Mungkinkah Muhammad sebagai Nabi bagi Umat Kristiani? - 12

advertisement
Mungkinkah Muhammad sebagai Nabi bagi Umat Kristiani? - 12-19-2016
iT's Me - Kembali ke Fitrah - https://www.itsme.id
Mungkinkah Muhammad sebagai Nabi bagi Umat Kristiani?
Monday, December 19, 2016
https://www.itsme.id/mungkinkah-muhammad-sebagai-nabi-bagi-umat-kristiani/
iTs me - Masih dalam suasana Maulid Nabi Muhammad, saya ingin mengajukan pertanyaan teologis yang
tak umum diajukan: Mungkinkah umat Kristiani mengakui Muhammad sebagai Nabi? Pertanyaan ini
pernah disampaikan Khalifah Abbasiyah al-Mahdi kepada Patriakh Timothy I dari Gereja Suriah Timur.
Tentu saja, pertanyaan itu seharusnya dijawab oleh umat Kristiani. Karena itu, saya hanya bermaksud
mendiskusikan apa yang dikatakan sebagian penulis Kristen ketika menjawab pertanyaan tersebut. Lebih
khusus lagi, saya akan membatasi pada mereka yang membuka kemungkinan mengakui Muhammad
sebagai Nabi, baik eksplisit atau implisit. Setahu saya, tidak banyak penulis Kristen yang berbicara soal
kenabian Muhammad dari sudut teologis, dan lebih sedikit lagi yang menjawabnya secara afirmatif.
Perlu disebutkan di awal, sebagian orang mungkin bertanya: Apa susahnya umat Kristiani mengimani
Muhammad sebagai Nabi? Bukankah kaum Muslim menghormati Yesus (Isa) dan menganggapnya
sebagai Nabi yang agung?
Dua pertanyaan di atas tidak bisa saling dihubungkan untuk memunculkan komitmen timbal-balik:
Karena kaum Muslim mengimani Yesus sebagai Nabi, maka umat Kristiani semestinya mengimani
Muhammad juga.
Pertama, kaum Muslim tidak memperlakukan Yesus sebagaimana umat Kristiani mengimaninya sebagai
Tuhan. Jadi, Muslim mengakui Yesus sebagai Nabi berbeda dengan Kristen mengakui kenabian
Muhammad.
Kedua, umat Kristiani mengimani keesaan Tuhan. Bagi sebagian kalangan, jika mereka juga mengakui
kenabian Muhammad, maka mereka otomatis menjadi Muslim.
Soal Kenabian Muhammad
Sementara kaum Muslim meyakini tidak ada nabi setelah Muhammad, umat Kristiani memahami
kenabian lebih dinamis, walaupun dalam pengertian Biblikal tidak ada nabi setelah Yesus. Sebab, Yesus
adalah kulminasi wahyu dalam wujudnya yang paripurna. Seperti disebutkan dalam kitab Ibrani 1:1-2,
Tuhan berkomunikasi dengan umat manusia melalui para Nabi, dan pada zaman akhir ini “Ia telah
berbicara kepada kita dengan perantara Anak-Nya.”
Ayat Ibrani ini memperlihatkan proses gradualitas wahyu yang mencapai kepurnaannya dalam diri Yesus
sebagai inkarnasi Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan tidak lagi mewahyukan kehendak-Nya, melainkan diriNya dalam wujud Yesus. Ada dua konsekuensi dari kesempurnaan wahyu dalam diri Yesus: (1) tidak ada
lagi wahyu setelahnya, dan (2) dengan terputusnya wahyu, berakhir pula era kenabian.
Dalam konteks itu kita bisa memahami kenapa sulit bagi Kristen untuk mengakui Muhammad sebagai
1/3
Mungkinkah Muhammad sebagai Nabi bagi Umat Kristiani? - 12-19-2016
iT's Me - Kembali ke Fitrah - https://www.itsme.id
Nabi dalam pengertian Biblikal. Wahyu yang paripurna sudah mewujud dalam diri Yesus, yang
disaksikan oleh murid-muridnya. Bahkan, Perjanjian Baru dipahami semata sebagai sebuah kesaksian
normatif atas pewahyuan Tuhan dalam diri Yesus itu.
Dari sinilah dikenal istilah inkarnasi: Firman menjadi tubuh Yesus. Maka, ada benarnya ketika sebagian
sarjana membandingkan Yesus dengan al-Qur’an. Jika dalam tradisi Kristen dikenal inkarnasi, dalam
Islam disebut “inlibrasi,” yakni Firman menjadi kitab (al-Qur’an). Sebagaimana al-Qur’an dipahami
bersifat eternal, demikian pula Yesus yang (mengutip Ibrani 1:2) “dengannya Tuhan menciptakan alam
semesta.”
Maka, ketika Patriakh Timothy ditanya apakah ia mengakui Muhammad sebagai Nabi, ia tidak dapat
mengafirmasi sepenuhnya tetapi juga tidak menolak ajaran-ajaran kebaikan yang dibawanya. Dengan
pilihan kalimat yang sangat hati-hati, Timothy menjawab: “Muhammad berada di jalannya para Nabi.”
Jawaban ini mengena dua sasaran sekaligus. Dia tidak menyakiti perasaan Khalifah Al-Mahdi dan juga
tidak menyimpang dari pemahaman ortodoks bahwa tak ada wahyu setelah Yesus.
Sejak pertengahan abad ke-20, sejumlah teolog Kristen mengembangkan perspektif baru dan mencoba
merumuskan prinsip-prinsip yang memungkinkan untuk mengakui Muhammad sebagai seorang Nabi.
Dalam sebuah konferensi di Spanyol tahun 1977, misalnya, Prof. Gregorio Luiz berargumen bahwa jika
istilah “nabi” dipahami secara sosiologis, maka Muhammad boleh dianggap Nabi. Pandangan Luiz kurang
mendapat respons karena dia tidak menggunakan istilah “nabi” dalam makna teologis sebagaimana
dipahami kaum Muslim.
Terobosan Teologis
Adalah Giulio Basetti-Sani dan Christian Troll yang menawarkan sebuah terobosan penting dalam soal
kenabian Muhammad dan ajaran yang dibawanya. Dalam “Secercah Harapan di Balik Caci-Maki Muslim
dan Kristen” (Geotimes, 25 November 2016), saya sudah mendiskusikan pandangan Basetti-Sani tentang
al-Qur’an dan Nabi Muhammad.
Diilhami oleh mentornya Louis Massignon, Basetti-Sani mengusulkan supaya umat Kristiani
mengembangkan sikap positif atas Muhammad tanpa mengorbankan keyakinan teologis mereka. Hal itu
dapat dilakukan dengan membedakan antara pengakuan atas kenabian Muhammad dan pengamalan
ajaran Islam.
Baginya, mengakui kenabian Muhammad adalah satu hal, dan mengikuti ajarannya adalah hal lain. Dan
sikap apresiatif terhadap ajaran Islam tidak berarti meninggalkan ajaran Yesus Kristus karena
(sebagaimana judul bukunya) “Qur’an dapat dibaca dalam sinaran Kristus” (The Koran in the Light of
Christ).
Troll berbicara soal kenabian Muhammad dalam dua bukunya yang dibaca luas, berjudul Dialogue and
Difference: Clarity in Christian-Muslim Relations (2009) dan Muslims Ask, Christians Answer (2012).
Dia menyebut Muhammad sebagai “an outstanding religious figure” dan mengajak kaum Kristiani
bersikap terbuka mempelajari biografi Muhammad dan ajaran Islam.
“Pengakuan atas Yesus sebagai kepurnaan wahyu, dalam arti Tuhan mewahyukan dirinya dalam diri
Yesus,” kata Troll, “tidak berarti bahwa agama lain diremehkan atau ditolak sebagai memiliki hubungan
2/3
Mungkinkah Muhammad sebagai Nabi bagi Umat Kristiani? - 12-19-2016
iT's Me - Kembali ke Fitrah - https://www.itsme.id
tertentu dengan Tuhan dan menawarkan peribadatan yang absah.” Sebaliknya, agama Islam perlu
dipahami sebagai wujud beragam bentuk undangan Tuhan untuk menyingkap makna kepurnaan wahyu.
Baru-baru ini dua penulis Kristen, Craig Considine dan Ian Mevorach, menulis artikel di The Huffington
Post menjawab pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini secara afirmatif. Dalam “Why a Christian Can
View Muhammad as a Prophet” (26 Januari 2016), Considine berargumen bahwa tidak ada salahnya bagi
Kristen mengakui kenabian Muhammad.
Baginya, Muhammad membawa pesan-pesan serupa dengan yang dibawa nabi-nabi sebelumnya,
termasuk ajaran cinta-damai dan tidak bisa dikatakan anti-Kristen. Namun demikian, Considine
memaknai kata “nabi” dalam pengertian yang luas, sehingga bukan hanya Muhammad yang bisa dianggap
sebagai Nabi, tapi juga memungkinkan pengakuan atas nabi-nabi lain setelahnya.
Mevorach, dalam tulisannya “Did Jesus Predict Muhammad” (25 April 2016), membuat pernyataan
provokatif. “Jika kita lihat Islam sebagai agama dunia yang dianut oleh 1,6 miliar orang,” tulisnya, “inilah
saatnya untuk mengakui Muhammad sebagai Nabi.” Muhammad sebagai “Spirit Kebenaran” telah
diprediksi oleh Yesus. Tulisan Mevorach ini mendapat reaksi luas hingga mencapai 600 komentar.
Mevorach adalah seorang pastur dengan gelar PhD dan aktif dalam kegiatan dialog lintas agama, terutama
Yahudi-Kristen-Islam.
Ada dua hal yang saya tidak setuju dengan Mevorach. Pertama, menurutnya, pengakuan atas kenabian
Muhammad didasarkan pada prediksi Yesus dalam Perjanjian Baru. Ini persoalan klasik yang tak
meyakinkan.
Kedua, pengakuan atas kenabian Muhammad diperlukan sebagai persyaratan dialog lintas agama. Asumsi
dasar kontensi ini sangat problematik karena perbedaan tidak harus menghalangi kerja-kerja dialog. Justru
dialog diperlukan karena ada perbedaan yang perlu didialogkan.
Dengan demikian, apakah Muhammad diakui sebagai Nabi atau tidak seharusnya bukan hambatan dialog
dan kolaborasi antara komunitas Muslim dan Kristen. Tulisan ini perlu dilanjutkan dengan pertanyaan
lain, “bisakah Yesus sebagai Tuhan bagi Muslim?” Kini saatnya Muslim menjawab pertanyaan ini dan
akan saya diskusikan dalam tulisan berikutnya sebagai renungan Maulid Yesus. (Geotimes)
_______________________________________________
WWW.ITSME.ID
3/3
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Download