Volume 4 No. 2 Warta Tumbuhan Obat Indonesia DAFTAR PUSTAKA 1. Tan KH. Dasar-dasar Kimia Tanah, Gajah Mada University Press.1991:295 (terlemahan). 2. Schnitzer M. Soil Organic Matter. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam-Oxford-New York. Development in Soil Science. 1978. 3. Guminski S, D Agustin, J Suiej. Comparison of Some Chemical and 9 Physicochemical Properties of Natural and Model Sodium Humates and Biological Activity of Both Subtance in Tomato Water Culture. Acta Soaetatis Botanicorum Poloniae XIII, 1977; 437-448. 4. Orlov DS. Humus Acids of Soils. Moscow University Publisher, Moscow.1974;278. 5. Weaver RJ. Plant Growth Substances in Agriculture. San Fransisco, WH Freeman and Company. 1972;594. PEMERIKSAAN FARMAKOLOGI TINOKRISPOSID SENYAWA FURANODITERPEN GLIKOSIDA BARU DARI BROTOWALI Tinospora crispa (L.) Miers ABSTRAK Telah dilakukan penelitian efek farmakologi senyawa tinokrisposid, suatu furanoditerpenglikosida baru isolat dlari b a t a ng~ Brotowali [Tinospora crispa (L.) Mie!rs.] S e b a !aai hewarI percobaan digunakan mencit d a n tikuw.Penapi: ;an hipokratik tinokrisposid menunjukkan efek d e..p.-~ ~ ya a a1 1~9 ~,. lllaksimal p a d a d o s i s 45 m g / k g b b hewan percobaan mencit, sedangkan pemeriksaan dosis letal tidak menunjukkan kesan toksik sampai dosis 200 mg/kg b b yang sebanding dengan 14 9/70 kg b b "#... . .,...m NDAHUL D ! >!--I-- .." suatu tumbuhan obat Indonesia hingga diperoleh suatu scnyawa kimia yang betul siap digunakan dalam duniapengobatan. Sebagai tumbuhan obat digunakan Tinospora crispa (L.) Miers atau dikenal dengan nama daerah brotowali, andawali, akar pahit, putrowali. Pertimbangan penggunaan tumbuhan ini ialah, karena tumbuhan ini telah lama digunakan masyarakat di Indonesia sebagai bahan obat tradisional dan secara empiris terbukti mempunyai khasiat. Seduhan batang rambat tumbuhan ini, yang berasa sangat pahit, dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti demam, malaria, diabetes, hepatitisdan antelmintika (I). Brotowali juga dinyatakan sebagai tumbuhan obat dengan khasiat sebagai anti piretika (2). Percobaan farmakologi modern terhadap ekstrak kasar tumbuhan inijuga telah mr:mbuktikanI beberapa khasiat, antara lain efek antipiretik, meningk;atkan sekresi salifa dan efek sedatif (3). Tetapi pemeriksaan famakologi terhadap kandungan kimia mumi tumbuhan ini blelum dilaku~kanbaikdi dalammaupun di luarnegeri. Pada penel itian sebelumnya penulis telah berhasil rnengisolasi senyawa pahit Daru yang diberi nama tinokrisposid dari ekstrak metanol batang rambat brotowali (4). Senyawa ini adalah suatu furanoditerpenglikosida yang mempunyai rasa sangat pahit. Tinokrisposid dibangun oleh satu molekul~glukosadansatu molekul furanoditerpen sebagai aglikon. Di samping itu penulisjuga berhasil mengisolasi tiga alkaloid aporfina dari tumbuhan tersebut yakni N-formilannonaina, N-fomilnomuciferina, dan N-asetilnomuciferina (5). - * Jurusan Farmasi FMlPA Universitas Andalas untuk manusia. Pemeriksaan efek khusus seperti analgetika, antidiabetes, koagulansia d e n g a n hewan p e r c o b a a n mencit menunjukkan hasil yang positif. Efek y a n g maksimal dicapai p a d a dosis 3 0 mg/kg bb. Efek antiinflamasi d a n antipiretik diperiksa d e n g a n tikus. Efek antiinflamasi menunjukkan hasil yang positif yang maksimal p a d a 3 0 mg/kg bb, sedangkan efek antipiretik menunjukkan hasil yang negatif. Dari senyawa yang diisolasi tersebut hanya tinokrisposid yang mempunyai rasa yang sangat pahit. Diperhitungkan bahwa tinokrisposid memberikan sumbangan terhadap beberapa efek farmakologis batang brotowali, antara lain efek analgetika, antipiretika dan antimalaria. Oleh karenanya pada penelitian ini diutamakan untuk meneliti efek farmakologi tinokrisposid. Diharapkan tinokrisposid ini dalam waktu dekat akan dapat digunakan dalam pengobatan modem. BAHANDANCARA Pada penelitian farmakologi ini digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 variabel dosis. Hewan yang digunakan adalah mencit putih (Mus musculus) galur Australiadan tikus (Ratus ratus) galur Webster. Pengolahan datadilakukan dengan Analisis Sidik Ragam Anova satu arah, serta uji lanjut dengan uji-t bila probabilitasnya memungkinkan. Semua perhitungan dilakukan dengan bantuan software Microstat. Beberapa peneliti telah mengembangkan pengujian penapisan efek famakologi dari tumbuhan, antara lain Malon (6), yang merancang dan menguji coba skrining hipokratis. Prinsip skrining ini adalah bahwa hewan akan memberikan efek tertentu jika diberikan suatu senyawa. Efek tersebut dapat bersifat tergantung pada dosis atau tidak tergantung pada dosis. Pada efek yang tergantung dosis, dengan bertambahnya dosis efek yang diberikan akan bertambah besar. Dalam skrining hipokratis parameter yang diamati antara lain adalah: aktifitasmotorik, refleks, paralisa kaki, daya cengkram, laju pemapasan, tremor, fasikulasi, konvulsi, eksoftalmus, ataksia, ptosis, ukuran pupil, nistagmus, lakrimasi, urinasi, diare, tail lashing, suhu tubuh, geliat, tonus tubuh, rasa ingin tahu dan dilihat efek utama yang terjadi, sesuai dengan probabilitas data yang diperoleh (6, Warta Tumbuhan Obat Indonesia 10 7). Dosis yang digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan penurunan deret ukur menurut Thomson (14), dengan dosis terendah 30 mgkg bb dan tertinggi 67 mgkg bb. Siegmund (8) telah mengembangkan pengujlan analgetiksuatu senyawa dengan menggunakan hewan. Prinsip pengujiannya adalah dengan melakukan induksi nyeri pada hewan dengan asam asetat. Nyeri akan dimanifestasikan dengan adanya geliat (writhing). Jika terjadi penurunan geliat pada hewan yang diberi senyawauji secara ip, maka senyawa uji tersebut diduga berkhasiat sebagai analgetik (9). Efek antipiretikdiamati melalui penurunan suhu tubuh tikus yang diukur padarektum setelah diberi senyawa yang diduga bersifat antipiretik. Kenaikan suhu pada hewan diinduksi dengan senyawa kimia dinitrofenol atau vaksin Salmonella thypi, selama 24 jam dengan tiga kali pemberian. Pengamatan dilakukan pada 5 ekor tikus untuk masing-masing variabel dosis (8). Efek antiinflamasi diukur dari penurunan volume radangpada kaki tikus yang dirangsang pembentukannya dengan karagen. Alat yang digunakan adalah Pletismometer (10). Efek antidiabetes diamati pada hewan yang sudah diinduksi dengan senyawa aloksan sehingga proses glikolisa gaga1 dalam hewan tersebut, akibatnya hewan akan mengalami hiperglikemik. Hiperglikemik ditandai dengan tingginya kadar gula darah yang dapat diamati dengan alat Refrolux Glucotest. Senyawa yang bersifat antidiabetes akan menekan keadaan hiperglikemik ini sehingga kadar gula darah hewan akan mendekati normal. Senyawa diberikan secara ip, pada masing-masing 5 ekor mencit dengan 4 variabel dosis. Pengamatan dilakukan terhadap besarnya penurunan kadar gula sebelum dan setelah perlakuan dan perbandingan dengan kontrol(10,11). Data yang diperoleh diolah dengan sidik ragam Anova satu arah. Efek anti demam berdarah suatu senyawa uji dapat diamati, dengan metoda penyempitan pembuluh perifer. Prinsipnya adalah dengan membandingkan volume larutan fisiologis yang mengalir persatuan waktu pada sebuah pembuluh darah telinga kelinci yang telah dipotong (12). Di samping itu juga dapat diamati dengan sifat koagulansiadan permeabilitas kapiler. Dalam penelitian digunakan metode koagulansiamenggunakanmencit. Pengujian dilakukan pada 5 ekor mencit untuk masing-masing empat variabel dosis yang diuji. Senyawa uji diberikan 30 menit sebelum sifat koagulasi diamati melalui penghitungan waktu beku darah yang diperoleh dari ekor mencit yang dipotong (I 2,13). HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti pada pemeriksaan efek farmakologis yang lazim, terhadap senyawa tinokrisposid terlebih dahulu dilakukan penentuan dosis letal atau toksik. Dari penelitian pendahuluan terhadap senyawa tinokrisposid dengan menggunakan hewan percobaan mencit, ternyata tidak ditemui harga toksik sampai pemberian dosis 200 mg/kg bb. Dosis ini untuk manusia dewasa setara dengan pemberian 14gl70 kg bb. Dalam kepustakaan skrining farmakologis dinyatakan bahwa senyawa murni yang tidak toksik sampai dosis 5 g/70 kg bb padamanusiadianggap aman dan tidak toksik. Oleh karena itu tidak lagi dilakukan pemeriksaan dosis letal dengan variasi dosis yang lebih tinggi dari 200 mgkg bb. 1998 Pemeriksaan skrining farmakologi terhadap tinokrisposid dengan hewan percobaan mencit dilaksanakan dengan variasi dosis 200 dan I00 mgkg bb. Hasil percobaan pada keduadosis tersebut secara kualitatif ternyata menunjukkan kesan yang sama. Untuk melihat pengaruh dosis secara kuantitatif maka dilakukan penurunan dosis mulai dari dosis 100 sampai dengan 10 mg/ kg bb. Padadosis 10 mgkg bb ternyatasenyawa tinokrisposid tidak memperlihatkan efek pada mencit. Penelitian dilan.jutkan dengan dosis 20,30,45 dan 67mgIkg bb. Hasil skriningmenunjukkanbahwa efek depresan terlihat nyata pada dosis maksimal 45 mg/kg bb. Sedangkan 67mgkg bb memberi efek yangjauh lebih rendah jika dibandingkan dengan dosis 45 mgkg bobot badan. Selanjutnya pemeriksaan farmakologi ditujukan terhadap penggunaan brotowali dalam pengobatan tradisional pada beberapa daerah di Indonesia. Dari penelusuran kepustakaan dan tanyajawab dengan masyarakat diketahui bahwa seduhan batang brotowali digunakan sebagai obat demam, penghilang rasa sakit (analgetika), obat malaria, obat diabetes, antiinflamasi, menambah nafsu makan, obat luka dan pencuci tukak sifilis. Sehubungan dengan itu pemeriksaan efekfarmakologi ditujukan terhadap efekanalgetika, antipiretika,antiinflamasi, anti diabetes, koagulansia dan antimalaria Efek analgesiksenyawatinokrisposiddilakukan dengan mengamati penurunanjumlah geliat akibat pemberian obat pada mencit yang sudah disakiti dengan asam asetat O,1% sebagai induktornyeri yang berlebihan. Perbandinganjumlah geliat antar kelompok dosis dibandingkan dengan kontrol dianggap sebagai kemangkusan kerja obat yang diberikan. Efek analgetika diamati mulai dari waktu 0 menit sampai 30 menit dengan 5 variasi dosis. Variasi dosis dibagi dalam kelompok kontrol, dosis 20,30,, 45 dan 67 mg/kg bb. Hasil pemeriksaan ditampilkan padatabel di bawah ini. Tabel 3. Hasil pemeriksaan efek analgeslk tinokrisposid dengan hewan percobaan mencit ( n = 5). Jumlah geliat mencit ke Kelompok Kontrol Dosis 20 Dosis 30 Dosis 45 Dosis 67 Total 0-5 5-10 10-15 15-20 20-25 7 3.8 1,4 4,75 4,4 15,5 6,2 3 6,75 5,4 13,25 5,2 2,4 6,75 3 9,75 4,2 3,4 5,25 4,2 5 7.4 4,6 3,5 2,8 25-30 , 525 2.2 0.8 1.5 3 55,75 29 15,6 28,5 22,8 Pengamatan terhadap jumlah geliat total selama 30 menit menunjukkan bahwa dosis 30 mg/kg bb memberikan efek yang maksimal. Efek yang dihasilkan bersifat tergantung dosis sampai dosis 30 mglkg bb. Pada dosis 45 dan 67 mglkg bb terlihat pengurangan efek analgesik. Hal ini diduga karena adanya sifat bifasik suatu senyawa. Dalam kepustakaan fenomena seperti ini juga sering ditemui. Misalnya senyawa kofein pada dosis tertentu bersifat stimulan, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi sifatnya berubah menjadi depresan. Efek antipiretiksenyawatinokrisposid diuji dengan mengukur suhu rektum dari tikus pada beberapa waktu. Induksi kenaikan suhu dilakukan dengan pemberian vaksin Salmonella H antigen A tiga kali sehari. Waktu perubahan suhu yang terbaik terjadi setelah 3,5 jam pemberian. Hasil pemeriksaan ditampilkan pada tabel di bawah ini. Volume 4 No. 2 Warta Tumbuhan Obat Indonesia Tabel 4. Hasil pemeriksaan efek antipiretlk tinokriposid dengan hewan percobaan tikus (n = 3). Kelompok Obat Vaksin Kontrol Purata SD Vaksin dan Obat 37,4 37,O 36,5 37,7 37,8 37,9 38,9 38,9 38,3 38,4 38,2 38,2 36,97 0,37 37,80 0,08 38,70 0,28 38,27 0,09 Untuk melihat apakah pemberian obat berpengaruh terhadap perubahan suhu dilakukan uji T antara kelompok suhu kontrol dengan kelompok yang diberi obat. Setelah dihitung diperoleh hasil: T=-3,1250, D = 4 dan Prob=0,0177. Dari hasil analisis di atas dapat dikatakan bahwa pemberian obat tidak berbeda nyata padap <0,01. Ini berarti bahwa tinokrisposid tidak berperan mengubah suhu. Untukmelihat apakah pemberian vaksin berpengaruh terhadap perubahan suhu, maka dilakukan uji T terhadap kelompok kontrol dengan kelompok yang telah diberi vaksin. Hasilnyaadalah T =-5,2798, DF = 4, dan Prob = 3,08 E -3**. Dari hasil uji ternyata terjadi perbedaan suhu yang sangat bermakna. Ini berarti bahwa vaksin dapat menaikkan suhu tikus secara sangat bermakna. Hal ini secara implisit dapat men.jelaskan bahwavaksin yang diberikan betul bersifat induktor panas. Untuk melihat apakah hewan yang telah diberi vaksin dapat dipengaruhi suhunya oleh obat, maka dilakukan pula uji T antara kelompok vaksin dengan kelompok vaksin yang diberi obat. Hasil uji menunjukkan harga sebagai berikut: T = 2,0555, DF= 4, dan Prob = 0,0545. Dari hasil uji di atas terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada p < 0,05. Ini berarti bahwa senyawa yang diberikan tidak dapat menurunkan panas secara nyata dan bermakna. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa senyawa tinokrisposid tidak bersifat antipiretik. Pemeriksaan efek antiinflamasi senyawatinokrisposid dilakukan dengan alat pletismometer menggunakan tikus (Ratus ratus) sebagai hewan percobaan. Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati volume radang yang terbentuk pada telapak kaki tikus. Senyawatinokrisposid diberikan kepada tikus peroral 30 menit sebelum diinduksi pembentukan radang pada telapak kakinya dengan karagen I %dalam gom arab 3% sebanyak O,1 mL. Injeksi karagen dilakukan pada telapak kaki tikus secara sc. Hasil pemeriksaan ditampilkan pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Hasil pemeriksaan efek antiinflarnasi tinokrisposid dengan hewan percobaan tikus (n=3) .-. Kelo~ npok - Kor D O S au I~ Dosis 45 Dosis 67 ilnlume radanglmL (% radang) pada pengamatrn 3jc 1Ijam 2.jam (1jam (156) (103) 0,81 (100) 0.88 (109) 0.70 (100) 0.82 (117) u,ra ( IUUJ u,ra 1,lO (162) 1,03 (152) 0.82 (112) 0.85 (116) 1.03 (127) 1.15 (142) 1,02 (145) 0.98 (140) am 1,16 (171) 0,91 (125) 1,12 (138) 036 (123) Dari data terlihat bahwa penekanan volume radang pada kelompok dosis (obat) terlihat padapengamatan 1,2,3, dan 4 jam. Kenaikan volume radang pada kelompok dosis (obat) jauh lebih kecil dibandingkelompok kontrol yangtidakmenerimaobat Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa senyawa tinokrisposid rnempunyai sifat antiinflamasi. 11 Sampai jam ke tiga efek maksimal malah diperlihatkan oleh kelompokdosis 30 mgikg bb yakni 116%, dibandingkan 142 dan 140% pada kelompok dosis 45 dan 67 mgikg bb. Demikian juga padajam ke empat, walaupun sedikit penyimpangan terlihat pada kelompok dosis 67 mgikg bb yang memperlihatkan penurunan volume radang yang besar. Efek koagulansia tinokrisposid diamati dengan melihat waktu pembekuan darah yang diambil dari ekor mencit yang sudah dipotong. Senyawa obat diberikan 30 menit sebelum pengamatan secara i.p. Kelompok yang diamati adalah kelompok kontrol serta kelompok dosis 30, 45 dan 67 mglkg bb. Hasil pengamatan ditampilkan pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Hasil pemeriksaan koagulansia tinokrisposid dengan hewan percobaan mencit (n=3). Waktu koagulansia (detik) No. Kontrol I Dosis 30 Dosis 45 Dosis 67 47 46 46 44 48 36 51 49 49,5 91 103 98 2 3 Data di atas diolah dengan sidik ragam satu arah, hasilnya ditampilkan pada tabel di bawah ini. Tabel 7. Sidik ragam waktu gumpal darah antar kelompok dosis Sumber JK DB KT - Perlakuan 5942,06 Galat 150,17 Total 6092,23 3 8 11 F Ratio - 1980,69 18,77 Prop. -- 105,52 8,9 E-7 Hasil analisis di atas menunjukkan perbedaan yang bermakna antara masing-masing kelompok dosis. Untuk membedakan kelompok yang berbeda nyata dengan kontrol maka dilakukan uji T dan hasilnya ditampilkan pada tabel di bawah. ssil uji-t ant:Ir kelompok dosis dengan kontrol KontroI Kontrol . . Dosis 30 Dosis 45 Dosis 67 - Dosis 30 ,08" - - Dosis 45 11.93" 1,03 - - 1Dosis 67 -. - 5,09" 2,00*' - Hasil di atas menunjukkan bahwa kelompok kontrol dan kelompok dosis 30 mglkg bb memberikan perbedaan yang terbesar, dengan harga p 5 1,91 E-04 dengan harga t = 1 1,03 18. Analisis di atas menunjukkan bahwa senyawa yang diberikan dengan dosis 30 mgikg bb memberikan waktu koagulasi terendah, atau senyawa tinokrisposid yang diberikan bersifat koagulansia ini tercermin bahwa penggumpalan darah mencit dapat dipertahankan. Hasil penelitian ini dapat menjelaskan secara ilmiah penggunaan batang brotowali pada sebagian masyarakat sebagai obat luka dan obat digigit lintah. Berdasarkan sifat koagulansianya diperkirakan senyawa tinokrisposid ini dapat dikembangkan sebagai obat demam berdarah yang sekarang menjadi masalah r bidang kesehatan. Sifat antidiabetik tinokrisposid dilaksanakan dengan rncneuKur u kadar gula darah hewan percobaan mencit yang diinduksi kenaikan kadar gula darahnya dengan senyawa aloksan. Bila st:nyawa u.ji 12 Warta Tumbuhan Obat Indonesia bersifat antidiabetik, maka pemberian obat kepada kelompokmencit yang sudah diabetik akan menurunkan kadar gula darahnya. Pengamatan gula darah dilakukan dengan alat Reflolux BoehringerMannheim dengan kit yang sesuai. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan dengan usia 2,5 bulan. Sebagai induktor diabetes digunakan aloksan 3% yang diinjeksikan dengan dosis 3,25 mgkg bb dan dengan volume injeksi 0,22 mg/20 g bb. Tabel 9. Hasil pemeriksaan efek antidiabetes tinokrisposid dengan hewan percobaan mencit (n=3) Purata SD KESIMPULAN 1. Pemeriksaan hipokratik terhadap tinokrisposid dengan hewan 2. 3. 4. Kadar gula darah (gldL) Kontrol Aloksan Dosis 30 Dosis 45 Dosis 67 88,33 3.09 119,67 1.70 87,33 12.55 65.00 5.00 79.55 1.50 5. Keterangan: - = hewan mati 6. Untuk melihat dosis mana yang paling potensial sebagai anti diabetik, makadilakukan uji-t antara kelompok kontrol dan kelompok dosis. 1998 percobaan mencit menunjukkan efek depresan. Efekdepresan yang maksimal ditunjukkan padapemberian 45 mgkg bb. Pemeriksaan efek analgetika tinokrisposid dengan hewan percobaan mencit menunjukkan hasil yang positif pada dosis 30,45 dan 67 mgkg bb. Efek maksimal diberikanoleh kelompok dosis 30 mgkg bb' Pemeriksaan efek antipiretika tinokrisposid dengan hewan percobaan tikus ternyata menunjukkan h a i l yang tidak berarti. Pemeriksaan efek antiinflamasi tinokrisposid dengan hewan percobaan tikus menunjukkan hasil yang positif dengan pemberian senyawa uji 30,45 dan 67 mg/kg bb. Efek yang maksimal diberikan oleh kelompok dosis 30 mg/kg bb pada pengamatanjam ke tiga. Pemeriksaan efek koagulansia tinokrisposid dengan hewan percobaan mencit menunjukkan hasil yang positif pada pemberian senyawa uji 30, 45 dan 67 mglkg bb. Efek yang maksimal diberikan oleh kelompok dosis 30 mgkg bb. Pemeriksaan efek antidiabetika dengan hewan percobaan mencit menunjukkan hasil yang positif dengan pemberian senyawa uji 30, 45 dan 67 mg/kg bb. Efek yang maksimal diberikan oleh kelompokdosis 30 mgkg bb. SARAN Tabel 10. Hasil analisis gula darah dengan berbagai kelompok dosis. Kontrol Aloksan Dosis 30 Dosis 45 Dosis 67 Kontrol Aloksan Dosis 30 Dosis 45 Dosis 67 - 1,15E -4 0,4591 7,73E -3 0.0310 - 0,0113 4,35E -4 0.0804 1,18E -4 0,2725 - - 0,3456 - Dari hasil analisis terlihat bahwa perbedaan kelompok dosis 30, 45, dan 67 mg/kg bb tidak bermakna secara statistik. Jika dibandingkan antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis 30, dan kontrol dengan kelompok dosis 45, serta kontrol dengan kelompok dosis 67, maka harga probabilitas terkecil adalah antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis 45 dengan harga probabilitas 7,738-3 atau 0,00073 dan hargat=4,5991 yang sangat berbeda nyata pada p <0,0 I . Kelompok kontrol dengan kelompok dosis 67 hanya berbedanyata dengan harga Prob= 0,03 10 dengan harga t=2,9 102, perbedaannya hanya pada p 5 0,05. Dari hasil analisis di atas dapat dinyatakan bahwapemberian senyawa dengan dosis 30 efektif menurunkan kadar gula darah dibanding kontrol dan dosis lain yang diberikan. Penurunan kadar guladarah dalam hal ini tidak berbanding lurus dengan peningkatan dosis, makin tinggi dosis tidak menunjukkan penurunan gula darah yang semakin besar. Suatu fenomena yang menarik pada pemeriksaan efek farmakologi senyawa tinokrisposid adalah kenyataan bahwa efek yang maksimal yangumumnya diberikan pada pemberian senyawa uji 30 mglkg bb. Pada pemberian dosis yang lebih tinggi ternyata efeknyamenurun. Hal ini diperkirakan karena sifat bifasik dari senyawa tinokrisposid, dimana interaksinya dengan reseptor tidak berbanding lurus dengan konsentrasi. Di samping itu juga mungkin disebabkan sifat fisika tinokrisposid itu sendiri yang merupakan suatu diterpen glikosida. Mekanisme fenomena ini perlu diteliti lebih lanjut. 1. Melihat efek farmakologiyang diberikan senyawa tinokrisposid dalam penelitian ini, rasanya penelitian ini perlu dilan.jutkan dengan memperluas pemeriksaan dengan menggunakan metode dan hewan percobaan yang lain. 2. Penelitian praklinis ini perlu dilanjutkandengan penelitian klinis, dengan demikian tinokrisposid betul-betul akan dapat digunakan dalam bidang pengobatan. Pemakaian seduhan batang brotowali bagi masyarakat sebagai menghilangkan rasa sakit, antiinflamasi, obat diabetes, obat luka cukup rasional. Namun perlu ditentukan dosis seduhan yang tepat, sebab dosis yang tepat akan memberikan efek yang maksimal. Sedangkan dosis yang berlebihan malahan dapat menurunkan efek farmakologi yang diharapkan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Jajah Koswara, Direktur Penelitian dan Pengabdian kepadaMasyarakat, DirJen Dikti, yang telah membantu membiayai penelitian ini. Penghargaan yang tinggijuga disampaikan kepada Prof. Dr. P. Pachaly di Pharmazeutisches Institut der Universitaet Bonn-Jeman sertaProf Dr. Midian Sirait dan Dr. Soediro Soetarno di ITB Bandung. Dengan ketiga beliau ini penulis telah mengawali penelitian terhadap kandungan kimia tumbuhan brotowali. PUSTAKA 1. Heyne K. De Nuttige Planten van Indonesie, Ed 3 Vol 2, Van HoeveGravenhage Bandung, 1950;619-620. 2. Departemen Kesehatan, Materia Medika Jilid 11, 1978;91-95. 3. Perry LM, J Metzger. Medicinal Plants of East and Southeast Asia, Attributed and Properties and Uses, The MIT Press London, 1980;258. 4. Adnan AZ, P Pachaly. Tinocrisposid, ein neues Furanodi terpenglykosid aus Tinospora crispa Miers, Arch. Pharm (Weinheim). 1992;325:707-708.