Peranan Elektrolit Pada Performa Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT) Lidya Pancaningtyas dan Syafsir Akhlus Laboratorium Kimia Fisik FMIPA ITS, Kampus ITS Keputih-Sukolilo Surabaya 60111 e-mail: [email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang peranan elektrolit yang dipelajari sebagai fungsi pasangan redoks I-/I3- dalam sel surya pewarna tersensitisasi yang dievaluasi dari nilai keluaran sel berupa arus dan tegangan dengan sumber sinar matahari secara langsung. Konversi kuantitatif sinar (foton) yang datang menjadi arus listrik dari sel surya dengan luas area aktif sel surya 4 cm2 pada penelitian ini memberikan densitas arus sirkuit pendek sebesar 0,22 mA/cm2 dan tegangan sirkuit terbuka (Voc) sebesar 538 mV dengan efisiensi sebesar 0,124 % pada kondisi penyinaran matahari 32,7 mW/cm2, dengan menggunakan gel elektrolit berbasis KI/I2/PEO. Pada pengukuran hari ketujuh sel surya dengan penggunaan gel elektrolit ini menunjukkan performa sel yang lebih baik dari pada elektrolit cair dengan efisiensi sebesar 0,033 %, dengan densitas arus sirkuit pendek dan tegangan sirkuit terbuka sebesar 0,1075 mA/cm2 dan 340,4 mV. Kata Kunci: Sel surya pewarna tersensitisasi semu padat, gel elektrolit, fotosensitizer 1. PENDAHULUAN Kebutuhan energi yang terus meningkat, sehingga perlunya upaya untuk mengembangkan berbagai energi alternatif yaitu energi terbarukan. Potensi energi terbarukan, seperti: biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin dan energi samudera, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di Indonesia sangatlah besar. Energi surya merupakan salah satu energi yang sedang giat dikembangkan saat ini. Energi matahari yang sampai ke Bumi, ada yang diabsorb oleh atmosfer dan ada yang direfleksikan kembali, hanya sedikit digunakan membantu siklus air dan yang ditangkap untuk fotosintesis. Sebagian besar energi matahari diradiasikan sebagai panas. Indonesia sebenarnya sangat berpotensi untuk menjadikan sel surya sebagai salah satu sumber energi masa depan mengingat posisi Indonesia pada garis khatulistiwa yang memungkinkan sinar matahari dapat optimal diterima di hampir seluruh Indonesia sepanjang tahun. Masalah yang paling penting untuk merealisasikan sel surya sebagai sumber energi alternatif adalah efisiensi piranti sel surya dan harga pembuatannya. Sel surya atau sel fotovoltaik merupakan alat yang mampu merubah energi sinar matahari menjadi energi listrik. Efek fotovoltaik merupakan dasar dari proses konversi sinar matahari (foton) menjadi listrik. Perkembangan yang menarik dari teknologi sel surya saat ini salah satunya adalah sel surya yang dikembangkan oleh Grätzel pada tahun 1991 [10]. Sel ini terdiri dari sebuah lapisan partikel nano (biasanya TiO2) yang direndam dalam sebuah fotosensitizer (pemeka cahaya). Sel ini sering juga disebut dengan sel Grätzel atau dye sensitized solar cells (DSSC) atau sel surya berbasis pewarna tersensitisasi (SSPT). Tingginya efisiensi konversi energi surya menjadi listrik dari SSPT merupakan salah satu daya tarik berkembangnya riset mengenai SSPT di berbagai negara akhir-akhir ini, selain dari proses produksi yang sederhana dan biaya produksi yang murah. SSPT dengan bahan dasar TiO2 secara umum performanya masih belum tergantikan [8]. Elektrolit yang selama ini umum digunakan dalam sel surya pewarna tersensitisasi adalah pelarut organik berbentuk cair yang mengandung sistem redoks, yaitu pasangan I-/I3-. Selama ini, efisiensi konversi foton menjadi arus listrik untuk sel fotovoltaik yang menggunakan elektrolit organik cair memberikan efisiensi sebesar ~ 11% pada kondisi penyinaran optimum (1,5 AM). Akan tetapi penggunaan pelarut cair ternyata menjadi salah satu faktor pembatas yang kritis dalam hal stabilitas jangka panjang dari sistem sel surya pewarna tersensitisasi [4]. Dalam hal ini yang mendukung munculnya daya tarik penggunaan elektrolit berbasis semu padatan pada SSPT yaitu penggunaan elektrolit yang tidak mudah menguap, yang memiliki konduktivitas ion tinggi pada temperatur konstan dan stabilitas jangka panjang. Penelitian ini akan difokuskan pada pengembangan gel elektrolit berbahan dasar polimer untuk meningkatkan durabilitas SSPT. Gel polimer elektrolit didesain untuk memfasilitasi transport ion pada medium dengan tingkat viskositas tinggi dan memiliki kemampuan penuh untuk digunakan dalam proses penerimaan sinar dalam sel [11]. Dalam penelitian ini, serangkaian elektrolit gel polietilena oksida (PEO) yang mengandung garam iodida akan diterapkan pada SSPT untuk mengetahui performa SSPT semu padat (quasi solid state). 2. METODOLOGI 2.1. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kaca konduktor transparan, pita perekat, mortar dan alu, neraca ohaus, cawan petri, pipet tetes, gelas kimia, gelas ukur, penjepit, pensil grafit, pengaduk magnetik, klip binder, tanur (furnace), butiran kaca (glassbeads), multimeter. 2.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asetonitril, KI, etanol, I2, polietilena oksida, bubuk TiO2, triton X-100, asetil aseton, aquades, buah mangsi. 2.3 Prosedur a. Preparasi pasta TiO2 Pasta TiO2 dibuat dari 6 gram bubuk TiO2 yang digerus terlebih dahulu dalam mortar, kemudian ditambahkan 0,2 mL larutan asetil aseton yang dilarutkan dalam 1 ml air. Proses penggerusan dilanjutkan dan ditambahkan 8 ml air destilasi. Suspensi TiO2 yang telah terbentuk dimasukkan dalam botol tertutup yang berisi butiran kaca (glassbeads) dan dikocok selama 10 menit. Kedalam botol yang berisi suspensi TiO2 dimasukkan 0,1 ml triton X-100 yang telah dilarutkan dalam 1 ml air, kemudian dikocok dan didiamkan selama 15 menit. b. Preparasi larutan pewarna Buah mangsi ditimbang sebanyak 4 gram, kemudian dihaluskan dalam mortar, ditambahkan 25 ml etanol, direndam selama 24 jam, disaring, dan diambil ekstraknya. c. Preparasi Gel Elektrolit Larutan elektrolit dibuat dengan perbandingan konsentrasi garam alkali iodida 0,5 M dan I2 0,05 M. Sebanyak 0,498 gram KI dilarutkan kedalam 6 ml asetonitril dalam gelas kimia. Pada gelas kimia yang lain, dimasukkan sebanyak 0,076 gram I2 dan 6 ml asetonitril, lalu diaduk hingga homogen. Larutan pada kedua gelas kimia tersebut dicampur dan diaduk. Sebanyak 2,4 gram polietilena oksida dimasukkan dalam larutan elektrolit yang telah dibuat, dan diaduk hingga homogen dan terbentuk larutan tidak mudah mengalir. d. Preparasi Elektroda 1. Pembuatan Elektroda Pembanding Kaca konduktor transparan permukaannya dilapisi dengan grafit dengan cara mengarsir permukaannya dengan pensil grafit secara merata, kemudian dipanaskan dalam tanur pada temperatur 450˚C selama 30 menit, setelah itu suhu tanur diturunkan secara perlahan hingga 70 oC. Kaca berlapis grafit dikeluarkan dari tanur, didinginkan sejenak, kemudian dicuci dengan etanol, dan dikeringkan di udara terbuka. 2. Pembuatan Elektroda Kerja Pasta TiO2 dilapiskan pada kaca konduktor dengan teknik doctor blade [6-7]. Kaca konduktor transparan seluas 2,5 cm x 2,5 cm pada kedua sisi tepinya ditutup dengan pita perekat sebagai pembatas ± 2,5 mm dan pada sisi ketiga selebar 5 mm, sehingga luas area yang tidak tertutupi 4 cm2. Pada area kaca yang tidak tertutupi tersebut ditetesi dengan 1-2 tetes pasta TiO2 dan diratakan dengan batang pengaduk hingga membentuk lapis tipis yang rata, dan dikeringkan di udara terbuka selama 45 menit. Pita perekat yang menempel pada ketiga sisi tepi kaca dilepas. Kaca yang telah berlapis TiO2 disintering dalam tanur pada suhu 450˚C selama 30 menit, kemudian suhu tanur diturunkan secara perlahan hingga mencapai suhu 70 oC. Kaca berlapis TiO2 dikeluarkan dari tanur, lalu didinginkan pada suhu kamar. Kaca berlapis TiO2 direndam dalam ekstrak pewarna pada sebuah cawan petri selama 24 jam. Setelah kaca direndam, kemudian dicuci menggunakan aquades dengan menggunakan pipet tetes dan dicuci kembali dengan menggunakan etanol, lalu dikeringkan dengan tisu. e. Perakitan Sel Elektroda kerja yang telah dibuat kemudian diletakkan diatas meja dengan posisi film yang terlapis TiO2 di bagian atas. Elektroda kerja tersebut kemudian ditempeli dengan elektroda pembanding secara berhadapan. Di antara kedua elektroda ditetesi elektrolit. Sisi kedua elektroda dijepit dengan menggunakan klip binder. f. Pengujian Sel Sel surya dihubungkan dengan kabel multimeter pada kedua sisinya, dengan kutub (+) adalah elektoda pembanding, dan kutub (-) adalah elektroda kerja. Sel surya yang telah terangkai, kemudian diuji dibawah terik sinar matahari. Arus dan tegangan yang terukur dicatat. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Mekanisme Tranfer Elektron Untuk Produksi Arus Pada Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT) Sel surya pewarna tersensitisasi mampu mengkonversikan sinar matahari yang merupakan energi foton menjadi arus listrik. Prinsip kerja sel surya pewarna tersensitisasi (SSPT) dimulai ketika cahaya matahari yang jatuh ke permukaan sel, diserap oleh larutan pewarna (dye) yang sensitif terhadap cahaya matahari (disebut pula dengan photosensitizer). Akibat terserapnya energi cahaya matahari ini, elektron dari pewarna dapat tereksitasi dan menuju ke lapisan TiO2 yang terus kemudian dialirkan ke kabel melalui lapisan tipis kaca konduktor (elektroda). Sedangkan, kehilangan elektron pada larutan pewarna digantikan oleh adanya donor elektron dari larutan elektrolit iodin melalui reaksi reduksi-oksidasi dengan lapisan tipis karbon sebagai katoda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Skema kerja sel surya pewarna tersensitisasi [9]. Pada zat warna alami mempunyai potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai fotosensitizer. Pewarna yang digunakan memiliki gugus kromofor yang terkonjugasi sehingga memungkinkan terjadi transfer elektron. Dalam SSPT, pewarna (dye) berfungsi sebagai pompa fotokimia yang dapat mengeksitasi elektron ke tingkat yang lebih tinggi dengan menggunakan energi dari sinar matahari yang diserap. Pada penelitian ini digunakan pewarna alami yang lebih mudah didapat dan merupakan salah satu flora yang ada di wilayah indonesia dengan memiliki potensi sebagai salah satu komponen SSPT yaitu pewarna fotosensitizer salah satunya tanaman mangsi (Phyllanthus reticulatus poir). Ekstrak buah mangsi memiliki karakter menyerap spektrum warna tertentu. Ekstrak buah mangsi dapat menyerap spektrum cahaya tampak sehingga dapat digunakan sebagai fotosensitizer pada SSPT. Gambar 2. Spektra UV-visible dari ekstrak zat warna Mangsi Hasil karakterisasi spektrum serapan warna mangsi pada Gambar 2 memperlihatkan ekstrak mangsi menyerap spektrum hijau (500-560), ini bersesuaian dengan warna ekstrak mangsi yaitu ungu kemerahan. Sifat dari zat pewarna sebagai sensitizer yang terabsorpsi pada permukaan TiO2 dalam sel surya pewarna tersensitisasi harus mempunyai sifat pankromatis, yaitu mampu menyerap seluruh warna cahaya tampak. Gugus kromofor dalam pewarna yang digunakan pada sel fotovoltaik dapat menangkap sinar tampak dan dipilih sesuai dengan tingkat energi semikonduktor, bersifat fotokimia, dan stabil secara termal. Foton yang diserap pewarna mempromosikan elekron dari keadaan dasar (So) yang berada pada celah energi semikonduktor ke keadaan tereksitasi (S1) yang akan mengalami resonansi dengan pita konduksi (CB) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Dalam hal ini pewarna mempunyai tingkat energi tereksitasi yang bersesuaian dengan pita konduksi material semikonduktor TiO2, yang tidak terlalu jauh sehingga meminimalkan kehilangan energi melalui mekanisme transisi radiatif transfer elektron. Gambar 3. Diagram Tingkat Energi TiO2 – Kromofor [2]. b. Pengaruh Elektrolit Pada Performa Sel Surya Pewarna Tersensitisasi Dalam sistem SSPT ini, pasangan redoks I-/I3- dalam larutan elektrolit berperan sebagai media dalam proses regenerasi elektron agar siklus bisa terus berlangsung. Berikut reaksi yang berlangsung dalam SSPT: Pasangan redoks dalam elektrolit juga merupakan faktor penting untuk stabilitas operasi SSPT, karena pasangan redoks ini berperan sebagai pembawa muatan antara fotoelektroda dan elektroda pembanding untuk proses regenerasi pewarna. Sesudah injeksi elektron, donor elektron dalam elektrolit harus mereduksi pewarna teroksidasi ke keadaan dasar dalam waktu secepat mungkin. Pemilihan mediator muatan ini juga perlu memperhatikan nilai potensial redoks, yang mana harus sesuai untuk proses regenerasi pewarna, serta pasangan redoks tersebut harus bersifat reversibel dan tidak menunjukkan serapan yang signifikan pada daerah sinar tampak [1]. Peranan elektrolit dipelajari sebagai fungsi pasangan redoks I-/I3- dalam sel surya pewarna tersensitisasi yang dievaluasi dari nilai keluaran sel berupa arus dan tegangan. Dari hasil karakterisasi keluaran arus dan tegangan sel surya pewarna tersensitisasi, dengan luas area aktif sel 4 cm2 adalah sebagai berikut: Tabel 1. Data Pengukuran hari pertama dibawah terik sinar matahari dengan intensitas sebesar 32,7 mW/cm2 Voc Isc Vmaks Imaks Pmaks FF η Elektrolit (V) aaaa Control (dari solar cell kit) KI/I2 KI/I2/PEO NaI/I2 NaI/I2/PEO 0,3968 0,293 0,538 0,3775 0,468 (mA/cm2) (V) 0,23 0,12525 0,22 0,14075 0,1775 0,3329 0,196 0,2894 0,255 0,3323 (mW/cm2) 0,0975 0,086 0,14 0,08 0,0725 0,0324 0,0168 0,0405 0,0204 0,0240 (%) 0,35 0,46 0,34 0,38 0,29 0,099 0,051 0,124 0,062 0,073 0,25 control (elektrolit dari solar cell kit) KI/I2 KI/I2/PEO 0,2 Densitas Arus (mA/cm2) (mA/cm2) NaI/I2 NaI/I2/PEO 0,15 0,1 0,05 0 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Tegangan (V) Gambar 4. Karakteristik kurva I-V Sel Surya Pewarna Tersensitisasi pada pengukuran ke-1 dibawah terik sinar matahari Tabel 2. Data pengukuran hari ketujuh dibawah terik sinar matahari dengan intensitas sebesar 46,4 mW/cm2 Voc Isc Vmaks Imaks Pmaks FF Elektrolit 2 2 2 (V) Control (dari solar cell kit) KI/I2 KI/I2/PEO NaI/I2 NaI/I2/PEO 0,275 0,2208 0,3404 0,2162 0,3015 (mA/cm ) 0,06 0,014 0,1075 0,01025 0,085 (V) 0,185 0,0934 0,2918 0,1366 0,1746 (mA/cm ) (mW/cm ) 0,03125 0,0095 0,0525 0,00825 0,04625 0,00578 0,000887 0,01532 0,001127 0,008075 0,35 0,28 0,42 0,50 0,31 η (%) 0,012 0,0019 0,033 0,0024 0,017 aaaa 0,25 control (elektrolit dari solar cell kit) KI/I2 KI/I2/PEO NaI/I2 NaI/I2/PEO Densitas arus (mA/cm2) 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0 0,1 0,2 0,3 0,4 Tegangan (V) Gambar 5. Karakteristik kurva I-V Sel Surya Pewarna Tersensitisasi pada pengukuran ke-7 dibawah terik sinar matahari Kurva arus-tegangan yang diperoleh diatas (Gambar 4 dan 5) masih belum cukup ideal, karena kelengkungan kurva masih landai. Hal ini disebabkan adanya hambatan internal dari kaca konduktor dan lapisan semikonduktor TiO2 yang cukup besar sehingga dimungkinkan elektron yang terinjeksi dari pewarna mengalami hambatan yang cukup besar dan mengakibatkan menurunnya arus maksimum yang mengalir melalui sel. Karakteristik keluaran sel surya dengan penggunaan gel elektrolit berbasis polietilena oksida dengan garam KI menunjukkan performa yang lebih baik dari gel elektrolit NaI dan elektrolit cair dalam penelitian ini. Konversi sinar menjadi arus listrik dengan luas area aktif sel surya 4 cm2 pada pengukuran pertama (Tabel 1) dengan efisiensi, tegangan sirkuit terbuka dan densitas arus masing-masing sebesar 0,124 %, 538 mV dan 0,22 mA/cm2. Pada hari ke-7 (Tabel 2), keluaran arus dari sel surya dengan gel elektrolit masih menunjukkan stabilitas keluaran arus yang lebih tinggi dibanding sel dengan elektrolit cair. Efisiensi untuk masing-masing sel pada penelitian ini masih sangat rendah dibandingkan dengan hasil-hasil yang diperoleh oleh peneliti-peneliti terdahulu. Untuk sistem sel surya tersensitisasi pewarna alami telah dicapai efisiensi antara 0,4 – 6,1 % oleh Garcia dkk [3]. Sedangkan untuk sel surya tersensitisasi dengan pewarna sintesis dan elektrolit semu padat berbasis polimer polietilena oksida telah dicapai efisiensi konversi energi hingga 2 % [10]. Rendahnya nilai efisiensi konversi terutama akibat rendahnya arus yang dihasilkan. Penurunan kinerja sel surya dengan elektrolit gel dan cair, disebabkan tingkat difusi I- yang rendah melalui matriks polimer dan mudahnya penguapan dari pelarut elektrolit cair. Selain itu, iodin yang merupakan komponen redoks dalam larutan elektrolit memiliki stabilitas yang rendah karena mudah teroksidasi oleh udara. Proses oksidasi ini akan dipercepat oleh panas. Degradasi elektrolit ini akan menghambat proses regenerasi elektron sehingga menyebabkan arus dan kinerja sel menurun. Faktor lain yang juga berpengaruh dalam menurunnya stabilitas dan performa sel surya yaitu adanya kerusakan pada zat warna yang merupakan zat organik yang bersifat kurang stabil. Kerusakan zat pewarna ini akan menyebabkan terganggunya proses penyerapan cahaya sehingga dapat menurunkan kemampuan sel dalam menangkap foton. 4. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan hasil analisa diperoleh bahwa dengan penggunaan elektrolit semu padat pada sel surya pewarna tersensitisasi mampu menghasilkan keluaran dan performa sel yang cukup baik dari pada elektrolit cair. Elektrolit KI/I2/PEO mampu mengkonversi sinar menjadi arus listrik dengan luas area aktif sel surya 4 cm2 pada pengukuran pertama dengan efisiensi, tegangan sirkuit terbuka dan densitas arus masing-masing sebesar 0,124 %, 538 mV dan 0,22 mA/cm2. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Syafsir Akhlus, M.Sc selaku dosen pembimbing, BMG Juanda-Surabaya dan Scientific Polimer Product, Inc atas segala bantuan dan dukungan baik materiil maupun imateriil. Daftar Pustaka [1] De Paoli, M.A., Claudia Longo (2003), “Dye-Sensitized Solar Cell: A Succesful Combination of Materials,” Journal Brazillian Chemistry Society, Vol. 14, No. 6, hal. 889–901. [2] Duncan, Walter R, Oleg V. Prezhdo, (2006), “Theoretical Studies of Photoinduced Electron Transfer in Dye-Sensitized TiO2”, Annual Review of Physical Chemistry, Vol. 58, hal. 143–163. [3] Garcia, C.G., André S.P, N.Y.M Iha (2003), “Fruit extracts and ruthenium polypyridinic dyes for sensitization of TiO2 in photoelectrochemical solar cells, Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, Vol. 160, hal. 87–91. [4] Gratzel, Michael (2003), “Review: Dye Sensitized Solar Cells”, Journal of Photochemistry and Photobiology C: Photochemistry Reviews, Vol. 4, hal. 145– 153. [5] Kalaignan, G.P, Moon-Sung Kang, Yong Soo Kang (2006), “Effects of compositions on properties of PEO-KI-I2 salts polymer electrolyte for DSSC”, Solid State Ionic, Vol. 177, hal. 1091-1097 [6] Kay, A., Grätzel, M. (1996), “Low cost photovoltaic modules based on dye sensitized nanocrystalline titanium dioxide and carbon powder “, Solar Energy Materials & Solar Cells, Vol. 44, hal. 99-117. [7] Kavan, L., B. O’Regan, A. Kay , M. Gratzel (1993), Preparation of TiO, (anatase) films on electrodes by anodic oxidative hydrolysis of TiCl3, J. Electroanal. Gem., Vol. 346, hal. 291-307 [8] Lee, B.K dan Kim, J.J (2008), Enhanced efficiency of dye-sensitized solar cells by UV-O3 treatment of TiO2 layer, Department of Material Science and Engineering, Seoul National University. [9] Nogueira, A.F., C. Longo, M. A. De Paoli (2004), Review Polymers in dye sensitized solar cells: overview and perspectives, Coordination Chemistry Reviews, 248, 1455–1468. [10] O’Regan, B., dan Grätzel, M. (1991), ”A Low Cost, High-Efficiency Solar Cell Based on Dye Sensitized Colloidal TiO2 Films”, Journal of Nature, Vol. 353, hal. 737. [11] Sung Kang, Moon (2006), “Electrochemical characterization of Dye Sensitized solar cells employing polymer-gel electrolytes and novel Pt-counter electrodes”, Samsung SDI Corporate R&D Center, Korea.