EVALUASI PENGARUH SENG (ZN) TERHADAP VIABILITAS GALUR SEL KANKER PROSTAT (PC-3) DENGAN MENGGUNAKAN UJI PROLIFERASI SEL (METODE MTS) Muhamad Khaerulloh Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected] Abstrak Seng (Zn) diketahui dapat menginduksi apoptosis terhadap galur sel kanker prostat (PC-3). Akumulasi selular Seng (Zn) memiliki efek langsung pada mitokondria yang menghasilkan pelepasan sitokrom c yang memicu apoptosis. Tujuan dari penelitian ialah mengevaluasi pengaruh Seng (Zn) terhadap viabilitas PC-3 dengan konsentrasi 10 µM, 15 µM, 20 µM, dan staurosporin sebagai kontrol pada waktu pemajanan 0, 6, dan 24 jam. Viabilitas sel-sel tersebut diukur dengan uji MTS. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan ketiga kelompok perlakuan. Namun, terdapat perbedaan bermakna antara perlakuan stauropsorin dibandingkan kontrol tanpa perlakuan. Dengan demikian, konsentrasi Zn 10 µM, 15 µM, dan 20 µM pada pemaparan 0 jam, 6 jam, dan 24 jam belum dapat menurunkan viabilitas sel kanker prostat PC-3 secara signifikan. Abstract Zinc (Zn), known to trigger apoptosis in prostate cancer line (PC-3), has direct effect on mitochondria and the release of cytochrome c leading to apoptosis. The aim of this study was to evaluate the role of Zinc in Prostate cancer cell line (PC-3) viability with concentrations of 10, 15, 20 µM, and staurosporine as a control, and exposure time of 0, 6, and 24 hours. The cell viability was assessed with MTS assay. There were no significant differences between control and treatment groups based on Kruskal Wallis test. However, there was significant difference between stauroporine treatment and negative control. In conclusion, Zinc (Zn) concentration of 10, 15, 20 µM and exposure time of 0, 6, and 24 hours were not sufficient to decrease significantly the viability of prostate cancer lines (PC-3). Keywords: cell viability, MTS assay, PC-3, prostate cancer, zinc 1. PENDAHULUAN Insiden kanker prostat telah meningkat hampir di seluruh dunia, dengan lebih dari 670.000 orang terdiagnosis setiap tahunnya. Angka tersebut merupakan 28% dari 1 Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 2 seluruh kejadian kanker yang terjadi pada pria (NCCC 2008: 37). Berdasarkan data dari Indonesian Society of Onkologi, terdapat 490 pasien (50,5%) yang terdiagnosis mengidap kanker prostat dari 971 pasien yang menjalani pemeriksaan urologik, serta menjadi penyebab terbesar kedua dari kematian terkait kanker yang terjadi pada pria setelah kanker paru-paru (Safriadi 2013: 76). Sel prostat mempunyai karakteristik yang unik, yaitu mampu mengakumulasi seng (Zn) hingga mencapai konsentrasi tinggi, yang dapat bersifat racun untuk sel lain (Franklin & Costello 2009: 4; Fong & Sazaly 2011: 1). Akumulasi konsentrasi Zn pada sel tersebut 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sel dari jaringan lunak lainnya (Gonzalez dkk. 2009: 1). Namun, ketika sel prostat menjadi sel kanker, kemampuannya untuk mengakumulasi Zn secara intraseluler berkurang. Alasan utama dari hal tersebut masih belum diketahui secara pasti. Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa konsentrasi seng (Zn) pada sel kanker prostat lebih rendah dibandingkan dengan sel prostat normal dan jaringan benign prostate hyperplasia (BPH) (Gonzalez dkk. 2009: 1; Franklin & Costello 2009: 4; Fong & Sazaly 2011: 1). Salah satu cara untuk mengatasi kanker prostat ialah memberikan Zn konsentrasi tinggi pada sel tersebut. Cara tersebut terbukti dapat menghambat proliferasi dan invasi sel kanker prostat (Fong & Sazaly 2011: 1). Feng dkk. (2008 : 2) melakukan penelitian terhadap galur sel kanker prostat (PC-3) yang diperlakukan dengan Zn. Seng (Zn) diketahui memfasilitasi pembentukan pori oleh protein Bax yang kemudian memulai apoptogenesis jalur mitokondria. Pori tersebut membantu pelepasan sitokrom c dari mitokondria, yang akan memicu apoptosis melalui jalur caspase (Feng dkk. 2008 : 2). Penelitian lain telah membuktikan bahwa protein pro-apoptotik Bax secara langsung berinteraksi dengan kanal ion VDAC (Voltage-dependent Anion Channel) yang terdapat pada membran mitokondria kemudian menginduksi keluarnya sitokrom c dari dalam mitokondria ke sitoplasma dan selanjutnya dapat memicu proses apoptosis (Rostovseva dkk. 2005:2). Berdasarkan hal tersebut, pemberian Zn pada sel kanker prostat diduga juga berpengaruh pada protein VDAC. Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 3 Tim peneliti Departemen Biologi FKUI melakukan penelitian untuk mengevaluasi ekspresi protein keluarga Bcl-2 dan protein kanal ion VDAC1 (Voltage-dependent Anion Channel 1) pada galur sel kanker prostat (PC-3) yang diinduksi apoptosisnya dengan Zn. Sebagai langkah awal penelitian tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu berapa konsentrasi Zn yang optimal untuk dapat memicu terjadinya apoptosis pada galur sel PC-3. Sebelumnya, Feng dkk. (2008: 2) telah melakukan penelitian tentang mekanisme apoptosis pada galur sel kanker prostat (PC-3) yang diinduksi Zn dan hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan yang optimal yang didapat ialah pada konsentrasi Zn 15 µM dengan waktu pemajanan enam jam. Namun, karena kondisi galur sel, lingkungan uji, dan subkultur yang berbeda dengan Feng dkk., maka perlu dilakukan evaluasi konsentrasi Zn dan waktu pemajanan yang optimal untuk dapat menginduksi apoptosis pada galur sel kanker prostat (PC-3). Pemberian Zn pada galur sel PC-3 akan menghambat proliferasi dan memicu kematian sel yang terprogam (apoptosis). Terhambatnya proliferasi dan terjadinya apoptosis akan berdampak terhadap penurunan viabilitas sel. Oleh karena itu, viabilitas sel-sel tersebut dapat dihitung menggunakan Method Of Detection Of Thetetrazolium Salt, salah satunya dengan uji proliferasi sel (MTS) dengan nama kimia larutan tersebut ialah [3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-5-(3carboxymethoxyphenyl)-2-(4-sulfophenyl)-2H-tetrazolium]. Uji MTS merupakan salah satu metode pengujian terhadap viabilitas sel melalui pengukuran aktivitas metaboliknya (Riss dkk. 2004: 5, Huang dkk. 2004: 406). Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh berbagai konsentrasi Zn (10 µM, 15 µM, dan 20 µM) dengan waktu pemajanan (0 jam, 6 jam, dan 24 jam) terhadap viabilitas galur sel kanker prostat (PC-3). PC-3 tersebut berasal dari stok kultur LAPTIAB (Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri dan Biomedika) BPPT pada passage ke-34. Mengacu pada hasil penelitian Feng dkk.(2008), viabilitas terendah galur sel PC-3 stok LAPTIAB (Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri dan Biomedika) BPPT pada konsentrasi 15 µM dan waktu pemajanan 6 jam. Hasil penelitian akan digunakan untuk penelitian selanjutnya tentang βEvaluasi ekspresi VDAC1 dan protein keluarga Bcl-2 pada Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 4 galur sel kanker prostat yang diinduksi apoptosisnya oleh Zn sebagai studi molekular karsinogenesis prostatβ. Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 5 2. TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengaruh Seng (Zn) terhadap Kanker Prostat Seng (Zn) merupakan elemen penting dengan sifat antioksidan yang terlibat dalam berbagai fungsi sel, termasuk perbaikan DNA dan apoptosis. Zn juga membantu dalam pemeliharaan sistem kekebalan tubuh. Namun, Zn juga dapat bersifat racun untuk jaringan tertentu jika konsentrasi Zn dalam keadaan yang tinggi (Costello & Franklin 2006: 9). Konsentrasi Zn dalam jaringan prostat lebih tinggi dibandingkan dalam jaringan lain pada tubuh. Namun, konsentrasi Zn pada kanker prostat lebih rendah dibandingkan dengan prostat yang normal, karena sel-sel kanker telah kehilangan kemampuannya untuk mengakumulasi Zn dalam jumlah yang besar (Epstein dkk. 2011: 586). Mekanisme yang bertanggung jawab untuk metabolisme transformasi ini adalah penurunan regulasi hZIP1, yang merupakan transporter utama yang bertanggung jawab untuk penyerapan dan akumulasi Zn dalam sel prostat (Costello & Franklin 2006: 9). Seng (Zn) telah diketahui dapat menginduksi apoptosis dalam berbagai jenis sel mamalia, termasuk sel-sel epitel prostat, neuron dan sel glial, sel epitel ovarium, sel epitel esofagus, sel koriokarsinoma, sel hepatoma, dan lain-lain. Sebaliknya, dalam sel-sel lain misalnya sel payudara, sel epitel paru-paru, sel-sel ginjal, makrofag, limfosit, sel-sel asinar pankreas, sel Hela dan lain-lain, Zn menunjukkan efek anti-apoptosis (Frangklin & Costello 2009: 3). Studi ekperimental Zn umumnya melibatkan manipulasi pada tingkat sel. Zn merupakan unsur penting dalam penetuan dan pengaturan terhadap proses apoptosis pada sel mamalia. Zn dapat mengiduksi apoptosis melalui beberapa jalur. Mekanisme apoptosis yang diinduksi oleh Zn dapat dilihat pada gambar 2.2.3. Gambar tersebut menunjukkan bahwa Zn dapat menginduksi apoptosis secara langsung maupun secara tidak langsung. Mekanisme yang mengarah langsung pada inti sel atau mengarah langsung pada jalur apoptogensis mitokondria ditunjukkan pada A dan B. Zn juga dapat mengatur atau memodulasi sebagai sinyal yang akan mengaktifkan faktor/jalur terjadinya apoptosis pada sel Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 6 yang kemudian akan bertindak langsung pada inti sel atau apoptogenesis mitokondria (C), sedangkan jalur (D) menjelaskan bahwa mitokondria yang telah mengalami perubahan fungi akan memicu langsung proses apoptosis pada inti sel. Selain itu, Zn memiliki efek langsung pada mitokondria (B) yang akan menginduksi perubahan fungsi mitokondria, yang menghasilkan kondisi (E1) dan mengaktifkan jalur sinyal apoptosis (E2) (Frangklin & Costello 2009: 3). Gambar 2.2.3. (1) Representasi dari beberapa jalur Seng (Zn) sebagai penginduksi apoptosis. [Sumber: Frangklin & Costello 2009: 13] Pemberian Zn dapat menurunkan viabilitas galur sel PC-3. Viabilitas sel yang menurun disebabkan karena adanya peristiwa apoptosis pada sel tersebut. Apoptosis terjadi karena adanya peran Zn sebagai penginduksinya. Zn menunjukkan efek langsung pada mitokondria dan memfasilitasi penyisipan protein Bax pada membran mitokondria (Gambar 2.3.3 (2)). Selain itu Zn juga memengaruhi faktor trasnkripsi pada inti sel untuk mengekspresikan protein Bax lebih banyak. Protein Bax akan menyisip pada membran mitokondria dan membentuk pori yang akan menjadi jalan keluar bagi sitokrom c. Ketika sitokrom c keluar akan memicu protein caspase untuk menginduksi terjadinya apoptosis (Feng dkk. 2008: 4). Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 7 Keterangan: OM : Membran luar IM : Membran dalam Mito : Mitokondria TF : Transcription Factor Zn : Seng (Zn) Gambar 2.3.3. (2) Skema terjadinya apoptosis yang diinduksi oleh Seng (Zn). [Sumber : Feng dkk. 2008: 4] 2.2 Staurosporin Staurosporin merupakan senyawa kimia yang diisolasi dari Streptomyces sp.. Staurosporine telah lama digunakan secara in vitro sebagai inisiator apoptosis dalam berbagai jenis sel yang berbeda (Zhang 2004: 1). Staurosporin banyak digunakan sebagai protein kinase C dan memiliki efek beragam pada sel, termasuk sebagai induksi diferensiasi sel dan induksi apoptosis. Senyawa ini memiliki efek sitotoksik dan antiproliferatif yang sangat signifikan (Prade dkk.1997: 1627; Chae H.J. dkk 2000: 1). Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 8 Beberapa studi, staurosporin ditemukan memiliki aktivitas biologis yang dapat menghambat invasi sel tumor dan menginduksi apoptosis pada beberapa jenis sel (Yue dkk 1998: 496; Chae dkk 2000: 373). Staurosporin sebagai pemicu apoptosis lebih praktis digunakan pada penelitian karena semua protein yang dibutuhkan dalam jalur apoptosis sudah tersedia di dalam sel target, sehingga tidak perlu menginduksi protein lain dari luar sel. Sudah banyak mekanisme penting yang terlibat dalam proses apoptosis telah dibuktikan dalam staurosporine-induksi apoptosis (Yue dkk 1998: 496). 2.3 Pengujian Viabilitas dengan Uji MTS Uji MTS (MTS assay) merupakan salah satu pengujian terhadap proliferasi melalui pengukuran viabiltas sel dengan melihat dari aktivitas metaboliknya. Prinsip pengujian MTS yamg hampir sama dengan MTT, yaitu dengan pengukuran secara tidak langsung terhadap produk senyawa berwarna yang dihasilkan oleh reaksi reagen dengan sel viabel. MTS merupakan komponen tetrazolium [3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-5-(3-carboxylmethoxphenyl)-2-(4sulfophenyl)-2H-tetrazolium, bentuk garam (MTS)] yang biasanya dikombinasikan dengan electron coupling, misalanya PES (phenazin ethosulfate). Komponen tetrazolium MTS direduksi oleh sel membentuk produk formazen berwarna yang larut dalam medium kultur (Gambar 2.5) Jumlah produk formazen diukur serapannya pada panjang gelombang 490 nm, serapan yang dihasilkan ini setara dengan jumlah sel viabel pada kultur (Riss dkk. 2004: 5, Huang dkk. 2004: 406). Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 9 Gambar 2.5. Struktur MTS yang direduksi membentuk Formazan [Sumber: Promega 2009: 3] Pengujian dengan menggunakan MTS merupakan pengembangan lebih lanjut dari MTT. Pengujian MTS dianggap lebih mudah dibandingkan dengan MTT karena membutuhkan langkah yang lebih sedikit. Formazen ungu yang terbentuk akibat reduksi senyawa MTS dapat larut dalam medium, sehingga langkah pelarutan dalam pengujian MTT dapat dihilangkan. Selain itu, pengujian ini memiliki pengerjaan yang sederhana karena tidak memerlukan langkah pemanenan sel atau pencucian sel (Riss dkk. 2004: 5, Huang dkk. 2004: 406). 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Sel Departemen Biologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran UI. Penelitian dimulai pada bulan Juni 2013 sampai bulan November 2013. 3.2 Alat, Bahan, dan Cara kerja 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ialah laminar air flow [Jouan MSC 12], waterbath incubator [Yamato], inkubator CO2 [Binder], autoclave [, adjustable pipettor (2—20 µl, 20—20 µl, dan 100—1000 µl) [Bio-Rad, Gilson], pipet serologis steril (5 ml, 10 ml, dan 25 ml) [Corning], tabung sentrifuge (15 ml dan 50 ml) [Corning], rak tabung, mesin sentifugasi [Human], tabung kriogenik 2 ml [Nunc], flask kultur (T-25 dan T-75) [Corning], mikroskop inverted [Nikon], Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 10 96 wells plate [Iwaki], vacuum pump, tips steril [Axygen Scientific], mesin vortex, ELISA reader [Multiskan GO], botol medium steril (100 ml, 200 ml, dan 500 ml), gelas ukur 500 ml; tabung Erlenmeyer 500 ml, syringe filter 0,2 μm [Gelman], labu takar 500 ml dan vacuum filter. 3.2.2 Bahan 3.2.2.1 Bahan Uji Bahan uji yang digunakan ialah Seng (Zn) yang berasal dari senyawa Zinc Sulfate Heptahydrate yang diproduksi oleh Sigma-Aldrich (no.catalog Z0251-100G) dan sebagai kontrol positifnya digunakan staurosporin yang diproduksi oleh ABCAM (no.catalog ab120056). 3.2.2.2 Sel Uji Sel uji yang digunakan dalam penelitian ialah cell line yang diperoleh dari stok LAPTIAB (Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri dan Biomedika) BPPT pada passage ke-34. 3.2.2.3 Medium Medium yang digunakan dalam penelitian ialah 1X RPMI 1640 mengandung 2mM L-Glutamine [MP] dan disuplementasi 10% (v/v) Fetal Bovine Serum/FBS [GIBCO], 1% (v/v) penicillin-streptomycin [MP]. Medium berikut dinamakan medium lengkap RPMI 1640 – 10% FBS – 1% penicillinstreptomycin. 3.2.2.4 Bahan Lain yang Digunakan Bahan lain yang digunakan ialah dimetil sulfoksida (DMSO), TripsinEDTA [Sigma], asam klorida (HCl) 1 N, trypan blue [Sigma], fungizone, akuabides, natrium bikarbonat (NaHCO3), MTS [3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-5(3-carboxymethoxyphenyl)-2-(4-sulfophenyl)-2H-tetrazolium] [Promega]. Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 11 3.3 Cara kerja Perhitungan sel Inkubasi bagi yang 6 dan 24 jam. 0Jam melakukan uji MTS Tanam sel sebanyak 20.000 µl sel (20.000 sel) Tambahkan 80 µl medium lengkap Inkubasi 24 jam Ambil perlahan 10 µl medium fasting dan tambahkan 10 µl zinc yang sesuai Inkubasi 24 jam Ganti medium lengkap dengan 100 µl medium fasting Berdasarkan perhitungan sel, suspensi yang mengandung sel diambil sebanyak 20 µl (20.000 sel) lalu dimasukkan ke dalam well pada ketiga plate (0 jam, 6 jam dan 24 jam) (lampiran 1). Medium complete ditambahkan sebanyak 80 µl pada well yang berisi sel dan 100 µl pada well blangko. Ketiga plate disimpan di dalam inkubator (37 oC dan 5% CO2) selama 24 jam. Setelah 24 jam, semua medium yang berisi sel diganti dengan 100 µl medium fasting kecuali pada blanko. Plate disimpan kembali di dalam inkubator (37 oC dan 5% CO2) selama 24 jam. Setelah 24 jam berikutnya, medium berisi sel diambil perlahan mediumnya sebanyak 10 µl dan ditambahkan 10 µl medium dengan konsentrasi Seng (Zn) dan 10 µl dengan staurosporin pada masing-masing well yang telah ditentukan (lampiran 1). Plate 6 jam dan 24 jam disimpan kembali ke dalam inkubator (37 oC dan 5% CO2). Uji MTS dilakukan pada plate 0 jam dengan menambahkan 20 µl larutan MTS. Selanjutnya plate disimpan kembali pada inkubator 37 oC dan 5% CO2 selama 1 jam. Setalah 1 jam, plate dikeluarkan dan di masukkan ke dalam ELISA reader untuk menghitung nilai absorbansinya dengan panjang gelombang 490nm. Hal yang sama dilakukan pada plate 6 jam dan plate 24 jam sesuai waktunya masing-masing. 3.4 Analisis Data Data yang akan diperoleh adalah nilai absorbansi uji MTS dengan panjang gelombang 490 nm pada blangko, staurosporin ,dan konsentrasi Zn 0 µM, 100 Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 12 µM, 150 µM, dan 200 µM. Masing-masing pengukuran dilakukan dengan waktu pemajanan pada 0 jam, 6 jam, dan 24 jam. Nilai absorbansi di uji normalitasnya dengan uji normalitas Shapiro-Wilk. Anova dengan alternatif Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok signifikan atau tidak (α<0.05). Selain itu, dilakukan perhitungan persentase viabilitas dengan menggunakan nilai absorbansi yang didapat tiap kelompok (CCRC 2009: 5). % ππππππππ‘ππ π ππ = π΄ππ . π πππππ − π΄ππ . ππππ‘πππ πππππ × 100% π΄ππ . ππππ‘πππ π ππ − π΄ππ . ππππ‘πππ πππππ Universitas Indonesia Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 13 4 HASIL PENELITIAN Sebanyak 135 dari 180 sampel diikutsertakan dalam analisis statistik. Empat puluh lima sampel tidak dapat diikutkan dalam analisis karena viabilitas bernilai negatif. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya kontaminasi pada kultur sel yang diujikan. Deskripsi data dapat dilihat pada tabel 4.3.1. Tabel 4. Deskripsi Data Viabilitas Waktu 0 Jam 6 Jam 24 Jam Konsentrasi 0 µM 10 µM 15 µM 20 µM Staurosporin 0 µM 10 µM 15 µM 20 µM Staurosporin 0 µM 10 µM 15 µM 20 µM Staurosporin N 8 8 8 8 8 10 10 10 10 10 9 9 9 9 9 Mean (%) 97,17 89,84 97,55 105,52 51,46 98,53 113,35 111,48 115,42 35,68 97,18 105,79 104,74 101,17 9,73 Maksimum (%) 105,61 133,95 109,46 121,37 68,3 115,54 181,52 167,65 171,11 101,74 126,72 136,73 139,66 141,9 37,15 Minimum (%) 88,11 48,82 84,51 90,97 38,86 76,92 35,51 92,78 95,03 0 75,93 79,83 80 80,2 0 Data dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan waktu, kemudian dibagi menjadi 3 taraf berdasarkan konsentrasi. Distribusi data dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro Wilk. Diketahui bahwa data tidak terdistribusi secara normal meskipun telah ditransformasi dengan fungsi logaritma berbasis 10. Dengan demikian, uji yang digunakan untuk mengetahui pengaruh Seng (Zn) antara kelompok uji ialah uji Kruskal Wallis. Berdasarkan uji Kruskal Wallis, tidak ditemukan perbedaan rerata yang signifikan antara konsentrasi pada kelompok waktu 0 jam, 6 jam, dan 24 jam, dengan nilai p, yaitu 0,34, 0,41, dan 0,58, berturut-turut. Namun, ditemukan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan staurosporin sebagai kontrol positifnya pada kelompok waktu 0 jam, 6 jam, dan 24 jam, dengan nilai p < 0,01. Visualisasi data pada Gambar 4.3.2 (1) mempertegas sebaran data yang hampir sama diantara taraf konsentrasi dalam semua kelompok waktu. Dokumentasi mikroskopis memperlihatkan bahwa kepadatan sel pada masing masing 13 Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 14 perlakukan tidak berbeda jauh, kecuali pada staurosporin. Hasil dapat dilihat dari kerapatan sel yang masih hidup membentuk monolayer, sedangkan sel yang mati tampak pecah dan mengambang. A Staurosporin Staurosporin Staurosporin B 0,04µm 400X 400X 400X 0,04µm 0,04µm 400X 400X 0,04µm 0,04µm Gambar 4. (1) (A) Diagram boxplot perbandingan konsentrasi berdasarkan waktu, (B) Pengamatan mikroskopis pada jam ke-6. 14 Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 15 Hasil yang sama juga diperoleh dari uji Kruskal Wallis berdasarkan waktu. Berdasarkan uji tersebut, tidak ditemukan perubahan yang signifikan pada semua konsentrasi selama waktu pemajahan, kecuali pada staurosporin sebagai kontrol positifnya. Nilai p pada kelompok 10 µM, 15 µM, 20 µM, dan staurosporin secara berturut-turut ialah 0,22, 0,28, 0,44, dan 0,0006. Hasil visualisasi gambar 4.3.2 (2) memperlihatkan tidak terjadi penurunan yang sesuai dengan studi terdahulu (Feng 2000: 32). Staurosporin memiliki efek apoptosis yang berbeda dengan perlakuan Zn dimungkinkan staurosporin dapat memicu terekspresinya protein proapoptosis secara berlebihan (overexpression) yang akan menginduksi terjadinya apoptosis secara cepat, serta staurosporin menginduksi apoptosis melalui dua mekanisme, yaitu secara caspase-dependent dan caspase-independent (Belmokhtar dkk.2001: 3354; Zhang dkk. 2014: 189). Gambar 4\ (2) Visualisasi data viabilitas sel pada waktu pemajanan berdasarkan konsentrasi Seng (Zn) Seng (Zn) diketahui berperan penting dalam mekanisme apotosis sel kanker prostat (Feng dkk 2008: 1). Namun, hasil penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Hal tersebut kemungkinan karena kadar Seng (Zn) yang digunakan dalam penelitian kurang tinggi. Penelitian yang dilakukan Iguchi dkk. (1998: 768), menunjukkan bahwa viabilitas sel PC-3 mulai mengalami penurunan pada konsentrasi Zn 100 µM, sedangkan pada konsentrasi Zn 50 µM tidak ditemukan penurunan viabilitas yang signifikan. 15 Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 16 Seng (Zn) masuk ke dalam sel dari matriks ekstraseluler melalui suatu protein membran yang dikenal sebagai ZIP1. Diketahui berdasarkan laporan Franklin dkk. (2003: 435), penurunan ekspresi ZIP1 berbanding lurus dengan penurunan konsentrasi Seng (Zn) di sitosol. Proses subkultur dan kenaikan nomor passage pada galur sel Caco-2 diketahui berhubungan dengan penurunan protein transporter pada membran (Behrens dkk. 2004: 1743). Diduga hal yang serupa terjadi pada ZIP1 galur sel PC-3, sehingga diperlukan konsentrasi Seng (Zn) yang lebih tinggi untuk memicu peristiwa apoptosis. Laporan dari Pronsato dkk. (2013: 4) menyatakan bahwa galur sel otot C2C12 tanpa perlakuan apapun dapat mengalami penurunan jumlah salinan mtDNA dan respon protein Bax bersamaan dengan kenaikan nomor passage. Seng (Zn), sebagai pemicu apoptosis, menunjukkan efek langsung pada mitokondria dan memfasilitasi penyisipan protein Bax pada membran mitokondria. Selain itu Seng (Zn) juga memengaruhi faktor trasnkripsi pada inti sel untuk meningkatkan ekspresi protein Bax. Protein Bax akan menyisip pada membran mitokondria dan membentuk pori yang akan menjadi jalan keluar bagi sitokrom c. Ketika sitokrom c keluar akan memicu protein caspase untuk menginduksi terjadinya apoptosis (Feng dkk. 2008: 4). Berdasarkan hasil dari penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan viabilitas yang signifikan antar kelompok uji, sehingga tidak dapat ditentukan konsentrasi Seng (Zn) yang paling efektif untuk menyebabkan apoptosis galur PC-3. Diduga terdapat pengaruh faktor lain dalam penelitian, seperti nomor passage. Pengaruh nomor passage terhadap karakteristik galur sel, terutama sel PC-3, belum dipelajari secara jelas. Meskipun pada beberapa studi pada galur sel lain telah dijelaskan pengaruh tersebut, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut khusus pada galur sel PC-3. Nomor passage pun harus dicantumkan dalam setiap studi yang melibatkan kultur sel. Hal tersebut menjadi penting untuk menghindari variabel pengganggu selama penelitian. 5 KESIMPULAN Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada viabilitas sel PC-3 di antara konsentrasi Seng (Zn) 10, 15, dan 20 µM dan waktu pemajaan 0, 6, dan 24 jam. 16 Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 17 DAFTAR REFERENSI ACS (=American Cancer Society). 2012. Prostate cancer. American Cancer Society, USA: 85 hlm. ATCC (=American Type Culture Collection). 2012. Thawing, Propagating, and Cryopreserving Protocol Prostate Adenocarcinoma (PC-3). American Type Culture Collection, USA: 24 hlm. ATCC (=American Type Culture Collection). 2013. CRL-1435: 1 hlm. http://www.atcc.org/en/Global/Products/3/C/9/9/CRL-1435.aspx. 15 November 2013, pk 14.00 Belmokhtar, C.A., J. Hillion, & E. S. Bendirdjian. 2001. Staurosporine induces apoptosis through both caspase-dependent and caspase-independent mechanisms. Oncogene 20: 3354—3362. Behrens, I.., W. Kamm, A. H. Dantzig & T. Kissel. 2004. Variation of peptide transporter (PepT1 and HPT1) expression in Caco-2 cells as a function of cell origin. Journal of Pharmaceutical Sciences 93 (7): 1743 –1754. Butler, K. 2005. Animal cell culture and technology. 2nd ed. Bios Scientific Publisher, New York: x + 299 hlm. CCRC (=Cancer Chemoprevention Research Center). 2009. Uji Pengamatan Proliferasi Sel (Doubling Time). Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta: 5 hlm. Chae, H.J., J.S. Kang, J.O. Byun, K.S. Han, D.U. Kim, S.M. Oh, H.M. Kim, S.W. Chae, & H.R. Kim. 2000. Molecular mechanism of staurosporine induced apoptosis in osteoblasts. Pharmacological Research, 42( 4): 373--381 Corwin, E.J. 2008. Handbook of pathophysiology, 3rd ed., a Wolters Kluwer Business, USA: xiv + 842 hlm. Costello, L.C. & Franklin R.B. 2006. The clinical relevance of the metabolism of prostate cancer; zinc and tumor suppression: connecting the dots. Molecular Cancer 5(17): 1— 13. Epstein, M.M., J. L. Kasperzyk, O. Andre´n, E. L. Giovannucci, A. Wolk, N. Ha°kansson, S. Andersson, J. Johansson, K. Fall, & L. A. Mucci. 2011. Dietary zinc and prostate cancer survival in a Swedish cohort. The American Journal of Clinical Nutrition 93:586--593 17 Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 18 Feng, P., T. Li, Z. Guan, R. B. Franklin, & L. C. Costello. 2008. The involvement of bax in zinc-induced mitochondrial apoptogenesis in malignant prostate cells. Molecular Cancer 7(25): 1—6. Fong,W.P. & A.B.Sazaly. 2011. Zinc supplementation and prostate cancer. Prostate Cancer From Bench to Bedside (19): 423—444. Franklin R.B., J. Ma, J. Zou, Z. Guan, B.I. Kukoyi1, P. Feng, L.C. Costello. 2003. Human ZIP1 is a major zinc uptake transporter for the accumulation of zinc in prostate cells. Journal of Inorganic Biochemistry 96 : 435—442. Franklin R. B. & L.C. Costello. 2009. The important role of the apoptotic effects of zinc in the development of cancers. Journal of Cellular Biochemistry 106(5): 750–757. Freshney, R.I. 2005. Culture of animal cells: A manual of basic technique. 5th ed. John Wiley & Sons Inc., New York: 580 hlm. Gadbois, D. M., J. R. Hamaguchi, R. A. Swank & E. M. Bradbury. 1992. Staurosporine is a potent inhibitor of p34cdc2 and p34cdc2-like kinases. Biochemical and Biophysical Research Communications 184(1): 80—85 Gonzalez A., U. Peters, J.W.Lampe, & E.White. 2009. Zinc intake from supplements and diet and prostate cancer. Nutrition and Cancer 61(2) :1—17. Huang, K.T., Y.H. Chen, & A.M. Walker. 2004. Inaccuracies in MTS assays: major distorting effects of medium, serum albumin, and fatty acids. BioTechniques 37 : 406—412. Mather, J.P. & P.E. Robert. 1998. Introduction to cell and tissue culture: Theory and technique. Plenum Press, New York: xv +239 hlm. MuraliKrishna, P.S., C. S. Gondi, S. S. Lakka, A. Julta, N. Estes, M. Gujrati, & J. S. Rao. 2005. RNA interference-directed knockdown of urokinase plasminogen activator and urokinase plasminogen activator receptor inhibits prostate cancer cell invasion, survival and tumorigenicity In vivo. The Journal of Biological Chemistry 280 (43): 36529— 36540. NCCC (= National Collaborating Centre for Cancer). 2008. Prostate cancer: Diagnosis and treatment. NCCC, United Kingdom: xxxiii + 112 hlm. Prade, L., R. A. Engh, A. Girod, V. Kinzel, R. Huber, & D. Bossemeyer. 1997. Staurosporineinduced conformational changes of cAMP-dependent protein kinase catalytic subunit explain inhibitory potential. Structure 5:1627–1637 Promega. 2009. CellTiter 96® aqueous non radioactive cell proliferation assay. Promega, Madison: 16 hlm. 18 Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014 19 Pronsato, L., A. L. Colla, A. C. Ronda, L. Milanesi, R. Boland, & A. Vasconsuelo. 2013. High passage numbers induce resitance to apoptosis in C2C1 muscle cells. Biocell 37(1): 1—6. Riss, T.L., R.A. Moravec, A.L. Niles, H.A. Benink, T.J. Worzella, & L.Minor. 2004. Cell viability assays. Assay Guidance Manual : 1—23. Rostovseva, T.K, T. Wenzhi, & C. Marco. 2005. On the role of VDAC in apoptosis: Fact and fiction. Journal of Bioenergetics and Biomembranes 37(3): 129—142. Ryan, J.A. 2008. Introduction to animal cell culture. Corning Technical Bulletin 3(8): 1—8. Safriadi, F. 2013. Bone metastases and bone loss medical treatment in prostate cancer patients. Acta Medica Indonesiana - The Indonesian Journal of Internal Medicine 45(1): 76—80. Santoso, S. 2013. Menguasai SPSS 21 di era informasi. Elex Media Komputindo, Jakarta: x + 343 hlm. Sinha, B.K. & R. Kumar. 2008. Principles of animal cell culture. International Book Distributing Co., India: xxii + 282 hlm. Sumbrook, J.& D.W. Russel. 2001. Molecular cloning: A laboratory manual. Vol. 1. 3rd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York: xxvii + 1.1—7.94+1.44 hlm. Yue T.L., C. Wang, A.M. Romanic, K. Kikly, P. Keller, W. E. DeWolf Jr, T. K. Hart, H. C. Thomas, B. Storer, J.L. Gu, X. Wang & G. Z. Feuerstein. 1998. Staurosporine induced Apoptosis in Cardiomyocytes: A Potential Role of Caspase-3. Journal of Molecular and Cellular Cardiology 30: 495–507 Zhang,J.J., M. Wu, N.W.Schoene, W.H.Cheng, T.T.Y.Wang, A.A.Alshatwi, M.Alsaif, & K.Y. Lei. 2009. Effect of resveratrol and zinc on intracellular zinc status in normal human prostate epithelial cells. American Journal of Physiology - Cell Physiology 297: C632–C644. Zhang X. D., S. K. Gillespie, & P. Hersey. 2004. Staurosporine induces apoptosis of melanoma by both caspase-dependent and –independent apoptotic pathways. Molecular Cancer Therapeutics. 3:187—197. 19 Evaluasi pengaruh..., Muhamad Khaerulloh, FMIPA, 2014