Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 INSTITUTIONAL OWNERSHIP, MANAGERIAL OWNERSHIP DAN KEBIJAKAN DIVIDEN DALAM MENENTUKAN KEBIJAKAN HUTANG PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA 2011 -2014 Dian Palupi [email protected] Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dengan menggunakan purposive sampling, sampel dalam penelitian ini adalah 9 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode 2011-2014. Model analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari institutional ownership, managerial ownership, dan kebijakan dividen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa institutional ownership dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang, sedangkan managerial ownership tidak mempengaruhi kebijakan hutang. Kata kunci: institutional ownership, managerial ownership, kebijakan dividen, kebijakan hutang ABSTRACT: This study aims to determine the factors that influence the policy of debt on companies listed in the Jakarta Stock Exchange (BEJ). By using purposive sampling, sample in this study are 9 companies listed on the BEJ period of 20112014. Model analysis used is multiple linear regression model. The independent variable in this study consisted of institutional ownership, managerial ownership, and the dividend policy. The results show that institutional ownership and dividend policy significantly influence debt policy, while managerial ownership does not affect the debt policy. Key words: institutional ownership, managerial ownership, dividend policy, debt policy PENDAHULUAN Setiap perusahaan memerlukan modal untuk membiayai kegiatan investasinya. Masalah permodalan merupakan salah satu hal yang sangat penting, 362 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 mengingat perusahaan dapat berjalan dan berkembang dengan baik apabila didukung oleh sumber dana yang cukup. Sumber dana untuk membiayai kegiatan investasi dan operasional perusahaan bisa berasal dari sumber dana internal, yaitu dana yang berasal dari dalam perusahaan seperti laba ditahan dan akumulasi penyusutan. Namun karena tidak semua dana yang dibutuhkan dapat dicukupi hanya dari sumber dana internal, maka harus dicari alternatif sumber dana lain yang berasal dari luar perusahaan, yang disebut sumber dana eksternal. Sumber dana eksternal dapat berasal dari hutang maupun modal sendiri (ekuitas). Ekuitas atau modal sendiri berasal dari penerbitan saham yang dilakukan oleh perusahaan kepada pemegang saham (emiten). Pemegang saham dapat berasal dari perseorangan, institusi yang berbadan hukum baik swasta ataupun pemerintah. Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham memiliki kendali untuk mengatur jalannya usaha tersebut. Pemegang saham juga memiliki kepentingan agar mendapatkan bagi hasil yang menguntungkan. Di Indonesia sendiri, pemegang saham bisa merupakan pihak yang tidak ikut mengelola secara aktif jalannya perusahaan, dan memberikan mandat kepada pihak lain untuk mengelola perusahaan, seperti kepada manajer. Dalam hal pengelolaan perusahaam, masing-masing pihak memiliki kepentingan yang terkadang menimbulkan konflik kepentingan baik antara pemegang saham dan manajer ataupun sesama pemegang saham (mayoritas dan minoritas). Hal iniilah yang disebut sebagai konflik keagenan. Menurut Jensen & Meckling (1976) bahwa Agency conflict muncul akibat adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Dimana dalam teori keagenan dijelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan yakni manajer, pemilik perusahaan dan kreditor akan berperilaku sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing. Rahayu (2005) dalam Maftukhah (2013) menyebutkan bahwa dari penelitian beberapa peneliti disimpulkan bahwa ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi permasalahan agensi dan menurunkan biaya yang berkenaan dengan agensi. Metode-metode tersebut bisa dikelompokkan dalam beberapa kategori: pertama, melalui pengendalian eksternal atau mekanisme motivasional. 363 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 Hal ini dilakukan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham dengan meningkatkan kepemilikan manajer pada perusahaan (Jensen et al., 1992). Kedua, institutional investor sebagai monitoring agents. Moh’d et al. (1998), menyatakan kepemilikan investor institusional seperti bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dan kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Ketiga, dengan meningkatkan Dividend Payout Ratio (DPR). DPR yang meningkat akan menyebabkan free cash flow tidak tersedia cukup banyak sehingga manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya (Crutchley & Hansen dalam Wahidahwati, 2002). Keempat, dengan meningkatkan penggunaan pendanaan melalui hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen. Disamping itu hutang juga akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan dilakukan oleh manajemen (Jensen et al., 1992). Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional dapat mempengaruhi keputusan pendanaan, apakah melalui penerbitan right issue atau utang. Kepemilikan institusional mempunyai arti penting dalam memonitor manajemen dalam mengelola perusahaan. Investor institusional dapat di substitusikan untuk melaksanakan peranan mendisiplinkan penggunaan utang dalam struktur modal (Haruman, 2008). Pada dasarnya setiap keputusan pembiayaan, baik internal maupun eksternal harus dapat meminimalkan biaya modal yang ditanggung perusahaan. Ketika manajer menggunakan hutang, biaya modal yang ditimbulkan sebesar biaya bunga yang dibebankan kreditur, sedangkan ketika menggunakan modal sendiri, biaya modal yang timbul merupakan tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik dana sebelum mereka menyerahkan dananya ke perusahaan. Keputusan pembiayaan yang tidak tepat akan menyebabkan biaya tetap yang tinggi, sehingga dapat menurunkan profitabilitas. Oleh karena itu, sangat penting untuk menentukan kombinasi penggunaan sumber dana yang akan digunakan secara 364 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 tepat guna kebijakan hutang yang optimal, yaitu kombinasi antara hutang dan ekuitas yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Penggunaan hutang untuk membiayai kegiatan perusahaan memerlukan pertimbangan yang cukup matang, karena adanya resiko kebangkrutan yang akan dihadapi ketika aliran kas yang dimiliki tidak mampu lagi melunasi angsuran hutang beserta bunganya. Di sisi lain, penerbitan saham baru sebagai salah satu alternatif pembiayaan juga kurang disukai oleh perusahaan, hal ini dikarenakan: pertama, penerbitan saham baru memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan penggunaan hutang dan kedua adanya kekhawatiran bahwa penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai sinyal negatif (kinerja perusahaan yang buruk) oleh investor sehingga membuat harga saham jatuh di pasaran (Brealey dan Myers, 2000). Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Pecking Order Theory sebagai salah satu teori utama yang berkaitan dengan kebijakan hutang, perusahaan lebih menyukai pembiayaan yang berasal dari internal perusahaan berupa laba ditahan, kemudian setelah itu jika belum mencukupi dapat diperoleh dari dari hutang dan ekuitas. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh dari kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional serta kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur yang go public di Indonesia periode 2010-2014. Pemilihan perusahaan manufaktur sebagai populasi dikarenakan beberapa hal, seperti yang dikutip oleh (2014), yaitu: 1. Manufaktur sebagai sektor usaha di Bursa Efek Indonesia yang memiliki jumlah emiten terbesar sehingga pengaruh signifikan dalam dinamika perdagangan di BEI, Wiranata dan Nugrahanti (2013). 2. Perusahaan manufaktur membutuhkan modal besar untuk mendanai kegiatan operasinya sehingga, untuk memnuhi kebutuhan dana tersebut perusahaan menggunakan hutang, Putri (2014). Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepemilikan institutional terhadap kebijakan hutang, 2) untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, dan 3) 365 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 untuk menguji dan menganalisi pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang. KEPUTUSAN PEMBIAYAAN Keputusan pembiayaan merupakan salah satu diantara tiga keputusan keuangan selain keputusan investasi dan keputusan dividen. Keputusan pembiayaan berkaitan dengan pemilihan berbagai alternatif sumber dana yang ada sehingga diperoleh kombinasi yang dapat meminimalkan biaya yang timbul berkaitan dengan aktivitas perusahaan. Pada dasarnya sumber dana dapat berasal dari luar perusahaan yang disebut sumber dana eksternal, maupun yang berasal dari dalam, yang disebut sumber dana internal. Yang termasuk sumber dana internal adalah laba ditahan dan akumulasi penyusutan, sedangkan hutang dan modal sendiri digolongkan kedalam sumber dana eksternal. Definisi keputusan pembiayaan menurut Suad Husnan (2004:253) adalah keputusan yang menyangkut tentang bentuk dan komposisi pembiayaan yang dipergunakan perusahaan. Terdapat dua macam kegiatan pembiayaan, yaitu yang berkaitan dengan penggunaan dana (pembiayaan aktif) dan penarikan dana (pembiayaan pasif). Setiap keputusan keuangan termasuk keputusan pembiayaan, selalu bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan. KEBIJAKAN HUTANG Kebijakan hutang melibatkan perimbangan antara resiko dengan tingkat pendapatan (return) yang diharapkan. Penggunaan lebih banyak hutang selain akan meningkatkan resiko yang ditanggung pemegang saham, di sisi lain juga memperbesar tingkat pendapatan (return) yang diharapkan. Seperti yang dinyatakan oleh Weston dan Brigham (1993:662) berikut ini: ”Capital structure policy involves trade-off between risk and return, using more debt raises the riskiness of the firms earnings stream, however a higher debt ratio generally leads to the higher expected rate of return.” Tingginya resiko dapat menurunkan harga saham, tetapi dengan meningkatnya tingkat pendapatan yang diharapkan, harga saham tersebut akan 366 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 meningkat kembali. Oleh karena itu, komposisi dalam struktur hutang perlu mempertimbangkan kedua hal diatas. Setiap perusahaan memiliki komposisi hutang terhadap ekuitas yang ditargetkan, yaitu bauran antara hutang, saham preferen dan saham biasa yang direncanakan perusahaan dalam membiayai investasinya. Kebijakan hutang diproksikan oleh rasio DER (debt to equity ratio) seperti yang dikemukakan oleh Moh’d et. al, (1998). DER = Total Hutang Total Ekuitas MODAL SENDIRI Modal sendiri adalah dana jangka panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik perusahaan/pemegang saham, yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham biasa dan saham preferen) serta laba ditahan. Modal sendiri yang dimiliki perusahaan dapat berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Modal sendiri yang berasal dari internal perusahaan dapat diperoleh dengan menahan laba, sedangkan dari eksternal perusahaan mendapatkannya dari penjualan saham biasa atau saham preferen. Saham biasa adalah sekuritas yang menunjukkan bukti atau kepemilikan atas suatu perusahaan yang menerbitkannya (Warsono, 2003:350). Dengan menerbitkan saham biasa kepada investor baru, perusahaan dapat memperoleh dana yang diperlukan. Apabila di akhir tahun pembukuan perusahaan mendapatkan keuntungan, maka pemegang saham biasa akan memperoleh dividen, namun jika menderita kerugian, dividen tidak dibayarkan. Saham preferen adalah sekuritas campuran yang merupakan perpaduan antara karakteristik hutang dan ekuitas. Seperti halnya obligasi, saham preferen memiliki nilai pari, sedangkan hampir sama seperti pembayaran bunga, dividen saham preferen jumlahnya tetap dan biasanya harus dibayar sebelum dividen saham biasa dibayarkan. Pemegang saham preferen memiliki hak terlebih dahulu atas laba dan hasil likuidasi aktiva perusahan apabila perusahaan dinyatakan pailit. 367 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 Laba ditahan adalah pos neraca yang menunjukkan jumlah keseluruhan laba yang tidak dibagikan sebagai dividen, melainkan diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan (Weston dan Brigham, 1997:245). Jumlah laba ditahan selain tergantung pada keuntungan yang diperoleh, juga tergantung pada kebijakan dividen perusahaan tersebut. Perusahaan yang tidak membagikan dividen (menahan laba) berarti memperbesar penggunaan aktiva yang dibiayai dengan modal internal. INSTITUTIONAL OWNERSHIP Institutional ownership atau yang sering disebut dengan institutional shareholders atau institutional investor merupakan pemegang saham yang berbentuk badan hukum. Menurut Reilly (2003:63), investor institusional antara lain terdiri dari reksadana, dana pensiun, perusahaan asuransi, dan bank. Keberadaan investor institusi dalam suatu perusahaan menjadi semacam monitoring agents terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajer. Kepemilikan saham mewakili kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya tidak mendukung suatu keputusan manejer terhadap aktivitas pencarian dana dan bagaimana menginvestasikan dana yang ada. Menurut Bathala, et al. (1994) kenaikan kepemilikan saham oleh institusi dapat mengimbangi kebutuhan akan hutang, sehingga antara kepemilikan institusi dengan proporsi hutang memiliki hubungan yang negatif. Wahidahwati (2002) menyatakan bahwa institutional ownership merupakan proporsi kepemilikan saham oleh pemegang saham institusional pada akhir tahun, yang diukur dalam persentase. Institutional ownership dihitung dengan menggunakan rumus: INSTi ,t INSTi ,t CSOi ,t Keterangan: INSTi ,t = institutional ownership perusahaan i pada akhir tahun ke-t 368 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 INSTi ,t No. 2 Desember 2015 = saham milik institusional shareholder perusahaan i pada akhir tahun ke-t CSOi , t = common stock outstanding perusahaan i pada akhir tahun ke-t MANAGERIAL OWNERSHIP Brigham dan Gapenski (1996:17) dalam Nurfebriani (2007) menyatakan bahwa manajer yang memiliki sebagian besar saham perusahaan di mana ia bekerja maka cenderung untuk lebih berusaha memaksimumkan harga saham. Keberadaan kepemilikan manajer penting artinya dalam hubungannya dengan konflik kepentingan. Salah satu hal yang memotivasi manajer untuk bekerja sesuai dengan kepentingan pemegang saham yaitu adanya kepemilikan saham oleh manajer, sehingga manajer tidak hanya mengejar kompensasi tetapi juga dividen dan capital gain. Peningkatan kepemilikan akan membuat kepentingan manajer menjadi lebih dekat dengan kepentingan pemegang saham. Besarnya kepemilikan saham oleh manajemen atau managerial ownership dapat dinyatakan dalam persamaan: Number of company’s shares Managerial Ownership = Number of shares outstanding KEBIJAKAN DIVIDEN Laba yang dihasilkan perusahaan dapat digunakan untuk membeli sekuritas, melunasi hutang, dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen ataupun ditahan untuk nantinya diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan. Dividen dapat didefinisikan sebagai bagian dari laba yang dibagikan kepada pemegang saham sebagai imbalan atas investasi yang mereka tanamkan pada perusahaan (Horne & Wachowics, 2005:468). Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar bagi perusahaan. Pembayaran dividen yang tinggi akan mengurangi proporsi modal sendiri sehingga perusahaan cenderung untuk memperbesar penggunaan hutang dalam membiayai investasinya. Hal ini juga 369 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 bertujuan untuk menjaga agar stuktur modalnya tetap berada dalam kondisi optimal. Pembayaran dividen merupakan realisasi tuntutan pemegang saham untuk mendapatkan pendapatan yang besar. Emery dan Finnerty dalam Ismiyanti dan Hanafi (2003:264) berpendapat bahwa dividen yang tinggi merupakan sinyal adanya peningkatan profitabilitas di masa depan. Hal ini tentu saja menjadi sinyal positif bagi investor karena mereka melihat adanya peluang investasi yang menjanjikan bagi nilai perusahaan. Dari sisi perspektif teori keagenan (Wahidahwati, 2002), pembayaran dividen merupakan bagian dari monitoring perusahaan. Bila dividen yang dibayarkan tinggi menyebabkan didalam perusahaan tidak terdapat cukup free cash flow sehingga manajemen harus mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan penyalahgunaan atau pemborosan dana oleh manajemen untuk kepentingannya sendiri, sehingga konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dapat berkurang. Perusahaan cenderung membayar dividen yang tinggi bila manajer memiliki proporsi saham yang rendah. Di lain pihak, menurut Jensen (1986) dlm De Medeiros dan Daher (2004), untuk mencegah manajer mengambil keuntungan pribadi dari adanya excess cash flow, suatu perusahaan mempunyai dua pilihan, yakni pertama dengan menerbitkan hutang, dimana melalui cara ini manajer menjadi lebih berhati-hati karena adanya kewajiban yang berkaitan dengan pembayaran bunga. Kedua, melalui kebijakan pembayaran dividen. Oleh karena itu, menurut Jensen, hutang dan kebijakan dividen memiliki hubungan yang berkebalikan. Pembayaran dividen dapat diukur dengan menggunakan dividend payout ratio (DPR). Ross, et al. (2000:94) merumuskan DPR sebagai berikut: DPR = Dividend per share Earning per share METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menitikberatkan pada pengujian hipotesis, penggunaan 370 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 data-data yang terukur dan alat analisis statistik inferensial. Dari penelitian ini akan diperoleh simpulan yang dapat digeneralisasikan. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari laporan tahunan, laporan kinerja dan data dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Jakarta (BEJ) tahun 2011 sampai dengan 2014. Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2014 dengan kriteria pengambilan sampel: 1. Terdaftar di Bursa Efek Indonesia sepanjang tahun 2011 – 2014 2. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan yang berakhir pada tanggal 31 Desember selama periode pengamatan 3. Menerbitkan laporan keuangan tahun 2011 – 2014 4. Membagikan dividen berturut-turut tahun 2011 – 2014 5. Memiliki data mengenai kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum model analisis regresi dilakukan, terlebih dahulu akan dilakukan pengujian model asumsi klasik terhadap empat model analisis sebagai syarat utama penggunaan statistik parametrik. Hasil penelitian menunjukkan nilai Durbin Watson (DW) sebesar 1.163, yang artinya tidak ada autokorelasi karena angka DW berada diantara nilai -2 dan +2. Pada kolom VIF hitung terdapat angka-angka yang berkisar antara angka 1 – < 10 dan nilai pada kolom Tolerance berada pada kisaran 1, berarti tidak terjadi multikolinieritas. Kepemilikan Institusi dan Kebijakan Hutang Variabel X1 (kepemilikan institusional) berpengaruh negatif signifikan pada tingkat signifikansi < 0,01 dan β = -0,021. Artinya bahwa kenaikan kepemilikan institusi 1% akan menurunkan porsi DER sebesar 0,021 %. Sehingga H1 yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap 371 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 kebijakan hutang ditolak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Moh’d (1998), Rahmawati (2011) dan Putri (2014). Melalui kepemilikan institusional, pengawasan terhadap penggunaan hutang dapat lebih ditingkatkan sehingga mengurangi masalah keagenan. Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa dengan adanya kepemilikan institusi yang besar maka bentuk monitoring terhadap internal perusahaan semakin besar, bentuk monitoring yang besar ini akan membatasi ruang gerak manajer untuk melakukan kebijakan yang berhubungan dengan penggunaan hutang, sehingga menyebabkan manajer cenderung untuk menurunkan hutang guna meminimalkan tingkat resiko atas dana investor. Akibatnya, dengan adanya kebijakan hutang yang lebih ketat akan berdampak menurunnya debt to equity ratio perusahaan. Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Hutang Variabel X2 (kepemilikan manajerial) tidak mempengaruhi kebijakan hutang yg diproksikan dengan DER. Ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,907 lebih besar dari 0,05. Sehingga H2 yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang ditolak. Porsi kepemilikan manajemen, baik direksi, manajer dan komisaris yang relatif kecil pada semua perusahaan sampel menyebabkan manajemen bukan menjadi pengendali utama dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Wiranata dan Nugrahanti (2013). Kebijakan Dividen dan Kebijakan Kebijakan Hutang Variabel X3 (kebijakan dividen) berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang yang terlihat dari nilai signifikansi 0,00 < 0,1 dan β = -0,014. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan kepemilikan institusi 1% akan menurunkan DER sebesar 0,014 %. Sehingga H3 yang menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang diterima. Penelitian yang mendukung dilakukan oleh Larasati (2012) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. 372 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 Hasil ini sesuai dengan static trade-off theory yang terkait dengan masalah keagenan. Untuk mencegah manajer mengambil keuntungan pribadi dari adanya excess cash flow, suatu perusahaan mempunyai dua pilihan, yakni pertama dengan menerbitkan hutang, dimana melalui cara ini manajer menjadi lebih berhati-hati karena adanya kewajiban yang berkaitan dengan pembayaran bunga. Kedua, melalui kebijakan pembayaran dividen. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,577 menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusi, kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen dapat menjelaskan variabel kebijakan hutang sebesar 57,7 %. Berdasarkan uji F yang dilakukan, diperoleh nilai signifikansi 0,00 < 0,05 sehingga secara simultan variabel kepemilikan institusi, kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang, dan dikatakan memenuhi kriteria goodness of fit. SIMPULAN Kepemilikan institusi berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER). Semakin besar kepemilikan institusi, semakin besar kontrol yang dilakukan terhadap pihak manajemen sehingga akan mengurangi porsi penggunaan hutang oleh manajemen, dan semakin kecil kemungkinan penyelewengan yang dilakukan manajemen untuk kepentingan pribadi, sehingga konflik keagenan dapat dikurangi. Kepemilikan manajerial tidak mempengaruhi kebijakan hutang. Porsi kepemilikan manajemen, baik direksi, manajer dan komisaris yang relatif kecil pada semua perusahaan sampel menyebabkan manajemen bukan menjadi pengendali utama dalam menentukan kebijakan hutang. Kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Semakin besar pembagian dividen kepada pemegang saham maka akan menurunkan porsi penggunaan hutang, hal ini untuk menghindari ketidakcukupan kas dan risiko gagal bayar atas penggunaan hutang. 373 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 Bagi peneliti yang ingin menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi kebijakan hutang, bisa menggunakan sampel dari sektor industri lainnya, selain manufaktur agar dapat diperoleh perbandingan dengan sektor manufaktur. Penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah variabel lain yang diprediksi mempengaruhi kebijakan kebijakan hutang, mengingat R2 sebesar 0,577 sehingga diprediksi ada variabel lain sebesar 43,3 % yang mempengaruhi kebijakan hutang DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zaenal. (2005). Teori Keuangan dan Pasar Modal. Edisi Pertama. Yogykarta: Ekonisia. Weston, J. Fred, Thomas E. Copeland. (1996). Manajemen Keuangan. Jilid Dua. Edisi Kedelapan. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Bathala, Chencuramaiah T, Kenneth P. Moon, and Ramesh P. Row. (1994). Managerial Ownership, Debt Policy and Impact of Institutional Holldings: An Agency Perspective. Journal of Financial Management. Vol. 23, No.3: 38-50. Brigham, F. Eugene, Joel F. Houston. (2001). Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. De Medeiros, Otavio R. and Cecilio E. Daher. (2004). Testing Static Tradeoff against Pecking Order Models of Capital Structure in Brazilian Firms. Paper presented at the 40 th USP Congress of Management Control and Accounting, Sao Paolo Brazil. Ghosh, Arvin, Francis Cai and Wenhui Li. (2000). the Determinants of Capital Structure. American Bussiness Review, p:129-132. Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi ketiga. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gitman, Lawrence J. (2006). Principles of Managerial Finance, Eleventh Edition. United States. Paearson-Addison Wesley. Haruman, Tendi. (2008). Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan Pendanaan (Perspektif Agency Theory), National Conference on Management Research. 374 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 Husnan, Suad. (2004). Manaajemen Keuangan, Teori dan Penerapannya. Edisi Keempat. Jilid Pertama. Yogyakarta: BPFE. Ismiyanti, Fitri, dan Mamduh M. Hanafi. (2003). Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko, Kebijakan Utang dan Kebijakan Dividen: Analisis Persamaan Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI: 260-277. I.M Pandey. (2001). Capital Structure and The Characteristics: Evidence from An Emerging Market. Journal of Finance. 1-17. Indonesian Capital Market Directory. Jakarta: Institute for Economic and Financial Research (ECFIN). Maftukhah, Ida. (2013). Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Kinerja Keuangan sebagai Penentu Struktur Modal Perusahaan, Jurnal Dinamika Manajemen, Vol. 4, No. 1, pp. 69-81. Moh’d, Mahmoud A., Larry G. Perry, and James H. Rimbey. (2001). The Impact of Ownership Structure On Corporate Debt Policy: a Time-Series CrossSectional Analysis, The Financial Review, p: 85-97. Munawir, S. (2002). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat.Yogyakarta: Penerbit Liberty. Reilly, F. K. and K. C. Brown. (2003). Investment Analysis and Portfolio Management. 7th edition. Ohio: South-Weston, a division of Thomson Learning. Rajan, R.G dan Luigi Zingales (1995). What Do We Know About Capital Structure? Some Evidence From International Data, Journal of Finance,p: 1421-1460. Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield, and Bradford D. Jordan. (2000). Fundamentals of Corporate Finance. Fifth Edition. New York: Mc GrawHill. Santi, Fitri. (2005). Determinants of Indonesian Firm’s Capital Structure: Panel Data Analyses. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.18, No. 3: 243260. 375 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 No. 2 Desember 2015 Wahidahwati. (2002). Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan : Sebuah Perspektif Theory Agency. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5, No. 1, Januari, Hal 1-16. Weston, J. Fred, Eugene F. Brigham. (1990). Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi Kesembilan. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Weston, J. Fred dan Eugene F. Brigham. (1993). Essentials of Mangerial Finance. Tenth Edition. USA. The Dryden Press. Weston, J. Fred, and Thomas E. Copeland. (1995). Finance Management. Fifth Edition.New York : The Dryden Press. Weston, J. Fred, Thomas E. Copeland. (1996). Manajemen Keuangan. Jilid Dua. Edisi Kedelapan. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Munawir, S. (2002). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat.Yogyakarta: Penerbit Liberty. Wiranata, Y, A, dan Nugrahani, Y.W. (2013). Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur di Indonesia, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 15, No. 1, p. 15-26. LAMPIRAN Tabel 1. Perusahaan Sampel No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kode Emiten ASII AUTO GJTL GGRM INDF INTP KAEF TCID SMSM Perusahaan PT. ASTRA INTERNASIONAL, Tbk. PT. ASTRA AUTOPARTS, Tbk. PT. GAJAH TUNGGAL, Tbk. PT. GUDANG GARAM, Tbk PT. INDOFOOD SUKSES MAKMUR, Tbk. PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk. PT. KIMIA FARMA, Tbk. PT. MANDOM INDONESIA, Tbk. PT. SELAMAT SEMPURNA, Tbk. 376 No. 2 Desember 2015 Jurnal EKSEKUTIF Volume 12 Tabel 2. Descriptive Statistics Y Mean ,6856 Std. Deviation ,42808 N 36 X1 68,2153 15,30429 36 X2 X3 ,9423 38,1239 2,29472 20,20525 36 36 Tabel 3. Regresi Linier Berganda Model Summaryb Model 1 Change Statistics Std. Error R Square Adjusted of the df1 df2 R Square R Square Estimate Change F Change ,577 ,538 ,29109 ,577 14,564 3 32 R .760a Sig. F Change DurbinWatson 1,163 ,000 a. Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b. Dependent Variable: Y Coefficients Unstandardized Coefficients Model 1 B Std. Error (Constant) 2,669 ,308 X1 -,021 ,004 X2 -,003 ,022 X3 -,014 ,003 Standardiz ed Coefficient s Beta t 8,657 Sig. ,000 -,757 -5,891 -,014 -,117 -,664 -5,112 a 95,0% Confidence Interval for B Lower Upper Bound Bound Correlations Zero-order Partial Collinearity Statistics Part Tolerance VIF 2,041 3,296 ,000 -,028 -,014 -,465 -,721 -,677 ,800 1,250 ,907 -,048 ,043 -,023 -,021 -,013 ,923 1,084 ,000 -,020 -,008 -,338 -,670 -,588 ,783 1,277 a. Dependent Variable: Y 377