Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH DITINJAU DARI RELIGIUSITAS DAN KONFORMITAS PADA REMAJA DI JAKARTA Bahrul Ulum1 Olivia Hadiwirawan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana-Jakarta Abstract. Attitudes toward premarital sexual behavior is the tendency of perception and reaction to the feeling that support an action that is based on the inner urge to achieve sexual satisfaction in unmarried, illegal, circumstances. Premarital sexual behavior can be controlled by the presence of social control and religious behavior. In addition, conformity is another factor. This study aimed to review the role of religious behavior and conformity to predict adolescences’ attitudes toward premarital sexual behavior in Jakarta by using a quantitative approach. The samples in this study were teenagers in South Jakarta, with cluster random sampling as a technique. For measurement this study used the scale of attitudes toward premarital sexual behavior, religiosity scale, and the scale of conformity. The results showed that religiosity and conformity can predict attitudes toward premarital sexual behavior (R = 0.534) with the value (F= 36.293) and significance (p = ≤ .01). Contributions made by religiosity and conformity in predicting attitudes toward premarital sexual behavior amounted to 27.7%, while 72.3% attitudes toward premarital sexual behavior predicted by other variables outside of this research. Keywords: attitudes toward premarital, adolescents, conformity, religiosity, unmarried sexual behavior Pendahuluan Remaja merupakan suatu proses transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang dialami oleh individu dan ditandai dengan adanya perubahan biologis, kognitif, emosi, dan sosial. Masa remaja dimulai ketika individu berusia 13 tahun dan berakhir pada usia 22 tahun (Santrock, 2010). Pada masa ini, remaja cenderung mengalami perubahan-perubahan pada fisik yang berlangsung dengan sangat cepat seperti matangnya organ-organ seksual dan reproduksi yang menyebabkan munculnya keingintahuan dan minat seksual pada remaja (Santrock, 2008). 1 Korespondensi artikel ini dapat [email protected] menghubungi: 147 [email protected] atau Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 Sarwono (2011) menjelaskan bahwa remaja sering kali melakukan perilaku menyimpang dari hukum maupun norma-norma yang berlaku di masyarakat. Salah satu perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja di Indonesia adalah perilaku seksual pranikah. Perilaku seksual pranikah adalah perilaku seksual yang dilakukan di luar perkawinan yang sah sebagai cara untuk melepaskan dorongan-dorongan seksual dari dalam diri, seperti berkencan intim, bercumbu mesra, dan melakukan kontak seksual (Desmita, 2005). Data menunjukkan ada sekitar 1% remaja perempuan berusia 15 - 21 tahun pernah melakukan hubungan seksual, dan 2,6% remaja laki-laki usia 15 - 21 tahun pernah melakukan hubungan seksual (Israwati, Rachman, & Ibnu, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa 63% remaja sudah pernah melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya dan 21% remaja pernah melakukan aborsi (Primasiwi, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2009 tentang perilaku seksual pranikah di empat kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan) menunjukkan bahwa 35,9% responden memiliki teman yang pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan 6,9% responden pernah melakukan hubungan seksual (Primasiwi, 2013). Penelitian lain yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2012) mengenai kesehatan reproduksi remaja, remaja Indonesia pertama kali berpacaran pada usia 12 tahun, pada usia ini 92% remaja berpegangan tangan saat berpacaran, 82% berciuman, dan 62% remaja melakukan petting. Berdasarkan datadata di atas dapat dikatakan bahwa persentase remaja yang melakukan seksual pranikah tergolong tinggi. Perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja dapat menimbulkan beberapa dampak buruk. Nenggala (2006) mengatakan bahwa remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah berisiko tinggi terhadap kerusakan-kerusakan organ-organ seksual, dan rentan terhadap penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS, gonorrhea, penyakit herpes kelamin, sifilis, dan chylamindia. Soetjiningsih (2008) menambahkan, dampak dari perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja tidak hanya berdampak secara biologis, tetapi perilaku seksual pranikah juga memiliki dampak secara psikologis, dampak-dampak tersebut antara lain adalah perasaan bersalah atau perasaan berdosa, penyesalan, self-respect yang rendah, emosi negatif 148 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 terkait dengan kehamilan yang tidak diinginkan, melakukan tindakan aborsi, dan rentan terhadap penyakit menular seksual. Perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Menurut Santrock (2010) perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja dipengaruhi oleh adanya perubahan pada fisik yang semakin matang termasuk organ-organ reproduksi dan seksual sehingga memunculkan minat seksual. Nenggala (2006) perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, pemahaman tentang nilai-nilai agama, belum adanya pendidikan seks secara formal di sekolah, pengaruh teman dan lingkungan secara umum, penyebaran informasi yang merangsang minat seksual melalui berbagai media (DVD, internet, dan lain-lain), penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya). Menurut Sarwono (2011) kemungkinan remaja untuk melakukan perilaku seksual pranikah dapat dikurangi dengan adanya mekanisme kontrol sosial seperti religiusitas yang memiliki peran dalam pembentukan sikap dan perilaku. Menurut Mangunwidjaja (dalam Andisti & Ritandiyono, 2008) religiusitas berbeda dengan agama dan kedua hal ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, agama adalah suatu bentuk kelembagaan yang mengatur tentang tata cara penyembahan kepada Tuhan, sedangkan religiusitas merupakan dimensi kualitas dari manusia yang beragama yang tercermin dalam keyakinan, pemahaman, pengalaman dan perilaku dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Nilai- nilai keagamaan yang diyakini oleh remaja dapat mengurangi kemungkinan remaja dalam berperilaku seksual pranikah, sehingga perilaku seksual dilakukan sesuai dengan nilai-nilai keagamaan yang diyakini (Astuti, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Andisti dan Ritandiyono (2008) terhadap remaja mengenai hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif pada kedua variabel, yaitu religiusitas dan perilaku seksual pranikah pada remaja. Hal ini berarti semakin tinggi religiusitas maka akan semakin rendah perilaku seksual pranikah pada remaja, atau dengan kata lain semakin rendah religiusitas maka akan semakin tinggi perilaku seksual pranikah pada remaja. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Khairunnisa (2013), hal penelitian tersebut menunjukkan hal yang sama, yakni terdapat hubungan yang negatif antara kedua variabel yaitu religiusitas dan perilaku seksual pranikah. 149 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dijelaskan di atas, diketahui bahwa terdapat hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja. Hal ini berbeda dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 24 Februari 2014 terhadap delapan orang remaja yang terdiri dari empat orang remaja laki-laki dan empat orang remaja perempuan di Jakarta. Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan delapan orang remaja tersebut disimpulkan bahwa remaja tetap melakukan hubungan seksual pranikah, walaupun remaja tersebut menjalankan norma-norma agama secara rutin dan mengetahui bahwa perilaku seksual yang dilakukan di luar pernikahan yang sah adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma agama. Selain religiusitas, terdapat pula konformitas yang memiliki keterikatan dengan perilaku seksual pranikah. Berdasarkan pada hasil wawancara yang telah dilakukan dengan delapan orang remaja tersebut diketahui bahwa remaja melakukan hubungan seksual pranikah karena didasari oleh pengaruh teman sebaya, sebagai upaya untuk menyeragamkan diri agar diterima oleh teman-temannya. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Soetjiningsih (2008) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan perilaku seksual pranikah adalah adanya pengaruh dari teman sebaya atau kelompok. Upaya yang dilakukan oleh remaja untuk menyeragamkan diri dengan kelompok sebagai suatu proses untuk beradaptasi disebut juga dengan konformitas, konformitas adalah suatu proses individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan atau kelompok tertentu yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan perilaku yang disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam kelompok (Myers, 2012). Pada remaja, konformitas terjadi karena adanya perkembangan sosial melalui dua proses yaitu remaja mulai memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman-teman sebaya. Menurut Santrock (2008), tekanan-tekanan untuk berkonformitas pada temanteman sebaya cenderung lebih kuat pada masa remaja. Hal ini dikarenakan kuatnya keinginan remaja untuk diterima dan selalu berada dalam kelompoknya. Kuatnya konformitas pada remaja tidak hanya berdampak baik, Sarwono (2011) mengatakan bahwa kuatnya konformitas pada remaja juga mengakibatkan munculnya perilakuperilaku buruk pada remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Cynthia (2007) terhadap remaja yang berusia 1719 tahun, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konformitas dengan perilaku 150 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 seksual pranikah. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konformitas pada remaja, maka akan semakin tinggi perilaku seksual pranikah pada remaja. Namun demikian penelitian lain yang dilakukan oleh Pratiwi (2008) menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara perilaku seksual pranikah dengan konformitas pada remaja. Penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Yumna dan Astuti (2009) yang mengatakan bahwa tinggi atau rendahnya tingkat konformitas pada remaja tidak memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja. Berdasarkan pada penjelasan di atas, diketahui bahwa terdapat korelasi atau hubungan yang negatif antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi religiusitas, maka akan semakin rendah perilaku seksual pranikah. Sebaliknya semakin rendah religiusitas maka akan semakin tinggi perilaku seksual pranikah. Namun demikian, hasil penelitian yang telah dilakukan tidak sesuai hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti seperti yang telah dijelaskan di atas. Hasil wawancara singkat yang dilakukan dengan remaja menunjukkan bahwa selain religiusitas, variabel lain yang memiliki kontribusi dalam memprediksikan perilaku seksual pranikah pada remaja adalah konformitas. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa konformitas berkorelasi positif dengan perilaku seksual pranikah. Namun demikian, terdapat hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konformitas dengan perilaku seksual pranikah, sehingga peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai peranan kedua variabel bebas tersebut yaitu religiusitas dan konformitas dalam memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Sikap terhadap perilaku seksual pranikah Thurstone (dalam Azwar, 2007) mendefinisikan sikap sebagai tingkat kecenderungan yang bersifat positif atau negatif terkait dengan objek psikologi. Azwar (2007) mendefinisikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan yang mendukung ataupun tidak mendukung terhadap suatu obyek psikologi tersebut. Sarwono (2011) menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh pria dan wanita di luar perkawinan yang sah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah kecederungan atau reaksi perasaan yang 151 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 mendukung ataupun tidak mendukung terhadap tindakan yang didasari oleh dorongan dalam diri untuk mencapai kesenangan seksual yang dilakukan di luar perkawinan yang sah. Menurut Hudson (dalam Fisher, Davis, Yarber, & Davis, 2010) dimensi sikap remaja terhadap perilaku seksualitas pranikah memiliki empat dimensi, yaitu: (a) dimensi biologis merupakan dimensi yang berkaitan dengan berfungsinya organ reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjaga atau merawat kesehatan reproduksi, memfungsikan secara optimal pengetahuan mengenai bahayanya melakukan seks bebas. Dimensi biologis ini berkaitan dengan perilaku seksualitas bebas yang meliputi kissing, necking, petting dan intercourse; (b) dimensi psikologis berhubungan dengan permasalahan perasaan seseorang. Remaja melakukan hubungan seks pranikah dikarenakan dua alasan yaitu: atas dasar saling mencintai, melakukan hubungan seksualitas bebas sebagai pencurahan kasih sayang. Atas dasar pemuas nafsu dan kebutuhan materi; (c) dimensi moral mencakup anggapan dari seorang individu terhadap hubungan seks bebas, misalnya anggapan bahwa suatu hubungan seks bebas itu merupakan hubungan yang normal, tidak normal, wajar, tidak wajar, boleh, tidak boleh, ataupun baik, tidak baik menurut masing-masing individu; (d) dimensi sosial adalah dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia. Pada dimensi sosial juga dijelaskan bahwa perilaku seksual dipengaruhi oleh adanya norma lingkungan, dan peraturan adat yang menentukan apakah perilaku seksual dapat diterima atau ditolak berdasarkan pada budaya yang ada. Religiusitas Gorsuch dan Rokeach (dalam Imelda, 2009) menyatakan bahwa pengertian religiusitas selalu dihubungkan dengan ketaatan dan kepercayaan individu pada agamanya. Namun perlu dibedakan antara agama dengan religiusitas, Stark dan Glock (1968) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembaga. Sedangkan religiusitas menunjuk pada dimensi religi yang telah dihayati oleh individu. Narwoko dan Suryanto (2007) mendefinisikan religiusitas secara umum adalah sistem yang mengatur hubungan 152 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 manusia dengan lingkungan, hubungan dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dan Tuhan. Sedangkan religiusitas secara khusus adalah sistem keyakinan individu yang tercermin dalam tindakan untuk merespon dan menginterpretasikan hal yang diyakini sebagai suatu yang gaib dan suci. Berdasarkan definisi menurut para ahli yang telah dijelaskan di atas, disimpulkan bahwa religiusitas adalah tingkat keyakinan seseorang terhadap suatu agama yang tergambarkan dalam keyakinan, pengalaman, dan perilaku yang mengarah kepada kualitas seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Stark dan Glock (1968) menyatakan bahwa religiusitas dapat terlihat dari lima dimensi, yaitu: (a) dimensi ideologi mengacu kepada tingkatan sejauh mana keyakinan dan kepercayaan individu mengakui kebenaran dan menerima hal-hal yang bersifat religius atau dogmatis, misalnya apakah orang tersebut mempercayai adanya Tuhan, surga, neraka, dan sebagainya; (b) dimensi peribadatan mengacu kepada tingkatan sejauh mana individu melakukan kewajiban ritual di dalam agamanya. Ritual keagamaan yang dilakukan dapat berupa perilaku penyembahan, berdoa, dan hal-hal yang dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianut; (c) dimensi pengalaman berkaitan dengan perasaan-perasaan dan penghayatan atau pengalaman pribadi kepada Tuhan yang pernah dirasakan dan dialami. Hal ini terwujud dalam perasaan bersyukur kepada Tuhan, perasaan bahwa doanya sering terkabul, perasaan dekat dengan Tuhan pada saat berdoa; (d) dimensi pengetahuan dan pemahaman adalah tingkatan sejauh mana individu mengetahui tentang ajaran agamanya, pengetahuan menjadi landasan terhadap agama yang dianut oleh individu. Hal ini berhubungan dengan pengetahuan mengenai kitab suci, pokok-pokok ajaran agama yang harus diimani dan dilaksanakan; (e) dimensi konsekuensi adalah dimensi yang mengacu pada sejauh mana perilaku individu dipengaruhi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupannya. Konformitas Myers (2012) mendefinisikan konformitas sebagai suatu perilaku baru yang dilakukan oleh seseorang dan berbeda dari perilaku-perilaku yang dilakukan sebelumnya. Konformitas tidak hanya terkait dengan perubahan-perubahan perilaku yang dialami oleh seseorang, konformitas juga terkait dengan perubahan proses berpikir seseorang yang dilakukan agar selaras dengan orang lain, kelompok, maupun 153 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 norma-norma sosial yang berlaku. Sarwono dan Meinarno (2009) menambahkan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan seseorang yang dikarenakan oleh adanya tekanan dari kelompok. Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa konformitas merupakan suatu perubahan pada perilaku atau kepercayaan yang dialami oleh seseorang karena adanya tekanan dari dalam kelompok, dan agar individu tersebut dapat berperilaku sesuai dengan yang dilakukan oleh orang lain, kelompok, dan norma-norma yang berlaku. Menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2009) mengungkapkan bahwa konformitas yang terjadi pada remaja dapat dilihat melalui tiga dimensi, yaitu: (a) dimensi kekompakan yang terjadi dalam suatu kelompok ini terjadi karena adanya perasaan suka terhadap anggota kelompok lain, memiliki minat terhadap suatu objek yang sama, serta memiliki tujuan yang sama dengan anggota kelompok yang lainnya; (b) dimensi kesepakatan merupakan dimensi yang terkait dengan pendapat anggota kelompok yang dianggap lebih memiliki wewenang dianggap sebagai acuan yang memberikan tekanan yang kuat pada anggota kelompoknya sehingga remaja harus menyesuaikan pendapatnya dengan anggota kelompok lain yang dianggap lebih memiliki wewenang; (c) dimensi ketaatan adalah dimensi yang mengacu pada tekanan atau tuntutan dalam suatu kelompok yang menuntut remaja untuk melakukan segala tindakan yang diinginkan oleh kelompoknya, walaupun secara pribadi tindakan tersebut tidak diinginkan. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cluster Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja yang bertempat tinggal di Jakarta Selatan dengan karakteristik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersekolah maupun tidak bersekolah dengan rentang usia 13 - 22 tahun. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tiga buah skala, yaitu skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah, skala religiusitas, dan skala konformitas yang disusun sesuai dengan skala likert. Skala likert adalah skala yang disusun untuk mengungkap sikap setuju dan tidak 154 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 setuju, pro dan kontra, positif dan negatif terhadap suatu obyek (Azwar, 2012). Ketiga skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarpan pada empat pilihan jawaban yaitu: sangat tidak setuju (STS); tidak setuju (TS); setuju (S); sangat setuju (SS). Teknik yang digunakan dalam melakukan analisa data yang diperoleh adalah dengan menggunakan metode regresi linear karena penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh antara dua variabel bebas yaitu religiusitas dan konformitas sebagai prediktor dari variabel terikat yaitu perilaku seksual pranikah. Adapun langkah-langkah dalam analisis data adalah sebagai berikut: a. Menguji normalitas data dengan teknik perhitungan Kolmogorov Smirnov-Z. b. Menguji linearitas data dengan teknik perhitungan Anova atau Uji F. c. Menganalisis data menggunakan teknik perhitungan regression linear dalam SPSS 16 Hasil Penelitian Gambaran subjek penelitian Secara umum subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia 16 - 18 tahun yang berada di Jakarta Selatan. Secara keseluruhan responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini sebanyakan 123 orang, subjek terdiri dari 30 orang remaja untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas, dan 93 orang remaja yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Secara keseluruhan subyek berjum 93 orang yang terdiri dari 41 orang remaja laki- laki (44,1%) dan 52 orang perempuan (55,9%). Rentang usia subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 16 – 18 tahun yang terdiri dari 14 orang subjek berusia 16 tahun (15,1%), 39 subjek berusia 17 tahun (41,9%), 40 orang subjek berusia 18 tahun (43%). Berdasarkan data tersebut remaja yang banyak terlibat sebagai subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 18 tahun. Uji validitas dan reliabilitas Perhitungan validitas skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach melalui SPSS 16. Nilai validitas ditentukan berdasarkan pada tabel item-total correlation dan didapatkan 10 aitem terbuang dari 33 aitem, sehingga hanya terdapat 23 aitem dalam skala sikap terhadap perilaku 155 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 seksual pranikah yang digunakan dalam pengambilan data. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach pada skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah setelah 10 aitem tereliminasi didapatkan hasil sebesar 0,893. Dengan demikian skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah dapat dikatakan reliabel. Perhitungan validitas skala religiusitas dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach melalui SPSS 16. Nilai validitas ditentukan berdasarkan nilai-nilai pada kolom item- total correlation dan didapatkan delapan aitem terbuang dari 31 aitem, sehingga hanya terdapat 23 aitem dalam skala religiusitas yang digunakan dalam pengambilan data. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach pada skala religiusitas setelah delapan aitem tereliminasi didapatkan hasil sebesar 0,903 dengan demikian skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah dapat dikatakan reliabel. Perhitungan validitas skala konformitas dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach melalui SPSS 16. Nilai validitas ditentukan berdasarkan nilai-nilai pada kolom item- total correlation dan didapatkan sembilan aitem terbuang dari 31 aitem, sehingga hanya terdapat 22 aitem dalam skala religiusitas yang digunakan dalam pengambilan data. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach pada skala konformitas setelah sembilan aitem tereliminasi didapatkan hasil sebesar 0,919 dengan demikian skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah dapat dikatakan reliabel. Uji normalitas Uji dilakukan untuk mengetahui distribusi data tergolong normal atau tidak normal, dengan signifikansi (>0,05) maka data tersebut berdistribusi normal. Teknik yang digunakan untuk menguji normalitas dalam penelitian ini adalah Kolmogorovsmirnov Z pada skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah, skala religiusitas, dan skala konformitas. Pada skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah didapatkan hasil koefisien sebesar 0,305 dengan signifikansi (p >0,05), pada skala religiusitas didapatkan hasil koefisien sebesar 0,555 dengan signifikansi (p >0,05), pada skala konformitas didapatkan hasil koefisien sebesar 0,403 dengan signifikansi (p >0,05), dengan demikian penyebaran data ketiga skala tersebut pada sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal dengan populasinya. 156 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 Tabel 1 Uji Linearitas Data Penelitian Variabel Sikap terhadap perilaku seksual pranikah*konformitas Sikap terhadap perilaku seksual pranikah*religiusitas df Mean Square F Sig 1 1130,521 36,224 < 0,01 1 826,819 24,461 < 0,01 Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa kedua variabel bebas yaitu religiusitas dan konformitas memiliki linieritas dengan variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Hal tersebut terlihat dari nilai nilai probabilitas (<0,05) yang menunjukkan bahwa adanya linieritas pada kedua variabel bebas dan variabel terikat. Koefisien regresi Koefisien regresi menunjukkan ada atau tidaknya pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel yang lainnya. Melalui pengujian tersebut, peneliti bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variabel religiusitas dan konformitas terhadap sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Nilai signifikansi variabel konformitas (p < 0,05). Hal tersebut menandakan bahwa koefisien regresi signifikan pada variabel konformitas. Namun demikian, hal tersebut tidak terjadi pada variabel religiusitas yang mendapatkan nilai signifikansi sebesar 0,099 (p > 0,05). Koefisien determinasi Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa koefisien dari Adjusted R Square sebesar 0,285 yang menunjukkan bahwa 27,7% sikap terhadap perilaku seksual pranikah diprediksikan oleh variabel religiusitas dan konformitas, sedangkan 72,3% sikap terhadap perilaku seksual pranikah diprediksikan oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Nilai dari F hitung sebesar 36,293 dengan signifikansi (p<0,01) menunjukkan bahwa religiusitas dan konformitas secara bersama-sama berpengaruh pada sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Dengan demikian melalui pengujian hipotesis H0 ditolak, dan dapat disimpulkan religiusitas dan konformitas bersama-sama memengaruhi sikap terhadap perilaku seksual pranikah. 157 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan religiusitas dan konformitas dalam memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Setelah dilakukannya pengujian hipotesis didapatkan (R= 0,534) dengan nilai (F= 36,293) dan signifikansi (p ≤ 0,01) yang menunjukkan bahwa H0 ditolak. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa kedua variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu religiusitas dan konformitas bersama-sama memengaruhi sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Peranan religiusitas dan konformitas dalam memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah sebesar 27,7%, sedangkan 72,3% sikap terhadap perilaku seksual pranikah diprediksikan oleh variabel-variabel lain di luar penelitian ini. Hasil analisis dengan menggunakan partial correlation pada variabel religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja, didapatkan (R= 0,173) dengan nilai (t= 1,667) dan signifikansi (p= 0,099 > 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Hal tersebut terjadi karena remaja lebih cenderung menjalankan ritual-ritual agama seperti beribadah dan berdoa akan tetapi remaja tidak meyakini dan menghayati ajaran-ajaran dalam agamanya. Hal tersebut tergambar dari mean pada dimensi peribadatan (M= 22,02) yang tergolong dalam kategori tinggi, sedangkan mean pada dimensi ideologi (M=11,84) yang tergolong dalam kategori sedang. Hasil penelitian Darmasih (2009) menunjukkan bahwa perilaku seksual pranikah pada remaja lebih dipengaruhi oleh adanya penghayatan dan pemahaman tentang nilai-nilai dalam beragama, sehingga remaja yang memiliki penghayatan terkait dengan nilai-nilai keagamaan yang baik akan cenderung berperilaku sesuai dengan yang dihayati dan dipahaminya. Hasil penelitian Widyastuti (2009) menunjukkan hasil yang serupa, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara ritual keagamaan dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah, terjadi karena remaja cenderung memisahkan antara religiusitas dan kehidupan sosial seperti perilaku seksual pranikah. Hal ini tergambar dari hasil wawancara yang dilakukan dengan subjek penelitian yang menyatakan bahwa subjek lebih cenderung memiliki persepsi 158 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 mengenai religiusitas sebagai kualitas individu dalam beragama yang tidak terkait dengan kehidupan sosialnya. Di sisi lain, subjek mempersepsikan perilaku seksual pranikah sebagai bagian dari kehidupan sosial, sehingga perilaku tersebut muncul karena adanya tuntutan dari lingkungan terkait dengan peran sosial dimana remaja tersebut berada. Dengan demikian, remaja yang tinggal di lingkungan yang cenderung permisif terhadap perilaku seksual pranikah, akan membentuk perilaku atau sikap yang sama sesuai dengan lingkungannya tersebut. Munculnya dua persepsi yang berbeda pada remaja terkait dengan religiusitas dan perilaku seksual yang dianggap sebagai bagian dari aspek sosial, dapat dikarenakan oleh adanya pertukaran budaya yang terjadi di lingkungan remaja. Adanya pertukaran budaya yang terjadi di lingkungan remaja tersebut menyebabkan munculnya budaya-budaya baru yang kemudian diadopsi, sehingga berpengaruh terhadap sikap dan perilaku remaja seperti perubahan dalam bentuk solidaritas. Perubahan dalam bentuk solidaritas ini ditandai dengan hilangnya rasa kepedulian terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat yang berpengaruh terhadap perilaku remaja itu sendiri. Hal ini juga menyebabkan terpisahnya kontrol sosial seperti religiusitas dengan aspek-aspek kehidupan lainnya (Laksmiwati, 2004). Pada variabel konformitas dan variabel sikap terhadap perilaku seksual hasil analisis dengan menggunakan partial correlation, didapatkan bahwa (R= 0,534) dengan nilai (t= 6,024) dan signifikansi (p< 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa, terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Kontribusi yang diberikan variabel konformitas dalam memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah sebesar 53,4% ketika variabel religiusitas dikontrol. Arah hubungan yang positif pada kedua variabel menunjukkan bahwa semakin tinggi konformitas maka akan semakin tinggi pula sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Hubungan yang terjadi pada kedua variabel tersebut terjadi karena remaja lebih cenderung menaati tuntutan yang ada dalam lingkungannya, sehingga perilaku-perilaku yang dilakukan oleh remaja adalah perilaku yang sesuai dengan lingkungannya tersebut. Hal ini terlihat dari dimensi ketaatan pada variabel konformitas yang mendapatkan mean sebesar 25,79 dan mean pada dimensi ketaatan berada pada kategori tinggi. Dimensi ketaatan adalah adanya tekanan atau tuntutan dalam suatu kelompok yang membuat remaja melakukan segala tindakan yang diinginkan oleh kelompok, 159 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 walaupun secara pribadi tindakan tersebut tidak diinginkan (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan dari luar dirinya yang menuntut remaja untuk berperilaku demikian. Hasil wawancara singkat yang dilakukan dengan subjek penelitian menunjukkan bahwa remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah dikarenakan oleh adanya tuntutan dari teman sebaya dalam bentuk pergaulan sehari-hari. Hal ini berhubungan dengan dimensi sosial dari variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang mendapatkan mean (19,68) yang tergolong pada ketegori tinggi. Hudson (dalam Fisher et al., 2010) mengatakan bahwa dimensi sosial adalah dimensi yang terkait dengan persepsi remaja terkait mengenai hubungan seksual pranikah adalah hal yang muncul dalam relasi antar manusia, dan bagaimana seseorang menyesuaikan dirinya dengan tuntutan peran dari lingkungannya. Adanya peranan dari luar diri remaja yang menuntut remaja untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungannya secara tidak langsung juga membentuk persepsi dalam diri remaja itu sendiri. Dengan kata lain, remaja yang bersikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Laksmiwati (2004) yang menunjukkan bahwa perilaku seksual pranikah pada remaja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan faktor di luar diri remaja yang memengaruhi sikap terhadap perilaku seksual pranikah seperti teman sebaya, orangtua, dan guru, sedangkan faktor internal merupakan faktor dari dalam diri remaja yang cenderung permisif terhadap perilaku seksual pranikah, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sikap permisif yang dimiliki oleh remaja terkait dengan perilaku seksual pranikah juga dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa, remaja yang melakukan hubungan seksual adalah remaja yang berkonformitas dengan lingkungannya. Berdasarkan hasil pernyataan subjek ketika pengambilan data menunjukkan bahwa konformitas pada remaja terjadi karena adanya rasa takut dan khawatir untuk melakukan reaktansi. Hal ini diperkuat juga dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mean (M= 3,31). Pada aitem satu dari skala konformitas yang menggambarkan bahwa remaja cenderung memiliki rasa takut untuk melakukan hal yang berbeda dengan teman sebaya dan lingkungannya, sehingga perilaku seksual pranikah pada remaja adalah perilaku-perilaku yang sesuai dengan lingkungannya, atau dengan kata lain remaja 160 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 pada lingkungan yang sama adalah remaja-remaja yang bersikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah atau remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah. Berdasarkan penjelasan di atas, dalam memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah, variabel konformitas memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan variabel religiusitas yang tidak berkontribusi dalam memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Kontribusi yang diberikan oleh variabel konformitas adalah sebesar 53,4% ketika variabel religiusitas dikontrol. Ketika variabel konformitas memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah tanpa adanya kontrol pada variabel religiusitas, atau dengan kata lain ketika kedua variabel tersebut bersama-sama memengaruhi sikap terhadap perilaku seksual pranikah, kontribusi yang diberikan oleh kedua variabel tersebut hanya sebesar 27,7% yang cenderung kecil, sedangkan 72.3% sikap terhadap perilaku seksual pranikah diprediksikan oleh variabel-variabel lain di luar penelitian ini. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan subjek menunjukkan bahwa variabelvariabel lain yang memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah: (a) rasa ingin tahu terhadap seksual pranikah; (b) perubahan hormonal pada organorgan reproduksi; (c) kurangnya pengawasan dari orangtua remaja itu sendiri. Variabel-variabel di luar penelitian ini yang didapatkan oleh peneliti sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sarwono (2011) yaitu faktor-faktor yang memengaruhi sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah perubahan hormonal yang meningkatkan libido seksualitas, penyebaran informasi yang merangsang dorongan seksual melalui media massa, orangtua yang memiliki sikap tabu terhadap pembicaraan seks dengan anak, dan pergaulan yang bebas. Munculnya beberapa variabel-variabel lain di luar penelitian ini, memengaruhi kontribusi dari variabel religiusitas dan konformitas dalam memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja, sehingga kontribusi kedua variabel bebas ini hanya sebesar 27,7%. Pada dimensi moral dari variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah didapatkan mean (M= 13,76) yang tergolong dalam kategori sedang jika dibandingkan dengan dimensi-dimensi lain. Dimensi moral menurut Hudson adalah persepsi atau anggapan seorang individu terhadap perilaku seks pranikah, anggapan tersebut seperti perilaku seks pranikah merupakan hal yang normal, tidak normal, wajar, tidak wajar, boleh, tidak boleh, maupun baik, tidak baik menurut masing-masing individu. Dimensi moral pada variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah, lebih 161 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 menekankan pada perilaku seksual pranikah dari sudut pandang individu tanpa melihat sudut pandang sosial dimana individu tersebut berada. Mean yang didapatkan dari dimensi moral yang rendah tersebut menunjukkan bahwa, secara pribadi remaja cenderung bersikap negatif terhadap perilaku seksual pranikah, dan mempersepsikan perilaku seksual pranikah adalah sebagai hal yang dianggap tidak wajar atau tidak baik dilakukan. Namun demikian, persepsi yang dimiliki oleh remaja ini tidak memiliki pengaruh terhadap perilakunya, sehingga walaupun remaja cenderung bersikap negatif terhadap perilaku seksual pranikah akan tetap berperilaku seksual pranikah. Hal tersebut tergambar dari dimensi-dimensi lain variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Pada dimensi psikologis dari variabel sikap terhadap perilaku seksual prani kah, didapatkan mean sebesar (M= 28,01) yang tergolong dalam kategori tinggi. Menurut Hudson dimensi psikologis adalah dimensi yang berhubungan dengan afeksi seseorang. Pada dimensi psikologis dijelaskan bahwa remaja yang melakukan hubungan seksual didasari oleh perasaan saling mencintai sebagai bentuk dalam mengekspresikan perasaan, dan cara untuk memenuhi kebutuhan jasmani (dalam Fisher et al., 2010). Pada subjek penelitian terlihat bahwa subjek memiliki sikap yang cenderung positif terhadap perilaku seksual pranikah selama dilakukan oleh pasangan yang saling mencintai, subjek juga menganggap bahwa perilaku seksual pranikah adalah suatu dorongan dari dalam diri dan suatu cara untuk mengekspresikan perasaan terhadap pasangannya. Selain dimensi psikologis, pada dimensi sosial didapatkan mean (M= 19.68) yang termasuk dalam kategori tinggi. Menurut Hudson dimensi sosial terkait dengan persepsi atau anggapan seseorang terhadap hubungan seksual adalah hal yang muncul dalam relasi antar manusia, dan bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial. Hal ini terkait dengan bagaimana peran seorang individu dalam lingkungannya dan bagaimana individu tersebut menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada dalam lingkungan individu tersebut. Mean pada dimensi sosial yang didapatkan menunjukkan bahwa remaja cenderung menganggap perilaku seksual adalah hal yang terkait dengan pemenuhan atas tuntutan dari lingkungan sosialnya terhadap suatu perilaku tertentu. Remaja yang berada dalam lingkungan sosial dengan tingkat perilaku seksual yang tinggi seperti di kota-kota besar akan cenderung melakukan perilaku yang sama dengan yang 162 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 dilakukan oleh kelompok yang ada di lingkungannya tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2009 tentang perilaku seksual pranikah di empat kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan), menunjukkan bahwa 35,9% responden memiliki teman yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah, dan 6,9% responden pernah melakukan hubungan seksual pranikah (Primasiwi, 2013). Adanya tuntutan peran dalam lingkungan sosial remaja cenderung menimbulkan perilaku tertentu yang sesuai dengan lingkungannya, dengan kata lain remaja yang berperilaku sesuai dengan tuntutan dalam lingkungannya tersebut adalah remaja yang berkonformitas seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan pada penjelasan di atas diketahui bahwa remaja membentuk nilai nilai dari dalam dirinya yang terkait dengan religiusitas, konformitas, dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Subyek memiliki anggapan bahwa religiusitas adalah hal yang terkait dengan kualitas individu dalam menjalani kehidupan beragama seperti beribadah dan berdoa, sedangkan konformitas dan perilaku seksual pranikah adalah hal yang terkait dengan dimensi kehidupan sosial dan interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian dapat diketahui mengapa peranan religiusitas dan konformitas hanya memiliki kontribusi sebesar 27,7% yang cenderung kecil dalam memprediksikan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Daftar Pustaka Andisti, A. M., & Ritandiyono. (2008). Religiusitas dan perilaku seks bebas pada dewasa awal. Jurnal Ilmiah Psikologi, 1(2), 170-176. Astuti, S. (2011). Hubungan antara religiusitas dan perilaku seksual pranikah pada remaja yang beragama Islam. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Sumatera Utara, Medan. Azwar, S. (2007). Sikap manusia teori dan pengukurannya (Ed.2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cynthia, T. (2007). Konformitas kelompok dan perilaku seks bebas pada remaja. Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma. Darmasih, R. (2009). Faktor yang memengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja SMA di Surakarta. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Muhammadiah Surakarta, Surakarta. Desmita. (2005). Psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Fisher, T. D., Davis, C. M., Yarber, W. L., & Davis, S. L. (2010). Handbook of sexualityrelated measures. New York: Routledge. Imelda, N. W. (2009). Perbedaan tahap perkembangan moral PSK dalam pengambilan keputusan aborsi ditinjau dari religiusitas. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. 163 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 Iswarati., Rachman, W. A., & Ibnu, I. F. (2013). Perilaku seks pranikah mahasiswa pada sekolah tinggi manajemen dan ilmu komputer bina Bangsa Kendari. (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar. Khairunnisa, A. (2013). Hubungan religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah remaja di MAN 1 Samarinda. Ejournal Psikologi, 1(2), 220-229. Laksmiwati, I. A. A. (2004). Transformasi sosial dan perilaku reproduksi remaja. Jurnal Studi Jender Srikandi, 3, (1), 1-11. Myers, G. D. (2012). Psikologi sosial (Ed.10). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Narwoko J. Dwi., & Suryanto, B. (2007). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nenggala, A.K. (2006). Pendidikan jasmani olah raga dan kesehatan. Grafindo Media Pratama: Bandung. Pratiwi. J. (2008). Hubungan konformitas kelompok dengan sikap perilaku seksual pranikah pada pelajar SMA Negeri di Depok. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Indonesia, Depok. Primasiwi, A. (2013, Februari 15). BKKBN diminta atasi seks bebas di kalangan remaja. Suara Merdeka. Diunduh dari: http://www.suaramerdeka.com Santrock. (2008). Life-span development (11th ed). New York: McGraw Hill. Santrock. (2010). Adolescence (13th ed). New York: McGraw Hill. Sarwono, S. W. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Sarwono, S.W., & Meinarno, E.A. (2009). Psikologi Sosial. Salemba Humanika: Jakarta Stark, R., & Glock, C. Y. (1968). American piety: the nature of religious commitment. London: University of California Press. Soetjiningsih, H. C. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja. (Disertasi tidak dipublikasikan). Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Taylor, S.E., Peplau, L.A., & Sears, D.O. (2009). Psikologi Sosial (Ed.12). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Widyastusi, E.S.A. (2009). Personal dan sosial yang mempengaruhi sikap remaja terhadap hubungan seks pranikah. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 4(2), 75-85. Yumna, S.A., & Astusi, A. (2009). Perbedaan tingkat konformitas pria dan wanita terhadap perilaku seksual pranikah. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Gunadarma, Depok. 164 Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015 104