Zulfikar KIMIA KESEHATAN SMK Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang KIMIA KESEHATAN Untuk SMK Penulis : Zulfikar Ukuran Buku …… ZFK …. : …… x …… cm Zulfikar Kimia Kesehtan oleh Zulfikar.--Jakarta:Pusat Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008. vi. 386 hlm. ISBN ……-……-……-…… 1. Kimia Kesehatan Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008 Diperbanyak oleh…. KATA SAMBUTAN Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2008, telah melaksanakan penulisan pembelian hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis untuk disebarluaskan kepada masyarakat melalui website bagi siswa SMK. Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2008. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia. Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen Pendidikan Nasional tersebut, dapat diunduh (download), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkannya soft copy ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat untuk mengaksesnya sehingga peserta didik dan pendidik di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri dapat memanfaatkan sumber belajar ini. Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Selanjutnya, kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan. Jakarta, Direktur Pembinaan SMK i Kata Pengantar Buku ini ditulis untuk dipergunakan sebagai panduan belajar dan mengajar di lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan, dengan ruang lingkup Kimia untuk bidang Kesehatan. Materi disajikan dengan pendekatan konsep kimia dan penerapannya dalam bidang kesehatan. Luasnya materi kajian yang diberikan juga menuntut agar pembaca perlu tambahan pengetahuan khususnya bidang kimia. Teknik penyajian buku ditekankan pada penerapan konsepkonsep dasar bidang kimia dalam bidang kesehatan dibantu dengan gambar dan bagan sederhana yang diharapkan mampu membantu pembaca dalam memahami buku dengan mudah dan dapat disebarluaskan kepada pihak lain agar dapat dimanfaatkan. Dalam menjabarkan isi buku, penulis juga memberikan arahan isi melalui alur fikir dan bagan konsep kimia. Materi disusun atas dasar Standar Kompetensi Kimia Kesehatan yang selanjutnya dikembangkan menjadi pokok-pokok bahasan yang mengacu pada Komptensi Dasar. Keberhasilan penulisan buku ini tidak lepas dari dukungan adikadik kami, Ali Muhammad Yusuf Shofa dan Wahid Hasyim di Jurusan Kimia, serta dukungan keluarga tercinta. Tidak berlebihan jika penulis persembahkan buku ini untuk putraputri penulis, Rizti Khairinnisa, Ahmad Reza Zulfi dan Ahmad Fikri Zulfi serta istri penulis Agustin Anita. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Pendidikan Menengah dan Kejuruan yang telah memberi kesempatan dan dukungan dalam penyelesaian buku ini. Penulis dengan senang hati dan sangat berharap kritik dan saran yang membangun dan dapat dipergunakan sebagai bahan penyempurnaan dari buku ini. Mudah-mudahan karya sederhana ini dapat memberikan kontribusi yang berati untuk pengembangan pendidikan di jenjang sekolah menengah kejuruan. Atas saran dan kritik yang diberikan pembaca, sebelumnya penulis mengucapkan banyak terima kasih. Kampus Tegal Boto Universitas Jember, Desember 2007 Zulfikar ii Alur Fikir Buku Buku Kimia kesehatan memberikan informasi sedarhana tentang peran ilmu kimia dalam bidang kesehatan. Pemaparan dan penyajian konsep dilakukan dengan memvisualisasikan konsep dalam bentuk gambar-gambar. Dengan pola ini diharapkan mampu menyederhanakan konsep dan dapat diterima siswa dengan mudah. Substansi dan materi buku disusun dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan dasar ilmu kimia yang dapat dijadikan acuan atau kerangka dasar dalam mempelajari ilmu bidang kesehatan dengan pendekatan kimia. Atas dasar ini maka sajian difokuskan pada pemahaman 1. Konsep materi dan perubahannya, fenomena reaksi kimia yang terkait dengan kinetika, kesetimbangan, kekekalan masa dan kekekalan energy. 2. Tentang sifat berbagai larutan asam-basa, larutan koloid, larutan elektrolit-non elektrolit, termasuk cara pengukuran dan kegunaannya 3. Konsep reaksi oksidasi-reduksi dan elektrokimia serta penerapannya dalam fenomena pembentukan energi listrik, korosi logam, dan pemisahan bahan. 4. Tentang struktur molekul dan reaksi senyawa organik yang meliputi benzena dan turunannya, lemak, karbohidrat, protein, dan polimer serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari Kekuatan pengetahuan dasar kimia diharapkan dapat berkembang dan dapat diartikulasikan kedalam perilaku hidup, oleh sebab itu keintegrasian materi juga dikembangkan yang dituangkan kedalam materi seperti; 1. Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. 2. Menggunakan pengetahuan dasar kimia dalam kehidupan sehari-hari, dan memiliki kemampuan dasar kimia sebagai landasan dalam mengembangkan kompetensi di bidang kesehatan. Standar kompetensi kompetensi dasar yang dijabarkan diatas merupakan dasar bagi pengembangan isi buku. Dengan alur fikir yang sistematik diharapkan mampu memberikan arahan dalam pembelajaran untuk pencapaian kompetensi dasar dari Kimia kesehatan yang ditetapkan. iii Daftar Isi Kata pengantar...................................................................................i Alur fikir isi buku.................................................................................ii Daftar Isi ............................................................................................iii Bab 1. Ruang Lingkup Ilmu Kimia ........................................................... 1. Ilmu Kimia ............................................................................................. 1 2. Materi dan wujudnya ........................................................................... 1 3. Sifat Materi ........................................................................................... 3 4. Perubahan Materi................................................................................. 4 5. Energi menyertai Perubahan Kimia ..................................................... 5 6. Klasifikasi Materi .................................................................................. 6 7. Peran Ilmu Kimia .................................................................................. 9 Rangkuman ........................................................................................ 11 Uji Kompetensi.................................................................................... 12 Bab 2. Unsur dan Senyawa .................................................................... 2.1. Unsur.............................................................................................. 14 2.1.1 Nama unsur ....................................................................... 15 2.1.2. Lambang unsur ................................................................. 15 2.1.3. Unsur di alam .................................................................... 16 2.1.4. Atom ................................................................................. 18 2.1.5. Ion ..................................................................................... 19 2.2. Senyawa ......................................................................................... 19 2.2.1. Senyawa di alam ................................................................. 19 2.2.2. Molekul............................................................................... 22 2.2.3. Komposisi senyawa ............................................................ 23 2.2.4. Rumus Kimia ....................................................................... 24 2.3. Persamaan reaksi ......................................................................... 26 2.3.1. Penyetaraan reaksi ............................................................. 27 Rangkuman .................................................................................... 29 Uji Kompetensi .............................................................................. 31 Bab.3. Atom dan Molekul ...................................................................... 3.1. Atom ............................................................................................. 33 3.1.1. Atom dan lambang atom .................................................... 33 3.1.2. Perkembangan teori atom .................................................. 36 3.1.3. Konfigurasi Elektron ............................................................ 42 Rangkuman ....................................................................................... 46 Uji Kompetensi ................................................................................ 50 Bab 4 Tabel Periodik .............................................................................. 4.1. Tabel Periodik ............................................................................... 52 4.1.1. Sifat unsur merupakan fungsi masa atom .......................... 52 4.1.2. Tabel periodik panjang........................................................ 53 4.1.2.1 Jalur horizontal................................................................. 53 4.1.2.1 Jalur vertikal ..................................................................... 52 4.2. Hubungan table periodic dengan konfigurasi elektron ............... 56 4.2.1. Elektron valensi ................................................................... 56 4.2.2. Jari-jari atom ....................................................................... 56 4.2.3. Energi ionisasi ..................................................................... 57 iv 4.2.4. Afinitas elektron.................................................................. 58 Rangkuman .......................................................................................... 59 UjiKompetensi ..................................................................................... 61 Bab 5 Ikatan Kimia ................................................................................ 5.1. Ikatan Kimia ..................................................................................... 62 5.1.1. Ikatan ion ............................................................................ 63 5.1.2. Ikatan Kovalen ..................................................................... 65 5.1.3. Hibridisasi dan bentuk molekul ........................................... 69 5.1.4. Interaksi atom ..................................................................... 71 5.1.4.1. Ikatan Logam ............................................................. 71 5.1.5. Gaya tarik menarik antar molekul ...................................... 74 5.1.6. Ikatan Hidrogen ................................................................... 75 Rangkuman .......................................................................................... 77 Uji Kompetensi .................................................................................... 80 Bab 6 Stoikiometri ................................................................................. 6.1. Tata nama senyawa sederhana ...................................................... 81 6.1.1. Penamaan senyawa biner ................................................... 81 6.1.2. Penamaan senyawa ion....................................................... 83 6.1.3. Penamaan senyawa terner ................................................. 84 6.2. Hukum Dasar Kimia ........................................................................ 85 6.2.1. Hukum kekekalan massa ..................................................... 85 6.2.2. Hukum perbandingan tetap ................................................ 86 6.2.3. Hukum perbandingan berganda ......................................... 87 6.2.4. Hukum perbandingan volume............................................. 87 6.2.5. Penemtuan volume gas pereaksi dan hasil reaksi .............. 88 6.3. Atomic relative (Ar) dan Molecule relative (Mr) ............................ 90 6.4. Konsep mol ..................................................................................... 91 6.5. Hubungan persamaan reaksi dan mol zat ...................................... 92 6.6. Hitungan kimia ................................................................................ 92 6.7. Perhitungan komposisi zat ............................................................. 95 Rangkuman ..................................................................................... 97 Uji Komptensi ................................................................................. 99 Bab 7 Reaksi Kimia ................................................................................. 7.1. Reaksi kimia................................................................................. 101 7.2. Jenis reaksi kimia......................................................................... 102 7.2.1. Reaksi pembentukan .................................................. 102 7.2.2. Reaksi penguraian ...................................................... 102 7.2.3. Reaksi pengendapan .................................................. 103 7.2.4. Reaksi pertukaran....................................................... 103 7.2.5. Reaksi netralisasi ........................................................ 104 7.2.6. Reaksi pembakaran .................................................... 104 7.3. Reaksi oksidasi dan reduksi......................................................... 104 7.4. Bilangan oksidasi ......................................................................... 105 7.5. Bilangan oksidasi pada senyawa ion ........................................... 106 7.6. Menyetarakan reaksi redoks....................................................... 107 7.6.1. Cara ion elektron ........................................................ 108 7.6.2. Cara bilangan oksidasi ................................................ 110 7.7. Sel elektrokimia........................................................................... 113 v 7.7.1. Sel volta ...................................................................... 114 7.7.2. Sel Elektrolisa ............................................................. 115 7.8. Hukum Faraday ........................................................................... 117 7.9. Sel elektrokimia komersial .......................................................... 118 7.9.1. Sel volta komersial...................................................... 118 7.9.2. Sel elektrolisa dalam industri ..................................... 119 7.10. Korosi .......................................................................................... 120 Rangkuman ................................................................................... 122 Uji Kompetensi ............................................................................ 124 Bab 8 Larutan ....................................................................................... 8.1. Larutan ...................................................................................... 128 8.1.1. Larutan elektrolit dan elektrolit .......................................... 129 8.1.2. Derajat ionisasi.................................................................... 129 8.2. Konsentrasi Larutan ..................................................................... 131 8.2.1. Persen berat........................................................................ 131 8.2.2. Persen volume .................................................................... 132 8.2.3. Fraksi mol ............................................................................ 132 8.2.4. Molalitas ............................................................................. 133 8.2.5. Molaritas ............................................................................. 133 8.2.6. Normalitas........................................................................... 133 8.3. Pengenceran ................................................................................ 134 8.4. Sifat Larutan ................................................................................. 135 8.4.1. Asam dan basa .................................................................... 135 8.4.2. Pembentukan asam dan basa ............................................. 137 8.4.3. Derajat keasaman dan kebasaan ........................................ 139 8.4.4. Kesetimbangan air .............................................................. 141 8.5. Garam .......................................................................................... 142 8.5.1. Reaksi antara asam dengan basa ........................................ 143 8.5.2. Asam dengan oksida basa ................................................... 143 8.5.3. Basa dengan oksida asam ................................................... 143 8.5.4. Logam dengan asam ........................................................... 144 8.5.5. Reaksi metatesis ................................................................. 144 8.6. Hidrolisis Garam .......................................................................... 145 8.6.1. Garam yang berasal dari asam kuat basa kuat ................... 145 8.6.2. Garam yang berasal dari asam kuat basa lemah ................ 146 8.6.3. Garam yang berasal dari asam lemah basa kuat ................ 146 8.6.4. Garam yang berasal dari asam lemah basa lemah ............ 147 8.7. Larutan penyangga atau buffer .................................................. 147 8.7.1. Garam dengan asam lemahnya .......................................... 148 8.7.2. Garam dengan basa lemahnya ........................................... 148 Rangkuman..................................................................................... 151 Uji kompetensi bagian asam .......................................................... 155 Uji kompetensi bagian garam ........................................................ 157 Bab 9 Kesetimbangan Kimia ................................................................ 9.1. Kesetimbangan ............................................................................. 159 9.1.1. Sistem tertutup........................................................... 160 9.1.2. Kesetimbangan dinamis ............................................. 160 9.1.3. Jenis reaksi kesetimbangan ........................................ 161 9.2. Tetapan Kesetimbangan ............................................................... 162 vi 9.3. Pergeseran Kesetimbangan .......................................................... 164 9.3.1. Pengaruh konsentrasi ................................................. 164 9.3.2. Pengaruh suhu............................................................ 164 9.3.3. Pengaruh volume dan tekanan .................................. 165 9.3.4. Katalisator................................................................... 166 9.4. Disosiasi ........................................................................................ 167 9.5. Aplikasi kesetimbangan dalam industri ........................................ 167 9.6. Kesetimbangan larutan................................................................. 168 Rangkuman..................................................................................... 170 Uji kompetensi ............................................................................... 171 Bab 10 Kecepatan reaksi dan energi .................................................... 10.1. Kecepatan reaksi ..................................................................... 175 10.2. Tahap reaksi ............................................................................ 177 10.3. Tingkat reaksi........................................................................... 178 10.4. Faktor-faktor kecepatan reaksi ............................................... 179 10.4.1. Luas permukaan........................................................ 180 10.4.2. Konsentrasi ............................................................... 180 10.4.3. Suhu .......................................................................... 180 10.4.4. Katalisator ................................................................. 181 Rangkuman ............................................................................... 183 Uji Kompetensi .......................................................................... 184 10.5. Energi .................................................................................... 187 10.5.1. Termokimia ............................................................... 187 10.5.2. Hukum-hukum dalam termokimia ........................... 188 10.5.3. ∆H pembentukan ...................................................... 190 10.5.4. ∆H penguraian .......................................................... 190 10.5.5. ∆H pembakaran ........................................................ 191 10.5.6. ∆H pelarutan ............................................................. 191 10.6. Energi ikatan ............................................................................ 192 10.7. Kalor pembakaran berbagai bahan bakar ............................... 193 10.7.1. Komposisi Minyak bumi............................................ 193 10.7.2. Bahan bakar hasil pengolahan minyak bumi ............ 194 10.7.3. Kalor pembakaran bahan bakar................................ 195 10.8. Termodinamika ....................................................................... 196 10.8.1. Hukum kedua termodinamika .................................. 197 10.8.2. Entropi ...................................................................... 197 10.8.3. Hukum ketiga termodinamika .................................. 198 Rangkuman ............................................................................... 200 Uji Kompetensi .......................................................................... 203 Bab 11 Sifat Koligatif dan Koloid ......................................................... 11.1 Sifat Koligatif Larutan ................................................................ 206 11.1.1 Penurunan Tekanan uap jenuh ...................................... 206 11.1.2 Jumlah partikel elektrolit dan non elektrolit.................. 208 11.1.3 Kenaikan titik didih ......................................................... 208 11.1.4 Penurunan titik beku ...................................................... 210 11.2 Tekanan Osmotik ...................................................................... 211 Rangkuman ............................................................................... 212 Uji Kompetensi .......................................................................... 213 11.3 Sistem Dispersi .......................................................................... 215 vii 11.3.1 Macam-macam Koloid ................................................... 215 11.3.2 Pembuatan Koloid .......................................................... 218 11.3.3 Pemisahan Koloid ........................................................... 219 Rangkuman................................................................................ 220 Uji Kompetensi .......................................................................... 222 Bab 12 Senyawa Hidrokarbon ............................................................. 12.1. Kekhasan atom karbon ............................................................. 224 12.2. Senyawa hidrokarbon ............................................................... 225 12.2.1 Isomer ............................................................................ 226 12.3. Alkana ...................................................................................... 227 12.3.1 Penamaan alkana ........................................................... 228 12.4. Alkena ........................................................................................ 229 12.4.1 Penamaan alkena ........................................................... 230 12.4.2. Stereoisomer alkena ..................................................... 230 12.5. Alkuna ........................................................................................ 234 12.5.1 Tata nama alkuna ........................................................... 234 Rangkuman ............................................................................... 238 Uji Kompetensi .......................................................................... 240 12.6. Alkanon ...................................................................................... 244 12.6.1 Tata nama alkanon ........................................................ 244 12.6.2. Beberapa senyawa alkanon penting ............................. 244 12.6.3. Sifat fisika alkanon ........................................................ 245 12.6.4. Sifat kimia alkanon ........................................................ 245 12.7. Alkanal ....................................................................................... 245 12.7.1. Tata nama aldehid ......................................................... 246 12.7.2. Pembuatan aldehid ....................................................... 246 12.7.3. Reaksi-reaksi aldehid..................................................... 247 12.7.3. Pemanfaatan aldehid .................................................... 247 12.8. Alkanol ....................................................................................... 247 12.8.1. Tata nama alkohol ......................................................... 248 12.7.2. Sifat-sifat alkohol........................................................... 248 12.7.3. Pemanfaatan alkohol .................................................... 249 12.9. Alkoksi Alkana ............................................................................ 250 12.9.1. Tata nama eter .............................................................. 250 12.9.2. Sifat-sifat eter ................................................................ 251 12.9.3. Pemanfaatan eter ......................................................... 251 12.10. Asam Alkanoat ......................................................................... 251 12.10.1. Tata nama asam karboksilat ....................................... 252 12.10.2. Sifat-sifat asam karboksilat ......................................... 252 12.10.3. Pemanfaatan asam karboksilat ................................... 253 12.11. Alkil alkanoat ........................................................................... 253 12.11.1. Tata nama ester .......................................................... 254 12.11.2. Sifat-sifat ester ............................................................ 254 12.11.3. Pemanfaatan ester ...................................................... 255 12.12. Alkil amina ............................................................................... 255 12.12.1. Tata nama alkil amina ................................................. 256 12.12.2. Sifat-sifat alkil amina ................................................... 256 12.13. Siklo alkana .............................................................................. 259 12.13.1. Tata nama siklo alkana ................................................ 259 12.14. Benzena ................................................................................... 260 viii 12.14.1. Tata nama dan turunan benzena ................................ 260 12.14.2. Sifat-sifat benzena dan turunannya ............................ 261 12.14.3. Pemanfaatan senyawa benzena ................................. 261 Rangkuman ............................................................................... 263 Uji kompotensi .......................................................................... 266 Bab 13 Makromolekul ......................................................................... 13.1. Polimer .................................................................................... 268 13.2. Klasifikasi polimer ..................................................................... 269 13.2.1 Polimer Alam .................................................................. 269 13.2.2. Polimer sintetik ............................................................. 269 13.3. Monomer ................................................................................ 270 13.4. Polimerisasi ............................................................................... 270 13.4.1 Polimerisasi adisi ............................................................ 271 13.4.2. Polimerisasi kondensasi ................................................ 271 13.5. Tata nama polimer .................................................................... 272 13.6. Sifat-sifat polimer ...................................................................... 273 13.7. Polimer di sekeliling kita ............................................................ 274 Rangkuman ............................................................................... 277 Uji Kompetensi .......................................................................... 279 Bab 14 Biomolekul ................................................................................ 14.1. Makromolekul pada makhluk hidup ....................................... 281 14.2. Air .............................................................................................. 281 14.3. Karbohidrat ............................................................................... 283 14.3.1. Monosakarida .............................................................. 285 14.3.2. Oligosakarida................................................................. 287 14.3.3. Polisakarida ................................................................... 289 14.4. Protein ....................................................................................... 292 14.4.1 Peptida sebagai rantai protein ....................................... 295 14.5. Lipida ......................................................................................... 301 14.5.1 Asam lemak .................................................................... 301 14.5.2. Prostaglandin ................................................................ 303 14.5.3. Gliserol .......................................................................... 304 14.5.4. Trigliserida ..................................................................... 304 14.5.5. Wax ............................................................................... 305 14.5.6. Membran sel ................................................................. 305 14.5.7. Gliseroposfolipida ......................................................... 306 14.5.8. Sfingolipid dan glikosfingolipid ..................................... 306 14.5.9. Terpena ......................................................................... 307 14.5.10. Steroida ....................................................................... 307 14.6. Asam nukleat ............................................................................. 309 14.6.1 Nukleosida ...................................................................... 310 14.6.2. Nukleotida ..................................................................... 311 Rangkuman ............................................................................... 312 Uji Kompetensi .......................................................................... 315 Bab 15 Pemisahan kimia dan analisis .................................................. 15.1. Pemisahan ............................................................................... 319 15.1.1. Pengayakan ................................................................... 319 15.1.2. Filtrasi ............................................................................ 320 ix 15.1.3. Sentrifugasi ................................................................... 321 15.1.4. Kristalisasi...................................................................... 322 15.1.5. Destilasi ......................................................................... 323 15.2. Analisis kuantitatif..................................................................... 324 15.2.1. Sampling ........................................................................ 324 15.2.2. Sediaan sampel ............................................................. 324 15.2.3. Pengukuran sampel....................................................... 325 15.3. Gravimetri ................................................................................. 328 15.4. Volumetri .................................................................................. 329 15.4.1. Titrasi asam basa ........................................................... 331 15.4.2. Titrasi redoks ................................................................. 332 15.4.3. Titrasi Argentometri ...................................................... 334 15.4.4. Nitrimetri....................................................................... 334 Rangkuman ............................................................................... 336 Uji Kompetensi .......................................................................... 338 Daftar Pustaka ................................................................................340 Glosarium .......................................................................................342 Lampiran ............................................................................................. 1. Kunci Jawaban ............................................................................. 356 2. Tabel Periodik .............................................................................. 357 3. Daftar Unsur ................................................................................ 358 4. Konfigurasi Elektron .................................................................... 359 5. Energi Ionisasi Kation .................................................................. 360 6. Tetapan Ionisasi Asam Lemah ..................................................... 361 7. Tetapan Ionisasi Basa Lemah ...................................................... 368 8. Data Hasil Kali Kelarutan ............................................................. 369 9. Potensial Reduksi Standar ........................................................... 373 10. Eltalpi Pembentukan Std. (∆Hf°), (∆Gf°) dan (S°). ........................ 381 Indeks ............................................................................................ 386 1 BAB. 1. Ruang lingkup Ilmu Kimia Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Memahami konsep materi dan perubahannya Mengelompokan sifat materi Mengelompokkan perubahan materi Mengklasifikasi materi Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mengenal ruang lingkup dan kajian ilmu kimia 2. Siswa mampu mendeskripsikan materi beserta perubahan wujudnya 3. Siswa dapat membedakan materi berdasarkan wujudnya 4. Siswa mampu mendeskripsikan sifat dan perubahan materi 5. Siswa mampu mengidentifikasi peran energy dalam perubahan materi 6. Siswa dapat mengklasifikasikan materi 7. Siswa mengenal keberadaan materi di alam 1. Ilmu Kimia Dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan, kita selalu mengamati pada lingkungan sekitar, dan yang menjadi fokus perhatian kita adalah lingkungan sekitar. Alam semesta merupakan salah satu daerah pengamatan bagi para peneliti ilmu pengetahuan alam. Sedangkan interaksi sesama manusia dipelajari para ahli ilmu sosial. Salah satu bagian dari ilmu pengetahuan alam adalah ilmu kimia, daerah yang dipelajari ahli kimia adalah materi terkait dengan struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertainya. 2. Materi dan Wujudnya Istilah materi sudah sering kita dengar dan juga menjadi kata‐kata yang dipilih sebagai bahan ejekan terhadap seseorang yang memiliki orientasi terhadap uang dan kebendaan lainnya. Istilah materi dapat kita rujukan dengan alam sekitar kita seperti tumbuhan, hewan, manusia, bebatuan dan lainnya. Alam sekitar kita merupakan ruang dan yang kita lihat adalah sesuatu yang memiliki massa atau berat dan juga Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Wujud Materi Padat Cair Gas Gambar 1.1. Bagan pengelompokan materi berdasarkan wujudnya 2 volume, sehingga materi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menempati ruang memiliki massa, volume dan memiliki sifat‐sifat tertentu. Materi memiliki massa, volume dan sifat, sehingga setiap materi memiliki wujud tertentu. Jika kita melihat sebuah benda atau materi, maka wujudnya bermacam‐macam. Di lingkungan sekitar kita mudah dijumpai materi seperti kayu, air, dan udara. Berdasarkan wujudnya maka materi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : padat, cair dan gas (Gambar 1.1). Kita dengan mudah menemui materi yang berwujud gas, seperti: udara, gas bumi, gas elpiji, uap air, dan lainnya. Untuk yang berwujud cair, mudah kita temui dalam kehidupan sehari‐hari kita seperti: air, minyak goreng, alkohol, bensin, solar, larutan gula, air laut. Demikian pula materi dalam wujud padat, terdapat dalam lingkungan sekitar kita dan yang paling sering kita jumpai seperti: baja, batu, gelas, kaca, kayu, kapur dan sebagainya. Perbedaan dari ketiga macam wujud materi adalah kemungkinan dimampatkan, sifat fluida, bentuk dan volumenya, disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan sifat materi Gas, Cair dan Padat Gas Cair Padat Materi berwujud gas, mudah dimampatkan, jika terdapat gas pada satu ruang tertentu, maka ruang tersebut dapat diperkecil dengan menambah tekanan sehingga volume gas juga mengecil. Materi berwujud cair, sulit dimampatkan, dapat dialirkan dari daerah yang tinggi kedaerah yang lebih rendah, perhatikan Gambar 1.3. Materi yang berwujud padat tidak dapat dimampatkan, tidak memiliki sifat fluida atau mengalir dan bentuk serta volumenya tidak dapat berubah‐ubah. Gas dapat mengalir dari satu ruang yang bertekanan tinggi ke ruang yang bertekanan rendah. Gas dapat berubah bentuk dan volumenya sesuai dengan ruang yang ditempatinya, (Gambar 1.2). Posisi tabung panjang lebih tinggi dibandingkan gelas yang ada di bawahnya, Bentuk zat cair dapat berubah‐ubah sesuai dengan tempatnya, namun volumenya tetap, pada gambar tampak bentuk zat cair mula‐mula berupa tabung panjang dan berubah menjadi bentuk gelas. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 3 Gambar 1.2. Gas mengalir dari dalam botol yang memiliki tekanan menuju balon yang memiliki tekanan rendah, Dari dalam botol gas mengalir ke balon dan memiliki bentuk sesuai dengan bentuk balon. Gambar 1.3. Cairan mengalir ketika kran dibuka dari tempat yang tinggi ketempat yang lebih rendah, bentuk zat cair berubah dari bentuk tabung panjang menjadi bentuk gelas, namun volume zat cair tetap. 3. Sifat Materi Ketiga wujud materi yang sudah kita bahas pada dasarnya memiliki sifat‐sifat tertentu. Secara umum sifat tersebut dapat kita bagi menjadi dua macam, yaitu sifat kimia dan sifat fisika, lihat Gambar 1.4. Sifat Materi Sifat fisika dari sebuah materi adalah sifat‐sifat yang terkait dengan perubahan fisika, yaitu sebuah sifat yang dapat diamati karena adanya perubahan fisika atau perubahan yang tidak kekal. Air sebagai zat cair memiliki sifat fisika seperti mendidih pada suhu 100oC. Sedangkan logam memiliki titik lebur yang cukup tinggi, misalnya besi melebur pada suhu 1500oC. Sifat Kimia dari sebuah materi merupakan sifat‐sifat yang dapat diamati muncul pada saat terjadi perubahan kimia. Untuk lebih mudahnya, kita dapat mengamati dua buah zat yang berbeda misalnya minyak dan kayu. Jika kita melakukan pembakaran, maka minyak lebih mudah terbakar dibandingkan kayu, sehingga mudah tidaknya sebuah zat terbakar merupakan sifat kimia dari zat tersebut. Beberapa sifat kimia yang lain adalah bagaimana sebuah zat dapat terurai, seperti Batu kapur yang mudah berubah menjadi kapur tohor yang sering disebut dengan kapur sirih dan gas karbon dioksida. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Sifat Fisika Sifat Kimia Gambar 1.4. Bagan sifat materi 4 4. Perubahan Materi Perubahan materi adalah perubahan sifat suatu zat atau materi menjadi zat yang lain baik yang menjadi zat baru maupun tidak. Perubahan materi terjadi dipengaruhi oleh energi baik berupa kalor maupun listrik. Perubahan materi dibedakan dalam dua macam yaitu perubahan fisika dan perubahan kimia, perhatikan Gambar 1.5. 4.1. Perubahan Fisika Suatu materi mengalami perubahan fisika, adalah perubahan zat yang bersifat sementara, seperti perubahan wujud, bentuk atau ukuran. Perubahan ini tidak menghasilkan zat baru. Jika kita memanaskan es, maka es tersebut akan berubah menjadi air, selanjutnya jika kita panaskan terus maka air akan berubah menjadi uap air. Peristiwa ini hanya menunjukan perubahan wujud dimana es, adalah air yang berbentuk padat, dan air yang berbentuk cair, dan uap air adalah air yang berbentuk gas. Tampak bahwa zat masih tetap air. Perubahan Materi Perubahan Fisika Perubahan Kimia Gambar 1.5. Bagan perubahan materi Berbagai macam perubahan wujud adalah contoh perubahan fisika. Beberapa contoh di bawah ini, adalah perubahan wujud yang mudah kita amati. Proses membeku, perubahan dari zat cair menjadi zat padat karena terjadi penurunan suhu, membuat es dan membuat agar‐agar atau jelly adalah proses yang sering dilakukan oleh ibu kita. Penyubliman adalah peristiwa perubahan zat padat berubah menjadi gas. Dalam kehidupan sehari‐hari mudah kita jumpai, misalnya kapur barus yang menyublim menjadi gas berbau wangi. Menghablur merupakan peristiwa perubahan gas menjadi padatan, peristiwa ini sering disebut juga dengan pengkristalan. Proses di laboratorium dapat dilakukan untuk membuat kristal amonium sulfat yang berasal dari gas amonia dan belerang dioksida. Perubahan wujud yang lain adalah menguap, mencair dan mengembun. Peristiwa ini dapat diamati pada peristiwa hujan. Peristiwa ini diawali dengan penguapan air ke udara, selanjutnya mencair kembali dan kembali ke permukaan bumi (Gambar 1.6). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 1.6. Siklus air, proses terjadinya hujan dan salju 5 Perubahan bentuk juga termasuk dalam perubahan fisika, misalnya gandum yang digiling menjadi tepung terigu. benang dipintal menjadi kain dan batang pohon dipotong‐potong menjad kayu balok, papan dan triplek. 4.2. Perubahan Kimia Perubahan kimia merupakan yang bersifat kekal dengan menghasilkan zat baru. Perubahan kimia disebut juga reaksi kimia. Untuk mempermudah, dapat kita lakukan percobaan sederhana. Batang kayu kita ambil dan dibakar, Batang kayu tersebut berubah menjadi abu, asap dan disertai keluarnya panas. Abu, asap dan panas yang keluar tidak berubah kembali menjadi batang kayu. Perhatikan Gambar 1.7. Gambar 1.7. Kertas dibakar Perubahan yang terjadi kekal dan menjadi ciri dihasilkan abu, kertas dan abu adalah zat yang berbeda perubahan kimia, dengan kata lain, zat sebelum bereaksi berbeda dengan zat sesudah bereaksi. Beberapa contoh lain adalah : 1. Pembakaran bahan bakar, bensin atau solar menghasilkan zat cair dan asap serta energi yang dapat menggerakkan kendaraan bermotor. 2. Proses fotosiontesa pada tumbuhan yang memiliki zat hijau daun, mengubah air, gas carbon dioksida dan bantuan cahaya matahari dapat diubah menjadi makanan atau karbohidrat, 3. Pemanasan batu kapur menghasil kapur tohor dan gas karbondioksida. 5. Energi menyertai perubahan materi Perubahan yang terjadi pada materi selalu disertai dengan energi. Energi dapat dihasilkan karena adanya perubahan atau energi dihasilkan oleh perubahan materi itu sendiri. Pada perubahan fisika dapat dihasilkan energi, misalnya air terjun atau bendungan air, air yang berada di atas jatuh ke tempat yang lebih rendah dengan melepaskan energi, dalam pembangkit listrik energi dari air dipergunakan untuk memutar kincir atau baling‐baling pembangkit tenaga listrik, perhatikan Gambar 1.8. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 1.8. Energi dari air yang berasal dari bendungan dipergunakan untuk pembangkit tenaga listrik. 6 Demikian pula sebaliknya jika kita pindahkan air dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, kita memerlukan energi, dan kita akan mempergunakan pompa air sebagai penghasil energinya. Dalam perubahan kimia atau lebih dikenal dengan reaksi kimia, dikenal dua istilah eksoterm dan endoterm. Eksoterm adalah reaksi yang menghasilkan panas atau energi dan endoterm reaksi yang membutuhkan energi atau panas. Dalam kehidupan sehari‐hari kita telah memanfaatkan perubahan kimia yang menghasilkan energi listrik, misalnya batere, batere digunakan sebagai sumber energi pada radio. energi listrik yang dihasilkan batere akan dipergunakan untuk menghidupkan radio. Dalam hal ini terjadi reaksi didalam batere yang menghasilkan energi listrik. Untuk menyederhanakan bagaimana sebuah perubahan kimia dapat menghasilkan energi atau membutuhkan energi disajikan pada Gambar 1.9. Zat A memiliki energi sebesar 80 kkal, berubah menjadi zat B, dimana zat B hanya memiliki energi sebesar 20 kkal. Perubahan A menjadi B hanya dapat terjadi jika zat A melepaskan energi sebesar 60 kkal. Perubahan atau reaksi semacam ini disebut dengan reaksi eksoterm. Penulisan dengan tanda (‐) menunjukkan bahwa perubahan kimia melepaskan atau menghasilkan energi. Demikian pula sebaliknya pada reaksi endoterm, misalnya zat C memiliki energi 20 kkal, dapat berubah menjadi zat D yang memiliki energi sebesar 80 kkal, asalkan zat C mendapatkan energi dari luar sebesar 60 kkal, perhatikan Gambar 1.9. Penulisan tanda positif menunjukan bahwa perubahan kimia membutuhkan energi. 6. Klasifikasi materi Zat‐zat yang kita temukan di alam semesta ini hanya ada dua kemungkinan, yaitu adalah zat tunggal dan campuran (Gambar 1.10). Gambar 1.9. Perubahan Zat A menjadi B adalah bagan reaksi eksoterm, perubahan C menjadi D adalah reaksi endoterm Materi Zat tunggal Unsur Campuran Senyawa Heterogen Homogen 6.1. Zat tunggal Zat tunggal adalah materi yang memiliki susunan partikel yang tidak mudah dirubah dan memiliki komposisi yang tetap. Zat tunggal dapat diklasifikasikan sebagai unsur dan senyawa. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 1.10. Bagan klasifikasi materi 7 Zat tunggal berupa unsur didefinisikan sebagai zat yang tidak dapat diuraikan menjadi zat lain yang lebih sederhana. Unsur besi tidak bisa diuraikan menjadi zat lain, jika ukuran besi ini diperkecil, maka suatu saat akan didapatkan bagian terkecil yang tidak dapat dibagi lagi dan disebut dengan atom besi. Unsur di alam dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu unsur logam dan bukan logam (bukan logam). Unsur logam umumnya berbentuk padat kecuali unsur air raksa atau mercury (Hg), menghantarkan arus listrik dan panas. Logam permukaannya mengkilat dapat ditempa menjadi plat ataupun kawat. Saat ini kita lebih mengenal dengan nama aliasnya, seperti unsur Ferum dengan lambang Fe yang kita kenal dengan Besi. Aurum dengan lambang Au adalah unsur Emas, dan Argentum (Ag) untuk unsur Perak. Unsur bukan logam memilki sifat yang berbeda seperti; tidak dapat menghantarkan arus listrik, panas dan bersifat sebagai isolator. Permukaan atau penampang unsurnya tidak mengkilat kecuali unsur Karbon. Wujud unsur ini berupa gas, sehingga tidak dapat ditempa. Secara umum unsur bukan logam juga sudah kita kenal, Gambar 1.11. Bagan hubungan unsur dan senyawa dalam proses seperti Oksigen dengan lambang O, Nitrogen dengan penguraian dan pembentukan lambang N, dan unsur Sulfur dengan lambng S, dalam istilah kita adalah Belerang. Zat tunggal berupa senyawa didefinisikan sebagai zat yang dibentuk dari berbagai jenis unsur yang saling terikat secara kimia dan memiliki komposisi yang tetap. Senyawa terdiri dari beberapa unsur, maka senyawa dapat diuraikan menjadi unsur‐unsurnya dengan proses tertentu. Contoh senyawa yang paling mudah kita kenal adalah air. Senyawa air diberi lambang H2O. Senyawa air terbentuk oleh dua jenis unsur yaitu unsur Hidrogen (H) dan unsur Oksigen (O), dengan komposisi 2 unsur H dan satu unsur O. Gambar 1.11 menjelaskan perbedaan unsur dan senyawa. Di alam senyawa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu senyawa Organik dan senyawa Anorganik, pengelompokkan didasari pada unsur‐unsur pembentuknya, lihat Gambar 1.12. Senyawa Organik didefinisikan sebagai senyawa yang dibangun oleh unsur karbon sebagai kerangka utamanya. Senyawa‐senyawa ini umumnya berasal dari Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Senyawa Senyawa Organik Senyawa Anorganik Gambar 1.12. Pengelompokan senyawa berdasarkan unsur pembentuknya 8 makhkuk hidup atau yang terbentuk oleh makhluk hidup (organisme). Senyawa ini mudah kita jumpai seperti ureum atau urea terdapat pada air seni (urin). Gula pasir atau sakarosa yang banyak terdapat didalam tebu dan alkohol merupakan hasil fermentasi dari lautan gula. Senyawa Anorganik adalah senyawa‐senyawa yang tidak disusun dari atom karbon, umumnya senyawa ini ditemukan di alam, beberapa contoh senyawa ini seperti garam dapur (Natrium klorida) dengan lambang NaCl, alumunium hdroksida yang dijumpai pada obat mag, memiliki lambang Al(OH)3. Demikian juga dengan gas yang terlibat dalam proses respirasi yaitu gas oksigen dengan lambang O2 dan gas karbon dioksida dengan lambang CO2. Asam juga merupakan salah satu senyawa anorganik yang mudah kita kenal misalnya asam nitrat (HNO3), asam klorida (HCl) dan lainnya. 6.2. Campuran Campuran adalah materi yang disusun oleh beberapa zat tunggal baik berupa unsur atau senyawa dengan komposisi yang tidak tetap. Dalam campuran sifat dari materi penyusunnya tidak berubah. Contoh sederhana dari campuran dapat kita jumpai di dapur misalnya saus tomat. Campuran ini mengandung karbohidrat, protein, vitamin C dan masih banyak zat‐ zat lainnya. Sifat karbohidrat, protein dan vitamin C tidak berubah. Campuran dapat kita bagi menjadi dua jenis, yaitu campuran homogen dan campuran heterogen. Campuran homogen adalah campuran serbasama yang materi‐materi penyusunnya berinteraksi, namun tidak membentuk zat baru. Untuk lebih jelasnya kita perhatikan contohnya larutan gula dalam sebuah gelas. Larutan ini merupakan campuran air dengan gula, jika kita coba rasakan, maka rasa larutan diseluruh bagian gelas adalah sama manisnya, baik yang dipermukaan, ditengah maupun dibagian bawah. Campuran homogen yang memiliki pelarut air sering disebut juga dengan larutan lihat Gambar 1.13. Campuran homogen dapat pula berbentuk sebagai campuran antara logam dengan logam, seperti emas 23 karat merupakan campuran antara logam emas dan Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 1.13. Contoh campuaran homogeny dan heterogen, A. Larutan Kalium bikromat dan B. Susu 9 perak. Kedua logam tersebut memadu sehingga tidak tampak lagi bagian emas atau bagian peraknya. Campuran logam lain seperti perunggu, alloy, amalgam dan lain sebagainya. Campuran heterogen adalah campuran serbaneka, dimana materi‐materi penyusunnya tidak berinteraksi, sehingga kita dapat mengamati dengan jelas dari materi penyusun campuran tersebut (Gambar 1.13). Campuran heterogen tidak memerlukan komposisi yang tetap seperti halnya senyawa, jika kita mencampurkan dua materi atau lebih maka akan terjadi campuran. Contoh yang paling mudah kita amati dan kita lakukan adalah mencampur minyak dengan air, kita dapat menentukan bagian minyak dan bagian air dengan indera mata kita. Perhatikan pula susu campuran yang kompleks, terdiri dari berbagai macam zat seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan E dan mineral (Gambar 1.13). 7. Peran Ilmu Kimia Pemabahasan ringkas tentang materi, wujud, sifat dan perubahan dari materi serta energi merupakan ruang lingkup pengkajian ilmu kimia. Saat ini perkembangan ilmu kimia sangat pesat dan telah memberikan andil yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Ilmu Kimia telah menghantarkan produk‐produk baru yang sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dalam kehidupan sehari‐hari banyak produk yang telah kita pergunakan seperti, sabun, deterjen, pasta gigi dan kosmetik. Penggunaan polimer pengganti untuk kebutuhan industri dan peralatan rumah tangga dari penggunaan bahan baku logam telah beralih menjadi bahan baku plastik polivynil clorida (PVC).Kebutuhan makanan juga menjadi bagian yang banyak dikembangkan dari kemassan, makanan olahan (Gambar 1.14) sampai dengan pengawetan. Luasnya area pengembangan ilmu kimia, sehingga keterkaitan antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya menjadi sangat erat. Peran ilmu kimia untuk membantu pengembangan ilmu lainnya seperti pada bidang geologi, sifat‐sifat kimia dari berbagai material bumi dan teknik analisisnya telah mempermudah geolog dalam mempelajari kandungan material bumi; logam maupun minyak bumi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 1.14. Produk olahan industri pangan, susu, keju, gula pasir dan asam cuka. 10 Pada bidang pertanian, analis kimia mampu memberikan informasi tentang kandungan tanah yang terkait dengan kesuburan tanah, dengan data tersebut para petani dapat menetapkan tumbuhan/tanaman yang tepat. Kekurangan zat‐zat yang dibutuhkan tanaman dapat dipenuhi dengan pupuk buatan, demikian pula dengan serangan hama dan penyakit dapat menggunakan pestisida dan Insektisida. Dalam bidang kesehatan, ilmu kimia cukup memberikan kontribusi, dengan diketemukannya jalur perombakan makanan seperti karbohidrat, protein dan lipid. Hal ini mempermudah para ahli bidang kesehatan untuk mendiagnosa berbagai penyakit. Interaksi kimia dalam tubuh manusia dalam sistem pencernaan, pernafasan, sirkulasi, ekskresi, gerak, reproduksi, hormon dan sistem saraf, juga telah mengantarkan penemuan dalam bidang farmasi khususnya penemuan obat‐ obatan (Gambar 1.15). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 1.15. Produk industri rumah tangga berlapis teflon, gelas polystiren, suplemen mineral, suplemen makanan dan obat sakit kepala dan flu. 11 RANGKUMAN 1. lmu Kimia ialah ilmu penngetahuan yang mempelajari tentang materi meliputi susunan, struktur, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertainya. 2. Materi adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. 3. Perubahan yang terjadi pada materi yaitu perubahan fisika dan perubahan kimia. 4. Perubahan fisika yaitu perubahan yang tidak menghasilkan materi baru, yang berubah bentuk dan wujud materi, sedangkan perubahan kimia yaitu perubahan yang menghasilkan materi baru 5. Materi dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu zat tunggal dan campuran 6. Zat tunggal dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu unsur dan senyawa. 7. Unsur zat yang tidak dapat diuraikan menjadi zat lain yang lebih sederhana. 8. Senyawa didefinisikan sebagai zat yang dibentuk dari berbagai jenis unsur yang saling terikat secara kimia dan memiliki komposisi yang tetap. 9. Di alam terdapat dua macam senyawa yaitu senyawa organik dan senyawa anorganik. 10. Senyawa organik adalah senyawa yang dibangun oleh unsur karbon sebagai kerangka utamanya. Senyawa‐senyawa ini umumnya berasal dari makhkuk hidup atau yang terbentuk oleh makhluk hidup (organisme). 11. Senyawa anorganik senyawa‐senyawa yang tidak disusun dari atom karbon, umumnya senyawa ini ditemukan di alam, 12. Campuran dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu campuran homogen dan campuran heterogen. 13. Campuran homogen adalah campuran serbasama yang materi‐materi penyusunnya berinteraksi, namun tidak membentuk zat baru. 14. Campuran heterogen campuran serbaneka, dimana materi‐ materi penyusunnya tidak berinteraksi, sehingga kita dapat mengamati dengan jelas dari materi penyusun campuran tersebut. 15. Ilmu kimia berperan dalam peningkatan kesejahteraan manusia dan perkembangan lain, misalnya dalam pemenuhan kebutuhan lain, misalnya dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga, kemajuan ilmu kedokteran, peningkatan produktivitas pertanian, kemajuan teknologi, transportasi, penegakan hukum, kelestarian lingkungan dan kemajuan fotografi dan seni. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 12 UJI KOMPETENSI Pilihlah Salah satu jawaban yang paling tepat 1. Ruang lingkup kajian Ilmu Kimia adalah …. a. Berat Jenis b. Susunan materi c. Sifat‐sifat materi d. Perubahan materi e. Perubahan energi 2. Berikut ini adalah contoh dari perubahan kimia. a. Lilin meleleh b. Melarutkan garam c. Pembekuan air d. Pembuatan kompos e. Penguapan 3. Perubahan fisika ditunjukkan pada proses, kecuali …. a. Penguapan b. Pelarutan c. Perkaratan d. Pengembunan e. Pengkristalan 4. Contoh peristiwa pengembunan terjadi pada proses …. a. Nasi menjadi bubur b. Lilin yang dipanaskan c. Uap menjadi air d. Kapur barus menjadi gas e. Besi dipanaskan 1000oC 5. Contoh untuk campuran heterogen adalah a. Larutan Garam b. Larutan gula c. Amalgam d. Susu e. Alloy 6. Campuran homogen yang menggunakan pelarut air disebut dengan…. a. Senyawa b. Unsur c. Larutan d. Alloy e. Amalgam 7. Contoh unsur yang tepat adalah a. Garam dapur b. Gula c. Amalgam d. Alloy e. Oksigen Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 13 UJI KOMPETENSI 8. Di bawah ini adalah contoh senyawa, kecuali… a. Alkohol b. Sakarosa c. Hidrogen d. Air e. Garam dapur 9. Gas oksigen dengan lambang O2, merupakan …. a. Senyawa b. Unsur c. Campuran homogen d. Campuran heterogen e. Salah semua 10. Senyawa air dengan dengan lambang H2O memiliki komposisi yang tetap yaitu … a. Satu unsur H dan satu unsur O b. Dua unsur H dan dua unsur O c. Dua unsur H dan satu unsur O d. Satu unsur H dan dua unsur O e. Campuran a dan b Jawablah dengan singkat 1. Sebutkan sumbangan ilmu kimia dibidang industri makanan. 2. Sebutkan sumbangan ilmu kimia dibidang industri pertanian. 3. Sebutkan sumbangan ilmu kimia dibidang industri kesehatan. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 14 BAB 2. Unsur dan Senyawa Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Memahami konsep penulisan lambing unsur dan persamaan reaksi Memahami lambing unsur Memahami rumus kimia Menyetarakan persamaan reaksi Tujuan Pembelajaran 2.1. 1. Siswa mengenal materi dalam bentuk unsur yang ada di alam 2. Siswa dapat menuliskan lambang unsur dengan benar 3. Siswa dapat mengenal atom, ion dan molekul sebagai partikel zat yang ada di alam 4. Siswa dapat mengenal lambang senyawa dalam bentuk rumus kimia 5. Siswa dapat mengetahui komposisi unsur dalam sebuah senyawa 6. Siswa dapat membedakan rumus molekul dan rumus empiris 7. Siswa dapat menyetarakan persamaan reaksi Unsur Dalam Bab 1, kita telah membahas tentang unsur dan senyawa sebagai zat tunggal. Pada bab ini kita akan membahas secara detil tentang unsur dan senyawa. Unsur merupakan zat tunggal yang tidak dapat diuraikan lagi menjadi zat‐zat lain yang lebih sederhana dengan reaksi kimia biasa. Dalam kehidupan sehari‐hari kita mudah menjumpai dan mengenal unsur. Arang yang berwarna hitam, kita jumpai pada sisa pembakaran, pinsil dan juga digunakan sebagai eleektroda dalam batere, arang adalah unsur karbon. Logam juga dapat kita jumpai dalam bentuk perhiasan emas, perak dan platina. Selain itu beberapa logam lain didapat dari barang tambang yang ada di Indonesia seperti alumunium di Asahan, timah di Bangka, besi di Sulawesi, tembaga di Timika dan nikel di Soroako. Contoh unsur logam cadmium, air raksa dan timah hitam disajikan pada Gambar 2.1. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 2.1. Contoh unsur logam, A unsur cadmium, B air raksa dan C adalah timah hitam. 15 2.1.1. Nama unsur Nama unsur yang kita kenal dalam bahasa Indonesia belum tentu sama dengan nama unsur baku yang ditetapkan oleh International Union of Pure and applied Chemistry (IUPAC) yang kita kenal kadang‐kadang berbeda, misalnya tembaga nama kimia yang menurut IUPAC adalah Cuprum, demikian juga emas adalah aurum. Nama unsur diambil dari nama satu daerah seperti germanium (Jerman), polonium (Polandia), Fransium (Perancis), europium (Eropa), amerisium (Amerika), kalifornium (Kalifornia), stronsium (Strontia, Scotlandia) lihat Gambar 2.2. ilmuan yang berjasa didalam bidang kimia juga digunakan seperti: einstenium (Einstein), curium (Marie dan P Curie), fermium (Enrico Fermi), nobelium (Alfred Nobel). Nama‐nama planet juga diabadikan sebagai nama unsur seperti: uranium (Uranus), plutonium (Pluto), dan neptunium (Neptunus). Untuk beberapa unsur yang baru ditemukan, khususnya untuk unsur dengan nomor 104 keatas mempergunakan akar kata dari bilangan. nil = 0, un = 1, bi = 2, tri = 3 quad =4, pent = 5, hex = 6, sept = 7, okt = 8 dan enn = 9. Untuk lebih jelasnya kita ambil contoh untuk unsur dengan nomor 107 yaitu unnilseptium, yang berasal dari bilangan 1 : un, bilangan 0 : nil, dan tujuh : sept serta + ium, sehingga nama unsur tersebut adalah unilseptium (Uns). Penamaan Unsur Lokasi Daerah Nama Ilmuan Nama Bilangan Gambar 2.2. Aturan penamaan unsur 2.1.2. Lambang Unsur Kita sudah mengenal nama‐nama unsur, tentunya cukup sulit jika kita menggunakan nama unsur dalam mempelajari ilmu kimia, tentunya kita perlu melakukan penyederhanaan agar lebih mudah diingat. Pencetus ide lambang unsur adalah Jons Jacob Berzelius pada tahun 1813. Dia mengusulkan pemberian lambang kepada setiap unsur dengan huruf. Pemilihan lambang unsur diambil dari huruf pertama (huruf besar atau kapital) dari unsur tersebut. Perhatikan nama unsur berikut, oksigen dilambangkan dengan huruf O (kapital), carbon dengan C (kapital) dan nitrogen yang diberi lambang dengan huruf N (kapital), Gambar 2.3. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 2.3. Penamaan lambang unsur dengan menggunakan huruf kapital dari nama unsurnya 16 Banyak nama unsur yang daiawali dengan huruf yang sama misalnya hudrogen dengan hidrargirum, tidak mungkin menggunakan satu huruf awal dari kedua unsur tersebut. Sehingga penamaan unsur dapat dilambangkan dengan menggunakan lebih dari satu huruf. Penulisan dapat dilakukan dengan menggunakan huruf kapital dari nam unsur sebagai huruf pertamanya, dilanjutkan dengan menuliskan huruf kecil dari salah satu huruf yang ada pada unsur tersebut. Untuk lebih mudahnya kita ambil contoh di bawah ini unsur Zinc dilambangkan dengan Zn dan cuprum dengan huruf Cu. Beberapa kasus menarik terjadi, misalnya untuk unsur argon dan argentums, kedua unsur ini memiliki huruf pertama yang sama, dalam penamaannya huruf keduanya menjadi pembeda. Untuk argon dilambangkan dengan Ar, sedangkan argentum dilambangkan dengan Ag, perhatikan Gambar 2.4. Kasus lainnya adalah unsur cobalt, dilambangkan dengan huruf Co, jika kita tidak hati‐hati dalam penulisannya dan ditulis dengan CO yang berarti gas carbon monoksida. Argon Ar Argentum Ag Gambar 2.4. Pelambangan unsur menggunakan dua huruf dari nama unsur tersebut 2.1.3. Unsur dialam Unsur di alam cukup melimpah, berdasarkan jenisnya maka unsur dapat kita kelompokkan menjadi dua jenis yaitu unsur logam dan unsur bukan logam. Unsur logam mudah dikenali dengan ciri‐ciri; permukaannya mengkilat, berbentuk padat, kecuali air raksa (Hg) yang berbentuk cair. Unsur logam mudah ditempa dapat menjadi plat atau kawat dan memiliki kemampuan menghantar arus listrik atau konduktor.Unsur logam banyak terdapat di bumi kita dan beberapa contaoh disajikan dalam di bawah ini. Tabel 2.1. Daftar unsur logam yang mudah kita temukan Nama Lambang Nama lain Ferum Fe Besi atau Iron Hydrargirum Hg Air raksa atau Mercury Cuprum Cu Tembaga atau Copper Plumbum Pb Timah hitam atau Lead Argentum Ag Perak atau Silver Kalium K Potassium Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 17 Unsur bukan logam umumnya di alam terdapat dalam wujud padat atau gas, unsur ini tidak dapat menghantarkan arus listrik dan juga panas (isolator), dalam wujud padat tidak dapat ditempa dan juga tidak mengkilat. Untuk unsur bukan logam yang berwujud padat ditemukan dalam bentuk unsurnya, misalnya silicon dalam bentuk Si dan carbon dalam bentuk C. Selain itu juga ditemukan dalam bentuk senyawa seperti; unsur fosforus ditemukan dalam bentuk P4, dan unsur Sulfur atau belerang ditemukan dalam bentuk S8. Molekul unsur untuk fosforus dan sulfur disebut juga dengan molekul poilatomik, karena dibentuk oleh lebih dari dua atom yang sejenis perhatikan Gambar 2.5. Untuk yang berwujud gas, umumnya tidak dalam keadaan bebas sebagai unsurnya namun berbentuk molekul senyawa, misalnya unsur oksigen dialam tidak pernah ditemukan dalam bentuk O, tetapi dalam bentuk gas oksigen atau O2, demikian pula dengan nitrogen dalam bentuk N2 dan klor dalam bentuk Cl2. Molekul unsur untuk oksigen, nitrogen dan klor disebut juga dengan molekul diatomik atau molekul yang dususun oleh dua atom yang sejenis, lihat Gambar 2.5. Unsur Bebas Senyawa Carbon (C) Silicon (Si) Argon (Ar) Neon (Ne) Diatomik Poliatomik Oksigen O2 Nitrogen N2 Klor Cl2 Fosforus P4 Sulfur S8 Gambar. 2.5. Bagan pengelompokan unsur bukan logam di alam Beberapa Unsur logam dengan bentuk dan keberadaannya di alam disajikan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Daftar unsur bukan logam yang mudah kita temukan Nama Lambang Di alam sebagai Hidrogen H Unsur ‐ Oksigen O ‐ O2 Nitrogen N ‐ N2 Belerang S ‐ S8 Posfor P ‐ P4 Argon Ar Ar ‐ Carbon C C ‐ Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Senyawa H2 18 2.1.4. Atom Jika unsur kita potong kecil, dan dihaluskan maka suatu saat kita akan mendapatkan bagian (partikel) yang terkecil, dan sudah tidak tampak oleh mata kita, bagian terkecil dari sebuah dikenal dengan istilah atom. Walaupun tidak terlihat oleh mata kita, namun keberadaan atom sudah terbukti. Untuk mempermudah kita analogikan dengan kejadian berikut ini. Jika kita melemparkan sebuah kelereng ke lapangan sepakbola, tentu kita sulit melihat kelereng tersebut. Suatu saat kita dapat melihat adanya kelereng tersebut, ketika ada kilauan yang tampak oleh mata kita akibat kelereng memantukan cahaya matahari. Dengan kata lain keberadaan kelereng diketahui karena adanya sifat dimana kelereng dapat memantulkan cahaya. Demikian pula dengan atom, dengan kemajuan teknologi sifat atau ciri khas atom diketahui, sehingga atom dapat ditemukan. Saat ini telah ditemukan mikroskop elektron, dengan mikroskop ini kita dapat mengamati atom. Sebuah inti atom memiliki ukuran sekitar 1 Fermi, lihat Gambar 2.6. Gambar 2.6. Ukuran atom dari unsur Helium Pengertian atom sebagai partikel terkecil yang tidak dapat dipecah lagi, pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli filsafat Yunani Leukippos dan Deumokritus yang hidup pada abad ke‐4 sebelum Masehi (400 – 370 SM). Pendapat Leukippos dan Deumokritus selanjutnya dikembangkan oleh John Dalton, pada tahun 1805 mengajukan teori menyatakan bahwa; 1. Setiap materi tersusun atas partikel terkecil yang disebut atom. 2. Atom tidak dapat dipecah lagi menjadi partikel yang lebih kecil dengan sifat yang sama. 3. Atom‐atom dari unsur tertentu mempunyai sifat dan massa yang identik. Unsur‐unsur yang berbeda memiliki atom‐atom yang massanya berbeda, perhatikan Gambar 2.7 sebagai ilustrasi atom menurut John Dalton. Selanjutnya para ilmuan melanjutkan penelitian yang terfokus pada massa atom. Hasil penelitian terakhir menunjukan bahwa setiap unsur terdapat dalam beberapa bentuk isotop, dan hanya atom isotop yang sama yang identik. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 2.7. Setiap Unsur disusun oleh atom‐atom yang identik, unsur disusun oleh atom A yang identik, demikian pula dengan unsur B 19 2.1.5. Ion Unsur logam di alam dapat berupa unsur bebas dan dapat berbentuk senyawa. Beberapa unsur logam berbentuk bebas sudah kita bahas sebelumnya seperti emas, perak, platina dan lainnya. Kenyataannya banyak unsur logam di alam ditemukan dalam bentuk senyawa, seprti besi yang ditemukan dalam bentuk besi oksida (Fe2O3), kalsium dalam bentuk kapur atau CaCO3. Senyawa Fe2O3, merupakan gabungan dari atom atau kumpulan yang bermuatan, baik yang bermuatan positif atau bermuatan negatif. Dalam hal ini atom besi bermuatan positif, sedangkan oksigen bermuatan negatif. Atom atau kumpulan atom yang bermuatan disebut juga dengan ion, berdasarkan jenis muatannya dibedakan sebagai kation yaitu ion bermuatan positif dan anion adalah ion yang bermuatan negatif. Pembuktian bahwa senyawa mengandung dilakukan dengan melarutkan senyawa kedalam air, misal melarutkan NaCl, maka senyawa tersebut terurai atau terionisasi menjadi ion‐ionnya, NaCl terurai menjadi Na+ dan Cl‐, untuk lebih mudahnya lihat Gambar 2.8. 2.2. Senyawa 2.2.1. Senyawa di alam Dalam kehidupan sehari‐hari kita mendapatkan senyawa kimia dalam dua golongan yaitu senyawa organik dan senyawa anorganik. Senyawa organik dibangun oleh atom utamanya karbon, sehingga senyawa ini juga dikenal dengan istilah hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon banyak terdapat di alam dan juga pada makhluk hidup, dimulai dari bahan bakar sampai dengan molekul yang berasal atau ditemukan dalam makhluk hidup seperti karbohidrat, protein, lemak, asam amino dan lain‐lain. Senyawa‐senyawa ini akan dibahas secara detil pada bab selanjutnya. Senyawa anorganik merupakan senyawa yang disusun oleh atom utama logam, banyak kita jumpai pada zat yang tidak hidup, misalnya tanah, batu‐batuan, air laut dan lain sebagainya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 2.8. Senyawa NaCl terurai menjadi ion‐ion, sebagai bentuk bahwa ion ada di alam 20 Senyawa anorganik dapat diklasifikasikan sebagai senyawa bentuk oksida asam basa dan bentuk garam lihat Gambar 2.9. Senyawa oksida merupakan senyawa yang dibentuh oleh atom oksigen dengan atom lainnya. Keberadaan atom oksigen sebagai penciri senyawa oksida. Berdasarkan unsur pembentuk senyawa oksida senyawa oksida dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu senyawa oksida logam dan oksida bukan logam, penggolongan ini disederhanakan pada Gambar 2.10. Senyawa oksida logam merupakan senyawa yang dapat larut dalam air membentuk larutan basa. Di alam banyak ditemukan senyawa oksida, umumnya berupa bahan tambang. Dalam table 2.3 disajikan beberapa contoh senyawa oksida logam. Senyawa Organik Anorganik Oksida Asam Basa Tabel 2.3 Contoh dan penamaan oksida logam Nama Lambang Logam pembentuk Kalsium Oksida CaO Logam kalsium Natrium Oksida Na2O Natrium Magnesium Oksida MgO Magnesium Garam Gambar 2.9. Klasifikasi senyawa anorganik Senyawa oksida bukan logam adalah senyawa yang dibentuk dari unsur bukan logam dengan oksigen, misalnya antara unsur nitrogen dengan oksigen. Senyawa oksida bukan logam dapat larut dalam air membentuk larutan asam. Beberapa senyawa oksida bukan logam biasanya berbentuk gas, dalam Tabel 2,4 dibawah ini disajikan beberapa contoh senyawa oksida bukan logam. Tabel 2.4 Contoh dan penamaan oksida bukan logam Nama Lambang Keterangan Karbon monoksida CO 1 oksigen Karbon dioksida CO2 2 oksigen Difosfor pentaoksida P2O5 2 fosfor, 5 oksigen Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Senyawa oksida Oksida logam Oksida bukan logam Gambar 2.10. Penggolongan senyawa oksida 21 Senyawa asam, adalah senyawa yang memiliki sifat‐sifat seperti, rasanya masam, dapat menghantarkan kan arus listrik, dalam bentuk cair terionisasi dan menghasilkan Tabel. 2.5. Asam yang dibentuk dari ion hidrogen dan sisa asam. Unsur H, unsur bukan logam dan Berdasarkan unsur‐unsur pembentuknya terdapat tiga unsur O. jenis asam, pertama asam yang dibentuk oleh unsur H, unsur bukan logam dan unsur O, kedua asam asam yang Nama Lambang Unsur dibentuk oleh unsur H dengan unsur halogen lebih asam pembentuk dikenal dengan asam halida dan yang ketiga asam pada senyawa organik yang disebut dengan karboksilat. Asam H3PO4 3 unsur H Beberapa contoh asam dengan jenis pertama seperti asam karbonat (H2CO3), yang disusun oleh 2 unsur H, 1 unsur C dan 3 unsur O. Jika asam ini terionisasi dihasailkan ion 2H+ dan ion CO32‐. Contoh asam lainnya seperti asam fosfat, dan nitrat seperti pada Tabel 2.5. fosfat Asam nitrat HNO3 Untuk mengetahui asam halida, kita perlu mengetahui unsur‐unsur halogen yaitu unsur Flor, Klor, Brom, Iod dan lainnya. Asam halida, dapat terbentuk jika unsur berikatan dengan unsur Flor, Klor, Brom, atau Iod. Penamaannya dilakukan dengan memulai dengan kata asam dengan kata dari unsur halogen ditambahkan kata ida. Contoh untuk senyawa asam HF, namanya menjadi asam florida. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh asam ini pada Tabel 2.6. Asam sulfat H2SO4 1 unsur P 4 unsur O 1 unsur H 1 unsur N 3 unsur O 2 unsur H 1 unsur S 4 unsur O Tabel. 2.6. Asam yang dibentuk dari Untuk asam organik adalah senyawa karbon yang unsur H, dengan unsur halogen memiliki karboksilat (COOH), dimana senyawa organik merupakan senyawa yang memiliki kerangka atom Nama Lambang Unsur karbon. Senyawa asam organik yang paling sederhana asam halogen adalah H‐COOH dikenal dengan asam formiat. yang Asam HCl Klor (Cl) memiliki satu atom karbon pada karboksilat disebut klorida dengan asam asetat, penulisan dapat dilakukan dengan Brom (Br) mengganti unsur H‐nya saja sehingga H3C‐COOH. Untuk Asam HBr lebih mudahnya kita perhatikan contoh asam‐asam bromida organik yang disajikan pada Tabel 2.7. Iod (I) Asam HI Senyawa basa, merupakan senyawa yang dibentuk oleh iodida unsur logam dan dengan gugus hidroksida (OH). Senyawa basa dapat dikenali karena memiliki beberapa sifat yang khas; terasa pahit atau getir jika dirasakan, di kulit dapat menimbulkan rasa gatal panas. Larutan basa dapat menghantarkan arus listrik, karena mengalami ionisasi. Hasil ionisasi berupa ion logam dan gugus OH‐. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 22 Tabel 2.7 Contoh dan penamaan oksida bukan logam Nama Lambang Nama lain Keterangan Asam formiat H‐COOH Hydrogen karboksilat Memiliki H Asam asetat H3C‐COOH Metil karboksilat Memiliki CH3 Asam propanoat H5C2‐COOH Etil karboksilat Memiliki C2H5 Asam butanoat H7C3‐COOH Propil karboksilat Memiliki C3H7 Beberapa senyawa basa yang mudah kita temukan seperti soda api atau Natrium hidroksida atau NaOH. Dalam larutan terionisasi menjadi Na+ dan OH‐, contoh senyawa basa lainnya pada Tabel 2.8. Tabel. 2.8. Senyawa basa dan penamaannya. Logam Lambang senyawa Nama senyawa Mg Na K Al Mg(OH)2 NaOH KOH Al(OH)3 Magnesium hidroksida Natrium hidroksida Kalium hidroksida Alumunium hidroksida Senyawa garam, adalah senyawa yang dibentuk oleh unsur logam dan sisa asam. Senyawa garam memiliki rasa asin, dalam keadaan larutan senyawa ini dapat menghantarkan arus listrik kerena terjadi ionisasi. Senyawa garam NaCl, terionisasi menjadi ion Na+ dan ion sisa asam Cl‐. Lihat Tabel 2.9. Tabel 2.9. Senyawa garam, ionnya dan namanya. Nama Garam Lambang Ion penyusun Kalium iodida KI K+ dan I‐ Kalsium karbonat CaCO3 Ca2+ dan CO32‐ Litium sulfat Li2SO4 2 Li+ dan SO42‐ 2.2.2. Molekul Molekul memiliki pengertian seperti halnya atom, yaitu partikel terkecil dari suatu senyawa. Jika suatu senyawa disusun oleh satu atau beberapa unsur, maka molekul tersusun dari satu atau beberapa atom. Untuk senyawa yang disusun oleh satu unsur disebut dengan molekul unsur, ditunjukkan oleh senyawa diatomik seperti senyawa H2, dan O2. Sebuah molekul gas oksigen (O2) terdiri atas dua atom oksigen. Sedangkan senyawa yang disusun oleh beberapa unsur, bagian terkecilnya disebut dengan molekul senyawa, molekul semacam ini ditemui pada Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 23 senyawa heteroatomik, seperti H2O, dan P2O5, N2O3. Kita ambil contoh molekul air, setiap satu molekul air tersusun dari satu atom oksigen dan dua atom hydrogen, perhatikan Gambar 2.11. 2.2.3. Komposisi Senyawa Senyawa didefinisikan sebagai zat yang dibentuk dari berbagai jenis unsur yang saling terikat secara kimia dan memiliki komposisi yang tetap. Dari definisi di atas, kita dapat memahami bahwa sebuah senyawa hanya dapat terjadi jika komposisi senyawa tersebut tetap dan tepat. Kesimpulan ini diambil dari serangkaian percobaan antara gas hidrogen dengan Gambar 2.11. Perbedaan molekul senyawa dan molekul unsur gas oksigen. Empat percobaan dilakukan dengan menggunakan massa gas hydrogen sebanyak 1, 1, 2 dan 2 gram, sedangkan gas oksigen yang dipergunakan adalah 8,16,8 dan 16 gram. Percobaan dan hasilnya disederhanakan Tabel 2.10. abel 2.10. Percobaan dan hasil percobaan antara gas hidrogen dan oksigen No Massa zat sebelum bereaksi Massa zat sesudah bereaksi Hidrogen Oksigen Air Sisa zat 1 1 gram 8 gram 9 gram ‐ 2 1 gram 16 gram 9 gram 8 gram Oksigen 3 2 gram 8 gram 9 gram 1 gram Hidrogen 4 2 gram 16 gram 18 gram ‐ Dari eksperimen, pada percobaan pertama dengan data baris pertama; molekul air yang terjadi memiliki massa 9 gram, dengan komposisi massa 1 gram hidrogen dan 8 gram oksigen. Pada baris kedua dan ketiga air yang terjadi tetap 9 gram, yang berasal 1 gram hidrogen dan 8 gram oksigen. Kelebihan massa dari salah satu unsur, tidak dipergunakan sehingga terjadi sisa. Pada baris ke empat, air yang terbentuk 18 gram yang berasal dari 2 gram hidrogen dan 16 gram oksigen, pada percobaan ke empat rasio massa hidrogen dan oksigen sama dengan percobaan pertama yaitu 1 : 8 untuk hidrogen dan oksigen dalam membentuk senyawa air. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 24 Dari eksperimen ini di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perbandingan massa unsur‐ unsur dalam suatu senyawa adalah tetap. Pernyataan ini dikenal dengan hokum perbadingan tetap yang diajukakan oleh Proust dan sering disebut juga dengan Hukum Proust. 2.2.4. Rumus Kimia Kita telah membahas senyawa kimia, baik dari sisi lambang senyawa kimia, sampai dengan komposisi massa dari unsur penyusunnya yang selalu tetap. Lambang seyawa kimia HNO3, P2O5 dan H2O adalah rumus kimia suatu zat. Rumus kimia menyatakan jenis dan jumlah relatif unsur atau atom yang menyusun suatu zat, dengan kata lain rumus kimia memberikan informasi tentang jenis unsur dan jumlah atau perbandingan atom‐ atom unsure penyusun zat. Penulisan rumus kimia dilakukan dengan menyatakan lambang unsur dan angka indeks. Lambang unsur menunjukkan jenis unsur dan angka indeks menyatakan jumlah unsur yang menyusun senyawa tersebut. Untuk itu kita ambil contoh rumus kimia untuk asam sulfat yaitu H2SO4. Dari rumus kimia ini kita dapatkan informasi : 1. Unsur penyusunnya adalah Hidrogen (H), Sulfur (S), dan Oksigen. 2. Banyak unsur penyusun asam sulfat adalah; 2 unsur H, 1 unsur S dan 4 unsur O. 3. Jika hanya terdapat satu unsur, maka indeks tidak perlu dituliskan. Contoh lain pengertian dari rumus kimia disajikan pada Gambar 2.12. 2.2.4.1. Rumus Molekul Rumus kimia dapat dibagi menjadi dua yaitu rumus molekul dan rumus empiris. Pembagian ini terkait dengan informasi yang dikandungnya. Rumus molekul adalah rumus kimia yang memberikan informasi secara tepat tentang jenis unsur pembentuk satu molekul senyawa dan jumlah atom masing‐masing unsur. Misalnya satu molekul senyawa glukosa dengan rumus molekul C6H12O6, tersusun atas unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 2.12. Contoh rumus kimia yang memberikan jenis unsur dan jumlah unsur penyusunnya 25 Banyaknya atom penyusun satu molekul glukosa adalah 6 atom karbon (C), 12 atom Hidrogen (H) dan 6 atom Oksigen (O). Perhatikan contoh lainya, misalnya Vanili C8H8O3 yang juga memiliki unsure penyusun yang sama dengan glukosa, tatapi jumlah atom penyusunnya berbeda. Vanili mengandung 8 atom karbon, 8 atom hidrogen, dan 3 atom oksigen. Akibat perbedaan jumlah atom penyusunnya maka gula dengan vanili memiliki sifat berbeda. Contoh lainnnya adalah Asam cuka yang sering dipergunakan untuk memassak. Asam cuka memiliki rumus C2H4O2, unsur‐unsur penyusunnya sama dengan glukosa, vanili. Sifat dari ketiga zat ini sangat berbeda, untuk asam cuka komposisi dari atom‐atom penyusunnya adalah 2 atom karbon, 4 atom H dan 2 atom O. Contoh lainnya lihat Tabel 2.11. 2.2.4.2. Rumus Empiris Rumus empiris adalah rumus kimia yang menyatakan rasio perbandingan terkecil dari atom‐ atom pembentuk sebuah senyawa. Untuk lebih mudah membedakan antara rumus molekul dan rumus empiris, kita bahas contoh untuk senyawa glukosa dan asam cuka. Glukosa memiliki rumus molekul C6H12O6 yang mengindikasikan bahwa rasio C : H : O adalah 6 : 12 : 6. Rasio ini dapat kita sederhanakan kembali misalnya kita bagi dengan angka 6, maka rasionya menjadi 1 : 2 : 1, Rasio ini adalah rasi terkecil. Jika kita tuliskan rasio ini, maka rumus kimia yang kita dapat adalah CH2O, rumus ini disebut dengan rumus empiris. Kita ambil contoh kedua, yaitu asam cuka dengan rumus molekul C2H4O2, dengan mudah kita katakan bahwa rasio terkecilnya 1 : 2 : 1, sehingga rumus empirsnya adalah CH2O. Menarik bukan? bahwa glukosa dan asam cuka memiliki rumus empiris yang sama. Ingat, bahwa rumus empiris bukan menyatakan sebuah senyawa atau zat. Rumus empiris hanya memberikan informasi rasio paling sederhana dari sebuah molekul. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 2.11. Contoh rumus molekul untuk zat‐zat yang ada dalam lingkungan sekitar kita Senyawa Asam asetat Asam askorbat Aspirin Rumus molekul CH3COOH C6H8O6 C9H8O4 Kegunaan Cuka (makanan) Vitamin C (Kesehatan) Penghilang rasa sakit (obat) 26 Kasus menarik untuk Vanili C8H8O3, komposisi atom penyusunnya adalah C, H dan O, dengan rasio 8 : 8 : 3, rasio ini tidak dapat kita sederhanakan lagi sehingga untuk kasus vanili rumus molekulnya sama dengan rumus empirisnya. Kasus ini juga terjadi pada senyawa air H2O, dimana perbandingan antara atom H dan O nya sudah merupakan rasio terkecil. Demikian pula dengan karbon dioksida CO2, juga sudah memiliki rasio rasio terkecil. Untuk kedua zat ini rumus molekul sama dengan rumus empirisnya. Pada table 2.13 disajikan beberapa contoh rumus molekul dan rumus empirisnya dari beberapa senyawa. Tabel. 2.13. Rumus molekul, empiris dan rasio atom penyusunnya 2.3. Nama senyawa Rumus molekul Rasio atom penyusunnya Rasio atom terkecil Rumus empiris Butana C4H10 C:H = 4:10 C:H = 2:5 C2H5 Butena C4H8 C:H = 4:8 C:H = 1:2 CH2 Butanoat C4H8O2 C:H:O = 4:8:2 C:H:O = 2:4:1 C2H4O Etanol C2H6O C:H:O = 2:6:1 C:H:O = 2:6:1 C2H6O Aspirin C9H8O4 C:H:O = 9:8:4 C:H:O = 4:8:4 C9H8O4 Air H2 O H:O=2:1 H:O=2:1 H2O Karbon dioksida CO2 C:O=1:2 C:O=1:2 CO2 Persamaan reaksi Setiap perubahan kimia yang terjadi, misalnya kertas terbakar, besi berubah menjadi berkarat atau yang lainnya, harus dapat kita tuliskan secara sederhana agar dapat dengan mudah dimengerti. Oleh sebab itu perubahan‐perubahan kimia diubah menjadi persamaan reaksi. Persamaan reaksi didefinisikan sebagai penulisan suatu reaksi atau perubahan kimia yang mengacu pada hukum‐hukum dasar kimia. Penulisan persamaan reaksi memberikan kesederahanaan tentang sebuah reaksi. Misalnya jika kita mereaksikan antara larutan timah hitam nitrat dengan kalium iodida (Gambar 2.13). Persamaan reaksinya dapat dituliskan dengan tanda‐tanda yang menyertainya seperti dibawah ini : Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar. 2.13. Mereaksikan Timah hitam nitrat dengan kalium iodida dan membentuk endapan kunin 27 Pb(NO3)2(aq) + 2Kl(aq) Pbl2(s) + 2KNO3(aq) Penyederhanaan menggunakan istilah‐istilah seperti; + (ditambah) “bereaksi dengan” (tanda panah) yang dibaca “menghasilkan” dan keterangan tentang zat‐zat yang terlibat dalam reaksi kimia adalah; (s) padatan (s = solid), (g) gas (g = gas), (l) cairan atau leburan (l = liquid), (aq) terlarut dalam air (aq = aquous). Bagan. 2.14. Bagan reaksi yang menyatakan zat sebelum dan sesudah reaksi Persamaan reaksi di atas, dibaca dengan “Pb‐nitrat yang terlarut dalam air bereaksi dengan kalium iodida yang terlarut dalam air menghasilkan Pb‐ iodida berbentuk endapan dan kalium nitrat yang terlarut dalam air. 2.3.1. Penyetaraan reaksi kimia Dasar untuk penyetaraan reaksi kimia adalah hokum kekalan massa yang diajukan oleh Lavoiser, dan dinyatakan”Dalam sebuah reaksi, massa zat‐zat sebelum bereaksi sama dengan massa zat sesudah bereaksi”. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada massa yang hilang selama berlangsung reaksi. Dalam persamaan reaksi kimia terdapat dua daerah, daerah dimana zat sebelum bereaksi di sebelah kiri tanda panah dan daerah dimana zat telah bereaksi di sebelah kanan tanda panah. Untuk lebih mudahnya perhatikan bagan reaksi 2.14. Di kedua daerah tersebut, kita akan mendapatkan informasi bahwa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama, kesamaan ini dapat ditunjukkan dengan kesetaraan jumlah atom, atau jumlah massa. Contoh di bawah ini dapat menjelaskan informasi apa saja yang kita dapat dari sebuah persamaan reaksi C + O2 → CO2 Persamaan reaksi ini benar jika jumlah atom karbon di sebelah kiri tanda panah (sebelum bereaksi) sama dengan jumlah atom sebelah kanan tanda panah (sesudah reaksi). Demikian pula dengan atom Oksigen sebelum dan sesudah reaksi adalah sama. Lihat bagan reaksi 2.15. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 2.15. Bagan reaksi menjelaskan komposisi jumlah atom di sebelah kiri dan kanan tanda panah 28 Dari gambar tampak bahwa jumlah atom C di sebelah kiri dan kanan adalah sama, sebanyak 1 buah. Demikian pula untuk atom O jumlahnya sama yaitu 2 buah. Dengan demikian persamaan reaksi ini sudah benar. Bagan 2.16. Bagan reaksi yang menggambarkan kesetaraan massa dari atom C dan O di sebelah kiri dan kanan tanda panah Informasi lain adalah jumlah massa Karbon dan Oksigen sebelum dan sesudah reaksi adalah sama, misalnya terdapat 12 gram karbon dan 32 gram oksigen sebelum bereaksi, berdasarkan kesetaraan jumlah atom yang sama, maka secara otomatis jumlah zat yang terjadi juga memiliki komposisi massa yang sama. Senyawa CO2, mengandung 12 gram C dan 32 gram O, perhatikan persamaan reaksi pada bagan reaksi 2.16. Umumnya persamaan reaksi dituliskan belum sempurna, dimana jumlah atom sesudah dan sebelum bereaksi belum sama seperti : N2 + H2 → NH3 Jumlah atom N sebelah kiri tanda panah sebanyak 1 buah, di sebelah kanan tanda panah 1 buah, sehingga yang di sebelah kanan tanda panah dikalikan 2. Akibat perkalian ini jumlah atom H di sebelah kan menjadi 6 buah, sedangkan di sebelah kiri terdapat 2 buah. Untuk menyetarakan jumlah atom H, maka atom H sebelah kiri dikalikan 3. Lihat bagan reaksi 2.17. Angka pengali yang dipergunakan untuk menyetarakanan reaksi, selanjutnya dimasukan ke dalam persamaan reaksi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 2.17. Bagan reaksi yang menggambarkan tahap penyetaraan persamaan reaksi pembentukan NH3 29 RANGKUMAN 1. 2. 3. 4. Unsur merupakan zat tunggal yang tidak dapat diuraikan lagi menjadi zat‐zat lain yang lebih sederhana dengan reaksi kimia biasa. Nama unsur diambil dari berbagai macam nama seperti nama benua/daerah, nama tokoh, nama negara dan juga nama planet. Lambang unsur ditetapkan oleh International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC). Unsur di alam dapat berbentuk unsur bebas dan dapat berbentuk 6. senyawa. Dalam bentuk senyawa unsur dapat berupa senyawa diatomik seperti H2, O2 dan lainhya. Partikel penyusun materi dapat berbentuk atom, molekul, atau 7. 8. 9. ion. Atom merupakan partikel terkecil yang tidak dapat dipecah lagi. Molekul merupakan partikel terkecil dari suatu senyawa. Ion adalah suatu atom atau kumpulan atom yang bermuatan 5. listrik. 10. Ion yang bermuatan positif disebut dengan kation, sedangkan yang bermuatan negatif disebut dengan anion. 11. Perbandingan massa unsur‐unsur dalam suatu senyawa adalah tetap. 12. Senyawa dialam diklasifikasikan menjadi senyawa organik dan senyawa anorganik. 13. Senyawa organik adalah senyawa yang disusun oleh karbon sebagai kerangka utamanya. 14. Senyawa anorganik, senyawa yang tidak disusun oleh atom karbon sebagai kerangka utamanya. 15. Beberapa contoh senyawa anorganik yang mudah ditemukan adalah senyawa oksida, asam, basa dan garam. 16. Senyawa oksida adalah senyawa yang dibentuk oleh unsur logam dan bukan logam dengan oksigen. 17. Ada tiga jenis asam, yang pertama dibentuk oleh unsur H, unsur bukan logam dan unsur O. kedua asam asam yang dibentuk oleh unsur H dengan unsur halogen lebih dikenal dengan asam halida dan yang ketiga asam pada senyawa organik yang disebut dengan karboksilat. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 30 18. Senyawa basa, merupakan senyawa yang dibentuk oleh unsur logam dan dengan gugus hidroksida (OH). 19. Rumus kimia suatu zat memuat informasi tentang jenis unsur dan jumlah atau perbandingan atom‐atom unsur penyusun zat. 20. Rumus molekul merupakan gabungan lambang unsur yang menunjukkan jenis unsur pembentuk senyawa dan jumlah atom masing‐masing unsur. 21. Rumus empiris adalah rumus kimia yang menyatakan perbandingan atom‐atom yang paling kecil. 22. Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa massa zat sebelum reaksi sama dengan setelah reaksi. 23. Pada persamaan reaksi sebelah kiri tanda panah adalah zat yang bereaksi dan sebelah kanan tanda panah adalah produk atau zat yang bereaksi. 24. Persamaan reaksi memberikan informasi tentang zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama, kesamaan ini dapat ditunjukkan dengan kesetaraan jumlah atom, atau jumlah massa. 25. Langkah‐langkah menyetarakan reaksi: a. Tulis persamaan reaksinya b. Tetapkan daerah sebelah kiri dan kanan tanda panah c. Hitung jumlah atom sebelah kiri, dan setarakan atom di d. e. f. sebelah kanannya Jika belum setara kalikan dengan sebuah bilangan agar setara Gunakan bilangan tersebut sebagai koofisien Tuliskan kembali koofisiennya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 persamaan reaksi lengkap dengan 31 UJI KOMPETENSI Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Zat di bawah ini adalah sebuah unsur… a. Grafit b. Udara c. Perunggu d. Perak e. Bensin Contoh zat yang merupakan senyawa adalah ... a. Emas b. Platina c. Argon d. Alkohol e. Natrium Zat yang merupakan campuran air kecuali........ a. Air laut b. Air jeruk c. Air suling d. Air Ledeng e. Air susu Contoh molekul senyawa adalah didapat dari… a. SO2 b. SO3 c. CO2 d. CO e. O2 Contoh senyawa oksida logam adalah… a. SO2 b. SO3 c. CO2 d. CO e. Na2O Atom atau kumpulan atom yang bermuatan neagtif adalah a. Keton b. Kation c. Anion d. Lion e. Ion Ciri senyawa asam adalah mengandung ion bermuatan positif dari atom …… a. Atom Fe b. Atom Cu c. Atom H d. Atom O e. semua benar Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 32 8. Pasangan unsur yang tergolong unsur logam adalah........... a. Karbon dan arsen b. Kalsium dan silikon c. Belerang dan kromium d. Perak dan magnesium e. Kalium dan fospor 9. Senyawa basa mengandung gugus.......... a. hidroksida b. oksida c. klorida d. hidrida e. semua benar 10. Senyawa garam dibentuk oleh logam Na dengan........... a. hidroksida b. oksida c. klorida d. hidrida e. semua benar Jawablah pertanyaan‐pertanyaan di bawah ini dengan singkat. 1. Berikan contoh unsure yang berbentuk senyawa diatomik dan poliatomik 2. Berikan beberapa contoh unsure bukan logam 3. Sebutkan perbedaan senyawa organik dan anorganik 4. Sebutkan cirri‐ciri senyawa oksida 5. Sebutkan cirri‐ciri senyawa asam 6. Sebutkan cirri‐ciri senyawa garam 7. Tuliskan rumus kimia dari: a. senyawa yang mengandung 3 atom P dan 3 atom Cl b. senyawa yang mengandung 12 atom C, 22 atom H, 11 8. Tentukan perbandingan jumlah masing‐masing atom dalam setiap molekul dibawah ini. a. Kafein (C8H10N4O2) b. Karbon dioksida (CO2) 9. Jika perbandingan massa dari senyawa CO2 adalah 12 : 32, Lengkapi table dibawah ini. Massa C Massa O Massa CO2 Sisa 6 gram 20 gram ….. gram ….. gram 10 gram 16 gram ….. gram ….. gram 10. Perbaiki persamaan reaksi dibawah ini Pb(NO3)2(aq) + 2Kl(aq) Pbl2(s) + 2KNO3(aq) KOH(aq) + H3PO4(aq) K3PO4(aq + H2O(l) Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 33 Bab 3. Atom dan Perkembangannya Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Mengidentifikasi struktur atom dan sifat‐sifat periodik pada tabel periodik unsur. Mendeskripsikan perkembangan teori atom Mengintepretasikan data dalam tabel periodik Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat menyebutkan partikel dasar penyusun atom 2. Siswa dapat mengidentifikasi masa atom 3. Siswa dapat membedakan isotop, isoton dan isobar 4. Siswa dapat membedakan teori atom menurut Dalton, Thomson, Rutherford, Bohr dan berdasarkan mekanika kuantum 5. Siswa dapat menuliskan konfigurasi electron dari sebuah atom 3.1. Atom Dalam pembahasan pad bab sebelumnya, kita telah membahas atom, dimana atom adalah bagian yang terkecil dari suatu unsur yang tidak dapat dipecahkan lagi dengan reaksi kimia biasa. Demikian pula bahwa atom dari sebuah unsur dapat membentuk atau berinteraksi membentuk sebuah senyawa. Bagaimana struktur, sifat dan perkembangan akan menjadi bahasan kita selanjutnya. 3.1.1. Atom dan Lambang atom Perkembangan teknologi telah mengantarkan para ahli umtuk mempelejari atom secara teliti. Sehingga diketahui partikel‐patikel penyusun atom dan massanya secara teliti. Setiap atom tersusun atas inti atom yang bermuatan positif yang dikelingi oleh partikel elektron yang bermuatan negatif. Di dalam inti juga terdapat partikel lain yang tidak bermuatan atau netral, perhatikan Gambar 3.1. Atom dibangun oleh tiga partikel yaitu elektron, proton dan netron. Elektron adalah partikel yang bermuatan listrik negatif dan diberi lambang dengan huruf (e), memiliki muatan sebesar ‐1.6 × 10‐19 Coulomb, tanda Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 3.1. Dalam atom terdapat 7 muatan positif di inti dan 7 muatan negatif yang mengelilinya 34 negatif pada angka (‐) untuk menunjukkan bahwa elektron bermuatan negatif. Elektron memiliki massa sebesar 9.10 × 10‐31 Kg. Proton merupakan partikel dasar kedua, yang terletak di dalam inti atom dan bermuatan positif. Muatan proton sama dengan muatan elektron sebesar 1.6 × 10‐ 19 Coulomb bertanda positif. Dengan adanya besar muatan yang sama dengan elektron, namun berbeda dalam muatannya menyebabkan setiap atom bersifat netral. Berdasarkan hasil perhiungan diketahui massa sebuah proton adalah 1.673 × 10‐27 Kg. Hal ini mengindikasikan bahwa massa proton lebih besar sekitar 1800 kali massa sebuah elektron. Netron, merupakan partikel dasar yang ketiga, dan terletak di inti atom bersama‐sama dengan proton. Netron tidak bermuatan listrik, namun netron memiliki massa yaitu 1.675 × 10‐27 Kg, massa ini setara dengan massa proton. Tampak bahwa massa partikel atom yang relatif besar adalah proton dan netron, sehingga massa kedua partikel ditetapkan sebagai dari sebuah atom. Untuk sebuah unsur yang disusun oleh 1 (satu) proton dan 1 (satu) netron, maka massa akan memiliki massa sebesar 3.348 × 10‐27 Kg. Untuk lebih memperjelas lagi tentang kedudukan partikel dasar dalam sebuah atom, kita ambil contoh jika sebuah unsur memilik 6 proton, 6 elektron dan 6 netron maka Di dalam inti atom akan terdapat 6 proton dan 6 netron yang dikeliling 6 elektron lihat Gambar 3.2. Perbedaan antara satu atom unsur dengan atom unsur lainnya, hanya terletak pada jumlah proton dan elektronnya saja. Akibat perbedaan ini juga sebuah unsur memiliki sifat yang berbeda. Dengan adanya perbedaan sifat‐sifat, maka dibuatlah lambang‐lambang atom untuk mempermudah dalam mempelajarinya. Saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 109 unsur, dan penelitian terus dilakukan dan sangat mungkin dalam waktu dekat ditemukan kembali unsur‐unsur baru. Unsur tersebut tersedia pada Lampiran. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 3.2. Enam Proton dan 6 netron di inti (merah dan ungu), dikelilingi 6 elektron (biru) 35 Penulisan lambang atom mencerminkan adanya proton, elektron netron seperti di bawah ini. Secara umum penulisan tanda atom adalah A Z dimana X adalah nama usur, A : nomor massa merupakan jumlah proton dan netron dan Z : nomor atom merupakan jumlah proton atau jumlah elektron. Unsur yang paling sederhana adalah hidrogen dengan lambang huruf H, yang memiliki jumlah proton dan elektron sebanyak satu buah, dan tidak memiliki netron dengan lambng atom disajikan pada Gambar 3.3. Di alam keberadaan atom hidrogen tidak hanya seperti H namun masih ada bentuk lainnya yaitu detrium dan tritium yang dituliskan, H H artinya terdapat dua unsur hidrogen yang memiliki massa berbeda. Untuk atom hidrogen yang pertama, memiliki masing‐masing 1 (satu) proton, 1 (satu) elektron dan 1 (satu) netron. Berbeda dengan atom hidrogen yang kedua, memiliki 1 (satu) proton dan 1 (satu) elektron, namun jumlah netronnyasebanyak 2 (dua) buah. Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 3.4. Dengan adanya perbedaan ini dapat disimpulkan bahwa unsur dapat memiliki jumlah elektron dan proton yang sama, dan berbeda dalam netronnya, sehingga unsur ini memiliki isotop. Hal lain juga terjadi misalnya jika dua buah unsur memiliki jumlah netron yang sama, namun berbeda dalam hal jumlah proton elektron seperti yang ditunjukkan oleh , . Untuk unsur C (Karbon) memiliki 6 (enam) elektron dan 6 (enam) proton serta 7 (tujuh) proton. Untuk unsur N (Nitrogen) memiliki proton, elektron dan netron yang sama yaitu 7 (tujuh) buah. Kondisi dimana dua unsur memiliki jumlah netron yang sama dikatakan sebagai isoton (Gambar 3.5). Dalam kasus lain juga terjadi dimana dua unsur memiliki massa yang sama, namun berbeda dalam hal nomor massanya, seperti pada unsur , , hal ini terjadi karena baik unsur Co (Kobal) maupun Ni (Nikel) memiliki jumlah proton dan netron yang berbeda. Namun jumlah proton dan netronnya sama, untuk Co, terdapat 27 proton dan 32 netron, sedangkan Ni memiliki 28 proton dan 31 netron, kondisi dimana massa atom sama disebut dengan isobar. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 3.3. Atom hidrogen dengan satu proton dan elektron dan tidak memiliki netron. 2 H 1 Isotop 3 H 1 Gambar 3.4. Dua jenis unsur hidrogen detrium dan tritium, warna merah untuk proton, ungu netron dan biru untuk elektron C 6p +7n 7p +7n Gambar 3.5. Isoton, atom C dan atom N yang memiliki jumlah netron yang sama N 36 Dari contoh isotop, isoton dan isobar, kita dapat menarik beberapa kesimpulan: 1. Isotop hanya terjadi karena perbedaan netron, sama dalam hal jumlah proton dan elektronnya dan isotop hanya terjadi pada unsur yang sama. 2. Isoton terjadi karena terdapat kesamaan dalam hal jumlah netron, namun berbeda dalam jumlah proton dan elektronnya, dan terjadi pada unsur yang berbeda. 3. Isobar terjadi kesamaan dalam massa atom yaitu jumlah proton dan netronnya, namun berbeda untuk setiap jumlah proton, elektron dan netronnya, isobar terjadi pada unsur yang berbeda. 4. Perbedaan satu unsur terhadap unsur lainnya ditentukan oleh jumlah protonnya. Untuk lebih mudahnya memahami kesimpulan dapat dilihat perbedaan dari isotop, isoton dan isobar seperti pada Gambar 3.6. 3.1.2. Perkembangan teori atom Dalam satu unsur sudah kita ketahui bahwa peran elektron dan proton merupakan satu faktor pembeda, perbedaan ini juga mengakibatkan perbedaan sifat‐ sifat dari suatu unsur, seperti ada unsur berbentuk padat atau logam seperti; emas (Au), perak (Ag), berbentuk gas seperti Helium (He), Neon (Ne), berbentuk cair seperti air raksa (Hg). Untuk melihat bagaimana susunan atau konfigurasi elektron dan proton dalam sebuah atom perlu ditinjau perkembangan teori atom. Perkembangan teori atom yang akan disajikan adalah Perkembangan awal teori atom dilanjutkan dengan teori atom Dalton, Thomson, Rutherford, dan Niels Bohr serta teori Mekanika Quantum. 3.1.2.1. Awal perkembangan teori atom Atom berasal dari atomos bahas bahasa Yunani yang berarti tidak dapat dibagi‐bagi lagi. Pengertian ini tidak lepas dari konsep atom hasil buah pemikiran Demokritus (460‐370‐S.M). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Isotop p1, n1 e1 p1, n2 e1 Isoton p1, n1 e1 p2, n1 e2 Isobar NA 1 p2, n1 e2 NA1 p1, n2 e1 Gambar 3.6. Contoh dua atom yang memiliki karakteristik isotop atas, isoton tengah dan isobar bawah. 37 Konsep atom yang dikemukakan oleh Demokritus murni sebagai hasil pemikiran semata, tanpa disertai adanya percobaan. Suatu benda dapat dibagi menjadi bagian‐bagian yang lebih kecil, jika pembagian ini diteruskan, maka menurut logika pembagian itu akan sampai pada batas yang terkecil yang tidak dapat dibagi lagi. Gagasan tentang atom dari Demokritus menjadi tantangan bagi para ilmuwan selanjutnya dan menjadi pembuka pintu ke arah perkembangan teori atom yang lebih tinggi. 3.1.2.2. Teori atom Dalton Pemahaman tentang atom adalah bagian terkecil dari sebuah materi merupakan landasan yang dipergunaka oleh John Dalton (1805). Dia mengembangkan teori atom berdasarkan hukum kekekalan massa (Lavoisier) dan hukum perbandingan tetap (Proust). Dalton mengajukan bahwa 1) Setiap materi disusun oleh partikel kecil yang disebut dengan atom 2) Atom merupakan bola pejal yang sangat kecil (lihat Gambar 3.7) 3) Unsur adalah materi yang terdiri atas atom yang sejenis dan berbeda dengan atom dari unsur lainnya. 4) Senyawa adalah materi yang disusun oleh dua atau lebih jenis atom dengan perbandingan tertentu 5) Pembentukan senyawa melalui reaksi kimia yang merupakan proses penataan dari atom‐atom yang terlibat dalam reaksi tersebut. Teori atom yang diajukan oleh Dalton, belum dapat menjawab fenomena tentang yang terkait sifat listrik, diketahui bahwa banyak larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Dengan demikian atom masih mengandung partikel lainnya. Kelemahan ini mendorong ilmuwan lain untuk memperbaiki teori atom Dalton. 3.1.2.3. Teori atom Thomson Kelemahan dari teori yang diajukan Dalton diperbaiki oleh JJ. Thomson. Dia memfokuskan pada muatan listrik yang ada dalam sebuah atom. Dengan eksperimen menggunakan sinar kotoda, membuktikan adanya partikel lain yang bermuatan negatif dalam atom dan Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 3.7. Model atom Dalton yang merupakan bola kecil yang pejal dan padat 38 partikel tersebut adalah elektron. Thomson juga memastikan bahwa atom bersifat netral, sehingga diadalam atom juga terdapat partikel yang bermuatan positif. Selanjutnya Thomson mengajukan model atom, yang dinyatakan bahwa atom merupakan bola yang bermuatan positif, dan elektron tersebar dipermukaannya, seperti roti ditaburi kismis atau seperti kue onde‐onde dimana permukaannya tersebar wijen, lihat Gambar 3.8. Thomson juga menambahkan bahwa atom bersifat netral sehingga jumlah proton dalam bola sama dengan jumlah elektron yang ada di permukaannya. Gambar 3.8. Model atom Thomson, bola pejal bermuatan positif dan elelektron tersebar di permukaannya Atom yang bermuatan positif menjadi fokus Rutherford untuk dikaji. Eksperimen yang dilakukan Rutherford adalah menembakan partikel alpha pad sebuah lempeng tipis dari emas, dengan partikel alpha. Hasil pengamatan Rutherford adalah partikel alpha yang ditembakan ada yang diteruskan, dan ada yang dibelokkan. Dari eksperimen ini diketahui bahwa masih ada ruang kosong didalam atom, dan ada partikel yang bermuatan positif dan negatif. 3.1.2.4. Teori atom Rutherford Dari hasil ini, selanjutnya Rutherford menajukan model atom dan dinyatakan bahwa; atom terdiri dari inti atom yang bermuatan positif dan dikelilingi oleh elektron‐ elektron yang bermuatan negatif. Elektron bergerak mengelilingi inti dengan lintasan yang berbentuk lingkaran atau elips, lihat Gambar 3.9. Teori Rutherford banyak mendapat sanggahan, jika elektron bergerak mengelilingi inti, maka elektron akan melepaskan atau memancarkan energi sehingga energi yang dimiliki elektron lama‐kelamaan akan berkurang dan menyebabkab lintasannya makin lama semakin kecil dan suatu saat elektron akan jatuh ke dalam inti. Teori Rutherford tidak dapat menjelaskan fenomena ini. 3.1.2.5. Teori atom Bohr Teori Rutherford selanjutnya diperbaiki oleh Niels Bohr, Pendekatan yang dilakukan Bohr adalah sifat dualisme yang dapat bersifat sebagai partikel dan dapat bersifat sebagai gelombang. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar. 3.9 Model atom Rutherford, Muatan positif sebagai inti atom dan elektron bergerak mengengelilingi inti. 39 Hal ini dibuktikan oleh Bohr dengan melihat spektrum dari atom hidrogen yang dipanaskan. Spektrum yang dihasilkan sangat spesifik hanya cahaya dari frekuensi tertentu. Spektrum yang dihasilkan merupakan gambaran bahwa elektron mengelilingi inti, beberapa spektrum yang dihasilkan mengindikasikan bahwa elektron mengelilingi inti dalam berbagai tingkat energi. B Hasil ini telah mengantarkan Bohr untuk mengembangkan model atom (Gambar 3.10) yang dinyatakan bahwa : 1. Atom tersusun atas inti bermuatan positif dan dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif. 2. Elektron mengelilingi inti atom pada orbit tertentu dan stasioner (tetap), dengan tingkat energi tertentu. 3. Eelektron pada orbit tertentu dapat berpindah lebih tinggi dengan menyerap energi. Sebaliknya, elektron dapat berpindah dari orbit yang lebih tinggi ke yang rendah dengan melepaskan energi. 4. Pada keadaan normal (tanpa pengaruh luar), elektron menempati tingkat energi terendah (disebut tingkat dasar = ground state). Teori atom yang diajukan oleh Bohr, hanya dapat menjelaskan hubungan antara energi dengan elektron untuk atom hidrogen, namun belum memuaskan untuk atom yang lebih besar. 3.1.2.6. Mekanika kuantum Terobosan besar yang dilakukan oleh Bohr dengan memperhatikan aspek gelombang dilanjutkan oleh Schrodinger, Heisenberg dan Paul Dirac, memfokuskan pada sifat gelombang seperti yang dinyatakan oleh de Broglie bukan hanya cahaya saja yang memiliki sifat ganda sebagai partikel dan gelombang, partikel juga memiliki sifat gelombang. Dari persamaan gelombang Schrodinger, dapat menjelaskan secara teliti tentang energi yang terkait dengan posisi dan kebolehjadian tempat kedudukan elektron dari inti yang dinyatakan sebagai fungsi gelombang. Aspek tersebut dapat dijelaskan dengan teliti dengan memperkenalkan bilangan kuantum utama, azimut dan bilangan kuantum magnetik. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 A Gambar 3.10. Model atom menurut teori atom Bohr, (A) elektron berpindah dari lintasan dalam keluar dan (B) dari lintasan luar ke dalam Tabel 3.1. Hubungan antara bilangan kuantum utam (n) dengan kulit Bilangan kuantum utama Kulit 1 2 3 4 K L M N 40 Bilangan kuantum utama diberi notasi dengan huruf (n) bilangan ini menentukan tingkat energi satu elektron yang menempati sebuah ruang tertentu dalam atom, hal ini juga menjelaskan kedudukan elektron terhadap inti atom. Semakin jauh jarak tempat kedudukan elektron terhadap inti semakin besar tingkat energinya. Tingkat energi ini sering disebut juga sebagai lintasan atau kulit lihat Tabel 3.1. Tingkat energi pertama (n = 1), merupakan tingkat energi yang terdekat dari inti atom dengan kulit K. Tingkat energi kedua (n = 2), dengan kulit L, tingkat energi ketiga (n = 3) dengan kulit M, dilanjutkan dengan tingkat energi berikutnya. Jumlan elektron yang terdapat dalam setiap tingkat energi mengikuti persamaan: ( 2 n2 ) dimana n adalah bilangan kuantum utama sehingga dalam tingkat energi pertama atau kulit K sebanyak 2 (dua) elektron, dan untuk tingkat energi kedua atau kulit L adalah 8 (delapan), untuk kulit M atau tingkat energi ketiga sebanyak 18 elektron dan seterusnya. perhatikan Gambar 3.11. Bilangan kuantum azimut ( ℓ ) menentukan bentuk dan posisi orbital sebagai kebolehjadian menemukan tempat kedudukan elektron dan merupakan sub tingkat energi. Beberapa kebolehjadian tersebut ditentukan oleh bilangan kuantumnya dan didapatkan berdasarkan tingkat energinya, jumlah bilangan kuantum azimut secara umum mengikuti persamaan : ℓ = n ‐1, dimana ℓ adalah bilangan kuantum azimut dan n adalah bilangan kuantum utama. Bilangan kuantum azimut memiliki harga dari 0 sampai dengan n‐1. Untuk n = 1, maka, ℓ = 0, nilai 0 (nol) menunjukkan kebolehjadian tempat kedudukan elektron pada sub tingkat energi s (sharp). Untuk n = 2, maka ℓ = 1, maka didapat dua kebolehjadian tempat kedudukan elektron atau sub tingkat energi dari nilai 0 menunjukkan orbital s dan nilai 1 untuk sub tingkat energi p (principle). Untuk n = 3, maka ℓ = 2, maka akan didapatkan 3 (tiga) sub tingkat energi yaitu untuk harga 0 adalah sub tingkat energi s, dan harga 1 untuk sub tingkat energi p dan harga 2 untuk sub tingkat energi d (diffuse). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 32 N 18 8 2 K L M Gambar 3.11. Tingkat energi atau kulit dalam sebuah atom dan jumlah elektron maksimum yang dapat ditempati 41 Untuk n = 4, maka ℓ = 3 maka akan didapatkan 4 (empat) sub tingkat energi yaitu untuk harga 0 adalah sub tingkat energi s, dan harga 1 untuk sub tingkat energi p dan harga 2 untuk sub tingkat energi d (diffuse) dan harga 3, untuk sub tingkat energi f (fundamental). Hubungan bilangan kuantum utama dan bilangan kuantum azimut disederhanakan dalam Tabel 3.2. Setelah diketahui orbital dari bilangan kuantum azimut, maka dapat ditentukan bagaimana orientasi sudut orbital dalam ruang melalui penetapan bilangan kuantum magnetik yang bernotasi (m) yang didasari oleh bilangan kuantum azimut dan mengikuti persamaan : Tabel 3.2. Hubungan bilangan kuantum utama dengan bilangan kuantum azimut. Bilangan kuantum utama (n) Bilangan kuantum azimut (ℓ) 1 2 3 4 s s, p s, p, d s, p, d, f m = (‐ℓ, +ℓ) Untuk atom dengan harga ℓ = 0, maka harga m = 0, menunjukkan terdapat 1 buah orbital dalam sub tingkat energi atau orbital s. Untuk harga ℓ = 1, maka harga m adalah dimulai dari ‐1, 0, dan +1. Hal ini mengindikasikan Di dalam sub tingkat energi p (ℓ = 1), terdapat tiga orbital yang dinotasikan dengan px, py dan pz. Sedangkan untuk harga ℓ = 3 (sub tingkat energi ketiga atau orbital d) memiliki harga m adalah ‐2, ‐1, 0, +1 dan +2, sehingga dalam sub tingkat energi ketiga terdapat lima orbital yaitu, dxy, dxz, dyz, dx2‐y2 dan dz2. Gambar 3.12, menunjukkan hubungan bilangan kuantum utama, azimut dan magnetik. Selain tiga bilangan kuantum tersebut, masih terdapat satu bilangan kuantum yang lain yaitu spin. Bilangan ini menggambarkan ciri dari elektron itu sendiri, yang berotasi terhadap sumbunya, dan menghasilkan dua perbedaan arah spin yang berbeda atau berlawanan dan diberi harga +1/2 dan ‐1/2. Dengan harga ini dapat kita ketahui bahwa setiap orbital akan memiliki dua elektron yang berlawanan arah. Orbital digambarkan dalam bentuk kotak dan elektron dituliskan dalam bentuk tanda panah. Penggambaran orbital s dan orbital yang masingmasing memiliki satu pasang elektron. s2 px py pz ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 3.12. Susunan dan hubungan bilangan kuantum utama, azimut dan bilangan kuantum magnetik 42 3.1.3. Konfigurasi Elektron Jumlah elektron dan proton merupakan pembeda bagi setiap unsur dan juga merupakan ciri serta yang menentukan sifat‐sifat suatu unsur. Atas dasar ini diperlukan satu gambaran utuh bagaimana sebuah elektron berada dalam sebuah atom. Kajian lanjut dilakukan oleh Pauli dan menyatakan “ Bahwa dua elektron di dalam sebuah atom tidak mungkin memiliki ke empat bilangan kuantum yang sama”. Dengan ketentuan ini maka membatasi jumlah elektron untuk berbagai kombinasi bilangan kuantum utama dengan kuantum azimut. Hal ini menyebabkan jumlah elektron maksimum dalam setiap sub tingkat energi atau orbital memiliki jumlah tertentu dan besarnya setara dengan : 2 (2 ℓ + 1), dimana ℓ adalah bilangan kuantum azimut, atas dasar ini dapat kita simpulkan jumlah elektron yang berada dalam setiap orbital seperti tabel berikut. Sub tingkat Energi (Orbital) Jumlah Elektron Maksimum 2 (2 ℓ + 1) s 2 p 6 d 10 f 14 g 18 1s 3d 3p 3s 2s 2p 5d 5p 5s 4s 4p 4d 6s 4f 6p K, n = 1 L, n = 2 N, n = 4 O, n = 5 M, n = 3 P, n = 6 Gambar 3.13. Konfigurasi Elektron dalam bentuk lingkaran, dimana posisi orbital sesuai dengan sub tingkat energi Berdasarkan konsep Bangunan (Aufbau), elektron‐ elektron dalam suatu atom akan mengisi orbital yang memiliki energi paling rendah dilanjutkan ke orbital yang lebih tinggi, perhatikan juga Gambar 3.13. Kombinasi dari pendapat ini mengantarkan hubungan antara Tingkat energi dengan orbital dalam sebuah atom secara detil dan teliti. Kedudukan orbital dimulai dari tingkat energi terendah, secara berurutan sebagai berikut :1s < 2s < 2p < 3s < 3p < 4s < 3d < 4p < 5s < 4d < 5p < 6s < 5d < 4f < 6p < 7s < 6d < 5f, untuk lebih mudahnya perhatikan Gambar 3.14. Atas dasar kombinasi ini maka, pengisian elektron merujuk pada tingkat energinya sehingga pengisian orbital secara berurutan adalah 1s, 2s, 2p, 3s, 3p, 4s, 3d, 4p, 5s, 4d, 5p, 6s, 5d dan seterusnya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 3.14. Susunan dan hubungan bilangan kuantum utama, azimut dan bilangan kuantum magnetik 43 Pengisian elektron dalam sebuah orbital disajikan pada Gambar 3.15. Kajian selanjutnya dilakukan oleh Hund, yang menyatakan Elektron dalam mengisi orbital tidak membentuk pasangan terlebih dahulu. Hal ini terkait bahwa setiap orbital dapat terisi oleh dua elektron yang berbeda arah momen spinnya. Dengan aturan Hund, konfigurasi elektron dalam sebuah atom menjadi lengkap dan kita dapat menggambarkan sebuah atom dengan teliti.Sebagai contoh atom karbon dengan nomor atom 6. Atom karbon memiliki 6 elektron, sehingga memiliki orbital 1s (pada tingkat energi pertama), pada tingkat energi kedua terdapat orbital 2s dan 2p. Pengisian elektron memiliki dua alternatif, pertama orbital 1s, 2s dan 2px terisi dua elektron, seperti di bawah ini 1s 2s ↑↓ 2px 2py 2pz ↑↓ 4s 3p 3s 2p 2s 1s Gambar 3.15. Susunan elektron berdasarkan sub tingkat energi atau orbitalnya ↑↓ Namun ini tidak memenuhi aturan Hund, dimana setiap orbital harus terisi terlebih dahulu dengan satu elektron, menurut susunan elektron Karbon menjadi : 1s ↑↓ 2s ↑↓ 2px 2py 2pz ↑ ↑ Pengisian elektron diawali pada tingkat energi terendah yaitu orbital 1s, dilanjutkan pada orbital 2s, darena jumlah elektron yang tersisa 2 buah, maka elektron akan mengisi orbital 2px, dilanjutkan dengan orbital 2py, mengikuti aturan Hund. Untuk mempermudah membuat konfigurasi elektron dalam sebuah atom dapat dipergunakan bagan pengisian elektron sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3.15 dan 3.16. Peran elektron dalam memunculkan sifat tertentu bagi suatu unsur ditentukan oleh elektron yang berada pada tingkat energi tertinggi. Jika kita mempergunakan istilah kulit maka elektron yang berperan adalah elektron yang berada pada kulit terluar, posisi elektron pada tingkat energi tertinggi atau elektron pada kulit terluar disebut sebagai elektron valensi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 3.16. Susunan elektron sesuai dengan tingkat energi dan sub tingkat energinya 44 Dalam susunan elektron diketahui bahwa elektron yang berjarak paling dekat ke inti adalah elektron yang menempati orbital 1s. Inti yang bermuatan positif akan menarik elektron, sehingga semakin dekat inti otomatis elektron akan tertarik ke inti. Hal ini berdampak pada terjadi pengurangan jarak dari elektron tersebut ke inti atom. Berbeda dengan elektron yang berada pada tingkat energi yang tinggi, jarak dari inti semakin jauh sehingga daya tarik inti atom juga semakin menurun. Oleh sebab itu posisi elektron terluar relatif kurang stabil dan memiliki kecenderungan mudah dilepaskan. Apa yang terjadi jika suatu elektron terlepas dari sebuah atom?. Kita dapat mengambil contoh pada sebuah atom yang memiliki nomor atom 11. Dari informasi ini kita ketahui bahwa atom tersebut memiliki 11 proton dan 11 elektron. Susunan elektron pada atom tersebut adalah : 1s2, 2s2, 2p6 dan 3s1 pada Gambar 3.17. Jika elektron pada kulit terluar terlepas (karena daya tarik inti lemah jika dibandingkan dengan 2p6), maka atom ini berubah komposisi proton dan elektronnya yaitu jumlah proton tetap (11) jumlah elektron berkurang menjadi 10, sehingga atom tersebut kelebihan muatan positif atau berubah menjadi ion positif. 1s 2 ↑↓ 2s 2 ↑↓ 6 2p ↑↓ ↑↓ 3s ↑↓ e 3s 2p 11+ 6e 2e 1s 2e Gambar 3.17. Orbital 3s berisi satu elektron dengan jarak terjauh dari inti dan mudah dilepaskan 2p5 1 ↑ Elektron 3s1 adalah elektron yang mudah dilepaskan 2s 2s2 9+ 1s2 Perubahan ini dapat kita tuliskan dengan persamaan reaksi dimana atom yang bernomor atom 11 adalah Na (Natriun) Na → Na+ + e (e = elektron) Unsur‐unsur dengan elektron valensi s1, memiliki kecenderungan yang tinggi menjadi ion positif atau elektropositif. Dalam kasus lain, sebuah atom juga memiliki kecenderungan menarik elektron, dalam hal ini elektron dari luar. Hal ini terjadi karena inti atom memiliki daya tarik yang kuat, proses penarikan elektron oleh sebuah atom ditunjukkan oleh atom Flor (F). Konfigurasi elektron untuk atom ini adalah 1s2, 2s2, dan 2 p5, perhatikan Gambar 3.18. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 3.18. Susunan Elektron untuk atom Flor 45 Jika atom ini menarik sebuah elektron, maka konfigurasinya berubah menjadi 1s2, 2s2, dan 2 p6. Di dalam inti atom Flor terdapat 9 proton atau muatan positif, sehingga tidak dapat menetralisir jumlah elektron yang ada. Dengan kelebihan elektron maka atom ini berubah menjadi ion negatif. Orbital atom Flor, dengan 5 elektron terluar, masih tersedia ruang dalam orbital pz. 1s2 ↑↓ 2s2 ↑↓ 2px2 2py2 2pz1 ↑↓ ↑↓ ↑ Elektron dari luar akan masuk kedalam orbital 2pz, dan mengubah konfigurasinya menjadi 1s2 ↑↓ 2s2 ↑↓ 2px2 2py2 2pz2 ↑↓ ↑↓ ↑↓ sehingga atom Flor menjadi ion Flor yang bermuatan negatif. Unsur‐unsur dengan elektron valensi p5 memiliki kecenderungan yang tinggi menjadi ion negatif atau memiliki keelektronegatifan yang tinggi. Perubahan pada atom Flor juga dapat dinyatakan kedalam bentuk persamaan reaksi seperti di bawah ini. F + e → F‐ (e = elektron) Makna persamaan di atas adalah, atom Flor dapat berubah menjadi ion Flor dengan cara menarik elektron dari luar, sehingga atom Flor menjadi kelebihan muatan negatif dan menjadi ion Flor. Perubahan konfigurasi elektron di dalam orbitalnya atau pada setiap tingkat energinya dapat kita bandingkan dengan menggunakan Gambar 2.17 dan Gambar 2.18. Dari penjelasan di atas tampak bahwa elektron terluar memegang peranan penting, khususnya bagaimana sebuah atom berinteraksi menjadi ion. Konsep ini mendasari bagaimana sebuah atom dapat berinteraksi dengan atom lain dan menghasilkan zat baru atau molekul baru. Selain faktor lain seperti kestabilan dari atom itu sendiri. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 46 RANGKUMAN 1. Atom tersusun atas beberapa partikel yaitu proton, elektron dan netron. Proton merupakan partikel bermuatan positif 1.6 × 10‐19 Coulomb dengan massa 1.673 × 10‐27 Kg. Elektron bermuatan negatif sebesar ‐1.6 × 10‐19 Coulomb dan memiliki massa sebesar 9.10 × 10‐31 Kg. Sedangkan netron tidak bermuatan namun memiliki massa yang besarnya 1.675 × 10‐27 Kg. 2. Tanda atom dituliskan sebagai dimana X adalah nama usur, A adalah nomor massa merupakan jumlah proton dan netron, sedangkan Z adalah nomor atom merupakan jumlah proton atau jumlah elektron. 3. Pembeda antara satu atom dengan atom lainnya adalah jumlah elektronnya, karena setiap memiliki jumlah proton dan netron yang bervariasi, maka terjadi beberapa komposisi yang berbeda dan diberi istilah sebagai berikut : • Isotop hanya terjadi karena perbedaan netron, sama dalam hal jumlah proton dan elektronnya dan isotop hanya terjadi pada unsur yang sama. • Isoton terjadi karena terdapat kesamaan dalam hal jumlah netron, namun berbeda dalam jumlah proton dan elektronnya, dan terjadi pada unsur yang berbeda. • Isobar terjadi kesamaan dalam massa atom yaitu jumlah proton dan netronnya, namun berbeda untuk setiap jumlah proton, elektron dan netronnya, isobar terjadi pada unsur yang berbeda. 4. Teori atom Dalton; atom sautu unsure berupa bola pejal yang disusun oleh partikel kecil yang disebut dengan atom. Unsur adalah materi yang terdiri atas atom yang sejenis dan berbeda dengan atom dari unsur lainnya. Senyawa adalah materi yang disusun oleh dua atau lebih jenis atom dengan perbandingan tertentu dan proses pembentukan senyawa melalui reaksi kimia yang merupakan proses penataan dari atom‐atom yang terlibat dalam reaksi tersebut. 5. Teori atom menurut Thomson, atom merupakan bola yang bermuatan positif, dan elektron tersebar dipermukaannya, atom bersifat netral sehingga jumlah protonnya sama dengan jumlah elektronnya. 6. Teori atom menurut Rutherford, atom terdiri dari inti atom yang bermuatan positif dan dikelilingi oleh elektron‐elektron yang bermuatan negatif. Elektron bergerak mengelilingi inti dengan lintasan yang berbentuk lingkaran atau elips. Teori Rutherford banyak mendapat sanggahan, secara sederhana Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 47 disampaikan jika elektron mengelilingi inti maka energi elektron semakin lama semakin berkurang dan suatu saat elektron akan jatuh ke inti atom. 7. Teori atom Bohr ; setiap elektron bergerak mengelilingi inti atom dengan lintasan sesuai dengan tingkat energi tertentu, selama elektron mengelilingi inti atom, tidak terjadi proses pelepasan energi maupun penyerapan energi. Bohr juga menyatakan, elektron dapat berpindah dari lintasan bagian dalam kelintasan bagian luar dengan menyerap energi, sebaliknya juga demikian, elektron dapat berpindah dari lintasan luar ke lintasan yang lebih dalam dengan melepaskan energi. 8. Schrodinger, Heisenberg dan Paul Dirac, memfokuskan partikel atom juga memiliki sifat gelombang. Dari persamaan gelombang Schrodinger, dapat menjelaskan secara teliti tentang energi yang terkait dengan posisinya dan kebolehjadian tempat kedudukan elektron dari inti yang dinyatakan sebagai fungsi gelombang. Aspek tersebut dapat dijelaskan dengan teliti dengan memperkenalkan bilangan kuantum utama, azimut dan bilangan kuantum magnetik. 9. Bilangan kuantum utama diberi notasi dengan huruf (n) bilangan ini menentukan tingkat energi satu elektron yang menempati sebuah ruang tertentu dalam atom, hal ini juga menjelaskan kedudukan elektron terhadap inti atom. Semakin jauh jarak tempat kedudukan elektron terhadap inti semakin besar tingkat energinya. 10. Tingkat energi pertama (n = 1) dan sering disebut dengan kulit K, tingkat energi kedua (n = 2), dengan kulit L, tingkat energi ketiga (n = 3) dengan kulit M, dan seterusnya. Jumlan elektron yang terdapat dalam setiap tingkat energi mengikuti persamaan: ( 2 n2 ) dimana n adalah bilangan kuantum utama. • K, n = 1, Total elektronnya ( 2.12) = 2 elektron • • L, n = 2, Total elektronnya ( 2.22) = 8 elektron M, n = 3, Total elektronnya ( 2.32) = 18 elektron, dan seterusnya. 11. Bilangan kuantum azimut ( ℓ ) menentukan bentuk dan posisi orbital sebagai kebolehjadian menemukan tempat kedudukan elektron dan merupakan sub tingkat energi. Jumlah bilangan kuantum azimut secara umum mengikuti persamaan : ℓ = n ‐1, dimana ℓ adalah bilangan kuantum Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 48 azimut dan n adalah bilangan kuantum utama. Bilangan kuantum azimut memiliki harga dari 0 sampai dengan n‐1. • • • • Untuk n = 1, maka, terdapat sub tingkat energi s (sharp). Untuk n = 2, terdapat sub tingkat energi s dan p (principle). Untuk n = 3, terdapat sub tingkat energi s, p dan d (diffuse). Untuk n = 4, terdapat sub tingkat energi s, p, d, dan f (fundamental). 12. Bilangan kuantum magnetik yang bernotasi (m) menentukan orientasi sudut orbital (tempat keboleh jadian elektron berada) dalam ruang. Bilangan kuantum magnetik ditetapkan berdasarkan bilangan kuantum azimut, m = (‐ℓ, +ℓ) • • • • Untuk sub tingkat energi s, terdapat 1 orbital, karena m=0. Untuk sub tingkat energi p terdapat 3 orbital (px, py dan pz), karena m = ‐1, 0, +1. Untuk sub tingkat energi d terdapat 5 orbital, karena m = ‐2, ‐1, 0, 1, 2. Untuk sub tingkat energi f terdapat 7 orbital, karena m = ‐3, ‐2, ‐1, 0, 1, 2, 3. 13. Bilangan kuantum spin merupakan rotasi elektron terhadap sumbunya, dan menghasilkan dua perbedaan arah spin yang berbeda atau berlawanan dan diberi harga +1/2 dan ‐1/2. Sehingga setiap orbital memiliki sepasang elektron yang berlawanan arah. s2 ↑↓ px2 py2 ↑↓ pz2 ↑↓ ↑↓ 14. Bilangan kuantum spin ini juga didukung oleh Pauli yang menyatakan dua elektron di dalam sebuah atom tidak mungkin memiliki ke empat bilangan kuantum yang sama. Sehingga jumlah elektron maksimum dalam setiap sub tingkat energi atau orbital memiliki jumlah tertentu dan besarnya setara dengan : 2 (2 ℓ + 1), dimana ℓ adalah bilangan kuantum azimut dan jumlah elaktron maksimum dalam setiap orbital adalah s = 2 elektron, p = 6 elektron, d = 10 elektron, f =14 elektron dan seterusnya. 15. Berdasarkan konsep Bangunan (Aufbau), elektron‐elektron dalam suatu atom akan mengisi orbital yang memiliki energi paling rendah dilanjutkan ke orbital yang lebih tinggi, sehingga tampak adanya hubungan tingkat energi orbital Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 49 secara teliti. Kedudukan orbital dimulai dari tingkat energi terendah, secara berurutan sebagai berikut :1s < 2s < 2p < 3s < 3p < 4s < 3d < 4p < 5s < 4d < 5p < 6s < 5d < 4f < 6p < 7s < 6d <5f. 16. Dalam pengisian elektron pada setiap orbital, maka elektron tidak membentuk pasangan terlebih dahulu, namun mengisi terlebih dahulu orbital lainnya, sesuai dengan aturan bahwa setiap orbital dapat terisi oleh dua elektron yang berbeda arah momen spinnya. 17. Elektron memiliki peran penting sebagai pembawa sifat sebuah atom. Elektron yang memiliki peran tersebut adalah elektron yang berada pada tingkat energi tertinggi atau elektron pada kulit terluar (elektron valensi). Jika sebuah memiliki elektron yang dekat dengan inti, maka daya tarik inti besar dan elektron sulit dilepaskan. Berbeda dengan atom yang elektronnya jauh dari inti, maka daya tarik inti lemah dan elektron mudah dilepaskan. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 50 Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat 1. Suatu atom memiliki partikel yang bermuatan negatif yaitu A. Proton B. Elektron C. Netron D. Meson 2. Massa atom setara dengan jumlah massa A. Proton + elektron B. Proton + meson C. Netron + proton D. Netron + elektron 3. Pernyataan di bawah ini benar untuk unsur dengan massa 23 dan nomor atom 11, kecuali: A. mempunyai 11 elektron dan 11 proton B. mempunyai 11 elektron dan 12 netron C. mempunyai nomor massa 23 D. mempunyai massa atom kurang lebih 23 sma 4. Suatu unsur A dengan 10 proton dan 12 netron, unsur B 10 proton dan 13 netron maka kedua unsur tersebut: A. Isoton B. Isobar C. Isotop D. Isokhor 5. Jika suatu atom mempunyai 18 elektron dan 17 netron, maka nomor massanya adalah: A. 11 B. 18 C. 35 D. 25 6. Banyaknya elektron dalam kulit M adalah: A. 18 elektron B. 9 elektron C. 32 elektron D. 30 elektron 7. Konfigurasi elektron dari suatu atom yang mempunyai nomor atom 10 adalah: A. 1s2, 2s2, 2p6 B. 1s2, 2s2, 2p4, 3s2 C. 1s2, 2s2, 2p5, 3s2 D. 2s2, 2s1, 2p7 8. Diantara pasangan‐pasangan ion/atom di bawah ini yang memiliki struktur elektron terluar yang sama adalah: A. F dan Ne B. F‐ dan O‐ ‐ C. F dan Ne D. F‐ dan Ne‐ 9. Sesuai dengan model atom mekanika gelombang, maka kedudukan elektron: A. Dapat ditentukan dengan mudah B. Dapat ditentukan tetapi sulit C. Posisi elektron hanya merupakan kebolehjadian D. Elektron dianggap tidak ada 10. Tidak mungkin elektron memiliki bilangan kuantum yang sama, dinyatakan oleh A. Pauli B. Hund C. Bohr D. Rutherford Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 UJI KOMPETENSI 51 11. Jumlah elektron yang terdapat pada gas mulia dikulit terluar umumnya adalah A. 2 B. 4 C. 8 D. 10 12. Stabil atau tidaknya suatu atom ditentukan oleh: A. Jumlah elektron di kulit yang paling dekat dengan inti B. Jumlah kulit lintasan elektron C. Perbandingan jumlah elektron dan netron D. Perbandingan jumlah netron dan proton 13. Unsur yang mempunyai nomor atom 31 membentuk ion yang bermuatan A. ‐3 B. +2 C. ‐1 D. +1 14. Beda suatu unsur dengan isotopnya adalah: A. Jumlah elektronnya B. Jumlah protonnya C. Nomor atomnya D. Jumlah netronnya 15. Di bawah ini tercantum lambang unsur‐unsur dengan nomor atomnya. Atom yang mempunyai 6 elektron valensi adalah: A. 8O B. 6C C. 12 Mg D. 10N 16. Kalsium mempunyai nomor atom 20, susunan elektron‐ elektronnya pada kulit K, L, M, N adalah: A. 2, 8, 10, 0 B. 2, 8, 6, 4 C. 2, 8, 9, 1 D. 2, 8, 8, 2 17. Kelemahan dari teori atom Niels Bohr adalah Bohr tidak menjelaskan tentang: A. Kestabilan atom B. Lintasan elektron C. perpindahan elektron D. Kedudukan elektron . 18. Harga keempat bilangan kuantum terakhir dari atom S yang mempunyai nomor atom 16 adalah: A. n = 2, l = 0, m = 0, s = ‐1/2 B. n = 3, l = 1, m = ‐1, s = ‐1/2 C. n = 2, l = 0, m = ‐1, s = +1/2 D. n = 3, l = 1, m = +1, s = ‐1/2 19. Salah satu yang menjadi dasar timbulnya model atom modern adalah: A. Rutherford, Bohr, dan De Broglie B. Pauli, Bohr, dan De Broglie C. Rutherford, De Broglie, dan Hund D. De Broglie, Schrodinger, dan Heisenberg 20. Kedudukan orbital suatu atom ditentukan oleh bilangan kuantum.... A. utama, azimut dan magnetik B. magnetik C. azimut dan spin D. spin Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 52 Bab 4. Tabel Periodik Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Mengidentifikasi struktur atom dan sifat‐sifat periodik pada tabel periodik unsur. Mendeskripsikan perkembangan teori atom Mengintepretasikan data dalam tabel periodik Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat menyebutkan perkembangan table periodik 2. Siswa dapat membedakan table periodik berdasarkan kenaikan berat atom dan nomor atom 3. Siswa dapat mendeskripsikan informasi dari jalur horizontal dan vertikal dari tabel periodik 4. Siswa dapat mendeskripsikan hubungan antara konfigurasi elektron dengan golongan dalam tabel periodik 5. Siswa dapat mendeskripsikan sifat‐sifat unsure dalam satu golongan dan periode 4.1. Tabel Periodik Jumlah unsur yang telah ditemukan cukup banyak, sampai dengan saat ini telah dikenal 108 unsur. Tentu tidak mudah mempelajari sekian banyak unsur. Usaha untuk membuat daftar unsur dan menggolongkannya telah dilakukan. Hasil penggolongan dan daftar unsur tersebut dikenal dengan Tabel periodik. Perkembangan tabel periodik cukup lama dan banyak melibatkan para ahli kimia, dan saat ini kita sudah mendapatkan tabel periodik bentuk panjang. 4.1.2. Sifat Unsur merupakan fungsi massa atom Pada tahun 1829, Johan W Dobereiner mengemukakan cara sederhana untuk mengelompokan unsur. Ia membuat kelompok unsur‐unsur, yang memiliki sifat yang sama dan masing‐masing kelompok terdiri dari tiga unsur, ternyata unsur kedua memiliki massa atom yang relatif sama dengan massa rata‐rata dari unsur pertama dan ketiga. Model ini dikenal dengan istilah Triad Dobereiner, Perhatikan tabel 4.1. di bawah ini. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 53 Tabel 4.1. Susunan 3 unsur yang memiliki sifat yang sama berdasar rata‐rata massa atom pertama dan ketiga, sebagai penentu unsur kedua No Lambang Unsur Massa 1 Cl 35.45 2 ….. 3 I 126.91 Rata‐rata 81.18 Lambang Unsur Massa Br 79.92 Dari table tampak bahwa massa atom Br relative mendekati harga rata‐rata dari massa pertama dan ketiga. Penyusunan unsur berdasarkan kenaikan massa atom dengan cara lain juga dilakukan oleh John Newland dan terkenal Hukum Oktaf. Newlands menyatkan jika unsur‐unsur disusun berdasarkan kenaikan massa atomnya, maka sifat‐sifat unsur akan kembali terulang secara berkala setelah 8 (delapan=oktaf) unsur. Mendeleev dan Lothar Matheus yang bekerja secara terpisah mempersiapkan susunan berkala unsur. mereka sepakat untuk menyusun unsur‐unsur berdasarkan kenaikan massa atomnya. Mendeleev memperhatikan kesamaan sifat‐sifat kimia, sedangkan Lothar Matheus lebih focus pada sifat‐sifat fisikanya. Mendeleev berhasil menyusun tabel unsur dari kiri ke kanan berdasarkan kenaikan massa atomnya. Pada awalnya tersusun untuk 60 buah unsur dan berkembang, karena dalam table tersebut tersedia ruang‐ruang kosong yang dapat dipergunakan untuk menemukan unsur ataupun meramalkan sifat‐sifat unsur. Dalam perkembangan teori atom, tabel yang dibuat oleh Mendeleev menjadi kurang sesuai dan terdapat banyak kelemahan. 4.1.2. Tabel periodik bentuk panjang Pada tahun 1895, Julius Thomson memperkenalkan model tabel periodik yang lain. Thomson menyatakan bahwa sifat‐sifat unsur merupakan fungsi periodik dari kenaikan nomor atomnya. Hal ini selaras dengan perkembangan teori atom dengan pendekatan mekanika kuantum yang berkembang kemudian. Tabel periodik yang diajukan oleh Thomson dikenal dengan Tabel periodik bentuk panjang. Tabel periodik panjang terdiri dari dua jalur horizontal dan jalur vertikal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. 4.1.2.1. Jalur horizontal Jalur horizontal disebut periode dan terdapat 7 (tujuh) periode yang menunjukkan tingkat energi atau kulit dalam sebuah atom. Nomor dalam setiap kotak adalah nomor atom merupakan jumlah elektron atau proton yang dikandung unsur tersebut. Periode pertama terdiri dari 2 unsur sesuai Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 54 dengan jumlah elektron pada kulit K atau 1s, sehingga unsur pertama memilik elektron 1s1 dan unsur kedua 1s2. Pada periode kedua terdapat 8 unsur setara dengan kulit L (2s dan 2p). Untuk periode ketiga atau kulit M masih terdapat 8 unsur (3s dan 3p), karena orbital 3d belum terisi. Gambar 4.1. Tabel Periodik bentuk Panjang tersusun atas 7 periode Pada periode ke empat kulit N, mulai terisi orbital 3d, dengan susunn 4s, 3d dan 4p, sehingga total unsur yang ada dalam periode ini adalah 18 unsur. Hal yang sama juga terjadi dan periode ke lima, orbital 4d mulai terisi, dengan konfigurasi elektron valensinya 5s, 4d dan 5p setara dengan 18 unsur. Periode ke enam dan ketujuh, orbital f mulai terisi dan didapat jumlah 32 unsur setara dengan elektron pada orbital s, p, d dan f. Unsur pertama yang mulai mengisi orbital 4f pada baris bawah pertama adalah La (Lantanium). Pada baris atau deret ini, dimulai dari unsur lantanium berisi 14 unsur dikenal dengan deret Lantanida, keempat belas unsur memiliki kemiripan yang sama dan menyerupai unsur lantanium. Sedangkan, baris atau deret bawah kedua merupakan unsur‐unsur yang mengisi orbital 5f dimulai dari unsur Ac (Actinium), dalam deret ini seluruh unsur memiliki kemiripan sifat dengan actinium sehingga dikenal dengan deret Actinida. 4.1.2.2. Jalur Vertikal Jalur vertikal disebut juga dengan golongan, dalam tabel periodik bentuk panjang terdapat Golongan A, yang berisi Golongan IA dengan elektron valensi 1s1 dan IIA dengan elektron valensi 1s2, dilanjutkan dengan Golongan IIIA sampai dengan VII A yang mengisi orbital p1 sampai dengan p5, unsur‐unsur ini merupakan unsur non logam. Untuk Golongan VIIIA dan lebih dikenal dengan Golongan 0 memiliki elektron valensi p6 dan merupakan gas mulia, perhatikan Gambar 4.2. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 55 Gambar 4.2. Tabel Periodik bentuk Panjang tersusun atas Golongan A dengan unsur yang memiliki elektron valensi pada orbital s dan p, dan Golongan B yang dengan elektron valensi pada orbital d dan f. Golongan B merupakan golongan yang memiliki elektron valensi pada orbital d, unsur‐unsur dalam golongan ini merupakan logam. Untuk Golongan IIIB sampai dengan golongan VIIB mencirikan elektron ns2 dan (n‐1)d(1s/d 5), untuk lebih jelasnya, kita ambil contoh Golongan IIIB memiliki elektron valensi 4s2, 3d1, dilanjutkan dengan 5s2, 4d1. Jika kita ingin mengetahui gololngan VB, dengan mudah kita tetapkan elektron valensinya yaitu s2 dan d3. Pada golongan IIIB yang masuk golongan ini, bukan hanya yang memiliki konfigurasi s2, d1, namun juga untuk unsur dengan elektron valensi orbital f, hal ini terjadi khusus untuk unsur pada periode ke enam dan ke tujuh. Hal ini terjadi karena sebelum mengisi orbital 5d, orbital 4f terisi terlebih dahulu. Ada 14 unsur yang memiliki elektron valensi orbital 4f yaitu deret lantanida. Demikianpula pada pengisian orbital 6d, maka orbital 5f terisi terlebih dahulu dan terdapat 14 unsur lainnya yang dikenal deret Aktinida. Untuk golongan VIIIB memiliki 3 kolom, sehingga untuk golongan VIII memiliki tiga kemungkinan elektron valensi pada orbital d. Secara umum elektron valensinya adalah ns2 dan (n‐1)d(6s/d 8), tiga kemungkinan tersebut adalah, d6, d7 dan d8. Sebagai contoh unsur Fe (Besi) memiliki 4s2, 3d6, Kobal (Co) dengan elektron valensi 4s2, 3d7, dan Nikel (Ni) memiliki elektron valensi 4s2, 3d8. Sedangkan untuk golongan IB dan IIB, memiliki elektron valensi masing‐ masing 4s2, 3d9, dan 4s2, 3d10. Untuk menyederhanakan penggolongan unsur dapat kita lakukan dengan memperhatikan elektron valensi yang dimiliki oleh unsur tersebut, meliputi unsur blok s, yaitu yang memiliki elektron valensi pada orbital s. Blok p adalah unsur yang memiliki elektron valensi pada orbital p, blok d dengan elektron valensi pada orbital p dan blok f yang memiliki elektron valensi pada orbital f, lihat Gambar 4.3. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 56 Gambar 4.3. Tabel Periodik dengan pengelompokan Blok dari elektron valensinya 4.2. Hubungan table periodik dengan konfigurasi elektron 4.2.1. Elektron Valensi Telah kita bahas bahwa sifat‐sifat unsur merupakan fungsi kenaikan nomor atomnya, dan kita juga sudah bahas bahwa pembeda dari suatu unsur terhadap unsur lainnya adalah elektron valensi. Atas dasar ini kita bisa melihat sifat tersebut. Elektron valensi adalah elektron yang berada pada orbital terluar dan elektron ini yang berperan untuk melakukan interaksi. Pada Gambar 2.21, tampak bahwa jumlah elektron valensi meningkat naik dari kiri kekanan, elektron valensi pada golongan IA adalah s1, meningkat pada golongan IIA menjadi s2, demikian pula pada golongan IIIA meningkat menjadi s2, p1, semakin kekanan jumlah elektron valensi bertambah. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa dalam tabel periodik, elektron valensi meningkat jumlahnya, karena unsur disusun berdasarkan kenaikan nomor atom yang mencerminkan jumlah elektron maupun jumlah proton. Sedangkan dalam satu golongan setiap unsur memiliki elektron valensi yang sama karena penggolongan unsur didasari atas kesamaan jumlah elektron valensi. 4.2.2. Jari-jari atom Jari‐jari atom adalah jarak dari inti atom sampai dengan elektron pada kulit terluar. Hasil pengamatan dari jari‐jari atom untuk golongan IA, IIA dan IIIA, menunjukkan bahwa dalam satu golongan dari atas ke bawah, jari‐jari atom semakin membesar. Dalam satu periode dari kiri ke kanan jari‐jari semakin mengecil, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 57 Gambar 2.22. Jari‐jari atom meningkat dalam satu Golongan IA, dan periode unsur non‐logam periode tiga Peningkatan jari‐jari atom didalam satu golongan disebabkan meningkatnya tingkat energi dari atom atau meningkatnya kulit. Untuk atom Li (Litium) terletak pada kulit L, sedangkan Na (Natrium) pada kulit M, dan atom K (Kalium) terletak pada kulit N. Sedangkan dalam satu periode jari‐jari atom semakin mengecil. Dalam satu periode setiap atom memiliki tingkat energi yang sama, namun jumlah intinya semakin membesar, karena kenaikan nomor atomnya, sehingga daya tarik inti terhadap elektron semakin kuat dan jari‐jari atom menjadi lebih kecil. 4.2.3. Energi Ionisasi Energi ionisasi didefinisikan sebagai energi terendah yang dibutuhkan sebuah atom untuk dapat melepaskan elektron valensinya. Hasil eksperimen untuk energi ionisasi yang dilakukan pada unsur‐unsur golongan IA menunjukkan bahwa energi ionisasi dari logam Litium (Li) sampai dengan Cesium (Cs) menurun. Sedangkan energi ionisasi dari unsur‐unsur dalam satu periode, ditunjukkan pada periode ke tiga yaitu dari unsur Boron (B) sampai dengan Flor (F) menunjukkan adanya peningkatan. Trend peningkatan dan penurunan energi ionisasi dalam Tabel periodik ditunjukkan pada Gambar 4.5. Untuk unsur dalam satu golongan, semakin ke bawah jumlah kulit semakin banyak dan elektron semakin jauh dari inti. Hal ini menyebabkan elektron semakin mudah dilepaskan, dan dapat disimpulkan bahwa energi ionisasi dalam satu golongan semakin kecil dari atas ke bawah. Unsur‐unsur dalam tabel periodik disusun berdasarkan kenaikan nomor atom sehingga jumlah elektron semakin besar dari kiri ke kanan dan semakin sulit melepaskan karena memerlukan energi yang cukup besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa energi ionisasi dalam satu periode dari kiri kekanan semakin besar. Kemudahan sebuah elektron dilepaskan oleh sebuah unsur merupakan ciri khas sifat logam dari sebuah unsur, sehingga sifat kelogaman sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya energi ionisasi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 58 Gambar 4.5. Jari‐jari atom meningkat dalam satu Golongan IA, dan periode unsur non‐logam periode tiga Dalam satu golongan, sifat kelogaman meningkat dari atas ke bawah, yang berlawanan dengan energi ionisasinya. Demikianpula sifat kelogaman dalam satu periode semakin kecil dari kiri kekanan, sehingga unsur‐unsur yang berada disebelah kanan khususnya yang memiliki orbital p bersifat sebagai non logam. 4.2.4. Affinitas elelktron Affinitas elektron didefinisikan sebagai energi yang dibebaskan oleh sebuah atom untuk menerima elektron. Dengan membebaskan energi, menunjukkan bahwa atom tersebut memiliki kecenderungan yang tinggi untuk berubah menjadi ion negatif. Dalam satu periode, dari kiri kekanan affinitas elektron bertambah besar. Sedangkan dalam satu golongan, dari atas ke bawah affinitas elektron semakin berkurang. Jika kita tinjau dari sisi atomnya, maka ada satu kemampuan suatu atom untuk menarik elektron yang disebut dengan elektronegatifitas. Keterkaitan antara elektronegatifitas dengan affinitas elektron adalah sebanding, semakin besar affinitas elektron semakin besar pula elektronegatifitasnya. Dalam satu periode dari kiri ke kanan elektronegatifitas semakin besar, sedangkan dalam satu golongan dari atas ke bawah, elektronegatifitasnya semakin menurun. Hasil ini ini juga didukung oleh data seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.6. Gambar 4.6. Elektronegatifitas untuk periode 3 dan Golongan VIIA Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 59 RANGKUMAN 1. Tabel periodik disusun untuk mempermudah kita dalam mempelajari Ilmu Kimia, khususnya unsur. Tabel periodik disusun atas dasar kenaikan nomor atom atau kenaikan jumlah elektron, dan terjadi kesamaan sifat‐sifat unsur secara periodik. Tabel periodik panjang terdiri dari dua jalur yaitu jalur horizontal dan jalur vertikal, 2. Jalur horizontal disebut periode dan terdapat 7 (tujuh) periode yang menunjukkan tingkat energi atau kulit. Periode 1 sesuai dengan kulit K, yang berisi orbital s dengan 2 maksimum elektron yang berarti bahwa pada periode 1 hanya terdapat 2 unsur. 3. Periode kedua, memiliki kulit L, dengan orbital 2s dan 2p, dengan total elektron maksimum sebanyak 8 elektron setara dengan jumlah unsur yang ada pada periode ini. 4. Periode ketiga M, dengan orbital 3s, 3p dan 3d, namun orbital 3d, belum terisi elektron, sehingga elektron hanya mengisi pada orbital 3s, 3p, sehingga terdapat 8 elektron atau tersedia 8 unsur pada periode ini. 5. Untuk periode ke empat dan ke lima, orbital s, p dan d sudah terisi penuh sehingga terdapat 18 unsur. Sedangkan untuk periode ke enam orbital s, p, d dan orbital f sudah terisi sehingga terdapat 32 unsur, dan periode ke tujuh jika terisi maksimum juga akan terdapat 32 unsur, namun sampai dengan saat ini belum terisi seluruhnya. 6. Dalam tabel periodik bentuk panjang terdapat dua golongan yaitu golongan A dan golongan B yang merupakan jalur vertikal. Golongan terkait erat dengan elektron valensi, untuk Golongan A, seluruh unsur memiliki elektron valensi pada orbital s dan orbital p. Golongan IA dengan elektron valensi 1s1 dan IIA dengan elektron valensi 1s2. Golongan IA dan IIA dikenal dengan logam alkali dan alkali tanah, Golongan IIIA sampai dengan VII A yang mengisi orbital p1 sampai dengan p5, unsur‐unsur ini merupakan unsur non logam. Untuk golongan VIIIA dan lebih dikenal dengan Golongan 0 memiliki elektron valensi p6 dan merupakan gas mulia. 7. Golongan B memiliki elektron valensi pada orbital d, unsur‐ unsur dalam golongan ini merupakan logam. Untuk Golongan IIIB sampai dengan golongan VIIB mencirikan elektron ns2 dan (n‐1)d(1s/d 5), (contoh Gol III B; 4s2, 3d1, Gol VII B ; 4 s2, 3d5). Dalam golongan IIIB ada hal yang khusus yaitu pada periode ke enam dan ke tujuh unsur yang memiliki elektron valensi pada orbital f juga masuk pada golongan IIIB. Pada periode enam unsur ini dikenal dengan deret actinida dan pada periode ke tujuh dikenal dengan deret lantanida. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 60 8. Untuk golongan VIIIB lebih dikenal dengan golongan VIII, memiliki elektron valensi ns2 dan (n‐1)d(6,7 dan 8). Untuk unsur dengan elektron valensi 4s2, 5d6, 4s2, 5d7 dan 4s2, 5d8, adalah unsur‐unsur yang masuk dalam Golongan VIII. 9. Untuk golongan IB dan golongan IIB memiliki elektron valensi ns2 dan (n‐1)d(9 dan 10). Untuk unsur dengan elektron valensi 4s2, 5d9 golongan I B dan 4s2, 5d10 golongan IIB. 10. Dapat disimpulkan bahwa elektron valensi adalah penentu dari golongan, dengan mengetahui elektron valensi kita dapat mengetahui kedudukan unsur tersebut dalam tabel periodik, perhatikan contoh di bawah ini, jika sebuah unsur memiliki elektron valensi: Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 61 UJI KOMPETENSI Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat 1. Tabel periodik Mendelleyev disusun berdasarkan: A. Kenaikan nomor atom B. Kenaikan berat atom C. Kenaikan jumlah elektron D. Kenaikan jumlah proton 2. Perioda dalam Tabel periodik menunjukkan: A. Banyaknya kulit dalam atom B. Banyaknya orbital dalam atom C. Besarnya muatan inti D. Banyaknya proton dalam atom 3. Golongan dalam tabel periodik menunjukkan: A. Banyaknya elektron dalam atom B. Banyaknya elektron pada kulit terluar C. Banyaknya proton dalam inti atom D. Banyaknya neutron dalam inti atom 4. Tabel periodik bentuk panjang unsur‐unsur transisi terletak diantara: A. Golongan IIB dan IB B. Golongan IIA dan IIIB C. Golongan IIIA dan IV A D. Golongan II A dan IIIA 5. Unsur dengan konfigurasi elektron 3d10 4s2 4p4, terletak pada perioda: A. Perioda kelima B. Perioda ketiga C. Perioda keempat D. Perioda kedua 6. Affinitas elektron didefinisikan sebagai: A. Jumlah elektron pada kulit terluar B. Energi yang dibebaskan bila atom menerima elektron C. Jumlah kulit pada suatu atom D. Energi yang diperlukan untuk melepas elektron 7. Dari ketiga unsur A, B dan C dengan nomor atom masing‐ masing 16, 17 dan 18 dapat kita simpulkan: A. Elektron valensi C paling besar B. Affinitas elektron C paling kecil C. Elektron valensi ketiga unsur sama D. Affinitas elektron A lebih besar 8. Unsur‐unsur dalam golongan IIIA, memiliki elektron valensi A. ns2 B. ns2 np5 C. ns2 np1 D. ns2 np3 9. Dalam satu golongan dari atas ke bawah maka: A. Elektron valensi naik B. Affinitas elektron bertambah C. Elektronegatifitas bertambah D. Elektron valensi tetap 10. Dari unsur Li, Na, Rb dan Cs, yang mempunyai jari‐jari atom terbesar A. Li B. Rb C. Cs D. Na Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 62 Bab 5. Ikatan Kimia Standar Kompetensi Memahami terjadinya ikatan kimia Kompetensi Dasar Mendeskripsikan terjadinya ikatan ion Mendeskripsikan terjadinya ikatan kovalen Menjelaskan ikatan logam Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mengetahui adanya kecenderungan unsur untuk membentuk senyawa 2. Siswa dapat mendeskripsikan proses terjadinya ion dari suatu unsur 3. Siswa dapat menyebutkan interaksi elektrostatika dalam ikatan ion 4. Siswa mampu mengidentifikasi bentuk ikatan kovalen 5. Siswa dapat menyebutkan definisi hibridisasi 6. Siswa dapat menyebutkan jenis‐jenis ikatan kovalen 7. Siswa dapat mendeskripsikan ikatan logam 8. Siswa dapat menyebutkan sifat‐sifat unsur yang memiliki ikatan logam 9. Siswa dapat menyebutkan jenis‐jenis gaya tarik menarik inter dan antar molekul 5.1. Ikatan Kimia Di alam banyak ditemukan zat baik berupa unsur atau senyawa. Keberadaan zat tersebut sangat ditentukan oleh kestabilan zat itu sendiri. Jika suatu zat stabil maka kita akan menemukannya dalam bentuk unsur bebas, namun jika zat itu tidak stabil maka kita akan menemukannya dalam bentuk senyawa. Beberapa penemuan terdahulu menunjukkan bahwa beberapa gas ditemukan sebagai atomnya, seperti gas Helium (He), Neon (Ne) dan Argon (Ar). Berbeda dengan gas Oksigen yang ditemukan dalam bentuk senyawa (O2), demikian pula dengan gas Nitrogen (N2) dan gas Karbondioksida (CO2). Dari sisi penulisan atau lambang dapat kita lihat bahwa gas yang stabil ditemukan di alam dituliskan dengan nama atomnya seperti He, Ne dan Ar. Sedangkan senyawa penulisannya didasari pada atom penyusunnya, misalnya gas Oksigen disusun oleh 2 (dua) atom oksigen sehingga dituliskan atau dilambangkan denga O2, demikian pula untuk Karbondioksida yang dilambangkan dengan CO2 yang memiliki arti bahwa gas tersebut disusun oleh satu atom Karbon dan 2 (dua) atom Oksigen. Hasil penemuan para ahli kimia menunjukkan bahwa gas yang stabil dalam bentuk atomnya memiliki konfigurasi elektron yang khas. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 63 Konfigurasi tersebut ditunjukkan dengan terisinya seluruh elektron pada sub tingkat energi terluarnya khususnya untuk orbital p dan pengecualian untuk gas He mengisi pada orbital s, perhatikan Gambar 5.1. Untuk He yang memiliki nomor atom 2, maka terdapat dua elektron dan atom Helium hanya memiliki satu sub tingkat energi dengan orbital 1s. Kedua elektron tersebut tepat penuh mengisi orbital 1s2. Keberadaan zat di alam Konfigurasi Elektron Orbital p terluar Sedangkan gas Neon yang memiliki nomor atom 10, memiliki 10 elektron dengan konfigurasi 1s2, 2s2, 2p6, tampak bahwa orbital 2p terisi penuh. Penuh Tidak penuh* Unsur Senyawa Demikian pula dengan Ar, yang bernomor atom 18, *Pengecualian untuk logam stabil dalam memiliki konfigurasi elektron dengan orbital terluar orbital d terisi penuh. Gambar 5.1. Konfigurasi elektron Gas‐gas yang memiliki konfigurasi elektron dimana terluar dan kestabilan seluruh orbital p‐nya terisi penuh memiliki kestabilan dan sulit bereaksi, gas‐gas tersebut dikenal dengan gas mulia. Atom‐atom yang tidak memiliki konfigurasi seperti gas mulia, memiliki kecenderungan untuk mengikuti pola gas mulia, sehingga elektron valensi atau elektron orbital terluarnya terisi penuh. Kecenderungan dilakukan oleh atom dengan berbagai cara seperti melepaskan elektron, menarik elektron dari luar atau dengan cara menggunakan elektron secara bersama‐sama dengan atom lainnya. Perubahan satu atom dalam mencapai konfigurasi gas mulia diikuti dengan peristiwa ikatan kimia. Atas dasar kecenderungan ini ikatan kimia dapat diklasifikasikan. 5.1.1. Ikatan Ion Pencapaian kestabilan satu atom dapat terjadi dengan cara pembentukan ikatan ion. Ikatan ini terjadi karena adanya gaya listrik elektrostatik antara ion yang bermuatan positif (kation) dengan ion yang bermuatan negatif (anion). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 64 Peristiwa ikatan ion diawali dengan proses pelepasan elektron dari sebuah atom menjadi ion positif, sebagai contoh kita pergunakan aton Na, bersamaan dengan elektron yang dilepaskan ditangkap oleh atom Cl lainnya sehingga atom tersebut menjadi bermuatan negatif. Dengan kata lain proses pelepasan dan penangkapan elektron melibatkan dua atom atau lebih dan berlangsung secara simultan, perhatikan Gambar 5.2. Perbedaan muatan listrik dari kedua ion itulah yang menimbulkan gaya tarik elektrostatik dan kedua ion berikatan (lihat Gambar 5.3). Dalam kimia, kita tuliskan persamaan reaksinya Na → Na+ + e Cl + e → Cl‐ Na + Cl → Na+ Cl‐ Dalam penulisan e dapat dicoret atau dihapus, karena keberadaannya saling meniadakan disebelah kiri tanda panah dan disebelah kanan tanda panah. Senyawa yang memiliki derajat paling tinggi dalam ikatan ionik adalah yang terbentuk oleh reaksi antara unsur yang memiliki orbital terluar s1 dengan unsur yang memiliki orbital terluar p5. Kedua unsur tersebut memiliki perbedaan elektro‐negativitas yang besar. Dalam tabel periodik, unsur‐unsur yang umumnya membentuk ikatan ionik adalah unsur alkali dan alkali tanah (memiliki elektron valensi s1 dan s2) dengan unsur halogen (memiliki elektron valensi p4 dan p5). Beberapa pengecualian terjadi untuk Flor yang memiliki elektronegatifitas tertinggi, dan atom Cesium (Cs) yang memiliki elektronegatifitas terendah mengakibatkan ikatan yang terbentuk dari kedua atom ini tidak sepenuhnya ionik. Penamaan untuk senyawa yang dibangun melalui ikatan ion diberikan dengan “menyebutkan nama atom logam (kation) dan menyebutkan nama anion ditambahkan dengan akhiran ida”. Pada Tabel 5.1. di bawah ini diberikan lambang dan nama atom logam yang memiliki elektron valensi s1 dan s2 dan p4 dan p5. Senyawa yang terbentuk dari ikatan ionik umumnya berupa kristal padat seperti; Natrium Klorida (NaCl), Cesium Klorida (CsCl), Kalium Bromida (KBr), Natrium Yodida (NaI) dan lainnya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 5.2. Proses pelepasan dan penarikan elektron dari atom Na ke atom Cl, menghasilkan ion‐ion bermuatan Gambar 5.3. Ikatan ion terjadi karena adanya gaya elektrostatika dari ion positif dengan ion negatif 65 Tabel 5.1. Hubungan electron valensi dengan ikatan ion pada senyawa s1 dan s2 (Bentuk ion) p4 dan p5 (Bentuk ion) Contoh senyawa ion Na : Na+ Natrium/ Sodium O : O2‐ Oksigen, Oksida NaCl, Natrium klorida + K : K Kalium/Potasium + Cs : Cs Cesium S:S 2‐ F:F ‐ Sulfur : Sulfida KBr, Kalium bromide Flor, Florida CsCl, Cesium klorida Be : Be2+ Berilium Cl : Cl‐ Klor, Klorida BeCl2, Berilium klorida Mg : Mg2+ Magnesium Br : Br‐ Brom, Bromida MgO, Magnesium oksida Ca : Ca2+ Calsium Sr : Sr2+, Strontium 2+ Ba : Ba , Barium I : I‐ Iod, Iodida CaS, Calsium sulfida ‐ SrCl2, Strontium klorida ‐ BaS, Barium Sulfida Bentuk kristal padat sangat kuat, untuk senyawa NaCl, dibangun oleh ion Na+ dan Cl‐, dimana setiap kation Na+ dikelilingi oleh 6 anion Cl‐ pada jarak yang sama, demikian pula sebaliknya setiap Cl‐ dikelilingi oleh 6 kation Na+ juga pada jarak yang sama. Sehingga kekuatan yang dibangun sama kuatnya baik untuk kation maupun anion. Perhatikan kristal padat NaCl pada Gambar 5.5. Struktur kristal ionik sangat kuat sehingga umumnya hanya dapat larut dalam air atau dengan pelarut lainnya yang bersifat polar. Kristal ionik berbentuk padatan, lelehan maupun dalam bentuk larutan, bersifat konduktif atau menghantarkan listrik. dipergunakan dan sisanya sebagai penyusun tulang. Kation natrium menjaga kestabilan proses osmosis extraselular dan intraseluler, di daerah extraseluler kation natrium dibutuhkan sekitar 135‐145 mmol, sedangkan di intraselular sekitar 4‐10 mmol. Senyawa ionik dibutuhkan dalam tubuh, misalnya kation Na+ dalam bentuk senyawa Natrium Klorida dan Natrium Karbonat (Na2CO3), didalam tubuh terdapat sekitar 3000 mmol atau setara dengan 69 gram, 70% berada dalam keadaan bebas yang dapat 5.1.2. Ikatan Kovalen Proses pembentukan kestabilan suatu atom tidak hanya melalui pelepasan dan penerimaan elektron, kenyataan kestabilan juga dapat dicapai dengan cara Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 5.5. Bentuk kristal ionik, seperti NaCl, setiap Na+ (merah) dikelilingi 6 anion Cl‐ dan sebaliknya Cl‐ (hijau) dikelilingi 6 kation Na+ 66 menggunakan elektron secara bersama. Bagaimana satu atom dapat menggunakan elektron terluarnya secara bersama dapat dilihat pada Gambar 5.6. Atom Flor, memiliki nomor atom 7, sehingga memiliki 7 (tujuh) elektron yang berada pada dua tingkat energi yaitu energi pertama (kulit K) dan tingkat energi kedua yaitu kulit L, elektron terdistribusi pada orbital 1s2, 2s2 dan orbital p5, seperti Gambar 5.6. Pada orbital p, dua elektron dibedakan (biru gelap) berasal dari atom F sebelah kiri dan kanan, kedua atom itu dipergunakan agar konfigurasinya mengikuti gas mulia. Gambar 5.7 A dan B, menunjukkan ikatan kovalen dari senyawa H2, dan adanya gaya tarik kovalen dari setiap inti atom H terhadap pasangan elektron, dan dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya tarik‐menarik bersih (netto) yang terjadi ketika setiap atom memberikan 1 (satu) elektron tidak berpasangan untuk dipasangkan dengan elektron dari atom yang lain, pada satu ruang kosong, maka pasangan elektron ditarik oleh kedua inti atom tersebut. Ikatan kovalen terjadi karena atom‐atom yang berikatan memiliki kelektronegatifan yang setara dan tidak memiliki kelebihan orbital kosong yang berenergi rendah. Kondisi semacam ini tampak pada unsur‐unsur non logam, paling tidak terdapat antara 4 (elektron) sampai 8 (delapan) elektron yang berada pada kulit terluar. Beberapa pengecualian perlu diperhatikan khususnya untuk unsur H (hidrogen) elektron valensi 1s1 (satu elektron pada tingkat energi terendah, He (Helium) elektron 1s2 (dua elektron pada tingkat energi terendah. Demikianpula untuk B (Boron) memiliki 3 elektron valensi (2s2, 2p1), sehingga unsur non logam cenderung membentuk ikatan kovalen. Beberapa unsur non logam yang membentuk senyawa kovalen seperti, Hidrogen (H), Karbon (C), Nitrogen (N), Oksigen (O), Posfor (P), Sulfur atau Belerang (S) dan Selenium (Se). Atas dasar kemampuan menarik atau melepas elektron, umumnya muatan dari unsur‐ unsur non logam adalah +4, ‐4, ‐3, ‐2 dan ‐1. Panggambaran ikatan kovalen didasari pada kaidah oktet (delapan) atau octet rule, menurut kaidah ini elektron valensi berjumlah delapan (s2 dan p6) sebagai Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 5.6. Pasangan elektron bersama untuk atom F yang membentuk senyawa F2 A B Gambar 5.7. Ikatan kovalen yang terjadi pada atom H membentuk H2, dengan menggunakan elektron bersama dari orbital 1s1 67 bentuk kestabilan dari konfigurasi gas mulia, sehingga jumlah 8 (delapan) elektron merupakan jumlah yang harus dipenuhi untuk membentuk ikatan kovalen, kecuali untuk hidrogen hanya dua elektron. Lewis memperkenalkan cara penulisan ikatan dan senyawa kovalen, pasangan elektron yang dipergunakan bersama digambarkan sebagai garis lurus. Gambar 5.8, menjelaskan dan menyederhanakan cara penulisan dan penggambaran senyawa kovalen untuk beberapa senyawa kovalen yang dibentuk dari atom yang berberda. Ikatan kovalen dapat terbentuk dari beberapa pasangan elektron, seperti tunggal contohnya F2 atau H2, namun dapat pula terjadi rangkap dua seperti pada molekul gas CO2, dan rangkap tiga terjadi gas astilen C2H2. Pada molekul CO2, atom Karbon menyumbangkan 2 (dua) elektron untuk setiap atom oksigen, demikianpula dengan atom oksigen masing‐masing memberikan 2 (dua) elektronnya. Gambar 5.8. Ikatan molekul dengan atom penyusun yang berbeda atom H dan O, membentuk senyawa air Untuk molekul C2H2, dua atom Karbon saling memberikan 3 (tiga elektronnya) sehingga terjadi tiga pasangan elektron, dan setiap atom Karbon juga menyumbangkan satu elektronnya ke atom hidrogen, sedangkan kedua atom hidrogen, masing‐masing memberikan satu elektronnya kepada karbon dan membentuk 2 (dua) pasangan elektron, perhatikan Gambar 5.9. Secara teliti, jika kita amati ikatan kovalen antara dua atom yang berbeda akan terlihat bahwa salah satu inti atom lebih besar dari atom yang lainnya, misalnya air, yang disusun oleh satu atom oksigen dan dua atom H, seperti pada Gambar5.10. Inti atom oksigen jauh lebih besar dan jumlah muatan protonnya juga lebih banyak, sehingga 2 pasang dari pasangan elektron yang dibentuk oleh atom H dan O akan lebih tertarik ke inti atom oksigen. Hal ini menyebabkan, atom oksigen lebih bermuatan negatif dan masing‐masing atom hidrogen akan bermuatan sedikit postif, dengan demikian terjadi polarisasi muatan dalam senyawa tersebut, dan terbentuk dua kutub (positif dan negatif) atau dipol. Perbedaan muatan untuk senyawa dipol dinyatakan dalam momen dipol. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 5.9. Ikatan kovalen rangkap dua pada senyawa CO2 dan rangkap tiga pada senyawa C2H2 68 Perhitungan momen dipol didasari atas perbedaan keelektronegatifan dari atom‐atom penyusunnya. Secara kualitatif kita dapat memprediksi terjadinya polarisasi muatan dan resultante momen dipol yang dapat dipergunakan untuk melihat sebaran dari muatan parsial positif dan parsial negatif, seperti yang ditunjukkan oleh molekul air, sulfur dioksida dan karbondioksida pada Gambar 5.10. Dari gambar tampak bahwa untuk molekul air muatan parsial negatif terakumulasi di atom Oksigen, sama halnya dengan molekul sulfurdioksida. Berbeda dengan seyawa CO2 tidak terjadi polarisasi. Ikatan kovalen yang memiliki bentuk lain juga diamati, dimana ikatan terbentuk akibat sebuah senyawa memiliki sepasang elektron yang tidak dipergunakan (pasangan elektron bebas) disumbangkan kepada sebuah ion atau senyawa, ikatan ini disebut juga dengan ikatan kovalen koordinasi. Contoh menarik yang dapat kita temui adalah pembentukan ion amonium dan pembentukan senyawa BF3NH3. Molekul NH3 terpusat pada atom Nitrogen yang memiliki 5 (lima) elektron valensi, 2 elektron pada orbital s (2s2) dan 3 elektron pada orbital p (2p3). Tiga elektron pada orbital p dari Nitrogen membentuk pasangan electron dengan 3 elektron dari atom H masing‐masing memiliki satu elektron, elektron valensi orbital s atom Nitrogen belum dipergunakan, dan disebut dengan pasangan elektron bebas. Pasangan elektron bebas hanya dapat disumbangkan kepada ion yang kekurangan elektron, misalnya ion H+ atau molekul Boron triflorida BF3. Kita ketahui bahwa atom memiliki satu buah proton dan satu buah elektron, atom H akan berubah menjadi ion H+, jika melepaskan elektronnya, sehingga orbital 1s‐nya tidak berisi elektron, dan orbital s inilah yang akan menerima sumbangan dari pasangan elektron bebas dari senyawa NH3. Dengan diterimanya elektron dari senyawa NH3, maka konfigurasi ion H+ memiliki dua elektron. Bagan reaksi 5.11, menyederhanakan terjadinya ikatan kovalen koordinasi. Sedangkan untuk molekul NH3BF3, pasangan elektron bebas diberikan kepada atom pusat molekul BF3 yaitu B (Boron). Atom ini memiliki memiliki elektron valensi Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 5.10. Momen dipol dan sebaran muatan parsial negatif yang ditunjukkan arah resultante momen dipol untuk molekul H2O, SO2 dan CO2 Bagan 5.11. Bagan reaksi proses pembentukan ikatan kovalen koordinasi, (a) pembentukan ion H+ dari atom H dan (b) NH3 menyumbang elektron bebasnya membentuk ion amonium (NH4)+ 69 2s2 dan 2p1. Pembentukan molekul BF3 cukup unik, pertama‐tama elektron pada orbital s berpindah ke orbital p, sehingga konfigurasi yang lebih teliti adalah 2s1, 2px1, 2py1 dan 2pz0 masih tetap kosong. Orbital yang berisi satu elektron ini dipergunakan secara bersama dengan 3 (tiga) atom F, sehingga membentuk ikatan kovalen. Atom B masih memiliki orbital kosongnya yaitu 2pz0 dan orbital inilah yang menerima sumbangan pasangan elektron bebas dari molekul NH3 dan membentuk membentuk ikatan kovalen koordinasi dari molekul NH3BF3. Proses pembentukannya dapat dilihat pada Bagan 5.12. Bagan 5.12. Bagan reaksi proses pembentukan ikatan kovalen BF3 dan ikatan kovalen koordinasi antara molekul NH3 dan molekul BF3 Dalam ikatan kovalen dapat pula membentuk ion, misalnya ion hidroksida (OH)‐ ion ini terbentuk karena terjadi pasangan elektron antara atom H dan O, namun oksigen memiliki kelebihan elektron sebanyak satu buah, dan menyebabkan terbentuknya ion (OH)‐. Contoh lain adalah ion Carbonat (CO3)2‐, yang terbentuk dari satu ikatan rangkap dua antara atom C dengan O, dan dua ikatan tunggal antara atom C dengan atom O, namun 2 atom oksigen kelebihan masing‐masing satu elektron, sehingga ion ini kebihan 2 muatan negatif. Pembentukan anion untuk senyawa dengan ikatan kovalen ditunjukkan pada Gambar 5.13. Dari tinjauan energi, pembentukan ikatan kimia melalui ikatan kovalen merupakan reaksi eksoterm, berbeda dengan ikatan ion yang justru membutuhkan energi (endoterm), dan umumnya reaksi eksoterm berlangsung secara spontan, sehingga senyawa yang dibentuk oleh ikatan kovalen lebih banyak dibandingkan dengan senyawa yang dibentuk oleh ikatan ion. Molekul yang membangun sel makhluk hidup berupa protein, lemak, karbohidrat merupakan contoh molekul atau senyawa yang dibentuk oleh ikatan kovalen. 5.1.3. Hibridisasi dan bentuk molekul Pembentukan ikatan, juga sering dikatakan sebagai penataan kembali orbital atom menjadi orbital molekul, yang merupakan hasil tumpang tindih dari kedua orbital atom. Contoh sederhana proses penataan orbital molekul dengan model ini dapat ditunjukkan pada proses pembentukan molekul Asam Florida (HF). Konfigurasi atom H : 1s1 dan atom F : 1s2 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 5.13. Anion hidroksida (OH)‐ dan carbonat (CO3)2‐ yang dibentuk melalui ikatan kovalen 70 2s2 2Px2 2py2 2pz1, tampak kemungkinan terjadi pasangan elektron antara 1s1 dari atom H dan 2pz1, sehingga terjadi tumpang tindih kedua obital tersebut, dan membentuk orbital molekul sp, dan menghasilkan bentuk molekul yang linier, perhatikan Gambar 5.14. Seperti yang dibahas pada pembentukan molekul BF3, proses perpindahan elektron dari tingkat orbital yang rendah ke yang lebih tinggi umum terjadi proses perpindahan ini dikenal dengan proses hibridisasi. Orbital hasil hibridisasi disebut orbital hibrid, dalam pembentukan BF3, terjadi orbital hibrid sp2, dimana ikatan akan terjadi pada orbital tersebut. Proses hibridisasi sp2, secara sederhana melalui tahap sebagai berikut. Elektron yang berada pada orbital 2s dipromosikan dan berpindah pada orbital 2Py. Gambar 5.14. Model hibridisasi dan bentuk molekul sp Sehingga terbentuk orbital hibrid sp2, yang dapat bereaksi dengan atom lain dengan membentuk ikatan yang hampir sama. Hal ini menyebabkan bentuk molekulnya sebagai segi tiga datar, lihat Gambar 5.15. Proses hibridisasi tipe lain, terjadi pada molekul gas metana (CH4), atom memiliki konfigurasi konfigurasi atom H: 1s1 dan konfigurasi atom C: 1s2 2s2 2Px1 2py1 2pz0. F B F F Gambar 5.15. Bentuk molekul dengan hibridisasi sp2 Dalam mengikat 4 atom H menjadi CH4, maka 1 elektron (orbital 2s) dari atom C akan dipromosikan ke orbital 2pz, sehingga konfigurasi elektronnya menjadi: 1s1 2s1 2px1 2py1 2pz1. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 71 Perubahan yang terjadi meliputi 1 orbital 2s dan 3 orbital 2p, maka disebut hibridisasi sp3, Kekuatan ikatan untuk keempat orbital relatif setara sehingga membentuk molekul tetrahedron, seperti Gambar 5.16. Struktur molekul tetrahedral cukup stabil, sehingga banyak molekul yang memiliki struktur ini. Bentuk hibridisasi yang lebih kompleks jika banyak orbital yang terlibat dalam proses promosi elektron seperti orbital s, p, dan d, seperti pada hibridisasi dsp3 dengan bentuk molekul trigonal bipiramidal, sp2d ; dsp2 dengan bentuk molekul segiempat datar dan d2sp3 ; sp3d2 dengan bentuk molekul oktahedron. 5.1.4. Interaksi atom Zat yang ada di alam dapat berupa unsur dan senyawa, kita ketahui atom adalah bagian terkecil dari suatu suatu unsur, sedangkan molekul bagian terkecil dari suatu senyawa. Keberadaan atom dan molekul tidak tampak oleh mata kita, sehingga yang kita temukan adalah merupakan kumpulan yang tak terpisahkan dari atom dan molekul, dan diketahui ada interaksi dan ikatan yang terjadi antara atom dan molekul. Untuk lebih jelasnya perhatikan bagan pada Gambar 5.17. Gambar 5.16. Bentuk molekul dengan hibridisasi sp3 Atom dari Suatu Unsur Interaksi Atom 5.1.4.1. Ikatan Logam Logam yang ada dialam kita temukan sebagai zat tunggal atau unsur, dan kita ketahui bahwa bagian terkecil dari unsur adalah atom, sehingga pasti logam yang kita temukan tersusun oleh banyak atom logam. Ikatan logam terjadi karena adanya saling meminjamkan elektron, namun proses ini tidak hanya terjadi antara dua atau beberapa atom tetapi dalam jumlah yang tidak terbatas. Setiap atom memberikan elektron valensinya untuk digunakan bersama, sehingga terjadi ikatan atau tarik menarik antara atom‐ atom yang saling berdekatan. Jarak antar atom dalam ikatan logam tetap sama, jika ada atom yang bergerak menjauh maka gaya tarik menarik akan “menariknya” kembali ke posisi semula. Demikian pula jika atom mendekat kesalah satu atom maka akan ada gaya tolak antar inti atom. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Logam Gas Mulia Ikatan logam Gaya Van der Waals Unsur bebas/ ditemukan di alam Gambar 5.17. Bagan keberadaan interaksi atom dan molekul 72 Jarak yang sama disebabkan oleh muatan listrik yang sama dari atom logam tersebut, lihat Gambar 5.18. Pada ikatan logam, inti‐inti atom berjarak tertentu dan beraturan sedangkan elektron yang saling dipinjamkan bergerak sangat mobil seolah‐olah membentuk “kabut elektron”. Hal ini yang meyebabkan munculnya sifat daya hantar listrik pada logam. Keteraturan dari logam karena adanya ikatan antar atom, yang ditunjukan dengan jarak antar atom yang sama, dan atom‐atom logam tersusun secara teratur menurut suatu pola tertentu. Susunan yang teratur inilah yang dinamakan dengan Kristal. Struktur Kristal pada logam cukup banyak, dalam bahasan ini kita ambil dua struktur Kristal.Body Centered Cubic (BCC), kubus berpusat badan, merupakan struktur kristal yang banyak dijumpai pada logam Crom (Cr), Besi Alpha, Molebdenum (Mo), Tantalum (Ta) dan lain‐lain. Struktur kristal ini memiliki satu atom pusat dan dikelilingi oleh 8 atom lainnya yang berposisi diagonal ruang. Ciri khas dari struktur Kristal ini adalah jumlah atom yang berdekatan sebanyak 2 buah dan sering disebut dengan bilangan koordinasi. Untuk lebih mudahnya perhatikan Gambar 5.19. Face Centered Cubic (FCC), kubus berpusat muka, struktur kristal ini banyak dijumpai pada logam‐ logam seperti alumunium, besi gamma, Timbal, Nickel, Platina, Ag, dan lai‐lain. Atom pusat terletak pada setiap bidang atau sisi, dan terdapat 6 atom. Sebagai ciri khas dari kristal ini, adalah bilangan koordinasinya 4. Struktur kristal kubus berpusat muka disajikan pada Gambar 5.20. Jika kita perhatikan besi yang memiliki dua struktur Kristal yaitu besi alpha (BCC) dan gamma (FCC), kedua kristal ini dapat terjadi pada suhu tinggi, untuk alpha terjadi pada suhu sekitar 700oC sedangkan struktur gamma terjadi pada suhu sekitar 1100oC. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Atom Mg 2 elektron valensi Awan elektron Gambar 5.18. Ikatan Logam, dalam atom Magnesium Gambar 5.19. Struktur Kristal kubus berpusat badan Gambar 5.20. Struktur Kristal kubus berpusat badan 73 Material mempunyai lebih dari satu struktur kristal tetapi dalam keadaan padat yang tergantung dari temperatur, maka inillah yang disebut dengan Allotropy. Struktur Kristal tidak hanya dimiliki oleh logam, unsur bukan logam juga dapat berbentuk Kristal. Di alam unsur karbon terdapat dalam berbagai bentuk Kristal, seperti intan memiliki struktur kristal yang berbeda dengan struktur kristal grafit maupun buckminsterfullerene (buckyball). Jika sebuah material memiliki beberapa bentuk Kristal, material ini sering disebut juga dengan polymorphism. Saat ini para ahli telah menemukan struktur Kristal dari karbon yaitu nanotube. Struktur Kristal ini telah diujicobakan ke berbagai bidang khususnya untuk miniaturisasi peralatan. Beberapa bentuk Kristal karbon disajikan pada Gambar 5.21. Gas mulia yang kita temukan bukan merupakan atom tunggal, namun sejumlah molekul atom dalam gas yang bergabung dan berikatan. Contoh menarik Pembentukan kristal gas mulia seperti (He, Ne, dan Ar). Proses tersebut diawali dari bentuk gas yang berubah menjadi cairan dilanjutkan dengan pembentukan kristal yang memiliki titik leleh rendah. Kristal tersebut umumnya transparan, dan bersifat sebagai isolator. Atom‐atom dari gas memiliki orbital dengan elektron valensi yang terisi penuh elektron, sehingga elektron‐elektron valensi tidak memungkinkan lagi membentuk ikatan. Pada kenyataannya atom‐atom gas berinteraksi dan dapat membentuk kristal. Proses ikatan terjadi karena atom gas inert mengalami distorsi pada distribusi elektronnya walaupun sangat kecil, menyebabkan dispersi muatan positif atau dispersi muatan negatifnya, sehingga terjadinya dipol yang bersifat temporer dalam setiap atomnya, dan menimbulkan gaya tarik menarik. Gaya ini diamati oleh Fritz London dan Van der Waals, sehingga gaya tarik menarik dikenal dengan gaya Van der Waals atau gaya London. Gaya tarik menarik ini menyebabkan terjadinya ikatan pada atom gas mulia (Gambar 5.22). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 5.21. Beberapa struktur kristal karbon yang telah ditemukan σ+ σ- σ+ σ- σ- σ+ σ- σ+ σ- σ+ σ- σ+ σ- σ+ σ+ σ- Gambar 5.22. Gaya Van der Waals atau Gaya London, proses diawali dengan dispersi muatan dan dilanjutkan dengan interaksi dipol temporer antar atom 74 5.1.5. Gaya tarik menarik antar molekul Bagian terkecil dari sebuah senyawa adalah molekul. Jika kita melihat segelas air, tentunya kita tahu bahwa di dalam gelas terdapat jutaan molekul air, sehingga terjadi interaksi antar molekul air. Ada beberapa gaya yang bekerja pada interaksi antar molekul seperti gaya Van der Waals dan ikatan hidrogen. Bagan 5.23. Bagan reaksi yang menggambarkan peran interaksi Van der Waals dalam pembentukan molekul polietilen sebanyak n molekul Ikatan Van der Waals tidak hanya terjadi pada atom gas mulia, tetapi juga ditemukan pada polymer dan plastik. Senyawa ini dibangun oleh satu rantai molekul yang memiliki atom karbon, berikatan secara kovalen dengan berbagai atom seperti hidrogen, oksigen, nitrogen, dan atom lainnya. Interaksi dari setiap untaian rantai merupakan ikatan Van der Waals. Interaksi dari setiap untaian rantai merupakan ikatan Van der Waals. Hal ini diketahui dari pengamatan terhadap polietilen (Bagan 5.23), polietilen memiliki pola yang sama dengan gas mulia, etilen berbentuk bentuk gas menjadi cairan dan mengkristal atau memadat sesuai dengan pertambahan jumlah atom atau rantai molekulnya. Dispersi muatan terjadi dari sebuah molekul etilen, C2H4, yang menyebabkan terjadinya dipol temporer serta terjadi interaksi Van der Waals. Dalam kasus ini molekul H2C=CH2, selanjutnya melepaskan satu pasangan elektronnya dan terjadi ikatan yang membentuk rantai panjang atau polietilen. Pembentukan rantai yang panjang dari molekul sederhana dikenal dengan istilah polimerisasi. Van der Waals juga mengamati ikatan yang terjadi pada molekul yang bersifat polar, dimana molekul tersebut memiliki momen dipol yang permanen, perbedaan muatan yang terjadi menyebabkan terjadinya interaksi antar molekul. Gaya yang bekerja disebut juga dengan gaya tarik dipol‐dipol dan jauh lebih kuat dibandingkan dengan interaksi molekul non polar. Sebagai contoh, terjadinya interaksi antara molekul HCl dengan ClF. Pada molekul HCl, Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 5.24. Gaya tarik dipol‐dipol yang terjadi pada molekul‐molekul yang bersifat polar. 75 atom Cl memiliki muatan yang lebih besar dan memiliki elektronegatifitas yang besar pula sehingga pasangan elektron ikatan akan tertarik pada atom Cl, dan menyebabkan pembentukan muatan parsial negatif, sedangkan atom H bermuatan parsial positif. Pada senyawa ClF, elektronegatifitas atom F lebih besar dibandingkan dengan atom Cl, sehingga atom Cl bermuatan parsial positif. Interaksi Van der Waals terjadi pada kedua molekul tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.24. 5.1.6. Ikatan hidrogen Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang terjadi akibat gaya tarik antarmolekul antara dua muatan listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan. Ikatan hidrogen seperti interaksi dipol‐dipol dari Van der Waals. Perbedaannya adalah muatan parsial positifnya berasal dari sebuah atom hidrogen dalam sebuah molekul. Sedangkan muatan parsial negatifnya berasal dari sebuah molekul yang dibangun oleh atom yang memiliki elektronegatifitas yang besar, seperti atom Flor (F), Oksigen (O), Nitrogen (N), Belerang (S) dan Posfor (P). Muatan parsial negatif tersebut berasal dari pasangan elektron bebas yang dimilikinya. Perhatikan Gambar 5.25. Ikatan hidrogen lebih kuat dari gaya antarmolekul lainnya, namun lebih lemah dibandingkan dengan ikatan kovalen dan ikatan ion, contoh ikatan hidrogen tampak pada Gambar 5.26. Ikatan hidrogen dapat terjadi inter molekul dan intra molekul. Jika ikatan terjadi antara atom‐atom dalam molekul yang sama maka disebut ikatan hidrogen intramolekul atau didalam molekul, seperti molekul H2O dengan molekul H2O. Ikatan hidrogen, juga terbentuk pada pada antar molekul seperti molekul NH3, CH3CH2OH dengan molekul H2O, ikatan yang semacam ini disebut dengan ikatan hidrogen intermolekul. Sebagai gambaran, di apotik umumnya dijual alkohol 70% atau etanol, digunakan untuk membersihkan bagian tubuh agar terbebas dari kuman. Tentunya berbeda dengan etanol murni. Perbedaan berdasarkan komposisi larutan tersebut, untuk yang murni hanya terdapat molekul etanol, sedangkan untuk etanol 70% Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 5.25. Muatan parsial yang berasal dari atom yang memiliki pasangan elektron bebas. H O H H O H Gambar 5.26. Ikatan hidrogen yang terjadi antar molekul air, dimana muatan parsial positif berasal dari atom H yang berasal dari salah satu molekul air 76 mengandung etanol 70 bagian dan 30 bagiannya adalah air. Untuk etanol murni terjadi ikatan hidrogen antar molekul etanol, sedangkan yang 70% terjadi ikatan antara molekul etanol dengan air. Perbedaan kedua ikatan tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.27. Pembuktian adanya ikatan hidrogen diketahui dari kajian tentang titik didih. Kajian dilakukan terhadap molekul yang memiliki atom hidrogen seperti CH4, SiH4, GeH4,SnH4 dan PbH4 dikelompokan kedalam group 1 dan PH3, NH3, HF, dan H2O masuk dalam group 2. Ternyata untuk group 1 titik didihnya semakin meningkat dan diketahui interaksi yang terjadi karena atom‐atom yang berikatan semakin polar, sehingga interaksi dipol‐dipol semakin besar dan meningkatkan titik didihnya (CH4, SiH4, GeH4,SnH4 dan PbH4). Gambar 5.27. Ikatan hidrogen intramolekul dalam etanol dan intermolekul antara etanol dengan air Sedangkan dalam group 2, atom‐atom yang berikatan dengan hidrogen yaitu atom P, N, O dan F seluruhnya memiliki pasangan elektron bebas atau memiliki elektronegatifitas yang besar, sehingga ikatan antar molekul dapat terjadi. Semakin kuatnya ikatan hydrogen yang terbentuk menyebabkan terjadinya kenaikan titik didih. Sehingga molekul pada group 2 memiliki titik didih lebih besar dibandingkan dengan molekul pada group 1. JIka kita membandingkan senyawa‐senyawa di dalam group 2, antara molekul PH3 dan NH3 memiliki 1 (satu) pasangan elektron bebas, untuk molekul H2O memiliki 2 (dua) pasangan elektron bebas. Titik didih air lebih besar dibandingkan dengan molekul PH3 dan NH3. Dalam kasus ini molekul air lebih memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk ikatan hydrogen. Kecenderungan kenaikan titik didih akibat adanya ikatan hydrogen disajikan pada Gambar 5. 28 Gambar 5.28. Hubungan titik didih dengan ikatan hidrogen Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 77 RANGKUMAN 1. Setiap unsur selalu memiliki kecenderungan menjadi unsur yang stabil. Kestabilan unsur dilakukan dengan cara mengubah konfigurasi elektronnya seperti gas mulia. 2. Usaha untuk mencapai kestabilan atau membentuk konfigurasi gas mulia dilakukan pelepasan, penarikan elektron atau menggunakan elektron secara bersama. Proses ini diikuti dengan peristiwa ikatan kimia. 3. Ikatan ion terjadi karena adanya gaya elektrostatik dari atom‐atom yang berbeda muatannya, proses ikatan ion yang berasal dari atom‐atomnya diawali dengan peristiwa pelepasan dan penangkapan elektron, seperti persamaan dibawah ini. Na → Na+ + e Cl + e → Cl‐ Na + Cl → Na+ Cl‐ Atom Na (Natrium) melepaskan elektron Atom Cl menerima elektron yang dilepaskan oleh atom Na Ikatan terjadi karena atom Na+ bermuatan positif dan Cl‐ bermuatan negatif. 4. Ikatan kovalen terjadi karena adanya penggunaan elektron secara bersama dari atom yang satu ke atom yang lainnya. Berdasarkan jumlah pasangan elektron yang dipergunakan, maka ikatan dapat terbentuk sebagai berikut : 5. Berdasarkan perbedaan keelektronegatifan ikatan kovalen, maka akan terjadi polarisasi muatan membentuk senyawa polar atau tidak terpolarisasi membentuk senyawa non‐ polar. 6. Ikatan logam, interaksi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antar elektron oleh inti atom yang berbeda, misalnya inti atom pertama menarik elektron dari atom kedua dan inti atom kedua menarik elektron disekelilingnya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 78 7. Pada atom gas mulia dapat mengalami distorsi pada distribusi elektronnya, walaupun sangat kecil menyebabkan dispersi muatan positif atau dispersi muatan negatif, sehingga terjadi dipol yang bersifat temporer, dan timbul gaya tarik menarik. Gaya tarik menarik inilah yang menyebabkan terjadinya ikatan pada atom gas mulia. Peristiwa ini diamati oleh Fritz London dan Van der Waals, sehingga gaya ini dikenal dengan gaya Van der Waals atau gaya London. 8. Ikatan yang disebabkan karena adanya gaya Van der Waals pada senyawa non polar terjadi karena adanya dispersi muatan yang menyebabkan terjadinya dipol temporer dilanjutkan dengan terjadinya interaksi antar molekul tersebut. Contoh yang mudah adalah ikatan Van der Waals pada polimer etilen (polyetilen). 9. Gaya Van der Waals terjadi pada senyawa polar, hal ini terjadi karena adanya polarisasi muatan permanen pada molekul‐molekul polar. Perbedaan muatan antar dua kutub tersebut yang menghasilkan terjadinya interaksi pada senyawa polar. 10. Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang terjadi akibat gaya tarik antarmolekul antara dua muatan listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan, dimana muatan parsial positif berasal dari sebuah atom hidrogen. 11. Atom yang memiliki elektronegatifitas besar adalah Flor (F), Oksigen (O), Nitrogen (N), Belerang dan Posfor (P). 12. Pembuktian adanya ikatan hidrogen antar molekul diketahui dari titik didih. Senyawa yang memiliki ikatan hidrogen antar molekulnya akan memiliki sifat titik didih yang lebih tinggi. 13. Ikatan kovalen koordinasi terbentuk akibat sebuah senyawa memiliki sepasang elektron yang tidak dipergunakan yang disumbangkan kepada sebuah ion atau senyawa. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 79 14. Pembentukan ikatan sering dikatakan sebagai penataan kembali orbital atom menjadi orbital molekul, yang merupakan hasil tumpang tindih dari kedua orbital atom. Pada asam Florida (HF) terjadi tumpang tindih sp (hibridisasi sp). 15. Proses hibridisasi pada sp2 (orbital hibrid sp2) terjadi perpindahan elektron dari tingkat orbital yang rendah (s) ke yang lebih tinggi (p). 16. Hibridisasi sp3 atau pembentukan orbital hibrid sp3, terjadi karena elektron dari orbital s menuju p, khususnya orbital s menuju pz. Untuk atom C, elektron pada 2s berpindah menuju orbital 2pz. 17. Adanya orbital hibrid memberikan informasi bentuk molekul, untuk sp berbentuk linier, sp2 berbentuk segitiga datar dan sp3 berbentuk tetrahedron. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 80 UJI KOMPETENSI Pilihlah salah satu jawaban yang benar 1. Unsur bernomor atom 11 mudah berikatan dengan unsur bernomor atom 17, maka senyawanya yang terjadi memiliki ikatan A. Ikatan kovalen B. Ikatan logam C. Ikatan ion D. Van der Waals 2. Elektronegatifitas unsur‐unsur sebagai berikut: Cl Be Mg Ca Sr Ba 3,16 1,57 1,31 1,00 O,95 O,89 Berdasarkan data diatas dapat ditafsirkan bahwa ikatan ion paling lemah adalah: A. BaCl2 B. SrCl2 C. MgCl2 D. BeCl2 3. Unsur‐unsur B, N dan H masing‐masing mempunyai elektron valensi 3, 5, 1. Ketiga unsur‐unsur dapat membentuk BF3NH3, dengan ikatan yang khas yaitu A. Kovalen polar B. Kovalen Koordinasi C. Kovalen non‐polar D. Ionik 4. Unsur X dengan 1 elektron valensi, dan unsur Y mempunyai affinitas elektron yang besar maka ikatan X – Y adalah ikatan: A. Kovalen polar B. Kovalen non Polar C. Kovalen Koordinasi D. Ikatan ion 5. NH3 mempunyai struktur tetrahedral, tiga sudut‐nya ditempati oleh atom hidrogen dan sudut keempat ditempati oleh pasangan elektron bebas, maka terjadi orbital hibrid : A. sp B. sp2d C. sp2 D. sp3 6. Orbital hibrid sp memiliki bentuk molekul yang khas yaitu : A. Linier B. Segitiga datar B. C. Tetrahedral D. Pentagonal 2 7. Jika terjadi hibridisasi sp akan memberikan bentuk molekul: A. 2 ikatan B. 3 ikatan C. 4 ikatan D. 5 ikatan 8. Ikatan ion lebih kuat dari ikatan kimia lain karena: A. Berbentuk padat B. Adanya elektron bebas C. Adanya gaya elektrostatistik D. Adanya Van der Waals 9. Pembentukan ion positif oleh atom dapat dilakukan dengan A. Menerima elektron B. Melepas elektron C. Melepas proton D. Menerima proton 10. Unsur X dengan nomor atom 5 berikatan dengan unsur Y bernomor atom 17 membentuk XY3. Bentuk molekul yang terbentuk : A. Linier B. Segitiga sama kaki C. Tetrahedron D. Bujursangkar Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 81 Bab 6. Stoikiometri Standar Kompetensi Memahami terjadinya ikatan kimia Kompetensi Dasar Menuliskan nama senyawa kimia Memahami konsep mol Menjelaskan konsep mol Menerapkan hukum Gay Lussac dan hukum Avogadro Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mengetahui tata penamaan senyawa biner, ion dan terner 2. Siswa dapat mendeskripsikan hukum‐hukum dasar kimia 3. Siswa dapat menghubungkan hukum kekekalan masa dengan persamaan reaksi 4. Siswa dapat mengidentifikasi komosisi senyawa kimia sesuai dengan hukum perbandingan tetap 5. Siswa dapat member contoh penerapan hukum perbandingan tetap dengan hukum perbandingan berganda 6. Siswa dapat dapat memberikan contoh penerapan hukum perbandingan volume untuk reaksi dalam bentuk gas 7. Siswa dapat menjelaskan hubungan antara jumlah molekul dengan volume gas dalam keadaan tertentu 8. Siswa dapat mendefinisikan masa atom relatif dan masa molekul relatif 9. Siswa dapat megubah satuan berat kedalam satuan mol 10. Siswa dapat menetapkan volume, berat berdasarkan hubungan konsep mol dengan persamaan reaksi Dalam Bab 5 kita telah mempelajari bagaimana atom berinteraksi membentuk suatu senyawa, dan terbentuk senyawa ion, kovalen dan sebagainya. Demikian pula dengan senyawa yang terbentuk dapat berupa senyawa organik maupun senyawa anorganik. Berdasarkan bentuk ikatan dan jumlah unsur, maka dapat kita bahas tentang penamaannya. 6.1. Tata Nama Senyawa Sederhana Dalam pemberian tata nama senyawa untuk senyawa sederhana, terlebih dahulu kita lakukan penggolongan senyawa berdasarkan jumlah atom penyusunnya, senyawa biner dan senyawa terner. 6.1.1. Penamaan senyawa biner Senyawa biner adalah senyawa yang disusun oleh dua jenis unsur. Dua bentuk senyawa biner yang pertama disusun oleh unsur logam dengan bukan logam, dan sesama unsur bukan logam. Untuk senyawa yang disusun oleh unsur logam dengan bukan logam, berupa logam dengan oksigen dan logam dengan hydrogen. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 82 Beberapa contoh senyawa ini ditunjukkan pada Tabel 6.1. Penamaan untuk senyawa tersebut dilakukan dengan menyebutkan nama logamnya dilanjutkan dengan menyebutkan unsur keduanya dan mengubah akhirannya dengan kata ida. Contoh sederhana adalah senyawa Fe2O3 dan NaH disebut dengan Besi oksida dan Natrium hidrida. Perhatikan bagan 6.2. Untuk senyawa yang disusun oleh unsur bukan logam dengan bukan logam, senyawa ini merupakan senyawa dengan ikatan kovalen. Beberapa contoh senyawa ini ditunjukkan pada Tabel 6.3. Penamaan untuk senyawa biner dari dua jenis unsur non logam adalah merangkaikan nama kedua jenis unsur dan memberi akhiran –ida pada unsur keduanya. Untuk lebih mudahnya, perhatikan model penamaan senyawa ini seperti yang ditunjukkan pada Bagan 6.4. Jika pasangan unsur yang bersenyawa membentuk lebih dari satu jenis senyawa, dapat kita bedakan dengan menyebutkan angka indeks dalam bahasa Yunani. Misalnya, ada senyawa berupa SO2 dan SO3, agar nama senyawa tersebut berbeda kita biasa menyebutkan indeks 2 = did an 3 = tri, untuk kedua senyawa tersebut. Sehingga untuk SO2: Sulfur dioksida, dan untuk SO3 adalah Sulfur tri oksida. Bilangan yang dapat dipergunakan untuk mengganti indeks disajikan pada Tabel 6.5. Tabel 6.5. Bilangan yang dipergunakan untuk menggantikan indeks pada senyawa kimia Indeks Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 mono di tri tetra penta heksa hepta okta nona deka Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 6.1. Senyawa biner yang disusun oleh unsur logam dan unsure bukan logam Logam Fe Pb Na Pb Bukan logam O O H H Senyawa Fe2O3 PbO NaH PbH4 Bagan 6.2. Bagan penamaan senyawa biner yang disusun oleh unsure logan dan bukan logam Tabel 6.3. Senyawa biner yang disusun oleh unsur bukan logam dan unsur bukan logam Logam C H N Bukan logam O O H Senyawa CO2 PbO NH3 Bagan 6.4. senyawa biner yang disusun sesa unsure bukan logam 83 Beberapa senyawa kadang‐kadang lebih terkenal bukan dengan nama kimianya, seperti senyawa air dalam bahasa Inggris water, jarang sekali kita menyebutkan hidrogen oksida. Demikian pula dengan senyawa amoniak yang memiliki nama kimia nitrogen trihidrida. TUGAS Carilah nama‐nama zat di sekitar kita yang nama kimianya kurang populer dibandingkan dengan nama komersialnya. 6.1.2. Penamaan senyawa ion Senyawa ion merupakan senyawa yang dibentuk oleh kation (ion bermuatan positif) dan anion (ion bermuatan negatif), sehingga senyawa bersifat netral. Kation umumnya berupa ion logam, namun beberapa ion bukan logam seperti H+ (ion hidrogen) dan NH4+ (ion amonium). Sedangkan anion adalah ion bukan logam atau ion dari molekul yang disusun oleh beberapa unsur. Beberapa contoh kation dan anion pembentuk senyawa ion disajikan dalam Tabel 6.6. Senyawa ion bersifat netral, maka jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatifnya. Jika terjadi perbedaan muatan dapat disetarakan selanjutnya diberi indeks. Perhatikan contoh senyawa yang berasal dari ion Na+, dan Cl‐, memiliki rumus molekul NaCl, karena muatannya sama. Namun untuk senyawa yang disusun oleh ion Ca2+ dengan Cl‐, rumus molekul menjadi CaCl2, angka 2 (dua) pada atom Cl adalah indeks yang digunakan untuk menyetarakan muatan 2+ dari Ca. Untuk lebih mudah memahami penyetaraan muatan pada senyawa ion perhatikan berbagai variasi dari senyawa ion yang ada dalam Tabel 6.7. Penamaan senyawa ion dilakukan dengan merangkaikan nama kation diikuti dengan nama anionnya. Misalnya, senyawa NaCl : Natrium klorida dan Ca(NO3‐)2 : Kalsium nitrat. Dalam penamaan perlu diperhatikan muatan dari ion logam, mengingat beberapa ion logam umumnya memiliki lebih dari satu muatan, misalnya besi memiliki mjuatan 2+ dan 3+. Senyawa besi dapat memiliki rumus FeCl2 dan FeCl3 maka penamaannya dapat dilakukan dengan memberi bilangan romawi didalam kurung dibelakang unsur logam Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 6.6. Beberapa contoh kation dan anion pembentuk senyawa ion Kation Nama ion Na+ Ca2+ NH4+ Fe3+ Ion natrium Ion Kalsium Ion amonium Ion besi (III) Anion Nama ion Cl‐ S2‐ NO3‐ SO42‐ PO43‐ Ion klorida Ion sulfida Ion nitrat Ion sulfat Ion posfat Tabel 6.7. Contoh senyawa ion yang disusun dari kation dan anion Kation Anion Senyawa Na+ Ca2+ Fe3+ K+ S2‐ NO3‐ SO42‐ PO43‐ Na2S Ca(NO3‐)2 Fe2(SO42‐)3 K3PO43‐ 84 FeCl2 : Besi (II) klorida FeCl3 : Besi (III) klorida Penamaan lain untuk logam yang memiliki beberapa muatan, dilakukan dengan memberi akhiran (‐o) untuk logam yang bermuatan rendah dan akhiran (‐i) untuk yang bermuatan lebih besar. Untuk senyawa FeCl2 dan FeCl3 menjadi: FeCl2 : Fero klorida FeCl3 : Feri klorida Beberapa contoh penamaan senyawa ion disajikan dalam Tabel 6.8. Tabel 6.8. Beberapa contoh Penamaan senyawa ion Rumus Nama Senyawa Na NO3 Ca3(PO4)2 (NH4)2SO4 FeS Natrium nitrat Kalsium fosfat Amonium sulfat Besi (II) sulfida Fero sulfida Besi (III) klorida Feri klorida FeCl3 6.1.3. Penamaan senyawa terner Senyawa terner adalah senyawa yang disusun lebih dari dua unsur. Beberapa senyawa yang dapat digolongkan Tabel 6.9. Contoh senyawa dan sebagai senyawa terner meliputi; senyawa asam, basa penamaan asam dan garam. Asam adalah senyawa yang disusun oleh unsur hidrogen dengan unsur lainnya. Ciri khas dari asam adalah terionisasi didalam air menghasilkan ion hidrogen (H+) atau hidronium dan sisa asam, atas dasar inilah pemberian nama asam. Penamaan asam dilakukan dengan menyebutkan nama asam yang dirangkaikan dengan kata sisa asamnya. Beberapa contoh senyawa asam dan penamaannya ditampilkan pada Tabel 6.9. Untuk senyawa basa merupakan zat yang dapat terionisasi di dalam dan menghasilkan ion OH‐ (hidroksida). Umumnya, basa merupakan senyawa ion yang terdiri dari kation logam dan anion OH‐ (hidroksida). Nama basa disusun dengan merangkaikan nama kationnya yang diikuti kata hidroksida, misalnya KOH disebut dengan Kalium hidroksida, beberapa contoh lain dapat dilihat dalam Tabel 6.10. Garam merupakan senyawa yang disusun oleh ion logam dan sisa asam. Garam dapat dihasilkan jika asam direaksikan dengan basa. Penamaan garam sama dengan penamaan basa, yaitu menyebutkan logam atau kationnya dilanjutkan dengan menyebutkan sisa asamnya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Rumus Nama senyawa H2S Asam sulfida HNO3 asam nitrat H2SO4 Asam sulfat H3PO4 Asam fosfat HCl Asam klorida HBr Asam Bromida Tabel 6.10. Contoh senyawa dan penamaan basa Rumus Nama senyawa KOH Kalium hidroksida NaOH Natrium hidroksida Ba(OH)2 Barium hidroksida Ca(OH)2 Kalsium hidroksida Fe(OH)3 Besi (III) hidroksida 85 Beberapa contoh penamaan untuk senyawa garam disajikan pada Tabel 6.11 Asam, basa dan garam akan dibahas secara detil pada Bab selanjutnya. Demikian pula untuk tata nama senyawa organik akan dibahas secara detil dan terpisah. 6.2. Hukum-hukum Dasar Ilmu Kimia Pembahasan atom dan strukturnya serta ikatan kimia telah mengantarkan kita kepada senyawa dan bagian terkecilnya yaitu molekul. Bagian yang menjadi perhatian kita pada bahasan kali ini adalah bagaimana sebuah molekul terbentuk, apakah kita dapat mencampurkan satu atom dengan atom lain dan terjadi molekul baru? atau ada aturan‐ aturan yang harus dipenuhi agar sebuah molekul terbentuk?. Pembentukan satu molekul baru harus mengikuti beberapa aturan, baik untuk molekul anorganik maupun molekul organik. Pembentukan molekul baru harus memenuhi hukum‐ hukum dasar kimia seperti; Hukum Kekekalan Massa, Hukum Perbandingan Tetap, Hukum Perbandingan Berganda, Hukum Perbandingan Volume dan Hukum Avogadro. 6.2.1. Hukum Kekekalan Massa Lavoiser mengamati tentang perubahan‐perubahan zat di alam dan dia mengajukan pendapat yang dikenal dengan Hukum kekekalan massa ;” Dalam sebuah reaksi, massa zat‐zat sebelum bereaksi sama dengan massa zat sesudah bereaksi”. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada massa yang hilang selama berlangsung reaksi. Sebagai contoh, jika kita mereaksikan zat A yang memiliki massa 10 gram dengan zat B (massa 10 gram) sehingga dihasilkan zat C dan D, dimana jumlah massa zat yang dihasilkan sama dengan jumlah massa yang bereaksi yaitu 20 gram. Reaksi kimia dituliskan dengan tanda panah, disebelah kiri tanda panah adalah zat‐zat yang bereaksi dan disebelah kanan tanda panah adalah zat hasil reaksi. Hukum ini diperkenalkan oleh Lavoiser. Perhatikan bagan 6.12. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 6.11. Contoh senyawa dan penamaan garam Rumus Nama senyawa KCl Kalium klorida NaBr Natrium Bromida Ba(NO3)2 Barium nitrat Ca(Cl)2 Kalsium klorida FeSO4 Besi (II) sulfat Al2(SO4)3 Alumunium sulfat 86 Bagan 6.12. Bagan reaksi yang menyatakan massa sebelum dan sesudah reaksi sama. Diketahui bahwa massa sesudah reaksi, merupakan massa total, hal ini berarti komposisi zat C dan D dapat saja berbeda dengan massa zat A dan B yang berkomposisi 10 gram dan 10 gram. Zat C dan D yang terbentuk mungkin 8 gram dan 12 gram atau sebaliknya 12 gram dan 8 gram. Hukum kekekalan massa hanya membatasi pada jumlah zat yang terjadi sama dengan zat sebelumnya, belum menjelaskan tentang senyawa yang terbentuk. Hukum yang diajukan oleh Lavoiser belum menjelaskan tentang senyawa yang dibentuk dan komposisinya. Massalah ini selanjutnya diteliti dan diselesaikan oleh beberapa ahli lainnya yaitu Proust dan Dalton. Mereka mencoba menjelaskan bagaimana suatu senyawa terbentuk dan bagaimana komposisinya. Komposisi atau perbandingan atom‐atom dalam suatu senyawa merupakan penciri yang khas untuk molekul tersebut. 6.2.2. Hukum Perbandingan tetap Lavoiser mengamati massa dari sebuah reaksi, sedangkan Proust mencoba mengamati komposisi massa dari sebuah senyawa. Proust menyatakan banwa “perbandingan massa unsur‐unsur penyusun sebuah senyawa adalah tetap” dan dikenal dengan hukum perbandingan tetap. Dari hukum ini kita akan mendapatkan informasi bahwa sebuah molekul tidak berubah komposisinya dimana molekul atau zat itu berada. Sebagai contoh adalah senyawa atau molekul amonia (NH3), dari rumus tersebut tampak bahwa molekul amonia air tersusun atas 1 (satu) atom N dan 3 (tiga) atom H. Untuk mengetahui perbandingan massa dari molekul tersebut, terlebih dahulu kita lihat massa atomnya (bagan 6.13). Untuk nitrogen memiliki massa 14, dan massa atom hidrogen adalah 1. Dengan demikian dalam molekul NH3 terdapat 14 gram atom nitrogen dan 3 gram atom hidrogen, atau perbandingan massa untuk molekul air adalah 14 : 3. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 6.13. Perbandingan komposisi massa untuk senyawa amonia 87 6.2.3. Hukum Perbandingan berganda Dalton juga mengamati molekul dan difokuskan pada beberapa senyawa yang memiliki kesamaan dalam atom‐atom penyusunnya. Misalnya gas karbon monoksida (CO) dengan karbon dioksida (CO2), yang lain seperti air (H2O) dengan Hidrogen Peroksida (H2O2). Bagan 6.14. Perbandingan komposisi massa atom karbon terhadap oksigen pada senyawa karbon monoksida dan karbon dioksida Dalton menyimpulkan “dapat terjadi dua macam unsur membentuk dua senyawa atau lebih, jika unsur pertama memiliki massa yang sama, maka unsur kedua dalam senyawa‐senyawa tersebut memiliki perbandingan sebagai bilangan bulat dan sederhana”. Dalam senyawa CO terdapat 1 atom C dan 1 atom O, sedangkan untuk CO2 terdapat 1 atom C dan 2 atom O. Massa atom C adalah 12 gram dan atom O adalah 16 gram, Karena kedua senyawa tersebut memiliki 1 atom C dengan massa 12, maka perbandingan massa atom oksigen pada senyawa pertama dan kedua adalah 16 gram dan 32 gram, atau 1 : 2. Lihat bagan 6.14. Untuk lebih mudah memahaminya, kita ambil contoh yang lain dimana atom nitrogen dapat membentuk senyawa N2O, NO, N2O3, dan N2O4, Massa atom nitrogen adalah 14 dan massa atom oksigen adalah 16. Senyawa N2O, memiliki rasio sebesar 28 : 16, senyawa NO, 14 : 16, N2O3, 28 : 48 dan senyawa N2O4, memiliki rasio 28 : 64. Rasio ini, kita sederhanakan lagi sehingga sampai dengan rasio terkecilnya. Komposisi massa untuk keempat senyawa resebut disederhanakan dalam Tabel 6.15. Dari tabel tampak bahwa rasio terkecil untuk senyawa N2O, NO, N2O3, dan N2O4, berturut‐turut adalah 7:4, 7:8, 7:12 dan 7:16. Dapat kita simpulkan rasio oksigen yang berikatan dengan nitrogen dalam keempat senyawa itu adalah 4 : 8 : 12 : 16 atau 1 : 2 : 3 : 4. 6.2.4. Hukum perbandingan volume Reaksi pembentukan sebuah senyawa tidak selalu dalam bentuk padat, namun juga terjadi dalam bentuk gas. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 6.15. Perbandingan nitrogen dan oksigen dalam beberapa senyawa Rumus Massa N Massa O Rasio N:O N2O 28 16 7:4 NO 14 16 7:8 N2O3 28 48 7 : 12 N2O4 28 64 7 : 16 88 Pada tahun 1808, ilmuwan Perancis, Joseph Louis Gay Lussac, berhasil melakukan berbagai percobaan/reaksi menggunakan berbagai macam gas dengan volume sebagai titik perhatiannya. Menurut Gay Lussac 2 volume gas hidrogen bereaksi dengan 1 volume gas oksigen membentuk 2 volume uap air. Reaksi pembentukan uap air berjalan sempurna, memerlukan 2 volume gas hidrogen dan 1 volume gas oksigen, untuk menghasilkan 2 volume uap air, lihat model percobaan pembentukan uap air pada Gambar 6.15. Dari hasil eksperimen dan pengamatannya disimpulkan bahwa “volume gas‐gas yang bereaksi dan volume gas‐ gas hasil reaksi, jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana. Dari percobaan ini ternyata diketahui bahwa 2 liter uap air dapat terjadi, jika direaksikan 2 liter gas Hidrogen dengan 1 liter gas Oksigen. Reaksi ini ditulis : 2 liter gas H2 + 1 liter gas O2 → 2 liter uap H2O Dari persamaan reaksi yang dituliskan diatas tampak bahwa perbandingan volume dari H2: gas O2 : uap H2O adalah 2 : 1 : 2. Untuk lebih menyederhanakan pengertian dari konsep perbandingan volume yang diajukan oleh Gay Lussac, perhatikan contoh kasus dibawah ini pengukuran dilakukan pada ruang yang sama artinya suhu dan tekanannya sama. Reaksi antara gas nitrogen sebanyak 2 liter dengan gas hydrogen sebanyak 6 liter menghasilkan gas amoniak sebanyak 3 Liter, sehingga perbandingan dari ketiga gas tersebut adalah 2 : 6 : 3, masing‐masing untuk gas N2, H2, dan gas NH3. Perhatikan Tabel 6.16. 6.2.5. Penentuan volume gas pereaksi dan hasil reaksi Percobaan yang dilakukan oleh Gay Lussac, selanjutnya dikembangkan oleh Amadeo Avogadro, dan dia lebih memfokuskan pada jumlaha molekul gas yang beraksi dan jumlah molekul gas hasil reaksi. Hasil pengamatan yang dilakukan Avogadro menunjukkan bahwa “pada tekanan dan suhu yang sama, gas‐gas yang memiliki volume yang sama mengandung jumlah molekul yang sama pula”. Perhatikan bagan reaksi 6.17. Pernyataan ini dikenal dengan Hukum Avogadro. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 6.15. Model percobaan Gay Lussac untuk pembentukan uap air dari gas hidrogen dan oksigen Tabel 6.16. Beberapa contoh reaksi gas yang menunjukan perbandingan volume yang tetap Volume gas yang bereaksi Volume hasil reaksi Rasio volume N2 + H2 2L, 6L NH3 3L N2:H2:NH3 2:6:3 H2 + Cl2 1L, 1L HCl 1L H2:Cl2:HCl 1:1:1 C2H4 + H2 1L, 1L C2H6 1L C2H4:H2: C2H6 1:1:1 89 Bagan 6.17. Bagan reaksi pembentukan uap air Dari hasil eksperimen tersebut, tampak ada kesetaraan antara volume dengan jumlah molekul. Perbandingan jumlah molekul H2 : O2 : H2O adalah 2 : 1 : 2, Demikian pula perbandingan volumenya juga 2 : 1 : 2. Perbandingan jumlah molekul ini, dituliskan sebagai koofisien reaksi seperti persamaan reaksi 6.18. Persamaan reaksi 6.18. Persamaan reaksi pembentukan uap air dari gas H2 dan O2 2 molekul H2 + 1 molekul O2 → 2 molekul H2O dituliskan 2 H2 + 1 O2 → 2 H2O 2 H2 + O2 → 2 H2O Persamaan ini juga memenuhi Hukum kekekalan massa, massa sebelum bereaksi sama dengan massa sesudah bereaksi, lihat persamaan reaksi 6.19. Persamaan reaksi 6.19. Reaksi pembentukan uap air yang memenuhi Hukum kekekalan masa 2 H2 + O2 4 atom H, 2 atom O → → 2 H2O 4 atom H dan 2 atom O Sebelum bereaksi terdapat 2 molekul H2 yang berarti terdapat 4 atom H dan 1 molekul O2, terdapat 2 atom O, sesudah bereaksi dihasilkan 2 molekul H2O yang mengandung 4 atom H dan 2 atom O. Hukum Avogadro juga menjelaskan kepada kita tentang keberadaan gas pada suhu dan tekanan tertentu, dimana pada suhu dan tekanan tertentu setiap gas yang dengan volume yang sama, akan memiliki jumlah molekul yang sama pula. Kita ambil contoh, terdapat 2 molekul gas NO2 sebanyak 4 liter dalam sebuah tabung, maka keadaan tersebut seluruh gas yang jumlah molekulnya 2 mol akan memiliki volume sebanyak 4 liter. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 90 Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut, pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm, diketahui 1 molekul gas Bagan 6.20. Penyelesaian secara Oksigen (O2), volumenya 4 liter. Pada keadaan tersebut, matematis terdapat 5 molekul gas hidrogen, tentunya kita dapat menghitung berapa volume gas hidrogen (H2) tersebut. 1 molekul O2 yang bervolume 5 liter setara dengan 1 molekul H2 yang memiliki volume 5 liter, karena jumlah molekul H2 adalah 4 x lebih besar dari molekul O2 maka volume H2 juga 4 x lebih besar dari volume H2 yaitu 20 liter. Penyelesaian secara rinci tampak pada bagan 6.20. 6.3. Atomic relative(Ar) dan Molecule relative (Mr) Lambang atom menginformasikan kepada kita tentang nomor massa dan kita ketahui massa atom sangat kecil misalnya massa atom hidrogen sebesar 3.348 × 10‐27 Kg. Untuk mempermudah dalam mempelajari ditetapkan oleh IUPAC satuan massa atom (sma). Hal ini diperlukan untuk memepermudah dalam penulisan serta dengan sederhana kita dapat menetapkan massa sebuah molekul. Satuan massa atom (sma) dan 1 (satu) sma didefinisikan sebagai: dilanjutkan dengan penetapan Atomic relative (Ar) atau sering disebut juga dengan Massa Atom dan Massa Molekul yang diberi lambing dengan Mr = Molecule relative. Kedua definisi atau persamaan untuk Atomic relative (Ar) dan Molecule relative (Mr) disajikan pada bagan 6.21. Berdasarkan nomor massa dalam tabel periodik kita dapat tetap, misalnya atom Hidrogen yaitu 1.00079 sma, maka massa atom atau Atomic relative (Ar) dibulatkan menjadi 1 sma. Demikianpula untuk atom Oksigen didalam tabel periodik nomor massanya 15.99994, Atomic relative dibulatkan menjadi 16 sma. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 6.21. Persamaan untuk Ar dan Mr 91 Untuk menetapkan Molecule relative (Mr) dari sebuah senyawa dapat dihitung dengan memperhatikan jumlah atom penyusunnya dibagi dengan 1 sma. Sebagai contoh, jika kita menetapkan Mr dari H2O. Atom‐atom penyusunnya adalah Hidrogen dan Oksigen, jumlah atomnya adalah 2 untuk Hidrogen dan 1 untuk Oksigen, Sehingga massanya adalah : Dengan cara yang sama kita dapat menghitung Mr senyawa‐senyawa lain, dengan bantuan tabel periodik untuk mendapatkan data massa setiap atom. 6.4. Konsep Mol Dalam mereaksikan zat, banyak hal yang perlu kita perhatikan misalnya wujud zat berupa gas, cair dan padat. Cukup sulit bagi kita untuk mereaksikan zat dalam ketiga wujud zat tersebut, dalam bentuk padat dipergunakan ukuran dalam massa (gram), dalam bentuk cair dipergunakan volume zat cair dimana didalamnya ada pelarut dan ada zat yang terlarut. Demikianpula yang berwujud gas memiliki ukuran volume gas. Kondisi ini menuntut para ahli kimia untuk memberikan satuan yang baru yang dapat mencerminkan jumlah zat dalam berbagai wujud zat. Avogadro mencoba memperkenalkan satuan baru yang disebut dengan mol. Definisi untuk 1 (satu) mol adalah banyaknya zat yang mengandung partikel sebanyak 6.023 x 1023. Bilangan ini dikenal dengan Bilangan Avogadro yang dilambangkan dengan huruf N. Lihat persamaan hubungan 1 mol dengan jumlah partikel pada Bagan 6.22. Dari persamaan diatas dapat kita nyatakan bahwa : 1 mol Karbon (C) mengandung 6.023 x 1023 atom Karbon. 1 mol senyawa H2O mengandung 6.023 x 1023 molekul air. Dari pernyataan ini juga muncul berapa massa 6.023 x 1023 partikel atom Karbon dan berapa massa dari 6.023 x 1023 molekul Air (H2O). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 6.22. Persamaan yang menyatakan hubungan jumlah mol dengan jumlah partikel untuk atom dan molekul 92 Dengan mempertimbangkan aspek massa zat, 1 mol zat didefinisikan sebagai massa zat tersebut yang sesuai dengan massa molekul relatifnya (Mr) atau massa atomnya (Ar). Untuk 1 mol zat Karbon maka memiliki massa sesuai dengan massa atom Karbon, diketahui dari tabel periodik bahwa massa atom karbon adalah 12 sma, sehingga massa zat tersebut juga 12 gram. Untuk itu 1 mol zat dapat kita ubah kedalam bentuk persamaan : 6.5 . Hubungan persamaan reaksi dengan mol zat Hukum kekekalan masa, perbandingan volume Gay Lussac dan dan hukum Avogadro telah mengantarkan kita untuk memahami hubungan kesetaraan antara massa, volume dan jumlah molekul dari zat‐zat yang bereaksi dengan hasil reaksi. Berdasarkan hukum Gay Lussac dan persamaan diatas tampak bahwa jumlah volume gas setara dengan jumlah molekul, jumlah mol zat, juga dengan koofisien reaksi. Perhatikan bagan reaksi 6.23. 6.6. Hitungan Kimia Hukum‐hukum dasar kimia dan persamaan reaksi telah memberikan dasar‐dasar dalam memahami bagaimana suatu reaksi dapat berjalan. berapa zat‐ zat yang dibutuhkan dan berapa banyak zat yang terbentuk. Baik reaksi yang melibatkan zat berwujud padat, gas maupun cairan. Secara sederhana alur perhitungan kimia dapat kita jabarkan dan disederhanakan dalam bagan 6.24 dibawah ini. Reaksi yang kita jadikan contoh adalah reaksi oksidasi dari senyawa Propana. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 6.23. Persamaan reaksi menyatakan kesetaraan jumlah volume, jumlah molekul dan jumlah mol 93 Bagan 6.24. Tahapan dalam hitungan kimia Dari sebuah reaksi : C3H8 + O2 → CO2 + H2O 1. Pertama‐tama adalah memperbaiki persamaan reaksi : C3H8 + → O2 CO2 + Jumlah atom C = 3 H2O Jumlah atom C = 1 Sebelah kanan dikali C3H8 + O2 → 3 CO2 + Jumlah atom H = 8 H2 O Jumlah atom H = 2 Sebelah kanan dikali C3H8 3 + O2 4 → 3 CO2 + 4 H2O Jumlah atom O = 2 Jumlah atom O = 6 + 4 =10 Sebelah kiri dikalikan 5 Persamaan reaksi menjadi : C3H8 + 5 O2 → 3 CO2 + 4 H2O 2. Catat apa saja yang diketahui, misalnya massa air yang dihasilkan adalah 36 gram, dan lihat tabel periodik untuk massa atom, seperti massa atom C = 12, H = 1 dan O = 16. 3. Dari data yang diketahui dikonversikan ke dalam satuan mol Untuk H2O, massa molekulnya adalah, 2 atom H : 2 x 1 = 2, dan 1 atom O = 16, sehingga massa molekul H2O = 18. Jumlah mol H2O adalah 4. Cermati dengan baik apa yang ditanyakan, jika yang ditanyakan adalah hanya massa C3H8. Tuliskan persamaan reaksi dan tentukan perbandingan molnya C3H8 + 5 O2 → 3 CO2 + 4 H2O 1 : 5 : 3 : 4 1 mol C3H8 bereaksi dengan 5 mol O2 menghasilkan 3 mol CO2 dan 4 mol H2O Menentukan massa C3H8, massa molekulnya = 3 x 12 + 8 x 1 = 44 Mol C3H8, = ¼ x 2 mol = 0.5 mol (ingat H2O yang terjadi 2 mol) Massa C3H8 = 0.5 mol x 44 = 22 gram Jika pertanyaan menyangkut gas, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dengan cermat adalah keadaan berlangsungnya reaksi. Pertama keadaan, dimana suhu 0 oC dengan tekanan 1 atm atau keadaan standar dan keadaan diluar keadaan standar. Untuk keadaan standar, setiap 1 (satu) mol gas akan memiliki volume sebesar 22.4 liter. Untuk keadaan tidak standar kita mempergunakan hukum Avogadro, pada tekanan dan suhu yang sama, gas‐gas yang memiliki volume yang sama mengandung jumlah molekul yang sama pula. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 94 Perhatikan contoh dibawah ini Dari sebuah reaksi : C3H8 + O2 → CO2 + H2O Berapa volume gas Karbondioksida yang dihasilkan, jika tersedia 11 gram C3H8, jika reaksi berlangsung pada keadaan standar. Berapa volume gas karbondioksida yang dihasilkan jika reaksi berlangsung pada suatu keadaan tertentu, dimana 1 mol gas N2 volumenya 5 L. Penyelesaian dapat kita lakukan secara bertahap. 1. Pertama‐tama adalah memperbaiki persamaan reaksi, dengan cara yang sama dengan halaman sebelumnya, kita akan dapati persamaan. C3H8 + 5 O2 → 3 CO2 + 4 H2O 2. Catat apa saja yang diketahui, misalnya 11 gram C3H8 dan tentukan massa molekul relatif dari senyawa C3H8, gunakan tabel periodik untuk massa atom, seperti massa atom C = 12, dan H = 1. Jumlah mol C3H8 = 3. Cermati dengan baik apa yang ditanyakan, dalam hal ini CO2 ditanyakan, tetapkan jumlah mol CO2 dengan menuliskan persamaan reaksi untuk melihat rasio mol zat yang bereaksi dan hasil reaksinya. C3H8 + 5 O2 → 3 CO2 + 4 H2O 1 : 5 : 3 : 4 1 mol C3H8 bereaksi dengan 5 mol O2 menghasilkan 3 mol CO2 dan 4 mol H2O Untuk setiap 1mol C3H8, dihasilkan 3 mol CO2, diketahui C3H8 yang tersedia 0.25 mol, CO2 yang terjadi 3 x 0.25 = 0.75 mol 4. Tetapkan volume gas CO2 yang dihasilkan dalam keadaan standar, (ingat 1 mol setiap gas dalam keadaan standar adalah 22.4 liter. 1 mol = 22.4 liter Sehingga volume CO2 = 0.75 x 22.4 = 16.8 liter 5. Tetapkan volume gas CO2 yang dihasilkan pada keadaan dimana 1 mol gas N2 volumenya 5 liter 1 mol = 5 liter Sehingga volume CO2 = 0.75 x 5 = 3.75 liter Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 95 6.7. Perhitungan komposisi zat Pada Bab 2, Rumus molekul merupakan gabungan lambang unsur yang menunjukkan jenis unsur pembentuk senyawa dan jumlah atom masing‐masing unsur dengan perbandingan yang tetap. Atas dasar perbandingan molekul, volume dan massa yang setara dengan jumlah mol, maka rumus molekul juga dapat berarti perbandingan mol dari atom‐atom penyusunnya. Sebagai contoh rumus molekul air H2O, terdiri dari jenis atom H dan O, dengan jumlah mol sebanyak 2 mol atom hydrogen dan 1 mol atom Oksigen. Demikian pula untu senyawa Glukosa dengan rumus molekul C6H12O6 terdiri dari atom C, H dan O, dengan komposisi mol yaitu 6 mol atom C, 12 mol atom H dan 6 mol atom O, lihat bagan 6.25. Informasi yang didapat dari rumus molekul tidak terbatas pada jumlah atom namun kita juga dapat menentukan massa dari atom penyusunnya ataupun persentasenya. Rumus molekul C2H2. menunjukkan ada 2 mol atom Karbon dan 2 mol atom Hidrogen, jika massa atom C = 12, dan H =1. Massa Karbon = 2 x 12 = 24 Massa Hidrogen = 2 x 1 = 2 Massa Molekulnya (Mr) = 26 Dengan komposisi tersebut maka persen massa Karbon adalah : Sedangkan persen massa Hidrogen adalah : Dengan rasio mol, ini juga terkandung penertian rumus empiris bagi satu zat. Beberapa contoh soal di bawah ini mengangkat berbagai makna yang terkandung di dalam rumus molekul dan rumus empiris. Sebuah senyawa (NH4)2SO4, dengan massa atom N=14, H=1, S=32 dan O=16. Tentukan masing persen berat dari atom‐atom penyusunnya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 6.25. Komposisi mol atom dalam rumus molekul 96 Untuk atom N = 2, atom H = 4, atom S = 1 dan atom O=4. N = 2 x 14 = 28 H =4 x 2 x 1 = 8 S = 1 x 32 = 32 O = 4 x 16 = 64 Massa molekulnya adalah = 132 Persen berat N = 28/132 x 100% = 21.21% Persen berat H = 8/132 x 100% = 6.06% Persen berat S = 32/132 x 100% = 24.24% Persen berat O = 64/132 x 100% = 48.49% Untuk soal yang lebih kompleks, misalnya sebuah senyawa tersusun atom Karbon dan atom Hidrogen, Persen berat Karbon adalah 92.3% dan sisanya Hidrogen, Jika massa molekul tersebut adalah 78, dimana atom C = 12 dan atom H = 1. Tentukan rumus molekulnya. 1. Pertama kita tetapkan massa Karbon Berdasarkan persen berat terhadap massa molekul senyawanya. C = 0.923 x 78 = 71.994 dibulatkan 72 2. Kedua kita tetapkan massa hidrogen Berdasarkan persen berat terhadap massa molekul senyawanya 100% ‐ 92.3% = 7.7% H = 0.077 x 78 = 6.006 dibulatkan 6 3. Jumlah karbon dan hidrogen C = 72/12 = 6 H = 6/1 = 6 4. Rumus Molekulnya C6H6 Seorang petani memiliki masalah dengan lahannya yang membutuhkan unsur Nitrogen, namun dia tidak tahu bagaimana cara menghitung kadar N dalam sebuah pupuk urea yang memiliki rumus molekul CO(NH2)2. Berat atom untuk C: 12, O:16, N:14 dan H:1. Jika petani tersebut memiliki 1 karung pupuk urea dengan berat yang tertulis dalam labelnya adalah 120 Kg. Berapakah kadar Nitrogen dalam 1 karung pupuk urea tersebut. Pemecahan masalah ini dapat anda lihat dalam Bagan 6.26. di sebelah. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 6.26. Contoh penyelesaian perhitingan komposisi unsure‐unsut dalam sebuah senyawa 97 RANGKUMAN 1. Pembentukan sebuah molekul baru harus memenuhi hukum‐hukum dasar kimia seperti; Hukum Kekekalan Massa Massa zat‐zat sebelum bereaksi sama dengan massa zat sesudah bereaksi Hukum Perbandingan Tetap Dalam sebuah senyawa perbandingan tetap, massa unsur‐ unsur penyusun adalah tetap, hal ini berarti komposisi suatu senyawa selalu sama, dimanapun molekul itu berada. Hukum Perbandingan Berganda Dua macam unsur dapat membentuk dua senyawa atau lebih, jika unsur pertama memiliki massa yang sama, maka unsur kedua dalam senyawa‐senyawa tersebut memiliki perbandingan sebagai bilangan bulat dan sederhana. Hukum Perbandingan Volume Volume gas‐gas yang bereaksi dan volume gas‐gas hasil reaksi, jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat yang sederhana. Hukum Avogadro Pada keadaan yang sama Avogadro juga menyatakan bahwa setiap gas yang mempunyai jumlah mol yang sama memiliki volume yang sama. 2. Pada keadaan standar yaitu pada suhu 0 oC dengan tekanan 1 atm, setiap 1 mol gas memiliki volume sebesar 22.4 Liter. 3. Persamaan reaksi didefinisikan sebagai cara penulisan suatu reaksi atau perubahan kimia yang mengacu pada hukum‐hukum dasar kimia. 4. Persamaan reaksi yang benar telah memberikan informasi tentang; banyaknya mol zat yang bereaksi dan sesudah reaksi memilki kesetaraan, dan jumlah unsur‐unsur disebelah kiri tanda panah (sebelum bereaksi) sama dengan jumlah unsur‐unsur disebelah kanan tanda panah (sesudah bereaksi). 5. Atas dasar kesepakatan massa satu atom adalah sama ଵ dengan massa dari massa atom 12C, dan massa setiap ଵଶ atom (Ar) dapat dicari pada lampiran. Massa dari sebuah molekul (Mr) dapat ditentukan dengan mnjumlahkan massa dari setiap unsur yang menyusunnya. Misalnya H2O, memiliki massa 2 x massa atom H + 1 x massa atom O. 5. Mol suatu zat merupakan rasio dari massa satu zat dengan massa relatifnya (Ar atau Mr) dan dinyatakan dalam persamaan : Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 98 6. Rumus kimia sebuah zat merupakan lambang dari sebuah zat yang mencerminkan jenis zat dan jumlah atom‐atomnya yang menyusun zat tersebut. 7. Rumus molekul adalah lambang sebuah molekul yang memberikan informasi tentang jenis dan jumlah atom‐atom secara akurat dari molekul tersebut. 8. Rumus empiris adalah rumus kimia yang mencirikan jenis atom dan rasio dari jumlah atom‐atom penyusunnya, rumus empiris tidak menyatakan rumus molekulnya, sebagai contoh rumus empiris dari (CH)n, rumus molekul diketahui jika nilai n diketahui. 9. Beberapa makna dari Rumus molekul Menyatakan banyak unsur dari atom‐atom penyusunnya Menyatakan perbandingan mol setiap unsur untuk membentuk senyawa tersebut Menyatakan perbandingan massa setiap unsur dalam senyawa tersebut. Misalkan ; Senyawa air H2O Menyatakan jumlah atom Hidrogen sebanyak 2 (dua) buah dan atom Oksigen sebanyak 1 (satu) buah. Ada 2 mol unsur/atom Hidrogen dan 1 mol unsur/atom Oksigen Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 99 UJI KOMPETENSI Pilihlah salah satu jawaban yang tepat 1. Massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama, pernyataan ini dikemukakan oleh: a. Dalton b. Gay Lussac c. Avogadro d. Lavoisier 2. Pada temperatur dan tekanan yang sama 1 mol setiap gas mempunyai volume yang sama. Pernyataan ini dikemukakan oleh: a. Dalton b. Gay Lussac c. Avogadro d. Proust 3. Ada dua senyawa dari Fe dan S masing‐masing adalah FeS dan Fe2S3 maka perbandingan massa S dalam kedua senyawa itu untuk Fe yang tetap adalah: a. 112 : 64 b. 56 : 32 c. 2 : 1 d. 1 : 2 4. Bilangan Avogadro menyatakan jumlah : a. Atom dalam 2 gram suatu unsur b. Atom/molekul dalam 1 mol unsur/senyawa c. Molekul dalam 1 gram senyawa d. Jumlah partikel dalam 1 mol senyawa/unsur 5. Dari 1 kg suatu batuan didapatkan 80% CuS2 bila diketahui Ar Cu = 63,5 dan S = 32 maka massa Cu kira‐kira yang terdapat dalam batuan itu adalah : a. 398 gram b. 498 gram c. 127 gram d. 500 gram 6. Banyaknya atom dalam 1 mol suatu unsur adalah a. 6,02 x 10‐23 b. 6,02 x 1023 c. 60,2 x 1023 d. 60,2 x 10‐23 7. Bila diketahui Ar Na = 23, H = 1, O = 16. Berapa molkah 5 gram NaOH? a. 1/8 b. 1/5 c. 1/40 d. 5/16 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 100 8. Bila diketahui N adalah bilangan Avogadro, maka 1 liter gas CO2 pada 00C dan 1 atm berisi : (Mr CO2 = 46) a. 22,4 liter CO2 b. 1/46 gram CO2 c. 1/22,4 x ¼ molekul CO2 d. N/22,4 molekul CO2 9. Diketahui reaksi 2H2 + O2 ⇄ 2H2O. Berapa gram air yang terjadi bila digunakan 2 gram hidrogen pada keadaan 00C dan 1 atm? a. 4 gram b. 18 gram c. 2 gram d. 36 gram 10. Gas dengan jumlah gram yang paling sedikit per‐mililiternya, pada t dan p yang sama adalah : a. H2 b. N2 c. NH d. N2H4 11. Diketahui 1 liter gas pada 00C dan 1 atm massanya = 0,712 gram. Maka massa molekul gas tersebut kira‐kira: a. 14 b. 32 c. 16 d. 18 12. Berapa gram Fe yang diperlukan untuk membuat 49,5 gram FeS ( diketahui BA Fe = 55,85 dan S = 32) a. 1,5 gram b. 4,5 gram c. 9 gram d. 32 gram 13. Pada suhu dan tekanan tertentu, 1 liter gas X massanya = 15 gram jika pada keadaan itu massa 10 liter gas NO adalah 7,5 gram. Maka massa molekul gas X adalah : ( Massa Atom N = 14, O = 16) a. 60 b. 30 c. 40 d. 50 14. Berapa gram karbon yang terdapat dalam gula C12H22O11 sebanyak ½ mol a. 144 gram b. 72 gram c. 36 gram d. 40 gram Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 101 Bab 7. Reaksi Kimia Standar Kompetensi Memahami perkembangan konsep reaksi kimia Kompetensi Dasar Mendeskripsikan pengertian umum reaksi kimia Membedakan konsep oksidasi, reduksi, dan reaksi lainnya Memahami konsep larutan Menerapkan konsep reaksi redoks dalam elektrokimia elektrolit dan elektrokimia Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mendefinisikan reaksi kimia 2. Siswa dapat menyebutkan jenis‐jenis reaksi kimia 3. Siswa dapat mengidentifikasi peristiwa oksidasi 4. Siswa mampu mengidentifikasi peristiwa reduksi 5. Siswa dapat menyebutkan definisi reaksi reduksi‐oksidasi (redoks) 6. Siswa dapat menyetarkan persamaan reaksi redoks berdasarkan kesetaraan elektron 7. Siswa dapat myetarakan persamaan reaksi redoks berdasarkan perubahan bilangan oksidasi 8. Siswa dapat membedakan sel elektrokimia 9. Siswa dapat menyebutkan pemanfaatan sel volta dan sel elektrolisa 10. Siswa dapat menjelaskan hubungan antara zat dengan arus listrik dalam sel elektrokimia 11. Siswa dapat menjelaskan peristiwa korosi 7.1. Reaksi Kimia Sudah kita bahas sebelumnya bahwa reaksi kimia adalah dari perubahan kimia. Dalam perubahan tersebut terjadi interaksi antara senyawa kimia atau unsur kimia yang melibatkan perubahan struktur, akibat adanya pemutusan dan pembentukan ikatan kimia dalam proses ini energi dapat dihasilkan maupun dilepaskan. Reaksi kimia dituliskan kedalam bentuk persamaan kimia, untuk lebih mudah mengingatnya perhatikan contoh reaksi kimia dibawah ini: Cu(s) + 2 H2SO4(aq) CuSO4(aq) + 2 H2O(l) + 2 SO2(g) Dari persamaan ini kita akan mendapatkan informasi tentang zat‐zata yang bereaksi yaitu logam tembaga dan asam sulfat, menghasilkan tembaga (II) sulfat, air dan sulfur dioksida. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 102 Persamaan ini juga mengindikasikan bentu‐bentuk zat yang bereaksi, padatan dengan notasi (s), terlarut dalam air dengan notasi (aq), (l) cairan dan (g) adalah gas. Selain itu informasi lain juga kita dapatkan seperti perbandingan mol dari zat‐zat yang bereaksi maupun hasil reaksi. 7.2. Jenis reaksi kimia Didalam laboratorium kimia, reaksi kimia dapat diamati dengan mudah, karena perubahan kimia selalu menghasilkan zat baru. Zat‐zat yang dihasilkan dapat berupa endapan, gas, perubahan warna dan juga terjadi perubahan suhu. Beberapa contoh reaksi kimia yang dapat dilihat dengan indera mata kita pada Gambar 7.1. Berdasarkan proses yang terjadi pada suatu reaksi kimia makareaksi kimia dapat kita golongkan menjadi 7 jenis reaksi, meliputi reaksi pembentukan, penguraian, pengendapan, pertukaran, netralisasi, pembakaran atau oksidasi, dan reduksi. 7.2.1 Reaksi pembentukan Reaksi pembentukan merupakan penggabungan atom‐ atom dari beberapa unsur membentuk senyawa baru. Contoh untuk reaksi ini adalah : Pembentukan molekul air 2H2 + O2 2 H2O N2 + 3H2 2 NH3 2 C + 3 H2 C2H6 Dari contoh diatas bahwa senyawa H2O, (air) NH3 amonia dan C2H6, (etana) dibentuk dari unsur‐unsur yaitu hidrogen dan oksigen untuk air, nitrogen dan hidrogen untuk ammonia, dan karbon dan hidrogen untuk gas etana. 7.2.2. Reaksi penguraian Reaksi penguraian merupakan reaksi kebalikan dari reaksi pembentukan. Pada reaksi penguraian, senyawa terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana atau menjadi unsur‐unsurnya. Reaksi penguraian dapat kita cermati, reaksi penguraian senyawa menjadi unsur‐unsurnya, seperti : 2 NH3 N2 + 3H2 C2H6 2 C + 3 H2 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 7.1. Reaksi pengendapan (A) dan reaksi pembentukan gas (B) yang mudah kita amati 103 Sedangkan penguraian dari senyawa menjadi senyawa yang lebih sederhana, seperti : H2CO3 H2O + CO2 CaCO3 CaO + CO2 Umumnya reaksi penguraian tidak berlangsung secara spontan, namun memerlukan energi dari luar, misalnya listrik, panas atau dengan bantuan cahaya matahari. 7.2.3. Reaksi pengendapan. Reaksi pengendapan merupakan reaksi yang salah satu produknya berbentuk endapan. Endapan terjadi karena zat yang terjadi tidak atau sukar larut didalam air atau pelarutnya. Tidak semua zat mengendap, sehingga reaksi pengendapan juga dipergunakan untuk identifikasi sebuah kation atau anion. Dibawah ini disajikan beberapa reaksi pengendapan, sebagai tanda bahwa zat yang terjadi adalah endapan perhatikan tanda (s) solid, setelah indeks dari rumus kimianya. AgNO3(aq) + HCl(aq) AgCl(s) + HNO3(aq) Endapan yang terbentuk adalah endapan putih dari AgCl. Pb(CH3COO)2(aq) + H2S PbS(s) + 2 CH3COOH(aq) Dari reaksi ini akan dihasilkan endapan yang berwarna hitam dari PbS. 7.2.4. Reaksi pertukaran Jenis reaksi ini adalah jenis pertukaran antara kation‐kation ataupun pertukaran antar anion, dalam istilah lainnya disebut dengan ion exchange. Pada peristiwa reaksi pertukaran maka salah satu produk dapat berupa endapan atau bentuk gas sehingga zat terpisahkan. Ba(Cl)2(aq) + Na2SO4 2 NaCl + BaSO4(s) Dalam reaksi ini atom Ba berpindah pasangan dengan atom Cl, membentuk endapan putih BaSO4. Contoh lain adalah resin penukar kation divinilbenzene sulfonat mengikat logam Na+ dan melepaskan ion H+ Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 104 7.2.5. Reaksi netralisasi Reaksi netralisasi merupakan reaksi penetralan asam oleh basa dan menghasilkan air. Hasil air merupakan produk dari reaksi antara ion H+ pembawa sifat asam dengan ion hidroksida (OH‐) pembawa sifat basa, reaksi : H+ + OH‐ H2O Reaksi : HCl + NaOH NaCl + H2O Reaksi ion : H+ Cl‐ + Na+ OH‐ Na+ Cl‐ + H+ OH‐ Reaksi netralisasi yang lain ditunjukan oleh reaksi antara asam sulfat H2SO4 dengan calcium hidroksida Ca(OH)2, seperti dibawah ini : Reaksi : H2SO4 + Ca(OH)2 CaSO4 + 2 H2O 2 H+ SO42‐ + Ca2+ 2 OH‐ Ca2+ SO42‐ + 2H+ 2 OH‐ 7.2.6. Reaksi pembakaran Reaksi pembakaran dengan defines yang paling sederhana adalah reaksi dari unsur maupun senyawa dengan oksigen. Reaksi pembakaran ini ditunjukkan dalam pada persamaan dibawah ini : Reaksi pembakaran logam besi 4 Fe + 3 O2 2 Fe2O3 Dari persamaan tampak bahwa reaksi pembakaran ditunjukkan dengan adanya gas oksigen. Contoh lain dari reaksi ini adalah pembakaran dari salah satu campuran bahan bakar : C7H16 + 11 O2 7 CO2 + 8 H2O Reaksi diatas juga mengindikasikan adanya gas oksigen. Reaksi pembakaran sering juga disebut dengan reaksi oksidasi, dan akan kita bahas secara terpisah. 7.3. Reaksi oksidasi dan reduksi. Reaksi oksidasi dan reduksi sering diistilahkan dengan “reaksi redoks”, hal ini dikarenakan kedua peristiwa tersebut berlangsung secara simultan. Oksidasi merupakan perubahan dari sebuah atom atau kelompok atom (gugus) melepaskan elektron, bersamaan itu pula atom atau kelompok atom akan mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Demikian pula sebaliknya reduksi adalah perubahan dari sebuah atom atau kelompok atom menerima atau menangkap elektron. Perhatikan contoh berikut yang menggambarkan peristiwa atau reaksi oksidasi. Fe Fe2+ + 2 e Elektron dilambangkan dengan (e) yang dituliskan pada sebelah kanan tanda panah dari persamaan reaksi, jumlah elektron yang dilepaskan setara dengan jumlah muatan pada kedua belah persamaan. Dari reaksi diatas 2 e, menyetarakan muatan Fe2+. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 105 Untuk reaksi reduksi dicontohkan oleh persitiwa reaksi dibawah ini: Cl2 + 2 e 2 Cl‐ Reaksi ini menunjukan adanya penarikan atau penangkapan elektron (e) molekul unsur Cl2 dan menyebabkan molekul tersebut berubah menjadi anion Cl‐. Untuk mempermudah pengertian, kita dapat sederhanakan makna Cl‐, sebagai Cl kelebihan elektron karena menangkap elektron dari luar. Reaksi redoks merupakan reaksi gabungan dari reaksi oksidasi dan reduksi, dan menjadi cirri khas bahwa jumlah elektron yang dilepas pada peristiwa oksidasi sama dengan jumlah elektron yang diterima atau di tangkap pada peristiwa reduksi, perhatikan contoh : Reaksi oksidasi : Fe Fe2+ + 2 e Reaksi reduksi : Cl2 + 2 e 2 Cl‐ Reaksi redoks : Fe + Cl2 FeCl2 Total reaksi diatas mengindikasikan bahwa muatan dari besi dan klor sudah netral, demikian pula dengan jumlah electron yang sama dan dapat kita coret pada persamaan reaksi redoksnya. Peristiwa reaksi redoks selalu melibatkan muatan, untuk hal tersebut sebelum kita lanjutkan dengan persamaan reaksi redoks, lebih dulu kita nahas tentang tingkat atau keadaan oksidasi suatu zat. 7.4. Bilangan Oksidasi Adalah sebuah bilangan yang ada dalam sebuah unsur dan menyatakan tingkat oksidasi dari unsur tersebut. Tingkat oksidasi ini dicapai dalam rangka pencapaian kestabilan unsur dan konfigurasi elektronnya mengikuti pola gas mulia. Sehingga ada kecenderungan bahwa bilangan oksidasi sama dengan jumlah elektron yang dilepas atau ditangkap oleh sebuah atom. Beberapa aturan dalam penetapan bilangan oksidasi : 1. Unsur yang ada dalam keadaan bebas di alam memiliki bilangan oksidasi 0 (nol), seperti Gas mulia (He, Ne, Ar dst), logam Cu, Fe, Ag, Pt dan lainnya Gambar 7.2. 2. Molekul baik yang beratom sejenis dan yang tidak memiliki bilangan oksidasi 0 (nol). Molekul beratom sejenis misalnya N2, O2, Cl2, H2 dan lainnya. Untuk Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 7.2. Rumus molekul mencirikan jenis dan jumlah atom‐atom penyusunnya 106 1. molekul yang tidak sejenis, misalnya NaCl, K2O, SO2, NO2, KCl, H2SO2 dan lain sebagainya. Untuk senyawa yang disusun oleh atom yang tidak sejenis, bilangan oksidasinya 0 (nol) merupakan jumlah dari bilangan oksidasi dari atom‐atom penyusunnya perhatikan bagan 7.3. Bagan 7.3. Cara menghitung bilangan oksidasi dari senyawa poliatom. 2. Logam‐logam pada golongan IA bermuatan positif satu (+1). 3. Atom‐atom yang berada pada Gol VIIA Halogen meiliki bilangan oksidasi negatif satu (‐1). 4. Bilangan oksidasi atom H, postif satu (+1) kecuali dalam senyawa hidrida, atom H berikatan dengan logam seperti NaH : Natrium hidrida, BaH2 : Barium hidrida, dalam senyawa ini atom memiliki bilangan oksidasi negatif satu (‐1). 5. Bilangan oksidasi atom Oksigen adalah negatif dua (‐2), ada beberapa pengecualian dimana bilang oksidasi adalah positif dua (+2) pada molekul F2O, memiliki bilangan oksidasi negatif satu (‐1) terdapat pada molekul H2O2 dan Na2O2. Jumlah bilangan oksidasi dari satu molekul poliatom yang berbentuk ion, jumlah bilangan oksidasinya sama dengan muatan ionnya, sebagai contoh SO42‐. Untuk atom Oksigen bilangan oksidasinya ‐2, sehingga terdapat muatan ‐8, karena selisih bilangan oksidasi antara atom O dan S adalah ‐2, maka bilangan oksidasi S adalah +6. 7.5. Bilangan oksidasi pada senyawa dan ion Aturan tentang keadaan oksidasi atau bilangan oksidasi telah kita bahas, namun demikian kita perlu mengetahui dengan tepat berapa besar bilangan oksidasi sebuah atom dari sebuah senyawa. Untuk itu mari kita perhatikan contoh sebagai berikut : tetapkan bilangan oksidasi dari atom Cl, didalam senyawa KClO3 dan atom Cr pada dalam ion Cr2O7‐. Perhatikan penyelesaian disebelah pada Bagan 7.4. Dengan cara yang sama kita dapat tentukan bilangan oksidasi Cr dalam ion Cr2O72‐ Misal bilangan oksidasi Cr dalam Cr2O72‐ = x, Jumlah oksidasi Cr2O72‐ = ‐2, Bilangan oksidasi O = ‐2 7 atom O = 7 (‐2) = ‐14. Persamaan: 2(x) + (‐14) = ‐2 dan harga x = 6. Jadi bilangan oksidasi Cr dalam ion Cr2O72‐ = 6 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 7.4. Penetapan bilangan oksidasi Cl dalam senyawa KClO3 Bilangan oksidasi Cl dalam KClO3 Misal bilangan oksidasi Cl dalam KClO3 = x. Bilangan oksidasi KClO3 = 0, Bilangan oksidasi O dalam KClO3 = 3(-2) = -6 Bilangan oksidasi K dalam KClO3 = +1 Maka: 1 + x + (-6) = 0 x=5 Jadi bilangan oksidasi Cl dalam KClO3 = 5 107 Pada suatu reaksi redoks peristiwa kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi suatu unsur atau kelompok molekul selalu terjadi dan berlangsung bersamaan. Untuk hal tersebut kita perlu mengenal dengan cermat perubahan bilangan oksidasi pada sebuah reaksi kimia. Kita ambil contoh perubahan bilangan oksidasi dari Cl2 dan atom Mn. Cl2 + 2K2MnO4 → 2 KCl + 2 KMnO4 0 reduksi oksidasi Oksidator +7 Penentuan dari bilangan okPerlu kita ingat, bilangan oksidasi senyawa adalah 0 (nol), bilangan oksidasi oksigen perlu ‐2 dan logam golngan IA adalah +1. Bilangan Oksidasi Cl2 = 0. Bilangan oksidasi Cl dalam KCl adalah ‐1, karena K bermuatan =1, merupakan logam dari Golongan IA. Dari persamaan Cl mengalami peristiwa reduksi. Bilangan Oksidasi Mn dalam K2MnO4 adalah. K2MnO4=0 K = 1+ sebanyak 2 atom, jumlah muatan +2, O = 2‐, sebanyak 4 atom, jumlah muatan ‐8 Mn = ?,sebanyak 1 atom, jumlah muatan x Total muatan senyawa adalah nol ( 0 ). K2MnO4=0 (+2) + (x) + (‐8) = 0 (x) + (‐6) = 0 (x) = +6 Bilangan Oksidasi Mn dalam KMnO4 KMnO4 (+1) + (x) + (‐8) = 0 (x) + (‐7) = 0 (x) = +7 Atom Mn mengalami kenaikan bilangan oksidasi, disebelah kiri bermuatan +6 berubah menjadi +7 disebelah kanan tanda panah. 7.6. Menyatarakan persamaan reaksi redoks Dalam reaksi redoks, hal yang cukup pelik adalah perubahan untuk beberapa atom atau ion, dimana perubahannya belum tentu mudah diingat, sehingga kita sangat memerlukan data perubahan‐perubahan tersebut, seperti yang kita tampilkan dalam Tabel 7.1. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Perubaha → Mn2+/Pb2+ KMnO4 Asam Mn2+ KMnO4 Basa MnO2 K2Cr2O7 → Cr3+ X2(F, Cl, Br, I) → X‐ XO3 → X‐ XO → X‐ KClO3 → Cl‐ NaClO → Cl‐ H2O2 Asam H2O H2O2 Basa H2O H2SO4 → SO2 HNO3 Pekat NO2 HNO3 Encer NO → H2 MnO2/PbO2 -1 +6 Tabel 7.1. Beberapa perubahan unsur atau senyawa, ion dalam reaksi redoks H+ 108 Untuk menuliskan persamaan reaksi redoks dapat dilakukan dalam dua cara yaitu cara ion dan cara bilangan oksidasi. 7.6.1. Cara Ion Elektron Beberapa langkah menyelesaikan persamaan reaksi redoks adalah : 1. Tentukan zat yang berperan sebagai oksidator dan tuliskan reaksi perubahannya. 2. Tentukan zat yang berperan sebagai reduktor dan tuliskan reaksi perubahannya 3. Seimbangkan persamaan oksidator/reduktor menurut jumlah atom masing‐masing unsur dengan cara: a. Jika reaksi berlangsung dalam larutan yang bersifat netral atau asam, tambahkan H2O atau H+ untuk menyeimbangkan jumlah atom O dan H. Perhatikan penyetaraan, untuk setiap kelebihan 1 atom O diseimbangkan dengan menambahkan satu molekul H2O pada posisi yang berlawanan (sebelah kiri atau kanan tanda panah), dilanjutkan dengan penambahan ion H+ untuk menyeimbangkan atom‐atom H. Contoh: MnO4‐ → Mn2+ Sebelum perubahan terdapat 4 atom O Sesudah perubahan tidak ada atom O Sebelah kanan tanda panah harus ditambahkan 4 molekul H2O untuk menyeimbangkannya 4 atom O dan persamaannya: MnO4‐ → Mn2+ + 4 H2O Sebelah kanan reaksi terdapat 8 atom H, sedangkan sebelah kiri reaksi tidak ada atom H, sehingga ditambahkan 8 ion H+, dan persamaan reaksi menjadi: MnO4‐ + 8 H+ → Mn2+ + 4 H2O b. Berbeda jika reaksi redoks berlangsung dalam larutan yang bersifat basa. kelebihan 1 atom Oksigen diseimbangkan dengan 1 molekul H2O pada sisi yang sama dan ditambahkan 1 ion OH‐ disisi tanda panah yang berlawanan. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 109 Setiap kelebihan 1 atom H diseimbangkan dengan menambahkan 1 ion OH‐ pada pihak yang sama, kemudian 1 molekul H2O pada pihak yang lain. c. Jika atom H dan O berlebih pada pihak yang sama, dapat diseimbangkan dengan dengan menambahkan 1 ion OH‐. Perhatikan contoh pada Bagan 7.4. 4. Jika dalam perubahan, oksidasi suatu unsur membentuk kompleks dengan unsur lain, penyeimbangan dilakukan dengan menambah gugus atau unsur pembentuk kompleks tersebut. 5. Persamaan reaksi juga perlu disetarakan muatannya dengan cara menambahkan elektron‐ elektron. 6. Keseimbangan jumlah elektron yang dilepas reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang diambil oksidator. Penambahan kedua persamaan oksidator dan reduktor dan semua elektron disebelah kiri dan kanan tanda panah saling meniadakan. Contoh: Cu + HNO3 → Cu(NO3)2 + NO2 + H2O 1) menentukan zat oksidator dan perubahannya NO3‐ → NO2 2) menentukan zat reduktor dan perubahannya Cu → Cu2+ 3) menyeimbangkan persamaan reaksi oksidator dan reduktor. Oksidator: NO3‐ → NO2 NO3‐ + 2H+ → NO2 + H2O Reduktor: Cu → Cu2+ 4) menyeimbangkan Muatan reaksi. NO3‐ + 2H+ → NO2 + H2O Jumlah muatan sebelah kiri reaksi adalah: dalam NO3‐ = ‐1 dalam 2H+ = +2 maka jumlah muatan sebelah kiri = (‐1) + 2 = +1 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 7.4. Reaksi setengah sel untuk senyawa NO3‐ dalam suasana basa NO3- → NH3 NO3- + 3 H2O → NH3 + 6 OHNO3- + 3 H2O + 3 H2O → NH3 + 6 OH- + 3 OHNO3- + 6 H2O → NH3 + 9 OHKelebihan atom 3 atom Oksigen pada NO3-, diseimbangkan dengan menambahkan 3 molekul air pada sisi ini dan menambahkan ion OHdisebelah kanan tanda panah. Hal ini menyebabkan disebelah kanan tanda panah kelebihan 3 atom yang selanjutnya ditambahkan kembali dengan 3 ion OH- pada sisi tersebut dan diseimbangkan dengan menambahkan 3 molekul air pada sisi yang berlawanan sehingga reaksi menjadi setara. 110 Sedangkan sebelah kanan muatannya adalah nol (0). dalam NO2 = 0 dalam H2O = 0 Maka jumlah muatan sebelah kanan = 0 Penyetaraan selanjutnya dengan menjumlahkan reaksi oksidator dan reduktornya. 5) Penambahan persamaan oksidator reduktor. NO3‐ + 2H+ + e → NO2 + H2O (x2) Cu → Cu2+ + 2e (x1) 2 NO3‐ + 4H+ + 2e → 2NO2 + 2H2O Cu → Cu2+ + 2e 2 NO3‐ + 4H+ + Cu → 2NO2 + 2H2O + Cu2+ Persamaan diatas merupakan peristiwa redoks yang terjadi, Sedangkan untuk mengoksidasi atom Cu diperlukan 2 nitrat sehingga bilangan oksidasinya naik menjadi dua (+2) Disisi lain bilangan oksidasi N pada NO3‐ = 5 dan bilangan oksidasi N pada NO2 = 4, berarti turun. Setiap ion Cu2+ di sebelah kanan reaksi mengikat molekul NO3‐, maka tambahkan 2 ion NO3‐ di sebelah kiri. Persamaan menjadi 2 NO3‐ + 4H+ + Cu + 2 NO3‐ → 2NO2 + 2H2O + Cu2+ + 2 NO3‐ Cu + 4 H NO3 → Cu(NO3)2 + 2 NO2 + 2 H2O 7.6.2. Cara Bilangan Oksidasi Menyelesaikan persamaan reaksi redoks dengan cara bilangan oksidasi, dilakukan dalam beberapa tahap : 1) Menentukan bilangan oksidasi atom‐atom pada masing‐ masing zat yang bereaksi. 2) Menentukan zat mana yang merupakan oksidator dan mana yang reduktor, oksidator bercirikan adanya penurunan bilangan oksidasi, sedangkan reduktor peningkatan bilangan oksidasi. 3) Menentukan jumlah elektron‐elektron yang diambil harus sama dengan jumlah elektron‐elektron yang dilepas. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 111 4) Melengkapi seimbang. koefisien‐koefisien sehingga reaksi Perhatikan contoh reaksi berikut : As2S5 + KClO3 + H2O → H3AsO4 + H2SO4 + KCl Menentukan bilangan Oksidasi Bilangan oksidasi zat yang bereaksi: Melakukan pengecekan bilangan untuk atom As dalam As2S5, Bilangan Oksidasi S adalah ‐2 Senyawa As2S5= 0, bilangan oksidasi S dalam As2S5 S = 5(‐2) = ‐10 Sehingga bilangan oksidasi As dalam As2S5 = +5 Bilangan oksidasi atom Cl dalam KClO3, KClO3 = 0 Bilangan oksidasi K = +1 dan O = (‐2 x 3) = ‐6, sehingga Cl = +5 Bilangan oksidasi zat hasil reaksi. Dari senyawa H3AsO4, bilangan oksidasi masing‐masing adalah H = +3 dan O = ‐8, sedangkan As = +5 Untuk H2SO4, bilangan oksidasi masing‐masing atom adalah H = +2, O = ‐8 Sehingga bilangan oksidasi menjadi S = +6 KCl → bilangan oksidasi masing‐masing K = +1 dan Cl = ‐1 Menentukan oksidator atau reduktor Oksidator: Bilangan oksidasinya berkurang Tingkat oksidasi Cl : +5 pada KClO3 menjadi ‐1 pada KCl. Sehingga yang berperan sebagai oksidator adalah KClO3 Reduktor: bilangan oksidasinya bertambah Tingkat oksidasi S: ‐2 pada As2S5 menjadi +5 pada H2SO4, sehingga yang berperan sebagai reduktor adalah As2S5 Menentukan jumlah elektron‐elektron Jumlah elektron yang diambil = jumlah elektron yang dilepas Atom yang mengambil elektron adalah Cl, bilangan oksidasinya dari +5 menjadi ‐1, agar bilangan oksidasinya berubah menjadi ‐1, maka Cl harus mengambil 6 elektron. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 112 Disisi lain atom S melepas elektron, karena atom berubah muatannya dari ‐2 menjadi +6 , maka elektron yang dilepaskannya 8 elektron. Sehingga setiap atom S akan melepas 8 elektron. Berdasarkan asal senyawa As2S5 maka terdapat 5 atom S, artinya terdapat 5 atom S melepaskan 5 X 8 = 40 elektron. Jumlah elektron yang diambil = jumlah elektron yang dilepas Setiap atom Cl dapat menangkap 6 elektron, sedangkan elektron yang dilepas oleh atom S sebanyak 40 elektron, jumlah elektron harus sama, cara yang mudah adalah mengalikannya. Untuk Cl dikali 20 sehingga terdapat 20 Cl yang masing‐masing menangkap 6 elektron. Total elektron yang dapat ditangkap adalah 120 elektron. 20 x Cl (6e) = 120 elektron Demikian pula untuk S harus dapat melepaskan 120 elektron, dimana setiap As2S5 dapat melepaskan 40 elektron, sehingga dibutuhkan 3 molekul As2S5. 3 X As2S5 (40e) = 120 elektron Melengkapi koofisien reaksi redoks 20 KClO3 + 120 e → KCl 3 As2S5 → H2SO4 + 120 e As2S5 + KClO3 + H2O → H3AsO4 + H2SO4 + KCl Persamaan reaksi selanjutnya kita sesuaikan 3 As2S5 + 20 KClO3 + 24H2O → 6 H3AsO4 + 15 H2SO4 + 20KCl dan kita buktikan jumlah masing‐masing atom disebelah kiri dan kanan tanda panah harus sama. 3 As = 6 S = 15 20 K 20 Cl 6 15 S 20 K 20 Cl 48 H 60 O As + 24 O 18 H + 30 H 24 O + Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 60 O 113 7.7. Sel Elektrokimia dan Potensial Elektroda Seperti kita sudah singgung dalam bahasan sebelumnya bahwa reaksi kimia dapat melepaskan energi maupun membutuhkan energi. Berdasarkan sifat listrik maka energi yang dihasilkan reaksi kimia dapat diukur dalam bentuk energi potensial (E) dengan satuan Volt. Pembuktian adanya potensial dapat dilakukan dengan memasukkan dua batang logam ke dalam larutan dan kedua logam tersebut dihubungkan dengan voltmeter. Jika kita memasukkan logam yang sama maka voltmeter akan membaca nilai 0, artinya tidak ada beda potensial. Jika kita memasukkan dua logam yang berbeda maka voltmeter menunjukkan nilai tertentu, atau ada beda potensial yang terbaca voltmeter (Gambar 7.5). Dua logam yang tercelup dalam larutan dikatakan sebagai sel, dan logam‐logam tersebut dikatakan sebagai elektroda, yang didefinisikan sebagai kutub atau lempeng pada suatu sel elektrokimia, dimana arus memasuki atau meninggalkan sel. Dua logam atau dua elektroda yang ada dalam sel elektrokimia memiliki peran tertentu. Elektroda yang memiliki peran dalam proses pengikatan elektron (proses reduksi) disebut dengan katoda. Katoda menarik ion‐ion bermuatan positif dan ion‐ion tersebut disebut kation. Sedangkan elektroda yang berperan dalam pelepasan elektron (proses oksidasi) disebut anoda. Anoda menarik ion‐ion negatif dari larutan elektrolit, ion‐ion ini disebut anion. Untuk melakukan pengukuran potensial yang dihasilkan dari sebuah reaksi kimia dipergunakan voltmeter, maka salah satu elektroda yang dipergunakan adalah elektroda baku yang telah diketahui potensialnya. Eksperimen yang dilakukan menunjukan bahwa elektroda baku yang didapat adalah elektroda Hidrogen dikenal dengan SHE, standart hidrogen elektroda, dengan potensial 0.0 Volt. Dengan ditemukanya Elektroda standart maka disusun potensial elektroda dari beberapa zat, potensial yang dipergunakan adalah potensial reduksi dari zat yang diukur. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pembanding elektroda hidrogen (SHE). Lihat Tabel 7.2 Potensial reduksi dari beberapa logam. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 7.5. Gambar sel elektrokimia, dengan dua buah elektroda yang berbeda, beda potensial terbaca oleh voltmeter Tabel.7.2. Potensial reduksi dari beberapa zat Logam EӨ (Volt) K+ → K + e -2,93 2+ Ba →K+e Ca2+ → Ca + 2e -2,90 -2,87 + -2,71 2+ Mg → Mg + 2e -2,34 Al3+ → Al + 3e -1,76 Na → Na + e Mn 2+ → Mn + 2e -1,10 Zn 2+ → Zn + 2e -0,76 Cr3+ → Cr + 3e -0,60 2+ → Fe + 2e -0,44 2+ → Ni + 2e -0,23 Sn2+ → Sn + 2e -0,14 Fe Ni Pb 2+ → Pb + 2e + -0,13 H →H+e 0,00 Cu2+ → Cu + 2e +0,34 + +0,79 + Ag → Ag + e +0,80 Au+ → Au+ e +1,50 Hg → Hg + e 114 Dari tabel dapat kita lihat bahwa zat yang lebih mudah tereduksi dari elektroda standart hidrogen diberi harga potensial reduksi positif, dan sukar tereduksi dari diberi harga potensial reduksi negatif. Potensial elektroda adalah beda potensial suatu unsur terhadap elektroda hidrogen standart dinyatakan sebagai potensial reduksi. Oksidator paling kuat adalah Au (unsur yang paling kuat menarik elektron). Reduktor yang paling kuat adalah K (unsur yang paling mudah melepaskan elektron). Potensial oksidasi merupakan kebalikan dari harga potensial reduksi. Penggunaan elektroda hidrogen cukup rumit, para peneliti kimia mengembangkan elektroda lainnya dan membandingkannya dengan elektroda hidrogen. Beberapa elektroda yang cukup stabil ditemukan yaitu elektroda air raksa atau Saturated Calomel Electrode (SCE) dan elektroda Perak‐Perak klorida (Ag/AgCl). Berdasarkan tinjauan energi, sel elektrokimia dibagi menjadi dua bagian. Ada sel yang menghasilkan energi ketika terjadi reaksi atau reaksi kimia menghasilkan energi. Sel elektrokimia ini disebut dengan sel volta. Sebaliknya ada sel yang membutuhkan energi agar terjadi reaksi kimia didalamnya, sel ini disebut dengan sel elektrolisa. 7.7.1. Sel Volta Pada sel vota energi yang dihasilkan oleh reaksi kimia berupa energi listrik. Reaksi yang berlangsung dalam sel volta adalah reaksi redoks. Salah satu contoh sel volta adalah batere. Misalnya sel yang disusun oleh elektrode Zn yang dicelupkan dalam larutan ZnSO4 dan elektrode Cu yang dicelupkan dalam larutan Cu SO4. Kedua larutan dipisahkan dinding yang berpori. Jika elektroda Zn dan Cu dihubungkan dengan kawat akan terjadi energi listrik. Elektron mengalir dari elektroda Zn (elektroda negatif) ke elektroda Cu (elektroda positif). Pada elektroda Zn terjadi reaksi oksidasi: Zn → Zn2+ + 2e‐ E = +0.78 Pada elktroda Cu terjadi reaksi reduksi: Cu2+ + 2e‐ → Cu E = +0.34 Proses diatas mengakibatkan terjadinya aliran elektron, maka terjadi energi listrik yang besarnya Zn → Zn2+ + 2e‐ E = +0.76 Volt Cu2+ + 2e‐ → Cu E = +0.34 Volt Zn + Cu2+→ Zn2+ + Cu E = 1.10 Volt Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 115 7.7.2. Sel Elektrolisa Dalam sel elektrolisa terjadinya reaksi kimia karena adanya energi dari luar dalam bentuk potensial atau arus listrik. Reaksi yang berlangsung pada sel elektrolisa adalah reaksi yang tergolong dalam reaksi redoks. Bagan 7.6. Potensial reaksi redoks sebagai penentu berlangsung atau tidak berlangsungnya suatu reaksi Dalam sel elektrolisa katoda merupakan kutub negatif dan anoda merupakan kutub positif. Arus listrik dalam larutan dihantarkan oleh ion‐ion, ion positif (kation) bergerak ke katoda (negatif) dimana terjadi reaksi reduksi. Ion negatif (anion) bergerak ke anoda (positif) dimana terjadi reaksi oksidasi. Ingat : Ion positif adalah sebuah atom atau suatu gugusan atom‐atom yang kekurangan satu atau beberapa elektron. Ion negatif adalah sebuah atom atau suatu gugusan atom‐atom yang kelebihan satu atau beberapa elektron. Pada elektrolisa larutan elektrolit dalam air, ion‐ion hidrogen dan ion‐ion logam yang bermuatan positif selalu bergerak ke katoda dan ion‐ion OH‐ dan ion‐ion sisa asam yang bermuatan negatif menuju ke anoda. Dengan menggunakan daftar potensial elektroda standart dapat diketahui apakah suatu reaksi redoks dapat berlangsung atau tidak, yaitu bila potensial reaksi redoksnya positif, maka reaksi redoks tersebut dapat berlangsung. Sebaliknya jika potensial reaksi redoksnya negatif, reaksi redoks tidak dapat berlangsung. Perhatikan contoh pada Bagan 7.6. Reaksi yang terjadi pada proses eletrolisa dibagi menjadi dua bagian yaitu reaksi yang terjadi pada katoda dan pada anoda. Reaksi pada katoda; ion‐ion yang bergerak menuju katoda adalah ion‐ion positif dan pada katoda terjadi reaksi reduksi, perhatikan Gambar 7.7. Reduksi untuk ion H+ 2H+ + 2e‐ → H2 Reduksi untuk ion logam, mengikuti beberapa syarat yang terkait dengan kemudahan ion logam tereduksi dibandingkan dengan ion H+. Jika kation lebih mudah dioksidasi (atau melepaskan elektron), maka air yang akan direduksi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 7.7. Sel Elektrolisis, Katoda terjadi reaksi reduksi dan pada anoda terjadi oksidasi 116 Ion‐ion tersebut meliputi Gol IA dan IIA seperti ion‐ion logam alkali dan alkali tanah, terutama ion Na+, K+, Ca2+, Sr2+, dan Ba2+. Jika ion‐ion tersebut lebih mudah tereduksi dibanding ion H+, maka ion tersebut akan langsung tereduksi seperti ion‐ion Cu2+, Ni2+, Ag+. Reaksi pada Anoda merupakan reaksi oksidasi. Ion‐ion yang bergerak ke anoda adalah ion‐ion negatif (anion). Reaksi yang terjadi dipengaruhi oleh jenis elektroda yang dipakai dan jenis anion. Anion: ion OH‐ dan ion sisa asam. Jika anoda terdiri dari platina, maka anoda ini tidak mengalami perubahan melainkan ion negatif yang dioksidasi. Ion OH‐ akan dioksidasi menjadi H2O dan O2. 4 OH‐ → 2 H2O + O2 + 4e‐ Ion sisa asam akan dioksidasi menjadi molekulnya. misalnya: Cl‐ dan Br‐ 2 Cl‐ → Cl2 + 2e 2 Br‐ → Br2 + 2e Ion sisa asam yang mengandung oksigen. Misalnya: SO42‐, PO43‐ , NO3‐, tidak mengalami oksidasi maka yang mengalami oksidasi adalah air. 2 H2O → 4 H+ + O2 + 4e Bila elektroda reaktif logam ini akan melepas elektron dan memasuki larutan sebagai ion positif. Prinsip ini digunakan pemurnian suatu logam. dalam proses penyepuhan dan Perhatikan proses elektrolisa larutan garam Natrium Sulfat dibawah ini, Na2SO4 → 2Na+ + SO42‐ Dari tabel tampak bahwa Hidrogen lebih mudah tereduksi dibandingkan logam Natrium. Demikian pula jika kita bandingkan antara anion SO42‐dengan air, sehingga air akan teroksidasi. Na lebih aktif dari H sehingga sukar tereduksi, dan SO42‐ sukar teroksidasi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 117 Hasil elektrolisis dari larutan Na2SO4 adalah: Pada katoda terjadi gas Hidrogen (H2) dari hasil reduksi H+ dalam bentuk H2O. Pada Anoda terjadi gas O2 hasil oksidasi dari O2‐ dalam Bagan 7.8. Elektrolisis larutan garam bentuk H2O. dapur Karena terjadi perubahan air menjadi gas hidrogen dan oksigen, semakin lama air semakin berkurang, sehingga Elektrolisa larutan garam NaCl larutan garam Na2SO4 semakin pekat. Contoh lain NaCl → Na+ + Clperhatikan pada Bagan 7.8. 7.8. Hukum Faraday Faraday mengamati peristiwa elektrolisis melalui berbagai percobaan yang dia lakukan. Dalam pengamatannya jika arus listrik searah dialirkan ke dalam suatu larutan elektrolit, mengakibatkan Reaksi reduksi dari ion hidrogen dalam bentuk H2O menghasilkan gas H2 pada perubahan kimia dalam larutan tersebut. Katoda Sehingga Faraday menemukan hubungan antara massa yang dibebaskan atau diendapkan dengan arus listrik. ion klorida lebih teroksidasi pada anoda dan dihasilkan gas Cl2. Hubungan ini dikenal dengan Hukum Faraday. Molekul air berubah menjadi gas H2 Menurut Faraday dan gugus OH-, sehingga larutan 1. Jumlah berat (massa) zat yang dihasilkan bersifat basa. (diendapkan) pada elektroda sebanding dengan jumlah muatan listrik (Coulumb) yang dialirkan melalui larutan elektrolit tersebut. 2. Masa zat yang dibebaskan atau diendapkan oleh arus listrik sebanding dengan bobot ekivalen zat‐zat tersebut. Dari dua pernyataan diatas, disederhanakan menjadi persamaan : M = e .i .t F dimana, M = massa zat dalam gram e = berat ekivalen dalam gram = berat atom: valensi i = kuat arus dalam Ampere t = waktu dalam detik F = Faraday Dalam peristiwa elektrolisis terjadi reduksi pada katoda untuk mengambil elektron yang mengalir dan oksidasi pada anoda yang memberikan eliran elektron tersebut. Dalam hal ini elektron yang dilepas dan yang diambil dalam jumlah yang sama. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 118 Bobot zat yang dipindahkan atau yang tereduksi setara dengan elektron, sehingga masa yang dipindahkan merupakan gram ekivalen dan sama dengan mol elektron. Faraday menyimpulkan bahwa Satu faraday adalah jumlah listrik yang diperlukan untuk menghasilkan satu ekivalen zat pada elektroda. Bagan 7.9. Reaksi penggunaan dan pengisian aki Muatan 1 elektron = 1,6 x 10‐19 Coulomb 1 mol elektron = 6,023 x 1023 elektron Muatan untuk 1 mol elektron = 6,023 . 1023 x 1,6 . 10‐19 = 96.500 Coulomb = 1 Faraday 7.9. Sel elektrokimia komersial 7.9.1. Sel volta komersial Aki atau accumulator merupakan sel volta yang tersusun atas elektroda Pb dan PbO, dalam larutan asam sulfat yang berfungsi sebagai elektrolit. Pada aki, sel disusun dalam beberapa pasang dan setiap pasang menghasilkan 2 Volt. Aki umumnya kita temui memiliki potensial sebesar 6 Volt (kecil) sebagai sumber arus sepeda motor dan 12 V (besar) untuk mobil. Aki merupakan sel yang dapat diisi kembali, sehingga aki dapat dipergunakan secara terus menerus. Sehingga ada dua mekanisme reaksi yang terjadi. Reaksi penggunaan aki merupakan sel volta, dan reaksi pengisian menggunakan arus listrik dari luar seperti peristiwa elektrolisa. Mekanisme reaksi ditampilkan pada Bagan reaksi 7.9. Batere atau sel kering merupakan salah satu sel volta, yaitu sel yang menghasilkan arus listrik, berbeda dengan aki, batere tidak dapat diisi kembali. Sehingga batere juga disebut dengan sel primer dan aki dikenal dengan sel sekunder. Batere disusun oleh Seng sebagai anoda, dan grafit dalam elektrolit MnO2, NH4Cl dan air bertindak sebagai katoda (lihat Gambar 7.10). Reaksi yang terjadi pada sel kering adalah : Anoda : Zn(s) → Zn2+ + 2e Katoda: MnO2 + 2 NH4+ +2e → Mn2O3 + 2NH3 + H2O Zn(s) + MnO2 + 2 NH4+ → Zn2+ + Mn2O3 + 2NH3 + H2O Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 7.10. Model sel Kering komersial 119 Sel bahan bakar merupakan bagian dari sel volta yang mirip dengan aki atau batere, dimana bahan bakarnya diisi secara terus menerus, sehingga dapat dipergunakan secara terus menerus juga. Bahan baku dari sel bahan bakar adalah gas hidrogen dan oksigen, sel ini digunakan dalam pesawat ruang angkasa, reaksi yang terjadi pada sel bahan bakar adalah : Anoda : 2 H2 + 4 OH‐ → 4 H2O + 4e Katoda : O2 + 2 H2O + 4e → 4 OH‐ __________________________________ 2 H2 + O2 → 2 H2O 7.9.2. Sel elektrolisa dalam industri Elektrolisa digunakan di dalam industri dan di dalam berbagai pemanfaatan seperti penyepuhan atau pelapisan atau elektroplating, sintesa atau pembuatan zat tertentu dan pemurnian logam. Elektroplating atau penyepuhan merupakan proses pelapisan permukaan logam dengan logam lain. Misalnya tembaga dilapisi dengan emas dengan menggunakan elektrolit larutan emas (AuCl3). Emas (anoda) : Au(s) → Au3+(aq) + 3e (oksidasi) Tembaga (katoda) : Au3+(aq) + 3e → Au(s) (reduksi) Dari persamaan reaksi tampak pada permukaan tembaga akan terjadi reaksi reduksi Au3+(aq) + 3e → Au(s). Dengan kata lain emas Au terbentuk pada permukaan tembaga dalam bentuk lapisan tipis. Ketebalan lapisan juga dapat diatur sesuai dangan lama proses reduksi. Semakin lama maka lapisan yang terbentuk semakin tebal. Sintesa atau pembuatan senyawa basa, cara elektrolisa merupakan teknik yang handal. Misalnya pada pembuatan logam dari garam yaitu K, Na dan Ba dari senyawa KOH, NaOH, Ba(OH)2, hasil samping dari proses ini adalah terbentuknya serta pada pembuatan gas H2, O2, dan Cl2. Seperti reaksi yang telah kita bahas. Dalam skala industri, pembuatan Cl2 dan NaOH dilakukan dengan elektrolisis larutan NaCl dengan reaksi sebagai berikut: NaCl(aq) → Na+(aq) + Cl‐(aq) Katoda : 2H2O(l) + 2e → 2OH‐(aq) + H2(g) Anoda : 2Cl‐(aq) → Cl2 + 2e 2H2O(l) + 2Cl‐(aq) → 2OH‐(aq) + H2(g) + Cl2 Reaksi: 2H2O(l) + 2NaCl(aq) → 2NaOH(aq) + H2(g) + Cl2 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 120 Proses pemurnian logam juga mengandalkan proses elektrolisa. Proses pemurnian tembaga merupakan contoh yang menarik dan mudah dilaksanakan. Pemurnian ini menggunakan elektrolit yaitu CuSO4. Pada proses ini tembaga yang kotor dipergunakan sebagai anoda, dimana zat tersebut akan mengalami oksidasi, Cu(s) → Cu2+(aq) + 2e reaksi oksidasi ini akan melarutkan tembaga menjadi Cu2+. Dilain pihak pada katoda terjadi reaksi reduksi Cu2+ menjadi tembaga murni. Mula‐mula Cu2+berasal dari CuSO4, dan secara terus menerus digantikan oleh Cu2+ yang berasal dari pelarutan tembaga kotor. Proses reaksi redoks dalam elektrolisis larutan CuSO4 adalah : CuSO4(aq) → Cu2+(aq) + SO42‐(aq) Katoda: Cu2+(aq) + 2e → Cu(s) Anoda : Cu(s) → Cu2+(aq) + 2e Pengotor tembaga umumnya terdiri dari perak, emas, dan platina. Oleh karena E0 unsur Ag, Pt dan Au > dari E0 Cu, maka ketiga logam tidak larut dan tetap berada di anoda biasanya berupa lumpur. Demikian juga jika pengotor berupa Fe atau Zn, unsur ini dapat larut namun cukup sulit tereduksi dibandingkan Cu, sehingga tidak mengganggu proses reduksi Cu. 7.10. Korosi Korosi atau perkaratan logam merupakan proses oksidasi sebuah logam dengan udara atau elektrolit lainnya, dimana udara atau elektrolit akan mengami reduksi, sehingga proses korosi merupakan proses elektrokimia, lihat Gambar 7.11. Korosi dapat terjadi oleh air yang mengandung garam, karena logam akan bereaksi secara elektrokimia dalam larutan garam (elektrolit). Pada proses elektrokimianya akan terbentuk anoda dan katoda pada sebatang logam. Untuk itu, kita bahas bagaimana proses korosi pada logam besi. Pertama‐tama besi mengalami oksidasi; Fe → Fe2+ + 2e E0 = 0.44 V dilanjutkan dengan reduksi gas Oksigen; O2 + 2 H2O + 4e → 4OH‐ E0 = 0.40 V Kedua reaksi menghasilkan potensial reaksi yang positif (E = 0.84 V) menunjukan bahwa reaksi ini dapat terjadi. Jika proses ini dalam suasana asam maka, proses oksidasinya adalah O2 + 4 H+ + 4e → 2 H2O E0 = 1.23 V Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 7.11. Korosi logam Fe dan berubah menjadi oksidanya 121 dan potensial reaksinya semakin besar yaitu: E = (0.44 + 1.23) = 1.63 Volt. Dengan kata lain proses korosi besi akan lebih mudah terjadi dalam suasana asam. Faktor yang mempengaruhi proses korosi meliputi potensial reduksi yang negatif, logam dengan potensial elektrodanya yang negatif lebih mudah mengalami korosi. Demikian pula untuk dengan logam yang potensial elektrodanya positif sukar mengalami korosi. Untuk mencegah terjadinya korosi, beberapa teknik atau cara diusahakan. Dalam industri logam, biasanya zat pengisi (campuran) atau impurities diusahakan tersebar merata didalam logam. Logam diusahakan agar tidak kontak langsung dengan oksigen atau air, dengan cara mengecat permukaan logam dan dapat pula dengan melapisi permukaan logam tersebut dengan logam lain yang lebih mudah mengalami oksidasi. Cara lain yang juga sering dipergunakan adalah galvanisasi atau perlindungan katoda. Proses ini digunakan pada pelapisan besi dengan seng. Seng amat mudah teroksidasi membentuk lapisan ZnO. Lapisan inilah yang akan melindungi besi dari oksidator. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 122 RANGKUMAN 1. Reaksi pembentukan merupakan penggabungan atom‐ atom dari beberapa unsur membentuk senyawa baru. 2. Reaksi penguraian merupakan reaksi kebalikan dari reaksi pembentukan. Pada reaksi penguraian, senyawa terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana atau menjadi unsur‐unsurnya. 3. Reaksi pengendapan merupakan reaksi yang salah satu produknya berbentuk endapan atau zat yang sukar larut didalam air atau pelarutnya. 4. Jenis reaksi ini adalah jenis pertukaran antara kation‐ kation ataupun pertukaran antar anion, dalam istilah lainnya disebut dengan ion exchange. 5. Reaksi netralisasi merupakan reaksi penetralan asam oleh basa dan menghasilkan air. 6. Reaksi pembakaran dengan definisi yang paling sederhana adalah reaksi dari unsur maupun senyawa dengan oksigen. 7. Persamaan reaksi yang dapat langsung mencerminkan sifat‐sifat listrik dituliskan dalam bentuk peristiwa reduksi dan oksidasi atau lebih dikenal dengan istilah redoks. 8. Unsur yang ada dalam keadaan bebas di alam memiliki bilangan oksidasi 0 (nol), seperti Gas mulia (He, Ne, Ar dst), logam Cu, Fe, Ag, Pt dan lainnya. 6. Molekul baik yang beratom sejenis dan yang tidak memiliki bilangan oksidasi 0 (nol). Untuk senyawa yang disusun oleh atom yang tidak sejenis, bilangan oksidasinya 0 (nol) merupakan jumlah dari bilangan oksidasi dari atom‐atom penyusunnya. 7. Logam‐logam pada golongan IA bermuatan positif satu (+1). 8. Atom‐atom yang berada pada Gol VIIA Halogen meiliki bilangan oksidasi negatif satu (‐1). 9. Bilangan oksidasi atom H, postif satu (+1) kecuali dalam senyawa hidrida, bilangan oksidasinya negatif satu (‐1). 10. Bilangan oksidasi atom Oksigen adalah negatif dua (‐2), ada beberapa pengecualian dimana bilang oksidasi adalah positif dua (+2) pada molekul F2O, memiliki bilangan oksidasi negatif satu (‐1) pada molekul H2O2 dan Na2O2. 11. Penyetaraan persamaan reaksi redoks dapat dilakukan dengan cara ion electron dan bilangan oksidasi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 123 12. Elektroda yang memiliki peran dalam proses pengikatan elektron (proses reduksi) disebut dengan katoda. Katoda menarik ion‐ion bermuatan positif dan ion‐ion tersebut disebut kation. Sedangkan elektroda yang berperan dalam pelepasan elektron (proses oksidasi) disebut anoda. Anoda menarik ion‐ion negatif dari larutan elektrolit, ion‐ion ini disebut anion. 13. Potensial elektroda adalah beda potensial suatu unsur terhadap elektroda hidrogen standart yang dinyatakan sebagai potensial reduksi. Potensial oksidasi merupakan kebalikan dari harga potensial reduksi. 14. Sel elektrokimia adalah sel yang menghasilkan energi ketika terjadi reaksi kimia, sebaliknya ada sel yang membutuhkan energi agar terjadi reaksi kimia didalamnya, sel ini disebut dengan sel elektrolisa. 15. Ion positif adalah sebuah atom atau suatu gugusan atom‐ atom yang kekurangan satu atau beberapa elektron. Ion negatif adalah sebuah atom atau suatu gugusan atom‐ atom yang kelebihan satu atau beberapa elektron. Ion‐ion yang bergerak menuju katoda adalah ion‐ion positif dan pada katoda terjadi reaksi reduksi. Ion‐ion yang bergerak ke anoda adalah ion‐ion negatif (anion) dan pada anoda terjadi reaksi oksidasi. 16. Jumlah berat (masa) zat yang dihasilkan (diendapkan) pada elektroda sebanding dengan jumlah muatan listrik (Coulumb) yang dialirkan melalui larutan elektrolit tersebut. Masa zat yang dibebaskan atau diendapkan oleh arus listrik sebanding dengan bobot ekivalen zat‐zat tersebut. 17. Elektrolisa digunakan oleh industri dalam berbagai pemanfaatan seperti penyepuhan atau pelapisan (electroplating), sintesa atau pembuatan zat tertentu dan pemurnian logam. 18. Korosi atau perkaratan logam merupakan proses oksidasi sebuah logam dengan udara atau elektrolit lainnya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 124 UJI KOMPETENSI Pilihalah salah satu jawaban yang benar 1. Reaksi dari unsur‐unsur membentuk senyawa baru disebut dengan reaksi A. Reaksi pembentukan B. Reaksi penguraian C. Reaksi Pertukaran D. Reaksi oksidasi 2. Contoh reaksi penguraian yang benar adalah A. MnO4‐ → Mn2+ + 4 H2O B. NO3‐ → NO2 C. 4 Fe + 3 O2 2 Fe2O3 D. CaCO3 CaO + CO2 3. Dibawah ini merupakan reaksi netralisasi, kecuali A. HCl + NaOH NaCl + H2O B. H2SO4 + Ca(OH)2 CaSO4 + 2 H2O C. 4. HNO3 + Cu Cu(NO3)2 + 2 NO2 + 2 H2O D. HBr + KOH KBr + H2O 4. Zat yang memiliki bilangan oksidasi 0 adalah, kecuali A. HCl B. Fe2+ C. Cl‐ D. Mn4+ 5. Diantara ion‐ion berikut pada ion manakah pada unsur belerang menpunyai bilangan oksidasi terendah: A. SO42‐ B. HSO4‐ C. HSO3‐ D. S2‐ 6. Dari reaksi : Cl2 + 2K2MnO4 → 2 KCl + 2 KMnO4 zat yang mengalami reduksi adalah A. Cl2 B. Cl‐ C. K2MnO4 D. Mn4+ 7. Bilangan Oksidasi dari Oksigen pada senyawa H2O2 adalah A. 1+ B. ‐1 C. 2+ D. 2‐ 8. Yang termasuk reaksi redoks adalah A. HCl + NaOH NaCl + H2O B. H2SO4 + Ca(OH)2 CaSO4 + 2 H2O C. 4. HNO3 + Cu Cu(NO3)2 + 2 NO2 + 2 H2O D. HBr + KOH KBr + H2O Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 125 9. Reaksi pengendapan terjadi, karena zat …. A. Sukar larut dalam pelarut B. Zat terionisasi C. Zat mudah menguap D. Benar seluruhnya 10. Senyawa yang dapat membentuk endapan A. Ba(SO4)2 B. BaCl2 C. BaNO3 D. BaS Jawablah pertanyaan ini 1. 2. 3. 4. Setarakan reaksi HNO3 + H2S NO + S + H2O Buat persamaan reaksinya FeS2 + O2 Fe2O3 + SO2 Setarakan reaksi HNO3 + HI NO + I2 + H2O Setarakan : CdS + I2 + HCl Cd(Cl)2 + HI + S SOAL‐SOAL REDOKS DAN SEL ELEKTROKIMIA 1. Diantara ion‐ion berikut pada ion manakah pada unsur belerang menpunyai bilangan oksidasi terendah: a. SO42‐ b. HSO4‐ c. HSO3‐ d. S2‐ 2. Dalam proses elektrolisa larutan CuSO4, arus listrik sebanyak 0,1 Faraday dilewatkan selama 2 jam. Maka jumlah tembaga yang mengendap pada katoda ialah: a. 0,05 mol b. 0,1 mol c. 0,2 mol d. 0,25 mol 3. Manakah dari reaksi‐reaksi berikut yang bukan reaksi redoks: a. MnCO3 → MnO + CO2 b. Cl2 → 2 Cl‐ + I2 c. BaCl2 + H2SO4 → BaSO4 + 2 HCl d. SO2 + OH‐ → HSO3‐ Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 126 4. Kalium permanganat mengoksidasi HCl pekat dengan persamaan reaksi: KMnO4 + 8 HCl → HCl + MnCl2 + 4 H2O + x Cl2 Berapakah x: a. 2,5 b. 2 c. 1,5 d. 1 5. Mangan yang tidak dapat dioksidasi lagi terdapat pada ion: a. MnO4‐ b. MnO42‐ c. Mn3+ d. MnCl42‐ 6. Dalam sel elektrolisa terdapat 200 ml larutan CuSO4 1 M. Untuk mengendapkan semua tembaga dengan kuat arus 10 Ampere diperlukan waktu: a. 965 detik b. 3860 detik c. 96500 detik d. 9650 detik 7. Jika potensial elektroda dari Zn (Zn2+ + 2e → Zn) = ‐ 0,76 volt Cu (Cu2++ 2e → Cu) = + 0,34 volt Maka potensial sel untuk reaksi: Zn2+ + Cu → Zn + Cu2+ sama dengan: a. ‐0,42 volt b. +1,52 volt c. ‐1,10 volt d. +1,10 volt 8. Reduktor yang digunakan secara besar‐besaran untuk mereduksi bijih besi menjadi logamnya adalah: a. Na b. Hidrogen c. Alumunium (Al) d. Karbon (C) Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 127 9. Diantara reaksi‐reaksi dibawah ini, manakah yang bukan reaksi redoks: a. SnCl2 + I2 + 2 HCl → SnCl4 + 2 HI b. H2 + Cl2 → 2 HCl c. CuO + 2 HCl → CuCl2 + H2O d. Cu2O + C → 2 Cu + CO 10. Jika senyawa magnesium amonium fosfat MgNH4PO4 dilarutkan dalam air, maka di dalam larutan akan ada ion‐ion: a. Mg2+ dan NH4PO42‐ b. MgNH43+ dan PO43‐ c. NH4‐ dan MgPO4‐ d. Mg2+, NH4+ dan PO3‐ Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 128 Bab 8 Larutan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Memahami konsep larutan elektrolit dan elektrokimia Membedakan larutan elektrolit dan non elektrolit Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan berbagai larutan Menggunakan satuan konsentrasi dalam membuat larutan Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mendefinisikan larutan 2. Siswa mampu membedakan jenis larutan berdasarkan daya hantar listrik 3. Siswa dapat membedakan larutan berdasarkan tingkat ionisasi larutan 4. Siswa mampu mendefinisikan konsentrasi atau rasio kuantitas zat terlarut di dalam pelarut 5. Siswa mampu membedakan satuan‐satuan konsentrasi larutan 6. Siswa dapat membuat dan mengencerkan larutan 7. Siswa dapat mendeskripsikan larutan asam 8. Siswa dapat mendefinisikan basa 9. Siswa dapat mendeskripsikan berbagai macam garam berdasarkan reaksi pembentukannya 10. Siswa dapat menentukan konsentrasi asam, basa dan garam 11. Siswa dapat mendeskripsikan larutan penyangga 12. Siswa dapat menghitung konsentrasi larutan buffer, berdasarkan komposisi zat‐ zat penyusunnya 8.1 Larutan Kita telah mengenal Unsur dan senyawa, dan kita juga sudah mengetahui bahwa setiap unsur dan senyawa tersebut dapat bereaksi. Setiap zat dalam bereaksi dapat berupa padatan, gas dan larutan, dan yang paling umum reaksi kimia dilakukan dalam bentuk larutan. Larutan merupakan campuran homogen (serbasama) antara dua zat atau lebih. Berdasarkan jumlah dalam larutan maka dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian terkecil adalah zat terlarut dan yang terbesar adalah pelarut. Contoh, jika kita ambil 1 gram kalium bicromat (K2Cr2O7) dan dimasukan kedalam labu ukur yang berisi 100 mL air, diaduk dan akan dihasilkan larutan kalium bicromat, dimana kalium bicromat sebagai zat terlarutnya dan air adalah sebagai pelarutnya. Lihat Gambar 8.1. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 8.1. Cara membuat larutan, 1 gram kalium bicromat ditambahkan 100 mL air dalam labu ukur 129 Di dalam proses melarut tentunya terjadi pemecahan ukuran partikel zat terlarut dan terjadi interaksi antara zat partikel terlarut dengan partikel pelarutnya. Apakah partikel memiliki muatan. Atas dasar sifat kelistrikannya kita larutan menjadi dua bagian yaitu larutan elektrolit dan larutan non‐elektrolit. 8.1.1. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Pada tahun 1887, seorang ahli kimia dari Swedia Svante August Arrhenius berhasil melakukan pengamatan terhadap sifat listrik larutan. Dia menyatakan bahwa larutan dapat menghantarkan arus listrik jika larutan tersebut mengandung partikel‐partikel yang bermuatan listrik (ion‐ion) dan bergerak bebas didalam larutannya. Pembuktian adanya larutan elektrolit dapat kita lakukan dengan percobaan sederhan. Persiapkan larutan garam dapur (NaCl), asam cuka dapur (CH3COOH), larutan gula (C12H22O11) dan larutan alkohol C2H5OH (etanol), larutan ini mudah kita sediakan, kemudian kita tuang kedalam beker gelas. 8.1.2. Derajat Ionisasi (α) Persiapkan juga peralatannya yaitu bola lampu kecil, kabel, batangan logam besi atau tembaga, selanjutnya dirangkai seperti Gambar 8.2 Jika kita lakukan pengamatan, dan hasil pengamatan disederhanakan seperti Table 8.1 di bawah ini : Tabel 8.1. Pengamatan daya hantar listrik pada larutan Senyawa Rumus Lampu menyala Lampu tidak menyala Garam dapur NaCl √ Asam cuka CH3COOH √ Gula C12H22O11 √ Alkohol (etanol) C2H5OH √ Dari hasil pengamatan percobaan dapat disimpulkan bahwa larutan dapat dibagi menjadi dua bagian. Larutan yang dapat menghantarkan arus listrik adalah larutan elektrolit. Sedangkan larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik adalah larutan non‐elektrolit, dan kita simpulkan pada Tabel 8.2. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 8.2. Rangkaian peralatan untuk uji sifat daya hantar listrik larutan 130 Percobaan berikutnya dapat kita lakukan terhadap beberapa larutan elektrolit misalnya, larutan natrium klorida (NaCl), tembaga (II) sulfat (CuSO4), asam nitrat (HNO3), asam cuka (CH3COOH), asam oksalat (C2H2O4) dan asam sitrat (C6H8O7). Tabel 8.2. Contoh larutan yang bersifat elektrolit dan non‐ elektrolit Dengan cara yang sama dengan percobaan diatas, hasil pengamatan disederhanakan dalam Tabel 8.3 dibawah ini. No Elektrolit Non Elektrolit Tabel 8.3. Pengamatan daya hantar terhadap beberapa larutan elektrolit 1 NaCl C12H22O11 2 CH3COOH C2H5OH Larutan NaCl Nyala lampu Terang Kurang terang √ CuSO4 √ HNO3 √ CH3COOH √ C2H2O4 √ C6H8O7 √ Hasil ini mengindikasikan bahwa terdapat dua larutan elektrolit yaitu larutan elektrolit kuat dan lemah yang ditunjukkan dengan nyala lampu, Lihat Tabel 8.4. Kuat lemahnya larutan elektrolit sangat ditentukan oleh partikel‐partikel bermuatan di dalam larutan elektrolit. Larutan elektrolit akan mengalami ionisasi, dimana zat terlarutnya terurai menjadi ion positif dan negatif, dengan adanya muatan listrik inilah yang menyebabkan larutan memiliki daya hantar listriknya. Proses ionisasi memegan peranan untuk menunjukkan kemapuan daya hantarnya, semakin banyak zat yang terionisasi semakin kuat daya hantarnya. Demikian pula sebaliknya semakin sulit terionisasi semakin lemah daya hantar listriknya. Kekuatan ionisasi suatu larutan diukur dengan derajat ionisasi dan dapat disederhanakan dalam persamaan dibawah ini: Untuk larutan elektrolit besarnya harga 0 < α ≤ 1, untuk larutan non‐elektrolit maka nilai α = 0. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 8.4. Dua jenis larutan elektrolit, yaitu elektrolit kuat dan elektrolit lemah Elektrolit kuat Elektrolit lemah NaCl CH3COOH CuSO4 C2H2O4 HNO3 C6H8O7 131 Dengan ukuran derajat ionisasi untuk larutan elektrolit memiliki jarak yang cukup besar, sehingga diperlukan pembatasan larutan elektrolit dan dibuat istilah larutan elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah. Untuk elektrolit kuat harga α = 1, sedangkan elektrolit lemah harga derajat ionisasinya, 0 < α < 1. Untuk mempermudah kekuatan elektrolit skala derajat ionisasi pada Gambar 3.3. 8.2. Konsentrasi Larutan Sangat sulit bagi kita tentunya, jika kita ingin mereaksikan sebuah larutan dengan menyebutkan berat zatnya dan juga adanya pertambahan berat oleh air, sehingga perlu kita menyederhanakan besaran yang memberikan pengertian tentang jumlah zat terlarut dan pelarut, besaran tersebut adalah konsentrasi. Besaran konsentrasi banyak memiliki rujukan sesuai dengan kebutuhan dan informasi apa yang dibutuhkan oleh pengguna. Misalnya didalam botol obat sakit maag, dituliskan “didalam setiap satu sendok (5 mL) mengandung Magnesium trisilicate 325 mg, alumunium hidroksida bentuk koloid 325 mg dan dimethicone aktif 25 mg. Pada obat atau racun serangga, perusahaan juga menuliskan bentuk yang lain seperti, obat ini mengandung transflurin 0.2 g/L, imiprotrin 0.32 g/L dan sipermetrin 0.4 g/L. Bentuk penulisan konsentrasi yang juga mudah kita temukan adalah dalam botol minuman, misalnya konsentrasi mengacu pada Angka Kebutuhan Kalori (AKG), sehingga dalam botol minuman tertera, dalam kemasan ini mengandung karbohidrat 6%, Natrium 8%, Kalium 3%, Magnesium 5%, Kalsium 5%, vitamin B3 50%, vitamin B6 260% dan vitamin B12 200%. Dalam ilmu kimia satuan konsentarsi lebih mudah dan sederhana. 8.2.1. Persen Berat (%) Satuan konsentrasi ini menyatakan banyaknya zat terlarut dalam 100 gram larutan. Dalam sebuah botol tertera 20% HCl (% berat) dalam air, hal ini berarti didalam botol terdapat 20 gram HCl dan 80 gram air. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 8.3. Skala derajat ionisasi untuk larutan elektrolit 132 8.2.2. Persen Volume (%) Sama halnya dengan persen berat, dalam persen volume yang dinyatakan adalah jumlah volume (mL) dari zat terlarut dalam 100 mL larutan. Dalam sebuah botol tertera 14 % Asam Cuka CH3COOH (% volume) dalam air, hal ini berarti didalam botol terdapat 14 mL CH3COOH dan 86 mL air, perhatikan Gambar 8.4. 8.2.3. Fraksi Mol (x) Bilangan yang menyatakan rasio jumlah mol zat terlarut dan pelarut dalam sebuah larutan. Secara umum jika terdapat larutan AB dimana A mol zat terlarut dan B mol zat pelarut, fraksi mol A (XA) Fraksi mol zat B adalah (XB) Untuk jumlah kedua fraksi Untuk lebih mudah memahami konsep fraksi mol, cermati contoh dibawah ini. Jika sebuah larutan terdiri dari 2 mol H2SO4 dan 8 mol air, maka ada dua fraksi dalam larutan, pertama adalah fraksi H2SO4 yang besarnya : sedangkan fraksi air besarnya : Jumlah kedua fraksi : Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 8.4. Konsentrasi dalam bentuk persen volume dari Vinegar atau Asam Cuka 133 8.2.4. Molalitas Merupakan satuan konsentrasi yang menyatakan jumlah mol zat yang terdapat didalam 1000 gram pelarut, Molalitas diberi lambang dengan huruf m (Gambar 8.5). Sebagai contoh didalam botol di laboratorium tertera label bertuliskan 0.5 m CuSO4, hal ini berarti didalam larutan terdapat 0.5 mol CuSO4 dalam 1000 gram pelarut. Penggunaan satuan konsentrasi molalitas, ketika kita mempelajari sifat‐sifat zat yang ditentukan oleh jumlah partikel misalnya kenaikan titik didih atau penurunan titik beku larutan. 8.2.5. Molaritas Satuan konsentrasi molaritas merupakan satuan konsentrasi yang banyak dipergunakan, dan didefinisikan sebagai banyak mol zat terlarut dalam 1 liter (1000 mL) larutan. Hampir seluruh perhitungan kimia larutan menggunakan satuan ini. Di dalam laboratorium kimia sering kita jumpai satuan molaritas misalnya larutan HNO3 3M. Dalam botol tersebut terkandung 3 mol HNO3 dalam 1 Liter larutan, perhatikan Gambar 8.6. Gambar 8.5. Konsentrasi dalam bentuk molalitas (m) dari senyawa CuSO4 8.2.6. Normalitas Normalitas yang bernotasi (N) merupakan satuan konsentrasi yang sudah memperhitungkan kation atau anion yang dikandung sebuah larutan. Normalitas didefinisikan banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam satu liter larutan. Secara sederhana gram ekivalen adalah jumlah gram zat untuk mendapat satu muatan. Sebagai contoh: 1 mol H2SO4 dalam 1 liter larutan, H = 1, S = 32 dan O = 16, kita dapat tentukan gram ekivalennya. Dalam hal ini kita telah mengenal konsep ionisasi. 1 mol H2SO4 = 98 gram. (Ingat konsep mol). Gambar 8.6. konsentrasi dalam bentuk Molaritas (M) Untuk mendapatkan larutan 1 N, maka zat yang dibutuhkan hanya 49 gram H2SO4 dilarutkan kedalam 1 Liter air, karena dengan 49 gram atau 0.5 molar sudah dihasilkan satu muatan dari zat‐zat yang terionisasi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 134 8.3. Pengenceran Dalam kehidupan sehari‐hari kegiatan pengenceran selalu terjadi, misalnya ketika ibu sedang memasak di dapur, apabila sayur yang disiapkan ternyata terlampui asin, maka ibu kembali menambahkan air ke dalam sayur tersebut. Demikian juga ketika kita mempersiapkan air teh manis, kadang‐kadang yang kita persiapkan terlampau manis sehingga kita akan menambahkan air ke dalamnya atau sebaliknya, air teh yang kita persiapkan kurang manis, sehingga kita menambahkan gula ke dalamnya. Dari dua kejadian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pengenceran adalah berkurangnya rasio zat terlarut di dalam larutan akibat penambahan pelarut. Sebaliknya pemekatan adalah bertambahnya rasio konsentrasi zat terlarut di dalam larutan akibat penambahan zat terlarut. Dalam laboratorium kimia selalu terjadi kegiatan pengenceran. Umumnya tersedia zat padat atau larutan dalam konsentrasi yang besar atau dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Sehingga menyiapkan larutan atau mengencerkan zat menjadi kegiatan rutin. Menyiapkan larutan NaOH 1 M, dilakukan dengan menimbang kristal NaOH seberat 40 gram dilarutkan kedalam 1 Liter air. 40 gram didapat dari Mr NaOH, dimana Na = 23, O = 16 dan H = 1, Perhatikan Gambar 8.7. Untuk pengenceran, misalnya 50 mL larutan CuSO4 dengan konsentrasi 2 M, diubah konsentrasinya menjadi 0.5 M. Dalam benak kita tentunya dengan mudah kita katakan tambahkan pelarutnya, namun berapa banyak yang harus ditambahkan. Perubahan konsentrasi dari 2 M menjadi 0.5 M, sama dengan pengenceran 4 kali, yang berarti volume larutan menjadi 4 kali lebih besar dari 50 mL menjadi 200 mL (Gambar 8.8). Secara sederhana kita dapat selesaikan secara matematis : Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 8.7. Mempersiapkan larutan 0.1M NaOH Gambar 8.8. Pengenceran larutan CuSO4 2M menjadi 0,5M 13 35 8.4. Sifa at Larutan Di dalam m proses melarut te erjadi peristwa pemecahaan ukuran partikel zat terlarut, dan suatu saatt selaruh paartikel terseb but melarutt dan berinterakksi dengan pelarutnya. Setiap parrtikel yang laru ut memiliki sifat‐sifat yang berb beda, misalnya ada a yang teerasa asam,, pahit asin dan lainnya. Partikel‐paartikel yan ng dikandu ung dalam satu larutan menyebabkaan muncu ulnya sifat‐‐sifat d larutan n. Secara um mum sifat yang tertentu dari dimunculkkan oleh laru utan dapat kita k klasifikassikan menjadi dua d bagian besar. b Pertaama adalah sifat kimia meliputi, keasaman, kebassaan dan garam. n yang keedua adalaah sifat ffisika Sedangkan larutansep perti adanyaa tekanan uap, titik d didih, titik beku u, dan teekanan osm motik. Bahasan selanjutnyya kita mulai dengan sifaat kimia. 8.4.1. As sam dan ba asa Asam merupakan zaat yang meemiliki sifat‐‐sifat yang spesiifik, misalnya memiliki rasa r asam, d dapat merusak permukaan p logam jugaa lantai marmer atau serin ng juga diseebut dengan n korosif. A Asam juga dap pat bereakksi dengan n logam dan menghasilkan gas hidrogen, seebagai indikkator p senyawa asam, d dapat sederhanaa terhadap dipergunakan kertas lakmus, l dim mana asam d dapat h kertas lakm mus biru men njadi merah. mengubah Basa meru upakan zat yang y memilikki sifat‐sifat yang spesifik, seperti s licin n jika menggenai kulit dan terasa gettir serta dap pat merubah kertas lakkmus merah menjadi biru. Konsep asam‐basa telah berkemb bang dan sam mpai dengan saaat ini tiga konsep san ngat memb bantu kita dalaam memahami reakksi kimia dan pembentu ukan molekul‐molekul baru. A Asam menurut Arhenius, A zaat dikatakan sebagai asam a jika dalam m bentuk larrutannya daapat melepaaskan ion H+, daan ion hidro ogen merup pakan pemb bawa sifat asam m. Perhatikan bagan 8.9, dibawah ini diberikan dua d contoh asam ; HCl ⇄ H+ + Cl‐ H2SO4 ⇄ H+ + HSO4‐ Kimia Kesehata an, Direktorat Pem mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007 Bagan 8.9. Konsep asam m Arhenius S Senyawa Asam m H‐X H+ Pembawa siffat asam X‐ Sisa asam 13 36 Sedangkan n basa adalah zat yangg dalam beentuk larutannyaa dapat me elepaskan io on OH‐, dan n ion hidroksidaa merupakan n pembawa sifat s basa. Di bawah ini diberi dua contoh basa, b perhattikan n 8.10. juga Bagan NaOH ⇄ Bagan 8.10.. Konsep bassa Arhenius Na+ + OH- NH4OH ⇄ NH4+ + OHDari penggertian terssebut dapaat kita cerrmati bahwa air merupakan gabungan dari d ion hidro ogen d ion hidro oksida pemb bawa pembawa sifat asam dan sifat basaa, kehadiraan kedua ion ini saling menetralissir sehinggaa air merupakan senyyawa yang bersifat netral. S Senyawa basaa LOH L+ Sisa basa H2O ⇄ H+ + OH H‐ Persamaan n diatas menunjukka m an adanya ion + hidrogen [H ] yang bermuatan positif dan n ion y berm muatan neggatif. hidroksidaa [OH‐] yang Selanjutnyya reaksi‐reaaksi yang melibatkan m keedua ion tersebut dikenal dengan reakssi netralisasi. Menurut Lowry dan n Bronsted,, zat dikatakan sebagai assam karena memiliki kem mampuan u untuk mendonorrkan protonnya, sedanggkan basa ad dalah zat yang menerima proton, sehingga s daalam m asam dan bassa. sebuah reaaksi dapat melibatkan Perhatikan n contoh reaksi pelaarutan amo oniak dalam air. b sebagai aksep ptor proton (Basa) dan Reaksi kekkanan NH3 berperan H2O sebaggai donor proton p (Asam). Sedangkan reaksi kekiri, ion amonium (NH4+) dapat mend donorkan protonnya, sehingga s asam m sering diseebut dengan n asam konyugasi. berperan sebagai Kimia Kesehata an, Direktorat Pem mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007 OH‐ Pembawa sifat basa 137 Untuk ion hidroksida (OH‐) dapat menerima proton dan berperan sebagai basa dan disebut dengan basa konyugasi. Bagan 8.11. Konsep Asam‐basa menurut Lowry dan Bronsted Reaksi diatas menghasilkan pasangan asam basa konyugasi, yaitu asam 1 dengan basa konyugasinya, dan basa 2 dengan asam konyugasinya. Untuk lebih jelasnya contoh lain diberikan seperti pada bagan 8.11, dua molekul NH3 dapat bereaksi, dimana salah satu molekulnya dapat bertindak sebagai donor proton dan molekul lain bertindak sebagai penerima proton. Hasil reaksi dua molekul tersebut menghasilkan asam konyugasi dan basa konyugasi. Perkembangan selanjutnya adalah konsep asam‐basa Lewis, zat dikatakan sebagai asam karena zat tersebut dapat menerima pasangan elektron bebas dan sebaliknya dikatakan sebagai basa jika dapat menyumbangkan pasangan elektron. Konsep asam basa ini sangat membantu dalam menjelaskan reaksi organik dan reaksi pembentukan senyawa kompleks yang tidak melibatkan ion hidrogen maupun proton. Reaksi antara BF3 dengan NH3, dimana molekul NH3 memiliki pasangan elektron bebas, sedangkan molekul BF3 kekurangan pasangan elektron (Bagan 8.12). Bagan 8.12. Konsep Asam menurut Lewis NH3 + BF3 ⇄ F3B‐NH3 Pada reaksi pembentukan senyawa kompleks, juga terjadi proses donor pasangan elektron bebas seperti; AuCl3 + Cl‐ ⇄ Au(Cl4)‐ ion klorida memiliki pasangan elektron dapat disumbangkan kepada atom Au yang memiliki orbital kosong (ingat ikatan kovalen koordinasi). Dalam reaksi ini senyawa AuCl3, bertindak sebagai asam dan ion klorida bertindak sebagai basa. 8.4.2. Pembentukan asam dan basa Asam dapat terbentuk dari oksida asam yang bereaksi dengan air. Oksida asam merupakan senyawa oksida dari unsur‐unsur non logam; seperti Karbondioksida, dipospor pentaoksida dan lainnya, Tabel 8.3, merupakan pasangan oksida asam dengan asamnya. Reaksi pembentukan asam adalah : CO2 + H2O → H2CO3 (Asam Karbonat) P2O5 + 3 H2O → 2 H3PO4 (Asam Posfat) SO3 + H2O → H2SO4 (Asam Sulfat) Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 8.3. Pasangan Oksida asam dengan asamnya Oksida asam Asam CO2 H2CO3 P2O5 H3PO4 P2O3 H3PO3 SO2 H2SO3 SO3 H2SO4 N2O5 HNO3 N2O3 HNO2 138 Sedangkan basa dapat terbentuk dari oksida basa yang bereaksi dengan air. Oksida basa merupakan oksida logam dan ada pengecualian khususnya untuk amonia (NH3). Lihat Tabel 8.4. CaO + H2O ⇄ Ca(OH)2 (Calsium hidroksida) NH3 + H2O ⇄ NH4OH (Amonium hidroksida) Proses ionisasi asam dan basa, prinsip ionisasi mengikuti konsep Arhenius, asam akan menghasilkan ion hidrogen bermuatan positif dilanjutkan dengan menuliskan sisa asamnya yang bermuatan negatif serta disetarakan muatannya perhatikan Bagan 8.13. Ionisasi asam lainnya, HNO3 ⇄ H+ + NO3‐ H2CO3 ⇄ 2 H+ + CO32‐ Proses ionisasi basa, juga mengacu pada konsep Arhenius, yaitu menghasilkan ion hidroksida yang bermuatan negatif, dilanjutkan dengan menuliskan sisa basa disertai penyetaraan muatannya seperti contoh dibawah ini. NaOH ⇄ Na+ + OH‐ Ca(OH)2 ⇄ Ca + 2 OH Proses ionisasi untuk asam kuat dan basa kuat sudah kita singgung sebelumnya, dan diindikasikan dengan harga α yaitu rasio jumlah zat yang terionisasi dan zat mula‐mula. Harga α untuk asam kuat adalah α = 1. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi berkesudahan atau dengan kata lain zat terionisasi sempurna, HCl → H+ + Cl‐ nilai α = 1 2+ ‐ Sedangkan untuk basa juga demikian LiOH → Li+ + OH‐ nilai α = 1 Sedangkan untuk asam lemah nilai α tidak dipergunakan, yang dipergunakan adalah tetapan ionisasi asam, tetapan ini diturunkan dari keadaan keseimbangan ionisasi. Dari persamaan ini dapat kita ambil kesimpulan jika harga Ka besar, berarti jumlah ion cukup besar, demikian pula sebaliknya jika Ka kecil maka jumlah zat yang terionisasi kecil, besarnya harga Ka inilah yang dapat kita pergunakan untuk memperbandingkan suatu asam dengan asam lainnya, beberapa harga Ka ditampilkan pada Tabel 8.5. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 8.4. Pasangan Oksida basa dengan basanya Oksida basa Basa CaO Ca(OH)2 MgO Mg(OH)2 K2O KOH Al2O3 Al(OH)3 Li2O LiOH BaO Ba(OH)2 Fe2O3 Fe(OH)3 Bagan 8.13. mekanisme ionisasi asam Tabel 8.5. Harga Ka untuk beberapa asam Rumus Harga Ka H3C2O2H 1.8 x 10‐5 HClO 2.9 x 10‐8 HNO2 7.2 x 10‐4 HClO2 1.1 x 10‐2 H2S 1.0 x 10‐7 HCN 6.2 x 10‐10 H2C2O4 5.4 x 10‐2 13 39 n untuk bassa juga mengikuti polaa yang sam ma Sedangkan dengan asam lemah h, didasari atas reakssi pada saaat ngannya. keseimban bel 8.6. Hargga Kb untuk Tab beberapaa basa Beberapa harga Kb dissajikan dalam m Tabel 8.6. erajat keas saman dan n kebasaan n 8.4.3. De Jika kita mencampurrkan 50 mLL sari belim mbing wuluh 0 mL air, se elanjutnya kita k coba ulangi dengan dengan 50 jumlah air yang lebih besar misaln nya 150 mL air. Pasti kitta dengan mudah, m cam mpuran yang pertama lebih asam m dibandingkkan dengan n campuran yang keedua. Untu uk memberikan kepastian besarn nya keasam man antarra k dapat m mengukurnyya campuran pertama dan kedua, kita dari konseentrasinya. Dalam haal keasaman n kita dapat menghittungnya dari + konsentrassi H , karenaa ion ini adalah pembaw wa sifat asam m. Akan tetaapi umumnyya konsentrrasi larutan n asam yan ng digunakan n sangat kecil, k sehingga derajaat keasaman dikonversikan ke dalam d benttuk logaritm ma. Derajaat H, dimana nilainya adalah keasaman dinyatakan kedalam pH pH = ‐ log [H H+] onisasi, Untuk asam kuat, dimana seluruh zatnya terio [H+] = a . Ma M m dimana a adalah jumlah ion H+, dan Ma konssentrasi asam olaritas, perh hatikan conttoh penyeleesaian seperrti dalam Mo pada Bagaan 8.14, jika diketahui konsentrasi k HCl = 10‐5 M dapat ditentukan pH Hnya, demikian juga u untuk H2SO O4 ‐6 dengan konsentrasi 0.5 x 10 M, pHnya juga dapaat ditentukan n. Sedangkan n untuk asam lemah, perhitungan p H+, didasari pada kead daan kesetim mbangan daan mengikutti persamaan serta harga Ka seperti yang kita baahas sebelum mnya. Kimia Kesehata an, Direktorat Pem mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007 Rum mus Harga H Ka NH H3 1.8 1 x 10‐5 C6H5NH N 2 7.4 7 x 10‐10 C2H5NH N 2 4.3 4 x 10‐4 HClO O2 1.1 1 x 10‐2 NH2N NH2 8.5 8 x 10‐7 CO(NH2)2 1.5 1 x 10‐14 C5H5N 1.5 1 x 10‐9 Bagan 8.14. Pengguraian asam m entrasi dan p pH perhitungan konse untuk asam m kuat 140 Bagan 8.15. Penguraian asam, perhitungan konsentrasi dan pH untuk asam lemah Derajat keasaman dapat dinyatakan ke dalam pH, dimana nilainya adalah Untuk lebih memahami, perhatikan contoh soal dibawah; Sebuah botol diberi label HClO, asam hipoklorit 0.35 M, dari tabel tetapan ionisasi asam lemah pada suhu 25oC, diketahui harga Ka = 2.9 x 10‐8. Tentukan pH asam hipoklorit tersebut. Skema pada Bagan 8.15, merupakan penyelesaian contoh soal ini. Derajat kebasaan juga merupakan ukuran kebasaan suatu zat yang dinyatakan kedalam bilangan logaritma yaitu; ‐ pOH = ‐ log [OH ] Untuk basa kuat, dimana seluruh zatnya terionisasi, [H+] = b. Mb dimana, b adalah jumlah ion OH‐, Mb = konsentrasi asam dalam Molaritas Sedangkan untuk basa lemah, perhitungan OH‐, didasari pada keadaan keseimbangan dan mengikuti persamaan serta harga Kb seperti yang kita bahas sebelumnya. Perhatikan Bagan 8.16. Untuk menetapkan derajat kebasaan pada basa lemah dengan menggunakan persamaan pOH = ‐log [OH‐] Dalam sebuah botol terdapat C6H5NH2 (anilin) dengan konsentrasi 13.5 x 10‐8 M dengan nilai Kb = 7.4 x 10‐10. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 8.16. Penguraian basa lemah dan konsentrasi [OH‐] 141 Tentukan pOH larutan ini, penyelesaian soal dilakukan secara bertahap dan dijabarkan secara rinci seperti pada Bagan 8.17 di sebelah ini. 8.4.4. Kesetimbangan Air Pada reaksi keseimbangan air, kita melibatkan ion hidrogen dan ion hidroksida dan merupakan reaksi penetralan. H2O ⇄ H+ + OH‐ Pada saat kesetimbangan : Konsentrasi air sangat besar dengan berat jenis = 1, maka di dalam 1000 mL, terdapat 1000 gram air, sehingga konsentrasi air dalam satuan molaritas adalah : (1000/18 = 55.5 M). Hasil pengukuran tetapan kesetimbangan air, dengan pengukuran konduktifitas didapat Kair = 1.8 x 10‐16, sehingga, Jika kita hitung nilai [H+] dan [OH‐] yang sama dengan nilai Kw, maka didapat ; Sehingga untuk air nilai pH ataupun pOH adalah Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 8.17. Penyelesaian contoh soal pOH basa lemah dari senyawa anilin 142 Sebagai senyawa netral maka air murni ‐dijadikan ukuran kenetralan, dan dapat disusun skala pH seperti pada Gambar 8.18. Derajat keasaman atau pH suatu zat sangat penting peranannya mengingat suatu asam mampu bereaksi dengan berbagai zat, dan pH menjadi indikatornya. Dalam industri makanan, kosmetika dan minuman, nilai pH dari suatu produk umumnya diberitahukan kepada konsumen yang tertera didalam label. Hal ini amat penting karena para konsumen atau kita manusia sangat rentan dengan keasaman. Tubuh kita sangat sensitif dengan keasaman misalnya pH darah harus dijaga demikian pula dengan pH lambung. pH normal darah kita berada pada kisaran 7.35 – 7.45, jika pH darah kita berubah dan tidak berada pada kisaran diatas maka akan mengganggu kesehatan kita, apalagi jika terjadi kenaikan atau penurunan pH bisa menyebabkan kematian yaitu jika pH kita dibawah 6.8 atau diatas 8. Pengukuran keasaman dilakukan dengan menggunakan indikator universal khususnya untuk pengukuran larutan yang tidak memerlukan ketelitian. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan kertas indikator kedalam larutan dan dibiarkan agak mengering selanjutnya kita cocokkan dengan warna standar yang telah memiliki nilai pH tertentu, perhatikan Gambar 3.21. Sedangkan untuk pengukuran yang lebih teliti dipergunakan pH meter, yang terdiri dari elektroda gelas dan voltmeter. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan elektroda kedalam larutan, dan secara otomatis voltmeter mengukur tegangan dan dikonfersi ke nilai pH tertentu perhatikan Gambar 8.19. Gambar 8.18. Skala pH 8.5. Garam Garam merupakan senyawa yang bersifat elektrolit yang dibentuk dari sisa basa atau logam yang bermuatan positif dengan sisa asam yang bermuatan negatif, perhatikan bagan pada Bagan 8.20. Dengan keberadaan sisa basa dan sisa asam maka, umumnya garam bersifat netral. Namun kadang‐kadang garam memliki pH lebih kecil dari 7 bersifat asam atau lebih besar dari 7 bersifat basa. Atas dasar sifat keasamannya maka garam dapat digolongkan menjadi tiga yaitu garam normal, garam asam dan garam basa. Untuk melihat sifat ini perlu dibahas terlebih dahulu jenis‐jenis reaksi penggaraman. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 8.19. Indikator universal dan pH meter merupakan alat bantu pengukur pH larutan 143 8.5.1. Reaksi antara Asam dengan Basa NaOH + HBr → NaBr + H2O Untuk mempermudah reaksi pembentukan garam, perlu dilakukan pentahapan : Ionisasi asam HBr → H+ + Br‐ Ionisasi basa NaOH → Na+ + OH‐ Reaksi Ion : + ‐ + H + Br + Na + OH‐ → Na+ + Br‐ + H+ + OH‐ Reaksi Penetralan : H+ + OH‐ ⇄ H2O 8.5.2. Asam dengan Oksida Basa H2SO4 + Na2O → Na2SO4 + H2O Tahap reaksi penggaraman : Ionisasi Asam : H2SO4 → 2 H+ + SO42‐ Perlu dicermati koofisien reaksi untuk atom H dalam senyawa H2SO4 dengan ion H+, demikian pula untuk muatan SO42‐, disetarakan dengan jumlah H+ yang ada. Ionisasi oksida basa : Na2O → 2 Na+ + O2‐ Setarakan jumlah atom Na yang ada disebelah kiri tanda panah atau pada Na2O, dan setarakan muatan atom O sesuai dengan jumlah mauatan yang ada pada atom Na yang tersedia. Reaksi ion : + 2H + SO42‐ + 2 Na + O2‐ → 2 Na+ + SO42‐ + 2 H+ + O2‐ + Reaksi Penetralan 2 H+ + O2‐ ⇄ H2O 8.5.3. Basa dengan Oksida Asam 2 NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O Untuk lebih mudahnya reaksi kita uraikan terlebih dahulu 2 NaOH → 2 Na+ + 2 OH‐ Gas CO2 tidak mengalami ionsisasi, namun perlu diingat bahwa CO2 sebagai oksida asam akan membentuk sisa asam CO32‐, perhatikan pembentukan asam pada bahasan sebelumnya Na+ + OH‐ + CO2 → Na2CO3 + H2O. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 8.20. Garam yang dibentuk dari sisa asam dan sisa basa 144 8.5.4. Oksida Asam dan Oksida Basa 3 SO3 + Fe2O3 → Fe2(SO4)3 Reaksi ionnya : 3 SO3 + Fe2O3 → 2 Fe3+ + 3 (SO4)2‐ Untuk SO3 tidak mengalami ionsisasi, namun perlu diingat bahwa SO3 sebagai oksida asam akan membentuk sisa asam SO3, perhatikan pembentukan asam pada bahasan sebelumnya. Sedangkan untuk Fe2O3, merupakan senyawa ion dimana bilangan oksidasi Oksigen adalah ‐2, sehingga total muatan dari 3 atom oksigen adalah ‐6. Muatan untuk Fe dapat ditentukan, dimana untuk muatan 2 atom Fe harus dapat menetralkan ‐6 dari atom Oksigen, dengan demikian muatan untuk 2 atom Fe adalah 6+, dan muatan untuk atom Fe saja adalah 3+ lihat Bagan 8.21. 8.5.5. Logam dengan Asam Zn + H2SO4 → ZnSO4+ H2 Reaksi bentuk ionnya Zn + 2 H + SO42‐ → Zn2+ + SO42‐ + H2(g) + Pada reaksi terjadi perubahan Zn menjadi Zn2+ dan 2H+ menjadi gas H2. Jenis reaksi ini dikenal dengan reaksi reduksi dan oksidasi yang akan kita bahas secara detil dalam bab selanjutnya. 8.5.6. Reaksi Metatesis Reaksi metatesis adalah reaksi pertukaran ion dari dua buah elektrolit pembentuk garam, terdapat tiga jenis reaksi penggaraman yang mungkin yaitu; garam LA dengan garam BX, garam BX dengan asam HA dan garam LA dengan basa BOH. Reaksi metatesis dapat terjadi jika salah satu hasil reaksi berupa endapan atau gas, dengan kata lain salah satu hasil reaksi memiliki kelarutan yang rendah didalam air. 1. Garam LA + garam BX → garam LX + garam BA. Contoh : NaCl + AgNO3 → AgCl(s) + NaNO3 Reaksi ini menghasilkan endapan berwarna putih untuk senyawa AgCl, dalam reaksi dituliskan tanda (s) berarti solid. 2. Garam BX + asam HA → Garam BA + Asam HX FeS + 2 HCl → FeCl2 + H2S(g) Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 8.21. Contoh penyelesaian bilangan oksidasi dari senyawa Fe2O3 145 Hasil reaksi berupa gas H2S yang dapat lepas keluar dari tempat berlangsungnya reaksi. 3. Garam LA + basa BOH → Garam BA + LOH. NH4Cl + KOH → KCl + NH4OH Reaksi ini berlanjut dengan menguraikan senyawa NH4OH NH4OH ⇄ H2O + NH3(g) 8.6. Hidrolisis Garam Hidrolisis merupakan reaksi penguraian zat oleh air, reaksi ini juga dapat terjadi jika garam bereaksi dengan air. Reaksi hidrolisis garam juga memegang peranan penting untuk memberikan sifat larutan garam tersebut apakah larutan garam bersifat asam, basa ataupun netral. Peristiwa hidrolisis garam sangat tergantung dari komposisi pembentuk garam, sehingga kita dapat kelompokan kedalam empat bagian yaitu; 1)garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat, 2) asam kuat dan basa lemah, 3) asam lemah dan basa kuat dan 4) asam lemah dan basa lemah. Sebagai bahan untuk menyederhanakan hidrolisis garam dapat dicermati Bagan 8.22. 8.6.1. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat Garam dengan komposisi ini tidak mengalami hidrolisis, hal ini disebabkan karena tidak terjadi interaksi antara ion‐ion garam dengan air, seperti reaksi dibawah ini: Garam NaCl, Garam akan terionisasi: NaCl → Na+ + Cl‐ Na+ + H2O ↛ Cl‐ + H2O ↛ Sifat keasaman atau kebasaan larutan sangat ditentukan oleh keberadaan pelarut yaitu H2O, telah kita bahas bahwa dalam kesetimbangan air, dimana [OH‐] = [H+] sebesar 10‐7 sehingga pH dan pOH untuk garam ini = 7. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 8.22. Bagan hidrolisis empat jenis garam dengan karakteristik pHnya 14 46 8.6.2. Ga aram yang g berasal dari asam m kuat dan ba asa lemah Garam dengan d kom mposisi inii mengalam mi hidrolissa sebagian, hal ini diseebabkan terrjadinya inteeraksi antarra ut mengubah ion‐ion gaaram dengan air. Interaaksi tersebu + konsentrassi ion H , sehingga s pH H garam ju uga berubah h. Perubahan n tersebut dapat d kita ikkuti dari reaaksi dibawah ini. NH H4Cl ⇄ NH4+ + Cl‐ Cl‐ + H2O ↛ NH4+ + H2O ⇄ NH H4OH + H+ Dari reakssi secara to otal bahwa larutan memiliki ion H+ bebas yang mengindikkasikan bahw wa larutan b bersifat asam m. + Dalam keadaan keseeimbangan. Besarnya H , disajikan pada Bagaan 8.23. Untuk mencari m nilaai pH dap pat dilakukkan dengaan mengkonvversikan konsentrasi H+ dalam m molaritas ke k logaritma sesuai dengan pH = ‐ log [H H+] pH = − log[ Kw w [Garam] Kb dimana Kw w : Konstanta air = 10‐14 Kb = Konsttanta ionisassi basa [Garam]= Konsentrasi garam dalam Molaritass. aram yang g berasal dari d asam lemah dan 8.6.3. Ga ba asa kuat Garam yan ng berasal dari d asam lemah dan baasa kuat akan mengalam mi hidrolisa sebagian, proses p terseebut didasari atas mekaanisme reaksi sebagai berikut. Untuk conto oh garam yan ng diambil ad dalah Natrium asetat (CH H3COONa). CH3COONa → Na+ + CH3COO‐ Na+ + H2O ↛ CH3COO‐ + H2O ⇄ CH3COOH + OH‐ Didalam laarutan garam m ini dihasilkan ion hid droksil bebass, dan menyyebabkan laarutan berssifat basa. Untuk jenis garam ini pH larutan > 7. Dengan n cara yang sama s dengan n persamaaan pada Baagan 8.23. maka untu uk penurunan reaksi ini didapat d Kimia Kesehata an, Direktorat Pem mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007 Bagan 8.23. Konseentrasi H+, dari d olisis garam yang berasaal hidro dari asam kuat daan basa lemaah 147 [OH − ] = Kw .[ Garam ] Ka Kw .[ Garam ] pOH = − log Ka dimana Kw : Konstanta air = 10‐14 Ka = Konstanta ionisasi asam. [Garam]= Konsentrasi garam dalam Molaritas 8.6.4. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah Garam yang dibentuk oleh asam lemah dan basa lemah akan terhidrolisis sempurna. Hal ini disebabkan seluruh ion garam dapat berinteraksi dengan air. Sifat larutan garam ini sangat ditentukan oleh nilai Ka ; konstanta ionisasi asam dan Kb; konstanta ionisasi basanya. Larutan bersifat asam jika Ka > Kb Larutan bersifat basa jika Kb > Ka Larutan bersifat netral jika Ka = Kb Beberapa garam juga terbentuk secara tidak normal, dimana garam masih memiliki gugus asam atau basa. Garam jenis ini adalah garam asam, senyawa garam ini masih memiliki gugus H+ dan menyebabkan garam ini bersifat asam. Beberapa contoh Garam asam seperti Soda kue NaHCO3 (Natrium bicarbonat atau Natrium hidrogen carbonat), K2HPO4 (Kalium hidrogen posfat). 8.7. Larutan Penyangga atau Buffer Larutan buffer adalah larutan yang terdiri dari garam dengan asam lemahnya atau garam dengan basa lemahnya. Komposisi ini menyebabkan larutan memiliki kemampuan untuk mempertahankan pH jika kedalam larutan ditambahkan sedikit asam atau basa. Hal ini disebabkan larutan penyangga memiliki pasangan asam basa konyugasi (ingat konsep asam Lowry‐Bronsted) perhatikan Bagan 8.24. Kita ambil contoh pasangan antara asam lemah CH3COOH dengan garamnya CH3COONa. Di dalam larutan CH3COONa ⇄ CH3COO‐ + Na+ (Garam) ‐ + CH3COOH ⇄ CH3COO + H (Asam lemah) Dalam larutan terdapat CH3COOH merupakan asam dan CH3COO‐ basa konyugasi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 8.24. Skema larutan buffer dan komposisi asam basa konyugasi 148 Kehadiran senyawa dan ion ini yang dapat menetralisir adanya asam dan basa dalam larutan. Jika larutan ini ditambahkan asam, terjadi reaksi netralisasi, H+ + CH3COO‐ ⇄ CH3COOH Kehadiran basa dinetralisir oleh CH3COOH OH‐ + CH3COOH ⇄ CH3COO‐ + H2O Untuk larutan buffer dengan komposisi lain adalah campuran antara garam dengan basa lemahnya, seperti campuran NH4Cl dengan NH4OH. Garam terionoisasi NH4Cl ⇄ NH4+ + Cl‐ NH4OH ⇄ NH4+ + OH‐ Dalam larutan garam terdapat pasangan basa dan asam konyugasi dari NH4OH dan NH4+, adanya molekul dan ion ini menyebabkan larutan mampu mempertahankan pH larutan. Tambahan H+ dapat dinetralisir oleh NH4OH sesuai dengan reaksi : NH4OH + H+ ⇄ NH4+ + H2O Demikian pula adanya tambahan basa OH‐ dinetralisir oleh ion amonium dengan reaksi : NH4+ + OH‐ ⇄ NH4OH Larutan buffer yang terdiri dari garam dan asam lemahnya atau basa lemahnya memiliki harga pH yang berbeda dari garamnya ataupun dari asam lemahnya, karena kedua larutan terionisasi. Untuk menetapkan pH larutan buffer dapta kita uraikan sebagai berikut. 8.7.1. Garam dengan asam lemahnya CH3COONa ⇄ CH3COO‐ + Na+ CH3COOH ⇄ CH3COO‐ + H+ Dari dalam larutan terdapat ion bebas H+ yang berasal dari ionisasi asam lemahnya. Penurunan besarnya ion H+ dan pH larutan penyangga disajikan pada Bagan 8.25. 8.7.2. Garam dengan basa lemahnya NH4Cl ⇄ NH4+ + Cl‐ NH4OH ⇄ NH4+ + OH‐ Dalam larutan terdapat OH‐ bebas yang menyebabkan Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 8.25. Konsentrasi ion H+, dan pH larutan buffer 149 larutan bersifat sebagai basa, dan terdapat kesetimbangan basa lemah dimana: NH4OH ⇄ NH4+ + OH‐ Namun ion amonium dalam larutan lebih banyak berasal dari garam, dengan cara yang sama pada Bagan 8.25, kita dapat tentukan besarnya konsentrasi OH‐ dan pOHnya [ Basa ] [OH − ] = Ka. [Garam] [ Basa pOH = − log Ka. [Garam Sifat larutan buffer atau larutan penyangga yang dapat mempertahankan pH, sangat banyak bermanfaat bagi mkhluk hidup. Dalam bidang biologi larutan penyangga dipergunakan untuk membuat media biakan untuk sel sehingga media tersebut tidak terganggu oleh perubahan pH. Demikianpula reaksi‐reaksi yang terjadi pada makhluk hidup terjadi pada pH tertentu. Agar kondisi reaksi teap berjalan dengan baik maka di dalamnya terdapat larutan buffer. Dalam darah manusia terdapat larutan buffer dengan komposisi H2CO3 dan HCO3‐ yang berperan untuk menetralisir gangguan asam maupun gangguan basa. pH darah manusia dijaga konstan pada kisaran 7.4. Kehadiran asam atau basa dalam darah dapat dinetralisir sebagaimana reaksi berikut. H+ + HCO3‐ ⇄ H2CO3 (netralisir asam) OH‐ + H2CO3 ⇄ HCO3‐ + H2O (netralisir basa). Keseimbangan sistem buffer dalam darah sangat dipengaruhi oleh proses pernafasan dimana Oksigen dan Karbon Dioksida dilepaskan. Kandungan Karbon Dioksida sangat ditentukan oleh tekanan gas karbondioksida sesuai dengan reaksi berikut: CO2 (g) + H2O ⇄ H2CO3 H2CO3 ⇄ HCO3‐ + H+ Tampak dari persamaan reaksi bahwa peningkatan jumlah Karbon Dioksida dapat meningkatkan konsentrasi ion hidrogen bebas atau meningkatkan keasaman darah, jika pH darah dibawah 6.8 dapat menyebabkan kematian yang dikenal dengan acidosis. Demikianpula jika terjadi kenaikan nilai pH sampai dengan pH 8.0 juga dapat menyebakan kematin, kasus ini dikenal dengan alkalosis. Sistem larutan penyangga juga terdapat pada cairan intrasel yaitu pasangan asam basa konyusgasi H2PO4‐ dan HPO42‐ sehingga interaksi intrasel dapat berjalan tanpa ada gangguan perubahan keasaman. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 150 Proses netralisasinya adalah: HPO42‐ + H+ ⇄ H2PO4‐ (netralisir asam) H2PO4‐ + OH‐ ⇄ HPO42‐ + H2O (netralisir basa). Dalam laboratorium larutan penyangga dapat terjadi karena reaksi pembentukan garam dimana jumlah asam lemah atau basa lemah yang dipergunakan dalam jumlah yang berlebih. Larutan buffer juga dapat dipersiapkan dengan menambahkan asam lemah atau basa lemah kedalam larutan garamnya (lihat Gambar 8.26). Gambar 8.26. Skema pembuatan larutan buffer (a) jumlah basa lemah berlebih, (b) garam ditambahkan dengan asam lemahnya Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 151 RANGKUMAN 1. Larutan merupakan campuran homogen (serbasama) antara dua zat atau lebih. Berdasarkan jumlah zat yang ada dalam larutan maka dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian terkecil adalah zat terlarut dan bagian terbesar adalah pelarut. 2. Larutan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu larutan elektrolit dan larutan non‐elektrolit. Pembagian ini didasari atas adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarutnya. 3. Larutan elektrolit adalah larutan yang zat terlarutnya mengalami ionisasi, dan dapat menghantarkan arus listrik. Besarnya proses ionisasi dari larutan elektrolit dinyatakan dengan derajat ionisasi atau α yang besarnya antara 0 – 1 dan untuk larutan elektrolit lemah memiliki nilai 0 < α ≤ 1. 4. Larutan non‐elektrolit adalah larutan yang zat terlarutnya tidak terionisasi tidak dapat menghantarkan arus listrik. Untuk larutan ini nilai α = 0. 5. Konsentrasi zat merupakan rasio dari zat terlarut dengan pelarut atau larutan, ada beberapa satuan konsentrasi yang dipergunakan. 6. Persen Berat (%) : Satuan konsentrasi ini menyatakan banyaknya zat terlarut dalam 100 gram larutan. 7. Persen Volume (%) : menyatakan jumlah volume (mL) dari zat terlarut dalam 100 mL larutan. 8. Fraksi Mol (x) : Bilangan yang menyatakan rasio jumlah mol zat terlarut dan pelarut dalam sebuah larutan. Secara umum jika terdapat larutan AB dimana A mol zat terlarut dan B mol zat pelarut, fraksi mol A (XA) 9. Molalitas merupakan satuan konsentrasi yang menyatakan jumlah mol zat yang terdapat didalam 1000 gram pelarut, Molalitas diberi lambang dengan huruf m. 10. Molaritas adalah satuan konsentrasi molaritas merupakan satuan konsentrasi yang banyak dipergunakan, dan didefinisikan sebagai banyak mol zat terlarut dalam 1 liter (1000 mL) larutan. 11. Normalitas yang bernotasi (N) merupakan satuan konsentrasi yang sudah memperhitungkan kation atau anion yang dikandung sebuah larutan. Normalitas didefinisikan banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam satu liter larutan. Secara sederhana gram ekivalen adalah jumlah gram zat untuk mendapat satu muatan. 12. Pengenceran adalah berkurangnya rasio zat terlarut didalam larutan akibat penambahan pelarut. Sebaliknya pemekatan adalah bertambahnya rasio konsentrasi zat terlarut didalam larutan akibat penambahan zat terlarut. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 152 13. Asam merupakan bersifat korosif (bereaksi dengan logam) dan dapat mengubah kertas lakmus biru menjadi merah. Basa merupakan zat yang memiliki sifat‐sifat yang spesifik, seperti licin jika mengenai kulit dan terasa getir serta dapat merubah kertas lakmus merah menjadi biru. 14. Asam menurut Arhenius, zat dikatakan sebagai asam jika dalam bentuk larutannya dapat melepaskan ion H+, dan ion hidrogen merupakan pembawa sifat asam. Sedangkan basa adalah zat yang dalam bentuk larutannya dapat melepaskan ion OH‐, dan ion hidroksida sebagai pembawa sifat basa. 15. Menurut Lowry dan Bronsted, asam adalah zat yang memiliki kemampuan untuk mendonorkan protonnya, sedangkan basa adalah zat yang menerima proton, sehingga dalam sebuah reaksi dapat melibatkan asam dan basa. 16. Menurut Lewis, asam adalah zat yang dapat menerima pasangan elektron bebas dan sebaliknya dikatakan sebagai basa jika dapat menyumbangkan pasangan elektron. Reaksi antara BF3 dengan NH3. Molekul NH3 sebagai basa karena menyumbangkan pasangan elektron bebasnya, dan molekul BF3 sebagai penerima pasangan elektron dan dikatakan sebagai asam.. 17. Asam dapat terbentuk dari oksida asam yang bereaksi dengan air. Oksida asam merupakan senyawa oksida dari unsur‐unsur non logam. Contoh reaksi pembentukan asam adalah : CO2 + H2O → H2CO3 (Asam Karbonat) 18. Sedangkan basa dapat terbentuk dari oksida basa yang bereaksi dengan air. Oksida basa merupakan oksida logam dan ada pengecualian khususnya untuk amonia (NH3), dengan contoh reaksi : CaO + H2O ⇄ Ca(OH)2 (Kalsium hidroksida). 19. Ukuran untuk mengetahui keasama suatu zat dinyatakan dengan Derajat Keasaman atau pH yang besarnya ditentukan oleh konsentrasi ion H+, sehingga pH = ‐ log [H+]. Demikian pula untuk derajat kebasaan ditentukan oleh konsentrasi ion OH‐ besarnya pOH = ‐ log [OH‐] 20. Keseimbangan air dijadikan dasar untuk menetapkan skala pH, dan pH + pOH = 14. 21. Pengukuran keasaman dilakukan dengan menggunakan indikator universal khususnya untuk pengukuran larutan yang tidak memerlukan ketelitian. Sedangkan untuk pengukuran yang lebih teliti dipergunakan pH meter. Alat ini terdiri dari elektroda gelas dan voltmeter. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 153 22. Garam merupakan senyawa yang bersifat elektrolit dibentuk dari sisa basa atau logam yang bermuatan positif dengan sisa asam yang bermuatan negatif. 23. Beberapa reaksi penggaraman yang menghasilkan produk akhir garam dengan air adalah : 1. Asam dengan basa 2. Asam dengan oksida basa 3. Basa dengan oksida asam. 24. Untuk reaksi antara oksida asam dengan oksida basa hanya menghasilkan garam. Sedangkan reaksi antara logam dengan asam menghasilkan garam dan gas Hidrogen. 25. Reaksi penggaraman yang terakhir adalah reaksi metatesis, reaksi ini merupakan reaksi pertukaran sisa asam atau sisa basa. Reaksi ini hanya dapat terjadi jika salah satu produk menghasilkan endapan atau gas, atau produk yang memiliki kelarutan yang rendah didalam air. 26. Garam dapat terhidrolisa dengan adanya air, dimana terjadi interaksi antara air dengan sisa asam yang menghasilkan asam lemah atau interaksi air dengan sisa basa yang menghasilkan basa lemah. Interaksi ini menyebabkan sifat keasamam, kebasaan atau netral ditentukan oleh peristiwa hidrolisa. 27. Peristiwa hidrolisa tidak terjadi pada garam yang berasal asam kuat dan basa kuat, sehingga larutan garam bersifat netral atau pH =7. 28. Garam akan terhidrolisa sebagian untuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah, sifat larutan garam adalah asam atau pH dibawah 7. Hidrolisa sebagian juga terjadi untuk garam yang berasal asam lemah dan basa kuat, larutan ini bersifat basa dengan pH diatas 7. Hidrolisa sempurna terjadi untuk senyawa garam yang berasal asam lemah dan basa lemah, sifat larutan garam sangat ditentukan oleh besarnya Ka atau Kb dari asam maupun basanya. Larutan bersifat asam jika Ka > Kb, larutan bersifat basa jika Kb > Ka dan larutan bersifat netral jika Ka = Kb. 29. Larutan buffer adalah larutan yang terdiri dari garam dengan asam lemahnya atau garam dengan basa lemahnya. Dalam larutan buffer terdapat pasangan asam basa konyugasi, jika terjadi penambahan asam atau basa dapat dinetrlisir oleh larutan ini. Atas dasr inilah larutan buffer dipergunakan untuk mempertahankan pH sebuah larutan. 30. pH larutan penyangga yang berasal dari asam lemah dan garamnya disederhanakan dalam : Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 154 31. Sedangkan untuk larutan penyangga yang berasal dari basa lemah dengan garamnya adalah : 32. Dalam tubuh manusia larutan buffer sangat berperan, agar pH dalam tubuh tetap constant, misalnya pada daran dan membran. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 155 UJI KOMPETENSI Pilihlah salah satu jawaban yang benar 1. Jika 100 ml larutan HCl dengan pH = 2 dicampurkan pada 100 ml larutan NaOH dengan pH = 10, akan diperoleh larutan dengan: a. pH = 3 b. pH = 6 c. 2 < pH < 6 d. 3 < pH < 6 2. Kelarutan L (OH)2 dalam air sebesar 5 x 10‐4 mol/liter. Maka larutan jenuh L(OH)2 dalam air mempunyai pH sebesar: a. 10,3 b. 11,0 c. 9,3 d. 12,0 3. Jika dari zat‐zat dibawah ini dibuat larutan (dalam air) dengan konsentrasi 1 molar, larutan manakah yang mempunyai pH paling tinggi: a. NaHSO4 b. NH4Cl c. NaF d. CH3COONa 4. Menurut konsep Lowry – Bronsted dalam reaksi: NH3 + H2O ⇄ NH4+ + OH‐ a. Air adalah asam karena dapat menerima sebuah proton b. Amoniak dalam air adalah pasangan asam konyugat c. NH3 dan NH4+ adalah pasangan asam basa konyugat d. NH3 adalah asam karena memberi sebuah proton 5. 1 mL larutan 1 M NaOH ditambahkan ke dalam 1 liter air, maka larutan ini akan mempunyai pH kira‐kira: a. 3 b. 5 c. 7 d. 11 6. Lakmus biru akan menjadi merah dalam larutan: a. Na2O b. NH4NO3 c. Na2CO3 d. NaBr Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 156 7. Dalam suatu larutan yang menggunakan amonia cair sebagai pelarut akan terjadi kesetimbangan dibawah ini: 2 NH3 ⇄ NH4+ + NH2‐ maka NH2‐ merupakan a. Asam menurut teori Archenius b. Basa menurut teori Bronsted c. Asam menurut teori Bronsted d. Zat pengoksida 8. Ionisasi asam asetat dalam air dapat dinyatakan dalam persamaan CH3COOH + H2O ⇄ CH3COO‐ + H3O+ dalam keadaan setimbang, sebagian besar terdiri dari asam asetat dan air, sedangkan ion asetat dan ion hidronium terdapat hanya sedikit saja, ini berarti: a. Asam asetat lebih kuat daripada ion hidronium b. Asam asetat dan ion hidronium sama kuat c. Asam asetat lebih lemah dari ion hidronium d. Air adalah basa yang lebih kuat daripada ion asetat 9. Pada temperatur yang cukup tinggi bagi air berlaku: pH + pOH = 12 Berapakah pH larutan KOH yang mengandung 0,01 mol KOH tiap liter pada temperatur itu? a. 12 b. 10 c. 8 d. 6 10. Jika air dengan pH = 7 dialiri gas CO2 selama 1 jam maka: a. CO2 tidak bereaksi dengan air b. Karbonat akan mengendap c. pH larutan akan lebih kecil dari 7 d. pH larutan akan lebih besar dari 7 11. Suatu larutan asam metanoat (asam semut) 0,1 M mempunyai pH = 2. Derajat disosiasi asam ini adalah: a. 0,01 b. 0,001 c. 0,1 d. 0,02 12. Bila suatu larutan asam kuat pH = 1 diencerkan dengan air 20 kali, maka: a. Konsentrasi ion OH‐ bertambah dengan 1 satuan b. Konsentrasi ion H+ bertambah 10 kali c. pH larutan bertambah dengan satu satuan d. pOH larutan berkurang dengan sepuluh satuan Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 157 UJI KOMPETENSI Garam 1. Reaksi yang menghasilkan gas H2 A. FeS + HCl B. CO2 + H2O C. Na2O + H2O D. Cu + H2SO4 2. Satu mol Alumunium bereaksi dengan Asam Sulfat secukupnya dan dihasilkan gas Hidrogen, jika pada keadaan tersebut 1 mol Oksigen bervolume 20 Liter, Berapa Volume gas Hidrogen yang dihasilkan pada keadaan tersebut A. 10 Liter B. 20 Liter C. 30 Liter D. 40 Liter 3. Ionisasi asam asetat dalam air; CH3COOH + H2O ' CH3COO‐ + H3O+ Pada saat kesetimbangan diketahui bahwa jumlah ion‐ion lebih kecil dibandingkan dengan asam asetat dan air, berarti,. A. Asam asetat lebih kuat dibanding ion hidrogen B. Asam asetat = ion hidrogen C. Asam asetat lebih lemah dibanding ion hidrogen D. Air merupakan basa kuat dibanding ion asetat 4. Berapa pH larutan yang terdiri dari 1 mL Asam asetat dan 9 mL Natrium asetat yang masing memiliki konsentrasi 0.1 mol liter, diketahui Ka ; 1.8 x 10‐5 A. 5.7 B. 5.8 C. 6 D. 4.7 5. Ca(OH)2 sebanyak 7.4 gram dapat dijadikan garam netral oleh 6,35 gram asam berbasa tiga, berapa berat molekul zat tersebut, diketahui Ca=40, O=16 dan H=1. A. 97.5 B. 95.25 C. 92.5 D. 63.5 6. Ke dalam 40 mL larutan NaOH 0.2 M ditambahkan 80 mL asam asetat 0.2 M jika Ka asam asetat = 10‐5, maka pH campuran adalah A. 13 B. 10 C. 9 D. 5 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 158 7. Larutan NaOH, KOH, Ca(OH)2 dan Ba(OH)2 dengan konsentrasi 1 gram/L dan semuanya terionisasi sempurna, jika Ar: H=1, O=16, Na=23, K=39, Ca=40 dan Ba=137, larutan manakah yang memiliki pH paling tinggi. A. KOH. B. NaOH. C. Ca(OH) 2 D. Ba(OH) 2 8. Jika 20 mL NaOH 0.1 M dapat dinetralkan oleh 25 mL H2SO4, maka Konsentrasi H2SO4 adalah: A. 0.04 mol B. 0.05 mol C. 0.08 mol D. 0.1 mol 9. Bila suatu asam lemah dengan Ka =10‐5 dilarutkan bersama‐ sama dengan garam natriumnya dengan perbandingan mol asam dan garamnya 1 : 10, maka pH larutan campuran tersebut adalah A. 8 B. 6 C. 5 D. 4 10. Penambahan sedikit air dalam larutan penyangga akan menyebabkan A. Perubahan pH larutan B. Perubahan pKa larutan asam C. Tidak ada perubahan pH dan pKa D. Perubahan pKa namun pH tetap Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 159 Bab 9. Kesetimbangan Kimia Standar Kompetensi Memahami konsep kesetimbangan reaksi Kompetensi Dasar Menguasai reaksi kesetimbangan Menguasai faktor‐faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan Menentukan hubungan kuantitafif antara pereaksi dan hasil reaksi dari suatu reaksi kesetimbangan Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mengidentifikasi kondisi kesetimbangan 2. Siswa mampu mendeskripkan reaksi bolak balik (dua arah) 3. Siswa mengenal sistem tertutup 4. Siswa mampu mendefinisikan kesetimbangan dinamis 5. Siswa mampu membedakan jenis‐jenis reaksi kesetimbangan 6. Siswa dapat menetapkan harga konstanta kesetimbangan dalam system gas 7. Siswa dapat memahami hubungan antara konstanta kesetimbangan tekanan (Kp) dengan konstanta kesetimbangan konsentrasi (Kc). 8. Siswa dapat mengidentifikasi kesetimbangan padatan dan lautan 9. Siswa dapat menetapkan konstanta hasil kali kelarutan (Ksp) 9.1. Kesetimbangan Untuk memahami apa dan bagaimana kesetimbangan reaksi, coba kita cermati peristiwa reaksi dibawah ini. Jika kita hembuskan uap panas kedalam sebuah tabung yang berisi besi yang juga dipanaskan akan dihasilkan feri fero oksida atau besi magnetit, dengan persamaan reaksi : H2O(g) + Fe Fe3O4 + H2(g) Gambar 9.1. Pengaliran uap panas kedalam tabung yang berisi besi panas Perhatikan Gambar 9.1 Di lain pihak, jika kita mengalirkan gas hidrogen (H2) kedalam tabung yang berisi besi magnetit yang dipanaskan, maka akan dihasilkan besi dan uap panas, dengan reaksi : H2(g) + Fe3O4 Fe + H2O(g) Perhatikan Gambar 9.2. Dari kedua reaksi tersebut, masing‐masing reaksi berlangsung satu arah. Bagaimana jika kedua reaksi tersebut kita kondisikan dalam satu wadah tertutup. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 9.2. Pengaliran gas H2 kedalam tabung yang berisi besi magnetit panas 160 Dari Gambar 9.3, tampak bahwa, reaksi dapat berlangsung dalam dua arah, yaitu reaksi pembentukan magnetit dari uap panas dengan besi dan reaksi penguraian besi magnetit oleh gas hidrogen menghasilkan besi dan uap panas kembali. Reaksi semacam ini kita sebut dengan reaksi bolak‐balik atau reaksi reversibel. Kedua reaksi tersebut adalah: H2O(g) + Fe Fe3O4 + H2(g) H2(g) + Fe3O4 Fe + H2O(g) Gambar 9.3. Menghubungkan dua Penulisan reaksi diatas tidak lazim dipergunakan, dan sistem reaksi seperti pada Gambar 1 disederhanakan dengan memberi dua tanda panah dan Gambar 2 yang berlawanan H2O(g) + Fe ⇄ Fe3O4 + H2(g) 9.1.1. Sistem tertutup Ruang atau tempat berlangsung reaksi bolak‐balik pembentukan dan penguraian besi magnetit seperti Gambar 9.3, merupakan tempat yang dirancang khusus, dan ruang tersebut merupakan ruang tertutup. Pada ruang tersebut, tidak memungkinkan mengambil atau menambahkan zat, panas yang dimasukan kedalam ruang dijaga agar tidak keluar dari ruang tersebut, demikian pula dengan gas‐gas yang dihasilkan dihasilkan dan dipergunakan kembali. Ruang dengan kondisi seperti ini dikatakan sebagai system tertutup. Reaksi bolak‐balik dapat terjadi pada system tertutup. 9.1.2. Kesetimbangan dinamis Umumnya reaksi yang ada di alam merupakan reaksi reaksi bolak‐balik, hanya sebagian kecil saja yang merupakan reaksi dalam satu arah atau reaksi berkesudahan. Pada awal proses reaksi reversible, reaksi berlangsung ke arah pembentukan produk, setelah terbentuknya molekul produk, maka molekul tersebut mulai bereaksi kea rah sebaliknya (arah penguraian). Pada saat yang sama tetap terjadi treaksi pembentukan, dan pada suatu saat jumlah zat‐zat yang berekasi dan hasil reaksi tetap, kondisi dikatakan sebagai keadaan kesetimbangan. Pada saat kesetimbangan, reaksi tidak berhenti, reaksi tetap berjalan baik ke arah pembentukan maupun ke arah penguraian. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 161 Namun baik zat‐zat yang bereaksi maupun hasil reaksinya tetap konstan, keadaan kesetimbangan semacam ini yang dikatakan sebagai kesetimbangan dinamis. Pada saat kesetimbangan jumlah zat yang bereaksi maupun hasil reaksi tetap. Untuk memahami kondisi ini perhatikan Gambar 9.4. Pada awalnya produk belum terbentuk, ketika zat yang bereaksi mulai berkurang konsentrasinya, bersamaan dengan itu pula produk mulai terbentuk. Demikian seterusnya zat yang bereaksi terus berkuran dan produk, sampai dengan satu saat, dimana konsentrasi zat yang bereaksi maupun produk sudah tidak berubah atau tetap, maka saat tersebut telah berada dalam kesetimbangan. Penjelesan diatas belum menjelaskan bahwa pada saat kesetimbangan reaksi tetap berjalan. Untuk hal tersebut, kita dapat mencermati grafik, pada Gambar 9.5. Dari Gambar 9.5. tampak bahwa kecepatan reaksi pembentukan (kekanan) v1 dan kecepatan reaksi penguraian (ke kiri) v2. Kecepatan reaksi v1 sangat tergantung pada jumlah zat yang bereaksi dan kecepatan reaksi v2 bergantung pada konsentrasi produk. Pada awal reaksi, v1 mempunyai nilai maksimum, sedangkan v2 = 0 (karena produk belum ada). Dengan berkurangnya konsentrasi zat yang bereaksi maka v1 juga semakin kecil. Sebaliknya dengan bertambahnya konsentrasi produk maka kecepatan v2 semakin membesar. Pada saat tertentu, kecepatan reaksi pembentukan (v1) menjadi sama dengan kecepatan reaksi penguraian (v2). Dalam kondisi v1 = v2, jumlah masing masing zat tidak berubah terhadap waktu oleh karena itu tidak ada perubahan yang dapat diamati terhadap waktu atau kecepatan reaksi tetap dan keadaan ini tercapai ketika reaksi mencapai kesetimbangan. 9.1.3. Jenis reaksi kesetimbangan Reaksi kesetimbangan dapat digolongkan berdasarkan fasa dari zat yang bereaksi dan hasil reaksinya, sehingga dikenal dua jenis reaksi kesetimbangan yaitu reaksi kesetimbangan homogen dan heterogen, perhatikan skema penggolongan reaksi seperti yang diunjukkan pada Bagan 9.6. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 9.4. Penurunan dan peningkatan konsentrasi dari zat yang berekasi dan hasil reaksi pada saat menuju kesetimbangan Gambar 9.5. Proses pencapaian keadaan kesetimbangan ditinjau dari kecepatan reaksi 162 Reaksi kesetimbangan homogen merupakan reaksi kesetimbangan dimana semua fasa senyawa yang bereaksi sama. Kestimbangan dalam fasa gas : N2(g) + 3 H2(g) ⇄ 2 NH3(g) 2 SO2(g) + O2(g) ⇄ 2 SO3(g) Kesetimbangan dalam fasa larutan : Bagan 9.6. Penggolongan reaksi kesetimbangan berdasarkan fasa senyawa yang beraksi Reaksi Kesetimbangan CH3COOH(aq) ⇄ CH3COO‐(aq) + H+(aq) NH4OH(aq) ⇄ NH4+ (aq) + OH‐(aq) Kesetimbangan homogen Reaksi kesetimbangan heterogen terjadi jika fasa dari senyawa yang bereaksi berbeda. Fasa gas Kesetimbangan dalam sistem padat gas, dengan contoh reaksi : Fasa larutan CaCO3(s) ⇄ CaO (s) + CO2 (g) Kesetimbangan padat larutan, terjadi pada peruraian Barium sulfat dengan persamaan reaksi : Kesetimbangan heterogen BaSO4(s) ⇄ Ba2+(aq) + SO42‐(aq) Fasa padat gas Kesetimbangan padat larutan gas, dengan contoh reaksi : Fasa padat larutan Ca(HCO3)2(aq) ⇄ CaCO3(s) + H2O (l) + CO2(g) 9.2. Tetapan kestimbangan kimia Dalam system tertutup, dimana tekanan dan suhu dijaga, maka energi bebas Gibbs adalah nol. ∆GT , p = 0 Dalam keadaan kesetimbangan reaksi berlangsung dalam dua arah yaitu ke arah pembentukan dan ke arah penguraian. Kita ambil contoh reaksi berikut N2 + 3 H2 ⇄ 2 NH3 Dari persamaan kesetimbangan di atas nampak bahwa gas nitrogen bereaksi dengan gas hidrogen membentuk gas amoniak, ditandai dengan arah reaksi ke kanan. Sedangkan reaksi ke arah kiri merupakan reaksi penguraian dari gas amoniak menjadi gas nitrogen dan gas Hidrogen. Pada saat kesetimbangan, ke tiga zat ada di dalam campuran, dimana komposisi zat tidak sama atau tidak sesuai dengan persamaan reaksinya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Fasa padat larutan gas 163 Komposisi zat yang ada dalam kesetimbangan dicerminkan oleh harga tetapan kesetimbangan, perhatikan Gambar 9.7. Reaksi umum dari kesetimbangan; aA + bB⇄cC + dD dan berlaku energi bebas Gibbs ∆G = 0, dimana ∆G = ∆G 0 + RT ln K ∆G 0 = − RT ln K Dari persamaan di atas tampak bahwa harga K adalah besaran yang tetap dan merupakan besaran yang tergantung pada komposisi zat pada saat kesetimbangan. Harga K tidak tergantung pada keadaan mula‐mula zat. Jika reaksi berlangsung dalam fasa gas, harga K adalah, tekanan parsial dari masing‐masing zat. p (C ) c . p ( D ) d Kp = p ( A) a . p ( B ) b Kp = Tetapan kesetimbangan (dalam fasa gas) pC = tekanan gas C, dengan koofisien reaksi c pD = tekanan gas D dengan koofisien reaksi d pA = tekanan gas A dengan koofisien reaksi a pB = tekanan gas B dengan koofisien reaksi b. Selanjutnya, Guldenberg dan Waage, mengembangkan kesetimbangan dalam fasa larutan, dan mereka menemukan bahwa dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap, maka hasil kali konsentrasi zat‐zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa dimana masing‐masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalah tetap. Pernyataan ini dikenal dengan Hukum Guldberg dan Wange, dan disederhanakan ke dalam persamaan [C ]c .[ D] d Kc = [ A] a [ B]b Kc = Tetapan kesetimbangan (dalam fasa gas) [C] = tekanan gas C, dengan koofisien reaksi c [D]= tekanan gas D dengan koofisien reaksi d [A] = tekanan gas A dengan koofisien reaksi a [B] = tekanan gas B dengan koofisien reaksi b Persamaan tetapan kesetimbangan di atas, dapat memberikan informasi bahwa harga K kecil menunjukan bahwa zat‐zat hasil reaksi (zat C dan D) lebih sedikit dibandingkan dengan zat‐zat yang bereaksi (zat A dan B). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 9.7 Kesetimbangan gas dari pembentukan senyawa NH3 dari gas N2 dan H2 dalam system tertutup 164 Jika kita mengukur harga K dan besarnya belum mencapai harga K pada saat kesetimbangan, berarti reaksi yang dilakukan belum mencapai kesetimbangan. 9.3. Pergeseran Kesetimbangan Dari sebuah eksperimen kesetimbangan air dan uap air dalam bejana tertutup (Gambar 9.8), diketahui bahwa penambahan beban menyebabkan adanya tambahan tekanan yang berdampak pada penurunan volume bejana. Adanya reaksi diikuti oleh sistem kesetimbangan untuk mengembalikan tekanan ke keadaan semula, yakni dengan menambah jumlah molekul yang beryubah ke fasa uap. Setelah tercapai kesetimbangan yang baru, jumlah air lebih sedikit dan uap air terdapat lebih banyak. Hal ini mengindikasikan telah terjadi pergeseran kesetimbangan. Le Cathelier mencoba mencermati proses pergeseran kesetimbangan, dan dia menyatakan; jika suatu sistem berada dalam keadaan setimbang, dan ke dalamnya diberikan sebuah aksi, maka sistem tersebut akan memberikan reaksi. Dalam kesetimbangan reaksi tersebut dilakukan oleh sistem dengan menggeser kesetimbangan. Faktor‐faktor yang dapat mempengaruhi keadaan kesetimbangan kimia adalah perubahan konsentrasi, volume, tekanan dan suhu. 9.3.1. Pengaruh konsentrasi Dalam keadaan kesetimbangan, jika konsentrasi salah satu zat ditingkatkan maka kesetimbangan akan bergeser kearah yang berlawanan dari zat tersebut Untuk lebih jelasnya, kita perhatikan contoh reaksi dibawah ini: N2 + 3 H2 ⇄ 2 NH3 Jika dalam keadaan kesetimbangan konsentrasi gas NH3 kita tambah. Hal ini menyebabkan reaksi peruraian NH3 meningkat atau NH3 berubah menjadi gas N2 dan H2, sehingga mencapai kesetimbangan kembali. Sebaliknya jika gas NH3 kita kurangi, akan menyebabkan gas N2 dan gas H2 bereaksi lagi membentuk NH3 sampai mencapai kesetimbangan. 9.3.2. Pengaruh Suhu Secara kualitatif pengaruh suhu dalam kesetimbangan kimia terkait langsung dengan jenis reaksi eksoterm atau reaksi endoterm. Jika pada reaksi kesetimbangan kita naikan suhunya, maka reaksi kimia akan bergeser kearah reaksi yang membutuhkan panas (Bagan 9.9). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 9.8. Perubahan tekanan pada kestimbangan air dan uap air dalam system tertutup Bagan 9.9. faktor‐faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan 165 Kita ambil contoh di bawah ini. CO + 2 H2 ⇄ CH3OH ∆H = ‐22 kkal. Jika pada reaksi kesetimbangan pada pembentukan Metanol, suhu kita naikan, maka reaksi akan berubah ke arah peruraian metanol menjadi gas CO dan gas Hidrogen. Mengingat reaksi peruraian metanol membutuhkan panas atau endoterm. CH3OH ⇄ CO + 2 H2 ∆H = +22 kkal. Menaikan suhu, sama artinya kita meningkatkan kalor atau menambah energi ke dalam sistem, kondisi ini memaksa kalor yang diterima sistem akan dipergunakan, oleh sebab itu reaksi semakin bergerak menuju arah reaksi endoterm. 9.3.3. Pengaruh volume dan tekanan Untuk reaksi dalam fasa cair perubahan volume menyebabkan perubahan konsentrasi. Peningkatan volume menyebabkan penurunan konsentrasi, ingat satuan konsentrasi zat adalah mol/L, banyaknya zat dibagi berat molekulnya di dalam 1 Liter larutan. Demikian pula reaksi dalam fasa gas, volume gas berbanding terbalik terhadap tekanan, peningkatan volume menyebabkan penurunan tekanan. Di sisi lain, tekanan berbanding lurus terhadap mol gas, seperti yang ditunjukan dalam persamaan gas ideal : pV = nRT nRT p= V dimana p = tekanan, V = Volume N = mol gas R = tetapan gas T = Suhu dalam K Dari persamaan di atas akan tampak bahwa dengan memperkecil tekanan sama dengan memperbesar volume, dan perubahan tekanan sama dengan perubahan konsentrasi (n/V). Sedangkan untuk tekanan gas total Ptot = PA + PB + PC + .... PA = n A RT V Dalam sistem kesetimbangan peningkatan volume gas tidak mempengaruhi kesetimbangan jika jumlah koofisien reaksi sebelum dan sesudah adalah sama. H2(g) + I2(g) ⇄ 2 HI(g) Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 166 Koofisien gas H2 dan I2 adalah 1 (satu), total sebelah koofisien sebelah kiri adalah 2 (dua). Koofisien untuk gas HI adalah 2 (dua), sehingga koofisien sebelah kiri Bagan 9.10. Perhitungan harga Kp dan kanan tanda panah adalah sama. Peningkatan untuk pembentukan asam iodida dari volume 2 kali lebih besar tidak memberikan perubahan H2 dan I2, dimana komposisi terhadap rasio konsentrasi antara sebelah kanan dan konsentrasi adalah 1 mol/L, 1 mol/L sebelah kiri tanda panah, mula konsentrasi : dan 2 mol/L, dimana tekanan H2(g) + I2(g) ⇄ 2 HI(g) totalnya 2 atm dan Volume diperbesar menjadi 2 liter. n/V n/V 2n/V V diperbesar n/2V n/2V 2n/2V Oleh karena rasio koefisien tetap sehingga tekananpun memiliki rasio yang tetap. Untuk lebih mudahnya perhatikan contoh soal dan penyelesaian pada bagan 9.10. Dalam kasus yang berbeda, jika dalam kesetimbangan koofisien sebelum dan sesudah reaksi tidak sama, maka penurunan volume dapat menyebabkan reaksi bergeser menuju koofisien yang lebih kecil dan sebaliknya jika volume diperbesar kesetimbangan akan bergerak ke arah jumlah koofisien yang lebih besar sesuai dengan persamaan reaksi di bawah ini: N2 + 3 H2 ⇄ 2 NH3 Jika volume diperkecil komposisi konsentrasi di sebelah kiri tanda panah menjadi lebih besar sehingga (atau konsentrasi lebih pekat), dan reaksi bergeser ke arah pembentukan gas amoniak. Demikian pula sebaliknya jika volume diperbesar, terjadi reaksi peruraian dari amoniak menghasilkan gas Nitrogen dan Hidrogen atau dengan kata lain reaksi kesetimbangan bergeser ke kiri yaitu penguraian NH3 menjadi N2 dan H2. 9.3.4. Katalisator Untuk mempercepat proses kesetimbangan kimia, sering dipergunakan zat tambahan lain yaitu katalisator. Dalam proses reaksi, katalisator berperan mempercepat reaksi yang berlangsung, pada akhir reaksi katalisator akan terbentuk kembali. Katalisator dalam dunia industri umumnya logam, namun dalam makhluk hidup katalisator didapat dari dalam tubuhnya yang dikenal dengan dengan biokatalisator atau enzim. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 167 9.4. Disosiasi Banyak senyawa dalam suhu kamar terurai secara spontan dan menjadi bagian‐bagian yang lebih sederhana, peristiwa ini dikenal dengan istilah disosiasi. Reaksi disosiasi merupakan reaksi kesetimbangan, beberapa contoh reaksi disosiasi sebagai berikut: N2O4 (g) ⇄ 2 NO2 (g) NH4Cl (g) ⇄ NH3 (g) + HCl(g) Ukuran banyaknya zat yang terurai dalam proses disosiasi dinyatakan dalam notasi α = derajat disosiasi, dengan persamaan : α= banyaknya.zat.terurai banyaknya.zat.mula − mula derajat disosiasi memiliki harga 0 ≤ α ≤ 1. Untuk lebih mudahnya kita perhatikan contoh seperti pada bagan atau Bagan 9.11. 9.5. Aplikasi industri kesetimbangan kimia dalam Dalam dunia industri, kesetimbangan kimia banyak dipergunakan khususnya dalam pembuatan gas maupun produk‐produk industri lainnya. Proses Haber, merupakan proses pembuatan amoniak dari gas Nitrogen dan Hidrogen. N2 + 3 H2 ⇄ 2 NH3 ∆H = ‐22.13 kkal Persamaan ini mengindikasikan bahwa 2 mol amoniak terbentuk dari 1 mol gas N2 dan 3 mol gas H2, dari persamaan ini juga mengindikasikan bahwa reaksi adalah eksoterm, sehingga amoniak akan terbentuk dengan baik pada suhu rendah. Namun pada suhu rendah reaksi berjalan lambat. Usaha untuk meningkatkan jumlah dengan kecepatan yang cukup dilakukan dengan mengatur tekanan dan suhu dan menambahkan katalisator. Untuk proses yang optimal didapat dengan mengatur suhu sebesar 500oC dan dengan tekanan 350 atm, dengan kondisi ini didapatkan produk amoniak sebesar 30%. Proses Kontak Proses kontak dipergunakan oleh industri untuk memproduksi asam sulfat. Proses berlangsung dalam dua tahap reaksi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 9.11 Contoh soal disosiasi untuk sulfur trioksida 168 Tahap pertama, pembentukan gas belerang trioksida: 2SO2(g) + O2(g) ⇄ 2 SO3(g) ∆H = ‐94.97 kkal dilanjutkan dengan melarutkan gas belerang trioksida ke dalam air, sesuai dengan reaksi: SO3(g) + H2O(g) ⇄ H2SO4 (l) Belerang trioksida merupakan produk yang vital sebagai bahan pembentuk asam sulfat. Dari persamaan reaksi di atas diketahui reaksi bersifat eksoterm. Reaksi lebih baik berlangsung pada suhu rendah, namun reaksi ini berjalan sangat lambat. Untuk mempercepat reaksi pembentukan belerang trioksida dipergunakan katalisator Vanadium oksida (V2O5) dan berlangsung pada suhu 400oC. Dalam industri makanan, reaksi kesetimbangan juga berlangsung, seperti pada pembuatan tape, dan minuman beralkohol, perhatikan bagan 9.12. Pada prinsipnya yang dipergunakan adalah ragi atau jamur, selanjutnya ragi menghasilkan enzim pembongkar karbohidrat membentuk molekul kecil glukosa dan fruktosa. Namun dalam prosesnya juga dihasilkan senyawa‐senyawa lain seperti alkohol, aldehid yang menyebabkan aroma minuman atau tape menjadi harum. Selain itu enzim juga dapat mengoksidasi secara sempurna dan dihasilkan asam‐ asam karboksilat. Sehingga kita juga rasakan tape yang terasa asam. Jika kita coba mencermati, maka kita dapat menemukan bahan makanan atau bumbu masak yang lain yang merupakan produk hasil dari reaksi kesetimbangan dan juga zat‐zat yang berfungsi sebagai katalisator. 9.6. Kesetimbangan kelarutan Kesetimbangan kelarutan terkait dengan peristiwa pelarutan sebuah zat. Misalnya kita melarutkan garam ke dalam sebuah gelas yang berisi air, pertama kita tambah 1 gram garam, dimasukan dan diaduk dan garam larut. Jika kita tambahkan terus menerus, garam tidak larut lagi dan kita katakan larutan lewat jenuh. Berkaitan dengan kelarutan terdapat tiga keadaan yang dapat kita temui yaitu Larutan tidak jenuh, larutan tepat jenuh dan larutan lewat jenuh. Pada saat pertama zat padat yang kita tambahkan ke dalam pelarut akan mudah larut. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 9.12. Pemanfaatan kesetimbangan kimia dalam industri 169 Larutan tepat jenuh adalah keadaan kesetimbangan dimana jika terjadi penambahan zat terlarut maka terjadi pengendapan, demikian pula jika kita tambahkan sedikit saja pelarut maka zat‐zat dengan mudah melarut. Pada keadaan ketiga terjadi pengendapan atau zat tidak larut jika kita tambahkan. Ketiga kondisi ini disederhanakan pada Gambar 9.13. Keadaan ini dapat kita tuliskan, misalnya larutan garam dalam air akan terionisasi, LA ⇄ L+ + A‐ Dalam keadaan kesetimbangan berlaku, K= [ L+ ].[ A − ] = K .[ LA] = [ L+ ].[ A − ] [ LA] K sp LA = [ L+ ].[ A − ] Ksp (Hasil kali kelarutan) adalah hasil kali konsentrasi ion‐ ion dalam larutan tepat jenuh dan tiap konsentrasinya dipangkatkan dengan koofisien reaksinya. Variable [L+] dan [A‐] adalah konsentrasi ion dalam adalah mol/L Untuk reaksi garam yang lebih kompleks, misalnya LA ⇄ a L+ + b A‐ Maka persamaan untuk Ksp‐nya adalah : K sp LA = [ L+ ]a .[ A − ]b jika Ksp > [L+]a . [A‐]b ; larutan tidak jenuh jika Ksp = [L+]a . [A‐]b ; larutan tepat jenuh jika Ksp < [L+]a . [A‐]b ; larutan lewat jenuh Perhatikan Gambar 9.13. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 9.13. Keadaan dalam proses pelarutan zat 170 RANGKUMAN 1. Dalam keadaan kesetimbangan reaksi berlangsung dalam dua arah, yaitu arah pembentukan dan arah penguraian. 2. Kesetimbagan kimia mudah terjadi dalam system tertutup. Reaksi umum dari kesetimbangan; aA + bB ⇄ cC + dD dan berlaku energi bebas Gibbs ∆G = 0, dimana ∆G = ∆G 0 + RT ln K ∆G 0 = − RT ln K 3. Reaksi kesetimbangan ada dua jenis yaitu reaksi kesetimbangan homogeny dan heterogen. 4. Persamaan untuk reaksi dalam fasa gas maka kita gunakan tekanan parsial dari masing‐masing zat dengan persamaan: p (C ) c . p ( D) d Kp = p( A) a . p ( B ) b 5. Jika reaksi dalam fasa larutan, kita gunakan konsentrasi zat dengan persamaan: [C ]c .[ D] d Kc = [ A] a [ B]b 6. Le Cathelier menyatakan. jika suatu sistem berada dalam keadaan setimbang dan kedalamnya diberikan sebuah aksi, maka sistem tersebut akan memberikan reaksi. 7. Faktor‐faktor yang dapat mempengaruhi kesetimbangan kimia meliputi; konsentrasi, volume, tekanan dan temperatur. 8. Untuk mempercepat proses kesetimbangan kimia, sering dipergunakan zat tambahan lain untuk mempercepat zat tersebut adalah katalisator. 9. Disosiasi adalah peristiwa terurainya senyawa secara spontan menjadi bagian‐bagian yang lebih sederhana dalam suhu kamar 10. Ukuran banyaknya zat yang terurai dalam proses disosiasi dinyatakan dalam notasi α = derajat disosiasi, dengan persamaan : banyaknya.zat.terurai α= banyaknya.zat.mula − mula 11. Aplikasi kesetimbangan kimia dalam industri • Pembuatan gas dalam industri • Produksi asam sulfat dengan proses kontak • Pembuatan makanan, misal tape • Pembuatan minuman beralkohol,dsb. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 171 Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat 1. Dari reaksi dengan persamaan : m A + n B ⇄c C + d D, K sangat kecil berarti: A. C dan D yang terbentuk banyak sekali B. C dan D yang terbentuk sedikit sekali C. B dan C yang bereaksi banyak sekali D. A dan D sama jumlahnya 2. Pada kesetimbangan 3H2(g) + N2(g) ⇄ 2 NH3(g) untuk memperoleh NH3 sebanyak‐banyaknya dpat dilakukan A. tekanan diperbesar B. tekanan diperkecil C. Konsentrasi N2 dikurangi D. Volume diperbesar 3. Dalam bejana 1 Liter dipanaskan gas SO3 sebanyak 0.25 mol dan terurai menjadi SO2 dan O2, ketika kesetimbangan rasio gas SO2 : O2. maka gas SO3 yang bereaksi A. 33.3% B. 50% C. 66.67% D. 75% 4. Reaksi pembuatan SO3, dengan persamaan reaksi 2 SO2 + O2 ' 2 SO3(g) ∆H = ‐44.5 kkal, reaksi berlangsung dengan baik jika; A. Suhu diperbesar B. Suhu diperkecil C. Konsentrasi O2 dikurangi D. Volume diperbesar 5. Bejana bervolume 1 liter diisi dengan 4 mol NO2 dan membentuk kesetimbangan dengan persamaan 2 NO2 + O2 ⇄ 2 NO3(g) ∆H = + 180.66 kJ, dan terbentuk gas O2 sebanyak 1 mol maka harga K, A. 1 B. 0.75 C. 0.5 D. 0.25 6. Untuk reaksi kesetimbangan N2 + O2 ⇄ 2 NO(g) kesetimbangan bergeser ke kiri, jika A. suhu diperbesar B. tekanan diperkecil C. Volume diperbesar D. Konsentrasi N2 dikurangi Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 UJI KOMPETENSI 172 7. Dari reaksi kesetimbangan : 2 X(g) ⇄ 3 Y(g) jika harga Kp = 0.5, dimana harga pX adalah 4 atm, maka pY A. 1 atm B. 2 atm C. 3 atm D. 4 atm 8. Dari reaksi CO(g) + H2O (g) ⇄CO2(g) + H2 (g) Jika tersedia 1 mol CO(g) dan H2O (g) dan pada saat kesetimbangan tersisa 0.2 mol CO(g) maka K: A. 4 B. 9 C. 16 D. 20 9. Tetapan kesetimbangan adalah 4 untuk reaksi 2 A(g) + B(g) ⇄ C(g) + D(g), jika volume diubah menjadi ½ nya, maka harga K akan menjadi A. 4 B. 8 C. 2 D. ½ 10. Jika dalam labu 5 liter terdapat 4 mol asam iodida, 0.5 mol Iodine dan 0.5 mol gas Hidrogen, dalam keadaan seimbang, maka harga K A. 4 B. 16 C. 32 D. 64 11. Dari reaksi 2 A(g) ⇄ C(g) + D(g), jika tenanan zat A mula‐mula 2 atm dan pada saat kesetimbangan didapatkan tekanan C dan D adalah 1 atm, maka harga Kp adalah : A. 1 atm B. 2 atm C. 3 atm D. 4 atm Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 173 Kesetimbangan Larutan 1. Garam dengan kelarutan yang paling besar dengan harga Ksp A. 10‐10 B. 10‐11 C. 10‐12 D. 10‐13 2. Jika kelarutan Garam CaF2 dalam air s mol/L, maka harga Ksp garam ini adalah A. ½ s2 B. 1/s3 C. ¼ s4 D. 4 s3 3. Kelarutan PbI2 adalah 1.5 x 10‐3 mol/L, maka harga Kspnya adalah : A. 1.25 . 10‐3 B. 3.0 . 10‐6 C. 4.5 . 10‐9 D. 12.5 . 10‐12 4. Suatu garam dalam air memberikan endapan jika ditambahkan ion sulfat dan klorida adalah larutan garam a. AgNO3 b. Ba(NO3)2 c. Pb(NO3)2 d. CaCl2 5. Harga Ksp untuk Mg(OH)2 adalah 1.2 x 10‐11, jika larutan MgCl2 sebanyak 2 M, ditambahkan NaOH, Mg(OH)2 dapat membentuk endapan. A. pH 12 B. pH 9 C. pH 6 D. pH 3 6. Diketahui harga Ksp dari senyawa berikut AgCl = 10‐10, AgI = 10‐16 ‐49 Ag2S = 10 dan Ag2CrO4 = 10‐12 Dari senyawa di atas, senyawa mana yang paling sukar larut A. AgCl B. Ag2CrO4 C. AgI D. Ag2S 7. Kelarutan Ag3PO4 = a mol/L, maka Kspnya A. 9 a3 B. 27 a4 C. 12 a2 D. 3a6 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 UJI KOMPETENSI 174 8. Suatu larutan garam PbNO3, Mn(NO3)2 dan Zn(NO3)2 dengan konsentrasi 0.01 M, selanjutnya ditambahkan NaOH padat sehingga pHnya menjadi 8, jika Ksp masing‐masing zat adalah Pb(OH)2 =2.8.10‐16, Mn(OH)2 = 4.5 . 10‐14 dan Zn(OH)2 = 4.5 . 10‐ 17 , maka yang membentuk endapan adalah : A. PbNO3 B. Mn(NO3)2 C. PbNO3 dan Mn(NO3)2 D. Zn(NO3)2 9. Kelarutan L(OH)2 = 5 x 10‐4 mol/L, maka larutan jenuh basa tersebut memiliki pH sebesar A. 13 B. 12 C. 11 D. 10 10. Tetapan hasil kali kelarutan AgN3, Pb(N3)2 dan SrF2 adalah sama, maka kelartuannya adalah A. AgN3 = Pb(N3)2 = SrF2 B. AgN3 > Pb(N3)2 > SrF2 C. AgN3 < Pb(N3)2 > SrF2 D. AgN3 < Pb(N3)2 = SrF2 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 175 Bab 10. Kecepatan reaksi Dan Energi Standar Kompetensi Mengidentifikasi factor‐faktor yang mempengaruhi laju reaksi Kompetensi Dasar Menentukan laju reaksi dan orde reaksi Menjelaskan factor‐faktor yang mempengaruhi laju reaksi Menentukan perubahan entalpi Menjelaskan entalpi dan perubahan entalpi berdasarkan konsep Menentukan eltalpi dan perubahan entalpi reaksi termokimia Menentukan kalor pembakaran berbagai bahan bakar Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mendefinisikan kecepatan reaksi berdasarkan perubahan konsentrasi terhadap perubahan waktu 2. Siswa dapat mengenal tahap penentu kecepatan reaksi 3. Siswa dapat menetapkan orde suatu reaksi 4. Siswa mampu menjelaskan faktor‐faktor yang mempengaruhi laju reaksi 5. Siswa dapat mendeskripsikan peran energy dalam sebuah reaksi kimia 6. Siswa dapat membedakan jenis reaksi kimia berdasarkan keterlibatan energi dalam reaksi 7. Siswa dapat menetapkan entalpi reaksi berdasarkan Hukum Hess 8. Siswa dapat menetapkan entalpi reaksi berdasarkan energy ikat 9. Siswa dapat menetapkan kalor pembakaran dari berbagai bahan bakar 10.1. Kecepatan Reaksi Dalam kehidupan sehari‐hari segala sesuatu yang berubah selalu menjadi pertanyaan kapan perubahan itu selesai, jika tidak tentu pertanyaan selanjutnya muncul berapa kecepatan perubahan. Kita ambil contoh lain, misalnya jika kita mengendarai mobil dari kota Jember ke kota Surabaya yang berjarak 200 km. Jika kita tahu waktu yang dibutuhkan misalnya 4 jam, maka kita mengetahui kecepatan rata‐rata, atau sebaliknya jika kita mengetahui kecepatan rata‐rata, kita dapat memprediksi waktu yang dibutuhkan. Informasi tentang kecepatan berlangsungnya suatu reaksi amat penting diketahui, misalnya bagi industri dapat memprediksi jumlah produk, lama waktu produksi dan mungkin sampai dengan jumlah karyawan yang dibutuhkan dalam sebuah pabrik. Untuk meninjau kecepatan reaksi, mari kita lihat terlebih dahulu bagaimana suatu reaksi berlangsung. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 10.1. Besarnya Energi aktifasi dalam reaksi eksoterm dan endoterm 176 Reaksi berlangsung karena adanya partikel‐partikel, atom atau molekul yang bertumbukan dan tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi, hanya tumbukan dengan energi yang cukup yang dapat menghasilkan reaksi. Energi tersebut dikenal dengan Energi aktifasi dan didefinisikan sebagai energi kinetik minimum yang harus dimiliki atau diberikan kepada partikel agar tumbukannya menghasilkan sebuah reaksi. Dalam Hubungannya dengan energi atau ∆H, maka enegi aktifasi bukan bagian dari energi tersebut seperti dapat kita lihat pada dua jenis reaksi eksoterm dan endoterm pada Gambar 10.1. Untuk lebih mudah memahami perhatikan persamaan reaksi sebagai berikut : A→ B Pada awal reaksi, yang ada hanya zat A, sedangkan zat B belum terbentuk. Selama reaksi berjalan, secara perlahan‐lahan zat A berkurang, dan zat B terbentuk atau bertambah. Secara grafik dapat kita sederhanakan pada Gambar 10.2. Untuk lebih mudah memahami perhatikan persamaan reaksi sebagai berikut : A→ B Gambar 10.2. Perubahan konsentrasi zat A dan meningkatnya konsentrasi dalam selang waktu Pada awal reaksi, yang ada hanya zat A, sedangkan zat B belum terbentuk. Selama reaksi berjalan, secara perlahan‐lahan zat A berkurang, dan zat B terbentuk atau bertambah. Secara grafik dapat kita sederhanakan pada Gambar 10.3. Sehingga kita dapat katakan bahwa kecepatan reaksi adalah berkurangnya konsentrasi zat A dalam selang waktu tertentu, dengan persamaan : V = − ∆[ A] ∆t dimana V = kecepatan dalam mol/L.s ∆[A] = penurunan konsentrasi zat A dalam mol/L ∆t = Selang waktu dalam detik Kecepatan reaksi dapat kita ubah dalam satuan konsentrasi B, yaitu bertambahnya konsentrasi zat B dalam selang waktu tertentu. Jika kita rumuskan : V = ∆[ B ] ∆t dimana V = kecepatan dalam mol/L.s ∆[B] = pertambahan konsentrasi zat B dalam mol/L ∆t = selang waktu dalam detik Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 10.3. Perubahan konsentrasi zat A dan meningkatnya konsentrasi dalam selang waktu 177 Guldenberg dan Waage mengamati kecepatan reaksi dan dan menyatakan bahwa kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi dari zat yang bereaksi. Hubungan ini dirumuskan “Kecepatan reaksi pada sistem homogen (satu fase) berbanding langsung dengan konsentrasi zat‐ zat yang bereaksi dipangkatkan dengan koefisien masing‐ masing zat yang bereaksi sesuai dengan persamaan reaksinya” (lihat Gambar 10.4). Perhatikan persamaan reaksi dibawah ini : aA+→bB Maka menurut Guldenberg dan Waage, kecepatan reaksi zat A dan B menjadi zat C dan D adalah: V = k .[A] a V = kecepatan reaksi k = konstanta kecepatan reaksi [A] dan [B] = konsentrasi zat A dan zat B a dan b = koefisien zat A dan zat B dalam persamaan reaksi. 10.2. Tahap Reaksi Berlangsungnya reaksi kimia umumnya terjadi dalam beberapa tahap reaksi, misalnya pada oksidasi gas HBr : 4 HBr(g) + O2(g) → 2 H2O(g) + Br2(g) Persamaan reaksi diatas menunjukan bahwa reaksi akan berlangsung apabila 4 molekul HBr bertumbukan sekaligus dengan satu molekul O2. Tetapi tumbukan seperti ini kecil sekali kemungkinannya terjadi. Tumbukan yang mungkin terjadi adalah tumbukan antara dua molekul, yaitu antara 1 molekul HBr dan 1 molekul O2. Deangan cara fikir ini, maka reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Dari reaksi diatas, tahapan reaksinya adalah: Tahap I : HBr + O2 → HOOBr (lambat) Tahap II : HBr + HOOBr → 2 HOBr (cepat) Tahap III : 2 HBr + 2 HOBr → 2 H2O + Br2 (cepat) 4 HBr + O2 → 2 H2O + Br2 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 10.4. Kecepatan menurut Guldenberg dan Waage 178 Dari contoh diatas terlihat bahwa kecepatan reaksi ditentukan oleh kecepatan terbentuknya HOOBr yaitu reaksi yang berlangsung paling lambat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kecepatan reaksi secara keseluruhan Tabel 10.1. Tingkat reaksi atau orde ditentukan oleh tahap yang paling lambat pada reaksi reaksi hasil eksperimen tersebut, tahap yang paling lambat ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi. 10.3. Tingkat Reaksi Definisi menurut Guldenberg dan Waage, “Kecepatan reaksi pada sistem homogen (satu fase) berbanding langsung dengan konsentrasi zat‐zat yang bereaksi dipangkatkan dengan koefisien masing‐masing zat yang bereaksi sesuai dengan persamaan reaksinya” Definisi ini menekankan pada konsentrasi dan pangkatnya yang berasal dari koofisien reaksi. Jumlah dari pangkat zat‐zat yang bereaksi disebut dengan Tingkat reaksi. Perhatikan contoh dari persamaan reaksi dibawah ini: H2(g) + I2(g) → 2 HI(g) Kecepatan reaksinya adalah: V = k [H2] [I2] Zat‐zat yang bereaksi adalah H2 dan I2 masing‐masing zat memiliki pangkat 1. Jumlah pangkat dari kedua zat tersebut adalah 2, dan tingkat reaksinya adalah dua. Untuk lebih mudah kita memahaminya, kita coba bahas contoh yang lannya, Misalkan diketahui kecepatan suatu reaksi adalah: V = [A]2 [B]3 Dari persamaan ini kita dapat simpulkan bahwa tingkat reaksinya adalah 5 (berasal 2 + 3 dari pangkat [A] + pangkat [B]). Secara parsial reaksi adalah tingkat dua terhadap zat A dan reaksi tingkat tiga terhadap zat B. Pada umumnya penentuan tingkat suatu reaksi tidak dapat ditentukan langsung dari persamaan reaksinya, tapi ditentukan melalui eksperimen, lihat Tabel 10.1. Perhitungan kecepatan reaksi dapat dilakukan dengan melihat harga ∆[C] yang didukung oleh data eksperimen, misalnya; kecepatan reaksi sebuah reaksi meningkat 2 (dua) kali untuk setiap terjadi kenaikan temperatur 10oC, Berapa kali lebih cepat jika kita membandingkan reaksi yang berlangsung pada suhu 100oC dengan 20oC. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Persamaan reaksi Rumus kecepatan Reaksi Tingkat 1 (satu) 2 H2O2 → 2 H2O + O2 V = k [H2O2] Reaksi Tingkat 2 (dua) 2 HI(g) → H2(g) + I2(g) V = k [HI]2 Reaksi Tingkat 3 (tiga) 2H2(g) + 2NO(g)→2H2O(g) + N2(g) V=k[H2] [NO]2 179 Penyelesaian contoh soal ini, Perubahan suhu ( 100 – 20 ) = 80oC Setiap 10oC naik = 2 kali lipat, Untuk 80oC : 28 kali : 256 kali lipat lebih cepat. Untuk perhitungan harga k yang dapat dilakukan dengan beberapa persamaan dibawah ini Untuk tingkat reaksi 1 (satu) 2,303 log C Ao = k .t C At 0,693 t 0. 5 k= dimana CAo : konsentrasi zat mula‐mula CAt : konsentrasi setelah bereaksi selama waktu t t : waktu (detik) t½ : waktu paruh, adalah waktu yang diperlukan oleh separuh dari jumlah zat untuk bereaksi. Untuk tingkat reaksi 2 (dua) 1 1 − = k .t C At C Ao k= 1 C Ao .t 0 .5 Perhatikan Contoh soal dibawah ini Diketahui dalam sistem yang homogen dalam ruang 4 Liter terdapat 40 gram zat A (Mr = 20) dan 96 gram zat B dengan Mr = 32. dalam ruang tersebut berlangsung reaksi menurut persamaan reaksi A + 2B → C + D Jika tetapan kecepatan reaksi k = 0.5, tentukan a. kecepatan reaksi mula‐mula b. kecepatan reaksi ketika zat A tinggal separuh Penyelesaian pada Bagan 10.5. 10.4. Faktor-faktor kecepatan reaksi Berlangsungnya sebuah reaksi banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, luas permukaan zat yang bereaksi, konsentrasi zat yang bereaksi, suhu, tekanan dan volume serta katalisator. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 10.5. Contoh penyelesaian soal untuk penentuan tetapan kecepatan reaksi 180 10.4.1. Luas permukaan Untuk memahami pengaruh luas permukaan suatu zat dapat diikuti dengan cara membandingkan proses pelarutan. Jika kita melarutkan gula dalam bentuk bongkahan dengan yang berbentuk kristal halus, mana yang lebih cepat larut ?. Kita sepakat bahwa kristal halus lebih cepat melarut, hal ini terjadi karena pada kristal halus luas permukaan lebih besar dan menyebabkan tumbukan antara molekul gula dan air lebih mungkin terjadi. Sehingga kecepatan reaksi lebih besar pula (lihat Gambar 10.6). 10.4.2. Konsentrasi Pengaruh konsentrasi dapat kita perjelas dengan mereaksikan zat A dan zat B. Zat tersebut akan mengalami tumbukan antara partikelnya dan terjadi reaksi. Makin besar konsentrasi tersebut makin banyak partikel‐partikelnya. Hal ini sangat memungkinkan untuk meningkatkan jumlah tumbukan persatuan waktunya. Sehingga semakin besar konsentrasinya akan meningkatkan kecepatan reaksi. Gambar 10.6. Luas permukaan zat sangat berpengaruh pada kecepatan reaksi Dalam sebuah eksperimen reaksi antara gas hidrogen dan gas nitrogen monoksida dengan reaksi : 2 H2(g) + 2 NO(g) 2 H2O(g) + N2 (g) Diperoleh kecepatan reaksinya v = k [H2].[NO]2 Ketika eksperimen diubah dimana konsentrasi nitrogen monoksida diperbesar 2 kali lipat, maka kecepatan reaksipun berubah besarnya, perhatikan Bagan 10.11. 10.4.3. Suhu Secara umum, kecepatan reaksi bertambah besar jika suhu reaksi kita naikan, lebih mudah melarutkan satu sendok gula ke dalam satu gelas air panas, dibandingkan dengan melarutkan satu sendok gula ke dalam satu gelas air es. Hal ini disebabkan karena meningkatnya suhu akan meningkatkan energi kinetik molekul‐molekul yang bereaksi. Molekul‐molekul dengan energi kinetik yang bertambah ini bila saling bertumbukan akan menghasilkan energi tumbukan yang cukup besar untuk memutuskan ikatan‐ikatan antara atom‐atom dalam molekul tersebut, sehingga terjadi reaksi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 10.11. Contoh kasus pengaruh peningkatan konsentrasi pada kecepatan reaksi 181 Berdasarkan persamaan reaksi, kecepatan reaksi ditentukan oleh harga k yaitu tetapan kecepatan reaksi. Harga k sangat tergantung oleh besarnya energi aktifasi dan suhu. Energi aktifasi didefinisikan sebaga energi terendah yang diperlukan untuk mencari keadaan dimana reaksi dapat berlangsung, lihat Gambar 10.12. T1 > T2 Hubungan antara tetapan kecepatan reaksi ini dengan kenaikan suhu dirumuskan oleh Archenius sebagai berikut: k = Ae − Ea RT k = konstanta kecepatan reaksi A = tetapan Archenius Ea = energi pengaktifan R = tetapan gas umum T = suhu mutlak Gambar 10.12. Pelarutan kristal gula dalam air yang suhu T1>T2. Arhenius juga mengamati didalam eksperimennya khusus reaksi‐reaksi yang berlangsung pada temperatur dibawah 300oC, kenaikan suhu sebesar 10oC akan menaikkan tetapan kecepatan reaksi menjadi dua kali, sehingga kecepatan reaksinyapun meningkat dua kali. 10.4.4. Katalisator Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah katalisator. Proses berlangsung reaksi dengan adanya katalisator dikenal dengan proses kalisa. Katalisator dalam reaksi kimia berperan untuk menurunkan energi aktifasi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.13. Dalam sebuah reaksi, katalisator dapat terlibat dalam reaksi namun tidak mempengaruhi hasil reaksi, seperti persamaan reaksi dibawah ini. SO2 + 2 NO2 → SO3 + 2 NO (cepat) Beberapa katalisator lain yang dipergunakan dalam industri adalah V2O5 dalam pembuatan asam sulfat dan AlCl3 dalam pembuatan Toluen. Katalisator ada dua jenis, yang mempercepat reaksi dan ada yang memperlambat reaksi dan disebut dengan inhibitor. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 10.13. Penurunan Energi aktifasi oleh sebuah katalisator 182 Cara kerja inhibitor merupakan kebalikan dari katalisator yaitu meningkatkan energi aktifasi Sebagai contoh adalah reaksi logam Natrium dengan air, kehadiran logam air raksa memperlambat reaksi, seperti reaksi dibawah ini: Reaksi pembentukan; SO2 + O2 → SO3 (lambat) Katalisator gas NO; 2 NO + O2 → 2 NO2 (cepat) Pembentukan SO3 dengan katalisator gas NO Na + H2O Na + H2O → NaOH + ½ H2 Hg ―――→ .....(cepat) NaOH + ½ H2 ....(lambat) Autokatalis adalah katalisator yang terbentuk dengan sendirinya dalam suatu reaksi. Misal dalam reaksi KMnO4 dan H2C2O4 reaksi ini makin lama makin cepat karena terbentuk Mn2+ yang merupakan katalisator bagi reaksi tersebut. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 183 RANGKUMAN 1. Reaksi berlangsung karena adanya partikel‐partikel, atom atau molekul yang bertumbukan dengan energi tertentu (energi aktifasi). 2. Energi aktifasi didefinisikan sebagai energi kinetik minimum yang harus dimiliki atau diberikan kepada partikel agar tumbukannya menghasilkan sebuah reaksi. 3. Kecepatan reaksi adalah berkurangnya konsentrasi zat A dalam selang waktu tertentu, dengan persamaan : ∆[ A] V =− ∆t dimana, V = kecepatan dalam mol/L.s ∆[A] = penurunan konsentrasi zat A dalam mol/L ∆t = selang waktu dalam detik 4. Hukum Guldenberg dan Waage:“Kecepatan reaksi pada sistem homogen (satu fase) berbanding langsung dengan konsentrasi zat‐zat yang bereaksi dipangkatkan dengan koefisien masing‐masing zat yang bereaksi sesuai dengan persamaan reaksinya” Perhatikan persamaan reaksi dibawah ini : aA+→bB 5. Menurut Guldenberg dan Waage, kecepatan reaksi zat A dan B menjadi zat C dan D adalah: a V = k .[A] V = kecepatan reaksi k = konstanta kecepatan reaksi [A] dan [B] = konsentrasi zat A dan zat B a dan b = koefisien zat A dan zat B dalam persamaan reaksi. 6. Faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi: • luas permukaan zat yang bereaksi, • konsentrasi zat yang bereaksi, • suhu, dan • tekanan dan volume serta katalisator. 7. Energi aktifasi adalah energi terendah yang diperlukan untuk mencari keadaan dimana reaksi dapat berlangsung. 8. Proses katalisa adalah proses berlangsungnya reaksi dengan adanya katalisator dan ada dua jenis katalisator, yaitu katalisator: katalisator yang mempercepat reaksi dan inhibitor: katalisator yang memperlambat reaksi 9. Autokatalis adalah katalisator yang terbentuk dengan sendirinya dalam suatu reaksi. 10. Kecepatan reaksi secara keseluruhan ditentukan oleh tahap yang paling lambat pada reaksi tersebut. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 184 UJI KOMPETENSI Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat 1. Fungsi Katalis dalam suatu reaksi adalah: a. Untuk mengubah letak kesetimbangan reaksi b. Menurunkan energi aktifasi c. Merupakan salah satu komponen reaksi d. Untuk memperbesar kalor reaksi 2. Kenaikan suhu akan memperbesar kecepatan reaksi pada reaksi: a. Hanya pada reaksi eksoterm b. Hanya pada reaksi endoterm c. Hanya pada reaksi gas d. Pada semua reaksi kimia 3. Jika suatu reaksi diketahui rumus kecepatannya adalah V = k [A]x [B]y [Y]z, maka reaksi tersebut adalah reaksi tingkat: a. x + y + z b. x + y ‐ z c. xyz d. x – y + z 4. Reaksi antara x dan y diketahui bahwa kecepatannya adalah V = k [X]4 [Y]. Jika konsentrasi X dinaikkan menjadi 2 kali semula dan konsentrasi Y tetap maka kecepatan menjadi: a. 4 kali semula b. 8 kali semula c. 10 kali semula d. 16 kali semula 5. Kenaikkan temperatur akan memperbesar kecepatan reaksi karena: a. Kenaikan suhu mempercepat konsentrasi b. Kenaikan suhu memperbesar energi kinetik molekul c. Kenaikan suhu menimbulkan katalisator d. Kenaikan suhu mempermudah melepas elektron 6. Dari reaksi antara A dan B. Jika konsentrasi A diperkecil menjadi ½ kali semula dan konsentrasi B tetap, maka kecepatan reaksi menjadi ¼ kali semula. Terhadap A reaksi ini adalah reaksi tingkat: a. 4 b. 3 c. 8 d. 2 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 185 7. Jika diketahui reaksi A + B → C + D, maka kecepatan reaksi didefinisikan sebagai: a. Penambahan konsentrasi setiap waktu b. Penambahan konsentrasi B setiap waktu c. Berkurangnya konsentrasi A dan B setiap waktu d. Berkurangnya konsentrasi A dan C setiap waktu 8. Katalisator dalam suatu reaksi berfungsi a. Menurunkan energi pengaktifan suatu reaksi b. Menaikkan konsentrasi zat yang bereaksi c. Menaikkan temperatur zat yang bereaksi d. Mempermudah terjadinya tumbukan 9. Energi tumbukan terendah yang diperlukan untuk terjadinya reaksi dinamakan: a. Energi potensial b. Energi kinetik c. Energi pengaktifan d. Energi disosiasi 10. Inhibitor dalam suatu reaksi akan: a. Menaikkan energi aktifasi b. Mempermudah tumbukan c. Mempercepat reaksi d. Menaikkan temperatur reaksi 11. Reaksi‐reaksi kimia yang dikerjakan pada industri seringkali menggunakan katalis. Pada temperatur tetap maka: a. Katalis mempercepat tercapainya keadaan kesetimbangan b. Katalis mempercepat reaksi maju dan reaksi balik sama besar c. Katalis tidak mempengaruhi kedudukan kesetimbangan reaksi d. Katalis tidak turut bereaksi 12. Kecepatan reaksi dari suatu reaksi didefinisikan sebagi besarnya pengurangan konsentrasi pereaksi tiap satuan waktu, atau sebaliknya. Jika pada reaksi: ½ N2 + 3/2 H2 → NH3. Kecepatan reaksi berdasarkan N2 dinyatatan sebagai yN dan kecepatan reaksi berdasarkan H2 dinyatakan sebagai y maka: a. y N = y H b. y N = ½ H c. N = 1/3 y H d. y N = ¼ y H 13. Laju reaksi A dan B → AB, pada setiap saat akan dinyatakan sebagai a. Penambahan konsentrasi A setiap waktu b. Penambahan konsentrasi A dan B setiap satuan waktu c. Penambahan konsentrasi A, B dan konsentrasi AB setiap satuan waktu d. Penambahan konsentrasi AB setiap waktu Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 186 14. Logam Zn bereaksi dengan larutan HCl membebaskan hidrogen (gas). Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali dan setiap kali digunakan Zn yang ukuran berat ataupun jumlahnya sama. Jumlah HCl yang digunakan selalu sama volumenya, tetapi berbeda kemolarannya. Ternyata kecepatan reaksi yang paling besar ditemukan pada percobaan dengan kemolaran HCl sebesar: a. 0,2 M b. 1,0 M c. 1,5 M d. 2,0 M 15. Pada umumnya kecepatan reaksi akan bertambah jika: a. Suhu dinaikkan b. Luas permukaan tetap c. Konsentrasi diperkecil d. Dipakai logam sebagai katalis 16. Jika dalam suatu reaksi, konsentrasi zat A dinaikkan 2 kali ternyata kecepatan reaksinya menjadi 4 kali lebih cepat. Terhadap zat A reaksi tersebut adalah reaksi orde: a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 17. Kecepatan berlangsungnya suatu reaksi tidak dapat diukur dengan mengamati perubahan: a. Bau b. Konsentrasi c. Volume d. Suhu Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 187 10.5. Energi Dalam pendahuluan kita telah memperkenalkan bahwa perubahan atau reaksi kimia selalu disertai dengan perubahan energi. Sebuah reaksi kimia yang terjadi apabila diikuti dengan pelepasan energi atau menghasilkan energi, reaksi ini dikenal dengan eksoterm, sebaliknya reaksi kimia terjadi apabila kedalamnya diberikan energi atau reaksi membutuhkan energi dikenal dengan reaksi endoterm. Tinjauan energi dalam reaksi kimia terfokus pada energi dalam bentuk panas (thermo, lihat Gambar 10.14) dan dalam bentuk listrik (electro), sehingga pengkajian reaksi kimia dan energi yang menyertai reaksi dalam bentuk panas dikenal dengan termokimia sedangkan energi dalam bentuk listrik dikenal dengan elektrokimia. 10.5.1. Termokimia Untuk membahas energi dalam reaksi kimia, pertama‐ tama perlu kita fahami tentang kandungan energi dalam sebuah benda. Kita sendiri tidak tahu berapa besar energi yang kita miliki, namun kita tahu berapa besar energi (kalori) yang masuk kedalam tubuh melalui makanan atau pertambahan energi, begitupula kita dapat mengukur berapa besarnya energi yang kita keluarkan untuk mengangkat 50 kg beras atau terjadinya penurunan energi. Oleh sebab itu pengukuran energi selalu menggunakan perubahan energi. Gambar 10.14, Reaksi kimia yang menghasilkan energi seperti CaO + H2O Æ Ca(OH)2 + panas Entalphi (H) didefinisikan sebagai kandungan energi dari suatu zat pada tekanan tetap. Karena tidak mungkin mengukur entalphi, maka yang kita ukur selalu perubahan entalphi (∆H). Untuk lebih mudahnya kita cermati kejadian ini, beberapa gram kapur tohor (CaO) dimasukan kedalam gelas yang berisi air, dan diaduk, dan proses pelarutan terjadi dalam hal ini terjadi reaksi antara air dan kapur tohor. Apa yang terjadi? Reaksi ini meghasilkan panas. Dalam hal ini, panas berpindah dari system ke lingkungan. Proses reaksi ini dapat disederhanakan dalam persamaan reaksi dibawah ini : CaO + H2O Æ Ca(OH)2 dan panas Jika reaksi berlangsung dari zat A berubah menjadi zat B, maka ∆ H, selalu diukur dari H hasil – H reaktan, sehingga secara umum : ∆H = H B ‐ H A, perhatikan Gambar 10.15. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 10.15. Konsep Entalphi pada perubahan zat. 188 Besarnya perubahan entalphi pembentukan suatu zat telah diukur secara eksperimen, pengukuran ∆H pada 25oC 1atm dinyatakan sebagai ∆Ho (perubahan entalphi standar) Persamaan reaksi dapat dilengkapi dengan informasi energi yang menyertainya, umumnya dituliskan dengan menambahkan informasi perubahan energi (∆H) disebelah kanannya. Berdasarkan ∆H kita dapat bagi menjadi dua jenis reaksi yaitu reaksi eksoterm dan endoterm, lihat Bagan 10.16. Reaksi Eksoterm adalah reaksi yang menghasilkan panas/kalor. Pada reaksi inin ∆H bernilai negatif, sehingga ∆H produk lebih kecil dibandingkan dengan ∆H reaktan. C + O2 → CO2 ∆H = ‐94 Kkal/mol Reaksi endoterm merupakan reaksi yang menyerap panas, ∆H reaksi ini bernilai positif, sehingga ∆H produk lebih besar dibandingkan dengan ∆H reaktannya. CO2 + 2 SO2 → CS2 + 3 O2 ∆H= +1062.5 kJ/mol Dalam termokimia satuan untuk ∆H yang lazim digunakan adalah satuan menurut IUPAC yaitu kJ mol‐1, namun sering juga dipergunakan satuan lain yaitu kalori (kal) atau kilo kalori (Kkal). Hubungan antara kedua satuan tersebut adalah: 1 kJ/mol = 0.24 Kkal/mol 10.5.2. Hukum-hukum dalam Termokimia Dalam mempelajari reaksi kimia dan energi kita perlu memahami hukum‐hukum yang mendasari tentang perubahan dan energi. Hukum kekekalan energi Dalam perubahan kimia atau fisika energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentu lainnya. Hukum ini merupakan hukum termodinamika pertama dan menjadi dasar pengembangan hukum tentang energi selanjutnya, seperti konversi energi. Hukum Laplace Hukum ini diajukan oleh Marquis de Laplace dan dia menyatakan bahwa jumlah kalor yang dilepaskan dalam pembentukan sebuah senyawa dari unsur‐unsurnya sama dengan jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa tersebut menjadi unsur‐unsurnya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 10.16. Jenis reaksi dan entalphinya Reaksi Kimia Membutuhkan Energi ∆H = + Melepaskan Energi ∆H = - 189 Panjabaran dari hukum ini untuk entalphi reaksi ∆H dan kalor reaksi; C + O2 → CO2 CO2 ∆H = ‐94 Kkal → C + O2 ∆H = +94 Kkal Sedangkan untuk kalor reaksi, C + O2 → CO2 ‐94 Kkal CO2 +94 Kkal → C + O2 Untuk reaksi pertama, unsur C bereaksi dengan gas oksigen menghasilkan karbondioksida dan kalor sebesar 94 Kkal. Sedangkan reaksi kedua karbondioksida terurai menjadi unsur C dan gas oksigen dengan membutuhkan kalor sebesar 94 Kkal. Dari sisi tanda, tampak jelas perbedaan antara entalphi reaksi dengan kalor reaksi, jika entalphi bernilai positif maka kalor reaksi bernilai negatif, demikian pula sebaliknya jika entalphi negatif maka kalor reaksi positif. Hukum Hess Hukum ini diajukan oleh Germain Hess, dia menyatakan bahwa entalphi reaksi (∆H) hanya tergantung pada keadaan awal reaksi dan hasil reaksi dan tidak bergantung pada jalannya reaksi. ∆Hreaksi= ∆Hproduk ‐∆Hreaktan Jika suatu reaksi merupakan penjumlahan aljabar dari dua atau lebih reaksi, maka perubahan entalphi (∆H) atau kalor reaksinya juga merupakan penjumlahan aljabar dari (∆H) yang menyertai reaksi. Untuk lebih mudah memahaminya kita perhatikan Bagan 10.17. Berdasarkan persamaan reaksi gas karbon dioksida dapat terbentuk melalui dua tahap, yang pertama pembentukan karbonmonoksida dari unsur‐unsurnya dan dilanjutkan dengan oksidasi dari karbonmonoksida menjadi karbondioksida. Penjumlahan aljabar ∆Hreaksi dari setiap tahap reaksi juga dilakukan sesuai dengan tahap reaksi, maka ∆Hreaksi dari pembentukan gas Karbon dioksida juga dapat dilakukan. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 10.17. Penjumlahan aljabar reaksi dan entalphi menurut Germain Hess 190 Berdasarkan berbagai jenis reaksi, maka kita juga dapat mengembangkan jenis kalor reaksi atau ∆H yang disesuaikan dengan jenis reaksinya, ada empat jenis kalor reaksi yaitu kalor reaksi pembentukan, penguraian, pembakaran dan pelarutan. Keempat klasifikasi tersebut disederhanakan dalam bagan pada Bagan 10.18. 10.5.3. Bagan 10.18. Hubungan antara jenis reaksi dengan perubahan etalphi dan kalor reaksi ∆H pembentukan Entalphi pembentukan adalah entalphi pembentukan satu mol senyawa dari unsurnya. Entalphi pembentukan standar adalah entalphi reaksi pembentukan yang pada 25oC dengan tekanan 1 atm. reaksi unsur‐ (∆Hof) diukur Dari definisi tersebut yang perlu kita cermati adalah pembentukan satu mol senyawa, dari unsur‐ unsurnya, perhatikan contoh; H2 (g) + ½ O2 (g) → H2O (l) ∆Hof = ‐ 286 kJ/mol C (s) + O2 (g) → CO2 (g) ∆Hof = ‐ 393.6 kJ/mol ½ N2 (g) + ½ O2 (g) → NO (g) ∆Hof = + 40.3 kJ/mol Dari reaksi yang dibentuk satu mol air, sedangkan koofisien unsur‐unsurnya mengikuti persamaan reaksinya saja, jika yang dibentuk 2 mol senyawa air maka entalphi reaksinya juga meningkat dua kalinya. Harga entalphi pembentukan standar menjadi dasar dalam perhitungan harga‐harga entalphi lainnya, perhatikan Tabel 10.2. 10.5.4. ∆H penguraian Entalphi penguraian merupakan kebalikan dari entalphi pembentukan, yaitu entalphi reaksi penguraian dari satu mol senyawa menjadi unsur‐ unsurnya. Jika pengukuran entalphi pada keadaan 25oC dengan tekanan 1 atm, maka kita akan dapatkan entalphi penguraian standar (∆Hod). H2O (l) → H2 (g) + ½ O2 (g) ∆Hod = 286 kJ/mol CO2 (g) → C (s) + O2 (g) ∆Hod = + 393.6 kJ/mol NO (g) → ½ N2 (g) + ½ O2 (g) ∆Hod = ‐ 40.3 kJ/mol Tampak jelas dari reaksi bahwa harga entalphi pembentukan berlawanan dengan entalphi penguraian. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 10.2. Entalphi pembentukan standar beberapa senyawa Reaksi Pembentukan ∆Hof kJ/mol ½ N2(g) + 3/2 H2(g) → NH3(g) -46.11 ½ N2(g) + O2(g) → NO2(g) + 33.20 S(s) + O2(g) → SO2(g) -296.83 ½ Cl2(g) + ½ H2(g) → HCl(g) -92.1 2 C(s) + 2 H2(g) → C2H4(g) +52.26 191 10.5.5. ∆H pembakaran Entalphi pembakaran standar adalah entalphi reaksi pembakaran sempurna satu mol senyawa dengan oksigen yang diukur pada keadaan 25oC dengan tekanan 1 atm, lambang entalphi pembakaran standar adalah ∆Hoc. Contoh eltalphi pembakaran standar adalah untuk pembakaran unsure adalah : S(s) + O2(g) → SO2(g) ∆Hoc= -296.83 kJ/mol Dan untuk pembakaran senyawa : C2H5OH(l) + O2(g) → CO2(g) + H2O(l) ∆Hoc= -66,4 kkal 10.5.6. ∆H pelarutan Entalphi pelarutan adalah entalphi reaksi pelarutan dari satu mol senyawa ke dalam pelarut dan menjadi larutan encer. Entalphi pelarutan standar hasil pengukuran pada 25oC dengan tekanan 1 atm dilambangkan dengan ∆Hos. Jika kita mengencerkan asam sulfat ke dalam air, maka secara perlahan‐lahan kita memipet asam sulfat dan meneteskannya secara tidak langsung ke air melalui dinding tabung reaksi. Jika kita pegang dinding tabung reaksi akan terasa hangat. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pengenceran asam sulfat melepaskan panas dengan persamaan reaksi; H2SO4(aq) + 2H2O ' 2 H3O+ + SO42‐(aq) ∆Hos= ‐ 909.27 kJ/mol Perhitungan energi dalam bentuk kalor reaksi maupun entalphi dapat dilakukan dengan cara lain. Hal ini didasari pada prinsip reaksi yaitu penataan ulang ikatan kimia dari zat‐zat yang bereaksi. Pertama‐tama terjadi pemutusan ikatan kemudian dilanjutkan dengan pembentukan ikatan. Sehingga proses penghitungan energi dapat menggunakan energi ikat dari senyawa yang terlibat dalam reaksi tersebut. Dalam laboratorium, eksperimen dapat dilakukan untuk mengukur ∆H dengan menggunakan kalorimeter (Gambar 10.19). Alat ini bekerja berdasarkan azas Black dimana kalor yang dilepaskan sama dengan kalor yang diterima. Jika zat A suhu x oC dengan zat B dengan suhu yang sama x oC, setelah bercampur dihasilkan zat C yang suhu meningkat menjadi z oC. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar. 10.19. Kalorimeter alat pengukur entalphi reaksi 192 Terjadi perubahan suhu sebesar ∆t = (z‐x) oC. Perubahan mengindikasikan bahwa reaksi menghasilkan panas. Perhitungan entalphi dapat diketahui dengan persamaan: q = m . c . ∆t Bagan 10.20. Penyelesaian contoh soal kalorimetri q: Kalor reaksi m : massa zat (gram) ∆t : perubahan suhu (oC) c : Kalor jenis zat cair (J/g oC). Perhatikan contoh soal; 50 mL HCl 1 M, direaksikan dengan 50 mL NaOH 1M kedua‐duanya memiliki suhu 27oC, setelah bereaksi suhu meningkat menjadi 33.5 oC, Kalor jenis larutan: 4.18 J/gK dimana massa jenis larutan : 1 g/mL. Tentukan entalphi reaksi, penyelesaian soal terdapat pada Bagan 10.20. 10.6. Energi Ikatan Energi ikatan atau energi ikat merupakan energi yang dipergunakan untuk memutuskan ikatan antar atom dari satu mol senyawa dalam bentuk gas dan dihasilkan atom‐atom gas. Perhatikan reaksi penguraian gas hidrogen berikut; H2 (g) → H (g) + H (g) ∆H = + 436 kJ/mol Dari persamaan tampak bahwa gas H2 terputus ikatan dan menjadi‐atom H dalam bentuk gas. Untuk memutuskan 1 mol H2 diperlukan energi sebesar 436 kJ. Perhitungan entalphi reaksi berdasarkan energi ikat: Data energi ikatan dapat dilihat pada Tabel 10.3. Untuk mempermudah perhitungan entalphi dengan menggunakan energi ikat, dapat mencermati contoh soal sebagai berikut. Tentukan entalphi reaksi dari peruraian 73 gram Asam Klorida (HCl) dalam bentuk uap, dimana Ar dari atom H : 1 dan Cl : 35.5. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 10.3. Energi ikat antar atom dari beberapa senyawa Ikatan Energi ikat rata‐rata kJ/mol H-Cl 433 Cl-Br 218.3 Cl-I 210.3 N-H 391 O-H 463 C-H 415 C-O 356 C=O 724 C-N 292 C=N 619 C≡N 879 C-C 348 C=C 607 C≡C 833 193 Diketahui berat HCl = 73 gram, Mr dari HCl = 36.5 Data energi ikat H‐Cl = 433 kJ/mol, H‐H = 436 kJ/mol dan Cl‐Cl : 342.6 kJ/mol. Selanjutnya kita tuliskan persamaan reaksinya HCl(g) → ½ H2(g) + ½ Cl2(g) H‐Cl (g) → ½ (H‐H)(g) + ½ (Cl‐Cl)(g) ∆H = 433 – {(½ . 436) + (½ . 342.6)} ∆H = 43.7 kJ/mol, Energi yang dibutuhkan adalah 43.7 kJ untuk setiap molnya. Untuk 2 mol HCl, dibutuhkan energi sebesar ∆H = 87.4 kJ. 10.7. Kalor bakar pembakaran berbagai bahan Bahan bakar yang kita pergunakan berasal dari hasil pengolahan minyak bumi, untuk hal tersebut kita akan bahas tentang minyak bumi. 10.7.1. Komposisi Minyak Bumi Minyak bumi memiliki adalah senyawa hidrokarbon (Hidrogen‐karbon) dan berupa campuran. Senyawa hidrokarbon sebanyak 50‐98% berat, dan sisanya merupakan senyawa organik yang mengandung belerang, oksigen, dan nitrogen serta senyawa‐senyawa anorganik seperti vanadium, nikel, natrium, besi, aluminium, kalsium, dan magnesium. Komposisi minyak bumi disederhanakan dalam Tabel 10.4. Jika kita fokuskan pada senyawa yang ada dalam minyak bumi, maka kita dapat mengklasifikasikannya menjadi tiga bagian yaitu golongan hidrokarbon dan non‐ hidrokarbon serta senyawa‐senyawa logam. Senyawa hidrokarbon Golongan hidrokarbon‐hidrokarbon yang utama adalah parafin, olefin, naften, dan aromatik. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel. 10.4. Komposisi unsur yang dikandung minyak bumi Unsur Persen Karbon Hidrogen Oksigen Sulfur Nitrogen 84‐87 11‐14 0‐3 0‐1 0‐2 19 94 k se enyawa yan ng memiliki ciri khas sebagai Parafin merupakan kelompok h jenuh (alkaana), CnH2n+22. Senyawa ini i juga dap pat kita senyawa hidrokarbon kelompokkkan ke dalam m normal paaraffin, dan yyang memiliki gugus cab bang. Kelompok normal parraffin melipu uti metana (CH4), etanaa (C2H6), n‐b butana (C4H10), dan d yang memiliki m gugus cabangg seperti issobutana (2 2‐metil propana, C4H10), isopeentana (2‐m metilbutana, C5H12), dan n isooktana (2,2,4‐ trimetil peentana, C8H18). Jumlah se enyawa yangg tergolong ke dalam seenyawa yang mem miliki gugus cabang jau uh lebih ban nyak daripada senyawaa yang tergolong normal paraafin. Olefin adaalah merupaakan kelomp pok senyawa senyawa hidrokarbon n tidak jenuh, CnH2n (Alkena). Contohnyya etilena (C2H4), propena (C3H6), dan butena (C4H8). Naftena merupakan m k kelompok senyawa hid drokarbon jeenuh bentukk siklis (cincin) deengan rumu us molekul CnH2n. strukttur cincinnyya tersusun atas 5 atau 6 attom karbon n, seperti siklopentan na (C5H10), metilsiklopeentana (C6H12) daan siklohekssana (C6H12). ) Dalam minyak bumi mentah, n naftena merupakan kelompok senyawa hidrokarbon yyang memiliki kadar terb banyak kedua seteelah normal parafin. Aromatik adalah kelo ompok senyyawa hidro okarbon tidaak jenuh, dengan d ekul, cincin benzen (C6H6). Beberap pa contoh molekul m kerangka utama mole b (C6H6), metilbenzen (C7H8), dan naftaleena (C10H8) (C C10H8). aromatik benzene Senyawa Non N Hidrokarbon Senyawa non n hidrokaarbon seben narnya adalaah senyawa hidrokarbon n yang mengandu ung atom atau a unsur anorganik seperti beelerang, nittrogen, oksigen, vanadium, v n nikel dan naatrium. Umu umnya unsu ur ini terikatt pada rantai atau cincin hid drokarbon. Kehadiran K unsur ini meenurunkan kkualitas oses pengolaahan minyakk bumi. serta menggganggu pro Bahan ba akar hasil pengolaha an minyak bumi m b bahan bakar Hasil penggolahan minyak bumi merupakan dan dapatt kita golonggkan kedalam m beberapaa kelompok; gas‐gas hidrokarbon ringan, bensin (gasoline), kerosin, m diessel, minyak bahan bakar pesawaat jet dan minyak n produk‐produk lainn nya, perhatikan bagan bakar dan 10.21. okarbon ringgan merupaakan senyawa parafin Gas hidro dengan titik didih normal <30oC pada tekanan satu g seperti metana (C CH4), etana atmosfer berwujud gas, opana (C3H8), dan n‐bu utana (C4H10). Propana (C2H6), pro dan butan na biasanya dicairkan un ntuk dijual ssebagai LPG (Liquefied Petroleum Gases) G bahan bakar rum mah tangga. 10.7.2. Kimia Kesehata an, Direktorat Pem mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007 Bagan 10.21. Hasill pengolahan n minyak bu umi Min nyak Bumi Gaas (hidrokarbon ringaan) Bensin (G Gasolin) Kerrosin, minyyak diesel, jet Minyakk bakar Produk lainnya 195 Produk utama pengolahan minyak bumi awalnya adalah Bensin yang merupakan campuran kompleks dari ratusan hidrokarbon dan memiliki rentang pendidihan antara 30‐200oC. Bensin adalah bahan bakar alat transportasi darat (mobil). Kerosin, bahan bakar pesawat jet dan minyak diesel rentang titik didih yang mirip. Kerosin disebut juga dengan minyak tanah dan digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga, memiliki rentang titik antara 175‐275 oC. Bahan bakar pesawat jet memiliki dua daerah rentang titik didih, yang pertama antara 175‐290oC di pergunakan untuk keperluan sipil, dengan kadar aromatik maksimum 20% volum. Sedangkan untuk keperluan militer rentang didihnya antara 65‐290 oC dengan kadar aromat maksimum 25% volum. Minyak diesel adalah bahan bakar untuk mesin diesel sering disebut dengan solar. Minyak diesel memiliki rentang titik didih antara 175‐340oC. Sedangkan untuk mesin diesel kereta api rentang titik didihnya antara 180‐370 oC. Produk minyak bakar dibagi dalam lima jenis yaitu minyak bakar no. 1, no. 2, no. 4, no. 5 dan no. 6. Minyak bakar no. 1 sangat mirip kerosin tetapi memiliki rentang titik akhir pendidihan lebih tinggi. Minyak bakar no. 2 adalah minyak diesel untuk industry sangat mirip dengan minyak diesel otomotif. Minyak bakar no. 1 dan no. 2 serta kerosin, bahan bakar pesawat jet dan minyak diesel biasa disebut sebagai BBM distilat (distillate fuels). Minyak bakar no. 4, no. 5 dan no. 6 dikenal dengan BBM residu, merupakan hasil sisa destilasi minyak bumi. Minyak bakar no. 4 adalah yang paling ringan di antara ketiganya. Minyak bakar no. 5 masih berupa cairan pada suhu di atas 10 oC sedangkan minyak bakar no. 6 harus dipanaskan terlebih dahulu untuk bisa mencair. Produk‐produk lain dari proses pengolahan minyak bumi, masih sangat bermanfaat seperti minyak pelumas, waxes (lilin), greases (gemuk), aspal dan kokas. 10.7.3. Kalor pembakaran bahan bakar Ban bakar merupakan sumber energi utama yang dipergunakan dalam kehidupan sehari‐hari. Para ibu rumah tangga mengandalkan gas elpiji atau minyak tanah sebagai sumber panas yang dipergunakan untuk memasak. Kendaraan bermotot menggunakan bensin atau gasoline dan solar untuk sebagai sumber energi untuk menggerakkan mesin. Pembangkit listrik tenaga diesel juga menggunakan bahan bakar minyak bakar untuk membangkitkan listrik. Bagaimana bahan bakar dibakar dan menghasilkan energi merupakan hal yang sangat kita butuhkan. Beberapa senyawa‐senyawa yang ada dalam minyak bumi merupakan contoh mudah kita amati. Misalnya gas butana yang ada dalam gas elpiji : C4H10 + 4,5 O2 → 4 CO2 + 5 H2O ∆H = ‐685,6 kkal/mol Untuk setiap mol dihasilkan 685,6 kkal, anda dapat mengecek berapa kg gas yang ada di dapur dan kamu dapat menghitung berapa panas yang dihasilkan. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 196 Contoh lainnya kita ambil dari beberapa senyawa yang tergolong dalam kelompok parafin, olefin dan naften. Parafin : CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O ∆H = ‐192 kkal C4H10 + 4,5 O2 → 4 CO2 + 5 H2O ∆H = ‐685,6 kkal Olefin : C2H4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O ∆H = ‐647,1 kkal C3H6 +4,5 O2 → 3 CO2 + 3 H2O ∆H = ‐646,1 kkal Naften : C5H10 + 7,5 O2 → 5 CO2 + 5 H2O ∆H = ‐ 793.5 kkal C6H12 + 9 O2 → 6 CO2 + 6 H2O ∆H = ‐944,5 kkal Dari data diatas tampak bahwa semakin banyak jumlah atom karbon mengapa semakin besar panas yang dihasilkan yang diindikasikan dengan besarnya ∆H yang dihasilkan. 10.8. Termodinamika Dalam pembahasan termodinamika sebaiknya kita mencoba mencermati sistem dan lingkungan. Jika suatu reaksi menghasilkan energi, maka energi mengalir dari sistem ke lingkungan. Demikian pula jika reaksi membutuhkan energi, energi akan mengalir dari lingkungan ke system (Gambar 10.22). Sehingga jelas bahwa energi yang lepas sama dengan energi yang diterima, tidak ada energi yang hilang merupakan prinsip kekekalan energi atau hukum pertama termodinamika. Jika sistem menyerap energi/kalor, maka sebagian energi dipergunakan untuk melakukan kerja (W), seperti menyeimbangkan dengan keadaan luar. Sebagian lagi disimpan dalam sistem dan dipergunakan untuk penyusunan atau penataan atom‐atom dalam reaksi kimia. Energi yang disimpan ini disebut dengan Energi dalam dengan lambang E. Jika sebuah sistem menyerap energi dan tidak melakukan usaha, maka energi/kalor yang diserap sama dengan Energi dalam, dalam hal ini q = ∆E Jika energi yang diserap dipergunakan untuk melakukan usaha dan juga untuk perubahan kimia, maka total Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 10.22. Sistem dan lingkungan dan hubungan antara kalor, energi dalam dan entalphi 197 energi yang dipergunakan sebesar W yang setara dengan pV. Juga digunakan untuk reaksi kimia sebesar E, kuantitas energi ini dikenal dengan Entalphi (H), sehingga H = E + pV (Gambar 10.21). Kalor atau energi yang diserap pada tekanan tetap setara dengan; q = ∆H 10.8.1. Hukum kedua termodinamika Hukum kekekalan energi tidak dapat menjawab tentang energi yang terkait dengan karakteristik reaksi kimia, Apakah energi yang diserap atau dilepas dari sistem dapat menjelaskan kecenderungan sebuah kimia berlangsung secara spontan atau secara tidak spontan, juga tidak dapat menjelaskan kemana arah reaksi, apakah reaksi reversibel (dapat balik) atau tak reversibel (tidak dapat balik). Selanjutnya hukum ini juga tidak mampu menjelaskan apakah reaksi kimia dapat berlangsung atau tidak dapat berlangsung. Penjelasan tentang kalor dengan reaksi kimia dijelaskan oleh fungsi‐fungsi keadaan baru. 10.8.2. Entropi (S) Jika kita membuka botol parfum, maka kita mencium aroma yang harum. Harum yang kita buka terkait dengan sifat senyawa yang mudah menguap suhu kamar, dapat kita katakan zat tersebut memiliki kecenderungan untuk terurai. Kecenderungan zat terurai atau berlangsungnya reaksi secara spontan dapat dijelaskan dengan perubahan entropi yang disederhanakan ke dalam; ∆S ≥ q T ∆S = Perubahan entropi q = kalor T = temperatur (K) Secara umum peningkatan entropi dalam suatu proses selalu lebih besar atau sama dengan kalor yang diserap dalam temperatur tertentu. Agar lebih fokus dan sederhana, dijabarkan kedalam q ....(1) T q ∆S = ....( 2) T ∆S > Pertidaksamaan yang pertama menunjukkan bahwa reaksi berlangsung secara spntan dan proses tidak reversibel, proses tidak dapat berubah pada arah yang berlawanan dengan hanya memberikan perubahan yang kecil pada salah satu variabelnya. Sedangkan bentuk persamaan (persamaan kedua) menunjukkan bahwa reaksi dapat berlngsung pada arah yang berlawanan. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 198 Jika terhadap sistem diberikan satu perubahan kecil pada salah satu variabelnya. Untuk reaksi dengan nilai entropi; ∆S < q T menunjukkan reaksi yang tidak mungkin berlangsung secara spontan. Kombinasi hukum termodinamika pertama dan kedua dengan menghubungkan fungsi keadaan etalphi (dengan proses pada tekanan tetap). Kombinasi ini dapat memberikan informasi yang sederhana kepada kita tentang apakah reaksi dapat berlangsung atau tidak berlangsung, proses detil perhatikan Bagan 10.24. Kombinasi ini menghasilkan Persamaan Energi bebas Gibbs yang didapat dari persamaan entropi dan entalphi. Hal ini mengindikasikan bahwa selisih atau tidak selisih dari kedua fungsi keadaan memberikan informasi baru tentang keadaan reaksi. Sehingga energi bebas Gibbs didefinisikan sebagai energi yang menyertai reaksi merupakan ukuran pasti kecenderungan reaksi. Nilai energi bebas Gibbs mengindikasikan apakah reaksi berlangsung sampai akhir atau tidak, dengan persamaan Persamaan tersebut adalah : G = H − TS ∆GT , p ≤ 0 dimana ∆G = Energi bebas Gibbs. Jika ∆G sangat besar dan tandanya negatif menunjukkan bahwa reaksi berlangsung sampai akhir, sebaliknya jika ∆G bernilai kecil dan bertanda negatif menunujukan ada kemungkinan reaksi berlangsung pada satu arah sampai pada titik tertentu untuk reaksi selanjutnya akan menjadi nol dan reaksi berjalan pada arah balik. Pada kondisi ∆G = 0, reaksi dikatakan secara termodinamika reversibel. 10.8.3. Hukum ketiga termodinamika q perubahan entropi T suatu zat dapat mencapai nilai absolutnya pada suhu tertentu, sehingga pengukuran perubahan entropi dari satu suhu tersebut ke suhu lainnya. Berdasarkan persamaan ∆S ≥ Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 10.24. Penurunan Energi bebas Gibbs dari entropi keseimbangan q T ( p, tetap ) ∆S = H T T∆S = H ∆S = pertidaksamaan T∆S ≠ H G = H − T∆S persamaan, keseimbangan GT , p = 0 199 Hukum ketiga termodinamika memberikan dasar untuk menetapkan entropi absolut suatu zat, yaitu entropi setiap kristal sempurna adalah nol pada suhu nol absolut atau nol derajat Kelvin (K). Pada keadaan ini setiap atom Tabel 10.5. Entropi dan Energi bebas Gibbs pembentukan standar yang pada posisi yang pasti dan memiliki energi dalam diukur pada 25oC tekanan 1 atm terendah. Entropi dan energi bebas Gibbs juga merupakan fungsi keadaan sehingga kedua besaran ini memiliki nilai pada keadaan standart, seperti halnya dengan entalphi. Hasil pengukuran standart untuk entropi dan Energi bebas Gibbs juga dilakukan pada keadaan 25oC dan dengan tekanan 1 atm. Energi bebas Gibbs pembentukan standart memiliki arti perubahan energi bebas yang menyertai reaksi pembentukan satu mol senyawa dari unsur‐unsur penyusunnya. Demikian pula untuk entropi standar yang dapat dipergunakan untuk menentukan entropi reaksi sebagai harga pembandingnya. Entropi dan Energi bebas Gibbs standar pembentukan, disajikan pada Tabel 10.5. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Senyawa So [J/K.mol] ∆Gof [kJ/mol] Ag2O(s) 121.3 -11.21` Br2 (l) 152.23 Br2 (g) 245.35 C (s) 5.74 0 CH3OH (l) 126.8 -166.36 CH3OH (g) -162.00 CO(g) 197.56 -137.15 CO2 (g) 213.68 -394.37 Cl2 (g) 222.96 0 Cl2O(g) 266.10 97.9 H2 (g) 130.57 0 H2O(l) 69.95 -237.19 H2O(g) 188.72 -228.58 NO2(g) 239.95 51.30 N2O4(g) 304.18 97.82 PCl3 (l) 217.1 -272.4 PCl3 (g) 311.7 -267.8 200 RANGKUMAN 1. Setiap perubahan kimia atau reaksi kimia selalu diikuti oleh perubahan energi, perubahan energy dalam bentuk panas (thermo) dan dalam bentuk listrik (electro), sehingga pengkajian reaksi kimia dan energi yang menyertai reaksi dalam bentuk panas dikenal dengan termokimia sedangkan energi dalam bentuk listrik dikenal dengan elektrokimia. 2. Entalphi (H) didefinisikan sebagai kandungan energi dari suatu zat pada tekanan tetap. Karena tidak mungkin mengukur entalphi, maka yang diukur adalah perubahan entalphi (∆H). 3. Untuk reaksi eksoterm adalah reaksi yang menghasilkan panas/kalor. Pada reaksi ini ∆H bernilai negatif, sehingga ∆H produk lebih kecil dibandingkan dengan ∆H reaktan. C + O2 → CO2 ∆H = ‐94 Kkal/mol 4. Untuk reaksi endoterm merupakan reaksi yang menyerap panas, ∆H reaksi ini bernilai positif, sehingga ∆H produk lebih besar dibandingkan dengan ∆H reaktannya. CO2 + 2 SO2 → CS2 + 3 O2 ∆H= 1062.5 kJ/mol 5. Hubungan satuan energi dari persamaan diatas adalah : 1 kJ/mol = 0.24 Kkal/mol 6. Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentu lainnya. Hukum ini merupakan hukum termodinamika pertama dan menjadi dasar pengembangan hukum tentang energi selanjutnya. 7. Marquis de Laplace menyatakan bahwa jumlah kalor yang dilepaskan dalam pembentukan sebuah senyawa dari unsur‐ unsurnya sama dengan jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa tersebut menjadi unsur‐unsurnya. Pembentukan : C + O2 → CO2 ∆H = ‐94 Kkal Penguraian : CO2 → C + O2 ∆H = +94 Kkal 8. Dari sisi tanda, tampak jelas perbedaan antara entalphi reaksi dengan kalor reaksi, jika entalphi bernilai positif maka kalor reaksi bernilai negatif, demikian pula sebalik jika entalphi negatif maka kalor reaksi positif. 9. Entalphi pembentukan adalah entalphi reaksi pembentukan satu mol senyawa dari unsur‐unsurnya. Entalphi pembentukan standar (∆Hof) adalah entalphi reaksi pembentukan yang diukur pada 25oC dengan tekanan 1 atm. 10. Entalphi penguraian meruapakan kebalikan dari entalphi pembentukan, yaitu entalphi reaksi penguraian dari satu mol senyawa menjadi unsur‐unsurnya. Jika pengukuran entalphi pada keadaan 25oC dengan tekanan 1 atm, maka kita akan dapatkan entalphi penguraian standar (∆Hod). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 201 11. Entalphi pembakaran standar adalah entalphi reaksi pembakaran sempurna satu mol senyawa dengan oksigen yang diukur pada keadaan 25oC dengan tekanan 1 atm, lambang entalphi pembakaran standar adalah ∆Hoc. 12. Entalphi pelarutan adalah entalphi reaksi pelarutan dari satu mol senyawa kedalam pelarut dan menjadi larutan encer. Entalphi pelarutan standar hasil pengukuran pada 25oC dengan tekanan 1 atm dilambangkan dengan ∆Hos 13. Energi ikatan atau energi ikat merupakan energi yang dipergunakan untuk memutuskan ikatan antar atom dari satu mol senyawa dalam bentuk gas dan dihasilkan atom‐ atom gas. 14. Perhitungan entalphi reaksi berdasarkan energi ikat: 15. Energi yang lepas sama dengan energi yang diterima, tidak ada energi yang hilang merupakan prinsip kekelan energi atau hukum pertama termodinamika. 16. Minyak bumi memiliki adalah senyawa hidrokarbon (Hidrogen‐karbon) dan berupa campuran. Senyawa hidrokarbon sebanyak 50‐98% berat, dan sisanya merupakan senyawa organik yang mengandung belerang, oksigen, dan nitrogen serta senyawa‐senyawa anorganik seperti vanadium, nikel, natrium, besi, aluminium, kalsium, dan magnesium. 17. Hasil pengolahan minyak bumi merupakan bahan bakar dan dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok; gas‐gas hidrokarbon ringan, bensin (gasoline), kerosin, bahan bakar pesawat jet dan minyak diesel, minyak bakar dan produk‐ produk lainnya 18. Gas hidrokarbon ringan merupakan senyawa parafin dengan titik didih normal <30oC pada tekanan satu atmosfer berwujud gas, seperti metana, etana, propana, dan n‐ butana. 19. Produk utama pengolahan minyak bumi awalnya adalah Bensin yang merupakan campuran kompleks dari ratusan hidrokarbon dan memiliki rentang titik didih antara 30‐ 200oC. 20. Kerosin disebut juga dengan minyak tanah dan digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga, memiliki rentang titik antara 175‐275 oC. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 202 21. Bahan bakar pesawat jet memiliki dua daerah rentang titik didih, yang pertama antara 175‐290oC dan dengan kadar aromatik maksimum 20% volum di pergunakan untuk keperluan sipil. 22. Sedangkan untuk keperluan militer rentang didihnya antara 65‐290 oC dengan kadar aromat maksimum 25% volum. 23. Minyak diesel adalah bahan bakar untuk mesin diesel sering disebut dengan solar, memiliki rentang titik didih antara 175‐340oC. 24. Sedangkan untuk mesin diesel kereta api rentang titik didihnya antara 180‐370 oC. 25. Produk minyak bakar dibagi dalam lima jenis yaitu minyak bakar no. 1, no. 2, no. 4, no. 5 dan no. 6, dengan kegunaan yang berbeda, namun secar keseluruhan diolah sebagai bahan bakar. 26. Produk‐produk lain dari proses pengolahan minyak bumi, masih sangat bermanfaat seperti minyak pelumas, waxes (lilin), greases (gemuk), aspal dan kokas. 27. Kecenderungan berlangsungnya reaksi atau kespontanan dapat dijelaskan dengan perubahan yang disederhanakan kedalam; ∆S ≥ q T 28. Energi bebas Gibbs didefinisikan sebagai energi yang menyertai reaksi yang merupakan ukuran pasti kecenderungan reaksi. 29. Nilai energi bebas Gibbs mengindikasikan apakah reaksi berlangsung sampai akhir atau tidak, dengan persamaan G = H − TS ∆GT , p ≤ 0 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 203 Pilihlah salah satu jawaban yang benar 1. Diketahui reaksi‐reaksi berikut: UH = A Kkal S(p) + O2(g) → SO2(g) 2 SO2(g) + O2(g) → 2SO3(g) UH = B Kkal Perubahan entalpi (UH) untuk reaksi berikut: 2S(p) + 3O2(g) → 2SO3(g) adalah: a. (A + B) Kkal b. (2A + B) Kkal c. (2A ‐ B) Kkal d. (A + 2B) Kkal 2. Kalor pembentukan AgNO3 = 23 Kkal/mol Pernyataan ini dapat ditulis: a. Ag+ + NO3‐ → AgNO3 + 23 Kkal b. 2 Ag(p) + N2(g) + 3O2(g) → 2 AgNO3 + 46 kkal c. 2 Ag(p) + 2 HNO3 → 2 AgNO3 + 46 Kkal d. Ag2O(p) + N2O5(g) → 2 AgNO3 + 46 Kkal 3. Jika diketahui kalor pembentukan Fe3O4 = 226 Kkal dan kalor pembentukan H2O(g) = 58 Kkal, maka kalor reduksi 3 Fe + 4 H2O(g) → Fe3O4 + 4H2 adalah: a. ‐6 Kkal b. ‐ 208 Kkal c. 324 Kkal d. 498 Kkal 4. Persamaan reaksi 2 CO + O2 → 2 CO2 + 136,6 Kkal menyatakan bahwa pembakaran 1 mol CO terjadi perubahan entalpi sebesar: a. 136,6 Kkal b. ‐136,5 Kkal c. ‐68,3 Kkal d. 68,3 Kkal 5. Pada dasarnya reaksi kimia adalah peristiwa: a. Perubahan wujud b. Pembentukan ikatan c. Pemutusan ikatan d. Pemutusan dan pembentukan ikatan 6. Pada suatu reaksi kimia jika terjadi perpindahan energi dari sistem ke lingkungan, maka energi yang dipindahkan ini berasal dari a. Zat – zat yang bereaksi b. Zat – zat hasil reaksi c. Gesekan selama reaksi d. Perubahan wujut zat Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 UJI KOMPETENSI 204 7. Suatu reaksi kimia dikatakan eksoterm jika terjadi perpindahan panas dari a. Lingkungan ke sistem b. Sistem ke lingkungan c. Reaksi ke sistem d. Lingkungan ke reaksi 8. Jika pada reaksi N2(g) + 2 O2(g) → 2 NO2(g) dibutuhkan panas sebesar 16,2 Kkal, maka UH panas pembentukan NO2 adalah: a. 16,2 Kkal b. ‐16,2 Kkal c. 8,1 Kkal d. ‐8,1 Kkal 9. Dari reaksi: 2 C2H2(g) + 5 O2(g) → 4 CO2(g) + 2 H2O(l) UH = ‐674 Kkal Harga perubahan entalpi diatas menunjukkan: a. b. c. d. UH pembentukan C2H2 dan unsur‐unsurnya UH pembentukan 1 mol C2H2 secara semourna UH pembentukan CO2 dari reaksi C2H2 dan O2 UH reaksi 2 mol C2H2 dengan O2 10. Untuk menguraikan 17 gram NH3(g) (BM = 17) menjadi unsur‐ unsurnya diperlukan energi 11 Kkal, maka panas pembentukan NH3(g) adalah: a. 11 Kkal/mol b. 11/17 Kkal/mol c. ‐11 Kkal/mol d. 14 Kkal/mol 11. Kalor lebur yang diperlukan suatu zat pada waktu zat tadi melebur adalah: a. Menaikkan suhu b. Mematahkan energi ikatan kisi c. Mengubah padat menjadi wujut gas d. Mempertahankan temperatur tetap e. Mempercepat proses peleburan 13. Diketahui : C + 2S → CS2 ‐ 19,7 Kkal S + O2 → SO2 +71,2 Kkal C + O2 → CO2 +79,8 Kkal CS2+3O2→CO2+2SO2 + X Kkal Harga X adalah a. 319,7 Kkal b. 241,9 Kkal c. 188,7 Kkal d. 149,3 Kkal Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 205 14. Dalam suatu proses dimana sistem melakukan kerja sebesar 60 Kkal, sistem tersebut mengalami penurunan energi dalam sebesar 30 Kkal. Dapat disimpulkan bahwa kalor dari proses tersebut adalah: a. 90 Kkal a. ‐30 Kkal b. 60 Kkal c. ‐60 Kkal 15. Entalpi pembentukan standart karbon dioksida sama dengan ‐ 34,3 kJ/mol. Yang manakah di bawah ini yang merupakan entalpi pembakaran standart dari karbon dinyatakan dalam kJ/mol. a. ‐34.3 b. +34.3 c. +197 d. ‐197 16. Pada reaksi pembentukan NO(g) berikut: N2(g) + O2(g) → 2 NO(g) Kalor reaksinya adalah + 43,2 Kkal. Karena reaksi berlangsung tanpa perubahan volume, maka perubahan energi dalam (UU) adalah: a. ‐43,2 Kkal b. ‐21,6 Kkal c. 21,6 Kkal d. 43,2 Kkal 17. Pasangan perubahan manakah dibawah ini yang mengakibatkan suatu sistem kimia mengalami reaksi spontan: a. Berkurangnya entalpi dan entropi b. Bertambahnya entalpi dan entropi c. Entalpi bertambah, entropi konstan d. Entalpi berkurang, entropi bertambah 18. Jika A dan B adalah dua buah unsur gas yang dapat membentuk senyawa AB. Jika diketahui: A + B → AB(g) UH = X A + B → AB(l) UH = Y A + B → AB(s) UH = Z Maka kalor sublimasi AB(s) adalah: a. X ‐ Z b. X + Y + Z c. Z – X d. X – Y – Z Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 206 Bab 11. Sifat Koligatif dan Koloid Standar Kompetensi Memahami koloid, suspensi dan larutan sejati Kompetensi Dasar Mengidentifikasi koloid, suspensi dan larutan sejati Membedakan macam dan sifat koloid Menerapkan system koloid dalam kehidupan Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat menjelaskan sifat koligatif larutan 2. Siswa dapat mengenal beberapa sifat koligatif larutan 3. Siswa dapat mendeskripsikan system dispers 4. Siswa mampu menyebutkan jenis‐jenis koloid 5. Siswa dapat menyebutkan cara‐cara membuat koloid 6. Siswa dapat menyebutkan teknik pemisahan koloid 7. Siswa dapat menyebutkan manfaat koloid dalam kehidupan sehari‐hari 11.1. Sifat Koligatif Larutan Dalam proses pembuatan larutan sudah banyak kita bahas sifat‐sifat kimia. Bercampurnya zat terlarut dengan pelarut tidak hanya memberikan perubahan sifat kimia namun juga perubahan sifat fisika. Sifat‐sifat ini muncul karena keberadaan partikel‐partikel zat terlarut. Kita ambil contoh dalam kehidupan sehari‐hari, jika kita memasak air tentu akan mendidih pada suhu 100oC, namun jika kita masukkan garam ke dalamnya terjadi perubahan suhu mendidihnya. Dalam hal ini tentunya akan terjadi penambahan energi tidak hanya untuk meningkatkan suhu air, namun juga untuk meningkatkan suhu garam. Karena sifat‐sifat tersebut ditentukan oleh jumlah partikel, maka konsentrasi larutan yang dipergunakan adalah fraksi zat terlarut dalam fraksi totalnya atau fraksi pelarut di dalam fraksi totalnya, yang dinyatakan dalam fraksi mol zat (X). Satuan konsentrasi yang juga dipergunakan adalah rasio berat zat terlarut dalam larutannya yaitu molalitas (m), ingat Bab 3, konsentrasi larutan. Perubahan sifat‐sifat ini tidak terbatas pada hanya pada titik didih, namun juga terhadap titik beku dan tekanan uap jenuh serta tekanan osmotik larutan. 11.1.1. Penurunan Tekanan Uap Jenuh Penurunan tekanan uap jenuh larutan akan semakin besar apabila konsentrasi (fraksi mol) dari zat terlarut semakin besar. Tekanan uap suatu zat cair lebih tinggi dari tekanan uap jenuh larutan, perhatikan Gambar 11.1. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 207 Roult meneliti dan banyak melakukan eksperimen dalam berbagai campuran zat dan dia menyimpulkan hubungan antara penurunan tekanan uap suatu zat cair dengan konsentrasi larutannya, Hasil ekperimennya mengantarkan Roult untuk menyederhanakan fenomena tersebut kedalam persamaan seperti dibawah ini : P = P0 . XA dimana; Gambar 11.1. Pengaruh adanya zat terlarut terhadap tekanan uap pelarut A murni dan adanya zat terlarut B P = tekanan uap jenuh larutan P0 = tekanan uap jenuh pelarut murni XA = fraksi mol pelarut Sedangkan penurunan tekanan uap jenuh diakibatkan karena adanya fraksi zat terlarut di dalam pelarut. Sehingga besarnya penurunan sangat tergantung pada fraksi zat ini yang dinyatakan dalam persamaan; 0 ∆P = P . XB dimana ∆P = penurunan tekanan uap jenuh pelarut P0 = tekanan uap jenuh pelarut murni XB = fraksi mol zat terlarut Dari hubungan di atas maka didapat, tekanan uap jenuh larutan: P= P0A ‐ ∆P P = tekanan uap larutan ∆P0A = penurunan tekanan uap jenuh larutan P0A = tekanan uap jenuh pelarut murni Untuk lebih mudah memahaminya mari kita perhatikan contoh soal dibawah ini, Di dalam air terlarut 18% berat glukosa dimana diketahui tekanan uap air pada suhu 30oC adalah 0,7 atm. a. tentukan penurunan tekanan uap jenuh air b. tentukan tekanan uap jenuh larutan pada suhu 30oC Bagan 11.2 Pengaruh adanya zat terlarut terhadap tekanan uap pelarut A murni dan adanya zat terlarut B Beberapa asumsi kita pergunakan yaitu jika berat larutan adalah 100 gram, sehingga kita dapat menentukan berat zat dari zat terlarut Glukosa dengan rumus molekul C6H12O6 Misalkan berat larutan = 100 gram Glukosa (C6H12O6) = 18% x 100=18 gram = 18/180 mol = 0,1 mol Air (H2O) = 100 - 18 gram = 82 gram = 82/18 mol = 4.56 mol Fraksi mol C6H12O6 = 0,1 = 0,02 0,1 + 4.56 a. Penurunan tekanan uap jenuh air (pelarut): ∆P = P0 . XB = 0,7 . 0,02 = 0,015 atm Dengan mengetahui jumlah perubahan tekanan uap mka dapat ditentukan tekanan uap jenuh larutan; b. Tekanan uap jenuh larutan Perhatikan cara penyelesaikan soal ada pada bagan 11.2. disebelah. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 P = P0A - ∆PA = 0,7 – 0,069 = 0,631 atm 208 11.1.2. Jumlah partikel larutan elektrolit dan non elektrolit Sebelum kita bahas kenaikan titik didih dan penurunan titik beku, terlebih dahulu kita bedakan Larutan elektrolit dan larutan non elektrolit dalam kaitannya kandungan partikelnya.Kedua larutan ini walaupun memiliki konsentrasi larutan yang sama, namun memiliki jumlah partikel yang berbeda. Hal ini disebabkan karena larutan elektrolit terurai menjadi ion‐ion sedangkan larutan non elektrolit tidak terionisasi. Untuk larutan non elektrolit, tidak terionisasi C6H12O6 → C6H12O6 Hanya melarut dan terpecah menjadi partikel‐ partikel yang lebih kecil. Sedangkan larutan elektrolit, mengalami ionisasi seperti: HCl → H+ + Cl‐ Pada kasus HCl merupakan elektrolit kuat, sehingga semua terionisasi, jika elektrolit tersebut hanya terionisasi sebagian, maka perlu cara lain untuk melihat banyaknya partikel yang terionisasi seperti yang disajikan pada bagan 11.3. 11.1.3. Kenaikan titik didih Hasil eksperimen Roult menunjukan bahwa Kenaikan titik didih larutan akan semakin besar apabila konsentrasi (molal) dari zat terlarut semakin besar. Titik didih larutan akan lebih tinggi dari titik didih pelarut murni. Hal ini juga diikuti dengan penurunan titik beku pelarut murni, atau titik beku larutan lebih kecil dibandingkan titik beku pelarutnya. Hasil eksperimen ini disederhanakan dalam Gambar 11.4. Bagan 11.3. Jumlah partikel yang terjadi pada proses ionisasi sebagian Jika reaksi ionisasi dengan derajat ionisasi α. α aA → nB Zat A mula-mula : a mol Zat A yang terurai : a α mol Zat A yang tersisa : a - a α mol : a (1-α) mol Zat B yang terbentuk : n a α mol Jumlah mol sesudah ionisasi : Zat A sisa + Zat B yang terbentuk Jumlah mol sesudah ionisasi : a (1-α) m + n a α : a [1+ (n-1) α] Perbandingan jumlah mol sesudah dan sebelum ionisasi adalah : a[1 + (n − 1)α ] a : 1 + (n-1) α Roult menyederhanakan ke dalam persamaan Tb = kb . m Tb = kenaikan titik didih larutan kb = tetapan kenaikan titik didih molal pelarut (kenaikan titik didih untuk 1 mol zat dalam 1000 gram pelarut) m = molal larutan (mol/100 gram pelarut) Perubahan titik didih atau ∆Tb merupakan selisih dari titik didih larutan dengan titik didih pelarutnya, seperti persamaan : ∆Tb = Tb – Tb0 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 11.4. Diagram tekanan dan suhu untuk titik didih dan titik beku dari pelarut dan larutan 209 Hal yang berpengaruh pada kenaikan titik didih adalah harga kb dari zat pelarut. Kenaikan tidak dipengaruhi oleh jenis zat yang terlarut, tapi oleh jumlah partikel/mol terlarut khususnya yang terkait dengan proses ionisasinya. Untuk zat terlarut yang bersifat elektrolit persamaan untuk kenaikan titik didik harus dikalikan dengan faktor ionisasi larutan, sehingga persamaannya menjadi : ∆Tb = kb . m [1 + (n ‐1) α] dimana n = jumlah ion‐ion dalam larutan α = derajat ionisasi Contoh jumlah ion untuk beberapa elektrolit: HCl → H+ + Cl‐, jumlah n = 2 H2SO4 → 2 H+ + SO42‐, jumlah n = 3 H3PO4 → 3 H+ + PO43‐, jumlah n = 4 Agar mudah dimengerti kita ambil perhitungan kenaikan titik didih untuk zat non‐elektrolit dan non elektrolit sebagai perbandingannya. Sebuah larutan gula C6H12O6 dengan konsentrasi sebesar 0.1 molal, jika pelarutnya air dengan harga kb = 0.52 oC/molal. Tentukan titik didih larutan tersebut. Larutan gula tidak mengalami ionisasi sehingga, C6H12O6 → C6H12O6 0.1 molal → 0.1 molal ∆Tb = kb . m ∆Tb = 0.52 . 0.1 ∆Tb = 0.052oC Diketahui titik didih air adalah 100oC, maka titik didih larutan adalah ∆Tb = Tb – Tb0 Tb = 100 + 0.052 Tb = 100.052 oC Sekarang coba kita bandingkan dengan zat yang dapat terionisasi : Sebuah larutan 0.1 molal H2SO4, zat tersebut merupakan asam kuat dengan derajat ionisasi α = 1. jika pelarutnya air, dan harga kb air= 0.52 oC/molal. Tentukan titik didih larutan tersebut. Penyelesaian soal ini ditampilkan pada Bagan 11.5. di sebelah. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 11.5. Penyelesaian soal Titik didih larutan elektrolit. H2SO4 → 2 H+ + SO42-, jumlah n = 3 α=1 m = 0.1 molal kb air= 0.52 oC/molal Perubahan Titik didihnya adalah ∆Tb = kb . m [1 + (n -1) α] ∆Tb = 0.52 . 0.1[1+(3-1).1] ∆Tb = 0.52 . 0.3 ∆Tb =0.156 oC Titik didih larutan ∆Tb = Tb – Tb0 Tb = 100 + 0.156 Tb =100.156 oC Jadi tampak jelas bahwa terjadi perbedaan didih larutan elektrolit dan non elektrolit walaupun konsentrasinya sama-sama 0.1 molal 210 11.1.4. Penurunan Titik Beku Seperti tampak pada diagram pada Gambar 10.4 bahwa kenaikan titik didih diikuti dengan penurunan titik beku suatu larutan. Jika konsentrasi (dalam molalitas) dari zat terlarut semakin besar, maka titik beku larutan semakin kecil. Selisih antara titik beku larutan dengan titik beku pelarut disebut penurunan titik beku. Hubungan penurunan titik beku larutan dengan konsentrasi larutan disederhanakan dalam persamaan dan persamaan ini untuk larutan non elektrolit : ∆Tf = kf . m ∆Tf = penurunan titik beku kf = tetapan penurunan titik beku dari zat pelarut m = molal larutan Untuk larutan elektrolit berlaku persamaan : ∆Tf = kf . m[1 + (n ‐1) α] Hubungan antara perubahan titik beku dengan larutan ditunjukan oleh persamaan : Bagan 11.6. Penyelesaian soal Titik beku larutan non‐elektrolit Penurunan titik beku; ∆Tf = kf . m 0,6mol 100 grambenzol maka dalam 100 gram benzol akan terdapat: 0,6 1000 X = 4 mol (m) 150 ∆Tf = 4,9 X 4 = 19,60C Jadi penurunan titik beku = 19,60C konsentrasi larutan = Titik beku larutan: ∆Tf = Tf0 – Tf 19,6 = 5,6 – Tf Tf = -14 Maka titik beku larutan = -14 0C ∆T f = T f 0 – T f ∆T f = penurunan titik beku T f = titik beku larutan T f 0 = titik beku pelarut Bagan 10.6. Penyelesaian soal Titik beku larutan elektrolit Untuk lebih mudah menggunakan persamaan penurunan titik beku larutan perhatikan contoh soal dibawah ini: H2SO4 → 2 H+ + SO42-, jumlah n = 3 Sebuah senyawa sebanyak 0,6 mol terdapat dalam 150 gram benzol, jika diketahui kf untuk senyawa benzol adalah 4,9 0C/mol dan titik bekunya = 5,6 0C. Tentukan Penurunan titik beku dan titik beku larutan. Penyelesaian dalam Bagan 10.6 disebelah. Sebagai bahan pembanding kita dapat tentukan juga penurunan titik beku larutan untuk senyawa elektrolit sepert Asam sulfat. Larutan 0.1 molal H2SO4, zat tersebut merupakan asam kuat dengan derajat ionisasi α = 1. jika pelarutnya air, dan harga kf air = 2.86 oC/molal. Tentukan titik beku larutan tersebut. Penyelesaian pada Bagan 11.6. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 α=1 m = 0.1 molal kf air= 2.86 oC/molal Perubahan Titik didihnya adalah ∆Tf = kf . m [1 + (n -1) α] ∆Tf =2.86. 0.1[1+(3-1).1] ∆Tf =2.86. 0.3 ∆Tf = 0.858 oC Titik didih larutan ∆Tf = Tf – Tf0 Tf = 0 - 0.858 Tf =- 0.858 oC 211 11.2. Tekanan Osmotik Osmosis adalah proses merembesnya atau mengalirnya pelarut ke dalam larutan melalui selaput semipermiabel. Proses perembesan hanya terjadi dari larutan yang mempunyai konsentrasi yang kecil ke dalam larutan berkonsentrasi besar. Selaput permeabel merupakan selaput yang hanya dapat dilewati oleh partikel‐partikel dengan ukuran tertentu. Tekanan osmotik atau osmosa adalah tekanan yang diperlukan, sehingga terjadi penghentian aliran pelarut ke dalam larutan. Pada Gambar 11.7 besarnya tekanan setara dengan perubahan dari ∆h. Dalam hubungannya dengan konsentrasi larutan Van het Hoff menyimpulkan bahwa Tekanan osmotik larutan akan semakin besar apabila konsentrasi (Molar) dari zat terlarut semakin besar. Menurut Van Het Hoff, maka berlaku: π = C.R.T π = tekanan osmosa (dalam atm) C = konsentrasi zat terlarut mol/L R = konstanta gas = 0,082 atm.L/mol.K T = suhu dalam oK Tekanan osmosa 17 gram suatu zat dalam 1 liter larutan pada suhu 27 oC adalah 1,5 atm. Berapakah berat molekul zat tersebut? Persamaan tekanan osmosa π = C.R.T π = 1.5 atm R = 0.082 atm.L/mol.K T = 273 + 27 = 3000K 1,5 = C . 0,082 . 300 C = 0.061 mol/L BM dari zat tersebut adalah mol = Berat Mr Mr = 278. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 11.7. Percobaan perembesan larutan melalui membran semi permeabel 212 RANGKUMAN 1. Bercampurnya zat terlarut dengan pelarut tidak hanya memberikan perubahan sifat kimia namun juga perubahan sifat fisika. Sifat‐sifat ini muncul karena keberadaan partikel‐partikel zat terlarut. Perubahan sifat meliputi titik didih, titik beku , tekanan uap jenuh dan tekanan osmotik larutan. 2. Rault menyimpulkan hubungan antara penurunan tekanan uap suatu zat cair dengan konsentrasi larutannya dalam persamaan :∆P=P0 . XB, dimana ∆P = perubahan tekanan uap larutan, P0 = tekanan uap jenuh pelarut murni dan XB = fraksi mol pelarut. 3. Untuk larutan non eleltrolit hanya melarut dan terpecah menjadi partikel‐partikel yang lebih kecil. Sedangkan larutan elektrolit, mengalami ionisasi sehingga perlu kalikan dengan persamaan 1 + (n‐1) α, dimana : i = faktor ionisasi, n = jumlah ion dan α = derajat ionisasi. 4. Kenaikan titik didih larutan akan semakin besar apabila konsentrasi (molal) dari zat terlarut semakin besar. ∆Tb = kb . m, untuk larutan elektrolit ∆Tb = kb . m [1 + (n ‐1) α] dimana, Tb = kenaikan titik didih larutan kb = tetapan kenaikan titik didih molal pelarut (kenaikan titik didih untuk 1 mol zat dalam 1000 gram pelarut) dan m = molal larutan (mol/100 gram pelarut) 5. Hubungan penurunan titik beku larutan dengan konsentrasi larutan disederhanakan dalam persamaan ∆Tf = kf . m, untuk larutan elektrolit ∆Tf = kf . m [1 + (n ‐1) α], dimana ∆Tf = penurunan titik beku, kf = tetapan penurunan titik beku dari zat pelarut dan m = molal larutan. 6. Hubungannya dengan konsentrasi larutan Van het Hoff menyimpulkan bahwa Tekanan osmotik larutan akan semakin besar apabila konsentrasi (Molar) dari zat terlarut semakin besar. π = C.R.T , dimana π = tekanan osmosa (dalam atm), C = konsentrasi zat terlarut mol/L, R = konstanta gas = 0,082 atm.L/mol.K dan T = suhu dalam oK. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 213 Sifat Koligatif Larutan 1. Pasangan larutan dengan jumlah partikel yang sama adalah larutan: A. 0.01 M NaCl dan 0.01 M BaCl2 B. 0.01 M BaCl2 dan 0.01 M C6H12O6 C. 0.01 M C6H12O6 dan 0.01 M MgCl2 D. 0.01 M NaCl dan 0.01 M KCl 2. Adanya zat terlarut dapat mengakibatkan A. Meningkatnya tekanan uap B. Meningkatnya tekanan osmotik C. Meningkatnya titik beku D. menurunnya titik didih 3. Harga penurunan titik beku, molal Kf, sangat ditentukan oleh A. Jumlah mol zat per 1000 gram pelarut B. Jumlah mol zat per 100 gram pelarut C. Jenis zat terlarut D. Jenis pelarutnya 4. Kelarutan CaCl2, dalam air pada 0oC adalah 0.54 molal Jika Kf = 1.86, maka penurunan titik beku larutan adalah A. 4.0 oC B. 3.0 oC C. 2.0 oC D. 1.0 oC 5. Berapa jumlah Glukosa (C6H12O6) yang harus ditambahkan ke dalam 250 mL air, agar titik didih larutan menjadi 100.1 oC, diketahui Kb= 0.5, BM Glukosa 342. A. 6.84 gram B. 68.4 gram C. 17.1 gram D. 171 gram 6. Diantara larutan di bawah ini mana yang memiliki titik beku tertinggi, asumsikan harga Kb sama A. 0.5 M NaCl B. 0.5 M CH3COOH C. 0.5 M Mg(OH)2 D. 0.5 M C6H12O6 7. Larutan urea mengalami penurunan titik beku sebesar 0.372, Jika Kf = 1.86 dan Kb= 0.52, Berapa kenaikan titik didihnya A. 2.6 oC B. 1.04 oC C. 0.104 oC D. 0.26 oC Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 UJI KOMPETENSI 214 8. Larutan non elektrolit dibuat dari zat A 6 gram (Mr Zat A 60) dalam 1 liter air, dan larutan zat B dari 18 gram (Mr zat B 180). Maka besarnya tekanan osmotik dari zat A dan B adalah A. Zat A > B B. Zat B > A C. Zat A = B D. Zat A ≤ B 9. Tekanan uap air pada 30oC adalah 31.8 mmHg, jika pada kondisi tersebut terdapat 0.056 mol fraksi zat terlarut, Berapa tekanan uap jenuh larutan. A. 1.78 mmHg B. 30.02 mmHg C. 33.56 mmHg D. 10 mmHg 10. Jika diketahui R = 0.082 L atm/mol K. 1.8 gram glukosa (BM Glukosa 180) dilarutkan ke dalam 100 mL air pada suhu 27oC, Berapa besarnya tekanan osmotik larutan A. 2.46 atm B. 0.246 atm C. 0.123 atm D. 1.23 atm Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 215 11.3. Sistem Disersi Sistem dispersi atau koloid merupakan bagian dari campuran yang memiliki sifat khas karena memiliki ukuran partikel dengan diameter antara 1 ‐ 100 nm. Untuk itu kita tinjau kembali pembagian campuran, sebagaimana ditampilkan dalam bentuk Tabel 11.1. Secara kasat mata, contoh larutan yang mudah kita lihat seperti, larutan garam dapur, gula, cuka dan lainnya, sedangkan koloid misalnya sabun, susu, mentega, agar‐agar, cat dan lain‐lain. Untuk suspensi seperti campuran tepung beras dengan air, dan minyak dengan air. 11.3.1. Macam-macam Koloid Sistem koloid terdiri dari dua fase, yaitu fasa dispersi dan medium pendispersi. Kedua fasa tersebut, dapat berwujud zat cair, zat padat atau berwujud gas. Berdasarkan hubungan antar fase dispersi dan medium dispersi, maka koloid dapat kita kelompokan A. Koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersinya gas dalam medium pendispersinya cair adalah buih atau busa. Contoh untuk koloid ini adalah putih telur yang dikocok dengan kecepatan tinggi. B. Buih atau busa padat adalah jenis koloid yang fasa terdispersinya gas dan medium pendispersinya padat, jenis koloid ini dapat berupa batu apung dan karet busa. C. Koloid dengan fasa terdispersi cair dan medium pendispersinya gas dikenal dengan aerosol cair. Contoh koloid ini adalah kabut, awan, pengeras rambut (hair spray) dan parfum semprot. D. Emulsi merupakan jenis koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersi cair di dalam medium pendispersi cair. Emulsi dapat kita temukan seperti susu, santan, mayonaise dan minyak ikan. E. Koloid yang disusun oleh fasa terdispersi cair dalam medium pendispersi padat disebut dengan emulsi padat atau gel. Koloid ini sering kita jumpai dalam keju, mentega, jeli, semir padat ataupun lem padat. F. Aerosol padat merupakan yang disusun oleh fasa terdispersi padat dengan medium dispersinya berupa gas. Contohnya asap dan debu di udara. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 11.1. Perbandingan larutan koloid dan suspensi Campuran Homogen Campuran Heterogen Ukuran partikel < 1 nm Koloid Ukuran partikel 1‐ 100 nm Suspensi Ukuran partikel >100 nm Jernih Tidak jernih Tidak jernih Satu fase Dua fase Dua fase Stabil Umumnya stabil Tidak stabil Tidak dapat disaring Hanya dapat disaring dengan ultrafiltrasi Dapat disaring Tidak memisah jika didiamkan Tidak memisah jika didiamkan Memisah jika didiamkan Cahaya yang melewati tidak terlihat Cahaya yang melewati jelas terlihat, tetapi partikel tidak Cahaya dan partikel jelas terlihat 216 G. Sol merupakan koloid yang fasa terdispersinya berwujud padat dengan medium pendispersinya berwujud cair. Sol paling banyak kita jumpai seperti, agar‐agar panas, cat, kanji, putih telur, sol emas, sol belerang, lem dan lumpur. H. Jenis koloid yang terakhir adalah koloid yang memiliki fasa terdispersi dan medium pendispersinya zat padat, jenis koloid ini disebut dengan sol padat. Contoh sol padat adalah; batuan berwarna, gelas berwarna, tanah, perunggu, kuningan dan lain‐lain. Berdasarkan ukuran partikel dari fasa terdispersi yang spesifik dan medium pendispersi yang beragam, maka koloid memiliki beberapa sifat utama yaitu : 1. Sistem koloid menunjukan adanya gerak Brown yaitu pergerakan yang tidak teratur (zig‐zag) dari partikel‐partikel koloid, gerakan diamati oleh Robert Brown. Gerakan ini terjadi secara terus menerus akibat dari tumbukan yang tidak seimbang antara medium koloid dengan partikel koloid. Gerak Brown dapat menstabilkan sistem koloid atau mencegah terjadinya pengendapan. Gerakan ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop (lihat Gambar 11.8). 2. Efek Tyndall merupakan penghamburan cahaya oleh partikel‐partikel yang terdapat dalam sistem koloid sehingga berkas cahaya dapat dilihat jelas walaupun partikelnya tidak tampak dan efek ini diamati oleh John Tyndall. Dalam kehidupan sehari‐hari efek Tyndal dapat diamati pada langit yang berwarna biru di siang hari karena adanya pantulan cahaya dari partikel koloid diudara. Demikian pula pada saat matahari terbenam pantulan partikel di udara memberikan warna jingga, lihat Gambar 11.9. 3. Koagulasi koloid adalah pengumpulan dan penggumpalan partikel‐partikel koloid. Peristiwa koagulasi terjadi pada kehidupan sehar‐hari seperti pada pembentukan delta. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Partikel terdispersi Bergerak zig-zag Gambar 11.8. Gerak Brown partikel koloid Gambar 11.9. Effek Tyndall dari partikel koloid 217 tanah liat atau lumpur terkoagulasi karena adanya elektrolit air laut. Proses koagulasi dari karet juga terjadi karena adanya penambahan asam formiat kadalam lateks. Demikian pula halnya dengan lumpur koloid dapat dikoagulasikan dengan tawas yang bermuatan. 4. Sistem koloid juga memiliki daya adsorbsi yang kuat untuk menarik ion atau muatan listrik dan molekul netral. Hal ini disebabkan karena partikel koloid memiliki permukaan yang sangat luas. Misalnya proses penyerapan air oleh kapur tulis, sol Fe(OH)3 dalam air mngandung ion Fe3+ yang diadsorbsi. Sedangkan untuk yang bermuatan negatif adalah molekul As2S3, ion S2‐ yang diadsorbsi. Pemanfaatan sifat adsorbsi dari koloid anatara lain dalam penjernihan air, misalnya penggunaan tawas untuk mengikat kotoran atau zat warna dari tanah (Gambar 11.10). 5. Sistem koloid yang bermuatan dapat ditarik oleh elektroda yang dialiri oleh arus listrik searah. Untuk koloid yang bermuatan negatif bergerak menuju anoda yaitu elektroda positif dan koloid yang bermuatan positif bergerak menuju katoda atau elektroda negatif (Gambar 11.11). Berdasarkan affinitas partikel‐partikel fase dispersi terhadap medium dispersi, maka terdapat dua macam sistem koloid: A. Koloid Liofil (suka cairan) : adalah koloid yang memiliki gaya tarik menarik antara partikel‐ partikel terdispersi dengan medium pendispersi. Medium pendispersi dalam liofil sering disebut juga dengan hidrofil. Partikel koloid juga dapat mengadsorbsi molekul cairan sehingga terbentuk selubung disekeliling partikel koloid. Keberaadan selubung inilah yang menyebabkan koloid liofil lebih stabil. B. Koloid Liofob (takut cairan): adalah koloid yang memiliki gaya tarik menarik yang lemah antara partikel‐partikel terdispersi dengan medium pendispersi. Medium pendispersinya sering disebut dengan hidrofob. Pertikel‐partikel koloid tidak dapat mengadsorbsi pelarutnya sehingga koloid ini kurang stabil dan dapat dengan mudah Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Fe(OH) Fe3 Gambar 11.10. Adsorbsi muatan positif dari koloid Fe(OH)3 AsS3 S2Gambar 11.11. Adsorbsi muatan negatif dari koloid As2S3 218 terkoagulasikan dengan penambahan elektrolit. C. Koloid pelindung adalah koloid yang dapat melindung koloid lain agar tidak terkoagulasikan. Contoh menarik adalah penambahan koloid liofil ke dalam liofob, dimana koloid liofob terbungkus tidak mengumpul, seperti pembuatan es krim agar tidak menggumpat ditambahkan gelatin. Demikian pula halnya dengan cat dan tinta memiliki koloid pelindung agar tidak mengendap atau menggumpal. 11.3.2. Pembuatan Koloid Koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu mengubah partikel‐partikel larutan menjadi partikel koloid kondensasi dan memperkecil partikel suspensi menjadi partikel koloid atau dispersi, perhatikan bagan pada Gambar 11.12. Cara Kondensasi, yaitu dengan jalan mengubah partikel‐partikel larutan sejati yang terdiri dari molekul‐molekul atau ion‐ion menjadi partikel‐ partikel koloid dengan beberapa teknik: Reaksi redoks 2 H2S(g) + SO2(g) → 2 H2O(l) + 3 S(koloid) Reaksi hidrolisis (penambahan molekul air) FeCl2(aq) + 3 H2O(l) → Fe(OH)3(koloid) + 3 HCl(aq) Dekomposisi 2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(aq) → As2S3(koloid) + 6 H2O(l) Pergantian pelarut (metatesis) AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(koloid) + HNO3(aq) Cara Dispersi yaitu dengan jalan mengubah partikel‐ partikel kasar menjadi partikel‐partikel koloid, tiga teknik dapat dipergunakan seperti mekanik, peptipasi dan teknik busur Bredig. Teknik mekanik Cara ini mengandalkan penghalusan partikel kasar menjadi partikel koloid, selanjutnya ditambahkan ke dalam medium pendispersinya. Cara ini dipergunakan untuk membuat sol belerang dengan medium pendispersi air. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Larutan Kondensasi Koloid Dispersi Suspensi Gambar 11.12. Bagan cara pembuatan koloid 219 Peptipasi Pemecahan partikel kasar menjadi partikel koloid, pemecahan dilakukan dengan penambahan molekul spesifik, seperti agar‐agar dengan air, nitroselulosa dengan aseton, Al(OH)3 dengan Al(Cl)3 dan endapan NiS ditambahkan dengan H2S. Teknik busur Bredig Teknik ini digunakan untuk membuat sel logam, logam yang akan diubah ke dalam bentuk koloid diletakan sebagai elektroda dalam medium pendispersinya dan dialiri oleh arus listrik. Atom‐ atom logam akan terpecah dan masuk ke dalam medium pendispersinya. 11.3.3. Pemisahan Koloid Pemisahan koloid: a. Dialisis adalah pemurnian medium pendispersi dari elektrolit, dengan cara penyaringan koloid dengan menggunakan kertas perkamen atau membran yang ditempatkan di dalam air yang mengalir. Mula‐mula koloid dimasukkan dalam kantong yang berselaput semipermiabel kemudian dimasukkan dalam air sehingga ion pengganggu menembus kantong sedang partikel koloid tetap berada di kantong. b. Elektroforesis: proses pemisahan koloid yang bermuatan dengan bantuan arus listrik. Partikel‐ partikel yang positif akan menuju katoda dan yang negatif akan menuju anoda. Koloid Asosiasi Sabun dan deterjen merupakan koloid asosiasi dengan air, dimana sabun atau deterjen memiliki dua gugus yang bersifat polar (bagian kepala) dan non polar (bagian ekor) perhatikan Gambar 11.13. Bagian kepala merupakan gugus polar yang bersifat hidrofil (suka air) dan bagian ekor merupakan gugus hidrofob (takut air). Jika sabun larut dalam air, molekul sabun akan berasosiasi, gugus non‐polar dapat berinteraksi dengan kotoran (bersifat bon polar) yang selanjutnya didispersikan ke dalam air. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 11.13. Koloid asosiasi yang memiliki gugus polar dan non‐polar 220 RANGKUMAN 1. Sistem dispersi atau koloid merupakan bagian dari campuran yang memiliki sifat khas karena memiliki ukuran partikel dengan diameter antara 1 - 100 nm. 2. Berdasarkan hubungan antar fase dispersi dan medium dispersi, maka koloid dapat kita kelompokan 1. Buih atau busa 5. Emulsi padat 2. Busa padat 6. Aerosol padat 3. Aerosol cair 7. Sol 4. Emulsi cair 8. Sol padat 3. Berdasarkan ukuran partikel dari fasa terdispersi yang spesifik dan medium pendispersi yang beragam, maka koloid memiliki beberapa sifat utama yaitu : 1. Sistem koloid menunjukan adanya gerak Brown yaitu pergerakan yang tidak teratur (zig-zag) dari partikelpartikel koloid. 2. Efek Tyndall merupakan penghamburan cahaya oleh partikel-partikel yang terdapat dalam sistem koloid sehingga berkas cahaya dapat dilihat jelas walaupun partikelnya tidak tampak. 3. Koagulasi koloid adalah pengumpulan dan penggumpalan partikel-partikel koloid. 4. Sistem koloid juga memiliki daya adsorbsi yang kuat untuk menarik ion atau muatan listrik dan molekul netral. 5. Sistem koloid yang bermuatan dapat ditarik oleh elektroda yang dialiri oleh arus listrik searah. 4. Berdasarkan affinitas partikel-partikel fase dispersi terhadap medium dispersi, maka terdapat dua macam sistem koloid: 1. Koloid Liofil (suka cairan) : adalah koloid yang memiliki gaya tarik menarik antara partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersi. 2. Koloid Liofob (takut cairan): adalah koloid yang memiliki gaya tarik menarik yang lemah antara partikelpartikel terdispersi dengan medium pendispersi. 3. Koloid pelindung adalah koloid yang dapat melindung koloid lain agar tidak terkoagulasikan. 5. Koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu mengubah partikel-partikel larutan menjadi partikel koloid kondensasi dan memperkecil partikel suspensi menjadi partikel koloid atau dispersi. 6. Cara Kondensasi, yaitu dengan jalan mengubah partikelpartikel larutan sejati yang terdiri dari molekul-molekul atau ion-ion menjadi partikel-partikel koloid dengan beberapa teknik misalnya reaksi redoks, reaksi hidrolisis, dekomposisi dan penggantian pelarut. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 221 7. Cara Dispersi yaitu dengan jalan mengubah partikel-partikel kasar menjadi partikel-partikel koloid, tiga teknik dapat dipergunakan seperti mekanik, peptipasi dan teknik busur Bredig. 8. Koloid dapat dipisahkan dengan dua teknik dialisis dan elektroforesis. 9. Dialisis adalah pemurnian medium pendispersi dari elektrolit, dengan cara penyaringan koloid dengan menggunakan kertas perkamen atau membran yang ditempatkan di dalam air yang mengalir. 10. Elektroforesis: proses pemisahan koloid yang bermuatan dengan bantuan arus listrik. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 222 Materi Koloid 1. Sistem dispersi dari suatu zat padat dalam zat cair yang bukan merupakan larutan sejati disebut: a. Suspensi b. Sol c. Emulsi d. Koloid 2. Peristiwa pergerakan butir‐butir (partikel) koloid di medan listrik (ke kutub‐kutub elektroda) disebut: a. Elektrolisa b. Elektroforesa c. Elektrodialisa d. Elektroandromesa 3. Sistem dispersi gas dalam medium cair disebut dengan: a. Aerosol b. Emulsi c. Buih d. Busa padat 4. Cara pengubahan molekul‐molekul atau ion‐ion menjadi partikel‐partikel koloid disebut: a. Cara kondensasi b. Cara suspensi c. Cara dispersi d. Cara koagulasi 5. Penghamburan berkas sinar dalam sistem koloid disebut: a. Gerak Brown b. Efek Tyndal c. Lyofill d. Lypfob 6. Sistem koloid yang partikel‐partikelnya dapat menarik molekul pelarutnya disebut: a. Lyofob b. Lyofill c. Dialisa d. Hidrofil 7. Larutan yang memberikan efek tyndal adalah: a. Larutan ion b. Larutan molekul c. Larutan koloid d. Harus larutan jenuh Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 UJI KOMPETENSI 223 8. Gerak Brown dalam sistem koloid dapat dilihat dengan menggunakan: a. Mata bias b. Kaca pembesar c. Mikroskop d. Teropong 9. Aerosol adalah sistem dispersi dari: a. Cair dalam medium padat b. Padat dalam medium padat c. Cair dalam medium gas d. Padat dalam medium gas 10. Embun adalah: a. Gas dalam zat padat b. Gas dalam cairan c. Cairan dalam gas d. Gas dalam cairan Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 224 Bab 12. Senyawa Hidrokarbon Standar Kompetensi Mengkomunikasikan senyawa hidrokarbon dan kegunaannya Kompetensi Dasar Mendeskripsikan kekhasan atom karbon yang membentuk senyawa hidrokarbon Menggolongkan senyawa hidrokarbon Mendeskripsikan senyawa hidrokarbon Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mendeskripsikan struktur tetrahedral atom karbon 2. Siswa dapat mengidentifikasi senyawa hidrokarbon bardasarkan ikatan antar atom C 3. 4. Siswa dapat menyebutkan jenis senyawa hidrokarbon berdasarkan ikatan antar atom C‐nya. Siswa dapat menyebutkan turunan senayawa alkana 5. Siswa dapat menyebutkan sifat‐sfat turunan senyawa alkana 6. Siswa dapat menyebutkan manfaat senyawa hidrokarbon dalam kehidupan sehari‐ hari. 12.1 Kekhasan atom C (karbon) Dalam kehidupan sehari‐hari, seyawa kimia memegang peranan penting, seperti dalam makhuluk hidup, sebagai zat pembentuk atau pembangun di dalam sel, jaringan dan organ. Senyawa‐senyawa tersebut meliputi asam nukleat, karbohidrat, protein dan lemak. Proses interaksi organ memerlukan zat lain seperti enzim dan hormon. Tubuh kita juga memiliki sistem pertahanan dengan bantuan antibodi. Demikian pula dengan alam sekitar kita seperti tumbuhan dan minyak bumi, juga disusun oleh molekul molekul yang sangat khas dan dibangun oleh atom‐atom dengan kerangka atom karbon ( C ). Atom Karbon memiliki massa 12 dengan nomor atom 12. Konfigurasi elektronnya adalah 1s2, 2s2, 3p2, dan mengalami hibridisasi dimana 1 elektron dari orbital 2s berpindah ke orbital 2pz, sehingga memiliki konfigurasi stabil 1s2, 2s1, 2p3, dengan membentuk orbital hybrid sp3. Sehingga atom karbon memiliki kesempatan untuk membentuk empat ikatan dengan atom lainnya, kestabilan struktur ini ditunjukan dengan sudut yang sama 109,5o dengan bentuk tetrahedral, perhatikan Gambar 12.1 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 225 Berdasarkan karakteristik tetrahedral maka atom karbon dapat mengikat atom lain selain atom karbon itu sendiri. Secara sederhana atom karbon dapat membentuk empat ikatan dengan atom hidrogen seperti pada Gambar 12.1 (d). Kerangka senyawa hidrokarbon dibangun oleh banyak ikatan antar atom karbonnya. Kerangka senyawa hidrokarbon yang paling sederhana memiliki sebuah atom karbon, dilanjutkan dengan dua atom karbon, tiga atom karbon dan seterusnya, perhatikan Gambar 12.2. 12.2. Senyawa Hidrokarbon Dalam berikatan sesama atom karbon terdapat tiga kemukinan, pertama membentuk ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Untuk penyederhanaan dapat kita ibaratkan Ikatan tunggal terjadi dari orbital s dan disebut ikatan (σ) sigma pada orbital hibrid sp3 dan bentuk molekul tetrahedron dengan sudut 109,5o. Senyawa dengan ikatan tunggal disebut dengan senyawa hidrokarbon jenuh. Senyawa hidrokarbon dengan ikatan rangkap dua terjadi pada orbital p, dan ikatan ini dikenal dengan ikatan π, pada ikatan rangkap dua terjadi perubahan sudut akibat dua orbital p berposisi sejajar sehingga membentuk orbital sp2 (segi tiga datar) dan sudut yang terbentuk adalah 120o. Sama halnya dengan ikatan rangkap tiga terdapat dua orbital p dalam posisi sejajar sehingga merubah bentuk orbital sp menjadi (bentuk planar) dengan sudut 180o. Bentuk molekul dari senyawa hidrokarbon jenuh dan tidak jenuh ditampilkan pada Gambar 12.3. Untuk senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap disebut dengan senyawa hidrokarbon tidak jenuh. Gambar 12.1. Kekhasan atom karbon dengan bentuk tetrahedral Gambar 12.2. Bentuk ikatan antar Karbon, membentuk kerangka senyawa hidrokarbon Atom karbon pada senyawa hidrokarbon memiliki posisi yang berbeda‐beda. Coba kita perhatikan rumus bangun dibawah ini pada Gambar 12.4. Semua atom karbon (merah) yang dapat mengikat 3 atom hidrogen dan berposisi di tepi, disebut dengan atom karbon primer. Atom karbon nomor 3 (hijau) yang mengikat 2 atom hidrogen disebut dengan atom karbon sekunder. Demikian pula atom karbon yang mengikat hanya 1 atom hidrogen (warna abu‐abu) memiliki posisi sebagai atom karbon tersier. Setiap atom Karbon dalam kerangka senyawa hidrokarbon dapat mengikat atom lain seperti atom Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.3. Ikatan σ, π, pada senyawa hidrokarbon jenuh dan tidak jenuh 226 hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang, klor dan lainnya. Perbedaan atom yang diikat menyebabkan perubahan khususnya pada polaritas sehingga menyebabkan perbedaan sifat‐sifat kimia molekul yang dibentuk. Hal ini dapat dicermati pada Gambar 12.5. Gambar 12.4. Posisi atom karbon pada senyawa hidrokarbon Secara umum senyawa hidrokarbon memiliki ciri‐ ciri seperti, dibangun oleh kerangka atom karbon, ikatan yang membentuk senyawa merupakan ikatan kovalen. Senyawa ini titik didih yang rendah sesuai dengan berkurangnya jumlah atom karbon penyusunnya, mudah terbakar. Untuk senyawa hidrokarbon yang berikatan dengan atom H bersifat polar, dan jika mengikat atom lainnya seperti oksigen, nitrogen, belerang, klorida menyebabkan terjadinya molekul yang lebih polar. Gambar 12.5. Polarisasi senyawa hidrokarbon akibat gugus polar 12.2.1 Isomer Senyawa hidrokarbon memiliki sebuah keunikan dimana beberapa buah hidrokarbon memiliki rumus molekul yang sama namun memiliki sifat yang berbeda‐beda, ternyata perbedaan tersebut disebabkan oleh rumus bangun atau struktur molekulnya. Senyawa dengan rumus molekul yang sama namun berbeda dalam rumus bangun atau struktur molekulnya disebut dengan isomer. Dalam senyawa hidrokarbon jenuh, isomer yang terjadi karena adanya perbedaan atom atau gugus yang mengganti atom hidrogen dalam rantai utama senyawa hidrokarbon. Contoh sederhana, dari bentuk isomer ini ditunjukan dengan atom karbon yang mengikat tiga buah gugus metil, sedangkan isomernya mengikat 1 gugus metil, 2 atom hidrogen dan satu gugus etil, perhatikan Gambar 12.6. Gambar 12.6. Struktur isomer untuk senyawa dengan rumus molekul C4H10 Perbedaan struktur molekul menyebabkan perbedaan sifat fisik, molekul pertama memiliki titik leleh ‐138oC, titik didih ‐1 oC, dengan densitas 0.58g/mL, sedangkan molekul yang kedua memiliki titik leleh ‐159oC, titik didih ‐12oC dan densitas 0,55g/mL. Bentuk isomer lainnya adalah adanya perbedaan gugus yang dikandung dalam senyawa hidrokarbon. Kita bisa cermati Gambar 12.7. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.7. Perbedaan posisi atom oksigen dalam senyawa Hidrokarbon 227 Dari gambar tampak sebuah molekul dengan rumus molekul yang sama C2H6O. Dalam senyawa ini terdapat 2 atom C, 1 atom O dan 6 atom H, perbedaan terletak pada posisi atom oksigen, senyawa pertama atom oksigen berposisi pada atom C primer ‐C‐O‐H. Sedangkan molekul kedua atom oksigen terletak antara dua atom karbon (‐C‐O‐C‐). Perbedaan ini juga menyebabkan adanya perbedaan sifat fisika dan sifat kimia dari kedua molekul tersebut.Senyawa hidrokarbon dapat diklasisifikasikan atas dua golongan besar yaitu senyawa hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tidak jenuh. Senyawa hidrokarbon jenuh bercirikan ikatan tunggal antar atom karbon sebagai penyusun rantai utamanya, berbeda dengan senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang dapat membentuk ikatan rangkap dua atau rangkap tiga antar atom karbon penyusunnya. 12.3. Alkana Senyawa hidrokarbon jenuh dengan ikatan tunggal dapat diprediksi dengan baik, mengingat setiap atom karbon memiliki kemampuan mengikat 4 atom lain. Sehingga senyawa alkana yang dibentuk memiliki pola yang khas. Jumlah atom H yang diikat sangat tergantung dengan jumlah atom C yang berikatan. Atas dasar ini dapat dibentuk deret CnH2n+2, dan dikenal dengan senyawa Alkana dan dapat kita susun dari nilai n = 1 sampai dengan n = ∞. Beberapa senyawa alkana disajikan dalam Tabel 12.1. Tabel 12.1 Deret penamaan senyawa alkana. Untuk menuliskan rumus bangun dilakukan dengan menuliskan bagian awal dan bagian akhir adalah CH3, dan diantaranya dituliskan dengan CH2. Sehingga kita dapat menuliskan rumus bangun senyawa C4H10. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 228 Pada senyawa C4H10 terdapat dua atom C yang berposisi di awal dan di akhir dan hanya tersisa dua atom yang terletak diantaranya, sehingga kita dapat tuliskan strukturnya (H3C–CH2 –CH2–CH3) dan untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 12.8. Penggambaran Rumus bangun juga dapat dilakukan dengan memperhatikan bentuk tetrahedral dari atom karbon, sehingga bentuk rantai tidak lurus. 12.3.1 Penamaan Alkana Penamaan senyawa alkana dimulai dengan menyebutkan posisi gugus cabang dalam sebuah rantai utama. Penyebutan rantai utama utama ini didasari pada nama dari rantai karbon yang terpanjang. Untuk lebih mudahnya kita perhatikan rumus bangun senyawa pada Gambar 12.9. Dari gambar tampak kotak hijau merupakan penunjuk rantai utama dengan jumlah atom karbon sebanyak lima buah, sehingga rantai utama senyawa adalah pentana. Dalam rantai utama, setiap atom karbon diberi nomor untuk menandai posisi atom Karbon pada rantai utamanya, penomoran dapat dimulai dari kiri kekanan (perhatikan nomor dengan warna hijau gelap). Cabang merupakan gugus yang berada dalam sebuah rantai utama, pada Gambar di atas terdapat dua buah gugus (–CH3) yang berposisi pada atom C nomor 2 dan 4 dari rantai utama pentana. Dalam kasus di atas gugus pada cabang merupakan turunan dari senyawa CH4 yang kehilangan salah satu atom H‐nya. Penamaan secara umum gugus cabang yang berasal dari alkana, dilakukan dengan mengubah alkana menjadi alkil. Sehingga dalam kasus ini metana diubah menjadi metil. Nama yang tepat untuk senyawa di atas adalah 2,4‐dimetil pentana. 2,4 menunjukan posisi gugus cabang, kata di pada gugus cabang menunjukan ada 2 buah gugus cabang yaitu metil dan pentana merupakan rantai utama senyawa. Perhatikan tahap dalam penamaan gugus dan cabang dari senyawa ini seperti pada Gambar 12.10. Senyawa‐senyawa alkana dapat bereaksi dengan senyawa halogen, dari reaksi ini akan dihasilkan senyawa haloalkana. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.8. Penulisan rumus bangun senyawa Hidrokarbon Gambar 12.9. Penetapan rantai utama dan posisi atom C pada senyawa. Gambar 12.10. Penulisan gugus cabang pada senyawa alkana 229 Haloalkana adalah senyawa alkana yang salah satu atom hidrogen digantikan oleh atom halogen, seperti atom klor, fluor, iod dan brom. Beberapa contoh senyawa halokana seperti pada Gambar 12.11. Senyawa haloalkana banyak dipergunakan dalam kehidupan sehari, saat ini senyawa‐senyawa tersebut lebih dikenal dengan kloroflorokarbon (CFCs), pemanfaatannya pada air condition (AC ) dan kulkas, hairspray dan polimer plastik seperti teflon. Senyawa ini sangat berbahaya karena dapat merusak ozon yang berada pada lapisan stratosfir. Reaksi terbongkarnya ozon oleh senyawa kloroflorokarbon sebagai berikut; Di ruang angkasa khususnya lapisan stratosfir CFCs akan terpecah menjadi persenyawaan yang tidak stabil atau radikal bebas, karena adanya sinar ultraviolet (UV) dari matahari. Radikal bebas yang terbentuk selanjutnya bereaksi dengan ozon dan mengubahnya menjadi gas Oksigen dan ClO. Molekul ClO yang dihasilkan tidak stabil dan berubah kembali menjadi radikal bebas. Reaksi ini berjalan secara terus menerus dan akhirnya dapat merusak ozon di strathosfir. Reaksi perusakan lapisan ozon pada strathosfir dapat dilihat pada Bagan 12.12. Gambar 12.11. Beberapa contoh senyawa haloalkana Bagan 12.12. Mekanisme reaksi berantai antara radikal bebas yang dihasilkan oleh CFCs dengan ozon 12.4. Alkena Senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap dua antar atom Karbonnya, dan juga mengikat atom Hidrogen. Jumlah atom Hidrogen merupakan fungsi dari atom Karbonnya, dan mengikuti persamaan: CnH2n dimana n adalah jumlah atom C. Senyawa pertama alkena adalah etena atau lebih populer etilena dan merupakan induk deret homolog alkena, hingga deret ini juga disebut dengan deret etilena. Contoh senyawa etilena dan merupakan kerangka deret homolog etilena ditunjukan pada Gambar 12.13. Molekul deret alkena dicirikan oleh adanya sebuah ikatan rangkap yang menghubungkan dua atom karbon yang berdekatan. Beberapa anggota pertama deret ini dicantumkan dalam Tabel 12.2. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.13. Derat senyawa alkena rumus umum : CnH2n 230 Tabel 12.2. Deret senyawa alkena (CnH2n) Rumus Molekul Nama C2H4 etena (etilena) C3H6 propena (propilena) C4H8 butena C5H10 pentena 12.4.1 Penamaan Alkena Penamaan alkena adalah sama dengan penamaan alkana, tetapi akhiran –ana pada alkana digantikan dengan akhiran –ena. Bagan 12.14. Struktur molekul alkena dan tata namanya Penamaan dimulai dengan penetapan rantai utama, yaitu rantai karbon terpanjang yang mengandung ikatan ganda dua. Penetapan gugus cabang, yaitu molekul lain sebagai pengganti atom Hidrogen. Selanjutnya memberikan nomor awal atau nomor 1 (satu) pada atom C yang memiliki ikatan rangkap dan semakin menjauh dari ikatan rangkap tersebut. Memberikan nomor rantai cabang dan menamakan gugus sesuai dengan abjad. Akhirnya nama alkena dapat ditetapkan yaitu dengan menyebutkan nomor dan gugus cabang dilanjutkan dengan menyebutkan rantai utamanya sesuai dengan jumlah atom C dan mengganti akhiran –ana menjadi –ena. Jika jumlah ikatan rangkap lebih dari satu buah, digunakan awalan diena untuk dua ikatan rangkap, dan triena untuk jumlah ikatan rangkap sebanyak tiga buah (lihat Bagan 12.14). Perhatikan Bagan 12.15, contoh penamaan untuk alkena rantai lurus dan alkena yang memiliki gugus cabang. 12.4.2. Konfigurasi Stereoisomer Alkena Ikatan rangkap dua terbentuk dari atom karbon yang terhibridisasi sp2. Masing‐masing atom Karbon memiliki dua jenis orbital atom yaitu orbital sigma (σ) dan orbital phi (π). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 12.15. Penamaan untuk senyawa alkena rantai lurus dan bercabang 231 Orbital sp2 membentuk sudut 120oC, membentuk segitiga datar. Sehingga gugus yang ada memiliki rotasi yang terbatas, perhatikan Gambar 12.16. Molekul etilena berbentuk segi datar. Ikatan π memiliki energi ikat yang cukup besar yaitu 60 kkal/mol, sehingga bentuk segi tiga datar cukup stabil dan menyebabkan alkena hanya memiliki isomer akibat gugus yang sejajar (cis) atau yang berseberangan atau (trans). Bentuk isomer cis dan trans ditunjukan pada Gambar 12.17. Sifat‐sifat fisika alkena yang cukup penting adalah wujud zatnya, untuk senyawa alkena dengan rantai panjang atau yang memiliki jumlah atom karbon lebih besar dari 15 buah, senyawanya berupa zat padat. Titik didih alkena meningkat sebanding dengan peningkatan jumlah atom karbonnya. Jika dibandingkan dengan alkana yang memiliki jumlah atom karbon yang sama, titik didih alkena lebih rendah. Alkena tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan alkohol. Alkena mudah larut dalam senyawa non polar seperti triklorometana (kloroform), etoksietana, benzena, dan lain‐lain. Sifat‐sifat alkena yang lain disajikan dalam Tabel 12.3. Gambar 12.16. Bentuk orbital sp2 dengan bentuk segitiga datar trans cis Gambar 12.17. Bentuk isomer cis dan trans pada senyawa alkena Tabel 12.3. Wujud dan Titik Didih beberapa Senyawa Alkena Nama Rumus Struktur Wujud Titik Didih Etena CH2 = CH2 Gas ‐102 C Propena CH3CH = CH2 Gas ‐48 C 1‐ butena CH3CH2CH = CH2 Gas ‐12.5 C 1‐ pentena CH3CH2CH2CH = CH2 Cair 30 C 1‐ heksena CH3(CH2)3CH = CH2 Cair 63 C 1‐ heptena CH3(CH2)4CH = CH2 Cair 92 C Sifat kimia alkena secara umum relatif stabil dan ikatan antar atom karbonnya lebih kuat dibandingkan dengan ikatan tunggal pada alkana. Reaktifitas senyawa alkena sangat ditentukan oleh sifat ikatan rangkapnya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 232 Reaksi alkena disebabkan oleh lepasnya ikatan rangkap ini, dan berubah membentuk satu senyawa dengan ikatan tunggal atau membentuk dua senyawa senyawa baru dengan ikatan tunggal. Reaktifitas senyawa yang terletak pada ikatan rangkap disederhanakan dalam Gambar 12.18. Alkena dalam dunia industri merupakan bahan baku untuk industri petrokimia. Di dalam laboratorium alkena dapat dibuat dengan cara mereaksikan senyawa alkana yang mengandung unsur halogen (haloalkana) dengan basa kuat seperti NaOH. Reaksi ini dikenal dengan reaksi dehidrohalogenasi, atau reaksi kehilangan hidrogen dan halogen. Hasil reaksi berupa garam dan air, dengan persamaan reaksi seperti Bagan 12.19. Hilangnya senyawa unsur atau ion halogen dan hidrogen dapat terjadi pada sisi atom Karbon yang berdekatan dengan halogen (disebelah kiri atau kanan), untuk lebih mudahnya perhatikan Bagan 12.20. Gambar 12.18. Reaktivitas ikatan rangkap alkena Bagan 12.20. Reaksi 2‐kloro‐butana dengan Basa kuat menghasilkan butena Bagan 12.19. Reaksi pembuatan senyawa Alkena Hasil reaksi senyawa 2‐butena merupakan produk utama dan 1‐butena merupakan produk minor, dimana jumlah senyawa 2‐butena yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan 1‐butena. Atom H pada reaksi eliminasi tersebut diambil dari atom C yang mempunyai substituen atau gugus paling banyak. Dalam hal ini atom C‐3 yang mengikat 2 atom C (‐CH2‐). Sedangkan atom C‐1 hanya mengikat 1 atom C. Reaksi kimia alkena yang khas adalah reaksi adisi dan merupakan ciri khas bagi senyawa yang memiliki ikatan rangkap dua maupun rangkap tiga. Proses reaksi adisi didahului dengan pemutusan ikatan dari ikatan π (bersifat lebih lemah), yang dilanjutkan dengan masuknya unsur baru dari luar. Reaksi adisi bisa terjadi dalam beberapa jenis reaksi dan sangat tergantung pada jenis senyawa yang bereaksi, seperti reaksi hidrogenasi, halogenasi, hidrasi, dan reaksi dengan asam halida. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 233 Reaksi reduksi pada alkena adalah penambahan hidrogen oleh gas hidrogen H2 dan menghasilkan suatu alkana. Reaksi jenis ini lebih dikenal dengan reaksi hidrogenasi. Reaksi tidak berlangsung spontan umumnya memerlukan katalisator. Hal yang sama juga terjadi pada reaksi halogenasi, dalam hal ini zat yang dipergunakan adalah gas halogen (X2), contohnya senyawa F2, Cl2, Br2 dan I2. Kedua reaksi ini disederhanakan pada Gambar 12.21. Kedua reaksi ini berbeda dalam perlakuannya, untuk reaksi hidrogenasi akan berlangsung dengan baik dan efektif jika ditambahkan katalisator logam. Logam yang umum dipergunakan adalah Nikel. Sedangkan untuk reaksi halogenasi tidak memerlukan katalisator dan reaksi tersebut berlangsung cukup cepat. Gambar 12.21. Reaksi hidrogenasi dan halogenasi. Reaksi dengan asam halida merupakan reaksi adisi dengan penambahan HCl pada senyawa etilena dan menghasilkan kloroetana sebagai produk. Hal yang cukup menarik terjadi adalah penambahan senyawa HBr pada propena akan dihasilkan 2 produk. Kedua reaksi ini disederhanakan pada Bagan 12.22. Bagan 12.22. Reaksi asam halida dengan etilena dan propilena Reaksi hidrasi merupakan jenis reaksi adisi alkena menggunakan air (H2O) sebagai pereaksi dengan katalis asam. Seperti reaksi adisi propilena dengan air menggunakan asam sulfat 60%, sesuai persamaan pada Bagan 12.23. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 12.23. Reaksi hidrasi propilena 234 Senyawa alkena juga dapat dioksidasi dengan beberapa pereaksi seperti kalium permanganat. Reaksi oksidasi dengan KMnO4 dalam suasana netral akan dihasilkan suatu dialkohol yaitu senyawa yang mengandung dua gugus hidroksil saling bersebelahan. Senyawa ini juga lebih dikenal dengan istilah glikol. Reaksi ini disederhanakan pada Bagan 12.24. Bagan 12.24. Reaksi oksidasi propilena 12.5. Alkuna Alkuna adalah suatu hidrokarbon dengan satu ikatan rangkap tiga. Senyawa paling sederhana dari alkuna adalah asetilena dengan rumus bangun CH ≡ CH dan rumus molekul C2H2, lihat Gambar 12.25. Rumus umum untuk senyawa alkuna (CnH2n‐2). Asetilena adalah induk deret homolog alkuna, maka deret ini juga disebut deret asetilena. Pembuatan gas asetilena telah dikenal sejak lama dengan dengan mereaksikan kalsium karbida dengan air. Dalam skala kecil, reaksi ini akan memberikan nyala asetilena untuk lampu karbida. Dulu pekerja tambang menggunakan lampu semacam ini; banyaknya gas yang dihasilkan diatur dengan mengendalikan laju air yang diteteskan ke dalam tempat reaksi. Metode komersial yang baru untuk membuat asetilena adalah dengan memanaskan metana dan homolog‐homolognya pada temperatur tinggi dengan menambahkan suatu katalis. 12.5.1. Tata Nama Alkuna Penamaan alkuna sama dengan penamaan pada alkana, tetapi akhiran –ana pada alkana digantikan dengan akhiran –una. Langkah‐langkah: 1. Menetapkan rantai utama, yaitu rantai terpanjang yang mempunyai ikatan rangkap tiga. Dilanjutkan dengan memberi namanya yang berasal alkananya dengan mengganti akhirannya dengan una. 2. Menetapkan posisi ikatan rangkap tiga pada rantai utama yang ditunjukkan dengan angka. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.25. Struktur Alkuna. 235 3. C nomor 1 adalah C ujung yang terdekat dengan ikatan rangkap. Untuk mempermudah mari kita lihat Gambar 12.26, cara panamaan untuk senyawa : Bagan 12.26. Senyawa alkuna dan tata namanya 12.5.2. Sifat-sifat alkuna Sifat fisika alkuna secara umum mirip dengan alkana dan alkena, seperti : 1. Tidak larut dalam air 2. Alkuna dengan jumlah atom C sedikit berwujud gas, dengan jumlah atom C sedang berwujud cair, dan dengan jumlah atom C banyak berwujud padat. 3. Berupa gas tak berwarna dan baunya khas 4. mudah teroksidasi atau mudah meledak. Titik didih beberapa senyawa alkuna disajikan pada Tabel 12.4. Tabel 12.4. Titik Didih beberapa Senyawa Alkuna Nama struktur Titik didih Etuna (asetilena) CH ≡ CH ‐75 Propuna CH3C ≡ CH ‐23 1‐butuna CH3CH2 ≡ CH 8,1 2‐butuna CH3C ≡ CCH3 27 Alkuna sebagai hidrokakbon tak jenuh, memiliki sifat menyerupai alkena tetapi lebih reaktif. Reaktiftas alkuna disebabkan karena terbongkarnya ikatan rangkap tiga dan membentuk senyawa baru. Atas dasar ini maka reaksi alkuna umumnya reaksi adisi. Contoh reaksi adisi alkuna dengan gas halogen, seperti gas bromine (Br2), klorine (Cl2) dan iodine (I2). Ikatan rangkap tiga terlepas dan senyawa halogen masuk pada kedua atom karbon. Reaksi terus berlangsung sehingga seluruh ikatan rangkapnya terlepas, dan membentuk senyawa haloalkana. Persamaan reaksi ditunjukan pada Bagan 12.27. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 12.27. Reaksi adisi alkuna dengan halogen 236 Reaksi lainnya yaitu adisi dengan senyawa hidrogen menggunakan katalis Nikel, persamaan reaksi dapat dilihat pada Bagan 12.28. Bagan 12.28. Reaksi hidrogenasi 2‐butuna dengan katalisator Nikel Pemanfaatan Akuna seperti pemanfaatan gas etuna (asetilena) untuk pengelasan. Gas asetilena dibakar dengan gas Oksigen mengahsilkan panas yang tinggi ditandai dengan kenaikan suhu sampai dengan 3000 º C, sangat cocok untuk mengelas logam, perhatikan Gambar 12.29. Selain itu, alkuna juga dapat dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan senyawa lain, karena senyawa ini cukup reaktif. Gambar 12.29. pemanfaatan gas asetilena untuk pengelasan Isomeri pada alkuna sama dengan isomer pada alkena, dimana sifat isomer terjadi karena Bagan 12.30. Isomer senyawa 1‐butuna perpindahan ikatan rangkap sehingga isomer dengan 2‐ butuna pada alkuna dan pada alkena disebut dengan isomer posisi. Contoh isomer posisi adalah senyawa 2‐butuna denga 1‐butuna, perhatikan Gambar 12.30. Perlu kita ingat, isomer pada alkena terjadi karena perbedaan pada rantainya dan sering disebut dengan isomer rantai. Senyawa alkana dapat dibedakan dengan alkena dan alkuna. Pembedaan ini dapat dilakukan dengan reaksi penambahan senyawa bromine (Br2). Reaksi adisi pada senyawa alkana tidak terjadi. Sedangkan untuk senyawa alkena maupun alkuna terjadi reaksi Brominasi, peristiwa reaksi ini dapat diikuti dengan mudah, senyawa alkana tidak memberikan perubahan warna ditambahkan dengan senyawa Bromin yang berwarna merah, warna larutan akan tetap berwarna merah. Berbeda dengan senyawa alkena dan alkuna yang tidak berwarna bereaksi dengan bromin dan terjadi reaksi adisi membentuk senyawa halida yang tidak berwarna, larutan akan tetap tetap tidak berwarna dan terjadi senyawa alkena yang mengandung gugus bromide. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 237 Jika reaksi ini terus dilanjutkan, maka reaksi adisi terjadi lagi dan terbentuk senyawa alkana yang mengandung gugus bromide. Untuk lebih jelasnya perhataikan Bagan 12.31. Bagan 12.31. Reaksi brominasi sebagai pembeda antara alkana dengan alkena atau alkuna Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 238 RANGKUMAN 1. Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa yang dibentuk oleh sekurang ‐ kurangnya atom karbon dan hidrogen. 2. Terdapat tiga jenis ikatan yang terjadi antar atom karbon dalam menyusun hidrokarbon yaitu ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. 3. Ikatan tunggal terjadi dari orbital s dan disebut ikatan (σ) sigma pada orbital hibrid sp3 dan bentuk molekul tetrahedron. 4. Ikatan rangkap dua terjadi pada orbital p, dikenal dengan ikatan π, membentuk orbital sp2 (segi tiga datar). 5. Ikatan rangkap tiga terdapat dua orbital p dalam posisi sejajar sehingga merubah bentuk orbital sp menjadi (bentuk planar) 6. Senyawa hidrokarbon memiliki sebuah keunikan berupa isomer. Dan didefinisikan sebagai beberapa senyawa hidrokarbon memiliki rumus molekul yang sama namun memiliki sifat yang berbeda‐beda. 7. Alkana merupakan senyawa hidrokarbon jenuh dengan ikatan tunggal. Memiliki deret CnH2n+2. 8. Penamaan senyawa alkana dimulai dengan menyebutkan posisi gugus cabang dalam sebuah rantai utama, penomorannya dapat dimulai dari kiri kekanan. 9. Cabang merupakan gugus yang berada dalam sebuah rantai utama. 10. Pemanfaatan senyawa alkana dalam kehidupan sehari – hari diantaranya adalah senyawa CFCs. 11. Alkena adalah senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap dua antar atom karbonnya dengen deret homolog CnH2n. 12. Penamaan alkena adalah sama dengan penamaan alkana, tetapi akhiran –ana pada alkana digantikan dengan akhiran –ena. 13. Ikatan π pada alkena memiliki energi ikat yang cukup besar yaitu 60 kkal/mol, sehingga bentuk segi tiga datar cukup stabil. 14. Alkena hanya memiliki isomer yang disebabkan oleh gugus yang sejajar (cis) atau yang berseberangan atau (trans). 15. Reaktifitas senyawa alkena sangat ditentukan oleh sifat ikatan rangkapnya kebanyakan reaksi alkena merupakan reaksi adisi. Reaksi adisi terjadi melalui pemutusan ikatan yang berasal dari ikatan π (bersifat lebih lemah), yang dilanjutkan dengan masuknya unsur baru dari luar. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 239 16. Reaksi reduksi alkena dengan hidrogen menghasilkan alkana. 17. Reaksi hidrasi dengan molekul air menghasilkan senyawa alkohol. 18. Reaksi oksidasi alkana dengan KMnO4 menghasilkan senyawa dengan dua gugus hidroksi saling bersebelahan (glikol). 19. Alkena dapat dibuat dengan cara mereaksikan senyawa alkana yang mengandung unsur halogen (haloalkana) dengan basa kuat seperti NaOH. 20. Alkuna adalah suatu hidrokarbon dengan satu ikatan rangkap tiga. 21. Deret homolog alkuna adalah CnH2n‐2 (deret asetilena). Penamaan alkuna sama dengan penamaan pada alkana, tetapi akhiran –ana pada alkana digantikan dengan akhiran –una. 22. Sifat fisika alkuna secara umum mirip dengan alkana dan alkena, diantaranya tidak larut dalam air, Alkuna dengan jumlah atom C sedikit berwujud gas, dengan jumlah atom C sedang berwujud cair, dan dengan jumlah atom C banyak berwujud padat. 23. Aalkuna berupa gas tak berwarna dan baunya khas serta mudah teroksidasi atau mudah meledak. 24. Pemanfaatan Akuna seperti pemanfaatan gas etuna (asetilena) untuk pengelasan. 25. Senyawa alkana dapat dibedakan dengan alkena dan alkuna. Pembedaan ini dapat dilakukan dengan reaksi penambahan senyawa Bromine (Br2). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 240 Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat 1. Gas asetilena termasuk deret homolog: a. Alkana b. Alkuna c. Alkena d. Residu 2. Penamaan yang tidak tepat pada senyawa berikut ini adalah: a. 1‐kloro‐2 metil butana b. 2‐metil pentana c. 2,2‐metil heksana d. 3‐etil pentana 3. Nama senyawa alkana yang rumus bangunnya H3C―CH2―CH2―CH3 adalah: a. Siklo butana b. 1, butena c. n‐butana d. 2‐metil butana 4. Bensin diperoleh dari minyak bumi dengan cara: a. Filtrasi b. Kristalisasi c. Destilasi d. Ekstrasi 5. Hidrokarbon tak jenuh yang mempunyai rumus C4H6 memiliki isomer sebanyak: a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 6. Rumus kimia senyawa hidrokarbon yang termasuk senyawa alkana adalah: a. C 3H6 b. C5H12 c. C6H8 d. C7H2 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 UJI KOMPETENSI 241 7. Senyawa yang paling banyak terdapat dalam minyak bumi adalah: a. Sikloalkana dan aromatis b. Alkana dan heteorsiklis c. Alkana dan aromatis d. Alkana dan sikloalkana 8. Suatu alkuna rantai cabang mempunyai 5 atom C, adisinya dengan air bromine menghasilkan 1,2‐ dibromo‐2‐metil butana, nama alkuna tersebut adalah: a. 1‐butena b. 2‐butena c. 2‐metil butena d. 2‐metil‐1‐butuna 9. Nama yang tepat untuk rumus struktur dibawah ini adalah: a. Heksana b. Heksena c. 2,2‐dimetil butane d. 3,3‐dimetil‐1‐butena 10. Senyawa yang mempunyai 5 atom C adalah: a. 2‐metil butana b. 2,2‐dimetil butana c. 2‐metil pentana d. 2‐metil‐2‐pentana 11. CH3 ― CH2 ― C = CH2 mempunyai nama: | CH3 a. 2‐metil‐1‐butena b. 3‐metil‐1‐butena c. 2‐etil‐2‐pentena d. 2 metil‐2‐pentena 12. Isomer fungsi dari senyawa n‐butena adalah: a. 2‐butena b. 2‐pentena c. 1,2‐dimetil oktena d. 2,3‐propadiena Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 242 13. Senyawa yang termasuk alkena adalah: a. C3H8 b. C4H6 c. C5H10 d. C6H14 14. Nama yang sesuai dengan aturan tata nama organik adalah: a. 2‐etil‐3‐metil pentana b. 2‐isopropil‐3‐metil pentana c. 2,4,4‐tribromo heksana d. 1,3‐dimetil butane 15. Homolog berikutnya yang tertinggi dari C5H10 adalah: a. C6H14 b. C7H16 c. C8H16 d. C8H18 16. Pada rumus manakah yang memiliki lebih dari satu isomer strukturnya: a. C2H2 b. C2H6 c. C2H4F2 d. C2H5F 17. Nama sistematik untuk senyawa yang memiliki rumus struktur berikut adalah : a. 1‐metil‐2,2‐dimetil butana b. 1,2‐dimetil‐2,2‐dimetil butana c. 3,3‐dimetil isoheksana d. 2,3,3‐trimetil pentana 18. Senyawa yang bukan isomer dari oktana adalah: a. 2‐metil heptana b. 2,3‐dimetil heksana c. 2,3,4‐trimetil pentana d. 2,2‐dimetil pentane Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 243 19. Dalam setiap molekul alkena: a. Semua ikatan karbon‐karbon adalah ikatan rangkap dua b. Terdapat setidaknya satu ikatan karbon‐karbon rangkap c. Terdapat satu ikatan karbon‐karbon rangkap dua d. Semua atom karbon mengikat empat atom H. 20. Suatu hidrokarbon mempunyai rumus empiris C2H3 dan massa molekul relatif 512. Rumus struktur yang mungkin untuk senyawa tersebut adalah: a. CH3 ― CH2―CH2―CH3 b. CH3 ―CH=CH―CH3 c. CH2 = CH2=CH2―CH2 d. CH2 = CH CH3 ― CH2―CH2―CH3 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 244 12.6. Alkanon Alkanon adalah senyawa turunan alkana yang memiliki gugus karbonil atau gugus keton diantara alkil. Suatu keton mempunyai dua gugus alkil atau aril (senyawa lingkar atau siklik) yang terikat pada karbon karbonil (Gambar 12.32). Senyawa keton banyak terdapat dalam makhluk hidup seperti gula ribosa yaitu gula dengan atom C sebanyak lima buah dan mengandung gugus karbonil. Untuk senyawa alkanon yang lebih kompleks juga dijumpai pada hormon betina progesteron yang juga memiliki gugus karbonil. Gambar 12.32. Kerangka senyawa alkanon 12.6.1. Tata Nama Alkanon Penamaan senyawa alkanon dapat dilakukan dengan menyebutkan nama – nama alkil yang mengapit gugus fungsi dan diakhiri dengan menyebut kata keton. Penamaan dengan aturan ini sangat sederhana misalnya untuk senyawa dimetil keton yang berarti, ada 2 buah metil yang mengapit gugus keton. Contoh kedua gugus keton yang diapit oleh gugus etil dan gugus metil, seperti Gambar 12.33. Penamaan alkanon juga dapat dilakukan dengan standar IUPAC. Pertama menetapkan rantai utama yaitu mencari rantai terpanjang yang mengandung gugus fungsi karbonil. Selanjutnya memberi nomor pada rantai terpanjang, dimulai dari C yang terdekat dengan gugus fungsi dan diakhiri dengan menyebutkan nomor dan nama cabang pada rantai utama, akhiri dengan nama alkanonnya. Dengan cara kedua, kita dapat memberi nama yang tepat atau dengan sebuah nama kita dapat menuliskan rumus molekul. Rumus molekul untuk senyawa 4‐metil‐2‐ pentanon, lihat Bagan 12.34. 12.6.2 Beberapa senyawa alkanon penting 1. Propanon (dimetil keton = Aseton = (CH3)2CO), merupakan cairan tak berwarna, mudah menguap, pelarut yang baik. Senyawa ini sering digunakan sebagai pelarut 2. Asetofenon (metil fenil keton = C7H8CO) merupakan cairan tak berwarna dan berhablur. Senyawa ini sering digunakan sebagai hipnotik, sedangkan turunannya yaitu senyawa kloroasetofenon banyak dipergunakan sebagai gas air mata. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.33. Tata nama senyawa alkanon dengan cara 1 Bagan 12.34. Penamaan Alkanon dengan cara IUPAC 245 12.6.3. Sifat Fisika Alkanon Keberadaan gugus pada senyawa alkanon membentuk orbital hibrida sp2 yang memiliki bentuk segi tiga datar dengan sudut ikatan kira‐kira 120°. Dengan struktur semacam ini membuat senyawa ini cukup sulit membentuk ikatan hidrogen. Hal ini juga berdampak pada titik didih dan titik leleh alkanon yang lebih rendah dibandingkan senyawa alkanol yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Titik didih dan titik leleh beberapa senyawa alkanon disajikan pada tabel 12.5. di bawah ini. Tabel 12.5. Titik didih dan titik leleh beberapa senyawa alkanon Nama IUPAC Propanon 2‐butanon 2‐pentanon 3‐pentanon Struktur CH3COCH3 CH3COCH2CH3 CH3COCH2CH2CH3 CH3CH2COCH2CH3 Titik didih (°C) 56,1 79,6 102 102 Titik leleh (°C) ‐95 ‐86 ‐78 ‐39 12.6.4. Sifat Kimia Alkanon Perbedaan aldehida dengan keton adalah pada kerektifannya. Aldehida lebih reaktif dan mudah dioksidasi maupun direduksi. Reduksi senyawa aldehid menghasilkan alkkohol primer sedangkan senyawa hasil reduksi senyawa alkanon adalah adalah alkohol sekunder. Bagan 12.35, menunjukan perbedaan reaksi reduksi senyawa alkanon dan alkanal yang sama menghasilkan senyawa alkohol. Bagan 12.35. Reaksi reduksi alkanon dan alkanal sebagai pembeda 12.7. Alkanal Alkanal atau yang lebih dikenal sebagai aldehida memiliki rumus umum CnH2nO dan merupakan isomer fungsi dengan senyawa keton, diman salah satu gugus alkil digantikan dengan atom hidrogen. Sehingga gugus aldehid dan keton sangat mirip, perbedaan hanya pada posisi gugus karbonilnya saja, perhatikan Gambar 12.36. Gugus fungsi aldehida (‐ CHO) sering disebut gugus formil. Banyak aldehida mempunyai bau khas yang membedakannya yaitu berbau harum. Senyawa aldehida umunya dipergunakan sebagai bahan baku parfum. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.36. Rumus umum alkanal dan alkanon 246 12.7.1 Tata Nama Aldehida Langkah‐langkah penamaan aldehida berdasarkan aturan IUPAC adalah sebagai berikut: Bagan 12.37. Rumus bangun dari senyawa 1‐propanal dan 2‐ metil‐1‐butanal 1. Cari rantai terpanjang yang mengandung gugus fungsi formil. 2. Beri nomor pada rantai terpanjang, dimulai dari C yang terdekat dengan gugus fungsi. 3. Sebutkan nomor dan nama cabang pada rantai utama, akhiri dengan nama alkanalnya (dengan mengganti akhiran –a pada alkana menjadi –al pada aldehida). Untuk itu kita lihat beberapa contoh penamaan senyawa alkanal, perhatikan rumus bangun dan rumus molekul untuk senyawa propanal dan 2‐metil butanal, seperti tampak pada Bagan 12.37. Bagan 12.38. Reaksi pembuatan aldehida 12.7.2. Pembuatan Aldehida Aldehida dapat dibuat melalui oksidasi lemah alkohol primer menggunakan oksidator K2Cr2O7 dalam suasana asam. Pada produk aldehida komersial, khususnya formaldehida dibuat dengan cara mereaksikan alkohol primer dan udara menggunakan katalis tembaga dan pemanasan. Reaksi ini disederhanakan pada Bagan 12.38. Kemudahan aldehida untuk teroksidasi oleh oksidator (bahkan oleh oksidator lemah) dimanfaatkan untuk membedakan aldehida dengan keton. Pereaksi Tollens (Ag2O) akan menghasilkan endapan perak dan pereaksi Fehling (CuO) membentuk endapan merah, seperti reaksi pada Gambar 12.40. Gambar 12.40. Reaksi oksidasi aldehida dengan oksida logam perak dan tembaga Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 247 12.7.3. Reaksi-reaksi Aldehida Reaksi Hidrogenasi aldehida menggunakan katalis Pt/Ni menghasilkan alkohol primer, seperti Gambar 12.41. Reaksi oksidasi aldehida menggunakan oksidator KMnO4 atau K2Cr2O7 dalam suasana asam akan menghasilkan suatu asam karboksilat. Reaksi ini disederhanakan pada Bagan 12.41. Bagan 12.41. Reaksi hidrogenasi dan oksidasi dari senyawa etanal Gambar 12.42. Struktur molekul alkanol yang diwakili oleh methanol dan fenol 12.7.4. Pemanfaatan aldehida Formaldehida banyak digunakan sebagai bahan pengawet spesimen biologi maupun mayat dan sebagai insektisida. Etanal juga dipergunakan sebagai bahan baku karet buatan. Sedangkan senyawa trans‐ sinamaldehida dalam kayumanis digunakan sebagai penambah aroma masakan. 12.8. Alkanol Alkanol atau alkil atau aril (sikloalkil) alkohol merupakan senyawa monohidroksi turunan dari alkana, dimana salah satu atom H diganti gugus oleh gugus hidroksi (OH), lihat Gambar 12.42. Alkohol memiliki rumus umum CnH2n+2O. Berdasarkan jenis atom C dalam rantai alkana yang mengikat gugus OH, maka alkohol dapat dibedakan menjadi alkohol primer, sekunder dan tersier. Alkohol primer, gugus hidroksi terikat pada atom C primer, demikian pula seterusnya untuk alkohol sekunder, gugus hidroksi pada C sekunder dan alkohol tersier, gugus OH terikat pada atom C tersier, lihat Bagan 12.43. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 12.43. Klasifikasi alkohol berdasar kedudukan gugus hidroksi pada rantai karbon 248 12.8.1. Tata Nama Alkohol Penamaan senyawa alkohol berdasarkan aturan IUPAC adalah; menetapkan rantai utama yaitu yang terpanjang yang mengandung gugus OH. Selanjutnya memberi nomor pada rantai terpanjang, dengan C yang mengikat gugus fungsi memiliki nomor terkecil dan diakhiri dengan menyebutkan nomor dan nama cabang pada rantai utama (sesuai abjad), disertai nomor dan nama alkanolnya (dengan mengganti akhiran –a pada alkana menjadi –ol pada alkohol). Bagan 12.44. Moleukul etanol dan propanol bersama isomernya Penamaan senyawa alkanol untuk senyawa dengan rumus molekul C2H5OH, C3H7OH. Untuk senyawa C2H5OH, dimulai dengan menuliskan jumlah atom C, dilanjutkan dengan mengisi atom H‐nya, dan satu ikatan diisikan dengan gugus OH. Sedangkan C3H7OH dibuat dengan cara di atas namun juga diperhatikan adanya isomer, dengan pembentukan cabang pada rantai utamanya. Penyelesaian untuk kedua senyawa tersebut dapat dilihat pada Bagan 12.44. 12.8.2. Sifat-sifat Alkohol Alkohol umumnya berwujud cair dan memiliki sifat mudah menguap (volatil) tergantung pada panjang rantai karbon utamanya (semakin pendek rantai C, semakin volatil). Kelarutan alkohol dalam air semakin rendah seiring bertambah panjangnya rantai hidrokarbon. Hal ini disebabkan karena alkohol memiliki gugus OH yang bersifat polar dan gugus alkil (R) yang bersifat nonpolar, sehingga makin panjang gugus alkil makin berkurang kepolarannya. Reaktifitas alkohol diketahui dari berbagai reaksi seperti: 1. Reaksi Oksidasi Reaksi oksidasi alkohol dapat digunakan untuk membedakan alkohol primer, sekunder dan tersier. Alkohol primer akan teroksidasi menjadi aldehida dan pada oksidasi lebih lanjut akan menghasilkan asam karboksilat. Alkohol sekunder akan teroksidasi menjadi keton. Sedangkan alkohol tersier tidak dapat teroksidasi (Bagan 12.45). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 12.45. Reaksi oksidasi alkohol primer, sekunder dan tersier 249 2. Reaksi pembakaran Alkohol dapat dibakar menghasilkan gas karbon dioksida dan uap air dan energi yang besar. Saat ini Indonesia sedang mengembangkan bahan bakar alkohol yang disebut dengan Gasohol, seperti reaksi di bawah ini. 3. Reaksi esterifikasi Pembentukan ester dari alkohol dapat dilakukan dengan mereaksikan alkohol dengan asam karboksilat. Dalam reaksi ini akan dihasilkan air dan ester. Molekul air dibentuk dari gugus OH yang berasal dari karboksilat dan hidrogen yang berasal dari gigus alkohol. Mekanisme reaksi esterifikasi secara umum ditunjukan pada Gambar 12.46. 4. Reaksi dengan Asam Sulfat Pekat Reaksi alkohol dengan asam sulfat pekat akan menghasilkan produk yang berbeda tergantung pada temperatur pada saat reaksi berlangsung. Reaksi ini disederhanakan pada gambar 12.47. 5. Reaksi dengan Halida (HX, PX3, PX5 atau SOCl2) Reaksi ini merupakan reaksi substitusi gugus OH dengan gugus halida (X). Reaksi disajikan dibawah ini : R OH + SOCl2 Bagan 12.46. reaksi esterifikasi antara alkanol dengan asam karboksilat Gambar 12.47. Reaksi alkohol dengan asam sulfat pekat R Cl + HCl + SO2 12.8.5. Pemanfaatan Alkohol Dalam kehidupan sehari senayawa alkohol telah banyak dipergunakan, dibidang kesehatan alkohol 70% dipergunakan sebagai antiseptik, sedangkan dalam industri banyak dipergunakan sebagai bahan baku plastik, kosmetik dan saat ini sedang digalakkan bahan bakar dari alkohol. A. Fenol Fenol adalah senyawa alkohol, dimana gugus alkilnya berupa aril atau sikloalkil. Struktur senyawa fenol seperti : Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 250 Beberapa turunan dari senyawa yang penting banyak dipergunakan sebagai antiseptik seperti fenol, m‐ klorofenol dan p‐bromofenol (lihat Gambar 12.48). Senyawa turunan fenol lainnya pada bumbu dapur dan sering dijumpai pada cengkeh, vanila dan lainnya, senyawa tersebut seperti isoeugenol, eugenol, vanili dan timol. Senyawa tersebut disajikan dalam Gambar 12.49. di bawah ini. Gambar 12.49. Senyawa turunan fenol, isoeugenol, eugenol, vanili dan timol 12.9. Alkoksi Alkana Alkoksi alkana adalah senyawa turunan alkana yang salah satu atom Hidrogennya diganti dengan gugus alkoksi (OR). Senyawa alkoksi alkana juga sangat dikenal dengan nama eter. Untuk lebih mudah mengenali senyawa eter, diketahui dengan memperhatikan atom oksigen yang diapit oleh gugus alkil, lihat Gambar 12.50. di bawah ini. Senyawa eter ini juga merupakan isomer dari senyawa alkanol. Gambar 12.50. Rumus umum eter 12.9.1. Tata nama Eter Penamaan senyawa alkoksi alkana dilakukan dengan menetapkan rantai utama yaitu yang terpanjang dan Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.48. Senyawa turunan fenol, m‐klorofenol dan p‐bromofenol 251 mengandung gugus OR. Selanjutnya memberikan nomor pada rantai utama dimulai dari atom C yang mengandung gugus fungsi dan akhiri dengan nomor Bagan 12.51. Penamaan senyawa dan nama cabang dan nama alkoksialkananya, cara alkoksi alkana menurut IUPAC dan cara ini mengikuti aturan IUPAC. lainnya Penamaan lain juga dapat dilakukan dengan menyebutkan kedua gugus alkil yang mengapit atom Oksigen dan dilanjutkan dengan penambahan nama eter. Untuk mempermudah dalam pemberian panamaan, baik menurut IUPAC maupun nama lainnya kita ambil contoh untuk senyawa CH3‐O‐CH2‐CH2‐CH3. Tahapan penamaan ditampilkan pada Bagan 12.51. 12.9.2. Sifat-sifat Eter Eter memiliki titik didih rendah karena sangat sulit membentuk ikatan hidrogen. Eter memiliki titik didih yang relatif rendah dibandingkan isomeri alkoholnya. Kelarutan eter dalam air sangat kecil (±1,5%), sehingga merupakan pelarut yang baik bagi senyawa organik yang tidak larut dalam air. Eter mudah terbakar membentuk CO2 dan uap air, eter terurai oleh asam halida terutama oleh HI. Reaksi dengan senyawa PX3 (Posfor trihalida) misalnya (PCl3, PBr3 dan PI3) dipergunakan sebagai reaksi pembeda alkanol dengan eter. Bagan 12.52. Reaksi pembeda eter dan alkohol Senyawa alkohol dapat bereaksi dengan senyawa PX3, sedangkan senyawa eter tidak bereaksi. Secara umum reaksi tersebut mengikuti persamaan reaksi pada Bagan 12.52. 12.9.3. Pemanfaatan Eter Eter yang paling banyak digunakan adalah dietil eter atau etoksi etana. Eter digunakan sebagai pelarut senyawa karbon, zat disinfektan (pembunuh kuman), zat anastesi dan juga dipakai sebagai senyawa aditif pada bahan bakar untuk menaikan bilangan oktan. 12.10. Asam Alkanoat Asam alkanoat atau lebih populer sebagai asam karboksilat adalah segolongan asam organik yang memiliki gugus fungsional karboksilat (COOH), secara mudah gugus karboksilat adalah gabungan dari gugus karbonil dan hidroksi, (Gambar 12.53). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.53. Rumus umum asam karboksilat 252 Asam karboksilat memiliki rumus umum CnH2nO. Sifat asam dari senyawa ini adalah asam lemah. Dalam pelarut air, sebagian molekulnya terionisasi dengan melepas proton (H+). Asam karboksilat dapat memiliki lebih dari satu gugus fungsional. Asam karboksilat yang memiliki dua gugus karboksil disebut asam dikarboksilat (alkanadioat), jika tiga disebut asam trikarboksilat (alkanatrioat), dan seterusnya. Lihat gambar 12.54. 12.10.1. Tata nama Asam Karboksilat Penamaan asam karboksilat berdasarkan aturan IUPAC adalah sebagai berikut; pertama menetapkan rantai utama yaitu rantai terpanjang yang mengandung gugus fungsi karboksilat. Selanjutnya memberi nomor pada rantai terpanjang, dimulai dari C yang mengikat gugus karboksilat dan diakhiri dengan menyebutkan nomor dan nama cabang pada rantai utama yang diawali dengan kata “asam”, akhiri dengan nama alkanoatnya (posisi gugus fungsi tidak perlu diberi nomor). Dalam penamaan juga dapat dipergunakan cara lain yaitu mengganti nomor dengan simbol α, β, γ dan seterusnya. Dengan α merupakan posisi atom C yang terikat pada gugus karboksilat. Contoh penamaan disajikan pada Gambar 12.54. 12.10.2. Sifat-sifat Asam Karboksilat Wujud dari asam karboksilat tergantung dari jumlah atom C‐nya, untuk senyawa asam karboksilat yang memiliki atom C kurang dari 10, maka wujud zat tersebut adalah cair pada suhu kamar. Sedangkan asam karboksilat yang memiliki panjang rantai C 10 atau lebih berwujud padat. Asam karboksilat dengan panjang rantai 1‐4 larut sempurna dalam air, sedangkan asam karboksilat dengan panjang rantai 5‐6 sedikit larut dalam air dan asam karboksilat dengan panjang rantai lebih dari 6 tidak larut dalam air. Asam karboksilat larut dalam pelarut organik (seperti eter, alkohol dan benzena). Semua asam karboksilat merupakan asam lemah dengan Ka= ±1×10‐5. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 12.54. Tata nama beberapa senyawa asamkarboksilat 253 Asam karboksilat memiliki titik didih yang tinggi (lebih tinggi daripada alkohol), karena dapat membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Bagan 12.55. Reaksi penyabunan 1. Reaksi dengan Basa Kuat Reaksi Asam karboksilat dengan basa kuat akan membentuk garam dan air. Garam karboksilat hasil reaksi merupakan sabun. Reaksi ini sering disebut juga dengan reaksi penyabunan, (Bagan 12.55). 2. Reaksi substitusi a. reaksi dengan halida (PX3, PX5 dan SOX2) akan menghasilkan suatu asilhalida (Bagan 12.56). Bagan 12.56. Reaksi substitusi OH dengan halida b. reaksi dengan alkohol akan menghasilkan suatu ester dan H2O. 3. Reaksi Reduksi menggunakan katalis CaAlPH4 akan menghasilkan alkohol primer. 4. Reaksi dehidrasi (penghilangan molekul H2O) akan menghasilkan anhidrida asam karboksilat, lihat Gambar 12.57. 12.10.3. Pemanfaatan asam karboksilat Bagan 12.57. Dehidrasi asam karboksilat menghasilkan anhidrida asam karboksilat Asam format digunakan dalam industri kecil penyamakan kulit dan menggumpal bubur kertas atau karet. Asam asetat atau yang lebih populer sebagai asam cuka digunakan sebagai cuka makan dengan kandungan asam asetat 20‐25%. Asam stearat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin. 12.11. Alkil Alkanoat Alkil alkanoat atau yang lebih dikenal sebagai ester adalah turunan dari senyawa alkanoat yang terbentuk melalui penggantian atom hidrogen pada gugus karboksilat dengan gugus alkil (R’). Ester memiliki rumus struktur yang sama dengan asam alkanoat dan memiliki gugus fungsi RCOOR’. Pada Gambar 12.58, disajikan rumus molekul dari senyawa ester sederhana. Ester merupakan senyawa yang sangat berguna karena dapat diubah menjadi aneka ragam senyawa lain. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.58. Rumus umum ester. 254 Senyawa ester merupakan hasil reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol yang berlangsung pada suasana asam. 12.11.1. Tata nama ester Nama suatu aster terdiri dari dua kata. Kata pertama ialah nama gugus alkil yang terikat pada oksigen ester. Kata kedua berasal dari nama asam karboksilatnya dengan membuang kata asam. Bagan 12.59. Tatanama senyawa ester Penamaan diawali dengan penetapan rantai utama yaitu rantai terpanjang yang mengikat gugus karboksilat, dimana atom C pengikat gugus karboksilat juga mengikat atom oksigen. Selanjutnya memberikan nomor pada rantai alkil, dimulai dari C yang mengikat gugus karboksil. Penamaan diakhiri dengan menyebutkan nomor dan nama cabang pada rantai alkil diikuti dengan nama rantai alkil dan diakhiri dengan nama rantai utamanya dengan menghilangkan kata ‘asam’ dari nama alkanoat (posisi gugus fungsi tidak perlu diberi nomor). Penamaan senyawa ester ditunjukan pada Bagan 12.59. 12.11.2. Sifat-Sifat Ester Ester dengan jumlah atom Karbon sedikit atau rantai yang pendek memiliki sifat mudah menguap dan berwujud cair. Sedangkan ester dengan rantai yang panjang ditemukan pada minyak (berwujud cair) dan lemak (padat) yang merupakan senyawa triester. Minyak dan lemak tidak larut dalam air tetapi larut dalam benzena, eter dan CS2. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol, reaksi ini berlangsung dalam suasana asam, seperti persamaan di bawah ini. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang dapat balik. Sehingga ester dapat dihidrolisis oleh air pada suasana asam. Hasil reaksi ini adalah asam karboksilat dan alkohol. Hidrolisis dari ester dalam suasana basa, menghasilkan sabun dan alkohol, lihat persamaan reaksi pada Bagan 12.60. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 12.60. Reaksi hidrolisis ester dalam suasana basa 255 12.11.3. Pemanfaatan Ester Ester yang beraroma buah‐buahan (seperti isopentil asetat yang beraroma pisang) banyak digunakan sebagai penambah aroma (essen) pada makanan dan minuman. Beberapa senyawa pemberi rasa atau pengharum disajikan dalam tabel 12.6. Tabel 12.6. Beberapa senyawa yang memberikan rasa dan aroma pada buah‐buahan Dalam bidang farmasi, beberapa obat merupakan senyawa ester yang paling populer adalah obat penghilang rasa sakit serta pelemas otot. Senyawa‐ senyawa tersebut adalah turunan asam salisilat seperti aspirin dan minyak gosok, lihat Gambar 12.61. Minyak merupakan senyawa triester dari senyawa asam karboksilat dengan gliserol, minyak dimanfaatkan untuk menggoreng produk makanan. Minyak dan lemak juga merupakan bahan baku pembuatan sabun. Ester dari alkohol rantai panjang dengan asam karboksilat rantai panjang merupakan bahan pembuatan lilin nonparafin. 12.12. Alkil Amina Senyawa alkilamina merupakan senyawa turunan dari alkana, dimana salah satu atom hidrogennya digantikan dengan gugus amina (‐NH2). Alkilamina memiki ciri khas yaitu pada gugus aminannya. Berdasarkan letak atau posisi dari gugus amina, maka senyawa ini diklasifikasikan. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.61. Molekul aspirin dan minyak gosok 256 Senyawa alkilamina primer adalah senyawa yang terbentuk oleh gugus amina yang terikat pada atom C primer, demikian pula untuk alkilamina sekunedr dan tersier, masing‐masing gugus aminanya terikat pada atom sekender dan tersier, lihat Gambar 12.63. 12.12.1. Tata nama Alkilamina Penamaan alkil amina dilakukan dengan menyebutkan gugus alkilnya dan dilanjutkan dengan amin, dengan penamaan ini sekaligus tampak kedudukan gugus amina bentuk primer (1o), sekunder (2o) atau tersiernya (3o), lihat (Gambar 12.63). Untuk penamaan dengan dengan acuan IUPAC, diawalai dengan menetapkan rantai utama yaitu rantai terpanjang yang mengikat gugus amina, dilanjutkan dengan pemberian nomor dan nama cabang kemudian diakhiri dengan menyebutkan nomor, gugus cabang, rantai alkananya dan menambahkan kata amin, lihat contoh di bawah ini: Gambar 12.63. Struktur molekul alkilamin primer, sekunder dan tersier CH3‐CH2‐NH2: etanamin CH3‐CHNH2‐CH3: 2‐propanamin CH3‐CH2‐CH2‐NH‐CH3: N‐metil‐2‐propanamin 12.12.2. Sifat-sifat alkilamin Sifat‐sifat fisik, Senyawa alkanamin atau alkilamina memiliki bau yang khas, sedikit pesing. Wujud zatnya tergantung dari rantai atom karbonnya. Untuk senyawa dengan jumlah atom C sebanyak 1‐2 buah berupa gas. Untuk tiga atom C dengan kedudukan gugus amina primer sudah berupa cairan pada suhu kamar. Alkil amina memiliki atom N yang polar, namun tidak sekuat Oksigen pada alkohol, sehingga titik didih alkilamin lebih rendah dibandingkan alkohol, lihat Tabel 12.7. Tabel 12.7. Titik didih dari senyawa alkana, alkilamin dan alkohol Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 257 Polaritas atom N pada alkilamina menyebabkan alkilamina cukup reaktif, interaksi antar molekul alkilamina terjadi karena adanya ikatan hidrogen antar kedua molekul. Khusus untuk alkilamina tersier tidak terjadi ikatan hidrogen, karena atom N sudah tidak mengikat atom H lagi. Dengan adanya kemampuan membentuk ikatan hidrogen senyawa alkilamin larut dalam air. Ikatan hidrogen dan interaksinya sesama molekul alkilamina dan interaksinya dengan molekul air disajikan pada Gambar 12.64. Alkilamin dapat membentuk reaksi penggaraman, jika dinetralkan oleh asam. Penamaan molekul garam dengan mengganti kata amin dengan amonium seperti : CH3‐NH2 + HCl → CH3‐NH3+ Cl– metilamin metilamonium klorida Sifat yang unggul dari persenyawaan garam amina adalah berbentuk padatan dalam suhu kamar, larutan dalam cairan tubuh, sehingga bentuk garam amina ini merupakan pilihan yang tepat untuk membuat obat. Senyawa ephedrine hydrochloride dan difenihidramin hidroklorida merupakan senyawa yang banyak terdapat pada obat‐obat influenza, seperti struktur molekul dibawah ini. Gambar. 12.64. Ikatan hidrogen antar molekul alkil amin kecuali pada tersier alkilamin Bagan 12.65. Senyawa lingkar dari alkilamin yang bersifat basa Senyawa alkilamin yang berbentuk siklik (lingkar) bersifat sebagai basa. Bentuk lingkar yang stabil dari senyawa ini adalah cincin dengan segi lima atau segi enam yang mengandung satu atau dua atom nitrogen, seperti Bagan 12.65. Persenyawaan alkilamina di alam melimpah ruah, dan telah banyak dimanfaatkan untuk obat‐obatan khususnya jamu tradisional atau herbal medicine, dan yang sedang popular saat ini adalah alkaloid. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 258 Alakaloid adalah senyawa yang memiliki basa nitrogen yang secara fisiologis aktif dalam tubuh makhluk hidup, khususnya untuk stimulan, anestesi dan anti depresi senyawa ini banyak diproduksi pada tumbuh‐tumbuhan. Beberapa alkaloid yang terkenal adalah caffein, dan nikotin yang telah digemari manusia sejak dulu kala. Caffein banyak terdapat dalam kopi, teh, coklat dan softdrink. Senyawa ini mampu bekerja sebagai stimulant sistem saraf manusia agar tetap segar. Struktur molekul dari caffeine mengandung basa nitrogen cincin imidazol. Sedangkan Nikotin terdapat dalam tembakau, saat ini dunia sedang memerangi penggunaan tembakau, beberapa effek fisiologisnya adalah menaikkan level adrenalin di dalam darah. Struktur molekulnya mengandung pyrolidin. Struktur dari kedua molekul ditampilkan pada Gambar 12.66. Beberapa alkaloid yang banyak dipergunakan untuk penghilang rasa sakit adalah morfin, heroin dan codein, namun kenyataannya obat ini telah banyak disalah gunakan pemanfaatannya oleh kalangan remaja. Struktur molekul dari alkaloid seperti pada Gambar 12.67 di bawah ini: Gambar 12.66. Struktur molekul caffein yang mengandung imidazol dan nikotin yang mengandung pyrolidin Gambar.12.67. Struktur molekul Heroin, Morfin dan Codein Dari gambar di atas tampak bahwa molekul dasar dari ketiga persenyawaan tersebut (morfin, heroin dan codein) merupakan molekul hasil modifikasi dari morfin dengan mengganti beberapa gugusnya, perhatikan warna pink dan kuning. Senyawa kelompok alkilamin yang juga sering disalah gunakan dan banyak beredar secara illegal adalah senyawa cocain dan turunannya. Dalam bidang kesehatan cocain dipergunakan sebagai anestesi. Beberapa turunannya yaitu senyawa procain, lidocain, dan Demerol (Gambar 12.68). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.68. Senyawa anestesi yang berasal dari cocain 259 Persenyawaan amin memegang peranan penting dalam sistem saraf seperti, acetylcholine, catecholamin, amphetamin, serotonin, histamin dan γ‐Aminobutyrat (GABA). 12.13. Sikloalkana Sikloalkana adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang memiliki sekurang‐kurangnya 1 cincin atom karbon, dengan rumus umum umum CnH2n. Sikloalkana paling sederhana adalah siklopropana yang memiliki 3 atom C dengan konformasi berbentuk planar. Sedangkan pada sikloalkana dengan jumlah atom C penyusun cincin lebih dari 3 memiliki bentuk yang tidak planar dan melekuk, membentuk suatu konformasi yang paling stabil (memiliki energi paling rendah), ingat bentuk molekul gula yang berbentuk segi enam, berupa pelana kuda dan bentuk kursi adalah bentuk yang stabil. Tabel 12.8 di bawah ini menyajikan beberapa bentuk sikloalkana. Tabel 12.8. Struktur dan bentuk geometris dari beberapa senyawa sikloalkana 12.13.1. Tata nama sikloalkana Penamaan sikloalkana sama dengan penamaan alkana dengan menambahkan awalan ‘siklo’ di depan nama alkana yang sesuai dengan jumlah atom C dalam cincin. Sikloalkana yang memiliki substituen atau gugus pengganti lebih dari 1 pada cincin karbonnya, penamaan dilakukan dengan cara memberi nomor 1 pada atom C yang mengikat salah satu substituen dan yang lain diatur agar memiliki nomor yang rendah. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 260 Penamaan senyawa sikloalkana, kita mulai dari yang mudah yaitu metilsiklopentana, hal ini mengindikasikan bahwa molekul tersebut berbentuk segi lima dan mengandung satu gugus metil. Sedikit yang lebih kompleks yaitu 1,2‐dimetilsiklopentana, dimana terdapat dua gugus metil yang berposisi pada atom C 1 dan C 2 pada siklopentana. Hal yang sama juga kita lakukan untuk senyawa siklo dengan enam atom C, misalnya 1,2,4‐trimetilsikloheksana, terdapat tiga gugus metil pada sikloheksana, lihat Bagan 12.69. Bagan 12.69. Tata nama senyawa sikloalkana 12.14. Benzena Benzena merupakan sikloheksena yaitu senyawa siklik yang memiliki ikatan rangkap dua aromatik dengan rumus struktur C6H12. Benzena dilambangkan dalam dua bentuk, yang pertama adalah struktur Kekulé dan yang lainnya adalah heksagon dengan lingkaran di dalamnya untuk menggambarkan adanya resonansi ikatan π atau distribusi elektron yang tersebar merata didalam cincin benzena. Kedua struktur ini disederhanakan pada Gambar 12.70. Adanya ikatan rangkap dua pada senyawa sikloheksena ini menunjukkan bahwa benzena termasuk hidrokarbon tidak jenuh, namun pada umumnya benzena tidak berperilaku seperti senyawa tak jenuh. 12.14.1. Tata nama benzena dan turunannya Penamaan benzena berdasarkan aturan IUPAC adalah sebagai berikut: 1. Jika hanya terdapat 1 substituen maka penamaannya dilakukan dengan cara menyebutkan nama gugus substituennya diikuti dengan kata ‘benzena’ dan apabila terdapat dua substituen atau lebih, tentukan gugus utama dan gugus substituennya. 2. Berilah nomor pada atom C dalam cincin benzena dengan mengatur agar penjumlahan nomor posisi gugus substituen memiliki jumlah sekecil mungkin. 3. Sebutkan nomor dan nama substituen diikuti dengan nama gugus utamanya. Penomoran untuk benzena yang memiliki 2 substituen dapat diganti dengan awalan o (orto = substituen pada posisi 1,2), m (meta = substituen pada posisi 1,3) dan p (para = substituen pada posisi 1,4). Penamaan dengan model ini ditunjukan pada Gambar 12.71. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.70. Struktur Kekulé dan heksagonal benzena Gambar 12.71. Penamaan senyawa benzena 261 12.14.2. Sifat-sifat benzena dan turunannya Turunan dari senyawa benzena terjadi karena salah satu atom hidrogen dalam ring benzena diganti atau disubstitusi oleh atom atau gugus lain. Senyawa‐ senyawa tersebut meliputi touluen adalah benzena yang mengandung gugus metil, apabila mengandung gugus halogen dinamakan halobenzena. Sedangkan yang mengandung gugus hidroksi dan gugus nitro secara berurutan dinamakan fenol dan nitrobenzena. Struktur molekul untuk turunan senyawa benzena disederhanakan dalam Gambar 12.72. Dalam bereaksi, benzena tidak mengalami reaksi adisi karena cincin benzena stabil, hal ini berbeda untuk senyawa‐senyawa yang memiliki ikatan rangkap. Misalnya, benzena tidak mengalami reaksi adisi layaknya senyawa alkena dan alkuna. Dan reaksi utama dari benzena adalah reaksi substitusi. Reaksi ini disederhanakan pada Gambar 12.73. Benzena dapat di hidrogenasi menghasilkan suatu sikloalkana dengan bantuan katalis logam. Reaksi ini disederhanakan pada Gambar 12.74. Senyawa benzena akan mengalami reduksi dan akan menerima atom H, dengan cara melepaskan ikatan rangkapnya. Reaksi ini tidak berlangsung sederhana namun memerlukan katalisator logam khususnya platina atau nikel. Benzena merupakan senyawa organik yang sangat beracun bagi manusia dan dapat menyebabkan kerusakan hati. Namun toluena jauh kurang beracun, meskipun bukan tidak berbahaya. Hal ini disebabkan karena perbedaan senyawa intermediet yang dihasilkan pada saat akan dibongkar dalam tubuh. Untuk toluen menghasilkan senyawa intermediet asam benzoat yang dapat diekskresikan, sehingga tidak akan menimbulkan masalah kesehatan. 12.14.3. Pemanfaatan senyawa benzena Senyawa benzena merupakan bahan baku yang dapat dipergunakan menjadi bahan lain. Selain itu benzena juga dipergunakan sebagai pelarut organik, khususnya untuk zat yang memiliki sifat non‐polar. Turunan dari senyawa benzena seperti fenol (lihat Gambar 12.72) dipergunakan sebagai zat antiseptik. Umumnya dipergunakan sebagai bahan pembersih toilet. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 12.72. Beberapa senyawa turunan benzena Bagan 12.73. Reaksi substitusi dengan gugus nitro pada benzena Bagan 12.74. Reaksi hidrogenasi benzena 262 Senyawa turunan benzena yang memiliki gugus metil, dikenal dengan toluene. Zat ini merupakan bahan baku untuk membuat asam benzoate, dengan cara mengoksidasi secara sempurna senyawa tersebut, sehingga terbentuk gugus karboksilat. Toluen juga dipergunakan sebagai bahan baku untuk membuat tri nitro toluene (TNT) yaitu bahan peledak. Beberapa polimer juga mempergunakan bahan baku dari turunan benzena, seperti pembentukan polistirena. Asam salisilat juga merupakan turunan benzena yang dipergunakan untuk membuat obat penghilang rasa sakit dan saat ini juga dipergunakan untuk pengencer darah yaitu aspirin. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 263 RANGKUMAN 1. Alkanon adalah senyawa turunan alkana yang memiliki gugus karbonil atau gugus keton. 2. Titik didih dan titik leleh alkanon yang lebih rendah dibandingkan senyawa alkanol karena sulit membentuk ikatan hidrogen. 3. Senyawa keton tidak dapat dioksidasi namun jika direduksi akan menghasilkan alkohol sekunder. 4. Beberapa senyawa penting alkanon adalah propanon yang banyak digunakan sebagai pelarut organik, asetofenon digunakan sebagai hipnotik dan kloroasetofenon dipergunakan sebagai gas air mata. 5. Alkanal atau aldehida merupakan isomer fungsi dari alkanon dengan rumus struktur CnH2nO. 6. Perbedaan aldehid dan alkanon hanya pada posisi gugus karbonilnya. 7. Alkanal bereaksi dengan perekasi Tollens (Ag2O) akan menghasilkan endapan perak dan pereaksi Fehling (CuO) membentuk endapan merah 8. Aldehida dapat dibuat melalui oksidasi lemah alkohol primer menggunakan oksidator K2Cr2O7 dalam suasana asam. Reaksi Hidrogenasi aldehida menggunakan katalis Pt/Ni menghasilkan alkohol primer. Reaksi oksidasi aldehida menggunakan oksidator KMnO4 atau K2Cr2O7 dalam suasana asam akan menghasilkan suatu asam karboksilat. 9. Pemanfaatan senyawa aldehida dalam pembuatan disinfektan dan karet sintesis 10. Alkohol merupakan senyawa monohidroksi turunan dari alkana, dimana salah satu atom H diganti gugus oleh gugus hidroksi (OH) dengan rumus umum CnH2n+2O. Alkohol dapat dibedakan menjadi alkohol primer, sekunder dan tersier. 11. Alkohol primer akan teroksidasi menjadi aldehida dan pada oksidasi lebih lanjut akan menghasilkan asam karboksilat. Alkohol sekunder akan teroksidasi menjadi keton. Sedangkan alkohol tersier tidak dapat teroksidasi. 12. Alkohol umumnya berwujud cair dan memiliki sifat mudah menguap (volatil) tergantung pada panjang rantai karbon utamanya. Alkohol dapat dibakar menghasilkan gas karbon dioksida dan uap air dan energi yang besar. 13. Reaksi antara alkohol dengan asam karboksilat dengan katalis asam menghasilkan ester. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 264 14. Alkoksi alkana atau eter adalah senyawa turunan alkana yang salah satu atom hidrogennya diganti dengan gugus alkoksi (OR). Eter merupakan isomeri dari alcohol. 15. Eter memiliki titik didih rendah karena sangat sulit membentuk ikatan hidrogen. Kelarutan eter dalam air sangat kecil (±1,5%) mudah terbakar membentuk CO2 dan uap air, eter terurai oleh asam halida terutama oleh HI. 16. Eter digunakan sebagai pelarut senyawa karbon, zat disinfektan, zat anastesi dan dipakai sebagai senyawa aditif pada bahan bakar. 17. Asam alkanoat atau asam karboksilat adalah segolongan asam organik yang memiliki gugus fungsional karboksilat (COOH) dengan rumus umum CnH2nO. 18. Asam karboksilat dengan atom C kurang dari 10 berwujud cair sedangkan dengan 10 atom C atau lebih berwujud padat pada suhu kamar. Semua asam karboksilat merupakan asam lemah dengan Ka= ±1×10‐5. 19. Beberapa reaksi kimia asam karboksilat diantaranya : Reaksi dengan basa kuat akan membentuk garam dan air. Reaksi dengan halida menghasilkan suatu asilhalida. 20. Reduksi menggunakan katalis CaAlPH4 menghasilkan alkohol primer. Reaksi dehidrasinya menghasilkan anhidrida karboksilat. 21. Pemanfaatan Asam Karboksilat dalam industri kecil penyamakan kulit dan menggumpal bubur kertas atau karet, industri makanan dan sebagai bahan dasar pembuatan lilin. 22. Alkil alkanoat atau ester adalah turunan dari asam alkanoat yang terbentuk melalui penggantian atom hidrogen pada gugus hidroksi dengan sutu gugus alkil (R’) dengan rumus struktur RCOOR’. 23. Ester dengan rantai yang pendek bersifat volatil dan berwujud cair. Sedangkan dengan rantai yang panjang ditemukan pada minyak (berwujud cair) dan lemak (padat). Hidrolisis ester dalam suasana basa, menghasilkan sabun dan alkohol sedangkan pada suasana asam menghasilkan karboksilat dan alcohol. 24. Alkilamina merupakan senyawa turunan dari alkana, dimana salah satu atom hidrogennya digantikan dengan gugus amina. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 265 25. Senyawa alkanamin atau alkilamina memiliki bau yang khas, sedikit pesing. Wujud zatnya tergantung dari rantai atom karbonnya. Sifat yang unggul dari persenyawaan garam amina adalah berbentuk padatan dalam suhu kamar, larutan dalam cairan tubuh. 26. Alkilamin yang berbentuk siklik (lingkar) bersifat sebagai basa. alkilamina di alam melimpah ruah, dan telah banyak dimanfaatkan untuk obat khususnya jamu. 27. Alakaloid adalah senyawa yang memiliki basa nitrogen yang secara fisiologis aktif dalam tubuh makhluk hidup. Beberapa alkaloid yang terkenal adalah caffein, dan nikotin. 28. Alkaloid yang digunakan sebagai penghilang rasa sakit misalnya morfin, heroin dan codein. 29. Sikloalkana adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang memiliki sekurang‐kurangnya 1 cincin atom karbon, dengan rumus umum umum CnH2n. 30. Benzena merupakan sikloheksena yaitu senyawa siklik yang memiliki ikatan rangkap dua aromatik dengan rumus struktur C6H12. 31. Benzena tidak mengalami reaksi adisi karena cincin benzena stabil reaksi utama dari benzena adalah reaksi substitusi. 32. Benzena dapat di hidrogenasi menghasilkan suatu sikloalkana dengan bantuan katalis logam. 33. Benzena sangat beracun dan dapat menyebabkan kerusakan hati. 34. Benzena dipergunakan sebagai pelarut organik. turunan benzena yang dipergunakan untuk mensintesis aspirin. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 266 Pilihalah salah satu jawaban yang paling benar 1. Termasuk senyawa apakah molekul dibawah ini CH3CH2CH2CH(OH)CH3 a. Aldehida b. Keton c. Alkohol d. Alkoksi alkana 2. Dengan jumlah atom C yang sama, Titik didih yang tertinggi dimiliki oleh seyawa : a. Asam etanoat b. Etanol c. Etanal d. Metil metanoat 3. Nama yang tepat untuk senyawa di bawah ini adalah H3C CH3 O C CH CH3 a. Isopropanal b. 2,2‐ dimetil propanal c. 2‐metil butanal d. pentanal 4. Kloroasetofenon merupakan senyawa yang banyak digunakan sebagai gas air mata. Senyawa ini merupakan turunan dari a. fenol b. Asam karboksilat c. Alkilamina d. alkanon 5. Isomer fungsi dari senyawa n‐heksanal adalah a. n‐heksena b. 3‐heksanon c. propoksi propana d. n‐heksanol 6.Reaksi hidrogenasi 3‐metil pentanal dengan katalis Pt akan menghasilkan senyawa a. b. c. d. 3‐metil pentanon asam 3‐metil pentanoat 3‐metil pentanol metoksi pentana Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 UJI KEMAMPUAN 267 7.Diantara senyawa berikut yang sulit dioksidasi, kecuali a. 2‐metil heksana b. asam 3‐propil oktanoat c. 2‐metil butanal d. Nitrobenzen 8.Senyawa yang merupakan isomer fungsi dari molekul berikut adalah HO CH3 CH H3 C CH CH3 a. metoksi butana b. penatanon c. pentanal d. asam pentanoat 9.Berikut ini merupakan kegunaan senyawa eter kecuali a. sebagai aditif aroma makanan b. zat anestesi c. disinfektan d. pelarut organik non polar 10. Nama yang tepat untuk senyawa berikut adalah H3C CH2 C2H5 O O C3H7 a. 2‐etil butirat propil ester b. isobutil propanoat c. 2‐metil butanoat d. propil isobutanoat 11. Hasil reaksi antara n‐butanol dengan asam etanoat pada suasana asam adalah a. etil butanoat dengan air b. etoksi butana dan etanol c. butil etanoat dan air d. butil etanoat dan etanol 12. Reaksi antara asam asetat (asam etanoat) dengan asam bromida akan dihasilkan a. bromo etena b. bromo etena c. asetil bromida d. bromo etanol 13. Senyawa berikut merupakan hasil hidrolisis propil oktana pada suasana basa (NaOH) a. asam oktanoat dan propanol b. natrium propanoat dan oktanol c. natrium oktanoat dan propanol d. asam propanoat dan oktanol. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 268 Bab 13. Makromolekul Standar Kompetensi Menjelaskan system klasifikasi dan kegunaan polimer Kompetensi Dasar Menjelaskan kegunaan polimer Mengklasifikasikan polimer Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mendefinisikan polimer 2. Siswa dapat mengklasifikasikan polimer 3. Siswa dapat menyebutkan jenis reaksi polimerisasi 4. Siswa dapat menyebutkan sifat‐sifat polimer sintetik 5. Siswa dapat menggunakan tata penamaan polimer sintetik 6. Siswa dapat menyebutkan manfaat polimer sintetik dalam kehidupan sehari‐ hari. 13.1. Polimer Dalam kehidupan sehari‐hari banyak kita jumpai beraneka ragam zat atau barang bukan sebagai senyawa sederhana melainkan sebagai molekul besar atau dengan berat molekul berkisar seribu bahkan ratusan ribu. Hal ini disebabkan karena senyawa tersebut tersusun dari molekul‐molekul kecil yang saling bergabung membentuk struktur yang sangat besar, dan sifat‐sifatnya berbeda dengan molekul‐molekul penyusunnya. Molekul dengan ciri‐ciri semacam ini disebut dengan makromolekul. Beberapa senyawa makromolekul yang mudah kita temukan seperti kayu berupa lignin dan selulosa, bahan makanan seperti beras, tepung terigu berupa karbohidrat, daging, telur yang mengandung protein, bahan pakaian seperti polyester, peralatan yang terbuat dari plastik berupa polietilena teflon polivinilklorida dan polistirena, lihat Gambar 13.1. Polimer adalah makromolekul yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi, dibangun dari pengulangan unit‐unitnya. Molekul sederhana yang membentuk unit‐unit ulangan ini dinamakan monomer. Sedangkan reaksi pembentukan polimer dikenal dengan istilah polimerisasi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 13.1. Berbagai macam produk berupa senyawa polimer 269 Untuk lebih jelasnya bagaimana monomer membentuk sebuah polimer dapat kita perhatikan struktur molekul polimer pada Bagan 13.2. Bagan 13.2. sejumlah n monomer membentuk polimer 13.2. Klasifikasi Polimer Banyak cara yang diajukan oleh kimiawan dalam mengklasifikasikan polimer, seperti berdasarkan asal atau sumbernya, berdasarkan struktur molekulnya dan adapula yang didasari atas sifat panasnya. Namun demikian pengklasifikasian yang paling sederhana dan sering dipergunakan didasari atas asal atau sumbernya. Berdasarkan hal ini diketahui dua jenis polimer yaitu polimer alam dan polimer sintetik. 13.2.1. Polimer Alam Polimer alam adalah senyawa yang dihasilkan dari proses metabolisme mahluk hidup. Contoh sederhana polimer alam adalah karet alam, pati, selulosa dan protein. Jumlahnya yang terbatas dan sifat polimer alam yang kurang stabil, mudah menyerap air, tidak stabil karena pemanasan dan sukar dibentuk menyebabkan penggunaanya amat terbatas. Pembahasan polimer alam secara detil disajikan pada Bab 14. 13.2.2. Polimer sintetik Polimer sintetik merupakan jenis polimer yang dihasilkan melalui sintesis kimia, produksi umumnya dilakukan dalam skala besar untuk kepentingan hidup manusia. Bentuk polimer sintetik yang dihasilkan dapat berupa plastik dan serat buatan. Plastik merupakan polimer yang memiliki sifat mencair atau mudah mengalir jika dipanaskan, sehingga mudah dibentuk atau dicetak. Beberapa produk dari plastik misalnya pipa, mainan anak‐anak, dapat pula berbentuk lembaran seperti pembungkus makanan atau bahan dan berupa cairan pelapis cat mobil, pernis perhatikan Gambar 13.3. Gambar 13.3. Produk polimer berupa plastik Polimer sintetik lainnya adalah polimer termoset, polimer ini dapat dilebur pada tahap tertentu selanjutnya menjadi keras selamanya, dan tidak dapat dicetak ulang. Bakelit adalah contoh yang mudah kita temukan sebagai casing pada peralatan elektronika, toilet, dan lain‐lain. Serat buatan merupakan produk polimer berupa untaian atau seperti benang yang dapat ditenun atau dijalin membentuk lembaran‐lembaran tipis dan panjang yang kuat dan ulet. Produk polimer bentuk ini dapat dilihat pada Gambar 13.4. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 13.4. Produk polimer berupa serat buatan 270 13.3. Monomer Seperti telah dibahas sebelumnya monomer adalah unit terkecil sebagai penyusun polimer. Penelitian di bidang monomer sangat pesat, mengngat banyak tantangan yang dihadapi oleh manusia, jika kita menggali terus menerus barang tambang, tentunya akan merusak lingkungan, para ahli mencari pengganti besi, sebagai pipa, tembaga sebagai penghantar listrik. Monomer pengganti tersebut masih dipelajari, misalnya polimer yang dapat menghantarkan listrik seperti polianilin, polipirol dan lainnya. Beberapa monomer yang sudah banyak dimanfaatkan oleh kita dan telah dikomersialisasikan seperti, etilen, kloro etilen, tetrafloro etilen, isobutilena dan stirena. Pada Table 13.1 disajikan beberapa monomer yang sudah kita kenal beserta nama polimer dan unit terkecil penyusun polimernya. Tabel 13.1 Monomer, rumus molekul unit ulangannya dan nama polimer No Monomer Unit ulangan Nama polimer 1 CH2 = CH2 ‐ CH2CH2 – Polietilen 2 CH2 = CHCl ‐ CH2CHCl – Poli (vinil klorida) 3 CF2 = CF2 Politetraetilen/Teflon 4 Poliisobutilena 5 Polistirena 13.4. Polimerisasi Penggabungan molekul‐molekul kecil atau monomer menjadi molekul yang sangat besar siberi istilah reaksi polimerisasi. Berdasarkan peristiwa yang terjadi selama reaksi, maka polimerisasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu: polimerisasi adisi dan polimer kondensasi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 271 Polimerisasi adisi Polimerisasi adisi terjadi pada monomer‐monomer yang sejenis dan mempunyai ikatan tak jenuh (rangkap). Proses polimerisasi diawali dengan pembukaan ikatan rangkap dari setiap monomernya, dilanjutkan dengan penggabungan monomer‐monomernya membentuk rantai yang lebih panjang dengan ikatan tunggal. Proses ini disederhanakan dalam Bagan 13.5. Bagan 13.5. Contoh polimerisasi adisi dari senyawa propilen Polimer yang terbentuk dari reaksi polimerisasi adisi hanya mengandung satu macam monomer saja, sehingga disebut homopolimer, Struktur homopolimer adalah –A – A – A – A – A, dan A adalah monomer. Beberapa senyawa yang mengikuti pola reaksi adisi, seperti etilen dalam membentuk polietilen, tetrafloro etilen dalam membentuk Teflon dan polimer lainnya. Dalam polimerisasi adisi dari senyawa propilen akan terbentuk tiga jenis struktur polimer didasari pada kedudukan atau posisi dari gugus alkil atau fenil. Isotaktik propilen berbentuk jika gugus metil pada posisi yang sama didalam polimer tersebut. Untuk lebih mudahnya perhatikan Gambar 13.6. Jika gugus alkil/fenil memiliki kedudukan yang tidak sama misalnya cis dan trans, namun kedudukan tersebut berubah secara beraturan, maka polimer tersebut dikatakan sebagai sindiotaktik, perhatikan Gambar 13.7, yang mengilustrasikan struktur ini. Jika gugus alkil/fenil yang berada pada rantai karbonnya berposisi secara random, maka polimer ini disebut dengan polimer ataktik. Perhatikan struktur ataktik pada Gambar 13.8. Gambar 13. 6. Struktur isotaktik propilen dimana kedukan metil adalah sama Gambar 13.7. Struktur sindiotaktik propilen dengan gugus metil yang berseberangan namun berubah secara teratur 13.4.2. Polimerisasi Kondensasi Pada polimerisasi kondensasi penggabungan monomer membentuk polimer dengan melepaskan molekul kecil seperti air (H2O) atau ammonia (NH3). Untuk mempermudah ilustrasi dari reaksi polimerisasi kondensasi dapat kita amati pada persamaan reaksi dibawah ini : Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 13.8. Struktur ataktik propilen dengan gugus metil yang berposisi random atau acak 272 Bagan 13.9. Contoh kopolimer untuk senyawa stirena dengan butadiena Pada polimerisasi kondensasi, banyak monomer pembentuk polimer lebih dari satu jenis atau terbentuk dari bermacam‐macam monomer, sehingga disebut kopolimer. Struktur umum kopolimer adalah –A – B – A – B – A – B – A – B – . Pembentukan polimer semacam ini ditunjukan pada Bagan 13.9, pada pembuatan karet sintetik. 13.4. Tata Nama Polimer Begitu besar molekul‐molekul penyusun polimer dan tidak hanya dari satu jenis polimer saja, namun dapat pula terdiri dari beberapa unit polimer seperti yang sudah kita bahas sebelumnya. Penamaan polimer didasari oleh atas nama monomernya baik dari nama sumber ataupun nama umum, yang kedua didasari atas taktisitas dan isomernya. Untuk nama polimer yang didasari atas nama monomernya adalah polimer yang disusun oleh satu kata monomer. Penamaan dilakukan dengan memberikan awal kata poli pada nama monomernya. Misalnya untuk polimer dengan monomer stirena, maka nama polimer tersebut adalah polistirena. Untuk contoh lainnya perhatikan Tabel 13.2. Penamaan berubah jika nama monomer lebih dari satu kata atau didahului sebuah huruf atau angka. Penamaan dilakukan dengan meletakkan nama monomer didalam kurung dan diawali dengan kata poli, sebagai contoh, jika monomernya adalah asam akrilat, maka penamaan polimer menjadi poli(asam akrilat). Untuk contoh yang lain perhatikan Tabel 13.3. Penamaan berdasarkan taktisitas, diawali dengan huruf i untuk isotaktik atau huruf s untuk sindiotaktik. Sebagai contoh kita tuliskan nama senyawa i‐polistiren, maka hal ini mengindikasikan Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Tabel 13.2. Nama polimer yang didasari atas nama monomernya Monomer Polimer etilen Polietilen propilen Polipropilen stiren Polistiren tetrafluoroetilena Poli tetrafluoroetilena Tabel 13.3. Nama polimer yang jumlah kata monomernya lebih dari satu kata Monomer Polimer Asam akrilat Poli(asam akrilat) α‐metil stiren Poli(α‐metil stiren) 1‐pentena Poli(1‐pentena) metil metakrilat Poli(metil metakrilat) 27 73 bahwa, polimer dissusun oleh monomer stiren f dimana kedudukan atau posisi gugus fenilnya sama. er strukturaal dan Penamaan berdasarrkan isome geometriknya ditunjjukkan denggan menggu unakan awalan cis c atau tran ns serta den ngan menyeebutkan angka un ntuk posisi sebelum kataa poli. Untu uk lebih mudah memahamin m nya, kita am mbil contoh nama berdasarkkan isomer seperti trans‐1,4‐poli(1,3‐ butadiena). a pen namaan diaatas IUPAC C juga Selain aturan merekom mendasikan penamaan n polimer yang diambil dari d struktu ur unit dasaar. Aturan teersebut adalah : s tterkecil • Penggidentifikasiaan unit struktural (CRU U) • Sub unit CR RU ditetap pkan priorritasnya dasarkan ikaatan dan ditulis d priorritasnya berd menurun dari kiri ke kanan • Subsstituen‐substtituen diberi nomor dari kiri ke kanaan • Nam ma CRU diletakkan daalam kurungg, dan diaw wali dengan poli. p Untuk lebih mud dahnya peerhatikan ccontoh penamaaan seperti did dalam Tabell 13.4. T Tabel 13.4. N Nama polimeer rekomend dasi IUPAC Nama Sum mber Nama N IUPAC C Polietilen n Poli(metilena) Politetrafluoroe P etilena Poli(difluorometileena) Polistirenaa Po oli(1‐feniletilen na) Poli(asam akrrilat) Poli(1‐ karrboksilatoetilen na) Gambar 13.10. Polimeer polietilen yang memiliki rantai linier dan pan njang 13.5. Sifat-sifat Polimer P Polimer Perbedaaan utama daari polimer alam dan P sintetik adalah, a mud dah tidaknyya sebuah p polimer didegradaasi atau diro ombak oleh mikroba. P Polimer sintetik sulit diuraikan oleh mikro oorganisma.. Sifat‐sifatt polimer sintetik sangaat ditentukaan oleh struktur polimernya seperti; panjangnya p rantai; ul, percaban ngan, dan ikatan gaya anttar moleku silang anttar rantai po olimer. Pertambaahan panjan ng rantai utaama polimer diikuti dengan meningkattnya gaya antar molekul m Hal menyeb babkan monomer. ini yangg t leleh ssebuah meningkaatnya kekuaatan dan titik polimer. Gambar 13.10, 1 contoh polimerr yang n linier. Polimer yang m memiliki berantai panjang dan uatannya me enurun dan hal ini banyak cabang, keku nyebabkan titik t lelehnyaa semakin rendah, juga men contoh untuk polime er bercabangg ditunjukkaan oleh 1 Gambar 13.11. Kimia Kesehata an, Direktorat Pem mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007 Gambarr 13.11. Conttoh polimer yang memiliki cabang 274 Beberapa polimer memiliki ikatan silang antar rantai, hal ini akan membuat polimer yang bersifat kaku dan membentuk bahan yang keras. Makin banyak ikatan. silang makin kaku polimer yang dihasilkan dan polimer akan semakin mudah patah. Jenis polimer yang memiliki ikatan silang ini merupakan plastik termoseting. Jenis plastik ini hanya dapat dipanaskan satu kali yaitu hanya pada saat pembuatannya. Jika plastik ini pecah atau rusak tidak dapat disambung kembali. Pemanasan selanjutnya menyebabkan rusaknya atau terbongkarnya ikatan silang antar rantai polimer, sehingga susunan molekul polimer berubah atau rusak. Contoh untuk plastik termoseting adalah polimer bakelit yang memiliki ikatan silang antar rantai polimernya (Gambar 13.12). Plastik jenis yang lain memiliki sifat sebagai termoplastik, yaitu plastik yang dapat dipanaskan secara berulang‐ulang. Sifat ini disebabkan karena tidak adanya ikatan silang antar rantai polimernya. Jika polimer ini rusak atau pecah, kita dapat menyambungnya kembali dengan cara dipanaskan, contoh polimer termoplastik adalah polietilen. Gambar 13.12. Polimer Bakelit yang memiliki ikatan silang antar rantai polimernya 13.6. Polimer disekeling kita Penggunaan polimer dalam kehidupan sehari‐hari sudah menjadi bagian hidup kita dan jarang kita perhatikan. Beberapa polimer tersebut adalah : Polietilena Kita lebih sering menyebutnya dengan plastik. Polimer ini dibentuk dari reaksi adisi monomer‐ monomer etilena. Ada dua macam polietilena, yaitu yang memiliki densitas (kerapatan) rendah dan polietilena yang memiliki densitas tinggi. Perbedaan dari kedua polimer ini adalah cara pembuatannya dan agak berbeda sifat fisikanya. Secara umum sifat polietilena adalah sebagai zat yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak beracun. Untuk polietilen dengan densitas rendah biasanya dipergunakan untuk lembaran tipis pembungkus makanan, kantung‐kantung plastik, jas hujan, lihat Gambar 13.13. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 13.13. Berbagai produk yang menggunakan bahan polimer polietilen dengan densitas rendah 275 Sedangkan untuk polietilen yang memiliki densitas tinggi, polimernya lebih keras, namun masih mudah untuk dibentuk sehingga banyak dipakai sebagai alat dapur misal ember, panci, juga untuk pelapis kawat dan kabel. Polipropilena, Polimer ini mirip dengan polietilen, Monomer pembentuknya adalah propilena (CH3‐CH = CH2), berbeda dalam jumlah atom C dengan etilen. Polipropilena lebih kuat dan lebih tahan dari polietilena, sehingga banyak dipakai untuk membuat karung, tali dan sebagainya. Karena lebih kuat, botol‐botol dari polipropilena dapat dibuat lebih tipis dari pada polietilena. Botol minuman adalah salah satu contoh polimer propilena yang banyak dipergunakan, lihat Gambar 13.14. Gambar 13.14. Contoh penggunaan propilena pada produk yang sering kita jumpai Teflon Nama Teflon merupakan nama dagang, nama ilmiahnya adalah politetrafluoroetilena dan disingkat dengan PTFE. Polimer dihasilkan dari proses polimerisasi adisi senyawa turunan etilen yaitu tetrafluoroetilena (CF2 = CF2). Teflon sangat tahan terhadap bahan kimia, panas dan sangat licin. Penggunaan teflon sebagai pelapis barang yang than panas seperti tangki di pabrik kimia, pelapis panci dan kuali anti lengket di dapur serta pelapis dasar seterika. Lihat Gambar 13.15. Polivinil klorida (PVC) Polimer ini merupakan polimer yang dibentuk oleh monomer kloro etilen (CH2=CHCl). Polimer ini memiliki sifat yang lebih kuat dibandingkan dengan etilen, tahan panas atau tidak mudah terbakar. Berdasarkan sifat inilah maka, polivinil klorida banyak dipergunakan untuk untuk membuat pipa, selang keras, lapisan lantai, piringan hitam, dan lain‐ lain. Bakelit Polimer bakelit merupakan plastik termoseting, polimer ini dihasilkan dari suatu kopolimer kondensasi antara metanal dan fenol. Bakelit sudah banyak dibahas pada plastik termoseting. Polimer ini banyak digunakan untuk peralatan listrik, sebagai kotak isolator, dan dudukan lampu Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 13.15. Kuali dan panci anti lengket yang dilapisi oleh teflon 276 Polimer Akrilat Ada dua jenis polimer Akrilat yang banyak dipergunakan dalam kehidupan sehari‐hari yaitu polimetil metakrilat dan serat akrilat atau orlon. Polmetilmetakrilat (PMMA) merupakan senyawa homopolimer yang dibentuk dari reaksi polimerisasi adisi senyawa metil metakrilat. Senyawa ini juga dikenal dengan nama dagang flexiglass (gelas yang fleksibel). PMMA berupa plastik bening, keras dan kuat, namun ringan dan fleksibel. Pemanfaatannya sebagai bahan pencampur gelas dan pencampur logam, dan yang paling mudah kita amati adalah digunakan untuk lampu belakang mobil ataupun kaca jendela pesawat terbang. Polimerisasi dari asam akrilat (asam 2‐propenoat) atau turunannya menghasilkan serat akrilat seperti orlon, serat ini menyrupai wol, sehingga dipergunakan untuk jamper, kaos kaki, karpet dam lain‐lain. Lihat Gambar 13.16. Serat sutra didapat dari ulat sutra sebagai bahan yang mengkilat dan halus serta lembut. Polimer sintetik dari sutra adalah serat sintetik nylon 66 dan nylon 6, walapun hasilnya tidak sebaik sutra namun sudah mendekati. Polimer ini merupakan poliimida, cocok untuk tekstil halus , misalnya untuk pakaian dan pakaian dalam. Gambar 13.16. Serat dan jamper merupakan produk dari polimer akrilat Poliester Poliester merupakan polimer yang disusun oleh monomer ester. Penggunaan dari polimer ini adalah pengganti bahan pakaian yang berasal dari kapas. Produk yang dikenal adalah Dacron dan tetoron nama dagang sebagai serat tekstil. Polimer ini juga dapat dikembangkan lagi dan dipergunakan sebagai pita perekam magnetic dengan nama dagang mylar. Karet sintetik Keterbatasan sumber daya karet dan sifatnya yang perlu ditingkatkan maka diteliti dan didapatkan karet sintetik. Karet sintetik merupakan kopolimer yang terbentuk dari dua monomer yaitu stirena dan 1,3 butadiena disingkat dengan SBR. Rantai polimer senyawa ini dapat berikatan membentuk ikatan silang dengan atom belerang (sulfide) melalui proses vulkanisasi, sehingga karet sintetik memiliki sifat keras dan kuat. Cocok untuk ban mobil (Gambar 13.17). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 13.17. Karet sintetik dan vulkanisasi untuk ban kendaraan bermotor 277 RANGKUMAN 1. Polimer adalah makromolekul yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi, dibangun dari pengulangan unit‐ unitnya. 2. Pengklasifikasian yang paling sederhana dan sering dipergunakan didasari atas asal atau sumbernya, yaitu polimer alam dan polimer sintetik. 3. Polimer sintetik merupakan jenis polimer yang dihasilkan melalui sintesis kimia. 4. Polimer alam adalah senyawa yang dihasilkan dari proses metabolisme mahluk hidup. 5. Monomer adalah unit terkecil sebagai penyusun polimer. 6. Penggabungan molekul‐molekul kecil atau monomer menjadi molekul yang sangat besar siberi istilah reaksi polimerisasi. 7. Penamaan polimer didasari oleh atas nama monomernya baik dari nama sumber ataupun nama umum, yang kedua didasari atas taktisitas dan isomernya. 8. Isotaktik propilen berbentuk jika gugus metil pada posisi yang sama didalam polimer. 9. Sindiotaktik adalah polimer yang kedudukan atau posisi dari gugus alkil/fenil kedudukan tidak sama namun berubah secara beraturan. 10. Polimer ataktik adalah polimer yang posisi dari gugus alkil/fenil pada rantai karbonnya random. 11. Perbedaan utama dari polimer alam dan Polimer sintetik adalah, mudah tidaknya sebuah polimer didegradasi atau dirombak oleh mikroba. 12. Sifat‐sifat polimer sintetik sangat ditentukan oleh struktur polimernya seperti; panjangnya rantai; gaya antar molekul, percabangan, dan ikatan silang antar rantai polimer. 13. Polimer yang memiliki ikatan silang antar rantai akan memiliki sifat kaku dan membentuk bahan yang keras dan dikenal dengan termoseting 14. Plastik termoplas adalah plastik yang dapat dipanaskan secara berulang‐ulang. 15. Ada dua macam polietilena, yaitu yang memiliki densitas (kerapatan) rendah dan polietilena yang memiliki densitas tinggi. 16. Polipropilena ini mirip dengan polietilen, monomer pembentuknya adalah propilena (CH3‐CH = CH2), berbeda dalam jumlah atom C dengan etilen. 17. PTFE adalah dihasilkan dari proses polimerisasi adisi senyawa turunan etilen yaitu tetrafluoroetilena (CF2 = CF2), polimer ini disebut juga dengan teflon. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 278 18. Polimer ini merupakan polimer yang dibentuk oleh monomer kloro etilen (CH2=CHCl) dan polimer ini memiliki sifat yang lebih kuat dibandingkan dengan etilen. 19. Polimer bakelit merupakan plastik termoseting, polimer ini dihasilkan dari suatu kopolimer kondensasi antara metanal dan fenol. 20. Ada dua jenis polimer Akrilat yang banyak dipergunakan dalam kehidupan sehari‐hari yaitu polimetil metakrilat dan serat akrilat atau orlon. 21. Polmetilmetakrilat (PMMA) merupakan senyawa homopolimer yang dibentuk dari reaksi polimerisasi adisi senyawa metil metakrilat. 22. Polimer sintetik dari sutra adalah serat sintetik nylon 66 dan nylon 6, walapun hasilnya tidak sebaik sutra namun sudah mendekati, polimer ini merupakan polimer dari poliimida. 23. Poliester merupakan polimer yang disusun oleh monomer ester. Penggunaan dari polimer ini adalah pengganti bahan pakaian yang berasal dari kapas. 24. Karet sintetik merupakan kopolimer yang terbentuk dari dua monomer yaitu stirena dan 1,3 butadiena disingkat dengan SBR. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 279 Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar 1. Makromolekul yang memiliki bobot molekul tinggi, dan dibangun dari pengulangan unit‐unitnya disebut dengan A. Karbohidrat B. Polietilen C. Polipropilen D. Polimer 2. Jika polimer dibentuk dari mononomer tetrafloroetilen melalui reaksi didalam laboratorium, maka polimer dapat digolongkan sebagai A. Polimer laboratorium B. Polimer sintetik C. Polemer alam D. Benar semua 3. Contoh dibawah ini adalah polimer sintetik, kecuali A. Nylon 66 B. Teflon C. Karet stirena butadiene D. Protein 4. Poli(metil metakrilat) adalah polimer yang disusun oleh monomer A. Metakrilat B. Metil metakrilat C. Asam metakrilat D. Akrilon 5. Dari senyawa dibawah ini yang mungkin membentuk polimer isotaktik adalah A. Polietilen B. Teflon C. Polipropilen D. Bakelit 6. Polimer ataktik memiliki ciri dimana gugus alkil atau fenil pada rantai utamanya berposisi ….. A. Sama B. Beraturan C. Random D. Tidak sama namun beraturan 7. Perbedaan utama dari polimer alam dan Polimer sintetik adalah, mudah tidaknya sebuah polimer didegradasi atau dirombak oleh mikroba dan sering diistilahkan dengan A. Biomolekul B. Biodegradabel C. Biodiesel D. Biogas Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 UJI KOMPETENSI 280 8. Sifat‐sifat polimer sintetik sangat dipengaruhi oleh beberapa factor kecuali : A. panjangnya rantai B. gaya antar molekul C. ikatan silang antar rantai polimer D. Titik leleh 9. Bakelit merupakan termoseting, yang memiliki sifat kaku dan keras. Hasl ini disebabkan oleh A. panjangnya rantai B. gaya antar molekul C. ikatan silang antar rantai polimer D. Titik leleh 10. Polimer akrilat yang berbentuk serat ditunjukkan oleh A. Polimetilmetakrilat B. Orlon C. Dakron D. Tetoron 11. Polimer sintetik dari sutra adalah serat sintetik nylon 66 dan nylon 6, polimer ini merupakan polimer dari poliimida. A. Poliimina B. Poliimida C. Poiligita D. Polimata 12. Karet sintetik merupakan kopolimer yang terbentuk dari dua monomer yaitu stirena dengan. A. 1‐pentena B. 2 butena C. 1,3 butadiena D. 1,3 pentadiena Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 281 Bab 14. Biomolekul Standar Kompetensi Menjelaskan system klasifikasi dan kegunaan polimer Kompetensi Dasar Menjelaskan kegunaan polimer Mengklasifikasikan polimer Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mendefinisikan polimer alam 2. Siswa dapat menyebutkan definisi karbohidrat 3. Siswa dapat mendefinisikan monomer untuk karbohidrat 4. Siswa dapat mendefinisikan protein 5. Siswa dapat mengidentifikasi ikatan peptida pada rantai protein 6. Siswa dapat menyebutkan protein berdasarkan struktur molekulnya 7. Siswa dapat mendefinisikan lipida 8. Siswa dapat mengidentifikasi senyawa asam lemak 9. Siswa dapat membedakan asam lemak jenuh dan tidak jenuh 10. Siswa mengenal senyawa isoprena sebagai monomer terpena 11. Siswa dapat mengidentifikasi molekul penyusun asam nukleat 12. Siswa dapat mendefinisikan nukleosida 13. Siswa dapat mendefinisakan nukleotida 14.1. Makromolekul pada makhluk hidup Makromolekul atau molekul besar memiliki berat molekul berkisar seribu bahkan ratusan ribu. Molekul ini disusun molekul‐molekul kecil yang saling bergabung membentuk struktur yang sangat besar, dan sifat‐sifatnya berbeda dengan molekul‐molekul penyusunnya. Banyak senyawa yang dihasilkan dari proses metabolisme mahluk hidup, berupa makromolekul baik yang berbentuk polimer ataupun molekul besar yang memiliki struktur molekul yang kompleks. Molekul yang terdapat dalam makhluk hidup seringa juga disebut dengan Biomolekul. Biomolekul merupakan senyawa yang tersusun dari atom karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, sulfur dan posfor. Unit terkecil dari organisme hidup adalah sel dimana di dalamnya terdapat biomolekul seperti: air, karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat serta deoksiribosa dan ribosa asam nukleat. Dalam bab ini materi tersebut menjadi topik pembahasan kita. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 282 14.2. Air Air merupakan senyawa yang paling melimpah di muka bumi memiliki rumus kimia H2O. Sebuah molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen, perhatikan Gambar 14.1. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar yaitu 1 atm dan 0 °C. Air merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam‐garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik. Air merupakan molekul yang spesifik, untuk molekul yang sejenis atau atom disekitar atom oksigen, seperti nitrogen, flor, dan Posfor, sulfur dan klor, jika berikatan dengan hidrogen membentuk senyawa dalam bentuk gas. Hidrogen berikatan dengan oksigen membentuk air dalam fasa cair, karena oksigen lebih bersifat elektronegatif daripada elemen‐elemen lain tersebut (kecuali flor). Gambar 14.1. Molekul air dengan orientasi ruang dan sudut ikatannya Atom oksigen menarik elektron‐elektron ikatan jauh lebih kuat dari pada yang dilakukan oleh atom hidrogen, sehingga kedua atom hidrogen bermuatan parsial positif (σ+) dan atom oksigen bermuatan parsial negatif (σ‐). Adanya muatan pada tiap‐tiap atom tersebut membuat molekul air memiliki momen dipol. Proses terjadinya dipol dalam molekul air ditunjukan pada Gambar 14.2. Gaya tarik‐menarik listrik antar molekul air ditimbulkan oleh dipol, hal membuat masing‐masing molekul saling berdekatan, dan sulit untuk dipisahkan. Gaya tarik‐ menarik ini disebut sebagai ikatan hidrogen. Dalam ilmu fisika gaya tarik antar molekul sejenis dikatakan sebagai kohesi. Sedangkan adhesi gaya tarik menarik antar molekul yang berbeda jenisnya. Adanya kohesi juga menyebabkan tegangan permukaan air cukup besar. Hal ini dapat diamati jika kita meneteskan air pada permukaan yang tak dapat terbasahi atau terlarutkan, maka air tersebut akan berkumpul sebagai sebuah tetesan. Hal yang sama juga bisa kita amati bagaimana air di atas daun talas. Pada kasus lain terjadi gaya adhesi yang sama kuatnya dengan gaya kohesinya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.2. Momen dipol dan ikatan hidrogen pada molekul air 283 Hal ini dapat kita amati, jika kita letakkan air pada permukaan gelas yang amat bersih atau bepermukaan amat halus air dapat membentuk suatu lapisan tipis (thin film). Dalam sel‐sel biologi dan organel‐organel, air bersentuhan dengan membran dan permukaan protein yang bersifat hidrofilik; yaitu, permukaan‐permukaan yang memiliki ketertarikan kuat terhadap air. Air juga berperan dalam pembentukan ikatan khususnya pada molekul‐molekul polimer. Dengan adanya sifat polaritas dan mudah terionisasi, air dapat berinteraksi dan melarutkan banyak senyawa kimia sehingga air sering dikatakan sebagai pelarut universal. Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh kemampuan suatu zat untuk menandingi kekuatan gaya tarik‐menarik listrik (gaya intermolekul dipol‐dipol) antara molekul‐ molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya tarik‐menarik antar molekul air, maka molekul‐molekul tersebut tidak larut dalam air dan tetap sebagai endapan. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Air terionisasi menghasilkan sebuah ion hidrogen (H+) dan sebuah ion hidroksida (OH–), seperti persamaan reaksi di bawah ini. H2O H+ + OH‐ Untuk interaksi dua molekul air dituliskan dalam persamaan: H3O+ + OH‐ H2O + H2O Sedangkan proses melarutkan dengan menggunakan air sebagai pelarut persamaan dituliskan : NH3 + H2O NH4+ + OH‐ 14.3. Karbohidrat Karbohidrat merupakan molekul yang banyak terdapat di alam. Pembentukan karbohidrat melalui proses fotosintesis dan merupakan sumber energi hayati dari hasil konversi energi matahari ke dalam bentuk energi kimia. Karbohidrat selain sebagai sumber utama energi organisme hidup, juga merupakan sumber karbon untuk sintesis biomolekul dan sebagai bentuk energi polimerik. Karbohidrat berasal dari hidrat suatu karbon dengan rumus empiris Cx(H2O)y, merupakan polihidroksi‐aldehid (‐ C=O) polihidroksi–keton (‐C‐C=O(COH) dan turunannya lihat Gambar 14.3. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.3. Karbohidrat dan Giugus fungsional yang ada dalam karbohidrat 284 Karbohidrat yang dibangun oleh polihdroksi dan gugus aldehid disebut dengan aldosa, sedangkan yang disusun oleh polihidroksi dan gugus keton dikenal dengan ketosa. Bagan 14.4. Rantai lurus dan bentuk siklik dari karbohidrat Molekul karbohidrat yang paling sederhana adalah polihidroksi aldehida dan polihidroksi keton yang mempunyai tiga hingga enam atom karbon. Atom C memiliki kerangka tetrahedral yang membentuk sudut 105,9°, menyebabkan molekul karbohidrat cukup sulit berbentuk rantai lurus. Berdasarkan kerangka tetrahedral inilah, molekul polihidroksi ini lebih stabil dalam struktur siklik perhatikan Bagan 14.4. Karbohidrat sederhana dibangun oleh 5 (lima) atom C disebut dengan pentosa. Sedangkan yang dibangun oleh 6 (enam) atom C dikenal dengan heksosa. Selain dibentuk oleh sejumlah atom C yang mengandung gugus polihidroksi, strukturnya karbohidrat semakin kompleks dengan adanya atom karbon asimetri, yaitu atom karbon yang mengikat empat atom atau molekul yang berbeda pada struktur tetrahedralnya. Kehadiran C asimetri menyebabkan molekul karbohidrat bersifat optik aktif, yaitu mampu memutar bidang cahaya terpolarisasi. Pada karbohidrat juga dijumpai keisomeran optik, molekul‐molekul yang komposisinya identik tetapi berbeda orientasinya dalam ruang dan keaktifan optiknya. Karbohidrat yang paling sederhana ditemukan di alam mengandung tiga atom C disebut triosa. Jika dengan gugus aldehida dinamakan aldotriosa (HOCH2‐CHOH‐ CHO) dan dan dengan gugus keton disebut dengan ketotriosa (HOCH2‐CO‐CH2OH). Karbohidrat dapat berupa monosakarida atau gula sederhana atau berupa gabungan dari monosakarida yang dapat membentuk polisakarida dengan beberapa unit sampai beberapa ribu unit monosakarida. Atas dasar jumlah rantai monomernya maka karbohidrat dapat digolongkan menjadi tiga yaitu monosakarida, Oligosakarida dan polisakarida, lihat Gambar 14.5. Sebagai sumber energi utama bagi tubuh manusia, karbohidrat menyediakan energi sebesar 4 kalori atau 17 kilojoule per‐gramnya. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.5. Klasifikasi karbohidrat 285 Pemecahan karbohidrat menghasilkan mono dan disakarida, terutama glukosa. Melalui proses glikolisis, glukosa segera terlibat dalam produksi adenosin tri phospat (ATP), pembawa energi sel. 14.3.1. Monosakarida Monosakarida merupakan sakarida sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi satuan terkecil walaupun dalam suasana yang lunak sekalipun. Monosakarida paling sederhana adalah gliseraldehid atau aldotriosa dan isomerinya adalah dihidroksiaseton atau ketotriosa perhatikan Bagan 14.6. Kedua senyawa tersebut merupakan suatu triosa karena mengandung tiga atom karbon. Jadi suatu monosakarida, tidak hanya dapat dibedakan berdasarkan gugus‐gugus fungsionalnya melainkan juga dari jumlah atom karbonnya. Monosakarida yang paling banyak ditemukan dalam tubuh organisme adalah monosakarida yang dibangun dengan 6 (enam) atom C yang dikenal sebagai Glukosa. Pada molekul ini terdapat lima gugus hidroksil dan satu gugus aldehid yang terikat pada atom karbon. Glukosa memiliki dua isomer yaitu manosa dan Galaktosa, perbedaan antara Glukosa dengan Manosa terletak pada gugus hidroksi pada atom C nomor 2. Demikian pula halnya perbedaan antara Glukosa dan Galaktosa terletak pada gugus hidroksinya, gugus OH disebelah kanan untuk galaktosa sedangkan glukosa terletak disebelah kiri, untuk lebih jelasnya perhatikan Bagan 14.7. Glukosa dengan rumus molekul C6H12O6, adalah monosakarida yang mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan polihidroksi aldehida (memiliki gugus CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk siklik yang disebut "cincin piranosa", bentuk siklik ini paling stabil untuk aldosa beratom karbon enam. Glukosa dengan rumus molekul C6H12O6, adalah monosakarida yang mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan polihidroksi aldehida (memiliki gugus CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk siklik yang disebut "cincin piranosa", bentuk siklik ini paling stabil untuk aldosa beratom karbon enam. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 14.6. Monosakarida sederhana aldotriosa dan ketotriosa Bagan14.7. Rumus bangun senyawa D‐Glukosa, D‐Manosa dan D‐Galaktosa 286 Dalam cincin piranosa, atom karbon mengikat gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali untuk atom C no.5, yang terikat pada gugus CH2OH sebagai atom karbon nomor 6. Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan pada pH 7, struktur D‐Glukosa dalam bentuk cincin piranosa ditunjukan pada Gambar 14.8. Selain memiliki isomer, Glukosa juga memiliki enansiomer yaitu isomer cermin terhadap dirinya yaitu D‐glukosa dan L‐glukosa. Namun kenyataannya yang ditemukan pada organisme, hanya yang dalam bentuk D‐isomer. Dalam bentuk rantai lurus kita dapat dengan mudah membedakan Bentuk D atau L konformasi isomer pada karbon nomor 5 atau pada atom C asimetris. Notasi D berasal dari kata Dextro berarti kanan, dan notasi L berarti levo atau kiri, sebagai penanda digunakan gugus hidroksilnya. Sedangkan pada cincin piranosa juga memiliki dua bentuk yang khas, yaitu posisi dari gugus hidroksil pada atom karbon pertama. Jika gugus hidroksil berposisi di bawah hidrogennya, maka disebut dengan bentuk α (alfa). Demikianpula sebaliknya jika gugus hidroksilnya berposisi di atas hidrogennya, disebut dengan bentuk β (beta), perhatikan Gambar 14.9 dan Gambar 14.10. Glukosa di dalam air akan membentuk keseimbangan dalam dua bentuk, yaitu bentuk α ‐D–Glukosa dan β ‐ D–Glukosa, dengan komposisi 36 : 64. Proses perubahan dari α ‐D–Glukosa ke β ‐D–Glukosa atau sebaliknya disebut dengan disebut mutarotasi. Glukosa merupakan sumber tenaga utama bagi makhluk hidup. Glukosa diserap ke dalam peredaran darah melalui saluran pencernaan. Sebagian glukosa ini kemudian langsung menjadi bahan bakar sel otak, sedangkan yang lainnya menuju hati dan otot, yang menyimpannya sebagai glikogen. Glikogen merupakan sumber energi cadangan yang akan dikonversi kembali menjadi glukosa pada saat dibutuhkan kembali. Perombakan karbohidrat yang menghasilkan bentuk lain selain glukosa seperti: fruktosa dan galaktosa, akan diangkut ke hati, dan dikonversi atau diubah menjadi glukosa. Fruktosa merupakan monosakarida yang memiliki enam atom karbon merupakan isomer dari glukosa, namun memiliki gugus aldehid. Fruktosa terasa lebih manis dari glukosa dan banyak terdapat dalam buah‐buahan. Untuk membedakan struktur molekul glukosa dengan Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.8. Bentuk cincin piranosa senyawa D‐Glukosa Gambar 14.9. α–D–Glukosa Gambar 14.10. β–D–Glukosa 287 fruktosa, dapat mencermati Bagan 14.11. Glukosa juga memiliki keunggulan yaitu tidak mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein dengan cara mereduksinya. Reaksi ini dikenal dengan glikosilasi yang dapat merusak fungsi berbagai enzim. Hal ini disebabkan karena glukosa berada dalam bentuk isomer siklik yang kurang reaktif. Beberapa dampak glikosilasi protein adalah komplikasi akut seperti diabetes, gagal ginjal, dan kerusakan saraf periferal. Bagan 14.11. Fruktosa 14.3.2. Oligosakarida Oligosakarida merupakan gabungan dari molekul‐ molekul monosakarida yang jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida. Sehingga oligosakarida dapat berupa disakarida, trisakarida dan lainnya. Oligosakarida secara eksperimen banyak dihasilkan dari proses hidrolisa polisakarida dan hanya beberapa oligosakarida yang secara alami terdapat di alam. Oligosakarida yang paling banyak digunakan dan terdapat di alam adalah bentuk disakarida seperti maltosa, laktosa dan sukrosa. Sering terjadi salah kaprah dalam mengenal definisi gula, karena umumnya gula bagi masyarakat adalah gula pasir. Padahal gula pasir adalah suatu disakarida. Molekul disakarida yang disusun oleh dua molekul monosakarida yang dihubungkan oleh ikatan glikosida. Ikatan glikosida terjadi dari kondensasi gugus hidroksil dua molekul monosakarida, yaitu berasal dari gugus hidroksil dari atom Carbon yang pertama dengan salah satu gugus hidroksil pada atom karbon nomor 2, 4, atau 6, yang berasal dari monosakarida yang kedua. Kita ambil contoh bagaimana sebuah α–D–Glukosa dan β–D–Glukosa membentuk disakarida, Pada kedua molekul ini ikatan glikosida atom karbon nomor 1 dari α‐ D‐glukosa dan atom karbon nomor 4 dari β‐D‐ glukosa lain. Ikatan yang terbentuk dinamakan ikatan 1 4 glikosida, perhatikan Bagan 14.12. Secara umum reaksi ini dapat digambarkan dengan sederhana dengan pola reaksi berikut ini: R‐OH + HO‐R' R‐O‐R' + H2O Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 14.12. Ikatan glikosida pada molekul maltosa 288 Pembentukan ikatan glikosida merupakan jembatan oksigen yaitu R‐OR, reaksi ini juga selalu diikuti dengan pelepasan molekul air. Disakarida yang banyak terdapat di alam seperti maltosa yang terbentuk dari 2 molekul glukosa melalui ikatan glikosida. Pada maltosa, jembatan oksigen terbentuk antara atom karbon nomor 1 dari D‐glukosa dan atom karbon nomor 4 dari D‐glukosa lain. Ikatan yang terbentuk dinamakan ikatan α (1→4) glikosida, secara lengkap dinyatakan dengan α‐D‐glukopiranosil (1→4)β‐D‐ glukopiranosa. Dalam bentuk sederhana Glc(α1→4β)Glc, perhatikan lagi Bagan 14.12. Maltosa diperoleh dari hasil hidrolisa pati dan banyak dimanfaatkan sebagai pemanis. Gambar 14.13. Ikatan glikosida pada molekul sukrosa Sukrosa (gula pasir) terbentuk dari satu molekul α‐D‐glukosa dan β‐D‐fruktosa, β‐D‐fruktofuranosil (2→1) α‐D‐ yaitu glukopiranosa atau Fru(α2↔1β)Glc seperti yang ditunjukan pada Gambar 14.13. Sukrosa biasa diperoleh di alam sebagai gula tebu dan gula bit. Khususnya pada pada ekstrak gula dari bit, sukrosa tidak murni melainkan bercampur dengan oligosakarida yang lain seperti rafinosa dan stakiosa. Secara alami, laktosa terdapat pada air susu dan sering disebut dengan gula susu. Molekul ini tersusun dari satu molekul D‐glukosa dan satu molekul D‐galaktosa melalui ikatan β(1→4) glikosidik, untuk struktur ikatannya dapat dilihat pada Gambar 14.14. Laktosa yang terfermentasi akan berubah menjadi asam laktat. Dalam tubuh Laktosa dapat menstimulasi penyerapan kalsium. Monosakarida dan oligosakarida serta poli alkohol lainnya umumnya memiliki rasa manis. Sukrosa memiliki rasa manis dan terasa nyaman di lidah kita, walaupun kita menggunakannya dalam konsentrasi tinggi. Berbeda dengan β–D mannosa memiliki terasa manis dan pahit. Sedangkan gentiobiosa memiliki rasa pahit. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.14. Ikatan glikosida pada molekul laktosa. 289 Bahan untuk pemanis yang sering digunakan oleh industri adalah sukrosa, starch syrup (campuran glukosa, maltosa dan malto oligosakarida), glukosa, gula invert, fruktosa, laktosa dan gula alkohol (sorbitol, mannitol, xylitol). Jika kita membandingkan rasa manis diantara molekul oligosakarida dan monosakarida, apabila kita gunakan standart 100 adalah sukrosa maka dapat kita susun tabel tingkat kemanisan sebagai berikut. Tabel 14.1 Tingkat Kemanisan Relatif beberapa Gula terhadap Sukrosa. Gula Tingkat kemanisan Gula Tingkat kemanisan Sukrosa 100 D‐Mannitol 69 Galactitol 41 D‐Mannosa 59 D‐Fruktosa 114 Raffinosa 22 D‐Galaktosa 63 D‐Rhamnosa 33 D‐Glukosa 69 D‐Sorbitol 51 Gula invert 95 Xylitol 102 Laktosa 39 D‐Xylose 67 Maltosa 46 14.3.3. Polisakarida Polisakarida merupakan polimer yang disusun oleh rantai monosakarida. Berdasarkan fungsinya polisakarida dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu polisakarida struktural dan polisakarida nutrien. Sebagai komponen struktural, polisakarida berperan sebagai pembangun dan penyusun komponen organel sel serta sebagai molekul pendukung intrasel. Polisakarida yang termasuk golongan ini adalah selulosa (ditemukan dalam dinding sel tanaman), kitin yang dibangun oleh turunan glukosa yaitu glukosamin diketemukan pada cangkang udang, kepiting dan lainnya. Selulosa sebagai salah satu polisakarida struktural merupakan polimer yang tidak bercabang, terbentuk dari monomer β‐D‐ glukosa yang terikat bersama‐sama dengan ikatan β (1 → 4) glikosida. Jumlah rantai atau β‐D‐glukosa beraneka ragam, untuk beberapa jenis mencapai ribuan unit glukosa. Ikatan β (1→4) glikosida yang dimiliki selulosa membuatnya lebih cenderung membentuk rantai lurus, hal ini disebabkan ikatan glikosida yang terbentuk hanya sejenis yaitu β (1→4) glikosida, perhatikan Gambar 14.15. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 290 Gambar 14.15. Struktur Selulosa cenderung membentuk rantai lurus Polisakarida struktural lainnya seperti glikogen memiliki struktur yang lebih kompleks dan tersusun atas rantai glukosa homopolimer dan memiliki cabang. Setiap rantai glukosa berikatan α (1→ 4) dan ikatan silang α (1→ 6) glikosida pembentuk cabang, dengan adanya cabang bentuk Glikogen menyerupai batang dan ranting pepohonan seperti ditunjukkan Gambar 14.16. Polisakarida nutrien merupakan sumber dan cadangan monosakarida. Polisakarida yang termasuk kelompok ini adalah pati, selulosa dan glikogen. Setiap jenis polisakarida memiliki jumlah monomer atau monosakarida yang berbeda, demikianpula dengan ikatan yang menghubungkan setiap monosakarida yang satu dengan yang lainnya, perhatikan Tabel 14.2. Gambar 14.16. Rantai glikogen membentuk cabang Tabel 14.2. Polisakarida dengan monomer dan jenis ikatan glikosidanya. Polisakarida Monomer Jenis ikatan Glikogen Selulosa kitin Amilopektin Amilum D‐Glukosa D‐Glucose N‐Asetill‐D‐glukosamina D‐Glukosa D‐Glukosa α(1 → 6 ) bercabang β(1→ 4) β(1 → 4) α (1 → 6 ) bercabang α (1→ 4) Pati adalah polisakarida nutrien yang tersedia melimpah pada sel tumbuhan dan beberapa mikroorganisme. Pati umumnya berbentuk granula dengan diameter beberapa mikron. Granula pati mengandung campuran dari dua polisakarida berbeda, yaitu amilum dan amilopektin. Jumlah kedua poliskarida ini tergantung dari jenis pati. Pati yang ada dalam kentang, jagung dan tumbuhan lain Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 291 mengandung amilopektin sekitar 75 – 80% dan amilum sekitar 20‐25%. Komponen amilum merupakan polisakarida rantai lurus tak bercabang terdiri dari molekul D‐ Glukopiranosa yang berikatan α (1→ 4) glikosida. Struktur rantai lurus ini membentuk untaian heliks, seperti tambang perhatikan Gambar 14.17. Jika kita mereaksikan amilum dengan Iodium akan Gambar 14.17. Rantai heliks molekul amilum menghasilkan warna biru terang. Hal ini disebabkan terjadinya kompleks koordinasi antar ion Iodida di antara heliks. Intensitas warna biru akan dihasilkan dari interaksi tersebut dan bergantung pada kandungan amilum yang terdapat dalam pati. Sehingga teknik ini sering digunakan untuk menguji keberadaan amilum dalam sebuah sampel. Amilopektin merupakan polimer yang tersusun atas monomoer D‐glukopiranosa yang berikatan α (1→ 4) glikosida dan juga mengandung ikatan silang α (1→6) glikosida. Adanya ikatan silang ini menyebabkan molekul amilopektin bercabang‐ cabang, perhatikan Gambar 14.18. Polisakarida yang banyak digunakan dalam industri makanan adalah agar, alginate, carragenan dan Carboxymethyl Cellulose (CMC). Agar merupakan hasil isolasi polisakarida yang terdapat dalam rumput laut dan banyak dimanfaatkan sebagai media biakan mikroba. Agar juga merupakan bahan baku/tambahan dalam industri pangan. Hal ini dikarenakan adanya beberapa sifat dan kegunaan agar seperti; tidak dapat dicerna, membentuk gel, tahan panas serta dapat digunakan sebagai emulsifier (pengemulsi) dan stabilizer (penstabil) adonan yang berbentuk koloid. Alginat diperoleh dari ekstraksi alga coklat (Phaeophyceae) dalam kondisi alkali. Alginat berfungsi sebagai penstabil dan pembentuk gel. Carrageenan banyak digunakan untuk menaikkan kekentalan dan menstabilkan emulsi. Sejumlah 0,03 % carrageenan biasanya ditambahkan pada coklat untuk mencegah pemisahan lemak dan menstabilkan suspensi partikel kakao. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.18. Struktur Amilopektin. 292 Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil modifikasi selulosa dengan menambahkan gugus karboksi metil, CMC disintesa dari selulosa dengan menambahkan kloroasetat dalam suasana basa. CMC berfungsi sebagai pengikat dan dipergunakan untuk memperbaiki tekstur produk‐produk seperti : jelly, pasta, keju, dan ice cream. 14.4. Protein Protein merupakan komponen utama dalam sel hidup yang memegang peranan penting dalam proses kehidupan. Protein berperan dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Protein dalam bentuk enzim beperan sebagai katalis dalam bermacam‐ macam proses biokimia. Sebagai alat transport, yaitu protein hemoglobin mengikat dan mengangkut oksigen dalam bentuk (Hb‐O) ke seluruh bagian tubuh. Protein juga berfungsi sebagai pelindung, seperti antibodi yang terbentuk jika tubuh kemasukan zat asing, serta sebagai sistem kendali dalam bentuk hormon, Protein pembangun misalnya glikoprotein terdapat dalam dinding sel, keratin yang terdapat pada kulit, kuku dan rambut. Sebagai komponen penyimpanan dalam biji‐ bijian. Protein juga merupakan sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino. Dalam tinjauan kimia protein adalah senyawa organik yang kompleks berbobot molekul tinggi berupa polimer dengan monomer asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur serta Posfor. Untuk pembahasan protein kita kaji terlebih dahulu monomer penyusun protein yaitu asam amino. Asam amino adalah senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksilat (COOH) dan amina (NH2) yang terikat pada satu atom karbon (Cα) yang sama, atom ini juga umumnya merupakan C asimetris. Secara rinci struktur asam amino dibangun oleh sebuah atom C yang mengikat empat gugus yaitu; gugus amina (NH2), gugus karboksilat (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa R. Gugus ini yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya, coba perhatikan Gambar 14.19. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.19. Molekul asam amino, gugus penyusun serta bentuk ionnya 293 Gugus karboksilat menyebabkan asam amino bersifat asam gugus amina bersifat basa. Dalam larutan, asam amino bersifat amfoter, sebagai asam pada media basa dan menjadi basa pada suasana asam. Hal ini dikarenakan protonasi, gugus amina menjadi –[NH3+] dan gugus karboksilat menjadi ion –[COO‐], sehingga asam amino memiliki dua muatan dan disebut dengan zwitter‐ion (Bagan 14.20). Keberadaan C asimetrik menjadi pusat kiral dan molekul asam amino memiliki isomer optik yang umumnya diberi notasi dextro (D) dan levo (L), ingat pembahasan isomer optik pada karbohidrat, struktur kedua isomer dapat ditunjukan oleh alanin, perhatikan Gambar 14.21. Gambar 14.20. Molekul Asam amino sebagai asam dan sebagai basa Penggolongan Asam amino didasari pada sifat dan struktur gugus sisa (R), seperti gugus R yang bersifat asam, basa, gugus R yang mengandung belerang atau hidroksil, R sebagai senyawa aromatik, alifatik dan yang siklik. Namun penggolongan yang umum dipergunakan adalah sifat polaritas dari gugus R. 1. 2. Asam amino dengan R yang bersifat non polar. Gugus R dalam golongan asam amino merupakan senyawa hidrokarbon, dengan karakteristik hidrofobik. Golongan ini terdiri dari lima senyawa asam amino yang memilliki gugus R alifatik yaitu alanin, valin, leusin, isoleusin dan prolin, sedangkan gugus R yang mempunyai struktur aromatik meliputi fenil alanin dan triptopan, serta satu molekul yang mengandung belerang yaitu methionin. Golongan ini memiliki struktur seperti pada Bagan 14.22. Asam amino dengan R polar tapi tidak bermuatan, asam amino ini bersifat polar, dan hidrofilik atau lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan asam amino jenis pertama. Golongan ini memiliki gugus fungsional yang membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Beberapa asam amino yang masuk dalam golongan ini adalah; glisin, serin, treonin, sistein, tirosin, asparagin dan glutamin. Senyawa dalam kelompok ini ditampilkan oleh Bagan 14.23. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.21 Isomer optik asam amino dari senyawa alanin Bagan 14.22. Asam amino dengan gugus R non‐polar 294 3. 4. Asam amino dengan gugus R yang bermuatan negatif, kelompok ini hanya terdiri dari dua asam amino yang memiliki gugus bermuatan total negatif, yaitu asam aspartat dan asam glutamat. Kedua molekul ini memiliki gugus tambahan yang bermuatan negatif yaitu gugus karboksilat. Asam amino ini disajakan pada Bagan 14.24, pada halaman berikut. Asam amino dengan gugus R bermuatan positif. Lisin merupakan asam amino yang masuk dalam golongan ini, akan memiliki muatan total positif pada pH 14. Sedangkan arginin mengandung gugus guanidine yang bermuatan positif dan histidin mengandung gugus imidazol yang sedikit mengion. Kelompok asam amino ini memiliki struktur seperti pada Gambar 14.25. Dalam tubuh manusia terdapat beberapa asam amino yang tidak disintesa dalam tubuh yaitu asam amino esensial. Kebutuhan akan asam amino ini di dapat dari makanan. Ada sepuluh macam amino esensial yaitu Arginin, (Arg), Histidin (His), Isoleusin (Ile), Leusin (Leu), Lisin (Lys), Methionin (Met), Phenilalanin (Phe), Threonin (Thr), Triptofan (Trp) dan Valin (Val). Asam amino esensial dapat diperoleh dari makanan seperti telur, daging, susu. Hampir seluruh protein tersedia dalam susu, beberapa biji‐ bijian dan sayuran mengandung protein yang tidak lengkap, mengkombinasikan makanan sangat baik, dalam Tabel 14.3, terdapat beberapa sumber protein yang dapat dijadikan rujukan. Bagan 14.23. Gugus R asam amino yang bersifat polar Bagan 14.24. Asam amino dengan gugus R yang bermuatan total negatif Gambar 14.25. Asam amino dengan gugus R yang bermuatan total positif Tabel 14.3. Kandungan asam amino esensial dalam sumber makanan Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 295 14.4.1. Peptida sebagai rantai protein Dua molekul asam amino dapat saling berikatan membentuk ikatan kovalen melalui suatu ikatan amida yang disebut dengan ikatan peptida. Ikatan kovalen ini terjadi antara gugus karboksilat dari satu asam amino dengan gugus α amino dari molekul asam amino lainnya dengan melepas molekul air. Secara sederhana mekanisme reaksi pembentukan ikatan kovalen dapat dilihat Gambar 14.26. Gambar 14.26. Mekanisme pembentukan ikatan peptida sebagai rantai protein Tiga molekul asam amino dapat bergabung membentuk dua ikatan peptida, begitu seterusnya sehingga dapat membentuk rantai polipeptida. Peptida memberikan reaksi kimia yang khas, dua tipe reaksi yang terpenting yaitu hidrolisis ikatan peptida dengan pemanasan polipeptida dalam suasana asam atau basa kuat (konsentrasi tinggi). Sehingga dihasilkan asam amino dalam bentuk bebas. Hidrolisa ikatan peptida dengan cara ini merupakan langkah penting untuk menentukan komposisi asam amino dalam sebuah protein dan sekaligus dapat menetapkan urutan asam amino pembentuk protein tersebut. Peptida atau polipeptida bebas juga merupakan molekul aktif penyusun hormon yang memiliki aktifitas biologis dalam tubuh manusia, seperti pada hormon insulin, glukagon dan kortikotropin. Insulin mengandung dua rantai polipeptida, satu polipeptida mengandung 30 residu asam amino dan yang lain mengandung 21 residu asam amino. Kortikotropin mengandung 39 residu asam amino dan hormon oksitosin hanya mengandung 9 residu asam amino. Protein sebagai makromolekul (molekul besar) mampu menunjukkan berbagai fungsi biologi. Atas dasar peran ini maka rotein dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Gambar 14.27) ; enzim, protein transport, protein nutrient dan penyimpan, protein kontraktil atau motil, protein struktural, protein pertahanan dan protein pengatur. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 296 Enzim, merupakan protein yang dapat berfungsi sebagai katalisator. Hampir seluruh reaksi kimia yang terjadi di tingkat sel dikatalisis oleh enzim. Beberapa contoh enzim yang banyak dimanfaatkan saat ini seperti, glukosa oksidase yang mengkatalisis glukosa menjadi asam glukonat, urikase yaitu enzim yang dapat membongkar asam urat menjadi alantoin. Saat ini sudah ditemukan lebih dari 2000 jenis macam enzim yang mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik dan ditemukan dalam berbagai bentuk kehidupan. Protein transport adalah protein yang dapat mengikat dan membawa molekul atau ion yang khas dari satu organ ke organ lainnya. Contoh protein transport yang mudah adalah mioglobin yang menyimpan dan mendistribusikan oksigen ke dalam otot, perhatikan Gambar 14.28. Hemoglobin juga merupakan protein transport yang terdapat dalam sel darah merah. Hemoglobin dapat mengikat oksigen ketika darah melalui paru‐paru. Oksigen dibawa dan dilepaskan pada jaringan periferi yang dapat dipergunakan untuk mengoksidasi nutrient (makanan) menjadi energi. Pada plasma darah terdapat lipoprotein yang berfungsi mengangkut lipida dari hati ke organ. Protein transport lain yang terdapat dalam membran sel berperan untuk membawa beberapa molekul seperti glukosa, asam amino dan nutrient lainnya melalui membran menuju sel. Protein Enzim Protein ransport Protein Nutrient Protein Kontraktil Protein Struktural Protein Pertahanan Protein Pengatur Protein lainnya Gambar 14.27. Skema penggolongan Protein berdasarkan fungsinya Protein nutrient sering disebut juga protein penyimpanan, protein ini merupakan cadangan makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa contoh protein ini, sering kita temukan dalam kehidupan sehari‐hari seperti ovalbumin merupakan protein utama putih telur, kasein sebagai protein utama dalam susu. Contoh lainnya adalah protein yang menyimpan zat besi yaitu ferritin yang terdapat di dalam jaringan hewan. Protein kontraktil juga dikenal sebagai protein motil, di dalam sel organisme protein ini berperan untuk bergerak seperti aktin dan myosin. Kedua protein ini merupakan filament yang berfungsi untuk bergerak di dalam sistem kontraktil dan otot kerangka. Contoh lainnya adalah tubulin pembentuk mikrotubul merupakan zat utama penyusun flagel dan silia yang menggerakkan sel. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.28. Mioglobin yang mendistribusikan oksigen ke otot 297 Protein struktural, jenis protein ini berperan untuk menyangga atau membangun struktur biologi makhluk hidup. Misalnya kolagen adalah protein utama dalam urat dan tulang rawan yang memiliki kekuatan dan liat. Persendian mengandung protein elastin yang dapat meregang dalam dua arah. Jenis lain adalah kuku, rambut dan bulu‐buluan merupakan protein keratin yang liat dan tidak larut dalam air. Protein juga dapat digolongkan berdasarkan bentuk dan proses pembentukan serta sifat fisiknya. Terdapat empat struktur protein yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener. Selain penggolongan juga sering dilakukan sebagai sebagai protein serabut atau dan protein globular. Struktur primer adalah rantai polipeptida sebuah protein terdiri dari asam‐asam amino yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui ikatan peptida yang membentuk rantai lurus dan panjang sebagai untaian polipeptida tunggal, seperti pada Bagan dibawah. Bagan 14.29. Struktur primer sederhana yang disusun oleh 4 jenis asam amino Struktur yang kedua adalah struktur sekunder. Pada struktur sekunder, protein sudah mengalami interaksi intermolekul, melalui rantai samping asam amino. Ikatan pembentuk struktur ini didominasi oleh ikatan hidrogen antar rantai samping yang membentuk pola tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada dua jenis struktur sekunder, yaitu: α‐heliks dan β‐sheet (lembaran). Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 298 Gambar 14.30 menunjukkan protein dengan struktur sekunder dengan bentuk α‐heliks. Struktur protein sekunder dalam bentuk β‐ sheet. Untuk mengenal dan mudah dalam mengidentifikasi dan membedakan kedua struktur, maka bentuk disajikan pada Gambar 14.31 pada halaman berikut. Struktur tersier merupakan struktur yang dibangun oleh struktur primer atau sekunder dan distabilkan oleh interakasi hidrofobik, hidrofilik, jembatan garam, ikatan hidrogen dan ikatan disulfida (antar atom S) sehingga strukturnya menjadi kompleks. Protein globular dan protein serbut/serat atau fiber merupakan contoh struktur tersier. Gambar 14.30. Protein dengan struktur α‐heliks Protein Globular, merupakan protein yang larut dalam pelarut air dan dapat berdsifusi dengan cepat, dan bersifat dinamis lihat Gambar 14.32, dimana seluruh interaksi antar struktur sekunder atau primer terviasualisasi dengan baik. Protein serabut bersifat tidak larut dalam air merupakan molekul serabut panjang dengan rantai polipeptida yang memanjang pada satu sumbu dan tidak berlipat menjadi bentuk globular. Jenis protein ini memiliki peran sebagai penyangga dan sebagai pelindung. Untuk struktur fiber disajikan pada Gambar 14.33, di bawah ini. Gambar 14.31. Protein dengan struktur sekunder Gambar 14.33 Struktur tersier untuk protein fiber Struktur kuartener merupakan hasil interaksi dari beberapa molekul protein tersier, setiap unit molekul tersier disebut dikenal dengan subunit. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.32. Struktur tersier dari protein Globular 299 Setiap subunit protein struktur tersier dapat berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain, interaksi tersebut dapat mengubah struktur maupun peran dan fungsinya. Molekul protein kuartener ditampilkan pada Gambar 14.34. Pembentukan struktur kuartener protein menyebabkan bagian nonpolar protein tidak terpapar pada lingkungan yang berair. Sehingga protein yang memiliki bagian nonpolar yang panjang dapat larut dalam air. Hemoglobin merupakan contoh protein yang membentuk struktur kuartener dengan 4 subunit (2 sub unit α dan 2 subunit β). Beberapa protein menjadi aktif ketika membentuk struktur kuartener, namun ada juga protein yang aktif ketika struktur kuartenernya terdisosiasi menjadi subunitnya. Gambar 14.34. Gambar struktur kuartener yang diwakili oleh molekul hemoglobin Pembentukan keempat struktur protein dapat disarikan ke dalam bagan pada Gambar di bawah ini. Gambar 14.35. Mekanisme pembentukan struktur tersier dari tahapan yang sederhana Denaturasi protein merupakan suatu keadaan dimana protein mengalami perubahan atau perusakan struktur sekunder, tersier dan kuartenernya. Denaturasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pemanasan, suasana asam atau basa yang ekstrim, kation logam berat dan penambahan garam jenuh. Pemanasan dapat menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen yang menopang struktur sekunder dan tersier suatu protein sehingga menyebabkan sisi hidrofobik dari gugus samping polipentida akan tebuka. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 300 Hal ini menyebabkan kelarutan protein semakin turunn dan akhirnya mengendap dan menggumpal peristiwa ini dinamakan koagulasi. Perubahan pH yang sangat ekstrim akhibat penambahan asam kuat atau basa kuat akan merusak interaksi ionik yang terbentuk antar gugus R polar dari asam amino penyusun protein. Hal ini juga berakhibat sama pada perusakan struktur protein. Kehadiran ion logam berat dapat memutuskan ikatan disulfida (S‐S) yang menstabilkan tekukan – tekukan yang dibentuk oleh polipeptida dalam membangun struktur protein, lihat Gambar 14.36. Penambahan larutan garam encer pada protein globular akan meningkatkan kelarutan protein. Beberapa interaksi hidrofilik antara molekul protein dan air akan semakin kuat dengan kehadiran garam pada konsentrasi rendah peristiwa ini dinamakan salting in. Namun apabila larutan garam pekat yang ditambahkan maka kelarutan protein akan menurun. Kehadiran garam pada konsentrasi tinggi menyebabkan peristiwa solvasi air pada molekul protein berpindah ke garam sehingga menurunkan tingkat kelarutan protein. peristiwa ini disebut salting out. Beberapa jenis protein fungsional seperti enzim dan hormon yang telah terdenaturasi akan kehilangan sifat dalam biokatalisisnya. Hal ini menyebabkan terhambatnya beberapa jenis reaksi biokimia yang dikatalisis oleh enzim atau hormon yang bersangkutan. Apabila berada pada kondisi yang sesuai, protein yang telah terdenaturasi akan dapat mengalami renaturasi atau penyusunan kembali struktur protein yang meliputi struktur sekunder, tersier dan kuartenernya. Peristiwa denaturasi protein dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari – hari, seperti saat kita memanaskan putih telur, sterilisasi peralatan gelas dengan autoclave, dan sebagainya perhatikan kembali Gambar 14.36 di atas. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.36. Pemanasan telur ayam merupakan contoh denaturasi protein 301 14.5. Lipida Lipida berasal dari kata lipos (bahasa yunani) yang berarti lemak. Lipida memiliki sifat kelarutan yang berbeda dengan tiga golongan utama biomolekul yang lain yaitu karbohidrat, protein dan asam nukleat, yang umumnya larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik. Lipida memiliki sifat kebalikannya yaitu mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Struktur kimia lipida sangat bervariasi meskipun sifat kelarutanya mirip. Lipida ada yang berupa persenyawaan ester dan hidrokarbon rantai lurus, berbentuk siklik atan maupun bentuk polisiklik. Lipida jenis lain memiliki struktur terpena yang mengadung berbagai gugus fungsi (C=C, OH, C=O) dan struktur steroid (lipida tetrasiklik). Penggolongan lipida secara sederhana disajikan dalam bagan di bawah ini. Gambar 14.37. Bagan penggolongan lipida 14.5.1. Asam lemak Asam lemak merupakan asam lemah, yang di dalam air akan terdisosiasi sebagian. Umumnya asam lemak berfase cair atau padat pada suhu ruang (27 °C). Semakin panjang rantai karbon penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut. Asam lemak dapat bereaksi dengan senyawa lain membentuk persenyawaan lipida. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 302 Persenyawaan lipida tersebut sering dijumpai di dalam tubuh organisme yang memiliki fungsi khusus dalam penyusunan sel organism. Beberapa jenis persenyawaan lipida tersebut antara lain prostaglandin, wax, trigliserida, gliserofosfolipida, sfingolipida dan glikofosfolipida, perhatikan kembali gambar 14.37, di atas. Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi (memiliki rantai karbon lebih dari 6). Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom‐ atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan rangkap diantara atom‐atom karbon penyusunnya. Kedua jenis ikatan dalam asam lemak inilah yang menyebabkan perbedaan sifat fisik antara asam lemak satu dengan lainnya. Gambar 14.38. Bentuk lipida dalam kehidupan sehari‐hari Keberadaan ikatan rangkap dan panjang rantai ini menyebabkan asam lemak penyusun lipida memiliki dua jenis wujud yang berbeda pada suhu ruang. Dua wujud lipida yang sering kita temukan adalah lemak dan minyak. Lemak pada suhu ruang berwujud padat sedangkan minyak pada suhu ruang berwujud cair. perhatikan Gambar 14.38. Lemak umumnya disusun oleh asam lemak rantai panjang yang memiliki ikatan tunggal atau jenuh sedangkan minyak banyak disusun oleh asam lemak rantai panjang dengan ikatan rangkap atau tak jenuh. Kedua asam lemak tersebut jelas memiliki perbedaan sifat fisik dan kimianya, beberapa struktur dan sifat dari kedua senyawa tersebut disajikan dalam Tabel di bawah ini. Tabel 14.4. Sifat fisik dan struktur asam lemak jenuh dan tidak jenuh Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 303 Beberapa asam lemak yang telah dikenal dan telah teridentifikasi dengan baik ditunjukkan pada Tabel 14.5. Tabel 14.5 Daftar nama asam lemak yang telah teridentifikasi Jumlah atom C, ikatan dan posisi ikatan rangkap Nama Trivial (umum) Nama sistimatik 6:0 8:0 10:0 12:0 14:0 16:0 16:1 (9) 18:0 18:1 (9) 18:1 (11) 18:2 (9,12) 18:3 (9,12,15) caproic caprylic capric lauric mystiric palmitic palmitoleic stearic oleic vaccenic linoleic linolenic 20:0 20:4 (5,8,11,14) arachidic arachidonic hexanoic octanoic Decanoic dodecanoic tetradecanoic Hexadecanoic cis‐9‐hexadecenoic octadecanoic cis‐9‐octadecenoic cis‐1‐octadecenoic all cis‐9,12‐octadecadienoic all cis‐9,12,15‐ octadecatrienoic eicosanoic all cis‐5,8,11,14‐ eicosatetraenoic 14.5.2. Prostaglandin Prostaglandin merupakan lipida yang dibangun oleh 20 atom karbon pembentuk rantai utamanya. Prostaglandin merupakan lipida yang mengandung gugus hidroksil (OH) di posisi atom C nomor 11 dan C nomor 15, dan memiliki ikatan rangkap pada atom C no 13, lihat Gambar 14.39. Gambar 14.39. Molekul prostaglandin Prostaglandin dihasilkan oleh jaringan yang sedang terluka atau sakit yang disintesis dari asam lemak tak jenuh rantai panjang yaitu asam arakidonat. Kehadiran obat penghilang rasa sakit seperti aspirin dapat menghambat proses pembentukan molekul ini. Proses pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat, ditunjukkan oleh persamaan reaksi di bawah ini (Gambar 14.40). Gambar 14.40. Proses pembentukan Prostaglandin dari asam arakidonat Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 304 14.5.3. Gliserol Gliserol merupakan senyawa alkohol yang memiliki 3 gugus hidroksil. Gliserol memiliki nama baku 1,2,3‐ propanatriol. Senyawa ini berwujud cair, tidak berwarna dengan titik didih 290°C. Titik didih tinggi yang dimiliki oleh senyawa dengan bobot molekul 92,09 g/mol ini disebabkan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat antar molekul gliserol. Gliserol merupakan bahan baku pembentuk trigliserida, yang dapat membentuk ikatan ester dengan asam lemak. 14.5.4. Trigliserida Trigliserida merupakan lipida yang memiliki struktur ester, yang tersusun oleh tiga molekul asam lemak bebas dan satu molekul gliserol seperti yang ditunjukan pada Gambar 14.41. Reaksi kimia untuk trigliserida pada prinsipnya memiliki kesamaan dengan senyawa alkena dan ester, misalnya trigliserida dapat terhidrogenasi oleh gas Hidrogen yang dikatalisis oleh logam Nikel atau Platina, reaksi untuk senyawa tersebut disajikan dalam persamaan reaksi pada Bagan 14.42. Gambar 14.41. Struktur trigliserida yang disusun oleh molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak bebas Bagan 14.42. Reaksi hidrogenasi trigliserida Reaksi hidrolisis pada trigliserida akan menghasilkan gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dapat berlangsung dalam suasana asam atau basa atau dapat pula dengan bantuan enzim. Reaksi hidrolisis dari trigliserida dapat dilihat pada persamaan di bawah ini Gambar 14.43. Reaksi Hidrolisi trigliserida Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 305 14.5.5. Wax Wax merupakan jenis lipida yang dibentuk oleh senyawa asam lemak jenuh dengan alkohol yang memiliki rantai karbon panjang. Sehingga senyawa ini berbentuk ester, perhatikan Gambar 14.44. Senyawa ini dapat diamati pada daun‐yang mengandung lilin. Fungsi lapisan wax pada daun ini tidak lain untuk mengurangi penguapan, demikian pula yang ditemukan pada permukaan buah. Senyawa wax yang pertama atau Besswax dapat ditemukan pada lilin, semir sepatu atau juga dimanfaatkan untuk kertas yang berlilin atau memiliki permukaan yang licin. Carnauba wax dipergunakan untuk lantai maupun peralatan kayu pelitur, sedangkan Jojoba wax dapat dipergunakan sebagai bahan kosmetika dan juga lilin. Gambar 14.44. Struktur molekul wax 14.5.6. Membran sel Membran sel merupakan lapisan pembatas yang bersifat permeabel dan selektif yang hanya bisa dilewati oleh zat‐zat tertentu saja. Membran sel dibentuk oleh dua lapisan posfolipida yang memisahkan bagian dalam dan bagian luar sel. Dua lapisan posfolipida ini berisi protein, karbohidrat dan kolestrol. Bagian dalam membran sel terdi dari dari bagian dalam yang merupakan ekor dari posfolipida dan bersifat non‐polar, sedangkan bagian kepala bersifat polar berada pada permukaan luar dan dalam sel. Bagian asam lemak tidak jenuh pada dapat membuat membran lebih rigit. Pori‐pori, chanel protein memainkan peran penting yang merupakan bagian pengatur keluar masuknya glukosa melalui proses difusi. Demikian juga pada ion transpor energi yang terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi, lihat Gambar 14.45. Gambar 14.45. Komposisi membran sel dan perannya Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 306 14.5.7. Gliseroposfolipida Merupakan jenis lipida yang banyak terdapat dalam membran sel yang dibangun oleh molekul asam lemak, posfat, gliserol, amino dan alkohol. Atas dasar penyusun molekulnya maka, Gliseroposfolipida memiliki gugus polar dan non polar. Gugus polar terletak pada gugus amina dan gugus non‐polar berasal dari rantai atom Carbon senyawa asam lemak, untuk lebih jelas amati Gambar 14.46. Gambar 14.46. Senyawa Gliseroposfolipid Senyawa Gliseroposfolipida yang banyak terdapat dalam makhluk hidup adalah lecithin dan cephalin, senyawa ini terdapat pada otak dan jaringan saraf, selain itu juga ditemukan di dalam telur dan ragi. Kedua senyawa tersebut dapat dilihat pada Bagan 14.47. Bagan 14.47. Gliseroposfolipida untuk senyawa lecithin dan cephalin 14.5.8. Sfingolipid dan glikosfingolipid Sfingolipida adalah posfolipida yang memiliki ikatan amida antara asam lemak dengan sfingosin dan memiliki alkohol dengan jumlah atom C 18 buah. Sedangkan senyawa glikosfingolipida mengandung monosakarida yang terikat pada gugus OH gugus sfingosin melalui ikatan glikosida. Kedua molekul tersebut disajikan pada Bagan 14.48. Gambar 14.48. Struktur molekul senyawa Sfingolipida dan Glikosfingolipida Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 307 14.5.9. Terpena Terpena ditemukan para ahli kimia dalam bentuk minyak atau pewangi. Hasil isolasinya juga telah memberikan petunjuk bahwa terpena dibangun oleh dua atau lebih unit isoprena. Isoprena merupakan senyawa yang dibangun oleh lima atom karbon dengan satu cabang pada atom C nomor 2. Perhatikan struktur molekul isoprena seperti pada Gambar 14.49. Senyawa dengan satu unit isoprena sangat jarang ditemui, sedangkan senyawa dengan dua unit isoprena sangat umum dijumpai. Senyawa terpena yang banyak ditemui di alam ditampilkan pada Tabel di bawah ini. Gambar 14.49. Struktur molekul isoprena Tabel 14.6. Beberapa jenis terpena yang umum dijumpai Jumlah atom C Jenis terpena 10 Monoterpena 15 Sesquiterpena 20 Diterpena 30 Triterpena Senyawa yang pertama dinamakan monoterpena yang diketemukan mengandung oksigen dalam bentuk gugus aldehid, selanjutnya senyawa ini dikenal dengan istilah terpenoid. Contoh monoterpena adalah sitronelal (minyak jeruk). Molekul isoprena dapat membentuk siklis seperti yang ditunjukan pada senyawa mentol, kedua molekul tersebut seperti pada Bagan 14.50. 14.5.10. Steroid Steroid merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar triterpena asiklik. Ciri umum steroid ialah sistem empat cincin yang tergabung. Cincin A, B dan C beranggotakan enam atom karbon, dan cincin D beranggotakan lima. Perhatikan Gambar 14.51 pada halaman berikut. Kolestrol merupakan steroid yang terbanyak di dalam tubuh manusia. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Bagan 14.50. Lipida yang berstruktur Terpena 308 Kolestrol memiliki struktur dasar inti steroid yang mengandung gugus metil, gugus hidroksi yang terikat pada cincin pertama, dan rantai alkil. Kandungan kolestrol dalam darah berkisar 200‐220 mg/dL, meningkatnya kadar kolestrol dalam darah dapat menyempitkan pembuluh darah di jantung, sehingga terjadi gangguan jantung koroner. Pengobatan yang sering dilakukan adalah melebarkan pembuluh darah seperti, memasang ring atau melakukan operasi. Kolestrol dalam tubuh dibentuk di dalam liver dari makanan. Struktur kolestrol dapat dilihat pada Gambar 14.52. Gambar 14.51. Struktur Steroid dan Penomorannya Gambar 14.52. Struktur molekul kolestrol Kolestrol dalam makan perlu kita waspadai mengingat tren penyakit jantung cukup tinggi di Indonesia. Beberapa makanan yang banyak mengandung kolestrol disajikan dalam Tabel 14.7 di bawah ini. Tabel 14.14. Sumber makanan dan ukuran sajian serta kandungan kolestrolnya Garam empedu merupakan hasil sintesa kolestrol dan disimpan dalam bladder, peran senyawa ini adalah untuk mengemulsikan asam lemak dan minyak sehingga memperluas permukaan lipida yang akan dibongkar secara enzimatik. Struktur molekul garam empedu dapat dilihat pada Gambar 14.53. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.53. Struktur molekul Garam empedu 309 Contoh lain dari lipida jenis steroid adalah hormon seks bagi kaum laki-laki dan perempuan seperti testoteron, estradiol dan progesteron. Struktur molekul dan fungsinya dapat dilihat dalam Tabel 14.8. Tabel 14.8. Jenis hormon dan fungsi fisiologisnya 14.6. Asam Nukleat Asam nukleat adalah makromolekul pertama yang berhasil diisolasi dari dalam inti sel. Asam nukleat berbentuk rantai linier yang merupakan gabungan monomer nukleotida sebagai unit pembangunnya. Molekul ini menyimpan informasi pertumbuhan sel dan reproduksi. Monomer nukleotida sebagai struktur primer asam nukleat diperoleh dari hasil hidrolisis asam nukleat. Proses hidrolisis lebih lanjut dari monomer nukleotida akan dihasilkan asam fosfat dan nukleosida. Proses hidrolisis ini dilakukan dalam suasana basa. Jika hidrolisis dilanjutkan kembali terhadap senyawa nukleosida dalam larutan asam berair akan dihasilkan molekul gula dan basa nitrogen dengan bentuk heterosiklik. Sehingga komposisi molekul penyusun asam nukleat diketahui dengan jelas, seperti yang ditunjukkan gambar 14.54 hingga bagan pada Gambar 14.57. Dari Gambar 14.54 tampak bahwa struktur utama asam nukleat adalah molekul gula yang mengandung asam posfat dan basa Nitrogen yang dihubungkan dengan ikatan posfodiester membentuk rantai panjang. Monomer nukleotida dapat dilihat pada Gambar 14.55 dan 14.56. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Gambar 14.54. Molekul sederhana asam nukleat Gambar 14.55. Molekul Nukleotida 310 Senyawa gula penyusun nukleotida merupakan gula dengan atom Karbon 5 (lima) yaitu 2‐deoksi‐D‐ribosa dan D‐ribosa, lihat Bagan dibawah ini. Gambar 14.56. Molekul Nukleosida Asam nukleat Hidrolisis Nukleotida Hidrolisis dalam suasana Basa Bagan 14.58. Molekul penyusun Asam nukleat Basa nukleosida yang ditemukan pada asam nukleat adalah adenin (dilambangkan A), sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), timin (T) dan urasil (U), lihat Bagan 14.58. Nukleosida Asam nukleat dalam sel terdiri dari DNA (DeoxyriboNucleic Acid) dan RNA (RiboNucleic Acid). Kedua jenis asam nukleat ini memiliki perbedaan basa purin yang merupakan molekul penyusunnya. Untuk RNA disusun oleh gula D‐ribosa dan basa urasil. Sedangkan untuk DNA disusun oleh gula 2‐deoksi‐D‐ ribosa yaitu gula D‐ribosa yang kehilangan gugus OH pada atom C nomor 2 dan basa timin. Basa Nitrogen 14.6.1. Nukleosida Molekul nukleosida merupakan suatu N‐ glikosida yaitu ikatan pada atom N dari sebuah basa yang terikat pada molekul gula pada atom C nomor 1. Basa Nitrogen yang terikat dapat berupa purin atau pirimidin. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Asam posfat Hidrolisis dalam suasana Asam Gula Gambar 14.57. Skema hidrolisis Asam nukleat 311 Ikatan N‐glikosida untuk purin dan gula terjadi pada atom N nomor 9 dengan atom C nomor 1 dari gula. Sedangkan pirimidin terjadi pada atom N nomor 1 dengan atom C nomor 1 dari gula, perhatikan Gambar 14.59. Nukleotida merupakan ester fosfat dari nukleosida, dimana gugus hidroksil pada gula pentosa diesterifikasi dengan fosfat anorganik lihat Gambar 14.59. Gugus hidroksil yang teresterifikasi pada nukleotida DNA dan RNA adalah pada posisi 3’ maupun 5’ pada gula pentosa. Nukleotida DNA dinamai sebagai ester 3’ atau 5’‐monofosfat dari nukleosida. 14.6.2. Nukleotida Gugus fosfat pada nukleotida bersifat asam dan dapat dihidrolisis oleh basa berair maupun enzim yang akan menghasilkan nukleosida dan asam fosfat penyusunnya. Penamaan asam nukleat, mengikuti pola unit penyusun dari nukleosida dan nukleotidanya. Untuk nukleosida dengan mengganti akhiran basa nitrogennya meunjadi –osin untuk basa purin dan akhiran –idin untuk pirimidin. Untuk nukleotida dengan menambahkan 5‐monoposfat pada nukleosidanya. Gambar 14.59. Ikatan N‐glikosida Penamaan untuk beberapa nukleosida dan nukleotida disajikan dalam Tabel 14.9. Tabel 14.9. Penamaan nukleosida dan nukleotida Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 312 RANGKUMAN 1. Unit terkecil dari organisme hidup adalah sel yang di dalamnya terdapat biomolekul seperti: Air, Karbohidrat, Protein, Lipida dan Asam nukleat serta deoksiribosa dan ribosa asam nukleat. 2. Air merupakan komponen utama penyusun sitoplasma sel. Dalam sel-sel biologi dan organel-organel, air bersentuhan dengan membran dan permukaan protein yang bersifat hidrofilik. Air juga berperan dalam pembentukan ikatan khususnya pada molekul-molekul polimer. 3. Karbohidrat selain sebagai sumber utama energi organisme hidup, juga merupakan sumber karbon untuk sintesis biomolekul dan sebagai bentuk energi polimerik. Karbohidrat dapat digolongkan menjadi tiga yaitu monosakarida, Oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida merupakan sakarida sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi satuan terkecil walaupun dalam suasana yang lunak sekalipun. Monosakarida yang paling banyak ditemukan adalah Glukosa yang merupakan sumber tenaga utama bagi makhluk hidup. Oligosakarida merupakan gabungan dari molekulmolekul monosakarida yang jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida dengan membentuk ikatan glikosida. contoh dari oligosakarida adalah maltosa, sukrosa dan laktosa. Polisakarida merupakan polimer yang disusun oleh rantai monosakarida. Polisakarida digolongkan menjadi polisakarida struktural dan polisakarida nutrien. Polisakarida struktural berperan sebagai pembangun dan penyusun komponen organel sel serta sebagai molekul pendukung intrasel, yang termasuk golongan ini adalah selulosa dan kitin. Polisakarida nutrien berfungsi sebagai sumber dan cadangan monosakarida, yang termasuk kelompok ini adalah pati, selulosa dan glikogen. Protein merupakan komponen utama dalam sel hidup yang berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Protein dapat diklasifikasikan menjadi 7 (tujuh) macam fungsi yaitu: enzim, protein transport, protein nutrient dan penyimpan, protein kontraktil atau motil, protein struktural, protein pertahanan dan protein pengatur. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 313 14. Protein adalah senyawa organik kompleks deangn berat molekul tinggi dan berupa polimer dengan monomer asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. 15. Asam amino dapat digolongkan menjadi empat yaitu Asam amino dengan R yang bersifat non polar misalnya alanin, valin, leusin, isoleusin dan prolin, fenil alanin, metionin dan triptopan. 16. Asam amino dengan R polar tapi tidak bermuatan misalnya glisin, serin, treonin, sistein, tirosin, asparagin dan glutamin. 17. Asam amino dengan gugus R yang bermuatan negatif misalnya asam aspartat dan asam glutamat. 18. Asam amino dengan gugus R bermuatan positif misalnya lisin, arginin dan histidin. 19. Ada empat struktur protein yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener. 20. Struktur primer adalah rantai polipeptida sebuah protein terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui ikatan peptida. 21. Struktur sekunder, tersier dan kuartener membentuk konformasi tiga dimensi protein sesuai dengan bentuk fungsinya di dalam sel. protein dapat mengalami perubahan ketiga strukturnya (sekunder, tersier dan kuartener) yang dinamakan denaturasi. 22. Lipida merupakan biomolekul yang mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. 23. Beberapa persenyawaan lipida dan turunannya antara lain: 24. Asam lemak adalah asam karboksilat yang berderajat tinggi. Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. 25. Prostaglandin merupakan lipida yang dibangun oleh 20 atom karbon sebagai pembentuk rantai utamanya. 26. Trigliserida merupakan lipida yang memiliki struktur ester, yang tersusun oleh tiga molekul asam lemak bebas dan satu molekul gliserol. 27. Wax merupakan jenis lipida yang dibentuk oleh senyawa asam lemak jenuh dengan alkohol yang memiliki rantai karbon panjang. 28. Gliseroposfolipida merupakan jenis lipida yang dibangun oleh molekul asam lemak, posfat, gliserol, amino dan alkohol. 29. Terpena merupakan lipida yang dibangun oleh dua atau lebih unit isoprena. 30. Steroid merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar triterpena asiklik. 31. Asam nukleat adalah makromolekul yang menyimpan informasi pertumbuhan sel dan reproduksi. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 314 32. Asam nukleat dalam sel terdiri dari DNA (DeoxyriboNucleic Acid) dan RNA (RiboNucleic Acid). Nukleosida merupakan suatu N-glikosida yaitu ikatan pada atom N dari sebuah basa yang terikat pada molekul gula pada atom C nomor 1. 33. Nukleotida merupakan ester fosfat dari nukleosida, dimana gugus hidroksil pada gula pentosa diesterifikasi dengan fosfat anorganik. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 315 Pilihlan salah satu jawaban yang paling benar 1. Berikut ini merupakan molekul yang tidak memegang peranan penting dalam sel a. air b. protein c. karbon monoksida d. karbohidrat 2. Molekul karbohidrat terkecil yang tersusun oleh tiga atom karbon disebut a. trigliserida b. teobromin c. triosa d. galaktos 3. Berikut ini merupakan contoh monosakarida, kecuali a. glukosa b. galaktosa c. fruktosa d. maltosa 4. Berikut ini yang termasuk polisakarida struktural adalah a. kitin b. insulin c. glutamin d. amiluistm 5. Berikut ini yang termasuk polisakarida nutrien adalah a. glukagon b. glikogen c. amilase d. histidin 6. Berikut ini yang bukan klasifikasi protein berdasarkan fungsinya adalah a. protein transport b. protein kontraktil dan motil c. protein pengatur d. protein globular 7. Asam amino yang memiliki gugus R polar kecuali a. serin b. glutamin c. alanin d. asparagin 8. Ikatan yang dibentuk oleh dua buah asam amino atau lebih dalam membangun struktur primer protein disebut a. glikosida b. fosfodiester c. peptida d. rangkap Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 UJI KOMPETENSI 316 9. Nama yang sesuai untuk asam amino berikut O C OH HN a. isoleusin b. histidin c. prolin d. triptofan 10. Asam amino berikut memiliki gugus R yang bersifat O H2N CH C OH CH2 N NH a. polar b. non polar c. bermuatan positif d. bermuatan negatif 11. Denaturasi protein disebabkan oleh perlakuan berikut kecuali a. penambahan ion Hg2+ b. penambahan larutan buffer c. penambahan asam pekat d. penambahan larutan NaOH 10M 12. Senyawa berikut tidak termasuk golongan asam lemak kecuali a. asam palmitat b. asam asetat c. asam propanoat d. propil butanoat 13. Lipida yang dibangun oleh 20 atom karbon sebagai pembentuk rantai utamanya disebut a. prostaglandin b. steroid c. glikoprotein d. terpenoid Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 317 14. Hidrolisis trigliserida akan menghasilkan a. gliserol dan asam amino b. asam amino dan terpenoid c. gliserol dan asam lemak bebas d. glukosamin dan sfingolipid 15. Lipida yang memiliki kerangka dasar triterpena asiklik disebut a. asam lemak jenuh b. fosfolipida c. sfingolipida d. steroid 16. Contoh dari steroid adalah a. terpena b. kolesterol c. insulin d. glukosamina 17. Suatu N‐glikosida yaitu ikatan pada atom N dari sebuah basa yang terikat pada molekul gula pada atom C nomor 1 disebut a. asam nukleat b. nukleosida c. nukleotida d. ribosa 18. Jenis gula yang terdapat pada molekul DNA a. aldosa b. fruktosa c. ribosa d. deoksiribosa 19. Basa – basa berikut yang merupakan penyusun RNA, kecuali a. Urasil b. Adenin c. Guanin d. Timin 20. Jenis ikatan yang menghubungkan unit – unit nukleotida dalam RNA adalah a. Glikosida b. Fosfodiester c. peptida d. amida Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 318 Bab 15. Pemisahan kimia dan analisis Standar Kompetensi Melakukan pemisahan dan analisis Kompetensi Dasar Memisahkan zat dari campuran Menentukan kadar suatu zat, unsure atau senyawa secara gravimetric, volumetric dan teknik lainnya Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mendefinisikan pemisahan 2. Siswa dapat menjelaskan proses pengayakan 3. Siswa dapat menjelaskan proses filtrasi 4. Siswa mengenal proses kristalisasi 5. Siswa mengenal proses distilasi 6. Siswa dapat mendefinisikan analisis kuantitatif 7. Siswa dapat menjelaskan kriteria metode analisis kuantitatif 8. Siswa dapat menjelaskan teknik gravimetri 9. Siswa dapat mengklasifikasikan teknik volumetri 10. Siswa dapat melakukan titrasi Di alam, sebagian besar zat atau benda yang kita ketemukan tidak dalam keadaan murni atau tunggal, sebagian besar zat‐zat merupakan campuran dari berbagai macam senyawa atau unsur. Dalam banyak hal senyawa atau unsur dibutuhkan oleh kita dalam keadaan murni. Senyawa atau unsur dalam keadaan murni diperlukan untuk pembuatan obat. Hal ini diperlukan agar reaksi dapat berjalan dengan sempurna dan hasil reaksi juga memiliki kemurnian yang tinggi. Untuk mendapatkan senyawa‐senyawa yang murni diperlukan proses pemisahan. Kita juga sering melakukan proses pemisahan, misalnya air yang bercampur dengan kotoran kita saring agar air menjadi lebih jernih, perhatikan Gambar 15.1. Proses pemisahan lain juga dapat kita amati, misalnya pemisahan air dari garam‐garam yang dilakukan petani garam. Air laut diuapkan dan didapat kristal garam. Garam yang dihasilkan bukan NaCl murni masih berupa campuran, selanjutnya mereka mengirimnya ke pabrik untuk proses lebih lanjut. Dalam kimia, proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan satu atau lebih produk yang lebih murni dari suatu sebuah campuran senyawa kimia. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Gambar 15.1. Proses penyaringan air yang keruh menjadi air yang lebih jernih 319 15.1. Pemisahan Proses pemisahan merupakan proses perpindahan masa, perpindahan dapat terjadi jika senyawa‐senyawa yang ada dalam campuran memiliki sifat fisika atau sifat kimia yang berbeda. Perbedaan sifat inilah yang menyebabkan kita dapat memisahkannya. Sebagai contoh kita dapat pisahkan satu zat karena berbeda dalam hal ukuran partikelnya, pemisahan dapat kita lakukan dengan pengayakan. Beberapa sifat fisika zat yang dapat dipergunakan misalnya berat jenis, muatan listrik, titik didih, titik beku dan lainnya. Selain itu sifat‐ sifat kimia juga dapat dipergunakan khususnya adalah interaksi kimia antara satu zat dengan zat lainnya. Secara teknis, pemisahan suatu campuran dapat dapat dilakukan dengan berbagai metode. Umumnya pemisahan dilakukan dengan mempertimbangkan fasa komponen dari campuran tersebut. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Campuran heterogen dapat dibentuk dari beberapa fasa misalnya padat‐padat, padat‐cair, padat‐gas, cair‐cair, cair‐gas, gas‐gas, atau campuran ketiganya padat‐cair‐dan gas. Sehingga dalam proses pemisahan seringkali kita melakukan beberapa kali proses pemisahan serta mengkombinasikan berbagai teknik pemisahan agar mendapatkan hasil pemisahan yang diinginkan. Teknik pemisahan, secara umum dapat kita klasifikasikan sebagai pemisahan secara mekanik atau berdasarkan sifat fisika dan pemisahan secara kimia. Atas dasar ini teknik pemisahan kita bahas. 15.1.1. Pengayakan Teknik pemisahan ini merupakan teknik yang tertua, teknik ini dapat dilakukan untuk campuran heterogen khususnya campuran dalam fasa padat. Proses pemisahan didasari atas perbedaan ukuran partikel didalam campuran tersebut. Sehingga ayakan memiliki ukuran pori atau lubang tertentu, ukuran pori dinyatakan dalam satuan mesh, contoh ayakan dapat dilihat pada Gambar 15.2. Sebagai contoh sederhana kita dapat lakukan pemisahan pasir dari sebuah campuran pasir dan batu kerikil, menggunakan ayakan yang porinya cukup halus. Begitu pula, jika kita ingin memisahkan beras yang bercampur dengan katul yang halus. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Gambar 15.2. Saringan yang memiliki ukuran pori tertentu 320 Teknik lain penmisahan campuran dalam fasa padat juga dapat dilakukan dengan cara flotasi (pengapungan). Pemisahan dengan cara ini didasari pada sifat permukaan dari senyawa atau partikel. Senyawa atau partikel ada yang memiliki sifat suka air (hidrofilik) dan ada yang tidak suka air (hidrofobik). Bila kedua sifat ini muncul maka pemisahan dapat dilakukan dengan memberikan air kedalam campuran tersebut. Untuk senyawa atau partikel yang suka air, zat ini akan tetap berada dalam fasa air. Sedangkan yang hidrofobik menempel pada gelembung udara, dan akan naik ke permukaan, dan dapat dipisahkan, lihat Gambar 15.3. 15.1.2. Filtrasi Filtrasi adalah proses pemisahan dari campuran heterogen yang mengandung cairan dan partikel‐partikel padat dengan menggunakan media filter yang hanya meloloskan cairan dan menahan partikel‐partikel padat. Gamabar 15.3. Prinsip pemisahan dengan cara flotasi Proses filtrasi yang sederhana adalah proses penyaringan dengan dengan media filter kertas saring (Gambar 15.4). Kertas saring kita potong melingkar jika masih bentuk lembaran empat persegi panjang atau kubus, jika telah berbentuk lingkaran lipat dua, sebanyak tiga atau empat kali. Selanjutnya buka dan letakkan dalam corong pisah sehingga tepat melekat dengan corong pisah. Tuangkan campuran heterogen yang akan dipisahkan, sedikit demi sedikit, kira‐kira banyaknya campuran tersebut adalah sepertiga dari tinggi kertas. Lakukan berulang‐ulang, sehingga kita dapat memisahkan partikel padat dengan cairannya. Hasil filtrasi adalah zat padat yang disebut residen dan zat cairnya disebut dengan filtrat. Proses pemisahan dengan cara filtrasi dapat kita bedakan berdasarkan adanya tekanan dan tanpa tekanan. Contoh diatas merupakan proses pemisahan tanpa tekanan, dimana cairan mengalir karena adanya gaya grafitasi. Pemisahan ini sangat cocok untuk campuran heterogen dimana jumlah cairannya lebih besar dibandingkan partikel zat padatnya. Proses pemisahan dengan tekanan, umumnya dengan cara di vakumkan (disedot dengan pompa vakum). Proses pemisahan dengan teknik ini sangat tepat dilakukan, jika jumlah partikel padatnya lebih besar dibandingkan dengan cairannya. Perhatikan Gambar 15.5, pada halaman berikut. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Gambar 15.4. Pemisahan dengan kertas saring tanpa tekanan (adanya grafitasi) 321 15.1.3. Sentrifugasi Campuran heterogen terdiri dari senyawa‐senyawa dengan berat jenis berdekatan sulit dipisahkan. Membiarkan senyawa tersebut terendapkan karena adanya grafitasi berjalan sangat lambat. Beberapa campuran senyawa yang memiliki sifat seperti ini adalah koloid, seperti emulsi. Salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran ini adalah teknik sentrifugasi, yaitu metode yang digunakan dalam untuk mempercepat proses pengendapan dengan memberikan gaya sentrifugasi pada partikel‐partikelnya. Pemisahan sentrifugal menggunakan prinsip dimana objek diputar secara horizontal pada jarak tertentu. Apabila objek berotasi di dalam tabung atau silinder yang berisi campuran cairan dan partikel, maka campuran tersebut dapat bergerak menuju pusat rotasi, namun hal tersebut tidak terjadi karena adanya gaya yang berlawanan yang menuju kearah dinding luar silinder atau tabung, gaya tersebut adalah gaya sentrifugasi. Gaya inilah yang menyebabkan partikel‐partikel menuju dinding tanbung dan terakumulasi membentuk endapan (Gambar 15.6). Gambar 15.5. Pemisahan dengan cara meningkatkan tekanan Mari kita perhatikan proses pembuatan minyak kelapa, dimana teknik pemisahan sentrifugasi cukup berperan. Buah kelapa dihancurkan, dan diperas sehingga didapat bagian santan. Didalam santan terdapat campuran minyak dengan air. Dengan melakukan sentrifugasi dengan kecepatan antara 3000‐3500 rpm, maka terjadi pemisahan dan terdapat dua bagian yaitu fraksi kaya minyak (krim) dan fraksi miskin minyak (skim). Selanjutnya krim diasamkan, kemudian diberi perlakuan sentrifugasi sekali lagi untuk memisahkan minyak dari bagian bukan minyak. Dalam pengolahan minyak kelapa, sering juga dilakukan modifikasi khususnya dalam pemisahan krim untuk mendapatkan bagian minyak. Modifikasi tersebut dilakukan dengan cara pemanasan krim, dan akan Gambar 15.6. Pengendapan dengan dihasilkan padatan dan minyak, selanjutnya dengan teknik sentrifugasi penyaringan kita dapatkan minyak kelapa yang bersih dan jernih. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 322 15.1.4. Kristalisasi Pemisahan dengan teknik kristalisasi didasari atas pelepasan pelarut dari zat terlarutnya dalam sebuah campuran homogeen atau larutan, sehingga terbentuk kristal dari zat terlarutnya. Proses ini adalah salah satu teknik pemisahan padat‐cair yang sangat penting dalam industri, karena dapat menghasilkan kemurnian produk hingga 100%. Kristal dapat terbentuk karena suatu larutan dalam keadaan atau kondisi lewat jenuh (supersaturated). Kondisi tersebut terjadinya karena pelarut sudah tidak mampu melarutkan zat terlarutnya, atau jumlah zat terlarut sudah melebihi kapasitas pelarut. Sehingga kita dapat memaksa agar kristal dapat terbentuk dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya, sehingga kondisi lewat jenuh dapat dicapai. Proses pengurangan pelarut dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, penguapan, pendinginan, penambahan senyawa lain dan reaksi kimia. Pemisahan denga pembentukan kristal melalui proses penguapan merupakan cara yang sederhana dan mudah kita jumpai, seperti pada proses pembuatan garam. Air laut dialirkan kedalam tambak dan selanjutnya ditutup. Air laut yang ada dalam tambak terkena sinar matahari dan mengalami proses penguapan, semakin lama jumlah berkurang, dan mongering bersamaan dengan itu pula kristal garam terbentuk. Biasanya petani garam mengirim hasilnya ke pabrik untuk pengolahan lebih lanjut. Pabrik gula juga melakukan proses kristalisasi, tebu digiling dan dihasilkan nira, nira tersebut selanjutnya dimasukkan kedalam alat vacuum evaporator, Dalam alat ini dilakukan pemanasan sehingga kandungan air di dalam nira menguap, dan uap tersebut dikeluarkan dengan melalui pompa, sehingga nira kehilangan air berubah menjadi Kristal gula. Ketiga teknik yang lain pendinginan, penambahan senyawa lain dan reaksi kimia pada prinsipnya adalah sama yaitu mengurangi kadar pelarut didalam campuran homogeen. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Gambar15.7. Alat destilasi sederhana 323 15.1.5. Destilasi Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan perbedaan titik didik atau titik cair dari masing‐masing zat penyusun dari campuran homogen. Dalam proses destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat peralatan destilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin (Gambar 15.7). Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser yaitu pendingin (perhatikan Gambar 15.7), proses pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar condenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya kita dapat memisahkan seluruh senyawa‐senyawa yang ada dalam campuran homogen tersebut. Contoh dibawah ini merupakan teknik pemisahan dengan cara destilasi yang dipergunakan oleh industri. Pada skala industri, alcohol dihasilkan melalui proses fermentasi dari sisa nira (tebu) myang tidak dapat diproses menjadi gula pasir. Hasil fermentasi adalah alcohol dan tentunya masih bercampur secara homogen dengan air. Atas dasar perbedaan titik didih air (100 oC) dan titik didih alcohol (70oC), sehingga yang akan menguap terlebih dahulu adalah alcohol. Dengan menjaga destilasi maka hanya komponen alcohol saja yang akan menguap. Uap tersebut akan melalui pendingin dan akan kembali cair, proses destilasi alcohol merupakan destilasi yang sederhana, dan mempergunakan alat seperti pada Gambar 15.7. Proses pemisahan yang lebih komplek terjadi pada minyak bumi. Dalam minyak bumi banyak terdapat campuran (lihat Bab 10). Atas dasar perbedaan titik didihnya, maka dapat dipisahkan kelompok‐kelompok produk dari minyak bumi. Proses pemanasan dilakukan pada suhu cukp tinggi, berdasarkan perbedaan titik didih dan system pendingin maka kita dapat pisahkan beberapa kelompok minyak bumi. Proses ini dikenal dengan destilasi fraksi, dimana terjadi pemisahan‐fraksi‐ fraksi dari bahan bakar lihat Gambar 15.7. proses pemisahan minyak bumi. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Gambar 15.8 Destilasi yang dilakukan secara bertahap dari minyak bumi 324 15.2. Analisis Kuantitatif Bila kita telah mengenal bagaimana kita memisahkan senyawa dari sebuah campuran, maka kita juga akan bertanya berapa banyak senyawa yang ada dalam campuran tersebut. Sehingga kita harus mengenal bagaimana cara menetapkan berat atau volume dari sebuah senyawa yang ingin kita ketahui. Cara ini dikenal dengan istiliah analisis kuantitatif. Dalam melakukan analisis kuantitatif terhadap empat tahapan yang harus dikerjakan secara hati‐hati. Lihat Gambar 15.8. 15.2.1. Sampling Pengambilan sampel atau pencuplikan sampel (sampling), adalah teknik atau cara memilih sebuah sampel yang dapat mewakili dari bahan yang kita analisis. Untuk mempermudah, perhatikan contoh di bawah ini. Jika ada sebuah truk yang berisi jeruk, dan dikatakan penjual bahwa jeruk tersebut manis, dan kita harus mengujinya. Apakah cukup kita mengambil bagian atasnya saja? Kita sangat khawatir jika yang diambil hanya bagian atas, jangan‐jangan bagian tengah dan bawah jeruknya masam atau sudah busuk. Cara yang paling tepat kita mengambil secara acak untuk bagian atas bagian tengah dan bagian bawah, diharapkan cara ini jeruk yang kita ambil dapat mewakili jeruk yang ada dalam truk tersebut, perhatikan Gambar 15.9. Gambar 15.8. Skema tahapan dalam melakukan anlisis kuantitatif 15.2.2. Sediaan sampel Untuk mempermudah menganalisa sampel maka sampel kita ubah ke dalam bentuk larutan. Dari contoh diatas, maka tiga buah jeruk yang kita ambil, dikupas kulitnya dan dibuang bijinya, selanjutnya dihaluskan sehingga kita dapat bentuk jus, setelah itu kita encerkan selanjutnya kita ambil sampel jus tersebut di timbang beratnya atau diukur volemnya kita encerkan, misalkan menjadi 1 liter latutan jeruk. Sampel ini kita letakan dalam Erlenmeyer tertutup dan sebaiknya kita letakkan pada tempat yang sejuk agar tida rusak. Larutan inilah yang kita sebut dengan sediaan sampel. Untuk lebih terjaminnya proses analisis sampel, maka sediaan sampel disarankan dibuat senbelum analisis dilakukan. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Gambar 15.9. Jeruk yang dipilih secara acak dari berbagai posisi truk 325 Proses penyiapan sampel, dalam hal ini sampel jeruk diilustrasikan pada Gamba15.10. 15.2.3. Pengukuran Sampel Dalam melakukan pengukuran sampel, banyak hal yang harus kita perhatikan, pertama apa yang ingin kita ukur?. Berdasarkan percobaan diatas yang ingin diketahui adalah jeruk tersebut manis atau asam, sehingga yang kita ukur adalah jumlah gula yang ada dalam jeruk tersebut. Kedua teknik atau cara apa yang dipilih untuk mengukur jumlah atau kadar gula yang ada dalam sampel. Teknik yang dipergunakan adalah teknik yang standar untuk mengukur kadar gula, teknik standar tersebut adalah teknik yang sudah direkomnedasi oleh para ahli kimia. Dalam pengukuran kita selalu melakukan pengamatan unhtuk mendapatkan data‐data hasil pengukuran. Selama melakukan pengamatan, kita selalu tidak terlepas dari kesalahan. Perhatikan kasus dibawah ini, Rizti, Reza dan Fikri volume dari sebuah buret yang dipergunakan untuk melakukan analisa kadar gula. Dari eksperimen yang dilakukan secara bersama mereka memiliki pendapat yang berbeda. Gambar 15.10. Pembuatan sediaan sampel jeruk Menurut Rizti volume yang dipergunakan adalah 34.7 mL, Reza berpendapat volume yang dipergunakan adalah 34.6 mL. Sedangkan pengamatan Fikri volumenya adalah Gambar 15.11. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Rizti, Reza dan Fikri dari sebuah pengukuran Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 326 Selain munculnya kesalah pengamatan dari faktor manusia, kesalahan juga dapat muncul dari alat yang kita pergunakan. Jika Rizti mengukur volume dari buret, dimana buret yang dipergunakan berbeda‐beda. Pada pengamatan pertama menggunakan buret A, dan Rizti menyimpulkan volumenya sebanyak 34.5 mL, pada pengukuran dengan buret B volumenya adalah 34.6. Sedangkan pengamatan ketiga yang menggunakan buret C, volumnenya adalah 34.7. Hal ini menunjukkan kesalahan terjadi pada pengukuran yang disebabkan oleh faktor alat, kesalahan ini sering disebut dengan instrumental error. Untuk mengurangi kedua kesalahan tersebut, maka setiap pengukuran harus dilakukan dengan ulangan. Pengukuran volume atau berat sampel tidak cukup dengan satu kali pengukuran, namun harus dilakukan beberapa kali misalnya, tiga, enam atau sepuluh kali ulangan. Pada pengukuran kita selalu menggunakan teknik atau metode yang standar, metode tersebut telah memenuhi beberapa criteria seperti peka, presisi, akurat, selektif dan praktis. Metode yang dipilih harus peka atau sensitif, memiliki makna bahwa metode ini dapat menetapkan kadar atau konsentrasi dengan daya beda yang baik, misalnya metode ini dapat membedakan konsentrasi 0.0001 M dengan 0.00012 M. Hal ini berbeda jika metode hanya dapat membedakan perubahan konsentrasi dari 0.001 M dengan 0.0001 M. jika kita mendapat sampel dengan hasil pengukuran 0.0005 M, hasilnya sangat meragukan kebenarannya. Metode yang dipergunakan harus memiliki presisi yang baik, memiliki arti bahwa dalam satu seri pengukuran, metode yang dipergunakan selalu memberikan hasil pengukuran yang memiliki nilai berdekatan atau hampir sama. Misalnya dari tiga kali pengukuran didapat data 10.10 mm, 10.08 mm dan 10.09 mm. Metode yang kita pergunakan harus memiliki akurasi yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan mendekati nilai sebenarnya. Untuk lebih mudah memahami presisi dan akurasi dapat kita perhatikan kasus dibawah ini. Jika kita melakukan penimbangan hasil pemisahan satu sampel obat, dengan dua alat timbangan. Dari tiga kali penimbangan dengan menggunakan timbangan pertama didapat data 480, 495 dan 505 mg, dengan timbangan kedua didapat data 460, 465 dan 470. Padahal nilai sebenarnya dari kadar parsetamol dalam obat tersebut adalah 500 mg, sesuai dengan label obat tersebut. Hasil ini menunjukan bahwa timbangan pertama lebih akurat dibandingkan timbangan kedua, namun timbangan kedua memiliki presisi yang lebih baik dibanding timbangan pertama, perhatikan Gambar 15.12. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 327 Gambar 15.12 Contoh presisi dan akurasi hasil penimbangan sampel Metode memiliki sifat selektif artinya metode tersebut memang tepat dan hanya cocok untuk proses analisis sampel. Kehadiran zat‐zat lain tidak berpengaruh terhadap proses analisis sampel. Sebagai contoh misalnya analisis boraks. Pertama dilakukan test pendahuluan untuk mengetahui bahwa didalam sampel terdapat senyawa boraks yaitu Natrium tetra borat, sampel ditambahkan asam sulfat pekat dan methanol. Selanjutnya dilakukan uji reaksi nyala, keberadaan boraks diketahui dengan adanya nyala yang berwarna hijau. Jika kita tidak yakin dengan percobaan ini, maka dapat kita lakukan percobaan lain, seperti mereaksikan sampel denga perak nitrat, jika terjadi endapan putih dari senyawa perak metaborat, menunjukkan adanya boraks dalam sampel. Analisis secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mentitrasi larutan sampel dengan HCl. Reaksi pendahuluan dan analisis harus memberikan kepastian bahwa zat yang kita uji adalah boraks, misalnya endapan putih yang terjadi memang spesifik karena adanya senyawa perak metaborat dalam sampel. Selektifitas dari metoda analisis umumnya sangat ditentukan oleh kespesifikan reaksi, jika terjadi reaksi yang spesifik antara sampel dengan pereaksi maka otomatis metode sangat selektif, untuk mempermudah selektifitas reaksi perhatikan ilustrasinya dalam Gambar 15.13. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Gambar 15.13. Selektifitas yang ditunjukkan oleh pereaksi=R yang hanya bereaksi dengan sampel=S 328 Krietria terkahir adalah metode bersifat praktis, artinya percobaan mudah dikerjakan, prosedur dan teknik yang dipergunakan sederhana. Waktu yang diperlukan melakukan analisis relative cepat, mengingat banyak senyawa kimia yang mudah berubah karena waktu penyimpanan sampel terlalu lama. Untuk mendapatkan teknik atau metode yang ideal atau memenuhi seluruh kriteria diatas cukup sulit, sehingga kita juga perlu mempertimbangkan aspek sampel seperti macam dan jumlah sampel yang akan dianalisis, tujuan analisis dan peralatan yang tersedia. Kriteria utama yang harus dipenuhi dalam analisis adalah ketepatan, ketelitian, dan selektifitas. 15.3. Gravimetri Dalam analisis kuantitatif selalu memfokuskan pada jumlah atau kuantitas dari sebuah sampel, pengukuran sampel dapat dilakukan dengan menghitung berat zat, menghitung volume atu menghitung konsentrasi. Gravimetri merupakan penetapan kuantitas atau jumlah sampel melalui penghitungan berat zat. Sehingga dalam gravimetri produk harus selalu dalam bentuk padatan (solid). Alat utama dalam gravimetri adalah timbangan dengan tingkat ketelitian yang baik. Umumnya reaksi kimia tidak dalam ukuran besar seperti kilogram, namun dalam satuan yang lebih kecil seperti gram dan mili gram. Timbangan yang dipergunakan memiliki ketelitian yang tinggi atau kepekaan yang tinggi dan disebut dengan neraca analitik atau analytical balance. Dalam melakukan analisis dengan teknik gravimetric, kemudahan atau kesukaran dari suatu zat untuk membentuk endapan dapat diketahui dengan melihat kelarutannya atau melihat harga dari hasil kali kelarutan yaitu Ksp. Jika harga Ksp suatu zat kecil maka kita dapat mengetahui bahwa zat tersebut sangat mudah membentuk endapan. Ingat definisi kelarutan; kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut adalah jumlah zat tersebut sebanyak‐banyaknya yang dapat larut dalam pelarut pada suhu tertentu sehingga larutan tepat jenuh. Untuk hal tersebut perhatikan harga konstanta hasil kali kelarutan atau Ksp pada Table 15.1. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Tabel 15.1. Harga Ksp dari beberapa senyawa Rumus ion Harga Ksp Ag+Cl‐ 1.8 x 10‐10 Pb2+SO42‐ 1.6 x 10‐8 Pb2+S2‐ 1.0 x 10‐28 Ba2+SO42‐ 1.3 x 10‐10 Fe2+S2‐ 6.0 x 10‐18 Cu2+S2‐ 6.0 x 10‐36 Ca2+CO32‐ 4.8 x 10‐9 329 Dalam reaksi pembentukan endapan, dimana endapan merupakan sampel yang akan kita analisis, maka dengan cermat kita dapat memisahkan endapan dari dari zat‐zat lain yang juga turut mengendap. Proses ini cukup sulit dilakukan, namun cara yang paling umum adalah mengoksidasi beberapa zat yang mungkin mengganggu sebelum reaksi pengendapan dilakukan. Pencucian endapan merupakan tahap selanjutnya, proses pencucian umumnya dilakukan dengan menyaring endapan, yang dilanjutkan dengan membilasnya dengan air. Tahap akhir dari proses ini adalah memurnikan endapan, dengan cara menguapkan zat pelarut atau air yang masih ada didalam sampel, pemanasan atau mengeringkan dalam oven lazim dilakukan. Akhirnya penimbangan sampel dapat dilakukan dan hasil penimbangan adalah kuantitas sampel yang dianalisis. 15.4. Volumetri Analisis volumetri merupakan teknik penetapan jumlah sampel melalui perhitungan volume. Sehingga dalam teknik alat pengukur volume menjadi bagian terpenting, dalam hal ini buret adalah alat pengukur volume yang dipergunakan dalam analisis volumetric (Gambar 15.14). Penetapan sampel dengan analisa volumetri didasari pada hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi‐ reaksi kimia, seperti dibawah ini cara ini sering disebut juga dengan titrasi. Untuk proses titrasi zat analit (A) dengan pereaksi (S) atau larutan standar, mengikuti reaksi : a A + b S → hasil dimana a adalah molekul analit (A) yang bereaksi dengan b molekul pereaksi (S) atau larutan standar. Pereaksi (S), disebut juga dengan titran. Posisi titran atau larutan standar ada didalam buret, yang selanjutnya kita tambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan analit (A) yang ada dalam Erlenmeyer, dengan cara membuka kran yang ada dalam buret. Dalam larutan analit (A) kita menambahkan zat indikator yang berfungsi untuk menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi sempurna dari analit dengan Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Ambar 15.14. Alat dan cara melakukan titrasi 330 pereaksi dengan adanya perubahan warna dari indikator. Indikator adalah suatu senyawa organik kompleks merupakan pasangan asam basa konyugasi dalam konsentrasi yang kecil indikator tidak akan mempengaruhi pH larutan. Indikator memiliki dua warna yang berbeda ketika dalam bentuk asam dan dalam bentuk basanya. Perubahan warna ini yang sangat bermanfaat, sehingga dapat dipergunakan sebagai indicator pH dalam titrasi. Indikator yang sering dipergunakan dalam titrasi disajikan dalam Tabel 15.2. Pada saat perubahan warna, maka telah terjadi reaksi sempurna antara analit dengan pereaksi dan pada kondisi ini terjadi kesetaraan jumlah molekul zat yang bereaksi sesua dengan persamaan reaksinya. Dari percobaan seperti ini kita dapat informasi awal, yaitu konsentrasi dan volume dari pereaksi atau larutan standar. Perhitungan atau penetapan analit didasari pada keadaan ekivalen dimana ada kesetaraan zat antara analit dengan pereaksi, sesuai dengan koofisien reaksinya. Kesetaraan tersebut dapat disederhanakan kedalam persamaan : N(s) x Volume(s) = N(A) x Volume(A) dimana, N(s) : Normalitas dari larutan standart (titran) Volume(s): Volume larutan standar (titran) yang dipergunakan dan terbaca dari buret. N(A) : Volume(A: Normalitas dari analit (yang dicari) Volume analit, diketahui karena kita persiapkan Normalitas didefinisikan banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam satu liter larutan. Secara sederhana gram ekivalen adalah jumlah gram zat untuk mendapat satu muatan, lihat kembali bahasan pada Bab 8, jika kita substitusikan dengan persamaan diatas kita dapat menetapkan berat zat berdasarkan kesetaraan mol zat dalam keadaan ekivalen seperti pada Bagan 15.15. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Tabel 15.2. Indikator dan perubahan warnanya pada pH tertentu Indikator Perubahan warna Kisaran pH Thymol blue Merah ke kuning 1,2‐2,8 Methyl yellow Merah ke kuning 2,9‐4,0 Bromphenol blue Kuning ke biru 3,0‐4,6 Jingga metil Merah ke kuning 3,1‐4,4 Hijau bromkresol Kuning ke biru 3,8‐5,4 Methyl orange Merah ke kuning 4,2‐6,2 Litmus Merah ke biru 5,0‐8,0 Phenol red Kuning ke merah 6,8‐8,4 Phenolftalein tak berwarna ke merah 8,0‐9,6 Thymolftalein tak berwarna ke biru 9,3‐10,6 331 Bagan 15.15. Penetapan berat zat pada titik ekivalen Dalam reaksi redoks, kita dapat memodifikasi definisi dari berat ekivalen, yaitu berat dalam gram (dari) suatu zat yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol elektron. C2O42‐ 2CO2 + 2e ( BE = Mr/2) Cr2O72‐+ H+ + 6e 2Cr3+ + 7 H2O (BE = Mr/6). Jika Mr Na2C2O4 : 134, maka BE = 67 gram/ekivalen Jika Mr K2Cr2O7 : 294, maka BE = 49 gram/ekivalen Analisis volumetri ini sering diistilah dengan titrimetri dengan satu dasar yaitu penetapan sebuah sampel merujuk pada jumlah volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalensi. Istilah ini untuk menghindari kerancuan, mengingat pengukuran volume tidak hanya terjadi pada reaksi dalam bentuk larutan, namun juga untuk reaksi‐reaksi yang menghasilkan dimana titrasi tidak dilakukan. Titrimetri dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang didasari pada jenis reaksinya. 15.4.1. Titrasi asam basa Titrasi asam‐basa sering disebut juga dengan titrasi netralisasi. Dalam titrasi ini, kita dapat menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa. Pada prinsipnya, reaksi yang terjadi adalah reaksi netralisasi yaitu : + H + OH ⇄ H2O Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 332 Dalam menganalisis sampel yang bersiaft basa, maka kita dapat menggunakan larutan standar asam, metode ini dikenal dengan istilah asidimetri. Sebaliknya jika kita menentukan sampel yang bersifat asam, kita akan menggunkan lartan standar basa dan dikenal dengan istilah alkalimetri. Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan pH, khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator lihat Gambar 15.16. Analit bersifat asam pH mula‐mula rendah, penambahan basa menyebabkan pH naik secara perlahan dan bertambah cepat ketika akan mencapai titik ekuivalen (pH=7). Penambahan selanjutnya menyebakan larutan kelebihan basa sehingga pH terus meningkat. Dari Gambar 15.16, juga diperoleh informasi indikator yang tepat untuk digunakan dalam titrasi ini dengan kisaran pH pH 7 – 10 (Tabel 15.2). Pamanfaatan teknik ini cukup luas, untuk alkalimetri telah dipergunakan untuk menentukan kadar asam sitrat. Titrasi dilakukan dengan melarutkan sampel sekitar 300 mg kedalam 100 ml air. Titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0.1 N dengan menggunakan indikator phenolftalein. Titik akhir titrasi diketahui dari larutan tidak berwarna berubah menjadi merah muda. Selain itu alkalimetri juga dipergunakan untuk menganalisis asam salisilat, proses titrasi dilakukan dengan cara melarutkan 250 mg sampel kedalam 15 ml etanol 95% dan tambahkan 20 ml air. Titrasi dengan NaOH 0.1 N menggunakan indikator phenolftalein, hingga larutan berubah menjadi merah muda. Teknik asidimetri juga telah dimanfaatkan secara meluas misalnya dalam pengujian boraks yang seringa dipergunakan oleh para penjual bakso. Proses analisis dilakukan dengan melaruitkan sampel seberat 500 mg kedalam 50 mL air dan ditambahkan beberapa tetes indikator metal orange, selanjutnya dititrasi dengan HCl 0.1 N. 15.4.2. Titrasi Redoks Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik maupun organik. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 Gambar 15.16. Titrasi alkalimetri dengan larutan standar basa NaOH 333 Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi. Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indikator. Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri danm permanganometri. Iodimetri dan Iodometri Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa iodine dengan natrium tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini : I2 + 2 e → 2 I‐ Eo = + 0,535 volt Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan berwarna merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan menggunaka indikator amilosa atau amilopektin. Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan titrasi iodimetri. Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan iodida, dimana larutan tersebut diubah menjadi iodine, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat, titrasi tidak iodine secara tidak langsung disebut dengan iodometri. Dalam titrasi ini digunakan indikator amilosa, amilopektin, indikator carbon tetraklorida juga digunakan yang berwarna ungu jika mengandung iodine. Permanganometri Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar Kalium permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun dalam suasana basa. Dalam suasana asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+ dengan persamaan reaksi : MnO4‐ + 8 H+ + 5 e Mn2+ + 4 H2O Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap perubahan bilangan oksidasinya, maka berat ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau 31,606. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 334 Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat. Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan permangant yang kita pergunakan encer, maka penambahan indikator dapat dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan seperti feroin, asam N‐fenil antranilat. Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan. Pertama‐tama, sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari gas carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam sulfat encer sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi gunakan larutan kanji atau amilosa. 15.4.3. Titrasi Argentometri (pengendapan) Titrasi argentometri merupakan teknik khusus yang digunakan untuk menetapakan perak dan senyawa halida. Penetapan kadar zat analit didasari oleh pembentukan endapan. Empat teknik argentometri telah dikembangkan yaitu metode Mohr, Volhard, Fajans dan Liebig. Mohr mengembangkan titrasi argentometri untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral. Larutan standar yang dipergunakan adalah perak nitrat, dengan indikator kalium kromat. Pada penambahan perak nitrat akan terbentuk endapan berwarna putih sampai mencapai titik ekivalen, penambahan sedikit saja perak nitrat akan menyebabkan terjadi endapan merah yang berasal dari perak kromat. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh klorida atau bromida sudah bereaksi. Teknik Volhard, dikembangkan untuk menetapkan kadar perak, sedangkan Fajans dan Liebig keedua‐duanya mengembangkan teknik penetapan titik ekivalensi titrasi. Fajans mnegembangkan indikator adsorbsi, dimana warna teradsorpsi pada permukaan endapan sehinga terjadi perubahan warna pada endapan sebagai titik akhir titrasi. Sedangkan Liebig terbentuknya larutan yang kurah karena adanya senyawa kompleks sianida. 15.4.4. Titrasi Nitrimetri Titrasi nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa senyawa‐senyawa organik, khususnya untuk persenyawaan amina primer. Penetapan kuantitas zat didasari oleh reaksi antara fenil amina primer (aromatic) dengan natrium nitrit dalam suasana asam menbentuk garam diazonium. Reaksi ini dikenal dengan reaksi diazotasi, dengan persamaan yang berlangsung dalam dua tahap seperti dibawah ini : Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 335 NaNO2 + HCl NaCl + HONO Ar‐ NH2 + HONO + HCl Ar‐N2Cl + H2O Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang terbentu mudah tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga reaksi dilakukan pada suhu dibawa 15oC. Reaksi diazotasi dapat dipercepat dengan panambahan garam kalium bromida. Reaksi dilakukan dibawah 15, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazonasi dapat dipercepat dengan menambahkan kalium bromida. Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan warna dari pasta kanji iodide atau kertas iodida sebagai indicator luar. Kelebihan asam nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya, kelebihan ini dapat berekasi dengan yodida yang ada dalam pasta kanji atas kertas, reaksi ini akan mengubah yodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan warna menjadi biru. Kejadian ini dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit. Reaksi perubahan warna yang dijadikan infikator dalam titrasi ini adalah : KI +HCl KCl + HI 2 HI + 2 HONO I2 + 2 NO + H2O I2 + Kanji yod (biru) Penetapan titik akhir dapat juga ditunjukkan dengan campuran tropiolin dan metilen blue sebagai indikator dalam larutan. Titik akhir titrasi juga dapat ditentukan dengan teknik potensiometri menggunakan platina sebagai indikator elektroda dan saturated calomel elektroda sebagai elektroda acuan. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 336 RANGKUMAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Pemisahan merupakan proses perpindahan masa, karena senyawa‐senyawa yang ada dalam campuran memiliki sifat fisika atau sifat kimia yang berbeda. Sifat zat sebagai dasr pemisahan seperti, berat jenis, muatan listrik, titik didih, titik beku dan lainnya. Sedangkan sifat kimia ditunjukkan oleh interaksi kimia antara satu zat dengan zat lainnya. Pengayakan merupakan proses pemisahan yang didasari atas perbedaan ukuran partikel didalam campuran tersebut. Pemisahan dengan cara flotasi didasari pada sifat permukaan dari senyawa atau partikel. Untuk senyawa yang tidak suka air (hidrofobik) akan terapung. Filtrasi adalah proses pemisahan dari campuran heterogen yang mengandung cairan dan partikel‐partikel padat dengan menggunakan media filter dimana fasa cair akan lolos dan partikel padat akan tertahan pada filter. Proses pemisahan dengan cara filtrasi dapat kita bedakan berdasarkan adanya tekanan dan tanpa tekanan. Proses pemisahan dengan tekanan dilakukan dengan memvakumkan sehingga fasa cair lebih mudah menembus filter. Proses pemisahan dengan teknik ini sangat tepat dilakukan, jika jumlah partikel padatnya lebih besar dibandingkan dengan cairannya. Sentrifugasi, merupakan metode yang digunakan untuk mempercepat proses pengendapan dengan memberikan gaya sentrifugasi pada partikel‐partikelnya. Pemisahan dengan teknik kristalisasi didasari atas pelepasan pelarut dari zat terlarutnya dalam sebuah campuran homogeen atau larutan. Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan perbedaan titik didik atau titik cair dari masing‐ masing zat penyusun dari campuran homogen. Teknik sampling adalah cara memilih sebuah sampel yang dapat mewakili bahan (populasi) yang akan analisis. Dalam pengukuran terjadi kesalahan pengamatan yang ilakukan oleh manusia (human error) Kesalahan dalam pengukuran dapat terjadi karena keterbatasan peralatan disebut dengan instrumental error Akurasi adalah kemampuan alat untuk mengukur secara yang hasilnya mendekati nilai sebenarnya. Metode yang selektif memiliki kemampuan untuk membedakan antara sampel dan zat‐zat pengganggu. Presisi adalah kemampuan alat atau metode untuk mengukur analit dengan hasil yang nilainya hampir sama. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 337 17. Gravimetri merupakan penetapan kuantitas atau jumlah sampel melalui penghitungan berat zat. 18. Dalam melakukan analisis dengan teknik gravimetri ada empat tahap yang harus kita lakukan yaitu mengetahui dengan cermat bahwa zat ada dalam bentuk padatan atau endapan, hasil reaksi dapat dipisahkan dari zat lainnya, pencucian endapan dan memurnikan endapan. 19. Analisis volumetri merupakan teknik penetapan jumlah sampel melalui perhitungan volume. Buret adalah alat pengukur volume yang dipergunakan dalam analisis volumetri. 20. Perhitungan atau penetapan analit didasari pada keadaan ekivalen dimana ada kesetaraan zat antara analit dengan pereaksi, sesuai dengan koofisien reaksinya. 21. Titrimetri dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang didasari pada jenis reaksinya. 22. Dalam titrasi asam basa merupakan titrasi yang menggunakan asam atau basa sebagai larutan standarnya. 23. Analisa iodimetri adalah titrasi yang menggunakan iodine sebagai larutan standar untuk mengukur sampel secara langsung. 24. Iodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan iodida, dimana larutan tersebut diubah menjadi iodine, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat. Dengan kata lain iodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan iodine secara tidak langsung. 25. Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar Kalium permanganat. 26. Titrasi argentometri merupakan teknik khusus yang digunakan untuk menetapakan perak dan senyawa halida. Penetapan kadar zat analit didasari oleh pembentukan endapan 27. Titrasi nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa persenyawaan amina primer. Penetapan kuantitas zat didasari oleh reaksi antara fenil amina primer (aromatic) dengan natrium nitrit dalam suasana asam menbentuk garam diazonium. Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 338 UJI KOMPETENSI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Teknik Pemisahan yang didasari pada sifat permukaan zat yang hidrofilik atau hidrofobik adalah A. Pengayakan B. Penyaringan C. Flotasi D. Sedimentasi Teknik pemisahan yang didasari pada konstanta solubility prosduct adalah A. Pengayakan B. Penyaringan C. Flotasi D. Pengendapan Teknik pemisahan yang didasari atas titik didih adalah A. Filtrasi B. Kristalisasi C. Sublimasi D. Distilasi Jika suatu campuran terdiri dari fasa padat dan fasa cair, dan fasa cairnya dipakasa untuk lepas fasa padatnya, merupakan prinsip dasar teknik pemisahan.. A. Filtrasi B. Kristalisasi C. Sublimasi D. Distilasi Dalam teknik Sentrifugasi terjadi pemisahan karena partikel memiliki gaya A. Grafitasi B. Elektrostatika C. Sentrifugasi D. Van der Waals Kemampuan suatu alat yang dapat mengukur analit mendekati nilai sebenarnya disebut dengan A. Akurasi B. Presisi C. Peka D. Selektif Jika kita melakukan pengukuran dengan tiga alat ukur yang sama dan hasilnya berbeda, maka ini merupakan jenis kesalahan A. Pabrik B. Alat C. Manusia D. Benar semua Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 339 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Jika kita melakukan titrasi menggunakan larutan larutan I2 dengan Natrium tiosulfat, maka titrasi ini termasuk titrasi A. Iodometri B. Iodimetri C. Permanganometri D. Nitrimetri Gravimetri merupakan penetapan kuantitas atau jumlah sampel melalui didasari oleh pengukuran A. Volume B. Berat C. Konsentrasi D. gas Untuk mengukur volume dalam analisis volumetric dipergunakan A. Buret B. Gelas ukur C. Labu ukur D. Sendok ukur Dalam titrasi pengukuran sampel didasari pada kesataraan mol pada saat A. Awal reaksi B. Pertengahan reaksi C. Titik ekivalen D. Benar semua Dibawah ini bukan merupakan teknik titrimetri A. Argentometri B. Iodometri C. Netralisasi D. gravimetri Dibawah ini merupakan titrasi redoks kecuali A. Argentometri B. Iodometri C. iodimetri D. asam‐basa Kalium permanganat merupakan lartan standar yang dipergunakan pada A. Permanganometri B. Manganometri C. Kalium metri D. Kalium permanganometri Titrasi nitrimetri didasari oleh reaksi pembentukan A. Garam klorida B. Garam azo C. Garam dapur D. Endapan Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007 340 DAFTAR PUSTAKA Anastas and Warner, 2000. Green Chemistry Theory and Practice,Oxford University Press. Byce C.F.A, 1991, The Structure and Function of Nucleic Acid, Revised Ed, Ports Mouth: Biochemical Society. Cotton FA, Darlington, Lawrence D, Lynch, 1973, Chemistry an investigative Approach, Boston, HoughtonMiffin Company. Darrel D Ebbink and Mark S Wrington, 1987, General Chemistry, Boston, HoughtonMiffin Company. Davis Alison, 2006, Chemitry of Health, London:, national Institute of General Medical Science. Donal C Gregg, 1971, Principle of Chemistry. Third edition, Boston, Allyin and Beacon. Graham T.W, and Solomon. 1984, Organic Chemistry, Third edition, New York, John willey and Sons. Hutagalung, H. 2004, Karboksilat, USU digital library. Hassi R dan Abzeni, 1984, Intisari Kimia, Bandung Empat Saudara. Indah M, 2004, Mekanisme kerja hormone. USU dgital library. James E Brady, 1990, General chemistry: Principle and Structure. Fifth edition, New York, John Willey and Sons. Keenan, C.W. D.C. Klienfilte and JH Wood, 1984, Kimia untuk Universitas, Jilid I, Jakarta, Erlangga. Kumalasari, L. 2006, Pemanfaatan Obat tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol.III, No.1, April 2006. Lehninger., 1995, Dasar‐dasar Biokimia, Jilid I, terjemahan, Thenawijaya Maggy, terjemahan dari Principle of Biochemistry (1982). Jakarta Erlangga. Liska, Ken, Pryde Lucy T. 1984, Chemistry for Health Care Proffesionals, Mc Millan publishing Company. Mardiani, 2004. Metabolisme Heme, USU digital Library. Nuijten H., 2007. Air dan Sifat dari air, Pontianak : PDAM Pontianak‐Oasen 604 DA. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Indonesia, No. 22, tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 341 Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Indonesia, No. 23, tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Rusdiyana, 2004. Metabolisme Asam Lemak, USU digital Library. Simanjuntak, M.T. dan Silalahi J. 2004, Biokimia USU digital Library Sudarmaji dkk, 2006: Toksikologi Logam Berat B3 dan dampaknya bagi Kesehatan, Surabaya: FKM Universitas Airlangga. Suharsono, 2006, Struktur dan Ekspresi Gen, Bogor: IPB Timberlake, Karen, C. 2000, Cemistry: An Introduction to General Organic and Biological Chemistry, London,: Pearso education Inc. Wahyuni Sri ST. 2003, Materi Ringkas dan Soal Terpadu Kimia SMA, Jakarta : Erlangga. Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 342 GLOSSARIUM ∆G°’ 2‐Deoksi‐D‐Ribosa Accumulator Adenosin Adsorben Adsorpsi Aerob Aerosol Cair Aerosol Padat Affinitas Elektron Air Aki Aldolase Fruktosa Difosfat Aldosa Alkalosis Alkana Alkanal Alkanol Alkanon Alkena Alkil Alkanoat Alkohol Primer Alkohol Sekunder Perubahan energi bebas standar Gula pentosa penyusun DNA Lihat Aki Nukleosida yang terdiri atas gugus adenin dan ribosa Zat penyerap Penyerapan secara fisika, dengan mengikat molekul yang diserap pada permukaan adsorben Keadaan yang kontak langsung dengan udara atau oksigen Koloid dengan fasa terdispersi cair dan medium pendispersinya gas Koloid yang disusun oleh fasa terdispersi padat dengan medium pendispersinya berupa gas Energi yang dibebaskan oleh sebuah atom untuk menerima elektron Substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen, bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kpa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C), merupakan suatu pelarut universal Salah satu aplikasi sel volta yang tersusun atas elektroda Pb dan PbO, dalam larutan asam sulfat yang berfungsi sebagai elektrolit Enzim yang mengkatalisis penguraian fruktosa 1,6‐bifosfat membentuk senyawa gliseraldehida 3‐fosfat dan dihidroksiaseton fosfat melalui reaksi kondensasi aldol Polihidroksi dengan gugus aldehid Kelebihan oksigen pada sistem respirasi yang mengakibatkan penurunan kadar CO2, yang memberi dampak pada kenaikan pH darah Senyawa karbon yang memiliki ikatan tunggal Aldehida Senyawa monohidroksi turunan alkana Senyawa karbon yang mempunyai gugus fungsi karbonil diantara alkil Senyawa karbon yang memiliki ikatan rangkap dua Senyawa turunan asam karboksilat hasil reaksi dengan alkohol Senyawa alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada atom C primer Senyawa alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada atom C sekunder Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 343 Alkohol Tersier Alkoksi Alkana Alkuna Amfoterik Amilase Amilopektin Amilosa Anhidrat Anoda Apoenzim Ar Asam Asam Alkanoat Asam Amino Asam Cuka Asam Konyugasi Asam Lemak Asam Lemak Jenuh Asam Lemak Tidak jenuh Asam Nukleat Asetilena Aseton Asidosis Atom Senyawa alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada atom C tersier Senyawa yang memiliki gugus fungsi alkoksi yang mengikat gugus alkil atau aril Suatu hidrokarbon dengan minimal satu ikatan rangkap tiga Sifat suatu molekul yang dapat berperilaku sebagai asam yang dapat mendonasikan proton pada basa kuat, atau dapat juga berperilaku sebagai basa yang dapat menerima proton dari asam kuat Enzim penghidrolisis pati Polisakarida yang terdiri dari molekul D‐Glukopiranosa yang berikatan α (1→ 4) glikosidik dan juga mengandung ikatan silang α (1→ 6) glikosidik Polisakarida tak bercabang terdiri dari molekul D‐ Glukopiranosa yang berikatan α (1→ 4) glikosidik dalam struktur rantai lurus Keadaan senyawa yang kehilangan molekul air Elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi Yaitu bagian enzim yang tersusun dari protein, yang akan rusak bila suhu terlampau panas Berat atom relatif yang menggunakan berat atom C sebagai pembanding Zat yang memiliki sifat‐sifat yang spesifik, misalnya memiliki rasa asam, dapat merusak permukaan logam juga lantai marmer atau sering juga disebut dengan korosif Asam organik yang memiliki gugs fungsi karboksilat Gugus fungsional karboksilat (COOH) dan amina (NH2) yang terikat pada satu atom karbon (Cα) yang sama Asam asetat Molekul yang dapat mendonorkan protonnya, sehingga berperan sebagai asam Asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi (memiliki rantai C lebih dari 6) Asam lemak yang hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom‐atom karbon penyusunnya asam lemak yang hanya memiliki minimal memiliki satu ikatan rangkap di antara atom‐atom karbon penyusunnya Polinukleotida Alkuna yang paling sederhana Senyawa alkanon paling sederhana Peningkatan jumlah CO2 dalam darah, sehingga jumlah H2CO3 semakin besar dan terjadi penurunan pH Bagian terkecil dari sebuah unsure Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 344 ATP Aturan Aufbau Aturan Hund Aturan Pauli Autokatalis Basa Basa Konyugasi Batere Benzena Bilangan Avogadro Bilangan Kuantum Azimut Bilangan Kuantum Magnetik Bilangan Kuantum Spin Bilangan Kuantum Utama Bilangan Oksidasi Biomolekul Buih Busa Padat C Asimetri Cincin Piranosa Adenosine triphosphate, suatu nukleotida yang dikenal di dunia biokimia sebagai zat yang paling bertanggung jawab dalam perpindahan energi intraseluler Aturan ini menyatakan bahwa elektron‐elektron dalam suatu atom akan mengisi orbital yang memiliki energi paling rendah dilanjutkan ke orbital yang lebih tinggi Aturan ini menyatakan bahwa elektron dalam mengisi orbital tidak membentuk pasangan terlebih dahulu Aturan ini menyatakan bahwa dua elektron didalam sebuah atom tidak mungkin memiliki ke empat bilangan kuantum yang sama Katalisator yang terbentuk dengan sendirinya dalam suatu reaksi Zat yang memiliki sifat‐sifat yang spesifik, seperti licin jika mengenai kulit dan terasa getir serta dapat merubah kertas lakmus biru menjadi merah Molekul yang menerima proton dan berperan sebagai basa Sel kering yang merupakan salah satu sel volta yang tidak dapat diisi kembali Senyawa heksatriena yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi Bilangan yang sebanding dengan 6,023 x 1023 partikel Bilangan yang menentukan bentuk dan posisi orbital sebagai kebolehjadian menemukan tempat kedudukan elektron dan merupakan sub tingkat energi Bilangan yang menentukan bagaimana orientasi sudut orbital dalam ruang Bilangan yang menggambarkan ciri dari elektron yang berotasi terhadap sumbunya dan menghasilkan dua arah spin yang berbeda Bilangan ini menentukan tingkat energi satu elektron yang menempati sebuah ruang tertentu dalam atom, hal ini juga menjelaskan kedudukan elektron terhadap inti atom Sebuah bilangan yang ada dalam sebuah unsur dan menyatakan tingkat oksidasi dari unsur tersebut Molekul yang menyokong aktivitas kehidupan yang tersusun atas atom‐atom: karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, sulfur dan phospor. Koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersi gas dan medium pendispersinya cair Koloid yang fasa terdispersinya gas dan medium pendispersinya padat Atom C yang mengikat atom atau molekul yang berbeda Bentuk siklik dari monosakarida dengan lima karbon dan satu oksigennya Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 345 CMC Coulomb Deaminasi Defisiensi Vitamin Dehidrogenase Dehidrohalogenasi Dekarboksilasi Denaturasi Protein Derajat Disosiasi Deret Actinida Deret Lantanida Dialisis Dicer Disakarida Disosiasi DNA DNA Polimerase D‐Ribosa Efek Tyndall Ektoenzim Elektroforesa Elektrokimia Elektrolisis Air Elektron Elektron Valensi Elektronegatifitas Elektroplating Carboxymethyl cellulose Satuan muatan listrik Proses penghilangan gugus amino dari suatu molekul Kekurangan vitamin Enzim yang mengkatalissi reaksi dehidrogenasi Reaksi yang menyebabkan hilangannya hidrogen dan halogen dari suatu molekul Reaksi pelepasan molekul CO2 Proses pemecahan atau perusakan ikatan‐ikatan kimia yang lemah dalam protein akibat perlakuan tertentu yang menyebabkan rusaknya struktur kuartener, tersier bahkan struktur sekunder protein Perbandingan antara banyaknya zat yang terurai dengan jumlah zat awalnya Deret yang seluruh unsurnya memiliki kemiripan sifat dengan actinium Deret yang seluruh unsurnya memiliki kemiripan yang sama dan menyerupai unsur lantanium. Pemurnian medium pendispersi dari elektrolit, dengan cara penyaringan koloid dengan menggunakan kertas perkamen atau membran yang ditempatkan di dalam air yang mengalir Enzim pemotong RNA Sakarida yang tersusun dari dua cincin monosakarida Peristiwa penguraian zat secara spontan menjadi bagian‐ bagian yang lebih sederhana Deoxyribonucleic Acid, material genetik yang menyimpan cetak biru seluruh aktivitas sel Enzim yang mengkatalisis replikasi DNA Gula pentosa penyusun RNA Penghamburan cahaya oleh partikel‐partikel yang terdapat dalam sistem koloid sehingga berkas cahaya dapat dilihat jelas walapupun partikelnya tidak tampak Enzim yang bekerja di luar sel Proses pemisahan koloid yang bermuatan dengan bantuan arus listrik Cabang ilmu yang mempelajari hubungan energi listrik dengan reaksi kimia Penguraian molekul air menjadi unsur‐unsur asalnya dengan mengalirkan arus listrik Partikel penyusun atom yang bemuatan negatif Elektron pada orbital terluar Kemampuan suatu atom untuk menarik elektron Proses pelapisan permukaan logam dengan logam lain Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 346 Emulsi Emulsi Padat Endoenzim Energi Aktivasi Energi Bebas Gibbs Energi Ikatan Energi Ionisasi Enol Enolase Entalpi Entalpi Pelarutan Entalpi Pembakaran Entalpi Pembentukan Entalpi penguraian Enzim Enzimologi Essense Eter Fermi Formaldehida Fosfatase Fosfofruktokinase Fraksi Mol Garam Koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersi cair didalam medium pendispersi cair Koloid yang disusun oleh fasa terdispersi cair dalam medium pendispersi padat Enzim yang bekerja di dalam sel Energi kinetik minimum yang harus dimiliki atau diberikan kepada partikel agar tumbukannya menghasilkan sebuah reaksi Energi yang menyertai reaksi yang merupakan ukuran pasti kecenderungan reaksi Energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan antar atom dari satu mol senyawa dalam bentuk gas dan dihasilkan atom‐atom gas Energi terendah yang dibutuhkan sebuah atom untuk dapat melepaskan elektron valensinya Senyawa alkohol yang memiliki ikatan rangkap pada atom karbon yang mengikat gugus hidroksil Enzim yang mengkatalisis proses dehidrasi molekul 2‐ fosfogliserat menjadi fosfoenol piruvat Kandungan energi suatu zat pada tekanan tetap Entalpi reaksi pelarutan dari satu mol senyawa kedalam pelarut dan menjadi larutan encer Entalpi reaksi pembakaran sempurna satu mol senyawa dengan oksigen Entalpi reaksi pembentukan satu mol senyawa dari unsur‐ unsurnya Entalpi reaksi penguraian dari satu mol senyawa menjadi unsur‐unsurnya Satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis Ilmu yang mempelajari tentang enzim Senyawa ester yang digunakan sebagai penambah aroma sintetis Lihat alkoksi alkana Satuan yang setara dengan 10‐5 Å Senyawa paling sederhana dari aldehida Enzim yang mengkatalisis reaksi pelepasan gugus fosfat dari suatu senyawa Enzim yang mengkatalisis fosforilasi fruktosa 6‐fosfat menjadi fruktosa 1,6‐bifosfat Bilangan yang menyatakan rasio jumlah mol zat terlarut dan pelarut dalam sebuah larutan Senyawa yang bersifat elektrolit, dibentuk dari sisa basa atau logam yang bermuatan positif dengan sisa asam yang bermuatan negative Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 347 Gaya Adhesi Gaya Kohesi Gaya London Gel Gaya Van Der Waals Gerak Brown Glikogen Glikogenesis Glikogenolisis Glikogenosis Glikol Glikolisis Glikosfingolipid Glikosida Gliserol Gliseroposfolipid Glukokinase Glukoneogenesis Glukosa Gugus Alkoksi Gugus Karbonil Hasil Kali Kelarutan Gaya tarik‐menarik antar molekul yang tidak sejenis Gaya tarik antar molekul sejenis Lihat gaya Van der Waals Lihat emulsi padat Gaya tarik menarik antar dipol dalam suatu zat yang disebabkan distorsi pada distribusi elektronnya sehingga terjadi dispersi muatan positif atau dispersi muatan negatifnya membentuk dipol yang bersifat temporer dalam setiap atom Pergerakan yang tidak teratur (zig‐zag) dari partikel‐partikel koloid Homopolimer dari glukosa yang bercabang, terdiri dari satuan glukosa yang berikatan α (1→ 4) dan ikatan silang α (1→ 6) glikosidik, mirip amilopektin Pelepasan insulin oleh pankreas akibat peningkatan kadar gula darah, sehingga hati mengubah glukosa menjadi glikogen dan asam piruvat, bersamaan dengan pengangkutan glukosa ke dalam otot. Katabolisme glikogen menjadi glukosa Penyakit penimbunan glikogen akibat tidak adanya 1 atau beberapa enzim yang diperlukan untuk mengubah glikogen menjadi glukosa (untuk digunakan sebagai energi) Dialkohol dengan dua gugus hidroksil saling bersebelahan Reaksi pemecahan glukosa menghasilkan 2 ATP dan 2 molekul piruvat Lipid mengandung monosakarida yang terikat pada gugus OH gugus sfingosin melalui ikatan glikosida Senyawa asetal yang terbentuk dari proses penggantian gugus hidroksil (OH) dengan gugus alkoksi (OR) Senyawa alkohol yang memiliki 3 gugus hidroksil yang saling bersebelahan Lipida yang dibangun oleh molekul asam lemak, posfat, gliserol, amino dan alkohol Enzim yang mengkatalisis fosforilasi D‐glukosa yang terdapat di dalam hati Reaksi pembentukan glukosa dari molekul non karbohidrat Suatu gula monosakarida, salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan dan merupakan salah satu hasil utama fotosintesis Gugus ‐OR Gugus yang terdiri dari sebuah atom karbon sp2 yang dihubungkan kesebuah atom oksigen oleh satu ikatan sigma dan satu ikatan pi Lihat Ksp Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 348 Heksokinase Hibrid Resonansi Hibridisasi Hidrasi Hidrolisis Hidrolisis Garam Hukum Avogadro Hukum Faraday Hukum Gay Lussac Hukum Hess Hukum Kekekalan Energi Hukum Kekekalan Massa Hukum Laplace Hukum Lavoiser Hukum Le Cathelier Hukum Perbandingan Beganda Hukum Perbandingan Tetap Hukum Perbandingan Volume Hukum Proust Enzim yang mengkatalisis fosforilasi heksosa Bentuk stabil yang dibentuk dari proses hibridisasi dan resonansi ikatan, sehingga memiliki tingkat energi minimum Proses perpindahan elektron dari tingkat orbital yang rendah ke yang lebih tinggi Reaksi Penyisipan molekul air ke dalam suatu senyawa Reaksi penguraian zat oleh air Lihat hidrolisis Pada tekanan dan suhu yang sama, gas‐gas yang memiliki volume yang sama mengandung jumlah molekul yang sama pula Hukum iini menjelaskan hubungan massa suatu zat yang berhasil diendapkan oleh energi listrik Lihat hukum perbandingan volume Hukum ini menyatakan bahwa entalpi reaksi (ΔH) hanya tergantung pada keadaan awal reaksi dan hasil reaksi dan tidak bergantung pada jalannya reaksi Hukum ini menyatakan bahwa dalam perubahan kimia atau fisika energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentu lainnya Hukum ini menyatakan bahwa dalam sebuah reaksi, massa zat‐zat sebelum bereaksi sama dengan massa zat sesudah bereaksi Hukum ini menyatakan bahwa jumlah kalor yang dilepaskan dalam pembentukan sebuah senyawa dari unsur‐unsurnya sama dengan jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa tersebut menjadi unsur‐unsurnya Lihat hukum kekekalan massa Hukum ini menyatakan jika suatu sistem berada dalam keadaan setimbang, dan kedalamnya diberikan sebuah aksi, maka sistem tersebut akan memberikan reaksi Hukum ini menyatakan bahwa dapat terjadi dua macam unsur membentuk dua senyawa atau lebih, jika unsur pertama memiliki massa yang sama, maka unsur kedua dalam senyawa‐senyawa tersebut memiliki perbandingan sebagai bilangan bulat dan sederhana Perbandingan massa unsur‐unsur penyusun sebuah senyawa adalah tetap Hukum ini menyatakan bahwa volume gas‐gas yang bereaksi dan volume gas‐gas hasil reaksi, jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana Lihat hukum perbandingan tetap Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 349 IDDM Ikatan Glikosida Ikatan Hidrogen Ikatan Ion Ikatan Kovalen Ikatan Logam Ikatan Peptida Ilmu Kimia Isobar Isomer Isoton Isotop IUPAC Jari‐Jari Atom Jembatan Fosfo Diester Ka Kalorimeter Karbohidrat Katabolisme Katalisator Insulin‐dependent diabetes mellitus, diabetes melitus akibat rusaknya sel beta penghasil insulin dalam pangkreas yang menyebabkan penderitanya sangat tergantung pada pasokan insulin dari luar Ikatan yang menghubungkan dua monosakarida, terbentuk dengan cara kondensasi gugus hidroksil dari atom karbon pertama pada monosakarida pertama dengan salah satu atom karbon nomor 2, 4, atau 6 pada monosakarida kedua Ikatan yang terjadi akibat gaya tarik antarmolekul antara dua muatan listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan dengan H sebagai atom bermuatan parsial positif. Ikatan yang terjadi karena adanya gaya listrik elektrostatik antara ion yang bermuatan positif (kation) dengan ion yang bermuatan negatif (anion) Ikatan yang bentuk dengan cara penggunaan elektron secara bersama Interaksi antar atom di dalam sebuah logam Ikatan yang terjadi antara gugus karboksilat dari satu asam amino dengan gugus α amino dari molekul asam amino lainnya dengan melepas molekul air Ilmu yang mempelajari tentang materi terkait dengan struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertainya Unsur yang memiliki nomor massa yang sama, namun memiliki jumlah proton dan netron yang berbeda Dua molekul yang memiliki kesamaan rumus molekul namun berbeda dalam penataan atom dalam molekulnya Kondisi dimana dua unsur memiliki jumlah netron yang sama Unsur yang memiliki jumlah elektron dan proton yang sama namun berbeda jumlah netronnya International Union of Pure and applied Chemistry Jarak dari inti atom sampai dengan elektron pada kulit terluar Molekul yang menghubungkan unit‐unit nukleotida membentuk DNA atau RNA Tetapan ionisasi asam Alat yang digunakan untuk mengukur kalor yang diserap atau dilepas suatu zat Hidrat suatu karbon: Cx(H2O)y , berupa polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton, turunan senyawa tersebut, dan berbagai bahan yang bila dihidrolisis menghasilkan senyawa tersebut Proses pembongkaran molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana Zat yang berperan untuk menurunkan Energi aktifasi dalam suatu reaksi kimia Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 350 Katoda Kb Kecepatan Reaksi Keseimbangan Kimia Keton Ketosa Ketosis Km Koagulasi Kodon Koenzim Kolesterol Koloid Koloid Dispersi Koloid Kondensasi Koloid Liofil Koloid Liofob Koloid Pelindung Kondensasi Aldol Konjugasi Konsentrasi Korosi logam Kp Ksp Larutan Larutan Buffer Elektroda tempat terjadinya reaksi reduksi Tetapan ionisasi basa Berkurangnya aatu bertambahnya konsentrasi zat A dalam selang waktu tertentu Reaksi dua arah dimana kecepatan pembentukan produk sama dengan kecepatan penguraian produk Lihat alkanon Polihidroksi dengan gugus keton Peristiwa peningkatan senyawa keton dalam darah, jaringan dan urin, secara abnormal Konstanta michaelis Pengumpalan Kode urutan basa nitrogen tersusun dalam bentuk 'triplet', yang menyandikan asam amino tertentu atau kode berhenti Bagian enzim yang tidak tersusun dari protein, tetapi dari ion‐ion logam atau molekul‐molekul organik Steroid yang memiliki 27 atom karbon dengan satu gugus hidroksi pada atom C3 pada cincin A. Bagian dari campuran yang memiliki sifat khas karena memiliki ukuran partikel dengan diameter antara 1 ‐100 nm Koloid yang dihasilkan dari proses memperkecil partikel suspensi Partikel koloid yang dibentuk dari partikel larutan Koloid yang memiliki gaya tarik menarik antara partikel‐ partikel terdispersi dengan medium pendispersi cairan Koloid yang memiliki gaya tarik menarik yang lemah antara partikel‐partikel terdispersi dengan medium pendispersi cairan Koloid yang dapat melindung koloid lain agar tidak terkoagulasikan Reaksi pembentukan senyawa yang mengandung gugus hidroksil dan gugus karbonil Deretan ikatan rangkap yang dipisahkan oleh satu ikatan tunggal Besaran yang menyatakan perbandingan zat terlarut dengan pelarutnya Proses oksidasi sebuah logam dengan udara atau elektrolit lainnya, dimana udara atau elektrolit akan mengami reduksi Tetapan keseimbangan (dalam fase gas) Hasil kali konsentrasi ion‐ion dalam larutan tepat jenuh dan tiap konsentrasinya dipangkatkan dengan koofisien reaksinya Campuran homogen (serba sama) antara dua zat atau lebih Larutan yang terdiri dari garam dengan asam lemahnya atau garam dengan basa lemahnya Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 351 Larutan Elektrolit Lipase Lipid Lipolisis Massa Materi Meta Metabolisme Mol Molalitas Molaritas Molekul Monosakarida Mr mRNA NAD NADP NADPH Netron Normalitas Nukleosida Nukleotida Oksidasi Oligosakarida Larutan yang zat terlarutnya mengalami ionisasi, atau zat terlarutnya terurai menjadi ion positif dan negatif Enzim yang mengkatalisis reaksi penguraian ester lipid menjadi asam lemak dan gliserol Berasal dari kata lipos (bahasa yunani) yang berarti lemak Reaksi hidrolisis triasilgliserol oleh lipase yang akan menghasilkan gliserol dan asam lemak Jumlah partikel yang dikandung setiap benda Segala sesuatu yang menempati ruang dan memiliki massa Posisi substituen dalam cincin benzene pada posisi 1,3 Reaksi kimia yang terjadi di dalam mahluk hidup, mulai dari mahluk bersel satu yang sangat sederhana seperti bakteri, jamur, tumbuhan, hewan sampai manusia dengan tujuan memperoleh, mengubah, dan memakai senyawa kimia dari sekitarnya untuk kelangsungan hidupnya. Satuan yang sebanding dengan partikel sebanyak 6,023 x 1023 dalam setiap 1 satuannya Satuan konsentrasi yang menyatakan jumlah mol zat yang terdapat didalam 1000 gram pelarut Satuan konsentrasi yang didefinisikan sebagai banyak mol zat terlarut dalam 1 liter (1000 ml) larutan Bagian terkecil dari suatu senyawa Sakarida sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi sakarida yang lebih kecil walaupun dalam suasana yang lunak sekalipun Berat molekul relatif yang menggunakan berat atom C sebagai pembanding RNA kurir Nikotinamida adenin dinukleotida, koenzim yang memiliki gugus nikotinamida yang berfungsi sebagai pembawa atom hidrogen dan elektron dalam reaksi redoks intraseluler Nikotinamida adenin dinukleotida fosfat, fungsi lihat NAD Merupakan bentuk tereduksi dari NADP Partikel penyusun inti yang tidak bermuatan Didefinisikan banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam satu liter larutan Suatu N‐glikosida, yang tersusun atas basa purina atau pirimidina yang terhubung pada atom karbon anomerik (C‐1’) gula pentosa Ester fosfat dari nukleosida Reaksi dari suatu unsur atau senyawa yang mengikat oksigen Gabungan dari molekul‐molekul monosakarida yang jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 352 Orbital Orto Osmosa Osmosis Para Pati Pelarut Pelarut Universal Pemekatan Pengenceran Peptipasi Pereaksi Fehling Pereaksi Tollens Persen Berat Persen Volume pH pH Meter Pi pOH Polimerisasi Polisakarida Polusi Potensial Reduksi PPi Prostaglandin Sub tingkat energi Posisi substituen dalam cincin benzena pada posisi 1,2 Lihat osmosis Proses merembesnya atau mengalirnya pelarut ke dalam larutan melalui selaput semipermiabel Posisi substituen dalam cincin benzena pada posisi 1,4 Merupakan campuran dari dua polisakarida berbeda, yaitu amilum dan amilopektin Bagian terbesar dalam larutan Pelarut yang dapat berinteraksi dan melarutkan banyak senyawa kimia Bertambahnya rasio konsentrasi zat terlarut didalam larutan akibat penambahan zat terlarut Berkurangnya rasio zat terlarut didalam larutan akibat penambahan pelarut Pemecahan partikel kasar menjadi partikel koloid yang dilakukan dengan penambahan molekul spesifik Reagen yang digunakan untuk membedakan aldehida dan keton berdasarkan pembentukan endapan merah Cu2O Reagen yang digunakan untuk membedakan aldehida dan keton berdasarkan pembentukan cermin perak Satuan konsentrasi yang menyatakan banyaknya zat terlarut dalam 100 gram larutan Satuan konsentrasi yang menyatakan jumlah volume (ml) dari zat terlarut dalam 100 ml larutan Derajat keasaman Alat elektronik yang digunakan untuk mengukur pH Senyawa fosfat anorganik Derajat kebasaan Pembentukan rantai yang panjang dari molekul sederhana Molekul yang tersusun dari rantai monosakarida, yang dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar secara fungsional, yaitu struktural polisakarida dan nutrien polisakarida. Sebagai komponen struktural, berperan sebagai pembangun komponen organel sel dan sebagai unsur pendukung intrasel Pencemaran yang terjadi akibat perubahan komposisi penyusun lingkungan tertentu Beda potensial elektroda yang ukur menggunakan pembanding SHE Senyawa pirofosfat anorganik Lipid yang mengandung gugus hidroksil (OH) diposisi atom C nomor 11 dan atom C nomor 15, dan memiliki ikatan rangkap pada atom C no 13 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 353 Protein Protein Kontraktil Protein Nutrient Protein Pengatur Proton Protein Pertahanan Protein Struktural Protein Transport PVC Reaksi Adisi Reaksi Dehidrasi Reaksi Eksoterm Reaksi Endoterm Reaksi Esterifikasi Reaksi Hidrasi Reaksi Irreversibel Reaksi Metatesis Reaksi Pembakaran Reaksi Reversibel Redoks Reduksi Reduksi Alkena RNA Senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida Dikenal sebagai protein motil, didalam sel dan organisme protein ini berperan untuk bergerak seperti aktin dan myosin Sering disebut protein penyimpanan, merupakan protein yang sebagai cadangan makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan Protein yang membantu pengaturan aktifitas seluler atau fisiologis, contoh: hormon dan repressor. Partikel penyusun inti yang bermuatan positif Protein yang memiliki fungsi untuk membangun sistem pertahanan makhluk hidup dari berbagai bentuk serangan dari kuman atau organisme lain Protein yang berperan untuk menyangga atau membangun struktur biologi makhluk hidup Protein yang dapat mengikat dan membawa molekul atau ion yang khas dari satu organ ke organ lainnya Poli(vinil klorida) Reaksi pemutusan ikatan rangkap dengan cara penambahan unsur baru Reaksi penghilangan molekul H2O Reaksi yang diikuti dengan pelepasan energi atau menghasilkan energi, Reaksi terjadi apabila kedalamnya diberikan energi atau reaksi membutuhkan energi Reaksi pembentukan senyawa ester dari molekul asam karboksilat dan alkohol Reaksi adisi alkena menggunakan air (H2O) dengan menggunakan katalis asam Reaksi tidak dapat balik, reaksi yang hanya berlangsung kearah pembentukan produk Reaksi pertukaran ion dari dua buah elektrolit pembentuk garam Reaksi zat dengan oksigen Reaksi dapat balik, reaksi yang dapat berjalan pada dua arah (pembentukan produk sekaligus penguraian kembali produk menjadi reaktan) Reduksi oksidasi Peristiwa pengeluaran atau pelepasan oksigen dari senyawa yang mengandung oksigen Penambahan hidrogen dari gas hidrogen H2 menghasilkan suatu alkana Ribonucleic Acid, material genetik yang berperan dalam ekspresi gen yang diwujudkan dalam bentuk protein Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 354 RNAi rRNA Rumus Empiris Rumus Kimia Rumus Molekul Sabun SCE Sel Elektrolisa Sel Eukariotik Sel Leclanche Sel Volta Selaput Permeabel Senyawa Karbon Sfingolipida SHE Sifat Kimia Sikloalkana Sistem Dispersi sma Sol Sol Padat Stereoisomer Steroid Struktur Kekulé Struktur Primer Protein RNA interference RNA ribosomal Rumus kimia yang mencirikan jenis atom dan rasio dari jumlah atom‐atom penyusunnya Lambang dari sebuah zat yang mencerminkan jenis zat dan jumlah atom‐atomnya yang menyusun suatu zat Lambang sebuah molekul yang memberikan informasi tentang jenis dan jumlah atom‐atom secara akurat dari molekul tersebut Garam natrium atau kalium dari asam karboksilat Saturated Calomel Electrode, elektroda air raksa Sel elektrokimia yang membutuhkan energi agar terjadi reaksi kimia didalamnya Sel yang telah memiliki membran inti Lihat batere Sel elektrokimia yang menghasilkan energi ketika terjadi reaksi atau reaksi kimia menghasilkan energi listrik Selaput yang hanya dapat dilewati oleh partikel‐partikel dengan ukuran tertentu Senyawa yang tersusun atas atom C sebagai atom utamanya Posfolipida yang memiliki ikatan amida antara asam lemak dengan sfingosin Standart hydrogen electrode, elektroda hidrogen standar Sifat yang timbul akibat adanya perubahan materi yang relatif lebih kekal atau terbentuknya materi yang baru Senyawa alkana siklik Lihat koloid Satuan massa atom, merupakan satuan yang sebanding dengan 1/12 berat atom 12C Koloid yang fasa terdispersinya berwujud padat dengan medium pendispersinya berwujud cair Koloid yang memiliki fasa terdispersi dan medium pendispersinya zat padat Isomer akibat gugus yang sejajar (cis) atau yang berseberangan atau (trans) Lipid yang memiliki sistem empat cincin yang tergabung. Cincin A, B dan C beranggotakan enam atom karbon, dan cincin D beranggotakan lima atom karbon. Struktur benzena dengan 3 ikatan rangkap yang saling terkonjugasi Rantai polipeptida sebuah protein yang terdiri dari asam‐ asam amino yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui ikatan peptida membentuk rantai lurus dan panjang sebagai untaian polipeptida tunggal Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 355 Struktur Sekunder Protein Protein yang sudah mengalami interaksi intermolekul, melalui rantai samping asam amino. Struktur Tersier Protein Struktur yang dibangun oleh struktur primer atau sekunder dan distabilkan oleh interakasi hidrofobik, hidrofilik, jembatan garam, ikatan hidrogen dan ikatan disulfida (antar atom S) Struktur Kuartener Hasil interaksi dari beberapa molekul protein tersier, setiap Protein unit molekul tersier disebut dikenal dengan subunit Substrat Reaktan dalam reaksi enzimatis Tabel Periodik Tabel yang berisi nama‐nama unsur yang disusun berdasarkan kenaikan nomor atomnya. Termokimia Cabang ilmu yang mempelajari hubungan kalor dengan reaksi kimia Termolabil Terpena Tetrahedral Tingkat Reaksi TNT Toksik Toluena Vitamin C Volatil Voltmeter Wax Zat Terlarut Zwitter Ion Tidak tahan panas tinggi Lipid yang memiliki jumlah atom karbon kelipatan 5, dan tersusun dari unit isoprena yang memiliki 4 atom karbon dan satu cabang pada C2 Bentuk 3 dimensi dengan sudut 105 Kecepatan reaksi pada sistem homogen (satu fase) berbanding langsung dengan konsentrasi zat‐zat yang bereaksi dipangkatkan dengan koefisien masing‐masing zat yang bereaksi sesuai dengan persamaan reaksinya 2,4,6‐Trinitro toluena, senyawa turunan benzena yang digunakan sebagi bahan peledak Bersifat racun Senyawa turunan benzena dengan gugus samping metil Asam askorbat Mudah menguap Alat elektronik yang digunakan untuk mengukur beda potensial Lipid yang dibentuk oleh senyawa asam lemak jenuh dengan alkohol yang memiliki rantai atom karbon yang panjang Bagian terkecil dalam larutan Senyawa yang memiliki sekaligus gugus yang bersifat asam dan basa. Pada ph netral bermuatan positif (kation) maupun bermuatan negatif (anion), mudah larut dalam air karena bermuatan (air adalah pelarut polar) dan sukar larut dalam pelarut nonpolar Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 356 Lampiran 1 Sub Bab Hal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sub Bab Hal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kunci Jawaban Ruang lingkup ilmu Kimia 11 Unsur dan Senyawa 29 A D C C D C C D A C D D C E E C C D A C Atom dan Perkembangan 48 Jawaban B C D C C A A C C A Reaksi Kimia Redoks dan Elektrokimia 120 139 A D C A D A B C A A D A C A A C D D C D Sub Bab Koloid Hal 216 Senyawa Hidrokarbon 234 1 2 D B B C 3 4 5 6 C A B B 7 8 9 10 C C D C Larutan Bagian asam 150 Jawaban C C D C D B B D B C Tabel Periodik 59 Ikatan Kimia 78 B A B D C B B C D C C D B A D A B C B B Larutan Bagian garam 152 Laju reaksi reaksi 178 D C C A B D C A B C B B A D B D C A C A Stoikiometri 96 D C B D A A A D B A Energi 197 B B A D D A B D D C 273 308 Pemisahan Kimia 331 C A D B C C C D C C B B B D B C D A C C D A B D D B C A C D D A C A A A B D D B C C C C B B B A No Aldehid Keton 260 Polimer Biomolekul Jawaban Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 357 Lampiran 2 Tabel Periodik Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 358 Lampiran 3 Daftar Unsur Nama Aktinium Alumunium Antimon Argon Arsen Astatin Barium Belerang Berilium Berkelium Besi Bismut Boron Cerium Curium Disprosium Dubnium Einstenium Emas Erbium Europium Fermium Fluorin Fosforus Fransium Gadolium Galium Germanium Hafnium Helium Hidrogen Holmium Indium Iodin Iridium Iterbium Itrium Kadmium Kalium Kalsium Karbon Klorin Kobal Kripton Kromium Lanthanum Lawrencium Litium Lutenium Magnesium Seng Simbol Ac Al Sb Ar As At Ba S Be Bk Fe Bi B Ce Cm Dy Ha Es Au Er Eu Fm F P Fr Gd Ga Ge Hf He H Ho In I Ir Yb Y Cd K Ca C Cl Co Kr Cr La Lr Li Lu Mg Zn Nomor Atom 89 13 51 18 33 85 56 16 4 97 26 83 5 58 96 66 105 99 79 68 63 100 9 15 87 64 31 32 72 2 1 67 49 53 77 70 39 48 19 20 6 17 27 36 24 57 103 3 71 12 30 Masa Atom 227.028 26.992 121.75 39.948 74.922 210 137.327 32.066 9.012 247 55.847 208.908 10.811 140.115 247 162.50 262 252 196.967 167.26 151.965 257 18.998 30.974 223 157.25 69.923 72.61 178.49 4.003 1.008 164.930 114.818 126.904 173.04 192.22 88.906 112.41 39.906 40.078 12.011 35.453 58.933 83.8 51.996 138.906 260 6.941 174.967 24.305 65.39 Nama Mangan Meitnerium Molibdenum Mendelevium Natrium Neodinium Neon Neptunium Nikel Niobium Nitrogen Nobelium Oksigen Osmium Paladium Perak Platina Plutonium Polonium Praseodimum Prometium Protactinium Radium Radon Raksa Renium Rhodium Rubidium Ruthenium Samarium Scandium Selenium Sesium Silikon Stronsium Talium Tantalum Teknisium Tembaga Timah Timbal Titanium Telurium Terbium Thorium Tulium Uranium Vanadium Wolfram Xenon Zirkonium Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Simbol Mn Mt Mo Md Na Nd Ne Np Ni Nb N No O Os Pd Ag Pt Pu Po Pr Pm Pa Ra Rn Hg Re Rh Rb Ru Sm Sc Se Cs Si Sr Tl Ta Tc Cu Sn Pb Ti Te Tb Th Tm U V W Xe Zr Nomor Atom 25 109 42 101 11 60 10 93 28 41 7 102 8 76 46 47 78 94 84 59 61 91 88 86 80 75 45 37 44 62 21 34 55 14 38 81 73 43 29 50 82 22 52 65 90 69 92 23 74 54 40 Masa Atom 54.938 266 95.940 258 22.989 144.24 20.197 237.048 58.69 92.906 14.007 259 15.999 190.23 106.42 107.968 195.08 244 209 140.908 145 231.036 226.025 222 200.59 186.207 102.906 85.468 101.07 150.36 44.956 78.96 132.905 28.086 87.62 204.383 180.984 98 63.546 118.71 207.22 47.88 127.60 158.925 232.038 168.934 238.029 50.942 183.85 131.29 91.224 359 Lampiran 4 Z 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Konfigurasi Elektron Unsur H He Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag Cd In Sn Sb Konfigurasi 1s1 1s2 (He) 2s1 (He) 2s2 (He) 2s2, 2p1 (He) 2s2, 2p2 (He) 2s2, 2p3 (He) 2s2, 2p4 (He) 2s2, 2p5 (He) 2s2, 2p6 (Ne), 3s1 (Ne), 3s2 (Ne), 3s2, 3p1 (Ne), 3s2, 3p2 (Ne), 3s2, 3p3 (Ne), 3s2, 3p4 (Ne), 3s2, 3p5 (Ne), 3s2, 3p6 (Ar), 4s1 (Ar), 4s2 (Ar), 4s2, 3d1 (Ar), 4s2, 3d2 (Ar), 4s2, 3d3 (Ar), 4s2, 3d4 (Ar), 4s2, 3d5 (Ar), 4s2, 3d6 (Ar), 4s2, 3d7 (Ar), 4s2, 3d8 (Ar), 4s1, 3d10 (Ar), 4s2, 3d10 (Ar), 4s2, 3d10, 4p1 (Ar), 4s2, 3d10, 4p2 (Ar), 4s2, 3d10, 4p3 (Ar), 4s2, 3d10, 4p4 (Ar), 4s2, 3d10, 4p5 (Ar), 4s2, 3d10, 4p6 (Kr), 5s1 (Kr), 5s2 (Kr), 5s2, 4d1 (Kr), 5s2, 4d2 (Kr), 5s1, 4d4 (Kr), 5s1, 4d5 (Kr), 5s2, 4d5 (Kr), 5s2, 4d6 (Kr), 5s2, 4d7 (Kr), 5s2, 4d8 (Kr), 5s1, 4d10 (Kr), 5s2, 4d10 (Kr), 5s2, 4d10, 5p1 (Kr), 5s2, 4d10, 5p2 (Kr), 5s2, 4d10, 5p3 Z 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 Unsur Te I Xe Cs Ba La Ce Pr Nd Pm Sm Eu Gd Tb Dy Ho Er Tm Yb Lu Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg Ti Pb Di Po At Rn Fr Ra Ac Th Pa U Np Pu Am Cm Bk Cf Es Fm Md No Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 Nomor Atom (Kr), 5s2, 4d10, 5p4 (Kr), 5s2, 4d10, 5p5 (Kr), 5s2, 4d10, 5p6 (Xe), 6s1 (Xe), 6s2 (Xe), 6s2, 5d1 (Xe), 6s2, 4f2 (Xe), 6s2, 4f3 (Xe), 6s2, 4f4 (Xe), 6s2, 4f5 (Xe), 6s2, 4f6 (Xe), 6s2, 4f7 (Xe), 6s2, 4f7, 5d1 (Xe), 6s2, 4f9 (Xe), 6s2, 4f10 (Xe), 6s2, 4f11 (Xe), 6s2, 4f12 (Xe), 6s2, 4f13 (Xe), 6s2, 4f14 (Xe), 6s2, 4f14, 5d1 (Xe), 6s2, 4f14, 5d2 (Xe), 6s2, 4f14, 5d3 (Xe), 6s2, 4f14, 5d4 (Xe), 6s2, 4f14, 5d5 (Xe), 6s2, 4f14, 5d6 (Xe), 6s2, 4f14, 5d7 (Xe), 6s1, 4f14, 5d9 (Xe), 6s1, 4f14, 5d10 (Xe), 6s2, 4f14, 5d10 (Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p1 (Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p2 (Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p3 (Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p4 (Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p5 (Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p6 (Rn), 7s1 (Rn), 7s2 (Rn), 7s2, 6d1 (Rn), 7s2, 6d2 (Rn), 7s2, 5f2, 6d1 (Rn), 7s2, 5f3, 6d1 (Rn), 7s2, 5f4, 6d1 (Rn), 7s2, 5f6 (Rn), 7s2, 5f7 (Rn), 7s2, 5f7, 6d1 (Rn), 7s2, 5f9 (Rn), 7s2, 5f10 (Rn), 7s2, 5f11 (Rn), 7s2, 5f12 (Rn), 7s2, 5f13 (Rn), 7s2, 5f14 360 0 Lamppiran 5 Daftar D Energ gi Ionisasi K Kation Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 361 1 Lamppiran 6 D Daftar Tetap pan Ionisasii Asam lemaah pada 250C Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 362 2 mpiran 6 Lam Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 363 3 Lam mpiran 6 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 364 4 Lam mpiran 6 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 365 5 Lam mpiran 6 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 366 6 Lam mpiran 6 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 367 7 Lam mpiran 6 Sumbber: Harvey, David. D 2000. Modern M Analy lytical Chemisstry. New Yoork: McGraw Hill Compannies Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 368 8 Lamp piran 7 D Daftar Tetap pan Ionisasi Basa lemah h pada 25 °C C p pada 25 5 °C adalah 114, nilai pKb b = 14 – pKaa. Menggingat nilai pKw Sumber: Vogel, A.I. 1989. Textbbook of Quanntitative Chem mical Analysiss. 5th Edition. London: Longm man Group. Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 369 9 Lamppiran 8 Data D Hasil kali k Kelaruttan dari beb berapa Bahaan Kimia. Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 370 0 Lam mpiran 8 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 371 1 Lam mpiran 8 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 372 2 Lam mpiran 8 Sumb ber: Harvey, David. D 2000. Modern M Analy lytical Chemisstry. New Yoork: McGraw Hill Compannies Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 373 3 Lamppiran 9 Potensial P Reduksi Stand dar Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 374 4 Lam mpiran 9 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 375 5 Lam mpiran 9 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 376 6 Lam mpiran 9 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 377 7 Lam mpiran 9 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 378 8 Lam mpiran 9 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 379 9 Lam mpiran 9 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 380 0 Lam mpiran 9 Sumb ber: Harvey, David. D 2000. Modern M Analy lytical Chemisstry. New Yoork: McGraw Hill Compannies Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 381 1 Lamppiran 10 Eltalpi Pembentukan n Standar (∆H ( f°), Eneergi Bebas Pembentuk kan ∆Gf°) dan En ntropi Absoolut (S°). Standar (∆ Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 382 2 Lam mpiran 10 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 383 3 Lam mpiran 10 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 384 4 Lam mpiran 10 Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 385 5 Lam mpiran 10 Sumb ber: Harvey, David. D 2000. Modern M Analy lytical Chemisstry. New Yoork: McGraw Hill Compannies Kim mia Kesehatan, Direktorat D Pembina aan Sekolah Men nengah Kejuruan 2007 386 INDEX 2-Deoksi-D-Ribosa 309,312 Atom 33 Accumulator 113,114,118 Aturan Aufbau 42,45 Adenin 310,311 Aturan Hund 42,45 Aerosol Cair 215 Aturan Pauli 42,45 Aerosol Padat 215 Autokatalis 166,181 Affinitas Elektron 58 Basa 135 Air 161, 281 Basa Konyugasi 135 Aki 113,114,118 Basa Nitrogen 311,312 Aldosa 283 Basa Pirimidin 311, 312 Alkana 250 Basa Purin 311, 312 Alkanal 245 Batere 114,118 Alkanol 247 Benzena 260,261 Alkanon 244 Bilangan Avogadro 87,92 Alkena 229 Alkil Alkanoat 251 Alkohol Primer 247 Bilangan Kuantum Spin 42,45 Alkohol Sekunder 247 Bilangan Kuantum Utama 42-45 Alkohol Tersier 247 Bilangan Oksidasi 105 Alkoksi Alkana 250 Biomolekul 281 Alkuna 234 Bohr 135 Amfoterik 292 Bronsted 135 Amilase 289 Buih 215 Amilopektin 289 Busa Padat 2.5 Anoda 113 C-Asimetri 224 Apoenzim 294 Cincin Piranosa 285 Ar 90 CMC 289 Arhenius 82, 84 Coulomb 118 Asam 135 De Broglie 43 asam alkanoat 301 Dehidrohalogenasi 187 Asam amino 292 Denaturasi Protein 292 Asam Cuka 135, 301 Dendrit 18 Bilangan Kuantum Azimut Bilangan Kuantum Magnetik Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 42,45 42,45 387 Asam Konyugasi 135 Derajat Disosiasi 154, 156 Asam Lemak 301 Deret Actinida. 53 Asam Lemak Jenuh 301 Deret Lantanida 53 Asam Lemak Tidak Jenuh 301 Dextro 287 Asam Stearat 301 Dialisis 175 – 176 Asetilena 234 Disakarida 223, 225 Asetofenon 244 Disosiasi 287 Aseton 244 Gliseroposfolipid 306 DNA 247, 250, 253 Glikol 304 DNA Polimerase 255 Glikosfingolipid 306 Efek Tyndall 172 Glikosida 283 Elektroforesis 175, 177 Gliserol 304 Elektrokimia 103, 112 Glukosa 285 Elektron 25 – 36 Guanin 310 Elektron Valensi 40 – 43, 46 - 51 Gugus Alkoksi 250 Elektronegatifitas 44, 47, 55 – 56 Gugus Karbonil 244,254 Elektroplating 130 Guldenberg 160 Emulsi 206 Hasil Kali Kelarutan 168 Emulsi Padat 207 Heliks Ganda 294 Emulsifier 228 Hemoglobin 293 Endoenzim 259 Hibridisasi 69 Energi Aktivasi 139, 142 Hidrolisis 147 Energi Bebas Gibbs 110 – 111 Hidrolisis Garam 145 Energi Ikatan 192 Hukum Avogadro 85, 87 Energi Ionisasi 43, 44 Hukum Faraday 117 Entalpi Pelarutan 191 Hukum Gay Lussac 86 Entalpi Pembakaran 191 Hukum Hess 85 Entalpi Pembentukan 190 Hukum kekekalan energi 85,87 Entalpi Penguraian 190 Hukum Kekekalan massa 85 Entalpi 188 Hukum Laplace 104 Entropi 197 Hukum Le Cathelier 151 Enzim 293,295 Hukum Perbandingan Berganda 62, 63 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 388 Hukum Perbandingan Tetap Hukum Perbandingan Volume Eter 250,251 Fasa Dispersi 215 Fermi 18 Ikatan Glikosida 225 – 228, 242 Formaldehida 246 Ikatan Hidrogen 54 – 56 Fraksi Mol 78 Ikatan Ion 46 – 47, 51, 55 Garam 142 Ikatan Kovalen 48 – 51, 55 Gaya Adhesi 221 Ikatan Logam 53 Gaya Kohesi 221 Ikatan Peptida 232 Gaya London 54 Inti Atom 25 – 26, 28 Gaya Van Der Waals 54 Isobar 28, 35 Gel 215 Kp 150, 153 Isomer 227 Ksp 159 Isoton 27, 28 Larutan 77 – 90 Isotop 27 Larutan Buffer 147 IUPAC 104, 197, 203, 212 Larutan Elektrolit 129 Jari-jari atom 43 - 44 Ka 85 Jembatan Fosfodiester 253 Kalorimeter 107 John Tyndall 172 Karbohidrat 220 - 241 Julius Thomson 40 Lothar Matheus 40 Katabolisme 20 Lowry 83 Katalisator 140, 142 Lavoiser 62 Katoda 117, 124 – 133 Levo 224 Kayu Manis 200 Lewis 83 Kb 135 Lipid 237 - 245 Kecepatan Reaksi 175 Medium Pendispersi 171 Kelenjar Keringat 13, 16 Membran Sel 19 Kenaikan Titik Didih 163 – 165, 168 Mendelleyev 40 Kesetimbangan Kimia 150 – 154, 155 Mentol 237, 243 Keton 244 Meta 260 Ketosa 242 Mikroskop Elektron 25 Koagulasi 294 Mol 64, 66 – 70 Kodon 309 Molalitas 132 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 62, 63 62, 64 389 Koenzim 294 Molaritas 132 Kolagen 307 Molekul 25, 34 – 35 Kolesterol 307 Monosakarida 285 Koloid 171 – 175 Mr 65 – 66 Koloid Asosiasi 175 mRNA 310 Koloid Dispersi 215 Mutarotasi 224 Koloid Kondensasi 215 Netron 26, 28, 29 Koloid Liofil 216 Normalitas 79, 89 Koloid Liofob 216 Nukleosida 311 Koloid Pelindung 217 Nukleotida 312 Konsentrasi 180 Nukleus 18, 19, 20 Orbital 40 Oksidasi 104 Orto 260 Reaksi Dehidrasi 205 Osmosa 167, 168 Reaksi Eksoterm 187 Osmosis 167 Reaksi Asam Halida 230 Para 212 Oligosakarida 287 Pati 226, 228 Reaksi Endoterm 187 Pelarut 77 – 81 Reaksi Esterifikasi 254 Pelarut Universal 221 Reaksi Halogenasi 230,234 Pemekatan 134 Reaksi Hidrasi 188, 192 Pengenceran 134 Reaksi Metatesis 144 Penurunan Tekanan Uap 206 Reaksi Pembakaran 104 Penurunan Titik Beku 210 Redoks 104 Pepsin 295 Reduksi 104 Peptipasi 284 Reduksi Alkena 229 Pereaksi Fehling 247 Rumus Kimia 24 Pereaksi Tollens 247 Rumus Molekul 23 Persen Berat 131 Rutherford 36 Persen Volume 131 Sabun 254 pH 135 Sel 113 pH Meter 137 Sel Elektrokimia 114 , 118 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007 390 pOH 135 Tingkat Reaksi 178 Polimerisasi 270 TNT 259 Polisakarida 289 Toluena 260 Potensial Reduksi 113 Trigliserida 304 Proses Kontak 167 Unsur 15 Prostaglandin 303 Urea 168 Protein 293,294 Sel Elektrolisa 115, 119 Protein Globular 293 Sel Leclanche 114 Protein Kontraktil 293 Senyawa 81 Protein Nutrient 293 Senyawa Hidrokarbon 224 Protein Pengatur 293 Sfingolipida 306 Protein Pertahanan 293 SHE 114 Protein Serabut 293,294 Sifat Koligatif Larutan 206 Protein Struktural 293,294 Sikloalkana 259 Protein Transport 293,294 sma 91 Proton 18 Sol 215 Proust 86 Sol Padat 216 Ribosa 285 Stabilizer 217 RNA 285 Stereoisomer 230 Robert Brown 215 Steroid 307 Roult 162 Struktur Kekulé 285 Rumus Empiris 25 Struktur Kuartener Protein 293,295 SCE 125 Struktur Primer Protein 293, 295 Tabel Periodik 52 Struktur Sekunder Protein 293,295 Tahap Reaksi 177 Struktur Tersier Protein 293,295 Tekanan Osmotik 211 Van Het Hoff 206 Tekanan Osmotik 211 Volatil 247,249 Teknik Busur Bredig 218 Voltmeter 113 Termodinamika 196 Wax 305 Termokimia 187 Zat Terlarut 128 Terpena 307 Zwitter Ion 293 Tetrahedral 224 Timin 311-312 Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007