BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini diuraikan secara berurutan mengenai: a) konteks penelitian; b) fokus penelitian; c) tujuan penelitian; d) kegunaan hasil penelitian; e) penegasan istilah; f) kajian terdahulu yang relevan; dan g) sistematika pembahasan. A. Konteks Penelitian Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam pertama di Indonesia yang ada dan mendukung kelangsungan sistem pendidikan nasional. Selama ini tidak diragukan lagi kontribusinya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus mencetak kader-kader intelektual yang siap untuk mengapresiasikan potensi keilmuannya di masyarakat.1 Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam di Indonesia yang bersifat tradisional dan berciri khusus, baik sistem pendidikan, sistem belajar maupun tujuan serta fungsinya. Saat ini jumlah pesantren di Indonesia tidak kurang dari 7.000 buah dengan jumlah santri sekitar 11 juta orang dan jumlah tenaga pendidik sekitar 150 ribu orang. 2 Jumlah tersebut sangat strategis dan menguntungkan bagi pembangunan bangsa Indonesia, terutama dalam era globalisasi, dengan catatan jika potensi ini dapat diberdayakan secara maksimal. 1 Imam Tolkhah dan Barizi, Membuka Jendela Pendidikan-Mengurai Akar Tradisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2004), hlm. 49 2 Farid Ma’ruf Hariadi, “Arah Baru Pengelolaan Pondok Pesantren”, dalam Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, vol. 3, Juni 2008, hlm. 92 1 2 Pondok pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tertua adalah suatu model pendidikan yang sama tuanya dengan Islam di Indonesia, 3 yang didirikan oleh para ulama tempo dulu, ratusan tahun yang silam, hingga saat ini masih bertahan bahkan terus berkembang. Ketahanan pondok pesantren, menurut Abdurrahman Wahid disebabkan pola kehidupannya yang unik.4 Sedangkan menurut Sumarsono Mestoko, hal ini disebabkan telah melembaganya pesantren di dalam masyarakat.5 Sedangkan Azyumardi Azra menilai ketahanan pesantren disebabkan oleh kultur Jawa yang mampu menyerap kebudayaan luar melalui suatu proses internalisasi tanpa kehilangan identitasnya.6 Aya Sofia mengklaim bahwa ketahanan pondok pesantren disebabkan jiwa dan semangat kewiraswastaan yang tinggi. 7 Hasan Langgulung mengamati ketahanan pesantren sebagai akibat dari pribadipribadi kiai yang menonjol dengan ilmu dan visinya.8 Ketahanan yang disebabkan oleh dominannya faktor internal ini, terdapat mampu memberikan konstribusi terhadap ketahanan pesantren. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan dan komunikasi yang terjalin baik antara pondok pesantren 3 Sunyoto, “Pondok Pesantren Dalam Alam Pendidikan Nasional”, dalam M. Dawam Rahardjo (ed)., Pesantren Pembaharuan, (ttp: LP3ES, 1995), hlm. 65; lihat pula Marwan Saridjo et.al., Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, (Jakarta: Dharma Bhakti, 1982), hlm. 7; dan M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia Pendekatan Fiqh dalam Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 84 4 Abdurrahman Wahid, “Pesantren Sebagai Subkultur”, dalam M. Dawam Rahardjo (ed.), Pesantren dan Pembaharuan, (ttp: LP3ES, 1995), hlm. 32 5 Sumarso Mestoko et.al., Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke-Jaman, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 232 6 Azyumardi Azra, “Surau di Tengah Krisis: Pesantren dan Perspektif Masyarakat”, dalam Rahardjo (ed.), Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah, (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 173 7 Aya Sofia, et.al., Pedoman Penyelenggaraan Pusat Informasi Pesantren, (Proyek Pembinaan dan Bantuan Kepada Pondok Pesantren di Jakarta 1985/1986, Departemen Agama RI), hlm. 41 8 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta: Pustaka AlHusna, 1988), hlm. 75 3 dengan masyarakat. Artinya, tidak bisa dipungkiri bahwa, keberadaan pondok pesantren menjadi bagian dari sistem kehidupan umat Islam sekaligus penyangga budaya masyarakat Islam dan bangsa Indonesia terutama pada masa penjajahan,9 sehingga pondok pesantren tidak hanya dituntut untuk mengurusi pendidikan agama atau pembelajaran agama Islam, namun juga menanamkan nilai-nilai di masyarakat dan merupakan bagian dari realitas masyarakat yang harus menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat dari berbagai sisi. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam yang sejak awal berdirinya telah memberikan kontribusi nyata dalam upaya mencerdaskan bangsa, dan juga telah memberikan andil yang besar dalam pembinaan dan pengembangan kehidupan umat Islam di Indonesia. Keberadaan pesantren selalu mendapat perhatian dan pengakuan dari masyarakat. Para pengamat perkembangan masyarakat di Indonesia, kata Mukti Ali, akan mengakui bahwa pesantren telah berhasil melahirkan banyak pemimpin. “Tidak sedikit pemimpin-pemimpin negeri ini, baik pemimpin yang duduk dalam pemerintahan atau bukan, besar ataupun kecil, yang dilahirkan oleh pondok pesantren”.10 Di antara pesantren yang masih mampu bertahan dan berkembang sampai sekarang adalah pondok pesantren salafiyah Lirboyo Kediri dan Sidogiri Pasuruan. Pondok pesantren salafiyah Lirboyo merupakan salah satu 9 Mahpudin Noor, Potret Dunia Pesantren, (Bandung: Humaniora, 2006), hlm. 2 Mukti Ali, “Pondok Pesantren Dalam Pendidikan Nasional”, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pembangunan Pendidikan Dalam Pandangan Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 1984, hlm. 8 10 4 dari sekian pondok pesantren yang ada di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1910 M,11 hingga sekarang masih mampu mempertahankan keberadaannya dengan tetap mempertahankan nilai-nilai salaf yang menjadi ciri khasnya. Hal ini disebabkan karena, selain peran dan ketokohan seorang kiai sebagai pemegang otoritas utama dalam pengambilan setiap kebijakan pesantren, tak bisa dipungkiri juga karena peran dari kinerja public relations.12 Selama ini pesantren mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmiah (terutama ilmu keagamaan) dan nilai-nilai amaliahnya terhadap umat, sehingga nilai-nilai tersebut dapat mengilhami setiap kiprah santri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Semuanya tak lepas dari kepercayaan masyarakat terhadap produk dari pondok pesantren itu sendiri. Hal ini sebagaimana pernyataan Mukhlas dalam studi pendahuluan tentang pondok pesantren Salafiyah yang menyatakan bahwa: Pondok pesantren Lirboyo ini tetap bisa bertahan selain karena memang faktor kiai sebagai figur pemimpin, juga tak lepas dari santrisantri itu sendiri dan alumni yang juga bertindak sebagai publikator. Kami mengadakan publikasi kepada masyarakat dasarnya adalah keikhlasan dan produk/hasil dari apa yang telah kami pelajari di ponpes ini, sehingga kami tidak menjual brosur, pamlet, maupun selebaranselebaran yang biasanya dilakukan oleh lembaga pendidikan lain yang 11 Tiga Tokoh Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, (Kediri: LIM Press, 2009), hlm. 5 Public Relations diterjemahkan dengan hubungan masyarakat (humas). Humas didefinisikan sebagai komunikasi antara organisasi dengan masyarakat di sekitar. Namun terdapat perbedaan antara public relations dengan humas. Public relations memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada humas. Perbedaan yang mendasar terletak pada masalah peringkat untuk menangani konflik, keluhan komunikasi internal, pengumpulan dana maupun penyampaian bantuan. Public relations lebih berperan dalam hal tersebut, baik urusan intern maupun ekstern lembaga, yakni untuk membangun relasi dengan masyarakat luas, sementara humas lebih berperan memberikan penerangan atau menyampaikan pesan kepada masyarakat. Sismanto, dalam http;//www.depdiknas.go.id/Jurnal/32/pendidikan-pola-pemberdayaan-mas.htm. Lihat John Tondowidjojo, Dasar-Dasar Public Relations, (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 4. Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah public relations 12 5 berorientasi pada bisnis. Inilah yang menjadikan Lirboyo bisa tetap eksis sampai dengan 1 abad.13 Sedangkan mengenai bentuk-bentuk public relations, Mukhlas menjelaskan bahwa saluran public relations di pondok pesantren Lirboyo bisa dilakukan melalui mading, buku, safari ramadhan, website bahkan sampai luar negeri, kalender, bahkan sampai ikatan alumni pondok pesantren tersebut14. Melalui upaya Public relations itulah, pondok pesantren yang bercirikan salafiyah seperti Lirboyo mampu tetap bertahan di tengah perkembangan zaman kontemporer saat ini. Tak bisa dipungkiri lagi, bahwa dalam sejarahnya pesantren telah mampu mencetak kader-kader handal yang tidak hanya dikenal potensial, akan tetapi mereka telah mampu mereproduksi potensi yang dimiliki menjadi sebuah keahlian yang layak jual. Inilah yang merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat dan ini juga merupakan bagian dari public relations. Seperti halnya di era pertama munculnya pesantren, yaitu pada masa kepemimpinan Wali Songo pesantren telah mampu melahirkan kader-kader seperti Sunan Kudus (fuqoha’), Sunan Bonang (seniman), Sunan Gunung Jati (ahli strategi perang), Sunan Drajat (ekonom), Raden Fatah (politikus dan negarawan), dan 13 Mukhlas, wawancara, hari Jum’at, tanggal 25 Desember 2010 Public relations di pondok pesantren Lirboyo dijalankan oleh seksi penerangan, mengurusi komunikasi internal dan eksternal pondok. Saluran public relations secara internal diantaranya melalui: Majalah Dinding; buku yang berada di bawah Lembaga Ittihadul Mubalighin (LIM); dan secara eksternal melalui: Safari Ramadhan yang berfungsi sarana dakwah dan pengabdian di masyarakat; melalui situs website internet, http://www.pondoklirboyo.com; majalah Media Informasi Santri dan Masyarakat (MISYKAT) yang berdiri sejak tanggal 29 Pebruari 2004 dan memiliki agen distributor yang tersebar di seluruh Indonesia yang berjumlah lebih dari 100 agen. Bahkan Misykat juga telah merambah ke luar negeri, yaitu ke Taiwan dan Hongkong. Selain itu kalender merupakan salah satu publikasi rutin sebagai tugas dari seksi penerangan yang dikeluarkan tiap tahun. HIMMASAL (Himpunan Alumni Santri Lirboyo) merupakan kegiatan religi rutin, dari KHLM. M. Idris Marzuqi, sekaligus untuk publikasi ke masyarakat sekitar. Wawancara peneliti dengan Mukhlas, Ketua Umum ponpes Lirboyo, Jum’at, tanggal 25 Desember 2009 14 6 wali-wali yang lain.15 Mereka telah mampu menundukkan dominasi peradaban majapahit yang telah berkuasa selama beberapa abad, yang dikenal sebagai suatu kerajaan dengan struktur pemerintahan dan pertahanan negara yang cukup disegani di kawasan Asia Tenggara yang mampu menguasai seluruh Nusantara. Bahkan sampai sekarang juga banyak alumni pesantren yang menjadi orang besar yang duduk dalam sistem pemerintahan Indonesia. Semangat pesantren untuk mengakomodir tuntutan zaman (baca: modernisasi) disertai dengan konsistensi terhadap nilai-nilai yang dianut, yakni nilai-nilai salafiyah. Nilai-nilai salafiyah harus tetap menjadi prinsip sebagai benteng utama dalam menetralisir aspek-aspek negatif yang ditimbulkan dari dampak modernisasi yang saat ini mulai mempopulerkan diri dalam ranah pendidikan di Indonesia termasuk lembaga pendidikan pesantren, sehingga pesantren tidak dikatakan latah dan cenderung menjadi bulan-bulanan peradaban modern yang kandungan nilai-nilainya tidak kesemuanya sesuai dengan prinsip-prinsip salaf.16 Hal ini sesuai dengan slogan yang biasa didengungkan oleh kalangan pesantren. Slogan tersebut berbunyi al-muhâfazhah 'ala al-qadîm al-shâlih wa al-akhżu bi al-jadîd alashlâh (memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik). Fenomena seperti ini juga terjadi di pondok pesantren Sidogiri Pasuruan, di mana eksistensi pondok pesantren sejak awal berdirinya hingga sekarang semuanya tak lepas dari peran public relations itu sendiri. Para 15 Abd A’la, Pembaharuan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm. 17. As’ad Syamsul Arifin, Percik-Percik Pemikiran Kiai Salaf-Wejangan Dari Balik Mimbar, Situbondo: Bp2m P.P Salafiyah Syafiiyah , 2000), hlm. 45 16 7 santri dan juga alumni berperan baik secara langsung maupun tidak langsung, serta tanpa disengaja mereka berperan sebagai publicator yang siap untuk menyampaikan ilmunya dan memiliki kapabilitas terhadap kebutuhan masyarakat di mana ia berada. Dengan kata lain, santri maupun alumni inilah yang berfungsi sebagai publicator, yang akhirya mampu menarik minat masyarakat pada umumnya dan mempengaruhi religiusitas masyarakat, sehingga citra pondok pesantren menjadi terangkat sepanjang masa. Hal ini sebagaimana pernyataan Saifulloh Naji yang mengatakan sebagai berikut:17 Kalau public relations yang mengarah pada penyebarluasan informasi secara terang-terangan dan mempengaruhi orang lain, kami tegaskan bahwa kami tidak pernah melakukan itu. Dan itu sudah pesan dari para dewan masyayikh. Kami tidak diperkenankan untuk menyebar brosur, spanduk, dan lain-lain, bahkan papan nama untuk ponpes Sidogiri saja kami tidak memiliki, namun kami mempunyai cara sendiri yaitu sosialisasi. Sosialisasi pondok pesantren tidak sama dengan sosialisasi pada umumnya, yang diistilahkan dengan pengabdian (kiprah atau khidmah). Maksudnya, berperan serta langsung di masyarakat, menunjukkan apa yang mampu diberikan kepada masyarakat baik itu berupa ilmu pengetahuan, maupun pengembangan ekonomi. Inilah yang kami istilahkan dengan kami pasif dalam publikasi, namun aktif dalam pengabdian di masyarakat. Sehingga semua yang ada dalam ponpes baik santri, pengelola, ustadz maupun alumninya semuanya menjadi penyambung lidah kepada masyarakat. Inilah kinerja dari public relations di ponpes salafiyah Sidogiri Pasuruan. Fenomena yang menarik dari pondok pesantren salafiyah Sidogiri adalah awal muasal nama dari pondok pesantren Sidogiri itu sendiri. Sidogiri itu berawal dari nama pondok lalu dinamakan nama desa, sehingga pondok lahir lebih dulu dari pada desanya. Kalau di pondok pesantren lain, rata-rata nama desanya yang dijadikan nama pondoknya. Misalnya pondok pesantren 17 Saifullah Naji, wawancara, Jum’at tanggal 16 September 2011 8 Ploso, Lirboyo, Tebuireng, dan lain-lain. Inilah yang membedakan Sidogiri dengan pondok lain. Di samping itu, di pondok pesantren salafiyah Sidogiri juga rutin diadakan acara akhir tahun (akhir al-sannah) dan peringatan tahunan pendiri pondok pesantren (haul). Acara haul dipelopori oleh para alumni dan juga dihadiri oleh warga sekitar pondok, para wali santri, alumni maupun stakeholders. Undangan lain yang biasanya juga ikut hadir dalam haul tersebut adalah para kiai dari pondok pesantren yang ada di Pasuruan dan sekitarnya. Selain itu pondok pesantren Sidogiri juga berhubungan langsung dengan masyarakat melalui Laziswa (Lembaga Zakat Infaq, Shadaqah, dan Waqaf) dengan program kerjanya seperti pengobatan masal, khitan masal, pemberian bantuan secara ekonomi, dan lain-lain. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut di atas, pondok pesantren Sidogiri mengadakan publikasi dan membangun citranya di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut mendapat respon yang positif dari berbagai kalangan masyarakat dan bisa berdampak ekonomis bagi masyarakat sekitarnya. Kegiatan tersebut merupakan mediator antara pondok pesantren dengan masyarakat secara langsung. Masyarakat bisa bertemu dengan kiai untuk konsultasi baik secara langsung ataupun melalui forum kajian tersebut. Walaupun tanpa undangan secara resmi, masyarakat berkenan hadir dalam berbagai kegiatan, bahkan kegiatan tersebut mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk turut serta ambil bagian, bahkan mereka berkenan untuk mewujudkan partisipasinya baik dalam bentuk material seperti: uang dan 9 makanan, maupun non material seperti: silaturrahmi dan solidaritas. Kegiatan-kegiatan inilah yang menjadi ujung tombak pondok pesantren Sidogiri maupun Lirboyo Kediri dalam melakukan publikasi. Pola publikasi yang melibatkan dukungan dari berbagai kalangan masyarakat maupun stakeholders ini merupakan bukti bahwa pondok pesantren salafiyah telah melakukan fungsi manajemen. Berbagai kegiatan yang telah berjalan dalam hitungan puluhan tahun tersebut menunjukkan kekuatan pondok pesantren, dan bukan berarti hal tersebut tanpa adanya perencanaan, organisasi, aktualisasi maupun pengawasan. Dari segi perencanaan telah terjadual secara sistemik dan berkelanjutan mengenai tempat, waktu, siapa yang mengisi acara, siapa koordinator lapangan yang bertanggung jawab, siapa saja komunitasnya, bagaimana kebutuhan teknisnya; dari segi pengorganisasian telah terbangun titik-titik kelompok yang menjadi anggota tetap yang berupa jama’ah-jama’ah di tiap cabang/wilayah; dari segi actuating secara realitas memang dilaksanakan dan cenderung tidak ada kendala, bahkan berdampak positif bagi masyarakat terbukti dengan dukungan berupa materiil yang tanpa diminta secara paksa; dari segi pengawasan peran kiai sebagai leader yang secara langsung maupun tidak langsung mengawasi jalannya kegiatankegiatan yang dilaksanakan oleh pondok pesantren. Dari kedua fenomena tersebut di atas, ternyata untuk memperoleh kepercayaan tersebut memang tidak mudah. Melalui manajemen public relations baik di pondok pesantren Lirboyo maupun pondok pesantren Sidogiri Pasuruan berusaha untuk meningkatkan mutu lembaga, baik mutu 10 yang mengacu pada proses maupun mutu yang mengacu pada hasil, terutama mutu yang mengacu pada hasil pendidikan di pondok pesantren secara tidak langsung akan menciptakan citra yang baik di mata masyarakat, sehingga kepercayaan masyarakat akan semakin meningkat terhadap pondok pesantren Lirboyo dan Sidogiri. Namun demikian, kedua pondok pesantren tersebut masih mempertahankan sistem penyelenggaraan pendidikan bandongan, sorogan dan kajian kitab kuning yang menjadi ciri khas dari pesantren salafiyah. 18 Oleh karena itu, seluruh aktivitas public relations harus bisa menghasilkan atau paling tidak mempengaruhi semua kegiatan yang bisa memberikan kontribusi untuk meningkatkan pelayanan pendidikan. Dengan meningkatkan pelayanan pendidikan ini diharapkan bisa meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Kualitas atau mutu pendidikan yang baik tentu saja akan semakin menambah kepercayaan masyarakat terhadap sebuah institusi pendidikan. Untuk memperoleh kepercayaan bukan perkara yang mudah apalagi pada sebuah lembaga pendidikan yang bersifat tradisional dan di era yang penuh dengan persaingan ini. Oleh karena itulah manajemen public relations benarbenar diperlukan dan harus dapat memainkan perannya dengan baik dalam sebuah lembaga pendidikan terutama pesantren. 18 Dhofier membagi pesantren menjadi dua kategori, yaitu pesantren salafi dan khalafi. Pesantren salafi tetap mengajarkan kitab-kitab klasik (kitab kuning) sebagai inti pendidikannya, sistem madrasah untuk memudahkan sistem sorogan dan bandongan tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Sedangkan pesantren khalafi telah memasukkan pelajaranpelajaran umum dalam madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren. Lihat Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 41. 11 Pondok pesantren Sidogiri dengan keunggulannya dalam menghimpun, menggerakkan dan mempengaruhi masa melalui program nyata yang dilaksanakan baik dalam hal keilmuan maupun penguatan ekonomi. seperti guru tugas, pengiriman da’i ke daerah-daerah minus agama, program nyantri kembali yang diselenggarakan oleh jama’ah alumni, konsultasi masalah agama, syiar agama melalui bulletin maupun majalah Sidogiri, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam hal penguatan ekonomi seperti: berkembangnya BMT di 140 cabang di seluruh Indonesia, pendistribusian air minum dengan merk santri, kopontren dengan manajemen modern yang tersebar mencapai 120 cabang di Indonesia, pengolahan limbah sampah, pelatihan maupun diklat kewirausahaan (enterpreneurship) yang sudah terencana, dan lain sebagainya. 19 Selain itu pondok pesantren Salafiyah Sidogiri juga memiliki prinsip yang dipegang kuat oleh seluruh lapisan yang terlibat dalam pondok pesantren yaitu ilmu tanpa amal akan sia-sia, sebaliknya amal tanpa ilmu akan buta, ilmu bisa di dapat hanya dengan di dukung ekonomi yang kuat. Prinsip inilah yang menjadikan pondok pesantren salafiyah Sidogiri mengelola lembaga di bidang keilmuan dan ekonomi. Pondok pesantren Sidogiri membekali santri dengan ilmu untuk meletakkan prinsip kebenaran (shiddiq) dan dapat dipercaya (amanah), lalu dilanjutkan dengan jiwa entrepreneurship untuk mengembangkan kepandaian (fatanah) menyampaikan (tableq) pada masyarakat.20 19 20 Saifullah Naji, wawancara, hari Jum’at, tanggal 16 September 2011, jam 09.30-11.30 Samsul Huda, wawancara, hari Jum’at, tanggal16 September 2011, jam 13.40-14.30 dan 12 Dalam kajian keilmuan, pondok pesantren Sidogiri tetap mempertahankan sumber kitab klasik, yaitu kitab kuning, demikian pula dalam menjalankan penguatan ekonominya, semuanya juga tetap memegang pada prinsip-prinsip yang ada dalam kajian kitab kuning. Hal ini juga yang ditanamkan oleh figur kiai, bahwa pondok pesantren Sidogiri memegang prinsip-prinsip salafi yang bersumber pada kajian kitab kuning. Kedua penguatan ini, baik penguatan bidang keilmuan maupun penguatan ekonomi, merupakan keunggulan sebagai ciri khas pondok pesantren Sidogiri yang tidak ditemukan di pondok pesantren yang lain. Selain itu, figur kiai yang ahli dalam mengkaji kitab kuning, ahli dalam hal agama, menjadi muballegh, menjadi guru bagi santri, menjadi pemimpin pondok pesantren, menjadi pembimbing dan panutan bagi masyarakat, secara tidak langsung akan membangun nama kiai dan memberikan gambaran pribadi kiai kepada publik. Pandangan orang lain yang melekat terhadap figur inilah yang dikenal dengan istilah personal branding.21 Personal branding kiai akan menjaga citra pondok pesantren semakin meningkat. Artinya, semua yang terlibat dalam aktivitas di pondok pesantren tidak hanya mengkaji konsep tentang manajemen public relations, namun mereka praktek secara langsung fungsi dari menajemen public relations. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren bukanlah sebuah sekolah melainkan komunitas belajar secara langsung. 22 21 Personal branding is for some people, a description of the process whereby people and their careers are marked as brands. Daniel J Lair dkk, "Marketization and the Recasting of the Professional Self", dalam Management Communication Quarterly , (Journal: 2005), 18 (3), hlm. 307–343. 22 Lihat Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, terj., (Jakarta: P3M, 1986), hlm. 160. Pernyataan DWP Pesantren Style, dalam Asian Action, No. 15, yang menyatakan bahwa 13 Fenomena tersebut menunjukkan bahwa public relations ada dan berjalan di lingkungan pondok pesantren, sehingga mampu mengangkat citra pondok pesantren sebagai lembaga salaf dan mendapatkan kepercayaan masyarakat berdasar orientasi nonprofit, karena masyarakat mendapat kepercayaan dari hasil/produk santri yang telah belajar menuntut ilmu di pondok pesantren tersebut, yang mampu mengubah masyarakat sekitarnya (sebagai agent of social change). Dengan demikian, masyarakat tidak ragu lagi dalam memilih kedua lembaga tersebut sebagai tempat pendidikan anaknya kelak. Karena masyarakat berharap anak-anak mereka menjadi orang yang berhasil dan berguna bagi agama, masyarakat juga negara. Maka, hendaknya pesantren selalu menjaga citra dan menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat. Sebenarnya hubungan pesantren dengan masyarakat saling tergantung satu sama lain. Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat, karena ia berakar pada penanaman nilai-nilai religius, sehingga masyarakat.23 memiliki Pengelolaan hubungan hubungan dan ketergantungan pesantren dengan dengan masyarakat merupakan salah satu substansi manajemen pendidikan yang harus dikelola dengan baik di samping kurikulum dan program pengajaran, tenaga pendidikan, para santriwan dan santriwati, keuangan, sarana dan prasarana pendidikan, serta pelayanan khusus lembaga pendidikan. Pesantren Pesantren bukan sekolah, tapi suatu komunitas belajar. Kita semua belajar bersama-sama. Kita saling belajar. Tempat ini adalah rumah kita, tempat kerja kita, pangkalan komunitas kita dan bukan hanya sebuah sekolah. 23 Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: eLKAF, 2006), hlm. 105. 14 merupakan salah satu bagian dari sebuah masyarakat, sehingga manajemen tersebut harus dilihat dalam hubungannya dengan komponen-komponen dalam penyelenggaraan pendidikan lainnya dan dihubungkan dengan seluruh program masyarakat. Hubungan pesantren dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di pesantren tersebut. Dalam hal ini pesantren sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Pesantren berperan secara dominan dalam pembentukan tata nilai yang berlaku bagi keduanya. Maka dalam perkembangannya pesantren bisa merubah pola kehidupan masyarakat yang ada di sekitarnya.24 Pesantren dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien, namun pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan. Maka dari itu, perlu ada pengaturan hubungan antara pesantren dengan masyarakat atau public relations, sebagaimana yang dilakukan oleh kedua pondok pesantren salafiyah yang sampai saat ini mampu mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu dari beberapa lembaga pendidikan Islam dengan corak pendidikan tradisional. 24 Abdurrahman Wahid, “Pesantren Sebagai Subkultur” dalam M. Dawam Rahardjo (ed), Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1995), hlm. 43 15 Sebenarnya kalau menengok dalam sejarah, manusia itu mengenal humas sudah sejak zaman Yunani dahulu. Dalam buku yang ditulis oleh Tondowidjojo disebutkan bahwa humas adalah hubungan yang terbuka dengan masyarakat. Humas memasyarakatkan kebijaksanaan untuk mempengaruhi pendapat masyarakat, atau suatu penyebaran pengaruh secara sadar dan terencana.25 Public relations menjadi bagian dari administrasi sekolah pada awal abad ke-20.26 Di sini dijelaskan bahwa seorang administrator harus mengkomunikasikan program-program sekolah, tujuan, dan berbagai hal yang harus diketahui oleh publik. Sayangnya banyak pembuat kebijakan dan pakar pendidikan yang tidak setuju dengan adanya public relations di sekolah waktu itu. Banyak juga yang mengatakan bahwa public relations hanya propaganda, dan banyak juga yang mengatakan bahwa public relations sama dengan periklanan atau pemasaran. Public relations di lembaga pendidikan memiliki 3 interpretasi yang berbeda yaitu: 1) fungsi public relations untuk “menjual” program pendidikan (keunggulan yang dimiliki perguruan tinggi) kepada masyarakat untuk menumbuhkan kebanggaan terhadap lembaga pendidikan dan memperoleh dukungan; 2) menginterpretasikan program pendidikan (keunggulan dan 25 Dalam buku itu disebutkan bahwa pada abad V SM, penulis telah mengenal seni untuk mendapatkan pengertian dan kepercayaan masyarakat dalam membangun politiknya. Sebelum abad ke III SM, Iskandar Agung berhasil mempengaruhi pendapat umum untuk kepentingannya. Bangsa Roma telah menerapkan siasat publikasi secara besar-besaran. Willem van Oranje telah membentuk sosok yang legendaries dari dirinya. Banyak tokoh politik lain yang membentuk sosok pribadinya dalam arti positif maupun negatif (Napoleon, Hitler, Roosevelt, Kennedy, Nixon, Reagen, dan lain-lain). Sedangkan dalam penyiaran agama, hal ini sudah berlangsung lama. Lihat John Tondowidjojo, Dasar dan Arah Public Relations, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 7 26 Theodore J. Kowalski, Public Relations in School, (New Jersey: Pearson, Merrill Prentice, 2004), hlm. 4. 16 kelemahannya) kepada masyarakat agar masyarakat memahami upaya yang dilakukan suatu lembaga pendidikan dan bersedia memberikan dukungan; dan yang ke 3) yaitu menarik simpati masyarakat dan mendorong partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program-program pendidikannya.27 Hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara lembaga pendidikan dan masyarakat serta mendorong minat dan kerja sama para anggota masyarakat dengan tujuan meningkatkan pengertian anggota masyarakat tentang kebutuhan pendidikan. Hal ini dilakukan dalam rangka usaha perbaikan institusi. Begitu juga dengan sekolah, yang akhir-akhir ini tidak hanya yang berstatus negeri saja yang dipercaya oleh masyarakat bahwa sekolah swasta dengan label Islam, yang membawa visi dan misi sesuai dengan nilai-nilai Islam mampu menunjukkan kualitas yang setara dengan sekolah negeri dan mampu menjalin komunikasi dengan masyarakat baik intern maupun ekstern. Keberhasilan sekolah ini tidak lain karena salah satu faktornya adalah adanya manajemen public relations yang sangat membantu membina hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat, sehingga masyarakat menyadari dan memahami pentingnya pendidikan. Lembaga pendidikan juga menyediakan diri sebagai agen pembaru atau penerang bagi masyarakat,28 di sini lembaga pendidikan atau sekolah selain sebagai layanan terhadap masyarakat yang berupa pendidikan dan pengajaran juga sebagai agen pembaru, karena banyak hal baru bagi 27 Richard A Gorton, School Administration: Challenge and Oportunity for Leadership, (USA: wm. C. Brown Company Publisher, 1997), hlm. 378. 28 Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 181 17 masyarakat yang bersumber dari lembaga pendidikan, di samping dari sumber-sumber lain. Pendekatan-pendekatan dan cara-cara untuk menjalin hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat seperti: 1) Menerbitkan majalah organisasi; 2) Membuat film dokumenter, yang titik beratnya pada fakta atau peristiwa yang benar-benar terjadi; 3) Menyelenggarakan pameran, untuk memperkenalkan lembaga/organisasi yang dikelola 4) Menggunakan media massa. Media massa dapat digunakan untuk mempublikasikan dan mempromosikan lembaga/organisasi, 29 merupakan aplikasi riil dari public relations. Intinya, bagaimana masyarakat di sekitar lembaga pendidikan khususnya dapat dibangun kepercayaannya dengan landasan yang kuat dan bukti-bukti riil, agar mereka mendukung dan membantu pelaksanaan pendidikan tersebut. Sementara itu, untuk mewujudkan keberhasilan manajemen public relations, maka orang-orang yang menjabat sebagai public relations juga harus mengetahui dengan pasti hal-hal yang berhubungan dengan public relations seperti yang telah dijelaskan di atas. Di samping itu, seorang pemimpin suatu organisasi pendidikan tersebut juga harus mengetahui pentingnya public relations dan strategi yang dalam pengembangan public relations, khususnya di pondok pesantren salafiyah. Sebenarnya semua orang yang ada dalam organisasi atau institusi harus menjadi public relations bagi organisasi atau institusinya. Hanya saja, 29 Sulistyorini, Manajemen Pendidikan …, hlm. 117-118 18 untuk menjabat kedudukan public relations organisasi, harus dipilih orangorang yang memiliki kelebihan yaitu kepekaan dan kekritisan dibanding orang lain. Kemampuan berkomunikasi menjadi kunci utama. Dalam sebuah lembaga pendidikan yang harus menjadi public relations adalah semua orang yang terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu kepala/ketua/kiai, guru/dosen/ustadz, siswa/mahasiswa/santri, serta seluruh karyawan yang ada di lembaga pendidikan tersebut. Dalam Islam sendiri juga terdapat konsep public relations yang sudah sejak empat belas abad yang lalu mengalami keberhasilan dalam membawa masyarakat Arab dari zaman jahiliyah ke zaman yang lebih berperadaban. Bahkan Nabi Muhammad sendiri adalah seorang public relations yang handal. Demikian juga al-Qur’an yang merupakan mukjizat terbesar sepanjang masa juga merupakan sarana public relations. Public relations yang diterapkan oleh Nabi Muhammad adalah dalam hal dakwah. Dakwah adalah proses mengkomunikasikan pesan-pesan ilahiyah kepada orang lain. Agar pesan itu dapat disampaikan dan dipahami dengan baik, maka diperlukan adanya penguasaan terhadap teknik berkomunikasi yang efektif.30 Muhammad SAW merupakan seorang komunikator yang efektif. Hal ini ditandai oleh dapat diserapnya ucapan, perbuatan, dan persetujuannya oleh para sahabat yang kemudian ditransmisikan secara turun temurun. Keahlian dan kelihaiannya dapat berkomunikasi telah menarik banyak orang di zamannya untuk mengikuti ajarannya. Begitu juga dengan 30 Muhammad Syaf i’i Antonio, Muhammad Saw The Super Leader Super Manager, (Jakarta: ProLM Centre & Tazkia Publishing, 2009), hlm. 145. 19 orang-orang yang tidak pernah bertemu dengannya yang beriman meskipun tidak mendengar langsung ajaran Islam dari lisan Nabi sendiri. Nabi mengajarkan kepada umatnya agar umatnya berkomunikasi yang baik dengan sesamanya. Sebagaimana sabdanya sebagai berikut: ٍِ ِ ص عن أَِِب ح ٍص صالِ ٍح َع ْن أَِِب ْ َحدَّثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْ ُن َسعيد َحدَّثَنَا أَبُو ْاْل َ ني َع ْن أَِِب َ ْ َ ِ َح َو ِ ُ ال رس صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َم ْن َكا َن يُ ْؤِم ُن بِاللَّ ِو َوالْيَ ْوِم ْاْل ِخ ِر فَ ََل َ َُىَريْ َرةَ ق َ ول اللَّو ُ َ َ َال ق ِ ِ ِ ِ ِ ضْي َفوُ َوَم ْن َكا َن يُ ْؤِم ُن بِاللَّ ِو َوالْيَ ْوِم َ يُ ْؤذ َج َارهُ َوَم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّو َوالْيَ ْوم ْاْلخ ِر فَ ْليُ ْك ِرْم 31 ِ ِ .ت ْ ص ُم ْ َْاْلخ ِر فَ ْليَ ُق ْل َخْي ًرا أ َْو لي Artinya: Qutaibah ibn Sa’id bercerita kepadaku Abu al-Ahwash bercerita kepadaku dari Abi Hashin dari Abi Shalih dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya, Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam. Maksud dari hadits di atas adalah manusia, khususnya orang yang beriman diharapkan mampu berkomunikasi yang baik dengan siapapun dan kapanpun. Salah satu wujud komunikasi yang baik adalah tidak menyakiti tetangganya, menghormati tamunya dan bertutur kata yang baik. Dari sini dapat ditarik benang merah bahwa Islam telah mengajarkan hubungan komunikasi dengan masyarakat atau dalam istilahnya yaitu public relations. Dalam literatur Islam, kata humas memang jarang terpakai baik dalam lisan maupun tulisan. Namun dalam literatur tersebut ditemukan dua kata yang secara pemahaman mempunyai maksud yang sama, yaitu hubungan 31 Muhammad al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 18, (Mauqi’u al-Islam: Dalam Maktabah Syamilah, 2005), hlm. 437. 20 (habl)32 yang berarti tali atau hubungan dan “silaturrahmi” yang berarti menyambung persaudaraan. Misalnya dalam istilah hubungan dengan tuhan (habl min al-Allah) dan hubungan dengan sesama manusia (habl min al-nas). Maka implikasinya dalam Islam akan muncul pendekatan-pendekatan sosiologis dan komunikatif untuk menyelesaikan masalah. Dalam konsep Islam kerjasama antar individu maupun lembaga yang dapat membentuk ukhuwah Islamiyah dapat terwujud dengan langkahlangkah sebagai berikut: (1) saling mengenal (ta’aruf); yaitu melaksanakan proses saling mengenal secara fisik, pemikiran, kejiwaan, baik langsung maupun tidak langsung. (2) saling memahami (tafahum); yaitu melaksanakan proses saling memahami dengan menyatukan hati dan menyatukan pemikiran dan menyatukan amal. (3) saling mengasihi (tarahum); yaitu melaksanakan proses saling mengasihi, baik secara lahir, batin maupun pikiran. (4) saling kerjasama (ta’âwun); yaitu melaksanakan proses saling menolong secara hati (saling mendoakan), secara pemikiran (berembug, berdiskusi, dan menasehati) serta berwujud dalam bentuk amal shaleh. (5) saling menanggung (takaful); yaitu melaksanakan proses saling menanggung setelah terjadinya proses ta’âwun dengan bentuk hati saling menyatu dan saling percaya.33 Maka, sebenarnya dalam Islam sudah terdapat konsep public 32 Q.S. Ali Imran/3:112. Makna silaturrahmi diperkuat oleh hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, bab Fadilah Silaturrahmi, hadits no. 1952. ٍ ِ َِخب رنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْن الْمبار ِك َعن َعْب ِد الْمل ِ ك بْ ِن ِعيسى الثَّ َق ِفي َعن َ َِِ َد مْلَى الْمْنب ِع ث َع ْن أَبِي ُه َرَْ َرَة ْ َحدَّثََنا أ َ ُ َْ َ ْ ْ َ َُ ُ َ َ َ ْ َح َم ُد بْ ُن ُم َح َّمد أ َ ِ ِ ِ ِ صلُْ َن بِِه أَرحام ُكم فَِإ َّن ِ َال تَ علَّمْا من أَنْسابِ ُكم ما ت ٌالرح ِم َم َحبَّةٌ ِفي ْاْل َْه ِل َمثْ َراةٌ ِفي ال َْم ِال َمْن َسأَة َّ صلَ َة َ َع ْن النَّبِي َ ْ َ ْ ُ َ َ َصلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ق ْ َ َْ َ ْ ِفي اْلثَ ِر 33 Mulyono, “Urgensi Manajemen Humas Pada Lembaga Pendidikan Islam” dalam ElJadid Jurnal Ilmu Pengetahuan Islam, Vol.8, No. 1 2009, hlm. 9 21 relations, bahkan Nabi Muhammad sendiri adalah seorang public relations yang handal dan teruji kehandalannya, karena dalam waktu yang relatif pendek yaitu kurang dari 23 tahun, agama Islam mampu tersebar melewati jazirah Arab. Manusia dari berbagai ras dan keyakinan, juga berbagai suku datang berduyun-duyun untuk memeluk agama Islam. Inti dari masalah atau problematika public relations adalah komunikasi. Komunikasi merupakan komponen yang sangat penting bagi seseorang baik dalam pergaulan sosial maupun dalam hubungan sesama manusia terutama di lingkungan pondok pesantren. Dari komunikasi itu bisa diperoleh suasana yang akrab dan harmonis, terkadang bisa mendamaikan dua pihak yang bertikai, namun bisa juga sebaliknya, terjadi pertentangan, benturan atau permusuhan karena komunikasi yang salah. Kesalahan komunikasi bisa menyangkut isinya, nadanya (intonasinya) atau caranya. Acapkali terjadi kasus misskomunikasi baik dalam pergaulan sosial maupun hubungan kerja itu. Misalnya, seseorang sedang berbicara dengan orang lain sebenarnya dia tidak memiliki keinginan menyinggung perasaan lawan bicaranya, tetapi ternyata lawan bicaranya itu tersinggung lantaran cara berkomunikasinya yang salah. Ada ungkapan Arab yang patut direnungkan, salâmat al-insâni fi hifzhi al-lisân (keselamatan seseorang terletak dalam menjaga lisan). Al-Qur’an sendiri juga memberikan gambaran yang lebih rinci dalam hal komunikasi yang efektif dalam ayatnya sebagai berikut: 22 Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah34 dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk.(Q.S. al-Nahl/16:125)35 Ayat di atas menunjukkan bahwa dalam berhubungan atau berkomunikasi dengan masyarakat baik komunikasi aktif maupun pasif hendaklah dilakukan dengan sebaik-baiknya dan tidak boleh menyakiti hati mereka. Demikian juga dalam public relations di pondok pesantren, kiai ataupun ustadz atau bahkan santri harus dengan sopan dan santun dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Mereka harus berusaha menarik simpati masyarakat dan juga berusaha tidak menjadikan image yang negatif terhadap pesantren yang ditempatinya di mata masyarakat. Dengan berkomunikasi yang baik dengan masyarakat, pondok pesantren bisa melakukan promosi yang menarik simpati masyarakat agar ikut berpartisipasi untuk memajukan pesantrennya atau menjaga image masyarakat terhadap pondok pesantren tersebut. Promosi itu bisa dilakukan tidak hanya dengan cara lisan saja, namun kebanyakan dan yang paling berkesan adalah dengan perbuatan, 34 Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil 35 Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), hlm. 282. Selanjutnya buku referensi ini digunakan peneliti untuk pengambilan kutipan ayat dari al-Qur’an. 23 misalnya dengan mendatangi masjid di desa untuk memberikan pengajian atau menjadi imam atau khotib di masjid tersebut atau dengan pengadaan safari ramadhan atau sejenisnya. Dengan demikian akan terjalin hubungan yang erat antara pondok pesantren dengan masyarakat sehingga pesantren akan mampu memainkan perannya sebagai transmitor nilai-nilai keislaman ke masyarakat. Dalam komunikasi, bentuk yang paling sering dan mempunyai peran yang signifikan dan urgen adalah bicara dengan lisan. Maka dari itu, alQur’an juga mengatur dan menyebutkan bentuk bicara yang baik dalam ayat berikut ini: ... Artinya:... dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.(Q.S. alIsra'/17:23). Artinya: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya36, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Q.S. al-Nisa'[4]:5) 36 Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya 24 Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S. al-Nisa'/4:9) Artinya: Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.(Q.S. al-Isra'/17: 28) Beberapa ayat di atas mengemukakan tentang berkomunikasi atau berkata-kata yang baik dan tidak membuat orang lain marah yang semuanya itu merupakan dasar dari Public relations, yaitu dengan perkataan yang benar, perkataan yang pantas, perkataan yang mulia dan perkataan yang baik. Di samping itu, juga nada bicara seseorang itu juga harus dijaga, karena walaupun bicaranya dengan menggunakan kata-kata yang sopan, namun nadanya keras, maka hal itu juga akan membuat orang lain merasa sakit. Selain itu, raut muka ketika bicara juga perlu dijaga. Jangan sampai seseorang dalam setiap bertemu dengan orang lain menunjukkan raut muka yang masam. Jika dalam bicara atau berkata, seseorang menunjukkan raut muka yang masam, maka orang yang diajak bicara juga akan merasa tidak enak. Model dan gaya bicara atau komunikasi yang demikian yang perlu dikembangkan dalam public relations, terutama public relations dalam lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren. Karena public relations juga merupakan salah satu hal atau sistem yang urgen dalam pengembangan suatu 25 institusi. Tanpa public relations yang baik, maka sebuah pesantren akan kembang kempis dalam mencari santri dan menghadapi era kontemporer yang penuh dengan tantangan ini. Di era sekarang ini, masyarakat sudah mampu melihat dan menilai suatu lembaga pendidikan pesantren bukan dari status salafiyah atau khalafiyahnya, melainkan dari kualitas dan layanan yang diberikan oleh lembaga pendidikan pesantren itu sendiri. Dalam hal ini, sebuah institusi pondok pesantren harus menjalin hubungan komunikasi baik dengan masyarakat luas, baik itu menyangkut keberadaan lembaga, programprogram yang dimiliki, atau sosialisasi output yang menjadi alumninya. Kiai, ustadz dan santri yang ada di pondok pesantren tersebut juga harus ikut untuk berperan aktif dalam menjalin hubungan dengan masyarakat. Ini terjadi karena peranan public relations mampu membina hubungan dengan baik, secara internal maupun eksternal pondok pesantren tersebut. Dalam kajian ini penulis merasa perlu mengkaji tentang manajemen public relations yang diterapkan oleh pondok pesantren salafiyah yang hingga kini masih tetap bertahan.37Bagaimana peran public relations dijalankan sehingga memperoleh kepercayaan publik, dan bagaimana komunikasi yang dijalankan dengan publiknya, sehingga kedua pondok pesantren tersebut tetap 37 Ketahanan pondok pesantren menjadi hal yang unik dan menarik untuk diadakan suatu penelitian, karena jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan yang serupa di negara-negara lain, maka sistem pondok pesantren di Indonesia merupakan sistem pendidikan pertama yang ada dan mampu merespon tantangan-tantangan zamannya dengan sukses. Sementara itu, sistem pesantren yang dikembangkan oleh kaum sufi baik di Malaysia maupun Thailand bagian utara, sekarang ini senantiasa merana ditekan sistem sekolah model Barat. Ini berarti tanpa disadari terdapat langkah-langkah strategis yang ditempuh oleh pondok pesantren dalam menjalin hubungan dengan masyarakat. Lihat Abdurrahman Wahid, “Pondok Pesantren Masa Depan”, dalam Marzuki Wahid, Suwendi dan Saefuddin Zuhri (peny.), Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 19-20 26 mampu bertahan dengan image yang positif walau diterpa beberapa dekade masa dengan segudang modernisasi dan westernisasi yang melingkupinya. 27 B. Fokus Penelitian/Rumusan Masalah Bertolak dari konteks penelitian tersebut di atas, maka peneliti melakukan penjajagan di lapangan, yaitu di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan Jawa Timur. Dalam penjajagan tersebut, peneliti melakukan observasi secara umum (grand tour) dilanjutkan dengan wawancara, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran umum dan global tentang situasi dan kondisi pondok pesantren yang peneliti jadikan objek penelitian. Langkah selanjutnya peneliti melakukan observasi terfokus (mini tour) dengan wawancara terfokus.38 Wawancara dilakukan terhadap kiai: Idris Marzuki dan Nahrowie Abdul Jalil selaku pengasuh pondok pesantren: Reza, Saifullah Nadji; lurah pondok pesantren: Mukhlis, Mustaghfirin, Samsul Huda, Mujbir; santri dan alumni di kedua pondok pesantren tersebut, yang namanya tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu. Hasil observasi lapangan dan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara mini tour mengenai public relations di kedua pondok pesantren tersebut akhirnya terseleksi, lebih terfokus dan mengarah pada data manajemen public relations mengenai keberadaan public relations, komunikasi yang dijalin antara pondok pesantren dengan masyarakat, pandangan tentang image masyarakat terhadap pondok pesantren tersebut, bentuk partisipasi masyarakat dengan pondok pesantren; dan sebagainya. 38 Istilah grand tour adalah penjelajahan secara umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang dilihat, didengar dan dirasakan. Sedangkan mini tour adalah suatu observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu. Lihat Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2012), hlm. 69-70 28 Berdasar hasil dari penjajagan tersebut, maka fokus penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana keberadaan public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan? 2. Bagaimana sistem komunikasi yang dibangun di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan? 3. Bagaimana membangun citra/image melalui manajemen public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan? 4. Bagaimana proses public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memberikan pemahaman deskriptif mengenai keberadaan public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan. 2. Memberikan pemahaman deskriptif mengenai sistem komunikasi yang dibangun dalam manajemen public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Kediri. 3. Memberikan pemahaman deskriptif mengenai cara membangun citra/image melalui manajemen public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan. 4. Memberikan pemahaman deskriptif mengenai proses public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan. 29 D. Kegunaan Hasil Penelitian 1. Secara Teoritis Kegunaan temuan penelitian ini secara formal memberikan perspektif yang luas terhadap manajemen public relations dalam lembaga non profit, yaitu lembaga pendidikan, terkhusus lembaga pendidikan tertua di Indonesia, yaitu pondok pesantren salafiyah. Secara substanstif, penelitian ini dapat memperkaya diskursus keilmuan tentang manajemen public relations di lembaga non profit. Dalam penelitian ini, secara teoritik telah memaparkan hakikat dan fungsi public relations. Penelitian ini juga mendialogkan antara teori komunikasi (Schramm dan Neumann), alur public relations melalui how to inform, how to persuade and how to integrate (Edward L. Bernays), teori membangun citra melalui identity lembaga dan nilai-nilai yang dibangunnya (Rosady Ruslan) dan teori tentang model public relations (James Grunig and Todd Hunt). 2. Secara Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan manajemen public relations di lembaga pendidikan yang dilakukan oleh: a. Pengambil kebijakan di dunia pendidikan b. Para pengelola lembaga pendidikan dan siapa saja yang terlibat dalam pengembangan lembaga pendidikan 30 c. Para peneliti lanjut yang concern terhadap strategi public relations yang diterapkan di lembaga non profit d. Para praktisi public relations dan masyarakat akademis yang memiliki perhatian besar berkenaan dengan manajemen public relations di lembaga pendidikan E. Penegasan Istilah Untuk mempermudah pemahaman serta untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan istilah-istilah dalam judul penelitian ini, maka dalam kesempatan ini penulis memberikan penjelasan agar maksud dan artinya menjadi jelas, sebagai berikut: 1. Penegasan Istilah Secara Konseptual Istilah manajemen Public relations yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan Managing Public Relations, merupakan penerapan fungsifungsi dasar manajemen dalam kegiatan public relations. Sedangkan Public relations itu sendiri adalah fungsi manajemen yang membentuk dan memelihara relasi yang saling menguntungkan antara organisasi dengan publiknya. Keberhasilan atau kegagalan Public relations ini tergantung bagaimana membentuk dan memelihara relasi yang saling menguntungkan itu.39 Manajemen Public relations adalah suatu seni mengelola dan menggerakkan organisasi dalam hal yang berkaitan dengan public relations. Dalam mengelola dan menggerakkan suatu organisasi melalui 39 Simandjuntak, dkk,Public Relation..., hlm. 32. 31 proses perencanaan, pengorganisasian, mengkomunikasikan serta pengkoordinasian yang secara serius dan rasional dalam upaya pencapaian tujuan bersama dari organisasi atau lembaga yang diwakilinya.40 Seorang praktisi public relations akan sangat membutuhkan fungsi-fungsi tersebut dalam mengimplikasikan tugastugasnya. Dengan demikian, mengelola public relations berarti melakukan penelitian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh lembaga. Manajemen komunikasi bisa mencakup manajemen terhadap seluruh kegiatan public relations yang dilakukan organisasi atau manajemen terhadap kegiatan-kegiatan yang lebih spesifik atau berupa satuan-satuan kegiatan public relations. Misalnya pengelolaan peristiwa khusus, special even, pengelolaan penerbitan internal, pengelolaan kunjungan, para wartawan, pengelolaan konferensi pers, dan lain-lain.41 Adapun pondok pesantren salafiyah berasal dari tiga kata yang menjadi satu, yang secara teknis pesantren adalah tempat belajar santri. Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan 40 Rosady Ruslan, Manajemen Public Relation: Konsep dan Aplikasinya,(Jakarta: PT Raja Grafindo,2001), h.15. 41 Grunig dan Hunt, Manajemen Public Relations, 1994, diakses melalui http://www.komunikasi-indonesia.org/2009/11/manajemen-public-relations, tanggal 6 April 2011 32 dari leadership seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.42 Sedangkan yang dimaksud dengan salafiyah adalah pondok pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti dari pendidikan di pesantren. Sistem madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.43 2. Penegasan Istilah Secara Operasional Maksud dari “Manajemen Public relations pondok pesantren salafiyah” adalah sebuah penelitian yang membahas tentang pengelolaan suatu bentuk hubungan atau komunikasi antara pondok pesantren yang bernuansa salaf dengan masyarakatnya, baik stakeholder maupun masyarakat secara umum untuk meningkatkan mutu pendidikan yang ada di lembaga tersebut serta memperoleh kepercayaan masyarakat sebagai pondok pesantren yang mempunyai kualitas dan citra yang positif di kalangan lembaga pendidikan yang lain maupun masyarakat pada umumnya. Dalam penelitian ini peneliti menegaskan bahwa, letak fungsi manajemen public relations mengacu pada pendapat Grunig dan Hunt, 42 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 240. Istilah pondok pesantren dalam penelitian ini, untuk selanjutnya peneliti singkat dengan ponpes. 43 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 42. 33 yang menyatakan bahwa manajemen public relations adalah bentuk pengelolaan terhadap kegiatan-kegiatan yang lebih spesifik atau berupa satuan-satuan kegiatan public relations. Misalnya pengelolaan kegiatan khusus, pengelolaan penerbitan internal, pengelolaan kunjungan, para wartawan, pengelolaan konferensi pers, dan lain-lain. Fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi tergabung dalam berbagai kegiatan public relations tersebut. Berdasar data di lapangan, kegiatan yang berkenaan dengan public relations di pondok pesantren salafiyah dilaksanakan melalui seksi-seksi dan seluruh elemen yang ada di pondok pesantren salafiyah tersebut, sehingga peneliti tidak mengkategorikan secara langsung kepada keempat fungsi manajemen tersebut, namun penelitian ini lebih memfokuskan pada fungsi pelaksanaan (actuating) dari public relations itu sendiri. Peneliti merumuskan pada sistem komunikasi yang dibangun sebagai inti pokok dari pelaksanaan public relations, bagaimana proses membangun citra yang dijalankan oleh pondok pesantren salafiyah, dan proses public relations yang dilaksanakan di pondok pesantren, sehingga peneliti menemukan model konseptual tentang pelaksanaan public relations di pondok pesantren. Dalam temuan di lapangan menyatakan bahwa pelaksanaan sistem komunikasi dan cara membangun citra di ponpes bukan berarti tanpa melalui pelaksanaan fungsi dari manajemen tersebut, sehingga peneliti memberikan rincian secara operasional berdasar fokus penelitian sebagai berikut: Pertama, mengenai eksistensi 34 public relations yang meliputi: gambaran tentang keberadaan public relations pondok pesantren: struktur organisasi, siapa yang menjalankan, dan sasarannya; kedua, peneliti melangkah pada sistem komunikasi44 yang dibangun melalui public relations di pondok pesantren salafiyah, yang meliputi pola komunikasi yang dibangun antara santri dengan santri dan kiai; antara santri dan alumni; antara pondok pesantren dengan masyarakat luas; dan pola jaringan komunikasi yang dibangun untuk mempertahankan eksistensi pondok pesantren salafiyah; dan ketiga, kajian tentang pembangunan citra/image45 di pondok pesantren salafiyah melalui manajemen public relations, yang meliputi: bagaimana proses membangun image, mempertahankan dan menyebarluaskan image/citra pondok pesantren salafiyah. Keempat, proses public relations di pondok pesantren salafiyah. Dalam fokus ini peneliti akan mengkaji mengenai proses pelakanaan public relations di pondok pesantren salafiyah secara keseluruhan. Dari penjabaran tersebut di atas, peneliti berusaha untuk menemukan konsep/model tentang manajemen public relations di pondok 44 Konsep komunikasi membutuhkan proses komunikasi dua arah (two-way-process) di mana pengirim dan penerima pesan berkomunikasi dalam konteks kerangka acuan (frame of reference), hubungan dan situasi sosial mereka masing-masing. Dengan demikian, komunikasi adalah proses timbal balik pertukaran tanda untuk memberitahukan, memerintahkan atau membujuk berdasarkan makna dan kondisi bersama melalui hubungan komunikator dan konteks sosial. Lihat Morissan, Manajemen Public Relation: Strategi Menjadi Humas Profesional, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 42 45 Image berhubungan dengan komunikasi yang menyiratkan ke publik mengenai organisasi tertentu yang berkaitan dengan hal yang abstrak. Image berhubungan dengan simbol, persepsi, tingkah laku yang dibentuk oleh organisasi untuk disampaikan ke publik. Image mempengaruhi reputasi positif suatu organisasi. Keberhasilan suatu universitas tergantung pada image yang dibangun. Kazoleas, D., Kim, Y., & Moffit, Institutional Image: a Case Study, (Corporate Communications: An International Journal, 2001) 6 (24), hlm. 205-206 35 pesantren sehingga nantinya dapat memberikan kontribusi secara akademik sebagai sumbangan penelitian doktor. Adapun kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Tahap 1 Analissi data sebelum di lapangan Mengkaji Manajemen Public Relation secara Umum Tahap 3 Tahap 2 Mengkaji Manajemen & Sosiologi Pondok Pesantren Mencari rancangan konsep/model Manajemen Public Relation pondok pesantren Tahap 4 Draft Rancangan konsep/model manajemen Public Relation pondok pesantren, dikaji di PP Salafiyah Lirboyo & Ploso Tahap 5 Membandingkan dan Memadukan temuan dg teori Analisis data di lapangan Analisis dan Pembahasan Dimantapkan melalui seminar hasil dlm rangka memberi kontribusi tentang konsep Manajemen PR pondok pesantren Menyusun Proposisi Konsep Manajemen PR Ponpes sebagai Temuan Tahap 6 Usulan konsep/teori tentang Manajemen Public Relation pondok pesantren sebagai sumbangan penelitian doktor Gb. 1.1 Kerangka Berpikir Manajemen Public Relations Pondok Pesantren 36 F. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan Dalam subbab ini, penulis akan memaparkan tentang gambaran mengenai penelitian yang pernah dilakukan, yang bersifat lapangan (field research) maupun yang bersifat kajian pustaka (library research), baik yang membahas mengenai public relations maupun pesantren. Sedangkan hasil penelusuran penelitian mengenai public relations, penelusuran melalui jurnal di antaranya adalah penelitian Kirk Hallahan dalam penelitiannya yang berjudul “Seven Models Framing: The Implication of Public Relations”46 dengan hasil penelitian bahwa dalam public relations ditemukan tujuh model kerangka, yaitu: framing of situation, framing of atribut, framing of choice, framing of action, framing of problem, framing of responsibility, and framing of information. Ketujuh kerangka inilah yang menggerakkan public relations dalam suatu organisasi. Tujuh model framing ini mengkonstruksi pesan dan makna untuk mempengaruhi publik dan merupakan hal yang paling penting dalam suatu organisasi. Anne Lane dalam penelitian yang berjudul “Working at the interface: The descriptive relevance of Grunig and Hunt’s theories to public relations practices in South East Queensland Schools,47 menyatakan bahwa model dua arah asimetris adalah bentuk paling luas komunikasi hubungan masyarakat di sekolah-sekolah Queensland. Hasil di lapangan menunjukkan bahwa indikasi 46 Kirk Hallahan, 7 Models Framing: The Implication of Public Relations, dalam Journal Of Publis Relations Research, Vol. 11(3), (Lawrence Erlbaum Associates, Inc.: 1999), hlm. 205– 242. Diakses melalui https://docs.google.com/ colostate.edu/~pr/framing, tanggal 16 Desember 2011 47 Anne Lane, “Working at the interface: The descriptive relevance of Grunig and Hunt’s theories to public relations practices in South East Queensland Schools, dalam Journal PRism 1 (1), 2003. Available at: http://www.praxis.bond.edu.au/prism/papers/refereed/paper1.pdf 37 komunikasi dua arah asimetris berlangsung karena pada dasarnya segala kebijakan tetap berada di pihak sekolah, dan model simetris dua arah relatif jarang muncul dalam konteks hubungan sekolah dengan masyarakat umum. Sekolah sangat sedikit memberikan contoh-contoh komunikasi yang benarbenar simetris, meskipun mereka percaya terhadap model komunikasi simetris sebagaimana yang diinginkan. Namun, sebagian besar kasus, dari diskusi yang terjadi antara sekolah dengan publik dalam agenda yang telah ditentukan, sekolah hanya berusaha untuk memastikan hasil yang paling mungkin untuk diterima oleh publiknya, dan ini adalah komunikasi yang asimetris. Sementara itu Steve Mackey dalam “Changing Vistas in Public Relations Theory”48 mengkritik teorinya Grunig mengenai symetris dan asymetris komunikasi yang merupakan inti dari public relations. Steve berpendapat bahwa dalam suatu organisasi yang menjalankan public relations tidak cukup sekedar berinteraksi dengan publik hanya dengan kedua teori komunikasi tersebut. Steve mengkritik teori symetris hanya sekedar untuk menyarankan saja, sementara itu hubungan interaksi organisasi dengan publik adalah komitmen untuk berdialog sebagai proses menuju pada kesimpulan dan mempengaruhi kebijakan. Proses ini adalah salah satu cara, yaitu melalui pernyataan dan counterstatement, yang meliputi pandangan tentang realitas, nilai, dan pilihan relevan dengan produk, layanan dan kebijakan publik. Inilah yang dikatakan Steve sebagai teori retoris. 48 Steve Mackey, ChangingVistas in Public Relations Theory, dalam Journal Prism Vol 1, Deakin University, tahun 2003, diakses dari http://www.prismjournal.org/, tanggal 16 Desember 2011 38 Gregoria A Yudarwati, dalam penelitiannya yang berjudul “Personal Influence Model of Public Relations: A Case Study in Indonesia’s Mining Industry”,49 menyatakan hasil penelitiannya bahwa dua model simetris public relations tidak ditemukan dalam perusahaan-perusahaan pertambangan. Namun demikian, ia menemukan model pengaruh pribadi yang digunakan untuk mendekati masyarakat. Ada hubungan interpersonal antara anggota masyarakat dan lapangan petugas. Hubungan pribadi dengan pelaku utama dan pemimpin. Temuan ini menunjukkan pentingnya hubungan interpersonal sebagai bagian dari membangun proses hubungan dalam public relations. Sedangkan James dalam penelitiannya tentang penggunaan media baru dalam public relations menyatakan bahwa, media baru (internet, website, myspace, blog, dan lain sebagainya) berdampak pada hubungan masyarakat, jika praktisi public relations tidak melangkah untuk menggunakan fasilitas tersebut, maka orang lain akan melakukannya. Penggunaan media baru dalam public relations akan menambah kekayaan media dan memantapkan keberadaan sosial organisasi. Selain itu informasi yang di dapat melalui media baru akan mempengaruhi suatu wacana publik sekaligus sebagai sistem negosiasi makna dalam konteks komunikasi, dan hal inilah yang akhirnya bisa digunakan oleh praktisi public relations untuk menjelajahi ambiguitas public terhadap organisasinya. 50 Adapun Macnamara, 49 Gregoria A Yudarwati, Personal Influence Model of Public Relations: A Case Study in Indonesia’s Mining Industry, (Australia: Monash University, 2003), Journal Public Relations, di akses melalui http://www.praxis.bond.edu.au/prism/papers/refereed/paper1.pdf. 50 Melanie James, A Review of The Impact of New Media on Public Relations: Chalenges for Terrain, Practice and Education, University of New Castle Asutralia, dalam Journal Public 39 menyatakan bahwa public relations itu berkembang dari komunikasi, sehingga adalah kunci pokok dari public relations. Selanjutnya dia menyatakan bahwa peran teknisi dalam public relations difokuskan pada memproduksi dan mendistribusikan informasi, untuk proses komunikasi tersebut, sedangkan peran manajer difokuskan pada membangun dan mempertahankan hubungan organisasi dengan stakeholder kunci.51 Penelusuran penelitian terdahulu mengenai public relations dan pesantren sebagaimana pada tabel berikut di bawah ini: Relations Asia Pasifik, Vol. 8, diakses melalui http://www.pria.com.au/sitebuilder/forms/, tanggal 15 Desember 2011 51 Jim R. Macnamara, Research in Public Relations: A Review og The Use of Evaluation and Formative Research, dalam Journal of Public Relations, CARMA Internasional Asia Pasifik, diakses melalui http://skoola.com/Files_books/research-in-public-relations.pdf, tanggal 15 Desember 2011 40 Tabel. 1.1. Penelitian Mengenai Public Relations NO NAMA JUDUL TEMA LOKUS RUMUSAN MASALAH Bagaimana kegiatan PR di PTS Malang? Bagaimana hubungan antara kegiatan PR dengan Image PTS di Malang? Bagaimana keberadaan PR dalam manajemen krisis? Bagaimana peran PR dalam menangani krisis di Idnoensia? PERSPEK TIF TEORI METODE PENELT TEMUAN Deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis MDS (Multi Dimension Scalling) Image PTS tidak hanya didapat dari PR tetapi juga faktor lain seperti kuatnya jaringan alumni, dan kualitas akademik Teori PR (Frank Jefkins dan Edward L. Bernays) Teori Manajemen Krisis (Wisenblit, Fink & Sturges) Kualitatif deskriptifkritis PR bukan kebutuhan mendadak untuk menangani krisis, namun PR hadir dalam suatu institusi/perusaha an sejak awal sebagai mata, telinga dan corong dari suatu instansi untuk menggerakkan semua komponen yang menjembatani antara organisasi dg publiknya Ketika krisis terjadi yang dilakukan oleh PR adalah: Instructing information Adjusting information internalizing information Secara keseluruan PR departement TV7 sudah melaksanakan fungsi dan perannya dg baik. PR perlu melakukan program komunikasi pada masyarakat yang menunjukkan bahwa kasus ini berarkhir. Humas sebagai pusat informasi, komunikator memerlukan 1 M. Isfaq Rochman Analisis Penerapan Kegiatan Public Relations dan Image Perguruan Tinggi Swasta di Malang Public Relations dan Image Building UMM, Unmer, ITN dan STIE Kucecwar a 2 Marsefio S. Luhukay Penerapan Manajemen Krisis di Indonesia: Memotret Krisis dalam Kacamata Public Relations PR, manajeme n krisis Issue2 yg terjadi di Perusahaa n dan instansi nirlaba 3 Hanny Anggito Rini Strategi PR PT Duta Visual Nusantara TIVI Tujuh dalam Menghadapi Krisis Strategi PR menghada pi Krisis PR departeme nt TV7 Bagaimana strategi PR dlm menghadapi Krisis kepercayaan pada kecelakaan yg menimpa Tim Ekspedisi Papua-Jejak Petualang di Papua - Kualitatif deskriptif 4 Khutobah Peran Humas dala m Mengefektifk an Program Humas dala m Mengefek tifkan Univ. Makin Maju Malang Bagaimana Humas dlm mengefektifka n program Teori Humas Teori Komunikasi Kualitatif studi kasus 41 Lembaga (Studi Kasus di Univ. Makin Maju) Program Lembaga Lembaga di Univ. Makin Maju? 5 Widiya Yutanti Strategi Kehumasan Partai Politik (Studi Deskriptif tentang Kegiatan Kehumasan Partai Politik Menjelanng Pemilu 2004 di Kota Malang) Strategi PR Parpol semua aktivitas kehumasa n partai politik peserta pemilu 1999 yang menjadi peserta pemilu 2004 yang berada di kota Malang Bagaimanakah strategi kehumasan yang dilakukan partai politik ? Frezier Moore: Kehumasan David Easton: komunikasi Kualitatif Deskriptif 6 Maxie Timbuleng Pemilihan Media Humas pada Perguruan Tinggi Media Humas Univ. Petra Surabaya Media apa yang digunakan, faktor apa yg dijadikan dasar pemilihan? dan bagaimana proses pemilihan media humas? Teori Humas Rhenald Kasali, Cultip Kualitatif studi kasus media massa dan peran serta lembaga dalam memberikan kontribusi terhadap efektivitas lembaga Strategi humas parpol untuk menarik simpati massa adalah aksi langsung: kampanye positif, kampanye negative, dan black propaganda dan aksi tidak langsung melalui pemanfaatan media yaitu iklan, dialog interaktif, maupun pemberitaan yang sifatnya memberikan komentar menjelang pemilu Potensi kepakaran tenaga pengajar merupakan media humas dalam menciptakan opini publik 42 Tabel. 1.2. Penelitian Mengenai Pesantren NAMA JUDUL TEMA LOKUS RUMUSAN MASALAH 1 Zamakh syari Dhofier Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai Pesantr en Pesantren Tebuireng dan Pesantren Tegalsari 2 Imron Arifin Kepemimpin an Kyai: Kasus Pondok Pesantren Tebuireng Pesantr en Pesantren Tebuireng Menggambarkan dan mengamati perubahanperubahan yang terjadi dalam lingkungan pesantren dan Islam tradisional di Jawa yang dalam periode Indonesia modern sekarang ini tetap menunjukkan valitasnya sebagai kekuatan sosial, kultural keagamaan yang turut membentuk bangunan kebudayaan Indonesia modern. Pola dan gaya kepemimpinan Kyai dalam memimpin Pesantren 3 Mujamil Qomar Pesantre: Dari Transformas i Metodologi Menuju Demokratisa si Institusi Pesantr en - 4 Mastuhu Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Unsur dan nilai sistem NO PP Guluk-guluk Sukorejo Blok Agung METODE PENELT Deskriptif kualitatif Kualitatif deskriptif. Transformasi pendidikan di dunia pesantren Library Research -Unsur-unsur system pend pesantren - dinamika sistem pend pesantren: perspektif Grounded research TEMUAN Walaupun para Kiai terikat kuat oleh pola pemikiran tradisional, namun mereka telah mampu membenahi dirinya untuk tetap memiliki peranan dalam membangun masa depan Indonesia. Berkaitan dengan merosotnya kapasitas penguasaan atas kitab-kitab Islam klasik tersebut, terjadi perubahan kiblat Kyai dalam memaknai pola dan gaya kyai tradisional yang menganut konsep wilayatul imam yang bersifat individu profetik ke dalam pola dan gaya kepemimpinan barat yang lebih egalitarian. Transformasi pendidikan di dunia pesantren di mulai dari aspek metode, kurikulum, kepemimpinan, sistem pendidikan, dan institusi pesantren. Sistem pendidikan pondok pesantren mengalami dinamika 43 pendidi kan pesantr en Peruba han pondok pesantr en: dari pesantr en, madras ah hingga sekolah Tebu Ireng Pesantren di Sumatra dan Jawa Tinjauan historis pesantren Profil guru/ustadz/kiai Perubahan dlm materi agama Penghargaan terhadap agama Kualitatif research pesantren masa depan Paciran Gontor 5 Karel A. Steenbrin k Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern 6 Manfred Ziemek Pesantren dan Perubahan Sosial Pesantr en sebagai pusat pengem bangan masyar akat Pesantren di Indonesia - Islam sebagai potensi pendidikan dan kemasyarakatan di Ind - Pesantren sbg wahana pendidikan Islam - Pesantren sebagai pusat pengembangan masyarakat Kualitatif research 7 Mardiyah Kepemimpin an Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi Kepemi mpinan Kiai PM Gontor Ponorogo, Ponpes Lirboyo dan Tebuireng Jombang - Bangunan budaya organisasi ponpes - Kepemimpinan kiai dalam mempertahankan budaya organisasi Kualitatif research pesantren dulu, sekarang dan pesantren masa depan - Terjadi dinamika perubahan dari pesantren, madrasah hingga sekolah - Terjadi perubahan paradigma profil ustadz: dari kiai menuju kiai dg gelar - Terjadi pergeseran materi agama - Adanya penghargaan agama terhadap materi umum walaupun masih pro dan kontra Pesantren meupakan pusat komunitas belajar yang memiliki peran dan fungsi sebagai proses pengembangan masyarakat, dan pusat pendidikan yang berorientasi kepada demokrasi basis dan lingkungan sekitarnya. Kepemimpinan Geneologis untuk mempertahanka n budaya organisasi 44 Selama ini, hasil-hasil penelitian tentang public relations menyatakan bahwa public relations adalah salah satu bagian dari manajemen pemasaran yang biasanya digunakan di perusahaan-perusahaan untuk marketing. Penelitian public relations yang mengarah pada lembaga pendidikan masih baru-baru ini dilakukan dan itu pun masih dalam lembaga pendidikan formal. Sedangkan, hasil penelitian mengenai pesantren biasanya hanya berkutat pada fungsi kiai atau elemen-elemen pesantren dan jenis-jenis pesantren. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap mengenai public relations yang ada di pesantren. Dimana pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam yang mampu bertahan selama berabad-abad tentu saja mempunyai strategi kehumasan tersendiri dalam mempertahankan citra lembaganya. Untuk membangun, mempertahankan dan menyebarluaskan eksistensi lembaganya tersebut, maka pesantren harus melakukan hubungan dengan masyarakat melalui public relations. Maka secara tidak disadari, pesantren juga mengadakan manajemen public relations. Di sinilah posisi peneliti, yanag membedakan antara penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. F. Sistematika Pembahasan Dalam penelitian ini peneliti membuat laporan dalam bentuk disertasi menjadi tujuh bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab, dan sebelum memasuki bab pertama terlebih dahulu peneliti sajikan beberapa bagian permulaan secara lengkap yang sistematikanya meliputi halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, motto, 45 halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar lampiran dan abstrak. Sedangkan bagian isi, pada bab satu adalah pendahuluan, yang meliputi konteks penelitian. Setelah menentukan konteks penelitian, penulis akan merumuskan fokus penelitian sebagai dasar acuan dalam penelitian sekaligus menentukan tujuan penelitian. Setelah itu, penulis mendeskripsikan tentang manfaat hasil penelitian, penegasan istilah, hasil penelitian terdahulu yang relevan serta sistematika pembahasan dalam pendahuluan tersebut. Selanjutnya bab dua, yaitu kajian pustaka. Dalam kajian pustaka ini peneliti akan menuliskan tentang manajemen public relations secara umum diteruskan dengan manajemen dan sosiologi pondok pesantren. Kajian manajemen public relations secara umum meliputi pembahasan pemahaman tentang public relations, Public relations di lembaga pendidikan, sistem komunikasi (karena komunikasi merupakan hal yang pokok dalam public relations), dan pembentukan image/citra di lembaga pendidikan. Selanjutnya peneliti mengakhiri dengan manajemen public relations dalam perspektif Islam. Bab tiga, yaitu bab metode penelitian. Dalam metode penelitian ini penulis akan menjabarkan tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, kehadiran peneliti, sumber data, teknik sampling, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik pengecekan keabsahan data dan tahap-tahap penelitian. 46 Bab empat, menerangkan tentang pembahasan yang terdiri dari dua sub bab, yaitu 1) Keberadaan public relations pondok pesantren salafiyah, yang meliputi kajian tentang fungsi public relations pondok pesantren: struktur organisasi, siapa yang menjalankan public relations dan sasarannya; proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi public relations di pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan; 2) Pola komunikasi yang dibangun public relations di pondok pesantren; dan 3) Strategi membangun image/citra pondok pesantren melalui public relations; 4) Proses public relations di pondok pesantren salafiyah. Bab lima, berisi analisis temuan penelitian, diskusi temuan dan kontribusi penelitian. Temuan penelitian dapat dibedakan menjadi dua; yaitu temuan teoritik yang berupa jawaban terhadap persoalan, kontribusi penelitian berupa sumbangan penelitian bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan temuan substantif yaitu temuan dalam rangka memecahkan persoalan pendidikan Islam. Selanjutnya temuan-temuan itu didiskusikan dengan grand teori maupun hasil penelitian terdahulu. Bab enam, berisi penutup dan implikasi peneltian yang didalamnya mencakup kesimpulan dan dan implikasi teoritis maupun praktis. Setelah penelitian selesai peneliti tak lupa untuk menuliskan daftar rujukan sebagai wujud kejujuran dan membuktikan bahwa penelitian ini dilakukan secara ilmiah.