Sintesis Dan Karakterisasi Membran Polisulfon

advertisement
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN POLISULFON
DIDADAH KARBON AKTIF UNTUK FILTRASI AIR
RANI CHAHYANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini menyatakan bahwa tesis Sintesis dan Karakterisasi Membran
Polisulfon didadah Karbon Aktif untuk Filtrasi Air adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2012
Rani Chahyani
NIM G751090081
ABSTRACT
RANI CHAHYANI. Synthesis and Characterization of Polysulfone Membrane
Doped Activated Carbon for Water Filtration. Under direction of KIAGUS
DAHLAN and GUSTAN PARI.
Synthesis and characterization of polysulfone membrane doped activated carbon,
which was made from raw material coconut shell and sengon wood, has been
performed. Carbonization process was performed at a temperature of 500oC for 4
hours, followed by KOH immersion and steam activation, at a temperature of
850oC for 80 and 110 minutes. Structural characterization of activated
carbon/charcoal was determined by scanning electron microscope (SEM) and
X-Ray Diffractometer (XRD), and the electrical conductivity was measured using
LCRmeter. All of activated carbon have fulfilled the Indonesian National
Standard 06-3730-1995, for technical activated charcoal quality, except for the
benzene adsorption and some of the iodine adsorption. Activated charcoal without
KOH immersion and with steam activation time of 110 minutes of each raw
material, were selected as the doping material for membrane, based on their
optimum adsorption. Polysulfone membrane doped activated carbon was prepared
by phase inversion method. Membrane characterization was determined by flux
test with cross-flow method, the degree of swelling, mechanical strong with force
sensor, morphological analysis by SEM, and crystallite structure analysis by
XRD. Doping of polysulfone membrane with activated carbon, afford to change
the characteristic and ability of membrane in water filtration. Membrane with the
highest flux was obtained on the membrane doped with activated carbon sengon
concentration of 2%. The resulting water flux values was 624.99 L/m2h. This
correlates with its degree of swelling, that has the lowest value of 52.17%.
Keywords: polysulfone membrane, activated carbon, coconut shell, sengon wood,
water filtration
RINGKASAN
RANI CHAHYANI. Sintesis dan Karakterisasi Membran Polisulfon didadah
Karbon Aktif untuk Filtrasi Air. Dibimbing oleh KIAGUS DAHLAN dan
GUSTAN PARI.
Pertambahan jumlah penduduk dunia dan pesatnya perkembangan industri,
meningkatkan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan ini meningkat tajam tanpa
didukung kenaikan jumlah sumber air yang memadai. Pencemaran air oleh limbah
industri dan masyarakat, juga semakin menambah masalah kekurangan air bersih.
Dengan demikian, dibutuhkan teknologi dalam memanfaatkan ketersediaan
jumlah air yang sangat terbatas, khususnya dalam memperbaiki mutu air tercemar,
agar dapat digunakan kembali dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Dari
berbagai teknik pemurnian air, membran filtrasi dan adsorpsi karbon merupakan
metode yang efektif dan umum digunakan dalam pembersihan air.
Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis membran dari paduan karbon
aktif dan polimer polisulfon. Karbon aktif yang digunakan sebagai bahan dadah
pada membran dibuat dari dua bahan baku berbeda, yakni tempurung kelapa dan
kayu sengon. Karbon aktif dan membran yang dihasilkan kemudian diuji dan
dikarakterisasi, guna mengetahui efektifitas pendadahan terhadap kinerja
membran, serta mengetahui sifat dan potensi membran sebagai media filtrasi air.
Tempurung kelapa dan kayu sengon dikarbonisasi pada retort pirolisis
dengan pemanas listrik, pada suhu 500oC selama 4 jam, lalu didinginkan ± 24
jam. Sebelum proses pengaktifan arang pada retort aktivasi, arang dibagi menjadi
dua perlakuan, yakni tanpa perendaman dan dengan perendaman dalam larutan
kalium hidroksida (KOH) teknis, konsentrasi 10% (b/b). Arang direndam selama
24 jam, lalu ditiriskan hingga kering pada suhu ruang. Perendaman ini adalah
proses aktivasi kimia. Masing-masing jenis arang selanjutnya diaktivasi dalam
retort aktivasi pada suhu 850oC, dengan memberikan aliran uap air selama 80 dan
110 menit (proses aktivasi fisika).
Sifat arang dan arang aktif dianalisis berdasarkan SNI 06-3730-1995
tentang arang aktif teknis, meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu,
kadar zat terbang, kadar karbon terikat, serta daya serap terhadap iodium,
benzena, dan kloroform. Karakteristik yang diamati adalah morfologi permukaan
dengan Scanning Electron Microscope (SEM), struktur kristal dengan X-Ray
Diffractometer (XRD), serta nilai konduktivitas listrik dengan LCRmeter. Arang
aktif dari tiap bahan baku tempurung kelapa dan kayu sengon, diseleksi
berdasarkan daya serap optimumnya, untuk selanjutnya diaplikasikan sebagai
bahan dadah membran.
Kadar karbon terikat arang aktif lebih tinggi dari arangnya, dan
menunjukkan tingkat kemurnian karbon lebih baik. Ini terjadi karena senyawa
selain karbon telah banyak yang hilang akibat proses aktivasi. Kadar karbon
terbesar didapatkan pada arang aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH
dengan lama aktivasi 80 menit, yakni 84.75%. Hasil pengujian daya serap arang
aktif terhadap benzena, kloroform, dan iod menunjukkan nilai optimum pada
arang aktif tanpa perendaman KOH, baik untuk tempurung kelapa ataupun
sengon. Nilai optimum ini terlihat jelas pada daya serap iod, dengan nilai
973.52 mg/g pada arang aktif tempurung kelapa dan 799.90 mg/g pada arang aktif
sengon. Nilai ini telah memenuhi SNI arang aktif teknis Tahun 1995, yang
mempersyaratkan nilai daya serap iod di atas 750 mg/g. Oleh karena itu, arang
aktif tempurung kelapa dan sengon yang diaktivasi tanpa perendaman KOH dan
lama steam 110 menit, dipilih sebagai bahan dadah membran, karena memiliki
nilai daya serap iod tertinggi.
Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa nilai derajat kristalinitas bahan
baku tempurung kelapa dan kayu sengon berbeda dengan arangnya. Perbedaan ini
terjadi karena adanya pergeseran intensitas pada sudut difraksi θ002 dan
terbentuknya sudut difraksi baru θ100 akibat pemanasan bahan baku menjadi
arang. Setelah proses karbonisasi, terjadi dekomposisi bahan dan persentasi
kandungan karbon meningkat. Pemanasan yang lebih lama pada proses aktivasi,
cenderung mengubah struktur arang aktif menjadi lebih kristalin, sedangkan
perendaman dengan KOH mempengaruhi struktur kristalin arang aktif menjadi
lebih amorf dibanding tanpa perendaman.
Nilai konduktivitas arang aktif pada penelitian ini berkisar antara 0.108
hingga 13.337 S/m, sehingga tergolong bahan semikonduktor. Sedangkan arang
tempurung kelapa dan sengon masing-masing memiliki konduktivitas rata-rata
5.5 x 10-3 dan 6.16 x 10-5 S/m. Nilai konduktivitas arang aktif meningkat dengan
bertambahnya frekuensi, namun mulai turun pada frekuensi di atas 100 000 Hz.
Jatuhnya nilai konduktivitas disebabkan oleh adanya fenomena efek kulit, yang
terjadi ketika penghantar diberi arus bolak-balik dengan frekuensi sangat tinggi.
Hasil foto SEM pada permukaan tempurung kelapa dan kayu sengon yang
belum dikarbonisasi tidak menunjukkan adanya pori, karena permukaannya masih
tertutup oleh senyawa hidrokarbon. Setelah proses karbonisasi, pori mulai
terbentuk pada arang dan jumlahnya makin besar setelah tahap aktivasi. Proses
aktivasi mampu membuka pori arang aktif lebih banyak, sehingga daya serapnya
jauh meningkat dari arangnya. Berdasarkan diameter pori yang terbentuk, arang
aktif yang diperoleh tergolong dalam struktur makropori (>0.025 μm). Setelah pembuatan dan karakterisasi arang aktif, tahapan berikutnya
adalah sintesis membran dengan dadah arang aktif. Teknik sintesis membran yang
digunakan adalah metode inversi fasa. Larutan cetak dibuat dengan komposisi
polimer polisulfon 1.2 gram, karbon aktif dengan variasi massa 0, 2, dan 6 wt%
terhadap massa total larutan, dan sisanya adalah massa pelarut DMAc, dengan
total massa keseluruhan 10 gram. Air destilasi digunakan sebagai koagulan (non
pelarut). Karakterisasi membran dilakukan melalui pengukuran derajat pengikatan
air, uji fluks dengan metode cross-flow, uji kuat mekanik dengan sensor gaya,
pengukuran konduktansi listrik dengan LCRmeter, serta analisis morfologi dan
struktur membran dengan SEM dan XRD.
Membran polisulfon yang didadah arang aktif sengon 2%, memberikan
nilai fluks air tertinggi dengan rata-rata fluks 0.174 L/m2s atau 624.99 L/m2h.
Nilai ini meningkat dari fluks membran polisulfon tanpa dadah (polisulfon
murni), dengan nilai rata-rata fluks 0.112 L/m2s atau 401.64 L/m2h. Pendadahan
membran dengan arang aktif tempurung kelapa, tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap fluks air, bahkan menurun pada konsentrasi dadah 6%. Hal ini
dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi arang aktif yang digunakan, sehingga
membran mulai jenuh. Nilai pengikatan air menurun dengan adanya pendadahan.
Nilai terendah diperoleh pada membran polisulfon yang didadah arang aktif
sengon 2%, yakni sebesar 52.17%. Derajat pengikatan air yang rendah berkorelasi
dengan nilai fluksnya yang tinggi, karena membran ini lebih mudah meloloskan
air yang melaluinya.
Hasil uji kuat mekanik menunjukkan membran polisulfon dengan dadah
arang aktif tempurung kelapa 2%, memiliki ketahanan tertinggi, baik terhadap
gaya tekan maupun gaya tarik. Ketahanan mekanik membran dengan dadah
sengon cenderung lebih rendah. Hal ini diduga terjadi akibat pengaruh sifat bahan
baku, di mana tempurung kelapa memiliki berat jenis lebih tinggi dari sengon.
Pengukuran konduktansi membran menunjukkan tingkat kemampuan
membran dalam melewatkan ion, yang dipengaruhi oleh porositas membran. Dari
perubahan nilai konduktansi membran akibat variasi suhu operasi, dapat diperoleh
nilai jari-jari rerata membran. Porositas membran meningkat dengan adanya
pendadahan, di mana porositas terbesar diperoleh pada membran dengan dadah
arang aktif tempurung kelapa 2%, dengan nilai radius pori rata-rata 0.609 nm.
Dari hasil foto SEM, terlihat struktur penampang atas (lapisan penyangga),
bawah (lapisan aktif), dan samping dari membran polisulfon murni identik dengan
membran yang didadah arang aktif tempurung kelapa 2%. Hal ini sesuai dengan
hasil karakterisasi lain dari kedua jenis membran ini, yang juga tidak jauh
berbeda. Membran yang didadah arang aktif sengon menunjukkan adanya pori
dan fraktur pada penampang atasnya. Hal inilah yang mempengaruhi tingginya
nilai fluks membran, dan berkurangnya kekuatan mekanik membran dengan
dadah sengon. Sedangkan analisis struktur dengan XRD menunjukkan perubahan
struktur kristalit pada membran akibat pendadahan. Membran polisulfon yang
cenderung amorf berubah menjadi semi-kristalin pada pendadahan sengon 2% dan
menjadi lebih amorf ketika didadah arang aktif tempurung kelapa 2%.
Seluruh hasil karakterisasi menunjukkan bahwa pendadahan membran
polisulfon dengan arang aktif mampu mengubah karakteristik dan kemampuan
membran dalam filtrasi air. Membran polisulfon dengan dadah karbon aktif
sengon konsentrasi 2%, dapat diaplikasikan sebagai membran filtrasi untuk
pembersihan air, namun diperlukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut
terhadap selektifitas dan pemilihan jenis filtrat yang sesuai dengan karakteristik
membran.
Kata kunci: membran polisulfon, karbon aktif, tempurung kelapa, kayu sengon,
filtrasi air
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN POLISULFON
DIDADAH KARBON AKTIF UNTUK FILTRASI AIR
RANI CHAHYANI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Irmansyah, M.Si
Judul Tesis
:
Nama
NIM
Program Studi
:
:
:
Sintesis dan Karakterisasi Membran Polisulfon didadah
Karbon Aktif untuk Filtrasi Air
Rani Chahyani
G751090081
Biofisika
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc
Ketua Prof(R). Dr. Gustan Pari, MS, APU
Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Biofisika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 8 Februari 2012
Februari 201
Tanggal Lulus:
Kupersembahkan karya ini kepada ...
Ayah dan Ibuku tercinta.
Terima kasih untuk cinta kasih, pengorbanan,
dan doa tulus kalian, yang telah mengantarku
sukses meraih pendidikan tinggi ini.
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur hanyalah kepada Allah SWT., yang telah
melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penelitian yang
berjudul ”Sintesis dan Karakterisasi Membran Polisulfon didadah Karbon Aktif
untuk Filtrasi Air” ini dapat terlaksana dengan baik. Dalam proses penelitian
hingga terangkumnya tesis ini, cukup banyak hambatan yang dijumpai, sehingga
disadari karya ini tidak dapat tersusun tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc dan Bapak
Prof(R). Dr. Gustan Pari, MS, APU, yang telah memberi bimbingan dan ilmu
yang sangat berharga kepada penulis, juga kepada Bapak Dr. Ir. Irmansyah, M.Si,
atas kesediannya menjadi penguji luar komisi dalam Ujian Sidang Tesis penulis.
Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta,
ayahanda Drs. Ansaruddin Hamiru dan ibunda Siti Maaziah, atas limpahan kasih
sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan moril dan materi yang penulis terima.
Penghargaan dan terima kasih kepada Departemen Pendidikan Nasional
atas program Beasiswa Unggulan, serta kepada Bapak Dr. Ida Usman, M.Si,
Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si, Dr. Irzaman, M.Si, & Kepala SMA Muhammadyah
Kendari, atas segala bantuan sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan di
Program Studi Biofisika IPB.
Terima kasih kepada para dosen dalam lingkup departemen Fisika dan
Biofisika IPB, atas ilmu berharga yang telah penulis peroleh; seluruh sahabat di
Biofisika angkatan 2009, atas kebersamaan, semangat, dan kenangan indah
selama menempuh pendidikan bersama; rekanku Zahroul Athiyah, SP dan adikadik tim membran, untuk segala bantuan selama penelitian; kawan-kawan
Biofisika 2008 dan 2010, serta adik-adik Fisika 42, 43, dan 44, atas dukungan dan
kebersamaannya. Kepada para peneliti dan staf di Puslitbang Keteknikan
Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, terima kasih telah berbagi ilmu yang
bermanfaat, bantuan, dan waktu untuk diskusi dengan penulis selama penelitian.
Kepada kakak-kakakku tercinta; Muflihuddin A, SP, Fachrul A, SP, Zainul
Fachmi A, SP, Riwayati, dan Irawati, SP, beserta seluruh keluarga besarku, terima
kasih atas doa, dukungan, dan kasih sayang kalian. Terima kasih untuk sahabatku
Sitti Yani, S.Si, M.Si, keluargaku di Pondok Edulweis’88 (Nurmin Amin, S.Hut,
Al Azhar, S.Pi, M.Si, Lita Masitha, S.Pi, Sri Yuniati, SP, Wa Ode Piliana, S.Pi,
Lukmanul Hakim, Fatimah, dan Balqis Athifah), serta para sahabat seperantauan
di Pondok Al-Lulu, atas kebersamaan, keceriaan, dan semangat dari kalian.
Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
atas bantuan, dukungan, serta doanya.
Disadari bahwa kodrat kita sebagai manusia biasa, kesempurnaan hanyalah
milik Allah SWT., sehingga dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan
tesis ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran, guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga tesis ini dapat
memberikan faedah bagi semua pihak.
Bogor, Februari 2012
Rani Chahyani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, pada tanggal
14 April 1986, sebagai putri bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak
Drs. Ansaruddin Hamiru dan Ibu Siti Maaziah.
Tahun 2004, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kendari, dan pada tahun
yang sama diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Haluoleo Kendari. Penulis menyelesaikan
studi strata satu (S1) pada Maret 2009, dan melanjutkan studi strata dua (S2) pada
Agustus 2009. Penulis masuk pada program Studi Biofisika Sekolah Pascasarjana
IPB, dengan bantuan dana dari Kementerian Pendidikan Nasional, melalui
program Beasiswa Unggulan.
Penulis bekerja sebagai guru privat dan staf pengajar pada beberapa
bimbingan belajar di Kota Bogor. Selama menempuh pendidikan, penulis telah
mengikuti berbagai seminar nasional dan internasional. Penulis pernah menjadi
pemakalah pada Seminar Nasional Sains IPB di Tahun 2010 dan 2011, serta pada
Seminar Nasional Sains, Teknik, dan Teknologi 2012 di Universitas Brawijaya
Malang, dengan menampilkan sebagian hasil dari penelitian tesis ini. Penulis juga
aktif mengikuti kegiatan pada Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana
(HIMMPASS) IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxiii
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxv
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xxvii
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I.
xxix
PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hipotesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
2
3
3
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1.1 Sejarah Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1.2 Sifat dan Karakterisasi Membran . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1.3 Konduktansi Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1.4 Teknik Pembuatan Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2 Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.1 Sifat dan Struktur Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.2 Pembuatan Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2.3 Proses Adsorpsi Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.3 Aplikasi Terintegrasi Membran dan Arang Aktif. . . . . . . . . . .
2.4 Polisulfon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5
5
6
9
11
12
12
14
16
17
18
III. METODE PENELITIAN
3.1
3.2
3.3
3.4
Waktu dan Tempat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Bahan dan Alat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Diagram Alir Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.4.1 Pembuatan Arang dan Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . .
3.4.2 Penetapan Mutu Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.4.3 Karakterisasi Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.4.4 Sintesis Membran dengan Dadah Arang Aktif . . . . . .
3.4.5 Karakterisasi Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.5 Rancangan Percobaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
21
21
22
24
24
24
26
28
30
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.1.1 Sifat Arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.1.2 Daya Serap Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.1.3 Analisis Pola Struktur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxiii
35
37
37
39
Konduktivitas Listrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Morfologi Arang Aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
42
46
4.2. Membran Polisulfon didadah Karbon Aktif . . . . . . . . . . . . . .
4.2.1 Sintesis Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2.2 Fluks Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2.3 Derajat Pengikatan Air . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2.4 Kuat Mekanik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2.5 Konduktansi dan Porositas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2.6 Morfologi Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2.7 Analisis Struktur Kristalin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
48
48
49
52
54
54
56
58
4.1.4
4.1.5
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
61
61
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
69
xxiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Proses pemisahan oleh membran sintesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
2
Jenis membran berdasarkan prinsip pemisahan . . . . . . . . . . . . . . .
7
3
Skematik dari proses filtrasi dengan teknologi membran . . . . . . . .
8
4
Diagram fasa pada pembentukan membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
5
Struktur heksagonal grafit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
6
Tahapan proses aktivasi karbon selama perlakuan pemanasan . . . .
15
7
Struktur Polisulfon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
18
8
Proses pembuatan dan karakterisasi arang dan arang aktif . . . . . . .
22
9
Proses sintesis dan karakterisasi membran polisulfon . . . . . . . . . . .
23
10
Skema struktur kristalit arang dan arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
11
Pengukuran konduktivitas listrik arang dan arang aktif . . . . . . . . . .
28
12
Proses pencetakan membran dengan metode inversi fasa . . . . . . . .
29
13
Pengujian fluks membran dengan metode cross flow. . . . . . . . . . . .
30
14
Skema pengukuran konduktansi membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
32
15
Pengukuran kuat mekanik membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
16
Difraktogram XRD tempurung kelapa beserta arang dan
Arang aktifnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
40
17
Konduktivitas arang dan arang Aktif pada berbagai frekuensi . . . .
43
18
Grafik hubungan antara frekuensi terhadap konduktivitas arang . .
43
19
Perbandingan nilai konduktivitas arang dan arang . . . . . . . . . . . . .
45
20
Foto SEM permukaan tempurung kelapa, kayu sengon, beserta
arang dan arang aktifnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
47
21
Perbedaan warna akibat perbendangan tingkat kandungan karbon .
49
22
Grafik fluks membran terhadap waktu operasi . . . . . . . . . . . . . . . .
50
23
Derajat pengikatan air tiap membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
53
24
Perbandingan kuat mekanik tiap membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
54
25
Grafik hubungan temperatur dan konduktansi membran . . . . . . . . .
55
26
Foto SEM morfologi membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
57
27
Difraktogram membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
xxv
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Perkembangan teknik proses membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
2
Proses membran dan aplikasinya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
3
Variasi perlakuan aktivasi arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
22
4
Perbandingan fraksi massa polisulfon, karbon aktif, dan DMAc . . .
27
5
Analisis sifat arang dan arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
6
Daya serap arang dan arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
36
7
Struktur temprung kelapa, kayu sengon, beserta arang dan
arang aktifnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
38
8
Jari-jari pori membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
53
9
Kristalinitas membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
57
xxvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Sidik ragam sifat arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
69
2
Uji Beda Nyata Terkecil sifat arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
71
3
Data pengukuran konduktansi dan ketebalan sampel arang aktif . . .
72
4
Data kalkulasi konduktivitas arang aktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
74
5
Data fluks air membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
75
6
Data derajat pengikatan air membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
80
7
Data pengukuran kuat tekan dan tarik membran . . . . . . . . . . . . . . . .
82
8
Kurva hubungan konduktansi membran terhadap suhu . . . . . . . . . .
83
9
Difraktogram XRD . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
88
xxix
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air bersih merupakan kebutuhan esensial bagi manusia untuk menopang
kelangsungan hidupnya. Namun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk
dunia dan pesatnya perkembangan industri, jumlah kebutuhan air bersih
meningkat tajam tanpa didukung kenaikan jumlah sumber air yang memadai.
Pencemaran air oleh limbah industri dan masyarakat, juga semakin menambah
masalah kekurangan air bersih.
Saat ini, akses air bersih menjadi hal yang sulit di berbagai wilayah di
dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), 1.2 miliar penduduk
dunia kekurangan akses untuk memperoleh kecukupan air bersih, dan 2.6 miliar
penduduk tidak mendapatkan sanitasi yang memadai. Buruknya sanitasi ditambah
dengan kualitas air yang tidak sehat, menyebabkan berbagai penyakit dan
kematian di dunia (Pruss-Ustun 2008, diacu dalam Kasher 2009).
Jumlah air segar hanya mencapai 2.8% dari seluruh jumlah air di bumi,
dan dari seluruh jumlah tersebut, hanya 0.6 % yang dapat dimanfaatkan, sisanya
tidak dapat dijangkau karena berada di wilayah kutub bumi dalam bentuk es dan
gletser (Kasher 2009). Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi dalam memanfaatkan ketersediaan jumlah air yang sangat terbatas ini, khususnya dalam
memperbaiki mutu air yang telah tercemar, agar dapat digunakan kembali dalam
memenuhi kebutuhan air bersih. Menurut Tansel (2008), teknologi pembersihan
air minum yang berkembang saat ini pada umumnya menggunakan proses filtrasi
(media penyaringan, sistem membran), proses disinfeksi, pertukaran ion, dan
proses adsorpsi karbon. Sedangkan untuk pembersihan air limbah, cenderung
menggunakan proses biologis dan teknik pembersihan tingkat lanjut seperti
adsorpsi.
Adsorpsi digunakan secara luas sebagai metode fisis yang efektif dalam
proses separasi, untuk membersihkan atau mengurangi konsentrasi polutan terlarut
(organik dan non organik) di dalam bahan tercemar. Arang aktif yang telah
dikenal baik sebagai adsorben, dapat digunakan secara efisien untuk
menghilangkan berbagai jenis polutan dari udara, tanah, dan juga cairan. Arang
2
aktif memiliki sejumlah besar pori yang sangat halus (mikropori), sehingga
memiliki permukaan dalam yang luas, dan menjadi dasar sifat adsorpsinya yang
sangat baik (Ansari dan Mohammad-Khah 2009).
Sistem membran juga semakin penting dalam aplikasi pembersihan air.
Membran merupakan penghalang yang selektif terhadap aliran molekul dan ion
dalam cairan atau gas antara dua fasa di kedua sisinya, fasa pertama adalah umpan
(masukan) dan fasa kedua merupakan hasil penyarigan (Mulder 1996).
Dibandingkan dengan treatmen konvensional, proses pemurnian air dengan
membran menawarkan beberapa keunggulan, seperti memerlukan lebih sedikit
bahan kimia, air yang dihasilkan berkualitas baik, sedikit produksi endapan,
proses yang rapi, serta kemudahan otomatisasi (Xia et al. 2008).
Melihat keunggulan membran sebagai media filtrasi dan karbon aktif
sebagai adsorban, serta kinerja mereka yang sudah dikenal baik dalam proses
pembersihan air, maka kedua teknologi ini memiliki peluang untuk digabungkan
menjadi satu kesatuan teknik pemurnian air. Dalam penelitian ini, membran
dibuat dari bahan dasar polimer polisulfon, dengan karbon aktif sebagai bahan
dadah. Membran kemudian diuji dan dikarakterisasi, untuk mengetahui
kemampuan dan efektifitasnya dalam melakukan pembersihan air.
1.2 Rumusan Masalah
Proses pembersihan air dengan membran filtrasi dan adsorpsi arang aktif
telah sering dilakukan, dan telah terbukti menjadi metode yang efektif dalam
membersihkan zat polutan yang terkandung dalam cairan ataupun gas. Selama ini
kedua metode ini biasa diaplikasikan tersendiri dalam proses pembersihan air,
namun sering pula dipadukan dalam satu susunan sistem pembersihan air, baik
sebagai pratreatmen ataupun pascatreatmen bagi satu sama lainnya. Namun
demikian, teknik yang menggabungkan kedua metode ini menjadi satu produk
filter masih jarang dilakukan dan masih tergolong teknik baru.
Pada penelitian ini penulis mencoba menggabungkan teknologi membran
dan adsopsi sebagai satu kesatuan produk. Membran polimer yang dikenal baik
sebagai media filtrasi dan karbon aktif yang sangat baik sebagai adsorben,
dipadukan untuk memperoleh membran polimer-karbon aktif. Permasalahan yang
3
timbul adalah bagaimana membuat karbon aktif yang baik untuk dijadikan bahan
dadah pada membran, serta bagaimana menentukan komposisi yang tepat dalam
memadukan polimer polisulfon dan karbon aktif untuk pembuatan membran.
Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana efek dari pendadahan membran
polimer dengan karbon aktif pada karakteristik membran, dan bagaimana kinerja
membran yang dihasilkan dalam proses filtrasi air.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memproduksi dan mengkarakterisasi karbon aktif dari bahan baku berbeda,
sebagai bahan dadah membran.
2. Mensintesis dan mengkarakterisasi membran polisulfon dengan pendadah
karbon aktif.
3. Mengetahui efektifitas penambahan karbon aktif sebagai bahan dadah pada
membran.
4. Mengetahui kinerja membran polisulfon-arang aktif sebagai media filtrasi air.
1.4 Hipotesis
1. Variasi proses aktivasi akan memberi pengaruh pada karakteristik karbon aktif
yang dihasilkan.
2. Pendadahan membran dengan arang aktif pada konsentrasi tertentu, akan
mempengaruhi karakteristik membran dan kinerjanya dalam filtrasi air.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi teknologi alternatif dalam
proses pemurnian air yang lebih baik, khusunya dalam bidang membran filtrasi
dan adsorpsi arang aktif, serta dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya,
yang berkaitan dengan bidang ini. Dengan penelitian dan pengembangan
teknologi lebih lanjut, hasil riset ini diharapkan dapat diaplikasikan langsung pada
masyarakat dan bidang industri, guna mengatasi masalah kekurangan air bersih.
4
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Membran
2.1.1 Sejarah Membran
Sejarah membran diawali tahun 1748 saat Abbe Nolet, seorang fisikawan
Perancis menemukan gejala osmosis pada membran kantung kemih babi.
Dilanjutkan oleh Tzambe, kimiawan asal Jerman pada 1867 dengan serentetan
percobaan membran sintesis. Sepanjang abad ke-19 hingga awal abad ke-20,
membran tidak digunakan untuk industri ataupun tujuan komersil, tapi hanya
sebagai peralatan laboratorium untuk mengembangkan teori fisika dan kimia.
Terobosan teknologi membran dimulai pada tahun 1960-an melalui
pengembangan membran berpori asimetris oleh Loeb dan Sourirajan (UCLA).
Membran pun mulai berkembang dengan sangat pesat sejak tahun 1970-an.
Material membran jenis baru mulai digunakan, dimensi modul dan sistem
membran semakin besar dengan kinerja yang makin piawai, tekanan operasi
membran semakin kecil, dan peningkatan kontrol mutu telah dipadukan dengan
sistem komputer (Hartomo dan Widiatmoko 1994; Nunes dan Peinemann 2001;
Baker 2004).
Tabel 1 berikut menampilkan beberapa perkembangan proses membran
dan aplikasinya. Dari tahun 1920 hingga 1950, proses membran masih digunakan
dalam skala kecil, dan pada tahun 1950-an mulai diaplikasikan pada skala
industri.
Tabel 1 Perkembangan teknik proses membran (Mulder 1996).
Proses membran
Negara
Tahun
Aplikasi
Mikrofiltrasi
Ultrafiltrasi
Hemodialisis
Elektrodialisis
Hiperfiltrasi
Ultrafiltrasi
Separasi gas
Membran distilasi
Pervaporasi
Jerman
Jerman
Belanda
USA
USA
USA
USA
Jerman
Jerman/Belanda
1920
1930
1950
1955
1960
1960
1979
1981
1982
Laboratorium (filter bakteri)
Laboratorium
Ginjal tiruan
Desalinasi
Desalinasi air laut
Pemisahan makromolekul
Perolehan kembali hidrogen
Konsentrasi larutan encer
Dehidrasi pelarut organik
6
2.1.2 Sifat dan Karakteristik Membran
Membran didefinisikan sebagai sebuah struktur yang memiliki dimensi
lateral jauh lebih besar dari ketebalannya, dan sejumlah perpindahan massa dapat
terjadi melalui membran di bawah berbagai variasi gaya penggerak (Pellegrino
2000). Membran dapat melewatkan molekul atau partikel dari fasa satu ke fasa
lain karena beberapa faktor, seperti gradien temperatur, gradien konsentrasi,
gradien tekanan, dan gradien energi (Baker 2004).
Membran dapat dianggap sebagai penghalang yang permeabel dan
selektif antara dua fase. Fase pertama biasanya dianggap sebagai umpan (feed),
sementara fase kedua adalah hasil pemisahan (permeate). Pemisahan tercapai
karena membran memiliki kemampuan untuk mengangkut salah satu komponen
campuran umpan lebih mudah daripada komponen lainnya. Membran dapat
berukuran tebal ataupun tipis, strukturnya bisa homogen ataupun heterogen
(komposit), dan proses perpindahan material melewati membran dapat terjadi
melalui proses transpor aktif dan pasif. Transpor pasif dapat digerakkan oleh
perbedaan tekanan, konsentrasi, atau perbedaan temperatur di antara kedua sisi
membran (Mulder 1996). Proses pemisahan melalui membran dapat diilustrasikan
seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Proses pemisahan oleh membran sintesis (Chelme-Ayala et al. 2009)
Secara umum, membran dibedakan atas membran alami dan sintesis.
Membran alami adalah membran sel biologi pada makhluk hidup, sedangkan
membran sintesis adalah membran buatan, yang terbagi atas membran organik
(polimer atau cairan) dan anorganik (terbuat dari metal, gelas, keramik, dll.)
(Mulder 1996). Berdasarkan strukturnya, membran dibedakan menjadi membran
7
simetrik dan asimetrik. Membran simetrik adalah membran dengan ukuran pori
yang sama dari permukaan atas membran hingga permukaan bawahnya.
Sedangkan membran asimetrik adalah membran yang memiliki ukuran pori
berbeda antara permukaan atas dan bawahnya (Scott 1995).
Berdasarkan prinsip pemisahannya, membran dapat dibagi menjadi 3 jenis,
sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2 (Mulder 1996).
Gambar 2 Jenis membran berdasarkan prinsip pemisahan
a. Membran berpori
Membran berpori melakukan pemisahan berdasarkan perbedaan ukuran
partikel. Membran jenis ini digunakan dalam ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi..
Selektivitas terutama ditentukan oleh ukuran pori terhadap ukuran partikel
yang akan dipisahkan, di mana material membran tidak memberikan pengaruh
yang begitu besar pada pemisahan tersebut. Selektivitas yang tinggi dapat
diperoleh jika ukuran partikel terlarut relatif lebih besar dari pori membran.
b. Membran non pori
Membran ini mampu memisahkan molekul yang berukuran hampir sama.
Proses pemisahan terjadi melalui perbedaan daya larut dan/atau difusifitas. Ini
berarti bahwa sifat intrinsik material menentukan tingkat selektifitas dan
permeabilitas. Membran ini digunakan dalam pervaporasi dan pemisahan gas.
c. Membran cair
Dengan membran jenis ini, proses transpor tidak dipengaruhi oleh membran
atau material membran, tapi oleh molekul pembawa (carrier) yang sangat
spesifik. Pembawa yang mengandung cairan berada di dalam pori membran.
Permeselektivitas komponen terutama bergantung pada kekhususan molekul
8
pembawa. Komponen yang dipisahkan dapat berupa gas atau cairan, ionik atau
non ionik. Pada beberapa tingkatan, fungsinya mendekati membran sel.
Berdasarkan gradien tekanan sebagai daya dorong dan permeabilitasnya,
membran dibedakan menjadi (Nunes dan Painemann 2001; Baker 2004):
a. Mikrofiltrasi (MF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2
bar dan batasan permeabilitasnya lebih besar dari 50 L/m2.jam.bar.
b. Ultrafiltrasi (UF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 1-5 bar
dan batasan permeabilitasnya adalah 10-50 L/m2.jam.bar.
c. Nanofiltrasi. Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan
batasan permeabilitasnya mencapai 1,4-12 L//m2.jam.bar
d. Reverse osmosis (RO). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara
10-100 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 0,005-1,4 L/m2.jam.bar
Jangkauan operasi membran, aplikasi, dan tujuan kontaminan yang
disaring oleh membran ditampilkan pada Gambar 3 dan Tabel 2.
Gambar 3 Skematik dari proses filtrasi dengan teknologi membran (Pellegrino 2000)
9
Tabel 2 Proses membran dan aplikasinya (Chelme-Ayala et al. 2009)
Membran
Target kontaminan utama
Sumber air
Aplikasi
Mikrofiltrasi
Kekeruhan, protozoa, dan
penghilangan bakteri
Air
permukaan
Ultrafiltrasi
Kekeruhan, senyawa organik, Air tanah
iron-manganese
Kesadahan, padatan terlarut, Air tanah
senyawa organik
Padatan terlarut,
Air tanah
radionuklida, reklamasi air
Sewer, aplikasi lahan
(irigasi, perkolasi,
kolam pengendapan)
Aplikasi lahan, sewer
Nanofiltrasi
Osmosis balik
Sumur dalam, sewer
Surface discharge,
sewer
2.1.3 Konduktansi Membran
Salah satu sifat listrik yang dimiliki oleh membran adalah konduktansi.
Konduktansi merupakan ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu bahan
untuk membawa arus listrik. Sifat ini muncul karena adanya interaksi antara ion
dengan membran. Konduktansi sangat penting dalam proses pemisahan pada
membran karena dapat menentukan geometri dan dimensi pori. Besarnya
konduktansi membran (G) dapat diperoleh dengan pendekatan persamaan:
G = n Gp
(1)
dengan n adalah jumlah pori membran, dan Gp adalah konduktansi tiap pori
(asumsi pori-pori identik). Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi nilai Gp, di
antaranya faktor geometri pori, konsentrasi pori, dan mobilitas ionnya. Dengan
asumsi bahwa ion di dalam suatu medium dielektrik akan mengalami interaksi
elektrostatik dengan membran.
Sebuah ion dengan radius d dan muatan zq (di mana z adalah bilangan
valensi ion dan q adalah muatan ion), dalam suatu medium yang luasnya tak
berhingga dengan konstanta dielektrik ε, akan memiliki energi diri U yang
besarnya adalah:
U = z2 q2 / 8 π εo εm d
(2)
Nilai energi diri ion akan berubah bagi ion yang mediumnya memiliki
konstanta dielektrik tak seragam. Energi diri ion tersebut pun akan berubah
tergantung kepada di mana ion tersebut berada. Oleha karena itu nilai ini sangat
10
bergantung pada konstanta dielektrik (ε). Nilai U akan naik secara teratur sesuai
dengan banyaknya ion yang melewati suatu daerah dengan konstanta dielektrik ε
lebih rendah. Konstanta dielektrik membran lebih kecil (biasanya εm = 3)
dibanding konstanta dielektrik pelarut (air, εs = 78.5).
Ion yang melewati membran dapat menyebabkan adanya perubahan energi
diri sebesar ΔU, sebagai akibat interaksi medan listrik dengan konstanta dielektrik
membran (εm), yang tergantung pada seberapa dekatnya ion pada membran.
Perubahan energi diri ΔU dapat ditentukan melalui :
ΔU = z2 q2 α / 4 π εo εm b
(3)
Dengan z adalah bilangan valensi ion, q adalah muatan ion, α merupakan nilai
yang bergantung pada konstanta geometri dan dielektrik, εo adalah konstanta
resapan, dan b adalah jari-jari pori membran.
Peningkatan energi diri ΔU akan mempengaruhi konsentrasi ionik yang
ada di dalam membran. Secara energetika, kenaikan energi diri kurang baik untuk
ion yang berada dalam pori-pori membran yang rapat, dengan konstanta dielektrik
rendah. Jika C adalah konsentrasi ion di pusat membran, Co adalah konsentrasi ion
pada jarak yang jauh dari membran, G adalah konduktansi di pusat membran,
Go adalah konduktansi yang berjarak jauh dari membran, dengan konstanta
Boltzman k dan suhu T, maka koefisien partisi γ dapat dihitung dengan
menggunakan statistik Boltzman:
γ = C / Co = G / Go = exp (-ΔU / k T)
(4)
Pada elektrolit dengan konsentrasi kation P dan anion N, serta valensi zp dan zn,
dan dengan co adalah kekuatan ionik larutan, maka:
zp P = z n N = co
(5)
Untuk membran dengan ukuran pori lebih besar dari panjang Debye dan
dengan medan listrik konstan, maka besarnya nilai konduktansi untuk tiap pori Gp
terhadap ion yang mengalir adalah:
Gp =
dengan :
q 2 C 0 ( z p γ p D p + z n γ n Dn ) π b 2
kT L
(
)
γ p = exp − z p 2 q 2 α 4 π ε 0 ε m b R T (6)
(7) 11
(
)
γ n = exp − z n 2 q 2 α 4 π ε 0 ε m b R T (8)
Di mana b adalah jari-jari pori membran, L adalah ketebalan membran, K adalah
konstanta Boltzman (1.38662 x 10-23 J/K), T merupakan suhu dalam Kelvin, dan
R adalah konstanta molar gas (8.314 J/mol K).
Dari persamaan (6) dapat diamati bahwa ada kebergantungan dari Gp
terhadap temperatur, dan menunjukkan hubungan yang linear. Pada suhu yang
tinggi, nilai G akan semakin besar, ini berarti pula bahwa pergerakan ion juga
lebih besar. Di samping itu, koefisien partisi γ juga akan membesar, dengan
demikian energi diri ΔU akibat interaksi medan magnet juga meningkat. Dengan
menganggap konduktansi untuk tiap pori (Gp) adalah sama, maka jumlah pori n
dapat diketahui melalui persamaan (1), dan mekanisme transpor pun dapat
diketahui (Smith et al. 1992).
2.1.4 Teknik Pembuatan Membran
Terdapat beberapa jenis pembuatan membran seperti sintering, stretching,
track-etching, template leaching, coating, dan phase inversion (inverse fasa).
Teknik inversi fasa adalah teknik yang umum digunakan untuk membran
berbahan polimer. Inversi fasa adalah proses di mana polimer dibentuk dari
keadaan cair menjadi padat dengan cara terkontrol (Mulder 1996).
Mekanisme pembuatan membran dengan teknik inversi fasa dapat
dijelaskan melalui diagram terner seperti terlihat pada Gambar 4. Seluruh sistem
pada diagram dibagi menjadi dua daerah penting, yaitu daerah fasa tunggal dan
fasa ganda. Sistem tersebut terdiri atas tiga komponen utama yang berperan dalam
pembuatan membran yaitu polimer, pelarut, dan non pelarut. Pada daerah fasa
tunggal, ketiga komponen larut membentuk larutan serba sama. Titik A
menunjukkan larutan cetak membran yang mengandung polimer dan pelarut. Pada
saat proses koagulasi di dalam non pelarut, pelarut akan berdifusi ke non pelarut.
Dalam proses ini, fasa tunggal masih terbentuk hingga di titik B. Di saat yang
bersamaan, di titik B juga mulai muncul daerah fasa ganda. Proses koagulasi yang
lebih lama akan mengakibatkan semua pelarut berdifusi ke non pelarut dan
berakhir pada titik C, di mana titik ini adalah komposisi membran keseluruhan.
12
POLIMER Fasa Tunggal D C A
B
PELARUT
Fasa Ganda NON PELARUT
Gambar 4 Diagram fasa pada pembentukan membran (Londsdale 1985)
Pada titik B, campuran 3-komponen melewati rongga pengendapan.
Penukaran lebih lanjut pelarut oleh non pelarut mengakibatkan pergeseran ke arah
fase di mana bagian polimer dominan. Pada titik C proses penguapan pelarut
berakhir, dan semua pelarut telah digantikan oleh non pelarut; ada dua fase yang
saling berdekatan, yaitu fase padat (polimer) yang membentuk struktur membran
dan fase cair yang mengisi volume pori. Proses penguapan pelarut terjadi sesaat
sebelum proses koagulasi. Penguapan menyebabkan lapisan atas membran
kekurangan pelarut. Oleh karena itu, komposisi lapisan atas membran kaya akan
polimer sebagaimana ditunjukkan pada titik D dalam diagram.
Proses pembuatan membran sesungguhnya tidak sederhana seperti yang
tergambar pada diagram terner. Penjelasan tersebut adalah pendekatan proses
kesetimbangan, sedangkan pembuatan membran sebenarnya bukan merupakan
proses kesetimbangan. Namun demikian, pendekatan diagram fasa sangat berguna
dalam pembuatan membran asimetrik (Londsdale 1985; Romli et al. 2006).
2.2 Arang Aktif
2.2.1 Sifat dan Struktur Arang Aktif
Arang adalah suatu bahan padat berpori, merupakan hasil pembakaran
dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya
masih tertutup dengan hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lain. Komponen
arang terdiri dari karbon terikat, abu, air, nitrogen, dan sulfur (Djatmiko et al.
1985). Arang aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari
13
ikatan dengan unsur lain, serta porinya dibersihkan dari senyawa atau kotoran
lain, sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas, serta kemampuan
adsorpsinya terhadap cairan dan gas meningkat (Sudradjat dan Soleh 1994).
Secara fisik arang aktif berbentuk padatan, berwarna hitam, tidak berbau,
tidak berasa, bersifat higroskopis, tidak larut dalam air, basa, asam dan pelarut
organik, serta tidak rusak karena perubahan pH maupun suhu. Susunan atom
karbon dalam arang aktif mirip dengan susunan atom karbon dalam grafit, yang
terdiri dari pelat-pelat datar di mana atom karbonnya tersusun dan terikat secara
kovalen di dalam suatu kisi heksagonal secara paralel (Gambar 5). Struktur arang
aktif berbeda dengan struktur grafit karena pelat-pelat karbon heksagonal dalam
arang aktif tidak terorientasi sempurna tegak lurus terhadap sumbunya. Besar
kecilnya ukuran pori dari kristalit arang aktif selain bergantung pada suhu
karbonasi, juga bergantung pada bahan baku yang digunakan. Ukuran porinya
dapat berkisar antara 10 – 250 Å (Pari 2004).
Gambar 5 Struktur heksagonal grafit (Marsh dan Rodriguez-Reinoso 2006)
Bonelli (2001) serta Daud dan Ali (2004) menyatakan bahwa struktur,
penyebaran, dan ukuran pori arang aktif lebih dipengaruhi oleh sifat dasar bahan
baku (lignin, selulosa dan holoselulosa). Arang aktif tempurung kelapa menunjukkan distribusi pori halus (mikropori) lebih banyak dibanding arang aktif kayu.
Karbon aktif dengan struktur mesopori dapat digunakan untuk pemurnian
air minum, perlakuan limbah cair, penghilangan warna pada makanan dan bahan
kimia. Sedangkan pada struktur mikropori digunakan untuk mendaur ulang zat
cair, pengendali emisi gas pada minyak gas, saringan pada rokok dan pengendali
emisi gas pada industri. Penggunaan karbon sebagai penyerap juga dipengaruhi
14
oleh luas permukaan, penyebaran pori dan sifat kimia permukaan arang aktif
(Benaddi et al. 2000).
2.2.2 Pembuatan Arang Aktif
Setiap material yang mengandung karbon (hewan, tumbuhan, atau bahan
mineral) dengan konsentrasi karbon yang tinggi, dapat dibuat menjadi arang aktif.
Bahan baku yang paling sering digunakan adalah kayu, arang kayu, kulit kacangkacangan, batu bara, dan tulang. Polimer sintetik seperti PVC juga dapat
digunakan untuk membuat arang aktif (Ansari dan Mohammad-Khah 2009).
Di Indonesia sendiri, penelitian tentang arang aktif telah banyak dilakukan, dan
umumnya menggunakan bahan baku dari biomassa, seperti tempurung kelapa dan
kayu bakau (Hartoyo et al. 1990), tempurung biji-bijian (Hudaya dan Hartoyo
1990), berbagai jenis kayu (Pari 1996; Pari 2004), serta berbagai macam biomassa
hutan, seperti kayu mani, bambu mayan, dan tempurung kemiri (Komarayati et al.
1998; Hendra dan Darmawan 2007).
Perubahan komponen kimia kayu dalam proses karbonisasi terjadi pada
suhu 100 - 1000 oC, di mana perubahan terbesar terjadi pada suhu 200 - 500 oC.
Reaksi pada proses karbonisasi adalah eksoterm, yaitu jumlah panas yang
dikeluarkan lebih besar dari yang diperlukan. Reaksi eksoterm ini terlihat nyata
pada suhu 300 - 400 oC, di mana suhu melonjak dengan cepat, meskipun jumlah
panas yang diberikan tetap. Umumnya pembuatan arang dilakukan pada suhu di
atas 500 oC. Garis besar proses karbonisasi kayu dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:
-
Pada suhu 100 - 120 oC terjadi penguapan air, dan sampai suhu 270 oC mulai
terjadi penguraian selulosa. Destilat mengandung asam organik dan sedikit
metanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200-270 oC.
-
Pada suhu 270 - 310 oC reaksi eksotermik berlangsung, di mana terjadi peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan pirolignat, gas kayu, dan sedikit
ter. Asam pirilignat merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti
asam cuka dan metanol, sedangkan gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
-
Pada suhu 310 - 500 oC, terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak ter,
sedangkan larutan pirolignat menurun. Gas CO2 menurun sedang gas CO,
CH4, dan H2 meningkat.
15
-
Pada suhu 500 - 1000 oC, diperoleh gas kayu yang tidak dapat diembunkan,
terutama terdiri dari gas hidrogen. Tahap ini merupakan proses pemurnian
arang atau peningkatan kadar karbon
(Djatmiko et al. 1985; Sudradjat dan Soleh 1994).
Pada dasarnya ada dua cara membuat arang aktif, yaitu melalui aktivasi
fisik dan kimia. Aktivasi fisik dilakukan dalam dua tahap, pertama karbonisasi
dan kedua aktivasi pada suhu tinggi. Pada aktivasi kimia, bahan diimpregnasi
terlebih dahulu dengan bahan pengaktif lalu dikarbonisasi. Tahap karbonisasi dan
aktivasi dilakukan secara berlanjut (Hayashi et al. 2002). Aktivasi arang
dilakukan dengan pemanasan pada temperatur tinggi (800-1000 oC), akibatnya
produk pembakaran yang belum sempurna ini terbakar dan mengalami
penguapan. Selanjutnya luas permukaan karbon akan semakin meningkat dengan
pelepasan hidrokarbon atau ter, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 6
(Ansari dan Mohammad-Khah 2009).
Gambar 6 Tahapan proses aktivasi karbon selama perlakuan pemanasan
Saat proses aktivasi kimia, senyawa yang menutupi pori atau rongga arang
dikeluarkan dengan cara dehidrasi menggunakan bahan pengaktif, dapat berupa
garam jenuh seperti MgCl2, ZnCl2, CaCl2, juga asam atau basa seperti NaOH dan
H3PO4. Aktivasi fisika juga dapat dilakukan dengan memberikan aliran uap panas
(H2O) atau gas seperti N2 dan CO2 pada suhu tinggi (900 - 1000 oC). Agar unsur
karbon dapat dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain terutama hidrogen dan
oksigen, dilakukan oksidasi lemah pada suhu tinggi dengan uap air. Kualitas
arang aktif dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain sifat bahan baku,
teknologi proses, ukuran partikel, dan cara penggunaan yang tepat (Hartoyo dan
Pari 1993; Sudradjat dan Soleh 1994).
16
Pengaruh utama aktivasi arang dengan aliran uap (steam) adalah untuk
menciptakan dan memperluas pori arang. Aktivasi dengan steam tidak hanya
memindahkan material yang tidak diorganisir tetapi juga cukup efektif dalam
membentuk dan melebarkan mikropori dengan naiknya suhu. Kenaikan suhu dari
750oC ke 800oC dapat meningkatkan terbentuknya pori dan pada akhirnya akan
meningkatkan volume mikropori arang aktif. Pada batas tertentu peningkatan suhu
justru akan menurunkan volume mikroporinya (Bansode et al. 2003; Ismadji et al.
2005; Pari 2006).
Marsh dan Rodriguez-Reinoso (2006) mengemukakan dua keuntungan
dalam menggunakan metode aktivasi kimia dibanding aktivasi fisika. Pertama,
rendemen yang dihasilkan lebih tinggi (27 - 47 wt% dibanding 6 wt% pada
aktivasi fisika). Kedua, struktur permukaan dari karbon aktif serat dengan aktivasi
kimia menunjukkan tingkat kerusakan yang lebih kecil.
2.2.3 Proses Adsorpsi Arang Aktif
Karbon aktif adalah salah satu jenis adsorben yang efektif digunakan
untuk proses adsorpsi. Kemampuan adsorpsi ini didukung oleh beberapa faktor,
di antaranya sifat kimia dan fisika karbon aktif, suhu air, waktu kontak, luas
permukaan karbon aktif, konsentrasi serta ukuran partikel adsorbat, dan jenis
adsorbat. Adsorbat yang mudah berikatan dengan gugus-gugus pengaktif adalah
yang bersifat nonpolar, sehingga molekul organik akan berikatan kuat dengan
gugus pengaktif (Atkins 1997; Sukarjo 1997).
Adsorpsi merupakan suatu reaksi reversibel, pada konsentrasi zat terlarut
yang diberikan. Adsorbat dapat diadsorpsi melalui dua cara, yakni dengan
adsorpsi fisika dan kimia. Pada adsorpsi fisika, ada gaya lemah Van der Waals
yang menarik
adsorbat
ke permukaan adsorben. Selama proses adsorpsi
fisika, sifat kimia adsorbat tidak berubah. Adsorpsi fisika adalah proses spontan
(ΔG <0), karena ΔS negatif, maka ΔH menjadi eksoterm. Dalam adsorpsi kimia,
adsorbat menempel dengan membentuk ikatan kimia dengan permukaan
adsorben. Interaksi ini lebih kuat dari adsorpsi fisika, dan secara umum memiliki
persyaratan yang lebih ketat untuk memperoleh kompatibilitas antara adsorbat dan
permukaan adsorben (Ansari dan Mohammad-Khah 2009).
17
Adsorpsi dapat terjadi karena setiap molekul pada permukaan mempunyai
energi yang besar sehingga membentuk tegangan permukaan, akibatnya molekul
pada permukaan mempunyai energi bebas yang lebih besar dibanding molekul di
bawah permukaan. Molekul pada permukaan selalu berusaha mendapatkan energi
bebas serendah mungkin, maka permukaan akan menyerap fasa yang tegangan
permukaannya lebih rendah untuk menurunkan energi bebasnya (Sukarjo 1997).
Adsorpsi kontaminan terlarut merupakan fenomena kompleks, yang disebabkan
oleh beberapa mekanisme, seperti Gaya London-Van der Waals, gaya Coulomb,
ikatan hidrogen, pertukaran ligan, adsorpsi kimia, gaya dipol-dipol, dan gaya
hidrofobik. Sebagai contoh, hidrokarbon paling sering menunjukkan adsorpsi
melalui proses ikatan hidrofobik. Jadi sifat permukaan adsorben yang
mempengaruhi proses adsorpsi adalah luas permukaan, ukuran pori, distribusi
mikropori, dan polaritas (hidrofilik atau hidrofobik) (Ansari dan MohammadKhah 2009).
2.3 Aplikasi Terintegrasi Membran dan Arang Aktif
Penggunaan adsorpsi karbon aktif untuk pembersihan air telah banyak
diaplikasikan dan diteliti untuk berbagai jenis kontaminan. Karbon aktif terbukti
dapat digunkan untuk menghilangkan logam berat dari cairan, juga dari limbah
industri elektroplating (Awwad et al. 2008; Husain et al. 2009), menghilangkan
logam terlarut dalam air buangan perkotaan (Lienden et al. 2010), menurunkan
kandungan COD dan BOD dari limbah cair hasil pemroresan kopi (Devi 2010),
serta dapat mengadsorpsi bahan kimia berbahaya dari air baku untuk air minum
(Ismaeel et al. 2010);
Karbon aktif juga dapat digunakan secara terintegrasi dengan reaktor
membran untuk filtrasi air (Campos et al. 2000; Choon et al. 2006; Hu dan
Stuckey 2007; Yang et al. 2010). Proses perlakuan awal pada air baku untuk air
minum, dengan adsorpsi menggunakan karbon aktif bubuk sebelum masuk ke
modul membran, terbukti mampu meningkatkan kemampuan sistem membran
dalam menghilangkan material organik terlarut (Lebeau et al. 1998; Berube et al.
2002). Adsorpsi dengan karbon aktif sebelum penyaringan dengan membran,
lebih efektif dalam menghilangkan substansi humat terlarut pada sumber air
18
minum dibanding filtrasi membran tunggal (Lin et al. 1999). Karbon aktif juga
dapat digunakan setelah membran osmosis balik untuk menghilangkan
mikropolutan organik yang masih lolos dari membran (Kegel et al. 2010).
Karbon aktif tidak hanya dapat diintegrasikan dengan membran filtrasi
sebagai adsorban, namun dapat pula dibuat menjadi membran karbon (Drozdov et
al. 2008). Lee et al. (2007) berhasil membuat membran karbon dari campuran
beberapa polimer, yang dikarbonisasi dengan sistem pirolisis untuk aplikasi
separasi gas. Sears et al. (2010) mengkaji proses pemurnian air dan pemisahan gas
dengan membran karbon yang terbuat dari karbon nanotube. Sridhar et al. (2008)
membuat membran dari poly(ether-block-amide) yang digunakan sebagai matriks
polimer dan karbon aktif mikro-mesopori sebagai pengisi (filler). Membran
polimer-karbon ini kemudian diaplikasikan dalam proses separasi gas, dan
terbukti mampu meningkatkan permeabilitas dan sifat tahanan membran terhadap
gas CO2 dan CH4. Brunet et al. (2008) membuat dan mengkarakterisasi membran
dari polisulfon sebagai matriks polimer, yang dicampur dengan karbon nanotube
multiwall. Penambahan karbon nanotube ternyata tidak mengganggu struktur
asimetrik serta sifat permeabilitas dan hidrofobik membran, tetapi meningkatkan
kekasaran permukaan membran.
2.4 Polisulfon
Polisulfon adalah polimer yang banyak digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan membran. Polisulfon memiliki ketahanan yang baik terhadap
temperatur tinggi, rentang pH yang lebar 1-13, memiliki resistansi yang baik
terhadap klorin, serta mudah dipabrikasi (Wenten 1999).
Gambar 7 Struktur Polisulfon
Polisulfon sering digunakan sebagai bahan pembuatan membran karena
memiliki sifat kestabilan kimia yang cukup tinggi, yaitu tahan terhadap perubahan
pH, daya ulur rendah, dan kekuatan tarik tinggi. Polimer ini menunjukkan sifat
19
amorf pada keadaan seperti gelas, stabil terhadap panas dan oksida, dan derajat
polimerisasi antara 50-80. Polisulfon bersifat hidrofob atau tidak suka air, juga
tidak larut dalam larutan asam maupun alkali. Kelarutan polisulfon dalam larutan
alifatik rendah tetapi masih dapat larut dalam beberapa pelarut polar seperti
dimetil formamida (DMF), dimetil asetamida (DMAc), dan dimetil dulfide
(DMSO) yang sering digunakan dalam pembuatan membran (Kesting 1993).
Menurut Romli et al. (2006), polisulfon sebagai material dasar memiliki
gugus
sulfon
yang
merupakan
sink
untuk
elektron-elektron,
sehingga
menjadikannya tahan terhadap pengaruh termal maupun oksidasi. Gugus eter pada
tulang belakangnya memberikan sifat fleksibel, serta adanya gugus alkil yang
dapat menaikkan permeabilitas.
20
21
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari hingga Desember 2011.
Pembuatan dan karakterisasi arang aktif dilakukan di Puslitbang Keteknikan
Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan Bogor. Proses
sintesis dan karakterisasi membran dilakukan di Laboratorium Biofisika, Fakultas
MIPA, Institut Pertanian Bogor. Khusus untuk karakteristik morfologi membran,
dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Bandung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku pembuatan karbon/arang aktif adalah kayu sengon
(Paraserienthes falcataria) dari
PD. Wijaya Kayu Ciampea, Kabupaten Bogor,
dan limbah tempurung kelapa (Cocos nucifera) dari beberapa kios sembako di
Ciomas, Kota Bogor. Sebagai bahan sintesis membran, digunakan polimer
polisulfon (Aldrich), pelarut N,N-dimethylacetamide (DMAc) (Sigma Aldrich),
dan air destilasi sebagai koagulan. Bahan kimia lain untuk pembuatan dan
karakterisasi arang aktif adalah kalium hidroksida (KOH), natrium tiosulfat
(Na2S2O3), benzena (C6H6), kloroform (CHCl3), iod (I2), dan larutan kanji.
Untuk pengarangan dan aktifasi karbon, digunakan tungku pengarangan
(retort pirolisis) dan retort aktivasi. Plat kaca, batang silinder kaca, dan selotip
digunakan sebagai media pencetakan membran. Alat preparasi sampel lain di
antaranya adalah gelas beker, gelas ukur, labu erlenmeyer, labu takar, cawan petri,
pipet tetes, alat titrasi, kertas saring, hot plate stirrer, magnetic stirrer, ultrasonic
processor (Cole Parmer), desikator, tanur, oven, inkubator, dan mesin gerus
arang. Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah neraca analitis, mikrometer,
jangka sorong, mistar, stopwatch, dan termometer.
Karakterisasi struktur kristalit arang aktif dan membran dilakukan dengan
X-Ray Diffractometer (XRD) Shimadzu seri XRD7000 Maxima 40 kV.
Konduktivitas listrik arang aktif dan membran diukur dengan LCRmeter Hioki
3532-50 Hi-Tester 5 MHz. Analisis struktur morfologi dilakukan dengan
22
Scanning Electron Microscope (SEM) ZEISS seri EVO 20 kV untuk arang aktif,
dan SEM JEOL JSM-6063 LA untuk membran. Karakteristik fluks dan kuat
mekanik membran diuji dengan alat uji fluks tipe cross-flow dan sensor gaya
PASCO CI-6746 dengan ScienceWorkshop® 750 Interface.
3.3 Diagram Alir Penelitian
Seluruh rangkaian kegiatan dan tahapan penelitian yang dilakukan dapat
diilustrasikan dengan diagram alir pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Tempurung Kelapa;
Kayu Sengon
Karbonisasi
(500OC, 4 Jam)
Arang
Analisis:
- Rendemen
- Kadar air, abu,
karbon, zat terbang
- Daya serap benzena,
kloroform, dan iod.
Penumbukan
(0,5 – 0,8 cm)
Perendaman dalam
KOH 10% (24 Jam)
Tanpa
perendaman
Karakterisasi:
- XRD
- SEM
- Konduktivitas listrik
Aktivasi dengan H2O
(850OC; 80,110 menit)
Arang aktif
Penyeleksian
berdasarkan struktur pori
Arang aktif optimum
untuk aplikasi membran
Gambar 8 Proses pembuatan dan karakterisasi arang dan arang aktif
23
Gambar 8 menunjukkan diagram alir untuk proses pembuatan dan
karakterisasi arang dan arang aktif, dengan bahan baku kayu sengon atau
tempurung kelapa, yang merupakan tahap pertama penelitian. Tahap kedua adalah
proses sintesis dan karakterisasi membran polisulfon yang didadah karbon aktif,
sebagaimana ditampilkan pada Gambar 9.
Polisulfon +
Karbon Aktif 0, 2, 6% (b/b)
Dilarutkan dalam
DMAc 99%, 24 Jam
Homogenisasi
(Stirring 1 jam dan Sonikasi 1 jam)
Larutan Cetak (Dope)
Pencetakan Membran
(Teknik Inversi Fasa)
Membran
Karakterisasi Membran
Fluks
membran
Derajat
pengikatan air
Konduktansi
membran
Kuat
mekanik
SEM
XRD
Gambar 9 Proses sintesis dan karakterisasi membran polisulfon didadah karbon aktif
24
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Pembuatan Arang dan Arang Aktif
Arang dibuat dari dua bahan baku, yaitu tempurung kelapa dan kayu
sengon. Perlakuan yang sama diberikan pada kedua jenis bahan. Bahan baku
dikarbonisasi pada retort pirolisis dengan pemanas listrik, pada suhu 500oC
selama 4 jam, lalu didinginkan ± 24 jam. Sebagian arang dihaluskan untuk
karakterisasi dan sebagian lagi diproses untuk aktivasi.
Sebelum proses pengaktifan arang pada retort aktivasi, arang dibagi
menjadi dua perlakuan, yakni tanpa perendaman dan dengan perendaman dalam
larutan kalium hidroksida (KOH) teknis, konsentrasi 10% (b/b). Arang direndam
selama 24 jam, lalu ditiriskan hingga kering pada suhu ruang. Perendaman ini
merupakan proses aktivasi kimia. Masing-masing jenis arang (tanpa dan dengan
perendaman) selanjutnya diaktivasi secara fisika, menggunakan retort aktivasi
yang terbuat dari bahan baja anti karat, dan dililit dengan elemen kawat nikelin
sebagai pemanas. Aktivasi dilakukan pada suhu 850oC, dengan memberikan aliran
uap air panas (steam) selama 80 dan 110 menit. Variasi perlakuan arang aktif
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Variasi perlakuan aktivasi arang aktif
Perlakuan
Bahan baku arang
Tempurung kelapa
Kayu sengon
Perendaman kimia
KOH 10%
KOH 10%
KOH 10%
KOH 10%
-
Lama steam
(menit)
80
110
80
110
80
110
80
110
Kode arang
aktif
AAT KOH-80
AAT KOH-110
AAT-80
AAT-110
AAS KOH-80
AAS KOH-110
AAS-80
AAS-110
3.4.2 Penetapan Mutu Arang Aktif
Pengujian mutu arang dan arang aktif dilakukan dengan prosedur sesuai
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis.
Pengujian meliputi penetapan rendemen, kadar air, abu, zat terbang, karbon, serta
daya serap terhadap benzena, kloroform, dan iod, dengan 2 kali ulangan.
25
a. Rendemen
Rendemen atau perolehan arang aktif dihitung melalui perbandingan berat
arang setelah diaktivasi, terhadap berat bahan baku sebelum diaktivasi.
Rendemen (%) =
Massa arang aktif
x 100%
Massa bahan baku
(9)
b. Kadar Air (SNI 06-3730-1995)
Sejumlah 1 gram contoh arang aktif dimasukkan ke dalam cawan petri,
lalu dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 110oC. Hasil pengeringan
selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai massanya konstan.
Kadar air (%) =
Massa basah – Massa kering
x 100%
Massa basah
(10)
c. Kadar Abu (SNI 06-3730-1995)
Contoh arang aktif sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan petri
yang telah diketahui massanya, lalu dipanaskan dalam tanur listrik pada suhu
750oC selama 6 jam. Contoh kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang hingga massanya tetap.
Kadar abu (%) =
Massa sisa contoh
x 100%
Massa contoh awal
(11)
d. Kadar Zat Terbang (SNI 06-3730-1995)
Kadar zat terbang ditentukan dengan memasukkan 1 gram contoh arang
aktif ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, selanjutnya
dipanaskan dalam tanur listrik pada suhu 950oC selama 10 menit. Setelah itu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai massanya konstan.
Kadar zat terbang (%) =
Penurunan massa contoh
x 100%
massa contoh awal
(12)
e. Kadar Karbon (SNI 06-3730-1995)
Besarnya kadar karbon dalam arang aktif diperoleh dengan jalan
pengurangan dari kadar abu dan kadar zat terbang.
Kadar karbon (%) = 100% - (Kadar abu + Kadar zat terbang)
(13)
26
f. Daya Serap Iod (SNI 06-3730-1995)
Contoh arang aktif ditimbang sebanyak 0.25 gram, lalu dimasukkan ke
dalam botol bertutup dengan warna gelap. Sebanyak 25 ml larutan iod 0,1 N
ditambahkan ke dalam botol, lalu dikocok selama 15 menit pada suhu kamar.
Larutan kemudian disaring, hasilnya dipipet sebanyak 10 mL dan dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat 0,1 N, hingga diperoleh larutan berwarna kuning muda.
Beberapa tetes larutan kanji 1% dapat ditambahkan pada larutan sebagai
indikator. Larutan dititrasi kembali hingga bening tak berwarna.
Daya serap iod (mg/g) =
⎡
⎛ Vtio x N tio ⎞⎤
⎟⎟⎥ x 12.693 x fp
⎢Viod − ⎜⎜
N
iod
⎝
⎠⎦
⎣
M
(14)
Keterangan :
Viod
Vtio
Niod
Ntio
fp
M
=
=
=
=
=
=
Volume iod sebagai titran (mL)
Volume natrium tiosulfat sebagai titrat (mL)
Normalitas iod (N)
Normalitas natrium tiosulfat (N)
Faktor pengenceran
Massa arang aktif (g)
g. Daya Serap Uap Benzena dan Kloroform
Sebanyak 1 gram contoh arang aktif dimasukkan ke dalam cawan petri,
lalu ditempatkan dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan uap benzena atau
uap kloroform selama 24 jam. Selanjutnya contoh ditimbang, di mana sebelumnya
dibiarkan dulu selama 5 menit pada udara terbuka, untuk menghilangkan uap yang
tertempel pada permukaan kaca.
Daya serap (%) =
Massa uap yang terserap
x 100%
Massa contoh awal
(15)
3.4.3 Karakterisasi Arang Aktif
a. Struktur Kristalit
Struktur kristalit arang dan arang aktif dianalisis dengan difraksi sinar-X,
menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD). Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui derajat kristalinitas (X), jarak antar lapisan (d), tinggi lapisan (Lc),
27
lebar lapisan (La), dan jumlah lapisan aromatik (N) pada arang dan arang aktif,
dengan sumber radiasi tembaga (Cu). Penetapan nilai parameter tersebut
dilakukan menurut Iguchi (1997) serta Kercher dan Nagle (2003). Struktur
kristalit diilustrasikan pada Gambar 10. Perhitungan untuk mengetahui struktur
kristalit arang dan arang aktif dirumuskan sebagai berikut:
Derajat kristalinitas : X =
Bagian kristal
Bagian kristal + Bagian amorf
x 100%
(16)
Jarak antar lapisan aromatik (d002) : λ = 2 d sin θ
(17)
Tinggi lapisan aromatik (Lc)
: Lc(002) = K λ / β cos θ
(18)
Lebar lapisan aromatik (La)
: La(100) = K λ / β cos θ
(19)
Jumlah lapisan aromatik (N)
: N = Lc/d
(20)
di mana:
λ
β
K
θ
=
=
=
=
0.1540598 nm (panjang gelombang radiasi sinar Cu)
Intensitas ½ tinggi dan lebar intensitas difraksi (radian θ)
Tetapan untuk lembaran grafit (0.89)
Sudut difraksi
Gambar 10 Skema struktur kristalit arang dan arang aktif; dengan jarak antar lapisan (d),
tinggi lapisan (Lc), lebar lapisan (La), dan jumlah lapisan aromatik (N)
b. Konduktivitas Listrik
Konduktivitas adalah ukuran ilmiah tentang kemampuan material dalam
mengalirkan arus listrik yang melaluinya. Konduktivitas merupakan kebalikan
dari resistivitas atau sifat tahanan jenis bahan. Penentuan nilai konduktivitas arang
dan arang aktif dilakukan dengan LCRmeter (Gambar 11). Sampel yang telah
28
dihaluskan, ditimbang sebanyak 0.3 gram, lalu dimasukkan ke dalam tabung
konduktor berdiameter 15.12 mm. Nilai konduktivitas sampel diukur pada arus
bolak-balik (AC), dalam rentang frekuensi 50 Hz - 5 MHz dan tegangan 1 V.
Ketebalan sampel dalam tabung diukur menggunakan jangka sorong. Nilai
konduktivitas listrik dihitung dengan persamaan berikut (Purwanto et al. 2007):
⎛d ⎞
⎝ A⎠
σ = G ⎜ ⎟
(21)
dengan σ adalah konduktivitas listrik (S/m), G adalah nilai konduktansi yang
terukur (Siemens), d adalah ketebalan sampel (m), dan A merupakan luas
penampang dalam tabung sebagai tempat sampel (m2).
Gambar 11 Pengukuran konduktivitas listrik arang dan arang aktif
c. Analisis Morfologi Permukaan
Analisis morfologi permukaan arang dan arang aktif dilakukan dengan
mikroskop elektron, pada tegangan operasi 20 kV. Pengambilan foto SEM
dilakukan pada bahan baku tempurung kelapa dan kayu sengon, serta arang dan
arang aktifnya, dengan perbesaran 500 kali.
3.4.4 Sintesis Membran dengan Dadah Arang Aktif
Teknik pembuatan membran yang digunakan adalah metode inversi fasa.
Proses pembuatannya melalui dua tahap, yaitu pembuatan larutan cetak atau dope,
dan pencetakan membran untuk memperoleh lapisan tipis padat membran.
Pembuatan membran polisulfon dilakukan dengan mencampurkan bahan
polimer polisulfon dan karbon aktif sebagai bahan terlarut, dan dimethylacetamid
(DMAc) sebagai pelarut. Komposisi larutan membran terdiri atas 12% polisulfon,
29
karbon aktif dengan variasi konsentrasi 0, 2, dan 6% (b/b), dan sisanya adalah
pelarut DMAc, dengan massa total larutan cetak 10 gram. Nilai perbandingan ini
didasarkan pada penelitian Romli et al. (2006), yang melakukan uji permeabilitas
membran polisulfon terhadap air, dengan fluks tertinggi diperoleh pada
konsentrasi polisulfon 12%. Variasi komposisi membran disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan fraksi massa polisulfon, karbon aktif, dan DMAc
Jenis
membran
Polisulfon
PS-TKP*
PS-TKP
PS-Sengon
PS-Sengon
Bahan Terlarut (gr)
Polisulfon Karbon aktif
0
1.2
0.2
1.2
0.6
1.2
0.2
1.2
0.6
1.2
Pelarut
DMAc (gr)
8.8
8.6
8.2
8.6
8.2
Total
massa (gr)
10
10
10
10
10
Kode
membran
PSM
PST 2%
PST 6%
PSS 2%
PSS 6%
* PS: Polisulfon, TKP: Tempurung kelapa
Setelah penimbangan, masing-masing bahan dimasukkan ke dalam gelas
beker dan ditutup kertas alumunium foil untuk menghindari penguapan pelarut.
Larutan membran disimpan pada suhu ruang selama 24 jam, agar seluruh bagian
polisulfon dan karbon aktif terlarut dalam DMAc. Selanjutnya membran distiring
selama 1 jam dengan kecepatan 300 rpm dan disonikasi selama 1 jam dengan
amplitudo 25%, agar campuran larutan lebih homogen.
Gambar 12 Proses pencetakan membran dengan metode inversi fasa
30
Langkah kedua adalah proses pencetakan membran, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 12. Larutan cetak dituangkan ke atas plat kaca yang
telah dibatasi selotip berketebalan 0,05 mm pada kedua sisinya, kemudian
diratakan dengan batang silinder kaca agar menjadi lapisan tipis. Plat kaca
bersama lapisan membran kemudian dikoagulasikan (dicelupkan) ke dalam
nampan berisi aquades sebagai non pelarut. Selama pencelupan, membran
polisulfon-karbon aktif terbentuk. Membran selanjutnya dilepaskan dari plat kaca
dan tetap disimpan dalam aquades sampai dilakukan proses karakterisasi.
3.4.5 Karakterisasi Membran
a. Fluks Membran
Ukuran kecepatan suatu spesi tertentu untuk melalui membran disebut
sebagai permeabilitas membran. Permeabilitas dinyatakan sebagai aliran fluks
permeat melewati membran tiap satu satuan waktu. Nilai fluks membran dapat
diperoleh dengan persamaan berikut (Kertesz et al. 2009):
J =
1 dV
A dt
(22)
Di mana J merupakan nilai fluks (L/m2.jam), V adalah volume permeat (L),
A adalah luas area filtrasi membran (m2), dan t adalah waktu (jam).
(b)
(a)
(c)
Gambar 13 Pengujian fluks membran dengan metode cross flow;
(a) skema aliran, (b) alat uji fluks tipe cross-flow, (c) modul membran
31
Uji fluks dilakukan dengan metode cross flow (Gambar 13). Pada metode
ini, umpan mengalir melalui suatu membran, di mana hanya sebagian umpan yang
melewati membran untuk menghasilkan permeat, sedangkan aliran pelarut atau
cairan pembawa akan melewati permukaan membran, sehingga larutan, koloid,
dan padatan tersuspensi yang tertahan oleh membran akan terus terbawa menjadi
aliran balik (Li et al. 2008). Pengujian fluks dilakukan dengan bahan filtrat air
destilasi. Air pada wadah umpan dipompa dengan tekanan tetap 5 psi (tekanan
trans membran 2.5 psi). Pertambahan volume air yang tersaring oleh membran
diukur setiap 30 detik selama 15 menit.
b. Derajat Pengikatan Air
Penentuan derajat serapan air dilakukan melalui penimbangan membran
saat kering dan basah. Membran kering dipotong dengan ukuran 3x3 cm,
ditimbang dengan neraca analitis, lalu direndam dalam aquades bersuhu 40 oC
selama 24 jam. Setelah perendaman, seluruh permukaan membran dikeringkan
dengan tisu dan kertas saring, lalu ditimbang kembali. Derajat pengikatan air oleh
membran (W) dihitung dengan persamaan berikut:
W (% ) =
Wb − Wk
x 100 %
Wk
(23)
Wb dan Wk masing-masing adalah massa membran (gr) saat basah dan kering.
c. Konduktansi dan Porositas
Penentuan konduktansi dan porositas membran didasarkan pada metode
yang dilakukan oleh Smith et al. (1992), dengan beberapa modifikasi pada alat
dan proses pengukuran. Konduktansi diukur pada suatu media chamber, dengan
mengalirkan larutan elektrolit NaCl melewati membran. Bagian lapisan aktif
membran dihadapkan pada larutan NaCl dengan molaritas lebih tinggi yakni 1 M
dan sisi lainnya dengan larutan NaCl 0.1 M, di mana aliran ion mengalir dari
molaritas tinggi ke rendah. Besarnya aliran ion melalui membran diukur sebagai
nilai konduktansi, menggunakan LCRmeter yang dihubungkan dengan 2 buah
elektroda AgCl pada kedua sisi membran. Pengukuran dilakukan pada arus AC
dengan frekuensi 1 kHz dan tegangan masukan 1 V. Nilai konduktansi (G) diukur
32
dengan variasi suhu larutan (T) 30 - 50 oC. Untuk memanaskan larutan NaCl,
chamber diletakkan pada waterbath kaca berisi air, yang dipanaskan dengan
pemanas listrik. Proses pengukuran konduktansi membran diilustrasikan pada
Gambar 14. Pertambahan nilai konduktansi terhadap kenaikan suhu diplotkan
dalam kurva ln G terhadap 1/T. Kemiringan atau gradien kurva digunakan untuk
menentukan perubahan energi diri membran dan jari-jari pori membran.
Gambar 14 Pengukuran konduktansi membran
Perubahan energi diri (ΔU) membran ditentukan dengan persamaan berikut:
ΔU = B k
(24)
Di mana B adalah gradien dari grafik hubungan konduktansi (ln G) terhadap suhu
(1/T), dan k adalah nilai konstanta Boltzman (1.38662 x 10-23 J/K). Dengan
mengetahui nilai energi diri, maka dapat diperoleh ukuran jari-jari pori membran:
b=
z2 q2 α
4 π ε 0 ε m ΔU
(25)
33
Keterangan:
b
z
q
α
εo
εm
=
=
=
=
=
=
Jari-jari pori membran (m)
Bilangan valensi ion (untuk NaCl = 1)
Muatan ion (1.6 x 10-19 C)
Konstanta geometri dan dielektrik (pendekatan 0.2)
Permitivitas ruang hampa/konstanta resapan (8.85 x 10-12 F/m)
Konstanta dielektrik membran (3-4)
d. Kuat Mekanik
Pengukuran kuat mekanik meliputi kuat tekan dan tarik membran,
menggunakan sensor gaya. Sampel membran yang diuji memiliki luasan 3x2 cm.
Membran ditekan atau ditarik hingga robek dengan sensor gaya (Gambar 15).
Sensor diintegrasikan langsung dengan komputer, sehingga data pengukuran
ketika gaya diberikan dapat langsung terbaca melalui software sensor.
(a)
(b)
Gambar 15 Pengukuran kuat mekanik membran; (a) kuat tekan, (b) kuat tarik
e. Analisis Morfologi
Analisis membran dengan SEM dilakukan untuk mengamati struktur
morfologi permukaan dan penampang lintang membran. Foto SEM dilakukan
pada tiga bagian membran, yaitu pada penampang atas dan bawah dengan
perbesaran 10 000 kali, serta penampang samping dengan perbesaran 500 kali.
f. Analisis Struktur Kristalit
Analisis struktur dengan XRD dilakukan untuk mengetahui struktur
kristalit membran polisulfon murni tanpa dadah, serta perubahannya setelah
didadah dengan karbon aktif tempurung kelapa dan kayu sengon.
34
3.5 Rancangan Percobaan
Data arang berupa rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan
kadar karbon terikat untuk arang dari bahan baku tempurung kelapa dan kayu
sengon dianalisa secara deskriptif. Sedangkan kadar air, kadar abu, kadar zat
terbang, kadar karbon terikat, serta daya serap terhadap iod, benzena, dan
kloroform dari arang aktif yang dihasilkan, dianalisis menggunakan rancangan
acak lengkap faktorial dengan 3 variasi perlakuan:
A = Jenis arang; tempurung kelapa (A1), kayu sengon (A2),
B = Perendaman kimia; perendaman dengan KOH 10% (B1) dan tanpa
perendaman (B2),
C = Lama aktivasi; 80 menit (C1) dan 110 menit (C2).
Berikut adalah model persamaan analisisnya:
Yijkl = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Ck + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + εijkl
(26)
Keterangan:
Yijk
µ
Ai
Bj
Ck
(AB)ij
(AC)ik
(BC)jk
(ABC)ijk
εijkl
= Nilai pengamatan pada perlakuan A taraf ke-i, perlakuan B taraf ke-j,
perlakuan C taraf ke k, dan ulangan ke-l
= Rataan umum
= Pengaruh utama perlakuan A taraf ke-i
= Pengaruh utama perlakuan B taraf ke-j
= Pengaruh utama perlakuan C taraf ke-k
= Pengaruh utama interaksi perlakuan A taraf ke-i dan B taraf ke-j
= Pengaruh utama interaksi perlakuan A taraf ke-i dan C taraf ke-k
= Pengaruh utama interaksi perlakuan B taraf ke-j dan C taraf ke-k
= Pengaruh utama interaksi perlakuan A taraf ke-i, B taraf ke-j,
dan perlakuan C taraf ke-k
= Pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2)
Hasil analisis kemudian diuji lanjut dengan uji perbandingan antar
perlakuan, menggunakan metode beda nyata terkecil (BNT) (Matjik dan
Sumertajaya 2006).
35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Arang Aktif
4.1.1 Sifat Arang Aktif
Sifat arang aktif yang diamati adalah rendemen, kadar air, abu, zat
terbang, dan karbon terikat (Tabel 5). Seluruh sifat arang aktif ini telah memenuhi
SNI 06-3730-1995 untuk arang aktif teknis. Rendemen arang aktif yang
dihasilkan berkisar antara 19.33 - 68.00%. Rendemen terendah diperoleh pada
arang aktif sengon dengan perendaman KOH yang diaktivasi uap selama 110
menit, sedangkan rendemen tertinggi dihasilkan pada arang aktif tempurung
kelapa tanpa perendaman KOH, dengan lama aktivasi 80 menit.
Tabel 5 Analisis sifat arang dan arang aktif
Kadar (%)
Rendam Steam Rendemen
kimia (menit)
(%)
Air Zat terbang Abu
*
Arang TKP
30.30
6.32
21.90
1.97
KOH
80
57.00
6.61
18.75
5.86
Arang aktif
KOH
110
55.00
5.72
15.94
5.60
TKP
80
68.00
6.97
13.27
1.98
110
38.00
4.62
17.30
3.23
Arang sengon
23.63
4.18
36.28
2.18
KOH
80
21.00
11.74
19.90
6.93
Arang aktif
KOH
110
19.33
7.12
18.38
7.66
Sengon
80
40.00
9.91
18.20
6.86
110
20.00
12.39
19.55
6.19
SNI 06-3730-1995
< 15
< 25
< 10
Jenis
Karbon
76.13
75.40
78.46
84.75
79.47
61.54
73.17
73.95
74.94
74.26
> 65
*TKP: Tempurung kelapa
Berdasarkan Tabel 5, terlihat adanya penurunan nilai rendemen dengan
semakin lamanya waktu pengaktifan. Rendahnya rendemen yang diperoleh
diakibatkan karena senyawa karbon yang terbentuk dari hasil penguraian selulosa
dan lignin mengalami reaksi pemurnian dengan uap air, dan menghilangkan
senyawa non karbon yang melekat pada permukaan arang. Karena reaksi terjadi
secara radikal, maka atom C yang terbentuk akan bereaksi kembali dengan atom
O dan H membentuk gas CO, CO2, dan CH4 (Hendra dan Darmawan 2007).
Sebagai akibatnya, rendemen yang dihasilkan cenderung turun dengan
meningkatnya lama waktu aktivasi, karena reaksi yang terjadi semakin intensif.
36
Nilai rendeman arang dan arang aktif sengon lebih rendah dari tempurung kelapa.
Ini dapat terjadi karena tempurung kelapa memiliki berat jenis lebih tinggi (1.10)
daripada kayu sengon (0.39).
Kadar air arang aktif berkisar antara 4.62 - 12.39%. Tujuan penetapan
kadar air adalah untuk mengetahui sifat higroskopis arang aktif. Besarnya kadar
air dipengaruhi oleh penyerapan uap air di udara pada saat proses pendinginan,
dan adanya butir-butir air dari uap air panas pada saat aktivasi, yang terperangkap
di dalam struktur arang aktif yang berbentuk heksagonal (Pari 1996). Sampel
arang aktif diharapkan tidak memiliki nilai kadar air tinggi, karena dapat
mengurangi kemampuannya sebagai adsorben, akibat pori yang terisi air. Arang
aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH, dengan aktivasi 110 menit
memiliki nilai kadar air terendah.
Kadar abu yang diperoleh berkisar antara 1.98% - 5.86%. Penetapan kadar
abu bertujuan untuk megetahui kandungan oksida logam dalam arang aktif.
Adanya abu pada permukaan arang aktif dapat menurunkan daya serapnya karena
bisa menutupi pori-pori arang aktif. Dengan demikian, kadar abu pada arang aktif
diusahakan sekecil mungkin. Kadar abu terendah diperoleh pada arang aktif
tempurung kelapa tanpa perendaman KOH, dengan lama aktivasi 80 menit. Nilai
kadar abu pada penelitian ini bersifat fluktuatif dan nilainya berbeda nyata untuk
perlakuan jenis arang dan perendaman kimia, beserta interaksinya (Lampiran 1).
Namun dari uji lanjut BNT (Lampiran 2), tidak terlihat adanya perbedaan nyata
untuk perlakuan perendaman kimia.
Untuk berbagai kondisi aktivasi, kadar zat terbang yang diperoleh berkisar
antara 13.27 - 19.90%, dan telah memenuhi SNI 1995, dengan kadar di bawah
25%. Penentuan kadar zat terbang bertujuan untuk mengetahui kandungan
senyawa yang belum menguap pada saat karbonisasi dan aktivasi, sehingga dapat
diketahui besarnya kandungan zat selain karbon pada permukaan arang aktif.
Tinggi rendahnya kadar zat terbang menunjukkan banyaknya senyawa non karbon
yang masih menutupi permukaan arang aktif, yang dapat mempengaruhi
kemampuan daya serapnya. Secara umum kadar zat terbang dari arang aktif
tempurung kelapa memiliki nilai lebih rendah, yang menunjukkan lebih
sempurnanya penguraian senyawa non karbon seperti CO2, CO, CH4, dan H2 saat
37
karbonisasi. Perlakuan kimia dan lama aktivasi pada penelitian ini ternyata tidak
memberikan pengaruh signifikan terhadap kadar zat terbang, sebagaimana
disajikan pada Lampiran 1.
Kadar karbon arang pada Tabel 5 memperlihatkan nilai yang cukup tinggi
yaitu 76.13% pada arang tempurung kelapa, dan 61.54% pada arang kayu sengon.
Nilai ini menunjukkan potensi arang yang baik untuk dijadikan arang aktif. Kadar
karbon terikat untuk arang aktif cenderung lebih tinggi, dan menunjukkan tingkat
kemurnian karbon lebih baik dari arangnya. Ini terjadi karena setelah tahap
aktivasi, senyawa lain selain karbon telah banyak yang hilang akibat proses
aktivasi. Kadar karbon terbesar didapatkan pada arang aktif tempurung kelapa
tanpa perendaman KOH dengan aktivasi 80 menit, yakni 84.75%. Dari sidik
ragam sifat arang aktif pada Lampiran 1, terlihat bahwa jenis arang aktif memberi
pengaruh sangat nyata terhadap perbedaan kadar karbon, begitu pula dengan hasil
uji lanjut BNT-nya (Lampiran 2). Dengan kadar zat terbang yang lebih rendah,
tingkat kemurnian karbon arang aktif tempurung kelapa menjadi lebih besar dari
sengon. Kadar karbon optimum dari arang aktif tempurung kelapa pada penelitian
ini lebih tinggi, jika dibandingkan dengan penelitian Hartoyo et al. (1990), yang
hanya memperoleh kadar karbon arang aktif tempurung kelapa sebesar 77.99%.
Penggunaan dua bahan baku berbeda yakni tempurung kelapa dan kayu
sengon, terbukti memberi pengaruh pada semua sifat arang aktif yang dihasilkan.
Hal ini terlihat pada sidik ragam sifat arang aktif dalam Lampiran 1, yang
menunjukkan perbedaan nilai sangat nyata, khususnya pada kadar air, kadar abu,
dan kadar karbon terikat. Perbedaan sifat bahan baku tentunya mempengaruhi
sifat arang dan arang aktif yang diperoleh. Tempurung kelapa memiliki berat jenis
lebih besar, dengan komponen penyusun didominasi oleh lignin, sedangkan
komponen kayu sengon lebih didominasi oleh senyawa selulosa.
4.1.2 Daya Serap Arang Aktif
Pengujian daya serap arang aktif dilakukan terhadap uap benzena, uap
kloroform dan larutan iod (Tabel 6). Benzena digunakan untuk menguji
kemampuan arang aktif dalam menyerap gas, karena molekulnya berukuran kecil
dan mudah menguap pada suhu ruangan (Hendra dan Darmawan 2007). Daya
38
serap benzena berkisar antara 17.97-24.19%. Nilai ini belum memenuhi SNI 1995
yang mempersyaratkan daya serap benzena lebih dari 25%. Daya serap terhadap
kloroform yang bersifat polar, dapat menunjukkan sifat kepolaran arang aktif.
Kisaran nilai daya serap kloroform adalah 22.69 - 34.26%, dengan nilai optimum
diperoleh pada arang aktif tempurung kelapa yang diaktivasi uap selama 110
menit, tanpa perendaman KOH. Sedangkan untuk daya serap terhadap iod,
diperoleh kisaran nilai 687.38 hingga 973.52 mg/g. Nilai daya serap iod untuk
arang aktif tempurung kelapa dengan perendaman KOH 10% belum memenuhi
SNI 1995, karena nilainya masih di bawah 750 mg/g.
Tabel 6 Daya serap arang dan arang aktif
Jenis
Arang TKP
Arang Aktif TKP
Arang Sengon
Arang Aktif Sengon
SNI 06-3730-1995
Rendam
Kimia
KOH
KOH
KOH
KOH
-
Steam
(menit)
80
110
80
110
80
110
80
110
Daya serap (%)
Benzena
Kloroform Iod (mg/g)
8.77
11.90
301.57
18.30
22.69
697.02
17.97
23.69
687.38
19.87
28.94
880.28
24.19
34.26
973.52
8.71
11.54
295.14
761.32
24.12
17.81
742.03
22.74
17.50
770.97
26.22
16.75
799.90
25.92
17.83
> 25
> 750
Berdasarkan data pada Tabel 6, kondisi daya serap optimum diperoleh
pada arang aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH, dengan lama aktivasi
110 menit. Hal ini terlihat dari nilai daya serapnya yang paling tinggi terhadap
ketiga jenis zat yang diujikan. Paduan aktivasi uap dan perendaman kimia dalam
penelitian ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitas arang aktif, namun
hasil yang diperoleh ternyata tidak begitu optimum. Aktivator kimia yang
diharapkan dapat bereaksi dengan permukaan arang dalam membuka pori pada
saat aktivasi dengan suhu tinggi, justru menghambat pembukaan pori arang,
karena tingginya konsentrasi KOH yang digunakan. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya, yang melakukan paduan aktivasi fisika-kimia untuk arang
aktif dari tempurung kemiri (Hendra dan Darmawan 2007) dan kayu Acacia
mangium (Pari et al. 2006). Kondisi optimum diperoleh pada lama aktivasi uap 90
39
menit, tanpa perendaman kimia dengan H3PO4 (Pari et al. 2006), dan konsentrasi
H3PO4 yang cukup tinggi yaitu pada 7.5%, justru menurunkan daya serap iodnya
(Hendra dan Darmawan 2007).
Hasil analisis sidik ragam daya serap arang aktif pada Lampiran 1
menunjukkan bahwa perendaman kimia dan perbedaan jenis arang beserta
interaksinya, memberi pengaruh yang sangat nyata pada kemampuan daya serap
arang aktif, baik terhadap benzena, kloroform, maupun iod. Kedua parameter ini
juga memberi pengaruh yang cukup besar terhadap sifat arang aktif, sedangkan
perbedaan lama waktu aktivasi tidak menghasilkan nilai yang jauh berbeda.
Untuk daya serap arang aktif terhadap benzena, kloroform, dan iod, nilai
optimum diperoleh pada arang aktif tanpa perendaman KOH, baik untuk
tempurung kelapa ataupun sengon. Nilai optimum ini terlihat jelas pada daya
serap iod. Menurut Simsek dan Cerny (1970), besarnya daya serap arang aktif
terhadap iod menggambarkan semakin banyaknya struktur mikropori yang
terbentuk dan memberikan gambaran terhadap besarnya diameter pori yang dapat
dimasuki oleh molekul, yang ukurannya tidak lebih besar dari 10 amstrong (Ǻ).
Nilai daya serap yang tinggi, menunjukkan kemampuan adsorpsi arang aktif yang
baik pula. Karena tujuan aplikasi dari penelitian ini adalah filtrasi dan adsorpsi
pada air, maka nilai optimum untuk kualitas arang aktif ditetapkan berdasarkan
daya serapnya. Arang aktif tempurung kelapa dan kayu sengon yang diaktivasi
tanpa perendaman KOH dan lama aliran uap air (steam) 110 menit, dipilih sebagai
bahan dadah membran, karena memiliki nilai daya serap iod paling tinggi.
4.1.3 Analisis Pola Struktur
Hasil analisis XRD untuk bahan baku tempurung kelapa, kayu sengon,
beserta arang dan arang aktifnya, ditampilkan pada Gambar 16 dan Tabel 7. Dari
data pada Tabel 7, nilai derajat kristalinitas bahan baku tempurung kelapa dan
kayu sengon berbeda dengan arangnya. Perbedaan ini terjadi karena adanya
pergeseran intensitas pada sudut difraksi θ002 dan terbentuknya sudut difraksi baru
θ100 akibat pemanasan bahan baku menjadi arang. Setelah karbonisasi dengan
suhu 500oC, terjadi peningkatan dekomposisi bahan dan persentasi kandungan
40
karbon meningkat. Dengan demikian, struktur kristalit arang lebih didominasi
senyawa karbon yang membentuk lapisan heksagonal.
Tempurung Kelapa Arang TKP AAT KOH‐80 AAT KOH‐110 AAT‐80 AAT‐110 Kayu Sengon Arang Sengon AAS KOH‐80 AAS KOH‐110 AAS‐80 AAS‐110 Gambar 16 Difraktogram XRD tempurung kelapa, kayu sengon,
beserta arang dan arang aktifnya.
Tabel 7 Struktur tempurung kelapa, sengon, serta arang dan arang aktifnya
Bahan
X
(%)
θ002
(°)
d
(nm)
θ100
(°)
d
(nm)
Lc
(nm)
N
La
(nm)
Tempurung Kelapa
Arang TKP
AAT KOH-80
AAT KOH-110
AAT-80
AAT-110
32.14
56.83
57.29
55.68
61.61
71.55
22.01
24.61
24.19
24.17
24.19
24.73
0.4035
0.3615
0.3677
0.3680
0.3677
0.3598
44.10
44.32
43.89
43.95
43.79
0.2052
0.2042
0.2061
0.2059
0.2066
1.423
1.691
1.591
1.591
1.609
3.937
4.600
4.323
4.327
4.471
8.922
3.393
2.420
5.134
4.577
Kayu Sengon
Arang Sengon
AAS KOH-80
AAS KOH-110
AAS-80
AAS-110
36.39
34.05
41.97
47.04
47.31
53.33
22.29
24.25
24.15
24.51
24.29
24.93
0.3985
0.3668
0.3683
0.3629
0.3662
0.3569
44.02
43.06
43.08
43.12
43.20
0.2055
0.2099
0.2098
0.2096
0.2093
1.410
1.516
1.410
1.502
1.578
3.844 24.210
4.116 4.022
3.886 3.248
4.102 5.279
4.420 4.828
*AAT: Arang aktif tempurung kelapa, AAS: Arang aktif sengon.
41
Kristalinitas bahan baku kayu sengon lebih tinggi dari tempurung kelapa.
Berdasarkan penelitian Pari (2004), serbuk kayu sengon lebih didominasi oleh
homoselulosa dibandingkan lignin, di mana selulosa memiliki derajat kristalinitas
yang tinggi. Setelah mengalami proses aktivasi, terjadi kenaikan derajat
kristalinitas (X) pada arang aktif. Proses aktivasi mampu mengubah jarak antara
lapisan aromatik (d), tinggi lapisan aromatik (Lc), dan lebar lapisan aromatik (La)
pada arang. Proses pemanasan dengan suhu 850oC, dapat memutuskan ikatan
struktur sehingga lebar lapisan aromatik arang aktif mengecil dan jumlah lapisan
aromatik (N) bertambah. Pemanasan dengan waktu aktivasi lebih lama cenderung
mengubah struktur arang aktif menjadi lebih kristalin, sedangkan perendaman
dengan KOH mempengaruhi struktur kristalin arang aktif menjadi lebih amorf
dibanding tanpa perendaman.
Banyak penelitian terdahulu menunjukkan bahwa proses aktivasi
menyebabkan struktur kristalit arang aktif lebih amorf dari arangnya, terutama
akibat pengaruh suhu dan lama aktivasi (Chung 2001; Kercher dan Nagle 2003;
Pari 2004; Hendra dan Darmawan 2007). Pada penelitian ini arang aktif yang
diperoleh justru lebih kristalin dari arangnya dan derajat kristalinitasnya makin
meningkat dengan bertambahnya lama aktivasi (Tabel 7).
Marsh dan Rodriguez-Reinoso (2006) menyatakan bahwa karbon/arang
aktif tidaklah mutlak merupakan suatu zat padat yang amorfus. Dalam penelitian
ini, kombinasi perlakuan aktivasi yang dilakukan ternyata meningkatkan nilai
kristalinitas arang aktif yang dihasilkan. Perbedaan perlakuan aktivasi tentunya
dapat memberikan hasil yang berbeda. Struktur amorf lebih berpeluang untuk
membentuk celah di antara kristalit sehingga dapat meningkatkan porositasnya.
Struktur kristalit hanya merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang
dapat mempengaruhi kemampuan adsorpsi pada arang aktif. Meskipun secara
mikroskopis strukturnya lebih kristalin, kemampuan daya serap arang aktif tetap
jauh lebih besar dari arangnya (Tabel 6). Hal ini dapat terjadi karena struktur fisik
makro seperti jumlah pori dan luas permukaan, serta gugus pengaktif pada
permukaan arang aktif, lebih berperan dalam mendukung kemampuan adsorpsi
arang aktif yang dihasilkan.
42
4.1.4 Konduktivitas Listrik
Konduktivitas merupakan ukuran ilmiah tentang kemampuan material
dalam mengalirkan arus listrik yang melaluinya. Nilai konduktivitas arang aktif
pada penelitian ini berkisar antara 0.108 hingga 13.337 S/m, atau 9.26 - 0.075 Ωm
dalam nilai resistivitas. Arang tempurung kelapa dan sengon memiliki nilai
konduktivitas yang sangat kecil dibanding arang aktifnya, di mana secara berturut
memiliki konduktivitas rata-rata 5.5 x 10-3 dan 6.16 x 10-5 S/m atau resistivitas
rata-rata 1.82 x 102 dan 1.62 x 104 Ωm. Menurut Chattopadhyay et al. (1989),
pada temperatur kamar tahanan konduktor yang baik adalah sekitar 10-8 Ωm,
sedangkan tahanan semikonduktor berkisar dari 10-5 sampai 104 Ωm. Berdasarkan
nilai resistivitas tersebut, arang dan arang aktif yang dihasilkan pada penelitian ini
termasuk dalam jenis bahan semikonduktor. Namun arang sengon sudah hampir
berada pada batas nilai isolator karena orde resistivitasnya mencapai 104 Ωm.
Semikonduktor adalah atom yang berisi empat elektron valensi. Karena
jumlah elektron valensi semikonduktor berada di antara konduktor (satu) dan
isolator (delapan), maka atom semikonduktor bukan konduktor ataupun isolator
yang baik. Karbon adalah salah satu bahan semikonduktor yang banyak
digunakan, terutama untuk membuat resistor dan potensiometer (Widodo 2002).
Dari keseluruhan sampel arang aktif, konduktivitas tertinggi diperoleh pada arang
aktif tempurung kelapa tanpa perendaman KOH, dengan lama aktivasi uap 80
menit. Sesuai dengan kadar karbon terikatnya (Tabel 5), arang aktif ini juga
memiliki kadar karbon tertinggi dibanding sampel lainnya. Ini berarti jumlah
senyawa non karbon yang dikandungnya lebih sedikit, karena permukaan arang
aktif dan pori-porinya tidak begitu banyak tertutup oleh senyawa atau kotoran
lain. Dengan demikian, penghantaran listrik dapat lebih mudah terjadi dan
meningkatkan nilai konduktivitas listriknya. Berdasarkan hasil tersebut, arang dan
arang aktif tempurung kelapa pada penelitian ini memiliki potensi tidak hanya
sebagai adsorben, namun juga dapat diaplikasikan pada bidang industri elektronik.
Berdasarkan Gambar 17 dan 18, konduktivitas tertinggi diperoleh pada
arang aktif tempurung kelapa dengan perendaman KOH dan lama aktivasi 80
menit (AAT KOH-80). Seluruh arang aktif sengon memiliki nilai konduktivitas
lebih rendah dari arang aktif tempurung kelapa, namun nilai tertinggi untuk
43
sengon juga diperoleh pada arang aktif yang direndam KOH, dengan lama
aktivasi uap 110 menit (AAS KOH-110). Dilihat dari kadar karbon terikat pada
Tabel 5, kemurnian karbon pada arang aktif tempurung kelapa lebih besar
dibanding sengon, hal inilah yang mempengaruhi lebih tingginya nilai
konduktivitas arang aktif tempurung kelapa.
Konduktivitas (S/m)
16.0
Arang TKP
14.0
AAT KOH‐80
12.0
AAT KOH‐110
AAT‐80
10.0
AAT‐110
8.0
Arang Sengon
6.0
AAS KOH‐80
4.0
AAS KOH‐110
AAS‐80
2.0
AAS‐110
0.0
10
100
1000
10000
100000
1000000
10000000
Frekuensi (Hz)
Gambar 17 Konduktivitas arang dan arang aktif pada berbagai frekuensi
16
Konduktivitas (S/m)
14
13.34
11.65
12
8.72
10
9.52
8.08
8
5.70
6
7.47
6.09
4
2
5.2E‐03
3.76E‐07
0
Gambar 18 Perbandingan nilai konduktivitas arang dan arang aktif
pada frekuensi 100 kHz.
Aktivasi kimia dengan perendaman KOH juga mampu meningkatkan
konduktivitas, karena adanya donor kation K+ yang dapat berikatan dengan
karbon aktif. Kalium adalah atom dengan elektron valensi satu, merupakan unsur
44
dalam golongan metal, di mana sebagian besar metal merupakan konduktor atau
penghantar listrik yang sangat baik. Dengan adanya unsur kalium pada arang
aktif, maka nilai konduktivitas listrik arang aktif yang terukur juga meningkat.
Berdasarkan Gambar 17, terlihat nilai konduktivitas arang aktif meningkat
seiring bertambahnya frekuensi. Tegangan listrik pada arus bolak-balik
dipengaruhi oleh frekuensi, sebagaimana persamaan:
V = Vmaks sin ω t
(27)
ω = 2π f
(28)
dengan
di mana V adalah tegangan terukur (V), Vmaks adalah tegangan pada saat amplitudo
maksimum (V), ω adalah percepatan sudut (rad/s), t adalah waktu (s), dan f adalah
frekuensi (Hz). Hukum Ohm menyatakan bahwa besarnya arus I (Ampere), yang
melalui konduktor sebanding dengan tegangan yang diberikan (V ~ I), yang
dirumuskan sebagai:
V = I R
(29)
dengan R adalah hambatan bahan (ohm), yang bernilai konstan jika bahan adalah
penghantar logam. Namun nilai hambatan dan resistivitas bisa berubah akibat
perubahan suhu, yang terjadi pada jenis penghantar yang bersifat nonohmik
Koefisien resistivitas karbon (α) adalah -50 x 10-3/oC. Tanda minus menunjukkan
resistivitas karbon berkurang dengan kenaikan temperatur (Halliday dan Resnick
1993; Giancoli 2001). Ini berarti bahwa resistivitas karbon turun sebesar 50 x 10-3
atau 5% setiap kenaikan 1 oC.
Pada penelitian ini, pengukuran dilakukan pada suhu ruang tanpa
memberikan variasi suhu. Dengan demikian, perubahan nilai parameter yang
terukur hanya dipengaruhi oleh frekuensi. Semakin tinggi frekuensi dari arus
bolak-balik yang diberikan, semakin besar pula arus listrik yang mengalir pada
bahan, sehingga konduktivitas listrik terukur juga meningkat. Namun nilai
konduktivitas ini mulai menurun pada frekuensi di atas 100 000 Hz. Jatuhnya nilai
konduktivitas disebabkan oleh adanya fenomena efek kulit (skin-effect), yang
terjadi ketika bahan penghantar listrik diberi arus AC dengan frekuensi sangat
tinggi. Skin-effect adalah peristiwa di mana arus listrik bolak-balik dengan
45
frekuensi tinggi cenderung mengalir di dekat permukaan luar penghantar,
sehingga menimbulkan efek peningkatan hambatan. Pada bidang elektronika,
fenomena ini bisa dimanfaatkan untuk memperoleh impedansi atau hambatan
karbon yang lebih efektif untuk aplikasi tertentu (D'Amore et al. 2010).
Berdasarkan Gambar 17 dan 18, konduktivitas arang tempurung kelapa
dan sengon jauh lebih rendah dari arang aktifnya. Grafik keduanya terlihat
menempel pada sumbu x kurva, yang menunjukkan nilai konduktivitas sangat
rendah mendekati nol. Agar bentuk respon konduktivitas terhadap frekuensi bisa
lebih terlihat jelas, kurva tersendiri untuk kedua jenis arang ditampilkan pada
Gambar 19.
Konduktivitas (S/m)
1.6E‐02
1.4E‐02
Arang TKP
1.2E‐02
Arang Sengon
1.0E‐02
8.0E‐03
6.0E‐03
4.0E‐03
2.0E‐03
0.0E+00
10
100
1000
10000
100000
1000000 10000000
Frekuensi (Hz)
Gambar 19 Grafik hubungan antara frekuensi terhadap konduktivitas arang
Gambar 19 menunjukkan bahwa konduktivitas arang tempurung kelapa
lebih tinggi dibandingkan arang sengon. Merujuk pada kadar zat terbang arang
yang tinggi (Tabel 5), yang menunjukkan masih banyaknya senyawa selain
karbon yang menutupi permukaan arang, hal ini tentunya akan mempengaruhi
kemampuan penghantaran listriknya. Meskipun karbon bersifat semi penghantar,
namun zat-zat pengotor yang masih melekat pada arang dapat menghambat aliran
listrik, sehingga nilai pengukuran konduktivitas menurun. Hal ini sejalan dengan
penelitian Daud et al. (1990), yang mendapatkan bahwa polarisasi bahan lignin
yang belum terurai sempurna dan terjebak dalam pori tertutup saat proses
preparasi sampel, ikut mempengaruhi nilai konduktivitas arang aktif tempurung
46
kelapa. Respon frekuensi dari logaritma konduktivitas menunjukkan pola yang
datar pada frekuensi dan suhu tertentu. Dengan demikian, perbedaan jenis bahan
juga mempengaruhi konduktivitas arang dan arang aktif yang dihasilkan.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, komponen kayu sengon lebih
didominasi oleh selulosa, sedangkan tempurung kelapa lebih didominasi oleh
lignin. Fenomena skin-effect tidak terjadi pada arang tempurung kelapa dan arang
sengon karena keduanya lebih isolator dibanding arang aktifnya, sehingga meski
diberikan arus bolak-balik pada frekuensi di atas 100 000 Hz, nilai konduktivitas
masih terus meningkat.
4.1.5 Morfologi Arang Aktif
Hasil foto SEM arang dan arang aktif dengan perbesaran 500 kali,
ditampilkan pada Gambar 20. Dari gambar 20 a dan e, terlihat bahwa pada
permukaan tempurung kelapa dan kayu sengon yang belum dikarbonisasi, belum
menunjukkan adanya pori, karena permukaan tempurung masih tertutup oleh
senyawa hidrokarbon. Setelah mengalami proses pengarangan, pori mulai
terbentuk (Gambar 20 b dan f). Komponen holoselulosa dan lignin pada bahan
baku mulai terdegradasi akibat pemanasan, yang menghasilkan produk gas (antara
lain CO2, H2, CO, CH4, dan benzena), produk cair (hidrokarbon, tar, dan air), serta
produk padatan berupa arang (Vigouroux 2001).
Proses aktivasi ternyata mampu membuka pori arang aktif lebih banyak.
(Gambar 20 c, d, g dan h). Dengan semakin banyaknya pori yang terbuka akibat
penguapan senyawa yang menutupi pori arang, maka daya serap arang aktif jauh
meningkat (Tabel 6). Meskipun pada foto SEM arang aktif tempurung kelapa
tanpa perendaman KOH (d), terlihat masih terdapat kadar abu yang mengotori
permukaan luar arang aktif, tetapi pada kenyataannya memiliki jumlah pori lebih
banyak dibanding arang aktif dengan perendaman KOH (c). Karena porositasnya
yang lebih besar, maka kemampuan adsorpsinya juga lebih tinggi, sebagaimana
ditampilkan pada Tabel 6. Berdasarkan diameter pori yang terbentuk, arang aktif
yang dihasilkan tergolong dalam struktur makropori, karena secara rata-rata
memiliki diameter lebih besar dari 0.025 μm. Arang aktif sengon memiliki
makropori yang lebih besar dibanding arang aktif tempurung kelapa.
47
(a) Tempurung kelapa
(e) Kayu sengon
(b) Arang tempurung kelapa
(f) Arang Sengon
(c) AAT KOH-110
(g) AAS KOH-110
(d) AAT-110
(h) AAS-110
Gambar 20 Foto SEM permukaan tempurung kelapa, kayu sengon,
serta arang dan arang aktifnya
48
4.2 Membran Polisulfon didadah Karbon Aktif
4.2.1 Sintesis Membran
Proses inversi fasa merupakan metode yang umum digunakan dalam
pembuatan membran. Teknik ini melibatkan tiga komponen yaitu polimer,
pelarut, dan non pelarut. Penggunaan metode ini memungkinkan diperolehnya
struktur morfologi membran yang rapat dan berpori (Mulder 1996). Menurut
Porter (1990), konsentrasi polimer akan mempengaruhi struktur membran.
Semakin tinggi konsentrasi polimer, maka struktur membran akan semakin
asimetris. Untuk itu konsentrasi polimer polisulfon, ketebalan membran, tekanan
trans membran, dan temperatur dibuat tetap, agar kinerja membran hanya
dipengaruhi oleh variasi tingkat konsentrasi pendadahan karbon aktif.
Pembuatan membran polisulfon dilakukan dengan mencampurkan bahan
polimer polisulfon dan karbon aktif sebagai bahan terlarut, dengan pelarut
dimethylacetamid (DMAc). Dari teknik pembuatan membran yang dilakukan,
membran yang dihasilkan adalah membran berpori karena bahan non pelarut yang
digunakan adalah air. Membran digolongkan ke dalam membran asimetrik jika
struktur pori yang dihasilkan tidak seragam. Menurut Romli et al. (2006),
membran yang dibentuk dari proses inversi fasa menghasilkan membran jenis
ultrafiltrasi.
Secara fisik, membran polisulfon murni tanpa karbon aktif terlihat
berwarna putih (PSM), sedangkan membran dengan pendadahan berwarna abuabu, akibat adanya kandungan karbon aktif yang secara fisik berwarna hitam
akibat
proses
karbonisasi.
Konsentrasi
pendadahan
yang
lebih
tinggi
menyebabkan warna membran semakin gelap (Gambar 21).
Teknik inversi fasa pada prinsipnya merupakan perubahan fasa cair
menjadi fasa padat. Fasa padat menghasilkan membran dengan dua lapisan, yaitu
lapisan aktif dan lapisan penyangga. Romli et al. (2006) menyatakan bahwa saat
pembentukan fase padat membran, pelarut DMAc berdifusi keluar membran
sehingga terbentuk lapisan tipis pada permukaan atas membran. Lapisan ini
disebut lapisan aktif karena kekurangan DMAc akibat difusi, sehingga hanya
sedikit pori yang terbentuk. Sedangkan pada lapisan bawah terbentuk lapisan pasif
49
atau lapisan penyangga yang kaya akan DMAc karena sulitnya pelarut tersebut
untuk berdifusi ke udara, sehingga pori yang terbentuk lebih banyak daripada
lapisan aktif. Kedua lapisan ini dapat dengan mudah dibedakan pada membran, di
mana lapisan aktif yang berpori kecil merupakan bagian membran dengan sisi
mengkilap (tight side), dan sisi membran dengan lapisan pasif yang berpori besar
(loose side) terlihat buram.
I
II
PS Murni PST 2%
PST 6%
PSS 2%
PSS 6% Gambar 21 Perbedaan warna membran akibat perbedaan tingkat kandungan
karbon aktif (I: sisi lapisan pasif; II: sisi lapisan aktif)
Membran hasil pencetakan, yang telah tergelatinasi menjadi fase padat,
tetap disimpan dalam air (media pencelupnya) agar kelembaban terjaga. Jika
membran dibiarkan kering, dapat terjadi kerusakan struktur sehingga tidak dapat
lagi digunakan dalam filtrasi. Membran yang kering akan mengalami kerusakan
bagian dalam, karena pelarut di bagian dalam membran memuai, sehingga terjadi
kerusakan dalam komposisi membran. Kelembaban membran adalah faktor
penting yang harus dijaga agar struktur membran tidak rusak. Oleh karena itu,
membran sebaiknya selalu disimpan dalam lingkungan bersuhu rendah.
4.2.2 Fluks Air Membran
Permeabilitas membran dinyatakan sebagai aliran fluks permeat melewati
membran tiap satu satuan waktu (Kertesz et al. 2009). Fluks atau kecepatan
permeat merupakan salah satu parameter yang menentukan pada kinerja
membran. Fluks didefinisikan sebagai ukuran kecepatan suatu partikel yang
melewati membran per satuan waktu dan luas permukaan, dengan gradien gaya
dorong pada membran (Scott dan Huges 1996). Pengukuran fluks permeat
50
bertujuan untuk mengetahui pola aliran membran dan sebagai indikasi adanya
fouling atau kebocoran pada membran.
Penelitian ini menggunakan air destilasi sebagai filtrat. Fluks membran
ditampilkan pada Gambar 22. Membran polisulfon yang didadah arang aktif
sengon 2% (PSS 2%), memberikan nilai fluks tertinggi dengan rata-rata fluks
0.174 L/m2s atau 624.99 L/m2h. Nilai ini meningkat dari fluks membran
polisulfon tanpa dadah (PS Murni), dengan nilai rata-rata fluks 0.112 L/m2s atau
401.64 L/m2h. Pendadahan membran dengan arang aktif tempurung kelapa, tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai fluks. Pendadahan dengan
konsentrasi lebih tinggi (6%) tidak cukup meningkatkan fluks, bahkan menurun
pada dadah arang aktif tempurung kelapa konsentrasi 6% (PST 6%). Hal ini dapat
disebabkan oleh tingginya konsentrasi arang aktif yang digunakan, sehingga
membran mulai jenuh.
PS Murni
PST 6%
PSS 6%
0.250
Fluks (L/m2s)
0.200
PST 2%
PSS 2%
0.150
0.100
0.050
0.000
0
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Waktu Operasi (sekon)
Gambar 22 Grafik fluks membran terhadap waktu operasi
Seluruh fluks air pada penelitian ini menunjukkan sedikit penurunan pada
dua menit pertama waktu operasi. Ini merupakan ciri khas fluks dari tiap
membran ketika baru dialirkan permeat. Hal ini diduga dapat terjadi akibat
perubahan struktur dalam membran akibat penembusan air. Setelah beberapa
lama, fluks akan mulai konstan jika fouling atau penyumbatan pori membran tidak
terjadi. Fouling dapat terjadi pada semua proses filtrasi membran. Gejala ini
disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya pembentukan gel dan polarisasi
51
konsentrasi. Gel terbentuk dari molekul-molekul yang tertahan oleh membran
pada permukaan membran. Polarisasi konsentrasi terjadi akibat meningkatnya
konsentrasi larutan umpan di sekitar permukaan membran (Mulder 1996). Jika
keadaaan ini terjadi, membran dapat mengalami penyumbatan dan jumlah permeat
yang dihasilkan akan berkurang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi fluks
adalah jumlah dan ukuran pori membran, serta kecepatan aliran dan konsentrasi
larutan umpan. Semakin besar ukuran pori membran, fluksnya akan semakin
tinggi. Semakin tinggi kecepatan aliran umpan, dan semakin rendah konsentrasi
larutan umpan, maka fluks juga akan semakin tinggi (Romli et al. 2006).
Pada penelitian ini filtrat yang digunakan adalah air destilasi yang bersih
dari zat pengotor. Jika dilihat dari karakteristik fluks awal membran yang masih
stabil dan tinggi, kemungkinan terjadinya fouling masih kecil. Ini disebabkan
karena hampir tidak ada zat pengotor yang dapat menyumbat pori-pori membran.
Namun demikian, peluang fouling tetap ada karena struktur dalam membran bisa
berubah akibat interaksi dengan air yang memberikan tekanan pada membran, dan
daya tahannya menurun seiring bertambahnya waktu operasi.
Fluks air yang diperoleh dari penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan fluks air dari membran polisulfon yang dibuat dan diteliti oleh Romli et al.
(2006). Untuk jenis membran polisulfon murni dengan konsentrasi yang sama
(12%), pada tekanan operasi 0.7 bar, diperoleh nilai fluks tertinggi mendekati 300
L/m2.jam, sedangkan pada penelitian ini polisulfon murni yang dibuat memiliki
rata-rata fluks 401.64 L/m2h. Dengan penambahan dadah arang aktif sengon 2%,
fluks ini meningkat menjadi 624.99 L/m2h, atau dua kali lipat dari membran
polisulfon 12% yang dibuat oleh Romli et al. (2006). Metode pembuatan
membran yang digunakan juga metode inversi fasa, namun teknik penyiapan
larutan dan pencetakan sedikit berbeda, sehingga menghasilkan karakteristik fluks
yang berbeda pula. Kesimpulan yang dapat ditarik dari perbandingan ini adalah,
pendadahan membran dengan karbon aktif (dalam hal ini sengon 2%), ternyata
dapat meningkatkan nilai performa membran pada fluksnya.
Meskipun membran belum diuji dengan air kotor atau air tercemar,
membran yang dihasilkan pada penelitian ini memberikan prospek yang baik.
52
Pendadahan membran dengan karbon aktif ternyata mampu mengubah
karakteristik membran, dan mampu meningkatkan fluks pada membran PSS 2%.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu keras, tempurung kelapa,
kelapa sawit, dan batubara dapat menghasilkan arang aktif dengan berat jenis
tinggi, yang penggunaannya sesuai untuk penyerapan gas. Sedangkan bahan baku
dengan kadar selulosa dan hemiselulosa tinggi, serta tekstur lunak seperti kayu
lebih cocok diterapkan pada penyerapan cairan (Sudradjat dan Soleh 1994).
Sesuai dengan hasil dalam penelitian ini, fluks air yang lebih tinggi pada
membran
PS-Sengon,
menunjukkan
bahwa
membran
ini
lebih
cocok
diaplikasikan untuk filtrasi air, dibanding membran PS-TKP. Namun demikian,
bukan berarti membran PS-TKP tidak dapat diaplikasikan dalam proses filtrasi
air, apalagi membran ini juga berpeluang diaplikasikan dalam proses separasi gas.
Dengan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, membran akan dapat
diaplikasikan sesuai kebutuhan dan sesuai kontaminan yang ingin dihilangkan.
4.2.3 Derajat Pengikatan Air
Derajat pengikatan air merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap
kinerja membran, khususnya untuk filtrasi air. Nilai ini dapat menentukan sifat
fisik membran terhadap ketahanannya dengan air. Derajat pengikatan air
membran ditampilkan pada Gambar 23. Nilai pengikatan air menurun dengan
diberikannya dadah arang aktif. Nilai terendah diperoleh pada membran
polisulfon yang didadah arang aktif sengon 2% (PSS 2%). Derajat pengikatan air
yang rendah berkorelasi dengan nilai fluksnya yang tinggi, karena membran ini
lebih mudah meloloskan air yang melaluinya.
Menurut Radiman (2002), polisulfon merupakan salah satu jenis polimer
yang banyak digunakan dalam teknologi membran karena memiliki kestabilan
kimia dan termal yang cukup baik. Polisulfon cenderung bersifat hidrofobik
karena mempunyai gugus aromatik pada struktur kimianya dan memiliki
kelarutan yang rendah dalam larutan alifatik rendah, tetapi masih bisa larut dalam
pelarut polar. Sifat hidrofobik ini menyebabkan permeabilitasnya tidak terlalu
baik untuk sistem larutan air. Membran polisulfon yang didadah karbon aktif pada
penelitian ini ternyata menunjukkan peningkatan sifat hidrofobik.
53
Pengikatan air, W (%)
80
67.28
66.55
64.35
60
52.17
59.53
40
20
0
PS PST 2%
PST 6%
Murni
PSS 2%
PSS 6%
Jenis Membran
Gambar 23 Derajat pengikatan air tiap membran
Sifat hidrofilitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja
membran dalam proses pemisahan larutan air (Kulkarni et al. 1996). Menilik
kembali nilai daya serap arang aktif terhadap kloroform (Tabel 6) yang cenderung
rendah (22 - 34%), maka arang aktif pada penelitian ini memiliki kepolaran yang
rendah.
Sifat kepolaran yang rendah menunjukkan bahwa arang aktif lebih
bersifat hidrofobik, atau tidak suka air, sehingga tidak begitu baik dalam mengikat
air yang merupakan pelarut polar. Hal inilah yang menyebabkan makin turunnya
derajat pengikatan air membran dengan pendadahan karbon aktif. Arang aktif
sengon memiliki daya serap kloroform lebih rendah, yang menun-jukkan sifat
hidrofobik lebih tinggi dari arang aktif tempurung kelapa. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian yang diperoleh, di mana membran dengan dadah arang aktif
sengon, memiliki derajat pengikatan air lebih rendah dari jenis membran lainnya.
Sedikit ataupun banyaknya air yang diserap oleh membran, mempengaruhi
nilai konduktivitas yang dihasilkan, dan akan mempengaruhi membran dalam
aplikasinya. Membran dengan derajat pengikatan air rendah tidak hanya dapat
digunakan untuk filtrasi air, tetapi juga sangat cocok untuk diaplikasikan sebagai
membran fuel cell. Namun membran yang baik digunakan untuk aplikasi fuel cell
adalah membran dengan derajat penyerapan atau pengikatan air kurang dari 50%.
(Turner et al. 2006). Pada penelitian ini seluruh membran yang diperoleh
memiliki nilai derajat pengikatan air di atas 50%, sehingga kurang tepat untuk
aplikasi fuel cell, sebaliknya sudah cukup baik untuk aplikasi filtrasi air.
54
4.2.4 Kuat Mekanik
Uji kekuatan mekanik membran dilakukan untuk mengetahui seberapa
kuat membran menahan tekanan dan tarikan. Membran dengan kekuatan mekanik
lebih tinggi, akan lebih tahan lama saat proses filtrasi, khususnya pada tekanan
operasi yang besar. Dari Gambar 24, membran polisulfon yang didadah arang
aktif tempurung kelapa 2% (PST 2%), memiliki ketahanan tertinggi, baik terhadap
gaya tekan maupun gaya tarik.
Gaya Tekan
3.67
4
Gaya Tarik
Gaya (N)
2.85
3
2.22
2.79
2.42
1.66
2
2.55
1.76
2.06
2.31
1
0
PS Murni
PST 2%
PST 6%
PSS 2%
Jenis Membran
PSS 6%
Gambar 24 Perbandingan kuat mekanik tiap membran
Nilai kuat tarik dan tekan secara umum tidak memperlihatkan hubungan
linear. Ketahanan mekanik membran dengan dadah sengon cenderung lebih
rendah. Hal ini diduga terjadi akibat pengaruh sifat bahan baku, di mana
tempurung kelapa memiliki berat jenis lebih tinggi (1.10) dibanding sengon.
(0.39). Bahan dengan berat jenis lebih besar memiliki daya tahan lebih tinggi
terhadap gaya eksternal. Oleh karena itu, ketika dijadikan bahan dadah, dapat
meningkatkan kekuatan membran.
4.2.5 Konduktansi dan Porositas
Grafik pengukuran konduktansi membran PST 6% ditunjukkan pada
Gambar 25. Grafik membran lainnya ditampilkan pada Lampiran 3. Nilai
pengukuran konduktansi menunjukkan seberapa besar kemampuan membran
dalam meloloskan ion yang melewatinya. Sesuai Persamaan 1, nilai ini
55
dipengaruhi oleh geometri pori membran, wilayah di mana ion dapat melakukan
proses mobilitas. Konduktansi berbanding lurus dengan suhu elektrolit, di mana
semakin tinggi suhu, semakin besar mobilitas ion elektrolit melewati pori,
sehingga semakin besar pula nilai konduktansi yang terukur.
Grafik hubungan linear antara konduktansi dan perubahan suhu kemudian
diplotkan ke dalam kurva. Dengan menggunakan persamaan matematis terkait,
kemiringan kurva linear ini dapat digunakan untuk menentukan perubahan energi
diri ion ΔU, dan dengan nilai tersebut kita dapat memperoleh nilai jari-jari pori
membran yang dilewati ion. Dalam percobaan ini digunakan NaCl sebagai
elektrolit. Karena membran pada penelitian ini merupakan jenis membran
asimetri, di mana ukuran diameter pori tidak seragam, maka hasil pengukuran dan
perhitungan yang diperoleh merupakan nilai rata-rata dari seluruh pori membran
yang dapat dilalui oleh ion. Hasil perhitungan jari-jari pori membran ditampilkan
pada Tabel 8.
1/T (K‐1)
ln G (Siemens)
‐5.00
3.05E‐03 3.10E‐03 3.15E‐03 3.20E‐03 3.25E‐03 3.30E‐03 3.35E‐03
‐5.10
‐5.20
y = ‐2499.x + 2.643
R² = 0.998
‐5.30
‐5.40
‐5.50
‐5.60
‐5.70
Gambar 25 Grafik hubungan antara temperatur dan konduktansi membran PST 6%
Tabel 8. Jari-jari pori membran
Jenis Membran
PS Murni
PST 2%
PST 6%
PSS 2%
PSS 6%
Jari pori rata-rata (nm)
0.460
0.609
0.498
0.470
0.478
56
Dari Tabel 8 terlihat bahwa jari pori rata-rata membran terbesar adalah
pada membran PST 2%, kemudian membran PST 6%, masing-masing dengan
ukuran 0.609 dan 0.498 nm. Radius rata-rata terkecil diperoleh pada membran PS
Murni, sebesar 0.460 nm. Ini menunjukkan bahwa pendadahan mampu
meningkatkan ukuran geometri pori membran, meskipun dengan perubahan yang
tidak begitu besar.
Geometri pori yang lebih kecil tentunya berkorelasi dengan konduktansi
membran yang lebih kecil. Nilai konduktansi ini ternyata berkaitan pula dengan
jenis bahan dadahnya. Dari nilai konduktivitas listrik arang aktif pada Gambar 17,
konduktivitas sengon lebih rendah daripada tempurung kelapa. Demikian pula
hasil yang diperoleh pada pengukuran ini, di mana radius pori rata-rata yang
diperoleh juga lebih kecil. Nilai konduktivitas sengon dan tempurung kelapa
sebagai bahan dadah tentunya ikut berperan pada nilai konstanta dielektrik bahan
membran, sehingga mempengaruhi mobilitas ion pada membran (sesuai Pers. 2
dan Pers. 3). Berdasarkan penurunan persamaan pada unit 2.1.3. tentang
konduktansi membran, pengaruh nilai konduktansi ini tentunya telah terintegrasi
menjadi satu kesatuan dengan parameter lainnya, dalam mempengaruhi nilai
mobilitas ion.
4.2.6 Morfologi Membran
Distribusi pori suatu membran ditentukan oleh bahan dasar membran,
waktu presipitasi, dan jenis koagulan (pelarut) yang digunakan. Namun
keteraturan pori yang ideal pada membran polimer sulit didapatkan. Salah satu
cara untuk mengetahui distribusi pori suatu membran adalah dengan
menggunakan mikroskop elektron atau SEM.
Hasil foto SEM membran disajikan pada Gambar 26. Terlihat struktur
penampang atas (lapisan penyangga), bawah (lapisan aktif), dan samping dari
membran polisulfon murni (Gambar 26A) identik dengan membran didadah arang
aktif tempurung kelapa 2% (Gambar 26C). Hal ini sesuai dengan hasil
karakterisasi sebelumnya, di mana nilai fluks, derajat pengikatan air dan kuat
mekanik kedua jenis membran tidak jauh berbeda.
57
B A A C I
B C II
B A C III
Gambar 26 Foto SEM morfologi membran (I. penampang atas, II. bawah, III. samping;
A. membran PS Murni, B. PS-Sengon 2%, C. PS-TKP 2%)
Dari penampang lintangnya, membran PS Murni dan Membran PST 2%
yang dihasilkan memiliki bentuk pori menjari, dengan ukuran pori yang tidak
seragam. Ini menunjukkan bahwa membran yang dihasilkan merupakan tipe
membran asimetri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Romli et al. (2006), yang
menyatakan bahwa struktur membran yang dihasilkan dari metode inversi fasa
adalah tipe asimetrik.
Dengan menggunakan foto SEM, ukuran pori permukaan membran dapat
diperkirakan dengan perbandingan skala bar. Untuk foto SEM membran sengon
PSS 2%, terlihat memiliki diameter pori permukaan aktif yang paling besar, yakni
sekitar 5 μm. Ukuran ini lebih besar dibanding pori PS Murni dan PST2% yang
berukuran + 3 μm. Meskipun secara perhitungan teori dari sub bab sebelumnya,
menunjukkan bahwa membran PSS 2% memiliki diameter pori rata-rata lebih
kecil dibanding membran PST 2% dan PST 6%, ukuran pori pada permukaan
membran tidak dapat digunakan secara pasti untuk menentukan nilai porositas
membran. Hal ini karena ukuran pori membran asimetri berbeda dari permukaan
58
ke sub permukaan, hingga ke permukaan dalamnya. Inilah yang menjadi ciri khas
membran asimetri.
Meskipun porositasnya sedikit lebih kecil karena diameter pori rataratanya juga kecil, fluks air membran PSS 2 % menunjukkan nilai lebih tinggi. Ini
dapat terjadi karena pori yang lebih memberi peran dalam membangun sifat
permeabilitas membran adalah pori dengan ukuran besar, meskipun secara
keseluruhan membran tersebut memiliki porositas yang kecil. Pori yang lebih
besar tidak mudah fouling atau tersumbat dibanding pori halus. Dengan demikian,
proses perjalanan filtrat melalui membran akan cenderung melalui pori yang lebih
besar, ketika sebagian besar pori halus telah mengalami fouling.
Membran yang didadah arang aktif sengon (Gambar B) menunjukkan
adanya pori dan fraktur pada permukaan atasnya. Hal inilah yang mempengaruhi
tingginya nilai fluks membran, dan berkurangnya kekuatan mekanik membran
yang didadah sengon. Pori pada lapisan aktif membran sengon yang lebih besar,
akan sangat mempengaruhi fluks air yang menembus membran melewati pori.
Bentuk penampang lintang membran PSS 2% juga menunjukkan bentuk yang
berbeda, di mana tidak terlihat bentuk pori menjari yang teratur seperti pada PS
Murni dan PS TKP 2%. Hal inilah yang mempengaruhi perbedaan nilai porositas
membran PS sengon dengan membran PS TKP yang dibahas pada sub bab
sebelumnya.
4.2.7 Analisis Struktur Kristalin
Gambar 27 menunjukkan difraktogram dari tiga jenis membran, yakni;
polisulfon murni (PS Murni), polisulfon didadah arang aktif tempurung kelapa 2%
(PST 2%), dan didadah arang aktif sengon 2% (PSS 2%). Dari bentuk
difraktogramnya, tidak terlihat adanya puncak yang tinggi dan tajam. Hanya ada
satu puncak dengan intensitas yang sangat lebar dan landai di sekitar 2 18o, yang
menunjukkan bahwa seluruh membran yang dihasilkan cenderung bersifat amorf.
Hal ini mendukung fungsi membran sebagai media filtrasi ataupun separasi, yang
membutuhkan ruang dalam penghantaran molekul atau ion yang melaluinya.
59
Gambar 27 Difraktogram membran
Berdasarkan Gambar 27, terlihat tidak terjadi pergeseran yang berarti pada
sudut puncak antara membran PS murni, PST 2% dan PSS 2%, namun terjadi
sedikit perbedaan intensitas. Membran PSS 2% mempunyai intensitas lebih tinggi
dibanding membran lainnya. Ini tentunya menunjukkan tingkat kristalinitas yang
berbeda pula. Dari hasil analisis dengan software XRD7000, diperoleh nilai
kristalinitas ketiga membran sebagaimana ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Kristalinitas membran
Jenis Membran
Kristalinitas (%)
PS Murni
PST 2%
PSS 2%
45.92
39.96
49.15
Polimer polisulfon merupakan polimer dengan sttruktur amorf pada
keadaan gelasnya (Kesting 1993). Membran polisulfon yang dihasilkan pun
berstruktur amorf. Difraktogram menunjukkan tidak adanya puncak karbon baik
pada membran PS TKP ataupun PS Sengon. Ini menunjukkan bahwa struktur
amorf polimer lebih mendominasi pada membran yang diperoleh, karena
kandungan polimer yang digunakan juga lebih besar (12%) dibanding konsentrasi
karbon aktifnya (2 dan 6%).
60
61
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Proses pembuatan arang aktif dari bahan baku tempurung kelapa dan kayu
sengon berhasil dilakukan dengan baik, di mana hasil uji kualitas yang diperoleh
untuk seluruh arang aktif, telah memenuhi SNI 06-3730-1995 tentang arang aktif
teknis, kecuali untuk daya serap benzena dan sebagian daya serap iod. Proses
aktivasi dengan variasi perendaman kimia dan lama waktu aktivasi uap,
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan pola struktur kristalit,
penampakan morfologi permukaan dan konduktivitas arang aktif, sehingga
mampu meningkatkan kualitas arang aktif dari arangnya. Berdasarkan daya
serapnya, arang aktif tempurung kelapa dan kayu sengon dengan kualitas
optimum diperoleh pada arang aktif tanpa perendaman KOH, dengan lama
aktivasi uap 110 menit, sehingga dijadikan sebagai bahan dadah membran.
Pendadahan membran polisulfon dengan arang aktif mampu mengubah
karakteristik membran dan kemampuan membran dalam filtrasi air. Membran
dengan fluks air tertinggi diperoleh pada membran didadah arang aktif sengon,
dengan konsentrasi 2%. Nilai fluks air yang dihasilkan adalah 624.99 L/m2h.
Hal ini berkorelasi dengan nilai derajat pengikatan airnya yang paling rendah
(52.17%). Membran dengan dadah arang aktif sengon juga memiliki kekuatan
mekanik lebih rendah, serta bentuk morfologi yang cukup berbeda dibanding
membran polisulfon murni dan membran didadah arang aktif tempurung kelapa.
5.2 Saran
Membran polisulfon dengan dadah karbon aktif sengon konsentrasi 2%,
dapat diaplikasikan sebagai membran filtrasi untuk pembersihan air, namun
diperlukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut terhadap selektifitas dan
pemilihan jenis filtrat yang sesuai dengan karakteristik membran.
62
63
DAFTAR PUSTAKA
Ansari R, Mohammad-Khah A. 2009. Activated charcoal: preparation,
characterization and applications: a review article. International Journal
of ChemTech Research 1(4):859-864.
Atkins PW. 1997. Kimia Fisika. Jilid 1, Edisi ke-4. Kartohadiprojo II,
penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.
Awwad NS, Daifuallah AAM, Ali MMS. 2008. Removal of Pb2+, Cd2+, Fe3+, and
Sr2+ from aqueous solution by selected activated carbons derived from
date pits. Solvent Extraction and Ion Exchange 26:764-782.
Baker RW. 2004. Membrane Technology and Application. 2nd Edition. England:
Wiley.
Bansode RR, Losso JN, Marshall WE, Rao RM, Portier RJ. 2003. Adsorption of
volatile organic compound by pecan shell and almond shell-based granular
activated carbons. Bioresource Technology 90(2):175-184.
Benaddi H, Bandosz TJ, Jagiello J, Schwarz JA, Rouzaud JN, Legras D,
Benguin F. 2000. Surface functionality and porosity of activated carbon
obtained from chemical activation of wood. Carbon 38:669-674.
Berube PR, Mavinic DS, Hall ER, Kenway SE, Roett K. 2002. Evaluation of
adsorption and coagulation as membrane pretreatment steps for the
removal of organic material and disinfection-by-product precursors.
Journal Environmental Engineering Science 1:465-476.
Bonelli PR, Rocca PAD, Cerrela EG, Cukierman AL. 2001. Effect of pyrolysis
temperature on composition, surface properties, and thermal degradation
rates of Brazil nut shell. Bioresource Technology 76:15-22.
Brunet L, Lyon DY, Zodrow K, Rouch JC, Caussat B, Serp P, Remigy JC,
Wiesner MR, Alvarez PJJ. 2008. Properties of membranes containing
semi-dispersed carbon nanotubes. Environmental Engineering Science
25(4):565-575.
Campos C, Marinas BJ, Snoeyink VL, Baudin I, Laine JM. 2000. PAC-Membrane
filtration process. II:Model Application. Journal of Environmental
Engineering 126(2):104-111.
Chattopadhyay D, Rakshit PC, Saha B, dan Purkait NN. 1989. Dasar Elektronika.
Sutanto, penerjemah; Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Foundations of
Electronic.
Chelme-Ayala P, Smith DW, El-Din MG. 2009. Membrane concentrate
management options: a comprehensive critical review. Canadian Journal
of Civil Engineering 36:1107-1119.
Choon AN, Sun D, Fane AG. 2006. Operation of membrane bioreactor with
powdered activated carbon addition. Separation Science and Technology
41:1447-1466.
64
Chung WL. 2001. Preparation of conductive carbon with high surface area.
Carbon 39:39-44.
D’Amore M, Sarto MS, D’Aloia AG. 2010. Skin-effect modeling of carbon
nanotube bundles: the high-frequency effective impedance. Di dalam:
Electromagnetic Compatibility (EMC), 2010 IEEE International
Symposium; Fort Lauderdale, Florida, 25-30 Jan 2010. Florida: Institute of
Electrical and Electronics Engineers. hlm 847-852.
Daud WMA, Ali WSW. 2004. Comparison of pore development of activated
carbon produced from palm shell and coconut shell. Bioresource
Technology 93:63-69.
Daud WM, Badri M, Mansor H. 1990. Possible conduction mechanism in
coconut-shell activated carbon. Journal of Applied Physics 67(4):19151917.
Devi R. 2010. Innovative technology of COD and BOD reduction from coffee
processing wastewater using avocado seed carbon (ASC). Water Air Soil
Pollut 207:299-306.
Djatmiko B, Ketaren S, Setyahartini S. 1985. Pengolahan Arang dan
Kegunaannya. Bogor: Agro Industri Press, IPB.
Drozdov VA, Baklanova ON, Likholobov VA, Chirkova OA, Gulyaeva TI. 2009.
Developing the synthesis of homogeneously microporous carbon
membranes for selective extraction and accumulation of organic molecules
with a carbon unit as a carrier. Protection of Metals and Physical
Chemistry of Surface 45(2):191-196. Giancoli DC. 2001. Fisika. Edisi kelima. Hanum Y, Arifin I, penerjemah; Hardani
HW, Simarmata SL, editor; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physics
Fifth Edition.
Halliday D, Resnick R. 1993. Fisika. Jilid 2, edisi ketiga. Silaban P, Sucipto E,
penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physics 3rd edition.
Hartomo AJ, Widiatmoko MC. 1994. Teknologi Membran Pemurnian Air.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
Hartoyo, Hudaya N, Fadli, 1990. Pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa
dan kayu bakau dengan cara aktivasi uap. Jurnal Penelitian Hasil Hutan
8(1):8-16.
Hartoyo, Pari G. 1993. Peningkatan rendeman dan daya serap arang aktif dengan
cara kimia dosis rendah dan gasifikasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan
11(5):205-208.
Hayashi J, Horikawa T, Takeda I, Muroyama K, Ani FN. 2002. Preparing
activated carbon from various nuthshell by chemical activation with
K2CO3. Carbon 40:2381-2386.
Hendra D, Darmawan S. 2007. Sifat arang aktif dari tempurung kemiri. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan 25(4):291-302.
65
Hu AY, Stuckey DC. 2007. Activated carbon addition to a submerged anaerobic
membrane bioreactor: effect on performance, transmembrane pressure,
and flux. Journal of Environmental Engineering 133(1):73-80.
Hudaya N, Hartoyo. 1990. Pembuatan arang aktif dari tempurung biji-bijian asal
tanaman hutan dan perkebunan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan
8(4):146-149.
Husain A, Ashhar MM, Javed I. 2009. Treatment of Electroplating Waste Water
by Adsorption using Activated Charcoal. Di dalam: Proceeding of
International Conference on Energy and Environment; India, 19-21 Mar
2009. Enviroenergy. hlm 148-150.
Iguchi M. 1997. Practice of Polymer X-Ray Diffraction (Short-course Textbook).
Bandung: Bandung Institute of Technology.
Ismadji S, Sudaryanto Y, Hartono SB, Setiawan LEK, Ayucitra A. 2005.
Activated carbon from char obtained from vacuum pyrolysis of teak dust:
pore structure development and characterization. Bioresource Technology
96:1364-1369.
Ismaeel AR, Edbey KM, Shagluf AM. 2010. Study of adsorption mechanism,
mode, isotherms, and kinetics of dodecyl sulfate from raw drinking water
on activated charcoal using pH measurements. International Journal of
ChemTech Research 2(2):1214-1219.
Kasher R. 2009. Membrane-based water treatment technologies: recent
achievements and new challenges for a chemist. Bulletin of the Israel
Chemical Society 24:10-18.
Kegel FS, Rietman BM, Verliefde ARD. 2010. Reverse osmosis followed by
activated carbon filtration for efficient removal of organic micropollutants
from river bank filtrate. Water Science & Technology 61(10):2603-2610. Kercher A, Nagle DC. 2003. Microstructural evolution during charcoal
carbonization by X-Ray diffraction analysis. Carbon 41:15-27.
Kertesz S, Laszlo Z, Horvath Z, Hodur C. 2009. Clarification of dairy model
wastewaters by membrane filtration. Series Chemistry 18(2):35-42.
Kesting RE. 1993. Synthetic Polymerric Membranes: A Structural Perspective.
2nd Edition. England: Wiley.
Komarayati S, Hendra D, Gusmailina. 1998. Pembuatan arang aktif dari biomassa
hutan. Buletin Penelitian Hasil Hutan 16(2):61-68.
Kulkarni A, Mukherjee D, Gill WN. 1996. Flux Enhancement by hidrophilization
of thin film composite reverse osmosis membranes. Journal of Membrane
Science 114:39-50.
Lebeau T, Lelievre C, Buisson H, Cleret D, Van de Venter LW, Cote P. 1998.
Immersed membrane filtration for the production of drinking water:
Combination with PAC for NOM and SOCs removal. Desalination
117:219–231.
66
Lee HJ, Suda H, Haraya K. 2007. Preparation of carbon membranes derived from
polymer blends in the presence of a thermally labile polymer. Separation
Science and Technology 42:59-71. Li NN, Fane AG, Winston Ho WS, Matsuura T. 2008. Advance Membrane
Technology and Applications. New Jersey: Wiley.
Lienden CV, Shan L, Rao S, Ranieri E, Young TM. 2010. Metals removal from
stormwater by commercial and non-commercial granular activated
carbons. Water Environment Research 82(4):351-356.
Lin CF, Huang YJ, Hao OJ. 1999. Ultrafiltration processes for removing humic
substances: effect of molecular weight fraction on PAC treatment.
Water Res 33(5):1252–1264.
Londsdale HK. 1985. Phase diagram and membranes. Polymer Engineering
Science 25:1074-1080.
Marsh H, Rodriguez-Reinoso F. 2006. Activated Carbon. Netherlands: Elsevier.
Matjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor: IPB Press.
Mulder M. 1996. Basic Principle of Membrane Technology. Dordrecht: Kluwer
Academic Publisher.
Nunes SP, Peinemann KV. 2001. Membrane Technology in The Chemical
Industry. Weinheim: Wiley-VCH.
Pari G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai
adsorben emisi formaldehida kayu lapis [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pari G. 1996. Kualitas arang aktif dari 5 jenis kayu. Buletin Penelitian Hasil
Hutan 14(2):60-68.
Pari G, Hendra D, Pasaribu RA. 2006. Pengaruh lama waktu aktivasi dan
konsentrasi asam fosfat terhadap mutu arang aktif kulit kayu Acacia
mangium. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(1):33-46.
Pellegrino J. 2000. Filtration and ultrafiltration equipment and techniques.
Separation and Purification Methods 29(1):91–118.
Porter MC. 1990. Handbook of Industrial Membrane Technology. New Jersey:
Noyes.
Pruss-Ustun A, Bos R, Gore F, Bartram J. 2008. World Health Organization
Reports. Geneva: WHO.
Purwanto P, Purnama S, Purwanto S, Madesa T. 2007. Pengaruh CUI terhadap
sifat konduktor ionik padat (CUI)x(AGI)1-x (x = 0.6 - 0.9). EMAS Jurnal
Sains dan Teknologi 17(4):315-322.
Radiman CL, Yuliany, Suendo V, 2002. Pengaruh Media Perendam Terhadap
Permeabilitas Membran Polisulfon. Jurnal Matematika dan Sains
7(2):77-83.
67
Romli M, Suprihatin, Indrasti NS. 2006. Pengembangan Proses Pembuatan
Membran Ultrafiltrasi Polimerik dengan Metode Inversi Fase: Efek
Komposisi Larutan Polimer pada Struktur dan Kinerja Membran. Bogor:
LPPM Institut Pertanian Bogor.
Scott K. 1995. Handbook of Industrial Membranes: Membrane Materials,
Preparation and Characterisation. Netherlands: Elsevier.
Scott K, Hughes R. 1996. Industrial Membrane Seperation Technology. London:
Blackie Academic and Professional.
Sears K, Dumee L, Schutz J, She M, Huynh C, Hawkins S, Duke M, Gray S.
Review: Recent developments in carbon nanotube membranes for water
purification and gas separation. Materials 3:127-149.
Simsek M, Cerny S. 1970. Active Carbon: Manufacture, Properties, and
Application. New York: Elsevier.
Smith JR, Dahlan K, Coster HGL. 1992. The estimation of pore diameters by
electrical measurements. Di dalam: International Membrane Science and
Technology Conference; Sydney, 10-12 Nov 1992. Sydney: University of
New South Wales.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. Arang Aktif Teknis (SNI 06-3730-1995).
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
Sridhar S, Smitha B, Suryamurali R, Aminabhavi TM. 2008. Synthesis,
characterization and gas permeability of an activated carbon-loaded
PEBAX 2533 membrane. Designed Monomers and Polymers 11:17-27.
Sukarjo. 1997. Kimia Fisik. Jakarta: PT. Aneka Cipta.
Sudrajat R, Soleh S. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Bogor: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Tansel B. 2008. New Technologies for water and wastewater treatment: a survey
of recent patents. Recent Patents on Chemical Engineering 1:17-26.
Turner J, Haley B, Record KA. 2006. Conductivity measurements of synthesized
heteropoly acid membranes for proton exchange membrane fuel cells.
Journal of Undergraduate Research.
Vigouroux RZ. 2001. Pyrolisis of biomass [disertasi]. Stockholm: Royal Institute
of Technology.
Wenten IG. 1999. Teknologi Membran Industrial. Bandung: Teknik Kimia ITB.
Widodo TS. 2002. Elektronika Dasar. Jakarta: Penerbit Salemba Teknika.
Xia S, Li X,Yao J, Dong B, Yao J. 2008. Application of membrane techniques to
produce drinking water in China. Desalination 222:497-501.
Yang W, Paetkau M, Cicek N. 2010. Improving the performance of membrane
bioreactors by powdered activated carbon dosing with cost considerations.
Water Science & Technology 62(1):172-179.
68
69
Lampiran 1 Sidik ragam sifat arang aktif
Sumber Keragaman
1
Kuadrat
tengah
F hitung
P
Kadar air
Jenis arang aktif
Perendaman kimia
Waktu aktivasi
Jenis arang*Perendaman
Jenis arang*Waktu
Perendaman*Waktu
Jenis arang*Perendaman*Waktu
74.305
1.827
7.234
4.402
0.298
7.969
18.317
560.5
13.78
54.57
33.21
2.25
60.11
138.17
0.000**
0.006**
0.000**
0.000**
0.172
0.000**
0.000**
Kadar abu
Jenis arang aktif
Perendaman kimia
Waktu aktivasi
Jenis arang*Perendaman
Jenis arang*Waktu
Perendaman*Waktu
Jenis arang*Perendaman*Waktu
30.1705
15.1644
0.2782
5.5162
0.2136
0.0034
2.1144
496.01
249.3
4.57
90.69
3.51
0.06
34.76
0.000**
0.000**
0.065
0.000**
0.098
0.818
0.000**
3 Kadar zat terbang
Jenis arang aktif
Perendaman kimia
Waktu aktivasi
Jenis arang*Perendaman
Jenis arang*Waktu
Perendaman*Waktu
Jenis arang*Perendaman*Waktu
28.987
5.415
0.279
3.219
0.491
23.479
3.945
7.66
1.43
0.07
0.85
0.13
6.20
1.04
0.024*
0.266
0.793
0.383
0.728
0.037*
0.337
4 Karbon terikat
Jenis arang aktif
Perendaman kimia
Waktu aktivasi
Jenis arang*Perendaman
Jenis arang*Waktu
Perendaman*Waktu
Jenis arang*Perendaman*Waktu
118.302
38.703
1.114
17.162
1.352
24.05
11.836
27.82
9.10
0.26
4.04
0.32
5.66
2.78
0.001**
0.017*
0.623
0.079
0.588
0.045*
0.134
5 Daya serap benzena
Jenis arang aktif
Perendaman kimia
Waktu aktivasi
Jenis arang*Perendaman
Jenis arang*Waktu
Perendaman*Waktu
Jenis arang*Perendaman*Waktu
27.292
12.491
5.647
18.193
2.591
9.159
2.651
43.47
19.89
8.99
28.97
4.13
14.59
4.22
0.000**
0.002**
0.017*
0.001**
0.077
0.005**
0.074
2
70
Lampiran 1 Sidik ragam sifat arang aktif (Lanjutan)
Sumber Keragaman
6
Kuadrat
tengah
F hitung
P
Daya serap kloroform
Jenis arang aktif
Perendaman kimia
Waktu aktivasi
Jenis arang*Perendaman
Jenis arang*Waktu
Perendaman*Waktu
Jenis arang*Perendaman*Waktu
28.057
122.177
5.378
33.25
16.019
7.28
2.627
15.66
68.20
3.00
18.56
8.94
4.06
1.47
0.004**
0.000**
0.121
0.003**
0.017*
0.079
0.260
7 Daya serap iod
Jenis arang aktif
Perendaman kimia
Waktu aktivasi
Jenis arang*Perendaman
Jenis arang*Waktu
Perendaman*Waktu
Jenis arang*Perendaman*Waktu
6721
72069
2173
40377
1367
5708
747
22.62
242.51
7.31
135.87
4.60
19.21
2.51
0.001**
0.000**
0.027*
0.000**
0.064
0.002**
0.152
Keterangan : 1. Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α = 0.05),
2. Jika P > 0.05, perlakuan tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata
terhadap peubah terikat,
3. Jika P ≤ 0.05, perlakuan memberi pengaruh yang berbeda nyata
terhadap peubah terikat.
71
Lampiran 2 Uji beda nyata terkecil (BNT) sifat arang aktif
Sifat
Nilai tengah perlakuan
Kadar air
Kadar abu
Kadar zat terbang
Karbon terikat
Daya serap benzena
Daya serap kloroform
Daya serap iod
Ket: 1.
2.
3.
4.
TKP
5.982
KOH
7.799
W80
8.809
TKP
4.166
KOH
6.513
TKP
16.315
TKP
79.519
KOH
75.244
TKP
20.082
KOH
17.893
W80
18.182
TKP
27.397
KOH
23.309
TKP
809.55
KOH
721.94
W80
777.4
A
A
A
Sengon
10.292
Blanko
8.475
W110
7.465
A
Sengon
6.912
Blanko
4.566
A
Sengon
19.007
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
Sengon
74.08
Blanko
78.355
Sengon
17.47
Blanko
19.66
W110
19.37
Sengon
24.748
Blanko
28.836
Sengon
768.56
Blanko
856.17
W110
800.71
BNT
B
3.019486
A
5.014987
A
4.896087
B
2.296063
A
2.930888
A
3.854137
B
5.329753
A
6.774702
A
3.513184
A
3.953435
A
4.141159
A
6.682525
B
4.867501
A
166.2817
B
114.7761
A
169.2760
Huruf yang sama dalam satu baris, nilainya tidak berbeda nyata pada α = 0.10,
Jenis arang: TKP = tempurung kelapa; Sengon = kayu sengon,
Perendaman kimia: KOH = dengan perendaman; Blanko = tanpa perendaman,
Waktu aktivasi: W80 = steam 80 menit; W110 = steam 110 menit.
Lampiran 3 Data pengukuran konduktansi dan ketebalan sampel arang dan arang aktif
1.
Arang Aktif Tempurung Kelapa
Konduktansi (S) pada tiap frekuensi (Hz)
Jenis Arang
Ulangan
50
Arang TKP
AAT-KOH 80
AAT-KOH 110
AAT-80
AAT 110
Jenis Arang
Arang TKP
AAT-KOH 80
AAT-KOH 110
AAT-80
AAT 110
1
2
1
2
1
2
1
2
3
1
2
Ulangan
1
2
1
2
1
2
1
2
3
1
2
2.393E-04
1.912E-04
1.3204
0.9504
0.8422
1.0191
0.9409
0.7259
0.8061
0.7537
0.7026
100
500
1K
3K
2.533E-04 2.866E-04 3.053E-04 3.383E-04
2.030E-04 2.317E-04 2.473E-04 2.763E-04
1.3245
1.3328
1.3385
1.3486
0.9488
0.9555
0.9578
0.9678
0.8556
0.8698
0.8777
0.8914
1.0232
1.0299
1.0341
1.0438
0.9511
0.9563
0.9594
0.9633
0.7307
0.7348
0.7377
0.7417
0.8117
0.8163
0.8203
0.8245
0.7607
0.7694
0.7744
0.7819
0.7063
0.7111
0.7154
0.7215
Konduktansi (S) pada tiap frekuensi (Hz)
5K
8K
3.570E-04
2.923E-04
1.3548
0.9738
0.9003
1.0501
0.9657
0.7444
0.8287
0.7869
0.7256
3.759E-04
3.089E-04
1.3619
0.9814
0.9104
1.0582
0.9702
0.7479
0.8325
0.7931
0.7305
10K
30K
3.860E-04 4.423E-04
3.178E-04 3.672E-04
1.3929
1.3661
1.0204
0.9848
0.9161
0.9506
1.0631
1.0940
0.9729
0.9764
0.7501
0.7580
0.8354
0.8436
0.7966
0.8132
0.7335
0.7483
Ketebalan (mm)
50K
80K
100K
4.750E-04
3.958E-04
1.4078
1.0454
0.9754
1.1134
0.9764
0.7628
0.8477
0.8229
0.7566
5.094E-04
4.260E-04
1.4147
1.0738
1.0039
1.1305
0.9693
0.7638
0.8456
0.8306
0.7630
5.275E-04
4.418E-04
1.4110
1.0878
1.0188
1.1367
0.9635
0.7626
0.8420
0.8321
0.7643
300K
500K
800K
1M
3M
5M
U1
U2
U3
U4
Rata-rata
(mm)
Rata-rata
(m)
6.370E-04
5.382E-04
1.0946
1.0698
0.9689
1.0257
0.7867
0.6919
0.7007
0.7533
0.6901
7.071E-04
5.998E-04
0.6796
0.8448
0.6977
0.7699
0.5654
0.5640
0.5091
0.5883
0.5429
7.901E-04
6.733E-04
0.3326
0.5034
0.3670
0.4540
0.3311
0.3829
0.3006
0.3691
0.3460
8.410E-04
7.183E-04
0.2222
0.3567
0.2465
0.3242
0.2385
0.2938
0.2173
0.2714
0.2566
1.124E-03
9.608E-04
0.0221
0.0385
0.0235
0.0382
0.0304
0.0441
0.0284
0.0346
0.0340
1.481E-03
1.294E-03
0.0052
0.0098
0.0058
0.0105
0.0088
0.0139
0.0090
0.0101
0.0104
1.89
1.99
1.92
1.96
1.95
1.90
1.90
1.85
1.74
2.10
2.15
1.94
1.93
1.94
1.94
1.99
1.92
1.83
1.84
1.78
2.15
2.14
1.96
1.94
1.88
1.90
1.93
1.91
1.87
1.88
1.75
2.10
2.19
1.84
1.94
1.86
1.96
2.02
1.93
1.84
1.88
1.78
2.16
2.16
1.908
1.950
1.900
1.940
1.973
1.915
1.860
1.863
1.763
2.128
2.160
0.001908
0.001950
0.001900
0.001940
0.001973
0.001915
0.001860
0.001863
0.001763
0.002128
0.002160
72
Lampiran 3 Data pengukuran konduktansi dan ketebalan sampel arang dan arang aktif (Lanjutan)
2.
Arang Aktif Sengon
Jenis Arang
Konduktansi (Siemens) pada tiap frekuensi (Hz)
Ulangan
50
Arang Sengon
AAS-KOH 80
AAS-KOH 110
AAS-80
AAS-110
Jenis Arang
Arang Sengon
AAS-KOH 80
AAS-KOH 110
AAS-80
AAS-110
1
2
1
2
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Ulangan
1
2
1
2
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1.820E-08
1.694E-08
0.4173
0.4236
0.6037
0.7008
0.5487
0.3541
0.4759
0.5414
0.4267
0.6968
0.6750
100
500
1K
3K
5.452E-09 6.916E-09 1.360E-08 1.884E-08
4.968E-09 7.599E-09 1.314E-08 1.794E-08
0.4202
0.4241
0.4265
0.4299
0.4255
0.4293
0.4312
0.4345
0.6071
0.6122
0.6146
0.6183
0.7060
0.7121
0.7157
0.7223
0.5500
0.5524
0.5540
0.5580
0.3559
0.3582
0.3597
0.3617
0.4789
0.4821
0.4839
0.4869
0.5430
0.5450
0.5465
0.5490
0.4305
0.4331
0.4348
0.4368
0.7008
0.7040
0.7067
0.7101
0.6792
0.6812
0.6825
0.68525
Konduktansi (S) pada tiap frekuensi (Hz)
5K
8K
2.636E-08
2.401E-08
0.4322
0.4365
0.6209
0.7263
0.5609
0.3631
0.4892
0.5505
0.4381
0.7128
0.6869
3.378E-08
3.087E-08
0.4349
0.4389
0.6239
0.7313
0.5643
0.3646
0.4915
0.5527
0.4397
0.7157
0.6895
10K
30K
3.880E-08 7.658E-08
3.517E-08 7.085E-08
0.4365
0.4449
0.4402
0.4482
0.6255
0.6346
0.7340
0.7499
0.5661
0.5778
0.3656
0.3697
0.4931
0.5002
0.5541
0.5614
0.4408
0.4448
0.7180
0.7258
0.6909
0.6983
Ketebalan (mm)
50K
80K
100K
1.066E-07
1.022E-07
0.4508
0.4538
0.6405
0.7587
0.5846
0.3726
0.5049
0.5661
0.4476
0.7307
0.7022
1.319E-07
1.157E-07
0.4570
0.4599
0.6461
0.7668
0.5905
0.3755
0.5097
0.5704
0.4504
0.7335
0.7039
1.591E-08
3.729E-08
0.4605
0.4632
0.6489
0.7692
0.5923
0.3771
0.5118
0.5719
0.4516
0.7337
0.7031
300K
500K
800K
1M
3M
5M
U1
U2
U3
U4
Rata-rata
(mm)
Rata-rata
(m)
3.166E-07
3.092E-07
0.4745
0.4798
0.6436
0.7169
0.5597
0.3811
0.5123
0.5546
0.4435
0.6801
0.6321
4.429E-07
4.187E-07
0.4628
0.4786
0.5953
0.5891
0.4735
0.3717
0.4870
0.5000
0.4098
0.5687
0.5083
5.935E-07
5.419E-07
0.4117
0.4526
0.4833
0.3962
0.3319
0.3388
0.4200
0.3931
0.3353
0.3974
0.3371
7.046E-07
6.398E-07
0.3673
0.4240
0.4064
0.3009
0.2573
0.3098
0.3691
0.3258
0.2839
0.3088
0.2560
1.819E-05
1.796E-05
0.0881
0.1432
0.0776
0.0424
0.0394
0.0922
0.0882
0.0616
0.0573
0.0474
0.0376
5.705E-05
5.869E-05
0.0295
0.0496
0.0239
0.0128
0.0129
0.0331
0.0300
0.0204
0.0192
0.0148
0.0123
2.53
2.53
2.15
2.28
2.20
2.07
2.22
2.38
2.15
2.25
2.24
2.12
2.04
2.57
2.51
2.20
2.25
2.22
2.04
2.24
2.40
2.17
2.26
2.21
2.14
2.02
2.50
2.58
2.17
2.23
2.23
2.08
2.24
2.41
2.11
2.26
2.26
2.16
2.12
2.54
2.55
2.20
2.25
2.21
2.07
2.26
2.40
2.11
2.22
2.20
2.14
2.08
2.535
2.543
2.180
2.253
2.215
2.065
2.240
2.398
2.135
2.248
2.228
2.140
2.065
0.002535
0.002543
0.002180
0.002253
0.002215
0.002065
0.002240
0.002398
0.002135
0.002248
0.002228
0.002140
0.002065
73
Lampiran 4 Data Kalkulasi Konduktivitas Arang dan Arang aktif
Konduktivitas rata-rata (S/m)
Frekuensi
(Hz)
Arang TKP
50
100
500
1000
3000
5000
8000
10000
30000
50000
80000
100000
300000
500000
800000
1000000
3000000
5000000
2.3085E-03
2.4465E-03
2.7795E-03
2.9633E-03
3.2960E-03
3.4819E-03
3.6729E-03
3.7743E-03
4.3412E-03
4.6704E-03
5.0172E-03
5.1985E-03
6.3034E-03
7.0102E-03
7.8499E-03
8.3645E-03
1.1182E-02
AAT
KOH-80
12.1155
12.1286
12.2089
12.2513
12.3587
12.4241
12.5022
12.5433
12.8770
13.0908
13.2807
13.3367
11.5661
8.1564
4.4774
3.1010
0.3246
AAT
KOH-110
10.0567
10.1519
10.2654
10.3312
10.4583
10.5409
10.6396
10.6968
11.0508
11.2904
11.5382
11.6530
10.7874
7.9349
4.4351
3.0816
0.3332
1.4884E-02
0.0804
0.0880
8.6873
8.7515
8.8321
8.8876
8.9681
9.0226
9.0893
9.1274
9.3154
9.4222
9.5061
9.5228
8.6104
6.7478
4.2657
3.1500
0.4095
Arang
Sengon
2.4830E-07
7.3634E-08
1.0258E-07
1.8896E-07
2.5993E-07
3.5592E-07
4.5684E-07
5.2264E-07
1.0418E-06
1.4755E-06
1.7494E-06
3.7620E-07
4.4218E-06
6.0893E-06
8.0233E-06
9.4997E-06
2.5549E-04
AAS
KOH-80
5.1884
5.2180
5.2650
5.2917
5.3332
5.3592
5.3912
5.4091
5.5099
5.5807
5.6567
5.6983
5.8874
5.8088
5.3356
4.8875
1.4323
AAS
KOH-110
7.4479
7.4870
7.5414
7.5718
7.6290
7.6668
7.7123
7.7367
7.8840
7.9701
8.0484
8.0766
7.7189
6.6725
4.8845
3.8928
0.6449
0.1223
8.1795E-04
0.4900
0.2010
AAT-80
AAT-110
8.3930
8.4632
8.5101
8.5443
8.5850
8.6164
8.6563
8.6829
8.7491
8.7790
8.7513
8.7153
7.3987
5.5659
3.4491
2.5494
0.3500
0.1078
AAS-80
AAS-110
5.7189
5.7458
5.7768
5.7968
5.8280
5.8494
5.8746
5.8910
5.9680
6.0190
6.0691
6.0907
6.0385
5.6686
4.8111
4.1994
1.0168
7.1176
7.1653
7.1962
7.2192
7.2514
7.2741
7.3023
7.3210
7.3967
7.4429
7.4716
7.4748
6.9564
5.9002
4.2559
3.3803
0.5693
0.3512
0.1855
Catatan: Data telah dirata-ratakan dari semua ulangannya.
74
75
Lampiran 5 Data fluks air membran
Luas Membran = 2cm x 10 cm = 20 cm2 = 0.002 m2 Ketebalan Membran = 0.04 mm – 0.05 mm
1. Membran Polisulfon Murni
Volume (mL)
Waktu
(sekon)
U1
U2
U3
Rata-rata
Rerata
Vol (L)
Fluks
(L/m2s)
Fluks
(L/m2h)
10
20
30
40
50
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
390
420
450
480
510
540
570
600
630
660
690
720
750
780
810
840
870
900
3
5
7
9
12
14
21
28
35
41
48
55
61
68
75
81
87
94
101
108
114
120
126
132
137
142
148
153
159
164
169
175
180
185
3
5
7
9
12
14
21
28
35
42
49
55
62
68
74
81
87
94
101
107
113
119
125
130
136
141
146
152
158
163
168
174
179
184
3
5
7
9
11
14
21
28
34
40
46
53
59
65
72
78
84
90
97
103
109
115
121
127
132
138
143
148
153
158
164
170
175
180
3.00
5.00
7.00
9.00
11.67
14.00
21.00
28.00
34.67
41.00
47.67
54.33
60.67
67.00
73.67
80.00
86.00
92.67
99.67
106.00
112.00
118.00
124.00
129.67
135.00
140.33
145.67
151.00
156.67
161.67
167.00
173.00
178.00
183.00
0.003
0.005
0.007
0.009
0.012
0.014
0.021
0.028
0.035
0.041
0.048
0.054
0.061
0.067
0.074
0.080
0.086
0.093
0.100
0.106
0.112
0.118
0.124
0.130
0.135
0.140
0.146
0.151
0.157
0.162
0.167
0.173
0.178
0.183
0.1500
0.1250
0.1167
0.1125
0.1167
0.1167
0.1167
0.1167
0.1156
0.1139
0.1135
0.1132
0.1123
0.1117
0.1116
0.1111
0.1103
0.1103
0.1107
0.1104
0.1098
0.1093
0.1088
0.1081
0.1071
0.1063
0.1056
0.1049
0.1044
0.1036
0.1031
0.1030
0.1023
0.1017
540.00
450.00
420.00
405.00
420.00
420.00
420.00
420.00
416.00
410.00
408.57
407.50
404.44
402.00
401.82
400.00
396.92
397.14
398.67
397.50
395.29
393.33
391.58
389.00
385.71
382.73
380.00
377.50
376.00
373.08
371.11
370.71
368.28
366.00
0.1116
401.64
Fluks rata-rata
76
Lampiran 5 Data fluks air membran (Lanjutan)
2. Membran PS-TKP 2%
Volume (mL)
Waktu
(sekon)
U1
U2
U3
10
20
30
40
50
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
390
420
450
480
510
540
570
600
630
660
690
720
750
780
810
840
870
900
3
6
9
12
14
17
24
32
38
44
51
58
65
72
78
85
91
98
105
112
118
124
130
135
140
146
152
157
162
168
173
179
184
189
3
5
7
10
12
15
21
28
34
40
46
53
59
65
71
77
83
89
96
102
108
114
119
124
129
134
139
144
149
154
159
164
169
174
3
5
7
9
11
14
21
27
33
39
45
52
58
64
70
76
82
88
95
101
107
113
118
124
129
134
139
144
149
154
159
164
169
174
Rata-rata
Rerata
Vol (L)
Fluks
(L/m2s)
Fluks
(L/m2h)
3.00
5.33
7.67
10.33
12.33
15.33
22.00
29.00
35.00
41.00
47.33
54.33
60.67
67.00
73.00
79.33
85.33
91.67
98.67
105.00
111.00
117.00
122.33
127.67
132.67
138.00
143.33
148.33
153.33
158.67
163.67
169.00
174.00
179.00
0.0030
0.0053
0.0077
0.0103
0.0123
0.0153
0.0220
0.0290
0.0350
0.0410
0.0473
0.0543
0.0607
0.0670
0.0730
0.0793
0.0853
0.0917
0.0987
0.1050
0.1110
0.1170
0.1223
0.1277
0.1327
0.1380
0.1433
0.1483
0.1533
0.1587
0.1637
0.1690
0.1740
0.1790
0.1500
0.1333
0.1278
0.1292
0.1233
0.1278
0.1222
0.1208
0.1167
0.1139
0.1127
0.1132
0.1123
0.1117
0.1106
0.1102
0.1094
0.1091
0.1096
0.1094
0.1088
0.1083
0.1073
0.1064
0.1053
0.1045
0.1039
0.1030
0.1022
0.1017
0.1010
0.1006
0.1000
0.0994
540.00
480.00
460.00
465.00
444.00
460.00
440.00
435.00
420.00
410.00
405.71
407.50
404.44
402.00
398.18
396.67
393.85
392.86
394.67
393.75
391.76
390.00
386.32
383.00
379.05
376.36
373.91
370.83
368.00
366.15
363.70
362.14
360.00
358.00
0.1125
405.08
Fluks rata-rata
77
Lampiran 5 Data fluks air membran (Lanjutan)
3. Membran PS-TKP 6%
Volume (mL)
Waktu
(sekon)
U1
U2
10
20
30
40
50
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
390
420
450
480
510
540
570
600
630
660
690
720
750
780
810
840
870
900
2
3
5
7
9
11
16
20
24
28
33
37
41
46
50
55
60
64
69
73
77
82
86
90
95
99
104
108
113
117
121
125
129
133
3
5
7
9
11
12
16
20
24
28
32
36
40
44
48
52
56
60
64
68
72
76
80
84
88
92
96
101
106
110
114
118
122
125
Rata-rata
Rerata
Vol (L)
Fluks
(L/m2s)
Fluks
(L/m2h)
2.5
4.0
6.0
8.0
10.0
11.5
16.0
20.0
24.0
28.0
32.5
36.5
40.5
45.0
49.0
53.5
58.0
62.0
66.5
70.5
74.5
79.0
83.0
87.0
91.5
95.5
100.0
104.5
109.5
113.5
117.5
121.5
125.5
129.0
0.0025
0.0040
0.0060
0.0080
0.0100
0.0115
0.0160
0.0200
0.0240
0.0280
0.0325
0.0365
0.0405
0.0450
0.0490
0.0535
0.0580
0.0620
0.0665
0.0705
0.0745
0.0790
0.0830
0.0870
0.0915
0.0955
0.1000
0.1045
0.1095
0.1135
0.1175
0.1215
0.1255
0.1290
0.1250
0.1000
0.1000
0.1000
0.1000
0.0958
0.0889
0.0833
0.0800
0.0778
0.0774
0.0760
0.0750
0.0750
0.0742
0.0743
0.0744
0.0738
0.0739
0.0734
0.0730
0.0731
0.0728
0.0725
0.0726
0.0723
0.0725
0.0726
0.0730
0.0728
0.0725
0.0723
0.0721
0.0717
450.00
360.00
360.00
360.00
360.00
345.00
320.00
300.00
288.00
280.00
278.57
273.75
270.00
270.00
267.27
267.50
267.69
265.71
266.00
264.38
262.94
263.33
262.11
261.00
261.43
260.45
260.87
261.25
262.80
261.92
261.11
260.36
259.66
258.00
0.0798
287.39
Fluks rata-rata
78
Lampiran 5 Data fluks air membran (Lanjutan)
4. Membran PS-Sengon 2%
Volume (mL)
Waktu
(sekon)
U1
U2
U3
10
20
30
40
50
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
390
420
450
480
510
540
570
600
630
660
690
720
750
780
810
840
870
900
4
7
11
15
18
22
32
42
52
62
72
81
90
100
109
118
126
134
142
150
157
165
173
180
188
196
204
212
219
225
231
237
243
250
4
7
11
14
17
20
31
42
54
66
77
88
100
111
122
132
141
151
159
169
178
187
197
206
214
222
230
237
245
253
261
268
276
284
5
9
14
18
22
26
38
50
62
73
83
94
105
115
125
134
142
151
159
167
175
183
191
198
206
213
220
227
233
239
245
252
258
264
Rata-rata
Rerata
Vol (L)
Fluks
(L/m2s)
Fluks
(L/m2h)
4.33
7.67
12.00
15.67
19.00
22.67
33.67
44.67
56.00
67.00
77.33
87.67
98.33
108.67
118.67
128.00
136.33
145.33
153.33
162.00
170.00
178.33
187.00
194.67
202.67
210.33
218.00
225.33
232.33
239.00
245.67
252.33
259.00
266.00
0.0043
0.0077
0.0120
0.0157
0.0190
0.0227
0.0337
0.0447
0.0560
0.0670
0.0773
0.0877
0.0983
0.1087
0.1187
0.1280
0.1363
0.1453
0.1533
0.1620
0.1700
0.1783
0.1870
0.1947
0.2027
0.2103
0.2180
0.2253
0.2323
0.2390
0.2457
0.2523
0.2590
0.2660
0.2167
0.1917
0.2000
0.1958
0.1900
0.1889
0.1870
0.1861
0.1867
0.1861
0.1841
0.1826
0.1821
0.1811
0.1798
0.1778
0.1748
0.1730
0.1704
0.1688
0.1667
0.1651
0.1640
0.1622
0.1608
0.1593
0.1580
0.1565
0.1549
0.1532
0.1516
0.1502
0.1489
0.1478
780.00
690.00
720.00
705.00
684.00
680.00
673.33
670.00
672.00
670.00
662.86
657.50
655.56
652.00
647.27
640.00
629.23
622.86
613.33
607.50
600.00
594.44
590.53
584.00
579.05
573.64
568.70
563.33
557.60
551.54
545.93
540.71
535.86
532.00
0.1736
624.99
Fluks rata-rata
79
Lampiran 5 Data fluks air membran (Lanjutan)
5. Membran PS-Sengon 6%
Volume (mL)
Waktu
(sekon)
U1
U2
10
20
30
40
50
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
390
420
450
480
510
540
570
600
630
660
690
720
750
780
810
840
870
900
3
6
8
11
14
16
23
30
37
43
48
54
60
65
70
75
80
85
90
95
100
104
109
113
117
121
125
128
132
135
139
142
145
149
4
6
8
11
13
16
23
29
35
41
47
53
59
65
71
77
83
88
94
100
106
112
117
123
128
132
137
142
147
152
157
161
166
171
Rata-rata
Rerata
Vol (L)
Fluks
(L/m2s)
Fluks
(L/m2h)
6.5
13.0
19.0
25.5
32.0
38.0
56.5
75.0
93.5
111.5
129.0
147.0
165.0
182.5
200.0
217.5
235.0
252.5
270.0
287.5
305.0
322.0
339.5
356.5
373.5
390.5
407.5
424.0
441.0
457.5
474.5
491.0
507.5
524.5
0.0065
0.0130
0.0190
0.0255
0.0320
0.0380
0.0565
0.0750
0.0935
0.1115
0.1290
0.1470
0.1650
0.1825
0.2000
0.2175
0.2350
0.2525
0.2700
0.2875
0.3050
0.3220
0.3395
0.3565
0.3735
0.3905
0.4075
0.4240
0.4410
0.4575
0.4745
0.4910
0.5075
0.5245
0.4615
0.4615
0.4211
0.4314
0.4375
0.4211
0.4071
0.4000
0.3957
0.3857
0.3721
0.3673
0.3636
0.3562
0.3500
0.3448
0.3404
0.3366
0.3333
0.3304
0.3279
0.3230
0.3211
0.3170
0.3133
0.3099
0.3067
0.3019
0.2993
0.2951
0.2929
0.2892
0.2857
0.2841
461.54
461.54
421.05
431.37
437.50
421.05
407.08
400.00
395.72
385.65
372.09
367.35
363.64
356.16
350.00
344.83
340.43
336.63
333.33
330.43
327.87
322.98
321.06
316.97
313.25
309.86
306.75
301.89
299.32
295.08
292.94
289.21
285.71
284.08
0.3525
352.48
Fluks rata-rata
80
Lampiran 6 Derajat pengikatan air membran
1. Membran Polisulfon Murni Ulangan
W Kering (gr)
W Basah (gr)
1
2
3
4
5
6
0.0090
0.0093
0.0084
0.0087
0.0097
0.0090
0.0166
0.0148
0.0135
0.0149
0.0148
0.0158
Wb - Wk (gr) W = (Wb - Wk)/Wk (%)
0.0076
0.0055
0.0051
0.0062
0.0051
0.0068
84.4444
59.1398
60.7143
71.2644
52.5773
75.5556
Rata-rata
67.2826
2. Membran PS-TKP 2% Ulangan
W Kering (gr)
W Basah (gr)
1
2
3
4
5
6
0.0111
0.0135
0.0113
0.0123
0.0104
0.0113
0.0197
0.0220
0.0197
0.0196
0.0167
0.0186
Wb - Wk (gr) W = (Wb - Wk)/Wk (%)
0.0086
0.0085
0.0084
0.0073
0.0063
0.0073
77.4775
62.9630
74.3363
59.3496
60.5769
64.6018
Rata-rata
66.5508
3. Membran PS-TKP 6%
Ulangan
W Kering (gr)
W Basah (gr)
Wb - Wk (gr)
W = (Wb - Wk)/Wk (%)
1
2
3
4
5
6
0.0161
0.0154
0.0130
0.0150
0.0114
0.0196
0.0271
0.0281
0.0214
0.0253
0.0171
0.0298
0.0110
0.0127
0.0084
0.0103
0.0057
0.0102
68.3230
82.4675
64.6154
68.6667
50.0000
52.0408
Rata-rata
64.3522
81
Lampiran 6 Derajat pengikatan air membran (Lanjutan)
4. Membran PS-Sengon 2% Ulangan
W Kering (gr)
W Basah (gr)
Wb - Wk (gr)
W = (Wb - Wk)/Wk (%)
1
2
3
4
5
6
0.0125
0.0121
0.0096
0.0099
0.0109
0.0116
0.0201
0.0188
0.0138
0.0147
0.0177
0.0165
0.0076
0.0067
0.0042
0.0048
0.0068
0.0049
60.8000
55.3719
43.7500
48.4848
62.3853
42.2414
Rata-rata
52.1722
5. Membran PS-Sengon 6% Ulangan
W Kering (gr)
W Basah (gr)
Wb - Wk (gr)
W = (Wb - Wk)/Wk (%)
1
2
3
4
5
6
0.0120
0.0118
0.0108
0.0106
0.0109
0.0119
0.0189
0.0194
0.0180
0.0178
0.0172
0.0170
0.0069
0.0076
0.0072
0.0072
0.0063
0.0051
57.5000
64.4068
66.6667
67.9245
57.7982
42.8571
Rata-rata
59.5255
82
Lampiran 7 Data Pengukuran Kuat Tekan dan Tarik Membran
1. Kuat Tekan
Gaya Tekan Maksimum (N)
Membran
PS Murni
PS-TKP 2%
PS-TKP 6%
PS-Sengon 2%
PS-Sengon 6%
U1
U2
U3
U4
U5
U6
U7
U8
Rata-rata
3.70
2.53
1.46
0.93
1.96
2.70
3.49
1.30
1.54
2.62
2.60
2.96
1.67
1.93
2.20
1.40
2.69
2.50
2.69
1.80
2.72
2.46
1.35
2.33
2.36
1.40
1.81
1.33
1.38
1.69
1.38
1.59
2.01
1.82
2.00
1.85
1.86
1.46
1.84
2.2188
2.4238
1.6600
1.7600
2.0588
2. Kuat Tarik
Gaya Tarik Maksimum (N)
Membran
PS Murni
PS-TKP 2%
PS-TKP 6%
PS-Sengon 2%
PS-Sengon 6%
U1
U2
U3
U4
U5
Rata-rata
-3.24
-4.36
-3.25
-2.61
-2.59
-3.11
-4.46
-3.63
-2.29
-2.41
-2.7
-3.26
-2.14
-2.53
-2.32
-2.36
-2.61
-2.21
-2.44
-1.98
-2.71
-2.90
-2.24
-2.8525
-3.6725
-2.7880
-2.5540
-2.3080
Catatan: Tanda minus pada gaya tarik menunjukkan arah gaya yang berlawanan dengan gaya tekan
83
Lampiran 8 Kurva hubungan konduktansi membran terhadap suhu
1. Membran Polisulfon Murni
Ulangan 1
1/T (K‐1) ‐4.95
2.90E‐03
‐5.10
3.00E‐03
3.10E‐03
3.20E‐03
3.30E‐03
3.40E‐03
‐5.25
‐5.40
y = ‐2734.x + 3.169
R² = 0.983
‐5.55
‐5.70
‐5.85
‐6.00
Ln G (S) Ulangan 2
1/T (K‐1) ‐4.80
3.05E‐03 3.10E‐03 3.15E‐03 3.20E‐03 3.25E‐03 3.30E‐03 3.35E‐03
‐4.90
‐5.00
‐5.10
‐5.20
‐5.30
‐5.40
Ln G (S) y = ‐2142.x + 1.715
R² = 0.999
84
2. Membran PS TKP 2%
Ulangan 1
1/T (K‐1) ‐4.70
3.00E‐03
‐4.80
3.10E‐03
3.20E‐03
3.30E‐03
3.40E‐03
‐4.90
‐5.00
‐5.10
‐5.20
y = ‐1865x + 0.985
R² = 0.992
‐5.30
Ln G (S) Ulangan 2
1/T (K‐1) ‐4.8
3.05E‐03
‐4.9
3.15E‐03
3.25E‐03
3.35E‐03
‐5.0
‐5.1
‐5.2
y = ‐1619.x + 0.150
R² = 0.992
‐5.3
Ln G (S) Ulangan 3
1/T (K‐1) ‐4.5
3.05E‐03 3.10E‐03 3.15E‐03 3.20E‐03 3.25E‐03 3.30E‐03
‐4.6
‐4.7
‐4.8
‐4.9
‐5.0
‐5.1
Ln G (S) y = ‐2007.x + 1.557
R² = 0.998
85
3. Membran PS TKP 6%
Ulangan 1
1/T (K‐1) ‐4.95
3.00E‐03
‐5.10
3.10E‐03
3.20E‐03
3.30E‐03
3.40E‐03
‐5.25
‐5.40
‐5.55
‐5.70
y = ‐2499.x + 2.643
R² = 0.998
Ln G (S) Ulangan 2
1/T (K‐1) ‐4.80
3.00E‐03
‐4.90
3.10E‐03
3.20E‐03
3.30E‐03
3.40E‐03
‐5.00
‐5.10
‐5.20
‐5.30
‐5.40
y = ‐2119.x + 1.636
R² = 0.999
Ln G (S) Ulangan 3
1/T (K‐1) ‐4.70
3.00E‐03
‐4.80
3.10E‐03
3.20E‐03
‐4.90
‐5.00
‐5.10
‐5.20
‐5.30
‐5.40
Ln G (S) y = ‐2089.x + 1.657
R² = 0.997
3.30E‐03
3.40E‐03
86
4. Membran PS Sengon 2%
Ulangan 1
1/T (K‐1) ‐4.95
3.00E‐03
‐5.10
3.10E‐03
3.20E‐03
3.30E‐03
3.40E‐03
‐5.25
‐5.40
‐5.55
y = ‐2509.x + 2.759
R² = 0.989
‐5.70
Ln G (S) Ulangan 2
1/T (K‐1) ‐4.90
3.00E‐03
‐5.00
3.10E‐03
3.20E‐03
3.30E‐03
3.40E‐03
‐5.10
‐5.20
‐5.30
‐5.40
y = ‐2529.x + 2.895
R² = 0.996
‐5.50
Ln G (S) Ulangan 3
1/T (K‐1) ‐4.90
3.00E‐03
‐5.00
3.10E‐03
3.20E‐03
‐5.10
‐5.20
‐5.30
‐5.40
y = ‐2083.x + 1.443
R² = 0.994
‐5.50
Ln G (S) 3.30E‐03
3.40E‐03
87
5. Membran PS Sengon 6%
Ulangan 1
1/T (K‐1) ‐4.90
3.00E‐03
‐5.00
3.10E‐03
3.20E‐03
3.30E‐03
3.40E‐03
‐5.10
‐5.20
‐5.30
‐5.40
‐5.50
y = ‐2364.x + 2.360
R² = 0.997
Ln G (S) Ulangan 2
1/T (K‐1) ‐4.90
3.05E‐03
‐5.00
3.10E‐03
3.15E‐03
3.20E‐03
3.25E‐03
‐5.10
‐5.20
‐5.30
y = ‐2358.x + 2.344
R² = 0.988
‐5.40
Ln G (S) Ulangan 3
1/T (K‐1) ‐4.90
3.00E‐03
‐5.00
3.10E‐03
3.20E‐03
‐5.10
‐5.20
‐5.30
‐5.40
‐5.50
Ln G (S) y = ‐2223.x + 1.907
R² = 0.998
3.30E‐03
88 Lampiran 9 Difraktogram XRD
1.
Tempurung Kelapa
2. Arang Tempurung Kelapa
89 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan)
3. Arang Aktif Tempurung Kelapa + KOH 10% dan Steam 80 menit (AAT KOH-80)
4. Arang Aktif Tempurung Kelapa + KOH 10% dan Steam 110 menit (AAT KOH-110)
90 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan)
5. Arang Aktif Tempurung Kelapa Steam 80 menit (AAT-80)
6. Arang Aktif Tempurung Kelapa Steam 110 menit (AAT-110)
91 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan)
7. Kayu Sengon
8. Arang Sengon
92 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan)
9. Arang Aktif Sengon + KOH 10% dan steam 80 menit (AAS KOH-80)
10. Arang Aktif Sengon + KOH 10% dan steam 110 menit (AAS KOH-110)
93 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan)
11. Arang Aktif Sengon steam 80 menit (AAS-80)
12. Arang Aktif Sengon steam 110 menit (AAS-110)
94 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan)
13. Mebran Polisulfon Murni (PS Murni)
14. Membran Polisulfon + AA Tempurung Kelapa 2% (PS-TKP 2%)
95 Lampiran 9 Difraktogram XRD (lanjutan)
15. Membran Polisulfon + AA Sengon 2% (PS-Sengon 2%)
Download