BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010 merupakan erupsi terbesar dalam 100 tahun terakhir. Dampak dari erupsi ini menyebabkan ancaman primer berupa letusan yang disertai hamburan piroklastik, aliran lava dan luncuran awan panas yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Selain ancaman primer, erupsi Gunung Merapi juga berpotensi menimbulkan ancaman sekunder berupa banjir lahar dingin. Setelah erupsi tahun 2010, di kawasan puncak dan lereng-lereng Merapi masih tersimpan jutaan meter kubik endapan material vulkanik. Material vulkanik tersebut dapat turun menjadi banjir lahar jika terjadi hujan deras dalam beberapa waktu tertentu. Oleh karena itu, pada daerah lereng seperti Gunung Merapi yang merupakan gunung berapi aktif, besaran hujan merupakan faktor dominan yang memicu terjadinya aliran lahar dingin. Pada kejadian aliran lahar dingin, terjadi proses transformasi hujan menjadi aliran. Hujan sebagai data masukan (input) memiliki pengaruh dan peranan yang sangat penting terhadap karakteristik keluaran (output) yang dihasilkan dari sistem yang akan digunakan sebagai informasi hidrologi. Namun karakteristik hujan suatu daerah akan berbeda dengan wilayah lainnya, salah satunya diakibatkan oleh sifat hujan yang memiliki variabilitas spasial dan temporal antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Terlebih lagi di Indonesia yang wilayahnya dilewati oleh garis khatulististiwa, variabilitas hujannya sangatlah tinggi. Berdasarkan skala ruang, variabilitas hujan sangat dipengaruhi oleh letak geografis, topografi, ketinggian tempat, arah angin dan letak lintang. sedangkan berdasarkan skala waktu, variasi curah hujan dibagi berdasarkan durasinya, yaitu tipe menitan, jamjaman, harian, bulanan dan tahunan. Hujan juga termasuk fenomena cuaca yang sebagian besar dipengaruhi oleh perubahan iklim dunia yang akhir-akhir ini sedang hangat dibicarakan di kancah internasional. Dampak lain dari perubahan iklim yang berkaitan dengan hujan 1 antara lain dinamika pergeseran musim dan perubahan karakteristik hujan. Tidak menutup kemungkinan curah hujan di Indonesia juga, khususnya di wilayah Gunung Merapi mengalami perubahan karakteristik tiap tahunnya. Oleh karena itu sebelum proses transformasi hujan aliran dilakukan, maka terlebih dahulu diperlukan studi lebih lanjut mengenai karakteristik hujan di wilayah Gunung Merapi sebagai informasi hidrologi yang dapat digunakan sebagai bahan atau acuan untuk menganalisis kemungkinan terjadinya aliran lahar dingin. Pada penelitian ini, karakteristik hujan yang dianalisis dalam kaitannya dengan transformasi hujan aliran antara lain variabilitas hujan baik secara spasial maupun temporal, serta trend hujan untuk durasi pendek (jam) dan panjang (harian, bulanan dan tahunan) maupun berdasarkan indeks hujan ekstrim. Untuk mengetahui lama hujan yang berpotensi mengakibatkan banjir, frekuensi kejadian dan durasi hujan dominan juga perlu dianalisis. Setelah frekuensi kejadian dan durasi hujan dominan diketahui, maka pola distribusi agihan hujan dapat ditentukan agar dapat diketahui hubungan antara persen hujan dan lama hujan. Selain itu, agihan hujan juga diperlukan untuk perhitungan banjir rancangan. Dalam perhitungan banjir rancangan, diperlukan masukan berupa hujan rancangan yang didistribusikan ke dalam hujan jam-jaman. Untuk dapat mengubah hujan rancangan ke dalam besaran hujan jam-jaman perlu didapatkan terlebih dahulu suatu pola distribusi hujan jam-jaman. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. mengetahui frekuensi kejadian hujan dan durasi hujan dominan yang terjadi di kawasan Gunung Merapi, 2. mengetahui pola distribusi hujan di kawasan Gunung Merapi, 3. mengetahui trend hujan untuk berbagai durasi dan indeks hujan ekstrim yang terjadi di kawasan Gunung Merapi, 4. mengetahui variabilitas ruang (spasial) dan waktu (temporal) hujan yang terjadi di kawasan Gunung Merapi. 2 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah dihasilkan suatu informasi hidrologi berupa karakteristik hujan yang mencakup variabilitas hujan baik secara temporal maupun spasial, trend hujan untuk berbagai durasi dan indeks hujan ekstrim, frekuensi dan durasi kejadian hujan dominan, serta pola distribusi hujan yang terjadi di wilayah Gunung Merapi yang dapat dijadikan sebagai acuan atau pertimbangan dalam kaitannya dengan upaya mitigasi bencana banjir lahar dingin. 1.4 Batasan Penelitian Batasan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, antara lain sebagai berikut ini. 1. Lokasi penelitian berada di wilayah lereng Gunung Merapi yang secara administratif berada di Kabupaten Sleman Provinsi D.I. Yogyakarta serta Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali di Provinsi Jawa Tengah. 2. Data hujan yang digunakan merupakan data hujan jam-jaman dalam rentang waktu 34 tahun, dari tahun 1980-2013 yang bersumber dari beberapa stasiun hujan seperti Stasiun Plawangan, Jrakah, Babadan, Deles, Gunung Maron, Kaliurang, Ngandong, Batur, Argomulyo, Mranggen, Ngepos, Talun, Girikerto, Plosokerep, Pucanganom, Pakem, Sukorini, Sorasan, Sopalan dan Randugunting. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai karakteristik hujan di kawasan Gunung Merapi telah banyak dilakukan sebelumnya, antara lain : 1. Endhita Prima AP (2011), menganalisis kecenderungan atau trend pola hujan di sembilan stasiun hujan di kawasan lereng barat dan selatan Gunung Merapi dari tahun 1989-2008. Metode penelitian yang digunakan adalah trend analysis dengan regresi linear beserta uji t yang merupakan uji parametrik dan uji Man-Kendall yang merupakan uji non-parametrik. Pada penelitian tersebut analisis dilakukan pada hujan durasi panjang dan durasi pendek. 3 2. Dhian Darma Prayuda (2012), menganalisis data hujan jam-jaman di wilayah lereng Gunung Merapi untuk mengevaluasi beberapa rumus empiris intensitas hujan menggunakan indikator ketelitian nilai Root Mean Square Error (RMSE). Pada penelitian ini, dianalisis juga karakteristik sebaran hujan secara spasial dan temporal menggunakan data yang dipilih sesuai kejadian hujan dengan durasi 1 jam menggunakan bantuan software ArcGIS. 3. Pudak Juni Laksana (2014), menganalisis karakteristik hujan di kawasan Gunung Merapi menggunakan data hujan 30 menitan dengan durasi pendek (≤ 3 jam) dan dibantu software berbasis spreadsheet untuk mencari durasi hujan yang mewakili dan pola agihan hujannya. Pada penelitian ini juga dibuat critical line Kali Woro untuk memprediksi kejadian lahar dingin yang terjadi menggunakan metode A dari Ministry of Land, Infrastructure and Transport (MLIT) - Japan untuk menetapkan seting curah hujan standar. Pada penelitian ini, karakteristik hujan di kawasan Gunung Merapi yang dianalisis lebih komprehensif dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yakni mencakup tinjauan variabilitasnya baik secara spasial maupun temporal, trend atau pola kecenderungan hujan untuk berbagai durasi dan indeks kejadian hujan ekstrim, frekuensi kejadian dan durasi hujan dominan, serta pola distribusi agihan hujannya. Selain itu, stasiun hujan yang digunakan lebih banyak dan rentang datanya juga lebih panjang. 4