SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN POLISULFON DIDADAH KARBON AKTIF UNTUK FILTRASI AIR RANI CHAHYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini menyatakan bahwa tesis Sintesis dan Karakterisasi Membran Polisulfon didadah Karbon Aktif untuk Filtrasi Air adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2012 Rani Chahyani NIM G751090081 ABSTRACT RANI CHAHYANI. Synthesis and Characterization of Polysulfone Membrane Doped Activated Carbon for Water Filtration. Under direction of KIAGUS DAHLAN and GUSTAN PARI. Synthesis and characterization of polysulfone membrane doped activated carbon, which was made from raw material coconut shell and sengon wood, has been performed. Carbonization process was performed at a temperature of 500oC for 4 hours, followed by KOH immersion and steam activation, at a temperature of 850oC for 80 and 110 minutes. Structural characterization of activated carbon/charcoal was determined by scanning electron microscope (SEM) and X-Ray Diffractometer (XRD), and the electrical conductivity was measured using LCRmeter. All of activated carbon have fulfilled the Indonesian National Standard 06-3730-1995, for technical activated charcoal quality, except for the benzene adsorption and some of the iodine adsorption. Activated charcoal without KOH immersion and with steam activation time of 110 minutes of each raw material, were selected as the doping material for membrane, based on their optimum adsorption. Polysulfone membrane doped activated carbon was prepared by phase inversion method. Membrane characterization was determined by flux test with cross-flow method, the degree of swelling, mechanical strong with force sensor, morphological analysis by SEM, and crystallite structure analysis by XRD. Doping of polysulfone membrane with activated carbon, afford to change the characteristic and ability of membrane in water filtration. Membrane with the highest flux was obtained on the membrane doped with activated carbon sengon concentration of 2%. The resulting water flux values was 624.99 L/m2h. This correlates with its degree of swelling, that has the lowest value of 52.17%. Keywords: polysulfone membrane, activated carbon, coconut shell, sengon wood, water filtration RINGKASAN RANI CHAHYANI. Sintesis dan Karakterisasi Membran Polisulfon didadah Karbon Aktif untuk Filtrasi Air. Dibimbing oleh KIAGUS DAHLAN dan GUSTAN PARI. Pertambahan jumlah penduduk dunia dan pesatnya perkembangan industri, meningkatkan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan ini meningkat tajam tanpa didukung kenaikan jumlah sumber air yang memadai. Pencemaran air oleh limbah industri dan masyarakat, juga semakin menambah masalah kekurangan air bersih. Dengan demikian, dibutuhkan teknologi dalam memanfaatkan ketersediaan jumlah air yang sangat terbatas, khususnya dalam memperbaiki mutu air tercemar, agar dapat digunakan kembali dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Dari berbagai teknik pemurnian air, membran filtrasi dan adsorpsi karbon merupakan metode yang efektif dan umum digunakan dalam pembersihan air. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis membran dari paduan karbon aktif dan polimer polisulfon. Karbon aktif yang digunakan sebagai bahan dadah pada membran dibuat dari dua bahan baku berbeda, yakni tempurung kelapa dan kayu sengon. Karbon aktif dan membran yang dihasilkan kemudian diuji dan dikarakterisasi, guna mengetahui efektifitas pendadahan terhadap kinerja membran, serta mengetahui sifat dan potensi membran sebagai media filtrasi air. Tempurung kelapa dan kayu sengon dikarbonisasi pada retort pirolisis dengan pemanas listrik, pada suhu 500oC selama 4 jam, lalu didinginkan ± 24 jam. Sebelum proses pengaktifan arang pada retort aktivasi, arang dibagi menjadi dua perlakuan, yakni tanpa perendaman dan dengan perendaman dalam larutan kalium hidroksida (KOH) teknis, konsentrasi 10% (b/b). Arang direndam selama 24 jam, lalu ditiriskan hingga kering pada suhu ruang. Perendaman ini adalah proses aktivasi kimia. Masing-masing jenis arang selanjutnya diaktivasi dalam retort aktivasi pada suhu 850oC, dengan memberikan aliran uap air selama 80 dan 110 menit (proses aktivasi fisika). Sifat arang dan arang aktif dianalisis berdasarkan SNI 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis, meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, serta daya serap terhadap iodium, benzena, dan kloroform. Karakteristik yang diamati adalah morfologi permukaan dengan Scanning Electron Microscope (SEM), struktur kristal dengan X-Ray Diffractometer (XRD), serta nilai konduktivitas listrik dengan LCRmeter. Arang aktif dari tiap bahan baku tempurung kelapa dan kayu sengon, diseleksi berdasarkan daya serap optimumnya, untuk selanjutnya diaplikasikan sebagai bahan dadah membran. Kadar karbon terikat arang aktif lebih tinggi dari arangnya, dan menunjukkan tingkat kemurnian karbon lebih baik. Ini terjadi karena senyawa selain karbon telah banyak yang hilang akibat proses aktivasi. Kadar karbon terbesar didapatkan pada arang aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH dengan lama aktivasi 80 menit, yakni 84.75%. Hasil pengujian daya serap arang aktif terhadap benzena, kloroform, dan iod menunjukkan nilai optimum pada arang aktif tanpa perendaman KOH, baik untuk tempurung kelapa ataupun sengon. Nilai optimum ini terlihat jelas pada daya serap iod, dengan nilai 973.52 mg/g pada arang aktif tempurung kelapa dan 799.90 mg/g pada arang aktif sengon. Nilai ini telah memenuhi SNI arang aktif teknis Tahun 1995, yang mempersyaratkan nilai daya serap iod di atas 750 mg/g. Oleh karena itu, arang aktif tempurung kelapa dan sengon yang diaktivasi tanpa perendaman KOH dan lama steam 110 menit, dipilih sebagai bahan dadah membran, karena memiliki nilai daya serap iod tertinggi. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa nilai derajat kristalinitas bahan baku tempurung kelapa dan kayu sengon berbeda dengan arangnya. Perbedaan ini terjadi karena adanya pergeseran intensitas pada sudut difraksi θ002 dan terbentuknya sudut difraksi baru θ100 akibat pemanasan bahan baku menjadi arang. Setelah proses karbonisasi, terjadi dekomposisi bahan dan persentasi kandungan karbon meningkat. Pemanasan yang lebih lama pada proses aktivasi, cenderung mengubah struktur arang aktif menjadi lebih kristalin, sedangkan perendaman dengan KOH mempengaruhi struktur kristalin arang aktif menjadi lebih amorf dibanding tanpa perendaman. Nilai konduktivitas arang aktif pada penelitian ini berkisar antara 0.108 hingga 13.337 S/m, sehingga tergolong bahan semikonduktor. Sedangkan arang tempurung kelapa dan sengon masing-masing memiliki konduktivitas rata-rata 5.5 x 10-3 dan 6.16 x 10-5 S/m. Nilai konduktivitas arang aktif meningkat dengan bertambahnya frekuensi, namun mulai turun pada frekuensi di atas 100 000 Hz. Jatuhnya nilai konduktivitas disebabkan oleh adanya fenomena efek kulit, yang terjadi ketika penghantar diberi arus bolak-balik dengan frekuensi sangat tinggi. Hasil foto SEM pada permukaan tempurung kelapa dan kayu sengon yang belum dikarbonisasi tidak menunjukkan adanya pori, karena permukaannya masih tertutup oleh senyawa hidrokarbon. Setelah proses karbonisasi, pori mulai terbentuk pada arang dan jumlahnya makin besar setelah tahap aktivasi. Proses aktivasi mampu membuka pori arang aktif lebih banyak, sehingga daya serapnya jauh meningkat dari arangnya. Berdasarkan diameter pori yang terbentuk, arang aktif yang diperoleh tergolong dalam struktur makropori (>0.025 μm). Setelah pembuatan dan karakterisasi arang aktif, tahapan berikutnya adalah sintesis membran dengan dadah arang aktif. Teknik sintesis membran yang digunakan adalah metode inversi fasa. Larutan cetak dibuat dengan komposisi polimer polisulfon 1.2 gram, karbon aktif dengan variasi massa 0, 2, dan 6 wt% terhadap massa total larutan, dan sisanya adalah massa pelarut DMAc, dengan total massa keseluruhan 10 gram. Air destilasi digunakan sebagai koagulan (non pelarut). Karakterisasi membran dilakukan melalui pengukuran derajat pengikatan air, uji fluks dengan metode cross-flow, uji kuat mekanik dengan sensor gaya, pengukuran konduktansi listrik dengan LCRmeter, serta analisis morfologi dan struktur membran dengan SEM dan XRD. Membran polisulfon yang didadah arang aktif sengon 2%, memberikan nilai fluks air tertinggi dengan rata-rata fluks 0.174 L/m2s atau 624.99 L/m2h. Nilai ini meningkat dari fluks membran polisulfon tanpa dadah (polisulfon murni), dengan nilai rata-rata fluks 0.112 L/m2s atau 401.64 L/m2h. Pendadahan membran dengan arang aktif tempurung kelapa, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap fluks air, bahkan menurun pada konsentrasi dadah 6%. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi arang aktif yang digunakan, sehingga membran mulai jenuh. Nilai pengikatan air menurun dengan adanya pendadahan. Nilai terendah diperoleh pada membran polisulfon yang didadah arang aktif sengon 2%, yakni sebesar 52.17%. Derajat pengikatan air yang rendah berkorelasi dengan nilai fluksnya yang tinggi, karena membran ini lebih mudah meloloskan air yang melaluinya. Hasil uji kuat mekanik menunjukkan membran polisulfon dengan dadah arang aktif tempurung kelapa 2%, memiliki ketahanan tertinggi, baik terhadap gaya tekan maupun gaya tarik. Ketahanan mekanik membran dengan dadah sengon cenderung lebih rendah. Hal ini diduga terjadi akibat pengaruh sifat bahan baku, di mana tempurung kelapa memiliki berat jenis lebih tinggi dari sengon. Pengukuran konduktansi membran menunjukkan tingkat kemampuan membran dalam melewatkan ion, yang dipengaruhi oleh porositas membran. Dari perubahan nilai konduktansi membran akibat variasi suhu operasi, dapat diperoleh nilai jari-jari rerata membran. Porositas membran meningkat dengan adanya pendadahan, di mana porositas terbesar diperoleh pada membran dengan dadah arang aktif tempurung kelapa 2%, dengan nilai radius pori rata-rata 0.609 nm. Dari hasil foto SEM, terlihat struktur penampang atas (lapisan penyangga), bawah (lapisan aktif), dan samping dari membran polisulfon murni identik dengan membran yang didadah arang aktif tempurung kelapa 2%. Hal ini sesuai dengan hasil karakterisasi lain dari kedua jenis membran ini, yang juga tidak jauh berbeda. Membran yang didadah arang aktif sengon menunjukkan adanya pori dan fraktur pada penampang atasnya. Hal inilah yang mempengaruhi tingginya nilai fluks membran, dan berkurangnya kekuatan mekanik membran dengan dadah sengon. Sedangkan analisis struktur dengan XRD menunjukkan perubahan struktur kristalit pada membran akibat pendadahan. Membran polisulfon yang cenderung amorf berubah menjadi semi-kristalin pada pendadahan sengon 2% dan menjadi lebih amorf ketika didadah arang aktif tempurung kelapa 2%. Seluruh hasil karakterisasi menunjukkan bahwa pendadahan membran polisulfon dengan arang aktif mampu mengubah karakteristik dan kemampuan membran dalam filtrasi air. Membran polisulfon dengan dadah karbon aktif sengon konsentrasi 2%, dapat diaplikasikan sebagai membran filtrasi untuk pembersihan air, namun diperlukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut terhadap selektifitas dan pemilihan jenis filtrat yang sesuai dengan karakteristik membran. Kata kunci: membran polisulfon, karbon aktif, tempurung kelapa, kayu sengon, filtrasi air © Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. 2. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN POLISULFON DIDADAH KARBON AKTIF UNTUK FILTRASI AIR RANI CHAHYANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Irmansyah, M.Si Judul Tesis : Nama NIM Program Studi : : : Sintesis dan Karakterisasi Membran Polisulfon didadah Karbon Aktif untuk Filtrasi Air Rani Chahyani G751090081 Biofisika Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc Ketua Prof(R). Dr. Gustan Pari, MS, APU Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 8 Februari 2012 Februari 201 Tanggal Lulus: Kupersembahkan karya ini kepada ... Ayah dan Ibuku tercinta. Terima kasih untuk cinta kasih, pengorbanan, dan doa tulus kalian, yang telah mengantarku sukses meraih pendidikan tinggi ini. PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur hanyalah kepada Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penelitian yang berjudul ”Sintesis dan Karakterisasi Membran Polisulfon didadah Karbon Aktif untuk Filtrasi Air” ini dapat terlaksana dengan baik. Dalam proses penelitian hingga terangkumnya tesis ini, cukup banyak hambatan yang dijumpai, sehingga disadari karya ini tidak dapat tersusun tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc dan Bapak Prof(R). Dr. Gustan Pari, MS, APU, yang telah memberi bimbingan dan ilmu yang sangat berharga kepada penulis, juga kepada Bapak Dr. Ir. Irmansyah, M.Si, atas kesediannya menjadi penguji luar komisi dalam Ujian Sidang Tesis penulis. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Drs. Ansaruddin Hamiru dan ibunda Siti Maaziah, atas limpahan kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan moril dan materi yang penulis terima. Penghargaan dan terima kasih kepada Departemen Pendidikan Nasional atas program Beasiswa Unggulan, serta kepada Bapak Dr. Ida Usman, M.Si, Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si, Dr. Irzaman, M.Si, & Kepala SMA Muhammadyah Kendari, atas segala bantuan sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan di Program Studi Biofisika IPB. Terima kasih kepada para dosen dalam lingkup departemen Fisika dan Biofisika IPB, atas ilmu berharga yang telah penulis peroleh; seluruh sahabat di Biofisika angkatan 2009, atas kebersamaan, semangat, dan kenangan indah selama menempuh pendidikan bersama; rekanku Zahroul Athiyah, SP dan adikadik tim membran, untuk segala bantuan selama penelitian; kawan-kawan Biofisika 2008 dan 2010, serta adik-adik Fisika 42, 43, dan 44, atas dukungan dan kebersamaannya. Kepada para peneliti dan staf di Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, terima kasih telah berbagi ilmu yang bermanfaat, bantuan, dan waktu untuk diskusi dengan penulis selama penelitian. Kepada kakak-kakakku tercinta; Muflihuddin A, SP, Fachrul A, SP, Zainul Fachmi A, SP, Riwayati, dan Irawati, SP, beserta seluruh keluarga besarku, terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih sayang kalian. Terima kasih untuk sahabatku Sitti Yani, S.Si, M.Si, keluargaku di Pondok Edulweis’88 (Nurmin Amin, S.Hut, Al Azhar, S.Pi, M.Si, Lita Masitha, S.Pi, Sri Yuniati, SP, Wa Ode Piliana, S.Pi, Lukmanul Hakim, Fatimah, dan Balqis Athifah), serta para sahabat seperantauan di Pondok Al-Lulu, atas kebersamaan, keceriaan, dan semangat dari kalian. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan, dukungan, serta doanya. Disadari bahwa kodrat kita sebagai manusia biasa, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT., sehingga dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran, guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga tesis ini dapat memberikan faedah bagi semua pihak. Bogor, Februari 2012 Rani Chahyani RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, pada tanggal 14 April 1986, sebagai putri bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Drs. Ansaruddin Hamiru dan Ibu Siti Maaziah. Tahun 2004, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kendari, dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Haluoleo Kendari. Penulis menyelesaikan studi strata satu (S1) pada Maret 2009, dan melanjutkan studi strata dua (S2) pada Agustus 2009. Penulis masuk pada program Studi Biofisika Sekolah Pascasarjana IPB, dengan bantuan dana dari Kementerian Pendidikan Nasional, melalui program Beasiswa Unggulan. Penulis bekerja sebagai guru privat dan staf pengajar pada beberapa bimbingan belajar di Kota Bogor. Selama menempuh pendidikan, penulis telah mengikuti berbagai seminar nasional dan internasional. Penulis pernah menjadi pemakalah pada Seminar Nasional Sains IPB di Tahun 2010 dan 2011, serta pada Seminar Nasional Sains, Teknik, dan Teknologi 2012 di Universitas Brawijaya Malang, dengan menampilkan sebagian hasil dari penelitian tesis ini. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan pada Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPASS) IPB. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xxiii DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xxv DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xxvii DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . I. xxix PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hipotesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 3 3 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.1.1 Sejarah Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.1.2 Sifat dan Karakterisasi Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.1.3 Konduktansi Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.1.4 Teknik Pembuatan Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.2 Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.2.1 Sifat dan Struktur Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.2.2 Pembuatan Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.2.3 Proses Adsorpsi Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.3 Aplikasi Terintegrasi Membran dan Arang Aktif. . . . . . . . . . . 2.4 Polisulfon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 5 6 9 11 12 12 14 16 17 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 3.2 3.3 3.4 Waktu dan Tempat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Bahan dan Alat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Diagram Alir Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.1 Pembuatan Arang dan Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.2 Penetapan Mutu Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.3 Karakterisasi Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.4 Sintesis Membran dengan Dadah Arang Aktif . . . . . . 3.4.5 Karakterisasi Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.5 Rancangan Percobaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21 21 22 24 24 24 26 28 30 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.1.1 Sifat Arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.1.2 Daya Serap Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.1.3 Analisis Pola Struktur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xxiii 35 37 37 39 Konduktivitas Listrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Morfologi Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42 46 4.2. Membran Polisulfon didadah Karbon Aktif . . . . . . . . . . . . . . 4.2.1 Sintesis Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.2 Fluks Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.3 Derajat Pengikatan Air . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.4 Kuat Mekanik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.5 Konduktansi dan Porositas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.6 Morfologi Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.7 Analisis Struktur Kristalin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48 48 49 52 54 54 56 58 4.1.4 4.1.5 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 61 61 DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 63 LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 69 xxiv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Proses pemisahan oleh membran sintesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6 2 Jenis membran berdasarkan prinsip pemisahan . . . . . . . . . . . . . . . 7 3 Skematik dari proses filtrasi dengan teknologi membran . . . . . . . . 8 4 Diagram fasa pada pembentukan membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 5 Struktur heksagonal grafit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13 6 Tahapan proses aktivasi karbon selama perlakuan pemanasan . . . . 15 7 Struktur Polisulfon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 8 Proses pembuatan dan karakterisasi arang dan arang aktif . . . . . . . 22 9 Proses sintesis dan karakterisasi membran polisulfon . . . . . . . . . . . 23 10 Skema struktur kristalit arang dan arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . 27 11 Pengukuran konduktivitas listrik arang dan arang aktif . . . . . . . . . . 28 12 Proses pencetakan membran dengan metode inversi fasa . . . . . . . . 29 13 Pengujian fluks membran dengan metode cross flow. . . . . . . . . . . . 30 14 Skema pengukuran konduktansi membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32 15 Pengukuran kuat mekanik membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 16 Difraktogram XRD tempurung kelapa beserta arang dan Arang aktifnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40 17 Konduktivitas arang dan arang Aktif pada berbagai frekuensi . . . . 43 18 Grafik hubungan antara frekuensi terhadap konduktivitas arang . . 43 19 Perbandingan nilai konduktivitas arang dan arang . . . . . . . . . . . . . 45 20 Foto SEM permukaan tempurung kelapa, kayu sengon, beserta arang dan arang aktifnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47 21 Perbedaan warna akibat perbendangan tingkat kandungan karbon . 49 22 Grafik fluks membran terhadap waktu operasi . . . . . . . . . . . . . . . . 50 23 Derajat pengikatan air tiap membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53 24 Perbandingan kuat mekanik tiap membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54 25 Grafik hubungan temperatur dan konduktansi membran . . . . . . . . . 55 26 Foto SEM morfologi membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57 27 Difraktogram membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59 xxv DAFTAR TABEL Halaman 1 Perkembangan teknik proses membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 2 Proses membran dan aplikasinya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 3 Variasi perlakuan aktivasi arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22 4 Perbandingan fraksi massa polisulfon, karbon aktif, dan DMAc . . . 27 5 Analisis sifat arang dan arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 6 Daya serap arang dan arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36 7 Struktur temprung kelapa, kayu sengon, beserta arang dan arang aktifnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38 8 Jari-jari pori membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53 9 Kristalinitas membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57 xxvii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Sidik ragam sifat arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 69 2 Uji Beda Nyata Terkecil sifat arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 71 3 Data pengukuran konduktansi dan ketebalan sampel arang aktif . . . 72 4 Data kalkulasi konduktivitas arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 74 5 Data fluks air membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 75 6 Data derajat pengikatan air membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 80 7 Data pengukuran kuat tekan dan tarik membran . . . . . . . . . . . . . . . . 82 8 Kurva hubungan konduktansi membran terhadap suhu . . . . . . . . . . 83 9 Difraktogram XRD . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88 xxix 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air bersih merupakan kebutuhan esensial bagi manusia untuk menopang kelangsungan hidupnya. Namun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia dan pesatnya perkembangan industri, jumlah kebutuhan air bersih meningkat tajam tanpa didukung kenaikan jumlah sumber air yang memadai. Pencemaran air oleh limbah industri dan masyarakat, juga semakin menambah masalah kekurangan air bersih. Saat ini, akses air bersih menjadi hal yang sulit di berbagai wilayah di dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), 1.2 miliar penduduk dunia kekurangan akses untuk memperoleh kecukupan air bersih, dan 2.6 miliar penduduk tidak mendapatkan sanitasi yang memadai. Buruknya sanitasi ditambah dengan kualitas air yang tidak sehat, menyebabkan berbagai penyakit dan kematian di dunia (Pruss-Ustun 2008, diacu dalam Kasher 2009). Jumlah air segar hanya mencapai 2.8% dari seluruh jumlah air di bumi, dan dari seluruh jumlah tersebut, hanya 0.6 % yang dapat dimanfaatkan, sisanya tidak dapat dijangkau karena berada di wilayah kutub bumi dalam bentuk es dan gletser (Kasher 2009). Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi dalam memanfaatkan ketersediaan jumlah air yang sangat terbatas ini, khususnya dalam memperbaiki mutu air yang telah tercemar, agar dapat digunakan kembali dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Menurut Tansel (2008), teknologi pembersihan air minum yang berkembang saat ini pada umumnya menggunakan proses filtrasi (media penyaringan, sistem membran), proses disinfeksi, pertukaran ion, dan proses adsorpsi karbon. Sedangkan untuk pembersihan air limbah, cenderung menggunakan proses biologis dan teknik pembersihan tingkat lanjut seperti adsorpsi. Adsorpsi digunakan secara luas sebagai metode fisis yang efektif dalam proses separasi, untuk membersihkan atau mengurangi konsentrasi polutan terlarut (organik dan non organik) di dalam bahan tercemar. Arang aktif yang telah dikenal baik sebagai adsorben, dapat digunakan secara efisien untuk menghilangkan berbagai jenis polutan dari udara, tanah, dan juga cairan. Arang 2 aktif memiliki sejumlah besar pori yang sangat halus (mikropori), sehingga memiliki permukaan dalam yang luas, dan menjadi dasar sifat adsorpsinya yang sangat baik (Ansari dan Mohammad-Khah 2009). Sistem membran juga semakin penting dalam aplikasi pembersihan air. Membran merupakan penghalang yang selektif terhadap aliran molekul dan ion dalam cairan atau gas antara dua fasa di kedua sisinya, fasa pertama adalah umpan (masukan) dan fasa kedua merupakan hasil penyarigan (Mulder 1996). Dibandingkan dengan treatmen konvensional, proses pemurnian air dengan membran menawarkan beberapa keunggulan, seperti memerlukan lebih sedikit bahan kimia, air yang dihasilkan berkualitas baik, sedikit produksi endapan, proses yang rapi, serta kemudahan otomatisasi (Xia et al. 2008). Melihat keunggulan membran sebagai media filtrasi dan karbon aktif sebagai adsorban, serta kinerja mereka yang sudah dikenal baik dalam proses pembersihan air, maka kedua teknologi ini memiliki peluang untuk digabungkan menjadi satu kesatuan teknik pemurnian air. Dalam penelitian ini, membran dibuat dari bahan dasar polimer polisulfon, dengan karbon aktif sebagai bahan dadah. Membran kemudian diuji dan dikarakterisasi, untuk mengetahui kemampuan dan efektifitasnya dalam melakukan pembersihan air. 1.2 Rumusan Masalah Proses pembersihan air dengan membran filtrasi dan adsorpsi arang aktif telah sering dilakukan, dan telah terbukti menjadi metode yang efektif dalam membersihkan zat polutan yang terkandung dalam cairan ataupun gas. Selama ini kedua metode ini biasa diaplikasikan tersendiri dalam proses pembersihan air, namun sering pula dipadukan dalam satu susunan sistem pembersihan air, baik sebagai pratreatmen ataupun pascatreatmen bagi satu sama lainnya. Namun demikian, teknik yang menggabungkan kedua metode ini menjadi satu produk filter masih jarang dilakukan dan masih tergolong teknik baru. Pada penelitian ini penulis mencoba menggabungkan teknologi membran dan adsopsi sebagai satu kesatuan produk. Membran polimer yang dikenal baik sebagai media filtrasi dan karbon aktif yang sangat baik sebagai adsorben, dipadukan untuk memperoleh membran polimer-karbon aktif. Permasalahan yang 3 timbul adalah bagaimana membuat karbon aktif yang baik untuk dijadikan bahan dadah pada membran, serta bagaimana menentukan komposisi yang tepat dalam memadukan polimer polisulfon dan karbon aktif untuk pembuatan membran. Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana efek dari pendadahan membran polimer dengan karbon aktif pada karakteristik membran, dan bagaimana kinerja membran yang dihasilkan dalam proses filtrasi air. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memproduksi dan mengkarakterisasi karbon aktif dari bahan baku berbeda, sebagai bahan dadah membran. 2. Mensintesis dan mengkarakterisasi membran polisulfon dengan pendadah karbon aktif. 3. Mengetahui efektifitas penambahan karbon aktif sebagai bahan dadah pada membran. 4. Mengetahui kinerja membran polisulfon-arang aktif sebagai media filtrasi air. 1.4 Hipotesis 1. Variasi proses aktivasi akan memberi pengaruh pada karakteristik karbon aktif yang dihasilkan. 2. Pendadahan membran dengan arang aktif pada konsentrasi tertentu, akan mempengaruhi karakteristik membran dan kinerjanya dalam filtrasi air. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi teknologi alternatif dalam proses pemurnian air yang lebih baik, khusunya dalam bidang membran filtrasi dan adsorpsi arang aktif, serta dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya, yang berkaitan dengan bidang ini. Dengan penelitian dan pengembangan teknologi lebih lanjut, hasil riset ini diharapkan dapat diaplikasikan langsung pada masyarakat dan bidang industri, guna mengatasi masalah kekurangan air bersih. 4 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Membran 2.1.1 Sejarah Membran Sejarah membran diawali tahun 1748 saat Abbe Nolet, seorang fisikawan Perancis menemukan gejala osmosis pada membran kantung kemih babi. Dilanjutkan oleh Tzambe, kimiawan asal Jerman pada 1867 dengan serentetan percobaan membran sintesis. Sepanjang abad ke-19 hingga awal abad ke-20, membran tidak digunakan untuk industri ataupun tujuan komersil, tapi hanya sebagai peralatan laboratorium untuk mengembangkan teori fisika dan kimia. Terobosan teknologi membran dimulai pada tahun 1960-an melalui pengembangan membran berpori asimetris oleh Loeb dan Sourirajan (UCLA). Membran pun mulai berkembang dengan sangat pesat sejak tahun 1970-an. Material membran jenis baru mulai digunakan, dimensi modul dan sistem membran semakin besar dengan kinerja yang makin piawai, tekanan operasi membran semakin kecil, dan peningkatan kontrol mutu telah dipadukan dengan sistem komputer (Hartomo dan Widiatmoko 1994; Nunes dan Peinemann 2001; Baker 2004). Tabel 1 berikut menampilkan beberapa perkembangan proses membran dan aplikasinya. Dari tahun 1920 hingga 1950, proses membran masih digunakan dalam skala kecil, dan pada tahun 1950-an mulai diaplikasikan pada skala industri. Tabel 1 Perkembangan teknik proses membran (Mulder 1996). Proses membran Negara Tahun Aplikasi Mikrofiltrasi Ultrafiltrasi Hemodialisis Elektrodialisis Hiperfiltrasi Ultrafiltrasi Separasi gas Membran distilasi Pervaporasi Jerman Jerman Belanda USA USA USA USA Jerman Jerman/Belanda 1920 1930 1950 1955 1960 1960 1979 1981 1982 Laboratorium (filter bakteri) Laboratorium Ginjal tiruan Desalinasi Desalinasi air laut Pemisahan makromolekul Perolehan kembali hidrogen Konsentrasi larutan encer Dehidrasi pelarut organik 6 2.1.2 Sifat dan Karakteristik Membran Membran didefinisikan sebagai sebuah struktur yang memiliki dimensi lateral jauh lebih besar dari ketebalannya, dan sejumlah perpindahan massa dapat terjadi melalui membran di bawah berbagai variasi gaya penggerak (Pellegrino 2000). Membran dapat melewatkan molekul atau partikel dari fasa satu ke fasa lain karena beberapa faktor, seperti gradien temperatur, gradien konsentrasi, gradien tekanan, dan gradien energi (Baker 2004). Membran dapat dianggap sebagai penghalang yang permeabel dan selektif antara dua fase. Fase pertama biasanya dianggap sebagai umpan (feed), sementara fase kedua adalah hasil pemisahan (permeate). Pemisahan tercapai karena membran memiliki kemampuan untuk mengangkut salah satu komponen campuran umpan lebih mudah daripada komponen lainnya. Membran dapat berukuran tebal ataupun tipis, strukturnya bisa homogen ataupun heterogen (komposit), dan proses perpindahan material melewati membran dapat terjadi melalui proses transpor aktif dan pasif. Transpor pasif dapat digerakkan oleh perbedaan tekanan, konsentrasi, atau perbedaan temperatur di antara kedua sisi membran (Mulder 1996). Proses pemisahan melalui membran dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1. Gambar 1 Proses pemisahan oleh membran sintesis (Chelme-Ayala et al. 2009) Secara umum, membran dibedakan atas membran alami dan sintesis. Membran alami adalah membran sel biologi pada makhluk hidup, sedangkan membran sintesis adalah membran buatan, yang terbagi atas membran organik (polimer atau cairan) dan anorganik (terbuat dari metal, gelas, keramik, dll.) (Mulder 1996). Berdasarkan strukturnya, membran dibedakan menjadi membran 7 simetrik dan asimetrik. Membran simetrik adalah membran dengan ukuran pori yang sama dari permukaan atas membran hingga permukaan bawahnya. Sedangkan membran asimetrik adalah membran yang memiliki ukuran pori berbeda antara permukaan atas dan bawahnya (Scott 1995). Berdasarkan prinsip pemisahannya, membran dapat dibagi menjadi 3 jenis, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2 (Mulder 1996). Gambar 2 Jenis membran berdasarkan prinsip pemisahan a. Membran berpori Membran berpori melakukan pemisahan berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Membran jenis ini digunakan dalam ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi.. Selektivitas terutama ditentukan oleh ukuran pori terhadap ukuran partikel yang akan dipisahkan, di mana material membran tidak memberikan pengaruh yang begitu besar pada pemisahan tersebut. Selektivitas yang tinggi dapat diperoleh jika ukuran partikel terlarut relatif lebih besar dari pori membran. b. Membran non pori Membran ini mampu memisahkan molekul yang berukuran hampir sama. Proses pemisahan terjadi melalui perbedaan daya larut dan/atau difusifitas. Ini berarti bahwa sifat intrinsik material menentukan tingkat selektifitas dan permeabilitas. Membran ini digunakan dalam pervaporasi dan pemisahan gas. c. Membran cair Dengan membran jenis ini, proses transpor tidak dipengaruhi oleh membran atau material membran, tapi oleh molekul pembawa (carrier) yang sangat spesifik. Pembawa yang mengandung cairan berada di dalam pori membran. Permeselektivitas komponen terutama bergantung pada kekhususan molekul 8 pembawa. Komponen yang dipisahkan dapat berupa gas atau cairan, ionik atau non ionik. Pada beberapa tingkatan, fungsinya mendekati membran sel. Berdasarkan gradien tekanan sebagai daya dorong dan permeabilitasnya, membran dibedakan menjadi (Nunes dan Painemann 2001; Baker 2004): a. Mikrofiltrasi (MF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 bar dan batasan permeabilitasnya lebih besar dari 50 L/m2.jam.bar. b. Ultrafiltrasi (UF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 1-5 bar dan batasan permeabilitasnya adalah 10-50 L/m2.jam.bar. c. Nanofiltrasi. Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 1,4-12 L//m2.jam.bar d. Reverse osmosis (RO). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 10-100 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 0,005-1,4 L/m2.jam.bar Jangkauan operasi membran, aplikasi, dan tujuan kontaminan yang disaring oleh membran ditampilkan pada Gambar 3 dan Tabel 2. Gambar 3 Skematik dari proses filtrasi dengan teknologi membran (Pellegrino 2000) 9 Tabel 2 Proses membran dan aplikasinya (Chelme-Ayala et al. 2009) Membran Target kontaminan utama Sumber air Aplikasi Mikrofiltrasi Kekeruhan, protozoa, dan penghilangan bakteri Air permukaan Ultrafiltrasi Kekeruhan, senyawa organik, Air tanah iron-manganese Kesadahan, padatan terlarut, Air tanah senyawa organik Padatan terlarut, Air tanah radionuklida, reklamasi air Sewer, aplikasi lahan (irigasi, perkolasi, kolam pengendapan) Aplikasi lahan, sewer Nanofiltrasi Osmosis balik Sumur dalam, sewer Surface discharge, sewer 2.1.3 Konduktansi Membran Salah satu sifat listrik yang dimiliki oleh membran adalah konduktansi. Konduktansi merupakan ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu bahan untuk membawa arus listrik. Sifat ini muncul karena adanya interaksi antara ion dengan membran. Konduktansi sangat penting dalam proses pemisahan pada membran karena dapat menentukan geometri dan dimensi pori. Besarnya konduktansi membran (G) dapat diperoleh dengan pendekatan persamaan: G = n Gp (1) dengan n adalah jumlah pori membran, dan Gp adalah konduktansi tiap pori (asumsi pori-pori identik). Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi nilai Gp, di antaranya faktor geometri pori, konsentrasi pori, dan mobilitas ionnya. Dengan asumsi bahwa ion di dalam suatu medium dielektrik akan mengalami interaksi elektrostatik dengan membran. Sebuah ion dengan radius d dan muatan zq (di mana z adalah bilangan valensi ion dan q adalah muatan ion), dalam suatu medium yang luasnya tak berhingga dengan konstanta dielektrik ε, akan memiliki energi diri U yang besarnya adalah: U = z2 q2 / 8 π εo εm d (2) Nilai energi diri ion akan berubah bagi ion yang mediumnya memiliki konstanta dielektrik tak seragam. Energi diri ion tersebut pun akan berubah tergantung kepada di mana ion tersebut berada. Oleha karena itu nilai ini sangat 10 bergantung pada konstanta dielektrik (ε). Nilai U akan naik secara teratur sesuai dengan banyaknya ion yang melewati suatu daerah dengan konstanta dielektrik ε lebih rendah. Konstanta dielektrik membran lebih kecil (biasanya εm = 3) dibanding konstanta dielektrik pelarut (air, εs = 78.5). Ion yang melewati membran dapat menyebabkan adanya perubahan energi diri sebesar ΔU, sebagai akibat interaksi medan listrik dengan konstanta dielektrik membran (εm), yang tergantung pada seberapa dekatnya ion pada membran. Perubahan energi diri ΔU dapat ditentukan melalui : ΔU = z2 q2 α / 4 π εo εm b (3) Dengan z adalah bilangan valensi ion, q adalah muatan ion, α merupakan nilai yang bergantung pada konstanta geometri dan dielektrik, εo adalah konstanta resapan, dan b adalah jari-jari pori membran. Peningkatan energi diri ΔU akan mempengaruhi konsentrasi ionik yang ada di dalam membran. Secara energetika, kenaikan energi diri kurang baik untuk ion yang berada dalam pori-pori membran yang rapat, dengan konstanta dielektrik rendah. Jika C adalah konsentrasi ion di pusat membran, Co adalah konsentrasi ion pada jarak yang jauh dari membran, G adalah konduktansi di pusat membran, Go adalah konduktansi yang berjarak jauh dari membran, dengan konstanta Boltzman k dan suhu T, maka koefisien partisi γ dapat dihitung dengan menggunakan statistik Boltzman: γ = C / Co = G / Go = exp (-ΔU / k T) (4) Pada elektrolit dengan konsentrasi kation P dan anion N, serta valensi zp dan zn, dan dengan co adalah kekuatan ionik larutan, maka: zp P = z n N = co (5) Untuk membran dengan ukuran pori lebih besar dari panjang Debye dan dengan medan listrik konstan, maka besarnya nilai konduktansi untuk tiap pori Gp terhadap ion yang mengalir adalah: Gp = dengan : q 2 C 0 ( z p γ p D p + z n γ n Dn ) π b 2 kT L ( ) γ p = exp − z p 2 q 2 α 4 π ε 0 ε m b R T (6) (7) 11 ( ) γ n = exp − z n 2 q 2 α 4 π ε 0 ε m b R T (8) Di mana b adalah jari-jari pori membran, L adalah ketebalan membran, K adalah konstanta Boltzman (1.38662 x 10-23 J/K), T merupakan suhu dalam Kelvin, dan R adalah konstanta molar gas (8.314 J/mol K). Dari persamaan (6) dapat diamati bahwa ada kebergantungan dari Gp terhadap temperatur, dan menunjukkan hubungan yang linear. Pada suhu yang tinggi, nilai G akan semakin besar, ini berarti pula bahwa pergerakan ion juga lebih besar. Di samping itu, koefisien partisi γ juga akan membesar, dengan demikian energi diri ΔU akibat interaksi medan magnet juga meningkat. Dengan menganggap konduktansi untuk tiap pori (Gp) adalah sama, maka jumlah pori n dapat diketahui melalui persamaan (1), dan mekanisme transpor pun dapat diketahui (Smith et al. 1992). 2.1.4 Teknik Pembuatan Membran Terdapat beberapa jenis pembuatan membran seperti sintering, stretching, track-etching, template leaching, coating, dan phase inversion (inverse fasa). Teknik inversi fasa adalah teknik yang umum digunakan untuk membran berbahan polimer. Inversi fasa adalah proses di mana polimer dibentuk dari keadaan cair menjadi padat dengan cara terkontrol (Mulder 1996). Mekanisme pembuatan membran dengan teknik inversi fasa dapat dijelaskan melalui diagram terner seperti terlihat pada Gambar 4. Seluruh sistem pada diagram dibagi menjadi dua daerah penting, yaitu daerah fasa tunggal dan fasa ganda. Sistem tersebut terdiri atas tiga komponen utama yang berperan dalam pembuatan membran yaitu polimer, pelarut, dan non pelarut. Pada daerah fasa tunggal, ketiga komponen larut membentuk larutan serba sama. Titik A menunjukkan larutan cetak membran yang mengandung polimer dan pelarut. Pada saat proses koagulasi di dalam non pelarut, pelarut akan berdifusi ke non pelarut. Dalam proses ini, fasa tunggal masih terbentuk hingga di titik B. Di saat yang bersamaan, di titik B juga mulai muncul daerah fasa ganda. Proses koagulasi yang lebih lama akan mengakibatkan semua pelarut berdifusi ke non pelarut dan berakhir pada titik C, di mana titik ini adalah komposisi membran keseluruhan. 12 POLIMER Fasa Tunggal D C A B PELARUT Fasa Ganda NON PELARUT Gambar 4 Diagram fasa pada pembentukan membran (Londsdale 1985) Pada titik B, campuran 3-komponen melewati rongga pengendapan. Penukaran lebih lanjut pelarut oleh non pelarut mengakibatkan pergeseran ke arah fase di mana bagian polimer dominan. Pada titik C proses penguapan pelarut berakhir, dan semua pelarut telah digantikan oleh non pelarut; ada dua fase yang saling berdekatan, yaitu fase padat (polimer) yang membentuk struktur membran dan fase cair yang mengisi volume pori. Proses penguapan pelarut terjadi sesaat sebelum proses koagulasi. Penguapan menyebabkan lapisan atas membran kekurangan pelarut. Oleh karena itu, komposisi lapisan atas membran kaya akan polimer sebagaimana ditunjukkan pada titik D dalam diagram. Proses pembuatan membran sesungguhnya tidak sederhana seperti yang tergambar pada diagram terner. Penjelasan tersebut adalah pendekatan proses kesetimbangan, sedangkan pembuatan membran sebenarnya bukan merupakan proses kesetimbangan. Namun demikian, pendekatan diagram fasa sangat berguna dalam pembuatan membran asimetrik (Londsdale 1985; Romli et al. 2006). 2.2 Arang Aktif 2.2.1 Sifat dan Struktur Arang Aktif Arang adalah suatu bahan padat berpori, merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lain. Komponen arang terdiri dari karbon terikat, abu, air, nitrogen, dan sulfur (Djatmiko et al. 1985). Arang aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari 13 ikatan dengan unsur lain, serta porinya dibersihkan dari senyawa atau kotoran lain, sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas, serta kemampuan adsorpsinya terhadap cairan dan gas meningkat (Sudradjat dan Soleh 1994). Secara fisik arang aktif berbentuk padatan, berwarna hitam, tidak berbau, tidak berasa, bersifat higroskopis, tidak larut dalam air, basa, asam dan pelarut organik, serta tidak rusak karena perubahan pH maupun suhu. Susunan atom karbon dalam arang aktif mirip dengan susunan atom karbon dalam grafit, yang terdiri dari pelat-pelat datar di mana atom karbonnya tersusun dan terikat secara kovalen di dalam suatu kisi heksagonal secara paralel (Gambar 5). Struktur arang aktif berbeda dengan struktur grafit karena pelat-pelat karbon heksagonal dalam arang aktif tidak terorientasi sempurna tegak lurus terhadap sumbunya. Besar kecilnya ukuran pori dari kristalit arang aktif selain bergantung pada suhu karbonasi, juga bergantung pada bahan baku yang digunakan. Ukuran porinya dapat berkisar antara 10 – 250 Å (Pari 2004). Gambar 5 Struktur heksagonal grafit (Marsh dan Rodriguez-Reinoso 2006) Bonelli (2001) serta Daud dan Ali (2004) menyatakan bahwa struktur, penyebaran, dan ukuran pori arang aktif lebih dipengaruhi oleh sifat dasar bahan baku (lignin, selulosa dan holoselulosa). Arang aktif tempurung kelapa menunjukkan distribusi pori halus (mikropori) lebih banyak dibanding arang aktif kayu. Karbon aktif dengan struktur mesopori dapat digunakan untuk pemurnian air minum, perlakuan limbah cair, penghilangan warna pada makanan dan bahan kimia. Sedangkan pada struktur mikropori digunakan untuk mendaur ulang zat cair, pengendali emisi gas pada minyak gas, saringan pada rokok dan pengendali emisi gas pada industri. Penggunaan karbon sebagai penyerap juga dipengaruhi 14 oleh luas permukaan, penyebaran pori dan sifat kimia permukaan arang aktif (Benaddi et al. 2000). 2.2.2 Pembuatan Arang Aktif Setiap material yang mengandung karbon (hewan, tumbuhan, atau bahan mineral) dengan konsentrasi karbon yang tinggi, dapat dibuat menjadi arang aktif. Bahan baku yang paling sering digunakan adalah kayu, arang kayu, kulit kacangkacangan, batu bara, dan tulang. Polimer sintetik seperti PVC juga dapat digunakan untuk membuat arang aktif (Ansari dan Mohammad-Khah 2009). Di Indonesia sendiri, penelitian tentang arang aktif telah banyak dilakukan, dan umumnya menggunakan bahan baku dari biomassa, seperti tempurung kelapa dan kayu bakau (Hartoyo et al. 1990), tempurung biji-bijian (Hudaya dan Hartoyo 1990), berbagai jenis kayu (Pari 1996; Pari 2004), serta berbagai macam biomassa hutan, seperti kayu mani, bambu mayan, dan tempurung kemiri (Komarayati et al. 1998; Hendra dan Darmawan 2007). Perubahan komponen kimia kayu dalam proses karbonisasi terjadi pada suhu 100 - 1000 oC, di mana perubahan terbesar terjadi pada suhu 200 - 500 oC. Reaksi pada proses karbonisasi adalah eksoterm, yaitu jumlah panas yang dikeluarkan lebih besar dari yang diperlukan. Reaksi eksoterm ini terlihat nyata pada suhu 300 - 400 oC, di mana suhu melonjak dengan cepat, meskipun jumlah panas yang diberikan tetap. Umumnya pembuatan arang dilakukan pada suhu di atas 500 oC. Garis besar proses karbonisasi kayu dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: - Pada suhu 100 - 120 oC terjadi penguapan air, dan sampai suhu 270 oC mulai terjadi penguraian selulosa. Destilat mengandung asam organik dan sedikit metanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200-270 oC. - Pada suhu 270 - 310 oC reaksi eksotermik berlangsung, di mana terjadi peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan pirolignat, gas kayu, dan sedikit ter. Asam pirilignat merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti asam cuka dan metanol, sedangkan gas kayu terdiri dari CO dan CO2. - Pada suhu 310 - 500 oC, terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak ter, sedangkan larutan pirolignat menurun. Gas CO2 menurun sedang gas CO, CH4, dan H2 meningkat. 15 - Pada suhu 500 - 1000 oC, diperoleh gas kayu yang tidak dapat diembunkan, terutama terdiri dari gas hidrogen. Tahap ini merupakan proses pemurnian arang atau peningkatan kadar karbon (Djatmiko et al. 1985; Sudradjat dan Soleh 1994). Pada dasarnya ada dua cara membuat arang aktif, yaitu melalui aktivasi fisik dan kimia. Aktivasi fisik dilakukan dalam dua tahap, pertama karbonisasi dan kedua aktivasi pada suhu tinggi. Pada aktivasi kimia, bahan diimpregnasi terlebih dahulu dengan bahan pengaktif lalu dikarbonisasi. Tahap karbonisasi dan aktivasi dilakukan secara berlanjut (Hayashi et al. 2002). Aktivasi arang dilakukan dengan pemanasan pada temperatur tinggi (800-1000 oC), akibatnya produk pembakaran yang belum sempurna ini terbakar dan mengalami penguapan. Selanjutnya luas permukaan karbon akan semakin meningkat dengan pelepasan hidrokarbon atau ter, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 6 (Ansari dan Mohammad-Khah 2009). Gambar 6 Tahapan proses aktivasi karbon selama perlakuan pemanasan Saat proses aktivasi kimia, senyawa yang menutupi pori atau rongga arang dikeluarkan dengan cara dehidrasi menggunakan bahan pengaktif, dapat berupa garam jenuh seperti MgCl2, ZnCl2, CaCl2, juga asam atau basa seperti NaOH dan H3PO4. Aktivasi fisika juga dapat dilakukan dengan memberikan aliran uap panas (H2O) atau gas seperti N2 dan CO2 pada suhu tinggi (900 - 1000 oC). Agar unsur karbon dapat dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain terutama hidrogen dan oksigen, dilakukan oksidasi lemah pada suhu tinggi dengan uap air. Kualitas arang aktif dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain sifat bahan baku, teknologi proses, ukuran partikel, dan cara penggunaan yang tepat (Hartoyo dan Pari 1993; Sudradjat dan Soleh 1994). 16 Pengaruh utama aktivasi arang dengan aliran uap (steam) adalah untuk menciptakan dan memperluas pori arang. Aktivasi dengan steam tidak hanya memindahkan material yang tidak diorganisir tetapi juga cukup efektif dalam membentuk dan melebarkan mikropori dengan naiknya suhu. Kenaikan suhu dari 750oC ke 800oC dapat meningkatkan terbentuknya pori dan pada akhirnya akan meningkatkan volume mikropori arang aktif. Pada batas tertentu peningkatan suhu justru akan menurunkan volume mikroporinya (Bansode et al. 2003; Ismadji et al. 2005; Pari 2006). Marsh dan Rodriguez-Reinoso (2006) mengemukakan dua keuntungan dalam menggunakan metode aktivasi kimia dibanding aktivasi fisika. Pertama, rendemen yang dihasilkan lebih tinggi (27 - 47 wt% dibanding 6 wt% pada aktivasi fisika). Kedua, struktur permukaan dari karbon aktif serat dengan aktivasi kimia menunjukkan tingkat kerusakan yang lebih kecil. 2.2.3 Proses Adsorpsi Arang Aktif Karbon aktif adalah salah satu jenis adsorben yang efektif digunakan untuk proses adsorpsi. Kemampuan adsorpsi ini didukung oleh beberapa faktor, di antaranya sifat kimia dan fisika karbon aktif, suhu air, waktu kontak, luas permukaan karbon aktif, konsentrasi serta ukuran partikel adsorbat, dan jenis adsorbat. Adsorbat yang mudah berikatan dengan gugus-gugus pengaktif adalah yang bersifat nonpolar, sehingga molekul organik akan berikatan kuat dengan gugus pengaktif (Atkins 1997; Sukarjo 1997). Adsorpsi merupakan suatu reaksi reversibel, pada konsentrasi zat terlarut yang diberikan. Adsorbat dapat diadsorpsi melalui dua cara, yakni dengan adsorpsi fisika dan kimia. Pada adsorpsi fisika, ada gaya lemah Van der Waals yang menarik adsorbat ke permukaan adsorben. Selama proses adsorpsi fisika, sifat kimia adsorbat tidak berubah. Adsorpsi fisika adalah proses spontan (ΔG <0), karena ΔS negatif, maka ΔH menjadi eksoterm. Dalam adsorpsi kimia, adsorbat menempel dengan membentuk ikatan kimia dengan permukaan adsorben. Interaksi ini lebih kuat dari adsorpsi fisika, dan secara umum memiliki persyaratan yang lebih ketat untuk memperoleh kompatibilitas antara adsorbat dan permukaan adsorben (Ansari dan Mohammad-Khah 2009). 17 Adsorpsi dapat terjadi karena setiap molekul pada permukaan mempunyai energi yang besar sehingga membentuk tegangan permukaan, akibatnya molekul pada permukaan mempunyai energi bebas yang lebih besar dibanding molekul di bawah permukaan. Molekul pada permukaan selalu berusaha mendapatkan energi bebas serendah mungkin, maka permukaan akan menyerap fasa yang tegangan permukaannya lebih rendah untuk menurunkan energi bebasnya (Sukarjo 1997). Adsorpsi kontaminan terlarut merupakan fenomena kompleks, yang disebabkan oleh beberapa mekanisme, seperti Gaya London-Van der Waals, gaya Coulomb, ikatan hidrogen, pertukaran ligan, adsorpsi kimia, gaya dipol-dipol, dan gaya hidrofobik. Sebagai contoh, hidrokarbon paling sering menunjukkan adsorpsi melalui proses ikatan hidrofobik. Jadi sifat permukaan adsorben yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah luas permukaan, ukuran pori, distribusi mikropori, dan polaritas (hidrofilik atau hidrofobik) (Ansari dan MohammadKhah 2009). 2.3 Aplikasi Terintegrasi Membran dan Arang Aktif Penggunaan adsorpsi karbon aktif untuk pembersihan air telah banyak diaplikasikan dan diteliti untuk berbagai jenis kontaminan. Karbon aktif terbukti dapat digunkan untuk menghilangkan logam berat dari cairan, juga dari limbah industri elektroplating (Awwad et al. 2008; Husain et al. 2009), menghilangkan logam terlarut dalam air buangan perkotaan (Lienden et al. 2010), menurunkan kandungan COD dan BOD dari limbah cair hasil pemroresan kopi (Devi 2010), serta dapat mengadsorpsi bahan kimia berbahaya dari air baku untuk air minum (Ismaeel et al. 2010); Karbon aktif juga dapat digunakan secara terintegrasi dengan reaktor membran untuk filtrasi air (Campos et al. 2000; Choon et al. 2006; Hu dan Stuckey 2007; Yang et al. 2010). Proses perlakuan awal pada air baku untuk air minum, dengan adsorpsi menggunakan karbon aktif bubuk sebelum masuk ke modul membran, terbukti mampu meningkatkan kemampuan sistem membran dalam menghilangkan material organik terlarut (Lebeau et al. 1998; Berube et al. 2002). Adsorpsi dengan karbon aktif sebelum penyaringan dengan membran, lebih efektif dalam menghilangkan substansi humat terlarut pada sumber air 18 minum dibanding filtrasi membran tunggal (Lin et al. 1999). Karbon aktif juga dapat digunakan setelah membran osmosis balik untuk menghilangkan mikropolutan organik yang masih lolos dari membran (Kegel et al. 2010). Karbon aktif tidak hanya dapat diintegrasikan dengan membran filtrasi sebagai adsorban, namun dapat pula dibuat menjadi membran karbon (Drozdov et al. 2008). Lee et al. (2007) berhasil membuat membran karbon dari campuran beberapa polimer, yang dikarbonisasi dengan sistem pirolisis untuk aplikasi separasi gas. Sears et al. (2010) mengkaji proses pemurnian air dan pemisahan gas dengan membran karbon yang terbuat dari karbon nanotube. Sridhar et al. (2008) membuat membran dari poly(ether-block-amide) yang digunakan sebagai matriks polimer dan karbon aktif mikro-mesopori sebagai pengisi (filler). Membran polimer-karbon ini kemudian diaplikasikan dalam proses separasi gas, dan terbukti mampu meningkatkan permeabilitas dan sifat tahanan membran terhadap gas CO2 dan CH4. Brunet et al. (2008) membuat dan mengkarakterisasi membran dari polisulfon sebagai matriks polimer, yang dicampur dengan karbon nanotube multiwall. Penambahan karbon nanotube ternyata tidak mengganggu struktur asimetrik serta sifat permeabilitas dan hidrofobik membran, tetapi meningkatkan kekasaran permukaan membran. 2.4 Polisulfon Polisulfon adalah polimer yang banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan membran. Polisulfon memiliki ketahanan yang baik terhadap temperatur tinggi, rentang pH yang lebar 1-13, memiliki resistansi yang baik terhadap klorin, serta mudah dipabrikasi (Wenten 1999). Gambar 7 Struktur Polisulfon Polisulfon sering digunakan sebagai bahan pembuatan membran karena memiliki sifat kestabilan kimia yang cukup tinggi, yaitu tahan terhadap perubahan pH, daya ulur rendah, dan kekuatan tarik tinggi. Polimer ini menunjukkan sifat 19 amorf pada keadaan seperti gelas, stabil terhadap panas dan oksida, dan derajat polimerisasi antara 50-80. Polisulfon bersifat hidrofob atau tidak suka air, juga tidak larut dalam larutan asam maupun alkali. Kelarutan polisulfon dalam larutan alifatik rendah tetapi masih dapat larut dalam beberapa pelarut polar seperti dimetil formamida (DMF), dimetil asetamida (DMAc), dan dimetil dulfide (DMSO) yang sering digunakan dalam pembuatan membran (Kesting 1993). Menurut Romli et al. (2006), polisulfon sebagai material dasar memiliki gugus sulfon yang merupakan sink untuk elektron-elektron, sehingga menjadikannya tahan terhadap pengaruh termal maupun oksidasi. Gugus eter pada tulang belakangnya memberikan sifat fleksibel, serta adanya gugus alkil yang dapat menaikkan permeabilitas. 20 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari hingga Desember 2011. Pembuatan dan karakterisasi arang aktif dilakukan di Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan Bogor. Proses sintesis dan karakterisasi membran dilakukan di Laboratorium Biofisika, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. Khusus untuk karakteristik morfologi membran, dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku pembuatan karbon/arang aktif adalah kayu sengon (Paraserienthes falcataria) dari PD. Wijaya Kayu Ciampea, Kabupaten Bogor, dan limbah tempurung kelapa (Cocos nucifera) dari beberapa kios sembako di Ciomas, Kota Bogor. Sebagai bahan sintesis membran, digunakan polimer polisulfon (Aldrich), pelarut N,N-dimethylacetamide (DMAc) (Sigma Aldrich), dan air destilasi sebagai koagulan. Bahan kimia lain untuk pembuatan dan karakterisasi arang aktif adalah kalium hidroksida (KOH), natrium tiosulfat (Na2S2O3), benzena (C6H6), kloroform (CHCl3), iod (I2), dan larutan kanji. Untuk pengarangan dan aktifasi karbon, digunakan tungku pengarangan (retort pirolisis) dan retort aktivasi. Plat kaca, batang silinder kaca, dan selotip digunakan sebagai media pencetakan membran. Alat preparasi sampel lain di antaranya adalah gelas beker, gelas ukur, labu erlenmeyer, labu takar, cawan petri, pipet tetes, alat titrasi, kertas saring, hot plate stirrer, magnetic stirrer, ultrasonic processor (Cole Parmer), desikator, tanur, oven, inkubator, dan mesin gerus arang. Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah neraca analitis, mikrometer, jangka sorong, mistar, stopwatch, dan termometer. Karakterisasi struktur kristalit arang aktif dan membran dilakukan dengan X-Ray Diffractometer (XRD) Shimadzu seri XRD7000 Maxima 40 kV. Konduktivitas listrik arang aktif dan membran diukur dengan LCRmeter Hioki 3532-50 Hi-Tester 5 MHz. Analisis struktur morfologi dilakukan dengan 22 Scanning Electron Microscope (SEM) ZEISS seri EVO 20 kV untuk arang aktif, dan SEM JEOL JSM-6063 LA untuk membran. Karakteristik fluks dan kuat mekanik membran diuji dengan alat uji fluks tipe cross-flow dan sensor gaya PASCO CI-6746 dengan ScienceWorkshop® 750 Interface. 3.3 Diagram Alir Penelitian Seluruh rangkaian kegiatan dan tahapan penelitian yang dilakukan dapat diilustrasikan dengan diagram alir pada Gambar 8 dan Gambar 9. Tempurung Kelapa; Kayu Sengon Karbonisasi (500OC, 4 Jam) Arang Analisis: - Rendemen - Kadar air, abu, karbon, zat terbang - Daya serap benzena, kloroform, dan iod. Penumbukan (0,5 – 0,8 cm) Perendaman dalam KOH 10% (24 Jam) Tanpa perendaman Karakterisasi: - XRD - SEM - Konduktivitas listrik Aktivasi dengan H2O (850OC; 80,110 menit) Arang aktif Penyeleksian berdasarkan struktur pori Arang aktif optimum untuk aplikasi membran Gambar 8 Proses pembuatan dan karakterisasi arang dan arang aktif 23 Gambar 8 menunjukkan diagram alir untuk proses pembuatan dan karakterisasi arang dan arang aktif, dengan bahan baku kayu sengon atau tempurung kelapa, yang merupakan tahap pertama penelitian. Tahap kedua adalah proses sintesis dan karakterisasi membran polisulfon yang didadah karbon aktif, sebagaimana ditampilkan pada Gambar 9. Polisulfon + Karbon Aktif 0, 2, 6% (b/b) Dilarutkan dalam DMAc 99%, 24 Jam Homogenisasi (Stirring 1 jam dan Sonikasi 1 jam) Larutan Cetak (Dope) Pencetakan Membran (Teknik Inversi Fasa) Membran Karakterisasi Membran Fluks membran Derajat pengikatan air Konduktansi membran Kuat mekanik SEM XRD Gambar 9 Proses sintesis dan karakterisasi membran polisulfon didadah karbon aktif 24 3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Pembuatan Arang dan Arang Aktif Arang dibuat dari dua bahan baku, yaitu tempurung kelapa dan kayu sengon. Perlakuan yang sama diberikan pada kedua jenis bahan. Bahan baku dikarbonisasi pada retort pirolisis dengan pemanas listrik, pada suhu 500oC selama 4 jam, lalu didinginkan ± 24 jam. Sebagian arang dihaluskan untuk karakterisasi dan sebagian lagi diproses untuk aktivasi. Sebelum proses pengaktifan arang pada retort aktivasi, arang dibagi menjadi dua perlakuan, yakni tanpa perendaman dan dengan perendaman dalam larutan kalium hidroksida (KOH) teknis, konsentrasi 10% (b/b). Arang direndam selama 24 jam, lalu ditiriskan hingga kering pada suhu ruang. Perendaman ini merupakan proses aktivasi kimia. Masing-masing jenis arang (tanpa dan dengan perendaman) selanjutnya diaktivasi secara fisika, menggunakan retort aktivasi yang terbuat dari bahan baja anti karat, dan dililit dengan elemen kawat nikelin sebagai pemanas. Aktivasi dilakukan pada suhu 850oC, dengan memberikan aliran uap air panas (steam) selama 80 dan 110 menit. Variasi perlakuan arang aktif selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Variasi perlakuan aktivasi arang aktif Perlakuan Bahan baku arang Tempurung kelapa Kayu sengon Perendaman kimia KOH 10% KOH 10% KOH 10% KOH 10% - Lama steam (menit) 80 110 80 110 80 110 80 110 Kode arang aktif AAT KOH-80 AAT KOH-110 AAT-80 AAT-110 AAS KOH-80 AAS KOH-110 AAS-80 AAS-110 3.4.2 Penetapan Mutu Arang Aktif Pengujian mutu arang dan arang aktif dilakukan dengan prosedur sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis. Pengujian meliputi penetapan rendemen, kadar air, abu, zat terbang, karbon, serta daya serap terhadap benzena, kloroform, dan iod, dengan 2 kali ulangan. 25 a. Rendemen Rendemen atau perolehan arang aktif dihitung melalui perbandingan berat arang setelah diaktivasi, terhadap berat bahan baku sebelum diaktivasi. Rendemen (%) = Massa arang aktif x 100% Massa bahan baku (9) b. Kadar Air (SNI 06-3730-1995) Sejumlah 1 gram contoh arang aktif dimasukkan ke dalam cawan petri, lalu dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 110oC. Hasil pengeringan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai massanya konstan. Kadar air (%) = Massa basah – Massa kering x 100% Massa basah (10) c. Kadar Abu (SNI 06-3730-1995) Contoh arang aktif sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui massanya, lalu dipanaskan dalam tanur listrik pada suhu 750oC selama 6 jam. Contoh kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga massanya tetap. Kadar abu (%) = Massa sisa contoh x 100% Massa contoh awal (11) d. Kadar Zat Terbang (SNI 06-3730-1995) Kadar zat terbang ditentukan dengan memasukkan 1 gram contoh arang aktif ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, selanjutnya dipanaskan dalam tanur listrik pada suhu 950oC selama 10 menit. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai massanya konstan. Kadar zat terbang (%) = Penurunan massa contoh x 100% massa contoh awal (12) e. Kadar Karbon (SNI 06-3730-1995) Besarnya kadar karbon dalam arang aktif diperoleh dengan jalan pengurangan dari kadar abu dan kadar zat terbang. Kadar karbon (%) = 100% - (Kadar abu + Kadar zat terbang) (13) 26 f. Daya Serap Iod (SNI 06-3730-1995) Contoh arang aktif ditimbang sebanyak 0.25 gram, lalu dimasukkan ke dalam botol bertutup dengan warna gelap. Sebanyak 25 ml larutan iod 0,1 N ditambahkan ke dalam botol, lalu dikocok selama 15 menit pada suhu kamar. Larutan kemudian disaring, hasilnya dipipet sebanyak 10 mL dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N, hingga diperoleh larutan berwarna kuning muda. Beberapa tetes larutan kanji 1% dapat ditambahkan pada larutan sebagai indikator. Larutan dititrasi kembali hingga bening tak berwarna. Daya serap iod (mg/g) = ⎡ ⎛ Vtio x N tio ⎞⎤ ⎟⎟⎥ x 12.693 x fp ⎢Viod − ⎜⎜ N iod ⎝ ⎠⎦ ⎣ M (14) Keterangan : Viod Vtio Niod Ntio fp M = = = = = = Volume iod sebagai titran (mL) Volume natrium tiosulfat sebagai titrat (mL) Normalitas iod (N) Normalitas natrium tiosulfat (N) Faktor pengenceran Massa arang aktif (g) g. Daya Serap Uap Benzena dan Kloroform Sebanyak 1 gram contoh arang aktif dimasukkan ke dalam cawan petri, lalu ditempatkan dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan uap benzena atau uap kloroform selama 24 jam. Selanjutnya contoh ditimbang, di mana sebelumnya dibiarkan dulu selama 5 menit pada udara terbuka, untuk menghilangkan uap yang tertempel pada permukaan kaca. Daya serap (%) = Massa uap yang terserap x 100% Massa contoh awal (15) 3.4.3 Karakterisasi Arang Aktif a. Struktur Kristalit Struktur kristalit arang dan arang aktif dianalisis dengan difraksi sinar-X, menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui derajat kristalinitas (X), jarak antar lapisan (d), tinggi lapisan (Lc), 27 lebar lapisan (La), dan jumlah lapisan aromatik (N) pada arang dan arang aktif, dengan sumber radiasi tembaga (Cu). Penetapan nilai parameter tersebut dilakukan menurut Iguchi (1997) serta Kercher dan Nagle (2003). Struktur kristalit diilustrasikan pada Gambar 10. Perhitungan untuk mengetahui struktur kristalit arang dan arang aktif dirumuskan sebagai berikut: Derajat kristalinitas : X = Bagian kristal Bagian kristal + Bagian amorf x 100% (16) Jarak antar lapisan aromatik (d002) : λ = 2 d sin θ (17) Tinggi lapisan aromatik (Lc) : Lc(002) = K λ / β cos θ (18) Lebar lapisan aromatik (La) : La(100) = K λ / β cos θ (19) Jumlah lapisan aromatik (N) : N = Lc/d (20) di mana: λ β K θ = = = = 0.1540598 nm (panjang gelombang radiasi sinar Cu) Intensitas ½ tinggi dan lebar intensitas difraksi (radian θ) Tetapan untuk lembaran grafit (0.89) Sudut difraksi Gambar 10 Skema struktur kristalit arang dan arang aktif; dengan jarak antar lapisan (d), tinggi lapisan (Lc), lebar lapisan (La), dan jumlah lapisan aromatik (N) b. Konduktivitas Listrik Konduktivitas adalah ukuran ilmiah tentang kemampuan material dalam mengalirkan arus listrik yang melaluinya. Konduktivitas merupakan kebalikan dari resistivitas atau sifat tahanan jenis bahan. Penentuan nilai konduktivitas arang dan arang aktif dilakukan dengan LCRmeter (Gambar 11). Sampel yang telah 28 dihaluskan, ditimbang sebanyak 0.3 gram, lalu dimasukkan ke dalam tabung konduktor berdiameter 15.12 mm. Nilai konduktivitas sampel diukur pada arus bolak-balik (AC), dalam rentang frekuensi 50 Hz - 5 MHz dan tegangan 1 V. Ketebalan sampel dalam tabung diukur menggunakan jangka sorong. Nilai konduktivitas listrik dihitung dengan persamaan berikut (Purwanto et al. 2007): ⎛d ⎞ ⎝ A⎠ σ = G ⎜ ⎟ (21) dengan σ adalah konduktivitas listrik (S/m), G adalah nilai konduktansi yang terukur (Siemens), d adalah ketebalan sampel (m), dan A merupakan luas penampang dalam tabung sebagai tempat sampel (m2). Gambar 11 Pengukuran konduktivitas listrik arang dan arang aktif c. Analisis Morfologi Permukaan Analisis morfologi permukaan arang dan arang aktif dilakukan dengan mikroskop elektron, pada tegangan operasi 20 kV. Pengambilan foto SEM dilakukan pada bahan baku tempurung kelapa dan kayu sengon, serta arang dan arang aktifnya, dengan perbesaran 500 kali. 3.4.4 Sintesis Membran dengan Dadah Arang Aktif Teknik pembuatan membran yang digunakan adalah metode inversi fasa. Proses pembuatannya melalui dua tahap, yaitu pembuatan larutan cetak atau dope, dan pencetakan membran untuk memperoleh lapisan tipis padat membran. Pembuatan membran polisulfon dilakukan dengan mencampurkan bahan polimer polisulfon dan karbon aktif sebagai bahan terlarut, dan dimethylacetamid (DMAc) sebagai pelarut. Komposisi larutan membran terdiri atas 12% polisulfon, 29 karbon aktif dengan variasi konsentrasi 0, 2, dan 6% (b/b), dan sisanya adalah pelarut DMAc, dengan massa total larutan cetak 10 gram. Nilai perbandingan ini didasarkan pada penelitian Romli et al. (2006), yang melakukan uji permeabilitas membran polisulfon terhadap air, dengan fluks tertinggi diperoleh pada konsentrasi polisulfon 12%. Variasi komposisi membran disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Perbandingan fraksi massa polisulfon, karbon aktif, dan DMAc Jenis membran Polisulfon PS-TKP* PS-TKP PS-Sengon PS-Sengon Bahan Terlarut (gr) Polisulfon Karbon aktif 0 1.2 0.2 1.2 0.6 1.2 0.2 1.2 0.6 1.2 Pelarut DMAc (gr) 8.8 8.6 8.2 8.6 8.2 Total massa (gr) 10 10 10 10 10 Kode membran PSM PST 2% PST 6% PSS 2% PSS 6% * PS: Polisulfon, TKP: Tempurung kelapa Setelah penimbangan, masing-masing bahan dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditutup kertas alumunium foil untuk menghindari penguapan pelarut. Larutan membran disimpan pada suhu ruang selama 24 jam, agar seluruh bagian polisulfon dan karbon aktif terlarut dalam DMAc. Selanjutnya membran distiring selama 1 jam dengan kecepatan 300 rpm dan disonikasi selama 1 jam dengan amplitudo 25%, agar campuran larutan lebih homogen. Gambar 12 Proses pencetakan membran dengan metode inversi fasa 30 Langkah kedua adalah proses pencetakan membran, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 12. Larutan cetak dituangkan ke atas plat kaca yang telah dibatasi selotip berketebalan 0,05 mm pada kedua sisinya, kemudian diratakan dengan batang silinder kaca agar menjadi lapisan tipis. Plat kaca bersama lapisan membran kemudian dikoagulasikan (dicelupkan) ke dalam nampan berisi aquades sebagai non pelarut. Selama pencelupan, membran polisulfon-karbon aktif terbentuk. Membran selanjutnya dilepaskan dari plat kaca dan tetap disimpan dalam aquades sampai dilakukan proses karakterisasi. 3.4.5 Karakterisasi Membran a. Fluks Membran Ukuran kecepatan suatu spesi tertentu untuk melalui membran disebut sebagai permeabilitas membran. Permeabilitas dinyatakan sebagai aliran fluks permeat melewati membran tiap satu satuan waktu. Nilai fluks membran dapat diperoleh dengan persamaan berikut (Kertesz et al. 2009): J = 1 dV A dt (22) Di mana J merupakan nilai fluks (L/m2.jam), V adalah volume permeat (L), A adalah luas area filtrasi membran (m2), dan t adalah waktu (jam). (b) (a) (c) Gambar 13 Pengujian fluks membran dengan metode cross flow; (a) skema aliran, (b) alat uji fluks tipe cross-flow, (c) modul membran 31 Uji fluks dilakukan dengan metode cross flow (Gambar 13). Pada metode ini, umpan mengalir melalui suatu membran, di mana hanya sebagian umpan yang melewati membran untuk menghasilkan permeat, sedangkan aliran pelarut atau cairan pembawa akan melewati permukaan membran, sehingga larutan, koloid, dan padatan tersuspensi yang tertahan oleh membran akan terus terbawa menjadi aliran balik (Li et al. 2008). Pengujian fluks dilakukan dengan bahan filtrat air destilasi. Air pada wadah umpan dipompa dengan tekanan tetap 5 psi (tekanan trans membran 2.5 psi). Pertambahan volume air yang tersaring oleh membran diukur setiap 30 detik selama 15 menit. b. Derajat Pengikatan Air Penentuan derajat serapan air dilakukan melalui penimbangan membran saat kering dan basah. Membran kering dipotong dengan ukuran 3x3 cm, ditimbang dengan neraca analitis, lalu direndam dalam aquades bersuhu 40 oC selama 24 jam. Setelah perendaman, seluruh permukaan membran dikeringkan dengan tisu dan kertas saring, lalu ditimbang kembali. Derajat pengikatan air oleh membran (W) dihitung dengan persamaan berikut: W (% ) = Wb − Wk x 100 % Wk (23) Wb dan Wk masing-masing adalah massa membran (gr) saat basah dan kering. c. Konduktansi dan Porositas Penentuan konduktansi dan porositas membran didasarkan pada metode yang dilakukan oleh Smith et al. (1992), dengan beberapa modifikasi pada alat dan proses pengukuran. Konduktansi diukur pada suatu media chamber, dengan mengalirkan larutan elektrolit NaCl melewati membran. Bagian lapisan aktif membran dihadapkan pada larutan NaCl dengan molaritas lebih tinggi yakni 1 M dan sisi lainnya dengan larutan NaCl 0.1 M, di mana aliran ion mengalir dari molaritas tinggi ke rendah. Besarnya aliran ion melalui membran diukur sebagai nilai konduktansi, menggunakan LCRmeter yang dihubungkan dengan 2 buah elektroda AgCl pada kedua sisi membran. Pengukuran dilakukan pada arus AC dengan frekuensi 1 kHz dan tegangan masukan 1 V. Nilai konduktansi (G) diukur 32 dengan variasi suhu larutan (T) 30 - 50 oC. Untuk memanaskan larutan NaCl, chamber diletakkan pada waterbath kaca berisi air, yang dipanaskan dengan pemanas listrik. Proses pengukuran konduktansi membran diilustrasikan pada Gambar 14. Pertambahan nilai konduktansi terhadap kenaikan suhu diplotkan dalam kurva ln G terhadap 1/T. Kemiringan atau gradien kurva digunakan untuk menentukan perubahan energi diri membran dan jari-jari pori membran. Gambar 14 Pengukuran konduktansi membran Perubahan energi diri (ΔU) membran ditentukan dengan persamaan berikut: ΔU = B k (24) Di mana B adalah gradien dari grafik hubungan konduktansi (ln G) terhadap suhu (1/T), dan k adalah nilai konstanta Boltzman (1.38662 x 10-23 J/K). Dengan mengetahui nilai energi diri, maka dapat diperoleh ukuran jari-jari pori membran: b= z2 q2 α 4 π ε 0 ε m ΔU (25) 33 Keterangan: b z q α εo εm = = = = = = Jari-jari pori membran (m) Bilangan valensi ion (untuk NaCl = 1) Muatan ion (1.6 x 10-19 C) Konstanta geometri dan dielektrik (pendekatan 0.2) Permitivitas ruang hampa/konstanta resapan (8.85 x 10-12 F/m) Konstanta dielektrik membran (3-4) d. Kuat Mekanik Pengukuran kuat mekanik meliputi kuat tekan dan tarik membran, menggunakan sensor gaya. Sampel membran yang diuji memiliki luasan 3x2 cm. Membran ditekan atau ditarik hingga robek dengan sensor gaya (Gambar 15). Sensor diintegrasikan langsung dengan komputer, sehingga data pengukuran ketika gaya diberikan dapat langsung terbaca melalui software sensor. (a) (b) Gambar 15 Pengukuran kuat mekanik membran; (a) kuat tekan, (b) kuat tarik e. Analisis Morfologi Analisis membran dengan SEM dilakukan untuk mengamati struktur morfologi permukaan dan penampang lintang membran. Foto SEM dilakukan pada tiga bagian membran, yaitu pada penampang atas dan bawah dengan perbesaran 10 000 kali, serta penampang samping dengan perbesaran 500 kali. f. Analisis Struktur Kristalit Analisis struktur dengan XRD dilakukan untuk mengetahui struktur kristalit membran polisulfon murni tanpa dadah, serta perubahannya setelah didadah dengan karbon aktif tempurung kelapa dan kayu sengon. 34 3.5 Rancangan Percobaan Data arang berupa rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar karbon terikat untuk arang dari bahan baku tempurung kelapa dan kayu sengon dianalisa secara deskriptif. Sedangkan kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, serta daya serap terhadap iod, benzena, dan kloroform dari arang aktif yang dihasilkan, dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 3 variasi perlakuan: A = Jenis arang; tempurung kelapa (A1), kayu sengon (A2), B = Perendaman kimia; perendaman dengan KOH 10% (B1) dan tanpa perendaman (B2), C = Lama aktivasi; 80 menit (C1) dan 110 menit (C2). Berikut adalah model persamaan analisisnya: Yijkl = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Ck + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + εijkl (26) Keterangan: Yijk µ Ai Bj Ck (AB)ij (AC)ik (BC)jk (ABC)ijk εijkl = Nilai pengamatan pada perlakuan A taraf ke-i, perlakuan B taraf ke-j, perlakuan C taraf ke k, dan ulangan ke-l = Rataan umum = Pengaruh utama perlakuan A taraf ke-i = Pengaruh utama perlakuan B taraf ke-j = Pengaruh utama perlakuan C taraf ke-k = Pengaruh utama interaksi perlakuan A taraf ke-i dan B taraf ke-j = Pengaruh utama interaksi perlakuan A taraf ke-i dan C taraf ke-k = Pengaruh utama interaksi perlakuan B taraf ke-j dan C taraf ke-k = Pengaruh utama interaksi perlakuan A taraf ke-i, B taraf ke-j, dan perlakuan C taraf ke-k = Pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2) Hasil analisis kemudian diuji lanjut dengan uji perbandingan antar perlakuan, menggunakan metode beda nyata terkecil (BNT) (Matjik dan Sumertajaya 2006). 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Arang Aktif 4.1.1 Sifat Arang Aktif Sifat arang aktif yang diamati adalah rendemen, kadar air, abu, zat terbang, dan karbon terikat (Tabel 5). Seluruh sifat arang aktif ini telah memenuhi SNI 06-3730-1995 untuk arang aktif teknis. Rendemen arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 19.33 - 68.00%. Rendemen terendah diperoleh pada arang aktif sengon dengan perendaman KOH yang diaktivasi uap selama 110 menit, sedangkan rendemen tertinggi dihasilkan pada arang aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH, dengan lama aktivasi 80 menit. Tabel 5 Analisis sifat arang dan arang aktif Kadar (%) Rendam Steam Rendemen kimia (menit) (%) Air Zat terbang Abu * Arang TKP 30.30 6.32 21.90 1.97 KOH 80 57.00 6.61 18.75 5.86 Arang aktif KOH 110 55.00 5.72 15.94 5.60 TKP 80 68.00 6.97 13.27 1.98 110 38.00 4.62 17.30 3.23 Arang sengon 23.63 4.18 36.28 2.18 KOH 80 21.00 11.74 19.90 6.93 Arang aktif KOH 110 19.33 7.12 18.38 7.66 Sengon 80 40.00 9.91 18.20 6.86 110 20.00 12.39 19.55 6.19 SNI 06-3730-1995 < 15 < 25 < 10 Jenis Karbon 76.13 75.40 78.46 84.75 79.47 61.54 73.17 73.95 74.94 74.26 > 65 *TKP: Tempurung kelapa Berdasarkan Tabel 5, terlihat adanya penurunan nilai rendemen dengan semakin lamanya waktu pengaktifan. Rendahnya rendemen yang diperoleh diakibatkan karena senyawa karbon yang terbentuk dari hasil penguraian selulosa dan lignin mengalami reaksi pemurnian dengan uap air, dan menghilangkan senyawa non karbon yang melekat pada permukaan arang. Karena reaksi terjadi secara radikal, maka atom C yang terbentuk akan bereaksi kembali dengan atom O dan H membentuk gas CO, CO2, dan CH4 (Hendra dan Darmawan 2007). Sebagai akibatnya, rendemen yang dihasilkan cenderung turun dengan meningkatnya lama waktu aktivasi, karena reaksi yang terjadi semakin intensif. 36 Nilai rendeman arang dan arang aktif sengon lebih rendah dari tempurung kelapa. Ini dapat terjadi karena tempurung kelapa memiliki berat jenis lebih tinggi (1.10) daripada kayu sengon (0.39). Kadar air arang aktif berkisar antara 4.62 - 12.39%. Tujuan penetapan kadar air adalah untuk mengetahui sifat higroskopis arang aktif. Besarnya kadar air dipengaruhi oleh penyerapan uap air di udara pada saat proses pendinginan, dan adanya butir-butir air dari uap air panas pada saat aktivasi, yang terperangkap di dalam struktur arang aktif yang berbentuk heksagonal (Pari 1996). Sampel arang aktif diharapkan tidak memiliki nilai kadar air tinggi, karena dapat mengurangi kemampuannya sebagai adsorben, akibat pori yang terisi air. Arang aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH, dengan aktivasi 110 menit memiliki nilai kadar air terendah. Kadar abu yang diperoleh berkisar antara 1.98% - 5.86%. Penetapan kadar abu bertujuan untuk megetahui kandungan oksida logam dalam arang aktif. Adanya abu pada permukaan arang aktif dapat menurunkan daya serapnya karena bisa menutupi pori-pori arang aktif. Dengan demikian, kadar abu pada arang aktif diusahakan sekecil mungkin. Kadar abu terendah diperoleh pada arang aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH, dengan lama aktivasi 80 menit. Nilai kadar abu pada penelitian ini bersifat fluktuatif dan nilainya berbeda nyata untuk perlakuan jenis arang dan perendaman kimia, beserta interaksinya (Lampiran 1). Namun dari uji lanjut BNT (Lampiran 2), tidak terlihat adanya perbedaan nyata untuk perlakuan perendaman kimia. Untuk berbagai kondisi aktivasi, kadar zat terbang yang diperoleh berkisar antara 13.27 - 19.90%, dan telah memenuhi SNI 1995, dengan kadar di bawah 25%. Penentuan kadar zat terbang bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa yang belum menguap pada saat karbonisasi dan aktivasi, sehingga dapat diketahui besarnya kandungan zat selain karbon pada permukaan arang aktif. Tinggi rendahnya kadar zat terbang menunjukkan banyaknya senyawa non karbon yang masih menutupi permukaan arang aktif, yang dapat mempengaruhi kemampuan daya serapnya. Secara umum kadar zat terbang dari arang aktif tempurung kelapa memiliki nilai lebih rendah, yang menunjukkan lebih sempurnanya penguraian senyawa non karbon seperti CO2, CO, CH4, dan H2 saat 37 karbonisasi. Perlakuan kimia dan lama aktivasi pada penelitian ini ternyata tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kadar zat terbang, sebagaimana disajikan pada Lampiran 1. Kadar karbon arang pada Tabel 5 memperlihatkan nilai yang cukup tinggi yaitu 76.13% pada arang tempurung kelapa, dan 61.54% pada arang kayu sengon. Nilai ini menunjukkan potensi arang yang baik untuk dijadikan arang aktif. Kadar karbon terikat untuk arang aktif cenderung lebih tinggi, dan menunjukkan tingkat kemurnian karbon lebih baik dari arangnya. Ini terjadi karena setelah tahap aktivasi, senyawa lain selain karbon telah banyak yang hilang akibat proses aktivasi. Kadar karbon terbesar didapatkan pada arang aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH dengan aktivasi 80 menit, yakni 84.75%. Dari sidik ragam sifat arang aktif pada Lampiran 1, terlihat bahwa jenis arang aktif memberi pengaruh sangat nyata terhadap perbedaan kadar karbon, begitu pula dengan hasil uji lanjut BNT-nya (Lampiran 2). Dengan kadar zat terbang yang lebih rendah, tingkat kemurnian karbon arang aktif tempurung kelapa menjadi lebih besar dari sengon. Kadar karbon optimum dari arang aktif tempurung kelapa pada penelitian ini lebih tinggi, jika dibandingkan dengan penelitian Hartoyo et al. (1990), yang hanya memperoleh kadar karbon arang aktif tempurung kelapa sebesar 77.99%. Penggunaan dua bahan baku berbeda yakni tempurung kelapa dan kayu sengon, terbukti memberi pengaruh pada semua sifat arang aktif yang dihasilkan. Hal ini terlihat pada sidik ragam sifat arang aktif dalam Lampiran 1, yang menunjukkan perbedaan nilai sangat nyata, khususnya pada kadar air, kadar abu, dan kadar karbon terikat. Perbedaan sifat bahan baku tentunya mempengaruhi sifat arang dan arang aktif yang diperoleh. Tempurung kelapa memiliki berat jenis lebih besar, dengan komponen penyusun didominasi oleh lignin, sedangkan komponen kayu sengon lebih didominasi oleh senyawa selulosa. 4.1.2 Daya Serap Arang Aktif Pengujian daya serap arang aktif dilakukan terhadap uap benzena, uap kloroform dan larutan iod (Tabel 6). Benzena digunakan untuk menguji kemampuan arang aktif dalam menyerap gas, karena molekulnya berukuran kecil dan mudah menguap pada suhu ruangan (Hendra dan Darmawan 2007). Daya 38 serap benzena berkisar antara 17.97-24.19%. Nilai ini belum memenuhi SNI 1995 yang mempersyaratkan daya serap benzena lebih dari 25%. Daya serap terhadap kloroform yang bersifat polar, dapat menunjukkan sifat kepolaran arang aktif. Kisaran nilai daya serap kloroform adalah 22.69 - 34.26%, dengan nilai optimum diperoleh pada arang aktif tempurung kelapa yang diaktivasi uap selama 110 menit, tanpa perendaman KOH. Sedangkan untuk daya serap terhadap iod, diperoleh kisaran nilai 687.38 hingga 973.52 mg/g. Nilai daya serap iod untuk arang aktif tempurung kelapa dengan perendaman KOH 10% belum memenuhi SNI 1995, karena nilainya masih di bawah 750 mg/g. Tabel 6 Daya serap arang dan arang aktif Jenis Arang TKP Arang Aktif TKP Arang Sengon Arang Aktif Sengon SNI 06-3730-1995 Rendam Kimia KOH KOH KOH KOH - Steam (menit) 80 110 80 110 80 110 80 110 Daya serap (%) Benzena Kloroform Iod (mg/g) 8.77 11.90 301.57 18.30 22.69 697.02 17.97 23.69 687.38 19.87 28.94 880.28 24.19 34.26 973.52 8.71 11.54 295.14 761.32 24.12 17.81 742.03 22.74 17.50 770.97 26.22 16.75 799.90 25.92 17.83 > 25 > 750 Berdasarkan data pada Tabel 6, kondisi daya serap optimum diperoleh pada arang aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH, dengan lama aktivasi 110 menit. Hal ini terlihat dari nilai daya serapnya yang paling tinggi terhadap ketiga jenis zat yang diujikan. Paduan aktivasi uap dan perendaman kimia dalam penelitian ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitas arang aktif, namun hasil yang diperoleh ternyata tidak begitu optimum. Aktivator kimia yang diharapkan dapat bereaksi dengan permukaan arang dalam membuka pori pada saat aktivasi dengan suhu tinggi, justru menghambat pembukaan pori arang, karena tingginya konsentrasi KOH yang digunakan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yang melakukan paduan aktivasi fisika-kimia untuk arang aktif dari tempurung kemiri (Hendra dan Darmawan 2007) dan kayu Acacia mangium (Pari et al. 2006). Kondisi optimum diperoleh pada lama aktivasi uap 90 39 menit, tanpa perendaman kimia dengan H3PO4 (Pari et al. 2006), dan konsentrasi H3PO4 yang cukup tinggi yaitu pada 7.5%, justru menurunkan daya serap iodnya (Hendra dan Darmawan 2007). Hasil analisis sidik ragam daya serap arang aktif pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa perendaman kimia dan perbedaan jenis arang beserta interaksinya, memberi pengaruh yang sangat nyata pada kemampuan daya serap arang aktif, baik terhadap benzena, kloroform, maupun iod. Kedua parameter ini juga memberi pengaruh yang cukup besar terhadap sifat arang aktif, sedangkan perbedaan lama waktu aktivasi tidak menghasilkan nilai yang jauh berbeda. Untuk daya serap arang aktif terhadap benzena, kloroform, dan iod, nilai optimum diperoleh pada arang aktif tanpa perendaman KOH, baik untuk tempurung kelapa ataupun sengon. Nilai optimum ini terlihat jelas pada daya serap iod. Menurut Simsek dan Cerny (1970), besarnya daya serap arang aktif terhadap iod menggambarkan semakin banyaknya struktur mikropori yang terbentuk dan memberikan gambaran terhadap besarnya diameter pori yang dapat dimasuki oleh molekul, yang ukurannya tidak lebih besar dari 10 amstrong (Ǻ). Nilai daya serap yang tinggi, menunjukkan kemampuan adsorpsi arang aktif yang baik pula. Karena tujuan aplikasi dari penelitian ini adalah filtrasi dan adsorpsi pada air, maka nilai optimum untuk kualitas arang aktif ditetapkan berdasarkan daya serapnya. Arang aktif tempurung kelapa dan kayu sengon yang diaktivasi tanpa perendaman KOH dan lama aliran uap air (steam) 110 menit, dipilih sebagai bahan dadah membran, karena memiliki nilai daya serap iod paling tinggi. 4.1.3 Analisis Pola Struktur Hasil analisis XRD untuk bahan baku tempurung kelapa, kayu sengon, beserta arang dan arang aktifnya, ditampilkan pada Gambar 16 dan Tabel 7. Dari data pada Tabel 7, nilai derajat kristalinitas bahan baku tempurung kelapa dan kayu sengon berbeda dengan arangnya. Perbedaan ini terjadi karena adanya pergeseran intensitas pada sudut difraksi θ002 dan terbentuknya sudut difraksi baru θ100 akibat pemanasan bahan baku menjadi arang. Setelah karbonisasi dengan suhu 500oC, terjadi peningkatan dekomposisi bahan dan persentasi kandungan 40 karbon meningkat. Dengan demikian, struktur kristalit arang lebih didominasi senyawa karbon yang membentuk lapisan heksagonal. Tempurung Kelapa Arang TKP AAT KOH‐80 AAT KOH‐110 AAT‐80 AAT‐110 Kayu Sengon Arang Sengon AAS KOH‐80 AAS KOH‐110 AAS‐80 AAS‐110 Gambar 16 Difraktogram XRD tempurung kelapa, kayu sengon, beserta arang dan arang aktifnya. Tabel 7 Struktur tempurung kelapa, sengon, serta arang dan arang aktifnya Bahan X (%) θ002 (°) d (nm) θ100 (°) d (nm) Lc (nm) N La (nm) Tempurung Kelapa Arang TKP AAT KOH-80 AAT KOH-110 AAT-80 AAT-110 32.14 56.83 57.29 55.68 61.61 71.55 22.01 24.61 24.19 24.17 24.19 24.73 0.4035 0.3615 0.3677 0.3680 0.3677 0.3598 44.10 44.32 43.89 43.95 43.79 0.2052 0.2042 0.2061 0.2059 0.2066 1.423 1.691 1.591 1.591 1.609 3.937 4.600 4.323 4.327 4.471 8.922 3.393 2.420 5.134 4.577 Kayu Sengon Arang Sengon AAS KOH-80 AAS KOH-110 AAS-80 AAS-110 36.39 34.05 41.97 47.04 47.31 53.33 22.29 24.25 24.15 24.51 24.29 24.93 0.3985 0.3668 0.3683 0.3629 0.3662 0.3569 44.02 43.06 43.08 43.12 43.20 0.2055 0.2099 0.2098 0.2096 0.2093 1.410 1.516 1.410 1.502 1.578 3.844 24.210 4.116 4.022 3.886 3.248 4.102 5.279 4.420 4.828 *AAT: Arang aktif tempurung kelapa, AAS: Arang aktif sengon. 41 Kristalinitas bahan baku kayu sengon lebih tinggi dari tempurung kelapa. Berdasarkan penelitian Pari (2004), serbuk kayu sengon lebih didominasi oleh homoselulosa dibandingkan lignin, di mana selulosa memiliki derajat kristalinitas yang tinggi. Setelah mengalami proses aktivasi, terjadi kenaikan derajat kristalinitas (X) pada arang aktif. Proses aktivasi mampu mengubah jarak antara lapisan aromatik (d), tinggi lapisan aromatik (Lc), dan lebar lapisan aromatik (La) pada arang. Proses pemanasan dengan suhu 850oC, dapat memutuskan ikatan struktur sehingga lebar lapisan aromatik arang aktif mengecil dan jumlah lapisan aromatik (N) bertambah. Pemanasan dengan waktu aktivasi lebih lama cenderung mengubah struktur arang aktif menjadi lebih kristalin, sedangkan perendaman dengan KOH mempengaruhi struktur kristalin arang aktif menjadi lebih amorf dibanding tanpa perendaman. Banyak penelitian terdahulu menunjukkan bahwa proses aktivasi menyebabkan struktur kristalit arang aktif lebih amorf dari arangnya, terutama akibat pengaruh suhu dan lama aktivasi (Chung 2001; Kercher dan Nagle 2003; Pari 2004; Hendra dan Darmawan 2007). Pada penelitian ini arang aktif yang diperoleh justru lebih kristalin dari arangnya dan derajat kristalinitasnya makin meningkat dengan bertambahnya lama aktivasi (Tabel 7). Marsh dan Rodriguez-Reinoso (2006) menyatakan bahwa karbon/arang aktif tidaklah mutlak merupakan suatu zat padat yang amorfus. Dalam penelitian ini, kombinasi perlakuan aktivasi yang dilakukan ternyata meningkatkan nilai kristalinitas arang aktif yang dihasilkan. Perbedaan perlakuan aktivasi tentunya dapat memberikan hasil yang berbeda. Struktur amorf lebih berpeluang untuk membentuk celah di antara kristalit sehingga dapat meningkatkan porositasnya. Struktur kristalit hanya merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan adsorpsi pada arang aktif. Meskipun secara mikroskopis strukturnya lebih kristalin, kemampuan daya serap arang aktif tetap jauh lebih besar dari arangnya (Tabel 6). Hal ini dapat terjadi karena struktur fisik makro seperti jumlah pori dan luas permukaan, serta gugus pengaktif pada permukaan arang aktif, lebih berperan dalam mendukung kemampuan adsorpsi arang aktif yang dihasilkan. 42 4.1.4 Konduktivitas Listrik Konduktivitas merupakan ukuran ilmiah tentang kemampuan material dalam mengalirkan arus listrik yang melaluinya. Nilai konduktivitas arang aktif pada penelitian ini berkisar antara 0.108 hingga 13.337 S/m, atau 9.26 - 0.075 Ωm dalam nilai resistivitas. Arang tempurung kelapa dan sengon memiliki nilai konduktivitas yang sangat kecil dibanding arang aktifnya, di mana secara berturut memiliki konduktivitas rata-rata 5.5 x 10-3 dan 6.16 x 10-5 S/m atau resistivitas rata-rata 1.82 x 102 dan 1.62 x 104 Ωm. Menurut Chattopadhyay et al. (1989), pada temperatur kamar tahanan konduktor yang baik adalah sekitar 10-8 Ωm, sedangkan tahanan semikonduktor berkisar dari 10-5 sampai 104 Ωm. Berdasarkan nilai resistivitas tersebut, arang dan arang aktif yang dihasilkan pada penelitian ini termasuk dalam jenis bahan semikonduktor. Namun arang sengon sudah hampir berada pada batas nilai isolator karena orde resistivitasnya mencapai 104 Ωm. Semikonduktor adalah atom yang berisi empat elektron valensi. Karena jumlah elektron valensi semikonduktor berada di antara konduktor (satu) dan isolator (delapan), maka atom semikonduktor bukan konduktor ataupun isolator yang baik. Karbon adalah salah satu bahan semikonduktor yang banyak digunakan, terutama untuk membuat resistor dan potensiometer (Widodo 2002). Dari keseluruhan sampel arang aktif, konduktivitas tertinggi diperoleh pada arang aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH, dengan lama aktivasi uap 80 menit. Sesuai dengan kadar karbon terikatnya (Tabel 5), arang aktif ini juga memiliki kadar karbon tertinggi dibanding sampel lainnya. Ini berarti jumlah senyawa non karbon yang dikandungnya lebih sedikit, karena permukaan arang aktif dan pori-porinya tidak begitu banyak tertutup oleh senyawa atau kotoran lain. Dengan demikian, penghantaran listrik dapat lebih mudah terjadi dan meningkatkan nilai konduktivitas listriknya. Berdasarkan hasil tersebut, arang dan arang aktif tempurung kelapa pada penelitian ini memiliki potensi tidak hanya sebagai adsorben, namun juga dapat diaplikasikan pada bidang industri elektronik. Berdasarkan Gambar 17 dan 18, konduktivitas tertinggi diperoleh pada arang aktif tempurung kelapa dengan perendaman KOH dan lama aktivasi 80 menit (AAT KOH-80). Seluruh arang aktif sengon memiliki nilai konduktivitas lebih rendah dari arang aktif tempurung kelapa, namun nilai tertinggi untuk 43 sengon juga diperoleh pada arang aktif yang direndam KOH, dengan lama aktivasi uap 110 menit (AAS KOH-110). Dilihat dari kadar karbon terikat pada Tabel 5, kemurnian karbon pada arang aktif tempurung kelapa lebih besar dibanding sengon, hal inilah yang mempengaruhi lebih tingginya nilai konduktivitas arang aktif tempurung kelapa. Konduktivitas (S/m) 16.0 Arang TKP 14.0 AAT KOH‐80 12.0 AAT KOH‐110 AAT‐80 10.0 AAT‐110 8.0 Arang Sengon 6.0 AAS KOH‐80 4.0 AAS KOH‐110 AAS‐80 2.0 AAS‐110 0.0 10 100 1000 10000 100000 1000000 10000000 Frekuensi (Hz) Gambar 17 Konduktivitas arang dan arang aktif pada berbagai frekuensi 16 Konduktivitas (S/m) 14 13.34 11.65 12 8.72 10 9.52 8.08 8 5.70 6 7.47 6.09 4 2 5.2E‐03 3.76E‐07 0 Gambar 18 Perbandingan nilai konduktivitas arang dan arang aktif pada frekuensi 100 kHz. Aktivasi kimia dengan perendaman KOH juga mampu meningkatkan konduktivitas, karena adanya donor kation K+ yang dapat berikatan dengan karbon aktif. Kalium adalah atom dengan elektron valensi satu, merupakan unsur 44 dalam golongan metal, di mana sebagian besar metal merupakan konduktor atau penghantar listrik yang sangat baik. Dengan adanya unsur kalium pada arang aktif, maka nilai konduktivitas listrik arang aktif yang terukur juga meningkat. Berdasarkan Gambar 17, terlihat nilai konduktivitas arang aktif meningkat seiring bertambahnya frekuensi. Tegangan listrik pada arus bolak-balik dipengaruhi oleh frekuensi, sebagaimana persamaan: V = Vmaks sin ω t (27) ω = 2π f (28) dengan di mana V adalah tegangan terukur (V), Vmaks adalah tegangan pada saat amplitudo maksimum (V), ω adalah percepatan sudut (rad/s), t adalah waktu (s), dan f adalah frekuensi (Hz). Hukum Ohm menyatakan bahwa besarnya arus I (Ampere), yang melalui konduktor sebanding dengan tegangan yang diberikan (V ~ I), yang dirumuskan sebagai: V = I R (29) dengan R adalah hambatan bahan (ohm), yang bernilai konstan jika bahan adalah penghantar logam. Namun nilai hambatan dan resistivitas bisa berubah akibat perubahan suhu, yang terjadi pada jenis penghantar yang bersifat nonohmik Koefisien resistivitas karbon (α) adalah -50 x 10-3/oC. Tanda minus menunjukkan resistivitas karbon berkurang dengan kenaikan temperatur (Halliday dan Resnick 1993; Giancoli 2001). Ini berarti bahwa resistivitas karbon turun sebesar 50 x 10-3 atau 5% setiap kenaikan 1 oC. Pada penelitian ini, pengukuran dilakukan pada suhu ruang tanpa memberikan variasi suhu. Dengan demikian, perubahan nilai parameter yang terukur hanya dipengaruhi oleh frekuensi. Semakin tinggi frekuensi dari arus bolak-balik yang diberikan, semakin besar pula arus listrik yang mengalir pada bahan, sehingga konduktivitas listrik terukur juga meningkat. Namun nilai konduktivitas ini mulai menurun pada frekuensi di atas 100 000 Hz. Jatuhnya nilai konduktivitas disebabkan oleh adanya fenomena efek kulit (skin-effect), yang terjadi ketika bahan penghantar listrik diberi arus AC dengan frekuensi sangat tinggi. Skin-effect adalah peristiwa di mana arus listrik bolak-balik dengan 45 frekuensi tinggi cenderung mengalir di dekat permukaan luar penghantar, sehingga menimbulkan efek peningkatan hambatan. Pada bidang elektronika, fenomena ini bisa dimanfaatkan untuk memperoleh impedansi atau hambatan karbon yang lebih efektif untuk aplikasi tertentu (D'Amore et al. 2010). Berdasarkan Gambar 17 dan 18, konduktivitas arang tempurung kelapa dan sengon jauh lebih rendah dari arang aktifnya. Grafik keduanya terlihat menempel pada sumbu x kurva, yang menunjukkan nilai konduktivitas sangat rendah mendekati nol. Agar bentuk respon konduktivitas terhadap frekuensi bisa lebih terlihat jelas, kurva tersendiri untuk kedua jenis arang ditampilkan pada Gambar 19. Konduktivitas (S/m) 1.6E‐02 1.4E‐02 Arang TKP 1.2E‐02 Arang Sengon 1.0E‐02 8.0E‐03 6.0E‐03 4.0E‐03 2.0E‐03 0.0E+00 10 100 1000 10000 100000 1000000 10000000 Frekuensi (Hz) Gambar 19 Grafik hubungan antara frekuensi terhadap konduktivitas arang Gambar 19 menunjukkan bahwa konduktivitas arang tempurung kelapa lebih tinggi dibandingkan arang sengon. Merujuk pada kadar zat terbang arang yang tinggi (Tabel 5), yang menunjukkan masih banyaknya senyawa selain karbon yang menutupi permukaan arang, hal ini tentunya akan mempengaruhi kemampuan penghantaran listriknya. Meskipun karbon bersifat semi penghantar, namun zat-zat pengotor yang masih melekat pada arang dapat menghambat aliran listrik, sehingga nilai pengukuran konduktivitas menurun. Hal ini sejalan dengan penelitian Daud et al. (1990), yang mendapatkan bahwa polarisasi bahan lignin yang belum terurai sempurna dan terjebak dalam pori tertutup saat proses preparasi sampel, ikut mempengaruhi nilai konduktivitas arang aktif tempurung 46 kelapa. Respon frekuensi dari logaritma konduktivitas menunjukkan pola yang datar pada frekuensi dan suhu tertentu. Dengan demikian, perbedaan jenis bahan juga mempengaruhi konduktivitas arang dan arang aktif yang dihasilkan. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, komponen kayu sengon lebih didominasi oleh selulosa, sedangkan tempurung kelapa lebih didominasi oleh lignin. Fenomena skin-effect tidak terjadi pada arang tempurung kelapa dan arang sengon karena keduanya lebih isolator dibanding arang aktifnya, sehingga meski diberikan arus bolak-balik pada frekuensi di atas 100 000 Hz, nilai konduktivitas masih terus meningkat. 4.1.5 Morfologi Arang Aktif Hasil foto SEM arang dan arang aktif dengan perbesaran 500 kali, ditampilkan pada Gambar 20. Dari gambar 20 a dan e, terlihat bahwa pada permukaan tempurung kelapa dan kayu sengon yang belum dikarbonisasi, belum menunjukkan adanya pori, karena permukaan tempurung masih tertutup oleh senyawa hidrokarbon. Setelah mengalami proses pengarangan, pori mulai terbentuk (Gambar 20 b dan f). Komponen holoselulosa dan lignin pada bahan baku mulai terdegradasi akibat pemanasan, yang menghasilkan produk gas (antara lain CO2, H2, CO, CH4, dan benzena), produk cair (hidrokarbon, tar, dan air), serta produk padatan berupa arang (Vigouroux 2001). Proses aktivasi ternyata mampu membuka pori arang aktif lebih banyak. (Gambar 20 c, d, g dan h). Dengan semakin banyaknya pori yang terbuka akibat penguapan senyawa yang menutupi pori arang, maka daya serap arang aktif jauh meningkat (Tabel 6). Meskipun pada foto SEM arang aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH (d), terlihat masih terdapat kadar abu yang mengotori permukaan luar arang aktif, tetapi pada kenyataannya memiliki jumlah pori lebih banyak dibanding arang aktif dengan perendaman KOH (c). Karena porositasnya yang lebih besar, maka kemampuan adsorpsinya juga lebih tinggi, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 6. Berdasarkan diameter pori yang terbentuk, arang aktif yang dihasilkan tergolong dalam struktur makropori, karena secara rata-rata memiliki diameter lebih besar dari 0.025 μm. Arang aktif sengon memiliki makropori yang lebih besar dibanding arang aktif tempurung kelapa. 47 (a) Tempurung kelapa (e) Kayu sengon (b) Arang tempurung kelapa (f) Arang Sengon (c) AAT KOH-110 (g) AAS KOH-110 (d) AAT-110 (h) AAS-110 Gambar 20 Foto SEM permukaan tempurung kelapa, kayu sengon, serta arang dan arang aktifnya 48 4.2 Membran Polisulfon didadah Karbon Aktif 4.2.1 Sintesis Membran Proses inversi fasa merupakan metode yang umum digunakan dalam pembuatan membran. Teknik ini melibatkan tiga komponen yaitu polimer, pelarut, dan non pelarut. Penggunaan metode ini memungkinkan diperolehnya struktur morfologi membran yang rapat dan berpori (Mulder 1996). Menurut Porter (1990), konsentrasi polimer akan mempengaruhi struktur membran. Semakin tinggi konsentrasi polimer, maka struktur membran akan semakin asimetris. Untuk itu konsentrasi polimer polisulfon, ketebalan membran, tekanan trans membran, dan temperatur dibuat tetap, agar kinerja membran hanya dipengaruhi oleh variasi tingkat konsentrasi pendadahan karbon aktif. Pembuatan membran polisulfon dilakukan dengan mencampurkan bahan polimer polisulfon dan karbon aktif sebagai bahan terlarut, dengan pelarut dimethylacetamid (DMAc). Dari teknik pembuatan membran yang dilakukan, membran yang dihasilkan adalah membran berpori karena bahan non pelarut yang digunakan adalah air. Membran digolongkan ke dalam membran asimetrik jika struktur pori yang dihasilkan tidak seragam. Menurut Romli et al. (2006), membran yang dibentuk dari proses inversi fasa menghasilkan membran jenis ultrafiltrasi. Secara fisik, membran polisulfon murni tanpa karbon aktif terlihat berwarna putih (PSM), sedangkan membran dengan pendadahan berwarna abuabu, akibat adanya kandungan karbon aktif yang secara fisik berwarna hitam akibat proses karbonisasi. Konsentrasi pendadahan yang lebih tinggi menyebabkan warna membran semakin gelap (Gambar 21). Teknik inversi fasa pada prinsipnya merupakan perubahan fasa cair menjadi fasa padat. Fasa padat menghasilkan membran dengan dua lapisan, yaitu lapisan aktif dan lapisan penyangga. Romli et al. (2006) menyatakan bahwa saat pembentukan fase padat membran, pelarut DMAc berdifusi keluar membran sehingga terbentuk lapisan tipis pada permukaan atas membran. Lapisan ini disebut lapisan aktif karena kekurangan DMAc akibat difusi, sehingga hanya sedikit pori yang terbentuk. Sedangkan pada lapisan bawah terbentuk lapisan pasif 49 atau lapisan penyangga yang kaya akan DMAc karena sulitnya pelarut tersebut untuk berdifusi ke udara, sehingga pori yang terbentuk lebih banyak daripada lapisan aktif. Kedua lapisan ini dapat dengan mudah dibedakan pada membran, di mana lapisan aktif yang berpori kecil merupakan bagian membran dengan sisi mengkilap (tight side), dan sisi membran dengan lapisan pasif yang berpori besar (loose side) terlihat buram. I II PS Murni PST 2% PST 6% PSS 2% PSS 6% Gambar 21 Perbedaan warna membran akibat perbedaan tingkat kandungan karbon aktif (I: sisi lapisan pasif; II: sisi lapisan aktif) Membran hasil pencetakan, yang telah tergelatinasi menjadi fase padat, tetap disimpan dalam air (media pencelupnya) agar kelembaban terjaga. Jika membran dibiarkan kering, dapat terjadi kerusakan struktur sehingga tidak dapat lagi digunakan dalam filtrasi. Membran yang kering akan mengalami kerusakan bagian dalam, karena pelarut di bagian dalam membran memuai, sehingga terjadi kerusakan dalam komposisi membran. Kelembaban membran adalah faktor penting yang harus dijaga agar struktur membran tidak rusak. Oleh karena itu, membran sebaiknya selalu disimpan dalam lingkungan bersuhu rendah. 4.2.2 Fluks Air Membran Permeabilitas membran dinyatakan sebagai aliran fluks permeat melewati membran tiap satu satuan waktu (Kertesz et al. 2009). Fluks atau kecepatan permeat merupakan salah satu parameter yang menentukan pada kinerja membran. Fluks didefinisikan sebagai ukuran kecepatan suatu partikel yang melewati membran per satuan waktu dan luas permukaan, dengan gradien gaya dorong pada membran (Scott dan Huges 1996). Pengukuran fluks permeat 50 bertujuan untuk mengetahui pola aliran membran dan sebagai indikasi adanya fouling atau kebocoran pada membran. Penelitian ini menggunakan air destilasi sebagai filtrat. Fluks membran ditampilkan pada Gambar 22. Membran polisulfon yang didadah arang aktif sengon 2% (PSS 2%), memberikan nilai fluks tertinggi dengan rata-rata fluks 0.174 L/m2s atau 624.99 L/m2h. Nilai ini meningkat dari fluks membran polisulfon tanpa dadah (PS Murni), dengan nilai rata-rata fluks 0.112 L/m2s atau 401.64 L/m2h. Pendadahan membran dengan arang aktif tempurung kelapa, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai fluks. Pendadahan dengan konsentrasi lebih tinggi (6%) tidak cukup meningkatkan fluks, bahkan menurun pada dadah arang aktif tempurung kelapa konsentrasi 6% (PST 6%). Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi arang aktif yang digunakan, sehingga membran mulai jenuh. PS Murni PST 6% PSS 6% 0.250 Fluks (L/m2s) 0.200 PST 2% PSS 2% 0.150 0.100 0.050 0.000 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Waktu Operasi (sekon) Gambar 22 Grafik fluks membran terhadap waktu operasi Seluruh fluks air pada penelitian ini menunjukkan sedikit penurunan pada dua menit pertama waktu operasi. Ini merupakan ciri khas fluks dari tiap membran ketika baru dialirkan permeat. Hal ini diduga dapat terjadi akibat perubahan struktur dalam membran akibat penembusan air. Setelah beberapa lama, fluks akan mulai konstan jika fouling atau penyumbatan pori membran tidak terjadi. Fouling dapat terjadi pada semua proses filtrasi membran. Gejala ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya pembentukan gel dan polarisasi 51 konsentrasi. Gel terbentuk dari molekul-molekul yang tertahan oleh membran pada permukaan membran. Polarisasi konsentrasi terjadi akibat meningkatnya konsentrasi larutan umpan di sekitar permukaan membran (Mulder 1996). Jika keadaaan ini terjadi, membran dapat mengalami penyumbatan dan jumlah permeat yang dihasilkan akan berkurang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi fluks adalah jumlah dan ukuran pori membran, serta kecepatan aliran dan konsentrasi larutan umpan. Semakin besar ukuran pori membran, fluksnya akan semakin tinggi. Semakin tinggi kecepatan aliran umpan, dan semakin rendah konsentrasi larutan umpan, maka fluks juga akan semakin tinggi (Romli et al. 2006). Pada penelitian ini filtrat yang digunakan adalah air destilasi yang bersih dari zat pengotor. Jika dilihat dari karakteristik fluks awal membran yang masih stabil dan tinggi, kemungkinan terjadinya fouling masih kecil. Ini disebabkan karena hampir tidak ada zat pengotor yang dapat menyumbat pori-pori membran. Namun demikian, peluang fouling tetap ada karena struktur dalam membran bisa berubah akibat interaksi dengan air yang memberikan tekanan pada membran, dan daya tahannya menurun seiring bertambahnya waktu operasi. Fluks air yang diperoleh dari penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan fluks air dari membran polisulfon yang dibuat dan diteliti oleh Romli et al. (2006). Untuk jenis membran polisulfon murni dengan konsentrasi yang sama (12%), pada tekanan operasi 0.7 bar, diperoleh nilai fluks tertinggi mendekati 300 L/m2.jam, sedangkan pada penelitian ini polisulfon murni yang dibuat memiliki rata-rata fluks 401.64 L/m2h. Dengan penambahan dadah arang aktif sengon 2%, fluks ini meningkat menjadi 624.99 L/m2h, atau dua kali lipat dari membran polisulfon 12% yang dibuat oleh Romli et al. (2006). Metode pembuatan membran yang digunakan juga metode inversi fasa, namun teknik penyiapan larutan dan pencetakan sedikit berbeda, sehingga menghasilkan karakteristik fluks yang berbeda pula. Kesimpulan yang dapat ditarik dari perbandingan ini adalah, pendadahan membran dengan karbon aktif (dalam hal ini sengon 2%), ternyata dapat meningkatkan nilai performa membran pada fluksnya. Meskipun membran belum diuji dengan air kotor atau air tercemar, membran yang dihasilkan pada penelitian ini memberikan prospek yang baik. 52 Pendadahan membran dengan karbon aktif ternyata mampu mengubah karakteristik membran, dan mampu meningkatkan fluks pada membran PSS 2%. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu keras, tempurung kelapa, kelapa sawit, dan batubara dapat menghasilkan arang aktif dengan berat jenis tinggi, yang penggunaannya sesuai untuk penyerapan gas. Sedangkan bahan baku dengan kadar selulosa dan hemiselulosa tinggi, serta tekstur lunak seperti kayu lebih cocok diterapkan pada penyerapan cairan (Sudradjat dan Soleh 1994). Sesuai dengan hasil dalam penelitian ini, fluks air yang lebih tinggi pada membran PS-Sengon, menunjukkan bahwa membran ini lebih cocok diaplikasikan untuk filtrasi air, dibanding membran PS-TKP. Namun demikian, bukan berarti membran PS-TKP tidak dapat diaplikasikan dalam proses filtrasi air, apalagi membran ini juga berpeluang diaplikasikan dalam proses separasi gas. Dengan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, membran akan dapat diaplikasikan sesuai kebutuhan dan sesuai kontaminan yang ingin dihilangkan. 4.2.3 Derajat Pengikatan Air Derajat pengikatan air merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap kinerja membran, khususnya untuk filtrasi air. Nilai ini dapat menentukan sifat fisik membran terhadap ketahanannya dengan air. Derajat pengikatan air membran ditampilkan pada Gambar 23. Nilai pengikatan air menurun dengan diberikannya dadah arang aktif. Nilai terendah diperoleh pada membran polisulfon yang didadah arang aktif sengon 2% (PSS 2%). Derajat pengikatan air yang rendah berkorelasi dengan nilai fluksnya yang tinggi, karena membran ini lebih mudah meloloskan air yang melaluinya. Menurut Radiman (2002), polisulfon merupakan salah satu jenis polimer yang banyak digunakan dalam teknologi membran karena memiliki kestabilan kimia dan termal yang cukup baik. Polisulfon cenderung bersifat hidrofobik karena mempunyai gugus aromatik pada struktur kimianya dan memiliki kelarutan yang rendah dalam larutan alifatik rendah, tetapi masih bisa larut dalam pelarut polar. Sifat hidrofobik ini menyebabkan permeabilitasnya tidak terlalu baik untuk sistem larutan air. Membran polisulfon yang didadah karbon aktif pada penelitian ini ternyata menunjukkan peningkatan sifat hidrofobik. 53 Pengikatan air, W (%) 80 67.28 66.55 64.35 60 52.17 59.53 40 20 0 PS PST 2% PST 6% Murni PSS 2% PSS 6% Jenis Membran Gambar 23 Derajat pengikatan air tiap membran Sifat hidrofilitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja membran dalam proses pemisahan larutan air (Kulkarni et al. 1996). Menilik kembali nilai daya serap arang aktif terhadap kloroform (Tabel 6) yang cenderung rendah (22 - 34%), maka arang aktif pada penelitian ini memiliki kepolaran yang rendah. Sifat kepolaran yang rendah menunjukkan bahwa arang aktif lebih bersifat hidrofobik, atau tidak suka air, sehingga tidak begitu baik dalam mengikat air yang merupakan pelarut polar. Hal inilah yang menyebabkan makin turunnya derajat pengikatan air membran dengan pendadahan karbon aktif. Arang aktif sengon memiliki daya serap kloroform lebih rendah, yang menun-jukkan sifat hidrofobik lebih tinggi dari arang aktif tempurung kelapa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh, di mana membran dengan dadah arang aktif sengon, memiliki derajat pengikatan air lebih rendah dari jenis membran lainnya. Sedikit ataupun banyaknya air yang diserap oleh membran, mempengaruhi nilai konduktivitas yang dihasilkan, dan akan mempengaruhi membran dalam aplikasinya. Membran dengan derajat pengikatan air rendah tidak hanya dapat digunakan untuk filtrasi air, tetapi juga sangat cocok untuk diaplikasikan sebagai membran fuel cell. Namun membran yang baik digunakan untuk aplikasi fuel cell adalah membran dengan derajat penyerapan atau pengikatan air kurang dari 50%. (Turner et al. 2006). Pada penelitian ini seluruh membran yang diperoleh memiliki nilai derajat pengikatan air di atas 50%, sehingga kurang tepat untuk aplikasi fuel cell, sebaliknya sudah cukup baik untuk aplikasi filtrasi air. 54 4.2.4 Kuat Mekanik Uji kekuatan mekanik membran dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat membran menahan tekanan dan tarikan. Membran dengan kekuatan mekanik lebih tinggi, akan lebih tahan lama saat proses filtrasi, khususnya pada tekanan operasi yang besar. Dari Gambar 24, membran polisulfon yang didadah arang aktif tempurung kelapa 2% (PST 2%), memiliki ketahanan tertinggi, baik terhadap gaya tekan maupun gaya tarik. Gaya Tekan 3.67 4 Gaya Tarik Gaya (N) 2.85 3 2.22 2.79 2.42 1.66 2 2.55 1.76 2.06 2.31 1 0 PS Murni PST 2% PST 6% PSS 2% Jenis Membran PSS 6% Gambar 24 Perbandingan kuat mekanik tiap membran Nilai kuat tarik dan tekan secara umum tidak memperlihatkan hubungan linear. Ketahanan mekanik membran dengan dadah sengon cenderung lebih rendah. Hal ini diduga terjadi akibat pengaruh sifat bahan baku, di mana tempurung kelapa memiliki berat jenis lebih tinggi (1.10) dibanding sengon. (0.39). Bahan dengan berat jenis lebih besar memiliki daya tahan lebih tinggi terhadap gaya eksternal. Oleh karena itu, ketika dijadikan bahan dadah, dapat meningkatkan kekuatan membran. 4.2.5 Konduktansi dan Porositas Grafik pengukuran konduktansi membran PST 6% ditunjukkan pada Gambar 25. Grafik membran lainnya ditampilkan pada Lampiran 3. Nilai pengukuran konduktansi menunjukkan seberapa besar kemampuan membran dalam meloloskan ion yang melewatinya. Sesuai Persamaan 1, nilai ini 55 dipengaruhi oleh geometri pori membran, wilayah di mana ion dapat melakukan proses mobilitas. Konduktansi berbanding lurus dengan suhu elektrolit, di mana semakin tinggi suhu, semakin besar mobilitas ion elektrolit melewati pori, sehingga semakin besar pula nilai konduktansi yang terukur. Grafik hubungan linear antara konduktansi dan perubahan suhu kemudian diplotkan ke dalam kurva. Dengan menggunakan persamaan matematis terkait, kemiringan kurva linear ini dapat digunakan untuk menentukan perubahan energi diri ion ΔU, dan dengan nilai tersebut kita dapat memperoleh nilai jari-jari pori membran yang dilewati ion. Dalam percobaan ini digunakan NaCl sebagai elektrolit. Karena membran pada penelitian ini merupakan jenis membran asimetri, di mana ukuran diameter pori tidak seragam, maka hasil pengukuran dan perhitungan yang diperoleh merupakan nilai rata-rata dari seluruh pori membran yang dapat dilalui oleh ion. Hasil perhitungan jari-jari pori membran ditampilkan pada Tabel 8. 1/T (K‐1) ln G (Siemens) ‐5.00 3.05E‐03 3.10E‐03 3.15E‐03 3.20E‐03 3.25E‐03 3.30E‐03 3.35E‐03 ‐5.10 ‐5.20 y = ‐2499.x + 2.643 R² = 0.998 ‐5.30 ‐5.40 ‐5.50 ‐5.60 ‐5.70 Gambar 25 Grafik hubungan antara temperatur dan konduktansi membran PST 6% Tabel 8. Jari-jari pori membran Jenis Membran PS Murni PST 2% PST 6% PSS 2% PSS 6% Jari pori rata-rata (nm) 0.460 0.609 0.498 0.470 0.478 56 Dari Tabel 8 terlihat bahwa jari pori rata-rata membran terbesar adalah pada membran PST 2%, kemudian membran PST 6%, masing-masing dengan ukuran 0.609 dan 0.498 nm. Radius rata-rata terkecil diperoleh pada membran PS Murni, sebesar 0.460 nm. Ini menunjukkan bahwa pendadahan mampu meningkatkan ukuran geometri pori membran, meskipun dengan perubahan yang tidak begitu besar. Geometri pori yang lebih kecil tentunya berkorelasi dengan konduktansi membran yang lebih kecil. Nilai konduktansi ini ternyata berkaitan pula dengan jenis bahan dadahnya. Dari nilai konduktivitas listrik arang aktif pada Gambar 17, konduktivitas sengon lebih rendah daripada tempurung kelapa. Demikian pula hasil yang diperoleh pada pengukuran ini, di mana radius pori rata-rata yang diperoleh juga lebih kecil. Nilai konduktivitas sengon dan tempurung kelapa sebagai bahan dadah tentunya ikut berperan pada nilai konstanta dielektrik bahan membran, sehingga mempengaruhi mobilitas ion pada membran (sesuai Pers. 2 dan Pers. 3). Berdasarkan penurunan persamaan pada unit 2.1.3. tentang konduktansi membran, pengaruh nilai konduktansi ini tentunya telah terintegrasi menjadi satu kesatuan dengan parameter lainnya, dalam mempengaruhi nilai mobilitas ion. 4.2.6 Morfologi Membran Distribusi pori suatu membran ditentukan oleh bahan dasar membran, waktu presipitasi, dan jenis koagulan (pelarut) yang digunakan. Namun keteraturan pori yang ideal pada membran polimer sulit didapatkan. Salah satu cara untuk mengetahui distribusi pori suatu membran adalah dengan menggunakan mikroskop elektron atau SEM. Hasil foto SEM membran disajikan pada Gambar 26. Terlihat struktur penampang atas (lapisan penyangga), bawah (lapisan aktif), dan samping dari membran polisulfon murni (Gambar 26A) identik dengan membran didadah arang aktif tempurung kelapa 2% (Gambar 26C). Hal ini sesuai dengan hasil karakterisasi sebelumnya, di mana nilai fluks, derajat pengikatan air dan kuat mekanik kedua jenis membran tidak jauh berbeda. 57 B A A C I B C II B A C III Gambar 26 Foto SEM morfologi membran (I. penampang atas, II. bawah, III. samping; A. membran PS Murni, B. PS-Sengon 2%, C. PS-TKP 2%) Dari penampang lintangnya, membran PS Murni dan Membran PST 2% yang dihasilkan memiliki bentuk pori menjari, dengan ukuran pori yang tidak seragam. Ini menunjukkan bahwa membran yang dihasilkan merupakan tipe membran asimetri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Romli et al. (2006), yang menyatakan bahwa struktur membran yang dihasilkan dari metode inversi fasa adalah tipe asimetrik. Dengan menggunakan foto SEM, ukuran pori permukaan membran dapat diperkirakan dengan perbandingan skala bar. Untuk foto SEM membran sengon PSS 2%, terlihat memiliki diameter pori permukaan aktif yang paling besar, yakni sekitar 5 μm. Ukuran ini lebih besar dibanding pori PS Murni dan PST2% yang berukuran + 3 μm. Meskipun secara perhitungan teori dari sub bab sebelumnya, menunjukkan bahwa membran PSS 2% memiliki diameter pori rata-rata lebih kecil dibanding membran PST 2% dan PST 6%, ukuran pori pada permukaan membran tidak dapat digunakan secara pasti untuk menentukan nilai porositas membran. Hal ini karena ukuran pori membran asimetri berbeda dari permukaan 58 ke sub permukaan, hingga ke permukaan dalamnya. Inilah yang menjadi ciri khas membran asimetri. Meskipun porositasnya sedikit lebih kecil karena diameter pori rataratanya juga kecil, fluks air membran PSS 2 % menunjukkan nilai lebih tinggi. Ini dapat terjadi karena pori yang lebih memberi peran dalam membangun sifat permeabilitas membran adalah pori dengan ukuran besar, meskipun secara keseluruhan membran tersebut memiliki porositas yang kecil. Pori yang lebih besar tidak mudah fouling atau tersumbat dibanding pori halus. Dengan demikian, proses perjalanan filtrat melalui membran akan cenderung melalui pori yang lebih besar, ketika sebagian besar pori halus telah mengalami fouling. Membran yang didadah arang aktif sengon (Gambar B) menunjukkan adanya pori dan fraktur pada permukaan atasnya. Hal inilah yang mempengaruhi tingginya nilai fluks membran, dan berkurangnya kekuatan mekanik membran yang didadah sengon. Pori pada lapisan aktif membran sengon yang lebih besar, akan sangat mempengaruhi fluks air yang menembus membran melewati pori. Bentuk penampang lintang membran PSS 2% juga menunjukkan bentuk yang berbeda, di mana tidak terlihat bentuk pori menjari yang teratur seperti pada PS Murni dan PS TKP 2%. Hal inilah yang mempengaruhi perbedaan nilai porositas membran PS sengon dengan membran PS TKP yang dibahas pada sub bab sebelumnya. 4.2.7 Analisis Struktur Kristalin Gambar 27 menunjukkan difraktogram dari tiga jenis membran, yakni; polisulfon murni (PS Murni), polisulfon didadah arang aktif tempurung kelapa 2% (PST 2%), dan didadah arang aktif sengon 2% (PSS 2%). Dari bentuk difraktogramnya, tidak terlihat adanya puncak yang tinggi dan tajam. Hanya ada satu puncak dengan intensitas yang sangat lebar dan landai di sekitar 2 18o, yang menunjukkan bahwa seluruh membran yang dihasilkan cenderung bersifat amorf. Hal ini mendukung fungsi membran sebagai media filtrasi ataupun separasi, yang membutuhkan ruang dalam penghantaran molekul atau ion yang melaluinya. 59 Gambar 27 Difraktogram membran Berdasarkan Gambar 27, terlihat tidak terjadi pergeseran yang berarti pada sudut puncak antara membran PS murni, PST 2% dan PSS 2%, namun terjadi sedikit perbedaan intensitas. Membran PSS 2% mempunyai intensitas lebih tinggi dibanding membran lainnya. Ini tentunya menunjukkan tingkat kristalinitas yang berbeda pula. Dari hasil analisis dengan software XRD7000, diperoleh nilai kristalinitas ketiga membran sebagaimana ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9 Kristalinitas membran Jenis Membran Kristalinitas (%) PS Murni PST 2% PSS 2% 45.92 39.96 49.15 Polimer polisulfon merupakan polimer dengan sttruktur amorf pada keadaan gelasnya (Kesting 1993). Membran polisulfon yang dihasilkan pun berstruktur amorf. Difraktogram menunjukkan tidak adanya puncak karbon baik pada membran PS TKP ataupun PS Sengon. Ini menunjukkan bahwa struktur amorf polimer lebih mendominasi pada membran yang diperoleh, karena kandungan polimer yang digunakan juga lebih besar (12%) dibanding konsentrasi karbon aktifnya (2 dan 6%). 60 61 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Proses pembuatan arang aktif dari bahan baku tempurung kelapa dan kayu sengon berhasil dilakukan dengan baik, di mana hasil uji kualitas yang diperoleh untuk seluruh arang aktif, telah memenuhi SNI 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis, kecuali untuk daya serap benzena dan sebagian daya serap iod. Proses aktivasi dengan variasi perendaman kimia dan lama waktu aktivasi uap, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan pola struktur kristalit, penampakan morfologi permukaan dan konduktivitas arang aktif, sehingga mampu meningkatkan kualitas arang aktif dari arangnya. Berdasarkan daya serapnya, arang aktif tempurung kelapa dan kayu sengon dengan kualitas optimum diperoleh pada arang aktif tanpa perendaman KOH, dengan lama aktivasi uap 110 menit, sehingga dijadikan sebagai bahan dadah membran. Pendadahan membran polisulfon dengan arang aktif mampu mengubah karakteristik membran dan kemampuan membran dalam filtrasi air. Membran dengan fluks air tertinggi diperoleh pada membran didadah arang aktif sengon, dengan konsentrasi 2%. Nilai fluks air yang dihasilkan adalah 624.99 L/m2h. Hal ini berkorelasi dengan nilai derajat pengikatan airnya yang paling rendah (52.17%). Membran dengan dadah arang aktif sengon juga memiliki kekuatan mekanik lebih rendah, serta bentuk morfologi yang cukup berbeda dibanding membran polisulfon murni dan membran didadah arang aktif tempurung kelapa. 5.2 Saran Membran polisulfon dengan dadah karbon aktif sengon konsentrasi 2%, dapat diaplikasikan sebagai membran filtrasi untuk pembersihan air, namun diperlukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut terhadap selektifitas dan pemilihan jenis filtrat yang sesuai dengan karakteristik membran. 62 63 DAFTAR PUSTAKA Ansari R, Mohammad-Khah A. 2009. Activated charcoal: preparation, characterization and applications: a review article. International Journal of ChemTech Research 1(4):859-864. Atkins PW. 1997. Kimia Fisika. Jilid 1, Edisi ke-4. Kartohadiprojo II, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Awwad NS, Daifuallah AAM, Ali MMS. 2008. Removal of Pb2+, Cd2+, Fe3+, and Sr2+ from aqueous solution by selected activated carbons derived from date pits. Solvent Extraction and Ion Exchange 26:764-782. Baker RW. 2004. Membrane Technology and Application. 2nd Edition. England: Wiley. Bansode RR, Losso JN, Marshall WE, Rao RM, Portier RJ. 2003. Adsorption of volatile organic compound by pecan shell and almond shell-based granular activated carbons. Bioresource Technology 90(2):175-184. Benaddi H, Bandosz TJ, Jagiello J, Schwarz JA, Rouzaud JN, Legras D, Benguin F. 2000. Surface functionality and porosity of activated carbon obtained from chemical activation of wood. Carbon 38:669-674. Berube PR, Mavinic DS, Hall ER, Kenway SE, Roett K. 2002. Evaluation of adsorption and coagulation as membrane pretreatment steps for the removal of organic material and disinfection-by-product precursors. Journal Environmental Engineering Science 1:465-476. Bonelli PR, Rocca PAD, Cerrela EG, Cukierman AL. 2001. Effect of pyrolysis temperature on composition, surface properties, and thermal degradation rates of Brazil nut shell. Bioresource Technology 76:15-22. Brunet L, Lyon DY, Zodrow K, Rouch JC, Caussat B, Serp P, Remigy JC, Wiesner MR, Alvarez PJJ. 2008. Properties of membranes containing semi-dispersed carbon nanotubes. Environmental Engineering Science 25(4):565-575. Campos C, Marinas BJ, Snoeyink VL, Baudin I, Laine JM. 2000. PAC-Membrane filtration process. II:Model Application. Journal of Environmental Engineering 126(2):104-111. Chattopadhyay D, Rakshit PC, Saha B, dan Purkait NN. 1989. Dasar Elektronika. Sutanto, penerjemah; Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Foundations of Electronic. Chelme-Ayala P, Smith DW, El-Din MG. 2009. Membrane concentrate management options: a comprehensive critical review. Canadian Journal of Civil Engineering 36:1107-1119. Choon AN, Sun D, Fane AG. 2006. Operation of membrane bioreactor with powdered activated carbon addition. Separation Science and Technology 41:1447-1466. 64 Chung WL. 2001. Preparation of conductive carbon with high surface area. Carbon 39:39-44. D’Amore M, Sarto MS, D’Aloia AG. 2010. Skin-effect modeling of carbon nanotube bundles: the high-frequency effective impedance. Di dalam: Electromagnetic Compatibility (EMC), 2010 IEEE International Symposium; Fort Lauderdale, Florida, 25-30 Jan 2010. Florida: Institute of Electrical and Electronics Engineers. hlm 847-852. Daud WMA, Ali WSW. 2004. Comparison of pore development of activated carbon produced from palm shell and coconut shell. Bioresource Technology 93:63-69. Daud WM, Badri M, Mansor H. 1990. Possible conduction mechanism in coconut-shell activated carbon. Journal of Applied Physics 67(4):19151917. Devi R. 2010. Innovative technology of COD and BOD reduction from coffee processing wastewater using avocado seed carbon (ASC). Water Air Soil Pollut 207:299-306. Djatmiko B, Ketaren S, Setyahartini S. 1985. Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Bogor: Agro Industri Press, IPB. Drozdov VA, Baklanova ON, Likholobov VA, Chirkova OA, Gulyaeva TI. 2009. Developing the synthesis of homogeneously microporous carbon membranes for selective extraction and accumulation of organic molecules with a carbon unit as a carrier. Protection of Metals and Physical Chemistry of Surface 45(2):191-196. Giancoli DC. 2001. Fisika. Edisi kelima. Hanum Y, Arifin I, penerjemah; Hardani HW, Simarmata SL, editor; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physics Fifth Edition. Halliday D, Resnick R. 1993. Fisika. Jilid 2, edisi ketiga. Silaban P, Sucipto E, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physics 3rd edition. Hartomo AJ, Widiatmoko MC. 1994. Teknologi Membran Pemurnian Air. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Hartoyo, Hudaya N, Fadli, 1990. Pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa dan kayu bakau dengan cara aktivasi uap. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 8(1):8-16. Hartoyo, Pari G. 1993. Peningkatan rendeman dan daya serap arang aktif dengan cara kimia dosis rendah dan gasifikasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 11(5):205-208. Hayashi J, Horikawa T, Takeda I, Muroyama K, Ani FN. 2002. Preparing activated carbon from various nuthshell by chemical activation with K2CO3. Carbon 40:2381-2386. Hendra D, Darmawan S. 2007. Sifat arang aktif dari tempurung kemiri. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 25(4):291-302. 65 Hu AY, Stuckey DC. 2007. Activated carbon addition to a submerged anaerobic membrane bioreactor: effect on performance, transmembrane pressure, and flux. Journal of Environmental Engineering 133(1):73-80. Hudaya N, Hartoyo. 1990. Pembuatan arang aktif dari tempurung biji-bijian asal tanaman hutan dan perkebunan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 8(4):146-149. Husain A, Ashhar MM, Javed I. 2009. Treatment of Electroplating Waste Water by Adsorption using Activated Charcoal. Di dalam: Proceeding of International Conference on Energy and Environment; India, 19-21 Mar 2009. Enviroenergy. hlm 148-150. Iguchi M. 1997. Practice of Polymer X-Ray Diffraction (Short-course Textbook). Bandung: Bandung Institute of Technology. Ismadji S, Sudaryanto Y, Hartono SB, Setiawan LEK, Ayucitra A. 2005. Activated carbon from char obtained from vacuum pyrolysis of teak dust: pore structure development and characterization. Bioresource Technology 96:1364-1369. Ismaeel AR, Edbey KM, Shagluf AM. 2010. Study of adsorption mechanism, mode, isotherms, and kinetics of dodecyl sulfate from raw drinking water on activated charcoal using pH measurements. International Journal of ChemTech Research 2(2):1214-1219. Kasher R. 2009. Membrane-based water treatment technologies: recent achievements and new challenges for a chemist. Bulletin of the Israel Chemical Society 24:10-18. Kegel FS, Rietman BM, Verliefde ARD. 2010. Reverse osmosis followed by activated carbon filtration for efficient removal of organic micropollutants from river bank filtrate. Water Science & Technology 61(10):2603-2610. Kercher A, Nagle DC. 2003. Microstructural evolution during charcoal carbonization by X-Ray diffraction analysis. Carbon 41:15-27. Kertesz S, Laszlo Z, Horvath Z, Hodur C. 2009. Clarification of dairy model wastewaters by membrane filtration. Series Chemistry 18(2):35-42. Kesting RE. 1993. Synthetic Polymerric Membranes: A Structural Perspective. 2nd Edition. England: Wiley. Komarayati S, Hendra D, Gusmailina. 1998. Pembuatan arang aktif dari biomassa hutan. Buletin Penelitian Hasil Hutan 16(2):61-68. Kulkarni A, Mukherjee D, Gill WN. 1996. Flux Enhancement by hidrophilization of thin film composite reverse osmosis membranes. Journal of Membrane Science 114:39-50. Lebeau T, Lelievre C, Buisson H, Cleret D, Van de Venter LW, Cote P. 1998. Immersed membrane filtration for the production of drinking water: Combination with PAC for NOM and SOCs removal. Desalination 117:219–231. 66 Lee HJ, Suda H, Haraya K. 2007. Preparation of carbon membranes derived from polymer blends in the presence of a thermally labile polymer. Separation Science and Technology 42:59-71. Li NN, Fane AG, Winston Ho WS, Matsuura T. 2008. Advance Membrane Technology and Applications. New Jersey: Wiley. Lienden CV, Shan L, Rao S, Ranieri E, Young TM. 2010. Metals removal from stormwater by commercial and non-commercial granular activated carbons. Water Environment Research 82(4):351-356. Lin CF, Huang YJ, Hao OJ. 1999. Ultrafiltration processes for removing humic substances: effect of molecular weight fraction on PAC treatment. Water Res 33(5):1252–1264. Londsdale HK. 1985. Phase diagram and membranes. Polymer Engineering Science 25:1074-1080. Marsh H, Rodriguez-Reinoso F. 2006. Activated Carbon. Netherlands: Elsevier. Matjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press. Mulder M. 1996. Basic Principle of Membrane Technology. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. Nunes SP, Peinemann KV. 2001. Membrane Technology in The Chemical Industry. Weinheim: Wiley-VCH. Pari G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai adsorben emisi formaldehida kayu lapis [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pari G. 1996. Kualitas arang aktif dari 5 jenis kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14(2):60-68. Pari G, Hendra D, Pasaribu RA. 2006. Pengaruh lama waktu aktivasi dan konsentrasi asam fosfat terhadap mutu arang aktif kulit kayu Acacia mangium. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(1):33-46. Pellegrino J. 2000. Filtration and ultrafiltration equipment and techniques. Separation and Purification Methods 29(1):91–118. Porter MC. 1990. Handbook of Industrial Membrane Technology. New Jersey: Noyes. Pruss-Ustun A, Bos R, Gore F, Bartram J. 2008. World Health Organization Reports. Geneva: WHO. Purwanto P, Purnama S, Purwanto S, Madesa T. 2007. Pengaruh CUI terhadap sifat konduktor ionik padat (CUI)x(AGI)1-x (x = 0.6 - 0.9). EMAS Jurnal Sains dan Teknologi 17(4):315-322. Radiman CL, Yuliany, Suendo V, 2002. Pengaruh Media Perendam Terhadap Permeabilitas Membran Polisulfon. Jurnal Matematika dan Sains 7(2):77-83. 67 Romli M, Suprihatin, Indrasti NS. 2006. Pengembangan Proses Pembuatan Membran Ultrafiltrasi Polimerik dengan Metode Inversi Fase: Efek Komposisi Larutan Polimer pada Struktur dan Kinerja Membran. Bogor: LPPM Institut Pertanian Bogor. Scott K. 1995. Handbook of Industrial Membranes: Membrane Materials, Preparation and Characterisation. Netherlands: Elsevier. Scott K, Hughes R. 1996. Industrial Membrane Seperation Technology. London: Blackie Academic and Professional. Sears K, Dumee L, Schutz J, She M, Huynh C, Hawkins S, Duke M, Gray S. Review: Recent developments in carbon nanotube membranes for water purification and gas separation. Materials 3:127-149. Simsek M, Cerny S. 1970. Active Carbon: Manufacture, Properties, and Application. New York: Elsevier. Smith JR, Dahlan K, Coster HGL. 1992. The estimation of pore diameters by electrical measurements. Di dalam: International Membrane Science and Technology Conference; Sydney, 10-12 Nov 1992. Sydney: University of New South Wales. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. Arang Aktif Teknis (SNI 06-3730-1995). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Sridhar S, Smitha B, Suryamurali R, Aminabhavi TM. 2008. Synthesis, characterization and gas permeability of an activated carbon-loaded PEBAX 2533 membrane. Designed Monomers and Polymers 11:17-27. Sukarjo. 1997. Kimia Fisik. Jakarta: PT. Aneka Cipta. Sudrajat R, Soleh S. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Tansel B. 2008. New Technologies for water and wastewater treatment: a survey of recent patents. Recent Patents on Chemical Engineering 1:17-26. Turner J, Haley B, Record KA. 2006. Conductivity measurements of synthesized heteropoly acid membranes for proton exchange membrane fuel cells. Journal of Undergraduate Research. Vigouroux RZ. 2001. Pyrolisis of biomass [disertasi]. Stockholm: Royal Institute of Technology. Wenten IG. 1999. Teknologi Membran Industrial. Bandung: Teknik Kimia ITB. Widodo TS. 2002. Elektronika Dasar. Jakarta: Penerbit Salemba Teknika. Xia S, Li X,Yao J, Dong B, Yao J. 2008. Application of membrane techniques to produce drinking water in China. Desalination 222:497-501. Yang W, Paetkau M, Cicek N. 2010. Improving the performance of membrane bioreactors by powdered activated carbon dosing with cost considerations. Water Science & Technology 62(1):172-179. 68 69 Lampiran 1 Sidik ragam sifat arang aktif Sumber Keragaman 1 Kuadrat tengah F hitung P Kadar air Jenis arang aktif Perendaman kimia Waktu aktivasi Jenis arang*Perendaman Jenis arang*Waktu Perendaman*Waktu Jenis arang*Perendaman*Waktu 74.305 1.827 7.234 4.402 0.298 7.969 18.317 560.5 13.78 54.57 33.21 2.25 60.11 138.17 0.000** 0.006** 0.000** 0.000** 0.172 0.000** 0.000** Kadar abu Jenis arang aktif Perendaman kimia Waktu aktivasi Jenis arang*Perendaman Jenis arang*Waktu Perendaman*Waktu Jenis arang*Perendaman*Waktu 30.1705 15.1644 0.2782 5.5162 0.2136 0.0034 2.1144 496.01 249.3 4.57 90.69 3.51 0.06 34.76 0.000** 0.000** 0.065 0.000** 0.098 0.818 0.000** 3 Kadar zat terbang Jenis arang aktif Perendaman kimia Waktu aktivasi Jenis arang*Perendaman Jenis arang*Waktu Perendaman*Waktu Jenis arang*Perendaman*Waktu 28.987 5.415 0.279 3.219 0.491 23.479 3.945 7.66 1.43 0.07 0.85 0.13 6.20 1.04 0.024* 0.266 0.793 0.383 0.728 0.037* 0.337 4 Karbon terikat Jenis arang aktif Perendaman kimia Waktu aktivasi Jenis arang*Perendaman Jenis arang*Waktu Perendaman*Waktu Jenis arang*Perendaman*Waktu 118.302 38.703 1.114 17.162 1.352 24.05 11.836 27.82 9.10 0.26 4.04 0.32 5.66 2.78 0.001** 0.017* 0.623 0.079 0.588 0.045* 0.134 5 Daya serap benzena Jenis arang aktif Perendaman kimia Waktu aktivasi Jenis arang*Perendaman Jenis arang*Waktu Perendaman*Waktu Jenis arang*Perendaman*Waktu 27.292 12.491 5.647 18.193 2.591 9.159 2.651 43.47 19.89 8.99 28.97 4.13 14.59 4.22 0.000** 0.002** 0.017* 0.001** 0.077 0.005** 0.074 2 70 Lampiran 1 Sidik ragam sifat arang aktif (Lanjutan) Sumber Keragaman 6 Kuadrat tengah F hitung P Daya serap kloroform Jenis arang aktif Perendaman kimia Waktu aktivasi Jenis arang*Perendaman Jenis arang*Waktu Perendaman*Waktu Jenis arang*Perendaman*Waktu 28.057 122.177 5.378 33.25 16.019 7.28 2.627 15.66 68.20 3.00 18.56 8.94 4.06 1.47 0.004** 0.000** 0.121 0.003** 0.017* 0.079 0.260 7 Daya serap iod Jenis arang aktif Perendaman kimia Waktu aktivasi Jenis arang*Perendaman Jenis arang*Waktu Perendaman*Waktu Jenis arang*Perendaman*Waktu 6721 72069 2173 40377 1367 5708 747 22.62 242.51 7.31 135.87 4.60 19.21 2.51 0.001** 0.000** 0.027* 0.000** 0.064 0.002** 0.152 Keterangan : 1. Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α = 0.05), 2. Jika P > 0.05, perlakuan tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap peubah terikat, 3. Jika P ≤ 0.05, perlakuan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap peubah terikat. 71 Lampiran 2 Uji beda nyata terkecil (BNT) sifat arang aktif Sifat Nilai tengah perlakuan Kadar air Kadar abu Kadar zat terbang Karbon terikat Daya serap benzena Daya serap kloroform Daya serap iod Ket: 1. 2. 3. 4. TKP 5.982 KOH 7.799 W80 8.809 TKP 4.166 KOH 6.513 TKP 16.315 TKP 79.519 KOH 75.244 TKP 20.082 KOH 17.893 W80 18.182 TKP 27.397 KOH 23.309 TKP 809.55 KOH 721.94 W80 777.4 A A A Sengon 10.292 Blanko 8.475 W110 7.465 A Sengon 6.912 Blanko 4.566 A Sengon 19.007 A A A A A A A A A A A Sengon 74.08 Blanko 78.355 Sengon 17.47 Blanko 19.66 W110 19.37 Sengon 24.748 Blanko 28.836 Sengon 768.56 Blanko 856.17 W110 800.71 BNT B 3.019486 A 5.014987 A 4.896087 B 2.296063 A 2.930888 A 3.854137 B 5.329753 A 6.774702 A 3.513184 A 3.953435 A 4.141159 A 6.682525 B 4.867501 A 166.2817 B 114.7761 A 169.2760 Huruf yang sama dalam satu baris, nilainya tidak berbeda nyata pada α = 0.10, Jenis arang: TKP = tempurung kelapa; Sengon = kayu sengon, Perendaman kimia: KOH = dengan perendaman; Blanko = tanpa perendaman, Waktu aktivasi: W80 = steam 80 menit; W110 = steam 110 menit. Lampiran 3 Data pengukuran konduktansi dan ketebalan sampel arang dan arang aktif 1. Arang Aktif Tempurung Kelapa Konduktansi (S) pada tiap frekuensi (Hz) Jenis Arang Ulangan 50 Arang TKP AAT-KOH 80 AAT-KOH 110 AAT-80 AAT 110 Jenis Arang Arang TKP AAT-KOH 80 AAT-KOH 110 AAT-80 AAT 110 1 2 1 2 1 2 1 2 3 1 2 Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 3 1 2 2.393E-04 1.912E-04 1.3204 0.9504 0.8422 1.0191 0.9409 0.7259 0.8061 0.7537 0.7026 100 500 1K 3K 2.533E-04 2.866E-04 3.053E-04 3.383E-04 2.030E-04 2.317E-04 2.473E-04 2.763E-04 1.3245 1.3328 1.3385 1.3486 0.9488 0.9555 0.9578 0.9678 0.8556 0.8698 0.8777 0.8914 1.0232 1.0299 1.0341 1.0438 0.9511 0.9563 0.9594 0.9633 0.7307 0.7348 0.7377 0.7417 0.8117 0.8163 0.8203 0.8245 0.7607 0.7694 0.7744 0.7819 0.7063 0.7111 0.7154 0.7215 Konduktansi (S) pada tiap frekuensi (Hz) 5K 8K 3.570E-04 2.923E-04 1.3548 0.9738 0.9003 1.0501 0.9657 0.7444 0.8287 0.7869 0.7256 3.759E-04 3.089E-04 1.3619 0.9814 0.9104 1.0582 0.9702 0.7479 0.8325 0.7931 0.7305 10K 30K 3.860E-04 4.423E-04 3.178E-04 3.672E-04 1.3929 1.3661 1.0204 0.9848 0.9161 0.9506 1.0631 1.0940 0.9729 0.9764 0.7501 0.7580 0.8354 0.8436 0.7966 0.8132 0.7335 0.7483 Ketebalan (mm) 50K 80K 100K 4.750E-04 3.958E-04 1.4078 1.0454 0.9754 1.1134 0.9764 0.7628 0.8477 0.8229 0.7566 5.094E-04 4.260E-04 1.4147 1.0738 1.0039 1.1305 0.9693 0.7638 0.8456 0.8306 0.7630 5.275E-04 4.418E-04 1.4110 1.0878 1.0188 1.1367 0.9635 0.7626 0.8420 0.8321 0.7643 300K 500K 800K 1M 3M 5M U1 U2 U3 U4 Rata-rata (mm) Rata-rata (m) 6.370E-04 5.382E-04 1.0946 1.0698 0.9689 1.0257 0.7867 0.6919 0.7007 0.7533 0.6901 7.071E-04 5.998E-04 0.6796 0.8448 0.6977 0.7699 0.5654 0.5640 0.5091 0.5883 0.5429 7.901E-04 6.733E-04 0.3326 0.5034 0.3670 0.4540 0.3311 0.3829 0.3006 0.3691 0.3460 8.410E-04 7.183E-04 0.2222 0.3567 0.2465 0.3242 0.2385 0.2938 0.2173 0.2714 0.2566 1.124E-03 9.608E-04 0.0221 0.0385 0.0235 0.0382 0.0304 0.0441 0.0284 0.0346 0.0340 1.481E-03 1.294E-03 0.0052 0.0098 0.0058 0.0105 0.0088 0.0139 0.0090 0.0101 0.0104 1.89 1.99 1.92 1.96 1.95 1.90 1.90 1.85 1.74 2.10 2.15 1.94 1.93 1.94 1.94 1.99 1.92 1.83 1.84 1.78 2.15 2.14 1.96 1.94 1.88 1.90 1.93 1.91 1.87 1.88 1.75 2.10 2.19 1.84 1.94 1.86 1.96 2.02 1.93 1.84 1.88 1.78 2.16 2.16 1.908 1.950 1.900 1.940 1.973 1.915 1.860 1.863 1.763 2.128 2.160 0.001908 0.001950 0.001900 0.001940 0.001973 0.001915 0.001860 0.001863 0.001763 0.002128 0.002160 72 Lampiran 3 Data pengukuran konduktansi dan ketebalan sampel arang dan arang aktif (Lanjutan) 2. Arang Aktif Sengon Jenis Arang Konduktansi (Siemens) pada tiap frekuensi (Hz) Ulangan 50 Arang Sengon AAS-KOH 80 AAS-KOH 110 AAS-80 AAS-110 Jenis Arang Arang Sengon AAS-KOH 80 AAS-KOH 110 AAS-80 AAS-110 1 2 1 2 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Ulangan 1 2 1 2 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1.820E-08 1.694E-08 0.4173 0.4236 0.6037 0.7008 0.5487 0.3541 0.4759 0.5414 0.4267 0.6968 0.6750 100 500 1K 3K 5.452E-09 6.916E-09 1.360E-08 1.884E-08 4.968E-09 7.599E-09 1.314E-08 1.794E-08 0.4202 0.4241 0.4265 0.4299 0.4255 0.4293 0.4312 0.4345 0.6071 0.6122 0.6146 0.6183 0.7060 0.7121 0.7157 0.7223 0.5500 0.5524 0.5540 0.5580 0.3559 0.3582 0.3597 0.3617 0.4789 0.4821 0.4839 0.4869 0.5430 0.5450 0.5465 0.5490 0.4305 0.4331 0.4348 0.4368 0.7008 0.7040 0.7067 0.7101 0.6792 0.6812 0.6825 0.68525 Konduktansi (S) pada tiap frekuensi (Hz) 5K 8K 2.636E-08 2.401E-08 0.4322 0.4365 0.6209 0.7263 0.5609 0.3631 0.4892 0.5505 0.4381 0.7128 0.6869 3.378E-08 3.087E-08 0.4349 0.4389 0.6239 0.7313 0.5643 0.3646 0.4915 0.5527 0.4397 0.7157 0.6895 10K 30K 3.880E-08 7.658E-08 3.517E-08 7.085E-08 0.4365 0.4449 0.4402 0.4482 0.6255 0.6346 0.7340 0.7499 0.5661 0.5778 0.3656 0.3697 0.4931 0.5002 0.5541 0.5614 0.4408 0.4448 0.7180 0.7258 0.6909 0.6983 Ketebalan (mm) 50K 80K 100K 1.066E-07 1.022E-07 0.4508 0.4538 0.6405 0.7587 0.5846 0.3726 0.5049 0.5661 0.4476 0.7307 0.7022 1.319E-07 1.157E-07 0.4570 0.4599 0.6461 0.7668 0.5905 0.3755 0.5097 0.5704 0.4504 0.7335 0.7039 1.591E-08 3.729E-08 0.4605 0.4632 0.6489 0.7692 0.5923 0.3771 0.5118 0.5719 0.4516 0.7337 0.7031 300K 500K 800K 1M 3M 5M U1 U2 U3 U4 Rata-rata (mm) Rata-rata (m) 3.166E-07 3.092E-07 0.4745 0.4798 0.6436 0.7169 0.5597 0.3811 0.5123 0.5546 0.4435 0.6801 0.6321 4.429E-07 4.187E-07 0.4628 0.4786 0.5953 0.5891 0.4735 0.3717 0.4870 0.5000 0.4098 0.5687 0.5083 5.935E-07 5.419E-07 0.4117 0.4526 0.4833 0.3962 0.3319 0.3388 0.4200 0.3931 0.3353 0.3974 0.3371 7.046E-07 6.398E-07 0.3673 0.4240 0.4064 0.3009 0.2573 0.3098 0.3691 0.3258 0.2839 0.3088 0.2560 1.819E-05 1.796E-05 0.0881 0.1432 0.0776 0.0424 0.0394 0.0922 0.0882 0.0616 0.0573 0.0474 0.0376 5.705E-05 5.869E-05 0.0295 0.0496 0.0239 0.0128 0.0129 0.0331 0.0300 0.0204 0.0192 0.0148 0.0123 2.53 2.53 2.15 2.28 2.20 2.07 2.22 2.38 2.15 2.25 2.24 2.12 2.04 2.57 2.51 2.20 2.25 2.22 2.04 2.24 2.40 2.17 2.26 2.21 2.14 2.02 2.50 2.58 2.17 2.23 2.23 2.08 2.24 2.41 2.11 2.26 2.26 2.16 2.12 2.54 2.55 2.20 2.25 2.21 2.07 2.26 2.40 2.11 2.22 2.20 2.14 2.08 2.535 2.543 2.180 2.253 2.215 2.065 2.240 2.398 2.135 2.248 2.228 2.140 2.065 0.002535 0.002543 0.002180 0.002253 0.002215 0.002065 0.002240 0.002398 0.002135 0.002248 0.002228 0.002140 0.002065 73 Lampiran 4 Data Kalkulasi Konduktivitas Arang dan Arang aktif Konduktivitas rata-rata (S/m) Frekuensi (Hz) Arang TKP 50 100 500 1000 3000 5000 8000 10000 30000 50000 80000 100000 300000 500000 800000 1000000 3000000 5000000 2.3085E-03 2.4465E-03 2.7795E-03 2.9633E-03 3.2960E-03 3.4819E-03 3.6729E-03 3.7743E-03 4.3412E-03 4.6704E-03 5.0172E-03 5.1985E-03 6.3034E-03 7.0102E-03 7.8499E-03 8.3645E-03 1.1182E-02 AAT KOH-80 12.1155 12.1286 12.2089 12.2513 12.3587 12.4241 12.5022 12.5433 12.8770 13.0908 13.2807 13.3367 11.5661 8.1564 4.4774 3.1010 0.3246 AAT KOH-110 10.0567 10.1519 10.2654 10.3312 10.4583 10.5409 10.6396 10.6968 11.0508 11.2904 11.5382 11.6530 10.7874 7.9349 4.4351 3.0816 0.3332 1.4884E-02 0.0804 0.0880 8.6873 8.7515 8.8321 8.8876 8.9681 9.0226 9.0893 9.1274 9.3154 9.4222 9.5061 9.5228 8.6104 6.7478 4.2657 3.1500 0.4095 Arang Sengon 2.4830E-07 7.3634E-08 1.0258E-07 1.8896E-07 2.5993E-07 3.5592E-07 4.5684E-07 5.2264E-07 1.0418E-06 1.4755E-06 1.7494E-06 3.7620E-07 4.4218E-06 6.0893E-06 8.0233E-06 9.4997E-06 2.5549E-04 AAS KOH-80 5.1884 5.2180 5.2650 5.2917 5.3332 5.3592 5.3912 5.4091 5.5099 5.5807 5.6567 5.6983 5.8874 5.8088 5.3356 4.8875 1.4323 AAS KOH-110 7.4479 7.4870 7.5414 7.5718 7.6290 7.6668 7.7123 7.7367 7.8840 7.9701 8.0484 8.0766 7.7189 6.6725 4.8845 3.8928 0.6449 0.1223 8.1795E-04 0.4900 0.2010 AAT-80 AAT-110 8.3930 8.4632 8.5101 8.5443 8.5850 8.6164 8.6563 8.6829 8.7491 8.7790 8.7513 8.7153 7.3987 5.5659 3.4491 2.5494 0.3500 0.1078 AAS-80 AAS-110 5.7189 5.7458 5.7768 5.7968 5.8280 5.8494 5.8746 5.8910 5.9680 6.0190 6.0691 6.0907 6.0385 5.6686 4.8111 4.1994 1.0168 7.1176 7.1653 7.1962 7.2192 7.2514 7.2741 7.3023 7.3210 7.3967 7.4429 7.4716 7.4748 6.9564 5.9002 4.2559 3.3803 0.5693 0.3512 0.1855 Catatan: Data telah dirata-ratakan dari semua ulangannya. 74 75 Lampiran 5 Data fluks air membran Luas Membran = 2cm x 10 cm = 20 cm2 = 0.002 m2 Ketebalan Membran = 0.04 mm – 0.05 mm 1. Membran Polisulfon Murni Volume (mL) Waktu (sekon) U1 U2 U3 Rata-rata Rerata Vol (L) Fluks (L/m2s) Fluks (L/m2h) 10 20 30 40 50 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 510 540 570 600 630 660 690 720 750 780 810 840 870 900 3 5 7 9 12 14 21 28 35 41 48 55 61 68 75 81 87 94 101 108 114 120 126 132 137 142 148 153 159 164 169 175 180 185 3 5 7 9 12 14 21 28 35 42 49 55 62 68 74 81 87 94 101 107 113 119 125 130 136 141 146 152 158 163 168 174 179 184 3 5 7 9 11 14 21 28 34 40 46 53 59 65 72 78 84 90 97 103 109 115 121 127 132 138 143 148 153 158 164 170 175 180 3.00 5.00 7.00 9.00 11.67 14.00 21.00 28.00 34.67 41.00 47.67 54.33 60.67 67.00 73.67 80.00 86.00 92.67 99.67 106.00 112.00 118.00 124.00 129.67 135.00 140.33 145.67 151.00 156.67 161.67 167.00 173.00 178.00 183.00 0.003 0.005 0.007 0.009 0.012 0.014 0.021 0.028 0.035 0.041 0.048 0.054 0.061 0.067 0.074 0.080 0.086 0.093 0.100 0.106 0.112 0.118 0.124 0.130 0.135 0.140 0.146 0.151 0.157 0.162 0.167 0.173 0.178 0.183 0.1500 0.1250 0.1167 0.1125 0.1167 0.1167 0.1167 0.1167 0.1156 0.1139 0.1135 0.1132 0.1123 0.1117 0.1116 0.1111 0.1103 0.1103 0.1107 0.1104 0.1098 0.1093 0.1088 0.1081 0.1071 0.1063 0.1056 0.1049 0.1044 0.1036 0.1031 0.1030 0.1023 0.1017 540.00 450.00 420.00 405.00 420.00 420.00 420.00 420.00 416.00 410.00 408.57 407.50 404.44 402.00 401.82 400.00 396.92 397.14 398.67 397.50 395.29 393.33 391.58 389.00 385.71 382.73 380.00 377.50 376.00 373.08 371.11 370.71 368.28 366.00 0.1116 401.64 Fluks rata-rata 76 Lampiran 5 Data fluks air membran (Lanjutan) 2. Membran PS-TKP 2% Volume (mL) Waktu (sekon) U1 U2 U3 10 20 30 40 50 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 510 540 570 600 630 660 690 720 750 780 810 840 870 900 3 6 9 12 14 17 24 32 38 44 51 58 65 72 78 85 91 98 105 112 118 124 130 135 140 146 152 157 162 168 173 179 184 189 3 5 7 10 12 15 21 28 34 40 46 53 59 65 71 77 83 89 96 102 108 114 119 124 129 134 139 144 149 154 159 164 169 174 3 5 7 9 11 14 21 27 33 39 45 52 58 64 70 76 82 88 95 101 107 113 118 124 129 134 139 144 149 154 159 164 169 174 Rata-rata Rerata Vol (L) Fluks (L/m2s) Fluks (L/m2h) 3.00 5.33 7.67 10.33 12.33 15.33 22.00 29.00 35.00 41.00 47.33 54.33 60.67 67.00 73.00 79.33 85.33 91.67 98.67 105.00 111.00 117.00 122.33 127.67 132.67 138.00 143.33 148.33 153.33 158.67 163.67 169.00 174.00 179.00 0.0030 0.0053 0.0077 0.0103 0.0123 0.0153 0.0220 0.0290 0.0350 0.0410 0.0473 0.0543 0.0607 0.0670 0.0730 0.0793 0.0853 0.0917 0.0987 0.1050 0.1110 0.1170 0.1223 0.1277 0.1327 0.1380 0.1433 0.1483 0.1533 0.1587 0.1637 0.1690 0.1740 0.1790 0.1500 0.1333 0.1278 0.1292 0.1233 0.1278 0.1222 0.1208 0.1167 0.1139 0.1127 0.1132 0.1123 0.1117 0.1106 0.1102 0.1094 0.1091 0.1096 0.1094 0.1088 0.1083 0.1073 0.1064 0.1053 0.1045 0.1039 0.1030 0.1022 0.1017 0.1010 0.1006 0.1000 0.0994 540.00 480.00 460.00 465.00 444.00 460.00 440.00 435.00 420.00 410.00 405.71 407.50 404.44 402.00 398.18 396.67 393.85 392.86 394.67 393.75 391.76 390.00 386.32 383.00 379.05 376.36 373.91 370.83 368.00 366.15 363.70 362.14 360.00 358.00 0.1125 405.08 Fluks rata-rata 77 Lampiran 5 Data fluks air membran (Lanjutan) 3. Membran PS-TKP 6% Volume (mL) Waktu (sekon) U1 U2 10 20 30 40 50 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 510 540 570 600 630 660 690 720 750 780 810 840 870 900 2 3 5 7 9 11 16 20 24 28 33 37 41 46 50 55 60 64 69 73 77 82 86 90 95 99 104 108 113 117 121 125 129 133 3 5 7 9 11 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 64 68 72 76 80 84 88 92 96 101 106 110 114 118 122 125 Rata-rata Rerata Vol (L) Fluks (L/m2s) Fluks (L/m2h) 2.5 4.0 6.0 8.0 10.0 11.5 16.0 20.0 24.0 28.0 32.5 36.5 40.5 45.0 49.0 53.5 58.0 62.0 66.5 70.5 74.5 79.0 83.0 87.0 91.5 95.5 100.0 104.5 109.5 113.5 117.5 121.5 125.5 129.0 0.0025 0.0040 0.0060 0.0080 0.0100 0.0115 0.0160 0.0200 0.0240 0.0280 0.0325 0.0365 0.0405 0.0450 0.0490 0.0535 0.0580 0.0620 0.0665 0.0705 0.0745 0.0790 0.0830 0.0870 0.0915 0.0955 0.1000 0.1045 0.1095 0.1135 0.1175 0.1215 0.1255 0.1290 0.1250 0.1000 0.1000 0.1000 0.1000 0.0958 0.0889 0.0833 0.0800 0.0778 0.0774 0.0760 0.0750 0.0750 0.0742 0.0743 0.0744 0.0738 0.0739 0.0734 0.0730 0.0731 0.0728 0.0725 0.0726 0.0723 0.0725 0.0726 0.0730 0.0728 0.0725 0.0723 0.0721 0.0717 450.00 360.00 360.00 360.00 360.00 345.00 320.00 300.00 288.00 280.00 278.57 273.75 270.00 270.00 267.27 267.50 267.69 265.71 266.00 264.38 262.94 263.33 262.11 261.00 261.43 260.45 260.87 261.25 262.80 261.92 261.11 260.36 259.66 258.00 0.0798 287.39 Fluks rata-rata 78 Lampiran 5 Data fluks air membran (Lanjutan) 4. Membran PS-Sengon 2% Volume (mL) Waktu (sekon) U1 U2 U3 10 20 30 40 50 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 510 540 570 600 630 660 690 720 750 780 810 840 870 900 4 7 11 15 18 22 32 42 52 62 72 81 90 100 109 118 126 134 142 150 157 165 173 180 188 196 204 212 219 225 231 237 243 250 4 7 11 14 17 20 31 42 54 66 77 88 100 111 122 132 141 151 159 169 178 187 197 206 214 222 230 237 245 253 261 268 276 284 5 9 14 18 22 26 38 50 62 73 83 94 105 115 125 134 142 151 159 167 175 183 191 198 206 213 220 227 233 239 245 252 258 264 Rata-rata Rerata Vol (L) Fluks (L/m2s) Fluks (L/m2h) 4.33 7.67 12.00 15.67 19.00 22.67 33.67 44.67 56.00 67.00 77.33 87.67 98.33 108.67 118.67 128.00 136.33 145.33 153.33 162.00 170.00 178.33 187.00 194.67 202.67 210.33 218.00 225.33 232.33 239.00 245.67 252.33 259.00 266.00 0.0043 0.0077 0.0120 0.0157 0.0190 0.0227 0.0337 0.0447 0.0560 0.0670 0.0773 0.0877 0.0983 0.1087 0.1187 0.1280 0.1363 0.1453 0.1533 0.1620 0.1700 0.1783 0.1870 0.1947 0.2027 0.2103 0.2180 0.2253 0.2323 0.2390 0.2457 0.2523 0.2590 0.2660 0.2167 0.1917 0.2000 0.1958 0.1900 0.1889 0.1870 0.1861 0.1867 0.1861 0.1841 0.1826 0.1821 0.1811 0.1798 0.1778 0.1748 0.1730 0.1704 0.1688 0.1667 0.1651 0.1640 0.1622 0.1608 0.1593 0.1580 0.1565 0.1549 0.1532 0.1516 0.1502 0.1489 0.1478 780.00 690.00 720.00 705.00 684.00 680.00 673.33 670.00 672.00 670.00 662.86 657.50 655.56 652.00 647.27 640.00 629.23 622.86 613.33 607.50 600.00 594.44 590.53 584.00 579.05 573.64 568.70 563.33 557.60 551.54 545.93 540.71 535.86 532.00 0.1736 624.99 Fluks rata-rata 79 Lampiran 5 Data fluks air membran (Lanjutan) 5. Membran PS-Sengon 6% Volume (mL) Waktu (sekon) U1 U2 10 20 30 40 50 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 510 540 570 600 630 660 690 720 750 780 810 840 870 900 3 6 8 11 14 16 23 30 37 43 48 54 60 65 70 75 80 85 90 95 100 104 109 113 117 121 125 128 132 135 139 142 145 149 4 6 8 11 13 16 23 29 35 41 47 53 59 65 71 77 83 88 94 100 106 112 117 123 128 132 137 142 147 152 157 161 166 171 Rata-rata Rerata Vol (L) Fluks (L/m2s) Fluks (L/m2h) 6.5 13.0 19.0 25.5 32.0 38.0 56.5 75.0 93.5 111.5 129.0 147.0 165.0 182.5 200.0 217.5 235.0 252.5 270.0 287.5 305.0 322.0 339.5 356.5 373.5 390.5 407.5 424.0 441.0 457.5 474.5 491.0 507.5 524.5 0.0065 0.0130 0.0190 0.0255 0.0320 0.0380 0.0565 0.0750 0.0935 0.1115 0.1290 0.1470 0.1650 0.1825 0.2000 0.2175 0.2350 0.2525 0.2700 0.2875 0.3050 0.3220 0.3395 0.3565 0.3735 0.3905 0.4075 0.4240 0.4410 0.4575 0.4745 0.4910 0.5075 0.5245 0.4615 0.4615 0.4211 0.4314 0.4375 0.4211 0.4071 0.4000 0.3957 0.3857 0.3721 0.3673 0.3636 0.3562 0.3500 0.3448 0.3404 0.3366 0.3333 0.3304 0.3279 0.3230 0.3211 0.3170 0.3133 0.3099 0.3067 0.3019 0.2993 0.2951 0.2929 0.2892 0.2857 0.2841 461.54 461.54 421.05 431.37 437.50 421.05 407.08 400.00 395.72 385.65 372.09 367.35 363.64 356.16 350.00 344.83 340.43 336.63 333.33 330.43 327.87 322.98 321.06 316.97 313.25 309.86 306.75 301.89 299.32 295.08 292.94 289.21 285.71 284.08 0.3525 352.48 Fluks rata-rata 80 Lampiran 6 Derajat pengikatan air membran 1. Membran Polisulfon Murni Ulangan W Kering (gr) W Basah (gr) 1 2 3 4 5 6 0.0090 0.0093 0.0084 0.0087 0.0097 0.0090 0.0166 0.0148 0.0135 0.0149 0.0148 0.0158 Wb - Wk (gr) W = (Wb - Wk)/Wk (%) 0.0076 0.0055 0.0051 0.0062 0.0051 0.0068 84.4444 59.1398 60.7143 71.2644 52.5773 75.5556 Rata-rata 67.2826 2. Membran PS-TKP 2% Ulangan W Kering (gr) W Basah (gr) 1 2 3 4 5 6 0.0111 0.0135 0.0113 0.0123 0.0104 0.0113 0.0197 0.0220 0.0197 0.0196 0.0167 0.0186 Wb - Wk (gr) W = (Wb - Wk)/Wk (%) 0.0086 0.0085 0.0084 0.0073 0.0063 0.0073 77.4775 62.9630 74.3363 59.3496 60.5769 64.6018 Rata-rata 66.5508 3. Membran PS-TKP 6% Ulangan W Kering (gr) W Basah (gr) Wb - Wk (gr) W = (Wb - Wk)/Wk (%) 1 2 3 4 5 6 0.0161 0.0154 0.0130 0.0150 0.0114 0.0196 0.0271 0.0281 0.0214 0.0253 0.0171 0.0298 0.0110 0.0127 0.0084 0.0103 0.0057 0.0102 68.3230 82.4675 64.6154 68.6667 50.0000 52.0408 Rata-rata 64.3522 81 Lampiran 6 Derajat pengikatan air membran (Lanjutan) 4. Membran PS-Sengon 2% Ulangan W Kering (gr) W Basah (gr) Wb - Wk (gr) W = (Wb - Wk)/Wk (%) 1 2 3 4 5 6 0.0125 0.0121 0.0096 0.0099 0.0109 0.0116 0.0201 0.0188 0.0138 0.0147 0.0177 0.0165 0.0076 0.0067 0.0042 0.0048 0.0068 0.0049 60.8000 55.3719 43.7500 48.4848 62.3853 42.2414 Rata-rata 52.1722 5. Membran PS-Sengon 6% Ulangan W Kering (gr) W Basah (gr) Wb - Wk (gr) W = (Wb - Wk)/Wk (%) 1 2 3 4 5 6 0.0120 0.0118 0.0108 0.0106 0.0109 0.0119 0.0189 0.0194 0.0180 0.0178 0.0172 0.0170 0.0069 0.0076 0.0072 0.0072 0.0063 0.0051 57.5000 64.4068 66.6667 67.9245 57.7982 42.8571 Rata-rata 59.5255 82 Lampiran 7 Data Pengukuran Kuat Tekan dan Tarik Membran 1. Kuat Tekan Gaya Tekan Maksimum (N) Membran PS Murni PS-TKP 2% PS-TKP 6% PS-Sengon 2% PS-Sengon 6% U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 Rata-rata 3.70 2.53 1.46 0.93 1.96 2.70 3.49 1.30 1.54 2.62 2.60 2.96 1.67 1.93 2.20 1.40 2.69 2.50 2.69 1.80 2.72 2.46 1.35 2.33 2.36 1.40 1.81 1.33 1.38 1.69 1.38 1.59 2.01 1.82 2.00 1.85 1.86 1.46 1.84 2.2188 2.4238 1.6600 1.7600 2.0588 2. Kuat Tarik Gaya Tarik Maksimum (N) Membran PS Murni PS-TKP 2% PS-TKP 6% PS-Sengon 2% PS-Sengon 6% U1 U2 U3 U4 U5 Rata-rata -3.24 -4.36 -3.25 -2.61 -2.59 -3.11 -4.46 -3.63 -2.29 -2.41 -2.7 -3.26 -2.14 -2.53 -2.32 -2.36 -2.61 -2.21 -2.44 -1.98 -2.71 -2.90 -2.24 -2.8525 -3.6725 -2.7880 -2.5540 -2.3080 Catatan: Tanda minus pada gaya tarik menunjukkan arah gaya yang berlawanan dengan gaya tekan 83 Lampiran 8 Kurva hubungan konduktansi membran terhadap suhu 1. Membran Polisulfon Murni Ulangan 1 1/T (K‐1) ‐4.95 2.90E‐03 ‐5.10 3.00E‐03 3.10E‐03 3.20E‐03 3.30E‐03 3.40E‐03 ‐5.25 ‐5.40 y = ‐2734.x + 3.169 R² = 0.983 ‐5.55 ‐5.70 ‐5.85 ‐6.00 Ln G (S) Ulangan 2 1/T (K‐1) ‐4.80 3.05E‐03 3.10E‐03 3.15E‐03 3.20E‐03 3.25E‐03 3.30E‐03 3.35E‐03 ‐4.90 ‐5.00 ‐5.10 ‐5.20 ‐5.30 ‐5.40 Ln G (S) y = ‐2142.x + 1.715 R² = 0.999 84 2. Membran PS TKP 2% Ulangan 1 1/T (K‐1) ‐4.70 3.00E‐03 ‐4.80 3.10E‐03 3.20E‐03 3.30E‐03 3.40E‐03 ‐4.90 ‐5.00 ‐5.10 ‐5.20 y = ‐1865x + 0.985 R² = 0.992 ‐5.30 Ln G (S) Ulangan 2 1/T (K‐1) ‐4.8 3.05E‐03 ‐4.9 3.15E‐03 3.25E‐03 3.35E‐03 ‐5.0 ‐5.1 ‐5.2 y = ‐1619.x + 0.150 R² = 0.992 ‐5.3 Ln G (S) Ulangan 3 1/T (K‐1) ‐4.5 3.05E‐03 3.10E‐03 3.15E‐03 3.20E‐03 3.25E‐03 3.30E‐03 ‐4.6 ‐4.7 ‐4.8 ‐4.9 ‐5.0 ‐5.1 Ln G (S) y = ‐2007.x + 1.557 R² = 0.998 85 3. Membran PS TKP 6% Ulangan 1 1/T (K‐1) ‐4.95 3.00E‐03 ‐5.10 3.10E‐03 3.20E‐03 3.30E‐03 3.40E‐03 ‐5.25 ‐5.40 ‐5.55 ‐5.70 y = ‐2499.x + 2.643 R² = 0.998 Ln G (S) Ulangan 2 1/T (K‐1) ‐4.80 3.00E‐03 ‐4.90 3.10E‐03 3.20E‐03 3.30E‐03 3.40E‐03 ‐5.00 ‐5.10 ‐5.20 ‐5.30 ‐5.40 y = ‐2119.x + 1.636 R² = 0.999 Ln G (S) Ulangan 3 1/T (K‐1) ‐4.70 3.00E‐03 ‐4.80 3.10E‐03 3.20E‐03 ‐4.90 ‐5.00 ‐5.10 ‐5.20 ‐5.30 ‐5.40 Ln G (S) y = ‐2089.x + 1.657 R² = 0.997 3.30E‐03 3.40E‐03 86 4. Membran PS Sengon 2% Ulangan 1 1/T (K‐1) ‐4.95 3.00E‐03 ‐5.10 3.10E‐03 3.20E‐03 3.30E‐03 3.40E‐03 ‐5.25 ‐5.40 ‐5.55 y = ‐2509.x + 2.759 R² = 0.989 ‐5.70 Ln G (S) Ulangan 2 1/T (K‐1) ‐4.90 3.00E‐03 ‐5.00 3.10E‐03 3.20E‐03 3.30E‐03 3.40E‐03 ‐5.10 ‐5.20 ‐5.30 ‐5.40 y = ‐2529.x + 2.895 R² = 0.996 ‐5.50 Ln G (S) Ulangan 3 1/T (K‐1) ‐4.90 3.00E‐03 ‐5.00 3.10E‐03 3.20E‐03 ‐5.10 ‐5.20 ‐5.30 ‐5.40 y = ‐2083.x + 1.443 R² = 0.994 ‐5.50 Ln G (S) 3.30E‐03 3.40E‐03 87 5. Membran PS Sengon 6% Ulangan 1 1/T (K‐1) ‐4.90 3.00E‐03 ‐5.00 3.10E‐03 3.20E‐03 3.30E‐03 3.40E‐03 ‐5.10 ‐5.20 ‐5.30 ‐5.40 ‐5.50 y = ‐2364.x + 2.360 R² = 0.997 Ln G (S) Ulangan 2 1/T (K‐1) ‐4.90 3.05E‐03 ‐5.00 3.10E‐03 3.15E‐03 3.20E‐03 3.25E‐03 ‐5.10 ‐5.20 ‐5.30 y = ‐2358.x + 2.344 R² = 0.988 ‐5.40 Ln G (S) Ulangan 3 1/T (K‐1) ‐4.90 3.00E‐03 ‐5.00 3.10E‐03 3.20E‐03 ‐5.10 ‐5.20 ‐5.30 ‐5.40 ‐5.50 Ln G (S) y = ‐2223.x + 1.907 R² = 0.998 3.30E‐03 88 Lampiran 9 Difraktogram XRD 1. Tempurung Kelapa 2. Arang Tempurung Kelapa 89 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan) 3. Arang Aktif Tempurung Kelapa + KOH 10% dan Steam 80 menit (AAT KOH-80) 4. Arang Aktif Tempurung Kelapa + KOH 10% dan Steam 110 menit (AAT KOH-110) 90 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan) 5. Arang Aktif Tempurung Kelapa Steam 80 menit (AAT-80) 6. Arang Aktif Tempurung Kelapa Steam 110 menit (AAT-110) 91 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan) 7. Kayu Sengon 8. Arang Sengon 92 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan) 9. Arang Aktif Sengon + KOH 10% dan steam 80 menit (AAS KOH-80) 10. Arang Aktif Sengon + KOH 10% dan steam 110 menit (AAS KOH-110) 93 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan) 11. Arang Aktif Sengon steam 80 menit (AAS-80) 12. Arang Aktif Sengon steam 110 menit (AAS-110) 94 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan) 13. Mebran Polisulfon Murni (PS Murni) 14. Membran Polisulfon + AA Tempurung Kelapa 2% (PS-TKP 2%) 95 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan) 15. Membran Polisulfon + AA Sengon 2% (PS-Sengon 2%)