Page 1 Volume 4 No. 2 Warta Tumbuhan Obat Indonesia 9 DAFTAR

advertisement
Volume 4 No. 2
Warta Tumbuhan Obat Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. Tan KH. Dasar-dasar Kimia Tanah, Gajah Mada University
Press.1991:295 (terlemahan).
2. Schnitzer M. Soil Organic Matter. Elsevier Scientific Publishing
Company. Amsterdam-Oxford-New York. Development in Soil
Science. 1978.
3. Guminski S, D Agustin, J Suiej. Comparison of Some Chemical and
9
Physicochemical Properties of Natural and Model Sodium
Humates and Biological Activity of Both Subtance in Tomato
Water Culture. Acta Soaetatis Botanicorum Poloniae XIII, 1977;
437-448.
4. Orlov DS. Humus Acids of Soils. Moscow University Publisher,
Moscow.1974;278.
5. Weaver RJ. Plant Growth Substances in Agriculture. San Fransisco,
WH Freeman and Company. 1972;594.
PEMERIKSAAN FARMAKOLOGI TINOKRISPOSID SENYAWA
FURANODITERPEN GLIKOSIDA BARU DARI BROTOWALI
Tinospora crispa (L.) Miers
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian efek farmakologi
senyawa tinokrisposid, suatu furanoditerpenglikosida
baru isolat dlari b a t a ng~ Brotowali [Tinospora crispa (L.)
Mie!rs.] S e b a !aai hewarI percobaan digunakan mencit d a n
tikuw.Penapi: ;an hipokratik tinokrisposid menunjukkan efek
d e..p.-~ ~ ya a a1 1~9 ~,.
lllaksimal
p a d a d o s i s 45 m g / k g
b b hewan percobaan mencit, sedangkan pemeriksaan
dosis letal tidak menunjukkan kesan toksik sampai dosis
200 mg/kg b b yang sebanding dengan 14 9/70 kg b b
"#... .
.,...m
NDAHUL
D
!
>!--I--
.."
suatu tumbuhan obat Indonesia hingga diperoleh suatu
scnyawa kimia yang betul siap digunakan dalam duniapengobatan.
Sebagai tumbuhan obat digunakan Tinospora crispa (L.)
Miers atau dikenal dengan nama daerah brotowali, andawali, akar
pahit, putrowali. Pertimbangan penggunaan tumbuhan ini ialah,
karena tumbuhan ini telah lama digunakan masyarakat di Indonesia sebagai bahan obat tradisional dan secara empiris terbukti
mempunyai khasiat. Seduhan batang rambat tumbuhan ini, yang
berasa sangat pahit, dapat digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit, seperti demam, malaria, diabetes, hepatitisdan antelmintika
(I). Brotowali juga dinyatakan sebagai tumbuhan obat dengan
khasiat sebagai anti piretika (2).
Percobaan farmakologi modern terhadap ekstrak kasar
tumbuhan inijuga telah mr:mbuktikanI beberapa khasiat, antara lain
efek antipiretik, meningk;atkan sekresi salifa dan efek sedatif (3).
Tetapi pemeriksaan famakologi terhadap kandungan kimia mumi
tumbuhan ini blelum dilaku~kanbaikdi dalammaupun di luarnegeri.
Pada penel itian sebelumnya penulis telah berhasil rnengisolasi
senyawa pahit Daru yang diberi nama tinokrisposid dari ekstrak
metanol batang rambat brotowali (4). Senyawa ini adalah suatu
furanoditerpenglikosida yang mempunyai rasa sangat pahit.
Tinokrisposid dibangun oleh satu molekul~glukosadansatu molekul
furanoditerpen sebagai aglikon.
Di samping itu penulisjuga berhasil mengisolasi tiga alkaloid
aporfina dari tumbuhan tersebut yakni N-formilannonaina,
N-fomilnomuciferina, dan N-asetilnomuciferina (5).
-
* Jurusan Farmasi FMlPA Universitas Andalas
untuk manusia.
Pemeriksaan efek khusus seperti analgetika, antidiabetes,
koagulansia d e n g a n hewan p e r c o b a a n mencit
menunjukkan hasil yang positif. Efek y a n g maksimal
dicapai p a d a dosis 3 0 mg/kg bb. Efek antiinflamasi d a n
antipiretik diperiksa d e n g a n tikus. Efek antiinflamasi
menunjukkan hasil yang positif yang maksimal p a d a 3 0
mg/kg bb, sedangkan efek antipiretik menunjukkan hasil
yang negatif.
Dari senyawa yang diisolasi tersebut hanya tinokrisposid
yang mempunyai rasa yang sangat pahit. Diperhitungkan bahwa
tinokrisposid memberikan sumbangan terhadap beberapa efek
farmakologis batang brotowali, antara lain efek analgetika,
antipiretika dan antimalaria. Oleh karenanya pada penelitian ini
diutamakan untuk meneliti efek farmakologi tinokrisposid.
Diharapkan tinokrisposid ini dalam waktu dekat akan dapat
digunakan dalam pengobatan modem.
BAHANDANCARA
Pada penelitian farmakologi ini digunakan Rancangan Acak
Lengkap dengan 4 variabel dosis. Hewan yang digunakan adalah
mencit putih (Mus musculus) galur Australiadan tikus (Ratus ratus)
galur Webster. Pengolahan datadilakukan dengan Analisis Sidik
Ragam Anova satu arah, serta uji lanjut dengan uji-t bila
probabilitasnya memungkinkan. Semua perhitungan dilakukan
dengan bantuan software Microstat.
Beberapa peneliti telah mengembangkan pengujian penapisan
efek famakologi dari tumbuhan, antara lain Malon (6), yang
merancang dan menguji coba skrining hipokratis. Prinsip skrining
ini adalah bahwa hewan akan memberikan efek tertentu jika
diberikan suatu senyawa. Efek tersebut dapat bersifat tergantung pada dosis atau tidak tergantung pada dosis. Pada efek
yang tergantung dosis, dengan bertambahnya dosis efek yang
diberikan akan bertambah besar.
Dalam skrining hipokratis parameter yang diamati antara lain
adalah: aktifitasmotorik, refleks, paralisa kaki, daya cengkram, laju
pemapasan, tremor, fasikulasi, konvulsi, eksoftalmus, ataksia, ptosis,
ukuran pupil, nistagmus, lakrimasi, urinasi, diare, tail lashing, suhu
tubuh, geliat, tonus tubuh, rasa ingin tahu dan dilihat efek utama
yang terjadi, sesuai dengan probabilitas data yang diperoleh (6,
Warta Tumbuhan Obat Indonesia
10
7). Dosis yang digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan
penurunan deret ukur menurut Thomson (14), dengan dosis terendah
30 mgkg bb dan tertinggi 67 mgkg bb.
Siegmund (8) telah mengembangkan pengujlan analgetiksuatu
senyawa dengan menggunakan hewan. Prinsip pengujiannya adalah
dengan melakukan induksi nyeri pada hewan dengan asam asetat.
Nyeri akan dimanifestasikan dengan adanya geliat (writhing). Jika
terjadi penurunan geliat pada hewan yang diberi senyawauji secara
ip, maka senyawa uji tersebut diduga berkhasiat sebagai analgetik
(9).
Efek antipiretikdiamati melalui penurunan suhu tubuh tikus
yang diukur padarektum setelah diberi senyawa yang diduga bersifat
antipiretik. Kenaikan suhu pada hewan diinduksi dengan senyawa
kimia dinitrofenol atau vaksin Salmonella thypi, selama 24 jam
dengan tiga kali pemberian. Pengamatan dilakukan pada 5 ekor
tikus untuk masing-masing variabel dosis (8).
Efek antiinflamasi diukur dari penurunan volume radangpada
kaki tikus yang dirangsang pembentukannya dengan karagen. Alat
yang digunakan adalah Pletismometer (10).
Efek antidiabetes diamati pada hewan yang sudah diinduksi
dengan senyawa aloksan sehingga proses glikolisa gaga1 dalam
hewan tersebut, akibatnya hewan akan mengalami hiperglikemik.
Hiperglikemik ditandai dengan tingginya kadar gula darah yang
dapat diamati dengan alat Refrolux Glucotest. Senyawa yang
bersifat antidiabetes akan menekan keadaan hiperglikemik ini
sehingga kadar gula darah hewan akan mendekati normal. Senyawa
diberikan secara ip, pada masing-masing 5 ekor mencit
dengan 4 variabel dosis. Pengamatan dilakukan terhadap besarnya
penurunan kadar gula sebelum dan setelah perlakuan dan
perbandingan dengan kontrol(10,11). Data yang diperoleh diolah
dengan sidik ragam Anova satu arah.
Efek anti demam berdarah suatu senyawa uji dapat diamati,
dengan metoda penyempitan pembuluh perifer. Prinsipnya adalah
dengan membandingkan volume larutan fisiologis yang mengalir
persatuan waktu pada sebuah pembuluh darah telinga kelinci yang
telah dipotong (12). Di samping itu juga dapat diamati dengan sifat
koagulansiadan permeabilitas kapiler. Dalam penelitian digunakan
metode koagulansiamenggunakanmencit. Pengujian dilakukan pada
5 ekor mencit untuk masing-masing empat variabel dosis yang diuji.
Senyawa uji diberikan 30 menit sebelum sifat koagulasi diamati
melalui penghitungan waktu beku darah yang diperoleh dari ekor
mencit yang dipotong (I 2,13).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seperti pada pemeriksaan efek farmakologis yang lazim,
terhadap senyawa tinokrisposid terlebih dahulu dilakukan
penentuan dosis letal atau toksik. Dari penelitian pendahuluan terhadap senyawa tinokrisposid dengan menggunakan hewan
percobaan mencit, ternyata tidak ditemui harga toksik sampai
pemberian dosis 200 mg/kg bb. Dosis ini untuk manusia dewasa
setara dengan pemberian 14gl70 kg bb. Dalam kepustakaan skrining
farmakologis dinyatakan bahwa senyawa murni yang tidak toksik
sampai dosis 5 g/70 kg bb padamanusiadianggap aman dan tidak
toksik. Oleh karena itu tidak lagi dilakukan pemeriksaan
dosis letal dengan variasi dosis yang lebih tinggi dari 200 mgkg bb.
1998
Pemeriksaan skrining farmakologi terhadap tinokrisposid
dengan hewan percobaan mencit dilaksanakan dengan variasi dosis
200 dan I00 mgkg bb. Hasil percobaan pada keduadosis tersebut
secara kualitatif ternyata menunjukkan kesan yang sama. Untuk
melihat pengaruh dosis secara kuantitatif maka dilakukan
penurunan dosis mulai dari dosis 100 sampai dengan 10 mg/
kg bb. Padadosis 10 mgkg bb ternyatasenyawa tinokrisposid tidak
memperlihatkan efek pada mencit. Penelitian dilan.jutkan dengan
dosis 20,30,45 dan 67mgIkg bb. Hasil skriningmenunjukkanbahwa
efek depresan terlihat nyata pada dosis maksimal 45 mg/kg bb.
Sedangkan 67mgkg bb memberi efek yangjauh lebih rendah jika
dibandingkan dengan dosis 45 mgkg bobot badan.
Selanjutnya pemeriksaan farmakologi ditujukan terhadap
penggunaan brotowali dalam pengobatan tradisional pada beberapa
daerah di Indonesia. Dari penelusuran kepustakaan dan tanyajawab
dengan masyarakat diketahui bahwa seduhan batang brotowali
digunakan sebagai obat demam, penghilang rasa sakit (analgetika),
obat malaria, obat diabetes, antiinflamasi, menambah nafsu makan,
obat luka dan pencuci tukak sifilis. Sehubungan dengan itu
pemeriksaan efekfarmakologi ditujukan terhadap efekanalgetika,
antipiretika,antiinflamasi, anti diabetes, koagulansia dan antimalaria
Efek analgesiksenyawatinokrisposiddilakukan dengan mengamati penurunanjumlah geliat akibat pemberian obat pada mencit
yang sudah disakiti dengan asam asetat O,1% sebagai induktornyeri
yang berlebihan. Perbandinganjumlah geliat antar kelompok dosis
dibandingkan dengan kontrol dianggap sebagai kemangkusan kerja
obat yang diberikan. Efek analgetika diamati mulai dari waktu 0
menit sampai 30 menit dengan 5 variasi dosis. Variasi dosis dibagi
dalam kelompok kontrol, dosis 20,30,, 45 dan 67 mg/kg bb. Hasil
pemeriksaan ditampilkan padatabel di bawah ini.
Tabel 3. Hasil pemeriksaan efek analgeslk tinokrisposid dengan hewan
percobaan mencit ( n = 5).
Jumlah geliat mencit ke
Kelompok
Kontrol
Dosis 20
Dosis 30
Dosis 45
Dosis 67
Total
0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
7
3.8
1,4
4,75
4,4
15,5
6,2
3
6,75
5,4
13,25
5,2
2,4
6,75
3
9,75
4,2
3,4
5,25
4,2
5
7.4
4,6
3,5
2,8
25-30
,
525
2.2
0.8
1.5
3
55,75
29
15,6
28,5
22,8
Pengamatan terhadap jumlah geliat total selama 30 menit
menunjukkan bahwa dosis 30 mg/kg bb memberikan efek yang
maksimal. Efek yang dihasilkan bersifat tergantung dosis sampai
dosis 30 mglkg bb. Pada dosis 45 dan 67 mglkg bb terlihat
pengurangan efek analgesik. Hal ini diduga karena adanya sifat
bifasik suatu senyawa. Dalam kepustakaan fenomena seperti
ini juga sering ditemui. Misalnya senyawa kofein pada
dosis tertentu bersifat stimulan, sedangkan pada dosis yang lebih
tinggi sifatnya berubah menjadi depresan.
Efek antipiretiksenyawatinokrisposid diuji dengan mengukur
suhu rektum dari tikus pada beberapa waktu. Induksi kenaikan
suhu dilakukan dengan pemberian vaksin Salmonella H antigen A
tiga kali sehari. Waktu perubahan suhu yang terbaik terjadi setelah
3,5 jam pemberian. Hasil pemeriksaan ditampilkan pada tabel di
bawah ini.
Volume 4 No. 2
Warta Tumbuhan Obat Indonesia
Tabel 4. Hasil pemeriksaan efek antipiretlk tinokriposid dengan hewan
percobaan tikus (n = 3).
Kelompok
Obat
Vaksin
Kontrol
Purata
SD
Vaksin dan Obat
37,4
37,O
36,5
37,7
37,8
37,9
38,9
38,9
38,3
38,4
38,2
38,2
36,97
0,37
37,80
0,08
38,70
0,28
38,27
0,09
Untuk melihat apakah pemberian obat berpengaruh terhadap
perubahan suhu dilakukan uji T antara kelompok suhu kontrol
dengan kelompok yang diberi obat. Setelah dihitung diperoleh
hasil: T=-3,1250, D = 4 dan Prob=0,0177. Dari hasil analisis di
atas dapat dikatakan bahwa pemberian obat tidak berbeda nyata
padap <0,01. Ini berarti bahwa tinokrisposid tidak berperan mengubah suhu. Untukmelihat apakah pemberian vaksin berpengaruh
terhadap perubahan suhu, maka dilakukan uji T terhadap kelompok
kontrol dengan kelompok yang telah diberi vaksin. Hasilnyaadalah
T =-5,2798, DF = 4, dan Prob = 3,08 E -3**. Dari hasil
uji ternyata terjadi perbedaan suhu yang sangat bermakna. Ini
berarti bahwa vaksin dapat menaikkan suhu tikus secara sangat
bermakna. Hal ini secara implisit dapat men.jelaskan bahwavaksin
yang diberikan betul bersifat induktor panas.
Untuk melihat apakah hewan yang telah diberi vaksin dapat
dipengaruhi suhunya oleh obat, maka dilakukan pula uji T
antara kelompok vaksin dengan kelompok vaksin yang diberi obat.
Hasil uji menunjukkan harga sebagai berikut: T = 2,0555, DF= 4,
dan Prob = 0,0545. Dari hasil uji di atas terlihat bahwa tidak ada
perbedaan yang nyata pada p < 0,05. Ini berarti bahwa senyawa
yang diberikan tidak dapat menurunkan panas secara
nyata dan bermakna. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
senyawa tinokrisposid tidak bersifat antipiretik.
Pemeriksaan efek antiinflamasi senyawatinokrisposid dilakukan dengan alat pletismometer menggunakan tikus (Ratus ratus)
sebagai hewan percobaan. Pemeriksaan dilakukan dengan
mengamati volume radang yang terbentuk pada telapak kaki
tikus. Senyawatinokrisposid diberikan kepada tikus peroral 30 menit
sebelum diinduksi pembentukan radang pada telapak kakinya
dengan karagen I %dalam gom arab 3% sebanyak O,1 mL. Injeksi
karagen dilakukan pada telapak kaki tikus secara sc. Hasil
pemeriksaan ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 5. Hasil pemeriksaan efek antiinflarnasi tinokrisposid dengan
hewan percobaan tikus (n=3)
.-.
Kelo~
npok
-
Kor
D O S au
I~
Dosis 45
Dosis 67
ilnlume radanglmL (% radang) pada pengamatrn
3jc
1Ijam
2.jam
(1jam
(156)
(103)
0,81 (100) 0.88 (109)
0.70 (100) 0.82 (117)
u,ra ( IUUJ
u,ra
1,lO (162) 1,03 (152)
0.82 (112) 0.85 (116)
1.03 (127) 1.15 (142)
1,02 (145) 0.98 (140)
am
1,16 (171)
0,91 (125)
1,12 (138)
036 (123)
Dari data terlihat bahwa penekanan volume radang pada
kelompok dosis (obat) terlihat padapengamatan 1,2,3, dan 4 jam.
Kenaikan volume radang pada kelompok dosis (obat) jauh lebih
kecil dibandingkelompok kontrol yangtidakmenerimaobat Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa senyawa tinokrisposid
rnempunyai sifat antiinflamasi.
11
Sampai jam ke tiga efek maksimal malah diperlihatkan oleh
kelompokdosis 30 mgikg bb yakni 116%, dibandingkan 142 dan
140% pada kelompok dosis 45 dan 67 mgikg bb. Demikian juga
padajam ke empat, walaupun sedikit penyimpangan terlihat pada
kelompok dosis 67 mgikg bb yang memperlihatkan penurunan
volume radang yang besar.
Efek koagulansia tinokrisposid diamati dengan melihat waktu
pembekuan darah yang diambil dari ekor mencit yang sudah
dipotong. Senyawa obat diberikan 30 menit sebelum pengamatan
secara i.p. Kelompok yang diamati adalah kelompok kontrol serta
kelompok dosis 30, 45 dan 67 mglkg bb. Hasil pengamatan
ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Hasil pemeriksaan koagulansia tinokrisposid dengan hewan
percobaan mencit (n=3).
Waktu koagulansia (detik)
No.
Kontrol
I
Dosis 30
Dosis 45
Dosis 67
47
46
46
44
48
36
51
49
49,5
91
103
98
2
3
Data di atas diolah dengan sidik ragam satu arah, hasilnya ditampilkan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 7. Sidik ragam waktu gumpal darah antar kelompok dosis
Sumber
JK
DB
KT
-
Perlakuan 5942,06
Galat
150,17
Total
6092,23
3
8
11
F Ratio
-
1980,69
18,77
Prop.
--
105,52
8,9 E-7
Hasil analisis di atas menunjukkan perbedaan yang bermakna
antara masing-masing kelompok dosis. Untuk membedakan
kelompok yang berbeda nyata dengan kontrol maka dilakukan uji
T dan hasilnya ditampilkan pada tabel di bawah.
ssil uji-t ant:Ir kelompok dosis dengan kontrol
KontroI
Kontrol
. .
Dosis 30
Dosis 45
Dosis 67
-
Dosis 30
,08"
-
-
Dosis 45
11.93"
1,03
-
-
1Dosis 67
-.
-
5,09"
2,00*'
-
Hasil di atas menunjukkan bahwa kelompok kontrol dan
kelompok dosis 30 mglkg bb memberikan perbedaan yang
terbesar, dengan harga p 5 1,91 E-04 dengan harga t = 1 1,03 18.
Analisis di atas menunjukkan bahwa senyawa yang diberikan
dengan dosis 30 mgikg bb memberikan waktu koagulasi terendah,
atau senyawa tinokrisposid yang diberikan bersifat koagulansia ini
tercermin bahwa penggumpalan darah mencit dapat dipertahankan.
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan secara ilmiah penggunaan
batang brotowali pada sebagian masyarakat sebagai obat luka dan
obat digigit lintah. Berdasarkan sifat koagulansianya diperkirakan
senyawa tinokrisposid ini dapat dikembangkan sebagai obat
demam berdarah yang sekarang menjadi masalah r
bidang kesehatan.
Sifat antidiabetik tinokrisposid dilaksanakan dengan rncneuKur
u
kadar gula darah hewan percobaan mencit yang diinduksi kenaikan
kadar gula darahnya dengan senyawa aloksan. Bila st:nyawa u.ji
12
Warta Tumbuhan Obat Indonesia
bersifat antidiabetik, maka pemberian obat kepada kelompokmencit
yang sudah diabetik akan menurunkan kadar gula darahnya.
Pengamatan gula darah dilakukan dengan alat Reflolux BoehringerMannheim dengan kit yang sesuai. Hewan percobaan yang
digunakan adalah mencit jantan dengan usia 2,5 bulan. Sebagai
induktor diabetes digunakan aloksan 3% yang diinjeksikan dengan
dosis 3,25 mgkg bb dan dengan volume injeksi 0,22 mg/20 g bb.
Tabel 9. Hasil pemeriksaan efek antidiabetes tinokrisposid dengan
hewan percobaan mencit (n=3)
Purata
SD
KESIMPULAN
1. Pemeriksaan hipokratik terhadap tinokrisposid dengan hewan
2.
3.
4.
Kadar gula darah (gldL)
Kontrol
Aloksan
Dosis 30
Dosis 45
Dosis 67
88,33
3.09
119,67
1.70
87,33
12.55
65.00
5.00
79.55
1.50
5.
Keterangan: - = hewan mati
6.
Untuk melihat dosis mana yang paling potensial sebagai anti
diabetik, makadilakukan uji-t antara kelompok kontrol dan kelompok
dosis.
1998
percobaan mencit menunjukkan efek depresan. Efekdepresan
yang maksimal ditunjukkan padapemberian 45 mgkg bb.
Pemeriksaan efek analgetika tinokrisposid dengan hewan
percobaan mencit menunjukkan hasil yang positif pada dosis
30,45 dan 67 mgkg bb. Efek maksimal diberikanoleh kelompok
dosis 30 mgkg bb'
Pemeriksaan efek antipiretika tinokrisposid dengan hewan
percobaan tikus ternyata menunjukkan h a i l yang tidak berarti.
Pemeriksaan efek antiinflamasi tinokrisposid dengan hewan
percobaan tikus menunjukkan hasil yang positif dengan
pemberian senyawa uji 30,45 dan 67 mg/kg bb. Efek yang
maksimal diberikan oleh kelompok dosis 30 mg/kg bb pada
pengamatanjam ke tiga.
Pemeriksaan efek koagulansia tinokrisposid dengan hewan
percobaan mencit menunjukkan hasil yang positif pada
pemberian senyawa uji 30, 45 dan 67 mglkg bb. Efek yang
maksimal diberikan oleh kelompok dosis 30 mgkg bb.
Pemeriksaan efek antidiabetika dengan hewan percobaan
mencit menunjukkan hasil yang positif dengan pemberian
senyawa uji 30, 45 dan 67 mg/kg bb. Efek yang maksimal
diberikan oleh kelompokdosis 30 mgkg bb.
SARAN
Tabel 10. Hasil analisis gula darah dengan berbagai kelompok dosis.
Kontrol
Aloksan
Dosis 30
Dosis 45
Dosis 67
Kontrol
Aloksan
Dosis 30
Dosis 45
Dosis 67
-
1,15E -4
0,4591
7,73E -3
0.0310
-
0,0113
4,35E -4
0.0804
1,18E -4
0,2725
-
-
0,3456
-
Dari hasil analisis terlihat bahwa perbedaan kelompok dosis
30, 45, dan 67 mg/kg bb tidak bermakna secara statistik. Jika
dibandingkan antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis 30,
dan kontrol dengan kelompok dosis 45, serta kontrol dengan
kelompok dosis 67, maka harga probabilitas terkecil adalah antara
kelompok kontrol dengan kelompok dosis 45 dengan harga
probabilitas 7,738-3 atau 0,00073 dan hargat=4,5991 yang sangat
berbeda nyata pada p <0,0 I . Kelompok kontrol dengan kelompok
dosis 67 hanya berbedanyata dengan harga Prob= 0,03 10 dengan
harga t=2,9 102, perbedaannya hanya pada p 5 0,05.
Dari hasil analisis di atas dapat dinyatakan bahwapemberian
senyawa dengan dosis 30 efektif menurunkan kadar gula darah
dibanding kontrol dan dosis lain yang diberikan. Penurunan kadar
guladarah dalam hal ini tidak berbanding lurus dengan peningkatan
dosis, makin tinggi dosis tidak menunjukkan penurunan gula darah
yang semakin besar.
Suatu fenomena yang menarik pada pemeriksaan efek
farmakologi senyawa tinokrisposid adalah kenyataan bahwa efek
yang maksimal yangumumnya diberikan pada pemberian senyawa
uji 30 mglkg bb. Pada pemberian dosis yang lebih tinggi
ternyata efeknyamenurun. Hal ini diperkirakan karena sifat bifasik
dari senyawa tinokrisposid, dimana interaksinya dengan reseptor
tidak berbanding lurus dengan konsentrasi. Di samping itu juga
mungkin disebabkan sifat fisika tinokrisposid itu sendiri yang
merupakan suatu diterpen glikosida. Mekanisme fenomena ini perlu
diteliti lebih lanjut.
1. Melihat efek farmakologiyang diberikan senyawa tinokrisposid
dalam penelitian ini, rasanya penelitian ini perlu dilan.jutkan
dengan memperluas pemeriksaan dengan menggunakan
metode dan hewan percobaan yang lain.
2. Penelitian praklinis ini perlu dilanjutkandengan penelitian klinis,
dengan demikian tinokrisposid betul-betul akan dapat digunakan
dalam bidang pengobatan.
Pemakaian seduhan batang brotowali bagi masyarakat sebagai
menghilangkan rasa sakit, antiinflamasi, obat diabetes, obat luka
cukup rasional. Namun perlu ditentukan dosis seduhan yang tepat,
sebab dosis yang tepat akan memberikan efek yang maksimal.
Sedangkan dosis yang berlebihan malahan dapat menurunkan efek
farmakologi yang diharapkan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada
Prof. Dr. Ir. Jajah Koswara, Direktur Penelitian dan Pengabdian
kepadaMasyarakat, DirJen Dikti, yang telah membantu membiayai
penelitian ini. Penghargaan yang tinggijuga disampaikan kepada
Prof. Dr. P. Pachaly di Pharmazeutisches Institut der Universitaet
Bonn-Jeman sertaProf Dr. Midian Sirait dan Dr. Soediro Soetarno
di ITB Bandung. Dengan ketiga beliau ini penulis telah mengawali
penelitian terhadap kandungan kimia tumbuhan brotowali.
PUSTAKA
1. Heyne K. De Nuttige Planten van Indonesie, Ed 3 Vol 2, Van HoeveGravenhage Bandung, 1950;619-620.
2. Departemen Kesehatan, Materia Medika Jilid 11, 1978;91-95.
3. Perry LM, J Metzger. Medicinal Plants of East and Southeast Asia,
Attributed and Properties and Uses, The MIT Press London,
1980;258.
4. Adnan
AZ, P Pachaly. Tinocrisposid, ein neues Furanodi
terpenglykosid aus Tinospora crispa Miers, Arch. Pharm
(Weinheim). 1992;325:707-708.
Download