BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk., 2003). Tindakan pencabutan gigi dibutuhkan ketika gigi sudah tidak dapat dipertahankan lagi di dalam rongga mulut misalnya apabila perawatan konservasi yang dilakukan gagal, penyakit periodontal yang parah, karies yang sangat luas, infeksi periapeks atau kelainan pulpa (Howe, 1999). Luka adalah hilangnya kontinuitas jaringan yang merupakan akibat dari trauma mekanis, pengaruh termal, rusaknya suplai darah ke jaringan, atau prosedur pembedahan (Dealey dan Cameron, 2008). Setelah terjadi perlukaan akan terjadi respon inflamasi yang menyebabkan sel-sel di sekitar luka mulai bekerja meningkatkan produksi kolagen dan melakukan regenerasi jaringan (Ilodigwe dkk., 2012). Waktu penyembuhan luka dipengaruhi oleh tipe luka dan perluasan luka. Luka yang dalam dan melibatkan kerusakan pembuluh darah membutuhkan waktu penyembuhan luka yang lebih lama (Dealey dan Cameron, 2008). Walaupun proses penyembuhan luka merupakan proses yang natural dan secara alamiah dimiliki makhluk hidup, namun untuk mempercepat proses penyembuhan luka diperlukan kondisi tertentu yang mendukung keberlangsungan proses penyembuhan luka (Ilodigwe dkk., 2012). 1 Proses penyembuhan luka adalah suatu proses yang dinamis dan kompleks serta melibatkan beberapa fase yang saling berkelanjutan, saling tumpang tindih, dan terprogram dari satu fase ke fase lainnya. Fase penyembuhan luka yaitu fase hemostasis, fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling. Pada manusia, proses penyembuhan luka yang optimal melibatkan beberapa proses yaitu hemostasis yang cepat, inflamasi yang tepat, proses diferensiasi, proliferasi, dan migrasi sel mesenkimal, angiogenesis, re-epitelisasi jaringan, dan sintesis kolagen yang berfungsi memberikan kekuatan terhadap jaringan. Fase pertama pada proses penyembuhan luka adalah fase hemostasis yang berlangsung tepat setelah terjadi luka, ditandai dengan kontraksi vascular dan pembentukan jendalan fibrin. Selanjutnya fase inflamasi ditandai dengan infiltrasi neutrofil, makrofag, dan limfosit ke area luka. Makrofag memiliki peran yang besar pada proses penyembuhan luka salah satunya yaitu memicu transisi fase inflamasi menuju fase proliferasi. Fase proliferasi terjadi tumpang tindih dengan fase inflamasi dan ditandai dengan proliferasi dan migrasi sel epithelial. Sel yang banyak ditemukan pada fase proliferasi adalah fibroblas dan sel endotel. Sel endotel berperan dalam pembentukan pembuluh darah baru, sedangkan fibroblas berperan pada proses sintesis kolagen dan memproduksi glikosaminoglikan dan proteoglikan yang merupakan dua komponen penting matriks ekstraselular. Salah satu proses penting pada fase remodeling yaitu tahap remodeling matriks ekstraseluler menjadi struktur normal jaringan. Tahap remodeling ditandai dengan kontraksi di sekitar luka yang diinisiasi oleh kontraksi myofibroblas untuk menutup luka (Guo dan DiPietro, 2010). 2 Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Berbagai growth factor misalnya platelet-derived growth factor (PDGF), fibroblast-derived growth factor (FGF), dan transforming frowth factors (TGF) α dan β berperan pada proses penyembuhan luka dengan cara menginduksi proliferasi berbagai sel seperti fibroblas, sel endothelial, dan sel epithelial (Shai dan Maibach, 2005). Faktor oksigenasi jaringan, infeksi, medikasi, dan nutrisi juga mempengaruhi proses penyembuhan luka. Protein merupakan nutrisi terpenting pada proses penyembuhan luka karena defisiensi protein dapat mempengaruhi pembentukan pembuluh darah, proliferasi fibroblas, serta penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen (Guo dan DiPietro, 2010). Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat seperti serabut, kulit, urat, tulang rawan, maktriks tulang, dentin gigi, membrane kapiler dan jaringan lain di tubuh manusia (Almatsier, 2009). Teripang adalah hewan dari filum echinodermata yang memiliki berbagai kandungan nutrisi. Teripang banyak terdapat di seluruh perairan dangkal berkarang seperti laut di sekitar Negara Asia dan Timur Tengah. Cina dan Jepang adalah negara yang sudah sejak lama mengonsumsi teripang. Selain dimanfaatkan sebagai bahan makanan, masyarakat Cina dan Jepang juga menggunakan teripang sebagai obat tradisional (Bordbar dkk., 2011). Sejak awal Dinasti Ming, masyarakat Cina menyebut teripang dengan sebutan “haishen” yang berarti ginseng laut dan memanfaatkannya sebagai obat untuk mengobati penyakit yang berhubungan dengan kelainan perdarahan, ginjal, organ reproduksi, dan saluran pencernaan (Lovatelli dan Conand, 2004). Penggunaan bubuk teripang secara 3 tradisional untuk mengobati radang sendi dikonsumsi dengan dosis 3 gram setiap diaplikasikan (Trubus, 2006). Teripang merupakan salah satu hewan laut yang potensial karena kandungan nutrisinya memiliki banyak manfaat dalam bidang kedokteran. Kandungan teripang yang bermanfaat dalam bidang kedokteran misalnya kondroitin sulfat yang berperan sebagai antikoagulan, fenol dan flavonoid sebagai antioksidan, glikoprotein sebagai antitumor, dan glikosida triterpen trisulfat sebagai antiviral. Teripang mengandung vitamin A, vitamin B1 (thiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), dan mineral seperti kalsium, magnesium, zat besi, dan zinc. Dinding tubuh teripang tersusun atas 70% kolagen serta mengandung protein tinggi seperti glikosaminoglikan, glisin, asam glutamat, dan arginin yang juga berperan dalam proses penyembuhan luka (Bordbar dkk., 2011). Beberapa kandungan teripang berhubungan dengan peningkatan ketebalan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka seperti kondroitin sulfat dan glikosaminoglikan. Kondroitin sulfat mampu berikatan dengan fibroblast growth factor-2 sehingga memicu proliferasi dan adhesi fibroblas dan meningkatkan kecepatan penutupan luka in vitro. Fibroblas adalah sel yang berperan pada proses sintesis kolagen, sehingga proliferasi fibroblas secara langsung mempengaruhi peningkatan sintesis kolagen (Au-yeung dkk., 2011). Kandungan teripang yang juga terlibat dalam pembentukan serabut kolagen dan elastik, pergerakan sel, pembentukan zona membran basal adalah glikosaminoglikan (DiBernardo dan Pozner, 2009). Teripang juga mengandung saponin yang dapat menstimulus 4 fibronektin untuk mensintesis fibroblas dan memodifikasi ekspresi reseptor TGFβ (Kanzaki dkk., 1998). B. Perumusan Masalah Apakah ketebalan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi marmut meningkat setelah pemberian gel ekstrak teripang (Stichopus noctivagus) 75% ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketebalan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi marmut setelah pemberian gel ekstrak teripang (Stichopus noctivagus) 75%. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penggunaan ekstrak teripang sebagai bahan yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka dilakukan oleh Fredalina dkk. (1999), berjudul “Fatty Acid Compositions in Local Sea Cucumber, Stichopus choronotus, for Wound Healing”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kandungan ekstrak teripang dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Bubuk teripang digunakan oleh masyarakat Cina sebagai obat tradisional dengan dosis 3 gr setiap aplikasi (Trubus, 2006). Penelitian mengenai ketebalan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi marmut (Cavia 5 cobaya) setelah pemberian gel ekstrak teripang (Stichopus noctivagus) konsentrasi 75%, sejauh penulit ketahui belum pernah dilakukan. E. Manfaat Penelitian 1. Menunjukkan perubahan tingkat ketebalan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi setelah pemberian gel ekstrak teripang. 2. Mengembangkan pengetahuan mengenai bahan alami yang dapat membantu proses penyembuhan luka soket pasca ekstraksi gigi. 3. Memanfaatkan jenis teripang yang banyak terdapat di pesisir pantai Yogyakarta sebagai alternatif bahan yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi. 6