POTENSI ANTIKANKER ROYAL JELLY Apis

advertisement
POTENSI ANTIKANKER ROYAL JELLY Apis mellifera
TERHADAP SEL WIDR ATCC®-CCL™218 DAN
SEL HELA ATCC®-CCL-2™
KARTIKA NURFADHILAH
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Antikanker
Royal Jelly Apis mellifera terhadap Sel WiDr ATCC®-CCL™ 218 dan Sel HeLa
ATCC®-CCL-2™ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Kartika Nurfadhilah
NIM G84120034
ABSTRAK
KARTIKA NURFADHILAH. Potensi Antikanker Royal Jelly Apis mellifera
terhadap Sel WiDr ATCC®-CCL™ 218 dan Sel HeLa ATCC®-CCL-2™.
Dibimbing oleh AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN dan DIMAS
ANDRIANTO.
Kanker serviks merupakan kanker penyebab kematian wanita kedua terbesar
setelah kanker payudara di Indonesia, sedangkan kanker kolon merupakan kanker
penyebab kematian pertama di dunia setelah penyakit jantung koroner. Salah satu
upaya pengobatan kanker yang dapat dilakukan adalah mengkonsumsi bahan yang
berpotensi sebagai antikanker, salah satunya adalah royal jelly Apis mellifera.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, royal jelly mampu menginhibisi sel kanker
payudara MCF-7 1 mg/mL dan sel kanker kolon CaCo-2 0.5 mg/mL. Tujuan dari
penelitian ini adalah menguji aktivitas sitotoksik royal jelly Apis mellifera
terhadap sel kanker serviks (HeLa) dan sel kanker kolon (WiDr) dan sel hati
(Chang) secara in vitro. Hasil uji antikanker menunjukkan potensi antikanker
royal jelly lebih baik terhadap sel HeLa dibandingkan sel WiDr. Aktivitas royal
jelly terhadap sel normal Chang mampu meningkatkan pertumbuhan sel sebesar
42.30% ± 13.01. Royal jelly mampu menghambat 36.42% ± 7.90 pertumbuhan sel
HeLa, sedangkan terhadap sel WiDr hanya menghambat 16.65% ± 4.80 pada
konsentrasi 125 g/mL.
Kata kunci: kanker kolon, kanker serviks, MTT, royal jelly
ABSTRACT
KARTIKA NURFADHILAH. Anticancer Activity of Royal Jelly Apis mellifera
Against WiDr Cell Line ATCC®-CCL™ 218 and HeLa Cell Line ATCC®-CCL2™. Supervised by AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN and DIMAS
ANDRIANTO.
Cervical cancer is the most common caused for women death after breast
cancer in Indonesia, meanwhile colon cancer is the second leading cause of death
from cancer among adults. One of the efforts for cancer treatment is to consume
natural compounds such as royal jelly, which has been previously reported have
anticancer activity. Recent studies also indicated its royal jelly action against
breast cancer cell line MCF-7 1 mg/mL and colon cancer cell line CaCo-2 0.5
mg/mL. This research aimed to determine cancer cell inhibition activity by royal
jelly toward cervical cell line HeLa, colon cell line WiDr and normal cell line
Chang. The result of this research showed that royal jelly has higher inhibition
activity against HeLa cell line than WiDr cell line. Royal jelly activity toward
normal cell line can induce cell proliferation 42.30% ± 13.01. Royal jelly
inhibited HeLa cell proliferation 36.42% ± 7.90 and WiDr cell line 16.65% ± 4.80
at125 g/mL.
Keywords: cervical cancer, colon cancer, MTT, royal jelly
POTENSI ANTIKANKER ROYAL JELLY Apis mellifera
TERHADAP SEL WIDR ATCC®-CCL™218 DAN
SEL HELA ATCC®-CCL-2™
KARTIKA NURFADHILAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Potensi Antikanker Royal Jelly Apis mellifera terhadap Sel WiDr
ATCC®-CCL™ 218 dan Sel HeLa ATCC®-CCL-2™
Nama
: Kartika Nurfadhilah
NIM
: G84120034
Disetujui oleh
Dr Ir Akhmad Endang Zainal Hasan, MSi
Pembimbing I
Dr Dimas Andrianto, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya
ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak bulan
Maret 2016 di Laboratorium Penelitian Biokimia FMIPA dan Laboratorium
Immunologi Pusat Studi Satwa dan Primata LPPM PSSP IPB dengan judul
penelitian, Potensi Antikanker Royal Jelly Apis mellifera terhadap Sel WiDr
ATCC®-CCL™ 218 dan Sel HeLa ATCC®-CCL-2™. Penelitian ini didanai oleh
Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek) DIKTI
melalui program Program Kreativitas Mahasiswa 2016.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Akhmad Endang Zainal
Hasan, MSi selaku pembimbing I dan Dr Dimas Andrianto, MSi selaku
pembimbing II atas arahan, saran, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada orangtua dan keluarga penulis, Ibu
Nunun Nurhayati dan Bapak Tatang Djaenudin, Kakek Opah Surachman, Nenek
Titin Rusmiatin, teman-teman kelompok PKM 2016 serta teman seperjuangan
yang telah memberi semangat dan dukungan moral serta materi kepada penulis
selama menyelesaikan program studi sarjana Biokimia. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca demi kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terutama dalam bidang Biokimia.
Bogor, Oktober 2016
Kartika Nurfadhilah
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan
2
Metodologi
3
HASIL
4
Total Fenolik Royal Jelly
4
Aktivitas Sitotoksitas Sel Chang dan Antikanker Sel HeLa serta Sel WiDr
Royal Jelly
5
Morfologi Sel Chang, Sel WiDr, dan Sel HeLa terhadap Perlakuan Royal Jelly 7
PEMBAHASAN
Kandungan Total Fenolik
Aktivitas Sitotoksitas Sel Chang dan Antikanker Sel HeLa serta Sel WiDr
Royal Jelly
9
9
10
SIMPULAN
13
SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR GAMBAR
1 Kandungan total royal jelly
2 Proliferasi sel Chang terhadap royal jelly pada variasi konsentrasi (μg/mL)
3 % Inhibisi royal jelly terhadap sel WiDr ( ) dan sel HeLa ( ) pada 3
variasi konsentrasi
4 % Inhibisi doxorubicin terhadap sel WiDr ( ) dan sel HeLa ( ) pada 3
variasi konsentrasi
5 Morfologi sel Chang pada 3 variasi konsentrasi royal jelly
6 Morfologi sel WiDr pada 3 variasi konsentrasi royal jelly
7 Morfologi sel HeLa pada 3 variasi konsentrasi royal jelly
8 Morfologi sel WiDr pada 3 variasi konsentrasi doxorubicin
9 Morfologi sel HeLa pada 3 variasi konsentrasi doxorubicin
5
5
6
6
7
8
8
8
9
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Strategi penelitian
Data kurva standar asam galat
Data % Proliferasi Sel Chang
Data % Inhibisi Sel WiDr
Data % Inhibisi Sel HeLa
Komposisi Medium Sel
19
20
21
21
21
22
PENDAHULUAN
Kanker kolon merupakan penyakit kanker yang tumbuh dan berkembang di
bagian kolon atau rektum yang menyebabkan penurunan berat badan, perubahan
struktur dan fungsi usus dalam pencernaan, dan kelelahan yang mengakibatkan
penurunan produktivitas (Karim dan Huso 2013). Faktor resiko kanker kolon
berkaitan dengan pola hidup, usia dan kelainan genetic (Yeatman 2001). Menurut
Haghar dan Boushey (2009), penderita kanker kolon pada tahun 2005, sebanyak
108.100 individu dan tahun 2008 meningkat menjadi 148.900 diagnosis. Sekitar
49.900 pasien meninggal dunia di Amerika Serikat akibat kanker kolon. Sifat
metastatis kanker kolon menyebabkan penyakit ini hanya memiliki laju hidup
kurang dari 5 tahun pada stadium 4 (<10%) (Yu et al. 2015).
Kanker serviks merupakan neoplasma malignan pada sel serviks.Kanker
serviks umumnya menyerang wanita dan disebabkan oleh infeksi virus Human
Papiloma (vHP) (Jadon dan Joshi 2012).Virus Human Papiloma merupakan virus
DNA yang menginfeksi jaringan epitelium seperti kulit dan mukosa yang
mengakibatkan kanker serviks dan kanker leher rahim (Cuts et al. 2007). Menurut
Sreedeviet al. (2015), kejadian kanker serviks sebagian besar terjadi di negara
berkembang (86%). Setiap tahunnya, sekitar 122.844 wanita terdiagnosis kanker
serviks dan 67.477 (54.5%) meninggal dunia. Kejadian kanker kolon di Indonesia
merupakan jenis kanker ketiga terbanyak di Indonesia dengan jumlah kasus 100
diagnosis dari 100.000 penduduk Indonesia pada tahun 2006 (Depkes 2006).
Kejadian kanker serviks di Indonesia sekitar 0.8% dengan 98.062 pasien
terdiagnosis, dan prevalensi tertinggi terjadi di Provinsi Kepulauan Riau, Maluku
Utara dan DI Yogyakarta (Depkes 2015).
Sedikitnya penderita yang mendapat perawatan medis disebabkan
pengobatan untuk kanker di Indonesia masih tergolong mahal, sehingga
diperlukan adanya usaha pengembangan terapi kanker yang terjangkau untuk
penderita kanker terutama dari kalangan menengah ke bawah. Kemoterapi
merupakan pemberian senyawa kimia untuk mengurangi dan menghambat
proliferasi sel kanker akan tetapi metode ini memiliki efek samping seperti lemas,
mual, rambut rontok, kulit kering, dan penurunan berat badan secara drastis serta
mampu merusak pembentukan sel normal disekitarnya. Obat herbal antikanker
yang telah disetujui FDA diantaranya vinca alkaloid, taksan, podolpilotoksin dan
camptotekin (Safarzadeh et al. 2014).
Royal jelly telah diketahui memiliki manfaat biologis seperti antioksidan,
neurotopik, hipokolesterolemin, antipenuaan, antibiotik, antiinflamasi,
antiimunodulator, and antitumor (Karadeniz 2011).Royal jelly mengandung asam
lemak rantai panjang yaitu asam 10-hidroksi-2-dekanoat yang berperan sebagai
antitumor (Townsend et al. 1960). Efek antitumor berperan dalam menghentikan
proses proliferasi sel kanker. Menurut Barnutiu et al. (2011), komponen aktif
royal jelly lainnya adalah protein fraksi rendah (major royal jelly fraction) yaitu
MRJP 1-MRJP 6, vitamin (L-askorbat, vitamin D, vitamin E, vitamin B
kompleks), royalisin, apisimin, dan albumin.
Pada penelitian ini dilakukan uji total fenol menggunakan metode Folin
Ciocalteu (Vongsak et al. 2013) dan uji aktivitas antikanker royal jelly
menggunakan metode MTT (CCRC 2000). Royal jelly diuji secara invitro
2
terhadap sel lestari hati normal (Chang,ATCC®-CCL™ 13) , sel lestari kanker
kolon (WiDr, ATCC®-CCL™218) , dan sel lestari kanker serviks (HeLa, ATCC®CCL-2™). Aktivitas inhibisi dan persentase jumlah sel sebelum dan setelah
perlakuan sel kanker terhadap royal jelly menunjukan aktivitas antikanker.
Belum terdapat penelitian yang menggunakan royal jelly sebagai substansi
penghambat proliferasi sel kanker kolon dan sel kanker serviks. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi sitotoksik royal jelly Apis mellifera
terhadap sel kanker serviks (HeLa) dan sel kanker kolon (WiDr) dan sel hati
(Chang) sebagai kontrol sel normal. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
data aktivitas antiproliferasi royal jelly terhadap sel kanker lestari untuk
pengembangan obat antikanker di masa depan.
METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah royal jelly Apis
mellifera yang berasal dari peternakan lebah Apis mellifera di Wonogiri, Jawa
Tengah dan royal jelly komersial merek Spring Leaf Australia¸ akuades steril,
NaCl 10% b/v, natrium bikarbonat 7.5% b/v, pereaksi Folin Ciocalteu Merck,
dimetil sulfoksida (DMSO) CTCC®4-X™ Merck, sel kanker kolon (WiDr,
ATCC®-CCL™218), sel kanker HeLa (HeLa, ATCC®-CCL-2™) dan sel hati
normal (Chang, ATCC®-CCL™13) didapat dari American Type Culture Collection,
doxorubicin Kalbe sebagai kontrol positif, Fetal Bovine Serum (FBS) Gibco,
medium Roswells Park Memorial Institute (RPMI) 1640 Gibco, medium
Dulbecco’s Modified Eagle (D-MEM) Gibco, penisilin-streptomisin, 3-(4,5
dimetiltiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT) SigmaAldrich, bufer
asam 2-(N-morfolino)-etanosulfonat hidrat Sigma Aldrich, tripsin 10% v/v Gibco,
etanol 60% v/v, pipet tips putih Axygen T-300 Scientific, pipet tips kuning
Axygen TR-222-Y Scientific, pipet tips biru Stardec, parafilm Whatman, plastik
pembungkus Kinpak, tissu dapur Paseo, dan sarung tangan Ansell.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroplat Biotec,
Biosafety cabinet class II ThermoScientific, inkubator CO2 Thermo Scientific,
tabung sentrifus 15 mL Corning, pipet mikro BioRad dan Eppendorf, stopwatch,
pipet mikro elektronik Thermo Scientific, microwave Sharp, neraca analitik ACIS,
penangas air Memmert, vortex maxi mix II Thermo Scientific, vortex REAX
control Heidolph, boks pendingin, hemasitometer, mikroskop, Erlemeyer 50 mL
dan 250 mL Pyrex, ELISA reader tipe Benchmark BioRad, spektrofotometer UVVIS Thermo Genesys 10 UV, dan berbagai peralatan kaca analisis kimia.
3
Metodologi
Preparasi Larutan Stok Royal Jelly (Modifikasi Bramasta 2013)
Royal jelly dilarutkan pada berbagai jenis pelarut yaitu akuades, medium
RPMI dan D-MEM sesuai dengan uji yang akan dilakukan. Royal jelly sebanyak
10 mg dilarutkan dalam pelarut 5 mL, kemudian dilakukan sonikasi selama 10
menit sampai sampel larut sempurna lalu ditambahkan 5 mL pelarut sampai
volume total 10 mL dengan konsentrasi larutan stok 1000 g/mL. Larutan royal
jelly 1000 g/mL kemudian diencerkan 10 mL sampai konsentrasi akhir 50 g/mL
yang akan digunakan untuk berbagai uji seperti total fenolik, dan MTT.
Penentuan Total Fenolik (Vongsak et al. 2013)
Penentuan total fenolik royal jelly dilakukan dengan modifikasi metode
Vongsak et al. (2013). Sebanyak 200 L larutan royal jelly dari larutan stok royal
jelly 100 g/mL, ditambahkan 500 g/mL pereaksi Folin Ciocalteu 10% v/v, dan
ditambahkan 300 g/mL natrium bikarbonat 7.5% b/v hingga konsentrasi akhir 0
g/mL, 4 g/mL, 8 g/mL, 12 g/mL, 16 g/mL, dan 20 g/mL di dalam tabung
reaksi. Tabung reaksi dibaca pada temperatur ruang (22 °C ± 1 °C) selama 30
menit. Absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang 760 nm dengan blanko
akuades. Total fenol dinyatakan dalam miligram ekivalen asam galat. Kurva
standar yang digunakan menggunakan asam galat 0 g/mL, 4 g/mL, 8 g/mL,
12 g/mL, 16 g/mL, dan 20 g/mL.
Total fenolik =
konsentrasi fenolik
g/mL
faktor pengenceran
bobot tertimbang sampel
Kultur Sel (Haryanti dan Katno 2011)
Sel lestari Widr, HeLa dan Chang merupakan koleksi Laboratorium
Mikrobiologi dan Imunologi Pusat Studi Satwa Primata LPPM Institut Pertanian
Bogor. Kultur sel ditumbuhkan ke dalam media penumbuh RPMI 1640 Gibco
yang mengandung FBS 10% v/v dan penisilin-streptomisin 1% v/v Gibco.
Sementara untuk, sel Chang dan HeLa digunakan media penumbuh D-MEM
Gibco.
Preparasi Sel WiDr (Modifikasi Filipic et al. 2015)
Sel Widr diambil dari tangki nitrogen dan dicairkan dalam penangas air
suhu 37 °C. Ampul disemprot menggunakan etanol 70% dan dimasukkan dalam
laminar air flow. Ampul dibuka dan sel Widr dipindahkan ke dalam conical tube
steril yang berisi medium RPMI 1640. Suspensi sel disentrifugasi 1000 g selama 3
menit. Medium RPMI 1640 baru ditambahkan ke dalam suspensi sel dan
disentrifugasi selama 5 menit. Suspensi sel WiDr ditambahkan ke dalam 1 mL
medium yang mengandung 10% FBS dan diresuspensi kembali perlahan sampai
homogen. Sel WiDr ditambahkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasi
dalam inkubator CO2 37 °C. Medium kultur WiDr diganti setelah 24 jam dan
ditumbuhkan hingga populasi sel mencapai 80% (kofluen 80%). Sel WiDr yang
sudah mencapai populasi 80% dicuci dengan 3.5 mL PBS 2 kali dan 300 L
Tripsin-EDTA lalu diinkubasi 3 menit dalam inkubator CO2. Sebanyak 5 mL
4
medium kultur ditambahkan dan sel diresuspensikan hingga terlepas dari dinding
flask. Sel WiDr dihitung menggunakan hemasitometer. Cara kerja serupa
dilakukan juga untuk sel Chang dan sel HeLa dengan mengganti medium RPMI
1640 Gibco menjadi medium D-MEM Gibco.
Perlakuan Royal Jelly (Modifikasi Filipic et al. 2015)
Kultur sel dari preparasi sel diinkubasi selama 24 jam kemudian medium
lama dibuang, lalu dilanjutkan dengan perlakuan royal jelly. Larutan yang diuji
adalah medium dan larutan royal jelly. Stok royal jelly sejumlah 10 mg dalam
50 L DMSO kemudian ditambahkan 950 L RPMI. Larutan diencerkan dengan
menambahkan RPMI untuk mendapatkan konsentrasi akhir (125 g/mL, 250
g/mL, dan 375 g/mL) pada mikroplat. Sumur mikroplat berisi sel dari kultur sel,
ditambahkan 100 L konsentrasi larutan royal jelly hasil pengenceran di atas
sebagai perlakuan dan ditambahkan 100 L medium sebagai kontrol negatif.
Campuran perlakuan dalam mikroplat diinkubasi selama 48 jam dalam inkubator
CO2 5% pada suhu 37 °C. Untuk kontrol positif digunakan doxorubicin. Cara
kerja serupa dilakukan juga untuk sel Chang dan sel HeLa dengan mengganti
medium RPMI 1640 Gibco menjadi medium D-MEM Gibco.
Uji Sitotoksik MTT (CCRC 2000)
Hasil inkubasi sel 48 jam dari metode sebelumnya, dimasukkan larutan
garam tetrazolium 5 mg/mL sebanyak 10 uL tiap sumur. Warna campuran
menjadi kuning. Inkubasi mikroplat selama 4 jam dalam inkubator CO2 5% pada
suhu 37 °C. Setelah diinkubasi dan terbentuk kristal formazan, larutan royal jelly
dibuang. Kristal formazan dilarutkan dengan 100 L etanol 96% pada tiap sumur.
Warna larutan menjadi ungu. Nilai absorbansi dibaca pada microplate reader pada
panjang gelombang 595 nm. Semua perlakuan dilakukan triplo. Data yang
diperoleh dari uji proliferasi dengan MTT berupa nilai absorbansi tiap sumur yang
dikonversi menjadi % inhibisi.
% Inhibisi =
bsorbansi sampel- bsorbansi kontrol
bsorbansi kontrol
100
HASIL
Total Fenolik Royal Jelly
Sampel royal jelly yang digunakan berasal dari 2 tempat yang berbeda yaitu
royal jelly yang berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah dan Melbourne, Australia.
Penentuan kandungan total fenol royal jelly menggunakan standar asam galat
(Gambar 1). Konsentrasi asam galat terhadap rata-rata data absorbansi pada
panjang gelombang 760 nm menghasilkan persamaan garis standar linier sebesar y
= 0.032x + 0.016 dengan nilai regresi (R2) sebesar 0.960. Total fenol royal jelly
dinyatakan dalam miligram ekivalen asam galat per miligram royal jelly (mg
GAE/mg).Total fenol royal jelly Wonogiri lebih besar dibandingkan royal jelly
5
komersial Spring Leaf Australia. Kandungan total fenol royal jelly terdapat di
sampel royal jelly Wonogiri sebesar 116.06 mg GAE/mg ± 0.03 (sebanyak 1 mg
royal jelly setara dengan 116.06 mg asam galat, sedangkan royal jelly Australia
memiliki total fenol sebesar 54.81 mg GAE/mg ± 0.58 mg (sebanyak 1 mg royal
jelly setara dengan 54.81 mg asam galat).
Total fenol royal jelly (μg
GAE/mg)
140
116.06 ± 0.03
120
100
80
54.81 ± 0.58
60
40
20
0
Wonogiri
Australia
Sampel Royal jelly
Gambar 1 Kandungan total fenol royal jelly
Aktivitas Sitotoksitas Sel Chang dan Antikanker Sel HeLa serta Sel WiDr
Royal Jelly
Pengaruh royal jelly terhadap sel normal Chang dinyatakan dalam %
proliferasi (Gambar 2). Persentase proliferasi menyatakan peningkatan jumlah sel
setelah ditambahkan royal jelly selama 48 jam inkubasi. Hasil % proliferasi sel
Chang terhadap royal jelly menunjukkan peningkatan persentase proliferasi
dengan peningkatan konsentrasi larutan. Penambahan royal jelly mengakibatkan
penambahan jumlah sel. Hasil % proliferasi tertinggi terdapat pada konsentrasi
375 g/mL sebesar 42.30% ± 13.01 sedangkan % proliferasi terendah di
konsentrasi 125 g/mL sebesar 12.12% ± 8.75 dan untuk konsentrasi 250 g/mL
sebesar 21.90% ± 6.80
60
42.30 ± 13.01
% Proliferasi
50
40
21.90 ± 6.80
30
12.12 ± 8.75
20
10
0
125
250
Konsentrasi royal jelly (ug/mL)
375
Gambar 2 Proliferasi sel Chang terhadap royal jelly pada variasi konsentrasi (μg/mL)
6
Efek royal jelly terhadap sel kanker kolon WiDr dinyatakan dalam %
inhibisi (Gambar 3). Persentase inhibisi menyatakan penurunan jumlah sel setelah
penambahan royal jelly dengan konsentrasi tertentu. Hasil % inhibisi sel WiDr
mengalami penurunan dengan peningkatan konsentrasi larutan royal jelly.
Persentase penurunan jumlah sel WiDr tertinggi terdapat pada konsentrasi 125
g/mL sebesar 16.65% ± 4.80 sedangkan % inhibisi terendah pada konsentrasi
375 g/mL sebesar 11.51% ± 5.31. Efek royal jelly terhadap sel kanker serviks
HeLa juga dinyatakan dalam % inhibisi (Gambar 3). Persentase penurunan jumlah
sel HeLa setelah diberi perlakuan royal jelly pada berbagai konsentrasi mengalami
penurunan seiiring dengan peningkatan konsentrasi, seperti sel WiDr. Hasil %
inhibisi tertinggi sel HeLa terdapat pada konsentrasi 125 g/mL sebesar 36.42% ±
7.90, sedangkan terendah pada konsentrasi 375 g/mL sebesar 31.03% ± 2.70.
Pada penelitian, kontrol positif yang digunakan adalah obat antikanker
komersial, doxorubicin. Pengaruh doxorubicin terhadap sel WiDr menunjukan
peningkatan aktivitas % inhibisi (Gambar 4). Konsentrasi yang digunakan yaitu 1
g/mL, 3 g/mL, dan 6 g/mL. Hasil % inhibisi tertinggi pada konsentrasi 6
g/mL sebesar 91.92% ± 0.76sedangkan terendah di konsentrasi 1 g/mL sebesar
73.65% ± 4.00. Konsentrasi kontrol positif 1 g/mL sudah mampu membunuh sel
WiDr >50%. Efek kontrol positif doxorubicin terhadap sel HeLa juga menunjukan
peningkatan % inhibisi dengan semakin meningkatnya konsentrasi (Gambar 4).
Hasil % inhibisi tertinggi yaitu 93.60% ± 1.38 pada konsentrasi 6 μg/mL,
sedangkan terendah sebesar 81.68% ± 2.40 pada konsentrasi 1 μg/mL. Pemakaian
konsentrasi rendah doxorubicin sudah mampu menurunkan populasi sel HeLa
>50%. Berdasarkan data % inhibisi (Gambar 4), maka doxorubicin lebih banyak
membunuh sel kanker HeLa dibandingkan sel WiDr. Hal ini disebabkan dengan
konsentrasi 1 μg/mL, do orubicin sudah mampu membunuh sel HeLa >80%
dibandingkan sel WiDr sebesar 70%.
50
45
36.42 ± 7.90
40
32.03 ± 2.50
% Inhibisi
35
31.03 ± 2.70
30
25
16.65 ± 4.80
20
12.72 ± 4.18
11.51 ± 5.31
15
Sel WiDr
Sel HeLa
10
5
0
125
250
375
Konsentrasi sampel (μg/mL)
Gambar 3 % Inhibisi royal jelly terhadap sel WiDr ( ) dan sel HeLa ( ) pada 3
variasi konsentrasi
7
100
89.59 ± 4.05
91.02 ± 1.04
93.60 ± 1.38
81.68 ± 2.40
90
80
91.92 ± 0.76
73.65 ± 4.00
% Inhibisi
70
60
50
40
Sel WiDr
30
Sel HeLa
20
10
0
1
3
6
Konsentrasi (μg/mL)
Gambar 4 % Inhibisi doxorubicin terhadap sel WiDr ( ) dan sel HeLa ( ) pada 3
variasi konsentrasi
Morfologi Sel Chang, Sel WiDr, dan Sel HeLa terhadap Perlakuan Royal
Jelly
Morfologi sel Chang, sel WiDr, dan sel HeLa diamati di bawah mikroskop
dengan perbesaran 1430 x 640. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu sebelum dan
setelah inkubasi sel menggunakan royal jelly. Sel Chang dan HeLa berbentuk
memanjang dengan bagian ujung sel melancip, sementara sel WiDr cenderung
membulat.Hasil pengamatan sel Chang di bawah mikroskop menunjukan
penambahan jumlah sel sebelum dan setelah perlakuan royal jelly (Gambar 5).
Jumlah sel pada konsentrasi 0 g/mL yaitu 46.5 x 104 sel/100 L, sedangkan
jumlah sel pada konsentrasi 125 g/mL, 250 g/mL dan 375 g/mL secara
berturut-turut adalah 53.9 x 104 sel/100 L, 56.7x 104 sel/100 L, dan 66.16 x 104
sel/100 L
Gambar 5 Morfologi sel Chang pada berbagai variasi konsentrasi
8
Hasil pengamatan sel WiDr di bawah mikroskop menunjukan perubahan
morfologi sel (Gambar 6). Perubahan diantara konsentrasi 0 g/mL sebagai
kontrol sel dan perlakuan (125 g/mL, 250 g/mL dan 375 g/mL) adalah bentuk
sel abnormal setelah perlakuan royal jelly, seperti bentuk sel tidak beraturan, dan
sel mati memisah dari koloni sel hidup. Jumlah sel WiDr pada konsentrasi 0
g/mL adalah 71x 104 sel/100 L, sedangkan jumlah sel WiDr pada konsentrasi
perlakuan 125 g/mL, 250 g/mL dan 375 g/mL adalah 59.18 x 104 sel/100 L,
61.20 x 104 sel/100 L, dan 63.12 x 104 sel/100 L. Pengamatan sel WiDr
terhadap royal jelly (Gambar 7) menunjukan jumlah sel yang mati lebih banyak
dibandingkan sampel royal jelly. Pengamatan mikroskop sel HeLa sebelum dan
setelah perlakuan royal jelly menunjukan perubahan morfologi sel, seperti pada
sel WiDr berupa bentuk sel abnormal (Gambar 8).
Bentuk sel yang abnormal ditunjukan oleh anak panah hitam.Jumlah sel
HeLapada konsentrasi 0 g/mL adalah 48 x 104 sel/100 L, sedangkan jumlah sel
HeLa di berbagai konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 30.52 104
sel/100 L, 32.62 104 sel/100 L, dan 33.05 104 sel/100 L.Pengamatan sel HeLa
terhadap royal jelly (Gambar 9) menunjukan aktivitas inhibisi lebih tinggi
dibandingkan royal jelly, morfologi sel yang tidak beraturan dan koloni sel hidup
lebih rendah dibandingkan sel mati.
Gambar 6 Morfologi sel WiDr pada 3 variasi konsentrasi royal jelly
Gambar 9 Morfologi sel HeLa pada 3 variasi konsentrasi doxorubicin
Gambar 7 Morfologi sel HeLa pada 3 variasi konsentrasi royal jelly
9
Gambar 8 Morfologi sel WiDr pada 3 variasi konsentrasi doxorubicin
Gambar 9 Morfologi sel HeLa pada 3 variasi konsentrasi doxorubicin
PEMBAHASAN
Kandungan Total Fenolik
Fenolik secara luas terdapat pada tanaman dan merupakan metabolit
sekunder terbanyak di tanaman. Senyawa fenolik berperan dalam pertahanan
terhadap radiasi ultraviolet, patogen, parasit dan predator (Dai dan Mumper 2010).
Standar yang digunakan pada uji total fenol royal jelly adalah asam galat. Menurut
Ow dan Stupans (2016), asam galat (asam 3,6,7-trihidroksibenzoat) merupakan
senyawa yang umum ditemukan pada tumbuhan dan tanaman. Asam galat
merupakan senyawa polifenol sederhana pada jaringan tumbuhan hijau,
ditemukan dalam bentuk senyawa bebas atau polimer seperti tanin, elagitanin,
teaflavin-3-galat, dan epigalokatekin-3-galat (Jayamani dan Shanmugam 2014).
Asam galat memiliki fungsi biologis seperti antioksidan, antiinflamasi, dan
antifungi. Aplikasi asam galat banyak digunakan dalam bidang industri pangan
dan farmasi (Daneshfar et al. 2008). Total fenolik suatu ekstrak atau senyawa
menggunakan asam galat sebagai standar dan dinyatakan dalam mg/g asam galat
ekivalen sebagai acuan (Sahu dan Saxena 2013).
Prinsip kuantifikasi total fenol dalam produk pangan dan sampel biologis
berdasarkan reaksi komponen fenolik terhadap reagen kolorimetri. Prinsip metode
yang digunakan dalam penelitian mengukuti metode Folin Ciocalteu. Reaksi
kolorimetri umum digunakan dalam penentuan total fenolik disebabkan mudah
dilakukan, cepat, cocok untuk pemakaian laboratorium, dan biaya rendah
(Blainski et al. 2013).
10
Prinsip metode Folin Ciocalteu adalah senyawa polifenol pada ekstrak
tanaman bereaksi dengan pereaksi redoks spesifik (pereaksi Folin-Ciocalteu)
membentuk senyawa biru kompleks. Reaksi pembentukan kromofor biru berasal
dari pembentukan kompleks fosfotungstat-fosfomolibdenum yang dipengaruhi
oleh larutan alkali dan konsentrasi senyawa fenolik dalam ekstrak (Blainski et al.
2013). Kekurangan metode Folin Ciocalteu adalah inhibisi yang disebabkan oleh
kompetisi antara pereaksi Folin Ciocalteu dengan oksigen di udara, dan beberapa
senyawa yang dapat bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteu seperti amina
aromatik, asam askorbat, sulfit, dan sulfur dioksida (Ainsworth dan Gillepie 2008).
Data hasil perhitungan, total fenol tertinggi dari dua sampel royal jelly
adalah sampel royal jelly Wonogiri sebesar 116.063 mg GAE/mg (sebanyak 1 mg
royal jelly setara dengan 116.063 mg asam galat). Sampel royal jelly komersial
Spring Leaf Australia memiliki total fenol lebih rendah yaitu 54.813 mg GAE/mg
(sebanyak 1 mg royal jelly setara dengan 54.813 mg). Nilai total fenol sampel
royal jelly Wonogiri memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan penelitian oleh
Ceksteryte et al. (2016), yaitu sebesar 10.7 mg GAE/g. Penelitian Kolayli et al.
(2015), menyatakan nilai total fenol royal jelly Anatolian sebesar 163.9 mg
GAE/g, dan 23.3 mg GAE/g untuk royal jelly yang ditambahkan Bifidobacterium
(Nabas et al. 2014). Jika nilai total fenol sampel royal jelly dibandingkan dengan
produk lebah Apis mellifera lainnya seperti propolis dan madu, maka royal jelly
berada di antara keduanya. Menurut Meda et al. (2005), total fenol madu
multiflora sebesar 74.38 mg GAE/mg, dan 56.32 mg GAE/g madu Acacia
ehrenbergina (Mamary dan Habori 2002), sedangkan total fenol propolis adalah
238.9 mg GAE/g (Wang et al. 2016) dan 197.15 mg GAE/mg (Socha et al. 2015).
Propolis memiliki nilai total fenol tertinggi diantara produk lebah Apis
mellifera lainnya, seperti royal jelly dan madu. Perbedaan nilai total fenol antara
propolis, madu, dan royal jelly disebabkan oleh fungsi ketiganya yang berbeda.
Propolis yang digunakan untuk melindungi sarang lebah, sehingga senyawa
fenolik yang bersifat toksik cenderung lebih banyak dibandingkan madu dan royal
jelly. Perbedaan nilai total fenol diantara kedua sampel dapat disebabkan oleh
perbedaan spesies tumbuhan dan letak geografis sampel royal jelly berasal.
Menurut Pavel et al. (2014), perbedaan total fenol royal jelly disebabkan flora
geografis dan polen flora, dan waktu panen royal jelly. Menurut Liu et al. (2008),
total fenol royal jelly dipengaruhi oleh usia larva dan waktu pemenenan. Total
fenol tertinggi diperoleh ketika usia larva 1 hari dan waktu panen 24 jam setelah
transfer larva sebesar 219.2 mg GAE/mg. Kandungan senyawa fenol di royal jelly
diantaranya adalah fenol sederhana, asam fenolik, kumarin, isokumarin,
naftokuinon, xanthon, stilbena, antrakuinon, flavonoid, dan lignin (Liu et al.
2008).
Aktivitas Sitotoksitas Sel Chang dan Antikanker Sel HeLa serta Sel WiDr
Royal Jelly
Uji aktivitas sitotoksitas sel Chang dan antikanker sel WiDr dan sel HeLa
pada penelitian dilakukan secara in vitro menggunakan metode MTT. Metode
dilakukan dalam mikroplat 96 sumur, sel ditambahkan royal jelly kemudian
dihitung viabilitas sel secara spektrofotometri menggunakan microplate reader
11
pada panjang gelombang 595 nm. Prinsip uji MTT adalah reduksi senyawa 3-(4,5dimetiltiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT).
Metode selain uji MTT, diantaranya 2,3-bis (2-metoksi-4-nitro-5sulfofenil)-2H-tetrazolium-5-karboksanilida (XTT) dan 3- (4,5-dimetiltiazol-2yl)-5-(3-karboksimetoksifenil)-2-(4-sulfofenil)-2H-tetrazolium (MTS). Menurut
Pannecouque et al.(2008), kelebihan metode MTT adalah senyawa MTT mudah
didapat, kristal formazan sebagai produk reaksi akhir bersifat mudah larut dalam
medium sel, tidak membutuhkan tahap pelarutan senyawa yang menggunakan
pelarut organik, dan semakin lama reaksi inkubasi maka pembentukan warna
semakin baik.
Prinsip metode MTT adalah reduksi warna kuning 3-(4,5-dimetiltiazol-2yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT) oleh suksinat dehidrogenase. Senyawa
MTTbersifat larut air sehingga dapat masuk ke dalam sel dan melewati membran
mitokondria dan tereduksi menjadi senyawa tidak larut kristal formazan yang
berwarna ungu. Reduksi MTT hanya terjadi secara metabolik dalam sel aktif (Riss
et al. 2015). Penambahan isopropanol atau etanol di akhir reaksi bertujuan untuk
melarutkan formazan yang tidak larut dalam sel. Menurut Berridge dan Tan
(1993), mekanisme reduksi MTT di dalam mitokondria melibatkan transfer
elektron dari molekul tereduksi FADH membentuk formazan.
Kontrol positif yang digunakan pada penelitian yaitu doxorubicin. Obat
tersebut merupakan obat komersial untuk kemoterapi. Kemoterapi merupakan
terapi sistematik dengan pemberian obat-obat sintesis untuk menghambat
pertumbuhan sel kanker (Jong 2002). Doxorubicin merupakan antibiotik
antrasiklin yang memiliki aktivitas antineoplastik, diisolasi dari Streptomyces
peucetius var. caesius (NCI 2009). Mekanisme doxorubicin dalam membunuh sel
kanker yaitu berikatan dengan DNA dan mengganggu aktivitas topoisomerase II
yang terlibat dalam reaksi perbaikan DNA, pembentukan radikal bebas sehingga
menganggu membran selular, DNA serta protein (Thorn et al. 2011), dan
pembentukan seramida berlebih. Seramida eksogen dapat menginduksi kematian
sel kanker melalui apoptosis (Yang et al. 2014).
Kontrol positif doxorubicin digunakan pada sel WiDr dan sel HeLa.Kontrol
digunakan untuk membandingkan aktivitas antikanker royal jelly terhadap sel
WiDr dan sel HeLa. Hasil % inhibisi kontrol positif doxorubicin (Gambar 4)
menunjukkan bahwa sel HeLa bersifat lebih sensitif terhadap doxorubicin
dibandingkan sel WiDr. Doxorubicin membunuh sel HeLa lebih banyak
dibandingkan sel WiDr pada konsentrasi yang sama.
Pengujian antikanker pada penelitian ini diawali dengan uji sitotoksitas
royal jelly terhadap sel normal dengan metode MTT. Pengujian ini bertujuan
untuk mengetahui selektivitas royal jelly terhadap sel normal. Menurut Wang et al.
(2010), intensitas warna formazan berkorelasi dengan jumlah sel hidup. Sel
normal yang digunakan adalah sel Chang. Menurut Otang et al. (2014), sel Chang
berasal dari jaringan hati normal yang didapat dari seorang anak laki-laki
keturunan Cina, dan diisolasi tahun 1954. Sel Chang digunakan untuk model
aktivitas sitotoksitas selular.
Efek royal jelly terhadap sel Chang dinyatakan dengan % proliferasi
(Gambar 2). Peningkatan konsentrasi royal jelly tidak menginhibisi pertumbuhan
sel normal Chang. Peningkatan konsentrasi akan semakin meningkatkan jumlah
12
populasi sel normal dalam mikroplat. Oleh karena itu, royal jelly bersifat tidak
toksik terhadap sel normal dan menginduksi pertumbuhan sel baru.
Hasil induksi proliferasi sel Chang oleh royal jelly pada penelitian ini,
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kamakura et al. (2001) menyatakan
bahwa substansi protein aktif royal jelly dapat memicu proliferasi hepatosit
mencit dan meningkatkan pembentukan albumin darah. Penelitian Hattori et al.
(2007) melaporkan aktivitas neurogenesis atau pembentukan sel saraf oleh royal
jelly terhadap sel progenitor stem saraf dalam medium faktor pertumbuhan
fibroblast (FGF-2). Royal jelly juga dapat memicu diferensiasi dan proliferasi
progenitor sel saraf otak menjadi neuron, astrosit, dan oligodendrosit. Royal jelly
juga mampu memicu pertumbuhan sel MC3T3-E1 dan osteoblas tulang mencit
yang diinduksi royal jelly selama 9 minggu (Narita et al. 2014).
Aktivitas antikanker royal jelly diujikan pada sel kanker kolon dan sel
kanker serviks. Sel kanker kolon dan serviks yang digunakan adalah sel WiDr
(ATCC®-CCL™218) dan HeLa (ATCC®-CCL-2™). Sel WiDr berasal dari
adenokarsinoma kolon rektosigmoid primer dari wanita berusia 78 tahun pada
1971 (Kusuma et al. 2010). Sel WiDr merupakan sel kanker kolon yang berasal
dari jaringan epitel dengan sifat adheren yang resisten terhadap agen kemoterapi
dan overekspresi COX-2 (Haryanti dan Katno 2011). Sel HeLa merupakan sel
epitel kanker leher rahim manusia yang diisolasi tahun 1915 dari wanita bernama
Henrietta Lacks yang berusia 31 tahun (Masters 2002). Aktivitas antikanker royal
jelly dinyatakan dalam % inhibisi WiDr dan HeLa yang merupakan persentase
penghambatan sel oleh royal jelly.
Data % inhibisi sel WiDr dan sel HeLa menunjukkan penurunan persentase
inhibisi dengan semakin meningkatnya konsentrasi royal jelly. Penurunan
persentase inhibisi dapat disebabkan kandungan senyawa bioaktif seperti senyawa
fenol dan asam lemak yang terdapat pada royal jelly berbeda pada konsentrasi
tinggi dan konsentrasi rendah, dan tingkat kelarutan senyawa bioaktif royal jelly
dengan pelarut akuades dan medium sel yang digunakan saat penelitian. Sel HeLa
bersifat lebih sensitif terhadap royal jelly. Hal ini ditunjukan % inhibisi sel HeLa
yang lebih tinggi dibandingkan sel WiDr pada konsentrasi yang sama (125
g/mL).
Hasil % inhibisi royal jelly terhadap sel HeLa yaitu 36.425% sedangkan sel
WiDr 13.830%, akan tetapi nilai tersebut masih lebih rendah dibandingkan
doxorubicin sebesar 81.680% untuk sel HeLa dan 73.643% untuk sel WiDr.
Sensitivitas sel HeLa lebih tinggi terhadap doxorubicin dan royal jelly. Royal jelly
memiliki aktivitas antiproliferasi royal jelly rendah (Filipic et al. 2015). Aktivitas
antiproliferasi royal jelly terhadap sel kanker kolon CaCo-2 cenderung rendah
pada konsentrasi 0.5 mg/mL (Filipic et al. 2015). Royal jelly juga dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7 pada konsentrasi 1 mg/mL
(Nakaya et al. 2007).
Morfologi sel Chang (Gambar 5), sel WiDr (Gambar 6), dan sel HeLa
(Gambar 7) menampakkan bentuk dan jumlah yang berbeda. Jumlah sel Chang
setelah perlakuan royal jelly nampak bertambah, dan sel hidup bersifat adheren.
Morfologi sel HeLa dan sel WiDr yang telah menunjukan efek inhibisi ditandai
dengan bentuk sel abnormal dibandingkan sel normalnya. Bentuk sel abnormal
seperti tidak beraturan dan memisah dari koloni sel hidup.
13
Mekanisme proliferasi sel Chang dan penghambatan pertumbuhan sel HeLa
dan sel Chang tidak diteliti dalam penelitian ini, sehingga belum diketahui pasti
mekanismenya. Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan sel normal hati
(hepatosit) adalah faktor pertumbuhan epidermal (FPE), insulin, glukagon, faktor
pertumbuhan hepatosit (FPH), piruvat, laktat, dan nikotinamida. Menurut
Kamakura et al. (2001), fraksi protein royal jelly (major royal jelly protein) 57
kDa merupakan komponen aktif royal jelly yang dapat meningkatkan sintesis
DNA dan proliferasi hepatosit. Fraksi protein royal jelly 57 kDa memiliki efek
faktor sitokina pada hepatosit, dan memicu produksi faktor pertumbuhan autokrin
seperti TGF- dan faktor pertumbuhan fibrolast untuk aktivasi transduksi sinyal
intraselular dan memicu sintesis DNA serta produksi albumin. Sedangkan, fraksi
protein royal jelly 350 kDA berfungsi untuk menjaga jumlah sel hepatosit
sehingga sel pertumbuhan sel normal dapat terkendali (Fujii et al. 1996).
Komponen bioaktif royal jelly lainnya yang dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker adalah 10-hidroksi-2-dekanoat (10-HAD) yang hanya
terdapat pada royal jelly. Menurut Li et al. (2013), mekanisme aktivitas 10-HAD
terhadap sel kanker adalah menghambat angiogenesis, sebagai modulator reseptor
estrogen dan menghambat proliferasi sel pada tahap S dan G2, serta menginduksi
aktivitas makrofag dan meningkatkan produksi sitokina antitumor (faktor nekrosis
tumor) untuk apoptosis. Aktivitas 10-HAD juga terlibat dalam modulasi stres
oksidatif dengan menurunkan peroksidasi lipid dan induksi apoptosis (Filipic et al.
2015).
SIMPULAN
Total fenol royal jelly tertinggi terdapat pada sampel royal jelly Wonogiri
sebesar 116.06 mg GAE/mg ± 0.03. Royal jelly bersifat tidak toksik terhadap sel
normal Chang dengan meningkatkan proliferasi sel normal sebesar 42.30% ±
13.01 pada konsentrasi 375 g/mL. Potensi antikanker royal jelly pada sel HeLa
dan sel WiDr pada konsentrasi 125 g/mL dengan persentasi penghambatan
sebesar 36.42% ± 7.90 dan 16.65% ± 4.80 pada sel HeLa.
SARAN
Perlu dilakukan isolasi dan pemurnian komponen aktif royal jelly untuk
mengetahui mekanisme lanjut aktivitas proliferasi pada sel normal dan
antiproliferasi pada sel kanker. Pengujian aktivitas antikanker royal jelly terhadap
jenis sel kanker lainnya. Selain itu, aktivitas senyawa aktif royal jelly sebagai
antikanker dapat dilakukan docking molekuler untuk mengetahui sensitivitas dan
selektivitas senyawa aktif pada royal jelly.
14
DAFTAR PUSTAKA
[CCRC] Cancer Chemoprevention Research Center. 2000. Prosedur Tetap Uji
Sitotoksis Metode MTT. Yogyarakarta (ID): Fakultas Farmasi Universitas
Gajah Mada.
Ainsworth EA, Gillespie KM. 2008. Estimation of total phenolic content and
other oxidation substrates in plant tissue using Folin-Ciocalteu reagent.
Nature.2(4): 875-877.
Barnutiu LI, Marginitias A, Dezmiriean DS, Mihai CM, Bobis O. 2011. Chemical
composition and antimicrobial activity of royal jelly—a review. An Sci Biotec.
44(2):67-72.
Berridge MV, Tan AS. 1993. Characterization of the cellular reduction of 3-(4,5dimetiltiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT): subcellular
localization, substrate dependence, and involvement of mitochondrial electron
transport in MTT reduction. Arcv Biochem Biophy. 303(2):474-482.
Blainski A, Lopes GC, Mello JCP. 2013. Application and analysis of the folin
ciocalteu method for the determination of total phenolic contenct from
Limonium Brasiliense L. Mol. 18:6852-6865. doi:10.3390/molecules19066852
Bramasta BA. 2013. Uji pengaruh royal jelly terhadap efek tonik madu dari
spesies lebah (Apis mellifera) pada mencit putih jantan galur Swiss Webster
[skripsi]. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
Cuts FT, Goldie S, Castellsague X, Sanjose S, Garneet G, Edmunds WJ, Claeys P,
Goldenthal KL, Harper DM, Markowitz L. 2007. Human papillomavirus and
HPV vaccines: a review. WHO bulletin. 85(9):719-726.
Ceksteryte V, Kurtinaitiene B, Venskutonis PR, Pukalkas A, Kazernaviciute R,
Balzekas J. 2016. Evaluation of antioxidant activity and flavonoid composition
in differently preserved bee products. Czech J Food Sci.34(2):133-142.
Dai J, Mumper RJ. 2010. Plant phenolics extraction, analysis, dan their
antioxidant and anticancer properties. Mol. 15:7313-7352.
Daneshfar A, Ghaziaskar HS, Homayoun N. 2008.Solubility of gallic acid in
methanol, ethanol, water and ethyl acetate. J Chem Eng Data. 53:776-778.
Departemen Kesehatan. 2006. Situasi Penyakit Kanker di Indonesia. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan. 2015. InfoDatin: Stop Kanker!.Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Filipic B, Gradisnik L, Rihar K, Soos E, Pereyra A, Potokar P. 2015. The
influence of royal jelly and human interferon alpha-HUIFN-N3 on proliferation,
glutathione level, and lipid peroxidation in human colorectal adenocarcinoma
cells. Arh Hug Toksikol. 66:269-274.
Fujii M, Yonekura M, Higuchi T, Morimitsu K, Yoshino I, Mukai S, Aoki T,
Fukunaga T, Inoue Y, Sato M, Kanaeda J. 1996. Effect 350 kDa glycoprotein
15
in royal jelly on primary culture of rat hepatocytes. Food Sci Technol Int.
2:223-225.
Haggar FA, Boushey RP. 2009. Colorectal cancer epidemiology: incidence,
mortality, survival, and risk factors. Clin Colon Rect Sur. 22(4):191-197.
Haryanti S, Katno. 2011. Aktivitas sitoktoksik Ocimum sanctum L pada sel
kanker kolon WiDr. Perhipba 10(5):1-6.
Hattori N, Nomoto J, Fukumitsu H, Mishima S, Furukawa S. 2007. Royal jelly
and its unique fatty acid, 10-hidroxy-trans-2-decanoic acid, promote
neurogenesis by neural stem/progenitor cell in vitro. Biomed Res. 5:261-266.
Jadon G, Joshi KS. 2012. Cervical cancer: a review article. J Biomed Pharm Res.
1(1):1-4.
Jayamani J, Shanmugam G. 2014. Gallic acid, one of the components in many
plant tissue, is a potential inhibitor for insulin amyloid fibril formation. Euro J
Med Chem. 85:352-358.
Jong Wim de. 2002. Kanker, apakah itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan
Dukungan Keluarga. Heedjan AS, penerjemah; Juwono L, editor. Jakarta (ID):
Penerbit Arcan. Terjemahan dari: Kanker, wat heet?! Medische Informatie over
De Ziekten(N), de Behandeling en de Prognose.
Kamakura M, Sueonobu N, Fukushima M. 2001. Fifty-seven-kDa protein in royal
jelly enchances proliferation of primary cultured rat hepatocytes and increases
albumin production in the absence of serum. Biochem Biophys Res Comm. 282:
865-874.
Karim BO, Huso DL. 2013. Mouse models for colorectal cancer review. Am J
Cancer Res. 3(3):240-250.
Karadeniz M. 2011. Royal jelly modulates oxidative stress and apoptosis in liver
and kidneys of rats treated with cisplatin. J Biomed. 12(2):344-348.
Kolayli S, Sahin H, Can Z, Yildiz O, Malkoc M, Asadov A. 2015. A member of
complementary medicinal food: Anatolian royal jellies, their chemical
compositions and antioxidant properties. J Ev Compl Alt Med. 3(1):1-6.
Kusuma AW, Nurulita NA, Hartanti D. 2010. Efek sitotoksik dan antiproliferatif
kuersetin pada sel kanker kolon WiDr. Pharm.7(3):107-122.
Liu JR, Yang Yuan, Shi Li Shan, Peng Chi Chung. 2008. Antioxidant properties
of royal jelly associated with larval age and time of harvest. J Agric Food
Chem. 56:11447-11452.
Li Xing, Huang C, Xue Y. 2013. Contribution of lipid in honeybee Apis mellifera
royal jelly to health. J Med Food. 16(2):96-102.
Mamary MA, Meeri A, Habori M. 2002. Antioxidant activites and total phenolics
of different types of honey. Nutr Res. 22(9):1041-1047.
Masters JR. 2002. HeLa cells 50 years on: the good, the bad and the ugly. Nature
Rev. 2:316-319.
16
Meda A, Lamien CE, Romito M, Millogo J, Nacoulma OG. 2015. Determination
of total phenolic, flavonoid, and proline contents in Burkina Fasan honey, as
well as their radical scavenging activity. Food Chem.91:571-577.
Nabas Z, Haddadin MS, Haddadin J, Nazer IK. 2014. Chemical composition of
royal jelly and effects of symbiotic with two different locally isolated probiotic
strains on antioxidant activites. Pol J Food Nutr Sci.64(3):171-180.
Nakaya M, Onda H, Sasaki K, Yukiyoshi A, Tachibana H, Yamada K. 2007.
Effect of royal jelly on bisphenol A induces proliferation of human breast
cancer cells. Biosci Biotechnol Biochem. 71(1)-253-255.
Narita Y, Nomura J, Ohta S, Inoh Y, Suzuki KM, Araki Y, Okada S, Matsumoto I,
Isohama Y, Abe K, Miyata T, Mishima S. 2006. Royal jelly stimulates bone
formation: physiologic and nutrigenomic studies with mice and cell lines.
Biosci Biotechnol Biochem. 70(10):2508-2514.
National Cancer Institute. 2009. Doxorubicin hydrochloride. [terhubung berkala].
Diakes
22
Agustus
2016.http://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancerdrug?cdrid=38860
Otang WM, Grierson DS, Ndip RN. 2014. Cytotoxicity of three South African
medicinal plants using the chang liver cell line. J Tradit Complement Altren
Med. 11(2):324-329.
Ow Yin-Yin, Stupans L. 2016. Gallic acid and gallic acid derivates: effect on drug
metabolizing enzymes. Curr Drug Met. 17(10):241-248.
Pannecouque C, Daelemans D, Clerq ED. 2008. Tetrazolium-based colorimetric
assay for the detection of HIV replication inhibitors: revisited 20 years later.
Nature.3(3):427-434.
Pavel CI, Marghitas LA, Dezmirean DS, Tomos LI, Bonta V, Sapcaliu A,
Buttstedt A. 2014. Comparison between local and commercial royal jelly use
of antioxidant activity and 10-hidroxy-2-decanoic acid as quality parameter. J
Agric Apic Res. 53(1):116-123.
Riss TL, Moravec RA, Niles AL, Duellman S, Benink HA, Worzella TJ, Minor L.
2015. Cell Viability Assay. Sittampalam GS, Coussens NP, Nelson H, editor.
Bethesda (MD): National Center for Advancing Translational Sciences.
Safarzadeh E, Shotobani SS, Baradaran B. 2014.Herbal medicine as inducers of
apoptosis in cancer treatment. Adv Pharm Bull.4(1):421-427.
Sahu R, Saxena J. 2013. Screening of total phenolic and flavonoid content in
conventional and nonconventional species of Curcuma. J Pharm
Phytochem.2(1): 176-179.
Socha R, Galkowska D, Bugaj M, Juszchak L. 2015. Phenolic composition and
antioxidant activity of propolis from various regions of Poland. Nat Prod Res.
29(15):416-422.
Sreedevi A, Javed R, Dinesh A. 2015. Epidemiology of cervical cancer with
special focus in India. Int J Women Hlth. 7:405-414.
17
Townsend GF, Morgan JF, Tolnai S. 1960. Studies on the in vitro antitumor
activity of fatty acids 10-hidroxy-2-decenoic acid from royal jelly. Cancer Res.
20:503-510.
Thorn CF, Oshiro C, Marsh S, Boussard TH, McLeod H, Klein TE, Altman RB.
2011. Doxorubicin pathways: pharmacodynamics and adverse effects. Pharm
Genomic. 21(7):440-446.
Vongsak B, Sithisarn P, Mangmool S, Thongparditchote S, Wongkrajang Y,
Gritsanapan W. 2013. Maximing total phenolics, total flavonoids contents and
antioxidant activity of Moringa oleifera leaf extract by the appropriate
extraction method. Inds Crop Prod. 44: 566-571.
Wang Xue, Sankarapandian K, Cheng Y, Soon Ok Woo, Hyung Wook Kwon,
Haribalan P, Young Joon Ahn. 2016. Relationship between total phenolics
contents and biological properties of propolis from 20 different regions in
South Korea. BMC Comp Alt Med.16(65): 1-12.
Wang P, Henning SM, Heber D. 2010. Limitations of MTT and MTS-based
assays for measurement of antiproliferative activity of green tea polyphenols.
Plos ONE. 5(4):1-10.
Yeatman TJ. 2001. Colon Cancer Encylopedia of Life Sciences. New York (US):
Nature.
Yang Fan, Teves SS, Kemp CJ, Henikoff S. 2014.Doxorubicin, DNA torsion and
chromatin dynamics.Biochem Biophys Act. 22(2):84-89.
Yu J, Wu WK, Li X, He Ju, Li X, Simon SM, Yu C, Gao Z, Yang J, Wang Q,
Joanna T, Nathalie W, et al. 2015. Novel recurrently mutated gens and a
prognostic mutation signature in colorectal cancer .Gut. 64(4):636-645.
18
LAMPIRAN
19
Lampiran 1 Strategi penelitian
Pembuatan larutan stok royal
jelly dengan berbagai
konsentrasi
Penentuan total fenolik royal
jelly dengan metode Folin
Ciocalteu
Uji sitotoksitas dengan MTT
assay sel Chang
Analisis data
Uji sitotoksitas dengan MTT
assay sel WiDr dan sel HeLa
Analisis data
20
Lampiran 2 Data kurva standar asam galat
Konsentrasi
( g/mL)
4
8
12
16
20
Absorbansi terkoreksi
2
0.184
0.231
0.406
0.684
0.872
1
0.142
0.324
0.277
0.419
0.474
Rata-rata
3
0.189
0.301
0.321
0.469
0.74
0.172
0.285
0.334
0.524
0.695
Absorbansi terkoreksi
Standar Asam Galat
1
y = 0.032x + 0,016
R² = 0.960
0.8
0.6
Ulangan Ke-1
0.4
Ulangan ke-2
0.2
Ulangan ke-3
Ulangan Rata-rata
0
0
5
10
15
20
25
Konsentrasi
Lampiran 3 Data % Proliferasi Sel Chang
Konsentrasi
g/mL)
Absorbansi Terkoreksi
2
1 2
3
0.133
0.132 0.132
0.164
0.140 0.148
0.172
0.153 0.159
0.199
0.198 0.168
0
125
250
375
% Proliferasi
2
1
0
23.308
29.323
49.624
2
0
6.060
15.909
50.000
Contoh perhitungan :
% Proliferasi =
bsorbansi sampel- bsorbansi kontrol
bsorbansi kontrol
0.164-0.133
= 0.133
100
= 23.308%
100
3
0
12.121
20.454
27.272
Rata-rata %
Proliferasi
0
13.830
21.895
42.298
21
Lampiran 4 Data % Inhibisi Sel WiDr
Sampel
Konse
ntrasi
Royal
Jelly
0
125
250
375
0
1
3
6
Doxoru
bicin
Absorbansi Terkoreksi
1
2 3
0.421
0.331
0.370
0.398
0.421
0.104
0.030
0.031
0.425
0.374
0.351
0.366
0.425
0.100
0.039
0.034
% Inhibisi
1
2
0.428
0.356
0.390
0.362
0.428
0.132
0.064
0.038
0
21.377
12.114
5.463
0
75.296
92.875
92.640
Rata-rata
%
Inhibisi
0
16.654
12.723
11.510
0
73.642
89.581
91.919
3
0
11.767
17.176
13.647
0
76.470
90.823
92.000
0
16.822
8.878
15.420
0
69.160
85.050
91.121
Contoh perhitungan :
% Inhibisi =
bsorbansi kontrol- bsorbansi sampel
bsorbansi kontrol
0.421-0.332
100
= 0.421
100
= 21.377%
Lampiran 5 Data % Inhibisi Sel HeLa
Sampel
Royal
Jelly
Doxo
rubicin
Konsent
rasi g/
mL)
1
0
125
250
375
0
1
3
6
0.559
0.337
0.367
0.375
0.559
0.095
0.048
0.027
Absorbansi
Terkoreksi
2
0.551
0.319
0.389
0.396
0.551
0.116
0.056
0.041
% Inhibisi
3
0.550
0.399
0.372
0.370
0.550
0.093
0.045
0.038
Contoh perhitungan :
% Inhibisi =
bsorbansi kontrol- bsorbansi sampel
0.55 -0.337
= 0.55
= 39.713%
bsorbansi kontrol
100
100
1
0
39.713
34.347
32.915
0
83.005
91.413
95.170
2
0
42.105
29.401
28.130
0
78.947
89.836
92.558
Rata%
Inhibis
3 i
0
27.454
32.363
32.727
0
83.090
91.818
93.090
0
36.425
32.040
31.257
0
81.681
91.022
93.606
22
Lampiran 6 Komposisi Medium Sel
Komposisi medium RPMI 1640 Gibco
Medium RPMI 1640 digunakan untuk medium sel kultur dalam suspensi
dan monolayer. Medium berbentuk larutan. Komposisi medium diantaranya
mengandung biotin, kalsium nitrat (Ca(NO3)2.4H2O)), kolin klorida, D-kalsium
pantotenat, D-glukosa, asam folat, glutation, glisina, L-arginina, L-asparagina, Laspartat, L-sistina, asam klorida, L-metionina, L-fenilalanina, L-prolina, L-serina,
L-treonina, L-triptofan, L-tirosina, garam dinatrium dihidrat, L-valina, magnesium
sulfat (MgSO4) anhidrat, niasinamida, asam para-aminobenzoat, piridoksin
hidroklorida, riboflavin, natrium bikarbonat (NaHCO3), natrium klorida (NaCl),
natrium fosfat anhidrat (Na2HPO4), tiamin hidroklorida, sianokobalamin (vitamin
B12), dan inositol. Medium disimpan pada suhu 2 °C- 8 °C, dan terlindung dari
paparan sinar matahari dan cahaya.
Komposisi medium D-MEM Gibco
Komposisi medium D-MEM terdiri dari glukosa, senyawa anorganik,
asam amino, dan vitamin. Medium D-MEM digunakan untuk kultur sel dalam
suspensi dan adhesi. Konsistensi medium dalam bentuk larutan. Komposisi
medium D-MEM yaitu kalsium klorida, magnesium sulfat anhidrat, kalium
klorida, natrium bikarbonat, natrium klorida, natrium fosfat anhidrat, L-arginina.2
HCl, L-sistina.2HCl, glisina, L-histidina.HCl.H2O, L-Isoleusina, L-leusina, Llisina.HCl, L-metionina, L-fenilalanina, L-serina, L-glutamina, L-treonina, Ltriptofan, L-valina, kolin klorida, asma folat, inositol, niasinamida, D-pantotenat,
piridoksal.HCl, piridoksin.HCl, riboflavin, tiamin.HCl, D-glukosa, fenol
merah.natrium, dan piruvat.natrium. Medium disimpan pada suhu 2 °C - 8 °C, dan
terlindung dari paparan sinar matahari dan cahaya.
23
RIWAYAT HIDUP
Kartika Nurfadhilah terlahir sebagai anak pertama dari satu bersaudara
pasangan Tatang Djaenudin dan Nunun Nurhayati, SPd pada tanggal 03 Juli 1994.
Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang menengah atas di SMA Negeri 4 Kota
Bogor pada tahun 2012. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan
di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri) Undangan.
Pada tahun 2015, penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di Lembaga
Biologi Molekuler Eijkman Laboratorium Dengue dengan laporan PL berjudul
Analisis Molekuler Virus Dengue. Penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi
internal seperti Himpunan Profesi Biokimia IPB CREBs dan eksternal kampus
seperti Dreamdelion dan SabangMerauke. Penulis juga aktif sebagai asisten
laboratorium pada mata kuliah Kimia TPB, Kimia Dasar I, Kimia Dasar II,
Biokimia Umum, Landasan Biokimia, Biologi Molekul, dan Biokimia Hewan
program Diploma.
Download