analisis brand equity java tea dalam persaingan industri minuman

advertisement
SNIPTEK 2016
ISBN: 978-602-72850-3-3
ANALISIS BRAND EQUITY JAVA TEA DALAM
PERSAINGAN INDUSTRI MINUMAN TEH DALAM
BOTOL
Safrezi Fitra
Akademi Komunikasi BSI Jakarta
[email protected]
Abstraksi-Aktivitas kehidupan manusia
yang semakin padat menyebabkan waktu
yang dimiliki untuk mengkonsumsi
barang-barang kebutuhan sehari-hari
(consumer goods) seperti makanan dan
minuman semakin berkurang. Perubahan
gaya hidup masyarakat kota Jakarta yang
semakin peduli akan kesehatan serta
minimnya waktu luang yang dimiliki
menyebabkan perubahan pada pola
konsumsi yang cenderung memilih
makanan atau minuman instan yang lebih
sehat.
Penelitian yang dilakukan di
Kalibata Mall, Jakarta selatan
ini
bertujuan (1) Menganalisis elemenelemen ekuitas merek (brand awareness,
brand association, perceived quality, dan
brand loyalty) pada produk RTD Java Tea
serta (2) Merekomendasikan alternatif
strategi bauran pemasaran yang dapat
dilakukan oleh para produsen RTD Java
Tea. Responden dalam penelitian ini
berjumlah 107 orang, dipilih berdasarkan
metode judgement sampling. Selanjutnya
data dari kuisioner dianalisis dengan
analisis
deskriptif,
uji
Cochran,
Importance and Performance Analysis
(IPA), analisis piramida loyalitas dan
Brand
Switching
Pattern
Matrix.
Mayoritas responden adalah perempuan
muda berpendidikan S1, berada pada
selang usia 17-29 tahun. Sebagian besar
merupakan mahasiswa, pegawai swasta,
atau pelajar yang bertempat tinggal di
rumah orang tua atau di kamar
sewa/kost, dengan rata-rata tingkat
pendapatan/uang saku sebesar Rp
601.000 – Rp 1.000.000 per bulan dan
mengeluarkan uang sebesar Rp 11.000Rp 20.000 perhari untuk konsumsi
makanan dan minuman pribadi.
Hasil analisis brand awareness
menunjukan bahwa merek RTD yang
pertama paling diingat responden adalah
Nu Green Tea (top of mind), sedangkan
merek kedua yang paling banyak diingat
responden (brand recall) adalah Java Tea.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aktivitas kehidupan manusia
yang semakin padat menyebabkan waktu
yang dimiliki untuk mengkonsumsi
barang-barang kebutuhan sehari-hari
(consumer goods) semakin berkurang.
Masyarakat, terutama yang hidup di kota
besar seperti Jakarta dan sekitarnya,
banyak yang mengalami stres dan
kelelahan
karena
pekerjaan
yang
menumpuk, kemacetan lalu lintas, polusi
udara (seperti asap rokok, asap
kendaraan, asap pabrik dan sebagainya),
serta masalah-masalah lainnya. Sehingga
jumlah penderita penyakit kanker, stroke,
darah tinggi, diabetes, kolesterol, hepatitis,
lever, radang tenggorokan, infeksi dan
penyakitpenyakit
lainnya
semakin
bertambah.
Perubahan
gaya
hidup
masyarakat Indonesia yang semakin
peduli akan kesehatan serta minimnya
waktu luang yang dimiliki menyebabkan
perubahan
pada
pola
konsumsi
masyarakat yang cenderung memilih
makanan atau minuman instan atau siap
saji yang lebih praktis dan sehat.
Aktivitas kehidupan manusia
yang semakin padat menyebabkan waktu
yang dimiliki untuk mengkonsumsi
barang-barang kebutuhan sehari-hari
Kata Kunci: Brand Equity, Teh, Java
Tea
Kom-31
SNIPTEK 2016
ISBN: 978-602-72850-3-3
(consumer goods) semakin berkurang.
Masyarakat, terutama yang hidup di kota
besar seperti Jakarta dan sekitarnya,
banyak yang mengalami stres dan
kelelahan
karena
pekerjaan
yang
menumpuk, kemacetan lalu lintas, polusi
udara (seperti asap rokok, asap
kendaraan, asap pabrik dan sebagainya),
serta masalah-masalah lainnya. Sehingga
jumlah penderita penyakit kanker, stroke,
darah tinggi, diabetes, kolesterol, hepatitis,
lever, radang tenggorokan, infeksi dan
penyakitpenyakit
lainnya
semakin
bertambah. Perubahan gaya hidup
masyarakat Indonesia yang semakin
peduli akan kesehatan serta minimnya
waktu luang yang dimiliki menyebabkan
perubahan
pada
pola
konsumsi
masyarakat yang cenderung memilih
makanan atau minuman instan atau siap
saji yang lebih praktis dan sehat.
Teh hijau dalam kemasan siap
minum (RTD Java Tea) merupakan salah
satu produk olahan teh yang saat ini
banyak beredar di pasaran. Perbedaan teh
hijau dan teh hitam terdapat pada warna
dan proses pembuatannya. Teh hitam
berwarna coklat kehitaman karena
mengalami proses fermentasi penuh.
Sedangkan teh hijau berwarna hijau
kekuningan karena tidak mengalami
proses fermentasi.
Kandungan catechin pada teh
hijau lebih tinggi sehingga manfaat yang
diberikan oleh teh hijau lebih besar. Saat
ini di pasaran telah beredar berbagai
merek minuman teh hijau dalam kemasan
siap minum (RTD Java Tea) yang
diproduksi oleh beberapa perusahaan
minuman.
Konsumen cenderung membeli
suatu merek yang sudah dikenal, karena
dengan membeli merek yang sudah
dikenal, mereka merasa aman, terhindar
dari berbagai risiko pemakaian dengan
asumsi bahwa merek yang sudah dikenal
lebih dapat diandalkan (Durianto, et al,
2001). Karena itu sangat penting bagi
produsen untuk mengetahui kondisi
ekuitas merek (brand equity) dari
produknya melalui riset terhadap elemenelemen ekuitas merek.
TINJAUAN PUSTAKA
Kom-32
2.1. Minuman dalam Kemasan
Minuman ringan (soft drink)
adalah minuman yang tidak mengandung
alkohol, merupakan olahan dalam bentuk
bubuk atau cair yang mengandung bahan
makanan dan atau bahan tambahan
lainnya baik alami maupun sintetik yang
dikemas dalam kemasan sehingga dapat
langsung dikonsumsi (Kartikawati, 2005).
Minuman ringan dibedakan menjadi dua,
yaitu minuman berkarbonasi (carbonated
soft drink) dan minuman tanpa karbonasi.
Minuman teh hijau (Java Tea)
dalam kemasan siap minum adalah salah
satu produk minuman ringan tanpa
karbonasi dalam bentuk cair yang berasal
dari hasil menyeduh pucuk daun teh
(Camellia sinensis), berwarna coklat
muda atau kuning kehijauan, diolah tanpa
melalui proses fermentasi, dan dikemas
dalam kemasan yang praktis, siap
diminum (ready to drink). Ada berbagai
macam kemasan RTD (ready to drink)
untuk produk minuman Java Tea, yaitu
kemasan botol kaca (RGB), botol plastik
(PET), karton (tetrapack), dan kaleng.
Saat ini produk minuman teh hijau dalam
kemasan siap minum (RTD Java Tea)
sudah banyak dijual dengan berbagai
merek dan konsumen dapat dengan
mudah menemukannya di warungwarung,
toko,
kantin,
swalayan,
minimarket, maupun hipermarket.
2.2. Pengertian dan Manfaat Merek
American Marketing Association
dalam Kotler (2005) mendefinisikan
merek sebagai nama, istilah, simbol, atau
desain, atau kombinasi semuanya, yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasikan
barang
atau
jasa
seorang
atau
sekelompok
penjual
dan
untuk
membedakannya dari barang atau jasa
pesaing.
Sedangkan
menurut
Aaker
(1991), merek adalah nama dan atau
simbol yang bersifat membedakan
(seperti sebuah logo, cap, atau kemasan)
dengan maksud mengidentifikasikan
barang atau jasa dari seorang penjual atau
sebuah kelompok penjual tertentu, dan
untuk membedakannya dari barang atau
SNIPTEK 2016
ISBN: 978-602-72850-3-3
jasa yang dihasilkan oleh kompetitor.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa merek mempunyai dua unsur,
yaitu brand name yang terdiri dari huruf
atau kata-kata yang dapat terbaca, serta
brand mark yang berbentuk simbol,
desain, atau warna tertentu yang spesifik
(Rangkuti, 2002).
Merek menjadi sangat penting
saat ini, karena beberapa faktor seperti:
1. Emosi kosumen terkadang turun naik.
Merek mampu membuat janji emosi
menjadi konsisten dan labil
2. Merek mampu menembus setiap pagar
budaya dan pasar. Merek yang kuat
mampu diterima di seluruh dunia dan
budaya. Contoh; merek Coca-Cola berhasil
menjadi ”Global Brand” yang diterima di
seluruh dunia.
3.
Merek
mampu
menciptakan
komunikasi interaksi dengan konsumen.
Semakin kuat suatu merek, semakin kuat
pula interaksinya dengan konsumen dan
semakin banyak brand association
(asosiasi merek) yang terbentuk dalam
merek tersebut. Jika brand association
yang terbentuk memiliki kualitas dan
kuantitas yang kuat, potensi ini akan
meningkatkan brand image (citra merek).
4. Merek sangat berpengaruh dalam
membentuk perilaku konsumen. merek
yang kuat sanggup merubah perilaku
konsumen.
5.
Merek
memudahkan
proses
pengambilan keputusan pembelian oleh
konsumen. Dengan adanya merek,
konsumen
dapat
dengan
mudah
membedakan produk yang akan dibelinya
dengan produk lain sehubungan dengan
kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun
atribut lain yang melekat pada merek
tersebut.
6. Merek berkembang menjadi sumber
aset terbesar bagi perusahaan. Contoh; 97
persen dari nilai Stock Market Value
(SMV) Coca-Cola merupakan nilai dari
merek itu sendiri (Durianto, et al, 2001).
ruang lingkup kegiatan yang luas
disederhanakan menjadi empat kebijakan
pemasaran yang biasa disebut bauran
pemasaran (maketing mix) atau 4P dalam
pemasaran yang terdiri dari empat
komponen yaitu produk (product), harga
(price), distribusi (place), dan promosi
(promotion). Produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawakan ke pasar
untuk memuaskan keinginan atau
kebutuhan. Produk merupakan alat
bauran pemasaran yang sangat mendasar.
Bauran produk suatu perusahaan
memiliki lebar, panjang, kedalaman, dan
konsistensi tertentu. Sedangkan harga
adalah alat bauran pemasaran yang
menentukan keberhasilan. Harga yang
ditawarkan harus sebanding dengan nilai
yang dipikirkan atas tawaran itu; jika
tidak, pembeli akan berpaling ke produk
pesaing (Kotler, 2005).
Distribusi mencakup berbagai
kegiatan perusahaan agar produk dapat
diperoleh dan tersedia bagi para
pelanggan sasaran. Sedangkan promosi
mencakup semua kegiatan yang dilakukan
perusahaan untuk mengkomunikasikan
dan mempromosikan produknya ke pasar
sasaran (Kotler, 2005).
2.3. Bauran Pemasaran
Jangkauan pemasaran sangat
luas, meliputi berbagai tahap kegiatan
yang harus dilalui oleh barang dan jasa
sampai ke tangan konsumen, sehingga
2.4. Perilaku Konsumen dan Proses
Keputusan Pembelian
Engel,
et
al.
(1994)
mendefinisikan
perilaku
konsumen
sebagai tindakan yang langsung terlibat
dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk
proses keputusan yang mendahului dan
menyusuli tindakan ini. Setiap hari
konsumen dihadapkan pada berbagai
pilihan produk dan merek yang akan
mereka konsumsi. Secara umum proses
keputusan pembelian yang dilakukan oleh
konsumen melalui lima tahap, yaitu
sebagai berikut :
1. Pengenalan kebutuhan
Konsumen mempersepsikan perbedaan
antara keadaan yang diinginkan dan
situasi aktual yang memadai untuk
membangkitkan dan mengaktifkan proses
keputusan.
2. Pencarian informasi
Konsumen mencari informasi yang
disimpan di dalam ingatan (pencarian
Kom-33
SNIPTEK 2016
ISBN: 978-602-72850-3-3
internal) atau mendapatkan informasi
yang relevan dengan keputusan dari
lingkungan (pencarian eksternal).
3. Evaluasi alternatif
Konsumen
mengevaluasi
pilihan
berkenaan
dengan
manfaat
yang
diharapkan dan menyempitkan pilihan
hingga alternatif yang dipilih.
kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup,
manfaat, atribut produk, geografis, harga,
pesaing, selebritis dan lain-lain.
3. Persepsi kualitas (perceived quality).
Mencerminkan
persepsi
pelanggan
terhadap
keseluruhan
kualitas/keunggulan suatu produk atau
jasa layanan berkenaan dengan maksud
yang diharapkan.
4. Loyalitas merek (brand loyalty).
Mencerminkan
tingkat
keterikatan
konsumen dengan suatu merek produk.
5. Aset-aset merek lainnya (other
proprietary brand assets), seperti hak
paten, merek dagang, dan sebagainya
yang menjadi faktor keunggulan bersaing.
Menurut Wibowo (2004), ekuitas
merek mampu meningkatkan nilai
perusahaan melalui beragam cara,
diantaranya:
1. ekuitas merek dapat menguatkan
program memikat para konsumen baru
atau merangkul kembali konsumen lama.
Promosi memperkenalkan rasa baru atau
pengunaan baru akan lebih efektif bila
merek sudah dikenal.
2. kesan kualitas (perceived quality),
asosiasi merek (brand association), dan
kesadaran merek (brand awareness) bisa
memberikan alasan untuk membeli dan
mempengaruhi kepuasan pelanggan atau
dengan kata lain meningkatkan kesetiaan
merek (brand loyalty).
3. ekuitas merek memungkinkan suatu
produk dijual pada harga lebih mahal
(premium price) sekaligus mengurangi
ketergantungan terhadap promosi.
4. ekuitas merek dapat memberikan
landasan bagi perluasan merek (brand
extention).
5. ekuitas merek dapat memberikan
dorongan atau kelancaran bergeraknya
produk di saluran distribusi. Para
pedagang tidak akan ragu-ragu menjual
merek yang telah teruji dan memperoleh
pengakuan. merek yang kuat mudah
menempatkannya di toko-toko swalayan
dan kerjasama dalam menerapkan
program pemasaran.
6. aset ekuitas merek merupakan
penghalang masuk (entry barrier) bagi
pendatang baru atau pesaing.
4. Pembelian
Konsumen memperoleh alternatif yang
dipilih atau pengganti yang dapat
diterima bila perlu.
5. Hasil
Konsumen
mengevaluasi
apakah
alternatif
yang
dipilih
memenuhi
kebutuhan dan harapan segera sesudah
dikenakan (Engel et al, 1994).
2.5. Ekuitas Merek (Brand Equity)
Kotler (2005) mendefinisikan
ekuitas merek (brand equity) sebagai efek
diferensial positif yang ditimbulkan oleh
pengetahuan nama merek terhadap
tanggapan pelanggan atas suatu produk
atau jasa. Sedangkan Aaker (1991)
menyatakan bahwa ekuitas merek adalah
seperangkat aset dan liabilitas merek
yang terkait dengan suatu merek, nama,
simbol, yang mampu menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah produk atau jasa baik pada
perusahaan maupun pada pelanggan.
Ekuitas merek mengakibatkan
pelanggan memperlihatkan preferensi
terhadap suatu produk dibandingkan
dengan yang lain kalau keduanya pada
dasarnya identik. Pelanggan akan
membayar lebih mahal untuk merek yang
kuat. Sejauh mana pelanggan bersedia
membayar lebih tinggi untuk merek
tertentu tersebut merupakan ukuran
ekuitas merek (Kotler, 2005).
Aaker (1991) mengelompokkan ekuitas
merek ke dalam lima kategori, yaitu:
1. Kesadaran merek (brand awareness).
Menunjukkan kesanggupan seorang calon
pembeli untuk mengenali atau mengingat
kembali bahwa suatu merek merupakan
bagian dari kategori produk tertentu.
2. Asosiasi merek (brand association).
Mencerminkan pencitraan suatu merek
terhadap satu kesan tertentu dalam
Kom-34
SNIPTEK 2016
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Kalibata Mall Jakarta. Pemilihan lokasi
dilakukan secara purposive dengan alasan
karena Kalibata Mall letaknya sangat
strategis, yaitu di perbatasan antara
Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Jakarta
merupakan kota metropolitan yang
menjadi target pasar terbesar dari produk
minuman RTD Java Tea. Sedangkan
Jakarta Timur dan Jakarta Selatan
merupakan dua kotamadya yang paling
banyak
penduduknya
dan
sangat
heterogen. Berdasarkan data dari Suku
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
tiap Kotamadya, hingga bulan Oktober
2016 jumlah penduduk Jakarta Timur
mencapai 2.164.079 jiwa, sedangkan
penduduk Jakarta Selatan sebanyak
1.743.221 jiwa. Dan jumlah penduduk
Jakarta secara keseluruhan berjumlah
7.559.206 jiwa.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data pimer diperoleh dari
kuisioner dan hasil wawancara dengan
responden,
serta
observasi
dan
wawancara
dengan
pemilik
swalayan/supermarket, toko, warung
yang menjual minuman Java Tea dalam
kemasan siap minum. Sedangkan data
sekunder berasal dari lembaga-lembaga
terkait seperti Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil DKI Jakarta, hasil Riset
Majalah SWA dan MARS, serta hasil
penelusuran literatur melalui internet dan
buku-buku yang terkait.
3.3.
Metode
Penentuan
dan
Pengambilan Sampel
Metode
penelitian
yang
digunakan adalah metode survei dengan
cara mall intercept personal interviews,
yaitu memberhentikan orang yang sedang
berbelanja di Mall, menanyakan beberapa
pertanyaan screening, selanjutnya jika
orang tersebut memenuhi kriteria untuk
menjadi responden maka orang tersebut
diminta
kesediaannya
untuk
diwawancarai
atau
menjawab
ISBN: 978-602-72850-3-3
pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam
kuisioner penelitian (Maholtra, 2004).
Berdasarkan perhitungan rumus Slovin
(Umar, 2003), jumlah sampel atau
responden yang dibutuhkan untuk
penelitian ini minimal 100 orang.
Responden
yang
digunakan
dalam penelitian ini adalah pengunjung
dari Kalibata Mall, Jakarta Selatan yang
dipilih dengan menggunakan metode
judgement sampling, yaitu sampel diambil
berdasarkan
kriteria
yang
telah
dirumuskan oleh si peneliti (Durianto et
al, 2001). Adapun kriteria dari responden
yaitu; pertama, responden berusia 14
tahun ke atas, karena pada usia tersebut
responden dinilai dapat mengerti
pertanyaan-pertanyaan yang ada pada
kuisioner penelitian, dan usia tersebut
juga dijadikan target pasar oleh produsen
minuman RTD Java Tea. Kedua,
responden pernah mengkonsumsi salah
satu atau beberapa merek minuman Java
Tea dalam kemasan siap minum dalam 1
bulan terakhir.
Karena responden yang pernah
mengkonsumsi produk RTD Java Tea
dapat mendeskripsikan produk tersebut
dengan lebih baik, berdasarkan pada
pengalaman pribadi mereka dengan salah
satu atau beberapa merek RTD Java tea
yang pernah mereka konsumsi.
3.4. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Kuisioner
Agar kuisioner yang digunakan
dalam penelitian ini dapat diandalkan
untuk mengumpulkan informasi yang ada
di lapangan, maka perlu dilakukan uji
validitas dan uji reliabilitas pada
kuisioner
yang
digunakan
untuk
penelitian. Suatu alat ukur dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan.
Sedangkan
reliabilitas
menunjuk pada suatu pengertian bahwa
suatu alat ukur cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul
data (Rangkuti, 2002). Kuisioner yang
digunakan dalam penelitian ini telah diuji
dengan menggunakan uji validitas dan uji
reliabilitas dengan menggunakan metode
korelasi rank Spearman dan metode
Chronbach’s alpha (untuk elemen
Kom-35
SNIPTEK 2016
ISBN: 978-602-72850-3-3
perceived quality) serta metode Hoyt
(untuk elemen brand association).
Perhitungan uji validitas dan
reliabilitas atribut-atribut perceived value
menggunakan bantuan software SPSS
ver.13 for Windows. Uji reliabilitas Hoyt
adalah salah satu teknik uji reliabilitas
untuk sekali pengambilan data (uji
reliabilitas internal). Uji reliabilitas ini
dilakukan dengan cara mengujikan
kuisioner yang pertama kali dibuat
kepada 30 orang responden.
Jika hasilnya tidak reliable, maka
kuisioner perlu diperbaiki lagi. setelah itu
dilakukan kembali uji reliabilitas untuk
kuisioner yang kedua. Tetapi jika
kuisioner yang pertama sudah reliable,
maka penelitian dapat dilanjutkan dengan
70 responden berikutnya.
Uji Cochran digunakan pada data
dengan skala pengukuran nominal atau
untuk informasi dalam bentuk terpisah
dua (dikotomi), misalnya informasi “ya”
dan “tidak”. Penggunaan uji Cochran ini
adalah untuk mengetahui keberadaan
hubungan antara beberapa variabel
(Durianto et al, 2001) . Dalam penelitian
ini uji Cochran digunakan untuk
menganalisis asosiasi merek yang
membentuk brand image pada setiap
merek-merek minutan RTD Java Tea.
3.5.3. Importance and Performance
Analysis (IPA)
Importance and Performance
Analysis
(IPA)
digunakan
untuk
menganalisis perceived quality dari suatu
merek
produk
menurut
penilaian
responden dengan cara membandingkan
tingkat
kepentingan
(importance)
/harapan konsumen terhadap atribut
yang diteliti dengan tingkat kinerja
(performance) dari atribut-atribut yang
melekat pada suatu produk yang
dirangkum dalam diagram cartesius
Untuk
menilai
tingkat
kepentingan, setiap atribut diberikan
penilaian dengan skala likert seperti
berikut: “sangat tidak penting” diberi
skor/nilai 1, “tidak penting” diberi nilai 2,
“tidak terlalu penting” diberi nilai 3,
“penting” diberi nilai 4 dan “sangat
penting” diberi nilai 5. Sedangkan untuk
menilai tingkat kinerja, skala yang
digunakan adalah: “sangat buruk” diberi
nilai 1, “buruk” diberi
nilai 2, “biasa saja” diberi nilai 3, “baik”
diberi nilai 4 dan “sangat baik” diberi
nilai 5.
Total skor jawaban responden
dijumlahkan lalu dihitung nilai rata-rata
setiap
atribut
menurut
tingkat
kepentingan (Y ) dan tingkat kinerja ( X )
masingmasing merek.
3.5.4. Analisis Piramida Loyalitas
Analisis
piramida
loyalitas
digunakan untuk menganalisis loyalitas
konsumen dengan pendekatan sikap.
Analisis ini terdiri dari perhitungan
persentase switcher, habitual buyer,
satisfied buyer, liking the brand dan
committed buyer pada konsumen suatu
merek. Semakin kecil nilai persentase
switcher dan semakin besar persentase
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis
Data
Alat analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif, uji Cochran, Importance and
Performance Analysis (IPA), dan model
Markov (Brand Switching Pattern Matrix).
Sedangkan data yang diperoleh dari
kuisioner diolah dengan menggunakan
alat bantu software Microsoft Office Excel
2007 dan SPSS 13.0 for Windows, serta
Minitab 14.
3.5.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan
suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu objek, suatu set
kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun
suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuannya adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat, mengenai faktafakta, sifat-sifat
serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki (Nazir, 1988).
Dalam penelitian ini analisis
deskriptif
digunakan
untuk
mendeskripsikan karakteristik responden
dan tingkat kesadaran merek responden
terhadap produk minuman teh hijau siap
minum (RTD Java Tea) dengan cara
menabulasikan data yang diperoleh dari
kuisioner penelitian.
3.5.2. Uji Cochran (Cochran Q test)
Kom-36
SNIPTEK 2016
ISBN: 978-602-72850-3-3
committed buyer, semakin bagus bentuk
piramidanya (piramida terbalik), artinya
semakin tinggi loyalitas konsumen
terhadap merek tersebut.
Adapun cara perhitungan nilai
rata-rata dan persentase switcher,
habitual buyer, satisfied buyer, liking the
brand dan committed buyer adalah
sebagai berikut. Untuk analisis switcher,
menggunakan pertanyaan “Apakah Anda
pernah berpindah-pindah merek RTD
Java Tea hanya karena faktor harga?”.
Jawaban “tidak pernah” diberi bobot=1,
“jarang” diberi bobot=2, “kadang-kadang”
diberi bobot=3, “sering” diberi bobot=4,
“selalu” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot
dikalikan dengan jumlah frekuensi
jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari
total setiap bobot dikali frekuensi
jawaban, dibagi dengan jumlah total
responden yang menjawab. Sedangkan
persentase switcher dihitung dengan
menjumlahkan
frekuensi
jawaban
“sering” dan “selalu“, lalu dibagi dengan
jumlah total responden yang menjawab.
Untuk analisis habitual buyer,
menggunakan pertanyaan “Apakah Anda
membeli merek RTD Java Tea yang Anda
konsumsi sekarang karena sudah terbiasa
mengkonsumsi
merek
tersebut?”.
Jawaban “sangat tidak setuju” diberi
bobot=1, “tidak setuju” diberi bobot=2,
“ragu-ragu” diberi bobot=3, “setuju”
diberi bobot=4, “sangat setuju” diberi
bobot=5. Lalu setiap bobot dikalikan
dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai
rata-rata diperoleh dari total setiap bobot
dikali frekuensi jawaban, dibagi dengan
jumlah total responden yang menjawab.
Sedangkan persentase habitual buyer
dihitung dengan menjumlahkan frekuensi
jawaban “setuju” dan “sangat setuju“, lalu
dibagi dengan jumlah total responden
yang menjawab.
Untuk analisis satisfied buyer,
menggunakan pertanyaan “Apakah Anda
memperoleh kepuasan pada merek RTD
Java Tea yang Anda konsumsi sekarang?”.
Jawaban “sangat tidak puas” diberi
bobot=1, “tidak puas” diberi bobot=2,
“biasa saja” diberi bobot=3, “puas” diberi
bobot=4, “sangat puas” diberi bobot=5.
Lalu setiap bobot dikalikan dengan
jumlah frekuensi jawaban. Nilai ratarata
diperoleh dari total setiap bobot dikali
frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah
total
responden
yang
menjawab.
Sedangkan persentase satisfied buyer
dihitung dengan menjumlahkan frekuensi
jawaban “puas” dan “sangat puas“, lalu
dibagi dengan jumlah total responden
yang menjawab.
Untuk analisis liking the brand,
menggunakan pertanyaan “Apakah Anda
menyukai merek RTD Java Tea yang Anda
konsumsi sekarang?”. Jawaban “sangat
tidak suka” diberi bobot=1, “tidak suka”
diberi bobot=2, “biasa saja” diberi
bobot=3, “suka” diberi bobot=4, “sangat
suka” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot
dikalikan dengan jumlah frekuensi
jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari
total setiap bobot dikali frekuensi
jawaban, dibagi dengan jumlah total
responden yang menjawab. Sedangkan
persentase liking the brand dihitung
dengan menjumlahkan frekuensi jawaban
“suka” dan “sangat suka“, lalu dibagi
dengan jumlah total responden yang
menjawab.
Untuk analisis committed buyer,
menggunakan pertanyaan “Apakah Anda
pernah mempromosikan merek RTD Java
Tea yang Anda konsumsi sekarang?”.
Jawaban “tidak pernah” diberi bobot=1,
“jarang” diberi bobot=2, “kadangkadang”
diberi bobot=3, “sering” diberi bobot=4,
“selalu” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot
dikalikan dengan jumlah frekuensi
jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari
total setiap bobot dikali frekuensi
jawaban, dibagi dengan jumlah total
responden yang menjawab. Sedangkan
persentase committed buyer dihitung
dengan menjumlahkan frekuensi jawaban
“sering” dan “selalu“, lalu dibagi dengan
jumlah total responden yang menjawab.
3.5.5. Model Markov (Brand Switching
Pattern Matrix)
Analisis ini digunakan untuk
menganalisis loyalitas konsumen dengan
pendekatan perilaku. Yaitu dengan cara
menghitung kemungkinan perpindahan
merek (Probalility Rate of Transition) dari
merek-merek yang diteliti. Semakin kecil
nilai PRoT semakin tinggi loyalitas
konsumen terhadap merek tersebut.
Kom-37
SNIPTEK 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Kesadaran Merek
Kesadaran
merek
(brand
awareness) adalah kesanggupan seorang
calon
pembeli
untuk
mengenali,
mengingat kembali suatu merek sebagai
bagian dari kategori produk tertentu. Ada
empat tingkatan brand awareness, yaitu
Top of Mind, Brand Recall, Brand
Recognition, dan Unaware of Brand.
Dapat dilihat bahwa merek Nu
Green Tea memperoleh nilai top of mind
yang jauh lebih tinggi dibandingkan
merek-merek RTD lainnya, yaitu sebesar
70,1 persen. Hal ini berarti merek Nu
Green Tea merupakan merek pertama
yang paling banyak diingat oleh
responden, atau merek yang pertama kali
muncul di dalam benak responden jika
mereka ditanyakan tentang merek-merek
RTD Java Tea yang mereka ketahui.
Selanjutnya merek Java Tea dan
Frestea Green bersaing ketat dengan nilai
11,2 persen dan 12,1 persen untuk
mencapai posisi puncak pikiran (top of
mind). Sedangkan merek Sosro Green-t
(3,8 persen) dan JoyTea (2,8 persen)
sangat jarang muncul sebagai merek yang
pertama kali diingat oleh responden.
Pada analisis brand recall
(pegingat kembali tanpa diberi bantuan),
merek Java Tea unggul dengan nilai
sebesar 33,51 persen. Artinya merek Java
Tea merupakan merek kedua terbanyak
yang diingat oleh responden setelah
mereka mengingat merek yang top of
mind (Nu Green Tea), disusul oleh Frestea
Green (24,47 persen), JoyTea (13,83
persen) dan Sosro Green-t (6,92 persen).
Beberapa merek RTD Java Tea lainnya
yang juga muncul pada jawaban brand
recall responden yaitu merek Artea,
Pokka, Arinda, Yeo’s dan My Tea.
Hasil analisis brand recognition
(pengingat kembali dengan bantuan)
menunjukan
bahwa
33,52
persen
responden baru mengingat kembali akan
adanya merek Sosro Green-t setelah
diperlihatkan contoh atau gambar produk
merek tersebut. Begitu juga dengan
merek JoyTea (24,86 persen) dan Frestea
Green (23,70 persen). Hal yang perlu
Kom-38
ISBN: 978-602-72850-3-3
dilakukan oleh produsen ketiga merek
tersebut adalah meningkatkan belanja
iklan (advertising) untuk meningkatkan
awareness masyarakat terhadap merekmerek tersebut.
Pada data dapat dilihat bahwa
merek Nu Java Tea memperoleh nilai 0
persen, artinya tidak ada responden yang
tidak mengenal merek Nu Java Tea. Atau
dengan kata lain merek Nu Java Tea telah
berhasil tertanam di benak masyarakat.
Hal ini terbukti dari nilai komponenkomponen brand awareness yang sangat
tinggi.
Sedangkan merek JoyTea (45,68
persen) dan Sosro Green-t (41,98 persen)
merupakan merek yang paling banyak
tidak dikenal oleh responden. Hal ini
dikarenakan JoyTea baru memasuki pasar
RTD Java Tea pada akhir tahun 2007 yang
lalu, sehingga tingkat awareness-nya
masih sangat rendah. Sementara Sosro
Green-t meskipun sudah cukup lama
berkecimpung di industri RTD Java Tea
tetapi awareness-nya malah menurun. Hal
yang perlu diperhatikan oleh PT Sinar
Sosro selaku produsen JoyTea dan Sosro
Green-t, adalah agar perusahaan tidak
hanya menciptakan merek-merek baru di
industri teh dalam kemasan, tetapi juga
mengelola merek-merek yang sudah ada
dengan baik agar tetap eksis.
4.2. Analisis Asosiasi Merek
Asosiasi
merek
(brand
association) adalah segala kesan yang
muncul di benak seseorang yang terkait
dengan ingatannya mengenai suatu
merek. Berbagai asosiasi merek yang
saling berhubungan akan menimbulkan
rangkaian yang disebut brand image atau
citra merek. Pada penelitian ini analisis
asosiasi
merek
diuji
dengan
menggunakan Cochran Q Test.
Hasil uji Cochran pada merek Nu
Green Tea menghasilkan 7 asosiasi merek
yang membentuk brand image, yaitu;
bermanfaat bagi kesehatan, mudah
ditemukan di warung/toko terdekat,
produk berkualitas/bermutu, mereknya
terkenal, iklannya menarik perhatian,
rasa manis-pahitnya pas di lidah, fresh
/menyegarkan tubuh dan pikiran.
SNIPTEK 2016
ISBN: 978-602-72850-3-3
Hasil uji Cochran pada merek
Java Tea menghasilkan 8 asosiasi merek
yang membentuk brand image, yaitu;
bermanfaat bagi kesehatan, kandungan
antioksidan tinggi, mudah ditemukan di
warung/toko terdekat, harga terjangkau,
produk berkualitas/bermutu, mereknya
terkenal, rasa manis-pahitnya pas di lidah,
fresh / menyegarkan tubuh dan pikiran.
Hasil uji Cochran pada merek
Frestea Green menghasilkan 11 asosiasi
merek yang membentuk brand image,
yaitu; bermanfaat bagi kesehatan, mudah
ditemukan di warung/toko terdekat,
harga
terjangkau,
produk
berkualitas/bermutu, minuman kaum
muda, mereknya terkenal, perusahaan
produsennya terkenal, iklannya menarik
perhatian, rasa manis-pahitnya pas di
lidah, fresh / menyegarkan tubuh dan
pikiran, kemasannya bagus/menarik.
Hasil uji Cochran pada merek
JoyTea menghasilkan 9 asosiasi merek
yang membentuk brand image, yaitu;
bermanfaat bagi kesehatan, kandungan
antioksidan tinggi, harga terjangkau,
produk berkualitas/bermutu, minuman
kaum muda, perusahaan produsennya
terkenal, iklannya menarik perhatian,
rasa manis-pahitnya pas di lidah, fresh /
menyegarkan tubuh dan pikiran.
Hasil uji Cochran pada merek
Sosro Green-t menghasilkan 6 asosiasi
merek yang membentuk brand image,
yaitu; bermanfaat bagi kesehatan, harga
terjangkau, produk berkualitas/bermutu,
perusahaan produsennya terkenal, rasa
manis-pahitnya pas di lidah, fresh /
menyegarkan tubuh dan pikiran.
Semakin banyak asosiasi-asosiasi
positif yang membentuk image suatu
merek, semakin baik ekuitas merek RTD
Java Tea tersebut. Merek Frestea Green
paling unggul dalam elemen brand
association karena memiliki jumlah
asosiasi yang paling banyak. Secara umum
produk RTD Java Tea belum memiliki
image teh hijau yang sebenarnya karena
masih dianggap mengandung bahan
pengawet dan pemanis buatan. RTD Java
Tea juga tidak memiliki asosiasi dengan
budaya Jepang ataupun minuman
berkelas/bergengsi.
Penggunaan
selebritis tertentu sebagai icon salah satu
merek RTD Java Tea.
4.3. Analisis Persepsi Kualitas
Persepsi kualitas (perceived
quality) adalah persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk atau jasa
layanan berkaitan dengan apa yang
diharapkan
oleh
pelanggan.
Pada
penelitian ini digunakan diagram IPA
(Importance and Performance Analysis)
untuk melihat persepsi kualitas dari
kelima merek RTD Java Tea yang diteliti.
Pada data terlihat bahwa nilai
rata-rata total performance Java Tea
(3,88) lebih besar dari nilai importancenya (3,68). Hal ini berarti kinerja Java Tea
secara keseluruhan sudah lebih baik dari
kinerja yang diharapkan oleh responden.
Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil
perhitungan
masing-masing
atribut
kemudian dipetakan ke dalam diagram
kartesius Importance dan Performance.
Atribut prioritas utama yang
perlu
diperbaiki
oleh
Perusahaan
sesegera mungkin (kuadran I) yaitu
menyesuaikan harga dengan kualitas
produk dengan cara meningkatkan
kualitas produk agar harga premium yang
telah ditetapkan dianggap sesuai dengan
kualitas yang didapat. Atribut-atribut
yang kinerjanya sudah bagus dan perlu
dipertahankan ada 4 atribut yaitu; rasa,
komposisi produk, ketersediaan produk,
serta iklan/promosi.
Gambar Diagram Importance and
Performance Merek Nu Java Tea
Atribut-atribut yang kinerjanya
masih kurang tetapi belum terlalu penting
bagi konsumen yaitu; variasi jenis dan
ukuran kemasan, image perusahaan
Kom-39
SNIPTEK 2016
ISBN: 978-602-72850-3-3
produsen, serta bintang iklan. Jenis
kemasan yang dimiliki Java Tea hanya
PET (botol plastik) ukuran 500 ml dan
350 ml. Sedangkan image perusahaan
juga dinilai masih belum seterkenal Sosro
dan Coca-Cola di industri minuman dalam
kemasan ataupun softdrink. Bintang iklan
Java Tea sangat tidak familiar menurut
penilaian responden. Dalam jangka
pendek atribut atribut ini masih dinilai
kurang begitu penting, tetapi dalam
jangka panjang atribut-atribut ini dapat
menjadi penting bagi konsumen. Oleh
karena itu perusahaan sebaiknya terlebih
dahulu memperbaiki atribut yang ada
(meningkatkan kualitas produk). Setelah
itu bila ada biaya / sumberdaya yang
lebih dapat digunakan untuk membuat
variasi jenis dan ukuran kemasan,
meningkatkan image perusahaan di
industri minuman dalam kemasan, serta
menggunakan artis terkenal sebagai icon
atau bintang iklan Java Tea.
Atribut-atribut yang kinerjanya
terlalu bagus tetapi dinilai tidak terlalu
penting bagi responden sehingga dinilai
berlebihan adalah atribut varian rasa dan
atribut kemasan. Varian rasa yang dimiliki
Java Tea cukup banyak, yaitu Melati
(original), Madu, Less Sugar dan No Sugar.
Masing-masing memiliki desain kemasan
yang berbeda-beda. Varian rasa yang
paling sering dikonsumsi oleh responden
adalah rasa madu (62,32 persen). Oleh
karena itu produksi varian rasa yang
lainnya dapat dikurangi, agar biaya
produksi lebih optimal.
Atribut-atribut yang kinerjanya
terlalu bagus tetapi dinilai tidak terlalu
penting bagi responden sehingga dinilai
berlebihan adalah variasi jenis dan
ukuran kemasan, image perusahaan, dan
varian rasa. Varian rasa JoyTea cukup
beragam dan sangat mirip dengan Sosro
green-t yaitu jasmine, honeylemon dan
apple-cinamon.
Hal
yang
perlu
diperhatikan oleh PT. Sinar Sosro adalah
agar
perusahaan
tidak
hanya
menciptakan merek baru hanya untuk
merebut pangsa pasar pesaing, tetapi juga
harus memperhatikan diferensiasi dengan
merek yang sudah ada di pasar, serta
menjaga kualitas produk dari “Sang Ahli”
supaya image perusahaan tidak rusak.
Jika diperhatikan, hasil analisis perceived
value merek Sosro Green-t dan JoyTea
sangat mirip. Dengan kata lain kedua
merek tersebut adalah produk yang sama
(tidak ada diferensiasi yang cukup nyata)
dengan merek yang berbeda (multi
merek) dari produsen yang sama.
Secara umum dapat disimpulkan
merek Frestea Green memiliki elemen
perceived quality yang paling baik di
antara kelima merek lainnya, diikuti oleh
merek Nu Green Tea dan merek Java Tea.
Merek Sosro Green-t dan JoyTea memiliki
nilai perceived quality yang sangat mirip.
Kom-40
4.4. Analisis Loyalitas Merek
Loyalitas merek (brand loyalty)
adalah ukuran dari kesetiaan konsumen
terhadap suatu merek. Ada lima tingkatan
loyalitas merek, yaitu switcher, habitual
buyer, satisfied buyer, liking the brand
dan committed buyer. Pada penelitian ini
loyalitas konsumen dianalisis dengan dua
pendekatan, yaitu pendekatan sikap
(menggunakan model piramida loyalitas)
dan pendekatan perilaku (menggunakan
model Markov / Brand Switching Pattern
Matrix).
Loyalitas yang baik digambarkan
dengan piramida loyalitas yang berbentuk
segitiga terbalik (jumlah switcher
semakin sedikit, jumlah committed buyer
semakin banyak) dan nilai Probability
Rate of Transition (PRoT) yang semakin
kecil. Perhitungan nilai persentase
switcher, habitual buyer, satisfied buyer,
liking the brand dan committed buyer
untuk piramida loyalitas masing-masing
merek RTD Java Tea Hasil analisis brand
loyalty dengan menggunakan pendekatan
sikap menunjukan bahwa loyalitas
konsumen yang baik dimiliki oleh merek
Java Tea dan Frestea Green. Hal ini
terlihat dari piramida loyalitas yang
dimiliki kedua merek tersebut hampir
sempurna. Dapat disimpulkan kedua
merek tersebut sudah sangat baik dalam
membangun loyalitas konsumen dan
mengelola ekuitas mereknya.
PENUTUP
1. Merek minuman RTD yang memiliki
brand awareness yang sangat kuat yaitu
merek Nu Green Tea dan Java Tea.
SNIPTEK 2016
ISBN: 978-602-72850-3-3
Sedangkan merek Frestea Green dan
JoyTea unggul pada elemen brand
association. Pada elemen perceived
quality dan brand loyalty merek yang
unggul adalah Nu Green Tea dan Frestea
Green. Merek Sosro Green-t memiliki
ekuitas merek yang paling lemah
dibandingkan merek minuman RTD
lainnya. Secara berurutan ekuitas merek
terkuat dimiliki oleh merek Nu Green Tea,
Frestea Green, Java Tea, JoyTea dan Sosro
Green-t.
2. Strategi bauran pemasaran 4P
(product, price, promotion, place)
dirumuskan berdasarkan hasil analisis
empat elemen ekuitas merek. Merek Nu
Green Tea dan Java Tea perlu
meningkatkan lagi kualitas produknya
agar manfaat yang diperoleh sesuai
dengan harganya. Merek Nu Green Tea
juga perlu menambah kemasan tetrapack
dengan harga yang lebih ekonomis agar
lebih terjangkau oleh konsumen. Merek
Frestea Green disarankan untuk membuat
program promosi yang terlibat langsung
dengan gaya hidup dan kepribadian target
pasarnya untuk meningkatkan loyalitas
konsumen. Merek Sosro Green-t dan
JoyTea masih perlu gencar beriklan untuk
meningkatkan awareness masyarakat.
Kedua merek tersebut juga perlu
memperluas jaringan distribusi agar
mudah ditemukan di warung/toko
terdekat.
Indriani, Dinda. 2007. Identifikasi Elemen
Penempatan Produk (Product
Positioning) untuk Membangun
Awareness Masyarakat Terhadap
Minuman Teh Hijau Merek Java
Tea di Kota Jakarta. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Indriasari, Rina. 2006. Analisis Ekuitas
Merek Pada Produk Kopi Instan
Cappucino (Studi Kasus di 2
Universitas di Kota Bogor).
Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.
Kartikawati, Rian Lestari. 2005. Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Keputusan
Pembelian Minuman Teh Merek
Frestea (Studi Kasus di ITB dan
Unpad).
Skripsi.
Fakultas
Pertanian IPB.
Kotler,
Philip.
2005.
Manajemen
Pemasaran. Edisi kesebelas. Jilid
satu & dua. Indeks. Jakarta.
Malhotra, Naresh K. 2004. Marketing
Research. Pearson Inc.. New
Jersey
Manuhutu, Andre. 2003. Analisis Ekuitas
Merek Atas Merek-Merek Teh
Dalam Botol Pada Tingkat
Mahasiswa di Kota Bogor. Skripsi.
Fakultas Pertanian IPB.
Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian.
Ghalia Indonesia. Jakarta.
Rangkuti, Freddy. 2002. The Power of
Brands; Teknik Mengelola Brand
Equity
dan
Strategi
Pengembangan Merek. Gramedia.
Jakarta.
Setianingrum, Desi. 2007. Analisis
Sensitivitas Harga dan Loyalitas
Konsumen Teh Hijau Celup di
Kota Bogor. Skripsi. Fakultas
Pertanian IPB.
Simamora, Bilson. 2002. Aura Merek; 7
Langkah Membangun Merek yang
Kuat. Gramedia. Jakarta.
Susila, Indra. 2006. Analisis Ekuitas Merek
pada Produk Susu Berkalsium
Tinggi di Kota Depok. Skripsi.
Fakultas Pertanian IPB.
Wibowo, Ari Satriyo. 2004. 27 Siasat Jitu
Menembus
Pasar
sekaligus
Meraih Posisi Pemimpin Pasar.
Elexmedia Komputindo. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David. 1991. Managing Brand
Equity. The Free Press. New York.
Durianto, Darmadi et al. 2001. Strategi
Menaklukkan Pasar Melalui Riset
Ekuitas dan Perilaku Merek.
Gramedia. Jakarta
Engel, James et al . 1994. Perilaku
Konsumen. Jilid 1. Binarupa
Aksara. Jakarta.
Enyta, Marisca. 2004. Analisis Ekuitas
Merek
Air
Minum
Dalam
Kemasan (AMDK) di Kota Bogor.
Skripsi. Fakultas Pertanian IPB.
Hermawan, Yuddy. 2002. Ekuitas Merek
Teh Celup dan Implikasinya
Terhadap
Strategi
Bauran
Pemasaran. Skripsi. Fakultas
Pertanian IPB.
Kom-41
SNIPTEK 2016
Kom-42
ISBN: 978-602-72850-3-3
Download