II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Manajemen Perkembangan sistem informasi manajemen telah menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen baik pada tingkat operasional (pelaksana teknis) maupun pimpinan pada semua jenjang. Perkembangan ini juga telah menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam pengambilan keputusan, mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh informasi yang paling akurat dan terkini yang dapat digunakannya dalam proses pengambilan keputusan. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi, khususnya internet, telah membawa setiap orang dapat melaksanakan berbagai aktivitas dengan lebih akurat, berkualitas, dan tepat waktu. Informasi harus dikelola dengan baik dan memadai agar memberikan manfaat yang maksimal. Penerapan sistem informasi di dalam suatu organisasi dimaksudkan untuk memberikan dukungan informasi yang dibutuhkan, khususnya oleh para pengguna informasi dari berbagai tingkatan manajemen. Sistem informasi yang digunakan oleh para pengguna dari berbagai tingkatan manajemen ini biasa disebut sebagai: Sistem Informasi Manajemen (Sutono 2007). Kristanto (2003) menjelaskan bahwa sistem informasi manajemen merupakan suatu sistem yang biasanya diterapkan dalam suatu organisasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan informasi yang dihasilkan dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen atau dengan kata lain teknik pengelolan informasi dalam suatu organisasi. Silver et al. (1995) menyatakan bahwa Sistem informasi diimplementasikan dalam sebuah organisasi untuk tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari organisasi tersebut. Kemampuan sistem informasi dan karakteristik organisasi, sistem yang bekerja, orang-orangnya, dan pengembangan serta pelaksanaan metodologi bersama-sama menentukan sejauh mana tujuan itu tercapai. 8 2.2 Audit Tools Di dalam dunia IT terdapat berbagai audit tools yang sudah siap digunakan saat ini. Berikut ini adalah sebagian dari standard tools/framework yang banyak digunakan di dunia: 1. COBIT® (Control Objectives for Information and related Technology) 2. COSO (Committee of Sponsoring Organisations of the Treadway Commission) Internal Control—Integrated Framework 3. ISO/IEC 17799:2005 Code of Practice for Information Security Management 4. ITIL (Information Technology Infrastructure Library) Pada tahun 1998 ITGI (IT Governance Institute) didirikan dengan tujuan untuk untuk memajukan pemikiran dan standar internasional dalam memimpin dan mengendalikan teknologi informasi dalam sebuah perusahaan. IT yang efektif dapat membantu memastikan bahwa TI mendukung tujuan bisnis, mengoptimalkan bisnis melalui investasi di IT, dan mengelola resiko dan peluang yang berkaitan dengan IT. ITGI menawarkan penelitian, sumber daya elektronik dan studi kasus untuk membantu para pemimpin perusahaan dan dewan direksi di dalam tata kelola IT mereka. ITGI telah merancang dan menciptakan sebuah publikasi berjudul COBIT (Control Objectives for Information and related Technology) sebagai sarana dan sumber daya edukasi untuk Chief Information Officer (CIO), manajemen senior, manajemen TI dan para profesional yang bertugas melakukan kendali (ITGI, 2007). COBIT dikembangkan oleh IT Governance Institute, yang merupakan bagian dari Information Systems Audit and Control Association (ISACA). Tema utama dari COBIT adalah orientasi bisnis. COBIT dirancang untuk digunakan tidak hanya oleh pengguna dan auditor, tetapi juga, dan yang lebih penting, sebagai pedoman yang komprehensif bagi manajemen dan pemilik business process. Semakin praktik bisnis melibatkan pemberdayaan yang penuh dari pemilik business process, mereka memiliki tanggung jawab penuh untuk semua aspek dari business process, khususnya termasuk melakukan pengawasan yang memadai (ITGI and OGC 2005). Framework ini dimulai dari premis sederhana dan pragmatis: untuk memberikan informasi yang diperlukan organisasi 9 untuk mencapai tujuannya, sumber daya TI harus dikelola oleh serangkaian proses alami yang telah dikelompokkan (ITGI and OGC 2005). Pedoman tata kelola IT juga disediakan di dalam framework Cobit. Tata kelola IT menyediakan struktur yang menghubungkan proses TI, sumber daya TI dan informasi untuk strategi dan tujuan perusahaan. Tata kelola TI mengintegrasikan cara yang optimal dari : planning and organizing, acquiring and implementing, delivering and supporting¸ serta monitoring and evaluating dari kinerja TI. Tata kelola TI memungkinkan perusahaan untuk mengambil keuntungan penuh dari informasi yang dimilikinya, sehingga memaksimalkan keuntungan, memanfaatkan peluang dan mendapatkan keuntungan kompetitif (ITGI and OGC 2005). Sementara itu, menurut Gondodiyoto (2007), Control Objectives for Information and related Technology (COBIT) adalah sekumpulan dokumentasi best practices untuk IT governance yang dapat membantu auditor, manajemen dan pengguna (user) untuk menjembatani kesenjangan antara risiko bisnis, kebutuhan kontrol dan permasalahan-permasalahan teknis (Gambar 1) Gambar 1 COBIT Framework. ITIL bukan merupakan standar dalam audit TI. ITIL lebih merupakan framework/best practice bagi IT service management untuk menciptakan layanan teknologi informasi yang bermutu tinggi. ITIL terdiri atas delapan buku berseri yang disusun dan diterbitkan oleh Central Computer and Telecommunications Agency (CCTA) yang sekarang dikenal sebagai the British Office of Government Commerce (OGC). Delapan serial buku ITIL tersebut terdiri atas: 10 o Software Asset Management o Service Support o Service Delivery o Planning to Implement Service Management o ICT Infrastructure Management o Application Management o Security Management o Business Perspective ISO/IEC 17799:2005 Code of Practice for Information Security Management adalah standar internasional. Tujuan utama dari penyusunan standar ini adalah penerapan keamanan informasi dalam organisasi. Framework ini diarahkan untuk mengembangkan dan memelihara standar keamanan dan praktek manajemen dalam organisasi untuk meningkatkan ketahanan (reliability) bagi keamanan informasi dalam hubungan antar organisasi. Dalam framework ini didefinisikan 11 (sebelas) bagian besar yang dibagi dalam 132 (seratus tigapuluh dua) strategi kontrol keamanan. Standar ini lebih menekankan pada pentingnya manajemen resiko dan tidak menuntut penerapan pada setiap komponen tapi dapat memilih pada bagian-bagian yang terkait saja ((ITGI, 2006). Edisi pertama dari ISO/IEC 17799:2005 Code of Practice for Information Security Management diterbitkan pada tahun 2000 dan edisi keduanya terbit pada tahun 2005. Sejak edisi kedua tersebut ISO/IEC 17799:2005 Code of Practice for Information Security Management menjadi standar resmi ISO yang berdampak pada diperlukannya revisi dan pemutakhiran setiap tiga hingga lima tahun sekali. Pada bulan April 2007, ISO memasukkan framework ini ke dalam ISO 2700x series, Information Security Management System sebagai ISO 27002. Standar tersebut dapat digolongkan dalam best practice termutakhir dalam lingkup sistem manajemen keamanan informasi ((ITGI, 2006). COSO adalah organisasi swasta yang menyusun Internal Control – Integrated Network bagi peningkatan kualitas penyampaian laporan keuangan dan pengawasan internal untuknya yang lebih efektif. Tujuan dari penyusunan framework ini adalah peningkatan sistem pengawasan terpadu untuk pengendalian 11 perusahaan/organisasi dalam beberapan langkah. Hal ini diarahkan untuk memberikan para pemegang kebijakan di organisasi dapat melakukan pengawasan internal dalam pelaksanaan tugas kepada para eksekutif, mencapai laba yang menguntungkan serta mengelola resiko-resiko yang timbul. Internal Control – Integrated Framework yang disusun oleh COSO diterbitkan pertama kali pada tahun 1992 dan masih diperbarui hingga saat ini. Hingga saat ini COSO maupun organisasi lainnya tidak melakukan/menerbitkan sertifikasi keahlian/profesional bagi framework ini (ITGI, 2006). Lingkup kriteria informasi yang sering menjadi perhatian dalam Internal Control – Integrated Framework COSO adalah: o Effectiveness o Efficiency o Confidentiality o Integrity o Availability o Compliance o Reliability Jika dilihat dari lingkup kriteria informasi di atas maka dapat dilihat bahwa komponen-komponen yang menjadi perhatian dalam Internal Control – Integrated Framework COSO identik dengan COBIT. Sedangkan fokus terhadap pengelolaan sumber daya teknologi informasi pun dalam Internal Control – Integrated Framework COSO identik dengan COBIT. Tabel 1 menunjukkan bahwa ITIL sangat fokus kepada proses desain dan implementasi TI, serta pelayanan pelanggan (customer service), hal ini diperlihatkan bahwa hampir seluruh proses pada domain AI dan DS COBIT dilakukan. Tabel 1 Matriks Proses COBIT vs Standar ITIL Proses dan Domain COBIT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 + + + PO + + + + + + AI + + + + + + + + DS M + Addressed Not or rarely addressed 10 + 11 - 12 13 + + + + (COBIT Mapping, Overview of International IT Guidance 2nd, 2006) 12 Sebagian proses PO dilakukan, ini menunjukkan bahwa ITIL tidak terlalu fokus pada proses penyelarasan strategi perusahaan dengan pengelolaan TI. Proses pada domain M sama sekali tidak dilakukan oleh ITIL, hal ini menunjukkan ITIL tidak melakukan pengawasan yang akan memastikan kesesuaian pengelolaan TI dengan keadaan perusahaan di masa yang akan datang. Tabel 2 menunjukkan bahwa ISO/IEC 17799 melakukan sebagian prosesproses pada seluruh domain COBIT. Tabel 2 Matriks Proses COBIT vs Standar ISO/IEC 17799 Proses dan Domain COBIT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 + + + + + + + PO + + + + + + AI + + + + + + + DS + + M + Addressed Not or rarely addressed 10 - 11 12 13 + + + + (COBIT Mapping, Overview of International IT Guidance 2nd, 2006) Hal ini menunjukkan ISO/IEC 17799 mempunyai spektrum yang luas dalam hal pengelolaan TI sebagaimana halnya COBIT, namun ISO/IEC 17799 tidak sedalam COBIT dalam hal detail proses-proses yang dilakukan dalam domain-domain tersebut. Tabel 3 menunjukkan bahwa COSO melakukan sebagian proses di domain PO, AI, dan DS, namun tidak satupun proses pada domain M dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa COSO fokus kepada proses penyelarasan TI dengan strategi perusahaan, dan sangat fokus dalam hal desain dan implementasi TI. Tabel 3 Matriks Proses COBIT vs Standar COSO 1 2 3 4 + + + + PO + + + + AI + + + DS M + Addressed Not or rarely addressed Proses dan Domain COBIT 5 6 7 8 9 + + + + + + + + + + 10 - 11 12 13 - + + - (COBIT Mapping, Overview of International IT Guidance 2nd, 2006) 13 Tabel 4 memperlihatkan bahwa model-model standar selain COBIT tidak mempunyai range spektrum yang seluas COBIT. Model-model tersebut hanya melakukan sebagian dari proses-proses pengelolaan yang ada di dalam COBIT Tabel 4 Matriks Domain COBIT vs ITIL, ISO/IEC 17799, dan COSO Standar Domain COBIT PO AI DS M ○ + + ○ + + ○ + + ○ - ITIL ISO/IEC 17799 COSO + Frequently addressed ○ Moderately addressed - Not or rarely addressed (COBIT Mapping, Overview of International IT Guidance 2nd, 2006) 2.3 IT Governance Bagi banyak perusahaan, teknologi informasi adalah pendukung utama yang paling berharga mereka, namun sangat sedikit yang menyadari dan memahami hal ini. Perusahaan yang sukses menyadari manfaat dari teknologi informasi dan akan menggunakannya agar mereka mendapatkan nilai. Kebutuhan kepastian tentang nilai TI, manajemen risiko terkait TI dan persyaratan peningkatan kontrol atas informasi sekarang dipahami sebagai elemen kunci dari tata kelola perusahaan. Nilai, resiko dan kontrol merupakan inti dari tata kelola IT (IT Governance). Untuk mencapai keberhasilan, manajemen harus mendefinisikan sebuah strategi dan menyediakan tata kelola perusahaan yang efektif. Strategi didefinisikan sebagai “sebuah penyesuaian perilaku atau struktur dengan rencana kerja yang rumit dan sistematis”. Tata kelola perusahaan dapat diartikan sebagai “perilaku etis para eksekutif perusahaan terhadap pemegang saham dan para pemangku kepentingan untuk memaksimalkan pengembalian investasi keuangan”. (Cannon et al. 2006) Untuk menjamin bahwa sistem informasi telah berjalan, diperlukan suatu pengukuran yang efektif dan efisien terhadap peningkatan bisnis perusahaan melalui struktur yang mengkolaborasikan proses-proses IT, sumberdaya IT dan informasi ke arah dan tujuan perusahaan, yaitu yang dikenal dengan IT 14 governance. IT Governance memadukan best practices dari proses perencanaan, pengelolaan, penerapan, pelaksanaan, dan pendukung serta pengawasan kinerja TI, untuk memastikan informasi dan teknologi yang terkait lainnya benar-benar menjadi pendukung bagi pencapaian sasaran perusahaan (Gondodiyoto 2007). Tata kelola TI adalah tanggung jawab dari eksekutif dan Board of Director, yang terdiri dari kepemimpinan, struktur organisasi dan proses – proses yang memastikan bahwa IT di sebuah perusahaan menopang dan memperluas strategi dan tujuan organisasi.Tata kelola IT mengintegrasikan best practices untuk memastikan bahwa IT sebuah perusahaan mendukung kepada tujuan bisnis. Tata kelola TI memungkinkan perusahaan untuk mengambil keuntungan penuh dari informasi yang dimilikinya, sehingga memaksimalkan keuntungan, memanfaatkan peluang dan mendapatkan keuntungan kompetitif. (ITGI 2007) Lemahnya sistem informasi (SI) tidak memungkinkan terjadinya deteksi dini (warning sign) atas kecurangan kecil yang mulanya dilakukan secara cobacoba. Kecurangan kecil meningkat menjadi kecurangan besar karena pelaku mempunyai kesempatan dan mengetahui kelemahan sistem pengendalian intern yang ada dalam organisasi,disamping faktor keserakahan. Menurut Fox dan Zonneveld (2003), membangun kontrol internal yang kuat dalam TI dapat membantu organisasi untuk meningkatkan pemahaman tentang TI di kalangan eksekutif, membuat keputusan bisnis yang lebih baik dalam kualitas yang lebih tinggi dan informasi lebih tepat waktu, menyelaraskan berbagai inisiatif proyek dengan kebutuhan bisnis, mencegah hilangnya sumber daya dan kemungkinan pelanggaran sistem. Kontrol internal dalam IT juga dapat membantu organisasi untuk meningkatkan pemahaman tentang TI mengenai berkontribusi pada kepatuhan persyaratan peraturan lainnya, seperti untuk privasi, mendapatkan keuntungan kompetitif melalui operasi yang lebih efisien dan efektif, mengoptimalkan operasi dengan pendekatan terpadu untuk integritas keamanan, ketersediaan, dan pengolahan, meningkatkan kompetensi manajemen risiko dan prioritas inisiatif. Dengan adanya IT governance proses bisnis perusahaan akan menjadi transparan, dapat dipertanggungjawabkan, dan akuntabilitas setiap fungsi atau individu menjadi semakin jelas. IT governance bukan hanya penting bagi personil 15 IT saja, namun juga terutama untuk mereka pengambil keputusan yang bertanggung jawab dalam penentuan investasi dan pengelolaan resiko perusahaan (Gondodiyoto 2007). Weill dan Ross (2004) mendefinisikan IT governance sebagai aktifitas menetapkan hak pengambilan keputusan dan kerangka kerja yang dapat dipertanggungjawabkan (accountability framework) untuk mendorong perilaku pengunaan TI yang diharapkan. Dalam hal ini dapat disimpulkan dalam tatakelola yang baik, peranan IT Governance (tatakelola TI) merupakan hal yang sangat penting, dalam konteks organisasi bisnis yang berkembang kebutuhan akan TI bukan merupakan barang yang langka. 2.4 COBIT Framework COBIT (Control Objectives for Information and Related Technology) merupakan sebuah model framework tata kelola yang representatif dan menyeluruh yang merupakan salah satu standar dunia dalam pengelolaan IT. COBIT mencakup kepada masalah perencanaan, implementasi, operasional dan pengawasan terhadap seluruh proses TI yang dikembangkan oleh IT Governance Institute (ITGI) yang berbasis di Amerika Serikat. . COBIT dapat digunakan sebagai tools yang digunakan untuk mengefektifkan implementasi IT Governance, yakni sebagai management guideline dengan menerapkan seluruh domain yang terdapat dalam COBIT. Gambar 2 The COBIT Cube (ITGI 2007). 16 Prinsip dasar framework secara ringkas adalah: IT resources dikelola oleh IT processes untuk mencapai IT goals yang menjawab persyaratan bisnis. Di dalam kerangka kerja COBIT terdapat tujuh persyaratan atau kriteria informasi bisnis, yaitu: effectiveness, efficiency, confidentiality, integrity, availability, compliance, dan reliability. COBIT kemudian menjelaskan bahwa sumber daya IT yang harus disediakan untuk memberikan kebutuhan bisnis oleh proses bisnis, yaitu: applications, information, infrastructure dan people seperti tampak dalam Gambar 2. COBIT mendefinisikan aktivitas individual di dalam lingkungan IT ke dalam 34 proses dan kemudian mengelompokkan proses tersebut menjadi empat domain seperti tampak dalam Gambar 3. Keempat domain tersebut adalah: Planning and Organization (10 proses), Acquisition and Implementation (7 proses), Delivery and Support (13 proses), dan Monitoring and Evaluation (4 proses). Framework COBIT disusun dengan karakteristik berfokus pada bisnis (business-focused), berorientasi pada proses (process-oriented), berbasis pada pengendalian (controls-based) dan terarah kepada pengukuran (measurementdriven). Model Kematangan (Maturity Models) adalah alat bantu yang dapat digunakan untuk melakukan benchmarking dan self-assessment oleh manajemen TI untuk menilai kematangan proses TI. Dengan Model Kematangan, manajemen bisa mengidentifikasi: 1. Kinerja aktual dari perusahaan – di mana posisi perusahaan saat ini. 2. Status industri saat ini – perbandingan. 3. Target perbaikan bagi perusahaan – ke mana perusahaan ingin dibawa. 4. Jalur pertumbuhan yang diperlukan antara “as-is” dan “to-be”. Secara umum, tingkat kematangan proses TI dibagi menjadi enam tingkat, mulai dari tingkat kematangan 0 sampai dengan tingkat kematangan 5 (Tabel 5). Selain keenam tingkat tersebut, Tingkat Kedewasaan disusun oleh atributatribut sebagai berikut: 1. Awareness and Communication (AC) 2. Policies, Standards and Procedures (PSP) 3. Tools and Automation (TA) 17 4. Skills and Expertise (SE) 5. Responsibility and Accountability (RA) 6. Goal Setting and Measurement (GSM) Gambar 3 Domain dalam COBIT (ITGI 2007) Tabel 5 Tingkat Kedewasaan Umum dalam COBIT Level 0 Non Existent Kriteria Kedewasaan Perusahaan bahkan tidak mengetahui bahwa terdapat permasalahan yang harus diatasi. Tidak terdapat proses standar, namun menggunakan 1 Initial / pendekatan ad hoc yang cenderung diperlakukan secara Ad Hoc individu atau per kasus. 2 Repeatable but Proses dikembangkan ke dalam tahapan dimana prosedur yang serupa diikuti oleh pihak-pihak yang berbeda untuk Intituitive pekerjaan yang sama. Prosedur distandarisasi dan didokumentasikan kemudian 3 Defined dikomunikasikan melalui pelatihan. 4 Managed and Manajemen mengawasi dan mengukur kepatutan terhadap prosedur dan mengambil tindakan jika proses tidak dapat Measurable dikerjakan secara efektif. Proses telah dipilih ke dalam tingkat praktek yang baik, 5 Optimised berdasarkan hasil dari perbaikan berkelanjutan dan permodelan kedewasaan dengan perusahaan lain. Sumber: ITGI (2007) 2.4.1. Plan and Organize Domain ini melingkupi area strategi, taktik dan memberikan perhatian dalam mengidentifikasi bagaiamana IT dapat memberikan kontribusi terbaik kepada tujuan bisnis. Realisasi dari strategi harus direncanakan, dikomunikasikan dan di atur dalam perspektif yang berbeda. Domain ini memiliki pertanyaan dalam perspektif manajemen yaitu : a. Apakah IT dan strategi bisnis sudah selaras ? 18 b. Apakah pencapaian perusahaan sudah optimal dengan menggunakan sumberdaya yang ada ? c. Apakah semua karyawan di dalam perusahaan sudah memahami tujuan dari IT ? d. Apakah resiko IT sudah dipahami dan dikelola ? e. Apakah kualitas dari sistem IT sesuai dengan kebutuhan bisnis ? 2.4.2. Acquire and Implement Untuk mewujudkan strategi IT, solusi IT harus diidentifikasi, dibangun atau dimiliki sebaik mungkin, untuk diimplementasikan dan diintegrasikan dalam proses bisnis. Selain itu, perubahan dan pemeliharaan sistem yang telah ada dan digunakan, merupakan hal yang diperhatikan di dalam domain ini. Domain ini memiliki pertanyaan dalam perspektif manajemen yaitu : a. Apakah proyek memberikan solusi yang memenuhi kebutuhan bisnis? b. Apakah proyek baru dapat diselesaikan tepat waktu sesuai budget ? c. Apakah sistem baru dapat bekerja sempurna setelah diimplementasikan ? d. Apakah perubahan dapat dilakukan tanpa mengganggu operasional bisnis yang sudah berjalan ? 2.4.3. Deliver and Support Domain ini memiliki topik mengenai layanan yang diberikan dibandingkan merujuk kepada layanan yang diminta, termasuk pengaturan security, layanan support untuk pengguna, pemantauan internal control, dan pengelolaan data termasuk fasilitas operasional. Biasanya domain ini membahas mengenai pertanyaan manajemen : a. Apakah layanan IT yang diberikan selaras dengan prioritas bisnis ? b. Apakah biaya IT sudah optimal ? c. Apakah para pekerja mampu untuk menggunakan sistem IT secara produktif dan aman ? d. Apakah keamanan, integritas dan ketersediaan sudah pada tempatnya ? 19 2.4.4. Monitor and Evaluate Domain ini memiliki topik mengenai perlunya proses IT untuk dinilai kualitasnya dan sesuai dengan persyaratan yang dikontrol secara berkala dari waktu ke waktu. Selain itu dinilai pula kualitas kinerja manajemen, pemantauan dari internal control serta kepatuhan terhadap peraturan dan tata kelola. Biasanya domain ini membahas mengenai pertanyaan manajemen : a. Apakah kinerja IT dapat diukur untuk mendeteksi masalah sebelum terlambat ? b. Apakah manajemen telah memastikan bahwa pengawasan internal efektif dan efisien c. Dapatkah kinerja IT dihubungkan dengan dengan tujuan bisnis ? d. Apakah keamanan, integritas dan ketersediaan sudah pada tempatnya ? 2.5 Domain dari Delivery and Support 2.5.1. DS1 – Define and Manage Service Levels Komunikasi yang efektif antara manajemen TI dan bisnis pelanggan mengenai layanan yang diminta diaktifkan oleh agreement IT mengenai layanan IT dan service level yang telah didokumentasikan. Proses ini juga termasuk pemonitoran dan laporan secara berkala kepada pemegang saham untuk pencapaian service level Proses ini memungkinkan keselarasan antara layanan TI dan persyaratan bisnis yang terkait. 2.5.2. DS2 – Manage Third-Party Services Memastikan bahwa layanan yang diberikan oleh pihak ketiga (pemasok, vendor dan mitra) memenuhi persyaratan bisnis membutuhkan manajemen proses efektif dari pihak ketiga. Proses ini dicapai dengan mendefinisikan secara jelas peran, tanggung jawab dan harapan dalam perjanjian pihak ketiga serta melakukan review dan pemantauan perjanjian tersebut untuk efektivitas dan kepatuhannya. Manajemen layanan yang efektif dari pihak ketiga meminimalkan risiko usaha yang terkait dengan pemasuk, vendor, mitra yang tidak berhasil memberikan layanan yang baik. 20 2.5.3. DS3 – Manage Performance and Capacity Kebutuhan untuk mengelola kinerja dan kapasitas dari sumberdaya IT membutuhkan sebuah proses yang secara berkala meninjau kinerja dan kapasitas dari sumberdaya IT. Proses ini termasuk peramalan akan kebutuhan beban kerja, penyimpanan dan persyaratan kondisi kontingensi. Proses ini menyediakan kepastian bahwa sumberdaya informasi yang mendukung permintaan bisnis tersedia secara terus menerus. 2.5.4. DS4 – Ensure Continuous Services Menyediakan layanan IT yang berkesinambungan membutuhkan pengembangan, pemeliharaan, dan pengujian rencana kontinuitas IT, pemanfaatan cadangan penyimpanan offsite, dan menyediakan pelatihan rencana berkesinambungan secara berkala. Layanan yang berkelanjutan yang efektif meminimalkan kemungkinan dan efek samping dari gangguan layanan IT berskala besar dalam fungsi dan proses yang utama dari bisnis. 2.5.5. DS5 – Ensure Systems Security Kebutuhan untuk memelihara integritas dari informasi dan melindungi asset IT membutuhkan sebuah proses pengelolaan security. Proses ini termasuk di dalamnya membuat dan memelihara peraturan mengenai IT security, tanggungjawab, kebijakan, standarisasi dan prosedur. Manajemen security juga termasuk di dalamnya pemantauan security dan uji security secara berkala dan melakukan perbaikan atas kelemahan security. Manajemen security yang efektif akan melindungi semua asset IT dan meminimalkan dampak kepada bisnis karena disebabkan kerentanan dan insiden yang terjadi. 2.5.6. DS7 – Educate and Train Users Edukasi yang efektif untuk semua pengguna layanan IT termasuk di dalamnya adalah IT, membutuhkan identifikasi kebutuhan training 21 untuk setiap kelompok pengguna layanan IT. Selain untuk mengidentifikasi kebutuhan, didalam proses ini juga termasuk mendefinisikan dan mengeksekusi strategi training yang efektif dan dapat diukur hasilnya. Sebuah program training yang efektif akan meningkatkan penggunaan teknologi yang efektif dengan mengurangi kesalahan penggunaan oleh pengguna layanan IT, meningkatkan produktifitas dan kepatuhan terhadap key control seperti langkahlangkah keamanan dalam penggunaan layanan IT. 2.5.7. DS8 – Manage Service Desk and Incidents Respon yang tepat waktu dan efektif terhadap pertanyaan dan masalah yang dihadapi oleh pengguna layanan IT memerlukan sebuah service desk dan manajemen insiden yang di desain dan dilaksanakan dengan baik. Termasuk di dalamnya pengaturan fungsi service desk seperti pendaftaran komplain, eskalasi, analisa kecenderungan dan akar permasalahan dan pemecahannya. Bisnis diuntungkan juga dengan peningkatan produktivitas melalui respon yang cepat terhadap permasalahan di pengguna layanan IT. 2.5.8. DS10 – Manage Problems Pengelolaan problem yang efektif membutuhkan identifikasi dan klasifikasi dari permasalahannya, analisa penyebab dan penyelesaian dari masalah. Pengelolaan masalah juga termasuk formulasi dan rekomendasi untuk pernyempurnaan, pemeliharaan dari pencatatan masalah, dan review status tindakan perbaikan. Proses pengelolaan permasalahan yang efektif akan memaksimalkan ketersediaan sistem, penyempurnaan service level, penghematan biaya dan peningkatan kenyamanan dan kepuasan pengguna layanan IT. 2.5.9. DS11 – Manage Data Pengelolaan data yang efektif membutuhkan pengidentifikasian data yang dibutuhkan. Proses pengelolaan data juga termasuk pembuatan 22 prosedur yang efektif untuk mengelola media library, backup dan pemulihan/pengembalian data serta penghancuran media yang tepat. Manajemen data yang efektif membantu untuk menjamin kualitas, ketepatan waktu dan ketersediaan data bisnis. 2.5.10. DS12 – Manage the Physical Environment Perlindungan terhadap peralatan komputer dan personel memerlukan fasilitas fisik yang didesain dan dikelola dengan baik. Proses dari pengelolaan fisik lingkungan termasuk mendefinisikan persyaratan fisik site, memilih fasilitas yang sesuai dan mendisain proses yang efektif untuk pemantauan faktor lingkungan dan pengelolaan akses fisik. Pengelolaan yang efektif dari fisik lingkungan akan mengurangi gangguan terhadap bisnis dari kerusakan komputer maupun personel. 2.5.11. DS13 – Manage Operations Pemrosesan data yang lengkap dan akurat memerlukan prosedur pengelolaan pemrosesan data yang efektif dan pemeliharaan perangkat keras yang teratur. Proses ini termasuk di dalamnya pendefinisian kebijakan dan prosedur pengoperasian untuk pengelolaan pemrosesan yang sudah dijadwalkan yang efektif, perlindungan output yang sensitif, pemantauan kinerja infrastruktur dan memastikan pemeliharaan perangkat keras secara preventif. Pengelolaan operasi yang efektif membantu pemeliharaan integritas data dan mengurangi keterlambatan bisnis dan biaya operasional IT. 2.6 Control Objective dari Domain Delivery and Support 2.6.1. DS1 – Define and Manage Service Levels 2.6.1.1. DS1.1 - Service Level Management Framework (Kerangka Service level Management) Merupakan sebuah kerangka kerja yang memberikan proses formal dari sebuah manajeman layanan (service level management) antara pelanggan dengan provider layanan. Kerangka kerja tersebut harus mengatur secara 23 berkesinambungan serta sejajar antara kepentingan bisnis dengan prioritas, serta memfasilitasi pemahaman umum (common understanding) antara pelanggan dengan provider. Kerangka kerja ini juga harus mencakup proses pembuatan keperluan layanan (service requirement), definisi servis, Service Level Agreement (SLA), Operational Level Agreement (OLA) dan sumber pendanaan. Perangkatperangkat tersebut harus tersusun rapi dalam sebuah katalog pelayanan. Kerangka kerja harus menjelaskan mengenai struktur organisasi dalam service level management beserta peranannya masing-masing, tujuan dan tanggung jawab, baik internal maupun eksternal antara pelanggan dengan provider. 2.6.1.2. DS1.2 – Definition of Services Definisi dasar dari servis IT dalam karakteristik servis dan keperluan bisnis. Hal tersebut harus dipastikan terorganisir dan tersimpan secara sentral lewat implementasi katalog servis dengan pendekatan portofolio. 2.6.1.3. DS1.3 – Service Level Agreement Service Level Agreement untuk semua pelayanan IT, ditetapkan dan disepakati berdasarkan kebutuhan pelanggan dan kemampuan IT. Hal ini harus meliputi komitmen pelanggan; kebutuhan pendukung layanan; ukuran kualitatif dan kuantitatif untuk mengukur service signed off on oleh para stakeholder; pendanaan dan aturan komersial, jika dapat diterapkan; serta peranan dan tanggungjawab, termasuk oversight dari SLA. Item-item lain yang harus dipertimbangkan meliputi availabilitas, reliabilitas (masuk akal), performa, kapasitas, kekuatan pendukung, perencanaan yang kontinu, keamanan dan kendala permintaan ( demand constraints). 24 2.6.1.4. DS1.4 – Operating Level Agreements Menentukan Operating Level Agreements yang menjelaskan bagaimana servis yang secara teknis akan mendukung SLA secara optimal. OLA harus merinci proses teknis secara bermakna pada provider, dan dapat mendukung beberapa SLA 2.6.1.5. Monitoring and Reporting of Service Level Agreements Secara kontinu mengawasi kriteria tertentu dari performa service level (service level performa). Pelaporan hasil harus dilakukan dalam format yang dapat dimengerti oleh stakeholder. Statistik pemonitoran harus dianalisa dan ditindaklanjuti segera untuk mengidentifikasi tren positif dan negatif, baik dalam servis individu maupun secara keseluruhan. 2.6.1.6. Review of Service Level Agreements and Contracts Secara teratur mengulas SLA dan underpinning contracts (UC) dengan provider internal dan external untuk memastikan keefektifan serta selalu diperbarui sesuai kebutuhan. 2.6.2. DS2 – Manage Third Party Services 2.6.2.1. DS2.1 – Identification of All Supplier Relationship a. Mengidentifikasi mengkategorikan semua layanan supplier mereka menurut jenis dan supplier, signifkansi dan kritis. b. Menjaga dokumentasi formal dari hubungan teknis dan organisasi yang meliputi peranan serta tanggungjawab, tujuan, pemberian layanan yang diharapkan (expected deliverables), dan credentials of representatives dari supplier- supplier tersebut. 25 2.6.2.2. DS2.2 – Supplier Relationship Management Memformalkan proses manajemen hubungan supplier untuk tiap-tiap supplier. Pemilik hubungan harus mewakili isu mengenai pelanggan dan supplier, dan memastikan bahwa kualitas hubungan tersebut berdasarkan pada kepercayaan dan transparansi (misalnya melalui SLA). 2.6.2.3. DS2.3 – Supplier Risk Management Mengidentifikasi dan mengurangi resiko yang berkaitan dengan kemampuan supplier untuk menjalankan servis efektif dengan cara yang aman dan efisien secara terus menerus. Memastikan bahwa kontrak-kontrak yang ada sesuai dengan standar bisnis universal, ditinjau dari hukum dan peraturan yang berlaku Manajemen resiko juga harus mempertimbangkan lebih lanjut mengenai. Non-disclosure agreements (NDAs), surat wasiat (escrow contracts), kelangsungan supplier di masa depan, kesesuaian dengan kebutuhan keamanan, supplier alternatif, sanksi dan penghargaan. 2.6.2.4. DS2.4 – Supplier Performance Monitoring Membangun sebuah proses untuk mengawasi pemberian pelayanan untuk memastikan bahwa supplier memperoleh kebutuhan bisnis serta selalu mematuhi kesepakatan kontrak dan SLA, dan bahwa performa supplier kompetitif dengan supplier lain serta kondisi pasar. 2.6.3. DS3 – Manage Performance and Capacity 2.6.3.1. DS3.1 – Performance and Capacity Planning Menyusun perencanaan proses untuk mengulas performa dan kapasitas dari sumber IT untk memastikan bahwa kapasitas biaya dapat diterima dan performa mampu memproses beban 26 kerja yang sudah disepakati dan ditentukan oleh SLA. Perencanaan kapasitas dan performa harus meliputi teknik model yang tepat untuk menghasilkan bentuk performa saat ini dan di masa datang, kapasitas dan throughput dari sumber-sumber IT. 2.6.3.2. DS3.2 – Current Performance and Capacity Menilai performa dan kapasitas yang sedang berjalan dari sumber IT untuk menentukan apakah kapasitas dan performa yang ada sudah layak dan sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakati. 2.6.3.3. DS3.3 – Future Performance and Capacity Memperkirakan performa dan kapasitas dari sumber IT dengan interval yang teratur untuk meminimalisir resiko gangguan layanan akibat kapasitas yang tidak memadai atau penurunan performa, dan mengidentifikasi kelebihan kapasitas untuk mencari kemungkinan penarikan kembali. Mengidentifikasi tren beban kerja dan menentukan kemungkinan yang akan dijadikan perencanaan performa dan kapasitas. 2.6.3.4. DS3.4 – Resources Availability Menyediakan kapasitas dan performa yang diperlukan, mempertimbangkan aspek-aspek seperti beban kerja normal, contingencies, kebutuhan penyimpanan dan siklus sumber IT. Ketentuan-ketentuan seperti memprioritaskan pekerjaan, mekanisme toleransi kesalahan dan alokasi sumber harus dibuat. Manajemen harus memastikan bahwa rencana kontinyensi megarah pada ketersediaan, kapasitas dan performa sumber IT invidual. 27 2.6.3.5. DS3.5 – Monitoring and Reporting Pengawasan performa dan kapasitas sumber IT secara berkesinambungan. Data yang dikumpulkan harus mencakup dua tujuan : • Untuk menjaga performa IT yang sedang berjalan dan mengarahkan isu seperti ketahanan, kontinyensi, beban kerja yang sedang berjalan dan sudah diarahkan, rencana penyimpanan, dan sumber akuisisi. • Untuk melaporkan ketersediaan layanan yang diberikan, seperti yang diminta oleh SLA. Bersama dengan semua laporan pengecualian dengan rekomendasi untuk koreksi. 2.6.4. DS4 – Ensure Continuous Service 2.6.4.1. DS4.1 – IT Continuity Framework (Kerangka Kerja IT Jangka Panjang) Melakukan pengembangan kerangka untuk keberlanjutan IT untuk mendukung keberlanjutan manajemen enterprisewide business menggunakan sebuah proses yang konsisten. Objektifitas dari kerangka kerja harus bisa membantu menentukan ketahanan infrastruktur yang diperlukan, dan untuk mengendalikan perkembangan dari pemulihan kerusakan dan rencana kontinjensi IT. Kerangka kerja harus mengarahkan struktur organisasi untuk kelanjutan manajemen, melindungi peran, tujuan dan tanggung jawab dari provider layanan internal dan eksternal, manajemen dan pelanggan mereka, serta proses perencanaan yang membuat peraturan dan struktur kedalam dokumen, menguji dan melaksanakan pemulihan (recovery) kerusakan serta rencana kontinjensi IT. Rencana tersebut juga harus mengarahkan item-item seperti identifikasi dari sumber-sumber yang penting, mencatat key dependencies, pengawasan dan 28 pelaporan ketersediaan sumber sumber penting, proses alternatif, dan prinsip-prinsip backup dan recovery (pemulihan). 2.6.4.2. DS4.2 – IT Continuity Plans Mengembangkan rencana IT secara kontinu berdasarkan kerangka kerja dan dirancang untuk mengurangi dampak gangguan besar pada fungsi kunci bisnis serta proses. Rencana tersebut harus berdasarkan pada pemahaman terhadap resiko dari dampak bisnis potensial dan mengarahkan kebutuhan pada ketahanan, proses alternatif dan kemampuan pemulihan dari semua layanan IT yang penting. Rencana rencana tersebut juga harus meliputi penggunaan panduan, peranan dan tanggungjawab, prosedur, proses komunikasi dan tes. 2.6.4.3. DS4.3 – Critical IT Resources Memusatkan perhatian pada item-item yang dispesifikasikan sebagai item paling penting dalam rencana kesinambungan IT untuk membangun ketahanan dan menetapkan prioritas dalam pemulihan situasi. Hindari gangguan dalam pemulihan item-item yang tidak terlalu penting dan memastikan respon serta pemulihan sejalan dengan prioritas kebutuhan dalam bisnis, sambil memastikan biaya tetap dapat diterima, dan sesuai dengan peraturan dan kontrak serta mempertimbangkan ketahanan, respon dan pemulihan untuk tingkatan yang berbeda-beda, misalnya 1-4 jam, 4-24 jam, lebih dari 24 jam, dan periode-periode penting dalam operasional bisnis. 29 2.6.4.4. DS4.4 – Maintenance of The IT Continuity Plan Mendorong melaksanakan manajemen IT perubahan untuk menetapkan prosedur kontrol, dan untuk memastikan bahwa rencana IT yang berkelanjutan tetap up to date dan secara terus menerus merefleksikan keperluan bisnis yang sebenarnya dan mengkomunikasikan perubahan prosedur dan tanggung jawab secara jelas dan berkala. 2.6.4.5. DS4.5 – Testing of The IT Continuity Plan Menguji rencana IT secara teratur untuk memastikan bahwa sistem IT dapat dipulihkan secara efektif, kekurangan/ kritikan diarahkan dan rencana tetap relevan. Hal ini memerlukan persiapan yang lebih hati-hati, dokumentasi, pelaporan hasil tes, dan berdasarkan pada hasil, implementasi dari pelaksanaan rencana. Mempertimbangkan jangkauan uji pemulihan dari aplikasi tunggal untuk mengintegrasikan skenario test hingga end-to-end testing dan uji vendor yang terintegrasi. 2.6.4.6. DS4.6 – IT Continuity Plan Training Memberikan pelatihan teratur kepada semua pihak terkait, mengenai prosedur, peranan dan tanggung jawab jika terjadi insiden, kerusakan atau bencana. Verifikasi dan menambah pelatihan berdasarkan hasil dari uji kontinjensi. 2.6.4.7. DS4.7 –Distribution of The IT Continuity Plan Terdapat sebuah strategi distribusi yang telah ditentukan dan diatur untuk memastikan bahwa rencana-rencana yang ada layak dan terdistribusi secara aman, serta tersedia secara sesuai kapan dan di mana pun diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Perhatian harus diberikan agar rencana dapat berjalan dalam semua kondisi bencana atau kerusakan. 30 2.6.4.8. DS4.8 – IT Services Recovery and Resumption Melakukan penyusunan rencana tindakan yang akan diambil selama layanan IT dipulihkan sampai dilaksanakan kembali. Ini dapat meliputi aktivasi alternatif, backup sites, insisiasi proses komunikasi pelanggan dan stakeholder, serta melaksanakan kembali prosedur. Memastikan bahwa bisnis dapat memahami waktu yang diperlukan untuk pemulihan IT, dan perangkat teknologi yang diperlukan untuk mendukung pemulihan bisnis dan keperluan untuk memulai kembali. 2.6.4.9. DS4.9 – Offsite Backup Storage (Tempat Penyimpanan Cadangan) a. Menyimpan offsite dari semua backup media yang penting, dokumentasi dan sumber IT lain yang diperlukan untuk pemulihan IT dan rencana bisnis yang berkelanjutan. b. Menentukan isi dari penyimpanan backup, dengan kolaborasi antara pemilik proses bisnis dan personel IT. Manajemen fasilitas penyimpanan offsite harus merespon kebijakan klasifikasi data dan the enterprise’s media storage practices. Manajemen IT harus memastikan bahwa pengaturan offsite setidaknya dinilai secara periodic, tiap tahun, dalam hal isi, perlindungan terhadap lingkungan dan keamanan. c. Memastikan kesesuaian antara hardware dan software untuk menyimpan data, dan secara periodik menguji dan memperbaharui (refresh) data. 2.6.4.10. DS4.10 – Post-Resumption Review Menjelaskan apakah manajemen IT telah membuat prosedur untuk menilai apakah rencana untuk melanjutkan kembali fungsi IT setelah bencana sudah memperbaharui rencana jika diperlukan. memadai, serta 31 2.6.5. DS5 – Ensure Systems Security 2.6.5.1. DS5.1 – Management of IT Security Mengatur keamanan IT dan menempatkannya di posisi yang cukup tinggi dalam organisasi, sehingga pelaksananaan manajemen keamanan ini sejalan dengan kepentingan bisnis. 2.6.5.2. DS5.2 –IT Security Plan Menerjemahkan bisnis, resiko dan pemenuhan kepentingan kedalam rencana keamanan IT secara keseluruhan, mempertimbangkan infrastruktur IT dan kultur keamanan. Memastikan bahwa rencana diimplementasikan ke dalam kebijakan keamanan dan prosedur bersama dengan penyediaan perlengkapan layanan, personil, hardware dan software secara tepat. Mengkomunikasikan kebijakan keamanan dan prosedur kepada stakeholder dan user. 2.6.5.3. DS5.3 – Identity Management a. Memastikan bahwa semua user (internal, external dan sementara) dan aktivitasnya dalam sistem IT (aplikasi bisnis, lingkungan IT, sistem operasi, perkembangan dan pemeliharaan) dapat diidentifikasi. Menampilkan identitas user lewat mekanisme pembuktian. b. Mengkonfirmasi bahwa hak user untuk mengakses sistem dan data sejalan dengan keperluan bisnis yang telah ditentukan dan didokumentasikan, dan pekerjaan tersebut tercantum dalam identitas user. c. Memastikan bahwa hak user diatur oleh manajeman, diterima oleh pemilik sistem, dan diterapkan oleh orang yang bertanggung jawab terhadap keamanan. d. Menjaga identitas user dan hak akses di tempat penyimpanan pusat. 32 e. Menerapkan teknik efektif biaya dan langkah langkah procedural, dan identifikasi user, menjaga agar menerapkan tetap diperlukan otentifikasi, dan menegakkan hak akses. 2.6.5.4. DS5.4 – User Account Management Permintaan alamat, membuat, mengeluarkan, penangguhan, modifikasi dan penutupan akun user dan haknya dapat dilakukan dengan perangkat manajemen akun user. Meliputi sebuah prosedur penguraian data yang bisa diterima atau pemilik sistem yang memberi hak akses. Prosedur tersebut harus diaplikasikan pada semua user, baik administrator maupun user internal dan eksernal, pada kondisi normal mapun darurat. Hak dan obligasi yang berkaitan dengan akses ke sistem perusahaan serta informasi, harus diatur dalam kontrak untuk semua jenis pengguna. Melakukan ulasan manajemen secara teratur untuk semua akun dan hakhak terkait. 2.6.5.5. DS5.5 – Security Testing, Surveillance and Monitoring Menguji dan mengawasai pelaksanaan keamanan IT secara proaktif. Keamanan IT harus di akreditasi ulang secara berkala untuk memastikan bahwa informasi perusahaan tetap terjaga. Fungsi pendataan dan pengawasan dapat menjadi cara pencegahan awal dan/atau deteksi dan pelaporan bila terjadi aktifitas yang tidak biasa yang mungkin ditemukan. 2.6.5.6. DS5.6 – Security Incident Definition Secara jelas mendefinisikan dan mengkomunikasikan karakteristik dari hal-hal yang potensial menimbulkan insiden keamanan, sehingga dapat diklasifikasikan dan 33 ditindaklanjuti berdasarkan manajemen proses insiden dan masalah. 2.6.5.7. DS5.7 – Protection of Security Technology Membuat teknologi yang berkaitan dengan keamanan tahan terhadap ganguan, dan tidak membocorkan dokumentasi keamanan jika tidak diperlukan. 2.6.5.8. DS5.8 – Cryptographic Key Management Menetapkan kebijakan dan prosedur pada tempatnya untuk mengatur kelompok, merubah, membatalkan, kerusakan, distribusi, sertifikasi, mengarsipkan penyimpanan, Cryptographic Key memasukkan untuk dan memastikan perlindungan kunci terhadap modifikasi dan kebocoran oleh pihak yang tidak berwenang. 2.6.5.9. DS5.9 – Malicious Software Prevention, Detection and Correction Meletakkan tindakan preventif, detektif dan korektif pada tempatnya (terutama pola kemanan yang up to date dan kontrol virus) dalam organisasi, untuk melindungi sistem informasi dan teknologi dari malware (misal virus, worms, spyware, spam) 2.6.5.10. DS5.10 – Network Security Menggunakan teknik keamanan dan prosedur keamanan yang terkait (misal firewalls, aplikasi sekuriti, segmentasi jaringan deteksi gangguan) untuk memberi akses dan mengkontrol aliran informasi dari dan ke jaringan. 2.6.5.11. DS5.11 – Exchange of SensitiveData Pertukaran transaksi data positif hanya melalui jalur atau media yang bisa dipercaya, dengan kontrol untuk menjaga 34 keaslian data, bukti penyerahan, bukti penerimaan dan nonrepudiation of origin. 2.6.6. DS7 – Educate and Train Users 2.6.6.1. DS7.1 – Identification of Education and Training Needs Membuat dan secara teratur memperbaharui kurikulum untuk tiap-tiap target kelompok karyawan dengan mempertimbangkan aspek-aspek : • Kebutuhan bisnis serta strategi saat ini dan dimasa depan • Nilai informasi sebagai asset • Nilai nilai perusahaan (nilai etika, kebiasaan kontrol dan keamanan yang berlaku) • Implementasi dari infrastruktur dan software baru (misal pengemasan, aplikasi) • Kemampuan saat ini dan dimasa depan, profil kompetensi, dan sertifikasi dan/ atau keperluan pembuatan surat (credentialing needs) yang diperlukan untuk reakreditasi. 2.6.6.2. DS7.2 – Delivery of Training and Education Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan, serta mengidentifikasi target kelompok dan anggotanya, diperoleh mekanisme penyampaian yang efisien, guru, pelatih dan mentor. Menunjuk pelatih dan mengatur waktu sesi pelatihan. Mencatat registrasi (termasuk prasyarat), kehadiran, dan sesi evaluasi pelatihan. 2.6.6.3. DS7.3 – Evaluation of Training Received Mengevaluasi materi yang disampaikan dalam pendidikan dan pelatihan, mengenai relevansi, kualitas, efektifitas, nilai dan biaya. Hasil dari evaluasi ini harus dijadikan masukan 35 untuk dalam pembuatan kurikulum dan penyampaian pelatihan yang akan datang. 2.6.7. DS8 – Manage Service Desk and Incidents 2.6.7.1. DS8.1 – Service Desk Menentukan fungsi dari service desk, dengan user interface dilengkapi IT, untuk mencatat, mengkomunikasikan, menelpon dan menerima serta menganalisa semua telepon masuk. melaporkan insiden, melayani permintaan dan memberikan informasi. Harus ada pengawasan dan peningkatan prosedur berdasarkan service level yang disepakati, berkaitan dengan SLA yang tepat yang memungkinkan dilakukannya klasifikasi dan penentuan prioritas dari isu-isu yang dilaporkan sebagai insiden, melayani permintaan dan informasi. Mengukur kepuasan end user dengan kualitas meja layanan dan layanan IT. 2.6.7.2. DS8.2 – Registration of Customer Queries Membuat sebuah sistem dan fungsi yang memungkinkan untuk mendata dan melacak telepon, insiden, permintaan layanan dan informasi yang diperlukan. Harus berjalan berdampingan dengan proses-proses seperti manajeman insiden, manajemen masalah, perubahan manajemen, kapasitas manajemen dan ketersediaan manajemen. Insiden harus diklasifikasikan menurut prioritas bisnis dan layanan dan mencakup tim manajemen pemecahan masalah, jika diiperlukan. Pelanggan harus tetap diberi informasi mengenai status permintaan mereka. 2.6.7.3. DS8.3 – Incident Escalation Membuat prosedur meja layanan, sehinggan permasalahan yang tidak bisa segera diselesaikan, meningkat sesuai dengan 36 batas yang dijelaskan dalam SLA, dan jika memungkinkan disediakan workarounds. Memastikan bahwa kepemilikan insiden dan siklusnya tetap terawasi, dengan meja layanan sebagai user-based incidents, tanpa menghiraukan kelompok IT mana yang mengerjakan resolusinya. 2.6.7.4. DS8.4 – Incident Closure Membuat prosedur untuk pengawasan secara berkala dari pemenuhan permintaan pelanggan. Ketika insiden berhasil diselesaikan, pastikan bahwa meja layanan mencatat tahaptahap penyelesaian, dan mengkonfirmasi bahwa tindakan yang dilakukan telah disetujui oleh pelanggan. Catat dan laporkan juga mengenai insiden yang tidak terselesaikan (dikenal dengan error dan workaround), sebagai bahan informasi untuk menjalankan manajemen masalah dengan baik. 2.6.7.5. DS8.5 – Reporting and Trend Analysis) Membuat laporan aktifitas meja layanan, agar manajemen dapat menilai performa dan waktu dalam pemberian layanan untuk mengidentifikasi kecenderungan yang terjadi, atau memecahkan masalah, sehingga layanan dapat terus menjadi lebih baik. 2.6.8. DS10 – Manage Problems 2.6.8.1. DS10.1 – Identification and Classification of Problems Menjalankan proses untuk melaporkan dan mengklasifikasikan masalah yang telah diketahui sebagai bagian dari manajemen insiden. Langkah-langkah yang termasuk dalam klasifikasi masalah sama dengan langkahlangkah mengklasifikasi insiden; dimana harus 37 dikelompokkan berdasarkan kategori, dampak, urgensi dan prioritas. Mengkategorikan masalah menjadi kelompok-kelompok atau domain (misalnya hardware, software, software pendukung). Kelompok-kelompok tersebut sebaiknya sesuai dengan tanggungjawab organisasional dari user dan pelanggan, dan harus menjadi dasar alokasi masalah untuk mendukung personil. 2.6.8.2. DS10.2 – Problem Tracking and Resolution Memastikan bahwa sistem manajemen masalah memberikan fasilitas audit yang memadai yang memungkinkan untuk dilakukan pelacakan, analisa dan penentuan akar masalah dari semua permasalahan yang dilaporkan, meliputi : • Semua item konfigurasi yang terkait • Permasalahan dan insiden besar • Eror yang sudah diketahui atau diduga eror • Melacak arah permasalahan Mengidentifikasi dan mulai mencari solusi yang mengarah pada akar permasalahan, menungkinkan adanya permintaan untuk proses perubahan manajemen. Lewat proses penyelesaian, manajemen masalah harus memberkan laporan secara teratur dari perubahan manajemen yang sedang berjalan seiring dengan pemecahan masalah. Manajemen masalah harus mengawasi dampak yang terjadi akibat masalah dan error terhadap layanan user. Jika dampak ini semakin berat, manajemen masalah harus ditingkatkan untuk mengatasi masalah tersebut, mungkin dengan merujuk ke pihak yang tepat, untuk meningkatkan prioritas dari RFC, atau untuk melaksanakan perubahan segera. Mengawasi perkembangan dengan SLA pemecahan masalah yang bertentangan 38 2.6.8.3. DS10.3 – Problem Closure Membuat sebuah prosedur pemecahan masalah, baik setelah berhasil diselesaikan atau diketahui sebagai error, setelah disesuaikan dengan bisnis, mengenai bagaimana mengatasi masalah tersebut. 2.6.8.4. DS10.4 – Integration of Configuration, Incident and Problem Management Mengintegrasikan proses-proses konfigurasi yang terkait, manajemen masalah dan insiden untuk memastikan bahwa manajemen masalahn sudah cukup efektif dan dapat dikembangkan. 2.6.9. DS11 – Manage Data 2.6.9.1. DS11.1 – Business Requirement for Data Management Verifikasi bahwa semua data yang diperlukan untuk prosesing diperoleh dan diproses secara lengkap, akurat dan tepat pada waktunya, dan semua output diberikan sesuai dengan kepentingan bisnis. Mendukung keperluan restart dan reprocessing. 2.6.9.2. DS11.2 – Storage and Retention Arrangements Menentukan dan menjalankan prosedur penyimpanan data yang efektif dan efisien, tahan dan dapat diarsipkan untuk kepentingan bisnis, kebijakan organisasi dan regulasi. 2.6.9.3. DS11.3 – Media Library Management System Menentukan dan menjalankan prosedur untuk menjaga media yang sudah disimpan dan diarsipkan, untuk memastikan bahwa media tersebut dapat digunakan. 39 2.6.9.4. DS11.4 – Disposal Menentukan dan menjalankan prosedur untuk memastikan bahwa kepentingan bisnis mengenai perlindungan data dan software sensitif dapat dijalankan ketika data dan hardware dipindahkan atau ditempatkan. 2.6.9.5. DS11.5 – Backup and Restoration Menentukan menjalankan prosedur sistem backup dan restorasi, aplikasi, data dan dokumentasi, sejalan dengan permintaan bisnis dan rencana jangka panjang. 2.6.9.6. DS11.6 – Security Requirements for Data Management Menentukan dan mengimplementasikan kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi dan menjalankan kepentingan keamanan yang dapat diterima, diproses, disimpan, dan menghasilkan data sesuai dengan keperluan bisnis, kebijakan organisasi dan regulasi. 2.6.10. DS12 – Manage The Physical Environment 2.6.10.1. DS12.1 – Site Selection and Layout Mendefinisikan dan memilih lokasi fisik untuk peralatan untuk mendukung strategi teknologi yang berkaitan dengan strategi bisnis. Pemilihan dan desain dari tata letak sebuah lokasi harus memperhitungkan resiko yang terkait dengan bencana alam dan bencana buatan manusia, selain itu juga harus mempertimbangkan undang-undang dan peraturan yang relevan seperti kesehatan dan peraturan keselamatan. 2.6.10.2. DS12.2 – Physical Security Measures Menentukan dan menjalankan langkah-langkah keamanan fisik sejalan dengan kepentingan bisnis untuk mengamankan lokasi dan aset. Langkah-langkah keamanan fisik harus 40 secara efektif mencegah, mendeteksi, dan mengurangi resiko yang berkaitan dengan pencurian, suhu, kebakaran, asap, air, getaran, teror, kekerasan, pemadaman listrik, ledakan dan bahan kimia. 2.6.10.3. DS12.3 – Physical Access Menentukan dan menjalankan prosedur untuk memberi, membatasi dan menarik kembali akses ke tempat, gedung dan daerah, sesuai dengan kepentingan bisnis, termasuk dalam keadaan darurat. Akses ke tempat, gedung dan daerah harus ditentukan, diberi kewenangan, didata dan diawasi. Ini harus di terapkan pada semua pihak yang memasuki wilayah, termasuk staf, staf sementara, klien, vendor, tamu dan pihak ketiga lainnya. 2.6.10.4. DS12.4 – Protection Against Environmental Factors Merancang dan menjalankan langkah-langkah perlindungan terhadap faktor-faktor lingkungan. Menginstal peralatan tertentu untuk mengawasi dan mengkontrol lingkungan. 2.6.10.5. DS12.5 – Physical Facilities Management Mengatur fasilitas, termasuk perlengkapan komunikasi dan power, sejalan dengan hukum dan undang-undang, kepentingan teknis dan bisnis, spesifikasi vendor, serta panduan keselamatan dan kesehatan kerja 2.6.11. DS13 – Manage Operations 2.6.11.1. DS13.1 – Operations Procedures and Constructions Menentukan, menjalankan dan menjaga prosedur operasional IT, memastikan bahwa anggota staf operasional sudah familiar dengan semua tugasnya. Prosedur operasional harus meliputi cover shift handover (penyerahan aktifitas secara 41 formal, pembaruan status, masalah-masalah operasional, peningkatan prosedur dan laporan pertangungjawaban) untuk mendukung kesepakatan dalam layanan, dan memastikan bahwa semua tetap berjalan. 2.6.11.2. DS13.2 – Job Scheduling Menentukan, menjalankan dan menjaga prosedur operasional IT, memastikan bahwa anggota staf operasional sudah familiar dengan semua tugasnya. Prosedur operasional 2.6.11.3. DS13.3 – IT Infrastructure Monitoring Menentukan dan menjalankan prosedur untuk mengawasi infrastruktur IT dan hal-hal yang berkaitan. Memastikan bahwa informasi kronologis yang cukup telah disimpan dalam operation logs agar bisa dilakukan rekonstruksi, ulasan dan pemeriksaan secara berkala, serta mengawasi aktifitas lain di sekitar atau yang mendukung operasional. 2.6.11.4. DS13.4 – Sensitive Documents and Output Devices Membuat panduan keamanan fisik yang layak, perangkat akunting, dan manajemen inventaris ases-aset IT yang sensitif, seperti formulir-formulir khusus, instrumen- instrumen, printer untuk tujuan tertentu atau perangkat keamanan. 2.6.11.5. DS13.5 – Preventive Maintenance for Hardware Menentukan dan menjalankan prosedur untuk memastikan perawatan berkala infrastruktur untuk mengurangi frekuensi dan dampak kegagalan atau penurunan performa. 42 2.7 Mauturity Model dari Domain Delivery and Support 2.7.1. DS1 Define and Manage Service Levels Manajemen untuk proses mendefinisikan dan mengelola tingkat layanan yang memenuhi kebutuhan bisnis IT untuk memastikan penyelarasan layanan IT utama dengan nilai tingkat kematangan dari 0 sampai dengan 5, seperti yang sudah ditetapkan oleh ITGI, yang didefinisikan sebagai berikut : 0 Non-existent Manajemen belum menyadari perlunya suatu proses untuk menentukan tingkat layanan. Akuntabilitas dan tanggung jawab untuk memonitor hal tersebut tidak ditugaskan. 1 Initial/Ad Hoc Ada kesadaran akan kebutuhan untuk mengelola tingkat layanan, namun proses ini informal dan reaktif. Tanggung jawab dan akuntabilitas untuk mendefinisikan dan mengelola layanan belum ditetapkan. Jika terdapat pengukuran kinerja, maka hanya bersifat kualitatif dengan tujuan yang didefinisikan secara kurang tepat. Pelaporan bersifat informal, hanya terkadang dan tidak konsisten. 2 Repeatable but Intuitive Ada tingkat layanan yang telah disepakati, tetapi masih bersifat informal dan belum ditinjau. Pelaporan tingkat layanan tidak lengkap dan mungkin tidak relevan atau menyesatkan bagi pelanggan. Pelaporan tingkat layanan tergantung pada keterampilan dan inisiatif dari masing-masing individu manajer. Seorang koordinator tingkat layanan diangkat dengan tanggung jawab yang terdefinisi, namun kewenangannya terbatas. Jika suatu proses untuk memenuhi SLA ada, itu bersifat sukarela dan tidak mengikat. 43 3 Defined Tanggung jawab didefinisikan dengan baik, tetapi dengan otoritas yang diskrit. Proses pengembangan SLA ditempatkan dengan pos-pos pemeriksaan untuk mengkaji ulang tingkat layanan dan kepuasan pelanggan. Jasa dan tingkat layanan didefinisikan, didokumentasikan dan telah disepakati menggunakan proses standar. Kekurangan tingkat layanan teridentifikasi, tetapi prosedur tentang bagaimana mengatasi kekurangan masih bersifat informal. Ada hubungan yang jelas antara pencapaian tingkat layanan yang diharapkan dan dana yang disediakan. Tingkat layanan disetujui, tetapi mungkin belum mengarah pada kebutuhan bisnis. 4 Managed and Measurable Tingkat layanan semakin terdefinisi dalam fase definisi permintaan sistem dan tergabung ke dalam desain aplikasi dan lingkungan operasional. Kepuasan pelanggan secara rutin diukur dan dinilai. Pengukuran kinerja lebih mencerminkan kebutuhan pelanggan daripada tujuan IT. Langkah-langkah untuk menilai tingkat layanan menjadi standar dan mencerminkan norma industri. Kriteria untuk mendefinisikan tingkat layanan didasarkan pada kekritisan bisnis dan mengikut-sertakan ketersediaan, keandalan, kinerja, kapasitas pertumbuhan, dukungan pengguna, perencanaan kesinambungan dan pertimbangan keamanan. Analisis akar permasalahan secara rutin dilakukan ketika tingkat pelayanan tidak terpenuhi. Proses pelaporan untuk memantau tingkat layanan menjadi semakin otomatis. Operasional dan risiko keuangan yang terkait dengan kesepakatan tingkat layanan yang tidak terpenuhi ditetapkan dan dipahami dengan jelas. Sebuah sistem formal untuk melakukan pengukuran dibentuk dan dipelihara. 44 5 Optimised Tingkat layanan terus menerus dievaluasi kembali untuk memastikan keselarasan IT dan tujuan bisnis, sementara mengambil keuntungan dari teknologi, termasuk rasio biaya-manfaat. Semua manajemen proses tingkat layanan diberlakukan untuk perbaikan berkelanjutan. Tingkat kepuasan pelanggan secara terus menerus dipantau dan dikelola. Tingkat layanan yang diharapkan mencerminkan tujuan strategis dari unit bisnis dan dievaluasi terhadap norma industri. Manajemen IT memiliki sumber daya dan akuntabilitas yang dibutuhkan untuk memenuhi target tingkat layanan, dan kompensasi ini disusun untuk memberikan insentif untuk memenuhi target ini. Manajemen senior memantau metrik kinerja sebagai bagian dari proses perbaikan berkelanjutan. 2.7.2. DS2 Manage Third-party Services Manajemen dari proses mengelola layanan pihak ketiga yang memenuhi persyaratan bisnis untuk IT dari pemberian layanan pihak ketiga yang memuaskan yang juga transparan mengenai manfaat, biaya dan risiko dengan nilai tingkat kematangan dari 0 sampai dengan 5, seperti yang sudah ditetapkan oleh ITGI, yang didefinisikan sebagai berikut : 0 Non-existent Tanggung jawab dan akuntabilitas tidak didefinisikan. Tidak ada kebijakan formal dan prosedur tentang kontrak dengan pihak ketiga. Layanan pihak ketiga tidak disetujui atau tidak dikaji oleh manajemen. Tidak ada kegiatan pengukuran dan tidak ada pelaporan oleh pihak ketiga. Dengan tidak adanya kewajiban kontrak untuk pelaporan, manajemen senior tidak menyadari kualitas layanan yang diterimanya. 45 1 Initial/Ad Hoc Manajemen menyadari kebutuhan untuk memiliki kebijakan yang terdokumentasi dan prosedur pengelolaan pihak ketiga, termasuk kontrak yang telah ditandatangani. Tidak ada persyaratan standar perjanjian dengan penyedia layanan. Pengukuran layanan yang diberikan bersifat informal dan reaktif. Praktek tergantung pada pengalaman (misalnya, permintaan) dari individu dan pemasok. 2 Repeatable but Intuitive Proses untuk mengawasi penyedia layanan pihak ketiga, risiko terkait dan penyediaan layanan bersifat informal. Pro forma kontrak digunakan dengan vendor standar dan kondisi (misalnya, deskripsi layanan yang akan diberikan). Laporan tentang layanan yang diberikan sudah tersedia, tetapi tidak mendukung tujuan bisnis. 3 Defined Prosedur yang terdokumentasi dengan baik disimpan pada tempatnya untuk mengatur layanan pihak ketiga, dengan proses yang jelas untuk pemeriksaan dan negosiasi dengan vendor. Ketika sebuah perjanjian untuk penyediaan jasa dibuat, hubungan dengan pihak ketiga adalah murni sebuah kontrak. Sifat dari layanan yang akan diberikan secara rinci dalam kontrak dan mencakup persyaratan hukum, operasional dan kontrol. Tanggung jawab untuk mengawasi layanan pihak ketiga diberikan. Persyaratan kontrak didasarkan pada template yang sudah standar. Risiko bisnis yang berkaitan dengan layanan pihak ketiga dinilai dan dilaporkan. 4 Managed and Measurable Kriteria yang formal dan standar telah ditetapkan untuk menentukan persyaratan keterlibatan, termasuk lingkup kerja, layanan / kiriman yang akan diberikan, asumsi, jadwal, biaya pengaturan penagihan, dan tanggung jawab. Tanggung jawab untuk kontrak dan manajemen 46 vendor telah ditugaskan. Kualifikasi, risiko dan kemampuan vendor diverifikasi secara terus menerus. Persyaratan layanan didefinisikan dan dihubungkan dengan tujuan bisnis. Sebuah proses ada untuk meninjau kinerja pelayanan terhadap persyaratan kontrak, memberikan masukan untuk menilai keadaan saat ini dan masa depan dari layanan pihak ketiga. Model “transfer pricing” digunakan dalam proses pengadaan. Semua pihak yang terlibat menyadari harapan pelayanan, biaya dan peristiwa. Tujuan yang disepakati dan metrik untuk pengawasan dari penyedia layanan sudah ada. 5 Optimised Kontrak yang ditandatangani dengan pihak ketiga ditinjau secara berkala pada interval yang telah ditentukan. Tanggung jawab untuk mengelola pemasok dan kualitas layanan yang diberikan telah ditugaskan. Bukti kepatuhan kontrak untuk operasional, ketentuan hukum dan kontrol dipantau, dan tindakan korektif diberlakukan. Pihak ketiga ditugaskan untuk melakukan tinjauan independen berkala, dan umpan balik pada kinerja disediakan dan digunakan untuk meningkatkan layanan. Pengukuran bervariasi dalam menanggapi kondisi bisnis yang berubah. Pengukuran mendukung deteksi dini dari potensi masalah dengan layanan pihak ketiga. Lengkapnya, laporan terdefinisi dari pencapaian tingkat layanan terkait dengan kompensasi pihak ketiga. Manajemen menyesuaikan proses akuisisi layanan pihak ketiga dan pemantauan berdasarkan dari pengukuran. 2.7.3. DS3 Manage Performance and Capacity Manajemen dari proses mengelola kinerja dan kapasitas yang memenuhi kebutuhan bisnis IT dengan mengoptimalkan kinerja infrastruktur IT, sumber daya dan kemampuan dalam merespon kebutuhan bisnis dengan nilai tingkat kematangan dari 0 sampai dengan 5, seperti yang sudah ditetapkan oleh ITGI, didefinisikan sebagai berikut : yang 47 0 Non-existent Manajemen tidak mengakui bahwa kunci proses bisnis mungkin memerlukan tingkat kinerja yang tinggi dari IT atau bahwa kebutuhan bisnis secara keseluruhan untuk jasa IT dapat melebihi kapasitas. Tidak ada proses perencanaan kapasitas di tempat. 1 Initial/Ad Hoc User akan merencanakan/merancang solusi bagi hambatan dalam hal kinerja dan kapsitas. Ada apresiasi yang sangat sedikit dari kebutuhan untuk perencanaan kapasitas dan kinerja oleh pemilik proses bisnis. Tindakan yang diambil terhadap kinerja pengelolaan dan kapasitas biasanya reaktif. Proses untuk perencanaan kapasitas dan kinerja bersifat informal. Pemahaman kapasitas saat ini dan masa depan dan kinerja sumber daya IT terbatas. 2 Repeatable but Intuitive Manajemen bisnis dan IT menyadari dampak dari tidak mengelola kinerja dan kapasitas. Kebutuhan kinerja umumnya dipenuhi berdasarkan penilaian sistem individu dan pengetahuan dari tim dukungan dan proyek. Beberapa alat individu dapat digunakan untuk mendiagnosa masalah kinerja dan kapasitas, tetapi konsistensi hasil tergantung pada keahlian individu kunci. Tidak ada penilaian IT secara keseluruhan dari kinerja IT atau pertimbangan akan kondisi puncak dan terburuk dalam memuat situasi. Ketersediaan masalah yang mungkin terjadi dalam cara yang acak dan tak terduga dan mengambil waktu yang cukup untuk mendiagnosa dan benar. Setiap pengukuran kinerja didasarkan terutama pada kebutuhan IT dan bukan pada kebutuhan pelanggan. 3 Defined 48 Kinerja dan kapasitas yang dibutuhkan didefinisikan di seluruh daur hidup sistem. Ada persyaratan tingkat layanan terdefinisi dan metrik yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional. Masa depan kinerja dan kapasitas persyaratan dimodelkan mengikuti proses yang didefinisikan. Laporan yang dihasilkan memberikan statistik kinerja. Kinerja dan masalah yang terkait dengan kapasitas masih mungkin terjadi dan memakan waktu untuk memperbaikinya. Meskipun terdapat tingkat layanan, pengguna dan pelanggan mungkin meragukan kemampuan layanan. 4 Managed and Measurable Proses dan alat-alat yang tersedia untuk mengukur penggunaan sistem, kinerja dan kapasitas, dan hasil diperbandingkan dengan tujuan yang ditetapkan. Informasi yang up-to-date telah tersedia, memberikan statistik kinerja standar dan mengingatkan insiden yang disebabkan oleh kurangnya kinerja dan kapasitas. Isu kurangnya kinerja dan kapasitas yang ditangani sesuai dengan prosedur yang didefinisikan dan dibakukan. Alat otomatis digunakan untuk memantau sumber daya khusus, seperti kapasitas disk, jaringan, server dan gateway jaringan. Kinerja dan kapasitas statistik dilaporkan dalam proses bisnis, sehingga pengguna dan pelanggan memahami tingkat layanan IT. Pengguna umumnya merasa puas dengan kemampuan jasa saat ini dan mungkin menuntut tingkat ketersediaan yang baru dan lebih baik. Metrik untuk mengukur kinerja IT dan kapasitas telah disepakati tetapi mungkin hanya secara sporadis dan tidak konsisten diterapkan. 5 Optimised Rencana kinerja dan kapasitas sepenuhnya diselaraskan dengan ramalan permintaan bisnis. Permintaan infrastruktur dan bisnis IT akan dikaji secara berkala untuk memastikan bahwa kapasitas optimum dicapai pada biaya serendah mungkin. Alat untuk pemantauan kritis sumber daya IT dibakukan dan digunakan di 49 seluruh platform dan terkait dengan sistem manajemen insiden keseluruhan organisasi. Pemantauan alat mendeteksi dan secara otomatis dapat memperbaiki masalah kinerja dan kapasitas terkait. Tren analisis dilakukan dan menunjukkan masalah kinerja yang akan terjadi yang disebabkan oleh kenaikan volume bisnis, memungkinkan perencanaan dan penghindaran isu-isu yang tak terduga. Metrik untuk mengukur kinerja dan kapasitas IT telah diatur dengan baik untuk menjadi ukuran hasil dan indikator kinerja untuk semua proses bisnis kritis dan diukur secara konsisten. Manajemen menyesuaikan perencanaan untuk kinerja dan kapasitas berikut analisis dari pengukuran. 2.7.4. DS4 Ensure Continuous Service Manajemen dari proses pelayanan yang memastikan layanan berkelanjutan yang memenuhi kebutuhan bisnis IT untuk memastikan dampak bisnis yang minimal dalam hal gangguan layanan IT dengan nilai tingkat kematangan dari 0 sampai dengan 5, seperti yang sudah ditetapkan oleh ITGI, yang didefinisikan sebagai berikut : 0 Non-existent Tidak ada pemahaman dari risiko, kerentanan, dan ancaman terhadap operasi IT atau dampak dari hilangnya layanan IT bagi bisnis. Kontinuitas layanan dianggap tidak memerlukan perhatian manajemen. 1 Initial/Ad Hoc Tanggung jawab untuk memberikan layanan secara kontinu adalah informal, dan kewenangan untuk mengeksekusi tanggung jawab terbatas. Manajemen menyadari risiko yang berkaitan dan diperlukannya layanan yang kontinu. Fokus perhatian manajemen pada layanan secara kontinu ada di sumber daya infrastruktur, bukan pada layanan IT. Pengguna menerapkan workarounds dalam menanggapi gangguan pelayanan. Tanggapan IT untuk gangguan 50 utama adalah reaktif dan tidak dipersiapkan. Rencana pemadaman dijadwalkan untuk memenuhi kebutuhan IT tapi tidak mempertimbangkan kebutuhan bisnis. 2 Repeatable but Intuitive Tanggung jawab untuk memastikan layanan secara kontinu telah diberikan. Pendekatan untuk memastikan layanan secara kontinu telah terfragmentasi. Pelaporan ketersediaan sistem bersifat sporadis, mungkin tidak lengkap dan tidak membawa dampak bisnis ke dalam akun. Tidak ada rencana kesinambungan IT yang didokumentasikan, walaupun ada komitmen untuk ketersediaan layanan secara kontinu dan prinsip-prinsip utama yang diketahui. Inventarisasi sistem kritis dan komponen ada, tetapi mungkin tidak dapat diandalkan. Praktek pelayanan terus menerus muncul, tetapi sukses bergantung pada individu. 3 Defined Akuntabilitas untuk pengelolaan layanan secara kontinu tidak lagi membingungkan. Tanggung jawab untuk perencanaan layanan secara kontinu dan pengujian secara jelas didefinisikan dan ditetapkan. Rencana kesinambungan IT telah didokumentasikan dan berdasarkan kekritisan sistem dan dampak bisnis. Ada laporan periodik pengujian pelayanan yang berkesinambungan. Individu mengambil inisiatif untuk mengikuti standar dan menerima pelatihan untuk menghadapi insiden besar atau bencana. Manajemen konsisten mengkomunikasikan kebutuhan untuk memastikan rencana pelayanan yang berkesinambungan. Ketersediaan tinggi komponen dan redundansi sistem diterapkan. Inventarisasi komponen dan sistem kritis dipertahankan. 51 4 Managed and Measurable Tanggung jawab dan standar untuk layanan secara kontinu diterapkan. Tanggung jawab untuk mempertahankan rencana layanan secara kontinu diberikan. Kegiatan pemeliharaan didasarkan pada hasil pengujian layanan secara kontinu, praktek-praktek internal yang baik, dan perubahan IT dan lingkungan bisnis. Data terstruktur tentang layanan secara kontinu sedang dikumpulkan, dianalisa, dilaporkan dan ditindaklanjuti. Pelatihan formal dan wajib diberikan pada proses pelayanan yang berkesinambungan. Praktek sistem ketersediaan yang baik secara konsisten diterapkan. Ketersediaan rencana praktek dan kelangsungan layanan mempengaruhi satu sama lain. Insiden diskontinuitas diklasifikasikan, dan jalur peningkatan eskalasi untuk masing-masing dikenal untuk semua yang terlibat. Tujuan dan metrik untuk layanan secara kontinu telah dikembangkan dan disepakati tetapi mungkin tidak konsisten diukur. 5 Optimised Proses pelayanan berkesinambungan terpadu memperhitungkan pembandingan dan praktek eksternal terbaik. Rencana kesinambungan IT terintegrasi dengan kelangsungan rencana bisnis dan secara rutin dipelihara. Persyaratan untuk menjamin layanan secara kontinu dijamin dari vendor dan pemasok utama. Pengujian global dari rencana kesinambungan IT terjadi, dan hasil pengujian dimasukan untuk memperbarui rencana tersebut. Pengumpulan dan analisis data digunakan untuk perbaikan terus-menerus dari proses. Ketersediaan praktek dan perencanaan layanan secara kontinu sepenuhnya selaras. Manajemen memastikan bahwa bencana atau insiden besar tidak akan terjadi sebagai hasil dari satu titik kegagalan. Eskalasi praktek dipahami dan ditegakkan secara menyeluruh. Tujuan dan metrik pada pencapaian layanan secara kontinu diukur secara sistematis. Manajemen menyesuaikan perencanaan layanan secara kontinu dalam menanggapi tindakan. 52 2.7.5. DS7 Educate and Train Users Manajemen dari proses mendidik dan melatih pengguna yang memenuhi persyaratan bisnis untuk IT secara efektif dan efisien menggunakan aplikasi dan solusi teknologi dan memastikan pemenuhan pengguna dengan kebijakan dan prosedur dengan nilai tingkat kematangan dari 0 sampai dengan 5, seperti yang sudah ditetapkan oleh ITGI, yang didefinisikan sebagai berikut : 0 Non-existent Pelatihan dan program pendidikan yang benar-benar kurang. Organisasi bahkan tidak menyadari bahwa ada masalah yang harus diatasi berkaitan dengan pelatihan, dan tidak ada komunikasi dalam masalah ini. 1 Initial/Ad Hoc Ada bukti bahwa organisasi telah mengakui kebutuhan untuk program pelatihan dan pendidikan, tetapi tidak ada standardisasi proses. Dengan tidak adanya program terorganisir, karyawan mengidentifikasi dan mengikuti pelatihan sendiri. Beberapa pelatihan ditujukan untuk menangani masalah perilaku etis, kesadaran sistem keamanan dan praktik keamanan. Pendekatan manajemen keseluruhan kekurangan suatu kohesi, dan hanya ada komunikasi sporadis dan tidak konsisten tentang isu-isu dan pendekatan yang ditujukan untuk pelatihan dan pendidikan. 2 Repeatable but Intuitive Ada kesadaran akan perlunya program pelatihan dan pendidikan dan untuk proses terkait di seluruh organisasi. Pelatihan mulai diidentifikasi dalam rencana kinerja individu karyawan. Proses dikembangkan ke tahap di mana pelatihan informal dan kelas-kelas pendidikan yang diajarkan oleh instruktur yang berbeda, sementara 53 untuk mencakup materi pelajaran yang sama dengan pendekatan yang berbeda. Beberapa kelas mengatasi masalah perilaku etis dan kesadaran sistem keamanan dan praktek. Ada ketergantungan yang tinggi pada pengetahuan individu. Namun, ada komunikasi yang konsisten pada isu-isu secara keseluruhan dan kebutuhan untuk mengatasinya. 3 Defined Sebuah program pelatihan dan pendidikan telah ditetapkan dan dikomunikasikan, dan karyawan dan manajer mengidentifikasi dan mendokumentasikan kebutuhan pelatihan. Proses pelatihan dan pendidikan telah distandardisasikan dan didokumentasikan. Anggaran, sumber daya, fasilitas dan pelatih sedang dibentuk untuk mendukung program pelatihan dan pendidikan. Kelas formal diberikan kepada karyawan mengenai kode etik dan kesadaran sistem keamanan dan praktek. Sebagian besar pelatihan dan proses pendidikan dimonitor, tetapi tidak semua penyimpangan yang mungkin terdeteksi oleh manajemen. Analisis masalah pelatihan dan pendidikan hanya sewaktu-waktu diterapkan. 4 Managed and Measurable Ada pelatihan komprehensif dan program pendidikan yang memberikan hasil yang dapat diukur. Tanggung jawab jelas, dan kepemilikan proses didirikan. Pelatihan dan pendidikan merupakan komponen dari jalur karir karyawan. Manajemen mendukung dan mengikuti sesi pelatihan dan pendidikan. Semua karyawan menerima perilaku etis dan pelatihan kesadaran sistem keamanan. Seluruh karyawan menerima pelatihan sistem keamanan pada level yang sesuai dalam melindungi bahaya dari kegagalan yang mempengaruhi ketersediaan, kerahasiaan dan integritas. Manajemen memonitor pemenuhan dengan terus-menerus meninjau dan memperbarui 54 program pelatihan dan pendidikan dan proses. Proses sedang dalam perbaikan dan melaksanakan praktek internal terbaik. 5 Optimised Pelatihan dan pendidikan menghasilkan peningkatan kinerja individu. Pelatihan dan pendidikan merupakan komponen penting dari jalur karir karyawan. Anggaran yang memadai, sumber daya, fasilitas dan instruktur telah disediakan untuk program pelatihan dan pendidikan. Proses yang halus dan dilakukan perbaikan terus-menerus, mengambil keuntungan dari praktek-praktek eksternal terbaik dan model jatuh tempo dengan membandingkan terhadap organisasi lain. Semua masalah dan penyimpangan dianalisis akar penyebabnya, dan tindakan efisien secara bijaksana diidentifikasi dan diambil. Ada sikap positif berkaitan dengan perilaku etis dan prinsip-prinsip sistem keamanan. IT digunakan secara luas, terpadu dan dioptimalkan untuk mengotomatisasi dan menyediakan alat untuk pelatihan dan program pendidikan. Ahli pelatihan eksternal dimanfaatkan, dan tolok ukur digunakan sebagai panduan. 2.7.6. DS8 Manage Service Desk and Incidents Manajemen dari proses mengelola meja layanan dan insiden, yang memenuhi persyaratan bisnis IT untuk memungkinkan penggunaan yang efektif dari sistem IT dengan resolusi memastikan dan analisis query pengguna akhir, pertanyaan dan insiden dengan nilai tingkat kematangan dari 0 sampai dengan 5, seperti yang sudah ditetapkan oleh ITGI, yang didefinisikan sebagai berikut : 0 Non-existent Tidak ada dukungan untuk mengatasi pertanyaan-pertanyaan dan isuisu pengguna. Proses manajemen insiden masih benar-benar berkekurangan. Organisasi tidak menyadari bahwa ada hal yang harus ditangani. 55 1 Initial/Ad Hoc Manajemen mengakui bahwa proses yang didukung oleh alat dan personil itu diperlukan untuk merespon permintaan pengguna dan mengelola resolusi insiden. Ada, tapi bagaimanapun belum ada proses standar, dan hanya dukungan reaktif yang disediakan. Manajemen tidak memonitor query pengguna, kejadian atau tren. Tidak ada proses eskalasi untuk memastikan bahwa permasalahan dipecahkan. 2 Repeatable but Intuitive Ada kesadaran organisasi tentang perlunya fungsi meja pelayanan dan proses manajemen insiden. Bantuan tersedia secara informal melalui jaringan individu berpengetahuan. Orang-orang ini memiliki beberapa tool yang tersedia untuk membantu dalam resolusi insiden. Tidak ada pelatihan formal dan komunikasi prosedur standar, dan tanggung jawab yang tersisa untuk individu. 3 Defined Kebutuhan fungsi meja pelayanan dan proses manajemen insiden diakui dan diterima. Prosedur telah distandardisasi dan didokumentasikan, dan pelatihan informal terjadi. Akan tetapi, diserahkan kepada individu untuk mendapatkan pelatihan dan mengikuti standar. Pertanyaan yang sering diajukan (FAQ) dan panduan pengguna dikembangkan, tetapi individu harus menemukannya dan tidak mungkin mengikutinya. Pertanyaan dan insiden dilacak secara manual dan dipantau secara individu, tetapi sistem pelaporan formal tidak ada. Respon tepat waktu atas permintaan dan insiden tidak diukur dan insiden mungkin menjadi tidak terselesaikan. Pengguna telah menerima komunikasi yang jelas di mana dan bagaimana cara melaporkan masalah dan insiden. 56 4 Managed and Measurable Ada pemahaman penuh dari manfaat proses manajemen insiden di semua tingkat organisasi, dan fungsi meja layanan didirikan pada unit organisasi yang sesuai. Perkakas dan teknik yang otomatis dengan basis pengetahuan yang terpusat. Anggota staf meja pelayanan erat berinteraksi dengan anggota staf manajemen masalah. Tanggung jawab jelas, dan efektivitas dipantau. Prosedur untuk berkomunikasi, meningkat dan insiden memecahkan ditetapkan dan dikomunikasikan. Personil meja layanan telah dilatih, dan proses ditingkatkan melalui penggunaan software bertugas spesifik. Manajemen mengembangkan metrik untuk kinerja meja layanan. 5 Optimised Proses manajemen insiden dan fungsi meja layanan yang mapan dan terorganisasi dengan baik dan berorientasi pada layanan pelanggan dengan menjadi pengetahuan, berfokus pada pelanggan dan membantu. Metrik secara sistematis diukur dan dilaporkan. Lebih lanjut lagi, FAQ yang komprehensif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari basis pengetahuan. Alat berada di tempat untuk memungkinkan pengguna untuk mendiagnosa sendiri dan menyelesaikan insiden. Nasihat bersifat konsisten, dan insiden diselesaikan dengan cepat dalam proses eskalasi terstruktur. Manajemen menggunakan alat bantu terpadu untuk statistik kinerja proses manajemen insiden dan fungsi meja layanan. Proses telah disempurnakan ke tingkat praktek terbaik industri, berdasarkan hasil analisa indikator kinerja, perbaikan terusmenerus dan tolok ukur dengan organisasi lain. 2.7.7. DS10 Manage Problems Manajemen dari proses mengelola masalah yang memenuhi persyaratan bisnis IT untuk memastikan kepuasan pengguna akhir dengan pemberian layanan dan tingkat layanan, serta mengurangi 57 solusi dan pengiriman layanan yang cacat dan mencegah pengulangan pekerjaan dengan nilai tingkat kematangan dari 0 sampai dengan 5, seperti yang sudah ditetapkan oleh ITGI, yang didefinisikan sebagai berikut : 0 Non-existent Tidak ada kesadaran akan perlunya untuk mengelola masalah, karena tidak ada diferensiasi masalah dan insiden. Oleh karena itu, tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengidentifikasi akar penyebab insiden. 1 Initial/Ad Hoc Personil mengenali kebutuhan untuk mengelola dan menyelesaikan penyebab masalah. Personil kunci berpengetahuan memberikan beberapa bantuan terhadap masalah yang berkaitan dengan bidang keahlian mereka, tetapi tanggung jawab atas manajemen masalah belum ditugaskan. Informasi tidak dibagi, sehingga menciptakan masalah tambahan dan hilangnya waktu produktif saat mencari jawaban. 2 Repeatable but Intuitive Ada kesadaran yang luas dari kebutuhan dan manfaat dari menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan IT baik dalam unit bisnis maupun fungsi pelayanan informasi. Proses resolusi berkembang ke titik di mana individu-individu kunci yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah. Informasi dibagi di antara staf dengan cara yang informal dan reaktif. Tingkat layanan kepada masyarakat pengguna bervariasi dan terhambat karena kekurangan, pengetahuan terstruktur tersedia bagi manajer masalah. 3 Defined Kebutuhan sistem manajemen masalah terpadu yang efektif diterima dan dibuktikan dengan dukungan manajemen, dan anggaran untuk staf 58 dan pelatihan yang tersedia. Masalah resolusi dan eskalasi proses telah distandardisasi. Pencatatan dan pelacakan masalah dan resolusinya terfragmentasi dalam tim respon, dengan menggunakan alat yang tersedia tanpa sentralisasi. Penyimpangan dari norma-norma atau standar mungkin tidak terdeteksi. Informasi dibagi di antara staf secara proaktif dan formal. Manajemen meninjau insiden dan analisis identifikasi masalah dan resolusi terbatas dan informal. 4 Managed and Measurable Proses masalah pengelolaan dipahami di semua tingkatan dalam organisasi. Tanggung jawab dan kepemilikan sudah jelas dan mapan. Metode dan prosedur telah didokumentasikan, dikomunikasikan dan diukur untuk efektivitas. Mayoritas masalah telah diidentifikasi, dicatat dan dilaporkan, dan resolusi dimulai. Pengetahuan dan keahlian dibudidayakan, dipelihara dan dikembangkan ke tingkat lebih tinggi, karena fungsi ini dipandang sebagai aset dan kontributor utama terhadap pencapaian tujuan IT dan peningkatan layanan IT. Masalah manajemen juga terintegrasi dengan proses yang saling terkait, seperti kejadian, perubahan, ketersediaan dan manajemen konfigurasi, dan membantu pelanggan dalam mengelola data, fasilitas dan operasi. Tujuan dan metrik telah disepakati untuk proses manajemen masalah. 5 Optimised Proses manajemen masalah telah berevolusi menjadi salah satu yang proaktif dan melihat ke depan, memberikan kontribusi bagi tujuan IT. Masalah telah diantisipasi dan dicegah. Pola Pengetahuan tentang masalah masa lalu dan masa depan dipelihara melalui kontak reguler dengan vendor dan ahli. Pencatatan, pelaporan dan analisis masalah dan resolusi telah otomatis dan terintegrasi dengan manajemen konfigurasi data. Tujuan diukur secara konsisten. Kebanyakan sistem telah dilengkapi dengan deteksi otomatis dan mekanisme peringatan, yang terus dilacak dan dievaluasi. Proses manajemen masalah 59 dianalisis untuk perbaikan yang berkesinambungan berdasarkan analisis dari tindakan dan dilaporkan kepada para stakeholder. 2.7.8. DS11 Manage Data Manajemen dari proses mengelola data yang memenuhi persyaratan bisnis untuk IT yang mengoptimalkan penggunaan informasi dan memastikan informasi selalu tersedia sebagai kewajiban nilai tingkat kematangan dari 0 sampai dengan 5, seperti yang sudah ditetapkan oleh ITGI, yang didefinisikan sebagai berikut : 0 Non-existent Data tidak diakui sebagai sumber daya dan aset perusahaan. Tidak ada kepemilikan data yang ditempatkan atau akuntabilitas individu untuk pengelolaan data. Kualitas dan keamanan data sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. 1 Initial/Ad Hoc Organisasi mengakui kebutuhan akan pengelolaan data yang efektif. Ada sebuah pendekatan ad hoc untuk men-spesifikasi persyaratan keamanan untuk pengelolaan data, tetapi tidak ada prosedur komunikasi formal yang ditempatkan. Tidak ada pelatihan khusus tentang pengelolaan data yang berlangsung. Tanggung jawab untuk manajemen data tidak jelas. Prosedur back up / restorasi dan pengaturan pembuangan sudah ditempatkan. 2 Repeatable but Intuitive Kesadaran akan perlunya pengelolaan data yang efektif ada di seluruh organisasi. Kepemilikan data pada tingkat tinggi mulai terjadi. Persyaratan keamanan untuk pengelolaan data didokumentasikan oleh individu kunci. Beberapa pemantauan dalam IT dilakukan pada kegiatan utama manajemen data (misalnya, back up, restorasi, 60 pembuangan). Tanggung jawab untuk pengelolaan data secara informal ditugaskan untuk anggota staf IT utama. 3 Defined Kebutuhan untuk pengelolaan data dalam IT dan seluruh organisasi dipahami dan diterima. Tanggung jawab untuk pengelolaan data dibentuk. Kepemilikan data diberikan kepada pihak yang bertanggung jawab yang mengendalikan integritas dan keamanan. Prosedur manajemen data diformalkan dalam IT, dan beberapa alat untuk back up / restorasi dan pembuangan peralatan telah digunakan. Beberapa pemantauan atas pengelolaan data telah ditempatkan. Metrik kinerja dasar telah didefinisikan. Pelatihan bagi anggota staf manajemen data mulai diadakan. 4 Managed and Measurable Kebutuhan untuk pengelolaan data dipahami, dan tindakan yang diperlukan diterima dalam organisasi. Tanggung jawab atas kepemilikan dan manajemen data jelas terdefinisi, ditugaskan, dan dikomunikasikan dalam organisasi. Prosedur sudah diformalkan dan dikenal luas, dan pengetahuan dibagikan. Penggunaan alat-alat saat ini muncul. Tujuan dan indikator kinerja disetujui bersama dengan pelanggan dan dipantau melalui proses yang jelas. Pelatihan formal bagi anggota staf manajemen data sudah ditempatkan. 5 Optimised Kebutuhan untuk manajemen dan pemahaman data dari semua tindakan yang diperlukan telah dipahami dan diterima dalam organisasi. Kebutuhan masa depan dan persyaratan dieksplorasi secara proaktif. Tanggung jawab untuk kepemilikan dan manajemen data secara jelas ditetapkan, dikenal secara luas di dalam organisasi dan diperbarui secara tepat waktu. Prosedur diformalkan dan dikenal luas, dan berbagi pengetahuan adalah praktik standar. Alat-alat canggih 61 digunakan dengan otomatisasi maksimal dari manajemen data. Tujuan dan indikator kinerja yang disepakati dengan pelanggan, terkait dengan tujuan bisnis dan secara konsisten dimonitor menggunakan proses yang didefinisikan dengan baik. Peluang untuk perbaikan terusmenerus dieksplorasi. Pelatihan bagi anggota staf manajemen data didirikan. 2.7.9. DS12 Manage the Physical Environment Manajemen dari proses mengelola lingkungan fisik yang memenuhi persyaratan bisnis IT untuk melindungi aset komputer dan data bisnis serta meminimalkan risiko gangguan usaha dengan nilai tingkat kematangan dari 0 sampai dengan 5, seperti yang sudah ditetapkan oleh ITGI, yang didefinisikan sebagai berikut : 0 Non-existent Tidak ada kesadaran akan kebutuhan untuk melindungi fasilitas atau investasi sumber daya komputasi. Faktor-faktor lingkungan, termasuk perlindungan kebakaran, debu, kekuasaan, dan panas dan kelembaban yang berlebihan, tidak dimonitor atau dikontrol. 1 Initial/Ad Hoc untuk menyediakan lingkungan fisik yang sesuai yang melindungi sumber daya dan personel terhadap bahaya buatan manusia dan alam. Manajemen sarana dan peralatan sangat tergantung pada keterampilan dan kemampuan individu kunci. Personil dapat bergerak di dalam fasilitas tanpa pembatasan. Manajemen tidak memonitor pengendalian fasilitas lingkungan atau pergerakan personil. 2 Repeatable but Intuitive Kontrol lingkungan diimplementasikan dan dimonitor oleh personil operasi. Keamanan fisik adalah sebuah proses informal, didorong oleh sekelompok kecil karyawan yang memiliki tingkat perhatian yang 62 tingg tentang mengamankan fasilitas fisik. Prosedur perawatan fasilitas belum terdokumentasi dengan baik dan bergantung pada praktek-praktek yang baik dari beberapa individu. Tujuan keamanan fisik tidak didasarkan pada standar formal, dan manajemen tidak menjamin bahwa tujuan keamanan tercapai. 3 Defined Kebutuhan untuk menjaga lingkungan komputasi yang terkendali telah dipahami dan diterima dalam organisasi. Kontrol lingkungan, pemeliharaan preventif dan keamanan fisik adalah poin anggaran yang telah disetujui dan dilacak oleh manajemen. Pembatasan akses diterapkan, hanya personil yang disetujui saja yang diperbolehkan mengakses fasilitas komputasi. Pengunjung dicatat dan dikawal, tergantung pada individu. Fasilitas fisik yang kurang dikenal dan tidak mudah diidentifikasi. Orang yang berwenang memonitor kelengkapan dengan peraturan yang sehat dan aman. Risiko telah diasuransikan dengan sedikit usaha untuk mengoptimalkan biaya asuransi. 4 Managed and Measurable Kebutuhan untuk menjaga lingkungan komputasi terkendali sepenuhnya telah dipahami, seperti terlihat dalam struktur organisasi dan alokasi anggaran. Lingkungan dan persyaratan keamanan fisik didokumentasikan, dan akses secara ketat dikontrol dan dimonitor. Tanggung jawab dan kepemilikan ditetapkan dan dikomunikasikan. Fasilitas anggota staf sudah sangat terlatih dalam situasi darurat, serta dalam praktik kesehatan dan keselamatan. Mekanisme pengendalian yang standar ditempatkan untuk membatasi akses ke fasilitas dan mengatasi faktor lingkungan dan keselamatan. Manajemen memantau efektivitas pengendalian dan pemenuhan dengan standar yang ditetapkan. Manajemen menetapkan tujuan dan metrik untuk mengukur pengelolaan lingkungan komputasi. Pemulihan sumber daya komputasi dimasukkan ke dalam proses manajemen risiko 63 organisasi. Informasi yang terintegrasi digunakan untuk mengoptimalkan cakupan asuransi dan biaya terkait. 5 Optimised Fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung lingkungan komputasi organisasi telah disepakati berikut dengan rencana jangka panjangnya. Standar yang ditetapkan untuk semua fasilitas, meliputi pemilihan lokasi, konstruksi, menjaga, personil keamanan, sistem mekanikal dan elektrikal, dan perlindungan terhadap faktor lingkungan (misalnya, kebakaran, pencahayaan, banjir). Semua fasilitas tersebut diinventarisasi dan dikelompokkan sesuai dengan proses manajemen risiko organisai yang sedang berlangsung. Akses ketat atas dasar pekerjaan-kebutuhan dan dipantau terus menerus, dan semua pengunjung yang dikawal setiap saat. Lingkungan dimonitor dan dikontrol melalui peralatan khusus, dan ruang peralatan telah menjadi 'tak berawak'. Tujuan secara konsisten diukur dan dievaluasi. Program pemeliharaan preventif menegakkan ketaatan terhadap jadwal, dan tes rutin diterapkan untuk peralatan yang sensitif. Strategi Fasilitas dan standar yang sesuai dengan target ketersediaan layanan IT dan terintegrasi dengan rencana kelangsungan bisnis dan manajemen krisis. Manajemen meninjau dan mengoptimalkan fasilitas menggunakan tujuan dan metrik secara terus menerus, memanfaatkan peluang untuk meningkatkan kontribusi bisnis. 2.7.10. D13 Manage Operations Manajemen dari proses mengelola operasi yang memenuhi persyaratan bisnis untuk IT dalam menjaga integritas data dan memastikan bahwa infrastruktur IT dapat mengatasi dan memperbaiki kesalahan dan kegagalan dengan nilai tingkat kematangan dari 0 sampai dengan 5, seperti yang sudah ditetapkan oleh ITGI, yang didefinisikan sebagai berikut : 64 0 Non-existent Organisasi tidak mencurahkan waktu dan sumber daya untuk pembentukan dukungan dasar IT dan kegiatan operasional. 1 Initial/Ad Hoc Organisasi mengakui perlunya penataan fungsi dukungan IT. Beberapa prosedur standar ditetapkan, dan kegiatan operasi bersifat reaktif di alam. Mayoritas proses operasional secara informal dijadwalkan, dan permintaan pengolahan diterima tanpa validasi sebelumnya. Komputer, sistem dan aplikasi yang mendukung proses bisnis sering terganggu, tertunda dan tidak tersedia. Waktu menjadi hilang, sementara karyawan menunggu untuk sumber daya. Output media terkadang muncul di tempat tak terduga atau sama sekali tidak ada. 2 Repeatable but Intuitive Organisasi menyadari peran kunci bahwa kegiatan operasional IT dimainkan dalam menyediakan fungsi pendukung IT. Anggaran untuk alat-alat yang dialokasikan berdasarkan kasus per kasus. IT mendukung operasi yang informal dan intuitif. Ada ketergantungan yang tinggi pada keterampilan dan kemampuan individu. Instruksi meliputi apa yang harus dilakukan, kapan dan dalam urutan apa belum didokumentasikan. Beberapa pelatihan operator ada, dan ada beberapa standar operasi formal. 3 Defined Kebutuhan manajemen operasi komputer dipahami dan diterima dalam organisasi. Sumber daya yang dialokasikan dan beberapa pelatihan on-the-job terjadi. Fungsi yang berulang secara resmi ditetapkan, distandarkan, didokumentasikan dan dikomunikasikan. Peristiwa dan hasil tugas selesai dicatat, dengan pelaporan terbatas pada manajemen. Penggunaan penjadwalan otomatis dan alat-alat lain 65 diperkenalkan untuk membatasi intervensi operator. Kontrol diperkenalkan untuk penempatan pekerjaan baru dalam operasi. Sebuah kebijakan formal dikembangkan untuk mengurangi jumlah kejadian terjadwal. Pemeliharaan dan layanan perjanjian dengan vendor masih bersifat informal. 4 Managed and Measurable Operasi komputer dan tanggung jawab dukungan secara jelas didefinisikan dan kepemilikan telah diberikan. Operasi didukung melalui anggaran sumber daya untuk pengeluaran modal dan sumber daya manusia. Pelatihan bersifat formal dan berkelanjutan. Jadwal dan tugas-tugas didokumentasikan dan dikomunikasikan, baik secara internal ke fungsi IT maupun kepada pelanggan bisnis. Hal ini memungkinkan untuk melakukan pengukuran dan pemonitoran kegiatan sehari-hari dengan perjanjian kinerja standar dan tingkat pelayanan yang ditetapkan. Setiap penyimpangan dari norma-norma dengan cepat ditangani dan diperbaiki. Manajemen memantau penggunaan sumber daya komputasi dan penyelesaian pekerjaan atau tugas yang diberikan. Upaya yang terus menerus ada untuk meningkatkan tingkat otomatisasi proses sebagai alat perbaikan terusmenerus. Pemeliharaan formal dan perjanjian layanan ditetapkan bersama dengan vendor. Ada kesejajaran penuh antara masalah, kapasitas dan ketersediaan proses manajemen, didukung oleh analisis penyebab kesalahan dan kegagalan. 5 Optimised Operasi dukungan IT telah efektif, efisien dan cukup fleksibel untuk memenuhi kebutuhan tingkat layanan dengan minimal produktivitas yang hilang. distandardisasikan Proses dan manajemen operasional didokumentasikan dalam IT telah suatu basis pengetahuan dan mengalami perbaikan berkelanjutan. Otomatisasi sistem pendukung proses beroperasi secara mulus dan memberikan 66 kontribusi untuk lingkungan yang stabil. Semua masalah dan kegagalan dianalisis untuk mengidentifikasi akar permasalahan. Pertemuan rutin dengan manajemen perubahan menjamin tepat waktunya inklusi perubahan jadwal produksi. Dalam kerjasama dengan vendor, peralatan dianalisis usianya dan kerusakannya yang ada, dan pemeliharaan preventif terutama dilakukan di alam. 2.8. Sejarah Industri Jalan Tol Di Indonesia Industri jalan tol di Indonesia boleh dikatakan lahir secara “tidak sengaja”, ketika pemerintah memutuskan untuk menjadikan jalan bebas hambatan Jagorawi menjadi jalan tol. Jagorawi pertama kali dioperasikan pada tahun 1978 oleh Jasa Marga yang dibentuk sebagai perusahaan perseroan yang khusus bergerak dibidang penyelenggaraan jalan tol. Sampai dengan tahun 1987 seluruh jalan tol dibangun oleh Jasa Marga dengan dibiayai oleh pinjaman G to G dan dana obligasi Jasa Marga. Pada awalnya tarif tol hanya ditentukan berdasarkan perkiraan semata tanpa perhitungan pengembalian investasi yang sekarang ini lazim digunakan. Jasa Marga tidak memperoleh masa konsesi, karena berdasar UU Jalan (no.13/1980) Jasa Marga adalah satu-satunya penyelenggara jalan tol bagi pemerintah. Namun demikian, menurut UU Jalan (no. 38/2004) wewenang penyelenggaraan jalan tol berada pada Pemerintah yang meliputi pengaturan, pembinaan, pengusahaan dan pengawasan jalan tol. Sebagian wewenang pemerintah tersebut dilaksanakan oleh BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol). BPJT, yang dibentuk oleh menteri dan berada dibawah serta bertanggung jawab kepada menteri. Keanggotaan BPJT terdiri atas unsur pemerintah, pemangku kepentingan dan unsur masyarakat. Tugas BPJT adalah melaksanakan sebagian penyelenggaraan jalan tol, yang meliputi: a. Pengaturan jalan tol mencakup pemberian rekomendasi tarif awal dan penyesuaiannya kepada Menteri, serta pengambilalihan jalan tol pada akhir masa konsesi dan pemberian rekomendasi pengoperasian selanjutnya; 67 b. Pengusahaan jalan tol mencakup persiapan pengusahaan jalan tol, pengadaan investasi, dan pemberian fasilitas pembebasan tanah; c. Pengawasan jalan tol mencakup pemantauan dan evaluasi pengusahaan jalan tol dan pengawasan terhadap pelayanan jalan tol. Untuk mempercepat perwujudan jaringan jalan tol, maka menurut UU No. 38 Tahun 2004, diselenggarakan mekanisme pengusahaan jalan tol yaitu Pengusahaan jalan tol yang dilakukan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik swasta yang meliputi kegiatan pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, dan/atau pemeliharaan. Wewenang mengatur pengusahaan jalan tol dilaksanakan oleh BPJT. Dalam keadaan tertentu yang menyebabkan pengembangan jaringan jalan tol tidak dapat diwujudkan oleh badan usaha Pemerintah dapat mengambil langkah sesuai dengan kewenangannya. Konsesi pengusahaan jalan tol diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar bagi usaha jalan tol. Dalam hal konsesi berakhir, Pemerintah menetapkan status jalan tol yang dimaksud sesuai dengan kewenangannya. Dalam keadaan tertentu yang menyebabkan pengusahaan jalan tol tidak dapat diselesaikan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian pengusahaan jalan tol, Pemerintah dapat melakukan langkah penyelesaian untuk keberlangsungan pengusahaan jalan tol. Pengusahaan jalan tol yang diberikan oleh Pemerintah kepada badan usaha dilakukan melalui pelelangan secara transparan dan terbuka. Pelelangan dapat meliputi sebagian atau seluruh lingkup pengusahaan jalan tol. Badan usaha yang mendapatkan hak pengusahaan jalan tol berdasarkan hasil pelelangan mengadakan perjanjian pengusahaan jalan tol dengan Pemerintah. 2.9. Profil PT. JKL PT. JKL adalah salah satu badan usaha milik swasta atau dikenal dengan istilah Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang mendapatkan hak untuk pengusahaan jalan tol dari pemerintah melalui BPJT. PT. JKL mulai beroperasi pada tahun 68 2007, dan mengantongi enam hak pengusahaan jalan tol di Indonesia. Pada tahun 2009 telah selesai dilakukan pendanaan, perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi untuk salah satu dari enam hak pengusahaan jalan tol tersebut. (Hidayat HM 4 Mei 2011, wawancara) Saat ini telah dilakukan pengoperasian dan pemeliharaan atas salah satu dari ruas jalan tol di perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah yang dilaksanakan oleh anak perusahaan PT. JKL yaitu PT. OPS. PT. JKL merencanakan pada awal tahun 2013 dapat dioperasikan lagi dua ruas jalan tol yang saat ini sedang dilakukan pembebasan tanah. Diharapkan pada pertengahan tahun ini akan segera dibangun satu ruas jalan tol di jalur Trans Jawa (Jawa Tengah) dan satu ruas jalan tol lagi di daerah Jawa Barat (Hidayat HM 4 Mei 2011, wawancara). Pada akhir 2015 PT. JKL menargetkan telah selesai dua ruas jalan tol lagi di jalur Trans Jawa sebagai kelanjutan dari pembangunan ruas jalan tol yang telah ditargetkan selesai di awal tahun 2013 serta satu ruas jalan tol lagi di daerah Jawa Timur. Sehingga pada tahun 2015, total ruas jalan tol yang doperasikan dan dipelihara oleh PT. JKL berjumlah enam ruas jalan tol atau sepanajng total sekitar 300 kilometer, sesuai dengan pengusahaan jalan tol yang telah disepakati dengan pemerintah melalui BPJT (Hidayat HM 4 Mei 2011, wawancara). PT. JKL memiliki visi menjadi pengembang infrastruktur jalan tol terpadu yang pertama dan memiliki misi untuk membangun jalan tol terbaik melalui penerapan teknologi yang inovatif, serta memadukannya dengan pengembangan wilayah di sekitarnya sehingga terjadi proses sinergi yang maksimal (Hidayat HM 4 Mei 2011, wawancara). Pada saat pengoperasian dan pemeliharaan masingmasing ruas jalan tol telah berjalan selama 35 tahun, maka PT. JKL harus menyerahkan asset dan pengelolaan kepada pemerintah, atau hal ini lebih dikenal dengan istilah BOT (Build, Operate, Transfer) (Hidayat HM 4 Mei 2011, wawancara). 2.10. Integrated Toll Collection System Dalam operasionalnya, PT. JKL telah menggunakan computerized system yang digunakan dalam proses transaksi pembayaran di gerbang tol yang kemudian dikenal dengan istilah ITCS (Integrated Toll Collection System). ITCS ini terdiri 69 dari front end dan back end yang masing-masing memiliki tugas serta fungsi yang berbeda (Gambar 4). Front end terdiri dari beberapa hardware dan software yang berfungsi sebagai alat input data serta verifikasi yang terdiri dari proses : a. Pencatatan transaksi yang dilakukan oleh petugas pengumpul tol yang bertugas di Gardu Tol, yang diproses di sebuah TCT (Toll Collector Terminal) b. TCT terhubung ke LCS (Lane Computer System) yang bertindak sebagai “otak” dari proses transaksi. c. LCS berfungsi untuk memproses transaksi dan memberikan perintah serta menerima data dari peripherals lain seperti OB (Optical Beam), ALB (Automatic Line Barrier) kamera dan AVC (Automatic Vehicle Classification). Gambar 4 Integrated Toll Collection System. Back end terdiri dari beberapa hardware dan software yang berfungsi sebagai alat untuk pengawasan dan pelaporan yang terdiri dari proses : a. Pelaporan yang ditangani oleh PCS (Plaza Computer System), 70 b. Pengawasan transaksi dan pengawasan peralatan dilakukan di sebuah komputer yang disebut RIMS (Realtime Information Monitoring System), c. Pelaporan pertanggungjawaban transaksi dan catatan kejadian selama petugas pengumpul tol bertugas di Gardu Tol dilakukan di sebuah komputer yang disebut STACS (Staf Computer System). Pada prinsipnya proses sistem transaksi pembayaran tol harus didasarkan pada hal (Putro AA 4 Mei 2011, wawancara) a. Memberi pelayanan yang cepat, tepat, aman dan nyaman pada pengguna tol b. Memberi jaminan kepada pengguna jalan dan Badan Usaha Jalan Tol bahwa transaksi sudah berjalan sesuai dengan tarif yang ditentukan; c. Dapat diintegrasikan dengan sistem yang sudah ada atau sistem yang akan dikembangkan; d. Senantiasa memperhatikan pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia, yang pada akhirnya memberikan pelayanan yang maksimal pada pengguna tol dan memberikan efisiensi di segala bidang bagi Badan Usaha Jalan Tol. Beberapa keuntungan dari penerapan sistem transaksi pembayaran tol ini adalah : a. Mempercepat waktu transaksi dan meningkatkan kapasitas pelayanan b. Meningkatkan tingkat akurasi transaksi dan menghindari kesalahan manusia c. Meningkatkan efisiensi jumlah SDM untuk pelayanan di gerbang tol 2.11. Pengadaan dan Pemeliharaan Integrated Toll Collection System Dalam pengadaan Integrated Toll Collection System, PT. JKL telah bekerjasama dengan joint operation PT. MK & PT. HT yang terikat dalam suatu Kontrak Perjanjian Kerjasama Pengadaan dan Pemeliharaan Peralatan Pengumpulan Tol (ITCS). PT. JKL dan joint operation PT. MK & PT. HT setuju dan sepakat bahwa masa kontrak tersebut adalah selama lima tahun terhitung sejak Berita Acara Serah Terima Pemasangan. Selama masa kontrak joint 71 operation PT. MK & PT. HT wajib melaksanakan pemeliharaan dan perawatan ITCS sesuai dengan standar pemeliharaan dan penggantian seperti telah disepakati. PT. JKL dan joint operation PT. MK & PT. HT telah sepakat tidak memutuskan kontrak perjanjian tersebut sebelum masa kontrak berakhir, kecuali disepakati oleh keduanya dengan menyelesaikan terlebih dahulu segala hal yang menjadi hak dan kewajiban kedua belah pihak. PT. JKL dalam ketentuan tersebut telah menyatakan kesanggupan untuk melakukan pembelian ITCS secara leasing dari joint operation PT. MK & PT. HT. Di dalam perjanjian antara lain disebutkan bahwa yang menjadi kewajiban PT. JKL adalah : a. Berkewajiban melaksanakan pembayaran leasing b. Berkewajiban menjaga keamanan dan kondisi peralatan c. Menggunakan peralatan ITCS sesuai dengan standar pemakaian yang ditetapkan oleh joint operation PT. MK & PT. HT d. Dilarang menjual, menggadaikan, menghibahkan, menyewakan kembali atau melakukan pengalihan kepemilikan dan penguasaan ITCS. Adapun kewajiban joint operation PT. MK & PT. HT di dalam perjanjian disebutkan bahwa : a. Joint operation PT. MK & PT. HT menyediakan ITCS b. Memberikan garansi/jaminan perbaikan atas peralatan yang rusak, termasuk suku cadang selama jangka waktu perjanjian c. Memberikan pelayanan jasa konsultasi dan supervisi yang berhubungan dengan ITCS dan operasional ITCS d. Menyediakan tenaga pemelihara selama 24 jam bilamana terjadi gangguan operasional ITCS serta menyediakan unit pengganti bila kerusakan ITCS melebihi batas waktu perbaikan yang disepakati e. Menjamin keakurasian output ITCS termasuk keamanan data transaksi f. Memberikan saran, usulan, masukan dalam menentukan jenis peralatan pendukung ITCS yang baik sesuai dengan kebutuhan g. Melakukan pengawasan secara berkala terhadap ITCS 72 2.12. Penelitan Sebelumnya Penulis telah melakukan telaah terhadap penelitian yang berkaitan dengan tata kelola IT (IT Governance), dimana penelitian tersebut tidak seluruhnya menggunakan framework COBIT. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan pentingnya IT Governance dalam sebuah organisasi. Castillo dan Stanojevic (2011) dalam penelitian thesisnya yang berjudul “An Assessment Of The It Governance Maturity At SL” meneliti mengenai organisasi IT dalam sudut pandang IT Governance di AB Storstockholms Lokaltrafik (SL), sebuah perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah Stockholm, yang bergerak di bidang transportasi umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan memberikan saran yang terukur untuk sebuah perbaikan. Setelah melakukan penelitian, diketahui bahwa tingkat kedewasaan tata kelola IT di SL berada di 2.68 dari nilai yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dokumentasi yang konkrit dengan tanggungjawab yang telah didefinisikan secara baik di dalam organisasi SL telah meningkatkan tingkat kematangan tata kelola IT. Sementara itu metrics yang nyaris tidak lengkap dalam pemantauan bisnis secara kuat turut menurunkan tingkat kematangan tata kelola IT. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya proses “ME2 – Monitor and Evaluate Internal Control” yang berkonsentrasi dalam pengawasan internal organisasi IT. Di dalam penelitian dapat diketahui dengan jelas bahwa bagaimana fungsi tata kelola IT di dalam organisasi SL. Penunjukan seorang kepala tata kelola TI, pengembangan model tata kelola TI dan proses tata kelola IT ditemukan sangat positif. Hal ini menunjukkan SL memiliki niat baik membangun tata kelola IT yang baik. Penelitian ini menunjukkan bahwa kemajuan yang signifikan telah dicapai dalam tata kelola IT di SL, dimana SL mulai memperkenalkan tata kelola IT 3 tahun yang lalu. Namun demikian, tata kelola IT di SL masih memiliki potensi besar untuk perbaikan. Namun diyakini bahwa jika SL terus bekerja pada tata kelola pemerintahan IT, maka tata kelola IT SL akan terus meningkat. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan arahan yang jelas pada penggunaan prosedur, prosedur berkomunikasi melalui pelatihan, membuat prosedur dengan terus mengevaluasi prosedur tersebut serta terus meningkatkannya. 73 Abu-Musa (2009) dalam The International Journal of Digital Accounting Research melakukan penelitian mengenai formalitas, audit, tanggung jawab dan akuntabilitas pelaksanaan proses COBIT untuk tata kelola IT dalam berbagai organisasi di Saudi Arabia. Penelitian dilakukan dengan membagikan 500 kuisioner ke organisasi-organisasi di saudia Arabia seperti perusahaan manufakturing, merchandising, bank, jasa, gas dan perminyakan, dan pemerintahan di lima kota yaitu Al-Khoubar, Dammam, Dhahran, Jeddah and Riyadh di Saudi Arabia. Kuisioner yang dikembalikan setelah dikurangi oleh kegagalan dan atau kesalahan dalam pengisian kuisioner berjumlah 127 kuisioner. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa mayoritas responden melaporkan bahwa departemen TI memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan proses COBIT dalam organisasi mereka. Namun, sebagian dari responden melaporkan bahwa proses COBIT TI tidak diaudit atau dilakukan secara formal dalam organisasi. Penelitian ini telah memberikan hasil empiris yang berharga tentang pemanfaatan kerangka kerja COBIT untuk tata kelola IT dalam organisasi. Hasil penelitian memungkinkan para manajer dan praktisi di lingkungan Saudi untuk lebih memahami, mengevaluasi, menerapkan dan mengelola tata kelola IT untuk kesuksesan bisnis mereka. Studi ini memberikan latar belakang dan informasi yang berguna bagi manajemen senior, manajemen TI, akuntan, auditor, dan akademisi untuk memahami tahap implementasi dan dampak dari COBIT pada tata kelola IT dalam organisasi. Radovanovic et al. (2010) dalam 6th International Scientific Conference di Lithuania melakukan analisa mengenai konsep dan metodologi yang digunakan dalam audit sistem informasi. Paper ini membahas bahwa Tata kelola IT dan audit sistem informasi adalah suatu keharusan untuk mendukung suksesnya bisnis perusahaan.Untuk meningkatkan pengelolaan IT sesuai dengan syarat dan peraturan organisasi harus menggunakan kerangka kerja praktek yang terbaik. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data Ernst&Young tahun 2009 menyatakan bahwa Cobit semakin populer untuk perencanaan kegiatan audit IT dan telah diadopsi oleh 69% responden. Kerangka ini memberikan pendekatan terstruktur untuk perencanaan dan fokus dalam tata kelola IT, audit IT pada bisnis serta resiko teknologi dari organisasi. 74 Barve (2010) melakukan studi kasus nyata mengenai penggunaan Cobit untuk manajemen resiko dalam organisasi bank. Bank yang dijadikan contoh kasus dalam studi ini adalah sebuah bank konglomerat yang beroperasi di 50 negara dengan lebih dari 12 ribu karyawan. Team IT dari bank tersebut dialokasikan di seluruh penjuru dunia untuk mendukung bisnis. Tata kelola teknologi dirancang melalui kerangka kerja manajemen resiko yang efektif untuk menjamin manajemen dan pengendaliannya. Kerangka tersebut didefinisikan untuk mengetahui resiko dan manajemen pengendalian yang ada, seperti : 1. Proses yang belum membuahkan hasil untuk penilaian dan pengujian kepatuhan. 2. Kurangnya pengendalian tunggal terhadap repository, menghasilkan duplikasi kontrol. 3. Kurangnya proses yang jelas dan berulang untuk memenuhi penilaian resiko. Kerangka baru diharapkan dapat membuat team teknologi memahami resiko operasional yang signifikan dan dampaknya yang lebih luas di dalam organisasi dengan : a. Mengatasi area di mana resiko tidak dikontrol secara efektif. b. Mengijinkan eksekutif teknologi untuk menunjukkan tanggung jawab secara regulasi dengan efisien. c. Menggunakan platform umum untuk membuat laporan semua persyaratan peraturan di daerah dan negara lain. d. Melaporkan resiko teknologi dan control kelemahan yang mungkin berdampak kepada bisnis secara efektif. e. Menerapkan proses standar di seluruh wilayah dan kantor untuk memastikan konsistensi dan menghindari duplikasi laporan. Tim pemerintah memutuskan untuk menggunakan Cobit sebagai kerangka kerja standar. Tim ini terdiri dari para profesional termasuk di bidang resiko, keamanan IT dan ahli proses US Sarbanes-Oxley. Tim dibentuk untuk mendefinisikan proses dan template. Tim mendapatkan tugas yang utama berada di area : a. Mendefinisi sebuah kerangka kerja yang akan digunakan. 75 b. Mengidentifikasi sebuah definisi standar dari “entity” yang melawan resiko dan kontrol yang akan dievaluasi. c. Mengidentifikasi proses manajemen resiko. Jusuf (2009) dalam papernya mengungkapkan bahwa UNAS memiliki pengelolaan TI dalam mendukung layanan akademik online dan dirasakan perlu dilakukan perbaikan terhadap beberapa control process yang sangat penting menurut UNAS yang terkait saat ini. Dalam pembuatan rekomendasi IT Governance, rekomendasi dilakukan berdasarkan posisi maturity masing-masing control process tersebut. Untuk menentukan maturity tersebut menggunakan model maturity yang merupakan pemetaan yang menggambarkan kondisi control process tersebut pada saat ini dan dilakukan perbandingan antara keadaan saat ini dan hasil pemetaan. Dari model maturity tersebut didapatkan bahwa control process melatih dan mendidik users berada pada posisi dapat diulang, mengelola data berada pada posisi dapat diulang, me-monitor dan evaluasi kinerja TI berada pada posisi inisialisasi. Gomes dan Ribeiro (2009) dalam papernya yang berjudul The Main Benefits Of Cobit In A High Public Educational Institution - A Case Study, menggambarkan implementasi Cobit di sebuah Perguruan Tinggi di Portugal utara yang memiliki beberapa sistem informasi yang tersebar dan mendukung aktifitas Perguruan Tinggi tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme yang menjamin manajemen dan pengendalian dari sistem informasi khususunya untuk tata kelola IT. Sebagai bagian dari penerapan Sistem Manajemen Mutu IPVC dalam pelaksanaan sertifikasi standar ISO 9001, dilaksanakan pedoman COBIT untuk memastikan sertifikasi. Berikutnya digunakan Cobit dalam mengimplementasikan mekanisme untuk membangun tata kelola IT terutama dalam mengelola dan mengendalikan IT dan sistem informasi. Gomes menyimpulkan bahwa COBIT merupakan kerangka kerja yang cocok untuk pelaksanaan sertifikasi standar ISO 9001 dan untuk tata kelola IT di Lembaga Pendidikan Publik di bidang IS dan IT. Dengan implementasi ini lembaga kualitas layanan telah meningkat secara signifikan, mengurangi jumlah anomali dan memberikan mekanisme lebih efisien untuk mengelola dan mengontrol berbagai 76 sistem informasi mereka, mampu meningkatkan kualitas kehadiran, mengurangi waktu eksekusi sekitar 25%. Efisien dalam memantau dan mengendalikan infrastruktur komponen teknologi, jumlah insiden diselesaikan oleh departemen TI berkurang sekitar 30% dan mengurangi lebih dari 10% insiden yang berulang.