V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi

advertisement
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB
Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode
pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam
Microsoft Excel 2007 kemudian diolah dengan Eviews 06. Hasil estimasi koefisien
penduga model pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh PDRB dapat dilihat
pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Hasil Estimasi Penduga PDRB
Variabel
Investasi
Jumlah tenaga kerja
Upah tenaga kerja
Dummy otonomi daerah
C
R-squared
Adjusted R-squared
5.2.
Koefisien
0,171969
2,867433
0,161828
0,569369
-26,85196
0,972223
0,961113
Std. Error
t-Statistik
0,085778
2,004819
0,324867
8,826482
0,212568
0,761298
0,126973
4,484166
5,113779
-5,250905
F-statistic
Prob(F-statistic)
Durbin-Watson stat
Prob.
0,0728
0,0000
0,4641
0,0012
0,0004
87,50403
0,000000
1,614815
Uji Statistik dan Uji Ekonometrika
Berdasarkan Tabel 5.1, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
LnPDRB = -26.85196 + 0.171969 LnINV + 2.867433 LnTK + 0.161828 LnUPAH +
0.569369 DUMMY
Estimasi parameter regresi dengan menggunakan Ordinary Least Square
(OLS) harus memenuhi lima asumsi dasar yang disebutkan dalam bab tiga oleh
Firdaus (2004). Untuk melihat apakah kelima asumsi dasar tersebut terpenuhi, perlu
59
dilakukan pengujian setelah penghitungan dan uji hipotesis dilakukan. Pengujian
asumsi dasar tersebut meliputi multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji
heteroskedastisitas, dan uji normalitas. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi
ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi dasar tersebut. Bila terjadi pelanggaran
maka akan diperoleh hasil yang tidak valid.
Berdasarkan hasil pendugaan parameter pada Tabel 5.1, persamaan nilai
PDRB tersebut memiliki daya penjelas (Adjusted R-squared) sebesar 0,961113.
Artinya yaitu variasi variabel dependen dari persamaan tingkat PDRB tersebut dapat
dijelaskan secara linier oleh variabel independen di dalam persamaan sebesar 96,11
persen, dan sisanya 3,89 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar persamaan.
Mengacu pada nilai probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0,000, maka persamaan ini
lulus uji-F. Nilai ini menandakan bahwa ada minimal satu parameter dugaan yang
tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel dependennya (PDRB)
pada taraf nyata lima persen.
Berdasarkan nilai statistik uji-t menunjukkan bahwa ada tiga variabel yang
berpengaruh secara nyata dan signifikan pada tingkat kepercayaan sepuluh persen
atau 0,1. Variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah investasi, jumlah tenaga
kerja dan dummy otonomi daerah. Variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan
yaitu upah tenaga kerja.
Pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat dari Uji White dalam Lampiran 3.
Pengujian ini dilakukan agar kesalahan pengganggu tidak konstan pada semua
variabel independen. Uji White digunakan untuk melihat apakah terdapat
heteroskedastisitas dalam hasil regresi. Sebuah persamaan tidak mengalami
60
heteroskedastisitas jika nilai probabilitas Obr*R-squared lebih besar dari taraf nyata.
Persamaan PDRB ini memiliki nilai probabilitas Obr*R-squared sebesar 0,2824. Jadi
dapat disimpulkan bahwa probabilitas Obr*R-squared nya lebih besar dari taraf nyata
sehingga persamaan ini tidak mengalami heteroskedastisitas pada taraf nyata sepuluh
persen.
Pengujian autokorelasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara
residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi dapat dilihat
dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Apabila nilai
probabilitas Obr*R-squared lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen, maka
persamaan tersebut tidak mengalami autokorelasi. Pada persamaan PDRB ini
memiliki nilai probabilitas Obr*R-squared (LM Test) sebesar 0,1670. Maka dapat
disimpulkan bahwa persamaan tersebut tidak mengalami autokorelasi karena nilai
probabilitas Obr*R-squared-nya lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen.
Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat
hubungan linear antara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi. Pada
penelitian ini, uji multikolinearitas dilihat dengan menggunakan Uji Klein dan
menunjukkan bahwa tidak adanya gejala multikolinearitas. Hal ini dapat dilihat dari
correlation matric (Lampiran 3). Sekalipun pada correlation matric tersebut masih
terdapat nilai korelasi yang lebih besar dari |0,80|, namun karena pada uji
multikolinearitas ini menggunakan Uji Klein sehingga multikolinearitas masih bisa
diabaikan apabila nilai korelasi-korelasi antar variabel tersebut tidak melebihi
Adjusted R-squared-nya. Pada analisis ini nilai Adjusted R-squared-nya sebesar
0,961113, sedangkan korelasi yang terbesar yang terjadi antar variabel adalah
61
0,909902, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan ini tidak mengalami gejala
multikolinearitas.
Dari penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
persamaan PDRB ini memenuhi lima asumsi dasar pada bab tiga, yaitu tidak
mengalami ganguan ekonometrika, baik itu heteroskedastisitas, autokorealsi, dan
multikolinearitas.
5.3.
Analisis Hubungan antara Faktor-faktor dengan PDRB
5.3.1.
Investasi
Variabel investasi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari data yang
diperoleh dari BKPM yang merupakan total dari Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Pada Tabel 5.1, koefisien parameter
pada variabel X1 (investasi) sebesar 0,171969, artinya kenaikan satu persen pada
jumlah investasi yang ditanam menyebabkan peningkatan sebesar 0,171969 persen
terhadap PDRB Kota Tangerang, asumsi ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa jumlah investasi yang ditanam mempunyai pengaruh yang positif terhadap
pertunbuhan PDRB Kota Tangerang, maka apabila pemerintah memperhatikan
pertumbuhan investasi ini dengan berbagai kebijakan maka akan memberikan
sumbangsih yang besar terhadap PDRB Kota Tangerang, asumsi ceteris paribus.
Pada Tabel 5.1, terlihat bahwa probabilitas variabel investasi sebesar 0,0728.
Hal ini menandakan bahwa nilai investasi mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap PDRB dengan tingkat taraf nyata sepuluh persen. Berdasarkan hasil estimasi
bahwa nilai investasi berpengaruh nyata terhadap PDRB.
62
Sumber : BKPM
Gambar 5.1. Investasi Kota Tangerang 1995-2009
Gambar 5.1. menunjukkan pergerakan investasi Kota Tangerang dari tahun
1995-2009. Investasi yang termasuk dalam penelitian ini adalah total dari investasi
domestik atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi asing atau
Penanaman Modal Asing (PMA). Dapat dilihat pada gambar, bahwa pergerakan
investasi yang terjadi di Kota Tangerang masih sangat fluktuatif. Pada dasarnya
penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.
Perubahan laju pertumbuhan investasi tersebut memengaruhi tinggi rendahnya
pembangunan ekonomi di Kota Tangerang. Oleh karena itu, Kota Tangerang
berupaya menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi tersebut agar masuk
ke dalamnya.
Investasi baik asing maupun domestik akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi melalui proses industrialisasi, guna meningkatkan ekspor barang manufaktur
dan memenuhi kebutuhan pasar domestik (substitusi impor). Proses industrialisasi
63
diharapkan dapat berkembang bersamaan dengan proses alih teknologi, alih
kepemilikan, perluasan kesempatan kerja yang disertai dengan peningkatan keahlian
dan keterampilan. Namun, dalam proses tersebut harus dihindari dominasi
perekonomian nasional oleh modal asing. Oleh karena itu, untuk menjaga nilai dari
investasi tersebut sangat penting karena investasi yang baik dapat menentukan suatu
sektor itu dapat berkembang di masa yang akan datang. Peranan pemerintah Kota
Tangerang juga sangat diperlukan untuk menjaga investasi supaya dapat berkembang
dengan baik.
5.3.2. Jumlah Tenaga Kerja
Faktor jumlah tenaga kerja yang dihitung adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Dalam hal ini data jumlah tenaga kerja dilihat
per tahun dari tahun 1995 sampai tahun 2009.
Menurut hipotesis dikatakan bahwa faktor jumlah tenaga kerja mempunyai
pengaruh yang positif terhadap PDRB Kota Tangerang, sehingga dapat dikatakan
bahwa secara makro peningkatan PDRB tersebut sebagian dipengaruhi oleh
peningkatan jumlah tenaga kerja.
Pada Tabel 5.1, terlihat bahwa koefisien parameter pada variabel jumlah
tenaga kerja sebesar 2,867433. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang positif
antara jumlah tenaga kerja dengan pertumbuhan PDRB Kota Tangerang. Artinya
bahwa peningkatan pada jumlah tenaga kerja sebesar satu persen menyebabkan
kenaikan sebesar 2,867433 persen terhadap PDRB Kota Tangerang. Begitu juga
64
sebaliknya, penurunan pada jumlah tenaga kerja sebesar satu persen menyebabkan
penurunan pada PDRB Kota Tangerang sebesar 2,867433 persen.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa probabilitas variabel jumlah tenaga kerja
sebesar 0,0000. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyatanya sebesar sepuluh persen atau
0,1, hal ini menunjukkan variabel jumlah tenaga kerja mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap pertumbuhan PDRB Kota Tangerang. Semakin banyak jumlah
tenaga kerja maka semakin besar produktifitas dari perusahaan. Permintaan tenaga
kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya tingkat upah, teknologi, serta
produktivitas tenaga kerja.
Sumber : Dinas Tenaga Kerja
Gambar 5.2. Jumlah Tenaga Kerja Kota Tangerang 1995-2009
Berdasarkan Gambar 5.2, dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja di kota
Tangerang cukup stabil namun peningkatannya masih belum begitu optimal
mengingat variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
karena menigkatkan produktifitas. Dengan demikian pemerintah Kota Tangerang
65
harus mengupayakan peningkatan permintaan tenaga kerja dengan memperhatikan
faktor-faktor yang memengaruhinya.
Selain tingkat upah, permintaan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor lain seperti teknologi, produktifitas tenaga kerja, dan kualitas tenaga kerja.
Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan memengaruhi berapa jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan
penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan teknologi akan
menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam
menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih
berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin
untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada
kemampuan manusia.
Selanjutnya, jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh berapa
tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu
proyek tertentu dibutuhkan lima puluh karyawan dengan produktivitas standar yang
bekerja selama sembilan bulan. Namun dengan karyawan yang produktivitasnya
melebihi standar, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh dua puluh lima karyawan
dengan waktu sembilan bulan. Pembahasan mengenai kualitas berhubungan erat
dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang
berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas tenaga kerja ini
tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga
kerja dalam bekerja.
66
5.3.3.
Upah Tenaga Kerja
Variabel upah tenaga kerja yang diestimasi merupakan upah minimum Kota
Tangerang yang ditetapkan oleh dari tahun 1995 sampai tahun 2009 dengan data
tahunan. Dalam hal ini variabel upah tenaga kerja ingin diestimasi untuk melihat
pengaruh kebijakan tersebut terhadap PDRB Kota Tangerang.
Pada Tabel 5.1, terlihat bahwa koefisien parameter dari variabel upah tenaga
kerja sebesar 0,161828. Artinya, bahwa peningkatan satu persen pada upah tenaga
kerja akan menyebabkan kenaikan sebesar 0,161828 persen PDRB Kota Tangerang.
Begitu juga sebaliknya, penurunan sebesar satu persen pada upah tenaga kerja akan
menyebabkan penurunan sebesar 0,161828 persen PDRB Kota Tangerang. Asumsi
ceteris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan negatif antara tingkat upah dengan PDRB karena upah merupakan salah
satu komponen biaya produksi yang dipandang dapat mengurangi tingkat laba yang
dihasilkan.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari variabel upah
tenaga kerja adalah sebesar 0,4641. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata pada
penelitian ini sebesar sepuluh persen. Artinya, bahwa upah tenaga kerja mempunyai
pengaruh yang tidak signifikan terhadap PDRB Kota Tangerang. Bagi perusahaan,
kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, sehingga akan
meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk
yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi
pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Sehingga akan muncul
perubahan skala produksi yang disebut efek skala produksi (scale effect) dimana
67
sebuah kondisi yang memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang
dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi tenaga kerja perusahaan. Oleh
sebab itu jumlah tenaga kerja dan upah tenaga kerja berbading terbalik.
Sumber: BPS Kota Tangerang
Gambar 5.3. Upah Minimum Regional Kota Tangerang 1995-2009
Gambar 5.3 menunjukkan pergerakan tingkat upah minimum dari tahun 19952009 di kota Tangerang. Dapat dilihat dalam gambar bahwa tingkat upah minimum
setelah diberlakukan otonomi daerah cenderung meningkat. Kebijakan upah
minimum pada dasarnya dibuat untuk menghindari perbedaan kepentingan antara
pengusaha dan pekerja. Tujuan pengaturan ini adalah untuk menjaga agar tingkat
upah tidak merosot terlalu bawah, meningkatkan daya beli pekerja, dan
mempersempit kesenjangan secara bertahap antara mereka yang berpenghasilan
tertinggi dan terendah. Namun, upah minimum adalah sebuah kontroversi , bagi yang
mendukung kebijakan tersebut mengemukakan bahwa upah minimum diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pekerja agar sampai pada tingkat pendapatan "living
68
wage", yang berarti bahwa orang yang bekerja akan mendapatkan pendapatan yang
layak untuk hidupnya. Upah minimum dapat mencegah pekerja dalam pasar
monopsoni dari eksploitasi tenaga kerja terutama yang low skilled. Upah minimum
dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mengurangi konsekuensi
pengangguran seperti yang diperkirakan teori ekonomi konvensional (Kusnaini,
1998). Bagi yang tidak setuju dengan upah minimum mengemukakan alasan bahwa
penetapan
upah
minimum
mengakibatkan
naiknya
pengangguran
dan
juga
memungkinkan kecurangan dalam pelaksanaan yang selanjutnya berpengaruh pada
penurunan tingkat upah dalam suatu sektor yang tidak terjangkau kebijakan upah
minimum.
Dampak pemberlakuan kebijakan upah minimum tergantung pada kadar
keseriusan pelaksanaannya. Jika kebijakan itu tidak dipaksakan dan diawasi
pelaksanaannya, maka tidak akan ada perubahan yang berarti. Pemberlakuan upah
minimum juga bisa menjadi tidak efektif kalau masih tertumpu pada asumsi umum
bahwa seluruh pekerja itu homogen dan tingkat upah minimum berlaku bagi segenap
pekerja. Dalam pekerja-pekerja itu tidak homogen, melainkan bermacam-macam, dan
tingkat upah minimum biasanya hanya diperuntukkan untuk kelompok pekerja
tertentu, dalam kadar yang bervariasi. Jadi disini tidak akan terlihat pengaruh
pemberlakuan upah minimum terhadap total tenaga kerja, melainkan hanya pada
kelompok-kelompok tertentu yang mendapat perlindungan hukum upah minimum.
69
5.3.4. Variabel Dummy Otonomi Daerah
Pada penelitian ini dummy yang digunakan adalah otonomi daerah. Dummy
otonomi daerah digunakan untuk melihat apakah pertumbuhan PDRB Kota
Tangerang yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti investasi, jumlah tenaga kerja,
dan upah tenaga kerja lebih baik pada masa otonomi daerah atau sebelum
diberlakukannya otonomi daerah.
Menurut hipotesis bahwa pertumbuhan PDRB yang dipengaruhi beberapa
faktor tersebut akan lebih baik pada masa otonomi daerah dibanding pada masa
sebelum otonomi. Hal ini bisa dikatakan karena biasanya daerah lebih mengerti apa
yang menjadi kebutuhannya. Pada Tabel 5.1, terlihat bahwa koefisien parameter dari
variabel dummy sebesar 0,569369. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang
positif dengan pertumbuhan PDRB. Artinya, pertumbuhan PDRB Kota Tangerang
lebih baik pada masa otonomi daerah dibanding sebelum diberlakukannya otonomi
daerah. Hal ini sesuai dengan hipotesis. Nilai PDRB sebelum otonomi daerah dan
pada masa otonomi daerah berbeda sebesar 0,569369 persen.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari variabel dummy
sebesar 0,0012. Nilai probabilitas variabel dummy lebih kecil dari taraf nyata sebesar
sepuluh persen. Hal ini menunjukkan bahwa otonomi daerah berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan PDRB Kota Tangerang. Mengingat bahwa penentu
kebijakan daerah lebih dekat dengan masyarakat dan lebih tahu tentang apa yang
menjadi kebutuhan dari daerah tersebut dan lebih mengerti apa yang menjadi aspirasi
dari masyarakat tersebut.
Download