BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank Bank

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bank
2.1.1 Pengertian Bank
Bank berasal dari kata dalam bahasa Italia yaitu banco yang artinya
bangku. Bangku inilah yang digunakan oleh banker untuk melayani kegiatan
operasionalnya kepada para nasabah. Kemudian istilah bangku tersebut secara
resmi dan populer menjadi bank. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena
produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
Menurut Undang – undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
yang telah diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998 :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Sedangkan pengertian bank menurut Kasmir (2012 : 12) secara
sederhana adalah sebagai berikut :
“Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank
lainnya”.
Pada dasarnya bank merupakan suatu lembaga keuangan yang memiliki
fungsi sebagai mediator atau perantara bagi peredaran lalulintas uang yaitu dalam
bentuk simpanan dan kemudian mengelola dana tersebut dengan jalan
meminjamkannya kepada masyarakat yang memerlukan dana.
2.1.2 Kegiatan Usaha Perbankan
Dalam menjalankan usahanya sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank
sehari-hari tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Dalam melaksanakan
15
16
kegiatannya, setiap bank berbeda seperti antara kegiatan bank umum dengan
kegiatan bank perkreditan rakyat. Berikut kegiatan-kegiatan usaha perbankan
yang ada di Indonesia terutama kegiatan bank umum, seperti yang dikutip dari
Kasmir (2012 : 37) adalah sebagai berikut :
1. Menghimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk :
a. Simpanan giro (demand deposit) yang merupakan simpanan pada
bank di mana penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek atau bilyet giro.
b. Simpanan tabungan (saving deposit), yaitu simpanan pada bank
yang penarikannya dapat dilakukan sesuai perjanjian antara bank
dengan nasabah dan penarikannya dengan menggunakan slip
penarikan, buku tabungan, kartu ATM, atau sarana penarikan
lainnya.
c. Simpanan deposito (time deposit) merupakan simpanan pada bank
yang penarikannya sesuai jangka waktu (jatuh tempo) dan dapat
ditarik dengan bilyet deposito atau sertifikat deposito.
2. Menyalurkan dana ke masyarakat (lending) dalam bentuk kredit
seperti :
a. Kredit investasi adalah kredit yang diberikan kepada para investor
untuk investasi yang penggunaannya jangka panjang.
b. Kredit modal kerja merupakan kredit yang diberikan untuk
membiayai kegiatan suatu usaha dan biasanya bersifat jangka
pendek guna memperlancar transaksi perdagangan.
c. Kredit perdagangan adalah kredit yang diberikan kepada para
pedagang, baik agen-agen maupun pengecer.
d. Kredit konsumtif merupakan kredit yang digunakan untuk
dikonsumsi atau dipakai untuk keperluan pribadi.
e. Kredit
produktif
adalah
kredit
yang
digunakan
menghasilkan barang atau jasa.
3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services) antara lain :
untuk
17
a. Menerima setoran-setoran seperti pembayaran pajak, pembayaran
telepon, pembayaran air, pembayaran listrik, pembayaran uang
kuliah.
b. Melayani pembayaran-pembayaran seperti gaji / pensiun /
honorarium,
pembayaran
dividen,
pembayaran
kupon,
pembayaran bonus / hadiah.
c. Di dalam pasar modal, perbankan dapat menjadi penjamin emisi
(underwriter), penanggung (guarantor), wali amanat (trustee),
perantara perdagangan efek (pialang/broker), pedagang efek
(dealer), dan perusahaan pengelola dana (investment company).
d. Transfer (kiriman uang) merupakan jasa kiriman uang antar bank
yang sama maupun bank yang berbeda. Pengiriman uang dapat
dilakukan untuk dalam kota, luar kota, maupun luar negeri.
e. Inkaso (collection) merupakan jasa penagihan warkat antarbank
yang berasal dari luar kota berupa cek, bilyet giro, atau surat-surat
berharga lainnya yang baik berasal dari warkat bank dalam negeri
maupun luar negeri.
f. Kliring (clearing) merupakan jasa penarikan warkat (cek atau
BG) yang berasal dari dalam satu kota, termasuk transfer dalam
kota antarbank.
g. Safe Deposit Box merupakan jasa penyimpanan dokumen, berupa
surat-surat atau benda berharga. Safe Deposit Box lebih dikenal
dengan nama Safe Loket.
h. Bank card merupakan jasa penerbitan kartu-kartu kredit yang
dapat digunakan dalam berbagai transaksi dan penarikan uang
tunai di ATM (Anjungan Tunai Mandiri) setiap hari.
i. Bank notes (valas) merupakan kegiatan jual beli mata uang asing.
j. Bank garansi merupakan jaminan yang diberikan kepada nasabah
dalam pembiayaan proyek tertentu.
k. Referensi Bank adalah surat referensi yang dikeluarkan oleh bank.
l. Bank Draft merupakan wesel yang diterbitkan oleh bank.
18
m. Letter of Credit (L/C) merupakan jasa yang diberikan dalam
rangka mendukung kegiatan atau transaksi ekspor impor.
n. Cek wisata (travellers cheque) merupakan cek perjalanan yang
biasa digunakan oleh para turis dan dibelanjakan di berbagai
tempat perbelanjaan.
o. Dan berbagai jasa lainnya.
2.1.3 Bentuk Hukum Bank
Bentuk hukum diperlukan dalam mendirikan suatu jenis usaha. Dengan
adanya suatu bentuk hukum tertentu, maka akan mempermudah bagi para pendiri
untuk merumuskan maksud dan tujuan dalam kegiatan usaha yang dilakukan
secara jelas, sehingga pengaturan bentuk hukum bank diatur dalam Pasal 21
Undang-undang No.7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-undang
No.10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut :
1) Bentuk badan hukum Bank Umum dapat berupa salah satu dari alternatif
di bawah ini :
a. Perseroan Terbatas (PT),
b. Koperasi atau,
c. Perusahaan Daerah (PD).
2) Sedangkan bentuk badan hukum Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa
salah satu dari :
a. Perusahaan Daerah (PD),
b. Koperasi,
c. Perseroan Terbatas (PT),
d. Bentuk lain yang ditetapkan oleh pemerintah.
2.2
Klasifikasi Bank
Berikut merupakan klasifikasi atau pengelompokan bank seperti yang
dikutip dari Budisantoso dan Triandaru (2008 : 84) :
19
2.2.1 Menurut Kegiatan Usahanya
a. Bank Umum
Bank umum didefinisikan oleh Undang-undang No.10 Tahun 1998
sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalulintas pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh
bank umum secara lengkapnya adalah :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
giro, deposito berjangka, sertifikat deposit, tabungan dan/atau bentuk
lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menerbitkan surat pengakuan utang.
4. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya, seperti :

Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang
masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud.

Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud.

Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.

Sertifikat bank Indonesia

Obligasi

Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.

Instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai
dengan satu tahun.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah (transfer).
20
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan
dana kepada pihak lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi, maupun dengan wesel tunjuk, cek, atau sarana
lainnya.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
(safe deposit box)
9. Melakukan
kegiatan
penitipan
untuk
kepentingan pihak
lain
berdasarkan suatu kontrak.
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
Di samping kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh bank umum
di atas, terdapat juga kegiatan yang merupakan larangan bagi bank umum
adalah sebagai berikut :
1. Melakukan penyertaan modal kecuali pada bank atau perusahaan lain
di bidang keuangan serta kecuali penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah.
2. Melakukan usaha perasuransian.
3. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana diuraikan di
atas.
b.
Bank Perkreditan Rakyat
Bank perkreditan rakyat didefinisikan oleh Undang-Undang No.10
Tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan–kegiatan usaha
yang dapat dilakukan oleh bank perkreditan rakyat secara lengkap adalah :
21
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito
berjangka,
tabungan,
dan/atau
bentuk
lainnya
yang
dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, dan/atau tabungan pada bank lain.
Di samping kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh BPR di atas,
terdapat juga beberapa kegiatan yang merupakan larangan bagi BPR adalah
sebagai berikut :
1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3. Melakukan penyertaan modal.
4. Melakukan usaha pengasuransian.
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di
atas.
Berdasarkan kegiatan-kegiatan usaha dan larangan-larangan di atas, maka
secara umum BPR mempunyai kegiatan usaha yang lebih terbatas dibandingkan
bank umum. Bank umum dapat menghimpun dana dalam bentuk simpanan dari
masyarakat berupa giro, tabungan dan deposito, sedangkan BPR tidak boleh
menghimpun dana dalam bentuk giro dan juga tidak boleh ikut serta dalam
lalulintas pembayaran. Bank umum dapat melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing, sedangkan BPR tidak diperbolehkan. Bank umum dapat melakukan
penyertaan modal pada lembaga keuangan dan untuk mengatasi kredit macet,
sedangkan BPR sama sekali tidak boleh melakukan penyertaan modal. Dalam hal
melakukan usaha pengasuransian, BPR dan Bank Umum sama-sama tidak
diperbolehkan.
22
2.2.2 Menurut Pendirian Dan Kepemilikan
Undang-undang No.10 Tahun 1998 dan surat keputusan direktur BI
Nomor 32/33/KEP/DIR Tanggal 12 mei 1999 tentang Bank Umum menetapkan
ketentuan-ketentuan tentang pendirian dan kepemilikan bank seperti diuraikan
dibawah ini :
a.
Bank umum
1)
Pendirian
Bank umum hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan
izin direksi Bank Indonesia oleh :

Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia, atau

Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan
Warga Negara Asing dan atau badan hukum asing secara
kemitraan.
Modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan sekurang-kurangnya
sebesar Rp 3.000.000.000.000 (tiga trilliun rupiah). Modal disetor bagi bank
yang berbadan hukum koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan
hibah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang perkoperasian.
Sedangkan modal disetor yang berasal dari warga negara asing dan/atau badan
hukum asing sebagaimana dimaksud di atas setinggi-tingginya sebesar 99%
(sembilan puluh sembilan perseratus) dari modal disetor bank. Pemberian izin
kepada bank umum dilakukan dalam dua tahap. Persetujuan prinsip, yaitu
persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank, dan kemudian izin
usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha setelah
persiapan selesai dilakukan.
23
2) Kepemilikan
Kepemilikan bank oleh badan hukum Indonesia setinggi-tingginya sebesar
modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan. Modal sendiri bersih
merupakan :

Penjumlahan dari modal disetor, cadangan dan laba, dikurangi
penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum Perseroan Terbatas /
Perusahaan Daerah ; atau

Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal
penyertaan, dana cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi
penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum koperasi.
Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank dilarang :

berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk
apapun dari bank dan/atau pihak lain di Indonesia.

Berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
Yang dapat menjadi pemilik bank adalah pihak-pihak yang :

Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan
sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki
integritas yang baik.
Perubahan komposisi kepemilikan yang tidak mengakibatkan penggantian
dan/atau penambahan pemilik bank, wajib dilaporkan oleh direksi bank kepada
Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah perubahan
dilakukan.
b. Bank Perkreditan Rakyat
BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan
hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah
24
daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya. Bank umum dan BPR
yang bentuk badan hukumnya Perseroan Terbatas sangat dimungkinkan untuk
mengalami perubahan kepemilikan. Perubahan kepemilikan ini terutama karena
bank umum dan BPR yang bentuk hukumnya Perseroan Terbatas dapat
menerbitkan saham, meskipun hanya saham atas nama. Khusus untuk bank umum
dapat menjual sahamnya melalui emisi saham di bursa efek. Saham yang harus
diterbitkan berupa saham atas nama agar Bank Indonesia tetap dapat memonitor
perubahan kepemilikan bank. Meskipun kepemilikan sangat mungkin terjadi
dengan cara jual beli saham di bursa efek, tetapi mengingat sahamnya atas nama
maka perubahan tersebut dapat terus dipantau oleh Bank Indonesia untuk tujuan
pengawasan dan pembinaan.
2.2.3 Menurut Bentuk Badan Usaha
Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh usaha
sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat dari pimpinan Bank Indonesia,
kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur
dengan undang-undang tersendiri. Untuk memperoleh izin usaha sebagai bank
umum atau Bank Perkreditan Rakyat, suatu lembaga keuangan wajib memenuhi
persyaratan mengenai :
a. Susunan organisasi dan permodalan
b. Permodalan
c. Kepemilikan
d. Keahlian di bidang perbankan
e. Kelayakan rencana kerja
Badan hukum suatu bank dapat berupa :
a. Perseroan terbatas
b. Koperasi, atau
c. Perusahaan daerah.
25
Sedangkan badan hukum Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa :
a. Perusahaan daerah
b. Koperasi
c. Perseroan terbatas
d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Disamping itu mengingat pada saat diterapkannya UU Nomor 7 Tahun
1992 banyak terdapat lembaga-lembaga keuangan terutama di pedesaan yang
mempunyai kegiatan seperti Bank Perkreditan Rakyat, maka lembaga-lembaga
keuangan tersebut diberikan status sebagai BPR yang tata caranya ditetapkan
dengan peraturan pemerintah. Lembaga-lembaga keuangan tersebut antara lain :
Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari,
Lembaga Perkreditan Desa, Badan Kredit Desa, Badan Kredit Kecamatan, Kredit
Usaha Rakyat Kecil, Lembaga Perkreditan Kecamatan, dan Bank Karya Produksi
Desa.
2.2.4 Menurut Target Pasar
Sebagian bank memfokuskan pelayanan dan transaksinya pada jenis-jenis
nasabah tertentu. Dengan begitu diharapkan bank-bank tersebut dapat lebih
menguasai
karakteristik
nasabahnya
sehingga
kegiatan
usahanya
dapat
dilaksanakan dengan lebih efisien dan menghasilkan tingkat keuntungan yang
lebih tinggi. Kegiatannya dapat lebih efisien antara lain karena :

Pelayanan, jasa-jasa, dan iklan yang diberikan oleh bank lebih
sesuai dengan karakteristik nasabah.

Proporsi kredit bermasalah lebih sedikit.

Manajemen dan karyawan lebih terbiasa dan berpengalaman
berinteraksi dengan nasabahnya.
Secara umum, jenis bank atas dasar target pasarnya dapat digolongkan
menjadi tiga :
26
a.
Retail Bank
Bank jenis ini memfokuskan pelayanan dan transaksi kepada
nasabah-nasabah retail. Pengertian retail di sini adalah nasabah-nasabah
individual, perusahaan, dan lembaga lain yang skalanya kecil. Meskipun
pengertian dari kata “kecil” atau “ritel” (retail) adalah relatif, namun
biasanya apabila ditinjau dari jasa kredit yang diberikan, nasabah debitor
yang dilayani adalah yang memerlukan fasilitas kredit tidak lebih besar
daripada Rp 20 milliar. Angka tersebut bukan merupakan angka yang
standar atau baku, tapi setidaknya dapat memberikan gambaran tentang
kelompok nasabah yang dilayani oleh bank jenis ini.
b.
Corporate Bank
Bank jenis ini memfokuskan pelayanan dan transaksi kepada
nasabah-nasabah yang berskala besar. Mengingat nasabah yang berskala
besar ini biasanya berbentuk suatu korporasi, maka bank kelompok ini
disebut corporate bank. Meskipun namanya adalah bank korporat
(corporate bank) tidak berarti seluruh nasabahnya berbentuk suatu
perusahaan. Pelayanan dan transaksi yang diberikan kepada suatu
perusahaan seringkali membawa konsekuensi berupa pelayanan yang harus
diberikan juga kepada karyawan, direksi, dan komisaris dari perusahaan
tersebut secara individual. Pelayanan yang diberikan secara perorangan di
sini diarahkan untuk menjalin kerja sama yang lebih baik dengan nasabahnasabah korporasi.
c.
Retail-Corporate Bank
Di samping kedua jenis bank di atas, terdapat juga bank yang tidak
memfokuskan pada kedua pilihan jenis nasabah di atas. Bank jenis ini tidak
hanya memberikan pelayanannya kepada nasabah retail tetapi juga kepada
nasabah korporasi. Penyebab munculnya bank jenis ini tidak seragam. Ada
bank yang sejak awal sudah menentukan untuk menjadi bank yang melayani
baik nasabah retail maupun korporasi. Bank jenis ini memandang bahwa
potensi baik pasar ritel dan korporasi harus dimanfaatkan untuk
27
mengoptimalkan keuntungan, meskipun terdapat kemungkinan penurunan
efisiensi.
Ada juga bank yang semula memfokuskan pada nasabah korporasi,
tapi kemudian juga memberikan pelayanan kepada nasabah ritel atau
sebaliknya karena berbagai alasan. Hal tersebut bisa terjadi karena
manajemen memandang telah terjadi perubahan kondisi pasar atau karena
terjadi penggantian manajemen sehingga terjadi perubahan strategi
pemasaran. Hal tersebut juga bisa terjadi karena adanya program pemerintah
yang menghendaki agar bank-bank tertentu melaksanakan program
pemerintah tersebut.
2.3
Pengertian Bank Syariah
Ide dasar sistem perbankan syariah dapat dikemukakan secara sederhana.
Bank syariah tidak membebankan bunga, melainkan mengajak partisipasi dalam
bidang usaha yang didanai. Para deposan juga sama-sama mendapat bagian dari
keuntungan bank sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan sebelumnya. Sistem
tersebut berbeda dengan bank konvensional yang pada intinya meminjam dana
dengan membayar bunga kepada peminjam dana.
Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) Islam. Menurut Undang-undang Perbankan syariah
No.21 Tahun 2008 (pasal 1 angka 7) yang dikutip dari Burhanuddin (2010 : 29)
dinyatakan bahwa :
“Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah disebut bank syariah, dan menurut jenisnya terdiri atas
Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”.
Sedangkan pengertian bank syariah menurut Sudarsono (2012 : 29)
adalah sebagai berikut :
28
“Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalulintas pembayaran
serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsipprinsip syariah”.
Perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam
rangka
meningkatkan
keadilan,
kebersamaan,
dan
pemerataan
kesejahteraan rakyat. Dalam mencapai tujuan tersebut, perbankan syariah tetap
berpegang pada prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten
(istiqamah). Perbankan syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional pasti
memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan kontribusi yang
maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional. Salah satu sarana pendukung
yang penting adalah berlakunya peraturan yang memadai dan sesuai dengan
karakteristiknya. Peraturan tersebut yang paling utama dituangkan dalam undangundang perbankan syariah dan peraturan-peraturan lain yang ada di bawahnya
2.3.1 Pengaturan Hukum Bank Syariah
Hukum perbankan merupakan sekumpulan peraturan hukum yang
mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek dilihat dari
segi esensi, eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan lain.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu
perwujudan dari kebutuhan masyarakat yang menghendaki suatu sistem
perbankan yang mampu menyediakan jasa keuangan yang sehat, juga memenuhi
prinsip-prinsip syariah. Perkembangan sistem keuangan berdasarkan prinsip
syariah sebenarnya telah dimulai sebelum pemerintah secara formal meletakkan
dasar-dasar hukum operasionalnya. Namun demikian agar fungsi perbankan dapat
berjalan optimal, tetap diperlukan payung hukum yang berlaku secara formal.
Untuk menjalankan hukum syariah (dalam konteks perbankan),
keberadaan undang-undang dasar sangat penting terutama berfungsi sebagai
landasan konstitusi yang bersifat mengikat. Sebelum dikeluarkannya undang-
29
undang yang mengatur tentang kegiatan perbankan syariah, sebenarnya penerapan
syariah Islam dalam tata hukum positif di Indonesia telah mempunyai landasan
yang kuat.
Berikut merupakan peraturan perundang-undangan tentang perbankan
syariah yaitu Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 yang dikutip dari
Burhanuddin (2010 : 39) secara lengkap adalah :
Pemberlakuan undang-undang ini dimaksudkan khusus untuk menjadi
payung hukum yang mengatur kegiatan usaha perbankan syariah. Sebagai payung
hukum, dalam undang-undang ini juga memuat masalah kepatuhan syariah
(syariah compliance) yang kewenangannya berada pada Dewan Syariah Nasional
– Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS)
yang ditempatkan pada masing-masing bank syariah dan unit usaha syariah
(UUS). Untuk menindaklanjuti implementasi fatwa yang dikeluarkan MUI ke
dalam Peraturan Bank Indonesia, di dalam internal Bank Indonesia dibentuk
komite perbankan syariah, yang keanggotaannya terdiri atas perwakilan dari bank
Indonesia, departemen agama, dan unsur masyarakat yang komposisinya
berimbang.
2.3.2 Landasan Syariah
Dalam hukum bisnis syariah, untuk menentukan halal-haram suatu
transaksi harus mengacu pada ketentuan hukum syariat yang bersumber pada alQuran dan al-Hadits. Menurut ketentuan syariat, sistem bunga bank (interest)
adalah sama dengan riba yang haram hukumnya.
Seperti yang tercantum dalam beberapa ayat al-Quran mengenai sistem
riba (bunga) yang artinya adalah sebagai berikut :
1. QS. Ar-Rum [30] : 39
“ Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada
harta manusia, maka riba tidak akan menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
30
keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipatgandakan pahalanya”.
2. QS. Al-Baqarah [2] : 275
“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka
berkata : sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
3. QS. Al-Baqarah [4] : 130
“ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keuntungan”.
4. QS. An-Nisa [4] : 146
“ Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka
dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan
cara yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara
mereka itu siksa yang pedih”.
5. QS. Al-Baqarah [2] : 278
“ Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba itu jika memang kamu orang yang beriman”.
Serupa dengan kutipan arti dari kelima ayat al-Quran di atas, al-Hadits
pun menyatakan pendapat yang sama terkait diharamkannya riba (bunga) seperti
HR. Muslim berikut :
“ Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba,
pemberinya, penulisnya, dan saksi-saksinya. Kemudian beliau bersabda,
bahwa mereka semua adalah sama”.
Dengan melihat dari beberapa pengertian ayat al-Quran dan al-Hadits di
atas, sudah terlihat jelas bahwa prinsip utama operasional bank yang berdasarkan
prinsip syariah adalah hukum islam. Kegiatan operasional bank harus
31
memperhatikan perintah dan larangan dalam al-Quran dan Sunnah Rasul
Muhammad SAW. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat
diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan bank berdasarkan
prinsip syariah dengan bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem
pemberian imbalan dari jasa atau dana. Dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya, bank berdasarkan prinsip syariah tidak menggunakan sistem
bunga dalam menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh
suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana
yang disimpan di bank berdasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum
islam.
2.3.3 Kegiatan Usaha Bank Syariah
Perbankan syariah berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan
(Financial Intermediary Institution) antara dua pihak, yaitu pihak yang kelebihan
dana dan pihak yang kekurangan dana. Oleh karena itu, untuk menjalankan fungsi
intermediasi tersebut, lembaga syariah akan melaksanakan berbagai bentuk
kegiatan usaha seperti yang dikutip dari Burhanuddin (2010 : 57) adalah sebagai
berikut :
1. Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana dalam perbankan syariah dapat diwujudkan baik
dalam bentuk simpanan maupun investasi. Penghimpunan dana dalam bentuk
simpanan wujudnya berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah (Pasal 19 ayat 1 huruf a). Sedangkan
penghimpunan dana dalam bentuk investasi wujudnya berupa deposito, tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (pasal 19 ayat 1
huruf b).
32
a. Giro
Salah satu bentuk produk yang ditawarkan kepada masyarakat untuk
penghimpunan dana dari bank syariah adalah giro. Menurut fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 01/DSN-MUI/IV/2000, Giro yang dibenarkan secara
syariah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah.
(1) Giro Wadiah adalah simpanan dana yang bersifat titipan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan
pemindahbukuan, dan terhadap titipan tersebut tidak dipersyaratkan
imbalan kecuali dalam bentuk pemberian sukarela (‘athaya).
(2) Giro mudharabah adalah simpanan dana yang bersifat investasi yang
penarikannya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya,
atau dengan pemindahbukuan, dan terhadap investasi tersebut
diberikan bagi hasil sesuai nisbah yang telah disepakati dimuka.
Meskipun ada dua produk berupa giro wadiah dan giro mudharabah,
namun dalam praktiknya prinsip wadiah yang paling banyak dipakai,
mengingat motivasi utama nasabah memilih produk giro adalah untuk
kemudahan lalulintas pembayaran bukan untuk mendapatkan keuntungan. Di
samping itu apabila prinsip mudharabah yang dipakai, maka penarikan
sewaktu-waktu akan sulit dilaksanakan mengingat sifat dari akad mudharabah
yang memerlukan jangka waktu untuk menentukan untung dan rugi.
b. Tabungan
Menurut fatwa DSN-MUI No 02/DSN-MUI/IV/2000, tabungan yang
dibenarkan menurut prinsip syariah adalah tabungan wadiah dan mudharabah.
(1) Tabungan wadiah, yaitu simpanan dana nasabah pada bank, yang
bersifat titipan dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dan
33
terhadap titipan tersebut bank tidak dipersyaratkan untuk memberikan
imbalan kecuali dalam bentuk pemberian bonus secara sukarela.
(2) Tabungan mudharabah, yaitu simpanan dana nasabah pada bank yang
bersifat investasi dan penarikannya tidak dapat dilakukan setiap saat
dan terhadap investasi tersebut diberikan bagi hasil sesuai nisbah yang
telah disepakati di muka.
c. Deposito
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional No. 03/DSN-MUI/IV/2000
menetapkan bahwa deposito yang dibenarkan secara syariah yaitu deposito
yang berdasarkan prinsip mudharabah. Deposito adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan
perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank. Deposito merupakan
produk bank yang memang ditujukan untuk kepentingan investasi dalam
bentuk surat-surat berharga, sehingga dalam perbankan syariah akan memakai
prinsip mudharabah.
Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka dapat kita ketahui bahwa
dalam perbankan syariah mengenai penghimpunan dana dari masyarakat
secara langsung menggunakan tiga instrument yaitu giro (demand deposit),
tabungan (saving deposit), dan deposito (time deposit). Berbeda dengan bank
konvensional yang menggunakan bunga sebagai kontraprestasi bagi nasabah,
maka dalam bank syariah menggunakan dua prinsip perjanjian dalam islam
yang di dalamnya tidak mengandung unsur riba, maisyir, gharar, yaitu prinsip
titipan (wadiah) dan prinsip bagi hasil (mudharabah).
2.
Penyaluran Dana
Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary
institution) selain melakukan kegiatan penghimpunan dana, juga menyalurkan
kembali kepada masyarakat melalui pembiayaan. Dalam perbankan konvensional,
pembiayaan diwujudkan dalam bentuk kredit yang berbasis pada bunga (interest
34
based). Sedangkan menurut undang-undang, pembiayaan dalam perbankan
syariah diwujudkan dalam bentuk :
-
Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
-
Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
-
Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna’.
-
Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh.
-
Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa (pasal 1 angka 25).
a. Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil
Menyalurkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (profit
sharing) adalah mendasarkan pada akad mudharabah dan akad
musyarakah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah.
(1) Pembiayaan mudharabah, adalah penyediaan dana oleh bank untuk
modal usaha berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dengan
nasabah sebagai pihak yang diwajibkan untuk melakukan setelmen
atas investasi dimaksud sesuai ketentuan akad. Bank bertindak sebagai
shahibul maal yang menyediakan dana secara penuh, dan nasabah
bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana dalam kegiatan
usaha.
(2) Pembiayaan musyarakah, adalah penyediaan dana oleh bank untuk
memenuhi
sebagian
modal
suatu
usaha
tertentu
berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan dengan nasabah sebagai pihak yang
harus melakukan setelmen atas investasi sesuai ketentuan akad. Bank
dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan
bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai
suatu kegiatan usaha tertentu. Nasabah bertindak sebagai pengelola
35
usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan
usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati.
b. Pembiayaan dengan Prinsip Ijarah atau Ijarah Muntahiya Bittamlik
Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak
bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
(1) Pembiayaan ijarah, adalah penyediaan dana atau tagihan yang berupa
transaksi sewa dalam bentuk akad ijarah dengan opsi perpindahan hak
kepemilikan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik (IMBT)
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah
pembiayaan sebagai pihak yang diwajibkan untuk melunasi utang /
kewajiban sewa sesuai akad.
(2) Pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik merupakan pembiayaan sewa
beli berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan
nasabah pembiayaan sebagai pihak yang diwajibkan melunasi hutang /
kewajiban sewa beli sesuai akad.
c. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli
(1) Pembiayaan murabahah, adalah penyediaan dana atau tagihan oleh
bank syariah untuk transaksi jual beli barang sebesar harga pokok
ditambah margin/keuntungan berdasarkan kesepakatan dengan nasabah
yang harus membayar sesuai akad. Pengertian harga (tsaman) dalam
jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak,
baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi objek jual beli,
lebih tinggi maupun lebih rendah. Sedangkan yang dimaksud harga
dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang
diperlukan ditambah dengan keuntungan sesuai dengan hasil
kesepakatan.
(2) Pembiayaan salam adalah penyediaan dana atau tagihan untuk
transaksi jual beli barang melalui pesanan (kepada nasabah produsen)
yang dibayar dimuka secara tunai oleh bank berdasarkan persetujuan
36
atau kesepakatan dengan nasabah pembiayaan yang harus melunasi
utang atau kewajibannya sesuai dengan akad.
(3) Pembiayaan istishna, adalah penyediaan dana atau tagihan untuk
transaksi jual beli melalui pesanan pembuatan barang (kepada nasabah
produsen), yang dibayar oleh bank berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan dengan nasabah pembiayaan yang harus melunasi utang /
kewajibannya sesuai dengan akad.
d. Pembiayaan dengan Prinsip Pinjam Meminjam (Utang Piutang)
Dalam perbankan syariah, mempunyai berbagai macam akad yang
dapat digunakan untuk menjalankan fungsi penyaluran dana. Salah satu
bentuk akad yang menjadi ciri perbankan syariah adalah adanya produk
hukum berupa pinjaman (qardh). Pembiayaan qardh adalah penyediaan
dana atau tagihan / piutang sebagai pinjaman kebaikan kepada nasabah
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dengan
nasabah pembiayaan sebagai pihak yang harus melunasi utang atau
kewajibannya sesuai ketentuan akad.
3.
Pelayanan Jasa Perbankan
Untuk
mendukung
transaksi
keuangan,
selain
dilakukan
melalui
penghimpunan dan penyaluran dana, kegiatan usaha perbankan juga dapat
dilakukan melalui penyediaan jasa pelayanan. Penyediaan jasa pelayanan
bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi nasabah dalam memenuhi
kebutuhan keuangan melalui transaksi perbankan. Dari penyediaan jasa tersebut,
perbankan dapat melakukan diversifikasi portofolio aset bank melalui penerapan
berbagai kombinasi akad-akad syariah (Islamic financial engineering), seperti
berikut :
a. Letter of Credit (LC) Import / Ekspor Syariah
Perbankan syariah menawarkan produk jasa berupa Letter of Credit
(LC) ekspor/impor untuk pembayaran dalam transaksi internasional.
37

Letter of Credit (LC) impor syariah adalah surat pernyataan akan
membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank syariah atas
permintaan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai
dengan prinsip syariah. Dalam transaksi ini, bank syariah dapat
bertindak sebagai wakil dan penjamin importir dalam melakukan
pembayaran (akad wakalah bil ujrah dan kafalah).

Letter of Credit ekspor syariah, adalah surat pernyataan akan
membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank untuk
memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan
tertentu sesuai dengan prinsip syariah. L/C ekspor syariah dalam
pelaksanaannya menggunakan akad wakalah bil ujrah, qardh,
mudharabah, musyarakah, dan alba’i.
b. Syariah Charge Card
Berdasarkan ketentuan (Pasal 36 huruf m) Peraturan Bank
Indonesia No.6/24/PBI/2004, Syariah Charge Card merupakan bagian
dari produk jasa perbankan syariah. Pengertian Syariah Charge Card
adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat timbul dari
suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk
melakukan penarikan tunai di mana kewajiban pembayaran pemegang
kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit, dan pemegang kartu
berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut secara
sekaligus pada waktu yang telah ditetapkan.
c. Bank Garansi Syariah
Bank Garansi Syariah adalah jaminan yang diberikan oleh bank
syariah kepada pihak ke tiga sebagai pengganti atas kewajiban nasabah
bank selaku pihak yang dijamin. Bank Garansi diberikan dalam jangka
waktu tertentu terhadap objek penjaminan yang jelas spesifikasi, jumlah
dan nilainya. Kontrak (akad) jaminan memuat kesepakatan antara pihak
dilengkapi dengan persaksian pihak penerima jaminan. Apabila pihak ke
dua tidak dapat memenuhi kewajibannya, bank syariah mengeksekusi
38
garansi dengan melakukan pembayaran dalam skema akad lain (misalnya
qardh) yang menyertai akad kafalah.
d. Transfer dan Inkaso
Transfer dan Inkaso merupakan jasa yang diberikan bank syariah
mewakili nasabah dalam pemindahan dana dari rekening nasabah
(transfer) atau melakukan penagihan untuk untung rekening nasabah
(inkaso), dan atas jasa yang diberikan bank dapat memperoleh imbalan
(ujrah). Risiko dari transaksi transfer dan inkaso yang menggunakan akad
wakalah adalah risiko operasional yang terkait dengan human error atau
fraud, serta kerusakan/kegagalan pada hardware, software, maupun
jaringan telekomunikasi. Di samping itu bank perlu memperhatikan
ketentuan kehati-hatian terkait dengan upaya mengantisipasi tindak pidana
pencucian uang menggunakan fasilitas transfer.
e. Pertukaran Valuta Asing
Dalam rangka memberikan jasa pelayanan kepada nasabah, valuta
syariah dapat menjalankan kegiatan usaha jual beli valuta asing
berdasarkan akad sharf. Penukaran valuta asing merupakan jasa yang
diberikan bank untuk membeli atau menjual valuta asing yang sama
(single currency) maupun berbeda (multi currency), sesuai dengan
permintaan nasabah. Melalui jual beli valuta asing (money changer),
perbankan dapat memperluas jaringan dan atau memperoleh loyalitas
nasabah, di samping mendapatkan margin keuntungan dari selisih kurs
hasil penukaran mata uang yang berbeda.
2.4 Laporan Keuangan
2.4.1 Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan hal penting karena memberikan input
(informasi) yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Banyak pihak yang
berkaitan dengan laporan keuangan, mulai dari investor atau calon investor, pihak
39
pemberi dana atau calon pemberi dana, sampai pada manajemen perusahaan itu
sendiri. Laporan keuangan diharapkan memberi informasi mengenai profitabilitas,
risiko, dan timing dari aliran kas yang dihasilkan perusahaan. Informasi tersebut
akan mempengaruhi pihak-pihak yang berkepentingan, dan pada giliran
selanjutnya akan mempengaruhi nilai perusahaan.
Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara
keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca bagaimana kondisi bank yang
sesungguhnya, termasuk kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Laporan ini juga
menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu periode. Keuntungan dari
membaca laporan ini pihak manajemen dapat memperbaiki kelemahan yang ada
serta mempertahankan kekuatan yang dimilikinya (Kasmir, 2012 : 280).
Ada tiga jenis laporan keuangan yang sering digunakan yaitu neraca,
laporan laba-rugi, dan laporan arus kas. Seperti yang dijelaskan oleh Hanafi
(2012 : 27) berikut ini :
a. Neraca
Neraca keuangan perusahaan mencoba meringkas kekayaan yang
dimiliki oleh perusahaan pada waktu tertentu. Dengan demikian, neraca
keuangan merupakan ‘snapshot’ gambaran kekayaan perusahaan pada saat
tertentu. Karena fokus pada hal tertentu, maka neraca keuangan biasanya
dinyatakan neraca per tanggal tertentu.
Neraca dibagi ke dalam dua bagian yaitu sisi kiri yang menyajikan aset
yang dimiliki oleh perusahaan, dan sisi kanan yang menyajikan sumber dana
yang dipakai untuk memperoleh aset tersebut. Neraca disusun berdasarkan
persamaan aset = kewajiban + modal saham. Sisi kiri meringkaskan kekayaan
yang dimiliki perusahaan sementara sisi kanan meringkaskan sumber dana
yang dipakai untuk membeli aset tersebut.
40
b. Laporan Laba – Rugi
Laporan laba-rugi meringkaskan aktivitas perusahaan selama periode
tertentu. Laporan laba-rugi sering dianggap sebagai laporan paling penting
dalam laporan tahunan. Kegiatan yang dilaporkan meliputi kegiatan rutin
(operasi bisnis), dan juga kegiatan yang tidak rutin, seperti penjualan aset
tertentu, penghentian lini bisnis tertentu, perubahan metode akuntansi, dan
sebagainya.
Laporan keuangan laba-rugi diharapkan bisa memberikan informasi yang
berkaitan dengan tingkat keuntungan, risiko, fleksibilitas keuangan, dan
kemampuan operasional perusahaan.
c. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas meringkas aliran kas masuk dan keluar perusahaan
untuk jangka waktu tertentu. Laporan kas diperlukan karena dalam beberapa
situasi, laporan laba-rugi tidak cukup akurat menggambarkan kondisi
keuangan perusahaan. Laporan arus kas memiliki dua tujuan : (1)
Memberikan
informasi
mengenai
penerimaan
dan
pembayaran
kas
perusahaan selama periode tertentu, dan (2) Memberikan informasi mengenai
efek kas dari kegiatan investasi, pendanaan, dan operasi perusahaan selama
periode tertentu.
Pada intinya, laporan arus kas ingin melihat aliran dana yaitu berapa besar
kas masuk, sumber-sumbernya, berapa kas keluar, dan kemana kas tersebut
keluar. Karena itu, item-item dalam laporan arus kas dikelompokkan ke dalam
tiga bagian besar yaitu : 1) aliran kas dari kegiatan operasional, 2) aliran kas dari
kegiatan investasi, 3) aliran kas dari kegiatan pendanaan.
2.4.2 Laporan Keuangan Syariah
Dalam perbankan syariah, tujuan penyajian laporan keuangan sama
halnya dengan laporan keuangan pada umumnya yaitu untuk menyediakan
informasi, menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan
41
suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sebagian besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Yang membedakan laporan keuangan syariah
dengan laporan keuangan pada umumnya adalah bentuk atau jenis laporan
keuangannya. Seperti yang dijelaskan oleh Nurhayati dan Wasilah (2011 : 95)
tentang laporan keuangan entitas syariah yang terdiri atas :
1.
Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca.
Laporan ini menyajikan informasi tentang sumber daya yang
dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas, dan solvabilitas
serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Laporan
ini
berguna
untuk
memprediksi
kemampuan
perusahaan di masa yang akan datang.
2.
Informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba
rugi. Laporan ini diperlukan untuk menilai perubahan potensial
sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa
depan.
3.
Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat
disusun berdasarkan definisi dana seperti seluruh sumber daya
keuangan, modal kerja, aset likuid atau kas. Kerangka ini tidak
mendefinisikan dana secara spesifik. Akan tetapi, melalui
laporan ini dapat diketahui aktivitas investasi, pendanaan, dan
operasi selama periode pelaporan.
4.
Informasi lain, seperti laporan penjelasan tentang pemenuhan
fungsi sosial entitas syariah. Merupakan informasi yang tidak
diatur secara khusus tetapi relevan bagi pengambilan keputusan
sebagian besar pengguna laporan keuangan.
5.
Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari
informasi tambahan yang relevan termasuk pengungkapan
tentang risiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi entitas.
Informasi tentang segmen industri dan geografi serta pengaruh
perubahan harga terhadap entitas juga dapat disajikan.
42
2.5 Tinjauan Teori Profitabilitas, DPK, NPF, dan Tingkat Bagi Hasil
2.5.1 Pengertian Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan, dalam hal ini
perbankan, untuk menghasilkan laba. Profitabilitas biasanya diukur menggunakan
rasio perbandingan. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal
saham tertentu. Ada tiga rasio yang sering digunakan, yaitu profit margin, Return
on Asset (ROA), dan Return on Equity (ROE).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan rasio ROA sebagai pengukur
profitabilitas perusahaan. Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam penentuan
tingkat kesehatan suatu bank, Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian
besarnya Return On Asset, dan tidak memasukkan unsur Return On Equity. Hal
tersebut karena Bank Indonesia sebagai Pembina dan pengawas perbankan, lebih
mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang
dananya sebagian besar dari dana simpanan masyarakat (dana pihak ketiga).
Return on Asset (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset tertentu
(Hanafi, 2012 : 42). Dengan kata lain, Return on Asset (ROA) merupakan ukuran
kinerja keuangan dan dijadikan sebagai variabel dependen karena ROA digunakan
untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan
dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.
Menurut Surat Edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001,
rasio ROA dapat diukur dengan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap
total aset (total aktiva). Seperti yang dituangkan dalam rumus berikut :
=
43
Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan aset,
yang berarti semakin baik, artinya semakin besar ROA menunjukkan kinerja
keuangan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian (return) semakin
besar.
2.5.2 Pengertian Dana Pihak Ketiga
Dana masyarakat (Dana Pihak Ketiga) adalah dana-dana yang berasal
dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank
dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh
bank seperti giro (demand deposits), deposito (time deposits), dan tabungan
(saving).
Sumber dana yang berasal dari masyarakat luas ini merupakan sumber
dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan
bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencarian dana dari
sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya dan
pencarian dana dari sumber dana ini paling dominan, asal dapat memberikan
bunga dan fasilitas menarik lainnya. Sumber dana yang didapat bank melalui
simpanan giro merupakan dana murah bagi bank, karena bunga atau balas jasa
yang dibayar paling murah jika dibandingkan dengan simpanan tabungan dan
simpanan deposito. Sedangkan simpanan tabungan dan simpanan deposito disebut
dana mahal, hal tersebut disebabkan bunga yang dibayar kepada pemegangnya
relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan jasa giro (Kasmir, 2012 : 59).
2.5.3 Pengertian Non Performing Finance
Non Performing Finance (NPF) adalah kredit bermasalah yang terdiri dari
kredit yang berklasifikasi kurang lancar, diragukan, dan macet. Termin NPF
diperuntukkan bagi bank syariah. Rasio ini menunjukkan bahwa kemampuan
manajemen bank dalam mengelola pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh
bank sehingga semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas pembiayaan
bank tersebut. Hal ini dikarenakan pembiayaan merupakan sektor terbesar dalam
menyumbang pendapatan bank.
44
NPF adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada
bank, dengan kata lain NPF merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut.
NPF dapat diketahui dengan cara menghitung Pembiayaan Non Lancar terhadap
Total Pembiayaan. Seperti yang dituangkan dalam rumus berikut :
=
Apabila semakin rendah NPF maka bank tersebut akan semakin naik
keuntungannya, sebaliknya bila tingkat NPF tinggi, bank tersebut akan mengalami
kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet.
2.5.4 Pengertian Bagi Hasil
Bagi keuntungan atau bagi hasil merupakan ciri utama bagi lembaga
keuangan tanpa bunga atau biasa disebut bank syariah. Dinamakan lembaga
keuangan bagi hasil, karena lembaga ini memperoleh keuntungan dari apa yang
dihasilkan dari upayanya mengelola dana pihak ketiga.
Menurut Silvanita (2009 : 35) mengenai prinsip bagi hasil yang
menyatakan bahwa :
“Bagi hasil adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih
dalam suatu kegiatan usaha / proyek di mana masing-masing pihak
berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala
kerugian yang terjadi”.
Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau
ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam kegiatan usaha
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara
kedua belah pihak atau lebih.
Produk pembiayaan bank syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil
terdiri dari al-musyarakah dan al-mudharabah. Seperti yang dijelaskan oleh
Sudarsono (2012 : 76) berikut ini :
45
a. Al-musyarakah, adalah kerjasama antara kedua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.
Musyarakah terdiri dari dua jenis, yaitu musyarakah pemilikan dan
musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena
warisan wasiat atau kondisi lainnya yang berakibat pemilikan satu aset
oleh dua orang atau lebih. Sedangkan musyarakah akad tercipta dengan
kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari
mereka memberikan modal musyarakah dan berbagi keuntungan dan
kerugian.
b. Al-mudharabah, adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan
apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat dari kelalaian si pengelola.
2.6 Pengaruh DPK, NPF, dan Tingkat Bagi Hasil terhadap Profitabilitas
Perbankan Syariah
2.6.1 Pengaruh DPK terhadap Profitabilitas
Dana pihak ketiga merupakan tulang punggung dari kegiatan operasional
bank. DPK merupakan simpanan yang didapat dari nasabah melalui giro,
tabungan, dan deposito. Dana tersebut kemudian disalurkan oleh bank dalam
bentuk pembiayaan, baik pembiayaan dengan akad bagi hasil (mudharabah dan
musyarakah), jual beli (murabahah) atau akad lainnya. Dari pembiayaanpembiayaan tersebut, nantinya akan menghasilkan revenue bagi hasil untuk
nasabah dan juga untuk bank yang tentunya akan mempengaruhi besar kecilnya
profitabilitas bank.
46
Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kasmir (2012 : 60) bahwa sumber
dana pihak ketiga merupakan sumber dana terpenting bagi operasional bank
karena selain mudah dalam mencarinya, juga tersedia banyak di masyarakat, dan
persyaratan untuk mencarinya pun tidak sulit.
2.6.2 Pengaruh NPF terhadap Profitabilitas
Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah
tercermin dari besarnya NPF. NPF adalah rasio antara pembiayaan yang
bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang
termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan, dan macet.
NPF mencerminkan risiko pembiayaan, semakin tinggi rasio ini,
menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk. Pengelolaan
pembiayaan sangat diperlukan oleh bank, mengingat fungsi pembiayaan sebagai
penyumbang pendapatan terbesar bagi bank syariah. Tingkat kesehatan
pembiayaan (NPF) ikut mempengaruhi pencapaian laba bank. Bertambahnya NPF
akan mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari
pembiayaan yang diberikan sehingga mempengaruhi perolehan laba dan
berpengaruh buruk pada profitabilitas bank.
2.6.3 Pengaruh Tingkat Bagi Hasil terhadap Profitabilitas
Bagi hasil atau profit sharing dapat diartikan sebagai sebuah bentuk
kerjasama antara pihak investor dengan pihak pengelola dana. Istilahnya dalam
perbankan syariah adalah shahibul maal dan pihak mudharib, yang nantinya
diadakan pembagian hasil berdasarkan presentase jatah bagi hasil sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak.
Bank selaku mudharib harus dapat mengelola dana yang dipercayakan
kepadanya dengan hati-hati dan memperoleh penghasilan yang maksimal. Dalam
mengelola dana ini, bank memiliki empat jenis pendapatan yaitu pendapatan bagi
hasil, margin keuntungan (mark up harga beli), imbalan jasa pelayanan, sewa
47
tempat penyimpanan harta, dan pengembalian biaya administrasi. Pada
pendapatan bagi hasil, besar kecilnya pendapatan bergantung pada pilihan yang
tepat dari jenis usaha yang dibiayai. Memberikan porsi bagi hasil yang besar
kepada mudharib akan memotivasi mudharib untuk lebih giat berusaha, begitupun
sebaliknya. Maka pembagian keuntungan yang dipandang adil adalah 50 : 50
(Perwataatmadja dan Tanjung, 2011 : 76).
Download