sampai dengan penjepitan tali pusat : 15 detik .
b. Penjepitan tali pusat tunda : durasi waktu yang diukur sejak bayi
lahir sampai dengan penjepitan tali pusat : 45 detik .
2
Kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) pada bayi baru lahir.
a. Hemoglobin (Hb)
®
Hb bayi baru lahir yang diperiksa menggunakan COULTER HmX
Hematology Autoanalyzer di laboratorium Patologi Klinik RSUP
Dr.Kariadi Semarang, dengan ketelitian 0,01g%. Sampel diambil dari
Darah vena. (1 jam pertama setelah lahir). Dinyatakan dalam g %.
Skala
Nominal
Numerik
( Ratio )
Nilai normal: 14 – 20 g%
b. Hematokrit (Ht)
®
Ht bayi baru lahir yang diperiksa menggunakan COULTER HmX
Hematology Autoanalyzer di laboratorium Patologi Klinik RSUP
Dr.Kariadi Semarang, dengan ketelitian 0,1%. Sampel diambil dari
Darah vena .(1 jam pertama setelah lahir). Dinyatakan dalam %.
Numerik
( Ratio )
Nilai normal : 40% – 65%
3
4
5
Kadar hemoglobin (Hb) ibu
Hb ibu yang diperiksa sebelum melahirkan . Data sekunder yang
diambil dari catatan medik ibu, yang diperiksa menggunakan
Hematology Autoanalyzer, dengan ketelitian 0,1%.
Dinyatakan dalam g %. Nilai normal ≥ 11 g%
Status gizi ibu ditentukan berdasarkan nilai index massa tubuh (IMT).
- IMT dinyatakan dalam kg/m2.
- Status gizi dibagi berdasar IMT sebagai berikut:
BB (kg)
: IMT =
- Underweight : < 18,5 kg/m2
2
2
- Normal : 18.5–24.9 kg/m2
TB (m )
- Overweight : 25–29.9 kg/m2
- Obesitas : ≥30 kg/m2
Diameter plasenta diukur berdasarkan diameter terlebar, menggunakan
penggaris, dengan ketelitian 1 mm.
Dinyatakan dalam centi meter (cm)
Numerik
( Ratio )
Ordinal
Numerik
( Ratio )
68
No
Variabel
Skala
6
Tablet Fe yang diminum ibu adalah sejumlah tablet (obat) mengandung
Fe yang diminum ibu selama kehamilan, tanpa melihat berapa kadar/
kandungan Fe, yang didapat dari anamnesis . Dinyatakan dalam tablet.
Kandungan Fe dalam tiap tablet yang diminum ibu tidak diketahui.
Numerik
( Ratio )
Umur ibu. Diambil dari catatan medik dan dilakukan konfirmasi dengan
ibu. Dinyatakan dalam tahun .
Numerik
(interval)
7
4.7. Cara pengumpulan data
Subyek dipilih sesuai dengan kriteria penelitian. Orang tua calon subyek
penelitian diberi informasi tentang penelitian ini dan selanjutnya diminta kesediaan
menandatangani formulir informed consent sebelum dijadikan subyek penelitian.
Orang tua yang menolak, tidak dimasukkan dalam penelitian.
Setelah lahir, bayi diletakkan di atas perut ibu dan dilakukan prosedur rutin.
Penolong persalinan menjepit tali pusat dalam waktu 15 atau 45 detik setelah bayi
lahir, sesuai dengan urutan randomisasi subyek. Penentuan waktu penjepitan tersebut
berdasarkan pengukuran waktu menggunakan stopwacth, oleh petugas yang lain.
Sampel darah bayi baru lahir (3 ml) diambil dari vena, dimasukkan ke tabung yang
berisi EDTA .
Untuk keperluan early feeding, sampel darah diambil segera setelah lahir saat
subyek sudah stabil ( < 30 menit ) dengan waktu pengambilan maksimal dalam 1 jam
pertama kehidupan. Gejala dan tanda hipoglikemia pada bayi baru lahir diperhatikan
dengan seksama, meskipun subyek bukan bayi dengan risiko hipoglikemia dan
penurunan dan peningkatan kadar glukosa pada satu jam pertama kehidupan tidak
69
berhubungan dengan diet (irrespective of feedings) serta kadar glukosa terendah
terjadi pada 2-3 jam pertama setelah lahir, kemudian dengan meningkatnya enzym
yang memecah glikogen, selanjutnya terjadi sintesa glukosa.78 Pengobatan
hipoglikemia asimtomatik masih kontroversial. Sebagian ahli akan memberi terapi
dengan early feeding jika bayi lahir dengan cukup bulan ( aterm ), pada 6-12 jam
pertama kehidupan dan bukan risiko tinggi.79 Jika muncul gejala dan tanda
hipoglikemia, segera dikelola sesuai protap hipoglikemia pada bayi lahir
Pemeriksaan Hb dan Ht menggunakan COULTER® HmX Hematology Autoanalyzer
dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Dr. Kariadi, segera setelah sampel
darah didapat . Data ibu diambil dari anamnesis dan catatan medik. Data bayi baru
lahir yang memenuhi kriteria inklusi dikumpulkan dan dicatat waktu penjepitan tali
pusat saat persalinan, identitas dan data klinisnya termasuk selama perawatan .
4.8. Alur penelitian
BAYI BARU LAHIR DI
RS DR.KARIADI SEMARANG DAN BIDAN PRAKTEK
SWASTA YANG MEMENUHI KRITERIA PENELITIAN
WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT
dibagi menjadi 2 kelompok (randomisasi) :
15 detik dan 45 detik
dalam durasi 1 jam pertama kehidupan
Hb & Ht Bayi Baru Lahir
ANALISIS DATA
70
4.9. Analisis data
Sebelum dilakukan analisis, pada data yang terkumpul dilakukan data cleaning,
koding, tabulasi dan selanjutnya akan dimasukkan ke dalam komputer. Analisis data
dilakukan dengan program SPSS for Windows ver. 15.0
Uji normalitas data digunakan Uji Shapiro-Wilks dan dikatakan sebaran data
normal jika p> 0,05. Perbedaan rerata Hb dan Ht pada kelompok penjepitan tali pusat
15 dan 45 detik, dilakukan uji beda rerata menggunakan independent t-test karena
sebaran datanya normal. Sedangkan uji multivariat digunakan uji regresi logistik. Uji
statistik menggunakan interval kepercayaan (confidence interval) 95% ( IK95% ).
4.10. Etika penelitian
Protokol penelitian telah diberikan persetujuan oleh Komisi Etik Penelitian
Kedokteran FK UNDIP / RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan Surat Ethical
Clearance No. 51/EC/FK/RSDK/2007, tertanggal 20 Agustus 2007 dan telah
mendapatkan ijin dari Kepala Bagian-SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP
Dr.Kariadi/ FK Undip Semarang dengan ijin pengambilan sampel untuk penelitian
nomor: 163/OG/J07.1.17/LL/2007, tertanggal 4 Agustus 2007. Ijin penelitian juga
telah diberikan oleh pimpinan RSUP Dr. Kariadi Semarang melalui Direktur SDM
dan Pendidikan dengan surat ijin penelitian nomor : DL.00.02.DIKLIT.092,
tertanggal 05 September 2007. Seluruh biaya yang berhubungan dengan penelitian
ditanggung oleh peneliti. Bila terjadi kejadian tidak diinginkan (KTD), misalnya:
1. Jika dalam proses persalinan tiba-tiba terjadi perdarahan pada ibu yang banyak,
71
maka bayi tidak masuk sebagai subyek penelitian, selanjutnya ibu dan bayi dikelola
sesuai standar pelayanan medik. 2. Bila bayi lahir dengan asfiksia, tidak masuk
sebagai subyek penelitian, selanjutnya bayi dikelola sesuai standar pelayanan medik.
Persetujuan keluarga telah dimintakan dalam bentuk informed consent tertulis.
Identitas pasien dirahasiakan.
72
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Karakteristik subyek penelitian
Penelitian dilakukan pada 36 subyek bayi baru lahir, dibedakan menjadi dua
kelompok secara random menggunakan tabel angka random , terdiri dari 19 bayi baru
lahir dengan penjepitan tali pusat 15 detik dan 17 bayi baru lahir dengan penjepitan
tali pusat 45 detik setelah lahir, di RSUP dr. Kariadi (28 subyek) dan rumah Bidan
praktek swasta (8 subyek), selama 6 bulan antara bulan September 2007 dan Februari
2008 . Gambar 6 menjelaskan jumlah dan prosentase subyek penelitian.
Waktu Penjepitan Tali Pusat Setelah Bayi Lahir
15 detik
45 detik
45 detik
47,22%
n=17
52,78%
n=19
15 detik
Gambar 6. Jumlah dan prosentase subyek berdasar waktu penjepitan tali pusat
Semua subyek penelitian pada kelompok penjepitan tali pusat 15 detik maupun 45
detik, lahir dari kehamilan tunggal, dengan umur kehamilan aterm (≥ 37 minggu
sampai dengan < 42 minggu), lahir secara spontan pervaginam, berat lahir normal (≥
2500 gram sampai dengan < 4.000 gram), tidak menderita asfiksia neonatorum dan
73
tidak terdapat kecurigaan sindrom down. Posisi bayi setelah lahir di atas perut ibu .
Semua ibu subyek penelitian tidak didapatkan penyakit diabetes melitus
(anamnesis), hipertensi, pre-eklamsi/ eklamsi, perdarahan ante partum/ solutio
plasenta dan inersia atau atonia uteri. Plasenta semua subyek, tidak dijumpai infark
maupun hematom .
Perbandingan karakteristik data subyek penelitian selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Karakteristik subyek penelitian
Kelompok Penjepitan
Karakteristik Subyek
15 detik (n=19)
Jenis Kelamin
- Laki-Laki (%)
- Perempuan (%)
Rerata Berat Badan Lahir (gram)
Rerata Umur ibu (tahun)
Rerata Gravida
Rerata Umur Kehamilan (minggu)
Rerata Index Massa Tubuh Ibu
Status Gizi Ibu
- Underweight (%)
- Normal (%)
- Owerweight (%)
- Obesitas (%)
Rerata Kadar Hemoglobin Ibu
P
45 detik (n=17)
a)
13 (68,4)
6 (31,6)
3105,3 ± 342,7
11(64,7)
6 (35,3)
3094,1 ± 384,8
± 4,0
2,0 ± 0,9
38,7 ± 0,9
25,370 ± 5,006
0
13 (68,4)
2 (10,5)
4 (21,1)
0
12 (70,6)
4 (23,5)
1 (5,9)
11,81 ± 0,73
± 0,50
72,9 ± 5,88
20,06 ± 1,64
0,042 b)
2 ( 11,8 )
15 ( 88,2 )
0,216 a)
28,6
Rerata TD Diastolik Ibu
75,8 ± 5,1
Rerata Diameter Plasenta
19,47
Tablet Fe yang diminum Ibu
- < 90 tablet (%)
- > 90 tablet (%)
0 (0)
19 ( 100 )
± 2,29
0,813
0,927
b)
26,1 ± 6,3
0,022
c)
1,5 ± 0,5
0,059
c)
0,741
c)
± 1,32
24,055 ± 3,722
38,6
11,36
0,812 c)
0,628
d)
0,144 c)
0,291
c)
a) = Uji Chi-Square b) = Independent t-test c) = Uji Mann-Whitney d) = Uji Kruskal-Wallis
Tabel 2 memperlihatkan pada kelompok penjepitan 15 detik dan 45 detik berturutturut : laki-laki 13 subyek dan 11 subyek, sedangkan perempuan masing-masing 6
subyek. Status gizi ibu berdasarkan IMT, pada kelompok waktu penjepitan tali pusat
74
15 detik dan 45 detik, berturut-turut adalah normal: 13(68,4%) dan 12(70,6%),
overweight: 2(10,5%) dan 4(23,5%), obesitas: 4(21,1%) dan 1(5,9%) serta tidak satu
pun ibu subyek dengan status gizi underweight. Status gizi ibu subyek dan diameter
plasenta pada kedua kelompok penjepitan 15 dan 45 detik sudah matching (tidak
berbeda secara statistik). Karakteristik data yang lain pada kedua kelompok
penjepitan juga sudah matching, kecuali pada rerata umur ibu dan rerata kadar
hemoglobin ibu, secara statistik berbeda bermakna (p= 0,022 dan p=0,042).
5.2. Rerata kadar Hb dan Ht subyek pada penjepitan tali pusat 15 dan 45detik
Rerata kadar Hb dan Ht bayi pada kelompok penjepitan tali pusat 45 detik
dibanding 15 detik mempunyai kecenderungan nilai yang lebih tinggi. (gambar 7).
15,0
Hematokrit Bayi ( % )
Hemoglobin Bayi ( g% )
50,0
10,0
5,0
16,3
17,3
n=19
n=17
15 detik
45 detik
40,0
30,0
20,0
10,0
47,1
51,3
n=19
n=17
15 detik
45 detik
0,0
Waktu Penjepitan Tali Pusat Setelah Bayi Lahir
Waktu Penjepitan Tali Pusat Setelah Bayi Lahir
Gambar 7. Grafik distribusi rerata kadar Hb dan Ht subyek
Kadar Hb bayi penelitian ini, pada kelompok penjepitan 15 detik antara 13,4 s.d.
18,4 g% dan kelompok penjepitan 45 detik antara 14,5 s.d. 20,1 g%. Kadar Ht pada
kelompok penjepitan 15 detik antara 37,6 s.d. 54,7 % dan pada kelompok penjepitan
75
45 detik antara 41,6 s.d. 60,6%, sehingga pada penelitian ini tidak didapatkan
polisitemia (Ht >65%).
Tabel 3 dan 4 masing-masing menunjukkan pada kelompok penjepitan tali pusat
15 dan 45 detik terdapat perbedaan bermakna rerata Hb subyek (16,30 g%±1,36 dan
17,34 g%±1,67) dan Ht (47,08 %±4,54 dan 51,34 %±6,07) dengan angka signifikansi
p=0,048 dan p=0,022. Sehingga rerata kadar Hb dan Ht pada kelompok penjepitan
45 detik lebih tinggi secara statistik bermakna dibandingkan kelompok 15 detik.
Tabel 3. Perbedaan rerata Hb subyek pada penjepitan 15 detik dan 45 detik
Hemoglobin Subyek
Kelompok Penjepitan
15 detik (n=19)
45 detik (n=17)
Rerata (±SD)
Rerata (±SD)
Rerata Hb Bayi (g%)
16,30 ( ± 1,36 )
17,34 ( ± 1,67 )
P b)
0,048
b) =Independent t-test
Tabel 4. Perbedaan rerata Ht subyek pada penjepitan 15 detik dan 45 detik
Kelompok Penjepitan
Hematokrit Subyek
15 detik (n=19)
45 detik (n=17)
Rerata Ht Bayi (g%)
Rerata (±SD)
47,08 (±4,54)
Rerata (±SD)
51,34 ( ± 6,07)
p
b)
0,022
b) = Independent t-test
5.3. Rerata kadar Hb dan Ht subyek berdasarkan faktor-faktor lain
5.3.1. Rerata kadar Hb dan Ht subyek berdasarkan kadar Hb ibu
Tabel 5. Perbedaan rerata Hb dan Ht subyek pada kelompok ibu anemia
dan non anemia
Hb dan Ht Subyek
Rerata Hb Bayi (g%)
Rerata Ht Bayi (%)
c) = Uji Mann-Whitney
Kelompok
Ibu Anemia ( 5 )
Ibu Non Anemia (31)
Rerata (±SD)
Rerata (±SD)
16,38 (±2,20 )
16,86 (±1,50)
48,30 (±7,13 )
49,22 (±5,52)
p c)
0,766
0,855
76
Kadar Hb ibu (Tabel 5) dibedakan menjadi kelompok anemia dan non anemia,
dengan batas Hb 11 g%. Dengan angka signifikansi > 0,05 (p=0,766 dan p=0,855),
sehingga disimpulkan pada penelitian ini rerata Hb dan Ht subyek kelompok ibu
anemia dan non anemia tidak berbeda bermakna .
5.3.2. Rerata kadar Hb dan Ht subyek berdasarkan umur ibu
Umur ibu pada kedua kelompok penelitian berkisar antara 20 – 40 tahun. Rerata
Hb dan Ht pada kelompok subyek dengan umur ibu 20-35 tahun dan >35 tahun secara
statistik tidak berbeda bermakna (p= 0,227 dan p=0,171). (Tabel 6).
Tabel 6. Perbedaan rerata Hb dan Ht subyek berdasarkan umur ibu
Hb dan Ht Subyek
Rerata Hb Bayi (g%)
Rerata Ht Bayi (%)
Kelompok Umur Ibu
20-35 th (32)
> 35 th (4)
Rerata (±SD)
16,68 (±1,57 )
48,63 (±5,67 )
p b)
Rerata (±SD)
17,70 (±1,54)
52,78 (± 4,72)
0,227
0,171
b)= independent t-test
5.3.3. Rerata kadar Hb dan Ht subyek berdasarkan status gizi ibu
Tabel 7. Perbedaan Hb dan Ht subyek berdasarkan status gizi ibu
Kelompok Status Gizi Ibu
Hb dan Ht Subyek
Rerata Hb Bayi (g%)
Rerata Ht Bayi (%)
Normal (24)
Rerata (±SD)
16,53 (±1,34)
48,08 (±4,92)
Tidak Normal (11)
Rerata (±SD)
17,45 (±1,95)
51,56 (±6,80)
p b)
0,114
0,096
b) = Independent t-test
Pada penelitian ini, status gizi ibu subyek ditentukan berdasarkan nilai index
massa tubuh, yaitu : underweight jika IMT <18,5 kg/m2, normal: 18,5–24,9 kg/m2,
77
overweight: 25–29,9 kg/m2 dan obesitas ≥30 kg/m2. Tidak satu pun ibu subyek dengan
underweight. Status gizi overweigth dan obesitas dikelompokkan dalam kelompok
status gizi tidak normal. Tabel 7 menunjukkan rerata Hb dan Ht pada kelompok status
gizi normal dan tidak normal tidak berbeda ( p=0,114 dan p=0,096).
Adanya hubungan negatif, semakin tinggi kadar Hb ibu, besar (ukuran) plasenta
semakin rendah. Pada penelitian ini, ukuran plasenta dinyatakan dengan mengukur
diameter plasenta. Diameter plasenta pada kelompok penjepitan 15 dan 45 detik
sudah matching, sehingga tidak dilakukan analisis lebih lanjut.
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel secara bersama-sama
dilakukan analisis multivariat regresi logistik. Kadar Hb bayi dikelompokkan atas
dasar nilai Hb 14 g%, sedangkan Ht dengan cut of point kadar Ht 40%. (tabel 8)
Tabel 8. Pengaruh waktu penjepitan tali pusat, kadar Hb ibu, umur ibu dan
status gizi ibu terhadap kadar Hb dan Ht subyek
Waktu penjepitan
Umur ibu
Gizi ibu
Hb ibu
Constant
B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
,682
-,137
,400
3,702
-47,101
272,577
,245
1,199
2,617
4088,779
,000
,312
,111
2,001
,000
1
1
1
1
1
,998
,576
,739
,157
,991
1,977
,872
1,491
40,529
,000
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower
Upper
,000 2,061E+232
,540
1,409
,142
15,625
,240
6842,588
Hasil uji multivariat regresi logistik yang dilakukan, ternyata semua variabel
bebas yang diuji ( waktu penjepitan tali pusat, kadar Hb ibu, umur ibu maupun status
gizi ibu ) mempunyai koefisien regresi logistik yang tidak signifikan, dengan angka
signifikansi p> 0,05.
78
Semua subyek dan ibu subyek, pada observasi hari pertama setelah lahir keadaan
umum bayi tampak aktif. Pengamatan selanjutnya pada kedua kelompok penjepitan,
tidak didapatkan satu pun subyek penelitian yang mengalami sesak nafas, sianosis,
kejang maupun ikterus dan semua ibu subyek sehat tanpa komplikasi.
79
BAB 6
PEMBAHASAN
Sampai saat ini, kapan tali pusat harus di jepit setelah bayi lahir, masih terdapat
perdebatan pendapat di kalangan para ahli. Perdebatan mengenai waktu penjepitan
tali pusat ini telah berlangsung lebih dari satu abad, namun jawaban atas pertanyaan
mana yang lebih baik bagi bayi, penjepitan dini atau tunda dan kapan penjepitan tali
pusat dilakukan, para ahli masih berbeda pandangan.3,7,8,9
Penjepitan tunda akan meningkatkan jumlah eritrosit yang ditransfusikan ke
bayi, hal tersebut tercermin dalam peningkatan kadar Hb dan Ht bayi baru lahir.
Kadar Hb dan Ht bayi baru lahir memegang peran penting dalam menyuplai oksigen
pada masa transisi fetus ke bayi saat proses persalinan.3,6 Konsentrasi Hb yang cukup
pada bayi baru lahir menentukan tingkat oksigenasi otak, sehingga penjepitan dini
dianggap tidak fisiologis dan bisa merugikan bayi.3 Nilai Hb bayi baru lahir pada
kehamilan aterm 19,3 ± 2,2 g%. Ahli lain, Gomella (2004) memberikan batasan nilai
normal Hb bayi baru lahir dengan usia kehamilan > 34 minggu adalah 14 – 20 g%,
dengan nilai rata-rata 17g%. Pada bayi sehat genap bulan, kadar Hb tidak berubah
bermakna sampai dengan usia 3 minggu pertama kehidupan, kemudian menurun
mencapai titik nadir 11 g% pada usia 8 - 12 minggu.74
Kisaran kadar Hb bayi penelitian ini, pada kelompok penjepitan dini (15 detik)
antara 13.4 s.d. 18.4 g% dan kelompok penjepitan tunda antara 14,5 s.d. 20,1 g%.
Pada kelompok penjepitan tunda (45 detik) tidak terdapat subyek dengan kadar
80
Hb< 14g%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sesuai dengan batasan yang diberikan
Gomella di atas, tidak terdapat bayi dengan anemia pada kelompok penjepitan tali
pusat 45 dan sebaliknya pada kelompok penjepitan dini masih memungkin untuk
dapat timbulnya anemia neonatal .
Rerata Hb bayi penelitian ini, pada kelompok penjepitan 15 detik dan 45 detik
adalah 16,30 g%±1,36 dan 17,34 g%±1,67. Rerata Hb tersebut secara statistik lebih
tinggi pada kelompok penjepitan 45 detik (p=0,048). (tabel 3)
Kadar Hb dan eritrosit yang cukup memungkinkan tingkat oksigenasi yang
optimal dan dapat menyediakan sumber Fe yang sangat bermanfaat bagi bayi.
Sumber Fe yang cukup, sangat penting untuk kehidupan selanjutnya untuk memenuhi
kebutuhan sel akan Fe, termasuk produksi eritrosit. Fe sebagai salah satu
mikronutrien penting bagi sel. Besi adalah nutrien yang penting tidak hanya untuk
pertumbuhan normal, kesehatan dan kelangsungan hidup anak, tetapi juga untuk
perkembangan mental, motorik80 dan fungsi kognitif. 80, 81
Irsa L mengutip pendapat Connor JR dan Benkovic SA mengatakan bahwa otak
membutuhkan zat besi yang banyak karena metabolisme oksidasinya yang tinggi
dibandingkan dengan organ lain. Kurangnya kadar besi pada masa pasca natal
mengakibatkan gangguan mental dan motorik yang akan menetap sampai dewasa.
Jadi, besi harus ditransfer ke sel-sel otak dengan pengaturan yang baik. Transferin
merupakan protein yang mentranspor besi ke otak dan dapat melewati sawar darah
otak.80 Di dalam otak, besi berpartisipasi dalam aktivitas enzimatik termasuk sistim
sitokrom oksidase, menurunkan nicotinamide adenin dinucleaeotide phosphate
81
(NADPH) reductase dan ribonucleotide reductase yang mengatur pertumbuhan otak,
delta-9 desaturase pada mielinasi, tirosin hidroksilase pada sintesis dopamine D2
reseptor dan sitokrom dalam produksi energi.80,82 Sebagai suatu komponen integral
dari metabolisme oksidatif seluler sel-sel saraf, sitokrom penting untuk fungsi seluler
sel saraf yang memperlihatkan cukupnya aktifitas metabolisme sel saraf.
82
Menurut
Connor JR dan Benkovic SA sebagaimana dikutip Irsa L, aktifitas neurologikal yang
lebih spesifik, besi terlibat dalam fungsi dan sintesa dopamin, serotonin dan g-amino
butyric acid (GABA).80
Lukens JN sebagaimana dikutip Irsa L, mengatakan tikus yang menderita
defisiensi besi juga mengalami defisiensi besi pada otaknya, diidentifikasi perubahan
biokimia yang mendasarinya adalah kurangnya aktifitas aldehid oksidase dan
meningkatnya konsentrasi senyawa serotonin dan 6-hidroksiindole. Metabolisme
katekolamin yang abnormal diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan
perubahan tingkah laku. Aktifitas monoamin oksidase menurun pada hati tikus yang
mengalami defisiensi besi. Monoamine oksidase bertanggung jawab dalam deaminasi
norepinefrin, dopamin, 5-hidroksitriptamin, feniletilamin, triptamin dan amine primer
serta amine sekunder lainnya yang terdapat pada susunan syaraf pusat (SSP) dan
jaringan lain. Kadar norefinefrin meningkat pada urin anak yang mengalami
defisiensi besi dan membaik setelah diberikan terapi besi.80 Irsa L mengutip Conner
JR, mengatakan besi juga terlibat dalam sintesa serta degradasi asam lemak dan
kholesterol; mungkin juga mempunyai peran penting dalam mielogenesis dan
pemeliharaan mielin.80 Mielin sangat penting untuk kecepatan hantar rangsangan
82
melalui sel-sel saraf. Mielinisasi terjadi dalam beberapa tahap yaitu tahap pranatal
dan tahap pasca natal. Sebagian besar proses meilinisasi sudah selesai pada umur 10
tahun.83
Penemuan tentang perubahan SSP akibat anemia defisiensi besi pada anak sangat
terbatas. Penelitian Roncagliolo, dkk terhadap respon auditory brain stem, didapatkan
waktu hantaran sentral memanjang pada anak berumur 6 bulan yang menderita
anemia dan setelah anemia dikoreksi tidak terjadi perbaikan.84
Nokes C, dkk sebagaimana dikutip Irsa L, mengatakan bahwa anemia defisiensi
besi berhubungan dengan penampilan yang buruk dalam psikomotor dan skala
perkembangan mental dan tingkatan tingkah laku pada bayi, nilai yang rendah dalam
uji fungsi kognitif pada anak prasekolah, pada anak usia sekolah nilai uji fungsi
kognitif dan uji prestasi belajar juga rendah.80 Gejala anemia defisiensi besi tidak
disebabkan semata-mata karena menurunnya hemoglobin, akan tetapi dipengaruhi
juga oleh perubahan biokimia, seperti menurunnya enzim yang mengikat zat besi, koenzim yang mengikat zat besi dalam siklus Krebs yang erat hubungannya dengan
proses oksigenisasi sel termasuk sel jaringan otak.80,85
Beberapa kenyataan di atas menunjukkan bahwa dari dari sudut pandang
biomedik, penjepitan tali pusat lanjut menjadi penting karena dapat menyediakan
sumber Fe lebih banyak dibanding penjepitan tali pusat dini.
Sejalan dengan hasil penelitian ini, Emhamed MO, dkk.(2004) melakukan
penelitian di Libya tentang pengaruh penjepitan tunda terhadap bayi aterm dan
menyimpulkan bahwa pada 24 jam pertama kehidupan, rerata Hb bayi secara
83
signifikan lebih tinggi pada pada kelompok penjepitan tunda (setelah tali pusat
berhenti berdenyut) dibanding penjepitan dini (10 detik setelah bayi lahir ) yaitu 18,5
g% ± 2,1 dibanding 17,1 g% ±1,9 dengan p=0,0005. 86
Beberapa ahli juga melakukan penelitian pengaruh waktu penjepitan tali pusat
pada masa bayi. Gupta R dan Ramji S (2002) melaporkan pada bayi dengan
penjepitan tunda saat umur 3 bulan rerata Hb lebih tinggi dibandingkan bayi dengan
penjepitan dini (8,8 g% ± 0,8 dibanding 9,9 g% ± 0,9) dengan angka signifikansi p =
<0,001.12 Sebuah studi di Guatemala, Grajeda R, dkk. (1997) meneliti pengaruh
penjepitan tali pusat tunda pada status besi pada bayi umur 3 bulan. Subyek penelitian
dibagi dalam 3 kelompok yaitu: pertama, kelompok penjepitan dini (segera setelah
lahir); kedua, kelompok penjepitan tunda (saat tali pusat berhenti berdenyut) dengan
posisi bayi setinggi plasenta dan ketiga, kelompok penjepitan tunda dengan posisi
bayi dibawah plasenta. Peneliti melaporkan, pada ketiga kelompok penelitian rerata
Hb berturut-turut 9,99g%±9,3; 10,76g%±1,11 dan 10,6g%±8,5. Kelompok kedua dan
ketiga lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok pertama dengan
signifikansi p=0,001. 15
Penjepitan tali pusat tunda membiarkan aliran darah dan oksigen dari plasenta ke
bayi melalui tali pusat yang terjadi sejak dalam kandungan (baby’s lifeline) untuk
melanjutkan peran penyuplai darah yang teroksigenasi, menfasilitasi perfusi paru dan
mendukung transisi bayi menuju pernafasan sendiri yang efektif, tanpa terjadi
penurunan oksigenasi jaringan yang dapat menyebabkan berbagai akibat yang
mungkin terjadi. Di sisi lain, penjepitan tali pusat tunda menfasilitasi lebih banyak
84
aliran darah plasenta ke bayi, sehingga dapat menyebabkan kejadian polisitemia.
Polisitemia pada bayi baru lahir didefinisikan sebagai peningkatan kadar Ht > 65%.
Polisitemia dihubungkan peningkatan jumlah eritrosit dalam pembuluh darah dan
sering dihubungkan dengan kelainan/ gangguan pada neonatus.74,
87
Pada keadaan
bahaya polisitemia mengancam, maka penjepitan tali pusat dini dapat melindungi
bayi-bayi dengan risiko tinggi terjadinya polisitemia tersebut.3
Gangguan akibat polisitemia, dihubungkan dengan peningkatan viskositas darah
sehingga terjadi gangguan kinetika aliran darah. Hal tersebut bermanifestasi aliran
darah yang lambat dan terjadi endapan darah. Hal tersebut merupakan predisposisi
terjadinya mikrotrombi dan penurunan oksigenasi jaringan. Keluhan susunan saraf
pusat (SSP) merupakan manifestasi yang paling sering muncul (disamping keluhan
organ lainnya), seperti letargi, irritability, jitteriness, tremor, kejang dan pecahnya
pembuluh darah otak. Munculnya manifestasi klinis pada bayi dengan polisitemia
mempengaruhi pengelolaan selanjutnya .87
Pada penelitian ini, kadar Ht tertinggi pada kelompok penjepitan 15 detik adalah
54.7%
dan
kelompok penjetitan tali pusat 45 detik adalah 60,6 % (table 4) . Hasil ini
masih jauh dari batasan polisitemia (>65%).
Emhamed MO, dkk.(2004)86 melaporkan penelitian pada bayi aterm, pada
kelompok bayi dengan penjepitan tunda (setelah tali pusat berhenti berdenyut)
proporsi polisitemia (>65%) saat 24 jam pertama sebesar 5,3%, sedangkan pada
penjepitan dini (10 detik setelah bayi lahir) tidak didapatkan polisitemia dengan
angka signifikansi p= 0,12.
85
Penelitian Cernadas JMC, dkk. (2006), menyebutkan prosentase kejadian
polisitemia pada kelompok penjepitan tali pusat 3 menit pada 6 jam setelah lahir
adalah 14,1 %, dengan kadar Ht tertinggi 75%. Sedangkan pada penjepitan dini dan
penjepitan 1 menit, prosentase polisitemia berturut-turut 4,4% dan 5,5% dengan kadar
Ht tertinggi berturut-turut 68% dan 71%. Namun tidak satu pun dari subyek dengan
polisitemia pada penelitian tersebut mempunyai manifestasi klinis, sehingga transfusi
tukar parsial tidak dilakukan.20
Rerata Ht subyek penelitian ini, pada kelompok penjepitan tali pusat 15 detik
adalah 47,08 % ± 4,54 dan 45 detik adalah 51,34 % ± 6,07, secara statistik berbeda
bermakna dengan signifikansi p=0,022. (tabel 4) Sehingga dapat dikatakan kadar Ht
bayi pada penjepitan tali pusat 45 detik lebih tinggi dibanding dengan kelompok
penjepitan 15 detik.
Penelitian sebelumnya, McDonnel & Handerson-Smart (1997) di Australia,
melaporkan kenaikan rerata hematokrit (Ht) pada bayi dengan penjepitan 30 detik
setelah lahir dibandingkan kelompok penjepitan dini, (55%±7,7 dan 52,9%±7),
namun secara statistik tidak bermakna.18 Cernadas JMC, dkk. (2006) melaporkan
kadar Ht (6 jam pertama) pada 3 kelompok penelitiannya: kelompok penjepitan tali
pusat dini, 1 menit dan 3 menit setelah bayi lahir, berturut-turut sebagai berikut :
53,5%±7,0; 57,0%±5,8; dan 59,4%±6,1.20 Aziz SFA, dkk (1999) membandingkan
dua kelompok penjepitan tali pusat 15 detik dan 3 menit, melaporkan pada 2 jam
pertama kehidupan kadar Ht : 47%±5,0 dan 63%±5,0.21 Penelitian pada bayi preterm
<35 minggu, Kugelman A,dkk. (2007) membagi subyek penelitian kelompok
86
penjepitan tali pusat dini (<10 detik) dan tunda (30-45 detik), dengan hasil rerata Ht
50,7%±6,9 dan 53,5%±5,1, namun tidak berbeda secara statistik, p=0,08.88 Emhamed
MO, dkk.(2004) melaporkan pada bayi aterm, rerata Ht 24 jam pertama kehidupan
lebih tinggi secara bermakna pada kelompok penjepitan tunda (setelah tali pusat
berhenti berdenyut) dibanding dini (49,3%±5,7 dibanding 52,9%±6,3) , p=0,0037.86
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, pada penjepitan
tali pusat tunda (45 detik) terdapat kecenderungan peningkatan kadar hematokrit bayi.
WHO (2007) merekomendasikan manajemen aktif persalinan kala III seharusnya
meliputi pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir, penjepitan tali pusat tunda,
melahirkan plasenta dengan pengendalian (kontrol) traksi tali pusat, diikuti pemijatan
uterus. Meskipun demikian, kapan tali pusat sebaiknya dijepit sampai saat ini masih
kontroversi.89 Bayi baru lahir normal yang tidak perlu resusitasi, segera bayi
dikeringkan, bayi diletakkan posisi prone di atas perut ibu dan diselimuti kain kering
dan hangat untuk mencegah kehilangan panas. Setelah tali pusat berhenti berdenyut
(kurang lebih 3 menit setelah lahir), jepit dan potong tali pusat. Bayi diletakkan
posisi prone di dada ibu untuk inisiasi menyusu dini dan skin to skin contact,
sementara ibu ikut membantu menjaga kehangatan bayi, lindungi ibu dan bayi dengan
kain atau handuk kering dan hangat untuk mencegah kehilangan panas. Tunda
prosedur rutin seperti penimbangan bayi minimal 1 jam pertama kehidupan, sehingga
kebersamaan ibu dan bayinya skin to skin contact tidak terputus dan dapat memulai
menyusui bayinya.
90
Dengan melihat kenyataan yang ada, maka praktik penjepitan
tali pusat dini khususnya pada persalinan normal perlu ditinjau ulang .
87
Center for Disease Control(CDC) mendefinisikan anemia pada kehamilan sebagai
kadar Hb< 11 g% (pada trimester I atau III) dan < 10,5 g% pada trimester II.35,36
Anemia merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi selama kehamilan
khususnya di negara-negara berkembang.41,91 WHO memperkirakan 56% wanita
hamil di negara berkembang menderita anemia.92
Status besi ibu hamil tidak dapat diasessmen hanya dari kadar Hb saja, karena
selama kehamilan volume plasna meningkat sehingga terjadi penurunan kadar Hb.37
Produksi panas oleh unit fetoplasental menyebabkan peningkatan suhu tubuh ibu.
Usaha penurunan panas ditingkatkan dengan vasodilatasi perifer, selanjutnya dapat
menurunkan tekanan darah. Hal ini menstimulasi pelepasan aldostreron oleh glandula
adrenal, sehingga terjadi retensi garam dan cairan. Penurunan osmolaritas akan
menurunkan viskositas darah dan meningkatkan aliran darah ke dalam sistem yang
mempunyai tahanan rendah yaitu intervillous space dalam plasenta. Peningkatan
aliran darah menyebabkan pertumbuhan fetus lebih baik.
Pada wanita tanpa suplementasi besi, Hb menurun dengan rerata < 13,3 g% saat
tidak hamil, menjadi < 11 g% saat kehamilan 36 minggu. Penurunan Hb masih terjadi
s.d. umur kehamilan s.d. 20 minggu, kemudian agak meningkat sampai umur 30
minggu, dan setelah fase ini Hb hanya sedikit meningkat. Penurunan kadar Hb
disebabkan oleh faktor utama peningkatan volume plasma, namun sebenarnya massa
sel darah merah dan kadar Hb meningkat selama kehamilan. 37
Pengaruh ibu anemia terhadap kadar besi bayi tidak begitu besar. Pada ibu hamil
besi ditransport melalui plasenta secara efisien. Bayi baru lahir dari ibu dengan
88
anemia defisiensi besi ternyata Hb tidak terpengaruh, adanya kenaikan kadar
eritropoitin tali pusat diduga memicu eritropoisis pada bayi. Tidak ada hubungan
antara kadar feritin ibu dengan bayi.
41
Penurunan Hb ibu hamil terbanyak terjadi
terutama pada ibu dengan bayi besar atau kehamilan multiple.37 Anemia (Hb<11g%)
mempunyai hubungan yang tidak signifikan dengan risiko stillbirth.93
Pada penelitian ini, rerata kadar Hb ibu diantara kelompok penjepitan 15 detik
(11,81 g%±0,73) dan 45 detik (11,36g%±0,50) berbeda bermakna (p=0,042). Untuk
mengukur sejauh mana pengaruh Hb ibu pada kadar Hb dan Ht bayi, Hb ibu
dikelompokkan menjadi kelompok anemia dan non anemia. Dengan uji MannWhitney, ternyata rerata Hb bayi pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna
(16,38g%±2,20 dan 16,86g%±1,50 ) dengan p=0,766 , (tabel 5) Demikian pula pada
rerata kadar Ht bayi pada kelompok ibu anemia dan non anemia juga tidak berbeda
(48,30%±7,13 dan 49,22%±5,52) dengan p=0,855.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat pendapat ahli bahwa pengaruh ibu
anemia terhadap kadar besi bayi tidak begitu besar karena pada ibu hamil besi
ditransport melalui plasenta secara efisien.41 Kadar Hb ibu hamil antara 9,5–10,5 g%
yang secara luas dianggap sebagai anemia dalam kehamilan, namun jika VER > 84
fL, interval kadar Hb tersebut bisa disebut optimal karena pada interval tersebut,
kejadian BBLR dan persalinan prematur paling rendah.37 Namun anemia pada
kehamilan yang berat ( Hb < 8 g% ), mempunyai efek negatif pada janin, bahkan
dapat terjadi BBLR.37, 42
89
Usia ibu hamil turut mempengaruhi keluaran kehamilan. Usia reproduksi sehat
pada wanita adalah usia 20-35 tahun. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun meningkatkan risiko terjadinya komplikasi dalam kehamilan, salah satu
diantaranya solusio plasenta.94,95 Faktor-faktor yang ikut memegang peranan penting
terjadinya komplikasi dalam kehamilan yaitu kekurangan gizi, anemia, paritas tinggi,
dan usia lanjut pada ibu hamil.95
Pada penelitian ini tidak didapatkan ibu dengan umur subyek dibawah 20 tahun
dan terdapat seorang ibu dengan umur 40 tahun. Setelah umur ibu dikelompokkan
menjadi kelompok umur ibu 20 - 35 tahun dan umur > 35 tahun, rerata Hb dan Ht
pada kelompok umur ibu tersebut (tabel 6) tidak berbeda, p= 0,227 dan p=0,171.
Semua jurnal penelitian yang berhasil ditemukan, pada karakteristik data, umur
ibu sudah matching pada kelompok penjepitan tali pusat yang diteliti. Gupta R dan
Ramsi S (2002)12 dan Emhamed MO, dkk.(2004)86, meneliti pengaruh waktu
penjepitan tali pusat, didapatkan rerata umur ibu pada kelompok penjepitan tali pusat,
masing-masing secara statistik tidak berbeda bermakna, p>0,05.
Status gizi ibu berdasarkan IMT dikelompokkan menjadi : underweight, normal,
overweight dan obesitas.61,62 Kartono D dan Lamid A (1997) mengutip pendapat
Power PS, overweight dan obesitas dimasukkan kelompok gemuk.63 Bila ibu
mengalami kekurangan gizi selama hamil (apalagi gizi buruk) dapat menimbulkan
masalah, diuraikan sebagai berikut: a.Terhadap ibu: anemia, pendarahan, berat
badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi. b.Terhadap
90
persalinan: persalinan sulit dan lama, persalinan prematur, pendarahan post partum,
serta kecenderungan seksio sesaria. c.Terhadap janin: mempengaruhi proses
pertumbuhan janin, abortus, stillbirth, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada
bayi, asfiksia dan BBLR. 96
Pada penelitian ini, tidak dijumpai ibu subyek dengan undeweight. Selanjutnya
status gizi ibu dikelompokkan menjadi kelompok normal dan tidak normal
(overwieght dan obesitas). Tabel 7 menunjukkan, pada kelompok status gizi ibu
normal dan tidak normal, rerata Hb subyek adalah 16,53g%±1,34 dan 17,45g%±1,95,
sementara rerata Ht subyek 48,08g%±4,92 dan 51,56g%±6,80 dengan signifikansi
p > 0,05. ( p= 0,114 dan p= 0,096). Ini berarti pada kedua kelompok status gizi ibu
tersebut, rerata Hb dan Ht subyek secara statistik tidak berbeda bermakna.
Uji multivariat regresi logistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel secara bersama terhadap kadar Hb dan Ht bayi baru lahir. Walaupun
analisis bivariat pada penelitian ini (tabel 5, 6 dan 7), secara statistik umur, kadar Hb
dan status gizi ibu subyek tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kadar Hb
dan Ht bayi, namun karena secara patofisiologi variabel-variabel tersebut diketahui
mempunyai pengaruh terhadap kadar Hb dan Ht bayi, maka ketiganya diikutsertakan
dalam analisis multivariat. Uji multivariat regeresi logistik mengharuskan kadar Hb
dan Ht subyek dikategorikan menjadi skala nominal. Kadar Hb bayi dikelompokkan
atas dasar nilai Hb 14 g% (batas anemia pada neonatus)74 dan kadar hematokrit bayi
dikelompokkan berdasarkan cut of point kadar Ht: 40% tersebut .
Hasil uji regresi logistik, ternyata didapatkan hasil yang berbeda dengan uji
91
bivariat yang telah dilakukan sebelumnya. Semua variabel bebas yang diuji (waktu
penjepitan tali pusat, kadar Hb ibu, umur ibu dan status gizi ibu) mempunyai
koefisien regresi logistik yang tidak signifikan dengan p>0,05 (tabel 8), kemungkinan
akibat sampel penelitian yang kecil. Peneliti lain,91 juga menjumpai hal tersebut, yaitu
variabel yang sama mempunyai hasil uji yang berbeda/ tidak sejalan antara analisis
univariat dan multivariat menggunakan uji regresi logistik.
Kejadian ikterus dilaporkan beberapa peneliti dan sebagian subyek memerlukan
fototerapi, namun tidak sampai terjadi efek yang berat atau membahayakan subyek
penelitian.20,56,86 Pada penelitian ini, semua subyek pada observasi selama
penelitian, keadaan umum bayi tampak aktif dan tidak didapatkan subyek yang
mengalami sesak nafas, sianosis, kejang maupun ikterus. Disisi lain semua ibu
subyek sehat tanpa komplikasi baik pada kelompok penjepitan tali pusat 15 detik
maupun 45 detik setelah lahir. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada penelitian ini
tidak didapatkan pengaruh negatif waktu penjepitan tunda (45 detik) pada subyek dan
ibu subyek .
Keterbatasan penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah :
1. Kadar G6PD, inkompatibitas Rh & ABO, bentuk eritrosit
sferositosis dan
elliptositosis, tidak dilakukan pemeriksaan sebelumnya. Kadar G6PD yang rendah
dan sferositosis, elliptositosis serta inkompatibitas ABO & Rh mengakibatkan
terjadinya hemolisis sel eritrosit, sehingga dapat menurunkan kadar Hb dan Ht.
92
2. Kelainan morfologi plasenta (infark) hanya diperiksa secara visual . Hal ini bisa
menyebabkan kesalahan/ tidak terdeteksinya infark yang baru, karena sulit
dibedakan dengan yang normal. Hal tersebut bisa mempengaruhi hasil penelitian.
Seharusnya infark ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi.
3. Tablet Fe yang diminum ibu subyek tidak diidentifikasi berapa kandungan fe (mg)
setiap tabletnya.
4. Penelitian ini tidak melakukan pengamatan pada subyek secara kohort dengan
waktu lebih lama.
93
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Rerata kadar Hb dan Ht bayi baru lahir pada penjepitan tali pusat 45 detik setelah
bayi lahir lebih tinggi secara bermakna dibanding dengan penjelitan 15 detik.
Penjepitan tali pusat tunda (45 detik) setelah lahir meningkatkan rerata Hb dan Ht
bayi baru lahir aterm dalam rentang nilai fisiologis / normal .
7.2. Saran
Perlu mempertimbangkan evaluasi pelaksanaan praktik penjepitan tali pusat dini
yang terjadi selama ini, terutama pada persalinan normal dengan bayi sehat dan genap
bulan . Sejauh mana tingkat keamanan pengaruh penjepitan tali pusat 45 detik setelah
bayi lahir bagi bayi pada persalinan normal, masih perlu penelitian lebih lanjut
dengan pengamatan/ kohort pada bayi yang lebih lama (time series).
94
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjiningsih.Tumbuh kembang anak. Dalam: Ranuh ING.Penyunting. Tumbuh
kembang anak. Edisi ke-3. Surabaya: EGC;1995.h.1-32.
2. Kosim MS.Mencegah gejala sisa.Dalam:Seminar dan Pelatihan di Bidang
Perinatologi “Tata Taksana Masa Kini Persalinan Prematur dan BBLR”.Bandung;2005.
3. Philip AGS dan Saigal S.When Should We Clamp the Umbilical Cord?.Neo Reviews
2004;5: e142-e154.
4. Morley GM. How the Cord Clamp Injures Your Baby's Brain.2002
Diunduh dari : http://www.cordclamping.com/braindamage.htm
5. Mercer JS dan Skovgaard RL. Neonatal transitional physiology: a new paradigm.
J Perinat Neonate Nurs 2002;5:56-75
6. Morley MG. Cord Closure: Can Hasty Clamping Injure the Newborn? 1998.
Diunduh dari : http://www.birthlove.com/pages/health/cords.html
7. Dunn PM . Dr Erasmus Darwin (1731–1802) of Lichfield and placental respiration.
Archives of Disease in Childhood Fetal and Neonatal Edition 2003;88:F346.
Diunduh dari : http://fn.bmjjournals.com/cgi/content/full/88/4/F346
8. Anoname.The Dangerous Practice of Early Clamping of the Umbilical Cord.2004.
Diunduh dari: http://www.cordclamping.com/
9. Morley GM. Lost Causes and Side Effects: The Neurological Damage Caused by
Immediate Cord Clamping is Irreversible. 2001.
Diunduh dari : http://www.cordclamping.com/morley2.htm
10. Mercola J. Clamp the umbilical cord too soon and risk brain damage. 2001.
Diunduh dari : http://www.cordclamping.com/
11. Prendiville WJ, Elbourne D, McDonald S. Active versus expectant management in the
third stage of labour (Cochrane Review). The Cochrane Library.2003 Diunduh dari :
http://www.mrw.interscience.wiley.com/cochrane/clsysrev/articles/CD000007/pdf_fs.html
12. Gupta R dan Ramji S. Effect of delayed cord clamping on iron stores in infants born to
anemic mothers: a randomized controlled trial. Indian Pediatrics 2002;39:130-135.
13. Mercer JS. Current best evidence: a review of the literature on umbilical cord clamping.
Journal of Midwifery & Women’s Health 2001;46:402-14
14. Morley GM. Immediate cord clamping: the primary injury. 2004.
Diunduh dari : http://www.cordclamping.com/ZICCthe%20PrimeInjury.doc
15. Grajeda R, Perez-Escamilla R and Dewey KG. Delayed clamping of the umbilical cord
improves hematologic status of Guatemalan infants at 2 mo of age. Am J Clin Nutr
1997;65:425-31.
16. Wardrop CAJ dan Holland BM.The roles and vital importace of placental blood to the
newborn infant.J.Perinat.Med.1995;23:139-143
17. Division of Reproductive Health (Technical Support) Familly and Reproductive Health
WHO. Maternal and Newborn Health/Safe Motherhood. Care of the umbilical cord :
a review of the evidence. Geneva,1998. Diunduh dari :
http://www.alianzaipss.org/reproductive- health/publications/MSM_98_4/care_umbilcal_cord.pdf
95
18. McDonnell M dan Henderson-Smart DJ. Delayed umbilical cord clamping in preterm
infants: a feasibility study. J Paediatr Child Health 1997;33:308-10
19. Linderkamp O, Nelle M, Kraus M dan Zilow EP. The effect of early and late cordclamping on blood viscosity and other hemorheological parameters in full-term
neonates. Acta Paediatr 1992; 81: 745-50.
20. Cernadas JMC, Carroli G, Pellegrini L, Otano L, Ferreira M, Ricci C, dkk. The effect of
timing of cord clamping on neonatal venous hematocrit values and clinical
outcome at term: a randomized, controlled trial. Pediatrics 2006;117:e779-e786
21. Aziz SFA, Shaheen MY, dan Hussein S. Early cord clamping and its effect on some
hematological determinants of blood viscosity in neonates.OBGYN.net.1999.
Diunduh dari : http://www.obgyn.net/pb/articles/cordclamping_aziz_0699.htm
22. Wahidiyat I, Amalia P.Gangguan sintesa hemoglobin.Dalam:Buku Ajar HematologiOnkologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2005.h.16-23
23. Perinatal Physiology. Pediatrics Merck Manual Professional. 2005
Diunduh dari: http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch271/ch271a.html
24. Andrews NC. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med. 1999;341:1986-7
25. Ringoringo HP.Pendekatan diagnostik status besi bayi berusia 0 bulan sampai 6 bulan
di banjarbaru: saat terbaik pemberian suplementasi zat besi (disertasi). Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,2008.
26. Fleming RE dan Bacon BR.Orchestration of iron homeostasis. N Eng J Med. 2005;
352:1741-4
27. Ganz T. Hepcidin, a key regulator of iron metabolism and mediator of anemia of
inflamation.Blood.2003;102:783-8
28. Andrews NC.Understanding heme transport.N Engl J Med.2005;353:2508-9.
29. Abdulsalam M, Daniel A. Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi
Besi. Sari Pediatri 2002;4:74 – 77.
30. Lozoff B, Jimenez E, Hagen J, Mollen E dan Wolf AW. Poorer behavioral and
developmental outcome more than 10 years after treatment for iron deficiency in
infancy. Pediatrics 2000;105:1-11
31. Wu AC, Lesperance L dan Bernstein H. Screening for Iron Deficiency. Pediatrics in
Review.2002;23:171-8
32. Oski FA, Naiman JL. Normal Blood values in the newborn period. Dalam: Hematologic
problems in the newborn.Edisi kedua. Philadelphia: W.B.Saunders;1996.h.1-30
33. Rachmawati AM, Arief M dan Harjoeno.Tes anemia. Dalam: Hardjoeno H.
Penyunting.Interpretasi hasil tes laboratorium diagnostik.Cetakan ketiga. Makasar:
Lephas; 2003.h.29-68
34. Linderkamp O. Blood viscosity of the neonate. NeoReviews 2004;5;e406-e416
35. Arnett C dan Greenspoon JS. Hematologic disorders in pregnancy. Dalam: DeCherney
AH, Nathan L, Goodwin TM dan Laufer N, Penyunting. Current diagnosis & treatment
obstetrics & gynecology. Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill;2007.h.406-415.
36. Rush D. Nutrition and maternal mortality in the developing world. Am J Clin Nutr
2000;72(suppl):212S–40S.
96
37. Steer PJ. Maternal hemoglobin concentration and birth weight. Am J Clin Nutr
2000;71(suppl):1285S–7S.
38. Ronnenberg AG, Wood RJ, Wang X, Xing H, Chen C, Chen D, dkk. Preconception
hemoglobin and ferritin concentrations are associated with pregnancy outcome in a
prospective cohort of chinese women . J. Nutr. 2004;134:2586–91
39. Moy RJD.Iron fortification of infant formula. Nutrition Research Reviews 2000;13:215-27
40. Davidson KM dan Repke T. Mineral metabolisme in pregnacy. Dalam:Cowett RM,
Penyunting. Principles of perinatal-neonatal metabolism.Edisi ke-2. New York:
Springer;1998.h.281-299.
41. Surjono A.Anemia pada bayi baru lahir. Dalam: Simposium “ Clinical role of iron in
optimal child development “.Solo, 2005
42. Mardones-Santander F, Rosso P, Stekel A, Ahumada E, Liaguno S dan Pizarro F.
Effect of a milk-based food supplement on maternal nutritional status and fetal growth
in underweight Chilean women . Am J Clin Nutr l988; 47:4l3-9.
43. Manning FA.Intrauterine growth retardation, etiology, pathophysiology, diagnosis and
treatment.Dalam:Fetus medicine principles and practice.Appleton&Lange.1995:307-41
44. Samil RP. Penyakit Kardiovaskular.Dalam:Wiknjosastro H, Saifuddin AB, dan
Rachimhadi T, penyunting. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.h.362-85
45. Wibowo dan Rachimhadhi T. Pre-eklamsi dan eklamsi. Dalam: Dalam: Wiknjosastro
H, Saifuddin AB, dan Rachimhadi T, penyunting. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.h.281-301
46. Mathews F, Youngman L dan Nei A. Maternal circulating nutrient concentrations in
pregnancy: implications for birth and placental weights of term infants. Am J Clin Nutr
2004;79:103–10
47. Soemantri Ag.Neonatal anemia (pathophysiology, diagnosis, prevention and
management).Subbag Hematologi-Onkologi,Bagian Ilmu Kesehatan Anak,RS Dr.
Kariadi/ FK Undip Semarang. 2003 ( unpublished )
48.Oski FA, Naiman JL.Anemia in the neonatal period.Dalam: Oski FA, Naiman JL,
penyunting. Hematologic problems in the newborn. Edisi kedua. Philadelphia:
W.B.Saunders; 1996.h.54-77
49.Oski FA, Naiman JL.Polycythemia in the neonatal period.Dalam: Oski FA, Naiman JL,
penyunting.Hematologic problems in the newborn. Edisi kedua.Philadelphia:
W.B.Saunders; 1996.h.78-82.
50. Normal labor and delivery. Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC,
Larry GHI dan Wenstrom KD, Penyunting. Williams Obstetrics. Edisi ke-22. New
York: McGraw-Hill;2005.h.409-442
51. Mercer JS, Nelson CC dan Skovgaard RL. Umbilical cord clamping: beliefs and
practices of american nurse-midwives. Jaurnal of Midwifery & Women’s Health
2000;45:58-66
52. Blackburn ST. Hematologic and hemostatic system. Dalam:Maternal, fetal & neonatal
physiology: a clinical perspective. Edisi kedua. Philadelphia: W.B.Saunders; 2003: 213-254
97
53. Budjang RF.Penanggulangan bayi (neonatus ). Dalam:Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
dan Rachimhadi T, penyunting. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta :Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.h.247-63
54. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi, Perkumpulan Obstetri
Ginekologi Indonesia (JNPK-KR/POGI) dan JHPIEGO Corporation. Kala dua
persalinan. Dalam: Buku acuan asuhan persalinan normal.Edisi ke-3(revisi). Jakarta:
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi; 2007.h.75-94
55. Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr.Kariadi Semarang .Tata laksana persalinan
normal. Dalam: Buku acuan pelayanan medis kebidanan dan penyakit kandungan .
Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr.Kariadi Semarang. 2005:4-24.(unpublished)
56. Hutton E Kdan Hassan E S. Late vs Early Clamping of the Umbilical Cord in Full-term
Neonates. Systematic Review and Meta-analysis of Controlled Trials. JAMA.2007;297:
1241-1252
57. Roebiono PS, Rahajoe A dan Sastroasmoro S. Embriogenesis kardiovaskular dan
sirkulasi janin. Dalam: Sastroasmoro dan Madiyono B, penyunting. Buku Ajar
Kardiologi anak. Jakarta :IDAI;1994.h.173-90.
58. Morley GM.Why Do Babies Cry? The Anatomical and Physiological Changes During
the Moments After Birth. 2002 Diunduh dari : http://www.atlaschiro.com/
59. Mutalazimah. Hubungan lingkar lengan atas (LILA) dan kadar hemoglobin (Hb) ibu
hamil dengan berat bayi lahir di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Penelitian Sains
& Teknologi 2005;6: 114 – 126.
60. Fetal growth disorders. Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC,
Larry GHI dan Wenstrom KD, Penyunting. Williams Obstetrics. Edisi ke-22. New
York: McGraw-Hill; 2005.h.893-909.
61. Obesity. Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Larry GHI dan
Wenstrom KD, Penyunting. Williams Obstetrics. Edisi ke-22. New York: McGraw-Hill
2005.h.1007-1016
62. Baron RB. Nutrition. Dalam: Tierney, Lawrence M., McPhee, Stephen J., Papadakis,
dan Maxine A, Penyunting. Current Medical Diagnosis & Treatment.Edisi ke-45. New
York: McGraw-Hill 2006.h.1254-1285
63. Kartono D dan Lamid A. Keadaan Kegemukan di Kelurahan Kebon Kelapa, Bogor
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh. CDK 1997;120: 5-7.
64. Kosim MS. Asfiksia neonatorum. Dalam: Kumpulan makalah pelatihan dokter
spesialis anak dalam bidang NICU untuk RSU kelas B tingkat nasional.Semarang.1998.
( unpublished )
65. Kattwinkel EJ. Texbook of neonatal resuscitation. edisi ke-4, edisi bahasa Indonesia,
Alih bahasa: Seno Adjie JM, Rulina Suradi, Nani Darmasetiawani W, Djauriah AM,
Idham Amir, Sholeh Kosim M dan Ferdy P Harahap. Jakarta: Perinasia; 2000.
66. William MG. Perinatal asphyxia. Clin Evid 2004; 12:1-2.
67. Finster M, Wood M.. The Apgar Score Has Survived the Test of Time. Anesthesiology
2005; 102:855–7
98
68. Wattis L. Signposts for the third stage maze: Making informed choices. 2006.
Diunduh dari: www.birthjourney.com
69. Haney D Q. Umbilical Cord Blood: Secret to Brain Repair?. 2001.
Diunduh dari : http://www.mercola.com/
70. Baker T.Stem cells help brain repair, make new neurons and blood vessels after stroke.
2002 . Diunduh dari : http://www.eurekalert.org/
71. Diaz-Rossello JL. International Perspectives Cord Clamping for Stem Cell Donation:
Medical Facts and Ethics. NeoReviews 2006; 7: e557-e563
72. Prayogo R, Wijaya MT. Kultur dan potensi stem cells dari darah tali pusat.
CDK 2006;153:26-28
73. Saputra V. Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran .
CDK 2006;153:21-25
74. Peevy KJ. Blood abnormalities. Dalam : Gomella TL, penyunting. Neonatology :
management, procedures, on-call problems, diseases, and drugs.Edisi ke-4. New York:
McGraw-Hill;1999.h.314-34
75.WHO Regional Office for Europe. Prevalence, causes and consequences of iron
deficiency and iron deficiency anaemia for pregnant women, women of childbearing age and
children less than two years of age. Dalam: Report of the UNICEF/WHO Regional Consultation
Prevention and Control of Iron Deficiency Anaemia in Women and Children .
Geneva,1999:17-30. Diunduh dari : http://www.inffoundation.org/pdf/geneva_iron.pdf
76.Geethanath RM, Ramji S, Thirupuram S, Rao YN. Effect of timing of cord clamping on
the iron status of infants at 3 months. Indian Pediatr 1997;34:103-6.
77. van Rheenen PF dan Brabin BJ. A practical approach to timing cord clamping in
recource poor settings. BMJ 2006;333:954-958.
78. Page-Goertz S. Hypoglycemia in the Breastfeeding Newborn. International Lactation
Consultant Association, 2002.
79. Gommela TL. Hypoglycemia. Dalam : Gomella TL, penyunting. Neonatology :
management, procedures, on-call problems, diseases, and drugs.Edisi ke-5. New York:
McGraw-Hill;2004.h. 350-356.
80. Irsa L.Gangguan kognitif pada anemia defisiensi besi.Sari Pediatri 2002; 4:114 - 118
81. Grantham-McGregor S dan Ani C. A review of studies on the effect of iron deficiency
on cognitive development in children. J. Nutr. 2001;131: 649S–668S.
82. Ungria M, Rao R, Wobken JD, LucianaM, Nelson CA, Georgieff. Perinatal iron
deficiency decreases cytochrome c oxidase (CytOx) activity in selected regions of
neonatal rat brain. Pediatr Res 2000; 48:169-76.
83. Soedjatmiko. Stimulasi psikososial pada bayi risiko tinggi. Trihono PT, dkk.
Penyunting Hot topic in pediatrics II.Pendidikan kedokteran berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLV. Jakarta: FKUI, 2002. h. 28-46.
84. Roncagliolo M, Garrido M, Walter T, Peirano D, Lozoff B. Evidence of altered central
nervous System development in infants with iron deficiency anemia at 6 mo: delayed
maturation of auditory brainstem responses. Am J Clin Nutr 1998; 68:683-90.
99
85. Soemantri AG. Hubungan anemi kekurangan zat besi dengan konsentrasi dan prestasi
belajar. Disertasi. Semarang:FK. Universitas Diponegoro,1978.
86. Emhamed M O, van Rheenen P dan Brabin BJ.The early effects of delayed cord
clamping in term infants born to Libyan mothers. Tropical Doctor 2004;34:218-222
87. Gupta G dan Wilson CG. Polycythemia in neonate. Dalam : Lokeshar MR, Penyunting.
Textbook of neonatal hematology-onkology.Edisi ke-1. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2003.h.118-25.
88. Kugelman A,Borenstein-Levin L,Riskin A,Chistyakov I,Ohel G,Gonen RdanBaderD.
Immediate versus Delayed Umbilical Cord Clamping in Premature Neonates Born
Under <35 Weeks:A Prospective, Randomized,Controlled Study. Am J Perinatol 2007;
24:307–316.
89.World Health Organization (WHO). WHO Recommendations for the Prevention of
Postpartum Haemorrhage. Geneva: World Health Organization, Department of Making
Pregnancy Safer. 2007. Diunduh dari :
http://www.who.int/making_pregnancy_safer/publications/WHORecommendationsforPPHaemorrhage.pdf
90.Chaparro C, Lutter C dan Hubner AVC. Essential delivery care practices for maternal
and newborn health and nutrition. Pan American Health Organization, Reginal office of
the Word Health Organization dan USAID. 2007
91. van Rheenen P.The role of delayed umbilical cord clamping to control infant anaemia
in resource-poor settings.2007.
Diunduh dari : http://www.abbol.com/bookbank/books/van%20Rheenen.pdf
92. Laflamme E M. Maternal Hemoglobin Concentration and Pregnancy Outcome: A Study
of the Effects of Elevation in El Alto, Bolivia.2006.
Diunduh dari : http://iris.lib.neu.edu/getblob?blobid=2125645412984090
93. Stephansson O, Dickman P W, Johansson A dan Cnattingius S. Maternal Hemoglobin
Concentration During Pregnancy and Risk of Stillbirth. JAMA 2000; 284: 2611-2617
94. Wiknjosastro H. Perdarahan Antepartum. Dalam:Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
dan Rachimhadi T, penyunting. Ilmu Kebidanan.Edisi Ketiga. Jakarta:Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.h.362-85.
95. Suyono, Lulu, Gita, Harum dan Endang. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil dengan
Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. CDK 2007;34:233–8.
96. Lubis Z. status gizi ibu hamil serta pengaruhnya terhadap bayi yang dilahirkan.2003.
Diunduh dari : http://tumoutou.net/702_07134/zulhaida_lubis.htm
100
Download