hubungan kadar glukosa darah dengan kualitas

advertisement
HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN
KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH (RSUD) KOTA CILEGON PERIODE
JANUARI – MEI 2013
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Maizan Khairun Nissa
1110103000086
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 September 2013
Materai
Rp 6000
Maizan Khairun Nissa
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN KUALITAS HIDUP
PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH (RSUD) KOTA CILEGON
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Maizan Khairun Nissa
NIM 1110103000086
Pembimbing 1
Pembimbing 2
dr. Yanti Susianti Sp.A
dr. H.M. Djauhari Widjajakusumah
AIF.,PFK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan penelitian berjudul Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan Kualitas
Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Kota Cilegon yang diajukan oleh Maizan Khairun Nissa (NIM:
1110103000086), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan pada September 2013. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program
Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 12 September 2013
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Pembimbing 1
Pembimbing 2
dr. Yanti Susianti Sp.A
dr. Yanti Susianti Sp.A
dr. H.M. Djauhari
Widjajakusumah AIF.,PFK
Penguji 1
Penguji 2
dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD(K)
dr. Erfira, SpM
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN SH Jakarta
Kaprodi PSPD FKIK UIN SH Jakarta
Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin SpAnd
dr .Witri Ardini, M.Gizi, SpGK
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat
dan inayah-Nya sehingga penelitian dengan judul “Hubungan Kadar Glukosa
Darah dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon” ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, penelitian ini sulit untuk diwujudkan. Oleh karena itu, dalam kesempatan
kali ini kami ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. dr. Yanti Susianti Sp.A dan dr. H.M. Djauhari Widjajakusumah
AIF.,PFK selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami dalam
penyusunan penelitian ini.
4. dr. Ibnu Harris Fadillah Sp.THT-KL yang telah membantu dalam
memperoleh lisensi kuesioner dan menyediakan waktu diskusi dalam
penyusunan penelitian ini.
5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset.
6. dr. H. Zainoel Arifin, M.Kes selaku Direktur RSUD Cilegon yang
telah mengizinkan kami untuk melakukan penelitian ini.
7. Kedua orang tua kami, Ir. H. Endang Suyatno dan dra. Hj. Ratu Ati
Marliati MM yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, mendukung
v
8. Keluarga besar H. Tb Aat Syafaat S.Sos,M.Si dan Hj. Sumarliyah yang
selalu memberikan motivasi dan dukungannya dalam proses
penyelesaian penelitian ini.
9. Renditia Rachman yang telah menjadi teman diskusi yang membangun
dan menemani dalam suka dan duka dalam proses penelitian.
10. Teman-teman seperjuangan riset, Fuad Hariyanto, Adhya Aji Pratama,
Nida Najibah Hanum, Amaliah Harumi Karim yang telah menjadi
team yang solid dan teman diskusi yang membangun dalam proses
penelitian.
11. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2010,
Program Studi Kesehatan Masyarakat 2010, dan Akbid Al-Islah serta
semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari penyusunan laporan penelitian ini terdapat kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan. Kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penelitian ini di masa
mendatang.
Akhir kata Wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq,
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
“...Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kamu
dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat...(Q.S. Al Mujadilah:11)”
Penyusun
vi
ABSTRAK
Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes
Melitus tipe 2 di RSUD Cilegon
Maizan Khairun Nissa. Pendidikan Dokter 2010. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Diabetes melitus merupakan kelompok penyakit metabolik yang bersifat
kronik yang dapat menyebabkan keterbatasan pada kualitas hidup seseorang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar glukosa darah
dengan peningkatan kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD
Cilegon. Jenis penelitian adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional dengan teknik consequtive sampling. Sampel terdiri dari 56 pasien
diabetes melitus tipe 2 yang berusia di atas 40 tahun. Kuesioner kualitas hidup
yang digunakan adalah SF-36 generic scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar glukosa darah lebih mempengaruhi kualitas hidup fisik dibandingkan
kualitas hidup mental penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon. Hasil
menunjukkan korelasi yang kuat antara peningkatan GDP dan GDPP terhadap
penurunan kualitas hidup fisik ( r = -0.608 ; r = -0.622 ; p = 0.000). GDP
mempunyai korelasi sedang terhadap kualitas hidup mental sedangkan GDPP
mempunyai korelasi lemah terhadap kualitas hidup mental. ( r = -0.439; p =
0.000) ( r = -0.339 ; p = 0.001)
Kata kunci : kualitas hidup, glukosa darah, kontrol, SF-36
Correlation between Blood Glucose and Quality of Life in Type 2 Diabetes
Mellitus Patient at Cilegon General Hospital
Maizan Khairun Nissa. Medical Education 2010. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Diabetes mellitus is a chronic metabolic disease that caused limitation in
quality of life. The aim of study was assessed relationship between blood glucose
and quality of life in type 2 diabetes mellitus patient at Cilegon General Hospital.
This study was cross sectional with consequtive sampling. The sample consisted
56 patient with type 2 diabetes mellitus over age 40. The instrument was SF-36
generic scale questionnaire. The finding indicated blood glucose was influenced
quality of life both of physical and mental, but dominan in physical domain. The
result showed higher fasting blood glucose, decreasing physical score in SF-36. In
addition, higher post-prandial glucose also reducing quality of life. Correlation
was strong ( r = -0.608; r = -0.622 ; p = 0.000). Another result showed higher
fasting blood glucose, decreasing mental score in SF-36. But the correlation was
moderate ( r = -0.439; p = 0.000). Higher post-prandial glucose also influenced
mental score, but the correlation was weak ( r = -0.339; p= 0.001).
Keyword : QOL, blood glucose, control, SF-36
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .....................................................
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN …………………………………………...
iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….
v
ABSTRAK …………………………………………………………………...
vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………..............................................................
1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………....
3
1.3 Hipotesis ………………………………………………………………
3
1.4 Tujuan Masalah ………………………………………………………
4
1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………………….....
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus ……………………………………………………
6
2.2 Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 …………………………………
8
2.3 Peranan Insulin dalam Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ……..... 10
2.4 Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 …………………………..… 14
2.5 Definisi Kualitas Hidup ………………………………………..…… 16
2.6 Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus ……………………...… 18
2.7 Peranan Kontrol Glikemik dalam Mempengaruhi Kualitas Hidup ..... 20
2.8 Pengukuran Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 …..... 26
2.9 Pengukuran Kualitas Hidup dengan Short Form 36 ………………... 29
2.10 Kerangka Teori …………………………………………………….... 34
2.11 Kerangka Konsep …………………………………………………… 35
2.12 Definisi Operasional ……………………………………………….... 36
viii
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian …………………………………………………… 37
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………
37
3.3 Populasi dan Sampel ………………………………………………... 37
3.4 Jumlah Sampel ……………………………………………………… 37
3.5 Kriteria Sampel ……………………………………………………… 38
3.6 Cara Kerja Penelitian ………………………………………………… 39
3.7 Variabel yang Diteliti ………………………………………………… 39
3.8 Management Data …………………………………………………… 40
BAB 4 HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 Analisis Univariat
4.1.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ………………………… 42
4.1.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ………………… 44
4.1.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Puasa …. 45
4.1.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar Glukosa Post Prandial … 46
4.1.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Kualitas Hidup ……………...... 47
4.2 Analisis Bivariat
4.2.1 Hubungan antara GDP dan Kualitas Hidup Fisik ……………… 49
4.2.2 Hubungan antara GDP dan Kualitas Hidup Mental ……………. 50
4.2.3 Hubungan antara GDPP dan Kualitas Hidup Fisik …………….. 50
4.2.4 Hubungan antara GDPP dan Kualitas Hidup Mental …………. 51
4.3 Keterbatasan Penelitian ………………………………………………. 54
BAB 5 KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ………………………………………………………........ 55
5.2 Saran ………………………………………………………………….. 56
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 57
LAMPIRAN …………………………………………………………………
ix
62
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Parameter Diagnosis Diabetes Melitus .................................................. 8
Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 .......................................... 9
Tabel 2.3 Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia .............. 15
Tabel 2.4 Kriteris Pengendalian Diabetes Melitus di Dunia ................................ 15
Tabel 3.1 Panduan Interpretasi Hasil Uji Korelasi berdasarkan Kekuatan Korelasi
dan Arah Korelasi ................................................................................................ 41
Tabel 4.1.1 Distribusi Umur Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 ......................... 42
Tabel 4.1.2 Distribusi Jenis Kelamin Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 ........... 44
Tabel 4.1.3 Distribusi Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 .......... 46
Tabel 4.2.1 Analisis Korelasi Kadar GDP dengan Kualitas Hidup Fisik .......... 49
Tabel 4.2.2 Analisis Korelasi Kadar GDP dengan Kualitas Hidup Mental ......... 50
Tabel 4.2.3 Analisis Korelasi Kadar GDPP dengan Kualitas Hidup Fisik ......... 50
Tabel 4.2.4 Analisis Korelasi Kadar GDPP dengan Kualitas Hidup Mental ...... 51
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambaran Prediksi Jumlah Penderita Diabetes Melitus di Dunia ..... 7
Gambar 2.2 Langkah Diagnostik diabetes melitus dan Toleransi Glukosa
Terganggu ........................................................................................................... 10
Gambar 2.3 Sekresi Bifasik Insulin ..................................................................... 12
Gambar 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Penderita Diabetes
Melitus .................................................................................................................. 19
Gambar 2.5 Komplikasi Akut Diabetes Melitus Tipe 2 ....................................... 21
Gambar 2.6 Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Tipe 2 ................................... 22
Gambar 2.7 Aspek Penilaian Kualitas Hidup Secara Umum ............................... 24
Gambar 2.8 Instrumen Pengukuran Kualitas Hidup ............................................ 25
Gambar 2.9 Model Pengukuran Kualitas Hidup SF-36 ....................................... 30
Gambar 1 Distribusi Kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013 ..................... 44
Gambar 2 Distribusi Kadar Glukosa Darah Post Prandial (GDPP) pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 - Mei 2013 ....... 46
Gambar 3 Distribusi Kualitas Hidup Fisik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di
RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013 ................................................. 47
Gambar 4 Distribusi Kualitas Hidup Mental Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di
RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013 .................................................. 48
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes melitus tipe 2 adalah salah satu penyakit tidak menular yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Menurut WHO, penderita diabetes
melitus tipe 2 di Indonesia akan mengalami kenaikan dari 4,8 juta jiwa pada tahun
2000 dan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030.1 Tingginya angka
kesakitan tersebut menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah
Cina, India, dan Amerika Serikat. Tanpa upaya pencegahan dan program
pengendalian yang efektif, prevalensi tersebut akan terus meningkat.2
Diabetes melitus merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia.3 Pada tahun 2004, sekitar 3.4 juta orang meninggal akibat
konsekuensi tingginya kadar glukosa darah pada orang yang menderita diabetes
melitus dan lebih dari 80% kematian tersebut terjadi di negara berkembang
dengan pendapatan menengah ke bawah.1 Kadar glukosa darah akan menentukan
perjalanan penyakit diabetes melitus. Metode yang digunakan untuk mengukur
kadar glukosa pada diabetes melitus tipe 2 adalah pengukuran HbA1C untuk
jangka panjang dan pengukuran glukosa darah puasa (GDP) serta glukosa darah
post prandial (GDPP) untuk jangka pendek.4,5,6
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronik yang membutuhkan
intervensi seumur hidup dalam pengelolaan penyakit dan pencegahan komplikasi.
Intervensi pada diabetes melitus tipe 2 bersifat paliatif. Diabetes melitus tipe 2
sebagai penyakit kronik akan menyebabkan keterbatasan pada kemampuan fisik,
psikologis, dan kognitif dalam melakukan fungsi harian.7 Keadaan ini memiliki
potensi untuk meningkatkan atau menurunkan Health Related Quality Of Life
(HRQOL).7,8 Studi oleh Khairani,dkk pada tahun 2007, menunjukkan bahwa
kualitas hidup lansia dengan diabetes lebih rendah daripada lansia tanpa diabetes.9
Kadar glukosa darah merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup. Studi yang dilakukan oleh Khairani, R dkk pada
1
2 tahun 2007, menunjukkan semakin tinggi kadar glukosa darah puasa maka skor
domain kesehatan lingkungan akan semakin menurun secara bermakna.9 Hal
senada dikemukakan oleh studi Khanna,dkk pada tahun 2012 yang menunjukkan
bahwa semakin baik kontrol glukosa darah yang dinyatakan dalam HbA1C yang
lebih rendah, maka kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 semakin
baik.10
Di Indonesia, penelitian yang mengevaluasi kualitas hidup penderita
diabetes melitus tipe 2 masih jarang dilakukan, termasuk penelitian tentang
hubungan kadar glukosa darah terhadap kualitas hidup fisik maupun mental
penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian tentang kualitas hidup penderita
diabetes melitus tipe 2 di Kota Cilegon pun belum pernah dilakukan. Kota
Cilegon sebagai kota industri sedang menghadapi double burden disease, yaitu
penyakit infeksi belum dapat tertangani, sedangkan penyakit tidak menular mulai
meningkat.11
Banten merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi diabetes
melitus yang tinggi. Prevalensi diabetes melitus tipe 2 di daerah perkotaan sebesar
5,3%, mendekati angka nasional sebesar 5.7%. Sementara itu, prevalensi
Toleransi Glukosa Terganggu Provinsi Banten sebesar 10.3% yaitu di atas
prevalensi nasional sebesar 10.2%. Data dari bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota
Cilegon Tahun 2010, diabetes melitus tipe 2 menempati peringkat 2 dari jumlah
kasus penyakit tidak menular terbanyak setelah hipertensi.10 Pada tahun 2011 di
RSUD Kota Cilegon, diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit tidak menular
dengan prevalensi tertinggi di Poli Penyakit Dalam baik rawat jalan maupun rawat
inap.12
Evaluasi kualitas hidup perlu dilakukan agar beban akibat kesakitan dapat
dinilai secepatnya dan penanganan penderita diabetes melitus tipe 2 menjadi lebih
komprehensif. Atas dasar yang telah dikemukan tersebut, penelitian ini
mengambil judul “Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan Kualitas Hidup
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kota Cilegon”
3 1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah tersebut, dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
Adakah korelasi antara kadar glukosa darah dengan peningkatan
kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon?
1.3. Hipotesis
Semakin rendah kadar glukosa darah, maka semakin meningkat kualitas
hidup penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon.
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui korelasi antara kadar glukosa darah dan peningkatan kualitas
hidup penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran kadar glukosa darah penderita diabetes melitus tipe
2 di RSUD Cilegon.
b. Mengetahui gambaran kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 di
RSUD Cilegon.
c. Mengetahui korelasi antara kadar glukosa darah puasa (GDP) dan
peningkatan kualitas hidup fisik penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD
Cilegon.
d. Mengetahui korelasi antara kadar glukosa darah puasa (GDP) dan
peningkatan kualitas hidup mental penderita diabetes melitus tipe 2 di
RSUD Cilegon.
e. Mengetahui korelasi antara kadar glukosa darah post prandial (GDPP) dan
peningkatan kualitas hidup fisik penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD
Cilegon.
4 f. Mengetahui korelasi antara kadar glukosa darah post prandial (GDPP) dan
peningkatan kualitas hidup mental penderita diabetes melitus tipe 2 di
RSUD Cilegon.
1.5.
Manfaat Penelitian
1.5.1
Manfaat bagi responden :
a.
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada responden tentang
usaha pengendalian diabetes melitus tipe 2 melalui kadar glukosa
darah yang terkontrol.
b.
Memberikan informasi kepada responden tentang usaha peningkatan
kualitas hidup fisik dan mental para penderita diabetes melitus tipe 2.
1.5.2
Manfaat bagi Peneliti
a.
Merupakan prasyarat untuk menempuh jenjang pendidikan klinik
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b.
Meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian berbasis komunitas.
c.
Meningkatkan kemampuan dalam menentukan permasalahan di
masyarakat.
1.5.3
Manfaat bagi Perguruan Tinggi
a.
Melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan
fungsi
dan
tugas
menyelenggarakan
perguruan
pendidikan,
tinggi
sebagai
penelitian,
lembaga
dan
yang
pengabdian
masyarakat.
b.
Sebagai data awal bagi penelitian-penelitian selanjutnya terutama
dalam bidang kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2.
5 1.5.4
Manfaat bagi RSUD setempat dan masyarakat :
a.
Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi RSUD untuk meningkatkan
pelayanan
dan
pengelolaan
diabetes
melitus
tipe
2
secara
komprehensif.
b.
Memberikan informasi dan pengetahuan masyarakat terutama
keluarga penderita dalam usaha pengendalian diabetes melitus tipe 2
melalui kontrol glukosa darah yang baik.
c.
Memberikan informasi dan pengetahuan masyarakat terutama
keluarga penderita dalam usaha peningkatan kualitas hidup fisik dan
mental para penderita diabetes melitus tipe 2.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah sekelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia.3 Menurut American Diabetes Association (ADA)
tahun 2013, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemi kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.13
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insiden dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di berbagai
penjuru dunia.3 Di Indonesia, WHO memprediksikan jumlah penyandang diabetes
melitus tipe 2 diperkirakan meningkat dari 8,4 juta orang pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta orang pada tahun 2030, sedangkan International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah
penyandang diabetes melitus tipe 2 dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0
juta pada tahun 2030.1
Peningkatan insiden diabetes melitus tipe 2 dipengaruhi dengan dengan
adanya urbanisasi. Populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena
terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban dan menunjukkan
kecenderungan peningkatan setiap tahunnya.2,15 Contoh penelitian di Jakarta
(daerah urban) dari prevalensi diabetes melitus tipe 2 1,7% pada tahun 1982
menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001.
Penelitian terakhir antara tahun 2001-2005 di Depok (sub-urban) menunjukkan
prevalensi diabetes melitus tipe 2 sebesar 14,7%, sedangkan di Makassar
prevalensi pada tahun 2005 mencapai 12,5%.2
6
7
Gambar 2.1 Prediksi Jumlah Penderita Diabetes Melitus di Dunia
(Kasper DL, et al. Diabetes Mellitus: In Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 16th ed. USA : McGraw Hill. 2005)
American Diabetes Assosiation (ADA) tahun 2013 mengklasifikasikan
diabetes melitus dalam 4 kategori, yaitu:13
™ Diabetes melitus tipe 1 (IDDM)
Diabetes melitus yang disebabkan oleh destruksi sel beta. Umumnya
defisiensi insulin absolut akibat proses imunologik dan idiopatik.
™ Diabetes melitus tipe 2 (NIDDM)
Diabetes melitus yang disebabkan oleh resistensi insulin relatif, namun
didapatkan pula dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
™ Diabetes melitus tipe lain
Diabetes melitus yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
penyakit eksokrin pankreas seperti cystic fibrosis, endokrinopati, infeksi
dan diabetes melitus akibat obat atau zat kimia.
™ Diabetes kehamilan
Diabetes melitus yang ditegakkan pada saat kehamilan.
8
2.2 Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2
Diagnosis diabetes melitus tipe 2 harus ditegakkan atas dasar
pemeriksaaan kadar glukosa darah dan tidak dapat hanya ditegakkan atas dasar
adanya glukosuria.2 Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. WHO
telah membakukan angka kriteria diagnostik untuk penggunaan bahan darah utuh
(whole blood), vena, ataupun kapiler agar dapat disesuaikan dengan kondisi
setempat.2,14
Tabel 2.1 Parameter Diagnosis Diabetes Melitus2
Parameter
(mg/dl)
Sediaan
Bukan
Belum pasti
Diabetes
darah
Diabetes Melitus
Diabetes
Melitus
Melitus
Kadar GDS Plasma vena
Darah
< 100
100 – 199
≥ 200
< 90
99 – 199
≥ 200
< 100
100 – 125
≥ 126
< 90
90 – 99
≥ 100
kapiler
Kadar GDP Plasma vena
Darah
kapiler
Berbagai keluhan dapat terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2.
Kecurigaan adanya diabetes melitus tipe 2 apabila terdapat keluhan klasik seperti
di bawah ini: 2,14
•
Keluhan klasik berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan tanpa penyebab yang jelas.
•
Keluhan lain dapat berupa lemas, kesemutan, gatal, mata kabur, luka sulit
sembuh, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.
9
Diagnosis diabetes melitus tipe 2 dapat ditegakan melalui 3 cara:2
1. Ditemukannya gejala klasik, serta pemeriksaan glukosa plasma darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl.
2. Ditemukannya gejala klasik serta hasil kadar glukosa puasa ≥126 mg/dl.
3. Pemeriksaan dengan TTGO (tes toleransi glukosa oral) dengan beban 75
gram glukosa. Pemeriksaan ini lebih sensitif dan spesifik namun jarang
dilakukan.
Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 22
1.
Gejala klasik + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
atau
2.
Gejala klasik + kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan minimal 8 jam
atau
3.
Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
**Pemeriksaan HbA1c (≥ 6,5%) oleh ADA 2011 menjadi kriteria diagnosis DM,
jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik
PERKENI telah membakukan penegakkan diagnostik diabetes melitus dan
gangguan toleransi glukosa. Langkah penegakan diagnostik didasarkan pada
keluhan klinis, pemeriksaan kadar glukosa sewaktu dan kadar glukosa puasa.
Selain itu pemeriksaan TTGO dilakukan sebagai konfirmasi diagnosis. Untuk
hasil pemeriksaan yang tidak termasuk normal atau diabetes melitus, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa
darah puasa terganggu (GDPT).2
10
Gambar 2.2 Langkah-langkah Diagnostik diabetes melitus dan
Toleransi Glukosa Terganggu2
(PERKENI. Buku Pedoman Konsensus Pengelolahan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia Indonesia. PERKENI. 2011)
2.3 Peranan Insulin dalam Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Patogenesis diabetes melitus tidak dapat lepas dari dinamika insulin.
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh
normal oleh sel β dalam 2 fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic.16,17
Sekresi insulin normal yang bifasik ini akan terjadi setelah adanya rangsangan
seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin berfungsi
mengatur kadar glukosa darah dalam interval normal, baik pada saat puasa
maupun setelah mendapat beban, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang
fisiologis.17,18 Sekresi bifasik tersebut adalah :
11
™ Sekresi fase 1 ( acute insulin secretion response = AIR)
Sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel β,
muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 biasanya mempunyai
puncak yang relatif tinggi pada 3-5 menit pertama setelah stimulus. Hal
tersebut diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang
biasanya meningkat tajam segera setelah makan.18
Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting dan berkontribusi
besar dalam pengendalian kadar glukosa darah post-prandial. AIR yang
berlangsung normal bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia
akut setelah makan atau lonjakan glukosa post prandial (postprandial
spike)
dengan
segala
konsekuensinya
termasuk
hiperinsulinemia
kompensatif. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan
untuk mempertahankan proses metabolisme glukosa secara fisiologis.18
™ Sekresi fase 2
Setelah fase 1 berakhir, tahap sekresi fase 2 dimulai yaitu sekresi insulin
kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu yang relatif
lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah
selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang
berlangsung relatif lebih lama, puncak fase 2 secara kuantitatif ditentukan
oleh kadar glukosa darah di akhir fase 1, di samping faktor resistensi
insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2
terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat,
terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin
pada fase 2.
Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan
memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap
dalam batas-batas normal.18
12
Bila kinerja fase 1 normal disertai pula oleh aksi insulin yang normal di
jaringan yaitu tanpa resistensi insulin, sekresi fase 2 juga akan berlangsung
normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan sintesis maupun sekresi
insulin pada fase 2 di atas normal untuk dapat mempertahankan keadaan
normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis. Bila terdapat peningkatan kadar
glukosa darah, dapat memberikan dampak glucotoxicity dan hiperinsulinemia
yang memiliki berbagai dampak negatif. 18
Fase pertama mencapai puncaknya pada 3-5 menit setelah ada rangsangan
glukosa dari luar tubuh. Fase kedua mulai meningkat pada menit ke-2 dan
meningkat secara perlahan sampai 60 menit atau sampai stimulus berhenti.19
Gambar 2.3 Sekresi Bifasik Insulin
(Ward W.K.,et all. Pathology of Insulin Secretion in Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus. Diabetes Care Journal. 1984; 491-502)
Gangguan baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan
gangguan pada metabolisme glukosa. Pada dasarnya ini berawal dari hambatan
utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah.
Peningkatan ini pada awalnya dapat dikompensasi oleh insulin, namun seiring
peningkatan kadar glukosa darah, insulin tidak mampu mengkompensasi sehingga
13
menyebabkan diabetes melitus.18 Pada diabetes melitus tipe 2 yakni jenis diabetes
yang paling sering ditemukan, terdapat 4 karakteristik yang khas, yaitu: 20
™ Adanya defisiensi insulin relatif
™ Resistensi insulin yaitu kurang sensistifnya jaringan tubuh terhadap
insulin
™ Peningkatan glukosa dari jaringan hepar
™ Metabolisme lipid yang abnormal
Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi diawali oleh kelainan pada
dinamika sekresi insulin berupa gangguan sekresi insulin pada fase 1 yang
inadekuat. Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk
terhadap homeostatis glukosa darah. Hal pertama yang terjadi adalah
hiperglikemia akut postprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah
segera (10-30 menit) setelah beban glukosa.18
Tidak adekuatnya fase 1, kemudian diikuti peningkatan kinerja fase 2
sekresi insulin. Pada tahap awal belum menimbulkan gangguan terhadap kadar
glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap dekompensasi dapat terdeteksi
keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) yang disebut juga
sebagai pre-diabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi sudah mulai
tidak adekuat lagi, tubuh mengalami defisisensi yang mungkin secara relatif,
terjadi peningkatan kadar glukosa darah postprandial.18
Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap
diabetes atau hiperglikemia akut postprandial yang terjadi berulangkali sejak
tahap TGT, memberi dampak buruk terhadap jaringan dalam jangka panjang.
Tingginya kadar glukosa darah (glucotoxicity) akan diikuti oleh lipotoxicity dan
bertanggungjawab terhadap kerusakan jaringan secara langsung melalui stress
oksidatif.18,20
Resistensi insulin mulai menonjol peranannya sejak konversi fase TGT
menjadi diabetes melitus tipe 2. Resistensi insulin menjadi penyebab dominan
hiperglikemia maupun berbagai kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan yang
terjadi terutama mikrovaskular meningkat secara tajam pada tahap diabetes,
14
sedangkan gangguan makrovaskular telah muncul sejak prediabetes. Semakin
tingginya tingkat resistensi insulin dapat terlihat dari peningkatan kadar glukosa
darah puasa maupun postprandial.18,20 Selain itu, semakin tinggi tingkat resistensi
insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap glikogenolisis dan
glukoneogenesis menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari
hepar.20
Jadi dapat disimpulkan perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 2 pada
awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif
terhadap kinerja fase 2 dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh
gangguan sekresi insulin yaitu defisiensi insulin, namun pada saat bersamaan juga
oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin.18,20
2.4 Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2
Pemantauan glikemik dan metabolik penderita diabetes melitus tipe 2
merupakan hal yang penting dan bagian dari pengelolaan penyakit.2 Hasil
pemantauan tersebut digunakaan untuk menilai keberhasilan pengelolaan yang
meliputi keberhasilan edukasi, penyesuaian diet, latihan jasmani, dan pengobatan
yang dilakukan.2 Pengelolaan tersebut bertujuan menjaga kadar glukosa darah
dalam interval normal sehingga keadaan hiperglikemia ataupun hipoglikemia
dapat terhindarkan. Selain itu, pengendalian yang baik dapat menurunkan risiko
komplikasi baik makrovaskular maupun mikrovaskular.21
Untuk menyatakan kadar glukosa darah terkontrol, tidak dapat tergantung
pada hilangnya gejala diabetes melitus tipe 2 saja, tetapi harus dengan
pemeriksaan kadar glukosa darah. Kontrol glikemik dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu: 21
™ Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa (GDP) dan kadar glukosa post
prandial (GDPP).
™ Pengukuran HbA1C.
15
Tabel 2.3 Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia2, 22
Parameter
Risiko KV (-)
Risiko KV (+)
18.5 - 23
18.5 - 23
Tekanan darah sistolik (mmHg)
< 130
< 130
Tekanan Darah diastolik (mmHg)
< 80
< 80
Kolesterol LDL (mg/dL)
< 100
< 70
Keloesterol HDL (mg/dL)
Pria > 40
Pria > 40
Wanita > 50
Wanita > 50
< 150
< 150
<7
<7
Glukosa darah puasa (mg/dL)
< 100
< 100
Glukosa darah post prandial (mg/dL)
< 140
< 140
IMT (kg/m2)
Trigliserida (mg/dL)
HbA1C (%)
Namun, beberapa organisasi diabetes dunia memiliki target pengendalian
glikemik yang berbeda pada dewasa. Selain itu dibedakan pula target
pengendalian kadar glukosa darah bagi penderita diabetes melitus tipe 1 dan
diabetes melitus tipe 2 yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.4 Kriteris Pengendalian Diabetes Melitus di Dunia22
Organisasi
HbA1C (%)
GDP ( mg/dL)
GDPP (mg/dL)
ADA, 2013
<7
70 - 130
< 180
AACE, 2013
≤ 6.5
< 110
< 140
IDF, 2009
≤ 6.5
< 110
< 145
Diabetes melitus tipe 1
≤ 6.5
< 108
135 – 160
Diabetes melitus tipe 2
≤ 6.5
< 108
< 135
ESC/ EASD
16
Peningkatan kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan
produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan
glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada
orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Jika jaringan hepar resisten
terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme
produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak optimal. Semakin
tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap
proses glikogenolisis dan glukoneogenesis dan semakin tinggi pula tingkat
produksi glukosa dari hepar. Hal ini dicerminkan dengan semakin tingginya kadar
glukosa darah puasa.18,21
Sedangkan peningkatan kadar glukosa post prandial ditentukan oleh
sekresi fase 1 insulin atau (acute insulin secretion response = AIR) yang tidak
adekuat. AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya
proses metabolisme glukosa secara fisiologis, terutama mengantisipasi kadar
glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. AIR yang
berlangsung normal bermanfaat dalam mencegah terjadinya postprandial spike.
Pada penderita diabetes melitus tipe 2, keadaan normal ini tidak terjadi sehingga
dapat menimbulkan hiperinsulinemia kompensatif.18
Prosedur yang dilakukan untuk pemeriksaan glukosa darah puasa yaitu
dengan mengambil darah kapiler sebanyak 5-10 ml setelah penderita diabetes
melitus tipe 2 menjalani puasa selama 8-10 jam. Setelah kadar glukosa darah
puasa diperiksa, pasien diperbolehkan untuk makan, 2 jam kemudian dilakukan
pemeriksaan glukosa darah post prandial.23
2.5 Definisi Kualitas Hidup
Definisi kualitas hidup masih belum berlaku secara umum dan cenderung
bersifat subjektif. Kualitas hidup adalah ukuran gabungan yang terdiri dari fungsi
fisik, mental, dan sosial yang ditunjukkan oleh masing-masing individu atau
sekelompok individu yang menyatakan kegembiraan, kepuasan, dan keberhasilan
yang dialami dalam hidup dan lebih menekankan pada kesehatan, perkawinan,
pekerjaan, keluarga, kondisi keuangan, kesempatan pendidikan, harga diri,
17
kreativitas, rasa memiliki, dan kepercayaan terhadap orang lain. Dalam ilmu
sosial, kualitas hidup meliputi tingkat keselamatan, tingkat kebebasan,
kesempatan, serta kesehatan.24 Semakin tinggi tingkat kesejahteraan seseorang
akan menunjukkan semakin besar kualitas hidupnya.25
Definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan atau healthrelated quality of life (HRQoL) diambil dari definisi sehat WHO, yaitu A state of
complete physical, mental, and social wellbeing and not merely the absence of
disease or infirmity.26 Dalam bahasa Indonesia, sehat adalah keadaan baik atau
sejahtera yang lengkap secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata–mata
terbebas dari penyakit dan kecatatan.26
Kualitas hidup mempunyai banyak dimensi dan perspektif. Hal ini
menimbulkan problem yang kompleks dalam hal konseptualisasi dan pengukuran.
Menurut King, terdapat lima dimensi yang harus dinilai dalam menjelaskan
kualitas hidup seseorang. Kelima dimensi tersebut yaitu :27
1.
Dimensi fisik adalah kemampuan fungsional seperti tingkat aktivitas,
kekuatan energi, perawatan diri, dan kesuburan.
2.
Dimensi psikologis termasuk kepuasan hidup dan pencapaian tujuan
hidup, stres, harga diri, mekanisme pertahanan diri, keinginan,
depresi, dan ketakutan.
3.
Dimensi sosial menunjukkan bagaimana seseorang menjalin hubungan
dengan keluarga, teman, kolega pada pekerjaan, dan masyarakat
umum termasuk kepuasan seksual.
4.
Dimensi somatik berhubungan dengan gejala penyakit dan efek
samping perawatan.
5.
Dimensi spiritual adalah menunjukkan pada tujuan dan arti hidup
seseorang.
18
Sedangkan menurut WHO dalam Pedoman Pengukuran Kualitas Hidup
WHOQOL-BREF, ada 6 domain terkait penilaian kualitas hidup seseorang.
Domain tersebut antara lain: 28
1. Kesehatan fisik (physical health) yang meliputi kesehatan umum, nyeri,
energi dan vitalitas, aktivitas seksual, tidur, dan istirahat.
2. Kesehatan psikologis (psychological health) yang meliputi cara berpikir,
belajar, memori, dan konsentrasi.
3. Tingkat aktivitas (level of independence) yang meliputi mobilitas,
aktivitas sehari-hari, komunikasi, dan kemampuan kerja.
4. Hubungan sosial (social relationship) yang meliputi hubungan sosial,
dan dukungan sosial.
5. Lingkungan (environment) yang meliputi keamanan, lingkungan rumah,
kepuasan kerja.
6. Kepercayaan rohani atau religius (spirituality/religion beliefs).
2.6 Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah salah satu penyakit kronik yang kompleks dan
membutuhkan pengelolaan jangka panjang.21 Hal tesebut membuat penderitanya
harus beradaptasi baik adaptasi secara fisik, mental, maupun sosial. Kemampuan
adaptasi terhadap penyakit sangat penting peranannya dalam mempengaruhi
kualitas hidup seseorang. Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita
diabetes melitus, yaitu: 29
1. Faktor medis yang meliputi tipe diabetes melitus, lama menderita
diabetes melitus, tingkat kontrol glikemik, regimen pengobatan, dan
komplikasi.
2. Faktor sosial - medis yang meliputi manajemen diri, dukungan sosial,
dan sarana pelayanan kesehatan.
3. Faktor demografi yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
etnik, status pernikahan, dan tingkat ekonomi.
4. Faktor psikososial yang meliputi tingkat depresi dan tingkat kecemasan.
19
Faktor – faktor yang disebutkan di atas tidak berdiri sendiri. Faktor
tersebut saling berinteraksi dalam menghasilkan kualitas hidup secara utuh baik
kualitas hidup yang bersifat fisik maupun mental.29
komplikasi
Tipe diabetes
Lama diabetes
Kontrol glikemik
Kualitas hidup
penderita
diabetes melitus
Faktor demografi
Faktor sosial-medis
Faktor psikososial
Regimen pengobatan
Gambar 2.4
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus
(Richard R. Rubin, Mark Peyrot. Quality of Life and Diabetes Mellitus. Diabetes
Metabolism Research and Review. 1999; 15: 205-18)
Diabetes melitus tipe 2 banyak diderita oleh dewasa di atas 40 tahun. Hal
ini disebabkan resistensi insulin cenderung semakin meningkat pada usia 40-64
tahun. Studi yang dilakukan oleh Mandagri dkk menunjukkan bahwa usia
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita diabetes
melitus tipe 2.30
Diabetes melitus tipe 2 termasuk dalam kelompok penyakit kronik. Hal ini
dapat menimbulkan kejenuhan dalam menjalani terapi farmakologi dan nonfarmakologis. Pemahaman tentang psikologis penderita sangat diperlukan dan
dapat dilakukan mulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga.31 Dukungan
keluarga dapat mempercepat dan mempermudah terjadinya adaptasi akan
perubahan yang harus dijalani oleh seorang penderita diabetes meliitus tipe 2
dalam menjalani pengobatannya. Sikap positif penderita terhadap penyakit akan
meningkat apabila keluarga mendukung terhadap pendidikan dan pengelolaan
20
diabetes melitus tipe 2.31 Dukungan sosial dan kualitas hidup meningkat
bersamaan, dan terlihat bahwa skor kualitas hidup yang tinggi terdapat pada
penderita yang mendapatkan dukungan dari keluarga atau lingkungan sosialnya.32
Lama menderita diabetes melitus tipe 2 dapat mempengaruhi kualitas
hidup penderita. Studi yang dilakukan oleh Wu dkk menunjukkan bahwa
penderita yang telah menderita diabetes melitus tipe 2 >11 tahun mempunyai
efikasi yang lebih baik daripada penderita diabetes melitus tipe 2 <10 tahun
terhadap pengelolaan penyakit.33 Hal ini disebabkan penderita telah beradapatasi
dan mempunyai penerimaan yang baik terhadap penyakitnya. Namun, lama
menderita cenderung berbanding lurus dengan komplikasi. Bila terdapat
komplikasi, kualitas hidup cenderung menurun.33
2.7 Peranan Kontrol Glikemik dalam Mempengaruhi Kualitas Hidup
Hubungan antara kontrol glikemik dan kualitas hidup berupa curvilinear
relationship.29 Kontrol glikemik yang buruk dapat menyebabkan keadaan
hiperglikemia yaitu tingginya kadar glukosa dalam darah. Secara akut,
hiperglikemia menyebabkan perubahan dalam metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak. Perubahan ini menimbulkan manifestasi seperti lemah, letih, dan lesu
yang dapat mempengaruhi fungsi fisik secara langsung sehingga produktivitas
kerja pun menurun. Secara kronik, keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan
komplikasi baik komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang.34
Jadi, kontrol glikemik mempunyai 2 pengaruh terhadap kualitas hidup baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, kontrol yang buruk
menyebabkan perubahan dalam performance penderita dan secara tidak langsung
menyebabkan penyakit lain melalui komplikasi yang terjadi.29
21
Gambar 2.5 Komplikasi Akut Diabetes Melitus Tipe 2
(Silbernagl, Stefan.,and Florian Lang. Color Atlas of Pathophysiology. New York
: Thieme. 2000)
22
Defisiensi insulin secara akut akan menyebabkan berbagai perubahan
dalam tubuh. Pertama adalah aktivasi glukagon yang akan menyebabkan
pemecahan glikogen menjadi glukosa sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa
darah. Kedua adalah peningkatan proteolisis akan menyebabkan peningkatan
asam amino dalam darah yang memicu peningkatan glukoneogenesis di hati yaitu
pembentukan glukosa melalui jalur selain karbohidrat, namun asam amino sebagai
bahan bakunya. Hal ini menyebabkan kadar glukosa darah semakin meningkat.
Proteolisis juga menyebabkan kelemahan otot dan penurunan berat badan yang
bermanifestasi klinis sebagai lemah, letih dan lesu pada penderita diabetes melitus
tipe 2. Ketiga, perubahan pada metabolisme lemak, yaitu peningkatan lipolisis
yang menyebabkan penurunan berat badan. Lipolisis juga menyebabkan
peningkatan asam lemak bebas dengan hasil samping [H]+ yang dapat memicu
terjadinya insiden ketoasidosis diabetikum yang berujung pada koma diabetikum,
jika tidak segera dikoreksi. Hasil samping dari lipolisis lainnya adalah badan
keton. Badan keton pada penderita diabetes melitus tipe 2 menyebabkan
manifestasi yang khas, yaitu fruit-lozenge breath.34
Pada diabetes melitus tipe 2 terdapat resistensi jaringan. Hal ini
menyebabkan glukosa darah yang berasal dari asupan makanan tidak mampu
memasuki jaringan karena adanya penurunan sensitifitas insulin. Hasilnya glukosa
menumpuk pada ekstraselular. Akumulasi glukosa darah akibat resistensi
jaringan, peningkatan glukoneogenesis dan glikogenolisis tersebut memicu
adanya glukosuria. Sifat glukosa yang menarik air akan bermanifestasi sebagai
poliuria pada penderita diabetes melitus tipe 2. Poliuria yang terjadi terus-menerus
menurunkan volume plasma sehingga penderita akan mengalami dehidrasi.
Dehidrasi menyebabkan pasien merasa haus sehingga muncul manifestasi
polidipsi. Dehidrasi yang terjadi juga memicu aktivasi aldosteron yang akan
meretensi NaCl untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. 34
Jadi manifestasi klasik berupa 3 P (poliuria, polidipsi dan polifagia) serta
penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas tidak lepas dari dasar perjalanan
penyakit diabetes melitus tipe 2 yaitu hiperglikemia.
23
Gambar 2.6 Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Tipe 2
(Silbernagl, Stefan., and Florian Lang. Color Atlas of Pathophysiology.
New York : Thieme. 2000)
Keadaan hiperglikemia pada penderita diabetes melitus tipe 2 dikoreksi
dengan 4 pilar utama yaitu edukasi, diet, aktivitas fisik, dan obat-obatan.2,5
Apabila intervensi tersebut gagal, terjadi hiperglikemia persisten yang
24
menyebabkan peningkatan sorbitol, glikosilasi protein, dan hiperosmolaritas.
Keempat hal tersebut adalah dasar terjadinya komplikasi diabetes melitus tipe 2,
baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.34
Peningkatan sorbitol akan memicu terjadinya retensi air intraseluler. Hal
ini menyebabkan osmotic swelling pada beberapa jaringan tubuh. Pada lensa mata
akan menyebabkan katarak, sedangkan pada sel Schwan akan memperlambat
konduksi implus sehingga terjadi polineuropati. Akibat yang ditimbulkan
polineuropati adalah penurunan refleks, respon sensorik dan respon saraf otonom.
Hal ini sering diinterpretasikan sebagai baal oleh penderita diabetes melitus tipe
2.34
Hiperosmolaritas yang terjadi akibat tingginya kadar glukosa darah,
menyebabkan penderita diabetes melitus tipe 2 rentan terhadap infeksi. Jika
infeksi terjadi pada ginjal dapat memicu terjadinya pyelonefritis yang berakhir
pada gagal ginjal aku maupun kronik. Risiko gangguan ginjal akan meningkat
seiring dengan lama menderita diabetes melitus tipe 2.34
Hemoglobin bercampur dengan larutan berkadar glukosa tinggi, rantai beta
molekul hemoglobin mengikat satu gugus glukosa secara ireversibel, maka proses
ini dinamakan glikosilasi. Glikosilasi terjadi secara spontan dalam sirkulasi dan
tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam darah tinggi. Pada
orang normal, sekitar 4―6% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi
hemoglobin glikosilat atau HbA1C. Pada hiperglikemia yang berkepanjangan,
kadar HbA1C dapat meningkat hingga 18―20%. 18
HbA1C terbentuk dari ikatan glukosa dengan gugus amida pada asam
amino valin di ujung rantai beta dari globulin Hb dewasa normal yang terjadi pada
2 tahap. Tahap pertama terjadi ikatan kovalen aldimin berupa basa Schiff yang
bersifat stabil dan tahap kedua terjadi penyusunan kembali menjadi bentuk
ketamin yang stabil. 18
Pada keadaan hiperglikemik, terjadi peningkatan pembentukan basa Schiff
antara gugus aldehid glukosa dengan residu lisin, arginin, dan histidin. Selain itu,
produk glikosilasi kolagen dan protein lain yang berumur panjang dalam
interstisium dan dinding pembuluh darah mengalami serangkaian tata ulang untuk
25
membentuk irreversible advanced glycosylation end products (AGE), yang terus
menumpuk di dinding pembuluh. AGE ini memiliki sifat kimiawi dan biologik
mendasari komplikasi diabetes melitus tipe 2.3,34
AGE yang menumpuk menjadi awal terjadinya komplikasi mikrovaskular
dan makrovaskular. Pada endotel pembuluh darah, penumpukan AGE membuat
pembuluh darah menjadi sempit dan memicu komplikasi makrovaskular yaitu
stroke, infark miokard, dan peripheral vascular disease. Bila hal ini terjadi pada
ibu hamil dapat menyebabkan penurunan perfusi pada uteroplasental. 34
Penumpukan AGE menyebabkan penebalan membran basal dan menjadi
dasar komplikasi mikrovaskular. Pada mata akan menyebabkan retinopati
diabetikum, sedangkan pada sel Schwan memicu juga terjadinya polineuropati.
Peningkatan produksi AGE sebagai hasil samping glikosilasi protein dapat
menyebabkan glomerulosklerosis pada ginjal yang ditandai dengan manifestasi
berupa proteinuria. Asam amino yang meningkat akibat adanya proteolisis akan
meningkatkan filtrasi ginjal yang berakhir dengan glomerulosklerosis. Hal ini
yang mendasari komplikasi ginjal pada seorang penderita diabetes melitus tipe
2.34
Glikosilasi protein yang terjadi menjadi pemicu peningkatan faktor
pembekuan seperti fibrinogen, haptoglobin, dan faktor V serta VII. Peningkatan
berbagai faktor ini menyebabkan pembekuan darah meningkat serta viskositas
darah meningkat. Aliran darah menjadi statis sehingga peningkatan risiko
penyakit arteri perifer dan bekuan darah dapat menyumbat di berbagai pembuluh
darah sehingga insiden stroke dan infark semakin meningkat.3,34
Semua komplikasi yang terjadi bersumber dari 1 hal yaitu hiperglikemia.
Oleh sebab itu, pengendalian kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus
tipe 2 memegang peranan yang sangat penting.2,3,34
Semakin tidak terkontrolnya kadar glukosa darah, maka regimen
pengobatan semakin kompleks dan restriksi terhadap diet meningkat sehingga
berpengaruh pada peningkatan insiden depresi dan kecemasan.35
Selain itu, akibat peningkatan pengelolaan tersebut, terjadi pula
peningkatan risiko insiden hipoglikemia yang sangat berpengaruh terhadap fungsi
26
fisik seorang penderita diabetes melitus tipe 2.29 Hipoglikemia menyebabkan
peningkatan aktivitas saraf simpatis sehingga dapat menimbulkan manifestasi
tremor, takikardia, dan keringat berlebihan. Selain itu, keadaan tersebut
menyebabkan penurunan kesadaran yang dapat berakibat fatal yaitu kerusakan
otak yang irreversible.29
Perubahan fungsi fisik dan mental tersebut, akhirnya berpengaruh pula
terhadap kehidupan sosial yang harus dijalani oleh seorang penderita diabetes
melitus tipe 2. Akumulasi dari penurunan fungsi-fungsi tersebut menyebabkan
penurunan kualitas hidup secara menyeluruh.29,35
2.8 Pengukuran Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Kualitas hidup dapat diukur dengan menggunakan instrumen pengukuran
kualitas hidup yang telah diuji dengan baik. Dalam mengukur kualitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan, semua domain akan diukur dalam dua dimensi
yaitu penilaian obyektif dari fungsional atau status kesehatan (aksis X) dan
persepsi sehat yang lebih subyektif (aksis Y).36
Walaupun dimensi objektif penting dalam penilaian penentuan derajat
kesehatan seseorang, namun persepsi subjektif dan harapan penderita tentang
penyakitnya tidak dapat diabaikan. Akumulasi penilaian keduanya menghasilkan
suatu kualitas hidup sebenarnya atau kualitas hidup yang benar-benar dialami
penderita. 36,37
Persepsi subjektif dan harapan mengenai kesehatan dan kemampuan untuk
mengatasi sesuatu dengan keterbatasan yang dialami sangat mempengaruhi
persepsi kesehatan dari seseorang untuk menikmati kehidupannya.37 Maka dari itu
2 orang yang memiliki status kesehatan yang sama, dimungkinkan berbeda derajat
kualitas hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan penelitian tentang kualitas hidup
masih dianggap sebagai penelitian semi-kuantitatif.36,37
27
Keterangan :
X : aspek penilaian objektif yaitu status kesehatan
Y : aspek penilaian subjektif yaitu persepsi sehat
Q : penilaian kualitas hidup secara utuh
Gambar 2.7 Aspek Penilaian Kualitas Hidup Secara Umum
(Testa Ma, Simonson DC. Assessment of Quality-of-Life Outcomes. New England
Journal of Medicine 1996; 835-40)
Secara garis besar instrumen untuk mengukur kualitas hidup dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu instrumen umum (generic scale) dan instrumen khusus
(specific scale). Instrumen umum adalah kuesioner yang dipakai untuk mengukur
kualitas hidup secara umum pada populasi sehat maupun pada penderita dengan
penyakit kronik.36,38
Instrumen ini digunakan untuk menilai secara umum mengenai
kemampuan fungsional, ketidakmampuan, dan kekhawatiran yang timbul akibat
penyakit yang diderita. Contoh instrumen umum adalah Sickness Impact Profile
(SIP), 36-item Short-Form Health Survey (SF-36), 12-item Short-Form Health
Survey(SF-12), Nottingham Health Profile (NHP), World Health Organization
Quality of Life assessment instrument (WHOQOL-BREF) dan lain-lain.
Sedangkan instrument khusus adalah instrumen yang dipakai untuk mengukur
28
sesuatu yaang khususs dari penyyakit, popullasi tertentuu atau funggsi yang kh
husus,
contohnyaa adalah Thhe Diabetes Quality off Life (DQO
OL) untuk ppenilaian ku
ualitas
hidup pennderita diabbetes dan Diabetes Treatment
T
Satisfactionn Question
nnaire
untuk mennilai kepuassan penderitta diabetes dalam
d
pengelolaan pennyakitnya.36--39
Gambar 2.8 Instrum
men Pengu
ukuran Kua
alitas Hidup Diabetes Melitus Tiipe 2
(Isla,Piilar, et all. Liiving with diaabetes: Quallity of Care and
a Quality oof Life. Patieent
Preference and Adheren
nce. 2011; 65–72)
2.9 Pengu
ukuran Ku
ualitas Hidup Penderrita Diabetees Melitus Tipe 2 deengan
Short Forrm 36
Short Form 36 atau SF-36
S
merrupakan kuuesioner daari the Meedical
m yang dideesain sebagai alat ukuur kualitas hidup
h
Outcomes Study beriisi 36 item
secara gennerik yang digunakan
d
u
untuk
survei populasi dan
d studi evvaluasi kebij
ijakan
kesehatan. Sebagai alat ukur generik, Short
S
Form
m-36 didesaain untuk dapat
diterapkann secara luuas menjanngkau konseep fisik daan mental. Penggunaaannya
29
bersifat menyeluruh baik pada populasi sehat maupun populasi dengan suatu
penyakit tertentu.40
SF-36 pada awalnya diterbitkan pada tahun 1988 dan mencapai bentuk
akhirnya pada tahun 1990. Pada tahun 1996, SF-36 mulai dievaluasi dengan versi
2.0 (SF-36v2™) dengan bentuk pertanyaan yang lebih sederhana dan lebih mudah
digunakan. Syarat penggunaan kuesioner SF-36 sangat mudah, yaitu: 40
1. Usia responden di atas 18 tahun.
2. Responden memiliki kemampuan membaca. Hal ini memudahkan
peneliti bila penelitian menggunakan sampel yang besar.
3. Responden dapat berbahasa Inggris dengan baik. Apabila responden
tidak dapat mengerti pertanyaan dalam bahasa Inggris, sebaiknya
kuesioner yang digunakan terlebih dahulu diterjemahkan dalam bahasa
nasional tempat penelitian dilakukan.
4. Responden tidak memiliki riwayat gangguan kejiwaan dan dapat
kooperatif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan SF-36.
Pengukuran kualitas hidup dengan SF-36 sampai Juni 2012 telah
didokumentasikan pada hampir 18.717 publikasi dengan 876 publikasi
diantaranya membahas tentang kualitas hidup pada penderita diabetes melitus tipe
2. Terjemahan dari SF-36 telah dipublikasi dan melibatkan peneliti di 22 negara,
termasuk Indonesia. Untuk memudahkan penggunaan kuesioner ini, pertanyaan
dalam SF-36 diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia tanpa mengubah makna
aslinya. Beberapa pertanyaan diterjemahkan dan dimodifikasi sesuai dengan
budaya di Indonesia, seperti pertanyaan “walking several blocks” yang diartikan 1
bloks adalah 100 meter.40,41 Di Indonesia, Short Form-36 telah dilakukan uji
reliabilitas dan validitas oleh Rahmawan (2004) dengan nilai Cronbach’s α untuk
keseluruhan item adalah 0,9426 (>0,5). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item
mempunyai konsistensi internal yang baik.42
SF-36 merupakan instrumen non spesifik yang biasanya digunakan pada
hampir semua penelitian penyakit kronis SF-36 telah terbukti dapat dipakai untuk
30
menilai kualitas hidup penderita diabetes melitus.40 SF-36 berisi 36 pertanyaan
yang terdiri dari 8 skala antara lain: 40
1. Fungsi fisik (Physical Functioning)
Terdiri dari 10 pertanyaan yang menilai kemampuan aktivitas seperti
berjalan, menaiki tangga, membungkuk, mengangkat, dan gerak badan.
Nilai yang rendah menunjukkan keterbatasan semua aktivitas tersebut,
sedangkan nilai yang tinggi menunjukkan kemampuan melakukan
semua aktivitas fisik termasuk latihan berat.
2. Keterbatasan akibat masalah fisik (Role of Physical)
Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi seberapa besar kesehatan
fisik mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari lainnya. Nilai
yang rendah menunjukkan bahwa kesehatan fisik menimbulkan
masalah terhadap aktivitas sehari-hari, antara lain tidak dapat
melakukannya dengan sempurna, terbatas dalam melakukan aktivitas
tertentu atau kesulitan di dalam melakukan aktivitas. Nilai yang tinggi
menunjukkan kesehatan fisik tidak menimbulkan masalah terhadap
pekerjaan ataupun aktivitas sehari-hari.
3. Perasaan sakit / nyeri (Bodily Pain)
Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi intensitas rasa nyeri dan
pengaruh nyeri terhadap pekerjaan normal baik di dalam maupun di
luar rumah. Nilai yang rendah menunjukkan rasa sakit yang sangat
berat dan sangat membatasi aktivitas. Nilai yang tinggi menunjukkan
tidak ada keterbatasan yang disebabkan oleh rasa nyeri.
4. Persepsi kesehatan umum (General Health)
Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan termasuk
kesehatan saat ini, ramalan tentang kesehatan dan daya tahan terhadap
penyakit. Nilai
yang rendah menunjukkan perasaan terhadap
31
kesehatan diri sendiri yang memburuk. Nilai yang tinggi menunjukkan
persepsi terhadap kesehatan diri sendiri yang sangat baik.
5. Energi/ Fatique (Vitality)
Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kelelahan, capek,
dan lesu. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan lelah, capek, dan
lesu sepanjang waktu. Nilai yang tinggi menunjukkan perasaan penuh
semangat dan berenergi.
6. Fungsi sosial (Social Functioning)
Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kesehatan fisik
atau masalah emosional yang mengganggu aktivitas sosial normal.
Nilai yang rendah menunjukkan gangguan yang sering. Nilai yang
tinggi menunjukkan tidak adanya gangguan.
7. Keterbatasan akibat masalah emosional (Role Emotional)
Terdiri dari 3 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat emosional yang
mengganggu pekerjaan atau aktivitas sehari-hari lainnya. Nilai yang
rendah menunjukkan masalah emosional mengganggu aktivitas
termasuk menurunnya waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas,
pekerjaan menjadi kurang sempurna, dan bahkan tidak dapat bekerja
seperti biasanya. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak adanya
gangguan aktivitas karena masalah emosional.
8. Kesehatan mental (Mental Health)
Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan mental secara
umum termasuk depresi, kecemasan, dan kebiasaan mengontrol
emosional. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan tegang dan
depresi sepanjang waktu. Nilai yang tinggi menunjukkan perasaan
tenang, bahagia, dan penuh kedamaian
32
Skala SF-36 ini kemudian dibagi menjadi 2 dimensi, yaitu: 40
a. Kesehatan Mental (Mental Component Score/MCS), meliputi persepsi
kesehatan umum, energi, fungsi sosial, dan keterbatasan akibat
masalah emosional
b. Kesehatan Fisik (Physical Component Score/PCS) meliputi fungsi
fisik, keterbatasan akibat masalah fisik, perasaan sakit/ nyeri, persepsi
kesehatan umum, dan energi.
Masing - masing skala dinilai 0-100. Penilaian skor pada kuesioner SF-36
didasarkan pada jawaban responden.40 Pengolahan data dapat dilakukan secara
manual maupun elektronik. Pengolahan secara manual menggunakan RAND
Score, yaitu jawaban dari masing-masing skala ditransformasikan ke dalam nilai
tertentu kemudian diakumulasikan dan dirata-ratakan.40 Pengolahan secara
elektronik menggunakan software SF-36v2™ yang dikeluarkan oleh RAND
Coorporation. Apabila ada pertanyaan responden yang tidak dijawab, maka
dinyatakan sebagai missing dan data tidak dapat diolah.40,41
33
Gambar 2.9 Model Pengukuran Kualitas Hidup SF-36
(Rand Corporation, Ware J. The Short Form-36 Health Survey. Dalam Mc
Dowell I, NewellC,eds. Measuring Health. A Guide to Rating Scales and
Questionnaires, 2nded. New York : Oxford University Press, 1996; 446-61)
Kerangka Teori
34
Produksi insulin inadekuat
pada diabetes melitus tipe 2
proteolisis
Kelemahan
otot
Lemah,
letih, lesu
lipolisis
↑ asam
amino
BB↓
↑ glukoneogenesis
↑ VLDL
Badan keton
↑ LDL
Koma
diabetikum
polifagia
↓ Produktivitas
kerja
Aktivasi glukagon
Glukosa
darah ↑
Glukosa tidak dapat
masuk jaringan
Pemecahan
glikogen
Resistensi
jaringan
hiperglikemia
Tatalaksana :
edukasi, diet, aktifitas fisik, pengobatan
Kontrol glikemik
buruk (gagal)
Kontrol glikemik
GDP, GDPP, HbA1C
Hiperglikemia
persisten
glukosuria
Kompleksitas
tatalaksana ↑
↑ AGE
poliuria
dehidrasi
mikroangiopati
makroangiopati
polidipsi
Polineuropati
retinopati
Stroke
MCI
PVD
Penggunaan
insulin,
polypharmacy
↑ insiden
hipoglikemia
Komplikasi
diabetes melitus
Aktivasi saraf
simpatis
Tremor, takikardi,
keringat berlebihan
Hubungan
dokter - pasien
KUALITAS HIDUP
Karakter pasien
Insiden
cemas ↑
Kualitas hidup mental
Kualitas hidup sosial
Kualitas hidup fisik
Insiden
depresi ↑
35
Kerangka Konsep
Demografi
pasien
Lama
menderita
Kompleksitas
tatalaksana
Kualitas hidup Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2
(Quality of Life)
Kualitas hidup fisik
Physical Component Score
(PCS)
Kontrol
glukosa darah
Kualitas hidup mental
Mental Component Score
(MCS)
Keterangan :
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
36
Definisi Operasional
No
1
Variabel
Diabetes
melitus
Definisi
Kelompok penyakit
metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia
yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau keduaduanya.
Alat Ukur
Rekam medik
Cara Ukur
Baca
Hasil Ukur
Ya
Tidak
Skala
Ordinal
2
Glukosa
darah
puasa
(GDP)
Kadar glukosa darah ratarata yang diambil setelah
perlakuan puasa selama 810 jam.
Hasil
laboratorium
terbaru yang
terdapat di
rekam medik
Baca
Dalam
bentuk
mg/dl
Ratio
3
Glukosa
darah post
prandial
(GDPP)
Kadar glukosa darah ratarata yang diambil 2 jam
setelah makan, yang
sebelumnya mendapat
perlakuan puasa selama 810 jam.
Hasil
laboratorium
terbaru yang
terdapat di
rekam medik
Baca
Dalam
bentuk
mg/dl
Ratio
4
Kualitas
hidup
penderita
diabetes
melitus
perasaan subjektif
responden terhadap
kondisinya yang dinilai
dari fungsi fisik,
keterbatasan peran akibat
masalah fisik, nyeri tubuh,
fungsi sosial, kesehatan
mental umum,
keterbatasan peran akibat
masalah emosi, vitalitas,
dan persepsi sehat secara
umum.
Kuesioner
generik SF-36
Physical
Component
Score
Ratio
qualitymetric.com
Analisis
dilakukan
dengan
menggunakan
program online
SF-36v2 Health
Survey yang
dapat diakses
melalui
Pengisian
Kuesioner
Mental
Component
Score
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
desain
penelitian
analitik
dengan
menggunakan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui korelasi antara kadar
glukosa darah dengan peningkatan kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2
di RSUD Cilegon.
3.2.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilegon
selama lima bulan yaitu dari Januari 2013 sampai dengan Mei 2013. Pengambilan
data primer yaitu pengisian kuesioner kualitas hidup generik yaitu SF-36 yang
dilanjutkan dengan pengambilan data hasil laboratorium terbaru berupa kadar
glukosa darah puasa dan kadar glukosa darah post prandial terbaru.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah penderita diabetes melitus
tipe 2 yang berobat ke Instalasi Rawat Jalan, Poliklinik Penyakit Dalam, RSUD
Cilegon. Sampel adalah penderita diabetes melitus tipe 2 yang dipilih dengan cara
consequtive sampling.43,44
3.4. Jumlah Sampel
Perkiraan besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus
besar sampel penelitian analisis korelatif, yaitu sebagai berikut : 43
37
38
51
Keterangan:
Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64.
Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10%, maka Zβ = 1,28.
Sedangkan nilai korelasi (r) adalah 0,4 yang didapatkan melalui uji pendahuluan
terhadap 20 orang sampel.
3.5. Kriteria Sampel
Kriteria Inklusi :
™ Usia penderita ≥ 40 tahun.
™ Penderita didiagnosa diabetes melitus tipe 2.
™ Lama menderita diabetes melitus tipe 2 ≤ 10 tahun.
™ Penderita tidak memiliki riwayat gangguan psikiatri.
™ Penderita memiliki hasil laboratorium yang menerangkan kadar
glukosa darah puasa (GDP) dan glukosa darah post prandial
(GDPP).
™ Penderita dapat berkomunikasi verbal dan berbahasa Indonesia.
™ Penderita mampu membaca dan menulis.
™ Penderita bersedia menjadi responden penelitian.
™ Penderita dirawat oleh satu atau beberapa anggota keluarganya.
39
Kriteria Eksklusi :
™ Penderita dengan diagnosis selain diabetes melitus tipe 2,
misalnya diabetes melitus tipe 1 atau diabetes melitus
gestasional.
™ Penderita memiliki riwayat penyakit kronik lain seperti
Tuberculosis, CHF, PPOK, asma dan osteoarthritis.
™ Penderita
menggunakan
insulin
dalam
pengelolaan
penyakitnya.
™ Pengelolaan penyakit dilakukan oleh penderita sendiri.
™ Penderita tidak menyelesaikan seluruh pertanyaan kuesioner
SF-36 sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi responden.
3.6. Cara Kerja Penelitian
Persiapan Penelitian
Perizinan tempat pengambilan sampel
Pengisian kuesioner generik kualitas
hidup yaitu SF-36
Pendataan kadar glukosa darah puasa
(GDP) dan kadar glukosa post prandial
Didapatkan jumlah sampel sebanyak 76 sampel, 20 orang untuk uji
pendahuluan dan 56 orang untuk uji hipotesis
Analisis Data
Kesimpulan
3.7. Variabel yang Diteliti
Variabel bebas
•
Kadar glukosa darah puasa (GDP).
•
Kadar glukosa darah post prandial (GDPP).
40
Variabel terikat
•
Kualitas hidup yang dinilai dengan kuesioner generik SF-36 yang terdiri
dari 2 skala yaitu :
1. Physical Component Score (PCS).
2. Mental Component Score (MCS).
3.8. Managemen Data
3.8.1 Pengolahan Data
Pengolahan data penelitian menggunakan SPSS, yaitu melakukan
pemeriksaan seluruh data yang terkumpul (editing), memberi angka-angka atau
kode-kode tertentu yang telah disepakati terhadap data rekam medis (coding),
memasukkan data rekam medis sesuai kode yang telah ditentukan untuk masingmasing variabel sehingga menjadi suatu data dasar (entry). Data digolongkan,
diurutkan, serta disederhanakan sehingga mudah dibaca dan diinterpretasi
(cleaning).43-44
3.8.2 Analisis Data
Analisis data meliputi analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis
univariat meliputi distribusi umur, jenis kelamin, glukosa darah puasa (GDP),
glukosa darah post-prandial (GDPP) dan kualitas hidup penderita diabetes melitus
tipe 2 yang menjadi responden penelitian.
Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji korelasi Pearson (uji
parametrik), jika memenuhi syarat. Jika tidak memenuhi syarat, maka digunakan
uji alternatif yaitu uji korelasi Spearman (uji nonparametrik). Pearson’s
correlation coefficient dan r untuk menentukan signifikan dan kekuatan hubungan
antar variabel. Nilai P < 0.05 dinyatakan bermakna secara statistik. Selain itu
disertaikan pula arah korelasi. Data ditampilkan dalam mean ± SD.43-44 Uji
statistik menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0.
41
Tabel 3.1 Panduan Interpretasi Hasil Uji Korelasi berdasarkan Kekuatan
Korelasi dan Arah Korelasi 43,44
No
Parameter
Nilai
Interpetasi
1
Kekuatan Korelasi (r)
0.00-0.199
Sangat lemah
0.20-0.399
Lemah
0.40-0.599
Sedang
0.60-0.799
Kuat
0.80-1.000
Sangat Kuat
Positif (+)
Searah yaitu semakin besar
2
Arah Korelasi
nilai satu variabel, semakin
besar
pula
nilai
variabel
lainnya
Negatif (-)
Berlawanan
semakin
besar
arah
nilai
yaitu
satu
variabel, semakin kecil nilai
variabel lainnya
BAB 4
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data primer yaitu pengisian
kuesioner kualitas hidup generik yaitu SF-36 yang dilanjutkan dengan
pengambilan data sekunder berupa hasil laboratorium yaitu kadar glukosa darah
puasa dan kadar glukosa darah post prandial di Bagian Rekam Medik RSUD
Cilegon. Penelitian dilakukan selama lima bulan yaitu dari bulan Januari 2013
sampai dengan Mei 2013. Penelitian dilakukan dengan metode consequtive
sampling. Sampel yang diambil adalah 51 orang ditambah 10% dari jumlah
sampel, sehingga total sampel penelitian berjumlah 56 orang.
4.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi
pada variabel independen dan variabel dependen yang diteliti. Analisis univariat
menggambarkan distribusi umur, jenis kelamin, kadar glukosa darah puasa
(GDP), kadar glukosa puasa post prandial (GDPP), dan kualitas hidup.
Selanjutnya hasil analisis univariat akan dijelaskan pada sub-bab berikut ini :
Tabel 4.1.1 Distribusi Umur Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD
Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Variabel
Mean
SD
Median
Modus
Min - Max
Umur
54,02
7,946
53,00
48
40 - 75
(tahun)
42
43
Hasil analisis pada tabel 4.1.1 didapatkan bahwa rata-rata umur penderita
diabetes melitus tipe 2 yang menjadi responden penelitian adalah 54,02 tahun
dengan umur termuda adalah 40 tahun dan umur tertua adalah 75 tahun.
Penelitian Isla, dkk pada tahun 2011 mengemukakan hasil yang tak jauh
berbeda, dengan rata-rata umur responden penelitian adalah 54,2 tahun.45
Poroojam,M dkk dalam sebuah penelitian diabetes melitus tipe 2 di Romania
menggambarkan rata-rata responden adalah 60 tahun.46 Hal ini menunjukkan
kecenderungan
peningkatan
prevalensi
diabetes
melitus
tipe
2
seiring
bertambahnya umur. Menurut WHO, setelah usia 30 tahun, maka kadar glukosa
darah akan naik 1-2 mg/dL/tahun pada saat puasa dan akan naik 5,6-13 mg/dL
pada 2 jam setelah makan.47 Semakin bertambah usia, maka risiko resistensi
insulin pun meningkat sehingga menyebabkan prevalensi gangguan toleransi
glukosa dan diabetes melitus tipe 2 meningkat signifikan.22,47
Tabel 4.1.2 Distribusi Jenis Kelamin Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di
RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Variabel
Kategori
Jumlah
Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki
26
46.4
Perempuan
30
53.6
56
100
Jumlah
Hasil analisis tabel 4.1.2 didapatkan bahwa dari total sampel 56 orang,
sebagian besar penderita diabetes melitus tipe 2 yang menjadi responden
penelitian adalah perempuan berjumlah 30 orang (53,6%). Penderita diabetes
melitus tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki hanya berjumlah 26 orang (46,4%).
Hal ini sesuai dengan Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 yang
menunjukan bahwa diabetes melitus lebih banyak dijumpai pada perempuan
(6,4%) dibanding laki-laki (4,9%).48 Sebuah studi cross sectional yang dilakukan
oleh Gautam di India pun menggambarkan bahwa sebagian besar penderita
diabetes melitus tipe 2 berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar
44
65%.49 Hal senada dikemukakan oleh Moraveji M bahwa 60,2% perempuan
menderita diabetes melitus tipe 2 di Iran.50
Gambar 1 Distribusi Kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Hasil analisis gambar 1 didapatkan bahwa kadar glukosa darah puasa
(GDP) rata-rata penderita diabetes melitus tipe 2 yang menjadi responden
penelitian adalah 183,88 mg/dl. Kadar glukosa darah puasa terendah adalah 83
mg/dl, sedangkan kadar tertinggi adalah 407 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa
kontrol glikemik jangka pendek di RSUD Cilegon masih jauh dari target yang
dikeluarkan oleh PERKENI tahun 2011 yaitu <100 mg/dL baik pada penderita
dengan risiko kardiovaskuler maupun penderita tanpa risiko kardiovaskuler.2
45
Gambar 2 Distribusi Kadar Glukosa Darah Post Prandial (GDPP)
pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari
2013 - Mei 2013
Hasil analisis gambar 2 didapatkan bahwa kadar glukosa darah post
prandial (GDPP) rata-rata penderita diabetes melitus tipe 2 yang menjadi
responden penelitian adalah 237,48 mg/dl. Kadar glukosa darah post prandial
terendah adalah 112 mg/dl, sedangkan kadar tertinggi adalah 498 mg/dl. Hal ini
menunjukkan bahwa kontrol glikemik jangka pendek di RSUD Cilegon masih
jauh dari target yang dikeluarkan oleh PERKENI tahun 2011 yaitu <140 mg/dL
baik pada penderita dengan risiko kardiovaskuler maupun penderita tanpa risiko
kardiovaskuler.2
46
Tabel 4.1.3 Distribusi Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus Tipe
2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Variabel
Kategori
Mean
SD
Median Modus
Min Max
Kualitas
Physical Component 42.05
hidup
Score (PCS)
Quality of
Mental Component 45.86
Life (QOL)
Score (MCS)
7.843
42.00
45
28 - 58
10.442 47.50
49
16 - 65
Gambar 3 Distribusi Kualitas Hidup Fisik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
47
Gambar 4 Distribusi Kualitas Hidup Mental Penderita Diabetes Melitus Tipe
2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Hasil analisis tabel 4.1.3 didapatkan bahwa rata-rata skor kualitas hidup
fisik penderita diabetes melitus tipe 2 yang menjadi responden penelitian adalah
42,05 dengan skor terendah adalah 28 dan skor tertinggi adalah 58. Rata-rata skor
kualitas hidup mental adalah 45,86, dengan skor terendah adalah 16 dan skor
tertinggi adalah 65.
Pada studi yang dilakukan SF-36 Coorporation, skor kualitas hidup ratarata orang sehat adalah 50, sehingga pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
kualitas hidup penderita diabetes lebih buruk daripada populasi orang sehat.40
Kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 lebih buruk daripada orang tanpa
diabetes juga digambarkan dalam penelitian Porojan,M dkk pada populasi
diabetes melitus tipe 2 di Romania.46 Hal senada diperkuat dengan penelitian Rita
pada populasi lansia di Indonesia.9 Populasi diabetes mempunyai skor yang lebih
rendah dalam semua skala baik skala fisik, psikologik, sosial dan lingkungan
dibandingkan dengan populasi sehat. Hal ini disebabkan karena diabetes melitus
tipe 2 merupakan penyakit kronik yang membutuhkan pengobatan jangka panjang
48
dan kompleks.9 Hasil analisis menggambarkan bahwa diabetes melitus tipe 2
mempunyai skor kualitas hidup fisik lebih rendah dibandingkan skor kualitas
hidup mental.
4.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui korelasi antara variabel
independen dan variabel dependen. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji
korelasi Pearson (uji parametrik), jika memenuhi syarat. Jika tidak memenuhi
syarat, maka digunakan uji alternatif yaitu uji korelasi Spearman (uji
nonparametrik). Skor P < 0.05 dinyatakan bermakna secara statistik. Pearson’s
correlation coefficient dan r untuk menentukan signifikan dan kekuatan hubungan
antar variabel. Pada penelitian ini, distribusi variabel dependen normal sehingga
digunakan uji parametrik yaitu uji korelasi Pearson.
Tabel 4.2.1 Analisis Korelasi Kadar Glukosa Darah Puasa(GDPP) dengan
Kualitas Hidup Fisik (Physical Component Score) pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Variabel
Kadar GDP
Kualitas Hidup Fisik
Nilai
r
-0,604
p-value
0,000
Interpretasi
Korelasi kuat
Hasil analisis tabel 4.2.1 antara kadar glukosa darah puasa (GDP) dan
kualitas hidup fisik menunjukkan pola negatif, artinya semakin tinggi kadar
glukosa darah puasa (GDP), maka skor kualitas hidup fisik penderita diabetes
melitus tipe 2 semakin rendah. Hubungan tersebut kuat dengan pearson’s
correlation sebesar 0,604. Hasil statistik menunjukkan p = 0,000 yang berarti P
<0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara kadar
glukosa puasa (GDP) dan kualitas hidup fisik pada penderita diabetes melitus tipe
2.
49
Tabel 4.2.2 Analisis Korelasi Kadar Glukosa Darah Puasa(GDP) dengan
Kualitas Hidup Mental (Mental Component Score) pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Variabel
Kadar GDP
Kualitas Hidup Mental
Nilai
Interpretasi
r
-0,439
Korelasi sedang
p-value
0,000
Hasil analisis tabel 4.2.2 antara kadar glukosa darah puasa (GDP) dan
kualitas hidup mental menunjukkan pola negatif, artinya semakin tinggi kadar
glukosa darah puasa (GDP), maka skor kualitas hidup mental penderita diabetes
melitus tipe 2 semakin rendah. Hubungan tersebut sedang dengan pearson’s
correlation sebesar 0,439. Hasil statistik menunjukkan p = 0,000 yang berarti P
<0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara kadar
glukosa puasa (GDP) dan kualitas hidup mental pada penderita diabetes melitus
tipe 2.
Tabel 4.2.3 Analisis Korelasi Kadar Glukosa Darah Post Prandial(GDPP)
dengan Kualitas Hidup Fisik (Physical Component Score) pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Variabel
Kadar GDPP
Kualitas Hidup Fisik
Nilai
Interpretasi
r
-0,622
Korelasi kuat
p-value
0,000
Hasil analisis tabel 4.2.3 antara kadar glukosa darah post prandial (GDPP)
dan kualitas hidup fisik menunjukkan pola negatif, artinya semakin tinggi kadar
glukosa post prandial (GDPP), maka skor kualitas hidup fisik penderita diabetes
melitus tipe 2 semakin rendah. Hubungan tersebut kuat dengan pearson’s
correlation sebesar 0,622. Hasil statistik menunjukkan p = 0,000 yang berarti P
<0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara kadar
50
glukosa post prandial (GDPP) dan kualitas hidup fisik pada penderita diabetes
melitus tipe 2.
Tabel 4.2.4 Analisis Korelasi Kadar Glukosa Darah Post Prandial (GDPP)
dengan Kualitas Hidup Mental (Mental Component Score) pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon Bulan Januari 2013 – Mei 2013
Variabel
Kualitas Hidup
Nilai
Interpretasi
r
-0,399
Korelasi lemah
p-value
0,001
Mental
Kadar GDPP
Hasil analisis tabel 4.2.4 antara kadar glukosa darah post prandial (GDPP)
dan kualitas hidup mental menunjukkan pola negatif, artinya semakin tinggi kadar
glukosa darah post prandial (GDPP), maka skor kualitas hidup mental penderita
diabetes melitus tipe 2 semakin rendah. Hubungan tersebut lemah dengan
pearson’s correlation sebesar 0,339. Hasil statistik menunjukkan p = 0,001 yang
berarti P <0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara
kadar glukosa darah post prandial dan kualitas hidup mental pada penderita
diabetes melitus tipe 2.
Glukosa darah puasa (GDP) dan glukosa darah post prandial (GDPP)
merupakan salah satu indikator kontrol glikemik, terutama di daerah rural yang
tidak memiliki fasilitas laboratorium yang memadai untuk pemeriksaan HbA1C.
Kedua indikator ini mencerminkan keadaan hiperglikemia pada penderita diabetes
mellitus tipe 2. Hiperglikemia dapat menyebabkan peningkatan stress oksidatif
pada berbagai jaringan tubuh sehingga muncul berbagai manifestasi baik langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung, keadaan hiperglikemia menyebabkan
poliuria, polidipsi, dan polifagia yang sangat mengganggu performance seorang
penderita diabetes mellitus tipe 2.
Keadaan hiperglikemia juga menyebabkan perubahan pada metabolisme
protein dan lemak. Peningkatan proteolisis menyebabkan proses glukoneogenesis
51
meningkat. Hal ini menambah kadar glukosa darah yang akhirnya tercermin pada
peningkatan glukosa darah puasa (GDP) dan glukosa post prandial (GDPP).
Selain itu, proteolisis dapat menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup baik fisik maupun mental.34
Perubahan metabolisme lemak terlihat dengan semakin banyaknya asam
lemak bebas. Peningkatan ketogenesis di hepar, pada akhirnya dapat
menyebabkan ketoasidosis karena banyaknya [H]+ yang dilepaskan sebagai
molekul sisa. Koma diabetikum dapat terjadi dan hal tersebut dapat
mempengaruhi baik kualias hidup fisik maupun mental. Koma diabetikum yang
terjadi sebagai konsekuensi kontrol glukosa darah yang buruk dapat berakibat
fatal, yaitu kerusakan otak yang irreversibel. Keadaan ini dapat menyebabkan
penurunan fungsi fisik dan mental. Kedua hal tersebut secara tidak langsung
menyebabkan penurunan pula pada kualitas hidup sosial penderita diabetes
mellitus tipe 2.34
Keadaan hiperglikemia persisten membuat kompleksitas pengobatan
bertambah. Pengobatan yang semula hanya menggunakan monoterapi dapat
ditingkatkan menjadi dual-therapy atau triple therapy. Terkadang penggunaan
insulin harus diterapkan untuk mengendalikan keadaan hiperglikemia yang terjadi.
Retriksi terhadap diet pun ditingkatkan sebagai upaya menjaga kadar glukosa
darah dalam interval normal.21 Penderita diabetes mellitus tipe 2 harus dapat
beradaptasi dengan perubahan tersebut. Pengendalian persepsi tentang kesehatan
dan penyakitnya memegang peranan penting dalam mencegah peningkatan
insiden kecemasan dan depresi yang dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup
mental.35 Penelitian yang dilakukan G.M Trovato et all menunjukkan bahwa
terdapat hubungan 2 arah antara kontrol glikemik dan tingkat stres. 51
Pada penelitian ini, kontrol glukosa darah menyebabkan penurunan
kualitas hidup fisik lebih besar dibandingkan penurunan kualitas hidup mental.
Hal ini sejalan dengan penelitian Porojan,M dkk walaupun menggunakan
parameter yang berbeda yaitu HbA1C. Pada penelitian tersebut menggambarkan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara level HbA1C yang merupakan
52
indikator kontrol glukosa darah dengan energy/fatigue yang merupakan salah satu
indikator dalam kualitas hidup fisik. ( r = -0,35; p = 0,0043).46
Penelitian lain menyebutkan hal yang berbeda. CY,Lau dkk menyebutkan
bahwa kontrol glikemik mempengaruhi kualitas hidup mental, namun tidak
mempengaruhi kualitas hidup fisik. Dalam penelitian kohort yang melibatkan
1679 pasien tersebut, penurunan 5% dari HbA1C berhubungan dengan
peningkatan 1% dari kualitas hidup mental. Namun, perubahan pada HbA1C tidak
mempengaruhi kualitas hidup fisik.39 Walaupun 2 penelitian tersebut memiliki
hasil yang berbeda, namun masing-masing penelitian menunjukkan bahwa kontrol
glukosa darah dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang penderita diabetes
melitus tipe 2, baik kualitas hidup fisik maupun kualitas hidup mental.
4.3 Keterbatasan penelitian
1.
Penelitian menggunakan desain cross sectional yang hanya
menggambarkan variabel yang diteliti, baik independen maupun
dependen pada waktu yang sama sehingga tidak bisa melihat adanya
hubungan sebab akibat.
2.
Frame sampling tidak tersedia sehingga sampel penelitian ini dipilih
secara consequetive sampling.
3.
Penelitian ini dilakukan di rural area sehingga hanya dapat
menggunakan parameter GDP dan GDPP, sedangkan gold standar
untuk pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan parameter
HbA1C.
4.
Variabel kualitas hidup mental memiliki faktor perancu yang lebih
banyak, sehingga diperlukan restriksi pada kriteria inklusi dan
eksklusi yang lebih ketat.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Pada penelitian ini, dari 56 orang penderita diabetes melitus tipe 2
diperoleh rata-rata umur adalah 54,02 tahun. Jumlah perempuan adalah 30
orang (53,6%), sedangkan laki-laki berjumlah 26 orang (46,4%).
b. Pada penelitian ini, diperoleh kadar glukosa darah rata-rata yang tidak
terkontrol. Kadar glukosa darah puasa (GDP) rata-rata penderita diabetes
melitus tipe 2 adalah 183,88 mg/dl, sedangkan kadar glukosa darah post
prandial (GDPP) rata-rata adalah 237,48 mg/dl.
c. Pada penelitian ini, diperoleh kualitas hidup fisik lebih rendah daripada
kualitas hidup mental. Rata-rata skor kualitas hidup fisik penderita
diabetes melitus tipe 2 adalah 42,05, sedangkan rata-rata skor kualitas
hidup mental adalah 45,86.
d. Semakin tinggi kadar glukosa darah puasa (GDP), semakin rendah skor
kualitas hidup fisik penderita diabetes melitus tipe 2. Hubungan tersebut
berkorelasi kuat. ( r = -0,608 ; p = 0,000)
e. Semakin tinggi kadar glukosa darah puasa (GDP), semakin rendah skor
kualitas hidup mental penderita diabetes melitus tipe 2. Hubungan tersebut
berkorelasi sedang. ( r = -0,439; p = 0,000)
f. Semakin tinggi kadar glukosa darah post prandial (GDPP), semakin
rendah skor kualitas hidup fisik penderita diabetes melitus tipe 2.
Hubungan tersebut berkorelasi kuat. ( r = -0,622 ; p = 0,000)
g. Semakin tinggi kadar glukosa darah post prandial (GDPP) yang lebih
tinggi, semakin rendah skor kualitas hidup mental penderita diabetes
melitus tipe 2. Hubungan tersebut berkorelasi lemah. ( r = -0,339; p =
0,001)
55
56 5.2 Saran
a. Masyarakat umum
Disarankan kepada penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon
untuk selalu menjaga kontrol glukosa darah dalam interval normal.
Penderita disarankan juga rutin melakukan pemeriksaan glukosa darah di
rumah sakit. Hal ini dimaksudkan agar kualitas hidup penderita diabetes
melitus tipe 2 baik secara fisik maupun mental dapat ditingkatkan.
b. Rumah Sakit
Pengelolaan diabetes melitus tipe 2 yang lebih intensif agar kontrol
glukosa darah baik jangka pendek maupun jangka panjang pada penderita
diabetes melitus tipe 2 di RSUD Cilegon dapat lebih baik. Penilaian
terhadap kualitas hidup penderita pun penting dilakukan secara berkala
sehingga management pengelolaan lebih komprehensif meliputi faktor
fisik, mental, maupun sosial.
c. Peneliti
Penelitian tentang hubungan kontrol glukosa darah dengan kualitas hidup
penderita diabetes melitus tipe 2 sebaiknya menggunakan studi kohort,
karena studi kohort merupakan metode yang paling baik dalam
menerangkan dinamika hubungan. Selain itu parameter kontrol glukosa
darah sebaiknya menggunakan kontrol jangka panjang yaitu pengukuran
HbA1C, terutama bila dilakukan di daerah urban atau perkotaan yang
memiliki fasilitas laboratorium yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. WHO Indonesia 2007-2011. WHO Online [cited
2012 12 10. Available from: http://www.ino.searo.who.int/en/Section3.htm
2. PERKENI. Buku Pedoman Konsensus Pengelolahan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia Indonesia. PERKENI. 2011.
3. Kasper, D.L., Braunwald,E., Fauci, AS., Diabetes Mellitus : In Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA:McGraw Hill. 2005.
4. Delamater, A.M. Clinical Use of Hemoglobin A1c to Improve Diabetes
Management. Clinical Diabetes Journal. 2006:24;1-6.
5. American Diabetes Asociation. Diagnosis and Clasification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care Journal. 2010.
6. Tran, Huy A., Silva,D., and Petrovsky, N. Case Study: Potential Pitfalls of
Using Hemoglobin A1c as the Sole Measure of Glycemic Control. Clinical
Diabetes Journal. 2004:22;34-5.
7. Isa B.A., Baiyewu,O. Quality of Life Patient With Diabetes Mellitus in a
Nigerian Teaching Hospital. Hongkong Journal Psychiatry. 2006:16;27-33.
8. Solli,O., Staven,K., and Kristiansen,LS. Health-related Quality of Life in
Diabetes: The Associations of Complications with EQ-%D scores. Health and
Quality of Life Outcomes. 2010.
9. Khairani, R. Prevalensi Diabetes Mellitus dan Hubungannya dengan Kualitas
Hidup Lanjut Usia di Masyarakat. Univmed. 2007.
10. Abhinav,K., Amber, L.Bush., Jswint. M., Fleschler P.M., Street.R Jr., Aanand
D Nai. Hemoglobin A1c Improvements and Better Diabetes-Specific Quality
of Life among Participants Completing Diabetes Self Management Programs:
A Nested Cohort Study. Health and Quality of Life Outcomes. 2012.
11. Dinas Kesehatan Propinsi Banten. Profil Kesehatan Kota Cilegon Tahun
2010. Available from: http://www.dinkes.bantenprov.go.id/files/67narasi-64tabel.pdf
57
58 12. Dinas Kesehatan Kota Cilegon. Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon Tahun Anggaran 2010- 2011. Cilegon. 2011.
13. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes 2013.
Diabetes Care Journal, Volume 36, Supplement 1, January. 2013.
14. Purnamasri,D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In Sudoyo AW,et
all. Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2007;1880-83.
15. Suyono,S. Diabetes Melitus di Indonesia. In Sudoyo d. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.
2007;1874-76.
16. Guyton, A., C,Hall., Jhon,E. Textbook of Medical Physiology 11st Edition.
Philadelphia : Elsivier Saunders. 2006.
17. Murray,RK., Bender,DA., Botham,KM., Kennelly,PJ. Harper’s Illustrated
Biochemistry 28th Edition. USA: Mc Graw Hill Lange. 2009.
18. Manaf, A. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. In Sudoyo d.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI. 2007;1890-95.
19. Ward, W.K., Beard, J.C., Halter, J.B., Pfeifer M.A., Porte,D.Jr. Pathology of
Insulin Secretion in Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus. Diabetes Care
Journal. 1984;491-502.
20. Price A.Sylvia. Patofisiologi Jilid 2 Edisi 6. Jakarta: EGC. 2003.
21. American Association of Clinical Endocrinologists. Medical Guidelines for
Clinical Practice for Developing a Diabetes Mellitus Comprehensive Care
Plan. Endocr Practice. 2011.
22. Soegondo,S., Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2009.
23. Hardjoeno. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Makassar :
Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. 2003;239-42.
24. Park, K. Park’s Textbook of Preventive and Social Medicine 17th Edition.
Jabalpur: Banarsidas Bhanot Publisher. 2002.
59 25. Mc Dowell, I. & Newell, C. Measuring Health : A Guide To Rating Scales
and Questionnaires. 2nd Edition. New York: Oxford University Press. 1996.
26. World Health Organization. The First Ten Years of the World Health
Organization. Genewa: WHO. 1958.
27. King,C.R., Hinds,P., Dow,K.H. The Nurse’s Relationship-base Perceptions of
Patient Quality of Life. Oncology Nursing Forum. 2002;118-26.
28. WHO. Introducing the WHOQOL Instruments. 2004.
29. Richard,R., Mark, Peyrot., Quality of Life and Diabetes Mellitus. Diabetes
Metabolism Research and Review. 1999:15;205-18.
30. Mandagi, A.M. Faktor yang Berhubungan dengan Status Kualitas Hidup
Penderita Diabetes Melitus, Studi di Puskesmas Pakis Kecamatan Sawahan
Kota Surabaya. Perpustakaan Digital Universitas Airlangga. 2010.
31. Rifki, N.N. Penatalaksanaan Diabetes dengan Pendekatan Keluarga, dalam
Sidartawan,S, Pradana,S., & Imam,S. Penatalaksanaan Diabetes Terpadu.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009;217-29.
32. Goz,F., Karaoz,S., Goz,M., Ekiz,S., & Cetin.I. Effect of The Diabetic
Patient’s Perceived Social Support on their Quality of Life. Journal of Clinical
Nursing, 16. 2007;1353-60.
33. Wu, S.F.V. Effectiveness of Self Management for Person with Type 2
Diabetes following The Implementation of a Self-efficacy Enhancing
Intervention Program in Taiwan. Queensland: Queensland University of
Technology. 2007.
34. Silbernagl, S., Lang,F. Color Atlas of Pathophysiology. New York : Thieme.
2000.
35. W. Zhaoa., Y. Chena., M. Lina., R.J. Sigal. Association between Diabetes and
Depression : Sex and Age Differences. Journal of Public Health-Elsevier.
2006;696–704.
36. Testa, Ma., Simonson, DC. Assessment of Quality-of-Life Outcomes. New
England Journal of Medicine. 1996:835-40.
60 37. Felicia,H., Tiffany,L., Kesha,BR., Frederick L. Thirty-Six–Item Short-Form
Outcomes Following a Randomized Controlled Trial in Type 2 Diabetes.
Diabetes Care. 2005: 8;28-32.
38. Alireza, J., Fazlollah, G., Masoud, K., Maryam, V., Alireza,H., and Alireza, S.
Can Quality of Life Questionnaires be Used in Diabetics to Assess the
Relation between HbA1c and Patients’ Domain Aspects? Acta Medica
Iranica. 2011:49;4-8.
39. Lau,CY., Qureshi, AK., Scott, SG. Association between Glycaemic Control
and Quality of Life in Diabetes Mellitus. J Postgrad Med September Vol 50
Issue 3 University of California. 2004.
40. Rand Corporation, Ware J. The Short Form-36 Health Survey. Dalam Mc
Dowell I, NewellC,eds. Measuring Health. A Guide to Rating Scales and
Questionnaires, 2nded. New York : Oxford University Press, 1996:446-61.
41. Ware, J.E., Sherbourne, C.D. The MOS 36 Item Short Form Health Survey
(SF-36).I Conceptual Framework & Item Selection. Med Care. 1992:473-83.
42. Rahmawan, A. Kualitas Hidup Penderita Karsinoma Nasofaring Pasca
Terapi: Perbandingan antara yang Mendapat Radioterapi dengan Kombinasi
Radioterapi ditambah Kemoterapi.. Tesis, Bag. Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. 2004.
43. Dahlan, Sopiyudin M. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel 2nd Ed.
Jakarta: Salemba Medika. 2009.
44. Dahlan, Sopiyudin M. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 3rd Edition.
Jakarta: Salemba Medika. 2009.
45. Isla, Pilar. Living with diabetes: Quality of Care and Quality of Life. Patient
Preference and Adherence. 2011;65–72.
46. Porojan,M., Laura Poanta, D.L., Dumitrascu. Assessing Health Related
Quality of Life in Diabetic Patients. ROM.J.INTERN.MED. 2012:27–31.
47. Ramadhanisa,Aqsha., Larasati, TA., Mayasari, Diana. Hubungan Aktifitas
Fisik dengan Kadar HbA1C Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Laboratorium
61 Patologi Klinik RSUD dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medical Journal
of Lampung University Vol 2 No 4, Februari. 2013.
48. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesi. 2008.
49. Gautam,Y., Sharma,A.K, Agarwal, A.K. Bhatnagar,M.K.,& Trehan, R.R.. A
Cross Sectional Study of QOL of Diabetic Patient at Tertiary Care Hospital in
Delhi. Indian Journal of Community Medicine. 2009:346-50.
50. Moraveji M., Soleiman Nezhad N.,and Bazarghan M., Nouri A. Quality of life
and its Dimensions among The Type 2 Diabetes Patients Referred to The
Diabetes Center of Zanjan University of Medical Science (Vali-e-Asr
Hospital). International Research Journal of Applied and Basic Sciences.
2012:3;842-47.
51. G.M. Trovato, D., Catalano, G.F., Martines, D., Spadaro,D., Di Corrado, V.,
Crispi, G., Garufi, S., and Di Nuovo. Psychological Stress Measure in Type 2
Diabetes. European Review for Medical and Pharmacological Sciences.
2006;69-74.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama
:
Maizan Khairun Nissa
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Tempat,Tanggal Lahir
:
Serang 24 Mei 1992
Status
:
Belum Menikah
Agama
:
Islam
Alamat
:
Jl Pierre Tendean No 100, Masigit, Cilegon - Banten
Nomor Telepon/HP
:
08561393451
Email
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1997 – 1998
:
Taman Kanak-Kanak Al-Islah Cilegon
1998 – 2004
:
SD Negeri 2 Cilegon
2004 – 2007
:
SMP Negeri 1 Cilegon
2007 – 2010
:
SMA Negeri 21 Jakarta
2010 – Sekarang
:
Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
KARYA TULIS dan ARTIKEL ILMIAH
1. Pemanfaatan Epigallocatechin Gallate Pada Teh Hijau (Camellia sinensis) dalam
Menghambat Laju Perkembangan HIV Pada Penderita HIV/AIDS
2. Potensi Pengembangan Fenestrated Endovascular Repair (FEVAR) sebagai
Modifikasi Minimal Invasive Surgery Pada Tatalaksana Aneurisma Aorta
Abdominal di Indonesia
3. Fenestrated Endovascular Repair (FEVAR) sebagai Solusi Alternatif Pencegahan
Ruptur Aneurisama Aorta Abdominal Juxtarenal
UJI PENDAHULUAN – NILAI R
NILAI KORELASI GDP – PCS
NILAI KORELASI GDP – MCS
NILAI KORELASI GDPP – PCS
NILAI KORELASI GDPP – MCS
LAMPIRAN
DISTRIBUSI / UNIVARIAT
UMUR
JENIS KELAMIN
GLUKOSA DARAH PUASA (GDP)
GLUKOSA DARAH POST PRANDIAL / GDPP
KUALITAS HIDUP FISIK ( PHYSICAL COMPONENT SCORE / PCS)
KUALITAS HIDUP MENTAL ( MENTAL COMPONENT SCORE / MCS)
CONTOH PRINT OUT HASIL PENGUKURAN KUALITAS HIDUP OLEH
SOFTWARE SF-36
SKORING MANUAL SF-36
Nomor dari tiap pertanyaan
Jumlah jawaban asli
Nilai yang telah ditentukan
1, 2, 20, 22, 34, 36
1
2
3
4
5
100
75
50
25
0
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12
1
2
3
0
50
100
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19
1
2
0
100
21, 23, 26, 27, 30
1
2
3
4
5
6
0
20
40
60
80
100
24, 25, 28, 29, 31
1
2
3
4
5
6
0
20
40
60
80
100
32, 33, 35
1
2
3
4
5
0
25
50
75
100
Jumlah rata-rata dari delapan sub-variabel
Sub variabel
Fungsi fisik
Jumlah Pertanyaan
10
Nomor Pertanyaan
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12
Keterbatasan fisik
4
13, 14, 15, 16
Nyeri tubuh
2
21, 22
Kesehatan secara umum
6
1, 2, 33, 34, 35, 36
Vitalitas
4
23, 27, 29, 31
Fungsi sosial
2
20, 32
Keterbatasan Emosional
3
17, 18, 19
Kesehatan mental
5
24, 25, 26, 28, 30
16
Part I: Introduction
Figure 2.1 SF-36v2® Health Survey Measurement Model
Items
Items
Scales Scales Component Summary Measures
Component
3a. Vigorous Activities
Summary
Measures
3b. Moderate Activities
3c. Lift, Carry Groceries
3d. Climb Several Flights
3e. Climb One Flight
Physical Functioning
(PF)
3f. Bend, Kneel
3g. Walk Mile
3h. Walk Several
Hundred Yards
3i. Walk One
Hundred Yards
Bathe, Dress
Dress
3j. Bathe,
4a. Cut Down Time
4b. Accomplished Less
Role -Physical (RP)
(RP)
Role-Physical
4c. Limited in Kind
4d. Had Difficulty
Physical
Health
7. Pain -Magnitude
Bodily Pain (BP)
8. Pain --Interference
1. EVGFP Rating
11a. Sick Easier
11b. As Healthy
General Health (GH)
11c. Health To Get Worse
11d. Health Excellent
9a. Full of
Life
9e. Energy
9g. Worn Out
Vitality (VT)
9i. Tired
6. Social-Extent
10. Social-Time
Social Functioning (SF)
Mental
Health
5a. Cut Down Time
5b. Accomplished Less
Role-Emotional (RE)
5c. Less Careful
9b. Nervous
9c. Down in Dumps
9d. Peaceful
Mental Health (MH)
9f. Depressed/
9f.
Downhearted
Downhearted/
D
d
9h. Happy
Note. All health domain scales contribute to the scoring of both the Physical and Mental Component Summary measures. Scales contributing most to the
scoring of the summary measures are indicated by a connecting solid line (––). Scales contributing to the scoring of the summary measures to a lesser
degree are indicated by a dotted line (······).
16
02chap02.pmd
Table 2.1 An excerpt from the User's Manual for the SF-36v2 Health Survey
16
2/28/2008, 11:52 AM
DATA RESPONDEN
NAMA
Jenis Kelamin
Umur GDP
GDPP PCS
MCS
Ny. Ry
Perempuan
54.0
83.0
179.0 45.0
47.0
Ny. Su
Perempuan
45.0
290.0 316.0 35.0
27.0
Ny. Sly
Perempuan
56.0
139.0 192.0 39.0
35.0
Tn. Hsb
Laki - laki
71.0
237.0 334.0 40.0
46.0
Tn. Ub
Laki - laki
57.0
128.0 196.0 40.0
41.0
Tn. Tt
Laki - laki
55.0
143.0 183.0 46.0
49.0
Ny. Ww
Perempuan
40.0
186.0 324.0 45.0
59.0
Tn. Shw
Laki - laki
53.0
178.0 307.0 47.0
53.0
Tn. MM
Laki - laki
63.0
138.0 164.0 33.0
46.0
Tn. Fdu
Laki - laki
48.0
186.0 369.0 28.0
16.0
Tn. Smn
Laki - laki
43.0
90.0
174.0 40.0
56.0
Tn. Ars
Laki - laki
45.0
154.0 244.0 41.0
53.0
Tn. Msr
Laki - laki
48.0
158.0 188.0 45.0
56.0
Ny. Ist
Perempuan
52.0
161.0 184.0 47.0
59.0
Tn. Jnd
Laki - laki
42.0
126.0 140.0 48.0
52.0
Ny. Hspa
Perempuan
59.0
201.0 304.0 30.0
65.0
Ny. Suh
Perempuan
56.0
226.0 304.0 39.0
52.0
Tn. Mhri
Laki - laki
52.0
130.0 160.0 42.0
33.0
Tn. MA
Laki - laki
65.0
114.0 244.0 47.0
58.0
Ny. Srfa
Perempuan
53.0
191.0 280.0 58.0
55.0
Ny. Srm
Perempuan
69.0
275.0 303.0 28.0
33.0
Ny. Mtyn
Perempuan
45.0
238.0 262.0 41.0
33.0
Ny. Jhry
Perempuan
47.0
241.0 265.0 46.0
45.0
Ny. Fth
Perempuan
56.0
407.0 498.0 33.0
42.0
Ny. Hdah
Perempuan
49.0
107.0 154.0 45.0
59.0
Tn. Spr
Laki - laki
52.0
250.0 273.0 36.0
32.0
Tn. Sbli
Laki - laki
64.0
232.0 245.0 33.0
43.0
Ny. Ftmh
Perempuan
42.0
122.0 135.0 51.0
48.0
Ny. Jhri
Perempuan
46.0
230.0 253.0 45.0
40.0
Tn. Mui
Laki - laki
60.0
103.0 175.0 41.0
49.0
Ny. Mrsi
Perempuan
75.0
149.0 196.0 40.0
40.0
Ny. Jfnh
Perempuan
50.0
159.0 176.0 43.0
53.0
Tn. Suj
Laki - laki
65.0
247.0 272.0 42.0
48.0
Tn. Abd
Laki - laki
59.0
287.0 315.0 40.0
43.0
Ny. Eld
Perempuan
58.0
228.0 286.0 37.0
40.0
Tn. Syf
Laki - laki
48.0
221.0 321.0 38.0
24.0
Tn. Ddu
Laki - laki
50.0
116.0 190.0 47.0
45.0
Tn. Gsm
Laki - laki
47.0
108.0 127.0 58.0
62.0
Ny. Wrt
Perempuan
51.0
326.0 365.0 39.0
38.0
Ny. Isn
Perempuan
43.0
112.0 135.0 58.0
54.0
Ny. Nno
Perempuan
60.0
291.0 337.0 33.0
59.0
Ny. Dde
Perempuan
58.0
94.0
201.0 49.0
54.0
Ny. Str
Perempuan
62.0
215.0 246.0 45.0
32.0
Ny. Dr
Perempuan
54.0
345.0 408.0 31.0
33.0
Ny. Rmy
Perempuan
55.0
265.0 326.0 34.0
36.0
Tn. Skm
Laki - laki
55.0
326.0 398.0 28.0
38.0
Tn. Ahd
Laki - laki
51.0
99.0
128.0 58.0
49.0
Ny. Stu
Perempuan
50.0
89.0
112.0 58.0
49.0
Tn. Asl
Laki - laki
65.0
178.0 216.0 43.0
47.0
Ny. Amn
Perempuan
58.0
113.0 142.0 46.0
49.0
Tn. Shei
Laki - laki
51.0
126.0 152.0 52.0
49.0
Ny. Sum
Perempuan
48.0
102.0 115.0 48.0
54.0
Tn. Hus
Laki - laki
65.0
299.0 352.0 35.0
41.0
Ny. Hay
Perempuan
48.0
107.0 152.0 45.0
53.0
Tn. Muc
Laki - laki
65.0
122.0 140.0 31.0
34.0
Ny. Sup
Perempuan
47.0
109.0 142.0 43.0
62.0
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Saya yang bernama Maizan Khairun Nissa/1110103000086 adalah
mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini
sedang melakukan penelitian tentang “Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan
Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Cilegon”. Penelitian
ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir sebagai
persyaratan meraih gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked). Untuk keperluan tersebut, saya
mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dimana
penelitian ini tidak akan memberi dampak yang membahayakan. Jika Bapak/Ibu
bersedia, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan
apa adanya demi ketepatan data dan analisis penelitian.
Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga
Bapak/Ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun.
Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya akan
dipergunakan dalam penelitian ini. Kesediaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini penting
peranannya dalam evaluasi kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD
Cilegon demi peningkatan kualitas pelayanan yang lebih yang komperhensif di masa
mendatang. Silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti
kesukarelaan Bapak/Ibu. Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini.
Cilegon,
Peneliti
Maizan Khairun Nissa
2013
Responden
(Nama Lengkap & No Telp/HP)
Kesehatan Dan Kesejahteraan Anda
Kuesioner ini akan meminta pendapat anda mengenai kesehatan anda.
Informasi yang anda berikan akan membantu kami mengikuti perubahan dan
perkembangan perasaan anda dan seberapa jauh anda mampu melakukan
aktivitas sehari-hari anda. Terima kasih atas kesediaan anda untuk
menyelesaikan survei ini!
Untuk setiap pertanyaan berikut, tolong berikan tanda
kotak yang paling sesuai dengan jawaban anda.
dalam salah satu
1. Secara umum, anda akan mengatakan kesehatan anda berada pada
kondisi:
Luar biasa
baik
1
Sangat baik
2
Baik
3
Lumayan
4
Buruk
5
2. Dibandingkan dengan keadaan satu tahun yang lalu, bagaimana penilaian
anda mengenai kesehatan anda secara umum sekarang?
Jauh lebih
baik sekarang
daripada satu
tahun yang
lalu
1
Agak lebih
baik sekarang
daripada satu
tahun yang
lalu
2
Kurang lebih
sama dengan
satu tahun
yang lalu
3
Agak lebih
buruk
sekarang
daripada satu
tahun yang
lalu
4
Jauh lebih
buruk
sekarang
daripada satu
tahun yang
lalu
5
SF-36v2™ Health Survey  2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
3. Pertanyaan-pertanyaan berikut berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
mungkin bisa anda lakukan pada hari-hari biasa. Apakah kesehatan anda
sekarang membatasi anda dalam menjalankan kegiatan tersebut? Jika ya,
seberapa banyak?
Ya, sangat Ya, agak Tidak, sama
membatasi membatasi sekali tidak
membatasi
Aktivitas yang berat, seperti misalnya berlari,
mengangkat barang berat,
mengikuti olahraga yang berat ...............................................
1
.............
2
.............
3
Aktivitas yang menengah, seperti misalnya
memindahkan meja, menyapu/mengepel
lantai, berenang, atau bersepeda ............................................
1
.............
2
.............
3
Mengangkat atau menjinjing barang
belanja kebutuhan sehari-hari ................................................
1
.............
2
.............
3
d
Naik tangga sebanyak beberapa lantai ..................................
1
.............
2
.............
3
e
Naik tangga sebanyak satu lantai ..........................................
1
.............
2
.............
3
Membungkuk, berlutut, atau
membungkukkan badan .........................................................
1
.............
2
.............
3
g
Berjalan lebih dari satu kilometer ..........................................
1
.............
2
.............
3
h
Berjalan beberapa ratus meter ...............................................
1
.............
2
.............
3
i
Berjalan seratus meter ...........................................................
1
.............
2
.............
3
j
Mandi atau berpakaian sendiri ...............................................
1
.............
2
.............
3
a
b
c
f
SF-36v2™ Health Survey  2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
4. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda pernah mengalami
masalah-masalah berikut ini berkaitan dengan pekerjaan anda atau
kegiatan-kegiatan sehari-hari anda yang lain sebagai akibat dari kesehatan
fisik anda?
Selalu
a
b
c
d
Hampir
selalu
Kadangkadang
Jarang
Tidak
pernah
Mengurangi jumlah waktu yang anda
pergunakan untuk bekerja atau
melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.........
1
.........
2
..........
3
............
4
...........
5
Mencapai hasil yang lebih sedikit
daripada yang anda inginkan ......................
1
.........
2
..........
3
............
4
...........
5
Membatasi jenis pekerjaan atau
aktivitas yang bisa anda lakukan ................
1
.........
2
..........
3
............
4
...........
5
Mengalami kesulitan untuk
melakukan pekerjaan atau kegiatan
yang lain (sebagai contoh, membuat
anda harus berusaha lebih keras) ................
1
.........
2
..........
3
............
4
...........
5
5. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda pernah mengalami
masalah-masalah berikut ini berkaitan dengan pekerjaan anda atau
kegiatan-kegiatan sehari-hari anda yang lain sebagai akibat dari masalahmasalah emosional (seperti merasa depresi atau cemas)?
Selalu
a
b
c
Hampir Kadang- Jarang
selalu
kadang
Tidak
pernah
Mengurangi jumlah waktu yang anda
pergunakan untuk bekerja atau
melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.............
1
..........
2
.........
3
........
4
..........
5
Mencapai hasil yang lebih sedikit
daripada yang anda inginkan ..........................
1
..........
2
.........
3
........
4
..........
5
Melakukan pekerjaan atau kegiatankegiatan lainnya secara kurang hati-hati
dibandingkan biasanya....................................
1
..........
2
.........
3
........
4
..........
5
SF-36v2™ Health Survey  2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
6. Selama 4 minggu terakhir, sejauh mana kondisi kesehatan fisik atau
masalah-masalah emosional telah mengganggu aktivitas sosial anda yang
normal dengan keluarga, teman-teman, tetangga, atau kelompok anda?
Sama sekali
tidak
Agak
1
Cukup
2
Banyak
3
Sangat
4
5
7. Seberapa banyak rasa nyeri secara fisik anda alami selama 4 minggu
terakhir?
Tidak ada
1
Sangat
ringan
Ringan
2
Sedang
3
Parah
4
Sangat
parah
5
6
8. Selama 4 minggu terakhir, sejauh mana rasa nyeri mengganggu pekerjaan
normal anda (baik pekerjaan di luar rumah maupun pekerjaan rumah
tangga)?
Sama sekali
tidak
1
Agak
2
Cukup
3
Banyak
4
Sangat
5
SF-36v2™ Health Survey  2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
9. Pertanyaan-pertanyaan berikut berkaitan dengan apa yang anda rasakan
dan bagaimana keadaan anda dalam 4 minggu terakhir. Untuk setiap
pertanyaan, mohon anda memilih satu jawaban yang paling mendekati apa
yang anda rasakan. Seberapa sering selama 4 minggu terakhir ini…
Selalu
Kadangkadang
Jarang
Tidak
pernah
Apakah anda merasa penuh semangat
dalam menjalani kehidupan? .......................
1
........
2
..........
3
..........
4
..........
5
Pernahkah anda sangat gelisah? ....................
1
........
2
..........
3
..........
4
..........
5
Pernahkah anda merasa sedemikian
putus asa hingga tidak ada sesuatupun
yang dapat membuat anda ceria? ...................
1
........
2
..........
3
..........
4
..........
5
Pernahkah anda merasa tenang
dan penuh damai? ..........................................
1
........
2
..........
3
..........
4
..........
5
Apakah anda memiliki banyak energi?..........
1
........
2
..........
3
..........
4
..........
5
Pernahkah anda merasa patah semangat
dan depresi? ...................................................
1
........
2
..........
3
..........
4
..........
5
g
Apakah anda merasa kehabisan tenaga?........
1
........
2
..........
3
..........
4
..........
5
h
Pernahkah anda merasa bahagia? ..................
1
........
2
..........
3
..........
4
..........
5
i
Apakah anda merasa lelah? ...........................
1
........
2
..........
3
..........
4
..........
5
a
b
c
d
e
f
10.
Hampir
selalu
Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering kesehatan fisik atau masalahmasalah emosional mengganggu aktivitas-aktivitas sosial anda (seperti
berkunjung pada teman, kerabat, dll.)?
Selalu
1
Hampir
selalu
2
Kadangkadang
3
Jarang
4
Tidak
pernah
5
SF-36v2™ Health Survey  2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
11. Seberapa BENAR atau SALAHkah setiap pernyataan-pernyataan berikut
ini menurut anda?
Pasti benar
a
b
c
d
KeTidak tahu
banyakan
benar
Kebanyakan
salah
Pasti salah
Saya tampaknya sedikit lebih
mudah jatuh sakit dibandingkan
orang lain .........................................
1
..............
2
.............
3
...............
4
..............
5
Saya sama sehatnya dengan
seseorang yang saya kenal...............
1
..............
2
.............
3
...............
4
..............
5
Saya merasa bahwa kesehatan
saya akan semakin buruk.................
1
..............
2
.............
3
...............
4
..............
5
Kondisi kesehatan saya luar
biasa baik ........................................
1
..............
2
.............
3
...............
4
..............
5
Terima kasih atas kesediaan Anda menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini!
SF-36v2™ Health Survey  2006 Health Assessment Lab, Medical Outcomes Trust and QualityMetric Incorporated. All rights reserved.
SF-36® is a registered trademark of Medical Outcomes Trust.
(IQOLA SF-36v2 Standard, Indonesia (Bahasa Indonesia))
Download