sikap terhadap perilaku seksual pranikah ditinjau dari religiusitas

advertisement
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH DITINJAU
DARI RELIGIUSITAS DAN KONFORMITAS PADA REMAJA
DI JAKARTA
Bahrul Ulum1
Olivia Hadiwirawan
Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Krida Wacana-Jakarta
Abstract. Attitudes toward premarital sexual behavior is the tendency of perception and
reaction to the feeling that support an action that is based on the inner urge to achieve sexual
satisfaction in unmarried, illegal, circumstances. Premarital sexual behavior can be controlled
by the presence of social control and religious behavior. In addition, conformity is another
factor. This study aimed to review the role of religious behavior and conformity to predict
adolescences’ attitudes toward premarital sexual behavior in Jakarta by using a quantitative
approach. The samples in this study were teenagers in South Jakarta, with cluster random
sampling as a technique. For measurement this study used the scale of attitudes toward
premarital sexual behavior, religiosity scale, and the scale of conformity. The results showed
that religiosity and conformity can predict attitudes toward premarital sexual behavior (R =
0.534) with the value (F= 36.293) and significance (p = ≤ .01). Contributions made by religiosity
and conformity in predicting attitudes toward premarital sexual behavior amounted to 27.7%,
while 72.3% attitudes toward premarital sexual behavior predicted by other variables outside
of this research.
Keywords: attitudes toward premarital, adolescents, conformity, religiosity, unmarried sexual
behavior
Pendahuluan
Remaja merupakan suatu proses transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa yang dialami oleh individu dan ditandai dengan adanya perubahan biologis,
kognitif, emosi, dan sosial. Masa remaja dimulai ketika individu berusia 13 tahun dan
berakhir pada usia 22 tahun (Santrock, 2010). Pada masa ini, remaja cenderung
mengalami perubahan-perubahan pada fisik yang berlangsung dengan sangat cepat
seperti
matangnya
organ-organ seksual dan reproduksi
yang
menyebabkan
munculnya keingintahuan dan minat seksual pada remaja (Santrock, 2008).
1
Korespondensi artikel ini dapat
[email protected]
menghubungi:
147
[email protected]
atau
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
Sarwono (2011) menjelaskan bahwa remaja sering kali melakukan perilaku
menyimpang dari hukum maupun norma-norma yang berlaku di masyarakat. Salah
satu perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja di Indonesia adalah perilaku
seksual pranikah. Perilaku seksual pranikah adalah perilaku seksual yang dilakukan
di luar perkawinan yang sah sebagai cara untuk melepaskan dorongan-dorongan
seksual dari dalam diri, seperti berkencan intim, bercumbu mesra, dan melakukan
kontak seksual (Desmita, 2005).
Data menunjukkan ada sekitar 1% remaja perempuan berusia 15 - 21 tahun
pernah melakukan hubungan seksual, dan 2,6% remaja laki-laki usia 15 - 21 tahun
pernah melakukan hubungan seksual (Israwati, Rachman, & Ibnu, 2013). Penelitian
yang dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) menunjukkan bahwa 63% remaja sudah pernah melakukan hubungan
seksual dengan lawan jenisnya dan 21% remaja pernah melakukan aborsi (Primasiwi,
2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia pada tahun 2009 tentang perilaku seksual pranikah di empat kota besar di
Indonesia (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan) menunjukkan bahwa 35,9%
responden memiliki teman yang pernah melakukan hubungan seksual sebelum
menikah, dan 6,9% responden pernah melakukan hubungan seksual (Primasiwi,
2013). Penelitian lain yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI,
2012) mengenai kesehatan reproduksi remaja, remaja Indonesia pertama kali
berpacaran pada usia 12 tahun, pada usia ini 92% remaja berpegangan tangan saat
berpacaran, 82% berciuman, dan 62% remaja melakukan petting. Berdasarkan datadata di atas dapat dikatakan bahwa persentase remaja yang melakukan seksual
pranikah tergolong tinggi.
Perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja dapat menimbulkan
beberapa dampak buruk. Nenggala (2006) mengatakan bahwa remaja yang
melakukan perilaku seksual pranikah berisiko tinggi terhadap kerusakan-kerusakan
organ-organ seksual, dan rentan terhadap penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS,
gonorrhea, penyakit herpes kelamin, sifilis, dan chylamindia. Soetjiningsih (2008)
menambahkan, dampak dari perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja
tidak hanya berdampak secara biologis, tetapi perilaku seksual pranikah juga memiliki
dampak secara psikologis, dampak-dampak tersebut antara lain adalah perasaan
bersalah atau perasaan berdosa, penyesalan, self-respect yang rendah, emosi negatif
148
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
terkait dengan kehamilan yang tidak diinginkan, melakukan tindakan aborsi, dan
rentan terhadap penyakit menular seksual.
Perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja dapat dipengaruhi oleh
berbagai hal. Menurut Santrock (2010) perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh
remaja dipengaruhi oleh adanya perubahan pada fisik yang semakin matang termasuk
organ-organ reproduksi dan seksual sehingga memunculkan minat seksual. Nenggala
(2006) perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu, pemahaman tentang nilai-nilai agama, belum adanya
pendidikan seks secara formal di sekolah, pengaruh teman dan lingkungan secara
umum, penyebaran informasi yang merangsang minat seksual melalui berbagai media
(DVD, internet, dan lain-lain), penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya). Menurut Sarwono (2011) kemungkinan remaja untuk melakukan
perilaku seksual pranikah dapat dikurangi dengan adanya mekanisme kontrol sosial
seperti religiusitas yang memiliki peran dalam pembentukan sikap dan perilaku.
Menurut Mangunwidjaja (dalam Andisti & Ritandiyono, 2008) religiusitas berbeda
dengan agama dan kedua hal ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
agama adalah suatu bentuk kelembagaan yang mengatur tentang tata cara
penyembahan kepada Tuhan, sedangkan religiusitas merupakan dimensi kualitas dari
manusia yang beragama yang tercermin dalam keyakinan, pemahaman, pengalaman
dan perilaku dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Nilai- nilai keagamaan yang
diyakini oleh remaja dapat mengurangi kemungkinan remaja dalam berperilaku
seksual pranikah, sehingga perilaku seksual dilakukan sesuai dengan nilai-nilai
keagamaan yang diyakini (Astuti, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Andisti dan Ritandiyono (2008) terhadap remaja
mengenai hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang negatif pada kedua variabel, yaitu religiusitas dan perilaku
seksual pranikah pada remaja. Hal ini berarti semakin tinggi religiusitas maka akan
semakin rendah perilaku seksual pranikah pada remaja, atau dengan kata lain
semakin rendah religiusitas maka akan semakin tinggi perilaku seksual pranikah pada
remaja. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan hasil penelitian lain yang dilakukan
oleh Khairunnisa (2013), hal penelitian tersebut menunjukkan hal yang sama, yakni
terdapat hubungan yang negatif antara kedua variabel yaitu religiusitas dan perilaku
seksual pranikah.
149
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dijelaskan di atas, diketahui bahwa
terdapat hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja.
Hal ini berbeda dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 24
Februari 2014 terhadap delapan orang remaja yang terdiri dari empat orang remaja
laki-laki dan empat orang remaja perempuan di Jakarta. Hasil wawancara yang telah
dilakukan dengan delapan orang remaja tersebut disimpulkan bahwa remaja tetap
melakukan hubungan seksual pranikah, walaupun remaja tersebut menjalankan
norma-norma agama secara rutin dan mengetahui bahwa perilaku seksual yang
dilakukan di luar pernikahan yang sah adalah perbuatan yang bertentangan dengan
norma-norma agama.
Selain religiusitas, terdapat pula konformitas yang memiliki keterikatan dengan
perilaku seksual pranikah. Berdasarkan pada hasil wawancara yang telah dilakukan
dengan delapan orang remaja tersebut diketahui bahwa remaja melakukan hubungan
seksual pranikah karena didasari oleh pengaruh teman sebaya, sebagai upaya untuk
menyeragamkan diri agar diterima oleh teman-temannya. Hal tersebut diperkuat oleh
penelitian yang dilakukan oleh Soetjiningsih (2008) yang mengatakan bahwa salah
satu faktor yang menyebabkan perilaku seksual pranikah adalah adanya pengaruh
dari teman sebaya atau kelompok.
Upaya yang dilakukan oleh remaja untuk menyeragamkan diri dengan kelompok
sebagai suatu proses untuk beradaptasi disebut juga dengan konformitas, konformitas
adalah suatu proses individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan atau
kelompok tertentu yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan perilaku yang
disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam kelompok (Myers, 2012). Pada
remaja, konformitas terjadi karena adanya perkembangan sosial melalui dua proses
yaitu remaja mulai memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman-teman
sebaya. Menurut Santrock (2008), tekanan-tekanan untuk berkonformitas pada temanteman sebaya cenderung lebih kuat pada masa remaja. Hal ini dikarenakan kuatnya
keinginan remaja untuk diterima dan selalu berada dalam kelompoknya. Kuatnya
konformitas pada remaja tidak hanya berdampak baik, Sarwono (2011) mengatakan
bahwa kuatnya konformitas pada remaja juga mengakibatkan munculnya perilakuperilaku buruk pada remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Cynthia (2007) terhadap remaja yang berusia 1719 tahun, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konformitas dengan perilaku
150
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
seksual pranikah. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa semakin tinggi
konformitas pada remaja, maka akan semakin tinggi perilaku seksual pranikah pada
remaja. Namun demikian penelitian lain yang dilakukan oleh Pratiwi (2008)
menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara perilaku seksual
pranikah dengan konformitas pada remaja. Penelitian ini juga diperkuat dengan
penelitian lain yang dilakukan oleh Yumna dan Astuti (2009) yang mengatakan bahwa
tinggi atau rendahnya tingkat konformitas pada remaja tidak memengaruhi perilaku
seksual pranikah pada remaja.
Berdasarkan pada penjelasan di atas, diketahui bahwa terdapat korelasi atau
hubungan yang negatif antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi religiusitas, maka akan semakin rendah perilaku
seksual pranikah. Sebaliknya semakin rendah religiusitas maka akan semakin tinggi
perilaku seksual pranikah. Namun demikian, hasil penelitian yang telah dilakukan tidak
sesuai hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti seperti yang telah dijelaskan
di atas. Hasil wawancara singkat yang dilakukan dengan remaja menunjukkan bahwa
selain religiusitas, variabel lain yang memiliki kontribusi dalam memprediksikan
perilaku seksual pranikah pada remaja adalah konformitas. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian yang telah dilakukan bahwa konformitas berkorelasi positif dengan perilaku
seksual pranikah. Namun demikian, terdapat hasil penelitian lain yang menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara konformitas dengan perilaku seksual pranikah,
sehingga peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai peranan kedua variabel
bebas tersebut yaitu religiusitas dan konformitas dalam memprediksikan sikap
terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja.
Sikap terhadap perilaku seksual pranikah
Thurstone
(dalam
Azwar,
2007) mendefinisikan
sikap
sebagai
tingkat
kecenderungan yang bersifat positif atau negatif terkait dengan objek psikologi. Azwar
(2007) mendefinisikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan yang
mendukung ataupun tidak mendukung terhadap suatu obyek psikologi tersebut.
Sarwono (2011) menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh pria dan wanita di luar
perkawinan yang sah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap
terhadap perilaku seksual pranikah adalah kecederungan atau reaksi perasaan yang
151
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
mendukung ataupun tidak mendukung terhadap tindakan yang didasari oleh dorongan
dalam diri untuk mencapai kesenangan seksual yang dilakukan di luar perkawinan
yang sah.
Menurut Hudson (dalam Fisher, Davis, Yarber, & Davis, 2010) dimensi sikap
remaja terhadap perilaku seksualitas pranikah memiliki empat dimensi, yaitu: (a)
dimensi biologis merupakan dimensi yang berkaitan dengan berfungsinya organ
reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjaga atau merawat kesehatan
reproduksi, memfungsikan secara optimal pengetahuan mengenai
bahayanya
melakukan seks bebas. Dimensi biologis ini berkaitan dengan perilaku seksualitas
bebas yang meliputi kissing, necking, petting dan intercourse; (b) dimensi psikologis
berhubungan dengan permasalahan perasaan seseorang. Remaja
melakukan
hubungan seks pranikah dikarenakan dua alasan yaitu: atas dasar saling mencintai,
melakukan hubungan seksualitas bebas sebagai pencurahan kasih sayang. Atas
dasar pemuas nafsu dan kebutuhan materi; (c) dimensi moral mencakup anggapan
dari seorang individu terhadap hubungan seks bebas, misalnya anggapan bahwa
suatu hubungan seks bebas itu merupakan hubungan yang normal, tidak normal,
wajar, tidak wajar, boleh, tidak boleh, ataupun baik, tidak baik menurut masing-masing
individu; (d) dimensi sosial adalah dimensi yang melihat bagaimana seksualitas
muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan
tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi
seksualitas dalam kehidupan manusia. Pada dimensi sosial juga dijelaskan bahwa
perilaku seksual dipengaruhi oleh adanya norma lingkungan, dan peraturan adat yang
menentukan apakah perilaku seksual dapat diterima atau ditolak berdasarkan pada
budaya yang ada.
Religiusitas
Gorsuch dan Rokeach (dalam Imelda, 2009) menyatakan bahwa pengertian
religiusitas selalu dihubungkan dengan ketaatan dan kepercayaan individu pada
agamanya. Namun perlu dibedakan antara agama dengan religiusitas, Stark dan
Glock (1968) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem
nilai, dan sistem perilaku yang terlembaga. Sedangkan religiusitas menunjuk pada
dimensi religi yang telah dihayati oleh individu. Narwoko dan Suryanto (2007)
mendefinisikan religiusitas secara umum adalah sistem yang mengatur hubungan
152
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
manusia dengan lingkungan, hubungan dengan sesama manusia, dan hubungan
manusia dan Tuhan. Sedangkan religiusitas secara khusus adalah sistem keyakinan
individu yang tercermin dalam tindakan untuk merespon dan menginterpretasikan hal
yang diyakini sebagai suatu yang gaib dan suci. Berdasarkan definisi menurut para
ahli yang telah dijelaskan di atas, disimpulkan bahwa religiusitas adalah tingkat
keyakinan seseorang terhadap suatu agama yang tergambarkan dalam keyakinan,
pengalaman, dan perilaku yang mengarah kepada kualitas seseorang dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
Stark dan Glock (1968) menyatakan bahwa religiusitas dapat terlihat dari lima
dimensi, yaitu: (a) dimensi ideologi mengacu kepada tingkatan sejauh mana keyakinan
dan kepercayaan individu mengakui kebenaran dan menerima hal-hal yang bersifat
religius atau dogmatis, misalnya apakah orang tersebut mempercayai adanya Tuhan,
surga, neraka, dan sebagainya; (b) dimensi peribadatan mengacu kepada tingkatan
sejauh mana individu melakukan kewajiban ritual di dalam agamanya. Ritual
keagamaan yang dilakukan dapat berupa perilaku penyembahan, berdoa, dan hal-hal
yang dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianut; (c)
dimensi pengalaman berkaitan dengan perasaan-perasaan dan penghayatan atau
pengalaman pribadi kepada Tuhan yang pernah dirasakan dan dialami. Hal ini
terwujud dalam perasaan bersyukur kepada Tuhan, perasaan bahwa doanya sering
terkabul, perasaan dekat dengan Tuhan pada saat berdoa; (d) dimensi pengetahuan
dan pemahaman adalah tingkatan sejauh mana individu mengetahui tentang ajaran
agamanya, pengetahuan menjadi landasan terhadap agama yang dianut oleh individu.
Hal ini berhubungan dengan pengetahuan mengenai kitab suci, pokok-pokok ajaran
agama yang harus diimani dan dilaksanakan; (e) dimensi konsekuensi adalah dimensi
yang mengacu pada sejauh mana perilaku individu dipengaruhi oleh ajaran agamanya
di dalam kehidupannya.
Konformitas
Myers (2012) mendefinisikan konformitas sebagai suatu perilaku baru yang
dilakukan oleh seseorang dan berbeda dari perilaku-perilaku yang dilakukan
sebelumnya. Konformitas tidak hanya terkait dengan perubahan-perubahan perilaku
yang dialami oleh seseorang, konformitas juga terkait dengan perubahan proses
berpikir seseorang yang dilakukan agar selaras dengan orang lain, kelompok, maupun
153
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
norma-norma sosial yang berlaku. Sarwono dan Meinarno (2009) menambahkan
bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan seseorang yang
dikarenakan oleh adanya tekanan dari kelompok. Berdasarkan definisi yang telah
dijelaskan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa konformitas merupakan suatu
perubahan pada perilaku atau kepercayaan yang dialami oleh seseorang karena
adanya tekanan dari dalam kelompok, dan agar individu tersebut dapat berperilaku
sesuai dengan yang dilakukan oleh orang lain, kelompok, dan norma-norma yang
berlaku.
Menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2009) mengungkapkan bahwa konformitas
yang terjadi pada remaja dapat dilihat melalui tiga dimensi, yaitu: (a) dimensi
kekompakan yang terjadi dalam suatu kelompok ini terjadi karena adanya perasaan
suka terhadap anggota kelompok lain, memiliki minat terhadap suatu objek yang
sama, serta memiliki tujuan yang sama dengan anggota kelompok yang lainnya; (b)
dimensi kesepakatan merupakan dimensi yang terkait dengan pendapat anggota
kelompok yang dianggap lebih memiliki wewenang dianggap sebagai acuan yang
memberikan tekanan yang kuat pada anggota kelompoknya sehingga remaja harus
menyesuaikan
pendapatnya
dengan anggota kelompok lain yang dianggap lebih
memiliki wewenang; (c) dimensi ketaatan adalah dimensi yang mengacu pada tekanan
atau tuntutan dalam suatu kelompok yang menuntut remaja untuk melakukan segala
tindakan yang diinginkan oleh kelompoknya, walaupun secara pribadi tindakan
tersebut tidak diinginkan.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian
kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Cluster Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja yang bertempat
tinggal di Jakarta Selatan dengan karakteristik sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah remaja dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang
bersekolah maupun tidak bersekolah dengan rentang usia 13 - 22 tahun.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan tiga buah skala, yaitu skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah,
skala religiusitas, dan skala konformitas yang disusun sesuai dengan skala likert.
Skala likert adalah skala yang disusun untuk mengungkap sikap setuju dan tidak
154
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
setuju, pro dan kontra, positif dan negatif terhadap suatu obyek (Azwar, 2012). Ketiga
skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarpan pada empat pilihan
jawaban yaitu: sangat tidak setuju (STS); tidak setuju (TS); setuju (S); sangat setuju
(SS).
Teknik yang digunakan dalam melakukan analisa data yang diperoleh adalah
dengan menggunakan metode regresi linear karena penelitian ini bertujuan untuk
melihat pengaruh antara dua variabel bebas yaitu religiusitas dan konformitas sebagai
prediktor dari variabel terikat yaitu perilaku seksual pranikah. Adapun langkah-langkah
dalam analisis data adalah sebagai berikut:
a. Menguji normalitas data dengan teknik perhitungan Kolmogorov Smirnov-Z.
b. Menguji linearitas data dengan teknik perhitungan Anova atau Uji F.
c. Menganalisis data menggunakan teknik perhitungan regression linear dalam SPSS
16
Hasil Penelitian
Gambaran subjek penelitian
Secara umum subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan
rentang usia 16 - 18 tahun yang berada di Jakarta Selatan. Secara keseluruhan
responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini sebanyakan 123 orang, subjek
terdiri dari 30 orang remaja untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas, dan 93 orang
remaja yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Secara keseluruhan subyek berjum
93 orang yang terdiri dari 41 orang remaja laki- laki (44,1%) dan 52 orang perempuan
(55,9%). Rentang usia subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 16 – 18 tahun
yang terdiri dari 14 orang subjek berusia 16 tahun (15,1%), 39 subjek berusia 17 tahun
(41,9%), 40 orang subjek berusia 18 tahun (43%). Berdasarkan data tersebut remaja
yang banyak terlibat sebagai subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia
18 tahun.
Uji validitas dan reliabilitas
Perhitungan validitas skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah dilakukan
dengan menggunakan Alpha Cronbach melalui SPSS 16. Nilai validitas ditentukan
berdasarkan pada tabel item-total correlation dan didapatkan 10 aitem terbuang dari
33 aitem, sehingga hanya terdapat 23 aitem dalam skala sikap terhadap perilaku
155
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
seksual pranikah yang digunakan dalam pengambilan data. Hasil uji reliabilitas dengan
menggunakan Alpha Cronbach pada skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah
setelah 10 aitem tereliminasi didapatkan hasil sebesar 0,893. Dengan demikian skala
sikap terhadap perilaku seksual pranikah dapat dikatakan reliabel.
Perhitungan validitas skala religiusitas dilakukan dengan menggunakan Alpha
Cronbach melalui SPSS 16. Nilai validitas ditentukan berdasarkan nilai-nilai pada
kolom item- total correlation dan didapatkan delapan aitem terbuang dari 31 aitem,
sehingga hanya terdapat 23 aitem dalam skala religiusitas yang digunakan dalam
pengambilan data. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach pada
skala religiusitas setelah delapan aitem tereliminasi didapatkan hasil sebesar 0,903
dengan demikian skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah dapat dikatakan
reliabel.
Perhitungan validitas skala konformitas dilakukan dengan menggunakan Alpha
Cronbach melalui SPSS 16. Nilai validitas ditentukan berdasarkan nilai-nilai pada
kolom item- total correlation dan didapatkan sembilan aitem terbuang dari 31 aitem,
sehingga hanya terdapat 22 aitem dalam skala religiusitas yang digunakan dalam
pengambilan data. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach pada
skala konformitas setelah sembilan aitem tereliminasi didapatkan hasil sebesar 0,919
dengan demikian skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah dapat dikatakan
reliabel.
Uji normalitas
Uji dilakukan untuk mengetahui distribusi data tergolong normal atau tidak
normal, dengan signifikansi (>0,05) maka data tersebut berdistribusi normal. Teknik
yang digunakan untuk menguji normalitas dalam penelitian ini adalah Kolmogorovsmirnov Z pada skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah, skala religiusitas, dan
skala konformitas.
Pada skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah didapatkan hasil koefisien
sebesar 0,305 dengan signifikansi (p >0,05), pada skala religiusitas didapatkan hasil
koefisien sebesar 0,555 dengan signifikansi (p >0,05), pada skala konformitas
didapatkan hasil koefisien sebesar 0,403 dengan signifikansi (p >0,05), dengan
demikian penyebaran data ketiga skala tersebut pada sampel yang digunakan dalam
penelitian ini berdistribusi normal dengan populasinya.
156
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
Tabel 1
Uji Linearitas Data Penelitian
Variabel
Sikap terhadap perilaku seksual
pranikah*konformitas
Sikap terhadap perilaku seksual
pranikah*religiusitas
df
Mean Square
F
Sig
1
1130,521
36,224
< 0,01
1
826,819
24,461
< 0,01
Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa kedua variabel bebas yaitu
religiusitas dan konformitas memiliki linieritas dengan variabel sikap terhadap perilaku
seksual pranikah. Hal tersebut terlihat dari nilai nilai probabilitas (<0,05) yang
menunjukkan bahwa adanya linieritas pada kedua variabel bebas dan variabel terikat.
Koefisien regresi
Koefisien regresi menunjukkan ada atau tidaknya pengaruh dari suatu variabel
terhadap variabel yang lainnya. Melalui pengujian tersebut, peneliti bertujuan untuk
mengetahui pengaruh dari variabel religiusitas dan konformitas terhadap sikap
terhadap perilaku seksual pranikah. Nilai signifikansi variabel konformitas (p < 0,05).
Hal tersebut menandakan bahwa koefisien regresi signifikan pada
variabel
konformitas. Namun demikian, hal tersebut tidak terjadi pada variabel religiusitas yang
mendapatkan nilai signifikansi sebesar 0,099 (p > 0,05).
Koefisien determinasi
Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa koefisien dari Adjusted R
Square sebesar 0,285 yang menunjukkan bahwa 27,7% sikap terhadap perilaku
seksual pranikah diprediksikan oleh variabel religiusitas dan konformitas, sedangkan
72,3% sikap terhadap perilaku seksual pranikah diprediksikan oleh variabel-variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Nilai dari F hitung sebesar 36,293 dengan
signifikansi (p<0,01) menunjukkan bahwa religiusitas dan konformitas secara
bersama-sama berpengaruh pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Dengan
demikian melalui pengujian hipotesis H0 ditolak, dan dapat disimpulkan religiusitas dan
konformitas bersama-sama memengaruhi sikap terhadap perilaku seksual pranikah.
157
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan religiusitas dan konformitas
dalam memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja.
Setelah dilakukannya pengujian hipotesis didapatkan (R= 0,534) dengan nilai (F=
36,293) dan signifikansi (p ≤ 0,01) yang menunjukkan bahwa H0 ditolak. Berdasarkan
hal tersebut diketahui bahwa kedua variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu
religiusitas dan konformitas bersama-sama memengaruhi sikap terhadap perilaku
seksual pranikah pada remaja. Peranan religiusitas dan konformitas dalam
memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah sebesar 27,7%, sedangkan
72,3% sikap terhadap perilaku seksual pranikah diprediksikan oleh variabel-variabel
lain di luar penelitian ini.
Hasil analisis dengan menggunakan partial correlation pada variabel religiusitas
dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja, didapatkan (R= 0,173)
dengan nilai (t= 1,667) dan signifikansi (p= 0,099 > 0,05). Hal tersebut menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual
pranikah pada remaja. Hal tersebut terjadi karena remaja lebih cenderung
menjalankan ritual-ritual agama seperti beribadah dan berdoa akan tetapi remaja tidak
meyakini dan menghayati ajaran-ajaran dalam agamanya. Hal tersebut tergambar dari
mean pada dimensi peribadatan (M= 22,02) yang tergolong dalam kategori tinggi,
sedangkan mean pada dimensi ideologi (M=11,84) yang tergolong dalam kategori
sedang. Hasil penelitian Darmasih (2009) menunjukkan bahwa perilaku seksual
pranikah pada remaja lebih dipengaruhi oleh adanya penghayatan dan pemahaman
tentang nilai-nilai dalam beragama, sehingga remaja yang memiliki penghayatan
terkait dengan nilai-nilai keagamaan yang baik akan cenderung berperilaku sesuai
dengan yang
dihayati
dan dipahaminya. Hasil penelitian Widyastuti
(2009)
menunjukkan hasil yang serupa, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara ritual keagamaan dengan sikap remaja terhadap perilaku
seksual pranikah.
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara
religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah, terjadi karena remaja
cenderung memisahkan antara religiusitas dan kehidupan sosial seperti perilaku
seksual pranikah. Hal ini tergambar dari hasil wawancara yang dilakukan dengan
subjek penelitian yang menyatakan bahwa subjek lebih cenderung memiliki persepsi
158
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
mengenai religiusitas sebagai kualitas individu dalam beragama yang tidak terkait
dengan kehidupan sosialnya. Di sisi lain, subjek mempersepsikan perilaku seksual
pranikah sebagai bagian dari kehidupan sosial, sehingga perilaku tersebut muncul
karena adanya tuntutan dari lingkungan terkait dengan peran sosial dimana remaja
tersebut berada. Dengan demikian, remaja yang tinggal di lingkungan yang cenderung
permisif terhadap perilaku seksual pranikah, akan membentuk perilaku atau sikap
yang sama sesuai dengan lingkungannya tersebut.
Munculnya dua persepsi yang berbeda pada remaja terkait dengan religiusitas
dan perilaku seksual yang dianggap sebagai bagian dari aspek sosial, dapat
dikarenakan oleh adanya pertukaran budaya yang terjadi di lingkungan remaja.
Adanya pertukaran budaya yang terjadi di lingkungan remaja tersebut menyebabkan
munculnya budaya-budaya baru yang kemudian diadopsi, sehingga berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku remaja seperti perubahan dalam bentuk solidaritas.
Perubahan dalam bentuk solidaritas ini ditandai dengan hilangnya rasa kepedulian
terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat yang berpengaruh terhadap
perilaku remaja itu sendiri. Hal ini juga menyebabkan terpisahnya kontrol sosial seperti
religiusitas dengan aspek-aspek kehidupan lainnya (Laksmiwati, 2004).
Pada variabel konformitas dan variabel sikap terhadap perilaku seksual hasil
analisis dengan menggunakan partial correlation, didapatkan bahwa (R= 0,534)
dengan nilai (t= 6,024) dan signifikansi (p< 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa,
terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas dan sikap terhadap perilaku
seksual pranikah pada remaja. Kontribusi yang diberikan variabel konformitas dalam
memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah sebesar 53,4%
ketika variabel religiusitas dikontrol. Arah hubungan yang positif pada kedua variabel
menunjukkan bahwa semakin tinggi konformitas maka akan semakin tinggi pula sikap
terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Hubungan yang terjadi pada kedua
variabel tersebut terjadi karena remaja lebih cenderung menaati tuntutan yang ada
dalam lingkungannya, sehingga perilaku-perilaku yang dilakukan oleh remaja adalah
perilaku yang sesuai dengan lingkungannya tersebut. Hal ini terlihat dari dimensi
ketaatan pada variabel konformitas yang mendapatkan mean sebesar 25,79 dan mean
pada dimensi ketaatan berada pada kategori tinggi.
Dimensi ketaatan adalah adanya tekanan atau tuntutan dalam suatu kelompok
yang membuat remaja melakukan segala tindakan yang diinginkan oleh kelompok,
159
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
walaupun secara pribadi tindakan tersebut tidak diinginkan (Taylor, Peplau, & Sears,
2009). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja
merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan dari luar dirinya yang
menuntut remaja untuk berperilaku demikian. Hasil wawancara singkat yang dilakukan
dengan subjek penelitian menunjukkan bahwa remaja yang melakukan perilaku
seksual pranikah dikarenakan oleh adanya tuntutan dari teman sebaya dalam bentuk
pergaulan sehari-hari. Hal ini berhubungan dengan dimensi sosial dari variabel sikap
terhadap perilaku seksual pranikah yang mendapatkan mean (19,68) yang tergolong
pada ketegori tinggi. Hudson (dalam Fisher et al., 2010) mengatakan bahwa dimensi
sosial adalah dimensi yang terkait dengan persepsi remaja terkait mengenai hubungan
seksual pranikah adalah hal yang muncul dalam relasi antar manusia, dan bagaimana
seseorang menyesuaikan dirinya dengan tuntutan peran dari lingkungannya.
Adanya peranan dari luar diri remaja yang menuntut remaja untuk menyesuaikan
diri dengan tuntutan peran dari lingkungannya secara tidak langsung juga membentuk
persepsi dalam diri remaja itu sendiri. Dengan kata lain, remaja yang bersikap permisif
terhadap perilaku seksual pranikah juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Laksmiwati (2004) yang menunjukkan bahwa perilaku
seksual pranikah pada remaja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor eksternal dan
internal. Faktor eksternal merupakan faktor di luar diri remaja yang memengaruhi sikap
terhadap perilaku seksual pranikah seperti teman sebaya, orangtua, dan guru,
sedangkan faktor internal merupakan faktor dari dalam diri remaja yang cenderung
permisif terhadap perilaku seksual pranikah, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sikap
permisif yang dimiliki oleh remaja terkait dengan perilaku seksual pranikah juga dapat
dipengaruhi oleh lingkungannya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa, remaja yang melakukan hubungan seksual
adalah remaja yang berkonformitas dengan lingkungannya. Berdasarkan hasil
pernyataan subjek ketika pengambilan data menunjukkan bahwa konformitas pada
remaja terjadi karena adanya rasa takut dan khawatir untuk melakukan reaktansi. Hal
ini diperkuat juga dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mean (M= 3,31).
Pada aitem satu dari skala konformitas yang menggambarkan bahwa remaja
cenderung memiliki rasa takut untuk melakukan hal yang berbeda dengan teman
sebaya dan lingkungannya, sehingga perilaku seksual pranikah pada remaja adalah
perilaku-perilaku yang sesuai dengan lingkungannya, atau dengan kata lain remaja
160
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
pada lingkungan yang sama adalah remaja-remaja yang bersikap permisif terhadap
perilaku seksual pranikah atau remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah.
Berdasarkan penjelasan di atas, dalam memprediksikan sikap terhadap perilaku
seksual pranikah, variabel konformitas memiliki kontribusi yang lebih besar
dibandingkan
dengan
variabel
religiusitas
yang
tidak
berkontribusi
dalam
memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Kontribusi
yang diberikan oleh variabel konformitas adalah sebesar 53,4% ketika variabel
religiusitas dikontrol. Ketika variabel konformitas memprediksikan sikap terhadap
perilaku seksual pranikah tanpa adanya kontrol pada variabel religiusitas, atau dengan
kata lain ketika kedua variabel tersebut bersama-sama memengaruhi sikap terhadap
perilaku seksual pranikah, kontribusi yang diberikan oleh kedua variabel tersebut
hanya sebesar 27,7% yang cenderung kecil, sedangkan 72.3% sikap terhadap
perilaku seksual pranikah diprediksikan oleh variabel-variabel lain di luar penelitian ini.
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan subjek menunjukkan bahwa variabelvariabel lain yang memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah:
(a) rasa ingin tahu terhadap seksual pranikah; (b) perubahan hormonal pada organorgan reproduksi; (c) kurangnya pengawasan dari orangtua remaja itu sendiri.
Variabel-variabel di luar penelitian ini yang didapatkan oleh peneliti sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Sarwono (2011) yaitu faktor-faktor yang memengaruhi sikap
terhadap perilaku seksual pranikah adalah perubahan hormonal yang meningkatkan
libido seksualitas, penyebaran informasi yang merangsang dorongan seksual melalui
media massa, orangtua yang memiliki sikap tabu terhadap pembicaraan seks dengan
anak, dan pergaulan yang bebas. Munculnya beberapa variabel-variabel lain di luar
penelitian ini, memengaruhi kontribusi dari variabel religiusitas dan konformitas dalam
memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja, sehingga
kontribusi kedua variabel bebas ini hanya sebesar 27,7%.
Pada dimensi moral dari variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah
didapatkan mean (M= 13,76) yang tergolong dalam kategori sedang jika dibandingkan
dengan dimensi-dimensi lain. Dimensi moral menurut Hudson adalah persepsi atau
anggapan seorang individu terhadap perilaku seks pranikah, anggapan tersebut
seperti perilaku seks pranikah merupakan hal yang normal, tidak normal, wajar, tidak
wajar, boleh, tidak boleh, maupun baik, tidak baik menurut masing-masing individu.
Dimensi moral pada variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah, lebih
161
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
menekankan pada perilaku seksual pranikah dari sudut pandang individu tanpa
melihat sudut pandang sosial dimana individu tersebut berada. Mean yang didapatkan
dari dimensi moral yang rendah tersebut menunjukkan bahwa, secara pribadi remaja
cenderung bersikap negatif terhadap perilaku seksual pranikah, dan mempersepsikan
perilaku seksual pranikah adalah sebagai hal yang dianggap tidak wajar atau tidak
baik dilakukan. Namun demikian, persepsi yang dimiliki oleh remaja ini tidak memiliki
pengaruh terhadap perilakunya, sehingga walaupun remaja cenderung bersikap
negatif terhadap perilaku seksual pranikah akan tetap berperilaku seksual pranikah.
Hal tersebut tergambar dari dimensi-dimensi lain variabel sikap terhadap perilaku
seksual pranikah pada remaja.
Pada dimensi psikologis dari variabel sikap terhadap perilaku seksual prani kah,
didapatkan mean sebesar (M= 28,01) yang tergolong dalam kategori tinggi. Menurut
Hudson dimensi psikologis adalah dimensi yang berhubungan dengan afeksi
seseorang. Pada dimensi psikologis dijelaskan bahwa remaja yang melakukan
hubungan seksual didasari oleh perasaan saling mencintai sebagai bentuk dalam
mengekspresikan perasaan, dan cara untuk memenuhi
kebutuhan jasmani (dalam
Fisher et al., 2010). Pada subjek penelitian terlihat bahwa subjek memiliki sikap yang
cenderung positif terhadap perilaku seksual pranikah selama dilakukan oleh pasangan
yang saling mencintai, subjek juga menganggap bahwa perilaku seksual pranikah
adalah suatu dorongan dari dalam diri dan suatu cara untuk mengekspresikan
perasaan terhadap pasangannya.
Selain dimensi psikologis, pada dimensi sosial didapatkan mean (M= 19.68) yang
termasuk dalam kategori tinggi. Menurut Hudson dimensi sosial terkait dengan
persepsi atau anggapan seseorang terhadap hubungan seksual adalah hal yang
muncul dalam relasi antar manusia, dan bagaimana seseorang menyesuaikan diri
dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial. Hal ini terkait dengan bagaimana peran
seorang
individu
dalam
lingkungannya
dan
bagaimana
individu
tersebut
menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada dalam lingkungan individu tersebut.
Mean pada dimensi sosial yang didapatkan menunjukkan bahwa remaja cenderung
menganggap perilaku seksual adalah hal yang terkait dengan pemenuhan atas
tuntutan dari lingkungan sosialnya terhadap suatu perilaku tertentu. Remaja yang
berada dalam lingkungan sosial dengan tingkat perilaku seksual yang tinggi seperti di
kota-kota besar akan cenderung melakukan perilaku yang sama dengan yang
162
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
dilakukan oleh kelompok yang ada di lingkungannya tersebut. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2009 tentang
perilaku seksual pranikah di empat kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan
Medan), menunjukkan bahwa 35,9% responden memiliki teman yang pernah
melakukan hubungan seksual pranikah, dan 6,9% responden pernah melakukan
hubungan seksual pranikah (Primasiwi, 2013). Adanya tuntutan peran dalam
lingkungan sosial remaja cenderung menimbulkan perilaku tertentu yang sesuai
dengan lingkungannya, dengan kata lain remaja yang berperilaku sesuai dengan
tuntutan dalam lingkungannya tersebut adalah remaja yang berkonformitas seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Berdasarkan pada penjelasan di atas diketahui bahwa remaja membentuk nilai nilai dari dalam dirinya yang terkait dengan religiusitas, konformitas, dan sikap
terhadap perilaku seksual pranikah. Subyek memiliki anggapan bahwa religiusitas
adalah hal yang terkait dengan kualitas individu dalam menjalani kehidupan beragama
seperti beribadah dan berdoa, sedangkan konformitas dan perilaku seksual pranikah
adalah hal yang terkait dengan dimensi kehidupan sosial dan interaksi dengan
lingkungan. Dengan demikian dapat diketahui mengapa peranan religiusitas dan
konformitas hanya memiliki kontribusi sebesar 27,7% yang cenderung kecil dalam
memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja.
Daftar Pustaka
Andisti, A. M., & Ritandiyono. (2008). Religiusitas dan perilaku seks bebas pada
dewasa awal. Jurnal Ilmiah Psikologi, 1(2), 170-176.
Astuti, S. (2011). Hubungan antara religiusitas dan perilaku seksual pranikah pada
remaja yang beragama Islam. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Azwar, S. (2007). Sikap manusia teori dan pengukurannya (Ed.2). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Cynthia, T. (2007). Konformitas kelompok dan perilaku seks bebas pada remaja.
Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma.
Darmasih, R. (2009). Faktor yang memengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja
SMA di Surakarta. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Muhammadiah
Surakarta, Surakarta.
Desmita. (2005). Psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fisher, T. D., Davis, C. M., Yarber, W. L., & Davis, S. L. (2010). Handbook of sexualityrelated measures. New York: Routledge.
Imelda, N. W. (2009). Perbedaan tahap perkembangan moral PSK dalam pengambilan
keputusan aborsi ditinjau dari religiusitas. (Skripsi tidak dipublikasikan).
Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta.
163
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
Iswarati., Rachman, W. A., & Ibnu, I. F. (2013). Perilaku seks pranikah mahasiswa
pada sekolah tinggi manajemen dan ilmu komputer bina Bangsa Kendari. (Skripsi
tidak dipublikasikan). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Khairunnisa, A. (2013). Hubungan religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku seksual
pranikah remaja di MAN 1 Samarinda. Ejournal Psikologi, 1(2), 220-229.
Laksmiwati, I. A. A. (2004). Transformasi sosial dan perilaku reproduksi remaja. Jurnal
Studi Jender Srikandi, 3, (1), 1-11.
Myers, G. D. (2012). Psikologi sosial (Ed.10). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Narwoko J. Dwi., & Suryanto, B. (2007). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nenggala, A.K. (2006). Pendidikan jasmani olah raga dan kesehatan. Grafindo Media
Pratama: Bandung.
Pratiwi. J. (2008). Hubungan konformitas kelompok dengan sikap perilaku seksual
pranikah pada pelajar SMA Negeri di Depok. (Skripsi tidak dipublikasikan).
Universitas Indonesia, Depok.
Primasiwi, A. (2013, Februari 15). BKKBN diminta atasi seks bebas di kalangan
remaja. Suara Merdeka. Diunduh dari: http://www.suaramerdeka.com
Santrock. (2008). Life-span development (11th ed). New York: McGraw Hill.
Santrock. (2010). Adolescence (13th ed). New York: McGraw Hill.
Sarwono, S. W. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Sarwono, S.W., & Meinarno, E.A. (2009). Psikologi Sosial. Salemba Humanika:
Jakarta
Stark, R., & Glock, C. Y. (1968). American piety: the nature of religious commitment.
London: University of California Press.
Soetjiningsih, H. C. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
pranikah pada remaja. (Disertasi tidak dipublikasikan). Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Taylor, S.E., Peplau, L.A., & Sears, D.O. (2009). Psikologi Sosial (Ed.12). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Widyastusi, E.S.A. (2009). Personal dan sosial yang mempengaruhi sikap remaja
terhadap hubungan seks pranikah. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 4(2),
75-85.
Yumna, S.A., & Astusi, A. (2009). Perbedaan tingkat konformitas pria dan wanita
terhadap perilaku seksual pranikah. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas
Gunadarma, Depok.
164
Jurnal NOETIC Psychology
Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015
104
Download