kimia kesehatan - e-Learning Sekolah Menengah Kejuruan

advertisement
Zulfikar
KIMIA
KESEHATAN
SMK
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Departemen Pendidikan Nasional
Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional
Dilindungi Undang-undang
KIMIA
KESEHATAN
Untuk SMK
Penulis : Zulfikar
Ukuran Buku
……
ZFK
….
: …… x …… cm
Zulfikar
Kimia Kesehtan oleh Zulfikar.--Jakarta:Pusat Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional, 2008.
vi. 386 hlm.
ISBN ……-……-……-……
1. Kimia Kesehatan
Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008
Diperbanyak oleh….
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia
Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2008, telah melaksanakan
penulisan pembelian hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis untuk
disebarluaskan kepada masyarakat melalui website bagi siswa SMK.
Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK yang
memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran
melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2008.
Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh
penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada
Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para
pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia.
Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen
Pendidikan Nasional tersebut, dapat diunduh (download), digandakan,
dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untuk
penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkannya soft
copy ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat untuk mengaksesnya
sehingga peserta didik dan pendidik di seluruh Indonesia maupun sekolah
Indonesia yang berada di luar negeri dapat memanfaatkan sumber belajar
ini.
Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Selanjutnya,
kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat
memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini
masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat
kami harapkan.
Jakarta,
Direktur Pembinaan SMK
i
Kata Pengantar
Buku ini ditulis untuk dipergunakan sebagai panduan belajar
dan mengajar di lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan,
dengan ruang lingkup Kimia untuk bidang Kesehatan. Materi
disajikan dengan pendekatan konsep kimia dan penerapannya
dalam bidang kesehatan. Luasnya materi kajian yang diberikan
juga menuntut agar pembaca perlu tambahan pengetahuan
khususnya bidang kimia.
Teknik penyajian buku ditekankan pada penerapan konsepkonsep dasar bidang kimia dalam bidang kesehatan dibantu
dengan gambar dan bagan sederhana yang diharapkan mampu
membantu pembaca dalam memahami buku dengan mudah
dan dapat disebarluaskan kepada pihak lain agar dapat
dimanfaatkan.
Dalam menjabarkan isi buku, penulis juga memberikan arahan
isi melalui alur fikir dan bagan konsep kimia. Materi disusun
atas dasar Standar Kompetensi Kimia Kesehatan yang
selanjutnya dikembangkan menjadi pokok-pokok bahasan yang
mengacu pada Komptensi Dasar.
Keberhasilan penulisan buku ini tidak lepas dari dukungan adikadik kami, Ali Muhammad Yusuf Shofa dan Wahid Hasyim di
Jurusan Kimia, serta dukungan keluarga tercinta. Tidak
berlebihan jika penulis persembahkan buku ini untuk putraputri penulis, Rizti Khairinnisa, Ahmad Reza Zulfi dan Ahmad
Fikri Zulfi serta istri penulis Agustin Anita.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat
Pendidikan Menengah dan Kejuruan yang telah memberi
kesempatan dan dukungan dalam penyelesaian buku ini.
Penulis dengan senang hati dan sangat berharap kritik dan
saran yang membangun dan dapat dipergunakan sebagai
bahan penyempurnaan dari buku ini. Mudah-mudahan karya
sederhana ini dapat memberikan kontribusi yang berati untuk
pengembangan pendidikan di jenjang sekolah menengah
kejuruan. Atas saran dan kritik yang diberikan pembaca,
sebelumnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Kampus Tegal Boto Universitas Jember, Desember 2007
Zulfikar
ii
Alur Fikir Buku
Buku Kimia kesehatan memberikan informasi sedarhana tentang
peran ilmu kimia dalam bidang kesehatan. Pemaparan dan
penyajian konsep dilakukan dengan memvisualisasikan konsep
dalam bentuk gambar-gambar. Dengan pola ini diharapkan
mampu menyederhanakan konsep dan dapat diterima siswa
dengan mudah.
Substansi dan materi buku disusun dengan tujuan untuk
memberikan pengetahuan dasar ilmu kimia yang dapat dijadikan
acuan atau kerangka dasar dalam mempelajari ilmu bidang
kesehatan dengan pendekatan kimia. Atas dasar ini maka sajian
difokuskan pada pemahaman
1. Konsep materi dan perubahannya, fenomena reaksi kimia
yang terkait dengan kinetika, kesetimbangan, kekekalan
masa dan kekekalan energy.
2. Tentang sifat berbagai larutan asam-basa, larutan koloid,
larutan elektrolit-non elektrolit, termasuk cara
pengukuran dan kegunaannya
3. Konsep reaksi oksidasi-reduksi dan elektrokimia serta
penerapannya dalam fenomena pembentukan energi
listrik, korosi logam, dan pemisahan bahan.
4. Tentang struktur molekul dan reaksi senyawa organik
yang meliputi benzena dan turunannya, lemak,
karbohidrat, protein, dan polimer serta kegunaannya
dalam kehidupan sehari-hari
Kekuatan pengetahuan dasar kimia diharapkan dapat
berkembang dan dapat diartikulasikan kedalam perilaku hidup,
oleh sebab itu keintegrasian materi juga dikembangkan yang
dituangkan kedalam materi seperti;
1. Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta
saling keterkaitannya dan penerapannya untuk
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
teknologi.
2. Menggunakan pengetahuan dasar kimia dalam
kehidupan sehari-hari, dan memiliki kemampuan dasar
kimia sebagai landasan dalam mengembangkan
kompetensi di bidang kesehatan.
Standar kompetensi kompetensi dasar yang dijabarkan diatas
merupakan dasar bagi pengembangan isi buku. Dengan alur fikir
yang sistematik diharapkan mampu memberikan arahan dalam
pembelajaran untuk pencapaian kompetensi dasar dari Kimia
kesehatan yang ditetapkan.
iii
Daftar Isi
Kata pengantar...................................................................................i
Alur fikir isi buku.................................................................................ii
Daftar Isi ............................................................................................iii
Bab 1. Ruang Lingkup Ilmu Kimia ...........................................................
1. Ilmu Kimia ............................................................................................. 1
2. Materi dan wujudnya ........................................................................... 1
3. Sifat Materi ........................................................................................... 3
4. Perubahan Materi................................................................................. 4
5. Energi menyertai Perubahan Kimia ..................................................... 5
6. Klasifikasi Materi .................................................................................. 6
7. Peran Ilmu Kimia .................................................................................. 9
Rangkuman ........................................................................................ 11
Uji Kompetensi.................................................................................... 12
Bab 2. Unsur dan Senyawa ....................................................................
2.1. Unsur.............................................................................................. 14
2.1.1 Nama unsur ....................................................................... 15
2.1.2. Lambang unsur ................................................................. 15
2.1.3. Unsur di alam .................................................................... 16
2.1.4. Atom ................................................................................. 18
2.1.5. Ion ..................................................................................... 19
2.2. Senyawa ......................................................................................... 19
2.2.1. Senyawa di alam ................................................................. 19
2.2.2. Molekul............................................................................... 22
2.2.3. Komposisi senyawa ............................................................ 23
2.2.4. Rumus Kimia ....................................................................... 24
2.3. Persamaan reaksi ......................................................................... 26
2.3.1. Penyetaraan reaksi ............................................................. 27
Rangkuman .................................................................................... 29
Uji Kompetensi .............................................................................. 31
Bab.3. Atom dan Molekul ......................................................................
3.1. Atom ............................................................................................. 33
3.1.1. Atom dan lambang atom .................................................... 33
3.1.2. Perkembangan teori atom .................................................. 36
3.1.3. Konfigurasi Elektron ............................................................ 42
Rangkuman ....................................................................................... 46
Uji Kompetensi ................................................................................ 50
Bab 4 Tabel Periodik ..............................................................................
4.1. Tabel Periodik ............................................................................... 52
4.1.1. Sifat unsur merupakan fungsi masa atom .......................... 52
4.1.2. Tabel periodik panjang........................................................ 53
4.1.2.1 Jalur horizontal................................................................. 53
4.1.2.1 Jalur vertikal ..................................................................... 52
4.2. Hubungan table periodic dengan konfigurasi elektron ............... 56
4.2.1. Elektron valensi ................................................................... 56
4.2.2. Jari-jari atom ....................................................................... 56
4.2.3. Energi ionisasi ..................................................................... 57
iv
4.2.4. Afinitas elektron.................................................................. 58
Rangkuman .......................................................................................... 59
UjiKompetensi ..................................................................................... 61
Bab 5 Ikatan Kimia ................................................................................
5.1. Ikatan Kimia ..................................................................................... 62
5.1.1. Ikatan ion ............................................................................ 63
5.1.2. Ikatan Kovalen ..................................................................... 65
5.1.3. Hibridisasi dan bentuk molekul ........................................... 69
5.1.4. Interaksi atom ..................................................................... 71
5.1.4.1. Ikatan Logam ............................................................. 71
5.1.5. Gaya tarik menarik antar molekul ...................................... 74
5.1.6. Ikatan Hidrogen ................................................................... 75
Rangkuman .......................................................................................... 77
Uji Kompetensi .................................................................................... 80
Bab 6 Stoikiometri .................................................................................
6.1. Tata nama senyawa sederhana ...................................................... 81
6.1.1. Penamaan senyawa biner ................................................... 81
6.1.2. Penamaan senyawa ion....................................................... 83
6.1.3. Penamaan senyawa terner ................................................. 84
6.2. Hukum Dasar Kimia ........................................................................ 85
6.2.1. Hukum kekekalan massa ..................................................... 85
6.2.2. Hukum perbandingan tetap ................................................ 86
6.2.3. Hukum perbandingan berganda ......................................... 87
6.2.4. Hukum perbandingan volume............................................. 87
6.2.5. Penemtuan volume gas pereaksi dan hasil reaksi .............. 88
6.3. Atomic relative (Ar) dan Molecule relative (Mr) ............................ 90
6.4. Konsep mol ..................................................................................... 91
6.5. Hubungan persamaan reaksi dan mol zat ...................................... 92
6.6. Hitungan kimia ................................................................................ 92
6.7. Perhitungan komposisi zat ............................................................. 95
Rangkuman ..................................................................................... 97
Uji Komptensi ................................................................................. 99
Bab 7 Reaksi Kimia .................................................................................
7.1. Reaksi kimia................................................................................. 101
7.2. Jenis reaksi kimia......................................................................... 102
7.2.1. Reaksi pembentukan .................................................. 102
7.2.2. Reaksi penguraian ...................................................... 102
7.2.3. Reaksi pengendapan .................................................. 103
7.2.4. Reaksi pertukaran....................................................... 103
7.2.5. Reaksi netralisasi ........................................................ 104
7.2.6. Reaksi pembakaran .................................................... 104
7.3. Reaksi oksidasi dan reduksi......................................................... 104
7.4. Bilangan oksidasi ......................................................................... 105
7.5. Bilangan oksidasi pada senyawa ion ........................................... 106
7.6. Menyetarakan reaksi redoks....................................................... 107
7.6.1. Cara ion elektron ........................................................ 108
7.6.2. Cara bilangan oksidasi ................................................ 110
7.7. Sel elektrokimia........................................................................... 113
v
7.7.1. Sel volta ...................................................................... 114
7.7.2. Sel Elektrolisa ............................................................. 115
7.8. Hukum Faraday ........................................................................... 117
7.9. Sel elektrokimia komersial .......................................................... 118
7.9.1. Sel volta komersial...................................................... 118
7.9.2. Sel elektrolisa dalam industri ..................................... 119
7.10. Korosi .......................................................................................... 120
Rangkuman ................................................................................... 122
Uji Kompetensi ............................................................................ 124
Bab 8 Larutan .......................................................................................
8.1. Larutan ...................................................................................... 128
8.1.1. Larutan elektrolit dan elektrolit .......................................... 129
8.1.2. Derajat ionisasi.................................................................... 129
8.2. Konsentrasi Larutan ..................................................................... 131
8.2.1. Persen berat........................................................................ 131
8.2.2. Persen volume .................................................................... 132
8.2.3. Fraksi mol ............................................................................ 132
8.2.4. Molalitas ............................................................................. 133
8.2.5. Molaritas ............................................................................. 133
8.2.6. Normalitas........................................................................... 133
8.3. Pengenceran ................................................................................ 134
8.4. Sifat Larutan ................................................................................. 135
8.4.1. Asam dan basa .................................................................... 135
8.4.2. Pembentukan asam dan basa ............................................. 137
8.4.3. Derajat keasaman dan kebasaan ........................................ 139
8.4.4. Kesetimbangan air .............................................................. 141
8.5. Garam .......................................................................................... 142
8.5.1. Reaksi antara asam dengan basa ........................................ 143
8.5.2. Asam dengan oksida basa ................................................... 143
8.5.3. Basa dengan oksida asam ................................................... 143
8.5.4. Logam dengan asam ........................................................... 144
8.5.5. Reaksi metatesis ................................................................. 144
8.6. Hidrolisis Garam .......................................................................... 145
8.6.1. Garam yang berasal dari asam kuat basa kuat ................... 145
8.6.2. Garam yang berasal dari asam kuat basa lemah ................ 146
8.6.3. Garam yang berasal dari asam lemah basa kuat ................ 146
8.6.4. Garam yang berasal dari asam lemah basa lemah ............ 147
8.7. Larutan penyangga atau buffer .................................................. 147
8.7.1. Garam dengan asam lemahnya .......................................... 148
8.7.2. Garam dengan basa lemahnya ........................................... 148
Rangkuman..................................................................................... 151
Uji kompetensi bagian asam .......................................................... 155
Uji kompetensi bagian garam ........................................................ 157
Bab 9 Kesetimbangan Kimia ................................................................
9.1. Kesetimbangan ............................................................................. 159
9.1.1. Sistem tertutup........................................................... 160
9.1.2. Kesetimbangan dinamis ............................................. 160
9.1.3. Jenis reaksi kesetimbangan ........................................ 161
9.2. Tetapan Kesetimbangan ............................................................... 162
vi
9.3. Pergeseran Kesetimbangan .......................................................... 164
9.3.1. Pengaruh konsentrasi ................................................. 164
9.3.2. Pengaruh suhu............................................................ 164
9.3.3. Pengaruh volume dan tekanan .................................. 165
9.3.4. Katalisator................................................................... 166
9.4. Disosiasi ........................................................................................ 167
9.5. Aplikasi kesetimbangan dalam industri ........................................ 167
9.6. Kesetimbangan larutan................................................................. 168
Rangkuman..................................................................................... 170
Uji kompetensi ............................................................................... 171
Bab 10 Kecepatan reaksi dan energi ....................................................
10.1. Kecepatan reaksi ..................................................................... 175
10.2. Tahap reaksi ............................................................................ 177
10.3. Tingkat reaksi........................................................................... 178
10.4. Faktor-faktor kecepatan reaksi ............................................... 179
10.4.1. Luas permukaan........................................................ 180
10.4.2. Konsentrasi ............................................................... 180
10.4.3. Suhu .......................................................................... 180
10.4.4. Katalisator ................................................................. 181
Rangkuman ............................................................................... 183
Uji Kompetensi .......................................................................... 184
10.5. Energi .................................................................................... 187
10.5.1. Termokimia ............................................................... 187
10.5.2. Hukum-hukum dalam termokimia ........................... 188
10.5.3. ∆H pembentukan ...................................................... 190
10.5.4. ∆H penguraian .......................................................... 190
10.5.5. ∆H pembakaran ........................................................ 191
10.5.6. ∆H pelarutan ............................................................. 191
10.6. Energi ikatan ............................................................................ 192
10.7. Kalor pembakaran berbagai bahan bakar ............................... 193
10.7.1. Komposisi Minyak bumi............................................ 193
10.7.2. Bahan bakar hasil pengolahan minyak bumi ............ 194
10.7.3. Kalor pembakaran bahan bakar................................ 195
10.8. Termodinamika ....................................................................... 196
10.8.1. Hukum kedua termodinamika .................................. 197
10.8.2. Entropi ...................................................................... 197
10.8.3. Hukum ketiga termodinamika .................................. 198
Rangkuman ............................................................................... 200
Uji Kompetensi .......................................................................... 203
Bab 11 Sifat Koligatif dan Koloid .........................................................
11.1 Sifat Koligatif Larutan ................................................................ 206
11.1.1 Penurunan Tekanan uap jenuh ...................................... 206
11.1.2 Jumlah partikel elektrolit dan non elektrolit.................. 208
11.1.3 Kenaikan titik didih ......................................................... 208
11.1.4 Penurunan titik beku ...................................................... 210
11.2 Tekanan Osmotik ...................................................................... 211
Rangkuman ............................................................................... 212
Uji Kompetensi .......................................................................... 213
11.3 Sistem Dispersi .......................................................................... 215
vii
11.3.1 Macam-macam Koloid ................................................... 215
11.3.2 Pembuatan Koloid .......................................................... 218
11.3.3 Pemisahan Koloid ........................................................... 219
Rangkuman................................................................................ 220
Uji Kompetensi .......................................................................... 222
Bab 12 Senyawa Hidrokarbon .............................................................
12.1. Kekhasan atom karbon ............................................................. 224
12.2. Senyawa hidrokarbon ............................................................... 225
12.2.1 Isomer ............................................................................ 226
12.3. Alkana ...................................................................................... 227
12.3.1 Penamaan alkana ........................................................... 228
12.4. Alkena ........................................................................................ 229
12.4.1 Penamaan alkena ........................................................... 230
12.4.2. Stereoisomer alkena ..................................................... 230
12.5. Alkuna ........................................................................................ 234
12.5.1 Tata nama alkuna ........................................................... 234
Rangkuman ............................................................................... 238
Uji Kompetensi .......................................................................... 240
12.6. Alkanon ...................................................................................... 244
12.6.1 Tata nama alkanon ........................................................ 244
12.6.2. Beberapa senyawa alkanon penting ............................. 244
12.6.3. Sifat fisika alkanon ........................................................ 245
12.6.4. Sifat kimia alkanon ........................................................ 245
12.7. Alkanal ....................................................................................... 245
12.7.1. Tata nama aldehid ......................................................... 246
12.7.2. Pembuatan aldehid ....................................................... 246
12.7.3. Reaksi-reaksi aldehid..................................................... 247
12.7.3. Pemanfaatan aldehid .................................................... 247
12.8. Alkanol ....................................................................................... 247
12.8.1. Tata nama alkohol ......................................................... 248
12.7.2. Sifat-sifat alkohol........................................................... 248
12.7.3. Pemanfaatan alkohol .................................................... 249
12.9. Alkoksi Alkana ............................................................................ 250
12.9.1. Tata nama eter .............................................................. 250
12.9.2. Sifat-sifat eter ................................................................ 251
12.9.3. Pemanfaatan eter ......................................................... 251
12.10. Asam Alkanoat ......................................................................... 251
12.10.1. Tata nama asam karboksilat ....................................... 252
12.10.2. Sifat-sifat asam karboksilat ......................................... 252
12.10.3. Pemanfaatan asam karboksilat ................................... 253
12.11. Alkil alkanoat ........................................................................... 253
12.11.1. Tata nama ester .......................................................... 254
12.11.2. Sifat-sifat ester ............................................................ 254
12.11.3. Pemanfaatan ester ...................................................... 255
12.12. Alkil amina ............................................................................... 255
12.12.1. Tata nama alkil amina ................................................. 256
12.12.2. Sifat-sifat alkil amina ................................................... 256
12.13. Siklo alkana .............................................................................. 259
12.13.1. Tata nama siklo alkana ................................................ 259
12.14. Benzena ................................................................................... 260
viii
12.14.1. Tata nama dan turunan benzena ................................ 260
12.14.2. Sifat-sifat benzena dan turunannya ............................ 261
12.14.3. Pemanfaatan senyawa benzena ................................. 261
Rangkuman ............................................................................... 263
Uji kompotensi .......................................................................... 266
Bab 13 Makromolekul .........................................................................
13.1. Polimer .................................................................................... 268
13.2. Klasifikasi polimer ..................................................................... 269
13.2.1 Polimer Alam .................................................................. 269
13.2.2. Polimer sintetik ............................................................. 269
13.3. Monomer ................................................................................ 270
13.4. Polimerisasi ............................................................................... 270
13.4.1 Polimerisasi adisi ............................................................ 271
13.4.2. Polimerisasi kondensasi ................................................ 271
13.5. Tata nama polimer .................................................................... 272
13.6. Sifat-sifat polimer ...................................................................... 273
13.7. Polimer di sekeliling kita ............................................................ 274
Rangkuman ............................................................................... 277
Uji Kompetensi .......................................................................... 279
Bab 14 Biomolekul ................................................................................
14.1. Makromolekul pada makhluk hidup ....................................... 281
14.2. Air .............................................................................................. 281
14.3. Karbohidrat ............................................................................... 283
14.3.1. Monosakarida .............................................................. 285
14.3.2. Oligosakarida................................................................. 287
14.3.3. Polisakarida ................................................................... 289
14.4. Protein ....................................................................................... 292
14.4.1 Peptida sebagai rantai protein ....................................... 295
14.5. Lipida ......................................................................................... 301
14.5.1 Asam lemak .................................................................... 301
14.5.2. Prostaglandin ................................................................ 303
14.5.3. Gliserol .......................................................................... 304
14.5.4. Trigliserida ..................................................................... 304
14.5.5. Wax ............................................................................... 305
14.5.6. Membran sel ................................................................. 305
14.5.7. Gliseroposfolipida ......................................................... 306
14.5.8. Sfingolipid dan glikosfingolipid ..................................... 306
14.5.9. Terpena ......................................................................... 307
14.5.10. Steroida ....................................................................... 307
14.6. Asam nukleat ............................................................................. 309
14.6.1 Nukleosida ...................................................................... 310
14.6.2. Nukleotida ..................................................................... 311
Rangkuman ............................................................................... 312
Uji Kompetensi .......................................................................... 315
Bab 15 Pemisahan kimia dan analisis ..................................................
15.1. Pemisahan ............................................................................... 319
15.1.1. Pengayakan ................................................................... 319
15.1.2. Filtrasi ............................................................................ 320
ix
15.1.3. Sentrifugasi ................................................................... 321
15.1.4. Kristalisasi...................................................................... 322
15.1.5. Destilasi ......................................................................... 323
15.2. Analisis kuantitatif..................................................................... 324
15.2.1. Sampling ........................................................................ 324
15.2.2. Sediaan sampel ............................................................. 324
15.2.3. Pengukuran sampel....................................................... 325
15.3. Gravimetri ................................................................................. 328
15.4. Volumetri .................................................................................. 329
15.4.1. Titrasi asam basa ........................................................... 331
15.4.2. Titrasi redoks ................................................................. 332
15.4.3. Titrasi Argentometri ...................................................... 334
15.4.4. Nitrimetri....................................................................... 334
Rangkuman ............................................................................... 336
Uji Kompetensi .......................................................................... 338
Daftar Pustaka ................................................................................340
Glosarium .......................................................................................342
Lampiran .............................................................................................
1. Kunci Jawaban ............................................................................. 356
2. Tabel Periodik .............................................................................. 357
3. Daftar Unsur ................................................................................ 358
4. Konfigurasi Elektron .................................................................... 359
5. Energi Ionisasi Kation .................................................................. 360
6. Tetapan Ionisasi Asam Lemah ..................................................... 361
7. Tetapan Ionisasi Basa Lemah ...................................................... 368
8. Data Hasil Kali Kelarutan ............................................................. 369
9. Potensial Reduksi Standar ........................................................... 373
10. Eltalpi Pembentukan Std. (∆Hf°), (∆Gf°) dan (S°). ........................ 381
Indeks ............................................................................................ 386
1
BAB. 1. Ruang lingkup
Ilmu Kimia
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Memahami konsep materi dan
perubahannya
Mengelompokan sifat materi
Mengelompokkan perubahan materi
Mengklasifikasi materi
Tujuan Pembelajaran
1.
Siswa dapat mengenal ruang lingkup dan kajian ilmu kimia
2.
Siswa mampu mendeskripsikan materi beserta perubahan wujudnya
3.
Siswa dapat membedakan materi berdasarkan wujudnya
4.
Siswa mampu mendeskripsikan sifat dan perubahan materi
5.
Siswa mampu mengidentifikasi peran energy dalam perubahan materi
6.
Siswa dapat mengklasifikasikan materi
7.
Siswa mengenal keberadaan materi di alam
1. Ilmu Kimia
Dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan, kita selalu
mengamati pada lingkungan sekitar, dan yang menjadi
fokus perhatian kita adalah lingkungan sekitar. Alam
semesta merupakan salah satu daerah pengamatan
bagi para peneliti ilmu pengetahuan alam. Sedangkan
interaksi sesama manusia dipelajari para ahli ilmu
sosial.
Salah satu bagian dari ilmu pengetahuan alam adalah
ilmu kimia, daerah yang dipelajari ahli kimia adalah
materi terkait dengan struktur, susunan, sifat dan
perubahan materi serta energi yang menyertainya.
2. Materi dan Wujudnya
Istilah materi sudah sering kita dengar dan juga
menjadi kata‐kata yang dipilih sebagai bahan ejekan
terhadap seseorang yang memiliki orientasi terhadap
uang dan kebendaan lainnya. Istilah materi dapat kita
rujukan dengan alam sekitar kita seperti tumbuhan,
hewan, manusia, bebatuan dan lainnya. Alam sekitar
kita merupakan ruang dan yang kita lihat adalah
sesuatu yang memiliki massa atau berat dan juga
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Wujud Materi
Padat
Cair
Gas
Gambar 1.1. Bagan pengelompokan
materi berdasarkan wujudnya
2
volume, sehingga materi didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang menempati ruang memiliki massa,
volume dan memiliki sifat‐sifat tertentu.
Materi memiliki massa, volume dan sifat, sehingga
setiap materi memiliki wujud tertentu. Jika kita
melihat sebuah benda atau materi, maka wujudnya
bermacam‐macam. Di lingkungan sekitar kita mudah
dijumpai materi seperti kayu, air, dan udara.
Berdasarkan
wujudnya
maka
materi
dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu : padat, cair dan gas
(Gambar 1.1).
Kita dengan mudah menemui materi yang berwujud
gas, seperti: udara, gas bumi, gas elpiji, uap air, dan
lainnya. Untuk yang berwujud cair, mudah kita temui
dalam kehidupan sehari‐hari kita seperti: air, minyak
goreng, alkohol, bensin, solar, larutan gula, air laut.
Demikian pula materi dalam wujud padat, terdapat
dalam lingkungan sekitar kita dan yang paling sering
kita jumpai seperti: baja, batu, gelas, kaca, kayu,
kapur dan sebagainya.
Perbedaan dari ketiga macam wujud materi adalah kemungkinan dimampatkan, sifat fluida,
bentuk dan volumenya, disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan sifat materi Gas, Cair dan Padat
Gas
Cair
Padat
Materi berwujud gas, mudah
dimampatkan, jika terdapat
gas pada satu ruang tertentu,
maka ruang tersebut dapat
diperkecil dengan menambah
tekanan sehingga volume gas
juga mengecil.
Materi berwujud cair, sulit
dimampatkan, dapat dialirkan
dari daerah yang tinggi
kedaerah yang lebih rendah,
perhatikan Gambar 1.3.
Materi yang berwujud padat
tidak dapat dimampatkan,
tidak memiliki sifat fluida atau
mengalir dan bentuk serta
volumenya
tidak
dapat
berubah‐ubah.
Gas dapat mengalir dari satu
ruang yang bertekanan tinggi
ke ruang yang bertekanan
rendah. Gas dapat berubah
bentuk dan volumenya sesuai
dengan
ruang
yang
ditempatinya, (Gambar 1.2).
Posisi tabung panjang lebih
tinggi dibandingkan gelas yang
ada di bawahnya, Bentuk zat
cair
dapat
berubah‐ubah
sesuai dengan tempatnya,
namun volumenya tetap, pada
gambar tampak bentuk zat cair
mula‐mula berupa tabung
panjang dan berubah menjadi
bentuk gelas.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
3
Gambar 1.2. Gas mengalir dari dalam botol yang
memiliki tekanan menuju balon yang memiliki
tekanan rendah, Dari dalam botol gas mengalir
ke balon dan memiliki bentuk sesuai dengan
bentuk balon.
Gambar 1.3. Cairan mengalir ketika kran
dibuka dari tempat yang tinggi ketempat
yang lebih rendah, bentuk zat cair berubah
dari bentuk tabung panjang menjadi bentuk
gelas, namun volume zat cair tetap.
3. Sifat Materi
Ketiga wujud materi yang sudah kita bahas pada
dasarnya memiliki sifat‐sifat tertentu. Secara umum
sifat tersebut dapat kita bagi menjadi dua macam, yaitu
sifat kimia dan sifat fisika, lihat Gambar 1.4.
Sifat Materi
Sifat fisika dari sebuah materi adalah sifat‐sifat yang
terkait dengan perubahan fisika, yaitu sebuah sifat yang
dapat diamati karena adanya perubahan fisika atau
perubahan yang tidak kekal.
Air sebagai zat cair memiliki sifat fisika seperti mendidih
pada suhu 100oC. Sedangkan logam memiliki titik lebur
yang cukup tinggi, misalnya besi melebur pada suhu
1500oC.
Sifat Kimia dari sebuah materi merupakan sifat‐sifat
yang dapat diamati muncul pada saat terjadi perubahan
kimia. Untuk lebih mudahnya, kita dapat mengamati
dua buah zat yang berbeda misalnya minyak dan kayu.
Jika kita melakukan pembakaran, maka minyak lebih
mudah terbakar dibandingkan kayu, sehingga mudah
tidaknya sebuah zat terbakar merupakan sifat kimia
dari zat tersebut.
Beberapa sifat kimia yang lain adalah bagaimana
sebuah zat dapat terurai, seperti Batu kapur yang
mudah berubah menjadi kapur tohor yang sering
disebut dengan kapur sirih dan gas karbon dioksida.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Sifat Fisika
Sifat Kimia
Gambar 1.4. Bagan sifat materi
4
4. Perubahan Materi
Perubahan materi adalah perubahan sifat suatu zat
atau materi menjadi zat yang lain baik yang menjadi
zat baru maupun tidak. Perubahan materi terjadi
dipengaruhi oleh energi baik berupa kalor maupun
listrik. Perubahan materi dibedakan dalam dua
macam yaitu perubahan fisika dan perubahan kimia,
perhatikan Gambar 1.5.
4.1. Perubahan Fisika
Suatu materi mengalami perubahan fisika, adalah
perubahan zat yang bersifat sementara, seperti
perubahan wujud, bentuk atau ukuran. Perubahan ini
tidak menghasilkan zat baru.
Jika kita memanaskan es, maka es tersebut akan
berubah menjadi air, selanjutnya jika kita panaskan
terus maka air akan berubah menjadi uap air.
Peristiwa ini hanya menunjukan perubahan wujud
dimana es, adalah air yang berbentuk padat, dan air
yang berbentuk cair, dan uap air adalah air yang
berbentuk gas. Tampak bahwa zat masih tetap air.
Perubahan Materi
Perubahan
Fisika
Perubahan
Kimia
Gambar 1.5. Bagan perubahan materi
Berbagai macam perubahan wujud adalah contoh
perubahan fisika. Beberapa contoh di bawah ini,
adalah perubahan wujud yang mudah kita amati.
Proses membeku, perubahan dari zat cair menjadi zat
padat karena terjadi penurunan suhu, membuat es
dan membuat agar‐agar atau jelly adalah proses yang
sering dilakukan oleh ibu kita.
Penyubliman adalah peristiwa perubahan zat padat
berubah menjadi gas. Dalam kehidupan sehari‐hari
mudah kita jumpai, misalnya kapur barus yang
menyublim menjadi gas berbau wangi. Menghablur
merupakan peristiwa perubahan gas menjadi
padatan, peristiwa ini sering disebut juga dengan
pengkristalan. Proses di laboratorium dapat dilakukan
untuk membuat kristal amonium sulfat yang berasal
dari gas amonia dan belerang dioksida.
Perubahan wujud yang lain adalah menguap, mencair
dan mengembun. Peristiwa ini dapat diamati pada
peristiwa hujan. Peristiwa ini diawali dengan
penguapan air ke udara, selanjutnya mencair kembali
dan kembali ke permukaan bumi (Gambar 1.6).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 1.6. Siklus air, proses
terjadinya hujan dan salju
5
Perubahan bentuk juga termasuk dalam perubahan
fisika, misalnya gandum yang digiling menjadi tepung
terigu. benang dipintal menjadi kain dan batang pohon
dipotong‐potong menjad kayu balok, papan dan triplek.
4.2. Perubahan Kimia
Perubahan kimia merupakan yang bersifat kekal
dengan menghasilkan zat baru. Perubahan kimia
disebut juga reaksi kimia. Untuk mempermudah, dapat
kita lakukan percobaan sederhana.
Batang kayu kita ambil dan dibakar, Batang kayu
tersebut berubah menjadi abu, asap dan disertai
keluarnya panas. Abu, asap dan panas yang keluar tidak
berubah kembali menjadi batang kayu. Perhatikan
Gambar 1.7.
Gambar 1.7. Kertas dibakar
Perubahan yang terjadi kekal dan menjadi ciri dihasilkan abu, kertas dan abu adalah
zat yang berbeda
perubahan kimia, dengan kata lain, zat sebelum
bereaksi berbeda dengan zat sesudah bereaksi.
Beberapa contoh lain adalah :
1. Pembakaran bahan bakar, bensin atau solar
menghasilkan zat cair dan asap serta energi
yang
dapat
menggerakkan
kendaraan
bermotor.
2. Proses fotosiontesa pada tumbuhan yang
memiliki zat hijau daun, mengubah air, gas
carbon dioksida dan bantuan cahaya matahari
dapat diubah menjadi makanan atau
karbohidrat,
3. Pemanasan batu kapur menghasil kapur tohor
dan gas karbondioksida.
5. Energi menyertai perubahan materi
Perubahan yang terjadi pada materi selalu disertai
dengan energi. Energi dapat dihasilkan karena adanya
perubahan atau energi dihasilkan oleh perubahan
materi itu sendiri.
Pada perubahan fisika dapat dihasilkan energi,
misalnya air terjun atau bendungan air, air yang berada
di atas jatuh ke tempat yang lebih rendah dengan
melepaskan energi, dalam pembangkit listrik energi
dari air dipergunakan untuk memutar kincir atau
baling‐baling pembangkit tenaga listrik, perhatikan
Gambar 1.8.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 1.8. Energi dari air yang
berasal dari bendungan
dipergunakan untuk pembangkit
tenaga listrik.
6
Demikian pula sebaliknya jika kita pindahkan air dari
tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, kita
memerlukan energi, dan kita akan mempergunakan
pompa air sebagai penghasil energinya.
Dalam perubahan kimia atau lebih dikenal dengan
reaksi kimia, dikenal dua istilah eksoterm dan
endoterm. Eksoterm adalah reaksi yang menghasilkan
panas atau energi dan endoterm reaksi yang
membutuhkan energi atau panas.
Dalam kehidupan sehari‐hari kita telah memanfaatkan
perubahan kimia yang menghasilkan energi listrik,
misalnya batere, batere digunakan sebagai sumber
energi pada radio. energi listrik yang dihasilkan batere
akan dipergunakan untuk menghidupkan radio. Dalam
hal ini terjadi reaksi didalam batere yang menghasilkan
energi listrik. Untuk menyederhanakan bagaimana
sebuah perubahan kimia dapat menghasilkan energi
atau membutuhkan energi disajikan pada Gambar 1.9.
Zat A memiliki energi sebesar 80 kkal, berubah menjadi
zat B, dimana zat B hanya memiliki energi sebesar 20
kkal. Perubahan A menjadi B hanya dapat terjadi jika
zat A melepaskan energi sebesar 60 kkal. Perubahan
atau reaksi semacam ini disebut dengan reaksi
eksoterm. Penulisan dengan tanda (‐) menunjukkan
bahwa
perubahan
kimia
melepaskan
atau
menghasilkan energi. Demikian pula sebaliknya pada
reaksi endoterm, misalnya zat C memiliki energi 20
kkal, dapat berubah menjadi zat D yang memiliki
energi sebesar 80 kkal, asalkan zat C mendapatkan
energi dari luar sebesar 60 kkal, perhatikan Gambar
1.9. Penulisan tanda positif menunjukan bahwa
perubahan kimia membutuhkan energi.
6. Klasifikasi materi
Zat‐zat yang kita temukan di alam semesta ini hanya
ada dua kemungkinan, yaitu adalah zat tunggal dan
campuran (Gambar 1.10).
Gambar 1.9. Perubahan Zat A
menjadi B adalah bagan reaksi
eksoterm, perubahan C menjadi D
adalah reaksi endoterm
Materi
Zat
tunggal
Unsur
Campuran
Senyawa
Heterogen
Homogen
6.1. Zat tunggal
Zat tunggal adalah materi yang memiliki susunan
partikel yang tidak mudah dirubah dan memiliki
komposisi yang tetap. Zat tunggal dapat diklasifikasikan
sebagai unsur dan senyawa.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 1.10. Bagan klasifikasi
materi
7
Zat tunggal berupa unsur didefinisikan sebagai zat yang
tidak dapat diuraikan menjadi zat lain yang lebih
sederhana. Unsur besi tidak bisa diuraikan menjadi zat
lain, jika ukuran besi ini diperkecil, maka suatu saat
akan didapatkan bagian terkecil yang tidak dapat dibagi
lagi dan disebut dengan atom besi.
Unsur di alam dapat dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu unsur logam dan bukan logam (bukan logam).
Unsur logam umumnya berbentuk padat kecuali unsur
air raksa atau mercury (Hg), menghantarkan arus listrik
dan panas. Logam permukaannya mengkilat dapat
ditempa menjadi plat ataupun kawat. Saat ini kita lebih
mengenal dengan nama aliasnya, seperti unsur Ferum
dengan lambang Fe yang kita kenal dengan Besi. Aurum
dengan lambang Au adalah unsur Emas, dan Argentum
(Ag) untuk unsur Perak.
Unsur bukan logam memilki sifat yang berbeda seperti;
tidak dapat menghantarkan arus listrik, panas dan
bersifat sebagai isolator. Permukaan atau penampang
unsurnya tidak mengkilat kecuali unsur Karbon. Wujud
unsur ini berupa gas, sehingga tidak dapat ditempa.
Secara umum unsur bukan logam juga sudah kita kenal, Gambar 1.11. Bagan hubungan unsur
dan senyawa dalam proses
seperti Oksigen dengan lambang O, Nitrogen dengan
penguraian dan pembentukan
lambang N, dan unsur Sulfur dengan lambng S, dalam
istilah kita adalah Belerang.
Zat tunggal berupa senyawa didefinisikan sebagai zat
yang dibentuk dari berbagai jenis unsur yang saling
terikat secara kimia dan memiliki komposisi yang tetap.
Senyawa terdiri dari beberapa unsur, maka senyawa
dapat diuraikan menjadi unsur‐unsurnya dengan proses
tertentu. Contoh senyawa yang paling mudah kita
kenal adalah air. Senyawa air diberi lambang H2O.
Senyawa air terbentuk oleh dua jenis unsur yaitu unsur
Hidrogen (H) dan unsur Oksigen (O), dengan komposisi
2 unsur H dan satu unsur O. Gambar 1.11 menjelaskan
perbedaan unsur dan senyawa.
Di alam senyawa dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu senyawa Organik dan senyawa Anorganik,
pengelompokkan
didasari
pada
unsur‐unsur
pembentuknya, lihat Gambar 1.12.
Senyawa Organik didefinisikan sebagai senyawa yang
dibangun oleh unsur karbon sebagai kerangka
utamanya. Senyawa‐senyawa ini umumnya berasal dari
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Senyawa
Senyawa
Organik
Senyawa
Anorganik
Gambar 1.12. Pengelompokan
senyawa berdasarkan unsur
pembentuknya
8
makhkuk hidup atau yang terbentuk oleh makhluk
hidup (organisme).
Senyawa ini mudah kita jumpai seperti ureum atau urea
terdapat pada air seni (urin). Gula pasir atau sakarosa
yang banyak terdapat didalam tebu dan alkohol
merupakan hasil fermentasi dari lautan gula.
Senyawa Anorganik adalah senyawa‐senyawa yang
tidak disusun dari atom karbon, umumnya senyawa ini
ditemukan di alam, beberapa contoh senyawa ini
seperti garam dapur (Natrium klorida) dengan lambang
NaCl, alumunium hdroksida yang dijumpai pada obat
mag, memiliki lambang Al(OH)3. Demikian juga dengan
gas yang terlibat dalam proses respirasi yaitu gas
oksigen dengan lambang O2 dan gas karbon dioksida
dengan lambang CO2. Asam juga merupakan salah satu
senyawa anorganik yang mudah kita kenal misalnya
asam nitrat (HNO3), asam klorida (HCl) dan lainnya.
6.2. Campuran
Campuran adalah materi yang disusun oleh beberapa
zat tunggal baik berupa unsur atau senyawa dengan
komposisi yang tidak tetap. Dalam campuran sifat dari
materi penyusunnya tidak berubah.
Contoh sederhana dari campuran dapat kita jumpai di
dapur misalnya saus tomat. Campuran ini mengandung
karbohidrat, protein, vitamin C dan masih banyak zat‐
zat lainnya. Sifat karbohidrat, protein dan vitamin C
tidak berubah.
Campuran dapat kita bagi menjadi dua jenis, yaitu
campuran homogen dan campuran heterogen.
Campuran homogen adalah campuran serbasama yang
materi‐materi penyusunnya berinteraksi, namun tidak
membentuk zat baru. Untuk lebih jelasnya kita
perhatikan contohnya larutan gula dalam sebuah gelas.
Larutan ini merupakan campuran air dengan gula, jika
kita coba rasakan, maka rasa larutan diseluruh bagian
gelas adalah sama manisnya, baik yang dipermukaan,
ditengah maupun dibagian bawah. Campuran homogen
yang memiliki pelarut air sering disebut juga dengan
larutan lihat Gambar 1.13.
Campuran homogen dapat pula berbentuk sebagai
campuran antara logam dengan logam, seperti emas 23
karat merupakan campuran antara logam emas dan
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 1.13. Contoh campuaran
homogeny dan heterogen, A.
Larutan Kalium bikromat dan B. Susu
9
perak. Kedua logam tersebut memadu sehingga tidak
tampak lagi bagian emas atau bagian peraknya.
Campuran logam lain seperti perunggu, alloy, amalgam
dan lain sebagainya.
Campuran heterogen adalah campuran serbaneka,
dimana materi‐materi penyusunnya tidak berinteraksi,
sehingga kita dapat mengamati dengan jelas dari materi
penyusun campuran tersebut (Gambar 1.13).
Campuran heterogen tidak memerlukan komposisi yang
tetap seperti halnya senyawa, jika kita mencampurkan
dua materi atau lebih maka akan terjadi campuran.
Contoh yang paling mudah kita amati dan kita lakukan
adalah mencampur minyak dengan air, kita dapat
menentukan bagian minyak dan bagian air dengan
indera mata kita. Perhatikan pula susu campuran yang
kompleks, terdiri dari berbagai macam zat seperti
protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan E dan
mineral (Gambar 1.13).
7. Peran Ilmu Kimia
Pemabahasan ringkas tentang materi, wujud, sifat dan
perubahan dari materi serta energi merupakan ruang
lingkup pengkajian ilmu kimia. Saat ini perkembangan
ilmu kimia sangat pesat dan telah memberikan andil
yang sangat besar dalam kehidupan manusia.
Ilmu Kimia telah menghantarkan produk‐produk baru
yang sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Dalam kehidupan sehari‐hari banyak
produk yang telah kita pergunakan seperti, sabun,
deterjen, pasta gigi dan kosmetik. Penggunaan polimer
pengganti untuk kebutuhan industri dan peralatan
rumah tangga dari penggunaan bahan baku logam telah
beralih menjadi bahan baku plastik polivynil clorida
(PVC).Kebutuhan makanan juga menjadi bagian yang
banyak dikembangkan dari kemassan, makanan olahan
(Gambar 1.14) sampai dengan pengawetan.
Luasnya area pengembangan ilmu kimia, sehingga
keterkaitan antara satu bidang ilmu dengan bidang
ilmu lainnya menjadi sangat erat. Peran ilmu kimia
untuk membantu pengembangan ilmu lainnya seperti
pada bidang geologi, sifat‐sifat kimia dari berbagai
material bumi dan teknik analisisnya telah
mempermudah geolog dalam mempelajari kandungan
material bumi; logam maupun minyak bumi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 1.14. Produk olahan industri
pangan, susu, keju, gula pasir dan
asam cuka.
10
Pada bidang pertanian, analis kimia mampu
memberikan informasi tentang kandungan tanah
yang terkait dengan kesuburan tanah, dengan data
tersebut
para
petani
dapat
menetapkan
tumbuhan/tanaman yang tepat. Kekurangan zat‐zat
yang dibutuhkan tanaman dapat dipenuhi dengan
pupuk buatan, demikian pula dengan serangan hama
dan penyakit dapat menggunakan pestisida dan
Insektisida. Dalam bidang kesehatan, ilmu kimia
cukup
memberikan
kontribusi,
dengan
diketemukannya jalur perombakan makanan seperti
karbohidrat, protein dan lipid. Hal ini mempermudah
para ahli bidang kesehatan untuk mendiagnosa
berbagai penyakit. Interaksi kimia dalam tubuh
manusia dalam sistem pencernaan, pernafasan,
sirkulasi, ekskresi, gerak, reproduksi, hormon dan
sistem saraf, juga telah mengantarkan penemuan
dalam bidang farmasi khususnya penemuan obat‐
obatan (Gambar 1.15).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 1.15. Produk industri rumah
tangga berlapis teflon, gelas
polystiren, suplemen mineral,
suplemen makanan dan obat sakit
kepala dan flu.
11
RANGKUMAN
1. lmu Kimia ialah ilmu penngetahuan yang mempelajari
tentang materi meliputi susunan, struktur, sifat dan
perubahan materi, serta energi yang menyertainya.
2. Materi adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan
mempunyai massa.
3. Perubahan yang terjadi pada materi yaitu perubahan fisika
dan perubahan kimia.
4. Perubahan fisika yaitu perubahan yang tidak menghasilkan
materi baru, yang berubah bentuk dan wujud materi,
sedangkan perubahan kimia yaitu perubahan yang
menghasilkan materi baru
5. Materi dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu zat
tunggal dan campuran
6. Zat tunggal dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu unsur
dan senyawa.
7. Unsur zat yang tidak dapat diuraikan menjadi zat lain yang
lebih sederhana.
8. Senyawa didefinisikan sebagai zat yang dibentuk dari
berbagai jenis unsur yang saling terikat secara kimia dan
memiliki komposisi yang tetap.
9. Di alam terdapat dua macam senyawa yaitu senyawa organik
dan senyawa anorganik.
10. Senyawa organik adalah senyawa yang dibangun oleh unsur
karbon sebagai kerangka utamanya. Senyawa‐senyawa ini
umumnya berasal dari makhkuk hidup atau yang terbentuk
oleh makhluk hidup (organisme).
11. Senyawa anorganik senyawa‐senyawa yang tidak disusun dari
atom karbon, umumnya senyawa ini ditemukan di alam,
12. Campuran dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu
campuran homogen dan campuran heterogen.
13. Campuran homogen adalah campuran serbasama yang
materi‐materi penyusunnya berinteraksi, namun tidak
membentuk zat baru.
14. Campuran heterogen campuran serbaneka, dimana materi‐
materi penyusunnya tidak berinteraksi, sehingga kita dapat
mengamati dengan jelas dari materi penyusun campuran
tersebut.
15. Ilmu kimia berperan dalam peningkatan kesejahteraan
manusia dan perkembangan lain, misalnya dalam pemenuhan
kebutuhan lain, misalnya dalam pemenuhan kebutuhan
rumah tangga, kemajuan ilmu kedokteran, peningkatan
produktivitas pertanian, kemajuan teknologi, transportasi,
penegakan hukum, kelestarian lingkungan dan kemajuan
fotografi dan seni.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
12
UJI
KOMPETENSI
Pilihlah Salah satu jawaban yang paling tepat
1. Ruang lingkup kajian Ilmu Kimia adalah ….
a. Berat Jenis
b. Susunan materi
c. Sifat‐sifat materi
d. Perubahan materi
e. Perubahan energi
2. Berikut ini adalah contoh dari perubahan kimia.
a. Lilin meleleh
b. Melarutkan garam
c. Pembekuan air
d. Pembuatan kompos
e. Penguapan
3. Perubahan fisika ditunjukkan pada proses, kecuali ….
a. Penguapan
b. Pelarutan
c. Perkaratan
d. Pengembunan
e. Pengkristalan
4. Contoh peristiwa pengembunan terjadi pada proses ….
a. Nasi menjadi bubur
b. Lilin yang dipanaskan
c. Uap menjadi air
d. Kapur barus menjadi gas
e. Besi dipanaskan 1000oC
5. Contoh untuk campuran heterogen adalah
a. Larutan Garam
b. Larutan gula
c. Amalgam
d. Susu
e. Alloy
6. Campuran homogen yang menggunakan pelarut air disebut
dengan….
a. Senyawa
b. Unsur
c. Larutan
d. Alloy
e. Amalgam
7. Contoh unsur yang tepat adalah
a. Garam dapur
b. Gula
c. Amalgam
d. Alloy
e. Oksigen
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
13
UJI
KOMPETENSI
8.
Di bawah ini adalah contoh senyawa, kecuali…
a. Alkohol
b. Sakarosa
c. Hidrogen
d. Air
e. Garam dapur
9. Gas oksigen dengan lambang O2, merupakan ….
a. Senyawa
b. Unsur
c. Campuran homogen
d. Campuran heterogen
e. Salah semua
10. Senyawa air dengan dengan lambang H2O memiliki komposisi yang
tetap yaitu …
a. Satu unsur H dan satu unsur O
b. Dua unsur H dan dua unsur O
c. Dua unsur H dan satu unsur O
d. Satu unsur H dan dua unsur O
e. Campuran a dan b
Jawablah dengan singkat
1. Sebutkan sumbangan ilmu kimia dibidang industri makanan.
2. Sebutkan sumbangan ilmu kimia dibidang industri pertanian.
3. Sebutkan sumbangan ilmu kimia dibidang industri kesehatan.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
14
BAB 2. Unsur dan
Senyawa
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Memahami konsep penulisan
lambing unsur dan persamaan
reaksi
Memahami lambing unsur
Memahami rumus kimia
Menyetarakan persamaan reaksi
Tujuan Pembelajaran
2.1.
1.
Siswa mengenal materi dalam bentuk unsur yang ada di alam
2.
Siswa dapat menuliskan lambang unsur dengan benar
3.
Siswa dapat mengenal atom, ion dan molekul sebagai partikel zat yang ada di
alam
4.
Siswa dapat mengenal lambang senyawa dalam bentuk rumus kimia
5.
Siswa dapat mengetahui komposisi unsur dalam sebuah senyawa
6.
Siswa dapat membedakan rumus molekul dan rumus empiris
7.
Siswa dapat menyetarakan persamaan reaksi
Unsur
Dalam Bab 1, kita telah membahas tentang unsur dan
senyawa sebagai zat tunggal. Pada bab ini kita akan
membahas secara detil tentang unsur dan senyawa.
Unsur merupakan zat tunggal yang tidak dapat
diuraikan lagi menjadi zat‐zat lain yang lebih
sederhana dengan reaksi kimia biasa. Dalam
kehidupan sehari‐hari kita mudah menjumpai dan
mengenal unsur. Arang yang berwarna hitam, kita
jumpai pada sisa pembakaran, pinsil dan juga
digunakan sebagai eleektroda dalam batere, arang
adalah unsur karbon. Logam juga dapat kita jumpai
dalam bentuk perhiasan emas, perak dan platina.
Selain itu beberapa logam lain didapat dari barang
tambang yang ada di Indonesia seperti alumunium di
Asahan, timah di Bangka, besi di Sulawesi, tembaga di
Timika dan nikel di Soroako. Contoh unsur logam
cadmium, air raksa dan timah hitam disajikan pada
Gambar 2.1.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 2.1. Contoh unsur logam, A
unsur cadmium, B air raksa dan C
adalah timah hitam.
15
2.1.1. Nama unsur
Nama unsur yang kita kenal dalam bahasa Indonesia
belum tentu sama dengan nama unsur baku yang
ditetapkan oleh International Union of Pure and applied
Chemistry (IUPAC) yang kita kenal kadang‐kadang
berbeda, misalnya tembaga nama kimia yang menurut
IUPAC adalah Cuprum, demikian juga emas adalah
aurum.
Nama unsur diambil dari nama satu daerah seperti
germanium (Jerman), polonium (Polandia), Fransium
(Perancis), europium (Eropa), amerisium (Amerika),
kalifornium (Kalifornia), stronsium (Strontia, Scotlandia)
lihat Gambar 2.2. ilmuan yang berjasa didalam bidang
kimia juga digunakan seperti: einstenium (Einstein),
curium (Marie dan P Curie), fermium (Enrico Fermi),
nobelium (Alfred Nobel). Nama‐nama planet juga
diabadikan sebagai nama unsur seperti: uranium
(Uranus), plutonium (Pluto), dan neptunium (Neptunus).
Untuk beberapa unsur yang baru ditemukan, khususnya
untuk unsur dengan nomor 104 keatas mempergunakan
akar kata dari bilangan.
nil = 0, un = 1, bi = 2, tri = 3 quad =4, pent = 5, hex = 6,
sept = 7, okt = 8 dan enn = 9.
Untuk lebih jelasnya kita ambil contoh untuk unsur
dengan nomor 107 yaitu unnilseptium, yang berasal dari
bilangan 1 : un, bilangan 0 : nil, dan tujuh : sept serta +
ium, sehingga nama unsur tersebut adalah unilseptium
(Uns).
Penamaan
Unsur
Lokasi
Daerah
Nama
Ilmuan
Nama
Bilangan
Gambar 2.2. Aturan penamaan
unsur
2.1.2. Lambang Unsur
Kita sudah mengenal nama‐nama unsur, tentunya cukup
sulit jika kita menggunakan nama unsur dalam
mempelajari ilmu kimia, tentunya kita perlu melakukan
penyederhanaan agar lebih mudah diingat.
Pencetus ide lambang unsur adalah Jons Jacob Berzelius
pada tahun 1813. Dia mengusulkan pemberian lambang
kepada setiap unsur dengan huruf. Pemilihan lambang
unsur diambil dari huruf pertama (huruf besar atau
kapital) dari unsur tersebut. Perhatikan nama unsur
berikut, oksigen dilambangkan dengan huruf O (kapital),
carbon dengan C (kapital) dan nitrogen yang diberi
lambang dengan huruf N (kapital), Gambar 2.3.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 2.3. Penamaan lambang
unsur dengan menggunakan huruf
kapital dari nama unsurnya
16
Banyak nama unsur yang daiawali dengan huruf yang
sama misalnya hudrogen dengan hidrargirum, tidak
mungkin menggunakan satu huruf awal dari kedua unsur
tersebut. Sehingga penamaan unsur dapat dilambangkan
dengan menggunakan lebih dari satu huruf.
Penulisan dapat dilakukan dengan menggunakan huruf
kapital dari nam unsur sebagai huruf pertamanya,
dilanjutkan dengan menuliskan huruf kecil dari salah satu
huruf yang ada pada unsur tersebut. Untuk lebih
mudahnya kita ambil contoh di bawah ini unsur Zinc
dilambangkan dengan Zn dan cuprum dengan huruf Cu.
Beberapa kasus menarik terjadi, misalnya untuk unsur
argon dan argentums, kedua unsur ini memiliki huruf
pertama yang sama, dalam penamaannya huruf
keduanya menjadi pembeda. Untuk argon dilambangkan
dengan Ar, sedangkan argentum dilambangkan dengan
Ag, perhatikan Gambar 2.4. Kasus lainnya adalah unsur
cobalt, dilambangkan dengan huruf Co, jika kita tidak
hati‐hati dalam penulisannya dan ditulis dengan CO yang
berarti gas carbon monoksida.
Argon
Ar
Argentum
Ag
Gambar 2.4. Pelambangan unsur
menggunakan dua huruf dari nama
unsur tersebut
2.1.3. Unsur dialam
Unsur di alam cukup melimpah, berdasarkan jenisnya maka unsur dapat kita kelompokkan
menjadi dua jenis yaitu unsur logam dan unsur bukan logam.
Unsur logam mudah dikenali dengan ciri‐ciri; permukaannya mengkilat, berbentuk padat,
kecuali air raksa (Hg) yang berbentuk cair. Unsur logam mudah ditempa dapat menjadi plat
atau kawat dan memiliki kemampuan menghantar arus listrik atau konduktor.Unsur logam
banyak terdapat di bumi kita dan beberapa contaoh disajikan dalam di bawah ini.
Tabel 2.1. Daftar unsur logam yang mudah kita temukan
Nama
Lambang
Nama lain
Ferum
Fe
Besi atau Iron
Hydrargirum
Hg
Air raksa atau Mercury
Cuprum
Cu
Tembaga atau Copper
Plumbum
Pb
Timah hitam atau Lead
Argentum
Ag
Perak atau Silver
Kalium
K
Potassium
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
17
Unsur bukan logam umumnya di alam terdapat dalam
wujud padat atau gas, unsur ini tidak dapat
menghantarkan arus listrik dan juga panas (isolator),
dalam wujud padat tidak dapat ditempa dan juga tidak
mengkilat.
Untuk unsur bukan logam yang berwujud padat
ditemukan dalam bentuk unsurnya, misalnya silicon
dalam bentuk Si dan carbon dalam bentuk C. Selain itu
juga ditemukan dalam bentuk senyawa seperti; unsur
fosforus ditemukan dalam bentuk P4, dan unsur Sulfur
atau belerang ditemukan dalam bentuk S8. Molekul unsur
untuk fosforus dan sulfur disebut juga dengan molekul
poilatomik, karena dibentuk oleh lebih dari dua atom
yang sejenis perhatikan Gambar 2.5.
Untuk yang berwujud gas, umumnya tidak dalam
keadaan bebas sebagai unsurnya namun berbentuk
molekul senyawa, misalnya unsur oksigen dialam tidak
pernah ditemukan dalam bentuk O, tetapi dalam bentuk
gas oksigen atau O2, demikian pula dengan nitrogen
dalam bentuk N2 dan klor dalam bentuk Cl2. Molekul
unsur untuk oksigen, nitrogen dan klor disebut juga
dengan molekul diatomik atau molekul yang dususun
oleh dua atom yang sejenis, lihat Gambar 2.5.
Unsur
Bebas
Senyawa
Carbon (C)
Silicon (Si)
Argon (Ar)
Neon (Ne)
Diatomik
Poliatomik
Oksigen O2
Nitrogen N2
Klor Cl2
Fosforus P4
Sulfur S8
Gambar. 2.5. Bagan
pengelompokan unsur bukan
logam di alam
Beberapa Unsur logam dengan bentuk dan keberadaannya di alam disajikan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Daftar unsur bukan logam yang mudah kita temukan
Nama
Lambang
Di alam sebagai
Hidrogen
H
Unsur
‐
Oksigen
O
‐
O2
Nitrogen
N
‐
N2
Belerang
S
‐
S8
Posfor
P
‐
P4
Argon
Ar
Ar
‐
Carbon
C
C
‐
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Senyawa
H2
18
2.1.4. Atom
Jika unsur kita potong kecil, dan dihaluskan maka suatu
saat kita akan mendapatkan bagian (partikel) yang
terkecil, dan sudah tidak tampak oleh mata kita, bagian
terkecil dari sebuah dikenal dengan istilah atom.
Walaupun tidak terlihat oleh mata kita, namun
keberadaan atom sudah terbukti. Untuk mempermudah
kita analogikan dengan kejadian berikut ini. Jika kita
melemparkan sebuah kelereng ke lapangan sepakbola,
tentu kita sulit melihat kelereng tersebut. Suatu saat kita
dapat melihat adanya kelereng tersebut, ketika ada
kilauan yang tampak oleh mata kita akibat kelereng
memantukan cahaya matahari. Dengan kata lain
keberadaan kelereng diketahui karena adanya sifat
dimana kelereng dapat memantulkan cahaya.
Demikian pula dengan atom, dengan kemajuan teknologi
sifat atau ciri khas atom diketahui, sehingga atom dapat
ditemukan. Saat ini telah ditemukan mikroskop elektron,
dengan mikroskop ini kita dapat mengamati atom.
Sebuah inti atom memiliki ukuran sekitar 1 Fermi, lihat
Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Ukuran atom dari
unsur Helium
Pengertian atom sebagai partikel terkecil yang tidak
dapat dipecah lagi, pertama kali dikemukakan oleh
seorang ahli filsafat Yunani Leukippos dan Deumokritus
yang hidup pada abad ke‐4 sebelum Masehi (400 – 370
SM).
Pendapat Leukippos dan Deumokritus selanjutnya
dikembangkan oleh John Dalton, pada tahun 1805
mengajukan teori menyatakan bahwa;
1. Setiap materi tersusun atas partikel terkecil yang
disebut atom.
2. Atom tidak dapat dipecah lagi menjadi partikel
yang lebih kecil dengan sifat yang sama.
3. Atom‐atom dari unsur tertentu mempunyai sifat
dan massa yang identik. Unsur‐unsur yang
berbeda memiliki atom‐atom yang massanya
berbeda, perhatikan Gambar 2.7 sebagai ilustrasi
atom menurut John Dalton.
Selanjutnya para ilmuan melanjutkan penelitian yang
terfokus pada massa atom. Hasil penelitian terakhir
menunjukan bahwa setiap unsur terdapat dalam
beberapa bentuk isotop, dan hanya atom isotop yang
sama yang identik.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 2.7. Setiap Unsur disusun
oleh atom‐atom yang identik,
unsur disusun oleh atom A yang
identik, demikian pula dengan
unsur B
19
2.1.5. Ion
Unsur logam di alam dapat berupa unsur bebas dan
dapat berbentuk senyawa. Beberapa unsur logam
berbentuk bebas sudah kita bahas sebelumnya
seperti emas, perak, platina dan lainnya.
Kenyataannya banyak unsur logam di alam
ditemukan dalam bentuk senyawa, seprti besi yang
ditemukan dalam bentuk besi oksida (Fe2O3), kalsium
dalam bentuk kapur atau CaCO3.
Senyawa Fe2O3, merupakan gabungan dari atom
atau kumpulan yang bermuatan, baik yang
bermuatan positif atau bermuatan negatif. Dalam hal
ini atom besi bermuatan positif, sedangkan oksigen
bermuatan negatif.
Atom atau kumpulan atom yang bermuatan disebut
juga dengan ion, berdasarkan jenis muatannya
dibedakan sebagai kation yaitu ion bermuatan positif
dan anion adalah ion yang bermuatan negatif.
Pembuktian bahwa senyawa mengandung dilakukan
dengan melarutkan senyawa kedalam air, misal
melarutkan NaCl, maka senyawa tersebut terurai
atau terionisasi menjadi ion‐ionnya, NaCl terurai
menjadi Na+ dan Cl‐, untuk lebih mudahnya lihat
Gambar 2.8.
2.2.
Senyawa
2.2.1. Senyawa di alam
Dalam kehidupan sehari‐hari kita mendapatkan
senyawa kimia dalam dua golongan yaitu senyawa
organik dan senyawa anorganik. Senyawa organik
dibangun oleh atom utamanya karbon, sehingga
senyawa ini juga dikenal dengan istilah hidrokarbon.
Senyawa hidrokarbon banyak terdapat di alam dan
juga pada makhluk hidup, dimulai dari bahan bakar
sampai dengan molekul yang berasal atau ditemukan
dalam makhluk hidup seperti karbohidrat, protein,
lemak, asam amino dan lain‐lain. Senyawa‐senyawa ini
akan dibahas secara detil pada bab selanjutnya.
Senyawa anorganik merupakan senyawa yang disusun
oleh atom utama logam, banyak kita jumpai pada zat
yang tidak hidup, misalnya tanah, batu‐batuan, air laut
dan lain sebagainya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 2.8. Senyawa NaCl terurai
menjadi ion‐ion, sebagai bentuk
bahwa ion ada di alam
20
Senyawa anorganik dapat diklasifikasikan sebagai
senyawa bentuk oksida asam basa dan bentuk garam
lihat Gambar 2.9.
Senyawa oksida merupakan senyawa yang dibentuh oleh
atom oksigen dengan atom lainnya. Keberadaan atom
oksigen sebagai penciri senyawa oksida.
Berdasarkan unsur pembentuk senyawa oksida senyawa
oksida dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
senyawa oksida logam dan oksida bukan logam,
penggolongan ini disederhanakan pada Gambar 2.10.
Senyawa oksida logam merupakan senyawa yang dapat
larut dalam air membentuk larutan basa. Di alam banyak
ditemukan senyawa oksida, umumnya berupa bahan
tambang. Dalam table 2.3 disajikan beberapa contoh
senyawa oksida logam.
Senyawa
Organik
Anorganik
Oksida
Asam
Basa
Tabel 2.3 Contoh dan penamaan oksida logam
Nama
Lambang
Logam pembentuk
Kalsium Oksida
CaO
Logam kalsium
Natrium Oksida
Na2O
Natrium
Magnesium Oksida
MgO
Magnesium
Garam
Gambar 2.9. Klasifikasi senyawa
anorganik
Senyawa oksida bukan logam adalah senyawa yang
dibentuk dari unsur bukan logam dengan oksigen,
misalnya antara unsur nitrogen dengan oksigen. Senyawa
oksida bukan logam dapat larut dalam air membentuk
larutan asam.
Beberapa senyawa oksida bukan logam biasanya
berbentuk gas, dalam Tabel 2,4 dibawah ini disajikan
beberapa contoh senyawa oksida bukan logam.
Tabel 2.4 Contoh dan penamaan oksida bukan logam
Nama
Lambang
Keterangan
Karbon monoksida
CO
1 oksigen
Karbon dioksida
CO2
2 oksigen
Difosfor pentaoksida
P2O5
2 fosfor, 5 oksigen
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Senyawa
oksida
Oksida
logam
Oksida
bukan logam
Gambar 2.10. Penggolongan
senyawa oksida
21
Senyawa asam, adalah senyawa yang memiliki sifat‐sifat
seperti, rasanya masam, dapat menghantarkan kan arus
listrik, dalam bentuk cair terionisasi dan menghasilkan
Tabel. 2.5. Asam yang dibentuk dari
ion hidrogen dan sisa asam.
Unsur H, unsur bukan logam dan
Berdasarkan unsur‐unsur pembentuknya terdapat tiga
unsur O.
jenis asam, pertama asam yang dibentuk oleh unsur H,
unsur bukan logam dan unsur O, kedua asam asam yang
Nama Lambang
Unsur
dibentuk oleh unsur H dengan unsur halogen lebih
asam
pembentuk
dikenal dengan asam halida dan yang ketiga asam pada
senyawa organik yang disebut dengan karboksilat.
Asam
H3PO4
3 unsur H
Beberapa contoh asam dengan jenis pertama seperti
asam karbonat (H2CO3), yang disusun oleh 2 unsur H, 1
unsur C dan 3 unsur O. Jika asam ini terionisasi
dihasailkan ion 2H+ dan ion CO32‐. Contoh asam lainnya
seperti asam fosfat, dan nitrat seperti pada Tabel 2.5.
fosfat
Asam
nitrat
HNO3
Untuk mengetahui asam halida, kita perlu mengetahui
unsur‐unsur halogen yaitu unsur Flor, Klor, Brom, Iod dan
lainnya. Asam halida, dapat terbentuk jika unsur
berikatan dengan unsur Flor, Klor, Brom, atau Iod.
Penamaannya dilakukan dengan memulai dengan kata
asam dengan kata dari unsur halogen ditambahkan kata
ida. Contoh untuk senyawa asam HF, namanya menjadi
asam florida. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh
asam ini pada Tabel 2.6.
Asam
sulfat
H2SO4
1 unsur P
4 unsur O
1 unsur H
1 unsur N
3 unsur O
2 unsur H
1 unsur S
4 unsur O
Tabel. 2.6. Asam yang dibentuk dari
Untuk asam organik adalah senyawa karbon yang unsur H, dengan unsur halogen
memiliki karboksilat (COOH), dimana senyawa organik
merupakan senyawa yang memiliki kerangka atom
Nama
Lambang
Unsur
karbon. Senyawa asam organik yang paling sederhana
asam
halogen
adalah H‐COOH dikenal dengan asam formiat. yang
Asam
HCl
Klor (Cl)
memiliki satu atom karbon pada karboksilat disebut
klorida
dengan asam asetat, penulisan dapat dilakukan dengan
Brom (Br)
mengganti unsur H‐nya saja sehingga H3C‐COOH. Untuk
Asam
HBr
lebih mudahnya kita perhatikan contoh asam‐asam
bromida
organik yang disajikan pada Tabel 2.7.
Iod (I)
Asam
HI
Senyawa basa, merupakan senyawa yang dibentuk oleh
iodida
unsur logam dan dengan gugus hidroksida (OH).
Senyawa basa dapat dikenali karena memiliki beberapa
sifat yang khas; terasa pahit atau getir jika dirasakan, di
kulit dapat menimbulkan rasa gatal panas. Larutan basa
dapat menghantarkan arus listrik, karena mengalami
ionisasi. Hasil ionisasi berupa ion logam dan gugus OH‐.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
22
Tabel 2.7 Contoh dan penamaan oksida bukan logam
Nama
Lambang
Nama lain
Keterangan
Asam formiat
H‐COOH
Hydrogen karboksilat
Memiliki H
Asam asetat
H3C‐COOH
Metil karboksilat
Memiliki CH3
Asam propanoat
H5C2‐COOH
Etil karboksilat
Memiliki C2H5
Asam butanoat
H7C3‐COOH
Propil karboksilat
Memiliki C3H7
Beberapa senyawa basa yang mudah kita temukan seperti soda api atau Natrium hidroksida
atau NaOH. Dalam larutan terionisasi menjadi Na+ dan OH‐, contoh senyawa basa lainnya
pada Tabel 2.8.
Tabel. 2.8. Senyawa basa dan penamaannya.
Logam
Lambang senyawa
Nama senyawa
Mg
Na
K
Al
Mg(OH)2
NaOH
KOH
Al(OH)3
Magnesium hidroksida
Natrium hidroksida
Kalium hidroksida
Alumunium hidroksida
Senyawa garam, adalah senyawa yang
dibentuk oleh unsur logam dan sisa
asam. Senyawa garam memiliki rasa asin,
dalam keadaan larutan senyawa ini dapat
menghantarkan arus listrik kerena terjadi
ionisasi. Senyawa garam NaCl, terionisasi
menjadi ion Na+ dan ion sisa asam Cl‐.
Lihat Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Senyawa garam, ionnya dan namanya.
Nama Garam
Lambang
Ion penyusun
Kalium iodida
KI
K+ dan I‐
Kalsium karbonat
CaCO3
Ca2+ dan CO32‐
Litium sulfat
Li2SO4
2 Li+ dan SO42‐
2.2.2. Molekul
Molekul memiliki pengertian seperti halnya atom,
yaitu partikel terkecil dari suatu senyawa. Jika suatu
senyawa disusun oleh satu atau beberapa unsur,
maka molekul tersusun dari satu atau beberapa
atom.
Untuk senyawa yang disusun oleh satu unsur disebut
dengan molekul unsur, ditunjukkan oleh senyawa
diatomik seperti senyawa H2, dan O2. Sebuah molekul
gas oksigen (O2) terdiri atas dua atom oksigen.
Sedangkan senyawa yang disusun oleh beberapa
unsur, bagian terkecilnya disebut dengan molekul
senyawa, molekul semacam ini ditemui pada
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
23
senyawa heteroatomik, seperti H2O, dan P2O5,
N2O3. Kita ambil contoh molekul air, setiap satu
molekul air tersusun dari satu atom oksigen dan
dua atom hydrogen, perhatikan Gambar 2.11.
2.2.3. Komposisi Senyawa
Senyawa didefinisikan sebagai zat yang dibentuk dari
berbagai jenis unsur yang saling terikat secara kimia
dan memiliki komposisi yang tetap. Dari definisi di
atas, kita dapat memahami bahwa sebuah senyawa
hanya dapat terjadi jika komposisi senyawa tersebut
tetap dan tepat. Kesimpulan ini diambil dari
serangkaian percobaan antara gas hidrogen dengan Gambar 2.11. Perbedaan molekul
senyawa dan molekul unsur
gas oksigen.
Empat percobaan dilakukan dengan menggunakan
massa gas hydrogen sebanyak 1, 1, 2 dan 2 gram,
sedangkan gas oksigen yang dipergunakan adalah
8,16,8 dan 16 gram. Percobaan dan hasilnya
disederhanakan Tabel 2.10.
abel 2.10. Percobaan dan hasil percobaan antara gas hidrogen dan oksigen
No
Massa zat sebelum bereaksi
Massa zat sesudah bereaksi
Hidrogen
Oksigen
Air
Sisa zat
1
1 gram
8 gram
9 gram
‐
2
1 gram
16 gram
9 gram
8 gram Oksigen
3
2 gram
8 gram
9 gram
1 gram Hidrogen
4
2 gram
16 gram
18 gram
‐
Dari eksperimen, pada percobaan pertama dengan data
baris pertama; molekul air yang terjadi memiliki massa 9
gram, dengan komposisi massa 1 gram hidrogen dan 8
gram oksigen. Pada baris kedua dan ketiga air yang terjadi
tetap 9 gram, yang berasal 1 gram hidrogen dan 8 gram
oksigen. Kelebihan massa dari salah satu unsur, tidak
dipergunakan sehingga terjadi sisa. Pada baris ke empat, air
yang terbentuk 18 gram yang berasal dari 2 gram hidrogen
dan 16 gram oksigen, pada percobaan ke empat rasio massa
hidrogen dan oksigen sama dengan percobaan pertama
yaitu 1 : 8 untuk hidrogen dan oksigen dalam membentuk
senyawa air.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
24
Dari eksperimen ini di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa perbandingan massa unsur‐
unsur dalam suatu senyawa adalah tetap.
Pernyataan ini dikenal dengan hokum perbadingan
tetap yang diajukakan oleh Proust dan sering
disebut juga dengan Hukum Proust.
2.2.4. Rumus Kimia
Kita telah membahas senyawa kimia, baik dari sisi
lambang senyawa kimia, sampai dengan komposisi
massa dari unsur penyusunnya yang selalu tetap.
Lambang seyawa kimia HNO3, P2O5 dan H2O adalah
rumus kimia suatu zat.
Rumus kimia menyatakan jenis dan jumlah relatif
unsur atau atom yang menyusun suatu zat, dengan
kata lain rumus kimia memberikan informasi tentang
jenis unsur dan jumlah atau perbandingan atom‐
atom unsure penyusun zat.
Penulisan rumus kimia dilakukan dengan
menyatakan lambang unsur dan angka indeks.
Lambang unsur menunjukkan jenis unsur dan angka
indeks menyatakan jumlah unsur yang menyusun
senyawa tersebut. Untuk itu kita ambil contoh
rumus kimia untuk asam sulfat yaitu H2SO4. Dari
rumus kimia ini kita dapatkan informasi :
1. Unsur penyusunnya adalah Hidrogen (H),
Sulfur (S), dan Oksigen.
2. Banyak unsur penyusun asam sulfat adalah;
2 unsur H, 1 unsur S dan 4 unsur O.
3. Jika hanya terdapat satu unsur, maka indeks
tidak perlu dituliskan.
Contoh lain pengertian dari rumus kimia disajikan
pada Gambar 2.12.
2.2.4.1. Rumus Molekul
Rumus kimia dapat dibagi menjadi dua yaitu rumus
molekul dan rumus empiris. Pembagian ini terkait
dengan informasi yang dikandungnya.
Rumus molekul adalah rumus kimia yang
memberikan informasi secara tepat tentang jenis
unsur pembentuk satu molekul senyawa dan jumlah
atom masing‐masing unsur. Misalnya satu molekul
senyawa glukosa dengan rumus molekul C6H12O6,
tersusun atas unsur karbon, hidrogen, dan oksigen.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 2.12. Contoh rumus kimia yang
memberikan jenis unsur dan jumlah
unsur penyusunnya
25
Banyaknya atom penyusun satu molekul glukosa
adalah 6 atom karbon (C), 12 atom Hidrogen (H) dan
6 atom Oksigen (O).
Perhatikan contoh lainya, misalnya Vanili C8H8O3
yang juga memiliki unsure penyusun yang sama
dengan glukosa, tatapi jumlah atom penyusunnya
berbeda.
Vanili mengandung 8 atom karbon, 8 atom
hidrogen, dan 3 atom oksigen. Akibat perbedaan
jumlah atom penyusunnya maka gula dengan vanili
memiliki sifat berbeda. Contoh lainnnya adalah
Asam cuka yang sering dipergunakan untuk
memassak. Asam cuka memiliki rumus C2H4O2,
unsur‐unsur penyusunnya sama dengan glukosa,
vanili. Sifat dari ketiga zat ini sangat berbeda, untuk
asam cuka komposisi dari atom‐atom penyusunnya
adalah 2 atom karbon, 4 atom H dan 2 atom O.
Contoh lainnya lihat Tabel 2.11.
2.2.4.2. Rumus Empiris
Rumus empiris adalah rumus kimia yang
menyatakan rasio perbandingan terkecil dari atom‐
atom pembentuk sebuah senyawa.
Untuk lebih mudah membedakan antara rumus
molekul dan rumus empiris, kita bahas contoh
untuk senyawa glukosa dan asam cuka. Glukosa
memiliki
rumus
molekul
C6H12O6
yang
mengindikasikan bahwa rasio C : H : O adalah 6 : 12
: 6. Rasio ini dapat kita sederhanakan kembali
misalnya kita bagi dengan angka 6, maka rasionya
menjadi 1 : 2 : 1, Rasio ini adalah rasi terkecil. Jika
kita tuliskan rasio ini, maka rumus kimia yang kita
dapat adalah CH2O, rumus ini disebut dengan
rumus empiris.
Kita ambil contoh kedua, yaitu asam cuka dengan
rumus molekul C2H4O2, dengan mudah kita katakan
bahwa rasio terkecilnya 1 : 2 : 1, sehingga rumus
empirsnya adalah CH2O. Menarik bukan? bahwa
glukosa dan asam cuka memiliki rumus empiris
yang sama.
Ingat, bahwa rumus empiris bukan menyatakan
sebuah senyawa atau zat. Rumus empiris hanya
memberikan informasi rasio paling sederhana dari
sebuah molekul.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 2.11. Contoh rumus molekul
untuk zat‐zat yang ada dalam
lingkungan sekitar kita
Senyawa
Asam
asetat
Asam
askorbat
Aspirin
Rumus
molekul
CH3COOH
C6H8O6
C9H8O4
Kegunaan
Cuka
(makanan)
Vitamin C
(Kesehatan)
Penghilang
rasa sakit
(obat)
26
Kasus menarik untuk Vanili C8H8O3, komposisi atom penyusunnya
adalah C, H dan O, dengan rasio 8 : 8 : 3, rasio ini tidak dapat kita
sederhanakan lagi sehingga untuk kasus vanili rumus molekulnya
sama dengan rumus empirisnya. Kasus ini juga terjadi pada
senyawa air H2O, dimana perbandingan antara atom H dan O nya
sudah merupakan rasio terkecil. Demikian pula dengan karbon
dioksida CO2, juga sudah memiliki rasio rasio terkecil. Untuk
kedua zat ini rumus molekul sama dengan rumus empirisnya.
Pada table 2.13 disajikan beberapa contoh rumus molekul dan
rumus empirisnya dari beberapa senyawa.
Tabel. 2.13. Rumus molekul, empiris dan rasio atom penyusunnya
2.3.
Nama senyawa
Rumus
molekul
Rasio atom
penyusunnya
Rasio atom
terkecil
Rumus
empiris
Butana
C4H10
C:H = 4:10
C:H = 2:5
C2H5
Butena
C4H8
C:H = 4:8
C:H = 1:2
CH2
Butanoat
C4H8O2
C:H:O = 4:8:2
C:H:O = 2:4:1
C2H4O
Etanol
C2H6O
C:H:O = 2:6:1
C:H:O = 2:6:1
C2H6O
Aspirin
C9H8O4
C:H:O = 9:8:4
C:H:O = 4:8:4
C9H8O4
Air
H2 O
H:O=2:1
H:O=2:1
H2O
Karbon dioksida
CO2
C:O=1:2
C:O=1:2
CO2
Persamaan reaksi
Setiap perubahan kimia yang terjadi, misalnya kertas
terbakar, besi berubah menjadi berkarat atau yang
lainnya, harus dapat kita tuliskan secara sederhana
agar dapat dengan mudah dimengerti. Oleh sebab itu
perubahan‐perubahan kimia diubah menjadi
persamaan reaksi.
Persamaan reaksi didefinisikan sebagai penulisan
suatu reaksi atau perubahan kimia yang mengacu
pada hukum‐hukum dasar kimia.
Penulisan
persamaan
reaksi
memberikan
kesederahanaan tentang sebuah reaksi. Misalnya jika
kita mereaksikan antara larutan timah hitam nitrat
dengan kalium iodida (Gambar 2.13). Persamaan
reaksinya dapat dituliskan dengan tanda‐tanda yang
menyertainya seperti dibawah ini :
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar. 2.13. Mereaksikan Timah
hitam nitrat dengan kalium iodida dan
membentuk endapan kunin
27
Pb(NO3)2(aq) + 2Kl(aq) Š Pbl2(s) + 2KNO3(aq)
Penyederhanaan menggunakan istilah‐istilah seperti;
+ (ditambah) “bereaksi dengan”
Š (tanda panah) yang dibaca “menghasilkan”
dan keterangan tentang zat‐zat yang terlibat dalam
reaksi kimia adalah;
(s) padatan (s = solid),
(g) gas (g = gas),
(l) cairan atau leburan (l = liquid),
(aq) terlarut dalam air (aq = aquous).
Bagan. 2.14. Bagan reaksi yang
menyatakan zat sebelum dan sesudah
reaksi
Persamaan reaksi di atas, dibaca dengan “Pb‐nitrat
yang terlarut dalam air bereaksi dengan kalium
iodida yang terlarut dalam air menghasilkan Pb‐
iodida berbentuk endapan dan kalium nitrat yang
terlarut dalam air.
2.3.1. Penyetaraan reaksi kimia
Dasar untuk penyetaraan reaksi kimia adalah
hokum kekalan massa yang diajukan oleh Lavoiser,
dan dinyatakan”Dalam sebuah reaksi, massa zat‐zat
sebelum bereaksi sama dengan massa zat sesudah
bereaksi”. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa
tidak ada massa yang hilang selama berlangsung
reaksi.
Dalam persamaan reaksi kimia terdapat dua
daerah, daerah dimana zat sebelum bereaksi di
sebelah kiri tanda panah dan daerah dimana zat
telah bereaksi di sebelah kanan tanda panah. Untuk
lebih mudahnya perhatikan bagan reaksi 2.14.
Di kedua daerah tersebut, kita akan mendapatkan
informasi bahwa zat sebelum dan sesudah reaksi
adalah sama, kesamaan ini dapat ditunjukkan
dengan kesetaraan jumlah atom, atau jumlah
massa. Contoh di bawah ini dapat menjelaskan
informasi apa saja yang kita dapat dari sebuah
persamaan reaksi
C + O2 → CO2
Persamaan reaksi ini benar jika jumlah atom karbon
di sebelah kiri tanda panah (sebelum bereaksi) sama
dengan jumlah atom sebelah kanan tanda panah
(sesudah reaksi). Demikian pula dengan atom
Oksigen sebelum dan sesudah reaksi adalah sama.
Lihat bagan reaksi 2.15.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 2.15. Bagan reaksi menjelaskan
komposisi jumlah atom di sebelah kiri
dan kanan tanda panah
28
Dari gambar tampak bahwa jumlah atom C di
sebelah kiri dan kanan adalah sama, sebanyak 1
buah. Demikian pula untuk atom O jumlahnya sama
yaitu 2 buah. Dengan demikian persamaan reaksi ini
sudah benar.
Bagan 2.16. Bagan reaksi yang
menggambarkan kesetaraan massa
dari atom C dan O di sebelah kiri dan
kanan tanda panah
Informasi lain adalah jumlah massa Karbon dan
Oksigen sebelum dan sesudah reaksi adalah sama,
misalnya terdapat 12 gram karbon dan 32 gram
oksigen sebelum bereaksi, berdasarkan kesetaraan
jumlah atom yang sama, maka secara otomatis
jumlah zat yang terjadi juga memiliki komposisi
massa yang sama. Senyawa CO2, mengandung 12
gram C dan 32 gram O, perhatikan persamaan reaksi
pada bagan reaksi 2.16.
Umumnya persamaan reaksi dituliskan belum
sempurna, dimana jumlah atom sesudah dan
sebelum bereaksi belum sama seperti :
N2 + H2 → NH3
Jumlah atom N sebelah kiri tanda panah sebanyak 1
buah, di sebelah kanan tanda panah 1 buah,
sehingga yang di sebelah kanan tanda panah
dikalikan 2. Akibat perkalian ini jumlah atom H di
sebelah kan menjadi 6 buah, sedangkan di sebelah
kiri terdapat 2 buah. Untuk menyetarakan jumlah
atom H, maka atom H sebelah kiri dikalikan 3. Lihat
bagan reaksi 2.17.
Angka
pengali
yang
dipergunakan
untuk
menyetarakanan reaksi, selanjutnya dimasukan ke
dalam persamaan reaksi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 2.17. Bagan reaksi yang
menggambarkan tahap penyetaraan
persamaan reaksi pembentukan NH3
29
RANGKUMAN
1.
2.
3.
4.
Unsur merupakan zat tunggal yang tidak dapat diuraikan lagi
menjadi zat‐zat lain yang lebih sederhana dengan reaksi kimia
biasa.
Nama unsur diambil dari berbagai macam nama seperti nama
benua/daerah, nama tokoh, nama negara dan juga nama planet.
Lambang unsur ditetapkan oleh International Union of Pure and
Applied Chemistry (IUPAC).
Unsur di alam dapat berbentuk unsur bebas dan dapat berbentuk
6.
senyawa.
Dalam bentuk senyawa unsur dapat berupa senyawa diatomik
seperti H2, O2 dan lainhya.
Partikel penyusun materi dapat berbentuk atom, molekul, atau
7.
8.
9.
ion.
Atom merupakan partikel terkecil yang tidak dapat dipecah lagi.
Molekul merupakan partikel terkecil dari suatu senyawa.
Ion adalah suatu atom atau kumpulan atom yang bermuatan
5.
listrik.
10. Ion yang bermuatan positif disebut dengan kation, sedangkan
yang bermuatan negatif disebut dengan anion.
11. Perbandingan massa unsur‐unsur dalam suatu senyawa adalah
tetap.
12. Senyawa dialam diklasifikasikan menjadi senyawa organik dan
senyawa anorganik.
13. Senyawa organik adalah senyawa yang disusun oleh karbon
sebagai kerangka utamanya.
14. Senyawa anorganik, senyawa yang tidak disusun oleh atom
karbon sebagai kerangka utamanya.
15. Beberapa contoh senyawa anorganik yang mudah ditemukan
adalah senyawa oksida, asam, basa dan garam.
16. Senyawa oksida adalah senyawa yang dibentuk oleh unsur logam
dan bukan logam dengan oksigen.
17. Ada tiga jenis asam, yang pertama dibentuk oleh unsur H, unsur
bukan logam dan unsur O. kedua asam asam yang dibentuk oleh
unsur H dengan unsur halogen lebih dikenal dengan asam halida
dan yang ketiga asam pada senyawa organik yang disebut dengan
karboksilat.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
30
18. Senyawa basa, merupakan senyawa yang dibentuk oleh unsur
logam dan dengan gugus hidroksida (OH).
19. Rumus kimia suatu zat memuat informasi tentang jenis unsur dan
jumlah atau perbandingan atom‐atom unsur penyusun zat.
20. Rumus molekul merupakan gabungan lambang unsur yang
menunjukkan jenis unsur pembentuk senyawa dan jumlah atom
masing‐masing unsur.
21. Rumus empiris adalah rumus kimia yang menyatakan
perbandingan atom‐atom yang paling kecil.
22. Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa massa zat sebelum
reaksi sama dengan setelah reaksi.
23. Pada persamaan reaksi sebelah kiri tanda panah adalah zat yang
bereaksi dan sebelah kanan tanda panah adalah produk atau zat
yang bereaksi.
24. Persamaan reaksi memberikan informasi tentang zat sebelum
dan sesudah reaksi adalah sama, kesamaan ini dapat ditunjukkan
dengan kesetaraan jumlah atom, atau jumlah massa.
25. Langkah‐langkah menyetarakan reaksi:
a. Tulis persamaan reaksinya
b. Tetapkan daerah sebelah kiri dan kanan tanda panah
c. Hitung jumlah atom sebelah kiri, dan setarakan atom di
d.
e.
f.
sebelah kanannya
Jika belum setara kalikan dengan sebuah bilangan agar
setara
Gunakan bilangan tersebut sebagai koofisien
Tuliskan kembali
koofisiennya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
persamaan
reaksi
lengkap
dengan
31
UJI
KOMPETENSI
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Zat di bawah ini adalah sebuah unsur…
a. Grafit
b. Udara
c. Perunggu
d. Perak
e. Bensin
Contoh zat yang merupakan senyawa adalah ...
a. Emas
b. Platina
c. Argon
d. Alkohol
e. Natrium
Zat yang merupakan campuran air kecuali........
a. Air laut
b. Air jeruk
c. Air suling
d. Air Ledeng
e. Air susu
Contoh molekul senyawa adalah didapat dari…
a. SO2
b. SO3
c. CO2
d. CO
e. O2
Contoh senyawa oksida logam adalah…
a. SO2
b. SO3
c. CO2
d. CO
e. Na2O
Atom atau kumpulan atom yang bermuatan neagtif adalah
a. Keton
b. Kation
c. Anion
d. Lion
e. Ion
Ciri senyawa asam adalah mengandung ion bermuatan positif
dari atom ……
a. Atom Fe
b. Atom Cu
c. Atom H
d. Atom O
e. semua benar
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
32
8.
Pasangan unsur yang tergolong unsur logam adalah...........
a. Karbon dan arsen
b. Kalsium dan silikon
c. Belerang dan kromium
d. Perak dan magnesium
e. Kalium dan fospor
9. Senyawa basa mengandung gugus..........
a. hidroksida
b. oksida
c. klorida
d. hidrida
e. semua benar
10. Senyawa garam dibentuk oleh logam Na dengan...........
a. hidroksida
b. oksida
c. klorida
d. hidrida
e. semua benar
Jawablah pertanyaan‐pertanyaan di bawah ini dengan singkat.
1. Berikan contoh unsure yang berbentuk senyawa diatomik dan
poliatomik
2. Berikan beberapa contoh unsure bukan logam
3. Sebutkan perbedaan senyawa organik dan anorganik
4. Sebutkan cirri‐ciri senyawa oksida
5. Sebutkan cirri‐ciri senyawa asam
6. Sebutkan cirri‐ciri senyawa garam
7. Tuliskan rumus kimia dari:
a. senyawa yang mengandung 3 atom P dan 3 atom Cl
b. senyawa yang mengandung 12 atom C, 22 atom H, 11
8. Tentukan perbandingan jumlah masing‐masing atom dalam
setiap molekul dibawah ini.
a. Kafein (C8H10N4O2)
b. Karbon dioksida (CO2)
9. Jika perbandingan massa dari senyawa CO2 adalah 12 : 32,
Lengkapi table dibawah ini.
Massa C
Massa O
Massa CO2
Sisa
6 gram
20 gram
….. gram
….. gram
10 gram
16 gram
….. gram
….. gram
10. Perbaiki persamaan reaksi dibawah ini
Pb(NO3)2(aq) + 2Kl(aq) Š Pbl2(s) + 2KNO3(aq)
KOH(aq) + H3PO4(aq) Š K3PO4(aq + H2O(l)
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
33
Bab 3. Atom dan
Perkembangannya
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi struktur atom
dan sifat‐sifat periodik pada
tabel periodik unsur.
Mendeskripsikan perkembangan teori atom
Mengintepretasikan data dalam tabel periodik
Tujuan Pembelajaran
1.
Siswa dapat menyebutkan partikel dasar penyusun atom
2.
Siswa dapat mengidentifikasi masa atom
3.
Siswa dapat membedakan isotop, isoton dan isobar
4.
Siswa dapat membedakan teori atom menurut Dalton, Thomson, Rutherford,
Bohr dan berdasarkan mekanika kuantum
5.
Siswa dapat menuliskan konfigurasi electron dari sebuah atom
3.1. Atom
Dalam pembahasan pad bab sebelumnya, kita telah
membahas atom, dimana atom adalah bagian yang
terkecil dari suatu unsur yang tidak dapat dipecahkan
lagi dengan reaksi kimia biasa. Demikian pula bahwa
atom dari sebuah unsur dapat membentuk atau
berinteraksi membentuk sebuah senyawa. Bagaimana
struktur, sifat dan perkembangan akan menjadi
bahasan kita selanjutnya.
3.1.1. Atom dan Lambang atom
Perkembangan teknologi telah mengantarkan para ahli
umtuk mempelejari atom secara teliti. Sehingga
diketahui partikel‐patikel penyusun atom dan massanya
secara teliti.
Setiap atom tersusun atas inti atom yang bermuatan
positif yang dikelingi oleh partikel elektron yang
bermuatan negatif. Di dalam inti juga terdapat partikel
lain yang tidak bermuatan atau netral, perhatikan
Gambar 3.1.
Atom dibangun oleh tiga partikel yaitu elektron, proton
dan netron. Elektron adalah partikel yang bermuatan
listrik negatif dan diberi lambang dengan huruf (e),
memiliki muatan sebesar ‐1.6 × 10‐19 Coulomb, tanda
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 3.1. Dalam atom terdapat 7
muatan positif di inti dan 7 muatan
negatif yang mengelilinya
34
negatif pada angka (‐) untuk menunjukkan bahwa
elektron bermuatan negatif. Elektron memiliki massa
sebesar 9.10 × 10‐31 Kg.
Proton merupakan partikel dasar kedua, yang terletak
di dalam inti atom dan bermuatan positif. Muatan
proton sama dengan muatan elektron sebesar 1.6 × 10‐
19
Coulomb bertanda positif.
Dengan adanya besar muatan yang sama dengan
elektron, namun berbeda dalam muatannya
menyebabkan setiap atom bersifat netral. Berdasarkan
hasil perhiungan diketahui massa sebuah proton adalah
1.673 × 10‐27 Kg. Hal ini mengindikasikan bahwa massa
proton lebih besar sekitar 1800 kali massa sebuah
elektron.
Netron, merupakan partikel dasar yang ketiga, dan
terletak di inti atom bersama‐sama dengan proton.
Netron tidak bermuatan listrik, namun netron memiliki
massa yaitu 1.675 × 10‐27 Kg, massa ini setara dengan
massa proton.
Tampak bahwa massa partikel atom yang relatif besar
adalah proton dan netron, sehingga massa kedua
partikel ditetapkan sebagai dari sebuah atom. Untuk
sebuah unsur yang disusun oleh 1 (satu) proton dan 1
(satu) netron, maka massa akan memiliki massa sebesar
3.348 × 10‐27 Kg.
Untuk lebih memperjelas lagi tentang kedudukan
partikel dasar dalam sebuah atom, kita ambil contoh
jika sebuah unsur memilik 6 proton, 6 elektron dan 6
netron maka Di dalam inti atom akan terdapat 6
proton dan 6 netron yang dikeliling 6 elektron lihat
Gambar 3.2.
Perbedaan antara satu atom unsur dengan atom unsur
lainnya, hanya terletak pada jumlah proton dan
elektronnya saja. Akibat perbedaan ini juga sebuah
unsur memiliki sifat yang berbeda.
Dengan adanya perbedaan sifat‐sifat, maka dibuatlah
lambang‐lambang atom untuk mempermudah dalam
mempelajarinya. Saat ini telah ditemukan tidak kurang
dari 109 unsur, dan penelitian terus dilakukan dan
sangat mungkin dalam waktu dekat ditemukan kembali
unsur‐unsur baru. Unsur tersebut tersedia pada
Lampiran.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 3.2. Enam Proton dan 6
netron di inti (merah dan ungu),
dikelilingi 6 elektron (biru)
35
Penulisan lambang atom mencerminkan adanya proton,
elektron netron seperti di bawah ini. Secara umum
penulisan tanda atom adalah
A
Z
dimana X adalah nama usur, A : nomor massa merupakan
jumlah proton dan netron dan Z : nomor atom
merupakan jumlah proton atau jumlah elektron.
Unsur yang paling sederhana adalah hidrogen dengan
lambang huruf H, yang memiliki jumlah proton dan
elektron sebanyak satu buah, dan tidak memiliki netron
dengan lambng atom disajikan pada Gambar 3.3.
Di alam keberadaan atom hidrogen tidak hanya seperti
H namun masih ada bentuk lainnya yaitu detrium dan
tritium yang dituliskan, H H artinya terdapat dua
unsur hidrogen yang memiliki massa berbeda. Untuk
atom hidrogen yang pertama, memiliki masing‐masing 1
(satu) proton, 1 (satu) elektron dan 1 (satu) netron.
Berbeda dengan atom hidrogen yang kedua, memiliki 1
(satu) proton dan 1 (satu) elektron, namun jumlah
netronnyasebanyak 2 (dua) buah. Untuk lebih jelasnya
perhatikan Gambar 3.4. Dengan adanya perbedaan ini
dapat disimpulkan bahwa unsur dapat memiliki jumlah
elektron dan proton yang sama, dan berbeda dalam
netronnya, sehingga unsur ini memiliki isotop.
Hal lain juga terjadi misalnya jika dua buah unsur
memiliki jumlah netron yang sama, namun berbeda
dalam hal jumlah proton elektron seperti yang
ditunjukkan oleh
,
. Untuk unsur C (Karbon)
memiliki 6 (enam) elektron dan 6 (enam) proton serta 7
(tujuh) proton. Untuk unsur N (Nitrogen) memiliki proton,
elektron dan netron yang sama yaitu 7 (tujuh) buah.
Kondisi dimana dua unsur memiliki jumlah netron yang
sama dikatakan sebagai isoton (Gambar 3.5).
Dalam kasus lain juga terjadi dimana dua unsur memiliki
massa yang sama, namun berbeda dalam hal nomor
massanya, seperti pada unsur
,
, hal ini
terjadi karena baik unsur Co (Kobal) maupun Ni (Nikel)
memiliki jumlah proton dan netron yang berbeda. Namun
jumlah proton dan netronnya sama, untuk Co, terdapat
27 proton dan 32 netron, sedangkan Ni memiliki 28
proton dan 31 netron, kondisi dimana massa atom sama
disebut dengan isobar.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 3.3. Atom hidrogen
dengan satu proton dan elektron
dan tidak memiliki netron.
2
H
1
Isotop
3
H
1
Gambar 3.4. Dua jenis unsur
hidrogen detrium dan tritium,
warna merah untuk proton, ungu
netron dan biru untuk elektron
C
6p
+7n
7p
+7n
Gambar 3.5. Isoton, atom C dan
atom N yang memiliki jumlah
netron yang sama
N
36
Dari contoh isotop, isoton dan isobar, kita dapat
menarik beberapa kesimpulan:
1. Isotop hanya terjadi karena perbedaan netron,
sama dalam hal jumlah proton dan elektronnya
dan isotop hanya terjadi pada unsur yang sama.
2. Isoton terjadi karena terdapat kesamaan dalam
hal jumlah netron, namun berbeda dalam
jumlah proton dan elektronnya, dan terjadi
pada unsur yang berbeda.
3. Isobar terjadi kesamaan dalam massa atom
yaitu jumlah proton dan netronnya, namun
berbeda untuk setiap jumlah proton, elektron
dan netronnya, isobar terjadi pada unsur yang
berbeda.
4. Perbedaan satu unsur terhadap unsur lainnya
ditentukan oleh jumlah protonnya.
Untuk lebih mudahnya memahami kesimpulan dapat
dilihat perbedaan dari isotop, isoton dan isobar seperti
pada Gambar 3.6.
3.1.2. Perkembangan teori atom
Dalam satu unsur sudah kita ketahui bahwa peran
elektron dan proton merupakan satu faktor pembeda,
perbedaan ini juga mengakibatkan perbedaan sifat‐
sifat dari suatu unsur, seperti ada unsur berbentuk
padat atau logam seperti; emas (Au), perak (Ag),
berbentuk gas seperti Helium (He), Neon (Ne),
berbentuk cair seperti air raksa (Hg). Untuk melihat
bagaimana susunan atau konfigurasi elektron dan
proton dalam sebuah atom
perlu ditinjau
perkembangan teori atom.
Perkembangan teori atom yang akan disajikan adalah
Perkembangan awal teori atom dilanjutkan dengan
teori atom Dalton, Thomson, Rutherford, dan Niels
Bohr serta teori Mekanika Quantum.
3.1.2.1. Awal perkembangan teori atom
Atom berasal dari atomos bahas bahasa Yunani yang
berarti tidak dapat dibagi‐bagi lagi. Pengertian ini tidak
lepas dari konsep atom hasil buah pemikiran
Demokritus (460‐370‐S.M).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Isotop
p1, n1
e1
p1, n2
e1
Isoton
p1, n1
e1
p2, n1
e2
Isobar
NA 1
p2, n1
e2
NA1
p1, n2
e1
Gambar 3.6. Contoh dua atom yang
memiliki karakteristik isotop atas,
isoton tengah dan isobar bawah.
37
Konsep atom yang dikemukakan oleh Demokritus
murni sebagai hasil pemikiran semata, tanpa disertai
adanya percobaan. Suatu benda dapat dibagi menjadi
bagian‐bagian yang lebih kecil, jika pembagian ini
diteruskan, maka menurut logika pembagian itu akan
sampai pada batas yang terkecil yang tidak dapat
dibagi lagi.
Gagasan tentang atom dari Demokritus menjadi
tantangan bagi para ilmuwan selanjutnya dan menjadi
pembuka pintu ke arah perkembangan teori atom yang
lebih tinggi.
3.1.2.2. Teori atom Dalton
Pemahaman tentang atom adalah bagian terkecil dari
sebuah materi merupakan landasan yang dipergunaka
oleh John Dalton (1805). Dia mengembangkan teori
atom berdasarkan hukum kekekalan massa (Lavoisier)
dan hukum perbandingan tetap (Proust). Dalton
mengajukan bahwa
1) Setiap materi disusun oleh partikel kecil yang
disebut dengan atom
2) Atom merupakan bola pejal yang sangat kecil (lihat
Gambar 3.7)
3) Unsur adalah materi yang terdiri atas atom yang
sejenis dan berbeda dengan atom dari unsur
lainnya.
4) Senyawa adalah materi yang disusun oleh dua atau
lebih jenis atom dengan perbandingan tertentu
5) Pembentukan senyawa melalui reaksi kimia yang
merupakan proses penataan dari atom‐atom yang
terlibat dalam reaksi tersebut.
Teori atom yang diajukan oleh Dalton, belum dapat
menjawab fenomena tentang yang terkait sifat listrik,
diketahui bahwa banyak larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik. Dengan demikian atom
masih mengandung partikel lainnya. Kelemahan ini
mendorong ilmuwan lain untuk memperbaiki teori
atom Dalton.
3.1.2.3. Teori atom Thomson
Kelemahan dari teori yang diajukan Dalton diperbaiki
oleh JJ. Thomson. Dia memfokuskan pada muatan listrik
yang ada dalam sebuah atom. Dengan eksperimen
menggunakan sinar kotoda, membuktikan adanya
partikel lain yang bermuatan negatif dalam atom dan
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 3.7. Model atom Dalton
yang merupakan bola kecil yang
pejal dan padat
38
partikel tersebut adalah elektron. Thomson juga
memastikan bahwa atom bersifat netral, sehingga
diadalam atom juga terdapat partikel yang bermuatan
positif.
Selanjutnya Thomson mengajukan model atom, yang
dinyatakan bahwa atom merupakan bola yang
bermuatan
positif,
dan
elektron
tersebar
dipermukaannya, seperti roti ditaburi kismis atau
seperti kue onde‐onde dimana permukaannya tersebar
wijen, lihat Gambar 3.8.
Thomson juga menambahkan bahwa atom bersifat
netral sehingga jumlah proton dalam bola sama
dengan jumlah elektron yang ada di permukaannya.
Gambar 3.8. Model atom Thomson,
bola pejal bermuatan positif dan
elelektron
tersebar di permukaannya
Atom yang bermuatan positif menjadi fokus Rutherford
untuk dikaji. Eksperimen yang dilakukan Rutherford
adalah menembakan partikel alpha pad sebuah
lempeng tipis dari emas, dengan partikel alpha. Hasil
pengamatan Rutherford adalah partikel alpha yang
ditembakan ada yang diteruskan, dan ada yang
dibelokkan. Dari eksperimen ini diketahui bahwa masih
ada ruang kosong didalam atom, dan ada partikel yang
bermuatan positif dan negatif.
3.1.2.4. Teori atom Rutherford
Dari hasil ini, selanjutnya Rutherford menajukan model
atom dan dinyatakan bahwa; atom terdiri dari inti atom
yang bermuatan positif dan dikelilingi oleh elektron‐
elektron yang bermuatan negatif. Elektron bergerak
mengelilingi inti dengan lintasan yang berbentuk
lingkaran atau elips, lihat Gambar 3.9.
Teori Rutherford banyak mendapat sanggahan, jika
elektron bergerak mengelilingi inti, maka elektron akan
melepaskan atau memancarkan energi sehingga energi
yang dimiliki elektron lama‐kelamaan akan berkurang
dan menyebabkab lintasannya makin lama semakin
kecil dan suatu saat elektron akan jatuh ke dalam inti.
Teori Rutherford tidak dapat menjelaskan fenomena
ini.
3.1.2.5. Teori atom Bohr
Teori Rutherford selanjutnya diperbaiki oleh Niels
Bohr, Pendekatan yang dilakukan Bohr adalah sifat
dualisme yang dapat bersifat sebagai partikel dan
dapat bersifat sebagai gelombang.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar. 3.9 Model atom
Rutherford, Muatan positif sebagai
inti atom dan elektron bergerak
mengengelilingi inti.
39
Hal ini dibuktikan oleh Bohr dengan melihat spektrum
dari atom hidrogen yang dipanaskan. Spektrum yang
dihasilkan sangat spesifik hanya cahaya dari frekuensi
tertentu. Spektrum yang dihasilkan merupakan
gambaran bahwa elektron mengelilingi inti, beberapa
spektrum yang dihasilkan mengindikasikan bahwa
elektron mengelilingi inti dalam berbagai tingkat energi.
B
Hasil ini telah mengantarkan Bohr untuk
mengembangkan model atom (Gambar 3.10) yang
dinyatakan bahwa :
1. Atom tersusun atas inti bermuatan positif dan
dikelilingi oleh elektron yang bermuatan
negatif.
2. Elektron mengelilingi inti atom pada orbit
tertentu dan stasioner (tetap), dengan tingkat
energi tertentu.
3. Eelektron pada orbit tertentu dapat berpindah
lebih tinggi dengan menyerap energi.
Sebaliknya, elektron dapat berpindah dari
orbit yang lebih tinggi ke yang rendah dengan
melepaskan energi.
4. Pada keadaan normal (tanpa pengaruh luar),
elektron menempati tingkat energi terendah
(disebut tingkat dasar = ground state).
Teori atom yang diajukan oleh Bohr, hanya dapat
menjelaskan hubungan antara energi dengan elektron
untuk atom hidrogen, namun belum memuaskan
untuk atom yang lebih besar.
3.1.2.6. Mekanika kuantum
Terobosan besar yang dilakukan oleh Bohr dengan
memperhatikan aspek gelombang dilanjutkan oleh
Schrodinger,
Heisenberg
dan
Paul
Dirac,
memfokuskan pada sifat gelombang seperti yang
dinyatakan oleh de Broglie bukan hanya cahaya saja
yang memiliki sifat ganda sebagai partikel dan
gelombang, partikel juga memiliki sifat gelombang.
Dari persamaan gelombang Schrodinger, dapat
menjelaskan secara teliti tentang energi yang terkait
dengan posisi dan kebolehjadian tempat kedudukan
elektron dari inti yang dinyatakan sebagai fungsi
gelombang. Aspek tersebut dapat dijelaskan dengan
teliti dengan memperkenalkan bilangan kuantum
utama, azimut dan bilangan kuantum magnetik.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
A
Gambar 3.10. Model atom menurut
teori atom Bohr, (A) elektron
berpindah dari lintasan dalam keluar
dan (B) dari lintasan luar ke dalam
Tabel 3.1. Hubungan antara bilangan
kuantum utam (n) dengan kulit
Bilangan kuantum
utama
Kulit
1
2
3
4
K
L
M
N
40
Bilangan kuantum utama diberi notasi dengan huruf
(n) bilangan ini menentukan tingkat energi satu
elektron yang menempati sebuah ruang tertentu
dalam atom, hal ini juga menjelaskan kedudukan
elektron terhadap inti atom. Semakin jauh jarak
tempat kedudukan elektron terhadap inti semakin
besar tingkat energinya. Tingkat energi ini sering
disebut juga sebagai lintasan atau kulit lihat Tabel 3.1.
Tingkat energi pertama (n = 1), merupakan tingkat
energi yang terdekat dari inti atom dengan kulit K.
Tingkat energi kedua (n = 2), dengan kulit L, tingkat
energi ketiga (n = 3) dengan kulit M, dilanjutkan
dengan tingkat energi berikutnya. Jumlan elektron
yang terdapat dalam setiap tingkat energi mengikuti
persamaan:
( 2 n2 ) dimana n adalah bilangan kuantum utama
sehingga dalam tingkat energi pertama atau kulit K
sebanyak 2 (dua) elektron, dan untuk tingkat energi
kedua atau kulit L adalah 8 (delapan), untuk kulit M
atau tingkat energi ketiga sebanyak 18 elektron dan
seterusnya. perhatikan Gambar 3.11.
Bilangan kuantum azimut ( ℓ ) menentukan bentuk dan
posisi orbital sebagai kebolehjadian menemukan
tempat kedudukan elektron dan merupakan sub tingkat
energi. Beberapa kebolehjadian tersebut ditentukan
oleh bilangan kuantumnya dan didapatkan berdasarkan
tingkat energinya, jumlah bilangan kuantum azimut
secara umum mengikuti persamaan : ℓ = n ‐1, dimana ℓ
adalah bilangan kuantum azimut dan n adalah bilangan
kuantum utama. Bilangan kuantum azimut memiliki
harga dari 0 sampai dengan n‐1.
Untuk n = 1, maka, ℓ = 0, nilai 0 (nol) menunjukkan
kebolehjadian tempat kedudukan elektron pada sub
tingkat energi s (sharp).
Untuk n = 2, maka ℓ = 1, maka didapat dua
kebolehjadian tempat kedudukan elektron atau sub
tingkat energi dari nilai 0 menunjukkan orbital s dan
nilai 1 untuk sub tingkat energi p (principle).
Untuk n = 3, maka ℓ = 2, maka akan didapatkan 3
(tiga) sub tingkat energi yaitu untuk harga 0 adalah sub
tingkat energi s, dan harga 1 untuk sub tingkat energi p
dan harga 2 untuk sub tingkat energi d (diffuse).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
32
N
18
8
2
K
L
M
Gambar 3.11. Tingkat energi atau
kulit dalam sebuah atom dan jumlah
elektron maksimum yang
dapat ditempati
41
Untuk n = 4, maka ℓ = 3 maka akan didapatkan 4
(empat) sub tingkat energi yaitu untuk harga 0 adalah
sub tingkat energi s, dan harga 1 untuk sub tingkat
energi p dan harga 2 untuk sub tingkat energi d
(diffuse) dan harga 3, untuk sub tingkat energi f
(fundamental). Hubungan bilangan kuantum utama
dan bilangan kuantum azimut disederhanakan dalam
Tabel 3.2.
Setelah diketahui orbital dari bilangan kuantum
azimut, maka dapat ditentukan bagaimana orientasi
sudut orbital dalam ruang melalui penetapan
bilangan kuantum magnetik yang bernotasi (m) yang
didasari oleh bilangan kuantum azimut dan
mengikuti persamaan :
Tabel 3.2. Hubungan bilangan
kuantum utama dengan bilangan
kuantum azimut.
Bilangan
kuantum
utama (n)
Bilangan
kuantum
azimut (ℓ)
1
2
3
4
s
s, p
s, p, d
s, p, d, f
m = (‐ℓ, +ℓ)
Untuk atom dengan harga ℓ = 0, maka harga m = 0,
menunjukkan terdapat 1 buah orbital dalam sub
tingkat energi atau orbital s. Untuk harga ℓ = 1, maka
harga m adalah dimulai dari ‐1, 0, dan +1. Hal ini
mengindikasikan Di dalam sub tingkat energi p (ℓ =
1), terdapat tiga orbital yang dinotasikan dengan px,
py dan pz. Sedangkan untuk harga ℓ = 3 (sub tingkat
energi ketiga atau orbital d) memiliki harga m adalah
‐2, ‐1, 0, +1 dan +2, sehingga dalam sub tingkat
energi ketiga terdapat lima orbital yaitu, dxy, dxz, dyz,
dx2‐y2 dan dz2. Gambar 3.12, menunjukkan hubungan
bilangan kuantum utama, azimut dan magnetik.
Selain tiga bilangan kuantum tersebut, masih
terdapat satu bilangan kuantum yang lain yaitu spin.
Bilangan ini menggambarkan ciri dari elektron itu
sendiri, yang berotasi terhadap sumbunya, dan
menghasilkan dua perbedaan arah spin yang berbeda
atau berlawanan dan diberi harga +1/2 dan ‐1/2.
Dengan harga ini dapat kita ketahui bahwa setiap
orbital akan memiliki dua elektron yang berlawanan
arah. Orbital digambarkan dalam bentuk kotak dan
elektron dituliskan dalam bentuk tanda panah.
Penggambaran orbital s dan orbital yang masingmasing memiliki satu pasang elektron.
s2
px py pz
↑↓
↑↓
↑↓
↑↓
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 3.12. Susunan dan hubungan
bilangan kuantum utama, azimut dan
bilangan kuantum magnetik
42
3.1.3. Konfigurasi Elektron
Jumlah elektron dan proton merupakan pembeda bagi
setiap unsur dan juga merupakan ciri serta yang
menentukan sifat‐sifat suatu unsur. Atas dasar ini
diperlukan satu gambaran utuh bagaimana sebuah
elektron berada dalam sebuah atom. Kajian lanjut
dilakukan oleh Pauli dan menyatakan “ Bahwa dua
elektron di dalam sebuah atom tidak mungkin memiliki
ke empat bilangan kuantum yang sama”.
Dengan ketentuan ini maka membatasi jumlah elektron
untuk berbagai kombinasi bilangan kuantum utama
dengan kuantum azimut. Hal ini menyebabkan jumlah
elektron maksimum dalam setiap sub tingkat energi
atau orbital memiliki jumlah tertentu dan besarnya
setara dengan :
2 (2 ℓ + 1), dimana ℓ adalah bilangan kuantum azimut,
atas dasar ini dapat kita simpulkan jumlah elektron
yang berada dalam setiap orbital seperti tabel berikut.
Sub tingkat Energi
(Orbital)
Jumlah Elektron Maksimum
2 (2 ℓ + 1)
s
2
p
6
d
10
f
14
g
18
1s
3d
3p
3s
2s
2p
5d
5p
5s
4s
4p
4d
6s
4f
6p
K, n = 1
L, n = 2
N, n = 4
O, n = 5
M, n = 3
P, n = 6
Gambar 3.13. Konfigurasi Elektron
dalam bentuk lingkaran, dimana
posisi orbital sesuai dengan sub
tingkat energi
Berdasarkan konsep Bangunan (Aufbau), elektron‐
elektron dalam suatu atom akan mengisi orbital yang
memiliki energi paling rendah dilanjutkan ke orbital
yang lebih tinggi, perhatikan juga Gambar 3.13.
Kombinasi dari pendapat ini mengantarkan hubungan
antara Tingkat energi dengan orbital dalam sebuah
atom secara detil dan teliti. Kedudukan orbital dimulai
dari tingkat energi terendah, secara berurutan sebagai
berikut :1s < 2s < 2p < 3s < 3p < 4s < 3d < 4p < 5s < 4d <
5p < 6s < 5d < 4f < 6p < 7s < 6d < 5f, untuk lebih
mudahnya perhatikan Gambar 3.14.
Atas dasar kombinasi ini maka, pengisian elektron
merujuk pada tingkat energinya sehingga pengisian
orbital secara berurutan adalah 1s, 2s, 2p, 3s, 3p, 4s,
3d, 4p, 5s, 4d, 5p, 6s, 5d dan seterusnya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 3.14. Susunan dan
hubungan bilangan kuantum utama,
azimut dan bilangan kuantum
magnetik
43
Pengisian elektron dalam sebuah orbital disajikan
pada Gambar 3.15.
Kajian selanjutnya dilakukan oleh Hund, yang
menyatakan Elektron dalam mengisi orbital tidak
membentuk pasangan terlebih dahulu. Hal ini terkait
bahwa setiap orbital dapat terisi oleh dua elektron
yang berbeda arah momen spinnya. Dengan aturan
Hund, konfigurasi elektron dalam sebuah atom
menjadi lengkap dan kita dapat menggambarkan
sebuah atom dengan teliti.Sebagai contoh atom
karbon dengan nomor atom 6. Atom karbon memiliki
6 elektron, sehingga memiliki orbital 1s (pada tingkat
energi pertama), pada tingkat energi kedua terdapat
orbital 2s dan 2p. Pengisian elektron memiliki dua
alternatif, pertama orbital 1s, 2s dan 2px terisi dua
elektron, seperti di bawah ini
1s
2s
↑↓
2px 2py 2pz
↑↓
4s
3p
3s
2p
2s
1s
Gambar 3.15. Susunan elektron
berdasarkan sub tingkat energi atau
orbitalnya
↑↓
Namun ini tidak memenuhi aturan Hund, dimana
setiap orbital harus terisi terlebih dahulu dengan
satu elektron, menurut susunan elektron Karbon
menjadi :
1s
↑↓
2s
↑↓
2px 2py 2pz
↑
↑
Pengisian elektron diawali pada tingkat energi
terendah yaitu orbital 1s, dilanjutkan pada orbital 2s,
darena jumlah elektron yang tersisa 2 buah, maka
elektron akan mengisi orbital 2px, dilanjutkan dengan
orbital 2py, mengikuti aturan Hund. Untuk
mempermudah membuat konfigurasi elektron dalam
sebuah atom dapat dipergunakan bagan pengisian
elektron sebagaimana ditampilkan pada Gambar
3.15 dan 3.16. Peran elektron dalam memunculkan
sifat tertentu bagi suatu unsur ditentukan oleh
elektron yang berada pada tingkat energi tertinggi.
Jika kita mempergunakan istilah kulit maka elektron
yang berperan adalah elektron yang berada pada
kulit terluar, posisi elektron pada tingkat energi
tertinggi atau elektron pada kulit terluar disebut
sebagai elektron valensi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 3.16. Susunan elektron sesuai
dengan tingkat energi dan sub tingkat
energinya
44
Dalam susunan elektron diketahui bahwa elektron
yang berjarak paling dekat ke inti adalah elektron
yang menempati orbital 1s. Inti yang bermuatan
positif akan menarik elektron, sehingga semakin dekat
inti otomatis elektron akan tertarik ke inti. Hal ini
berdampak pada terjadi pengurangan jarak dari
elektron tersebut ke inti atom. Berbeda dengan
elektron yang berada pada tingkat energi yang tinggi,
jarak dari inti semakin jauh sehingga daya tarik inti
atom juga semakin menurun. Oleh sebab itu posisi
elektron terluar relatif kurang stabil dan memiliki
kecenderungan mudah dilepaskan.
Apa yang terjadi jika suatu elektron terlepas dari
sebuah atom?. Kita dapat mengambil contoh pada
sebuah atom yang memiliki nomor atom 11. Dari
informasi ini kita ketahui bahwa atom tersebut
memiliki 11 proton dan 11 elektron. Susunan elektron
pada atom tersebut adalah : 1s2, 2s2, 2p6 dan 3s1 pada
Gambar 3.17. Jika elektron pada kulit terluar terlepas
(karena daya tarik inti lemah jika dibandingkan
dengan 2p6), maka atom ini berubah komposisi
proton dan elektronnya yaitu jumlah proton tetap
(11) jumlah elektron berkurang menjadi 10, sehingga
atom tersebut kelebihan muatan positif atau berubah
menjadi ion positif.
1s
2
↑↓
2s
2
↑↓
6
2p
↑↓
↑↓
3s
↑↓
e
3s
2p
11+
6e
2e
1s
2e
Gambar 3.17. Orbital 3s berisi satu
elektron dengan jarak terjauh dari inti
dan mudah dilepaskan
2p5
1
↑
Elektron 3s1 adalah elektron yang mudah dilepaskan
2s
2s2
9+
1s2
Perubahan ini dapat kita tuliskan dengan persamaan
reaksi dimana atom yang bernomor atom 11 adalah
Na (Natriun)
Na → Na+ + e (e = elektron)
Unsur‐unsur dengan elektron valensi s1, memiliki
kecenderungan yang tinggi menjadi ion positif atau
elektropositif.
Dalam kasus lain, sebuah atom juga memiliki
kecenderungan menarik elektron, dalam hal ini
elektron dari luar. Hal ini terjadi karena inti atom
memiliki daya tarik yang kuat, proses penarikan
elektron oleh sebuah atom ditunjukkan oleh atom
Flor (F). Konfigurasi elektron untuk atom ini adalah
1s2, 2s2, dan 2 p5, perhatikan Gambar 3.18.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 3.18. Susunan Elektron untuk
atom Flor
45
Jika atom ini menarik sebuah elektron, maka konfigurasinya berubah
menjadi 1s2, 2s2, dan 2 p6. Di dalam inti atom Flor terdapat 9 proton atau
muatan positif, sehingga tidak dapat menetralisir jumlah elektron yang
ada. Dengan kelebihan elektron maka atom ini berubah menjadi ion
negatif.
Orbital atom Flor, dengan 5 elektron terluar, masih tersedia ruang dalam
orbital pz.
1s2
↑↓
2s2
↑↓
2px2 2py2 2pz1
↑↓
↑↓
↑
Elektron dari luar akan masuk kedalam orbital 2pz, dan mengubah
konfigurasinya menjadi
1s2
↑↓
2s2
↑↓
2px2 2py2 2pz2
↑↓
↑↓
↑↓
sehingga atom Flor menjadi ion Flor yang bermuatan negatif. Unsur‐unsur
dengan elektron valensi p5 memiliki kecenderungan yang tinggi menjadi ion
negatif atau memiliki keelektronegatifan yang tinggi. Perubahan pada atom
Flor juga dapat dinyatakan kedalam bentuk persamaan reaksi seperti di
bawah ini.
F + e → F‐ (e = elektron)
Makna persamaan di atas adalah, atom Flor dapat berubah menjadi ion
Flor dengan cara menarik elektron dari luar, sehingga atom Flor menjadi
kelebihan muatan negatif dan menjadi ion Flor. Perubahan konfigurasi
elektron di dalam orbitalnya atau pada setiap tingkat energinya dapat kita
bandingkan dengan menggunakan Gambar 2.17 dan Gambar 2.18.
Dari penjelasan di atas tampak bahwa elektron terluar memegang peranan
penting, khususnya bagaimana sebuah atom berinteraksi menjadi ion.
Konsep ini mendasari bagaimana sebuah atom dapat berinteraksi dengan
atom lain dan menghasilkan zat baru atau molekul baru. Selain faktor lain
seperti kestabilan dari atom itu sendiri.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
46
RANGKUMAN
1. Atom tersusun atas beberapa partikel yaitu proton, elektron
dan netron. Proton merupakan partikel bermuatan positif
1.6 × 10‐19 Coulomb dengan massa 1.673 × 10‐27 Kg. Elektron
bermuatan negatif sebesar ‐1.6 × 10‐19 Coulomb dan
memiliki massa sebesar 9.10 × 10‐31 Kg. Sedangkan netron
tidak bermuatan namun memiliki massa yang besarnya
1.675 × 10‐27 Kg.
2. Tanda atom dituliskan sebagai
dimana X adalah nama
usur, A adalah nomor massa merupakan jumlah proton dan
netron, sedangkan Z adalah nomor atom merupakan jumlah
proton atau jumlah elektron.
3. Pembeda antara satu atom dengan atom lainnya adalah
jumlah elektronnya, karena setiap memiliki jumlah proton
dan netron yang bervariasi, maka terjadi beberapa
komposisi yang berbeda dan diberi istilah sebagai berikut :
•
Isotop hanya terjadi karena perbedaan netron, sama
dalam hal jumlah proton dan elektronnya dan isotop
hanya terjadi pada unsur yang sama.
• Isoton terjadi karena terdapat kesamaan dalam hal jumlah
netron, namun berbeda dalam jumlah proton dan
elektronnya, dan terjadi pada unsur yang berbeda.
• Isobar terjadi kesamaan dalam massa atom yaitu jumlah
proton dan netronnya, namun berbeda untuk setiap
jumlah proton, elektron dan netronnya, isobar terjadi
pada unsur yang berbeda.
4. Teori atom Dalton; atom sautu unsure berupa bola pejal
yang disusun oleh partikel kecil yang disebut dengan atom.
Unsur adalah materi yang terdiri atas atom yang sejenis dan
berbeda dengan atom dari unsur lainnya. Senyawa adalah
materi yang disusun oleh dua atau lebih jenis atom dengan
perbandingan tertentu dan proses pembentukan senyawa
melalui reaksi kimia yang merupakan proses penataan dari
atom‐atom yang terlibat dalam reaksi tersebut.
5. Teori atom menurut Thomson, atom merupakan bola yang
bermuatan positif, dan elektron tersebar dipermukaannya,
atom bersifat netral sehingga jumlah protonnya sama
dengan jumlah elektronnya.
6. Teori atom menurut Rutherford, atom terdiri dari inti atom
yang bermuatan positif dan dikelilingi oleh elektron‐elektron
yang bermuatan negatif. Elektron bergerak mengelilingi inti
dengan lintasan yang berbentuk lingkaran atau elips. Teori
Rutherford banyak mendapat sanggahan, secara sederhana
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
47
disampaikan jika elektron mengelilingi inti maka energi
elektron semakin lama semakin berkurang dan suatu saat
elektron akan jatuh ke inti atom.
7. Teori atom Bohr ; setiap elektron bergerak mengelilingi inti
atom dengan lintasan sesuai dengan tingkat energi tertentu,
selama elektron mengelilingi inti atom, tidak terjadi proses
pelepasan energi maupun penyerapan energi. Bohr juga
menyatakan, elektron dapat berpindah dari lintasan bagian
dalam kelintasan bagian luar dengan menyerap energi,
sebaliknya juga demikian, elektron dapat berpindah dari
lintasan luar ke lintasan yang lebih dalam dengan
melepaskan energi.
8. Schrodinger, Heisenberg dan Paul Dirac, memfokuskan
partikel atom juga memiliki sifat gelombang. Dari persamaan
gelombang Schrodinger, dapat menjelaskan secara teliti
tentang energi yang terkait dengan posisinya dan
kebolehjadian tempat kedudukan elektron dari inti yang
dinyatakan sebagai fungsi gelombang. Aspek tersebut dapat
dijelaskan dengan teliti dengan memperkenalkan bilangan
kuantum utama, azimut dan bilangan kuantum magnetik.
9. Bilangan kuantum utama diberi notasi dengan huruf (n)
bilangan ini menentukan tingkat energi satu elektron yang
menempati sebuah ruang tertentu dalam atom, hal ini juga
menjelaskan kedudukan elektron terhadap inti atom.
Semakin jauh jarak tempat kedudukan elektron terhadap inti
semakin besar tingkat energinya.
10. Tingkat energi pertama (n = 1) dan sering disebut dengan
kulit K, tingkat energi kedua (n = 2), dengan kulit L, tingkat
energi ketiga (n = 3) dengan kulit M, dan seterusnya. Jumlan
elektron yang terdapat dalam setiap tingkat energi
mengikuti persamaan: ( 2 n2 ) dimana n adalah bilangan
kuantum utama.
•
K, n = 1, Total elektronnya ( 2.12) = 2 elektron
•
•
L, n = 2, Total elektronnya ( 2.22) = 8 elektron
M, n = 3, Total elektronnya ( 2.32) = 18 elektron, dan
seterusnya.
11. Bilangan kuantum azimut ( ℓ ) menentukan bentuk dan
posisi orbital sebagai kebolehjadian menemukan tempat
kedudukan elektron dan merupakan sub tingkat energi.
Jumlah bilangan kuantum azimut secara umum mengikuti
persamaan : ℓ = n ‐1, dimana ℓ adalah bilangan kuantum
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
48
azimut dan n adalah bilangan kuantum utama. Bilangan
kuantum azimut memiliki harga dari 0 sampai dengan n‐1.
•
•
•
•
Untuk n = 1, maka, terdapat sub tingkat energi s (sharp).
Untuk n = 2, terdapat sub tingkat energi s dan p (principle).
Untuk n = 3, terdapat sub tingkat energi s, p dan d
(diffuse).
Untuk n = 4, terdapat sub tingkat energi s, p, d, dan f
(fundamental).
12. Bilangan kuantum magnetik yang bernotasi (m) menentukan
orientasi sudut orbital (tempat keboleh jadian elektron
berada) dalam ruang. Bilangan kuantum magnetik
ditetapkan berdasarkan bilangan kuantum azimut, m = (‐ℓ,
+ℓ)
•
•
•
•
Untuk sub tingkat energi s, terdapat 1 orbital, karena m=0.
Untuk sub tingkat energi p terdapat 3 orbital (px, py dan
pz), karena m = ‐1, 0, +1.
Untuk sub tingkat energi d terdapat 5 orbital, karena m =
‐2, ‐1, 0, 1, 2.
Untuk sub tingkat energi f terdapat 7 orbital, karena m =
‐3, ‐2, ‐1, 0, 1, 2, 3.
13. Bilangan kuantum spin merupakan rotasi elektron terhadap
sumbunya, dan menghasilkan dua perbedaan arah spin yang
berbeda atau berlawanan dan diberi harga +1/2 dan ‐1/2.
Sehingga setiap orbital memiliki sepasang elektron yang
berlawanan arah.
s2
↑↓
px2 py2
↑↓
pz2
↑↓
↑↓
14. Bilangan kuantum spin ini juga didukung oleh Pauli yang
menyatakan dua elektron di dalam sebuah atom tidak
mungkin memiliki ke empat bilangan kuantum yang sama.
Sehingga jumlah elektron maksimum dalam setiap sub
tingkat energi atau orbital memiliki jumlah tertentu dan
besarnya setara dengan : 2 (2 ℓ + 1), dimana ℓ adalah
bilangan kuantum azimut dan jumlah elaktron maksimum
dalam setiap orbital adalah s = 2 elektron, p = 6 elektron, d =
10 elektron, f =14 elektron dan seterusnya.
15. Berdasarkan konsep Bangunan (Aufbau), elektron‐elektron
dalam suatu atom akan mengisi orbital yang memiliki energi
paling rendah dilanjutkan ke orbital yang lebih tinggi,
sehingga tampak adanya hubungan tingkat energi orbital
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
49
secara teliti. Kedudukan orbital dimulai dari tingkat energi
terendah, secara berurutan sebagai berikut :1s < 2s < 2p < 3s
< 3p < 4s < 3d < 4p < 5s < 4d < 5p < 6s < 5d < 4f < 6p < 7s < 6d
<5f.
16. Dalam pengisian elektron pada setiap orbital, maka elektron
tidak membentuk pasangan terlebih dahulu, namun mengisi
terlebih dahulu orbital lainnya, sesuai dengan aturan bahwa
setiap orbital dapat terisi oleh dua elektron yang berbeda
arah momen spinnya.
17. Elektron memiliki peran penting sebagai pembawa sifat
sebuah atom. Elektron yang memiliki peran tersebut adalah
elektron yang berada pada tingkat energi tertinggi atau
elektron pada kulit terluar (elektron valensi). Jika sebuah
memiliki elektron yang dekat dengan inti, maka daya tarik
inti besar dan elektron sulit dilepaskan. Berbeda dengan
atom yang elektronnya jauh dari inti, maka daya tarik inti
lemah dan elektron mudah dilepaskan.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
50
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat
1.
Suatu atom memiliki partikel yang bermuatan negatif yaitu
A. Proton
B. Elektron
C. Netron
D. Meson
2. Massa atom setara dengan jumlah massa
A. Proton + elektron
B. Proton + meson
C. Netron + proton
D. Netron + elektron
3. Pernyataan di bawah ini benar untuk unsur dengan massa 23
dan nomor atom 11, kecuali:
A. mempunyai 11 elektron dan 11 proton
B. mempunyai 11 elektron dan 12 netron
C. mempunyai nomor massa 23
D. mempunyai massa atom kurang lebih 23 sma
4. Suatu unsur A dengan 10 proton dan 12 netron, unsur B 10
proton dan 13 netron maka kedua unsur tersebut:
A. Isoton
B. Isobar
C. Isotop
D. Isokhor
5. Jika suatu atom mempunyai 18 elektron dan 17 netron, maka
nomor massanya adalah:
A. 11
B. 18
C. 35
D. 25
6. Banyaknya elektron dalam kulit M adalah:
A. 18 elektron
B. 9 elektron
C. 32 elektron
D. 30 elektron
7. Konfigurasi elektron dari suatu atom yang mempunyai nomor
atom 10 adalah:
A. 1s2, 2s2, 2p6
B. 1s2, 2s2, 2p4, 3s2
C. 1s2, 2s2, 2p5, 3s2
D. 2s2, 2s1, 2p7
8. Diantara pasangan‐pasangan ion/atom di bawah ini yang
memiliki struktur elektron terluar yang sama adalah:
A. F dan Ne
B. F‐ dan O‐
‐
C. F dan Ne
D. F‐ dan Ne‐
9. Sesuai dengan model atom mekanika gelombang, maka
kedudukan elektron:
A. Dapat ditentukan dengan mudah
B. Dapat ditentukan tetapi sulit
C. Posisi elektron hanya merupakan kebolehjadian
D. Elektron dianggap tidak ada
10. Tidak mungkin elektron memiliki bilangan kuantum yang
sama, dinyatakan oleh
A. Pauli
B. Hund
C. Bohr
D. Rutherford
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
UJI
KOMPETENSI
51
11. Jumlah elektron yang terdapat pada gas mulia dikulit terluar
umumnya adalah
A. 2
B. 4
C. 8
D. 10
12. Stabil atau tidaknya suatu atom ditentukan oleh:
A. Jumlah elektron di kulit yang paling dekat dengan inti
B. Jumlah kulit lintasan elektron
C. Perbandingan jumlah elektron dan netron
D. Perbandingan jumlah netron dan proton
13. Unsur yang mempunyai nomor atom 31 membentuk ion yang
bermuatan
A. ‐3
B. +2
C. ‐1
D. +1
14. Beda suatu unsur dengan isotopnya adalah:
A. Jumlah elektronnya
B. Jumlah protonnya
C. Nomor atomnya
D. Jumlah netronnya
15. Di bawah ini tercantum lambang unsur‐unsur dengan nomor
atomnya. Atom yang mempunyai 6 elektron valensi adalah:
A. 8O
B. 6C
C. 12 Mg
D. 10N
16. Kalsium mempunyai nomor atom 20, susunan elektron‐
elektronnya pada kulit K, L, M, N adalah:
A. 2, 8, 10, 0
B. 2, 8, 6, 4
C. 2, 8, 9, 1
D. 2, 8, 8, 2
17. Kelemahan dari teori atom Niels Bohr adalah Bohr tidak
menjelaskan tentang:
A. Kestabilan atom
B. Lintasan elektron
C. perpindahan elektron
D. Kedudukan elektron .
18. Harga keempat bilangan kuantum terakhir dari atom S yang
mempunyai nomor atom 16 adalah:
A. n = 2, l = 0, m = 0, s = ‐1/2 B. n = 3, l = 1, m = ‐1, s = ‐1/2
C. n = 2, l = 0, m = ‐1, s = +1/2 D. n = 3, l = 1, m = +1, s = ‐1/2
19. Salah satu yang menjadi dasar timbulnya model atom modern
adalah:
A. Rutherford, Bohr, dan De Broglie
B. Pauli, Bohr, dan De Broglie
C. Rutherford, De Broglie, dan Hund
D. De Broglie, Schrodinger, dan Heisenberg
20. Kedudukan orbital suatu atom ditentukan oleh bilangan
kuantum....
A. utama, azimut dan magnetik
B. magnetik
C. azimut dan spin
D. spin
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
52
Bab 4. Tabel
Periodik
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi struktur atom
dan sifat‐sifat periodik pada
tabel periodik unsur.
Mendeskripsikan perkembangan teori atom
Mengintepretasikan data dalam tabel periodik
Tujuan Pembelajaran
1.
Siswa dapat menyebutkan perkembangan table periodik
2.
Siswa dapat membedakan table periodik berdasarkan kenaikan berat atom dan
nomor atom
3.
Siswa dapat mendeskripsikan informasi dari jalur horizontal dan vertikal dari
tabel periodik
4.
Siswa dapat mendeskripsikan hubungan antara konfigurasi elektron dengan
golongan dalam tabel periodik
5.
Siswa dapat mendeskripsikan sifat‐sifat unsure dalam satu golongan dan
periode
4.1. Tabel Periodik
Jumlah unsur yang telah ditemukan cukup banyak, sampai dengan
saat ini telah dikenal 108 unsur. Tentu tidak mudah mempelajari
sekian banyak unsur. Usaha untuk membuat daftar unsur dan
menggolongkannya telah dilakukan. Hasil penggolongan dan daftar
unsur tersebut dikenal dengan Tabel periodik. Perkembangan tabel
periodik cukup lama dan banyak melibatkan para ahli kimia, dan saat
ini kita sudah mendapatkan tabel periodik bentuk panjang.
4.1.2. Sifat Unsur merupakan fungsi massa atom
Pada tahun 1829, Johan W Dobereiner mengemukakan cara
sederhana untuk mengelompokan unsur. Ia membuat kelompok
unsur‐unsur, yang memiliki sifat yang sama dan masing‐masing
kelompok terdiri dari tiga unsur, ternyata unsur kedua memiliki massa
atom yang relatif sama dengan massa rata‐rata dari unsur pertama
dan ketiga. Model ini dikenal dengan istilah Triad Dobereiner,
Perhatikan tabel 4.1. di bawah ini.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
53
Tabel 4.1. Susunan 3 unsur yang memiliki sifat yang sama berdasar rata‐rata massa atom pertama
dan ketiga, sebagai penentu unsur kedua
No
Lambang Unsur
Massa
1
Cl
35.45
2
…..
3
I
126.91
Rata‐rata
81.18
Lambang Unsur
Massa
Br
79.92
Dari table tampak bahwa massa atom Br relative mendekati harga rata‐rata
dari massa pertama dan ketiga.
Penyusunan unsur berdasarkan kenaikan massa atom dengan cara lain juga
dilakukan oleh John Newland dan terkenal Hukum Oktaf. Newlands
menyatkan jika unsur‐unsur disusun berdasarkan kenaikan massa atomnya,
maka sifat‐sifat unsur akan kembali terulang secara berkala setelah 8
(delapan=oktaf) unsur.
Mendeleev dan Lothar Matheus yang bekerja secara terpisah
mempersiapkan susunan berkala unsur. mereka sepakat untuk menyusun
unsur‐unsur berdasarkan kenaikan massa atomnya.
Mendeleev memperhatikan kesamaan sifat‐sifat kimia, sedangkan Lothar
Matheus lebih focus pada sifat‐sifat fisikanya. Mendeleev berhasil
menyusun tabel unsur dari kiri ke kanan berdasarkan kenaikan massa
atomnya. Pada awalnya tersusun untuk 60 buah unsur dan berkembang,
karena dalam table tersebut tersedia ruang‐ruang kosong yang dapat
dipergunakan untuk menemukan unsur ataupun meramalkan sifat‐sifat
unsur. Dalam perkembangan teori atom, tabel yang dibuat oleh Mendeleev
menjadi kurang sesuai dan terdapat banyak kelemahan.
4.1.2. Tabel periodik bentuk panjang
Pada tahun 1895, Julius Thomson memperkenalkan model tabel periodik
yang lain. Thomson menyatakan bahwa sifat‐sifat unsur merupakan fungsi
periodik dari kenaikan nomor atomnya. Hal ini selaras dengan
perkembangan teori atom dengan pendekatan mekanika kuantum yang
berkembang kemudian. Tabel periodik yang diajukan oleh Thomson dikenal
dengan Tabel periodik bentuk panjang. Tabel periodik panjang terdiri dari
dua jalur horizontal dan jalur vertikal, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.1.
4.1.2.1. Jalur horizontal
Jalur horizontal disebut periode dan terdapat 7 (tujuh) periode yang
menunjukkan tingkat energi atau kulit dalam sebuah atom. Nomor dalam
setiap kotak adalah nomor atom merupakan jumlah elektron atau proton
yang dikandung unsur tersebut. Periode pertama terdiri dari 2 unsur sesuai
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
54
dengan jumlah elektron pada kulit K atau 1s, sehingga unsur pertama
memilik elektron 1s1 dan unsur kedua 1s2. Pada periode kedua terdapat 8
unsur setara dengan kulit L (2s dan 2p). Untuk periode ketiga atau kulit M
masih terdapat 8 unsur (3s dan 3p), karena orbital 3d belum terisi.
Gambar 4.1. Tabel Periodik bentuk Panjang tersusun atas 7 periode
Pada periode ke empat kulit N, mulai terisi orbital 3d, dengan susunn
4s, 3d dan 4p, sehingga total unsur yang ada dalam periode ini adalah
18 unsur. Hal yang sama juga terjadi dan periode ke lima, orbital 4d
mulai terisi, dengan konfigurasi elektron valensinya 5s, 4d dan 5p
setara dengan 18 unsur. Periode ke enam dan ketujuh, orbital f mulai
terisi dan didapat jumlah 32 unsur setara dengan elektron pada orbital
s, p, d dan f.
Unsur pertama yang mulai mengisi orbital 4f pada baris bawah pertama
adalah La (Lantanium). Pada baris atau deret ini, dimulai dari unsur
lantanium berisi 14 unsur dikenal dengan deret Lantanida, keempat
belas unsur memiliki kemiripan yang sama dan menyerupai unsur
lantanium. Sedangkan, baris atau deret bawah kedua merupakan
unsur‐unsur yang mengisi orbital 5f dimulai dari unsur Ac (Actinium),
dalam deret ini seluruh unsur memiliki kemiripan sifat dengan actinium
sehingga dikenal dengan deret Actinida.
4.1.2.2. Jalur Vertikal
Jalur vertikal disebut juga dengan golongan, dalam tabel periodik
bentuk panjang terdapat Golongan A, yang berisi Golongan IA dengan
elektron valensi 1s1 dan IIA dengan elektron valensi 1s2, dilanjutkan
dengan Golongan IIIA sampai dengan VII A yang mengisi orbital p1
sampai dengan p5, unsur‐unsur ini merupakan unsur non logam. Untuk
Golongan VIIIA dan lebih dikenal dengan Golongan 0 memiliki elektron
valensi p6 dan merupakan gas mulia, perhatikan Gambar 4.2.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
55
Gambar 4.2. Tabel Periodik bentuk Panjang tersusun atas Golongan A dengan unsur yang
memiliki elektron valensi pada orbital s dan p, dan Golongan B yang dengan elektron valensi
pada orbital d dan f.
Golongan B merupakan golongan yang memiliki elektron valensi pada orbital
d, unsur‐unsur dalam golongan ini merupakan logam. Untuk Golongan IIIB
sampai dengan golongan VIIB mencirikan elektron ns2 dan (n‐1)d(1s/d 5), untuk
lebih jelasnya, kita ambil contoh Golongan IIIB memiliki elektron valensi 4s2,
3d1, dilanjutkan dengan 5s2, 4d1. Jika kita ingin mengetahui gololngan VB,
dengan mudah kita tetapkan elektron valensinya yaitu s2 dan d3. Pada
golongan IIIB yang masuk golongan ini, bukan hanya yang memiliki konfigurasi
s2, d1, namun juga untuk unsur dengan elektron valensi orbital f, hal ini terjadi
khusus untuk unsur pada periode ke enam dan ke tujuh. Hal ini terjadi karena
sebelum mengisi orbital 5d, orbital 4f terisi terlebih dahulu. Ada 14 unsur
yang memiliki elektron valensi orbital 4f yaitu deret lantanida. Demikianpula
pada pengisian orbital 6d, maka orbital 5f terisi terlebih dahulu dan terdapat
14 unsur lainnya yang dikenal deret Aktinida.
Untuk golongan VIIIB memiliki 3 kolom, sehingga untuk golongan VIII memiliki
tiga kemungkinan elektron valensi pada orbital d. Secara umum elektron
valensinya adalah ns2 dan (n‐1)d(6s/d 8), tiga kemungkinan tersebut adalah, d6,
d7 dan d8. Sebagai contoh unsur Fe (Besi) memiliki 4s2, 3d6, Kobal (Co) dengan
elektron valensi 4s2, 3d7, dan Nikel (Ni) memiliki elektron valensi 4s2, 3d8.
Sedangkan untuk golongan IB dan IIB, memiliki elektron valensi masing‐
masing 4s2, 3d9, dan 4s2, 3d10.
Untuk menyederhanakan penggolongan unsur dapat kita lakukan dengan
memperhatikan elektron valensi yang dimiliki oleh unsur tersebut, meliputi
unsur blok s, yaitu yang memiliki elektron valensi pada orbital s. Blok p adalah
unsur yang memiliki elektron valensi pada orbital p, blok d dengan elektron
valensi pada orbital p dan blok f yang memiliki elektron valensi pada orbital f,
lihat Gambar 4.3.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
56
Gambar 4.3. Tabel Periodik dengan pengelompokan Blok dari elektron valensinya
4.2. Hubungan table periodik dengan konfigurasi elektron
4.2.1. Elektron Valensi
Telah kita bahas bahwa sifat‐sifat unsur merupakan fungsi kenaikan
nomor atomnya, dan kita juga sudah bahas bahwa pembeda dari suatu
unsur terhadap unsur lainnya adalah elektron valensi. Atas dasar ini
kita bisa melihat sifat tersebut.
Elektron valensi adalah elektron yang berada pada orbital terluar dan
elektron ini yang berperan untuk melakukan interaksi. Pada Gambar
2.21, tampak bahwa jumlah elektron valensi meningkat naik dari kiri
kekanan, elektron valensi pada golongan IA adalah s1, meningkat pada
golongan IIA menjadi s2, demikian pula pada golongan IIIA meningkat
menjadi s2, p1, semakin kekanan jumlah elektron valensi bertambah.
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa dalam tabel periodik, elektron
valensi meningkat jumlahnya, karena unsur disusun berdasarkan
kenaikan nomor atom yang mencerminkan jumlah elektron maupun
jumlah proton. Sedangkan dalam satu golongan setiap unsur memiliki
elektron valensi yang sama karena penggolongan unsur didasari atas
kesamaan jumlah elektron valensi.
4.2.2. Jari-jari atom
Jari‐jari atom adalah jarak dari inti atom sampai dengan elektron pada
kulit terluar. Hasil pengamatan dari jari‐jari atom untuk golongan IA, IIA
dan IIIA, menunjukkan bahwa dalam satu golongan dari atas ke bawah,
jari‐jari atom semakin membesar. Dalam satu periode dari kiri ke kanan
jari‐jari semakin mengecil, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
57
Gambar 2.22. Jari‐jari atom meningkat dalam satu Golongan IA, dan periode unsur non‐logam
periode tiga
Peningkatan jari‐jari atom didalam satu golongan disebabkan
meningkatnya tingkat energi dari atom atau meningkatnya kulit. Untuk
atom Li (Litium) terletak pada kulit L, sedangkan Na (Natrium) pada kulit
M, dan atom K (Kalium) terletak pada kulit N.
Sedangkan dalam satu periode jari‐jari atom semakin mengecil. Dalam
satu periode setiap atom memiliki tingkat energi yang sama, namun
jumlah intinya semakin membesar, karena kenaikan nomor atomnya,
sehingga daya tarik inti terhadap elektron semakin kuat dan jari‐jari atom
menjadi lebih kecil.
4.2.3. Energi Ionisasi
Energi ionisasi didefinisikan sebagai energi terendah yang dibutuhkan
sebuah atom untuk dapat melepaskan elektron valensinya. Hasil
eksperimen untuk energi ionisasi yang dilakukan pada unsur‐unsur
golongan IA menunjukkan bahwa energi ionisasi dari logam Litium (Li)
sampai dengan Cesium (Cs) menurun. Sedangkan energi ionisasi dari
unsur‐unsur dalam satu periode, ditunjukkan pada periode ke tiga yaitu
dari unsur Boron (B) sampai dengan Flor (F) menunjukkan adanya
peningkatan. Trend peningkatan dan penurunan energi ionisasi dalam
Tabel periodik ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Untuk unsur dalam satu golongan, semakin ke bawah jumlah kulit
semakin banyak dan elektron semakin jauh dari inti. Hal ini menyebabkan
elektron semakin mudah dilepaskan, dan dapat disimpulkan bahwa energi
ionisasi dalam satu golongan semakin kecil dari atas ke bawah.
Unsur‐unsur dalam tabel periodik disusun berdasarkan kenaikan nomor
atom sehingga jumlah elektron semakin besar dari kiri ke kanan dan
semakin sulit melepaskan karena memerlukan energi yang cukup besar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa energi ionisasi dalam satu periode dari
kiri kekanan semakin besar.
Kemudahan sebuah elektron dilepaskan oleh sebuah unsur merupakan
ciri khas sifat logam dari sebuah unsur, sehingga sifat kelogaman sangat
dipengaruhi oleh besar kecilnya energi ionisasi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
58
Gambar 4.5. Jari‐jari atom meningkat dalam satu Golongan IA, dan periode unsur non‐logam
periode tiga
Dalam satu golongan, sifat kelogaman meningkat dari atas ke bawah, yang
berlawanan dengan energi ionisasinya. Demikianpula sifat kelogaman
dalam satu periode semakin kecil dari kiri kekanan, sehingga unsur‐unsur
yang berada disebelah kanan khususnya yang memiliki orbital p bersifat
sebagai non logam.
4.2.4. Affinitas elelktron
Affinitas elektron didefinisikan sebagai energi yang dibebaskan oleh
sebuah atom untuk menerima elektron. Dengan membebaskan energi,
menunjukkan bahwa atom tersebut memiliki kecenderungan yang tinggi
untuk berubah menjadi ion negatif. Dalam satu periode, dari kiri kekanan
affinitas elektron bertambah besar. Sedangkan dalam satu golongan, dari
atas ke bawah affinitas elektron semakin berkurang.
Jika kita tinjau dari sisi atomnya, maka ada satu kemampuan suatu atom
untuk menarik elektron yang disebut dengan elektronegatifitas.
Keterkaitan antara elektronegatifitas dengan affinitas elektron adalah
sebanding, semakin besar affinitas elektron semakin besar pula
elektronegatifitasnya. Dalam satu periode dari kiri ke kanan
elektronegatifitas semakin besar, sedangkan dalam satu golongan dari atas
ke bawah, elektronegatifitasnya semakin menurun. Hasil ini ini juga
didukung oleh data seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Elektronegatifitas untuk periode 3 dan Golongan VIIA
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
59
RANGKUMAN
1. Tabel periodik disusun untuk mempermudah kita dalam
mempelajari Ilmu Kimia, khususnya unsur. Tabel periodik
disusun atas dasar kenaikan nomor atom atau kenaikan
jumlah elektron, dan terjadi kesamaan sifat‐sifat unsur secara
periodik. Tabel periodik panjang terdiri dari dua jalur yaitu
jalur horizontal dan jalur vertikal,
2. Jalur horizontal disebut periode dan terdapat 7 (tujuh) periode
yang menunjukkan tingkat energi atau kulit. Periode 1 sesuai
dengan kulit K, yang berisi orbital s dengan 2 maksimum
elektron yang berarti bahwa pada periode 1 hanya terdapat 2
unsur.
3. Periode kedua, memiliki kulit L, dengan orbital 2s dan 2p,
dengan total elektron maksimum sebanyak 8 elektron setara
dengan jumlah unsur yang ada pada periode ini.
4. Periode ketiga M, dengan orbital 3s, 3p dan 3d, namun orbital
3d, belum terisi elektron, sehingga elektron hanya mengisi
pada orbital 3s, 3p, sehingga terdapat 8 elektron atau tersedia
8 unsur pada periode ini.
5. Untuk periode ke empat dan ke lima, orbital s, p dan d sudah
terisi penuh sehingga terdapat 18 unsur. Sedangkan untuk
periode ke enam orbital s, p, d dan orbital f sudah terisi
sehingga terdapat 32 unsur, dan periode ke tujuh jika terisi
maksimum juga akan terdapat 32 unsur, namun sampai
dengan saat ini belum terisi seluruhnya.
6. Dalam tabel periodik bentuk panjang terdapat dua golongan
yaitu golongan A dan golongan B yang merupakan jalur
vertikal. Golongan terkait erat dengan elektron valensi, untuk
Golongan A, seluruh unsur memiliki elektron valensi pada
orbital s dan orbital p. Golongan IA dengan elektron valensi
1s1 dan IIA dengan elektron valensi 1s2. Golongan IA dan IIA
dikenal dengan logam alkali dan alkali tanah, Golongan IIIA
sampai dengan VII A yang mengisi orbital p1 sampai dengan
p5, unsur‐unsur ini merupakan unsur non logam. Untuk
golongan VIIIA dan lebih dikenal dengan Golongan 0 memiliki
elektron valensi p6 dan merupakan gas mulia.
7. Golongan B memiliki elektron valensi pada orbital d, unsur‐
unsur dalam golongan ini merupakan logam. Untuk Golongan
IIIB sampai dengan golongan VIIB mencirikan elektron ns2 dan
(n‐1)d(1s/d 5), (contoh Gol III B; 4s2, 3d1, Gol VII B ; 4 s2, 3d5).
Dalam golongan IIIB ada hal yang khusus yaitu pada periode ke
enam dan ke tujuh unsur yang memiliki elektron valensi pada
orbital f juga masuk pada golongan IIIB. Pada periode enam
unsur ini dikenal dengan deret actinida dan pada periode ke
tujuh dikenal dengan deret lantanida.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
60
8. Untuk golongan VIIIB lebih dikenal dengan golongan VIII,
memiliki elektron valensi ns2 dan (n‐1)d(6,7 dan 8). Untuk unsur
dengan elektron valensi 4s2, 5d6, 4s2, 5d7 dan 4s2, 5d8, adalah
unsur‐unsur yang masuk dalam Golongan VIII.
9. Untuk golongan IB dan golongan IIB memiliki elektron valensi
ns2 dan (n‐1)d(9 dan 10). Untuk unsur dengan elektron valensi
4s2, 5d9 golongan I B dan 4s2, 5d10 golongan IIB.
10. Dapat disimpulkan bahwa elektron valensi adalah penentu
dari golongan, dengan mengetahui elektron valensi kita dapat
mengetahui kedudukan unsur tersebut dalam tabel periodik,
perhatikan contoh di bawah ini, jika sebuah unsur memiliki
elektron valensi:
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
61
UJI
KOMPETENSI
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat
1. Tabel periodik Mendelleyev disusun berdasarkan:
A. Kenaikan nomor atom
B. Kenaikan berat atom
C. Kenaikan jumlah elektron D. Kenaikan jumlah proton
2. Perioda dalam Tabel periodik menunjukkan:
A. Banyaknya kulit dalam atom
B. Banyaknya orbital dalam atom
C. Besarnya muatan inti
D. Banyaknya proton dalam atom
3. Golongan dalam tabel periodik menunjukkan:
A. Banyaknya elektron dalam atom
B. Banyaknya elektron pada kulit terluar
C. Banyaknya proton dalam inti atom
D. Banyaknya neutron dalam inti atom
4. Tabel periodik bentuk panjang unsur‐unsur transisi terletak
diantara:
A. Golongan IIB dan IB
B. Golongan IIA dan IIIB
C. Golongan IIIA dan IV A D. Golongan II A dan IIIA
5. Unsur dengan konfigurasi elektron 3d10 4s2 4p4, terletak pada
perioda:
A. Perioda kelima
B. Perioda ketiga
C. Perioda keempat
D. Perioda kedua
6. Affinitas elektron didefinisikan sebagai:
A. Jumlah elektron pada kulit terluar
B. Energi yang dibebaskan bila atom menerima elektron
C. Jumlah kulit pada suatu atom
D. Energi yang diperlukan untuk melepas elektron
7. Dari ketiga unsur A, B dan C dengan nomor atom masing‐
masing 16, 17 dan 18 dapat kita simpulkan:
A. Elektron valensi C paling besar
B. Affinitas elektron C paling kecil
C. Elektron valensi ketiga unsur sama
D. Affinitas elektron A lebih besar
8. Unsur‐unsur dalam golongan IIIA, memiliki elektron valensi
A. ns2
B. ns2 np5
C. ns2 np1
D. ns2 np3
9. Dalam satu golongan dari atas ke bawah maka:
A. Elektron valensi naik
B. Affinitas elektron bertambah
C. Elektronegatifitas bertambah D. Elektron valensi tetap
10. Dari unsur Li, Na, Rb dan Cs, yang mempunyai jari‐jari atom
terbesar
A. Li
B. Rb
C. Cs
D. Na
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
62
Bab 5. Ikatan
Kimia
Standar Kompetensi
Memahami terjadinya ikatan
kimia
Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan terjadinya ikatan ion
Mendeskripsikan terjadinya ikatan kovalen
Menjelaskan ikatan logam
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mengetahui adanya kecenderungan unsur untuk membentuk
senyawa
2. Siswa dapat mendeskripsikan proses terjadinya ion dari suatu unsur
3. Siswa dapat menyebutkan interaksi elektrostatika dalam ikatan ion
4. Siswa mampu mengidentifikasi bentuk ikatan kovalen
5. Siswa dapat menyebutkan definisi hibridisasi
6. Siswa dapat menyebutkan jenis‐jenis ikatan kovalen
7. Siswa dapat mendeskripsikan ikatan logam
8. Siswa dapat menyebutkan sifat‐sifat unsur yang memiliki ikatan logam
9. Siswa dapat menyebutkan jenis‐jenis gaya tarik menarik inter dan antar molekul
5.1. Ikatan Kimia
Di alam banyak ditemukan zat baik berupa unsur atau senyawa.
Keberadaan zat tersebut sangat ditentukan oleh kestabilan zat itu sendiri.
Jika suatu zat stabil maka kita akan menemukannya dalam bentuk unsur
bebas, namun jika zat itu tidak stabil maka kita akan menemukannya
dalam bentuk senyawa.
Beberapa penemuan terdahulu menunjukkan bahwa beberapa gas
ditemukan sebagai atomnya, seperti gas Helium (He), Neon (Ne) dan
Argon (Ar). Berbeda dengan gas Oksigen yang ditemukan dalam bentuk
senyawa (O2), demikian pula dengan gas Nitrogen (N2) dan gas
Karbondioksida (CO2). Dari sisi penulisan atau lambang dapat kita lihat
bahwa gas yang stabil ditemukan di alam dituliskan dengan nama
atomnya seperti He, Ne dan Ar. Sedangkan senyawa penulisannya
didasari pada atom penyusunnya, misalnya gas Oksigen disusun oleh 2
(dua) atom oksigen sehingga dituliskan atau dilambangkan denga O2,
demikian pula untuk Karbondioksida yang dilambangkan dengan CO2
yang memiliki arti bahwa gas tersebut disusun oleh satu atom Karbon
dan 2 (dua) atom Oksigen. Hasil penemuan para ahli kimia menunjukkan
bahwa gas yang stabil dalam bentuk atomnya memiliki konfigurasi
elektron yang khas.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
63
Konfigurasi tersebut ditunjukkan dengan terisinya
seluruh elektron pada sub tingkat energi terluarnya
khususnya untuk orbital p dan pengecualian untuk gas
He mengisi pada orbital s, perhatikan Gambar 5.1.
Untuk He yang memiliki nomor atom 2, maka terdapat
dua elektron dan atom Helium hanya memiliki satu sub
tingkat energi dengan orbital 1s. Kedua elektron
tersebut tepat penuh mengisi orbital 1s2.
Keberadaan zat di
alam
Konfigurasi
Elektron
Orbital p terluar
Sedangkan gas Neon yang memiliki nomor atom 10,
memiliki 10 elektron dengan konfigurasi 1s2, 2s2, 2p6,
tampak bahwa orbital 2p terisi penuh.
Penuh
Tidak
penuh*
Unsur
Senyawa
Demikian pula dengan Ar, yang bernomor atom 18, *Pengecualian untuk logam stabil dalam
memiliki konfigurasi elektron dengan orbital terluar
orbital d
terisi penuh.
Gambar 5.1. Konfigurasi elektron
Gas‐gas yang memiliki konfigurasi elektron dimana
terluar dan kestabilan
seluruh orbital p‐nya terisi penuh memiliki kestabilan
dan sulit bereaksi, gas‐gas tersebut dikenal dengan gas
mulia.
Atom‐atom yang tidak memiliki konfigurasi seperti gas
mulia, memiliki kecenderungan untuk mengikuti pola gas
mulia, sehingga elektron valensi atau elektron orbital
terluarnya terisi penuh. Kecenderungan dilakukan oleh
atom dengan berbagai cara seperti melepaskan elektron,
menarik elektron dari luar atau dengan cara
menggunakan elektron secara bersama‐sama dengan
atom lainnya. Perubahan satu atom dalam mencapai
konfigurasi gas mulia diikuti dengan peristiwa ikatan
kimia. Atas dasar kecenderungan ini ikatan kimia dapat
diklasifikasikan.
5.1.1. Ikatan Ion
Pencapaian kestabilan satu atom dapat terjadi dengan
cara pembentukan ikatan ion. Ikatan ini terjadi karena
adanya gaya listrik elektrostatik antara ion yang
bermuatan positif (kation) dengan ion yang bermuatan
negatif (anion).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
64
Peristiwa ikatan ion diawali dengan proses pelepasan
elektron dari sebuah atom menjadi ion positif, sebagai
contoh kita pergunakan aton Na, bersamaan dengan
elektron yang dilepaskan ditangkap oleh atom Cl
lainnya sehingga atom tersebut menjadi bermuatan
negatif. Dengan kata lain proses pelepasan dan
penangkapan elektron melibatkan dua atom atau lebih
dan berlangsung secara simultan, perhatikan Gambar
5.2.
Perbedaan muatan listrik dari kedua ion itulah yang
menimbulkan gaya tarik elektrostatik dan kedua ion
berikatan (lihat Gambar 5.3). Dalam kimia, kita tuliskan
persamaan reaksinya
Na → Na+ + e
Cl + e → Cl‐
Na + Cl → Na+ Cl‐
Dalam penulisan e dapat dicoret atau dihapus, karena
keberadaannya saling meniadakan disebelah kiri tanda
panah dan disebelah kanan tanda panah.
Senyawa yang memiliki derajat paling tinggi dalam
ikatan ionik adalah yang terbentuk oleh reaksi antara
unsur yang memiliki orbital terluar s1 dengan unsur
yang memiliki orbital terluar p5. Kedua unsur tersebut
memiliki perbedaan elektro‐negativitas yang besar.
Dalam tabel periodik, unsur‐unsur yang umumnya
membentuk ikatan ionik adalah unsur alkali dan alkali
tanah (memiliki elektron valensi s1 dan s2) dengan
unsur halogen (memiliki elektron valensi p4 dan p5).
Beberapa pengecualian terjadi untuk Flor yang
memiliki elektronegatifitas tertinggi, dan atom Cesium
(Cs) yang memiliki elektronegatifitas terendah
mengakibatkan ikatan yang terbentuk dari kedua atom
ini tidak sepenuhnya ionik.
Penamaan untuk senyawa yang dibangun melalui
ikatan ion diberikan dengan “menyebutkan nama atom
logam (kation) dan menyebutkan nama anion
ditambahkan dengan akhiran ida”. Pada Tabel 5.1. di
bawah ini diberikan lambang dan nama atom logam
yang memiliki elektron valensi s1 dan s2 dan p4 dan p5.
Senyawa yang terbentuk dari ikatan ionik umumnya
berupa kristal padat seperti; Natrium Klorida (NaCl),
Cesium Klorida (CsCl), Kalium Bromida (KBr), Natrium
Yodida (NaI) dan lainnya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 5.2. Proses pelepasan dan
penarikan elektron dari atom Na ke
atom Cl, menghasilkan ion‐ion
bermuatan
Gambar 5.3. Ikatan ion terjadi karena
adanya gaya elektrostatika dari ion
positif dengan ion negatif
65
Tabel 5.1. Hubungan electron valensi dengan ikatan ion pada senyawa
s1 dan s2 (Bentuk ion)
p4 dan p5 (Bentuk ion)
Contoh senyawa ion
Na : Na+ Natrium/ Sodium
O : O2‐ Oksigen, Oksida
NaCl, Natrium klorida
+
K : K Kalium/Potasium
+
Cs : Cs Cesium
S:S
2‐
F:F
‐
Sulfur : Sulfida
KBr, Kalium bromide
Flor, Florida
CsCl, Cesium klorida
Be : Be2+ Berilium
Cl : Cl‐ Klor, Klorida
BeCl2, Berilium klorida
Mg : Mg2+ Magnesium
Br : Br‐ Brom, Bromida
MgO, Magnesium oksida
Ca : Ca2+ Calsium
Sr : Sr2+, Strontium
2+
Ba : Ba , Barium
I : I‐
Iod, Iodida
CaS, Calsium sulfida
‐
SrCl2, Strontium klorida
‐
BaS, Barium Sulfida
Bentuk kristal padat sangat kuat, untuk senyawa NaCl,
dibangun oleh ion Na+ dan Cl‐, dimana setiap kation
Na+ dikelilingi oleh 6 anion Cl‐ pada jarak yang sama,
demikian pula sebaliknya setiap Cl‐ dikelilingi oleh 6
kation Na+ juga pada jarak yang sama.
Sehingga kekuatan yang dibangun sama kuatnya baik
untuk kation maupun anion. Perhatikan kristal padat
NaCl pada Gambar 5.5.
Struktur kristal ionik sangat kuat sehingga umumnya
hanya dapat larut dalam air atau dengan pelarut
lainnya yang bersifat polar. Kristal ionik berbentuk
padatan, lelehan maupun dalam bentuk larutan,
bersifat konduktif atau menghantarkan listrik.
dipergunakan dan sisanya sebagai penyusun tulang.
Kation natrium menjaga kestabilan proses osmosis
extraselular dan intraseluler, di daerah extraseluler
kation natrium dibutuhkan sekitar 135‐145 mmol,
sedangkan di intraselular sekitar 4‐10 mmol.
Senyawa ionik dibutuhkan dalam tubuh, misalnya
kation Na+ dalam bentuk senyawa Natrium Klorida
dan Natrium Karbonat (Na2CO3), didalam tubuh
terdapat sekitar 3000 mmol atau setara dengan 69
gram, 70% berada dalam keadaan bebas yang dapat
5.1.2. Ikatan Kovalen
Proses pembentukan kestabilan suatu atom tidak
hanya melalui pelepasan dan penerimaan elektron,
kenyataan kestabilan juga dapat dicapai dengan cara
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 5.5. Bentuk kristal ionik,
seperti NaCl, setiap Na+ (merah)
dikelilingi 6 anion Cl‐ dan sebaliknya Cl‐
(hijau) dikelilingi 6 kation Na+
66
menggunakan elektron secara bersama. Bagaimana
satu atom dapat menggunakan elektron terluarnya
secara bersama dapat dilihat pada Gambar 5.6.
Atom Flor, memiliki nomor atom 7, sehingga
memiliki 7 (tujuh) elektron yang berada pada dua
tingkat energi yaitu energi pertama (kulit K) dan
tingkat energi kedua yaitu kulit L, elektron
terdistribusi pada orbital 1s2, 2s2 dan orbital p5,
seperti Gambar 5.6. Pada orbital p, dua elektron
dibedakan (biru gelap) berasal dari atom F sebelah
kiri dan kanan, kedua atom itu dipergunakan agar
konfigurasinya mengikuti gas mulia. Gambar 5.7 A
dan B, menunjukkan ikatan kovalen dari senyawa H2,
dan adanya gaya tarik kovalen dari setiap inti atom H
terhadap pasangan elektron, dan dapat ditarik
kesimpulan bahwa gaya tarik‐menarik bersih (netto)
yang terjadi ketika setiap atom memberikan 1 (satu)
elektron tidak berpasangan untuk dipasangkan
dengan elektron dari atom yang lain, pada satu ruang
kosong, maka pasangan elektron ditarik oleh kedua
inti atom tersebut.
Ikatan kovalen terjadi karena atom‐atom yang
berikatan memiliki kelektronegatifan yang setara dan
tidak memiliki kelebihan orbital kosong yang
berenergi rendah.
Kondisi semacam ini tampak pada unsur‐unsur non
logam, paling tidak terdapat antara 4 (elektron)
sampai 8 (delapan) elektron yang berada pada kulit
terluar. Beberapa pengecualian perlu diperhatikan
khususnya untuk unsur H (hidrogen) elektron valensi
1s1 (satu elektron pada tingkat energi terendah, He
(Helium) elektron 1s2 (dua elektron pada tingkat
energi terendah. Demikianpula untuk B (Boron)
memiliki 3 elektron valensi (2s2, 2p1), sehingga unsur
non logam cenderung membentuk ikatan kovalen.
Beberapa unsur non logam yang membentuk senyawa
kovalen seperti, Hidrogen (H), Karbon (C), Nitrogen
(N), Oksigen (O), Posfor (P), Sulfur atau Belerang (S)
dan Selenium (Se). Atas dasar kemampuan menarik
atau melepas elektron, umumnya muatan dari unsur‐
unsur non logam adalah +4, ‐4, ‐3, ‐2 dan ‐1.
Panggambaran ikatan kovalen didasari pada kaidah
oktet (delapan) atau octet rule, menurut kaidah ini
elektron valensi berjumlah delapan (s2 dan p6) sebagai
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 5.6. Pasangan elektron
bersama untuk atom F yang
membentuk senyawa F2
A
B
Gambar 5.7. Ikatan kovalen yang
terjadi pada atom H membentuk H2,
dengan menggunakan elektron
bersama dari orbital 1s1
67
bentuk kestabilan dari konfigurasi gas mulia, sehingga
jumlah 8 (delapan) elektron merupakan jumlah yang
harus dipenuhi untuk membentuk ikatan kovalen,
kecuali untuk hidrogen hanya dua elektron. Lewis
memperkenalkan cara penulisan ikatan dan senyawa
kovalen, pasangan elektron yang dipergunakan
bersama digambarkan sebagai garis lurus. Gambar 5.8,
menjelaskan dan menyederhanakan cara penulisan
dan penggambaran senyawa kovalen untuk beberapa
senyawa kovalen yang dibentuk dari atom yang
berberda.
Ikatan kovalen dapat terbentuk dari beberapa
pasangan elektron, seperti tunggal contohnya F2 atau
H2, namun dapat pula terjadi rangkap dua seperti pada
molekul gas CO2, dan rangkap tiga terjadi gas astilen
C2H2.
Pada molekul CO2, atom Karbon menyumbangkan 2
(dua) elektron untuk setiap atom oksigen,
demikianpula dengan atom oksigen masing‐masing
memberikan 2 (dua) elektronnya.
Gambar 5.8. Ikatan molekul dengan
atom penyusun yang berbeda atom H
dan O, membentuk senyawa air
Untuk molekul C2H2, dua atom Karbon saling
memberikan 3 (tiga elektronnya) sehingga terjadi tiga
pasangan elektron, dan setiap atom Karbon juga
menyumbangkan satu elektronnya ke atom hidrogen,
sedangkan kedua atom hidrogen, masing‐masing
memberikan satu elektronnya kepada karbon dan
membentuk 2 (dua) pasangan elektron, perhatikan
Gambar 5.9.
Secara teliti, jika kita amati ikatan kovalen antara dua
atom yang berbeda akan terlihat bahwa salah satu inti
atom lebih besar dari atom yang lainnya, misalnya air,
yang disusun oleh satu atom oksigen dan dua atom H,
seperti pada Gambar5.10. Inti atom oksigen jauh lebih
besar dan jumlah muatan protonnya juga lebih banyak,
sehingga 2 pasang dari pasangan elektron yang
dibentuk oleh atom H dan O akan lebih tertarik ke inti
atom oksigen. Hal ini menyebabkan, atom oksigen
lebih bermuatan negatif dan masing‐masing atom
hidrogen akan bermuatan sedikit postif, dengan
demikian terjadi polarisasi muatan dalam senyawa
tersebut, dan terbentuk dua kutub (positif dan negatif)
atau dipol. Perbedaan muatan untuk senyawa dipol
dinyatakan dalam momen dipol.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 5.9. Ikatan kovalen rangkap
dua pada senyawa CO2 dan rangkap
tiga pada senyawa C2H2
68
Perhitungan momen dipol didasari atas perbedaan
keelektronegatifan dari atom‐atom penyusunnya.
Secara kualitatif kita dapat memprediksi terjadinya
polarisasi muatan dan resultante momen dipol yang
dapat dipergunakan untuk melihat sebaran dari
muatan parsial positif dan parsial negatif, seperti yang
ditunjukkan oleh molekul air, sulfur dioksida dan
karbondioksida pada Gambar 5.10. Dari gambar
tampak bahwa untuk molekul air muatan parsial
negatif terakumulasi di atom Oksigen, sama halnya
dengan molekul sulfurdioksida. Berbeda dengan
seyawa CO2 tidak terjadi polarisasi.
Ikatan kovalen yang memiliki bentuk lain juga diamati,
dimana ikatan terbentuk akibat sebuah senyawa
memiliki sepasang elektron yang tidak dipergunakan
(pasangan elektron bebas) disumbangkan kepada
sebuah ion atau senyawa, ikatan ini disebut juga
dengan ikatan kovalen koordinasi. Contoh menarik
yang dapat kita temui adalah pembentukan ion
amonium dan pembentukan senyawa BF3NH3.
Molekul NH3 terpusat pada atom Nitrogen yang
memiliki 5 (lima) elektron valensi, 2 elektron pada
orbital s (2s2) dan 3 elektron pada orbital p (2p3). Tiga
elektron pada orbital p dari Nitrogen membentuk
pasangan electron dengan 3 elektron dari atom H
masing‐masing memiliki satu elektron, elektron
valensi orbital s atom Nitrogen belum dipergunakan,
dan disebut dengan pasangan elektron bebas.
Pasangan elektron bebas hanya dapat disumbangkan
kepada ion yang kekurangan elektron, misalnya ion H+
atau molekul Boron triflorida BF3.
Kita ketahui bahwa atom memiliki satu buah proton
dan satu buah elektron, atom H akan berubah
menjadi ion H+, jika melepaskan elektronnya,
sehingga orbital 1s‐nya tidak berisi elektron, dan
orbital s inilah yang akan menerima sumbangan dari
pasangan elektron bebas dari senyawa NH3. Dengan
diterimanya elektron dari senyawa NH3, maka
konfigurasi ion H+ memiliki dua elektron. Bagan reaksi
5.11, menyederhanakan terjadinya ikatan kovalen
koordinasi.
Sedangkan untuk molekul NH3BF3, pasangan elektron
bebas diberikan kepada atom pusat molekul BF3 yaitu
B (Boron). Atom ini memiliki memiliki elektron valensi
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 5.10. Momen dipol dan
sebaran muatan parsial negatif yang
ditunjukkan arah resultante momen
dipol untuk molekul H2O, SO2 dan CO2
Bagan 5.11. Bagan reaksi proses
pembentukan ikatan kovalen
koordinasi, (a) pembentukan ion H+
dari atom H dan (b) NH3 menyumbang
elektron bebasnya membentuk ion
amonium (NH4)+
69
2s2 dan 2p1. Pembentukan molekul BF3 cukup unik,
pertama‐tama elektron pada orbital s berpindah ke
orbital p, sehingga konfigurasi yang lebih teliti adalah
2s1, 2px1, 2py1 dan 2pz0 masih tetap kosong. Orbital
yang berisi satu elektron ini dipergunakan secara
bersama dengan 3 (tiga) atom F, sehingga
membentuk ikatan kovalen. Atom B masih memiliki
orbital kosongnya yaitu 2pz0 dan orbital inilah yang
menerima sumbangan pasangan elektron bebas dari
molekul NH3 dan membentuk membentuk ikatan
kovalen koordinasi dari molekul NH3BF3. Proses
pembentukannya dapat dilihat pada Bagan 5.12.
Bagan 5.12. Bagan reaksi proses
pembentukan ikatan kovalen BF3 dan
ikatan kovalen koordinasi antara
molekul NH3 dan molekul BF3
Dalam ikatan kovalen dapat pula membentuk ion,
misalnya ion hidroksida (OH)‐ ion ini terbentuk karena
terjadi pasangan elektron antara atom H dan O,
namun oksigen memiliki kelebihan elektron sebanyak
satu buah, dan menyebabkan terbentuknya ion (OH)‐.
Contoh lain adalah ion Carbonat (CO3)2‐, yang
terbentuk dari satu ikatan rangkap dua antara atom C
dengan O, dan dua ikatan tunggal antara atom C
dengan atom O, namun 2 atom oksigen kelebihan
masing‐masing satu elektron, sehingga ion ini kebihan
2 muatan negatif. Pembentukan anion untuk senyawa
dengan ikatan kovalen ditunjukkan pada Gambar
5.13.
Dari tinjauan energi, pembentukan ikatan kimia
melalui ikatan kovalen merupakan reaksi eksoterm,
berbeda dengan ikatan ion yang justru membutuhkan
energi (endoterm), dan umumnya reaksi eksoterm
berlangsung secara spontan, sehingga senyawa yang
dibentuk oleh ikatan kovalen lebih banyak
dibandingkan dengan senyawa yang dibentuk oleh
ikatan ion. Molekul yang membangun sel makhluk
hidup berupa protein, lemak, karbohidrat merupakan
contoh molekul atau senyawa yang dibentuk oleh
ikatan kovalen.
5.1.3. Hibridisasi dan bentuk molekul
Pembentukan ikatan, juga sering dikatakan sebagai
penataan kembali orbital atom menjadi orbital
molekul, yang merupakan hasil tumpang tindih dari
kedua orbital atom. Contoh sederhana proses
penataan orbital molekul dengan model ini dapat
ditunjukkan pada proses pembentukan molekul Asam
Florida (HF). Konfigurasi atom H : 1s1 dan atom F : 1s2
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 5.13. Anion hidroksida (OH)‐
dan carbonat (CO3)2‐ yang dibentuk
melalui ikatan kovalen
70
2s2 2Px2 2py2 2pz1, tampak kemungkinan terjadi
pasangan elektron antara 1s1 dari atom H dan 2pz1,
sehingga terjadi tumpang tindih kedua obital tersebut,
dan membentuk orbital molekul sp, dan menghasilkan
bentuk molekul yang linier, perhatikan Gambar 5.14.
Seperti yang dibahas pada pembentukan molekul BF3,
proses perpindahan elektron dari tingkat orbital yang
rendah ke yang lebih tinggi umum terjadi proses
perpindahan ini dikenal dengan proses hibridisasi.
Orbital hasil hibridisasi disebut orbital hibrid, dalam
pembentukan BF3, terjadi orbital hibrid sp2, dimana
ikatan akan terjadi pada orbital tersebut.
Proses hibridisasi sp2, secara sederhana melalui tahap
sebagai berikut. Elektron yang berada pada orbital 2s
dipromosikan dan berpindah pada orbital 2Py.
Gambar 5.14. Model hibridisasi dan
bentuk molekul sp
Sehingga terbentuk orbital hibrid sp2, yang dapat
bereaksi dengan atom lain dengan membentuk ikatan
yang hampir sama. Hal ini menyebabkan bentuk
molekulnya sebagai segi tiga datar, lihat Gambar 5.15.
Proses hibridisasi tipe lain, terjadi pada molekul gas
metana (CH4), atom memiliki konfigurasi konfigurasi
atom H: 1s1 dan konfigurasi atom C: 1s2 2s2 2Px1 2py1
2pz0.
F
B
F
F
Gambar 5.15. Bentuk molekul dengan
hibridisasi sp2
Dalam mengikat 4 atom H menjadi CH4, maka 1
elektron (orbital 2s) dari atom C akan dipromosikan ke
orbital 2pz, sehingga konfigurasi elektronnya menjadi:
1s1 2s1 2px1 2py1 2pz1.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
71
Perubahan yang terjadi meliputi 1 orbital 2s dan 3
orbital 2p, maka disebut hibridisasi sp3, Kekuatan
ikatan untuk keempat orbital relatif setara sehingga
membentuk molekul tetrahedron, seperti Gambar
5.16. Struktur molekul tetrahedral cukup stabil,
sehingga banyak molekul yang memiliki struktur ini.
Bentuk hibridisasi yang lebih kompleks jika banyak
orbital yang terlibat dalam proses promosi elektron
seperti orbital s, p, dan d, seperti pada hibridisasi dsp3
dengan bentuk molekul trigonal bipiramidal, sp2d ;
dsp2 dengan bentuk molekul segiempat datar dan
d2sp3 ; sp3d2 dengan bentuk molekul oktahedron.
5.1.4. Interaksi atom
Zat yang ada di alam dapat berupa unsur dan
senyawa, kita ketahui atom adalah bagian terkecil
dari suatu suatu unsur, sedangkan molekul bagian
terkecil dari suatu senyawa. Keberadaan atom dan
molekul tidak tampak oleh mata kita, sehingga yang
kita temukan adalah merupakan kumpulan yang tak
terpisahkan dari atom dan molekul, dan diketahui ada
interaksi dan ikatan yang terjadi antara atom dan
molekul. Untuk lebih jelasnya perhatikan bagan pada
Gambar 5.17.
Gambar 5.16. Bentuk molekul dengan
hibridisasi sp3
Atom dari
Suatu Unsur
Interaksi
Atom
5.1.4.1. Ikatan Logam
Logam yang ada dialam kita temukan sebagai zat
tunggal atau unsur, dan kita ketahui bahwa bagian
terkecil dari unsur adalah atom, sehingga pasti logam
yang kita temukan tersusun oleh banyak atom logam.
Ikatan logam terjadi karena adanya saling
meminjamkan elektron, namun proses ini tidak hanya
terjadi antara dua atau beberapa atom tetapi dalam
jumlah yang tidak terbatas. Setiap atom memberikan
elektron valensinya untuk digunakan bersama,
sehingga terjadi ikatan atau tarik menarik antara atom‐
atom yang saling berdekatan.
Jarak antar atom dalam ikatan logam tetap sama, jika
ada atom yang bergerak menjauh maka gaya tarik
menarik akan “menariknya” kembali ke posisi semula.
Demikian pula jika atom mendekat kesalah satu atom
maka akan ada gaya tolak antar inti atom.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Logam
Gas Mulia
Ikatan
logam
Gaya Van
der Waals
Unsur bebas/
ditemukan di
alam
Gambar 5.17. Bagan keberadaan
interaksi atom dan molekul
72
Jarak yang sama disebabkan oleh muatan listrik
yang sama dari atom logam tersebut, lihat Gambar
5.18.
Pada ikatan logam, inti‐inti atom berjarak tertentu
dan beraturan sedangkan elektron yang saling
dipinjamkan bergerak sangat mobil seolah‐olah
membentuk “kabut elektron”. Hal ini yang
meyebabkan munculnya sifat daya hantar listrik
pada logam.
Keteraturan dari logam karena adanya ikatan
antar atom, yang ditunjukan dengan jarak antar
atom yang sama, dan atom‐atom logam tersusun
secara teratur menurut suatu pola tertentu.
Susunan yang teratur inilah yang dinamakan
dengan Kristal. Struktur Kristal pada logam cukup
banyak, dalam bahasan ini kita ambil dua
struktur Kristal.Body Centered Cubic (BCC), kubus
berpusat badan, merupakan struktur kristal yang
banyak dijumpai pada logam Crom (Cr), Besi
Alpha, Molebdenum (Mo), Tantalum (Ta) dan
lain‐lain. Struktur kristal ini memiliki satu atom
pusat dan dikelilingi oleh 8 atom lainnya yang
berposisi diagonal ruang. Ciri khas dari struktur
Kristal ini adalah jumlah atom yang berdekatan
sebanyak 2 buah dan sering disebut dengan
bilangan koordinasi. Untuk lebih mudahnya
perhatikan Gambar 5.19.
Face Centered Cubic (FCC), kubus berpusat muka,
struktur kristal ini banyak dijumpai pada logam‐
logam seperti alumunium, besi gamma, Timbal,
Nickel, Platina, Ag, dan lai‐lain. Atom pusat
terletak pada setiap bidang atau sisi, dan
terdapat 6 atom. Sebagai ciri khas dari kristal ini,
adalah bilangan koordinasinya 4. Struktur kristal
kubus berpusat muka disajikan pada Gambar
5.20.
Jika kita perhatikan besi yang memiliki dua
struktur Kristal yaitu besi alpha (BCC) dan gamma
(FCC), kedua kristal ini dapat terjadi pada suhu
tinggi, untuk alpha terjadi pada suhu sekitar
700oC sedangkan struktur gamma terjadi pada
suhu sekitar 1100oC.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Atom Mg
2 elektron valensi
Awan
elektron
Gambar 5.18. Ikatan Logam, dalam atom
Magnesium
Gambar 5.19. Struktur Kristal kubus
berpusat badan
Gambar 5.20. Struktur Kristal kubus
berpusat badan
73
Material mempunyai lebih dari satu struktur
kristal tetapi dalam keadaan padat yang
tergantung dari temperatur, maka inillah yang
disebut dengan Allotropy.
Struktur Kristal tidak hanya dimiliki oleh logam,
unsur bukan logam juga dapat berbentuk Kristal.
Di alam unsur karbon terdapat dalam berbagai
bentuk Kristal, seperti intan memiliki struktur
kristal yang berbeda dengan struktur kristal grafit
maupun buckminsterfullerene (buckyball). Jika
sebuah material memiliki beberapa bentuk
Kristal, material ini sering disebut juga dengan
polymorphism.
Saat ini para ahli telah menemukan struktur
Kristal dari karbon yaitu nanotube. Struktur Kristal
ini telah diujicobakan ke berbagai bidang
khususnya untuk miniaturisasi peralatan.
Beberapa bentuk Kristal karbon disajikan pada
Gambar 5.21. Gas mulia yang kita temukan bukan
merupakan atom tunggal, namun sejumlah
molekul atom dalam gas yang bergabung dan
berikatan. Contoh menarik Pembentukan kristal
gas mulia seperti (He, Ne, dan Ar). Proses
tersebut diawali dari bentuk gas yang berubah
menjadi cairan dilanjutkan dengan pembentukan
kristal yang memiliki titik leleh rendah. Kristal
tersebut umumnya transparan, dan bersifat
sebagai isolator.
Atom‐atom dari gas memiliki orbital dengan
elektron valensi yang terisi penuh elektron,
sehingga
elektron‐elektron
valensi
tidak
memungkinkan lagi membentuk ikatan. Pada
kenyataannya atom‐atom gas berinteraksi dan
dapat membentuk kristal. Proses ikatan terjadi
karena atom gas inert mengalami distorsi pada
distribusi elektronnya walaupun sangat kecil,
menyebabkan dispersi muatan positif atau
dispersi muatan negatifnya, sehingga terjadinya
dipol yang bersifat temporer dalam setiap
atomnya, dan menimbulkan gaya tarik menarik.
Gaya ini diamati oleh Fritz London dan Van der
Waals, sehingga gaya tarik menarik dikenal
dengan gaya Van der Waals atau gaya London.
Gaya tarik menarik ini menyebabkan terjadinya
ikatan pada atom gas mulia (Gambar 5.22).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 5.21. Beberapa struktur kristal
karbon yang telah ditemukan
σ+
σ-
σ+
σ-
σ-
σ+
σ-
σ+
σ-
σ+ σ-
σ+
σ-
σ+
σ+
σ-
Gambar 5.22. Gaya Van der Waals atau
Gaya London, proses diawali dengan
dispersi muatan dan dilanjutkan dengan
interaksi dipol temporer antar atom
74
5.1.5. Gaya tarik menarik antar molekul
Bagian terkecil dari sebuah senyawa adalah
molekul. Jika kita melihat segelas air, tentunya
kita tahu bahwa di dalam gelas terdapat jutaan
molekul air, sehingga
terjadi interaksi antar
molekul air. Ada beberapa gaya yang bekerja
pada interaksi antar molekul seperti gaya Van
der Waals dan ikatan hidrogen.
Bagan 5.23. Bagan reaksi yang
menggambarkan peran interaksi Van der
Waals dalam pembentukan molekul
polietilen sebanyak n molekul
Ikatan Van der Waals tidak hanya terjadi pada
atom gas mulia, tetapi juga ditemukan pada
polymer dan plastik. Senyawa ini dibangun oleh
satu rantai molekul yang memiliki atom karbon,
berikatan secara kovalen dengan berbagai atom
seperti hidrogen, oksigen, nitrogen, dan atom
lainnya. Interaksi dari setiap untaian rantai
merupakan ikatan Van der Waals. Interaksi dari
setiap untaian rantai merupakan ikatan Van der
Waals. Hal ini diketahui dari pengamatan
terhadap polietilen (Bagan 5.23), polietilen
memiliki pola yang sama dengan gas mulia,
etilen berbentuk bentuk gas menjadi cairan dan
mengkristal atau memadat sesuai dengan
pertambahan
jumlah atom atau rantai molekulnya. Dispersi
muatan terjadi dari sebuah molekul etilen, C2H4,
yang menyebabkan terjadinya dipol temporer
serta terjadi interaksi Van der Waals. Dalam
kasus ini molekul H2C=CH2, selanjutnya
melepaskan satu pasangan elektronnya dan
terjadi ikatan yang membentuk rantai panjang
atau polietilen. Pembentukan rantai yang
panjang dari molekul sederhana dikenal dengan
istilah polimerisasi.
Van der Waals juga mengamati ikatan yang
terjadi pada molekul yang bersifat polar, dimana
molekul tersebut memiliki momen dipol yang
permanen, perbedaan muatan yang terjadi
menyebabkan terjadinya interaksi antar
molekul. Gaya yang bekerja disebut juga dengan
gaya tarik dipol‐dipol dan jauh lebih kuat
dibandingkan dengan interaksi molekul non
polar.
Sebagai contoh, terjadinya interaksi antara
molekul HCl dengan ClF. Pada molekul HCl,
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 5.24. Gaya tarik dipol‐dipol yang
terjadi pada molekul‐molekul yang bersifat
polar.
75
atom Cl memiliki muatan yang lebih besar dan memiliki
elektronegatifitas yang besar pula sehingga pasangan
elektron ikatan akan tertarik pada atom Cl, dan
menyebabkan pembentukan muatan parsial negatif,
sedangkan atom H bermuatan parsial positif. Pada
senyawa ClF, elektronegatifitas atom F lebih besar
dibandingkan dengan atom Cl, sehingga atom Cl
bermuatan parsial positif. Interaksi Van der Waals terjadi
pada kedua molekul tersebut seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 5.24.
5.1.6. Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang terjadi akibat
gaya tarik antarmolekul antara dua muatan listrik parsial
dengan polaritas yang berlawanan. Ikatan hidrogen
seperti interaksi dipol‐dipol dari Van der Waals.
Perbedaannya adalah muatan parsial positifnya berasal
dari sebuah atom hidrogen dalam sebuah molekul.
Sedangkan muatan parsial negatifnya berasal dari
sebuah molekul yang dibangun oleh atom yang memiliki
elektronegatifitas yang besar, seperti atom Flor (F),
Oksigen (O), Nitrogen (N), Belerang (S) dan Posfor (P).
Muatan parsial negatif tersebut berasal dari pasangan
elektron bebas yang dimilikinya. Perhatikan Gambar
5.25.
Ikatan hidrogen lebih kuat dari gaya antarmolekul
lainnya, namun lebih lemah dibandingkan dengan
ikatan kovalen dan ikatan ion, contoh ikatan hidrogen
tampak pada Gambar 5.26.
Ikatan hidrogen dapat terjadi inter molekul dan intra
molekul. Jika ikatan terjadi antara atom‐atom dalam
molekul yang sama maka disebut ikatan hidrogen
intramolekul atau didalam molekul, seperti molekul
H2O dengan molekul H2O. Ikatan hidrogen, juga
terbentuk pada pada antar molekul seperti molekul
NH3, CH3CH2OH dengan molekul H2O, ikatan yang
semacam ini disebut dengan ikatan hidrogen
intermolekul.
Sebagai gambaran, di apotik umumnya dijual alkohol
70% atau etanol, digunakan untuk membersihkan
bagian tubuh agar terbebas dari kuman. Tentunya
berbeda dengan etanol murni. Perbedaan berdasarkan
komposisi larutan tersebut, untuk yang murni hanya
terdapat molekul etanol, sedangkan untuk etanol 70%
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 5.25. Muatan parsial yang
berasal dari atom yang memiliki
pasangan elektron bebas.
H
O
H
H
O
H
Gambar 5.26. Ikatan hidrogen yang
terjadi antar molekul air, dimana
muatan parsial positif berasal dari
atom H yang berasal dari salah satu
molekul air
76
mengandung etanol 70 bagian dan 30 bagiannya
adalah air.
Untuk etanol murni terjadi ikatan hidrogen antar
molekul etanol, sedangkan yang 70% terjadi ikatan
antara molekul etanol dengan air. Perbedaan kedua
ikatan tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.27.
Pembuktian adanya ikatan hidrogen diketahui dari
kajian tentang titik didih. Kajian dilakukan terhadap
molekul yang memiliki atom hidrogen seperti CH4,
SiH4, GeH4,SnH4 dan PbH4 dikelompokan kedalam
group 1 dan PH3, NH3, HF, dan H2O masuk dalam
group 2.
Ternyata untuk group 1 titik didihnya semakin
meningkat dan diketahui interaksi yang terjadi karena
atom‐atom yang berikatan semakin polar, sehingga
interaksi dipol‐dipol semakin besar dan meningkatkan
titik didihnya (CH4, SiH4, GeH4,SnH4 dan PbH4).
Gambar 5.27. Ikatan hidrogen
intramolekul dalam etanol dan
intermolekul antara etanol dengan air
Sedangkan dalam group 2, atom‐atom yang berikatan dengan hidrogen yaitu
atom P, N, O dan F seluruhnya memiliki pasangan elektron bebas atau memiliki
elektronegatifitas yang besar, sehingga ikatan antar molekul dapat terjadi.
Semakin kuatnya ikatan hydrogen yang terbentuk menyebabkan terjadinya
kenaikan titik didih. Sehingga molekul pada group 2 memiliki titik didih lebih
besar dibandingkan dengan molekul pada group 1. JIka kita membandingkan
senyawa‐senyawa di dalam group 2, antara molekul PH3 dan NH3 memiliki 1
(satu) pasangan elektron bebas, untuk molekul H2O memiliki 2 (dua) pasangan
elektron bebas. Titik didih air lebih besar dibandingkan dengan molekul PH3 dan
NH3. Dalam kasus ini molekul air lebih memiliki peluang yang lebih besar untuk
membentuk ikatan hydrogen. Kecenderungan kenaikan titik didih akibat adanya
ikatan hydrogen disajikan pada Gambar 5. 28
Gambar 5.28. Hubungan titik didih dengan ikatan hidrogen
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
77
RANGKUMAN
1. Setiap unsur selalu memiliki kecenderungan menjadi unsur
yang stabil. Kestabilan unsur dilakukan dengan cara
mengubah konfigurasi elektronnya seperti gas mulia.
2. Usaha untuk mencapai kestabilan atau membentuk
konfigurasi gas mulia dilakukan pelepasan, penarikan
elektron atau menggunakan elektron secara bersama.
Proses ini diikuti dengan peristiwa ikatan kimia.
3. Ikatan ion terjadi karena adanya gaya elektrostatik dari
atom‐atom yang berbeda muatannya, proses ikatan ion
yang berasal dari atom‐atomnya diawali dengan peristiwa
pelepasan dan penangkapan elektron, seperti persamaan
dibawah ini.
Na → Na+ + e
Cl + e → Cl‐
Na + Cl → Na+ Cl‐
Atom Na (Natrium) melepaskan elektron
Atom Cl menerima elektron yang dilepaskan oleh atom Na
Ikatan terjadi karena atom Na+ bermuatan positif dan Cl‐
bermuatan negatif.
4. Ikatan kovalen terjadi karena adanya penggunaan elektron
secara bersama dari atom yang satu ke atom yang lainnya.
Berdasarkan jumlah pasangan elektron yang dipergunakan,
maka ikatan dapat terbentuk sebagai berikut :
5. Berdasarkan perbedaan keelektronegatifan ikatan kovalen,
maka akan terjadi polarisasi muatan membentuk senyawa
polar atau tidak terpolarisasi membentuk senyawa non‐
polar.
6. Ikatan logam, interaksi terjadi karena adanya gaya tarik
menarik antar elektron oleh inti atom yang berbeda,
misalnya inti atom pertama menarik elektron dari atom
kedua dan inti atom kedua menarik elektron
disekelilingnya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
78
7. Pada atom gas mulia dapat mengalami distorsi pada
distribusi
elektronnya,
walaupun
sangat
kecil
menyebabkan dispersi muatan positif atau dispersi muatan
negatif, sehingga terjadi dipol yang bersifat temporer, dan
timbul gaya tarik menarik. Gaya tarik menarik inilah yang
menyebabkan terjadinya ikatan pada atom gas mulia.
Peristiwa ini diamati oleh Fritz London dan Van der Waals,
sehingga gaya ini dikenal dengan gaya Van der Waals atau
gaya London.
8. Ikatan yang disebabkan karena adanya gaya Van der Waals
pada senyawa non polar terjadi karena adanya dispersi
muatan yang menyebabkan terjadinya dipol temporer
dilanjutkan dengan terjadinya interaksi antar molekul
tersebut. Contoh yang mudah adalah ikatan Van der Waals
pada polimer etilen (polyetilen).
9. Gaya Van der Waals terjadi pada senyawa polar, hal ini
terjadi karena adanya polarisasi muatan permanen pada
molekul‐molekul polar. Perbedaan muatan antar dua kutub
tersebut yang menghasilkan terjadinya interaksi pada
senyawa polar.
10. Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang terjadi akibat gaya
tarik antarmolekul antara dua muatan listrik parsial dengan
polaritas yang berlawanan, dimana muatan parsial positif
berasal dari sebuah atom hidrogen.
11. Atom yang memiliki elektronegatifitas besar adalah Flor
(F), Oksigen (O), Nitrogen (N), Belerang dan Posfor (P).
12. Pembuktian adanya ikatan hidrogen antar molekul
diketahui dari titik didih. Senyawa yang memiliki ikatan
hidrogen antar molekulnya akan memiliki sifat titik didih
yang lebih tinggi.
13. Ikatan kovalen koordinasi terbentuk akibat sebuah
senyawa memiliki sepasang elektron yang tidak
dipergunakan yang disumbangkan kepada sebuah ion atau
senyawa.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
79
14. Pembentukan ikatan sering dikatakan sebagai penataan
kembali orbital atom menjadi orbital molekul, yang
merupakan hasil tumpang tindih dari kedua orbital atom.
Pada asam Florida (HF) terjadi tumpang tindih sp
(hibridisasi sp).
15. Proses hibridisasi pada sp2 (orbital hibrid sp2) terjadi
perpindahan elektron dari tingkat orbital yang rendah (s)
ke yang lebih tinggi (p).
16. Hibridisasi sp3 atau pembentukan orbital hibrid sp3, terjadi
karena elektron dari orbital s menuju p, khususnya orbital s
menuju pz. Untuk atom C, elektron pada 2s berpindah
menuju orbital 2pz.
17. Adanya orbital hibrid memberikan informasi bentuk
molekul, untuk sp berbentuk linier, sp2 berbentuk segitiga
datar dan sp3 berbentuk tetrahedron.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
80
UJI
KOMPETENSI
Pilihlah salah satu jawaban yang benar
1. Unsur bernomor atom 11 mudah berikatan dengan unsur
bernomor atom 17, maka senyawanya yang terjadi memiliki
ikatan
A. Ikatan kovalen
B. Ikatan logam
C. Ikatan ion
D. Van der Waals
2. Elektronegatifitas unsur‐unsur sebagai berikut:
Cl
Be
Mg
Ca
Sr
Ba
3,16
1,57 1,31 1,00 O,95 O,89
Berdasarkan data diatas dapat ditafsirkan bahwa ikatan ion
paling lemah adalah:
A. BaCl2
B. SrCl2
C. MgCl2
D. BeCl2
3. Unsur‐unsur B, N dan H masing‐masing mempunyai elektron
valensi 3, 5, 1. Ketiga unsur‐unsur dapat membentuk
BF3NH3, dengan ikatan yang khas yaitu
A. Kovalen polar
B. Kovalen Koordinasi
C. Kovalen non‐polar
D. Ionik
4. Unsur X dengan 1 elektron valensi, dan unsur Y mempunyai
affinitas elektron yang besar maka ikatan X – Y adalah
ikatan:
A. Kovalen polar
B. Kovalen non Polar
C. Kovalen Koordinasi
D. Ikatan ion
5. NH3 mempunyai struktur tetrahedral, tiga sudut‐nya
ditempati oleh atom hidrogen dan sudut keempat ditempati
oleh pasangan elektron bebas, maka terjadi orbital hibrid :
A. sp
B. sp2d
C. sp2
D. sp3
6. Orbital hibrid sp memiliki bentuk molekul yang khas yaitu :
A. Linier
B. Segitiga datar
B. C. Tetrahedral
D. Pentagonal
2
7. Jika terjadi hibridisasi sp akan memberikan bentuk molekul:
A. 2 ikatan
B. 3 ikatan
C. 4 ikatan
D. 5 ikatan
8. Ikatan ion lebih kuat dari ikatan kimia lain karena:
A. Berbentuk padat
B. Adanya elektron bebas
C. Adanya gaya elektrostatistik D. Adanya Van der Waals
9. Pembentukan ion positif oleh atom dapat dilakukan dengan
A. Menerima elektron
B. Melepas elektron
C. Melepas proton
D. Menerima proton
10. Unsur X dengan nomor atom 5 berikatan dengan unsur Y
bernomor atom 17 membentuk XY3. Bentuk molekul yang
terbentuk :
A. Linier
B. Segitiga sama kaki
C. Tetrahedron
D. Bujursangkar
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
81
Bab 6. Stoikiometri
Standar Kompetensi
Memahami terjadinya ikatan
kimia
Kompetensi Dasar
Menuliskan nama senyawa kimia
Memahami konsep mol
Menjelaskan konsep mol
Menerapkan hukum Gay Lussac dan hukum Avogadro
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mengetahui tata penamaan senyawa biner, ion dan terner
2. Siswa dapat mendeskripsikan hukum‐hukum dasar kimia
3. Siswa dapat menghubungkan hukum kekekalan masa dengan persamaan reaksi
4. Siswa dapat mengidentifikasi komosisi senyawa kimia sesuai dengan hukum
perbandingan tetap
5. Siswa dapat member contoh penerapan hukum perbandingan tetap dengan
hukum perbandingan berganda
6. Siswa dapat dapat memberikan contoh penerapan hukum perbandingan
volume untuk reaksi dalam bentuk gas
7. Siswa dapat menjelaskan hubungan antara jumlah molekul dengan volume gas
dalam keadaan tertentu
8. Siswa dapat mendefinisikan masa atom relatif dan masa molekul relatif
9. Siswa dapat megubah satuan berat kedalam satuan mol
10. Siswa dapat menetapkan volume, berat berdasarkan hubungan konsep mol
dengan persamaan reaksi
Dalam Bab 5 kita telah mempelajari bagaimana atom berinteraksi
membentuk suatu senyawa, dan terbentuk senyawa ion, kovalen dan
sebagainya. Demikian pula dengan senyawa yang terbentuk dapat berupa
senyawa organik maupun senyawa anorganik. Berdasarkan bentuk ikatan
dan jumlah unsur, maka dapat kita bahas tentang penamaannya.
6.1. Tata Nama Senyawa Sederhana
Dalam pemberian tata nama senyawa untuk senyawa sederhana, terlebih
dahulu kita lakukan penggolongan senyawa berdasarkan jumlah atom
penyusunnya, senyawa biner dan senyawa terner.
6.1.1. Penamaan senyawa biner
Senyawa biner adalah senyawa yang disusun oleh dua jenis unsur. Dua
bentuk senyawa biner yang pertama disusun oleh unsur logam dengan
bukan logam, dan sesama unsur bukan logam.
Untuk senyawa yang disusun oleh unsur logam dengan bukan logam,
berupa logam dengan oksigen dan logam dengan hydrogen.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
82
Beberapa contoh senyawa ini ditunjukkan pada
Tabel 6.1. Penamaan untuk senyawa tersebut
dilakukan dengan menyebutkan nama logamnya
dilanjutkan dengan menyebutkan unsur keduanya
dan mengubah akhirannya dengan kata ida.
Contoh sederhana adalah senyawa Fe2O3 dan NaH
disebut dengan Besi oksida dan Natrium hidrida.
Perhatikan bagan 6.2.
Untuk senyawa yang disusun oleh unsur bukan
logam dengan bukan logam, senyawa ini merupakan
senyawa dengan ikatan kovalen. Beberapa contoh
senyawa ini ditunjukkan pada Tabel 6.3.
Penamaan untuk senyawa biner dari dua jenis unsur
non logam adalah merangkaikan nama kedua jenis
unsur dan memberi akhiran –ida pada unsur
keduanya. Untuk lebih mudahnya, perhatikan model
penamaan senyawa ini seperti yang ditunjukkan
pada Bagan 6.4.
Jika pasangan unsur yang bersenyawa membentuk
lebih dari satu jenis senyawa, dapat kita bedakan
dengan menyebutkan angka indeks dalam bahasa
Yunani. Misalnya, ada senyawa berupa SO2 dan SO3,
agar nama senyawa tersebut berbeda kita biasa
menyebutkan indeks 2 = did an 3 = tri, untuk kedua
senyawa tersebut. Sehingga untuk SO2: Sulfur
dioksida, dan untuk SO3 adalah Sulfur tri oksida.
Bilangan yang dapat dipergunakan untuk mengganti
indeks disajikan pada Tabel 6.5.
Tabel 6.5. Bilangan yang dipergunakan untuk
menggantikan indeks pada senyawa kimia
Indeks
Nama
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
mono
di
tri
tetra
penta
heksa
hepta
okta
nona
deka
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 6.1. Senyawa biner yang disusun
oleh unsur logam dan unsure bukan
logam
Logam
Fe
Pb
Na
Pb
Bukan
logam
O
O
H
H
Senyawa
Fe2O3
PbO
NaH
PbH4
Bagan 6.2. Bagan penamaan senyawa
biner yang disusun oleh unsure logan
dan bukan logam
Tabel 6.3. Senyawa biner yang disusun
oleh unsur bukan logam dan unsur
bukan logam
Logam
C
H
N
Bukan
logam
O
O
H
Senyawa
CO2
PbO
NH3
Bagan 6.4. senyawa biner yang disusun
sesa unsure bukan logam
83
Beberapa senyawa kadang‐kadang lebih terkenal bukan
dengan nama kimianya, seperti senyawa air dalam
bahasa Inggris water, jarang sekali kita menyebutkan
hidrogen oksida. Demikian pula dengan senyawa
amoniak yang memiliki nama kimia nitrogen trihidrida.
TUGAS
Carilah nama‐nama zat di sekitar kita yang nama
kimianya kurang populer dibandingkan dengan nama
komersialnya.
6.1.2. Penamaan senyawa ion
Senyawa ion merupakan senyawa yang dibentuk oleh
kation (ion bermuatan positif) dan anion (ion bermuatan
negatif), sehingga senyawa bersifat netral. Kation
umumnya berupa ion logam, namun beberapa ion
bukan logam seperti H+ (ion hidrogen) dan NH4+ (ion
amonium). Sedangkan anion adalah ion bukan logam
atau ion dari molekul yang disusun oleh beberapa unsur.
Beberapa contoh kation dan anion pembentuk senyawa
ion disajikan dalam Tabel 6.6.
Senyawa ion bersifat netral, maka jumlah muatan positif
sama dengan jumlah muatan negatifnya. Jika terjadi
perbedaan muatan dapat disetarakan selanjutnya diberi
indeks. Perhatikan contoh senyawa yang berasal dari ion
Na+, dan Cl‐, memiliki rumus molekul NaCl, karena
muatannya sama. Namun untuk senyawa yang disusun
oleh ion Ca2+ dengan Cl‐, rumus molekul menjadi CaCl2,
angka 2 (dua) pada atom Cl adalah indeks yang
digunakan untuk menyetarakan muatan 2+ dari Ca.
Untuk lebih mudah memahami penyetaraan muatan
pada senyawa ion perhatikan berbagai variasi dari
senyawa ion yang ada dalam Tabel 6.7.
Penamaan senyawa ion dilakukan dengan merangkaikan
nama kation diikuti dengan nama anionnya. Misalnya,
senyawa NaCl : Natrium klorida dan Ca(NO3‐)2 : Kalsium
nitrat.
Dalam penamaan perlu diperhatikan muatan dari ion
logam, mengingat beberapa ion logam umumnya
memiliki lebih dari satu muatan, misalnya besi memiliki
mjuatan 2+ dan 3+. Senyawa besi dapat memiliki rumus
FeCl2 dan FeCl3 maka penamaannya dapat dilakukan
dengan memberi bilangan romawi didalam kurung
dibelakang unsur logam
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 6.6. Beberapa contoh kation
dan anion pembentuk senyawa ion
Kation
Nama ion
Na+
Ca2+
NH4+
Fe3+
Ion natrium
Ion Kalsium
Ion amonium
Ion besi (III)
Anion
Nama ion
Cl‐
S2‐
NO3‐
SO42‐
PO43‐
Ion klorida
Ion sulfida
Ion nitrat
Ion sulfat
Ion posfat
Tabel 6.7. Contoh senyawa ion yang
disusun dari kation dan anion
Kation
Anion
Senyawa
Na+
Ca2+
Fe3+
K+
S2‐
NO3‐
SO42‐
PO43‐
Na2S
Ca(NO3‐)2
Fe2(SO42‐)3
K3PO43‐
84
FeCl2 : Besi (II) klorida
FeCl3 : Besi (III) klorida
Penamaan lain untuk logam yang memiliki beberapa
muatan, dilakukan dengan memberi akhiran (‐o) untuk
logam yang bermuatan rendah dan akhiran (‐i) untuk
yang bermuatan lebih besar. Untuk senyawa FeCl2 dan
FeCl3 menjadi:
FeCl2 : Fero klorida
FeCl3 : Feri klorida
Beberapa contoh penamaan senyawa ion disajikan
dalam Tabel 6.8.
Tabel 6.8. Beberapa contoh
Penamaan senyawa ion
Rumus
Nama Senyawa
Na NO3
Ca3(PO4)2
(NH4)2SO4
FeS
Natrium nitrat
Kalsium fosfat
Amonium sulfat
Besi (II) sulfida
Fero sulfida
Besi (III) klorida
Feri klorida
FeCl3
6.1.3. Penamaan senyawa terner
Senyawa terner adalah senyawa yang disusun lebih dari
dua unsur. Beberapa senyawa yang dapat digolongkan Tabel 6.9. Contoh senyawa dan
sebagai senyawa terner meliputi; senyawa asam, basa penamaan asam
dan garam.
Asam adalah senyawa yang disusun oleh unsur hidrogen
dengan unsur lainnya. Ciri khas dari asam adalah
terionisasi didalam air menghasilkan ion hidrogen (H+)
atau hidronium dan sisa asam, atas dasar inilah
pemberian nama asam. Penamaan asam dilakukan
dengan menyebutkan nama asam yang dirangkaikan
dengan kata sisa asamnya. Beberapa contoh senyawa
asam dan penamaannya ditampilkan pada Tabel 6.9.
Untuk senyawa basa merupakan zat yang dapat
terionisasi di dalam dan menghasilkan ion OH‐
(hidroksida). Umumnya, basa merupakan senyawa ion
yang terdiri dari kation logam dan anion OH‐
(hidroksida).
Nama basa disusun dengan merangkaikan nama
kationnya yang diikuti kata hidroksida, misalnya KOH
disebut dengan Kalium hidroksida, beberapa contoh
lain dapat dilihat dalam Tabel 6.10.
Garam merupakan senyawa yang disusun oleh ion
logam dan sisa asam. Garam dapat dihasilkan jika asam
direaksikan dengan basa. Penamaan garam sama
dengan penamaan basa, yaitu menyebutkan logam
atau kationnya dilanjutkan dengan menyebutkan sisa
asamnya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Rumus
Nama senyawa
H2S
Asam sulfida
HNO3
asam nitrat
H2SO4
Asam sulfat
H3PO4
Asam fosfat
HCl
Asam klorida
HBr
Asam Bromida
Tabel 6.10. Contoh senyawa dan
penamaan basa
Rumus
Nama senyawa
KOH
Kalium hidroksida
NaOH
Natrium hidroksida
Ba(OH)2
Barium hidroksida
Ca(OH)2
Kalsium hidroksida
Fe(OH)3
Besi (III) hidroksida
85
Beberapa contoh penamaan untuk senyawa garam
disajikan pada Tabel 6.11
Asam, basa dan garam akan dibahas secara detil pada
Bab selanjutnya. Demikian pula untuk tata nama
senyawa organik akan dibahas secara detil dan
terpisah.
6.2. Hukum-hukum Dasar Ilmu Kimia
Pembahasan atom dan strukturnya serta ikatan kimia
telah mengantarkan kita kepada senyawa dan bagian
terkecilnya yaitu molekul.
Bagian yang menjadi perhatian kita pada bahasan kali
ini adalah bagaimana sebuah molekul terbentuk,
apakah kita dapat mencampurkan satu atom dengan
atom lain dan terjadi molekul baru? atau ada aturan‐
aturan yang harus dipenuhi agar sebuah molekul
terbentuk?. Pembentukan satu molekul baru harus
mengikuti beberapa aturan, baik untuk molekul
anorganik maupun molekul organik.
Pembentukan molekul baru harus memenuhi hukum‐
hukum dasar kimia seperti; Hukum Kekekalan Massa,
Hukum Perbandingan Tetap, Hukum Perbandingan
Berganda, Hukum Perbandingan Volume dan Hukum
Avogadro.
6.2.1. Hukum Kekekalan Massa
Lavoiser mengamati tentang perubahan‐perubahan zat
di alam dan dia mengajukan pendapat yang dikenal
dengan Hukum kekekalan massa ;” Dalam sebuah
reaksi, massa zat‐zat sebelum bereaksi sama dengan
massa zat sesudah bereaksi”. Hal ini menunjukkan
kepada kita bahwa tidak ada massa yang hilang selama
berlangsung reaksi.
Sebagai contoh, jika kita mereaksikan zat A yang
memiliki massa 10 gram dengan zat B (massa 10 gram)
sehingga dihasilkan zat C dan D, dimana jumlah massa
zat yang dihasilkan sama dengan jumlah massa yang
bereaksi yaitu 20 gram.
Reaksi kimia dituliskan dengan tanda panah, disebelah
kiri tanda panah adalah zat‐zat yang bereaksi dan
disebelah kanan tanda panah adalah zat hasil reaksi.
Hukum ini diperkenalkan oleh Lavoiser. Perhatikan
bagan 6.12.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 6.11. Contoh senyawa dan
penamaan garam
Rumus
Nama senyawa
KCl
Kalium klorida
NaBr
Natrium Bromida
Ba(NO3)2 Barium nitrat
Ca(Cl)2
Kalsium klorida
FeSO4
Besi (II) sulfat
Al2(SO4)3 Alumunium sulfat
86
Bagan 6.12. Bagan reaksi yang menyatakan massa sebelum dan sesudah reaksi sama.
Diketahui bahwa massa sesudah reaksi, merupakan massa
total, hal ini berarti komposisi zat C dan D dapat saja
berbeda dengan massa zat A dan B yang berkomposisi 10
gram dan 10 gram. Zat C dan D yang terbentuk mungkin 8
gram dan 12 gram atau sebaliknya 12 gram dan 8 gram.
Hukum kekekalan massa hanya membatasi pada jumlah zat
yang terjadi sama dengan zat sebelumnya, belum
menjelaskan tentang senyawa yang terbentuk.
Hukum yang diajukan oleh Lavoiser belum menjelaskan
tentang senyawa yang dibentuk dan komposisinya.
Massalah ini selanjutnya diteliti dan diselesaikan oleh
beberapa ahli lainnya yaitu Proust dan Dalton. Mereka
mencoba menjelaskan bagaimana suatu senyawa
terbentuk dan bagaimana komposisinya. Komposisi atau
perbandingan atom‐atom dalam suatu senyawa
merupakan penciri yang khas untuk molekul tersebut.
6.2.2. Hukum Perbandingan tetap
Lavoiser mengamati massa dari sebuah reaksi, sedangkan
Proust mencoba mengamati komposisi massa dari sebuah
senyawa. Proust menyatakan banwa “perbandingan massa
unsur‐unsur penyusun sebuah senyawa adalah tetap” dan
dikenal dengan hukum perbandingan tetap. Dari hukum ini
kita akan mendapatkan informasi bahwa sebuah molekul
tidak berubah komposisinya dimana molekul atau zat itu
berada.
Sebagai contoh adalah senyawa atau molekul amonia
(NH3), dari rumus tersebut tampak bahwa molekul amonia
air tersusun atas 1 (satu) atom N dan 3 (tiga) atom H. Untuk
mengetahui perbandingan massa dari molekul tersebut,
terlebih dahulu kita lihat massa atomnya (bagan 6.13).
Untuk nitrogen memiliki massa 14, dan massa atom
hidrogen adalah 1. Dengan demikian dalam molekul NH3
terdapat 14 gram atom nitrogen dan 3 gram atom
hidrogen, atau perbandingan massa untuk molekul air
adalah 14 : 3.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 6.13. Perbandingan
komposisi massa untuk senyawa
amonia
87
6.2.3. Hukum Perbandingan berganda
Dalton juga mengamati molekul dan difokuskan
pada beberapa senyawa yang memiliki kesamaan
dalam atom‐atom penyusunnya. Misalnya gas
karbon monoksida (CO) dengan karbon dioksida
(CO2), yang lain seperti air (H2O) dengan Hidrogen
Peroksida (H2O2).
Bagan 6.14. Perbandingan komposisi
massa atom karbon terhadap oksigen
pada senyawa karbon monoksida dan
karbon dioksida
Dalton menyimpulkan “dapat terjadi dua macam
unsur membentuk dua senyawa atau lebih, jika
unsur pertama memiliki massa yang sama, maka
unsur kedua dalam senyawa‐senyawa tersebut
memiliki perbandingan sebagai bilangan bulat dan
sederhana”.
Dalam senyawa CO terdapat 1 atom C dan 1 atom
O, sedangkan untuk CO2 terdapat 1 atom C dan 2
atom O. Massa atom C adalah 12 gram dan atom O
adalah 16 gram, Karena kedua senyawa tersebut
memiliki 1 atom C dengan massa 12, maka
perbandingan massa atom oksigen pada senyawa
pertama dan kedua adalah 16 gram dan 32 gram,
atau 1 : 2. Lihat bagan 6.14.
Untuk lebih mudah memahaminya, kita ambil
contoh yang lain dimana atom nitrogen dapat
membentuk senyawa N2O, NO, N2O3, dan N2O4,
Massa atom nitrogen adalah 14 dan massa atom
oksigen adalah 16. Senyawa N2O, memiliki rasio
sebesar 28 : 16, senyawa NO, 14 : 16, N2O3, 28 : 48
dan senyawa N2O4, memiliki rasio 28 : 64.
Rasio ini, kita sederhanakan lagi sehingga sampai
dengan rasio terkecilnya. Komposisi massa untuk
keempat senyawa resebut disederhanakan dalam
Tabel 6.15.
Dari tabel tampak bahwa rasio terkecil untuk
senyawa N2O, NO, N2O3, dan N2O4, berturut‐turut
adalah 7:4, 7:8, 7:12 dan 7:16. Dapat kita simpulkan
rasio oksigen yang berikatan dengan nitrogen
dalam keempat senyawa itu adalah 4 : 8 : 12 : 16
atau 1 : 2 : 3 : 4.
6.2.4. Hukum perbandingan volume
Reaksi pembentukan sebuah senyawa tidak selalu
dalam bentuk padat, namun juga terjadi dalam
bentuk gas.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 6.15. Perbandingan nitrogen dan
oksigen dalam beberapa senyawa
Rumus
Massa
N
Massa
O
Rasio
N:O
N2O
28
16
7:4
NO
14
16
7:8
N2O3
28
48
7 : 12
N2O4
28
64
7 : 16
88
Pada tahun 1808, ilmuwan Perancis, Joseph Louis Gay
Lussac, berhasil melakukan berbagai percobaan/reaksi
menggunakan berbagai macam gas dengan volume
sebagai titik perhatiannya.
Menurut Gay Lussac 2 volume gas hidrogen bereaksi
dengan 1 volume gas oksigen membentuk 2 volume
uap air. Reaksi pembentukan uap air berjalan
sempurna, memerlukan 2 volume gas hidrogen dan 1
volume gas oksigen, untuk menghasilkan 2 volume uap
air, lihat model percobaan pembentukan uap air pada
Gambar 6.15.
Dari hasil eksperimen dan pengamatannya disimpulkan
bahwa “volume gas‐gas yang bereaksi dan volume gas‐
gas hasil reaksi, jika diukur pada suhu dan tekanan
yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat dan
sederhana.
Dari percobaan ini ternyata diketahui bahwa 2 liter uap
air dapat terjadi, jika direaksikan 2 liter gas Hidrogen
dengan 1 liter gas Oksigen. Reaksi ini ditulis :
2 liter gas H2 + 1 liter gas O2 → 2 liter uap H2O
Dari persamaan reaksi yang dituliskan diatas tampak
bahwa perbandingan volume dari H2: gas O2 : uap H2O
adalah 2 : 1 : 2.
Untuk lebih menyederhanakan pengertian dari konsep
perbandingan volume yang diajukan oleh Gay Lussac,
perhatikan contoh kasus dibawah ini pengukuran
dilakukan pada ruang yang sama artinya suhu dan
tekanannya sama. Reaksi antara gas nitrogen sebanyak
2 liter dengan gas hydrogen sebanyak 6 liter
menghasilkan gas amoniak sebanyak 3 Liter, sehingga
perbandingan dari ketiga gas tersebut adalah 2 : 6 : 3,
masing‐masing untuk gas N2, H2, dan gas NH3.
Perhatikan Tabel 6.16.
6.2.5. Penentuan volume gas pereaksi dan
hasil reaksi
Percobaan yang dilakukan oleh Gay Lussac, selanjutnya
dikembangkan oleh Amadeo Avogadro, dan dia lebih
memfokuskan pada jumlaha molekul gas yang beraksi
dan jumlah molekul gas hasil reaksi. Hasil pengamatan
yang dilakukan Avogadro menunjukkan bahwa “pada
tekanan dan suhu yang sama, gas‐gas yang memiliki
volume yang sama mengandung jumlah molekul yang
sama pula”. Perhatikan bagan reaksi 6.17. Pernyataan
ini dikenal dengan Hukum Avogadro.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 6.15. Model percobaan Gay
Lussac untuk pembentukan uap air
dari gas hidrogen dan oksigen
Tabel 6.16. Beberapa contoh reaksi
gas yang menunjukan perbandingan
volume yang tetap
Volume gas
yang
bereaksi
Volume
hasil
reaksi
Rasio
volume
N2 + H2
2L, 6L
NH3
3L
N2:H2:NH3
2:6:3
H2 + Cl2
1L, 1L
HCl
1L
H2:Cl2:HCl
1:1:1
C2H4 + H2
1L, 1L
C2H6
1L
C2H4:H2:
C2H6
1:1:1
89
Bagan 6.17. Bagan reaksi pembentukan uap air
Dari hasil eksperimen tersebut, tampak ada kesetaraan
antara volume dengan jumlah molekul. Perbandingan
jumlah molekul H2 : O2 : H2O adalah 2 : 1 : 2, Demikian
pula perbandingan volumenya juga 2 : 1 : 2.
Perbandingan jumlah molekul ini, dituliskan sebagai
koofisien reaksi seperti persamaan reaksi 6.18.
Persamaan reaksi 6.18. Persamaan reaksi pembentukan uap air dari gas H2 dan O2
2 molekul H2 + 1 molekul O2
→
2 molekul H2O
dituliskan
2 H2 + 1 O2
→
2 H2O
2 H2 + O2
→
2 H2O
Persamaan ini juga memenuhi Hukum kekekalan massa,
massa sebelum bereaksi sama dengan massa sesudah
bereaksi, lihat persamaan reaksi 6.19.
Persamaan reaksi 6.19. Reaksi pembentukan uap air yang memenuhi Hukum kekekalan masa
2 H2 + O2
4 atom H, 2 atom O
→
→
2 H2O
4 atom H dan 2 atom O
Sebelum bereaksi terdapat 2 molekul H2 yang berarti terdapat 4 atom H dan 1 molekul O2,
terdapat 2 atom O, sesudah bereaksi dihasilkan 2 molekul H2O yang mengandung 4
atom H dan 2 atom O.
Hukum Avogadro juga menjelaskan kepada kita tentang
keberadaan gas pada suhu dan tekanan tertentu,
dimana pada suhu dan tekanan tertentu setiap gas yang
dengan volume yang sama, akan memiliki jumlah
molekul yang sama pula. Kita ambil contoh, terdapat 2
molekul gas NO2 sebanyak 4 liter dalam sebuah tabung,
maka keadaan tersebut seluruh gas yang jumlah
molekulnya 2 mol akan memiliki volume sebanyak 4
liter.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
90
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut, pada
suhu 25oC dan tekanan 1 atm, diketahui 1 molekul gas
Bagan 6.20. Penyelesaian secara
Oksigen (O2), volumenya 4 liter. Pada keadaan tersebut,
matematis
terdapat 5 molekul gas hidrogen, tentunya kita dapat
menghitung berapa volume gas hidrogen (H2) tersebut.
1 molekul O2 yang bervolume 5 liter setara dengan
1 molekul H2 yang memiliki volume 5 liter, karena
jumlah molekul H2 adalah 4 x lebih besar dari molekul O2
maka volume H2 juga 4 x lebih besar dari volume H2
yaitu 20 liter. Penyelesaian secara rinci tampak pada
bagan 6.20.
6.3. Atomic relative(Ar) dan Molecule relative
(Mr)
Lambang atom menginformasikan kepada kita tentang
nomor massa dan kita ketahui massa atom sangat kecil
misalnya massa atom hidrogen sebesar 3.348 × 10‐27 Kg.
Untuk mempermudah dalam mempelajari ditetapkan
oleh IUPAC satuan massa atom (sma). Hal ini diperlukan
untuk memepermudah dalam penulisan serta dengan
sederhana kita dapat menetapkan massa sebuah
molekul.
Satuan massa atom (sma) dan 1 (satu) sma didefinisikan
sebagai:
dilanjutkan dengan penetapan Atomic relative (Ar) atau
sering disebut juga dengan Massa Atom dan Massa
Molekul yang diberi lambing dengan Mr = Molecule
relative. Kedua definisi atau persamaan untuk Atomic
relative (Ar) dan Molecule relative (Mr) disajikan pada
bagan 6.21.
Berdasarkan nomor massa dalam tabel periodik kita
dapat tetap, misalnya atom Hidrogen yaitu 1.00079 sma,
maka massa atom atau Atomic relative (Ar) dibulatkan
menjadi 1 sma. Demikianpula untuk atom Oksigen
didalam tabel periodik nomor massanya 15.99994,
Atomic relative dibulatkan menjadi 16 sma.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 6.21. Persamaan untuk Ar
dan Mr
91
Untuk menetapkan Molecule relative (Mr) dari sebuah
senyawa dapat dihitung dengan memperhatikan jumlah
atom penyusunnya dibagi dengan 1 sma. Sebagai
contoh, jika kita menetapkan Mr dari H2O.
Atom‐atom penyusunnya adalah Hidrogen dan Oksigen,
jumlah atomnya adalah 2 untuk Hidrogen dan 1 untuk
Oksigen, Sehingga massanya adalah :
Dengan cara yang sama kita dapat menghitung Mr
senyawa‐senyawa lain, dengan bantuan tabel periodik
untuk mendapatkan data massa setiap atom.
6.4. Konsep Mol
Dalam mereaksikan zat, banyak hal yang perlu kita
perhatikan misalnya wujud zat berupa gas, cair dan
padat. Cukup sulit bagi kita untuk mereaksikan zat dalam
ketiga wujud zat tersebut, dalam bentuk padat
dipergunakan ukuran dalam massa (gram), dalam
bentuk cair dipergunakan volume zat cair dimana
didalamnya ada pelarut dan ada zat yang terlarut.
Demikianpula yang berwujud gas memiliki ukuran
volume gas.
Kondisi ini menuntut para ahli kimia untuk memberikan
satuan yang baru yang dapat mencerminkan jumlah zat
dalam berbagai wujud zat. Avogadro mencoba
memperkenalkan satuan baru yang disebut dengan mol.
Definisi untuk 1 (satu) mol adalah banyaknya zat yang
mengandung partikel sebanyak 6.023 x 1023. Bilangan ini
dikenal dengan Bilangan Avogadro yang dilambangkan
dengan huruf N.
Lihat persamaan hubungan 1 mol dengan jumlah
partikel pada Bagan 6.22. Dari persamaan diatas dapat
kita nyatakan bahwa : 1 mol Karbon (C) mengandung
6.023 x 1023 atom Karbon. 1 mol senyawa H2O
mengandung 6.023 x 1023 molekul air.
Dari pernyataan ini juga muncul berapa massa 6.023 x
1023 partikel atom Karbon dan berapa massa dari 6.023 x
1023 molekul Air (H2O).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 6.22. Persamaan yang
menyatakan hubungan jumlah mol
dengan jumlah partikel untuk atom
dan molekul
92
Dengan mempertimbangkan aspek massa zat, 1 mol
zat didefinisikan sebagai massa zat tersebut yang
sesuai dengan massa molekul relatifnya (Mr) atau
massa atomnya (Ar).
Untuk 1 mol zat Karbon maka memiliki massa sesuai
dengan massa atom Karbon, diketahui dari tabel
periodik bahwa massa atom karbon adalah 12 sma,
sehingga massa zat tersebut juga 12 gram. Untuk itu 1
mol zat dapat kita ubah kedalam bentuk persamaan :
6.5 . Hubungan persamaan reaksi dengan
mol zat
Hukum kekekalan masa, perbandingan volume Gay
Lussac dan dan hukum Avogadro telah
mengantarkan kita untuk memahami hubungan
kesetaraan antara massa, volume dan jumlah
molekul dari zat‐zat yang bereaksi dengan hasil
reaksi. Berdasarkan hukum Gay Lussac dan
persamaan diatas tampak bahwa jumlah volume
gas setara dengan jumlah molekul, jumlah mol zat,
juga dengan koofisien reaksi. Perhatikan bagan
reaksi 6.23.
6.6. Hitungan Kimia
Hukum‐hukum dasar kimia dan persamaan reaksi
telah memberikan dasar‐dasar dalam memahami
bagaimana suatu reaksi dapat berjalan. berapa zat‐
zat yang dibutuhkan dan berapa banyak zat yang
terbentuk.
Baik reaksi yang melibatkan zat
berwujud padat, gas maupun cairan.
Secara sederhana alur perhitungan kimia dapat
kita jabarkan dan disederhanakan dalam bagan
6.24 dibawah ini. Reaksi yang kita jadikan contoh
adalah reaksi oksidasi dari senyawa Propana.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 6.23. Persamaan reaksi
menyatakan kesetaraan jumlah volume,
jumlah molekul dan jumlah mol
93
Bagan 6.24. Tahapan dalam hitungan kimia
Dari sebuah reaksi : C3H8 + O2 → CO2 + H2O
1. Pertama‐tama adalah memperbaiki persamaan reaksi :
C3H8
+
→
O2
CO2 +
Jumlah atom C = 3
H2O
Jumlah atom C = 1
Sebelah kanan dikali
C3H8
+
O2
→ 3 CO2 +
Jumlah atom H = 8
H2 O
Jumlah atom H = 2
Sebelah kanan dikali
C3H8
3
+
O2
4
→ 3 CO2 + 4 H2O
Jumlah atom O = 2
Jumlah atom O = 6 + 4 =10
Sebelah kiri dikalikan 5
Persamaan reaksi menjadi : C3H8 + 5 O2 → 3 CO2 + 4 H2O
2. Catat apa saja yang diketahui, misalnya massa air yang dihasilkan adalah 36 gram, dan
lihat tabel periodik untuk massa atom, seperti massa atom C = 12, H = 1 dan O = 16.
3. Dari data yang diketahui dikonversikan ke dalam satuan mol
Untuk H2O, massa molekulnya adalah, 2 atom H : 2 x 1 = 2, dan 1 atom O = 16, sehingga
massa molekul H2O = 18.
Jumlah mol H2O adalah
4. Cermati dengan baik apa yang ditanyakan, jika yang ditanyakan adalah hanya massa
C3H8. Tuliskan persamaan reaksi dan tentukan perbandingan molnya
C3H8 + 5 O2 → 3 CO2 + 4 H2O
1
:
5
:
3
:
4
1 mol C3H8 bereaksi dengan 5 mol O2 menghasilkan 3 mol CO2 dan 4 mol H2O
Menentukan massa C3H8, massa molekulnya = 3 x 12 + 8 x 1 = 44
Mol C3H8, = ¼ x 2 mol = 0.5 mol (ingat H2O yang terjadi 2 mol)
Massa C3H8 = 0.5 mol x 44 = 22 gram
Jika pertanyaan menyangkut gas, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dengan
cermat adalah keadaan berlangsungnya reaksi. Pertama keadaan, dimana suhu 0 oC
dengan tekanan 1 atm atau keadaan standar dan keadaan diluar keadaan standar.
Untuk keadaan standar, setiap 1 (satu) mol gas akan memiliki volume sebesar 22.4 liter.
Untuk keadaan tidak standar kita mempergunakan hukum Avogadro, pada tekanan dan
suhu yang sama, gas‐gas yang memiliki volume yang sama mengandung jumlah molekul
yang sama pula.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
94
Perhatikan contoh dibawah ini
Dari sebuah reaksi : C3H8 + O2 → CO2 + H2O
Berapa volume gas Karbondioksida yang dihasilkan, jika
tersedia 11 gram C3H8, jika reaksi berlangsung pada
keadaan standar. Berapa volume gas karbondioksida
yang dihasilkan jika reaksi berlangsung pada suatu
keadaan tertentu, dimana 1 mol gas N2 volumenya 5 L.
Penyelesaian dapat kita lakukan secara bertahap.
1. Pertama‐tama adalah memperbaiki persamaan reaksi, dengan cara yang sama
dengan halaman sebelumnya, kita akan dapati persamaan.
C3H8 + 5 O2 → 3 CO2 + 4 H2O
2. Catat apa saja yang diketahui, misalnya 11 gram C3H8 dan tentukan massa
molekul relatif dari senyawa C3H8, gunakan tabel periodik untuk massa atom,
seperti massa atom C = 12, dan H = 1.
Jumlah mol C3H8 =
3. Cermati dengan baik apa yang ditanyakan, dalam hal ini CO2 ditanyakan,
tetapkan jumlah mol CO2 dengan menuliskan persamaan reaksi untuk melihat
rasio mol zat yang bereaksi dan hasil reaksinya.
C3H8 + 5 O2 → 3 CO2 + 4 H2O
1
:
5
:
3
:
4
1 mol C3H8 bereaksi dengan 5 mol O2 menghasilkan 3 mol CO2 dan 4 mol H2O
Untuk setiap 1mol C3H8, dihasilkan 3 mol CO2,
diketahui C3H8 yang tersedia 0.25 mol,
CO2 yang terjadi 3 x 0.25 = 0.75 mol
4. Tetapkan volume gas CO2 yang dihasilkan dalam keadaan standar, (ingat 1 mol
setiap gas dalam keadaan standar adalah 22.4 liter.
1 mol = 22.4 liter
Sehingga volume CO2 = 0.75 x 22.4 = 16.8 liter
5. Tetapkan volume gas CO2 yang dihasilkan pada keadaan dimana 1 mol gas N2
volumenya 5 liter
1 mol = 5 liter
Sehingga volume CO2 = 0.75 x 5 = 3.75 liter
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
95
6.7. Perhitungan komposisi zat
Pada Bab 2, Rumus molekul merupakan gabungan
lambang unsur yang menunjukkan jenis unsur
pembentuk senyawa dan jumlah atom masing‐masing
unsur dengan perbandingan yang tetap. Atas dasar
perbandingan molekul, volume dan massa yang setara
dengan jumlah mol, maka rumus molekul juga dapat
berarti perbandingan mol dari atom‐atom penyusunnya.
Sebagai contoh rumus molekul air H2O, terdiri dari jenis
atom H dan O, dengan jumlah mol sebanyak 2 mol atom
hydrogen dan 1 mol atom Oksigen.
Demikian pula untu senyawa Glukosa dengan rumus
molekul C6H12O6 terdiri dari atom C, H dan O, dengan
komposisi mol yaitu 6 mol atom C, 12 mol atom H dan 6
mol atom O, lihat bagan 6.25.
Informasi yang didapat dari rumus molekul tidak
terbatas pada jumlah atom namun kita juga dapat
menentukan massa dari atom penyusunnya ataupun
persentasenya.
Rumus molekul C2H2. menunjukkan ada 2 mol atom
Karbon dan 2 mol atom Hidrogen, jika massa atom C =
12, dan H =1.
Massa Karbon = 2 x 12 = 24
Massa Hidrogen = 2 x 1 = 2
Massa Molekulnya (Mr) = 26
Dengan komposisi tersebut maka persen massa Karbon
adalah :
Sedangkan persen massa Hidrogen adalah :
Dengan rasio mol, ini juga terkandung penertian rumus
empiris bagi satu zat.
Beberapa contoh soal di bawah ini mengangkat berbagai
makna yang terkandung di dalam rumus molekul dan
rumus empiris.
Sebuah senyawa (NH4)2SO4, dengan massa atom N=14,
H=1, S=32 dan O=16. Tentukan masing persen berat dari
atom‐atom penyusunnya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 6.25. Komposisi mol atom
dalam rumus molekul
96
Untuk atom N = 2, atom H = 4, atom S = 1 dan atom O=4.
N = 2 x 14 = 28
H =4 x 2 x 1 = 8
S = 1 x 32 = 32
O = 4 x 16 = 64
Massa molekulnya adalah
= 132
Persen berat N = 28/132 x 100% = 21.21%
Persen berat H = 8/132 x 100% = 6.06%
Persen berat S = 32/132 x 100% = 24.24%
Persen berat O = 64/132 x 100% = 48.49%
Untuk soal yang lebih kompleks, misalnya sebuah
senyawa tersusun atom Karbon dan atom Hidrogen,
Persen berat Karbon adalah 92.3% dan sisanya
Hidrogen, Jika massa molekul tersebut adalah 78,
dimana atom C = 12 dan atom H = 1. Tentukan rumus
molekulnya.
1. Pertama kita tetapkan massa Karbon
Berdasarkan persen berat terhadap massa
molekul senyawanya.
C = 0.923 x 78 = 71.994 dibulatkan 72
2. Kedua kita tetapkan massa hidrogen
Berdasarkan persen berat terhadap massa
molekul senyawanya
100% ‐ 92.3% = 7.7%
H = 0.077 x 78 = 6.006 dibulatkan 6
3. Jumlah karbon dan hidrogen
C = 72/12 = 6
H = 6/1 = 6
4. Rumus Molekulnya
C6H6
Seorang petani memiliki masalah dengan lahannya yang
membutuhkan unsur Nitrogen, namun dia tidak tahu
bagaimana cara menghitung kadar N dalam sebuah
pupuk urea yang memiliki rumus molekul CO(NH2)2.
Berat atom untuk C: 12, O:16, N:14 dan H:1.
Jika petani tersebut memiliki 1 karung pupuk urea
dengan berat yang tertulis dalam labelnya adalah 120
Kg. Berapakah kadar Nitrogen dalam 1 karung pupuk
urea tersebut.
Pemecahan masalah ini dapat anda lihat dalam Bagan
6.26. di sebelah.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 6.26. Contoh
penyelesaian perhitingan komposisi
unsure‐unsut dalam sebuah
senyawa
97
RANGKUMAN
1.
Pembentukan sebuah molekul baru harus memenuhi
hukum‐hukum dasar kimia seperti;
Hukum Kekekalan Massa
Massa zat‐zat sebelum bereaksi sama dengan massa zat
sesudah bereaksi
Hukum Perbandingan Tetap
Dalam sebuah senyawa perbandingan tetap, massa unsur‐
unsur penyusun adalah tetap, hal ini berarti komposisi
suatu senyawa selalu sama, dimanapun molekul itu berada.
Hukum Perbandingan Berganda
Dua macam unsur dapat membentuk dua senyawa atau
lebih, jika unsur pertama memiliki massa yang sama, maka
unsur kedua dalam senyawa‐senyawa tersebut memiliki
perbandingan sebagai bilangan bulat dan sederhana.
Hukum Perbandingan Volume
Volume gas‐gas yang bereaksi dan volume gas‐gas hasil
reaksi, jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan
berbanding sebagai bilangan bulat yang sederhana.
Hukum Avogadro
Pada keadaan yang sama Avogadro juga menyatakan bahwa
setiap gas yang mempunyai jumlah mol yang sama memiliki
volume yang sama.
2.
Pada keadaan standar yaitu pada suhu 0 oC dengan tekanan
1 atm, setiap 1 mol gas memiliki volume sebesar 22.4 Liter.
3.
Persamaan reaksi didefinisikan sebagai cara penulisan
suatu reaksi atau perubahan kimia yang mengacu pada
hukum‐hukum dasar kimia.
4.
Persamaan reaksi yang benar telah memberikan informasi
tentang; banyaknya mol zat yang bereaksi dan sesudah
reaksi memilki kesetaraan, dan jumlah unsur‐unsur
disebelah kiri tanda panah (sebelum bereaksi) sama dengan
jumlah unsur‐unsur disebelah kanan tanda panah (sesudah
bereaksi).
5.
Atas dasar kesepakatan massa satu atom adalah sama
ଵ
dengan massa dari
massa atom 12C, dan massa setiap
ଵଶ
atom (Ar) dapat dicari pada lampiran. Massa dari sebuah
molekul (Mr) dapat ditentukan dengan mnjumlahkan massa
dari setiap unsur yang menyusunnya. Misalnya H2O,
memiliki massa 2 x massa atom H + 1 x massa atom O.
5. Mol suatu zat merupakan rasio dari massa satu zat dengan
massa relatifnya (Ar atau Mr) dan dinyatakan dalam
persamaan :
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
98
6. Rumus kimia sebuah zat merupakan lambang dari sebuah
zat yang mencerminkan jenis zat dan jumlah atom‐atomnya
yang menyusun zat tersebut.
7. Rumus molekul adalah lambang sebuah molekul yang
memberikan informasi tentang jenis dan jumlah atom‐atom
secara akurat dari molekul tersebut.
8. Rumus empiris adalah rumus kimia yang mencirikan jenis
atom dan rasio dari jumlah atom‐atom penyusunnya, rumus
empiris tidak menyatakan rumus molekulnya, sebagai
contoh rumus empiris dari (CH)n, rumus molekul diketahui
jika nilai n diketahui.
9. Beberapa makna dari Rumus molekul
Menyatakan banyak unsur dari atom‐atom penyusunnya
Menyatakan perbandingan mol setiap unsur untuk
membentuk senyawa tersebut
Menyatakan perbandingan massa setiap unsur dalam
senyawa tersebut.
Misalkan ; Senyawa air H2O
Menyatakan jumlah atom Hidrogen sebanyak 2 (dua) buah
dan atom Oksigen sebanyak 1 (satu) buah.
Ada 2 mol unsur/atom Hidrogen dan 1 mol unsur/atom
Oksigen
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
99
UJI
KOMPETENSI
Pilihlah salah satu jawaban yang tepat
1. Massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama, pernyataan
ini dikemukakan oleh:
a. Dalton
b. Gay Lussac
c. Avogadro
d. Lavoisier
2. Pada temperatur dan tekanan yang sama 1 mol setiap gas
mempunyai volume yang sama. Pernyataan ini dikemukakan
oleh:
a. Dalton
b. Gay Lussac
c. Avogadro
d. Proust
3. Ada dua senyawa dari Fe dan S masing‐masing adalah FeS dan
Fe2S3 maka perbandingan massa S dalam kedua senyawa itu
untuk Fe yang tetap adalah:
a. 112 : 64
b. 56 : 32
c. 2 : 1
d. 1 : 2
4. Bilangan Avogadro menyatakan jumlah :
a. Atom dalam 2 gram suatu unsur
b. Atom/molekul dalam 1 mol unsur/senyawa
c. Molekul dalam 1 gram senyawa
d. Jumlah partikel dalam 1 mol senyawa/unsur
5. Dari 1 kg suatu batuan didapatkan 80% CuS2 bila diketahui Ar Cu
= 63,5 dan S = 32 maka massa Cu kira‐kira yang terdapat dalam
batuan itu adalah :
a. 398 gram
b. 498 gram
c. 127 gram
d. 500 gram
6. Banyaknya atom dalam 1 mol suatu unsur adalah
a. 6,02 x 10‐23
b. 6,02 x 1023
c. 60,2 x 1023
d. 60,2 x 10‐23
7. Bila diketahui Ar Na = 23, H = 1, O = 16. Berapa molkah 5 gram
NaOH?
a. 1/8
b. 1/5
c. 1/40
d. 5/16
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
100
8. Bila diketahui N adalah bilangan Avogadro, maka 1 liter gas CO2
pada 00C dan 1 atm berisi : (Mr CO2 = 46)
a. 22,4 liter CO2
b. 1/46 gram CO2
c. 1/22,4 x ¼ molekul CO2
d. N/22,4 molekul CO2
9. Diketahui reaksi 2H2 + O2 ⇄ 2H2O. Berapa gram air yang terjadi
bila digunakan 2 gram hidrogen pada keadaan 00C dan 1 atm?
a. 4 gram
b. 18 gram
c. 2 gram
d. 36 gram
10. Gas dengan jumlah gram yang paling sedikit per‐mililiternya,
pada t dan p yang sama adalah :
a. H2
b. N2
c. NH
d. N2H4
11. Diketahui 1 liter gas pada 00C dan 1 atm massanya = 0,712
gram. Maka massa molekul gas tersebut kira‐kira:
a. 14
b. 32
c. 16
d. 18
12. Berapa gram Fe yang diperlukan untuk membuat 49,5 gram FeS
( diketahui BA Fe = 55,85 dan S = 32)
a. 1,5 gram
b. 4,5 gram
c. 9 gram
d. 32 gram
13. Pada suhu dan tekanan tertentu, 1 liter gas X massanya = 15
gram jika pada keadaan itu massa 10 liter gas NO adalah 7,5
gram. Maka massa molekul gas X adalah : ( Massa Atom N = 14,
O = 16)
a. 60
b. 30
c. 40
d. 50
14. Berapa gram karbon yang terdapat dalam gula C12H22O11
sebanyak ½ mol
a. 144 gram
b. 72 gram
c. 36 gram
d. 40 gram
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
101
Bab 7. Reaksi
Kimia
Standar Kompetensi
Memahami perkembangan
konsep reaksi kimia
Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan pengertian umum reaksi kimia
Membedakan konsep oksidasi, reduksi, dan reaksi lainnya
Memahami konsep larutan
Menerapkan konsep reaksi redoks dalam elektrokimia
elektrolit dan elektrokimia
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mendefinisikan reaksi kimia
2. Siswa dapat menyebutkan jenis‐jenis reaksi kimia
3. Siswa dapat mengidentifikasi peristiwa oksidasi
4. Siswa mampu mengidentifikasi peristiwa reduksi
5. Siswa dapat menyebutkan definisi reaksi reduksi‐oksidasi (redoks)
6. Siswa dapat menyetarkan persamaan reaksi redoks berdasarkan kesetaraan
elektron
7. Siswa dapat myetarakan persamaan reaksi redoks berdasarkan perubahan
bilangan oksidasi
8. Siswa dapat membedakan sel elektrokimia
9. Siswa dapat menyebutkan pemanfaatan sel volta dan sel elektrolisa
10. Siswa dapat menjelaskan hubungan antara zat dengan arus listrik dalam sel
elektrokimia
11. Siswa dapat menjelaskan peristiwa korosi
7.1. Reaksi Kimia
Sudah kita bahas sebelumnya bahwa reaksi kimia adalah
dari perubahan kimia. Dalam perubahan tersebut terjadi
interaksi antara senyawa kimia atau unsur kimia yang
melibatkan perubahan struktur, akibat adanya
pemutusan dan pembentukan ikatan kimia dalam proses
ini energi dapat dihasilkan maupun dilepaskan.
Reaksi kimia dituliskan kedalam bentuk persamaan
kimia, untuk lebih mudah mengingatnya perhatikan
contoh reaksi kimia dibawah ini:
Cu(s) + 2 H2SO4(aq) Š CuSO4(aq) + 2 H2O(l) + 2 SO2(g)
Dari persamaan ini kita akan mendapatkan informasi
tentang zat‐zata yang bereaksi yaitu logam tembaga dan
asam sulfat, menghasilkan tembaga (II) sulfat, air dan
sulfur dioksida.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
102
Persamaan ini juga mengindikasikan bentu‐bentuk zat
yang bereaksi, padatan dengan notasi (s), terlarut dalam
air dengan notasi (aq), (l) cairan dan (g) adalah gas. Selain
itu informasi lain juga kita dapatkan seperti perbandingan
mol dari zat‐zat yang bereaksi maupun hasil reaksi.
7.2. Jenis reaksi kimia
Didalam laboratorium kimia, reaksi kimia dapat diamati
dengan mudah, karena perubahan kimia selalu
menghasilkan zat baru. Zat‐zat yang dihasilkan dapat
berupa endapan, gas, perubahan warna dan juga terjadi
perubahan suhu. Beberapa contoh reaksi kimia yang
dapat dilihat dengan indera mata kita pada Gambar 7.1.
Berdasarkan proses yang terjadi pada suatu reaksi kimia
makareaksi kimia dapat kita golongkan menjadi 7 jenis
reaksi, meliputi reaksi pembentukan, penguraian,
pengendapan, pertukaran, netralisasi, pembakaran atau
oksidasi, dan reduksi.
7.2.1 Reaksi pembentukan
Reaksi pembentukan merupakan penggabungan atom‐
atom dari beberapa unsur membentuk senyawa baru.
Contoh untuk reaksi ini adalah :
Pembentukan molekul air
2H2 + O2 Š 2 H2O
N2 + 3H2 Š 2 NH3
2 C + 3 H2 Š C2H6
Dari contoh diatas bahwa senyawa H2O, (air) NH3 amonia
dan C2H6, (etana) dibentuk dari unsur‐unsur yaitu
hidrogen dan oksigen untuk air, nitrogen dan hidrogen
untuk ammonia, dan karbon dan hidrogen untuk gas
etana.
7.2.2. Reaksi penguraian
Reaksi penguraian merupakan reaksi kebalikan dari reaksi
pembentukan. Pada reaksi penguraian, senyawa terurai
menjadi senyawa yang lebih sederhana atau menjadi
unsur‐unsurnya. Reaksi penguraian dapat kita cermati,
reaksi penguraian senyawa menjadi unsur‐unsurnya,
seperti :
2 NH3 Š N2 + 3H2
C2H6 Š 2 C + 3 H2
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 7.1. Reaksi pengendapan
(A) dan reaksi pembentukan gas (B)
yang mudah kita amati
103
Sedangkan penguraian dari senyawa menjadi senyawa yang lebih
sederhana, seperti :
H2CO3 Š H2O + CO2
CaCO3 Š CaO + CO2
Umumnya reaksi penguraian tidak berlangsung secara spontan,
namun memerlukan energi dari luar, misalnya listrik, panas atau
dengan bantuan cahaya matahari.
7.2.3. Reaksi pengendapan.
Reaksi pengendapan merupakan reaksi yang salah satu produknya
berbentuk endapan. Endapan terjadi karena zat yang terjadi tidak
atau sukar larut didalam air atau pelarutnya. Tidak semua zat
mengendap, sehingga reaksi pengendapan juga dipergunakan
untuk identifikasi sebuah kation atau anion.
Dibawah ini disajikan beberapa reaksi pengendapan, sebagai tanda
bahwa zat yang terjadi adalah endapan perhatikan tanda (s) solid,
setelah indeks dari rumus kimianya.
AgNO3(aq) + HCl(aq) Š AgCl(s) + HNO3(aq)
Endapan yang terbentuk adalah endapan putih dari AgCl.
Pb(CH3COO)2(aq) + H2S Š PbS(s) + 2 CH3COOH(aq)
Dari reaksi ini akan dihasilkan endapan yang berwarna hitam dari
PbS.
7.2.4. Reaksi pertukaran
Jenis reaksi ini adalah jenis pertukaran antara kation‐kation
ataupun pertukaran antar anion, dalam istilah lainnya disebut
dengan ion exchange. Pada peristiwa reaksi pertukaran maka salah
satu produk dapat berupa endapan atau bentuk gas sehingga zat
terpisahkan.
Ba(Cl)2(aq) + Na2SO4 Š 2 NaCl + BaSO4(s)
Dalam reaksi ini atom Ba berpindah pasangan dengan atom Cl,
membentuk endapan putih BaSO4.
Contoh lain adalah resin penukar kation
divinilbenzene sulfonat mengikat logam Na+ dan melepaskan ion
H+
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
104
7.2.5. Reaksi netralisasi
Reaksi netralisasi merupakan reaksi penetralan asam oleh basa dan
menghasilkan air. Hasil air merupakan produk dari reaksi antara ion H+
pembawa sifat asam dengan ion hidroksida (OH‐) pembawa sifat basa,
reaksi : H+ + OH‐ Š H2O
Reaksi : HCl + NaOH Š NaCl + H2O
Reaksi ion : H+ Cl‐ + Na+ OH‐ Š Na+ Cl‐ + H+ OH‐
Reaksi netralisasi yang lain ditunjukan oleh reaksi antara asam sulfat
H2SO4 dengan calcium hidroksida Ca(OH)2, seperti dibawah ini :
Reaksi : H2SO4 + Ca(OH)2 Š CaSO4 + 2 H2O
2 H+ SO42‐ + Ca2+ 2 OH‐ Š Ca2+ SO42‐ + 2H+ 2 OH‐
7.2.6. Reaksi pembakaran
Reaksi pembakaran dengan defines yang paling sederhana adalah reaksi
dari unsur maupun senyawa dengan oksigen. Reaksi pembakaran ini
ditunjukkan dalam pada persamaan dibawah ini :
Reaksi pembakaran logam besi
4 Fe + 3 O2 Š 2 Fe2O3
Dari persamaan tampak bahwa reaksi pembakaran ditunjukkan dengan
adanya gas oksigen. Contoh lain dari reaksi ini adalah pembakaran dari
salah satu campuran bahan bakar :
C7H16 + 11 O2 Š 7 CO2 + 8 H2O
Reaksi diatas juga mengindikasikan adanya gas oksigen. Reaksi
pembakaran sering juga disebut dengan reaksi oksidasi, dan akan kita
bahas secara terpisah.
7.3. Reaksi oksidasi dan reduksi.
Reaksi oksidasi dan reduksi sering diistilahkan dengan “reaksi redoks”,
hal ini dikarenakan kedua peristiwa tersebut berlangsung secara
simultan. Oksidasi merupakan perubahan dari sebuah atom atau
kelompok atom (gugus) melepaskan elektron, bersamaan itu pula atom
atau kelompok atom akan mengalami kenaikan bilangan oksidasi.
Demikian pula sebaliknya reduksi adalah perubahan dari sebuah atom
atau kelompok atom menerima atau menangkap elektron. Perhatikan
contoh berikut yang menggambarkan peristiwa atau reaksi oksidasi.
Fe Š Fe2+ + 2 e
Elektron dilambangkan dengan (e) yang dituliskan pada sebelah kanan
tanda panah dari persamaan reaksi, jumlah elektron yang dilepaskan
setara dengan jumlah muatan pada kedua belah persamaan. Dari reaksi
diatas 2 e, menyetarakan muatan Fe2+.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
105
Untuk reaksi reduksi dicontohkan oleh persitiwa reaksi
dibawah ini:
Cl2 + 2 e Š 2 Cl‐
Reaksi ini menunjukan adanya penarikan atau penangkapan
elektron (e) molekul unsur Cl2 dan menyebabkan molekul
tersebut berubah menjadi anion Cl‐. Untuk mempermudah
pengertian, kita dapat sederhanakan makna Cl‐, sebagai Cl
kelebihan elektron karena menangkap elektron dari luar.
Reaksi redoks merupakan reaksi gabungan dari reaksi
oksidasi dan reduksi, dan menjadi cirri khas bahwa jumlah
elektron yang dilepas pada peristiwa oksidasi sama dengan
jumlah elektron yang diterima atau di tangkap pada peristiwa
reduksi, perhatikan contoh :
Reaksi oksidasi : Fe Š Fe2+ + 2 e
Reaksi reduksi : Cl2 + 2 e Š 2 Cl‐
Reaksi redoks : Fe + Cl2 Š FeCl2
Total reaksi diatas mengindikasikan bahwa muatan dari besi
dan klor sudah netral, demikian pula dengan jumlah electron
yang sama dan dapat kita coret pada persamaan reaksi
redoksnya.
Peristiwa reaksi redoks selalu melibatkan muatan, untuk hal
tersebut sebelum kita lanjutkan dengan persamaan reaksi
redoks, lebih dulu kita nahas tentang tingkat atau keadaan
oksidasi suatu zat.
7.4. Bilangan Oksidasi
Adalah sebuah bilangan yang ada dalam sebuah unsur dan
menyatakan tingkat oksidasi dari unsur tersebut. Tingkat
oksidasi ini dicapai dalam rangka pencapaian kestabilan
unsur dan konfigurasi elektronnya mengikuti pola gas mulia.
Sehingga ada kecenderungan bahwa bilangan oksidasi sama
dengan jumlah elektron yang dilepas atau ditangkap oleh
sebuah atom.
Beberapa aturan dalam penetapan bilangan oksidasi :
1. Unsur yang ada dalam keadaan bebas di alam
memiliki bilangan oksidasi 0 (nol), seperti Gas mulia
(He, Ne, Ar dst), logam Cu, Fe, Ag, Pt dan lainnya
Gambar 7.2.
2. Molekul baik yang beratom sejenis dan yang tidak
memiliki bilangan oksidasi 0 (nol). Molekul beratom
sejenis misalnya N2, O2, Cl2, H2 dan lainnya. Untuk
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 7.2. Rumus molekul
mencirikan jenis dan jumlah
atom‐atom penyusunnya
106
1. molekul yang tidak sejenis, misalnya NaCl, K2O, SO2,
NO2, KCl, H2SO2 dan lain sebagainya. Untuk senyawa
yang disusun oleh atom yang tidak sejenis, bilangan
oksidasinya 0 (nol) merupakan jumlah dari bilangan
oksidasi dari atom‐atom penyusunnya perhatikan
bagan 7.3.
Bagan 7.3. Cara menghitung
bilangan oksidasi dari senyawa
poliatom.
2. Logam‐logam pada golongan IA bermuatan positif
satu (+1).
3. Atom‐atom yang berada pada Gol VIIA Halogen
meiliki bilangan oksidasi negatif satu (‐1).
4. Bilangan oksidasi atom H, postif satu (+1) kecuali
dalam senyawa hidrida, atom H berikatan dengan
logam seperti NaH : Natrium hidrida, BaH2 : Barium
hidrida, dalam senyawa ini atom memiliki bilangan
oksidasi negatif satu (‐1).
5. Bilangan oksidasi atom Oksigen adalah negatif dua
(‐2), ada beberapa pengecualian dimana bilang
oksidasi adalah positif dua (+2) pada molekul F2O,
memiliki bilangan oksidasi negatif satu (‐1) terdapat
pada molekul H2O2 dan Na2O2.
Jumlah bilangan oksidasi dari satu molekul poliatom yang
berbentuk ion, jumlah bilangan oksidasinya sama dengan
muatan ionnya, sebagai contoh SO42‐. Untuk atom Oksigen
bilangan oksidasinya ‐2, sehingga terdapat muatan ‐8,
karena selisih bilangan oksidasi antara atom O dan S adalah
‐2, maka bilangan oksidasi S adalah +6.
7.5. Bilangan oksidasi pada senyawa dan ion
Aturan tentang keadaan oksidasi atau bilangan oksidasi
telah kita bahas, namun demikian kita perlu mengetahui
dengan tepat berapa besar bilangan oksidasi sebuah atom
dari sebuah senyawa. Untuk itu mari kita perhatikan
contoh sebagai berikut : tetapkan bilangan oksidasi dari
atom Cl, didalam senyawa KClO3 dan atom Cr pada dalam
ion Cr2O7‐. Perhatikan penyelesaian disebelah pada Bagan
7.4.
Dengan cara yang sama kita dapat tentukan bilangan
oksidasi Cr dalam ion Cr2O72‐
Misal bilangan oksidasi Cr dalam Cr2O72‐ = x, Jumlah
oksidasi Cr2O72‐ = ‐2, Bilangan oksidasi O = ‐2
7 atom O = 7 (‐2) = ‐14. Persamaan: 2(x) + (‐14) = ‐2 dan
harga x = 6.
Jadi bilangan oksidasi Cr dalam ion Cr2O72‐ = 6
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 7.4. Penetapan bilangan
oksidasi Cl dalam senyawa KClO3
Bilangan oksidasi Cl dalam KClO3
Misal bilangan oksidasi Cl dalam
KClO3 = x.
Bilangan oksidasi KClO3 = 0,
Bilangan oksidasi O dalam
KClO3 = 3(-2) = -6
Bilangan oksidasi K dalam
KClO3 = +1
Maka: 1 + x + (-6) = 0
x=5
Jadi bilangan oksidasi
Cl dalam KClO3 = 5
107
Pada suatu reaksi redoks peristiwa kenaikan dan
penurunan bilangan oksidasi suatu unsur atau kelompok
molekul selalu terjadi dan berlangsung bersamaan. Untuk
hal tersebut kita perlu mengenal dengan cermat perubahan
bilangan oksidasi pada sebuah reaksi kimia. Kita ambil
contoh perubahan bilangan oksidasi dari Cl2 dan atom Mn.
Cl2 + 2K2MnO4 → 2 KCl + 2 KMnO4
0 reduksi
oksidasi
Oksidator
+7
Penentuan dari bilangan okPerlu kita ingat, bilangan
oksidasi senyawa adalah 0 (nol), bilangan oksidasi oksigen
perlu ‐2 dan logam golngan IA adalah +1.
Bilangan Oksidasi Cl2 = 0.
Bilangan oksidasi Cl dalam KCl adalah ‐1, karena K
bermuatan =1, merupakan logam dari Golongan IA.
Dari persamaan Cl mengalami peristiwa reduksi.
Bilangan Oksidasi Mn dalam K2MnO4 adalah.
K2MnO4=0
K = 1+ sebanyak 2 atom, jumlah muatan +2,
O = 2‐, sebanyak 4 atom, jumlah muatan ‐8
Mn = ?,sebanyak 1 atom, jumlah muatan x
Total muatan senyawa adalah nol ( 0 ).
K2MnO4=0
(+2) + (x) + (‐8) = 0
(x) + (‐6) = 0
(x) = +6
Bilangan Oksidasi Mn dalam KMnO4
KMnO4
(+1) + (x) + (‐8) = 0
(x) + (‐7) = 0
(x) = +7
Atom Mn mengalami kenaikan bilangan oksidasi, disebelah
kiri bermuatan +6 berubah menjadi +7 disebelah kanan
tanda panah.
7.6. Menyatarakan persamaan reaksi redoks
Dalam reaksi redoks, hal yang cukup pelik adalah
perubahan untuk beberapa atom atau ion, dimana
perubahannya belum tentu mudah diingat, sehingga kita
sangat memerlukan data perubahan‐perubahan tersebut,
seperti yang kita tampilkan dalam Tabel 7.1.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Perubaha
→
Mn2+/Pb2+
KMnO4
Asam
Mn2+
KMnO4
Basa
MnO2
K2Cr2O7
→
Cr3+
X2(F, Cl, Br, I)
→
X‐
XO3
→
X‐
XO
→
X‐
KClO3
→
Cl‐
NaClO
→
Cl‐
H2O2
Asam
H2O
H2O2
Basa
H2O
H2SO4
→
SO2
HNO3
Pekat
NO2
HNO3
Encer
NO
→
H2
MnO2/PbO2
-1
+6
Tabel 7.1. Beberapa perubahan
unsur atau senyawa, ion dalam
reaksi redoks
H+
108
Untuk menuliskan persamaan reaksi redoks dapat
dilakukan dalam dua cara yaitu cara ion dan cara
bilangan oksidasi.
7.6.1. Cara Ion Elektron
Beberapa langkah menyelesaikan persamaan reaksi
redoks adalah :
1. Tentukan zat yang berperan sebagai oksidator dan
tuliskan reaksi perubahannya.
2. Tentukan zat yang berperan sebagai reduktor dan
tuliskan reaksi perubahannya
3. Seimbangkan
persamaan
oksidator/reduktor
menurut jumlah atom masing‐masing unsur dengan
cara:
a. Jika reaksi berlangsung dalam larutan yang
bersifat netral atau asam, tambahkan H2O atau
H+ untuk menyeimbangkan jumlah atom O dan H.
Perhatikan penyetaraan, untuk setiap kelebihan
1 atom O diseimbangkan dengan menambahkan
satu molekul H2O pada posisi yang berlawanan
(sebelah kiri atau kanan tanda panah),
dilanjutkan dengan penambahan ion H+ untuk
menyeimbangkan atom‐atom H.
Contoh:
MnO4‐ → Mn2+
Sebelum perubahan terdapat 4 atom O
Sesudah perubahan tidak ada atom O
Sebelah kanan tanda panah harus ditambahkan 4
molekul H2O untuk menyeimbangkannya 4 atom
O dan persamaannya:
MnO4‐ → Mn2+ + 4 H2O
Sebelah kanan reaksi terdapat 8 atom H,
sedangkan sebelah kiri reaksi tidak ada atom H,
sehingga ditambahkan 8 ion H+, dan persamaan
reaksi menjadi:
MnO4‐ + 8 H+ → Mn2+ + 4 H2O
b. Berbeda jika reaksi redoks berlangsung dalam
larutan yang bersifat basa. kelebihan 1 atom
Oksigen diseimbangkan dengan 1 molekul H2O
pada sisi yang sama dan ditambahkan 1 ion OH‐
disisi tanda panah yang berlawanan.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
109
Setiap kelebihan 1 atom H diseimbangkan
dengan menambahkan 1 ion OH‐ pada pihak
yang sama, kemudian 1 molekul H2O pada
pihak yang lain.
c. Jika atom H dan O berlebih pada pihak yang
sama, dapat diseimbangkan dengan dengan
menambahkan 1 ion OH‐. Perhatikan contoh
pada Bagan 7.4.
4. Jika dalam perubahan, oksidasi suatu unsur
membentuk kompleks dengan unsur lain,
penyeimbangan dilakukan dengan menambah
gugus atau unsur pembentuk kompleks tersebut.
5. Persamaan reaksi juga perlu disetarakan
muatannya dengan cara menambahkan elektron‐
elektron.
6. Keseimbangan jumlah elektron yang dilepas
reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang
diambil oksidator. Penambahan kedua persamaan
oksidator dan reduktor dan semua elektron
disebelah kiri dan kanan tanda panah saling
meniadakan.
Contoh:
Cu + HNO3 → Cu(NO3)2 + NO2 + H2O
1) menentukan zat oksidator dan perubahannya
NO3‐ → NO2
2) menentukan zat reduktor dan perubahannya
Cu → Cu2+
3) menyeimbangkan persamaan reaksi oksidator
dan reduktor.
Oksidator:
NO3‐ → NO2
NO3‐ + 2H+ → NO2 + H2O
Reduktor:
Cu → Cu2+
4) menyeimbangkan Muatan reaksi.
NO3‐ + 2H+ → NO2 + H2O
Jumlah muatan sebelah kiri reaksi adalah:
dalam NO3‐ = ‐1
dalam 2H+ = +2
maka jumlah muatan sebelah kiri = (‐1) + 2 = +1
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 7.4. Reaksi setengah sel untuk
senyawa NO3‐ dalam suasana basa
NO3- → NH3
NO3- + 3 H2O → NH3 + 6 OHNO3- + 3 H2O + 3 H2O → NH3 + 6
OH- + 3 OHNO3- + 6 H2O → NH3 + 9 OHKelebihan atom 3 atom Oksigen pada
NO3-,
diseimbangkan
dengan
menambahkan 3 molekul air pada sisi
ini dan menambahkan ion OHdisebelah kanan tanda panah. Hal ini
menyebabkan disebelah kanan tanda
panah kelebihan 3 atom yang
selanjutnya ditambahkan kembali
dengan 3 ion OH- pada sisi tersebut
dan
diseimbangkan
dengan
menambahkan 3 molekul air pada sisi
yang berlawanan sehingga reaksi
menjadi setara.
110
Sedangkan sebelah kanan muatannya adalah nol (0).
dalam NO2 = 0
dalam H2O = 0
Maka jumlah muatan sebelah kanan = 0
Penyetaraan selanjutnya dengan menjumlahkan
reaksi oksidator dan reduktornya.
5) Penambahan persamaan oksidator reduktor.
NO3‐ + 2H+ + e → NO2 + H2O (x2)
Cu → Cu2+ + 2e
(x1)
2 NO3‐ + 4H+ + 2e → 2NO2 + 2H2O
Cu → Cu2+ + 2e
2 NO3‐ + 4H+ + Cu → 2NO2 + 2H2O + Cu2+
Persamaan diatas merupakan peristiwa redoks yang terjadi, Sedangkan untuk
mengoksidasi atom Cu diperlukan 2 nitrat sehingga bilangan oksidasinya naik
menjadi dua (+2)
Disisi lain bilangan oksidasi N pada NO3‐ =
5 dan bilangan oksidasi N pada NO2 = 4,
berarti turun.
Setiap ion Cu2+ di sebelah kanan reaksi mengikat
molekul NO3‐, maka tambahkan 2 ion NO3‐ di
sebelah kiri.
Persamaan menjadi
2 NO3‐ + 4H+ + Cu + 2 NO3‐ → 2NO2 + 2H2O + Cu2+ + 2 NO3‐
Cu + 4 H NO3 → Cu(NO3)2 + 2 NO2 + 2 H2O
7.6.2. Cara Bilangan Oksidasi
Menyelesaikan persamaan reaksi redoks dengan cara bilangan
oksidasi, dilakukan dalam beberapa tahap :
1) Menentukan bilangan oksidasi atom‐atom pada masing‐
masing zat yang bereaksi.
2) Menentukan zat mana yang merupakan oksidator dan
mana yang reduktor, oksidator bercirikan adanya
penurunan bilangan oksidasi, sedangkan reduktor
peningkatan bilangan oksidasi.
3) Menentukan jumlah elektron‐elektron yang diambil
harus sama dengan jumlah elektron‐elektron yang
dilepas.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
111
4)
Melengkapi
seimbang.
koefisien‐koefisien
sehingga
reaksi
Perhatikan contoh reaksi berikut :
As2S5 + KClO3 + H2O → H3AsO4 + H2SO4 + KCl
Menentukan bilangan Oksidasi
Bilangan oksidasi zat yang bereaksi:
Melakukan pengecekan bilangan untuk atom As dalam As2S5,
Bilangan Oksidasi S adalah ‐2
Senyawa As2S5= 0, bilangan oksidasi S dalam As2S5
S = 5(‐2) = ‐10
Sehingga bilangan oksidasi As dalam As2S5 = +5
Bilangan oksidasi atom Cl dalam KClO3,
KClO3 = 0
Bilangan oksidasi K = +1 dan O = (‐2 x 3) = ‐6, sehingga Cl = +5
Bilangan oksidasi zat hasil reaksi.
Dari senyawa H3AsO4, bilangan oksidasi masing‐masing adalah
H = +3 dan O = ‐8, sedangkan As = +5
Untuk H2SO4, bilangan oksidasi masing‐masing atom adalah H
= +2, O = ‐8
Sehingga bilangan oksidasi menjadi S = +6
KCl → bilangan oksidasi masing‐masing K = +1 dan Cl = ‐1
Menentukan oksidator atau reduktor
Oksidator: Bilangan oksidasinya berkurang
Tingkat oksidasi Cl : +5 pada KClO3 menjadi ‐1 pada KCl.
Sehingga yang berperan sebagai oksidator adalah KClO3
Reduktor: bilangan oksidasinya bertambah
Tingkat oksidasi S: ‐2 pada As2S5 menjadi +5 pada H2SO4,
sehingga yang berperan sebagai reduktor adalah As2S5
Menentukan jumlah elektron‐elektron
Jumlah elektron yang diambil = jumlah elektron yang dilepas
Atom yang mengambil elektron adalah Cl, bilangan
oksidasinya dari +5 menjadi ‐1, agar bilangan oksidasinya
berubah menjadi ‐1, maka Cl harus mengambil 6 elektron.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
112
Disisi lain atom S melepas elektron, karena atom berubah
muatannya dari ‐2 menjadi +6 , maka elektron yang
dilepaskannya 8 elektron. Sehingga setiap atom S akan
melepas 8 elektron.
Berdasarkan asal senyawa As2S5 maka terdapat 5 atom S,
artinya terdapat 5 atom S melepaskan 5 X 8 = 40 elektron.
Jumlah elektron yang diambil = jumlah elektron yang dilepas
Setiap atom Cl dapat menangkap 6 elektron, sedangkan
elektron yang dilepas oleh atom S sebanyak 40 elektron,
jumlah elektron harus sama, cara yang mudah adalah
mengalikannya.
Untuk Cl dikali 20 sehingga terdapat 20 Cl yang masing‐masing
menangkap 6 elektron.
Total elektron yang dapat ditangkap adalah 120 elektron.
20 x Cl (6e) = 120 elektron
Demikian pula untuk S harus dapat melepaskan 120 elektron,
dimana setiap As2S5 dapat melepaskan 40 elektron, sehingga
dibutuhkan 3 molekul As2S5.
3 X As2S5 (40e) = 120 elektron
Melengkapi koofisien reaksi redoks
20 KClO3 + 120 e → KCl
3 As2S5 → H2SO4 + 120 e
As2S5 + KClO3 + H2O → H3AsO4 + H2SO4 + KCl
Persamaan reaksi selanjutnya kita sesuaikan
3 As2S5 + 20 KClO3 + 24H2O → 6 H3AsO4 + 15 H2SO4 + 20KCl
dan kita buktikan jumlah masing‐masing atom disebelah kiri dan kanan tanda
panah harus sama.
3 As = 6
S = 15
20 K
20 Cl
6
15
S
20 K
20 Cl
48 H
60 O
As
+ 24 O
18 H
+ 30 H
24 O +
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
60 O
113
7.7.
Sel Elektrokimia dan Potensial Elektroda
Seperti kita sudah singgung dalam bahasan sebelumnya
bahwa reaksi kimia dapat melepaskan energi maupun
membutuhkan energi. Berdasarkan sifat listrik maka
energi yang dihasilkan reaksi kimia dapat diukur dalam
bentuk energi potensial (E) dengan satuan Volt.
Pembuktian adanya potensial dapat dilakukan dengan
memasukkan dua batang logam ke dalam larutan dan
kedua logam tersebut dihubungkan dengan voltmeter.
Jika kita memasukkan logam yang sama maka voltmeter
akan membaca nilai 0, artinya tidak ada beda potensial.
Jika kita memasukkan dua logam yang berbeda maka
voltmeter menunjukkan nilai tertentu, atau ada beda
potensial yang terbaca voltmeter (Gambar 7.5).
Dua logam yang tercelup dalam larutan dikatakan
sebagai sel, dan logam‐logam tersebut dikatakan
sebagai elektroda, yang didefinisikan sebagai kutub
atau lempeng pada suatu sel elektrokimia, dimana arus
memasuki atau meninggalkan sel.
Dua logam atau dua elektroda yang ada dalam sel
elektrokimia memiliki peran tertentu. Elektroda yang
memiliki peran dalam proses pengikatan elektron
(proses reduksi) disebut dengan katoda. Katoda
menarik ion‐ion bermuatan positif dan ion‐ion tersebut
disebut kation. Sedangkan elektroda yang berperan
dalam pelepasan elektron (proses oksidasi) disebut
anoda. Anoda menarik ion‐ion negatif dari larutan
elektrolit, ion‐ion ini disebut anion.
Untuk melakukan pengukuran potensial yang dihasilkan
dari sebuah reaksi kimia dipergunakan voltmeter, maka
salah satu elektroda yang dipergunakan adalah
elektroda baku yang telah diketahui potensialnya.
Eksperimen yang dilakukan menunjukan bahwa
elektroda baku yang didapat adalah elektroda Hidrogen
dikenal dengan SHE, standart hidrogen elektroda,
dengan potensial 0.0 Volt.
Dengan ditemukanya Elektroda standart maka disusun
potensial elektroda dari beberapa zat, potensial yang
dipergunakan adalah potensial reduksi dari zat yang
diukur. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
pembanding elektroda hidrogen (SHE). Lihat Tabel 7.2
Potensial reduksi dari beberapa logam.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 7.5. Gambar sel
elektrokimia, dengan dua buah
elektroda yang berbeda, beda
potensial terbaca oleh voltmeter
Tabel.7.2. Potensial reduksi dari
beberapa zat
Logam
EӨ (Volt)
K+ → K + e
-2,93
2+
Ba
→K+e
Ca2+ → Ca + 2e
-2,90
-2,87
+
-2,71
2+
Mg → Mg + 2e
-2,34
Al3+ → Al + 3e
-1,76
Na → Na + e
Mn
2+
→ Mn + 2e
-1,10
Zn
2+
→ Zn + 2e
-0,76
Cr3+ → Cr + 3e
-0,60
2+
→ Fe + 2e
-0,44
2+
→ Ni + 2e
-0,23
Sn2+ → Sn + 2e
-0,14
Fe
Ni
Pb
2+
→ Pb + 2e
+
-0,13
H →H+e
0,00
Cu2+ → Cu + 2e
+0,34
+
+0,79
+
Ag → Ag + e
+0,80
Au+ → Au+ e
+1,50
Hg → Hg + e
114
Dari tabel dapat kita lihat bahwa zat yang lebih mudah tereduksi dari
elektroda standart hidrogen diberi harga potensial reduksi positif, dan sukar
tereduksi dari diberi harga potensial reduksi negatif. Potensial elektroda
adalah beda potensial suatu unsur terhadap elektroda hidrogen standart
dinyatakan sebagai potensial reduksi.
Oksidator paling kuat adalah Au (unsur yang paling kuat menarik elektron).
Reduktor yang paling kuat adalah K (unsur yang paling mudah melepaskan
elektron). Potensial oksidasi merupakan kebalikan dari harga potensial
reduksi.
Penggunaan elektroda hidrogen cukup rumit, para peneliti kimia
mengembangkan elektroda lainnya dan membandingkannya dengan
elektroda hidrogen.
Beberapa elektroda yang cukup stabil ditemukan yaitu elektroda air raksa
atau Saturated Calomel Electrode (SCE) dan elektroda Perak‐Perak klorida
(Ag/AgCl).
Berdasarkan tinjauan energi, sel elektrokimia dibagi menjadi dua bagian. Ada
sel yang menghasilkan energi ketika terjadi reaksi atau reaksi kimia
menghasilkan energi. Sel elektrokimia ini disebut dengan sel volta.
Sebaliknya ada sel yang membutuhkan energi agar terjadi reaksi kimia
didalamnya, sel ini disebut dengan sel elektrolisa.
7.7.1. Sel Volta
Pada sel vota energi yang dihasilkan oleh reaksi kimia berupa energi listrik.
Reaksi yang berlangsung dalam sel volta adalah reaksi redoks.
Salah satu contoh sel volta adalah batere. Misalnya sel yang disusun oleh
elektrode Zn yang dicelupkan dalam larutan ZnSO4 dan elektrode Cu yang
dicelupkan dalam larutan Cu SO4. Kedua larutan dipisahkan dinding yang
berpori. Jika elektroda Zn dan Cu dihubungkan dengan kawat akan terjadi
energi listrik. Elektron mengalir dari elektroda Zn (elektroda negatif) ke
elektroda Cu (elektroda positif).
Pada elektroda Zn terjadi reaksi oksidasi:
Zn → Zn2+ + 2e‐ E = +0.78
Pada elktroda Cu terjadi reaksi reduksi:
Cu2+ + 2e‐ → Cu E = +0.34
Proses diatas mengakibatkan terjadinya aliran elektron, maka terjadi energi
listrik yang besarnya
Zn → Zn2+ + 2e‐ E = +0.76 Volt
Cu2+ + 2e‐ → Cu E = +0.34 Volt
Zn + Cu2+→ Zn2+ + Cu E = 1.10 Volt
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
115
7.7.2. Sel Elektrolisa
Dalam sel elektrolisa terjadinya reaksi kimia karena
adanya energi dari luar dalam bentuk potensial atau
arus listrik. Reaksi yang berlangsung pada sel elektrolisa
adalah reaksi yang tergolong dalam reaksi redoks.
Bagan 7.6. Potensial reaksi redoks
sebagai penentu berlangsung atau
tidak berlangsungnya suatu reaksi
Dalam sel elektrolisa katoda merupakan kutub negatif
dan anoda merupakan kutub positif. Arus listrik dalam
larutan dihantarkan oleh ion‐ion, ion positif (kation)
bergerak ke katoda (negatif) dimana terjadi reaksi
reduksi. Ion negatif (anion) bergerak ke anoda (positif)
dimana terjadi reaksi oksidasi.
Ingat : Ion positif adalah sebuah atom atau suatu
gugusan atom‐atom yang kekurangan satu atau
beberapa elektron. Ion negatif adalah sebuah atom
atau suatu gugusan atom‐atom yang kelebihan satu
atau beberapa elektron.
Pada elektrolisa larutan elektrolit dalam air, ion‐ion
hidrogen dan ion‐ion logam yang bermuatan positif
selalu bergerak ke katoda dan ion‐ion OH‐ dan ion‐ion
sisa asam yang bermuatan negatif menuju ke anoda.
Dengan menggunakan daftar potensial elektroda
standart dapat diketahui apakah suatu reaksi redoks
dapat berlangsung atau tidak, yaitu bila potensial reaksi
redoksnya positif, maka reaksi redoks tersebut dapat
berlangsung. Sebaliknya jika potensial reaksi redoksnya
negatif, reaksi redoks tidak dapat berlangsung.
Perhatikan contoh pada Bagan 7.6.
Reaksi yang terjadi pada proses eletrolisa dibagi
menjadi dua bagian yaitu reaksi yang terjadi pada
katoda dan pada anoda.
Reaksi pada katoda; ion‐ion yang bergerak menuju
katoda adalah ion‐ion positif dan pada katoda terjadi
reaksi reduksi, perhatikan Gambar 7.7.
Reduksi untuk ion H+
2H+ + 2e‐ → H2
Reduksi untuk ion logam, mengikuti beberapa syarat
yang terkait dengan kemudahan ion logam tereduksi
dibandingkan dengan ion H+. Jika kation lebih mudah
dioksidasi (atau melepaskan elektron), maka air yang
akan direduksi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 7.7. Sel Elektrolisis, Katoda
terjadi reaksi reduksi dan pada anoda
terjadi oksidasi
116
Ion‐ion tersebut meliputi Gol IA dan IIA seperti ion‐ion logam
alkali dan alkali tanah, terutama ion Na+, K+, Ca2+, Sr2+, dan
Ba2+. Jika ion‐ion tersebut lebih mudah tereduksi dibanding ion
H+, maka ion tersebut akan langsung tereduksi seperti ion‐ion
Cu2+, Ni2+, Ag+.
Reaksi pada Anoda merupakan reaksi oksidasi. Ion‐ion yang
bergerak ke anoda adalah ion‐ion negatif (anion). Reaksi yang
terjadi dipengaruhi oleh jenis elektroda yang dipakai dan jenis
anion.
Anion: ion OH‐ dan ion sisa asam.
Jika anoda terdiri dari platina, maka anoda ini tidak mengalami
perubahan melainkan ion negatif yang dioksidasi.
Ion OH‐ akan dioksidasi menjadi H2O dan O2.
4 OH‐ → 2 H2O + O2 + 4e‐
Ion sisa asam akan dioksidasi menjadi molekulnya. misalnya: Cl‐
dan Br‐
2 Cl‐ → Cl2 + 2e
2 Br‐ → Br2 + 2e
Ion sisa asam yang mengandung oksigen. Misalnya: SO42‐, PO43‐
, NO3‐, tidak mengalami oksidasi maka yang mengalami oksidasi
adalah air.
2 H2O → 4 H+ + O2 + 4e
Bila elektroda reaktif logam ini akan melepas elektron dan
memasuki larutan sebagai ion positif.
Prinsip ini digunakan
pemurnian suatu logam.
dalam
proses
penyepuhan
dan
Perhatikan proses elektrolisa larutan garam Natrium Sulfat
dibawah ini,
Na2SO4 → 2Na+ + SO42‐
Dari tabel tampak bahwa Hidrogen lebih mudah tereduksi
dibandingkan logam Natrium.
Demikian pula jika kita bandingkan antara anion SO42‐dengan
air, sehingga air akan teroksidasi. Na lebih aktif dari H sehingga
sukar tereduksi, dan SO42‐ sukar teroksidasi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
117
Hasil elektrolisis dari larutan Na2SO4 adalah:
Pada katoda terjadi gas Hidrogen (H2) dari hasil reduksi
H+ dalam bentuk H2O.
Pada Anoda terjadi gas O2 hasil oksidasi dari O2‐ dalam Bagan 7.8. Elektrolisis larutan garam
bentuk H2O.
dapur
Karena terjadi perubahan air menjadi gas hidrogen dan
oksigen, semakin lama air semakin berkurang, sehingga Elektrolisa larutan garam NaCl
larutan garam Na2SO4 semakin pekat. Contoh lain
NaCl → Na+ + Clperhatikan pada Bagan 7.8.
7.8.
Hukum Faraday
Faraday mengamati peristiwa elektrolisis melalui
berbagai percobaan yang dia lakukan. Dalam
pengamatannya jika arus listrik searah dialirkan ke
dalam suatu larutan elektrolit, mengakibatkan Reaksi reduksi dari ion hidrogen dalam
bentuk H2O menghasilkan gas H2 pada
perubahan kimia dalam larutan tersebut.
Katoda
Sehingga Faraday menemukan hubungan antara massa
yang dibebaskan atau diendapkan dengan arus listrik. ion klorida lebih teroksidasi pada
anoda dan dihasilkan gas Cl2.
Hubungan ini dikenal dengan Hukum Faraday.
Molekul air berubah menjadi gas H2
Menurut Faraday
dan gugus OH-, sehingga larutan
1. Jumlah berat (massa) zat yang dihasilkan bersifat basa.
(diendapkan) pada elektroda sebanding dengan
jumlah muatan listrik (Coulumb) yang dialirkan
melalui larutan elektrolit tersebut.
2. Masa zat yang dibebaskan atau diendapkan oleh
arus listrik sebanding dengan bobot ekivalen zat‐zat
tersebut.
Dari dua pernyataan diatas, disederhanakan menjadi
persamaan :
M
=
e .i .t
F
dimana,
M = massa zat dalam gram
e = berat ekivalen dalam gram = berat atom: valensi
i = kuat arus dalam Ampere
t = waktu dalam detik
F = Faraday
Dalam peristiwa elektrolisis terjadi reduksi pada katoda
untuk mengambil elektron yang mengalir dan oksidasi
pada anoda yang memberikan eliran elektron tersebut.
Dalam hal ini elektron yang dilepas dan yang diambil
dalam jumlah yang sama.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
118
Bobot zat yang dipindahkan atau yang tereduksi setara
dengan elektron, sehingga masa yang dipindahkan
merupakan gram ekivalen dan sama dengan mol
elektron. Faraday menyimpulkan bahwa Satu faraday
adalah jumlah listrik yang diperlukan untuk
menghasilkan satu ekivalen zat pada elektroda.
Bagan 7.9. Reaksi penggunaan dan
pengisian aki
Muatan 1 elektron = 1,6 x 10‐19 Coulomb
1 mol elektron = 6,023 x 1023 elektron
Muatan untuk 1 mol elektron = 6,023 . 1023 x 1,6 . 10‐19
= 96.500 Coulomb
= 1 Faraday
7.9.
Sel elektrokimia komersial
7.9.1. Sel volta komersial
Aki atau accumulator merupakan sel volta yang
tersusun atas elektroda Pb dan PbO, dalam larutan
asam sulfat yang berfungsi sebagai elektrolit. Pada aki,
sel disusun dalam beberapa pasang dan setiap pasang
menghasilkan 2 Volt.
Aki umumnya kita temui memiliki potensial sebesar 6
Volt (kecil) sebagai sumber arus sepeda motor dan 12 V
(besar) untuk mobil. Aki merupakan sel yang dapat diisi
kembali, sehingga aki dapat dipergunakan secara terus
menerus. Sehingga ada dua mekanisme reaksi yang
terjadi. Reaksi penggunaan aki merupakan sel volta, dan
reaksi pengisian menggunakan arus listrik dari luar
seperti peristiwa elektrolisa. Mekanisme reaksi
ditampilkan pada Bagan reaksi 7.9.
Batere atau sel kering merupakan salah satu sel volta,
yaitu sel yang menghasilkan arus listrik, berbeda dengan
aki, batere tidak dapat diisi kembali.
Sehingga batere juga disebut dengan sel primer dan aki
dikenal dengan sel sekunder.
Batere disusun oleh Seng sebagai anoda, dan grafit
dalam elektrolit MnO2, NH4Cl dan air bertindak sebagai
katoda (lihat Gambar 7.10). Reaksi yang terjadi pada sel
kering adalah :
Anoda : Zn(s) → Zn2+ + 2e
Katoda: MnO2 + 2 NH4+ +2e → Mn2O3 + 2NH3 + H2O
Zn(s) + MnO2 + 2 NH4+ → Zn2+ + Mn2O3 + 2NH3 + H2O
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 7.10. Model sel Kering
komersial
119
Sel bahan bakar merupakan bagian dari sel volta yang mirip
dengan aki atau batere, dimana bahan bakarnya diisi secara
terus menerus, sehingga dapat dipergunakan secara terus
menerus juga.
Bahan baku dari sel bahan bakar adalah gas hidrogen dan
oksigen, sel ini digunakan dalam pesawat ruang angkasa, reaksi
yang terjadi pada sel bahan bakar adalah :
Anoda : 2 H2 + 4 OH‐ → 4 H2O + 4e
Katoda : O2 + 2 H2O + 4e → 4 OH‐
__________________________________
2 H2 + O2 → 2 H2O
7.9.2. Sel elektrolisa dalam industri
Elektrolisa digunakan di dalam industri dan di dalam berbagai
pemanfaatan seperti penyepuhan atau pelapisan atau
elektroplating, sintesa atau pembuatan zat tertentu dan
pemurnian logam.
Elektroplating atau penyepuhan merupakan proses pelapisan
permukaan logam dengan logam lain. Misalnya tembaga dilapisi
dengan emas dengan menggunakan elektrolit larutan emas
(AuCl3).
Emas (anoda)
: Au(s) → Au3+(aq) + 3e (oksidasi)
Tembaga (katoda) : Au3+(aq) + 3e → Au(s) (reduksi)
Dari persamaan reaksi tampak pada permukaan tembaga akan
terjadi reaksi reduksi Au3+(aq) + 3e → Au(s). Dengan kata lain
emas Au terbentuk pada permukaan tembaga dalam bentuk
lapisan tipis. Ketebalan lapisan juga dapat diatur sesuai dangan
lama proses reduksi. Semakin lama maka lapisan yang terbentuk
semakin tebal.
Sintesa atau pembuatan senyawa basa, cara elektrolisa
merupakan teknik yang handal. Misalnya pada pembuatan
logam dari garam yaitu K, Na dan Ba dari senyawa KOH, NaOH,
Ba(OH)2, hasil samping dari proses ini adalah terbentuknya serta
pada pembuatan gas H2, O2, dan Cl2. Seperti reaksi yang telah
kita bahas. Dalam skala industri, pembuatan Cl2 dan NaOH
dilakukan dengan elektrolisis larutan NaCl dengan reaksi sebagai
berikut:
NaCl(aq) → Na+(aq) + Cl‐(aq)
Katoda : 2H2O(l) + 2e → 2OH‐(aq) + H2(g)
Anoda : 2Cl‐(aq) → Cl2 + 2e
2H2O(l) + 2Cl‐(aq) → 2OH‐(aq) + H2(g) + Cl2
Reaksi: 2H2O(l) + 2NaCl(aq) → 2NaOH(aq) + H2(g) + Cl2
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
120
Proses pemurnian logam juga mengandalkan proses elektrolisa. Proses
pemurnian tembaga merupakan contoh yang menarik dan mudah
dilaksanakan. Pemurnian ini menggunakan elektrolit yaitu CuSO4. Pada proses
ini tembaga yang kotor dipergunakan sebagai anoda, dimana zat tersebut
akan mengalami oksidasi, Cu(s) → Cu2+(aq) + 2e
reaksi oksidasi ini akan melarutkan tembaga menjadi Cu2+. Dilain pihak pada
katoda terjadi reaksi reduksi Cu2+ menjadi tembaga murni. Mula‐mula
Cu2+berasal dari CuSO4, dan secara terus menerus digantikan oleh Cu2+ yang
berasal dari pelarutan tembaga kotor. Proses reaksi redoks dalam elektrolisis
larutan CuSO4 adalah :
CuSO4(aq) → Cu2+(aq) + SO42‐(aq)
Katoda: Cu2+(aq) + 2e → Cu(s)
Anoda : Cu(s) → Cu2+(aq) + 2e
Pengotor tembaga umumnya terdiri dari perak, emas, dan platina. Oleh
karena E0 unsur Ag, Pt dan Au > dari E0 Cu, maka ketiga logam tidak larut dan
tetap berada di anoda biasanya berupa lumpur. Demikian juga jika pengotor
berupa Fe atau Zn, unsur ini dapat larut namun cukup sulit tereduksi
dibandingkan Cu, sehingga tidak mengganggu proses reduksi Cu.
7.10. Korosi
Korosi atau perkaratan logam merupakan proses
oksidasi sebuah logam dengan udara atau elektrolit
lainnya, dimana udara atau elektrolit akan mengami
reduksi, sehingga proses korosi merupakan proses
elektrokimia, lihat Gambar 7.11.
Korosi dapat terjadi oleh air yang mengandung garam,
karena logam akan bereaksi secara elektrokimia dalam
larutan garam (elektrolit). Pada proses elektrokimianya
akan terbentuk anoda dan katoda pada sebatang logam.
Untuk itu, kita bahas bagaimana proses korosi pada
logam besi. Pertama‐tama besi mengalami oksidasi;
Fe → Fe2+ + 2e E0 = 0.44 V
dilanjutkan dengan reduksi gas Oksigen;
O2 + 2 H2O + 4e → 4OH‐ E0 = 0.40 V
Kedua reaksi menghasilkan potensial reaksi yang positif
(E = 0.84 V) menunjukan bahwa reaksi ini dapat terjadi.
Jika proses ini dalam suasana asam maka, proses
oksidasinya adalah
O2 + 4 H+ + 4e → 2 H2O E0 = 1.23 V
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 7.11. Korosi logam Fe dan
berubah menjadi oksidanya
121
dan potensial reaksinya semakin besar yaitu:
E = (0.44 + 1.23) = 1.63 Volt.
Dengan kata lain proses korosi besi akan lebih mudah
terjadi dalam suasana asam.
Faktor yang mempengaruhi proses korosi meliputi
potensial reduksi yang negatif, logam dengan potensial
elektrodanya yang negatif lebih mudah mengalami
korosi. Demikian pula untuk dengan logam yang
potensial elektrodanya positif sukar mengalami korosi.
Untuk mencegah terjadinya korosi, beberapa teknik atau
cara diusahakan. Dalam industri logam, biasanya zat
pengisi (campuran) atau impurities diusahakan tersebar
merata didalam logam. Logam diusahakan agar tidak
kontak langsung dengan oksigen atau air, dengan cara
mengecat permukaan logam dan dapat pula dengan
melapisi permukaan logam tersebut dengan logam lain
yang lebih mudah mengalami oksidasi.
Cara lain yang juga sering dipergunakan adalah
galvanisasi atau perlindungan katoda. Proses ini
digunakan pada pelapisan besi dengan seng. Seng amat
mudah teroksidasi membentuk lapisan ZnO. Lapisan
inilah yang akan melindungi besi dari oksidator.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
122
RANGKUMAN
1. Reaksi pembentukan merupakan penggabungan atom‐
atom dari beberapa unsur membentuk senyawa baru.
2. Reaksi penguraian merupakan reaksi kebalikan dari reaksi
pembentukan. Pada reaksi penguraian, senyawa terurai
menjadi senyawa yang lebih sederhana atau menjadi
unsur‐unsurnya.
3. Reaksi pengendapan merupakan reaksi yang salah satu
produknya berbentuk endapan atau zat yang sukar larut
didalam air atau pelarutnya.
4. Jenis reaksi ini adalah jenis pertukaran antara kation‐
kation ataupun pertukaran antar anion, dalam istilah
lainnya disebut dengan ion exchange.
5. Reaksi netralisasi merupakan reaksi penetralan asam oleh
basa dan menghasilkan air.
6. Reaksi pembakaran dengan definisi yang paling
sederhana adalah reaksi dari unsur maupun senyawa
dengan oksigen.
7. Persamaan reaksi yang dapat langsung mencerminkan
sifat‐sifat listrik dituliskan dalam bentuk peristiwa reduksi
dan oksidasi atau lebih dikenal dengan istilah redoks.
8. Unsur yang ada dalam keadaan bebas di alam memiliki
bilangan oksidasi 0 (nol), seperti Gas mulia (He, Ne, Ar
dst), logam Cu, Fe, Ag, Pt dan lainnya.
6. Molekul baik yang beratom sejenis dan yang tidak
memiliki bilangan oksidasi 0 (nol). Untuk senyawa yang
disusun oleh atom yang tidak sejenis, bilangan
oksidasinya 0 (nol) merupakan jumlah dari bilangan
oksidasi dari atom‐atom penyusunnya.
7. Logam‐logam pada golongan IA bermuatan positif satu
(+1).
8. Atom‐atom yang berada pada Gol VIIA Halogen meiliki
bilangan oksidasi negatif satu (‐1).
9. Bilangan oksidasi atom H, postif satu (+1) kecuali dalam
senyawa hidrida, bilangan oksidasinya negatif satu (‐1).
10. Bilangan oksidasi atom Oksigen adalah negatif dua (‐2),
ada beberapa pengecualian dimana bilang oksidasi adalah
positif dua (+2) pada molekul F2O, memiliki bilangan
oksidasi negatif satu (‐1) pada molekul H2O2 dan Na2O2.
11. Penyetaraan persamaan reaksi redoks dapat dilakukan
dengan cara ion electron dan bilangan oksidasi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
123
12. Elektroda yang memiliki peran dalam proses pengikatan
elektron (proses reduksi) disebut dengan katoda. Katoda
menarik ion‐ion bermuatan positif dan ion‐ion tersebut
disebut kation. Sedangkan elektroda yang berperan
dalam pelepasan elektron (proses oksidasi) disebut
anoda. Anoda menarik ion‐ion negatif dari larutan
elektrolit, ion‐ion ini disebut anion.
13. Potensial elektroda adalah beda potensial suatu unsur
terhadap elektroda hidrogen standart yang dinyatakan
sebagai potensial reduksi. Potensial oksidasi merupakan
kebalikan dari harga potensial reduksi.
14. Sel elektrokimia adalah sel yang menghasilkan energi
ketika terjadi reaksi kimia, sebaliknya ada sel yang
membutuhkan energi agar terjadi reaksi kimia
didalamnya, sel ini disebut dengan sel elektrolisa.
15. Ion positif adalah sebuah atom atau suatu gugusan atom‐
atom yang kekurangan satu atau beberapa elektron. Ion
negatif adalah sebuah atom atau suatu gugusan atom‐
atom yang kelebihan satu atau beberapa elektron. Ion‐ion
yang bergerak menuju katoda adalah ion‐ion positif dan
pada katoda terjadi reaksi reduksi. Ion‐ion yang bergerak
ke anoda adalah ion‐ion negatif (anion) dan pada anoda
terjadi reaksi oksidasi.
16. Jumlah berat (masa) zat yang dihasilkan (diendapkan)
pada elektroda sebanding dengan jumlah muatan listrik
(Coulumb) yang dialirkan melalui larutan elektrolit
tersebut. Masa zat yang dibebaskan atau diendapkan oleh
arus listrik sebanding dengan bobot ekivalen zat‐zat
tersebut.
17. Elektrolisa digunakan oleh industri dalam berbagai
pemanfaatan seperti penyepuhan atau pelapisan
(electroplating), sintesa atau pembuatan zat tertentu dan
pemurnian logam.
18. Korosi atau perkaratan logam merupakan proses oksidasi
sebuah logam dengan udara atau elektrolit lainnya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
124
UJI
KOMPETENSI
Pilihalah salah satu jawaban yang benar
1. Reaksi dari unsur‐unsur membentuk senyawa baru
disebut dengan reaksi
A. Reaksi pembentukan
B. Reaksi penguraian
C. Reaksi Pertukaran
D. Reaksi oksidasi
2. Contoh reaksi penguraian yang benar adalah
A. MnO4‐ → Mn2+ + 4 H2O
B. NO3‐ → NO2
C. 4 Fe + 3 O2 Š 2 Fe2O3
D. CaCO3 Š CaO + CO2
3. Dibawah ini merupakan reaksi netralisasi, kecuali
A. HCl + NaOH Š NaCl + H2O
B. H2SO4 + Ca(OH)2 Š CaSO4 + 2 H2O
C. 4. HNO3 + Cu Š Cu(NO3)2 + 2 NO2 + 2 H2O
D. HBr + KOH Š KBr + H2O
4. Zat yang memiliki bilangan oksidasi 0 adalah, kecuali
A. HCl
B. Fe2+
C. Cl‐
D. Mn4+
5. Diantara ion‐ion berikut pada ion manakah pada unsur
belerang menpunyai bilangan oksidasi terendah:
A. SO42‐
B. HSO4‐
C. HSO3‐
D. S2‐
6. Dari reaksi : Cl2 + 2K2MnO4 → 2 KCl + 2 KMnO4 zat yang
mengalami reduksi adalah
A. Cl2
B. Cl‐
C. K2MnO4
D. Mn4+
7. Bilangan Oksidasi dari Oksigen pada senyawa H2O2 adalah
A. 1+
B. ‐1
C. 2+
D. 2‐
8. Yang termasuk reaksi redoks adalah
A. HCl + NaOH Š NaCl + H2O
B. H2SO4 + Ca(OH)2 Š CaSO4 + 2 H2O
C. 4. HNO3 + Cu Š Cu(NO3)2 + 2 NO2 + 2 H2O
D. HBr + KOH Š KBr + H2O
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
125
9. Reaksi pengendapan terjadi, karena zat ….
A. Sukar larut dalam pelarut
B. Zat terionisasi
C. Zat mudah menguap
D. Benar seluruhnya
10. Senyawa yang dapat membentuk endapan
A. Ba(SO4)2
B. BaCl2
C. BaNO3
D. BaS
Jawablah pertanyaan ini
1.
2.
3.
4.
Setarakan reaksi HNO3 + H2S Š NO + S + H2O
Buat persamaan reaksinya FeS2 + O2 Š Fe2O3 + SO2
Setarakan reaksi HNO3 + HI Š NO + I2 + H2O
Setarakan : CdS + I2 + HCl Š Cd(Cl)2 + HI + S
SOAL‐SOAL REDOKS DAN SEL ELEKTROKIMIA
1. Diantara ion‐ion berikut pada ion manakah pada unsur
belerang menpunyai bilangan oksidasi terendah:
a. SO42‐
b. HSO4‐
c. HSO3‐
d. S2‐
2. Dalam proses elektrolisa larutan CuSO4, arus listrik sebanyak
0,1 Faraday dilewatkan selama 2 jam. Maka jumlah tembaga
yang mengendap pada katoda ialah:
a. 0,05 mol
b. 0,1 mol
c. 0,2 mol
d. 0,25 mol
3. Manakah dari reaksi‐reaksi berikut yang bukan reaksi redoks:
a. MnCO3 → MnO + CO2
b. Cl2 → 2 Cl‐ + I2
c. BaCl2 + H2SO4 → BaSO4 + 2 HCl
d. SO2 + OH‐ → HSO3‐
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
126
4. Kalium permanganat mengoksidasi HCl pekat dengan
persamaan reaksi:
KMnO4 + 8 HCl → HCl + MnCl2 + 4 H2O + x Cl2
Berapakah x:
a. 2,5
b. 2
c. 1,5
d. 1
5. Mangan yang tidak dapat dioksidasi lagi terdapat pada ion:
a. MnO4‐
b. MnO42‐
c. Mn3+
d. MnCl42‐
6. Dalam sel elektrolisa terdapat 200 ml larutan CuSO4
1 M. Untuk mengendapkan semua tembaga dengan kuat arus
10 Ampere diperlukan waktu:
a. 965 detik
b. 3860 detik
c. 96500 detik
d. 9650 detik
7. Jika potensial elektroda dari
Zn (Zn2+ + 2e → Zn) = ‐ 0,76 volt
Cu (Cu2++ 2e → Cu) = + 0,34 volt
Maka potensial sel untuk reaksi:
Zn2+ + Cu → Zn + Cu2+ sama dengan:
a. ‐0,42 volt
b. +1,52 volt
c. ‐1,10 volt
d. +1,10 volt
8. Reduktor yang digunakan secara besar‐besaran untuk
mereduksi bijih besi menjadi logamnya adalah:
a. Na
b. Hidrogen
c. Alumunium (Al)
d. Karbon (C)
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
127
9. Diantara reaksi‐reaksi dibawah ini, manakah yang bukan reaksi
redoks:
a. SnCl2 + I2 + 2 HCl → SnCl4 + 2 HI
b. H2 + Cl2 → 2 HCl
c. CuO + 2 HCl → CuCl2 + H2O
d. Cu2O + C → 2 Cu + CO
10. Jika senyawa magnesium amonium fosfat MgNH4PO4
dilarutkan dalam air, maka di dalam larutan akan ada ion‐ion:
a. Mg2+ dan NH4PO42‐
b. MgNH43+ dan PO43‐
c. NH4‐ dan MgPO4‐
d. Mg2+, NH4+ dan PO3‐
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
128
Bab 8 Larutan
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Memahami konsep larutan
elektrolit dan elektrokimia
Membedakan larutan elektrolit dan non elektrolit
Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan berbagai larutan
Menggunakan satuan konsentrasi dalam membuat larutan
Tujuan Pembelajaran
1.
Siswa dapat mendefinisikan larutan
2.
Siswa mampu membedakan jenis larutan berdasarkan daya hantar listrik
3.
Siswa dapat membedakan larutan berdasarkan tingkat ionisasi larutan
4.
Siswa mampu mendefinisikan konsentrasi atau rasio kuantitas zat terlarut di
dalam pelarut
5.
Siswa mampu membedakan satuan‐satuan konsentrasi larutan
6.
Siswa dapat membuat dan mengencerkan larutan
7.
Siswa dapat mendeskripsikan larutan asam
8.
Siswa dapat mendefinisikan basa
9.
Siswa dapat mendeskripsikan berbagai macam garam berdasarkan reaksi
pembentukannya
10. Siswa dapat menentukan konsentrasi asam, basa dan garam
11. Siswa dapat mendeskripsikan larutan penyangga
12. Siswa dapat menghitung konsentrasi larutan buffer, berdasarkan komposisi zat‐
zat penyusunnya
8.1 Larutan
Kita telah mengenal Unsur dan senyawa, dan kita juga
sudah mengetahui bahwa setiap unsur dan senyawa
tersebut dapat bereaksi. Setiap zat dalam bereaksi dapat
berupa padatan, gas dan larutan, dan yang paling umum
reaksi kimia dilakukan dalam bentuk larutan.
Larutan merupakan campuran homogen (serbasama)
antara dua zat atau lebih. Berdasarkan jumlah dalam
larutan maka dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
terkecil adalah zat terlarut dan yang terbesar adalah
pelarut. Contoh, jika kita ambil 1 gram kalium bicromat
(K2Cr2O7) dan dimasukan kedalam labu ukur yang berisi 100
mL air, diaduk dan akan dihasilkan larutan kalium bicromat,
dimana kalium bicromat sebagai zat terlarutnya dan air
adalah sebagai pelarutnya. Lihat Gambar 8.1.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 8.1. Cara membuat
larutan, 1 gram kalium
bicromat ditambahkan 100 mL
air dalam labu ukur
129
Di dalam proses melarut tentunya terjadi pemecahan
ukuran partikel zat terlarut dan terjadi interaksi antara zat
partikel terlarut dengan partikel pelarutnya. Apakah
partikel memiliki muatan. Atas dasar sifat kelistrikannya
kita larutan menjadi dua bagian yaitu larutan elektrolit dan
larutan non‐elektrolit.
8.1.1. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit
Pada tahun 1887, seorang ahli kimia dari Swedia Svante
August Arrhenius berhasil melakukan pengamatan
terhadap sifat listrik larutan. Dia menyatakan bahwa
larutan dapat menghantarkan arus listrik jika larutan
tersebut mengandung partikel‐partikel yang bermuatan
listrik (ion‐ion) dan bergerak bebas didalam larutannya.
Pembuktian adanya larutan elektrolit dapat kita lakukan
dengan percobaan sederhan. Persiapkan larutan garam
dapur (NaCl), asam cuka dapur (CH3COOH), larutan gula
(C12H22O11) dan larutan alkohol C2H5OH (etanol), larutan ini
mudah kita sediakan, kemudian kita tuang kedalam beker
gelas.
8.1.2. Derajat Ionisasi (α)
Persiapkan juga peralatannya yaitu bola lampu kecil, kabel,
batangan logam besi atau tembaga, selanjutnya dirangkai
seperti Gambar 8.2
Jika kita lakukan pengamatan, dan hasil pengamatan
disederhanakan seperti Table 8.1 di bawah ini :
Tabel 8.1. Pengamatan daya hantar listrik pada larutan
Senyawa
Rumus
Lampu
menyala
Lampu tidak
menyala
Garam
dapur
NaCl
√
Asam cuka
CH3COOH
√
Gula
C12H22O11
√
Alkohol
(etanol)
C2H5OH
√
Dari hasil pengamatan percobaan dapat disimpulkan
bahwa larutan dapat dibagi menjadi dua bagian. Larutan
yang dapat menghantarkan arus listrik adalah larutan
elektrolit. Sedangkan larutan yang tidak dapat
menghantarkan arus listrik adalah larutan non‐elektrolit,
dan kita simpulkan pada Tabel 8.2.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 8.2. Rangkaian
peralatan untuk uji sifat daya
hantar listrik larutan
130
Percobaan berikutnya dapat kita lakukan terhadap
beberapa larutan elektrolit misalnya, larutan natrium
klorida (NaCl), tembaga (II) sulfat (CuSO4), asam nitrat
(HNO3), asam cuka (CH3COOH), asam oksalat (C2H2O4) dan
asam sitrat (C6H8O7).
Tabel 8.2. Contoh larutan yang
bersifat elektrolit dan non‐
elektrolit
Dengan cara yang sama dengan percobaan diatas, hasil
pengamatan disederhanakan dalam Tabel 8.3 dibawah ini.
No
Elektrolit
Non
Elektrolit
Tabel 8.3. Pengamatan daya hantar terhadap beberapa
larutan elektrolit
1
NaCl
C12H22O11
2
CH3COOH
C2H5OH
Larutan
NaCl
Nyala lampu
Terang
Kurang terang
√
CuSO4
√
HNO3
√
CH3COOH
√
C2H2O4
√
C6H8O7
√
Hasil ini mengindikasikan bahwa terdapat dua larutan
elektrolit yaitu larutan elektrolit kuat dan lemah yang
ditunjukkan dengan nyala lampu, Lihat Tabel 8.4.
Kuat lemahnya larutan elektrolit sangat ditentukan oleh
partikel‐partikel bermuatan di dalam larutan elektrolit.
Larutan elektrolit akan mengalami ionisasi, dimana zat
terlarutnya terurai menjadi ion positif dan negatif, dengan
adanya muatan listrik inilah yang menyebabkan larutan
memiliki daya hantar listriknya.
Proses ionisasi memegan peranan untuk menunjukkan
kemapuan daya hantarnya, semakin banyak zat yang
terionisasi semakin kuat daya hantarnya. Demikian pula
sebaliknya semakin sulit terionisasi semakin lemah daya
hantar listriknya.
Kekuatan ionisasi suatu larutan diukur dengan derajat
ionisasi dan dapat disederhanakan dalam persamaan
dibawah ini:
Untuk larutan elektrolit besarnya harga 0 < α ≤ 1, untuk
larutan non‐elektrolit maka nilai α = 0.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 8.4. Dua jenis larutan
elektrolit, yaitu elektrolit kuat
dan elektrolit lemah
Elektrolit
kuat
Elektrolit
lemah
NaCl
CH3COOH
CuSO4
C2H2O4
HNO3
C6H8O7
131
Dengan ukuran derajat ionisasi untuk larutan elektrolit
memiliki jarak yang cukup besar, sehingga diperlukan
pembatasan larutan elektrolit dan dibuat istilah larutan
elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah. Untuk
elektrolit kuat harga α = 1, sedangkan elektrolit lemah
harga derajat ionisasinya, 0 < α < 1. Untuk mempermudah
kekuatan elektrolit skala derajat ionisasi pada Gambar 3.3.
8.2. Konsentrasi Larutan
Sangat sulit bagi kita tentunya, jika kita ingin mereaksikan
sebuah larutan dengan menyebutkan berat zatnya dan
juga adanya pertambahan berat oleh air, sehingga perlu
kita menyederhanakan besaran yang memberikan
pengertian tentang jumlah zat terlarut dan pelarut,
besaran tersebut adalah konsentrasi.
Besaran konsentrasi banyak memiliki rujukan sesuai
dengan kebutuhan dan informasi apa yang dibutuhkan
oleh pengguna. Misalnya didalam botol obat sakit maag,
dituliskan “didalam setiap satu sendok (5 mL)
mengandung Magnesium trisilicate 325 mg, alumunium
hidroksida bentuk koloid 325 mg dan dimethicone aktif 25
mg.
Pada obat atau racun serangga, perusahaan juga
menuliskan bentuk yang lain seperti, obat ini mengandung
transflurin 0.2 g/L, imiprotrin 0.32 g/L dan sipermetrin 0.4
g/L.
Bentuk penulisan konsentrasi yang juga mudah kita
temukan adalah dalam botol minuman, misalnya
konsentrasi mengacu pada Angka Kebutuhan Kalori (AKG),
sehingga dalam botol minuman tertera, dalam kemasan
ini mengandung karbohidrat 6%, Natrium 8%, Kalium 3%,
Magnesium 5%, Kalsium 5%, vitamin B3 50%, vitamin B6
260% dan vitamin B12 200%.
Dalam ilmu kimia satuan konsentarsi lebih mudah dan
sederhana.
8.2.1. Persen Berat (%)
Satuan konsentrasi ini menyatakan banyaknya zat terlarut
dalam 100 gram larutan.
Dalam sebuah botol tertera 20% HCl (% berat) dalam air,
hal ini berarti didalam botol terdapat 20 gram HCl dan 80
gram air.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 8.3. Skala derajat
ionisasi untuk larutan elektrolit
132
8.2.2. Persen Volume (%)
Sama halnya dengan persen berat, dalam persen volume yang
dinyatakan adalah jumlah volume (mL) dari zat terlarut dalam
100 mL larutan.
Dalam sebuah botol tertera 14 % Asam Cuka CH3COOH (%
volume) dalam air, hal ini berarti didalam botol terdapat 14
mL CH3COOH dan 86 mL air, perhatikan Gambar 8.4.
8.2.3. Fraksi Mol (x)
Bilangan yang menyatakan rasio jumlah mol zat terlarut dan
pelarut dalam sebuah larutan. Secara umum jika terdapat
larutan AB dimana A mol zat terlarut dan B mol zat pelarut,
fraksi mol A (XA)
Fraksi mol zat B adalah (XB)
Untuk jumlah kedua fraksi
Untuk lebih mudah memahami konsep fraksi mol, cermati
contoh dibawah ini.
Jika sebuah larutan terdiri dari 2 mol H2SO4 dan 8 mol air,
maka ada dua fraksi dalam larutan, pertama adalah fraksi
H2SO4 yang besarnya :
sedangkan fraksi air besarnya :
Jumlah kedua fraksi :
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 8.4. Konsentrasi
dalam bentuk persen
volume dari Vinegar atau
Asam Cuka
133
8.2.4. Molalitas
Merupakan satuan konsentrasi yang menyatakan jumlah
mol zat yang terdapat didalam 1000 gram pelarut,
Molalitas diberi lambang dengan huruf m (Gambar 8.5).
Sebagai contoh didalam botol di laboratorium tertera
label bertuliskan 0.5 m CuSO4, hal ini berarti didalam
larutan terdapat 0.5 mol CuSO4 dalam 1000 gram pelarut.
Penggunaan satuan konsentrasi molalitas, ketika kita
mempelajari sifat‐sifat zat yang ditentukan oleh jumlah
partikel misalnya kenaikan titik didih atau penurunan titik
beku larutan.
8.2.5. Molaritas
Satuan konsentrasi molaritas merupakan satuan
konsentrasi yang banyak dipergunakan, dan didefinisikan
sebagai banyak mol zat terlarut dalam 1 liter (1000 mL)
larutan. Hampir seluruh perhitungan kimia larutan
menggunakan satuan ini. Di dalam laboratorium kimia
sering kita jumpai satuan molaritas misalnya larutan HNO3
3M. Dalam botol tersebut terkandung 3 mol HNO3 dalam
1 Liter larutan, perhatikan Gambar 8.6.
Gambar 8.5. Konsentrasi dalam
bentuk molalitas (m) dari
senyawa CuSO4
8.2.6. Normalitas
Normalitas yang bernotasi (N) merupakan satuan
konsentrasi yang sudah memperhitungkan kation atau
anion yang dikandung sebuah larutan. Normalitas
didefinisikan banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam
satu liter larutan. Secara sederhana gram ekivalen adalah
jumlah gram zat untuk mendapat satu muatan.
Sebagai contoh: 1 mol H2SO4 dalam 1 liter larutan, H = 1,
S = 32 dan O = 16, kita dapat tentukan gram ekivalennya.
Dalam hal ini kita telah mengenal konsep ionisasi. 1 mol
H2SO4 = 98 gram. (Ingat konsep mol).
Gambar 8.6. konsentrasi dalam
bentuk Molaritas (M)
Untuk mendapatkan larutan 1 N, maka zat yang
dibutuhkan hanya 49 gram H2SO4 dilarutkan kedalam 1
Liter air, karena dengan 49 gram atau 0.5 molar sudah
dihasilkan satu muatan dari zat‐zat yang terionisasi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
134
8.3. Pengenceran
Dalam kehidupan sehari‐hari kegiatan pengenceran
selalu terjadi, misalnya ketika ibu sedang memasak di
dapur, apabila sayur yang disiapkan ternyata terlampui
asin, maka ibu kembali menambahkan air ke dalam sayur
tersebut. Demikian juga ketika kita mempersiapkan air
teh manis, kadang‐kadang yang kita persiapkan
terlampau manis sehingga kita akan menambahkan air ke
dalamnya atau sebaliknya, air teh yang kita persiapkan
kurang manis, sehingga kita menambahkan gula ke
dalamnya.
Dari dua kejadian di atas dapat kita ambil kesimpulan
bahwa pengenceran adalah berkurangnya rasio zat
terlarut di dalam larutan akibat penambahan pelarut.
Sebaliknya pemekatan adalah bertambahnya rasio
konsentrasi zat terlarut di dalam larutan akibat
penambahan zat terlarut.
Dalam laboratorium kimia selalu terjadi kegiatan
pengenceran. Umumnya tersedia zat padat atau larutan
dalam konsentrasi yang besar atau dengan tingkat
kemurnian yang tinggi. Sehingga menyiapkan larutan
atau mengencerkan zat menjadi kegiatan rutin.
Menyiapkan larutan NaOH 1 M, dilakukan dengan
menimbang kristal NaOH seberat 40 gram dilarutkan
kedalam 1 Liter air. 40 gram didapat dari Mr NaOH,
dimana Na = 23, O = 16 dan H = 1, Perhatikan Gambar
8.7.
Untuk pengenceran, misalnya 50 mL larutan CuSO4
dengan konsentrasi 2 M, diubah konsentrasinya menjadi
0.5 M. Dalam benak kita tentunya dengan mudah kita
katakan tambahkan pelarutnya, namun berapa banyak
yang harus ditambahkan. Perubahan konsentrasi dari 2
M menjadi 0.5 M, sama dengan pengenceran 4 kali, yang
berarti volume larutan menjadi 4 kali lebih besar dari 50
mL menjadi 200 mL (Gambar 8.8). Secara sederhana kita
dapat selesaikan secara matematis :
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 8.7. Mempersiapkan
larutan 0.1M NaOH
Gambar 8.8. Pengenceran larutan
CuSO4 2M menjadi 0,5M
13
35
8.4. Sifa
at Larutan
Di dalam
m proses melarut te
erjadi peristwa
pemecahaan ukuran partikel zat terlarut, dan
suatu saatt selaruh paartikel terseb
but melarutt dan
berinterakksi dengan pelarutnya. Setiap parrtikel
yang laru
ut memiliki sifat‐sifat yang berb
beda,
misalnya ada
a yang teerasa asam,, pahit asin dan
lainnya.
Partikel‐paartikel yan
ng dikandu
ung dalam satu
larutan menyebabkaan muncu
ulnya sifat‐‐sifat
d
larutan
n. Secara um
mum sifat yang
tertentu dari
dimunculkkan oleh laru
utan dapat kita
k klasifikassikan
menjadi dua
d bagian besar.
b
Pertaama adalah sifat
kimia meliputi, keasaman, kebassaan dan garam.
n yang keedua adalaah sifat ffisika
Sedangkan
larutansep
perti adanyaa tekanan uap, titik d
didih,
titik beku
u, dan teekanan osm
motik. Bahasan
selanjutnyya kita mulai dengan sifaat kimia.
8.4.1. As
sam dan ba
asa
Asam merupakan zaat yang meemiliki sifat‐‐sifat
yang spesiifik, misalnya memiliki rasa
r
asam, d
dapat
merusak permukaan
p
logam jugaa lantai marmer
atau serin
ng juga diseebut dengan
n korosif. A
Asam
juga dap
pat bereakksi dengan
n logam dan
menghasilkan gas hidrogen, seebagai indikkator
p senyawa asam, d
dapat
sederhanaa terhadap
dipergunakan kertas lakmus,
l
dim
mana asam d
dapat
h kertas lakm
mus biru men
njadi merah.
mengubah
Basa meru
upakan zat yang
y
memilikki sifat‐sifat yang
spesifik, seperti
s
licin
n jika menggenai kulit dan
terasa gettir serta dap
pat merubah kertas lakkmus
merah menjadi biru.
Konsep asam‐basa telah berkemb
bang dan sam
mpai
dengan saaat ini tiga konsep san
ngat memb
bantu
kita dalaam memahami reakksi kimia dan
pembentu
ukan molekul‐molekul baru. A
Asam
menurut Arhenius,
A
zaat dikatakan sebagai asam
a
jika dalam
m bentuk larrutannya daapat melepaaskan
ion H+, daan ion hidro
ogen merup
pakan pemb
bawa
sifat asam
m. Perhatikan bagan 8.9, dibawah ini
diberikan dua
d contoh asam ;
HCl ⇄ H+ + Cl‐
H2SO4 ⇄ H+ + HSO4‐
Kimia Kesehata
an, Direktorat Pem
mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007
Bagan 8.9. Konsep asam
m Arhenius
S
Senyawa
Asam
m
H‐X
H+
Pembawa siffat
asam
X‐
Sisa asam
13
36
Sedangkan
n basa adalah zat yangg dalam beentuk
larutannyaa dapat me
elepaskan io
on OH‐, dan
n ion
hidroksidaa merupakan
n pembawa sifat
s
basa.
Di bawah ini diberi dua contoh basa,
b
perhattikan
n 8.10.
juga Bagan
NaOH ⇄
Bagan 8.10.. Konsep bassa Arhenius
Na+ + OH-
NH4OH ⇄ NH4+ + OHDari penggertian terssebut dapaat kita cerrmati
bahwa air merupakan gabungan dari
d ion hidro
ogen
d ion hidro
oksida pemb
bawa
pembawa sifat asam dan
sifat basaa, kehadiraan kedua ion ini saling
menetralissir sehinggaa air merupakan senyyawa
yang bersifat netral.
S
Senyawa
basaa
LOH
L+
Sisa basa
H2O ⇄ H+ + OH
H‐
Persamaan
n diatas menunjukka
m
an adanya ion
+
hidrogen [H ] yang bermuatan positif dan
n ion
y
berm
muatan neggatif.
hidroksidaa [OH‐] yang
Selanjutnyya reaksi‐reaaksi yang melibatkan
m
keedua
ion tersebut dikenal dengan reakssi netralisasi.
Menurut Lowry dan
n Bronsted,, zat dikatakan
sebagai assam karena memiliki kem
mampuan u
untuk
mendonorrkan protonnya, sedanggkan basa ad
dalah
zat yang menerima proton, sehingga
s
daalam
m
asam dan bassa.
sebuah reaaksi dapat melibatkan
Perhatikan
n contoh reaksi pelaarutan amo
oniak
dalam air.
b
sebagai aksep
ptor proton (Basa) dan
Reaksi kekkanan NH3 berperan
H2O sebaggai donor proton
p
(Asam). Sedangkan reaksi kekiri, ion
amonium (NH4+) dapat mend
donorkan protonnya, sehingga
s
asam
m sering diseebut dengan
n asam konyugasi.
berperan sebagai
Kimia Kesehata
an, Direktorat Pem
mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007
OH‐
Pembawa sifat
basa
137
Untuk ion hidroksida (OH‐) dapat menerima proton
dan berperan sebagai basa dan disebut dengan basa
konyugasi.
Bagan 8.11. Konsep Asam‐basa
menurut Lowry dan Bronsted
Reaksi diatas menghasilkan pasangan asam basa
konyugasi, yaitu asam 1 dengan basa konyugasinya,
dan basa 2 dengan asam konyugasinya. Untuk lebih
jelasnya contoh lain diberikan seperti pada bagan
8.11, dua molekul NH3 dapat bereaksi, dimana salah
satu molekulnya dapat bertindak sebagai donor
proton dan molekul lain bertindak sebagai penerima
proton. Hasil reaksi dua molekul tersebut
menghasilkan asam konyugasi dan basa konyugasi.
Perkembangan selanjutnya adalah konsep asam‐basa
Lewis, zat dikatakan sebagai asam karena zat tersebut
dapat menerima pasangan elektron bebas dan
sebaliknya dikatakan sebagai basa jika dapat
menyumbangkan pasangan elektron. Konsep asam
basa ini sangat membantu dalam menjelaskan reaksi
organik dan reaksi pembentukan senyawa kompleks
yang tidak melibatkan ion hidrogen maupun proton.
Reaksi antara BF3 dengan NH3, dimana molekul NH3
memiliki pasangan elektron bebas, sedangkan molekul
BF3 kekurangan pasangan elektron (Bagan 8.12).
Bagan 8.12. Konsep Asam menurut
Lewis
NH3 + BF3 ⇄ F3B‐NH3
Pada reaksi pembentukan senyawa kompleks, juga
terjadi proses donor pasangan elektron bebas seperti;
AuCl3 + Cl‐ ⇄ Au(Cl4)‐
ion klorida memiliki pasangan elektron dapat
disumbangkan kepada atom Au yang memiliki orbital
kosong (ingat ikatan kovalen koordinasi). Dalam reaksi
ini senyawa AuCl3, bertindak sebagai asam dan ion
klorida bertindak sebagai basa.
8.4.2. Pembentukan asam dan basa
Asam dapat terbentuk dari oksida asam yang bereaksi
dengan air. Oksida asam merupakan senyawa oksida
dari unsur‐unsur non logam; seperti Karbondioksida,
dipospor pentaoksida dan lainnya, Tabel 8.3,
merupakan pasangan oksida asam dengan asamnya.
Reaksi pembentukan asam adalah :
CO2 + H2O → H2CO3 (Asam Karbonat)
P2O5 + 3 H2O → 2 H3PO4 (Asam Posfat)
SO3 + H2O → H2SO4 (Asam Sulfat)
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 8.3. Pasangan Oksida asam
dengan asamnya
Oksida asam
Asam
CO2
H2CO3
P2O5
H3PO4
P2O3
H3PO3
SO2
H2SO3
SO3
H2SO4
N2O5
HNO3
N2O3
HNO2
138
Sedangkan basa dapat terbentuk dari oksida basa yang
bereaksi dengan air. Oksida basa merupakan oksida logam
dan ada pengecualian khususnya untuk amonia (NH3).
Lihat Tabel 8.4.
CaO + H2O ⇄ Ca(OH)2 (Calsium hidroksida)
NH3 + H2O ⇄ NH4OH
(Amonium hidroksida)
Proses ionisasi asam dan basa, prinsip ionisasi mengikuti
konsep Arhenius, asam akan menghasilkan ion hidrogen
bermuatan positif dilanjutkan dengan menuliskan sisa
asamnya yang bermuatan negatif serta disetarakan
muatannya perhatikan Bagan 8.13. Ionisasi asam lainnya,
HNO3 ⇄ H+ + NO3‐
H2CO3 ⇄ 2 H+ + CO32‐
Proses ionisasi basa, juga mengacu pada konsep Arhenius,
yaitu menghasilkan ion hidroksida yang bermuatan
negatif, dilanjutkan dengan menuliskan sisa basa disertai
penyetaraan muatannya seperti contoh dibawah ini.
NaOH ⇄ Na+ + OH‐
Ca(OH)2 ⇄ Ca + 2 OH
Proses ionisasi untuk asam kuat dan basa kuat sudah kita
singgung sebelumnya, dan diindikasikan dengan harga α
yaitu rasio jumlah zat yang terionisasi dan zat mula‐mula.
Harga α untuk asam kuat adalah α = 1. Hal ini
menunjukkan bahwa reaksi berkesudahan atau dengan
kata lain zat terionisasi sempurna,
HCl → H+ + Cl‐ nilai α = 1
2+
‐
Sedangkan untuk basa juga demikian
LiOH → Li+ + OH‐ nilai α = 1
Sedangkan untuk asam lemah nilai α tidak dipergunakan,
yang dipergunakan adalah tetapan ionisasi asam, tetapan
ini diturunkan dari keadaan keseimbangan ionisasi.
Dari persamaan ini dapat kita ambil kesimpulan jika harga
Ka besar, berarti jumlah ion cukup besar, demikian pula
sebaliknya jika Ka kecil maka jumlah zat yang terionisasi
kecil, besarnya harga Ka inilah yang dapat kita pergunakan
untuk memperbandingkan suatu asam dengan asam
lainnya, beberapa harga Ka ditampilkan pada Tabel 8.5.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 8.4. Pasangan Oksida basa
dengan basanya
Oksida basa
Basa
CaO
Ca(OH)2
MgO
Mg(OH)2
K2O
KOH
Al2O3
Al(OH)3
Li2O
LiOH
BaO
Ba(OH)2
Fe2O3
Fe(OH)3
Bagan 8.13. mekanisme ionisasi
asam
Tabel 8.5. Harga Ka untuk
beberapa asam
Rumus
Harga Ka
H3C2O2H
1.8 x 10‐5
HClO
2.9 x 10‐8
HNO2
7.2 x 10‐4
HClO2
1.1 x 10‐2
H2S
1.0 x 10‐7
HCN
6.2 x 10‐10
H2C2O4
5.4 x 10‐2
13
39
n untuk bassa juga mengikuti polaa yang sam
ma
Sedangkan
dengan asam lemah
h, didasari atas reakssi pada saaat
ngannya.
keseimban
bel 8.6. Hargga Kb untuk
Tab
beberapaa basa
Beberapa harga Kb dissajikan dalam
m Tabel 8.6.
erajat keas
saman dan
n kebasaan
n
8.4.3. De
Jika kita mencampurrkan 50 mLL sari belim
mbing wuluh
0 mL air, se
elanjutnya kita
k coba ulangi dengan
dengan 50
jumlah air yang lebih besar misaln
nya 150 mL air. Pasti kitta
dengan mudah,
m
cam
mpuran yang pertama lebih asam
m
dibandingkkan dengan
n campuran yang keedua. Untu
uk
memberikan kepastian besarn
nya keasam
man antarra
k dapat m
mengukurnyya
campuran pertama dan kedua, kita
dari konseentrasinya.
Dalam haal keasaman
n kita dapat menghittungnya dari
+
konsentrassi H , karenaa ion ini adalah pembaw
wa sifat asam
m.
Akan tetaapi umumnyya konsentrrasi larutan
n asam yan
ng
digunakan
n sangat kecil,
k
sehingga derajaat keasaman
dikonversikan ke dalam
d
benttuk logaritm
ma. Derajaat
H, dimana nilainya adalah
keasaman dinyatakan kedalam pH
pH = ‐ log [H
H+]
onisasi,
Untuk asam kuat, dimana seluruh zatnya terio
[H+] = a . Ma
M
m
dimana a adalah jumlah ion H+, dan Ma konssentrasi asam
olaritas, perh
hatikan conttoh penyeleesaian seperrti
dalam Mo
pada Bagaan 8.14, jika diketahui konsentrasi
k
HCl = 10‐5 M
dapat ditentukan pH
Hnya, demikian juga u
untuk H2SO
O4
‐6
dengan konsentrasi 0.5 x 10 M, pHnya juga dapaat
ditentukan
n.
Sedangkan
n untuk asam lemah, perhitungan
p
H+, didasari
pada kead
daan kesetim
mbangan daan mengikutti persamaan
serta harga Ka seperti yang kita baahas sebelum
mnya.
Kimia Kesehata
an, Direktorat Pem
mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007
Rum
mus
Harga
H
Ka
NH
H3
1.8
1 x 10‐5
C6H5NH
N 2
7.4
7 x 10‐10
C2H5NH
N 2
4.3
4 x 10‐4
HClO
O2
1.1
1 x 10‐2
NH2N
NH2
8.5
8 x 10‐7
CO(NH2)2
1.5
1 x 10‐14
C5H5N
1.5
1 x 10‐9
Bagan 8.14. Pengguraian asam
m
entrasi dan p
pH
perhitungan konse
untuk asam
m kuat
140
Bagan 8.15. Penguraian asam,
perhitungan konsentrasi dan pH
untuk asam lemah
Derajat keasaman dapat dinyatakan ke dalam pH, dimana
nilainya adalah
Untuk lebih memahami, perhatikan contoh soal dibawah;
Sebuah botol diberi label HClO, asam hipoklorit 0.35 M,
dari tabel tetapan ionisasi asam lemah pada suhu 25oC,
diketahui harga Ka = 2.9 x 10‐8. Tentukan pH asam
hipoklorit tersebut. Skema pada Bagan 8.15, merupakan
penyelesaian contoh soal ini.
Derajat kebasaan juga merupakan ukuran kebasaan suatu
zat yang dinyatakan kedalam bilangan logaritma yaitu;
‐
pOH = ‐ log [OH ]
Untuk basa kuat, dimana seluruh zatnya terionisasi,
[H+] = b. Mb
dimana, b adalah jumlah ion OH‐,
Mb = konsentrasi asam dalam Molaritas
Sedangkan untuk basa lemah, perhitungan OH‐, didasari
pada keadaan keseimbangan dan mengikuti persamaan
serta harga Kb seperti yang kita bahas sebelumnya.
Perhatikan Bagan 8.16.
Untuk menetapkan derajat kebasaan pada basa lemah
dengan menggunakan persamaan pOH = ‐log [OH‐]
Dalam sebuah botol terdapat C6H5NH2 (anilin) dengan
konsentrasi 13.5 x 10‐8 M dengan nilai Kb = 7.4 x 10‐10.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 8.16. Penguraian basa
lemah dan konsentrasi [OH‐]
141
Tentukan pOH larutan ini, penyelesaian soal dilakukan
secara bertahap dan dijabarkan secara rinci seperti pada
Bagan 8.17 di sebelah ini.
8.4.4. Kesetimbangan Air
Pada reaksi keseimbangan air, kita melibatkan ion
hidrogen dan ion hidroksida dan merupakan reaksi
penetralan.
H2O ⇄ H+ + OH‐
Pada saat kesetimbangan :
Konsentrasi air sangat besar dengan berat jenis = 1, maka
di dalam 1000 mL, terdapat 1000 gram air, sehingga
konsentrasi air dalam satuan molaritas adalah :
(1000/18 = 55.5 M).
Hasil pengukuran tetapan kesetimbangan air, dengan
pengukuran konduktifitas didapat Kair = 1.8 x 10‐16,
sehingga,
Jika kita hitung nilai [H+] dan [OH‐] yang sama dengan nilai
Kw, maka didapat ;
Sehingga untuk air nilai pH ataupun pOH adalah
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 8.17. Penyelesaian contoh
soal pOH basa lemah dari
senyawa anilin
142
Sebagai senyawa netral maka air murni ‐dijadikan ukuran
kenetralan, dan dapat disusun skala pH seperti pada
Gambar 8.18.
Derajat keasaman atau pH suatu zat sangat penting
peranannya mengingat suatu asam mampu bereaksi
dengan berbagai zat, dan pH menjadi indikatornya.
Dalam industri makanan, kosmetika dan minuman, nilai
pH dari suatu produk umumnya diberitahukan kepada
konsumen yang tertera didalam label. Hal ini amat
penting karena para konsumen atau kita manusia sangat
rentan dengan keasaman. Tubuh kita sangat sensitif
dengan keasaman misalnya pH darah harus dijaga
demikian pula dengan pH lambung.
pH normal darah kita berada pada kisaran 7.35 – 7.45, jika
pH darah kita berubah dan tidak berada pada kisaran
diatas maka akan mengganggu kesehatan kita, apalagi jika
terjadi kenaikan atau penurunan pH bisa menyebabkan
kematian yaitu jika pH kita dibawah 6.8 atau diatas 8.
Pengukuran keasaman dilakukan dengan menggunakan
indikator universal khususnya untuk pengukuran larutan
yang tidak memerlukan ketelitian. Pengukuran dilakukan
dengan mencelupkan kertas indikator kedalam larutan
dan dibiarkan agak mengering selanjutnya kita cocokkan
dengan warna standar yang telah memiliki nilai pH
tertentu, perhatikan Gambar 3.21. Sedangkan untuk
pengukuran yang lebih teliti dipergunakan pH meter, yang
terdiri dari elektroda gelas dan voltmeter. Pengukuran
dilakukan dengan mencelupkan elektroda kedalam
larutan, dan secara otomatis voltmeter mengukur
tegangan dan dikonfersi ke nilai pH tertentu perhatikan
Gambar 8.19.
Gambar 8.18. Skala pH
8.5. Garam
Garam merupakan senyawa yang bersifat elektrolit yang
dibentuk dari sisa basa atau logam yang bermuatan positif
dengan sisa asam yang bermuatan negatif, perhatikan
bagan pada Bagan 8.20. Dengan keberadaan sisa basa
dan sisa asam maka, umumnya garam bersifat netral.
Namun kadang‐kadang garam memliki pH lebih kecil dari
7 bersifat asam atau lebih besar dari 7 bersifat basa.
Atas dasar sifat keasamannya maka garam dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu garam normal, garam
asam dan garam basa. Untuk melihat sifat ini perlu
dibahas terlebih dahulu jenis‐jenis reaksi penggaraman.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 8.19. Indikator universal
dan pH meter merupakan alat
bantu pengukur pH larutan
143
8.5.1. Reaksi antara Asam dengan Basa
NaOH + HBr → NaBr + H2O
Untuk mempermudah reaksi pembentukan garam, perlu
dilakukan pentahapan :
Ionisasi asam HBr → H+ + Br‐
Ionisasi basa NaOH → Na+ + OH‐
Reaksi Ion :
+
‐
+
H + Br + Na + OH‐ → Na+ + Br‐ + H+ + OH‐
Reaksi Penetralan :
H+ + OH‐ ⇄ H2O
8.5.2. Asam dengan Oksida Basa
H2SO4 + Na2O → Na2SO4 + H2O
Tahap reaksi penggaraman :
Ionisasi Asam : H2SO4 → 2 H+ + SO42‐
Perlu dicermati koofisien reaksi untuk atom H dalam
senyawa H2SO4 dengan ion H+, demikian pula untuk
muatan SO42‐, disetarakan dengan jumlah H+ yang ada.
Ionisasi oksida basa : Na2O → 2 Na+ + O2‐
Setarakan jumlah atom Na yang ada disebelah kiri tanda
panah atau pada Na2O, dan setarakan muatan atom O
sesuai dengan jumlah mauatan yang ada pada atom Na
yang tersedia.
Reaksi ion :
+
2H +
SO42‐
+ 2 Na + O2‐ → 2 Na+ + SO42‐ + 2 H+ + O2‐
+
Reaksi Penetralan
2 H+ + O2‐ ⇄ H2O
8.5.3. Basa dengan Oksida Asam
2 NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O
Untuk lebih mudahnya reaksi kita uraikan terlebih dahulu
2 NaOH → 2 Na+ + 2 OH‐
Gas CO2 tidak mengalami ionsisasi, namun perlu diingat
bahwa CO2 sebagai oksida asam akan membentuk sisa
asam CO32‐, perhatikan pembentukan asam pada bahasan
sebelumnya
Na+ + OH‐ + CO2 → Na2CO3 + H2O.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 8.20. Garam yang
dibentuk dari sisa asam dan sisa
basa
144
8.5.4. Oksida Asam dan Oksida Basa
3 SO3 + Fe2O3 → Fe2(SO4)3
Reaksi ionnya :
3 SO3 + Fe2O3 → 2 Fe3+ + 3 (SO4)2‐
Untuk SO3 tidak mengalami ionsisasi, namun perlu diingat
bahwa SO3 sebagai oksida asam akan membentuk sisa
asam SO3, perhatikan pembentukan asam pada bahasan
sebelumnya. Sedangkan untuk Fe2O3, merupakan
senyawa ion dimana bilangan oksidasi Oksigen adalah ‐2,
sehingga total muatan dari 3 atom oksigen adalah ‐6.
Muatan untuk Fe dapat ditentukan, dimana untuk muatan
2 atom Fe harus dapat menetralkan ‐6 dari atom Oksigen,
dengan demikian muatan untuk 2 atom Fe adalah 6+, dan
muatan untuk atom Fe saja adalah 3+ lihat Bagan 8.21.
8.5.5. Logam dengan Asam
Zn + H2SO4 → ZnSO4+ H2
Reaksi bentuk ionnya
Zn + 2 H + SO42‐ → Zn2+ + SO42‐ + H2(g)
+
Pada reaksi terjadi perubahan Zn menjadi Zn2+ dan 2H+
menjadi gas H2. Jenis reaksi ini dikenal dengan reaksi
reduksi dan oksidasi yang akan kita bahas secara detil
dalam bab selanjutnya.
8.5.6. Reaksi Metatesis
Reaksi metatesis adalah reaksi pertukaran ion dari dua
buah elektrolit pembentuk garam, terdapat tiga jenis
reaksi penggaraman yang mungkin yaitu; garam LA
dengan garam BX, garam BX dengan asam HA dan garam
LA dengan basa BOH.
Reaksi metatesis dapat terjadi jika salah satu hasil reaksi
berupa endapan atau gas, dengan kata lain salah satu
hasil reaksi memiliki kelarutan yang rendah didalam air.
1. Garam LA + garam BX → garam LX + garam BA.
Contoh :
NaCl + AgNO3 → AgCl(s) + NaNO3
Reaksi ini menghasilkan endapan berwarna putih untuk
senyawa AgCl, dalam reaksi dituliskan tanda (s) berarti
solid.
2. Garam BX + asam HA → Garam BA + Asam HX
FeS + 2 HCl → FeCl2 + H2S(g)
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 8.21. Contoh
penyelesaian bilangan oksidasi
dari senyawa Fe2O3
145
Hasil reaksi berupa gas H2S yang dapat lepas keluar dari
tempat berlangsungnya reaksi.
3. Garam LA + basa BOH → Garam BA + LOH.
NH4Cl + KOH → KCl + NH4OH
Reaksi ini berlanjut dengan menguraikan senyawa
NH4OH
NH4OH ⇄ H2O + NH3(g)
8.6.
Hidrolisis Garam
Hidrolisis merupakan reaksi penguraian zat oleh air,
reaksi ini juga dapat terjadi jika garam bereaksi dengan
air. Reaksi hidrolisis garam juga memegang peranan
penting untuk memberikan sifat larutan garam tersebut
apakah larutan garam bersifat asam, basa ataupun
netral.
Peristiwa hidrolisis garam sangat tergantung dari
komposisi pembentuk garam, sehingga kita dapat
kelompokan kedalam empat bagian yaitu; 1)garam yang
berasal dari asam kuat dan basa kuat, 2) asam kuat dan
basa lemah, 3) asam lemah dan basa kuat dan 4) asam
lemah dan basa lemah.
Sebagai bahan untuk menyederhanakan hidrolisis garam
dapat dicermati Bagan 8.22.
8.6.1. Garam yang berasal dari asam kuat dan
basa kuat
Garam dengan komposisi ini tidak mengalami hidrolisis,
hal ini disebabkan karena tidak terjadi interaksi antara
ion‐ion garam dengan air, seperti reaksi dibawah ini:
Garam NaCl, Garam akan terionisasi:
NaCl → Na+ + Cl‐
Na+ + H2O ↛
Cl‐ + H2O ↛
Sifat keasaman atau kebasaan larutan sangat ditentukan
oleh keberadaan pelarut yaitu H2O, telah kita bahas
bahwa dalam kesetimbangan air, dimana [OH‐] = [H+]
sebesar 10‐7 sehingga pH dan pOH untuk garam ini = 7.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 8.22. Bagan hidrolisis
empat jenis garam dengan
karakteristik pHnya
14
46
8.6.2. Ga
aram yang
g berasal dari asam
m kuat dan
ba
asa lemah
Garam dengan
d
kom
mposisi inii mengalam
mi hidrolissa
sebagian, hal ini diseebabkan terrjadinya inteeraksi antarra
ut mengubah
ion‐ion gaaram dengan air. Interaaksi tersebu
+
konsentrassi ion H , sehingga
s
pH
H garam ju
uga berubah
h.
Perubahan
n tersebut dapat
d
kita ikkuti dari reaaksi dibawah
ini.
NH
H4Cl ⇄ NH4+ + Cl‐
Cl‐ + H2O ↛
NH4+ + H2O ⇄ NH
H4OH + H+
Dari reakssi secara to
otal bahwa larutan memiliki ion H+
bebas yang mengindikkasikan bahw
wa larutan b
bersifat asam
m.
+
Dalam keadaan keseeimbangan. Besarnya H , disajikan
pada Bagaan 8.23.
Untuk mencari
m
nilaai pH dap
pat dilakukkan dengaan
mengkonvversikan konsentrasi H+ dalam m
molaritas ke
k
logaritma sesuai dengan
pH = ‐ log [H
H+]
pH = − log[
Kw
w
[Garam]
Kb
dimana Kw
w : Konstanta air = 10‐14
Kb = Konsttanta ionisassi basa
[Garam]= Konsentrasi garam dalam Molaritass.
aram yang
g berasal dari
d
asam lemah dan
8.6.3. Ga
ba
asa kuat
Garam yan
ng berasal dari
d asam lemah dan baasa kuat akan
mengalam
mi hidrolisa sebagian, proses
p
terseebut didasari
atas mekaanisme reaksi sebagai berikut. Untuk conto
oh
garam yan
ng diambil ad
dalah Natrium asetat (CH
H3COONa).
CH3COONa → Na+ + CH3COO‐
Na+ + H2O ↛
CH3COO‐ + H2O ⇄ CH3COOH + OH‐
Didalam laarutan garam
m ini dihasilkan ion hid
droksil bebass,
dan menyyebabkan laarutan berssifat basa. Untuk jenis
garam ini pH larutan > 7. Dengan
n cara yang sama
s
dengan
n persamaaan pada Baagan 8.23. maka untu
uk
penurunan
reaksi ini didapat
d
Kimia Kesehata
an, Direktorat Pem
mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007
Bagan 8.23. Konseentrasi H+, dari
d
olisis garam yang berasaal
hidro
dari asam kuat daan basa lemaah
147
[OH − ] =
Kw
.[ Garam ]
Ka
 Kw

.[ Garam ]
pOH = − log 
 Ka

dimana Kw : Konstanta air = 10‐14
Ka = Konstanta ionisasi asam.
[Garam]= Konsentrasi garam dalam Molaritas
8.6.4. Garam yang berasal dari asam lemah dan
basa lemah
Garam yang dibentuk oleh asam lemah dan basa lemah
akan terhidrolisis sempurna. Hal ini disebabkan seluruh
ion garam dapat berinteraksi dengan air. Sifat larutan
garam ini sangat ditentukan oleh nilai Ka ; konstanta
ionisasi asam dan Kb; konstanta ionisasi basanya.
Larutan bersifat asam jika Ka > Kb
Larutan bersifat basa jika Kb > Ka
Larutan bersifat netral jika Ka = Kb
Beberapa garam juga terbentuk secara tidak normal,
dimana garam masih memiliki gugus asam atau basa.
Garam jenis ini adalah garam asam, senyawa garam ini
masih memiliki gugus H+ dan menyebabkan garam ini
bersifat asam. Beberapa contoh Garam asam seperti Soda
kue NaHCO3 (Natrium bicarbonat atau Natrium hidrogen
carbonat), K2HPO4 (Kalium hidrogen posfat).
8.7.
Larutan Penyangga atau Buffer
Larutan buffer adalah larutan yang terdiri dari garam
dengan asam lemahnya atau garam dengan basa
lemahnya. Komposisi ini menyebabkan larutan memiliki
kemampuan untuk mempertahankan pH jika kedalam
larutan ditambahkan sedikit asam atau basa. Hal ini
disebabkan larutan penyangga memiliki pasangan asam
basa konyugasi (ingat konsep asam Lowry‐Bronsted)
perhatikan Bagan 8.24.
Kita ambil contoh pasangan antara asam lemah CH3COOH
dengan garamnya CH3COONa. Di dalam larutan
CH3COONa ⇄ CH3COO‐ + Na+
(Garam)
‐
+
CH3COOH ⇄ CH3COO + H (Asam lemah)
Dalam larutan terdapat CH3COOH merupakan asam dan
CH3COO‐ basa konyugasi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 8.24. Skema larutan
buffer dan komposisi asam basa
konyugasi
148
Kehadiran senyawa dan ion ini yang dapat menetralisir
adanya asam dan basa dalam larutan. Jika larutan ini
ditambahkan asam, terjadi reaksi netralisasi,
H+ + CH3COO‐ ⇄ CH3COOH
Kehadiran basa dinetralisir oleh CH3COOH
OH‐ + CH3COOH ⇄ CH3COO‐ + H2O
Untuk larutan buffer dengan komposisi lain adalah
campuran antara garam dengan basa lemahnya, seperti
campuran NH4Cl dengan NH4OH. Garam terionoisasi
NH4Cl ⇄ NH4+ + Cl‐
NH4OH ⇄ NH4+ + OH‐
Dalam larutan garam terdapat pasangan basa dan asam
konyugasi dari NH4OH dan NH4+, adanya molekul dan ion
ini menyebabkan larutan mampu mempertahankan pH
larutan. Tambahan H+ dapat dinetralisir oleh NH4OH
sesuai dengan reaksi :
NH4OH + H+ ⇄ NH4+ + H2O
Demikian pula adanya tambahan basa OH‐ dinetralisir
oleh ion amonium dengan reaksi :
NH4+ + OH‐ ⇄ NH4OH
Larutan buffer yang terdiri dari garam dan asam
lemahnya atau basa lemahnya memiliki harga pH yang
berbeda dari garamnya ataupun dari asam lemahnya,
karena kedua larutan terionisasi.
Untuk menetapkan pH larutan buffer dapta kita uraikan
sebagai berikut.
8.7.1. Garam dengan asam lemahnya
CH3COONa ⇄ CH3COO‐ + Na+
CH3COOH ⇄ CH3COO‐ + H+
Dari dalam larutan terdapat ion bebas H+ yang berasal
dari ionisasi asam lemahnya. Penurunan besarnya ion H+
dan pH larutan penyangga disajikan pada Bagan 8.25.
8.7.2. Garam dengan basa lemahnya
NH4Cl ⇄ NH4+ + Cl‐
NH4OH ⇄ NH4+ + OH‐
Dalam larutan terdapat OH‐ bebas yang menyebabkan
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 8.25. Konsentrasi ion H+,
dan pH larutan buffer
149
larutan bersifat sebagai basa, dan terdapat kesetimbangan basa lemah
dimana:
NH4OH ⇄ NH4+ + OH‐
Namun ion amonium dalam larutan lebih banyak berasal dari garam,
dengan cara yang sama pada Bagan 8.25, kita dapat tentukan besarnya
konsentrasi OH‐ dan pOHnya
[ Basa ]
[OH − ] = Ka.
[Garam]

[ Basa 
pOH = − log  Ka.
[Garam 

Sifat larutan buffer atau larutan penyangga yang dapat mempertahankan
pH, sangat banyak bermanfaat bagi mkhluk hidup. Dalam bidang biologi
larutan penyangga dipergunakan untuk membuat media biakan untuk sel
sehingga media tersebut tidak terganggu oleh perubahan pH.
Demikianpula reaksi‐reaksi yang terjadi pada makhluk hidup terjadi pada
pH tertentu. Agar kondisi reaksi teap berjalan dengan baik maka di
dalamnya terdapat larutan buffer.
Dalam darah manusia terdapat larutan buffer dengan komposisi H2CO3 dan
HCO3‐ yang berperan untuk menetralisir gangguan asam maupun
gangguan basa. pH darah manusia dijaga konstan pada kisaran 7.4.
Kehadiran asam atau basa dalam darah dapat dinetralisir sebagaimana
reaksi berikut.
H+ + HCO3‐ ⇄ H2CO3
(netralisir asam)
OH‐ + H2CO3 ⇄ HCO3‐ + H2O (netralisir basa).
Keseimbangan sistem buffer dalam darah sangat dipengaruhi oleh proses
pernafasan dimana Oksigen dan Karbon Dioksida dilepaskan. Kandungan
Karbon Dioksida sangat ditentukan oleh tekanan gas karbondioksida sesuai
dengan reaksi berikut:
CO2 (g) + H2O ⇄ H2CO3
H2CO3 ⇄ HCO3‐ + H+
Tampak dari persamaan reaksi bahwa peningkatan jumlah Karbon Dioksida
dapat meningkatkan konsentrasi ion hidrogen bebas atau meningkatkan
keasaman darah, jika pH darah dibawah 6.8 dapat menyebabkan kematian
yang dikenal dengan acidosis. Demikianpula jika terjadi kenaikan nilai pH
sampai dengan pH 8.0 juga dapat menyebakan kematin, kasus ini dikenal
dengan alkalosis.
Sistem larutan penyangga juga terdapat pada cairan intrasel yaitu
pasangan asam basa konyusgasi H2PO4‐ dan HPO42‐ sehingga interaksi
intrasel dapat berjalan tanpa ada gangguan perubahan keasaman.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
150
Proses netralisasinya adalah:
HPO42‐ + H+ ⇄ H2PO4‐ (netralisir asam)
H2PO4‐ + OH‐ ⇄ HPO42‐ + H2O (netralisir basa).
Dalam laboratorium larutan penyangga dapat terjadi
karena reaksi pembentukan garam dimana jumlah asam
lemah atau basa lemah yang dipergunakan dalam jumlah
yang berlebih. Larutan buffer juga dapat dipersiapkan
dengan menambahkan asam lemah atau basa
lemah kedalam larutan garamnya (lihat Gambar 8.26).
Gambar 8.26. Skema pembuatan
larutan buffer (a) jumlah basa
lemah berlebih, (b) garam
ditambahkan dengan asam
lemahnya
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
151
RANGKUMAN
1.
Larutan merupakan campuran homogen (serbasama) antara
dua zat atau lebih. Berdasarkan jumlah zat yang ada dalam
larutan maka dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
terkecil adalah zat terlarut dan bagian terbesar adalah
pelarut.
2. Larutan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu larutan
elektrolit dan larutan non‐elektrolit. Pembagian ini didasari
atas adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarutnya.
3. Larutan elektrolit adalah larutan yang zat terlarutnya
mengalami ionisasi, dan dapat menghantarkan arus listrik.
Besarnya proses ionisasi dari larutan elektrolit dinyatakan
dengan derajat ionisasi atau α yang besarnya antara 0 – 1
dan untuk larutan elektrolit lemah memiliki nilai 0 < α ≤ 1.
4. Larutan non‐elektrolit adalah larutan yang zat terlarutnya
tidak terionisasi tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Untuk larutan ini nilai α = 0.
5. Konsentrasi zat merupakan rasio dari zat terlarut dengan
pelarut atau larutan, ada beberapa satuan konsentrasi yang
dipergunakan.
6. Persen Berat (%) : Satuan konsentrasi ini menyatakan
banyaknya zat terlarut dalam 100 gram larutan.
7. Persen Volume (%) : menyatakan jumlah volume (mL) dari
zat terlarut dalam 100 mL larutan.
8. Fraksi Mol (x) : Bilangan yang menyatakan rasio jumlah mol
zat terlarut dan pelarut dalam sebuah larutan. Secara umum
jika terdapat larutan AB dimana A mol zat terlarut dan B mol
zat pelarut, fraksi mol A (XA)
9. Molalitas merupakan satuan konsentrasi yang menyatakan
jumlah mol zat yang terdapat didalam 1000 gram pelarut,
Molalitas diberi lambang dengan huruf m.
10. Molaritas adalah satuan konsentrasi molaritas merupakan
satuan konsentrasi yang banyak dipergunakan, dan
didefinisikan sebagai banyak mol zat terlarut dalam 1 liter
(1000 mL) larutan.
11. Normalitas yang bernotasi (N) merupakan satuan
konsentrasi yang sudah memperhitungkan kation atau anion
yang dikandung sebuah larutan. Normalitas didefinisikan
banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam satu liter larutan.
Secara sederhana gram ekivalen adalah jumlah gram zat
untuk mendapat satu muatan.
12. Pengenceran adalah berkurangnya rasio zat terlarut didalam
larutan akibat penambahan pelarut. Sebaliknya pemekatan
adalah bertambahnya rasio konsentrasi zat terlarut didalam
larutan akibat penambahan zat terlarut.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
152
13. Asam merupakan bersifat korosif (bereaksi dengan logam)
dan dapat mengubah kertas lakmus biru menjadi merah.
Basa merupakan zat yang memiliki sifat‐sifat yang spesifik,
seperti licin jika mengenai kulit dan terasa getir serta dapat
merubah kertas lakmus merah menjadi biru.
14. Asam menurut Arhenius, zat dikatakan sebagai asam jika
dalam bentuk larutannya dapat melepaskan ion H+, dan ion
hidrogen merupakan pembawa sifat asam. Sedangkan basa
adalah zat yang dalam bentuk larutannya dapat melepaskan
ion OH‐, dan ion hidroksida sebagai pembawa sifat basa.
15. Menurut Lowry dan Bronsted, asam adalah zat yang
memiliki kemampuan untuk mendonorkan protonnya,
sedangkan basa adalah zat yang menerima proton, sehingga
dalam sebuah reaksi dapat melibatkan asam dan basa.
16. Menurut Lewis, asam adalah zat yang dapat menerima
pasangan elektron bebas dan sebaliknya dikatakan sebagai
basa jika dapat menyumbangkan pasangan elektron. Reaksi
antara BF3 dengan NH3. Molekul NH3 sebagai basa karena
menyumbangkan pasangan elektron bebasnya, dan molekul
BF3 sebagai penerima pasangan elektron dan dikatakan
sebagai asam..
17. Asam dapat terbentuk dari oksida asam yang bereaksi
dengan air. Oksida asam merupakan senyawa oksida dari
unsur‐unsur non logam. Contoh reaksi pembentukan asam
adalah : CO2 + H2O → H2CO3 (Asam Karbonat)
18. Sedangkan basa dapat terbentuk dari oksida basa yang
bereaksi dengan air. Oksida basa merupakan oksida logam
dan ada pengecualian khususnya untuk amonia (NH3),
dengan contoh reaksi : CaO + H2O ⇄ Ca(OH)2 (Kalsium
hidroksida).
19. Ukuran untuk mengetahui keasama suatu zat dinyatakan
dengan Derajat Keasaman atau pH yang besarnya
ditentukan oleh konsentrasi ion H+, sehingga pH = ‐ log [H+].
Demikian pula untuk derajat kebasaan ditentukan oleh
konsentrasi ion OH‐ besarnya pOH = ‐ log [OH‐]
20. Keseimbangan air dijadikan dasar untuk menetapkan skala
pH, dan pH + pOH = 14.
21. Pengukuran keasaman dilakukan dengan menggunakan
indikator universal khususnya untuk pengukuran larutan
yang tidak memerlukan ketelitian. Sedangkan untuk
pengukuran yang lebih teliti dipergunakan pH meter. Alat ini
terdiri dari elektroda gelas dan voltmeter.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
153
22. Garam merupakan senyawa yang bersifat elektrolit dibentuk
dari sisa basa atau logam yang bermuatan positif dengan
sisa asam yang bermuatan negatif.
23. Beberapa reaksi penggaraman yang menghasilkan produk
akhir garam dengan air adalah :
1. Asam dengan basa
2. Asam dengan oksida basa
3. Basa dengan oksida asam.
24. Untuk reaksi antara oksida asam dengan oksida basa hanya
menghasilkan garam. Sedangkan reaksi antara logam dengan
asam menghasilkan garam dan gas Hidrogen.
25. Reaksi penggaraman yang terakhir adalah reaksi metatesis,
reaksi ini merupakan reaksi pertukaran sisa asam atau sisa
basa. Reaksi ini hanya dapat terjadi jika salah satu produk
menghasilkan endapan atau gas, atau produk yang memiliki
kelarutan yang rendah didalam air.
26. Garam dapat terhidrolisa dengan adanya air, dimana terjadi
interaksi antara air dengan sisa asam yang menghasilkan
asam lemah atau interaksi air dengan sisa basa yang
menghasilkan basa lemah. Interaksi ini menyebabkan sifat
keasamam, kebasaan atau netral ditentukan oleh peristiwa
hidrolisa.
27. Peristiwa hidrolisa tidak terjadi pada garam yang berasal
asam kuat dan basa kuat, sehingga larutan garam bersifat
netral atau pH =7.
28. Garam akan terhidrolisa sebagian untuk garam yang berasal
dari asam kuat dan basa lemah, sifat larutan garam adalah
asam atau pH dibawah 7. Hidrolisa sebagian juga terjadi
untuk garam yang berasal asam lemah dan basa kuat,
larutan ini bersifat basa dengan pH diatas 7. Hidrolisa
sempurna terjadi untuk senyawa garam yang berasal asam
lemah dan basa lemah, sifat larutan garam sangat
ditentukan oleh besarnya Ka atau Kb dari asam maupun
basanya. Larutan bersifat asam jika Ka > Kb, larutan bersifat
basa jika Kb > Ka dan larutan bersifat netral jika Ka = Kb.
29. Larutan buffer adalah larutan yang terdiri dari garam dengan
asam lemahnya atau garam dengan basa lemahnya. Dalam
larutan buffer terdapat pasangan asam basa konyugasi, jika
terjadi penambahan asam atau basa dapat dinetrlisir oleh
larutan ini. Atas dasr inilah larutan buffer dipergunakan
untuk mempertahankan pH sebuah larutan.
30. pH larutan penyangga yang berasal dari asam lemah dan
garamnya disederhanakan dalam :
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
154
31. Sedangkan untuk larutan penyangga yang berasal dari basa
lemah dengan garamnya adalah :
32. Dalam tubuh manusia larutan buffer sangat berperan, agar
pH dalam tubuh tetap constant, misalnya pada daran dan
membran.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
155
UJI
KOMPETENSI
Pilihlah salah satu jawaban yang benar
1. Jika 100 ml larutan HCl dengan pH = 2 dicampurkan pada
100 ml larutan NaOH dengan pH = 10, akan diperoleh
larutan dengan:
a. pH = 3
b. pH = 6
c. 2 < pH < 6
d. 3 < pH < 6
2. Kelarutan L (OH)2 dalam air sebesar 5 x 10‐4 mol/liter. Maka
larutan jenuh L(OH)2 dalam air mempunyai pH sebesar:
a. 10,3
b. 11,0
c. 9,3
d. 12,0
3. Jika dari zat‐zat dibawah ini dibuat larutan (dalam air)
dengan konsentrasi 1 molar, larutan manakah yang
mempunyai pH paling tinggi:
a. NaHSO4
b. NH4Cl
c. NaF
d. CH3COONa
4. Menurut konsep Lowry – Bronsted dalam reaksi:
NH3 + H2O ⇄ NH4+ + OH‐
a. Air adalah asam karena dapat menerima sebuah proton
b. Amoniak dalam air adalah pasangan asam konyugat
c. NH3 dan NH4+ adalah pasangan asam basa konyugat
d. NH3 adalah asam karena memberi sebuah proton
5. 1 mL larutan 1 M NaOH ditambahkan ke dalam 1 liter air,
maka larutan ini akan mempunyai pH kira‐kira:
a. 3
b. 5
c. 7
d. 11
6. Lakmus biru akan menjadi merah dalam larutan:
a. Na2O
b. NH4NO3
c. Na2CO3
d. NaBr
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
156
7. Dalam suatu larutan yang menggunakan amonia cair sebagai
pelarut akan terjadi kesetimbangan dibawah ini:
2 NH3 ⇄ NH4+ + NH2‐ maka NH2‐ merupakan
a. Asam menurut teori Archenius
b. Basa menurut teori Bronsted
c. Asam menurut teori Bronsted
d. Zat pengoksida
8. Ionisasi asam asetat dalam air dapat dinyatakan dalam
persamaan
CH3COOH + H2O ⇄ CH3COO‐ + H3O+
dalam keadaan setimbang, sebagian besar terdiri dari asam
asetat dan air, sedangkan ion asetat dan ion hidronium
terdapat hanya sedikit saja, ini berarti:
a. Asam asetat lebih kuat daripada ion hidronium
b. Asam asetat dan ion hidronium sama kuat
c. Asam asetat lebih lemah dari ion hidronium
d. Air adalah basa yang lebih kuat daripada ion asetat
9. Pada temperatur yang cukup tinggi bagi air berlaku:
pH + pOH = 12
Berapakah pH larutan KOH yang mengandung 0,01 mol KOH
tiap liter pada temperatur itu?
a. 12
b. 10
c. 8
d. 6
10. Jika air dengan pH = 7 dialiri gas CO2 selama 1 jam maka:
a. CO2 tidak bereaksi dengan air
b. Karbonat akan mengendap
c. pH larutan akan lebih kecil dari 7
d. pH larutan akan lebih besar dari 7
11. Suatu larutan asam metanoat (asam semut) 0,1 M
mempunyai pH = 2. Derajat disosiasi asam ini adalah:
a. 0,01
b. 0,001
c. 0,1
d. 0,02
12. Bila suatu larutan asam kuat pH = 1 diencerkan dengan air
20 kali, maka:
a. Konsentrasi ion OH‐ bertambah dengan 1 satuan
b. Konsentrasi ion H+ bertambah 10 kali
c. pH larutan bertambah dengan satu satuan
d. pOH larutan berkurang dengan sepuluh satuan
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
157
UJI
KOMPETENSI
Garam
1. Reaksi yang menghasilkan gas H2
A. FeS + HCl
B. CO2 + H2O
C. Na2O + H2O
D. Cu + H2SO4
2. Satu mol Alumunium bereaksi dengan Asam Sulfat
secukupnya dan dihasilkan gas Hidrogen, jika pada keadaan
tersebut 1 mol Oksigen bervolume 20 Liter, Berapa Volume
gas Hidrogen yang dihasilkan pada keadaan tersebut
A. 10 Liter
B. 20 Liter
C. 30 Liter
D. 40 Liter
3. Ionisasi asam asetat dalam air;
CH3COOH + H2O ' CH3COO‐ + H3O+
Pada saat kesetimbangan diketahui bahwa jumlah ion‐ion
lebih kecil dibandingkan dengan asam asetat dan air, berarti,.
A. Asam asetat lebih kuat dibanding ion hidrogen
B. Asam asetat = ion hidrogen
C. Asam asetat lebih lemah dibanding ion hidrogen
D. Air merupakan basa kuat dibanding ion asetat
4. Berapa pH larutan yang terdiri dari 1 mL Asam asetat dan 9
mL Natrium asetat yang masing memiliki konsentrasi 0.1 mol
liter, diketahui Ka ; 1.8 x 10‐5
A. 5.7
B. 5.8
C. 6
D. 4.7
5. Ca(OH)2 sebanyak 7.4 gram dapat dijadikan garam netral oleh
6,35 gram asam berbasa tiga, berapa berat molekul zat
tersebut, diketahui Ca=40, O=16 dan H=1.
A. 97.5
B. 95.25
C. 92.5
D. 63.5
6. Ke dalam 40 mL larutan NaOH 0.2 M ditambahkan 80 mL
asam asetat 0.2 M jika Ka asam asetat = 10‐5, maka pH
campuran adalah
A. 13
B. 10
C. 9
D. 5
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
158
7. Larutan NaOH, KOH, Ca(OH)2 dan Ba(OH)2 dengan
konsentrasi 1 gram/L dan semuanya terionisasi sempurna,
jika Ar: H=1, O=16, Na=23, K=39, Ca=40 dan Ba=137, larutan
manakah yang memiliki pH paling tinggi.
A. KOH.
B. NaOH.
C. Ca(OH) 2
D. Ba(OH) 2
8. Jika 20 mL NaOH 0.1 M dapat dinetralkan oleh 25 mL H2SO4,
maka Konsentrasi H2SO4 adalah:
A. 0.04 mol
B. 0.05 mol
C. 0.08 mol
D. 0.1 mol
9. Bila suatu asam lemah dengan Ka =10‐5 dilarutkan bersama‐
sama dengan garam natriumnya dengan perbandingan mol
asam dan garamnya 1 : 10, maka pH larutan campuran
tersebut adalah
A. 8
B. 6
C. 5
D. 4
10. Penambahan sedikit air dalam larutan penyangga akan
menyebabkan
A. Perubahan pH larutan
B. Perubahan pKa larutan asam
C. Tidak ada perubahan pH dan pKa
D. Perubahan pKa namun pH tetap
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
159
Bab 9. Kesetimbangan
Kimia
Standar Kompetensi
Memahami konsep
kesetimbangan reaksi
Kompetensi Dasar
Menguasai reaksi kesetimbangan
Menguasai faktor‐faktor yang mempengaruhi pergeseran
kesetimbangan
Menentukan hubungan kuantitafif antara pereaksi dan
hasil reaksi dari suatu reaksi kesetimbangan
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mengidentifikasi kondisi kesetimbangan
2. Siswa mampu mendeskripkan reaksi bolak balik (dua arah)
3. Siswa mengenal sistem tertutup
4. Siswa mampu mendefinisikan kesetimbangan dinamis
5. Siswa mampu membedakan jenis‐jenis reaksi kesetimbangan
6. Siswa dapat menetapkan harga konstanta kesetimbangan dalam system gas
7. Siswa dapat memahami hubungan antara konstanta kesetimbangan tekanan
(Kp) dengan konstanta kesetimbangan konsentrasi (Kc).
8. Siswa dapat mengidentifikasi kesetimbangan padatan dan lautan
9. Siswa dapat menetapkan konstanta hasil kali kelarutan (Ksp)
9.1. Kesetimbangan
Untuk memahami apa dan bagaimana kesetimbangan
reaksi, coba kita cermati peristiwa reaksi dibawah ini.
Jika kita hembuskan uap panas kedalam sebuah
tabung yang berisi besi yang juga dipanaskan akan
dihasilkan feri fero oksida atau besi magnetit, dengan
persamaan reaksi :
H2O(g) + Fe Š Fe3O4 + H2(g)
Gambar 9.1. Pengaliran uap panas
kedalam tabung yang berisi besi
panas
Perhatikan Gambar 9.1
Di lain pihak, jika kita mengalirkan gas hidrogen (H2)
kedalam tabung yang berisi besi magnetit yang
dipanaskan, maka akan dihasilkan besi dan uap panas,
dengan reaksi :
H2(g) + Fe3O4 Š Fe + H2O(g)
Perhatikan Gambar 9.2. Dari kedua reaksi tersebut,
masing‐masing reaksi berlangsung satu arah.
Bagaimana jika kedua reaksi tersebut kita kondisikan
dalam satu wadah tertutup.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 9.2. Pengaliran gas H2
kedalam tabung yang berisi besi
magnetit panas
160
Dari Gambar 9.3, tampak bahwa, reaksi dapat
berlangsung dalam dua arah, yaitu reaksi
pembentukan magnetit dari uap panas dengan besi
dan reaksi penguraian besi magnetit oleh gas hidrogen
menghasilkan besi dan uap panas kembali. Reaksi
semacam ini kita sebut dengan reaksi bolak‐balik atau
reaksi reversibel.
Kedua reaksi tersebut adalah:
H2O(g) + Fe Š Fe3O4 + H2(g)
H2(g) + Fe3O4 Š Fe + H2O(g)
Gambar 9.3. Menghubungkan dua
Penulisan reaksi diatas tidak lazim dipergunakan, dan sistem reaksi seperti pada Gambar 1
disederhanakan dengan memberi dua tanda panah
dan Gambar 2
yang berlawanan H2O(g) + Fe ⇄ Fe3O4 + H2(g)
9.1.1. Sistem tertutup
Ruang atau tempat berlangsung reaksi bolak‐balik
pembentukan dan penguraian besi magnetit seperti
Gambar 9.3, merupakan tempat yang dirancang
khusus, dan ruang tersebut merupakan ruang tertutup.
Pada ruang tersebut, tidak memungkinkan mengambil
atau menambahkan zat, panas yang dimasukan
kedalam ruang dijaga agar tidak keluar dari ruang
tersebut, demikian pula dengan gas‐gas yang
dihasilkan dihasilkan dan dipergunakan kembali. Ruang
dengan kondisi seperti ini dikatakan sebagai system
tertutup. Reaksi bolak‐balik dapat terjadi pada system
tertutup.
9.1.2. Kesetimbangan dinamis
Umumnya reaksi yang ada di alam merupakan reaksi
reaksi bolak‐balik, hanya sebagian kecil saja yang
merupakan reaksi dalam satu arah atau reaksi
berkesudahan.
Pada awal proses reaksi reversible, reaksi berlangsung
ke arah pembentukan produk, setelah terbentuknya
molekul produk, maka molekul tersebut mulai bereaksi
kea rah sebaliknya (arah penguraian). Pada saat yang
sama tetap terjadi treaksi pembentukan, dan pada
suatu saat jumlah zat‐zat yang berekasi dan hasil reaksi
tetap,
kondisi
dikatakan
sebagai
keadaan
kesetimbangan. Pada saat kesetimbangan, reaksi tidak
berhenti, reaksi tetap berjalan baik ke arah
pembentukan maupun ke arah penguraian.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
161
Namun baik zat‐zat yang bereaksi maupun hasil
reaksinya tetap konstan, keadaan kesetimbangan
semacam ini yang dikatakan sebagai kesetimbangan
dinamis.
Pada saat kesetimbangan jumlah zat yang bereaksi
maupun hasil reaksi tetap. Untuk memahami kondisi
ini perhatikan Gambar 9.4. Pada awalnya produk
belum terbentuk, ketika zat yang bereaksi mulai
berkurang konsentrasinya, bersamaan dengan itu pula
produk mulai terbentuk. Demikian seterusnya zat yang
bereaksi terus berkuran dan produk, sampai dengan
satu saat, dimana konsentrasi zat yang bereaksi
maupun produk sudah tidak berubah atau tetap, maka
saat tersebut telah berada dalam kesetimbangan.
Penjelesan diatas belum menjelaskan bahwa pada saat
kesetimbangan reaksi tetap berjalan. Untuk hal
tersebut, kita dapat mencermati grafik, pada Gambar
9.5.
Dari Gambar 9.5. tampak bahwa kecepatan reaksi
pembentukan (kekanan) v1 dan kecepatan reaksi
penguraian (ke kiri) v2. Kecepatan reaksi v1 sangat
tergantung pada jumlah zat yang bereaksi dan
kecepatan reaksi v2 bergantung pada konsentrasi
produk.
Pada awal reaksi, v1 mempunyai nilai maksimum,
sedangkan v2 = 0 (karena produk belum ada). Dengan
berkurangnya konsentrasi zat yang bereaksi maka v1
juga semakin kecil. Sebaliknya dengan bertambahnya
konsentrasi produk maka kecepatan v2 semakin
membesar.
Pada saat tertentu, kecepatan reaksi pembentukan (v1)
menjadi sama dengan kecepatan reaksi penguraian
(v2). Dalam kondisi v1 = v2, jumlah masing masing zat
tidak berubah terhadap waktu oleh karena itu tidak
ada perubahan yang dapat diamati terhadap waktu
atau kecepatan reaksi tetap dan keadaan ini tercapai
ketika reaksi mencapai kesetimbangan.
9.1.3. Jenis reaksi kesetimbangan
Reaksi kesetimbangan dapat digolongkan berdasarkan
fasa dari zat yang bereaksi dan hasil reaksinya,
sehingga dikenal dua jenis reaksi kesetimbangan yaitu
reaksi kesetimbangan homogen dan heterogen,
perhatikan skema penggolongan reaksi seperti yang
diunjukkan pada Bagan 9.6.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 9.4. Penurunan dan
peningkatan konsentrasi dari zat
yang berekasi dan hasil reaksi pada
saat menuju kesetimbangan
Gambar 9.5. Proses pencapaian
keadaan kesetimbangan ditinjau dari
kecepatan reaksi
162
Reaksi kesetimbangan homogen merupakan reaksi
kesetimbangan dimana semua fasa senyawa yang
bereaksi sama.
Kestimbangan dalam fasa gas :
N2(g) + 3 H2(g) ⇄ 2 NH3(g)
2 SO2(g) + O2(g) ⇄ 2 SO3(g)
Kesetimbangan dalam fasa larutan :
Bagan 9.6. Penggolongan reaksi
kesetimbangan berdasarkan fasa
senyawa yang beraksi
Reaksi
Kesetimbangan
CH3COOH(aq) ⇄ CH3COO‐(aq) + H+(aq)
NH4OH(aq)
⇄ NH4+ (aq) + OH‐(aq)
Kesetimbangan
homogen
Reaksi kesetimbangan heterogen terjadi jika fasa dari
senyawa yang bereaksi berbeda.
Fasa gas
Kesetimbangan dalam sistem padat gas, dengan
contoh reaksi :
Fasa larutan
CaCO3(s) ⇄ CaO (s) + CO2 (g)
Kesetimbangan padat larutan, terjadi pada peruraian
Barium sulfat dengan persamaan reaksi :
Kesetimbangan
heterogen
BaSO4(s) ⇄ Ba2+(aq) + SO42‐(aq)
Fasa padat gas
Kesetimbangan padat larutan gas, dengan contoh
reaksi :
Fasa padat larutan
Ca(HCO3)2(aq) ⇄ CaCO3(s) + H2O (l) + CO2(g)
9.2. Tetapan kestimbangan kimia
Dalam system tertutup, dimana tekanan dan suhu
dijaga, maka energi bebas Gibbs adalah nol.
∆GT , p = 0
Dalam keadaan kesetimbangan reaksi berlangsung
dalam dua arah yaitu ke arah pembentukan dan ke
arah penguraian. Kita ambil contoh reaksi berikut
N2 + 3 H2 ⇄ 2 NH3
Dari persamaan kesetimbangan di atas nampak bahwa
gas nitrogen bereaksi dengan gas hidrogen
membentuk gas amoniak, ditandai dengan arah reaksi
ke kanan. Sedangkan reaksi ke arah kiri merupakan
reaksi penguraian dari gas amoniak menjadi gas
nitrogen dan gas Hidrogen.
Pada saat kesetimbangan, ke tiga zat ada di dalam
campuran, dimana komposisi zat tidak sama atau tidak
sesuai dengan persamaan reaksinya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Fasa padat larutan gas
163
Komposisi zat yang ada dalam kesetimbangan
dicerminkan oleh harga tetapan kesetimbangan,
perhatikan Gambar 9.7.
Reaksi umum dari kesetimbangan;
aA + bB⇄cC + dD
dan berlaku energi bebas Gibbs ∆G = 0, dimana
∆G = ∆G 0 + RT ln K
∆G 0 = − RT ln K
Dari persamaan di atas tampak bahwa harga K adalah
besaran yang tetap dan merupakan besaran yang
tergantung pada komposisi zat pada saat kesetimbangan.
Harga K tidak tergantung pada keadaan mula‐mula zat.
Jika reaksi berlangsung dalam fasa gas, harga K adalah,
tekanan parsial dari masing‐masing zat.
p (C ) c . p ( D ) d
Kp =
p ( A) a . p ( B ) b
Kp = Tetapan kesetimbangan (dalam fasa gas)
pC = tekanan gas C, dengan koofisien reaksi c
pD = tekanan gas D dengan koofisien reaksi d
pA = tekanan gas A dengan koofisien reaksi a
pB = tekanan gas B dengan koofisien reaksi b.
Selanjutnya, Guldenberg dan Waage, mengembangkan
kesetimbangan dalam fasa larutan, dan mereka
menemukan bahwa dalam keadaan kesetimbangan pada
suhu tetap, maka hasil kali konsentrasi zat‐zat hasil reaksi
dibagi dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa
dimana masing‐masing konsentrasi itu dipangkatkan
dengan koefisien reaksinya adalah tetap. Pernyataan ini
dikenal dengan Hukum Guldberg dan Wange, dan
disederhanakan ke dalam persamaan
[C ]c .[ D] d
Kc =
[ A] a [ B]b
Kc = Tetapan kesetimbangan (dalam fasa gas)
[C] = tekanan gas C, dengan koofisien reaksi c
[D]= tekanan gas D dengan koofisien reaksi d
[A] = tekanan gas A dengan koofisien reaksi a
[B] = tekanan gas B dengan koofisien reaksi b
Persamaan tetapan kesetimbangan di atas, dapat
memberikan informasi bahwa harga K kecil menunjukan
bahwa zat‐zat hasil reaksi (zat C dan D) lebih sedikit
dibandingkan dengan zat‐zat yang bereaksi (zat A dan B).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 9.7 Kesetimbangan gas
dari pembentukan senyawa NH3
dari gas N2 dan H2 dalam system
tertutup
164
Jika kita mengukur harga K dan besarnya belum mencapai
harga K pada saat kesetimbangan, berarti reaksi yang
dilakukan belum mencapai kesetimbangan.
9.3. Pergeseran Kesetimbangan
Dari sebuah eksperimen kesetimbangan air dan uap air
dalam bejana tertutup (Gambar 9.8), diketahui bahwa
penambahan beban menyebabkan adanya tambahan
tekanan yang berdampak pada penurunan volume bejana.
Adanya reaksi diikuti oleh sistem kesetimbangan untuk
mengembalikan tekanan ke keadaan semula, yakni dengan
menambah jumlah molekul yang beryubah ke fasa uap.
Setelah tercapai kesetimbangan yang baru, jumlah air lebih
sedikit dan uap air terdapat lebih banyak. Hal ini
mengindikasikan telah terjadi pergeseran kesetimbangan.
Le Cathelier mencoba mencermati proses pergeseran
kesetimbangan, dan dia menyatakan; jika suatu sistem
berada dalam keadaan setimbang, dan ke dalamnya
diberikan sebuah aksi, maka sistem tersebut akan
memberikan reaksi. Dalam kesetimbangan reaksi tersebut
dilakukan oleh sistem dengan menggeser kesetimbangan.
Faktor‐faktor yang dapat mempengaruhi keadaan
kesetimbangan kimia adalah perubahan konsentrasi,
volume, tekanan dan suhu.
9.3.1. Pengaruh konsentrasi
Dalam keadaan kesetimbangan, jika konsentrasi salah satu
zat ditingkatkan maka kesetimbangan akan bergeser kearah
yang berlawanan dari zat tersebut Untuk lebih jelasnya, kita
perhatikan contoh reaksi dibawah ini:
N2 + 3 H2 ⇄ 2 NH3
Jika dalam keadaan kesetimbangan konsentrasi gas NH3 kita
tambah. Hal ini menyebabkan reaksi peruraian NH3
meningkat atau NH3 berubah menjadi gas N2 dan H2,
sehingga mencapai kesetimbangan kembali. Sebaliknya jika
gas NH3 kita kurangi, akan menyebabkan gas N2 dan gas
H2
bereaksi lagi membentuk NH3 sampai mencapai
kesetimbangan.
9.3.2. Pengaruh Suhu
Secara kualitatif pengaruh suhu dalam kesetimbangan kimia
terkait langsung dengan jenis reaksi eksoterm atau reaksi
endoterm. Jika pada reaksi kesetimbangan kita naikan
suhunya, maka reaksi kimia akan bergeser kearah reaksi
yang membutuhkan panas (Bagan 9.9).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 9.8. Perubahan tekanan
pada kestimbangan air dan uap
air dalam system tertutup
Bagan 9.9. faktor‐faktor yang
mempengaruhi pergeseran
kesetimbangan
165
Kita ambil contoh di bawah ini.
CO + 2 H2 ⇄ CH3OH ∆H = ‐22 kkal.
Jika pada reaksi kesetimbangan pada pembentukan Metanol, suhu kita
naikan, maka reaksi akan berubah ke arah peruraian metanol menjadi gas
CO dan gas Hidrogen. Mengingat reaksi peruraian metanol membutuhkan
panas atau endoterm.
CH3OH ⇄ CO + 2 H2 ∆H = +22 kkal.
Menaikan suhu, sama artinya kita meningkatkan kalor atau menambah
energi ke dalam sistem, kondisi ini memaksa kalor yang diterima sistem
akan dipergunakan, oleh sebab itu reaksi semakin bergerak menuju arah
reaksi endoterm.
9.3.3. Pengaruh volume dan tekanan
Untuk reaksi dalam fasa cair perubahan volume menyebabkan perubahan
konsentrasi. Peningkatan volume menyebabkan penurunan konsentrasi,
ingat satuan konsentrasi zat adalah mol/L, banyaknya zat dibagi berat
molekulnya di dalam 1 Liter larutan.
Demikian pula reaksi dalam fasa gas, volume gas berbanding terbalik
terhadap tekanan, peningkatan volume menyebabkan penurunan tekanan.
Di sisi lain, tekanan berbanding lurus terhadap mol gas, seperti yang
ditunjukan dalam persamaan gas ideal :
pV = nRT
nRT
p=
V
dimana
p = tekanan,
V = Volume
N = mol gas
R = tetapan gas
T = Suhu dalam K
Dari persamaan di atas akan tampak bahwa dengan memperkecil tekanan
sama dengan memperbesar volume, dan perubahan tekanan sama dengan
perubahan konsentrasi (n/V).
Sedangkan untuk tekanan gas total
Ptot = PA + PB + PC + ....
PA =
n A RT
V
Dalam sistem kesetimbangan peningkatan volume gas tidak
mempengaruhi kesetimbangan jika jumlah koofisien reaksi sebelum dan
sesudah adalah sama.
H2(g) + I2(g) ⇄ 2 HI(g)
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
166
Koofisien gas H2 dan I2 adalah 1 (satu), total sebelah
koofisien sebelah kiri adalah 2 (dua). Koofisien untuk
gas HI adalah 2 (dua), sehingga koofisien sebelah kiri
Bagan 9.10. Perhitungan harga Kp
dan kanan tanda panah adalah sama. Peningkatan
untuk
pembentukan asam iodida dari
volume 2 kali lebih besar tidak memberikan perubahan
H2 dan I2, dimana komposisi
terhadap rasio konsentrasi antara sebelah kanan dan
konsentrasi adalah 1 mol/L, 1 mol/L
sebelah kiri tanda panah, mula konsentrasi :
dan 2 mol/L, dimana tekanan
H2(g) + I2(g) ⇄ 2 HI(g)
totalnya 2 atm dan Volume
diperbesar menjadi 2 liter.
n/V
n/V
2n/V
V diperbesar
n/2V
n/2V
2n/2V
Oleh karena rasio koefisien tetap sehingga tekananpun
memiliki rasio yang tetap.
Untuk lebih mudahnya perhatikan contoh soal dan
penyelesaian pada bagan 9.10.
Dalam kasus yang berbeda, jika dalam kesetimbangan
koofisien sebelum dan sesudah reaksi tidak sama, maka
penurunan volume dapat menyebabkan reaksi bergeser
menuju koofisien yang lebih kecil dan sebaliknya jika
volume diperbesar kesetimbangan akan bergerak ke
arah jumlah koofisien yang lebih besar sesuai dengan
persamaan reaksi di bawah ini:
N2 + 3 H2 ⇄ 2 NH3
Jika volume diperkecil komposisi konsentrasi di sebelah
kiri tanda panah menjadi lebih besar sehingga (atau
konsentrasi lebih pekat), dan reaksi bergeser ke arah
pembentukan gas amoniak. Demikian pula sebaliknya
jika volume diperbesar, terjadi reaksi peruraian dari
amoniak menghasilkan gas Nitrogen dan Hidrogen atau
dengan kata lain reaksi kesetimbangan bergeser ke kiri
yaitu penguraian NH3 menjadi N2 dan H2.
9.3.4. Katalisator
Untuk mempercepat proses kesetimbangan kimia,
sering dipergunakan zat tambahan lain yaitu katalisator.
Dalam
proses
reaksi,
katalisator
berperan
mempercepat reaksi yang berlangsung, pada akhir
reaksi katalisator akan terbentuk kembali. Katalisator
dalam dunia industri umumnya logam, namun dalam
makhluk hidup katalisator didapat dari dalam tubuhnya
yang dikenal dengan dengan biokatalisator atau enzim.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
167
9.4. Disosiasi
Banyak senyawa dalam suhu kamar terurai secara
spontan dan menjadi bagian‐bagian yang lebih
sederhana, peristiwa ini dikenal dengan istilah disosiasi.
Reaksi disosiasi merupakan reaksi kesetimbangan,
beberapa contoh reaksi disosiasi sebagai berikut:
N2O4 (g) ⇄ 2 NO2 (g)
NH4Cl (g) ⇄ NH3 (g) + HCl(g)
Ukuran banyaknya zat yang terurai dalam proses disosiasi
dinyatakan dalam notasi α = derajat disosiasi, dengan
persamaan :
α=
banyaknya.zat.terurai
banyaknya.zat.mula − mula
derajat disosiasi memiliki harga 0 ≤ α ≤ 1.
Untuk lebih mudahnya kita perhatikan contoh seperti
pada bagan atau Bagan 9.11.
9.5.
Aplikasi
industri
kesetimbangan
kimia
dalam
Dalam dunia industri, kesetimbangan kimia banyak
dipergunakan khususnya dalam pembuatan gas maupun
produk‐produk industri lainnya. Proses Haber,
merupakan proses pembuatan amoniak dari gas Nitrogen
dan Hidrogen.
N2 + 3 H2 ⇄ 2 NH3 ∆H = ‐22.13 kkal
Persamaan ini mengindikasikan bahwa 2 mol amoniak
terbentuk dari 1 mol gas N2 dan 3 mol gas H2, dari
persamaan ini juga mengindikasikan bahwa reaksi adalah
eksoterm, sehingga amoniak akan terbentuk dengan baik
pada suhu rendah. Namun pada suhu rendah reaksi
berjalan lambat. Usaha untuk meningkatkan jumlah
dengan kecepatan yang cukup dilakukan dengan
mengatur tekanan dan suhu dan menambahkan
katalisator.
Untuk proses yang optimal didapat dengan mengatur
suhu sebesar 500oC dan dengan tekanan 350 atm,
dengan kondisi ini didapatkan produk amoniak sebesar
30%.
Proses Kontak
Proses kontak dipergunakan oleh industri untuk
memproduksi asam sulfat. Proses berlangsung dalam dua
tahap reaksi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 9.11 Contoh soal disosiasi
untuk sulfur trioksida
168
Tahap pertama, pembentukan gas belerang trioksida:
2SO2(g) + O2(g) ⇄ 2 SO3(g) ∆H = ‐94.97 kkal
dilanjutkan dengan melarutkan gas belerang trioksida ke
dalam air, sesuai dengan reaksi:
SO3(g) + H2O(g) ⇄ H2SO4 (l)
Belerang trioksida merupakan produk yang vital sebagai
bahan pembentuk asam sulfat. Dari persamaan reaksi di
atas diketahui reaksi bersifat eksoterm. Reaksi lebih
baik berlangsung pada suhu rendah, namun reaksi ini
berjalan sangat lambat. Untuk mempercepat reaksi
pembentukan belerang trioksida dipergunakan
katalisator Vanadium oksida (V2O5) dan berlangsung
pada suhu 400oC.
Dalam industri makanan, reaksi kesetimbangan juga
berlangsung, seperti pada pembuatan tape, dan
minuman beralkohol, perhatikan bagan 9.12.
Pada prinsipnya yang dipergunakan adalah ragi atau
jamur, selanjutnya ragi menghasilkan enzim
pembongkar karbohidrat membentuk molekul kecil
glukosa dan fruktosa. Namun dalam prosesnya juga
dihasilkan senyawa‐senyawa lain seperti alkohol,
aldehid yang menyebabkan aroma minuman atau tape
menjadi harum. Selain itu enzim juga dapat
mengoksidasi secara sempurna dan dihasilkan asam‐
asam karboksilat. Sehingga kita juga rasakan tape yang
terasa asam. Jika kita coba mencermati, maka kita
dapat menemukan bahan makanan atau bumbu masak
yang lain yang merupakan produk hasil dari reaksi
kesetimbangan dan juga zat‐zat yang berfungsi sebagai
katalisator.
9.6. Kesetimbangan kelarutan
Kesetimbangan kelarutan terkait dengan peristiwa
pelarutan sebuah zat. Misalnya kita melarutkan garam
ke dalam sebuah gelas yang berisi air, pertama kita
tambah 1 gram garam, dimasukan dan diaduk dan
garam larut. Jika kita tambahkan terus menerus, garam
tidak larut lagi dan kita katakan larutan lewat jenuh.
Berkaitan dengan kelarutan terdapat tiga keadaan yang
dapat kita temui yaitu Larutan tidak jenuh, larutan tepat
jenuh dan larutan lewat jenuh.
Pada saat pertama zat padat yang kita tambahkan ke
dalam pelarut akan mudah larut.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 9.12. Pemanfaatan
kesetimbangan kimia dalam
industri
169
Larutan tepat jenuh adalah keadaan kesetimbangan
dimana jika terjadi penambahan zat terlarut maka
terjadi pengendapan, demikian pula jika kita tambahkan
sedikit saja pelarut maka zat‐zat dengan mudah
melarut. Pada keadaan ketiga terjadi pengendapan atau
zat tidak larut jika kita tambahkan. Ketiga kondisi ini
disederhanakan pada Gambar 9.13.
Keadaan ini dapat kita tuliskan, misalnya larutan garam
dalam air akan terionisasi,
LA ⇄ L+ + A‐
Dalam keadaan kesetimbangan berlaku,
K=
[ L+ ].[ A − ]
= K .[ LA] = [ L+ ].[ A − ]
[ LA]
K sp LA = [ L+ ].[ A − ]
Ksp (Hasil kali kelarutan) adalah hasil kali konsentrasi ion‐
ion dalam larutan tepat jenuh dan tiap konsentrasinya
dipangkatkan dengan koofisien reaksinya. Variable [L+]
dan [A‐] adalah konsentrasi ion dalam adalah mol/L
Untuk reaksi garam yang lebih kompleks, misalnya
LA ⇄ a L+ + b A‐
Maka persamaan untuk Ksp‐nya adalah :
K sp LA = [ L+ ]a .[ A − ]b
jika Ksp > [L+]a . [A‐]b ; larutan tidak jenuh
jika Ksp = [L+]a . [A‐]b ; larutan tepat jenuh
jika Ksp < [L+]a . [A‐]b ; larutan lewat jenuh
Perhatikan Gambar 9.13.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 9.13. Keadaan dalam
proses pelarutan zat
170
RANGKUMAN
1. Dalam keadaan kesetimbangan reaksi berlangsung dalam
dua arah, yaitu arah pembentukan dan arah penguraian.
2. Kesetimbagan kimia mudah terjadi dalam system tertutup.
Reaksi umum dari kesetimbangan;
aA + bB ⇄ cC + dD
dan berlaku energi bebas Gibbs ∆G = 0, dimana
∆G = ∆G 0 + RT ln K
∆G 0 = − RT ln K
3. Reaksi kesetimbangan ada dua jenis yaitu reaksi
kesetimbangan homogeny dan heterogen.
4. Persamaan untuk reaksi dalam fasa gas maka kita gunakan
tekanan parsial dari masing‐masing zat dengan
persamaan:
p (C ) c . p ( D) d
Kp =
p( A) a . p ( B ) b
5. Jika reaksi dalam fasa larutan, kita gunakan konsentrasi zat
dengan persamaan:
[C ]c .[ D] d
Kc =
[ A] a [ B]b
6. Le Cathelier menyatakan. jika suatu sistem berada dalam
keadaan setimbang dan kedalamnya diberikan sebuah
aksi, maka sistem tersebut akan memberikan reaksi.
7. Faktor‐faktor yang dapat mempengaruhi kesetimbangan
kimia meliputi; konsentrasi, volume, tekanan dan
temperatur.
8. Untuk mempercepat proses kesetimbangan kimia, sering
dipergunakan zat tambahan lain untuk mempercepat zat
tersebut adalah katalisator.
9. Disosiasi adalah peristiwa terurainya senyawa secara
spontan menjadi bagian‐bagian yang lebih sederhana
dalam suhu kamar
10. Ukuran banyaknya zat yang terurai dalam proses disosiasi
dinyatakan dalam notasi α = derajat disosiasi, dengan
persamaan :
banyaknya.zat.terurai
α=
banyaknya.zat.mula − mula
11. Aplikasi kesetimbangan kimia dalam industri
•
Pembuatan gas dalam industri
•
Produksi asam sulfat dengan proses kontak
•
Pembuatan makanan, misal tape
•
Pembuatan minuman beralkohol,dsb.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
171
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat
1. Dari reaksi dengan persamaan :
m A + n B ⇄c C + d D, K sangat kecil berarti:
A. C dan D yang terbentuk banyak sekali
B. C dan D yang terbentuk sedikit sekali
C. B dan C yang bereaksi banyak sekali
D. A dan D sama jumlahnya
2. Pada kesetimbangan 3H2(g) + N2(g) ⇄ 2 NH3(g) untuk memperoleh
NH3 sebanyak‐banyaknya dpat dilakukan
A. tekanan diperbesar
B. tekanan diperkecil
C. Konsentrasi N2 dikurangi
D. Volume diperbesar
3. Dalam bejana 1 Liter dipanaskan gas SO3 sebanyak 0.25 mol dan
terurai menjadi SO2 dan O2, ketika kesetimbangan rasio gas SO2
: O2. maka gas SO3 yang bereaksi
A. 33.3%
B. 50%
C. 66.67%
D. 75%
4. Reaksi pembuatan SO3, dengan persamaan reaksi 2 SO2 + O2 ' 2
SO3(g) ∆H = ‐44.5 kkal, reaksi berlangsung dengan baik jika;
A. Suhu diperbesar
B. Suhu diperkecil
C. Konsentrasi O2 dikurangi
D. Volume diperbesar
5. Bejana bervolume 1 liter diisi dengan 4 mol NO2 dan
membentuk kesetimbangan dengan persamaan
2 NO2 + O2 ⇄ 2 NO3(g) ∆H = + 180.66 kJ, dan terbentuk gas O2
sebanyak 1 mol maka harga K,
A. 1
B. 0.75
C. 0.5
D. 0.25
6. Untuk reaksi kesetimbangan N2 + O2 ⇄ 2 NO(g) kesetimbangan
bergeser ke kiri, jika
A. suhu diperbesar
B. tekanan diperkecil
C. Volume diperbesar
D. Konsentrasi N2 dikurangi
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
UJI
KOMPETENSI
172
7. Dari reaksi kesetimbangan : 2 X(g) ⇄ 3 Y(g) jika harga Kp = 0.5,
dimana harga pX adalah 4 atm, maka pY
A. 1 atm
B. 2 atm
C. 3 atm
D. 4 atm
8. Dari reaksi CO(g) + H2O (g) ⇄CO2(g) + H2 (g)
Jika tersedia 1 mol CO(g) dan H2O (g) dan pada saat kesetimbangan
tersisa 0.2 mol CO(g) maka K:
A. 4
B. 9
C. 16
D. 20
9. Tetapan kesetimbangan adalah 4 untuk reaksi
2 A(g) + B(g) ⇄ C(g) + D(g),
jika volume diubah menjadi ½ nya, maka harga K akan menjadi
A. 4
B. 8
C. 2
D. ½
10. Jika dalam labu 5 liter terdapat 4 mol asam iodida, 0.5 mol Iodine
dan 0.5 mol gas Hidrogen, dalam keadaan seimbang, maka harga K
A. 4
B. 16
C. 32
D. 64
11. Dari reaksi 2 A(g) ⇄ C(g) + D(g), jika tenanan zat A mula‐mula 2 atm
dan pada saat kesetimbangan didapatkan tekanan C dan D adalah 1
atm, maka harga Kp adalah :
A. 1 atm
B. 2 atm
C. 3 atm
D. 4 atm
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
173
Kesetimbangan Larutan
1. Garam dengan kelarutan yang paling besar dengan harga Ksp
A. 10‐10
B. 10‐11
C. 10‐12
D. 10‐13
2. Jika kelarutan Garam CaF2 dalam air s mol/L, maka harga Ksp
garam ini adalah
A. ½ s2
B. 1/s3
C. ¼ s4
D. 4 s3
3. Kelarutan PbI2 adalah 1.5 x 10‐3 mol/L, maka harga Kspnya
adalah :
A. 1.25 . 10‐3
B. 3.0 . 10‐6
C. 4.5 . 10‐9
D. 12.5 . 10‐12
4. Suatu garam dalam air memberikan endapan jika ditambahkan
ion sulfat dan klorida adalah larutan garam
a. AgNO3
b. Ba(NO3)2
c. Pb(NO3)2
d. CaCl2
5. Harga Ksp untuk Mg(OH)2 adalah 1.2 x 10‐11, jika larutan MgCl2
sebanyak 2 M, ditambahkan NaOH,
Mg(OH)2 dapat
membentuk endapan.
A. pH 12
B. pH 9
C. pH 6
D. pH 3
6. Diketahui harga Ksp dari senyawa berikut
AgCl = 10‐10,
AgI = 10‐16
‐49
Ag2S = 10 dan Ag2CrO4 = 10‐12
Dari senyawa di atas, senyawa mana yang paling sukar larut
A. AgCl
B. Ag2CrO4
C. AgI
D. Ag2S
7. Kelarutan Ag3PO4 = a mol/L, maka Kspnya
A. 9 a3
B. 27 a4
C. 12 a2
D. 3a6
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
UJI
KOMPETENSI
174
8. Suatu larutan garam PbNO3, Mn(NO3)2 dan Zn(NO3)2 dengan
konsentrasi 0.01 M, selanjutnya ditambahkan NaOH padat
sehingga pHnya menjadi 8, jika Ksp masing‐masing zat adalah
Pb(OH)2 =2.8.10‐16, Mn(OH)2 = 4.5 . 10‐14 dan Zn(OH)2 = 4.5 . 10‐
17
, maka yang membentuk endapan adalah :
A. PbNO3
B. Mn(NO3)2
C. PbNO3 dan Mn(NO3)2
D. Zn(NO3)2
9. Kelarutan L(OH)2 = 5 x 10‐4 mol/L, maka larutan jenuh basa
tersebut memiliki pH sebesar
A. 13
B. 12
C. 11
D. 10
10. Tetapan hasil kali kelarutan AgN3, Pb(N3)2 dan SrF2 adalah
sama, maka kelartuannya adalah
A. AgN3 = Pb(N3)2 = SrF2
B. AgN3 > Pb(N3)2 > SrF2
C. AgN3 < Pb(N3)2 > SrF2
D. AgN3 < Pb(N3)2 = SrF2
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
175
Bab 10. Kecepatan reaksi
Dan Energi
Standar Kompetensi
Mengidentifikasi factor‐faktor
yang mempengaruhi laju reaksi
Kompetensi Dasar
Menentukan laju reaksi dan orde reaksi
Menjelaskan factor‐faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Menentukan perubahan entalpi Menjelaskan entalpi dan perubahan entalpi
berdasarkan konsep
Menentukan eltalpi dan perubahan entalpi reaksi
termokimia
Menentukan kalor pembakaran berbagai bahan bakar
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mendefinisikan kecepatan reaksi berdasarkan perubahan
konsentrasi terhadap perubahan waktu
2. Siswa dapat mengenal tahap penentu kecepatan reaksi
3. Siswa dapat menetapkan orde suatu reaksi
4. Siswa mampu menjelaskan faktor‐faktor yang mempengaruhi laju reaksi
5. Siswa dapat mendeskripsikan peran energy dalam sebuah reaksi kimia
6. Siswa dapat membedakan jenis reaksi kimia berdasarkan keterlibatan energi
dalam reaksi
7. Siswa dapat menetapkan entalpi reaksi berdasarkan Hukum Hess
8. Siswa dapat menetapkan entalpi reaksi berdasarkan energy ikat
9. Siswa dapat menetapkan kalor pembakaran dari berbagai bahan bakar
10.1. Kecepatan Reaksi
Dalam kehidupan sehari‐hari segala sesuatu yang
berubah selalu menjadi pertanyaan kapan perubahan itu
selesai, jika tidak tentu pertanyaan selanjutnya muncul
berapa kecepatan perubahan. Kita ambil contoh lain,
misalnya jika kita mengendarai mobil dari kota Jember ke
kota Surabaya yang berjarak 200 km. Jika kita tahu waktu
yang dibutuhkan misalnya 4 jam, maka kita mengetahui
kecepatan rata‐rata, atau sebaliknya jika kita mengetahui
kecepatan rata‐rata, kita dapat memprediksi waktu yang
dibutuhkan.
Informasi tentang kecepatan berlangsungnya suatu reaksi
amat penting diketahui, misalnya bagi industri dapat
memprediksi jumlah produk, lama waktu produksi dan
mungkin sampai dengan jumlah karyawan yang
dibutuhkan dalam sebuah pabrik.
Untuk meninjau kecepatan reaksi, mari kita lihat terlebih
dahulu bagaimana suatu reaksi berlangsung.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 10.1. Besarnya Energi
aktifasi dalam reaksi eksoterm dan
endoterm
176
Reaksi berlangsung karena adanya partikel‐partikel, atom
atau molekul yang bertumbukan dan tidak semua
tumbukan menghasilkan reaksi, hanya tumbukan dengan
energi yang cukup yang dapat menghasilkan reaksi.
Energi tersebut dikenal dengan Energi aktifasi dan
didefinisikan sebagai energi kinetik minimum yang harus
dimiliki atau diberikan kepada partikel agar tumbukannya
menghasilkan sebuah
reaksi. Dalam Hubungannya
dengan energi atau ∆H, maka enegi aktifasi bukan bagian
dari energi tersebut seperti dapat kita lihat pada dua jenis
reaksi eksoterm dan endoterm pada Gambar 10.1.
Untuk lebih mudah memahami perhatikan persamaan
reaksi sebagai berikut :
A→ B
Pada awal reaksi, yang ada hanya zat A, sedangkan zat B
belum terbentuk. Selama reaksi berjalan, secara
perlahan‐lahan zat A berkurang, dan zat B terbentuk atau
bertambah. Secara grafik dapat kita sederhanakan pada
Gambar 10.2. Untuk lebih mudah memahami perhatikan
persamaan reaksi sebagai berikut :
A→ B
Gambar 10.2. Perubahan
konsentrasi zat A dan
meningkatnya konsentrasi dalam
selang waktu
Pada awal reaksi, yang ada hanya zat A, sedangkan zat B
belum terbentuk. Selama reaksi berjalan, secara
perlahan‐lahan zat A berkurang, dan zat B terbentuk atau
bertambah. Secara grafik dapat kita sederhanakan pada
Gambar 10.3. Sehingga kita dapat katakan bahwa
kecepatan reaksi adalah berkurangnya konsentrasi zat A
dalam selang waktu tertentu, dengan persamaan :
V = −
∆[ A]
∆t
dimana V = kecepatan dalam mol/L.s
∆[A] = penurunan konsentrasi zat A dalam mol/L
∆t = Selang waktu dalam detik
Kecepatan reaksi dapat kita ubah dalam satuan
konsentrasi B, yaitu bertambahnya konsentrasi zat B
dalam selang waktu tertentu. Jika kita rumuskan :
V =
∆[ B ]
∆t
dimana V = kecepatan dalam mol/L.s
∆[B] = pertambahan konsentrasi zat B dalam mol/L
∆t = selang waktu dalam detik
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 10.3. Perubahan
konsentrasi zat A dan
meningkatnya konsentrasi dalam
selang waktu
177
Guldenberg dan Waage mengamati kecepatan reaksi dan
dan menyatakan bahwa kecepatan reaksi bergantung
pada konsentrasi dari zat yang bereaksi. Hubungan ini
dirumuskan “Kecepatan reaksi pada sistem homogen
(satu fase) berbanding langsung dengan konsentrasi zat‐
zat yang bereaksi dipangkatkan dengan koefisien masing‐
masing zat yang bereaksi sesuai dengan persamaan
reaksinya” (lihat Gambar 10.4).
Perhatikan persamaan reaksi dibawah ini :
aA+→bB
Maka menurut Guldenberg dan Waage, kecepatan reaksi
zat A dan B menjadi zat C dan D adalah:
V = k .[A]
a
V = kecepatan reaksi
k = konstanta kecepatan reaksi
[A] dan [B] = konsentrasi zat A dan zat B
a dan b = koefisien zat A dan zat B dalam persamaan
reaksi.
10.2. Tahap Reaksi
Berlangsungnya reaksi kimia umumnya terjadi dalam
beberapa tahap reaksi, misalnya pada oksidasi gas HBr :
4 HBr(g) + O2(g) → 2 H2O(g) + Br2(g)
Persamaan reaksi diatas menunjukan bahwa reaksi akan
berlangsung apabila 4 molekul HBr bertumbukan
sekaligus dengan satu molekul O2. Tetapi tumbukan
seperti ini kecil sekali kemungkinannya terjadi.
Tumbukan yang mungkin terjadi adalah tumbukan antara
dua molekul, yaitu antara 1 molekul HBr dan 1 molekul
O2. Deangan cara fikir ini, maka reaksi berlangsung
melalui beberapa tahap.
Dari reaksi diatas, tahapan reaksinya adalah:
Tahap I
: HBr + O2 → HOOBr (lambat)
Tahap II : HBr + HOOBr → 2 HOBr (cepat)
Tahap III : 2 HBr + 2 HOBr → 2 H2O + Br2 (cepat)
4 HBr + O2 → 2 H2O + Br2
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 10.4. Kecepatan menurut
Guldenberg dan Waage
178
Dari contoh diatas terlihat bahwa kecepatan reaksi
ditentukan oleh kecepatan terbentuknya HOOBr yaitu
reaksi yang berlangsung paling lambat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kecepatan reaksi secara keseluruhan Tabel 10.1. Tingkat reaksi atau orde
ditentukan oleh tahap yang paling lambat pada reaksi
reaksi hasil eksperimen
tersebut, tahap yang paling lambat ini disebut tahap
penentu kecepatan reaksi.
10.3. Tingkat Reaksi
Definisi menurut Guldenberg dan Waage, “Kecepatan
reaksi pada sistem homogen (satu fase) berbanding
langsung dengan konsentrasi zat‐zat yang bereaksi
dipangkatkan dengan koefisien masing‐masing zat yang
bereaksi sesuai dengan persamaan reaksinya”
Definisi ini menekankan pada konsentrasi dan
pangkatnya yang berasal dari koofisien reaksi. Jumlah
dari pangkat zat‐zat yang bereaksi disebut dengan Tingkat
reaksi. Perhatikan contoh dari persamaan reaksi dibawah
ini:
H2(g) + I2(g) → 2 HI(g)
Kecepatan reaksinya adalah:
V = k [H2] [I2]
Zat‐zat yang bereaksi adalah H2 dan I2 masing‐masing zat
memiliki pangkat 1. Jumlah pangkat dari kedua zat
tersebut adalah 2, dan tingkat reaksinya adalah dua.
Untuk lebih mudah kita memahaminya, kita coba bahas
contoh yang lannya, Misalkan diketahui kecepatan suatu
reaksi adalah:
V = [A]2 [B]3
Dari persamaan ini kita dapat simpulkan bahwa tingkat
reaksinya adalah 5 (berasal 2 + 3 dari pangkat [A] +
pangkat [B]). Secara parsial reaksi adalah tingkat dua
terhadap zat A dan reaksi tingkat tiga terhadap zat B.
Pada umumnya penentuan tingkat suatu reaksi tidak
dapat ditentukan langsung dari persamaan reaksinya,
tapi ditentukan melalui eksperimen, lihat Tabel 10.1.
Perhitungan kecepatan reaksi dapat dilakukan dengan
melihat harga ∆[C] yang didukung oleh data eksperimen,
misalnya; kecepatan reaksi sebuah reaksi meningkat 2
(dua) kali untuk setiap terjadi kenaikan temperatur 10oC,
Berapa kali lebih cepat jika kita membandingkan reaksi
yang berlangsung pada suhu 100oC dengan 20oC.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Persamaan reaksi
Rumus
kecepatan
Reaksi Tingkat 1 (satu)
2 H2O2 → 2 H2O + O2
V = k [H2O2]
Reaksi Tingkat 2 (dua)
2 HI(g) → H2(g) + I2(g)
V = k [HI]2
Reaksi Tingkat 3 (tiga)
2H2(g) + 2NO(g)→2H2O(g)
+ N2(g)
V=k[H2] [NO]2
179
Penyelesaian contoh soal ini,
Perubahan suhu ( 100 – 20 ) = 80oC
Setiap 10oC naik = 2 kali lipat,
Untuk 80oC : 28 kali
: 256 kali lipat lebih cepat.
Untuk perhitungan harga k yang dapat dilakukan dengan
beberapa persamaan dibawah ini
Untuk tingkat reaksi 1 (satu)
2,303 log
C Ao
= k .t
C At
0,693
t 0. 5
k=
dimana
CAo : konsentrasi zat mula‐mula
CAt : konsentrasi setelah bereaksi selama waktu t
t : waktu (detik)
t½ : waktu paruh, adalah waktu yang diperlukan oleh
separuh dari jumlah zat untuk bereaksi.
Untuk tingkat reaksi 2 (dua)
1
1
−
= k .t
C At
C Ao
k=
1
C Ao .t 0 .5
Perhatikan Contoh soal dibawah ini
Diketahui dalam sistem yang homogen dalam ruang 4
Liter terdapat 40 gram zat A (Mr = 20) dan 96 gram zat B
dengan Mr = 32. dalam ruang tersebut berlangsung reaksi
menurut persamaan reaksi
A + 2B → C + D
Jika tetapan kecepatan reaksi k = 0.5, tentukan
a. kecepatan reaksi mula‐mula
b. kecepatan reaksi ketika zat A tinggal separuh
Penyelesaian pada Bagan 10.5.
10.4. Faktor-faktor kecepatan reaksi
Berlangsungnya sebuah reaksi banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti, luas permukaan zat yang
bereaksi, konsentrasi zat yang bereaksi, suhu, tekanan
dan volume serta katalisator.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 10.5. Contoh penyelesaian
soal untuk penentuan tetapan
kecepatan reaksi
180
10.4.1. Luas permukaan
Untuk memahami pengaruh luas permukaan suatu zat
dapat diikuti dengan cara membandingkan proses
pelarutan. Jika kita melarutkan gula dalam bentuk
bongkahan dengan yang berbentuk kristal halus, mana
yang lebih cepat larut ?.
Kita sepakat bahwa kristal halus lebih cepat melarut, hal
ini terjadi karena pada kristal halus luas permukaan lebih
besar dan menyebabkan tumbukan antara molekul gula
dan air lebih mungkin terjadi. Sehingga kecepatan reaksi
lebih besar pula (lihat Gambar 10.6).
10.4.2. Konsentrasi
Pengaruh konsentrasi dapat kita perjelas dengan
mereaksikan zat A dan zat B. Zat tersebut akan
mengalami tumbukan antara partikelnya dan terjadi
reaksi. Makin besar konsentrasi tersebut makin banyak
partikel‐partikelnya. Hal ini sangat memungkinkan untuk
meningkatkan jumlah tumbukan persatuan waktunya.
Sehingga
semakin
besar
konsentrasinya
akan
meningkatkan kecepatan reaksi.
Gambar 10.6. Luas permukaan zat
sangat berpengaruh pada
kecepatan reaksi
Dalam sebuah eksperimen reaksi antara gas hidrogen dan
gas nitrogen monoksida dengan reaksi :
2 H2(g) + 2 NO(g) Š 2 H2O(g) + N2 (g)
Diperoleh kecepatan reaksinya v = k [H2].[NO]2
Ketika eksperimen diubah dimana konsentrasi nitrogen
monoksida diperbesar 2 kali lipat, maka kecepatan
reaksipun berubah besarnya, perhatikan Bagan 10.11.
10.4.3. Suhu
Secara umum, kecepatan reaksi bertambah besar jika
suhu reaksi kita naikan, lebih mudah melarutkan satu
sendok gula ke dalam satu gelas air panas, dibandingkan
dengan melarutkan satu sendok gula ke dalam satu gelas
air es.
Hal ini disebabkan karena meningkatnya suhu akan
meningkatkan energi kinetik molekul‐molekul yang
bereaksi. Molekul‐molekul dengan energi kinetik yang
bertambah ini bila saling bertumbukan akan
menghasilkan energi tumbukan yang cukup besar untuk
memutuskan ikatan‐ikatan antara atom‐atom dalam
molekul tersebut, sehingga terjadi reaksi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 10.11. Contoh kasus
pengaruh peningkatan konsentrasi
pada kecepatan reaksi
181
Berdasarkan persamaan reaksi, kecepatan reaksi
ditentukan oleh harga k yaitu tetapan kecepatan
reaksi. Harga k sangat tergantung oleh besarnya
energi aktifasi dan suhu. Energi aktifasi didefinisikan
sebaga energi terendah yang diperlukan untuk
mencari keadaan dimana reaksi dapat berlangsung,
lihat Gambar 10.12.
T1 > T2
Hubungan antara tetapan kecepatan reaksi ini dengan
kenaikan suhu dirumuskan oleh Archenius sebagai
berikut:
k = Ae
−
Ea
RT
k = konstanta kecepatan reaksi
A = tetapan Archenius
Ea = energi pengaktifan
R = tetapan gas umum
T = suhu mutlak
Gambar 10.12. Pelarutan kristal gula
dalam air yang suhu T1>T2.
Arhenius juga mengamati didalam eksperimennya
khusus reaksi‐reaksi yang berlangsung pada
temperatur dibawah 300oC, kenaikan suhu sebesar
10oC akan menaikkan tetapan kecepatan reaksi
menjadi dua kali, sehingga kecepatan reaksinyapun
meningkat dua kali.
10.4.4. Katalisator
Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan reaksi
adalah katalisator. Proses berlangsung reaksi dengan
adanya katalisator dikenal dengan proses kalisa.
Katalisator dalam reaksi kimia berperan untuk
menurunkan energi aktifasi, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 10.13.
Dalam sebuah reaksi, katalisator dapat terlibat dalam
reaksi namun tidak mempengaruhi hasil reaksi,
seperti persamaan reaksi dibawah ini.
SO2 + 2 NO2 → SO3 + 2 NO (cepat)
Beberapa katalisator lain yang dipergunakan dalam
industri adalah V2O5 dalam pembuatan asam sulfat
dan AlCl3 dalam pembuatan Toluen.
Katalisator ada dua jenis, yang mempercepat reaksi
dan ada yang memperlambat reaksi dan disebut
dengan inhibitor.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 10.13. Penurunan Energi
aktifasi oleh sebuah katalisator
182
Cara kerja inhibitor merupakan kebalikan dari
katalisator yaitu meningkatkan energi aktifasi
Sebagai contoh adalah reaksi logam Natrium dengan
air, kehadiran logam air raksa memperlambat reaksi,
seperti reaksi dibawah ini:
Reaksi pembentukan; SO2 + O2 → SO3 (lambat)
Katalisator gas NO; 2 NO + O2 → 2 NO2 (cepat)
Pembentukan SO3 dengan katalisator gas NO
Na + H2O
Na + H2O
→
NaOH + ½ H2
Hg
―――→
.....(cepat)
NaOH + ½ H2 ....(lambat)
Autokatalis adalah katalisator yang terbentuk
dengan sendirinya dalam suatu reaksi. Misal dalam
reaksi KMnO4 dan H2C2O4 reaksi ini makin lama
makin cepat karena terbentuk Mn2+ yang merupakan
katalisator bagi reaksi tersebut.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
183
RANGKUMAN
1. Reaksi berlangsung karena adanya partikel‐partikel, atom
atau molekul yang bertumbukan dengan energi tertentu
(energi aktifasi).
2. Energi aktifasi didefinisikan sebagai energi kinetik minimum
yang harus dimiliki atau diberikan kepada partikel agar
tumbukannya menghasilkan sebuah reaksi.
3. Kecepatan reaksi adalah berkurangnya konsentrasi zat A
dalam selang waktu tertentu, dengan persamaan :
∆[ A]
V =−
∆t
dimana,
V = kecepatan dalam mol/L.s
∆[A] = penurunan konsentrasi zat A dalam mol/L
∆t = selang waktu dalam detik
4. Hukum Guldenberg dan Waage:“Kecepatan reaksi pada
sistem homogen (satu fase) berbanding langsung dengan
konsentrasi zat‐zat yang bereaksi dipangkatkan dengan
koefisien masing‐masing zat yang bereaksi sesuai dengan
persamaan reaksinya”
Perhatikan persamaan reaksi dibawah ini :
aA+→bB
5. Menurut Guldenberg dan Waage, kecepatan reaksi zat A
dan B menjadi zat C dan D adalah:
a
V = k .[A]
V = kecepatan reaksi
k = konstanta kecepatan reaksi
[A] dan [B] = konsentrasi zat A dan zat B
a dan b = koefisien zat A dan zat B dalam persamaan reaksi.
6. Faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi:
• luas permukaan zat yang bereaksi,
• konsentrasi zat yang bereaksi,
• suhu, dan
• tekanan dan volume serta katalisator.
7. Energi aktifasi adalah energi terendah yang diperlukan
untuk mencari keadaan dimana reaksi dapat berlangsung.
8. Proses katalisa adalah proses berlangsungnya reaksi dengan
adanya katalisator dan ada dua jenis katalisator, yaitu
katalisator: katalisator yang mempercepat reaksi dan
inhibitor: katalisator yang memperlambat reaksi
9. Autokatalis adalah katalisator yang terbentuk dengan
sendirinya dalam suatu reaksi.
10. Kecepatan reaksi secara keseluruhan ditentukan oleh tahap
yang paling lambat pada reaksi tersebut.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
184
UJI
KOMPETENSI
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat
1. Fungsi Katalis dalam suatu reaksi adalah:
a. Untuk mengubah letak kesetimbangan reaksi
b. Menurunkan energi aktifasi
c. Merupakan salah satu komponen reaksi
d. Untuk memperbesar kalor reaksi
2. Kenaikan suhu akan memperbesar kecepatan reaksi pada
reaksi:
a. Hanya pada reaksi eksoterm
b. Hanya pada reaksi endoterm
c. Hanya pada reaksi gas
d. Pada semua reaksi kimia
3. Jika suatu reaksi diketahui rumus kecepatannya adalah
V = k [A]x [B]y [Y]z, maka reaksi tersebut adalah reaksi tingkat:
a. x + y + z
b. x + y ‐ z
c. xyz
d. x – y + z
4. Reaksi antara x dan y diketahui bahwa kecepatannya adalah V =
k [X]4 [Y]. Jika konsentrasi X dinaikkan menjadi 2 kali semula dan
konsentrasi Y tetap maka kecepatan menjadi:
a. 4 kali semula
b. 8 kali semula
c. 10 kali semula
d. 16 kali semula
5. Kenaikkan temperatur akan memperbesar kecepatan reaksi
karena:
a. Kenaikan suhu mempercepat konsentrasi
b. Kenaikan suhu memperbesar energi kinetik molekul
c. Kenaikan suhu menimbulkan katalisator
d. Kenaikan suhu mempermudah melepas elektron
6. Dari reaksi antara A dan B. Jika konsentrasi A diperkecil menjadi
½ kali semula dan konsentrasi B tetap, maka kecepatan reaksi
menjadi ¼ kali semula. Terhadap A reaksi ini adalah reaksi
tingkat:
a. 4
b. 3
c. 8
d. 2
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
185
7. Jika diketahui reaksi A + B → C + D, maka kecepatan
reaksi didefinisikan sebagai:
a. Penambahan konsentrasi setiap waktu
b. Penambahan konsentrasi B setiap waktu
c. Berkurangnya konsentrasi A dan B setiap waktu
d. Berkurangnya konsentrasi A dan C setiap waktu
8. Katalisator dalam suatu reaksi berfungsi
a. Menurunkan energi pengaktifan suatu reaksi
b. Menaikkan konsentrasi zat yang bereaksi
c. Menaikkan temperatur zat yang bereaksi
d. Mempermudah terjadinya tumbukan
9. Energi tumbukan terendah yang diperlukan untuk
terjadinya reaksi dinamakan:
a. Energi potensial
b. Energi kinetik
c. Energi pengaktifan
d. Energi disosiasi
10. Inhibitor dalam suatu reaksi akan:
a. Menaikkan energi aktifasi
b. Mempermudah tumbukan
c. Mempercepat reaksi
d. Menaikkan temperatur reaksi
11. Reaksi‐reaksi kimia yang dikerjakan pada industri seringkali
menggunakan katalis. Pada temperatur tetap maka:
a. Katalis mempercepat tercapainya keadaan kesetimbangan
b. Katalis mempercepat reaksi maju dan reaksi balik sama
besar
c. Katalis tidak mempengaruhi kedudukan kesetimbangan
reaksi
d. Katalis tidak turut bereaksi
12. Kecepatan reaksi dari suatu reaksi didefinisikan sebagi besarnya
pengurangan konsentrasi pereaksi tiap satuan waktu, atau
sebaliknya. Jika pada reaksi: ½ N2 + 3/2 H2 → NH3. Kecepatan
reaksi berdasarkan N2 dinyatatan sebagai yN dan kecepatan
reaksi berdasarkan H2 dinyatakan sebagai y maka:
a. y N = y H
b. y N = ½ H
c. N = 1/3 y H
d. y N = ¼ y H
13. Laju reaksi A dan B → AB, pada setiap saat akan dinyatakan
sebagai
a. Penambahan konsentrasi A setiap waktu
b. Penambahan konsentrasi A dan B setiap satuan waktu
c. Penambahan konsentrasi A, B dan konsentrasi AB setiap
satuan waktu
d. Penambahan konsentrasi AB setiap waktu
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
186
14. Logam Zn bereaksi dengan larutan HCl membebaskan hidrogen
(gas). Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali dan setiap kali
digunakan Zn yang ukuran berat ataupun jumlahnya sama.
Jumlah HCl yang digunakan selalu sama volumenya, tetapi
berbeda kemolarannya. Ternyata kecepatan reaksi yang paling
besar ditemukan pada percobaan dengan kemolaran HCl
sebesar:
a. 0,2 M
b. 1,0 M
c. 1,5 M
d. 2,0 M
15. Pada umumnya kecepatan reaksi akan bertambah jika:
a. Suhu dinaikkan
b. Luas permukaan tetap
c. Konsentrasi diperkecil
d. Dipakai logam sebagai katalis
16. Jika dalam suatu reaksi, konsentrasi zat A dinaikkan 2 kali
ternyata kecepatan reaksinya menjadi 4 kali lebih cepat.
Terhadap zat A reaksi tersebut adalah reaksi orde:
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4
17. Kecepatan berlangsungnya suatu reaksi tidak dapat diukur
dengan mengamati perubahan:
a. Bau
b. Konsentrasi
c. Volume
d. Suhu
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
187
10.5. Energi
Dalam pendahuluan kita telah memperkenalkan bahwa
perubahan atau reaksi kimia selalu disertai dengan
perubahan energi. Sebuah reaksi kimia yang terjadi
apabila diikuti dengan pelepasan energi atau
menghasilkan energi, reaksi ini dikenal dengan
eksoterm, sebaliknya reaksi kimia terjadi apabila
kedalamnya diberikan energi atau reaksi membutuhkan
energi dikenal dengan reaksi endoterm. Tinjauan energi
dalam reaksi kimia terfokus pada energi dalam bentuk
panas (thermo, lihat Gambar 10.14) dan dalam bentuk
listrik (electro), sehingga pengkajian reaksi kimia dan
energi yang menyertai reaksi dalam bentuk panas
dikenal dengan termokimia sedangkan energi dalam
bentuk listrik dikenal dengan elektrokimia.
10.5.1.
Termokimia
Untuk membahas energi dalam reaksi kimia, pertama‐
tama perlu kita fahami tentang kandungan energi dalam
sebuah benda. Kita sendiri tidak tahu berapa besar
energi yang kita miliki, namun kita tahu berapa besar
energi (kalori) yang masuk kedalam tubuh melalui
makanan atau pertambahan energi, begitupula kita
dapat mengukur berapa besarnya energi yang kita
keluarkan untuk mengangkat 50 kg beras atau terjadinya
penurunan energi. Oleh sebab itu pengukuran energi
selalu menggunakan perubahan energi.
Gambar 10.14, Reaksi kimia yang
menghasilkan energi seperti
CaO + H2O Æ Ca(OH)2 + panas
Entalphi (H) didefinisikan sebagai kandungan energi dari
suatu zat pada tekanan tetap. Karena tidak mungkin
mengukur entalphi, maka yang kita ukur selalu
perubahan entalphi (∆H).
Untuk lebih mudahnya kita cermati kejadian ini,
beberapa gram kapur tohor (CaO) dimasukan kedalam
gelas yang berisi air, dan diaduk, dan proses pelarutan
terjadi dalam hal ini terjadi reaksi antara air dan kapur
tohor. Apa yang terjadi? Reaksi ini meghasilkan panas.
Dalam hal ini, panas berpindah dari system ke
lingkungan. Proses reaksi ini dapat disederhanakan
dalam persamaan reaksi dibawah ini :
CaO + H2O Æ Ca(OH)2 dan panas
Jika reaksi berlangsung dari zat A berubah menjadi zat B,
maka ∆ H, selalu diukur dari H hasil – H reaktan,
sehingga secara umum : ∆H = H B ‐ H A, perhatikan
Gambar 10.15.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 10.15. Konsep Entalphi
pada perubahan zat.
188
Besarnya perubahan entalphi pembentukan suatu zat
telah diukur secara eksperimen, pengukuran ∆H pada 25oC
1atm dinyatakan sebagai ∆Ho (perubahan entalphi
standar)
Persamaan reaksi dapat dilengkapi dengan informasi
energi yang menyertainya, umumnya dituliskan dengan
menambahkan informasi perubahan energi (∆H) disebelah
kanannya. Berdasarkan ∆H kita dapat bagi menjadi dua
jenis reaksi yaitu reaksi eksoterm dan endoterm, lihat
Bagan 10.16.
Reaksi Eksoterm adalah reaksi yang menghasilkan
panas/kalor. Pada reaksi inin ∆H bernilai negatif, sehingga
∆H produk lebih kecil dibandingkan dengan ∆H reaktan.
C + O2 → CO2
∆H = ‐94 Kkal/mol
Reaksi endoterm merupakan reaksi yang menyerap panas,
∆H reaksi ini bernilai positif, sehingga ∆H produk lebih
besar dibandingkan dengan ∆H reaktannya.
CO2 + 2 SO2 → CS2 + 3 O2
∆H= +1062.5 kJ/mol
Dalam termokimia satuan untuk ∆H yang lazim digunakan
adalah satuan menurut IUPAC yaitu kJ mol‐1, namun sering
juga dipergunakan satuan lain yaitu kalori (kal) atau kilo
kalori (Kkal). Hubungan antara kedua satuan tersebut
adalah:
1 kJ/mol = 0.24 Kkal/mol
10.5.2. Hukum-hukum dalam Termokimia
Dalam mempelajari reaksi kimia dan energi kita perlu
memahami hukum‐hukum yang mendasari tentang
perubahan dan energi.
Hukum kekekalan energi
Dalam perubahan kimia atau fisika energi tidak dapat
diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat diubah
dari satu bentuk ke bentu lainnya. Hukum ini merupakan
hukum termodinamika pertama dan menjadi dasar
pengembangan hukum tentang energi selanjutnya, seperti
konversi energi.
Hukum Laplace
Hukum ini diajukan oleh Marquis de Laplace dan dia
menyatakan bahwa jumlah kalor yang dilepaskan dalam
pembentukan sebuah senyawa dari unsur‐unsurnya sama
dengan jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menguraikan
senyawa tersebut menjadi unsur‐unsurnya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 10.16. Jenis reaksi dan
entalphinya
Reaksi Kimia
Membutuhkan
Energi
∆H = +
Melepaskan
Energi
∆H = -
189
Panjabaran dari hukum ini untuk entalphi reaksi ∆H dan
kalor reaksi;
C + O2 → CO2
CO2
∆H = ‐94 Kkal
→ C + O2 ∆H = +94 Kkal
Sedangkan untuk kalor reaksi,
C + O2 → CO2
‐94 Kkal
CO2
+94 Kkal
→ C + O2
Untuk reaksi pertama, unsur C bereaksi dengan gas
oksigen menghasilkan karbondioksida dan kalor sebesar
94 Kkal. Sedangkan reaksi kedua karbondioksida terurai
menjadi unsur C dan gas oksigen dengan membutuhkan
kalor sebesar 94 Kkal.
Dari sisi tanda, tampak jelas perbedaan antara entalphi
reaksi dengan kalor reaksi, jika entalphi bernilai positif
maka kalor reaksi bernilai negatif, demikian pula
sebaliknya jika entalphi negatif maka kalor reaksi positif.
Hukum Hess
Hukum ini diajukan oleh Germain Hess, dia menyatakan
bahwa entalphi reaksi (∆H) hanya tergantung pada
keadaan awal reaksi dan hasil reaksi dan tidak
bergantung pada jalannya reaksi.
∆Hreaksi= ∆Hproduk ‐∆Hreaktan
Jika suatu reaksi merupakan penjumlahan aljabar dari
dua atau lebih reaksi, maka perubahan entalphi (∆H)
atau kalor reaksinya juga merupakan penjumlahan
aljabar dari (∆H) yang menyertai reaksi. Untuk lebih
mudah memahaminya kita perhatikan Bagan 10.17.
Berdasarkan persamaan reaksi gas karbon dioksida
dapat terbentuk melalui dua tahap, yang pertama
pembentukan karbonmonoksida dari unsur‐unsurnya
dan dilanjutkan dengan oksidasi dari karbonmonoksida
menjadi karbondioksida.
Penjumlahan aljabar ∆Hreaksi dari setiap tahap reaksi
juga dilakukan sesuai dengan tahap reaksi, maka
∆Hreaksi dari pembentukan gas Karbon dioksida juga
dapat dilakukan.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 10.17. Penjumlahan aljabar
reaksi dan entalphi menurut
Germain Hess
190
Berdasarkan berbagai jenis reaksi, maka kita juga
dapat mengembangkan jenis kalor reaksi atau ∆H
yang disesuaikan dengan jenis reaksinya, ada empat
jenis kalor reaksi yaitu kalor reaksi pembentukan,
penguraian, pembakaran dan pelarutan. Keempat
klasifikasi tersebut disederhanakan dalam bagan
pada Bagan 10.18.
10.5.3.
Bagan 10.18. Hubungan antara jenis
reaksi dengan perubahan etalphi dan
kalor reaksi
∆H pembentukan
Entalphi pembentukan adalah entalphi
pembentukan satu mol senyawa dari
unsurnya. Entalphi pembentukan standar
adalah entalphi reaksi pembentukan yang
pada 25oC dengan tekanan 1 atm.
reaksi
unsur‐
(∆Hof)
diukur
Dari definisi tersebut yang perlu kita cermati adalah
pembentukan satu mol senyawa, dari unsur‐
unsurnya, perhatikan contoh;
H2 (g) + ½ O2 (g) → H2O (l) ∆Hof = ‐ 286 kJ/mol
C (s) + O2 (g) → CO2 (g) ∆Hof = ‐ 393.6 kJ/mol
½ N2 (g) + ½ O2 (g) → NO (g) ∆Hof = + 40.3 kJ/mol
Dari reaksi yang dibentuk satu mol air, sedangkan
koofisien unsur‐unsurnya mengikuti persamaan
reaksinya saja, jika yang dibentuk 2 mol senyawa air
maka entalphi reaksinya juga meningkat dua
kalinya. Harga entalphi pembentukan standar
menjadi dasar dalam perhitungan harga‐harga
entalphi lainnya, perhatikan Tabel 10.2.
10.5.4. ∆H penguraian
Entalphi penguraian merupakan kebalikan dari
entalphi pembentukan, yaitu entalphi reaksi
penguraian dari satu mol senyawa menjadi unsur‐
unsurnya. Jika pengukuran entalphi pada keadaan
25oC dengan tekanan 1 atm, maka kita akan
dapatkan entalphi penguraian standar (∆Hod).
H2O (l) → H2 (g) + ½ O2 (g) ∆Hod = 286 kJ/mol
CO2 (g) → C (s) + O2 (g) ∆Hod = + 393.6 kJ/mol
NO (g) → ½ N2 (g) + ½ O2 (g) ∆Hod = ‐ 40.3 kJ/mol
Tampak jelas dari reaksi bahwa harga entalphi
pembentukan berlawanan dengan entalphi
penguraian.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 10.2. Entalphi pembentukan
standar beberapa senyawa
Reaksi Pembentukan
∆Hof
kJ/mol
½ N2(g) + 3/2 H2(g) → NH3(g)
-46.11
½ N2(g) + O2(g) → NO2(g)
+ 33.20
S(s) + O2(g) → SO2(g)
-296.83
½ Cl2(g) + ½ H2(g) → HCl(g)
-92.1
2 C(s) + 2 H2(g) → C2H4(g)
+52.26
191
10.5.5. ∆H pembakaran
Entalphi pembakaran standar adalah entalphi reaksi
pembakaran sempurna satu mol senyawa dengan
oksigen yang diukur pada keadaan 25oC dengan tekanan
1 atm, lambang entalphi pembakaran standar adalah
∆Hoc.
Contoh eltalphi pembakaran standar adalah untuk
pembakaran unsure adalah :
S(s) + O2(g) → SO2(g)
∆Hoc= -296.83 kJ/mol
Dan untuk pembakaran senyawa :
C2H5OH(l) + O2(g) → CO2(g) + H2O(l) ∆Hoc= -66,4 kkal
10.5.6. ∆H pelarutan
Entalphi pelarutan adalah entalphi reaksi pelarutan dari
satu mol senyawa ke dalam pelarut dan menjadi larutan
encer. Entalphi pelarutan standar hasil pengukuran pada
25oC dengan tekanan 1 atm dilambangkan dengan ∆Hos.
Jika kita mengencerkan asam sulfat ke dalam air, maka
secara perlahan‐lahan kita memipet asam sulfat dan
meneteskannya secara tidak langsung ke air melalui
dinding tabung reaksi. Jika kita pegang dinding tabung
reaksi akan terasa hangat. Hal ini mengindikasikan
bahwa proses pengenceran asam sulfat melepaskan
panas dengan persamaan reaksi;
H2SO4(aq) + 2H2O ' 2 H3O+ + SO42‐(aq)
∆Hos= ‐ 909.27 kJ/mol
Perhitungan energi dalam bentuk kalor reaksi maupun
entalphi dapat dilakukan dengan cara lain. Hal ini
didasari pada prinsip reaksi yaitu penataan ulang ikatan
kimia dari zat‐zat yang bereaksi. Pertama‐tama terjadi
pemutusan ikatan kemudian dilanjutkan dengan
pembentukan ikatan. Sehingga proses penghitungan
energi dapat menggunakan energi ikat dari senyawa
yang terlibat dalam reaksi tersebut.
Dalam laboratorium, eksperimen dapat dilakukan untuk
mengukur ∆H dengan menggunakan kalorimeter
(Gambar 10.19). Alat ini bekerja berdasarkan azas Black
dimana kalor yang dilepaskan sama dengan kalor yang
diterima. Jika zat A suhu x oC dengan zat B dengan suhu
yang sama x oC, setelah bercampur dihasilkan zat C yang
suhu meningkat menjadi z oC.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar. 10.19. Kalorimeter alat
pengukur entalphi reaksi
192
Terjadi perubahan suhu sebesar ∆t = (z‐x) oC.
Perubahan mengindikasikan bahwa reaksi menghasilkan
panas. Perhitungan entalphi dapat diketahui dengan
persamaan: q = m . c . ∆t
Bagan 10.20. Penyelesaian contoh
soal kalorimetri
q: Kalor reaksi
m : massa zat (gram)
∆t : perubahan suhu (oC)
c : Kalor jenis zat cair (J/g oC).
Perhatikan contoh soal; 50 mL HCl 1 M, direaksikan
dengan 50 mL NaOH 1M kedua‐duanya memiliki suhu
27oC, setelah bereaksi suhu meningkat menjadi 33.5 oC,
Kalor jenis larutan: 4.18 J/gK dimana massa jenis larutan
: 1 g/mL. Tentukan entalphi reaksi, penyelesaian soal
terdapat pada Bagan 10.20.
10.6. Energi Ikatan
Energi ikatan atau energi ikat merupakan energi yang
dipergunakan untuk memutuskan ikatan antar atom dari
satu mol senyawa dalam bentuk gas dan dihasilkan
atom‐atom gas.
Perhatikan reaksi penguraian gas hidrogen berikut;
H2 (g) → H (g) + H (g) ∆H = + 436 kJ/mol
Dari persamaan tampak bahwa gas H2 terputus ikatan
dan menjadi‐atom H dalam bentuk gas. Untuk
memutuskan 1 mol H2 diperlukan energi sebesar 436 kJ.
Perhitungan entalphi reaksi berdasarkan energi ikat:
Data energi ikatan dapat dilihat pada Tabel 10.3.
Untuk mempermudah perhitungan entalphi dengan
menggunakan energi ikat, dapat mencermati contoh
soal sebagai berikut.
Tentukan entalphi reaksi dari peruraian 73 gram Asam
Klorida (HCl) dalam bentuk uap, dimana Ar dari atom H :
1 dan Cl : 35.5.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 10.3. Energi ikat antar atom
dari beberapa senyawa
Ikatan
Energi ikat rata‐rata
kJ/mol
H-Cl
433
Cl-Br
218.3
Cl-I
210.3
N-H
391
O-H
463
C-H
415
C-O
356
C=O
724
C-N
292
C=N
619
C≡N
879
C-C
348
C=C
607
C≡C
833
193
Diketahui berat HCl = 73 gram, Mr dari HCl = 36.5
Data energi ikat H‐Cl = 433 kJ/mol, H‐H = 436 kJ/mol
dan Cl‐Cl : 342.6 kJ/mol.
Selanjutnya kita tuliskan persamaan reaksinya
HCl(g) → ½ H2(g) + ½ Cl2(g)
H‐Cl (g) → ½ (H‐H)(g) + ½ (Cl‐Cl)(g)
∆H = 433 – {(½ . 436) + (½ . 342.6)}
∆H = 43.7 kJ/mol, Energi yang dibutuhkan adalah 43.7
kJ untuk setiap molnya.
Untuk 2 mol HCl, dibutuhkan energi sebesar
∆H = 87.4 kJ.
10.7. Kalor
bakar
pembakaran
berbagai
bahan
Bahan bakar yang kita pergunakan berasal dari hasil
pengolahan minyak bumi, untuk hal tersebut kita akan
bahas tentang minyak bumi.
10.7.1. Komposisi Minyak Bumi
Minyak bumi memiliki adalah senyawa hidrokarbon
(Hidrogen‐karbon) dan berupa campuran. Senyawa
hidrokarbon sebanyak 50‐98% berat, dan sisanya
merupakan senyawa organik yang mengandung
belerang, oksigen, dan nitrogen serta senyawa‐senyawa
anorganik seperti vanadium, nikel, natrium, besi,
aluminium, kalsium, dan magnesium. Komposisi minyak
bumi disederhanakan dalam Tabel 10.4.
Jika kita fokuskan pada senyawa yang ada dalam minyak
bumi, maka kita dapat mengklasifikasikannya menjadi
tiga bagian yaitu golongan hidrokarbon dan non‐
hidrokarbon serta senyawa‐senyawa logam.
Senyawa hidrokarbon
Golongan hidrokarbon‐hidrokarbon yang utama adalah
parafin, olefin, naften, dan aromatik.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel. 10.4. Komposisi unsur yang
dikandung minyak bumi
Unsur
Persen
Karbon
Hidrogen
Oksigen
Sulfur
Nitrogen
84‐87
11‐14
0‐3
0‐1
0‐2
19
94
k
se
enyawa yan
ng memiliki ciri khas sebagai
Parafin merupakan kelompok
h
jenuh (alkaana), CnH2n+22. Senyawa ini
i juga dap
pat kita
senyawa hidrokarbon
kelompokkkan ke dalam
m normal paaraffin, dan yyang memiliki gugus cab
bang.
Kelompok normal parraffin melipu
uti metana (CH4), etanaa (C2H6), n‐b
butana
(C4H10), dan
d
yang memiliki
m
gugus cabangg seperti issobutana (2
2‐metil
propana, C4H10), isopeentana (2‐m
metilbutana, C5H12), dan
n isooktana (2,2,4‐
trimetil peentana, C8H18). Jumlah se
enyawa yangg tergolong ke dalam seenyawa
yang mem
miliki gugus cabang jau
uh lebih ban
nyak daripada senyawaa yang
tergolong normal paraafin.
Olefin adaalah merupaakan kelomp
pok senyawa senyawa hidrokarbon
n tidak
jenuh, CnH2n (Alkena). Contohnyya etilena (C2H4), propena (C3H6), dan
butena (C4H8).
Naftena merupakan
m
k
kelompok
senyawa hid
drokarbon jeenuh bentukk siklis
(cincin) deengan rumu
us molekul CnH2n. strukttur cincinnyya tersusun atas 5
atau 6 attom karbon
n, seperti siklopentan
na (C5H10), metilsiklopeentana
(C6H12) daan siklohekssana (C6H12).
) Dalam minyak bumi mentah, n
naftena
merupakan kelompok senyawa hidrokarbon yyang memiliki kadar terb
banyak
kedua seteelah normal parafin.
Aromatik adalah kelo
ompok senyyawa hidro
okarbon tidaak jenuh, dengan
d
ekul, cincin benzen (C6H6). Beberap
pa contoh molekul
m
kerangka utama mole
b
(C6H6), metilbenzen (C7H8), dan naftaleena (C10H8) (C
C10H8).
aromatik benzene
Senyawa Non
N Hidrokarbon
Senyawa non
n hidrokaarbon seben
narnya adalaah senyawa hidrokarbon
n yang
mengandu
ung atom atau
a
unsur anorganik seperti beelerang, nittrogen,
oksigen, vanadium,
v
n
nikel
dan naatrium. Umu
umnya unsu
ur ini terikatt pada
rantai atau cincin hid
drokarbon. Kehadiran
K
unsur ini meenurunkan kkualitas
oses pengolaahan minyakk bumi.
serta menggganggu pro
Bahan ba
akar hasil pengolaha
an minyak
bumi
m
b
bahan bakar
Hasil penggolahan minyak bumi merupakan
dan dapatt kita golonggkan kedalam
m beberapaa kelompok;
gas‐gas hidrokarbon ringan, bensin (gasoline), kerosin,
m
diessel, minyak
bahan bakar pesawaat jet dan minyak
n produk‐produk lainn
nya, perhatikan bagan
bakar dan
10.21.
okarbon ringgan merupaakan senyawa parafin
Gas hidro
dengan titik didih normal <30oC pada tekanan satu
g
seperti metana (C
CH4), etana
atmosfer berwujud gas,
opana (C3H8), dan n‐bu
utana (C4H10). Propana
(C2H6), pro
dan butan
na biasanya dicairkan un
ntuk dijual ssebagai LPG
(Liquefied Petroleum Gases)
G
bahan bakar rum
mah tangga.
10.7.2.
Kimia Kesehata
an, Direktorat Pem
mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007
Bagan 10.21. Hasill pengolahan
n
minyak bu
umi
Min
nyak Bumi
Gaas (hidrokarbon ringaan)
Bensin (G
Gasolin)
Kerrosin, minyyak diesel, jet
Minyakk bakar
Produk lainnya
195
Produk utama pengolahan minyak bumi awalnya adalah Bensin yang
merupakan campuran kompleks dari ratusan hidrokarbon dan memiliki
rentang pendidihan antara 30‐200oC. Bensin adalah bahan bakar alat
transportasi darat (mobil).
Kerosin, bahan bakar pesawat jet dan minyak diesel rentang titik didih yang
mirip. Kerosin disebut juga dengan minyak tanah dan digunakan sebagai
bahan bakar rumah tangga, memiliki rentang titik antara 175‐275 oC.
Bahan bakar pesawat jet memiliki dua daerah rentang titik didih, yang pertama
antara 175‐290oC di pergunakan untuk keperluan sipil, dengan kadar aromatik
maksimum 20% volum. Sedangkan untuk keperluan militer rentang didihnya
antara 65‐290 oC dengan kadar aromat maksimum 25% volum.
Minyak diesel adalah bahan bakar untuk mesin diesel sering disebut dengan
solar. Minyak diesel memiliki rentang titik didih antara 175‐340oC. Sedangkan
untuk mesin diesel kereta api rentang titik didihnya antara 180‐370 oC.
Produk minyak bakar dibagi dalam lima jenis yaitu minyak bakar no. 1, no. 2,
no. 4, no. 5 dan no. 6. Minyak bakar no. 1 sangat mirip kerosin tetapi memiliki
rentang titik akhir pendidihan lebih tinggi. Minyak bakar no. 2 adalah minyak
diesel untuk industry sangat mirip dengan minyak diesel otomotif.
Minyak bakar no. 1 dan no. 2 serta kerosin, bahan bakar pesawat jet dan
minyak diesel biasa disebut sebagai BBM distilat (distillate fuels).
Minyak bakar no. 4, no. 5 dan no. 6 dikenal dengan BBM residu, merupakan
hasil sisa destilasi minyak bumi. Minyak bakar no. 4 adalah yang paling ringan
di antara ketiganya. Minyak bakar no. 5 masih berupa cairan pada suhu di atas
10 oC sedangkan minyak bakar no. 6 harus dipanaskan terlebih dahulu untuk
bisa mencair.
Produk‐produk lain dari proses pengolahan minyak bumi, masih sangat
bermanfaat seperti minyak pelumas, waxes (lilin), greases (gemuk), aspal dan
kokas.
10.7.3. Kalor pembakaran bahan bakar
Ban bakar merupakan sumber energi utama yang dipergunakan dalam
kehidupan sehari‐hari. Para ibu rumah tangga mengandalkan gas elpiji atau
minyak tanah sebagai sumber panas yang dipergunakan untuk memasak.
Kendaraan bermotot menggunakan bensin atau gasoline dan solar untuk
sebagai sumber energi untuk menggerakkan mesin. Pembangkit listrik tenaga
diesel juga menggunakan bahan bakar minyak bakar untuk membangkitkan
listrik. Bagaimana bahan bakar dibakar dan menghasilkan energi merupakan
hal yang sangat kita butuhkan. Beberapa senyawa‐senyawa yang ada dalam
minyak bumi merupakan contoh mudah kita amati.
Misalnya gas butana yang ada dalam gas elpiji :
C4H10 + 4,5 O2 → 4 CO2 + 5 H2O
∆H = ‐685,6 kkal/mol
Untuk setiap mol dihasilkan 685,6 kkal, anda dapat mengecek berapa kg gas
yang ada di dapur dan kamu dapat menghitung berapa panas yang dihasilkan.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
196
Contoh lainnya kita ambil dari beberapa senyawa yang
tergolong dalam kelompok parafin, olefin dan naften.
Parafin :
CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O ∆H = ‐192 kkal
C4H10 + 4,5 O2 → 4 CO2 + 5 H2O
∆H = ‐685,6 kkal
Olefin :
C2H4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O ∆H = ‐647,1 kkal
C3H6 +4,5 O2 → 3 CO2 + 3 H2O ∆H = ‐646,1 kkal
Naften :
C5H10 + 7,5 O2 → 5 CO2 + 5 H2O ∆H = ‐ 793.5 kkal
C6H12 + 9 O2 → 6 CO2 + 6 H2O ∆H = ‐944,5 kkal
Dari data diatas tampak bahwa semakin banyak jumlah
atom karbon mengapa semakin besar panas yang
dihasilkan yang diindikasikan dengan besarnya ∆H yang
dihasilkan.
10.8. Termodinamika
Dalam pembahasan termodinamika sebaiknya kita
mencoba mencermati sistem dan lingkungan. Jika suatu
reaksi menghasilkan energi, maka energi mengalir dari
sistem ke lingkungan. Demikian pula jika reaksi
membutuhkan energi, energi akan mengalir dari
lingkungan ke system (Gambar 10.22). Sehingga jelas
bahwa energi yang lepas sama dengan energi yang
diterima, tidak ada energi yang hilang merupakan prinsip
kekekalan energi atau hukum pertama termodinamika.
Jika sistem menyerap energi/kalor, maka sebagian
energi dipergunakan untuk melakukan kerja (W), seperti
menyeimbangkan dengan keadaan luar. Sebagian lagi
disimpan dalam sistem dan dipergunakan untuk
penyusunan atau penataan atom‐atom dalam reaksi
kimia. Energi yang disimpan ini disebut dengan Energi
dalam dengan lambang E.
Jika sebuah sistem menyerap energi dan tidak
melakukan usaha, maka energi/kalor yang diserap sama
dengan Energi dalam, dalam hal ini
q = ∆E
Jika energi yang diserap dipergunakan untuk melakukan
usaha dan juga untuk perubahan kimia, maka total
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 10.22. Sistem dan
lingkungan dan hubungan antara
kalor, energi dalam dan entalphi
197
energi yang dipergunakan sebesar W yang setara dengan pV. Juga
digunakan untuk reaksi kimia sebesar E, kuantitas energi ini dikenal
dengan Entalphi (H), sehingga H = E + pV (Gambar 10.21). Kalor atau
energi yang diserap pada tekanan tetap setara dengan;
q = ∆H
10.8.1. Hukum kedua termodinamika
Hukum kekekalan energi tidak dapat menjawab tentang energi yang
terkait dengan karakteristik reaksi kimia, Apakah energi yang diserap
atau dilepas dari sistem dapat menjelaskan kecenderungan sebuah
kimia berlangsung secara spontan atau secara tidak spontan, juga tidak
dapat menjelaskan kemana arah reaksi, apakah reaksi reversibel (dapat
balik) atau tak reversibel (tidak dapat balik). Selanjutnya hukum ini juga
tidak mampu menjelaskan apakah reaksi kimia dapat berlangsung atau
tidak dapat berlangsung. Penjelasan tentang kalor dengan reaksi kimia
dijelaskan oleh fungsi‐fungsi keadaan baru.
10.8.2. Entropi (S)
Jika kita membuka botol parfum, maka kita mencium aroma yang
harum. Harum yang kita buka terkait dengan sifat senyawa yang mudah
menguap suhu kamar, dapat kita katakan zat tersebut memiliki
kecenderungan untuk terurai. Kecenderungan zat terurai atau
berlangsungnya reaksi secara spontan dapat dijelaskan dengan
perubahan entropi yang disederhanakan ke dalam;
∆S ≥
q
T
∆S = Perubahan entropi
q = kalor
T = temperatur (K)
Secara umum peningkatan entropi dalam suatu proses selalu lebih
besar atau sama dengan kalor yang diserap dalam temperatur tertentu.
Agar lebih fokus dan sederhana, dijabarkan kedalam
q
....(1)
T
q
∆S = ....( 2)
T
∆S >
Pertidaksamaan yang pertama menunjukkan bahwa reaksi berlangsung
secara spntan dan proses tidak reversibel, proses tidak dapat berubah
pada arah yang berlawanan dengan hanya memberikan perubahan
yang kecil pada salah satu variabelnya. Sedangkan bentuk persamaan
(persamaan kedua) menunjukkan bahwa reaksi dapat berlngsung pada
arah yang berlawanan.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
198
Jika terhadap sistem diberikan satu perubahan kecil
pada salah satu variabelnya.
Untuk reaksi dengan nilai entropi;
∆S <
q
T
menunjukkan reaksi yang tidak mungkin berlangsung
secara spontan.
Kombinasi hukum termodinamika pertama dan kedua
dengan menghubungkan fungsi keadaan etalphi (dengan
proses pada tekanan tetap). Kombinasi ini dapat
memberikan informasi yang sederhana kepada kita
tentang apakah reaksi dapat berlangsung atau tidak
berlangsung, proses detil perhatikan Bagan 10.24.
Kombinasi ini menghasilkan Persamaan Energi bebas
Gibbs yang didapat dari persamaan entropi dan
entalphi. Hal ini mengindikasikan bahwa selisih atau
tidak selisih dari kedua fungsi keadaan memberikan
informasi baru tentang keadaan reaksi.
Sehingga energi bebas Gibbs didefinisikan sebagai energi
yang menyertai reaksi merupakan ukuran pasti
kecenderungan reaksi. Nilai energi bebas Gibbs
mengindikasikan apakah reaksi berlangsung sampai
akhir atau tidak, dengan persamaan
Persamaan tersebut adalah :
G = H − TS
∆GT , p ≤ 0
dimana ∆G = Energi bebas Gibbs.
Jika ∆G sangat besar dan tandanya negatif menunjukkan
bahwa reaksi berlangsung sampai akhir, sebaliknya jika
∆G bernilai kecil dan bertanda negatif menunujukan ada
kemungkinan reaksi berlangsung pada satu arah sampai
pada titik tertentu untuk reaksi selanjutnya akan
menjadi nol dan reaksi berjalan pada arah balik. Pada
kondisi ∆G = 0, reaksi dikatakan secara termodinamika
reversibel.
10.8.3. Hukum ketiga termodinamika
q
perubahan entropi
T
suatu zat dapat mencapai nilai absolutnya pada suhu
tertentu, sehingga pengukuran perubahan entropi dari
satu suhu tersebut ke suhu lainnya.
Berdasarkan persamaan ∆S ≥
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 10.24. Penurunan Energi
bebas Gibbs dari entropi
keseimbangan
q
T
( p, tetap )
∆S =
H
T
T∆S = H
∆S =
pertidaksamaan
T∆S ≠ H
G = H − T∆S
persamaan, keseimbangan
GT , p = 0
199
Hukum ketiga termodinamika memberikan dasar untuk
menetapkan entropi absolut suatu zat, yaitu entropi
setiap kristal sempurna adalah nol pada suhu nol absolut
atau nol derajat Kelvin (K). Pada keadaan ini setiap atom Tabel 10.5. Entropi dan Energi bebas
Gibbs pembentukan standar yang
pada posisi yang pasti dan memiliki energi dalam
diukur pada 25oC tekanan 1 atm
terendah.
Entropi dan energi bebas Gibbs juga merupakan fungsi
keadaan sehingga kedua besaran ini memiliki nilai pada
keadaan standart, seperti halnya dengan entalphi. Hasil
pengukuran standart untuk entropi dan Energi bebas
Gibbs juga dilakukan pada keadaan 25oC dan dengan
tekanan 1 atm.
Energi bebas Gibbs pembentukan standart memiliki arti
perubahan energi bebas yang menyertai reaksi
pembentukan satu mol senyawa dari unsur‐unsur
penyusunnya. Demikian pula untuk entropi standar
yang dapat dipergunakan untuk menentukan entropi
reaksi sebagai harga pembandingnya. Entropi dan Energi
bebas Gibbs standar pembentukan, disajikan pada Tabel
10.5.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Senyawa
So
[J/K.mol]
∆Gof
[kJ/mol]
Ag2O(s)
121.3
-11.21`
Br2 (l)
152.23
Br2 (g)
245.35
C (s)
5.74
0
CH3OH (l)
126.8
-166.36
CH3OH (g)
-162.00
CO(g)
197.56
-137.15
CO2 (g)
213.68
-394.37
Cl2 (g)
222.96
0
Cl2O(g)
266.10
97.9
H2 (g)
130.57
0
H2O(l)
69.95
-237.19
H2O(g)
188.72
-228.58
NO2(g)
239.95
51.30
N2O4(g)
304.18
97.82
PCl3 (l)
217.1
-272.4
PCl3 (g)
311.7
-267.8
200
RANGKUMAN
1. Setiap perubahan kimia atau reaksi kimia selalu diikuti oleh
perubahan energi, perubahan energy dalam bentuk panas
(thermo) dan dalam bentuk listrik (electro), sehingga
pengkajian reaksi kimia dan energi yang menyertai reaksi
dalam bentuk panas dikenal dengan termokimia sedangkan
energi dalam bentuk listrik dikenal dengan elektrokimia.
2. Entalphi (H) didefinisikan sebagai kandungan energi dari
suatu zat pada tekanan tetap. Karena tidak mungkin
mengukur entalphi, maka yang diukur adalah perubahan
entalphi (∆H).
3. Untuk reaksi eksoterm adalah reaksi yang menghasilkan
panas/kalor. Pada reaksi ini ∆H bernilai negatif, sehingga ∆H
produk lebih kecil dibandingkan dengan ∆H reaktan.
C + O2 → CO2 ∆H = ‐94 Kkal/mol
4. Untuk reaksi endoterm merupakan reaksi yang menyerap
panas, ∆H reaksi ini bernilai positif, sehingga ∆H produk
lebih besar dibandingkan dengan ∆H reaktannya.
CO2 + 2 SO2 → CS2 + 3 O2 ∆H= 1062.5 kJ/mol
5. Hubungan satuan energi dari persamaan diatas adalah : 1
kJ/mol = 0.24 Kkal/mol
6. Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak
dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat
diubah dari satu bentuk ke bentu lainnya. Hukum ini
merupakan hukum termodinamika pertama dan menjadi
dasar pengembangan hukum tentang energi selanjutnya.
7. Marquis de Laplace menyatakan bahwa jumlah kalor yang
dilepaskan dalam pembentukan sebuah senyawa dari unsur‐
unsurnya sama dengan jumlah kalor yang dibutuhkan untuk
menguraikan senyawa tersebut menjadi unsur‐unsurnya.
Pembentukan : C + O2 → CO2 ∆H = ‐94 Kkal
Penguraian : CO2 → C + O2 ∆H = +94 Kkal
8. Dari sisi tanda, tampak jelas perbedaan antara entalphi
reaksi dengan kalor reaksi, jika entalphi bernilai positif maka
kalor reaksi bernilai negatif, demikian pula sebalik jika
entalphi negatif maka kalor reaksi positif.
9. Entalphi pembentukan adalah entalphi reaksi pembentukan
satu mol senyawa dari unsur‐unsurnya. Entalphi
pembentukan standar (∆Hof) adalah entalphi reaksi
pembentukan yang diukur pada 25oC dengan tekanan 1 atm.
10. Entalphi penguraian meruapakan kebalikan dari entalphi
pembentukan, yaitu entalphi reaksi penguraian dari satu mol
senyawa menjadi unsur‐unsurnya. Jika pengukuran entalphi
pada keadaan 25oC dengan tekanan 1 atm, maka kita akan
dapatkan entalphi penguraian standar (∆Hod).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
201
11. Entalphi pembakaran standar adalah entalphi reaksi
pembakaran sempurna satu mol senyawa dengan oksigen
yang diukur pada keadaan 25oC dengan tekanan 1 atm,
lambang entalphi pembakaran standar adalah ∆Hoc.
12. Entalphi pelarutan adalah entalphi reaksi pelarutan dari satu
mol senyawa kedalam pelarut dan menjadi larutan encer.
Entalphi pelarutan standar hasil pengukuran pada 25oC
dengan tekanan 1 atm dilambangkan dengan ∆Hos
13. Energi ikatan atau energi ikat merupakan energi yang
dipergunakan untuk memutuskan ikatan antar atom dari
satu mol senyawa dalam bentuk gas dan dihasilkan atom‐
atom gas.
14. Perhitungan entalphi reaksi berdasarkan energi ikat:
15. Energi yang lepas sama dengan energi yang diterima, tidak
ada energi yang hilang merupakan prinsip kekelan energi
atau hukum pertama termodinamika.
16. Minyak bumi memiliki adalah senyawa hidrokarbon
(Hidrogen‐karbon) dan berupa campuran. Senyawa
hidrokarbon sebanyak 50‐98% berat, dan sisanya merupakan
senyawa organik yang mengandung belerang, oksigen, dan
nitrogen serta senyawa‐senyawa anorganik seperti
vanadium, nikel, natrium, besi, aluminium, kalsium, dan
magnesium.
17. Hasil pengolahan minyak bumi merupakan bahan bakar dan
dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok; gas‐gas
hidrokarbon ringan, bensin (gasoline), kerosin, bahan bakar
pesawat jet dan minyak diesel, minyak bakar dan produk‐
produk lainnya
18. Gas hidrokarbon ringan merupakan senyawa parafin dengan
titik didih normal <30oC pada tekanan satu atmosfer
berwujud gas, seperti metana, etana, propana, dan n‐
butana.
19. Produk utama pengolahan minyak bumi awalnya adalah
Bensin yang merupakan campuran kompleks dari ratusan
hidrokarbon dan memiliki rentang titik didih antara 30‐
200oC.
20. Kerosin disebut juga dengan minyak tanah dan digunakan
sebagai bahan bakar rumah tangga, memiliki rentang titik
antara 175‐275 oC.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
202
21. Bahan bakar pesawat jet memiliki dua daerah rentang titik
didih, yang pertama antara 175‐290oC dan dengan kadar
aromatik maksimum 20% volum di pergunakan untuk
keperluan sipil.
22. Sedangkan untuk keperluan militer rentang didihnya antara
65‐290 oC dengan kadar aromat maksimum 25% volum.
23. Minyak diesel adalah bahan bakar untuk mesin diesel sering
disebut dengan solar, memiliki rentang titik didih antara
175‐340oC.
24. Sedangkan untuk mesin diesel kereta api rentang titik
didihnya antara 180‐370 oC.
25. Produk minyak bakar dibagi dalam lima jenis yaitu minyak
bakar no. 1, no. 2, no. 4, no. 5 dan no. 6, dengan kegunaan
yang berbeda, namun secar keseluruhan diolah sebagai
bahan bakar.
26. Produk‐produk lain dari proses pengolahan minyak bumi,
masih sangat bermanfaat seperti minyak pelumas, waxes
(lilin), greases (gemuk), aspal dan kokas.
27. Kecenderungan berlangsungnya reaksi atau kespontanan
dapat dijelaskan dengan perubahan yang disederhanakan
kedalam;
∆S ≥
q
T
28. Energi bebas Gibbs didefinisikan sebagai energi yang
menyertai reaksi yang merupakan ukuran pasti
kecenderungan reaksi.
29. Nilai energi bebas Gibbs mengindikasikan apakah reaksi
berlangsung sampai akhir atau tidak, dengan persamaan
G = H − TS
∆GT , p ≤ 0
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
203
Pilihlah salah satu jawaban yang benar
1. Diketahui reaksi‐reaksi berikut:
UH = A Kkal
S(p) + O2(g) → SO2(g)
2 SO2(g) + O2(g) → 2SO3(g) UH = B Kkal
Perubahan entalpi (UH) untuk reaksi berikut:
2S(p) + 3O2(g) → 2SO3(g) adalah:
a. (A + B) Kkal
b. (2A + B) Kkal
c. (2A ‐ B) Kkal
d. (A + 2B) Kkal
2. Kalor pembentukan AgNO3 = 23 Kkal/mol Pernyataan
ini dapat ditulis:
a. Ag+ + NO3‐ → AgNO3 + 23 Kkal
b. 2 Ag(p) + N2(g) + 3O2(g) → 2 AgNO3 + 46 kkal
c. 2 Ag(p) + 2 HNO3 → 2 AgNO3 + 46 Kkal
d. Ag2O(p) + N2O5(g) → 2 AgNO3 + 46 Kkal
3. Jika diketahui kalor pembentukan Fe3O4 = 226 Kkal
dan kalor pembentukan H2O(g) = 58 Kkal, maka kalor
reduksi
3 Fe + 4 H2O(g) → Fe3O4 + 4H2 adalah:
a. ‐6 Kkal
b. ‐ 208 Kkal
c. 324 Kkal
d. 498 Kkal
4. Persamaan reaksi 2 CO + O2 → 2 CO2 + 136,6 Kkal
menyatakan bahwa pembakaran 1 mol CO terjadi
perubahan entalpi sebesar:
a. 136,6 Kkal
b. ‐136,5 Kkal
c. ‐68,3 Kkal
d. 68,3 Kkal
5. Pada dasarnya reaksi kimia adalah peristiwa:
a. Perubahan wujud
b. Pembentukan ikatan
c. Pemutusan ikatan
d. Pemutusan dan pembentukan ikatan
6. Pada suatu reaksi kimia jika terjadi perpindahan energi dari
sistem ke lingkungan, maka energi yang dipindahkan ini
berasal dari
a. Zat – zat yang bereaksi
b. Zat – zat hasil reaksi
c. Gesekan selama reaksi
d. Perubahan wujut zat
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
UJI
KOMPETENSI
204
7. Suatu reaksi kimia dikatakan eksoterm jika terjadi
perpindahan panas dari
a. Lingkungan ke sistem
b. Sistem ke lingkungan
c. Reaksi ke sistem
d. Lingkungan ke reaksi
8. Jika pada reaksi N2(g) + 2 O2(g) → 2 NO2(g) dibutuhkan
panas sebesar 16,2 Kkal, maka UH
panas
pembentukan NO2 adalah:
a. 16,2 Kkal
b. ‐16,2 Kkal
c. 8,1 Kkal
d. ‐8,1 Kkal
9. Dari reaksi:
2 C2H2(g) + 5 O2(g) → 4 CO2(g) + 2 H2O(l) UH = ‐674 Kkal
Harga perubahan entalpi diatas menunjukkan:
a.
b.
c.
d.
UH pembentukan C2H2 dan unsur‐unsurnya
UH pembentukan 1 mol C2H2 secara semourna
UH pembentukan CO2 dari reaksi C2H2 dan O2
UH reaksi 2 mol C2H2 dengan O2
10. Untuk menguraikan 17 gram NH3(g) (BM = 17) menjadi unsur‐
unsurnya diperlukan energi 11 Kkal, maka panas
pembentukan NH3(g) adalah:
a. 11 Kkal/mol
b. 11/17 Kkal/mol
c. ‐11 Kkal/mol
d. 14 Kkal/mol
11. Kalor lebur yang diperlukan suatu zat pada waktu zat
tadi melebur adalah:
a. Menaikkan suhu
b. Mematahkan energi ikatan kisi
c. Mengubah padat menjadi wujut gas
d. Mempertahankan temperatur tetap
e. Mempercepat proses peleburan
13. Diketahui : C + 2S → CS2 ‐ 19,7 Kkal
S + O2 → SO2 +71,2 Kkal
C + O2 → CO2 +79,8 Kkal
CS2+3O2→CO2+2SO2 + X Kkal
Harga X adalah
a. 319,7 Kkal
b. 241,9 Kkal
c. 188,7 Kkal
d. 149,3 Kkal
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
205
14. Dalam suatu proses dimana sistem melakukan kerja sebesar
60 Kkal, sistem tersebut mengalami penurunan energi dalam
sebesar 30 Kkal. Dapat disimpulkan bahwa kalor dari proses
tersebut adalah:
a. 90 Kkal
a. ‐30 Kkal
b. 60 Kkal
c. ‐60 Kkal
15. Entalpi pembentukan standart karbon dioksida sama dengan ‐
34,3 kJ/mol. Yang manakah di bawah ini yang merupakan
entalpi pembakaran standart dari karbon dinyatakan dalam
kJ/mol.
a. ‐34.3
b. +34.3
c. +197
d. ‐197
16. Pada reaksi pembentukan NO(g) berikut:
N2(g) + O2(g) → 2 NO(g)
Kalor reaksinya adalah + 43,2 Kkal.
Karena reaksi berlangsung tanpa perubahan volume, maka
perubahan energi dalam (UU) adalah:
a. ‐43,2 Kkal
b. ‐21,6 Kkal
c. 21,6 Kkal
d. 43,2 Kkal
17. Pasangan perubahan manakah dibawah ini yang
mengakibatkan suatu sistem kimia mengalami reaksi spontan:
a. Berkurangnya entalpi dan entropi
b. Bertambahnya entalpi dan entropi
c. Entalpi bertambah, entropi konstan
d. Entalpi berkurang, entropi bertambah
18. Jika A dan B adalah dua buah unsur gas yang dapat
membentuk senyawa AB. Jika diketahui:
A + B → AB(g)
UH = X
A + B → AB(l)
UH = Y
A + B → AB(s)
UH = Z
Maka kalor sublimasi AB(s) adalah:
a. X ‐ Z
b. X + Y + Z
c. Z – X
d. X – Y – Z
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
206
Bab 11. Sifat Koligatif
dan Koloid
Standar Kompetensi
Memahami koloid, suspensi
dan larutan sejati
Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi koloid, suspensi dan larutan sejati
Membedakan macam dan sifat koloid
Menerapkan system koloid dalam kehidupan
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan sifat koligatif larutan
2. Siswa dapat mengenal beberapa sifat koligatif larutan
3. Siswa dapat mendeskripsikan system dispers
4. Siswa mampu menyebutkan jenis‐jenis koloid
5. Siswa dapat menyebutkan cara‐cara membuat koloid
6. Siswa dapat menyebutkan teknik pemisahan koloid
7. Siswa dapat menyebutkan manfaat koloid dalam kehidupan sehari‐hari
11.1. Sifat Koligatif Larutan
Dalam proses pembuatan larutan sudah banyak kita bahas sifat‐sifat
kimia. Bercampurnya zat terlarut dengan pelarut tidak hanya
memberikan perubahan sifat kimia namun juga perubahan sifat fisika.
Sifat‐sifat ini muncul karena keberadaan partikel‐partikel zat terlarut.
Kita ambil contoh dalam kehidupan sehari‐hari, jika kita memasak air
tentu akan mendidih pada suhu 100oC, namun jika kita masukkan garam
ke dalamnya terjadi perubahan suhu mendidihnya. Dalam hal ini
tentunya akan terjadi penambahan energi tidak hanya untuk
meningkatkan suhu air, namun juga untuk meningkatkan suhu garam.
Karena sifat‐sifat tersebut ditentukan oleh jumlah partikel, maka
konsentrasi larutan yang dipergunakan adalah fraksi zat terlarut dalam
fraksi totalnya atau fraksi pelarut di dalam fraksi totalnya, yang
dinyatakan dalam fraksi mol zat (X). Satuan konsentrasi yang juga
dipergunakan adalah rasio berat zat terlarut dalam larutannya yaitu
molalitas (m), ingat Bab 3, konsentrasi larutan.
Perubahan sifat‐sifat ini tidak terbatas pada hanya pada titik didih,
namun juga terhadap titik beku dan tekanan uap jenuh serta tekanan
osmotik larutan.
11.1.1. Penurunan Tekanan Uap Jenuh
Penurunan tekanan uap jenuh larutan akan semakin besar apabila
konsentrasi (fraksi mol) dari zat terlarut semakin besar. Tekanan uap
suatu zat cair lebih tinggi dari tekanan uap jenuh larutan, perhatikan
Gambar 11.1.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
207
Roult meneliti dan banyak melakukan
eksperimen dalam berbagai campuran zat
dan dia menyimpulkan hubungan antara
penurunan tekanan uap suatu zat cair
dengan konsentrasi larutannya, Hasil
ekperimennya mengantarkan Roult untuk
menyederhanakan fenomena tersebut
kedalam persamaan seperti dibawah ini :
P = P0 . XA
dimana;
Gambar 11.1. Pengaruh adanya zat terlarut
terhadap tekanan uap pelarut A murni dan
adanya zat terlarut B
P = tekanan uap jenuh larutan
P0 = tekanan uap jenuh pelarut murni
XA = fraksi mol pelarut
Sedangkan penurunan tekanan uap jenuh
diakibatkan karena adanya fraksi zat terlarut
di dalam pelarut.
Sehingga besarnya penurunan sangat
tergantung pada fraksi zat ini yang
dinyatakan dalam persamaan;
0
∆P = P . XB
dimana
∆P = penurunan tekanan uap jenuh pelarut
P0 = tekanan uap jenuh pelarut murni
XB = fraksi mol zat terlarut
Dari hubungan di atas maka didapat,
tekanan uap jenuh larutan:
P=
P0A
‐ ∆P
P = tekanan uap larutan
∆P0A = penurunan tekanan uap jenuh
larutan
P0A = tekanan uap jenuh pelarut murni
Untuk lebih mudah memahaminya mari kita
perhatikan contoh soal dibawah ini,
Di dalam air terlarut 18% berat glukosa
dimana diketahui tekanan uap air pada suhu
30oC adalah 0,7 atm.
a. tentukan penurunan tekanan uap jenuh
air
b. tentukan tekanan uap jenuh larutan
pada suhu 30oC
Bagan 11.2 Pengaruh adanya zat terlarut
terhadap tekanan uap pelarut A murni dan
adanya zat terlarut B
Beberapa asumsi kita pergunakan yaitu jika berat
larutan adalah 100 gram, sehingga kita dapat
menentukan berat zat dari zat terlarut Glukosa
dengan rumus molekul C6H12O6
Misalkan berat larutan = 100 gram
Glukosa (C6H12O6) = 18% x 100=18 gram
= 18/180 mol
= 0,1 mol
Air (H2O) = 100 - 18 gram = 82 gram
= 82/18 mol
= 4.56 mol
Fraksi mol C6H12O6 =
0,1
= 0,02
0,1 + 4.56
a. Penurunan tekanan uap jenuh air (pelarut):
∆P = P0 . XB
= 0,7 . 0,02
= 0,015 atm
Dengan mengetahui jumlah perubahan tekanan uap
mka dapat ditentukan tekanan uap jenuh larutan;
b. Tekanan uap jenuh larutan
Perhatikan cara penyelesaikan soal ada pada
bagan 11.2. disebelah.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
P = P0A - ∆PA
= 0,7 – 0,069
= 0,631 atm
208
11.1.2. Jumlah partikel larutan elektrolit
dan non elektrolit
Sebelum kita bahas kenaikan titik didih dan
penurunan titik beku, terlebih dahulu kita bedakan
Larutan elektrolit dan larutan non elektrolit dalam
kaitannya kandungan partikelnya.Kedua larutan ini
walaupun memiliki konsentrasi larutan yang sama,
namun memiliki jumlah partikel yang berbeda. Hal
ini disebabkan karena larutan elektrolit terurai
menjadi ion‐ion sedangkan larutan non elektrolit
tidak terionisasi.
Untuk larutan non elektrolit, tidak terionisasi
C6H12O6 → C6H12O6
Hanya melarut dan terpecah menjadi partikel‐
partikel yang lebih kecil. Sedangkan larutan
elektrolit, mengalami ionisasi seperti:
HCl → H+ + Cl‐
Pada kasus HCl merupakan elektrolit kuat, sehingga
semua terionisasi, jika elektrolit tersebut hanya
terionisasi sebagian, maka perlu cara lain untuk
melihat banyaknya partikel yang terionisasi seperti
yang disajikan pada bagan 11.3.
11.1.3. Kenaikan titik didih
Hasil eksperimen Roult menunjukan bahwa
Kenaikan titik didih larutan akan semakin besar
apabila konsentrasi (molal) dari zat terlarut
semakin besar. Titik didih larutan akan lebih tinggi
dari titik didih pelarut murni. Hal ini juga diikuti
dengan penurunan titik beku pelarut murni, atau
titik beku larutan lebih kecil dibandingkan titik
beku
pelarutnya.
Hasil
eksperimen
ini
disederhanakan dalam Gambar 11.4.
Bagan 11.3. Jumlah partikel yang terjadi
pada proses ionisasi sebagian
Jika reaksi ionisasi dengan derajat
ionisasi α.
α
aA → nB
Zat A mula-mula : a mol
Zat A yang terurai : a α mol
Zat A yang tersisa : a - a α mol
: a (1-α) mol
Zat B yang terbentuk : n a α mol
Jumlah mol sesudah ionisasi :
Zat A sisa + Zat B yang terbentuk
Jumlah mol sesudah ionisasi
: a (1-α) m + n a α
: a [1+ (n-1) α]
Perbandingan jumlah mol sesudah
dan
sebelum
ionisasi
adalah
:
a[1 + (n − 1)α ]
a
: 1 + (n-1) α
Roult menyederhanakan ke dalam persamaan
Tb = kb . m
Tb = kenaikan titik didih larutan
kb = tetapan kenaikan titik didih molal pelarut
(kenaikan titik didih untuk 1 mol zat dalam
1000 gram pelarut)
m = molal larutan (mol/100 gram pelarut)
Perubahan titik didih atau ∆Tb merupakan selisih
dari titik didih larutan dengan titik didih pelarutnya,
seperti persamaan : ∆Tb = Tb – Tb0
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 11.4. Diagram tekanan dan
suhu untuk titik didih dan titik beku dari
pelarut dan larutan
209
Hal yang berpengaruh pada kenaikan titik didih
adalah harga kb dari zat pelarut. Kenaikan tidak
dipengaruhi oleh jenis zat yang terlarut, tapi oleh
jumlah partikel/mol terlarut khususnya yang terkait
dengan proses ionisasinya.
Untuk zat terlarut yang bersifat elektrolit
persamaan untuk kenaikan titik didik harus dikalikan
dengan
faktor
ionisasi
larutan,
sehingga
persamaannya menjadi :
∆Tb = kb . m [1 + (n ‐1) α]
dimana
n = jumlah ion‐ion dalam larutan
α = derajat ionisasi
Contoh jumlah ion untuk beberapa elektrolit:
HCl → H+ + Cl‐, jumlah n = 2
H2SO4 → 2 H+ + SO42‐, jumlah n = 3
H3PO4 → 3 H+ + PO43‐, jumlah n = 4
Agar mudah dimengerti kita ambil perhitungan
kenaikan titik didih untuk zat non‐elektrolit dan non
elektrolit sebagai perbandingannya.
Sebuah larutan gula C6H12O6 dengan konsentrasi
sebesar 0.1 molal, jika pelarutnya air dengan harga
kb = 0.52 oC/molal. Tentukan titik didih larutan
tersebut.
Larutan gula tidak mengalami ionisasi sehingga,
C6H12O6 → C6H12O6
0.1 molal → 0.1 molal
∆Tb = kb . m
∆Tb = 0.52 . 0.1
∆Tb = 0.052oC
Diketahui titik didih air adalah 100oC, maka titik
didih larutan adalah
∆Tb = Tb – Tb0
Tb = 100 + 0.052
Tb = 100.052 oC
Sekarang coba kita bandingkan dengan zat yang
dapat terionisasi : Sebuah larutan 0.1 molal H2SO4,
zat tersebut merupakan asam kuat dengan derajat
ionisasi α = 1. jika pelarutnya air, dan harga kb air=
0.52 oC/molal.
Tentukan titik didih larutan tersebut.
Penyelesaian soal ini ditampilkan pada Bagan 11.5.
di sebelah.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 11.5. Penyelesaian soal Titik
didih larutan elektrolit.
H2SO4 → 2 H+ + SO42-, jumlah n = 3
α=1
m = 0.1 molal
kb air= 0.52 oC/molal
Perubahan Titik didihnya adalah
∆Tb = kb . m [1 + (n -1) α]
∆Tb = 0.52 . 0.1[1+(3-1).1]
∆Tb = 0.52 . 0.3
∆Tb =0.156 oC
Titik didih larutan
∆Tb = Tb – Tb0
Tb = 100 + 0.156
Tb =100.156 oC
Jadi tampak jelas bahwa terjadi
perbedaan didih larutan elektrolit dan
non elektrolit walaupun konsentrasinya
sama-sama 0.1 molal
210
11.1.4. Penurunan Titik Beku
Seperti tampak pada diagram pada Gambar 10.4
bahwa kenaikan titik didih diikuti dengan
penurunan titik beku suatu larutan. Jika konsentrasi
(dalam molalitas) dari zat terlarut semakin besar,
maka titik beku larutan semakin kecil. Selisih antara
titik beku larutan dengan titik beku pelarut disebut
penurunan titik beku. Hubungan penurunan titik
beku larutan dengan konsentrasi larutan
disederhanakan dalam persamaan dan persamaan
ini untuk larutan non elektrolit :
∆Tf = kf . m
∆Tf = penurunan titik beku
kf = tetapan penurunan titik beku dari zat pelarut
m = molal larutan
Untuk larutan elektrolit berlaku persamaan :
∆Tf = kf . m[1 + (n ‐1) α]
Hubungan antara perubahan titik beku dengan
larutan ditunjukan oleh persamaan :
Bagan 11.6. Penyelesaian soal Titik
beku larutan non‐elektrolit
Penurunan titik beku;
∆Tf = kf . m
0,6mol
100 grambenzol
maka dalam 100 gram benzol akan
terdapat:
0,6
1000 X
= 4 mol (m)
150
∆Tf = 4,9 X 4 = 19,60C
Jadi penurunan titik beku = 19,60C
konsentrasi larutan =
Titik beku larutan:
∆Tf = Tf0 – Tf
19,6 = 5,6 – Tf
Tf = -14
Maka titik beku larutan = -14 0C
∆T f = T f 0 – T f
∆T f = penurunan titik beku
T f = titik beku larutan
T f 0 = titik beku pelarut
Bagan 10.6. Penyelesaian soal Titik
beku larutan elektrolit
Untuk lebih mudah menggunakan persamaan
penurunan titik beku larutan perhatikan contoh soal
dibawah ini:
H2SO4 → 2 H+ + SO42-, jumlah n = 3
Sebuah senyawa sebanyak 0,6 mol terdapat dalam
150 gram benzol, jika diketahui kf untuk senyawa
benzol adalah 4,9 0C/mol dan titik bekunya = 5,6 0C.
Tentukan Penurunan titik beku dan titik beku
larutan. Penyelesaian dalam Bagan 10.6 disebelah.
Sebagai bahan pembanding kita dapat tentukan
juga penurunan titik beku larutan untuk senyawa
elektrolit sepert Asam sulfat.
Larutan 0.1 molal H2SO4, zat tersebut merupakan
asam kuat dengan derajat ionisasi α = 1. jika
pelarutnya air, dan harga kf air = 2.86 oC/molal.
Tentukan titik beku larutan tersebut. Penyelesaian
pada Bagan 11.6.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
α=1
m = 0.1 molal
kf air= 2.86 oC/molal
Perubahan Titik didihnya adalah
∆Tf = kf . m [1 + (n -1) α]
∆Tf =2.86. 0.1[1+(3-1).1]
∆Tf =2.86. 0.3
∆Tf = 0.858 oC
Titik didih larutan
∆Tf = Tf – Tf0
Tf = 0 - 0.858
Tf =- 0.858 oC
211
11.2. Tekanan Osmotik
Osmosis adalah proses merembesnya atau
mengalirnya pelarut ke dalam larutan melalui selaput
semipermiabel. Proses perembesan hanya terjadi dari
larutan yang mempunyai konsentrasi yang kecil ke
dalam larutan berkonsentrasi besar.
Selaput permeabel merupakan selaput yang hanya
dapat dilewati oleh partikel‐partikel dengan ukuran
tertentu.
Tekanan osmotik atau osmosa adalah tekanan yang
diperlukan, sehingga terjadi penghentian aliran
pelarut ke dalam larutan. Pada Gambar 11.7 besarnya
tekanan setara dengan perubahan dari ∆h.
Dalam hubungannya dengan konsentrasi larutan Van
het Hoff menyimpulkan bahwa Tekanan osmotik
larutan akan semakin besar apabila konsentrasi
(Molar) dari zat terlarut semakin besar.
Menurut Van Het Hoff, maka berlaku:
π = C.R.T
π = tekanan osmosa (dalam atm)
C = konsentrasi zat terlarut mol/L
R = konstanta gas = 0,082 atm.L/mol.K
T = suhu dalam oK
Tekanan osmosa 17 gram suatu zat dalam 1 liter
larutan pada suhu 27 oC adalah 1,5 atm. Berapakah
berat molekul zat tersebut?
Persamaan tekanan osmosa
π = C.R.T
π = 1.5 atm
R = 0.082 atm.L/mol.K
T = 273 + 27 = 3000K
1,5 = C . 0,082 . 300
C = 0.061 mol/L
BM dari zat tersebut adalah
mol =
Berat
Mr
Mr = 278.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 11.7. Percobaan
perembesan larutan melalui
membran semi permeabel
212
RANGKUMAN
1. Bercampurnya zat terlarut dengan pelarut tidak hanya
memberikan perubahan sifat kimia namun juga perubahan
sifat fisika. Sifat‐sifat ini muncul karena keberadaan
partikel‐partikel zat terlarut. Perubahan sifat meliputi titik
didih, titik beku , tekanan uap jenuh dan tekanan osmotik
larutan.
2. Rault menyimpulkan hubungan antara penurunan tekanan
uap suatu zat cair dengan konsentrasi larutannya dalam
persamaan :∆P=P0 . XB, dimana ∆P = perubahan tekanan uap
larutan, P0 = tekanan uap jenuh pelarut murni dan XB =
fraksi mol pelarut.
3. Untuk larutan non eleltrolit hanya melarut dan terpecah
menjadi partikel‐partikel yang lebih kecil. Sedangkan
larutan elektrolit, mengalami ionisasi sehingga perlu
kalikan dengan persamaan 1 + (n‐1) α, dimana : i = faktor
ionisasi, n = jumlah ion dan α = derajat ionisasi.
4. Kenaikan titik didih larutan akan semakin besar apabila
konsentrasi (molal) dari zat terlarut semakin besar.
∆Tb = kb . m,
untuk larutan elektrolit
∆Tb = kb . m [1 + (n ‐1) α]
dimana, Tb = kenaikan titik didih larutan kb = tetapan
kenaikan titik didih molal pelarut (kenaikan titik didih untuk
1 mol zat dalam 1000 gram pelarut) dan m = molal larutan
(mol/100 gram pelarut)
5. Hubungan penurunan titik beku larutan dengan konsentrasi
larutan disederhanakan dalam persamaan ∆Tf = kf . m,
untuk larutan elektrolit ∆Tf = kf . m [1 + (n ‐1) α], dimana
∆Tf = penurunan titik beku, kf = tetapan penurunan titik
beku dari zat pelarut dan m = molal larutan.
6. Hubungannya dengan konsentrasi larutan Van het Hoff
menyimpulkan bahwa Tekanan osmotik larutan akan
semakin besar apabila konsentrasi (Molar) dari zat terlarut
semakin besar. π = C.R.T , dimana π = tekanan osmosa
(dalam atm), C = konsentrasi zat terlarut mol/L, R =
konstanta gas = 0,082 atm.L/mol.K dan T = suhu dalam oK.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
213
Sifat Koligatif Larutan
1. Pasangan larutan dengan jumlah partikel yang sama adalah
larutan:
A. 0.01 M NaCl dan 0.01 M BaCl2
B. 0.01 M BaCl2 dan 0.01 M C6H12O6
C. 0.01 M C6H12O6 dan 0.01 M MgCl2
D. 0.01 M NaCl dan 0.01 M KCl
2. Adanya zat terlarut dapat mengakibatkan
A. Meningkatnya tekanan uap
B. Meningkatnya tekanan osmotik
C. Meningkatnya titik beku
D. menurunnya titik didih
3. Harga penurunan titik beku, molal Kf, sangat ditentukan oleh
A. Jumlah mol zat per 1000 gram pelarut
B. Jumlah mol zat per 100 gram pelarut
C. Jenis zat terlarut
D. Jenis pelarutnya
4. Kelarutan CaCl2, dalam air pada 0oC adalah 0.54 molal Jika Kf =
1.86, maka penurunan titik beku larutan adalah
A. 4.0 oC
B. 3.0 oC
C. 2.0 oC
D. 1.0 oC
5. Berapa jumlah Glukosa (C6H12O6) yang harus ditambahkan ke
dalam 250 mL air, agar titik didih larutan menjadi 100.1 oC,
diketahui Kb= 0.5, BM Glukosa 342.
A. 6.84 gram
B. 68.4 gram
C. 17.1 gram
D. 171 gram
6. Diantara larutan di bawah ini mana yang memiliki titik beku
tertinggi, asumsikan harga Kb sama
A. 0.5 M NaCl
B. 0.5 M CH3COOH
C. 0.5 M Mg(OH)2
D. 0.5 M C6H12O6
7. Larutan urea mengalami penurunan titik beku sebesar 0.372,
Jika Kf = 1.86 dan Kb= 0.52, Berapa kenaikan titik didihnya
A. 2.6 oC
B. 1.04 oC
C. 0.104 oC
D. 0.26 oC
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
UJI
KOMPETENSI
214
8. Larutan non elektrolit dibuat dari zat A 6 gram (Mr Zat A 60)
dalam 1 liter air, dan larutan zat B dari 18 gram (Mr zat B 180).
Maka besarnya tekanan osmotik dari zat A dan B adalah
A. Zat A > B
B. Zat B > A
C. Zat A = B
D. Zat A ≤ B
9. Tekanan uap air pada 30oC adalah 31.8 mmHg, jika pada
kondisi tersebut terdapat 0.056 mol fraksi zat terlarut, Berapa
tekanan uap jenuh larutan.
A. 1.78 mmHg
B. 30.02 mmHg
C. 33.56 mmHg
D. 10 mmHg
10. Jika diketahui R = 0.082 L atm/mol K. 1.8 gram glukosa (BM
Glukosa 180) dilarutkan ke dalam 100 mL air pada suhu 27oC,
Berapa besarnya tekanan osmotik larutan
A. 2.46 atm
B. 0.246 atm
C. 0.123 atm
D. 1.23 atm
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
215
11.3. Sistem Disersi
Sistem dispersi atau koloid merupakan bagian dari
campuran yang memiliki sifat khas karena memiliki
ukuran partikel dengan diameter antara 1 ‐ 100 nm.
Untuk itu kita tinjau kembali pembagian campuran,
sebagaimana ditampilkan dalam bentuk Tabel 11.1.
Secara kasat mata, contoh larutan yang mudah kita
lihat seperti, larutan garam dapur, gula, cuka dan
lainnya, sedangkan koloid misalnya sabun, susu,
mentega, agar‐agar, cat dan lain‐lain. Untuk
suspensi seperti campuran tepung beras dengan air,
dan minyak dengan air.
11.3.1. Macam-macam Koloid
Sistem koloid terdiri dari dua fase, yaitu fasa dispersi
dan medium pendispersi. Kedua fasa tersebut, dapat
berwujud zat cair, zat padat atau berwujud gas.
Berdasarkan hubungan antar fase dispersi dan
medium dispersi, maka koloid dapat kita
kelompokan
A. Koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersinya gas
dalam medium pendispersinya cair adalah buih
atau busa. Contoh untuk koloid ini adalah putih
telur yang dikocok dengan kecepatan tinggi.
B. Buih atau busa padat adalah jenis koloid yang
fasa
terdispersinya
gas
dan
medium
pendispersinya padat, jenis koloid ini dapat
berupa batu apung dan karet busa.
C. Koloid dengan fasa terdispersi cair dan medium
pendispersinya gas dikenal dengan aerosol cair.
Contoh koloid ini adalah kabut, awan, pengeras
rambut (hair spray) dan parfum semprot.
D. Emulsi merupakan jenis koloid yang dibentuk
oleh fasa terdispersi cair di dalam medium
pendispersi cair. Emulsi dapat kita temukan
seperti susu, santan, mayonaise dan minyak
ikan.
E. Koloid yang disusun oleh fasa terdispersi cair
dalam medium pendispersi padat disebut
dengan emulsi padat atau gel. Koloid ini sering
kita jumpai dalam keju, mentega, jeli, semir
padat ataupun lem padat.
F. Aerosol padat merupakan yang disusun oleh fasa
terdispersi padat dengan medium dispersinya
berupa gas. Contohnya asap dan debu di udara.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 11.1. Perbandingan larutan
koloid dan suspensi
Campuran
Homogen
Campuran Heterogen
Ukuran
partikel < 1
nm
Koloid
Ukuran
partikel 1‐
100 nm
Suspensi
Ukuran
partikel
>100 nm
Jernih
Tidak jernih
Tidak jernih
Satu fase
Dua fase
Dua fase
Stabil
Umumnya
stabil
Tidak stabil
Tidak dapat
disaring
Hanya dapat
disaring
dengan
ultrafiltrasi
Dapat
disaring
Tidak
memisah
jika
didiamkan
Tidak
memisah jika
didiamkan
Memisah
jika
didiamkan
Cahaya
yang
melewati
tidak
terlihat
Cahaya yang
melewati
jelas terlihat,
tetapi
partikel tidak
Cahaya dan
partikel
jelas
terlihat
216
G. Sol
merupakan
koloid
yang
fasa
terdispersinya berwujud padat dengan
medium pendispersinya berwujud cair. Sol
paling banyak kita jumpai seperti, agar‐agar
panas, cat, kanji, putih telur, sol emas, sol
belerang, lem dan lumpur.
H. Jenis koloid yang terakhir adalah koloid yang
memiliki fasa terdispersi dan medium
pendispersinya zat padat, jenis koloid ini
disebut dengan sol padat. Contoh sol padat
adalah; batuan berwarna, gelas berwarna,
tanah, perunggu, kuningan dan lain‐lain.
Berdasarkan ukuran partikel dari fasa terdispersi
yang spesifik dan medium pendispersi yang
beragam, maka koloid memiliki beberapa sifat
utama yaitu :
1. Sistem koloid menunjukan adanya gerak Brown
yaitu pergerakan yang tidak teratur (zig‐zag)
dari partikel‐partikel koloid, gerakan diamati
oleh Robert Brown. Gerakan ini terjadi secara
terus menerus akibat dari tumbukan yang tidak
seimbang antara medium koloid dengan
partikel
koloid.
Gerak
Brown
dapat
menstabilkan sistem koloid atau mencegah
terjadinya pengendapan. Gerakan ini hanya
dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
(lihat Gambar 11.8).
2. Efek Tyndall merupakan penghamburan cahaya
oleh partikel‐partikel yang terdapat dalam
sistem koloid sehingga berkas cahaya dapat
dilihat jelas walaupun partikelnya tidak tampak
dan efek ini diamati oleh John Tyndall. Dalam
kehidupan sehari‐hari efek Tyndal dapat diamati
pada langit yang berwarna biru di siang hari
karena adanya pantulan cahaya dari partikel
koloid diudara. Demikian pula pada saat
matahari terbenam pantulan partikel di udara
memberikan warna jingga, lihat Gambar 11.9.
3. Koagulasi koloid adalah pengumpulan dan
penggumpalan
partikel‐partikel
koloid.
Peristiwa koagulasi terjadi pada kehidupan
sehar‐hari seperti pada pembentukan delta.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Partikel
terdispersi
Bergerak
zig-zag
Gambar 11.8. Gerak Brown partikel
koloid
Gambar 11.9. Effek Tyndall dari partikel
koloid
217
tanah liat atau lumpur terkoagulasi karena
adanya elektrolit air laut. Proses koagulasi dari
karet juga terjadi karena adanya penambahan
asam formiat kadalam lateks. Demikian pula
halnya
dengan
lumpur
koloid
dapat
dikoagulasikan dengan tawas yang bermuatan.
4. Sistem koloid juga memiliki daya adsorbsi yang
kuat untuk menarik ion atau muatan listrik dan
molekul netral. Hal ini disebabkan karena
partikel koloid memiliki permukaan yang sangat
luas. Misalnya proses penyerapan air oleh kapur
tulis, sol Fe(OH)3 dalam air mngandung ion Fe3+
yang diadsorbsi. Sedangkan untuk yang
bermuatan negatif adalah molekul As2S3, ion S2‐
yang diadsorbsi. Pemanfaatan sifat adsorbsi dari
koloid anatara lain dalam penjernihan air,
misalnya penggunaan tawas untuk mengikat
kotoran atau zat warna dari tanah (Gambar
11.10).
5. Sistem koloid yang bermuatan dapat ditarik oleh
elektroda yang dialiri oleh arus listrik searah.
Untuk koloid yang bermuatan negatif bergerak
menuju anoda yaitu elektroda positif dan koloid
yang bermuatan positif bergerak menuju katoda
atau elektroda negatif (Gambar 11.11).
Berdasarkan affinitas partikel‐partikel fase dispersi
terhadap medium dispersi, maka terdapat dua
macam sistem koloid:
A. Koloid Liofil (suka cairan) : adalah koloid yang
memiliki gaya tarik menarik antara partikel‐
partikel terdispersi dengan medium pendispersi.
Medium pendispersi dalam liofil sering disebut
juga dengan hidrofil. Partikel koloid juga dapat
mengadsorbsi molekul cairan sehingga terbentuk
selubung disekeliling partikel koloid. Keberaadan
selubung inilah yang menyebabkan koloid liofil
lebih stabil.
B. Koloid Liofob (takut cairan): adalah koloid yang
memiliki gaya tarik menarik yang lemah antara
partikel‐partikel terdispersi dengan medium
pendispersi. Medium pendispersinya sering
disebut dengan hidrofob. Pertikel‐partikel koloid
tidak dapat mengadsorbsi pelarutnya sehingga
koloid ini kurang stabil dan dapat dengan mudah
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Fe(OH)
Fe3
Gambar 11.10. Adsorbsi muatan
positif dari koloid Fe(OH)3
AsS3
S2Gambar 11.11. Adsorbsi muatan
negatif dari koloid As2S3
218
terkoagulasikan dengan penambahan elektrolit.
C. Koloid pelindung adalah koloid yang dapat
melindung koloid lain agar tidak terkoagulasikan.
Contoh menarik adalah penambahan koloid liofil
ke dalam liofob, dimana koloid liofob terbungkus
tidak mengumpul, seperti pembuatan es krim
agar tidak menggumpat ditambahkan gelatin.
Demikian pula halnya dengan cat dan tinta
memiliki koloid pelindung agar tidak mengendap
atau menggumpal.
11.3.2. Pembuatan Koloid
Koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu
mengubah partikel‐partikel larutan menjadi partikel
koloid kondensasi dan memperkecil partikel
suspensi menjadi partikel koloid atau dispersi,
perhatikan bagan pada Gambar 11.12.
Cara Kondensasi, yaitu dengan jalan mengubah
partikel‐partikel larutan sejati yang terdiri dari
molekul‐molekul atau ion‐ion menjadi partikel‐
partikel koloid dengan beberapa teknik:
Reaksi redoks
2 H2S(g) + SO2(g) → 2 H2O(l) + 3 S(koloid)
Reaksi hidrolisis (penambahan molekul air)
FeCl2(aq) + 3 H2O(l) → Fe(OH)3(koloid) + 3 HCl(aq)
Dekomposisi
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(aq) → As2S3(koloid) + 6 H2O(l)
Pergantian pelarut (metatesis)
AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(koloid) + HNO3(aq)
Cara Dispersi yaitu dengan jalan mengubah partikel‐
partikel kasar menjadi partikel‐partikel koloid, tiga
teknik dapat dipergunakan seperti mekanik,
peptipasi dan teknik busur Bredig.
Teknik mekanik
Cara ini mengandalkan penghalusan partikel kasar
menjadi partikel koloid, selanjutnya ditambahkan ke
dalam
medium
pendispersinya.
Cara
ini
dipergunakan untuk membuat sol belerang dengan
medium pendispersi air.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Larutan
Kondensasi
Koloid
Dispersi
Suspensi
Gambar 11.12. Bagan cara
pembuatan koloid
219
Peptipasi
Pemecahan partikel kasar menjadi partikel koloid,
pemecahan dilakukan dengan penambahan molekul
spesifik, seperti agar‐agar dengan air, nitroselulosa
dengan aseton, Al(OH)3 dengan Al(Cl)3 dan endapan
NiS ditambahkan dengan H2S.
Teknik busur Bredig
Teknik ini digunakan untuk membuat sel logam,
logam yang akan diubah ke dalam bentuk koloid
diletakan sebagai elektroda dalam medium
pendispersinya dan dialiri oleh arus listrik. Atom‐
atom logam akan terpecah dan masuk ke dalam
medium pendispersinya.
11.3.3. Pemisahan Koloid
Pemisahan koloid:
a. Dialisis adalah pemurnian medium pendispersi
dari elektrolit, dengan cara penyaringan koloid
dengan menggunakan kertas perkamen atau
membran yang ditempatkan di dalam air yang
mengalir. Mula‐mula koloid dimasukkan dalam
kantong yang berselaput semipermiabel
kemudian dimasukkan dalam air sehingga ion
pengganggu menembus kantong sedang partikel
koloid tetap berada di kantong.
b. Elektroforesis: proses pemisahan koloid yang
bermuatan dengan bantuan arus listrik. Partikel‐
partikel yang positif akan menuju katoda dan
yang negatif akan menuju anoda.
Koloid Asosiasi
Sabun dan deterjen merupakan koloid asosiasi
dengan air, dimana sabun atau deterjen memiliki
dua gugus yang bersifat polar (bagian kepala) dan
non polar (bagian ekor) perhatikan Gambar 11.13.
Bagian kepala merupakan gugus polar yang bersifat
hidrofil (suka air) dan bagian ekor merupakan gugus
hidrofob (takut air). Jika sabun larut dalam air,
molekul sabun akan berasosiasi, gugus non‐polar
dapat berinteraksi dengan kotoran (bersifat bon
polar) yang selanjutnya didispersikan ke dalam air.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 11.13. Koloid asosiasi yang
memiliki gugus polar dan non‐polar
220
RANGKUMAN
1. Sistem dispersi atau koloid merupakan bagian dari campuran
yang memiliki sifat khas karena memiliki ukuran partikel
dengan diameter antara 1 - 100 nm.
2. Berdasarkan hubungan antar fase dispersi dan medium
dispersi, maka koloid dapat kita kelompokan
1. Buih atau busa
5. Emulsi padat
2. Busa padat
6. Aerosol padat
3. Aerosol cair
7. Sol
4. Emulsi cair
8. Sol padat
3. Berdasarkan ukuran partikel dari fasa terdispersi yang
spesifik dan medium pendispersi yang beragam, maka koloid
memiliki beberapa sifat utama yaitu :
1. Sistem koloid menunjukan adanya gerak Brown yaitu
pergerakan yang tidak teratur (zig-zag) dari partikelpartikel koloid.
2. Efek Tyndall merupakan penghamburan cahaya oleh
partikel-partikel yang terdapat dalam sistem koloid
sehingga berkas cahaya dapat dilihat jelas walaupun
partikelnya tidak tampak.
3. Koagulasi
koloid
adalah
pengumpulan
dan
penggumpalan partikel-partikel koloid.
4. Sistem koloid juga memiliki daya adsorbsi yang kuat
untuk menarik ion atau muatan listrik dan molekul
netral.
5. Sistem koloid yang bermuatan dapat ditarik oleh
elektroda yang dialiri oleh arus listrik searah.
4. Berdasarkan affinitas partikel-partikel fase dispersi terhadap
medium dispersi, maka terdapat dua macam sistem koloid:
1. Koloid Liofil (suka cairan) : adalah koloid yang memiliki
gaya tarik menarik antara partikel-partikel terdispersi
dengan medium pendispersi.
2. Koloid Liofob (takut cairan): adalah koloid yang
memiliki gaya tarik menarik yang lemah antara partikelpartikel terdispersi dengan medium pendispersi.
3. Koloid pelindung adalah koloid yang dapat melindung
koloid lain agar tidak terkoagulasikan.
5. Koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu mengubah
partikel-partikel larutan menjadi partikel koloid kondensasi
dan memperkecil partikel suspensi menjadi partikel koloid
atau dispersi.
6. Cara Kondensasi, yaitu dengan jalan mengubah partikelpartikel larutan sejati yang terdiri dari molekul-molekul atau
ion-ion menjadi partikel-partikel koloid dengan beberapa
teknik misalnya reaksi redoks, reaksi hidrolisis, dekomposisi
dan penggantian pelarut.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
221
7. Cara Dispersi yaitu dengan jalan mengubah partikel-partikel
kasar menjadi partikel-partikel koloid, tiga teknik dapat
dipergunakan seperti mekanik, peptipasi dan teknik busur
Bredig.
8. Koloid dapat dipisahkan dengan dua teknik dialisis dan
elektroforesis.
9. Dialisis adalah pemurnian medium pendispersi dari
elektrolit, dengan cara
penyaringan koloid dengan
menggunakan kertas perkamen atau membran yang
ditempatkan di dalam air yang mengalir.
10. Elektroforesis: proses pemisahan koloid yang bermuatan
dengan bantuan arus listrik.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
222
Materi Koloid
1. Sistem dispersi dari suatu zat padat dalam zat cair yang
bukan merupakan larutan sejati disebut:
a. Suspensi
b. Sol
c. Emulsi
d. Koloid
2. Peristiwa pergerakan butir‐butir (partikel) koloid di medan
listrik (ke kutub‐kutub elektroda) disebut:
a. Elektrolisa
b. Elektroforesa
c. Elektrodialisa
d. Elektroandromesa
3. Sistem dispersi gas dalam medium cair disebut dengan:
a. Aerosol
b. Emulsi
c. Buih
d. Busa padat
4. Cara pengubahan molekul‐molekul atau ion‐ion menjadi
partikel‐partikel koloid disebut:
a. Cara kondensasi
b. Cara suspensi
c. Cara dispersi
d. Cara koagulasi
5. Penghamburan berkas sinar dalam sistem koloid disebut:
a. Gerak Brown
b. Efek Tyndal
c. Lyofill
d. Lypfob
6. Sistem koloid yang partikel‐partikelnya dapat menarik
molekul pelarutnya disebut:
a. Lyofob
b. Lyofill
c. Dialisa
d. Hidrofil
7. Larutan yang memberikan efek tyndal adalah:
a. Larutan ion
b. Larutan molekul
c. Larutan koloid
d. Harus larutan jenuh
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
UJI
KOMPETENSI
223
8. Gerak Brown dalam sistem koloid dapat dilihat dengan
menggunakan:
a. Mata bias
b. Kaca pembesar
c. Mikroskop
d. Teropong
9. Aerosol adalah sistem dispersi dari:
a. Cair dalam medium padat
b. Padat dalam medium padat
c. Cair dalam medium gas
d. Padat dalam medium gas
10. Embun adalah:
a. Gas dalam zat padat
b. Gas dalam cairan
c. Cairan dalam gas
d. Gas dalam cairan
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
224
Bab 12. Senyawa
Hidrokarbon
Standar Kompetensi
Mengkomunikasikan senyawa
hidrokarbon dan kegunaannya
Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan kekhasan atom karbon yang
membentuk senyawa hidrokarbon
Menggolongkan senyawa hidrokarbon
Mendeskripsikan senyawa hidrokarbon
Tujuan Pembelajaran
1.
Siswa dapat mendeskripsikan struktur tetrahedral atom karbon
2.
Siswa dapat mengidentifikasi senyawa hidrokarbon bardasarkan ikatan antar atom C
3.
4.
Siswa dapat menyebutkan jenis senyawa hidrokarbon berdasarkan ikatan antar atom
C‐nya.
Siswa dapat menyebutkan turunan senayawa alkana
5.
Siswa dapat menyebutkan sifat‐sfat turunan senyawa alkana
6.
Siswa dapat menyebutkan manfaat senyawa hidrokarbon dalam kehidupan sehari‐
hari.
12.1 Kekhasan atom C (karbon)
Dalam kehidupan sehari‐hari, seyawa kimia memegang peranan
penting, seperti dalam makhuluk hidup, sebagai zat pembentuk atau
pembangun di dalam sel, jaringan dan organ. Senyawa‐senyawa
tersebut meliputi asam nukleat, karbohidrat, protein dan lemak.
Proses interaksi organ memerlukan zat lain seperti enzim dan hormon.
Tubuh kita juga memiliki sistem pertahanan dengan bantuan antibodi.
Demikian pula dengan alam sekitar kita seperti tumbuhan dan minyak
bumi, juga disusun oleh molekul molekul yang sangat khas dan
dibangun oleh atom‐atom dengan kerangka atom karbon ( C ).
Atom Karbon memiliki massa 12 dengan nomor atom 12. Konfigurasi
elektronnya adalah 1s2, 2s2, 3p2, dan mengalami hibridisasi dimana 1
elektron dari orbital 2s berpindah ke orbital 2pz, sehingga memiliki
konfigurasi stabil 1s2, 2s1, 2p3, dengan membentuk orbital hybrid sp3.
Sehingga atom karbon memiliki kesempatan untuk membentuk empat
ikatan dengan atom lainnya, kestabilan struktur ini ditunjukan dengan
sudut yang sama 109,5o dengan bentuk tetrahedral, perhatikan
Gambar 12.1
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
225
Berdasarkan karakteristik tetrahedral maka atom
karbon dapat mengikat atom lain selain atom karbon
itu sendiri. Secara sederhana atom karbon dapat
membentuk empat ikatan dengan atom hidrogen
seperti pada Gambar 12.1 (d). Kerangka senyawa
hidrokarbon dibangun oleh banyak ikatan antar atom
karbonnya. Kerangka senyawa hidrokarbon yang paling
sederhana memiliki sebuah atom karbon, dilanjutkan
dengan dua atom karbon, tiga atom karbon dan
seterusnya, perhatikan Gambar 12.2.
12.2. Senyawa Hidrokarbon
Dalam berikatan sesama atom karbon terdapat tiga
kemukinan, pertama membentuk ikatan tunggal, ikatan
rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Untuk
penyederhanaan dapat kita ibaratkan Ikatan tunggal
terjadi dari orbital s dan disebut ikatan (σ) sigma pada
orbital hibrid sp3 dan bentuk molekul tetrahedron
dengan sudut 109,5o. Senyawa dengan ikatan tunggal
disebut dengan senyawa hidrokarbon jenuh.
Senyawa hidrokarbon dengan ikatan rangkap dua
terjadi pada orbital p, dan ikatan ini dikenal dengan
ikatan π, pada ikatan rangkap dua terjadi perubahan
sudut akibat dua orbital p berposisi sejajar sehingga
membentuk orbital sp2 (segi tiga datar) dan sudut yang
terbentuk adalah 120o. Sama halnya dengan ikatan
rangkap tiga terdapat dua orbital p dalam posisi sejajar
sehingga merubah bentuk orbital sp menjadi (bentuk
planar) dengan sudut 180o. Bentuk molekul dari
senyawa hidrokarbon jenuh dan tidak jenuh
ditampilkan pada Gambar 12.3. Untuk senyawa
hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap disebut
dengan senyawa hidrokarbon tidak jenuh.
Gambar 12.1. Kekhasan atom
karbon dengan bentuk
tetrahedral
Gambar 12.2. Bentuk ikatan
antar Karbon, membentuk
kerangka senyawa hidrokarbon
Atom karbon pada senyawa hidrokarbon memiliki
posisi yang berbeda‐beda. Coba kita perhatikan rumus
bangun dibawah ini pada Gambar 12.4.
Semua atom karbon (merah) yang dapat mengikat 3
atom hidrogen dan berposisi di tepi, disebut dengan
atom karbon primer. Atom karbon nomor 3 (hijau)
yang mengikat 2 atom hidrogen disebut dengan atom
karbon sekunder. Demikian pula atom karbon yang
mengikat hanya 1 atom hidrogen (warna abu‐abu)
memiliki posisi sebagai atom karbon tersier.
Setiap atom Karbon dalam kerangka senyawa
hidrokarbon dapat mengikat atom lain seperti atom
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.3. Ikatan σ, π, pada
senyawa hidrokarbon jenuh dan
tidak jenuh
226
hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang, klor dan
lainnya. Perbedaan atom yang diikat menyebabkan
perubahan khususnya pada polaritas sehingga
menyebabkan perbedaan sifat‐sifat kimia molekul
yang dibentuk. Hal ini dapat dicermati pada
Gambar 12.5.
Gambar 12.4. Posisi atom karbon
pada senyawa hidrokarbon
Secara umum senyawa hidrokarbon memiliki ciri‐
ciri seperti, dibangun oleh kerangka atom karbon,
ikatan yang membentuk senyawa merupakan
ikatan kovalen. Senyawa ini titik didih yang rendah
sesuai dengan berkurangnya jumlah atom karbon
penyusunnya, mudah terbakar. Untuk senyawa
hidrokarbon yang berikatan dengan atom H
bersifat polar, dan jika mengikat atom lainnya
seperti oksigen, nitrogen, belerang, klorida
menyebabkan terjadinya molekul yang lebih polar.
Gambar 12.5. Polarisasi senyawa
hidrokarbon akibat gugus polar
12.2.1 Isomer
Senyawa hidrokarbon memiliki sebuah keunikan
dimana beberapa buah hidrokarbon memiliki
rumus molekul yang sama namun memiliki sifat
yang berbeda‐beda, ternyata perbedaan tersebut
disebabkan oleh rumus bangun atau struktur
molekulnya. Senyawa dengan rumus molekul yang
sama namun berbeda dalam rumus bangun atau
struktur molekulnya disebut dengan isomer.
Dalam senyawa hidrokarbon jenuh, isomer yang
terjadi karena adanya perbedaan atom atau gugus
yang mengganti atom hidrogen dalam rantai utama
senyawa hidrokarbon. Contoh sederhana, dari
bentuk isomer ini ditunjukan dengan atom karbon
yang mengikat tiga buah gugus metil, sedangkan
isomernya mengikat 1 gugus metil, 2 atom
hidrogen dan satu gugus etil, perhatikan Gambar
12.6.
Gambar 12.6. Struktur isomer untuk
senyawa dengan rumus molekul
C4H10
Perbedaan struktur molekul menyebabkan
perbedaan sifat fisik, molekul pertama memiliki
titik leleh ‐138oC, titik didih ‐1 oC, dengan densitas
0.58g/mL, sedangkan molekul yang kedua memiliki
titik leleh ‐159oC, titik didih ‐12oC dan densitas
0,55g/mL.
Bentuk isomer lainnya adalah adanya perbedaan
gugus
yang
dikandung
dalam
senyawa
hidrokarbon. Kita bisa cermati Gambar 12.7.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.7. Perbedaan posisi atom
oksigen dalam senyawa Hidrokarbon
227
Dari gambar tampak sebuah molekul dengan rumus molekul yang sama
C2H6O. Dalam senyawa ini terdapat 2 atom C, 1 atom O dan 6 atom H,
perbedaan terletak pada posisi atom oksigen, senyawa pertama atom
oksigen berposisi pada atom C primer ‐C‐O‐H. Sedangkan molekul kedua
atom oksigen terletak antara dua atom karbon (‐C‐O‐C‐).
Perbedaan ini juga menyebabkan adanya perbedaan sifat fisika dan sifat
kimia dari kedua molekul tersebut.Senyawa hidrokarbon dapat
diklasisifikasikan atas dua golongan besar yaitu senyawa hidrokarbon
jenuh dan hidrokarbon tidak jenuh. Senyawa hidrokarbon jenuh
bercirikan ikatan tunggal antar atom karbon sebagai penyusun rantai
utamanya, berbeda dengan senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang dapat
membentuk ikatan rangkap dua atau rangkap tiga antar atom karbon
penyusunnya.
12.3. Alkana
Senyawa hidrokarbon jenuh dengan ikatan tunggal dapat diprediksi
dengan baik, mengingat setiap atom karbon memiliki kemampuan
mengikat 4 atom lain. Sehingga senyawa alkana yang dibentuk memiliki
pola yang khas. Jumlah atom H yang diikat sangat tergantung dengan
jumlah atom C yang berikatan. Atas dasar ini dapat dibentuk deret
CnH2n+2, dan dikenal dengan senyawa Alkana dan dapat kita susun dari
nilai n = 1 sampai dengan n = ∞. Beberapa senyawa alkana disajikan
dalam Tabel 12.1.
Tabel 12.1 Deret penamaan senyawa alkana.
Untuk menuliskan rumus bangun dilakukan dengan menuliskan bagian
awal dan bagian akhir adalah CH3, dan diantaranya dituliskan dengan
CH2.
Sehingga kita dapat menuliskan rumus bangun senyawa C4H10.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
228
Pada senyawa C4H10 terdapat dua atom C yang
berposisi di awal dan di akhir dan hanya tersisa dua
atom yang terletak diantaranya, sehingga kita dapat
tuliskan strukturnya (H3C–CH2 –CH2–CH3) dan untuk
lebih
jelasnya
perhatikan
Gambar
12.8.
Penggambaran Rumus bangun juga dapat dilakukan
dengan memperhatikan bentuk tetrahedral dari
atom karbon, sehingga bentuk rantai tidak lurus.
12.3.1 Penamaan Alkana
Penamaan senyawa alkana dimulai dengan
menyebutkan posisi gugus cabang dalam sebuah
rantai utama. Penyebutan rantai utama utama ini
didasari pada nama dari rantai karbon yang
terpanjang. Untuk lebih mudahnya kita perhatikan
rumus bangun senyawa pada Gambar 12.9.
Dari gambar tampak kotak hijau merupakan
penunjuk rantai utama dengan jumlah atom karbon
sebanyak lima buah, sehingga rantai utama senyawa
adalah pentana. Dalam rantai utama, setiap atom
karbon diberi nomor untuk menandai posisi atom
Karbon pada rantai utamanya, penomoran dapat
dimulai dari kiri kekanan (perhatikan nomor dengan
warna hijau gelap). Cabang merupakan gugus yang
berada dalam sebuah rantai utama, pada Gambar di
atas terdapat dua buah gugus (–CH3) yang berposisi
pada atom C nomor 2 dan 4 dari rantai utama
pentana.
Dalam kasus di atas gugus pada cabang merupakan
turunan dari senyawa CH4 yang kehilangan salah
satu atom H‐nya. Penamaan secara umum gugus
cabang yang berasal dari alkana, dilakukan dengan
mengubah alkana menjadi alkil. Sehingga dalam
kasus ini metana diubah menjadi metil. Nama yang
tepat untuk senyawa di atas adalah 2,4‐dimetil
pentana. 2,4 menunjukan posisi gugus cabang, kata
di pada gugus cabang menunjukan ada 2 buah gugus
cabang yaitu metil dan pentana merupakan rantai
utama senyawa. Perhatikan tahap dalam penamaan
gugus dan cabang dari senyawa ini seperti pada
Gambar 12.10.
Senyawa‐senyawa alkana dapat bereaksi dengan
senyawa halogen, dari reaksi ini akan dihasilkan
senyawa haloalkana.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.8. Penulisan rumus
bangun senyawa Hidrokarbon
Gambar 12.9. Penetapan rantai
utama dan posisi atom C pada
senyawa.
Gambar 12.10. Penulisan gugus
cabang pada senyawa alkana
229
Haloalkana adalah senyawa alkana yang salah satu
atom hidrogen digantikan oleh atom halogen,
seperti atom klor, fluor, iod dan brom. Beberapa
contoh senyawa halokana seperti pada Gambar
12.11.
Senyawa haloalkana banyak dipergunakan dalam
kehidupan sehari, saat ini senyawa‐senyawa
tersebut lebih dikenal dengan kloroflorokarbon
(CFCs), pemanfaatannya pada air condition (AC )
dan kulkas, hairspray dan polimer plastik seperti
teflon.
Senyawa ini sangat berbahaya karena dapat
merusak ozon yang berada pada lapisan stratosfir.
Reaksi terbongkarnya ozon oleh senyawa
kloroflorokarbon sebagai berikut;
Di ruang angkasa khususnya lapisan stratosfir CFCs
akan terpecah menjadi persenyawaan yang tidak
stabil atau radikal bebas, karena adanya sinar
ultraviolet (UV) dari matahari. Radikal bebas yang
terbentuk selanjutnya bereaksi dengan ozon dan
mengubahnya menjadi gas Oksigen dan ClO.
Molekul ClO yang dihasilkan tidak stabil dan
berubah kembali menjadi radikal bebas. Reaksi ini
berjalan secara terus menerus dan akhirnya dapat
merusak ozon di strathosfir. Reaksi perusakan
lapisan ozon pada strathosfir dapat dilihat pada
Bagan 12.12.
Gambar 12.11. Beberapa contoh
senyawa haloalkana
Bagan 12.12. Mekanisme reaksi
berantai antara radikal bebas yang
dihasilkan oleh CFCs dengan ozon
12.4. Alkena
Senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan
rangkap dua antar atom Karbonnya, dan juga
mengikat atom Hidrogen. Jumlah atom Hidrogen
merupakan fungsi dari atom Karbonnya, dan
mengikuti persamaan: CnH2n dimana n adalah
jumlah atom C. Senyawa pertama alkena adalah
etena atau lebih populer etilena dan merupakan
induk deret homolog alkena, hingga deret ini juga
disebut dengan deret etilena. Contoh senyawa
etilena dan merupakan kerangka deret homolog
etilena ditunjukan pada Gambar 12.13.
Molekul deret alkena dicirikan oleh adanya sebuah
ikatan rangkap yang menghubungkan dua atom
karbon yang berdekatan. Beberapa anggota
pertama deret ini dicantumkan dalam Tabel 12.2.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.13. Derat senyawa alkena
rumus umum : CnH2n
230
Tabel 12.2. Deret senyawa alkena (CnH2n)
Rumus Molekul
Nama
C2H4
etena (etilena)
C3H6
propena (propilena)
C4H8
butena
C5H10
pentena
12.4.1 Penamaan Alkena
Penamaan alkena adalah sama dengan penamaan
alkana, tetapi akhiran –ana pada alkana digantikan
dengan akhiran –ena.
Bagan 12.14. Struktur molekul
alkena dan tata namanya
Penamaan dimulai dengan penetapan rantai
utama, yaitu rantai karbon terpanjang yang
mengandung ikatan ganda dua. Penetapan gugus
cabang, yaitu molekul lain sebagai pengganti atom
Hidrogen.
Selanjutnya memberikan nomor awal atau nomor
1 (satu) pada atom C yang memiliki ikatan rangkap
dan semakin menjauh dari ikatan rangkap
tersebut. Memberikan nomor rantai cabang dan
menamakan gugus sesuai dengan abjad.
Akhirnya nama alkena dapat ditetapkan yaitu
dengan menyebutkan nomor dan gugus cabang
dilanjutkan dengan menyebutkan rantai utamanya
sesuai dengan jumlah atom C dan mengganti
akhiran –ana menjadi –ena. Jika jumlah ikatan
rangkap lebih dari satu buah, digunakan awalan
diena untuk dua ikatan rangkap, dan triena untuk
jumlah ikatan rangkap sebanyak tiga buah (lihat
Bagan 12.14).
Perhatikan Bagan 12.15, contoh penamaan untuk
alkena rantai lurus dan alkena yang memiliki gugus
cabang.
12.4.2. Konfigurasi Stereoisomer Alkena
Ikatan rangkap dua terbentuk dari atom karbon
yang terhibridisasi sp2. Masing‐masing atom
Karbon memiliki dua jenis orbital atom yaitu
orbital sigma (σ) dan orbital phi (π).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 12.15. Penamaan untuk
senyawa alkena rantai lurus dan
bercabang
231
Orbital sp2 membentuk sudut 120oC, membentuk
segitiga datar. Sehingga gugus yang ada memiliki
rotasi yang terbatas, perhatikan Gambar 12.16.
Molekul etilena berbentuk segi datar.
Ikatan π memiliki energi ikat yang cukup besar
yaitu 60 kkal/mol, sehingga bentuk segi tiga datar
cukup stabil dan menyebabkan alkena hanya
memiliki isomer akibat gugus yang sejajar (cis) atau
yang berseberangan atau (trans). Bentuk isomer
cis dan trans ditunjukan pada Gambar 12.17.
Sifat‐sifat fisika alkena yang cukup penting adalah
wujud zatnya, untuk senyawa alkena dengan rantai
panjang atau yang memiliki jumlah atom karbon
lebih besar dari 15 buah, senyawanya berupa zat
padat. Titik didih alkena meningkat sebanding
dengan peningkatan jumlah atom karbonnya.
Jika dibandingkan dengan alkana yang memiliki
jumlah atom karbon yang sama, titik didih alkena
lebih rendah. Alkena tidak larut dalam pelarut
polar seperti air dan alkohol. Alkena mudah larut
dalam senyawa non polar seperti triklorometana
(kloroform), etoksietana, benzena, dan lain‐lain.
Sifat‐sifat alkena yang lain disajikan dalam Tabel
12.3.
Gambar 12.16. Bentuk orbital sp2
dengan bentuk segitiga datar
trans
cis
Gambar 12.17. Bentuk isomer cis
dan trans pada senyawa alkena
Tabel 12.3. Wujud dan Titik Didih beberapa Senyawa Alkena
Nama
Rumus Struktur
Wujud
Titik Didih
Etena
CH2 = CH2
Gas
‐102 C
Propena
CH3CH = CH2
Gas
‐48 C
1‐ butena
CH3CH2CH = CH2
Gas
‐12.5 C
1‐ pentena
CH3CH2CH2CH = CH2
Cair
30 C
1‐ heksena
CH3(CH2)3CH = CH2
Cair
63 C
1‐ heptena
CH3(CH2)4CH = CH2
Cair
92 C
Sifat kimia alkena secara umum relatif stabil dan
ikatan antar atom karbonnya lebih kuat
dibandingkan dengan ikatan tunggal pada alkana.
Reaktifitas senyawa alkena sangat ditentukan oleh
sifat ikatan rangkapnya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
232
Reaksi alkena disebabkan oleh lepasnya ikatan rangkap
ini, dan berubah membentuk satu senyawa dengan
ikatan tunggal atau membentuk dua senyawa senyawa
baru dengan ikatan tunggal. Reaktifitas senyawa yang
terletak pada ikatan rangkap disederhanakan dalam
Gambar 12.18.
Alkena dalam dunia industri merupakan bahan baku
untuk industri petrokimia. Di dalam laboratorium alkena
dapat dibuat dengan cara mereaksikan senyawa alkana
yang mengandung unsur halogen (haloalkana) dengan
basa kuat seperti NaOH. Reaksi ini dikenal dengan reaksi
dehidrohalogenasi, atau reaksi kehilangan hidrogen dan
halogen. Hasil reaksi berupa garam dan air, dengan
persamaan reaksi seperti Bagan 12.19.
Hilangnya senyawa unsur atau ion halogen dan hidrogen
dapat terjadi pada sisi atom Karbon yang berdekatan
dengan halogen (disebelah kiri atau kanan), untuk lebih
mudahnya perhatikan Bagan 12.20.
Gambar 12.18. Reaktivitas
ikatan rangkap alkena
Bagan 12.20. Reaksi 2‐kloro‐butana dengan Basa kuat
menghasilkan butena
Bagan 12.19. Reaksi
pembuatan senyawa Alkena
Hasil reaksi senyawa 2‐butena merupakan produk utama
dan 1‐butena merupakan produk minor, dimana jumlah
senyawa 2‐butena yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan dengan 1‐butena. Atom H pada reaksi
eliminasi tersebut diambil dari atom C yang mempunyai
substituen atau gugus paling banyak. Dalam hal ini
atom C‐3 yang mengikat 2 atom C (‐CH2‐). Sedangkan
atom C‐1 hanya mengikat 1 atom C.
Reaksi kimia alkena yang khas adalah reaksi adisi dan
merupakan ciri khas bagi senyawa yang memiliki ikatan
rangkap dua maupun rangkap tiga. Proses reaksi adisi
didahului dengan pemutusan ikatan dari ikatan π
(bersifat lebih lemah), yang dilanjutkan dengan
masuknya unsur baru dari luar. Reaksi adisi bisa terjadi
dalam beberapa jenis reaksi dan sangat tergantung pada
jenis senyawa yang bereaksi, seperti reaksi hidrogenasi,
halogenasi, hidrasi, dan reaksi dengan asam halida.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
233
Reaksi reduksi pada alkena adalah penambahan
hidrogen oleh gas hidrogen H2 dan menghasilkan
suatu alkana. Reaksi jenis ini lebih dikenal
dengan reaksi hidrogenasi. Reaksi tidak
berlangsung spontan umumnya memerlukan
katalisator.
Hal yang sama juga terjadi pada reaksi
halogenasi, dalam hal ini zat yang dipergunakan
adalah gas halogen (X2), contohnya senyawa F2,
Cl2, Br2 dan I2. Kedua reaksi ini disederhanakan
pada Gambar 12.21.
Kedua reaksi ini berbeda dalam perlakuannya,
untuk reaksi hidrogenasi akan berlangsung
dengan baik dan efektif jika ditambahkan
katalisator logam. Logam yang umum
dipergunakan adalah Nikel. Sedangkan untuk
reaksi halogenasi tidak memerlukan katalisator
dan reaksi tersebut berlangsung cukup cepat.
Gambar 12.21. Reaksi hidrogenasi dan
halogenasi.
Reaksi dengan asam halida merupakan reaksi
adisi dengan penambahan HCl pada senyawa
etilena dan menghasilkan kloroetana sebagai
produk. Hal yang cukup menarik terjadi adalah
penambahan senyawa HBr pada propena akan
dihasilkan 2 produk. Kedua reaksi ini
disederhanakan pada Bagan 12.22.
Bagan 12.22. Reaksi asam halida dengan etilena
dan propilena
Reaksi hidrasi merupakan jenis reaksi adisi
alkena menggunakan air (H2O) sebagai pereaksi
dengan katalis asam. Seperti reaksi adisi
propilena dengan air menggunakan asam sulfat
60%, sesuai persamaan pada Bagan 12.23.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 12.23. Reaksi hidrasi propilena
234
Senyawa alkena juga dapat dioksidasi dengan
beberapa pereaksi seperti kalium permanganat.
Reaksi oksidasi dengan KMnO4 dalam suasana
netral akan dihasilkan suatu dialkohol yaitu
senyawa yang mengandung dua gugus hidroksil
saling bersebelahan. Senyawa ini juga lebih dikenal
dengan istilah glikol. Reaksi ini disederhanakan
pada Bagan 12.24.
Bagan 12.24. Reaksi oksidasi
propilena
12.5. Alkuna
Alkuna adalah suatu hidrokarbon dengan satu
ikatan rangkap tiga. Senyawa paling sederhana dari
alkuna adalah asetilena dengan rumus bangun CH
≡ CH dan rumus molekul C2H2, lihat Gambar 12.25.
Rumus umum untuk senyawa alkuna (CnH2n‐2).
Asetilena adalah induk deret homolog alkuna,
maka deret ini juga disebut deret asetilena.
Pembuatan gas asetilena telah dikenal sejak lama
dengan dengan mereaksikan kalsium karbida
dengan air.
Dalam skala kecil, reaksi ini akan memberikan
nyala asetilena untuk lampu karbida. Dulu pekerja
tambang menggunakan lampu semacam ini;
banyaknya gas yang dihasilkan diatur dengan
mengendalikan laju air yang diteteskan ke dalam
tempat reaksi. Metode komersial yang baru untuk
membuat asetilena adalah dengan memanaskan
metana
dan
homolog‐homolognya
pada
temperatur tinggi dengan menambahkan suatu
katalis.
12.5.1. Tata Nama Alkuna
Penamaan alkuna sama dengan penamaan pada
alkana, tetapi akhiran –ana pada alkana digantikan
dengan akhiran –una.
Langkah‐langkah:
1. Menetapkan rantai utama, yaitu rantai
terpanjang yang mempunyai ikatan rangkap
tiga. Dilanjutkan dengan memberi namanya
yang berasal alkananya dengan mengganti
akhirannya dengan una.
2. Menetapkan posisi ikatan rangkap tiga pada
rantai utama yang ditunjukkan dengan angka.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.25. Struktur Alkuna.
235
3. C nomor 1 adalah C ujung yang terdekat
dengan ikatan rangkap.
Untuk mempermudah mari kita lihat Gambar
12.26, cara panamaan untuk senyawa :
Bagan 12.26. Senyawa alkuna dan
tata namanya
12.5.2. Sifat-sifat alkuna
Sifat fisika alkuna secara umum mirip dengan
alkana dan alkena, seperti :
1. Tidak larut dalam air
2. Alkuna dengan jumlah atom C sedikit berwujud
gas, dengan jumlah atom C sedang berwujud
cair, dan dengan jumlah atom C banyak
berwujud padat.
3. Berupa gas tak berwarna dan baunya khas
4. mudah teroksidasi atau mudah meledak.
Titik didih beberapa senyawa alkuna disajikan pada
Tabel 12.4.
Tabel 12.4. Titik Didih beberapa Senyawa Alkuna
Nama
struktur
Titik didih
Etuna (asetilena)
CH ≡ CH
‐75
Propuna
CH3C ≡ CH
‐23
1‐butuna
CH3CH2 ≡ CH
8,1
2‐butuna
CH3C ≡ CCH3
27
Alkuna sebagai hidrokakbon tak jenuh, memiliki
sifat menyerupai alkena tetapi lebih reaktif.
Reaktiftas
alkuna
disebabkan
karena
terbongkarnya
ikatan
rangkap
tiga
dan
membentuk senyawa baru. Atas dasar ini maka
reaksi alkuna umumnya reaksi adisi. Contoh reaksi
adisi alkuna dengan gas halogen, seperti gas
bromine (Br2), klorine (Cl2) dan iodine (I2). Ikatan
rangkap tiga terlepas dan senyawa halogen masuk
pada kedua atom karbon. Reaksi terus berlangsung
sehingga seluruh ikatan rangkapnya terlepas, dan
membentuk senyawa haloalkana. Persamaan
reaksi ditunjukan pada Bagan 12.27.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 12.27. Reaksi adisi alkuna
dengan halogen
236
Reaksi lainnya yaitu adisi dengan senyawa
hidrogen menggunakan katalis Nikel, persamaan
reaksi dapat dilihat pada Bagan 12.28.
Bagan 12.28. Reaksi hidrogenasi 2‐butuna
dengan katalisator Nikel
Pemanfaatan Akuna seperti pemanfaatan gas
etuna (asetilena) untuk pengelasan. Gas
asetilena dibakar dengan gas Oksigen
mengahsilkan panas yang tinggi ditandai dengan
kenaikan suhu sampai dengan 3000 º C, sangat
cocok untuk mengelas logam, perhatikan
Gambar 12.29. Selain itu, alkuna juga dapat
dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan
senyawa lain, karena senyawa ini cukup reaktif.
Gambar 12.29. pemanfaatan gas
asetilena untuk pengelasan
Isomeri pada alkuna sama dengan isomer pada
alkena, dimana sifat isomer terjadi karena Bagan 12.30. Isomer senyawa 1‐butuna
perpindahan ikatan rangkap sehingga isomer
dengan 2‐ butuna
pada alkuna dan pada alkena disebut dengan
isomer posisi. Contoh isomer posisi adalah
senyawa 2‐butuna denga 1‐butuna, perhatikan
Gambar 12.30. Perlu kita ingat, isomer pada
alkena terjadi karena perbedaan pada rantainya
dan sering disebut dengan isomer rantai.
Senyawa alkana dapat dibedakan dengan alkena
dan alkuna. Pembedaan ini dapat dilakukan
dengan reaksi penambahan senyawa bromine
(Br2). Reaksi adisi pada senyawa alkana tidak
terjadi. Sedangkan untuk senyawa alkena
maupun alkuna terjadi reaksi Brominasi,
peristiwa reaksi ini dapat diikuti dengan mudah,
senyawa alkana tidak memberikan perubahan
warna ditambahkan dengan senyawa Bromin
yang berwarna merah, warna larutan akan tetap
berwarna merah.
Berbeda dengan senyawa alkena dan alkuna
yang tidak berwarna bereaksi dengan bromin
dan terjadi reaksi adisi membentuk senyawa
halida yang tidak berwarna, larutan akan tetap
tetap tidak berwarna dan terjadi senyawa
alkena yang mengandung gugus bromide.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
237
Jika reaksi ini terus dilanjutkan, maka reaksi adisi
terjadi lagi dan terbentuk senyawa alkana yang
mengandung gugus bromide. Untuk lebih jelasnya
perhataikan Bagan 12.31.
Bagan 12.31. Reaksi brominasi sebagai pembeda
antara alkana dengan alkena atau alkuna
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
238
RANGKUMAN
1. Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa yang dibentuk
oleh sekurang ‐ kurangnya atom karbon dan hidrogen.
2. Terdapat tiga jenis ikatan yang terjadi antar atom karbon
dalam menyusun hidrokarbon yaitu ikatan tunggal, ikatan
rangkap dua dan ikatan rangkap tiga.
3. Ikatan tunggal terjadi dari orbital s dan disebut ikatan (σ)
sigma pada orbital hibrid sp3 dan bentuk molekul
tetrahedron.
4. Ikatan rangkap dua terjadi pada orbital p, dikenal dengan
ikatan π, membentuk orbital sp2 (segi tiga datar).
5. Ikatan rangkap tiga terdapat dua orbital p dalam posisi
sejajar sehingga merubah bentuk orbital sp menjadi
(bentuk planar)
6. Senyawa hidrokarbon memiliki sebuah keunikan berupa
isomer. Dan didefinisikan sebagai beberapa senyawa
hidrokarbon memiliki rumus molekul yang sama namun
memiliki sifat yang berbeda‐beda.
7. Alkana merupakan senyawa hidrokarbon jenuh dengan
ikatan tunggal. Memiliki deret CnH2n+2.
8. Penamaan senyawa alkana dimulai dengan menyebutkan
posisi gugus cabang dalam sebuah rantai utama,
penomorannya dapat dimulai dari kiri kekanan.
9. Cabang merupakan gugus yang berada dalam sebuah rantai
utama.
10. Pemanfaatan senyawa alkana dalam kehidupan sehari –
hari diantaranya adalah senyawa CFCs.
11. Alkena adalah senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan
rangkap dua antar atom karbonnya dengen deret homolog
CnH2n.
12. Penamaan alkena adalah sama dengan penamaan alkana,
tetapi akhiran –ana pada alkana digantikan dengan akhiran
–ena.
13. Ikatan π pada alkena memiliki energi ikat yang cukup besar
yaitu 60 kkal/mol, sehingga bentuk segi tiga datar cukup
stabil.
14. Alkena hanya memiliki isomer yang disebabkan oleh gugus
yang sejajar (cis) atau yang berseberangan atau (trans).
15. Reaktifitas senyawa alkena sangat ditentukan oleh sifat
ikatan rangkapnya kebanyakan reaksi alkena merupakan
reaksi adisi. Reaksi adisi terjadi melalui pemutusan ikatan
yang berasal dari ikatan π (bersifat lebih lemah), yang
dilanjutkan dengan masuknya unsur baru dari luar.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
239
16. Reaksi reduksi alkena dengan hidrogen menghasilkan
alkana.
17. Reaksi hidrasi dengan molekul air menghasilkan senyawa
alkohol.
18. Reaksi oksidasi alkana dengan KMnO4 menghasilkan
senyawa dengan dua gugus hidroksi saling bersebelahan
(glikol).
19. Alkena dapat dibuat dengan cara mereaksikan senyawa
alkana yang mengandung unsur halogen (haloalkana)
dengan basa kuat seperti NaOH.
20. Alkuna adalah suatu hidrokarbon dengan satu ikatan
rangkap tiga.
21. Deret homolog alkuna adalah CnH2n‐2 (deret asetilena).
Penamaan alkuna sama dengan penamaan pada alkana,
tetapi akhiran –ana pada alkana digantikan dengan akhiran
–una.
22. Sifat fisika alkuna secara umum mirip dengan alkana dan
alkena, diantaranya tidak larut dalam air, Alkuna dengan
jumlah atom C sedikit berwujud gas, dengan jumlah atom C
sedang berwujud cair, dan dengan jumlah atom C banyak
berwujud padat.
23. Aalkuna berupa gas tak berwarna dan baunya khas serta
mudah teroksidasi atau mudah meledak.
24. Pemanfaatan Akuna seperti pemanfaatan gas etuna
(asetilena) untuk pengelasan.
25. Senyawa alkana dapat dibedakan dengan alkena dan
alkuna. Pembedaan ini dapat dilakukan dengan reaksi
penambahan senyawa Bromine (Br2).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
240
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat
1. Gas asetilena termasuk deret homolog:
a. Alkana
b. Alkuna
c. Alkena
d. Residu
2. Penamaan yang tidak tepat pada senyawa berikut ini
adalah:
a. 1‐kloro‐2 metil butana
b. 2‐metil pentana
c. 2,2‐metil heksana
d. 3‐etil pentana
3. Nama senyawa alkana yang rumus bangunnya
H3C―CH2―CH2―CH3 adalah:
a. Siklo butana
b. 1, butena
c. n‐butana
d. 2‐metil butana
4. Bensin diperoleh dari minyak bumi dengan cara:
a. Filtrasi
b. Kristalisasi
c. Destilasi
d. Ekstrasi
5. Hidrokarbon tak jenuh yang mempunyai rumus C4H6
memiliki isomer sebanyak:
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4
6. Rumus kimia senyawa hidrokarbon yang termasuk
senyawa alkana adalah:
a. C 3H6
b. C5H12
c. C6H8
d. C7H2
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
UJI
KOMPETENSI
241
7. Senyawa yang paling banyak terdapat dalam minyak
bumi adalah:
a. Sikloalkana dan aromatis
b. Alkana dan heteorsiklis
c. Alkana dan aromatis
d. Alkana dan sikloalkana
8. Suatu alkuna rantai cabang mempunyai 5 atom C,
adisinya dengan air bromine menghasilkan 1,2‐
dibromo‐2‐metil butana, nama alkuna tersebut adalah:
a. 1‐butena
b. 2‐butena
c. 2‐metil butena
d. 2‐metil‐1‐butuna
9. Nama yang tepat untuk rumus struktur dibawah ini
adalah:
a. Heksana
b. Heksena
c. 2,2‐dimetil butane
d. 3,3‐dimetil‐1‐butena
10. Senyawa yang mempunyai 5 atom C adalah:
a. 2‐metil butana
b. 2,2‐dimetil butana
c. 2‐metil pentana
d. 2‐metil‐2‐pentana
11. CH3 ― CH2 ― C = CH2 mempunyai nama:
|
CH3
a. 2‐metil‐1‐butena
b. 3‐metil‐1‐butena
c. 2‐etil‐2‐pentena
d. 2 metil‐2‐pentena
12. Isomer fungsi dari senyawa n‐butena adalah:
a. 2‐butena
b. 2‐pentena
c. 1,2‐dimetil oktena
d. 2,3‐propadiena
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
242
13. Senyawa yang termasuk alkena adalah:
a. C3H8
b. C4H6
c. C5H10
d. C6H14
14. Nama yang sesuai dengan aturan tata nama organik
adalah:
a. 2‐etil‐3‐metil pentana
b. 2‐isopropil‐3‐metil pentana
c. 2,4,4‐tribromo heksana
d. 1,3‐dimetil butane
15. Homolog berikutnya yang tertinggi dari C5H10 adalah:
a. C6H14
b. C7H16
c. C8H16
d. C8H18
16. Pada rumus manakah yang memiliki lebih dari satu
isomer strukturnya:
a. C2H2
b. C2H6
c. C2H4F2
d. C2H5F
17. Nama sistematik untuk senyawa yang memiliki rumus
struktur berikut adalah :
a. 1‐metil‐2,2‐dimetil butana
b. 1,2‐dimetil‐2,2‐dimetil butana
c. 3,3‐dimetil isoheksana
d. 2,3,3‐trimetil pentana
18. Senyawa yang bukan isomer dari oktana adalah:
a. 2‐metil heptana
b. 2,3‐dimetil heksana
c. 2,3,4‐trimetil pentana
d. 2,2‐dimetil pentane
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
243
19. Dalam setiap molekul alkena:
a. Semua ikatan karbon‐karbon adalah ikatan rangkap
dua
b. Terdapat setidaknya satu ikatan karbon‐karbon
rangkap
c. Terdapat satu ikatan karbon‐karbon rangkap dua
d. Semua atom karbon mengikat empat atom H.
20. Suatu hidrokarbon mempunyai rumus empiris C2H3 dan
massa molekul relatif 512. Rumus struktur yang mungkin
untuk senyawa tersebut adalah:
a. CH3 ― CH2―CH2―CH3
b. CH3 ―CH=CH―CH3
c. CH2 = CH2=CH2―CH2
d. CH2 = CH CH3 ― CH2―CH2―CH3
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
244
12.6. Alkanon
Alkanon adalah senyawa turunan alkana yang
memiliki gugus karbonil atau gugus keton diantara
alkil. Suatu keton mempunyai dua gugus alkil atau aril
(senyawa lingkar atau siklik) yang terikat pada karbon
karbonil (Gambar 12.32). Senyawa keton banyak
terdapat dalam makhluk hidup seperti gula ribosa
yaitu gula dengan atom C sebanyak lima buah dan
mengandung gugus karbonil. Untuk senyawa alkanon
yang lebih kompleks juga dijumpai pada hormon
betina progesteron yang juga memiliki gugus karbonil.
Gambar 12.32. Kerangka senyawa
alkanon
12.6.1. Tata Nama Alkanon
Penamaan senyawa alkanon dapat dilakukan dengan
menyebutkan nama – nama alkil yang mengapit
gugus fungsi dan diakhiri dengan menyebut kata
keton. Penamaan dengan aturan ini sangat sederhana
misalnya untuk senyawa dimetil keton yang berarti,
ada 2 buah metil yang mengapit gugus keton. Contoh
kedua gugus keton yang diapit oleh gugus etil dan
gugus metil, seperti Gambar 12.33.
Penamaan alkanon juga dapat dilakukan dengan
standar IUPAC. Pertama menetapkan rantai utama
yaitu mencari rantai terpanjang yang mengandung
gugus fungsi karbonil. Selanjutnya memberi nomor
pada rantai terpanjang, dimulai dari C yang terdekat
dengan gugus fungsi dan diakhiri dengan
menyebutkan nomor dan nama cabang pada rantai
utama, akhiri dengan nama alkanonnya. Dengan cara
kedua, kita dapat memberi nama yang tepat atau
dengan sebuah nama kita dapat menuliskan rumus
molekul. Rumus molekul untuk senyawa 4‐metil‐2‐
pentanon, lihat Bagan 12.34.
12.6.2 Beberapa senyawa alkanon penting
1. Propanon (dimetil keton = Aseton = (CH3)2CO),
merupakan cairan tak berwarna, mudah menguap,
pelarut yang baik. Senyawa ini sering digunakan
sebagai pelarut
2. Asetofenon (metil fenil keton = C7H8CO)
merupakan cairan tak berwarna dan berhablur.
Senyawa ini sering digunakan sebagai hipnotik,
sedangkan
turunannya
yaitu
senyawa
kloroasetofenon banyak dipergunakan sebagai gas
air mata.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.33. Tata nama
senyawa alkanon dengan cara 1
Bagan 12.34. Penamaan Alkanon
dengan cara IUPAC
245
12.6.3. Sifat Fisika Alkanon
Keberadaan gugus pada senyawa alkanon
membentuk orbital hibrida sp2 yang memiliki
bentuk segi tiga datar dengan sudut ikatan kira‐kira
120°. Dengan struktur semacam ini membuat
senyawa ini cukup sulit membentuk ikatan
hidrogen. Hal ini juga berdampak pada titik didih
dan titik leleh alkanon yang lebih rendah
dibandingkan senyawa alkanol yang dapat
membentuk ikatan hidrogen. Titik didih dan titik
leleh beberapa senyawa alkanon disajikan pada
tabel 12.5. di bawah ini.
Tabel 12.5. Titik didih dan titik leleh beberapa senyawa alkanon
Nama IUPAC
Propanon
2‐butanon
2‐pentanon
3‐pentanon
Struktur
CH3COCH3
CH3COCH2CH3
CH3COCH2CH2CH3
CH3CH2COCH2CH3
Titik didih (°C)
56,1
79,6
102
102
Titik leleh (°C)
‐95
‐86
‐78
‐39
12.6.4. Sifat Kimia Alkanon
Perbedaan aldehida dengan keton adalah pada
kerektifannya. Aldehida lebih reaktif dan mudah
dioksidasi maupun direduksi. Reduksi senyawa
aldehid menghasilkan alkkohol primer sedangkan
senyawa hasil reduksi senyawa alkanon adalah
adalah alkohol sekunder. Bagan 12.35, menunjukan
perbedaan reaksi reduksi senyawa alkanon dan
alkanal yang sama menghasilkan senyawa alkohol.
Bagan 12.35. Reaksi reduksi alkanon
dan alkanal sebagai pembeda
12.7. Alkanal
Alkanal atau yang lebih dikenal sebagai aldehida
memiliki rumus umum CnH2nO dan merupakan
isomer fungsi dengan senyawa keton, diman salah
satu gugus alkil digantikan dengan atom hidrogen.
Sehingga gugus aldehid dan keton sangat mirip,
perbedaan hanya pada posisi gugus karbonilnya saja,
perhatikan Gambar 12.36. Gugus fungsi aldehida (‐
CHO) sering disebut gugus formil.
Banyak aldehida mempunyai bau khas yang
membedakannya yaitu berbau harum. Senyawa
aldehida umunya dipergunakan sebagai bahan baku
parfum.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.36. Rumus umum alkanal
dan alkanon
246
12.7.1 Tata Nama Aldehida
Langkah‐langkah penamaan aldehida berdasarkan
aturan IUPAC adalah sebagai berikut:
Bagan 12.37. Rumus bangun dari
senyawa 1‐propanal dan 2‐
metil‐1‐butanal
1. Cari rantai terpanjang yang mengandung gugus
fungsi formil.
2. Beri nomor pada rantai terpanjang, dimulai dari C
yang terdekat dengan gugus fungsi.
3. Sebutkan nomor dan nama cabang pada rantai
utama, akhiri dengan nama alkanalnya (dengan
mengganti akhiran –a pada alkana menjadi –al
pada aldehida).
Untuk itu kita lihat beberapa contoh penamaan
senyawa alkanal, perhatikan rumus bangun dan
rumus molekul untuk senyawa propanal dan 2‐metil
butanal, seperti tampak pada Bagan 12.37.
Bagan 12.38. Reaksi pembuatan
aldehida
12.7.2. Pembuatan Aldehida
Aldehida dapat dibuat melalui oksidasi lemah alkohol
primer menggunakan oksidator K2Cr2O7 dalam
suasana asam. Pada produk aldehida komersial,
khususnya formaldehida dibuat dengan cara
mereaksikan alkohol primer dan udara menggunakan
katalis tembaga dan pemanasan. Reaksi ini
disederhanakan pada Bagan 12.38.
Kemudahan aldehida untuk teroksidasi oleh
oksidator
(bahkan
oleh
oksidator
lemah)
dimanfaatkan untuk membedakan aldehida dengan
keton. Pereaksi Tollens (Ag2O) akan menghasilkan
endapan perak dan pereaksi Fehling (CuO)
membentuk endapan merah, seperti reaksi pada
Gambar 12.40.
Gambar 12.40. Reaksi oksidasi aldehida dengan oksida logam perak dan tembaga
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
247
12.7.3. Reaksi-reaksi Aldehida
Reaksi Hidrogenasi aldehida menggunakan katalis
Pt/Ni menghasilkan alkohol primer, seperti Gambar
12.41. Reaksi oksidasi aldehida menggunakan
oksidator KMnO4 atau K2Cr2O7 dalam suasana asam
akan menghasilkan suatu asam karboksilat. Reaksi ini
disederhanakan pada Bagan 12.41.
Bagan 12.41. Reaksi hidrogenasi dan oksidasi dari
senyawa etanal
Gambar 12.42. Struktur molekul
alkanol yang diwakili oleh
methanol dan fenol
12.7.4. Pemanfaatan aldehida
Formaldehida banyak digunakan sebagai bahan
pengawet spesimen biologi maupun mayat dan
sebagai insektisida. Etanal juga dipergunakan sebagai
bahan baku karet buatan. Sedangkan senyawa trans‐
sinamaldehida dalam kayumanis digunakan sebagai
penambah aroma masakan.
12.8. Alkanol
Alkanol atau alkil atau aril (sikloalkil) alkohol
merupakan senyawa monohidroksi turunan dari
alkana, dimana salah satu atom H diganti gugus oleh
gugus hidroksi (OH), lihat Gambar 12.42.
Alkohol memiliki rumus umum CnH2n+2O. Berdasarkan
jenis atom C dalam rantai alkana yang mengikat gugus
OH, maka alkohol dapat dibedakan menjadi alkohol
primer, sekunder dan tersier.
Alkohol primer, gugus hidroksi terikat pada atom C
primer, demikian pula seterusnya untuk alkohol
sekunder, gugus hidroksi pada C sekunder dan alkohol
tersier, gugus OH terikat pada atom C tersier, lihat
Bagan 12.43.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 12.43. Klasifikasi alkohol
berdasar kedudukan gugus
hidroksi pada rantai karbon
248
12.8.1. Tata Nama Alkohol
Penamaan senyawa alkohol berdasarkan aturan
IUPAC adalah; menetapkan rantai utama yaitu yang
terpanjang
yang mengandung gugus OH.
Selanjutnya memberi nomor pada rantai
terpanjang, dengan C yang mengikat gugus fungsi
memiliki nomor terkecil dan diakhiri dengan
menyebutkan nomor dan nama cabang pada rantai
utama (sesuai abjad), disertai nomor dan nama
alkanolnya (dengan mengganti akhiran –a pada
alkana menjadi –ol pada alkohol).
Bagan 12.44. Moleukul etanol dan
propanol bersama isomernya
Penamaan senyawa alkanol untuk senyawa dengan
rumus molekul C2H5OH, C3H7OH. Untuk senyawa
C2H5OH, dimulai dengan menuliskan jumlah atom C,
dilanjutkan dengan mengisi atom H‐nya, dan satu
ikatan diisikan dengan gugus OH.
Sedangkan C3H7OH dibuat dengan cara di atas
namun juga diperhatikan adanya isomer, dengan
pembentukan cabang pada rantai utamanya.
Penyelesaian untuk kedua senyawa tersebut dapat
dilihat pada Bagan 12.44.
12.8.2. Sifat-sifat Alkohol
Alkohol umumnya berwujud cair dan memiliki sifat
mudah menguap (volatil) tergantung pada panjang
rantai karbon utamanya (semakin pendek rantai C,
semakin volatil). Kelarutan alkohol dalam air
semakin rendah seiring bertambah panjangnya
rantai hidrokarbon. Hal ini disebabkan karena
alkohol memiliki gugus OH yang bersifat polar dan
gugus alkil (R) yang bersifat nonpolar, sehingga
makin panjang gugus alkil makin berkurang
kepolarannya.
Reaktifitas alkohol diketahui dari berbagai reaksi
seperti:
1. Reaksi Oksidasi
Reaksi oksidasi alkohol dapat digunakan untuk
membedakan alkohol primer, sekunder dan
tersier. Alkohol primer akan teroksidasi menjadi
aldehida dan pada oksidasi lebih lanjut akan
menghasilkan asam karboksilat. Alkohol sekunder
akan teroksidasi menjadi keton. Sedangkan
alkohol tersier tidak dapat teroksidasi (Bagan
12.45).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 12.45. Reaksi oksidasi alkohol
primer, sekunder dan tersier
249
2. Reaksi pembakaran
Alkohol dapat dibakar menghasilkan gas
karbon dioksida dan uap air dan energi
yang besar. Saat ini Indonesia sedang
mengembangkan bahan bakar alkohol
yang disebut dengan Gasohol, seperti
reaksi di bawah ini.
3. Reaksi esterifikasi
Pembentukan ester dari alkohol dapat
dilakukan dengan mereaksikan alkohol
dengan asam karboksilat. Dalam reaksi ini
akan dihasilkan air dan ester. Molekul air
dibentuk dari gugus OH yang berasal dari
karboksilat dan hidrogen yang berasal
dari gigus alkohol. Mekanisme reaksi
esterifikasi secara umum ditunjukan pada
Gambar 12.46.
4. Reaksi dengan Asam Sulfat Pekat
Reaksi alkohol dengan asam sulfat pekat
akan menghasilkan produk yang berbeda
tergantung pada temperatur pada saat
reaksi
berlangsung.
Reaksi
ini
disederhanakan pada gambar 12.47.
5. Reaksi dengan Halida (HX, PX3, PX5 atau
SOCl2)
Reaksi ini merupakan reaksi substitusi
gugus OH dengan gugus halida (X). Reaksi
disajikan dibawah ini :
R OH + SOCl2
Bagan 12.46. reaksi esterifikasi antara alkanol
dengan asam karboksilat
Gambar 12.47. Reaksi alkohol dengan asam
sulfat pekat
R Cl + HCl + SO2
12.8.5. Pemanfaatan Alkohol
Dalam kehidupan sehari senayawa alkohol
telah banyak dipergunakan, dibidang
kesehatan alkohol 70% dipergunakan
sebagai antiseptik, sedangkan dalam
industri banyak dipergunakan sebagai bahan
baku plastik, kosmetik dan saat ini sedang
digalakkan bahan bakar dari alkohol.
A. Fenol
Fenol adalah senyawa alkohol, dimana
gugus alkilnya berupa aril atau sikloalkil.
Struktur senyawa fenol seperti :
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
250
Beberapa turunan dari senyawa yang penting banyak
dipergunakan sebagai antiseptik seperti fenol, m‐
klorofenol dan p‐bromofenol (lihat Gambar 12.48).
Senyawa turunan fenol lainnya pada bumbu dapur dan
sering dijumpai pada cengkeh, vanila dan lainnya,
senyawa tersebut seperti isoeugenol, eugenol, vanili
dan timol. Senyawa tersebut disajikan dalam Gambar
12.49. di bawah ini.
Gambar 12.49. Senyawa turunan fenol, isoeugenol,
eugenol, vanili dan timol
12.9. Alkoksi Alkana
Alkoksi alkana adalah senyawa turunan alkana yang
salah satu atom Hidrogennya diganti dengan gugus
alkoksi (OR). Senyawa alkoksi alkana juga sangat
dikenal dengan nama eter. Untuk lebih mudah
mengenali senyawa eter, diketahui dengan
memperhatikan atom oksigen yang diapit oleh gugus
alkil, lihat Gambar 12.50. di bawah ini. Senyawa eter
ini juga merupakan isomer dari senyawa alkanol.
Gambar 12.50. Rumus umum eter
12.9.1. Tata nama Eter
Penamaan senyawa alkoksi alkana dilakukan dengan
menetapkan rantai utama yaitu yang terpanjang dan
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.48. Senyawa turunan
fenol, m‐klorofenol
dan p‐bromofenol
251
mengandung gugus OR. Selanjutnya memberikan
nomor pada rantai utama dimulai dari atom C yang
mengandung gugus fungsi dan akhiri dengan nomor
Bagan 12.51. Penamaan senyawa
dan nama cabang dan nama alkoksialkananya, cara alkoksi alkana menurut IUPAC dan cara
ini mengikuti aturan IUPAC.
lainnya
Penamaan lain juga dapat dilakukan dengan
menyebutkan kedua gugus alkil yang mengapit
atom Oksigen dan dilanjutkan dengan penambahan
nama eter.
Untuk mempermudah dalam pemberian panamaan,
baik menurut IUPAC maupun nama lainnya kita
ambil contoh untuk senyawa CH3‐O‐CH2‐CH2‐CH3.
Tahapan penamaan ditampilkan pada Bagan 12.51.
12.9.2. Sifat-sifat Eter
Eter memiliki titik didih rendah karena sangat sulit
membentuk ikatan hidrogen. Eter memiliki titik
didih yang relatif rendah dibandingkan isomeri
alkoholnya. Kelarutan eter dalam air sangat kecil
(±1,5%), sehingga merupakan pelarut yang baik bagi
senyawa organik yang tidak larut dalam air.
Eter mudah terbakar membentuk CO2 dan uap air,
eter terurai oleh asam halida terutama oleh HI.
Reaksi dengan senyawa PX3 (Posfor trihalida)
misalnya (PCl3, PBr3 dan PI3) dipergunakan sebagai
reaksi pembeda alkanol dengan eter.
Bagan 12.52. Reaksi pembeda eter
dan alkohol
Senyawa alkohol dapat bereaksi dengan senyawa
PX3, sedangkan senyawa eter tidak bereaksi. Secara
umum reaksi tersebut mengikuti persamaan reaksi
pada Bagan 12.52.
12.9.3. Pemanfaatan Eter
Eter yang paling banyak digunakan adalah dietil eter
atau etoksi etana. Eter digunakan sebagai pelarut
senyawa karbon, zat disinfektan (pembunuh
kuman), zat anastesi dan juga dipakai sebagai
senyawa aditif pada bahan bakar untuk menaikan
bilangan oktan.
12.10. Asam Alkanoat
Asam alkanoat atau lebih populer sebagai asam
karboksilat adalah segolongan asam organik yang
memiliki gugus fungsional karboksilat (COOH),
secara mudah gugus karboksilat adalah gabungan
dari gugus karbonil dan hidroksi, (Gambar 12.53).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.53. Rumus umum asam
karboksilat
252
Asam karboksilat memiliki rumus umum CnH2nO.
Sifat asam dari senyawa ini adalah asam lemah.
Dalam pelarut air, sebagian molekulnya terionisasi
dengan melepas proton (H+).
Asam karboksilat dapat memiliki lebih dari satu
gugus fungsional. Asam
karboksilat
yang
memiliki dua gugus karboksil disebut asam
dikarboksilat (alkanadioat), jika tiga disebut asam
trikarboksilat (alkanatrioat), dan seterusnya. Lihat
gambar 12.54.
12.10.1. Tata nama Asam Karboksilat
Penamaan asam karboksilat berdasarkan aturan
IUPAC adalah sebagai berikut; pertama
menetapkan rantai utama yaitu rantai terpanjang
yang mengandung gugus fungsi karboksilat.
Selanjutnya memberi nomor pada rantai
terpanjang, dimulai dari C yang mengikat gugus
karboksilat dan diakhiri dengan menyebutkan
nomor dan nama cabang pada rantai utama yang
diawali dengan kata “asam”, akhiri dengan nama
alkanoatnya (posisi gugus fungsi tidak perlu diberi
nomor).
Dalam penamaan juga dapat dipergunakan cara
lain yaitu mengganti nomor dengan simbol α, β, γ
dan seterusnya. Dengan α merupakan posisi atom
C yang terikat pada gugus karboksilat. Contoh
penamaan disajikan pada Gambar 12.54.
12.10.2. Sifat-sifat Asam Karboksilat
Wujud dari asam karboksilat tergantung dari
jumlah atom C‐nya, untuk senyawa asam
karboksilat yang memiliki atom C kurang dari 10,
maka wujud zat tersebut adalah cair pada suhu
kamar. Sedangkan asam karboksilat yang memiliki
panjang rantai C 10 atau lebih berwujud padat.
Asam karboksilat dengan panjang rantai 1‐4 larut
sempurna dalam air, sedangkan asam karboksilat
dengan panjang rantai 5‐6 sedikit larut dalam air
dan asam karboksilat dengan panjang rantai lebih
dari 6 tidak larut dalam air. Asam karboksilat larut
dalam pelarut organik (seperti eter, alkohol dan
benzena). Semua asam karboksilat merupakan
asam lemah dengan Ka= ±1×10‐5.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 12.54. Tata nama
beberapa senyawa asamkarboksilat
253
Asam karboksilat memiliki titik didih yang tinggi
(lebih tinggi daripada alkohol), karena dapat
membentuk ikatan hidrogen yang kuat.
Bagan 12.55. Reaksi penyabunan
1. Reaksi dengan Basa Kuat
Reaksi Asam karboksilat dengan basa kuat
akan membentuk garam dan air. Garam
karboksilat hasil reaksi merupakan sabun.
Reaksi ini sering disebut juga dengan reaksi
penyabunan, (Bagan 12.55).
2. Reaksi substitusi
a. reaksi dengan halida (PX3, PX5 dan SOX2)
akan menghasilkan suatu asilhalida (Bagan
12.56).
Bagan 12.56. Reaksi substitusi OH
dengan halida
b. reaksi dengan alkohol akan menghasilkan
suatu ester dan H2O.
3. Reaksi Reduksi menggunakan katalis CaAlPH4
akan menghasilkan alkohol primer.
4. Reaksi dehidrasi (penghilangan molekul H2O)
akan
menghasilkan
anhidrida
asam
karboksilat, lihat Gambar 12.57.
12.10.3. Pemanfaatan asam karboksilat
Bagan 12.57. Dehidrasi asam
karboksilat menghasilkan anhidrida
asam karboksilat
Asam format digunakan dalam industri kecil
penyamakan kulit dan menggumpal bubur kertas
atau karet. Asam asetat atau yang lebih populer
sebagai asam cuka digunakan sebagai cuka
makan dengan kandungan asam asetat 20‐25%.
Asam stearat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan lilin.
12.11. Alkil Alkanoat
Alkil alkanoat atau yang lebih dikenal sebagai
ester adalah turunan dari senyawa alkanoat yang
terbentuk melalui penggantian atom hidrogen
pada gugus karboksilat dengan gugus alkil (R’).
Ester memiliki rumus struktur yang sama dengan
asam alkanoat dan memiliki gugus fungsi
RCOOR’. Pada Gambar 12.58, disajikan rumus
molekul dari senyawa ester sederhana. Ester
merupakan senyawa yang sangat berguna karena
dapat diubah menjadi aneka ragam senyawa lain.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.58. Rumus umum ester.
254
Senyawa ester merupakan hasil reaksi antara asam
karboksilat dengan alkohol yang berlangsung pada
suasana asam.
12.11.1. Tata nama ester
Nama suatu aster terdiri dari dua kata. Kata pertama
ialah nama gugus alkil yang terikat pada oksigen ester.
Kata kedua berasal dari nama asam karboksilatnya
dengan membuang kata asam.
Bagan 12.59. Tatanama
senyawa ester
Penamaan diawali dengan penetapan rantai utama
yaitu rantai terpanjang yang mengikat gugus
karboksilat, dimana atom C pengikat gugus karboksilat
juga mengikat atom oksigen. Selanjutnya memberikan
nomor pada rantai alkil, dimulai dari C yang mengikat
gugus
karboksil.
Penamaan
diakhiri
dengan
menyebutkan nomor dan nama cabang pada rantai alkil
diikuti dengan nama rantai alkil dan diakhiri dengan
nama rantai utamanya dengan menghilangkan kata
‘asam’ dari nama alkanoat (posisi gugus fungsi tidak
perlu diberi nomor). Penamaan senyawa ester
ditunjukan pada Bagan 12.59.
12.11.2. Sifat-Sifat Ester
Ester dengan jumlah atom Karbon sedikit atau rantai
yang pendek memiliki sifat mudah menguap dan
berwujud cair. Sedangkan ester dengan rantai yang
panjang ditemukan pada minyak (berwujud cair) dan
lemak (padat) yang merupakan senyawa triester.
Minyak dan lemak tidak larut dalam air tetapi larut
dalam benzena, eter dan CS2.
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam
karboksilat dengan alkohol, reaksi ini berlangsung
dalam suasana asam, seperti persamaan di bawah ini.
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang dapat balik.
Sehingga ester dapat dihidrolisis oleh air pada suasana
asam. Hasil reaksi ini adalah asam karboksilat dan
alkohol.
Hidrolisis dari ester dalam suasana basa, menghasilkan
sabun dan alkohol, lihat persamaan reaksi pada Bagan
12.60.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 12.60. Reaksi hidrolisis
ester dalam suasana basa
255
12.11.3. Pemanfaatan Ester
Ester yang beraroma buah‐buahan (seperti isopentil
asetat yang beraroma pisang) banyak digunakan
sebagai penambah aroma (essen) pada makanan
dan minuman. Beberapa senyawa pemberi rasa
atau pengharum disajikan dalam tabel 12.6.
Tabel 12.6. Beberapa senyawa yang memberikan rasa dan aroma pada buah‐buahan
Dalam bidang farmasi, beberapa obat merupakan
senyawa ester yang paling populer adalah obat
penghilang rasa sakit serta pelemas otot. Senyawa‐
senyawa tersebut adalah turunan asam salisilat
seperti aspirin dan minyak gosok, lihat Gambar
12.61.
Minyak merupakan senyawa triester dari senyawa
asam karboksilat dengan gliserol, minyak
dimanfaatkan
untuk
menggoreng
produk
makanan. Minyak dan lemak juga merupakan
bahan baku pembuatan sabun. Ester dari alkohol
rantai panjang dengan asam karboksilat rantai
panjang merupakan bahan pembuatan lilin
nonparafin.
12.12. Alkil Amina
Senyawa alkilamina merupakan senyawa turunan
dari alkana, dimana salah satu atom hidrogennya
digantikan dengan gugus amina (‐NH2).
Alkilamina memiki ciri khas yaitu pada gugus
aminannya. Berdasarkan letak atau posisi dari
gugus amina, maka senyawa ini diklasifikasikan.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.61. Molekul aspirin dan
minyak gosok
256
Senyawa alkilamina primer adalah senyawa yang
terbentuk oleh gugus amina yang terikat pada atom
C primer, demikian pula untuk alkilamina sekunedr
dan tersier, masing‐masing gugus aminanya terikat
pada atom sekender dan tersier, lihat Gambar
12.63.
12.12.1. Tata nama Alkilamina
Penamaan alkil amina dilakukan dengan
menyebutkan gugus alkilnya dan dilanjutkan
dengan amin, dengan penamaan ini sekaligus
tampak kedudukan gugus amina bentuk primer (1o),
sekunder (2o) atau tersiernya (3o), lihat (Gambar
12.63).
Untuk penamaan dengan dengan acuan IUPAC,
diawalai dengan menetapkan rantai utama yaitu
rantai terpanjang yang mengikat gugus amina,
dilanjutkan dengan pemberian nomor dan nama
cabang kemudian diakhiri dengan menyebutkan
nomor, gugus cabang, rantai alkananya dan
menambahkan kata amin, lihat contoh di bawah ini:
Gambar 12.63. Struktur molekul
alkilamin primer, sekunder dan
tersier
CH3‐CH2‐NH2: etanamin
CH3‐CHNH2‐CH3: 2‐propanamin
CH3‐CH2‐CH2‐NH‐CH3: N‐metil‐2‐propanamin
12.12.2. Sifat-sifat alkilamin
Sifat‐sifat fisik, Senyawa alkanamin atau alkilamina
memiliki bau yang khas, sedikit pesing. Wujud
zatnya tergantung dari rantai atom karbonnya.
Untuk senyawa dengan jumlah atom C sebanyak 1‐2
buah berupa gas. Untuk tiga atom C dengan
kedudukan gugus amina primer sudah berupa
cairan pada suhu kamar. Alkil amina memiliki atom
N yang polar, namun tidak sekuat Oksigen pada
alkohol, sehingga titik didih alkilamin lebih rendah
dibandingkan alkohol, lihat Tabel 12.7.
Tabel 12.7. Titik didih dari senyawa alkana, alkilamin dan alkohol
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
257
Polaritas atom N pada alkilamina menyebabkan
alkilamina cukup reaktif, interaksi antar molekul
alkilamina terjadi karena adanya ikatan hidrogen
antar kedua molekul. Khusus untuk alkilamina
tersier tidak terjadi ikatan hidrogen, karena atom N
sudah tidak mengikat atom H lagi. Dengan adanya
kemampuan membentuk ikatan hidrogen senyawa
alkilamin larut dalam air. Ikatan hidrogen dan
interaksinya sesama molekul alkilamina dan
interaksinya dengan molekul air disajikan pada
Gambar 12.64.
Alkilamin dapat membentuk reaksi penggaraman,
jika dinetralkan oleh asam. Penamaan molekul
garam dengan mengganti kata amin dengan
amonium seperti :
CH3‐NH2 + HCl → CH3‐NH3+ Cl–
metilamin
metilamonium klorida
Sifat yang unggul dari persenyawaan garam amina
adalah berbentuk padatan dalam suhu kamar,
larutan dalam cairan tubuh, sehingga bentuk garam
amina ini merupakan pilihan yang tepat untuk
membuat obat. Senyawa ephedrine hydrochloride
dan difenihidramin hidroklorida merupakan
senyawa yang banyak terdapat pada obat‐obat
influenza, seperti struktur molekul dibawah ini.
Gambar. 12.64. Ikatan hidrogen
antar molekul alkil amin kecuali
pada tersier alkilamin
Bagan 12.65. Senyawa lingkar dari
alkilamin yang bersifat basa
Senyawa alkilamin yang berbentuk siklik (lingkar)
bersifat sebagai basa. Bentuk lingkar yang stabil dari
senyawa ini adalah cincin dengan segi lima atau segi
enam yang mengandung satu atau dua atom
nitrogen, seperti Bagan 12.65.
Persenyawaan alkilamina di alam melimpah ruah,
dan telah banyak dimanfaatkan untuk obat‐obatan
khususnya jamu tradisional atau herbal medicine,
dan yang sedang popular saat ini adalah alkaloid.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
258
Alakaloid adalah senyawa yang memiliki basa
nitrogen yang secara fisiologis aktif dalam tubuh
makhluk hidup, khususnya untuk stimulan, anestesi
dan anti depresi senyawa ini banyak diproduksi
pada tumbuh‐tumbuhan.
Beberapa alkaloid yang terkenal adalah caffein, dan
nikotin yang telah digemari manusia sejak dulu kala.
Caffein banyak terdapat dalam kopi, teh, coklat dan
softdrink. Senyawa ini mampu bekerja sebagai
stimulant sistem saraf manusia agar tetap segar.
Struktur molekul dari caffeine mengandung basa
nitrogen cincin imidazol. Sedangkan Nikotin
terdapat dalam tembakau, saat ini dunia sedang
memerangi penggunaan tembakau, beberapa effek
fisiologisnya adalah menaikkan level adrenalin di
dalam darah. Struktur molekulnya mengandung
pyrolidin. Struktur dari kedua molekul ditampilkan
pada Gambar 12.66.
Beberapa alkaloid yang banyak dipergunakan untuk
penghilang rasa sakit adalah morfin, heroin dan
codein, namun kenyataannya obat ini telah banyak
disalah gunakan pemanfaatannya oleh kalangan
remaja. Struktur molekul dari alkaloid seperti pada
Gambar 12.67 di bawah ini:
Gambar 12.66. Struktur molekul
caffein yang mengandung imidazol
dan nikotin yang mengandung
pyrolidin
Gambar.12.67. Struktur molekul Heroin, Morfin dan
Codein
Dari gambar di atas tampak bahwa molekul dasar
dari ketiga persenyawaan tersebut (morfin, heroin
dan codein) merupakan molekul hasil modifikasi
dari morfin dengan mengganti beberapa gugusnya,
perhatikan warna pink dan kuning.
Senyawa kelompok alkilamin yang juga sering
disalah gunakan dan banyak beredar secara illegal
adalah senyawa cocain dan turunannya. Dalam
bidang kesehatan cocain dipergunakan sebagai
anestesi. Beberapa turunannya yaitu senyawa
procain, lidocain, dan Demerol (Gambar 12.68).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.68. Senyawa anestesi
yang berasal dari cocain
259
Persenyawaan amin memegang peranan penting dalam
sistem saraf seperti, acetylcholine, catecholamin,
amphetamin, serotonin, histamin dan γ‐Aminobutyrat
(GABA).
12.13. Sikloalkana
Sikloalkana adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang
memiliki sekurang‐kurangnya 1 cincin atom karbon,
dengan rumus umum umum CnH2n. Sikloalkana paling
sederhana adalah siklopropana yang memiliki 3 atom C
dengan konformasi berbentuk planar. Sedangkan pada
sikloalkana dengan jumlah atom C penyusun cincin
lebih dari 3 memiliki bentuk yang tidak planar dan
melekuk, membentuk suatu konformasi yang paling
stabil (memiliki energi paling rendah), ingat bentuk
molekul gula yang berbentuk segi enam, berupa pelana
kuda dan bentuk kursi adalah bentuk yang stabil. Tabel
12.8 di bawah ini menyajikan beberapa bentuk
sikloalkana.
Tabel 12.8. Struktur dan bentuk geometris dari beberapa senyawa sikloalkana
12.13.1. Tata nama sikloalkana
Penamaan sikloalkana sama dengan penamaan alkana
dengan menambahkan awalan ‘siklo’ di depan nama
alkana yang sesuai dengan jumlah atom C dalam cincin.
Sikloalkana yang memiliki substituen atau gugus
pengganti lebih dari 1 pada cincin karbonnya,
penamaan dilakukan dengan cara memberi nomor 1
pada atom C yang mengikat salah satu substituen dan
yang lain diatur agar memiliki nomor yang rendah.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
260
Penamaan senyawa sikloalkana, kita mulai dari yang
mudah yaitu metilsiklopentana, hal ini mengindikasikan
bahwa molekul tersebut berbentuk segi lima dan
mengandung satu gugus metil. Sedikit yang lebih
kompleks yaitu 1,2‐dimetilsiklopentana, dimana
terdapat dua gugus metil yang berposisi pada atom C 1
dan C 2 pada siklopentana. Hal yang sama juga kita
lakukan untuk senyawa siklo dengan enam atom C,
misalnya 1,2,4‐trimetilsikloheksana, terdapat tiga gugus
metil pada sikloheksana, lihat Bagan 12.69.
Bagan 12.69. Tata nama
senyawa sikloalkana
12.14. Benzena
Benzena merupakan sikloheksena yaitu senyawa siklik
yang memiliki ikatan rangkap dua aromatik dengan
rumus struktur C6H12. Benzena dilambangkan dalam
dua bentuk, yang pertama adalah struktur Kekulé dan
yang lainnya adalah heksagon dengan lingkaran di
dalamnya untuk menggambarkan adanya resonansi
ikatan π atau distribusi elektron yang tersebar merata
didalam cincin benzena. Kedua struktur ini
disederhanakan pada Gambar 12.70.
Adanya ikatan rangkap dua pada senyawa sikloheksena
ini menunjukkan bahwa benzena termasuk hidrokarbon
tidak jenuh, namun pada umumnya benzena tidak
berperilaku seperti senyawa tak jenuh.
12.14.1. Tata nama benzena dan turunannya
Penamaan benzena berdasarkan aturan IUPAC adalah
sebagai berikut:
1. Jika hanya terdapat 1 substituen maka
penamaannya dilakukan dengan cara menyebutkan
nama gugus substituennya diikuti dengan kata
‘benzena’ dan apabila terdapat dua substituen atau
lebih, tentukan gugus utama dan gugus
substituennya.
2. Berilah nomor pada atom C dalam cincin benzena
dengan mengatur agar penjumlahan nomor posisi
gugus substituen memiliki jumlah sekecil mungkin.
3. Sebutkan nomor dan nama substituen diikuti
dengan nama gugus utamanya.
Penomoran untuk benzena yang memiliki 2 substituen
dapat diganti dengan awalan o (orto = substituen pada
posisi 1,2), m (meta = substituen pada posisi 1,3) dan p
(para = substituen pada posisi 1,4). Penamaan dengan
model ini ditunjukan pada Gambar 12.71.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.70. Struktur Kekulé
dan heksagonal benzena
Gambar 12.71. Penamaan
senyawa benzena
261
12.14.2. Sifat-sifat benzena dan turunannya
Turunan dari senyawa benzena terjadi karena salah
satu atom hidrogen dalam ring benzena diganti atau
disubstitusi oleh atom atau gugus lain. Senyawa‐
senyawa tersebut meliputi touluen adalah benzena
yang mengandung gugus metil, apabila mengandung
gugus halogen dinamakan halobenzena. Sedangkan
yang mengandung gugus hidroksi dan gugus nitro
secara berurutan dinamakan fenol dan nitrobenzena.
Struktur molekul untuk turunan senyawa benzena
disederhanakan dalam Gambar 12.72.
Dalam bereaksi, benzena tidak mengalami reaksi adisi
karena cincin benzena stabil, hal ini berbeda untuk
senyawa‐senyawa yang memiliki ikatan rangkap.
Misalnya, benzena tidak mengalami reaksi adisi
layaknya senyawa alkena dan alkuna. Dan reaksi utama
dari benzena adalah reaksi substitusi. Reaksi ini
disederhanakan pada Gambar 12.73.
Benzena dapat di hidrogenasi menghasilkan suatu
sikloalkana dengan bantuan katalis logam. Reaksi ini
disederhanakan pada Gambar 12.74. Senyawa benzena
akan mengalami reduksi dan akan menerima atom H,
dengan cara melepaskan ikatan rangkapnya. Reaksi ini
tidak berlangsung sederhana namun memerlukan
katalisator logam khususnya platina atau nikel.
Benzena merupakan senyawa organik yang sangat
beracun bagi manusia dan dapat menyebabkan
kerusakan hati. Namun toluena jauh kurang beracun,
meskipun bukan tidak berbahaya. Hal ini disebabkan
karena perbedaan senyawa intermediet yang dihasilkan
pada saat akan dibongkar dalam tubuh. Untuk toluen
menghasilkan senyawa intermediet asam benzoat yang
dapat diekskresikan, sehingga tidak akan menimbulkan
masalah kesehatan.
12.14.3. Pemanfaatan senyawa benzena
Senyawa benzena merupakan bahan baku yang dapat
dipergunakan menjadi bahan lain. Selain itu benzena
juga dipergunakan sebagai pelarut organik, khususnya
untuk zat yang memiliki sifat non‐polar.
Turunan dari senyawa benzena seperti fenol (lihat
Gambar 12.72) dipergunakan sebagai zat antiseptik.
Umumnya dipergunakan sebagai bahan pembersih
toilet.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 12.72. Beberapa
senyawa turunan benzena
Bagan 12.73. Reaksi substitusi
dengan gugus nitro pada
benzena
Bagan 12.74. Reaksi hidrogenasi
benzena
262
Senyawa turunan benzena yang memiliki gugus metil,
dikenal dengan toluene. Zat ini merupakan bahan baku
untuk membuat asam benzoate, dengan cara
mengoksidasi secara sempurna senyawa tersebut,
sehingga terbentuk gugus karboksilat. Toluen juga
dipergunakan sebagai bahan baku untuk membuat tri
nitro toluene (TNT) yaitu bahan peledak.
Beberapa polimer juga mempergunakan bahan baku
dari turunan benzena, seperti pembentukan
polistirena. Asam salisilat juga merupakan turunan
benzena yang dipergunakan untuk membuat obat
penghilang rasa sakit dan saat ini juga dipergunakan
untuk pengencer darah yaitu aspirin.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
263
RANGKUMAN
1. Alkanon adalah senyawa turunan alkana yang memiliki
gugus karbonil atau gugus keton.
2. Titik didih dan titik leleh alkanon yang lebih rendah
dibandingkan senyawa alkanol karena sulit membentuk
ikatan hidrogen.
3. Senyawa keton tidak dapat dioksidasi namun jika direduksi
akan menghasilkan alkohol sekunder.
4. Beberapa senyawa penting alkanon adalah propanon yang
banyak digunakan sebagai pelarut organik, asetofenon
digunakan sebagai hipnotik dan kloroasetofenon
dipergunakan sebagai gas air mata.
5. Alkanal atau aldehida merupakan isomer fungsi dari
alkanon dengan rumus struktur CnH2nO.
6. Perbedaan aldehid dan alkanon hanya pada posisi gugus
karbonilnya.
7. Alkanal bereaksi dengan perekasi Tollens (Ag2O) akan
menghasilkan endapan perak dan pereaksi Fehling (CuO)
membentuk endapan merah
8. Aldehida dapat dibuat melalui oksidasi lemah alkohol
primer menggunakan oksidator K2Cr2O7 dalam suasana
asam. Reaksi Hidrogenasi aldehida menggunakan katalis
Pt/Ni menghasilkan alkohol primer. Reaksi oksidasi
aldehida menggunakan oksidator KMnO4 atau K2Cr2O7
dalam suasana asam akan menghasilkan suatu asam
karboksilat.
9. Pemanfaatan senyawa aldehida dalam pembuatan
disinfektan dan karet sintesis
10. Alkohol merupakan senyawa monohidroksi turunan dari
alkana, dimana salah satu atom H diganti gugus oleh gugus
hidroksi (OH) dengan rumus umum CnH2n+2O. Alkohol dapat
dibedakan menjadi alkohol primer, sekunder dan tersier.
11. Alkohol primer akan teroksidasi menjadi aldehida dan pada
oksidasi lebih lanjut akan menghasilkan asam karboksilat.
Alkohol sekunder akan teroksidasi menjadi keton.
Sedangkan alkohol tersier tidak dapat teroksidasi.
12. Alkohol umumnya berwujud cair dan memiliki sifat mudah
menguap (volatil) tergantung pada panjang rantai karbon
utamanya. Alkohol dapat dibakar menghasilkan gas karbon
dioksida dan uap air dan energi yang besar.
13. Reaksi antara alkohol dengan asam karboksilat dengan
katalis asam menghasilkan ester.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
264
14. Alkoksi alkana atau eter adalah senyawa turunan alkana
yang salah satu atom hidrogennya diganti dengan gugus
alkoksi (OR). Eter merupakan isomeri dari alcohol.
15. Eter memiliki titik didih rendah karena sangat sulit
membentuk ikatan hidrogen. Kelarutan eter dalam air
sangat kecil (±1,5%) mudah terbakar membentuk CO2 dan
uap air, eter terurai oleh asam halida terutama oleh HI.
16. Eter digunakan sebagai pelarut senyawa karbon, zat
disinfektan, zat anastesi dan dipakai sebagai senyawa aditif
pada bahan bakar.
17. Asam alkanoat atau asam karboksilat adalah segolongan
asam organik yang memiliki gugus fungsional karboksilat
(COOH) dengan rumus umum CnH2nO.
18. Asam karboksilat dengan atom C kurang dari 10 berwujud
cair sedangkan dengan 10 atom C atau lebih berwujud
padat pada suhu kamar. Semua asam karboksilat
merupakan asam lemah dengan Ka= ±1×10‐5.
19. Beberapa reaksi kimia asam karboksilat diantaranya :
Reaksi dengan basa kuat akan membentuk garam dan air.
Reaksi dengan halida menghasilkan suatu asilhalida.
20. Reduksi menggunakan katalis CaAlPH4 menghasilkan
alkohol primer. Reaksi dehidrasinya
menghasilkan
anhidrida karboksilat.
21. Pemanfaatan Asam Karboksilat dalam industri kecil
penyamakan kulit dan menggumpal bubur kertas atau
karet, industri makanan dan sebagai bahan dasar
pembuatan lilin.
22. Alkil alkanoat atau ester adalah turunan dari asam alkanoat
yang terbentuk melalui penggantian atom hidrogen pada
gugus hidroksi dengan sutu gugus alkil (R’) dengan rumus
struktur RCOOR’.
23. Ester dengan rantai yang pendek bersifat volatil dan
berwujud cair. Sedangkan dengan rantai yang panjang
ditemukan pada minyak (berwujud cair) dan lemak (padat).
Hidrolisis ester dalam suasana basa, menghasilkan sabun
dan alkohol sedangkan pada suasana asam menghasilkan
karboksilat dan alcohol.
24. Alkilamina merupakan senyawa turunan dari alkana,
dimana salah satu atom hidrogennya digantikan dengan
gugus amina.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
265
25. Senyawa alkanamin atau alkilamina memiliki bau yang
khas, sedikit pesing. Wujud zatnya tergantung dari rantai
atom karbonnya. Sifat yang unggul dari persenyawaan
garam amina adalah berbentuk padatan dalam suhu kamar,
larutan dalam cairan tubuh.
26. Alkilamin yang berbentuk siklik (lingkar) bersifat sebagai
basa. alkilamina di alam melimpah ruah, dan telah banyak
dimanfaatkan untuk obat khususnya jamu.
27. Alakaloid adalah senyawa yang memiliki basa nitrogen yang
secara fisiologis aktif dalam tubuh makhluk hidup.
Beberapa alkaloid yang terkenal adalah caffein, dan nikotin.
28. Alkaloid yang digunakan sebagai penghilang rasa sakit
misalnya morfin, heroin dan codein.
29. Sikloalkana adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang
memiliki sekurang‐kurangnya 1 cincin atom karbon, dengan
rumus umum umum CnH2n.
30. Benzena merupakan sikloheksena yaitu senyawa siklik yang
memiliki ikatan rangkap dua aromatik dengan rumus
struktur C6H12.
31. Benzena tidak mengalami reaksi adisi karena cincin
benzena stabil reaksi utama dari benzena adalah reaksi
substitusi.
32. Benzena dapat di hidrogenasi menghasilkan suatu
sikloalkana dengan bantuan katalis logam.
33. Benzena sangat beracun dan dapat menyebabkan
kerusakan hati.
34. Benzena dipergunakan sebagai pelarut organik. turunan
benzena yang dipergunakan untuk mensintesis aspirin.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
266
Pilihalah salah satu jawaban yang paling benar
1. Termasuk senyawa apakah molekul dibawah ini
CH3CH2CH2CH(OH)CH3
a. Aldehida
b. Keton
c. Alkohol
d. Alkoksi alkana
2. Dengan jumlah atom C yang sama, Titik didih yang
tertinggi dimiliki oleh seyawa :
a. Asam etanoat
b. Etanol
c. Etanal
d. Metil metanoat
3. Nama yang tepat untuk senyawa di bawah ini adalah
H3C
CH3
O
C
CH
CH3
a. Isopropanal
b. 2,2‐ dimetil propanal
c. 2‐metil butanal
d. pentanal
4. Kloroasetofenon merupakan senyawa yang banyak
digunakan sebagai gas air mata. Senyawa ini merupakan
turunan dari
a. fenol
b. Asam karboksilat
c. Alkilamina
d. alkanon
5. Isomer fungsi dari senyawa n‐heksanal adalah
a. n‐heksena
b. 3‐heksanon
c. propoksi propana
d. n‐heksanol
6.Reaksi hidrogenasi 3‐metil pentanal dengan katalis Pt akan
menghasilkan senyawa
a.
b.
c.
d.
3‐metil pentanon
asam 3‐metil pentanoat
3‐metil pentanol
metoksi pentana
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
UJI
KEMAMPUAN
267
7.Diantara senyawa berikut yang sulit dioksidasi, kecuali
a. 2‐metil heksana
b. asam 3‐propil oktanoat
c. 2‐metil butanal
d. Nitrobenzen
8.Senyawa yang merupakan isomer fungsi dari molekul
berikut adalah
HO
CH3
CH
H3 C
CH
CH3
a. metoksi butana
b. penatanon
c. pentanal
d. asam pentanoat
9.Berikut ini merupakan kegunaan senyawa eter kecuali
a. sebagai aditif aroma makanan
b. zat anestesi
c. disinfektan
d. pelarut organik non polar
10. Nama yang tepat untuk senyawa berikut adalah
H3C
CH2
C2H5
O
O
C3H7
a. 2‐etil butirat propil ester
b. isobutil propanoat
c. 2‐metil butanoat
d. propil isobutanoat
11. Hasil reaksi antara n‐butanol dengan asam etanoat pada
suasana asam adalah
a. etil butanoat dengan air
b. etoksi butana dan etanol
c. butil etanoat dan air
d. butil etanoat dan etanol
12. Reaksi antara asam asetat (asam etanoat) dengan asam
bromida akan dihasilkan
a. bromo etena
b. bromo etena
c. asetil bromida
d. bromo etanol
13. Senyawa berikut merupakan hasil hidrolisis propil oktana
pada suasana basa (NaOH)
a. asam oktanoat dan propanol
b. natrium propanoat dan oktanol
c. natrium oktanoat dan propanol
d. asam propanoat dan oktanol.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
268
Bab 13. Makromolekul
Standar Kompetensi
Menjelaskan system klasifikasi
dan kegunaan polimer
Kompetensi Dasar
Menjelaskan kegunaan polimer
Mengklasifikasikan polimer
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mendefinisikan polimer
2. Siswa dapat mengklasifikasikan polimer
3. Siswa dapat menyebutkan jenis reaksi polimerisasi
4. Siswa dapat menyebutkan sifat‐sifat polimer sintetik
5. Siswa dapat menggunakan tata penamaan polimer sintetik
6. Siswa dapat menyebutkan manfaat polimer sintetik dalam kehidupan sehari‐
hari.
13.1. Polimer
Dalam kehidupan sehari‐hari banyak kita jumpai
beraneka ragam zat atau barang bukan sebagai
senyawa sederhana melainkan sebagai molekul
besar atau dengan berat molekul berkisar seribu
bahkan ratusan ribu. Hal ini disebabkan karena
senyawa tersebut tersusun dari molekul‐molekul
kecil yang saling bergabung membentuk struktur
yang sangat besar, dan sifat‐sifatnya berbeda
dengan molekul‐molekul penyusunnya. Molekul
dengan ciri‐ciri semacam ini disebut dengan
makromolekul.
Beberapa senyawa makromolekul yang mudah kita
temukan seperti kayu berupa lignin dan selulosa,
bahan makanan seperti beras, tepung terigu berupa
karbohidrat, daging, telur yang mengandung
protein, bahan pakaian seperti polyester, peralatan
yang terbuat dari plastik berupa polietilena teflon
polivinilklorida dan polistirena, lihat Gambar 13.1.
Polimer adalah makromolekul yang biasanya
memiliki bobot molekul tinggi, dibangun dari
pengulangan unit‐unitnya. Molekul sederhana yang
membentuk unit‐unit ulangan ini dinamakan
monomer. Sedangkan reaksi pembentukan polimer
dikenal dengan istilah polimerisasi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 13.1. Berbagai macam produk
berupa senyawa polimer
269
Untuk lebih jelasnya bagaimana monomer membentuk
sebuah polimer dapat kita perhatikan struktur molekul
polimer pada Bagan 13.2.
Bagan 13.2. sejumlah n
monomer membentuk polimer
13.2. Klasifikasi Polimer
Banyak cara yang diajukan oleh kimiawan dalam
mengklasifikasikan polimer, seperti berdasarkan asal atau
sumbernya, berdasarkan struktur molekulnya dan adapula
yang didasari atas sifat panasnya. Namun demikian
pengklasifikasian yang paling sederhana dan sering
dipergunakan didasari atas asal atau sumbernya.
Berdasarkan hal ini diketahui dua jenis polimer yaitu
polimer alam dan polimer sintetik.
13.2.1. Polimer Alam
Polimer alam adalah senyawa yang dihasilkan dari proses
metabolisme mahluk hidup. Contoh sederhana polimer
alam adalah karet alam, pati, selulosa dan protein.
Jumlahnya yang terbatas dan sifat polimer alam yang
kurang stabil, mudah menyerap air, tidak stabil karena
pemanasan
dan
sukar
dibentuk
menyebabkan
penggunaanya amat terbatas. Pembahasan polimer alam
secara detil disajikan pada Bab 14.
13.2.2. Polimer sintetik
Polimer sintetik merupakan jenis polimer yang dihasilkan
melalui sintesis kimia, produksi umumnya dilakukan dalam
skala besar untuk kepentingan hidup manusia. Bentuk
polimer sintetik yang dihasilkan dapat berupa plastik dan
serat buatan. Plastik merupakan polimer yang memiliki
sifat mencair atau mudah mengalir jika dipanaskan,
sehingga mudah dibentuk atau dicetak. Beberapa produk
dari plastik misalnya pipa, mainan anak‐anak, dapat pula
berbentuk lembaran seperti pembungkus makanan atau
bahan dan berupa cairan pelapis cat mobil, pernis
perhatikan Gambar 13.3.
Gambar 13.3. Produk polimer
berupa plastik
Polimer sintetik lainnya adalah polimer termoset, polimer ini
dapat dilebur pada tahap tertentu selanjutnya menjadi
keras selamanya, dan tidak dapat dicetak ulang. Bakelit
adalah contoh yang mudah kita temukan sebagai casing
pada peralatan elektronika, toilet, dan lain‐lain.
Serat buatan merupakan produk polimer berupa untaian
atau seperti benang yang dapat ditenun atau dijalin
membentuk lembaran‐lembaran tipis dan panjang yang kuat
dan ulet. Produk polimer bentuk ini dapat dilihat pada
Gambar 13.4.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 13.4. Produk polimer
berupa serat buatan
270
13.3. Monomer
Seperti telah dibahas sebelumnya monomer adalah unit
terkecil sebagai penyusun polimer. Penelitian di bidang
monomer sangat pesat, mengngat banyak tantangan yang
dihadapi oleh manusia, jika kita menggali terus menerus
barang tambang, tentunya akan merusak lingkungan, para
ahli mencari pengganti besi, sebagai pipa, tembaga sebagai
penghantar listrik. Monomer pengganti tersebut masih
dipelajari, misalnya polimer yang dapat menghantarkan
listrik seperti polianilin, polipirol dan lainnya.
Beberapa monomer yang sudah banyak dimanfaatkan oleh
kita dan telah dikomersialisasikan seperti, etilen, kloro
etilen, tetrafloro etilen, isobutilena dan stirena.
Pada Table 13.1 disajikan beberapa monomer yang sudah
kita kenal beserta nama polimer dan unit terkecil penyusun
polimernya.
Tabel 13.1 Monomer, rumus molekul unit ulangannya dan nama polimer
No
Monomer
Unit ulangan
Nama polimer
1
CH2 = CH2
‐ CH2CH2 –
Polietilen
2
CH2 = CHCl
‐ CH2CHCl –
Poli (vinil klorida)
3
CF2 = CF2
Politetraetilen/Teflon
4
Poliisobutilena
5
Polistirena
13.4. Polimerisasi
Penggabungan molekul‐molekul kecil atau
monomer menjadi molekul yang sangat besar
siberi istilah reaksi polimerisasi. Berdasarkan
peristiwa yang terjadi selama reaksi, maka
polimerisasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
polimerisasi adisi dan polimer kondensasi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
271
Polimerisasi adisi
Polimerisasi adisi terjadi pada monomer‐monomer
yang sejenis dan mempunyai ikatan tak jenuh
(rangkap). Proses polimerisasi diawali dengan
pembukaan
ikatan
rangkap
dari
setiap
monomernya, dilanjutkan dengan penggabungan
monomer‐monomernya membentuk rantai yang
lebih panjang dengan ikatan tunggal. Proses ini
disederhanakan dalam Bagan 13.5.
Bagan 13.5. Contoh polimerisasi adisi dari
senyawa propilen
Polimer yang terbentuk dari reaksi polimerisasi
adisi hanya mengandung satu macam monomer
saja, sehingga disebut homopolimer, Struktur
homopolimer adalah –A – A – A – A – A, dan A
adalah monomer.
Beberapa senyawa yang mengikuti pola reaksi
adisi, seperti etilen dalam membentuk polietilen,
tetrafloro etilen dalam membentuk Teflon dan
polimer lainnya.
Dalam polimerisasi adisi dari senyawa propilen
akan terbentuk tiga jenis struktur polimer didasari
pada kedudukan atau posisi dari gugus alkil atau
fenil. Isotaktik propilen berbentuk jika gugus metil
pada posisi yang sama didalam polimer tersebut.
Untuk lebih mudahnya perhatikan Gambar 13.6.
Jika gugus alkil/fenil memiliki kedudukan yang tidak
sama misalnya cis dan trans, namun kedudukan
tersebut berubah secara beraturan, maka polimer
tersebut dikatakan sebagai sindiotaktik, perhatikan
Gambar 13.7, yang mengilustrasikan struktur ini.
Jika gugus alkil/fenil yang berada pada rantai
karbonnya berposisi secara random, maka polimer
ini disebut dengan polimer ataktik. Perhatikan
struktur ataktik pada Gambar 13.8.
Gambar 13. 6. Struktur isotaktik propilen
dimana kedukan metil adalah sama
Gambar 13.7. Struktur sindiotaktik
propilen dengan gugus metil yang
berseberangan namun berubah secara
teratur
13.4.2. Polimerisasi Kondensasi
Pada polimerisasi kondensasi penggabungan
monomer membentuk polimer dengan melepaskan
molekul kecil seperti air (H2O) atau ammonia (NH3).
Untuk mempermudah ilustrasi dari reaksi
polimerisasi kondensasi dapat kita amati pada
persamaan reaksi dibawah ini :
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 13.8. Struktur ataktik propilen
dengan gugus metil yang berposisi
random atau acak
272
Bagan 13.9. Contoh kopolimer untuk
senyawa stirena dengan butadiena
Pada polimerisasi kondensasi, banyak monomer
pembentuk polimer lebih dari satu jenis atau
terbentuk dari bermacam‐macam monomer,
sehingga disebut kopolimer. Struktur umum
kopolimer adalah –A – B – A – B – A – B – A – B – .
Pembentukan polimer semacam ini ditunjukan
pada Bagan 13.9, pada pembuatan karet sintetik.
13.4. Tata Nama Polimer
Begitu besar molekul‐molekul penyusun polimer
dan tidak hanya dari satu jenis polimer saja, namun
dapat pula terdiri dari beberapa unit polimer
seperti yang sudah kita bahas sebelumnya.
Penamaan polimer didasari oleh atas nama
monomernya baik dari nama sumber ataupun
nama umum, yang kedua didasari atas taktisitas
dan isomernya.
Untuk nama polimer yang didasari atas nama
monomernya adalah polimer yang disusun oleh
satu kata monomer. Penamaan dilakukan dengan
memberikan awal kata poli pada nama
monomernya. Misalnya untuk polimer dengan
monomer stirena, maka nama polimer tersebut
adalah polistirena. Untuk contoh lainnya
perhatikan Tabel 13.2.
Penamaan berubah jika nama monomer lebih dari
satu kata atau didahului sebuah huruf atau angka.
Penamaan dilakukan dengan meletakkan nama
monomer didalam kurung dan diawali dengan kata
poli, sebagai contoh, jika monomernya adalah
asam akrilat, maka penamaan polimer menjadi
poli(asam akrilat). Untuk contoh yang lain
perhatikan Tabel 13.3.
Penamaan berdasarkan taktisitas, diawali dengan
huruf i untuk isotaktik atau huruf s untuk
sindiotaktik. Sebagai contoh kita tuliskan nama
senyawa i‐polistiren, maka hal ini mengindikasikan
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Tabel 13.2. Nama polimer yang didasari
atas nama monomernya
Monomer
Polimer
etilen
Polietilen
propilen
Polipropilen
stiren
Polistiren
tetrafluoroetilena
Poli
tetrafluoroetilena
Tabel 13.3. Nama polimer yang jumlah
kata monomernya lebih dari satu kata
Monomer
Polimer
Asam akrilat
Poli(asam akrilat)
α‐metil stiren
Poli(α‐metil stiren)
1‐pentena
Poli(1‐pentena)
metil metakrilat
Poli(metil
metakrilat)
27
73
bahwa, polimer dissusun oleh monomer stiren
f
dimana kedudukan atau posisi gugus fenilnya
sama.
er strukturaal dan
Penamaan berdasarrkan isome
geometriknya ditunjjukkan denggan menggu
unakan
awalan cis
c atau tran
ns serta den
ngan menyeebutkan
angka un
ntuk posisi sebelum kataa poli. Untu
uk lebih
mudah memahamin
m
nya, kita am
mbil contoh nama
berdasarkkan isomer seperti trans‐1,4‐poli(1,3‐
butadiena).
a
pen
namaan diaatas IUPAC
C juga
Selain aturan
merekom
mendasikan penamaan
n polimer yang
diambil dari
d
struktu
ur unit dasaar. Aturan teersebut
adalah :
s
tterkecil
• Penggidentifikasiaan unit struktural
(CRU
U)
• Sub unit CR
RU ditetap
pkan priorritasnya
dasarkan ikaatan dan ditulis
d
priorritasnya
berd
menurun dari kiri ke kanan
• Subsstituen‐substtituen diberi nomor dari kiri ke
kanaan
• Nam
ma CRU diletakkan daalam kurungg, dan
diaw
wali dengan poli.
p
Untuk lebih mud
dahnya peerhatikan ccontoh
penamaaan seperti did
dalam Tabell 13.4.
T
Tabel
13.4. N
Nama polimeer rekomend
dasi
IUPAC
Nama Sum
mber
Nama
N
IUPAC
C
Polietilen
n
Poli(metilena)
Politetrafluoroe
P
etilena
Poli(difluorometileena)
Polistirenaa
Po
oli(1‐feniletilen
na)
Poli(asam akrrilat)
Poli(1‐
karrboksilatoetilen
na)
Gambar 13.10. Polimeer polietilen yang
memiliki rantai linier dan pan
njang
13.5. Sifat-sifat Polimer
P
Polimer
Perbedaaan utama daari polimer alam dan P
sintetik adalah,
a
mud
dah tidaknyya sebuah p
polimer
didegradaasi atau diro
ombak oleh mikroba. P
Polimer
sintetik sulit diuraikan oleh mikro
oorganisma..
Sifat‐sifatt polimer sintetik sangaat ditentukaan oleh
struktur polimernya seperti; panjangnya
p
rantai;
ul, percaban
ngan, dan ikatan
gaya anttar moleku
silang anttar rantai po
olimer.
Pertambaahan panjan
ng rantai utaama polimer diikuti
dengan meningkattnya gaya antar molekul
m
Hal
menyeb
babkan
monomer.
ini
yangg
t
leleh ssebuah
meningkaatnya kekuaatan dan titik
polimer. Gambar 13.10,
1
contoh polimerr yang
n linier. Polimer yang m
memiliki
berantai panjang dan
uatannya me
enurun dan hal ini
banyak cabang, keku
nyebabkan titik
t
lelehnyaa semakin rendah,
juga men
contoh untuk polime
er bercabangg ditunjukkaan oleh
1
Gambar 13.11.
Kimia Kesehata
an, Direktorat Pem
mbinaan Sekolah Menengah Kejurruan 2007
Gambarr 13.11. Conttoh polimer yang
memiliki cabang
274
Beberapa polimer memiliki ikatan silang antar
rantai, hal ini akan membuat polimer yang bersifat
kaku dan membentuk bahan yang keras. Makin
banyak ikatan. silang makin kaku polimer yang
dihasilkan dan polimer akan semakin mudah
patah.
Jenis polimer yang memiliki ikatan silang ini
merupakan plastik termoseting. Jenis plastik ini
hanya dapat dipanaskan satu kali yaitu hanya pada
saat pembuatannya. Jika plastik ini pecah atau
rusak tidak dapat disambung kembali. Pemanasan
selanjutnya
menyebabkan
rusaknya
atau
terbongkarnya ikatan silang antar rantai polimer,
sehingga susunan molekul polimer berubah atau
rusak. Contoh untuk plastik termoseting adalah
polimer bakelit yang memiliki ikatan silang antar
rantai polimernya (Gambar 13.12).
Plastik jenis yang lain memiliki sifat sebagai
termoplastik, yaitu plastik yang dapat dipanaskan
secara berulang‐ulang. Sifat ini disebabkan karena
tidak adanya ikatan silang antar rantai polimernya.
Jika polimer ini rusak atau pecah, kita dapat
menyambungnya
kembali
dengan
cara
dipanaskan, contoh polimer termoplastik adalah
polietilen.
Gambar 13.12. Polimer Bakelit yang
memiliki ikatan silang antar rantai
polimernya
13.6. Polimer disekeling kita
Penggunaan polimer dalam kehidupan sehari‐hari
sudah menjadi bagian hidup kita dan jarang kita
perhatikan. Beberapa polimer tersebut adalah :
Polietilena
Kita lebih sering menyebutnya dengan plastik.
Polimer ini dibentuk dari reaksi adisi monomer‐
monomer etilena. Ada dua macam polietilena,
yaitu yang memiliki densitas (kerapatan) rendah
dan polietilena yang memiliki densitas tinggi.
Perbedaan dari kedua polimer ini adalah cara
pembuatannya dan agak berbeda sifat fisikanya.
Secara umum sifat polietilena adalah sebagai zat
yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
beracun. Untuk polietilen dengan densitas rendah
biasanya dipergunakan untuk lembaran tipis
pembungkus makanan, kantung‐kantung plastik,
jas hujan, lihat Gambar 13.13.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 13.13. Berbagai produk yang
menggunakan bahan polimer polietilen
dengan densitas rendah
275
Sedangkan untuk polietilen yang memiliki densitas
tinggi, polimernya lebih keras, namun masih mudah
untuk dibentuk sehingga banyak dipakai sebagai alat
dapur misal ember, panci, juga untuk pelapis kawat
dan kabel.
Polipropilena,
Polimer ini mirip dengan polietilen, Monomer
pembentuknya adalah propilena (CH3‐CH = CH2),
berbeda dalam jumlah atom C dengan etilen.
Polipropilena lebih kuat dan lebih tahan dari
polietilena, sehingga banyak dipakai untuk
membuat karung, tali dan sebagainya. Karena lebih
kuat, botol‐botol dari polipropilena dapat dibuat
lebih tipis dari pada polietilena. Botol minuman
adalah salah satu contoh polimer propilena yang
banyak dipergunakan, lihat Gambar 13.14.
Gambar 13.14. Contoh penggunaan
propilena pada produk yang sering kita
jumpai
Teflon
Nama Teflon merupakan nama dagang, nama
ilmiahnya adalah politetrafluoroetilena dan
disingkat dengan PTFE. Polimer dihasilkan dari
proses polimerisasi adisi senyawa turunan etilen
yaitu tetrafluoroetilena (CF2 = CF2). Teflon sangat
tahan terhadap bahan kimia, panas dan sangat licin.
Penggunaan teflon sebagai pelapis barang yang than
panas seperti tangki di pabrik kimia, pelapis panci
dan kuali anti lengket di dapur serta pelapis dasar
seterika. Lihat Gambar 13.15.
Polivinil klorida (PVC)
Polimer ini merupakan polimer yang dibentuk oleh
monomer kloro etilen (CH2=CHCl). Polimer ini
memiliki sifat yang lebih kuat dibandingkan dengan
etilen, tahan panas atau tidak mudah terbakar.
Berdasarkan sifat inilah maka, polivinil klorida
banyak dipergunakan untuk untuk membuat pipa,
selang keras, lapisan lantai, piringan hitam, dan lain‐
lain.
Bakelit
Polimer bakelit merupakan plastik termoseting,
polimer ini dihasilkan dari suatu kopolimer
kondensasi antara metanal dan fenol. Bakelit sudah
banyak dibahas pada plastik termoseting. Polimer
ini banyak digunakan untuk peralatan listrik, sebagai
kotak isolator, dan dudukan lampu
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 13.15. Kuali dan panci anti
lengket yang dilapisi oleh teflon
276
Polimer Akrilat
Ada dua jenis polimer Akrilat yang banyak
dipergunakan dalam kehidupan sehari‐hari yaitu
polimetil metakrilat dan serat akrilat atau orlon.
Polmetilmetakrilat (PMMA) merupakan senyawa
homopolimer yang dibentuk dari reaksi polimerisasi
adisi senyawa metil metakrilat. Senyawa ini juga
dikenal dengan nama dagang flexiglass (gelas yang
fleksibel). PMMA berupa plastik bening, keras dan
kuat, namun ringan dan fleksibel. Pemanfaatannya
sebagai bahan pencampur gelas dan pencampur
logam, dan yang paling mudah kita amati adalah
digunakan untuk lampu belakang mobil ataupun
kaca jendela pesawat terbang.
Polimerisasi dari asam akrilat (asam 2‐propenoat)
atau turunannya menghasilkan serat akrilat seperti
orlon, serat ini menyrupai wol, sehingga
dipergunakan untuk jamper, kaos kaki, karpet dam
lain‐lain. Lihat Gambar 13.16. Serat sutra didapat
dari ulat sutra sebagai bahan yang mengkilat dan
halus serta lembut. Polimer sintetik dari sutra
adalah serat sintetik nylon 66 dan nylon 6, walapun
hasilnya tidak sebaik sutra namun sudah mendekati.
Polimer ini merupakan poliimida, cocok untuk tekstil
halus , misalnya untuk pakaian dan pakaian dalam.
Gambar 13.16. Serat dan jamper
merupakan produk dari polimer akrilat
Poliester
Poliester merupakan polimer yang disusun oleh
monomer ester. Penggunaan dari polimer ini adalah
pengganti bahan pakaian yang berasal dari kapas.
Produk yang dikenal adalah Dacron dan tetoron
nama dagang sebagai serat tekstil. Polimer ini juga
dapat dikembangkan lagi dan dipergunakan sebagai
pita perekam magnetic dengan nama dagang mylar.
Karet sintetik
Keterbatasan sumber daya karet dan sifatnya yang
perlu ditingkatkan maka diteliti dan didapatkan
karet sintetik. Karet sintetik merupakan kopolimer
yang terbentuk dari dua monomer yaitu stirena dan
1,3 butadiena disingkat dengan SBR.
Rantai polimer senyawa ini dapat berikatan
membentuk ikatan silang dengan atom belerang
(sulfide) melalui proses vulkanisasi, sehingga karet
sintetik memiliki sifat keras dan kuat. Cocok untuk
ban mobil (Gambar 13.17).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 13.17. Karet sintetik dan
vulkanisasi untuk ban kendaraan
bermotor
277
RANGKUMAN
1. Polimer adalah makromolekul yang biasanya memiliki
bobot molekul tinggi, dibangun dari pengulangan unit‐
unitnya.
2. Pengklasifikasian yang paling sederhana dan sering
dipergunakan didasari atas asal atau sumbernya, yaitu
polimer alam dan polimer sintetik.
3. Polimer sintetik merupakan jenis polimer yang dihasilkan
melalui sintesis kimia.
4. Polimer alam adalah senyawa yang dihasilkan dari proses
metabolisme mahluk hidup.
5. Monomer adalah unit terkecil sebagai penyusun polimer.
6. Penggabungan molekul‐molekul kecil atau monomer
menjadi molekul yang sangat besar siberi istilah reaksi
polimerisasi.
7. Penamaan polimer didasari oleh atas nama monomernya
baik dari nama sumber ataupun nama umum, yang kedua
didasari atas taktisitas dan isomernya.
8. Isotaktik propilen berbentuk jika gugus metil pada posisi
yang sama didalam polimer.
9. Sindiotaktik adalah polimer yang kedudukan atau posisi dari
gugus alkil/fenil kedudukan tidak sama namun berubah
secara beraturan.
10. Polimer ataktik adalah polimer yang posisi dari gugus
alkil/fenil pada rantai karbonnya random.
11. Perbedaan utama dari polimer alam dan Polimer sintetik
adalah, mudah tidaknya sebuah polimer didegradasi atau
dirombak oleh mikroba.
12. Sifat‐sifat polimer sintetik sangat ditentukan oleh struktur
polimernya seperti; panjangnya rantai; gaya antar molekul,
percabangan, dan ikatan silang antar rantai polimer.
13. Polimer yang memiliki ikatan silang antar rantai akan
memiliki sifat kaku dan membentuk bahan yang keras dan
dikenal dengan termoseting
14. Plastik termoplas adalah plastik yang dapat dipanaskan
secara berulang‐ulang.
15. Ada dua macam polietilena, yaitu yang memiliki densitas
(kerapatan) rendah dan polietilena yang memiliki densitas
tinggi.
16. Polipropilena ini mirip dengan polietilen, monomer
pembentuknya adalah propilena (CH3‐CH = CH2), berbeda
dalam jumlah atom C dengan etilen.
17. PTFE adalah dihasilkan dari proses polimerisasi adisi
senyawa turunan etilen yaitu tetrafluoroetilena (CF2 = CF2),
polimer ini disebut juga dengan teflon.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
278
18. Polimer ini merupakan polimer yang dibentuk oleh
monomer kloro etilen (CH2=CHCl) dan polimer ini memiliki
sifat yang lebih kuat dibandingkan dengan etilen.
19. Polimer bakelit merupakan plastik termoseting, polimer ini
dihasilkan dari suatu kopolimer kondensasi antara metanal
dan fenol.
20. Ada dua jenis polimer Akrilat yang banyak dipergunakan
dalam kehidupan sehari‐hari yaitu polimetil metakrilat dan
serat akrilat atau orlon.
21. Polmetilmetakrilat
(PMMA)
merupakan
senyawa
homopolimer yang dibentuk dari reaksi polimerisasi adisi
senyawa metil metakrilat.
22. Polimer sintetik dari sutra adalah serat sintetik nylon 66 dan
nylon 6, walapun hasilnya tidak sebaik sutra namun sudah
mendekati, polimer ini merupakan polimer dari poliimida.
23. Poliester merupakan polimer yang disusun oleh monomer
ester. Penggunaan dari polimer ini adalah pengganti bahan
pakaian yang berasal dari kapas.
24. Karet sintetik merupakan kopolimer yang terbentuk dari
dua monomer yaitu stirena dan 1,3 butadiena disingkat
dengan SBR.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
279
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar
1. Makromolekul yang memiliki bobot molekul tinggi, dan
dibangun dari pengulangan unit‐unitnya disebut dengan
A. Karbohidrat
B. Polietilen
C. Polipropilen
D. Polimer
2. Jika polimer dibentuk dari mononomer tetrafloroetilen
melalui reaksi didalam laboratorium, maka polimer dapat
digolongkan sebagai
A. Polimer laboratorium
B. Polimer sintetik
C. Polemer alam
D. Benar semua
3. Contoh dibawah ini adalah polimer sintetik, kecuali
A. Nylon 66
B. Teflon
C. Karet stirena butadiene
D. Protein
4. Poli(metil metakrilat) adalah polimer yang disusun oleh
monomer
A. Metakrilat
B. Metil metakrilat
C. Asam metakrilat
D. Akrilon
5. Dari senyawa dibawah ini yang mungkin membentuk polimer
isotaktik adalah
A. Polietilen
B. Teflon
C. Polipropilen
D. Bakelit
6. Polimer ataktik memiliki ciri dimana gugus alkil atau fenil pada
rantai utamanya berposisi …..
A. Sama
B. Beraturan
C. Random
D. Tidak sama namun beraturan
7. Perbedaan utama dari polimer alam dan Polimer sintetik
adalah, mudah tidaknya sebuah polimer didegradasi atau
dirombak oleh mikroba dan sering diistilahkan dengan
A. Biomolekul
B. Biodegradabel
C. Biodiesel
D. Biogas
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
UJI
KOMPETENSI
280
8.
Sifat‐sifat polimer sintetik sangat dipengaruhi oleh beberapa
factor kecuali :
A. panjangnya rantai
B. gaya antar molekul
C. ikatan silang antar rantai polimer
D. Titik leleh
9. Bakelit merupakan termoseting, yang memiliki sifat kaku dan
keras. Hasl ini disebabkan oleh
A. panjangnya rantai
B. gaya antar molekul
C. ikatan silang antar rantai polimer
D. Titik leleh
10. Polimer akrilat yang berbentuk serat ditunjukkan oleh
A. Polimetilmetakrilat
B. Orlon
C. Dakron
D. Tetoron
11. Polimer sintetik dari sutra adalah serat sintetik nylon 66 dan
nylon 6, polimer ini merupakan polimer dari poliimida.
A. Poliimina
B. Poliimida
C. Poiligita
D. Polimata
12. Karet sintetik merupakan kopolimer yang terbentuk dari dua
monomer yaitu stirena dengan.
A. 1‐pentena
B. 2 butena
C. 1,3 butadiena
D. 1,3 pentadiena
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
281
Bab 14. Biomolekul
Standar Kompetensi
Menjelaskan system klasifikasi
dan kegunaan polimer
Kompetensi Dasar
Menjelaskan kegunaan polimer
Mengklasifikasikan polimer
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mendefinisikan polimer alam
2. Siswa dapat menyebutkan definisi karbohidrat
3. Siswa dapat mendefinisikan monomer untuk karbohidrat
4. Siswa dapat mendefinisikan protein
5. Siswa dapat mengidentifikasi ikatan peptida pada rantai protein
6. Siswa dapat menyebutkan protein berdasarkan struktur molekulnya
7. Siswa dapat mendefinisikan lipida
8. Siswa dapat mengidentifikasi senyawa asam lemak
9. Siswa dapat membedakan asam lemak jenuh dan tidak jenuh
10. Siswa mengenal senyawa isoprena sebagai monomer terpena
11. Siswa dapat mengidentifikasi molekul penyusun asam nukleat
12. Siswa dapat mendefinisikan nukleosida
13. Siswa dapat mendefinisakan nukleotida
14.1. Makromolekul pada makhluk hidup
Makromolekul atau molekul besar memiliki berat
molekul berkisar seribu bahkan ratusan ribu. Molekul
ini disusun molekul‐molekul kecil yang saling
bergabung membentuk struktur yang sangat besar, dan
sifat‐sifatnya berbeda dengan molekul‐molekul
penyusunnya. Banyak senyawa yang dihasilkan dari
proses
metabolisme
mahluk
hidup,
berupa
makromolekul baik yang berbentuk polimer ataupun
molekul besar yang memiliki struktur molekul yang
kompleks. Molekul yang terdapat dalam makhluk hidup
seringa juga disebut dengan Biomolekul.
Biomolekul merupakan senyawa yang tersusun dari
atom karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, sulfur dan
posfor. Unit terkecil dari organisme hidup adalah sel
dimana di dalamnya terdapat biomolekul seperti: air,
karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat serta
deoksiribosa dan ribosa asam nukleat. Dalam bab ini
materi tersebut menjadi topik pembahasan kita.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
282
14.2. Air
Air merupakan senyawa yang paling melimpah di muka
bumi memiliki rumus kimia H2O. Sebuah molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara
kovalen pada satu atom oksigen, perhatikan Gambar
14.1.
Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak
berbau pada kondisi standar yaitu 1 atm dan 0 °C. Air
merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki
kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia
lainnya, seperti garam‐garam, gula, asam, beberapa
jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Air merupakan molekul yang spesifik, untuk molekul
yang sejenis atau atom disekitar atom oksigen, seperti
nitrogen, flor, dan Posfor, sulfur dan klor, jika berikatan
dengan hidrogen membentuk senyawa dalam bentuk
gas. Hidrogen berikatan dengan oksigen membentuk air
dalam fasa cair, karena oksigen lebih bersifat
elektronegatif daripada elemen‐elemen lain tersebut
(kecuali flor).
Gambar 14.1. Molekul air dengan
orientasi ruang dan sudut
ikatannya
Atom oksigen menarik elektron‐elektron ikatan jauh
lebih kuat dari pada yang dilakukan oleh atom
hidrogen, sehingga kedua atom hidrogen bermuatan
parsial positif (σ+) dan atom oksigen bermuatan parsial
negatif (σ‐). Adanya muatan pada tiap‐tiap atom
tersebut membuat molekul air memiliki momen dipol.
Proses terjadinya dipol dalam molekul air ditunjukan
pada Gambar 14.2.
Gaya tarik‐menarik listrik antar molekul air ditimbulkan
oleh dipol, hal membuat masing‐masing molekul saling
berdekatan, dan sulit untuk dipisahkan. Gaya tarik‐
menarik ini disebut sebagai ikatan hidrogen.
Dalam ilmu fisika gaya tarik antar molekul sejenis
dikatakan sebagai kohesi. Sedangkan adhesi gaya tarik
menarik antar molekul yang berbeda jenisnya.
Adanya kohesi juga menyebabkan tegangan permukaan
air cukup besar. Hal ini dapat diamati jika kita
meneteskan air pada permukaan yang tak dapat
terbasahi atau terlarutkan, maka air tersebut akan
berkumpul sebagai sebuah tetesan. Hal yang sama juga
bisa kita amati bagaimana air di atas daun talas.
Pada kasus lain terjadi gaya adhesi yang sama kuatnya
dengan gaya kohesinya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.2. Momen dipol dan
ikatan hidrogen pada molekul air
283
Hal ini dapat kita amati, jika kita letakkan air pada
permukaan gelas yang amat bersih atau bepermukaan
amat halus air dapat membentuk suatu lapisan tipis (thin
film).
Dalam sel‐sel biologi dan organel‐organel, air bersentuhan
dengan membran dan permukaan protein yang bersifat
hidrofilik; yaitu, permukaan‐permukaan yang memiliki
ketertarikan kuat terhadap air. Air juga berperan dalam
pembentukan ikatan khususnya pada molekul‐molekul
polimer.
Dengan adanya sifat polaritas dan mudah terionisasi, air
dapat berinteraksi dan melarutkan banyak senyawa kimia
sehingga air sering dikatakan sebagai pelarut universal.
Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh kemampuan
suatu zat untuk menandingi kekuatan gaya tarik‐menarik
listrik (gaya intermolekul dipol‐dipol) antara molekul‐
molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya
tarik‐menarik antar molekul air, maka molekul‐molekul
tersebut tidak larut dalam air dan tetap sebagai endapan.
Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair
dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Air
terionisasi menghasilkan sebuah ion hidrogen (H+) dan
sebuah ion hidroksida (OH–), seperti persamaan reaksi di
bawah ini.
H2O
H+ + OH‐
Untuk interaksi dua molekul air dituliskan dalam
persamaan:
H3O+ + OH‐
H2O + H2O
Sedangkan proses melarutkan dengan menggunakan air
sebagai pelarut persamaan dituliskan :
NH3 + H2O
NH4+ + OH‐
14.3. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan molekul yang banyak terdapat di
alam. Pembentukan karbohidrat melalui proses
fotosintesis dan merupakan sumber energi hayati dari hasil
konversi energi matahari ke dalam bentuk energi kimia.
Karbohidrat selain
sebagai sumber utama energi
organisme hidup, juga merupakan sumber karbon untuk
sintesis biomolekul dan sebagai bentuk energi polimerik.
Karbohidrat berasal dari hidrat suatu karbon dengan
rumus empiris Cx(H2O)y, merupakan polihidroksi‐aldehid (‐
C=O) polihidroksi–keton (‐C‐C=O(COH) dan turunannya
lihat Gambar 14.3.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.3. Karbohidrat dan
Giugus fungsional yang ada
dalam karbohidrat
284
Karbohidrat yang dibangun oleh polihdroksi dan gugus
aldehid disebut dengan aldosa, sedangkan yang disusun
oleh polihidroksi dan gugus keton dikenal dengan
ketosa.
Bagan 14.4. Rantai lurus dan
bentuk siklik dari karbohidrat
Molekul karbohidrat yang paling sederhana adalah
polihidroksi aldehida dan polihidroksi keton yang
mempunyai tiga hingga enam atom karbon. Atom C
memiliki kerangka tetrahedral yang membentuk sudut
105,9°, menyebabkan molekul karbohidrat cukup sulit
berbentuk rantai lurus. Berdasarkan kerangka
tetrahedral inilah, molekul polihidroksi ini lebih stabil
dalam struktur siklik perhatikan Bagan 14.4.
Karbohidrat sederhana dibangun oleh 5 (lima) atom C
disebut dengan pentosa. Sedangkan yang dibangun
oleh 6 (enam) atom C dikenal dengan heksosa.
Selain dibentuk oleh sejumlah atom C yang
mengandung
gugus
polihidroksi,
strukturnya
karbohidrat semakin kompleks dengan adanya atom
karbon asimetri, yaitu atom karbon yang mengikat
empat atom atau molekul yang berbeda pada struktur
tetrahedralnya. Kehadiran C asimetri menyebabkan
molekul karbohidrat bersifat optik aktif, yaitu mampu
memutar bidang cahaya terpolarisasi. Pada karbohidrat
juga dijumpai keisomeran optik, molekul‐molekul yang
komposisinya identik tetapi berbeda orientasinya
dalam ruang dan keaktifan optiknya.
Karbohidrat yang paling sederhana ditemukan di alam
mengandung tiga atom C disebut triosa. Jika dengan
gugus aldehida dinamakan aldotriosa (HOCH2‐CHOH‐
CHO) dan dan dengan gugus keton disebut dengan
ketotriosa (HOCH2‐CO‐CH2OH).
Karbohidrat dapat berupa monosakarida atau gula
sederhana atau berupa gabungan dari monosakarida
yang dapat membentuk polisakarida dengan beberapa
unit sampai beberapa ribu unit monosakarida. Atas
dasar jumlah rantai monomernya maka karbohidrat
dapat digolongkan menjadi tiga yaitu monosakarida,
Oligosakarida dan polisakarida, lihat Gambar 14.5.
Sebagai sumber energi utama bagi tubuh manusia,
karbohidrat menyediakan energi sebesar 4 kalori atau
17 kilojoule per‐gramnya.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.5. Klasifikasi
karbohidrat
285
Pemecahan karbohidrat menghasilkan mono dan
disakarida, terutama glukosa. Melalui proses glikolisis,
glukosa segera terlibat dalam produksi adenosin tri
phospat (ATP), pembawa energi sel.
14.3.1. Monosakarida
Monosakarida merupakan sakarida sederhana yang
tidak dapat dihidrolisis menjadi satuan terkecil
walaupun dalam suasana yang lunak sekalipun.
Monosakarida paling sederhana adalah gliseraldehid
atau
aldotriosa
dan
isomerinya
adalah
dihidroksiaseton atau ketotriosa perhatikan Bagan
14.6. Kedua senyawa tersebut merupakan suatu triosa
karena mengandung tiga atom karbon. Jadi suatu
monosakarida, tidak hanya dapat dibedakan
berdasarkan gugus‐gugus fungsionalnya melainkan
juga dari jumlah atom karbonnya.
Monosakarida yang paling banyak ditemukan dalam
tubuh organisme adalah monosakarida yang dibangun
dengan 6 (enam) atom C yang dikenal sebagai
Glukosa. Pada molekul ini terdapat lima gugus
hidroksil dan satu gugus aldehid yang terikat pada
atom karbon. Glukosa memiliki dua isomer yaitu
manosa dan Galaktosa, perbedaan antara Glukosa
dengan Manosa terletak pada gugus hidroksi pada
atom C nomor 2. Demikian pula halnya perbedaan
antara Glukosa dan Galaktosa terletak pada gugus
hidroksinya, gugus OH disebelah kanan untuk
galaktosa sedangkan glukosa terletak disebelah kiri,
untuk lebih jelasnya perhatikan Bagan 14.7.
Glukosa dengan rumus molekul C6H12O6, adalah
monosakarida yang mengandung enam atom karbon.
Glukosa merupakan polihidroksi aldehida (memiliki
gugus CHO). Lima karbon dan satu oksigennya
membentuk siklik yang disebut "cincin piranosa",
bentuk siklik ini paling stabil untuk aldosa beratom
karbon enam.
Glukosa dengan rumus molekul C6H12O6, adalah
monosakarida yang mengandung enam atom karbon.
Glukosa merupakan polihidroksi aldehida (memiliki
gugus CHO). Lima karbon dan satu oksigennya
membentuk siklik yang disebut "cincin piranosa",
bentuk siklik ini paling stabil untuk aldosa beratom
karbon enam.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 14.6. Monosakarida
sederhana aldotriosa dan
ketotriosa
Bagan14.7. Rumus bangun
senyawa D‐Glukosa, D‐Manosa
dan D‐Galaktosa
286
Dalam cincin piranosa, atom karbon mengikat gugus
samping hidroksil dan hidrogen kecuali untuk atom C
no.5, yang terikat pada gugus CH2OH sebagai atom
karbon nomor 6. Struktur cincin ini berada dalam
kesetimbangan pada pH 7, struktur D‐Glukosa dalam
bentuk cincin piranosa ditunjukan pada Gambar 14.8.
Selain memiliki isomer, Glukosa juga memiliki
enansiomer yaitu isomer cermin terhadap dirinya yaitu
D‐glukosa dan L‐glukosa. Namun kenyataannya yang
ditemukan pada organisme, hanya yang dalam bentuk
D‐isomer. Dalam bentuk rantai lurus kita dapat dengan
mudah membedakan Bentuk D atau L konformasi
isomer pada karbon nomor 5 atau pada atom C
asimetris. Notasi D berasal dari kata Dextro berarti
kanan, dan notasi L berarti levo atau kiri, sebagai
penanda digunakan gugus hidroksilnya.
Sedangkan pada cincin piranosa juga memiliki dua
bentuk yang khas, yaitu posisi dari gugus hidroksil pada
atom karbon pertama. Jika gugus hidroksil berposisi di
bawah hidrogennya, maka disebut dengan bentuk α
(alfa). Demikianpula sebaliknya jika gugus hidroksilnya
berposisi di atas hidrogennya, disebut dengan bentuk β
(beta), perhatikan Gambar 14.9 dan Gambar 14.10.
Glukosa di dalam air akan membentuk keseimbangan
dalam dua bentuk, yaitu bentuk α ‐D–Glukosa dan β ‐
D–Glukosa, dengan komposisi 36 : 64. Proses
perubahan dari α ‐D–Glukosa ke β ‐D–Glukosa atau
sebaliknya disebut dengan disebut mutarotasi.
Glukosa merupakan sumber tenaga utama bagi
makhluk hidup. Glukosa diserap ke dalam peredaran
darah melalui saluran pencernaan. Sebagian glukosa ini
kemudian langsung menjadi bahan bakar sel otak,
sedangkan yang lainnya menuju hati dan otot, yang
menyimpannya sebagai glikogen.
Glikogen merupakan sumber energi cadangan yang
akan dikonversi kembali menjadi glukosa pada saat
dibutuhkan kembali. Perombakan karbohidrat yang
menghasilkan bentuk lain selain glukosa seperti:
fruktosa dan galaktosa, akan diangkut ke hati, dan
dikonversi atau diubah menjadi glukosa. Fruktosa
merupakan monosakarida yang memiliki enam atom
karbon
merupakan isomer dari glukosa, namun
memiliki gugus aldehid. Fruktosa terasa lebih manis
dari glukosa dan banyak terdapat dalam buah‐buahan.
Untuk membedakan struktur molekul glukosa dengan
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.8. Bentuk cincin
piranosa senyawa D‐Glukosa
Gambar 14.9. α–D–Glukosa
Gambar 14.10. β–D–Glukosa
287
fruktosa, dapat mencermati Bagan 14.11.
Glukosa juga memiliki keunggulan yaitu tidak mudah
bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amino
suatu protein dengan cara mereduksinya. Reaksi ini
dikenal dengan glikosilasi yang dapat merusak fungsi
berbagai enzim. Hal ini disebabkan karena glukosa
berada dalam bentuk isomer siklik yang kurang
reaktif. Beberapa dampak glikosilasi protein adalah
komplikasi akut seperti diabetes, gagal ginjal, dan
kerusakan saraf periferal.
Bagan 14.11. Fruktosa
14.3.2. Oligosakarida
Oligosakarida merupakan gabungan dari molekul‐
molekul monosakarida yang jumlahnya antara 2 (dua)
sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida.
Sehingga oligosakarida dapat berupa disakarida,
trisakarida dan lainnya. Oligosakarida secara
eksperimen banyak dihasilkan dari proses hidrolisa
polisakarida dan hanya beberapa oligosakarida yang
secara alami terdapat di alam. Oligosakarida yang
paling banyak digunakan dan terdapat di alam adalah
bentuk disakarida seperti maltosa, laktosa dan
sukrosa.
Sering terjadi salah kaprah dalam mengenal definisi
gula, karena umumnya gula bagi masyarakat adalah
gula pasir. Padahal gula pasir adalah suatu disakarida.
Molekul disakarida yang disusun oleh dua molekul
monosakarida yang dihubungkan oleh ikatan
glikosida.
Ikatan glikosida terjadi dari kondensasi gugus
hidroksil dua molekul monosakarida, yaitu berasal
dari gugus hidroksil dari atom Carbon yang pertama
dengan salah satu gugus hidroksil pada atom karbon
nomor 2, 4, atau 6, yang berasal dari monosakarida
yang kedua.
Kita ambil contoh bagaimana sebuah α–D–Glukosa
dan β–D–Glukosa membentuk disakarida, Pada kedua
molekul ini ikatan glikosida atom karbon nomor 1 dari
α‐ D‐glukosa dan atom karbon nomor 4 dari β‐D‐
glukosa lain. Ikatan yang terbentuk dinamakan ikatan
1 4 glikosida, perhatikan Bagan 14.12. Secara umum
reaksi ini dapat digambarkan dengan sederhana
dengan pola reaksi berikut ini:
R‐OH + HO‐R'
R‐O‐R' + H2O
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 14.12. Ikatan glikosida
pada molekul maltosa
288
Pembentukan ikatan glikosida merupakan
jembatan oksigen yaitu R‐OR, reaksi ini juga
selalu diikuti dengan pelepasan molekul air.
Disakarida yang banyak terdapat di alam
seperti maltosa yang terbentuk dari 2 molekul
glukosa melalui ikatan glikosida. Pada
maltosa, jembatan oksigen terbentuk antara
atom karbon nomor 1 dari D‐glukosa dan
atom karbon nomor 4 dari D‐glukosa lain.
Ikatan yang terbentuk dinamakan ikatan α
(1→4) glikosida, secara lengkap dinyatakan
dengan
α‐D‐glukopiranosil
(1→4)β‐D‐
glukopiranosa.
Dalam bentuk sederhana
Glc(α1→4β)Glc, perhatikan lagi Bagan 14.12.
Maltosa diperoleh dari hasil hidrolisa pati dan
banyak dimanfaatkan sebagai pemanis.
Gambar 14.13. Ikatan glikosida pada
molekul sukrosa
Sukrosa (gula pasir) terbentuk dari satu
molekul
α‐D‐glukosa dan β‐D‐fruktosa,
β‐D‐fruktofuranosil
(2→1)
α‐D‐
yaitu
glukopiranosa atau Fru(α2↔1β)Glc seperti
yang ditunjukan pada Gambar 14.13.
Sukrosa biasa diperoleh di alam sebagai gula
tebu dan gula bit. Khususnya pada pada
ekstrak gula dari bit, sukrosa tidak murni
melainkan bercampur dengan oligosakarida
yang lain seperti rafinosa dan stakiosa.
Secara alami, laktosa terdapat pada air susu
dan sering disebut dengan gula susu. Molekul
ini tersusun dari satu molekul D‐glukosa dan
satu molekul D‐galaktosa melalui ikatan
β(1→4) glikosidik, untuk struktur ikatannya
dapat dilihat pada Gambar 14.14. Laktosa
yang terfermentasi akan berubah menjadi
asam laktat. Dalam tubuh Laktosa dapat
menstimulasi penyerapan kalsium.
Monosakarida dan oligosakarida serta poli
alkohol lainnya umumnya memiliki rasa manis.
Sukrosa memiliki rasa manis dan terasa
nyaman di lidah kita, walaupun kita
menggunakannya dalam konsentrasi tinggi.
Berbeda dengan β–D mannosa memiliki terasa
manis dan pahit. Sedangkan gentiobiosa
memiliki rasa pahit.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.14. Ikatan glikosida pada
molekul laktosa.
289
Bahan untuk pemanis yang sering digunakan oleh industri adalah
sukrosa, starch syrup (campuran glukosa, maltosa dan malto
oligosakarida), glukosa, gula invert, fruktosa, laktosa dan gula alkohol
(sorbitol, mannitol, xylitol). Jika kita membandingkan rasa manis
diantara molekul oligosakarida dan monosakarida, apabila kita gunakan
standart 100 adalah sukrosa maka dapat kita susun tabel tingkat
kemanisan sebagai berikut.
Tabel 14.1 Tingkat Kemanisan Relatif beberapa Gula terhadap Sukrosa.
Gula
Tingkat
kemanisan
Gula
Tingkat
kemanisan
Sukrosa
100
D‐Mannitol
69
Galactitol
41
D‐Mannosa
59
D‐Fruktosa
114
Raffinosa
22
D‐Galaktosa
63
D‐Rhamnosa
33
D‐Glukosa
69
D‐Sorbitol
51
Gula invert
95
Xylitol
102
Laktosa
39
D‐Xylose
67
Maltosa
46
14.3.3. Polisakarida
Polisakarida merupakan polimer yang disusun oleh rantai
monosakarida. Berdasarkan fungsinya polisakarida dapat
digolongkan menjadi dua bagian yaitu polisakarida struktural dan
polisakarida nutrien.
Sebagai komponen struktural, polisakarida berperan sebagai
pembangun dan penyusun komponen organel sel serta sebagai
molekul pendukung intrasel. Polisakarida yang termasuk golongan
ini adalah selulosa (ditemukan dalam dinding sel tanaman), kitin
yang dibangun oleh turunan glukosa yaitu glukosamin
diketemukan pada cangkang udang, kepiting dan lainnya.
Selulosa sebagai salah satu polisakarida struktural merupakan
polimer yang tidak bercabang, terbentuk dari monomer β‐D‐
glukosa yang terikat bersama‐sama dengan ikatan β (1 → 4)
glikosida. Jumlah rantai atau β‐D‐glukosa beraneka ragam, untuk
beberapa jenis mencapai ribuan unit glukosa. Ikatan β (1→4)
glikosida yang dimiliki selulosa membuatnya lebih cenderung
membentuk rantai lurus, hal ini disebabkan ikatan glikosida yang
terbentuk hanya sejenis yaitu β (1→4) glikosida, perhatikan
Gambar 14.15.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
290
Gambar 14.15. Struktur Selulosa cenderung membentuk rantai lurus
Polisakarida struktural
lainnya seperti
glikogen memiliki struktur yang lebih
kompleks dan tersusun atas rantai glukosa
homopolimer dan memiliki cabang. Setiap
rantai glukosa berikatan α (1→ 4) dan ikatan
silang α (1→ 6) glikosida pembentuk cabang,
dengan adanya cabang bentuk Glikogen
menyerupai batang dan ranting pepohonan
seperti ditunjukkan Gambar 14.16.
Polisakarida nutrien merupakan sumber dan
cadangan monosakarida. Polisakarida yang
termasuk kelompok ini adalah pati, selulosa
dan glikogen. Setiap jenis polisakarida
memiliki jumlah monomer atau monosakarida
yang berbeda, demikianpula dengan ikatan
yang menghubungkan setiap monosakarida
yang satu dengan yang lainnya, perhatikan
Tabel 14.2.
Gambar 14.16. Rantai glikogen
membentuk cabang
Tabel 14.2. Polisakarida dengan monomer dan jenis ikatan glikosidanya.
Polisakarida
Monomer
Jenis ikatan
Glikogen
Selulosa
kitin
Amilopektin
Amilum
D‐Glukosa
D‐Glucose
N‐Asetill‐D‐glukosamina
D‐Glukosa
D‐Glukosa
α(1 → 6 ) bercabang
β(1→ 4)
β(1 → 4)
α (1 → 6 ) bercabang
α (1→ 4)
Pati adalah polisakarida nutrien yang tersedia
melimpah pada sel tumbuhan dan beberapa
mikroorganisme. Pati umumnya berbentuk granula
dengan diameter beberapa mikron. Granula pati
mengandung campuran dari dua polisakarida
berbeda, yaitu amilum dan amilopektin. Jumlah
kedua poliskarida ini tergantung dari jenis pati. Pati
yang ada dalam kentang, jagung dan tumbuhan lain
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
291
mengandung amilopektin sekitar 75 – 80% dan
amilum sekitar 20‐25%.
Komponen amilum merupakan polisakarida rantai
lurus tak bercabang terdiri dari molekul D‐
Glukopiranosa yang berikatan α (1→ 4) glikosida.
Struktur rantai lurus ini membentuk untaian heliks,
seperti tambang perhatikan Gambar 14.17.
Jika kita mereaksikan amilum dengan Iodium akan Gambar 14.17. Rantai heliks molekul
amilum
menghasilkan warna biru terang. Hal ini disebabkan
terjadinya kompleks koordinasi antar ion Iodida di
antara heliks. Intensitas warna biru akan dihasilkan
dari interaksi tersebut dan bergantung pada
kandungan amilum yang terdapat dalam pati.
Sehingga teknik ini sering digunakan untuk menguji
keberadaan amilum dalam sebuah sampel.
Amilopektin merupakan polimer yang tersusun atas
monomoer D‐glukopiranosa yang berikatan α (1→ 4)
glikosida dan juga mengandung ikatan silang α
(1→6) glikosida. Adanya ikatan silang ini
menyebabkan molekul amilopektin bercabang‐
cabang, perhatikan Gambar 14.18.
Polisakarida yang banyak digunakan dalam industri
makanan adalah agar, alginate, carragenan dan
Carboxymethyl Cellulose (CMC). Agar merupakan
hasil isolasi polisakarida yang terdapat dalam
rumput laut dan banyak dimanfaatkan sebagai
media biakan mikroba. Agar juga merupakan bahan
baku/tambahan dalam industri pangan. Hal ini
dikarenakan adanya beberapa sifat dan kegunaan
agar seperti; tidak dapat dicerna, membentuk gel,
tahan panas serta dapat digunakan sebagai
emulsifier (pengemulsi) dan stabilizer (penstabil)
adonan yang berbentuk koloid.
Alginat diperoleh dari ekstraksi alga coklat
(Phaeophyceae) dalam kondisi alkali. Alginat
berfungsi sebagai penstabil dan pembentuk gel.
Carrageenan banyak digunakan untuk menaikkan
kekentalan dan menstabilkan emulsi. Sejumlah 0,03
% carrageenan biasanya ditambahkan pada coklat
untuk
mencegah
pemisahan
lemak
dan
menstabilkan suspensi partikel kakao.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.18. Struktur
Amilopektin.
292
Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil
modifikasi selulosa dengan menambahkan gugus
karboksi metil, CMC disintesa dari selulosa dengan
menambahkan kloroasetat dalam suasana basa. CMC
berfungsi sebagai pengikat dan dipergunakan untuk
memperbaiki tekstur produk‐produk seperti : jelly, pasta,
keju, dan ice cream.
14.4. Protein
Protein merupakan komponen utama dalam sel hidup
yang memegang peranan penting dalam proses
kehidupan. Protein berperan dalam struktur dan fungsi
semua sel makhluk hidup dan virus. Protein dalam
bentuk enzim beperan sebagai katalis dalam bermacam‐
macam proses biokimia. Sebagai alat transport, yaitu
protein hemoglobin mengikat dan mengangkut oksigen
dalam bentuk (Hb‐O) ke seluruh bagian tubuh.
Protein juga berfungsi sebagai pelindung, seperti antibodi
yang terbentuk jika tubuh kemasukan zat asing, serta
sebagai sistem kendali dalam bentuk hormon,
Protein pembangun misalnya glikoprotein terdapat
dalam dinding sel, keratin yang terdapat pada kulit, kuku
dan rambut. Sebagai komponen penyimpanan dalam biji‐
bijian. Protein juga merupakan sumber gizi, protein
berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme
yang tidak mampu membentuk asam amino.
Dalam tinjauan kimia protein adalah senyawa organik
yang kompleks berbobot molekul tinggi berupa polimer
dengan monomer asam amino yang dihubungkan oleh
ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur serta Posfor.
Untuk pembahasan protein kita kaji terlebih dahulu
monomer penyusun protein yaitu asam amino.
Asam amino adalah senyawa organik yang memiliki gugus
fungsional karboksilat (COOH) dan amina (NH2) yang
terikat pada satu atom karbon (Cα) yang sama, atom ini
juga umumnya merupakan C asimetris. Secara rinci
struktur asam amino dibangun oleh sebuah atom C yang
mengikat empat gugus yaitu; gugus amina (NH2), gugus
karboksilat (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus
sisa R. Gugus ini yang membedakan satu asam amino
dengan asam amino lainnya, coba perhatikan Gambar
14.19.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.19. Molekul asam
amino, gugus penyusun serta
bentuk ionnya
293
Gugus karboksilat menyebabkan asam amino
bersifat asam gugus amina bersifat basa. Dalam
larutan, asam amino bersifat amfoter, sebagai
asam pada media basa dan menjadi basa pada
suasana asam. Hal ini dikarenakan protonasi,
gugus amina menjadi –[NH3+] dan gugus
karboksilat menjadi ion –[COO‐], sehingga asam
amino memiliki dua muatan dan disebut dengan
zwitter‐ion (Bagan 14.20).
Keberadaan C asimetrik menjadi pusat kiral dan
molekul asam amino memiliki isomer optik yang
umumnya diberi notasi dextro (D) dan levo (L),
ingat pembahasan isomer optik pada karbohidrat,
struktur kedua isomer dapat ditunjukan oleh
alanin, perhatikan Gambar 14.21.
Gambar 14.20. Molekul Asam amino
sebagai asam dan sebagai basa
Penggolongan Asam amino didasari pada sifat dan
struktur gugus sisa (R), seperti gugus R yang
bersifat asam, basa, gugus R yang mengandung
belerang atau hidroksil, R sebagai senyawa
aromatik, alifatik dan yang siklik. Namun
penggolongan yang umum dipergunakan adalah
sifat polaritas dari gugus R.
1.
2.
Asam amino dengan R yang bersifat non polar.
Gugus R dalam golongan asam amino
merupakan senyawa hidrokarbon, dengan
karakteristik hidrofobik. Golongan ini terdiri
dari lima senyawa asam amino yang memilliki
gugus R alifatik yaitu alanin, valin, leusin,
isoleusin dan prolin, sedangkan gugus R yang
mempunyai struktur aromatik meliputi fenil
alanin dan triptopan, serta satu molekul yang
mengandung
belerang yaitu methionin.
Golongan ini memiliki struktur seperti pada
Bagan 14.22.
Asam amino dengan R polar tapi tidak
bermuatan, asam amino ini bersifat polar, dan
hidrofilik atau lebih mudah larut dalam air
dibandingkan dengan asam amino jenis
pertama. Golongan ini memiliki gugus
fungsional yang membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul air. Beberapa asam amino
yang masuk dalam golongan ini adalah; glisin,
serin, treonin, sistein, tirosin, asparagin dan
glutamin. Senyawa dalam kelompok ini
ditampilkan oleh Bagan 14.23.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.21 Isomer optik asam
amino dari senyawa alanin
Bagan 14.22. Asam amino dengan
gugus R non‐polar
294
3.
4.
Asam amino dengan gugus R yang bermuatan
negatif, kelompok ini hanya terdiri dari dua
asam amino yang memiliki gugus bermuatan
total negatif, yaitu asam aspartat dan asam
glutamat. Kedua molekul ini memiliki gugus
tambahan yang bermuatan negatif yaitu gugus
karboksilat. Asam amino ini disajakan pada
Bagan 14.24, pada halaman berikut.
Asam amino dengan gugus R bermuatan
positif. Lisin merupakan asam amino yang
masuk dalam golongan ini, akan memiliki
muatan total positif pada pH 14.
Sedangkan arginin mengandung gugus
guanidine yang bermuatan positif dan histidin
mengandung gugus imidazol yang sedikit
mengion. Kelompok asam amino ini memiliki
struktur seperti pada Gambar 14.25.
Dalam tubuh manusia terdapat beberapa asam
amino yang tidak disintesa dalam tubuh yaitu asam
amino esensial. Kebutuhan akan asam amino ini di
dapat dari makanan. Ada sepuluh macam amino
esensial yaitu Arginin, (Arg), Histidin (His), Isoleusin
(Ile), Leusin (Leu), Lisin (Lys), Methionin (Met),
Phenilalanin (Phe), Threonin (Thr), Triptofan (Trp)
dan Valin (Val).
Asam amino esensial dapat diperoleh dari
makanan seperti telur, daging, susu. Hampir
seluruh protein tersedia dalam susu, beberapa biji‐
bijian dan sayuran mengandung protein yang tidak
lengkap, mengkombinasikan makanan sangat baik,
dalam Tabel 14.3, terdapat beberapa sumber
protein yang dapat dijadikan rujukan.
Bagan 14.23. Gugus R asam amino
yang bersifat polar
Bagan 14.24. Asam amino
dengan gugus R yang bermuatan
total negatif
Gambar 14.25. Asam amino dengan
gugus R yang bermuatan total positif
Tabel 14.3. Kandungan asam amino esensial dalam sumber makanan
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
295
14.4.1. Peptida sebagai rantai protein
Dua molekul asam amino dapat saling berikatan
membentuk ikatan kovalen melalui suatu ikatan amida
yang disebut dengan ikatan peptida. Ikatan kovalen ini
terjadi antara gugus karboksilat dari satu asam amino
dengan gugus α amino dari molekul asam amino
lainnya dengan melepas molekul air. Secara sederhana
mekanisme reaksi pembentukan ikatan kovalen dapat
dilihat Gambar 14.26.
Gambar 14.26. Mekanisme pembentukan ikatan peptida sebagai rantai protein
Tiga molekul asam amino dapat bergabung membentuk dua ikatan
peptida, begitu seterusnya sehingga dapat membentuk rantai
polipeptida.
Peptida memberikan reaksi kimia yang khas, dua tipe reaksi yang
terpenting yaitu hidrolisis ikatan peptida dengan pemanasan
polipeptida dalam suasana asam atau basa kuat (konsentrasi tinggi).
Sehingga dihasilkan asam amino dalam bentuk bebas.
Hidrolisa ikatan peptida dengan cara ini merupakan langkah penting
untuk menentukan komposisi asam amino dalam sebuah protein dan
sekaligus dapat menetapkan urutan asam amino pembentuk protein
tersebut.
Peptida atau polipeptida bebas juga merupakan molekul aktif
penyusun hormon yang memiliki aktifitas biologis dalam tubuh
manusia, seperti pada hormon insulin, glukagon dan kortikotropin.
Insulin mengandung dua rantai polipeptida, satu polipeptida
mengandung 30 residu asam amino dan yang lain mengandung 21
residu asam amino. Kortikotropin mengandung 39 residu asam amino
dan hormon oksitosin hanya mengandung 9 residu asam amino.
Protein sebagai makromolekul (molekul besar) mampu menunjukkan
berbagai fungsi biologi. Atas dasar peran ini maka rotein dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Gambar 14.27) ; enzim, protein
transport, protein nutrient dan penyimpan, protein kontraktil atau
motil, protein struktural, protein pertahanan dan protein pengatur.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
296
Enzim, merupakan protein yang dapat berfungsi
sebagai katalisator. Hampir seluruh reaksi kimia yang
terjadi di tingkat sel dikatalisis oleh enzim.
Beberapa contoh enzim yang banyak dimanfaatkan
saat ini seperti, glukosa oksidase yang mengkatalisis
glukosa menjadi asam glukonat, urikase yaitu enzim
yang dapat membongkar asam urat menjadi alantoin.
Saat ini sudah ditemukan lebih dari 2000 jenis macam
enzim yang mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik
dan ditemukan dalam berbagai bentuk kehidupan.
Protein transport adalah protein yang dapat mengikat
dan membawa molekul atau ion yang khas dari satu
organ ke organ lainnya. Contoh protein transport yang
mudah adalah mioglobin yang menyimpan dan
mendistribusikan oksigen ke dalam otot, perhatikan
Gambar 14.28.
Hemoglobin juga merupakan protein transport yang
terdapat dalam sel darah merah. Hemoglobin dapat
mengikat oksigen ketika darah melalui paru‐paru.
Oksigen dibawa dan dilepaskan pada jaringan periferi
yang dapat dipergunakan untuk mengoksidasi
nutrient (makanan) menjadi energi. Pada plasma
darah terdapat
lipoprotein yang berfungsi
mengangkut lipida dari hati ke organ. Protein
transport lain yang terdapat dalam membran sel
berperan untuk membawa beberapa molekul seperti
glukosa, asam amino dan nutrient lainnya melalui
membran menuju sel.
Protein
Enzim
Protein ransport
Protein Nutrient
Protein Kontraktil
Protein Struktural
Protein Pertahanan
Protein Pengatur
Protein lainnya
Gambar 14.27. Skema
penggolongan Protein
berdasarkan fungsinya
Protein nutrient sering disebut juga protein
penyimpanan, protein ini merupakan cadangan
makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Beberapa contoh protein ini, sering
kita temukan dalam kehidupan sehari‐hari seperti
ovalbumin merupakan protein utama putih telur,
kasein sebagai protein utama dalam susu. Contoh
lainnya adalah protein yang menyimpan zat besi yaitu
ferritin yang terdapat di dalam jaringan hewan.
Protein kontraktil juga dikenal sebagai protein motil,
di dalam sel organisme protein ini berperan untuk
bergerak seperti aktin dan myosin. Kedua protein ini
merupakan filament yang berfungsi untuk bergerak di
dalam sistem kontraktil dan otot kerangka. Contoh
lainnya adalah tubulin pembentuk mikrotubul
merupakan zat utama penyusun flagel dan silia yang
menggerakkan sel.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.28. Mioglobin yang
mendistribusikan oksigen ke otot
297
Protein struktural, jenis protein ini berperan untuk
menyangga atau membangun struktur biologi
makhluk hidup. Misalnya kolagen adalah protein
utama dalam urat dan tulang rawan yang memiliki
kekuatan dan liat. Persendian mengandung protein
elastin yang dapat meregang dalam dua arah. Jenis
lain adalah kuku, rambut dan bulu‐buluan
merupakan protein keratin yang liat dan tidak larut
dalam air.
Protein juga dapat digolongkan berdasarkan bentuk
dan proses pembentukan serta sifat fisiknya.
Terdapat empat struktur protein yaitu struktur
primer, sekunder, tersier dan kuartener. Selain
penggolongan juga sering dilakukan sebagai sebagai
protein serabut atau dan protein globular.
Struktur primer adalah rantai polipeptida sebuah
protein terdiri dari asam‐asam amino yang
dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui
ikatan peptida yang membentuk rantai lurus dan
panjang sebagai untaian polipeptida tunggal, seperti
pada Bagan dibawah.
Bagan 14.29. Struktur primer sederhana yang disusun oleh 4 jenis asam amino
Struktur yang kedua adalah struktur sekunder. Pada
struktur sekunder, protein sudah mengalami interaksi
intermolekul, melalui rantai samping asam amino. Ikatan
pembentuk struktur ini didominasi oleh ikatan hidrogen
antar rantai samping yang membentuk pola tertentu
bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada dua
jenis struktur sekunder, yaitu: α‐heliks dan β‐sheet
(lembaran).
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
298
Gambar 14.30 menunjukkan protein dengan
struktur sekunder dengan bentuk α‐heliks.
Struktur protein sekunder dalam bentuk β‐
sheet. Untuk mengenal dan mudah dalam
mengidentifikasi dan membedakan kedua
struktur, maka bentuk disajikan pada Gambar
14.31 pada halaman berikut.
Struktur tersier merupakan struktur yang
dibangun oleh struktur primer atau sekunder
dan distabilkan oleh interakasi hidrofobik,
hidrofilik, jembatan garam, ikatan hidrogen
dan ikatan disulfida (antar atom S) sehingga
strukturnya menjadi kompleks. Protein
globular dan protein serbut/serat atau fiber
merupakan contoh struktur tersier.
Gambar 14.30. Protein dengan
struktur α‐heliks
Protein Globular, merupakan protein yang
larut dalam pelarut air dan dapat berdsifusi
dengan cepat, dan bersifat dinamis lihat
Gambar 14.32, dimana seluruh interaksi
antar struktur sekunder atau primer
terviasualisasi dengan baik.
Protein serabut bersifat tidak larut dalam air
merupakan molekul serabut panjang dengan
rantai polipeptida yang memanjang pada
satu sumbu dan tidak berlipat menjadi
bentuk globular.
Jenis protein ini memiliki peran sebagai
penyangga dan sebagai pelindung. Untuk
struktur fiber disajikan pada Gambar 14.33,
di bawah ini.
Gambar 14.31. Protein dengan struktur
sekunder
Gambar 14.33 Struktur tersier untuk protein
fiber
Struktur kuartener merupakan hasil interaksi
dari beberapa molekul protein tersier, setiap
unit molekul tersier disebut dikenal dengan
subunit.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.32. Struktur tersier dari
protein Globular
299
Setiap subunit protein struktur tersier dapat
berinteraksi dan saling mempengaruhi satu
sama lain, interaksi tersebut dapat mengubah
struktur maupun peran dan fungsinya. Molekul
protein kuartener ditampilkan pada Gambar
14.34. Pembentukan struktur kuartener protein
menyebabkan bagian nonpolar protein tidak
terpapar pada lingkungan yang berair.
Sehingga protein yang memiliki bagian
nonpolar yang panjang dapat larut dalam air.
Hemoglobin merupakan contoh protein yang
membentuk struktur kuartener dengan 4
subunit (2 sub unit α dan 2 subunit β).
Beberapa protein menjadi aktif ketika
membentuk struktur kuartener, namun ada
juga protein yang aktif ketika struktur
kuartenernya terdisosiasi menjadi subunitnya.
Gambar 14.34. Gambar struktur
kuartener yang diwakili oleh molekul
hemoglobin
Pembentukan keempat struktur protein dapat
disarikan ke dalam bagan pada Gambar di
bawah ini.
Gambar 14.35. Mekanisme pembentukan struktur tersier dari tahapan yang sederhana
Denaturasi protein merupakan suatu keadaan dimana protein mengalami
perubahan atau perusakan struktur sekunder, tersier dan kuartenernya.
Denaturasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
pemanasan, suasana asam atau basa yang ekstrim, kation logam berat dan
penambahan garam jenuh.
Pemanasan dapat menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen yang
menopang struktur sekunder dan tersier suatu protein sehingga
menyebabkan sisi hidrofobik dari gugus samping polipentida akan tebuka.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
300
Hal ini menyebabkan kelarutan protein semakin
turunn
dan
akhirnya
mengendap
dan
menggumpal peristiwa ini dinamakan koagulasi.
Perubahan pH yang sangat ekstrim akhibat
penambahan asam kuat atau basa kuat akan
merusak interaksi ionik yang terbentuk antar
gugus R polar dari asam amino penyusun protein.
Hal ini juga berakhibat sama pada perusakan
struktur protein. Kehadiran ion logam berat dapat
memutuskan ikatan disulfida (S‐S) yang
menstabilkan tekukan – tekukan yang dibentuk
oleh polipeptida dalam membangun struktur
protein, lihat Gambar 14.36.
Penambahan larutan garam encer pada protein
globular akan meningkatkan kelarutan protein.
Beberapa interaksi hidrofilik antara molekul
protein dan air akan semakin kuat dengan
kehadiran garam pada konsentrasi rendah
peristiwa ini dinamakan salting in. Namun apabila
larutan garam pekat yang ditambahkan maka
kelarutan protein akan menurun. Kehadiran
garam pada konsentrasi tinggi menyebabkan
peristiwa solvasi air pada molekul protein
berpindah ke garam sehingga menurunkan tingkat
kelarutan protein. peristiwa ini disebut salting
out.
Beberapa jenis protein fungsional seperti enzim
dan hormon yang telah terdenaturasi akan
kehilangan sifat dalam biokatalisisnya. Hal ini
menyebabkan terhambatnya beberapa jenis
reaksi biokimia yang dikatalisis oleh enzim atau
hormon yang bersangkutan.
Apabila berada pada kondisi yang sesuai, protein
yang telah terdenaturasi akan dapat mengalami
renaturasi atau penyusunan kembali struktur
protein yang meliputi struktur sekunder, tersier
dan kuartenernya.
Peristiwa denaturasi protein dapat kita jumpai
dalam kehidupan sehari – hari, seperti saat kita
memanaskan putih telur, sterilisasi peralatan
gelas dengan autoclave, dan sebagainya
perhatikan kembali Gambar 14.36 di atas.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.36. Pemanasan telur
ayam merupakan contoh
denaturasi protein
301
14.5. Lipida
Lipida berasal dari kata lipos (bahasa yunani) yang berarti lemak.
Lipida memiliki sifat kelarutan yang berbeda dengan tiga golongan
utama biomolekul yang lain yaitu karbohidrat, protein dan asam
nukleat, yang umumnya larut dalam air dan tidak larut dalam
pelarut organik. Lipida memiliki sifat kebalikannya yaitu mudah larut
dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
Struktur kimia lipida sangat bervariasi meskipun sifat kelarutanya
mirip. Lipida ada yang berupa persenyawaan ester dan hidrokarbon
rantai lurus, berbentuk siklik atan maupun bentuk polisiklik. Lipida
jenis lain memiliki struktur terpena yang mengadung berbagai gugus
fungsi (C=C, OH, C=O) dan struktur steroid (lipida tetrasiklik).
Penggolongan lipida secara sederhana disajikan dalam bagan di
bawah ini.
Gambar 14.37. Bagan penggolongan lipida
14.5.1. Asam lemak
Asam lemak merupakan asam lemah, yang di dalam air akan
terdisosiasi sebagian. Umumnya asam lemak berfase cair atau
padat pada suhu ruang (27 °C). Semakin panjang rantai karbon
penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin
sukar larut. Asam lemak dapat bereaksi dengan senyawa lain
membentuk persenyawaan lipida.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
302
Persenyawaan lipida tersebut sering dijumpai di dalam
tubuh organisme yang memiliki fungsi khusus dalam
penyusunan sel organism. Beberapa jenis persenyawaan
lipida tersebut antara lain prostaglandin, wax,
trigliserida,
gliserofosfolipida,
sfingolipida
dan
glikofosfolipida, perhatikan kembali gambar 14.37, di
atas.
Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam
karboksilat berderajat tinggi (memiliki rantai karbon
lebih dari 6). Asam lemak dibedakan menjadi asam
lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak
jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom‐
atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak
jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan rangkap
diantara atom‐atom karbon penyusunnya. Kedua jenis
ikatan dalam asam lemak inilah yang menyebabkan
perbedaan sifat fisik antara asam lemak satu dengan
lainnya.
Gambar 14.38. Bentuk lipida
dalam kehidupan sehari‐hari
Keberadaan ikatan rangkap dan panjang rantai ini
menyebabkan asam lemak penyusun lipida memiliki dua
jenis wujud yang berbeda pada suhu ruang. Dua wujud
lipida yang sering kita temukan adalah lemak dan
minyak. Lemak pada suhu ruang berwujud padat
sedangkan minyak pada suhu ruang berwujud cair.
perhatikan Gambar 14.38.
Lemak umumnya disusun oleh asam lemak rantai panjang yang memiliki ikatan
tunggal atau jenuh sedangkan minyak banyak disusun oleh asam lemak rantai
panjang dengan ikatan rangkap atau tak jenuh.
Kedua asam lemak tersebut jelas memiliki perbedaan sifat fisik dan kimianya,
beberapa struktur dan sifat dari kedua senyawa tersebut disajikan dalam Tabel
di bawah ini.
Tabel 14.4. Sifat fisik dan struktur asam lemak jenuh dan tidak jenuh
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
303
Beberapa asam lemak yang telah dikenal dan telah
teridentifikasi dengan baik ditunjukkan pada Tabel 14.5.
Tabel 14.5 Daftar nama asam lemak yang telah teridentifikasi
Jumlah atom C, ikatan dan
posisi ikatan rangkap
Nama Trivial
(umum)
Nama sistimatik
6:0
8:0
10:0
12:0
14:0
16:0
16:1 (9)
18:0
18:1 (9)
18:1 (11)
18:2 (9,12)
18:3 (9,12,15)
caproic
caprylic
capric
lauric
mystiric
palmitic
palmitoleic
stearic
oleic
vaccenic
linoleic
linolenic
20:0
20:4 (5,8,11,14)
arachidic
arachidonic
hexanoic
octanoic
Decanoic
dodecanoic
tetradecanoic
Hexadecanoic
cis‐9‐hexadecenoic
octadecanoic
cis‐9‐octadecenoic
cis‐1‐octadecenoic
all cis‐9,12‐octadecadienoic
all cis‐9,12,15‐
octadecatrienoic
eicosanoic
all cis‐5,8,11,14‐
eicosatetraenoic
14.5.2. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan lipida yang dibangun oleh
20 atom karbon pembentuk rantai utamanya.
Prostaglandin merupakan lipida yang mengandung
gugus hidroksil (OH) di posisi atom C nomor 11 dan
C nomor 15, dan memiliki ikatan rangkap pada atom
C no 13, lihat Gambar 14.39.
Gambar 14.39. Molekul
prostaglandin
Prostaglandin dihasilkan oleh jaringan yang sedang
terluka atau sakit yang disintesis dari asam lemak tak
jenuh rantai panjang yaitu asam arakidonat.
Kehadiran obat penghilang rasa sakit seperti aspirin
dapat menghambat proses pembentukan molekul
ini. Proses pembentukan prostaglandin dari asam
arakidonat, ditunjukkan oleh persamaan reaksi di
bawah ini (Gambar 14.40).
Gambar 14.40. Proses pembentukan Prostaglandin dari asam arakidonat
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
304
14.5.3. Gliserol
Gliserol merupakan senyawa alkohol yang memiliki 3
gugus hidroksil. Gliserol memiliki nama baku 1,2,3‐
propanatriol. Senyawa ini berwujud cair, tidak
berwarna dengan titik didih 290°C. Titik didih tinggi
yang dimiliki oleh senyawa dengan bobot molekul
92,09 g/mol ini disebabkan adanya ikatan hidrogen
yang sangat kuat antar molekul gliserol. Gliserol
merupakan bahan baku pembentuk trigliserida, yang
dapat membentuk ikatan ester dengan asam lemak.
14.5.4. Trigliserida
Trigliserida merupakan lipida yang memiliki struktur
ester, yang tersusun oleh tiga molekul asam lemak
bebas dan satu molekul gliserol seperti yang
ditunjukan pada Gambar 14.41.
Reaksi kimia untuk trigliserida pada prinsipnya
memiliki kesamaan dengan senyawa alkena dan
ester, misalnya trigliserida dapat terhidrogenasi oleh
gas Hidrogen yang dikatalisis oleh logam Nikel atau
Platina, reaksi untuk senyawa tersebut disajikan
dalam persamaan reaksi pada Bagan 14.42.
Gambar 14.41. Struktur trigliserida
yang disusun oleh molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak bebas
Bagan 14.42. Reaksi hidrogenasi trigliserida
Reaksi hidrolisis pada trigliserida akan menghasilkan gliserol dan asam
lemak. Reaksi ini dapat berlangsung dalam suasana asam atau basa
atau dapat pula dengan bantuan enzim. Reaksi hidrolisis dari
trigliserida dapat dilihat pada persamaan di bawah ini
Gambar 14.43. Reaksi Hidrolisi trigliserida
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
305
14.5.5. Wax
Wax merupakan jenis lipida yang dibentuk oleh
senyawa asam lemak jenuh dengan alkohol yang
memiliki rantai karbon panjang. Sehingga senyawa ini
berbentuk ester, perhatikan Gambar 14.44. Senyawa ini
dapat diamati pada daun‐yang mengandung lilin. Fungsi
lapisan wax pada daun ini tidak lain untuk mengurangi
penguapan, demikian pula yang ditemukan pada
permukaan buah.
Senyawa wax yang pertama atau Besswax dapat
ditemukan pada lilin, semir sepatu atau juga
dimanfaatkan untuk kertas yang berlilin atau memiliki
permukaan yang licin. Carnauba wax dipergunakan
untuk lantai maupun peralatan kayu pelitur, sedangkan
Jojoba wax dapat dipergunakan sebagai bahan
kosmetika dan juga lilin.
Gambar 14.44. Struktur molekul
wax
14.5.6. Membran sel
Membran sel merupakan lapisan pembatas yang bersifat permeabel dan
selektif yang hanya bisa dilewati oleh zat‐zat tertentu saja. Membran sel
dibentuk oleh dua lapisan posfolipida yang memisahkan bagian dalam dan
bagian luar sel. Dua lapisan posfolipida ini berisi protein, karbohidrat dan
kolestrol. Bagian dalam membran sel terdi dari dari bagian dalam yang
merupakan ekor dari posfolipida dan bersifat non‐polar, sedangkan bagian
kepala bersifat polar berada pada permukaan luar dan dalam sel. Bagian asam
lemak tidak jenuh pada dapat membuat membran lebih rigit. Pori‐pori, chanel
protein memainkan peran penting yang merupakan bagian pengatur keluar
masuknya glukosa melalui proses difusi. Demikian juga pada ion transpor
energi yang terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi, lihat Gambar 14.45.
Gambar 14.45. Komposisi membran sel dan perannya
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
306
14.5.7. Gliseroposfolipida
Merupakan jenis lipida yang banyak terdapat dalam membran sel
yang dibangun oleh molekul asam lemak, posfat, gliserol, amino dan
alkohol. Atas dasar penyusun molekulnya maka, Gliseroposfolipida
memiliki gugus polar dan non polar.
Gugus polar terletak pada gugus amina dan gugus non‐polar berasal
dari rantai atom Carbon senyawa asam lemak, untuk lebih jelas
amati Gambar 14.46.
Gambar 14.46. Senyawa Gliseroposfolipid
Senyawa Gliseroposfolipida yang banyak
terdapat dalam makhluk hidup adalah
lecithin dan cephalin, senyawa ini terdapat
pada otak dan jaringan saraf, selain itu juga
ditemukan di dalam telur dan ragi. Kedua
senyawa tersebut dapat dilihat pada Bagan
14.47.
Bagan 14.47. Gliseroposfolipida untuk
senyawa lecithin dan cephalin
14.5.8. Sfingolipid dan glikosfingolipid
Sfingolipida adalah posfolipida yang memiliki
ikatan amida antara asam lemak dengan
sfingosin dan memiliki alkohol dengan
jumlah atom C 18 buah. Sedangkan senyawa
glikosfingolipida mengandung monosakarida
yang terikat pada gugus OH gugus sfingosin
melalui ikatan glikosida. Kedua molekul
tersebut disajikan pada Bagan 14.48.
Gambar 14.48. Struktur molekul senyawa
Sfingolipida dan Glikosfingolipida
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
307
14.5.9. Terpena
Terpena ditemukan para ahli kimia dalam bentuk
minyak atau pewangi. Hasil isolasinya juga telah
memberikan petunjuk bahwa terpena dibangun oleh
dua atau lebih unit isoprena. Isoprena merupakan
senyawa yang dibangun oleh lima atom karbon dengan
satu cabang pada atom C nomor 2. Perhatikan struktur
molekul isoprena seperti pada Gambar 14.49.
Senyawa dengan satu unit isoprena sangat jarang
ditemui, sedangkan senyawa dengan dua unit isoprena
sangat umum dijumpai. Senyawa terpena yang banyak
ditemui di alam ditampilkan pada Tabel di bawah ini.
Gambar 14.49. Struktur molekul
isoprena
Tabel 14.6. Beberapa jenis terpena yang umum dijumpai
Jumlah atom C
Jenis terpena
10
Monoterpena
15
Sesquiterpena
20
Diterpena
30
Triterpena
Senyawa
yang
pertama
dinamakan
monoterpena yang diketemukan mengandung
oksigen dalam bentuk gugus aldehid,
selanjutnya senyawa ini dikenal dengan istilah
terpenoid. Contoh monoterpena adalah
sitronelal (minyak jeruk). Molekul isoprena
dapat membentuk siklis seperti yang
ditunjukan pada senyawa mentol, kedua
molekul tersebut seperti pada Bagan 14.50.
14.5.10. Steroid
Steroid merupakan senyawa yang memiliki
kerangka dasar triterpena asiklik. Ciri umum
steroid ialah sistem empat cincin yang
tergabung. Cincin A, B dan C beranggotakan
enam atom karbon, dan cincin D
beranggotakan lima. Perhatikan Gambar 14.51
pada halaman berikut.
Kolestrol merupakan steroid yang terbanyak di
dalam tubuh manusia.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Bagan 14.50. Lipida yang berstruktur
Terpena
308
Kolestrol memiliki struktur dasar inti steroid yang
mengandung gugus metil, gugus hidroksi yang terikat
pada cincin pertama, dan rantai alkil.
Kandungan kolestrol dalam darah berkisar 200‐220
mg/dL, meningkatnya kadar kolestrol dalam darah
dapat menyempitkan pembuluh darah di jantung,
sehingga terjadi gangguan jantung koroner.
Pengobatan yang sering dilakukan adalah melebarkan
pembuluh darah seperti, memasang ring atau
melakukan operasi.
Kolestrol dalam tubuh dibentuk di dalam liver dari
makanan. Struktur kolestrol dapat dilihat pada Gambar
14.52.
Gambar 14.51. Struktur Steroid
dan Penomorannya
Gambar 14.52. Struktur molekul kolestrol
Kolestrol dalam makan perlu kita waspadai mengingat tren penyakit jantung
cukup tinggi di Indonesia. Beberapa makanan yang banyak mengandung
kolestrol disajikan dalam Tabel 14.7 di bawah ini.
Tabel 14.14. Sumber makanan dan ukuran sajian serta kandungan kolestrolnya
Garam empedu merupakan hasil sintesa
kolestrol dan disimpan dalam bladder, peran
senyawa ini adalah untuk mengemulsikan asam
lemak dan minyak sehingga memperluas
permukaan lipida yang akan dibongkar secara
enzimatik. Struktur molekul garam empedu
dapat dilihat pada Gambar 14.53.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.53. Struktur molekul Garam
empedu
309
Contoh lain dari lipida jenis steroid adalah hormon seks
bagi kaum laki-laki dan perempuan seperti testoteron,
estradiol dan progesteron. Struktur molekul dan
fungsinya dapat dilihat dalam Tabel 14.8.
Tabel 14.8. Jenis hormon dan fungsi fisiologisnya
14.6. Asam Nukleat
Asam nukleat adalah makromolekul pertama yang
berhasil diisolasi dari dalam inti sel. Asam nukleat
berbentuk rantai linier yang merupakan gabungan
monomer
nukleotida
sebagai
unit
pembangunnya. Molekul ini menyimpan informasi
pertumbuhan sel dan reproduksi.
Monomer nukleotida sebagai struktur primer
asam nukleat diperoleh dari hasil hidrolisis asam
nukleat. Proses hidrolisis lebih lanjut dari
monomer nukleotida akan dihasilkan asam fosfat
dan nukleosida. Proses hidrolisis ini dilakukan
dalam suasana basa. Jika hidrolisis dilanjutkan
kembali terhadap senyawa nukleosida dalam
larutan asam berair akan dihasilkan molekul gula
dan basa nitrogen dengan bentuk heterosiklik.
Sehingga komposisi molekul penyusun asam
nukleat diketahui dengan jelas, seperti yang
ditunjukkan gambar 14.54 hingga bagan pada
Gambar 14.57.
Dari Gambar 14.54 tampak bahwa struktur utama
asam nukleat adalah molekul gula yang
mengandung asam posfat dan basa Nitrogen yang
dihubungkan
dengan
ikatan
posfodiester
membentuk rantai panjang. Monomer nukleotida
dapat dilihat pada Gambar 14.55 dan 14.56.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Gambar 14.54. Molekul sederhana
asam nukleat
Gambar 14.55. Molekul Nukleotida
310
Senyawa
gula
penyusun
nukleotida
merupakan gula dengan atom Karbon 5 (lima)
yaitu 2‐deoksi‐D‐ribosa dan D‐ribosa, lihat
Bagan dibawah ini.
Gambar 14.56. Molekul Nukleosida
Asam nukleat
Hidrolisis
Nukleotida
Hidrolisis dalam
suasana Basa
Bagan 14.58. Molekul penyusun Asam nukleat
Basa nukleosida yang ditemukan pada asam
nukleat adalah adenin (dilambangkan A),
sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), timin (T)
dan urasil (U), lihat Bagan 14.58.
Nukleosida
Asam nukleat dalam sel terdiri dari DNA
(DeoxyriboNucleic Acid) dan RNA (RiboNucleic
Acid). Kedua jenis asam nukleat ini memiliki
perbedaan basa purin yang merupakan
molekul penyusunnya. Untuk RNA disusun
oleh gula D‐ribosa dan basa urasil. Sedangkan
untuk DNA disusun oleh gula 2‐deoksi‐D‐
ribosa yaitu gula D‐ribosa yang kehilangan
gugus OH pada atom C nomor 2 dan basa
timin.
Basa Nitrogen
14.6.1. Nukleosida
Molekul nukleosida merupakan suatu N‐
glikosida yaitu ikatan pada atom N dari
sebuah basa yang terikat pada molekul gula
pada atom C nomor 1. Basa Nitrogen yang
terikat dapat berupa purin atau pirimidin.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Asam posfat
Hidrolisis dalam suasana Asam
Gula
Gambar 14.57. Skema hidrolisis Asam
nukleat
311
Ikatan N‐glikosida untuk purin dan gula terjadi
pada atom N nomor 9 dengan atom C nomor 1
dari gula. Sedangkan pirimidin terjadi pada
atom N nomor 1 dengan atom C nomor 1 dari
gula, perhatikan Gambar 14.59.
Nukleotida merupakan ester fosfat dari
nukleosida, dimana gugus hidroksil pada gula
pentosa diesterifikasi dengan fosfat anorganik
lihat Gambar 14.59. Gugus hidroksil yang
teresterifikasi pada nukleotida DNA dan RNA
adalah pada posisi 3’ maupun 5’ pada gula
pentosa. Nukleotida DNA dinamai sebagai
ester 3’ atau 5’‐monofosfat dari nukleosida.
14.6.2. Nukleotida
Gugus fosfat pada nukleotida bersifat asam
dan dapat dihidrolisis oleh basa berair
maupun enzim yang akan menghasilkan
nukleosida dan asam fosfat penyusunnya.
Penamaan asam nukleat, mengikuti pola unit
penyusun dari nukleosida dan nukleotidanya.
Untuk nukleosida dengan mengganti akhiran
basa nitrogennya meunjadi –osin untuk basa
purin dan akhiran –idin untuk pirimidin.
Untuk nukleotida dengan menambahkan
5‐monoposfat pada nukleosidanya.
Gambar 14.59. Ikatan N‐glikosida
Penamaan untuk beberapa nukleosida dan
nukleotida disajikan dalam Tabel 14.9.
Tabel 14.9. Penamaan nukleosida dan nukleotida
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
312
RANGKUMAN
1.
Unit terkecil dari organisme hidup adalah sel yang di
dalamnya
terdapat
biomolekul
seperti:
Air,
Karbohidrat, Protein, Lipida dan Asam nukleat serta
deoksiribosa dan ribosa asam nukleat.
2.
Air merupakan komponen utama penyusun sitoplasma
sel. Dalam sel-sel biologi dan organel-organel, air
bersentuhan dengan membran dan permukaan protein
yang bersifat hidrofilik. Air juga berperan dalam
pembentukan ikatan khususnya pada molekul-molekul
polimer.
3.
Karbohidrat selain sebagai sumber utama energi
organisme hidup, juga merupakan sumber karbon untuk
sintesis biomolekul dan sebagai bentuk energi
polimerik.
Karbohidrat dapat digolongkan menjadi tiga yaitu
monosakarida, Oligosakarida dan polisakarida.
Monosakarida merupakan sakarida sederhana yang
tidak dapat dihidrolisis menjadi satuan terkecil
walaupun dalam suasana yang lunak sekalipun.
Monosakarida yang paling banyak ditemukan adalah
Glukosa yang merupakan sumber tenaga utama bagi
makhluk hidup.
Oligosakarida merupakan gabungan dari molekulmolekul monosakarida yang jumlahnya antara 2 (dua)
sampai dengan 8 (delapan) molekul monosakarida
dengan membentuk ikatan glikosida. contoh dari
oligosakarida adalah maltosa, sukrosa dan laktosa.
Polisakarida merupakan polimer yang disusun oleh
rantai monosakarida.
Polisakarida digolongkan menjadi polisakarida
struktural dan polisakarida nutrien.
Polisakarida struktural berperan sebagai pembangun
dan penyusun komponen organel sel serta sebagai
molekul pendukung intrasel, yang termasuk golongan
ini adalah selulosa dan kitin.
Polisakarida nutrien berfungsi sebagai sumber dan
cadangan monosakarida, yang termasuk kelompok ini
adalah pati, selulosa dan glikogen.
Protein merupakan komponen utama dalam sel hidup
yang berperan penting dalam struktur dan fungsi
semua sel makhluk hidup dan virus.
Protein dapat diklasifikasikan menjadi 7 (tujuh) macam
fungsi yaitu: enzim, protein transport, protein nutrient
dan penyimpan, protein kontraktil atau motil, protein
struktural, protein pertahanan dan protein pengatur.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
313
14. Protein adalah senyawa organik kompleks deangn berat
molekul tinggi dan berupa polimer dengan monomer
asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida.
15. Asam amino dapat digolongkan menjadi empat yaitu
Asam amino dengan R yang bersifat non polar
misalnya alanin, valin, leusin, isoleusin dan prolin, fenil
alanin, metionin dan triptopan.
16. Asam amino dengan R polar tapi tidak bermuatan
misalnya glisin, serin, treonin, sistein, tirosin, asparagin
dan glutamin.
17. Asam amino dengan gugus R yang bermuatan negatif
misalnya asam aspartat dan asam glutamat.
18. Asam amino dengan gugus R bermuatan positif
misalnya lisin, arginin dan histidin.
19. Ada empat struktur protein yaitu struktur primer,
sekunder, tersier dan kuartener.
20. Struktur primer adalah rantai polipeptida sebuah
protein terdiri dari asam-asam amino yang
dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui
ikatan peptida.
21. Struktur sekunder, tersier dan kuartener membentuk
konformasi tiga dimensi protein sesuai dengan bentuk
fungsinya di dalam sel. protein dapat mengalami
perubahan ketiga strukturnya (sekunder, tersier dan
kuartener) yang dinamakan denaturasi.
22. Lipida merupakan biomolekul yang mudah larut dalam
pelarut organik dan tidak larut dalam air.
23. Beberapa persenyawaan lipida dan turunannya antara
lain:
24. Asam lemak adalah asam karboksilat yang berderajat
tinggi. Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak
jenuh dan asam lemak tak jenuh.
25. Prostaglandin merupakan lipida yang dibangun oleh 20
atom karbon sebagai pembentuk rantai utamanya.
26. Trigliserida merupakan lipida yang memiliki struktur
ester, yang tersusun oleh tiga molekul asam lemak
bebas dan satu molekul gliserol.
27. Wax merupakan jenis lipida yang dibentuk oleh
senyawa asam lemak jenuh dengan alkohol yang
memiliki rantai karbon panjang.
28. Gliseroposfolipida merupakan jenis lipida yang
dibangun oleh molekul asam lemak, posfat, gliserol,
amino dan alkohol.
29. Terpena merupakan lipida yang dibangun oleh dua atau
lebih unit isoprena.
30. Steroid merupakan senyawa yang memiliki kerangka
dasar triterpena asiklik.
31. Asam nukleat adalah makromolekul yang menyimpan
informasi pertumbuhan sel dan reproduksi.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
314
32. Asam nukleat dalam sel terdiri dari DNA
(DeoxyriboNucleic Acid) dan RNA (RiboNucleic Acid).
Nukleosida merupakan suatu N-glikosida yaitu ikatan
pada atom N dari sebuah basa yang terikat pada
molekul gula pada atom C nomor 1.
33. Nukleotida merupakan ester fosfat dari nukleosida,
dimana gugus hidroksil pada gula pentosa diesterifikasi
dengan fosfat anorganik.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
315
Pilihlan salah satu jawaban yang paling benar
1. Berikut ini merupakan molekul yang tidak memegang
peranan penting dalam sel
a. air
b. protein
c. karbon monoksida
d. karbohidrat
2. Molekul karbohidrat terkecil yang tersusun oleh tiga
atom karbon disebut
a. trigliserida
b. teobromin
c. triosa
d. galaktos
3. Berikut ini merupakan contoh monosakarida, kecuali
a. glukosa
b. galaktosa
c. fruktosa
d. maltosa
4. Berikut ini yang termasuk polisakarida struktural adalah
a. kitin
b. insulin
c. glutamin
d. amiluistm
5. Berikut ini yang termasuk polisakarida nutrien adalah
a. glukagon
b. glikogen
c. amilase
d. histidin
6. Berikut ini yang bukan klasifikasi protein berdasarkan
fungsinya adalah
a. protein transport
b. protein kontraktil dan motil
c. protein pengatur
d. protein globular
7. Asam amino yang memiliki gugus R polar kecuali
a. serin
b. glutamin
c. alanin
d. asparagin
8. Ikatan yang dibentuk oleh dua buah asam amino atau
lebih dalam membangun struktur primer protein disebut
a. glikosida
b. fosfodiester
c. peptida
d. rangkap
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
UJI
KOMPETENSI
316
9. Nama yang sesuai untuk asam amino berikut
O
C
OH
HN
a. isoleusin
b. histidin
c. prolin
d. triptofan
10. Asam amino berikut memiliki gugus R yang bersifat
O
H2N
CH
C
OH
CH2
N
NH
a. polar
b. non polar
c. bermuatan positif
d. bermuatan negatif
11. Denaturasi protein disebabkan oleh perlakuan berikut
kecuali
a. penambahan ion Hg2+
b. penambahan larutan buffer
c. penambahan asam pekat
d. penambahan larutan NaOH 10M
12. Senyawa berikut tidak termasuk golongan asam lemak
kecuali
a. asam palmitat
b. asam asetat
c. asam propanoat
d. propil butanoat
13. Lipida yang dibangun oleh 20 atom karbon sebagai
pembentuk rantai utamanya disebut
a. prostaglandin
b. steroid
c. glikoprotein
d. terpenoid
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
317
14. Hidrolisis trigliserida akan menghasilkan
a. gliserol dan asam amino
b. asam amino dan terpenoid
c. gliserol dan asam lemak bebas
d. glukosamin dan sfingolipid
15. Lipida yang memiliki kerangka dasar triterpena asiklik
disebut
a. asam lemak jenuh
b. fosfolipida
c. sfingolipida
d. steroid
16. Contoh dari steroid adalah
a. terpena
b. kolesterol
c. insulin
d. glukosamina
17. Suatu N‐glikosida yaitu ikatan pada atom N dari sebuah
basa yang terikat pada molekul gula pada atom C nomor
1 disebut
a. asam nukleat
b. nukleosida
c. nukleotida
d. ribosa
18. Jenis gula yang terdapat pada molekul DNA
a. aldosa
b. fruktosa
c. ribosa
d. deoksiribosa
19. Basa – basa berikut yang merupakan penyusun RNA,
kecuali
a. Urasil
b. Adenin
c. Guanin
d. Timin
20. Jenis ikatan yang menghubungkan unit – unit nukleotida
dalam RNA adalah
a. Glikosida
b. Fosfodiester
c. peptida
d. amida
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
318
Bab 15. Pemisahan kimia
dan analisis
Standar Kompetensi
Melakukan pemisahan dan
analisis
Kompetensi Dasar
Memisahkan zat dari campuran
Menentukan kadar suatu zat, unsure atau senyawa
secara gravimetric, volumetric dan teknik lainnya
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mendefinisikan pemisahan
2. Siswa dapat menjelaskan proses pengayakan
3. Siswa dapat menjelaskan proses filtrasi
4. Siswa mengenal proses kristalisasi
5. Siswa mengenal proses distilasi
6. Siswa dapat mendefinisikan analisis kuantitatif
7. Siswa dapat menjelaskan kriteria metode analisis kuantitatif
8. Siswa dapat menjelaskan teknik gravimetri
9. Siswa dapat mengklasifikasikan teknik volumetri
10. Siswa dapat melakukan titrasi
Di alam, sebagian besar zat atau benda yang kita
ketemukan tidak dalam keadaan murni atau tunggal,
sebagian besar zat‐zat merupakan campuran dari
berbagai macam senyawa atau unsur.
Dalam banyak hal senyawa atau unsur dibutuhkan oleh
kita dalam keadaan murni. Senyawa atau unsur dalam
keadaan murni diperlukan untuk pembuatan obat. Hal ini
diperlukan agar reaksi dapat berjalan dengan sempurna
dan hasil reaksi juga memiliki kemurnian yang tinggi.
Untuk mendapatkan senyawa‐senyawa yang murni
diperlukan proses pemisahan. Kita juga sering melakukan
proses pemisahan, misalnya air yang bercampur dengan
kotoran kita saring agar air menjadi lebih jernih,
perhatikan Gambar 15.1.
Proses pemisahan lain juga dapat kita amati, misalnya
pemisahan air dari garam‐garam yang dilakukan petani
garam. Air laut diuapkan dan didapat kristal garam.
Garam yang dihasilkan bukan NaCl murni masih berupa
campuran, selanjutnya mereka mengirimnya ke pabrik
untuk proses lebih lanjut.
Dalam kimia, proses pemisahan digunakan untuk
mendapatkan satu atau lebih produk yang lebih murni
dari suatu sebuah campuran senyawa kimia.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Gambar 15.1. Proses
penyaringan air yang keruh
menjadi air yang lebih jernih
319
15.1. Pemisahan
Proses pemisahan merupakan proses perpindahan
masa, perpindahan dapat terjadi jika senyawa‐senyawa
yang ada dalam campuran memiliki sifat fisika atau sifat
kimia yang berbeda. Perbedaan sifat inilah yang
menyebabkan kita dapat memisahkannya. Sebagai
contoh kita dapat pisahkan satu zat karena berbeda
dalam hal ukuran partikelnya, pemisahan dapat kita
lakukan dengan pengayakan. Beberapa sifat fisika zat
yang dapat dipergunakan misalnya berat jenis, muatan
listrik, titik didih, titik beku dan lainnya. Selain itu sifat‐
sifat kimia juga dapat dipergunakan khususnya adalah
interaksi kimia antara satu zat dengan zat lainnya.
Secara teknis, pemisahan suatu campuran dapat dapat
dilakukan dengan berbagai metode. Umumnya
pemisahan dilakukan dengan mempertimbangkan fasa
komponen dari campuran tersebut. Suatu campuran
dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau
campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Campuran
heterogen dapat dibentuk dari beberapa fasa misalnya
padat‐padat, padat‐cair, padat‐gas, cair‐cair, cair‐gas,
gas‐gas, atau campuran ketiganya padat‐cair‐dan gas.
Sehingga dalam proses pemisahan seringkali kita
melakukan beberapa kali proses pemisahan serta
mengkombinasikan berbagai teknik pemisahan agar
mendapatkan hasil pemisahan yang diinginkan.
Teknik pemisahan, secara umum dapat kita
klasifikasikan sebagai pemisahan secara mekanik atau
berdasarkan sifat fisika dan pemisahan secara kimia.
Atas dasar ini teknik pemisahan kita bahas.
15.1.1. Pengayakan
Teknik pemisahan ini merupakan teknik yang tertua,
teknik ini dapat dilakukan untuk campuran heterogen
khususnya campuran dalam fasa padat. Proses
pemisahan didasari atas perbedaan ukuran partikel
didalam campuran tersebut. Sehingga ayakan memiliki
ukuran pori atau lubang tertentu, ukuran pori
dinyatakan dalam satuan mesh, contoh ayakan dapat
dilihat pada Gambar 15.2. Sebagai contoh sederhana
kita dapat lakukan pemisahan pasir dari sebuah
campuran pasir dan batu kerikil, menggunakan ayakan
yang porinya cukup halus. Begitu pula, jika kita ingin
memisahkan beras yang bercampur dengan katul yang
halus.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Gambar 15.2. Saringan yang
memiliki ukuran pori tertentu
320
Teknik lain penmisahan campuran dalam fasa padat juga
dapat dilakukan dengan cara flotasi (pengapungan).
Pemisahan dengan cara ini didasari pada sifat permukaan
dari senyawa atau partikel. Senyawa atau partikel ada
yang memiliki sifat suka air (hidrofilik) dan ada yang tidak
suka air (hidrofobik). Bila kedua sifat ini muncul maka
pemisahan dapat dilakukan dengan memberikan air
kedalam campuran tersebut. Untuk senyawa atau
partikel yang suka air, zat ini akan tetap berada dalam
fasa air. Sedangkan yang hidrofobik menempel pada
gelembung udara, dan akan naik ke permukaan, dan
dapat dipisahkan, lihat Gambar 15.3.
15.1.2. Filtrasi
Filtrasi adalah proses pemisahan dari campuran
heterogen yang mengandung cairan dan partikel‐partikel
padat dengan menggunakan media filter yang hanya
meloloskan cairan dan menahan partikel‐partikel padat.
Gamabar 15.3. Prinsip pemisahan
dengan cara flotasi
Proses filtrasi yang sederhana adalah proses penyaringan
dengan dengan media filter kertas saring (Gambar 15.4).
Kertas saring kita potong melingkar jika masih bentuk
lembaran empat persegi panjang atau kubus, jika telah
berbentuk lingkaran lipat dua, sebanyak tiga atau empat
kali. Selanjutnya buka dan letakkan dalam corong pisah
sehingga tepat melekat dengan corong pisah. Tuangkan
campuran heterogen yang akan dipisahkan, sedikit demi
sedikit, kira‐kira banyaknya campuran tersebut adalah
sepertiga dari tinggi kertas. Lakukan berulang‐ulang, sehingga
kita dapat memisahkan partikel padat dengan cairannya. Hasil
filtrasi adalah zat padat yang disebut residen dan zat
cairnya disebut dengan filtrat.
Proses pemisahan dengan cara filtrasi dapat kita
bedakan berdasarkan adanya tekanan dan tanpa
tekanan. Contoh diatas merupakan proses pemisahan
tanpa tekanan, dimana cairan mengalir karena adanya
gaya grafitasi. Pemisahan ini sangat cocok untuk
campuran heterogen dimana jumlah cairannya lebih
besar dibandingkan partikel zat padatnya.
Proses pemisahan dengan tekanan, umumnya dengan
cara di vakumkan (disedot dengan pompa vakum).
Proses pemisahan dengan teknik ini sangat tepat
dilakukan, jika jumlah partikel padatnya lebih besar
dibandingkan dengan cairannya. Perhatikan Gambar
15.5, pada halaman berikut.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Gambar 15.4. Pemisahan dengan
kertas saring tanpa tekanan
(adanya grafitasi)
321
15.1.3. Sentrifugasi
Campuran heterogen terdiri dari senyawa‐senyawa
dengan berat jenis berdekatan sulit dipisahkan.
Membiarkan senyawa tersebut terendapkan karena
adanya grafitasi berjalan sangat lambat. Beberapa
campuran senyawa yang memiliki sifat seperti ini adalah
koloid, seperti emulsi.
Salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk
memisahkan campuran ini adalah teknik sentrifugasi,
yaitu metode yang digunakan dalam untuk mempercepat
proses pengendapan dengan memberikan gaya
sentrifugasi pada partikel‐partikelnya.
Pemisahan sentrifugal menggunakan prinsip dimana
objek diputar secara horizontal pada jarak tertentu.
Apabila objek berotasi di dalam tabung atau silinder yang
berisi campuran cairan dan partikel, maka campuran
tersebut dapat bergerak menuju pusat rotasi, namun hal
tersebut tidak terjadi karena adanya gaya yang
berlawanan yang menuju kearah dinding luar silinder atau
tabung, gaya tersebut adalah gaya sentrifugasi. Gaya
inilah yang menyebabkan partikel‐partikel menuju
dinding tanbung dan terakumulasi membentuk endapan
(Gambar 15.6).
Gambar 15.5. Pemisahan dengan
cara meningkatkan tekanan
Mari kita perhatikan proses pembuatan minyak kelapa,
dimana teknik pemisahan sentrifugasi cukup berperan.
Buah kelapa dihancurkan, dan diperas sehingga didapat
bagian santan. Didalam santan terdapat campuran
minyak dengan air. Dengan melakukan sentrifugasi
dengan kecepatan antara 3000‐3500 rpm, maka terjadi
pemisahan dan terdapat dua bagian yaitu fraksi kaya
minyak (krim) dan fraksi miskin minyak (skim).
Selanjutnya krim diasamkan, kemudian diberi perlakuan
sentrifugasi sekali lagi untuk memisahkan minyak dari
bagian bukan minyak.
Dalam pengolahan minyak kelapa, sering juga dilakukan
modifikasi khususnya dalam pemisahan krim untuk
mendapatkan bagian minyak. Modifikasi tersebut
dilakukan dengan cara pemanasan krim, dan akan Gambar 15.6. Pengendapan dengan
dihasilkan padatan dan minyak, selanjutnya dengan
teknik sentrifugasi
penyaringan kita dapatkan minyak kelapa yang bersih dan
jernih.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
322
15.1.4. Kristalisasi
Pemisahan dengan teknik kristalisasi didasari atas
pelepasan pelarut dari zat terlarutnya dalam sebuah
campuran homogeen atau larutan, sehingga
terbentuk kristal dari zat terlarutnya. Proses ini
adalah salah satu teknik pemisahan padat‐cair yang
sangat penting dalam industri, karena dapat
menghasilkan kemurnian produk hingga 100%.
Kristal dapat terbentuk karena suatu larutan dalam
keadaan atau kondisi lewat jenuh (supersaturated).
Kondisi tersebut terjadinya karena pelarut sudah
tidak mampu melarutkan zat terlarutnya, atau jumlah
zat terlarut sudah melebihi kapasitas pelarut.
Sehingga kita dapat memaksa agar kristal dapat
terbentuk dengan cara mengurangi jumlah
pelarutnya, sehingga kondisi lewat jenuh dapat
dicapai. Proses pengurangan pelarut dapat dilakukan
dengan empat cara yaitu, penguapan, pendinginan,
penambahan senyawa lain dan reaksi kimia.
Pemisahan denga pembentukan kristal melalui proses
penguapan merupakan cara yang sederhana dan
mudah kita jumpai, seperti pada proses pembuatan
garam.
Air laut dialirkan kedalam tambak dan selanjutnya
ditutup. Air laut yang ada dalam tambak terkena sinar
matahari dan mengalami proses penguapan, semakin
lama jumlah berkurang, dan mongering bersamaan
dengan itu pula kristal garam terbentuk. Biasanya
petani garam mengirim hasilnya ke pabrik untuk
pengolahan lebih lanjut.
Pabrik gula juga melakukan proses kristalisasi, tebu
digiling dan dihasilkan nira, nira tersebut selanjutnya
dimasukkan kedalam alat vacuum evaporator, Dalam
alat ini dilakukan pemanasan sehingga kandungan air
di dalam nira menguap, dan uap tersebut dikeluarkan
dengan melalui pompa, sehingga nira kehilangan air
berubah menjadi Kristal gula.
Ketiga teknik yang lain pendinginan, penambahan
senyawa lain dan reaksi kimia pada prinsipnya adalah
sama yaitu mengurangi kadar pelarut didalam
campuran homogeen.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Gambar15.7. Alat destilasi sederhana
323
15.1.5. Destilasi
Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas
perbedaan perbedaan titik didik atau titik cair dari
masing‐masing zat penyusun dari campuran homogen.
Dalam proses destilasi terdapat dua tahap proses yaitu
tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap
pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan.
Atas dasar ini maka perangkat peralatan destilasi
menggunakan alat pemanas dan alat pendingin (Gambar
15.7).
Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat
yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap
tersebut bergerak menuju kondenser yaitu pendingin
(perhatikan Gambar 15.7), proses pendinginan terjadi
karena kita mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar
condenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali
cair. Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya kita
dapat memisahkan seluruh senyawa‐senyawa yang ada
dalam campuran homogen tersebut.
Contoh dibawah ini merupakan teknik pemisahan dengan
cara destilasi yang dipergunakan oleh industri. Pada skala
industri, alcohol dihasilkan melalui proses fermentasi dari
sisa nira (tebu) myang tidak dapat diproses menjadi gula
pasir. Hasil fermentasi adalah alcohol dan tentunya masih
bercampur secara homogen dengan air. Atas dasar
perbedaan titik didih air (100 oC) dan titik didih alcohol
(70oC), sehingga yang akan menguap terlebih dahulu
adalah alcohol. Dengan menjaga destilasi maka hanya
komponen alcohol saja yang akan menguap. Uap tersebut
akan melalui pendingin dan akan kembali cair, proses
destilasi alcohol merupakan destilasi yang sederhana, dan
mempergunakan alat seperti pada Gambar 15.7.
Proses pemisahan yang lebih komplek terjadi pada
minyak bumi. Dalam minyak bumi banyak terdapat
campuran (lihat Bab 10). Atas dasar perbedaan titik
didihnya, maka dapat dipisahkan kelompok‐kelompok
produk dari minyak bumi. Proses pemanasan dilakukan
pada suhu cukp tinggi, berdasarkan perbedaan titik didih
dan system pendingin maka kita dapat pisahkan
beberapa kelompok minyak bumi. Proses ini dikenal
dengan destilasi fraksi, dimana terjadi pemisahan‐fraksi‐
fraksi dari bahan bakar lihat Gambar 15.7. proses
pemisahan minyak bumi.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Gambar 15.8 Destilasi yang
dilakukan secara bertahap dari
minyak bumi
324
15.2. Analisis Kuantitatif
Bila kita telah mengenal bagaimana kita memisahkan
senyawa dari sebuah campuran, maka kita juga akan
bertanya berapa banyak senyawa yang ada dalam
campuran tersebut. Sehingga kita harus mengenal
bagaimana cara menetapkan berat atau volume dari
sebuah senyawa yang ingin kita ketahui. Cara ini
dikenal dengan istiliah analisis kuantitatif. Dalam
melakukan analisis kuantitatif terhadap empat
tahapan yang harus dikerjakan secara hati‐hati. Lihat
Gambar 15.8.
15.2.1. Sampling
Pengambilan sampel atau pencuplikan sampel
(sampling), adalah teknik atau cara memilih sebuah
sampel yang dapat mewakili dari bahan yang kita
analisis. Untuk mempermudah, perhatikan contoh di
bawah ini. Jika ada sebuah truk yang berisi jeruk, dan
dikatakan penjual bahwa jeruk tersebut manis, dan
kita harus mengujinya. Apakah cukup kita mengambil
bagian atasnya saja? Kita sangat khawatir jika yang
diambil hanya bagian atas, jangan‐jangan bagian
tengah dan bawah jeruknya masam atau sudah
busuk. Cara yang paling tepat kita mengambil secara
acak untuk bagian atas bagian tengah dan bagian
bawah, diharapkan cara ini jeruk yang kita ambil
dapat mewakili jeruk yang ada dalam truk tersebut,
perhatikan Gambar 15.9.
Gambar 15.8. Skema tahapan dalam
melakukan anlisis kuantitatif
15.2.2. Sediaan sampel
Untuk mempermudah menganalisa sampel maka
sampel kita ubah ke dalam bentuk larutan. Dari
contoh diatas, maka tiga buah jeruk yang kita ambil,
dikupas kulitnya dan dibuang bijinya, selanjutnya
dihaluskan sehingga kita dapat bentuk jus, setelah itu
kita encerkan selanjutnya kita ambil sampel jus
tersebut di timbang beratnya atau diukur volemnya
kita encerkan, misalkan menjadi 1 liter latutan jeruk.
Sampel ini kita letakan dalam Erlenmeyer tertutup
dan sebaiknya kita letakkan pada tempat yang sejuk
agar tida rusak. Larutan inilah yang kita sebut dengan
sediaan sampel. Untuk lebih terjaminnya proses
analisis sampel, maka sediaan sampel disarankan
dibuat senbelum analisis dilakukan.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Gambar 15.9. Jeruk yang dipilih secara
acak dari berbagai posisi truk
325
Proses penyiapan sampel, dalam hal ini sampel jeruk
diilustrasikan pada Gamba15.10.
15.2.3. Pengukuran Sampel
Dalam melakukan pengukuran sampel, banyak hal
yang harus kita perhatikan, pertama apa yang ingin
kita ukur?. Berdasarkan percobaan diatas yang ingin
diketahui adalah jeruk tersebut manis atau asam,
sehingga yang kita ukur adalah jumlah gula yang ada
dalam jeruk tersebut. Kedua teknik atau cara apa
yang dipilih untuk mengukur jumlah atau kadar gula
yang ada dalam sampel. Teknik yang dipergunakan
adalah teknik yang standar untuk mengukur kadar
gula, teknik standar tersebut adalah teknik yang
sudah direkomnedasi oleh para ahli kimia. Dalam
pengukuran kita selalu melakukan pengamatan
unhtuk mendapatkan data‐data hasil pengukuran.
Selama melakukan pengamatan, kita selalu tidak
terlepas dari kesalahan. Perhatikan kasus dibawah ini,
Rizti, Reza dan Fikri volume dari sebuah buret yang
dipergunakan untuk melakukan analisa kadar gula.
Dari eksperimen yang dilakukan secara bersama
mereka memiliki pendapat yang berbeda.
Gambar 15.10. Pembuatan sediaan
sampel jeruk
Menurut Rizti volume yang dipergunakan adalah 34.7
mL, Reza berpendapat volume yang dipergunakan
adalah 34.6 mL. Sedangkan pengamatan Fikri
volumenya adalah
Gambar 15.11. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Rizti, Reza dan Fikri
dari sebuah pengukuran
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
326
Selain munculnya kesalah pengamatan dari faktor manusia,
kesalahan juga dapat muncul dari alat yang kita pergunakan. Jika
Rizti mengukur volume dari buret, dimana buret yang
dipergunakan berbeda‐beda. Pada pengamatan pertama
menggunakan buret A, dan Rizti menyimpulkan volumenya
sebanyak 34.5 mL, pada pengukuran dengan buret B volumenya
adalah 34.6. Sedangkan pengamatan ketiga yang menggunakan
buret C, volumnenya adalah 34.7. Hal ini menunjukkan kesalahan
terjadi pada pengukuran yang disebabkan oleh faktor alat,
kesalahan ini sering disebut dengan instrumental error. Untuk
mengurangi kedua kesalahan tersebut, maka setiap pengukuran
harus dilakukan dengan ulangan. Pengukuran volume atau berat
sampel tidak cukup dengan satu kali pengukuran, namun harus
dilakukan beberapa kali misalnya, tiga, enam atau sepuluh kali
ulangan.
Pada pengukuran kita selalu menggunakan teknik atau metode
yang standar, metode tersebut telah memenuhi beberapa criteria
seperti peka, presisi, akurat, selektif dan praktis.
Metode yang dipilih harus peka atau sensitif, memiliki makna
bahwa metode ini dapat menetapkan kadar atau konsentrasi
dengan daya beda yang baik, misalnya metode ini dapat
membedakan konsentrasi 0.0001 M dengan 0.00012 M. Hal ini
berbeda jika metode hanya dapat membedakan perubahan
konsentrasi dari 0.001 M dengan 0.0001 M. jika kita mendapat
sampel dengan hasil pengukuran 0.0005 M, hasilnya sangat
meragukan kebenarannya.
Metode yang dipergunakan harus memiliki presisi yang baik,
memiliki arti bahwa dalam satu seri pengukuran, metode yang
dipergunakan selalu memberikan hasil pengukuran yang memiliki
nilai berdekatan atau hampir sama. Misalnya dari tiga kali
pengukuran didapat data 10.10 mm, 10.08 mm dan 10.09 mm.
Metode yang kita pergunakan harus memiliki akurasi yang baik. Hal
ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan
mendekati nilai sebenarnya. Untuk lebih mudah memahami presisi
dan akurasi dapat kita perhatikan kasus dibawah ini.
Jika kita melakukan penimbangan hasil pemisahan satu sampel
obat, dengan dua alat timbangan. Dari tiga kali penimbangan
dengan menggunakan timbangan pertama didapat data 480, 495
dan 505 mg, dengan timbangan kedua didapat data 460, 465 dan
470. Padahal nilai sebenarnya dari kadar parsetamol dalam obat
tersebut adalah 500 mg, sesuai dengan label obat tersebut. Hasil
ini menunjukan bahwa timbangan pertama lebih akurat
dibandingkan timbangan kedua, namun timbangan kedua memiliki
presisi yang lebih baik dibanding timbangan pertama, perhatikan
Gambar 15.12.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
327
Gambar 15.12 Contoh presisi dan akurasi hasil penimbangan sampel
Metode memiliki sifat selektif artinya metode tersebut
memang tepat dan hanya cocok untuk proses analisis
sampel. Kehadiran zat‐zat lain tidak berpengaruh
terhadap proses analisis sampel.
Sebagai contoh
misalnya analisis boraks. Pertama dilakukan test
pendahuluan untuk mengetahui bahwa didalam sampel
terdapat senyawa boraks yaitu Natrium tetra borat,
sampel ditambahkan asam sulfat pekat dan methanol.
Selanjutnya dilakukan uji reaksi nyala, keberadaan
boraks diketahui dengan adanya nyala yang berwarna
hijau.
Jika kita tidak yakin dengan percobaan ini, maka dapat
kita lakukan percobaan lain, seperti mereaksikan sampel
denga perak nitrat, jika terjadi endapan putih dari
senyawa perak metaborat, menunjukkan adanya boraks
dalam sampel.
Analisis secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
mentitrasi larutan sampel dengan HCl. Reaksi
pendahuluan dan analisis harus memberikan kepastian
bahwa zat yang kita uji adalah boraks, misalnya endapan
putih yang terjadi memang spesifik karena adanya
senyawa perak metaborat dalam sampel. Selektifitas dari
metoda analisis umumnya sangat ditentukan oleh
kespesifikan reaksi, jika terjadi reaksi yang spesifik
antara sampel dengan pereaksi maka otomatis metode
sangat selektif, untuk mempermudah selektifitas reaksi
perhatikan ilustrasinya dalam Gambar 15.13.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Gambar 15.13. Selektifitas yang
ditunjukkan oleh pereaksi=R yang
hanya bereaksi dengan sampel=S
328
Krietria terkahir adalah metode bersifat praktis,
artinya percobaan mudah dikerjakan, prosedur dan
teknik yang dipergunakan sederhana. Waktu yang
diperlukan melakukan analisis relative cepat,
mengingat banyak senyawa kimia yang mudah
berubah karena waktu penyimpanan sampel terlalu
lama.
Untuk mendapatkan teknik atau metode yang ideal
atau memenuhi seluruh kriteria diatas cukup sulit,
sehingga kita juga perlu mempertimbangkan aspek
sampel seperti macam dan jumlah sampel yang akan
dianalisis, tujuan analisis dan peralatan yang
tersedia. Kriteria utama yang harus dipenuhi dalam
analisis adalah ketepatan, ketelitian, dan selektifitas.
15.3. Gravimetri
Dalam analisis kuantitatif selalu memfokuskan pada
jumlah atau kuantitas dari sebuah sampel,
pengukuran sampel dapat dilakukan dengan
menghitung berat zat, menghitung volume atu
menghitung konsentrasi. Gravimetri merupakan
penetapan kuantitas atau jumlah sampel melalui
penghitungan berat zat. Sehingga dalam gravimetri
produk harus selalu dalam bentuk padatan (solid).
Alat utama dalam gravimetri adalah timbangan
dengan tingkat ketelitian yang baik. Umumnya reaksi
kimia tidak dalam ukuran besar seperti kilogram,
namun dalam satuan yang lebih kecil seperti gram
dan mili gram. Timbangan yang dipergunakan
memiliki ketelitian yang tinggi atau kepekaan yang
tinggi dan disebut dengan neraca analitik atau
analytical balance.
Dalam melakukan analisis dengan teknik gravimetric,
kemudahan atau kesukaran dari suatu zat untuk
membentuk endapan dapat diketahui dengan
melihat kelarutannya atau melihat harga dari hasil
kali kelarutan yaitu Ksp. Jika harga Ksp suatu zat kecil
maka kita dapat mengetahui bahwa zat tersebut
sangat mudah membentuk endapan. Ingat definisi
kelarutan; kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut
adalah jumlah zat tersebut sebanyak‐banyaknya yang
dapat larut dalam pelarut pada suhu tertentu
sehingga larutan tepat jenuh. Untuk hal tersebut
perhatikan harga konstanta hasil kali kelarutan atau
Ksp pada Table 15.1.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Tabel 15.1. Harga Ksp dari beberapa
senyawa
Rumus ion
Harga Ksp
Ag+Cl‐
1.8 x 10‐10
Pb2+SO42‐
1.6 x 10‐8
Pb2+S2‐
1.0 x 10‐28
Ba2+SO42‐
1.3 x 10‐10
Fe2+S2‐
6.0 x 10‐18
Cu2+S2‐
6.0 x 10‐36
Ca2+CO32‐
4.8 x 10‐9
329
Dalam reaksi pembentukan endapan, dimana
endapan merupakan sampel yang akan kita analisis,
maka dengan cermat kita dapat memisahkan
endapan dari dari zat‐zat lain yang juga turut
mengendap. Proses ini cukup sulit dilakukan, namun
cara yang paling umum adalah mengoksidasi
beberapa zat yang mungkin mengganggu sebelum
reaksi pengendapan dilakukan.
Pencucian endapan merupakan tahap selanjutnya,
proses pencucian umumnya dilakukan dengan
menyaring endapan, yang dilanjutkan dengan
membilasnya dengan air. Tahap akhir dari proses ini
adalah memurnikan endapan, dengan cara
menguapkan zat pelarut atau air yang masih ada
didalam sampel, pemanasan atau mengeringkan
dalam oven lazim dilakukan. Akhirnya penimbangan
sampel dapat dilakukan dan hasil penimbangan
adalah kuantitas sampel yang dianalisis.
15.4. Volumetri
Analisis volumetri merupakan teknik penetapan
jumlah sampel melalui perhitungan volume.
Sehingga dalam teknik alat pengukur volume menjadi
bagian terpenting, dalam hal ini buret adalah alat
pengukur volume yang dipergunakan dalam analisis
volumetric (Gambar 15.14).
Penetapan sampel dengan analisa volumetri didasari
pada hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi‐
reaksi kimia, seperti dibawah ini cara ini sering
disebut juga dengan titrasi.
Untuk proses titrasi zat analit (A) dengan pereaksi (S)
atau larutan standar, mengikuti reaksi :
a A + b S → hasil
dimana a adalah molekul analit (A) yang bereaksi
dengan b molekul pereaksi (S) atau larutan standar.
Pereaksi (S), disebut juga dengan titran. Posisi titran
atau larutan standar ada didalam buret, yang
selanjutnya kita tambahkan sedikit demi sedikit ke
dalam larutan analit (A) yang ada dalam Erlenmeyer,
dengan cara membuka kran yang ada dalam buret.
Dalam larutan analit (A) kita menambahkan zat
indikator yang berfungsi untuk menunjukkan bahwa
telah terjadi reaksi sempurna dari analit dengan
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Ambar 15.14. Alat dan cara melakukan
titrasi
330
pereaksi dengan adanya perubahan warna dari
indikator.
Indikator adalah suatu senyawa organik kompleks
merupakan pasangan asam basa konyugasi dalam
konsentrasi yang kecil indikator tidak akan
mempengaruhi pH larutan. Indikator memiliki dua
warna yang berbeda ketika dalam bentuk asam dan
dalam bentuk basanya. Perubahan warna ini yang
sangat bermanfaat, sehingga dapat dipergunakan
sebagai indicator pH dalam titrasi. Indikator yang
sering dipergunakan dalam titrasi disajikan dalam
Tabel 15.2.
Pada saat perubahan warna, maka telah terjadi reaksi
sempurna antara analit dengan pereaksi dan pada
kondisi ini terjadi kesetaraan jumlah molekul zat yang
bereaksi sesua dengan persamaan reaksinya. Dari
percobaan seperti ini kita dapat informasi awal, yaitu
konsentrasi dan volume dari pereaksi atau larutan
standar.
Perhitungan atau penetapan analit didasari pada
keadaan ekivalen dimana ada kesetaraan zat antara
analit dengan pereaksi, sesuai dengan koofisien
reaksinya. Kesetaraan tersebut dapat disederhanakan
kedalam persamaan :
N(s) x Volume(s) = N(A) x Volume(A)
dimana,
N(s)
: Normalitas dari larutan standart (titran)
Volume(s): Volume larutan standar (titran) yang
dipergunakan dan terbaca dari buret.
N(A)
:
Volume(A:
Normalitas dari analit (yang dicari)
Volume analit, diketahui karena kita
persiapkan
Normalitas didefinisikan banyaknya zat dalam gram
ekivalen dalam satu liter larutan. Secara sederhana
gram ekivalen adalah jumlah gram zat untuk
mendapat satu muatan, lihat kembali bahasan pada
Bab 8, jika kita substitusikan dengan persamaan
diatas kita dapat menetapkan berat zat berdasarkan
kesetaraan mol zat dalam keadaan ekivalen seperti
pada Bagan 15.15.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Tabel 15.2. Indikator dan perubahan
warnanya pada pH tertentu
Indikator
Perubahan
warna
Kisaran
pH
Thymol blue
Merah ke kuning
1,2‐2,8
Methyl yellow
Merah ke kuning
2,9‐4,0
Bromphenol
blue
Kuning ke biru
3,0‐4,6
Jingga metil
Merah ke kuning
3,1‐4,4
Hijau
bromkresol
Kuning ke biru
3,8‐5,4
Methyl orange
Merah ke kuning
4,2‐6,2
Litmus
Merah ke biru
5,0‐8,0
Phenol red
Kuning ke merah
6,8‐8,4
Phenolftalein
tak berwarna ke
merah
8,0‐9,6
Thymolftalein
tak berwarna ke
biru
9,3‐10,6
331
Bagan 15.15. Penetapan berat zat pada titik ekivalen
Dalam reaksi redoks, kita dapat memodifikasi definisi dari berat
ekivalen, yaitu berat dalam gram (dari) suatu zat yang diperlukan
untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol elektron.
C2O42‐ Š 2CO2 + 2e ( BE = Mr/2)
Cr2O72‐+ H+ + 6e Š 2Cr3+ + 7 H2O (BE = Mr/6).
Jika Mr Na2C2O4 : 134, maka BE = 67 gram/ekivalen
Jika Mr K2Cr2O7 : 294, maka BE = 49 gram/ekivalen
Analisis volumetri ini sering diistilah dengan titrimetri dengan satu
dasar yaitu penetapan sebuah sampel merujuk pada jumlah
volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalensi.
Istilah ini untuk menghindari kerancuan, mengingat pengukuran
volume tidak hanya terjadi pada reaksi dalam bentuk larutan,
namun juga untuk reaksi‐reaksi yang menghasilkan dimana titrasi
tidak dilakukan.
Titrimetri dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang didasari
pada jenis reaksinya.
15.4.1. Titrasi asam basa
Titrasi asam‐basa sering disebut juga dengan titrasi netralisasi.
Dalam titrasi ini, kita dapat menggunakan larutan standar asam dan
larutan standar basa. Pada prinsipnya, reaksi yang terjadi adalah
reaksi netralisasi yaitu :
+
H + OH ⇄ H2O
Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan
ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat
netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga
dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan
penerima proton (basa).
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
332
Dalam menganalisis sampel yang bersiaft basa, maka
kita dapat menggunakan larutan standar asam,
metode ini dikenal dengan istilah asidimetri.
Sebaliknya jika kita menentukan sampel yang bersifat
asam, kita akan menggunkan lartan standar basa dan
dikenal dengan istilah alkalimetri.
Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara
cermat mengamati perubahan pH, khususnya pada
saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan
untuk mengurangi kesalahan dimana akan terjadi
perubahan warna dari indikator lihat Gambar 15.16.
Analit bersifat asam pH mula‐mula rendah,
penambahan basa menyebabkan pH naik secara
perlahan dan bertambah cepat ketika akan mencapai
titik ekuivalen (pH=7). Penambahan selanjutnya
menyebakan larutan kelebihan basa sehingga pH terus
meningkat. Dari Gambar 15.16, juga diperoleh
informasi indikator yang tepat untuk digunakan dalam
titrasi ini dengan kisaran pH pH 7 – 10 (Tabel 15.2).
Pamanfaatan teknik ini cukup luas, untuk alkalimetri
telah dipergunakan untuk menentukan kadar asam
sitrat. Titrasi dilakukan dengan melarutkan sampel
sekitar 300 mg kedalam 100 ml air. Titrasi dengan
menggunakan larutan NaOH 0.1 N dengan
menggunakan indikator phenolftalein. Titik akhir titrasi
diketahui dari larutan tidak berwarna berubah menjadi
merah muda. Selain itu alkalimetri juga dipergunakan
untuk menganalisis asam salisilat, proses titrasi
dilakukan dengan cara melarutkan 250 mg sampel
kedalam 15 ml etanol 95% dan tambahkan 20 ml air.
Titrasi dengan NaOH 0.1 N menggunakan indikator
phenolftalein, hingga larutan berubah menjadi merah
muda.
Teknik asidimetri juga telah dimanfaatkan secara
meluas misalnya dalam pengujian boraks yang seringa
dipergunakan oleh para penjual bakso. Proses analisis
dilakukan dengan melaruitkan sampel seberat 500 mg
kedalam 50 mL air dan ditambahkan beberapa tetes
indikator metal orange, selanjutnya dititrasi dengan
HCl 0.1 N.
15.4.2. Titrasi Redoks
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa
titrimetri baik untuk zat anorganik maupun organik.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
Gambar 15.16. Titrasi alkalimetri
dengan larutan standar basa NaOH
333
Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan
potensial, sehingga reaksi redoks dapat menggunakan
perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu
titrasi. Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan
dengan menggunakan indikator.
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang
dipergunakan dalam titrasi redoks, maka dikenal
beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri,
iodimetri danm permanganometri.
Iodimetri dan Iodometri
Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks
dari senyawa iodine dengan natrium tiosulfat. Oksidasi
dari senyawa iodine ditunjukkan oleh reaksi dibawah
ini :
I2 + 2 e → 2 I‐
Eo = + 0,535 volt
Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam
larutan amilosa dan berwarna merah pada larutan
amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks
dapat diikuti dengan menggunaka indikator amilosa
atau amilopektin.
Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung
disebut dengan titrasi iodimetri. Namun titrasi juga
dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan
iodida, dimana larutan tersebut diubah menjadi
iodine, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan
natrium tiosulfat, titrasi tidak iodine secara tidak
langsung disebut dengan iodometri. Dalam titrasi ini
digunakan indikator amilosa, amilopektin, indikator
carbon tetraklorida juga digunakan yang berwarna
ungu jika mengandung iodine.
Permanganometri
Permanganometri
merupakan
titrasi
redoks
menggunakan larutan standar Kalium permanganat.
Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana
asam maupun dalam suasana basa. Dalam suasana
asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi
Mn2+ dengan persamaan reaksi :
MnO4‐ + 8 H+ + 5 e Š
Mn2+ + 4 H2O
Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap
perubahan bilangan oksidasinya, maka berat ekivalen
Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari
berat molekulnya atau 31,606.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
334
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat,
dan asam sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat.
Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan
yang tidak berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan
permangant yang kita pergunakan encer, maka penambahan indikator
dapat dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan seperti
feroin, asam N‐fenil antranilat.
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti
dalam analisis vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri
dipergunakan. Pertama‐tama, sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian
dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari gas carbondioksida (CO2),
selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam sulfat encer
sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi
gunakan larutan kanji atau amilosa.
15.4.3. Titrasi Argentometri (pengendapan)
Titrasi argentometri merupakan teknik khusus yang digunakan untuk
menetapakan perak dan senyawa halida. Penetapan kadar zat analit
didasari oleh pembentukan endapan. Empat teknik argentometri telah
dikembangkan yaitu metode Mohr, Volhard, Fajans dan Liebig.
Mohr mengembangkan titrasi argentometri untuk menetapkan kadar
klorida dan bromida dalam suasana netral. Larutan standar yang
dipergunakan adalah perak nitrat, dengan indikator kalium kromat. Pada
penambahan perak nitrat akan terbentuk endapan berwarna putih sampai
mencapai titik ekivalen, penambahan sedikit saja perak nitrat akan
menyebabkan terjadi endapan merah yang berasal dari perak kromat. Hal
ini mengindikasikan bahwa seluruh klorida atau bromida sudah bereaksi.
Teknik Volhard, dikembangkan untuk menetapkan kadar perak, sedangkan
Fajans dan Liebig keedua‐duanya mengembangkan teknik penetapan titik
ekivalensi titrasi. Fajans mnegembangkan indikator adsorbsi, dimana
warna teradsorpsi pada permukaan endapan sehinga terjadi perubahan
warna pada endapan sebagai titik akhir titrasi. Sedangkan Liebig
terbentuknya larutan yang kurah karena adanya senyawa kompleks
sianida.
15.4.4. Titrasi Nitrimetri
Titrasi nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa
senyawa‐senyawa organik, khususnya untuk persenyawaan amina primer.
Penetapan kuantitas zat didasari oleh reaksi antara fenil amina primer
(aromatic) dengan natrium nitrit dalam suasana asam menbentuk garam
diazonium. Reaksi ini dikenal dengan reaksi diazotasi, dengan persamaan
yang berlangsung dalam dua tahap seperti dibawah ini :
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
335
NaNO2 + HCl Š NaCl + HONO
Ar‐ NH2 + HONO + HCl Š Ar‐N2Cl + H2O
Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang
terbentu mudah tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen.
Sehingga reaksi dilakukan pada suhu dibawa 15oC. Reaksi diazotasi dapat
dipercepat dengan panambahan garam kalium bromida.
Reaksi dilakukan dibawah 15, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam
diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazonasi dapat
dipercepat dengan menambahkan kalium bromida.
Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan warna dari
pasta kanji iodide atau kertas iodida sebagai indicator luar. Kelebihan asam
nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya, kelebihan ini
dapat berekasi dengan yodida yang ada dalam pasta kanji atas kertas,
reaksi ini akan mengubah yodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan
warna menjadi biru. Kejadian ini dapat ditunjukkan setelah larutan
didiamkan selama beberapa menit. Reaksi perubahan warna yang dijadikan
infikator dalam titrasi ini adalah :
KI +HCl Š KCl + HI
2 HI + 2 HONO Š I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji yod (biru)
Penetapan titik akhir dapat juga ditunjukkan dengan campuran tropiolin
dan metilen blue sebagai indikator dalam larutan. Titik akhir titrasi juga
dapat ditentukan dengan teknik potensiometri menggunakan platina
sebagai indikator elektroda dan saturated calomel elektroda sebagai
elektroda acuan.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
336
RANGKUMAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Pemisahan merupakan proses perpindahan masa, karena
senyawa‐senyawa yang ada dalam campuran memiliki sifat
fisika atau sifat kimia yang berbeda.
Sifat zat sebagai dasr pemisahan seperti, berat jenis, muatan
listrik, titik didih, titik beku dan lainnya. Sedangkan sifat
kimia ditunjukkan oleh interaksi kimia antara satu zat
dengan zat lainnya.
Pengayakan merupakan proses pemisahan yang didasari atas
perbedaan ukuran partikel didalam campuran tersebut.
Pemisahan dengan cara flotasi didasari pada sifat
permukaan dari senyawa atau partikel. Untuk senyawa yang
tidak suka air (hidrofobik) akan terapung.
Filtrasi adalah proses pemisahan dari campuran heterogen
yang mengandung cairan dan partikel‐partikel padat dengan
menggunakan media filter dimana fasa cair akan lolos dan
partikel padat akan tertahan pada filter.
Proses pemisahan dengan cara filtrasi dapat kita bedakan
berdasarkan adanya tekanan dan tanpa tekanan.
Proses pemisahan dengan tekanan dilakukan dengan
memvakumkan sehingga fasa cair lebih mudah menembus
filter. Proses pemisahan dengan teknik ini sangat tepat
dilakukan, jika jumlah partikel padatnya lebih besar
dibandingkan dengan cairannya.
Sentrifugasi, merupakan metode yang digunakan untuk
mempercepat proses pengendapan dengan memberikan
gaya sentrifugasi pada partikel‐partikelnya.
Pemisahan dengan teknik kristalisasi didasari atas pelepasan
pelarut dari zat terlarutnya dalam sebuah campuran
homogeen atau larutan.
Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas
perbedaan perbedaan titik didik atau titik cair dari masing‐
masing zat penyusun dari campuran homogen.
Teknik sampling adalah cara memilih sebuah sampel yang
dapat mewakili bahan (populasi) yang akan analisis.
Dalam pengukuran terjadi kesalahan pengamatan yang
ilakukan oleh manusia (human error)
Kesalahan dalam pengukuran dapat terjadi karena
keterbatasan peralatan disebut dengan instrumental error
Akurasi adalah kemampuan alat untuk mengukur secara
yang hasilnya mendekati nilai sebenarnya.
Metode yang selektif memiliki kemampuan untuk
membedakan antara sampel dan zat‐zat pengganggu.
Presisi adalah kemampuan alat atau metode untuk
mengukur analit dengan hasil yang nilainya hampir sama.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
337
17. Gravimetri merupakan penetapan kuantitas atau jumlah
sampel melalui penghitungan berat zat.
18. Dalam melakukan analisis dengan teknik gravimetri ada
empat tahap yang harus kita lakukan yaitu mengetahui
dengan cermat bahwa zat ada dalam bentuk padatan atau
endapan, hasil reaksi dapat dipisahkan dari zat lainnya,
pencucian endapan dan memurnikan endapan.
19. Analisis volumetri merupakan teknik penetapan jumlah
sampel melalui perhitungan volume. Buret adalah alat
pengukur volume yang dipergunakan dalam analisis
volumetri.
20. Perhitungan atau penetapan analit didasari pada keadaan
ekivalen dimana ada kesetaraan zat antara analit dengan
pereaksi, sesuai dengan koofisien reaksinya.
21. Titrimetri dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang
didasari pada jenis reaksinya.
22. Dalam titrasi asam basa merupakan titrasi yang
menggunakan asam atau basa sebagai larutan standarnya.
23. Analisa iodimetri adalah titrasi yang menggunakan iodine
sebagai larutan standar untuk mengukur sampel secara
langsung.
24. Iodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan iodida,
dimana larutan tersebut diubah menjadi iodine, dan
selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat.
Dengan kata lain iodometri adalah titrasi yang menggunakan
larutan iodine secara tidak langsung.
25. Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan
larutan standar Kalium permanganat.
26. Titrasi argentometri merupakan teknik khusus yang
digunakan untuk menetapakan perak dan senyawa halida.
Penetapan kadar zat analit didasari oleh pembentukan
endapan
27. Titrasi nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam
analisa persenyawaan amina primer. Penetapan kuantitas
zat didasari oleh reaksi antara fenil amina primer (aromatic)
dengan natrium nitrit dalam suasana asam menbentuk
garam diazonium.
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
338
UJI
KOMPETENSI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Teknik Pemisahan yang didasari pada sifat permukaan zat
yang hidrofilik atau hidrofobik adalah
A. Pengayakan
B. Penyaringan
C. Flotasi
D. Sedimentasi
Teknik pemisahan yang didasari pada konstanta solubility
prosduct adalah
A. Pengayakan
B. Penyaringan
C. Flotasi
D. Pengendapan
Teknik pemisahan yang didasari atas titik didih adalah
A. Filtrasi
B. Kristalisasi
C. Sublimasi
D. Distilasi
Jika suatu campuran terdiri dari fasa padat dan fasa cair, dan
fasa cairnya dipakasa untuk lepas fasa padatnya, merupakan
prinsip dasar teknik pemisahan..
A. Filtrasi
B. Kristalisasi
C. Sublimasi
D. Distilasi
Dalam teknik Sentrifugasi terjadi pemisahan karena partikel
memiliki gaya
A. Grafitasi
B. Elektrostatika
C. Sentrifugasi
D. Van der Waals
Kemampuan suatu alat yang dapat mengukur analit
mendekati nilai sebenarnya disebut dengan
A. Akurasi
B. Presisi
C. Peka
D. Selektif
Jika kita melakukan pengukuran dengan tiga alat ukur yang
sama dan hasilnya berbeda, maka ini merupakan jenis
kesalahan
A. Pabrik
B. Alat
C. Manusia
D. Benar semua
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
339
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Jika kita melakukan titrasi menggunakan larutan larutan I2
dengan Natrium tiosulfat, maka titrasi ini termasuk titrasi
A. Iodometri
B. Iodimetri
C. Permanganometri
D. Nitrimetri
Gravimetri merupakan penetapan kuantitas atau jumlah
sampel melalui didasari oleh pengukuran
A. Volume
B. Berat
C. Konsentrasi
D. gas
Untuk mengukur volume dalam analisis volumetric
dipergunakan
A. Buret
B. Gelas ukur
C. Labu ukur
D. Sendok ukur
Dalam titrasi pengukuran sampel didasari pada kesataraan
mol pada saat
A. Awal reaksi
B. Pertengahan reaksi
C. Titik ekivalen
D. Benar semua
Dibawah ini bukan merupakan teknik titrimetri
A. Argentometri
B. Iodometri
C. Netralisasi
D. gravimetri
Dibawah ini merupakan titrasi redoks kecuali
A. Argentometri
B. Iodometri
C. iodimetri
D. asam‐basa
Kalium permanganat merupakan lartan standar yang
dipergunakan pada
A. Permanganometri
B. Manganometri
C. Kalium metri
D. Kalium permanganometri
Titrasi nitrimetri didasari oleh reaksi pembentukan
A. Garam klorida
B. Garam azo
C. Garam dapur
D. Endapan
Kimia Kesehatan, Direktoran Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2007
340
DAFTAR PUSTAKA
Anastas and Warner, 2000. Green Chemistry Theory and Practice,Oxford University Press.
Byce C.F.A, 1991, The Structure and Function of Nucleic Acid, Revised Ed, Ports Mouth:
Biochemical Society.
Cotton FA, Darlington, Lawrence D, Lynch, 1973, Chemistry an investigative Approach, Boston,
HoughtonMiffin Company.
Darrel D Ebbink and Mark S Wrington, 1987, General Chemistry, Boston, HoughtonMiffin
Company.
Davis Alison, 2006, Chemitry of Health, London:, national Institute of General Medical Science.
Donal C Gregg, 1971, Principle of Chemistry. Third edition, Boston, Allyin and Beacon.
Graham T.W, and Solomon. 1984, Organic Chemistry, Third edition, New York, John willey and
Sons.
Hutagalung, H. 2004, Karboksilat, USU digital library.
Hassi R dan Abzeni, 1984, Intisari Kimia, Bandung Empat Saudara.
Indah M, 2004, Mekanisme kerja hormone. USU dgital library.
James E Brady, 1990, General chemistry: Principle and Structure. Fifth edition, New York, John
Willey and Sons.
Keenan, C.W. D.C. Klienfilte and JH Wood, 1984, Kimia untuk Universitas, Jilid I, Jakarta,
Erlangga.
Kumalasari, L. 2006, Pemanfaatan Obat tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan
Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol.III, No.1, April 2006.
Lehninger., 1995, Dasar‐dasar Biokimia, Jilid I, terjemahan, Thenawijaya Maggy, terjemahan
dari Principle of Biochemistry (1982). Jakarta Erlangga.
Liska, Ken, Pryde Lucy T. 1984, Chemistry for Health Care Proffesionals, Mc Millan publishing
Company.
Mardiani, 2004. Metabolisme Heme, USU digital Library.
Nuijten H., 2007. Air dan Sifat dari air, Pontianak : PDAM Pontianak‐Oasen 604 DA.
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Indonesia, No. 22, tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
341
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Indonesia, No. 23, tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Rusdiyana, 2004. Metabolisme Asam Lemak, USU digital Library.
Simanjuntak, M.T. dan Silalahi J. 2004, Biokimia USU digital Library
Sudarmaji dkk, 2006: Toksikologi Logam Berat B3 dan dampaknya bagi Kesehatan, Surabaya:
FKM Universitas Airlangga.
Suharsono, 2006, Struktur dan Ekspresi Gen, Bogor: IPB
Timberlake, Karen, C. 2000, Cemistry: An Introduction to General Organic and Biological
Chemistry, London,: Pearso education Inc.
Wahyuni Sri ST. 2003, Materi Ringkas dan Soal Terpadu Kimia SMA, Jakarta : Erlangga.
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
342
GLOSSARIUM
∆G°’
2‐Deoksi‐D‐Ribosa
Accumulator
Adenosin
Adsorben
Adsorpsi
Aerob
Aerosol Cair
Aerosol Padat
Affinitas Elektron
Air
Aki
Aldolase Fruktosa
Difosfat
Aldosa
Alkalosis
Alkana
Alkanal
Alkanol
Alkanon
Alkena
Alkil Alkanoat
Alkohol Primer
Alkohol Sekunder
Perubahan energi bebas standar
Gula pentosa penyusun DNA
Lihat Aki
Nukleosida yang terdiri atas gugus adenin dan ribosa
Zat penyerap
Penyerapan secara fisika, dengan mengikat molekul yang
diserap pada permukaan adsorben
Keadaan yang kontak langsung dengan udara atau oksigen
Koloid dengan fasa terdispersi cair dan medium
pendispersinya gas
Koloid yang disusun oleh fasa terdispersi padat dengan
medium pendispersinya berupa gas
Energi yang dibebaskan oleh sebuah atom untuk menerima
elektron
Substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen
pada satu atom oksigen, bersifat tidak berwarna, tidak berasa
dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan
100 kpa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C), merupakan
suatu pelarut universal
Salah satu aplikasi sel volta yang tersusun atas elektroda Pb
dan PbO, dalam larutan asam sulfat yang berfungsi sebagai
elektrolit
Enzim yang mengkatalisis penguraian fruktosa 1,6‐bifosfat
membentuk
senyawa
gliseraldehida
3‐fosfat
dan
dihidroksiaseton fosfat melalui reaksi kondensasi aldol
Polihidroksi dengan gugus aldehid
Kelebihan oksigen pada sistem respirasi yang mengakibatkan
penurunan kadar CO2, yang memberi dampak pada kenaikan
pH darah
Senyawa karbon yang memiliki ikatan tunggal
Aldehida
Senyawa monohidroksi turunan alkana
Senyawa karbon yang mempunyai gugus fungsi karbonil
diantara alkil
Senyawa karbon yang memiliki ikatan rangkap dua
Senyawa turunan asam karboksilat hasil reaksi dengan
alkohol
Senyawa alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada atom C
primer
Senyawa alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada atom C
sekunder
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
343
Alkohol Tersier
Alkoksi Alkana
Alkuna
Amfoterik
Amilase
Amilopektin
Amilosa
Anhidrat
Anoda
Apoenzim
Ar
Asam
Asam Alkanoat
Asam Amino
Asam Cuka
Asam Konyugasi
Asam Lemak
Asam Lemak Jenuh
Asam Lemak Tidak jenuh
Asam Nukleat
Asetilena
Aseton
Asidosis
Atom
Senyawa alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada atom C
tersier
Senyawa yang memiliki gugus fungsi alkoksi yang mengikat
gugus alkil atau aril
Suatu hidrokarbon dengan minimal satu ikatan rangkap tiga
Sifat suatu molekul yang dapat berperilaku sebagai asam
yang dapat mendonasikan proton pada basa kuat, atau dapat
juga berperilaku sebagai basa yang dapat menerima proton
dari asam kuat
Enzim penghidrolisis pati
Polisakarida yang terdiri dari molekul D‐Glukopiranosa yang
berikatan α (1→ 4) glikosidik dan juga mengandung ikatan
silang α (1→ 6) glikosidik
Polisakarida tak bercabang terdiri dari molekul D‐
Glukopiranosa yang berikatan α (1→ 4) glikosidik dalam
struktur rantai lurus
Keadaan senyawa yang kehilangan molekul air
Elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi
Yaitu bagian enzim yang tersusun dari protein, yang akan
rusak bila suhu terlampau panas
Berat atom relatif yang menggunakan berat atom C sebagai
pembanding
Zat yang memiliki sifat‐sifat yang spesifik, misalnya memiliki
rasa asam, dapat merusak permukaan logam juga lantai
marmer atau sering juga disebut dengan korosif
Asam organik yang memiliki gugs fungsi karboksilat
Gugus fungsional karboksilat (COOH) dan amina (NH2) yang
terikat pada satu atom karbon (Cα) yang sama
Asam asetat
Molekul yang dapat mendonorkan protonnya, sehingga
berperan sebagai asam
Asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi
(memiliki rantai C lebih dari 6)
Asam lemak yang hanya memiliki ikatan tunggal di antara
atom‐atom karbon penyusunnya
asam lemak yang hanya memiliki minimal memiliki satu
ikatan rangkap di antara atom‐atom karbon penyusunnya
Polinukleotida
Alkuna yang paling sederhana
Senyawa alkanon paling sederhana
Peningkatan jumlah CO2 dalam darah, sehingga jumlah H2CO3
semakin besar dan terjadi penurunan pH
Bagian terkecil dari sebuah unsure
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
344
ATP
Aturan Aufbau
Aturan Hund
Aturan Pauli
Autokatalis
Basa
Basa Konyugasi
Batere
Benzena
Bilangan Avogadro
Bilangan Kuantum Azimut
Bilangan Kuantum
Magnetik
Bilangan Kuantum Spin
Bilangan Kuantum Utama
Bilangan Oksidasi
Biomolekul
Buih
Busa Padat
C Asimetri
Cincin Piranosa
Adenosine triphosphate, suatu nukleotida yang dikenal di
dunia biokimia sebagai zat yang paling bertanggung jawab
dalam perpindahan energi intraseluler
Aturan ini menyatakan bahwa elektron‐elektron dalam suatu
atom akan mengisi orbital yang memiliki energi paling rendah
dilanjutkan ke orbital yang lebih tinggi
Aturan ini menyatakan bahwa elektron dalam mengisi orbital
tidak membentuk pasangan terlebih dahulu
Aturan ini menyatakan bahwa dua elektron didalam sebuah
atom tidak mungkin memiliki ke empat bilangan kuantum
yang sama
Katalisator yang terbentuk dengan sendirinya dalam suatu
reaksi
Zat yang memiliki sifat‐sifat yang spesifik, seperti licin jika
mengenai kulit dan terasa getir serta dapat merubah kertas
lakmus biru menjadi merah
Molekul yang menerima proton dan berperan sebagai basa
Sel kering yang merupakan salah satu sel volta yang tidak
dapat diisi kembali
Senyawa heksatriena yang memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi
Bilangan yang sebanding dengan 6,023 x 1023 partikel
Bilangan yang menentukan bentuk dan posisi orbital sebagai
kebolehjadian menemukan tempat kedudukan elektron dan
merupakan sub tingkat energi
Bilangan yang menentukan bagaimana orientasi sudut orbital
dalam ruang
Bilangan yang menggambarkan ciri dari elektron yang
berotasi terhadap sumbunya dan menghasilkan dua arah spin
yang berbeda
Bilangan ini menentukan tingkat energi satu elektron yang
menempati sebuah ruang tertentu dalam atom, hal ini juga
menjelaskan kedudukan elektron terhadap inti atom
Sebuah bilangan yang ada dalam sebuah unsur dan
menyatakan tingkat oksidasi dari unsur tersebut
Molekul yang menyokong aktivitas kehidupan yang tersusun
atas atom‐atom: karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, sulfur
dan phospor.
Koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersi gas dan medium
pendispersinya cair
Koloid yang fasa terdispersinya gas dan medium
pendispersinya padat
Atom C yang mengikat atom atau molekul yang berbeda
Bentuk siklik dari monosakarida dengan lima karbon dan satu
oksigennya
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
345
CMC
Coulomb
Deaminasi
Defisiensi Vitamin
Dehidrogenase
Dehidrohalogenasi
Dekarboksilasi
Denaturasi Protein
Derajat Disosiasi
Deret Actinida
Deret Lantanida
Dialisis
Dicer
Disakarida
Disosiasi
DNA
DNA Polimerase
D‐Ribosa
Efek Tyndall
Ektoenzim
Elektroforesa
Elektrokimia
Elektrolisis Air
Elektron
Elektron Valensi
Elektronegatifitas
Elektroplating
Carboxymethyl cellulose
Satuan muatan listrik
Proses penghilangan gugus amino dari suatu molekul
Kekurangan vitamin
Enzim yang mengkatalissi reaksi dehidrogenasi
Reaksi yang menyebabkan hilangannya hidrogen dan halogen
dari suatu molekul
Reaksi pelepasan molekul CO2
Proses pemecahan atau perusakan ikatan‐ikatan kimia yang
lemah dalam protein akibat perlakuan tertentu yang
menyebabkan rusaknya struktur kuartener, tersier bahkan
struktur sekunder protein
Perbandingan antara banyaknya zat yang terurai dengan
jumlah zat awalnya
Deret yang seluruh unsurnya memiliki kemiripan sifat dengan
actinium
Deret yang seluruh unsurnya memiliki kemiripan yang sama
dan menyerupai unsur lantanium.
Pemurnian medium pendispersi dari elektrolit, dengan cara
penyaringan koloid dengan menggunakan kertas perkamen
atau membran yang ditempatkan di dalam air yang mengalir
Enzim pemotong RNA
Sakarida yang tersusun dari dua cincin monosakarida
Peristiwa penguraian zat secara spontan menjadi bagian‐
bagian yang lebih sederhana
Deoxyribonucleic Acid, material genetik yang menyimpan
cetak biru seluruh aktivitas sel
Enzim yang mengkatalisis replikasi DNA
Gula pentosa penyusun RNA
Penghamburan cahaya oleh partikel‐partikel yang terdapat
dalam sistem koloid sehingga berkas cahaya dapat dilihat
jelas walapupun partikelnya tidak tampak
Enzim yang bekerja di luar sel
Proses pemisahan koloid yang bermuatan dengan bantuan
arus listrik
Cabang ilmu yang mempelajari hubungan energi listrik
dengan reaksi kimia
Penguraian molekul air menjadi unsur‐unsur asalnya dengan
mengalirkan arus listrik
Partikel penyusun atom yang bemuatan negatif
Elektron pada orbital terluar
Kemampuan suatu atom untuk menarik elektron
Proses pelapisan permukaan logam dengan logam lain
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
346
Emulsi
Emulsi Padat
Endoenzim
Energi Aktivasi
Energi Bebas Gibbs
Energi Ikatan
Energi Ionisasi
Enol
Enolase
Entalpi
Entalpi Pelarutan
Entalpi Pembakaran
Entalpi Pembentukan
Entalpi penguraian
Enzim
Enzimologi
Essense
Eter
Fermi
Formaldehida
Fosfatase
Fosfofruktokinase
Fraksi Mol
Garam
Koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersi cair didalam
medium pendispersi cair
Koloid yang disusun oleh fasa terdispersi cair dalam medium
pendispersi padat
Enzim yang bekerja di dalam sel
Energi kinetik minimum yang harus dimiliki atau diberikan
kepada partikel agar tumbukannya menghasilkan sebuah
reaksi
Energi yang menyertai reaksi yang merupakan ukuran pasti
kecenderungan reaksi
Energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan antar atom
dari satu mol senyawa dalam bentuk gas dan dihasilkan
atom‐atom gas
Energi terendah yang dibutuhkan sebuah atom untuk dapat
melepaskan elektron valensinya
Senyawa alkohol yang memiliki ikatan rangkap pada atom
karbon yang mengikat gugus hidroksil
Enzim yang mengkatalisis proses dehidrasi molekul 2‐
fosfogliserat menjadi fosfoenol piruvat
Kandungan energi suatu zat pada tekanan tetap
Entalpi reaksi pelarutan dari satu mol senyawa kedalam
pelarut dan menjadi larutan encer
Entalpi reaksi pembakaran sempurna satu mol senyawa
dengan oksigen
Entalpi reaksi pembentukan satu mol senyawa dari unsur‐
unsurnya
Entalpi reaksi penguraian dari satu mol senyawa menjadi
unsur‐unsurnya
Satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang
berfungsi sebagai katalis
Ilmu yang mempelajari tentang enzim
Senyawa ester yang digunakan sebagai penambah aroma
sintetis
Lihat alkoksi alkana
Satuan yang setara dengan 10‐5 Å
Senyawa paling sederhana dari aldehida
Enzim yang mengkatalisis reaksi pelepasan gugus fosfat dari
suatu senyawa
Enzim yang mengkatalisis fosforilasi fruktosa 6‐fosfat menjadi
fruktosa 1,6‐bifosfat
Bilangan yang menyatakan rasio jumlah mol zat terlarut dan
pelarut dalam sebuah larutan
Senyawa yang bersifat elektrolit, dibentuk dari sisa basa atau
logam yang bermuatan positif dengan sisa asam yang
bermuatan negative
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
347
Gaya Adhesi
Gaya Kohesi
Gaya London
Gel
Gaya Van Der Waals
Gerak Brown
Glikogen
Glikogenesis
Glikogenolisis
Glikogenosis
Glikol
Glikolisis
Glikosfingolipid
Glikosida
Gliserol
Gliseroposfolipid
Glukokinase
Glukoneogenesis
Glukosa
Gugus Alkoksi
Gugus Karbonil
Hasil Kali Kelarutan
Gaya tarik‐menarik antar molekul yang tidak sejenis
Gaya tarik antar molekul sejenis
Lihat gaya Van der Waals
Lihat emulsi padat
Gaya tarik menarik antar dipol dalam suatu zat yang
disebabkan distorsi pada distribusi elektronnya sehingga
terjadi dispersi muatan positif atau dispersi muatan
negatifnya membentuk dipol yang bersifat temporer dalam
setiap atom
Pergerakan yang tidak teratur (zig‐zag) dari partikel‐partikel
koloid
Homopolimer dari glukosa yang bercabang, terdiri dari
satuan glukosa yang berikatan α (1→ 4) dan ikatan silang α
(1→ 6) glikosidik, mirip amilopektin
Pelepasan insulin oleh pankreas akibat peningkatan kadar
gula darah, sehingga hati mengubah glukosa menjadi
glikogen dan asam piruvat, bersamaan dengan pengangkutan
glukosa ke dalam otot.
Katabolisme glikogen menjadi glukosa
Penyakit penimbunan glikogen akibat tidak adanya 1 atau
beberapa enzim yang diperlukan untuk mengubah glikogen
menjadi glukosa (untuk digunakan sebagai energi)
Dialkohol dengan dua gugus hidroksil saling bersebelahan
Reaksi pemecahan glukosa menghasilkan 2 ATP dan 2
molekul piruvat
Lipid mengandung monosakarida yang terikat pada gugus OH
gugus sfingosin melalui ikatan glikosida
Senyawa asetal yang terbentuk dari proses penggantian
gugus hidroksil (OH) dengan gugus alkoksi (OR)
Senyawa alkohol yang memiliki 3 gugus hidroksil yang saling
bersebelahan
Lipida yang dibangun oleh molekul asam lemak, posfat,
gliserol, amino dan alkohol
Enzim yang mengkatalisis fosforilasi D‐glukosa yang terdapat
di dalam hati
Reaksi pembentukan glukosa dari molekul non karbohidrat
Suatu gula monosakarida, salah satu karbohidrat terpenting
yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan
tumbuhan dan merupakan salah satu hasil utama fotosintesis
Gugus ‐OR
Gugus yang terdiri dari sebuah atom karbon sp2 yang
dihubungkan kesebuah atom oksigen oleh satu ikatan sigma
dan satu ikatan pi
Lihat Ksp
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
348
Heksokinase
Hibrid Resonansi
Hibridisasi
Hidrasi
Hidrolisis
Hidrolisis Garam
Hukum Avogadro
Hukum Faraday
Hukum Gay Lussac
Hukum Hess
Hukum Kekekalan Energi
Hukum Kekekalan Massa
Hukum Laplace
Hukum Lavoiser
Hukum Le Cathelier
Hukum Perbandingan
Beganda
Hukum Perbandingan
Tetap
Hukum Perbandingan
Volume
Hukum Proust
Enzim yang mengkatalisis fosforilasi heksosa
Bentuk stabil yang dibentuk dari proses hibridisasi dan
resonansi ikatan, sehingga memiliki tingkat energi minimum
Proses perpindahan elektron dari tingkat orbital yang rendah
ke yang lebih tinggi
Reaksi Penyisipan molekul air ke dalam suatu senyawa
Reaksi penguraian zat oleh air
Lihat hidrolisis
Pada tekanan dan suhu yang sama, gas‐gas yang memiliki
volume yang sama mengandung jumlah molekul yang sama
pula
Hukum iini menjelaskan hubungan massa suatu zat yang
berhasil diendapkan oleh energi listrik
Lihat hukum perbandingan volume
Hukum ini menyatakan bahwa entalpi reaksi (ΔH) hanya
tergantung pada keadaan awal reaksi dan hasil reaksi dan
tidak bergantung pada jalannya reaksi
Hukum ini menyatakan bahwa dalam perubahan kimia atau
fisika energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi
hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentu lainnya
Hukum ini menyatakan bahwa dalam sebuah reaksi, massa
zat‐zat sebelum bereaksi sama dengan massa zat sesudah
bereaksi
Hukum ini menyatakan bahwa jumlah kalor yang dilepaskan
dalam pembentukan sebuah senyawa dari unsur‐unsurnya
sama dengan jumlah kalor yang dibutuhkan untuk
menguraikan senyawa tersebut menjadi unsur‐unsurnya
Lihat hukum kekekalan massa
Hukum ini menyatakan jika suatu sistem berada dalam
keadaan setimbang, dan kedalamnya diberikan sebuah aksi,
maka sistem tersebut akan memberikan reaksi
Hukum ini menyatakan bahwa dapat terjadi dua macam
unsur membentuk dua senyawa atau lebih, jika unsur
pertama memiliki massa yang sama, maka unsur kedua
dalam senyawa‐senyawa tersebut memiliki perbandingan
sebagai bilangan bulat dan sederhana
Perbandingan massa unsur‐unsur penyusun sebuah senyawa
adalah tetap
Hukum ini menyatakan bahwa volume gas‐gas yang bereaksi
dan volume gas‐gas hasil reaksi, jika diukur pada suhu dan
tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat
dan sederhana
Lihat hukum perbandingan tetap
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
349
IDDM
Ikatan Glikosida
Ikatan Hidrogen
Ikatan Ion
Ikatan Kovalen
Ikatan Logam
Ikatan Peptida
Ilmu Kimia
Isobar
Isomer
Isoton
Isotop
IUPAC
Jari‐Jari Atom
Jembatan Fosfo Diester
Ka
Kalorimeter
Karbohidrat
Katabolisme
Katalisator
Insulin‐dependent diabetes mellitus, diabetes melitus akibat
rusaknya sel beta penghasil insulin dalam pangkreas yang
menyebabkan penderitanya sangat tergantung pada pasokan
insulin dari luar
Ikatan yang menghubungkan dua monosakarida, terbentuk
dengan cara kondensasi gugus hidroksil dari atom karbon
pertama pada monosakarida pertama dengan salah satu
atom karbon nomor 2, 4, atau 6 pada monosakarida kedua
Ikatan yang terjadi akibat gaya tarik antarmolekul antara dua
muatan listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan
dengan H sebagai atom bermuatan parsial positif.
Ikatan yang terjadi karena adanya gaya listrik elektrostatik
antara ion yang bermuatan positif (kation) dengan ion yang
bermuatan negatif (anion)
Ikatan yang bentuk dengan cara penggunaan elektron secara
bersama
Interaksi antar atom di dalam sebuah logam
Ikatan yang terjadi antara gugus karboksilat dari satu asam
amino dengan gugus α amino dari molekul asam amino
lainnya dengan melepas molekul air
Ilmu yang mempelajari tentang materi terkait dengan
struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi
yang menyertainya
Unsur yang memiliki nomor massa yang sama, namun
memiliki jumlah proton dan netron yang berbeda
Dua molekul yang memiliki kesamaan rumus molekul namun
berbeda dalam penataan atom dalam molekulnya
Kondisi dimana dua unsur memiliki jumlah netron yang sama
Unsur yang memiliki jumlah elektron dan proton yang sama
namun berbeda jumlah netronnya
International Union of Pure and applied Chemistry
Jarak dari inti atom sampai dengan elektron pada kulit terluar
Molekul yang menghubungkan unit‐unit nukleotida
membentuk DNA atau RNA
Tetapan ionisasi asam
Alat yang digunakan untuk mengukur kalor yang diserap atau
dilepas suatu zat
Hidrat suatu karbon: Cx(H2O)y , berupa polihidroksi aldehida
atau polihidroksi keton, turunan senyawa tersebut, dan
berbagai bahan yang bila dihidrolisis menghasilkan senyawa
tersebut
Proses pembongkaran molekul kompleks menjadi molekul
yang lebih sederhana
Zat yang berperan untuk menurunkan Energi aktifasi dalam
suatu reaksi kimia
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
350
Katoda
Kb
Kecepatan Reaksi
Keseimbangan Kimia
Keton
Ketosa
Ketosis
Km
Koagulasi
Kodon
Koenzim
Kolesterol
Koloid
Koloid Dispersi
Koloid Kondensasi
Koloid Liofil
Koloid Liofob
Koloid Pelindung
Kondensasi Aldol
Konjugasi
Konsentrasi
Korosi logam
Kp
Ksp
Larutan
Larutan Buffer
Elektroda tempat terjadinya reaksi reduksi
Tetapan ionisasi basa
Berkurangnya aatu bertambahnya konsentrasi zat A dalam
selang waktu tertentu
Reaksi dua arah dimana kecepatan pembentukan produk
sama dengan kecepatan penguraian produk
Lihat alkanon
Polihidroksi dengan gugus keton
Peristiwa peningkatan senyawa keton dalam darah, jaringan
dan urin, secara abnormal
Konstanta michaelis
Pengumpalan
Kode urutan basa nitrogen tersusun dalam bentuk 'triplet',
yang menyandikan asam amino tertentu atau kode berhenti
Bagian enzim yang tidak tersusun dari protein, tetapi dari
ion‐ion logam atau molekul‐molekul organik
Steroid yang memiliki 27 atom karbon dengan satu gugus
hidroksi pada atom C3 pada cincin A.
Bagian dari campuran yang memiliki sifat khas karena
memiliki ukuran partikel dengan diameter antara 1 ‐100 nm
Koloid yang dihasilkan dari proses memperkecil partikel
suspensi
Partikel koloid yang dibentuk dari partikel larutan
Koloid yang memiliki gaya tarik menarik antara partikel‐
partikel terdispersi dengan medium pendispersi cairan
Koloid yang memiliki gaya tarik menarik yang lemah antara
partikel‐partikel terdispersi dengan medium pendispersi
cairan
Koloid yang dapat melindung koloid lain agar tidak
terkoagulasikan
Reaksi pembentukan senyawa yang mengandung gugus
hidroksil dan gugus karbonil
Deretan ikatan rangkap yang dipisahkan oleh satu ikatan
tunggal
Besaran yang menyatakan perbandingan zat terlarut dengan
pelarutnya
Proses oksidasi sebuah logam dengan udara atau elektrolit
lainnya, dimana udara atau elektrolit akan mengami reduksi
Tetapan keseimbangan (dalam fase gas)
Hasil kali konsentrasi ion‐ion dalam larutan tepat jenuh dan
tiap konsentrasinya dipangkatkan dengan koofisien reaksinya
Campuran homogen (serba sama) antara dua zat atau lebih
Larutan yang terdiri dari garam dengan asam lemahnya atau
garam dengan basa lemahnya
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
351
Larutan Elektrolit
Lipase
Lipid
Lipolisis
Massa
Materi
Meta
Metabolisme
Mol
Molalitas
Molaritas
Molekul
Monosakarida
Mr
mRNA
NAD
NADP
NADPH
Netron
Normalitas
Nukleosida
Nukleotida
Oksidasi
Oligosakarida
Larutan yang zat terlarutnya mengalami ionisasi, atau zat
terlarutnya terurai menjadi ion positif dan negatif
Enzim yang mengkatalisis reaksi penguraian ester lipid
menjadi asam lemak dan gliserol
Berasal dari kata lipos (bahasa yunani) yang berarti lemak
Reaksi hidrolisis triasilgliserol oleh lipase yang akan
menghasilkan gliserol dan asam lemak
Jumlah partikel yang dikandung setiap benda
Segala sesuatu yang menempati ruang dan memiliki massa
Posisi substituen dalam cincin benzene pada posisi 1,3
Reaksi kimia yang terjadi di dalam mahluk hidup, mulai dari
mahluk bersel satu yang sangat sederhana seperti bakteri,
jamur, tumbuhan, hewan sampai manusia dengan tujuan
memperoleh, mengubah, dan memakai senyawa kimia dari
sekitarnya untuk kelangsungan hidupnya.
Satuan yang sebanding dengan partikel sebanyak 6,023 x 1023
dalam setiap 1 satuannya
Satuan konsentrasi yang menyatakan jumlah mol zat yang
terdapat didalam 1000 gram pelarut
Satuan konsentrasi yang didefinisikan sebagai banyak mol zat
terlarut dalam 1 liter (1000 ml) larutan
Bagian terkecil dari suatu senyawa
Sakarida sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi
sakarida yang lebih kecil walaupun dalam suasana yang lunak
sekalipun
Berat molekul relatif yang menggunakan berat atom C
sebagai pembanding
RNA kurir
Nikotinamida adenin dinukleotida, koenzim yang memiliki
gugus nikotinamida yang berfungsi sebagai pembawa atom
hidrogen dan elektron dalam reaksi redoks intraseluler
Nikotinamida adenin dinukleotida fosfat, fungsi lihat NAD
Merupakan bentuk tereduksi dari NADP
Partikel penyusun inti yang tidak bermuatan
Didefinisikan banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam satu
liter larutan
Suatu N‐glikosida, yang tersusun atas basa purina atau
pirimidina yang terhubung pada atom karbon anomerik (C‐1’)
gula pentosa
Ester fosfat dari nukleosida
Reaksi dari suatu unsur atau senyawa yang mengikat oksigen
Gabungan dari molekul‐molekul monosakarida yang
jumlahnya antara 2 (dua) sampai dengan 8 (delapan) molekul
monosakarida
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
352
Orbital
Orto
Osmosa
Osmosis
Para
Pati
Pelarut
Pelarut Universal
Pemekatan
Pengenceran
Peptipasi
Pereaksi Fehling
Pereaksi Tollens
Persen Berat
Persen Volume
pH
pH Meter
Pi
pOH
Polimerisasi
Polisakarida
Polusi
Potensial Reduksi
PPi
Prostaglandin
Sub tingkat energi
Posisi substituen dalam cincin benzena pada posisi 1,2
Lihat osmosis
Proses merembesnya atau mengalirnya pelarut ke dalam
larutan melalui selaput semipermiabel
Posisi substituen dalam cincin benzena pada posisi 1,4
Merupakan campuran dari dua polisakarida berbeda, yaitu
amilum dan amilopektin
Bagian terbesar dalam larutan
Pelarut yang dapat berinteraksi dan melarutkan banyak
senyawa kimia
Bertambahnya rasio konsentrasi zat terlarut didalam larutan
akibat penambahan zat terlarut
Berkurangnya rasio zat terlarut didalam larutan akibat
penambahan pelarut
Pemecahan partikel kasar menjadi partikel koloid yang
dilakukan dengan penambahan molekul spesifik
Reagen yang digunakan untuk membedakan aldehida dan
keton berdasarkan pembentukan endapan merah Cu2O
Reagen yang digunakan untuk membedakan aldehida dan
keton berdasarkan pembentukan cermin perak
Satuan konsentrasi yang menyatakan banyaknya zat terlarut
dalam 100 gram larutan
Satuan konsentrasi yang menyatakan jumlah volume (ml)
dari zat terlarut dalam 100 ml larutan
Derajat keasaman
Alat elektronik yang digunakan untuk mengukur pH
Senyawa fosfat anorganik
Derajat kebasaan
Pembentukan rantai yang panjang dari molekul sederhana
Molekul yang tersusun dari rantai monosakarida, yang dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok besar secara fungsional,
yaitu struktural polisakarida dan nutrien polisakarida. Sebagai
komponen struktural, berperan sebagai pembangun
komponen organel sel dan sebagai unsur pendukung intrasel
Pencemaran yang terjadi akibat perubahan komposisi
penyusun lingkungan tertentu
Beda potensial elektroda yang ukur menggunakan
pembanding SHE
Senyawa pirofosfat anorganik
Lipid yang mengandung gugus hidroksil (OH) diposisi atom C
nomor 11 dan atom C nomor 15, dan memiliki ikatan rangkap
pada atom C no 13
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
353
Protein
Protein Kontraktil
Protein Nutrient
Protein Pengatur
Proton
Protein Pertahanan
Protein Struktural
Protein Transport
PVC
Reaksi Adisi
Reaksi Dehidrasi
Reaksi Eksoterm
Reaksi Endoterm
Reaksi Esterifikasi
Reaksi Hidrasi
Reaksi Irreversibel
Reaksi Metatesis
Reaksi Pembakaran
Reaksi Reversibel
Redoks
Reduksi
Reduksi Alkena
RNA
Senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida
Dikenal sebagai protein motil, didalam sel dan organisme
protein ini berperan untuk bergerak seperti aktin dan myosin
Sering disebut protein penyimpanan, merupakan protein
yang sebagai cadangan makanan yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan
Protein yang membantu pengaturan aktifitas seluler atau
fisiologis, contoh: hormon dan repressor.
Partikel penyusun inti yang bermuatan positif
Protein yang memiliki fungsi untuk membangun sistem
pertahanan makhluk hidup dari berbagai bentuk serangan
dari kuman atau organisme lain
Protein yang berperan untuk menyangga atau membangun
struktur biologi makhluk hidup
Protein yang dapat mengikat dan membawa molekul atau ion
yang khas dari satu organ ke organ lainnya
Poli(vinil klorida)
Reaksi pemutusan ikatan rangkap dengan cara penambahan
unsur baru
Reaksi penghilangan molekul H2O
Reaksi yang diikuti dengan pelepasan energi atau
menghasilkan energi,
Reaksi terjadi apabila kedalamnya diberikan energi atau
reaksi membutuhkan energi
Reaksi pembentukan senyawa ester dari molekul asam
karboksilat dan alkohol
Reaksi adisi alkena menggunakan air
(H2O) dengan
menggunakan katalis asam
Reaksi tidak dapat balik, reaksi yang hanya berlangsung
kearah pembentukan produk
Reaksi pertukaran ion dari dua buah elektrolit pembentuk
garam
Reaksi zat dengan oksigen
Reaksi dapat balik, reaksi yang dapat berjalan pada dua arah
(pembentukan produk sekaligus penguraian kembali produk
menjadi reaktan)
Reduksi oksidasi
Peristiwa pengeluaran atau pelepasan oksigen dari senyawa
yang mengandung oksigen
Penambahan hidrogen dari gas hidrogen H2 menghasilkan
suatu alkana
Ribonucleic Acid, material genetik yang berperan dalam
ekspresi gen yang diwujudkan dalam bentuk protein
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
354
RNAi
rRNA
Rumus Empiris
Rumus Kimia
Rumus Molekul
Sabun
SCE
Sel Elektrolisa
Sel Eukariotik
Sel Leclanche
Sel Volta
Selaput Permeabel
Senyawa Karbon
Sfingolipida
SHE
Sifat Kimia
Sikloalkana
Sistem Dispersi
sma
Sol
Sol Padat
Stereoisomer
Steroid
Struktur Kekulé
Struktur Primer Protein
RNA interference
RNA ribosomal
Rumus kimia yang mencirikan jenis atom dan rasio dari
jumlah atom‐atom penyusunnya
Lambang dari sebuah zat yang mencerminkan jenis zat dan
jumlah atom‐atomnya yang menyusun suatu zat
Lambang sebuah molekul yang memberikan informasi
tentang jenis dan jumlah atom‐atom secara akurat dari
molekul tersebut
Garam natrium atau kalium dari asam karboksilat
Saturated Calomel Electrode, elektroda air raksa
Sel elektrokimia yang membutuhkan energi agar terjadi
reaksi kimia didalamnya
Sel yang telah memiliki membran inti
Lihat batere
Sel elektrokimia yang menghasilkan energi ketika terjadi
reaksi atau reaksi kimia menghasilkan energi listrik
Selaput yang hanya dapat dilewati oleh partikel‐partikel
dengan ukuran tertentu
Senyawa yang tersusun atas atom C sebagai atom utamanya
Posfolipida yang memiliki ikatan amida antara asam lemak
dengan sfingosin
Standart hydrogen electrode, elektroda hidrogen standar
Sifat yang timbul akibat adanya perubahan materi yang
relatif lebih kekal atau terbentuknya materi yang baru
Senyawa alkana siklik
Lihat koloid
Satuan massa atom, merupakan satuan yang sebanding
dengan 1/12 berat atom 12C
Koloid yang fasa terdispersinya berwujud padat dengan
medium pendispersinya berwujud cair
Koloid yang memiliki fasa terdispersi dan medium
pendispersinya zat padat
Isomer akibat gugus yang sejajar (cis) atau yang
berseberangan atau (trans)
Lipid yang memiliki sistem empat cincin yang tergabung.
Cincin A, B dan C beranggotakan enam atom karbon, dan
cincin D beranggotakan lima atom karbon.
Struktur benzena dengan 3 ikatan rangkap yang saling
terkonjugasi
Rantai polipeptida sebuah protein yang terdiri dari asam‐
asam amino yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen
melalui ikatan peptida membentuk rantai lurus dan panjang
sebagai untaian polipeptida tunggal
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
355
Struktur Sekunder Protein Protein yang sudah mengalami interaksi intermolekul,
melalui rantai samping asam amino.
Struktur Tersier Protein
Struktur yang dibangun oleh struktur primer atau sekunder
dan distabilkan oleh interakasi hidrofobik, hidrofilik,
jembatan garam, ikatan hidrogen dan ikatan disulfida (antar
atom S)
Struktur Kuartener
Hasil interaksi dari beberapa molekul protein tersier, setiap
Protein
unit molekul tersier disebut dikenal dengan subunit
Substrat
Reaktan dalam reaksi enzimatis
Tabel Periodik
Tabel yang berisi nama‐nama unsur yang disusun
berdasarkan kenaikan nomor atomnya.
Termokimia
Cabang ilmu yang mempelajari hubungan kalor dengan reaksi
kimia
Termolabil
Terpena
Tetrahedral
Tingkat Reaksi
TNT
Toksik
Toluena
Vitamin C
Volatil
Voltmeter
Wax
Zat Terlarut
Zwitter Ion
Tidak tahan panas tinggi
Lipid yang memiliki jumlah atom karbon kelipatan 5, dan
tersusun dari unit isoprena yang memiliki 4 atom karbon dan
satu cabang pada C2
Bentuk 3 dimensi dengan sudut 105
Kecepatan reaksi pada sistem homogen (satu fase)
berbanding langsung dengan konsentrasi zat‐zat yang
bereaksi dipangkatkan dengan koefisien masing‐masing zat
yang bereaksi sesuai dengan persamaan reaksinya
2,4,6‐Trinitro toluena, senyawa turunan benzena yang
digunakan sebagi bahan peledak
Bersifat racun
Senyawa turunan benzena dengan gugus samping metil
Asam askorbat
Mudah menguap
Alat elektronik yang digunakan untuk mengukur beda
potensial
Lipid yang dibentuk oleh senyawa asam lemak jenuh dengan
alkohol yang memiliki rantai atom karbon yang panjang
Bagian terkecil dalam larutan
Senyawa yang memiliki sekaligus gugus yang bersifat asam
dan basa. Pada ph netral bermuatan positif (kation) maupun
bermuatan negatif (anion), mudah larut dalam air karena
bermuatan (air adalah pelarut polar) dan sukar larut dalam
pelarut nonpolar
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
356
Lampiran 1
Sub Bab
Hal
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sub Bab
Hal
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kunci Jawaban
Ruang lingkup
ilmu Kimia
11
Unsur dan
Senyawa
29
A
D
C
C
D
C
C
D
A
C
D
D
C
E
E
C
C
D
A
C
Atom dan
Perkembangan
48
Jawaban
B
C
D
C
C
A
A
C
C
A
Reaksi Kimia
Redoks dan
Elektrokimia
120
139
A
D
C
A
D
A
B
C
A
A
D
A
C
A
A
C
D
D
C
D
Sub Bab
Koloid
Hal
216
Senyawa
Hidrokarbon
234
1
2
D
B
B
C
3
4
5
6
C
A
B
B
7
8
9
10
C
C
D
C
Larutan
Bagian
asam
150
Jawaban
C
C
D
C
D
B
B
D
B
C
Tabel
Periodik
59
Ikatan
Kimia
78
B
A
B
D
C
B
B
C
D
C
C
D
B
A
D
A
B
C
B
B
Larutan
Bagian
garam
152
Laju
reaksi
reaksi
178
D
C
C
A
B
D
C
A
B
C
B
B
A
D
B
D
C
A
C
A
Stoikiometri
96
D
C
B
D
A
A
A
D
B
A
Energi
197
B
B
A
D
D
A
B
D
D
C
273
308
Pemisahan
Kimia
331
C
A
D
B
C
C
C
D
C
C
B
B
B
D
B
C
D
A
C
C
D
A
B
D
D
B
C
A
C
D
D
A
C
A
A
A
B
D
D
B
C
C
C
C
B
B
B
A
No
Aldehid Keton
260
Polimer Biomolekul
Jawaban
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
357
Lampiran 2
Tabel Periodik
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
358
Lampiran 3
Daftar Unsur
Nama
Aktinium
Alumunium
Antimon
Argon
Arsen
Astatin
Barium
Belerang
Berilium
Berkelium
Besi
Bismut
Boron
Cerium
Curium
Disprosium
Dubnium
Einstenium
Emas
Erbium
Europium
Fermium
Fluorin
Fosforus
Fransium
Gadolium
Galium
Germanium
Hafnium
Helium
Hidrogen
Holmium
Indium
Iodin
Iridium
Iterbium
Itrium
Kadmium
Kalium
Kalsium
Karbon
Klorin
Kobal
Kripton
Kromium
Lanthanum
Lawrencium
Litium
Lutenium
Magnesium
Seng
Simbol
Ac
Al
Sb
Ar
As
At
Ba
S
Be
Bk
Fe
Bi
B
Ce
Cm
Dy
Ha
Es
Au
Er
Eu
Fm
F
P
Fr
Gd
Ga
Ge
Hf
He
H
Ho
In
I
Ir
Yb
Y
Cd
K
Ca
C
Cl
Co
Kr
Cr
La
Lr
Li
Lu
Mg
Zn
Nomor
Atom
89
13
51
18
33
85
56
16
4
97
26
83
5
58
96
66
105
99
79
68
63
100
9
15
87
64
31
32
72
2
1
67
49
53
77
70
39
48
19
20
6
17
27
36
24
57
103
3
71
12
30
Masa
Atom
227.028
26.992
121.75
39.948
74.922
210
137.327
32.066
9.012
247
55.847
208.908
10.811
140.115
247
162.50
262
252
196.967
167.26
151.965
257
18.998
30.974
223
157.25
69.923
72.61
178.49
4.003
1.008
164.930
114.818
126.904
173.04
192.22
88.906
112.41
39.906
40.078
12.011
35.453
58.933
83.8
51.996
138.906
260
6.941
174.967
24.305
65.39
Nama
Mangan
Meitnerium
Molibdenum
Mendelevium
Natrium
Neodinium
Neon
Neptunium
Nikel
Niobium
Nitrogen
Nobelium
Oksigen
Osmium
Paladium
Perak
Platina
Plutonium
Polonium
Praseodimum
Prometium
Protactinium
Radium
Radon
Raksa
Renium
Rhodium
Rubidium
Ruthenium
Samarium
Scandium
Selenium
Sesium
Silikon
Stronsium
Talium
Tantalum
Teknisium
Tembaga
Timah
Timbal
Titanium
Telurium
Terbium
Thorium
Tulium
Uranium
Vanadium
Wolfram
Xenon
Zirkonium
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Simbol
Mn
Mt
Mo
Md
Na
Nd
Ne
Np
Ni
Nb
N
No
O
Os
Pd
Ag
Pt
Pu
Po
Pr
Pm
Pa
Ra
Rn
Hg
Re
Rh
Rb
Ru
Sm
Sc
Se
Cs
Si
Sr
Tl
Ta
Tc
Cu
Sn
Pb
Ti
Te
Tb
Th
Tm
U
V
W
Xe
Zr
Nomor
Atom
25
109
42
101
11
60
10
93
28
41
7
102
8
76
46
47
78
94
84
59
61
91
88
86
80
75
45
37
44
62
21
34
55
14
38
81
73
43
29
50
82
22
52
65
90
69
92
23
74
54
40
Masa
Atom
54.938
266
95.940
258
22.989
144.24
20.197
237.048
58.69
92.906
14.007
259
15.999
190.23
106.42
107.968
195.08
244
209
140.908
145
231.036
226.025
222
200.59
186.207
102.906
85.468
101.07
150.36
44.956
78.96
132.905
28.086
87.62
204.383
180.984
98
63.546
118.71
207.22
47.88
127.60
158.925
232.038
168.934
238.029
50.942
183.85
131.29
91.224
359
Lampiran 4
Z
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
Konfigurasi Elektron
Unsur
H
He
Li
Be
B
C
N
O
F
Ne
Na
Mg
Al
Si
P
S
Cl
Ar
K
Ca
Sc
Ti
V
Cr
Mn
Fe
Co
Ni
Cu
Zn
Ga
Ge
As
Se
Br
Kr
Rb
Sr
Y
Zr
Nb
Mo
Tc
Ru
Rh
Pd
Ag
Cd
In
Sn
Sb
Konfigurasi
1s1
1s2
(He) 2s1
(He) 2s2
(He) 2s2, 2p1
(He) 2s2, 2p2
(He) 2s2, 2p3
(He) 2s2, 2p4
(He) 2s2, 2p5
(He) 2s2, 2p6
(Ne), 3s1
(Ne), 3s2
(Ne), 3s2, 3p1
(Ne), 3s2, 3p2
(Ne), 3s2, 3p3
(Ne), 3s2, 3p4
(Ne), 3s2, 3p5
(Ne), 3s2, 3p6
(Ar), 4s1
(Ar), 4s2
(Ar), 4s2, 3d1
(Ar), 4s2, 3d2
(Ar), 4s2, 3d3
(Ar), 4s2, 3d4
(Ar), 4s2, 3d5
(Ar), 4s2, 3d6
(Ar), 4s2, 3d7
(Ar), 4s2, 3d8
(Ar), 4s1, 3d10
(Ar), 4s2, 3d10
(Ar), 4s2, 3d10, 4p1
(Ar), 4s2, 3d10, 4p2
(Ar), 4s2, 3d10, 4p3
(Ar), 4s2, 3d10, 4p4
(Ar), 4s2, 3d10, 4p5
(Ar), 4s2, 3d10, 4p6
(Kr), 5s1
(Kr), 5s2
(Kr), 5s2, 4d1
(Kr), 5s2, 4d2
(Kr), 5s1, 4d4
(Kr), 5s1, 4d5
(Kr), 5s2, 4d5
(Kr), 5s2, 4d6
(Kr), 5s2, 4d7
(Kr), 5s2, 4d8
(Kr), 5s1, 4d10
(Kr), 5s2, 4d10
(Kr), 5s2, 4d10, 5p1
(Kr), 5s2, 4d10, 5p2
(Kr), 5s2, 4d10, 5p3
Z
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
Unsur
Te
I
Xe
Cs
Ba
La
Ce
Pr
Nd
Pm
Sm
Eu
Gd
Tb
Dy
Ho
Er
Tm
Yb
Lu
Hf
Ta
W
Re
Os
Ir
Pt
Au
Hg
Ti
Pb
Di
Po
At
Rn
Fr
Ra
Ac
Th
Pa
U
Np
Pu
Am
Cm
Bk
Cf
Es
Fm
Md
No
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Nomor Atom
(Kr), 5s2, 4d10, 5p4
(Kr), 5s2, 4d10, 5p5
(Kr), 5s2, 4d10, 5p6
(Xe), 6s1
(Xe), 6s2
(Xe), 6s2, 5d1
(Xe), 6s2, 4f2
(Xe), 6s2, 4f3
(Xe), 6s2, 4f4
(Xe), 6s2, 4f5
(Xe), 6s2, 4f6
(Xe), 6s2, 4f7
(Xe), 6s2, 4f7, 5d1
(Xe), 6s2, 4f9
(Xe), 6s2, 4f10
(Xe), 6s2, 4f11
(Xe), 6s2, 4f12
(Xe), 6s2, 4f13
(Xe), 6s2, 4f14
(Xe), 6s2, 4f14, 5d1
(Xe), 6s2, 4f14, 5d2
(Xe), 6s2, 4f14, 5d3
(Xe), 6s2, 4f14, 5d4
(Xe), 6s2, 4f14, 5d5
(Xe), 6s2, 4f14, 5d6
(Xe), 6s2, 4f14, 5d7
(Xe), 6s1, 4f14, 5d9
(Xe), 6s1, 4f14, 5d10
(Xe), 6s2, 4f14, 5d10
(Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p1
(Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p2
(Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p3
(Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p4
(Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p5
(Xe), 6s2, 4f14, 5d10, 6p6
(Rn), 7s1
(Rn), 7s2
(Rn), 7s2, 6d1
(Rn), 7s2, 6d2
(Rn), 7s2, 5f2, 6d1
(Rn), 7s2, 5f3, 6d1
(Rn), 7s2, 5f4, 6d1
(Rn), 7s2, 5f6
(Rn), 7s2, 5f7
(Rn), 7s2, 5f7, 6d1
(Rn), 7s2, 5f9
(Rn), 7s2, 5f10
(Rn), 7s2, 5f11
(Rn), 7s2, 5f12
(Rn), 7s2, 5f13
(Rn), 7s2, 5f14
360
0
Lamppiran 5
Daftar
D
Energ
gi Ionisasi K
Kation
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
361
1
Lamppiran 6
D
Daftar
Tetap
pan Ionisasii Asam lemaah pada 250C
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
362
2
mpiran 6
Lam
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
363
3
Lam
mpiran 6
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
364
4
Lam
mpiran 6
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
365
5
Lam
mpiran 6
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
366
6
Lam
mpiran 6
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
367
7
Lam
mpiran 6
Sumbber: Harvey, David.
D
2000. Modern
M
Analy
lytical Chemisstry. New Yoork: McGraw Hill Compannies
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
368
8
Lamp
piran 7
D
Daftar
Tetap
pan Ionisasi Basa lemah
h pada 25 °C
C
p
pada 25
5 °C adalah 114, nilai pKb
b = 14 – pKaa.
Menggingat nilai pKw
Sumber: Vogel, A.I. 1989. Textbbook of Quanntitative Chem
mical Analysiss. 5th Edition. London:
Longm
man Group.
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
369
9
Lamppiran 8
Data
D
Hasil kali
k Kelaruttan dari beb
berapa Bahaan Kimia.
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
370
0
Lam
mpiran 8
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
371
1
Lam
mpiran 8
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
372
2
Lam
mpiran 8
Sumb
ber: Harvey, David.
D
2000. Modern
M
Analy
lytical Chemisstry. New Yoork: McGraw Hill Compannies
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
373
3
Lamppiran 9
Potensial
P
Reduksi Stand
dar
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
374
4
Lam
mpiran 9
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
375
5
Lam
mpiran 9
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
376
6
Lam
mpiran 9
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
377
7
Lam
mpiran 9
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
378
8
Lam
mpiran 9
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
379
9
Lam
mpiran 9
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
380
0
Lam
mpiran 9
Sumb
ber: Harvey, David.
D
2000. Modern
M
Analy
lytical Chemisstry. New Yoork: McGraw Hill Compannies
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
381
1
Lamppiran 10
Eltalpi Pembentukan
n Standar (∆H
( f°), Eneergi Bebas Pembentuk
kan
∆Gf°) dan En
ntropi Absoolut (S°).
Standar (∆
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
382
2
Lam
mpiran 10
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
383
3
Lam
mpiran 10
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
384
4
Lam
mpiran 10
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
385
5
Lam
mpiran 10
Sumb
ber: Harvey, David.
D
2000. Modern
M
Analy
lytical Chemisstry. New Yoork: McGraw Hill Compannies
Kim
mia Kesehatan, Direktorat
D
Pembina
aan Sekolah Men
nengah Kejuruan 2007
386
INDEX
2-Deoksi-D-Ribosa
309,312
Atom
33
Accumulator
113,114,118
Aturan Aufbau
42,45
Adenin
310,311
Aturan Hund
42,45
Aerosol Cair
215
Aturan Pauli
42,45
Aerosol Padat
215
Autokatalis
166,181
Affinitas Elektron
58
Basa
135
Air
161, 281
Basa Konyugasi
135
Aki
113,114,118
Basa Nitrogen
311,312
Aldosa
283
Basa Pirimidin
311, 312
Alkana
250
Basa Purin
311, 312
Alkanal
245
Batere
114,118
Alkanol
247
Benzena
260,261
Alkanon
244
Bilangan Avogadro
87,92
Alkena
229
Alkil Alkanoat
251
Alkohol Primer
247
Bilangan Kuantum Spin
42,45
Alkohol Sekunder
247
Bilangan Kuantum Utama
42-45
Alkohol Tersier
247
Bilangan Oksidasi
105
Alkoksi Alkana
250
Biomolekul
281
Alkuna
234
Bohr
135
Amfoterik
292
Bronsted
135
Amilase
289
Buih
215
Amilopektin
289
Busa Padat
2.5
Anoda
113
C-Asimetri
224
Apoenzim
294
Cincin Piranosa
285
Ar
90
CMC
289
Arhenius
82, 84
Coulomb
118
Asam
135
De Broglie
43
asam alkanoat
301
Dehidrohalogenasi
187
Asam amino
292
Denaturasi Protein
292
Asam Cuka
135, 301
Dendrit
18
Bilangan Kuantum
Azimut
Bilangan Kuantum
Magnetik
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
42,45
42,45
387
Asam Konyugasi
135
Derajat Disosiasi
154, 156
Asam Lemak
301
Deret Actinida.
53
Asam Lemak Jenuh
301
Deret Lantanida
53
Asam Lemak Tidak Jenuh
301
Dextro
287
Asam Stearat
301
Dialisis
175 – 176
Asetilena
234
Disakarida
223, 225
Asetofenon
244
Disosiasi
287
Aseton
244
Gliseroposfolipid
306
DNA
247, 250, 253
Glikol
304
DNA Polimerase
255
Glikosfingolipid
306
Efek Tyndall
172
Glikosida
283
Elektroforesis
175, 177
Gliserol
304
Elektrokimia
103, 112
Glukosa
285
Elektron
25 – 36
Guanin
310
Elektron Valensi
40 – 43, 46 - 51
Gugus Alkoksi
250
Elektronegatifitas
44, 47, 55 – 56
Gugus Karbonil
244,254
Elektroplating
130
Guldenberg
160
Emulsi
206
Hasil Kali Kelarutan
168
Emulsi Padat
207
Heliks Ganda
294
Emulsifier
228
Hemoglobin
293
Endoenzim
259
Hibridisasi
69
Energi Aktivasi
139, 142
Hidrolisis
147
Energi Bebas Gibbs
110 – 111
Hidrolisis Garam
145
Energi Ikatan
192
Hukum Avogadro
85, 87
Energi Ionisasi
43, 44
Hukum Faraday
117
Entalpi Pelarutan
191
Hukum Gay Lussac
86
Entalpi Pembakaran
191
Hukum Hess
85
Entalpi Pembentukan
190
Hukum kekekalan energi
85,87
Entalpi Penguraian
190
Hukum Kekekalan massa
85
Entalpi
188
Hukum Laplace
104
Entropi
197
Hukum Le Cathelier
151
Enzim
293,295
Hukum Perbandingan
Berganda
62, 63
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
388
Hukum Perbandingan
Tetap
Hukum Perbandingan
Volume
Eter
250,251
Fasa Dispersi
215
Fermi
18
Ikatan Glikosida
225 – 228, 242
Formaldehida
246
Ikatan Hidrogen
54 – 56
Fraksi Mol
78
Ikatan Ion
46 – 47, 51, 55
Garam
142
Ikatan Kovalen
48 – 51, 55
Gaya Adhesi
221
Ikatan Logam
53
Gaya Kohesi
221
Ikatan Peptida
232
Gaya London
54
Inti Atom
25 – 26, 28
Gaya Van Der Waals
54
Isobar
28, 35
Gel
215
Kp
150, 153
Isomer
227
Ksp
159
Isoton
27, 28
Larutan
77 – 90
Isotop
27
Larutan Buffer
147
IUPAC
104, 197, 203, 212
Larutan Elektrolit
129
Jari-jari atom
43 - 44
Ka
85
Jembatan Fosfodiester
253
Kalorimeter
107
John Tyndall
172
Karbohidrat
220 - 241
Julius Thomson
40
Lothar Matheus
40
Katabolisme
20
Lowry
83
Katalisator
140, 142
Lavoiser
62
Katoda
117, 124 – 133
Levo
224
Kayu Manis
200
Lewis
83
Kb
135
Lipid
237 - 245
Kecepatan Reaksi
175
Medium Pendispersi
171
Kelenjar Keringat
13, 16
Membran Sel
19
Kenaikan Titik Didih
163 – 165, 168
Mendelleyev
40
Kesetimbangan Kimia
150 – 154, 155
Mentol
237, 243
Keton
244
Meta
260
Ketosa
242
Mikroskop Elektron
25
Koagulasi
294
Mol
64, 66 – 70
Kodon
309
Molalitas
132
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
62, 63
62, 64
389
Koenzim
294
Molaritas
132
Kolagen
307
Molekul
25, 34 – 35
Kolesterol
307
Monosakarida
285
Koloid
171 – 175
Mr
65 – 66
Koloid Asosiasi
175
mRNA
310
Koloid Dispersi
215
Mutarotasi
224
Koloid Kondensasi
215
Netron
26, 28, 29
Koloid Liofil
216
Normalitas
79, 89
Koloid Liofob
216
Nukleosida
311
Koloid Pelindung
217
Nukleotida
312
Konsentrasi
180
Nukleus
18, 19, 20
Orbital
40
Oksidasi
104
Orto
260
Reaksi Dehidrasi
205
Osmosa
167, 168
Reaksi Eksoterm
187
Osmosis
167
Reaksi Asam Halida
230
Para
212
Oligosakarida
287
Pati
226, 228
Reaksi Endoterm
187
Pelarut
77 – 81
Reaksi Esterifikasi
254
Pelarut Universal
221
Reaksi Halogenasi
230,234
Pemekatan
134
Reaksi Hidrasi
188, 192
Pengenceran
134
Reaksi Metatesis
144
Penurunan Tekanan Uap
206
Reaksi Pembakaran
104
Penurunan Titik Beku
210
Redoks
104
Pepsin
295
Reduksi
104
Peptipasi
284
Reduksi Alkena
229
Pereaksi Fehling
247
Rumus Kimia
24
Pereaksi Tollens
247
Rumus Molekul
23
Persen Berat
131
Rutherford
36
Persen Volume
131
Sabun
254
pH
135
Sel
113
pH Meter
137
Sel Elektrokimia
114 , 118
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
390
pOH
135
Tingkat Reaksi
178
Polimerisasi
270
TNT
259
Polisakarida
289
Toluena
260
Potensial Reduksi
113
Trigliserida
304
Proses Kontak
167
Unsur
15
Prostaglandin
303
Urea
168
Protein
293,294
Sel Elektrolisa
115, 119
Protein Globular
293
Sel Leclanche
114
Protein Kontraktil
293
Senyawa
81
Protein Nutrient
293
Senyawa Hidrokarbon
224
Protein Pengatur
293
Sfingolipida
306
Protein Pertahanan
293
SHE
114
Protein Serabut
293,294
Sifat Koligatif Larutan
206
Protein Struktural
293,294
Sikloalkana
259
Protein Transport
293,294
sma
91
Proton
18
Sol
215
Proust
86
Sol Padat
216
Ribosa
285
Stabilizer
217
RNA
285
Stereoisomer
230
Robert Brown
215
Steroid
307
Roult
162
Struktur Kekulé
285
Rumus Empiris
25
Struktur Kuartener Protein
293,295
SCE
125
Struktur Primer Protein
293, 295
Tabel Periodik
52
Struktur Sekunder Protein
293,295
Tahap Reaksi
177
Struktur Tersier Protein
293,295
Tekanan Osmotik
211
Van Het Hoff
206
Tekanan Osmotik
211
Volatil
247,249
Teknik Busur Bredig
218
Voltmeter
113
Termodinamika
196
Wax
305
Termokimia
187
Zat Terlarut
128
Terpena
307
Zwitter Ion
293
Tetrahedral
224
Timin
311-312
Kimia Kesehatan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2007
Download