POTENSI ANTIKANKER ROYAL JELLY Apis mellifera TERHADAP SEL WIDR ATCC®-CCL™218 DAN SEL HELA ATCC®-CCL-2™ KARTIKA NURFADHILAH DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Antikanker Royal Jelly Apis mellifera terhadap Sel WiDr ATCC®-CCL™ 218 dan Sel HeLa ATCC®-CCL-2™ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016 Kartika Nurfadhilah NIM G84120034 ABSTRAK KARTIKA NURFADHILAH. Potensi Antikanker Royal Jelly Apis mellifera terhadap Sel WiDr ATCC®-CCL™ 218 dan Sel HeLa ATCC®-CCL-2™. Dibimbing oleh AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN dan DIMAS ANDRIANTO. Kanker serviks merupakan kanker penyebab kematian wanita kedua terbesar setelah kanker payudara di Indonesia, sedangkan kanker kolon merupakan kanker penyebab kematian pertama di dunia setelah penyakit jantung koroner. Salah satu upaya pengobatan kanker yang dapat dilakukan adalah mengkonsumsi bahan yang berpotensi sebagai antikanker, salah satunya adalah royal jelly Apis mellifera. Berdasarkan penelitian sebelumnya, royal jelly mampu menginhibisi sel kanker payudara MCF-7 1 mg/mL dan sel kanker kolon CaCo-2 0.5 mg/mL. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji aktivitas sitotoksik royal jelly Apis mellifera terhadap sel kanker serviks (HeLa) dan sel kanker kolon (WiDr) dan sel hati (Chang) secara in vitro. Hasil uji antikanker menunjukkan potensi antikanker royal jelly lebih baik terhadap sel HeLa dibandingkan sel WiDr. Aktivitas royal jelly terhadap sel normal Chang mampu meningkatkan pertumbuhan sel sebesar 42.30% ± 13.01. Royal jelly mampu menghambat 36.42% ± 7.90 pertumbuhan sel HeLa, sedangkan terhadap sel WiDr hanya menghambat 16.65% ± 4.80 pada konsentrasi 125 g/mL. Kata kunci: kanker kolon, kanker serviks, MTT, royal jelly ABSTRACT KARTIKA NURFADHILAH. Anticancer Activity of Royal Jelly Apis mellifera Against WiDr Cell Line ATCC®-CCL™ 218 and HeLa Cell Line ATCC®-CCL2™. Supervised by AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN and DIMAS ANDRIANTO. Cervical cancer is the most common caused for women death after breast cancer in Indonesia, meanwhile colon cancer is the second leading cause of death from cancer among adults. One of the efforts for cancer treatment is to consume natural compounds such as royal jelly, which has been previously reported have anticancer activity. Recent studies also indicated its royal jelly action against breast cancer cell line MCF-7 1 mg/mL and colon cancer cell line CaCo-2 0.5 mg/mL. This research aimed to determine cancer cell inhibition activity by royal jelly toward cervical cell line HeLa, colon cell line WiDr and normal cell line Chang. The result of this research showed that royal jelly has higher inhibition activity against HeLa cell line than WiDr cell line. Royal jelly activity toward normal cell line can induce cell proliferation 42.30% ± 13.01. Royal jelly inhibited HeLa cell proliferation 36.42% ± 7.90 and WiDr cell line 16.65% ± 4.80 at125 g/mL. Keywords: cervical cancer, colon cancer, MTT, royal jelly POTENSI ANTIKANKER ROYAL JELLY Apis mellifera TERHADAP SEL WIDR ATCC®-CCL™218 DAN SEL HELA ATCC®-CCL-2™ KARTIKA NURFADHILAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 Judul Skripsi : Potensi Antikanker Royal Jelly Apis mellifera terhadap Sel WiDr ATCC®-CCL™ 218 dan Sel HeLa ATCC®-CCL-2™ Nama : Kartika Nurfadhilah NIM : G84120034 Disetujui oleh Dr Ir Akhmad Endang Zainal Hasan, MSi Pembimbing I Dr Dimas Andrianto, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen Biokimia Tanggal Lulus: PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 di Laboratorium Penelitian Biokimia FMIPA dan Laboratorium Immunologi Pusat Studi Satwa dan Primata LPPM PSSP IPB dengan judul penelitian, Potensi Antikanker Royal Jelly Apis mellifera terhadap Sel WiDr ATCC®-CCL™ 218 dan Sel HeLa ATCC®-CCL-2™. Penelitian ini didanai oleh Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek) DIKTI melalui program Program Kreativitas Mahasiswa 2016. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Akhmad Endang Zainal Hasan, MSi selaku pembimbing I dan Dr Dimas Andrianto, MSi selaku pembimbing II atas arahan, saran, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis. Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada orangtua dan keluarga penulis, Ibu Nunun Nurhayati dan Bapak Tatang Djaenudin, Kakek Opah Surachman, Nenek Titin Rusmiatin, teman-teman kelompok PKM 2016 serta teman seperjuangan yang telah memberi semangat dan dukungan moral serta materi kepada penulis selama menyelesaikan program studi sarjana Biokimia. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang Biokimia. Bogor, Oktober 2016 Kartika Nurfadhilah DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 METODE 2 Bahan 2 Metodologi 3 HASIL 4 Total Fenolik Royal Jelly 4 Aktivitas Sitotoksitas Sel Chang dan Antikanker Sel HeLa serta Sel WiDr Royal Jelly 5 Morfologi Sel Chang, Sel WiDr, dan Sel HeLa terhadap Perlakuan Royal Jelly 7 PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolik Aktivitas Sitotoksitas Sel Chang dan Antikanker Sel HeLa serta Sel WiDr Royal Jelly 9 9 10 SIMPULAN 13 SARAN 13 DAFTAR PUSTAKA 14 LAMPIRAN 18 RIWAYAT HIDUP 23 DAFTAR GAMBAR 1 Kandungan total royal jelly 2 Proliferasi sel Chang terhadap royal jelly pada variasi konsentrasi (μg/mL) 3 % Inhibisi royal jelly terhadap sel WiDr ( ) dan sel HeLa ( ) pada 3 variasi konsentrasi 4 % Inhibisi doxorubicin terhadap sel WiDr ( ) dan sel HeLa ( ) pada 3 variasi konsentrasi 5 Morfologi sel Chang pada 3 variasi konsentrasi royal jelly 6 Morfologi sel WiDr pada 3 variasi konsentrasi royal jelly 7 Morfologi sel HeLa pada 3 variasi konsentrasi royal jelly 8 Morfologi sel WiDr pada 3 variasi konsentrasi doxorubicin 9 Morfologi sel HeLa pada 3 variasi konsentrasi doxorubicin 5 5 6 6 7 8 8 8 9 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 Strategi penelitian Data kurva standar asam galat Data % Proliferasi Sel Chang Data % Inhibisi Sel WiDr Data % Inhibisi Sel HeLa Komposisi Medium Sel 19 20 21 21 21 22 PENDAHULUAN Kanker kolon merupakan penyakit kanker yang tumbuh dan berkembang di bagian kolon atau rektum yang menyebabkan penurunan berat badan, perubahan struktur dan fungsi usus dalam pencernaan, dan kelelahan yang mengakibatkan penurunan produktivitas (Karim dan Huso 2013). Faktor resiko kanker kolon berkaitan dengan pola hidup, usia dan kelainan genetic (Yeatman 2001). Menurut Haghar dan Boushey (2009), penderita kanker kolon pada tahun 2005, sebanyak 108.100 individu dan tahun 2008 meningkat menjadi 148.900 diagnosis. Sekitar 49.900 pasien meninggal dunia di Amerika Serikat akibat kanker kolon. Sifat metastatis kanker kolon menyebabkan penyakit ini hanya memiliki laju hidup kurang dari 5 tahun pada stadium 4 (<10%) (Yu et al. 2015). Kanker serviks merupakan neoplasma malignan pada sel serviks.Kanker serviks umumnya menyerang wanita dan disebabkan oleh infeksi virus Human Papiloma (vHP) (Jadon dan Joshi 2012).Virus Human Papiloma merupakan virus DNA yang menginfeksi jaringan epitelium seperti kulit dan mukosa yang mengakibatkan kanker serviks dan kanker leher rahim (Cuts et al. 2007). Menurut Sreedeviet al. (2015), kejadian kanker serviks sebagian besar terjadi di negara berkembang (86%). Setiap tahunnya, sekitar 122.844 wanita terdiagnosis kanker serviks dan 67.477 (54.5%) meninggal dunia. Kejadian kanker kolon di Indonesia merupakan jenis kanker ketiga terbanyak di Indonesia dengan jumlah kasus 100 diagnosis dari 100.000 penduduk Indonesia pada tahun 2006 (Depkes 2006). Kejadian kanker serviks di Indonesia sekitar 0.8% dengan 98.062 pasien terdiagnosis, dan prevalensi tertinggi terjadi di Provinsi Kepulauan Riau, Maluku Utara dan DI Yogyakarta (Depkes 2015). Sedikitnya penderita yang mendapat perawatan medis disebabkan pengobatan untuk kanker di Indonesia masih tergolong mahal, sehingga diperlukan adanya usaha pengembangan terapi kanker yang terjangkau untuk penderita kanker terutama dari kalangan menengah ke bawah. Kemoterapi merupakan pemberian senyawa kimia untuk mengurangi dan menghambat proliferasi sel kanker akan tetapi metode ini memiliki efek samping seperti lemas, mual, rambut rontok, kulit kering, dan penurunan berat badan secara drastis serta mampu merusak pembentukan sel normal disekitarnya. Obat herbal antikanker yang telah disetujui FDA diantaranya vinca alkaloid, taksan, podolpilotoksin dan camptotekin (Safarzadeh et al. 2014). Royal jelly telah diketahui memiliki manfaat biologis seperti antioksidan, neurotopik, hipokolesterolemin, antipenuaan, antibiotik, antiinflamasi, antiimunodulator, and antitumor (Karadeniz 2011).Royal jelly mengandung asam lemak rantai panjang yaitu asam 10-hidroksi-2-dekanoat yang berperan sebagai antitumor (Townsend et al. 1960). Efek antitumor berperan dalam menghentikan proses proliferasi sel kanker. Menurut Barnutiu et al. (2011), komponen aktif royal jelly lainnya adalah protein fraksi rendah (major royal jelly fraction) yaitu MRJP 1-MRJP 6, vitamin (L-askorbat, vitamin D, vitamin E, vitamin B kompleks), royalisin, apisimin, dan albumin. Pada penelitian ini dilakukan uji total fenol menggunakan metode Folin Ciocalteu (Vongsak et al. 2013) dan uji aktivitas antikanker royal jelly menggunakan metode MTT (CCRC 2000). Royal jelly diuji secara invitro 2 terhadap sel lestari hati normal (Chang,ATCC®-CCL™ 13) , sel lestari kanker kolon (WiDr, ATCC®-CCL™218) , dan sel lestari kanker serviks (HeLa, ATCC®CCL-2™). Aktivitas inhibisi dan persentase jumlah sel sebelum dan setelah perlakuan sel kanker terhadap royal jelly menunjukan aktivitas antikanker. Belum terdapat penelitian yang menggunakan royal jelly sebagai substansi penghambat proliferasi sel kanker kolon dan sel kanker serviks. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi sitotoksik royal jelly Apis mellifera terhadap sel kanker serviks (HeLa) dan sel kanker kolon (WiDr) dan sel hati (Chang) sebagai kontrol sel normal. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data aktivitas antiproliferasi royal jelly terhadap sel kanker lestari untuk pengembangan obat antikanker di masa depan. METODE Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah royal jelly Apis mellifera yang berasal dari peternakan lebah Apis mellifera di Wonogiri, Jawa Tengah dan royal jelly komersial merek Spring Leaf Australia¸ akuades steril, NaCl 10% b/v, natrium bikarbonat 7.5% b/v, pereaksi Folin Ciocalteu Merck, dimetil sulfoksida (DMSO) CTCC®4-X™ Merck, sel kanker kolon (WiDr, ATCC®-CCL™218), sel kanker HeLa (HeLa, ATCC®-CCL-2™) dan sel hati normal (Chang, ATCC®-CCL™13) didapat dari American Type Culture Collection, doxorubicin Kalbe sebagai kontrol positif, Fetal Bovine Serum (FBS) Gibco, medium Roswells Park Memorial Institute (RPMI) 1640 Gibco, medium Dulbecco’s Modified Eagle (D-MEM) Gibco, penisilin-streptomisin, 3-(4,5 dimetiltiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT) SigmaAldrich, bufer asam 2-(N-morfolino)-etanosulfonat hidrat Sigma Aldrich, tripsin 10% v/v Gibco, etanol 60% v/v, pipet tips putih Axygen T-300 Scientific, pipet tips kuning Axygen TR-222-Y Scientific, pipet tips biru Stardec, parafilm Whatman, plastik pembungkus Kinpak, tissu dapur Paseo, dan sarung tangan Ansell. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroplat Biotec, Biosafety cabinet class II ThermoScientific, inkubator CO2 Thermo Scientific, tabung sentrifus 15 mL Corning, pipet mikro BioRad dan Eppendorf, stopwatch, pipet mikro elektronik Thermo Scientific, microwave Sharp, neraca analitik ACIS, penangas air Memmert, vortex maxi mix II Thermo Scientific, vortex REAX control Heidolph, boks pendingin, hemasitometer, mikroskop, Erlemeyer 50 mL dan 250 mL Pyrex, ELISA reader tipe Benchmark BioRad, spektrofotometer UVVIS Thermo Genesys 10 UV, dan berbagai peralatan kaca analisis kimia. 3 Metodologi Preparasi Larutan Stok Royal Jelly (Modifikasi Bramasta 2013) Royal jelly dilarutkan pada berbagai jenis pelarut yaitu akuades, medium RPMI dan D-MEM sesuai dengan uji yang akan dilakukan. Royal jelly sebanyak 10 mg dilarutkan dalam pelarut 5 mL, kemudian dilakukan sonikasi selama 10 menit sampai sampel larut sempurna lalu ditambahkan 5 mL pelarut sampai volume total 10 mL dengan konsentrasi larutan stok 1000 g/mL. Larutan royal jelly 1000 g/mL kemudian diencerkan 10 mL sampai konsentrasi akhir 50 g/mL yang akan digunakan untuk berbagai uji seperti total fenolik, dan MTT. Penentuan Total Fenolik (Vongsak et al. 2013) Penentuan total fenolik royal jelly dilakukan dengan modifikasi metode Vongsak et al. (2013). Sebanyak 200 L larutan royal jelly dari larutan stok royal jelly 100 g/mL, ditambahkan 500 g/mL pereaksi Folin Ciocalteu 10% v/v, dan ditambahkan 300 g/mL natrium bikarbonat 7.5% b/v hingga konsentrasi akhir 0 g/mL, 4 g/mL, 8 g/mL, 12 g/mL, 16 g/mL, dan 20 g/mL di dalam tabung reaksi. Tabung reaksi dibaca pada temperatur ruang (22 °C ± 1 °C) selama 30 menit. Absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang 760 nm dengan blanko akuades. Total fenol dinyatakan dalam miligram ekivalen asam galat. Kurva standar yang digunakan menggunakan asam galat 0 g/mL, 4 g/mL, 8 g/mL, 12 g/mL, 16 g/mL, dan 20 g/mL. Total fenolik = konsentrasi fenolik g/mL faktor pengenceran bobot tertimbang sampel Kultur Sel (Haryanti dan Katno 2011) Sel lestari Widr, HeLa dan Chang merupakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi Pusat Studi Satwa Primata LPPM Institut Pertanian Bogor. Kultur sel ditumbuhkan ke dalam media penumbuh RPMI 1640 Gibco yang mengandung FBS 10% v/v dan penisilin-streptomisin 1% v/v Gibco. Sementara untuk, sel Chang dan HeLa digunakan media penumbuh D-MEM Gibco. Preparasi Sel WiDr (Modifikasi Filipic et al. 2015) Sel Widr diambil dari tangki nitrogen dan dicairkan dalam penangas air suhu 37 °C. Ampul disemprot menggunakan etanol 70% dan dimasukkan dalam laminar air flow. Ampul dibuka dan sel Widr dipindahkan ke dalam conical tube steril yang berisi medium RPMI 1640. Suspensi sel disentrifugasi 1000 g selama 3 menit. Medium RPMI 1640 baru ditambahkan ke dalam suspensi sel dan disentrifugasi selama 5 menit. Suspensi sel WiDr ditambahkan ke dalam 1 mL medium yang mengandung 10% FBS dan diresuspensi kembali perlahan sampai homogen. Sel WiDr ditambahkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasi dalam inkubator CO2 37 °C. Medium kultur WiDr diganti setelah 24 jam dan ditumbuhkan hingga populasi sel mencapai 80% (kofluen 80%). Sel WiDr yang sudah mencapai populasi 80% dicuci dengan 3.5 mL PBS 2 kali dan 300 L Tripsin-EDTA lalu diinkubasi 3 menit dalam inkubator CO2. Sebanyak 5 mL 4 medium kultur ditambahkan dan sel diresuspensikan hingga terlepas dari dinding flask. Sel WiDr dihitung menggunakan hemasitometer. Cara kerja serupa dilakukan juga untuk sel Chang dan sel HeLa dengan mengganti medium RPMI 1640 Gibco menjadi medium D-MEM Gibco. Perlakuan Royal Jelly (Modifikasi Filipic et al. 2015) Kultur sel dari preparasi sel diinkubasi selama 24 jam kemudian medium lama dibuang, lalu dilanjutkan dengan perlakuan royal jelly. Larutan yang diuji adalah medium dan larutan royal jelly. Stok royal jelly sejumlah 10 mg dalam 50 L DMSO kemudian ditambahkan 950 L RPMI. Larutan diencerkan dengan menambahkan RPMI untuk mendapatkan konsentrasi akhir (125 g/mL, 250 g/mL, dan 375 g/mL) pada mikroplat. Sumur mikroplat berisi sel dari kultur sel, ditambahkan 100 L konsentrasi larutan royal jelly hasil pengenceran di atas sebagai perlakuan dan ditambahkan 100 L medium sebagai kontrol negatif. Campuran perlakuan dalam mikroplat diinkubasi selama 48 jam dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 °C. Untuk kontrol positif digunakan doxorubicin. Cara kerja serupa dilakukan juga untuk sel Chang dan sel HeLa dengan mengganti medium RPMI 1640 Gibco menjadi medium D-MEM Gibco. Uji Sitotoksik MTT (CCRC 2000) Hasil inkubasi sel 48 jam dari metode sebelumnya, dimasukkan larutan garam tetrazolium 5 mg/mL sebanyak 10 uL tiap sumur. Warna campuran menjadi kuning. Inkubasi mikroplat selama 4 jam dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 °C. Setelah diinkubasi dan terbentuk kristal formazan, larutan royal jelly dibuang. Kristal formazan dilarutkan dengan 100 L etanol 96% pada tiap sumur. Warna larutan menjadi ungu. Nilai absorbansi dibaca pada microplate reader pada panjang gelombang 595 nm. Semua perlakuan dilakukan triplo. Data yang diperoleh dari uji proliferasi dengan MTT berupa nilai absorbansi tiap sumur yang dikonversi menjadi % inhibisi. % Inhibisi = bsorbansi sampel- bsorbansi kontrol bsorbansi kontrol 100 HASIL Total Fenolik Royal Jelly Sampel royal jelly yang digunakan berasal dari 2 tempat yang berbeda yaitu royal jelly yang berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah dan Melbourne, Australia. Penentuan kandungan total fenol royal jelly menggunakan standar asam galat (Gambar 1). Konsentrasi asam galat terhadap rata-rata data absorbansi pada panjang gelombang 760 nm menghasilkan persamaan garis standar linier sebesar y = 0.032x + 0.016 dengan nilai regresi (R2) sebesar 0.960. Total fenol royal jelly dinyatakan dalam miligram ekivalen asam galat per miligram royal jelly (mg GAE/mg).Total fenol royal jelly Wonogiri lebih besar dibandingkan royal jelly 5 komersial Spring Leaf Australia. Kandungan total fenol royal jelly terdapat di sampel royal jelly Wonogiri sebesar 116.06 mg GAE/mg ± 0.03 (sebanyak 1 mg royal jelly setara dengan 116.06 mg asam galat, sedangkan royal jelly Australia memiliki total fenol sebesar 54.81 mg GAE/mg ± 0.58 mg (sebanyak 1 mg royal jelly setara dengan 54.81 mg asam galat). Total fenol royal jelly (μg GAE/mg) 140 116.06 ± 0.03 120 100 80 54.81 ± 0.58 60 40 20 0 Wonogiri Australia Sampel Royal jelly Gambar 1 Kandungan total fenol royal jelly Aktivitas Sitotoksitas Sel Chang dan Antikanker Sel HeLa serta Sel WiDr Royal Jelly Pengaruh royal jelly terhadap sel normal Chang dinyatakan dalam % proliferasi (Gambar 2). Persentase proliferasi menyatakan peningkatan jumlah sel setelah ditambahkan royal jelly selama 48 jam inkubasi. Hasil % proliferasi sel Chang terhadap royal jelly menunjukkan peningkatan persentase proliferasi dengan peningkatan konsentrasi larutan. Penambahan royal jelly mengakibatkan penambahan jumlah sel. Hasil % proliferasi tertinggi terdapat pada konsentrasi 375 g/mL sebesar 42.30% ± 13.01 sedangkan % proliferasi terendah di konsentrasi 125 g/mL sebesar 12.12% ± 8.75 dan untuk konsentrasi 250 g/mL sebesar 21.90% ± 6.80 60 42.30 ± 13.01 % Proliferasi 50 40 21.90 ± 6.80 30 12.12 ± 8.75 20 10 0 125 250 Konsentrasi royal jelly (ug/mL) 375 Gambar 2 Proliferasi sel Chang terhadap royal jelly pada variasi konsentrasi (μg/mL) 6 Efek royal jelly terhadap sel kanker kolon WiDr dinyatakan dalam % inhibisi (Gambar 3). Persentase inhibisi menyatakan penurunan jumlah sel setelah penambahan royal jelly dengan konsentrasi tertentu. Hasil % inhibisi sel WiDr mengalami penurunan dengan peningkatan konsentrasi larutan royal jelly. Persentase penurunan jumlah sel WiDr tertinggi terdapat pada konsentrasi 125 g/mL sebesar 16.65% ± 4.80 sedangkan % inhibisi terendah pada konsentrasi 375 g/mL sebesar 11.51% ± 5.31. Efek royal jelly terhadap sel kanker serviks HeLa juga dinyatakan dalam % inhibisi (Gambar 3). Persentase penurunan jumlah sel HeLa setelah diberi perlakuan royal jelly pada berbagai konsentrasi mengalami penurunan seiiring dengan peningkatan konsentrasi, seperti sel WiDr. Hasil % inhibisi tertinggi sel HeLa terdapat pada konsentrasi 125 g/mL sebesar 36.42% ± 7.90, sedangkan terendah pada konsentrasi 375 g/mL sebesar 31.03% ± 2.70. Pada penelitian, kontrol positif yang digunakan adalah obat antikanker komersial, doxorubicin. Pengaruh doxorubicin terhadap sel WiDr menunjukan peningkatan aktivitas % inhibisi (Gambar 4). Konsentrasi yang digunakan yaitu 1 g/mL, 3 g/mL, dan 6 g/mL. Hasil % inhibisi tertinggi pada konsentrasi 6 g/mL sebesar 91.92% ± 0.76sedangkan terendah di konsentrasi 1 g/mL sebesar 73.65% ± 4.00. Konsentrasi kontrol positif 1 g/mL sudah mampu membunuh sel WiDr >50%. Efek kontrol positif doxorubicin terhadap sel HeLa juga menunjukan peningkatan % inhibisi dengan semakin meningkatnya konsentrasi (Gambar 4). Hasil % inhibisi tertinggi yaitu 93.60% ± 1.38 pada konsentrasi 6 μg/mL, sedangkan terendah sebesar 81.68% ± 2.40 pada konsentrasi 1 μg/mL. Pemakaian konsentrasi rendah doxorubicin sudah mampu menurunkan populasi sel HeLa >50%. Berdasarkan data % inhibisi (Gambar 4), maka doxorubicin lebih banyak membunuh sel kanker HeLa dibandingkan sel WiDr. Hal ini disebabkan dengan konsentrasi 1 μg/mL, do orubicin sudah mampu membunuh sel HeLa >80% dibandingkan sel WiDr sebesar 70%. 50 45 36.42 ± 7.90 40 32.03 ± 2.50 % Inhibisi 35 31.03 ± 2.70 30 25 16.65 ± 4.80 20 12.72 ± 4.18 11.51 ± 5.31 15 Sel WiDr Sel HeLa 10 5 0 125 250 375 Konsentrasi sampel (μg/mL) Gambar 3 % Inhibisi royal jelly terhadap sel WiDr ( ) dan sel HeLa ( ) pada 3 variasi konsentrasi 7 100 89.59 ± 4.05 91.02 ± 1.04 93.60 ± 1.38 81.68 ± 2.40 90 80 91.92 ± 0.76 73.65 ± 4.00 % Inhibisi 70 60 50 40 Sel WiDr 30 Sel HeLa 20 10 0 1 3 6 Konsentrasi (μg/mL) Gambar 4 % Inhibisi doxorubicin terhadap sel WiDr ( ) dan sel HeLa ( ) pada 3 variasi konsentrasi Morfologi Sel Chang, Sel WiDr, dan Sel HeLa terhadap Perlakuan Royal Jelly Morfologi sel Chang, sel WiDr, dan sel HeLa diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1430 x 640. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu sebelum dan setelah inkubasi sel menggunakan royal jelly. Sel Chang dan HeLa berbentuk memanjang dengan bagian ujung sel melancip, sementara sel WiDr cenderung membulat.Hasil pengamatan sel Chang di bawah mikroskop menunjukan penambahan jumlah sel sebelum dan setelah perlakuan royal jelly (Gambar 5). Jumlah sel pada konsentrasi 0 g/mL yaitu 46.5 x 104 sel/100 L, sedangkan jumlah sel pada konsentrasi 125 g/mL, 250 g/mL dan 375 g/mL secara berturut-turut adalah 53.9 x 104 sel/100 L, 56.7x 104 sel/100 L, dan 66.16 x 104 sel/100 L Gambar 5 Morfologi sel Chang pada berbagai variasi konsentrasi 8 Hasil pengamatan sel WiDr di bawah mikroskop menunjukan perubahan morfologi sel (Gambar 6). Perubahan diantara konsentrasi 0 g/mL sebagai kontrol sel dan perlakuan (125 g/mL, 250 g/mL dan 375 g/mL) adalah bentuk sel abnormal setelah perlakuan royal jelly, seperti bentuk sel tidak beraturan, dan sel mati memisah dari koloni sel hidup. Jumlah sel WiDr pada konsentrasi 0 g/mL adalah 71x 104 sel/100 L, sedangkan jumlah sel WiDr pada konsentrasi perlakuan 125 g/mL, 250 g/mL dan 375 g/mL adalah 59.18 x 104 sel/100 L, 61.20 x 104 sel/100 L, dan 63.12 x 104 sel/100 L. Pengamatan sel WiDr terhadap royal jelly (Gambar 7) menunjukan jumlah sel yang mati lebih banyak dibandingkan sampel royal jelly. Pengamatan mikroskop sel HeLa sebelum dan setelah perlakuan royal jelly menunjukan perubahan morfologi sel, seperti pada sel WiDr berupa bentuk sel abnormal (Gambar 8). Bentuk sel yang abnormal ditunjukan oleh anak panah hitam.Jumlah sel HeLapada konsentrasi 0 g/mL adalah 48 x 104 sel/100 L, sedangkan jumlah sel HeLa di berbagai konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 30.52 104 sel/100 L, 32.62 104 sel/100 L, dan 33.05 104 sel/100 L.Pengamatan sel HeLa terhadap royal jelly (Gambar 9) menunjukan aktivitas inhibisi lebih tinggi dibandingkan royal jelly, morfologi sel yang tidak beraturan dan koloni sel hidup lebih rendah dibandingkan sel mati. Gambar 6 Morfologi sel WiDr pada 3 variasi konsentrasi royal jelly Gambar 9 Morfologi sel HeLa pada 3 variasi konsentrasi doxorubicin Gambar 7 Morfologi sel HeLa pada 3 variasi konsentrasi royal jelly 9 Gambar 8 Morfologi sel WiDr pada 3 variasi konsentrasi doxorubicin Gambar 9 Morfologi sel HeLa pada 3 variasi konsentrasi doxorubicin PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolik Fenolik secara luas terdapat pada tanaman dan merupakan metabolit sekunder terbanyak di tanaman. Senyawa fenolik berperan dalam pertahanan terhadap radiasi ultraviolet, patogen, parasit dan predator (Dai dan Mumper 2010). Standar yang digunakan pada uji total fenol royal jelly adalah asam galat. Menurut Ow dan Stupans (2016), asam galat (asam 3,6,7-trihidroksibenzoat) merupakan senyawa yang umum ditemukan pada tumbuhan dan tanaman. Asam galat merupakan senyawa polifenol sederhana pada jaringan tumbuhan hijau, ditemukan dalam bentuk senyawa bebas atau polimer seperti tanin, elagitanin, teaflavin-3-galat, dan epigalokatekin-3-galat (Jayamani dan Shanmugam 2014). Asam galat memiliki fungsi biologis seperti antioksidan, antiinflamasi, dan antifungi. Aplikasi asam galat banyak digunakan dalam bidang industri pangan dan farmasi (Daneshfar et al. 2008). Total fenolik suatu ekstrak atau senyawa menggunakan asam galat sebagai standar dan dinyatakan dalam mg/g asam galat ekivalen sebagai acuan (Sahu dan Saxena 2013). Prinsip kuantifikasi total fenol dalam produk pangan dan sampel biologis berdasarkan reaksi komponen fenolik terhadap reagen kolorimetri. Prinsip metode yang digunakan dalam penelitian mengukuti metode Folin Ciocalteu. Reaksi kolorimetri umum digunakan dalam penentuan total fenolik disebabkan mudah dilakukan, cepat, cocok untuk pemakaian laboratorium, dan biaya rendah (Blainski et al. 2013). 10 Prinsip metode Folin Ciocalteu adalah senyawa polifenol pada ekstrak tanaman bereaksi dengan pereaksi redoks spesifik (pereaksi Folin-Ciocalteu) membentuk senyawa biru kompleks. Reaksi pembentukan kromofor biru berasal dari pembentukan kompleks fosfotungstat-fosfomolibdenum yang dipengaruhi oleh larutan alkali dan konsentrasi senyawa fenolik dalam ekstrak (Blainski et al. 2013). Kekurangan metode Folin Ciocalteu adalah inhibisi yang disebabkan oleh kompetisi antara pereaksi Folin Ciocalteu dengan oksigen di udara, dan beberapa senyawa yang dapat bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu seperti amina aromatik, asam askorbat, sulfit, dan sulfur dioksida (Ainsworth dan Gillepie 2008). Data hasil perhitungan, total fenol tertinggi dari dua sampel royal jelly adalah sampel royal jelly Wonogiri sebesar 116.063 mg GAE/mg (sebanyak 1 mg royal jelly setara dengan 116.063 mg asam galat). Sampel royal jelly komersial Spring Leaf Australia memiliki total fenol lebih rendah yaitu 54.813 mg GAE/mg (sebanyak 1 mg royal jelly setara dengan 54.813 mg). Nilai total fenol sampel royal jelly Wonogiri memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan penelitian oleh Ceksteryte et al. (2016), yaitu sebesar 10.7 mg GAE/g. Penelitian Kolayli et al. (2015), menyatakan nilai total fenol royal jelly Anatolian sebesar 163.9 mg GAE/g, dan 23.3 mg GAE/g untuk royal jelly yang ditambahkan Bifidobacterium (Nabas et al. 2014). Jika nilai total fenol sampel royal jelly dibandingkan dengan produk lebah Apis mellifera lainnya seperti propolis dan madu, maka royal jelly berada di antara keduanya. Menurut Meda et al. (2005), total fenol madu multiflora sebesar 74.38 mg GAE/mg, dan 56.32 mg GAE/g madu Acacia ehrenbergina (Mamary dan Habori 2002), sedangkan total fenol propolis adalah 238.9 mg GAE/g (Wang et al. 2016) dan 197.15 mg GAE/mg (Socha et al. 2015). Propolis memiliki nilai total fenol tertinggi diantara produk lebah Apis mellifera lainnya, seperti royal jelly dan madu. Perbedaan nilai total fenol antara propolis, madu, dan royal jelly disebabkan oleh fungsi ketiganya yang berbeda. Propolis yang digunakan untuk melindungi sarang lebah, sehingga senyawa fenolik yang bersifat toksik cenderung lebih banyak dibandingkan madu dan royal jelly. Perbedaan nilai total fenol diantara kedua sampel dapat disebabkan oleh perbedaan spesies tumbuhan dan letak geografis sampel royal jelly berasal. Menurut Pavel et al. (2014), perbedaan total fenol royal jelly disebabkan flora geografis dan polen flora, dan waktu panen royal jelly. Menurut Liu et al. (2008), total fenol royal jelly dipengaruhi oleh usia larva dan waktu pemenenan. Total fenol tertinggi diperoleh ketika usia larva 1 hari dan waktu panen 24 jam setelah transfer larva sebesar 219.2 mg GAE/mg. Kandungan senyawa fenol di royal jelly diantaranya adalah fenol sederhana, asam fenolik, kumarin, isokumarin, naftokuinon, xanthon, stilbena, antrakuinon, flavonoid, dan lignin (Liu et al. 2008). Aktivitas Sitotoksitas Sel Chang dan Antikanker Sel HeLa serta Sel WiDr Royal Jelly Uji aktivitas sitotoksitas sel Chang dan antikanker sel WiDr dan sel HeLa pada penelitian dilakukan secara in vitro menggunakan metode MTT. Metode dilakukan dalam mikroplat 96 sumur, sel ditambahkan royal jelly kemudian dihitung viabilitas sel secara spektrofotometri menggunakan microplate reader 11 pada panjang gelombang 595 nm. Prinsip uji MTT adalah reduksi senyawa 3-(4,5dimetiltiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT). Metode selain uji MTT, diantaranya 2,3-bis (2-metoksi-4-nitro-5sulfofenil)-2H-tetrazolium-5-karboksanilida (XTT) dan 3- (4,5-dimetiltiazol-2yl)-5-(3-karboksimetoksifenil)-2-(4-sulfofenil)-2H-tetrazolium (MTS). Menurut Pannecouque et al.(2008), kelebihan metode MTT adalah senyawa MTT mudah didapat, kristal formazan sebagai produk reaksi akhir bersifat mudah larut dalam medium sel, tidak membutuhkan tahap pelarutan senyawa yang menggunakan pelarut organik, dan semakin lama reaksi inkubasi maka pembentukan warna semakin baik. Prinsip metode MTT adalah reduksi warna kuning 3-(4,5-dimetiltiazol-2yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT) oleh suksinat dehidrogenase. Senyawa MTTbersifat larut air sehingga dapat masuk ke dalam sel dan melewati membran mitokondria dan tereduksi menjadi senyawa tidak larut kristal formazan yang berwarna ungu. Reduksi MTT hanya terjadi secara metabolik dalam sel aktif (Riss et al. 2015). Penambahan isopropanol atau etanol di akhir reaksi bertujuan untuk melarutkan formazan yang tidak larut dalam sel. Menurut Berridge dan Tan (1993), mekanisme reduksi MTT di dalam mitokondria melibatkan transfer elektron dari molekul tereduksi FADH membentuk formazan. Kontrol positif yang digunakan pada penelitian yaitu doxorubicin. Obat tersebut merupakan obat komersial untuk kemoterapi. Kemoterapi merupakan terapi sistematik dengan pemberian obat-obat sintesis untuk menghambat pertumbuhan sel kanker (Jong 2002). Doxorubicin merupakan antibiotik antrasiklin yang memiliki aktivitas antineoplastik, diisolasi dari Streptomyces peucetius var. caesius (NCI 2009). Mekanisme doxorubicin dalam membunuh sel kanker yaitu berikatan dengan DNA dan mengganggu aktivitas topoisomerase II yang terlibat dalam reaksi perbaikan DNA, pembentukan radikal bebas sehingga menganggu membran selular, DNA serta protein (Thorn et al. 2011), dan pembentukan seramida berlebih. Seramida eksogen dapat menginduksi kematian sel kanker melalui apoptosis (Yang et al. 2014). Kontrol positif doxorubicin digunakan pada sel WiDr dan sel HeLa.Kontrol digunakan untuk membandingkan aktivitas antikanker royal jelly terhadap sel WiDr dan sel HeLa. Hasil % inhibisi kontrol positif doxorubicin (Gambar 4) menunjukkan bahwa sel HeLa bersifat lebih sensitif terhadap doxorubicin dibandingkan sel WiDr. Doxorubicin membunuh sel HeLa lebih banyak dibandingkan sel WiDr pada konsentrasi yang sama. Pengujian antikanker pada penelitian ini diawali dengan uji sitotoksitas royal jelly terhadap sel normal dengan metode MTT. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui selektivitas royal jelly terhadap sel normal. Menurut Wang et al. (2010), intensitas warna formazan berkorelasi dengan jumlah sel hidup. Sel normal yang digunakan adalah sel Chang. Menurut Otang et al. (2014), sel Chang berasal dari jaringan hati normal yang didapat dari seorang anak laki-laki keturunan Cina, dan diisolasi tahun 1954. Sel Chang digunakan untuk model aktivitas sitotoksitas selular. Efek royal jelly terhadap sel Chang dinyatakan dengan % proliferasi (Gambar 2). Peningkatan konsentrasi royal jelly tidak menginhibisi pertumbuhan sel normal Chang. Peningkatan konsentrasi akan semakin meningkatkan jumlah 12 populasi sel normal dalam mikroplat. Oleh karena itu, royal jelly bersifat tidak toksik terhadap sel normal dan menginduksi pertumbuhan sel baru. Hasil induksi proliferasi sel Chang oleh royal jelly pada penelitian ini, sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kamakura et al. (2001) menyatakan bahwa substansi protein aktif royal jelly dapat memicu proliferasi hepatosit mencit dan meningkatkan pembentukan albumin darah. Penelitian Hattori et al. (2007) melaporkan aktivitas neurogenesis atau pembentukan sel saraf oleh royal jelly terhadap sel progenitor stem saraf dalam medium faktor pertumbuhan fibroblast (FGF-2). Royal jelly juga dapat memicu diferensiasi dan proliferasi progenitor sel saraf otak menjadi neuron, astrosit, dan oligodendrosit. Royal jelly juga mampu memicu pertumbuhan sel MC3T3-E1 dan osteoblas tulang mencit yang diinduksi royal jelly selama 9 minggu (Narita et al. 2014). Aktivitas antikanker royal jelly diujikan pada sel kanker kolon dan sel kanker serviks. Sel kanker kolon dan serviks yang digunakan adalah sel WiDr (ATCC®-CCL™218) dan HeLa (ATCC®-CCL-2™). Sel WiDr berasal dari adenokarsinoma kolon rektosigmoid primer dari wanita berusia 78 tahun pada 1971 (Kusuma et al. 2010). Sel WiDr merupakan sel kanker kolon yang berasal dari jaringan epitel dengan sifat adheren yang resisten terhadap agen kemoterapi dan overekspresi COX-2 (Haryanti dan Katno 2011). Sel HeLa merupakan sel epitel kanker leher rahim manusia yang diisolasi tahun 1915 dari wanita bernama Henrietta Lacks yang berusia 31 tahun (Masters 2002). Aktivitas antikanker royal jelly dinyatakan dalam % inhibisi WiDr dan HeLa yang merupakan persentase penghambatan sel oleh royal jelly. Data % inhibisi sel WiDr dan sel HeLa menunjukkan penurunan persentase inhibisi dengan semakin meningkatnya konsentrasi royal jelly. Penurunan persentase inhibisi dapat disebabkan kandungan senyawa bioaktif seperti senyawa fenol dan asam lemak yang terdapat pada royal jelly berbeda pada konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah, dan tingkat kelarutan senyawa bioaktif royal jelly dengan pelarut akuades dan medium sel yang digunakan saat penelitian. Sel HeLa bersifat lebih sensitif terhadap royal jelly. Hal ini ditunjukan % inhibisi sel HeLa yang lebih tinggi dibandingkan sel WiDr pada konsentrasi yang sama (125 g/mL). Hasil % inhibisi royal jelly terhadap sel HeLa yaitu 36.425% sedangkan sel WiDr 13.830%, akan tetapi nilai tersebut masih lebih rendah dibandingkan doxorubicin sebesar 81.680% untuk sel HeLa dan 73.643% untuk sel WiDr. Sensitivitas sel HeLa lebih tinggi terhadap doxorubicin dan royal jelly. Royal jelly memiliki aktivitas antiproliferasi royal jelly rendah (Filipic et al. 2015). Aktivitas antiproliferasi royal jelly terhadap sel kanker kolon CaCo-2 cenderung rendah pada konsentrasi 0.5 mg/mL (Filipic et al. 2015). Royal jelly juga dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7 pada konsentrasi 1 mg/mL (Nakaya et al. 2007). Morfologi sel Chang (Gambar 5), sel WiDr (Gambar 6), dan sel HeLa (Gambar 7) menampakkan bentuk dan jumlah yang berbeda. Jumlah sel Chang setelah perlakuan royal jelly nampak bertambah, dan sel hidup bersifat adheren. Morfologi sel HeLa dan sel WiDr yang telah menunjukan efek inhibisi ditandai dengan bentuk sel abnormal dibandingkan sel normalnya. Bentuk sel abnormal seperti tidak beraturan dan memisah dari koloni sel hidup. 13 Mekanisme proliferasi sel Chang dan penghambatan pertumbuhan sel HeLa dan sel Chang tidak diteliti dalam penelitian ini, sehingga belum diketahui pasti mekanismenya. Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan sel normal hati (hepatosit) adalah faktor pertumbuhan epidermal (FPE), insulin, glukagon, faktor pertumbuhan hepatosit (FPH), piruvat, laktat, dan nikotinamida. Menurut Kamakura et al. (2001), fraksi protein royal jelly (major royal jelly protein) 57 kDa merupakan komponen aktif royal jelly yang dapat meningkatkan sintesis DNA dan proliferasi hepatosit. Fraksi protein royal jelly 57 kDa memiliki efek faktor sitokina pada hepatosit, dan memicu produksi faktor pertumbuhan autokrin seperti TGF- dan faktor pertumbuhan fibrolast untuk aktivasi transduksi sinyal intraselular dan memicu sintesis DNA serta produksi albumin. Sedangkan, fraksi protein royal jelly 350 kDA berfungsi untuk menjaga jumlah sel hepatosit sehingga sel pertumbuhan sel normal dapat terkendali (Fujii et al. 1996). Komponen bioaktif royal jelly lainnya yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker adalah 10-hidroksi-2-dekanoat (10-HAD) yang hanya terdapat pada royal jelly. Menurut Li et al. (2013), mekanisme aktivitas 10-HAD terhadap sel kanker adalah menghambat angiogenesis, sebagai modulator reseptor estrogen dan menghambat proliferasi sel pada tahap S dan G2, serta menginduksi aktivitas makrofag dan meningkatkan produksi sitokina antitumor (faktor nekrosis tumor) untuk apoptosis. Aktivitas 10-HAD juga terlibat dalam modulasi stres oksidatif dengan menurunkan peroksidasi lipid dan induksi apoptosis (Filipic et al. 2015). SIMPULAN Total fenol royal jelly tertinggi terdapat pada sampel royal jelly Wonogiri sebesar 116.06 mg GAE/mg ± 0.03. Royal jelly bersifat tidak toksik terhadap sel normal Chang dengan meningkatkan proliferasi sel normal sebesar 42.30% ± 13.01 pada konsentrasi 375 g/mL. Potensi antikanker royal jelly pada sel HeLa dan sel WiDr pada konsentrasi 125 g/mL dengan persentasi penghambatan sebesar 36.42% ± 7.90 dan 16.65% ± 4.80 pada sel HeLa. SARAN Perlu dilakukan isolasi dan pemurnian komponen aktif royal jelly untuk mengetahui mekanisme lanjut aktivitas proliferasi pada sel normal dan antiproliferasi pada sel kanker. Pengujian aktivitas antikanker royal jelly terhadap jenis sel kanker lainnya. Selain itu, aktivitas senyawa aktif royal jelly sebagai antikanker dapat dilakukan docking molekuler untuk mengetahui sensitivitas dan selektivitas senyawa aktif pada royal jelly. 14 DAFTAR PUSTAKA [CCRC] Cancer Chemoprevention Research Center. 2000. Prosedur Tetap Uji Sitotoksis Metode MTT. Yogyarakarta (ID): Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Ainsworth EA, Gillespie KM. 2008. Estimation of total phenolic content and other oxidation substrates in plant tissue using Folin-Ciocalteu reagent. Nature.2(4): 875-877. Barnutiu LI, Marginitias A, Dezmiriean DS, Mihai CM, Bobis O. 2011. Chemical composition and antimicrobial activity of royal jelly—a review. An Sci Biotec. 44(2):67-72. Berridge MV, Tan AS. 1993. Characterization of the cellular reduction of 3-(4,5dimetiltiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT): subcellular localization, substrate dependence, and involvement of mitochondrial electron transport in MTT reduction. Arcv Biochem Biophy. 303(2):474-482. Blainski A, Lopes GC, Mello JCP. 2013. Application and analysis of the folin ciocalteu method for the determination of total phenolic contenct from Limonium Brasiliense L. Mol. 18:6852-6865. doi:10.3390/molecules19066852 Bramasta BA. 2013. Uji pengaruh royal jelly terhadap efek tonik madu dari spesies lebah (Apis mellifera) pada mencit putih jantan galur Swiss Webster [skripsi]. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta. Cuts FT, Goldie S, Castellsague X, Sanjose S, Garneet G, Edmunds WJ, Claeys P, Goldenthal KL, Harper DM, Markowitz L. 2007. Human papillomavirus and HPV vaccines: a review. WHO bulletin. 85(9):719-726. Ceksteryte V, Kurtinaitiene B, Venskutonis PR, Pukalkas A, Kazernaviciute R, Balzekas J. 2016. Evaluation of antioxidant activity and flavonoid composition in differently preserved bee products. Czech J Food Sci.34(2):133-142. Dai J, Mumper RJ. 2010. Plant phenolics extraction, analysis, dan their antioxidant and anticancer properties. Mol. 15:7313-7352. Daneshfar A, Ghaziaskar HS, Homayoun N. 2008.Solubility of gallic acid in methanol, ethanol, water and ethyl acetate. J Chem Eng Data. 53:776-778. Departemen Kesehatan. 2006. Situasi Penyakit Kanker di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan. 2015. InfoDatin: Stop Kanker!.Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Filipic B, Gradisnik L, Rihar K, Soos E, Pereyra A, Potokar P. 2015. The influence of royal jelly and human interferon alpha-HUIFN-N3 on proliferation, glutathione level, and lipid peroxidation in human colorectal adenocarcinoma cells. Arh Hug Toksikol. 66:269-274. Fujii M, Yonekura M, Higuchi T, Morimitsu K, Yoshino I, Mukai S, Aoki T, Fukunaga T, Inoue Y, Sato M, Kanaeda J. 1996. Effect 350 kDa glycoprotein 15 in royal jelly on primary culture of rat hepatocytes. Food Sci Technol Int. 2:223-225. Haggar FA, Boushey RP. 2009. Colorectal cancer epidemiology: incidence, mortality, survival, and risk factors. Clin Colon Rect Sur. 22(4):191-197. Haryanti S, Katno. 2011. Aktivitas sitoktoksik Ocimum sanctum L pada sel kanker kolon WiDr. Perhipba 10(5):1-6. Hattori N, Nomoto J, Fukumitsu H, Mishima S, Furukawa S. 2007. Royal jelly and its unique fatty acid, 10-hidroxy-trans-2-decanoic acid, promote neurogenesis by neural stem/progenitor cell in vitro. Biomed Res. 5:261-266. Jadon G, Joshi KS. 2012. Cervical cancer: a review article. J Biomed Pharm Res. 1(1):1-4. Jayamani J, Shanmugam G. 2014. Gallic acid, one of the components in many plant tissue, is a potential inhibitor for insulin amyloid fibril formation. Euro J Med Chem. 85:352-358. Jong Wim de. 2002. Kanker, apakah itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan Dukungan Keluarga. Heedjan AS, penerjemah; Juwono L, editor. Jakarta (ID): Penerbit Arcan. Terjemahan dari: Kanker, wat heet?! Medische Informatie over De Ziekten(N), de Behandeling en de Prognose. Kamakura M, Sueonobu N, Fukushima M. 2001. Fifty-seven-kDa protein in royal jelly enchances proliferation of primary cultured rat hepatocytes and increases albumin production in the absence of serum. Biochem Biophys Res Comm. 282: 865-874. Karim BO, Huso DL. 2013. Mouse models for colorectal cancer review. Am J Cancer Res. 3(3):240-250. Karadeniz M. 2011. Royal jelly modulates oxidative stress and apoptosis in liver and kidneys of rats treated with cisplatin. J Biomed. 12(2):344-348. Kolayli S, Sahin H, Can Z, Yildiz O, Malkoc M, Asadov A. 2015. A member of complementary medicinal food: Anatolian royal jellies, their chemical compositions and antioxidant properties. J Ev Compl Alt Med. 3(1):1-6. Kusuma AW, Nurulita NA, Hartanti D. 2010. Efek sitotoksik dan antiproliferatif kuersetin pada sel kanker kolon WiDr. Pharm.7(3):107-122. Liu JR, Yang Yuan, Shi Li Shan, Peng Chi Chung. 2008. Antioxidant properties of royal jelly associated with larval age and time of harvest. J Agric Food Chem. 56:11447-11452. Li Xing, Huang C, Xue Y. 2013. Contribution of lipid in honeybee Apis mellifera royal jelly to health. J Med Food. 16(2):96-102. Mamary MA, Meeri A, Habori M. 2002. Antioxidant activites and total phenolics of different types of honey. Nutr Res. 22(9):1041-1047. Masters JR. 2002. HeLa cells 50 years on: the good, the bad and the ugly. Nature Rev. 2:316-319. 16 Meda A, Lamien CE, Romito M, Millogo J, Nacoulma OG. 2015. Determination of total phenolic, flavonoid, and proline contents in Burkina Fasan honey, as well as their radical scavenging activity. Food Chem.91:571-577. Nabas Z, Haddadin MS, Haddadin J, Nazer IK. 2014. Chemical composition of royal jelly and effects of symbiotic with two different locally isolated probiotic strains on antioxidant activites. Pol J Food Nutr Sci.64(3):171-180. Nakaya M, Onda H, Sasaki K, Yukiyoshi A, Tachibana H, Yamada K. 2007. Effect of royal jelly on bisphenol A induces proliferation of human breast cancer cells. Biosci Biotechnol Biochem. 71(1)-253-255. Narita Y, Nomura J, Ohta S, Inoh Y, Suzuki KM, Araki Y, Okada S, Matsumoto I, Isohama Y, Abe K, Miyata T, Mishima S. 2006. Royal jelly stimulates bone formation: physiologic and nutrigenomic studies with mice and cell lines. Biosci Biotechnol Biochem. 70(10):2508-2514. National Cancer Institute. 2009. Doxorubicin hydrochloride. [terhubung berkala]. Diakes 22 Agustus 2016.http://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancerdrug?cdrid=38860 Otang WM, Grierson DS, Ndip RN. 2014. Cytotoxicity of three South African medicinal plants using the chang liver cell line. J Tradit Complement Altren Med. 11(2):324-329. Ow Yin-Yin, Stupans L. 2016. Gallic acid and gallic acid derivates: effect on drug metabolizing enzymes. Curr Drug Met. 17(10):241-248. Pannecouque C, Daelemans D, Clerq ED. 2008. Tetrazolium-based colorimetric assay for the detection of HIV replication inhibitors: revisited 20 years later. Nature.3(3):427-434. Pavel CI, Marghitas LA, Dezmirean DS, Tomos LI, Bonta V, Sapcaliu A, Buttstedt A. 2014. Comparison between local and commercial royal jelly use of antioxidant activity and 10-hidroxy-2-decanoic acid as quality parameter. J Agric Apic Res. 53(1):116-123. Riss TL, Moravec RA, Niles AL, Duellman S, Benink HA, Worzella TJ, Minor L. 2015. Cell Viability Assay. Sittampalam GS, Coussens NP, Nelson H, editor. Bethesda (MD): National Center for Advancing Translational Sciences. Safarzadeh E, Shotobani SS, Baradaran B. 2014.Herbal medicine as inducers of apoptosis in cancer treatment. Adv Pharm Bull.4(1):421-427. Sahu R, Saxena J. 2013. Screening of total phenolic and flavonoid content in conventional and nonconventional species of Curcuma. J Pharm Phytochem.2(1): 176-179. Socha R, Galkowska D, Bugaj M, Juszchak L. 2015. Phenolic composition and antioxidant activity of propolis from various regions of Poland. Nat Prod Res. 29(15):416-422. Sreedevi A, Javed R, Dinesh A. 2015. Epidemiology of cervical cancer with special focus in India. Int J Women Hlth. 7:405-414. 17 Townsend GF, Morgan JF, Tolnai S. 1960. Studies on the in vitro antitumor activity of fatty acids 10-hidroxy-2-decenoic acid from royal jelly. Cancer Res. 20:503-510. Thorn CF, Oshiro C, Marsh S, Boussard TH, McLeod H, Klein TE, Altman RB. 2011. Doxorubicin pathways: pharmacodynamics and adverse effects. Pharm Genomic. 21(7):440-446. Vongsak B, Sithisarn P, Mangmool S, Thongparditchote S, Wongkrajang Y, Gritsanapan W. 2013. Maximing total phenolics, total flavonoids contents and antioxidant activity of Moringa oleifera leaf extract by the appropriate extraction method. Inds Crop Prod. 44: 566-571. Wang Xue, Sankarapandian K, Cheng Y, Soon Ok Woo, Hyung Wook Kwon, Haribalan P, Young Joon Ahn. 2016. Relationship between total phenolics contents and biological properties of propolis from 20 different regions in South Korea. BMC Comp Alt Med.16(65): 1-12. Wang P, Henning SM, Heber D. 2010. Limitations of MTT and MTS-based assays for measurement of antiproliferative activity of green tea polyphenols. Plos ONE. 5(4):1-10. Yeatman TJ. 2001. Colon Cancer Encylopedia of Life Sciences. New York (US): Nature. Yang Fan, Teves SS, Kemp CJ, Henikoff S. 2014.Doxorubicin, DNA torsion and chromatin dynamics.Biochem Biophys Act. 22(2):84-89. Yu J, Wu WK, Li X, He Ju, Li X, Simon SM, Yu C, Gao Z, Yang J, Wang Q, Joanna T, Nathalie W, et al. 2015. Novel recurrently mutated gens and a prognostic mutation signature in colorectal cancer .Gut. 64(4):636-645. 18 LAMPIRAN 19 Lampiran 1 Strategi penelitian Pembuatan larutan stok royal jelly dengan berbagai konsentrasi Penentuan total fenolik royal jelly dengan metode Folin Ciocalteu Uji sitotoksitas dengan MTT assay sel Chang Analisis data Uji sitotoksitas dengan MTT assay sel WiDr dan sel HeLa Analisis data 20 Lampiran 2 Data kurva standar asam galat Konsentrasi ( g/mL) 4 8 12 16 20 Absorbansi terkoreksi 2 0.184 0.231 0.406 0.684 0.872 1 0.142 0.324 0.277 0.419 0.474 Rata-rata 3 0.189 0.301 0.321 0.469 0.74 0.172 0.285 0.334 0.524 0.695 Absorbansi terkoreksi Standar Asam Galat 1 y = 0.032x + 0,016 R² = 0.960 0.8 0.6 Ulangan Ke-1 0.4 Ulangan ke-2 0.2 Ulangan ke-3 Ulangan Rata-rata 0 0 5 10 15 20 25 Konsentrasi Lampiran 3 Data % Proliferasi Sel Chang Konsentrasi g/mL) Absorbansi Terkoreksi 2 1 2 3 0.133 0.132 0.132 0.164 0.140 0.148 0.172 0.153 0.159 0.199 0.198 0.168 0 125 250 375 % Proliferasi 2 1 0 23.308 29.323 49.624 2 0 6.060 15.909 50.000 Contoh perhitungan : % Proliferasi = bsorbansi sampel- bsorbansi kontrol bsorbansi kontrol 0.164-0.133 = 0.133 100 = 23.308% 100 3 0 12.121 20.454 27.272 Rata-rata % Proliferasi 0 13.830 21.895 42.298 21 Lampiran 4 Data % Inhibisi Sel WiDr Sampel Konse ntrasi Royal Jelly 0 125 250 375 0 1 3 6 Doxoru bicin Absorbansi Terkoreksi 1 2 3 0.421 0.331 0.370 0.398 0.421 0.104 0.030 0.031 0.425 0.374 0.351 0.366 0.425 0.100 0.039 0.034 % Inhibisi 1 2 0.428 0.356 0.390 0.362 0.428 0.132 0.064 0.038 0 21.377 12.114 5.463 0 75.296 92.875 92.640 Rata-rata % Inhibisi 0 16.654 12.723 11.510 0 73.642 89.581 91.919 3 0 11.767 17.176 13.647 0 76.470 90.823 92.000 0 16.822 8.878 15.420 0 69.160 85.050 91.121 Contoh perhitungan : % Inhibisi = bsorbansi kontrol- bsorbansi sampel bsorbansi kontrol 0.421-0.332 100 = 0.421 100 = 21.377% Lampiran 5 Data % Inhibisi Sel HeLa Sampel Royal Jelly Doxo rubicin Konsent rasi g/ mL) 1 0 125 250 375 0 1 3 6 0.559 0.337 0.367 0.375 0.559 0.095 0.048 0.027 Absorbansi Terkoreksi 2 0.551 0.319 0.389 0.396 0.551 0.116 0.056 0.041 % Inhibisi 3 0.550 0.399 0.372 0.370 0.550 0.093 0.045 0.038 Contoh perhitungan : % Inhibisi = bsorbansi kontrol- bsorbansi sampel 0.55 -0.337 = 0.55 = 39.713% bsorbansi kontrol 100 100 1 0 39.713 34.347 32.915 0 83.005 91.413 95.170 2 0 42.105 29.401 28.130 0 78.947 89.836 92.558 Rata% Inhibis 3 i 0 27.454 32.363 32.727 0 83.090 91.818 93.090 0 36.425 32.040 31.257 0 81.681 91.022 93.606 22 Lampiran 6 Komposisi Medium Sel Komposisi medium RPMI 1640 Gibco Medium RPMI 1640 digunakan untuk medium sel kultur dalam suspensi dan monolayer. Medium berbentuk larutan. Komposisi medium diantaranya mengandung biotin, kalsium nitrat (Ca(NO3)2.4H2O)), kolin klorida, D-kalsium pantotenat, D-glukosa, asam folat, glutation, glisina, L-arginina, L-asparagina, Laspartat, L-sistina, asam klorida, L-metionina, L-fenilalanina, L-prolina, L-serina, L-treonina, L-triptofan, L-tirosina, garam dinatrium dihidrat, L-valina, magnesium sulfat (MgSO4) anhidrat, niasinamida, asam para-aminobenzoat, piridoksin hidroklorida, riboflavin, natrium bikarbonat (NaHCO3), natrium klorida (NaCl), natrium fosfat anhidrat (Na2HPO4), tiamin hidroklorida, sianokobalamin (vitamin B12), dan inositol. Medium disimpan pada suhu 2 °C- 8 °C, dan terlindung dari paparan sinar matahari dan cahaya. Komposisi medium D-MEM Gibco Komposisi medium D-MEM terdiri dari glukosa, senyawa anorganik, asam amino, dan vitamin. Medium D-MEM digunakan untuk kultur sel dalam suspensi dan adhesi. Konsistensi medium dalam bentuk larutan. Komposisi medium D-MEM yaitu kalsium klorida, magnesium sulfat anhidrat, kalium klorida, natrium bikarbonat, natrium klorida, natrium fosfat anhidrat, L-arginina.2 HCl, L-sistina.2HCl, glisina, L-histidina.HCl.H2O, L-Isoleusina, L-leusina, Llisina.HCl, L-metionina, L-fenilalanina, L-serina, L-glutamina, L-treonina, Ltriptofan, L-valina, kolin klorida, asma folat, inositol, niasinamida, D-pantotenat, piridoksal.HCl, piridoksin.HCl, riboflavin, tiamin.HCl, D-glukosa, fenol merah.natrium, dan piruvat.natrium. Medium disimpan pada suhu 2 °C - 8 °C, dan terlindung dari paparan sinar matahari dan cahaya. 23 RIWAYAT HIDUP Kartika Nurfadhilah terlahir sebagai anak pertama dari satu bersaudara pasangan Tatang Djaenudin dan Nunun Nurhayati, SPd pada tanggal 03 Juli 1994. Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang menengah atas di SMA Negeri 4 Kota Bogor pada tahun 2012. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan. Pada tahun 2015, penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Laboratorium Dengue dengan laporan PL berjudul Analisis Molekuler Virus Dengue. Penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi internal seperti Himpunan Profesi Biokimia IPB CREBs dan eksternal kampus seperti Dreamdelion dan SabangMerauke. Penulis juga aktif sebagai asisten laboratorium pada mata kuliah Kimia TPB, Kimia Dasar I, Kimia Dasar II, Biokimia Umum, Landasan Biokimia, Biologi Molekul, dan Biokimia Hewan program Diploma.