faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kayu lapis - e

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KAYU LAPIS
INDONESIA KE JEPANG
DENI ISWANTO
02610/2008
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
WISUDA PERIODE 96 MARET 2013
1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KAYU LAPIS
INDONESIA KE JEPANG
Deni Iswanto
Jurnal Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang
([email protected])
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauhmana pengaruh produksi, pendapatan negara
tujuan, kurs dan dummy kebijakan pemerintah terhadap ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang. Alat
analisis yang di gunakan adalah analisi linier berganda. Data penelitian ini adalah time series karena data
yang dikumpulkan adalah dari tahun 1980-2010. Hasil penelitian berdasarkan analisis linier berganda
bahwa produksi berpengaruh signifikan dan positif terhadap Ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang,
pendapatan negara tujuan berpengaruh signifikan dan positif terhadap ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang, Kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap Ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang dan dummy
kebijakan pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang
Oleh karena itu dalam meningkatkan jumlah ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang perlu adanya campur
tangan pemerintah dalam membuat kebijakan dan pengawasan yang ketat terhadap praktek pembalakan
liar (illegal logging), penyelundupan kayu gelondongan, penanaman kembali hutan yang gundul maupun
budidaya tanaman hutan untuk keperluan industri agar bahan baku untuk kayu lapis tetap tersedia, karena
ekspor dan produksi sangat berkaitan erat dengan ketersediaan bahan baku kayu lapis.
Kata Kunci : Produksi, pendapatan negara tujuan, kurs.
ABSTRACT
This study aims to analyze how far the effect of production, income country, the exchange rate
and the dummy government policy towards Indonesia's plywood exports to Japan. The analytical tool
used is linear regression analysis. The data of this study are time series because the data collected is from
the year 1980-2010. The results of linear regression analysis that the production of a significant and
positive impact on Indonesia's plywood exports to Japan, a country significant revenue and positive
impact on Indonesia's plywood exports to Japan, the exchange rate had no significant effect Indonesian
plywood exports to Japan and the government's policy dummy positive and significant impact on
Indonesia's plywood exports to Japan is therefore in increasing the number of Indonesia's plywood
exports to Japan, the need for government intervention in policy making and tight control over illegal
logging (illegal logging), smuggling of timber, replanting deforested and forest crops for industrial raw
materials in order to keep the plywood is available, as exports and production are closely related to the
availability of raw material for plywood.
Keywords: Labor demand, output, investment.
1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang sangat di
untungkan karena kaya akan sumber daya alam.
Sebahagian besar hutan tropis dunia ada di
Indonesia. Dalam hal luasnya hutan tropis,
Indonesia menempati urutan ke 3 terluas di dunia
setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo.
Dengan mempunyai hutan yang luas, menjadikan
Indonesia sebagai negara terpenting penghasil
berbagai kayu bulat tropis. Kayu yang dihasilkan
antara lain kayu gergajian, kayu lapis dan hasil
kayu lainya, serta pulp untuk pembuatan kertas.
Menyadari akan kekayaan sumber daya
alam yang dimiliki Indonesia, pada masa orde
baru, pemerintah menggalakan ekspor non migas
dalam hal penerimaan negara. Pemerintah terus
berupaya mendukung industri pengolahan kayu
agar dapat berkembang dan menghasilkan
komoditi ekspor. Keinginan dan keseriusan
pemerintah dalam meningkatkan kontribusi
sektor kehutanan terbukti dari dikeluarkannya UU
No. 5 tahun 1967 yang menjadikan industri
pengolahan
kayu
sebagai
penopang
perekonomian negara.Sejak dikeluarkannya UU
No. 5 tahun 1967, peran Indone sia berubah
drastis dalam bisnis perkayuan, terutama kayu
lapis dunia. Komoditi kayu lapis merupakan yang
terbesar dalam meningkatkan penerimaan negara,
karena produksi dan ekspornya meningkat dengan
pesat. Sebelum periode krisis, kayu lapis dan
kayu olahan lainya selalu menjadi motor ekspor
non migas, karena nilai ekspornya selalu
meningkat setiap tahun. Pemerintah juga
mengeluarkan kebijakan larangan ekspor kayu
bulat pada periode 1985 sampai 1997 yang
disusul oleh kebijakan larangan kembali melalui
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menhut No.
1132 / Kpts – II / 2001 dan Menperindag No. 292
/ MPP / Kep /1 0/ 2001 yaitu menciptakan nilai
tambah pada produk kayu lapis melalui larangan
ekspor kayu bulat.
Beberapa kebijakan pemerintah itu telah
mendorong perkembangan industri kayu dan
produk kayu lapis. Pada tahun 1989 keluar
peraturan mengenai kenaikan pajak ekspor kayu
gergajian sehinga mulai tahun 1990 ekspor kayu
gergajian turun sekali tetapi ekspor kayu lapis
terus meningkat dengan dan menjadi salah satu
2
komoditi ekspor ungulan dalam sektor kehutanan.
Dalam perkembangan selanjutnya industri kayu
lapis menjadi salah satu penyumbang devisa
terbesar di sektor non migas bersama-sama
dengan tekstil.
Dewasa ini industri kayu lapis Indonesia
menghadapi berbagai kendala yang menghambat
perkembanganya, diantaranya adalah kesulitan
pasokan bahan baku yang disebabkan oleh
maraknya illegal logging yang terjadi di
Indonesia. Dimana kayu dalam negeri di gunakan
oleh negara competitor untuk memproduksi kayu
lapis dengan harga lebih murah, sehinga
menyebabkan produksi kayu lapis Indonesia terus
mengalami penurunan. Penurunan produksi kayu
lapis ini berpengaruh terhadap perekonomian
Indonesia, penurunan produksi kayu lapis
berakibat pada penurunan ekspor kayu lapis,
sehinga menguranggi cadangan devisa negara.
Apabila cadangan devisa menurun, dana untuk
pembangunan menjadi berkurang terutama dalam
hal impor barang, dan pada akhirnya
pertumbuhan ekonomi akan menurun.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh produksi, pendapatan
negara tujuan dan kurs secara bersama-sama
terhadap ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang.
TINJAUAN TEORITIS
Teori Perdagangan Internasional
Ada beberapa faktor yang mendorong
timbulnya perdagangan internasional (eksporimpor) suatu negara dengan negara lain, yaitu
keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi
ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi
kegiatan pembangunan, tidak semua negara
mampu menyediakan kebutuhan masyarakat,
serta akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam
menghasilkan
komoditi
tertentu.
Teori
Perdagangan Internasional menganalisa tentang
dasar-dasar terjadinya perdagangan antar negara,
arus barang dan jasa, kebijakan yang diarahkan
pada pengaturan arus perdagangan serta
pengaruhnya terhadap kesejahteraan negaranegara yang terlibat. Teori perdagangan
internasional juga menunjukkan ke untungan
yang dapat diperoleh masing-masing negara
dengan adanya perdagangan internasional
(Salvatore, 1997).
Teorema Heckscher-Ohlin menyatakan
bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor
produksi yang relatif melimpah dan murah di
negara itu dan dalam waktu yang bersamaan ia
akan mengimpor komoditi yang produksinya
memerlukan sumber daya yang relatif langka dan
mahal di negara itu (Salvatore, 1997). Proses
perdagangan internasional yang timbul sebagai
akibat perbedaan tersebut, juga dapat disebabkan
karena adanya perbedaan antara permintaan dan
penawaran di setiap negara. Kelebihan
permintaan domestik (excess demand) terhadap
penawaran domestik akan mendorong suatu
negara untuk melakukan permintaan impor,
sedangkan kelebihan penawaran (excess supply)
terhadap permintaan domestik akan mendorong
suatu negara untuk melakukan penawaran ekspor.
Teori dan konsep Ekspor
Perdagangan internasional bisa diartikan
dengan perdagangan yang dilakukan oleh penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain dengan
dasar
kesepakatan
bersama.
Perdagangan
internasional khususnya ekspor mempunyai peranan
yang sangat penting yakni sebagai penggerak
perekonomian.
Manfaat
dari
perdagangan
internasional yang dilakukan oleh suatu Negara yaitu
dapat mendorong pertumbuhan Industrialisasi,
kemajuan transportasi, globalisasi, dan juga kehadiran
perusahaan multinasional.
keungulan absolute) Negara lain dalam
memperoleh sebuah komoditi, namun kurang
efisien
dibandingkan
(memiliki
kerugian
absolute) Negara lain dalam memproduksi
komoditinya, maka kedua Negara tersebut dapat
memperoleh keuntungan dengan cara masingmasing melalui spesialisasi dalam memproduksi
yang memiliki keunggulan absolute dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang
memiliki kerugian absolute.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor
a. Pengaruh Produksi terhadap Ekspor
Dalam pengertiannya jumlah produksi
merupakan banyaknya barang dan jasa yang
dihasilkan. Jadi jumlah produksi merupakan hal
yang paling utama dalam melakukan suatu
hubungan perdagangan antar negara. Tanpa
adanya produksi perdagangan antar Negara tak
akan tercipta. Menurut Basri (2002:15)
mengatakan kegiatan produksi mempunyai tujuan
antara lain:
Perdagangan internasional atau perdagangan
luar negeri terjadi karena adanya perbedaan yang
menguntungkan di luar negeri dibandingkan di dalam
negeri. Keuntungan yang diperoleh oleh suatu Negara
dari perdagangan luar negeri adalah pendapatan
nasional naik, yang pada gilirannya akan menaikkan
jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi
(Jhingan, 2004:448). Selain itu perdagangan luar
negeri juga disebabkan oleh adanya perbedaan
kekayaan alam suatu negara dibandingkan negara lain.
Dengan demikian terjadilah transaksi perdagangan
luar negeri yaitu ekspor dan impor. Ekspor akan
memberikan efek yang positif terhadap kegiatan
ekonomi negara karena meningkatkan pendapatan
nasional dan sebagai penggerak pembangunan.
Menghasilkan barang dan jasa
Meningkatkan nilai guna barang dan jasa
Meningkatkan kemakmuran masyarakat
Meningkatkan keuntungan
Memperluas lapangan usaha
Menjaga kesinambungan usah perusahaan
Dari pengertian dari kegiatan produksi
diatas tentunya manusia berusaha apa yang
merupakan kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi
secara baik atau mendekati kemakmuran. Pada
penelitian ini produksi yang dimaksud adalah
produksi kayu lapis Indonesia. Apabila produksi
kayu lapis terus mengalami peningkatan dan
terjadinya ecces supply maka kayu lapis yang
berlebih tersebut akan diekspor ke luar negeri.
Jumlah produksi yang meningkat juga dapat
menghindari kekurangan ekspor ke suatu negara
yaitu apabila konsumsi dalam negeri meningkat
tajam maka dapat dipenuhi oleh jumlah produksi
yang telah tersedia sehingga tidak mengganggu
jumlah produksi yang akan di ekspor ke luar
negeri.
Menurut Adam Smith (dalam Salvator,
1997:205) perdangangan didasarkan pada
keungulan absolute (absolute advantage). Jika
sebuah Negara lebih efisien dari pada (memiliki
Menurut Krugman dan Obstfeld (2003:97)
ekspor terjadi karena Negara-negara cenderung
mengekspor barang-barang yang diproduksinya
padat dalam faktor-faktor dimana negara tersebut
3
1)
2)
3)
4)
5)
6)
dikaruniai kelimpahan dalam factor-faktor
tersebut. Dari difinisi tersebut dapat diketahui
bahwa
suatu
Negara
akan
melakukan
pengeksporan suatu barang apabila Negara
tersebut memiliki kelebihan jumlah produksi
terhadap barang tersebut sehingga kelebihan
produksi tersebut dilakukan lah pengeksporan ke
negara lain.
Menurut Soekertawi (1995: 120), salah satu
penyebab ekspor itu dapat terjadi apabila:
1) Adanya kelebihan produksi dalam negeri.
Sebagai kelebihan tersebut dapat di jual ke
luar negeri melalui kebijaksanaan ekspor.
2) Adanya permintaan luar negeri untuk suatu
produk walaupun produksi tersebut masih
kurang untuk konsumsi dalam negeri.
3) Adanya keuntungan yang lebih besar dari
penjualan keluar negeri dari pada penjualan
kedalam negeri karena harga di pasaran
internasional lebih tinggi.
4) Adanya kebijakan ekspor yang bersifat
politik
5) Adanya barter antara produksi dalam negeri
dengan produksi Negara lain.
Pengaruh
Pendapatan
Negara
tujuan
Terhadap Permintaan Ekspor
Dalam analisis makro ekonomi selalu
digunakan istilah pendapatan nasional atau
national income dan biasanya istilah tersebut di
maksudkan untuk menyatakan nilai barang dan
jasa yang di hasilkan dalam suatu negara. Dengan
demikian dalam pengunaan tersebut istilah
pendapatan nasional mewakili arti produk
domestik bruto atau pendapatan nasional bruto (
Sukirno,2002:34).
Pendapatan diyakini sebagai indikator
ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan
ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan
nasional mempunyai ukuran makro utama sebagai
pendapatan total setiap orang di dalam
perekonomian atau sebagai pengeluaran total atas
output barang dan jasa dalam perekonomian.
Pada umumnya perbandingan kondisi antar
negara dapat dilihat dari pendapatan nasional
sebagai gambaranya. Bank Dunia menentukan
apakah suatu negara berada dalam kelompok
4
negara maju atau berkembang melalui
pengelompokan besarnya pendapatan.
GDP dapat dihitung berdasarkan dua harga
yang telah ditetapkan pasar yaitu :
1) Nominal GDP
Nominal GDP adalah nilai barang-barang
dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam
periode tertentu berdasarkan harga yang berlaku
pada periode tersebut. Nominal GDP disebut juga
GDP at current Price (GDP harga berlaku).
Dalam penelitian ini menggunakan data Nominal
GDP sebagai variabel yang akan diteliti.
2) Real GDP
Sedangkan Real GDP adalah nilai barangbarang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara
dalam periode tertentu, berdasarkan harga yang
berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai
dasar untuk dipergunakan seterusnya dalam
menilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan
pada periode/tahun berikutnya. Real GDP disebut
juga GDP at Constant Price.
Mankiw
(2003:18)
mengungkapkan
pengertian dari Gross Domestic Product (GDP):
GDP adalah nilai pasar semua barang
dan jasa akhir yang diproduksi dalam
perekonomian selama kurun waktu
tertentu.
Salah satu indikator yang sering digunakan
para ahli ekonomi untuk mengukur suatu
keberhasilan suatu Negara dalam melaksanakan
ekonomi adalah Gross Domestic Product (GDP).
Dengan mengukur persentase pertumbuhan GDP
atas dasar harga konstan sehingga pertumbuhan
yang dimaksud tercapai tingkat pertumbuhan dari
produksi barang dan jasa sektor ekonomi. Dalam
hubungan ini, hakekat dalam pembangunan
ekonomi adalah untuk menaikkan tingkat
kehidupan masyarakat melalui peningkatan
pendapatan kapita.
Pengaruh Kurs Terhadap Permintaan Ekspor
Kurs merupakan variabel penting dalam
perekonomian terbuka. Dalam melakukan
perdagangan barang dan jasa dengan luar negeri
sangat di pengaruhi oleh kurs. Oleh sebab itu,
perdagangan luar negeri yang dilakukan ke dua
negara lebih rumit dari pada yang dilakukan antar
wilayah dalam suatu negara. Salah satu
kesukarannya karena adanya perbedaan mata
uang yang digunakan oleh negara di dunia, yang
secara umum berbeda dari segi nilai tukarnya.
Kurs atau yang di sebut juga valuta asing ini
dapat di artikan juga sebagai harga.
Karena mesti memakai dua mata uang yang
berbeda seperti Indonesia dan Jepang, Pengimpor
Jepang harus membeli rupiah untuk membeli
barang-barang dari Indonesia, sebaliknya
pengimpor Indonesia harus membeli mata uang
Jepang untuk menyelesaikan pembayaranya
terhadap barang yang dibelinya di Jepang.
Besarnya jumlah mata uang yang dibutuhkan
untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut
dengan kurs mata uang asing
Kurs adalah harga suatu mata uang dalam
mata uang lainnya. Mankiw (2003:186) membagi
kurs menjadi dua yaitu kurs riil dan kurs nominal.
Kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang
diantara dua negara yaitu suatu tingkat yang
menyatakan dimana suatu negara bisa
memperdagangkan barang dari suatu negara
dengan barang negara lain atau disebut juga term
of trade. Sedangkan kurs nominal merupakan
harga relatif dari mata uang dua negara.
Di dalam Model Mundell Fleming (Froyen,
2003:342) menjelaskan hubungan antara kurs
dengan ekspor dan impor. Permintaan impor
berhubungan negatif dengan kurs. Dimana
kenaikan kurs akan membuat barang luar negeri
lebih mahal dan menyebabkan penurunan impor.
Hal ini juga berarti semakin tinggi kurs mata
uang suatu negara maka akan menguranggi nilai
impor negara tersebut, dan sebaliknya terjadi
pada ekspor. Kenaikan kurs akan menyebabkan
peningkatan ekspor. Oleh karena itu kegiatan
ekspor berhubungan positif dengan kurs. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kurs negatif
terhadap impor dan sebaliknya berpengaruh
positif dengan ekspor.
Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian oleh Dian Cahyono (2004)
Penelitian yang dilakukan oleh Dian dengan judul
penelitiannya adalah “Analisis Faktor-faktor
5
Yang Mempengaruhi Permintaan Tembakau
Olahan Indonesia Oleh Singapura 1986-2002”.
Hasil dari penelitian bahwa variabel harga
tembakau internasional dan GDP riil Singapura
berpengaruh tehadap ekspor tembakau tetapi pada
variabel nilai tukar dollar Singapura ke rupiah
tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor
tembakau Indonesia oleh Singapura.
Syahrianengsih (2010) dalam penelitianya
yang
berjudul
“Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Ekspor kopi Indonesia ke
Amerika Serikat”. Dari hasil penelitiannya bahwa
harga kopi dalam negeri, produksi kopi, harga
ekspor kopi kurs,dan PDB Amerika Serikat
berpengaruh signifikan terhadap ekspor kopi
Indonesia ke Amerika Serikat.
Menurut Yossi Nofriyanti (2008:141)
dalam penelitianya tentang "faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor kayu olahan di Sumatera
Barat" dalam penelitianya penulis memberikan
hipotesa bahwa harga berpengaruh signifikan
terhadap ekspor kayu olahan di sumatera barat
(Sig 0,019) dengan besaran pengaruhnya 0,138
persen. Jumlah produksi berpengaruh secara
signifikan terhadap ekspor kayu olahan
di
sumatera barat (Sig 0,044) dengan besaran
pengaruhnya 0,109 persen. Kurs berpengaruh
signifikan terhadap ekspor kayu olahan di
sumatera barat (Sig 0,019) dengan besaran
pengaruhnya 0,539 persen. Terdapat pengaruh
yang signifikan antara harga, jumlah produksi dan
kurs terhadap ekspor kayu olahan di sumatera
barat (Sig 0,153) dengan sumbangan bersamasama 84,40 persen.
Tua Lorensius (2008) dengan penelitian
yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi
ekspor CPO Indonesia ke Amerika Serikat.
Dengan hasil penelitian terdapat pengaruh yang
signifikan antara jumlah produksi, harga ekspor,
kurs, harga barang substitusi, konsumsi dalam
negri dan PDB Amerika terhadap jumlah ekspor
CPO Ke Amerika Serikat.
Hendra Putra (2010) penelitian yang
berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
Coklat Indonesia ke Amerikat. Hasil penelitian
bahwa Jumlah produksi, harga ekspor, kurs dan
PDB Amerika serikat, mampu menjelaskan
variasi ekspor coklat Indonesia ke Amerika
Serikat sebesar 86,7 %, sedankan sisanya 3,3 %
dijelaskan oleh variabel lain di luar medel
penelitian.
Kerangka Pemikiran
Kerangka konseptual atau kerangka berfikir
merupakan konsep untuk menjelaskan serta
menunjukkan keterkaitan antara variabel yang
akan diteliti berdasarkan permasalahan maupun
antar variabel-variabel yang diteliti berpijak dari
teori yang dikemukakan pada bab sebelumnya.
Berdasarkan pada teori tentang faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor kayu lapis (Y)
adalah produksi (X1), pendapatan negara Jepang
(X2), kurs (X3), dan dummy kebijakan
pemerintah.
Kapasitas produksi kayu lapis (X1) juga
berpengaruh terhadap ekspor dengan pengaruh
positif. Di saat kapasitas produksi tinggi maka
ekspor akan meningkat karena jumlah barang
yang dikeluarkan oleh produsen lebih besar dan
permintaan akan barang ekspor akan meningkat
pula. Begitu juga sebaliknya.
Faktor pendapatan suatu Negara (X2) juga
ikut mempengaruhi ekspor. Pendapatan suatu
negara berpengaruh secara positif, terjadinya
peningkatan pendapatan suatu negara yang dilihat
dari
pendapatan
negara
Jepang
akan
menyebabkan kemampuan suatu negara untuk
melakukan perdagangan dengan negara lain akan
meningkat, karena pendapatan suatu negara
berpengaruh positif terhadap ekspor. Sehingga
dengan pendapatan yang besar suatu wilayah
maka daerah tersebut akan dapat menghasilkan
barang lebih banyak.
Faktor Kurs (X3) juga ikut mempengaruhi
ekspor. Kurs berpengaruh positif terhadap ekspor.
Disaat kurs rupiah terapresiasi menyebabkan
ekspor kayu lapis mengalami penurunan.
Sebaliknya terdepresiasi Rupiah menyebabkan
ekspor akan mengalami peningkatan.
Dummy kebijakan pemerintah juga ikut
mempengaruhi ekspor kayu lapis Indonesia.
Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam hal
yang berhubungan dengan kayu lapis, dalam hal
ini melarang ekspor kayu bulat untuk
memberikan nilai tambah bagi kayu lapis.
Dengan demikian kapasitas produksi,
pendapatan negara jepang, tingkat kurs, dan
6
dummy kebijakan pemerintah berpengaruh positif
dan negatif terhadap ekspor kayu lapis di
Indonesia. Dengan kata lain secara bersama-sama
variabel bebas mempengaruhi variabel terikat,
Untuk lebih jelasnya akan penelitian ini, maka
uraian di atas dapat diperlihatkan pada gambar
berikut.
produksi kayu
lapis (X1)
Pendapatan
Negara Jepang
(X2)
Kurs (X3)
Ekspor kayu
lapis
Indonesia ke
Jepang (Y)
Dummy
kebijakan
pemerintah
Kerangka Konseptual Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Kayu Lapis Indonesia Ke
Jepang
B. Hipotesis
Berdasarkan pada kerangka konseptual di
atas, maka hipotesis hipotesis yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Secara parsial terdapat pengaruh yang
signifikan antara produksi kayu lapis dengan
volume ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang.
Ho : β1 = 0
Ha : β1 ≠ 0
2. Secara parsial terdapat pengaruh yang
signifikan pendapatan negara Jepang dengan
volume ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang.
Ho : β2 = 0
Ha : β2 ≠ 0
3. Secara parsial terdapat pengaruh yang
signifikan tingkat kurs dengan volume ekspor
kayu lapis Indonesia ke Jepang.
Ho : β3 = 0
Ha : β3 ≠ 0
4. Secara parsial terdapat pengaruh yang
signifikan dummy kebijakan pemerintah
dengan volume ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang.
Ho : β3 = 0
Ha : β3 ≠ 0
5. Terdapat pengaruh yang signifikan antara
produksi, pendapatan negara Jepang, kurs, dan
dummy kebijakan pemerintah secara bersamasama terhadap volume ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang.
Ho :β1 = β2 = β3 = 0
Ha : salah satu koefisien regresi parsial ≠ 0
X3 = Kurs pada tahun t
Dummy = Kebijakan Pemerintah pada tahun t
Kemudian untuk menganalisis data, maka
persamaan diubah untuk melinearkan dalam
bentuk logaritma yang dikenal dengan istilah
semi log, maka persamaan menjadi :
Log
= Log α + 1 LogX +  2 Log X
+β3Log X + β4 dummyt + .
Dimana :
Log Yt
= Ekspor kayu lapis Indonesia
Log X
= produksi
Log X
= Pendapatan Negara Jepang
Log X
= Kurs
dummy
= Kebijakan Pemerintah
α
= Konstanta
β1, β2, β3 β4 = Elastisitas dari variabel bebas
U
METODE PENELITIAN
Disain Penelitian
penelitian ini merupakan penalitian
deskriptif asosiatif. Data yang dipakai dalan
penelitian ini adalah data panel yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Sumatera Barat dan dari situs internet food and
Agriculture Organization (FAO). Data tersebut
merupakan data gabungan (time series dan cross
section) yaitu data yang dikumpulkan dari tahun
ke tahun Sedangkan waktu penelitian ini
dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai
selesai.
Metode Analisis Data
Analisis Regresi Linear Berganda
Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari
variabel bebas terhadap variabel terikat dalam
penelitian ini, penulis menggunakan analisis
regresi berganda. Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah produksi (X1), pendapatan negara
Jepang (X2), kurs (X3), dan dummy kebijakan
pemerintah terhadap variabel terikat ekspor kayu
lapis Indonesia (Y), maka dapat diturunkan
persamaan fungsi sebagai berikut :
Y=f(X1,X2,X3,dummy)
Dimana :
Y = Ekspor kayu lapis Indonesia pada tahun t
X1 = Produksi kayu lapis pada tahun t
X2 = Pendapatan Negara Jepang pada tahun t
7
=Kesalahan pengganggu
Estimasi koefisien kemiringan ( 1, 2, 3
dan
persamaan (3.3) mewakili
4) dalam
persentase perubahan atau elastisitas rata-rata
sehingga keuntungan dari model Doble Log
Transformation dari fungsi ekspor adalah
estimasi koefisien yang langsung memperlihatkan
elastisitas permintaan dari ekspor kayu lapis
Indonesia.
Uji Asumsi Klasik
Uji Autokorelasi
Autokorelasi berarti terdapat korelasi antara
anggota data dan pengamatan yang dianut
berdasarkan waktu, sehingga suatu datum
dipengaruhi oleh datum-datum sebelumnya.
Autokorelasi muncul pada regresi yang
menggunakan data berkala (time series). Uji ini
memakai rumus Durbin-Watson (Gujarati,
2003:215), yaitu :
Un  U n1 2

d=
Un 2
Dimana :
d
= Statistik Durbin-Watson
Un = Nilai Residu (residual)
Un-1 = nilai residu pada tahun dasar (tahun
sebelumnya)
U =Y
Hasil dari rumus tersebut (nilai d)
kemudian dibandingkan dengan nilai DurbinWatson, nilai d tersebut dapat dilihat pada Tabel
8. Untuk menentukan nilai dL dan du pada tabel
DW dengan α = 0,01 atau pada tingkat
kepercayaan 99 %, nilai k (banyak variabel
bebas) adalah 3 dan n (banyak observasi) adalah
25.
maka langkah-langkah dalam mengatasi masalah
ini adalah sebagai berikut (Nachrowi, 2005:125):
Nilai Durbin-Watson
Uji Heterokedastisitas
Salah satu asumsi pokok data model regresi
linear klasik adalah homokedastisitas atau varian
pada variabel bebas yang sama atau konstan
untuk setiap nilai tertentu dari variabel bebas
lainnya. Untuk menguji asumsi homokedastisitas
ini
terpenuhi
maka
dilakukan
uji
heterokedastisitas. Salah satu metode yang
digunakan ada tidaknya heterokedastisitas dalam
satu varian error term (Ut) suatu model regresi
adalah metode uji Park.
2
U t  f ( x1 , x2 , x3 x4 )
Dengan Persamaan:
2

 i  f xi    2 xi evi
(Gujarati, 2003:186)
No
Nilai d
Keterangan
1
d< d L
Ada autokorelasi
2
d L <d<d u
Tidak ada kesimpulan
3
d u <d<4-d u
Tidak ada autokorelasi
4
4-d u <d<4-d L
Tidak ada kesimpulan
5
d >4-d L
Ada autokorelasi
Sumber: Gujarati (2003:215-218)
Apabila terdapat kasus autokorelasi maka
langkah yang dilakukan adalah dengan cara
transformasi logaritma untuk dapat mengurangi
korelasi (Nachrowi, 2005:140).
Uji Multikolinearitas
Persyaratan lain dalam memakai analisis
regresi berganda adalah sesama variabel bebas
tidak boleh signifikan hubungannya. Uji
hubungan sesama variabel bebas ini disebut
dengan uji multikolinearitas. Analisis ini
bertujuan untuk melihat korelasi sesama variabel
bebas. Apabila terdapat korelasi yang tinggi
sesama variabel, maka salah satu diantaranya
dieliminir (dikeluarkan dari regresi berganda).
Untuk
menentukan
ada
atau
tidaknya
multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan
metode besaran VIF (Variance Inflation Factor)
(Gujarati, 2003:328), yaitu:
1
VIF =
(1  rij2 )
Jika nilai VIF ≥ 5, berarti terdapat korelasi
yang tinggi sesama variabel bebas, maka terdapat
kasus multikolinearitas, sebaliknya nilai VIF < 5,
maka tidak terdapat kasus multikolinearitas pada
α 1%. Apabila terdapat kasus multikolinearitas,
8
a) Melihat informasi sejenis yang ada
b) Tidak mengikutsertakan salah
variabel yang kolinear
c) Mentransformasikan variabel
d) Mencari data tambahan
satu
Kriteria pengujian:
Jika nilai sig  
Varian tidak ada
heterokedastisitas
Jika nilai sig   Varian heterokedastisitas
Apabila terdapat kasus heterokedastisitas,
maka langkah-langkah dalam mengatasi masalah
ini adalah sebagai berikut (Supranto,2002:80):
2
a) Jika  i diketahui
Cara yang paling mudah untuk memecahkan
persoalan heterokedastisitas adalah dengan
menggunakan metode kuadrat tertimbang.
Dimana timbangannya
untuk
mengurangi pengaruh dari nilai observasi
yang ekstrim.
2
b) Jika  i tidak diketahui
Sebelumnya dibuat berbagai asumsi tentang
2
 i dan berdasarkan asumsi ini, kemudian
membuat transformasi terhadap data yang
dipergunakan dalam model dengan maksud
agar data yang sudah dirubah bentuknya
mempunyai kesalahan pengganggu dengan
varian yang tetap sehingga tercapai keadaan
homokedastisitas.
Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji sebaran data
apakah normal atau tidak.


Untuk melihat analisis linier berganda dapat
kita lihat pada tabel 14 di bawah ini :
Tabel Hasil Estimasi OLS
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-53.74848
14.35651
-3.743841
0.0010
D = Nilai deviasi absolut maksimum antara Fn
(x) dan F0(x)
LOG(X1)
1.899214
0.155181
12.23866
0.0000
LOG(X2)
2.726683
1.088092
2.505932
0.0191
kriteria pengujian sebagai berikut:
Jika nilai sig < α maka distribusi data tidak
tersebar secara normal.
Jika sig  α maka distribusi data tersebar secara
normal.
LOG(X3)
0.225999
0.187557
1.204963
0.2395
DUMMY
0.472284
0.182611
2.586278
0.0159
R-squared
0.960496
Mean dependent var
6.497889
F-statistic
151.9611
Durbin-Watson stat
1.456387
D  sup x Fn  x   F0 x 
Dimana :
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Industri pengolahan kayu di Indonesia
merupakan barometer peningkatan perekonomian
nasional dan faktor kunci dalam upaya
meningkatkan penerimaan negara dari sektor
kehutanan.
Keinginan
pemerintah
untuk
meningkatkan kontribusi sektor kehutanan dalam
perekonomian Indonesia mendorong penerapan
kebijakan
pengembangan
industrialisasi
kehutanan dengan adanya kebijakan UU No.5
tahun 1967 yang menjadikan industri pengolahan
kayu sebagai penopang perekonomian.
Penurunan produksi kayu lapis beberapa
tahun
terakhir
berpengaruh
terhadap
perekonomian Indonesia. Penurunan produksi
kayu lapis berpengaruh terhadap ekspor kayu
lapis, sehingga menguranggi cadangan devisa
negara. Apabila cadangan devisa menurun, dana
pembangunan menjadi berkurang terutama dalam
hal impor barang. Pada akhirnya pertumbuhan
ekonomi akan menurun.
Analisis Induktif
Analisis Regresi Linear Berganda
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel
bebas dan variabel dummy yaitu produksi (x1),
pendapatan negara Jepang (x2), kurs (x3), dan
dummy kebijakan pemerintah. Dimana masingmasing variabel ini akan mempengaruhi variabel
terikat yaitu ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang (y).
9
Sumber: Olahan data sekunder dengan eviews 6,
2012
Dari hasil analisis dan pengolahan data
yang telah dilakukan dalam penelitian ini dengan
jumlah data yaitu 30 tahun dari tahun 1981-2010
diperoleh hasil sebagaimana terlihat pada Tabel
14 yang telah ditampilkan di atas.
Dari hasil pengolahan data sekunder dengan
menggunakan program Eviews yang terlihat pada
tabel 14 , diperoleh persamaan linear berganda
sebagai berikut :
Log Y = -log 53,74848 + 1,899214 log X1
+2,726683 log X2 + 0,225999 log X3
+ 0,84472 dummy
R2 = 0,960496
Untuk mendapatkan hasil estimasi BLUE
maka perlu di lakukan Uji Asumsi klasik.
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi berguna untuk
melihat seberapa besar proporsi sumbangan
variabel bebas secara bersama-sama terhadap
nilai variabel tidak bebas.
Berdasarkan hasil estimasi seperti disajikan
di atas dapat terlihat koefisien determinasi Rsquared sebesar 0,960496. Sumbangan produksi
kayu lapis (X1), pendapatan negara Jepang (X2),
kurs (X3), dummy kebijakan pemerintah, secara
bersama-sama terhadap ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang (Y) sebesar 96,04 persen.
Sisanya sebesar 3,96 persen dipengaruhi oleh
faktor lain.
Pengujian Hipotesis
Untuk membuktikan pengaruh masingmasing dari produksi kayu lapis (X1), pendapatan
negara Jepang (X2), kurs (X3) dan dummy
kebijakan pemerintah terhadap ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang (Y), dilakukan pengujian
apakah hipotesis yang telah dilakukan dalam
penelitian ini terbukti atau tidak. Dalam
pengujian hipotesis ini dengan mempergunakan
uji t dan uji f sebagai berikut:
Uji t
Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh
secara parsial salah satu variabel bebas tehadap
variabel terikat. Uji ini disebut juga dengan uji
parsial.
Uji
t
ini
dilakukan
dengan
memmbandingkan antara nilai thitung dengan nilai
ttabel. Apabila dipeoleh hasil nilai thitung > ttabel
maka Ho akan ditolak dan Ha akan diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel bebas
tersebut terhadap variabel terikat. Sebaliknya jika
thitung < ttabel maka Ho akan diterima dan Ha akan
ditolak sehingga kesimpulannya bahwa tidak
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
bebas terhadap variabel terikat.
Uji F
Hipotesis ini menjelaskan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara produksi kayu
lapis, pendapatan negara Jepang , tingkat kurs,
dan dummy kebijakan pemerintah terhadap ekspor
kayu lapis Indonesia ke Jepang.
Pengujian hipotesis secara bersama-sama
dilakukan dengan menggunakan uji F. Jika Fhitung
lebih besar dari Ftabel maka hipotesis nol harus
ditolak dan hipotesis alternatif harus diterima.
Artinya bahwa secara bersama-sama variabel
bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.
Dalam pengujian ini diperoleh nilai Fhitung
(151,9611) > Ftabel (2.98). Dengan demikian
Fhitung > Ftabel dan sig < 0.00  = 0.05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima sehingga hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini terbukti diterima
dimana secara bersama-sama produksi kayu lapis,
10
pendapatan negara Jepang, tingkat kurs, dan
dummy kebijakan pemerintah terdapat pengaruh
signifikan terhadap ekspor kayu lapis Indonesia
ke Jepang.
Pengaruh produksi kayu lapis (X1) terhadap
ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang (Y).
Berdasarkan uji hipotesis ditemukan bahwa
variabel produksi kayu lapis memilki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap ekspor kayu
lapis Indonesia ke Jepang. Produksi juga penting
diperhatikan dalam melakukan ekspor karena jika
jumlah produksi meningkat akan meningkatkan
jumlah ekspor suatu negara. Dalam penelitian
ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang ini,
produksi merupakan sebagai variabel control.
Tabel 14 di atas dapat terlihat bahwa
pengaruh produksi (X1) terhadap ekspor kayu
lapis ke Jepang (Y) pada tahun 1981-2010 adalah
positif dengan koefisien regresinya adalah
1,89921. Hal ini berarti bahwa semakin
meningkat jumlah produksi kayu lapis Indonesia
maka semakin meningkat pula ekspor kayu lapis
indonesia ke Jepang dengan asumsi cateris
paribus.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Menurut Sukirno
(2003:76 ) adalah makin tinggi kapasitas produksi
suatu barang, makin banyak permintaan terhadap
barang tersebut, sebaliknya makin rendah
kapasitas produksi suatu barang makin rendah
permintaan terhadap barang tersebut. Jadi, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa produksi
kayu lapis Indonesia mempengaruhi jumlah
ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang.
Sebagai
bahan
perbandingan
hasil
penelitian sejenis yang dilakukan Yossi
Nofriyanti (2008:141) yang menemukan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah
produksi kayu olahan terhadap ekspor kayu
olahan di Sumatera Barat.
Upaya yang harus dilakukan agar ekspor
kayu lapis Indonesia ke Jepang tetap meningkat
maka harus dilakukan peningkatan produksi kayu
lapis dengan cara mengatasi kelangkaan bahan
baku kayu lapis, membuat aturan dan sanksi yang
ketat bagi para illegal logging, meningkatkan
kualitas kayu lapis yang di hasilkan dan
pemasaran produk yang lebih efisien agar tidak
terjadi penurunan ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang.
Pengaruh tingkat pendapatan negara Jepang
(X2) terhadap ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang (Y).
Berdasarkan
uji
hipotesis
dengan
menggunakan uji t ditemukan bahwa variabel
pendapatan negara Jepang memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang. Hal ini berdasarkan hasil uji
hipotesis dengan mengunakan uji t dan uji sig,
ditemukan sig 0,019 < α (0,05), hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan
negara Jepang maka akan meningkatkan jumlah
ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang dengan
asumsi cateris paribus.
Hal ini sesuai dengan hasil teori yang
dikemukakan oleh Sukirno (2004:207) yang
menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
dapat meningkatkan ekspor dari negara lain salah
satunya adalah kemajuan di negara-negara itu
sendiri (pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat).
Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan diukur
melalui pendapatan negara tersebut. Semakin
besar
pendapatan
suatu
negara
maka
menyebabkan impor semakin meningkat yaitu
karena
Kenaikan
PDB
menyebabkan
meningkatnya tabungan domestik menjadi
investasi yang besar pula. Peningkatan investasi
menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan
barang-barang modal atau bahan mentah sehinga
input dalam proses produksi naik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pendapatan salah satu faktor terpenting yang
mempengaruhi jumlah ekspor suatu negara atau
wilayah. Jadi semakin tinggi atau rendah
pendapatan
negara
Jepang
maka
akan
mempengaruhi ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang.
Pengaruh kurs (X3) terhadap ekspor kayu
lapis Indonesia ke Jepang (Y).
Nilai tukar mata uang asing atau yang
sering disebut dengan nama kurs adalah
perbandingan antara suatu mata uang terhadap
mata uang asing lainnya. Kurs akan
mempengaruhi tinggi rendahnya jumlah ekspor
kayu lapis Indonesia ke Jepang. Karena dalam
melakukan perdagangan antar negara, negara
11
sudah menggunakan mata uang yang berbeda
maka kurs disini sebagai fasilitator untuk
membandingkan nilai suatu mata uang ke mata
uang lainnya. Dalam penelitian ini digunakan
mata uang Dollar Amerika Serikat (US$) sebagai
pembanding mata uang Rupiah (Rp).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan ditemukan bahwa kurs dollar tidak
berpengaruh signifikan terhadap ekspor kayu
lapis Indonesia ke Jepang. Hal ini berdasarkan
hasil uji hipotesis dengan mengunakan uji t dan
uji sig, ditemukan sig 0,239 > α (0,05) yang
mengidentifikasikan bahwa ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang tidak di tentukan
berdasarkan tinggi atau rendahnya nilai tukar
mata uang rupiah terhadap dollar.
Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian terdahulu yang di lakukan oleh Yossi
Nofrianti (2008: 141) yang menyatakan bahwa
nilai tukar kurs berpengaruh secara signifikan
terhadap ekspor kayu olahan di Sumatera Barat.
Hasil penelitian di atas tidak sesuai dengan
pendapat yang dikemukan oleh Salvator (1997:
12) depresiasi mengacu pada kenaikan harga
valuta asing dalam satuan mata uang domestic
sedangkan apresiasi mengacu pada penurunan
mata uang asing dalam satuan uang domestic.
Pada tahun 1999 di saat kurs mengalami
penurunan sebesar -11,52 % volume ekspor kayu
lapis Indonesia ke Jepang justru mengalami
peningkatan sebesar 26,21%. Jadi tidak
selamanya apabila kurs mengalami depresiasi
jumlah ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang
mengalami penurunan juga dan sebaliknya.
Penelitian ini mendukung pendapat Sjamsul
Arifin (Wellya Exiani 2008:375) Deputi Direktur
Bank Indonesia yang menyatakan suatu negara
tidak akan mengaitkan nilai tukarnya ke mata
uang negara lain hanya untuk mempertahankan
daya saingnya dan volume perdagangan dunia
lebih berkaitan erat dengan kinerja ekspor di
bandingkan dengan perkembangan nilai tukar.
Hal ini di sebabkan karena :
a) Pangsa komoditas yang bersaing belum tentu
signifikan dibandingkan dengan jumlah
ekspor keseluruhan
b) Nilai tukar bukan merupakan satu-satunya
faktor yang menetukan daya saing suatu
produk.
c)
Nilai tukar negara pesaing juga bisa
berfluktuasi atau bahkan bergejolak sehinga
pengaitan mata uang tersebut juga akan
menimbulkan gejolak pada perekonomian
dalam negeri.
d) Sesuai UU No 23/1999, tujuan BI adalah
mencapai stabilitas harga (inflasi), sementara
stabilitas nilai tukar akan di capai secara
tidak langsung. Hal ini di sebabkan stabilitas
harga dan inflasi tidak mungkini di capai
sekaligus dalam perekonomian dengan
sistem lalu lintas modal bebas
Berdasarkan pendapat dari Deputi Direktur
Bank Indonesia dapat di ambil kesimpulan bahwa
apresiasi nilai kurs justru memberi berbagai
dampak positif bagi perekonomian. Berkurangnya
keuntungan eksportir akibat apresiasi kurs
seharusnya dapat di kompensasi oleh penurunan
biaya modal kerja atau investasi berupa
penurunan suku bunga kredit perbankan.
Jadi dapat di ambil kesimpulan bahwa
makin mahal harga mata uang dollar makin
banyak penawaranya, tetapi sebaliknya apabila
harga dollar murah penawaran semakin sedikit.
Pengaruh Dummy kebijakan pemerintah
terhadap ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang (Y)
Berdasarkan uji hipotesis ditemukan bahwa
variabel dummy kebijakan pemerintah memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
ekspor kayu lapis Indonesia ke Jepang. Hal ini
menunjukkan besarnya pengaruh dummy
kebijakan pemerintah terhadap ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang. Bentuk pengaruh variabel
dummy kebijakan pemerintah terhadap ekspor
kayu lapis Indonesia ke Jepang pada tahun 19812010 adalah positif sebesar 0,472284.
kebijakan pemerintah melarang ekspor kayu
bulat melalui Surat Keputusan Bersama (SKB)
Menhut No. 1132 / Kpts – II / 2001 dan
Menperindag No. 292 / MPP / Kep /1 0/ 2001
yaitu menciptakan nilai tambah pada produk kayu
lapis melalui larangan ekspor kayu bulat, terbukti
berhasil meningkatkan Industri kayu lapis.
Ekspor kayu lapis di angap menguntungkan di
bandingkan dengan kayu bulat. Karena harga
yang di dapat nilainya lebih tinggi dan
menguntungkan.
12
Hal senada juga di jelaskan oleh Hariyatno
Dwiprabowo (2009) yang berpendapat bahwa
ekspor kayu lapis jauh lebih menguntungkan di
banding dengan ekspor kayu bulat. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan industri kayu lapis
terus berlanjut hinga mencapai puncaknya tahun
1997.
Oleh sebab itu kebijakan pemerintah
melarang ekspor kayu bulat berpengaruh
meningkatkan ekspor kayu lapis Indonesia,
kebijakan pemerintah ini berpengaruh positif
terhadap ekspor kayu lapis Indonesia.
PENUTUP
SIMPULAN
Pada tahap akhir dalam penelitian ini
berdasarkan hasil pengujian statistik dan analisis
yang telah di bahas pada bab sebelumnya, maka
dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Produksi (X1) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap jumlah ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang (sig = 0,00 < α = 0,05).
Apabila produksi kayu lapis mengalami
peningkatan, maka akan meningkat ekspor
kayu lapis Indonesia ke Jepang. Jadi dapat
disimpulkan bahwa produksi berpengaruh
terhadap ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang dengan asumsi cateris paribus.
2. Pendapatan negara tujuan (X2) ekspor
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
ekspor industri kayu lapis Indonesia ke Jepang
(sig = 0,01 < α = 0,05). Semakin tinggi atau
turun pendapatan negara tujuan ekspor
mempengaruhi terhadap ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang dengan asumsi cateris
paribus.
Kurs mata uang rupiah terhadap mata uang
dollar (X3) tidak signifikan terhadap
permintaan ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang (sig = 0,239 > α = 0,05), yang
mengidentifikasikan bahwa ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang tidak di tentukan
berdasarkan tinggi atau rendahnya nilai tukar
mata uang rupiah terhadap dollar.
3. Dummy kebijakan pemerintah berpengaruh
positif dan signifikan terhadap ekspor industri
kayu lapis Indonesia ke Jepang (sig = 0,015 <
α = 0,05). Ketika pemerintah mengeluarkan
kebijakan pelarangan ekspor kayu bulat (bahan
baku kayu lapis) maka ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang akan meningkat.
4. Secara bersama-sama produksi, pendapatan
negara Jepang, tingkat kurs, dan dummy
kebijakan pemerintah berpengaruh secara
positif terhadap ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang (0,00 < α = 0,05). Semakin meningkat
produksi akan semakin meningkat ekspor kayu
lapis Indonesia ke Jepang. Dan semakin tinggi
pendapatan negara Jepang akan semakin
meningkat ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang. Semakin terdepresiasi kurs mata uang
rupiah terhadap mata uang dollar atau secara
nominal meningkat maka semakin meningkat
permintaan ekspor kayu lapis Indonesia ke
Jepang. Adanya variabel dummy kebijakan
pemerintah meningkatkan ekspor kayu lapis
Indonesia ke Jepang.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis
lakukan maka dari itu ada beberapa saran sebagai
berikut :
1. Jepang sebagai negara tujuan utama ekspor
kayu lapis Indonesia harus tetap di
pertahankan pangsa pasarnya agar tidak
berpaling ke negara eksportir kayu lapis lainya
seperti Cina dan Malaysia. Untuk itu
pemerintah maupun produsen harus bisa
memberikan produk kayu lapis uang
berkualitas sehinga dapat bersaing dengan
negara eksportir lain, agar Jepang tetap
memilih ekspor kayu lapis dari Indonesia.
13
2. Masalah terbesar ekspor kayu lapis saat ini
adalah semakin berkurangnya produksi kayu
lapis karena semakin langkanya bahan baku
kayu bulat. Untuk mengatasi masalah ini,
pemerintah harus membuat kebijakan dan
pengawasan yang ketat terhadap paraktek
pembalakan
liar
(illegal
logging),
penyelundupan kayu gelondongan, penanaman
kembali hutan yang gundul maupun budidaya
tanaman hutan untuk keperluan industri agar
bahan baku untuk kayu lapis tetap tersedia.
3. Investasi atau subsidi untuk industri kayu lapis
perlu ditingkatkan dalam pemenuhan teknologi
baru terutama dalam pengantian mesin yang
lama dengan yang baru. Teknologi baru di
harapkan bisa menekan biaya produksi dan
menghasilkan produk kayu lapis yang lebih
berkualitas dan harga yang kompetitif. Sehinga
produk kayu lapis Indonesia dapat bersaing
dengan produk negara kompetitor lain.
4. Selain produksi yang semakin menurun,
ternyata penurunan ekspor kayu lapis juga di
sebabkan karena menurunya permintaan.
Untuk itu pemerintah dan produsen bekerja
sama mempromosikan produk kayu lapis ke
negara lain agar tidak tergantung ke negaranegara tujuan utama ekspor kayu lapis
terutama ketergantungan ke Jepang. Hal ini
bertujuan agar permintaan terhadap kayu lapis
Indonesia tetap ada dan terus meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Basri,
Faisal H. 2002. Perekonomian
Indonesia:Tantangan dan harapan Bagi
Kebangkitan Ekonomi Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
BPS. 1980-2010. Statistik Indonesia. Berbagai
edisi.
Cahyono, Dian (2004) Analisis Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Permintaan
Tembakau Olahan Indonesia Oleh
Singapura 1986-2002. Medan : Universitas
Sumatera Utara
Drajad, B, R. Suprihatini dan T. Wahyuni. 2003.
“Analisis
Prospek
dan
Strategi
Pengembangan
Industri
Hilir
Perkebunan”. Diakses tanggal 28 Februari
2010. http://www.google.com
Exsiani, Wellya (2008). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Minyak Pala di
Sumatera Barat. Padang: Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Padang
(Tidak Dipublikasikan)
Froyen, Richard T. 2003. Macroeconomic
“Theories and Policies”. Carahnya
Prentice-Hall.
Mankiw, N. Gregory. 2000. Teori Ekonomi
Makro Jilid 2. Jakarta: Erlangga
_______________. 2001. Teori Ekonomi Makro.
Jakarta: Erlangga.
_______________ (2003). Teori
Makro. Jakarta: Erlangga.
Ekonomi
Murniasih, Ery (2008) Determinan Pertumbuhan
Industri Kayu Lapis Indonesia. Depok :
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Menhut No. 1132 / Kpts – II / 2001 dan
Menperindag No. 292 / MPP / Kep /1 0/
2001
Nachrowi, Djalal. 2005. Penggunaan Teknik
Ekonometri. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Nofriyanti, Yossi (2008). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Kayu Olahan di
Sumatera Barat. Padang: Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Padang
(Tidak Dipublikasikan)
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar.
Terjemahan oleh Zumarno Zain-Jakarta:
Erlangga.
Hendra (2010) Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Coklat Indonesia
ke Amerika Serikat. Padang: Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Padang
(Tidak Dipublikasikan)
________________.
2007.
Dasar-Dasar
Ekonometrika. Edisi ketiga. Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Salvatore,
Dominick,
1997,
Ekonomi
Internasional, Edisi Kelima, Jakarta :
Erlangga.
Jhingan.L.M. 2004. Ekonomi Pembangunan dan
Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Santoso. 2001:30. Bank dan Lembaga Keuangan
lain.Jakarta.Salemba Empat.
Krugman, Paul R. dan Maurice. Obstfeld. 2000.
Ekonomi
Internasional
Teori
dan
Kebijakan. Edisi Kelima. Jilid 2. Jakarta:
PT. Indeks Kelompok Gramedia.
________________.
2003.
Ekonomi
Internasional. Teori dan
Kebijakan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Putra,
Sukirno, Sadono. 2000. Makro Ekonomi
Moderen:Perkembangan Pemikiran Dari
Klasik Hingae Keynesian Baru. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
_____________. 2002. Pengantar Teori Makro
Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
_____________. 2003. Teori Makro Ekonomi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
14
_____________. 2004. Teori Makro Ekonomi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Supardi.(2005). Metodologi Penelitian Ekonomi
dan Bisnis. Yoogyakarta : UII press
Syahrianengsih. 2010. “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke
Amerika Serikat”. Padang: Program Studi
Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri
Padang. (Tidak Dipublikasikan)
Tua
Supranto,J.
2001.Ekonometrika.Jakarta
Lembaga Penelitian FE UI.
:
_____________. 2002.Ekonometrika.Jakarta :
Lembaga Penelitian FE UI.
Suryani, Dinie. 2007. Komoditas kako: potret
dan peluang pembiayaan. Diakses tanggal
4 maret 2010. http://www.infopasaragro.com.
Soekartawi. 1995. Primsip Dasar Ekonomi
Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Lorensius (2008) Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke
Amerika Serikat. Medan : Universitas
Sumatera Utara
UU Perkayuan. UU No.5 tahun 1967 industri
pengolahan. Jakarta
www.google.com.Kolmogorov-Smirnov
www.FAOSTAT/FAO.ORG. Diakses tanggal 1
Juli 2012.
www.http://knoema.com/mhrzolg/gdp-statistics-
from-the-world-bank#Japan
15
Download