3 TINJAUAN PUSTAKA Virus Hepatitis B Virus Hepatitis B merupakan hepadnavirus berukuran 42 nm yang memiliki selubung luar lipoprotein dengan protein permukaan HBsAg (Gambar 1). Virus ini memiliki inti 27 nm berupa nukleokapsid (HBcAg) dengan genom berupa DNA utas ganda berbentuk sirkular parsial (parsial overlapping). Famili hepadnaviridae juga mencakup genus Orthohepadnavirus yang dapat menginfeksi primata seperti Woodchuck Hepatitis Virus (WHV), Ground Squirrel Hepatitis Virus (GSHV) dan genus avihepadnavirus yang dapat menginfeksi unggas seperti Duck Hepatitis B Virus. Famili Hepadnavirus memiliki lingkup inang yang terbatas, dimana hanya dapat menggunakan inang yang memiliki kedekatan spesies terhadap inang aslinya. (WHO 2002). Gambar 1 Virus Hepatitis B (Stannard 1995) Gambar 2 Bagan spektrum penyakit hati akibat infeksi VHB Definisi kasus hepatitis B, pasien dianggap menderita hepatitis akut apabila secara klinis menunjukkan gejala pusing, anorexia, demam, mual, sakit pada bagian perut, dan adanya gejala penyakit kuning atau peningkatan serum alanine aminotransferase. Secara laboratorium, pada pasien IgM terhadap HBcAg atau HBsAg terdeteksi. Pasien dianggap menderita hepatitis B kronis apabila secara klinis menunjukkan berbagai gejala dari cirrhosis atau kanker hati. Selain itu pasien kronis juga dapat asimptomatis atau tanpa gejala penyakit. Pada tahapan kronis pasien secara laboratorium menunjukkan hasil negatif terhadap IgM anti HBc dan positif terhadap HBsAg, HBeAg, VHB DNA atau kombinasi hasil positif pada HBsAG, HBV DNA / HBeAg dalam jangka waktu 6 bulan. Virus ini tidak menghasilkan efek sitopatik, sehingga diduga patogenesa virus ini merupakan hasil dari pertahanan tubuh bermediasi sel (CDC 2009; WHO 2002). 4 Infeksi VHB umum terjadi pada masa kanak-kanak dan tidak menunjukkan gejala penyakit sampai ke tahapan karier kronis. Transmisi virus dapat terjadi melalui pertukaran cairan tubuh, tindakan seksual, dan penularan dari ibu yang positif ke anaknya pada saat proses melahirkan (WHO 2002). Virus Hepatitis B menginfeksi sel dengan mediasi reseptor sel hepatosit, selanjutnya inti virus (DNA open circular) akan dipindah kedalam sel dan membentuk Covalently Closed Circular (cccDNA) dengan bantuan nuclear DNA repair enzymes. Tahapan selanjutnya genom VHB akan melakukan transkripsi 4 bagian secara overlap (P, C, S, dan X) dan kemudian dikeluarkan menuju sitoplasma untuk ditranslasikan menjadi protein virus. Gen P mengkodekan DNA polymerase/reverse transcriptase, gen C mengkodekan protein inti (core), gen S mengkodekan protein permukaan (surface), dan protein X. Gen C terbagi menjadi pre-C dan C. Gen S terbagi menjadi region pre-S1, pre-S2, dan small S. Gen S memiliki peranan penting dalam proses infeksi VHB. Gen pre-S1 secara khusus berfungsi untuk mediasi pengikatan VHB pada sel hepatosit manusia (Glebe et. al 2003). Hasil transkripsi gen P sebesar 3,5 kb membentuk enzim polimerase VHB, protein inti (HBc), protein precore, dan juga fragmen sebagai cetakan pRNA (pregenomic RNA, merupakan hasil transkripsi balik pada saat replikasi virus). Protein precore memiliki sekuen target untuk transportasi ke ER untuk proses lebih lanjut menjadi HbeAg. Hasil transkripsi gen S sebesar 2,4 kb dan 2,1 kb menghasilkan selubung luar serta protein permukaan HBs. Sedangkan penelitian pada Woodchuck Hepadna Virus mengindikasikan hasil transkripsi 0,7 kb berupa protein X berguna dalam proses inisiasi infeksi. (Guha 2004; Spandau 1988; Standring 1988; WHO 2002). Tupaia sp. Tupaia sp. merupakan hewan bukan pengerat yang memiliki kekerabatan yang dekat dengan primata. Termasuk dalam ordo Scandentia dan Famili Tupaiidae, hewan ini endemik pada daerah subtropikal dan tropikal seperti asia tenggara. Terdapat pada wilayah India sampai Philipina, Cina selatan hingga Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Bali. Habitat alaminya berapa pada hutan tropis dan area perkebunan (Kock et al 2001). Pada infeksi in vivo, VHB dapat melakukan replikasi pada hati tupaia. Infeksi secara akut dapat dideteksi viremia dan HbsAg, dan juga keberadaan antibodi terhadap HBeAg dan HBsAg. Kondisi ini menyerupai pada pasien infeksi akut yang diderita oleh manusia. Lebih lanjut imunisasi dengan vaksin VHB dapat mencegah 88% infeksi VHB eksperimental. Pada kasus kronis peneliti menemukan induksi pembentukan HCC (Guha 2004). Selain secara in vivo, kultur primer hepatositnya mudah disiapkan dengan metode perfusi (Kock et al 2001). Virus Hepatitis B dapat menginfeksi sel primer hepatosit hasil isolasi hati tupaia, sehingga dihasilkan cccDNA dan mRNA dan sekresi HBsAg dan HbeAg pada media kultur. Proses awal infeksi VHB pada sel primer hepatosit tupaia (PTH) sangat menyerupai proses infeksi pada sel hepatosit manusia (Glebe et al 2003; Walter 1996). Oleh karenanya, penggunaan tupaia sebagai hewan model infeksi VHB dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. 5 Kultur Primer Kultur primer merupakan kultur sel in vitro yang diisolasi langsung dari suatu organisme. Kultur sel primer dapat diperoleh dengan melakukan agregasi jaringan secara mekanik ataupun secara enzimatis. Proses agregasi menjadi salah satu tahapan vital untuk memperoleh kultur sel primer yang spesifik. Sel dari kultur primer memiliki banyak kesamaan dengan sel in vivo, sehingga kultur primer dapat dijadikan sistem pemodelan untuk mempelajari sistem biologi seperti pemodelan inang untuk agen mikrobiologis, dalam hal ini virus (Freshney 1994).