PENGARUH WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT BAYI BARU LAHIR THE EFFECT OF UMBILICAL CORD CLAMPING TIME TO THE LEVEL OF HEMOGLOBIN AND HEMATOCRITE OF NEONATES Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 dan memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak Qodri Santosa PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU BIOMEDIK DAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU KESEHATAN ANAK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 1 TESIS PENGARUH WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT BAYI BARU LAHIR disusun oleh Qodri Santosa G4A002111 telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 31 Juli 2008 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing Utama Pembimbing Kedua dr. Bambang Sudarmanto, dr. H.M. Sholeh Kosim, SpA(K) SpA(K) NIP. 140 086 952 NIP. 140 154 822 Mengetahui, Ketua Program Studi Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Anak Magister Ilmu Biomedik Fakultas kedokteran UNDIP Program Pascasarjana UNDIP dr. Alifiani H. Putranti, SpA(K) NIP. 140 214 483 Prof. dr.H. Soebowo, SpPA(K) NIP. 130 352 549 2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/ tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka. Semarang, 31 Juli 2008 Penulis 3 RIWAYAT HIDUP A. Identitas Nama : dr. Qodri Santosa Tempat / Tgl. Lahir : Banyumas, 5 Mei 1971 Agama : Islam Jenis Kelamin : Laki-laki B. Riwayat Pendidikan: 1. SDN Karangjati I : Lulus tahun 1984 2. SMPN Kemranjen : Lulus tahun 1987 3. SMAN 1 Purwokerto : Lulus tahun 1990 4. FK. UNDIP Semarang : Lulus tahun 1997 5. PPDS-1 Ilmu Kesehatan Anak UNDIP : (2003 – sekarang) 6. Magister Ilmu Biomedik UNDIP : (2003 – sekarang) C. Riwayat Pekerjaan Tahun 1998–1999 : Dokter PTT/ Ka. Puskesmas Nusawungu I Cilacap Jawa Tengah. Tahun 1999–2001: Dokter PTT/ Ka. Puskesmas Nusawungu II Cilacap Jawa tengah. Tahun 2003–sekarang : Dokter PNS Departemen Pendidikan Nasional, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Sudirman ( UNSOED ) Purwokerto . D. Riwayat Keluarga 1. Nama Orang Tua. Ayah Ibu : Drs. Ngadiman : Sukirah 2. Nama Istri : dr. Alfi Muntafiah 3. Nama Anak : - Khilmia Nafiisa Zahra - Salma Sajida Zahra 4 KATA PENGANTAR Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan bimbinganNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan penelitian guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan satu persyaratan untuk meraih derajat S-2 pada Program Pendidikan Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang . Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna karena ketidakmampuan kami. Namun karena bimbingan guru-guru kami dan dorongan keluarga serta teman, maka tulisan ini dapat terwujud . Banyak sekali pihak yang telah berkenan membantu dalam menyelesaikan penulisan ini, jadi kiranya tidaklah berlebihan apabila pada kesempatan ini perkenankanlah kami menghaturkan rasa terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Rektor Universitas Diponegoro yang memberi kesempatan kepada siapa saja yang berkeinginan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan. 2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk mengikuti pendidikan spesialisasi. 3. Direktur Utama RSUP Dr. Kariadi Semarang beserta staf, yang telah memberi kesempatan dan kerjasama yang baik selama mengikuti pendidikan spesialisasi serta memberi izin penelitian di RSUP Dr.Kariadi . 5 4. Prof. dr. H. Soebowo, SpPA(K) selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, beserta Prof. dr. Edi Dharmana, PhD, SpPar(K) dan dr. Kusmiyati, M Kes atas bimbingan dan sarannya serta sebagai tim penguji Proposal Penelitian dan Tesis. 5. dr. Budi Santosa, SpA(K) selaku Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi pengarahan dan dukungan moril selama pendidikan . 6. dr. Alifiani Hikmah P, SpA(K) selaku Ketua Program Studi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi pengarahan dan dukungan moril selama pendidikan. 7. dr. H.M. Sholeh Kosim, SpA(K) dan dr. Bambang Sudarmanto, SpA(K) selaku pembimbing utama dan kedua penulis, yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh kesabaran, serta bimbingan, dorongan, motivasi dan arahan yang tidak putus-putusnya untuk dapat menyelesaikan studi dan penyusunan laporan penelitian ini. 8. Ketua Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi Semarang yang telah memberikan izin penelitian di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr.Kariadi. 6 9. Prof. Dr. dr. Tjahjono, SpPA(K), FIAC, Prof. dr. Lisyani B Suromo, SpPK(K), Prof. Dr. dr. Ag Soemantri, SpAK, Ssi, dr. Budi Santosa, SpAK, dr. Kamilah Budhi R, SpAK, dr. Moedrik Tamam, SpAK, dr. Herman Kristanto, MS, SpOK(K), selaku penguji yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi masukan dan arahan untuk perbaikan penyusunan laporan ini. 10. dr. Rudy Susanto, SpA(K) selaku dosen wali yang telah berkenan memberikan dorongan, motivasi dan arahan yang tidak putus-putusnya untuk dapat menyelesaikan studi dan penyusunan laporan penelitian ini . 11. Guru-guru kami di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang yang sangat kami hormati, cintai dan banggakan : Prof. dr. Moeljono S Trastotenojo, SpA(K); Prof. Dr. dr. Ag. Soemantri, SpA(K), SSi; Prof. Dr. dr. I. Sudigbia, SpA(K); Prof. Dr. dr. Lydia Kosnadi, SpA(K); Prof. Dr. dr. Harsoyo N, DTM&H, SpA(K); Prof. dr. M. Sidhartani Zain, MSc, SpA(K); dr. Anggoro DB Sachro, DTM&H, SpA(K); Dr. dr. Tatty Ermin, SpA(K), PhD; dr. Kamilah Budhi Raharjani, SpA(K); dr.Budi Santosa, SpAK, dr.R.Rochmanadji W, SpA(K),MARS; Dr.dr.Tjipta Bachtera,SpAK, dr.Moedrik Tamam,SpAK, dr.H.M. Sholeh Kosim, SpA(K), dr. Rudy Susanto, SpA(K); dr. I. Hartantyo, SpA(K); dr. Herawati Juslam, SpA(K); dr. PW. Irawan, MSc, SpA(K); dr.Hendriani Selina, SpAK, MARS, dr. J.C. Susanto, SpA(K); dr.Agus Priyatno, SpA(K); dr. Dwi Wastoro D, SpA(K); dr. Asri Purwanti, SpA, MPd; dr. Bambang Sudarmanto, SpA(K); dr. Elly 7 Deliana, SpA(K); dr. MM DEAH. Hapsari, SpA(K); dr. Alifiani H. Putranti, SpA(K), dr. M. Mexitalia S, SpA(K); dr. M. Heru Muryawan, SpA; dr. Gatot Irawan S, SpA; dr. Anindita Soetaji, SpA; dr. Wistiani, SpA; dr. Moh. Supriyatna, SpA; dr. Fitri Hartanto, SpA; dr. Omega Melyana, SpA, dr. Yetty Movieta Nancy, SpA atas segala bimbingan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan . 12. Prof. Dr.dr. Hertanto Wahyu S, MS dan dr. Sakundarno, SKM yang telah membantu membimbing penulisan proposal penelitian. dr.Niken Puruhita, MMed.Sc., SpGK dan dr. Hari Peni Julianti, MKes yang dengan sabar, teliti dan senang hati membantu peneliti dalam pengolahan data, membimbing dan memberi arahan dalam penyusunan laporan penelitian kami. 13. Teman-teman seangkatan Januari 2003 : Christianus, Gondo, Titut, Ninung, Robert, Baginda, Diapari dan Ipung, serta rekan-rekan Residen PPDS I Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang lainnya, sahabat-sahabatku seperjuangan, atas bantuan, kekompakan, setia kawan dan kerjasama yang selalu ada dalam suka dan duka selama menempuh pendidikan . 14. Rekan-rekan perawat/ TU/ karyawan/ karyawati bagian IKA RSUP Dr. Kariadi Semarang, atas dukungan, kerja sama serta bantuannya. 15. Teman-teman residen PPDS I Obstetri dan Ginekologi, Ibu Isti dan para bidan serta perawat di Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Undip/RSUP Dr. Kariadi atas bantuannya dalam penelitian. 8 16. Istriku tercinta dr.Alfi Muntafiah serta kedua buah hati dan cintaku Khilmia Nafiisa Zahra dan Salma Sajida Zahra yang begitu luar biasa dengan setia dan tabah mendampingi dalam suka dan duka, memberikan dorongan, semangat, pengorbanan dan senyuman selama menjalani pendidikan. 17. Bapak Drs. Ngadiman dan Ibu Sukirah orang tuaku tercinta yang dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan telah mengasuh, membesarkan, mendidik dan menanamkan rasa disiplin dan tanggung jawab serta memberikan dorongan semangat, bantuan moril maupun material, sujud dan bakti kami haturkan dengan tulus hati. 18. Kakak Sumiati, SPd beserta keluarga, adik Imam Sutrisno, SE beserta keluarga dan adik Retno Kurniasih tersayang, atas doa dan dorongan semangat selama ini. 19. Bapak Taftazani dan Ibu Bai’ah, mertuaku tercinta yang dengan penuh kasih sayang dan perhatian memberikan dorongan semangat, bantuan moril maupun material, sujud dan bakti kami haturkan dengan tulus hati. 20. Adik Arif atas segala doa dan bantuannya. 21. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Tiada gading yang tak retak, penulis mohon kepada semua pihak yang memberikan masukan dan sumbang saran atas penelitian ini dan memberikan bekal bagi penulis untuk penelitian ilmiah di masa yang akan datang. Akhirnya dari lubuk hati yang paling dalam, penulis juga menyampaikan 9 permintaan maaf kepada semua pihak yang mungkin telah mengalami hal yang kurang berkenan dalam berinteraksi dengan penulis selama kegiatan studi dan penulisan ini. Semoga Allah SWT selalu berkenan memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada kita semua. AMIEN . Semarang, 31 Juli 2008 Penulis 10 DAFTAR ISI Halaman Judul ……………………………………………………………. Halaman Pengesahan ………………………..……………………………. Pernyataan ………………………………………………………………… Daftar Riwayat Hidup …………………………………….………………. Kata Pengantar ………………………………………………...………….. Daftar Isi ………………………………………………………………….. Daftar Singkatan ………………………………………………………….. Daftar Tabel …………….…...……………………………………………. Daftar Gambar…………………………………………………………….. Daftar Lampiran…………………………………………………………… Abstrak ...………………………………………….………………………. Abstract .…………………………………………………………..………. Halaman i ii iii iv v xi xiii xiv xv xv xvi xvii Bab I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang………………………………………………… 1.2 Rumusan masalah…………………………………………….. 1.3 Tujuan penelitian..…………………………………………… . 1.4 Manfaat penelitian…………………………………………….. 1.5 Originalitas penelitian………………………………………… 1 3 4 4 5 11 Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir.............................. 2.1.1 Hemoglobin ............................................................................ 2.1.2 Hematokrit ………………………………………………...... 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Hb dan Ht bayi baru lahir 2.2 Penjepitan tali pusat ……………………………………..….. 2.2.1 Transfusi plasental …...…………………………………...… 2.2.2 Waktu penjepitan tali pusat ………………….…..……….2.2.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjepitan tali pusat .. 2.2.3.1 Sirkulasi janin dan perubahan pasca lahir ........................... 2.2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi transfusi plasental......... 2.2.4 Dasar pemikiran bahaya penjepitan tali pusat dini dan perlunya transfusi plasental ……………………………….... 2.2.5 Efek transfusi plasental .……………………..………….….. 2.2.6 Pertimbangan khusus berkenaan dengan transfusi plasental.. 2.2.6.1 Efek negatif dan positif pada bayi-bayi preterm ……........ 2.2.6.2 Manfaat penjepitan tali pusat dini ...................................... Bab 3. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS 3.1 Kerangka teori………………………….……………………... 3.2 Kerangka konsep …………………….………………………. 3.3 Hipotesis……………………………………… .…..…………. Bab 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian……………………..………………. 4.2 Waktu dan tempat penelitian…………………..……………… 4.3 Jenis dan rancangan penelitian…………………..……………. 4.4 Populasi dan subyek penelitian………………..……………… 4.5 Variabel penelitian……………………………………………. 4.6 Definisi operasional……………………………………...…… 4.7 Cara pengumpulan data………………………………..……… 4.8 Alur Penelitian………………………………………………… 4.9 Analisa Data…………………………………………………… 4.10 Etika Penelitian………………………………………………. Bab 5. HASIL PENELITIAN ................................................................... 7 7 20 20 26 26 27 29 29 31 34 38 41 41 42 44 45 45 46 46 46 47 48 49 50 51 52 52 54 61 12 75 Bab 6. PEMBAHASAN............................................................................. Bab 7. SIMPULAN DAN SARAN............................................................ DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..…... Lampiran……………… 76 13 DAFTAR SINGKATAN – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – – ADB : anemia defisiensi besi BBLR : bayi berat lahir rendah CDC : Center for Disease Control DMT1 : Divalent Metal Transporter 1 FBS : fetal bovine serum FGF : fibroblast growth factor FCS : fetal calf serum FS : feritin serum HER : hemoglobin eritrosit rata-rata Hb : hemoglobin HCPl : heme carrier protein 1 HLA : human leucocyte antigen Ht : hematokrit KHER : konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata KMK : kecil masa kehamilan MCV : mean corpuscular volume MNC : mononuclear cells MSC : mesenchymal stem cells PIM : perdarahan intravaskuler menyeluruh RDS : respiratory disstres sindrome RDW : Red-cell Volume Distribution Width RPBV : residual placental blood flow SDM : sumber daya manusia SI : serum iron ST : saturasi transferin sTfR : solube transferin reseptor Tf : transferin serum TfR : transferin reseptor TIBC : total binding iron capacity VER : volume eritrosit rata-rata 14 DAFTAR TABEL T H a al b a e m Judul l an 1 Penelitian efek penjepitan tali pusat terhadap kadar Hb dan Ht bayi baru lahir .................................................................... 2 Karakteristik subyek penelitian …………………………….. 3 5 55 Perbedaaan rerata Hb subyek pada penjepitan tali pusat 15 detik dan 45 detik 57 ……………………………………….. 4 Perbedaan rerata Ht subyek pada penjepitan tali pusat 15 detik dan 45 detik ……………………………………...... 57 5 Perbedaan rerata Hb dan Ht subyek pada kelompok ibu anemia dan non anemia ………………………………….…. 6 Perbedaan rerata Hb dan Ht subyek berdasarkan umur ibu … 7 Perbedaan Hb dan Ht subyek berdasarkan status gizi ibu ….. 57 58 58 8 Pengaruh waktu penjepitan tali pusat, kadar Hb ibu, umur ibu dan status gizi ibu terhadap kadar Hb dan Ht subyek …….... 59 15 DAFTAR GAMBAR G a Ha m la ba ma r Judul n 1 Bagan sebuah molekul hemoglobin (Hb A) 8 2 …………..... 10 3 Distribusi 4 ……………………………. 5 Absorpsi 6 ...................................................... Siklus 7 Fe di dalam Fe Fe tubuh 13 16 di pada Intestin 30 manusia 54 ..................................................... Sirkulasi 56 janin ……………………………………..…… Jumlah dan prosentase subyek berdasar waktu penjepitan tali pusat ........................................................................... Grafik distribusi rerata kadar Hb dan Ht subyek ……….. 16 DAFTAR LAMPIRAN 1 Ethical Clearence dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan FK UNDIP dan RSUP. Dr. Kariadi Semarang 2 Ijin melakukan penelitian 3 Persetujuan mengikuti penelitian 4 Urutan perlakuan subyek ( hasil randomisasi ) 5 Data dan analisisnya dengan SPSS.15 17 Abstrak Latar belakang: Masa setelah bayi lahir, sebelum plasenta dilahirkan, terjadilah peralihan peran oksigenasi dari plasenta ke paru bayi. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berlanjut, darah masih ditransfusikan ke bayi (disebut transfusi plasenta). Jika peran oksigenasi plasenta dihentikan mendadak (penjepitan tali pusat dini), sementara paru belum berfungsi optimal, maka cerebral blood flow menjadi tidak adekuat. Kapan penjepitan tali pusat seharusnya dilakukan, masih menjadi kontroversi dan perdebatan lebih dari satu abad, namun mana yang lebih baik bagi bayi, penjepitan dini atau lanjut dan kapan penjepitan tali pusat dilakukan, para ahli masih berbeda pandangan. Tujuan: Membuktikan adanya pengaruh waktu penjepitan tali pusat setelah bayi lahir terhadap kadar hemoglobin(Hb) dan hematokrit(Ht) bayi baru lahir. Metode: Penelitian dengan Posttest-Only Control Group Design, menganalisis pengaruh waktu penjepitan tali pusat 45 detik (penjepitan lanjut) setelah bayi lahir terhadap kadar Hb dan Ht bayi baru lahir dibandingkan dengan 15 detik (penjepitan dini). Hipotesis penelitian, kadar Hb dan Ht lebih tinggi pada bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali dengan dengan waktu yang lebih lama. Subyek: 36 bayi baru lahir (19 subyek dilakukan penjepitan dini), tidak asfiksia, berat lahir normal, aterm, kehamilan tunggal dengan persalinan spontan, di RSUP Dr.Kariadi Semarang dan rumah Bidan praktek swasta, antara Agustus 2007 s.d. Februari 2008. Uji normalitas data digunakan Uji Shapiro-Wilks, uji beda rerata menggunakan independent t-test. Batas kemaknaan p ≤ 0.05, IK 95%. Hasil: Kadar Hb subyek kelompok penjepitan dini: 13.4 s.d. 18.4g% dan penjepitan lanjut: 14.5 s.d. 20.1g%. Kadar Ht bayi penjepitan 15 detik: 37,6 s.d. 54,7% dan penjepitan 45 detik antara 41,6 s.d. 60,6%. Pada kelompok penjepitan 15 dan 45 detik terdapat perbedaan bermakna rerata Hb subyek (16.30g%±1.36 dan 17.34g%±1.67) dan Ht (47.08%±4.54 dan 51.34 %±6.07) dengan angka signifikansi berturut-turut p=0.048 dan p=0.022. Simpulan: Rerata kadar Hb dan Ht kelompok penjepitan tali pusat 45 detik lebih tinggi secara statistik bermakna dibandingkan kelompok penjepitan 15 detik. Kata kunci: Waktu penjepitan tali pusat,hemoglobin bayi baru lahir,hematokrit bayi baru lahir 18 Abstract Backgrounds: After the baby was born, before delivery of placenta, there are roles exchange in oxygenation from placenta to baby’s lungs. At that time, oxygen delivery from placenta still continued (placental transfusion). If oxygenation from placenta suddenly stop (early clamping), whether lung’s function not optimal yet, cerebral blood flow becomes inadequate. When should we clamp the umbilical cord is still controversy and has been debated over more than one century, but still have no answer whether early or delayed clamping is the best for the baby. Objectives: To prove the effect of umbilical cord clamping time to the level of hemoglobin (Hb) and hematocrite(Ht) of neonates. Methods: Posttest-only control group design, analyze effect of 45 seconds umbilical cord clamping (delayed clamping) after babies was born to the neonate’s Hb and Ht level compare with 15 seconds (early clamping). Hypothesis: the level of Hb and Ht of neonates are higher in the delayed clamping. Subject: 36 newborn babies (19 with early clamping), not asphyxiated, normal birth weight, aterm, spontaneous delivery with single baby, location at Dr.Kariadi Hospital and private midwife, between August 2007 and February 2008. Shapiro-Wilks used for normality test and independent t-test for mean difference between two groups. Level of significance, p < 0.05 was chosen, with 95% CI. Results: The neonate’s Hb level in early clamping group were 13.4-18.4g% and delayed clamping were 14.5-20.1g%; Ht level in early clamping group were 37.6-54.7% and delayed clamping were 41.6-60.6%. There were significance differences in subject Hb between early and delayed clamping (16.3g%±1.36 and 17.34g%±1.67) and Ht (47.08%±4.54 and 51.34%±6.07) with significancies p=0.048 and p=0.022. Conclusion: Mean Hb and Ht level in delayed cord clamping group (45 seconds) are significantly higher than early clamping group. Keyword: umbilical cord clamping time, neonate’s hemoglobin , neonate’s hematocrite 19 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kualitas hidup anak ditentukan oleh kualitas tumbuh kembangnya sejak konsepsi.1 Dalam usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM), diperlukan SDM yang berkualitas sejak masa perinatal.2 Proses kelahiran, dikatakan sebagai masa peralihan/ transisi dari fetus ke bayi, merupakan bagian yang penting dari proses tumbuh kembang anak.1 Otak sebagai organ yang vital dalam tumbuh kembang anak harus dijaga oksigenasinya selama masa transisi tersebut.3 Selama periode fetus/ janin, plasenta memegang peran oksigenasi otak, setelah lahir, paru akan mengambil alih fungsi tersebut.3,4 Pada masa setelah bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan, terjadi peralihan peran oksigenasi dari plasenta ke paru bayi. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berjalan / berlanjut, darah masih ditransfusikan ke bayi (disebut transfusi plasental). Hal tersebut dapat mempengaruhi hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), menambah volume darah/ eritrosit, mencegah hipovolemi dan hipotensi pada bayi baru lahir, sehingga otak tetap mendapat suplai oksigen yang cukup.5 Jumlah eritrosit dan Hb yang cukup selanjutnya dapat dijadikan sumber Fe bayi.3 Intervensi pada masa transisi tersebut dapat menurunkan volume darah pada neonatus sekitar 25 – 40%.5 Setelah paru memegang peran ini, peran oksigenasi plasenta berhenti, pembuluh darah tali pusat menutup, oksigenasi otak tidak sempat terhenti.3,6 20 Gangguan aliran darah ke otak (cerebral blood flow) merupakan mekanisme utama yang mendasari neuropatologi yang berhubungan dengan iskemi hipoksi intrapartum. Hal ini biasanya terjadi akibat pemutusan aliran darah plasenta dan pertukaran gas, yang sering dihubungkan dengan asfiksia.2 Jika saat proses persalinan, peran oksigenasi plasenta dihentikan mendadak 10 -15 detik setelah lahir (penjepitan tali pusat dini), cerebral blood flow menjadi tidak optimal, oksigenasi menurun dengan segala akibatnya. Penutupan tali pusat secara alamiah (penjepitan tali pusat tunda), dari sudut pandang ini, dapat mencegah asfiksia dan kerusakan otak, tetapi dalam pengalaman / praktik sehari-hari, banyak terjadi praktik penjepitan tali pusat dini pada proses persalinan. 3 Perdebatan mengenai hal tersebut telah berlangsung lebih dari satu abad, namun jawaban atas pertanyaan mana yang lebih baik bagi bayi, penjepitan dini atau tunda dan kapan penjepitan tali pusat dilakukan, para ahli masih berbeda pandangan. 3,7,8,9 The American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) dan kebanyakan rumah sakit menganjurkan untuk melakukan penjepitan tali pusat dini/ segera setelah bayi lahir,10,11,12 sementara sumber lain tidak sependapat.13,14,15,16 Pada managemen aktif persalinan kala III, World Health Organization (WHO) 1998 menganjurkan penjepitan tali pusat dini.17 Sehingga sampai saat ini, kapan waktu penjepitan tali pusat setelah bayi lahir dilakukan, masih menjadi kontroversi. Kejadian anemia maupun polisitemia pada bayi baru lahir, keduanya merupakan keadaan yang tidak diinginkan. Penelitian McDonnel & Handerson-Smart (1997) di Australia, melaporkan kenaikan rata-rata hematokrit pada bayi dengan penjepitan tali 21 pusat 30 detik setelah lahir, namun secara statistik tidak signifikan.18 Penelitian Linderkamp, dkk.(1992) melaporkan, kadar Ht pada bayi (24 jam) dengan penjepitan tali pusat dini (<10 detik) sebesar 43 ± 6 %, dibandingkan dengan 59 ± 5 % pada penjepitan 3 menit.19 Cernadas JMC,dkk.(2006) menyebutkan prosentase kejadian polisitemia pada kelompok penjepitan tali pusat 3 menit pada 6 jam setelah lahir adalah 14,1 % (Ht tertinggi 75%) sedangkan pada penjepitan 1 menit setelah lahir, prosentase polisitemia 5,5% dengan kadar Ht tertinggi 71%.20 Sebenarnya, sebagian besar bayi sehat telah mendapatkan transfusi plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik setelah lahir.3 Dengan mempertimbangkan keuntungan / kerugiannya, waktu penjepitan tali pusat 45 detik setelah bayi lahir mungkin dapat digunakan sebagai salah satu pilihan. Di Indonesia dengan latar belakang pelayanan perinatologi yang bervariasi, penelitian tentang pengaruh waktu penjepitan tali pusat terhadap kadar hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir, khususnya dengan waktu penjepitan tali pusat 15 detik dan 45 detik atau penelitian yang serupa dengan hal ini belum dijumpai, sehingga dipandang perlu untuk meneliti hal tersebut. 1.2. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas dan adanya kontroversi tentang waktu penjepitan tali pusat pada bayi baru lahir, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah : Adakah pengaruh waktu penjepitan tali pusat setelah bayi lahir terhadap kadar Hb dan Ht bayi baru lahir ? 22 1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan umum Membuktikan adanya pengaruh waktu penjepitan tali pusat setelah bayi lahir terhadap kadar Hb dan Ht bayi baru lahir. 1.3.2. Tujuan khusus 1.3.2.1.1. Mengukur kadar Hb dan Ht bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali pusat 15 detik dan 45 detik setelah lahir. 1.3.2.1.2. Menganalisis perbedaan kadar Hb dan Ht antara bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali pusat 15 detik dan 45 detik setelah lahir. 1.3.2.1.3. Menentukan penjepitan tali pusat 45 detik setelah bayi lahir (penjepitan tunda) dapat diterapkan pada persalinan normal. 1.4. Manfaat penelitian 1.4.1. Manfaat pendidikan / keilmuan : Memberikan informasi tentang perbedaan kadar Hb dan Ht antara bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali pusat 15 detik dan 45 detik setelah lahir, guna penerapan klinis / praktis. 1.4.2. Manfaat pelayanan kesehatan : Memberikan asupan mengenai keuntungan dan kerugian penjepitan tali pusat dini maupun tunda serta kapan tali pusat dijepit . 1.4.3. Manfaat penelitian lebih lanjut : Sebagai dasar penelitian lebih lanjut . 23 1.5 Originalitas penelitian Penelitian yang membandingkan penjepitan tali pusat dini dan tunda (30 detik) belum menghasilkan perbedaan yang bermakna secara statistik.18 Beberapa hasil penelitian lain ditampilkan pada tabel 1. Tabel 1. Penelitian efek penjepitan tali pusat terhadap kadar Hb dan Ht bayi baru lahira Peneliti Hasil Judul Metode Penjepitan (Lokasi) Penelitian Aziz SFA, 21 dkk.(1999) (Kairo) Linderka, dkk. 19 (1992) (Germany) Grajeda, dkk. 15 (1997) (Guatemala) Cernadas C, dkk 20 (2006) (Argentina) Gupta &Ramji 12 (2002) (India) Early Cord Clamping and Its Effect on some Hematological Determinants of Blood Viscosity in Neonates The effect of early and late cord-clamping on blood viscosity and other hemorheological parameters in full-term neonates Delayed clamping of the umbilical cord improves hematologic status of Guatemalan infants at 2 mo of age Nonrandom ; < 30 neonatus aterm , Penjepitan : 15 detik (15) dan 3 menit (15) , lahir pervaginam. . Nonrandom; 30 neonatus aterm. Penjepitan: <10 detik (15) dan 3 menit (15). Kehamilan 39-40 mgg, pervaginam, Nonrandom; Multisenter, 69 neonatus Penjepitan: Segera setelah lahir (21), setelah tali pusat berhenti berdenyut26) & setelah tali pusat berhenti berdenyut dg posisi bayi di bawah plasenta (22) , >37 mgg, >2000 g, pervaginam. The Effect of Timing of Cord Clamping on Neonatal Venous Hematocrit Values and Clinical Outcome at Term: A Randomized, Controlled Trial RCT, subyek neonatus atern, pervaginam atau seksio sesaria Penjepitan: 10 detik (93), 1 menit (92), 3 menit (92) Effect of Delayed Cord Clamping on Iron Stores in Infants Born to Anemic Mothers: A Randomized Controlled Trial RCT, Computergenerated Random , Subyek : neonatus aterm yang lahir spontan dengan ibu anemia. (Hb<10g%) Penjepitan : Segera setelah lahir (n=53), setelah plasenta keluar vagina dan posisi bayi 10 cm di bawah introitus vagina. 47±5 % (2jam) 15 detik Ht : 3 menit Ht : < 10 detik Ht : 63±5% (2jam) 43±6% (24 jam) 3 menit Ht : 59±5% (24 jam) 1.Segera setelah lahir Hb : Ht : 2.Setelah tali pusat tidak ber-denyut 3.No.2+posisi bayi dibawah plasenta Hb : Ht : 10 detik 1 menit 3 menit Segera setelah lahir Setelah plasenta keluar vagina dan posisi bayi 10 cm di bawah introitus vagina. Hb : Ht : Hb : Ht : Hb : Ht : Hb : 57,1±4,2 % (segera) 55,8±8,6% (segera) 59,8±8,6 % (segera) 53,5±7,0 % 57±5,8% - Ht : Hb : 59,4±6,1% Ht : - Hb : 14,1±1,4g % Ht : - 13,9±1,5g % 24 Penelitian ini dengan posttest-only control group design, perlakuan penjepitan tali pusat 15 detik atau 45 detik setelah lahir pada bayi baru lahir, diharapkan akan mengetahui/ membuktikan pengaruh waktu penjepitan tali pusat terhadap kadar Hb dan Ht bayi baru lahir, dengan waktu penelitian selama 6 bulan antara bulan September 2007 s.d. Februari 2008. 25 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir Kadar Hb dan Ht bayi baru lahir memegang peran penting dalam menyuplai oksigen pada masa transisi fetus ke bayi saat proses persalinan. Pada masa transisi tersebut darah masih mengalir dari plasenta ke bayi melalui tali pusat, dapat meningkatkan kadar Hb dan Ht, menambah volume darah bayi, mencegah hipovolemi dan hipotensi, sehingga otak tetap mendapat oksigenasi cukup.3, 6 2.1.1. Hemoglobin Hemoglobin manusia ditemukan dalam eritrosit, suatu tetramer dengan ukuran 50 x 55 x 64 A° dan berat molekul 64.400 Dalton. Hemoglobin terdiri dari persenyawaan antara hem dan globin (gambar 1). Hem ialah suatu persenyawaan kompleks yang terdiri atas 4 buah gugusan pyrol dangan Fe ditengahnya, sedangkan globin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida yang berbeda; 2α (alfa) dan 2β(beta) untuk Hb A (α2β2); 2α dan 2γ (gama) untuk Hb F (α2γ2), dan 2α dan 2 δ (delta) untuk Hb A2 (α2δ2). Ketiga jenis hemoglobin ini merupakan hemoglobin normal pada manusia.22 Setiap hem terikat pada setiap rantai polipeptida pada asam amino tertentu. Dalam keadaan besi terreduksi (ferro) hemoglobin dapat mengikat oksigen (O2) atau karbonmonoksida (CO). Dalam bentuk teroksidasi (ferri), hemoglobin tidak dapat 26 mengikat oksigen, tapi mudah mengikat anion. Fungsi hemoglobin ialah mengangkut oksigen (O2) ke jaringan tubuh dan CO2 dari jaringan ke paru.22 Gambar 1. Bagan sebuah molekul hemoglobin (Hb A) 22 Sumber : Wahidiyat I dan Amalia P (2005) Sebelum lahir, produksi eritrosit dikendalikan eritropoitin janin yang diproduksi di hati. Eritropitin ibu tidak dapat melalui plasenta. Sekitar 55 s.d. 90% eritrosit janin mengandung Hb F yang mempunyai afinitas tinggi terhadap O2, sehingga dapat membawa O2 konsentrasi tinggi melintas plasenta dari maternal ke peredaran janin. Setelah lahir, afinitas yang tinggi ini menyebabkan Hb F sulit melepaskan O2 ke jaringan. Kondisi ini diperberat dengan kelainan paru atau jantung saat lahir, sehingga menambah keadaan hipoksia. Transisi dari Hb F ke Hb A sudah dimulai sebelum bayi lahir. Saat kelahiran, tempat produksi eritropitin berubah dari hati ke ginjal melalui suatu mekanisme yang belum diketahui. Peningkatan PaO2 dari 25-30 mmHg saat janin menjadi 90-95 mmHg setelah lahir, menyebabkan serum eritropoitin menurun sehingga produksi eritrosit juga menurun s.d. umur 6-8 minggu, menyebabkan anemia fisiologi dan berkontribusi menyebabkan anemia prematuritas.23 27 Hemoglobin, Oksigenasi dan Fe Hb mempunyai peran sangat penting sebagai pengikat oksigen di dalam darah. Konsentrasi Hb yang cukup pada bayi baru lahir menentukan tingkat oksigenasi otak, sehingga penjepitan dini dianggap tidak fisiologis dan bisa merugikan bayi. Penjepitan tali pusat dini dapat menyebabkan berkurangnya kadar Hb bayi baru lahir. Sebaliknya, pada penjepitan tunda dapat menyebabkan transfusi plasental, jumlah eritrosit dan Hb bayi meningkat. Jumlah eritrosit dan hemoglobin yang cukup selanjutnya dapat dijadikan sebagai sumber besi (Fe) yang sangat penting bagi bayi. 3 Keseimbangan dan Metabolisme Fe. Jumlah rata-rata Fe total pada bayi aterm cadangan Fe tubuhnya sekitar 75 mg/kgBB.24 Yip R dan Dallman PR (1996) sebagaimana dikutip Ringoringo 25 mengatakan fetus yang sedang tumbuh membuat cadangan Fe tubuh dari suplai ibunya. Kecuali pada ibu hamil dengan defisiensi besi berat, bayi aterm normal dapat memenuhi kebutuhan Fe-nya sampai usia 4-6 bulan. Dalam bulan-bulan pertama kehidupan, bayi menggunakan Fe dalam jumlah besar dan cepat untuk mengimbangi kecepatan tumbuh dan bertambahnya volume darah tubuh. Menjelang usia 4 bulan cadangan Fe bayi berkurang 50% (pada saat yang sama biasanya berat badan bayi 2 kali berat lahir). Bayi premature mempunyai waktu sedikit untuk menyimpan Fe selama dalan rahim, karena itu cadangan Fe-nya jauh lebih rendah dibanding bayi aterm, apalagi kecepatan tumbuh bayi prematur sangat cepat setalah lahir dibanding bayi aterm sehingga cadangan Fe-nya hanya cukup untuk untuk 2-3 bulan . 28 Distribusi Fe di dalam tubuh dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Distribusi Fe di dalam tubuh.24 Mekanisme yang mempengaruhi keseimbangan dan metabolisme Fe adalah intake Fe, cadangan Fe dan kehilangan Fe.26 Fe yang diperoleh dari makanan terdapat dalam 2 bentuk, yaitu : 1. Fe-non heme (umumnya berasal dari bahan makanan nabati) 2. Fe-heme (umumnya berasal dari makanan hewani, yaitu dari hemoglobin dan mioglobin). Andrews NC (2004) seperti dikutip Ringoringo mengatakan intake 29 Fe sangat tergantung pada jumlah dan bioavaibilitas Fe dari diet serta kapasitas absorbsi Fe. Fe yang berasal dari makanan masuk melalui mulut lalu ke esofagus kemudian kemudian ke lambung dan sampai ke usus halus. Di dalam lambung, pada keadaan fisiologis, asam lambung akan mengoksidasi ion ferro menjadi ion ferri yang tidak larut. Asam lambung akan menurunkan pH duodenum bagian proksimal sehingga meningkatkan kelarutan dan ambilan Fe+++. Bila produksi asam lambung terganggu maka absorpsi Fe pun akan berkurang secara bermakna.25 Cadangan Fe tubuh dalam 2 bentuk, yaitu feritin dan hemosiderin. Cadangan Fe disimpan terutama di hepar, sel retikuloendotelial dan sum-sum tulang. Di hepar sebagian besar Fe disimpan di parenkim (hepatosit) dan sebagian kecil di sel-sel retikuloendotelial (sel Kupffer). Di sumsum tulang dan limpa Fe disimpan terutama di sel-sel retikuloendotelial. Cadangan Fe berfungsi sebagai reservoir untuk memberi Fe pada sel-sel yang sangat membutuhkan, terutama pada pembentukan hemoglobin. Fe yang terikat pada feritin lebih mudah dimobilisasi daripada Fe yang terikat pada hemosiderin. Pada keadaan keseimbangan-Fe negatif yang berlangsung lama, cadangan Fe akan terkuras habis sebelum muncul defisiensi Fe jaringan. Pada keadaan keseimbangan Fe positif, maka akan terjadi peningkatan cadangan Fe secara perlahan-lahan meskipun absorpsi Fe sudah relatif rendah. 26 Kehilangan Fe melalui feses 0,6 mg/ hari (berasal dari empedu, mukosa sel yang mengelupas dan kehilangan darah dalam jumlah yang sedikit), sel kulit yang mengelupas dan keringat 0,2-0,3 mg/hari, urin 0,1 mg/hari. Sampai saat ini belum ditemukan mekanisme yang mengatur kehilangan Fe.25, 26 30 Mekanisme umpan balik antara kebutuhan Fe tubuh dan absorpsi Fe di intestin mempengaruhi/ menentukan homeostasis Fe tubuh. Bila sebelumnya enterosit diketahui sangat berperan pada homeostasis tubuh, maka saat ini diyakini heparlah yang berperan sebagai pusat pengatur homeostasis Fe. Hepar yang mengendalikan seberapa banyak Fe yang diabsorpsi melalui enterosit intestin dan sebarapa banyak Fe yang dilepaskan dari tempat cadangan Fe. Pemahaman ini diperoleh sejak hepsidin ditemukan sebagai hormon pengatur metabolisme Fe. Target utama hepsidin adalah vilus enterosit, makrofag retikuloendotelial, dan hepatosit. 26, 27 Ringoringo25 mengutip pendapat Nemeth E dkk.(2004), menyebutkan bahwa sel hepatosit berperan sebagai reservoir Fe yang berasal dari diet dan akan melepaskan Fe ketika kebutuhan Fe meningkat. Pelepasan Fe (yang diperantarai ferroportin) dari enterosit, makrofag dan hepatosit adalah faktor utama yang berperan pada homeostasis Fe. Saat ini hepsidin (suatu peptida yang mengandung 25 asam amino) dianggap sebagai hormon utama pada pengaturan Fe. Beberapa faktor yang berpengaruh pada absorpsi Fe di intestin yaitu cadangan Fe tubuh, aktivitas eritropoiesis, kadar hemoglobin, kadar oksigen darah dan ada tidaknya inflamasi . Bila faktor-faktor tersebut berubah maka absorpsi Fe di intestin akan berbanding terbalik dengan ekspresi hepsidin di hepar. Hepsidin akan mengurangi fungsi ferroportin dengan mengikatnya secara langsung dan menyebabkan ferroprotin berdegradasi. Keadaan ini pada enterosit akan telihat dengan berkurangnya pelepasan Fe dari sel sehingga absorpsi Fe berkurang. Pada hepatosit dan makrofag 31 retikuloendotelial akan terjadi penurunan pelepasan Fe sehingga terjadi peningkatan cadangan Fe. Absorpsi Fe dari makanan terjadi sebagian besar di duedenum dan bagian atas jejenum dan sebagian kecil di lambung, ileum dan kolom. 25, 26 Absorpsi Fe yang berasal dari makanan berbeda antara Fe-heme dan Fe-non heme.25 Proses absorpsi Fe-non heme lebih mudah dalam bentuk ion ferro (Fe++) , sehingga jika masih dalam bentuk ion ferri (Fe+++) akan direduksi oleh enzim ferrireduktase sitokrom yang terdapat di membran apikal vilus enterosit duodenum menjadi ion ferro. Selanjutnya ion ferro oleh DMT1 (Divalent Metal Transporter 1) dibawa masuk ke dalam sel melalui brush border membran apikal. (Gambar 3). Gambar 3. Absorpsi Fe di Intestin 28 32 Di dalam sel (endosom) terjadi perubahan pH menjadi 5,5 yang mengakibatkan terlepasnya Fe++ yang sebagian akan disimpan dalam bentuk feritin dan sebagian lagi dibawa oleh ferroportin keluar melalui membran basolateral enterosit duodenum. Ion ferro kemudian dioksidasi oleh ferrooksidase Hephaestin (Hp) menjadi ion ferri untuk selanjutnya diikat dan dibawa transferin ( Tf ) dalam sirkulasi darah. Proses absorpsi Fe-heme di membran apikal enterosit duodenum yang dimediasi ke dalam sel oleh HCPl (heme carrier protein 1). Di dalam sel, sebagian heme akan dipecah (dikatabolisme) oleh heme oksigenase menjadi CO, biliverdin, dan ion Fe++ bebas. Selanjutnya ion ferro ini akan mengalami kejadian yang sama seperti Fe-non heme. Sebagian heme secara utuh akan dibawa Bcrp dan FLVCR (Fe-exporter) ke luar sel, kemudian heme itu akan diikat dan dibawa protein transpor hemopexin . 28 Fe yang dilepas, diikat dan dibawa oleh transferin ke sel-sel yang membutuhkan Fe dan selebihnya disimpan di cadangan Fe. Pada pembentukan hemoglobin diperlukan Fe dalam jumlah yang besar. Daur ulang Fe yang berasal dari hemoglobin sangat tinggi. Eritrosit yang menua akan difagositosis oleh makrofag retikuloendotelial dan Fe akan dibawa keluar dari makrofag oleh ferroportin 1, seperti halnya pada enterosit duodenum. 28 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan absorpsi Fe, yaitu : kecepatan eritropoiesis di sumsum tulang (erythropoietic regulator), jumlah cadangan Fe tubuh (stored regulator), jumlah Fe yang baru saja dikonsumsi (dietary regulator), kadar hemoglobin, kandungan oksigen di dalam darah, ada tidaknya sitokin inflamasi, dan kehamilan. Absorpsi Fe akan meningkat bila kecepatan eritropoiesis meningkat, 33 cadangan Fe berkurang, anemia dan hipoksemia. Sebaliknya absorpsi Fe akan berkurang bila ada inflamasi yang selanjutnya dapat menyebabkan anemia karena inflamasi. 26 Transferin merupakan faktor yang paling berperan pada transpor Fe. Transferin akan mengikat ion Fe+++ dan bersama-sama akan diikat TfR (Transferin reseptor) dipermukaan sel dan akhirnya masuk ke dalam sel dengan bantuan DMTl. Kurang dari 1% Fe tubuh berada di Pool Transport untuk dibawa ke seluruh jaringan yang tinggi kebutuhan Fe-nya seperti sumsum tulang. Suplai Fe tercermin pada saturasi transferin, bila saturasi transferin rendah artinya suplai Fe-nya kurang dan bila saturasi transferinnya tinggi maka suplai Fe-nya berlebih. Afinitas Tf terhadap TfR relatif konstan pada semua jaringan. Jaringan tubuh dengan ambilan Fe yang tinggi seperti pada hepar, prekursor eritroid, plasenta mempunyai TfR yang banyak pula. Gen pengatur Tf dan TfR berada di kromosom 3. Jumlah reseptor sangat dipengaruhi oleh keadaan cukup tidaknya Fe di jaringan tersebut. Pada saat sel banyak mengandung Fe maka jumlah TfR akan berkurang. Sebaliknya pada keadaan defisiensi besi atau kebutuhan sel akan Fe tinggi maka jumlah TfR akan bertambah. Karena konsentrasi TfR di serum sebanding dengan konsentrasi TfR di permukaan sel, maka kadar TfR di serum dapat digunakan sebagai indikator biokimia untuk mengukur status Fe seseorang.30 34 Siklus Fe. Hampir semua Fe fungsional di dalam tubuh tidak berasal dari Fe makanan yang diserap melalui intestin, tetapi lebih banyak bersumber dari daur ulang Fe. (Gambar 4) Eritrosit Dalam Sirkulasi Darah Makrofag Retikuloendotelial Sumsum tulang Hepar Transferin-Fe Plasma Usus Halus Sumber Andrew NC (2004) sebagaimana dikutip Ringoringo HP (2008) 25 Gambar 4. Siklus Fe pada manusia Fe masuk ke dalam tubuh melalui usus halus dan ke plasma berikatan dengan transferin. Fe kemudian dilepaskan ke eritroid sumsum tulang, yang selanjutnya digunakan untuk membentnk hemoglobin kemudian dilepaskan ke sirkulasi darah dalam bentuk eritrosit matur. Setelah menghabiskan masa hidupnya sekitar 120 hari, eritrosit akan difagositosis makrofag di sistem retikuloendotelial. Di dalam makrofag, eritrosit dipecah dan Fe yang diperoleh dilepaskan ke dalam plasma, yang akan diikat oleh transferin untuk mengakhiri siklusnya. Fe yang melebihi kebutuhan akan disimpan di hepar. 35 Sumber utama Fe daur ulang dan tujuan Fe daur ulang adalah eritron. Setelah berusia 120 hari maka eritrosit akan difagositosis oleh makrofag retikuloendotelial yang terutama di limpa, eritrosit akan lisis dan Fe dilepaskan ke dalam plasma. Mekanismenya belum jelas tetapi diduga heme oksigenase memecahkan heme menjadi Fe, CO dan biliverdin. Sebagian Fe akan disimpan intrasel makrofag sebagai feritin atau hemosiderin, tetapi sebagian Fe dilepaskan ke dalam plasma, yang selanjutnya akan diikat transferin. Pada laki-laki dewasa normal setiap harinya 30 mg Fe menyelesaikan siklusnya. Sekitar 2 mg Fe yang dilepas ke dalam plasma akan masuk ke hepatosit dan jaringan lainnya. Di tempat ini Fe disimpan atau digunakan untuk sintesis protein heme selular seperti mioglobin dan sitokrom. 26, 28 Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia.29 Ringoringo mengutip hasil penelitian Susilowati dkk.(2004), 56,5% bayi 2-4 bulan di daerah Bogor dan Kabupaten Buleleng Bali mengalami ADB.25 Tingginya prevalensi ADB perlu diwaspadai mengingat efek negatif yang dapat ditimbulkan.Kadar Hb rendah atau normal tetapi dengan defisiensi besi, dapat menyebabkan gangguan perkembangan anak.30 Beberapa pemeriksaan untuk diagnosis ADB: indeks eritrosit (hemoglobin eritrosit rata-rata = HER, konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata = KHER, dan volume eritrosit rata-rata = VER ), Red-cell Volume Distribution Width (RDW), kadar eritrosit protoporfirin, serum iron (SI), transferin serum (Tf), total binding iron capacity (TIBC), saturasi transferin (ST), feritin serum (FS) , soluble transferrin reseptor (sTfR). 36 Derajat defisiensi besi dilihat dari proses terjadinya ADB melalui 3 tahapan:31 1. Deplesi besi dari cadangan Fe tubuh. Pada keadaan ini cadangan Fe tubuh habis, kadar SI normal dan kadar Hb normal. Keadaan ini dapat diketahui melalui pemeriksaan pewarnaan besi pada aspirat sumsum tulang, pengukuran kadar FS dan sTfR. 2. Defisiensi besi tanpa anemia. Pada keadaan ini cadangan Fe tubuh habis, kadar SI kurang dari normal, tetapi kadar Hb masih normal. Keadaan ini dapat diketahui melalui pemeriksaan reticulocyte hemoglobin content, kadar SI dan TIBC, ST, Epp, Zincprotoporphyhn/ Heme rasio. 3. Anemia defisiensi besi. Pada keadaan ini cadangan Fe tubuh habis, kadar SI kurang dari normal, dan kadar Hb kurang dari batas bawah normal. Keadaan ini dapat diketahui melalui pemeriksaan Hb, Ht, VER, HER, RDW, hitung retikulosit, gambaran darah tepi berupa mikrositik hipokrom. Anemia selama masa neonatus (0-28 hari kehidupan) pada bayi dengan umur kehamilan > 34 minggu ditentukan berdasar kadar Hb < 13 g% (darah vena sentral) atau 14,5 g% (darah arteri). Nilai Hb bayi baru lahir pada kehamilan aterm 19,3 ± 2,2 gram %.32 Gomella (2004) memberikan batasan, pada saat lahir nilai normal Hb bayi baru lahir dengan usia kehamilan > 34 minggu adalah 14 – 20 g%, dengan nilai ratarata 17g%.74 Hemoglobin ( dan hematokrit ) telah lama digunakan sebagai indikator status besi seseorang dibanding pemeriksaan lainnya. Hb mencerminkan derajat defisiensi besi 37 yang telah terjadi. Keunggulan Hb adalah metode pemeriksaannya yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan terutama di daerah dengan prevalensi ADB besi yang tinggi, khususnya bagi ibu hamil dan bayi. Sedangkan kelemahan Hb adalah kurang spesifik, karena anemia selain karena defisiensi besi, bisa karena sebab lain seperti: defisiensi asam folat atau B12, gangguan genetik, inflamasi atau infeksi. Hb juga kurang sensitif karena adanya tumpang tindih antara batas nilai normal dan batas nilai defiiensi besi. Seseorang dengan Hb normal belum tentu tidak menderita defisiensi besi, sehingga penetapan ADB maka nilai Hb harus disertai beberapa nilai pemeriksaan laboratorium lainnya.25 Saat ini pemeriksaan terbaru mendeteksi ada tidaknya defisiensi besi pada tingkat sel adalah sTfR. Reseptor transferin terdapat pada permukaan membran sel dan bersama-sama Tf-Fe akan masuk ke dalan sel. Bila suplai Fe tidak adekuat maka ada pengaturan peningkatan jumlah sTfR yang memampukan sel untuk lebih efisien dan efektif menyerap Fe. Jumlah sTfR di membran sel sebanding dengan jumlah di dalam plasma. Peningkatan kadar sTfR terlihat pada pasien yang menunjukkan adanya eritropoiesis defisiensi besi atau pada pasien ADB. Ringoringo HP mengutip pendapat Kohgo dkk. dan Hueber dkk, peningkatan kadar sTfR 3-4 kali nilai normal menunjukkan ADB. Rentang normal kadar sTfR adalah 3-9 mg/L. Skikne, dkk sebagaimana dikutip Ringoringo, mengatakan sTfR tidak akan meningkat sampai cadangan Fe deplesi total dan bila kadar FS <12 ug/L, maka kadar sTfR mulai meningkat, sebanding dengan defisiensi besi. Kadar sTfR termasuk stabil, pengukurannya tidak dipengaruhi variasi diurnal dan lebih dahulu berubah sebelum 38 eritrosit protoporfirin atau VER berubah. sTfR tetap normal pada pasien penyakit inflamasi akut atau kronik, maupun pada penyakit hepar.25 2.1.2. Hematokrit Hematokrit pada prinsipnya dihitung berdasarkan perbandingan persentase volume eritrosit / volume darah.33 Laporan penelitian nilai normal Ht bayi baru lahir berkisar antara 51,3 – 56,0 %.32 Sumber lain menyebutkan nilai Ht bayi baru lahir antara 45 dan 65 %.34 Rata-rata Ht tali pusat 52,3%, kemudian pada hari pertama kehidupan menjadi 58,2 %, sementara pada hari ketiga 54,5% dan pada akhir hari ke7 sekitar 54,9%. Penelitian terhadap 629 bayi baru lahir normal, Ht (darah kapiler) hari pertama kehidupan adalah 62,9 ± 3,2 %.32 Konsensus umum bahwa kadar hematokrit darah vena pada tali pusat 40 % diartikan sebagai batas anemia pada neonatus. Namun karena kadar Hb dan Ht meningkat kurang lebih 10% pada jam-jam pertama kehidupan, sehingga secara pendekatan klinis lebih tepat mendefinikan anemia neonatus berdasar kadar Ht pada batas 45% pada 6 jam setelah lahir.20 Bila kadar Ht meningkat > 65%, disebut polisitemia, keadaan yang merugikan penderita. 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hb dan Ht bayi baru lahir Asal sampel darah Darah kapiler mempunyai Hb lebih tinggi dibanding dengan darah vena, namun antara peneliti tidak sama nilai perbedaannya . Beberapa jam setelah lahir, terdapat perbedaan ± 5 % antara kadar Hb kapiler dibanding dengan darah vena.32 39 Waktu pengambilan sampel darah Selama beberapa jam pertama kehidupan terjadi peningkatan konsentrasi Hb. Peningkatan ini terutama terjadi akibat transfusi plasental selama proses persalinan. Pada jam-jam pertama kehidupan, tampaknya plasma meninggalkan sirkulasi. Total volume darah pada bayi menyesuaikan segera setelah lahir, terjadi penurunan volume plasma, sementara eritrosit tetap. Sehingga sebagai hasil akhir, terjadi peningkatan jumlah eritrosit, Ht dan Hb.32 Gomella berpendapat, nilai hemoglobin bayi sehat aterm tidak berubah secara signifikan sampai minggu ke-3 kehidupan, kemudian turun sampai titik nadir 11 g% pada usia 8 – 12 minggu.74 Waktu penjepitan tali pusat Di dalam plasenta diperkiraan mengandung sejumlah 75 – 125 cc darah saat lahir, atau kurang lebih 1/4 sampai 1/3 volume darah fetus. Kurang lebih 1/3 darah plasenta ditransfusikan dalam waktu 15 detik pertama setelah lahir dan setengahnya dalam 1 menit pertama setelah lahir. 32 Sebagian besar bayi sehat mendapatkan transfusi plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik setelah lahir. 3 Volume darah bayi meningkat pada penjepitan tali pusat tunda dibandingkan dengan penjepitan tali pusat dini. Rata-rata volume darah saat satu setengah jam setelah lahir pada bayi dengan penjepitan dini 78 ml/kg BB dibanding 98,6 ml/kgBB pada bayi dengan penjepitan tunda. Volume eritrosit dapat diprediksi berdasarkan nilai Ht (vena), menggunakan rumus : Volume eritrosit (ml/kgBB) = 12,3 + 1,02 Ht, dengan standar error hanya sekitar 10 %. 32 40 Kadar hemoglobin ibu Hemoglobin memegang peran penting dalam oksigenasi tubuh. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi selama kehamilan khususnya di negaranegara berkembang. Center for Disease Control (CDC) mendefinisikan anemia pada kehamilan sebagai kadar hemoglobin < 11 g% ( pada trimester pertama atau ketiga kehamilan ) dan Hb < 10,5 g% pada trimester kedua35,36 serta disebut anemia berat jika kadar hemoglobin < 7 g%,36 sumber lain menyebutkan hemoglobin < 8 g%.37 Selama kehamilan, kebutuhan fetus akan besi untuk pertumbuhannya turut meningkatkan kebutuhan besi harian ibu, yaitu dari sekitar 1 s.d. 2,5 mg / hari pada kehamilan awal dan 6,5 mg/ hari pada trimester ketiga.37 Di sisi lain, rata-rata diet di negara berkembang mengandung besi kurang lebih antara 10 – 14 mg besi nonheme, tentu saja tidak semuanya dapat diabsorbsi. Selama kehamilan memerlukan lebih banyak besi dan terjadi peningkatan absorbsi besi oleh ibu. Prosentase absorbsi besi nonheme dari makanan selama kehamilan meningkat dari 7% saat kehamilan 12 minggu menjadi 36% saat kehamilan 24 minggu dan menjadi 66% saat 36 minggu kehamilan. Peningkatan absorbsi besi pada ibu hamil sehat untuk mengkompensasi kebutuhan yang meningkat, sehingga bisa tanpa terjadi anemia, jika dalam komposisi dietnya mengandung besi yang adekuat. Jika yang terjadi sebaiknya, maka kebutuhan fetus akan besi hanya dicukupi dari simpanan besi ibu saja (the maternal stores of iron). Seiring perkembangan fetus dan peningkatan kebutuhan akan besi, mungkin akan menyebabkan anemia defisiensi besi pada awal kehamilan, jika cadangan besi tidak adekuat. 37 Suplementasi besi pada ibu hamil dapat sedikit meningkatkan 41 kualitas keluaran bayi yang dilahirkan, walaupun sampai saat ini pemberian suplementasi Fe secara rutin pada setiap ibu hamil masih terdapat kontroversi. Kegagalan suplementasi Fe pada ibu hamil mungkin karena penyebab anemia pada populasi satu dengan lainnya berbeda.38 Status besi ibu hamil tidak dapat ditentukan begitu saja hanya melihat kadar Hb karena saat kehamilan terjadi peningkatan volume plasma dan Hb sebagai konsekuensinya akan menurun. Pada sebagian besar ibu hamil, mean corpuscular volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata (VER) tidak berubah bermakna . Kadar Hb < 9,5 g% dengan VER < 84 fL mungkin sekali mengindikasikan defisiensi besi pada kehamilan. Anemia berat (Hb<8 g%) dan kegagalan penambahan volume plasma, berhubungan dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) baik karena persalinan prematur maupun akibat gangguan pertumbuhan fetus / kecil masa kehamilan (KMK). Hb>12 g% pada akhir trimester kedua kehamilan, berhubungan dengan peningkatan risiko ≤ 3 kali untuk terjadinya pre-eklamsi dan bayi KMK. Kejadian BBLR (<2,5 kg) dan persalinan prematur (<37 minggu) yang paling rendah terjadi pada konsentrasi Hb ibu antara 9,5–10,5 g%. Pada kadar ini memang secara luas dianggap sebagai anemia dalam kehamilan, namun harus memperhatikan nilai VER dan jika VER > 84 fL, interval kadar Hb tersebut bisa disebut optimal.37 Pengaruh ibu anemia pada kadar besi bayi tidak begitu besar. Pada ibu hamil besi ditransport melalui plasenta secara efisien sehingga bayi yang cukup bulan dan sehat mempunyai cadangan besi yang cukup. Telah banyak diketahui kekurangan besi pada ibu hamil hanya mempunyai efek yang ringan pada besi di dalam janin dan neonatus, 42 sebab transfer besi dari ibu ke janin cukup baik, kecuali ibu hamil mengalami kekurangan besi yang berat seperti yang sering terjadi di negara yang sedang berkembang.39, 40 Bayi baru lahir dari ibu dengan anemia defisiensi besi ternyata Hb tidak terpengaruh, kenaikan kadar eritropoitin tali pusat diduga memicu eritropoisis pada bayi. Tidak ada hubungan antara kadar feritin ibu dengan bayi,41 namun anemia pada kehamilan, khususnya anemia berat dikatakan mempunyai efek berat lahir. 37, 42 Faktor lain Faktor lain yang mempengaruhi kadar Hb dan Ht bayi baru lahir adalah umur kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan ibu diabetes millitus, berat lahir, bayi kecil masa kehamilan (KMK)3, hipertensi, pre-eklamsi/ eklamsi.43,44 Hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan dapat diperberat dengan adanya kehamilan. Salah satu indikasi rawat penderita pre-eklamsi ialah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/ atau diastolik ≥ 90 mmHg . 44, 45 Setiap faktor yang mempengaruhi proses terjadinya transfusi plasental akan mempengaruhi kadar Hb dan Ht bayi baru lahir, seperti durasi respirasi, asfiksia intrauterin, pengaruh gravitasi/ posisi bayi, kontraksi uterus 3 dan kelainan plasenta lainnya seperti infark, hematom dan solutio plasenta.43 Infark baru pada plasenta harus diperiksa menggunakan pemeriksaan patologi anatomi, karena sulit dibedakan dengan visual. Teknik / metoda pemeriksaan laboratorium juga turut mempengaruhi kadar Hb dan Ht bayi baru lahir. 43 Penelitian hubungan nutrien pada ibu dengan kelahiran bayi dan plasenta oleh Mathew F, dkk (2004) menyimpulkan tingginya kadar retinol dan kadar Hb ibu pada akhir kehamilan (tapi tidak dalam awal kehamilan) berpengaruh kuat dan independen terhadap rendahnya berat lahir dan ukuran / besar plasenta. Adanya hubungan negatif, semakin tinggi kadar Hb ibu, ukuran plasenta semakin rendah . 46 Anemia pada bayi baru lahir dapat disebabkan beberapa faktor penyebab yang dikatagorikan menjadi 3 kategori patogenesis:1.Penurunan produksi eritrosit. 2.Peningkatan destruksi eritrosit. 3.Kehilangan darah.47 Penurunan produksi eritrosit terjadi pada : bone marrow failure syndrome ( misal pada congenital red cell aplasia, transient erythropenia of childhood dan anemia Fanconi ), infeksi, defisiensi nutrisional (protein, Fe, folat, vitamin B12) dan leukemia kongenital.47 Peningkatan destruksi eritrosit terjadi pada: immune hemolytic anemia (inkompatibilitas Rh, inkompatibilitas ABO, kelompok inkompatibilitas minor, maternal infantile auto immune hemolytic anemia dan drug-induce hemolytic anemia), non immune hemolytic anemia (infeksi, defisiensi vitamin E, defisiensi Fe), kelainan membran eritrosit (sferositosis, elliptositosis), perdarahan intravaskuler menyeluruh (PIM), defisiensi enzim (G6PD, pyruvate kinase), thalasemia, hemoglobinopati dan diseritropoitik kongenital.47,48 Kehilangan darah sebagai penyebab anemia : iatrogenic, trauma obstetrik yang menyebabkan perdarahan pada tali pusat dan plasenta (insisi pada plasenta saat seksio sesaria), malformasi pada plasenta dan tali pusat (hematom pada plasenta, solusio plasenta, plasenta previa), occult hemorrhage (transfusi feto-maternal, twin-to-twin transfusion), perdarahan internal (perdarahan 44 intrakranial, ruptur lien, ruptur hepar) dan PIM dengan perdarahan internal atau eksternal .47,48 Peningkatan kadar Ht pada bayi baru lahir bisa disebabkan oleh beberapa sebab diantaranya : hipertransfusi plasental, insufisiensi plasenta, kelainan endokrin dan metabolik dan kelainan lain seperti sindrom down. 49 2.2. Penjepitan tali pusat 2.2.1. Transfusi plasental Selama periode fetus/ janin, plasenta memegang peran oksigenasi otak, setelah lahir, paru akan mengambil alih fungsi oksigenasi plasenta tersebut.3,4 Masa setelah bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan, terjadilah peralihan peran penyuplai oksigen dari plasenta ke paru bayi. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berlanjut sampai dengan berfungsinya paru sebagai penyuplai oksigen bayi. Darah plasenta, selama masa tersebut, masih ditransfusikan ke bayi ( disebut transfusi palsental ), mempengaruhi Hb dan Ht bayi baru lahir, dapat menambah volume darah bayi, sehingga otak tetap mendapat suplai oksigen yang cukup. 3,6 Tiga metode untuk membuktikan adanya transfusi plasental, yaitu : pengukuran volume darah plasental residual/ Residual Placental Blood Flow (RPBV), pengukuran volume darah bayi atau sel darah merah/ eritrosit, dan pengukuran Ht.3 Jika bayi setelah lahir diletakkan di bawah atau sejajar introitus vagina selama 3 menit dan sirkulasi fetoplasental tidak segera di putus dengan pemasangan klem, 45 kurang lebih 80 ml darah mungkin dapat dialirkan dari plasenta ke bayi. Hal di atas menyediakan sekitar 50 mg besi ( Fe ) sehingga dapat menurunkan frekuensi anemia defisiensi besi pada masa kehidupan bayi.50 2.2.2. Waktu penjepitan tali pusat Para ahli masih berbeda pendapat mengenai batasan dini dan tunda pada penjepitan tali pusat saat proses kelahiran bayi. Penjepitan tali pusat segera (dalam 10 s.d. 15 detik) setelah lahir dapat dianggap sebagai ” dini ”. Penjepitan tali pusat tunda didefinisikan jika penjepitan tali pusat dilakukan pada 3 menit atau lebih setelah kelahiran. Sebagian ahli berpendapat bahwa titik akhir dari transfusi plasental adalah 3 menit. Sebagian besar bayi sehat akan mendapatkan transfusi plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik setelah lahir.3 Penundaan penjepitan tali pusat selama 30 detik dapat dilakukan pada operasi sesar maupun persalinan pervaginam dan sudah menghasilkan perbedaan hematrokit bayi, walaupun tidak bermakna secara statistik, sehingga dianjurkan untuk penjepitan tali pusat lebih dari 30 detik setelah lahir atau harus merubah posisi bayi terhadap uterus untuk menfasilitasi terjadinya transfusi plasental.18 Sumber lain membagi waktu penjepitan tali pusat menjadi 3 kategori yakni: early cord clamping /dini (<1 menit setelah bayi lahir); intermediate cord clamping (1–3 menit setelah bayi lahir) dan late cord clamping / tunda ( >3 menit ). 51,52 Kapan tali pusat harus dijepit, sampai saat ini, para ahli masih berbeda pendapat . Sebagian ahli berpendapat bahwa waktu penjepitan tali pusat tergantung pada 46 pengalaman ahli kebidanan. Penjepitan sampai saat tali pusat berhenti berdenyut dapat dilakukan pada bayi normal, sedangkan pada bayi gawat (high risk baby), penjepitan tali pusat secepat mungkin untuk dilakukan tindakan resusitasi.53 Dalam buku acuan asuhan persalinan normal (2007) dan buku acuan pelayanan medis kebidanan dan kandungan Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr.Kariadi Semarang (2005), belum menyebutkan secara spesifik kapan waktu penjepitan tali pusat dilakukan.54,55 Dalam texbook Williams Obstetrics Edisi ke-22 (2005), kebijakan (policy) waktu penjepitan tali pusat dilakukan setelah melakukan pembersihan jalan nafas bayi, kurang lebih memakan waktu sekitar 30 detik setelah bayi lahir.50 Sampai saat ini belum ada formal practice guidelines tentang waktu penjepitan tali pusat, tetapi kebanyakan praktisi negara-negara barat melakukan penjepitan tali pusat dini, sementara di belahan dunia lainnya bervariasi tergantung kebijakan masing-masing.56 Penjepitan tali pusat dini, terlepas dari kontroversi penjepitan tali pusat, mempunyai manfaat saat bahaya polisitemia mengancam bayi baru lahir. Penjepitan dini, dapat menurunkan transfusi plasental selama proses persalinan, mencegah kadar Ht yang terlalu tinggi, sehingga mengurangi timbulnya masalah hiperviskositas. Bayi-bayi berikut cenderung mempunyai kadar Ht yang tinggi (polisitemia): bayi dengan asfiksia intrauterin, kembar, twin-to-twin transfusion, transfusi materno-fetal, insufisiensi plasenta (bayi kecil masa kehamilan, postmaturitas, pre-eklamsi, eklamsi), kelainan endokrin dan metabolik (congenital adenal hyperplasia, tirotoksikosis neonatal, ibu dengan diabetes mellitus) dan kelainan lain seperti 47 sindrom down.3,49 Pada kasus tersebut, penjepitan tali pusat dini / segera setelah lahir dapat menyelamatkan mereka dari ancaman polisitemia . 2.2.3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjepitan tali pusat 2.2.3.1. Sirkulasi janin dan perubahan pasca lahir Pengetahuan tentang sirkulasi janin dan perubahan pascalahir sangat diperlukan untuk memahami hal-hal yang mungkin terjadi saat persalinan. Pada janin, darah dengan oksigen relatif cukup (PO2: 30 mmHg) mengalir dari plasenta melalui vena umbilikalis. Separuh jumlah darah ini mengalir melalui hati, sedangkan sisanya memintas hati melalui duktus venosus ke vena kava inferior, yang juga menerima darah dari hati (melalui vena hepatika) serta tubuh bagian bawah.57 Sebagian darah di atrium kanan mengalir ke dalam atrium kiri melalui foramen ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri, aorta asendens dan sirkulasi koroner. (gambar 5) Dengan demikian sirkulasi otak dan koroner mendapat darah dengan tekanan oksigen yang cukup. Darah yang kembali dari leher dan kepala janin (pO2 10 mmHg) memasuki atrium kanan melalui vena kava superior dan bergabung dengan darah dari sinus coronarius menuju ventrikel kanan, selanjutnya ke a. pulmonalis. Pada janin hanya 15% darah dari ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya melewati duktus arteriosus menuju ke aorta desendens, bercampur dengan darah dari aorta asendens. Darah dengan kandungan oksigen yang rendah ini akan mengalir ke 48 organ-organ tubuh sesuai dengan tahanan vaskuler masing-masing dan juga ke plasenta melalui a. umbilikalis yang keluar dari iliaka interna.57,58 Gambar 5. Sirkulasi Janin 58 (Sumber: Morley 2002) Perbedaan sirkulasi janin dan keadaan pasca lahir perlu difahami, diantaranya : 1).Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan tahanan yang lebih tinggi, yaitu tahanan sistemik, sedangkan ventrikel kiri melawan tahanan yang rendah yakni plasenta. Pada keadaan pascalahir ventrikel kanan akan melawan tahanan paru yang lebih rendah dibanding tahanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri. 2).Darah 49 yang dipompa oleh ventrikel kanan janin, sebagian besar menuju ke aorta melalui duktus arteriosus dan hanya sebagian kecil yang menuju ke paru. Pasca lahir, darah dari ventrikel kanan seluruhnya ke paru. 3).Pada janin paru memperoleh oksigenasi dari darah yang mengambilnya dari plasenta, pascalahir paru memberi oksigenasi kepada darah. 4).Plasenta pada janin adalah tempat utama pertukaran gas, makanan dan ekskresi . Pasca lahir organ-organ lain mengambil alih pelbagai fungsi tersebut. 57 Perubahan paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir, terjadi karena putusnya hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik dan paru yang mulai berkembang. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah 1).Tahanan vaskular pulmonal turun dan aliran darah pulmonal meningkat. 2).Tahanan vaskular sistemik meningkat. 3).Duktus arteriosus menutup 4).Foramen ovale menutup. 2.2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi transfusi plasental Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi transfusi lasental sebagai berikut : Status gizi ibu Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janinnya. 59 Pertumbuhan fetus dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya kecukupan suplai nutrisi fetus dari ibu melalui plasenta.60 Ibu hamil dengan gizi buruk tentu akan berpengaruh terhadap kualitas janinnya. Status gizi ibu hamil dapat diukur secara antropometri, disamping dengan pengukuran secara laboratorium, misal kadar Hb ibu. Pemeriksaan berat badan dalam 50 hubungan dengan tinggi badan dapat dinilai/ diassesmen menggunakan index massa tubuh (IMT) . IMT dinyatakan = berat badan(kg) / tinggi badan(meter)2 . Status gizi ibu berdasarkan IMT dikelompokkan menjadi:61,62 Underweight: IMT < 18,5; Normal:18.5–24.9; Overweight : 25–29.9 dan Obesitas ≥ 30. Kartono D dan Lamid A (1997) mengutip pendapat Power PS, status gizi juga dapat dibedakan menjadi tiga yaitu underweight, normal, gemuk (overweight dan obesitas). 63 Asfiksia intrauterin. Transfusi plasental tampaknya mungkin terjadi sebelum persalinan pada janin mengalami asfiksia intra uterin. Bayi-bayi tersebut walaupun tali pusat dijepit dini mempunyai RPBV minimal. Asfiksia intrauterin dapat mengakibatkan peningkatan volume darah, massa eritrosit dan Ht secara bermakna, tetapi keadaan ini tidak dijumpai pada asfiksia intrapartum.3 Respirasi Respirasi memegang peranan penting dalam transfer darah dari plasenta ke bayi. Penelitian menggunakan binatang, mencatat bahwa bayi domba baru lahir, kandungan darah dalam paru mengalami peningkatan dua kali lipat setelah onset respirasi. Aliran masuk/ inflow darah ke dalam pembuluh darah paru (pembentukan kapiler) menghasilkan terjadinya pengembangan paru. Paru yang mengembang menghasilkan vascular bed yang besar sehingga darah dapat mengalir secara fisiologis. Penelitian hubungan antara RPBV dan durasi respirasi sebelum dilakukan penjepitan tali pusat, 51 menyimpulkan bahwa transfusi plasental adalah sebuah konsekuensi yang tidak dapat dielakkan dari permulaan proses pengembangan paru, namun ahli obstetri dan ahli anak, hanya memiliki sedikit perhatian terhadapnya.3 Waktu penjepitan tali pusat setelah kelahiran. Terdapat perbedaan yang besar jumlah darah yang berhasil ditransfusikan ke bayibayi aterm ketika dilakukan penjepitan dini (≤15detik) dibandingkan dengan penjepitan tunda (5menit) pada saat bayi biasanya menangis. Sebagian besar bayi sehat akan mendapatkan transfusi plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik. Untuk mencegah terjadinya transfusi plasental pada beberapa keadaan risiko tinggi tertentu, mungkin penting untuk menjepit tali pusat dalam 15 detik.3 Gravitasi ( posisi bayi ) Bayi dengan posisi lebih rendah dari plasenta, memiliki RPBV minimal. Posisi bayi 40 cm di bawah introitus vagina ibu, sebagian besar transfusi plasental telah terjadi dalam waktu 30 detik saja.32 Ketika bayi letakkan pada 15 cm diatas introitus vagina selama 1 menit, bayi-bayi tersebut tetap mendapatkan transfusi plasental 60%, sama dengan yang didapatkan oleh bayi yang digendong selama kurun waktu yang sama. Hal tersebut merupakan kenyataan yang berlawanan dengan keyakinan beberapa peneliti, aliran darah membalik dari bayi ke plasenta tampaknya tidak terjadi ketika bayi tersebut digendong tinggi, hal ini diperkirakan dikarenakan oleh peningkatan tekanan tonus uterus.3 52 Kontraksi uterus Setelah bayi lahir, kontraksi uterus dapat berlangsung selama beberapa menit untuk mengeluarkan plasenta. Kontraksi ini dapat memfasilitasi terjadinya transfusi plasental. Pemberian oksitosin postnatal segera setelah kelahiran dapat meningkatkan kontraksi uterus secara lebih lanjut dan mungkin mempercepat transfusi plasental jika penjepitan tali pusat ditunda.3 2.2.4. Dasar pemikiran bahaya penjepitan tali pusat dini dan perlunya transfusi plasental Asfiksia ialah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera atau beberapa saat sesudah lahir.64 Keadaan ini akan diikuti dengan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis.64,65 Asfiksia dapat terjadi selama periode antepartum, durante partum maupun postpartum.64, 66 Diagnosis durante/ postpartum ditegakkan berdasarkan nilai skor Apgar pada menit ke-1, ke-5 dan ke-10. Variabel yang diamati adalah frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot, refleks dan warna kulit. 64,66,67 Kriteria asfiksia berdasarkan nilai skor Apgar, sebagai berikut: 1.Asfiksia berat: jumlah skor Apgar menit ke-1 = 0 – 3. 2. Asfiksia sedang : jumlah skor Apgar menit ke-1 = 4 – 6. 3.Asfiksia ringan: jumlah skor Apgar menit ke-1 = 7. Penjepitan tali pusat tunda membiarkan baby’s lifeline (aliran darah dan oksigen dari plasenta ke bayi melalui tali pusat yang terjadi sejak dalam kandungan) untuk melanjutkan peran penyuplai darah yang teroksigenasi, menfasilitasi perfusi paru dan mendukung transisi bayi menuju pernafasan sendiri yang efektif.68 53 Pada penjepitan dini, oksigenasi plasenta diberhentikan mendadak dan otak mengalami penurunan oksigenasi sampai paru berfungsi. Kemungkinan lain, adalah dapat terjadi hipovolemia . Aliran darah ke paru dan organ lain menjadi tidak optimal, akibatnya peran oksigenasi paru tidak optimal. Hal tersebut menyebabkan sistem life support dari bayi baru lahir tersebut tidak bisa optimal untuk mempertahankan hidup dan mengoptimalkan kesehatan. Tergantung pada derajat asfiksia dan lama/durasi terjadinya asfiksia karena penjepitan tali pusat, bayi dapat mengalami beberapa variasi kerusakan otak, mulai dari tak ada kerusakan, gangguan neurologi, sampai dengan kematian otak. Penjepitan tali pusat secara alamiah (penjepitan tunda) dapat mencegah asfiksia dan mencegah kerusakan otak.3 Kecenderungan pada saat ini dalam pengalaman / praktik sehari-hari terjadi penjepitan tali pusat dini tanpa mempertimbangkan keuntungan dan manfaat transfusi palasenta serta bahaya dan kerugian akibat penjepitan dini bagi bayi. Beberapa alasan mengapa praktik penjepitan tali pusat tunda ditinggalkan : 1.Memperhatikan tentang polisitemia dan hiperbilirubinemia. 2.Adanya ahli anak/neonatologi pada saat persalinan yang akan segera melakukan perawatan/resusitasi pada bayi. 3.Keinginan untuk mendapatkan darah dari tali pusat untuk menskrining adanya asfiksia janin dengan pemeriksaan pH dan analisa gas darah. 4.Kebutuhan untuk sesegera mungkin memulai kontak kulit ke kulit dengan ibu bayi (dan menyusui). 5.Yang terbaru, untuk menyesuaikan dengan anjuran melakukan manajemen aktif pada persalinan kala III untuk meminimalkan perdarahan post partum. 3 54 Transfusi plasental dikatakan sebagai “karunia” untuk bayi baru lahir. Beberapa center mengumpulkan darah plasenta residual, dipergunakan sebagai transfusi darah autologous untuk mengkoreksi hipovolemia maupun anemia. Hampir 20 mL/kgBB darah plasenta dapat ”dipanen” untuk transfusi darah autologous. 3 Darah plasenta sebagai sumber stem cell dan saat ini merupakan peluang baru sebagai materi yang dapat memperbaiki kerusakan otak,69,70 namun tidak banyak mendapatkan perhatian, bahkan kecenderungan saat ini terjadi praktik penjepitan tali pusat dini / segera setelah lahir, kemudian mencampakkan darah plasenta tersebut. Pada dekade sebelumnya, praktik penjepitan tali pusat dini untuk mendapatkan darah plasenta dan menyimpannya di bank darah dikritisi secara serius. American Academy of Pediatrics (AAP) dan The International Federation of Obstetricians and Gynecologists (FIGO) telah mengeluarkan pernyataan etik secara keras menentang penjepitan tali pusat dini untuk mendapatkan darah plasenta, namun tidak ada diskusi dan pelaksanaan lebih lanjut rekomendasi mereka tersebut. 71 Darah tali pusat dapat diisolasi secara in utero (saat plasenta masih di dalam rahim) dan ex utero (saat plasenta sudah di luar rahim). Isolasi secara in utero, bisa didapatkan 100ml darah sedangkan ex utero hanya bisa didapatkan 80 ml.72 Stem cell adalah sel yang tidak/ belum terspesialisasi yang mempunyai 2 sifat dasar : 1.Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate), berkembang menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas, dll. 2.Kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri (self-regenerate / self-renew), yaitu membuat salinan sel 55 yang persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.73 Dua tipe stem cells telah ditemukan dalam darah tali pusat, yaitu hematopoietic stem cells dan mesencyhmal stem cells. Tipe lain adalah neuron-like stem cells, namun dua yang disebutkan di atas, sudah dianalisis secara mendalam. 72 Stem Cell mempunyai peran yang sangat strategis dalam dunia riset kedokteran dan dapat dimanfaatkan sebagai: 1.Terapi gen. Stem cell (dalam hal ini hematopoietic stem cell) digunakan sebagai alat pembawa transgen ke dalam tubuh pasien, dan selanjutnya dapat dilacak jejaknya apakah stem cell ini berhasil mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh pasien. Dan karena stem cell mempunyai sifat self-renewing, maka pemberian pada terapi gen tidak perlu dilakukan berulang-ulang, selain itu hematopoietic stem cell juga dapat berdiferensiasi menjadi bermacam-macam sel, sehingga transgen tersebut dapat menetap di berbagai macam sel. 2.Mengetahui proses biologis, yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker. 3.Melalui stem cell dapat dipelajari nasib sel, baik sel normal maupun sel kanker. 4.Penemuan dan pengembangan obat baru, yaitu untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan. 5.Replacement therapy. Stem cell dapat hidup di luar organ tubuh manusia misalnya di cawan petri, maka dapat dilakukan ditransplantasikan tanpa mengganggu organ tubuh manusia. manipulasi sebelum 73 Terapi stem cell dimulai tahun 1988, yaitu transplantasi allogeneic darah tali pusat (umbilical cord blood) ke seorang anak penderita anemia Fanconi di Paris. Keberhasilan ini membuka horison baru dalam pemanfaatan darah tali pusat yang sebelumnya dianggap tidak berguna dan mulai berkembanglah minat dunia sains dan 56 termasuk salah satu topik yang paling banyak diminati di dunia riset. Darah tali pusat memiliki immunogenicity yang lebih rendah, isolasinya tidak membutuhkan prosedur yang invasif dan untuk transplantasi tidak membutuhkan 100% ketepatan HLA (human leucocyte antigen). 72 Stem cells dapat membantu memperbaiki kerusakan otak, yaitu membuat neuron dan pembuluh darah baru setelah stroke atau akibat lain. Percobaan pada binatang, 60 tikus dengan stroke, setelah 1 bulan diberikan stem cell tersebut, 80% mengalami perbaikan otak, dibandingkan hanya 20% pada tikus yang tidak diberikan.69 2.2.5. Efek transfusi plasental 2.2.5.1. Efek transfusi plasental pada kualitas bayi baru lahir Efek pada kadar hemoglobin dan hematokrit Bayi-bayi yang mendapatkan transfusi plasental mengalami peningkatan jumlah eritrosit, Hb, Ht dan volume darah. Peningkatan Ht mungkin dapat ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar bayi baru lahir, tetapi terdapat risiko bahwa peningkatan Ht yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya hiperviskositas. Viskositas cenderung akan meningkat secara linier melebihi nilai kisaran normal untuk Ht, tetapi mulai meningkat secara eksponensial setelah Ht melebihi 65%.3 Kadar Hb dan Ht yang normal pada bayi baru lahir sangat diperlukan untuk menjamin oksigenasi. Efek Hb dan Ht pada bayi baru lahir Rendahnya kadar Hb dan Ht bayi baru lahir akibat penjepitan tali pusat dini, 57 membawa akibat yang serius : anemia, hipovolemia, gangguan cerebral blood flow, RDS (Respiratory Disstres Sindrome) dan gangguan organ tubuh lain, berhubungan dengan menurunnya oksigenasi organ-organ tubuh. Beberapa efek yang mungkin timbul berkaitan kadar Hb, Ht atau volume darah bayi baru lahir dihubungkan dengan waktu penjepitan tali pusat tunda adalah: 3,74 1.Adanya peningkatan baik pada ukuran jantung dan tekanan atrial bayi setelah dilakukannya penjepitan tali pusat tunda. 2.Fungsi ginjal pada bayi yang mendapatkan tranfusi plasental menunjukkan keluaran/ output urin yang lebih besar, renal blood flow yang lebih besar dalam 12 jam pertama setelah kelahiran, prosentase resorbsi natrium tubuler yang lebih tinggi dan ekskresi natrium urin yang lebih rendah. 3.Waktu penjepitan tali pusat mungkin juga mempengaruhi sistem saraf pusat. Penjepitan tali pusat tunda berperan terhadap polisitemia, menunjukkan efek sekunder dari hiperviskositas. Hipertensi, seperti halnya peningkatan viskositas darah, mungkin berperan pada kejadian perdarahan intrakranial (intracranial hemorrhage). 4.Efek Polisitemia dan Hiperbilirubinemia. Polisitemia pada bayi baru lahir disefinisikan sebagai peningkatan kadar Ht > 65% (darah vena sentral). Polisitemia dihubungkan peningkatan jumlah eritrosit yang beredar dalam pembuluh darah.74 Penjepitan tali pusat dini dapat melindungi bayi-bayi dengan risiko tinggi terhadap terjadinya polisitemia. Pada bayi-bayi preterm, insiden hiperbilirubinemia (>15 mg/100 mL) lebih besar pada penjepitan tali pusat tunda. 5.Efek hipervolemia akibat Ht yang tinggi.3 58 2.2.5.2. Efek transfusi plasental pada masa bayi Kadar besi Approximately 20% to 25% of all infants in the world have iron deficiency anemia, and many more have iron deficiency without anemia. Severe, chronic iron deficiency in infancy identifies children who continue at developmental and ehavioral risk >10 years after iron treatment. 30 Beberapa peneliti menunjukan bahwa penjepitan tali pusat tunda telah terbukti bermanfaat menghasilkan kadar ferritin dan Hb yang lebih tinggi serta menurunkan secara signifikan terjadinya anemia pada masa bayi, 12,15,75 penelitian lain belum mendukung data tersebut.76 Penjepitan tali pusat tunda merupakan strategi yang murah dan efektif untuk menurunkan kejadian anemia pada bayi terutama pada negara berkembang.77 Hematokrit Dalam sebuah penelitian dari Guatemala 1997, terhadap 21 bayi dengan penjepitan tali pusat dini, pada saat usia 2 bulan sebanyak 88% dari mereka memiliki Ht yang rendah (<33%) dibandingkan dengan 42% dan 55% dari dua kelompok yang dijepit tunda (n=26 dan n=22). Penelitian tersebut menganjurkan penjepitan tali pusat menunggu setelah tali pusat berhenti berdenyut kurang lebih 1 menit setelah lahir. 15 Bayi preterm Penelitian pada bayi-bayi preterm dengan penjepitan dini (<15 detik untuk persalinan pervaginam dan <5 detik untuk persalinan sesar), bayi-bayi yang menderita RDS dan berhasil selamat memiliki massa eritrosit yang lebih rendah 59 dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami kesulitan bernafas. Penurunan massa eritrosit ini, memiliki konsekuensi jangka panjang. Bayi dengan penjepitan tunda, terjadi peningkatan massa eritrosit, sehingga akan menyediakan cadangan besi yang lebih tinggi. Anemia pada prematuritas, dapat diperbaiki dengan penjepitan tali pusat tunda dan lebih murah dibandingkan dengan pemberian eritropoetin.3 2.2.5.3. Efek yang mungkin timbul pada ibu Penjepitan tali pusat tunda meminimalkan perdarahan post partum (PPP) dan menurunkan peluang adanya fragmen plasenta yang tertinggal, dengan mekanisme yang diduga adalah kemampuan berkontraksi pembuluh darah di uterus lebih mudah pada keadaan plasenta telah dikosongkan.3 Ketika tali pusat tetap dibiarkan tidak dijepit dan masih memungkinkan darah untuk mengalir, maka persalinan kala III hanya berlangsung selama 3.5 ± 2 menit dibanding 10,5 ± 4.0 menit pada penjepitan tali pusat segera. Kehilangan darah ibu mencapai 100 ± 83 ml dibandingkan dengan 236±135 ml.3 Berlawanan dengan pandangan di atas, Cochrane Systematic Review menyimpulkan pemberian oksitosin dan penjepitan tali pusat segera dapat menurunkan terjadinya perdarahan maternal.11 2.2.6. Pertimbangan khusus berkenaan dengan transfusi plasental 2.2.6.1. Efek negatif dan positif pada bayi-bayi preterm Hipervolemia lebih sering terjadi pada bayi preterm setelah transfusi plasental karena ketidakmampuan mereka untuk mengekstravasasikan plasma dalam jumlah 60 yang cukup keluar dari sirkulasi darahnya. Adanya peningkatan volume eritrosit, pada bayi-bayi preterm dengan penjepitan tunda, menyebabkan kadar bilirubin lebih tinggi dibandingkan bayi-bayi yang dijepit dini. Hiperbilirubinemia yang terjadi biasanya dapat ditangani menggunakan bantuan fototerapi. Penjepitan tunda dikatakan telah menurunkan kebutuhan transfusi packed red blood cell. Transfusi plasental juga menurunkan kejadian dan tingkat keparahan RDS serta angka kematian bayi preterm. 3 Adanya akibat yang berbeda pada bayi pretem, berapa lama / kapan penjepitan tunda dilakukan pada bayi pretem, perlu dikaji lebih mendalam. Penelitian efek penjepitan tali pusat dini dan tunda terhadap Ht pada bayi baru lahir preterm telah dilaporkan. Philip AGS dan Saigal S (2004) mengutip hasil penelitian Ibrahim dkk.(2000) pada bayi preterm, usia kehamilan 24-28 minggu dengan 16 subyek pada kelompok penjepitan dini dan tunda (20 detik), berturut-turut rerata Ht pada masingmasing kelompok adalah 39% dan 50,3%.3 2.2.6.2. Manfaat penjepitan tali pusat dini Penjepitan tali pusat dini dapat melindungi bayi-bayi dengan risiko tinggi terhadap terjadinya polisitemia, diantaranya bayi dengan ibu diabetes melitus (DM), kembar, atau kecil masa kehamilan (KMK). Penelitian terhadap 28 bayi risiko tinggi tersebut, pada penjepitan tali pusat antara 11 - 20 detik setelah kelahiran terdapat 13 bayi dengan kadar Ht melebihi 65%.3 61 Bayi-bayi kecil masa kehamilan (KMK) mengalami peningkatan kadar Ht sebagai sebuah mekanisme kompensasi untuk meningkatkan kapasitas pembawa oksigen dalam uterus. Keadaan tersebut mendorong terjadinya transfusi plasental menyebabkan nilai Ht yang sangat tinggi dan berperan dalam timbulnya masalah yang berhubungan dengan hiperviskositas.3 Bayi dari ibu diabetes melitus dilaporkan memiliki RPBV yang tinggi dengan penjepitan tali pusat dini atau ketika onset respirasi mengalami keterlambatan. Mereka juga memiliki kecenderungan untuk memiliki Ht yang tinggi, dan serupa dengan bayi-bayi KMK, mungkin dapat menjadi predisposisi hiperviskositas jika penjepitan tali pusat ditunda.3 Asfiksia intrauterin intrauterin menyebabkan terjadinya transfusi plasental sebelum kelahiran. Peningkatan volume darah mencapai 10-13 mL/kg pada bayi baru lahir dengan asfiksia intra uterin yang dijepit dini dibandingkan dengan bayi-bayi yang tidak mengalami asfiksia intrauterin yang dijepit dini.3 62 BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka teori Faktor Ibu : Umur Tekanan Darah Hb Gula darah Tonus / konstaksi uterus Diet Ibu Index massa tubuh (Status Gizi) Faktor Plasenta : Besar / diameter Solutio plasenta Plasenta previa Morfologi (Infark, Hematom) TRANSFUSI PLASENTAL Faktor Janin/Bayi : Berat lahir Gemelli PIM Sind down Asfiksia intra uterin Umur ( kehamilan ) Twin-to-twin transfusion Onset & durasi respirasi Posisi bayi setelah lahir WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT Serum Iron Feritin Perdarahan Inkompatibitas(Rh&ABO) G6PD Bentuk eritrosit (Sferositosis, Elliptositosis) KADAR Hb & Ht BAYI BARU LAHIR Oksigenasi Otak Bayi Jumlah eritrosit Volume eritrosit Volume plasma Volume darah Teknik pemeriksaan Cadangan Besi 63 3.2. Kerangka konsep Hb Ibu Gizi Ibu Umur Ibu Kadar Hb & Ht Bayi Baru Lahir Waktu Penjepitan Tali Pusat Diameter plasenta 3.3. Hipotesis Kadar Hb dan Ht lebih tinggi pada bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali dengan waktu lebih lama (45 detik) dibandingkan 15 detik setelah lahir 64 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak (khususnya Perinatologi dan Hematologi), Obstetri dan Ginekologi serta Patologi Klinik . 4.2. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Bagian Obsteri dan Ginekologi serta Bagian Patologi Klinik FK UNDIP/ RSUP Dr. Kariadi Semarang dan tempat Bidan praktek swasta dengan periode waktu selama 6 bulan antara bulan September 2007 s.d. Februari 2008 . 4.3. Jenis dan rancangan penelitian Penelitian ini adalah penelitian posttest-only control group design SUBYEK BAYI BARU LAHIR R WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT ( 45 detik ) Kadar Hb & Ht Bayi Baru Lahir WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT ( 15 detik ) Kadar Hb & Ht Bayi Baru Lahir 65 4.4. Populasi dan subyek penelitian 4.4.1. Populasi target Populasi target adalah bayi baru lahir. 4.4.2. Populasi terjangkau Populasi terjangkau adalah bayi baru lahir, yang lahir di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan tempat Bidan praktek swasta, antara bulan September 2007 s.d. Februari 2008 . 4.4.3. Subyek penelitian Kriteria inklusi : - Bayi baru lahir; tidak asfiksia; berat lahir normal (≥ 2500 s.d. < 4.000 g) - Kehamilan tunggal, spontan ,umur kehamilan aterm, persalinan pervaginam - Ibu : tidak menderita diabetes melitus (anamnesis), hipertensi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg), pre-eklamsi/ eklamsi, perdarahan ante partum/ solutio plasenta dan inersia/ atonia uteri . - Orang tua bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Kriteria eksklusi : - Setelah bayi lahir tiba-tiba terjadi perdarahan pada ibu yang banyak (perdarahan post partum) - Kelainan plasenta (infark dengan cara visual, hematom) - Ikterus dan pucat , sindrom down dan kelainan kongenital berat bayi . 66 4.4.4. Besar subyek penelitian Rumus besar subyek penelitian untuk uji hipotesis terhadap rerata 2 populasi. Apabila zα=1,96, zβ=0,842, δ= simpang baku kadar Ht pada bayi baru lahir = 5. X1 adalah rerata kadar Ht pada bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali pusat 45 detik setelah lahir dan X2 adalah rerata kadar Ht pada bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali pusat 15 detik setelah lahir. Beda X1 dan X2 atau (X1-X2) ditetapkan sebesar = 5. Besar subyek penelitian adalah : 2 2 ⎛ (zα + zβ )δ ⎞ ⎛ (1,96 + 0,842 ) 5 ⎞ n1 = n2 = 2 ⎜ ⎟ = 2⎜ ⎟ = 16 subyek . 5 ⎝ ⎠ ⎝ X1 - X2 ⎠ Dengan koreksi terhadap kemungkinan drop out, ditetapkan besar subyek untuk masing-masing kelompok penelitian = 18 subyek, sehingga total = 36 subyek. 4.4.5. Metode sampling Subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan secara random menggunakan tabel angka random . 4.5. Variabel penelitian 4.5.1. Variabel terikat Kadar Hb dan Ht bayi baru lahir. 4.5.2. Variabel bebas Waktu penjepitan tali pusat 4.5.3. Variabel perancu Kadar hemoglobin, status gizi dan umur ibu serta diameter plasenta . 67 4.6. Definisi operasional No Variabel 1 Waktu penjepitan tali pusat adalah durasi waktu yang diukur sejak bayi lahir sampai dengan penjepitan tali pusat menggunakan klem logam. Diukur dengan stop watch. Dinyatakan dalam detik. Dibedakan : ( diurut berdasarkan randomisasi ) a. Penjepitan tali pusat dini : durasi waktu yang diukur sejak bayi lahir sampai dengan penjepitan tali pusat : 15 detik . b. Penjepitan tali pusat tunda : durasi waktu yang diukur sejak bayi lahir sampai dengan penjepitan tali pusat : 45 detik . 2 Kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) pada bayi baru lahir. a. Hemoglobin (Hb) ® Hb bayi baru lahir yang diperiksa menggunakan COULTER HmX Hematology Autoanalyzer di laboratorium Patologi Klinik RSUP Dr.Kariadi Semarang, dengan ketelitian 0,01g%. Sampel diambil dari Darah vena. (1 jam pertama setelah lahir). Dinyatakan dalam g %. Skala Nominal Numerik ( Ratio ) Nilai normal: 14 – 20 g% b. Hematokrit (Ht) ® Ht bayi baru lahir yang diperiksa menggunakan COULTER HmX Hematology Autoanalyzer di laboratorium Patologi Klinik RSUP Dr.Kariadi Semarang, dengan ketelitian 0,1%. Sampel diambil dari Darah vena .(1 jam pertama setelah lahir). Dinyatakan dalam %. Numerik ( Ratio ) Nilai normal : 40% – 65% 3 4 5 Kadar hemoglobin (Hb) ibu Hb ibu yang diperiksa sebelum melahirkan . Data sekunder yang diambil dari catatan medik ibu, yang diperiksa menggunakan Hematology Autoanalyzer, dengan ketelitian 0,1%. Dinyatakan dalam g %. Nilai normal ≥ 11 g% Status gizi ibu ditentukan berdasarkan nilai index massa tubuh (IMT). - IMT dinyatakan dalam kg/m2. - Status gizi dibagi berdasar IMT sebagai berikut: BB (kg) : IMT = - Underweight : < 18,5 kg/m2 2 2 - Normal : 18.5–24.9 kg/m2 TB (m ) - Overweight : 25–29.9 kg/m2 - Obesitas : ≥30 kg/m2 Diameter plasenta diukur berdasarkan diameter terlebar, menggunakan penggaris, dengan ketelitian 1 mm. Dinyatakan dalam centi meter (cm) Numerik ( Ratio ) Ordinal Numerik ( Ratio ) 68 No Variabel Skala 6 Tablet Fe yang diminum ibu adalah sejumlah tablet (obat) mengandung Fe yang diminum ibu selama kehamilan, tanpa melihat berapa kadar/ kandungan Fe, yang didapat dari anamnesis . Dinyatakan dalam tablet. Kandungan Fe dalam tiap tablet yang diminum ibu tidak diketahui. Numerik ( Ratio ) Umur ibu. Diambil dari catatan medik dan dilakukan konfirmasi dengan ibu. Dinyatakan dalam tahun . Numerik (interval) 7 4.7. Cara pengumpulan data Subyek dipilih sesuai dengan kriteria penelitian. Orang tua calon subyek penelitian diberi informasi tentang penelitian ini dan selanjutnya diminta kesediaan menandatangani formulir informed consent sebelum dijadikan subyek penelitian. Orang tua yang menolak, tidak dimasukkan dalam penelitian. Setelah lahir, bayi diletakkan di atas perut ibu dan dilakukan prosedur rutin. Penolong persalinan menjepit tali pusat dalam waktu 15 atau 45 detik setelah bayi lahir, sesuai dengan urutan randomisasi subyek. Penentuan waktu penjepitan tersebut berdasarkan pengukuran waktu menggunakan stopwacth, oleh petugas yang lain. Sampel darah bayi baru lahir (3 ml) diambil dari vena, dimasukkan ke tabung yang berisi EDTA . Untuk keperluan early feeding, sampel darah diambil segera setelah lahir saat subyek sudah stabil ( < 30 menit ) dengan waktu pengambilan maksimal dalam 1 jam pertama kehidupan. Gejala dan tanda hipoglikemia pada bayi baru lahir diperhatikan dengan seksama, meskipun subyek bukan bayi dengan risiko hipoglikemia dan penurunan dan peningkatan kadar glukosa pada satu jam pertama kehidupan tidak 69 berhubungan dengan diet (irrespective of feedings) serta kadar glukosa terendah terjadi pada 2-3 jam pertama setelah lahir, kemudian dengan meningkatnya enzym yang memecah glikogen, selanjutnya terjadi sintesa glukosa.78 Pengobatan hipoglikemia asimtomatik masih kontroversial. Sebagian ahli akan memberi terapi dengan early feeding jika bayi lahir dengan cukup bulan ( aterm ), pada 6-12 jam pertama kehidupan dan bukan risiko tinggi.79 Jika muncul gejala dan tanda hipoglikemia, segera dikelola sesuai protap hipoglikemia pada bayi lahir Pemeriksaan Hb dan Ht menggunakan COULTER® HmX Hematology Autoanalyzer dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Dr. Kariadi, segera setelah sampel darah didapat . Data ibu diambil dari anamnesis dan catatan medik. Data bayi baru lahir yang memenuhi kriteria inklusi dikumpulkan dan dicatat waktu penjepitan tali pusat saat persalinan, identitas dan data klinisnya termasuk selama perawatan . 4.8. Alur penelitian BAYI BARU LAHIR DI RS DR.KARIADI SEMARANG DAN BIDAN PRAKTEK SWASTA YANG MEMENUHI KRITERIA PENELITIAN WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT dibagi menjadi 2 kelompok (randomisasi) : 15 detik dan 45 detik dalam durasi 1 jam pertama kehidupan Hb & Ht Bayi Baru Lahir ANALISIS DATA 70 4.9. Analisis data Sebelum dilakukan analisis, pada data yang terkumpul dilakukan data cleaning, koding, tabulasi dan selanjutnya akan dimasukkan ke dalam komputer. Analisis data dilakukan dengan program SPSS for Windows ver. 15.0 Uji normalitas data digunakan Uji Shapiro-Wilks dan dikatakan sebaran data normal jika p> 0,05. Perbedaan rerata Hb dan Ht pada kelompok penjepitan tali pusat 15 dan 45 detik, dilakukan uji beda rerata menggunakan independent t-test karena sebaran datanya normal. Sedangkan uji multivariat digunakan uji regresi logistik. Uji statistik menggunakan interval kepercayaan (confidence interval) 95% ( IK95% ). 4.10. Etika penelitian Protokol penelitian telah diberikan persetujuan oleh Komisi Etik Penelitian Kedokteran FK UNDIP / RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan Surat Ethical Clearance No. 51/EC/FK/RSDK/2007, tertanggal 20 Agustus 2007 dan telah mendapatkan ijin dari Kepala Bagian-SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr.Kariadi/ FK Undip Semarang dengan ijin pengambilan sampel untuk penelitian nomor: 163/OG/J07.1.17/LL/2007, tertanggal 4 Agustus 2007. Ijin penelitian juga telah diberikan oleh pimpinan RSUP Dr. Kariadi Semarang melalui Direktur SDM dan Pendidikan dengan surat ijin penelitian nomor : DL.00.02.DIKLIT.092, tertanggal 05 September 2007. Seluruh biaya yang berhubungan dengan penelitian ditanggung oleh peneliti. Bila terjadi kejadian tidak diinginkan (KTD), misalnya: 1. Jika dalam proses persalinan tiba-tiba terjadi perdarahan pada ibu yang banyak, 71 maka bayi tidak masuk sebagai subyek penelitian, selanjutnya ibu dan bayi dikelola sesuai standar pelayanan medik. 2. Bila bayi lahir dengan asfiksia, tidak masuk sebagai subyek penelitian, selanjutnya bayi dikelola sesuai standar pelayanan medik. Persetujuan keluarga telah dimintakan dalam bentuk informed consent tertulis. Identitas pasien dirahasiakan. 72 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik subyek penelitian Penelitian dilakukan pada 36 subyek bayi baru lahir, dibedakan menjadi dua kelompok secara random menggunakan tabel angka random , terdiri dari 19 bayi baru lahir dengan penjepitan tali pusat 15 detik dan 17 bayi baru lahir dengan penjepitan tali pusat 45 detik setelah lahir, di RSUP dr. Kariadi (28 subyek) dan rumah Bidan praktek swasta (8 subyek), selama 6 bulan antara bulan September 2007 dan Februari 2008 . Gambar 6 menjelaskan jumlah dan prosentase subyek penelitian. Waktu Penjepitan Tali Pusat Setelah Bayi Lahir 15 detik 45 detik 45 detik 47,22% n=17 52,78% n=19 15 detik Gambar 6. Jumlah dan prosentase subyek berdasar waktu penjepitan tali pusat Semua subyek penelitian pada kelompok penjepitan tali pusat 15 detik maupun 45 detik, lahir dari kehamilan tunggal, dengan umur kehamilan aterm (≥ 37 minggu sampai dengan < 42 minggu), lahir secara spontan pervaginam, berat lahir normal (≥ 2500 gram sampai dengan < 4.000 gram), tidak menderita asfiksia neonatorum dan 73 tidak terdapat kecurigaan sindrom down. Posisi bayi setelah lahir di atas perut ibu . Semua ibu subyek penelitian tidak didapatkan penyakit diabetes melitus (anamnesis), hipertensi, pre-eklamsi/ eklamsi, perdarahan ante partum/ solutio plasenta dan inersia atau atonia uteri. Plasenta semua subyek, tidak dijumpai infark maupun hematom . Perbandingan karakteristik data subyek penelitian selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Karakteristik subyek penelitian Kelompok Penjepitan Karakteristik Subyek 15 detik (n=19) Jenis Kelamin - Laki-Laki (%) - Perempuan (%) Rerata Berat Badan Lahir (gram) Rerata Umur ibu (tahun) Rerata Gravida Rerata Umur Kehamilan (minggu) Rerata Index Massa Tubuh Ibu Status Gizi Ibu - Underweight (%) - Normal (%) - Owerweight (%) - Obesitas (%) Rerata Kadar Hemoglobin Ibu P 45 detik (n=17) a) 13 (68,4) 6 (31,6) 3105,3 ± 342,7 11(64,7) 6 (35,3) 3094,1 ± 384,8 ± 4,0 2,0 ± 0,9 38,7 ± 0,9 25,370 ± 5,006 0 13 (68,4) 2 (10,5) 4 (21,1) 0 12 (70,6) 4 (23,5) 1 (5,9) 11,81 ± 0,73 ± 0,50 72,9 ± 5,88 20,06 ± 1,64 0,042 b) 2 ( 11,8 ) 15 ( 88,2 ) 0,216 a) 28,6 Rerata TD Diastolik Ibu 75,8 ± 5,1 Rerata Diameter Plasenta 19,47 Tablet Fe yang diminum Ibu - < 90 tablet (%) - > 90 tablet (%) 0 (0) 19 ( 100 ) ± 2,29 0,813 0,927 b) 26,1 ± 6,3 0,022 c) 1,5 ± 0,5 0,059 c) 0,741 c) ± 1,32 24,055 ± 3,722 38,6 11,36 0,812 c) 0,628 d) 0,144 c) 0,291 c) a) = Uji Chi-Square b) = Independent t-test c) = Uji Mann-Whitney d) = Uji Kruskal-Wallis Tabel 2 memperlihatkan pada kelompok penjepitan 15 detik dan 45 detik berturutturut : laki-laki 13 subyek dan 11 subyek, sedangkan perempuan masing-masing 6 subyek. Status gizi ibu berdasarkan IMT, pada kelompok waktu penjepitan tali pusat 74 15 detik dan 45 detik, berturut-turut adalah normal: 13(68,4%) dan 12(70,6%), overweight: 2(10,5%) dan 4(23,5%), obesitas: 4(21,1%) dan 1(5,9%) serta tidak satu pun ibu subyek dengan status gizi underweight. Status gizi ibu subyek dan diameter plasenta pada kedua kelompok penjepitan 15 dan 45 detik sudah matching (tidak berbeda secara statistik). Karakteristik data yang lain pada kedua kelompok penjepitan juga sudah matching, kecuali pada rerata umur ibu dan rerata kadar hemoglobin ibu, secara statistik berbeda bermakna (p= 0,022 dan p=0,042). 5.2. Rerata kadar Hb dan Ht subyek pada penjepitan tali pusat 15 dan 45detik Rerata kadar Hb dan Ht bayi pada kelompok penjepitan tali pusat 45 detik dibanding 15 detik mempunyai kecenderungan nilai yang lebih tinggi. (gambar 7). 15,0 Hematokrit Bayi ( % ) Hemoglobin Bayi ( g% ) 50,0 10,0 5,0 16,3 17,3 n=19 n=17 15 detik 45 detik 40,0 30,0 20,0 10,0 47,1 51,3 n=19 n=17 15 detik 45 detik 0,0 Waktu Penjepitan Tali Pusat Setelah Bayi Lahir Waktu Penjepitan Tali Pusat Setelah Bayi Lahir Gambar 7. Grafik distribusi rerata kadar Hb dan Ht subyek Kadar Hb bayi penelitian ini, pada kelompok penjepitan 15 detik antara 13,4 s.d. 18,4 g% dan kelompok penjepitan 45 detik antara 14,5 s.d. 20,1 g%. Kadar Ht pada kelompok penjepitan 15 detik antara 37,6 s.d. 54,7 % dan pada kelompok penjepitan 75 45 detik antara 41,6 s.d. 60,6%, sehingga pada penelitian ini tidak didapatkan polisitemia (Ht >65%). Tabel 3 dan 4 masing-masing menunjukkan pada kelompok penjepitan tali pusat 15 dan 45 detik terdapat perbedaan bermakna rerata Hb subyek (16,30 g%±1,36 dan 17,34 g%±1,67) dan Ht (47,08 %±4,54 dan 51,34 %±6,07) dengan angka signifikansi p=0,048 dan p=0,022. Sehingga rerata kadar Hb dan Ht pada kelompok penjepitan 45 detik lebih tinggi secara statistik bermakna dibandingkan kelompok 15 detik. Tabel 3. Perbedaan rerata Hb subyek pada penjepitan 15 detik dan 45 detik Hemoglobin Subyek Kelompok Penjepitan 15 detik (n=19) 45 detik (n=17) Rerata (±SD) Rerata (±SD) Rerata Hb Bayi (g%) 16,30 ( ± 1,36 ) 17,34 ( ± 1,67 ) P b) 0,048 b) =Independent t-test Tabel 4. Perbedaan rerata Ht subyek pada penjepitan 15 detik dan 45 detik Kelompok Penjepitan Hematokrit Subyek 15 detik (n=19) 45 detik (n=17) Rerata Ht Bayi (g%) Rerata (±SD) 47,08 (±4,54) Rerata (±SD) 51,34 ( ± 6,07) p b) 0,022 b) = Independent t-test 5.3. Rerata kadar Hb dan Ht subyek berdasarkan faktor-faktor lain 5.3.1. Rerata kadar Hb dan Ht subyek berdasarkan kadar Hb ibu Tabel 5. Perbedaan rerata Hb dan Ht subyek pada kelompok ibu anemia dan non anemia Hb dan Ht Subyek Rerata Hb Bayi (g%) Rerata Ht Bayi (%) c) = Uji Mann-Whitney Kelompok Ibu Anemia ( 5 ) Ibu Non Anemia (31) Rerata (±SD) Rerata (±SD) 16,38 (±2,20 ) 16,86 (±1,50) 48,30 (±7,13 ) 49,22 (±5,52) p c) 0,766 0,855 76 Kadar Hb ibu (Tabel 5) dibedakan menjadi kelompok anemia dan non anemia, dengan batas Hb 11 g%. Dengan angka signifikansi > 0,05 (p=0,766 dan p=0,855), sehingga disimpulkan pada penelitian ini rerata Hb dan Ht subyek kelompok ibu anemia dan non anemia tidak berbeda bermakna . 5.3.2. Rerata kadar Hb dan Ht subyek berdasarkan umur ibu Umur ibu pada kedua kelompok penelitian berkisar antara 20 – 40 tahun. Rerata Hb dan Ht pada kelompok subyek dengan umur ibu 20-35 tahun dan >35 tahun secara statistik tidak berbeda bermakna (p= 0,227 dan p=0,171). (Tabel 6). Tabel 6. Perbedaan rerata Hb dan Ht subyek berdasarkan umur ibu Hb dan Ht Subyek Rerata Hb Bayi (g%) Rerata Ht Bayi (%) Kelompok Umur Ibu 20-35 th (32) > 35 th (4) Rerata (±SD) 16,68 (±1,57 ) 48,63 (±5,67 ) p b) Rerata (±SD) 17,70 (±1,54) 52,78 (± 4,72) 0,227 0,171 b)= independent t-test 5.3.3. Rerata kadar Hb dan Ht subyek berdasarkan status gizi ibu Tabel 7. Perbedaan Hb dan Ht subyek berdasarkan status gizi ibu Kelompok Status Gizi Ibu Hb dan Ht Subyek Rerata Hb Bayi (g%) Rerata Ht Bayi (%) Normal (24) Rerata (±SD) 16,53 (±1,34) 48,08 (±4,92) Tidak Normal (11) Rerata (±SD) 17,45 (±1,95) 51,56 (±6,80) p b) 0,114 0,096 b) = Independent t-test Pada penelitian ini, status gizi ibu subyek ditentukan berdasarkan nilai index massa tubuh, yaitu : underweight jika IMT <18,5 kg/m2, normal: 18,5–24,9 kg/m2, 77 overweight: 25–29,9 kg/m2 dan obesitas ≥30 kg/m2. Tidak satu pun ibu subyek dengan underweight. Status gizi overweigth dan obesitas dikelompokkan dalam kelompok status gizi tidak normal. Tabel 7 menunjukkan rerata Hb dan Ht pada kelompok status gizi normal dan tidak normal tidak berbeda ( p=0,114 dan p=0,096). Adanya hubungan negatif, semakin tinggi kadar Hb ibu, besar (ukuran) plasenta semakin rendah. Pada penelitian ini, ukuran plasenta dinyatakan dengan mengukur diameter plasenta. Diameter plasenta pada kelompok penjepitan 15 dan 45 detik sudah matching, sehingga tidak dilakukan analisis lebih lanjut. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel secara bersama-sama dilakukan analisis multivariat regresi logistik. Kadar Hb bayi dikelompokkan atas dasar nilai Hb 14 g%, sedangkan Ht dengan cut of point kadar Ht 40%. (tabel 8) Tabel 8. Pengaruh waktu penjepitan tali pusat, kadar Hb ibu, umur ibu dan status gizi ibu terhadap kadar Hb dan Ht subyek Waktu penjepitan Umur ibu Gizi ibu Hb ibu Constant B S.E. Wald df Sig. Exp(B) ,682 -,137 ,400 3,702 -47,101 272,577 ,245 1,199 2,617 4088,779 ,000 ,312 ,111 2,001 ,000 1 1 1 1 1 ,998 ,576 ,739 ,157 ,991 1,977 ,872 1,491 40,529 ,000 95,0% C.I.for EXP(B) Lower Upper ,000 2,061E+232 ,540 1,409 ,142 15,625 ,240 6842,588 Hasil uji multivariat regresi logistik yang dilakukan, ternyata semua variabel bebas yang diuji ( waktu penjepitan tali pusat, kadar Hb ibu, umur ibu maupun status gizi ibu ) mempunyai koefisien regresi logistik yang tidak signifikan, dengan angka signifikansi p> 0,05. 78 Semua subyek dan ibu subyek, pada observasi hari pertama setelah lahir keadaan umum bayi tampak aktif. Pengamatan selanjutnya pada kedua kelompok penjepitan, tidak didapatkan satu pun subyek penelitian yang mengalami sesak nafas, sianosis, kejang maupun ikterus dan semua ibu subyek sehat tanpa komplikasi. 79 BAB 6 PEMBAHASAN Sampai saat ini, kapan tali pusat harus di jepit setelah bayi lahir, masih terdapat perdebatan pendapat di kalangan para ahli. Perdebatan mengenai waktu penjepitan tali pusat ini telah berlangsung lebih dari satu abad, namun jawaban atas pertanyaan mana yang lebih baik bagi bayi, penjepitan dini atau tunda dan kapan penjepitan tali pusat dilakukan, para ahli masih berbeda pandangan.3,7,8,9 Penjepitan tunda akan meningkatkan jumlah eritrosit yang ditransfusikan ke bayi, hal tersebut tercermin dalam peningkatan kadar Hb dan Ht bayi baru lahir. Kadar Hb dan Ht bayi baru lahir memegang peran penting dalam menyuplai oksigen pada masa transisi fetus ke bayi saat proses persalinan.3,6 Konsentrasi Hb yang cukup pada bayi baru lahir menentukan tingkat oksigenasi otak, sehingga penjepitan dini dianggap tidak fisiologis dan bisa merugikan bayi.3 Nilai Hb bayi baru lahir pada kehamilan aterm 19,3 ± 2,2 g%. Ahli lain, Gomella (2004) memberikan batasan nilai normal Hb bayi baru lahir dengan usia kehamilan > 34 minggu adalah 14 – 20 g%, dengan nilai rata-rata 17g%. Pada bayi sehat genap bulan, kadar Hb tidak berubah bermakna sampai dengan usia 3 minggu pertama kehidupan, kemudian menurun mencapai titik nadir 11 g% pada usia 8 - 12 minggu.74 Kisaran kadar Hb bayi penelitian ini, pada kelompok penjepitan dini (15 detik) antara 13.4 s.d. 18.4 g% dan kelompok penjepitan tunda antara 14,5 s.d. 20,1 g%. Pada kelompok penjepitan tunda (45 detik) tidak terdapat subyek dengan kadar 80 Hb< 14g%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sesuai dengan batasan yang diberikan Gomella di atas, tidak terdapat bayi dengan anemia pada kelompok penjepitan tali pusat 45 dan sebaliknya pada kelompok penjepitan dini masih memungkin untuk dapat timbulnya anemia neonatal . Rerata Hb bayi penelitian ini, pada kelompok penjepitan 15 detik dan 45 detik adalah 16,30 g%±1,36 dan 17,34 g%±1,67. Rerata Hb tersebut secara statistik lebih tinggi pada kelompok penjepitan 45 detik (p=0,048). (tabel 3) Kadar Hb dan eritrosit yang cukup memungkinkan tingkat oksigenasi yang optimal dan dapat menyediakan sumber Fe yang sangat bermanfaat bagi bayi. Sumber Fe yang cukup, sangat penting untuk kehidupan selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan sel akan Fe, termasuk produksi eritrosit. Fe sebagai salah satu mikronutrien penting bagi sel. Besi adalah nutrien yang penting tidak hanya untuk pertumbuhan normal, kesehatan dan kelangsungan hidup anak, tetapi juga untuk perkembangan mental, motorik80 dan fungsi kognitif. 80, 81 Irsa L mengutip pendapat Connor JR dan Benkovic SA mengatakan bahwa otak membutuhkan zat besi yang banyak karena metabolisme oksidasinya yang tinggi dibandingkan dengan organ lain. Kurangnya kadar besi pada masa pasca natal mengakibatkan gangguan mental dan motorik yang akan menetap sampai dewasa. Jadi, besi harus ditransfer ke sel-sel otak dengan pengaturan yang baik. Transferin merupakan protein yang mentranspor besi ke otak dan dapat melewati sawar darah otak.80 Di dalam otak, besi berpartisipasi dalam aktivitas enzimatik termasuk sistim sitokrom oksidase, menurunkan nicotinamide adenin dinucleaeotide phosphate 81 (NADPH) reductase dan ribonucleotide reductase yang mengatur pertumbuhan otak, delta-9 desaturase pada mielinasi, tirosin hidroksilase pada sintesis dopamine D2 reseptor dan sitokrom dalam produksi energi.80,82 Sebagai suatu komponen integral dari metabolisme oksidatif seluler sel-sel saraf, sitokrom penting untuk fungsi seluler sel saraf yang memperlihatkan cukupnya aktifitas metabolisme sel saraf. 82 Menurut Connor JR dan Benkovic SA sebagaimana dikutip Irsa L, aktifitas neurologikal yang lebih spesifik, besi terlibat dalam fungsi dan sintesa dopamin, serotonin dan g-amino butyric acid (GABA).80 Lukens JN sebagaimana dikutip Irsa L, mengatakan tikus yang menderita defisiensi besi juga mengalami defisiensi besi pada otaknya, diidentifikasi perubahan biokimia yang mendasarinya adalah kurangnya aktifitas aldehid oksidase dan meningkatnya konsentrasi senyawa serotonin dan 6-hidroksiindole. Metabolisme katekolamin yang abnormal diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan perubahan tingkah laku. Aktifitas monoamin oksidase menurun pada hati tikus yang mengalami defisiensi besi. Monoamine oksidase bertanggung jawab dalam deaminasi norepinefrin, dopamin, 5-hidroksitriptamin, feniletilamin, triptamin dan amine primer serta amine sekunder lainnya yang terdapat pada susunan syaraf pusat (SSP) dan jaringan lain. Kadar norefinefrin meningkat pada urin anak yang mengalami defisiensi besi dan membaik setelah diberikan terapi besi.80 Irsa L mengutip Conner JR, mengatakan besi juga terlibat dalam sintesa serta degradasi asam lemak dan kholesterol; mungkin juga mempunyai peran penting dalam mielogenesis dan pemeliharaan mielin.80 Mielin sangat penting untuk kecepatan hantar rangsangan 82 melalui sel-sel saraf. Mielinisasi terjadi dalam beberapa tahap yaitu tahap pranatal dan tahap pasca natal. Sebagian besar proses meilinisasi sudah selesai pada umur 10 tahun.83 Penemuan tentang perubahan SSP akibat anemia defisiensi besi pada anak sangat terbatas. Penelitian Roncagliolo, dkk terhadap respon auditory brain stem, didapatkan waktu hantaran sentral memanjang pada anak berumur 6 bulan yang menderita anemia dan setelah anemia dikoreksi tidak terjadi perbaikan.84 Nokes C, dkk sebagaimana dikutip Irsa L, mengatakan bahwa anemia defisiensi besi berhubungan dengan penampilan yang buruk dalam psikomotor dan skala perkembangan mental dan tingkatan tingkah laku pada bayi, nilai yang rendah dalam uji fungsi kognitif pada anak prasekolah, pada anak usia sekolah nilai uji fungsi kognitif dan uji prestasi belajar juga rendah.80 Gejala anemia defisiensi besi tidak disebabkan semata-mata karena menurunnya hemoglobin, akan tetapi dipengaruhi juga oleh perubahan biokimia, seperti menurunnya enzim yang mengikat zat besi, koenzim yang mengikat zat besi dalam siklus Krebs yang erat hubungannya dengan proses oksigenisasi sel termasuk sel jaringan otak.80,85 Beberapa kenyataan di atas menunjukkan bahwa dari dari sudut pandang biomedik, penjepitan tali pusat lanjut menjadi penting karena dapat menyediakan sumber Fe lebih banyak dibanding penjepitan tali pusat dini. Sejalan dengan hasil penelitian ini, Emhamed MO, dkk.(2004) melakukan penelitian di Libya tentang pengaruh penjepitan tunda terhadap bayi aterm dan menyimpulkan bahwa pada 24 jam pertama kehidupan, rerata Hb bayi secara 83 signifikan lebih tinggi pada pada kelompok penjepitan tunda (setelah tali pusat berhenti berdenyut) dibanding penjepitan dini (10 detik setelah bayi lahir ) yaitu 18,5 g% ± 2,1 dibanding 17,1 g% ±1,9 dengan p=0,0005. 86 Beberapa ahli juga melakukan penelitian pengaruh waktu penjepitan tali pusat pada masa bayi. Gupta R dan Ramji S (2002) melaporkan pada bayi dengan penjepitan tunda saat umur 3 bulan rerata Hb lebih tinggi dibandingkan bayi dengan penjepitan dini (8,8 g% ± 0,8 dibanding 9,9 g% ± 0,9) dengan angka signifikansi p = <0,001.12 Sebuah studi di Guatemala, Grajeda R, dkk. (1997) meneliti pengaruh penjepitan tali pusat tunda pada status besi pada bayi umur 3 bulan. Subyek penelitian dibagi dalam 3 kelompok yaitu: pertama, kelompok penjepitan dini (segera setelah lahir); kedua, kelompok penjepitan tunda (saat tali pusat berhenti berdenyut) dengan posisi bayi setinggi plasenta dan ketiga, kelompok penjepitan tunda dengan posisi bayi dibawah plasenta. Peneliti melaporkan, pada ketiga kelompok penelitian rerata Hb berturut-turut 9,99g%±9,3; 10,76g%±1,11 dan 10,6g%±8,5. Kelompok kedua dan ketiga lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok pertama dengan signifikansi p=0,001. 15 Penjepitan tali pusat tunda membiarkan aliran darah dan oksigen dari plasenta ke bayi melalui tali pusat yang terjadi sejak dalam kandungan (baby’s lifeline) untuk melanjutkan peran penyuplai darah yang teroksigenasi, menfasilitasi perfusi paru dan mendukung transisi bayi menuju pernafasan sendiri yang efektif, tanpa terjadi penurunan oksigenasi jaringan yang dapat menyebabkan berbagai akibat yang mungkin terjadi. Di sisi lain, penjepitan tali pusat tunda menfasilitasi lebih banyak 84 aliran darah plasenta ke bayi, sehingga dapat menyebabkan kejadian polisitemia. Polisitemia pada bayi baru lahir didefinisikan sebagai peningkatan kadar Ht > 65%. Polisitemia dihubungkan peningkatan jumlah eritrosit dalam pembuluh darah dan sering dihubungkan dengan kelainan/ gangguan pada neonatus.74, 87 Pada keadaan bahaya polisitemia mengancam, maka penjepitan tali pusat dini dapat melindungi bayi-bayi dengan risiko tinggi terjadinya polisitemia tersebut.3 Gangguan akibat polisitemia, dihubungkan dengan peningkatan viskositas darah sehingga terjadi gangguan kinetika aliran darah. Hal tersebut bermanifestasi aliran darah yang lambat dan terjadi endapan darah. Hal tersebut merupakan predisposisi terjadinya mikrotrombi dan penurunan oksigenasi jaringan. Keluhan susunan saraf pusat (SSP) merupakan manifestasi yang paling sering muncul (disamping keluhan organ lainnya), seperti letargi, irritability, jitteriness, tremor, kejang dan pecahnya pembuluh darah otak. Munculnya manifestasi klinis pada bayi dengan polisitemia mempengaruhi pengelolaan selanjutnya .87 Pada penelitian ini, kadar Ht tertinggi pada kelompok penjepitan 15 detik adalah 54.7% dan kelompok penjetitan tali pusat 45 detik adalah 60,6 % (table 4) . Hasil ini masih jauh dari batasan polisitemia (>65%). Emhamed MO, dkk.(2004)86 melaporkan penelitian pada bayi aterm, pada kelompok bayi dengan penjepitan tunda (setelah tali pusat berhenti berdenyut) proporsi polisitemia (>65%) saat 24 jam pertama sebesar 5,3%, sedangkan pada penjepitan dini (10 detik setelah bayi lahir) tidak didapatkan polisitemia dengan angka signifikansi p= 0,12. 85 Penelitian Cernadas JMC, dkk. (2006), menyebutkan prosentase kejadian polisitemia pada kelompok penjepitan tali pusat 3 menit pada 6 jam setelah lahir adalah 14,1 %, dengan kadar Ht tertinggi 75%. Sedangkan pada penjepitan dini dan penjepitan 1 menit, prosentase polisitemia berturut-turut 4,4% dan 5,5% dengan kadar Ht tertinggi berturut-turut 68% dan 71%. Namun tidak satu pun dari subyek dengan polisitemia pada penelitian tersebut mempunyai manifestasi klinis, sehingga transfusi tukar parsial tidak dilakukan.20 Rerata Ht subyek penelitian ini, pada kelompok penjepitan tali pusat 15 detik adalah 47,08 % ± 4,54 dan 45 detik adalah 51,34 % ± 6,07, secara statistik berbeda bermakna dengan signifikansi p=0,022. (tabel 4) Sehingga dapat dikatakan kadar Ht bayi pada penjepitan tali pusat 45 detik lebih tinggi dibanding dengan kelompok penjepitan 15 detik. Penelitian sebelumnya, McDonnel & Handerson-Smart (1997) di Australia, melaporkan kenaikan rerata hematokrit (Ht) pada bayi dengan penjepitan 30 detik setelah lahir dibandingkan kelompok penjepitan dini, (55%±7,7 dan 52,9%±7), namun secara statistik tidak bermakna.18 Cernadas JMC, dkk. (2006) melaporkan kadar Ht (6 jam pertama) pada 3 kelompok penelitiannya: kelompok penjepitan tali pusat dini, 1 menit dan 3 menit setelah bayi lahir, berturut-turut sebagai berikut : 53,5%±7,0; 57,0%±5,8; dan 59,4%±6,1.20 Aziz SFA, dkk (1999) membandingkan dua kelompok penjepitan tali pusat 15 detik dan 3 menit, melaporkan pada 2 jam pertama kehidupan kadar Ht : 47%±5,0 dan 63%±5,0.21 Penelitian pada bayi preterm <35 minggu, Kugelman A,dkk. (2007) membagi subyek penelitian kelompok 86 penjepitan tali pusat dini (<10 detik) dan tunda (30-45 detik), dengan hasil rerata Ht 50,7%±6,9 dan 53,5%±5,1, namun tidak berbeda secara statistik, p=0,08.88 Emhamed MO, dkk.(2004) melaporkan pada bayi aterm, rerata Ht 24 jam pertama kehidupan lebih tinggi secara bermakna pada kelompok penjepitan tunda (setelah tali pusat berhenti berdenyut) dibanding dini (49,3%±5,7 dibanding 52,9%±6,3) , p=0,0037.86 Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, pada penjepitan tali pusat tunda (45 detik) terdapat kecenderungan peningkatan kadar hematokrit bayi. WHO (2007) merekomendasikan manajemen aktif persalinan kala III seharusnya meliputi pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir, penjepitan tali pusat tunda, melahirkan plasenta dengan pengendalian (kontrol) traksi tali pusat, diikuti pemijatan uterus. Meskipun demikian, kapan tali pusat sebaiknya dijepit sampai saat ini masih kontroversi.89 Bayi baru lahir normal yang tidak perlu resusitasi, segera bayi dikeringkan, bayi diletakkan posisi prone di atas perut ibu dan diselimuti kain kering dan hangat untuk mencegah kehilangan panas. Setelah tali pusat berhenti berdenyut (kurang lebih 3 menit setelah lahir), jepit dan potong tali pusat. Bayi diletakkan posisi prone di dada ibu untuk inisiasi menyusu dini dan skin to skin contact, sementara ibu ikut membantu menjaga kehangatan bayi, lindungi ibu dan bayi dengan kain atau handuk kering dan hangat untuk mencegah kehilangan panas. Tunda prosedur rutin seperti penimbangan bayi minimal 1 jam pertama kehidupan, sehingga kebersamaan ibu dan bayinya skin to skin contact tidak terputus dan dapat memulai menyusui bayinya. 90 Dengan melihat kenyataan yang ada, maka praktik penjepitan tali pusat dini khususnya pada persalinan normal perlu ditinjau ulang . 87 Center for Disease Control(CDC) mendefinisikan anemia pada kehamilan sebagai kadar Hb< 11 g% (pada trimester I atau III) dan < 10,5 g% pada trimester II.35,36 Anemia merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi selama kehamilan khususnya di negara-negara berkembang.41,91 WHO memperkirakan 56% wanita hamil di negara berkembang menderita anemia.92 Status besi ibu hamil tidak dapat diasessmen hanya dari kadar Hb saja, karena selama kehamilan volume plasna meningkat sehingga terjadi penurunan kadar Hb.37 Produksi panas oleh unit fetoplasental menyebabkan peningkatan suhu tubuh ibu. Usaha penurunan panas ditingkatkan dengan vasodilatasi perifer, selanjutnya dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini menstimulasi pelepasan aldostreron oleh glandula adrenal, sehingga terjadi retensi garam dan cairan. Penurunan osmolaritas akan menurunkan viskositas darah dan meningkatkan aliran darah ke dalam sistem yang mempunyai tahanan rendah yaitu intervillous space dalam plasenta. Peningkatan aliran darah menyebabkan pertumbuhan fetus lebih baik. Pada wanita tanpa suplementasi besi, Hb menurun dengan rerata < 13,3 g% saat tidak hamil, menjadi < 11 g% saat kehamilan 36 minggu. Penurunan Hb masih terjadi s.d. umur kehamilan s.d. 20 minggu, kemudian agak meningkat sampai umur 30 minggu, dan setelah fase ini Hb hanya sedikit meningkat. Penurunan kadar Hb disebabkan oleh faktor utama peningkatan volume plasma, namun sebenarnya massa sel darah merah dan kadar Hb meningkat selama kehamilan. 37 Pengaruh ibu anemia terhadap kadar besi bayi tidak begitu besar. Pada ibu hamil besi ditransport melalui plasenta secara efisien. Bayi baru lahir dari ibu dengan 88 anemia defisiensi besi ternyata Hb tidak terpengaruh, adanya kenaikan kadar eritropoitin tali pusat diduga memicu eritropoisis pada bayi. Tidak ada hubungan antara kadar feritin ibu dengan bayi. 41 Penurunan Hb ibu hamil terbanyak terjadi terutama pada ibu dengan bayi besar atau kehamilan multiple.37 Anemia (Hb<11g%) mempunyai hubungan yang tidak signifikan dengan risiko stillbirth.93 Pada penelitian ini, rerata kadar Hb ibu diantara kelompok penjepitan 15 detik (11,81 g%±0,73) dan 45 detik (11,36g%±0,50) berbeda bermakna (p=0,042). Untuk mengukur sejauh mana pengaruh Hb ibu pada kadar Hb dan Ht bayi, Hb ibu dikelompokkan menjadi kelompok anemia dan non anemia. Dengan uji MannWhitney, ternyata rerata Hb bayi pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (16,38g%±2,20 dan 16,86g%±1,50 ) dengan p=0,766 , (tabel 5) Demikian pula pada rerata kadar Ht bayi pada kelompok ibu anemia dan non anemia juga tidak berbeda (48,30%±7,13 dan 49,22%±5,52) dengan p=0,855. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat pendapat ahli bahwa pengaruh ibu anemia terhadap kadar besi bayi tidak begitu besar karena pada ibu hamil besi ditransport melalui plasenta secara efisien.41 Kadar Hb ibu hamil antara 9,5–10,5 g% yang secara luas dianggap sebagai anemia dalam kehamilan, namun jika VER > 84 fL, interval kadar Hb tersebut bisa disebut optimal karena pada interval tersebut, kejadian BBLR dan persalinan prematur paling rendah.37 Namun anemia pada kehamilan yang berat ( Hb < 8 g% ), mempunyai efek negatif pada janin, bahkan dapat terjadi BBLR.37, 42 89 Usia ibu hamil turut mempengaruhi keluaran kehamilan. Usia reproduksi sehat pada wanita adalah usia 20-35 tahun. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun meningkatkan risiko terjadinya komplikasi dalam kehamilan, salah satu diantaranya solusio plasenta.94,95 Faktor-faktor yang ikut memegang peranan penting terjadinya komplikasi dalam kehamilan yaitu kekurangan gizi, anemia, paritas tinggi, dan usia lanjut pada ibu hamil.95 Pada penelitian ini tidak didapatkan ibu dengan umur subyek dibawah 20 tahun dan terdapat seorang ibu dengan umur 40 tahun. Setelah umur ibu dikelompokkan menjadi kelompok umur ibu 20 - 35 tahun dan umur > 35 tahun, rerata Hb dan Ht pada kelompok umur ibu tersebut (tabel 6) tidak berbeda, p= 0,227 dan p=0,171. Semua jurnal penelitian yang berhasil ditemukan, pada karakteristik data, umur ibu sudah matching pada kelompok penjepitan tali pusat yang diteliti. Gupta R dan Ramsi S (2002)12 dan Emhamed MO, dkk.(2004)86, meneliti pengaruh waktu penjepitan tali pusat, didapatkan rerata umur ibu pada kelompok penjepitan tali pusat, masing-masing secara statistik tidak berbeda bermakna, p>0,05. Status gizi ibu berdasarkan IMT dikelompokkan menjadi : underweight, normal, overweight dan obesitas.61,62 Kartono D dan Lamid A (1997) mengutip pendapat Power PS, overweight dan obesitas dimasukkan kelompok gemuk.63 Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil (apalagi gizi buruk) dapat menimbulkan masalah, diuraikan sebagai berikut: a.Terhadap ibu: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi. b.Terhadap 90 persalinan: persalinan sulit dan lama, persalinan prematur, pendarahan post partum, serta kecenderungan seksio sesaria. c.Terhadap janin: mempengaruhi proses pertumbuhan janin, abortus, stillbirth, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia dan BBLR. 96 Pada penelitian ini, tidak dijumpai ibu subyek dengan undeweight. Selanjutnya status gizi ibu dikelompokkan menjadi kelompok normal dan tidak normal (overwieght dan obesitas). Tabel 7 menunjukkan, pada kelompok status gizi ibu normal dan tidak normal, rerata Hb subyek adalah 16,53g%±1,34 dan 17,45g%±1,95, sementara rerata Ht subyek 48,08g%±4,92 dan 51,56g%±6,80 dengan signifikansi p > 0,05. ( p= 0,114 dan p= 0,096). Ini berarti pada kedua kelompok status gizi ibu tersebut, rerata Hb dan Ht subyek secara statistik tidak berbeda bermakna. Uji multivariat regresi logistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel secara bersama terhadap kadar Hb dan Ht bayi baru lahir. Walaupun analisis bivariat pada penelitian ini (tabel 5, 6 dan 7), secara statistik umur, kadar Hb dan status gizi ibu subyek tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kadar Hb dan Ht bayi, namun karena secara patofisiologi variabel-variabel tersebut diketahui mempunyai pengaruh terhadap kadar Hb dan Ht bayi, maka ketiganya diikutsertakan dalam analisis multivariat. Uji multivariat regeresi logistik mengharuskan kadar Hb dan Ht subyek dikategorikan menjadi skala nominal. Kadar Hb bayi dikelompokkan atas dasar nilai Hb 14 g% (batas anemia pada neonatus)74 dan kadar hematokrit bayi dikelompokkan berdasarkan cut of point kadar Ht: 40% tersebut . Hasil uji regresi logistik, ternyata didapatkan hasil yang berbeda dengan uji 91 bivariat yang telah dilakukan sebelumnya. Semua variabel bebas yang diuji (waktu penjepitan tali pusat, kadar Hb ibu, umur ibu dan status gizi ibu) mempunyai koefisien regresi logistik yang tidak signifikan dengan p>0,05 (tabel 8), kemungkinan akibat sampel penelitian yang kecil. Peneliti lain,91 juga menjumpai hal tersebut, yaitu variabel yang sama mempunyai hasil uji yang berbeda/ tidak sejalan antara analisis univariat dan multivariat menggunakan uji regresi logistik. Kejadian ikterus dilaporkan beberapa peneliti dan sebagian subyek memerlukan fototerapi, namun tidak sampai terjadi efek yang berat atau membahayakan subyek penelitian.20,56,86 Pada penelitian ini, semua subyek pada observasi selama penelitian, keadaan umum bayi tampak aktif dan tidak didapatkan subyek yang mengalami sesak nafas, sianosis, kejang maupun ikterus. Disisi lain semua ibu subyek sehat tanpa komplikasi baik pada kelompok penjepitan tali pusat 15 detik maupun 45 detik setelah lahir. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada penelitian ini tidak didapatkan pengaruh negatif waktu penjepitan tunda (45 detik) pada subyek dan ibu subyek . Keterbatasan penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah : 1. Kadar G6PD, inkompatibitas Rh & ABO, bentuk eritrosit sferositosis dan elliptositosis, tidak dilakukan pemeriksaan sebelumnya. Kadar G6PD yang rendah dan sferositosis, elliptositosis serta inkompatibitas ABO & Rh mengakibatkan terjadinya hemolisis sel eritrosit, sehingga dapat menurunkan kadar Hb dan Ht. 92 2. Kelainan morfologi plasenta (infark) hanya diperiksa secara visual . Hal ini bisa menyebabkan kesalahan/ tidak terdeteksinya infark yang baru, karena sulit dibedakan dengan yang normal. Hal tersebut bisa mempengaruhi hasil penelitian. Seharusnya infark ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi. 3. Tablet Fe yang diminum ibu subyek tidak diidentifikasi berapa kandungan fe (mg) setiap tabletnya. 4. Penelitian ini tidak melakukan pengamatan pada subyek secara kohort dengan waktu lebih lama. 93 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Rerata kadar Hb dan Ht bayi baru lahir pada penjepitan tali pusat 45 detik setelah bayi lahir lebih tinggi secara bermakna dibanding dengan penjelitan 15 detik. Penjepitan tali pusat tunda (45 detik) setelah lahir meningkatkan rerata Hb dan Ht bayi baru lahir aterm dalam rentang nilai fisiologis / normal . 7.2. Saran Perlu mempertimbangkan evaluasi pelaksanaan praktik penjepitan tali pusat dini yang terjadi selama ini, terutama pada persalinan normal dengan bayi sehat dan genap bulan . Sejauh mana tingkat keamanan pengaruh penjepitan tali pusat 45 detik setelah bayi lahir bagi bayi pada persalinan normal, masih perlu penelitian lebih lanjut dengan pengamatan/ kohort pada bayi yang lebih lama (time series). 94 DAFTAR PUSTAKA 1. Soetjiningsih.Tumbuh kembang anak. Dalam: Ranuh ING.Penyunting. Tumbuh kembang anak. Edisi ke-3. Surabaya: EGC;1995.h.1-32. 2. Kosim MS.Mencegah gejala sisa.Dalam:Seminar dan Pelatihan di Bidang Perinatologi “Tata Taksana Masa Kini Persalinan Prematur dan BBLR”.Bandung;2005. 3. Philip AGS dan Saigal S.When Should We Clamp the Umbilical Cord?.Neo Reviews 2004;5: e142-e154. 4. Morley GM. How the Cord Clamp Injures Your Baby's Brain.2002 Diunduh dari : http://www.cordclamping.com/braindamage.htm 5. Mercer JS dan Skovgaard RL. Neonatal transitional physiology: a new paradigm. J Perinat Neonate Nurs 2002;5:56-75 6. Morley MG. Cord Closure: Can Hasty Clamping Injure the Newborn? 1998. Diunduh dari : http://www.birthlove.com/pages/health/cords.html 7. Dunn PM . Dr Erasmus Darwin (1731–1802) of Lichfield and placental respiration. Archives of Disease in Childhood Fetal and Neonatal Edition 2003;88:F346. Diunduh dari : http://fn.bmjjournals.com/cgi/content/full/88/4/F346 8. Anoname.The Dangerous Practice of Early Clamping of the Umbilical Cord.2004. Diunduh dari: http://www.cordclamping.com/ 9. Morley GM. Lost Causes and Side Effects: The Neurological Damage Caused by Immediate Cord Clamping is Irreversible. 2001. Diunduh dari : http://www.cordclamping.com/morley2.htm 10. Mercola J. Clamp the umbilical cord too soon and risk brain damage. 2001. Diunduh dari : http://www.cordclamping.com/ 11. Prendiville WJ, Elbourne D, McDonald S. Active versus expectant management in the third stage of labour (Cochrane Review). The Cochrane Library.2003 Diunduh dari : http://www.mrw.interscience.wiley.com/cochrane/clsysrev/articles/CD000007/pdf_fs.html 12. Gupta R dan Ramji S. Effect of delayed cord clamping on iron stores in infants born to anemic mothers: a randomized controlled trial. Indian Pediatrics 2002;39:130-135. 13. Mercer JS. Current best evidence: a review of the literature on umbilical cord clamping. Journal of Midwifery & Women’s Health 2001;46:402-14 14. Morley GM. Immediate cord clamping: the primary injury. 2004. Diunduh dari : http://www.cordclamping.com/ZICCthe%20PrimeInjury.doc 15. Grajeda R, Perez-Escamilla R and Dewey KG. Delayed clamping of the umbilical cord improves hematologic status of Guatemalan infants at 2 mo of age. Am J Clin Nutr 1997;65:425-31. 16. Wardrop CAJ dan Holland BM.The roles and vital importace of placental blood to the newborn infant.J.Perinat.Med.1995;23:139-143 17. Division of Reproductive Health (Technical Support) Familly and Reproductive Health WHO. Maternal and Newborn Health/Safe Motherhood. Care of the umbilical cord : a review of the evidence. Geneva,1998. Diunduh dari : http://www.alianzaipss.org/reproductive- health/publications/MSM_98_4/care_umbilcal_cord.pdf 95 18. McDonnell M dan Henderson-Smart DJ. Delayed umbilical cord clamping in preterm infants: a feasibility study. J Paediatr Child Health 1997;33:308-10 19. Linderkamp O, Nelle M, Kraus M dan Zilow EP. The effect of early and late cordclamping on blood viscosity and other hemorheological parameters in full-term neonates. Acta Paediatr 1992; 81: 745-50. 20. Cernadas JMC, Carroli G, Pellegrini L, Otano L, Ferreira M, Ricci C, dkk. The effect of timing of cord clamping on neonatal venous hematocrit values and clinical outcome at term: a randomized, controlled trial. Pediatrics 2006;117:e779-e786 21. Aziz SFA, Shaheen MY, dan Hussein S. Early cord clamping and its effect on some hematological determinants of blood viscosity in neonates.OBGYN.net.1999. Diunduh dari : http://www.obgyn.net/pb/articles/cordclamping_aziz_0699.htm 22. Wahidiyat I, Amalia P.Gangguan sintesa hemoglobin.Dalam:Buku Ajar HematologiOnkologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2005.h.16-23 23. Perinatal Physiology. Pediatrics Merck Manual Professional. 2005 Diunduh dari: http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch271/ch271a.html 24. Andrews NC. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med. 1999;341:1986-7 25. Ringoringo HP.Pendekatan diagnostik status besi bayi berusia 0 bulan sampai 6 bulan di banjarbaru: saat terbaik pemberian suplementasi zat besi (disertasi). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2008. 26. Fleming RE dan Bacon BR.Orchestration of iron homeostasis. N Eng J Med. 2005; 352:1741-4 27. Ganz T. Hepcidin, a key regulator of iron metabolism and mediator of anemia of inflamation.Blood.2003;102:783-8 28. Andrews NC.Understanding heme transport.N Engl J Med.2005;353:2508-9. 29. Abdulsalam M, Daniel A. Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. Sari Pediatri 2002;4:74 – 77. 30. Lozoff B, Jimenez E, Hagen J, Mollen E dan Wolf AW. Poorer behavioral and developmental outcome more than 10 years after treatment for iron deficiency in infancy. Pediatrics 2000;105:1-11 31. Wu AC, Lesperance L dan Bernstein H. Screening for Iron Deficiency. Pediatrics in Review.2002;23:171-8 32. Oski FA, Naiman JL. Normal Blood values in the newborn period. Dalam: Hematologic problems in the newborn.Edisi kedua. Philadelphia: W.B.Saunders;1996.h.1-30 33. Rachmawati AM, Arief M dan Harjoeno.Tes anemia. Dalam: Hardjoeno H. Penyunting.Interpretasi hasil tes laboratorium diagnostik.Cetakan ketiga. Makasar: Lephas; 2003.h.29-68 34. Linderkamp O. Blood viscosity of the neonate. NeoReviews 2004;5;e406-e416 35. Arnett C dan Greenspoon JS. Hematologic disorders in pregnancy. Dalam: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM dan Laufer N, Penyunting. Current diagnosis & treatment obstetrics & gynecology. Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill;2007.h.406-415. 36. Rush D. Nutrition and maternal mortality in the developing world. Am J Clin Nutr 2000;72(suppl):212S–40S. 96 37. Steer PJ. Maternal hemoglobin concentration and birth weight. Am J Clin Nutr 2000;71(suppl):1285S–7S. 38. Ronnenberg AG, Wood RJ, Wang X, Xing H, Chen C, Chen D, dkk. Preconception hemoglobin and ferritin concentrations are associated with pregnancy outcome in a prospective cohort of chinese women . J. Nutr. 2004;134:2586–91 39. Moy RJD.Iron fortification of infant formula. Nutrition Research Reviews 2000;13:215-27 40. Davidson KM dan Repke T. Mineral metabolisme in pregnacy. Dalam:Cowett RM, Penyunting. Principles of perinatal-neonatal metabolism.Edisi ke-2. New York: Springer;1998.h.281-299. 41. Surjono A.Anemia pada bayi baru lahir. Dalam: Simposium “ Clinical role of iron in optimal child development “.Solo, 2005 42. Mardones-Santander F, Rosso P, Stekel A, Ahumada E, Liaguno S dan Pizarro F. Effect of a milk-based food supplement on maternal nutritional status and fetal growth in underweight Chilean women . Am J Clin Nutr l988; 47:4l3-9. 43. Manning FA.Intrauterine growth retardation, etiology, pathophysiology, diagnosis and treatment.Dalam:Fetus medicine principles and practice.Appleton&Lange.1995:307-41 44. Samil RP. Penyakit Kardiovaskular.Dalam:Wiknjosastro H, Saifuddin AB, dan Rachimhadi T, penyunting. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.h.362-85 45. Wibowo dan Rachimhadhi T. Pre-eklamsi dan eklamsi. Dalam: Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, dan Rachimhadi T, penyunting. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.h.281-301 46. Mathews F, Youngman L dan Nei A. Maternal circulating nutrient concentrations in pregnancy: implications for birth and placental weights of term infants. Am J Clin Nutr 2004;79:103–10 47. Soemantri Ag.Neonatal anemia (pathophysiology, diagnosis, prevention and management).Subbag Hematologi-Onkologi,Bagian Ilmu Kesehatan Anak,RS Dr. Kariadi/ FK Undip Semarang. 2003 ( unpublished ) 48.Oski FA, Naiman JL.Anemia in the neonatal period.Dalam: Oski FA, Naiman JL, penyunting. Hematologic problems in the newborn. Edisi kedua. Philadelphia: W.B.Saunders; 1996.h.54-77 49.Oski FA, Naiman JL.Polycythemia in the neonatal period.Dalam: Oski FA, Naiman JL, penyunting.Hematologic problems in the newborn. Edisi kedua.Philadelphia: W.B.Saunders; 1996.h.78-82. 50. Normal labor and delivery. Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Larry GHI dan Wenstrom KD, Penyunting. Williams Obstetrics. Edisi ke-22. New York: McGraw-Hill;2005.h.409-442 51. Mercer JS, Nelson CC dan Skovgaard RL. Umbilical cord clamping: beliefs and practices of american nurse-midwives. Jaurnal of Midwifery & Women’s Health 2000;45:58-66 52. Blackburn ST. Hematologic and hemostatic system. Dalam:Maternal, fetal & neonatal physiology: a clinical perspective. Edisi kedua. Philadelphia: W.B.Saunders; 2003: 213-254 97 53. Budjang RF.Penanggulangan bayi (neonatus ). Dalam:Wiknjosastro H, Saifuddin AB, dan Rachimhadi T, penyunting. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.h.247-63 54. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi, Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (JNPK-KR/POGI) dan JHPIEGO Corporation. Kala dua persalinan. Dalam: Buku acuan asuhan persalinan normal.Edisi ke-3(revisi). Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi; 2007.h.75-94 55. Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr.Kariadi Semarang .Tata laksana persalinan normal. Dalam: Buku acuan pelayanan medis kebidanan dan penyakit kandungan . Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr.Kariadi Semarang. 2005:4-24.(unpublished) 56. Hutton E Kdan Hassan E S. Late vs Early Clamping of the Umbilical Cord in Full-term Neonates. Systematic Review and Meta-analysis of Controlled Trials. JAMA.2007;297: 1241-1252 57. Roebiono PS, Rahajoe A dan Sastroasmoro S. Embriogenesis kardiovaskular dan sirkulasi janin. Dalam: Sastroasmoro dan Madiyono B, penyunting. Buku Ajar Kardiologi anak. Jakarta :IDAI;1994.h.173-90. 58. Morley GM.Why Do Babies Cry? The Anatomical and Physiological Changes During the Moments After Birth. 2002 Diunduh dari : http://www.atlaschiro.com/ 59. Mutalazimah. Hubungan lingkar lengan atas (LILA) dan kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil dengan berat bayi lahir di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi 2005;6: 114 – 126. 60. Fetal growth disorders. Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Larry GHI dan Wenstrom KD, Penyunting. Williams Obstetrics. Edisi ke-22. New York: McGraw-Hill; 2005.h.893-909. 61. Obesity. Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Larry GHI dan Wenstrom KD, Penyunting. Williams Obstetrics. Edisi ke-22. New York: McGraw-Hill 2005.h.1007-1016 62. Baron RB. Nutrition. Dalam: Tierney, Lawrence M., McPhee, Stephen J., Papadakis, dan Maxine A, Penyunting. Current Medical Diagnosis & Treatment.Edisi ke-45. New York: McGraw-Hill 2006.h.1254-1285 63. Kartono D dan Lamid A. Keadaan Kegemukan di Kelurahan Kebon Kelapa, Bogor Berdasarkan Indeks Massa Tubuh. CDK 1997;120: 5-7. 64. Kosim MS. Asfiksia neonatorum. Dalam: Kumpulan makalah pelatihan dokter spesialis anak dalam bidang NICU untuk RSU kelas B tingkat nasional.Semarang.1998. ( unpublished ) 65. Kattwinkel EJ. Texbook of neonatal resuscitation. edisi ke-4, edisi bahasa Indonesia, Alih bahasa: Seno Adjie JM, Rulina Suradi, Nani Darmasetiawani W, Djauriah AM, Idham Amir, Sholeh Kosim M dan Ferdy P Harahap. Jakarta: Perinasia; 2000. 66. William MG. Perinatal asphyxia. Clin Evid 2004; 12:1-2. 67. Finster M, Wood M.. The Apgar Score Has Survived the Test of Time. Anesthesiology 2005; 102:855–7 98 68. Wattis L. Signposts for the third stage maze: Making informed choices. 2006. Diunduh dari: www.birthjourney.com 69. Haney D Q. Umbilical Cord Blood: Secret to Brain Repair?. 2001. Diunduh dari : http://www.mercola.com/ 70. Baker T.Stem cells help brain repair, make new neurons and blood vessels after stroke. 2002 . Diunduh dari : http://www.eurekalert.org/ 71. Diaz-Rossello JL. International Perspectives Cord Clamping for Stem Cell Donation: Medical Facts and Ethics. NeoReviews 2006; 7: e557-e563 72. Prayogo R, Wijaya MT. Kultur dan potensi stem cells dari darah tali pusat. CDK 2006;153:26-28 73. Saputra V. Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran . CDK 2006;153:21-25 74. Peevy KJ. Blood abnormalities. Dalam : Gomella TL, penyunting. Neonatology : management, procedures, on-call problems, diseases, and drugs.Edisi ke-4. New York: McGraw-Hill;1999.h.314-34 75.WHO Regional Office for Europe. Prevalence, causes and consequences of iron deficiency and iron deficiency anaemia for pregnant women, women of childbearing age and children less than two years of age. Dalam: Report of the UNICEF/WHO Regional Consultation Prevention and Control of Iron Deficiency Anaemia in Women and Children . Geneva,1999:17-30. Diunduh dari : http://www.inffoundation.org/pdf/geneva_iron.pdf 76.Geethanath RM, Ramji S, Thirupuram S, Rao YN. Effect of timing of cord clamping on the iron status of infants at 3 months. Indian Pediatr 1997;34:103-6. 77. van Rheenen PF dan Brabin BJ. A practical approach to timing cord clamping in recource poor settings. BMJ 2006;333:954-958. 78. Page-Goertz S. Hypoglycemia in the Breastfeeding Newborn. International Lactation Consultant Association, 2002. 79. Gommela TL. Hypoglycemia. Dalam : Gomella TL, penyunting. Neonatology : management, procedures, on-call problems, diseases, and drugs.Edisi ke-5. New York: McGraw-Hill;2004.h. 350-356. 80. Irsa L.Gangguan kognitif pada anemia defisiensi besi.Sari Pediatri 2002; 4:114 - 118 81. Grantham-McGregor S dan Ani C. A review of studies on the effect of iron deficiency on cognitive development in children. J. Nutr. 2001;131: 649S–668S. 82. Ungria M, Rao R, Wobken JD, LucianaM, Nelson CA, Georgieff. Perinatal iron deficiency decreases cytochrome c oxidase (CytOx) activity in selected regions of neonatal rat brain. Pediatr Res 2000; 48:169-76. 83. Soedjatmiko. Stimulasi psikososial pada bayi risiko tinggi. Trihono PT, dkk. Penyunting Hot topic in pediatrics II.Pendidikan kedokteran berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLV. Jakarta: FKUI, 2002. h. 28-46. 84. Roncagliolo M, Garrido M, Walter T, Peirano D, Lozoff B. Evidence of altered central nervous System development in infants with iron deficiency anemia at 6 mo: delayed maturation of auditory brainstem responses. Am J Clin Nutr 1998; 68:683-90. 99 85. Soemantri AG. Hubungan anemi kekurangan zat besi dengan konsentrasi dan prestasi belajar. Disertasi. Semarang:FK. Universitas Diponegoro,1978. 86. Emhamed M O, van Rheenen P dan Brabin BJ.The early effects of delayed cord clamping in term infants born to Libyan mothers. Tropical Doctor 2004;34:218-222 87. Gupta G dan Wilson CG. Polycythemia in neonate. Dalam : Lokeshar MR, Penyunting. Textbook of neonatal hematology-onkology.Edisi ke-1. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2003.h.118-25. 88. Kugelman A,Borenstein-Levin L,Riskin A,Chistyakov I,Ohel G,Gonen RdanBaderD. Immediate versus Delayed Umbilical Cord Clamping in Premature Neonates Born Under <35 Weeks:A Prospective, Randomized,Controlled Study. Am J Perinatol 2007; 24:307–316. 89.World Health Organization (WHO). WHO Recommendations for the Prevention of Postpartum Haemorrhage. Geneva: World Health Organization, Department of Making Pregnancy Safer. 2007. Diunduh dari : http://www.who.int/making_pregnancy_safer/publications/WHORecommendationsforPPHaemorrhage.pdf 90.Chaparro C, Lutter C dan Hubner AVC. Essential delivery care practices for maternal and newborn health and nutrition. Pan American Health Organization, Reginal office of the Word Health Organization dan USAID. 2007 91. van Rheenen P.The role of delayed umbilical cord clamping to control infant anaemia in resource-poor settings.2007. Diunduh dari : http://www.abbol.com/bookbank/books/van%20Rheenen.pdf 92. Laflamme E M. Maternal Hemoglobin Concentration and Pregnancy Outcome: A Study of the Effects of Elevation in El Alto, Bolivia.2006. Diunduh dari : http://iris.lib.neu.edu/getblob?blobid=2125645412984090 93. Stephansson O, Dickman P W, Johansson A dan Cnattingius S. Maternal Hemoglobin Concentration During Pregnancy and Risk of Stillbirth. JAMA 2000; 284: 2611-2617 94. Wiknjosastro H. Perdarahan Antepartum. Dalam:Wiknjosastro H, Saifuddin AB, dan Rachimhadi T, penyunting. Ilmu Kebidanan.Edisi Ketiga. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.h.362-85. 95. Suyono, Lulu, Gita, Harum dan Endang. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil dengan Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. CDK 2007;34:233–8. 96. Lubis Z. status gizi ibu hamil serta pengaruhnya terhadap bayi yang dilahirkan.2003. Diunduh dari : http://tumoutou.net/702_07134/zulhaida_lubis.htm 100