1 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada masa kini yang disebut dengan kehidupan modern, telah terjadi pergeseran di bidang pangan, dimana makan bukanlah sekedar untuk mengenyangkan tetapi untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran. Fungsi pangan yang utama untuk manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan zat zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. selain memiliki untuk memenuhi zat gizi fungsi lainnya yaitu memiliki penampakan dan citarasa yang baik. Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan terhadap pangan juga berubah. Bahan pangan yang diinginkan bukan saja yang mempunyai komposisi yang baik serta citarasa yang menarik, tetapi juga mempunyai fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Saat ini banyak dipopulerkan bahan pangan yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu untuk tubuh seperti meningkatkan kesehatan, vitalitas, meningkatkan kinerja fisik sehingga lebih aktif dan memperpanjang umur (Mattila dan Hoolihan, dalam Mattila 2005). Hasil survei yang dilakukan oleh The American Dietetic Association setiap dua tahun menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang mendasar dari persepsi konsumen. Data menunjukkan 85% konsumen percaya bahwa diet dan nutrisi merupakan hal yang sangat penting, dan 75% akan memilih pangan dengan sangat hati hati untuk mendapatkan keseimbangan antara nutrisi dan cara makan yang sehat. Survei yang dilakukan oleh The International Food Information (IFIC) di Massachuset terhadap 1000 konsumen, menyatakan hampir semua konsumen (94%) percaya bahwa pangan mempunyai dampak kesehatan dapat menurunkan risiko penyakit dan efek negatif dari penyakit tertentu. Menurut konsensus pada the First International Conference on East-West Perspective on Functional 2 Food (1996) pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat zat gizi yang terkandung didalamnya. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.HK.00.05.52.0685 (2003), Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional pasal 1 ayat 3, definisi pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional juga harus menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan, mempunyai manfaat bagi kesehatan sesuai persyaratan yang ditetapkan, manfaat berdasarkan atas kajian ilmiah, disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, memiliki karakteristik dan sensori seperti penampakan, warna dan tekstur serta citarasa yang dapat diterima konsumen.disamping itu komponen pangan fungsional tidak memberikan interaksi yang tidak diinginkan dengap komponen lain. Menurut Codex (2007), pangan fungsional dapat berupa makanan dan minuman yang berasal dari hewani atau nabati. Walaupun konsep pangan fungsional baru populer beberapa tahun belakangan ini, tetapi sesungguhnya banyak jenis makanan konvensional yang memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai pangan fungsional, misalnya adalah susu. Susu merupakan salah satu pangan fungsional terbaik karena mempunyai nutrisi lengkap secara alami dan susu mudah diserap oleh tubuh. Secara umum komposisi susu sapi segar terdiri dari, 87% air, 4% laktosa (karbohidrat), 4 % protein, 3% lemak serta 2% campuran vitamin yang terkandung dalam susu berupa vitamin larut minyak (A, D, E, K) dan vitamin larut air (B1, B2, B6, B12, niasin, folat, asam pantotenat dan vitamin C) serta mineral (kalsium, forsfor, magnesium, 3 kalium, seng, fluorida) yang sangat dibutuhkan tubuh (Smit 2003). Selain itu, susu juga baik untuk pencegahan penyakit seperti osteoporosis, obesitas, hipertensi, kanker dan lain-lainnya. Menurut codex (2007) komposisi susu bubuk skim terdiri dari lemak susu maksimum 1,5%, air maksimum 5% dan protein susu dalam padatan susu non lemak minimum 34%. Definisi susu bubuk skim yang tercantum dalam kategori pangan yang dikeluarkan oleh Badan POM (2006) adalah produk susu yang sebagian besar lemaknya telah dihilangkan dan dipasteurisasi atau disterilisasi atau diproses dengan UHT dan persyaratan minimum kadar lemak susu tidak lebih dari 0,15% dan kadar protein tidak kurang dari 3%. Susu juga dapat meningkatkan sistem imun tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi, pertumbuhan dan perkembangan sel, termasuk sel otak. Pangan fungsional dapat berupa pangan konvensional yang difortifikasi, diperkaya, disuplementasi, atau ditambahkan nilai manfaatnya (Hoppe 2008). Mikronutrien non vitamin termasuk nutrisi yang sangat tinggi dari bahan aktif yang ada didalam makanan dengan kandungan yang sangat kecil dapat mempengaruhi kesehatan. diantaranya, non vitamin karotenoid, asam lemak esensial, asam amino, komponen fosfolipid, dan semua komponen yang kondisional seperi karnitin, kholin, inositol, komponen antioksidan dan peningkat pertumbuhan, antimikroba, atau immune potential. Imunoglobulin kolosral teruta lahir ma IgG memberikan imunitas pasif pada bayi yang baru sampai sistem imunitasnya berkembang (Hurley 2011). Saat ini secara global terjadi peningkatan keberadaan colostrum-based functional foods dan suplemen, yang diklaim dapat meningkatkan kesehatan gastrointestinal dan stimulasi sistem imun. Walaupun susu merupakan makanan, dan pada dasarnya adalah pangan yang mengandung zat gizi dan protein tetapi untuk 4 meningkatkan fungsinya sebagai pangan dengan klaim kesehatan dapat meningkatkan iumunitas masih diperkaya dengan IgG. Di amerika dan Australia susu yang diperkaya dengan IgG sudah dipasarkan sejak tahun 1998 dengan kandungan ekstrak kolostrum (Mattila 2005). Di Indonesia pemasaran susu bubuk skim yang mengandung IgG dari produsen diklaim sebagai susu bubuk skim yang mengandung kolostrum.yang dijual secara multi level marketing system maupun konvensional. Menurut Gain Report (Pekerti 2010) produsen yang memproduksi minuman untuk diet ataupun meningkatkan kesehatan dengan produk berbentuk serbuk atau cair sebagai pangan fungsional atau suplemen, yang dipasarkan pada labelnya dengan klaim meningkatkan sistem imun dan mencegah infeksi semakin meningkat. Pengembangan pengujian untuk analisis IgG dalam produk pangan merupakan hal yang sangat penting karena metode uji masih terbatas. Umumnya pengujian dapat dilakukan dengan beberapa metode misalnya kit Radial imunodifusion (RID) walaupun kit Radial Imunodifusion (RID) komersil sudah tersedia tetapi reagen ini umumnya bervariasi terhadap respon. Metode lain adalah affinity high-performance liquid chromatography (HPLC) yaitu metode yang berbasis pada ikatan spesifik IgG dengan immobilized protein G merupakan metode yang dikembangkan untuk analisis IgG ( Don Otter dalam Gapper 2007). Pengembangan metode selanjutnya adalah teknologi biosensor yang dapat digunakan sebagai pendekatan metode alternatif untuk analisis IgG dan metode antibody-based optical (Gapper 2007). Immunoassay merupakan pengembangan analisis pangan antibody-based optical pada saat ini juga digunakan untuk pengujian IgG karena simplisitas, sensitivitas, dan spesifitasnya (Sporns 2004). Aplikasi metode ini dapat diterapkan pada uji cepat terhadap food 5 borne-pathogen dan mendeteksi protein spesifik dalam jumlah kecil. Umumnya metode immunoassay dapat digunakan untuk cara deteksi langsung dan kuantifikasi IgG dengan konsentrasi kecil pada pangan, karena kemampuan metode untuk memisahkan dan mendeteksi ikatan antigen-antibodi dari antigen atau antibodi berlabel (Boque 2002). Umumnya label yang digunakan adalah enzim, misalnya horseradish peroxydase, immunoassay ini dikenal sebagai metode Enzyme Link Immunosorbent Assay (ELISA). Metode ELISA ini dapat dilakukan dengan format yang simpel dan uji cepat menggunakan suatu kit, sehingga metode ini banyak digunakan sebagai skrining pada pengujian secara cepat. Kit untuk pengujian ELISA sudah banyak beredar dipasaran dengan berbagai aplikasi yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan penggunaanya. Metode analisis yang digunakan untuk pengujian rutin suatu produk tertentu sebelumnya harus divalidasi terlebih dahulu. Validasi metode analisis adalah penilaian parameter analitik tertentu berdasarkan percobaan untuk memenuhi syarat sesuai tujuan penggunaan atau konfirmasi melalui pengujian dan bukti obyektif agar persyaratan untuk maksud khusus dipenuhi (SNI 17025-2008). Validasi diperlukan untuk mendapatkan hasil analisis yang valid, reliabel/ dapat dipercaya, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan sesuai dengan tujuan pengunaannya. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Seiring dengan peraturan dan kondisi diatas maka perlu dilakukan pengawasan atau monitoring terhadap kadar imunoglobulin G (IgG) yang diklaim dalam susu bubuk skim, baik pada tingkat industri, distributor dan konsumen. Untuk itu dibutuhkan suatu metode analisis yang valid, selektif, cepat, mudah dan praktis untuk penetapan kadar khususnya IgG dalam susu bubuk skim. 6 Metode resmi atau metode standar pengujian IgG yang ada saat ini masih belum diimplementasikan. Suatu metode baru dapat digunakan bila telah dilakukan validasi yang kondisinya disesuaikan dengan kondisi laboratorium dan peralatan yang tersedia, meskipun metode yang akan digunakan tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal, buku teks atau buku resmi (Hadi 2007). Hal ini karena adanya perbedaaan dan keterbatasan alat, pereaksi atau kondisi lain yang menyebabkan metode tersebut tidak dapat diterapkan secara keseluruhan, sehingga sering dilakukan modifikasi, penyederhanaan maupun perbaikan metode, akibatnya metode tersebut harus divalidasi terlebih dahulu dengan cara yang benar. Apabila dari hasil validasi metode tersebut sudah memberikan hasil sesuai kriteria, maka metode ini dianggap valid dan dapat digunakan untuk analisis rutin. Sehingga dapat dipastikan bahwa metode yang telah tervalidasi akan memberikan hasil yang dapat dipercaya. 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Melakukan validasi metode analisis penetapan kadar immunoglobulin G dalam susu bubuk skim dengan metode Enzyme Link Immunosorbent Assay (ELISA). 2. Parameter validasi adalah linieritas dan rentang, limit deteksi dan limit kuantitasi, presisi, akurasi, dan spesifisitas yang bertujuan untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut handal, dan dapat dipercaya. 3. Melakukan uji keberulangan terhadap sampel berbeda dengan tujuan untuk membuktikan bahwa metode tersebut dapat digunakan untuk penetapan kadar imunoglobulin G dalam susu bubuk skim dengan kadar yang berbeda di dalam susu bubuk skim. 7 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan metode analisis yang handal (valid, spesifik, cepat, mudah dan praktis) untuk analisis penetapan kadar Imunoglobulin G dalam susu bubuk skim, 2. Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan baru bagi peneliti dan memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan di Indonesia mengenai validasi metode analisis untuk pengujian produk pangan. 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi laboratorium yang dilakukan untuk penetapan kadar optimum Imunoglobulin G dalam sampel susu bubuk skim untuk digunakan dalam validasi metode. Selanjutnya melakukan validasi metode analisis untuk membuktikan kehandalan metode yang diperoleh, dengan parameter validasi meliputi: uji linieritas dan rentang, uji presisi, uji akurasi, uji spesifisitas,penetapan limit deteksi dan limit kuantisasi; uji spesifisitas dan uji keberulangan untuk penetapan kadar IgG dalam berbagai merek susu bubuk skim yang beredar dengan kadar bervariasi.