Dr. Anang Anas Azhar, M.A. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Penyunting Ahli : Surya Adi Sahfutra, M.Hum. Editor : Mawardi Siregar S.Sos.I, M.A. Pencitraan Politik Elektoral: Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat © Dr. Anang Anas Azhar, M.A. Hak cipta dilindungi oleh undang-undang All Rights Reserved Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit Cetakan Pertama, Januari 2017 326 halaman (xxii +304 hlm), 17 cm x 24 cm ISBN: 978-602-74114-7-0 Penulis : Dr. Anang Anas Azhar, M.A. Penyunting ahli : Surya Adi Sahfutra, M.Hum. Editor : Mawardi Siregar S.Sos.I, M.A. Pengantar/Sambutan: Prof. Dr. Katimin, M.Ag. Prof. Dr. H. Saidurrahman, M.Ag. H. Wildan Aswan Tanjung, SH, M.M. Prolog :Prof. Dr. H. Hasyimsyah Nasution, M.A. Perancang Sampul : Ibnu Teguh W Penata Letak : Ibnu Teguh W Diterbitkan Atap Buku Yogyakarta Semail RT 01 Bangunharjo, Sewon Bantul Yogyakarta 085729572242, 081329361318 Email: [email protected] DAFTAR ISI Daftar Isi..................................................................................................... iii Daftar Gambar dan Tabel..........................................................................v Kata Pengantar Penulis........................................................................... vii Kata Pengantar Prof. Dr. Katimin, M.Ag...............................................xi Kata Sambutan Rektor............................................................................ xiii Kata Sambutan Bupati Kabupaten Labuhan Batu Selatan.................xv Prolog.........................................................................................................xix Bab 1 Pendahuluan.................................................................................. 1 Pemetaan Arus Politik Era Reformasi .................................................... 1 Fokus Penelitian dan Beberapa Konsep Kunci....................................... 9 Catatan Metodologis................................................................................ 11 Kajian Terdahulu...................................................................................... 14 Alur Kajian dan Penelitian...................................................................... 17 Bab II Pencitraan dan Komunikasi Politik . ..................................... 19 Pencitraan Politik...................................................................................... 19 Komunikasi Politik dalam Menguatkan Pencitraan............................ 68 Pencitraan Politik Melalui Marketing Mix Politik . .............................. 94 Pencitraan Politik Melalui Kampanye Politik..................................... 100 Pencitraan Politik Melalui Media Massa............................................. 102 iii iv | Daftar Isi Bab IIIPencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam ............. 109 Strategi Komunikasi Politik................................................................... 109 Menjaga Ketokohan dan Kelembagaan............................................... 117 Partai Politik dan Fungsinya................................................................. 120 Presentasi Diri di Ruang Publik; Teori Dramaturgi.......................... 127 Pencitraan Politik Perspektif Komunikasi Islam................................ 133 Bab IVPAN Sumatera Utara dan Strategi Marketing Politik Elektoral..................................................................................... 145 Sekilas Tentang Perkembangan PAN Sumatera Utara .................... 147 Pencitraan Melalui Berbagai Saluran Komunikasi............................ 158 Pencitraan Melalui Pesan Iklan Politik................................................ 214 Pencitraan Melalui Program Unggulan Partai .................................. 222 Pencitraan Melalui Jargon Politik......................................................... 232 Pencitraan Melalui Penetapan Caleg PAN Sesuai Daerah Asal...... 236 Bab V Suksesi Pencitraan PAN Merebut Simpati Masyarakat Sumatera Utara . ....................................................................... 243 Survivalitas PAN Sumut Menguat....................................................... 244 Survivalitas Perolehan Suara PAN di Daerah Menguat................... 249 Model Pencitraan Politik Untuk Menarik Simpati Masyarakat Sumatera Utara . ..................................................................................... 256 Bab VIKesimpulan . ............................................................................. 281 Penutup.................................................................................................... 281 Saran-saran............................................................................................... 283 Epilog Daftar Pustaka......................................................................................... 285 Biodata Penulis Tentang Penulis....................................................................................... 303 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat DAFTAR GAMBAR DAN TABEL Tabel 1.1. Persentase Perolehan Kursi PAN Pada Pemilu Legislatif 1999 sampai 2014..................................................................................... 8 Gambar 1. 2. Kerangka konsep dan pemikiran............................................... 17 Gambar 2.1. Model Pembentukan Citra.......................................................... 23 Gambar 2. 2. Model komunikasi AIDDA......................................................... 45 Gambar 2. 3. Kombinasi Modal Kapital dengan Modal Sosial . .................. 65 Gambar 2.4. Sitem Politik Dalam Komunikasi Politik.................................. 72 Tabel 1.1. Komunikator di tinjau dari jenis pembagiannya..................... 78 Gambar 3.1. Model Analisis SWOT............................................................... 113 Gambar 3.2. Konstruksi dalam membangun image, disadur dari Firmanzah.................................................................................... 115 Gambar 3.3. Sketsa tentang ide dasar dramaturgi....................................... 129 Gambar 4.1. Proses Pemanfaatan Salurah Komunikasi Massa Dalam Membangun Pencitraan Politik PAN Sumatera Utara......... 166 Gambar 4.2. Model proses komunikasi interpersonal Knap...................... 182 Gambar 4.3. Model Pencitraan Politik PAN Sumatera Utara.................... 208 Gambar 4.4. Tiga elemen pertimbangan PAN dalam penetapan caleg... 241 Gambar 5.1. Pola Kampanye DPW PAN Sumatera Utara......................... 268 Gambar 5.2. Strategi Segitiga Pencitraan Politik PAN Sumatera Utara... 278 v Untuk Evi, Istri yang tak pernah lelah menemani lahirnya karya ini. Untuk putra-putraku: Muhammad Choirurrais Alvizar, Muhammad Hafiz Alvizar, Muhammad Tahfif Alvizar, Muhammad Fikri Rizky Alvizar, buku ini adalah warisan pemikiran untuk kalian. KATA PENGANTAR PENULIS Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, taufiq dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dalam bentuk buku berjudul : “Pencitraan Politik Elektoral” (Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat). Buku ini penulis persembahkan kepada masyarakat yang menyukai ranah komunikasi politik, terkhusus bagi kalangan legislatif dan politisi yang duduk di kepengurusan partai politik. Paling tidak, ada tiga hal yang melatarbelakangi mengapa buku yang di tangan Anda ini diterbitkan. Pertama, sebagai pelaku politik saat aktif sebagai pengurus partai politik, penulis menemukan pengalaman luar biasa selama duduk di kepengurusan. Dari beberapa pengalaman itulah, penulis ingin menuangkannya dalam bentuk penulisan karya ilmiah. Kedua, selama menulis disertasi pada Program Studi Komunikasi Islam di Pascasarjana UIN Sumatera Utara, Medan, penulis terinspirasi untuk menyumbangkan buah pemikiran di bidang politik kepada masyarakat. Berbekal pengalaman sebagai politisi, penulis menginginkan pembaca memahami secara menyeluruh mana pemahaman politik secara teori dan yang mana pula pemahaman politik secara praktis. Ketiga, dengan terbitnya buku ini penulis sangat berharap dapat bermanfaat untuk semua pihak. Kalangan akademisi misalnya dosen, mahasiswa ataupun para politisi yang melibatkan diri di partai politik dapat menjadikan buku ini menjadi bahan bacaan dan referensi, terutama dalam hal mengelola pencitraan politik secara personal dan institusi partai politik. Bagi para politisi, buku ini setidaknya menjadi rujukan dalam mengelola pencitraan politik untuk mempengaruhi pemilih dalam setiap even partai politik maupun personal kader partai politik. Sebab, pencitraan politik merupakan bagian dari komunikasi politik yang turut menentukan sukses tidaknya sebuah misi politik. Pencitraan dilakukan untuk menanamkan opini kepada masyarakat, bahwa partai politik dapat menjadi harapan penyampai aspirasi. Pencitraan poliik juga dapat mempengaruhi masyarakat. Salah satu fakta suksesnya pencitraan politik vii viii | Kata Pengantar yang dilakukan partai politik, sadar atau tidak banyak bermunculan politisi yang dicintai rakyat. Di sisi lain, kita juga bersyukur kehadiran pencitraan politik dalam ranah komunikasi politik, sangat banyak membantu para politisi dalam melakukan sosialisasi kepada konsituennya. Buku yang ada ini, bukanlah yang terbaik di antara buku-buku yang berkaitan dengan pencitraan politik. Tetapi, buku ini setidaknya mencoba memotivasi para stakeholder kita yang ada di partai politik untuk mencari model terbaik dalam mensosialisasikan diri ke tengah-tengah masyarakat. Tidak lupa penulis sampaikan ucapan terimakasih yang sedalamdalamnya kepada Prof Dr Hasyimsyah Nasution MA dan Prof Dr Katimin M.Ag. Keduanya sebagai guru besar pemikiran politik Islam di UIN Sumatera Utara, Medan, yang senantiasa membimbing penulis, sehingga karya ilmiah dalam bentuk buku ini diselesaikan tepat waktu. Hal yang sama penulis ucapkan terimakasih kepada Rektor UIN Sumatera Utara, Medan, Prof Dr Saidurrahman M.Ag yang secara khusus merestui penerbitan buku ini. Secara khusus juga, penulis sampaikan penghargaan sedalam-dalamnya kepada orang tua penulis Saibon AS (alm) dan Jamilah (almh) yang sudah mendidik penulis, mulai dari kecil dalam menamatkan studi program doktor. Terakhir, penulis persembahkan kepada istri tercinta Evi Sakdiah S.Ag, S.PdI dan anak-anakku yang tetap memberi motivasi dalam menyelesaikan penulisan buku ini. Tidak ada yang dapat penulis ucapkan kepada istri dan anakku tercinta, kecuali mengucapkan alhamdulillah, tanpa mereka belum tentu buku yang di tangan Anda ini selesai dengan baik. Medan, 4 Januari 2016 Dr. Anang Anas Azhar, M.A. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Pengantar Editor Pencitraan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang, karena melalui pencitraan, manusia memilih hal yang akan dilakukan dan juga apa yang seharusnya tidak dilakukan. Melalui pencitraan, setiap orang berharap bisa terlihat sempurna di mata orang lain. Dalam praktik politik, pencitraan menjadi bagian strategi komunikasi politik yang bertujuan untuk meningkatkan elektabilitas. Media massa menjadi lahan strategis dalam membangun citra politik dan itu hampir dilakukan seluruh partai politik. Melihat maraknya pencitraan politik yang akhir-akhir ini dilakukan para politisi, penulis buku ini mencoba mengeksplorasi secara lugas praktik pencitraan politik yang dilakukan untuk meraih simpatik masyarakat. Meskipun dalam buku ini yang dijelaskan hanya pencitraan politik yang dilakukan PAN, namun buku ini dapat memberikan inspirari bagi partai-partai lainnya, untuk menelaah dan merumuskan kembali strategi taktik pemenangan dalam setiap kontestasi politik yang senantiasa bergulir. Buku dengan penyajian gaya bahasa yang cukup lugas, tegas dan mudah dipahami ini, adalah hasil karya penelitian Disertasi Saudara Anang Anas Azhar, seorang mantan aktivis, sekarang sebagai jurnalis sekaligus akademisi. Buku yang berjudul Pencitraan Politik Elektoral yang kini berada di tangan pembaca dibagi dalam enam bab. Bab pertama merupakan pendahuluan. Pada bagian ini diuraikan realitas perjalanan politik PAN yang lahir dari embrio gerakan reformasi yang dimotori Amien Rais, hingga Pemilu 2014. Pada bagian kedua disajikan betapa pencitraan merupakan strategi komunikasi politik yang dilakukan untuk menarik simpatik masyarakat. Untuk memperkuat penelitian ini, penulis menyodorkan sebentuk kasus-kasus pencitraan yang dilakukan elit parpol maupun partai dalam merebut simpatik masyarakat. Tidak hanya itu, demi untuk meyakinkan, penulis pun mengutip berbagai kajian teoretis hasil kajian yang dilakukan para peneliti politik di dalam maupun di luar negeri. ix x | Kata Pengantar Pada bagian ketiga, pembaca akan disajikan dengan paparan yang semakin menukik pada inti persoalan yang sesungguhnya menjadi stressing pencitraan yang dilakukan PAN di Sumatera Utara. Penulis secara apik, juga menelaah persoalan dari sudut kajian pandangan komunikasi Islam yang diakui masih sangat minim rujukan dan referensinya. Pada bagian keempat, penulis menjelaskan secara gamblang berbagai bentuk strategi marketing politik elektoral PAN Sumatrera Utara. Setelah pembaca masuk pada bagian ini, maka akan semakin tampaklah pencitraan politik PAN. Penulis dengan menggunakan analisis yang tajam, menyoroti persoalan ini dengan runtut, sehingga dapat memberikan inspirasi yang menyegarkan, utamanya bagi mereka yang concern dalam dunia politik. Paling tidak, dari bagian keempat ini, penulis memberikan gambaran yang sesungguhnya harus dilakukan seorang politisi, dan juga seorang marketing, sehingga apapaun namanya yang ditawarkan kepada masyarakat, dapat lebih menarik. Pada bagian kelima, penulis menjelaskan realitas kesuksesan PAN di Sumatera Utara. Penulis menyodorkan data dan fakta yang cukup menarik berdasarkan kasus kedaerahan. Menariknya lagi, penulis menjabarkan temuan baru yang cukup menarik, di mana strategi pencitraan PAN dilakukan dengan istilah “Segi Tiga Politik PAN”. Apa maksud segitiga politik PAN? Tentu jawaban yang lebih jelas akan diperoleh pembaca pada bagian ini. Pada bagian ini juga, pembaca akan larut menikmati argumen-argumen hangat dan analisis tajam dari penulis, yang secara langsung menyatakan perbedaan pendapat dengan Clifford Geertz terkait dengan perpolitikan dalam konteks Sumatera Utara. Pada bagian akhir, bagian enam penulis menyuguhkan kesipmpulan dan rekomendasi penting untuk ditindak lanjuti para peneliti berikutnya, dan juga pada politisi yang concern dalam berbagai bentuk konstestasi politik. Medan, 4 Januari 2016 Mawardi Siregar S.Sos.I, M.A Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat KATA PENGANTAR Prof. Dr. Katimin, M.Ag Guru Besar Pemikiran Politik Islam dan Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, Medan Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, istilah pencitraan politik menjadi kata yang akrab di telinga masyarakat Indonesia. Pencitraan politik semakin menguat, ketika kalangan akademisi maupun praktisi menjadikannya sebagai kajian-kajian akademik dan diskusi ilmiah dalam berbagai kesempatan. Pencitraan politik dijadikan market tersendiri untuk meningkatkan elektabilitas dan popularitas partai politik maupun para politisi di negeri ini. Hampir semua pihak yang berkepentingan terhadap opini publik, menjadikan pencitraan politik sebagai media yang ampuh dalam mengelola citra sebuah lembaga politik. Jika ditinjau dari aspek kesejarahan, ternyata pencitraan sudah jauh-jauh hari dilakukan para pemimpin dunia dalam membangun peradaban. Sejumlah pemimpin suku primitif misalnya, banyak menggunakan simbol-simbol dalam mengelola kerajaan yang dipimpinnya. Penggunaan simbol yang digunakan para pemimpin primitif ini bertujuan untuk memelihara citra publik akan keagungan rajanya. Bangunan piramida dan spinx, salah satu yang disimbolkan untuk mencitrakan raja sebagai tuhan. Fakta-fakta ini, ternyata dilakukan para pemimpin kita terdahulu. Tak hanya itu, peradaban Yunani dan Romawi juga mengedepankan pentingnya opini publik. Kesan yang dimunculkan adalah pencitraan politik terhadap raja untuk memperkuat tahta seorang raja. Karya seni dan sastera pada masa itu, justru diarahkan untuk menguatkan reputasi raja. Pesan-pesan melalui fakta yang diungkap dalam sejarah peradaban dunia itu, digunakan sebagai media pembentukan opini publik, selanjutnya mengarah kepada pencitraan politik yang ada di zamannya. xi xii | Kata Pengantar Buku yang ada di tangan pembaca ini berjudul “Pencitraan Politik Elektoral (Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Menarik Simpati Masyarakat Sumatera Utara)” ini, merupakan buah karya dan buah pikir Anang Anas Azhar. Sepengetahuan saya, penulis buku ini pernah bergelut di dunia politik selama bertahun-tahun. Sebagai buah karya yang orisinil dan fokus kepada pembahasan pencitraan politik Partai Amanat Nasional (PAN), penulis buku ini mencoba mengelaborasi secara sistematis dan terukur tentang pencitraan politik. Secara teoritis, buku ini banyak menggambarkan pesan-pesan positif dan menjadi bahan yang teramat luar biasa ketika diterapkan para politisi. Tak terkecuali lagi, buku ini sangat baik untuk menjadi rujukan bagi mahasiswa yang sedang menimba ilmu, khususnya bagi mahasiswa yang konsern dalam ilmu-ilmu politik. Penulis juga banyak menawarkan solusi konstruktif dalam hal pencitraan politik bagi partai politik dan para politisi kita di negeri ini. Bahkan secara khusus, buku yang ditulis penulis ini mampu mengelaborasi pencitraan politik umum kepada pendekatan pencitraan politik Islam. Penulis banyak menggambarkan pencitraan politik yang dilakukan pemimpin kita dalam sejarah Islam hingga sekarang. Saya meyakini dengan hadirnya buku ini, semakin memperkaya dan memperluas paradigma berpikir para politisi kita dalam mencitrakan diri di hadapan publik secara santun dan bermartabat. Terakhir, buku ini memang layak dan menarik untuk dibaca oleh semua kalangan, karena fokus kajiannya dalam pencitraan politik terutama dalam pemenangan pemilihan umum bagi partai politik dan politisi yang mencalonkan diri dalam pemilu. Medan, 4 Januari 2016 Prof. Dr. Katimim, M.Ag . Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat KATA SAMBUTAN REKTOR Prof. Dr. H. Saidurrahman, M.Ag. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, Medan Assalamu’alaikum Wr. Wb Tidak dapat dipungkiri, salah satu indikator perguruan tinggi yang berkualitas dapat dilihat dari seberapa banyak karya tulis dan jurnal yang dihasilkan para dosen. Para dosen yang melakukan penelitian kemudian mempublikasikan hasil penelitiannya merupakan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi. Jurnal hasil penelitian yang diterbitkan, sedikit banyaknya akan menaikkan tingkat akreditasi perguruan tinggi di mata publik. Perguruan Tinggi yang baik akreditasinya, dapat dilihat dari bentuk karya buku yang dihasilkan para dosen di institusi tersebut. Secara khusus, saya patut menghargai terbitnya buku berjudul : “Pencitraan Politik Elektoral (Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Menarik Simpati Masyarakat Sumatera Utara)”, yang ditulis saudara Anang Anas Azhar selaku Dosen Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UIN Sumatera Utara, Medan. Buku yang ada di tangan Anda ini, diharapkan dapat memberi kontribusi nyata bagi pengembangan demokrasi kita di Indonesia. Kontribusi lain yang diharapkan pasca terbitnya buku ini adalah dapat meningkatkan status akreditasi institusi, juga bermanfaat bagi para akademisi, mahasiswa maupun para stakeholder yang ada di kepengurusan partai politik. xiii xiv | Sambutan Dalam memacu peningkatan demokrasi kita juga, buku ini menarik dibaca kalangan pemimpin partai politik, terutama para anggota DPRD dan profesi lainnya untuk melihat gambaran teoretis maupun empirik terkait pencitraan politik elektoral yang dipaparkan penulis dalam buku ini. Hadirnya buku ini, sekalisus dapat memotivasi dan memberikan kontribusi bagi pengembangan kampus UIN dari hasil karya para dosen. Sebagai elemen yang pernah berkiprah di dunia politik, saya mengharapkan penulis terus mengabdikan ilmunya di kampus. Sehingga ada keseimbangan antara politik di tataran teori dengan praktik. Keduanya, sangat dibutuhkan bagi perguruan tinggi dalam rangka menguatkan sendi-sendi intelektual yang akan ditransformasikan kepada mahasiswa di kampus. Akhirnya, sebagai Rektor UIN Sumatera Utara, Medan, saya menyambut baik atas kehadiran buku yang ditulis ini. Semoga buku ini dapat mencerahkan semua pihak yang membacanya, sekaligus memberikan paradigma baru dalam demokrasi kita khususnya dalam hal pencitraan politik para politisi kita di negeri ini. Saya berharap agar penulis tetap mengabdikan dirinya melalui karya-karya dalam bentuk tulisan. Wassalamu’alaikum Wr Wb Medan, 4 Januari 2016 Prof. Dr. H. Saidurrahman, M.Ag. Rektor UIN-SU, Medan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat KATA SAMBUTAN H. Wildan Aswan Tanjung, SH, M.M. Bupati Kabupaten Labuhan Batu Selatan Periode 2016-2021 Assalamu’alaikum Wr.Wb Mewujudkan politik yang sehat di negeri ini tidaklah segampang membalik telapak tangan. Diperlukan peran serta para stakeholder untuk mencerahkan seluruh elemen bangsa, termasuk pemerintah dan partai politik. Para stakeholder setidaknya harus duduk bersama dalam mewujudkan demokrasi politik sehat. Salah satu poin penting dalam mewujudkan politik yang sehat itu, menjadikan politik sebagai media silaturrahim antara para stakeholdar, agar tidak terjadi friksi-friksi apalagi sampai konflik yang berkepanjangan. Pencitraan politik dalam 15 tahun terakhir, menjadi salah satu kajian dalam komunikasi politik, sejak berubahnya sistem perpolitikan di Indonesia dari monopolitik ke arah multi partai. Didorong gerakan reformasi yang bergulir sejak tahun 1998, perpolitikan Indonesia berubah dengan warna tersendiri. Mobilitas politik massa lahir ke permukaan dengan warna-warni yang berbeda. Wajah perpolitikan secara nasional berubah drastis setelah sebelumnya dalam kurun waktu 32 tahun terbungkam dalam kebijakan politik Orde Baru yang sarat nuansa otoriter. Seperti sebuah saluran pipa air yang sudah lama tersumbat lalu kemudian terbuka lebar, maka bermunculanlah wadah-wadah penampungan aspirasi publik berupa partai politik baru. Munculnya partai politik xv xvi | Sambutan baru, menandai berakhirnya era monopolitik yang menjenuhkan dan melaju ke arah perpolitikan yang bebas, demokratis dan kompetitif. Politikus dan pemimpin dalam politik berkepentingan dalam pembentukan citra politik dirinya melalui komunikasi politik dalam usaha menciptakan stabilitas sosial dan memenuhi tuntutan rakyat. Maka tidak berlebihan, bila menjelang Pilpres 2009 dan 2014 yang lalu, figur-figur yang muncul berusaha keras menciptakan dan mempertahankan tindakan politik yang dapat membangkitkan citra yang memuaskan, agar dukungan opini publik dapat diperoleh dari rakyat sebagai khalayak komunikasi politik. Misalnya pernyataan presiden atau wakil presiden dalam konferensi pers atau dalam sebuah pidato mengenai kesulitan perekonomian yang telah teratasi akibat sebuah kebijakan. Untuk itu, politikus harus berusaha menciptakan dan mempertahankan tindakan politik yang membangkitkan citra yang memuaskan, supaya dukungan opini publik dapat diperoleh dari rakyat sebagai khalayak komunikasi politik. Meningkatnya arus kontestasi politik parpol dan kandidat dalam arena pemilu dan Pilkada, merupakan fakta yang tidak dapat dihindarkan. Terutama pasca reformasi yang dibarengi dengan munculnya parpol-parpol baru semakin menguatkan praktik pencitraan politik. Para politikus atau pemimpin politik juga berkepentingan dalam pembentukan citra politik dirinya. Namun dapat dipahami, bahwa selain para politikus atau pemimpin politik, lembaga-lembaga seperti lembaga eksekutif, lembaga legislatif dan lembaga yudikatif sangat berkepentingan untuk melakukan pencitraan. Tetapi di antara semua lembaga yang telah disebutkan, paling berkepentingan terhadap upaya pencitraan adalah partai politik, karena partai politik berkompetisi dengan sejumlah partai lainnya, terutama dalam aktivitas memenangkan pemilihan umum yang berlangsung secara periodik. Buku berjudul : “Pencitraan Politik (Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Menarik Simpati Masyarakat Propinsi Sumatera Utara) ini, menurut saya sangat baik. Pesan-pesan yang ada dalam buku banyak memberikan gambaran nyata betapa pentingnya pencitraan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Sambutan | xvii politik harus dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Saya berharap dengan hadirnya buku yang ada di tangan pembaca ini, sekaligus ikut mencerahkan para politisi kita, terkhusus yang ada di propinsi, kabupaten/kota di Sumatera Utara. Kehadiran buku ini juga diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat untuk menggeluti dunia politik praktis, dan tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan. Akhirnya, saya mengucapkan terimakasih kepada saudara Anang Anas Azhar yang sudah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan sambutan pemuka dalam buku ini. Sebagai politisi dan pernah aktif di partai politik dan pernah menjabat Ketua DPD PAN Kabupaten Labuhan Batu Selatan, saya berharap sejumlah pengalaman yang diperoleh tak henti-hentinya dalam berkarya, khususnya dalam menuliskan ide-ide yang mencerahkan masyarakat. Medan, 4 Januari 2016 H. Wildan Aswan Tanjung, SH, M.M . Bupati Kabupaten Labuhan Batu Selatan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat PROLOG Demokrasi dan Pencitraan Politik di Indonesia Prof. Dr. H. Hasyimsyah Nasution, M.A. Guru Besar Etika Politik Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, Medan Demokrasi dipahami hampir semua negara saat ini sebagai sistem terbaik bernegara, tak terkecuali Indonesia. Semenjak awal kemerdekaannya, sampai sekarang tetap konsisten walaupun dengan segala variasi dan dinamika. Keberadaan partai politik (parpol) merupakan keniscayaan sebagai representasi peran rakyat dalam bernegara. Di Indonesia, nuansa perpolitikan dengan segala liku-likunya yang bermuara pada kekuasaan adalah suatu hal yang menarik untuk dicermati, baik dalam tataran polity (sarana) dan politics (aksi), maupun policy (tujuan). Parpol dan elite politik menempati posisi strategis dalam memainkan peran keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan. Karena itu “gaya” perpolitikan parpol memberi kontribusi secara teoritis dan praktis dalam membangun Indonesia berkemajuan. Sejak Indonesia merdeka, demokrasi kita terus mengalami perkembangan. Ini ditandai dengan munculnya banyak partai (multi party). Munculnya sistem politik yang bersifat multi partai ini, drastis merubah wajah perpolitikan Indonesia dengan munculnya partaipartai baru. Secara realitas, munculnya partai-partai baru tentu akan semakin membuka kemungkinan bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara. Kondisi ini sekaligus memberikan isyarat, bahwa sistem politik Indonesia telah menempatkan parpol sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Tak dapat kita bantah, bahwa pertumbuhan parpol di Indonesia banyak membawa harapan, karena parpol dapat menjadi katalisator xix xx | Prolog positif bagi peningkatan aspirasi politik masyarakat. Munculnya partai-partai baru memerlukan usaha yang keras agar dapat diterima di masyarakat. Terlebih lagi, pengetahuan masyarakat terhadap parpol masih melekat kuat pada partai–partai peninggalan Orde Baru. Fakta politik inilah yang mendorong agar parpol mendekatkan dirinya dengan konstituen di tingkat akar rumput (grass root). Upaya parpol untuk mendekatkan diri kepada masyarakat memerlukan penanganan yang khusus, mengingat persaingan antara parpolpun sangat tinggi. Salah satu penanganan khusus itu adalah dengan mengelola komunikasi politik yang baik. Sub elemen komunikasi politik tersebut adalah pencitraan politik. Jika citra diartikan sebagai gambaran, maka pencitraan diartikan sebagai penggambaran yang diterima oleh komunikan atau khalayak sebagai efek dari terpaan informasi yang diterimanya, baik langsung maupun melalui perantara media. Pencitraan juga sebagai cara seseorang menghubungkan seseorang dengan orang lain, sehingga pencitraan dalam kegiatan politik dapat berhasil untuk memenangi target politik, seperti pemenangan parpol dan politisi pada pemilihan umum. Buku yang ada di tangan Anda ini, setidaknya menjawab sejumlah hal pertanyaan para politikus dan akademisi di Indonesia. Buku yang ditulis Anang Anas Azhar ini, sepengetahuan saya merupakan refleksi dari pengalamannya sebagai politikus PAN yang berpadu dengan profesinya sebagai ilmuan, sehingga tepat pilihannya menjadikan PAN sebagai objek penelitian untuk menyelesaikan studinya pada program doktor di Pascasarjana UIN Sumatera Utara, Medan. Penulis mengkaji bidang pencitraan politik PAN di Propinsi Sumatera Utara untuk menarik simpati masyarakat sepanjang tahun 2005-2015. Kajian dalam yang dilakukan penulis, banyak memberikan pemahaman kepada pembaca atas pencitraan politik. Sebab, tujuan pencitraan politik salah satunya untuk mempengaruhi pemilih dengan cara menanamkan opini positif kepada masyarakat tentang partai yang dicitrakan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Prolog | xxi Buku ini juga memaparkan betapa pentingnya pencitraan politik di kalangan politisi kita untuk mendulang simpati dari masyarakat. Secara khusus, penulis banyak menyentuh ranah Muhammadiyah sebagai lahan garapan buku ini. Melalui pencitraan politik yang dilakukan PAN, dukungan muncul dari berbagai lapisan masyarakat, baik muslim, non muslim, Muhammadiyah dan non-Muhammadiyah, sehingga perolehan suara PAN di sejumlah daerah meningkat. Akhirnya, menurut saya kehadiran buku ini dapat membawa pencerahan kepada peminat perpolitikan di Indonesia, khususnya dalam membangun betapa pentingnya pencitraan politik bagi parpol dan politisi. Begitu juga kepada kalangan akademisi, buku ini setidaknya menumbuhkan kepustakaan politik Islam. Indonesia dalam membangun demokrasi ke depan harus membutuhkan banyak karya yang senada, guna membawa bangsa ini lebih berkeadaban dan berkemajuan dalam lindungan Allah SWT. Selamat menikmati. Medan, 4 Januari 2016 Prof. Dr. H. Hasyimsyah Nasution, M.A. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Bab 1 Pendahuluan Pemetaan Arus Politik Era Reformasi Partai politik (parpol) merupakan gambaran wajah peran rakyat dalam percaturan politik nasional atau dengan kata lain merupakan cerminan tingkat partisipasi politik masyarakat. Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik. Parpol sebagai institusi yang menjalankan fungsi komunikasi politik, memerlukan pengintegrasian isu dan pesan-pesan politiknya yang ditunjukan bagi masyarakat. Dalam pragmentasi politik, arus demokrasi terus mengalami perkembangan di Indonesia yang ditandai dengan munculnya banyak partai (multi partai). Munculnya sistem politik yang bersifat multi partai drastis merubah wajah perpolitikan nasional dengan munculnya partaipartai baru. Secara realitas, munculnya partai-partai baru tentu akan semakin membuka kemungkinan yang lebih luas bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara. Kondisi ini sekaligus memberikan isyarat, bahwa sistem politik Indonesia telah menempatkan partai politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Pertumbuhan parpol di Indonesia diharapkan membawa harapan, bahwa partai-partai tersebut dapat menjadi katalisator positif bagi peningkatan aspirasi politik masyarakat. Namun demikian, munculnya 1 2 | Pendahuluan partai-partai baru tersebut memerlukan usaha yang keras agar dapat diterima di masyarakat. Terlebih lagi pengetahuan masyarakat terhadap parpol masih melekat kuat pada partai–partai peninggalan Orde Baru. Hal ini mendorong agar parpol mendekatkan dirinya dengan konstituen di tingkat akar rumput (grass root). Upaya parpol untuk mendekatkan diri kepada masyarakat memerlukan penanganan yang khusus, mengingat persaingan antara parpolpun sangat tinggi. Oleh sebab itu, pencitraan politik di tengah-tengah masyarakat menjadi sesuatu yang sangat penting. Bila diikuti logika berpikir Anwar Arifin, pencitraan politik atau politik pencitraan merupakan dua kata yang sama maknanya dan diartikan sebagai pengambaran terhadap sesuatu. Jika citra diartikan sebagai gambaran, maka pencitraan diartikan sebagai penggambaran yang diterima oleh komunikan atau khalayak sebagai efek dari terpaan informasi yang diterimanya, baik langsung maupun melalui perantara media.1 Lippman sebagaimana dikutip Dan Nimmo menjelaskan citra sebagai gambaran tentang realitas atau mungkin saja tidak sesuai realitas. Citra terbentuk dalam pikiran komunikan berdasarkan informasi yang diterima melalui berbagai media. Nimmo menyebut pencitraan sebagai cara seseorang untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain, sehingga pencitraan dalam kegiatan politik dapat dilakukan melalui: Pertama, pure publicity, yakni memopulerkan diri melalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial yang natural atau apa adanya. Kedua, free ride publicity, yakni publisitas dengan cara memanfaatkan akses atau menunggangi pihak lain untuk turut memopulerkan diri. Ketiga, tie-in publicity yakni memanfaatkan kejadian-kejadian yang sangat luar biasa, seperti peristiwa tsunami, gempa bumi, banjir dan lain-lain. Misalnya partai mencitrakan dirinya sebagai partai yang sangat perhatian dengan bencana-bencana tersebut, sehingga partai dianggap memiliki kepedulian sosial. Keempat, paid publicity yakni cara memopulerkan diri lewat pembelian rubrik atau program, dan lain-lain.2 Berdasarkan dua penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pencitraan merupakan bagian komunikasi politik yang turut Anwar Arifin, Politik Pencitraan - Pencitraan Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), 1 h. xi. 2 Dan Nimmo, Komunikasi Politik; Khalayak dan Efek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 108. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 3 menentukan sukses tidaknya misi politik. Pencitraan dilakukan untuk mempengaruhi pemilih dengan cara menanamkan opini pada masyarakat, bahwa seorang politisi atau parpol yang bersangkutan benar-benar merupakan personal atau partai yang dapat mengayomi masyarakat. Dalam proses penanaman opini tersebut, partai senantiasa menangkap isu sensitif yang tepat untuk dimainkan dalam proses pencitraan, karena melalui pencitraan, manusia memilih hal yang akan dilakukan dan juga apa yang seharusnya tidak dilakukan atau ditinggalkan. Dengan upaya pencitraan positif, setiap orang berharap terlihat sempurna di mata orang lain. Dalam pembentukan citra positif, tidak jarang seseorang melakukan cara apapun untuk mengemas sikap dan perilakunya sehingga memberikan kesan positif di mata orang lain. Kongkretnya, pencitraan membantu seseorang untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya dalam lingkungan sosialnya. Dalam konteks perpolitikan yang terus berkembang di abad informasi, pencitraan politik atau politik pencitraan seorang politisi maupun suatu partai, dapat dibangun melalui berbagai macam media, baik media cetak, media elektronik dan media tradisional. Terlepas dari kecakapan, kepemimpinan, dan prestasi politik yang dimiliki, sikap politik masyarakat dibentuk bahkan dimanipulasi melalui pencitraan. Oleh sebab itu, suatu partai tidak dapat meninggalkan media massa, terutama dalam melakukan pencitraan politik. Pencitraan dilakukan melalui media massa untuk mempersuasi masyarakat. Dengan sasarannya yang sangat heterogen dan tersebar dimana-mana, pesan yang sama diharapkan dapat diterima secara serentak oleh masyarakat. Pencitraan politik melalui media, merupakan strategi yang juga sangat ampuh dalam menanamkan opini pada masyarakat tentang suatu partai. Oleh sebab itu, melalui pencitraan diharapkan terjadi pergeseran opini ke arah yang lebih baik. Dengan adanya opini publik yang positif, keputusan memilih menjadi keniscayaan terhadap partai yang sedang bertarung di arena politik. Opini publik sendiri merupakan metode persuasi dengan sistem komunikasi yang lebih luas. Sebagaimana dijelaskan Firmanzah, bahwa citra atau image dibutuhkan sebagai strategi positioning untuk membedakan satu Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 4 | Pendahuluan partai politik dengan partai politik lainnya. Pencitraan merupakan konstruksi atas representasi dan persepsi masyarakat terhadap suatu partai politik atau individu mengenai semua hal yang terkait dengan aktifitas politik. Firmanzah juga menegaskan, walaupun citra politik tidak real, tetapi ia dapat diciptakan, dibangun, dan diperkuat.3 Dalam kaitannya dengan penjelasan Firmanzah, Agung Wasesa juga menyebutkan, bahwa dalam konteks politik, masyarakat biasanya memilih satu partai politik sebagai sebuah identitas, sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam dirinya. Dengan adanya pencitraan, perilaku pemilih pada saat akan memilih kandidat atau suatu partai tertentu tidak lagi melalui proses panjang yang membutuhkan waktu. Masyarakat akan memiliki sesuai dengan persepsi yang sudah tertanam dalam pikirannya dan langsung melompat ke pilihan tertentu sesuai dengan nilai yang ada dirinya. Lompatan tersebut terjadi, karena adanya opini publik yang terjadi secara singkat.4 Proses opini publik sendiri, di era kebebasan informasi terjadi sangat cepat. Opini publik terjadi dalam ruang kognitif masyarakat. Ini menjadi tahap awal selanjutnya masyarakat mengambil keputusan terhadap pilihan politik. Oleh sebab itu, citra politik yang bagus akan memberikan efek yang positif terhadap pemilih guna memberikan suaranya dalam pemilihan kelak. Strategi pencitraan dibangun melalui komunikasi politik yang baik kepada masyarakat. Dengan adanya brand image, opini akan mengarah kepada merek yang memiliki positioning dan diferensiasi. Menurut Dan Nimmo, opini publik tidak hanya melibatkan aspek kognitif belaka namun juga menggabungkan perasaan dan usul dari konstituen. Melalui opini publik, makna terus diproduksi sesuai dengan harapan konstituen dan partai. Makna sendiri selalu berubah-ubah sesuai dengan pengalaman konstituen. Makna yang muncul dalam kognisi dan afeksi masyarakat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari citra yang dimaksud.5 Dalam konteks politik Indonesia, pencitraan parpol sering Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2012), h. 229. 3 Silih Agung Wasesa, Political Branding & Public Relation (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 7. 4 5 Nimmo, Komunikasi, h. 4. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 5 dipengaruhi oleh pencitraan individu. Dominasi citra personal sering diidentikkan dengan citra lembaganya. Misalnya, sosok Susilo Bambang Yudhoyono menguatkan citra Partai Demokrat, sosok Prabowo Subianto menguatkan citra Partai Gerindra, Amin Rais menguatkan citra PAN, demikian juga para kiyai sepuh yang ada di PPP turut menguatkan pencitraan ke-Islaman partai tersebut. Dalam pandangan public relations, citra individu tersebut menjadi kekuatan dalam mendukung pengembangan citra partai. Seperti dinyatakan Silih Agung Wisesa dan Macnamara, bahwa perseorangan atau individu sebagai salah satu sumber pencitraan, turut mendukung penguatan kekuatan pengembangan citra organisasi.6 Secara realitas dipahami, bahwa tidak selamanya figur personal dapat membangun pencitraan partai. Hal tersebut dikarenakan sosok figur akan sangat rentan dalam membangun hubungan emosional dengan konstituennya dimasa yang akan datang. Apabila figur menghilang, tidak tertutup kemungkinan reputasi partai akan mengalamai perubahan. Belum lagi apabila pada kenyataannya figur partai tidak mampu bersikap konsisten dengan perjuangan partai dan konstituennya. Untuk itu, sudah menjadi konsekuensi bagi satu parpol untuk sejak dini menyusun strategi khusus dalam membangun strategi politik, agar citra partai tetap mendapat tempat di hati pendukungnya. Dalam perspektif Islam, membangun pencitraan adalah sebentuk upaya untuk pembaharuan dan penyempurnaan diri ke arah yang lebih baik. Semakin baik citra diri, maka upaya meraih keberhasilan akan semakin mudah. Islam sangat mendorong umatnya untuk senantiasa membangun citra diri yang positif. Sebagaimana yang ditegaskan Allah swt., dalam surah Al Mudatsir ayat 4. 1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. Bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. Dan Tuhanmu agungkanlah! 4. Dan pakaianmu bersihkanlah.7 Silih Agung Wasesa dan J. Macnamara, Strategi Public Relations, Membangun Pencitraan Berbiaya Minimal dengan Hasil Maksimal (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 38. 6 7 QS. Al Mudatsir/ 74:4. Bila dirujuk literatur tafsir, dijumpai penafsiran yang Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 6 | Pendahuluan Ayat di atas turun pada saat Nabi Muhammad saw., berselimut karena merasa takut melihat malaikat jibril yang menyampaikan wahyu. Menurut Quraish Shihab, tafsir ayat ke empat yaitu kata tsiyab adalah bentuk jamak dari kata tsaub/ pakaian. Selain itu juga digunakan sebagai majas dengan makna-makna seperti hati, jiwa, usaha, badan, budi pekerti. Kata thahhir adalah bentuk perintah, dari kata thahara yang berarti membersihkan dari kotoran. Kata ini juga dapat dipahami sebagai majas yang menegaskan untuk meyucikan diri dari dosa atau pelanggaran. Termasuk kata Shihab, yaitu menyucikan hati, jiwa, usaha, budi pekerti dari segala macam pelanggaran.8 Dari penjelasan di atas, terlihat dengan jelas bahwa Islam sangat concern dengan kebersihan. Lebih tegas lagi dapat dikatakan bahwa tidak hanya concern pada kebersihan an sich, tetapi termasuk penampilan. Hal tersebut tentu merupakan bahagian dari pencitraan yang bertujuan untuk menanamkan kepercayaan kepada orang lain. Pencitraan juga akan semakin kuat, ketika yang melakukan pencitraan itu adalah orang yang memiliki integritas.9 Untuk membangun citra politik dibutuhkan waktu yang relatif lama. Publik membutuhkan rentang waktu yang panjang untuk bisa melihat kesesuaian pola dan alur politik mereka dengan suatu partai politik. Membangun pencitraan juga membutuhkan konsistensi dari semua hal yang dilakukan partai politik atau perseorangan berbeda tentang ayat ini. Misalnya, dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, bahwa Ibnu Abbas mengartikan pakaian dalam ayat ini dianalogikan dengan hati yang mengandung makna suci dari dosa dan maksiat. Muhammad Ibnu Ka’b al Qurazi dan Al Hasan al Basri juga memaknai ayat ini dengan bersihkan hati dan niat, serta perindah akhlak. Abu Razin memaknai ayat tersebut, yaitu mensucikan diri, dan pekerjaan. Lihat, Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (Bogor: Pustaka Imam Syafii, 2003), h. 289-291. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an) (Jakarta: Lentera Hati, 2003), h. 554. 8 9 Penampilan yang dimaksud adalah termasuk dalam menjaga sikap, kerapian, dan kebugaran sehingga orang akan merasa nyaman pada saat bertemu. Penampilan juga mencakup performa dalam urusan sehari-hari. Selanjutnya, integritas yang dimaksud adalah sebentuk sikap konsistensi dan sinkronisasi antara pemikiran, perkataan serta perbuatan dalam suatu pekerjaan. Istilah Islamnya adalah memiliki sikap istiqamah. Kalau dalam praktik politik, sesuai antara apa yang dijanjikan dengan realitas yang dilakukan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 7 bersangkutan seperti program kerja, platform, reputasi. Ketika terdapat ambiguitas atau inkonsistensi yang dilakukan, pencitraan yang terekam dipikiran publik menjadi tidak utuh. Oleh sebab itu, pencitraan merupakan kesan yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi. Citra organisasi sangat penting bagi setiap organisasi. Tidak terkecuali organisasi politik yang dalam hal ini tentu partai politik, karena citra bagi partai politik sangat berpengaruh terhadap perolehan suara dalam pemilihan umum. Dengan kata lain citra yang positif dari sebuah partai politik akan mampu menarik simpatisan massa pendukung yang dapat mendongkrak kepopuleran dari satu partai. Melihat begitu pentingnya citra bagi partai politik, maka diperlukan sebuah kontruksi dengan kata lain dibutuhkan langkah untuk membangun atau membentuk citra positif partai politik agar tetap mendapatkan kepercayaan dihati masyarakat. Fakta empiris membuktikan pentingnya pencitraan partai, meskipun membutuhkan waktu lama. Pencitraan dapat mendorong perolehan suara partai pada pemilu. Sebagai salah satu fakta bahwa pencitraan politik dapat mempengaruhi arah pemilih untuk menentukan pilihannya terhadap satu partai, dapat ditelaah dari pencitraan yang dilakukan oleh Partai Amanat Nasional yang selanjutnya dalam disertasi ini ditulis dengan PAN. PAN adalah partai yang lahir dari rahim gerakan reformasi yang didirikan oleh tokoh-tokoh reformasi lintas etnis, ras, agama dan golongan. Sebab itu, PAN mengukuhkan diri sebagai partai terbuka, mandiri, menjunjung tinggi moralitas keagamaan, kemanusiaan dan kemajemukan, yang bertujuan untuk pencerahan bangsa. Azas PAN sebagaimana dijelaskan Bahar, berakar pada moral agama, kemanusiaan dan kemajemukan.10 Sejak tahun 1999, PAN menjadi salah satu kontestan pada Pemilihan Umum yang dilaksanakan di Indonesia. Dapat diperhatikan, suara PAN dalam setiap Pemilu relatif fluktuatif. Pada Pemilu 1999, PAN berada di peringkat ke enam dalam peroleh suara nasional. PAN memperoleh 7.528.956 suara (7,12 %) dan menempatkan 34 orang wakilnya di DPR. Citra PAN saat berkampanye mendapat dukungan tokoh-tokoh 10 Nasril Bahar, “Kembali Kepada Jati Diri PAN” dalam Fraksi PAN: Wujudkan Amanat Rakyat (Jakarta: Fraksi PAN Publisher, 2014), h. 72-74. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 8 | Pendahuluan intelektual, PAN memposisikan diri sebagai partai kalangan menengah dan terdidik. Selain itu, PAN melakukan pencitraan melalui peguatan semangat reformasi dalam tatanan politik, ekonomi, sosial dan budaya sebagaimana disuarakan masyarakat luas. Pada Pemilu 2004, PAN berada di peringkat ke lima perolehan kursi sebanyak 53 kursi (6,44 %). Pada tahun 2009 PAN meraih suara sebesar 46 kursi (8,2 %), sedangkan pada tahun 2014, PAN meraih kursi sebanyak 52 kursi (9,45 %). Jumlah peroleh suara dan perolehan kursi sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, tentu sangat jauh dari jumlah perolehan suara partai-partai lama. Tetapi secara realitas, PAN sampai pemilu 2014 dan hingga sekarang masih tetap survive dalam mengikuti kontestasi politik ke-Indonesiaan. Survivalitas itu dapat dilihat dari peningkatan perolehan kursi PAN yang terus meningkat dari tahun 1999 sampai 2014. Gambaran ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1. Persentase Perolehan Kursi PAN Pada Pemilu Legislatif 1999 sampai 2014. Nama Partai % Perolehan % Perolehan Suara tahun Suara tahun 1999 2004 % Perolehan Suara tahun 2009 % Perolehan Suara tahun 2014 PAN 7,12 (8,2 %) (9,45 %) 6,44 % Perolehan suara di atas, adalah perolehan secara nasional. Sedangkan untuk peroleh suara di tingkat provinsi, sebagaimana halnya provinsi Sumatera Utara, suara PAN juga bersifat fluktuatif. Pada Pemilu 2004, dari 11 Daerah Pemilihan (Dapil), PAN memperoleh sebanyak 313.555 suara dan menempatkan kadernya sebanyak 8 kursi (7,08 %) di DPRD Sumatera Utara. Ini berarti PAN berada di peringkat ke lima. Pada tahun 2009, PAN berada di peringkat ke lima dengan memperoleh suara sebanyak 248.975. Pada periode ini PAN menempatkan kadernya sebanyak 7 kursi di DPRD Sumatera Utara. Sedangkan pada Pemilu 2014 PAN memperoleh suara sebanyak 420.447 suara dan menempatkan kadernya sebanyak 6 kursi di DPRD Sumatera Utara. Kondisi ini menunjukkan adanya penurunan kursi PAN di parlemen. Namun demikian, jumlah ini tidak menjadikan PAN lebih menurun di bandingkan dengan partaipartai berbasis Islam lainnya, seperti PPP dan PBB yang masih berada di bawah perolehan suara PAN. Meskipun dari perolehan kursi DPRD Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 9 Sumatera Utara, terlihat PAN menurun, tetapi dari perolehan suara terlihat, bahwa PAN mengalami peningkatan dari setiap Pemilu yang dilakukan. Adapun perubahan peroleh kursi tersebut, disebabkan oleh bertambahnya daerah pemilihan menjadi 12. Hal menarik dari kondisi di atas, PAN menggambarkan survavilitasnya dalam kontestasi perpolitikan Indonesia, khususnya kontestasi politik di Sumatera Utara. Hal ini tidak lepas dari upaya partai yang terus membangun pencitraan politik di tengah masyarakat, baik pada saat menjelang Pemilu maupun sesudah Pemilu. Dalam berbagai even politik, PAN juga memperlihatkan eksistensinya sebagai partai terbuka yang memperjuangkan nasionalisme dan religiusitas. Strategi pencitraan politik yang dilakukan PAN adalah sebagai upaya untuk mempertahankan eksistensi partai. Seperti politik pencitraan yang dilakukan Hatta Rajasa, yang menetapkan PAN dengan jargon “PAN merakyat”. Demikian juga dengan jargon “Perubahan” yang dikuatkan oleh Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum PAN 2015 – 2020. Pencitraan politik tersebut mengindikasikan adanya upaya berkesinambungan yang dilakukan pengurus partai, untuk membangun citra politik yang menarik, sehingga masyarakat tetap mempercayakan aspirasinya kepada PAN. Fokus Penelitian dan Beberapa Konsep Kunci Kajian ini berangkat dari beberapa pertanyaan kunci yang penulis ajukan sebagai lokus pembahasan sesuai dengan konstruksi latar belakang bagaimana Pemetaan arus politik era reformasi. Atas dasar hal tersebut pernyataan yang akan di jawab dalam kajian ini adalah bagaimanakah pencitraan politik Partai Amanat Nasional (PAN) dalam menarik simpati masyarakat di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2015? Dengan pertanyaan perincian seperti: 1) Bagaimanakah perkembangan PAN Sumatera Utara dan pencitraaan politik yang dilakukan untuk menarik simpati masyarakat tahun 2005 – 2015?; 2) Apakah pencitraan politik yang dilakukan Partai Amanat Nasional (PAN) berhasil menarik simpati masyarakat di Provinsi Sumatera Utara tahun 2005 – 2015? Dan 3) Bagaimanakah model pencitraan politik yang dapat mempengaruhi simpati masyarakat Sumatera Utara? Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 10 | Pendahuluan Beberapa konsep kunci juga diuraikan dalam buku ini diantaranya adalah: 1. Pencitraan Politik Pencitraan politik sebagaimana dikutip Firmanzah dari Dutton, yaitu suatu cara yang dilakukan anggota organisasi atau partai politik untuk menanamkan kesan terhadap partai yang ada.11 Dengan demikian, pencitraan politik yang dimaksud dalam disertasi ini adalah bentuk pencitraan yang dilakukan pengurus DPW PAN Sumatera Utara, baik bentuk pencitraan yang dilakukan melalui media massa, media sosial, media tradisional, public relation, penawaran program partai, untuk mengkonstruksi, menciptakan dan memperkuat pesanpesan politik, sehingga berhasil membangun opini yang baik di benak pikiran masyarakat terhadap partai tersebut, kemudian masyarakat menjatuhkan pilihannya kepada PAN sebagai partai perjuangan aspirasinya. 2. Partai Amanat Nasional Partai Amanat Nasional yang selanjutnya disebut PAN, merupakan partai politik berbasis Islam yang cikal bakalnya lahir dari dukungan Majelis Amanat Rakyat (MARA), dan juga dukungan dari pengurus Muhammadiyah terhadap Amien Rais, untuk membentuk satu partai yang diberi nama PAN, dan dideklarasikan tanggal 23 Agustus 1998. PAN yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengurus Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional Sumatera Utara, yang selanjutnya disingkat DPW PAN Sumut. Paling tidak, ada tiga alasan yang membuat peneliti merasa tertarik untuk menjadikan PAN sebagai objek penelitian. Pertama, PAN merupakan partai politik terbuka yang lahir dari rahim reformasi, merupakan partai yang berbasis Islam, tetapi memiliki cita-cita kuat untuk mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera dan makmur. PAN, meskipun awalnya didukung sepenuhnya oleh kaum kelas menengah dan intelektual, dan merupakan partai terbuka dan modern, tetapi PAN juga menjadi partai yang konsern memperjuangkan suara kaum proletar (masyarakat miskin, masyarakat pinggiran, masyarakat nelayan). Kedua, sebagai partai baru, PAN memperlihatkan 11 Firmanzah, Marketing, h. 230. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 11 survivalitasnya dalam kontestasi perpolitikan di Indonesia, dan mampu menempatkan diri sebagai partai yang diperhitungkan sejak kelahirannya. Survivalitas ini mengindikasikan, bahwa rakyat masih mempercayakan aspirasinya kepada partai baru ini. Ketiga, dalam pelacakan data, peneliti akan lebih mudah mengumpulkan data, karena selain peneliti, penulis juga pernah menjadi pengurus, sekaligus sebagai Caleg dari PAN pada tahun 2009. Kondisi ini dapat memudahkan penulis dalam pelacakan data dan menjalin komunikasi dengan pengurus PAN dalam pemenuhan data yang dibutuhkan. 3. Menarik simpati masyarakat Citra politik adalah sesuatu yang dipercaya dan diharapkan oleh masyarakat tentang apa yang dilakukan oleh partai politik. Jadi, khalayak dapat mengidentikkan dirinya dengan partai politik tertentu, meskipun kadang-kadang ia tidak menyukai aktivitas yang dilakukan partai tersebut. Dengan demikian, maksud menarik simpati masyarakat dalam penelitian ini adalah kerelaan masyarakat untuk memilih dan memberikan dukungan terhadap program partai. Simpatik dalam disertasi ini juga diindikasikan dengan kuatnya keinginan masyarakat untuk memilih partai dengan harapan dapat memenuhi kepentingan dan kebutuhan lainnya. Catatan Metodologis Penelitian ini didesain sebagai penelitian kualitatif, karena fokus penelitian adalah pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting).12 Penelitian seperti ini, disebut juga sebagai penelitian naturalistik (naturalistic inquiry), karena penelitian ini berusaha memahami objek yang sedang diteliti secara apa adanya, tidak dimanipulasi melainkan dipahami melalui analisis alamiah.13 Menurut Creswell sebagaimana dikutip Basuki, bahwa penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian untuk memahami masalah-masalah manusia atau sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan dengan kata-kata, melaporkan pandangan Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984), h. 25. 12 13 Mulyana, Metode Penelitian, h. 157-159. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 12 | Pendahuluan terinci yang diperoleh dari para sumber informasi, serta dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah.14 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis, karena pencitraan termasuk dalam konsentrasi kajian komunikasi politik. Pencitraan merupakan sebentuk komunikasi nonverbal yang dilakukan seseorang atau lembaga, untuk mempengaruhi prilaku, pikiran, pandangan, dan pendapat orang lain terhadap apa yang dicitrakan. Kajian ini semakin menarik dilakukan di Indonesia sejak Pemilihan Umum (Pemilu) 2004. Sebab itu, fenomenologi menjadi bahagian yang dipilih sebagai pendekatan dalam riset ini, karena tujuannya adalah untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antarvariabel.15 Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dari objek yang diteliti. Artinya, dalam penelitian ini aktifitas pencitraan politik yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara dalam menarik simpati masyarakat di catat, di lukiskan, di uraikan dan di laporkan sesuai dengan fakta yang ada. Data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu data primer dan data skunder. Data primer adalah data utama yang dijadikan sebagai bahan utama yang ditelaah. Sumber data primer penelitian ini berasal dari pengurus DPW PAN Sumatera Utara dan juga dari pengurus PAN di daerah. Pimpinan DPW PAN Sumatera Utara menjadi objek penelitian sekaligus menjadi informan kunci (key informan) yang diharapkan dapat memberikan data yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian.16 Penentuan informan kunci ini dilakukan dengan teknik purposif (purposive) sampling. Artinya, peneliti dalam hal ini secara sengaja memilih dan menetapkan informan penelitian. Informan kunci ditetapkan berdasarkan kriteria kelayakan untuk memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Informan kunci penelitian dipilih Heru Basuki, Penelitian kualitatif: Untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya (Jakarta: Universitas Gunadarma, 2006), h. 86. 14 15 h. 69. Rakhmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), 16 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 53. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 13 dari pengurus DPW PAN Sumatera Utara, antara lain adalah Ketua DPW PAN Sumatera Utara, Sekreraris DPW PAN Sumatera Utara, dan anggota DPRD Sumatera Utara dari PAN, dalam rentang waktu tahun 2005-2010. Penentuan informan dilakukan secara berkesinambungan dan dinamis sesuai dengan perkembangan data yang dibutuhkan. Informan kunci lainnya dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili organisasi kemasyarakatan Islam, seperti tokoh Muhammadiyah, tokoh Al Wasliyah. Informan kunci dalam penelitian ini termasuk dari Ketua Nasyiyatul Aisyiyah (NA) Sumatera Utara, Ketua DPD PAN Labuhan Batu Selatan, Ketua DPD PAN Serdang Bedagai dan Ketua DPD PAN Kota Medan. Sedangkan data skunder penelitian adalah data pendukung yang sumbernya berasal dari masyarakat umum, yaitu berupa hasil wawancara pendukung yang berasal dari jurnal, buku dan hasil penelitian relevan yang diakui akuntabilitas ilmiahnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan empat kategori, yaitu: 1) Fokus Group Diskusi (FGD). Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan secara umum data yang dibutuhkan. FGD melibatkan beberapa orang pengurus partai dan tokoh ormas Islam. Data yang diperoleh dari FGD menjadi salah satu pintu masuk untuk pengayaan data dan penelusuran yang lebih mendalam terkait dengan objek yang diteliti; 2) Wawancara mendalam (in depth interview). Peneliti melakukan wawancara langsung dengan informan di lokasi penelitian. Wawancara dilakukan dengan pengurus DPW PAN Sumut pada masa rentang waktu 2005-2015. Hal-hal yang diwawancarai terkait dengan; (1) strategi komunikasi yang dilakukan partai untuk melakukan pencitraan politik; (2) tujuan yang diinginkan partai ketika melakukan pencitraan politik; (3) proses pencitraan politik yang dilakukan DPW PAN Sumut; (4) bentuk-bentuk pencitraan politik yang dilakukan partai; (5) efektifitas pencitraan politik atau hasil yang telah dilakukan dari pencitraan yang telah dilakukan. Selain mewawancarai pengurus DPW PAN Sumut, peneliti juga melakukan wawancara dengan tokohtokoh ormas Islam sebagai representasi masyarakat. Tokoh-tokoh yang diwawancarai, yaitu tokoh Muhammadiyah dan tokoh Al Wasliyah. Tokoh perempuan yang diwawancarai berasal dari tokoh Nasyiyatul Aisyiyah (NA) Sumatera Utara. Dalam penelitian ini, masyarakat umum juga tidak luput dari target wawancara dalam rangka melakukan chek Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 14 | Pendahuluan and balace (penyeimbang) terhadap kebenaran data yang disampaikan informan kunci; 3) Observasi. Melalui observasi, peneliti melakukan pengamatan langsung (observasi participant) maupun pengnmatan tidak langsung (observasi non-participant) terhadap kegiatan sehari-hari yang dilakukan DPW PAN Sumut. Tujuannya adalah untuk mengalisa dan mengetahui secara pasti kegiatan pencitraan politik yang dilakukan oleh partai tersebut, baik kegiatan yang dilakukan perorangan maupun secara kepartaian. Melalui observasi, peneliti juga ingin melihat media yang digunakan, pesan-pesan yang disampaikan DPW PAN Sumut pada saat melakukan pencitraan politik; dan 4) Dokumentasi. Dalam hal ini peneliti menggunakan data dokumentasi milik DPW PAN Sumatera Utara yang relevan dengan tujuan penelitian. Dokumentasi digunakan sebagai upaya melihat bentuk-bentuk politik pencitraan yang dilakukan DPW PAN, terutama untuk memastikan politik pencitraan yang dilakukan pada tahun 2005, sampai 2015. Kajian Terdahulu Kajian tentang pencitraan politik semakin berkembang secara khusus di Indonesia, dimulai sejak bergulirnya era reformasi yang ditandai dengan pemberlakuan multi partai. Para pakar politik, para peneliti semakin memperlihatkan keseriusannya dalam menelaah fenomena perpolitikan di Indonesia, sehingga bermunculanlah sejumlah karya dalam bentuk tulisan, buku, maupun penelitian yang berkaitan dengan pencitraan politik. Beberapa penelitian terdahulu, dapat dijadikan sebagai bahan kajian sekaligus pengayaan referensi penguatan penelitian ini. Sebab, penelitian ini memiliki persinggungan dengan penelitian terdahulu, terutama dari persinggungan dalam penggunaan teori. Penelitian terkait yang pernah dilakukan adalah penelitian disertasi yang dilakukan oleh Erwan Efendi dengan judul Pengaruh Pencitraan Surat Kabar dan Religiusitas Terhadap Penentuan Pilihan Pemilih Dalam Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara. Erwan pada penelitiannya fokus untuk melihat pengaruh pencitraan pada surat kabar dan religiusitas calon terhadap keinginan konstituen untuk memilih calon kepala daerah di Sumatera Utara. Erwan dalam hal itu, menggunakan metode penelitian kuantitatif. Erwan mengungkap melalui hasil penelitiannya, bahwa pencitraan tidak signifikan mempengaruhi penentuan pilihan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 15 pemilih dalam pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara. Justru yang lebih mempengaruhi sikap pemilih adalah religiusitas calonnya.17 Penelitian lainnya dilakukan oleh Gita Savitri dalam bentuk Tesis yang berjudul Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century.18 Gita dalam penelitiannya bertujuan untuk menganalisis konstruksi retorika politik dalam restorasi citra dalam pernyataan pers yang dilakukan oleh mantan Wakil Presiden Boediono atas dugaandugaan keterlibatannya dalam pusaran kasus Bank Century yang berlangsung pada akhir tahun 2008 dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Indonesia. Gita dalam penelitiannya menyebut, bahwa citra negatif antara pejabat negara dengan publik ketika terjadi sebuah krisis dapat menghancurkan kredibilitas, hubungan politik, kehidupan ekonomi serta keamanan dalam negeri, dengan demikian diperlukan wacana mengenai strategi komunikasi untuk menanggapi tuduhan kesalahan. Dengan pendekatan kualitatif dan metode analisis data dari Bogdan dan Biklen, Gita mengungkap, bahwa: Pertama, konstruksi retorika politik yang digunakan oleh Boediono untuk merestorasi citranya selama situasi krisis telah digunakan dalam pernyataan persnya. Kedua, konstruksi citra dengan teknik restorasi citra mampu mendorong opini publik menjadi positif. Gita juga menguatkan teori restorasi citra yang dikemukakan Benoit,19 efektif bila digunakan oleh pemerintahan khususnya para pejabat negara yang suatu saat dihadapkan pada situasi krisis. Penelitian lainnya juga penting disebutkan, yaitu penelitian tesis George Towar Ikbal Tawakkal yang berjudul Peran Partai Politik dalam Mobilisasi Pemilih (Studi Kegagalan Parpol Pada Pemilu Legislatif di Kabupaten Erwan Efendi, Pengaruh Pencitraan Surat Kabar dan Religiusitas Terhadap Penentuan Pilihan Pemilih Dalam Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara (Disertasi UIN Sumatera Utara: 2015) 17 Gita Savitri, Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century (Tesis: FISIP UI, 2014), h. vi. 18 19 Benoit kata Gita Savitri, menawarkan strategi restorasi citra untuk melakukan pesan perbaikan, diantara yang lima adalah penolakan dan penyangkalan terhadap tindakan kasus yang pernah dilakukan, atau menimpakan kesalahan kepada orang lain. Ibid, h. 45. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 16 | Pendahuluan Demak 2009).20 Fokus penelitian George adalah untuk: Pertama, mengkaji kinerja partai dalam menghadapi perubahan sistem pemilu. Kedua, mengkaji perilaku partai dalam mempertahankan dan meningkatkan perolehan suaranya dalam sebuah sistem pemilu yang baru. Ketiga, mengkaji gambaran mengenai peran partai dalam mempengaruhi pemilih untuk memilih caleg-calegnya pada pemilu 2009. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, George mengungkap bahwa Pertama, dari sisi dinamika partai politik sebelum tahapan kampanye pemilu, partai mengalami permasalahan konsolidasi internal. Partai berorientasi pada nomor urut dan berorientasi pada suara terbanyak. Kedua, Calon Legislatif yang berasal dari partai yang berorientasi nomor urut, dituntut untuk merubah strateginya. Caleg dituntut untuk mobilisasi mandiri. Ketiga, dari sisi harmonisasi antara partai dan Caleg tidak terjadi kerjasama yang baik dalam mobilisasi pemilih. Partai cenderung lepas tangan, dan menyerahkan kepada Caleg. Keempat, bentuk-bentuk mobilisasi yang dilakukan oleh Caleg secara mandiri: Bentuk mobilisasi terbagi menjadi 2 kriteria, yakni berdasarkan hubungan emosional, dan bantuan-bantuan. Atas dasar temuan ini, George menyimpulkan, bahwa partai politik telah gagal melaksanakan peran organisasi politik. Selain penelitian di atas, penelitian lain yang diterbitkan dalam jurnal di antaranya adalah penelitian Haryati yang berjudul Pencitraan Tokoh Politik Menjelang Pemilu 2014. Haryati menyebutkan, bahwa dinamika dan persaingan menjelang Pemilu 2014, antara partai politik dan antara politisi sangat tinggi, antara lain pada pencitraan politik yang dilakukan para tokoh politik. Media massa menjadi lahan strategis dalam menyampaikan pesan-pesan politik kepada masyarakat. yakni dalam pembentukan opini publik dan dalam membangun citra politik. Media massa turut berkontribusi dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilu 2014. Haryati juga mengemukakan, media massa merupakan media yang banyak digunakan untuk melakukan pencitraan.21 George Towar Ikbal Tawakkal, Peran Partai Politik dalam Mobilisasi Pemilih (Studi Kegagalan Parpol Pada Pemilu Legislatif di Kabupaten Demak 2009) (Tesis: PPS UNDIP Semarang, 2009), h. vii. 20 21 Haryati, “Pencitraan Tokoh Politik Menjelang Pemilu 2014” dalam Jurnal Observasi, Vol 11, No. 2 Tahun 2013 (Jakarta: Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2013 ), h. 173-190. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 17 Tulisan lainnya tentang pencitraan diteliti oleh Suyatno Kahar yang berjudul Pencitraan Politik Partai Nasdem Melalui Iklan di Televisi. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, Suyatno dalam penelitiannya fokus untuk melihat tentang pencitraan partai politik yang dilakukan Partai Nasional Demokrat melalui iklan ditelevisi. Penelitian menganalisis tentang teks iklan politik versi Indonesia baru dan versi hukum dengan menggunakan analisis wacana Teun van Dijk, yang meliputi analisis dari segi teks (visual dan audio-visual). Hasil penelitian Suyatno mengungkap bahwa Partai Nasional Demokrat mengajak publik bergabung dalam melakukan penegakan hukum yang adil dan beradab. Dalam rangka melakukan proses pencitraan politik, khalayak juga membaca citra partai secara berbeda berdasarkan subyektivitas mereka. Khalayak dalam menilai citra politik partai Nas Dem, ada yang positif dan ada yang negatif bahkan ada yang netral, tergantung juga subyektivitas mereka masing-masing.22 Alur Kajian dan Penelitian Alur kajian dan penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 1. 2. Kerangka konsep dan pemikiran 22 Suyatno Kahar, “Pencitraan Politik Partai Nasdem Melalui Iklan di Televisi” dalam Jurnal Humanity, Vol. 9, No. 2, Maret 2014 (Yogyakarta: UMM, 2014), h. 72-84. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 18 | Pendahuluan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Bab II Pencitraan dan Komunikasi Politik Pencitraan Politik 1. Citra dan Pencitraan Bila diikuti dinamika perpolitikan di Indonesia, pencitraan menjadi istilah yang akrab di telinga setiap masyarakat Indonesia. Istilah ini semakin menguat, ketika kaum akademisi maupun praktisi menjadikannya sebagai kajian-kajian akademik dan diskusi ilmiah dalam berbagai kesempatan. Saat ini, hampir semua pihak yang berkepentingan dengan opini publik menyadari pentingnya mengelola citra. Ditinjau dari sudut kesejarahan, pencitraan sebagaimana dijelaskan Rendro Dhani sudah dilakukan manusia seiring dengan perkembangan peradabannya. Para pemimpin suku primitif misalnya, berkepentingan menjaga reputasi mereka dengan melakukan pengawasan terhadap para pengikutnya melalui penggunaan simbol, kekuatan, hal-hal yang bersifat magis, tabu, atau supranatural. Pada zaman Mesir Kuno, untuk memelihara kesan publik akan keagungan rajanya maka didirikanlah bangunan-bangunan semacam piramida dan spinx dan memposisikan raja sebagai tuhan. Pada masa perkembangan peradaban Yunani dan Romawi, kesadaran akan pentingnya opini publik dan pencitraan juga sangat kuat. Karya seni dan sastera pada masa itu banyak diarahkan untuk menguatkan reputasi raja. Kaum bangsawan istana umumnya adalah ahli-ahli persuasi dan retorika yang luar biasa. Karya pidato Cicero, tulisan bersejarah Julius Caesar, bangunan-bangunan dan ritual saat itu banyak digunakan sebagai media pembentukan opini publik dan pencitraan.1 1 Rendro Dhani, Centang Perenang Manajemen Komunikasi Kepresidenan dari 19 20 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Pencitraan yang awalnya identik dengan kegiatan kehumasan (public relations) dalam dunia bisnis, bergeser pada kegiatan politik, sehingga dinamika perpolitikan erat dengan istilah pencitraan. Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membentuk citra yang baik pada khalayak. Citra terbentuk berdasarkan informasi yang diterima, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya dari media. Pencitraan berasal dari kata citra yang didefenisikan para pakar secara berbeda-beda dan pada hakikatnya sama maknanya. Pemaknaan citra merupakan hal yang abstrak, karena citra tidak dapat diukur secara sistematis meskipun wujudnya dapat dirasakan baik positif maupun negatif. Penerimaan dan tanggapan, baik positif maupun negatif tersebut datang dari publik atau khalayak. Citra terbentuk sebagai akumulasi dari tindakan maupun perilaku individu yang kemudian mengalami suatu proses untuk terbentuknya opini publik yang luas. Pada dasarnya citra berakar dari nilai-nilai kepercayaan yang secara nyata diberikan secara individual dan merupakan pandangan atau persepsi. Seorang tokoh populer (public figure) dapat menyandang citra baik atau buruk. Kedua hal tersebut bersumber dari citra-citra yang berlaku dan terbentuk dari hal-hal yang dilakukan tokoh tersebut baik bersifat positif maupun negatif. Pencitraan pada diri seorang public figure misalnya, dibentuk oleh pencitraan diri yang dioleh secara sengaja sedemikan rupa. Harapan dari pencitraaan itu adalah mendapat citra positif di mata masyarakat luas. Akan tetapi pencitraan tersebut tidak selalu menghasilkan opini publik yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelaku pencitraan. Hal itu disebabkan karena latar belakang, status sosial, ekonomi, perbedaan pengalaman, serta aspek-aspek lain dapat mempengaruhi pemaknaan terhadap pencitraan yang dibangun. Citra dapat didefinisikan sebagai konstruksi atas representasi dan persepsi khalayak terhadap individu, kelompok atau lembaga yang terkait dengan kiprahnya dalam masyarakat. Soleh Soemirat dan Elvinaro, memaknai citra sebagai kesan, perasaan dan gambaran dari publik terhadap perusahaan atau kesan yang sengaja diciptakan Soekarno Sampai Megawati (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2004), h. x. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 21 dari suatu objek, orang atau organisasi.2 Berdasarkan definisi tersebut, Soemirat kemudian menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang terkait dalam proses pencitraan, yaitu: a.Persepsi, yaitu hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain individu akan memberikan makna terhadap rangsangan berdasarkan pengalamannya mengenai suatu produk. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. b.Kognisi, yaitu suatu keyakinan diri individu terhadap stimulus. Keyakinan itu akan timbul apabila individu telah mengerti rangsangan itu sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup dan dapat mempengaruhi perkembangan informasinya. c.Motif, yaitu keadaan dalam individu yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. d.Sikap, yaitu kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu.3 Pemaknaan citra yang lain disampaikan Ruslan yang memandang citra adalah sesuatu yang abstrak atau intangible, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian, penerimaan, kesadaran, dan pengertian seperti tanda respek dan rasa hormat, dari publik atau masyarakat luas kepada perusahaan ataupun personelnya yang dipercaya, profesional, dan dapat diandalkan dalam pemberian pelayanan yang baik.4 Sedangkan Kotler menjelaskan makna citra sebagai jumlah dari keyakinan-keyakinan, gambaran-gambaran, dan kesan-kesan yang dimiliki seseorang pada suatu objek. Objek yang dimaksud bisa berupa orang, organisasi, kelompok atau yang lainnya Soleh Soemirat dan Elvinaro, Dasar-Dasar Publik Relations (Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2005), h. 111-112. 2 3 Ibid, h. 115-116. Ruslan, Strategi Public Relations, Bauran Public Relations (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 50. 4 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 22 | Pencitraan dan Komunikasi Politik yang dia ketahui.5 Dari dua penjelasan ini, dapat dipahami bahwa citra adalah sebagai gambaran yang terdapat dalam pikiran orang lain. Untuk penguatan citra, ada pesan tunggal yang menunjukkan keunggulan utama dan posisi produk. Pesan juga bisa dibuat dengan sifat yang unik, sehingga tidak memiliki perbedaan dengan pesan yang disampaikan competitor lainnya. Pesan tersebut pun harus memiliki kekuatan emosional untuk membangkitkan perasaan selain pikiran pembeli. Sebab itu, citra dapat berubah menjadi buruk apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa citra dapat terbentuk sepenuhnya oleh bagaimana lembaga mampu membangun persepsi yang didasarkan oleh realitas yang terjadi. Semua proses yang terjadi ini tentunya dibangun dengan nilai kredibilitas pihak perusahaan, lembaga atau organisasi. Citra dapat juga dipahami sebagai konstruksi atas representasi dan persepsi khalayak terhadap individu, kelompok atau lembaga yang terkait dengan kiprahnya dalam masyarakat. Sebagaimana dijelaskan Kaid, citra dalam politik dibuat melalui penggunaan tayangan visual yang dikomunikasikan melalui penampilan di media, sampai informasi terintegrasi dalam pikiran masyarakat.6 Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan terbentuknya pencitraan adalah adanya persepsi yang berkembang dalam benak publik terhadap realitas yang muncul dalam media. Sebab itu, untuk mengetahui citra seseorang terhadap suatu objek dapat diketahui dari sikapnya terhadap objek tersebut. Semua sikap bersumber pada organisasi kognitif, pada informasi dan pengetahuan yang dimiliki setiap orang. Tidak akan ada teori sikap atau aksi sosial yang tidak didasarkan pada penyeledikan tentang dasar-dasar kognitif. Efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasiPhilip Kotler, Dasar-Dasar Pencitraan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1994), h. 401. 5 6 Lynda Lee Kaid, Handbook Penelitian Komunikasi Politik, Terj. Ahmad Asnawi (Bandung: Nusa Media, 2015), h. 26. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 23 informasi yang diterima seseorang. Hal ini disebabkan, karena perhatian masyarakat cenderung lebih dipengaruhi gambaran yang ada daripada situasi nyata dunia sekelilingnya.7 Pengetahuan atau efek kognitif yang dirasakan khalayak, akan mempengaruhi sikapnya, misalnya muncul perasaan menyenangi seorang figur yang sedang mencitrakan diri, atau sebaliknya membecinya. Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian sistem komunikasi digambarkan oleh John S. Nimpoeno sebagaimana dikutip Soleh Sumirat dan Elvinaro.8 Gambar 2.1. Model Pembentukan Citra Gambar di atas memperlihatkan kuatnya hubungan antara inputoutput dalam proses pembentukan citra. Stimulus yang diberikan merupakan input dalam mempengaruhi citra pada benak individu, dan output merupakan respon atau tanggapan yang muncul, yaitu berupa prilaku tertentu. Citra itu sendiri diproses melalui persepsi – kognisi – motivasi – sikap. Rangsangan akan diproses berdasarkan persepsi terhadap objek yang di lihat. Dengan kata lain, individu akan memberikan makna terhadap rangsangan yang dipersepsinya. Sedangkan kognisi atau keyakinan individu akan menguat terhadap Efek kognitif menunjukkan jika terjadi perubahan pada apa yang diketahui, difahami, atau dipersepsi seseorang. Efek kognitif berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek kognitif berkaitan juga dengan penciptaan atau penghilangan ambiguitas, pembentukan sikap, agenda setting, perluasan sistem keyakinan masyarakat dan penegasan terhadap nilai-nilai. Lihat, S. Djuarsa Sendjaja Dkk, Teori Komunikasi (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), h. 201. 7 8 Sumirat dan Elvinaro, Dasar-Dasar, h. 155. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 24 | Pencitraan dan Komunikasi Politik stimulus, ketika seseorang itu mengerti informasi yang yang mempengaruhi perkembangan kognisinya.9 Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Sikap, yaitu kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang akan menerima atau menolak, menyukai atau tidak menyukai. Dengan demikian, citra politik selalu berubah sesuai dengan berubahnya pengetahuan politik dan pengalaman politik seseorang. Model pembentukan citra sebagaimana yang digambarkan di atas menunjukkan bagaimana stimulus yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus (rangsangan) yang diberikan pada individu diterima atau ditolak. Jika rangsangan ditolak proses selanjutnya tidak dapat berjalan, hal ini menunjukkan bahwa rangsangan tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi individu karena tidak ada perhatian dari individu tersebut. Sebaliknya, jika rangsangan diterima oleh individu, berarti terdapat komunikasi dan terdapat perhatian organisme, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan. Gambar di atas juga menunjukkan, bahwa komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat atau perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara khayalak mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan cara itulah yang mempengaruhi pendapat (opini) perilaku khayalak. Konkritnya, citra 9 Studi tentang keyakinan dan sikap politik memiliki beberapa konsep kunci yang sama dengan psikologi. Dua konsep sentral adalah kognisi dan afek. Kognisi mengacu pada cara bagaimana individu memproses dan menggunakan informasi. Studi tentang kognisi terfokus pada isu-isu perhatian, persepsi, pembelajaran, dan memori. Keyakinan adalah probabilitas subjektif seseorang bahwa suatu obyek memiliki karakteristik tertentu, atau apa yang dianggap seseorang benar tentang dunia. Afeksi mengacu pada bagaimana seseorang dapat merasakan tentang suatu hal. Sementara sikap sebagaimana dijelaskan Gordon Allport adalah kondisi kesiapan mental atau saraf, yang terorganisir melalui pengalaman, yang memberikan pengaruh direktif atau dinamis terhadap respons individu terhadap obyek dan situasi yang terkait dengannya. Akhirnya, prilaku dapat menimbulkan disonansi kognitif dan keinginan untuk mencapai konsistensi atau keseimbangan kognitif yang pada gilirannya dapat melahirkan penyesuaian dalam apa yang dipikirkan dan dirasakan orang tentang dunia politik dan sosial. Lihat, Kaid, Handbook, h. 532-534. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 25 politik terwujud sebagai konsekuensi kognisi dari politik. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa pencitraan merupakan proses yang berkaitan dengan persepsi seseorang terhadap pesan yang menyentuhnya dan merangsangnya. Citra yang melekat dibenak seseorang dapat berbeda dengan realitas objektif, atau imajinasi yang mungkin tidak sama dengan realitas empiris. Sebagaimana dijelaskan Dan Nimmo, citra seseorang tentang politik yang terjalin melalui pikiran, perasaan dan kesucian subyektif akan memberi kepuasan baginya. Paling tidak kata Nimmo, ada tiga kegunaan yang diperoleh seseorang terkait dengan pencitraan ini. Pertama memberi pemahaman tentang peristiwa politik tertentu, Kedua kesukaan atau ketidaksukaan umum kepada citra seseorang tentang politik menyajikan dasar untuk menilai objek politik. Ketiga citra diri seseorang dalam cara menghubungkan diri dengan orang lain. Dengan demikian, Citra membantu memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuatu hadir sebagai mana tampaknya tentang preferensi politik, dan tentang penggabungan dengan orang lain.10 Citra sangat penting bagi setiap organisasi, tidak terkecuali bagi partai politik yang merupakan kelompok terorganisir, di mana anggotanya memiliki nilai, orientasi dan cita-cita yang sama untuk mendapatkan kekuasaan politik dengan cara konstitusional. Tentu bagi partai politik, pencitraan sangat penting dalam rangka mendongkrak perolehan suara dalam pemilihan umum. Dalam sistem politik, nyatalah terlihat bahwa partai merupakan penggerak sistem politik yang ada. Partai yang memberikan input, terlibat dalam proses politik, pendidikan politik, sosialisasi politik. Antara partai politik dengan masyarakat, tentu memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Dalam kaitan itu, maka Dahl menegaskan bahwa sistem politik merupakan pola hubungan manusiawi yang kokoh, bersifat langgeng sampai pada tingkat tertentu, yaitu pengendalian, kekuasaan, kewenangan dan pengaruh.11 Pengaruh tidak terlepas dari kepiawaian aktor politik dalam menampilkan citra diri sebaik mungkin. Citra politik mampu 10 Nimmo, Komunikasi Politik, h. 6-7. Robert, A. Dhal, Analisis Politik Modern, Ter. Mustafa Kamil Ridwan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1994), h. 4. 11 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 26 | Pencitraan dan Komunikasi Politik mempengaruhi pandangan politik seseorang, karena pencitraan bertujuan untuk membentuk opini publik, sehingga masyarakat memandang positif partai atau politisi yang sedang mengikuti kontestasi politik. Citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian dan pengidentifikasi peristiwa, gagasan, tujuan atau pemimpin politik. citra politik juga membantu bagi seseorang dalam memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya tentang referensi politik. Citra yang positif dari sebuah partai politik akan mampu menarik simpatik massa pendukung maupun masyarakat. Oleh sebab itu, citra inilah yang sering menjadi salah satu fokus perhatian komunikator politik, baik secara perorangan maupun kepartaian. Citra ini jugalah yang sering digunakan partaipartai politik untuk mendongkrak kepercayaan rakyat terhadap partai yang dimiliki mereka. Hasil studi Fritz Plasser menunjukan bahwa faktor pertama yang mempengaruhi peluang kandidat untuk menang pemilu di Eropa adalah image atau citra.12 Citra sebagai kunci kemenangan pemilu juga menjadi keniscayaan di Indonesia sejak pemilu 2004. Citra adalah gambaran manusia mengenai sesuatu, mengacu pada Lippman, citra adalah persepsi akan sesuatu yang ada di benak seseorang (pictures in our heads) dan citra tersebut tidak selamanya sesuai dengan realitas sesungguhnya.13 Citra politik itu terbentuk berdasarkan informasi yang diterima, baik langsung maupun melalui media politik. Citra politik merupakan salah satu efek dari komunikasi politik. Dalam paradigma atau perspektif mekanistis, yang pada umumnya dipahami sebagai kesan yang melekat dibenak individu atau kelompok. Meskipun demikian citra itu dapat berbeda dengan realitas yang sesungguhnya atau tidak merefleksikan kenyataan objektif. Citra politik sebagaimana dijelaskan Arifin, berkaitan dengan pembentukan opini publik, karena pada dasarnya opini publik politik terbangun melalui citra politik. Sedangkan citra politik terwujud sebagai konsekuensi kognisi dari Adam Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 75. 12 13 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 223. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 27 komunikasi politik. Dalam kaitan ini, Anwar Arifin juga menyatakan bahwa komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat atau perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara khalayak mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan citra itulah yang mempengaruhi pendapat (opini) atau perilaku khalayak.14 Arifin juga menjelaskan, bahwa pencitraan memiliki empat fase, yaitu: (1) representasi dimana citra merupakan cermin suatu realitas; (2) ideologi dimana citra menyembunyikan dan memberikan gambaran yang salah akan realitas; (3) citra menyembunyikan bahwa tak ada realitas; dan (4) citra tidak memiliki sama sekali hubungan dengan realitas apapun.15 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa citra adalah sebagai gambaran tentang sesuatu, kendatipun tidak selamanya sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Citra adalah seperangkat anggapan maupun gambaran seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu objek bersangkutan. Jadi citra adalah total persepsi terhadap suatu objek yang dibentuk dengan memproses informasi terkini dari beberapa sumber. Citra tersusun melalui persepsi yang bermakna tentang gejala yang muncul dan kemudian menyatakan makna itu melalui kepercayaan, nilai dan pengharapan dalam bentuk pendapat pribadi yang selanjutnya dapat berkembang menjadi opini publik. Pencitraan dapat membantu dalam memberikan pemahaman, penilaian, pengindentifikasian peristiwa, gagasan tujuan sesuatu. Untuk lebih tegasnya, citra dapat dipahami sebagai campuran persepsi terhadap suatu objek baik itu perorangan atau lembaga. Citra merupakan hasil gabungan dari semua kesan yang didapat, baik itu dengan melihat simbol, mengamati perilaku, mendengar atau membaca aktifitas atau melalui bukti material lainnya. Namun demikian, citra yang paling memuaskan muncul jika didasarkan pada kenyataan. Mengutip penjelasan Anggoro, bahwa bahwa citra ideal akan memberikan kesan yang benar. Citra tersebut selalu didasarkan pada pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya, sehingga citra tidak seyogyanya Arifin Anwar, Komunikasi Politik: Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi dan komunikasi Politik Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 178. 14 15 Ibid, h. 179. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 28 | Pencitraan dan Komunikasi Politik dipoles agar lebih indah dari warna aslinya, karena hal itu justru dapat mengacaukan.16 Frank Jefekins menjelaskan, bahwa ada lima jenis citra, yaitu citra bayangan (mirror image), citra yang berlaku (current image), citra harapan (wish image), citra perusahaan/ kelembagaan (corporate image), citra majemuk (multiple image).17 a. Citra Bayangan (Mirror Image) Citra bayangan adalah citra yang melekat pada anggota-anggota organisasi, dan melalui itulah orang lain atau pihak luar memberikan penilaian terhadap organisasi bersangkutan. Dengan kata lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam, mengenai pandangan luar terhadap organisasinya. Citra ini sering kali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan maupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi mengenai pendapat atau pandangan pihak luar. Citra ini cenderung positif, bahkan terlalu positif, karena bisa dibayangkan hal yang serba hebat mengenai diri sendiri, sehingga muncul kepercayaan bahwa orang lain pun memiliki pemikiran yang serupa dengan pemikiran orang dalam organisasi. b. Citra yang Sedang Berlaku (Current Image) Citra kekinian adalah kebalikan dari citra bayangan. Maksudnya adalah suatu citra atau pandangan yang melekat pada pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Namun sama halnya dengan citra bayangan, citra ini tidak berlaku selamanya, bahkan jarang, sesuai dengan kenyataan karena semata-mata terbentuk dari pengalaman atau pengetahuan orang-orang luar yang bersangkutan yang biasanya tidak memadai. Biasanya pula citra ini cenderung negatif. Citra ini ditentukan oleh banyak sedikitnya informasi yang dimiliki oleh penganut atau mereka yang mempercayainya. c. Citra yang Diharapkan (Wish Image) Citra harapan adalah suatu citra yang diharapkan oleh pihak pencitra. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang sebenarnya. Biasanya 16 Frank Jefkins, Public Relations (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 123. 17 Ibid, h. 74. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 29 citra harapan lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada, walaupun dalam kondisi tertentu, citra yang terlalu baik juga bisa merepotkan. Namun secara umum yang disebut sebagai citra harapan itu memang merupakan sesuatu yang berkonotasi lebih baik. Citra harapan ini biasanya dirumuskan dan diperjuangkan untuk menyambut sesuatu yang relatif baru, yakni ketika khalayak belum mempunyai informasi yang memadai. d. Citra Perusahaan / Kelembagaan (Corporate Image) Citra lembaga adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan citra atas produk dan pelayanan saja. Citra lembaga terbentuk oleh banyak hal. Hal-hal positif yang dapat meningkatkan citra lembaga antara lain adalah sejarah lembaga yang gemilang, keberhasilankeberhasilan yang pernah diraih, reputasi yang baik sebagai pencipta lapangan kerja dalam jumlah besar, kesediaan turut memikul tanggung jawab sosial, komitmen mengadakan riset dan sebagainya. e. Citra Majemuk (Multiple Image) Setiap perusahaan atau organisasi pasti memiliki banyak unit dan pegawai (anggota). Masing-masing unit dan individu tersebut memiliki perilaku tersendiri, sehingga secara sengaja ataupun tidak mereka pasti memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan jumlah pegawai yang dimilikinya. Untuk menghindari berbagai hal yang tidak diinginkan, variasi citra itu harus ditegakkan. Banyak cara yang dapat ditempuh. Antara lain dengan mewajibkan semua karyawan untuk mengenakan seragam, menyamakan jenis dan warna mobil dinas, bentuk toko yang khas dan simbol-simbol tertentu serta hal-hal lainnya. 2. Urgensi Pencitraan Politik Secara historis, pencitraan politik menjadi salah satu konsentrasi kajian dalam komunikasi politik, sejak berubahnya sistem perpolitikan di Indonesia dari monopolitik ke arah multi partai. Di dorong oleh gerakan reformasi yang bergulir sejak tahun 1998, perpolitikan Indonesia berubah dengan warna tersendiri. Mobilitas politik massa lahir ke permukaan dengan warna-warni yang berbeda. Wajah perpolitikan secara nasional berubah drastis setelah sebelumnya dalam kurun waktu 32 tahun terbungkam dalam kebijakan politik Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 30 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Orde Baru yang sarat nuansa otoriter. Seperti sebuah saluran pipa air yang sudah lama tersumbat lalu kemudian terbuka lebar, maka bermunculanlah wadah-wadah penampungan aspirasi publik berupa partai politik baru. Munculnya partai politik baru, menandai berakhirnya era monopolitik yang menjenuhkan dan melaju ke arah perpolitikan yang bebas, demokratis dan kompetitif.18 Dalam perjalanannya, demokrasi dianggap sebagai sistem politik yang paling sempurna. Hal itu dikarenakan demokrasi merupakan sistem yang dapat diterima secara luas baik sebagai teori maupun sebagai model bagi masyarakat. Di Indonesia sendiri, demokrasi perpolitikan dapat dikatakan berjalan cukup dinamis. Indonesia pernah menggunakan demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila serta juga demokrasi langsung yang sampai sekarang diterapkan, dimana demokrasi langsung diinterprestasikan dengan pemilihan langsung oleh rakyat terhadap anggota legislatif dan eksekutif. Oleh karena dipilih langsung, setiap orang yang akan mewakili atau memimpin bangsa ini, haruslah orang yang didukung oleh masyarakat atau setidaknya mayoritas masyarakat. Dalam mekanisme demokrasi langsung, popularitas adalah satu hal yang utama dan penting. Orang yang populer tentu saja merupakan orang yang disukai banyak orang. Oleh karena itu, upaya untuk menjadi populer berbondong-bondong dilakukan oleh para elit politik dengan tujuan mendapatkan legitimasi politik dari masyarakat. Para elit dituntut tidak hanya menguasai literatur-literatur ilmu politik dan penguasaan basis massa di masyarakat baik secara primordial maupun secara ideologis, namun para elit juga dituntut untuk bisa 18 Demokrasi merupakan sebuah bentuk sistem politik yang merupakan respon terhadap sistem monarki-diktator pada Abad ke-5 SM. Namun pada perkembangannya demokrasi lebih jauh dianggap sebagai jawaban (antitesa) atas teokrasi dan monarki yang semakin jauh dari kesejahteraan rakyat. Konsep mengenai demokrasi berasal dari gagasan-gagasan beberapa tokoh yang sampai hari ini masih berpengaruh dalam dunia ilmu politik. Gagasan-gagasan seperti gagasan Nicolo Machievelli tentang sekularisme, Thomas Hobes tentang kontrak sosial, gagasan tentang negara dan pemisahan kekuasaan oleh John Locke yang selanjutnya dikembangkan oleh Montesqiue serta gagasan tentang kedaulatan rakyat dan kontrak sosial oleh J.J Rousseau. Lihat, Anthonius Sitepu, Sistem Politik Indonesia (Medan: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, 2004), h. 5-6. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 31 menjadi figur publik. Sebagaimana dijelaskan Vidyarini, bahwa dalam wacana popular, tampilan-tampilan secara audio dan visual dipercaya sebagai strategi yang ampuh untuk membuat orang menjadi popular. Seseorang dapat menyenangkan hati rakyat dan mendapatkan legitimasi dari rakyat, khususnya terhadap pemilih pemula dan pemilih yang rasional (swing voter) dengan bantuan media informasi dan komunikasi.19 Era demokrasi mendorong setiap partai berupaya memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Karena dalam era demokrasi, kompetisi antara parpol semakin tinggi, sehingga salah satu tugas berat bagi parpol adalah bagaimana caranya agar parpol tersebut bisa diterima oleh masyarakat. Kondisi ini kemudian mendorong partai berupaya menguatkan keberadaannya dengan berbagai strategi. Ada yang menunjukkan eksistensinya dengan menonjolkan programnya, ada yang menonjolkan ketokohan, simbol-simbol, jargon-jargon hingga singkatan nama. Hal itu semua dilakukan partai dalam rangka membentuk popularitas. Dalam wacana politik, kegiatan tersebut dinamakan sebagai politik pencitraan yang merupakan salah satu strategi untuk memenangkan kontestasi politik. Pencitraan adalah sebagai salah satu strategi baru, di samping strategi yang lebih klasik yaitu dengan strategi penggalangan suara melalui jaringan politik partai. Strategi politik pencitraan digunakan sebagai media untuk mempublikasikan akuntabilitas politik para kontestan politik. Pencitraan tersebutlah yang semakin berkembang dan atraktif, ketika sistem pemilihan langsung dalam Pemilu 2004 dan terlihat hingga Pemilu 2009. Masa kampanye yang lebih lama dan sistem suara terbanyak, memungkinkan satu partai, baik secara institusional maupun individual untuk melakukan pencitraan politik yang lebih beragam dan menarik. Bahkan sejumlah partai memanfaatkan jasa media massa, hotline advertising, dan sebagainya untuk memuluskan pencitraannya. Pemilu Presiden 2004 yang dimenangkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) misalnya, merupakan indikasi kuatnya 19 Titi Nur Vidyarini, “Politik dan Budaya Populer Dalam Kemasan Program Televisi” dalam Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, Vol.2, No. 1, Januari 2008 (Pusat Penelitian Universitas Kristen Petra: 2008), h. 33 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 32 | Pencitraan dan Komunikasi Politik pencitraan politik yang dilakukan SBY. Sebagai calon Presiden yang berasal dari partai kecil dan dicalonkan oleh beberapa partai kecil waktu itu, SBY berhasil mengalahkan 2 calon kuat dari partai yang memiliki basis masa yang kuat di tingkat akar rumput, seperti Wiranto yang dicalonkan partai Golkar pemenang pemilu 2004, dan Megawati Soekarno Putri yang dicalonkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang merupakan pemenang kedua. Proses pencitraan juga dilakukan partai dengan menggunakan simbol-simbol, jargon-jargon dan lain sebagainya. Di antara simbol dan jargon yang digunakan partai, misalnya “Bersama Kita Bisa” adalah jargon yang disampaikan SBY pada pemilu 2004, yang pada akhirnya mengantarkan SBY ke kursi RI-1. Jargon lain berbunyi “Hidup adalah Perbuatan” yang didengungkan oleh Sutrisno Bachir salah satu elit Partai Amanat Nasional, “Lebih Cepat Lebih Baik” yang dikumandangkan oleh Muhammad Jusuf Kalla seorang politisi senior Partai Golkar sekaligus Calon Presiden Partai Golkar Pada Pemilihan Presiden 2009. Bahkan, secara personal ada juga elit politik yang mendengungkan jargon yang khas versi pribadi elit bersangkutan, misalnya Rizal Malarangeng mengumandankan “When There is a While There is Way, kemudian Rizal Ramli dengan jargon “Indonesia Tanpa Hutang” yang secara kebetulan Rizal Ramli adalah sebagai penggagas blok perubahan. Di samping menggunakan jargon-jargon sebagaimana yang telah disebutkan di atas, tindakan-tindakan simbolis sebagai bentuk pencitraan dipertunjukkan juga oleh para elit politik melalui media massa. Sebagai Wakil Presiden pendamping Jusuf Kalla (Partai Golkar), Jendral TNI (Purn) Wiranto (HANURA) mempertontonkan adegan dramatis, menyentuh, dan menggugah ketika Wiranto memakan nasi aking di tengah kerumunan keluarga miskin di Serang, Banten. Ia merasakan sendiri betapa nasi aking tidak enak dan tidak layak untuk dimakan. SBY juga pernah meneteskan air mata ketika berkunjung ke Aceh untuk melihat kondisi masyarakat Aceh pasca terjadinya bencana tsunami. Terlepas dari kepedulian kedua tokoh terhadap keadaan yang sebenarnya, namun dari tinjauan politik dipahami bahwa keduanya sedang sama-sama melakoni pencitraan dalam rangka kontestasi politik yang sedang berlangsung. Wiranto Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 33 dan SBY secara tidak langsung membangun simulasi politik untuk menciptakan citra atau gambaran tersendiri di mata publik. Masingmasing ingin menunjukkan kepada publik bahwa mereka adalah calon pemimpin yang dekat, peduli dan mengerti dengan rakyat. Apa yang dilakukan kedua tokoh di atas, erat kaitannya dengan penjelasan Jon Simons, bahwa politik demokratis modern adalah politik pencitraan, di mana persoalan penampilan lebih penting dari substansi, dan kepribadian lebih penting dari pada kebijakan.20 Di tinjau dari kajian antropologi politik, yang dilakukan oleh Wiranto dan SBY merupakan salah satu bentuk politik simbolisme (politics of symbolism). Dalam kampanye politik simbol dan atribut yang digunakan para politisi merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang mampu membentuk persepsi masyarakat. Brian McNair sebagaimana dikutip Mulyana, menjelaskan bahwa model jas, gaya rambut, sudut pengambilan kamera atau warna penataan panggung adalah contoh-contoh aspek pesan yang dapat mempengaruhi persepsi khalayak mengenai komunikator dan pesan yang disampaikan21 Namun menariknya dari perkembangan demokrasi di Indonesia, masyarakat mulai banyak belajar untuk menterjemahkan proses simbolisme dan pencitraan yang dilakukan para elit politik. Ada masyarakat yang mulai cerdas menilai, bahwa apa yang dilakukan oleh seorang kandidat atau satu partai pada saat menjelang Pemilu, adalah bentuk pencitraan, agar partai atau kandidat bersangkutan dianggap baik. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang diterima, baik langsung maupun melalui media politik. Citra politik merupakan salah satu efek dari komunikasi politik dalam paradigma atau perspektif mekanistis, yang pada umumnya dipahami sebagai kesan yang melekat dibenak individu atau kelompok. Citra politik juga berkaitan dengan pembentukan opini publik, karena pada dasarnya opini publik politik terbangun melalui citra politik. Sedangkan citra politik Jon Simons, The Power Of Political Images (Bloomington: American Political Science Association, 2006), h. 1. 20 21 Dedy Mulyana, Komunikasi Politik, Politik Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), h. 14. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 34 | Pencitraan dan Komunikasi Politik terwujud sebagai konsekuensi kognisi dari komunikasi politik. Robert sebagaimana dikutip Anwar Arifin menyatakan bahwa komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat atau perilaku tertentu, tetapi cenderung memengaruhi cara khalayak mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan citra itulah yang memengaruhi pendapat (opini) atau perilaku khalayak.22 Dengan demikian, pencitraan politik akan membantu dalam pemahaman, penilaian, pengindentifikasian peristiwa, gagasan tujuan atau pemimpin politik. Jelasnya, pencitraan politik membantu seseorang dalam memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya tentang referensi politik. Para politikus atau pemimpin dalam politik sangat berkepentingan dalam pembentukan citra politik dirinya melalui komunikasi politik dalam usaha menciptakan stabilitas sosial dan memenuhi tuntutan rakyat. Maka tidak berlebihan, bila menjelang Pilpres 2009 dan 2014 yang lalu, figur-figur yang muncul berusaha keras menciptakan dan mempertahankan tindakan politik yang dapat membangkitkan citra yang memuaskan, supaya dukungan opini publik dapat diperoleh dari rakyat sebagai khalayak komunikasi politik. Misalnya pernyataan presiden atau wakil presiden dalam konferensi pers atau dalam sebuah pidato mengenai kesulitan perekonomian yang telah teratasi akibat sebuah kebijakan. Untuk itu politikus harus berusaha menciptakan dan mempertahankan tindakan politik yang membangkitkan citra yang memuaskan, supaya dukungan opini publik dapat diperoleh dari rakyat sebagai khalayak komunikasi politik. Menurut Anwar Arifin, di negara-negara yang mengedepankan budaya politik mencari kekuasaan, politik pencitraan sangat penting. Persaingan politik bebas atau demokrasi, semakin menguatkan pentingnya pencitraan politik. Arifin menegaskan, bahwa dalam konteks perpolitikan di Indonesia, pencitraan politik semakin menguat, ketika Indonesia menerapkan sistem pemilu langsung berdasarkan suara terbanyak. Janji politik yang dikemas dengan berbagai bentuk dan disebarkan melalui media massa merupakan salah satu bentuk pencitraan politik.23 22 Arifin, Komunikasi Politik, , h. 178. 23 Ibid., h. 29-30. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 35 Pentingnya pencitraan dalam peta politik juga dijelaskan Yasraf Amir Piliang sebagaimana dikutip Tinarbuko, bahwa dalam politik abad informasi, citra politik seorang tokoh yang dibangun melalui aneka media cetak dan elektronik seakan menjadi mantra yang menentukan pilihan politik. Melalui mantra elektronik itu, maka persepsi, pandangan dan sikap politik masyarakat dibentuk bahkan dimanipulasi. Ia juga telah menghanyutkan para elit politik dalam gairah mengkonstruksi citra diri, tanpa peduli relasi citra itu dengan realitas sebenarnya. Politik kini menjelma menjadi politik pencitraan, yang merayakan citra ketimbang kompetensi politik.24 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa pencitraan dalam pentas demokrasi di Indonesia, dapat dikatakan sebagai politikal marketingnya para politikus untuk menarik minat dan kepercayaan dari masyarakat. Para kandidat atau politisi yang sedang berkompetisi, dipasarkan mirip sebuah produk dan dijual dengan cara yang berbeda-beda untuk memikat publik. Maka tidak mengherankan jika politisi memanfaatkan konsep pencitraan untuk menjembatani jarak antara pemilih dengan apa yang sesungguhnya tersimpan di benak para pemilih. Dalam kaitan ini, pencitraan politik sebenarnya lebih dari sekedar strategi untuk menampilkan kandidat kepada para pemilih. Tetapi juga berkaitan dengan kesan yang dimiliki oleh pemilih baik yang diyakini sebagai hal yang benar atau tidak. Artinya, citra lebih dari sekedar pesan yang dibuat oleh kandidat ataupun gambaran yang dibuat oleh pemilih, tetapi citra merupakan negosiasi, evaluasi dan konstruksi oleh kandidat dan pemilih dalam sebuah usaha bersama. Dengan kata lain, keyakinan pemilih tentang kandidat berdasarkan interaksi atau kesaling bergantungan antara yang dilakukan oleh kandidat dan pemilih. Pencitraan dalam praktik politik demokrasi memiliki urgensi yang sangat signifikan dalam mendukung keberadaan partai atau kandidat yang sedang berkompetisi. Argumentasi ini dikuatkan oleh Arifin, bahwa politik pencitraan atau pencitraan politik sangat penting di negara-negara yang menganut budaya politik yang bertujuan untuk mencari atau merebut kekuasaan, terutama negara 24 Sumbo Tinarbuko, Iklan Politik Dalam Realitas Media (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 7. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 36 | Pencitraan dan Komunikasi Politik yang menganut libertarian. Tetapi di negara yang menganut ideologi otoritarian atau komunis, pencitraan tidak begitu diperlukan, sebab kekuasaan tidak diperebutkan pada negara tersebut.25 Selanjutnya Arifin menyebutkan, ada empat urgensi pencitraan politik, yaitu untuk persaingan politik, menangkal khalayak politik, mempersuasi dan menyugesti, terpaan dan kekuatan media.26 a. Persaingan Politik Sejak tumbangnya rezim Orde Baru, maka berakhirlah kekuasaan otoriter di Indonesia yang digantikan oleh era demokrasi, sebagai produk dari ideologi libertarian. Sejalan dengan itu, muncul liberasi politik dengan kemasan demokratisasi politik yang sesungguhnya bukan produk asli Indonesia. Liberasi politik mendorong munculnya banyak partai. Secara realitas terlihat, bahwa besarnya jumlah partai yang mengikuti Pemilu jelas menambah nuansa dan tekanan persaingan. Konsep persaingan yang selama ini tidak terlihat pada masa Orde Baru, tiba-tiba saja menjadi hal yang mewarnai pemandangan dalam nuansa perpolitikan Indonesia pascareformasi. Kondisi ini serta merta mendorong lahirnya persaingan bebas dalam memperoleh atau memperebutkan kekuasaan. Dalam persaingan yang semakin ketat itu pula, partai-partai mulai menerapkan teori pencitraan. Partai politik semakin agresif dan aktif mencari dan berburu suara di luar basis pendukung tradisional. Bila diikuti perkembangan demokrasi yang berlangsung di Indonesia, kunci dari proses pertarungan politik tersebut adalah bagaimana beragam informasi politik dikontestasikan dan dikonstruksikan dalam arena politik, sehingga mampu mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku pemilih. Setiap saat, informasi politik terus berkembang karena meluasnya isu-isu politik dan dalam waktu yang bersamaan juga, isu-isu politik tersebut semakin ramai diperbincangkan oleh masyarakat dari beragam latar belakang kelas sosial. Informasi politik yang sering diperdebatkan menyangkut dua hal, yaitu terkait dengan partai politik dan para elit yang menjadi kandidat dalam sebuah kontestasi politik. Di Indonesia, 25 Arifin, Politik, h. 29. 26 Ibid, h. 29-38. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 37 para elit politik pun berusaha membangun pencitraan untuk meraih simpati dari masyarakat, sehingga intensitas persaingan di ruang publik, termasuk di media terlihat sangat jelas. Menurut Nyarwi Ahmad, ada tiga hal yang melatar belakangi intensitas peningkatan pertarungan politik pencitraan, yaitu ketatnya persaingan antara kontestan, tingginya permintaan masyarakat dan faktor kultural.27 Pertama, ketatnya persaingan politik antarpartai atau antarkandidat yang bertarung dalam kontestasi politik. Hal ini misalnya dapat diperhatikan bagaimana persaingan politik menjelang arena Pemilu Legislatif, Pemilu DPD, Pemilu Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah. Pertarungan politik tidak hanya terkait dengan kondisi aktual masing-masing parpol, akan tetapi juga terkait dengan para kandidat. Keterbatasan publik dalam mengakses informasi, turut mendorong partai dan para kandidat untuk menyampaikan informasi politik yang positif sebanyak-banyaknya tentang dirinya, dan berusaha meminimalisir informasi politik negatif yang ada pada dirinya. Partai atau para kandidat juga selalu berusaha mengemas ragam informasi politik tentang dirinya dan atribut lain yang positif bagi dirinya agar sampai ke benak publik. Bahkan ketatnya persaingan politik, juga dibarengi dengan inovasiinovasi baru dalam menyebarkan dan mengelola informasi dan pesan-pesan politik. Para kompetitor politik pada umumnya tidak hanya sekedar menyampaikan informasi politik tentang dirinya, akan tetapi memberikan informasi politik negatif juga terhadap kompetitornya. Pola ini dijalankan dengan teknik-teknik pencitraan dan persuasif yang cukup canggih oleh para tim pemenangan dan para konsultan politik. Kedua, ketatnya persaingan politik juga dipengaruhi oleh perubahan permintaan para pemilihnya. Pemilih, ada kalanya disebut sebagai pemilih rasional dan ada yang disebut pemilih emosional. Di sebuah daerah, adakalanya pemilih rasional merupakan jumlah terbanyak, namun adakalanya kalangan pemilih jenis seperti ini sedikit. Bagi kalangan pemilih rasional misalnya, pertarungan informasi politik dan pesan-pesan politik makin sengit dilakukan 27 Nyarwi Ahmad, Manajemen Komunikasi Politik dan Marketing Politik: Sejarah, Perspektif dan Perkembangan Riset (Yogyakarta: Pustaka Zaman, 2012), h. 72-74. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 38 | Pencitraan dan Komunikasi Politik oleh masing-masing parpol dan kandidat. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk, mempengaruhi, merubah maupun memperkuat persepsi, keyakinan maupun perilaku para pemilih agar sejalan dengan kepentingan parpol atau kandidat untuk memenangkan Pemilu maupun Pemilukada. Ketiga, faktor kultural. Persaingan dan pertarungan politik juga dipengaruhi oleh faktor kultural. Faktor kultural menyangkut budaya komunikasi politik para elit dan juga budaya komunikasi politik publik. Ada beragam tipe budaya komunikasi masyarakat dalam menyampaikan informasi dan pesan-pesan politik. Ada yang cenderung ekplisit, terang-terangan dan sebaliknya ada juga yang cenderung implisit, disampaikan dengan bahasa yang halus. Pola penghormatan masyarakat terhadap elit juga menentukan cara bagaimana mereka menyebarkan informasi dan pesan-pesan politik ketika menyangkut elit politik. Rezim moral dan budaya di sini menjadi faktor penentu bagaimana diskursus informasi dan pesan pesan politik dilakukan oleh publik dan elit poitik. Meningkatnya arus kontestasi politik parpol dan kandidat dalam arena pemilu dan Pilkada, merupakan fakta yang tidak dapat dihindarkan. Terutama pasca reformasi yang dibarengi dengan munculnya parpol-parpol baru semakin menguatkan praktik pencitraan politik. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang diterima, baik langsung maupun melalui media. Citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian dan pengidentifikasi peristiwa, gagasan, tujuan atau pemimpin politik. Citra politik juga membantu bagi seseorang dalam memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif, tentang mengapa segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya tentang referensi politik. Citra politik akan menjadi perhatian penting jika seseorang menganggap bahwa dalam memenuhi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis, hanya dapat diatasi dan dilakukan oleh negara. Para politikus atau pemimpin politik sangat berkepentingan dalam pembentukan citra politik dirinya. Namun dapat dipahami, bahwa selain para politikus atau pemimpin politik, lembaga-lembaga seperti lembaga eksekutif, lembaga legislatif dan lembaga yudikatif Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 39 sangat berkepentingan untuk melakukan pencitraan. Tetapi di antara semua lembaga yang telah disebutkan, paling berkepentingan terhadap upaya pencitraan adalah partai politik, karena partai politik berkompetisi dengan sejumlah partai lainnya, terutama dalam aktivitas memenangkan pemilihan umum yang berlangsung secara periodik. Karena kompetisi berlangsung secara terus-menerus, maka masing-masing partai politik berupaya menunjukkan citra positifnya untuk menarik perhatian dan simpatik dari kalangan pemilih. Strategi pencitraan yang dilakukan partai politik, tidak dilakukan secara instan, melainkan dengan cara berkesinambungan. Hal ini dilatar belakangi persaingan politik antarpartai. Di samping itu, khayalak, publik atau rakyat ingin mengetahui kesesuaian dirinya dengan ideologi, visi dan misi kerja serta kinerja dan reputasi suatu partai politik dan tokoh-tokohnya. Secara esensial, citra politik diciptakan, dibangun, dibina, dan diperkuat setiap tokoh politik maupun partai politik melalui komunikasi politik yang intensif. Hal itu berkaitan dengan kondisi persaingan politik yang semakin kompetitif. Pesan-pesan politik disusun dan dikemas sedemikian rupa untuk menimbulkan citra yang diinginkan, terutama agar tercipta citra yang lebih indah dari warna aslinya. Upaya memperoleh kemenangan dalam persaingan politik yang semakin sengit, mendorong lahirnya berbagai cara, metode, tindakan, siasat, terutama dalam melakukan pencitraan politik. Upaya-upaya itu dilakukan partai dan kontestan dalam berbagai bentuk komunikasi politik, seperti retorika, agitasi, propaganda dan iklan politik yang terorganisir melalui media maupun secara langsung. Pencitraan politik dengan segala aspek negatif maupun positifnya terus berkembang, terutama karena setiap warga negara dalam sistem politik demokrasi berhak dipilih dan memilih dalam suatu pemilihan umum. Artinya, setiap warga negara di negara yang menganut demokrasi memiliki kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pikirannya, baik secara lisan maupun tulisan. Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul, dengan sendirinya mendorong semakin terbukanya persaingan dalam memperebutkan kekuasaan. Partai politik dalam kaitan itu, terus menerus melakukan sosialisasi politik secara bebas untuk membangun citra politik dan opini publik. Di Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 40 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Indonesia sendiri, partai politik masih dipandang sebagai wadah utama dalam menyalurkan dan menampung aspirasi politik ketimbang sarana lainnya. Partisipasi politik masyarakat masih terfokus pada penyaluran aspirasi politik melalui pemilihan umum.28 Masyarakat Indonesia telah belajar banyak dari proses demokrasi yang diperkenalkan pasca runtuhnya Orde Baru sejak tahun 1998. Sistem pemilu di Indonesia berlahan berkembang kearah yang lebih demokratis sejak reformasi tahun 1998. Pemilu 2004 merupakan pemilu legislatif pertama yang diadakan secara langsung. Hal ini mengindikasikan bahwa rakyat telah lebih banyak dilibatkan dalam proses politik. Trend ini berlanjut hingga tahun 2009 hanya saja bedanya, jika pemilu legislatif 2004 berdasarkan nomor urut, maka pada pemilu legislatif 2009 berdasarkan suara terbanyak. Dalam proses Pemilu legislatif tahun 2009 muncul fenomena menarik untuk diperbincangkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan pesta demokrasi, terutama yang menyangkut kompetisi antarpartai politik dalam upaya mempertahankan eksistensinya. b. Menangkal Khalayak Politik Dalam perspektif ilmu komunikasi, Anwar Arifin menggagas perlunya strategi komunikasi politik dalam menciptakan efektivitas pencitraan politik. Di antara tindakan strategis tersebut kata Arifin adalah menciptakan kebersamaan dengan memahami khalayak, menyusun pesan persuasif dan menetapkan metode serta memilih media. Suasana homofili yang harus diciptakan antara politikus dengan khalayak menurut Arifin adalah persamaan bahasa (simbol komunikasi), persamaan busana, persamaan kepentingan dengan khalayak terutama mengenai pesan politik, metode dan media politik. Namun yang sangat penting adalah siapa tokoh yang akan melakukan komunikasi kepada khalayak. Artinya, politikus atau 28 Pemilihan umum merupakan salah satu ciri dari sistem politik demokrasi. Dalam masyarakat demokrasi, pemilihan umum dan institusi legislatif merupakan penghubung yang sah antara rakyat dan pemerintah. Pemilihan umum menjadi mekanisme politik untuk melakukan rekruitmen dan seleksi orang-orang yang akan duduk dalam lembaga perwakilan. Ramlan Surbakti menyebutnya, bahwa dalam sistem demokrasi, cara yang digunakan oleh suatu partai politik untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan ialah ikut serta dalam pemilihan umum. Lihat, Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT. Grasindo, 2010), h. 149. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 41 aktivis telah memiliki banyak persamaan dengan khalayak dan mengetahui khalayaknya.29 Memahami khalayak akan memudahkan pencapaian tujuan politik. Hal ini mengingat bahwa komunikasi merupakan dua alur proses antara kedua belah pihak yang berkomunikasi. Proses alur komunikasi akan terpenuhi jika komunikator memahami khalayaknya dengan baik. Bahkan kebutuhan dan motivasi individu-individu yang akan menjadi khalayak politik, juga harus dikenal, diketahui dan dipahami. Demikian juga pengetahuan dan kemampuan khalayak dalam mengakses pesan-pesan politik, baik langsung maupun melalui media. Sebagaimana dijelaskan Alo Liliweri, bahwa komunikasi efektif akan tercapai jika komunikator mampu mengenali khalayaknya, mampu menjawab kebutuhan khalayak dengan baik, mampu menyampaikan pesan yang dipercayai dan disukai audiens.30 Terkait dengan pemahaman khalayak politik, beberapa hasil studi menunjukkan pentingnya pemahaman terhadap khalayak, karena para pemilih memberikan suaranya kepada partai atau kandidat yang sesuai dengan ideologi politiknya. Artinya, partai atau kandidat yang tidak sesuai dengan ideologi politiknya akan ditinggalkan. Itulah sebabnya, pemahaman terhadap khalayak sangat penting. Khalayak sebagai pihak yang menjadi sasaran komunikasi politik pencitraan, tidak boleh dianggap sebagai khalayak yang pasif yang bisa diperlakukan sesuai dengan keinginan komunikator politik. Menurut Arifin, pada masyarakat yang menganut kebebasan memilih (demokrasi), daya aktifnya akan lebih kuat, sehingga membuat citra pada khalayak dan opini publik lebih dinamis karena khalayak memiliki daya tangkal yang kuat. Menurut Arifin, studi tentang daya tangkal khalayak sudah dikembangkan oleh para pakar dalam perspektif psikologi komunikasi manusia. Raymon Bauer (1964) mengembangkan teori khalayak kepala batu (the obstinate audience) yang diperkenalkan oleh I.A. Richards sejak tahun 1936 dan diamalkan oleh para ahli retorika di zaman Yunani dan Romawi Arifin Anwar, Komunikasi Politik – Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan dan Komunikasi Politik Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 63-64. 29 30 Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna (Jakarta: Kencana, 2011), h. 125. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 42 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Klasik. Teori ini muncul sebagai kritik terhadap teori peluru dan mereka tidak percaya bahwa khalayak bersifat pasif dan tidak mampu melawan keperkasaan media. Khalayak justru sangat berdaya dan sama sekali tidak pasif dalam proses komunikasi politik. Khalayak memiliki daya tangkal dan daya serap terhadap semua terpaan pesan kepada mereka. Komunikasi merupakan transaksi, pesan yang masuk akan disaring, diseleksi, kemudian diterima atau ditolak melalui filter konseptual. Namun demikian, meskipun khalayak memiliki daya tangkal terhadap informasi yang disampaikan, khalayak keras kepala atau kepala batu, tapi bagi pendukung teori peluru (the bullet theory) atau jarum suntik hipodermik (the hypodermic needle theory) tetap berkeyakinan, bahwa citra dan opini publik dapat dibangun, dibentuk, dan diperkuat melalui komunikasi politik yang intensif dan efektif. Komunikasi itu bisa dilakukan melalui iklan politik, kampanye, propaganda, agitasi, dan pidato.31 c. Persuasi dan Sugesti Pencitraan politik atau politik pencitraan dapat juga dikategorikan sebagai salah satu bentuk persuasi politik yang dilakukan partai dan para politisi untuk merebut hati rakyat. Sebagaimana juga yang ditegaskan Arifin, bahwa diantara metode yang paling sering digunakan para politisi untuk menundukkan khalayak, selain metode informatif, edukasi dan koersif adalah metode persuasi.32 Persuasi adalah salah satu bentuk komunikasi paling mendasar. Persuasi didefenisikan sebagai perubahan sikap akibat paparan informasi dari Arifin, Politik Pencitraan, h. 34. Dalam teori peluru (bullet theory) atau model jarum hipodermis, audience dianggap pasif maksudnya adalah pengertian yang menganggap bahwa masyarakat lebih banyak dipengaruhi oleh media. Mereka secara pasif menerima apa yang disampaikan media. Mereka menerima secara langsung apa-apa yang disampaikan oleh media atau dengan kata lain, media of power full. Berbeda dengan pandangan Uses and Gratification Theory, audience dianggap sebagai audience yang aktif dan diarahkan oleh tujuan. Audience sangat bertanggung jawab dalam memilih media untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dalam pandangan ini, media dianggap sebagai satu-satunya faktor yang mendukung bagaimana kebutuhan terpenuhi, dan audiens dianggap sebagai perantara yang besar. Mereka tahu kebutuhan mereka dan bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut atau dengan kata lain, mereka lebih selektif dalam menerima pesan-pesan media. Mereka juga selektif dalam memilih dan menggunakan media. 31 32 Arifin, Politik, h. 37. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 43 orang lain. Sikap tersebut dapat diungkapkan dari rasa suka atau tidak suka. Sikap tersebut sering dianggap memiliki tiga komponen, yaitu: Pertama, komponen afektif, yaitu kesukaan atau perasaan terhadap sebuah objek. Kedua, komponen kognitif, yaitu keyakinan terhadap sebuah objek. Ketiga, komponen berkaitan dengan perilaku, yaitu tindakan terhadap objek.33 Pencitraan yang positif akan berpengaruh positif terhadap sikap, kepercayaan dan tingkah laku orang yang dipersuasi. Demikian sebaliknya, pencitraan negatif akan berpengaruh negatif terhadap sikap orang yang dipersuasi. Dengan demikian, pencitraan dalam komunikasi politik sangat tergantung dengan usaha-usaha persuasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh orang yang sedang melakukan persuasi. Pada konteks inilah, dibutuhkan manajemen pencitraan atau satu penataan dan pengelolaan terhadap suatu kegiatan yang mempunyai dampak positif terhadap pencitraan. Menurut Marwoto, istilah persuasif yang dalam bahasa Inggris disebut persuation berasal dari kata kerja to persuade yang artinya membujuk atau meyakinkan. Jadi persuasi adalah wacana yang berisi paparan berdaya bujuk, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran dan keyakinan orang yang dipersuasi sehingga orang tersebut menuruti himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh yang mempersuasi.34 Dari sini dipahami bahwa persuasi adalah usaha seseorang dengan cara memberikan alasan yang meyakinkan orang lain untuk berbuat dan bertindak seperti yang diharapkan tanpa paksaan. Dengan demikian, persuasi memerlukan upaya-upaya tertentu untuk merangsang orang mengambil keputusan sesuai dengan keinginan orang yang mempersuasi. Upaya yang bisa digunakan adalah menyodorkan bukti-bukti, walaupun tidak setegas yang dilakukan dalam argumentasi. Dan Nimmo menjelaskan, ada tiga macam persuasi dalam komunikasi politik: (a) propaganda, (b) iklan politik/iklan massa, dan (c) retorika. Propaganda diarahkan kepada individuindividu sebagai anggota suatu kelompok masyarakat. Iklan Werner J. Severin dan James W. Tankard Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, terj. Sugeng Hariyanto (Jakarta: Kencana, 2005), h. 177. 33 34 Marwoto, Komposisi Praktis (Yogyakarta: Hanindita, 1997), h. 176. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 44 | Pencitraan dan Komunikasi Politik diarahkan kepada individu sebagai unit-unit yang anonym dalam suatu kelompok yang lebih luas. Sementara retorika mempunyai sifat one to one communication dan biasanya terjadi proses timbal balik antara pembicara dengan khalayaknya.35 Masyarakat yang ada di negara demokrasi merupakan khalyak yang dapat menentukan pesan politik agar disampaikan oleh para politikus dalam kampanye maupun citra politik yang dibangun politikus tersebut. Dalam hal ini, pesan politik yang disusun setelah mengetahui kondisi khalayak dapat disebut sebagai ajakan yang positif. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pesan politik yang bersifat persuasif, yaitu menentukan tema dan materi yang sesuai dengan kondisi dan situasi khalayak. Harus disadari bahwa individu dalam saat yang bersamaan, selalu dirangsang oleh banyak pesan dari berbagai sumber, termasuk pesan politik. Tetapi tidaklah semua rangsangan itu dapat mempengaruhi khalayak, kecuali hanya pesan yang memenuhi syarat. Upaya yang dapat dilakukan dalam menyusun politik persuasif ialah membangkitkan perhatian khalayak terhadap pesan-pesan yang disampaikan. Agar komunikasi persuasif mencapai tujuan yang diinginkan, perlu diperhatikan tahapan komunikasi persuasi, dalam hal ini lazim dikenal dengan model AIDDA yang merupakan singkatan dari, A (awareness= kesadaran), I (interest = perhatian), D (desire: hasrat), D (decision = keputusan), A (action = kegiatan). Model komunikasi AIDDA ini meskipun sifatnya linear, namun banyak digunakan dalam kegiatan penyuluhan dan promosi karena di samping sederhana, juga mudah diaplikasikan pada hal-hal yang bersifat praktis. Awareness (kesadaran) atau attention (perhatian) tertuju untuk menanamkan kesadaran pada khalayak terkait dengan apa yang dipromosikan, sehingga khalayak dapat menyadari dan benarbenar memperhatikan apa manfaat dan keuntungan dari apa yang ditawarkan kepada mereka. Interest (perhatian) dilakukan dalam rangka menarik perhatian khalayat terhadap apa yang ditawarkan. Perhatian khalayak biasanya muncul karena mereka merasa apa yang ditawarkan tersebut mereka butuhkan. Desire (keinginan) merupakan 35 Dan Nimmo, Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h., 123-140. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 45 proses yang terjadi setelah timbul perhatian dan kesadaran khalayak terhadap tawaran yang diberikan. Pada tahap ini, khalayak memiliki keinginan untuk memilih atau tidak memilih. Decision (keputusan) adalah tindakan yang dilakukan khalayak dalam bentuk keputusan setelah melalui banyak pertimbangan. Action (tindakan) yaitu perlakuan atau bentuk aksi yang dilakukan oleh khalayak, misalnya memilih sesuai dengan harapan yang diinginkannya. Prosedur ini sering juga disebut dengan A-A Procedure sebagai singkatan Attention – Action Procedure yang berarti akhir dari kegiatan ini adalah kerelaan komunikan menerima gagasan yang disampaikan tanpa paksaan.36 Gambaran model komunikasi AIDDA dapat dilihat pada bagan di bawah ini. Gambar 2. 2. Model komunikasi AIDDA Onong Uchjana Effendy mengemukakan beberapa teknik komunikasi persuasif, yaitu: 1). Teknik asosiasi. Penyajian pesan komunikasi dengan cara menumpangkan suatu objek atau peristiwa yang menarik perhatian khalayak. 2). Teknik integrasi. Kemampuan 36 Haified Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), h. 79. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 46 | Pencitraan dan Komunikasi Politik komunikator untuk menyatu dengan komunikan. Artinya dengan pendekatan verbal atau non verbal, komunikator menempatkan dirinya merasakan hal yang sama dengan komunikan. 3). Teknik ganjaran. Mempengaruhi orang lain dengan cara memberikan iming-iming atau reward dari komunikator kepada komunikan. 4) Teknik tataran. Menyusun pesan dengan secermat mungkin agar menarik, enak didengar atau dibaca dan pada akhirnya akan menggiring khalayak bertindak seperti yang diinginkan komunikator. 5). Teknik red-herring. Seni seorang komunikator untuk meraih kemenangan dalam perdebatan dengan mengelakkan argumentasi yang lemah untuk kemudian mengalihkanya sedikit demi sedikit ke aspek yang dikuasainya guna dijadikan senjata ampuh dalam menyerang lawan. Teknik ini digunakan komunikator ketika dalam keadaan terdesak.37 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa persuasi selalu bertujuan untuk membujuk, agar orang lain berubah pikirannya. Dengan terjadinya perubahan pada pikiran seseorang, maka diharapkan orang tersebut dapat menerima atau melakukan sesuatu yang diinginkan sesuai dengan tujuan orang yang mempersuasi. Sebab itu, untuk menciptakan kepercaayaan terhadap pesan-pesan yang disampaikan, maka pesan persuasif harus dirancang dan diciptakan sesuai dengan kesepakatan melalui kepercayaan. Pada akhirnya, orang yang menerima persuasi akan turut puas dan gembira karena ia tidak menerima keputusan itu berdasarkan ancaman dan paksaan. Menurut Severin, proses persuasi dapat dilihat dari model yang ditawarkan Greenwald yang lazim dikenal dengan model respons kognitif. Model ini menyebutkan bahwa perubahan sikap dimediasikan oleh pemikiran-pemikiran yang terjadi di benak penerima pesan. Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Hovland, bahwa semua perubahan sikap didasarkan kepada proses pembelajaran. Bagi Greenwald, daya tahan sebuah pesan dan penerimaan sebuah pesan adalah dua hal yang berbeda. Seseorang dapat mempelajari materi dalam sebuah pesan tanpa mengalami perubahan sikap. Dalam kasus persuasi tertentu menurut Greenwald, penerima pesan mempertimbangkannya, menghubungkannya dengan sikap-sikap, pengetahuan dan perasaan 37 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 22-24. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 47 yang ada.38 Selain model Greenwald, model persuasi lainnya yang menjelaskan persuasi adalah teori pemrosesan informasi (information processing theory) yang diperkenalkan McGuire (1968). Menurut McGuire, perubahan sikap terdiri dari enam tahap, yang masingmasing tahap merupakan kejadian penting yang menjadi patokan untuk tahap selanjutnya. Tahap-tahap tersebut, yaitu: 1. Pesan persuasif harus dikomunikasikan. 2. Penerima akan memperhatikan pesan. 3. Penerima akan memahami pesan. 4. Penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang disajikan. 5. Tercapai posisi adopsi baru. 6. Terjadi prilaku yang diinginkan.39 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa teori pemrosesan informasi dari McGuire memberi pandangan yang bagus tentang proses perubahann sikap. Dalam penjelasan lain, Keraf juga menegaskan ada tujuh teknik yang dapat dilakukan dalam persuasi, yaitu teknik rasional, teknik identifikasi, teknik sugesti, teknik konformitas dan teknik konpensasi, teknik penggantian dan teknik proyeksi.40 Pertama, teknik rasional. Teknik rasional dalam kegiatan persuasif dapat dikatakan sebagai suatu proses penggunaan akal untuk memberikan suatu dasar pembenaran kepada suatu persoalan. Kebenaran yang dibicarakan dalam persuasif bukanlah suatu kebenaran mutlak, tetapi hanya kebenaran yang berfungsi meletakkan dasar-dasar dan memuluskan jalan agar keinginan, sikap, kepercayaan, keputusan atau tindakan yang telah ditentukan atau diambil dapat dibenarkan. Rasionalisasi dalam persuasi akan berlangsung dengan baik apabila pembicara mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan khalayak, serta bagaimana sikap dan keyakinan mereka. Ciri yang menonjol dalam teknik ini adalah perlibatan rasio atau pemikiran yang mendalam. 38 Severin, Teori, h. 203. 39 Ibid, h. 204. 40 Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 1994), h. 124-131. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 48 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Kedua, teknik identifikasi. Dalam kegiatan persuasif, pembicara harus menganalisa khalayak dan seluruh situasi yang dihadapinya dengan seksama. Pembicara tentu akan lebih mudah mengidentifikasikan dirinya dengan khalayak. Hal ini sering digunakan para calon wakil rakyat dalam pemilu yang berusaha mengidentifikasikan dirinya sebagai “wakil rakyat” atau sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan petani, nelayan, buruh, dan sebagainya. Karena ia merasakan dan melihat sendiri apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang dihadapainya, maka ia akan memperjuangkan mati-matian kebutuhan itu, yang sekaligus juga adalah kebutuhan sendiri. Perjuangan ini akan tercapai apabila khalayak memberikan suara kepadanya atau kepada golongannya. Ketiga, teknik sugesti.41 Kegiatan persuasif, juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknik sugesti. Sugesti merupakan suatu usaha untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain agar bisa menerima suatu keyakinan atau pendirian tanpa memberi suatu dasar kepercayaan yang logis pada orang yang ingin dipengaruhi. Dalam kehidupan sehari-hari, sugesti biasanya dilakukan dengan kata-kata dan nada suara. Rangkaian kata-kata yang menarik dan meyakinkan disertai nada suara yang penuh berwibawa dapat memungkinkan seseorang mempengaruhi khalayak. Suatu kesan yang tidak mungkin terkikis adalah keyataan bahwa sugesti pertama-tama memperoleh kekuatan emosionalnya pada rasa ketaatan dan kepatuhan parental. Orang tua atau misalnya, adalah orang yang dianggap serba tahu dan serba berkuasa, sehingga apa yang dikatakannya selalu mempunyai daya sugesti yang ampuh. Oleh karena itu, seseorang yang ingin mengadakan persuasif dengan hasil yang di inginkan, dapat memanfaatkan kekuatan sugesti. Ia harus berusaha menampilkan 41 Sugesti merupakan proses mempengaruhi orang lain dengan tujuan tingkah laku, sikap, pendapat supaya identik dengan komunikator. Sugesti akan lebih mudah dilakukan, jika dalam diri orang yang disugesti itu telah ada kerangka berpikir (frame of reference) serta kerangka pengalaman (field of experience). Orang akan lebih mudah tersugesti ketika seseorang dalam masyarakat cenderung menerima pandanganpandangan atau sikap tertentu, karena didukung oleh mayoritas anggota masyarakat. Ketika masyarakat umum membenarkan, maka kecenderungan yang muncul akan lebih mudah mensugesti orang tersebut. Inilah yang disebut Gerungan sebagai sugesti karena mayoritas. Lihat, Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 137. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 49 figur yang dapat menggantikan kedudukan orang tua, menampilkan orang yang penuh kasih sayang, atau dihormati khalayak. Keempat, teknik konformitas. Teknik konformitas dapat ditempuh untuk melakukan persuasi kepada orang lain. Teknik konformitas adalah suatu keinginan atau tindakan untuk membuat diri serupa dengan sesuatu yang lain. Konformitas adalah suatu mekanisme mental untuk menyesuaikan diri atau mencocokan diri dengan sesuatu yang diinginkan. Sikap yang diambil dalam hal ini adalah menyesuaikan diri dengan keadaan supaya tidak timbul ketegangan. Sekilas terlihat, bahwa teknik ini mirip dengan identifikasi tetapi sebenarnya berbeda. Bedanya, dalam identifikasi komuikator hanya menyajikan beberapa hal yang menyangkut dirinya dengan kehadiran atau pembicara. Sedangkan dalam konformitas komunikator memperlihatkan kemampuannya berbuat dan bertindak sebagai khalayak. Kelima, teknik konpensasi. Teknik ini adalah suatu tindakan atau hasil dari usaha untuk mencari suatu pengganti (subtitute) bagi suatu hal yang tidak dapat diterima, atau suatu sikap, keadaan yang tidak dapat dipertahankan. Usaha mencari subtitute terjadi karena tindakan atau keadaan yang asli sudah mengalami frustasi. Komunikator mengajak khalayak untuk menciptakan keadaan yang lebih baik, dan diharapkan oleh rakyat. Ini juga merupakan salah satu bentuk persuasi yang diharapkan dapat mensugesti masyarakat untuk menjatuhkan pilihannya pada calon tertentu yang ikut dalam pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah. Keenam, teknik penggantian (displacement) atau subtitusi. Teknik ini adalah suatu proses yang berusaha menggantikan suatu maksud atau hal yang mengalami rintangan suatu maksud. Dalam persuasi komunikator berusaha meyakinkan khalayak untuk mengalihkan suatu obyek atau tujuan tertentu kepada suatu tujuan lain. Dalam hal ini ada kemiripan dengan kompensasi. Contoh dari penggantian misalnya, kambing hitam adalah suatu obyek yang menjadi sasaran kebencian atau kemarahan dialihkan atau digantikan dengan obyek lain yang sebenarnya tidak harus menerima kebencian atau kemarahan itu. Ketujuh, Proyeksi. Teknik persuasif dengan menggunakan proyeksi maksudnya adalah suatu teknik untuk mengubah sesuatu Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 50 | Pencitraan dan Komunikasi Politik yang tadinya adalah subyek menjadi obyek. Suatu sifat atau watak yang dimiliki seseorang tidak mau diakui lagi sebagai suatu sifat atau wataknya, tetapi dilontarkan sebagai sifat atau watak orang lain. Jika seseorang diminta untuk mendeskripsikan seseorang yang tidak disenangi, maka ia akan berusaha untuk mendeskripsikan sesuatu hal-hal yang baik tentang dirinya sendiri. Tujuh teknik yang telah dijelaskan di atas, merupakan teknik persuasif yang ditawarkan Keraf. Pada prinsipnya, ketujuh teknik tersebut merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka melakukan persuasif, agar khalayak dapat menerima tanpa paksaan pesanpesan yang disampaikan. Dalam kegiatan politik, maka persuasi politik dipakai oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang politik dan kenegaraan. Para ahli politik dan kenegaraan lebih sering menggunakan persuasi jenis ini untuk keperluan politik dan kenegaraannya. Dalam hal ini, pencitraan sering digunakan para politisi untuk melakukan pencitraan, karena dianggap dapat merubah sikap masyarakat. Pesan-pesan politik berupa simbol dan jargon-jargon politik yang disampaikan partai atau kandidat, memiliki daya tarik persuasif bagi khalayak. Dalam kampanye politik, simbol dan nilai-nilai dapat dikatakan sebagai salah satu yang paling berpengaruh dari semua pesan kampanye yang disampaikan. Maka dalam kaitannya dengan pemanfaatan kecenderungan psikologis, seorang politisi perlu menyingkat isu-isu kompleks menjadi istilah simbolik sederhana dengan mencoba membuat simbol-simbol tersebut dalam istilah yang mampu membangkitkan kecenderungan luas masyarakat. Sebagaimana yang dicerminkan Partai Amanat Nasional (PAN) misalnya, yang membuat pencitraan dengan membuat jargon “Politik Tanpa Gaduh”. Jargon ini merupakan salah satu fakta simbolik yang menggambarkan suasana perpolitikan saat ini. Meskipun hiruk pikuk konflik perpolitikan yang terjadi di Indonesia, tapi melalui jargon ini, PAN ingin mencitrakan dirinya sebagai partai yang damai, tidak rusuh dan tidak gaduh. PAN adalah partai yang aman, damai, dan jauh dari konflik internal. d. Terpaan dan Kekuatan Media Politik pencitraan yang bersifat persuasif dapat dilakukan melalui media massa, terutama melalui iklan. Terpaan media Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 51 ternyata dapat membuat khalayak menjadi tidak berdaya. Studi tentang terpaan media yang menyebabkan khlayak menjadi tidak berdaya diakui sejumlah pakar komunikasi, seperti Schramm (1971), Berlo (1960), Defleur dan Ball Rokeach (1989).42 Dalam kaitan ini, maka even-even pemilihan umum, media banyak digunakan partai maupun para politisi untuk melakukan pencitraan politik. Media dianggap memiliki peran strategis untuk penguatan citra politik, karena media merupakan penghubung antara komunikator dengan khalayak. Komunikasi dengan menggunakan media massa dianggap sangat menguntungkan dan dapat memudahkan penyebaran informasi terkait dengan calon yang sedang berkompetisi, karena media massa menimbulkan keserempakan. Artinya, suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang jumlahnya relatif banyak, lebih luas dan heterogen. Kekuatan utama penggunaan media massa untuk komunikasi politik adalah pembentukan opini publik dan citra politik. Media massa memiliki kontribusi besar dalam membangun pemahaman masyarakat hingga perilaku politiknya. Salah satu faktor determinan yang melatari terjadinya perubahan perilaku politik tersebut adalah publikasi media yang memberitakan transformasi politik. Kuatnya pengaruh media massa terhadap perilaku politik, menjadi kajian bagi para pakar. Kraus dan Davis sebagaimana dikutip Nurul Syobah menjelaskan, bahwa tema komunikasi politik telah dilakukan dan dipublikasikan sejak 1959. Kraus dan Davis menegaskan, bahwa media melakukan konstruksi realitas politik dalam masyarakat. Di samping itu, juga mengungkap masalah-masalah posisi komunikasi 42 Schramm menyebut teori ini dengan teori peluru (the bullet theory), Berlo memperkenalkan teori jarum suntik (hypodermic neddle theory) dan Ball Rokeach memperkenalkan teori stimulus respons. Gagasan utama dari tiga teori yang dikemukakan pakar komunikasi ini, bahwa komunikasi massa memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi khalayak. Teori-teori yang dikemukakan para pakar ini, menegaskan bahwa rakyat benar-benar rentan terhadap pesan-pesan komunikasi massa. Teori ini menyebut, apabila pesan disampaikan tepat sasaran, maka pesan tersebut akan memberikan efek kepada khalayak sesuai dengan yang diinginkan. Teori ini juga mengasumsikan bahwa para pengelola media dianggap sebagai orang yang lebih pintar dibanding audien. Oleh karenanya, audien bisa dibentuk dengan cara apapun sesuai dengan keinginan media. Lihat, Sakhira Zandi, “Teori Komunikasi Massa” dalam Syukur Kholil (ed.), Teori Komunikasi Massa (Bandung: Citapustaka Media, 2011), h. 99. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 52 | Pencitraan dan Komunikasi Politik politik dalam kasus-kasus kegiatan politik praktis dalam proses transformasi dan pembentukan komunikasi politik masyarakat.43 Pembentukan opini publik berkaitan dengan citra politik, karena pada dasarnya opini publik politik terbangun melalui citra politik, sedangkan citra politik merupakan konsekuensi kognisi dari komunikasi politik. Artinya, bahwa komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat atau perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara khayalak mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan citra itulah yang mempengaruhi pendapat (opini) atau perilaku khayalak. Oleh sebab itu, ada dua kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan media massa sebagai media politik. Pertama, dengan menggunakan media massa, pembentukan citra politik individu dapat lebih tepat sasaran menuju arah yang diinginkan. Kedua, media massa juga bisa mengarahkan khalayak (individu-individu) dalam mempertahankan citra yang sudah dimilikinya. Hal ini menguatkan, bahwa media massa memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk persepsi politik dan citra politik khalayak. 3. Tujuan Pencitraan Politik Dalam politik, pencitraan sering diidentikkan sebagai kegiatan pamer, menonjolkan diri maupun menonjolkan partai dengan mengedepankan ideologi, visi misi, program partai, dan berbagai macam perubahan hingga simbol-simbol tertentu yang dimungkinkan dapat mengubah opini masyarakat terhadap satu partai. Pencitraan politik sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah representasi visual dan naratif yang mengedepankan citra atau gambaran dengan menggunakan medium tertentu yang sifatnya umum dengan beberapa proses yang melibatkan simbol-simbol dan entitas-entitas sosial dan politik dengan tujuan kekuasaan. Secara lebih luas dipahami, bahwa pencitraan politik pada dasarnya merupakan simbiosis antara strategi politik dengan teknik pencitraan yang di dalamnya ada pengemasan terhadap sesuatu objek pelaku politik baik itu perorangan maupun partai politik. Tujuan adalah untuk mempengaruhi persepsi, perasaan, kesadaran, dan opini publik sehingga publik dapat digiring 43 Nurul Syobah, “Peran Media Massa Dalam Komunikasi Politik” dalam Jurnal Komunikasi dan Sosial Keagamaan, Vol: XV, No. 1, Juni 2012 (IAIN Samarinda, 2012), h. 15. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 53 ke suatu preferensi, pilihan dan keputusan politik tertentu. Mengikuti logika ini, maka pencitraan politik berfungsi sebagai alat komunikasi politik untuk menginformasikan dan melakukan tranformasi dalam meyakinkan khalayak agar sikap mereka semakin kukuh terhadap suatu objek dan entitas yang selama ini masih diragukan mereka. Kongkretnya, pencitraan politik secara esensial digunakan untuk menciptakan kesinambungan antara realitas dan citra politik. Pencitraan politik juga bisa digunakan untuk hal sebaliknya, di mana bila terjadi diskontiunitas antara citra politik dan realitas politik, maka pencitraan dapat digunakan untuk menciptakan realitas kedua (second reality) yang di dalamnya terdapat kebenaran yang dimanipulasi. Dengan upaya tersebut, realitas yang digambarkan lewat pencitraan seolah-olah merupakan realitas sebenarnya. Dalam kaitan ini Wasesa menegaskan, bahwa meskipun kewenangan para politisi sangat kuat untuk mengatur sebuah negara, tetapi bukan berarti bahwa mereka dapat menentukan citranya. Citra politik sepenuhnya ditentukan oleh persepsi publik. Persepsi publik terbangun karena proses pengolahan informasi pada limbic system dalam otak publik. Kekuatan politik tidak mungkin untuk menyentuh limbic system masyarakat. Limbic system (sistem limbik) merupakan bagian dari otak yang bekerja secara obyektif dengan mengolah informasi-informasi yang mereka terima dari pancaindra, kemudian diolah untuk disalurkan menjadi persepsi tentang kumpulan informasi tersebut.44 Pencitraan selama ini identik dengan kegiatan bisnis pemasaran atau kegiatan pemasaran produk atau jasa yang ditawarkan.45 Namun sejak pemilu dilaksanakan secara proporsional terbuka untuk DPR dan pemilihan langsung untuk Presiden, pencitraan menjadi bagian yang sangat penting dalam sistem pemasaran politik. Jika politisi atau partai diibaratkan sebagai sebuah produk, pencitraan baginya adalah sebuah keniscayaan. Karena pemasaran politik merupakan metode praktis dalam konteks komunikasi politik. 44 Wasesa, Political, h. 128. Dalam bisnis, segmentasi pasar dan targeting digunakan untuk mengidentifikasi segmen pelanggan kepada siapa pemasar mengarahkan produk dan kampanye promosi. Hal ini banyak digunakan perusahaan yang memilih untuk menjual produk atau jasa mereka tidak untuk pelanggan potensial, tetapi hanya untuk mereka yang cenderung akan membelinya. Lihar, Lynda Lee Kaid, Handbook, h. 27. 45 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 54 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Pencitraan politik intinya adalah ingin membuat pemilih terpesona, kagum, rasa ingin tahu dan menarik simpatik. Bagi partai, pencitraan politik akan membantu partai menampakkan sisi baik dan mempopulerkan partai pada masyarakat. Bagi partaipartai, pencitraan penting untuk menyebarkan programnya, realisasi kegiatan yang dilaksanakan, janji-janji yang dilakukan, mengubah citra negatif menjadi positif demi melanggengkan kekuasaan. Dengan demikian, tujuan pencitraan jelas terlihat untuk merubah persepsi khalayak terhadap suatu partai, sehingga dipikiran masyarakat, partai tampil sebagai partai yang benar-benar memperjuangkan aspirasi masyarakat. Kongkretnya, pencitraan bertujuan untuk menciptakan opini publik. Ruang-ruang publik, termasuk dalam berbagai media, menjadi ruang ekspresi yang tidak terlepas dari berbagai manuver, taktik, dan strategi politik yang dilakukan oleh elit politik. Teknik pemasaran politik dengan mengemas citra sosok personal kerap digunakan sebagai bagian dari pencitraan politik untuk menciptakan opini publik. Dalam kaitan ini, terlihat dengan jelas bahwa para elit politik akan terus membangun citra dan tujuannya hanya satu, yaitu mendapatkan kekuasaan. Penciptaan opini publik dalam dunia politik yang dikonstruksi dengan bahasa, tidak sekedar untuk melukiskan suatu fenomena, tetapi bertujuan untuk mempengaruhi cara pandang lingkungan sekitar. Dengan demikian, dipahami bahwa politik pencitraan menjelma menjadi kekuatan utama dalam mengendalikan wacana politik sehingga di dalamnya tidak hanya terdapat kekuatan pengetahuan, tetapi juga menjelmanya kekuatan citra sebagai kekuatan politik. Seperti yang ditegaskan Hamad, bahwa bagi suatu kekuatan politik, kekuatan media, sangat menentukan, terutama untuk tujuan-tujuan pencitraan dan opini publik. Sebab, komunikasi politik di satu pihak banyak bergantung pada cara media mengkonstruksi kekuatan politik pencitraan. Pada sisi lainnya, media mempunyai kekuatan yang signifikan untuk mempengaruhi khalayak.46 Dalam dunia politik, istilah pencitraan merupakan suatu hal yang wajar dan logis. Pencitraan merupakan aspek vital yang dilakukan untuk memperoleh jumlah suara yang lebih besar, dukungan 46 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis Terhadap Berita-Berita Politik (Jakarta: Granit, 2004), h. 30. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 55 maupun simpati masyarakat. Oleh karenanya, banyak para elit politik yang menggunakan pencitraan diri maupun kelompoknya guna memperoleh dukungan masyarakat. Sebagai contoh, PAN sebagai partai yang dipandang masyarakat sebagai partai reformis, karena PAN dicitrakan awal-awalnya dengan figur Amin Rais yang secara kebetulan sebagai salah satu tokoh nasional yang turut dalam gerakan reformasi. Bahkan dapat dikatakan bahwa PAN dengan para elit politiknya, sangat concern terhadap pencitraan dengan jargonjargon pemberantasan korupsi. Politik pencitraan PAN tentu menjadi strategi bagi partai tersebut untuk mempertahankan survivalitasnya di tengah masyarakat. Akan tetapi, terkadang pencitraan tersebut juga dapat menjadi senjata yang dapat menjatuhkan PAN sendiri. Rival politik PAN juga dapat menggunakan dan mengolah sedemikian rupa pencitraan partai tersebut dengan tujuan untuk menjatuhkan popularitasnya. Hal tersebut disebabkan karena citra merupakan suatu hal yang sulit untuk dibangun, namun mudah hancur dengan hal-hal tertentu yang menjadi titik kelemahannya. Citra suatu partai akan menambah maraknya demokrasi dan membantu tercapainya demokrasi sipil ketika janji-janji yang dicitrakan dan ditampilkan benar-benar mampu membawa perubahan dan kesejahteraan masyarakat. Wasesa menjelaskan, bahwa untuk mencapai tujuan pencitraan terdapat beberapa tahapan proses yang harus diperhatikan. Pencitraan yang dibangun salah satunya dengan mengatur pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat. Pesan disampaikan melaluai alat yang disebut Key Message Development (KMD). Sebagai panduan yang digunakan untuk melakukan pencitraan, Key Message Development berisi paparan pesan yang dibuat secara berkesinambungan antar program sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan. Dengan panduan ini tim pencitraan ataupun politisi dapat berkerja sesuai dengan jalur pencitraan yang diharapkan. Wasesa membagi KMD menjadi dalam beberapa bentuk, yaitu: grand KMD yang berisi penjabaran pesan program politik selama satu tahun, lengkap dengan tahapan-tahapan yang harus dicapai setiap bulan. Selain itu juga terdapat Key Message House (KMH) atau rumah pesan yang berisi penjabaran pesan setiap program. KMH ini akan menjadi panduan singkat pencitraan saat Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 56 | Pencitraan dan Komunikasi Politik menyampaikan pesan pada masyarakat. Manfaat KMH adalah untuk menjaga konsistensi penyampaian pesan kepada masyarakat, dan juga menjaga efisien pengembangan program. Selain itu ada juga yang alat yang disebut Wasesa dengan istilah Key Performance Indicator (KPI), sebagai alat untuk melihat indikator kesuksesan pencitraan yang diharapkan. Secara umum aktivitas pencitraan politik diartikan hanya sebatas kedekatan dengan media. Media adalah salah satu kunci sukses untuk mendapat liputan besar dan berkelanjutan, namun banyak politisi yang kecewa karena merasa bahwa media tidak menyampaikan pesan yang dikehendaki. Bercermin dari itu, menjadi hal yang mutlak perlu untuk memiliki indikator-indikator sebuah pesan yang akan disampaikan melalui media massa ataupun masyarakat. Indikator-indikator tersebut adalah indikator sederhana dan indikator kompleks. Indikator sederhana merupakan indikator yang tanpa harus menunggu analisis dari tim pencitraan, tetapi dapat dilihat bahwa pesan tersebut tersampaikan dengan baik atau tidak. Indikator kompleks merupakan indikator yang masih perlu bantuan tim pencitraan dalam hal menganalisis pemberitaan berdasarkan halhal seperti: media value, media comparation, media preference, media map, dan media audit.47 Dalam menggunakan panduan tersebut, Wasesa membagi proses penggunaan alat tersebut dalam tiga tahap, yaitu: Pertama, tim pencitraan politisi melihat peluang pemanfaatan dan penggunaan media sebagai kebutuhan jangka pendek untuk sekedar meliput dan menuliskan apa yang harus dicitrakan. Hasil yang diharapkan 47 Media value menjadi acuan awal tentang berapa rupiah yang didapat ketika berita tersebut dikonversikan dalam bentuk iklan. Media comparation yaitu, perbandingan sejauh mana masyarakat memahami pesan yang disampaikan tim sukses dengan pesan-pesan politik yang disampaikan kandidat lain. Media preference yaitu, menganalisis lebih cermat lagi pada media-media ketika menuliskan topiktopik yang berkaitan dengan key message development yang dimiliki. Media map adalah indikator bahwa tim pencitraan dapat melihat kepentingan antar wartawan yang ada disebuah media, media map ini berguna untuk mengirimkan pesan apa dan kepada siapa. Media audit yaitu sebagai indikator bahwa mengingat media memiliki kedekatan dengan pihak politisi sebagai sumber berita dan ada personal relationship, maka perlu dilakukan audit tentang persepsi mereka mengenai cara penyajian berita. Input yang diberikan akan membantu untuk melihat apakah pesan dapat tersampaikan atau tidak. Lihat, Wasesa, Political, h. 146 -152. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 57 dari tahapan pertama ini adalah agar pesan politik bisa mengubah pandangan seseorang. Kedua, tim pencitraan membuat media secara berkesinambungan menyampaikan pesan yang sudah dirancang oleh tim, sesuai dengan key message development (KMD). Untuk itu dibutuhkan orang yang secara khusus menjaga pesan agar tidak melenceng dari KMD. Hasil yang diharapkan dari proses ini adalah pesan politik dapat diaktivasi secara berkesinambungan, sehingga pencitraan semakin tertanam di benak masyarakat. Ketiga, tim pencitraan memastikan apakah pesan yang disampaikan dapat mengubah pandangan publik sehingga mereka percaya dengan pesan politik yang disampaikan. Untuk mengetahui keterpengaruhan pesan, dapat dilakukan riset persepsi politik, misalnya dengan meminta bantuan pada lembaga survey. Hasil yang diharapkan dari langkah ketiga ini adalah sebagai evaluasi terhadap KMD. Selain itu, dapat mengukur dan melihat program apa yang paling dikenal oleh masyarakat, kesan apa yang terdapat di benak masyarakat terkait dengan kandidat politik atau performance partai.48 Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, dapat diindentifikasi bahwa ada tiga tujuan pencitraan politik, yaitu membangun opini publik, mempengaruhi masyarakat untuk menjatuhkan pilihan politiknya terhadap partai atau calon yang melakukan pencitraan dan mempertahankan kekuasaan. Mengutip bahasa Anwar Arifin, pencitraan politik atau politik pencitraan bertujuan untuk: 1. Membangun opini publik. 2. Membangun partisipasi politik dan kebijakan politik. 3. Memenangi Pemilihan Umum.49 1. Membangun Opini Publik Pendekatan pencitraan dalam politik memiliki fungsi komunikasi, yaitu informasional dan transformasional agar khalayak semakin yakin dengan entitas yang selama ini mereka ragukan. Sebagai proses komunikasi, maka pencitraan politik bertujuan untuk membangun opini publik. Proses pembentukan opini publik dilakukan melalui berbagai cara, misalnya melalui media massa elektronik maupun media cetak. Opini publik dalam permasalahan politik pencitraan 48 Ibid, h. 134. 49 Arifin, Politik, 55-92. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 58 | Pencitraan dan Komunikasi Politik bertujuan untuk membentuk akuntabilitas politik seorang kontestan politik. Akuntabilitas seorang kontestan politik menentukan tingkat popularitas dan elektabilitasnya. Dalam kaitan ini, pencitraan politik adalah upaya menggiring opini untuk menciptakan citra yang baik di masyarakat tentang sosok kontestan politik, sehingga mendapatkan dukungan dari masyarakat. Tetapi pada sisi lain, pembangunan opini publik juga merupakan pendekatan kepada konstituen. Proses ini dalam orientasi politik pencitraan diharapkan akan membuat tingkat partisipasi masyarakat menjadi tinggi. Herbert Blumer mendefenisikan opini publik sebagai suatu produk kolektif yang merupakan pendapat yang disetujui oleh setiap orang dari publik, dan juga tidak harus selalu pendapat mayoritas. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa opini publik adalah sikap yang dinyatakan secara verbal oleh sejumlah orang yang tidak tergantung kepada tempat, yang mempunyai reaksi psikis terhadap suatu isu yang dapat menimbulkan kesatuan jiwa.50 Pendapat Blumer ini memberikan pemahaman bahwa publik adalah sejumlah individu yang tidak harus saling mengenal secara pribadi, namun terikat kepada satu isu atau masalah yang sama dan masingmasing individu berkeinginan untuk menjadi bagian dari pemecahan masalah tersebut. Secara lebih tegas, bahwa opini publik adalah pendapat yang dinyatakan oleh masing-masing individu dalam menyikapi suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan umum. Pendapat tersebut didiskusikan secara intensif oleh individuindividu bersangkutan, sehingga menjadi informasi yang konsumsi oleh khalayak umum. Penjelasan Blumer, berkaitan erat dengan penjelasan Ikhsan Darmawan bahwa opini publik memiliki tiga karakteristik, yaitu: 1.Opini publik terdiri dari kumpulan individu-individu. Artinya, opini publik merupakan kumpulan pendapat tiap individu yang digabung menjadi satu. Dalam hal ini, terdapat jenis opini yang menyatakan persetujuan dan juga sebaliknya. 2.Opini publik berkaitan dengan apa yang penting yang menjadi perhatian masyarakat, bukan hanya penting untuk 50 Matulada, Demokrasi Dalam Tradisi Masyarakat Indonesia (Jakarta, LP3ES, 1996), h. 4 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 59 segelintir orang atau sekelompok orang. Artinya, opini publik berarti opini dari publik, sedangkan publik itu sendiri dapat diartikan kumpulan banyak orang. Oleh karena itulah opini publik tidak hanya penting untuk sedikit atau sekelompok orang, namun orang dalam jumlah banyak atau sering disebut dengan mayoritas. 3.Opini publik berkaitan dengan waktu atau periode tertentu atau berhubungan erat dengan konteks terjadinya sesuatu. Setiap opini tidak bersifat tanpa batas waktu. Sebaliknya, sebuah opini tertentu boleh jadi hanya berlaku pada saat waktu tertentu saja. Ketika sudah berganti waktu, sangat mungkin terjadi perubahan dalam opini publik.51 Pembentukan opini publik dalam komunikasi politik, sangat ditentukan oleh peranan media politik terutama media massa. Dalam konteks sosial politik, opini publik sangat penting dalam mencapai pencitraan politik, karena tanpa dukungan dari masyarakat, pencitraan politik tidak akan efektif. Kongkretnya, pencitraan politik akan sejalan dengan opini publik yang berkembang di masyarakat. Opini publik dipahami sebagai pendapat yang sama dan dinyatakan oleh banyak orang yang terbentuk melalui diskusi yang intensif sebagai jawaban atas pertanyaan dan permasalahan yang menyangkut kepentingan umum. Ferdinan Tones sebagaimana dikutip Tommy Suprapto menjelaskan, ada tiga tahap proses perkembangan opini public. Pertama, luftartige yaitu opini publik masih seperti uap, karena masih liar atau terombang ambing dan masih dalam proses pencarian bentuk yang nyata. Kedua, flussing yaitu opini publik sudah mulai mempunyai bentuk yang nyata, akan tetapi masih dapat dialirkan melalui saluran yang dikehendaki. Ketiga, festig yaitu opini publik yang sudah kuat, tidak mudah lagi berubah. Kekuatan opini kata Tones tergantung kepada besar kecilnya pendorong dari dalam yang dirangsang oleh berbagai faktor dari luar, seperti isu, konflik, kegelisahan, frustasi dan lain-lain.52 Opini publik sebagai kekuatan politik tidak hanya mampu Ikhsan Darmawan, Mengenal Ilmu Politik (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2015), h. 123-124. 51 52 Tommy Suprapto, Komunikasi Propaganda: Teori dan Praktik (Yogyakarta: CAPS, 2011), h. 117. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 60 | Pencitraan dan Komunikasi Politik mendukung suatu pemerintahan atau kekuasaan, melainkan juga memiliki kekuatan untuk menggulingkannya. Seperti apa yang dialami oleh Soeharto dan Abd. Rahman Wahid (Gusdur), baik melalui cara yang konstitusional (melalui parlemen), maupun melalui pergolakan-pergolakan atau aksi-aksi massa, atau keduakeduanya (aksi massa dan parlemen). Opini publik dapat dibentuk, dipelihara, dibina dengan baik oleh semua kekuatan politik, melalui komunikasi politik yang intensif, persuasif, informatif, edukatif dan koersif. Karakteristik yang paling penting dari opini publik yang telah mendorong para ilmuwan sosial untuk menyelidikinya adalah kekuatannya yang luar biasa terhadap pemerintah dan individu masyarakat. 2. Membangun Partisipasi Politik Selain membangun opini publik, pencitraan politik juga mendorong terciptanya partisipasi politik masyarakat. Partisipasi politik menurut Budiardjo merupakan pengejewantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik melalui pemilu di dorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu, kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya diperhatikan. Masyarakat percaya bahwa kegiatan mereka memiliki efek dan efek tersebut dinamakan dengan political efficacy. Budiarjo juga menegaskan, bahwa semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam pemilu, menunjukkan pendidikan politik rakyat berhasil, pelaksanaan demokrasi semakin lebih baik. Sebaliknya, jika partisipasi politik masyarakat rendah, hal tersebut mengindikasikan pelaksanaan demokrasi pada suatu negara kurang baik. Indikasi rendahnya minat dan partisipasi politik masyarakat diperlihatkan dari perhatian masyarakat yang rendah terhadap persoalan-persoalan politik dan ketatanegaraan.53 Dalam tatanan sebuah negara demokrasi, partisipasi politik merupakan aspek penting. Partisipasi politik sekaligus merupakan ciri khas modernisasi politik pada negara demokratis. Modernisasi yang dimaksud bisa berkaitan dengan modernisasi hukum, 53 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1991), h. 3. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 61 modernisasi pembangunan sosial politik, pemerataan pembangunan dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena warga tidak hanya sekedar ikut serta dalam memberikan suara pada pemilihan umum. Tetapi lebih dari itu, masyarakat juga turut mempengaruhi pengambilan keputusan atau kebijakan yang dilakukan pemerintah, sehingga dapat dikatakan bahwa pada negara demokrasi yang sudah modern dapat menghasilkan partisipasi yang meluas. Sebagaimana dikutip Efriza dari Gabriel Almond, bahwa partisipasi politik tidak hanya sebatas mengambil bagian atau peranan dalam konteks kegiatan politik, tetapi selalu diawali oleh oleh adanya artikulasi kepentingan dimana seorang individu mampu mengontrol sumber daya politik, seperti halnya seorang pemimpin parpol atau seorang dictator militer. Peran mereka sebagai aggregator politik (penggalang) akan sangat menentukan terhadap partisipasi politik selanjutnya.54 Di negara-negara yang proses demokrasinya berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warganya sangat tinggi. Keikutsertaan masyarakat dalam pemilihan umum misalnya, dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan. Bila diperhatikan dari kondisi pemilu yang berlangsung, sejak Indonesia memberlakukan pemilihan umum langsung tahun 2004. Masyarakat dapat dikatakan turut berpartisipasi dalam perpolitikan Indonesia. Munculnya sejumlah partai, mendorong masyarkat untuk turut aktif menjadi anggota dari sebuah partai, atau menjadi pengurus. Namun demikian, dari fenomena yang mengemuka saat ini, partisipasi politik masyarakat Indonesia dapat dikelompokkan kepada tiga bagian, yaitu partisipasi aktif, partisipasi pasif dan golput. Pertama, partisipasi aktif misalnya turut serta dalam kegiatan pengajuan usul mengenai suatu kebijakan, mengajukan kritik terhadap suatu kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin atau pemerintahan. Kedua, partisipasi pasif misalnya ikut serta dalam menaati pemerintah, menerima dan melaksanakan apa saja yang menjadi keputusan pemerintah. Ketiga, model ini adalah model yang hanya memilih diam. Mereka tidak ikut serta dalam pemilihan umum, dan dalam menentukan kebijakan pun mereka lebih memilih ikut dengan apa adanya. Golongan ini disebut dengan golongan putih (golput). 54 Efriza, Politik Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 157. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 62 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa partisipasi politik adalah keikutsertaan khalayak atau masyarakat dalam berbagai macam tindakan dalam kehidupan politik. Kegiatan itu dapat diaplikasikan dalam bentuk pemberian dukungan politik kepada pemerintah, baik dalam bentuk pemilihan umum maupun kebijakan publik. Keikutsertaan masyarakat dalam berbagai kegiatan politik, dapat dikatakan sebagai akibat atau efek dari komunikasi politik pencitraan. Partisipasi politik sangat penting karena warga negara telah menyerahkan hak berkuasa kepada lembaga politik melalui pemilu dan tidak boleh kehilangan hak untuk membela diri dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Untuk menegakkan prinsip kedaulatan rakyat, maka warga negara harus tetap mempunyai akses untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan. 3. Memenangi Pemilihan Umum Pencitraan politik telah dijelaskan di atas, penting dilakukan mengingat ketatnya persaingan politik di antara partai-partai atau kandidat kontestasi pemilu, utamanya di negara yang menganut paham libertarian atau demokrasi. Pencitraan merupakan hal penting bagi setiap orang sebagai makhluk sosial. Melalui pencitraan manusia memilih hal yang akan dilakukan dan juga apa yang seharusnya tidak dilakukan atau ditinggalkan. Dengan upaya pencitraan positif, setiap orang berharap bisa terlihat sempurna di mata orang lain. Dalam pembentukan citra positif, bahkan tidak jarang seseorang melakukan cara apapun untuk mengemas sikap dan perilakunya sehingga memberikan kesan positif di mata orang lain. Citra, membantu manusia untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya dalam lingkungan sosialnya. Demikian pula setiap menjelang pemilu, baik itu pemilihan umum presiden, pemilihan legislatif maupun pemilukada, sejumlah tokoh politik muncul di tengah-tengah publik melalui berbagai iklan dan pemberitaan di media massa yang sarat dengan pencitraan. Citra politik dilakukan untuk memengaruhi pemilih. Citra menjadi faktor paling menentukan sukses tidaknya sebuah perjalanan kampanye. Pada akhirnya, pencitraan politik bertujuan untuk memenangkan kompetisi dan meraih kekuasaan. Upaya memenangkan pemilihan secara langsung dalam Pemilu, tentu membutuhkan strategi yang tepat dan terarah untuk meraih suara Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 63 rakyat sebanyak-banyaknya. Salah satu upaya yang dilakukan partai maupun kandidat adalah dengan cara melakukan pencitraan politik atau politik pencitraan dengan menggunakan pemasaran politik. Sangat erat kaitannya dengan penjelasan Sayuti, bahwa pemasaran politik merupakan kegiatan yang melibatkan tindakan-tindakan pemanfaatan riset opini publik dan analisis terhadap lingkungan politik, sebelum dan sesudah kampanye oleh partai politik dan para kandidat peserta suatu pemilihan umum yang ditujukan untuk mempromosikan tawarantawaran politis yang kompetitif dengan harapan akan membantu pencapaian sasaran organisasi dan kepuasan khalak.55 Menurut Firmanzah, dalam proses pemasaran politik digunakan penerapan 4P bauran marketing, yaitu: 1. Produk, dalam konteks politik, produk yang dimaksud adalah partai, kandidat dan gagasangagasan partai berupa konsep dan identitas ideologi yang akan disampaikan kepada konstituen. 2. Promosi, dalam hal ini seperti melalui periklanan, kehumasan partai dan promosi partai. Dalam politik, promosi bisa dilakukan dengan menggunakan spanduk, baliho dan sebagainya dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. 3. Price (harga), dalam hal ini mencakup banyak hal, mulai dari ekonomi, psikologis, sampai citra nasional berupa kefiguran dan ketokohan kandidat, apakah dapat menjadi kebanggaan negara. 4. Penempatan, dalam hal ini berkaitan dengan distribusi sebuah partai dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih.56 Tajamnya persaingan politik, menjadi pendorong bagi para politisi dan partai untuk melakukan pencitraan. Pada kenyataannya, pencitraan politik banyak dilakukan parpol atau kandidat yang sedang berkompetisi dalam pemilu. Namun demikian, secara faktual dapat diperhatikan bahwa tidak selamanya pencitraan politik berhasil menghantarkan kandidat atau partai untuk memenangkan suatu pemilu. Misalnya, pada tahun 2014 Partai Demokrat yang tetap disimbolkan dengan keberadaan SBY, mengalami penurunan perolehan suara menjadi pemenang keempat. Demikian juga dengan Partai Golkar hanya berada di urutan kedua, padahal partai ini merupakan partai yang sangat gencar Solatun Dulah Sayuti, Komunikasi Pemasaran Politik (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), h. 17. 55 56 Firmanzah, Marketing, h. 203. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 64 | Pencitraan dan Komunikasi Politik mengiklankan pencitraan di televisi. Demikian juga dapat diperhatikan sejumlah kandidat dalam Pemilu Presiden maupun Pemilukada, gagal untuk memenangkan kontestasi politik yang sedang berlangsung. Untuk Sumatera Utara saja misalnya, dapat diperhatikan Pasangan Charly (Chairuman – Fadly) tidak mampu memenangkan kontestasi kursi gubernur, padahal kalau di baca dari jargonnya, kedua calon ini memiliki jargon yang sangat populis dan sederhana. Menjadi sebuah pelajaran politik juga, jika diperhatikan kekalahan Andi Malaranggeng yang maju sebagai kandidat Ketua Umum Partai Demokrat, padahal para pengamat politik mengakui, iklan yang ditayangkan terkait calon yang satu ini sangat atraktif dan bagus. Tetapi, karena Andi kurang membumi di tingkat akar rumput (grass roots), menyebabkannya tidak memenangi kontestasi bergengsi tersebut. Berbeda dengan Anas Urbaningrum, yang kemenangannya banyak disebabkan faktor kerendahan hati, kesantunan dan kekuatan jaringan yang sudah dibangunnya sejak mahasiswa dan menjadi Ketua PB HMI selama dua priode. Beberapa fakta politik yang telah diuraikan, dapat dipahami bahwa selain figuritas dan pencitraan politik, terdapat faktor lain yang turut mendukung pemenangan seorang kandidat atau partai, yang sering diistilahkan dengan modal politik, yaitu modal sosial dan modal kapital. Modal sosial adalah seperangkat nilai atau norma yang berlaku di masyarakat, yang menjadikan masyarakat mampu melakukan kerjasama, misalnya saling meyakini dan mempercayai. Mengutip bahasa Farancis Fukuyama, bahwa modal sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal sosial sebagai sine qua non bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi.57 Bahasa lain dari modal sosial ini antara lain adalah jaringan sosial, pola-pola timbal balik dan kewajiban bersama-sama. Sedangkan modal capital adalah berupa uang atau harta kekayaan. Karena tidak dapat dipungkiri, bahwa modal kapital sangat mempengaruhi bagi kesuksesan seorang kontestan dalam satu Pemilu. Selain seorang calon atau satu partai berusaha untuk mencitrakan kepada publik, bahwa partainya adalah partai yang peduli, empati dan 57 Fancis Fukuyama, Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru, terj. Masri Maris (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 22. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 65 memahami persoalan masyarakat, maka calon atau partai bersangkutan juga harus membuktikan bahwa calon atau partai tersebut juga memiliki dana, harta dan kekayaan untuk kegiatan politiknya. Dari sini dipahami bahwa faktor keterikatan emosional, solidaritas dan modal kapital mampu mewujudkan pola kerjasama yang kuat, sehingga memudahkan calon untuk meraih kemenangan. Dengan demikian, kemenangan partai politik atau kandidat, tidak semata-mata ditentukan oleh pencitraan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu modal sosial, modal kapital dan kepribadian kandidat. Dalam kaitan itu, maka partai atau calon kandidat tentu dalam melakukan pencitraan, harus didukung oleh ketiga faktor tersebut, yaitu figuritas (ketokohan), modal kapital dan modal sosial. Hubungan antara modal sosial dan modal kapital digambarkan Firmanzah sebagaimana pada gambar di bawah ini. Gambar 2. 3. Kombinasi Modal Kapital dengan Modal Sosial58 Gambar 2.3 memperlihatkan kombinasi antara modal kapital dengan modal sosial. Kedua jenis modal politik diletakkan pada sebuah spektrum tinggi rendah. Artinya, tiap-tiap politisi maupun partai politik akan memiliki kedua jenis modal tersebut. Modal sosial akan tinggi ketika partai atau politisi memiliki reputasi, kredibilitas, popularitas, dan jaringan politik yang luas di masyarakat. Sebaliknya, modal sosial rendah ketika seorang politisi tidak memiliki reputasi, 58 Disadur dari Firmanzah, Marketing Politik, h. 77. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 66 | Pencitraan dan Komunikasi Politik kredibilitas, popularitas, dan jaringan politik yang luas di masyarakat. Demikian juga dengan modal kapital, ditempatkan pada posisi tinggi rendah dan dibandingkan dengan pesaing. Besar kecilnya modal kapital sangat tergantung pada modal kapital yang dimiliki pesaing. Kalau politisi atau partai lebih besar dibandingkan dengan pesaing, maka modal kapital diletakkan pada posisi tinggi. Sebaliknya, jika politisi atau partai memiliki modal kapital rendah dibanding pesaing, maka modal kapital diletakkan pada posisi rendah. Dengan demikian, yang paling menguntungkan adalah ketika politisi atau partai berada dalam politik dominatif, mereka memiliki modal sosial dan modal kapital yang tinggi dibandingkan dengan pesaingnya, sehingga peluang memenangkan Pemilu jauh lebih besar dari pesaing yang memiliki modal kapital dan modal sosial rendah.59 Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa dalam politik popularitas yang menjadi keunggulan bersaing politik adalah sumber daya jaringan sosial dan jaringan politik yang dimiliki. Meskipun politisi atau partai tidak memiliki sumber modal kapital yang besar, namun ketika mereka telah memiliki pendukung atau modal sosial yang memadai, maka mereka dapat mengoptimalkan sumber daya tersebut. Oleh sebab itu, pencitraan politik sering dijadikan para politisi untuk menguatkan modal sosial tersebut, sehingga bisa memenangkan kontestasi politik. Kadang-kadang pencitraan yang dilakukan partai atau seorang kandidat tidak sesuai dengan kenyataan, tapi pada akhirnya masyarakat akan bisa menilai setelah kandidat terpilih atau satu partai memenangi kontestasi pemilu. Misalnya, ketika Jokowi mencalonkan Presiden RI pada pemilu 2014 yang lalu, secara umum masyarakat melihat bahwa sosok Jokowi adalah orang yang merakyat, mampu membawa Indonesia kepada perubahan yang lebih signifikan. Penilaian itu didasarkan rakyat pada keberhasilan Jokowi dalam memimpin Kota Solo, dan kuatnya pencitraan yang dilakukan oleh Jokowi dan timnya. Tetapi kenyataannya, seiring dengan perjalanan kepemimpinan Jokowi, citra itu mulai memudar, karena masyarakat sudah melihat fakta yang sebenarnya. Program yang ditawarkan di kampanye tidak 59 Firmanzah, Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010), h. LVII – LIX. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 67 semuanya terlaksana sesuai keinginan rakyat, di tambah lagi dengan suasana cabinet Jokowi yang dipandang tidak solid. Akibatnya, citra kepemimpinan Jokowi di mata masyarakat mengalami penurunan dan Jokowi dianggap sebahagian masyarakat, gagal dalam mengelola kekuasaan. Diakui, bahwa pada saat kontestasi Pemilu Presiden berlangsung, dukungan masyarakat terhadap Jokowi sangat tinggi. Namun demikian, tidak berarti keberhasilan dalam arena dan proses perebutan legitimasi politik akan menentukan keberhasilan dalam arena pengambilan keputusan politik. Hal inilah yang sering terjadi pada sejumlah politisi, di mana seorang politisi berhasil dalam meraih dukungan suara, tetapi gagal dalam arena pengambilan keputusan politik dan pengelolaan kekuasaan. Kondisi ini sangat ditakutkan, karena akan berpengaruh terhadap kelangsungan kebijakan publik. Sebagaimana ditegaskan Nyarwi Ahmad, bahwa hal paling membahayakan dalam dunia politik adalah ketika para aktor politik dan lembaga politik gagal mengelola kekuasaan. Kegagalan dalam mengelola kekuasaan, terutama yang dilakukan oleh negara dan pemerintah bisa berakibat fatal, yaitu munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pemegang mandat kekuasaan. Lebih dari itu, kegagalan tersebut akan membuka peluang adanya krisis politik nasional dan konflik politik yang berkepanjangan di antara para aktor dan lembaga politik.60 Menyadari hal di atas, maka dalam dunia politik pengelolaan atas kekuasaan harus dilakukan secara maksimal dengan didasari pada kemampuan untuk menjalankan dan melaksanakan kekuasaan agar sejalan dengan tujuan dan cita-cita negara dan sekaligus tujuan dan cita-cita masyarakatnya. Dengan demikian, para politisi yang lahir dan tampil ke depan publik tidak lagi semata-mata berbekal pencitraan pada ideologi politik dan pemikiran politik yang dimiliki, dikembangkan dan diperjuangkannya. Tetapi lebih jauh dari itu, isuisu publik yang diusung oleh partai politik dan para politisi, adalah isu-isu yang aktual serta program kerja yang ditawarkan harus benarbenar berpihak kepada rakyat dan dilaksanakan untuk kesejateraan rakyat. 60 Ahmad, Manajemen, h. 65. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 68 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Komunikasi Politik dalam Menguatkan Pencitraan Pada awal bab ini, telah dijelaskan bahwa pencitraan yang awalnya hanya dibicarakan pada tataran bisnis, sudah merambah pada dunia politik. Bila diperhatikan, pencitraan adalah salah satu bentuk komunikasi yang juga menuntut kesamaan makna sebagai hasil akhirnya. Pelaku pencitraan berharap agar masyarakat bisa memiliki kesan tentang diri, produk, perusahaan yang dicitrakan sesuai dengan yang diharapkan. Pencitraan sangat terkait erat dengan dimensi fisik, yaitu tempat berada. Seseorang akan mencitrakan diri secara berbeda ketika berada di tempat yang berbeda. Pencitraan juga terkait erat dengan dimensi sosial psikologis, yaitu lingkungan hubungan kejiwaan antara komunikator dan komunikan. Seseorang akan mencitrakan dirinya berbeda ketika berhubungan dengan orang dari status sosial ekonomi yang berbeda, tingkat pendidikan berbeda, kedekatan emosional yang berbeda dan sebagainya. Terakhir, pencitraan juga erat kaitannya dengan dimensi temporal, yaitu waktu dalam sehari ataupun periode tertentu. Seorang politisi akan mencitrakan diri berbeda dalam masa kampanye dan sesudah terpilih. Sebelum diuraikan posisi komunikasi politik dalam penguatan pencitraan, berikut akan dibahas telebih dahulu pengertian komunikasi politik, unsur-unsur komunikasi politik, tujuan dan fungsi komunikasi politik. 1. Komunikasi Politik Dalam beberapa dekade terakhir ini, studi komunikasi politik telah mengalami perkembangan yang pesat, dan pertumbuhan itu terjadi di seluruh dunia. Bila dilihat dari sudut kesejarahan, komunikasi politik telah dikenal dalam studi awal mengenai wacana demokrasi dari Aristoteles dan Plato. Pada perkembangannya, komunikasi politik modern bersandar pada multidisiplin yang berbasis pada konsep dalam ilmu komunikasi, ilmu politik, jurnalistik, sosiologi, psikologi, sejarah, retorika, dan lainnya. Perkembangan tersebut, memberikan kontribusi yang beragam terhadap pendefenisian komunikasi politik. Untuk mendekatkan pemahaman terhadap defenisi komunikasi politik yang terdiri dari dua kata, yaitu komunikasi dan politik, kedua kata tersebut akan dijelaskan secara terpisah tanpa mengurangi makna filosofis dan tujuannya. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 69 Komunikasi sebagaimana dipahami adalah suatu aspek kehidupan manusia yang paling mendasar, penting, dan kompleks. Tidak ada kehidupan manusia yang terlepas dari kegiatan komunikasi. Komunikasi dipahami sebagai proses pengoperan pesan, baik melalui simbol maupun melalui bahasa dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Mengikuti logika Deddy Mulyana, komunikasi adalah proses berbagai makna melalui perilaku verbal dan nonverbal yang melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber dapat membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol.61 Rogers mendefenisikan komunikasi sebagai sebuah proses dimana pesan-pesan dioperkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk merubah tingkah laku mereka. Proses tersebut secara sederhana dapat digambarkan dengan model S-M-C-R, yaitu sumber (source), mengirim pesan (message), melalui saluran (channel), kepada penerima (receiver).62 Hafied Cangara mengutip dari Cassandra L. Book menjelaskan bahwa sekelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) memberikan definisi komunikasi, yaitu: Suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orangorang mengatur lingkungan dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.63 Berbeda dengan Efendy yang menjelaskan pengertian komunikasi dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang kebahasaan dan istilah. Dari tinjauan kebahasaan (etimologi), kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris adalah berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata communis, yang artinya sama, communication atau comunicare yang berarti membuat sama. Sama dalam hal ini adalah sama Dedi Mulyana, Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 3. 61 Everett M. Rogers dan F. Floyid Shoemaker, Communication of Innovations, terj. Abdillah Hanafi (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 22. 62 63 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), h. 18. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 70 | Pencitraan dan Komunikasi Politik makna. Jadi kalau ada dua orang yang terlibat dalam komunikasi, maka komunikasi akan terjadi selama ada kesamaan makna terhadap apa yang dibicarakan.64 Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi yang merupakan akar dari kata-kata Latin.65 Sejumlah definisi komunikasi yang telah dikemukakan di atas, tentunya belum mewakili semua defenisi komunikasi yang telah dibuat oleh para pakar. Namun demikian, dapat dipahami bahwa paling tidak pengertian tersebut sedikit banyaknya memberikan gambaran bahwa komunikasi pada intinya adalah proses pengoperan pesan dari komunikator kepada komunikan, sehingga tercapai persamaan persepsi tentang objek yang sedang dibicarakan. Oleh Shannon dan Weaver (1949) mengatakan, komunikasi itu terjadi antara satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.66 Dari uraian singkat tentang pengertian komunikasi yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami setiap pelaku komunikasi akan melakukan empat tindakan, yaitu membentuk, menyampaikan, menerima dan mengolah pesan. Keempat tindakan tersebut lazim terjadi secara berurutan. Membentuk pesan berarti menciptakan suatu ide atau gagasan. Ini terjadi dalam benak kepala seseorang melalui proses kerja sistem syaraf. Pesan yang telah terbentuk kemudian disampaikan kepada orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pesan yang sudah terbentuk akan dikirim kepada orang lain, dan kemudian pesan diterimanya dan diolah sistem syaraf dan diinterperetasikan. Setelah diinterpretasikan, pesan tersebut akan menimbulkan reaksi pada orang tersebut. Apabila sudah Onong Ucjhana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1984), h. 9. 64 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, cet. 2 Remaja Rosdakarya, 2001), h. 41. 65 (Bandung: PT 66 Komunikasi juga diartikan, Communication is the act of sending ideas and attitudes from one person to another. Writing and talking to each other are only two ways human beings communicate. We also communicate when we gesture, move our bodies, or roll our eyes. Lihat Shirley Biagi, Media Imfact: an Introduction to Mass Media, 3rd ed (New York: Wadsworth Publishing Company, 1995), h. 6. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 71 terbentuk tanggapan, maka orang tersebut juga akan membentuk dan menyampaikan pesan baru kepada orang lain. Selanjutnya politik juga diartikan dalam versi yang berbedabeda. Misalnya, pengertian yang dikutip Gun Gun Heryanto dari Deliar Noer mengartikan politik sebagai aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat.67 Budiarjo sebagaimana dikutip Cangara, menjelaskan politik sebagai kegiatan yang dilakukan suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan dan melaksanakan tujuan tersebut.68 Menurut Nimmo, politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara, kota, yaitu secara totalitas merupakan kesatuan antara negara (kota) dan masyarakatnya. Kata polis berkembang menjadi politicos yang artinya kewarganegaraan. Dari kata politicos menjadi “politera” yang berarti hak-hak kewarganegaraan.69 Nimmo secara ringkas mendefinisikan komunikasi politik sebagai komunikasi yang mengacu pada kegiatan politik. Nimmo juga menambahkan, tujuan dari komunikasi politik adalah untuk mempersuasi komunikan agar sependapat dengan komunikator.70 Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa komunikasi politik menunjukkan suatu proses pertukaran pesan yang dilakukan oleh komunikator politik. Komunikasi politik dapat juga dikatakan sebagai proses komunikasi yang di dalamnya memiliki bobot politik dan konsekuensi komunikasi yang dilakukan adalah pesan politik yang mengatur tingkah laku manusia. Artinya, bahwa komunikasi politik merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan politik kepada orang lain, dalam rangka menuju keteraturan. Keteraturan dapat terwujud ketika komunikasi diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik. Lebih 67 Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik (Jakarta: Universitas Indonesia 2010), h. 5. Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 28. 68 69 Nimmo, Komunikasi Politik, h. 108. 70 Ibid, h. 118. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 72 | Pencitraan dan Komunikasi Politik tegas lagi dipahami, bahwa komunikasi politik dapat diartikan sebagai suatu aktivitas komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik. Oleh Ramlan Surbakti, mendefenisikan komunikasi politik sebagai proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah.71 Rush dan Althoff menjelaskan komunikasi politik sebagai transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik, yang merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik dan proses sosialisasi, partisipasi serta rekrutmen politik bergantung pada komunikasi.72 Proses tersebut menurut Rush dan Althoff terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pola pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompok pada semua tingkatan. Rush menyebut lebih tegas, bahwa komunikasi politik merupakan unsur dinamis dari satu sistem politik. Sebagaimana digambarkan oleh Rush dan Althoff. Gambar 2.4. Sitem Politik Dalam Komunikasi Politik Berdasarkan gambar di atas, dapat dipahami bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh setiap sistem politik. Komunikasi politik adalah proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Kejadian tersebut merupakan proses yang berkesinambungan, melibatkan pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompok pada semua tingkatan masyarakat sehingga melahirkan budaya politik. Mengikuti logika Almond dan Verba sebagaimana dikutip Komaruddin Sahid, budaya politik merupakan suatu sikap orientasi yang khas warga 71 Surbakti, Memahami, h. 152. Michael Rush dan Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 24. 72 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 73 negara terhadap sistem politik dan aneka ragam baginya, dan sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu. Dalam hal ini terlihat adanya unsur individu, yakni warga negara dengan sistem politik serta keterikatannya.73 Komunikasi politik memainkan peranan yang penting dalam sistem politik. Komunikasi politik menentukan elemen dinamis, dan menjadi bagian menentukan dari sosialisasi politik, partisipasi politik, dan rekrutmen politik. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara yang memerintah dengan yang diperintah. Dengan demikian, melalui kegiatan komunikasi politik, terjadi pengaitan antara masyarakat sosial dengan lingkup negara, sehingga komunikasi politik merupakan sarana untuk pendidikan politik. Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian pengaruh sedemikian rupa yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai orientasi, pemikiran politik atau ideologi tertentu dalam rangka memperoleh kekuasaan. Mengutip penjelasan Rochajat Harun, komunikasi politik adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan prilaku politik yang terintegrasi kedalam sebuah sistem politik dengan menggunakan simbol-simbol.74 Aplikasi dari komunikasi politik akan berpengaruh pada dinamisasi sistem politik kemudian akan berdampak juga pada sistem sosial yang berkembang dalam masyarakat. Komunikasi politik terjalin dan terdistribusi antar sistem politik dengan sistem politik lainya, seperti halnya tergambarkan antara sistem politik dan sistem sosial. Partai-partai politik, memposisikan komunikasi politik menjadi hal yang penting karena komunikasi politik menjadi dasar pelaksana fungsi partai seperti sosialisasi politik, partisipasi politik, rekrutmen dan lain sebagainya. Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun menjelaskan, bahwa komunikasi politik sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik masyarakat, kemudian dijadikan input sistem politik dan pada waktu yang sama ia juga menyalurkan kebijakan yang diambil atau output 73 150. Komarudin Sahid, Memahami Sosiologi Politik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2015), h. 74 Rochajat Harun dan Sumarno AP, Komunikasi Politik (Bandung: Mandar Maju, 2006), h. 5. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 74 | Pencitraan dan Komunikasi Politik sistem politik itu.75 Proses input dalam sebuah sistem politik melibatkan partai sebagai infrastruktur untuk mengumpulkan aspirasi agar partai mendapatkan dukungan masyarakat. Melalui proses komunikasi politik itu pula masyarakat akan mengetahui apakah dukungan, aspirasi, dan pengawasan itu tersalur atau tidak sebagaimana dapat mereka simpulkan dari aplikasi sebagai kebijakan politik yang diambil pemerintah. Komunikasi politik dalam proses politik memiliki berbagai bentuk ketika digunakan oleh politikus atau aktivis politik untuk mencapai tujuan politiknya. Teknik komunikasi dilakukan untuk mencapai dukungan legitimasi (otoritas sosial), yang meliputi tiga level yaitu, pengetahuan, sikap sampai dengan perilaku khalayak. Kegiatan komunikasi politik meliputi juga, upaya untuk mencari, mempertahankan dan meningkatkan dukungan politik dengan jalan melakukan pencitraan dan membina opini publik yang positif.76 Brian McNair secara terperinci membagi tiga definisi komunikasi politik berdasarkan komponen-komponennya: (a) semua bentuk komunikasi yang dilakukan oleh politikus dan aktor politik lain demi kepentingan berhasilnya tujuan-tujuan tertentu; (b) komunikasi yang ditujukan kepada aktor politik tersebut oleh (masyarakat) non politisi seperti pemilih dan penulis surat kabar; dan (c) komunikasi mengenai aktor-aktor politik tersebut dan aktivitas-aktivitasnya, ketika dimuat dalam laporan berita, editorial, dan format-format lain diskusi media politik.77 Definisi berbeda, tetapi tujuannya hampir sama dengan yang telah dijelaskan di atas disampaikan oleh Steven Foster, sebagaimana dikutip Darmawan, bahwa komunikasi politik adalah cara dan implikasi di mana politisi berusaha untuk mengkomunikasikan pesan mereka untuk pemilih yang skeptis dan tidak terikat. Dalam hal ini, Foster menganggap bahwa komunikasi politik terjadi dalam kaitannya dengan Pemilu, ketika terdapat proses kampanye politik yang melibatkan politisi dan pemilih. Demikian juga Damsar menjelaskan komunikasi politik Maswardi Rauf dan Mappa Nasrun, Indonesia dan Komunikasi Politik (Jakarta: PT Gramedia Utama, 1993), h. 3. 75 76 Arifin, Komunikasi Politik, h. 8. Brian McNair, An Introduction To Political Communication (London: Routledge, 2011), h. 4. 77 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 75 sebagai proses pengalihan pesan (berupa data, fakta, informasi atau citra) yang mengandung suatu maksud dari pengirim kepada penerima yang melibatkan proses pemaknaan terhadap kekuasaan, kewenangan, kehidupan politik, pemerintah, negara, kebijakan, pengambilan keputusan dan pembagian atas alokasi (kekuasaan).78 Dari definisi komunikasi politik di atas, hakikat komunikasi politik secara filosofis adalah kajian tentang hakikat kehidupan manusia untuk mempertahankan hidup dalam lingkup berbangsa dan bernegara. Hakikat kehidupan sebagai motif atau sebagai keinginan yang mendorong manusia untuk berkiprah dalam kancah kehidupan. Komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi politik yang relevan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Dalam hal ini komunikasi politik merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan masyarakat. Proses komunikasi tersebut memungkinkan mempunyai dampak terhadap perilaku politik. Sebagaimana dikutip Ardial dari Almond dan Powell menjelaskan, bahwa komunikasi politik menekankan keterkaitan antara komunikasi politik dengan sistem politik. Pakar ini menempatkan komunikasi politik sebagai salah satu fungsi politik dalam sistem politik. Bahkan komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi, dan rekrutmen. Berarti, komunikasi politik sangat berkaitan erat dengan sistem politik.79 2. Unsur-Unsur Komunikasi Politik Sebagaimana unsur-unsur komunikasi pada umumnya, maka komunikasi politik terdiri dari beberapa unsur yaitu: komunikator politik, komunikan, isi komunikasi (pesan-pesan) media komunikasi, tujuan komunikasi, efek, dan sumber komunikasi.80 Setiap unsur jelas fungsinya, yang mengarah kepada tercapainya fungsi primer komunikasi politik yaitu tujuan komunikasi. Dalam komunikasi 78 Darmawan, Mengenal, h. 115-116. 79 Ardial, Komunikasi Politik (Jakarta: Indeks, 2010), h. 30. 80 Mulyana, Ilmu Komunikasi, h. 5. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 76 | Pencitraan dan Komunikasi Politik politik, maka fungsi primer komunikasi melembaga dengan fungsi primer negara sesuai sistem politik yang melandasinya. a. Komunikator Politik Dalam komunikasi politik, yang dimaksud komunikator yaitu individu-individu yang berada dalam suatu instusi, asosiasi, partai politik, lembaga-lembaga pengelola media massa dan tokohtokoh masyarakat. Komunikator politik dapat pula berupa negara, badan-badan internasional dan mereka yang mendapat tugas atas nama negara. Komunikator politik merupakan bagian integral dalam berlangsungnya proses komunikasi. Komunikator politik yang memberi warna dominan terhadap proses komunikasi, yaitu komunikator yang menduduki struktur kekuasaan, karena merekalah yang mengelola, mengendalikan lalu lintas pesan-pesan komunikasi dan mereka yang menentukan kebijaksanaan dan mereka jugalah yang akan menentukan berhasil tidaknya tujuan komunikasi politik.81 Dalam berbagai kajian komunikasi, dipahami bahwa komunikator merupakan sumber utama aktivitas komunikasi. Sebab itu, jika satu proses komunikasi tidak berhasil dengan baik, maka kesalahan utama bersumber dari komunikator, karena komunikatorlah yang tidak memahami penyusunan pesan, memilih media yang tepat dan melakukan pendekatan yang baik kepada khalayak yang menjadi sasaran atau target komunikasi. Para ahli persuasi pun, mulai dari Aristoteles sampai sekarang ini, tidak meragukan bahwa sumber pesan dapat mempengaruhi secara signifikan sikap politik masyarakat. Untuk itu, seorang komunikator yang akan bertindak sebagai ujung tombak komunikator politik, harus terampil berkomunikasi, kaya ide, serta penuh dengan kreativitas. Dalam kaitannya dengan penjelasan di atas, Cangara menjelaskan tiga syarat yang harus dipenuhi seorang komunikator, yaitu: 1) 81 Menurut Lasswell, suatu kebijakan bertujuan pada realisasi nilai-nilai tujuan tertentu. Lasswell membaginya kepada dua, yaitu: Pertama, bahwa perilaku politik selalu berorientasi pada nilai atau berusaha mencapai tujuan. Nilai-nilai dan tujuan itu sendiri dibentuk di dalam dan oleh proses perilaku yang sesungguhnya merupakan suatu bagian. Kedua, Bahwa perilaku politik bertujuan menjangkau masa depan, dan bersifat mengantisipasi, serta berhubungan dengan masa lampau dan senantiasa memperhatikan kejadian masa lalu. Lihat, SP. Varma, Teori Politik Modern, terj. Yohannes Kristiarto (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), h. 262-263. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 77 memiliki kredibilitas; 2) memiliki daya tarik (attractive); 3) memiliki kekuatan (power).82 Pertama, Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh seorang komunikator, sehingga bisa diterima oleh target sasaran. Kredibilitas dalam hal ini sebagaimana diungkapkan Aristoteles, memiliki etos, patos dan logos. Etos menunjukkan karakter kepribadian seseorang, sehingga ucapanucapannya dapat dipercaya. Pathos ialah kekuatan yang dimiliki seorang komunikator dalam mengendalikan emosi pendengarnya. Sedangkan logos ialah kekuatan yang dimiliki seorang komunikator melalui argumentasinya yang rasional dan logis. Daya tarik (attractiveness), merupakan syarat kedua yang harus dimiliki seorang komunikator. Dalam kampanye politik misalnya, faktor daya tarik seorang politisi sangat berpengaruh bagi pemilih. Dalam kegiatan-kegiatan kampanye misalnya, sering kali daya tarik partai atau kandidat menumbuhkan rasa simpatik dan ketertarikan konstituen terhadap partai atau kandidat yang sedang mengikuti kompetisi politik. Daya tarik secara umum muncul karena cara bicara yang sopan, murah senyum, kecerdasan, keramah tamahan, ketulusan, cara berpakaian yang rapi, transparansi dan sebagainya. Ketertarikan masyarakat Amerika untuk memilih Obama misalnya, tidak hanya karena visi misinya yang 82 Cangara, Perencanaan, h. 108. Ketiga syarat ini sangat erat kaitannya dengan kompetensi komunikasi. Secara sederhana, kompetensi komunikasi dapat dipahami sebagai kemampuan dalam melakukan komunikasi dengan orang lain. Kompetensi tersebut akan meningkatkan kredibilitas seorang komunikator. Salah satu contoh kompetensi tersebut adalah kemampuan komunikator dalam mengekspresikan diri kepada siapa saja yang menjadi komunikannya. Ekspresi diri dengan cara mengungkapkan suasana hati, emosi, dan pikiran ke dalam kata-kata, bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan penampilan. Kredibilitas diartikan sebagai tingkat kepercayaan penerima pesan terhadap pembawa pesan. Tingkat kepercayaan ini penting karena pada kenyataannya orang terlebih dahulu akan memperhatikan siapa yang membawa pesan, sebelum ia bersedia menerima pesan yang dibawa. Ketika kredibilitas sumber pesan rendah, maka bagaimanapun baiknya pesan yang disampaikan, komunikan akan sulit menerimanya. Maka kredibilitas komunikator menjadi penting untuk menjadikan komunikan percaya atau tidak percaya terhadap apa yang disampaikan komunikator. Dalam kaitan ini, Devito menegaskan ada tiga aspek pendukung kredibilitas komuniktor, yaitu: (1) kompetensi yang mengacu pada pengetahuan dan kepakaran yang menurut khalayak dimiliki oleh komunikator; (2) karakter yang mengacu pada iktikad dan perhatian komunikator kepada khalayak; dan (3) kharisma yang mengacu pada kepribadian dan kedinamisan komunikator. Lihat, Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia (Jakarta: Professional Book, 1997), h. 22. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 78 | Pencitraan dan Komunikasi Politik visioner, tetapi gaya bicaranya yang bagus, gagah, cerdas dan sikap populisnya. Demikian juga kemenangan SBY karena selain ramah, SBY juga memiliki postur tubuh yang gagah, simpatik, menawan dan gaya retorika politik yang sopan. Syarat ketiga seorang komunikator adalah kekuatan (power). Komunikator yang mempunyai power akan lebih efektif dalam penyampaian pesan dari pada sumber yang kurang atau tidak mempunyai power. Kekuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan membangun jaringan yang kokoh dan kekuatan dalam menarik simpatik masyarakat. Dalam berbagai kegiatan komunikasi politik, memobilisasi massa merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan. Untuk menggerakkan atau memobilisasi massa tentu tidak mudah, karena yang demikian hanya dapat dilakukan dengan kekuatan (power). 83 Komunikator politik bisa dalam bentuk individu dan bisa juga dalam bentuk lembaga. Individu misalnya calon atau kandidat Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota. Secara lembaga misalnya partai politik, organisasi, dan sebagainya. Kategorikan komunikator politik dapat digambarkan sebagaimana pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1. Komunikator di tinjau dari jenis pembagiannya.84 Individu Pejabat (birokrat) Politisi Pemimpin opini (opinion leader) Jurnalis Aktifis Pemimpin Komunikasi profesional Kolektif/ Lembaga Pemerintah (birokrasi) Partai politik Organisasi kemasyarakatan/ LSM Media massa Kelompok penekan (interest group) Kelompok elit Badang/ perusahaan komunikasi Gaya komunikasi, karakter komunikator politik dan cara seseorang komunikator politik dalam mempengaruhi orang lain turut mempengaruhi perkembangan dinamika politik. Hal ini terjadi karena karakter komunikator politik berkaitan dengan cara ia memiliki 83 Ibid. Disadur dari Nurani Soyomukti, Komunikasi Politik: Kudeta Politik Media, Analisa Komunikasi Rakyat dan Penguasa (Malang: Intrans Publishing, 2013), h. 77. 84 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 79 kepentingan, informasi, ide dan gagasan serta kebijakan politik, sehingga kondisi tersebut berpengaruh pada situasi politik. Seperti yang dikutip Varma dari Lasswell, bahwa dalam setiap bidang aktivitas, ada kecenderungan setiap orang untuk menguasai dan membentuk karakter orang lain. Manusia selalu memiliki hasrat yang kuat untuk mengendalikan dorongan-dorongan orang lain. Metode untuk mewujudkan hal itu sendiri sangat beragam, mulai dari cara kekerasan sampai kepada cara-cara yang menyenangkan. Keberhasilan dari usaha tersebut terletak pada kemampuan menjaga pengakuan masyarakat.85 Dengan demikian, komunikator politik menjadi sosok yang kadang-kadang amat dominan, sehingga apapun yang disampaikannya dapat mempengaruhi orang lain untuk bertindak. Komunikator politik memiliki istilah yang beragam. Komunikator politik lazim disebut sebagai politisi atau politikus, elit berkuasa dan sebagainya. Nimmo menjelaskan, bahwa komunikator politik sebagai seorang politisi berada dalam posisi strategis untuk memainkan peran politik dalam suatu setting politik tertentu. Politisi atau politikus sebagai komunikator politik memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam pembentukan opini publik. Komunikator politik menjadi pemimpin simbolis yang diharapkan dapat memainkan peran utama dalam sebuah proses dramatik. Politikus berkomunikasi sebagi wakil suatu kelompok dan pesan-pesan politikus itu adalah untuk mengajukan dan melindungi tujuan kepentingan politik. Artinya, komunikator politik mewakili kepentingan kelompok, sehingga jika dirangkum maka politikus mencari pengaruh melalui komunikasi.86 85 Varma, Teori, h. 267-268. Politikus sebagai komunikator politik, merupakan Kelompok yang bercita-cita untuk memegang jabatan pemerintah dan memegang pemerintah. Aktivitas mereka secara umu adalah berkomunikasi tentang politik, tidak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau jabatan karier, baik jabatan eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Pekerjaan mereka adalah aspek-aspek utama dalam kegiatan politik. Meskipun politikus melayani beraneka ragam tujuan dengan berkomunkasi, namun ada dua hal menonjol yang mereka lakukan, yaitu mempengaruhi alokasi ganjaran dan mengubah struktur sosial yang ada atau mencegah perubahan. Dalam kewenangannya yang pertama politikus itu berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok; pesan-pesan politikus itu mengajukan dan melindungi tujuan kepentingan politik, artinya komunikator politik mewakili kepentingan kelompoknya. Lihat, Nimmo, Komunikasi, h. 29-31. 86 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 80 | Pencitraan dan Komunikasi Politik b. Komunikan Komunikan adalah subyek yang dituju oleh komunikator (pengirim/ penyampai pesan), yang menerima pesan-pesan (berita, informasi, pengertian) berupa lambang-lambang yang mengandung arti atau makna. Sebagaimana komunikator, komunikan yang menjadi sasaran komunikasi juga bisa dalam bentuk individu maupun banyak orang, misalnya dalam bentuk kelompok kecil, kelompok besar, organisasi, bahkan masyarakat umum. Memahami masing-masing komunikan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mewujudkan tujuan komunikasi politik yang telah direncanakan. Berapapun biaya, waktu dan tenaga yang dikerahkan untuk mempengaruhi khalayak, tetapi kalau khalayak tidak terlebih dahulu dipahami, maka usaha tersebut bisa sia-sia, karena bisa saja khalayak tidak tertarik dengan komunikasi yang dilakukan. Untuk mengetahui dan memahami segmentasi masyarakat, para peneliti sering kali memulai dengan cara memetakan (scanning) karakteristik masyarakat. Sebagaimana dijelaskan Cangara, ada tiga cara yang bisa digunakan untuk memetakan karakteristik masyarakat yang menjadi sasaran komunikasi, yaitu: 1. Pemetaan yang didasarkan kepada aspek sosiodemografik. Pemetaan ini mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, tingkat pendapatan (income), agama, ideologi, etnik dan termasuk pemilikan media. 2. Pemetaan berdasarkan profil psikologis. Pemetaan ini mencakup sikap yang tercermin dari kejiwaan masyarakat, misalnya tempramen, tenang, sabar, terbuka, emosional, tidak sabar, dendam, antipati, terus terang, tertutup, berani, penakut. 3. Pemetaan yang didasarkan kepada karakteristik perilaku masyarakat. Pemetaan ini mencakup kebiasaan-kebiasaan yang dijalani dalam kehidupan suatu masyarakat. Misalnya agamais (religius), santun, suka menabung, suka protes, suka mabuk-mabukan, suka menolong, memiliki solidaritas tinggi dan sebagainya.87 87 Cangara, Perencanaan, h. 112. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 81 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa khalayak memiliki karakteristik yang sangat variatif. Dengan mengetahui peta khalayak, seorang perencana komunikasi dapat memprediksi dan mengantisipasi, serta menyesuaikan program-program komunikasi yang akan dilakukannya. c. Isi (pesan-pesan) komunikasi Isi (pesan-pesan) komunikasi merupakan produk penguasa setelah melalui proses encoding atau setelah diformulasikan kedalam simbol-simbol sesuai lingkup kekuasaan. Pada dasarnya isi komunikasi terdiri dari: 1) seperangkat norma yang mengatur lalu lintas transpormasi pesan. 2) panduan dan nilai-nilai idealis yang tertuju kepada upaya mempertahankan dan melestarikan sistem nilai yang sedang berlangsung. 3) sejumlah metode dan cara pendekatan untuk mewujudkan sifat-sifat integratif bagi penghuni sistem. 4) karakteristik yang menunjukkan identitas negara. 5) motivasi sebagai dorongan dasar yang memicu pada upaya meningkatkan kualitas hidup bangsa. Pesan-pesan yang disampaikan oleh para aktor politik menunjukkan sejauh mana posisi, peran dan kualitas komunikator politik. Pesan merupakan isi yang disampaikan, dan diharapkan akan dipahami masyarakat sehingga membuat masyarakat melakukan tindakan politik sesuai dengan pesan yang disampaikan. Pesan merupakan inti komunikasi yang disampaikan kepada komunikan, sehingga jika pesan tidak tepat, maka sasaran yang diinginkan juga tidak tercapai. Menurut Soyomukti, pesan politik dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pesan praktis pragmatis dan pesan ideologis. Pesan pertama pesan praktis pragmatis, yaitu pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan, agar komunikan melakukan tindakan yang berguna untuk kepentingan politik sesaat. Misalnya, mengajak masyarakat untuk memilih dirinya atau partainya dalam pemilu. Dengan demikian, pesan praktis pragmatis ini adalah pesan yang disampaikan dengan tujuan agar penerima pesan melakukan tindakan dalam momen-momen tertentu. Pesan kedua adalah pesan ideologis, yaitu suatu pesan yang berisi pemahaman dan iformasi Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 82 | Pencitraan dan Komunikasi Politik tentang cita-cita politik dalam membentuk hubungan politik yang kuat di masa yang akan datang. Pesan ideologis bisasanya tidak semata-mata disampaikan dalam rangka memenangkan pertarungan politik dan kekuasaan sesaat, tetapi sekaligus untuk menumbuhkan kesadaran politik, dan memungkinkan munculnya partisipasi aktif masyarakat dalam politik. 88 d. Media Komunikasi Dalam sistem politik yang bagaimana pun bentuk dan sifatnya, maka media komunikasi mendapat tempat yang cukup penting. Media komunikasi menjadi pusat perhatian penguasa sebagai alat untuk mendapat legitimasi rakyat didalam melakukan kebijaksanaan dan sekaligus memperkuat kedudukan penguasa melalui pesanpesan komunikasi yang telah direpresentasikan kedalam simbolsimbol kekuasaan. Media yang dapat digunakan untuk komunikasi bermacam-macam, mulai dari media lama, seperti media cetak, media elektronik, media tradisional sampai kepada media baru, seperti internet yang telah memediasi munculnya media-media sosial, seperti facebook, twitter, istagram, path, dan lain-lain. Memilih media komunikasi politik harus mempertimbangkan karakteristik isi dan tujuan isi pesan yang ingin disampaikan, dan jenis media yang diminati khalayak. Hal ini sangat penting dalam menghindari pemborosan biaya, waktu dan tenaga. Misalnya, akan terjadi pemborosan biaya, jika televisi digunakan sebagai media penyampaian pesan politik, sementara khalayak tidak menjadikan televisi sebagai media utama dalam mengakses informasi politik. Demikian juga dengan penggunaan surat kabar tidak akan efektif untuk masyarakat yang tidak pandai membaca, atau sulit ekonominya untuk membeli surat kabar. Oleh sebab itu, untuk mengetahui secara persis media yang tepat digunakan untuk penyiaran pesan politik, tidak salah jika partai atau seorang kandidat terlebih dahulu melakukan survey penggunaan media di masyarakat. Cangara mengutip dari UNESCO terkait dengan petunjuk pemilihan media komunikasi yang perlu diperhatikan. Pertama, yang perlu diperhatikan adalah sumber daya komunikasi yang tersedia di 88 Soyomukti, Komunikasi, h. 69. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 83 suatu tempat. Misalnya, berapa banyak stasiun radio, penerbit surat kabar, stasiun televisi yang digunakan oleh masyarakat. Apakah siaran televisi atau radionya swasta atau pemerintah, siapa pemilik penerbit surat kabar atau pemilik televisinya dan informasi apa yang dibutuhkan masyarakat. Kedua, perlu juga diperhatikan kepemilikan media di kalangan masyarakat. Misalnya, berapa banyak masyarakat yang memiliki radio, televisi maupun pelanggan surat kabar. Ketiga, perlu diperhatikan apakah pesan yang disampaikan terjangkau atau tidak oleh masyarakat. Dalam kaitan ini, perlu diperhatikan apakah siaran radio, televisi atau surat kabar dapat diterima oleh masyarakat.89 e. Tujuan atau efek komunikasi Efek komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman terhadap sistem politik, atau sistem pemerintahan dan partai-partai politik, di mana nuansanya akan bermuara pada pemberian suara (vote) dalam pemilihan umum. Pemberian suara sangat menentukan terpilih atau tidaknya seorang kandidat untuk posisi mulai tingkat Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, MPR, Gubernur danWakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota sampai pada tingkat DPRD. Dengan demikian, dipahami bahwa efek adalah hasil dari penerimaan pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikan kepada masyarakat sebagai sasaran komunikasi politik, sehingga dapat dipastikan bahwa setiap program komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan, yakni mempengaruhi target sasaran. Berhasilnya tujuan tersebut, tentu akan memberikan pengaruh atau efek yang berlanjut dengan pemberian respon tanggapan atau jawaban yang di sebut umpan balik atu feedback. Feedback adalah arus balik yang berupa tanggapan atau jawaban dalam rangka proses komunikasi yang bertujuan untuk saling pengertian atau memperoleh kesepakatan bersama. Efek bisa terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan prilaku (behaviour). Pada tingkat pengetahuan, pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi dan perubahan pandangan (opinion). Pada tingkat sikap, bisa terjadi pada perubahan 89 Cangara, Perencanaan, h. 121. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 84 | Pencitraan dan Komunikasi Politik internal pada diri seseorang yang diorganisir dalam bentuk prinsip, sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu obyek. Sementara pada tingkat perilaku (behaviour), ialah perubahan yang terjadi dalam bentuk tindakan. Dalam komunikasi politik, untuk mencapai tujuan tersebut maka sumber-sumber komunikasi dikelola secara bijak melalui perencanaan yang matang dan terarah. Sifat dan bentuk tujuan yang hendak dicapai akan sangat bergantung kepada sistem politik yang mendasarinya. Keberhasilan proses komunikasi pada akhirnya bermuara pada kemampuan komunikator dalam memotivasi komunikan untuk berbuat sesuatu sesuai kebijaksanaannya yang telah di tetapkan komunikasi elit berkuasa. Sebagaimana dijelaskan Rush dan Allthof, bahwa pelaksanaan komunikasi politik dipengaruhi oleh unsur-unsur yang ada dalam komunikasi politik, yaitu: sumber, pesan, saluran, umpan balik dan audiens atau pendengar.90 Namun dalam pelaksanaannya, komunikasi politik seringkali mengalami permasalahan. Karena itu sebuah sistem harus berjalan dengan baik dan saling mendukung agar isi pesan tersampaikan sesuai dengan apa yang diharapkan. 3. Fungsi dan Tujuan Komunikasi Politik Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsifungsi lainnya seperti fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi, dan rekrutmen. Dari sini dipahami bahwa komunikasi politik memiliki fungsi dan tujuan yang jelas. Mengikuti logika penjelasan Brian Mcnair, ada lima fungsi dasar komunikasi politik, yaitu: Pertama, memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa yang terjadi di sekitarnya. Dalam kaitan ini, seorang politikus melakukan monitoring, pengamatan terhadap lingkungan sekitar dan menceritakan realitas tersebut kepada masyarakat. Kedua, memberikan pendidikan politik kepada masyarakat terhadap arti dan siginifikansi fakta yang ada. Dalam hal ini, para politikus dituntut agar berusaha untuk membuat liputan yang objektif, yang bisa mendidik masyarakat terkait dengan realitas yang terjadi. Ketiga, menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalah-masalah politik, sehingga bisa menjadi 90 Rush, dan Althoff, Pengantar, h. 225. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 85 wacana dalam membentuk opini publik dan mengembalikan hasil opini tersebut kepada masyarakat. Keempat, membuat publikasi yang ditujukan kepada pemerintah dan lembaga-lembaga politik. Kelima, melakukan advokasi yang bisa membantu agar kebijakan dan program-program lembaga politik dapat dialurkan kepada media massa.91 Penjelasan McNair memiliki kaitan erat dengan penjelasan Hedebro, bahwa komunikasi politik berfungsi untuk: 1. Memberikan informasi kepada masyarakat terhadap usahausaha yang dilakukan lembaga politik maupun dalam hubungannya dengan pemerintah dan masyarakat. 2. Melakukan sosialisasi tentang kebijakan program dan tujuan lembaga. 3. Memberi motivasi pendukung partai. kepada politisi, fungsionaris dan 4. Menjadi flatform yang bisa menampung ide-ide masyarakat, sehingga menjadi bahan pembicaraan dalam bentuk opini publik. 5. Mendidik masyarakat dengan pemberian informasi, sosialisasi tentang cara memilih dan menggunakan hak mereka sebagai pemberi suara. 6. Menjadi hiburan masyarakat sebagai pesta demokrasi. 7. Memupuk integrasi dengan mempertinggi rasa kebanggaan guna menghindari konflik dan ancaman berupa tindakan separatis yang mengancam persatuan nasional. 8. Menciptakan iklim perubahan dengan mengubah struktur kekuasaan melalui informasi untuk mencari dukungan masyarakat luas terhadap gerakan reformasi dan demokrasi. 9. Meningkatkan aktivitas politik masyarakat melalui siaran berita, agenda setting, maupun komentar-komentar politik. 10. Menjadi pengawal bagi terciptanya good governance yang transparan dan akuntabel.92 91 92 Mc. Nair, Introduction, h. 52. Goran Hedebro, Communication and Social Change in Developing Nation, A Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 86 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa inti dari fungsi komunikasi politik adalah sebagai upaya untuk menyerap berbagai aspirasi, pandangan-pandangan dan gagasan yang berkembang dalam masyarakat dan menyalurkan sebagai bahan dalam penentuan kebijaksanaan. Selain itu, fungsi komunikasi politik juga merupakan penyebarluasan rencana-rencana atau kebijakan pemerintah kepada rakyat. Dari fungsi ini dipahami bahwa komunikasi politik membawakan arus informasi timbal balik dari rakyat kepada pemerintah dan dari pemerintah kepada rakyat. Dengan demikian, terlihat jelas tujuan dari fungsi komunikasi itu sendiri. Sebagaimana dikutip Effendy dari Lord Windelesham, yang mengemukakan bahwa tujuan komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat yang terlibat komunikasi berperilaku tertentu.93 Komunikasi politik juga dijadikan alat untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intern golongan, instansi, asosiasi, atau sektor kehidupan politik pemerintahan. Menempatkan komunikasi politik sebagai pendekatan politik yang merupakan alat untuk penyampaian pesanpesan yang bercirikan politik oleh para aktor-aktor politik pada pihak lain.94 Dalam kaitannya dengan uraian di atas, dapat dipahami bahwa partai-partai politik melakukan komunikasi politik dengan melakukan penyampaian ide-ide dengan cara menghubungkan gagasan-gagasan politiknya kepada masyarakat agar terciptanya perubahan di masyarakat sesuai dengan cita-cita politik yang di usung masing-masing parpol. Dengan demikian, terlihat secara jelas, bahwa tujuan komunikasi politik adalah menjalankan proses komunikasi secara optimal untuk mencapai kesamaan persepsi tentang isuisu atau ide-ide politik antara para elit politik dengan masyarakat. Komunikasi politik dianggap gagal apabila kesamaan persepsi antara komunikator dan komunikan tidak menemukan titik temu dalam kesamaan persepsi. Dalam hal itu, partai politik sebagai subjek Critical View (Iowa State University Press, 1982), h. 89. 93 94 Effendy, Dinamika, h.158. Harun dan Sumarno, Komunikasi, h. 3. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 87 dalam komunikasi politik membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk mempertahankan eksistensinya serta dukungan terhadap partai bersangkuatan. Dukungan tersebut tidak akan diberikan oleh masyarakat apabila nilai utama dalam komunikasi yaitu kesamaan ide dan gagasan tidak tebentuk. Itulah sebabnya, jika diikuti logika berpikir Arifin, ia mengatakan bahwa tujuan lain dari komunikasi politik, yaitu untuk mempengaruhi kebijakan atau keputusan dalam pembuatan peraturan dan perundang-undangan. Itulah sebabnya semua kegiatan komunikasi politik diperlukan seperti lobi, tindakan, retorika, public relation politik dan komunikasi massa.95 Ardial menyebutkan, bahwa tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang disampaikan komunikator politik. Sesuai dengan tujuan komunikasi, maka komunikasi politik menurut Ardial lebih dari sekedar menyampaikan informasi politik, tetapi komunikasi politik bertujuan untuk pembentukan citra politik, pembentukan public opinion (pendapat umum) dan bisa pula menghandel pendapat atau tuduhan lawan politik. Selanjutnya komunikasi politik bertujuan menarik simpatik khalayak dalam rangka meningkatkan partisipasi politik saat menjelang pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah.96 a. Membangun citra politik Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membangun citra politik yang baik bagi khalayak. Para politisi, partai maupun pemimpin politik sangat berkepentingan dalam pembentukan citra politik melalui komunikasi politik dalam usaha menciptakan stabilitas sosial dengan memenuhi tuntutan rakyat. Citra politik itu terbangun atau terbentuk berdasarkan informasi yang diterima oleh khalayak, baik langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual. Komunikasi politik adalah salah satu upaya membangun citra agar sampai di masyarakat sesuai dengan apa yang diharapkan. Komunikasi politik dipahami sebagai usaha terus-menerus oleh suatu partai untuk melakukan komunikasi yang 95 Arifin, Komunikasi, h. 86. 96 Ardial, Komunikasi, h. 44. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 88 | Pencitraan dan Komunikasi Politik bersifat dialogis maupun monologis dengan masyarakat. Komunikasi politik yang dibangun tidak hanya berisifat temporal (dilakukan hanya pada waktu kampanye politik), melainkan melekat juga pada pemberitaan dan publikasi atas apa saja yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh partai politik bersangkutan. Tujuan dari komunikasi politik sebagaimana disebut Firmanzah adalah untuk menciptakan kesamaan pemahaman politik (misalnya pesan, permasalahan, isu, kebijakan politik) antara satu partai politik dengan masyarakat.97 b. Membentuk dan membina pendapat umum Selain untuk membentuk citra politik, komunikasi politik juga bertujuan membentuk dan membina pendapat umum (opini public). Bahkan dapat ditegaskan, bahwa citra politik dan pendapat umum merupakan konsekuensi dari proses komunikasi politik yang bersifat mekanistis. Emory S. Bogardus mengangkat empat macam kompetensi pendapat umum, yaitu: 1.Pendapat umum dapat memperkuat undang-undang, karena tanpa dukungan pendapat umum maka undang-undang akan merupakan deretan huruf mati. 2.Pendapat umum memberi kekuatan hidup bagi institusiinstitusi atau lembaga kemasyarakatan (sosial institutions). 3.Pendapat umum merupakan pendukung dasar moral masyarakat.98 Dengan mengetahui opini publik yang sesungguhnya, kebijaksanaan yang diambil bisa disesuaikan, dimodifikasi, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya benturan psikologis. Mempertimbangkan pendapat umum dalam proses pengambilan keputusan bukan berarti elite dalam struktur sosial selalu menjadi pihak yang harus mengalah, sehingga otoritas tidak bisa membedakan pembagian nilai lagi. Memahami pendapat umum berarti memilik data yang akurat mengenai, bagaimana dan kapan waktu yang tepat meluncurkan suatu kebijaksanaan. Karena kebijaksanaan 97 Firmanzah, Marketing Politik, h. 242. Emori S. Bogardus, The Marketing Public Opinion (New York: Associantion press, 1991), h. 14. 98 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 89 yang tidak memperoleh respons dari masyarakat, bukan semata karena kebijaksanaan itu belum dimengerti atau diterima sebagai bagian nilai-nilai bersama. Khalayak (komunikan) belum merasakan kebijaksanaan itu penting baginya, sehingga merasa tidak ikut memiliki. Pembentukan pendapat umum dalam komunikasi politik, sangat ditentukan oleh peranan media politik, terutama media massa. Dalam kaitan ini, Anwar Arifin menjelaskan, bahwa pers, radio, film dan televisi, selain memiliki fungsi memberi informasi, mendidik, menghubungkan dan menghibur, juga dapat membentuk citra politik dan pendapat umum yang merupakan dimensi penting dalam kehidupan politik.99 Pendapat umum sebagai kekuatan politik tidak hanya mampu mendukung suatu pemerintahan atau kekuasaan, melainkan juga memiliki kekuatan untuk menggulingkannya. Seperti apa yang dialami oleh Soekarno, Soeharto dan Abd. Rahman Wahid, baik melalui cara yang konstitusional (melalui parlemen), maupun melalui pergolakan-pergolakan atau aksi-aksi massa, atau keduakeduanya (aksi massa dan parlemen). Sehingga pendapat umum dapat dibentuk, dipelihara, dibina dengan baik oleh semua kekuatan politik, melalui komunikasi politik yang intensif, persuasif ataupun informatif, edukatif dan koersif. c. Mendorong partisipasi politik Istilah partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai arti. Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam tatanan negara demokrasi, sekaligus sebagai ciri khas adanya modernisasi politik. Itulah bedanya negara modern dengan negara yang masyarakatnya cenderung digolongkan kepada tradisional. Pada masyarakat tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya terkesan otoriter atau ditentukan oleh sekelompok elit, partisipasi politik masyarakatnya tergolong sangat rendah. Sebab segala keputusan yang diambil pemerintah, sering kali tidak melibatkan masyarakat, atau jika dilibatkan pun, namun relatif sangat kecil. Ini sekaligus fakta, bahwa masyarakat sederhana yang kepemimpinannya otoriter, sering kali kurang diperhitungkan dalam proses-proses politik. Berbeda dengan masyarakat di negara-negara yang 99 Arifin, Komunikasi Politik, h. 11. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 90 | Pencitraan dan Komunikasi Politik proses demokrasinya maju dan modernis, partisipasi masyarakat jauh lebih tinggi. Mereka diperhitungkan tidak hanya dalam bidang politik, tetapi termasuk dalam bidang hukum, adiminstrasi pembangunan, ideologi nasional, pembangunan sosial politik, integrasi politik, pemerataan pembangunan dan lain-lain. Sebab itu, Sastroatmodjo menjelaskan, bahwa partisipasi politik merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah.100 Istilah Miriam Budiardjo, Partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Anggota masyarakat yang berparsisipasi dalam proses politik melalui pemilu terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya diperhatikan. Mereka percaya bahwa kegiatan mereka memiliki efek, dan efek tersebut dinamakan political efficacy. Ditinjau dari aspek sosiologi politik, semakin banyak rakyat yang turut berpartisipasi dalam politik, menunjukkan bahwa pendidikan politik rakyat berhasil. Semakin besar partisipasi rakyat, menunjukkan pelaksanaan demokrasi bergerak ke arah keberhasilan. Tingginya tingkat partisipasi rakyat, ditunjukkan oleh banyaknya rakyat mengikuti dan memahami masalah politik dan turut atau ingin melibatkan diri dalam berbagai kegiatan politik. Sebaliknya, jika tingkat partisipasi politik masyarakat rendah, menunjukkan bahwa pelaksanaan demokrasi pada satu negara kurang baik.101 Partisipasi politik merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh setiap negara, karena partisipasi politik berkaitan erat dengan kelangsungan suatu negara. Partisipasi politik merupakan tolak ukur dalam memahami kualitas warga negara pada tingkat rujukan dan tanggug jawab atas kemajuan dan kelangsungan hidup masyarakat atau mengetahui sistem politik apa yang mendasari partisipasi tersebut dari sifat ataupun orientasi politiknya. Partisipasi politik dapat bersifat perorangan ataupun kelompok, di organisasikan atau Sudjono Sastroatmodjo, Perilaku Politik (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), h. 67. 100 101 Budiarjo, Dasar-Dasar, h. 369. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 91 secara spontan secara baik-baik atau dengan kekerasan. Partisipasi tumbuh karena adanya dorongan dari diri manusia yang muncul karena kesadaran, tanpa adanya paksaan atau tekanan dari luar, karena partisipasi bersifat berubah. Partisipasi yang kekal adalah partisipasi yang timbul dari hati sendiri, karena merasa bahwasanya dirinya adalah bagian dari negara yang dituntut untuk memikirkan dan memajukan negara. Partisipasi politik merupakan cerminan dari sikap politik warga negara atau masyarakat yang berwujud dalam perilaku, baik secara psikis maupun fisik. Perilaku politik dalam wujud partisipasi politik dapat berlangsung secara konvensional. Partisipasi yang langsung bersifat legal dan berada dalam ikatan normatif. Partisipasi politik seperti inilah yang dikatakan partisipasi yang lahir dari hati nurani tanpa ada paksaan. Partisipasi politik sebagai tujuan komunikasi politik dimaksudkan agar individu-individu berperan serta dalam kegiatan politik (partisipasi politik). Salah satu bentuk partisipasi politik yang penting adalah ketika seseorang (khalayak) mau memberikan suaranya untuk seorang politikus maupun partai politik tertentu dalam pemilihan umum. Individu atau kelompok mengambil bagian dalam politik dengan berbagai cara. Dan Nimmo membagi cara tersebut ke dalam tiga dimensi, yaitu gaya umum partisipasi, motif yang mendasari kegiatan berpartisipasi, dan konsekuensi terhadap partisipasi seseorang dalam politik.102 Pertama, gaya partisipasi mengacu pada baik apa yang dilakukan maupun bagaimana ia melakukannya, misalnya langsung terus-menerus dengan figur politik. Selain langsung, ada juga sistematis untuk mencapai tujuan tetentu, mereka bertindak bukan karena dorongan hati, melainkan berdasarkan perhitungan, pikiran, perasaan untuk melakukan sesuatu dengan konsisten. Kedua, partisipasi politik yang didorong oleh motivasi untuk ambil bagian dari kegiatan politik. Motivasi bisa disengaja, misalnya beberapa warga negara mencari informasi dan peristiwa politik untuk mencapai tujuan tertentu. Mereka bisa menjadi berpengetahuan mengarahkan kebijaksanaan pejabat pemerintah. Motivasi bisa juga dilakukan dengan rasional, di mana masyarakat berhasrat mencapai 102 Nimmo, Komunikasi Politik, h. 127. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 92 | Pencitraan dan Komunikasi Politik tujuan tertentu, yang dengan teliti mempertimbangkan alat alternatif untuk mencapai tujuan itu, dan kemudian memilih yang paling menguntungkan di pandang dari segi pengorbanan dan hasilnya. Sesuai dengan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa fungsi komunikasi politik adalah untuk membangun citra politik, membentuk dan membina pendapat umum, dan mendorong partisipasi politik. Dari ketiga fungsi tersebut, pada akhirnya tujuannya adalah untuk mewujudkan terciptanya partisipasi politik dan kemenangan para politikus dan partai politik bersangkutan dalam pemilihan umum. Keikutsertaan masyarakat dalam memberikan suara dalam pemilihan umum, merupakan konsekuensi atau efek komunikasi yang sangat penting. Dengan demikian, komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi, dan rekrutmen. Oleh karena itu, komunikasi politik sangat berkaitan erat dengan sistem politik. Fungsi komunikasi politik sangat menentukan dalam pelaksanaan program partai politik karena dalam melaksanakan program harus adanya kesatuan antara komunikator dan komunikan yang ada di partai politik tersebut. 4. Saluran-Saluran Komunikasi Politik Sebagaimana dipahami bahwa komunikasi politik adalah proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Sebagai suatu proses komunikasi, tentu komunikasi politik berkesinambungan dan melibatkan pertukaran informasi di antara individu-individu dan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan masyarakat. Pada dasarnya komunikasi politik tidak terlepas dari adanya peranan media massa. Media massa dalam hal ini dapat memberikan gambaran sejauh mana seluruh proses politik itu mampu terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas. Melalui media massa seperti surat kabar, radio, maupun televisi ini pada umumnya terdapat informasi mengenai masalah-masalah politik yang ditujukan untuk masyarakat luas. Meskipun tidak dipungkiri bahwa terkadang isu-isu hiburan di media massa merupakan bagian utama yang ditonjolkan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 93 Komunikator politik, baik politikus, profesional atau aktivis, sebagaimana dijelaskan Budiarjo selalu menggunakan alat untuk mempengaruhi khalayak yang kurang terlibat di dalam politik. Alat atau upaya untuk mengirimkan pesan tersebut ialah saluran komunikasi yang berfungsi untuk menghindari terjadinya miskomunikasi. Saluran ini bisa berupa media elektronik maupun cetak. Saluran komunikasi politik merupakan sarana penghubung antara komunikator dan komunikan. Secara populer media komunikasi politik terdiri dari tiga macam, yaitu interpersonal, organisasi, dan media massa.103 Tetapi, jika dilihat dari aspek jaringan komunikasi, maka saluran komunikasi politik dibagi kepada: 1) organisasi sebagai saluran, 2) kelompok sebagai saluran, 3) media massa sebagai saluran, serta 4) saluran khusus yang biasanya digunakan oleh orang atau individu dan/ atau kelompok tertentu yang memainkan peran politik. Organisasi dapat menjadi media penyalur bagi politisi untuk mewujudkan apresiasi politik yang dimilikinya serta menampilkan impression management politik yang dijalaninya sepanjang menyandang predikat mewakili untuk menjalankankan fungsi keterwakilannya. Saluran komunikasi kelompok juga dapat menjadi saluran bagi politisi untuk menyalurkan apresiasi politiknya dan sekaligus menampilkan penampilan politiknya. Tetapi kelompok memiliki kelemahan jika politisi semata-mata tergantung pada dinamika kelompok untuk menampilkan penampilan politiknya. karena kelompok biasanya juga kurang langgeng, kurang melembaga, dan kurang permanent di samping kelompok juga biasanya sangat mudah dipengaruhi oleh sifat formal dan informal dari saluran komunikasi. Sementara itu, media massa digunakan sebagai saluran karena sifatnya yang dapat menjangkau khalayak secara heterogen dan tidak terbatas, meskipun pengaruhnya juga seringkali tidak langsung. Media massa justru paling banyak digunakan alam penampilan politik politisi sebagai saluran untuk menebar jaringan komunikasi yang relevan untuk mempertukarkan pesan politik politisi. Sebab, di samping mampu menggambarkan realita politik, media massa juga dapat dijadikan sebagai indeks untuk mengetahui mana yang 103 Ibid, h. 166. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 94 | Pencitraan dan Komunikasi Politik penting dan mana yang tidak penting. Seringkali media massa juga dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengetahui pendapat umum. Saluran komunikasi interpersonal merupakan bentukan dari hubungan satu orang dengan satu orang lainnya. Saluran ini pun bisa berbentuk tatap muka maupun berperantara. Seorang kandidat Presiden misalnya, dia berjalan melewati banyak orang sambil berjabat tangan, atau seorang kandidat politik yang mendatangi konstituen dari rumah ke rumah, merupakan contoh saluran komunikasi interpersonal tatap muka. Setiap sistem politik mengembangkan jaringan komunikasi politiknya sendiri, dan mengakui pentingnya sumber-sumber khusus, sedangkan saluran-saluran dan para pendengar akan berbeda menurut jenis media yang digunakan. Pada masyarakat primitif yang dicirikan dengan tingkatan melek-huruf yang rendah dan tidak memiliki keahlian teknis dan sarana untuk mengembangkan media massa modern, maka barang cetakan dan siaran radio merupakan sarana utama, dengan mana informasi politik disampaikan kepada setiap sistem politik. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa seluruh media dapat dipergunakan dalam komunikasi politik, karena pada dasarnya komunikasi politik sendiri bertujuan untuk mempengaruhi pemberian suara dalam pemilihan umum. Penggunaan salah satu di antara semua media yang tersedia itu sangat tergantung kepada kebutuhan atau kemampuan khalayak menerima dan mencerna pasan-pesan politik yang akan disampaikan. Jadi, seleksi media didasarkan pada kemampuan, kebutuhan dan kepentingan serta lokasi khalayak yang dijadikan sasaran komunikasi politik. Pencitraan Politik Melalui Marketing Mix Politik Strategi komunikasi politik merupakan sebuah taktik yang sangat berperan dalam pemenangan kontestasi politik. Keberhasilan strategi komunikasi politik memberikan sebuah kontribusi yang besar dalam menggunakan dan merencanakan strategi partai politik untuk menyusun, tidak hanya dalam menghadapi perhelatan politik, namun pasca perhelatan politik. Strategi dan politik, merupakan dua hal yang harus berbarengan apabila sebuah partai misalnya, ingin mewujudkan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 95 tujuan politiknya. Namun demikian, strategi membutuhkan taktik, karena taktik adalah prasyarat dalam sebuah perencanaan strategi. Perencanaan taktik dapat memberikan jawaban atas pertanyaan siapa, akan melakukan apa, kapan, di mana, bagaimana dan mengapa. Keputusan taktis semacam ini kata Schroder, digunakan untuk mencapai setiap tujuan strategis. Keputusan-keputusan ini terutama tergantung pada pengenalan akan ruang lingkup, kerangka prasyarat dan kemampuan pribadi. Oleh sebab itu kata Schroder, bahwa perencanaan taktis tidak direncanakan dari tingkat strategis, melainkan oleh pimpinan yang ada ditingkat taktis.104 Strategi komunikasi politik sebagaimana dipahami adalah cara atau taktik dari sebuah partai untuk mengemas dan mempromosikan seluruh produk dan atribut yang berkaitan dengan kepartaian, sehingga masyarakat bersedia memilih partai yang ditawarkan. Sebagaimana disebutkan Firmanzah, bahwa promotion meliputi semua kegiatan yang dilakukan institusi politik untuk mengkomunikasikan produknya, platform partai, ideologi, dan lain-lain kepada publik.105 Dengan demikian, promosi dapat dikatakan sebagai pengerahan semua sumber daya pada media yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan ketertarikan sekaligus menghadirkan dukungan terhadap partai. Aktivitas promosi tidak hanya terbatas pada apa yang dilakukan selama periode kampanye, melainkan juga termasuk yang dilakukan jauh sebelumnya. Dapat juga ditegaskan, bahwa promosi dalam political marketing, tidak jauh berbeda dengan promosi pemasaran, meskipun konsep promosi pemasaran promotion mix (bauran promosi) tidak seluruhnya relevan diterapkan dalam dunia politik. Namun demikian, di Indonesia sendiri aktivitas marketing politik dijadikan strategi handal untuk membangun citra dan popularitas partai maupun kandidatnya. Di dalam konstelasi politik, citra dan popularitas menduduki posisi penting. Selain bertujuan untuk menjaring suara konstituen, popularitas juga berperan sebagai jalan untuk mengkonstruksi citra partai atau kandidat. 106 Peter Schroder, Strategi Politik (Jakarta: Friedrich Noumann Shiftung, 2004), h. 10-11. 104 105 Firmanzah, Marketing Politik, h. 203. 106 Pembentukan citra politik menciptakan ruang tertentu dalam benak pikiran Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 96 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Dalam kaitan itu, Arifin menegaskan bahwa dalam organisasi atau lembaga diperlukan tenaga spesialis yang bisa menangani masalah-masalah komunikasi, apakah itu untuk keperluan pencitraan, pemasaran atau kerjasama dengan pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, perlu juga dilakukan analisis terhadap perencanaan program kegiatan komunikasi. Analisis dilakukan untuk terlebih dahulu mendiagnosa permasalahan yang dihadapi dan kemudian merumuskan rencana-rencana taktis dan strategis. Pada tahap perencanaan, sudah terlebih dahulu dikaji kesiapan sumber daya manusia, tenaga, dana dan fasilitas. Sedangkan pada tahap kegiatan komunikasi, maka yang harus dipikirkan adalah tindakan yang harus dilakukan dalam menyebarkan informasi. Misalnya dengan menggunakan media massa atau saluran komunikasi lainnya seperti kelompok, media baru, fokus group, atau temu publik. Arifin juga menegaskan, bahwa perencanaan komunikasi, selain bisa diaplikasikan untuk pencitraan pribadi atau lembaga, dapat juga digunakan untuk pencitraan produk. Antara pencitraan pribadi dan pencitraan produk, tidak jauh berbeda. Jika pada pencitraan pribadi tujuannya adalah berusaha untuk menciptakan agar bisa menjadi idola orang lain, maka pada pencitraan produk mengarah pada bagaimana khalayak bisa menjadi konsumen tetap terhadap produk yang ditawarkan.107 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa pencitraan dapat dilakukan dengan cara memasarkan produk. Dalam kontestasi politik, produk yang akan dipasarkan adalah kandidat partai politik atau partai politik itu sendiri. Maka dalam teori pemasaran, dikenal istilah marketing mix yang terdiri dari bauran 4P. Pertama, products (produk), yaitu segala sesuatu dalam bentuk barang atau jasa yang khalayak mengenai tanggapan terhadap produk (kandidat, program) tertentu bagi kepentingan khalayak, di mana terdapat dua hubungan yang dibangun, yaitu hubungan internal dan hubungan ekternal. Untuk membentuk citra politik, dilakukan secara permanen dan dalam jangka waktu yang panjang, tidak terbatas pada waktu pelaksanaan pemilu. Di sinilah marketing dapat dijadikan sebagai konsep pengelolaan strategi dan aktivitas politik yang terkait dengan kebijakan dan program kerja politik partai ataupun kandidat. Aktivitas marketing dilihat sebagai proses yang lebih panjang dan terus menerus dengan tujuan untuk memastikan pembentukan citra politik dan pencapaian tujuan politik, membangun relationship antar elit dan publik serta untuk memberi kepuasan dan loyalitas. Lihat, Rosyadi Ruslan, Kampanye Public Relations: Kiat dan Strategi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 26-27. 107 Cangara, Perencanaan, h. 75. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 97 diproduksi dan dipasarkan guna memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam politik, produk yang dijual kepada khalayak adalah platform partai yang meliputi visi misi serta program-program partai atau kandidat dalam keterlibatannya dengan proses pembangunan. Bahkan yang termasuk dalam produk ini adalah track record baik yang berkaitan dengan prestasi-prestasi yang dicapai oleh kandidat, maupun partai di masa yang lalu. Kemudian, produk lainnya adalah personal characteristic, yaitu kepribadian yang dimiliki oleh kandidat. Tiga kategori produk politik ini, akan menjadi pokok pertimbangan penting masyarakat pemilih untuk menentukan pilihannya. Kedua, place (tempat), yaitu tempat yang digunakan untuk mendistribusikan atau memajang barang yang akan diproduksikan. Dalam konteks politik, place merujuk pada metode atau saluran yang digunakan mempromosikan kandidat kepada pemilih melalui nilai-nilai atau karakteristik pribadinya. Place berkaitan erat dengan cara institusi politik dalam menyampaikan pesan politik kepada para calon pemilih. Artinya, partai politik harus bisa menyentuh segenap lapisan masyarakat dengan melakukan segmentasi publik berdasarkan struktur dan karakteristik masyarakat. Dengan aliran produk politik kepada masyarakat luas, masyarakat dapat merasakan dan mengakses produk politik lebih mudah. Ketiga, prace (harga), yaitu nilai barang atau jasa yang ditawarkan. Harga sebuah produk akan ditentukan sesuai dengan kualitas barang yang ditawarkan. Semakin berkualitas barangnya, maka akan semakin tinggi harganya. Dalam konteks politik, price (harga) dilihat dari prespektif psikologi massa yaitu sebagai biaya yang harus dibayar konsumen (konstituen) berupa trust (kepercayaan) terhadap kandidat atau partai yang dipilih dan dari aspek ekonomi harga dipandang sebagai biaya-biaya yang berhubungan dengan pemilihan kandidat. Dengan demikian, price (harga) meliputi harga ekonomi, harga psikologis, sampai pada harga citra. Harga ekonomi mencakup semua biaya yang dikeluarkan selama periode kampanye, harga psikologis mengacu pada harga persepsi psikologis, dan harga cirta berkaitan dengan apakah pemilih merasa kandidat bisa memberikan citra positif dan menjadi kebanggaan di mata semua orang atau tidak. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 98 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Keempat, promotion (promosi), yaitu usaha yang dilakukan untuk menarik perhatian para pembeli melalui teknik-teknik berkomunikasi. Dalam kaitannya dengan politik, promosi meliputi semua kegiatan yang dilakukan institusi politik untuk mengkomunikasikan produknya, baik platform partai, ideologi, dan lain-lain kepada publik. Promosi dapat dikatakan sebagai pengerahan semua sumber daya pada media yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan ketertarikan sekaligus menghadirkan dukungan terhadap kandidat. Sebagai catatan, aktivitas promosi tidak hanya terbatas pada apa yang dilakukan selama periode kampanye saja, melainkan juga termasuk yang dilakukan jauh sebelumnya oleh kandidat atau institusi politik. Dari empat elemen marketing mix yang telah dijelaskan di atas, promosi merupakan elemen yang penting karena memiliki keterkaitan dengan perencanaan komunikasi. Meskipun tidak seluruh promosi dalam political marketing bisa diterapkan, namun tidak salah bagi seorang politikus atau suatu partai untuk mengadopsi konsep promosi pemasaran promotion mix (bauran promosi) sebagaimana yang diterapkan dalam dunia komersil (bisnis). Mengutip penjelasan Cravens, membagi promotion mix terdiri dari lima unsur utama:108 Pertama, advertaising (periklanan), yaitu semua bentuk penyajian dan promosi (penyampaian pesan) melalui suatu media kepada publik. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi tentang partai yang bersangkutan, atau mempromosikan program-program dan kebijakan tertentu. Dalam konteks komunikasi politik, periklanan berkaitan dengan semua bentuk penyajian dan promosi (penyampaian pesan) kandidat melalui suatu media kepada publik. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi tentang kualifikasi, pengalaman, latar belakang, dan kepribadian kandidat, sehingga dukungan masyarakat diharapkan dapat meningkat. Kedua, sales promotion (promosi penjualan), yaitu sebagai bentuk market education (mengedukasi pasar) yang bertujuan untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau 108 Unsur utama promotion mix, yaitu advertaising (periklanan), sales promotion (promosi penjualan), public relations (kehumasan), personal selling (penjualan pribadi), direct marketing (pemasaran langsung). Lihat, David W Cravens, Strategic Marketing (USA: Mc-Graw Hill, 2000), h. 350. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 99 jasa. Dalam hal ini, anggota partai menemui pemilih atau calon pemilih dan memberi kesempatan kepada mereka untuk bergabung dengan partai yang ditawarkan. Dalam kegiatan politik, para politikus menemui konsumen (pemilih atau calon pemilih) untuk mengenalkan produk secara langsung dengan melakukan presentasi mengenai produk sekaligus memberi kesempatan kepada khalayak untuk bersedia secara sukarela untuk memberikan dukungan bagi calon bersangkutan. Ketiga, public relations (kehumasan) merupakan pembentukan persepsi publik (pencitraan) menggunakan informasi, persuasi, dan penyesuaian untuk menghidupkan dukungan publik terhadap partai. Dalam komunikasi politik, public relations adalah suatu rangkaian kegiatan yang diorganisir sedemikian rupa sebagai suatu rangkaian kampanye atau program terpadu, dan berlangsung secara berkesinambungan dan teratur. Kegiatan public relations sama sekali tidak bisa dilakukan secara sembarangan atau dadakan. Tujuannya adalah untuk memastikan kiprah organisasi yang bersangkutan, agar senantiasa diketahui oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan atau seluruh publik. Keempat, personal selling (penjualan pribadi), para anggota partai menemui dan berinteraksi langsung dengan pemilih, melakukan presentasi, menjawab pertanyaan dan menerima pesan-pesan pemilih. Dalam konteks komunikasi politik, personal selling dapat mempersuasi pemilih berdasarkan penampilan fisik dan bahasa tubuh kandidat. Pada bagian ini, ada empat tahap yang harus diperhatikan, yaitu: (1) kualifikasi tentang siapa saja yang akan di sasar; (2) mengenali karakteristik pemilih, baik dari segi karakter dan ideologinya; (3) menawarkan rencana atau gagasan untuk meyakinkan sasaran memilih kandidat; (4) relationship, menjaga hubungan dengan pemilih. Kelima, direct marketing (pemasaran langsung), yaitu penggunaan surat, telepon, faximile, e-mail dan alat penghubung non-personil lainnya untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau mendapatkan tanggapan langsung dari pemilih dan calon pemilih tertentu. Model seperti ini dapat dilakukan dengan adanya dukungan fasilitas internet dan sebagainya. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 100 | Pencitraan dan Komunikasi Politik Pencitraan Politik Melalui Kampanye Politik Strategi pencitraan dapat dilakukan melalui kampanye politik. Sebuah kampanye politik merupakan usaha terorganisir yang berusaha untuk mempengaruhi proses-proses pembuatan keputusan di dalam kelompok spesifik. Dalam kehidupan demokrasi, kampanye politik disebut juga dengan kampanye pemilihan umum. Tujuan kampanye politik pun sangat spesifik tergantung pada jenis pemilihan umumnya, misalnya kampanye politik Presiden bertujuan untuk mempengaruhi calon pemilih untuk memilih Presiden tertentu. Demikian juga dengan pemilihan kepala daerah, ditujukan agar calon pemilih memilih kepala daerah tertentu. Dalam perspektif komunikasi politik, kampanye didefinisikan sebagai bagian dari aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditunjukan khalayak, pada periode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.109 Menurut Arnold Steinberg sebagaimana dikutip Efriza, kampanye politik adalah cara yang digunakan para warga negara dalam demokrasi untuk menentukan siapa yang akan memerintah mereka. Politik adalah praktik atau pekerjaan menjalankan urusan politik, yaitu melaksanakan atau mencari kekuasaan dalam urusan pemerintah.110 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kampanye merupakan proses komunikasi yang dilakukan secara terorganisir dengan periode waktu tertentu untuk mempengaruhi publik dalam mengambil keputusn. Kampanye merupakan usaha yang dikelola secara terorganisir untuk mengusahakan orang yang dicalonkan, terpilih dalam suatu jabatan resmi. Artinya, dalam hal ini terlihat bahwa kampanye politik adalah suatu usaha hubungan masyarakat. Maka dari itu, masing-masing partai politik harus melakukan proses komunikasi seperti ini untuk mensosialisasikan pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada publik. Bentuk kampanye politik umumnya dilakukan dalam bentuk pertemuan dan rapat-rapat umum yang berisi berbagai pidato, pembicaraan, penyampaian slogan-slogan atau dalam bentuk penyebaran informasi melalui selebaran yang berisi ajakan, bujukan, gambar-gambar, simbol dan sebagainya. 109 Ruslan, Kampanye, h. 21 110 Efriza, Political, h. 469. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 101 Pesan-pesan dari suatu kampanye politik lazimnya memuat gagasan-gagasan yang ditawarkan oleh para kandidat atau partai politik kepada para khalayak calon pemilih. Pesan-pesan tersebut berisi butir-butir tentang kebijakan yang diulang berkali-kali. Menurut P. Norris sebagaimana dikutip Firmanzah, kampanye politik adalah suatu proses komunikasi politik, di mana partai politik atau konstestan individu berusaha mengkomunikasikan ideologi ataupun program kerja yang mereka tawarkan. Tidak hanya itu, komunikasi politik juga mengkomunikasikan pesan dan motivasi partai politik atau konstituen dalam memperbaiki kondisi masyarakat. Partaipartai politik berusaha membentuk pencitraan bahwa partai merekalah yang paling peduli atas permasalahan sosial.111 Fungsi kampanye politik diantaranya adalah pertama, proses komunikasi politik dialogis antara partai politik dengan masyarakat. Kedua, proses edukasi politik yang secara kolektif dilakukan oleh partai politik dan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan politik kepada pihak yang kurang paham dengan politik.112 Dari sudut pandang komunikasi, kampanye memiliki fungsi, yaitu: Pertama, menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif dan instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal. Kedua. Menjembatani kesenjangan budaya akibat kemudahan diperolehnya media massa yang begitu ampuh, yang dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.113 Kampanye politik yang dilakukan oleh berbagai partai politik memiliki orientasi yang berbeda-beda tergantung pada masing-masing organisasi atau lembaga yang menjalankannya. Tujuan tersebut akan beriringan dengan identitas kepartaian (possitioning). Kampanye politik yang dilakukan dengan menonjolkan citra positif partai, sehingga memudahkan masyarakat untuk memilih partai yang sesuai dengan ideologi dan program kerja yang ditawarkan. Kampanye menurut Firmanzah secara umum diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, yaitu: pertama, kampanye menjelang pemilu (short-term). Kampanye ini digunakan sebagai ajang kompetisi jangka pendek menjelang pemilu 111 Firmanzah, Marketing Politik, h. 271. 112 Ibid, h. 272. 113 Effendi, Dinamika, h. 28. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 102 | Pencitraan dan Komunikasi Politik untuk mengingatkan, membentuk dan mengarahkan opini publik dalam waktu yang singkat. Kedua, kampanye yang bersifat permanen dan berlaku untuk jangka panjang.114 Dalam kampanye politik yang bersifat permanen, titik perhatian tidak hanya terbatas pada periode menjelang pemilu, tetapi sebelum dan sesudah pemilu juga menjadi perhatian yang amat penting dalam pembentukan pencitraan politik. Bahkan akan lebih melekat pencitraan dalam benak masyarakat, jika dilakukan secara terus menerus. Kampanye politik merupakan kampanye yang berorientasi pada kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan, sehingga kemasan kampanye perlu disesuaikan dengan misi partai. Pihak penyelenggara kampanye politik biasanya partai politik yang ingin memperoleh dukungan suara untuk menduduki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan. Kampanye politik yang dilakukan oleh partai politik biasanya menggunakan instrumen internal partai bersangkutan seperti humas, organisasi sayap partai, media internal atau ekstenal partai seperti media massa dan lain-lain. Pencitraan Politik Melalui Media Massa Sebagaimana dipahami bahwa citra politik adalah sebagai gambaran seseorang tentang politik yang memiliki makna, kendatipun tidak selamanya sesuai dengan realitas politik yang sebenarnya. Citra politik tersusun melalui persepsi yang bermakna tentang gejala politik dan kemudian menyatakan makna itu melalui kepercayaan, nilai dan pengharapan dalam bentuk pendapat pribadi yang selanjutnya dapat berkembang menjadi opini publik. Citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian, pengidentifikasian peristiwa, gagasan tujuan atau pemimpin politik. Citra politik membantu bagi seseorang dalam memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya tentang referensi politik. Para politikus atau pemimpin dalam politik sangat berkepentingan dalam pembentukan citra politik dirinya melalui komunikasi politik dalam usaha menciptakan stabilitas sosial dan memenuhi tuntutan 114 Firmanzah, Marketing, h. 275. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 103 rakyat. Misalnya pernyataan presiden atau wakil presiden dalam konferensi pers atau dalam sebuah pidato mengenai kesulitan perekonomian yang telah teratasi akibat sebuah kebijakan. Oleh sebab itu, pencitraan merupakan hal penting bagi setiap orang sebagai makhluk sosial. Melalui pencitraan, manusia memilih hal yang akan dilakukan dan juga apa yang seharusnya tidak dilakukan atau ditinggalkan. Dengan upaya pencitraan positif, setiap orang berharap bisa terlihat sempurna di mata orang lain. Dalam pembentukan citra positif, bahkan tidak jarang seseorang melakukan cara apapun untuk mengemas sikap dan perilakunya sehingga memberikan kesan positif di mata orang lain. Citra, membantu manusia untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya dalam lingkungan sosialnya. Dalam komunikasi politik, proses kerja pembentukan citra politik dapat dilakukan dengan cara mengemas pesan politik untuk kemudian disebarkan kepada masyarakat. Kemudian keberadaan media massa dijadikan bagian dari instrumen pembentukan dan penyampaian pesan politik tersebut. Potret seperti inilah yang disebut Stayer sebagai bagian dari cara baru dalam mengkomunikasikan politik. Artinya kampanye yang dilakukan melalui komunikasi interpersonal (direct-campaign), mulai ditinggalkan dan digantikan oleh bentuk kampanye di media (mediated-campaign).115 Kampanye dengan menggunakan media, banyak dilakukan` para politisi, terutama dengan menggunakan media massa. Bila dirujuk ke dalam berbagai literatur, tidak diragukan lagi bahwa media massa memiliki peran strategis dalam kehidupan sosial. Dennis McQuail misalnya, menjelaskan ada delapan peran media massa dalam kehidupan sosial masyarakat. Pertama, media massa sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar ataupun pada diri mereka sendiri. Kedua, juru bahasa yang menjelaskan dan memberi makna terhadap peristiwa atau hal yang terpisah dan kurang jelas. Ketiga, pembawa atau pengantar informasi atau pendapat. Media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan 115 Akhmad Danial, Iklan Politik TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru (Yogyakarta: Lkis, 2009), h. 35. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 104 | Pencitraan dan Komunikasi Politik umpan balik. Keempat, jaringan interaktif yang menghubungkan pengirim dengan penerima pesan melalui berbagai macam umpan balik. Kelima, sebagai papan penunjuk jalan yang secara interaktif menunjukkan arah, memberikan bimbingan dan instruksi. Dalam kaitan ini, media sering dipandang sebagai penerjemah penunjuk arah atas berbagai ketidakpastian yang tidak beragam. Keenam, penyaring yang memilih bagian pengalaman yang perlu diberi perhatian khusus dan menyisihkan aspek pengalaman lainnya. Ketujuh, cermin yang memantulkan citra masyarakat terhadap masyarakat itu sendiri. Biasanya pantulan citra itu mengalami perubahan (distorsi) karena adanya penonjolan terhadap segi yang ingin dilihat oleh para anggota masyarakat. Kedelapan, tirai atau penutup yang menutupi kebenaran demi pencapaian tujuan propaganda atau pelarian dari suatu kenyataan.116 Selain penggunaan media massa, kampanye politik dapat juga dilakukan melalui media lainnya, seperti media baru yang terus berkembang dengan pesat. Media baru yang dimaksud misalnya internet yang sekarang menjadi trend dan dipandang sangat ketinggalan jika tidak menggunakannya. Sejumlah lembaga sangat berkepentingan membuat web dalam internet dengan tampilan visual yang menarik. Tujuannya adalah untuk pencitraan dan penyebarluasan informasi tentang program-program yang mereka tawarkan. Sejumlah lembaga juga memanfaatkan media sosial yang dibantu oleh internet dalam penggunaannya, misalnya facebook, blog, twitter dan sebagainya. Maraknya penggunaan internet dan media sosial sebagai media komunikasi kata Subiakto dan Ida, menyebabkan media tersebut menjadi public sphere (ruang publik) yang relative fenomenal. Media sosial digunakan secara aktif dalam politik, mengingat media tersebut bisa dipakai oleh siapa pun. Di dalamnya ada kebebasan, ada partisipasi dan jangkauannya pun makin meluas dan terinterkoneksi.117 Media sosial menjadi media interaktif untuk Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, terj. Agus Darma dan Aminuddin (Jakarta: Penerbit Air Langga, 1994), h. 53. 116 117 Henri Subiakto dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media dan Demokrasi (Jakarta: Kencana, 2012), h. 25. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 105 berkomunikasi telah membuktikan efektifitasnya dalam komunikasi sosial dan komunikasi politik. Akurasi pesan yang disampaikan melalui telepon seluler (layanan pesan pendek), twitter, facebook, koran, radio dan televisi sangat urgen. Peran strategis media sosial dan media massa dalam komunikasi politik, telah ditunjukan keberhasilan dan kemampuanya untuk menggalang kekuatan, dukungan terhadap gerakan untuk membangun citra positif. Melalui media massa seseorang akan memperoleh informasi tentang benda, orang, citra dan tempat yang tidak dialami secara langsung. Keberadaan media sengaja dihadirkan untuk menyampaikan berbagai pesan tentang lingkungan sosial dan politik. Semua pesan yang mengandung muatan politik dapat membentuk dan mempertahankan citra politik dan opini publik suatu partai. Di era banjir informasi saat ini, seorang kandidat atau partai yang tidak menggunakan sarana media massa dengan baik hampir pasti akan gagal meraih dukungan publik. Argumentasi ini mempertegas bahwa keberadaan media memiliki peran penting terhadap efektivitas penyampaian pesan politik serta membentuk citra dan opini publik yang positif bagi partai politik atau kandidatnya. Di tengah keberagaman media saat ini, sesungguhnya masyarakat mendapatkan kemudahan terhadap akses berbagai informasi. Berbeda pada era sebelumnya pada era Orde Baru, komunikasi politik tidak berkembang secara terbuka seperti saat ini. Fenomena perkembangan komunikasi politik di Indonesia saat ini, memperlihatkan dampak cukup nyata terhadap caracara berkampanye para tokoh politik menjelang kontestasi politik, misalnya pemilihan Calon Anggota Legislatif, Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Presiden. Sebagaimana misalnya yang terjadi pada menjelang Pemilu Presiden RI tahun 2014. Terlihat secara jelas, sajian media yang mempertontonkan, hampir semua tokoh politik yang memproklamirkan diri sebagai capres maupun cawapres. Hal itu didukung melalui dalam iklan-iklan politik dan pemberitaan media sebagai sosok pribadi yang baik dan berpihak kepada rakyat. Melalui berbagai simbol visual, slogan-slogan berupa frasa, para calon kandidat membangun pencitraan. Misalnya, Prabowo Subianto sebagai kandidat capres dari Partai Gerindra membangun pencitraan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 106 | Pencitraan dan Komunikasi Politik melalui slogan seperti “Pengabdian Bagi bangsa dan Negara”. Pasangan Wiranto – Hary Tanoe capres dan cawapres dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) juga membangun pencitraan lewat slogan “Win HT Bersih, Peduli, Tegas”, dibarengi dengan gambar yang meperlihatkan kepedulian terhadap masyarakat miskin. Hatta Rajasa meskipun belum secara tegas memproklamirkan diri sebagai capres 2014, tetapi melalui iklan politik Partai Amanat Nasional (PAN), membangun pencitraan dengan slogan “PAN Merakyat”. Iklan politik tersebut tampak secara terselubung menampilkan Hatta Rajasa sebagai sosok yang tepat sebagai kandidat capres dari PAN, sementara Aburizal Bakrie dengan Partai Golkar membangun pencitraan dengan mengangkat slogan “Suara Golkar, Suara Rakyat”. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, media dalam konteks komunikasi politik memiliki peranan yang strategis. Posisi atau kedudukan media massa dalam masyarakat demokrasi secara ideal memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: Pertama, fungsi monitoring, memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa yang sedang berlangsung dalam masyarakat. Kedua, fungsi mendidik (educate), memberikan kejujuran atas makna dan signifikansi dari fakta-fakta yang terjadi. Ketiga, memberikan platform terhadap diskursus politik publik, memfasilitasi atau mengakomodir pembentukan opini publik dan mengembalikan opini itu kepada publik. Keempat, fungsi watchdog, media memublikasikan institusi pemerintah dan institusi politik, menciptakan keterbukaan (transparansi) pada institusiinstitusi public tersebut. Kelima, fungsi advocacy, menjadi channel untuk advokasi politik. Bila melihat peran dan fungsi media massa tersebut, media massa memiliki posisi strategis dan penting dalam kehidupan politik di suatu negara. Media massa juga sering digunakan sebagai alat propaganda, pencitraan politik, dan membangun opini publik terkait dengan politik. Penggunaan media massa juga sering digunakan sebagai bagian dari strategi politik. Sebagaimana jika ditinjau dari sudut kajian teori SMCR dari Rogers. Rogers menyebutkan, komunikasi sebagai sebuah proses dimana pesan-pesan dioperkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk merubah tingkah Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 107 laku mereka.118 Source (sumber) pesan dalam praktik politik, yakni pihak partai politik, bisa juga secara khusus calon yang sedang mengikuti kontestasi politik. Message (pesan) adalah pesan-pesan yang disampaikan oleh partai kepada masyarakat melalui komunikasi antarpribadi, kelompok, komunikasi massa dan bentuk komunikasi lainnya. Pesan yang disampaikan berupa program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga masyarakat mampu menentukan pilihan. Pesan politik ialah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik secara verbal maupun non verbal yang mengandung bobot politik. Channel (media), yaitu saluran atau media politik yang digunakan oleh partai sebagai komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya baik melalui media elektronik maupun media cetak. Receiver (komunikan atau penerima), yaitu orang-orang yang menerima pesan dari komunikator politik. Penyampaian informasi ataupun kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan citra positif partai. Pencitraan merupakan isi pesan yang hendak diberikan komunikator, melalui media internet, ataupun media cetak sebagai media penghubung antara pihak partai dengan masyarakat. 118 Proses komunikasi untuk mempengaruhi orang lain kata Rogers, dapat digambarkan dengan model S-M-C-R, yaitu sumber (source), mengirim pesan (message), melalui saluran (channel), kepada penerima (receiver). Lihat, Rogers dan Shoemaker, Communication, h. 22. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Bab III Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam Strategi Komunikasi Politik Strategi pada awalnya adalah istilah yang lazim digunakan dalam kegiatan perang atau militer. Bila ditilik dari sudut kebahasaan, strategi yang berasal dari Bahasa Yunani klasik, yaitu stratos berarti tentara dan kata agein yang berarti memimpin. Dengan demikian, strategi dimaksudkan adalah memimpin tentara, sehingga jadilah pengertian strategi pada prinsipnya sebagai konsep militer yang bisa diartikan sebagai seni perang para Jenderal (the art of general), atau suatu rancangan yang terbaik untuk memenangkan peperangan. Hingga awal industrialisasi, pengertian strategi hampir hanya terbatas pada makna militer. Tetapi seiring dengan perkembangan, strategi menghasilkan gagasan dan konsepsi yang dikembangkan oleh para praktisi dari berbagai bidang, sehingga strategi menjadi kajian dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Strategi digunakan dalam bidan ekonomi, politik dan sosial budaya. Secara sederhana, strategi merupakan alat yang berperan sebagai akselerator dan dinamisator dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien, sehingga istilah strategi hampir digunakan oleh semua jenis organisasi, meskipun aplikasinya berbeda-beda sesuai dengan jenis organisasi yang menerapkannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa strategi adalah “Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.”1 Arifin menjelaskan pengertian strategi sebagai keseluruhan keputusan kondisional pada saat tindakan yang akan dijalankan guna mencapai 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 859. 109 110 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam tujuan pada masa depan. Termasuk di dalamnya menurut Arifin adalah dalam memilih metode penyampaian dan metode menyusun pesan yang sesuai. Pemilihan metode harus disesuaikan pula dengan bentuk pesan, keadaan khalayak, fasilitas dan biaya. 2 Menurut Arnold Steinberg sebagaimana dikutip Toni Andrianus Pito, strategi adalah rencana untuk tindakan, penyusunan dan pelaksanaan strategi mempengaruhi sukses atau gagalnya strategi yang dilakukan.3 Sedangkan Marthin Anderson sebagaimana dikutip Cangara merumuskan strategi sebagai seni di mana melibatkan kemampuan inteligensi/ pikiran untuk membawa semua sumber daya yang tersedia dalam mencapai tujuan dengan memperoleh keuntungan yang maksimal dan efisien.4 Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa strategi komunikasi merupakan sebentuk perencanaan komunikasi yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan komunikasi yang telah direncanakan. Strategi selalu memiliki tujuan, yaitu kemenangan atau dalam politik penguasaan pemerintahan atau penambahan perolehan suara. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa strategi komunikasi merupakan upaya maksimal penggunaan sumber daya komunikasi yang tesedia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Artinya, secara sederhana strategi komunikasi merupakan cara praktis operasional yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai, meskipun dilakukan dalam situasi, kondisi dan waktu yang berbeda. Beberapa pendapat pakar terkait dengan penjelasan strategi komunikasi sebagaimana di kutip Cangara, seperti Rogers (1982) misalnya, memberikan batasan strategi komunikasi sebagai suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah tingkah laku manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru. Middleton (1980) seorang pakar perencana komunikasi membatasi defenisi strategi komunikasi sebagai kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi, mulai dari komunikator, pesan, saluran (media), penerima sampai kepada pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal.5 2 Arifin, Komunikasi Politik, h. 167. Toni Andrianus Pito, dkk, Mengenal Teori-Teori Politik (Bandung: Penerbit Nuansa, 2009), h. 196-197. 3 4 Cangara, Perencanaan, h. 61. 5 Ibid. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 111 Berdasarkan pendapat di atas, maka dipahami bahwa dalam sebuah organisasi, seperti partai perlu mempertimbangkan strategi komunikasi yang akan dilakukan dalam menguatkan pencitraan. Dalam rangka menyusun strategi, komunikasi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat. Akan lebih baik apabila dalam strategi itu diperhatikan komponen-komponen komunikasi dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut. Menurut Cutlip, Center dan Broom, tahapan komunikasi yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) mengamati permasalahan dengan melakukan penelitian dan pengawasan sebagai data awal dalam mengimplementasikan strategi. 2) perencanaan dan pembuatan program sebagai tahap lanjutan dari pengamatan terhadap data awal. 3) mengambil tindakan komunikasi dengan cara mendesain citra seefektif mungkin. 4) evaluasi terhadap program yang telah dilakukan, apakah efektif atau tidak sehingga diketahui mana yang harus dibenahi, dan usaha apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang.6 Pemilihan strategi merupakan langkah krusial yang memerlukan penanganan secara hati-hati, sebab strategi komunikasi politik adalah tindakan berpola seluruh sumber daya organisasi secara efektif dikerahkan untuk mewujudkan visi organisasi. Jika penetapan strategi salah atau keliru, maka jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan bisa gagal, bahkan yang dialami adalah kerugian dari segi waktu, materi dan tenaga. Strategi juga merupakan rahasia yang harus diamankan oleh para ahli perencana komunikasi, utamanya dalam kampanye politik. Strategi komunikasi dalam kegiatan politik adalah keseluruhan keputusan kondisional pada saat ini tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan politik pada masa depan. Karena strategi komunikasi politik adalah tindakan berpola, maka dibutuhkan kepemimpin politik yang diharapkan dapat menggerakkan aktivitas kegiatan komunikasi politik yang terencana, terpola dan terarah dalam mewujudkan cita-cita politik yang diinginkan. Di samping itu, langkah yang tepat bagi seorang 6 Cutlip, M. Scot, (et. al), Effective Public Relations Professional (New York: Prentice Hall, 2006), h. 47. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 112 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam komunikator politik untuk mencapai tujuan politik ke depan antara lain dengan merawat ketokohan yang telah melekat pada diri komunikator politik tersebut serta memantapkan kelembagaan politiknya. Dengan demikian, strategi harus dilaksanakan secara efektif, sehingga rencana strategi harus dipadukan dengan masalah operasional. Untuk mewujudkan strategi yang efektif, banyak cara yang dapat dilakukan oleh partai. Diantaranya adalah melakukan analisis SWOT. Analisis ini lazim digunakan dalam berbagai bentuk kontestasi politik dan berbagai bentuk kompetisi lainnya. SWOT adalah singkatan dari S = Strenghts (kekuatan), yaitu analisis yang ditujukan untuk mengukur kekuatan yang dimiliki oleh partai, sehingga kekuatan itu bisa dimanfaatkan secara maksimal. Kekuatan yang dimiliki satu partai misalnya, memiliki basis massa yang ril dan mengakar di masyarakat, kader-kader militan, cerdas dan tangguh, dana kampanye yang kuat, kehamasan yang tangguh, dan sebagainya. W = Weakness (kelemahan), yaitu analisis yang digunakan untuk membaca kelemahan yang dimiliki partai jika dibandingkan dengan partai kompetitor lainnya, sehingga kelemahan itu bisa ditutupi. Kelemahan adalah komponen yang harus dianalisis dan dibenahi secara internal. Misalnya, partai tidak memiliki manajemen yang bagus, citra partai yang belum terkenal di masyarakat, kader yang tidak loyal, perangkat dan atribusi partai yang kurang lengkap, dana partai yang tidak tersedia. Ini adalah bentuk-bentuk kelemahan yang harus dianalisis secara internal dan tidak boleh sampai keluar. O = Opportunities (peluang), yaitu analisis yang digunakan untuk melihat peluang-peluang yang mungkin bisa diperoleh. Peluang atau kesempatan yang bisa diperoleh untuk mendukung suatu upaya mencapai tujuan yang diinginkan. Partai dalam kaitan ini misalnya, ketika ada kader yang menduduki jabatan penting, baik di sekitar swasta, pemerintahan maupun legislatif yang bisa memberikan dukungan. Peluang juga bisa dilihat dari adanya pihak lain yang ingin memberikan bantuan berupa pinjaman kendaraan selama kampanye, dukungan dana kampanye, sumbangan atribut partai berupa kaos, bendera, topi, pin dan sebagainya. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 113 T = Threats (ancaman), yaitu analisis yang dilakukan terhadap ancaman-ancaman yang ditemui di lapangan. Ancaman merupakan unsur luar yang harus dianalisis dengan baik, karena faktor ini menentukan kelangsungan organisasi atau partai politik. Misalnya, ancaman yang muncul dalam kontestasi politik dapat dilihat dari adanya praktik politik uang (money politics) dari lawan politik, adanya ancaman penurunan spanduk dan baliho partai yang sudah terpasang. Hal ini bisa saja dilakukan oleh orang-orang yang berada di luar sistem politik yang dibangun, atau lawan politik. Ancaman terhadap kurangnya pendanaan kampanye juga menjadi satu hal yang harus diperhatikan. Sebab kekurangan dana dalam kampanye politik dapat menyebabkan kurangnya mobilisasi dan sosialisasi partai ke masyarakat. Ancaman terhadap terjadinya pelarian kader yang tidak loyal ataupun berubahnya keinginan khalayak untuk memilih partai tersebut. Kaitan antara keempat elemen tersebut, dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3.1. Model Analisis SWOT Berdasarkan gambar di atas, dapat dipahami bahwa dari keempat komponen pada analisis SWOT, maka komponen kekuatan dan kelemahan terlihat berada pada ranah internal lembaga. Kedua komponen tersebut erat kaitannya dengan sumber daya dan manajemen organisasi, karena itu disebut sebagai assessment internal organisasi. Sedangkan komponen peluang dan tantangan berada pada ranah luar Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 114 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam organisasi. Peluang dan ancaman terjadi karena hasil ditentukan oleh kemampuan komunikasi, jaringan, dan kerja sama dengan orang lain. Oleh sebab itu, dalam perencanaan strategi komunikasi politik, orang yang ditunjuk menjadi komunikator sedapat mungkin harus memiliki keterampilan komunikasi, jaringan dan hubungan yang kuat dengan masyarakat, sehingga dimungkinkan akan lebih mampu menjembatani hubungan yang kuat antara partai dengan masyarakat, bahkan dengan media. Selain menggunakan analisis SWOT, pilihan strategi dapat juga dibuat dengan mengembangkan matriks yang menghubungkan strategi dengan pencapaian yang diinginkan. Misalnya, starategi dengan citra seorang calon pemimpin atau partai politik agar dipilih masyarakat. Strategi yang ditempuh dapat dilakukan dengan strategi penguatan, yaitu penguatan citra satu partai melalui marketing mix (pemasaran), dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan media yang ada, baik media massa modern maupun media tradisional, dan strategi lainnya dapat dilakukan dengan cara bujukan (persuasif), dengan menawarkan berbagai program yang tidak hanya sekedar ucapan, tetapi sudah dibuktikan lewat kinerja selama ini. Menurut Gioia dan Thomas sebagaimana dikutip Firmanzah, pencitraan atau image dapat dikategorikan sebagai strategi positioning suatu partai politik di antara partai-partai lainya.7 Image politik memiliki kekuatan untuk memotivasi aktor atau individu untuk melakukan suatu hal. Di samping itu, image politik dapat mempengaruhi opini publik sekaligus menyebarkan makna-makna tertentu. Image partai politik yang bagus atau individu, tentu akan memberikan efek yang positif bagi pemilih guna memberikan suaranya dalam pemilihan umum. Semakin bagus kesan yang dipersepsikan oleh masyarakat, maka semakin bagus juga image politiknya. Image atau pencitraan inilah yang kemudian membedakan antara satu partai dengan partai lainnya. Dalam kaitan ini kata Firmanzah, membangun image politik membutuhkan waktu yang relatif lama dan membutuhkan konsistensi dari semua hal yang dilakukan dari partai politik yang bersangkutan, seperti platform partai, program kerja, visi dan misi.8 7 Firmanzah, Marketing, h. 230. 8 Ibid, h. 232-233. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 115 Partai politik atau para kontestan harus mampu menciptakan kesan, citra dan reputasi dalam benak masyarakat. Membangun citra politik suatu partai bukan hal yang mudah. Untuk itu, harus ada komunikasi politik yang baik antara partai politik dengan masyarakat. Keterbukaan partai dalam membangun komunikasi politik turut membantu terbangunnya image yang baik terhadap partai. Melalui komunikasi yang baik antara partai dengan masyarakat, maka masyarakat akan merasa bahwa partai benarbenar memperjuangkan aspirasinya. Sebaliknya, jika partai kurang membuka ruang komunikasi dengan masyarakat, maka sebaik apapun citra politik yang digambarkan, maka citra itu akan tetap berkesan negatif. Firmanzah menggambarkan konstruksi image partai, sebagaimana pada gambar di bawah ini.9 Gambar 3.2. Konstruksi dalam membangun image, disadur dari Firmanzah. Dari gambar di atas terlihat bahwa semua hal yang dilakukan secara sadar (intended) dan tidak sadar (unintended) dapat merupakan isi dari komunikasi politik. Intended action adalah semua hal yang terkait dengan aktivitas politik seperti jargon, program kerja, figur dari seorang pemimpin atau orang yang akan maju kedalam pemilihan, dan simbolisasi yang ingin diciptakan oleh partai politik atau individu yang akan maju kedalam pemilihan umum. Hasil dari proses pembelajaran dan identifikasi inilah yang akan tertanam dalam benak masing-masing individu yang nantinya menjadi citra, reputasi dan kesan tentang suatu partai politik. Apabila kesimpulan setiap individu sesuai dengan apa yang terdapat dalam benak mereka, dan hal ini akan memperkuat citra atau kesan yang tertangkap dalam masyarakat. Namun apabila yang 9 Ibid, h. 243. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 116 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam terjadi justru sebaliknya apabila kesimpulan baru yang diterima oleh masyarakat berbeda dengan citra dan reputasi yang dibangun oleh seseorang atau partai politik, maka masyarakat mulai mempertanyakan serta ragu akan citra yang dibangun oleh individu atau partai politik. Image disini mempunyai peranan yang sangat besar karena masyarakat akan memilih berdarsarkan image atau kesan yang ditimbulkan oleh individu atau partai politik. Nimmo sebagaimana dikutip Haryati menjelaskan, terdapat beberapa strategi pencitraan yang sering dilakukan para tokoh politik. Pertama, pure publicity yakni mempopulerkan diri melalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial yang natural atau apa adanya. Misalnya, menghadiri perayaan atau peringatan harihari besar, seperti hari kemerdekaan, peringatan hari-hari besar keagamaan dan lain-lain. Pada momen tersebut biasanya para tokoh politik atau partai politik melakukan pencitraan yang disebut Dan Nimmo sebagai diri politik sang politisi. Kedua, free ride publicity yakni publisitas dengan cara memanfaatkan akses atau menunggangi pihak lain untuk turut mempopulerkan diri. Misalnya, politisi tampil menjadi pembicara di sebuah forum, berpartisipasi dalam even-even olah raga, mensponsori kegiatan-kegiatan sosial dan lain-lain. Ketiga, tie-in publicity yakni memanfaatkan extra ordinary news kejadian sangat luar biasa. Misalnya, memanfaatkan peristiwa tsunami, gempa bumi, atau banjir. Kandidat dapat mencitrakan diri sebagai orang atau partai yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Sebuah peristiwa luar biasa selalu menjadi liputan utama media, sehingga partisipasi di dalamnya sangat menguntungkan secara politik. Keempat, paid publicity yakni cara mempopulerkan diri lewat pembelian rubrik atau program, dan lain-lain. 10 Selain yang telah disebutkan di atas, beberapa strategi politik yang dapat dilakukan untuk penguatan pencitraan adalah, merawat ketokohan dan kelembagaan, melaui marketing mix (pemasaran), melakukan kampanye, memanfaakan keberadaan media massa. 10 Haryati, Pencitraan Tokoh Politik Menjelang Pemilu 2004, dalam Jurnal Observasi, Vol. 11, No. 2 Tahun 2001 (Bandung: Balai Pengkajian Dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, 2013). h. 186. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 117 Menjaga Ketokohan dan Kelembagaan Merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam pencitraan politik. Dengan merawat ketokohan dan memantapkan lembaga politik, seorang politikus dapat memberikan pengaruh tersendiri dalam proses komunikasi politik. Di samping merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan, diperlukan pula kemampuan dan dukungan lembaga dalam menyusun pesan politik, menetapkan metode dan memilih media politik yang tepat agar proses komunikasi politik berjalan dengan baik. Dalam kaitan ini, realitas masyarakat Indonesia menunjukkan semacam kecenderungan untuk memberikan suara dalam pemilihan kepada orang atau kandidat yang sesuai dan ideal menurut pandangannya. Citra ideal yang dimaksud misalnya, karena politikus yang dipilihnya kharismatik, memiliki ketokohan, dan mempunyai sifat-sifat utama seperti kecakapan dan memiliki moralitas yang baik.11 Citra politik bisa semakin menguat ketika apa yang dicitrakan seorang tokoh sesuai dengan realitas yang dicitrakan. Sebaliknya, ketokohan seseorang akan hancur ketika apa yang dicitrakan tidak sesuai dengan realitas. Salah satu fakta dalam kaitan ini adalah ketika Anas Urbaningrum terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, mengalahkan Andi Malarangeng yang didukung anaknya SBY Edi Bhaskoro. Terpilihnya Anas dinilai para pakar sebagai bentuk penggulingan terhadap politik pencitraan. Artinya, pada proses pemilihan pemimpin, seseorang tidak hanya dilihat dari pencitraan, tetapi lebih kepada figuritas dan modal sosial. Anas terpilih bukan karena hanya seorang kader HMI yang memiliki jaringan kuat, tetapi Anas juga terpilih karena faktor lainnya seperti 11 Sifat-sifat utama, seperti kecakapan dan memiliki moralitas merupakan bentuk kepribadian baik yang harus melekat pada diri seorang politisi, karena masyarakat sering menjadikan kesemua itu sebagai tolok bagi mereka untuk memilih atau tidak memilih. Kepribadian yang baik akan memberikan dukungan legitimasi moral yang kuat. Pemimpin yang mengabaikan dimensi moral, cepat atau lambat akan mengalami kejatuhan. Sudah banyak contoh politisi yang jatuh akibat moralitas yang kurang baik. Ketika masyarakat mempersepsikan moralitas politisi itu buruk, maka mereka menganggapnya tidak layak untuk dipilih. Lihat, M. Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 104. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 118 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam figuritas, kewibawaannya, dan kepeduliannya terhadap anggota Partai Demokrat. Anas adalah seorang yang berpengalaman dalam memimpin dan memiliki kecerdasan, sehingga para koleganya di Partai Demokrat menganggap Anas mampu membawa Partai Demokrat lebih jaya di masa yang akan datang.12 Fakta tersebut tentu menjadi satu argumentasi bahwa ketokohan dan pencitraan adalah dua hal yang sangat penting untuk dipelihara. Karena masyarakat sekarang ini, mulai semakin cerdas dan akan memilih tidak hanya karena pencitraan, tetapi karena melihat juga realitas ketokohan yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini juga terjadi pada kemenangan SBY – Boediono pada Pilpres 2009 yang mengalahkan pasangan JK – Wiranto. Kemenangan SBY sepertinya mengulang kesuksesan SBY di tahun 2004 yang pada saat itu berpasangan dengan JK. Kondisi ini sebenarnya menjadi salah satu fakta bahwa pemilih di Indonesia ini belum berubah, meskipun lima tahun bukan waktu yang singkat untuk merubah pola pikir masyarakat. Tetapi nyatanya, platform politik yang bagus belum tentu mengalahkan penampilan fisik dan kemampuan komunikasi atau citra kandidat. SBY yang sudah mempunyai pamor dan dukungan besar ketika Pilpres 2004, makin menguatkan pencitraannya selama 2004 – 2009. Waktu itu, SBY sebagai Presiden, benar-benar mampu memanfaatkan kekuasaannya untuk meningkatkan citranya di mata rakyat, selain secara faktual rakyat menilai bahwa SBY banyak membawa perubahan terhadap bangsa Indonesia.13 Hal yang hampir sama juga terlihat pada gerakan yang dilakukan oleh sejumlah partai yang berbasis massa Islam. Masuknya sejumlah tokoh agama dan intelektual ke dalam partai dan menjadi pimpinan partai merupakan salah satu upaya untuk menarik simpatisme masyarakat. Meskipun sebagai ulama dan cendikiawan, kinerja mereka sudah diyakini, tetapi sebagai politisi masih perlu dibuktikan. Para tokoh agama dan kaum cendikiawan, mereka terjun aktif dan bergabung di partai politik. Ada yang berkiprah di Partai Muliansyah A. Ways, Political; Ilmu Politik, Demokrasi, Partai Politik dan Welfare State (Yogyakarta: Buku Litera, 2015), h. 205. 12 13 Widjanarko Puspoyo, Dari Soekarno Hingga Yudhoyono, Pemilu Indonesia 1955 – 2009 (Solo: Era Adicitra Intermedia, 2012), h. 367-369. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 119 Keadilan Sejahtera (PKS), ada juga di Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan partai politik lainnya. Para Ulama merupakan sosok panutan, figur moral, dan orang yang memiliki wawasan keagamaan yang luas. Di samping mereka memiliki pengetahuan agama yang mendalam, mereka juga sangat lekat di hati masyarakat, sehingga kehadiran para ulama tersebut di dalam partai diharapkan dapat menjadi pembimbing umat dan menjadi benteng moral dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dengan hadirnya sosok tokoh agama dalam panggung politik, diharapkan dapat menjadikan dunia politik lebih bermoral, mementingkan kepentingan rakyat serta menjunjung tinggi nilainilai keadilan dan kemanusiaan.14 Dari sini jelas terlihat bahwa memelihara ketokohan dan kelembagaan adalah salah satu strategi penting yang harus diperhatikan oleh para politisi untuk menguatkan pencitraannya. Ini juga berkaitan erat dengan sistem kepartaian yang bersifat multi partai yang mendorong semakin tingginya tingkat persaingan antara partai dan antara politisi. Bagaimanapun, untuk mendorong demokrasi politik yang sehat dan dinamis, dibutuhkan keberadaan partai dan para politisi yang sehat dan dinamis. Disinilah pentingnya menjaga ketokohan dan kelembagaan, sebab ketokohan memiliki pengaruh yang signifikan dalam pencitraan partai. Kelembagaan misalnya, tentu memberikan pengaruh yang sangat kuat dalam melakukan pencitraan. Semakin bagus lembaganya, maka akan semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut. The Indonesian Institut misalnya, telah menemukan adanya indikasi kegagalan partai politik dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Kegagalan tersebut dapat ditelusuri dari kuatnya sikap pragmatisme kader partai yang diakibatkan gagalnya partai dalam melakukan kaderisasi. Kegagalan ini, akan melahirkan kecenderungan kader untuk melakukan politik uang dalam even-even pemilu. Kenyataan partai-partai atau lembaga yang 14 Ujang Mahadi, “Komunikasi Politik Kiai Pada Kampanye Pemilu” dalam Jurnal ADDIN, Volume. 9, Nomor, 2 Agustus 2015 (Bengkulu: IAIN Bengkulu, 2015), h. 230-231. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 120 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam demikian, tentu akan berpengaruh terhadap proses pencitraan yang dilakukan.15 Oleh sebab itu, sebagai lembaga modern, partai dituntut untuk mampu membangun mekanisme internal yang juga modern. Di sinilah terlihat pentingnya menjaga kelembagaan sebagai upaya membangun citra yang baik di mata masyarakat. Partai Politik dan Fungsinya Partai politik menduduki posisi yang sangat penting karena pada masa kini telah lahir semacam adanya kesepakatan di antara ilmuwan politik, demikian juga telah menjadi pendapat publik masyarakat internasional bahwa partai politik menjadi ukuran serta syarat penting bagi suatu negara, apakah negara itu dapat disebut sebagai negara demokrasi atau tidak. Suatu negara akan dinamakan negara demokrasi jika dalam negara itu terdapat partai politik yang eksis, serta sebaliknya suatu negara akan disebut bukan sebagai negara demokrasi jika di negara itu tidak terdapat partai politik yang memiliki eksistensi. Dengan kata lain, partai politik pada kehidupan politik modern, telah menjadi ukuran yang sangat jelas untuk melihat kadar demokrasi suatu negara. 1. Partai Politik Bila diperhatikan dalam berbagai literatur politik, maka dijumpai pengertian partai politik yang sangat variatif. Hal tersebut disebabkan karena masing-masing pakar menjelaskan sesuai dengan sudut pandang keahlian mereka. Namun pada intinya, semua pendefenisian mengacu pada arti bahwa partai politik tersebut merupakan organisasi atau tempat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan secara konstitusional.16 Menurut UU Teguh Imansyah, “Regulasi Partai Politik Dalam Mewujudkan Penguatan Peran dan Fungsi Kelembagaan Partai Politik” dalam Jurnal RechtsVinding, Volume 1. Nomor 3, Desember 2012, (Jakarta: BPHN, 2012), h. 377-378. 15 16 Sigit Pamungkas misalnya, mengindentifikasi lebih kurang 80 variasi pendefenisian partai politik yang dikemukakan para pakar secara berbeda-beda. Pendapat-pendapat tersebut berbeda dalam penekanannya. Burke dan Reagen seperti yang dikutip Pamungkas, menekankan pengertian partai politik pada akar ideologi. Menurut mereka, partai politik adalah alat untuk mendapatkan akses pemerintahan. Ada yang menekankan pengertiannya sebagai desain instrument mediasi yang penting Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 121 No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dijelaskan bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.17 Dari sini dipahami bahwa Partai politik dapat berarti organisasi yang mempunyai basis ideologi yang jelas, dimana setiap anggotanya mempunyai pandangan yang sama dan bertujuan untuk merebut kekuasaan atau mempengaruhi kebijaksanaan negara baik secara langsung maupun tidak langsung serta ikut pada sebuah mekanisme pemilihan umum untuk bersaing secara kompetitif guna mendapatkan eksistensi Menurut Budiarjo, partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaankebijaksanaan mereka. 18 Menurut Pendapat lain dikemukakan oleh Ramlan Surbakti yang mendefinisikan partai politik merupakan kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun. Alternatif kebijakan umum yang disusun ini merupakan hasil pemanduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat, sedangkan cara mencari dalam mengorganisir dan menyederhanakan pilihan pemilih dalam mempengaruhi tindakan pemerindah. Defenisi ini dikemukakan Downs, Key dan Chambers. Namun dari berbagai defenisi tersebut, Sigit Pamungkas mendefenisikan partai politik sebagai sebuah organisasi untuk memperjuangkan nilai atau ideologi tertentu melalui penguasaan struktur kekuasaan dan kekuasaan itu diperoleh melalui keikut sertaannya di dalam pemilihan umum. Lihat, Sigit Pamungkas, Partai Politik: Teori dan Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Institut for Democracy and Welfarisme, 2011), h. 5. 17 Pasal 1, ayat 1 UU No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik 18 Budiardjo, Dasar-Dasar, h. 160. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 122 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan kebijakan umum dapat melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang sah.19 Partai politik dijelaskan Amal, yaitu suatu kelompok yang terorganisir angota-anggotanya, mempunyai orientasi nilai-nilai yang sama. Kelompok ini berusaha memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.20 Dalam Undang-Undang Partai Politik disebutkan, bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan citacita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partai politik pada pokoknya memiliki kedudukan dan peranan yang sentral dan penting dalam setiap sistem demokrasi.21 Berdasarkan defenisi yang telah diuraikan di atas, dapat dipahami bahwa partai politik adalah kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu. Partai politik ini berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun. Partai politik menduduki posisi yang sangat penting karena pada masa kini telah lahir semacam adanya kesepakatan di antara ilmuwan politik, demikian juga telah menjadi pendapat publik masyarakat internasional bahwa partai politik adalah menjadi ukuran serta syarat penting bagi suatu negara apakah negara itu dapat disebut sebagai negara demokrasi atau tidak. Secara lebih kongkret dipahami, bahwa dari defenisi yang telah disampaikan di atas, terdapat ciri-ciri partai politik. Ciriciri tersebut dapat diidentifikasi dan diklasifikan kepada: pertama, partai merupakan satu organisasi. Sebagai satu organisasi, tentu 19 Surbakti, Memahami, h. 148-149. Ichlasul Amal, Teori Mutakhir Partai Politik (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1998), h.8 20 21 2/1999 Undang-undang No. 31/2002 Penyempurnaan Dari Undang-undang No. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 123 di dalamnya terdiri dari sejumlah entitas yang saling mendukung, yaitu adanya pemimpin partai, anggota partai, pembagian kerja pengurus partai, bagian-bagian yang menggerakkan partai, struktur atau hirarki kepengurusan partai. Kedua, partai merupakan media perjuangan seluruh pengurus maupun anggota dan konstituennya. Artinya, ada nilai-nilai atau ideologi yang diperjuangkan dan ideologi yang diperjuangkan itu merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh seluruh elemen partai. Nilai-nilai ideologi itulah yang mendasari partai untuk menguatkan cita-cita perjuangannya. Ketiga, cita-cita yang diinginkan oleh partai dan konstituennya diwujudkan lewat penguasaan struktur kekuasaan. Dengan kata lain, bahwa partai berupaya melanggengkan perjuangannya dengan cara merebut kekuasaan. Keempat, untuk mewujudkan kekuasaan, partai mengikuti berbagai bentuk kontestasi politik. Misalnya, pemilihan umum Presiden, Pemilihan Kepala Gubernur, Walikota dan Bupati. Kongkretnya, segala bentuk kontestasi politik merupakan instrumen partai untuk melanggengkan cita-citanya. Di sinilah terlihat, bahwa pada akhirnya target akhir yang ingin dicapai oleh partai politik adalah kekuasaan. Karena dengan merebut kekuasaan itulah partai akan dapat merealisasikan program kerja, visi dan misi yang tertera dalam platform partai itu sendiri. 2. Fungsi Partai Politik Dari beberapa defenisi partai politik yang telah dikemukakan di atas, dapat digambarkan bahwa partai politik, sesungguhnya adalah kumpulan dari beberapa orang yang mempunyai kesamaan orientasi yang terbentuk dalam suatu wadah lembaga formal berdasar kepada ketentuan konstitusi kelembagaan dan mengikuti sistem politik dan sistem pemilihan yang ada. Dengan demikian, secara hakiki partai politik memiliki fungsi utama yaitu mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Selain fungsi di atas, partai politik juga memiliki fungsi lain, sebagaimana dijelaskan Ramlan Surbakti, yaitu.22 22 Surbakti, Memahami, h. 149-154. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 124 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam a. Fungsi sosialisasi Salah satu fungsi partai politik adalah sosialisasi. Sebagaimana dipahami bahwa sosialisasi bertujuan untuk membentuk sikap dan orientasi politik para anggota. Melalui proses sosialisasi, para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Fungsi sosialisai partai politik partai juga dipahami sebagai upaya menciptakan citra (image) bahwa partai politik memperjuangkan kepentingan umum. Bahkan lebih luas lagi, bahwa fungsinya adalah memberikan pendidikan kepada anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Partai politik bertugas untuk memberikan informasi politik yang penting bagi warga negara. Selain itu, partai politik juga harus mendidik warga negara mengapa mereka harus mengambil posisi kebijakan tertentu. Melalui proses sosialisasi politik tersebutlah masyarakat, atau anggota partai memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Proses tersebut berlangsung seumur hidup, baik yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal maupun secara tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Melalui proses sosialisasi, masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya. b. Fungsi rekrutmen. Rekrutmen politik merupakan seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Dalam kaitan ini, partai politik berfungsi untuk merekrut kader-kader dan kepemimpinan yang berkualitas. Rekrutmen politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus merupakan salah satu cara untuk menjaring dan melatih kader partai. c. Fungsi partisipasi politik. Hampir di seluruh negara yang menganut kepartaian atau negara demokrasi, partai memiliki peran yang sangat penting untuk mendorong Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 125 partisipasi politik masyarakatnya. Peran itu dimainkan partai secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung misalnya, melibatkan seluruh elemen atau mesin partai untuk mendorong masyarakat untuk memilih. Secara tidak langsung, partai berusaha membuat lebih disukai, atau lebih bersahabat dengan cara menurunkan biaya pemilihan, dan aktivitas partai memberikan hasil kepada partisan. Partisipasi politik ialah kegiatan warga negara biasa dalam memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Kegiatan yang dimaksud, antara lain, mengajukan tuntutan, membayar pajak, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas pelaksanaan suatu kebijakan umum, dan mendukung atau menentang calon pemimpin tertentu, mengajukan alternatif pemimpin, dan memilih wakil rakyat dalam pemilihan umum. Dalam hal ini, partai politik mempunyai fungsi untuk membuka kesempatan, mendorong, dan mengajak para anggota dan anggota masyarakat yang lain untuk menggunakan partai politik sebagai saluran kegiatan memengaruhi proses politik. Jadi, partai politik merupakan wadah partisipasi politik. Untuk menjamin kemampuan partai dalam mendorong, memobilisasi dan menyalurkan aspirasi konstituen, struktur partai politik yang bersangkutan haruslah disusun sedemikian rupa, sehingga ragam kepentingan dalam masyarakat dapat ditampung dan diakomodasi seluas mungkin. Karena itu, struktur internal partai politik penting untuk disusun secara tepat. Di satu pihak ia harus sesuai dengan kebutuhan untuk mobilisasi dukungan dan penyaluran aspirasi konstituen. Di pihak lain, struktur organisasi partai politik juga harus disesuaikan dengan format organisasi pemerintahan yang diidealkan menurut visi partai politik yang dimintakan kepada konstituen untuk memberikan dukungan mereka. Semakin cocok struktur internal organisasi partai itu dengan kebutuhan, makin tinggi pula derajat pelembagaan organisasi yang bersangkutan. d. Pemandu kepentingan. Fungsi ini merupakan salah satu fungsi utama partai politik sebelum mencari dan mempertahankan kekuasaan. Fungsi ini sangat menonjol dalam sistem politik demokrasi. Karena dalam sistem Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 126 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam politik totaliter, kepentingan dianggap seragam, partai politik dalam sistem ini kurang melaksanakan fungsi pemaduan kepentingan. Alternatif kebijakan umum yang diperjuangkan oleh partai tunggal dalam sistem politik totaliter lebih banyak merupakan tafsiran atas ideologi doktriner. Dalam sistem politik demokrasi, ideologi digunakan sebagai cara memandang permasalahan dan perumusan penyelesaian masalah. e. Komunikasi politik. Komunikasi politik merupakan proses pemyampaian informasi mengenai politik dari pemerintahan kepada masyarakat dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini, partai politik berfungsi sebagai komunikator politik yang tidak hanya menyampaikan segala keputusan dan penjelasan pemerintah kepada masyarakat sebagaimana diperankan oleh partai politik di negara totaliter, tetapi juga menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah. Keduanya dilaksanakan oleh partaipartai politik dalam sistem politik demokrasi. f. Pengendalian konflik Partai politik berfungsi sebagai lembaga pengendalian konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. g. Fungsi kontrol politik Fungsi ini menjalankan kegiatan untuk menunjukkan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan kegiatan yang dibuat untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Tolak ukur suatu kontrol politik berupa nilai-nilai politik yang dianggap ideal dan baik yang dijabarkan kedalam berbagai kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Tujuannya untuk meluruskan kebijakan atau pelaksanaannya sejalan dengan tolak ukur tersebut. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 127 Presentasi Diri di Ruang Publik; Teori Dramaturgi Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Interaksi dengan menggunakan bahasa, simbol atau lambang sebagai penghubungnya dan itulah yang disebut dengan komunikasi. Dengan berkomunikasi, maka akan tercipta dan terbentuk suatu interpretasi mengenai pesan yang dikirim oleh masing-masing pihak yang pada akhirnya membentuk pemaknaan simbol yang sama satu dengan lainnya. Seperti dikutip Benedictus A.S dari John Stewart menegaskan, bahwa suatu komunikasi antar manusia ditujukan untuk mendapatkan kualitas dari komunikasi (quality of communication) yang nantinya akan berdampak pada kualitas hidup individu (quality of life). Hal yang dikemukakan oleh Stewart ini menggambarkan bahwa suatu komunikasi yang berhasil adalah komunikasi yang bisa membuat individu menjadi seseorang (as a person). Artinya, melalui komuikasi yang terjalin baik, seseorang dapat menjadi lebih berkualitas secara pribadi, sehingga dengan kualitas yang dihasilkan diharapkan hubungan komunikasi terus terjalin.23 Dalam berinteraksi dengan orang lain, seseorang tentu senantiasa berusaha menampilkan peran dan gambaran yang sesuai dengan lingkungan sekitarnya, agar dirinya dapat diterima orang lain. Sebab itu, dalam penguatan kajian penelitian ini, salah satu teori yang tidak luput digunakan adalah berkaitan dengan teori peran atau presentase diri di ruang publik. Nina W. Syam menjelaskan, bahwa di antara teori-teori awal yang paling menarik dan banyak membahas interaksi komunikatif yang mengembangkan teori persentase diri, sekaligus sebagai pertunjukan drama adalah teori dramaturgi yang diperkenalkan oleh Erving Goffman.24 Goffman memperkenalkan Benedictus A.S, “Konstuksi Diri dan Pengelolaan Kesan Pada Ruang Rill dan Ruang Virtual” dalam Jurnal Aspikom, Volume 1, Nomor 1, Juli 2010, h. 28. 23 24 Ahli lain yang membicarakan tentang teori peran diri adalah model identitas peran dari McCall dan Simmons,. Teori ini menjelaskan bahwa para aktor memilih berbagai identitas peran. Identitas-identitas peran itu diorganisir ke dalam perangkat-perangkat hirarkis, bahwa setiap identitas berhubungan dengan identitas lainnya dan bahwa indentitas tersebut dipesan sesuai dengan tingkat kepentingan dan urgensinya. Selain itu, Secord dan Backman juga memperkenalkan model Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 128 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya, The Presentation of Self In Everyday Life. Buku tersebut menerangkan bahwa segala macam perilaku interaksi yang dilakukan manusia dalam sebuah pertunjukan kehidupan sehari-hari seolah-olah adalah menampilkan diri mereka sendiri, hal tersebut sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Teori dramaturgi ini banyak membicarakan peran atau presentase diri di ruang publik. Mazhab ini berkembang antara tahun 1922-1982. Pendekatan teori ini berangkat dari pemahaman mengenai berbagai aspek kajian sosiologi, antropologi, dan komunikasi.25 Erving goffman, menyebutnya sebagai dramaturgi karena ia memandang bahwa kehidupan manusia diibaratkan sebagai panggung sandiwara. Manusia sebagai aktor utama berusaha untuk menampilkan pertunjukan dan berusaha menunjukkan kesan yang berbeda-beda. Apa yang diperbuat oleh individu maupun kelompok tertentu, tidak selalu sama seperti apa yang tampak. Apa yang dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu bisa karena memiliki kepentingan tertentu. Goffman membagi kehidupan manusia dengan istilah panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) dan bagian dimana aktor tidak melakukan apa-apa (off stage). Mengutip penjelasan Lely Arrianie, front stage adalah bagian tempat peristiwa sosial yang memungkinkan individu menampilkan peran formal atau bergaya layaknya aktor yang berperan. Wilayah ini disebut panggung depan, karena yang ditonton oleh khalayak. Sedangkan back stage adalah tempat untuk mempersiapkan perannya negosiasi peran. Teori ini menjelaskan, bahwa dalam menciptakan identitas-identitas, diperlukan adanya negosiasi. Teori ini menegaskan bahwa seorang aktor dan rekanrekan perannya dapat dianggap sebagai bagian yang menentukan seluruh negosiasi, baik langsung maupun tidak langsung. Lihat, Nina W. Syam, Sosiologi Komunikasi (Bandung: Humaniora, 2009), h. 149-154. 25 Teori dramaturgi merupakan pengembangan dari konsep Herbert Mead mengenai makna, bahasa, pemikiran, yang kemudian dirumuskan oleh Blumer menjadi apa yang disebut sebagai interaksionis simbolik. Salah satu premis interaksionis simbolik adalah bahwa makna muncul dari interaksi sosial yang merupakan proses interpretif dua arah, dan fokusnya adalah efek dari interpretasi terhadap tindakannya sedang diinterpretasikan. Lihat, E. Griffin, A First Look at Communication Theory (Boston:McGraw-Hil Higher Education, 2000), h. 54-55. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 129 di wilayah depan. Wilayah ini disebut sebagai panggung belakang, karena merupakan kamar rias yang menjadi tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan. Sedangkan off stage adalah bagian dimana aktor tidak melakukan pertunjukan dan interaksi dengan siapapun.26 Fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, bukan apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan bagaimana mereka melakukannya. Dengan demikian, penekanan teori ini adalah melihat tindakan sebagai sebuah konsep dasar utama. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada kesepakatan perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Interaksi tersebut dapat dilihat sebagaimana pada gambar di bawah ini. Gambar 3.3. Sketsa tentang ide dasar dramaturgi. Goffman kemudian mengembangkan konsep wajah (face) dan kata-kata (line). Ini menegaskan, bahwa interaksi didorong oleh usaha-usaha seorang aktor untuk menjaga identitas yang diakui secara sosial. Goffman dalam kaitan ini sebagaimana dijelaskan Syam, menganjurkan bahwa semua aktor manusia berkaitan dengan menjaga wajah. Wajah merupakan suatu identitas yang diakui oleh dirinya sendiri (self). Demikian juga dengan kata-kata (line) merupakan pola aksi verbal dan nonverbal dimana seorang aktor 26 Lely Arrianie, Komunikasi Politik; Politisasi dan Pencitraan di Panggung Politik (Bandung: Widya Padjajaran, 2010), h. 35. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 130 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam menyampaikan pandangannya tentang situasi dan evaluasi dirinya dan orang lain. Menurut Goffman, antara wajah dengan kata-kata memiliki interaksi koordinasi yang hati-hati.27 Dramaturgi memberikan sisi lain dari sebuah kejadian yang terlihat. Dalam perkembangannya saat ini, dramaturgi juga dilakukan oleh para politikus, utamanya para kandidat dan partai yang akan mengikuti kontestasi politik. Para pimpinan partai politik atau orang-orang yang memiliki kepentingan politik tertentu, melakukan berbagai bentuk lakon di atas panggung sandiwara dalam rangka membangun citra atau gambaran yang baik mengenai mereka. Misalnya, para pemimpin partai atau kandidat, membangun citra dengan cara mengumbar jasa, tiba-tiba menjadi dermawan, baik dan santun. Para politisi juga tidak ketinggalan menggunakan media untuk mengekspos berbagai kegiatan kebaikankebaikan mereka untuk menyembunyikan keburukan mereka di mata masyarakat. Ada politisi yang tiba-tiba baik, dermawan, ramah dan suka bersilaturrahmi. Apa yang terjadi itu, merupakan pertunjukan semua yang syarat dengan kepentingan-kepentingan. Ini adalah sebentuk upaya untuk mensosialisasikan diri, agar meningkat popularitasnya. Bahkan sejumlah kandidat maupun partai, melakukan sosialisasi diri melalui baliho, kalender, pamphlet, kartu nama, baju kaus, stiker dan atribut-atribut lainnya. Sebagaimana dijelaskan Marzuki Wahid, model sosialisasi seperti ini hampir dilakukan oleh semua politisi. Bahkan mereka melakukannya jauh sebelum masa kampanye atau masa pemilihan. Ada juga yang menemui warga dari rumah ke rumah.28 Apa yang dilakukan para politisi menunjukkan bahwa dirinya ingin dikenal oleh orang lain, dan ia ingin mempersentasikan dirinya sebagai orang yang diterima masyarakat. Seperti layaknya seorang aktor panggung sandiwara, pelaku (dalam hal ini seorang politisi) memerlukan pementasan yang kadang-kadang tidak sesuai dengan karakternya, agar bisa diterima oleh orang lain. Pada wilayah depan itulah para pemain memiliki kesempatan untuk menciptakan image 27 Syam, Sosiologi, h. 138. 28 Marzuki Wahid, “Cirebon, Jawa Barat: Ketika Patronase Mengalahkan Personalisme” dalam Edward Aspinall dan Mada Sukmajati (Ed), Politik Uang di Indonesia: Patronase dan Klientalisme Pada Pemilu Legislatif 2014 (Yogyakarta: Penerbit PolGov, 2015), h. 309-310. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 131 atas pertunjukannya yang skenarionya sudah diatur sedemikian rupa dan berbeda jauh dengan apa yang ada di wilayah belakang. Pada bagian lain dari penampilan individu yang secara teratur berfungsi secara umum dan tetap untuk mendefenisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan tersebut. Bahkan seperti yang diungkapkan Syam, selama berlangsungnya permainan sandiwara, seorang aktor harus mampu mepertahankan performancenya agar mempertahankan ilusi kebenaran dan menghindarkan kemungkinan keluarnya dari peran. Dalam beberapa hal, individu yang mempersentasikan dirinya terhadap pihak-pihak lain, bukan saja bertindak sebagai aktor, tetapi sekaligus manajer panggung dan sebagai designer.29 Goffman sebagaimana dijelaskan Ritzer, menjelaskan bahwa pada umumnya orang-orang berusaha menyajikan diri mereka yang diidealisasikan dalam sebuah pertunjukan di panggung depan. Mereka selalu merasa harus menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukannya. Hal tersebut disebabkan tujuh hal, yaitu: Pertama, kemungkinan besar aktor ingin menyembunyikan kesenangan-kesenangan tersembunyi. Kedua, aktor kemungkinan ingin menyembunyikan kesalahan yang dibuat saat persiapan pertunjukan, dan melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Ketiga, aktor kemungkinan merasa hanya perlu menunjukkan produk akhir dan menyembunyikan proses produksinya. Keempat, aktor mungkin perlu menyembunyikan kerja kotor yang dilakukan untuk membuat produk akhir dari khalayak. Kelima, dalam menampilkan pertunjukan tertentu aktor mungkin harus mengabaikan standar lain, semisal menyembunyikan hinaan, pelecehan, dan sebagainya sampai pertunjukan dapat berlangsung.30 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa presentasi diri seperti yang ditunjukan Goffman, bertujuan memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor. Definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada. Goffman mengasumsikan bahwa 29 Syam, Sosiologi, h. 141. George Ritzer, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 298-299. 30 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 132 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam ketika orang-orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Ia menyebut upaya itu sebagai pengelolaan pesan (impression management),31 yaitu teknikteknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dari sinilah dipahami, bahwa salah satu kontribusi interaksionisme simbolik yang mengilhami pemikiran Goffman adalah penjabaran berbagai macam pengaruh yang ditimbulkan penafsiran orang lain terhadap identitas atau citra diri individu yang merupakan objek interpretasi. Jadi seperti halnya pemikiran kaum interaksionis pada umumnya, inti pemikiran Goffman seperti yang dikutip Mulyana adalah diri (self), yang dijelaskan bahwa sebenarnya diri setiap orang dihadapkan pada tuntutan untuk tidak ragu-ragu dalam melakukan apa yang diharapkan. Untuk memelihara citra diri yang stabil, orang selalu melakukan pertunjukan (performance) dihadapan khalayak.32 Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa berubah-ubah, dan itu sangat tergantung kepada interaksi yang dilakukannya dengan orang lain. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Dramaturgi juga menekankan dimensi ekspresif/ impresif aktivitas manusia, yaitu bahwa makna kegiatan manusia terdapat dalam cara mereka mengekspresikan diri dalam interaksi dengan orang lain. Oleh karena perilaku manusia bersifat ekspresif inilah maka perilaku manusia bersifat dramatik. Pendekatan dramaturgi berintikan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola pesan yang ia harapkan tumbuh dan dimengerti orang lain. Untuk itu setiap manusia melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kaum dramaturgi memandang manusia sebagai aktor-aktor di atas panggung yang sedang memainkan peran-peran mereka. Lihat, Musta’in, “Teori Diri; Sebuah Tafsir Makna Simbolik Pendekatan Teori Dramaturgi Erving Goffman” dalam Jurnal Komunika, vol 4 no 2 Juli-Desember 2010, h. 274. 31 32 Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, Paradigm Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 106. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 133 Pencitraan Politik Perspektif Komunikasi Islam Sejak tahun 1999 sampai sekarang, Indonesia menganut sistem multi partai, dengan tingkat polarisasi ideologi sangat tinggi. Selain bermunculan partai politik nasionalis, umat Islam pun tidak ketinggalan berpartisipasi dengan mendirikan partai Islam, baik terang-terangan menggunakan ideologi Islam atau konstituennya berbasis massa umat Islam. Burhanuddin Muhtadi menjelaskan, bahwa partai Islam Indonesia dibagi kepada dua, yaitu: Pertama, partai yang secara eksplisit mengklaim Islam sebagai ideologi dan menjadikan Islam sebagai partainya. Kemudian yang kedua, partai yang bukan terbuka, dan tidak secara nyata menjadikan Islam sebagai ideologi dan asasnya, tetapi memiliki basis massa umat Islam dan dukungan dari organisasi-organisasi Islam.33 Mengikuti logika Burhanuddin Muhtadi, partai politik yang nyata-nyata menggunakan Islam sebagai asasnya, yaitu PKS, PPP dan PBB. Sedangkan partai terbuka yang tetap memperjuangkan aspirasi Islam, basisnya massa Islam, tetapi ideologi atau asasnya tidak terang-terangan disebut Islam, yaitu PAN dan PKB. Terlepas dari kedua pembagian itu, hal terpenting bahwa dengan banyak berdirinya partai politik Islam di era reformasi, menjadikan panggung politik Indonesia semakin dinamis. Pembicaraan relasi Islam-negara semakin menarik, terlebih iklim kebebasan politik era reformasi, memberi peluang seluas-luasnya kembalinya aspirasi Islam politik dalam menerapkan Islam sebagai dasar negara. Menurut Qardhawy, dalam kesejarahan Islam, telah lama dikenal fiqh politik (Fiqhus Siyasah), yang mendasari pandangannya bahwa Syari’at Islam disamping mengatur tentang ketuhanan, hubungan antara manusia dengan Tuhan (masalah-masalah ibadah) serta akhlak, tetapi juga mencakup hubungan individu dengan daulah (negara dan pemerintah), atau hubungan pemimpin dengan rakyat, hubungan hakim dengan terdakwa, hubungan pejabat dengan penduduk. Tema ini dibahas dan diatur dalam fiqh daulah. Sebab itu, menurut pandangan Qardhawy, politik menurut perspektif 33 h. 2-3. Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS : Suara Dan Syariah (Jakarta: KPG, 2012), Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 134 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam syariat, ialah yang menjadikan syariat sebagai pangkal tolak, kembali dan bersandar kepadanya, mengaplikasikannya dimuka bumi, menancapkan ajaran-ajaran dan prinsip-prinsipnya ditengah manusia, sekaligus sebagai tujuan dan sasarannya, sistem dan jalannya. Tujuannya berdasarkan syariat dan sistem yang dianut juga berdasarkan syariat.34 Al Qardhawy, juga menjelaskan bahwa dalam kajian fiqh modern, bidang-bidang ini mencakup bidang kenegaraan dan kebijakan publik, dan hukumnya adalah masuk dalam bidang hukum publik, yaitu hukum tata negara, administrasi negara, hukum pidana dan hukum acara.35 Perjalanan politik Indonesia dari masa ke masa tidak pernah bisa dilepaskan dari peran politik yang dimainkan oleh umat Islam, dalam sejarahnya umat Islam Indonesia telah banyak memberikan kontribusi bagi arah pembangunan politik dan demokrasi. Turut sertanya umat Islam dalam kehidupan politik telah menjadikan panggung politik nasional bergerak cukup dinamis. Ledakan partisipasi pendirian partai Islam bersifat sesaat hanya terjadi di pemilu pertama era reformasi di tahun 1999. Untuk pemilu berikutnya di tahun 2004, 2009 dan 2014 jumlah partai politik Islam mengalami penurunan secara signifikan, tercatat hanya lima partai Islam yang masih tetap bertahan diantaranya Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtra (PKS), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dalam kajian komunikasi politik, pencitraan yang dilakukan partai-partai, termasuk dalam hal ini partai-partai berbasis massa Islam sebagaimana yang disebutkan di atas, tujuannya tetap untuk merebut hati pemilih, bahkan ingin merebut kekuasaan. Oleh sebab itu, partai-partai tersebut juga melakukan pencitraan dalam rangka mendongkrak perolehan suara pada setiap pemilu. Namun demikian, pencitraan yang dilakukan harus dilakukan secara benar, tidak mengandung kebohongan dengan kata lain harus tetap menjunjung tinggi etika komunikasi. Yusul Al-Qardhawy, Pedoman Bernegara Dalam Perspektif Islam, Terj. Kathur Suhadi (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1999), h. 23. 34 Ibid, h. 35. 35 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 135 Secara sederhana, etika komunikasi dipahami sebagai komunikasi yang mengedepankan akhlak, dan nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan masyarakat. Jika dikaitkan dengan landasan normatif Alquran, etika komunikasi tersebut adalah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran. Utamanya bagi komunikator atau politisi muslim, tentu harus mengedepankan dan menjunjung tinggi etika komunikasi tersebut. Mengutip penjelasan Mafri Amir, bahwa komunikasi baru disebut beretika, ketika seorang komunikator melakukan komunikasi sesuai dengan standar nilai akhlak, atau komunikator berkomunikasi sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat atau golongan tertentu. Nilai tentu saja tidak dikur dari nilai keyakinan atau agama masyarakat itu sendiri, tetapi juga diukur dari nilai-nilai menurut kebiasaan (adat istiadat) yang berlaku dalam golongan masyarakat tersebut. Dengan demikian kata Mafri Amir, untuk mengukur baik tidaknya kualitas etika berkomunikasi seseorang, dapat dilihat dari kualitas teknis berkomunikasi itu sesuai dengan nilai-nilai kebaikan yang berlaku.36 Komunikasi dalam perspektif Islam, baik komunikasi bisnis, komunikasi politik dan sebagainya harus dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip-prinsip kebaikan, kejujuran dan kebenaran. Inilah yang menjadi sifat khas komunikasi Islam. Karena itu, komunikasi Islam memiliki perbedaan dengan komunikasi Barat atau non-Islam. Tetapi perbedaan itu lebih kepada isi pesan komunikasi yang harus terikat kepada perintah agama. Karena terikat dengan perintah agama, dengan sendirinya pula unsur isi pesan mengikat unsur komunikasi lainnya. Artinya, bahwa komunikator harus menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral pada saat menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak. Komunikasi dalam pandangan Islam adalah ikatan tauhid. Sebagaimana dikutip M. Tata Taufik dari Mowlana menegaskan, bahwa komunikasi dalam pandangan Islam adalah sarana pembentukan suatu komunitas dan komunitasi itu terbentuk karena dasarnya adalah kesamaan tauhid. Bukan karena sekelompok kecil 36 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam (Jakarta: Logos, 1999), h. 33-34. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 136 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam orang yang memiliki keinginan yang sama, melainkan komunitas tersebut terbentuk lebih luas lagi. Konsep komunikasi yang dijelaskan Mowlana berangkat dari pengembangan terhadap terminologi tabligh dan pemikiran etik yang merupakan sarana untuk membentuk komunitas. Konsep tabligh yang dikemukakan bersandar pada beberapa hal, yaitu: Pertama, teori tauhid. Teori ini menguatkan bahwa komunikasi bertujuan untuk menghancurkan berhala, kemusyrikan dan membangun umat menuju masa depan. Kedua, doktrin tanggung jawab sosial yang terwujud dalam amar ma’ruf nahi munkar. Dalam pandangan Islam, setiap orang bertanggung jawab untuk membimbing saudaranya, menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Ketiga, konsep komunitas dan ummat. Menurut Islam, komunitas dibangun atas dasar tauhid dan ummah. Prinsip ummah mengajarkan suatu komunitas yang utuh di bawah pengaturan kehendak Allah swt., bukan kehendak individu atau kemauan manusia. Keempat, prinsip takwa merupakan suatu konsep ideal muslim. Takwa juga sering diterjemahkan sebagai suatu sikap religius sehingga dorongan tindakan dalam kehidupan sehari-hari didasarkan kepada kekuatan untuk menjalankan kepercayaan, yang secara umum dalam Islam, takwa diartikan sebagai perilaku ketaatan dalam menjalankan perintah Allah swt., dan menjauhi larangannya.37 Dalam konteks komunikasi politik, spritual, etika dan akhlak menjadi sangat penting bagi seorang politikus, karena ketiganya memiliki peran strategis dalam memelihara dan mempersiapkan politikus untuk membangun kesatuan komunitas yang beradab. Sebagaimana dijelaskan Muis, bahwa komunikasi politik menurut pandangan Islam berkaitan erat dengan etika. Namun etika dan politik adalah dua dunia yang berbeda, sehingga bukan hal yang mudah untuk menyatukannya. Politik berada pada dunia kekuasaan, sedangkan etika berada pada dunia moralitas. Politik sebagai alat mengejar kekuasaan, sering kali perlu menggunakan komunikasi yang keras. Artinya komunikasi yang bebas nilai untuk mempengaruhi opini atau sikap masyarakat atau bersifat 37 111. M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 108- Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 137 agitatif.38 Dengan demikian, spritualitas, etika dan akhlak pada akhirnya akan berpulang pada pembawaan personal. Sebagaimana dijelaskan Ashadi Siregar, bahwa etika suatu profesi mengandung orientasi sosial. Pentingnya etika tidak hanya untuk pergaulan sosial antar perorangan. Ini menyangkut landasan bagi kehadiran suatu institusi sosial di tengah masyarakat. Etika tersebut penting dalam membangun komunitas masyarakat. Etika penting bagi institusi pers, institusi politik, institusi kesehatan, institusi hukum, birokrasi dan lain-lain yang memiliki peran sosial.39 Bagi pers misalnya, menjunjung kebenaran merupakan salah satu upaya untuk menegakkan marwah dan martabat dalam membentuk citra sosial, sehingga masyarakat mempercayainya. Dengan demikian, menyampaikan kebenaran merupakan modal dalam proses komunikasi, sehingga tingkat kepercayaan masyarakat tetap dapat terjaga. Penegasan bahwa komunikasi bertujuan untuk menyampaikan kebenaran, dapat dilihat dari apa yang dikutip Syukur Kholil dari Husain, yaitu sebagai suatu proses penyampaian pesan atau informasi dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan prinsip dan kaedah komunikasi yang terdapat dalam Alquran dan Hadis. Dalam hal ini, komunikasi Islam senantiasa berusaha mengubah perlakuan buruk individu atau khalayak sasaran kepada perlakuan yang baik. Kongkretnya, komunikasi Islam seperti yang dijelaskan Kholil, tidak seperti komunikasi umum yang menyampaikan informasi yang baik maupun buruk, serta berusaha mempengaruhi khalayak sesuai dengan keinginan komunikator yang dapat bertendensi positif maupun negatif.40 Dalam berbagai literatur komunikasi Islam, prinsip komunikasi Islam yang lazim dipahami. Keenam prinsip tersebut sebagaimana yang dikemukakan Rakhmat, yaitu: 1. Qaulan sadida; 2. Qaulan baligha; 3. Qaulan ma’rufa; 4. Qaulan karima; 5. Qaulan layinan; 6. Qaulan maysura.41 Dua dari 6 prinsip komunikasi yang dilakukan, menjadi hal utama yang harus diperhatikan dalam proses pencitraan politik. Pertama, qawlan Sadida (berkata dengan benar dan jujur). Pencitraan 38 Abdul Muis, Komunikasi Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 117. 39 Ashadi Siregar, Etika Komunikasi (Yogyakarta: Penerbit Pustaka, 2008), h. 182-183. 40 Syukur Kholil, Komunikasi Islam (Bandung: Cita Pustaka, 2007), h. 2-3. 41 Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual (Bandung: Mizan, 1996), h. 80. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 138 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam dari perpektif terminologi ini, harus dilakukan dengan menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran. Apa yang disampaikan harus sesuai dengan apa yang dilakukan. Islam memandang bahwa komunikasi harus dilakukan dengan benar, faktual, dan tidak mengandung unsur rekayasa atau memanipulasi fakta. Kebenaran dan kejujuran, merupakan landasan filosofis komunikasi Islam seperti dijelaskan dalam surah al-Ahzab ayat 70-71. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosadosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.42 Ayat di atas mengisyaratkan bahwa komunikasi Islam tidak hanya menekankan pada komunikator, tetapi menekankan juga pada kemaslahatan komunikan. Seorang komunikator dituntut untuk menghindari kebohongan yang dimungkinkan dapat merugikan komunikator. Hal ini dapat diperhatikan dari bahasa Alquran yang sunyi dari kebohongan dalam mengajak manusia dengan bahasa yang benar (qaulan sadida) sehingga berbekas pada jiwa manusia. Pesan lain yang dapat ditangkap dari ayat di atas, bahwa pesanpesan yang mengandung makna menjatuhkan atau mendiskreditkan harus segera diperbaiki. Ucapan yang arahnya meruntuhkan, pada saat yang sama harus pula diiringi dengan pesan-pesan perbaikan. Artinya, kritik yang disampaikan hendaknya merupakan kritik yang membangun atau dalam arti kata, informasi yang disampaikan harus mendidik. Dalam konteks lain kata Wahyu Ilaihi, pesan yang disampaikan merupakan kalimat-kalimat yang baik sesuai dengan kebiasaan pada masing-masing masyarakat, dan juga tidak bertentangan dengan nilai-nilai ke-Ilahian.43 42 QS. Al Ahzab/ 33: 70-71. 43 Ilaihi, Komunikasi, h. 188. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 139 Kedua, qaulan ma’rufan (perkataan yang baik). Qaulan ma’rufan sebagaimana dijelaskan Ilaihi dapat diartikan sebagai ungkapan atau ucapan yang pantas dan baik. Pantas maksudnya adalah sebagai kata-kata yang terhormat, sedangkan baik diartikan sebagai kata-kata yang sopan. Istilah Jalaluddin Rakhmat kata Ilaihi adalah pembicaraan yang bermanfaat, memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran dan menunjukkan pemecahan terhadap kesulitas orang yang lemah. Bila ditelaah lebih jauh, qaulan ma’rufan menggambarkan mengenai etika berkomunikasi dengan komunikan. Misalnya, bagaimana etika seorang komunikator yang memiliki kekuatan (power) terhadap masyarakat yang lemah, seperti orang miskin, anak-anak yatim dan sebagainya. Bagaimana etika seorang komunikator dalam berkomunikasi terhadap orang yang lebih mengedepankan emosi dari pada akalnya.44 Berdasarkan kandungan ayat yang telah dijelaskan di atas, dapat dipahami bahwa pencitraan harus dilakukan dengan ungkapan yang pantas, yaitu berupa pesan-pesan kebaikan, bermanfaat, memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, dan memberikan solusi bagi kesulitan yang dihadapi orang lain. Hal ini sangat rasional, karena seorang terhormat, misalnya para pejabat, politisi, pemimpin partai politik sebagai seorang figur yang dihormati, tentu harus menggunakan kata-kata yang sopan, lemah lembut dan bahasabahasa yang menunjukkan kehormatannya. Prinsip-prinsip komunikasi yang telah dijelaskan di atas sangat lekat dengan ciri komunikasi Islam. Prinsip tersebut mencakup dan teraplikasi pada setiap unsur yang membentuk suatu komunikasi. Komunikator harus mempersiapkan diri sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip komunikasi Islam yang telah dijelaskan di atas. Pesan yang akan disampaikan juga harus diformulasikan, dikemas, dan disajikan sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian, terlihatlah sisi kemanfaatan komunikasi Islam itu. Komuikator misalnya, dituntut agar menyampaikan informasi dengan benar. Tidak memanipulasi atau memutarbalikkan fakta. Sebab salah satu yang perlu diingat oleh seorang komunikator politik, 44 Ibid, h. 183-187. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 140 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam bahwa dalam proses komunikasi politik, seorang politisi tidak hanya berkonsentrasi pada proses menang atau kalah saja. Lebih jauh dari itu, seorang komunikator politik harus menyadari bahwa ada sebuah tanggung jawab transedensi45 yang mengikat dirinya sebagai manusia sekaligus hamba Allah swt.. Tanggung jawab transedensi tersebut ditegaskan dalam surat Al Baqarah ayat 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”46 Islam mengajarkan agar pesan yang disampaikan tidak mengandung unsur kebohongan. Esensi komunikasi Islam adalah mengajak manusia kepada yang lebih, menekankan kepada nilai-nilai agama dan sosial budaya, yakni dengan menggunakan prinsip dan kaedah yang terdapat dalam Alquran dan Hadis. Prinsip tersebut Tanggung jawab transedensi dapat dirujuk kembali kepada tata cara Islam mengajarkan komuniukasi yang baik, yaitu dengan mengedepankan akhlak. Jika etika dibatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriyah, maka cakupan akhlak jauh lebih luas. Akhlak mencakup beberapa hal yang menyangkut sifat lahiriyah, misalnya yang berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran. Akhlak mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tidak bernyawa). Dengan demikian, etika dan akhlak dalam pandangan Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia, tetapi juga antara manusia dengan Allah, dan juga antara manusia dengan makhluk lainnya. Lihat, M. Quraish Shihab, Wawasan Alquran (Bandung: Mizan, 1996), h. 253. 45 46 Q.S. Al Baqarah/ 2: 30. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 141 bukan hanya sekedar penyampaian pesan dan terjadinya perubahan prilaku komunikan, namun terjalinnya jaringan interaksi sosial yang harmoni dan berasas normatif. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pencitraan dari perspektif komunikasi Islam harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi Islam, yaitu memberikan pesan sesuai dengan fakta dan tidak dimanipulasi. Dengan pengertian demikian, maka pencitraan komunikasi politik dalam pandangan Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai yang disampaikan harus sesuai dengan ajaran Islam, cara (how) penyampaiannya juga mengandung kejujuran, gaya bicara yang digunakan harus santun dan menjunjung etika. Sejarah mencatat, bahwa Rasulullah saw., pernah melakukan pencitraan nama baik terhadap Abu Bakar dan sahabat lainnya. Demikian pula pencitraan nama baik terhadap mereka yang diangkat sebagai saksi guna menunaikan hak orang lain. Pencitraan yang dilakukan Rasulullah saw., tentu berbeda dengan pencitraan yang dilakukan orang banyak. Pencitraan yang dilakukan Rasulullah saw., didasari kepada ketakwaan. Bahkan tercatat dalam sejarah keislaman, bahwa para sahabat Rasulullah saw., pada masa kepemimpinannya juga melakukan pencitraan. Sepeninggal Rasululah saw., Imam Ali tetap melanjutkkan perjuangan Rasul, yakni menghapuskan segala bentuk penindasan terhadap sesama manusia. Ali tampil sebagai pemimpin yang tidak berjarak dengan rakyat, kehidupan sehariseharinya terlihat tidak seperti pemimpim kebanyakan, tempat tinggal, makanan serta pakaiannya sangat sederhana, sehingga orang miskinpun hidup lebih baik dari pada kehidupannya. Padahal Ali adalah seorang pemimpin yang memiliki kesempatan untuk hidup mewah selama jadi pemimpin.47 Ali memilih hidup jauh dari kemewahan, karena sebuah ironi ketika pemimpinnya kaya sedangkan rakyatnya miskin. Prinsip inilah yang dipakai untuk menjalankan pemerintahannya. Sikap hidup Imam Ali tentunya berefek kepada kepercayaan rakyat, bahwa dia memang layak untuk menjadi pemimpin tanpa sebuah proses suksesi 47 George Jordac, Suara Keadilan; Sosok Ali bin Abi Thalib, terj. Muhammad alSajjad (Jakarta: Lentera, 1996), h. 74. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 142 | Pencitraan, Partai Politik dan Komunikasi Islam yang mengeluarkan banyak dana seperti yang terjadi pada pilpres dan even pemilu lainnya. Untuk mencitrakan calon presiden setiap tim sukses harus mengeluarkan banyak dana. Pencitraan pemimpin yang baik, dekat dengan rakyat miskin yang terjadi pada diri Imam Ali bukanlah sebuah desain untuk mengambil hati rakyat. Tetapi pencintraan itu lahir dari kesadaran karena kehidupan keseharian Ali dan kebijakanya. Lain halnya dengan yang terjadi pada even pemilu di Indonesia, pencitraan sosok politisi atau lembaga adalah sebuah desain media, karena antara jualan politik dengan kenyataan sehari-hari sangat jauh berbeda. Membangun pencitraan, berarti melakukan proses pembaharuan secara berkesinambungan, melakukan perbaikan dari waktu ke waktu. Tetapi masalah yang sering muncul dalam politik pencitraan, yaitu terjadinya perbedaan antara tujuan yang diinginkan dengan perilaku orang yang melakukan pencitraan. Misalnya, seseorang ingin menunjukkan kebaikan, tetapi sesungguhnya orang tersebut sudah tercemar nama baiknya karena tersanjung sejumlah kasus yang sudah diketahui masyarakat. Masalah lainnya, pencitraan tidak muncul dari hati yang ikhlas dan pikiran yang jernih, melainkan hanya supaya mencapai target dikenal sebagai orang yang bagus, orang yang peduli dan sebagainya. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa pencitraan dalam pandangan Islam, bukan sekedar mengemas secara baik tampilan luarnya, tetapi tampilan luar tersebut diharapkan dapat menjadi tolok ukur kebaikan tampilan dalamnya. Ini erat kaitannya dengan sebuah pepatah Arab yang dikutip oleh Munir, “Az zahiru yadullu alal batin (hiasan lahir menunjukkan hiasan batin)”. Hal ini kata Munir menggambarkan bahwa penampilan fisik seseorang sangat berkaitan erat dengan hal-hal yang bersifat psikis dalam dirinya. Karena biasanya dalam menilai batin seseorang dimulai dari penampilan luarnya.48 Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa baik buruknya pencitraan tidak terlepas dari kebersihan isi hati, pikiran, niat dan tujuan yang diinginkan dari proses pencitraan tersebut. Bagi orang yang beriman, menjaga kebersihan itu akan selalu menjadi prioritas 48 Abdullah Munir, Super Teacher (Sosok Guru Yang Dihormati, Disegani, dan Dicintai) (Yogyakarta: Pedagogia, 2010), h. 116. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 143 utama. Salah satu indikasi ayat menegaskan pentingnya menjaga tampilan luar, misalnya dalam surah Al A’raf ayat 31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan. Ayat di atas memberi penjelasan pentingnya menjaga tampilan luar, sebab tampilan luar itulah yang akan menjadi bahan penilaian orang lain. Memakai pakaian yang rapi adalah sebagai upaya menjaga tampilan luar. Seseorang mungkin akan menarik ketika orang lain melihatnya memakai pakaian yang berwibawa, berpenampilan menarik, rapi, sopan dan lemah lembut dalam berbicara. Sebab itu, perhatian terhadap tampilan fisik idealnya sama dengan perhatian terhadap ucapan dan tindakan yang dilakukan agar tidak sampai melakukan banyak kesalahan. Karena ucapan dan tindakan itu akan selalu menjadi tolok ukur penilaian orang banyak. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Bab IV PAN Sumatera Utara dan Strategi Marketing Politik Elektoral Partai Amanat Nasional yang selanjutnya disebut PAN, lahir seirama dengan bergulirnya era reformasi. PAN merupakan partai terbuka (inklusif) bagi warga negara Indonesia. Kelahiran PAN dibidani oleh Amien Rais, dan secara realitas, PAN memiliki hubungan batin yang kuat dengan Muhammadiyah.1 Sejak pertama kali dideklarasikan pada tanggal 23 Agustus 1998 di Jakarta, PAN yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Amien Rais mendapat sambutan dan dukungan luar biasa dari berbagai pihak, terutama dari kalangan warga Muhammadiyah. Bahkan lebih dari sekedar dukungan moral, berdirinya PAN dalam pentas perpolitikan nasional, banyak menarik anggota Muhammadiyah untuk turut bergabung di dalamnya, Dalam mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah yang disahkan sidang tanwir 1950 secara tegas disebutkan bahwa Muhammadiyah memilih dan menempatkan dirinya berjuang dalam bidang kemasyarakatan dengan tiga fungsi utama, yakni dakwah ilal khair (mengajak kepada kebaikan), amar ma’ruf (menjalankan kebaikan), dan nahi munkar (mencegah dan menjauhi keburukan). Dalam penguatan khittah itu, Muhammadiyah menegaskan lagi bahwa tidak akan terjun dalam politik praktis, tidak akan menjadi partai politik, dan tidak akan memasuki lembaga-lembaga kekaryaan politik. Sikap tersebut bukan disebabkan oleh pandangan negatif atau pesimis terhadap perjuangan politik, apalagi anti-politik atau apolitik. Penegasan itu adalah sebentuk sikap, karena strategi perjuangan yang dipilih Muhammadiyah adalah gerakan dakwah dan sosial kemasyarakatan yang tidak kalah mulianya dibanding dengan perjuangan partai politik. Satu hal yang tidak dapat dihapuskan dari kenyataan, bahwa meskipun PAN tidak lahir langsung dari rahim organisasi Muhammadiyah, namun keduanya memiliki keterikatan moral-politik dan historis satu sama lain. Jejak historis PAN dengan Muhammadiyah tidak terlepas dari kedekatan emosional tokoh-tokohnya. Banyak tokoh PAN yang berasal dari Muhammadiyah dan sebaliknya banyak kader Muhammadiyah yang masuk pada jajaran PAN. Ikatan emosional ini menguat, karena kepentingannya sama, yaitu sama-sama ingin membesarkan PAN dan Muhammadiyah. Lihat, Anang Anas Azhar, “Jarak PAN dan Muhammadiyah” dalam Harian Waspada, tanggal 24 Agustus 2015. 1 145 146 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... sehingga yang menjadi basis massa PAN adalah Muhammadiyah. Realitas ini menguatkan argumentasi sejumlah pakar yang menilai, bahwa PAN identik dengan partainya warga Muhammadiyah. PAN diakui telah didirikan dan dipimpin oleh Amien Rais yang juga mantan ketua PP Muhammadiyah periode 1995-2000 hasil Muktamar ke-43 tahun 1995 di Banda Aceh. Namun demikian, PAN bukanlah bagian dari Muhammadiyah, walaupun dalam melakukan ijtihad politiknya Amien Rais mendapat restu dari warga Muhammadiyah melalui Sidang Tanwir 5-7 Juli di Semarang dan juga Sidang Pleno 22 Agustus di Jakarta.2 PAN menurut Amien Rais adalah partai perjuangan untuk mengawal jalannya reformasi dan membangun demokrasi pasca jatuhnya kekuasaan otoriter orde baru. Partisipasi politik warga dan elit Muhammadiyah merupakan hal penting dalam dinamika politik saat itu, karena reformasi menuntut konsolidasi demokrasi yang konkret melalui pelibatan diri dalam kegiatan politik ketimbang melakukan uzlah politik. Tetapi disadari pula, bahwa fenomena PAN menjadi batu ujian bagi Muhammadiyah, yakni antara tuntutan untuk tetap menjaga netralitas dengan kehendak memberi dukungan kepada partai pimpinan Amien Rais itu. Terlepas dari argumen-argumen yang mengemuka, menarik untuk dicermati dari PAN adalah survivalitasnya sebagai partai baru, yang turut berkompetisi dalam kancah perpolitikan bangsa Indonesia. Meskipun PAN secara nasional mengalami perkembangan yang fluktuatif dari sisi perolehan suara, tetapi PAN senantiasa berhasil lolos dari Parliamentary Threshold (PT). Misalnya pada Pemilu 1999, PAN memperoleh 7.528.956 suara (7,12%) atau ekuivalen dengan 34 kursi (7,36%), berada pada posisi lima di bawah PKB. Pada Pemilu 2004, raihan suara PAN sebanyak 7.303.324 suara (6,44%) atau ekuivalen dengan 53 kursi (9,64%), berada pada posisi 2 Hasil keputusan sidang Tanwir Muhammadiyah memberikan amanat kepada pimpinan pusat Muhammadiyah, untuk melakukan dua hal: Pertama, melakukan ijtihad politik guna mencapai kemaslahatan umat dan bangsa secara maksimal, yang senantiasa dilandasi semangat Islam amar ma’ruf nahi munkar. Kedua, menyusun agenda reformasi (konsep dan strategi reformasi Muhammadiyah) di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara menuju makin cepat terwujudnya masyarakat utama yang sejahtera. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 147 ke tujuh. Pada Pemilu 2009 suara PAN 6.254.580 suara (6,01%) atau ekuivalen dengan 43 kursi (7,68%), berada pada posisi lima di atas PPP. Pada Pemilu 2014, PAN memperoleh 9.481.621 suara (7,59%) atau ekuivalen dengan 49 kursi, berada pada posisi ke delapan. Sepanjang pengamatan yang dilakukan, survivalitas PAN tidak hanya didukung oleh basisnya yang masif sampai ke ranting, terutama dukungan dari warga Muhammadiyah. Namun pada sisi lain, masifitas PAN didukung oleh komunikasi politik dan pencitraan partai yang bagus di mata masyarakat. Itulah sebabnya, sebelum lebih jauh memaparkan pencitraan politik yang dilakukan PAN, pada awal bab ini akan diuraikan sekilas tentang sejarah perkembangan PAN. Sebab sejarah dapat menggambarkan upaya dan langkah-langkah strategis yang dilakukan untuk membangun survavilitas tersebut. Paling tidak, sejarah perkembangan PAN akan menjadi tolak ukur, apa yang menjadi ideologinya, platformnya, programnya dan bahkan langkah-langkah strategisnya. Sekilas Tentang Perkembangan PAN Sumatera Utara PAN adalah salah satu partai yang tumbuh seiring dengan bergulirnya era reformasi dan diberlakukannya sistem multi partai di Indonesia. Seorang tokoh nasional, tokoh reformasi dan saat itu menduduki jabatan Ketua Umum Muhammadiyah bernama Amien Rais yang akrab disapa pak Amien berhasil membidani kelahiran PAN. PAN merupakan embrio yang muncul dari Majelis Amanat Rakyat (MARA), yaitu suatu wadah yang dibentuk Amien dengan sejumlah tokoh nasional dalam rangka mendukung gerakan reformasi yang berhasil mengakhiri kekuasaan Soeharto. MARA sendiri adalah wadah yang dibentuk tanggal 14 Mei 1998, bersama sekitar 50 tokoh nasional lainnya, seperti Albert Hasibuan, Goenawan Mohammad, Faisal Basri dan sebagainya. Dalam pertemuan Bogor pada tanggal 5 – 6 Agustus 1998, para tokoh-tokoh yang berasal dari MARA maupun tokoh-tokoh gerakan lainnya seperti Tebet Society, berkumpul bermusyawarah ingin mendirikan sebuah partai politik, dan partai itu diberi nama Partai Amanat Bangsa (PAB). Pada 23 Agustus 1998 PAB berubah Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 148 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... nama menjadi PAN. Partai yang dibidani oleh tokoh-tokoh MARA ini dengan tegas tidak memfokuskan perhatiannya pada ketokohan seseorang, tetapi lebih mengajak masyarakat untuk memperhatikan platform secara rasional. Nama pun dilemparkan ke forum, dan peserta rapat diminta mempertimbangkan berbagai usulan untuk nama partai yang sudah berdiri tersebut. Dari tiga nama yang diusulkan yaitu PAB, Partai Amanat Rakyat (PAR), dan PAN, maka melalui proses voting akhirnya nama yang disepakati adalah Partai Amanat Nasional (PAN) dan M. Amien Rais terpilih sebagai ketua umum pertama. PAN bertujuan untuk menjunjung tinggi dan menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan, kemajuan material dan spiritual. Citacita PAN berakar pada moral agama, kemanusiaan, kemajemukan, nonsektarian dan nondiskriminatif. Di antara ciri penting partai ini adalah penghargaan pada pluralitas seperti menjadi identitas bangsa Indonesia. PAN menganut prinsip non-sektarian dan nondiskriminatif, sehingga terbuka bagi siapa pun yang berasal dari berbagai keyakinan, pemikiran, latar belakang etnis, suku, agama, dan jender. Untuk terwujudnya Indonesia baru, titik sentral dialogdialog penting pertemuan partai ini adalah keadilan dalam mengelola sumber daya sehingga rakyat seluruh Indonesia dapat benar-benar merasakan sebagai warga bangsa. Sebagai satu partai, PAN memiliki asas dan platform. Asas PAN sebagai dasar dari pembentukan platform dengan sendirinya memberikan wawasan kepada para kader bahwa baik asas maupun platform harus dipahami secara bersama sebagai sesuatu yang saling berkait satu sama lain. Upaya menemukan pemahaman secara cerdas terhadap asas memastikan setiap kader PAN mampu menyerap seluruh makna yang terdapat dalam platform. Berdasarkan Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART) PAN, Bab III Pasal 4 ayat (2), PAN mempunyai asas “Akhlak politik berlandaskan agama yang membawa rahmat bagi sekalian alam”. Konkritisasi asas tersebut terinci dalam tiga poin: a. Ketuhanan Yang Maha Esa yang membawa rahmat bagi sekalian alam. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 149 b. Kebangsaan yang bersatu, berdaulat dan bermartabat. c. Kerakyatan yang demokratis, adil dan sejahtera. Asas dan platform dibuat bersamaan dengan berdirinya PAN, sehingga platform menjadi dasar pendirian PAN ketika di deklarasikan pada 23 Agustus 1998. Platform merupakan sebuah landasan kerja politik serta berfungsi sebagai pedoman untuk menentukan langkah dan perjalanan PAN menyongsong masa depan. Secara substansial, platform PAN menyebutkan bahwa PAN merupakan partai politik yang memungkinkan setiap manusia dapat mengembangkan kepribadiannya dalam kebebasan. Setiap manusia diniscayakan untuk dapat berperan serta dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan berperan serta dalam usaha-usaha mengembangkan kemanusiaan. PAN dengan demikian merupakan partai yang menghormati dan mendorong kemajemukan. PAN merupakan partai terbuka (inklusif). Inklusivitas PAN secara realitas terbukti dari beragamnya latar belakang yang menjadi pengurus PAN, mulai dari perbedaan keyakinan, pemikiran, latar belakang etnis, suku, agama dan jender. Sebagai konsekuensi dari platform tersebut, PAN menentang segala bentuk kediktatoran, totaliterisme dan otoriterisme, mengingat semua itu berlawanan dengan harkat dan martabat manusia, memasung kebebasan dan menghancurkan hukum. PAN juga menjunjung tinggi demokrasi, untuk mewujudkan tatanan sosial dan politik yang memungkinkan masyarakat mengawasi kekuasaan. Konsekuensi lain dari semua itu ialah bahwa PAN memosisikan dirinya untuk bersaing dengan partai-partai lain secara terbuka, adil dan jujur demi meraih dukungan rakyat. Selama tidak berada dalam posisi pemerintah, partai ini akan berfungsi sebagai oposisi. Partai ini berpendirian, pemerintah dan oposisi memiliki tanggung jawab yang setara terhadap masyarakat. Berdasarkan identitas dan sifatnya, PAN adalah partai politik terbuka bagi warga negara Indonesia, yang menjadikan agama sebagai landasan moralnya. Selain itu, etika berbangsa dan bernegara, penghargaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan merupakan landasan untuk mewujudkan perjuangannya. Oleh sebab itu, visi Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 150 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... PAN adalah “Terwujudnya PAN sebagai partai politik terdepan dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil dan makmur, pemerintahan yang baik dan bersih di dalam negara Indonesia yang demokratis dan berdaulat, serta di ridhoi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa”. Untuk mewujudkan visi itu, PAN merumuskan misi, yaitu: a.Memenangkan PAN dalam setiap Pemilu. b.Mewujudkan kader yang berkesadaran spiritual, sosial dan politik yang tinggi, cerdas, ikhlas, pluralis, tangguh, profesional, mandiri, progresif, inovatif, konsisten. c.Mewujudkan PAN yang dekat dan membela kepentingan rakyat. d.Membangun organisasi PAN yang modern berdasarkan sistem, manajemen dan budaya organisasi yang kuat dan mengakar. e.Mewujudkan masyarakat Indonesia baru yang demokratis, berkeadilan sosial, makmur, damai, cerdas, mandiri, dan partisipatif. f. Mewujudkan tata pemerintahan Indonesia yang baik dan bersih, yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. g.Mewujudkan negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, bermartabat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, serta dihormati dalam pergaulan internasional. Platform sebagai salah satu landasan kerja politik merupakan modal awal yang dimiliki PAN untuk memosisikan dirinya sebagai partai modern dan terbuka. Setiap kader PAN memahami posisi PAN sebagai realitas historis yang tidak terbantahkan. Bahkan bertitik tolak dari platform itu kemudian lahir dan terbentuk ideologi PAN sebagai manifestasi intisari dari platform yang kemudian ditetapkan dalam Rakernas ke-2 PAN di Bali pada tahun 2001. Visi misi PAN kemudian dijabarkan dalam Garis Besar Perjuangan Partai yang meliputi masalah politik, pertahanan negara, ekonomi, pertanahan, Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 151 perburuhan, pendidikan, kesehatan, kependudukan, kepemudaan, kebudayaan, perumahan rakyat, kehidupan beragama, kesejahteraan sosial, ketransmigrasian dan pengembangan wilayah, pertanian, kelautan, perikanan, peternakan dan kehutanan, peningkatan harkat dan martabat kaum perempuan, lingkungan hidup dan pergaulan internasional. Untuk memperkuat survivalitas dan gerakan perjuangannya, maka PAN membentuk kepengurusan mulai dari tingkat nasional sampai ke tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, kelurahan bahkan membuka kepengurusan di luar negeri. Berdasarkan Anggaran Dasar PAN Bab VI Pasal 12 ayat (1), struktur wilayah kerja PAN, yaitu: a.Dewan Pimpinan Pusat (DPP) di tingkat nasional. b.Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) di tingkat provinsi. c.Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di tingkat kabupaten/kota. d.Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di tingkat kecamatan atau nama lain yang setingkat. e.Dewan Pimpinan Ranting (DPRt) di tingkat kelurahan/desa/ nagari dan/atau nama lain yang setingkat. f. Kepengurusan Rayon dan Sub Rayon di bawah tingkat kelurahan/desa dan/atau kelompok perkumpulan massa yang tidak terikat oleh daerah teritorial. g.Koordinator Luar Negeri (KLN) di luar negeri dengan ruang lingkup teritorial di tingkat Negara. Dalam sejarah perkembangannya, usia PAN pada tahun 2016 genap 18 tahun dan sudah melalui empat kali kongres. Kongres I PAN dilaksanakan tahun 2000 di Yogyakarta dan menetapkan Amien Rais sebagai Ketua Umum DPP PAN dan Hatta Rajasa sebagai Sekjen. Kongres II dilaksanakan di Hotel Patra, Semarang pada tanggal 7 – 10 April 2005. Sutrisno Bachir terpilih sebagai Ketua Umum DPP PAN dan Zulkifli Hasan sebagai Sekjen, sedangkan Amien Rais sebagai Ketua Majelis Penasehat Partai (MPP). Kemudian kongres III dilaksanakan di Batam dari tanggal 8–10 Januari 2010. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 152 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Ir. M. Hatta Rajasa terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN dan Prof. DR. M. Amien Rais, MA sebagai Ketua Majelis Penasehat Partai (MPP) DPP PAN untuk periode 2010-2015. Kongres IV dilaksanakan di Bali dari tanggal 28 Pebruari sampai 2 Maret, Zulkifli Hasan terpilih sebagai Ketua Umum DPP PAN dan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional terpilih, Soetrisno Bachir sedangkan Amien Rais sebagai Ketua Dewan Kehormatan PAN. Bila ditelaah dari historisme kepemimpinan PAN, dari beberapa kali kongres terlihat, bahwa ada satu tradisi yang berlaku di partai tersebut, yaitu regenerasi. Ini mencerminkan bahwa PAN adalah partai reformasi yang terus menyuarakan pembaharuan dan regenerasi. Ini dapat dilihat dari suksesi kepemimpinan yang terus bergulir. Setiap Ketua Umum PAN hanya terlihat satu periode, meskipun sesungguhnya Ketua Umum incumbent tetap saja dibolehkan menjadi calon ketua umum. Namun demikian, regenerasi tampaknya menjadi tradisi yang mengakar dalam sejarah perjalanan PAN. Bahkan tradisi ini menular kepada DPW PAN yang ada di Propinsi wilayah Indonesia. Salah satu Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) di antara DPW yang ada di Indonesia adalah DPW PAN Sumatera Utara. Sebagaimana informasi yang diperoleh dari Ketua DPW PAN Sumatera Utara, bahwa PAN Sumatera Utara dideklarasikan sebagai wadah untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil dan makmur. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, DPW PAN Sumatera Utara segera melaksanakan pendeklarasian berdirinya PAN Sumut di Asrama Haji Medan, bertepatan dengan deklarasi nasional PAN di Jakarta tanggal 23 Agustus 1998. Sebagai partai yang terbuka bagi warga negara Indonesia, deklarasi PAN Sumut dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari masyarakat simpatisan, tokoh lintas agama, tokoh lintas pemuda dan tokoh lintas organisasi kemasyarakatan.3 Bila ditinjau dari sudut kesejarahan, PAN Sumut dalam 3 ZH, Ketua Pusat dan Pemengangan Pemilu Daerah I tahun 2010 - 2015, dan Ketua Umum DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Utara periode 20152020. Wancara tanggal 23 Mei 2016 di kantor DPRD Sumatera Utara. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 153 perjalanannya telah melewati lima kali Musyawarah Wilayah (Musywil). Musyawarah Wilayah (Musywil) I PAN Sumut dilaksanakan satu hari setelah pendeklarasian. Dalam Musywil tersebut, terpilih Ir. Amri Husni Siregar sebagai Ketua PAN Sumut periode 1998-2000. Tercatat bahwa pada awal pergerakan PAN di Sumatera Utara, PAN mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dalam jangka tiga bulan setelah deklarasi, PAN sudah terbentuk di 25 Kabupaten/Kota se Sumatera Utara, karena pada saat itu, jumlah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara sebanyak 25. Tetapi sampai tahun 2016, PAN Sumut sudah melengkapi kepengurusannya di seluruh Kabupaten/Kota hasil pemekaran yang terbentuk belakangan di Sumatera Utara.4 Pesatnya perkembangan PAN Sumut menjadi sebuah catatan penting dalam perpolitikan Indonesia, sebab PAN yang baru lahir dari embrio era reformasi, mampu mengembangkan sayapnya dalam jangka waktu yang singkat di seluruh Indonesia. Menurut analisa yang dilakukan penulis, perkembangan PAN di Indonesia, tidak terlepas dari keberadaan Muhammadiyah yang saat itu mendukung Hal yang mendorong cepatnya perkembangan PAN di Sumatera Utara adalah sinergisitas antara Muhammadiyah dengan PAN. Pada awal reformasi, yaitu pada Tahun 1998-1999, DPW PAN Sumatera Utara dipimpin oleh Amri Husni Siregar yang merupakan tokoh Muhammadiyah dan merupakan mantan ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Medan. Periode 2000-2005, ketua DPW PAN Sumut juga dipegang oleh kader Muhammadiyah, yaitu Drs. H. Ibrahim Sakti Batubara. Periode 2005-2010 PAN di Sumut diketuai oleh Kamaluddin Harahap yang juga kader Muhammadiyah. Fakta politik ini tidak dapat dinafikan, bahwa peran kader Muhammadiyah untuk membesarkan dan mengembangkan PAN di Sumatera Utara sangat besar. Ini dapat ditelusuri sejak masa Amri Husni Siregar, dimana PAN di DPRD Sumut memperoleh tujuh kursi. Saat Ibrahim Sakty jadi ketua DPW, PAN memperoleh delapan kursi. Begitu juga di masa Kamaluddin Harahap, PAN memperoleh tujuh kursi di DPRD Sumut. Bahkan di masa Kamaluddin Harahap, PAN memperoleh amanah dipercayakan sebagai pimpinan di DPRD Sumut untuk pertama kalinya dalam sepanjang sejarah. Kemudian torelah prestasi ini menurun pada saat PAN Sumut di nakhodai oleh Syah Afandin periode 2010-2015. Perolehan kursi PAN di DPRD Sumut hanya enam kursi. Asumsi yang berkembangn, bahwa turunnya perolehan kursi PAN di DPRD Sumut, disebabkan figur ketua PAN Sumut priode 2010-2015 bukan berasal dari kader Muhammadiyah. Kader dan simpatisan Muhammadiyah tidak tertarik jika ketuanya berasal dari luar Muhammadiyah. Kondisi ini menjadi salah satu faktor yang mendorong turunnya perolehan kursi PAN pada pemilu legislatif 2014. Lihat, Anang Anas Azhar, “Mencari Figur Ketua PAN Sumut” dalam Harian Waspada tanggal 19 Juni 2015. 4 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 154 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... penuh gerakan partai tersebut, karena Amien Rais sebagai Ketua Pusat Muhammadiyah adalah sebagai ketua umum yang menakhodai pergerakan partai tersebut. Bahkan dari analisa penulis, untuk kasus Sumatera Utara misalnya, PAN juga dapat dukungan penuh dari warga Muhammadiyah, yang menyambut baik kelahiran partai yang digadang-gadang saat itu dengan sebutan Partai Reformasi.5 Argumentasi dan analisa tersebut di dukung oleh pengakuan Ketua DPW PAN Sumatera Utara, Zulkifli Husen, bahwa PAN di Indonesia, termasuk di Sumatera Utara tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Muhammadiyah. Kelahiran PAN di Indonesia, termasuk di Sumut mendapat dukungan maksimal dari warga parsyarikatan Muhammadiyah mulai dari wilayah, cabang sampai ranting. Zulkifli Husen menegaskan, bahwa pada awal perkembangannya di Sumut, pengurus PAN secara umum berasal dari Muhammadiyah yang secara otomatis ketua-ketua cabang Muhammadiyah menjadi ketua partai di tingkat daerah Kabupaten/Kota. Gerakan tersebut sangat masif sampai ke ranting, sehingga perolehan suara PAN pada Pemilu Legislatif 1999 meningkat secara signifikan, di mana PAN meraih 7 kursi di DPRD Sumut. Dari wawancara yang dilakukan, Zulkifli Husen menegaskan; Kalau ada yang mengatakan PAN yang kelahirannya dibidani oleh Amien Rais memiliki hubungan batin yang kuat dengan Muhammadiyah, itu sah-sah saja, karena basis massa PAN itu memang warga Muhammadiah, meskupun tidak dinapikan ada juga simpatisan lainnya. Pada saat pembentukannya pun, 5 Bila diamati perkembangan politik, utamanya dalam kaitannya dengan konteks perpolitikan di Indonesia, setidaknya ada dua argumen yang dapat dijadikan sebagai alasan, kenapa satu parpol mampu bertahan hidup dalam tempo lama. Pertama, parpol itu memiliki paralelisme sejarah politik dan kultural yang panjang. Dalam konteks ini misalnya, bisa diambil contoh PDIP yang memiliki relasi sejarah politik dengan PNI, IPKI, Murba, Partai Katholik, dan Parkindo. Contoh lain juga seperti halnya Partai Golkar yang punya jalinan sejarah politik yang kuat dengan Sekber Golkar. PPP juga demikian, memiliki jalinan sejarah dengan Masyumi, PNU. Kedua, parpol itu memiliki jalinan sejarah politik, kultural, dan psikologis dengan ormas tertentu yang sudah eksis dalam jangka waktu yang lama dan survive dalam ranah sosial masyarakat Indonesia. Misalnya, PKB memiliki hubungan kultural dan psikologi dengan ormas Islam NU. Sedangkan PAN sendiri memiliki hubungan emosional yang kuat dengan Muhammadiyah. Dukungan dari ormas tersebutlah yang membuat PAN survive. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 155 di Indonesia secara umum, dan Sumatera Utara secara khusus banyak merekrut kepengurusan PAN itu dari Muhammadiyah yang ada di daerah-daerah. Karena saat itu belum ada petunjuk yang mengatur bahwa pengurus Muhammadiyah tidak boleh jadi pengurus PAN dalam waktu yang bersamaan. Sebab itu, dalam pengembangan sayap partai ke daerah-daerah, kita agak mudah. Bahkan tercatat, pengurus Muhammadiyah yang ada di daerah otomatis sebagai Pengurus PAN. Inilah mungkin alasan-alasan para pengamat politik mengatakan bahwa PAN kuat dalam perpolitikan nasional, karena adanya dukungan dari Muhammadiyah.6 Berdasarkan informasi yang dijelaskan di atas, dapat dipahami bahwa dalam sejarah pertumbuhannya, PAN memiliki romantisme yang menarik dengan Muhammadiyah, meskipun akhirnya keluar aturan-aturan bahwa pengurus Muhammadiyah tidak boleh menjadi pengurus PAN secara bersamaan. Kemudian, Muhammadiyah pun mulai mempertegas khittahnya untuk tidak terjun ke dalam politik praktis. Muhammadiyah secara legal formal menarik diri dari politik praktis dan kembali ke khittahnya sebagai ormas Islam diniyah yang bergerak dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Namun demikian, romantisme tersebut tidak serta merta berakhir, karena ikatan emosional tersebut sudah menguat sejak kelahirannya. Bahkan romantisme itu berkelanjutan sampai sekarang dalam berbagai level kontestasi perpolitikan di Indonesia. Seiring dengan perjalanan waktu, sama dengan partai lainnya PAN juga terus melakukan suksesi kepemimpinan. Segera setelah pemilu 1999 belangsung, PAN Sumut juga mulai berbenah diri dengan melakukan suksesi kepemimpinan. Maka pada tahun 2000 Musywil II dilaksanakan untuk memilih pimpinan PAN Sumatera Utara. Pada Musywil II, Ibrahim Sakti Batubara terpilih sebagai ketua PAN Sumut periode 2000-2005 menggantikan Amri Husni Siregar. Pada periode ini, PAN memperoleh 8 kursi. Selanjutnya Musywil III PAN dilaksanakan, Ir. H. Kamaluddin Harahap terpilih sebagai 6 ZH, Ketua Pusat dan Pemengangan Pemilu Daerah I tahun 2010 - 2015, dan Ketua Umum DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Utara periode 20152020. Wancara tanggal 23 Mei 2016 di kantor DPRD Sumatera Utara. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 156 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... ketua PAN Sumut periode 2005-2010 menggantikan Ibrahim Sakti Batubara. Pada periode ini PAN memperoleh kursi di DPRD Sumut sebanyak 7 kursi. Musywil IV dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus 2010 di gedung Selecta Jalan Listrik Medan. Syah Affandin atau yang akrab disapa Ondim terpilih secara aklamasi untuk melanjutkan kepemimpinan PAN Sumut periode 2010-2015. Pada periode ini, PAN memperolah 6 kursi di DPRD Sumut. Musywil V dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2015, Zulkifli Husein terpilih sebagai Ketua DPW PAN Sumut periode 2015–2020 menggantikan Syah Affandin (Ondim). Pada periode ini, PAN sudah memenuhi seluruh kepengurusan di 33 Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara, kemudian 510 DPC, bahkan pengurus ranting dan sub rayon yang ada di desa-desa. Sejarah berdiri dan perkembangan PAN dengan segenap citacitanya, secara terus-menerus merupakan spirit yang mendasari eksistensi PAN. Sejarah dan cita-cita pendirian itulah yang niscaya ditelaah ulang dalam rangka memaknai keberadaan PAN. Pemahaman secara seksama terhadap sejarah dan cita-cita pendirian PAN, merupakan satu upaya untuk menguatkan gerakannya sebagai partai politik yang diperhitungkan di Indonesia pada masa yang akan datang. Itulah sebabnya, dalam upaya menjangkau masa depan tersebut, PAN berdiri di atas landasan ideologis amanah dan nasionalitas untuk mampu memberikan respons secara cerdas dan bertanggung jawab terhadap persoalan-persoalan kebangsaan dan keummatan, serta memberikan kontribusi bagi terciptanya kehidupan politik yang demokratis di Indonesia. PAN menyadari bahwa sebagai partai politik, tidak bisa mengelakkan diri dari berbagai hal yang bersifat partikular pada aras pertarungan kepentingan politik di negeri ini. Bahkan pertarungan tersebut tidak hanya antara sesama internal partai, bahkan persaingan dengan partai-partai lainnya. PAN merupakan sebuah kekuatan politik di Indonesia yang memiliki landasan sikap bahwa seluruh proses dan segenap hasil yang diraih dalam kerja-kerja politik adalah demi dan untuk mewujudkan amanah rakyat. Inilah yang sering disampaikan Amien Rais yang merupakan pendiri PAN, bahwa kelahiran PAN adalah untuk mewujudkan amanah rakyat. Sementara dengan ideologi nasionalitas berarti PAN menghargai Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 157 dan menjunjung tinggi pluralitas, heterogenitas atau kemajemukan sosial, ekonomi dan budaya yang kemudian bersenyawa membentuk sebuah negara bangsa bernama Indonesia. Dengan demikian, ideologi “amanah” dan “nasionalitas” merupakan pilar penyangga PAN sebagai partai modernis.7 Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis melihat bahwa meskipun di internal Muhammadiyah sendiri sangat tegas disebutkan bahwa Muhammadiyah secara organisatoris tidak berafiliasi kepada partai politik manapun. Tapi satu hal yang perlu diingat, bahwa hubungan emosional atas pendirian PAN dengan kader Muhammadiyah tidak bisa terpisahkan dari catatan sejarah. Dominasi klaim PAN ada hubungan emosional dengan Muhammadiyah adalah suatu hal yang tidak terbantahkan. Namun demikian, perkembangan politik yang sifatnya dinamis perlu dibaca dalam rangka melihat kecenderungan massa di masa yang akan datang. Sebab tingkat kepercayaan publik, khususnya kader Muhammadiyah kepada PAN bisa saja akan semakin menurun, jika romantisme yang dulu pernah dibangun, lalu kemudian dilupakan. Dalam kaitan itu, PAN harus lebih rajin merawat hubungan emosional dan romantisme tersebut, di samping itu pemeliharaan terhadap basis yang bukan Muhammadiyah, tetapi mereka simpatisan, juga jauh sangat penting. Bahkan advokasi kepada konsituen perlu dijalankan secara konsisten, sehingga tidak hanya sekedar pencintraan an sich. Oleh karena itu, dinamika perpolitikan yang terus berkembang di Indonesia bersamaan dengan berkembangnya penggunaan media massa, maka media massa perlu jugalah dimanfaatkan sebagai upaya membangun citra yang positif. Selain itu, saluran komunikasi lainnya yang tidak kalah penting, misalnya komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok dan 7 Ideologi PAN bukanlah hanya sekedar retorika melainkan keseluruhan sistem berpikir yang dikerahkan untuk menjadi pedoman dasar perjuangan. Ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan bagaimana seseorang itu harus bertindak. Bila diikuti logika berpikir Gramsci, ideologi itu katanya bukan hanya sekedar sistem ide. Ideologi secara historis kata Gramsci memiliki keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya ideologi mengatur manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak, mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagainya. Lihat dalam, Roger Simon, Gagasan-gagasan Politik Gramsci (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 83. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 158 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... bahkan komunikasi organisasi juga sangat penting untuk dilakukan dalam rangka merawat basis massa PAN di Sumatera Utara. Dari perkembangan yang mengemuka, upaya-upaya komunikatif inilah yang sampai sekarang ini dilakoni oleh DPW PAN Sumatera Utara dalam menunjukkan jati dirinya sebagai partai yang berpihak pada kepentingan rakyat, dan juga partai yang eksis dalam konstelasi politik nasional. Pencitraan Melalui Berbagai Saluran Komunikasi Pada bab-bab terdahulu telah dijelaskan bahwa pencitraan telah banyak diperkenalkan oleh para pengamat politik dan para politisi sering melakukan hal tersebut dalam rangka mendongkrak perolehan suara pada setiap even pemilihan, baik Pemilu Presiden, Kepala Daerah maupun pemilihan Calon Legislatif (Caleg). Salah satu dari amatan yang dilakukan, partai yang terus melakukan pencitraan baik pada saat menjelang berlangsungnya kontestasi politik, maupun di luar itu adalah PAN Sumatera Utara. Dari analisis yang dilakukan, politik pencitraan memperkuat kesadaran bagi Parpol terkait pentingnya fungsi berbagai saluran komunikasi, dalam rangka menjembatani kepentingan partai dengan kepentingan konstituen. Mengingat pentingnya pencitraan itu, maka DPW PAN Sumut memanfaatkan berbagai saluran komunikasi yang tersedia. Sebagaimana diungkapkan Agus Salim Ujung. DPW PAN Sumatera Utara pada prinsipnya tidak mau ketinggalan dengan partai-partai lainnya. Terutama dalam hal penyiaran informasi kepada masyarakat, PAN Sumatera Utara terus dan secara serius memanfaatkan keberadaan media yang berkembang sekarang ini. Bagi PAN Sumatera Utara, pemanfaatan media, baik itu cetak maupun elektronik mutlak sebagai hal yang urgen dalam membesarkan partai ini. Khususnya di Sumatera Utara, PAN menggunakan media massa, ada juga kita turun ke daerah-daerah mendatangi kontituen, baik secara personal maupun kepada kelompok-kelompok binaan kita. Misalnya, kita ada kelompok remaja binaan, ada kelompok pedagang biaan kita di beberapa daerah. Intinya, DPW PAN Sumatera Utara bahkan memiliki bulletin yang kita sebarkan dan dibagi-bagikan kepada konstituen. Hal itu dilakukan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 159 secara berkesinambungan, baik pada saat-saat mau pemilu atau pemilikada maupun di luar itu. Tujuan melakukan hal tersebut, bukan untuk sekedar pencitraan supaya PAN dibilang orang peduli atua dibilang orang PAN merakyat. Tetapi DPW PAN melakukan hal tersebut, untuk menjaga ikatan emosional dengan para konstituen di akar rumput.8 Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Agus Salim Ujung, dapat dipahami bahwa DPW PAN Sumut memanfaatkan berbagai saluran komunikasi, bukan hanya sekedar untuk membangun pencitraan. Tetapi lebih luas dari itu, adalah untuk membangun komunikasi politik, menguatkan hubungan emosional dengan konstituen, baik itu yang ada di dalam partai maupun di luar partai. Proses komunikasi tersebut dilakukan secara berkesinambungan, tidak hanya menjelang pemilu atau even-even pemilihan, seperti pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada), tetapi dilakukan juga setelah pemilu terlaksana. Dari informasi tersebut juga dipahami, bahwa secara umum ada empat saluran komunikasi yang lazim digunakan DPW PAN untuk melakukan pencitraan sekaligus komunikasi politik, yaitu saluran komunikasi massa, media baru, baliho, pamplet, brosur, komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok. 1. Pencitraan Melalui Saluran Komunikasi Massa Komunikasi massa atau disebut juga media massa yang dibagi secara umum pada dua macam, yaitu media massa cetak dan elektronik, merupakan saluran komunikasi yang lazim digunakan DPW PAN Sumatera Utara untuk membangun pencitraan politiknya. Sebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu, bahwa pencitraan politik terbentuk karena adanya komunikasi politik yang berperan sebagai distribusi informasi dari partai maupun politisi kepada masyarakat. Sedangkan untuk mendistribusikan informasi tersebut, partai, para elit politik, politisi, maupun akitifis, menggunakan media sebagai corong informasi. Oleh karena itu, keberadaan media massa 8 Agus Salim Ujung, Wakil Sekretaris Bidang Informasi dan Komunikasi Politik DPW PAN Sumut Periode 2005-2010. Wawancara tanggal 30 Mei 2016 di Medan via handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 160 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... bagi DPW PAN Sumatera Utara menjadi sangat penting sebagai penunjang agenda politiknya untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas dan sebaliknya untuk mengetahui responsibilitas masyarakat terhadap partai. Pencitraan merupakan hal penting bagi setiap orang sebagai makhluk sosial. Melalui pencitraan, manusia memilih hal yang akan dilakukan dan juga apa yang seharusnya tidak dilakukan atau ditinggalkan. Dengan upaya pencitraan positif, setiap orang berharap bisa terlihat sempurna di mata orang lain. Dalam pembentukan citra positif, bahkan tidak jarang seseorang melakukan cara apapun untuk mengemas sikap dan perilakunya sehingga memberikan kesan positif di mata orang lain. Oleh sebab itu, secara realitas harus diakui, bahwa di era keterbukaan informasi, dimana media turut memainkan peran yang cukup signifikan dalam penyiaran informasi tersebut, para politisi sering memanfaatkan media sebagai panglima perang untuk pencitraan. Hal ini disebabkan karena media memiliki kekuatan penuh untuk mempengaruhi khalayak dan masyarakat modernis tidak bisa lepas dari yang namanya media atau informasi. Bahkan penting untuk ditegaskan, bahwa dalam konteks komunikasi politik, media memiliki peran yang sangat kuat untuk mengkonstruksi citra politik dalam berbagai ruang publik yang disediakan media massa.9 Dalam penyampaian informasi kepada publik, media massa masih dianggap sangat berperan kuat untuk mempengaruhi iklim 9 Inilah yang dilansir oleh Little Jhon, bahwa media massa mempunyai peranan penting dalam mensosialisasikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat. Hal tersebut semakin kuat terlihat, ketika media massa menampakkan fungsinya sebagai alat untuk mengawasi lingkungan (surveillance of the environment), menghubungkan bagian-bagian dalam masyarakat (correlation of the parts of society), mengirimkan warisan sosial (transmission of the social heritage), dan memberikan hiburan (entertainment). Lihat, Littlejohn, Theoris of Human Communication, terj, Mohammad Yusuf Hamdan (Jakarta: Salemba Humanika, 1999), h. 112. Dalam kajian komunikasi politik, pentingnya keberadaan media perlu juga ditegaskan, karena media massa: 1. Memiliki daya jangkauan yang sangat luas. Dalam hal ini, informasi politik mampu melewati batas sosio demografis. 2. Media massa mampu melipat gandakan pesan. Satu kejadian politik misalnya, dapat dilipat gandakan beribu eksamplar, dan semua itu tergantung orang yang membutuhkan. 3. Media massa mampu untuk mewacanakan sebuah peristiwa politik sesuai dengan pandangan masing-masing media yang memberitakan. 4. Media massa mampu membentuk rantai informasi, sehingga informasi yang disampaikan semakin kuat. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 161 politik. Masyarakat mengakses segala informasi yang dibutuhkan, mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan politik melalui saluran komunikasi massa. Informasi mengenai isu-isu atau kebijakankebijakan politik, citra social kandidat, perasaan emosional kandidat, citra kandidat seperti kejujuran, ketegasan, kestabilan emosi kandidat dan sebagainya, semuanya bisa diperoleh masyarakat melalui saluran komunikasi massa. Bila diperhatikan lebih detail lagi, ruang-ruang publik yang termasuk di dalam media massa, menjadi ruang ekspresi bagi para politisi untuk melakukan berbagai manuver, taktik, strategi dan pencitraan politik. Dari amatan yang dilakukan, utamanya ketika menjelang suatu perhelatan politik, baik itu pemilu Presiden, Legislatif dan Pemilukada, partai-partai dan juga politisi muncul di tengah-tengah masyarakat dengan bangunan citra yang menarik. Pemberitaan di media massa juga turut mengukuhkan hal tersebut. Agenda pemberitaan para politisi kebanyakan tidak jauh dari acara-acara seremonial, terutama yang dihadiri massa atau kunjungan ke daerahdaerah, kegiatan-kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, atau kegiatan bakti sosial. Bahkan tidak sedikit dari para politisi maupun partai, mendekatkan diri kepada masyarakat melalui tampilan yang seolah-olah pro rakyat kecil. Dalam kaitannya dengan pencitraan politik, hampir bisa dipastikan bahwa politik pencitraan DPW PAN Sumatera Utara tidak terlepas dari peran media dalam kapasitasnya sebagai wadah pencitraan. Dari pengamatan yang dilakukan, media yang digunakan partai maupun para politisi PAN Sumatera Utara sebagai saluran komunikasi politik pencitraan, yaitu media cetak lokal, seperti Harian Waspada, Harian Analisa, dan secara umum surat kabar harian yang terbit di Medan. Bahkan kebjikan-kebijakan politis PAN juga disebar luaskan melalui media cetak tersebut. Hal ini dikuatkan oleh informasi yang disampaikan Adi Munasip, di mana DPW PAN Sumatera Utara memiliki langkah-langkah taktis strategis dalam membesarkan PAN di Sumatera Utara. Sebagai partai politik yang memerlukan dukungan dari masyarakat, PAN terus melakukan upaya-upaya penguatan citra di tengah-tengah masyarakat. PAN memanfaatkan media, seperti media cetak maupun elektronik dan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 162 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... media yang banyak digunakan DPW PAN Sumatera Utara selama ini adalah media massa cetak. Agus Salim Ujung selanjutnya menegaskan; Kebijakan-kebijakan partai, sering disebarluaskan melalui media massa, agar masyarakat menyadari bahwa PAN tidak hanya berbuat bagi diri pribadi, tetapi berbuat untuk kepentingan umat. Secara umum, media yang digunakan adalah surat kabar. Melalui surat kabar, kita mencoba menginformasikan halhal yang berkaitan dengan kebijakan populis yang dilakukan PAN selama ini. Misalnya, kegiatan-kegiatan sosial PAN seperti pemberian santunan kepada masyarakat yang tertimpa musibah, sunat massal, pengobatan gratis, bakti sosial, peduli lingkungan dan sebagainya. Bahkan tidak hanya yang sifatnya kegiatan sosial, kegiatan advokasi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat, atau katakanlah yang merugikan rakyat, juga kita sebar luaskan melalui media. Selain itu, PAN Sumatera Utara menyebarluaskan gagasangagasan pembangunan melalui media massa. Itu dilakukan secara berkesinambungan dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat. Bukan hanya karena mau dekat pemilu supaya PAN dapat dukungan masyarakat, karena kita punya kepentingan terhadap rakyat bukan karena mau menjelang pemilu. PAN besar, karena ada rakyat, ada masyarakat yang mendukung perjuangan PAN ini. Hal itu sangat kita sadari, sehingga apapun yang berkaitan dengan kepentingan rakyat menjadi satu kewajiban bagi PAN untuk memperjuangkannya.10 Sebagaimana dipahami bahwa media cetak adalah saluran komunikasi politik, yang mana pesan-pesannya dapat dibuat dengan bervariasi. Media cetak sangat baik disebarluaskan untuk mereka yang bisa membaca dan memiliki waktu senggang yang cukup untuk membacanya. Namun sebaliknya, media cetak memiliki sejumlah kelemahan, misalnya sulit untuk menjangkau khalayak sasaran, terutama masyarakat yang ada di wilayah pedesaan yang susah dimasuki transfortasi pengantar surat kabar. Kemudian, kelemahannya hanya bisa dibaca oleh orang yang melek huruf. 10 Adi Munasip, Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik DPW PAN Sumatera Utara Periode 2010-2015. Wawancara tanggal 3 Juni 2016 di Medan via hand phone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 163 Untuk menjangkau sasaran yang ada di desa-desa pedalaman, salah satu hal yang tidak diabaikan DPW PAN Sumatera Utara adalah menjalin hubungan intesif dengan para opinion leader (pemuka pendapat). Opinion leader menjadi corong informasi yang dimanfaatkan PAN untuk meneruskan informasi berkaitan dengan kegiatan pencitraan politik PAN. Opinion leader tersebut bisa dari tokoh masyarakat yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, pemuda yang lebih tinggi tingkat mobilisasinya di masyarakat di banding dengan masyarakat lainnya. Opinion leader juga bisa berasal dari perwakilan partai di tingkat ranting atau di tingkat desa. Selain itu, PAN Sumatera Utara juga menerbitkan bulletin yang bernama Matahariku. Pesan-pesan yang disampaikan berisi berita tertulis dan gambar berwarna meliputi kegiatan pengurus DPW PAN Sumatera Utara. Pertimbangan penerbitan bulletin tersebut adalah karena tidak terlalu banyak melibatkan tim kerja. Penerbitan bulletin dapat dilakukan dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit. Tujuan penerbitan bulletin tersebut adalah untuk mengoptimalkan penyampaian pesan-pesan kepada masyarakat, terutama masyarakat yang tidak terjangkau media massa cetak lokal. Sebagaimana dijelaskan Agussaling Ujung. Dalam rangka menyebarluarkan informasi yang berkaitan dengan kegiatan DPW PAN Sumut terutama kepada konstituen yang berada di desa-desa yang sulit dijangkau media massa, maka kita kerjasama juga dengan para pengurus PAN di ranting-ranting. Kita juga membangun komunikasi intensif dengan para tokohtokoh berpengaruh di desa-desa yang belum masuk surat kabar ke sana. Bahkan untuk lebih memudahkan sosialisasi PAN, maka PAN menerbitkan bulletin. Tujuannya adalah untuk menjangkau konstituen yang berada di daerah-daerah, terutama mereka yang berada di daerah pelosok. Jadi, tugas para kaderlah untuk membagikan ke daerah-daerah terkait. Misalnya, kalau ada kader yang turun ke dapilnya, biasanya masing-masing membawa bulletin itu untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat. Itulah salah satunya pertimbangan kita untuk terus mempertahankan penerbitan bulletin PAN Sumut. Untuk operasional pembiayaannya, itu dibebankan kepada sumbangan kader.11 11 Agus Salim Ujung, Wakil Sekretaris Bidang Informasi dan Komunikasi Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 164 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Selain menggunakan bulletin, DPW PAN Sumatera Utara juga melakukan pencitraan positifnya melalui media elektronik, seperti televisi dan radio. Penggunaan media elektronik seperti radio dan televisi tidak sebesar frekuensi penggunaan media massa cetak terbitan lokal dan bulletin. Sebagaimana dijelaskan Agussalim Ujung. DPW PAN Sumatera Utara bukan tidak mau menggunakan televisi dan radio. Karena kita menyadari, bahwa pesan-pesan yang disampaikan melalui media elektronik, seperti televisi dan radio memiliki kelebihan, terutama kalau dilihat dari sisi jangkauannya yang luas, dan informasi yang disampaikan cepat dan serempak meliputi semua wilayah yang bisa dijangkaunya. Televisi bergambar, bersuara dan bergerak. Tentu ini dapat merangsang daya tarik masyarakat. Tetapi DPW PAN Sumatera utara sudah mempertimbangkannya, bahwa di samping biayanya mahal, penduduk Sumatera Utara yang menonton TVRI Sumatera Utara juga hanya pada saat-saat tertentu. Bahkan di beberapa daerah di Sumatera Utara, TVRI tidak dapat di tonton lagi. Artinya, kalau digunakan TVRI, sementara TVRI itu jangkauannya terbatas. Namun demikian, kegiatan-kegiatan DPW PAN Sumut yang sifatnya sosial kemasyarakatan dan sebagainya, tetap kita upayakan untuk disiarkan melalui TVRI dan radio swasta. Untuk iklan itu hanya saat-saat tertentu saja, misalnya pada bulan Ramadhan sebelum berbuka puasa. Iklannya, meskipun tidak berbau politis, tetapi tetap saja mengatasnamakan PAN Sumut mengucapkan selamat berpuasa.12 Berdasarkan informasi di atas, diketahui bahwa DPW PAN Sumatera Utara menggunakan media massa yang bervariasi dalam membangun pencitraan politiknya. tetapi kecenderungannya adalah menggunakan media massa cetak sebagai saluran komunikasi politiknya, meskipun televisi merupakan media yang memiliki kekuatan penyiaran informasi yang lebih luas dan lebih menarik. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dalam menggunakan televisi dan radio, PAN Sumatera Politik DPW PAN Sumut Periode 2005-2010. Wawancara tanggal 30 Mei 2016 di Medan via handphone. 12 Agus Salim Ujung, Wakil Sekretaris Bidang Informasi dan Komunikasi Politik DPW PAN Sumut Periode 2005-2010. Wawancara tanggal 30 Mei 2016 di Medan via handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 165 Utara bukan dalam bentuk iklan melainkan sekedar berita. Misalnya, kegiatan-kegiatan kader PAN Sumatera Utara seperti bakti sosial, reses, kegiatan kemasyarakatan, kegiatan partai seperti Musyawarah Wilayah, penyantunan masyarakat miskin dan sebagainya, sampai kepada kebijakan-kebijakan PAN dalam pembangunan di Sumatera Utara. Dari penelusuran yang dilakukan terhadap sejumlah dokumen pengurus DPW PAN Sumut periode 2005-2015, terlihat secara jelas bahwa media yang paling banyak digunakan partai tersebut adalah media massa cetak, seperti surat kabar. Sementara penggunaan media elektornik seperti radio, dan televisi dapat dikatakan kurang optimal. Ini menunjukkan bahwa dalam pemilihan media sebagai saluran komunikasi politik pencitraan, PAN Sumatera Utara terlebih dahulu melakukan kajian perencanaan. Oleh sebab itu, ketika salah dalam merencanakan media yang digunakan sebagai pencitraan politik, maka akibatnya tidak hanya sekedar membuang waktu dan tenaga, tetapi sekaligus mengakibatkan pemborosan dari segi biaya. Ini menjadi pengalaman bagi PAN semasa Sutrisno Bachir menjabat Ketua Umum DPP PAN. Setiap hari iklan PAN dengan ikon Sutrisno Bachir yang menyampaikan jargon “Hidup adalah perbuatan” muncul di televisi. Dalam proses itu, PAN menghabiskan miliaran rupiah untuk memboking televisi yang memasang iklannya. Namun pada akhirnya, pada pemilu legislatif, suara PAN jauh dari apa yang diharapkan. Berdasarkan fakta-fakta itu, DPW PAN Sumatera Utara sangat selektif memilih media politik pencitraan. Langkah-langkah yang dilakukan PAN Sumatera Utara dalam kaitannya dengan penggunaan media tersebut adalah melihat sifat, karakteristik dan jangkauan media itu sendiri. Itulah sebabnya, PAN Sumatera Utara secara berkesinambungan terus menjaga ikatan emosional dengan para opinion leader di daerah-daerah yang sulit dijangkau media massa cetak, menjaga keberlanjutan penerbitan bulletin yang secara khusus memuat informasi kegiatan berkaitan dengan PAN. Pertimbangan mempertahankan bulletin tersebut karena lebih efektif, harganya lebih murah dan lebih tepat sasaran. Di samping bulletin, PAN juga memanfaatkan jasa opinion leader. Proses pemanfaatan media massa dan opinion leader dalam proses pencitraan politik PAN yang dipahami penulis dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 166 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Gambar 4.1. Proses Pemanfaatan Salurah Komunikasi Massa Dalam Membangun Pencitraan Politik PAN Sumatera Utara Gambaran di atas menunjukkan, bahwa untuk membangun pencitraan politik, PAN menggunakan saluran komunikasi massa. Komunikasi massa yang digunakan sebagaimana telah disebutkan secara umum adalah media cetak, seperti surat kabar. Dari bagan di atas terlihat, bahwa pencitraan politik kepada masyakat kota ada yang langsung dilakukan oleh fungsionaris DPW PAN Sumatera Utara, dan ada juga yang dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi massa. Media massa digunakan sebagai media pencitraan kepada masyarakat kota, karena akses masyarakat kota kepada media massa jauh lebih mudah dari pada masyarakat desa. Terutama dalam mengakses media cetak, peluang masyarakat kota lebih mudah untuk mengaksesnya dari pada masyarakat desa, terutama mereka yang berada di pelosok. Dengan demikian, pencitraan politik yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara kepada masyarakat desa lebih cenderung memanfaatkan jasa opinion leader. Hal tersebut disebabkan karena akses masyarakat desa terhadap saluran komunikasi massa, terutama media cetak sangat terbatas. PAN melakukan pencitraan politik dengan memanfaatkan opinion leader yang memiliki pengaruh, orang terpandang di masyarakat dan menjadi panutan masyarakat. Opinion leader sebagaimana yang tergambar di atas adalah individu-individu yang menaruh perhatian terhadap informasi, Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 167 dan mereka itulah yang menjadi sumber informasi bagi masyarakat desa lainnya yang terbatas aksesnya terhadap media massa. Melalui pengaruh pribadi, para opinion leader merupakan saluran yang menghubungkan jaringan massa dan komunikasi interpersonal. Di samping pengaruh yang diberikan opinion leader terhadap keputusan politik melalui kontak interpersonal, opinion leader menjadi pemeran utama dalam penyebaran informasi politik, sehingga mencapai sebagian besar masyarakat yang ada di desa-desa yang minim terjangkau surat kabar. Opinion leader sebagaimana yang diistilahkan Elvinaro adalah mereka yang terinformasi (well informed). Opinion leader adalah mereka yang dekat dengan sumber-sumber informasi dan yang mampu menginterpretasikan setiap pesan yang diterimanya sesuai dengan frame of reference dan field of experience.13 Selanjutnya, para opinion leader tersebutlah yang menyampaikan pesan yang telah diinterpretasikan kepada individu-individu lainnya secara antarpersonal. Sesuai dengan penelusuran yang dilakukan penulis, untuk konteks masyarakat Sumatera Utara keberadaan opinion leader ini masih efektif untuk dimanfaatkan DPW PAN Sumatera Utara untuk membantu pencitraan politiknya. Sebab kondisi masyarakat Sumatera Utara umumnya berdomisili di desa-desa yang sulit dijangkau surat kabar. Secara realitas, surat kabar terbitan lokal sirkulasinya secara umum lebih banyak di kota-kota Kabupaten/Kota, sementara PAN Sumatera Utara cenderung menggunakan surat kabar sebagai saluran komunikasi massa untuk penguatan pencitraan politiknya. Dengan kata lain, opinion leader bagi masyarakat desa masih menjadi kunci informasi bagi masyarakat desa, sebab masyarakat desa yang lain umumnya pasif dalam mencari informasi.14 Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Pengantar; Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 69. 13 14 Berdasarkan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, jumlah yang kecamatan yang ada di Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 440 kecamatan, 5323 desa, 685 kelurahan. Jumlah desa terbesar berada di Kabupaten Simalungun, Kabupaten Padang Lawas Utara, yaitu masing-masing 386 desa. Sedangkan kabupaten terbanya kedua adalah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebanyak 385 desa. Lihat, BPS Sumatera Utara, Sumatera Utara Dalam Angka tahun 2013. Secara realitas, penyebaran surat kabar di Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Padang Lawas Utara terkonsentrasi Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 168 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Dengan demikian, khusus bagi masyarakat desa yang pasif mencari informasi, opinion leader adalah pemrakarsa komunikasi. Sebab itu, apabila variasi volume informasi dari opinion leader mampu memberikan efek positif kepada masyarakat, maka bisa dipastikan akan menguntungkan pihak sumber. Dalam hal ini misalnya PAN Sumatera Utara, ketika pesan-pesan yang disampaikan partai kepada opinion leader mampu mempengaruhi masyarakat ke arah pandangan yang positif, tentu yang beruntung adalah PAN. Sebaliknya, jika volume informasi dari opinion leader bersifat negatif, maka yang dirugikan juga PAN. Sebab itu, dalam proses pemilihan opinion leader ini juga, PAN tentu harus selektif juga dalam menentukan siapa opinion leader yang dianggap dapat menyampaikan misi kepartaian. Karena belum tentu para opinion leader yang ada di desa-desa memiliki ideologi perjuangan yang sama dengan ideologi, visi dan misi yang diusung oleh PAN itu sendiri. Pencitraan politik menjadi salah satu penekanan yang secara berkesinambungan dilakukan oleh DPW PAN Sumatera Utara untuk menarik simpatik masyarakat. Citra parpol, positif atau negatif di mata publik sangat tergantung pada pengetahuan, kepercayaan dan persepsi publik tentang parpol itu sendiri. Untuk menciptakan pengetahuan, kepercayaan dan persepsi publik terhadap PAN, maka DPW PAN Sumatera Utara terus melakukan pencitraan politik, dengan menganjurkan kadernya untuk turun langsung ke masyarakat sebagai bentuk kepedulian. Hal terpenting yang muncul dari fenomena pencitraan politik ini adalah semakin tingginya kesadaran parpol tentang pentingnya saluran komunikasi massa untuk menjembatani komunikasi politik efektif antara parpol dengan masyarakat. Pengaruh pesan yang disampaikan parpol melalui media masa memiliki nilai signifikan terhadap keputusan memilih masyarakat, meskipun hal tersebut bukan satu-satunya faktor. Secara logika politik, kedekatan parpol dengan konstituen akan mendorong konstituen untuk menjatuhkan pilihannya terhadap parpol tersebut. Dengan demikian, pencitraan politik dengan perilaku pemilih memiliki hubungan yang erat. Pencitraan mendorong parpol untuk melakukan komunikasi politik di kota-kota besar atau ibu kota kecamatan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 169 dengan menggunakan saluran komunikasi massa, karena pesan dan informasi politik parpol lebih mudah menjangkau rumah-rumah pemilih. Pembentukan pencitraan politik digarap dan dikelola sedemikian rupa oleh PAN Sumatera Utara, baik sebelum pemilu maupun pasca pemilu. Penggunaan media massa bukan hanya menjadi bagian integral dari politik, tetapi menjadi hal yang sangat sentral dalam menjalankan misi politik PAN Sumatera Utara. Media massa menjadi saluran komunikasi politik yang banyak digunakan untuk kepentingan menyebarluaskan informasi, menjadi forum diskusi publik dan mengartikulasikan tuntutan masyarakat yang beragam di Sumatera Utara. Saluran komunikasi massa menjadi kekuatan untuk menggiring opini masyarakat untuk senantiasa bersama-sama berjuang dengan PAN. Dari sinilah dapat ditegaskan, bahwa media massa merupakan wahana komunikasi yang dapat menembus batas ruang dan waktu. Bahkan para ilmuwan komunikasi politik menekankan, agar memanfaatkan media massa sebagai saluran komunikasi politik untuk menyampaikan program politiknya, karena dalam perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini, media massa dapat menjangkau jutaan orang di seluruh dunia.15 Dalam kajian komunikasi politik, proses kerja pembentukan citra politik partai, dapat dilakukan dengan cara mengemas pesan politik untuk kemudian disebarkan kepada masyarakat. Media massa dimanfaatkan untuk menyampaikan dan mengenalkan visi, misi dan program kerja parpol kepada publik secara luas. Komunikai politik melalui media massa dapat diarahkan 15 Jika diikuti logika berpikir McLuhan, tegas dikatakannya bahwa media merupakan perluasan dari alat indra manusia. Dalam bahasa lain bisa dikatakan bahwa, kehadiran media dalam berkomunikasi tidak lain dari upaya untuk melakukan perpanjangan dari telinga dan mata, seperti halnya telepon adalah perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata. Pandangan McLuhan lebih populer dikenal dengan teori perpanjangan alat indra (sense extension theory). McLuhan juga menyebutkan bahwa yang mempengaruhi khalayak bukan apa yang disampaikan media, tetapi jenis media komunikasi yang dipergunakan, misalnya media media cetak, media elektronik, media sosial, internet, media antar personal. Dalam prespektif komunikasi politik pandangan seperti ini merupakan pesan politik yang akan berguna untuk membentuk citra politik dan opini publik. Lihat Arifin, Komunikasi, , h. 157. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 170 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... kepada audiens relatif besar dan heterogen, sekaligus berfungsi sebagai sarana untuk menggerakkan, mengukuhkan, memperkuat atau mengubah sikap dan kepercayaan atau nilai seseorang untuk memberikan suara kepada parpol tertentu. Potret seperti inilah yang disebut sebagai komunikasi politik pencitraan gaya baru. Artinya pembentukan citra politik yang selama ini dilakukan melalui komunikasi interpersonal, hampir mulai ditinggalkan dan digantikan oleh bentuk pencitraan politik di media. Dalam amatan penulis, DPW PAN Sumatera Utara mulai bergerak ke arah ini, meskipun saluran komunikasi lain tetap saja digunakan. Hal tersebut di dasarkan pada pertimbangan situasi dan kondisi masyarakat Sumatera Utara yang menjadi konstituen politik PAN. 2. Pencitraan Melalui Media Luar Ruangan Selain media massa cetak dan elektronik, DPW PAN Sumatera Utara juga membangun pencitraan lewat spanduk, brosur, pamplet, baliho, kartu-kartu kecil, iklan pohon dan atribut lainnya. Media ini disebut Cangara dengan istilah media luar ruangan, karena diletakkan di tempat terbuka dan tempat-tempat strategis yang memungkinkan orang lain dapat melihatnya.16 Meskipun sifat jangkauannya sangat terbatas, karena hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang lewat di mana media itu dipajangkan, ataupun orang yang sempat mencuri pandang terhadap pajangan pesan-pesan pada media tersebut, namun banyak partai yang menggunakan media tersebut sebagai saluran komunikasi pencitraan politik. Sepanjang tahun 2005-2015, DPW PAN Sumatera Utara membangun pencitraan partai lewat media luar ruangan tersebut. Media luar ruangan yang dimaksud, yaitu dengan menyebarkan atribusi partai ke seluruh dapil yang ada di Sumatera Utara. Sebagaimana dijelaskan oleh Yahdi Khoir Harahap. Untuk membangun pencitraan politik partai, salah satu yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara adalah pencitraan melalui atribusi partai yang dibagi-bagikan ke masyarakat. Atribut partai itu berasal dari PAN. Ada yang disumbangkan oleh DPP PAN dan ada juga ada bantuan dari masing-masing 16 Cangara, Perencanaan, h. 123. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 171 caleg. Pada masa ketua umum Hatta Rajasa misalnya, atribut PAN dicetak sebanyak 100 juta berndera PAN dan itu dibagikan kepada seluruh DPW PAN yang ada di seluruh Indonesia. DPW PAN Sumatera Utara sendiri memperoleh 300 ribu atributisasi bendera yang kemudian didistribusikan keseluruh 33 DPD PAN di Sumatera Utara. Sedangkan baju kaus, PIN dan atribusi partai lainnya diperbanyak dan disumbangkan oleh caleg yang berada di dapil masing-masing. 17 Dari penelusuran penulis, pencitraan politik melalui media luar ruangan ini tidak hanya dilakukan DPW PAN Sumatera Utara pada saat menjelang pemilu ataupun kampanye, tetapi hal tersebut dilakukan dalam berbagai kesempatan dan even-even penting. Misalnya, ketika menyambut hari-hari besar umat Islam seperti puasa dan idul fitri, PAN dan para kadernya senantiasa membuat ucapan “DPW PAN Sumatera Utara mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan”, “DPW PAN Sumatera Utara mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1436 H, mohon maaf lahir dan batin”. Ucapan yang sama tidak ketinggalan disampaikan secara pribadi oleh para kader, baik kader PAN yang sudah menjadi anggota DPRD Sumut maupun yang pengurus biasa. Spanduk-spanduk ucapan banyak terlihat diikatkan di tempat-tempat strategis yang ramai di lewati orang, misalnya di persimpangan jalan, di jalan-jalan protokol dan lain-lain. Bahkan sejumlah kader PAN yang duduk di DPRD Sumut, tidak hanya menyampaikan pesan dalam bentuk spanduk, tetapi juga dalam bentuk baliho. Seperti halnya dari beberapa dokumentasi yang diperoleh penulis, Kamaluddin Harahap yang merupakan Ketua DPW PAN Sumut periode 2005-2010, dan juga sekaligus mencalonkan diri sebagai gubernur Sumatera Utara terlihat membangun politik pencitraan yang masif. Pesan-pesan pencitraan yang disampaikan sangat menyentuh kepentingan masyarakat umum. Misalnya spanduk dengan ucapan “Bersama bang Kamal kita ciptakan lapangan pekerjaan di Sumatera Utara”. Pada spanduk lain juga 17 Yahdi Khoir Harahap, Ketua DPD PAN Batu Bara periode 2005-2010 dan Sekretaris Umum DPW PAN Sumatera Utara priode 2015-2020. Wawancara tanggal 20 Juni 2016 di kantor sekretariat DPW PAN Sumatera Utara Jl. Wahid Hasyim. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 172 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... termuat pesan ucapan sambutan kepada Kamaluddin Harahap dalam rangka reses dan temu ramah dengan masyarakat Tuntungan pada tanggal 10 Oktober 2012. Pada spanduk tersebut tertulis, “Selamat datang bapak Kamaluddin Harahap, M.Si bersama warga program keluarga harapan (PKH)”. Dalam kegiatan tersebut, Kamaluddin terlihat sangat akrab dengan masyarakat, dan hampir bisa di lihat tidak ada jarak antara masyarakat dengan Kamaluddin Harahap. Model pendekatan seperti ini tentu dapat menguatkan pencitraan PAN maupun politisinya di mata masyarakat. Dari beberapa spanduk yang dilihat penulis, masing-masing politisi PAN menunjukkan gaya khas masing-masing. Ada yang foto dibuat senyum, ada yang terlihat sangat patriotis dengan mengepalkan tangan, ada yang dibuat gembira penuh persahabatan. Semua tujuannya adalah untuk memperkenalkan diri, menunjukkan kualitasnya dan membangun pencitraan, sehingga masyarakat terhipnotis untuk memilih politisi tersebut. Spanduk-spanduk tersebut bertebaran di berbagai tempat, bahkan ada yang ditempel di becak, angkutan umum dan sebagainya. Apa yang dilakukan partai maupun politisi PAN, secara umum dilakukan juga oleh partai-partai lainnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Adman Nursal, hal seperti ini merupakan bagian dari marketing politik, di mana produk-produknya dipasarkan secara simbolis melalui spanduk dan baliho. Di antara simboli-simbol tersebut seperti aura emosional, yaitu perasaan yang terpancar dari politisi seperti ambisius, berani, patriotis, bersemangat, gembira, optimis, cinta kasih, tegar, dan sebagainya. Ada juga yang menunjukkan aura sosial yang merepresentasikan kelompok sosial tertentu. Misalnya seorang politisi tertentu merupakan representasi dari kaum muda, wong cilik, tokoh agama, akademisi, intelektual, dan sebagainya.18 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan sepanjang tahun 2005-2010 penggunaan media luar ruangan tersebut sangat banyak dimanfaatkan kader PAN, terutama bagi mereka yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk membangun pecitraan politik. Di spanduk-spandun foto para caleg dibuat bervariasi. Ada foto latar belakangnya terlihat sangat ramah karena mengumbar senyuman 18 Nursal, Political Marketing, h. 208-209. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 173 sambil menyimpulkan tanga di depan dada, seolah-olah minta maaf kepada masyarakat. Jelasnya terlihat sangat ramah, bersahabat dan Islami. Ada juga foto yang dibuat dengan lambaian tangan dan sebagainya. Selain itu, pesan-pesan yang disampaikanpun dibuat dengan bervariasi dengan tujuan untuk mempersuasi masyarakat yang membacanya. Selain baliho dan spanduk, terdapat juga penggunaan iklan pohon, di mana foto-foto para caleg ditempelkan di pohon yang terdapat di sepanjang pinggir jalan protokol. Tujuannya adalah untuk membangun pencitraan politik sekaligus memperkenalkan yang bersangkutan kepada masyarakat. 3. Pencitraan Melalui Media Baru Perkembangan teknologi dengan segala produk yang dihasilkannya adalah sesuatu keniscayaan yang tidak bisa dibantah oleh manusia. Media baru hasil kemajuan teknologi informasi juga telah menjadi trend dalam penyebaran informasi kepada khalayak. Media baru atau lebih dikenal dengan internet selama satu dasawarsa terakhir ini, juga telah berkembang sebagai arena pertarungan informasi dan pesan-pesan politik. Model pertarungan informasi politik dan pesan-pesan politik antara lain misalnya melalui jejaring sosial seperti facebook, twitter dan blog. Perkembangan terakhir dapat diperhatikan dari meningkatnya popularitas mail list dalam penyebaran informasi dan pesan politik. Para politisi maupun partai terlihat semakin sering memanfaatkan media tersebut sebagai media pencitraan. Berkembangnya penggunaan media baru (new media) sebagai arena pencitraan, dimanfaatkan secara optimal oleh para politisi maupun partai. Dari penelusuran yang dilakukan, ditemukan juga informasi terkait, bahwa selain media massa cetak dan elektronik, media lain yang digunakan DPW PAN Sumut adalah internet. Sebagaimana para pakar menjelaskan, bahwa internet merupakan media baru yang muncul dari produk kemajuan teknologi informasi. Media baru tersebut muncul sebagai rekayasa pakar teknologi komunikasi informasi, yang berhasil menggabungkan antara komunikasi interpersonal dengan komunikasi massa. Disebut media massa, karena media baru tersebut dapat menjangkau khalayak secara Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 174 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... global, dan dikatakan interpersonal karena pesan yang disampaikan diarahkan dan dikonsumsi secara pribadi. Media baru tersebut banyak digunakan para kaum akademisi, birokrat, mahasiswa, dan juga politisi. Termasuklah dalam hal ini DPW PAN Sumatera utara memanfaatkan perkembangan teknologi informasi internet untuk membangun citranya di masyarakat. PAN Sumatera Utara memiliki website yang dikelola secara bagus. Website PAN Sumatera Utara dikelola untuk memudahkan penginformasian berbagai macam kegiatan. Konkritnya, penggunaan internet bagi PAN adalah suatu kemutlakan untuk menjadi PAN sebagai partai yang lebih dikenal masyarakat. Bahkan dengan munculnya media baru sekarang ini, PAN dan para politisinya membangun pencitraan lewat media sosial seperti facebook maupun twitter. Melalui jejaring sosial tersebut, para kader PAN membangun pencitraan, karena media sosial dapat digunakan untuk melakukan komunikasi interaktif. Bila dikaitkan dengan teori, media internet memiliki sejumlah kelebihan, antara lain: (1) mampu menembus batas wilayah, ruang dan waktu. (2) memperluas akses memperoleh informasi global. (3) meningkatkan kemampuan untuk berserikat secara bebas. (4) dapat mengancam tatanan yang sudah mapan, seperti pemerintahan otokrasi. (5) memiliki kecepatan perkembangan dan penyebaran yang sulit diatasi. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa apa yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara menunjukkan secara realitas bahwa media, baik media massa, media luar ruangan, media baru, merupakan kekuatan yang senantiasa diperhitungkan, terutama dalam menciptakan opini publik. Bahkan bisa dikatakan, bahwa media dalam dunia politik menjadi sesuatu yang tidak asing lagi di mata masyarakat. Dengan adanya informasi politik yang disajikan media, masyarakat menjadi tahu mengenai realitas dan perkembangan isu politik yang berkembang. Melalui media, masyarakat juga dapat menyuarakan opini dan pandangannya terhadap situasi politik yang sedang berkembang. Dalam kaitan itu pula, media menjadi ruang public (public sphere) yang sangat terbuka untuk siapa saja yang ingin mencari popularitas atau membangun citra. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 175 Uraian di atas, menguatkan apa yang disebut McNair (1995) bahwa dalam era mediasi, komunikasi politik memiliki fungsi untuk menjadi penyampai (transmitters) pesan-pesan politik dari pihak-pihak di luar dirinya, sekaligus menjadi pengirim (senders) pesan-pesan politik yang dibuat (constructed) oleh para jurnalis kepada publik. Jadi bagi para politisi, media massa dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan politik mereka kepada khayalak maupun sebagai media untuk melakukan proses strategi pencitraan. Sebaliknya untuk wartawan, media massa adalah wadah untuk memproduksi pesanpesan politik, karena peristiwa-peristiwa politik itu memiliki nilai berita (news value). Oleh sebab itu, agar pesan-pesan politik tersebut dapat memperoleh citra positif, maka pesan yang dikirim terlebih dahulu di konstruksi. Dengan demikian, apa yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara adalah dalam rangka menguatkan pencitraan di tengahtengah masyarakat. Hal tersebut juga sekaligus membuktikan bahwa peran media dalam pencitraan sangat penting dan strategis, sehingga dalam perkembangan perpolitikan Indonesia, terlihat secara jelas bahwa tidak hanya PAN yang melakukan hal tersebut, bahkan partai-partai lain juga melakukan hal yang hampir sama. Sejumlah kalangan politisi maupun partai politik, atau pihak-pihak yang berkepentingan saling berpacu menggunakan media massa untuk menonjolkan klaim mereka terhadap sesuatu. Pesan yang disampaikan media, bisa jadi menimbulkan efek mendukung yang dalam bentuk konkritnya adalah penggambaran positif pada parpol atau politis yang bersangkutan, dan menggambarkan kesan negatif pihak lawan. Dari realitas yang berkembang inilah terlihat secara jelas, bahwa paling tidak ada dua macam fungsi teks media, yaitu sebagai teks media yang dapat dinikmati oleh khalayak dan sebagai teks public relations yang merupakan tujuan dari parpol sebagai upaya untuk membentuk citra kepada khalayak. Dengan adanya teks berita yang dibingkai secara positif, maka secara tidak langsung memberikan keuntungan tersendiri bagi sebuah parpol. Maka dalam konteks ini secara teoritis, framing dipergunakan oleh perusahaan media untuk mengkonstruksi sebuah teks yang kemudian disajikan kepada khalayak. Politik pencitraan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 176 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... yang dilakukan satu parpol, tentunya memberi dampak yang luar biasa terhadap masa depan partai tersebut. Bagaimanakah suatu parpol tersebut diberitakan, tentunya akan bermuara pada pencitraan parpol tersebut dilakukan oleh media. Jika suatu parpol yang dicitrakan oleh media baik, maka besar kemungkinan masyarakat juga akan menilai partai itu baik. Sebaliknya, jika media mencitrakan partai itu buruk atau negatif, besar kemungkinan partai itupun akan buruk atua negatif di mata masyarakat. Jadi kedua hal tersebut sangat tergantung kepada pembingkaian (framing) yang dilakukan oleh media itu sendiri. Proses framing berkaitan dengan persoalan bagaimana sebuah realitas dikemas dan dikonstruksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Apa yang dilakukan oleh DPW PAN Sumatera Utara, secara teoritis menguatkan teori konstrusi sosial media yang dikemukakan Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Teori ini secara gamblang menegaskan, bahwa individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. Berger dan Luckman sebagaimana dikutip Burhan Bungin, mengatakan bahwa terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Istilah Berger, proses dialektika itu terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Berger juga menyebut itu sebagai momen. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Artinya, hasil itu adalah realitas objektif yang dijadikan manusia untuk membedakan dirinya dengan apa yang berada di luar dirinya. Ketiga, internalisasi yaitu suatu proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Dari teori di atas, dipahami bahwa manusia bisa mengkonstruksi realitas sesuai dengan keinginannya. Berger lebih menegaskannya lagi, bahwa realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tetapi ia dibentuk dan dikonstruksi. Itulah sebabnya, jika logika Berger ini diikuti, maka setiap orang bisa Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 177 mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksi yang berbeda-beda, dan cara menilai itu juga berbeda menurut apa yang direkonstruksi oleh masing-masing pihak. Misalnya, ketika ada yang merekonstruksi PAN negatif, maka nilainya bisa buruk, dan sebaliknya jika ada yang merekonstruksi PAN positif, maka nilainya bisa baik. Kalau ditelaah dari sudut pandang kajian psikologis, proses penilaian itu menjadi suatu hal yang bersifat naluriah. Sebagaimana ditegaskan Muzafer Sherif, seorang pakar yang memperkenalkan teori penilaian sosial (social judgement theory), secara tegas ia katakan bahwa manusia merupakan makhluk yang suka menilai dan penilaian itu dilakukan manusia sesuai dengan apa yang di lihat dan di dengarnya. Munculnya penilaian seseorang terhadap sesuatu, baik yang bersifat positif maupun negatif dikarenakan individu melibatkan tiga hal, yaitu egonya, acuan sikap dan efek kontras.19 Pertama, penilaian muncul karena keterlibatan ego mendorong seseorang untuk menilai sesuatu. Keterlibatan ego yang dimaksud Sherif, mengacu pada seberapa penting suatu isu itu dalam kehidupan seseorang. Misalnya, PAN Sumatera Utara sudah sangat sering memberitakan berbagai kegiatannya, menyampaikan kebijakankebijakannya, melakukan pencitraan yang masif di surat kabar dan sebagainya. Ketika seseorang tidak merasa bahwa itu tidak berkaitan atau tidak ada sangkut paut dengan dirinya, maka seseorang itu akan mengaggap informasi itu sebagai hal yang tidak penting, karena keterlibat egonya rendah. Bisa saja kemudian muncul penilaian negatif terhadap itu. Tetapi sebaliknya, ketika seseorang merasa memiliki kepentingan terhadap informasi yang disampaikan, maka seseorang itu akan menjadikan informasi itu penting, karena tingkat keterlibatan egonya tinggi. Kedua, acuan sikap. Ini berkaitan dengan kondisi internal dan muncul ketika seseorang menerima sejumlah pesan, lalu kemudian membanding-bandingkan hal yang berbedabeda tersebut atau bahkan bertentangan, sehingga muncullah penilaian. Ketiga, penilaian muncul karena efek kontras. Artinya, efek 19 Morrisan, Psikologi Komunikasi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), h. 19. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 178 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... ini muncul karena individu menilai suatu pesan menjadi lebih jauh atau bententangan dengan pandangannya sendiri dari pada yang seharusnya.20 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa media, utamanya media massa, memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan dinamika politik. Media menjadi sarana penghubung atau saluran komunikasi politik para politisi dengan konstituen yang tersebar luas secara geografis maupun demografis. Inilah yang menjadi alasan DPW PAN Sumatera Utara untuk terus mempertahankan eksistensi bulletin yang sudah ada dan terbit setiap bulan. Sebagaimana dijelaskan oleh Adi Munasip. DPW PAN Sumatera Utara sejak awal deklarasi, tidak ketinggalan dalam menggunakan media. Kami menyadari betul, bahwa media adalah corong informasi. Melalui merekalah masyarakat akan semakin tau, apa yang kita lakukan dan tidak kita lakukan. Atas dasar itu, kami membuat satu bulletin yang dicetak dengan tampilan bagus, dan bulletin itu masih ada sampai sekarang. Barangkali nanti bisa ditelusuri dan diambil di kantor DPW Sumatera Utara Jl. Wahid Hasyim. Tujuan DPW PAN menjaga eksistensi atau penerbita bulletin tersebut adalah agar ikatan emosional kita dengan konstituen, atau masyarakat lebih dekat lagi. Maka para pengurus PAN atau para Anggota legislatif (DPRD) Sumatera Utara, kalau ada kegiatan ke daerah atau reses, mereka dituntut untuk membawa itu, dan membagikannya kepada masyarakat.21 Informasi di atas, menguatkan realitas bahwa media seringkali dijadikan sebagai lahan strategis oleh partai dan para politisi untuk menyampaikan pesan-pesan politiknya. Media massa tetap dianggap penting dalam mempengaruhi iklim politik yang bisa mendorong ke arah demokratisasi. Secara realitas juga harus diakui, bahwa dalam waktu yang cukup lama, terpaan media turut membentuk persepsi, sikap dan prilaku politik tertentu. Ini sekaligus menegaskan, bahwa pesan-pesan politik yang disampaikan para politisi kepada 20 Ibid, h. 21-24. Adi Munasip, Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik DPW PAN Sumatera Utara Periode 2010-2015. Wawancara tanggal 3 Juni 2016 di Medan via hand phone. 21 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 179 masyarakat melalui media massa, dapat membentuk opini publik (public opinion) dalam membangun citra politik suatu partai. Istilah lainnya, kesadaran dan partisipasi berbagai kelompok dalam masyarakat dapat dibentuk lewat dukungan komunikasi massa, atau komunikasi bermedia. Dari sini terlihat secara jelas, bahwa keberadaan media massa sangatlah penting, karena media massa di ibaratkan sebagai alat yang membentuk apa dan bagaimana yang terjadi dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan perilaku memilih, melalui saluran komunikasi pemilih dapat mengakses segala informasi yang dibutuhkan mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan perhelatan politik. Informasi mengenai isu-isu atau kebijakan-kebijakan politik, citra kandidat, perasaan emosional kandidat, citra kandidat seperti kejujuran, ketegasan, kestabilan emosi kandidat dan sebagainya, semuanya dapat diperoleh melalui saluran komunikasi massa. Media massa memiliki arti penting, yakni sebagai sumber dominan yang bukan hanya bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media juga menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita atau hiburan. 4. Pencitraan Melalui Saluran Komunikasi Interpersonal Membangun pencitraan politik atau politik pencitraan tentunya tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi politik yang dilakukan partai politik atau politisi yang sedang berkompetisi. Sebab itu, bagi DPW PAN Sumatera Utara, komunikasi politik dengan memanfaatkan berbagai saluran komunikasi merupakan prasyarat utama ketika mempromosikan partai dan para politisi dari PAN. Selain saluran komunikasi massa, DPW PAN Sumatera Utara juga melakukan pencitraan politik melalui saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal ini tentu sangat berbeda dengan komunikasi massa yang bersifat satu arah dan khalayak yang menjadi sasaran komunikasi jumlahnya sangat besar serta tidak saling mengenal. Artinya, konteks komunikasi yang dilakukan adalah bermedia, memiliki kecepatan jangkauan cepat, feedback tertunda dan efek pesan kognitif. Maka dalam komunikasi interpersonal, arus Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 180 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... pesan bersifat dua arah, konteks komunikasi tatap muka, kecepatan jangkauan lambat, feedback langsung dan efek pesan afektif/ psikomotorik. Bila ditelaah secara literal, komunikasi interpersonal dipahami sebagai komunikasi yang dilakukan oleh satu orang kepada orang lain dalam kondisi tatap muka. Artinya, komunikasi berlangsung dalam kelompok kecil, yaitu antara satu orang dengan satu orang lainnya atau dengan dua orang yang dilakukan secara tatap muka. Istilah lainnya, bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan di antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang, dengan berbagai efek dan umpan balik (feed back). Jadi komunikasi interpersonal adalah model komunikasi tatap muka yang sifatnya sangat personal, sehingga di antara kedua berlah pihak yang berkomunikasi bisa terjalin dengan cepat. Dalam proses komunikasi interpersonal, setiap komponen dipandang dan dijelaskan sebagai bagian-bagian yang terintegrasi. Komunikasi interpersonal memperlihatkan kuatnya jalinan hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lain, dimana lambanglambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan, didalam kenyataan kerap kali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body language) seperti senyuman, tertawa, dan menggeleng atau menganggukkan kepala. Komunikasi interpersonal pada umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka. Sepanjang tahun 2005 – 2015, komunikasi interpersonal sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara untuk membangun pencitraan. Hampir semua kader, terutama orang-orang yang terpilih sebagai caleg senantiasa menggunakan saluran komunikasi interpersonal ini. Bahkan, hal ini menjadi anjuran bagi setiap kader yang menjadi caleg, agar rajin turun ke dapil masing-masing untuk menjumpai secara langsung para konstituen, dan mendengarkan langsung aspirasi masyarakat. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Zulkifli Husein diperoleh informasi bahwa sebelum para kader turun ke daerah pemilihan (dapil), setiap kader sudah terlebih dahulu mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan atribusi kepartaian, karena Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 181 keberangkatan kader ke dapil, merupakan komunikator politik yang diharapkan dapat membawa misi partai. Menurut kebiasaan, sebelum para kader turun ke daerah, mereka terlebih dahulu merancang kapan pertemuan dilakukan dan dengan siapa mereka akan bertemu. Memang ada pertemuan itu yang sifatnya spontanitas, misalnya bertemu secara tiba-tiba dengan masyarakat yang tidak direncanakan. Di dapil ada masyarakat yang secara tiba-tiba menyampaikan aspirasi, itu tetap kita serap untuk dijadikan bahan kajian di partai. Tetapi kecenderungan kita kalau mau turun ke daerah, itu dilakukan secara terencana. Tematema yang dibicarakan dalam pertemuan itupun biasanya sudah jelas. Kalau sayalah misalnya turun ke dapil, saya terlebih dahulu menjadwalkan kapan akan turun, kemudian dengan siapa akan berkomunikasi dan apa yang harus saya sampaikan. Bentuknya, ada yang bersifat formal ada yang tidak formal. Kalau yang sifatnya formal, kita bertemu dengan yang berwenang seperti kepala desa, tokoh masyarakat dan lain-lain. Kalau yang tidak formal, tibatiba saja bertemu dengan masyarakat di masjid, di warung dan sebagainya. Kitakan tentu tidak mengenali semua masyarakat, atau tokoh dan kepala desa. Tetap saja kita memperkenalkan diri, meskipun kadang-kadang masyarakat itu sudah kenal. tetapi untuk menjaga keramah tamahan, kita tetap memperkenalkan diri. Itu sudah menjadi kebiasaan kader-kader PAN kalau turun ke dapil. Setelah perkenalan, baru dimulai membicarakan hal-hal penting, sampai nanti masyarakat setempat menerima ide yang disampaikan, bahkan usaha kita bagaimana mereka supaya yakin dan dapat mendukung program partai.22 Dari informasi di atas, tahapan proses komunikasi interpersonal yang dilakukan kader PAN untuk membangun pencitraan, tidak jauh berbeda dengan tahapan komunikasi interpersonal yang disampaikan Mark Knapp, yaitu dimulai dari proses coming to gether (membangun kebersamaan), relational maintance (memelihara hubungan), dan comming appart (sama-sama memiliki harapan).23 Pada proses pertama, yang ZH, Ketua Pusat dan Pemengangan Pemilu Daerah I tahun 2010 - 2015, dan Ketua Umum DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Utara periode 20152020. Wancara tanggal 23 Mei 2016 di kantor DPRD Sumatera Utara. 22 23 Bila diperhatikan peran kader PAN sebagai ujung tombak informasi, memiliki tugas untuk memasarkan PAN ke tengah-tengah masyarakat. Bila Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 182 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... dilakukan adalah membangun kebersamaan, dalam hal ini para kader PAN melakukan inisiasi pertemuan, misalnya membuat janji dengan siapa yang mau dijumpai dan dimana berjumpa. Bila diperhatikan informasi di atas, langkah pertama yang dilakukan adalah menginisiasi pertemuan awal. Pada pertemuan ini, kader PAN memperkenalkan dirinya. Kemudia langkah berikutnya yang dilakukan adalah pertukaran informasi antara kader PAN dengan masyarakat. Selanjutnya, karena sudah saling mengenal, dan sudah lama menjalin hubungan komunikasi, maka kader PAN mulai mencoba untuk semakin mempererat ikatan emosional. Setalah ikatan emosional terjalin dengan era, kedua belah pihak, yaitu antara kader PAN dengan masyarakat membangun komitmen dan saling menyepakati apa yang akan dilakukan selanjutnya. Proses ini mencerminkan komunikasi antarpersonal adalah komunikasi yang dilakukan secara langsung, mengacu pada pesan yang jelas dan mudah dipahami oleh penerima. Proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Relational Maintenence Bonding Integrating Coming Together Intesifying Differentiating Circumscribing Stagnating Experimenting Initiating Coming appart Avoiding Terminating Gambar 4.2. Model proses komunikasi interpersonal Knap.24 Penjelasan di atas, sesuai dengan temuan, bahwa dari penelusuran yang dilakukan, diketahui bahwa model komunikasi interpersonal yang lazim dilakukan kader PAN adalah mendatangi masyarakat, misalnya masyarakat yang sedang santai di masjid setelah selesai dikaitkan dengan komunikasi pemasaran, Komunikasi antarpersonal merupakan saluran komunikasi politik yang tepat untuk digunakan, karena langsung kepada sasarannya. Komunikasi antarpersonal dapat menumbuhkan sikap yang saling mengikat, dan dapat menghindari setiap gangguan yang muncul atau konflik. Lihat, Alo Liliweri, Komunikasi Antarpersonal (Jakarta: Kencana, 2015), h. 56-58. 24 Ibid, h, 55. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 183 melaksanakan shalat, menjumpai masyarakat yang berada di warung kopi. Meskipun suasana komunikasi yang dibangun tidak formal, tapi di sela-sela pembincaraan tersebut selalu diselipkan pesan-pesan partai. Dalam membangun komunikasi interpersonal tersebut, para kader selalu menggunakan atribut partai seperti PIN, Jas partai, dan sebagainya sehingga tidak terlalu sulit memperkenalkan diri kepada masyarakat yang diajak berkomunikasi. Hasil pengamatan yang dilakukan, erat kaitannya dengan informasi yang disampaikan politisi PAN Sumatera Utara, Parluhutan Siregar bahwa PAN merupakan partai terbuka. PAN disosialisasikan bukan saja kepada warga persyarikatan tetapi jangkauannya lebih luas, yaitu kepada masyarakat secara umum, termasuk mensosialisasikannya kepada orang lain di luar Islam, karena yang diperjuangkan PAN bukan hanya satu golongan, tetapi seluruh aspirasi rakyat Indonesia. Sebagaimana dari hasil wawancara yang dilakukan; Saya di Sumatera Utara, maka utamanya yang saya perjuangkan itu adalah aspirasi rakyat Sumatera Utara. Maka dalam setiap kesempatan, saya terus membangun hubungan emosional dengan masyarakat, dan terus membangun komunikasi interpersonal. Apalagi sekarang ada HP, kadang-kadang ada masyarakat yang sms, ada yang menelpon, itu tetap saya layani sepanjang tidak mengganggu kerja. Bahkan pada saat reses atau di luar itu, kita terus turun terutama ke dapil-dapil masing-masing. Di sana kita berjumpa masyarakat, menjaring aspirasi mereka. Kadang kita nongkrong di warung kopi, atau tempat di mana masyarakat sering berkumpul. Bahkan kita juga bersilaturahmi ke rumahrumah warga. Hal itu menjadi kelaziman yang dilakukan setiap pengurus PAN Sumatera Utara. Kita tidak hanya membangun komunikasi dengan masyarakat pada saat menjelang pemilu. Tapi itu kita lakukan di luar pelaksanaan pemilu, karena kita perlu masyarakat bukan karena mau pemilu, tapi kita perlu masyarakat setiap saat. Saya merasa, komunikasi interpersonal ini perlu dilakukan secara terus menerus, sebab kita mengetahui apa yang akan dilkaukan untuk rakyat, dan kita mengetahui langkah-langkah strategis untuk merebut hati masyarakat ini. Karena saya misalnya, saya menjadi anggota DPRD Sumut dua periode dan berasa dari dapi berbeda. Periode pertama saya Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 184 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... dari Sumut 11, Binjai Langkat, dan periode kedua saya dari Sumut 6 Tabagsel. Strategi utama yang saya lakukan adalah menjalin komunikasi dengan masyarakat setempat, dan itu saya lakukan tidak hanya dengan warga Muhammadiyah, tetapi semua masyarakat di dapil saya dan juga tidak saat menjelang pemilu saja. Jauh-jauh hari itu udah saya persiapkan. Jadi kaderkader PAN, utamanya yang sudah menjadi anggota DPRD, itu dianjurkan agar rajin menjumpai konstituennya di daerahdaerah pemilihan masing-masing.25 Dari informasi di atas diketahui bahwa komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang sudah dijalankan oleh pengurus DPW PAN Sumatera Utara. Komunikasi interpersonal terlihat, bahwa disamping memiliki tujuan untuk membangun dan menguatkan hubungan emosional, komunikasi interpersonal juga dapat menjadi sarana untuk menampung aspirasi masyarakat, saran pendapat, dan ikatan emosional. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Irwansyah Damanik bahwa salah satu hal yang dilakukan oleh para kader PAN adalah menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan masyarakat tanpa membeda-bedakannya. Sebab dalam pemilihan, setiap rakyat sama suaranya dihitung satu. Baik miskin, kaya dan apapun statusnya suaranya tetap satu. Jadi berkomunikasi dengan masyarakat untuk menjalin ikatan emosional. Sebab itu, menjadi satu kewajiban bagi setiap kader, utamanya bagi pengurus dan anggota DPRD agar rajin turun ke daerah-daerah pemilihan. Tujuannya adalah untuk menjaga rasa kekeluargaan, hubungan silaturahmi, dan ikatan emosional. Jangan ketika mau menjelang pemilu misalnya, kita memanfaatkan jasa mereka, mejadikan mereka tim sukses. Tetapi setelah jadi anggota DPRD lupa pada masyarakat. Saya misalnya, upaya yang saya lakukan untuk menjaga ikatan emosional itu, saya tetap membuat wadah silaturrahmi. Kemudian, komunikasi yang saya bangun, tidak hanya dengan warga Muhammadiyah. Bagi saya, semua warga harus bisa kita jaring aspirasinya. Seperti di Simalungun misalnya, di sana 25 Parluhutan Siregar, Sekretaris DPW PAN Sumatera Utara periode 2010-2015 juga anggota DPRD Sumatera Utara periode 2005-2009 daerah pemilihan Sumur 11, Binjai Langkat, anggota DPRD Sumatera Utara periode 2010-2015 daerah pemilihan Sumut 6 Tabagsel. Wawancara tanggal 6 Juni di Medan melalui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 185 masyarakat bercampur. Ada yang Islam, Kristen, bahkan Budha. Kemudian, kalau sedang kunjungan ke dapil, saya mencoba untuk menjaring aspirasi masyarakat. Saya mendengarkan aspirasi, saran dan pendapat dari masyarakat. Kadang-kadang kita menjumpai kepala desa atau pemuka masyarakat, karena mereka punya pengaruh di daerah masing-masing. Melalui kepala desa atau pemuka masyarakat itulah kita mencoba untuk menjaring aspirasi masyarakat setempat. Selain itu, komunikasi interpersonal juga dilakukan pada saat menghadiri acara-acara sosial kemasyarakatan. Misalnya, kalau di Simalungun itu ada istilahnya pesta adat, dan itu dari berbagai lapisan marga. Istilahnya, komunikasi yang kita lakukan sifatnya tidak formal. Bahkan dari dapil, ada masyarakat yang bertelpon, dan sms. Itu tetap dilayani, meskipun barangkali jawaban sms itu kadangkadang lama baru bisa di balas. Karena sayalah misalnya, tentu punya kesibukan lain, terkait dengan tugas-tugas sebagai anggota DPRD. Menurut saya secara pribadi, komunikasi yang seperti inilah yang harus dilakukan secara berkesinambungan oleh kader. Sebab kita dapat lebih dekat dan lebih kuat hubungan emosionalnya.26 Sesuai dengan informasi di atas, diketahui bahwa PAN sebagai partai terbuka tidak hanya membangun komunikasi interpersonal dengan warga Muhammadiyah, tetapi termasuk kepada seluruh masyarakat dari berbagai golongan, suku, agama dan ras. Dalam kaitan ini, maka salah satu strategi yang dilakukan PAN untuk membangun pencitraan adalah mewajibkan para kader untuk turun ke setiap daerah pemilihannya. Pada kunjungan tersebut, para politisi PAN dianjurkan untuk melakukan komunikasi interpersonal secara intesif dengan masyarakat. Tujuan komunikasi interpersonal yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara adalah untuk membangun citra positif partai. Selain itu, tujuannya adalah untuk mempererat hubungan emosional dengan konstituen di dapil masing-masing kader, dengan harapan PAN akan mampu memperoleh suara yang lebih banyak pada even pemilu selanjutnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal tidak hanya sekedar 26 Irwansyah Damanik, Anggota DPRD PAN Sumatera Utara periode 20092014 daerah pemilihan Sumut 9 (Siantar Simalungun). Wawancara tanggal 5 Juni 2016 melalui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 186 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... bertujuan untuk memperkenalkan PAN secara lebih mendalam kepada masyarakat, tetapi untuk menjalin silaturahmi yang sudah terjalin selama ini. Bila diidentifikasi praktik penggunaan saluran komunikasi interpersonal yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara dalam membangun citra partai selama ini, paling tidak ada lima tujuan utamanya, yaitu:27 1. Mengenal diri sendiri dan orang lain. Salah satu yang menjadi tujuan komunikasi interpersonal adalah untuk memperkenalkan diri kepada orang lain. Artinya, bahwa melalui komunikasi interpersonal, bagaimana orang lain bisa mengenal saya, dan bagaimana saya bisa mengenal orang lain? Prinsip itulah yang terjadi dalam praktik komunikasi interpersonal. Bahkan setiap orang juga harus berprinsip dalam setiap komunikasi, terutama komunikasi interpersonal, tujuannya adalah untuk membantu orang lain menemukan diri mereka, atau dengan kata lain menemukan identitas dirinya. Inilah salah satu yang melatar belakangi setiap orang untuk melakukan komunikasi interpersonal. Dengan terjalinnya komunikasi interpersonal antara satu orang dengan yang lainnya, tentu seseorang dapat belajar tentang bagaimana harus membuka diri dengan orang lain. Dengan melalui komunikasi interpersonal, seseorang akan mengetahui pandangan orang lain, sikapnya, serta tanggapannya terhadap apa yang sedang dibicarakan. Hal tersebut terlihat dari beberapa sumber yang telah di wawancarai di atas, bahwa para kader PAN Sumatera Utara dianjurkan untuk turun ke dapil masing-masing membangun hubungan komunikasi, agar masyarakat lebih mengenal program PAN, kebijakankebijakannya dan manfaat perjuangannya bagi masyarakat. Tentu melalui terbukanya kran komunikasi interpersonal, hubungan dengan masyarakat akan semakin kuat. Semakin kuatnya ikatan emosional dan atraksi interpersonal dengan masyarakat, maka masyarakat akan lebih mendalam mengenal 27 Tujuan adalah sesuatu yang abstrak atau konkrit yang harus diakui keberadaannya, karena itu dia merupakan hasil yang diantisipasi atau yang dimaksudkan untuk dicapai atau diperoleh, dia dijadikan sebagai arah atau sasaran dari rencana tindakan yang dilakukan. Lihat, Liliweri, Komunikasi, h. 75. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 187 PAN itu sendiri. Bahkan tidak hanya partainya yang dikenal, tetapi politisinya sendiri juga akan lebih dikenal masyarakat. Tentu hal tersebut, menjadi modal sosial yang kuat bagi seorang politisi. Sebab semakin banyak masyarakat yang mengenalnya, peluang untuk merebut hati rakyatpun akan semakin besar, ketimbang rakyat tidak mengenal sama sekali politisi yang bersangkutan. Modal sosial seperti inilah yang dapat menguntungkan bagi partai, sehingga pada saat-saat menjelang even-even politik, partai tidak terlalu repot lagi untuk merekrut massa. Itulah sebabnya, banyak para politisi dan juga partai, dari awal sudah mempersiapkan modal sosial tersebut, di samping mempersiapkan modal finansial. 2. Menciptakan dan memelihara hubungan. Dari data wawancara yang disampaikan di atas, terlihat secara jelas bahwa tujuan kedua komunikasi interpersonal yaitu untuk memelihara hubungan. Adanya anjuran DPW PAN Sumatera Utara kepada kadernya untuk turun langsung ke masyarakat, ke dapil masing-masing adalah indikasi pentingnya menjalin hubungan dengan konstituen. Turunnya seorang politisi ke daerah tertentu, merupakan langkah kongkret dalam memelihara hubungan dengan konstituen lama, dan menciptakan hubungan dengan konstituen baru. Terpeliharanya hubungan yang baik antara partai maupun politisi dengan masyarakat, sehingga bisa mengurangi konflik dan ketegangan. Misalnya, ketika ada tanggapan miring dari masyarakat bahwa kader atau anggota DPR PAN hanya mau turun ke masyarakat pada saat perlu saja, tentu akan mencair kalau yang bersangkutan sering turun ke masyarakat. Anggapan miring tersebut akan berubah menjadi penilaian positif, jika seorang politisi secara berkesinambungan membangun komunikasi interpersonal dengan masyarakat. Sebab itu, bila diperhatikan dari hasil wawancara di atas, maka yang menjadi tujuan PAN menganjurkan kadernya untuk sering turun ke dapil adalah menghilangkan anggapan-anggapan negatif terhadap partai, sehingga ikatan emosional rakyat dengan partai tetap terpelihara dengan baik. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 188 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... 3. Mengubah sikap dan perilaku. Lazim dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi, baik itu komunikasi massa dan termasuk komunikasi interpersonal adalah mengubah sikap dan prilaku. Untuk mengubah sikap dan prilaku, tentu yang dilakukan adalah mempengaruhi orang yang diajak berkomunikasi. Dalam proses mempengaruhi tersebut dituntut kemampuan melakukan persuasi, karena persuasi ditujukan untuk mengubah seseorang, agar orang tersebut berubah keyakinannya, berubah sikapnya, niatnya, motivasinya, atau prilakunya. Tentu dalam kaitan ini tujuannya adalah bagaimana informasi yang disampaikan pengurus DPW PAN yang turun ke dapil dapat merubah pandangan masyarakat terhadap ide atau objek yang sedang dibicarakan. Bila diperhatikan dari hasil wawancara yang dipaparkan di atas, dapat dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi interpersonal PAN dengan masyarakat adalah untuk mengubah sikap dan prilaku masyarakat. Ketika seorang kader PAN Sumatera Utara menyampaikan program partai kepada masyarakat, termasuk kebijakan-kebijakan dan ide-idenya, tentu hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk meyakinkan masyarakat, bahwa PAN hadir untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Oleh sebab itu, dari upaya penganjuran kader PAN untuk turun ke dapil, merupakan salah satu upaya persuasif yang dilakukan partai untuk mempengaruhi masyarakat, sehingga berubah sikap dan prilaku masyarakat, yang misalnya tidak mau memilih PAN menjadi mau memilihnya, atau tidak suka kepada kader PAN, akhirnya simpatik. 4. Membantu orang lain. Komunikasi interpersonal bertujuan untuk saling membantu. Proses ini akan terjadi berdasarkan cara pandang dalam melihat orang lain. Jika dianalisis hasil wawancara yang dilakukan kader PAN sebagaimana di atas, dapat dipahami bahwa membantu orang lain adalah salah satu tujuan komunikasi interpersonal yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara. Untuk membangun citra positifnya, DPW PAN Sumatera Utara melakukan komunikasi interpersonal untuk membantu masyarakat keluar dari apa yang selama ini menjadi permasalahan mereka. Misalnya, ketika turun ke daerah, masyarakat Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 189 yang diajak dialog tentu akan menyampaikan aspirasinya. Aspirasi itu umumnya dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk membantu para konstituen yang ada di daerah pemilihan sekaligus sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan partisipasi dalam membantu proses penyelesaian masalah yang dihadapi konstituen. Proses membantu orang lain dalam konteks komunikasi yang dilakukan kader DPW PAN Sumut terjadi ketika komunikasi dimulai, para kader menyampaikan berbagai informasi, lalu masyarakat tentu akan terbantu untuk menelusuri lebih mendalam lagi informasi yang berkaitan dengan apa yang dibicarakan. Demikian juga sebaliknya, informasi yang disampaikan masyarakat dapat menjadi bahan masukan bagi para kader untuk menyikapinya. Dari sini jelas, bahwa kedua belah pihak yang berkomunikasi dapat terbantu. 5. Mengetahui dunia luar. Komunikasi merupakan pintu masuk bagi setiap orang untuk mengetahui dunia luar, terutama dunia yang ada di luar dirinya. Melalui komunikasi interpersonal misalnya, orang dapat memberi nasihat, saran, dan pendapat kepada orang lain. Misalnya, dalam konteks membangun pencitraan politik seperti yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara dengan menganjurkan kadernya turun ke dapildapil, adalah salah satu langkah untuk mengetahui dunia luar, di luar PAN itu sendiri. Jika selama ini misalnya, fungsionaris PAN Sumut tidak mengetahui persoalan di dapil, maka persoalan-persoalan itu akan diketahui setelah melakukan komunikasi interpersonal dengan masyarakat. Pengurus PAN juga akan mengetahui responsibilitas masyarakat terhadap partai tersebut, sehingga menjadi bahan evaluasi. Jika ternyata PAN kurang diminati masyarakat, tentu dengan berbagai masukan dan nasehat dari masyarakat, PAN akan berbenah diri. Jika masyarakat menganggap selama ini PAN dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan mereka, tentu ini menjadi prestasi yang harus ditingkatkan, sehingga PAN menjadi pilihan utama di hati masyarakat. Menurut penjelasan Zulkifli Husein, bahwa apapun serapan para kader yang turun ke dapil-dapil, maka dalam rapat-rapat internal PAN Sumatera Utara, serapan tersebut dijadikan sebagai Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 190 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... bahan evaluasi. Bahwa secara struktural organisatoris kata Zulkifli Husein, setiap kader PAN memiliki tanggung jawab yang sama dalam membesarkan partai. Maka bagi setiap kader memiliki tanggung jawab untuk bersama-sama mensosialisasikan seluruh program PAN dan kebijakan-kebijakan partai. Terutama bagi mereka yang sudah duduk di DPRD Sumut, dituntut untuk lebih bertanggung jawab, sebab kenderaan naik untuk ke DPRD Sumut adalah PAN. Dengan demikian, menjadi satu kewajiban bagi setiap kader untuk senantiasa turun ke dapil, terlepas itu dari tugas reses dan sebagainya. Jika ada permasalahan di dapil, kita selalu mengharapkan agar kader segera langsung turun. Terutama bagi anggota DPRD yang terpilih di dapil tersebut. Setiap kader dianjurkan turun ke dapil, dengan harapan dapat mendengarkan aspirasi masyarakat. Melalui aspirasi itulah masyarakat terbantu. Bagi kader juga, dianjurkan untuk mendengarkan saran, masukan dan hal-hal yang harus dilakukan PAN sebagai partai aspirasi mereka. Maka dalam berbagai kesempatan rapat-rapat internal, kita secara keseluruhan membicarakan temuan di dapil masingmasing. Itu merupakan langkah strategis dan taktis dalam menguatkan keberadaan PAN di masyarakat. Masyarakat juga sebaliknya, merasa sangat senang ketika dilihatnya ada kader PAN yang turun ke daerah mereka. Karena bagi masyarakat, itu merupakan kesempatan untuk berdialogi, berdiskusi tentang berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Misalnya, ada masyarakat yang menyampaikan agar akses tranfortasi bisa lancar. Artinya, masyarakat menyampaikan aspirasi agar jalan yang belum di aspal supaya di aspal. Bagi petani misalnya, pada saat di datangi dan dilangsungkan komunikasi, mereka berharap agar dibangun irigasi, agar mudah dalam mengairi sawahnya. Konkritnya, untuk menyahuti aspirasi-aspirasi masyarakat, partai terus mendorong agar kader rajin turun ke masyarakat.28 Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal menjadi salah satu saluran komunikasi yang digunakan DPW PAN Sumatera Utara untuk membangun pencitraan 28 ZH, Ketua Pusat dan Pemengangan Pemilu Daerah I tahun 2010 - 2015, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Utara periode 2015-2020. Wancara tanggal 23 Mei 2016 di kantor DPRD Sumatera Utara. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 191 politiknya. Para kader dianjurkan untuk turun ke dapil-dapil, baik itu menjelang pemilu bahkan di luar pemilu. Tujuan turun ke dapil adalah untuk berkomunikasi secara intensif dengan masyarakat. Tentu pencitraan melalui komunikasi interpersonal sebagaimana yang diprogramkan DPW PAN Sumatera Utara menuntut kader, agar memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan menuntut kemampuan psikologis yang mumpuni. Sebab kedua ini, komunikasi yang baik dan kemampuan psikologis dapat menjadi modal untuk membangkitkan hubungan emosional yang baik antara kader dengan masyrakat. Kemampuan psikologis maksudnya adalah kemampuan kader untuk membaca responsibilitas masyarakat, apakah tertarik atau tidak. Jika tidak tertarik, mengetahui langkah yang akan diambil. Jika dikaitkan dengan teori komunikasi, kemampuan komunikasi kader yang dimaksud tentu adalah kompetensi komunikasi. Seorang politisi atau kader satu partai adalah komunikator politik bagi partainya. Dalam literatur komunikasi, disebutkan bahwa komunikator merupakan pelaku utama, sekaligus sebagai sumber kendali semua aktivitas komunikasi. Dengan demikian, jika partai ingin membangun pecintraan yang bagus, maka komunikator politik yang bertindak sebagai ujung tombak program suatu partai harus memiliki keterampilan, kaya ide, serta penuh dengan kreativitas. Lebih tegas lagi disebutkan para pakar, keterampilan itu berkaitan dengan kredibilitas, yaitu gabungan antara kompetensi, sikap, tujuan, kepribadian dan dinamika. Kompetensi berkaitan dengan penguasaan seorang komunikator terhadap tema-tema yang sedang dibicarakannya. Misalnya, seorang kader PAN yang menjadi komunikator partai, tentu harus menguasai secara gamblang tentang program partai, kebijakan partai, arah perjuangan partai, dinamika perpolitikan dan lain-lain. Sikap menunjukkan apakah komunikator politik itu tegas, memiliki ideologi perjuangan yang jelas, dan memiliki prinsip. Tujuan maksudnya apakah ide-ide yang disampaikan punya maksud yang baik atau tidak. Kepribadian maksudnya apakah komunikator politik itu ramah, bersahabat, sombong, dan sebagainya. Sedangkan dinamika menunjukkan apakah komunikator itu membosankan atau menarik. Selain yang disampaikan di atas, hal-hal yang perlu diperhatikan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 192 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... yaitu daya tarik seorang komunikator, apakah masyarakat bisa menerimanya atau tidak. Dalam kaitan ini, PAN Sumatera Utara dalam menempatkan calegnya di dapil-dapil yang ada di Sumatera Utara, cenderung menempatkan kader sesuai dengan latar belakang sosio demografisnya. Misalnya, caleg yang bermarga atau orang Batak, biasanya ditempatkan di tempat-tempat yang basis massanya bermarga dan bersuku Batak. Sebagaimana dijelaskan oleh Hapcin Suhairy. Biasanya PAN Sumatera Utara memusyawarahkan dan menggodok nama-nama caleg sesuai dengan daerah masing-masing. Misalnya, kalau ada yang bermarga dan asalnya dari Mandailing, ditempatkan di dapil tersebut. Tujuannya adalah untuk menarik simpatik masyarakat, kemudian perhatian masyarakatpun tinggi, karena yang bersangkutan adalah putra daerah. Ataupun penyesuaian itu dilakukan, karena diharapkan dapat lebih mudah membangun hubungan interpersonal dengan masyarakat setempat. Sebab itu, jika di daerah tersebut terdapat mayoritas bermarga, maka ditempatkan kader yang bermarga. Jelasnya, penempatanpenempatan kader selalu mempertimbangkan daerahnya. Di samping itu, di lihat juga popularitasnya. Kalau kader itu sudah populer, penempatannya sebagai caleg tidak terlalu sulit. Intinya, penempatan kader diupayakan dalam rangka menarik perhatian, simpati dan empati masyarakat, sehingga dapat mendongkrak perolehan suara PAN.29 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa faktorfaktor personal sangat berperan pada saat proses komunikasi interpersonal belangsung. Faktor-faktor personal yang dimaksud, seperti atensi, simpatik, empatik, kesopan santunan, kemampuan dalam mengelola emosi dan sebagainya. Hal ini semua mendorong ke arah semakin kuatnya hubungan interpersonal yang dibangun pada saat komunikasi berlangsung. Ketika misalnya kader PAN mampu berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat, tentu misi partai akan sampai. Ketika misi partai sampai, maka jelaslah bahwa pencitraan politik partai akan semakin kuat di masyarakat. 29 Hapcin Suhairi, Wakil Ketua Pusat Pengembangan Organisasi dan Keanggotaan DPW PAN Sumatera Utara periode 2010-2015. Wawancara tanggal 6 Juni 2016 di Medan melalui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 193 Terutama jika para kader PAN mampu menunjukkan secara konkrit dalam bentuk kerja nyata, setiap apa yang disampaikannya kepada masyarakat. Tentu ini akan semakin menguatkan pencitraan politik PAN. Pada saat masyarakat melihat kerja nyata anggota PAN, dan melihat apa yang disampaikan sesuai dengan realitas di lapangan, masyarakat akan semakin yakin bahwa anggota PAN tidak hanya berjanji muluk-muluk. Pada tataran ini, citra PAN akan positif. Tetapi sebaliknya, ketika apa yang disampaikan di masyarakat tidak sesuai dengan kerja nyata yang dilakukan, masyarakat akan menilai negatif dan menganggap itu sekedar janji. Bisa jadi pamor PAN akan menurun dan mendapat kecaman di masyarakat. Dalam kaitan inilah, pengurus DPW PAN Sumatera Utara menegaskan kepada setiap kader yang turun ke daerah untuk memberikan yang terbaik kepada masyarakat dan menyampaikan informasi yang real, apa yang telah diperbuat partai selama ini. Sebagaimana dijelaskan Hapcin Suhairy. Pada prinsipnya, ketika kader PAN itu turun ke masyarakat atau katakanlah ke dapil masing-masing, pengurus DPW selalu mengingatkan agar menyampaikan apa adanya. Jangan sampai masyarakat di bohongi, karena sekali masyarakat dibohongi, selamanya mereka tidak akan percaya lagi. Jadi apapun yang disampaikan, sampaikanlah sesuai fakta. Karena turun ke dapil atau ke masyarakat, bukan untuk sekedar pencitraan supaya dianggap baik, merakyat, peduli dan sebagainya. Kalaupun itu dianggap pencitraan, tapi tetaplah di jaga jangan sampai mencemarkan partai. Karena satu kader saja yang salah, semua sampai partainya akan kena juga. Jadi sebagai kader PAN perlu menjaga nama baik itu, sehingga dianjurkan untuk menyampaikan secara jujur kepada masyarakat, apa yang telah dilakukan dan apa yang bisa dibantu untuk kebaikan masyarakat.30 Dari informasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk membangun pencitraan politik, DPW PAN Sumatera Utara menggunakan saluran komunikasi interpersonal. DPW PAN 30 Hapcin Suhairi, Wakil Ketua Pusat Pengembangan Organisasi dan Keanggotaan DPW PAN Sumatera Utara periode 2010-2015. Wawancara tanggal 6 Juni 2016 di Medan melalui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 194 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Sumatera Utara menegaskan kepada kader untuk mampu bertindak jujur, bersikap ramah dan sopan. Ini menunjukkan bahwa dalam membangun pencitraan politik, PAN sangat menjunjung tinggi sikap kesopanan, keramah tamahan, dan sikap-sikap baik lainnya, meskipun pada kenyataannya kader PAN itu tidak semuanya baik. Dalam bahasa Erving Goffman, kader PAN berusaha untuk menjadi aktor yang dapat menyamakan panggung depan dengan panggung belakang. Karena kalau praktik politik dianalisis dengan menggunakan teori Erfing Goffman, sering kali dalam membangun pencitraan tersebut, partai maupun para politisi sering kali membedakan panggung depan dengan panggung belakang. Artinya, ketika berada di depan khalayak, perannya diperlihatkan sangat baik, bersahabat, dermawan, ramah, taat dan sebagainya. Tetapi kalau di telusuri ke belakang, sebenarnya jauh dari apa yang dipraktikkan di depan khalayak. Praktik seperti ini sering dilakukan dalam rangka membangun pencitraan. Apa yang dilakukan para politisi PAN, jika ditinjau dari sudut kajian Goffman sebentuk upaya meyakinkan masyarakat terhadap partai dan diri politisi itu sendiri. Tetapi dalam pengamatan penulis, pada beberapa poin tertentu drama politik yang dipertontonkan para politisi justru memberikan dampak negatif terhadap perilaku kehidupan politik berbangsa, apalagi yang dipertontonkan tidak sama antara depan dan belakang. Misalnya, pada satu sisi politisi yang datang kepada masyarakat terlihat sangat taat beragama, ramah, peduli dan sebagainya karena datang dengan busana Islami, murah senyum dan empati. Tetapi sebaliknya, yang dilakukan politisi pada kehadiran di masyarakat itu adalah untuk membeli suara masyarakat, atau melakukan money politik. Tentu ini bertolak belakang antara penampilan dan perbuatannya yang nyata melakukan money politik. Tetapi demikianlah fenomena prilaku sebahagian politisi yang sering terjadi dalam kancah perpolitikan. Artinya, demi pencitraan politik, apapun akan dilakukan oleh seorang politisi, meskipun yang dilakukan itu tidak sama antara kenyataan sehari-hari dirinya dengan apa yang dilakukannya pada saat bertemu dengan masyarakat.31 31 Dampak politik yang dimaksud penulis dalam hal ini, bahwa masyarakat mulai tidak percaya dengan para politisi. Jika seorang politisi mendatangi mereka, maka yang Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 195 Namun demikian, hal-hal yang berbeda ini, menjadi perhatian yang serius bagi DPW PAN Sumatera Utara, sehingga dalam upaya menguatkan pencitraan politik melalui komunikasi interpersonal, kejujuran, kesopan santunan, ke ramah tamahan, sikap amanah, merupakan hal yang terus diperhatikan PAN. Kejujuran, sopan santun, ramah tamah adalah aplikasi praktis dari tata kerama atau pergaulan. Tujuan utama menjaga tata kerama ini dalam komunikasi interpersonal adalah untuk menjaga kenyamanan di antara kedua belah pihak yang sedang membangun interaksi dan relasi. Tata kerama tersebut sekaligus dibutuhkan dalam komunikasi interpersonal untuk menjaga interaksi yang kooperatif. Sesuai dengan akal sehat juga, bahwa tidak ada satupun manusia yang senang dibohongi. Terutama bagi masyarakat desa, sekali mereka di bohongi, maka selamanya mereka tidak akan pernah menaruh kepercayaan lagi pada orang yang membohonginya. Kejujuran, kesopanan, dan keramah tamahan diyakini dapat menciptakan hubungan interpersonal yang baik. Hubungan interpersonal yang baik, akan melahirkan penilaian positif, citra itulah yang terus dijaga oleh DPW PAN Sumatera Utara. terjadi adalah masyarakat tetap menghargainya, tetapi ujung-ujungnya masyarakat akan lebih bersikap transaksional. Artinya, masyarakat membangun relasi dengan seorang politisi, hanya karena mereka di bayar, atau mereka sudah membuat perjanjian keuntungan apa yang akan diterima masyarakat dari politisi yang bersangkutan. Jika tidak ada manfaat dan keuntungan yang diperolehnya, atau tidak ada bayaran yang diterimanya, maka relasi tersebut hanya sebatas dalam pertemuan itu saja. Lebih gamblang ditegaskan, dampak politiknya masyarakat menjadi pragmatis, dan tidak terjadi pencerahan politik yang mendorong partisipasi mereka dalam berbagai even pemilu. Jika hanya sebatas itu yang dilakukan politisi, maka tujuannya bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan pencitraan dan merebut kekuasan yang pada akhirnya juga akan memperkaya pribadi. Pencitraan yang dipertontonkan para elit politik adalah bagian dari drama pencitraan. Pencitraan inilah yang sering diperankan politisi untuk meraih simpatisme masyarakat. Perilaku politisi yang berlatar belakang apapun, hampir bisa dipastikan memerankan dirinya seperti aktor sebuah drama. Ketika harus berjuang untuk rakyat, politisi memang harus menunjukkan keseriusannya memperjuangkan rakyat. Tentu ini untuk mendorong meningkatnya elektabilitas dan popularitas politisi yang bersangkutan. Tapi di balik itu, para politisi juga mau tidak mau harus mengedepankan kepentingan pribadinya. Dalam kondisi ini, hal-hal yang bersifat pribadi tentunya tidak terlalu terlihat ke permukaan. Demikianlah lakon yang dimainkan oleh seorang pemain film untuk menarik simpatik penonton. Pencitraan politik seperti inilah yang banyak muncul belakangan ini. Politisi seperti bertopeng dua, bahkan politisi harus berperilaku ganda demi sebuah kepentingan untuk mencitrakan dirinya. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 196 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, politik pencitraan yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara melalui saluran komunikasi interpersonal, dapat memberi pengaruh terhadap penguatan citra partai. Hal ini didasarkan pada informasi yang disampaikan beberapa orang masyarakat yang diwawancarai. Misalnya seperti yang disampaikan Samsul Bahri, masyarakat Labuhan Batu Selatan, yang bekerja setiap hari sebagai karyawan kebun. Dari wawancara yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa turunnya kader-kader PAN ke dapil-dapil ataupun ke masyarakat, kata pak Samsul dapat menarik simpatisme masyarakat terhadap PAN. Saya asli orang di sini, dan saya bekerja sehari-hari sebagai seorang karyawan kebun. Saya bukan pengurus PAN, tapi saya masyarakat biasa aja pak. Saya kurang tertarik dengan partai-partai ini, karena bagi saya yang penting dapat bekerja bagus, dapat duit dan keluarga bisa saya nafkahi. Namun demikian, saya tetap saja mengikuti politik ini walaupun tidak serius, karena itu perlu juga untuk nambah-nambah pengetahuan. Meskipun saya hanya sebagai karyawan kebun, tapi kan mengikuti politik itu juga penting. Apalagi saya simpatisan dulu. Saya simpatisan partai PAN. Ketertarikan saya kepada PAN ini, mereka mau turun ke daerah-daerah, misalnya ke desa ini. Mereka mau bergabung dengan masyarakat. Kadang-kadang mereka mau membantu juga. Sepengetahuan saya, sudah dua kali mereka turun ke desa ini. Bertemu dengnan masyarakat, kadang dikumpul di balai desa. Mereka bertanya tentang perkembangan masyarakat, keluhan-keluhan masyarakat. Jadi kalau menurut saya, maunya semua seperti itulah orang-orang partai ini. Jangan pas mau pemilu baru datang. Pohon-pohon sawitpun ditempeli gambar-gambarnya. Di situ mau pemilu baru bilang ke masyarakat, akan membantu masyarakat memberikan lapangan kerja, dan macam-macam. Setelah itu, tidak pernah lagi datang. Tapi saya lihat, anggota PAN meskipun mungkin semuanya tidak seperti itu, tapi saya lihat mereka rajinlah datang ke masyarakat. Jadi harapharap semua partai seperti itu juga.32 Informasi yang hampir sama juga disampaikan oleh seorang pegawai swasta bernama Rahmadi pada saat di wawancarai di salah 32 Samsul Bahri, masyarakat Desa Tanjung Medan Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Wawancara tanggal 19 Juni 2016 di Desa Tanjung Medan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 197 satu rumah makan di Labuhan Batu Selatan. Saya bekerja sebagai seorang pegawai swasta pak. Saya memang tidak terlibat dengan politik. Tetapi kalau bapak bertanyak tentang sepak terjang PAN di Labusel ini, saya rasa beda dengan partai-partai lainnya. Apalagi Labusel ini kalau saya tidak salah, 11 anggota DPRD nya dari PAN. Kalau saya melihat, ini didukung oleh finansial, selain itu ketuanyapun ramah, pandai bermasyarakat dan siapa yang tidak kenal dia di sini. Itulah yang buat masyarakat bersimpatik, di samping juga caleg-calegnya rajin ke masyarakat. Itu berlanjut sampai sekarang, meskipun mereka sudah jadi anggota DPRD. Ini mungkin saja karena latar belakang calegnya dulu orang-orang biasa-biasa saja. Ini sebenarnya yang buat masyarakat simpatik. Karena sudah berkawan-kawan dari dulu-dulu dan sekarang juga mereka tidak memutuskan hubungan silaturahmi itu. Kan banyak caleg-caleg itu, kalau sudah jadi anggota DPRD, mau melihat rakyat ke desa-desapun malas. Harapan saya, mudah-mudahan anggota PAN yang 11 itu, dapatlah memberikan perubahan ke arah yang lebih baik, supaya Labusel ini lebih maju di masa yang akan datang. Saya juga berharap, supaya kader-kader PAN yang sudah anggota DPRD itu, tetap rajin turun ke desa-desa.33 Informasi tersebut juga dikuatkan berdasarkan hasil informasi yang diperoleh dari ketua DPD PAN Labuhan Batu Selatan, bahwa untuk membangun pencitraan politik, sehingga simpatik masyarakat meningkat, mereka terus melakukan komunikasi interpersonal secara berkesinambungan. Saya sebagai ketua PAN Labusel, menganjurkan kepada seluruh jajaran pengurus, baik mereka yang sudah anggota DPRD maupun yang belum, agar rajin-rajin mengunjungi masyarakat. Saya sampaikan khusus kepada mereka yang sudah terpilih jadi anggota dewan, kalau mau terpilih satu periode lagi, harus rajin menjemput suara langsung ke masyarakat. Caranya, dari sekarang membangun silaturrahmi, menjalin komunikasi dengan masyarakat. Kemudian, saya menyampaikan kepada semua kader untuk menjaga hubungan emosional yang selama 33 Rahmadi, seorang pegawai swasta, masyarakat Desa Tanjung Medan Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Wawancara tanggal 19 Juni 2016 di Desa Tanjung Medan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 198 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... ini sudah terjalin, dengan cara berkunjung ke dapil menjaring aspirasi masyarakat, sehingga tau apa yang akan dilakukan untuk mereka. Kalau masyarakat sudah senang, tentu di pemilu yang akan datang lebih mudah mengarahkannya. Seperti itulah anjuran saya kepada kader. Karena saya meyakini, komunikasi interpersonal yang dibangun dari sekarang, akan menjadi modal sosial yang kuat untuk membangun PAN ini di masa yang akan datang. Namun demikian, saya juga mengakui bahwa tidak semua komunikasi interpersonal yang dilakukan membuahkan hasil yang optimal. Kadang-kadang masyarakat, ada yang sudah bersikap apatis, merasa tidak percaya pada anggota-anggota dewan. Meyakinkan sikap masyarakat yang apatis itu yang secara terus-menerus dilakukan oleh PAN dengan cara turun langsung ke masyarakat.34 Dari informasi yang telah disampaikan di atas, dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal banyak memberi pengaruh terhadap penguatan pencitraan politik PAN, meskipun pada sisi lainnya terdapat juga hambatan seperti sikap apatisme masyarakat. Dari penelusuran yang dilakukan, bahwa untuk membangun pencitraan politik, DPW PAN Sumatera Utara tidak hanya berkunjung ke dapil, bertemu dengan masyarakat. Tetapi kegiatan rutin lainnya yang dilakukan adalah menjalin silaturahmi dengan tokoh lintas organisasi kemasyarakatan. PAN Sumatera Utara berkomunikasi dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah dan tokoh Al Washliyah. Sebagaimana dijelaskan oleh Zulkifli Husein bahwa salah satu rutinitas tahunan PAN Sumatera Utara adalah menjalin silaturahmi dengan tokoh-tokoh dari berbagai organisasi kemasyarakatan. Program tersebut sudah dilakukan sejak PAN ada di Sumatera Utara. Bentuk silaturahmi yang dilakukan adalah menjalin komunikasi intensif dengan para tokoh organisasi kemasyarakatan, seperti tokoh-tokoh Muhammadiyah. PAN menetapkan program tersebut sebagai agenda tahunan. Setiap tahun kita terus melakukan silaturahmi dengan para tokoh. Misalnya bersilaturahmi ke rumah rektor UMSU, ketua PW Muhammadiyah, Prof. Ya’kub Matondang dan sesepuh PAN lainnya seperti Haji Hanif Ray, Drs. H. Mulyadi, H. Azwir Sofyan. Mereka 34 Wildan Aswan Tanjung, Ketua DPD PAN Labusel periode 2011-2015 dan periode 2016-2021. Wawancara tanggal 17 Juli 2016 di kantor DPD PAN Labusel. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 199 punya pengaruh, dan diharapkan dari pengaruh mereka masyarakat juga akan loyal terhadap PAN khususnya warga parsyarikatan. Selain tokoh-tokoh Muhammadiyah, kita juga silaturahmi dengan tokoh ormas lainnya. Tujuan kita adalah untuk mengetahui pandanganpandangan mereka terhadap PAN, dan kita juga meminta masukan dan dukungan dari mereka, sehingga kita mengetahui langkah strategi taktis yang harus ditempuh ke depan. Kita juga bersilaturahmi, karena para tokoh itu orang-orang terpandang. Statement-statement mereka bisa memberi pengaruh kepada masyarakat. Sebab itu, setiap bersilaturahmi dengan tokoh, kegiatan itu diekspos ke media. Kita perlu menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat, sebab mereka juga punya pengaruh yang kuat di masyarakat dan mereka juga punya tanggung jawab untuk membangun Sumatera Utara. Jadi kita berharap, dari silaturahmi itu akan terjalin hubungan yang sinergi dalam membangun Sumatera Utara.35 Dari informasi di atas, silatuturahmi dengan tokoh merupakan strategi untuk meraih simpatisme masyarakat. Harapannya, bawah tokoh tersebut mengeluarkan statement berupa dukungan, dan statement itu di dengar masyarakat lalu dijadikan sebagai rujukan. Dari hasil penelurusan juga ditemui informasi, kuatnya simpatisme dan dukungan tokoh kepada PAN. Ini mengindikasikan bahwa komunikasi atau silaturahmi interpersonal yang dibangun dapat memberikan efek terhadap pencitraan politik PAN. Sebagaimana misalnya yang diakui oleh Prof. Dr. Asmuni, M.Ag yang juga sebagai cendikiawan dan sekaligus tokoh Muhammadiyah, bahwa secara kelembagaan, hampir setiap tahun pengurus PAN bersilaturahmi ke gedung dakwah Muhammadiyah Jl. SM. Raja No. 133 Medan. Silaturahmi tersebut adalah dalam rangka mensinergikan kegiatankegiatan yang ada kaitannya dengan misi keumatan. Bukan dalam rangka silaturahmi politik, sebab Muhammadiyah sudah kembali ke khittah tidak terlibat dengan politikal praktis. Silatuturahmi kekeluargaaan dengan PAN sudah terjalin sejak lama. Selain silaturahmi ke gedung dakwah, sepanjang ingatan 35 ZH, Ketua Pusat dan Pemengangan Pemilu Daerah I tahun 2010 - 2015, dan Ketua Umum DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Utara periode 20152020. Wancara tanggal 23 Mei 2016 di kantor DPRD Sumatera Utara. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 200 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... saya juga, hampir setiap tahun pengurus PAN Sumatera Utara itu datang bersilaturahmi ke rumah-rumah, termasuk ke rumah saya. Bagi saya, itu merupakan hal yang sangat baik, karena silaturahmi itu di samping menjalin persaudaraan, juga berbagai informasi tentang apa yang masing-masing bisa lakukan untuk kebaikan-kebaikan. Mereka bersilaturahmi bukan dalam rangka misi politik, tapi biasanya mereka datang silaturrahmi karena mereka menganggap saya sebagai sesepuh di Muhammadiyah. Dalam setiap silaturahmi, saya tidak lupa menyampaikan saran kepada mereka agar mengelola partai itu sesuai dengan khittahnya. Dulu PAN dikenal sebagai partai reformasi, tidak suka korupsi, kolusi dan nepotisme. Jadi jangan sampai ke depannya PAN menjadi sarang itu pula. Saya berharap untuk menarik simpatik masyarakat, kader-kader partai harus rajinrajinlah mendatangi masyarakat, bersilaturahmi dengan mereka, juga untuk kelancarang Muhammadiyah mereka juga harus siap membantu. Kemudia saya senantiasa menyarankan kepada pengurus PAN agar terus menunjukkan kerja nyata. Harapan saya, sama dengan harapan masyarakat lainnya, agar PAN tetap menjadi partai yang merakyat, dan partai yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.36 Selain bersilaturahmi dengan tokoh Muhammadiyah dan sesepuh PAN, DPW PAN Sumatera Utara juga menjalin silaturahmi dan komunikasi dengan tokoh lain di luar PAN, misalnya dengan tokoh Al Washliyah Sumatera Utara. Sebagaimana diakui oleh Dr. Isma Fadli Pulungan, SH yang menegaskan eratnya hubungan silaturahminya dengan PAN. Silaturahmi itu kata Fadli, sudah lama terjalin karena sama-sama di partai dan sama-sama politisi. Meskipun tahun 2009-2014 dirinya tidak lagi sebagai anggota DPRD dari Partai Golkar, tetapi tetap saja silaturahmi itu terjaga. Diskusi dan dialog merupakan rutinitas yang dilakukan mereka pada saat bertemu di kantor. Fadli juga menyoroti pencitraan politik yang selama ini dibangun PAN sudah cukup bagus, karena didukung soliditas kadernya, sehingga tidak terlalu banyak riak-riak politik yang berkembang di PAN dan dinamikanya tidak begitu mencuat 36 Asmuni, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Utara periode 2010-2015. Wawancara tanggal tanggal 26 Juli 2016 di Jalan Prima Pasar VII Tengah Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 201 seperti halnya partai-partai besar yang sampai kepada puncak konflik perseteruan dualisme. Dari wawancara yang dilakukan, Isma Fadli juga memberikan pandangan terhadap PAN; Dalam silaturahmi yang berlangsung dan dialog-dialog kecil dengan kawan-kawan di PAN, saya senantiasa menyarankan kepada pengurus PAN itu supaya membuka ruang dan tempat bagi siapa saja kader yang mau masuk PAN. Karena selama ini, saya melihat PAN ini baik secara nasional maupun ke daerahan, khususnya di Sumatera Utara ini, PAN ini belum mampu secara intensif besosialisasi dengan massa di luar Muhammadiyah. Jadi PAN ini semestinya harus keluar dari zona ke-Muhammadiyahan itu, merambah ke lapisan masyarakat lainnya. Contohnya, Al Washliyah ini misalnya, orang semua tahu bahwa organisasi Al Washliyah hanya dihuni oleh dua partai besar, yaitu Golkar dan PPP. Semestinya, PAN juga harus sudah masuk ke Al Washliyah supaya massanya menyebar. Dalam silaturahmi itu juga sering saya sampaikan kepada pengurus PAN agar membangun pencitraan ke jamaah-jamaah Al Washliyah, sehingga simpatik masyarakat juga meningkat. Terutama kalau dilihat dari visi misinya, PAN itu kan partai nasionalis. Jadi sebagai partai nasionalis, harus berani mengambil langkah-langkah nasionalis juga. Rekrutmen massa di luar Muhammadiyah, merupakan bentuk sikap nasionalisme. Jadi saya sarankan bahwa agar pencitraan PAN yang sudah bagu itu semakin bagus, PAN harus berani keluar dari melakukan rekrutmen ke luar warga Muhammadiyah. Tapi secara umum saya melihat, bahwa PAN merupakan partai yang solid, perduli kepada rakyat dan memiliki gerakan yang bagus, karena dukungan dari organisasi Muhammadiyah dan organisasi sayap lainnya.37 Informasi yang hampir sama dengan Isma Fadli Pulungan disampaikan juga oleh Yahdi Khoir Harahap. Untuk menguatkan pencitraan politik PAN di Sumatera Utara, PAN sudah mulai keluar dari zona ke-Muhammadiyahan dan merambah ke lapisan massa lainnya. Itu sudah dilakukan sejak kepemimpinan Ibrahim Sakti, kemudian Kamaluddin Harahap. PAN memang 37 Isma Fadli Pulungan, Sekretaris Pimpinan Wilayah Al Wasliyah Sumatera Utara. Wawancara tanggal 23 Juli 2016 di kantor PW Al Washliyah Sumatera Utara, Jl. Sisinga Mangaraja Medan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 202 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... diharapkan agar tidak berkutat pada satu kelompok saja, misalnya Muhammadiyah. Tetapi PAN juga sudah harus mulai memikirkan cara lain untuk masuk pada organisasi kemasyarakatan lainnya, seperti Al Washliyah, NU dan sebagainya. Maka kader-kader PAN dan juga para pemimpin PAN harus berpandangan pelangi, bisa lintas organisasi, lintas tokoh dan bahkan jika perlu melakukan rekrutmen politik dari organisasi-organisasi yang berwarnawarni. Sebagaimana yang dilakukan di Tobasa, Tarutung, dan tempat-tempat minoritas Islam lainnya. Kalau misalnya PAN mengandalkan orang Muhammadiyah saja, maka PAN tidak akan bisa berkembang di tempat tersebut. Jadi PAN harus membangun pencitraan dengan cara yang berbeda-beda menurut situasi dan kondisi daerah di mana PAN itu berada.38 Berdasarkan hasil wawancara di atas, komunikasi interpersonal dengan tokoh dapat menguatkan citra politik partai. Di samping itu, komunikasi interpersonal juga ternyata banyak memberikan kontribusi terhadap kebaikan PAN di masa yang akan datang. Namun demikian, secara realitas terlihat bahwa meskipun banyak yang simpatik dan memberikan dukungan kepada PAN, namun terdapat juga yang tidak mendukung dan simpatik. Dari pengamatan yang dilakukan, ketidak simpatikan masyarakat terhadap PAN sebenarnya bukan karena PAN tidak berbuat untuk kepentingan rakyat, tetapi ada satu sikap masyarakat yang menjadikan mereka tidak percaya pada partai. Sikap tersebut karena masyarakat menanamkan sikap curiga, apatis, stereotip melihat partai dan merasa berbeda kepentingan dengan partai. Misalnya, ada masyarakat yang menganggap kalau partai turun ke masyarakat hanya untuk kepentingan pemilu atau karena kepentingan untuk dapat proyek kerja. Sikap-sikap yang muncul, seperti prasangka buruk, stereotip adalah sikap-sikap yang dapat menghambat komunikasi. Jika komunikasi terhambat, tentu pesan-pesan yang disampaikan juga akan terhambat atau tidak efektif. Prasangka masyarakat biasanya muncul, karena masyarakat menyikapi dan menilai kegiatan yang dilakukan PAN didasarkan pada alasan-alasan yang tidak objektif 38 Yahdi Khoir Harahap, Ketua DPD PAN Batu Bara periode 2005-2010 dan Sekretaris Umum DPW PAN Sumatera Utara priode 2015-2020. Wawancara tanggal 20 Juni 2016 di kantor sekretariat DPW PAN Sumatera Utara Jl. Wahid Hasyim. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 203 dan tidak rasional. Munculnya prasangka buruk komunikan terhadap pada pembawa pesan (komunikator) menyebabkan munculnya sikap curiga, sikap acuh, bahkan bisa pada tingkat yang lebih tinggi lagi, yaitu menentang kehadiran komunikator. Selain prasangka, hal yang menghambat komunikasi adalah munculnya sikap stereotip. Sifat ini sebenarnya ada karena sudah ada prasangka tidak baik di awal, pada saat melihat objek yang dipersepsi. Misalnya, ketika melihat PAN yang mucul dalam pikirannya adalah ini partainya orang Muhammadiyah, sehingga muncullah penilaian-penilaian negatif, padahal orang yang bersangkutan belum mendalami apa itu sesungguhnya PAN. Munculnya prasangka, curiga, dan stereotip menyebakan pesan tidak sampai secara efektif. Kondisi ini banyak dijumpai di masyarakat. Salah satu contoh, ketika seorang warga di wawancarai, yang tergambar dalam pikirannya bahwa PAN adalah partainya orang Muhammadiyah, partai datang ke masyarakat kalau sudah ada maunya. Saya sering mendengar informasi bahwa orang partai ada yang datang ke desa ini. Saya tidak tau apa kegiatannya. Kata orangorang di sini ada kunjungan orang partai. Tapi saya malas mengikuti dan saya tidak terlalu open dengan itu. Sebab orang-orang partai ini kan pandainya janji-jani saja. Mereka mau datang kalau sudah ada maunya. Kalau sudah mau dipilih baru datang. Menyampaikan janji ini janji itu dan sebagainya. Waktu mau dipilih semua bagusbagus, tetapi sudah jadi, ingat sama masyarakatpun tidak. Jadi sewaktu datang ke desa ini, saya cuek aja. Baguslah saya kerjakan kerja saya. Toh seperti-seperti ini juga, tidak ada perubahan. Saya juga pernah dengar ada dari partai PAN buat silaturahmi di rumah warga. Tapi saya juga malas mengikutinya. Karena sama saja itu menurut saya. Sayapun kurang tertarik juga dengan PAN ini karena itu kan partainya orang Muhammadiyah. Jadi saya biasa-biasa saja. Kalau ada pemilihan, nanti yang layak kita rasa dipilih, orangnya memang bagus, ya itu yang dipilih. Jadi sama aja itu semua partaipartai. Coba lihat sendiri saja pak, jalan ke tempat kami ini saja belum beres-beres sampai sekarang, padahal dulu janjinya kalau sudah jadi akan berusaha mengaspal jalan ini. Berarti kan tinggal janji-janji.39 39 Pariadi, warga Desa Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Wawancara tanggal 24 Juli 2016 di Desa Bandar Khalifah. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 204 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Informasi yang disampaikan di atas tidak dapat dinafikan, karena fenomena banyaknya anggota DPRD yang lupa kepada masyarakat setelah duduk di kursi legislatif, adalah hal yang sangat lekat dengan pengalaman masyarakat. Pada saat kampanye ke masyarakat, banyak menyampaikan janji yang bagus-bagus, tetapi akhirnya setelah duduk di legislatif, janji itu banyak yang tidak ditepati. Selama ini, hal yang demikian sering terjadi, sehingga suatu hal yang sangat wajar ketika ungkapan-ungkapan demikian muncul dari kalangan masyarakat. Informasi yang disampaikan informan di atas, adalah bentuk kekesan dan rasa apatis terhadap para politisi yang sering mengumbar janji tapi kemudian tidak menepatinya. Sepanjang pengalaman dan pengamatan yang dilakukan penulis, bahwa banyaknya muncul prasangka curiga masyarakat terhadap partai adalah karena partai lebih banyak berbuat menjelang pemilu. Ketika pemilu semakin dekat, dalam kesempatan itu pulalah intensitas kedekatan partai maupun para kandidat yang berkontestasi semakin tinggi dengan masyarakat. Dengan janji-janji program yang sangat bagus, mereka mendekati masyarakat, tetapi setelah tercapai apa yang diinginkan oleh partai maupun para calon, intensitas kedekatan dengan masyarakat mulai memudar. Bahkan, kadang-kadang partai maupun calon yang sudah jadi tersebut, tidak lagi membangun komunikasi yang intens atau kedekatan dengan masyarakat semakin hari semakin memudar. Kondisi inilah menurut pengamatan penulis, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan munculnya kecurigaan masyarakat terhadap partai atau para politisi. Berbeda kondisinya dengan partai atau politisi yang sebelum pemilu menjaga intensitas komunikasi dan silaturahmi dengan masyarakat, dan setelah pemilu juga tetap menjaga intensitas komunikasi tersebut. Partai dan politisi yang seperti ini umumnya akan lebih diterima masyarakat dan program-programnya lebih didukung masyarakat. Oleh sebab itu, untuk mengatasi persoalan prasangka negatif dan kecurigaan masyarakat, dan juga stereotip terhadap partai, PAN terus menjaga intensitas komunikasi dengan cara menganjurkan kepada setiap kader untuk rajin turun ke dapil. Berdasarkan fakta lapangan, salah satu upaya yang dapat dilakukan PAN untuk menghindari prasangka dan curiga masyarakat tersebut, PAN harus Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 205 memilih komunikator yang memiliki reputasi yang baik. Di samping itu harus memiliki kompetensi. Komunikator yang dimaksud tentu para politisi atau pemimpin yang bersih, jujur dan amanah, tidak pernah terlibat dalam berbagai tindakan tercela yang melukai hati masyarakat. Sikap jujur dan amanah tidak hanya menjadi tuntutan sosial bagi setiap pemimpin, tetapi dalam ajaran Islam juga menegaskan agar pemimpin bersifat amanah dan jujur, sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surah Al Anfal. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.40 Pada ayat lain tentang kejujuran dijelaskan juga, agar setiap janji yang telah disampaikan, ditunaikan secara jujur. Sebagaiman ditegaskan dalam surah Al Anfal 58. Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.41 Dua ayat yang dikemukakan di atas menegaskan bahwa amanah dan kejujuran adalah dua sikap yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Sikap jujur dan amanah, merupakan dua hal yang dapat menarik simpatik masyarakat terhadap partai maupun seorang politisi. Kata Adman Nursal, sifat personal seorang politisi seperti kemampuan untuk melakukan tugasnya merupakan faktor yang 40 QS. Al Anfal/ 8:27. 41 QS. Al Anfal/ 8:58. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 206 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... paling menarik perhatian bagi masyarakat.42 Kemampuan melakukan tugas seperti yang disebutkan Nursal, tentu tidak terlepas dari sikap keamanahan. Indikasi dari sikap keamanahan itu akan muncul pada prinsip-prinsip hidup yang meliputi sejumlah keyakinan atau nilai dasar yang dianut oleh seorang politisi, seperti integritas, keterbukaan, kesetiakawanan, ketulusan, kerelaan berkorban, kebersahajaan, keperdulian sesama, keimanan, ketakwaan dan bertanggung jawab. Para politisi harus memiliki sikap jujur dan amanah dalam rangka mengurangi tingkat apatisme, kecurigaan dan prasangka buruk masyarakat. Jika ini tidak dimiliki oleh PAN, maka menjadi satu kewajibanlah bagi PAN Sumatera Utara untuk selektif memilih kader, dan juga harus berkesinambungan melakukan perkaderan, sehingga nilai-nilai perjuangan PAN itu sendiri semakin tertanam dalam jiwa kader yang bersangkutan. Karena munculnya sikap prasangka, curiga, stereotip terhadap PAN adalah bahagian dinamika masyarakat yang tidak terbantahkan. Sebab masyarakat yang dihadapi adalah masyarakat heterogen, baik dari segi budaya, agama, pendidikan, ideologi dan sebagainya. Responsibilitas masyarakat yang sifatnya mendukung dan tidak mendukung itulah yang dalam amatan penulis, menjadi salah satu faktor penyebab fluktuatifnya suara PAN. Bahkan itu bisa memberikan efek domino yang sangat kuat terhadap perolehan suara PAN di Sumatera Utara. Kondisi ini diakui oleh Zulkifli Husein, bahwa meskipun PAN Sumatera Utara sudah membangun hubungan baik dengan masyarakat, tetapi tidak semua masyarakat bisa menerima keberadaan PAN. Ada masyarakat yang mendukung dan ada pula yang tidak. Dukung mendukung merupakan hal yang biasa, karena PAN bukan satu-satunya partai di Sumatera Utara. Namun kata Zulkifli Husein, PAN Sumatera Utara tetap menjalin silaturrahmi interpersonal kepada masyarakat maupun silaturahmi interpersonal kepada para tokoh. Statement-statement para tokoh diharapkan mampu meyakinkan masyarakat terhadap PAN, meskipun harapan itu masih jauh. Demikian juga dengan upaya para kader PAN yang turun ke dapil, tidak semua mendapat dukungan penuh dari masyarakat. 42 Nursal, Political Marketing, h. 207. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 207 Sudah hal yang wajarlah saya pikir, ada yang mendukung dan ada yang tidak mendukung. Saya melihat masyarakat yang tidak mendukung itu disebabkan karena mereka melihat apa yang dilakukan partai itu hanya sifatnya untuk kepentingan pribadi partai. Di samping itu, saya melihat ada pandangan yang salah di masyarakat yang masih melihat PAN ini sebagai partai yang memperjuangkan kepentingan orang Muhammadiyah. Pandangan itu sebenarnya sangat keliru. Sebab PAN dilahirkan sebagai partai terbuka, bukan hanya sekedar memperjuangkan kepentingan warga Muhammadiyah, tetapi kepentingan masyarakat Sumatera Utara. Bahkan PAN secara serius memperhatikan dan melakukan advokasi terhadap kepentingankepentingan masyarakat. Perbedaan pandangan-pandangan ini otomatis menjadi salah satu faktor yang menyebabkan fluktuatifnya perolehan PAN Sumatera Utara.43 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa silaturahmi adalah bagian dari saluran komunikasi interpersonal yang dilakukan PAN untuk membangun pencitraannya. Silaturahmi kepada tokoh, merupakan rutinitas yang dilakukan PAN untuk menguatkan pencitraan politiknya sehingga dapat menarik simpatik masyarakat terhadap PAN. Silaturahmi yang dilakukan kepada para tokoh, kemudian diekspos ke media, sehingga diharapkan dapat memberikan pengaruh kepada masyarakat. Dengan demikian, pencitraan PAN dalam konteks silaturahmi ini dikuatkan oleh para tokoh yang didatangi oleh fungsionaris PAN. Pengaruh tersebut ada dua macam, yaitu pengaruhnya baik jika citra yang disampaikan itu baik. Sebaliknya, pengaruh bisa negatif jika apa yang dicitrakan terhadap PAN negatif. Dengan demikian, dari sejumlah informasi di atas dapat disimpulkan bahwa di samping saluran komunikasi interpersonal sangat efektif dijadikan sebagai pembentukan pencitraan politik, namun ada juga hambatan yang terjadi di dalamnya. Gambaran komunikasi interpersonal yang dilakukan PAN dengan berbagai hambatan yang dihadapinya, dapat dilihat pada gambar berikut. 43 ZH, Ketua Pusat dan Pemengangan Pemilu Daerah I tahun 2010 - 2015, dan Ketua Umum DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Utara periode 20152020. Wancara tanggal 23 Mei 2016 di kantor DPRD Sumatera Utara. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 208 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Gambar 4.3. Model Pencitraan Politik PAN Sumatera Utara Dari gambar di atas, dapat dipahami bahwa tujuan DPW PAN Sumatera Utara adalah untuk meraih simpatisme masyarakat. Dari gambar di atas dapat dipahami bahwa komunikasi yang dilakukan PAN tujuannya adalah pencitraan politik yang diharapkan dapat mempengaruhi simpatisme masyarakat terhadap PAN. DPW PAN Sumatera Utara melakukan komunikasi secara langsung dengan masyarakat umum, dan juga tokoh masyarakat. Namun salah satu hal yang diharapkan dari komunikasi interpersonal terutama dengan tokoh masyarakat adalah, pernyataan-pernyataan tokoh masyarakat diharapkan dapat mempengaruhi masyarakat secara umum, sehingga tertanam simpatisme masyarakat terhadap PAN. Secara realitas, komunikasi yang dilakukan PAN dengan masyarakat maupun tokoh sepanjang 2005-2015, dapat membangun survivalitas PAN di Sumatera Utara, meskipun perolehan suaranya bersifat fluktuatif. Hal ini menguatkan, bahwa saluran komunikasi interpersonal yang dilakukan PAN Sumatera Utara dapat meningkatkan simpatisme tokoh-tokoh masyarakat, dan simpatisme masyarakat umum terhadap PAN. Turunnya kader-kader PAN ke dapil-dapil, baik dalam kunjungan silaturahmi kepada tokoh, kegiatan reses anggota DPRD, dan kunjungan kerja ke DPD PAN se-Sumatera Utara, dapat menguatkan jalinan emosional dengan masyarakat. Inilah yang menjadi salah satu modal bagi PAN untuk membangun pencitraan politiknya sebagai partai terbuka yang senantiasa memperjuangkan aspirasi masyarakat Sumatera Utara. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 209 5. Pencitraan Melalui Saluran Komunikasi Kelompok Saluran komunikasi kelompok adalah salah satu saluran komunikasi yang lazim dilakukan oleh manusia untuk menyampaikan berbagai informasi dan saling berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya. Saluran komunikasi kelompok identik dengan komunikasi yang terjadi antara beberapa orang dalam suatu kelompok, seperti dalam rapat, diskusi kelompok dan sebagainya. Istilah Onong Uchjana Effendi, komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang.44 Dengan demikian, sekelompok orang yang dimaksud adalah sejumlah orang yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok, sehingga bila dikategorikan dari segi jumlahnya, kelompok tersebut bisa dalam bentuk kecil dan bisa dalam bentuk yang besar. Kelompok kecil misalnya adalah kelompok komunikasi yang dalam situasi komunikasi terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal. Contohnya adalah kelompok tani tebatas sekitar 3-20 orang yang bergabung dalam satu wadah, mereka membicarakan tentang pertanian. Sedangkan kelompok besar adalah kelompok yang di dalamnya tidak memungkinkan terjadi komunikasi yang dialogis antara satu anggota dengan anggota lainnya. Komunikator dan masyarakat dalam kelompok tersebut dapat melakukan komunikasi lebih intensif membicarakan berbagai persoalan. Dari pengamatan yang dilakukan, pemanfaatan saluran komunikasi kelompok merupakan salah satu upaya yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara untuk membangun pencitraan politik. Politik pencitraan dalam era demokrasi dan informasi menjadi keniscayaan. Semua partai politik di Indonesia termasuk PAN, bisa dipastikan melakukan pencitraan untuk merebut simpatik masyarakat. Hal itu disebabkan karena politik pencitraan adalah suatu upaya untuk mengkonstruksi representasi dan persepsi masyarakat (publik) terhadap satu partai politik maupun seorang politisi, mengenai semua hal yang terkait dengan aktivitas politik. Untuk membangun pencitraan politik tersebut, DPW PAN Sumatera Utara melakukan berbagai macam strategi politik, dan 44 Effendy, Ilmu, h. 75. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 210 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... salah satunya adalah dengan memanfaatkan saluran komunikasi kelompok. Sejak berdirinya PAN, partai ini sangat eksis di masyarakat melakukan pembinaan-pembinaan kelompok-kelompok kecil di masyarakat. Ada kelompok pengajian, kelompok pemudan, kelompok petani, nelayan dan kelompok buruh. Tujuan pembinaan kelompok-kelompok ini adalah untuk menguatkan basis massa PAN. Sebagaimana misalnya yang dilakukan DPD PAN di Labuhan Batu Selatan sehingga pada periode 2015-2019, PAN memperoleh 11 kursi di DPRD dan di Serdang Bedagai memperoleh 7 kursi di DPRD. Realitas ini menunjukkan bahwa aplikasi pencitraan politik yang dilakukan berpengaruh pada peningkatan simpatisme masyarakat terhadap PAN. Di antara beberapa kelompok binaan DPW PAN Sumatera Utara adalah KUR (Koperasi Usaha Rakyat) yang bertempat di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Untuk konteks masyarakat di Desa Pantai Labu, PAN melakukan pembinaan kelompok masyarakat miskin dengan cara beternak bebek. Kelompok masyarakat tersebut terdiri dari 25 orang yang berasal dari masyarakat miskin dan menyatakan kesediaannya untuk dibina di bawah arahan DPW PAN Sumatera Utara. Kegiatan pemberdayaan peternak bebek ini berlangsung pada tahun 2006, dan anggota kelompok merasakan manfaat yang besar dari bantua PAN tersebut. Selain itu, di desa yang sama juga dibuka SPBU mini yang diresmikan langsung oleh Ketua DPW PAN Sumut Kamaluddin Harahap. Kegiatan peresmian SPBU mini tersebut, melibatkan sejumlah tokoh masyarakat setempat. Kegiatan tersebut berlangsung pada tahun 2006 dan masih berkelanjutan sampai sekarang. Pembukaan SPBU mini tersebut tentu dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang membutuhkan pekerjaan. Menariknya dari proses pembukaan SPBU mini tersebut adalah dilibatkannya tokoh-tokoh masyarakat setempat, baik itu dari tokoh agama, tokoh lintas suku dan juga tokoh pemuda setempat. Tentu ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara untuk membangun pencitraan politik, meskipun terlihat bahwa yang dibuka hanya SPBU. Tetapi yang menjadi entry point dalam Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 211 kegiatan ini adalah pelibatan tokoh masyarakat setempat, sehingga diharapkan adanya dukungan dari masyarakat, tidak hanya terhadap SPBU, tetapi juga pada PAN. Pembinaan-pembinaan kelompok yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara juga bergulir sampai kepada masyarakat pesisir. Di Belawan misalnya, PAN Kota Medan sebagai perpanjangan tangan DPW PAN Sumatera Utara melakukan pemberdayaan masyarakat nelayan. Para nelayan diberikan bantuan untuk keperluan pembuatan boat. Pendanaan berasal dari Caleg yang berasal dari Dapil Belawan. Di kawasan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara demikian juga, PAN melakukan pemberdayaan kelompok nelayan tradisional. Kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya PAN untuk mengadvokasi termarjinalkannya nelayan-nelayan tradisional, yang dalam persaingan sangat jauh kalah di bandingkan dengan nelayannelayan modern yang sudah menggunakan kapal-kapal besar dan alat penangkap ikan yang lebih maju. Menyikapi persoalan nelayan tradisional tersebut, maka DPW PAN Sumatera Utara memberikan pinjaman dana bagi para nelayan tradisional untuk pembuatan boat. Pengadaan bantuan pembuatan boat tersebut berasal dari DPW PAN Sumatera Utara tahun 2009 yang disponsori oleh caleg PAN Sumut dapil IV (Batu Bara, Asahan, Tanjung Balai). Sebagaimana dijelaskan Husni Lubis, bahwa salah satu upaya strategis PAN, khususnya di Kabupaten Batu Bara, terutama lagi di daerah Tanjung Tiram ini adalah melakukan pemberdayaan masyarakat nelayan. Sebab mayoritas penduduk di daerah tersebut bekerja sebagai nelayan, dan mereka umumnya adalah nelayan yang menggunakan boat-boat kecil. Mereka juga menggunakan alatalat penangkap ikan tradisional, sehingga kalau tidak dibantu, mereka akan miskin terus. Dengan adanya program bantuan PAN, diharapkan dapat memberdayakan nelayan. Para nelayan tersebut dibantu bukan cuma-cuma, tetapi mereka wajib mengembalikan dana tersebut dengan cara mencicil. Dana yang mereka kembalikan itu, diberikan lagi kepada nelayan lain yang juga butuh bantuan. Jadi dana tersebut bergulir. Maka untuk mengontrol pemberdayaan tersebut, DPD PAN Batu Bara sebagai perpanjangan tangan DPW PAN Sumut, terus menjalin komunikasi dengan nelayan. Sekali sebulan para nelayan melakukan pertemuan, dan membahas persoalan-persoalan nelayan dan sebagainya. Pertemuan itu Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 212 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... dihadiri oleh DPD PAN Batu Bara sebagai pembina. Namun program tersebut terkendala, artinya itu hanya berjalan 3 tahun. Setelah itu tidak bisa dilanjutkan lagi, karena masyarakat nelayan yang ada dikelompok perberdayaan tersebut tidak rutin dalam mengembalikan uang, sehingga program tidak berjalan.45 Pembinaan kelompok nelayan juga dilakukan DPW PAN Sumatera Utara di kawasan Pantai Cermin. Dalam kegiatan yang dilakukan pada tahun 2009 tersebut, kelompok nelayan dan masyarakat setempat di bina oleh PAN untuk melakukan penghijauan hutan mangrove. Masyarakat mendapat bantuan dana yang difasilitasi PAN, dan dana tersebut berasal dari APBN menteri Kehutanan yang saat itu menterinya Zulkifli Hasan. Program ini berjalan pada tahun 2009 dan masyarakat setempat merasakan manfaat dari pemberdayaan ini, karena masyarakat merasa memiliki lapangan kerja baru. Sebagaimana dijelaskan oleh seorang warga masyarakat Pantai Cermin. Saya awalnya bukanlah anggota partai. Saya masyarkat biasa nonpartai. Pada tahun 2009 saya masuk pengurus ranting PAN. Awal ketertarikan saya masuk partai ini, pada tahun 2009 ada kegiatan PAN di desa ini untuk menanami bakau. Waktu itu saya ditawarkan kepala desa, lalu saya ikut. Kami waktu itu ada 30 orang dan dibina oleh orang PAN. Ada caleg juga waktu itu yang ikut. Setiap dua minggu sekali, pasti ada pertemuan. Sambil membagikan bibit bakau, disitulah kami mendapat arahan. Lama kelamaan, jadi saya tertarik dengan kegiatan tersebut dan saya akhirnya bergabung dengan PAN. Kegiatan seperti demikian itu besar manfaatnya, karena masyarakat merasa terbantu ekonominya. Waktu itu, penanaman satu bibit bakau itu dihargai Rp 2500.46 Dari penelusuran yang dilakukan penulis, selain memberdayakan masyarakat nelayan dan masyarakat kota, DPW PAN Sumatera Utara juga memberdayakan masyarakat petani. Di Kabupaten Labuah Batu, DPW PAN Sumatera Utara juga memberdayakan 60 Kelompok Husni Lubis, Wakil Ketua DPW PAN Sumatera Utara priode 2005-2010. Wawancara tanggal 25 Juli 2016 di Medan melalui handphone. 45 46 M. Yunus, warga masyarakat Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Wawancara Cermin, tanggal 30 Juli 2016 di Kecamatan Pantai Cermin. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 213 Usasaha Bersama (KUBE) petani. Setiap KUBE diberi bantuan 15 juta untuk mengembangkan lahan pertanian milik mereka. Ke-60 KUBE tersebut menjadi kelompok binaan PAN pada periode 20052010. Dana bantuan yang diberikan berasal dari Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir. Kelompok-kelompok ini menjadi saluran komunikasi untuk mencitrakan poltik PAN. Selain memberdayakan masyarakat, tetapi dalam konteks itu juga, visi misi politik PAN tetap berjalan. Kelompok-kelompok yang ada tersebut, menjadi instrumen untuk menyampaikan pesan-pesan politik PAN kepada masyarakat. Upaya pembinaan kelompok yang dilakukan oleh PAN, tidak hanya sekedar strategi politik pencitraan, tetapi kegiatan tersebut adalah bagian dari kepedulian PAN terhadap kesejahteraan masyarakat. Bila ditelaah dari perspektif kajian politik, PAN membangun komunikasi intensif melalui saluran komunikasi kelompok, yang sengaja diciptakan di masyarakat. Pendekatan ini secara emosional, dapat menggerakkan masyarakat untuk memilih PAN pada saat pemilu, karena PAN dianggap masyarakat sebagai partai yang peduli dengan mereka. Artinya, PAN juga dalam hal ini meyakini bahwa pendekatan yang demikian akan mampu mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap PAN dan kemudian mereka akan memilih partai politik yang program kerjanya paling rasional. Rasional artinya adalah programnya nyata dan dirasakan manfaatnya secara langsung. Dalam konteks tersebut, semua masyarakat pada akhrinya bisa menilai, berpikir dan menganalisa mana partai yang memperhatikan mereka dan mana yang tidak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa saluran komunikasi kelompok merupakan salah satu upaya yang dilakukan DPW PAN untuk membangun pencitraan politiknya. Komunikasi kelompok merupakan satu bagian dalam upaya memberdayakan masyarakat untuk menjadi corong informasi PAN untuk membangun pencitraan. Tetapi bila diamati dari beberapa informasi di atas, terlihat secara jelas bahwa komunikasi kelompok sifatnya lebih formal, terorganisir dan terlembaga. Jadi terlihat bahwa kelompok mempunyai kesatuan psikologi dan interaksi yang kuat dan itu jugalah yang menguatkan ikatan emosional di antara kelompokkelompok tersebut. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 214 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Pencitraan Melalui Pesan Iklan Politik Salah satu ciri negara demokrasi adalah terlaksananya pemilu yang bertujuan untuk merebut kekuasaan melalui perjuangan kompetitif dalam memperoleh suara rakyat. Maka menjadi pemandangan yang biasa terlihat, partai maupun politisi menjelang pemilu mulai hiruk pikuk menggalang dukungan rakyat dengan cara membangun pencitraan melalui media massa. Menariknya lagi, dinamika politik pencitraan tersebut ditandai dengan semakin banyaknya parpol dan politis yang menggunakan iklan. Partai maupun para politisi berlomba-lomba untuk mempopulerkan diri dengan nama, nomor urut melalui iklan, baik itu di televisi, surat kabar, majalah dan sebagainya. Pemanfaatan iklan politik dianggap sebagai alat yang efektif untuk mengangkat popularitas dan mengkontruksi pencitraan politik partai maupun para politisi yang sedang berkompetisi. Dengan kecepatan penyampaian pesanya, iklan menjadi alternatif utama sebagai alat kampanye partai maupun para politisi, karena dalam perspektif politik, pencitraan menduduki posisi penting untuk mempengaruhi sikap politik masyarakat dan opini publik. PAN dalam hal ini turut terlibat dalam pencitraan politik tersebut. Konstruksi pencitraan yang dilakukan PAN bertujuan untuk membangun citra positif PAN di mata masyarakat. Oleh karena itu, PAN sepanjang tahun 2005-2015 berusaha mengemas sedemikian rupa citra politik PAN agar mampu memikat hati masyarakat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, untuk Sumatera Utara misalnya, para politisi PAN mengiklankan partai dan para politisinya melalui media massa cetak lokal. Sepanjang tahun 20052010, di berbagai media massa cetak lokal, ramai terlihat iklan-iklan politik PAN, baik secara kepartaian maupun secara perorangan. Iklan-iklan tersebut ada yang berbentuk ucapan selamat, dan ada yang memperkenalkan bahwa dirinya adalah caleg dari PAN. Dalam konteks ini, penulis melihat munculnya kesadaran para politisi PAN bahwa pengiklanan partai dan dirinya melalaui media massa adalah langkah awal perjuangan mereka untuk meraih simpatisme masyarakat. Dalam kaitan inilah penulis melihat bahwa pencitraan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 215 politik menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari dinamika demokrasi yang terus bergulir. Sebagaimana misalnya yang dijelaskan oleh Yahdi Khoir Harahap. Salah satu langkah PAN untuk memperkenalkan partai ini kepada masyarakat di Sumatera Utara adalah membuat iklaniklan di surat kabar. Tujuan iklan tersebut umumnya adalah untuk memberikan informasi dan membujuk masyarakat untuk bersedia mengikuti apa yang diinginkan dalam iklan tersebut. Misalnya, PAN mengiklankan dan mengajak agar mencoblos PAN. Untuk pengiklanan ini, PAN pernah memboking Harian Waspada satu halaman penuh untuk memuat gambar PAN di dalamnya. Saat itu masa kepengurusan Soetrisno Bachir sebagai Ketua Umum DPP PAN. Iklan tersebut sama seperti yang di televisi, di mana saat itu jargon PAN hidup adalah perbuatan. Iklan itu menurut saya sangat penting dibuat, meskipun sebenarnya masyarakatpun sudah tau tentang PAN ini. Namun demikian, untuk membangun citra yang baik, kemudian agar masyarakat mengetahui program, visi, misi PAN, maka PAN tetap membuat iklan yang diharapkan dapat menarik simpatik masyarakat, khususnya di Sumatera Utara ini. Selain iklan partai, ada juga beberapa anggota PAN yang membuat iklan tersendiri, misalnya ada anggota yang menyampaikan ucapan selamat dan sukses, selamat bertugas, atau ucapan belasungkawa dan sebagainya. Kalaupun itu sifatnya pribadi, tetapi lambang PAN atau sebutan sebagai anggota PAN tidak pernah lepas dari iklan tersebut.47 Berdasarkan informasi di atas, dapat dipahami bahwa PAN merasakan pentingnya pemanfaatan iklan sebagai upaya membangun pencitraan politik partai. Dapat juga ditegaskan bahwa PAN menempuh iklan politik sebagai salah satu upaya untuk membangun pencitraan politik di Sumatera Utara. Bila diamati dari beberapa iklan politik PAN, pencitraan yang dilakukan indentik dengan menonjolkan diri dan partai. Misalnya ada sebutan “PAN partai peduli rakyat”, “Bersama PAN kita bangun Sumatera Utara yang sejahtera”, dan lain-lain. Konkritnya, tujuan iklan terlihat 47 Yahdi Khoir Harahap, Ketua DPD PAN Batu Bara periode 2005-2010 dan Sekretaris Umum DPW PAN Sumatera Utara priode 2015-2020. Wawancara tanggal 20 Juni 2016 di kantor sekretariat DPW PAN Sumatera Utara Jl. Wahid Hasyim. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 216 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... dengan jelas adalah untuk membentuk persepsi masyarakat agar berpandangan positif terhadap PAN. Fakta inilah yang mendukung argumentasi penulis, bahwa iklan diperlukan dalam membangun pencitraan politik, dan pencitraan itu diperlukan sebagai sarana untuk menjual produk partai. Termasuk produk partai dalam hal ini adalah para kader-kader PAN yang ditunjuk sebagai calon legislatif (caleg) ataupun calon kepala daerah. Sepanjang penelusuran yang dilakukan penulis terhadap sejumlah iklan PAN, bahwa iklan-iklan tersebut adalah citra diri yang mencerminkan para politisi PAN sebagai representasi masyarakat umum. Iklan-iklan tersebut diproduksi untuk menciptakan citra politik yang mendorong masyarakat memunculkan ketertarikan, karena isu yang disajikan dalam iklan tidak terlepas juga dari program partai. Konkritnya, dapat dipahami bahwa iklan yang dibuat oleh PAN merupakan alat untuk membangun citra politik sehingga mampu menarik simpatik masyarakat, dan pada akhirnya dapat merebut kekuasaan. Iklan tersebut ada yang sifatnya di bayar oleh partai kepada media, kemudian secara tidak langsung ada juga pengiklanan yang dibuat melalui berita tidak berbayar. Misalnya, ada kegiatan-kegiatan PAN yang di liput oleh media, dan media menjadikannya sebagai berita, sehingga kegiatan itu juga menjadi iklan yang dapat menambah informasi bagi masyarakat tentang PAN. Apa yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara tentu merupakan bahagian dari strategi untuk merebut perhatian masyarakat. Istilah dalam marketing politik, bahwa iklan politik memainkan peran strategi dalam perhelatan politik. Ini juga ditegaskan oleh Falkow dan kawan-kawan sebagaimana dikutip Budi Setiyono, bahwa Iklan politik berguna untuk beberapa hal, yaitu: 1.Membentuk citra kontestan dan sikap emosional terhadap kandidat. 2.Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidak pastian pilihan karena mempunyai kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu. 3.Alat untuk melakukan rekonfigurasi (memperbaiki figur) citra kontestan. 4.Mengarahkan minat untuk memilih kontestan tertentu. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 217 5.Mempengaruhi opini publik tentang isu-isu tertentu. 6.Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para konstituen terhadap kandidat dan program politik.48 Dari analisis yang dilakukan penulis, pentingnya iklan politik sangat relevan dengan kontelasi perkembangan politik di Indonesia, terutama setelah pemilu menganut paham proporsional terbuka. Artinya, bahwa seorang caleg misalnya, bisa terpilih atau tidak jika suaranya lebih banyak dan memenuhi syarat keterpilihan. Bukan lagi ditentukan secara tertutup berdasarkan nomor urut. Inilah salah satu yang mendorong setiap politisi semakin bergairah untuk memanfaatkan periklanan untuk membangu pencitraan politik. Berkaitan dengan hal itu, maka dari pengamatan yang dilakukan, secara umum partai-partai politik maupun para politisi banyak memanfaatkan jasa iklan untuk membangun pencitraan politik. Bukan hanya PAN, tetapi partai lain juga menggunakan iklan untuk membangun pencitraan politik. Jelasnya, iklan menjadi bagian komunikasi politik yang melekat dalam upaya mensosialisasikan program partai, atau kefiguran seorang politisi. Terutama di era kebebasan media, iklan politik dianggap sebagai strategi jitu dan sangat penting untuk membangun pencitraan politik dan popularitas partai maupun politisi. Istilahnya Yasraf Amir Piliang sebagaimana dikutip Tinarbuko, iklan itu penting untuk membangun pencitraan politik, karena mampu menghipnotis masyarakat, agar bersedia memilih apa yang ditawarkan kepada mereka. Dalam politik abad informasi, citra politik seorang tokoh yang dibangun melalui aneka media cetak dan elektronik seakan menjadi mantra yang menentukan pilihan politik. Melalui mantra elektronik itu, maka persepsi, pandangan dan sikap politik masyarakat dibentuk bahkan dimanipulasi. Ia juga telah menghanyutkan para elit politik dalam gairah mengkonstruksi citra diri, tanpa peduli relasi citra itu dengan realitas sebenarnya. Politik kini menjelma menjadi politik pencitraan, yang merayakan citra ketimbang kompetensi politik.49 Budi Setiyono, Iklan dan Politik: Menjaring Suara dalam Pemilihan Umum (Jakarta: AdGoal Com, 2008), h. 346-347. 48 49 Tinarbuko, Iklan, h. 7. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 218 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Apa yang dikemukakan di atas, merupakan realitas yang tidak terbantahkan. Sebab di era informasi dan komunikasi yang berkembang pesat pada saat ini, banyak terlihat iklan politik yang mengenalkan identitas, jati diri dan sosok kelompok politik atau yang dikenal dengan partai politik. Salah satu iklan partai politik yang sering muncul sepanjang tahun 2005-2010 misalnya adalah iklan politik PAN yang diketuai oleh Soetrisno Bachir. Iklan PAN tersebut tentu tidak terlepas dari upaya membangun pencitraan politik. Iklan yang dibuat oleh Soetrisno Bachir dimodifikasi secara serius agar mampu memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Intensitas iklan tersebut semakin terlihat ketika waktu pemilu semakin dekat. Hampir di semua stasiun televisi, bahkan di surat kabar harian lokal, iklan tersebut dimuat dalam satu lembar penuh. Untuk konteks sekarang misalnya, iklan politik yang sangat tinggi spotnya adalah Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Dapat dilihat bahwa hampir setiap hari, bahkan setiap jam iklan tentang partai tersebut diputar, padahal pemilu 2019 masih lama. Tidak hanya lambang yang disajikan, tetapi lagu partai Perindo juga dinyanyikan, sehingga masyarakat pun mengetahui lirik mars partai Perindo tersebut. Meskipun pemilu 2019 masih lama, partai Perindo sudah berkampanye lebih awal melalui iklan-iklan politiknya. Di sinilah terlihat, bahwa iklan sebagai strategi marketing politic memiliki peran strategis dalam mempromosikan produk partai berupa visi, misi dan program, sehingga partai tersebut semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam pengamatan penulis, iklan politik menjadi instrumen penting dalam memandu kesadaran masyarakat untuk memilih suatu partai atau seorang calon pemimpin. Iklan politik menjadi instrumen kampanye politik lebih berkembang ketika para politisi menyadari bahwa cara-cara konvensional seperti kampanye, temu muka, silaturrahmi tidak cukup untuk memperkenalkan partai dan dirinya kepada masyarakat. Kuatnya pengaruh iklan untuk membangun pencitraan politik, sehingga iklan politik mendapatkan porsi yang berlebih di berbagai media massa. Dalam kaitan ini, televisi menjadi media yang paling diminati partai maupun para politisi untuk beriklan karena dinilai lebih efektif menjangkau masyarakat. kondisi Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 219 inilah kemudian yang memicu meningkatnya pembiayaan iklah politik dari tahun-ke tahun. Dalam catatan data yang dikemukakan AC Nielsen, biaya iklan politik pada tahun 2008 mencapai 2,2 triliun. Angka ini naik 66 % dibandingkan dengan tahun 2007 yang hanya 1,31 triliun, atau jauh di bawah biaya iklan politik pemilu 1999 yang hanya 35,6 miliar. Tecatat juga bahwa menjelang pemilu 2014 misalnya, dana iklan yang paling banyak adalah Partai HANURA 70 miliar dan Partai Demokrat 56,8 miliar. Setelah kedua partai ini, PAN tercatat sebagai partai pengiklan terbesar ketiga yang menghabiskan dana sebesar Rp 43,8 miliar. Terlepas dari besarnya biaya iklan tersebut, hal penting yang perlu dicatat dari fenomena ini adalah bahwa efektivitas iklan politik terjadi karena semakin berkembangnya pula media komunikasi. Terutama meningkatnya kepemilikan televisi yang hampir dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari penduduk paling kumuh sampai paling elit, bisa dipastikan memiliki televisi. Ini jugalah yang mendorong partai dan para politisi untuk mengiklankan partai dan dirinya melalui televisi, meskipun biayanya relatif mahal. Hiruk pikuknya partai maupun para politisi untuk membangun pencitraan politik melalui iklan, mendorong iklan saat ini sedang berada di puncak kejayaan yang ditandai dengan munculnya iklaniklan politik di berbagai media. Iklan-iklan tersebut semakin kreatif dan berbobot sehingga berhasil mempengaruhi masyarakat untuk menentukan pilihannya terhadap satu partai. Seperti yang dilakukan PAN misalnya, pada masa Soetrisno Bachir iklannya memperlihatkan eksistensi PAN yang benar-benar berbuat untuk rakyat. Dalam iklan tersebut juga menggambarkan berbagai potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan perlu dikelola bagus oleh orang-orang baik, supaya apa yang diperbuat bermanfaat bagi generasi berikutnya. Demikian juga bila diperhatikan dalam konteks Sumatera Utara, DPW PAN Sumatera Utara memanfaatkan iklan sebagai salah satu upaya untuk membangun pencitraan politik. Sepanjang penelusuran yang dilakukan terhadap dokumen terkait, PAN menyajikan iklan yang variatif. Sebagai perpanjangan PAN di daerah, maka pada periode 2005-2010 iklan PAN menyajikan jargon Soetrisno Bachir, dan pada tahun 2010-2015, iklan PAN lebih banyak diwarnai kataPencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 220 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... kata merakyat, karena Hatta Rajasa sebagai Ketua Umum DPP PAN menetapkan slogan PAN sebagai partai yang merakyat. Tidak hanya iklan Ketua Umum DPP PAN, tetapi iklan lain yang disampekan DPW PAN Sumatera Utara adalah iklan politik berupa himbauan untuk menghadiri kampanye akbar yang diprakarsai oleh PAN Sumatera Utara. Sebagaimana dijelaskan Yahdi Khoir Harahap. PAN Menyadari bahwa iklan politik itu sangat penting dalam rangka mendukung suksesnya program partai ini. Iklan yang disampaikan kepada masyarakat bukan hanya iklan ketua umum. Tetapi ada juga kegiatan lain yang harus didukung oleh iklan, seperti halnya kegiatan kampanye akbar yang diprakarsasi oleh DPW PAN Sumut. Tentu kegiatan ini butuh banyak orang. Di samping kita mengistruksikan kepada DPD sampai ranting, tentu diiklankan melalui media massa. Bisanya, kalau ada kampanya akbar yang dihadiri oleh jurkam nasional dan juga Ketua Umum DPP PAN, itu pasti dibuat iklannya. Isi iklannya itu berupa himbauan agar para kader maupun simpatisan turut menghadirinya. Selama ini, iklan tersebut dapat memberi pengaruh terhadap kader dan simpatisan PAN yang berasal dari berbagai daerah. Pada kampanye-kampanye akbar mereka datang. Sebenarnya, mereka itu ada yang digerakkan oleh fungsionaris PAN di daerah atau di ranting masing-masing, tetapi ada juga yang merasa tertarik untuk hadir. Biasanya mereka adalah simpatisan PAN yang tertarik dengan programprogram PAN. 50 Sesuai dengan informasi di atas, dapat dipahami bahwa iklan yang selama ini disampaikan PAN diberbagai media, dapat meningkatkan rasa simpatik sebagian masyarakat terhadap PAN. Simpatisme masyarakat mengalir kepada PAN, sehingga pada pemilu tahun 2005-2009 PAN di Sumatera Utara berada pada posisi keenam, dan pada tahun 2009-2014 berada diposisi kelima. Hasil ini semakin mendorong PAN untuk berupaya meningkatkan eksistensi politiknya melalui berbagai cara, termasuk dalam hal ini meningkatkan pencitra politik partai melalui iklan politik di media cetak lokal. Harus diakui, 50 Yahdi Khoir Harahap, Ketua DPD PAN Batu Bara periode 2005-2010 dan Sekretaris Umum DPW PAN Sumatera Utara priode 2015-2020. Wawancara tanggal 20 Juni 2016 di kantor sekretariat DPW PAN Sumatera Utara Jl. Wahid Hasyim. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 221 bahwa salah satu cara untuk meningkatkan pencitraan politik adalah menjaga hubungan baik dengan media massa. Sejarah perpolitikan dunia, di mana para pemimpinnya bisa unggul, juga karena dukungan iklan di media massa. Misalnya saja, jika ditilik kepada pemilu Amerika, kemenangan Barack Obama dua kali berturut-turut dalam pilpres di Amerika Serikat, tidak terlepas dari peran media. Media memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk beriklan memperkenalkan obama sebagai kandidat presiden, meskipun masyarakat Amerika sudah kenal dengan Obama. Demikian juga dengan pemenangan SBY, tidak terlepas dari media dan iklaniklan yang ditayangkan. Pencitraan SBY setelah ditayangkan berkalikali melalui iklan di media, akhirnya menarik simpati rakyat Indonesia untuk memilih SBY pada periode yang kedua. Sajian realitas inilah kemudian yang mendorong partai maupun para politisi untuk memanfaatkan iklan sebagai media pencitraan politik. Monopoli iklan politikpun terjadi di sejumlah media, terutama yang pemilik medianya berasal dari partai politik. Porsi iklan yang ditampilkan pun sudah tidak sesuai dengan peraturan KPU. Iklaniklan politik yang ditampilkan pun, durasinya jauh berbeda dengan iklan politik yang hanya memasang iklan selintas. Monopoli pemilik media inilah yang dirasakan partai politik yang ketepatan tidak memiliki media. Maraknya monopoli iklan politik yang terjadi di sejumlah media, menyiratkan bahwa media sudah beralih kepada kapitalisme. Kepentingan media tidak sepenuhnya menyalurkan informasi yang berimbang. Kepentingan media bahkan “disandera” pemilik modal.51 Terlepas dari kondisi tersebut, bila diperhatikan iklan-iklan yang disajikan oleh PAN Sumatera Utara, maka secara keseluruhan iklan tersebut dapat dikategorikan kepada tiga macam, yaitu: Pertama, iklan yang bertujuan untuk mengajak masyarakat agar bergabung dengan PAN untuk melakukan perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Kedua, iklan PAN menunjukkan kepedulian 51 Anang Anas Azhar, “ Media dan Iklan Politik” dalam Harian Analisa, tanggal 13 Pebruari 2014. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 222 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... terhadap rakyat, sehingga mengajak agar secara bersama-sama untuk menegakkan keadilan untuk semua masyarakat di Sumatera Utara. Ketiga, PAN melihat bahwa kondisi bangsa Indonesia perlu pengelolaan yang bagus sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Secara teoritis, iklan politik yang dilakoni oleh PAN terbagi kepada dua cara, yaitu yang pertama lewat cara-cara gratis melalui peliputan reguler media terhadap kegiatan politisi PAN maupun partai. Kemudian yang kedua, dengan membayar ke media massa cetak maupun elektronik, lokal maupun nasional. Bentuk iklan berbayar dalam pengamatan penulis berupa gambar dan jargon yang dimuat dalam media, dan yang tidak berbayar adalah berupa liputan berita kegiatan yang dilakukan oleh PAN. Perbedaan di antara kedua iklan ini, bahwa dalam iklan politik yang mana partai atau politisi memutuskan seperti apa mereka ditampilkan dan apa yang mereka ucapkan dan berapa lama durasi waktu yang mereka inginkan. Sedangkan untuk yang sifatnya berita, tidak ada aturan main yang ditetapkan. Maka sangat wajarlah ketika AC Nielsen menempatkan PAN sebagai partai ketiga terbanyak yang mengeluarkan dana iklan untuk pencitraan politik partainya. Dengan demikian, jika diperhatikan dari besarnya dana iklan yang digunakan PAN, dapat ditarik kesimpulan bahwa PAN adalah partai yang paling serius melakukan pencitraan politik melalui iklan politik. Pencitraan Melalui Program Unggulan Partai Politik merupakan cara seseorang mempengaruhi orang lain supaya tertarik. Dalam istilah lainnya, dunia politik adalah dunia pertarungan yang membutuhkan strategi dan taktik untuk memenangkannya. Strategi pencitraan yang dilakukan partai politik, merupakan salah satu faktor dalam menentukan kemenangan dalam kontestasi politik. Di samping itu, pendekatan program kerja partai politik juga memiliki pengaruh yang cukup kuat untuk membangun pencitraanya terhadap masyarakat, sehingga dengan pencitraan itu masyarakat bisa terpengaruh dalam menentukan pilihannya.52 52 Tanggapan dan penilaian masyarakat merupakan unsur penting dalam pencitraan, karena citra adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan seseorang Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 223 Salah satu langkah politik yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi masyarakat adalah melakukan pencitraan politik lewat program. Sebagaimana bisa dipastikan, bahwa setiap partai atau setiap calon yang maju dalam pemilihan umum, baik itu pemilihan presiden, pemilihan gubernur atau pemilihan bupati, tentu memiliki program kerja yang akan ditawarkan kepada masyarakat. Sebab itu, dalam menetapkan program tersebut, partai dan para politisi semestinya memperhatikan potensi yang ada dalam masyarakat. Dengan memperhatikan potensi tersebut, maka masyarakat bisa merasa terwakili dengan program-program kerja yang ditawarkan kepada mereka. Hal ini sangat penting, karena bisa mendorong semakin kuatnya citra politik partai atau seorang calon, dan secara otomatis kalau masyarakat sudah tertarik, mereka akan memberikan suaranya kepada partai atau calon yang dirasa mewakili dirinya. Dalam kaitan itu, upaya DPW PAN Sumatera Utara untuk membangun pencitraan politik yang dapat merebut hati rakyat, ternyata tidak selamanya dengan menggunakan uang. Seperti rumor yang selama ini berkembang di masyarakat, bahwa uanglah segalagalanya yang menentukan kemenangan partai atau seorang politisi yang sedang mengikuti kontestasi politik. PAN Sumatera Utara menyadari bahwa meskipun uang tidak dapat dinapikan dari prosesi perpolitikan, namun uang bukanlah segala-galanya yang dapat menentukan kemenangan. Bahkan masyarakat juga menyadari akan hal itu, bahwa bukan uang tidak dapat memberikan perubahan, sehingga sejumlah masyarakat kadang-kadang tidak memilih partai atau memilih politisi yang menabur-naburkan uang. Meskipun mereka mengambil uangnya, tetapi mereka tidak memilih partai atau politisi yang menaburkan uang. Justru sebaliknya, orang yang dipilih masyarakat adalah para politisi yang visi misi yang jelas, kemudian memiliki program yang bagus, dan program tersebut dapat dirasakan secara langsung manfaatnya oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan, bahwa tingkat kesadaran politik masyarakat sudah mulai meningkat, karena tidak terhadap suatu obyek tertentu. Dengan demikian, sikap dan tindakan seseorang terhadap satu obyek, akan ditentukan oleh citra obyek bersangkutan, apakah tampilannya menarik atau tidak. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 224 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... selamanya suara mereka bisa diperjual belikan. Sebahagian besar masyarakat pemilih, tidak lagi mendasari pilihannya kepada partai yang memiliki uang, tetapi mereka memilih partai yang benar-benar mampu memperjuangkan aspirasi mereka, atau partai yang memiliki program nyata dan kegiatan real bagi masyarakat. Dalam melihat pergeseran kesadaran tersebut DPW PAN Sumatera Utara semakin menguatkan program partai yang pro rakyat. Sebagaimana dijelaskan Parluhutan Siregar, bahwa DPW PAN Sumatera Utara sama seperti partai-partai lain yang tentu tidak terlepas dari pencitraan, karena itu adalah salah satu strategi partai untuk memperkenalkan partai ini kepada masyarakat, sekaligus sebagai upaya merebut simpatik masyarakat. Dalam kaitan itu kata Parluhutan Siregar, pengurus DPW PAN Sumatera Utara menyadari pentingnya pencitraan. Namun demikian, dalam melakukan pencitraan, semua kader di wanti-wanti agar tetap menjaga nama baik organisasi, dan tidak menghalalkan segala cara. Misalnya, dalam even-even politik, apa saja itu evennya, semua kader di larang melakukan praktek politik uang. Kita memang mengakui bahwa uang itu dapat membantu popularitas. Itu sah-sah saja sepanjang tidak menyalahi aturan partai. Kalau seorang kader kunjungan ke dapilnya, lalu dia kasih uang kepada orang yang dianggapnya berjasa membantunya di dapilnya atau memberikan bantuan berupa uang kepada masyarakat di dapilnya, itu sah-sah saja. Hal yang dilarang, ketika sedang berlangsung kontestasi politik, lalu dia bagi-bagi uang agar ia di pilih. Hal seperti itu tidak boleh ada di PAN. Kita dari pengurus DPW PAN Sumatera Utara, menganjurkan agar membuat kebijakan-kebijakan dan program-program yang pro rakyat, karena itu akan lebih terasakan oleh rakyat ketimbang memberikan uang 50 ribu. Jadi kita pun sekarang, terus melakukan pembenahan terhadap program-program kerja. Misalnya, dari pengurus yang lalu-lalu, kalau baik programnya dilanjutkan, kalau kurang baik di evaluasi dan dijadikan bahan pertimbangan. Jadi intinya, kita pengurus PAN Sumatera Utara, memfokuskan pada perumusan program kerja yang pro rakyat.53 53 Parluhutan Siregar, Sekretaris DPW PAN Sumatera Utara periode 2010-2015 juga anggota DPRD Sumatera Utara periode 2005-2009 daerah pemilihan Sumur 11, Binjai Langkat, anggota DPRD Sumatera Utara periode 2010-2015 daerah pemilihan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 225 Berdasarkan informasi di atas, dapat dipahami bahwa kecenderungan pengurus PAN Sumatera Utara dalam membangun citra partai adalah melalui penguatan program kerja. Untuk membangun pencitraan yang baik di masyarakat, isu-isu kemasyarakatan dan kebijakan politik merupakan presensi program yang sangat diutamakan oleh PAN Sumatera Utara. Dengan menguatkan program kerja yang dapat memberikan manfaat besar kepada masyarakat, PAN Sumatera Utara meyakini akan semakin menjadikan partai tersebut semakin dicintai masyarakat. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan terhadap dokumen milik DPW PAN Sumatera Utara, terdapat sejumlah program kerja yang telah disusun oleh partai. Namun program-program tersebut dapat dikategorikan secara umum kepada kepada empat, yaitu bidang kesehatan, kesejahteraan masyarakat, pendidikan dan perkaderan, serta sosial keagamaan. Program-program ini tersusun secara priodek, ada yang dalam bentuk jangka panjang, janga menengah dan jangka pendek. Tetapi pada prinsipnya, semua program yang telah dirumuskan, arahnya adalah untuk menguatkan PAN sebagai partai yang benarbenar pro rakyat. Dari penelusuran yang dilakukan terhadap dokumentasi DPW PAN Sumatera Utara pada tahun 2005-2015, diperoleh informasi bahwa secara garis besar program DPW PAN Sumatera Utara sama dengan partai-partai lainnya. PAN memiliki program yang meliputi bidang kesehatan, bidang kesejahteraan masyarakat, penegakan supremasi hukum, pendidikan dan perkaderan, program pembangunan dan program sosial keagamaan. Pertama, Program bidang kesehatan misalnya, DPW PAN memiliki satu program kesehatan yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Muhammadiyah, di Jalan Thamrin Medan. Program kesehatan merupakan salah satu upaya yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara untuk membangun pencitraan politik. Sepanjang tahun 20052010, program kesehatan dijalankan secara berkesinambungan. Bahkan program kesehatan ini berjalan sampai periode kepengurusan tahun 2015-2020. Model program kesehatan tersebut dikenal namanya dengan Kartu Tanda Anggota (KTA) bersantunan yang diprakarsai oleh DPW PAN Sumatera Utara periode 2005-2010. Sumut 6 Tabagsel. Wawancara tanggal 6 Juni di Medan melalui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 226 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis dari fungsionarsi PAN, program KTA bersantunan ini adalah bentuk kepedulian PAN terhadap sulitnya mendapatkan perobatan bagi orang miskin, sebagaimana dijelaskan Akrim Ashal Lubis, bahwa PAN Sumatera Utara adalah partai yang peduli terhadap masyarakat, terutama masyarakat miskin. Salah satu wujud kepedulian PAN terhadap masyarakat miskin yaitu dengan membantu masyarakat dalam bidang kesehatan. PAN Sumatera Utara memiliki program kesehatan yang disebut dengan KTA bersantunan. Sejak 2005 sampai sekarang program tersebut sudah disepakati sebagai program unggulan, karena PAN bisa bekerja sama dengan rumah sakit Muhammadiyah yang ada di jalan Tamrin Medan. Selama KTA bersantunan dijalankan mulai 2005 sampai sekarang, jumlah anggotanya sudah mencapai 360 ribu orang untuk seluruh Sumatera Utara dan paling banyak berasal dari Kota Medan yaitu sebanyak 10 ribu anggota. Program KTA bersantunan di Sumatera Utara pernah meraih award dari Ketua Umum DPP PAN yang waktu itu Soetrisno Bachir, karena mampu merekrut anggota KTA di atas 300 ribu orang. Pada saat itu Soetrisno Bachir memberikan bantuan 300 juta kepada DPW PAN Sumatera Utara. Umumnya anggota KTA bersantunan berasal dari keluarga tidak mampu karena program ini hampir sama degan program pemerintah, misalnya Askes dan BPJS. Kita memiliki program KTA bersantunan namanya. Tujuan program ini adalah untuk memberikan santunan bagi anggota PAN yang kemalangan, seperti salah satu keluarga meninggal, atau salah seorang anggota mengalami kecelakaan dan cacat. Kepada mereka yang mengalami hal tersebut diberikan bantuan sebesar 1 juta. Pemberian santunan bagi salah satu anggota keluarga yang meninggal diberikan secara langsung oleh DPW PAN Sumatera Utara di lokasi kemalangan pada malam ke 3 dan disaksikan oleh jamaah yang hadir pada acara takziyah tersebut. Sedangkan bagi anggota yang cacat karena kecelakaan, diberikan secara langsung ke rumah bersangkutan. Bahkan mereka yang mengalami kecelakaan, kemudian di rawat di rumah sakit Muhammadiyah, kalau memang mereka adalah salah satu anggota KTA bersantunan, mereka akan diberikan perobatan gratis.54 54 Akrim Ashal Lubis, Direktur KTA bersantunan DPW PAN Sumatera Utara Periode 2005-2010. Wawancara tanggal 22 Juli 2016 melalaui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 227 Kedua, program unggulan DPW PAN Sumatera Utara adalah dalam bidang kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, program bidang kesejahteraan masyarakat adalah program yang berkaitan erat dengan peningkatan taraf hidup masyarakat. Dalam hal ini, DPW PAN Sumatera Utara memiliki kelompok-kelompok binaan di masyarakat yang tujuannya untuk peningkatan ekonomi kelas menengah ke bawah. Misalnya seperti yang dilakukan PAN Sumatera Utara di Labuhan Batu, dengan memberdayakan 60 Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Kelompok ini merupakan para petani yang diberdayakan dan diberi bantuan oleh PAN Sumut, agar para petani tersebut mengelola lahan pertanian mereka dengan baik, agar hasil pertaniannya semakin bagus. Progam kesejahteraan ini juga berkaitan dengan pemberdayaan industri rumah tangga, berupa usaha rakyat, seperti usaha tempe, usaha keripik, kerajinan tangan, sebagaimana yang dilakukan PAN di daerah Serdang Bedagai. Program ini merupakan salah satu bentuk kepedulian PAN dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Termasuk dalam mendorong kesejahteraan masyarakat PAN terus melakukan presure kepada pemerintah agar meratakan pembangunan di Sumatera Utara. Dalam hal ini, PAN mendorong pemerintah untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat, seperti jalan utama perkampungan yang dapat menunjang aktifitas pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pembangunan tersebut merupakan isu penting yang senantiasa disuarakan oleh PAN, karena PAN sebagaimana dalam jargon Hatta Rajasa adalah sebagai partai yang merakyat. Program pembangunan yang ditawarkan kepada masyarakat, merupakan salah satu upaya PAN Sumatera Utara untuk membangun pencitraan politik. Untuk menyukseskan program tersebut, anggota DPRD yang berasal dari PAN di seluruh tingkatan di anjurkan untuk menggiring anggaran ke daerah pemilihan masing-masing, sehingga apa yang sudah dijanjikan pada saat kampanye dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat di dapil masing-masing. Misalnya, ada Bantuan Daerah Bawahan (BDB), anggota PAN mencoba untuk menggiring itu ke dapil masing-masing sehingga dapat mempercepat pembangunan daerah dan membantu perkembangan kesejahteraan masyarakat. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 228 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Upaya yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti dipahami, bahwa terdapat sebagian masyarakat yang menjadikan kesejahteraan sebagai tolak ukur negara demokrasi. Ketika kesejahteraan membaik, maka masyarakat akan memuji demokrasi, tetapi sebaliknya, ketika kesejahteraan masyarakat tidak juga membaik, maka mulailah masyarakat meragukan demokrasi. Artinya, masyarakat menjadi apatis, pesimis dan sebagainya, sehingga seringkali muncul katakata masyarakat yang membandingkan demokrasi dengan era masa lampau. Ungkapan, lebih baik masa dulu dari pada sekarang. Sikap tersebut tentu memunculkan keinginan untuk kembali ke masa lampau dan cenderung menyalahkan demokrasi. Ketiga, program unggulah PAN adalah pendidikan dan perkaderan. Program bidang pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh PAN Sumatera Utara. Perhatian PAN Sumatera Utara dalam pendidikan, diimplementasikan lewat pemberian beasiswa kepada anak-anak sekolah yang berasal dari keluarga tidak mampu. Tidak hanya partai secara kelembagaan yang melakukan ini, tetapi sejumlah kader pun pada saat-saat tertentu turut memberikan bantuan beasiswa kepada siswa siswi berprestasi dan berasal dari keluarga tidak mampu. Seperti halnya yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara periode 2005-2010, yang memberikan beasiswa kepada anak-anak yang kurang mampu lebih kurang 2000 orang. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Asrama Haji Medan bertepatan dengan kegiatan pelantikan DPW PAN Sumatera Utara. Kegiatan pemberian beasiswa juga dilakukan oleh Kamaluddin Harahap secara pribadi kepada 1000 orang anak kurang mampu, sekaligus memberikan santunan kepada fakir miskin dan keluarga kurang mampu. Selain memberikan beasiswa kepada keluarga tidak mampu, PAN Sumatera Utara juga sangat perhatian kepada nasib para guru honorer. Dalam hal ini, DPW PAN Sumatera Utara terus-menerus bersuara menyampaikan aspirasi pada guru honorer agar diangkat menjadi PNS. Ini dilakukan PAN, bukan hanya untuk sekedar pencitraan, tetapi peduli terhadap pendidikan adalah program unggulan yang senantiasa di kedepankan oleh PAN Sumatera utara, maupun DPD PAN yang ada di daerah-daerah. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 229 Dalam bidang perkaderan misalnya, PAN sangat perduli dan konsen memperhatikan hal tersebut. Perkaderan merupakan salah satu ujung tombak untuk menguatkan citra politik PAN, sehingga bagi setiap kader PAN diwajibkan untuk senantiasa mengikuti perkaderan yang ada di PAN. Secara formal misalnya, PAN memberlakukan model perkaderan tiga tingkatan mulai dari kader amanat dasar (KAD), kemudian kader amanat madya (KAM) dan ketiga kader amanat utama (KAU). Tujuan perkaderan ini adalah untuk memperkuat komitmen dan loyalitas terhadap PAN sebagai partai aspirasi perjuangan. KAD diperuntukkan bagi kepengurusan DPD PAN di Kabupaten Kota, KAM untuk kepengurusan DPW Propinsi sedangkan KAU dipersiapkan kepengurusan PAN di pusat. Namun di luar perkaderan formal ini, PAN melakukan perkaderan dengan merekrut generasi muda, yang bersimpati kepada PAN. Kegiatan ini dilakukan dengan suasana yang lebih santai dalam rangka memperkenalkan PAN kepada mereka, sehingga dari sini diharapkan muncul generasi PAN yang loyal, dan menjaga nilai-nilai dasar perjuangan PAN. Dari penelusuran yang dilakukan penulis, PAN menyadari betul, bahwa dengan tetap melaksanakan perkaderan, akan bermunculan kader-kader yang berkualitas, sehingga perkaderan dilakukan secara berkesinambungan di semua tingkatan. PAN juga menyadari bahwa masa depan partai tersebut ditentukan oleh kemampuan para kadernya untuk menterjemahkan visi, misi dan platform partai. Menurut teori political marketing, platform merupakan salah satu bentuk identitas yang sering dijadikan partai sebagai upaya membangun citra. Seperti pembentukan citra dalam dunia bisnis, pembentukan citra dalam partai politik juga tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Terutama bagi partai politik yang tergolong sedang berkembang semisal PAN, tentu pencitraannya tidak sebanding dengan kuatnya pencitraan partai-partai lama. Bagi partai politik lama, seperti Golkar dan PDI Perjuangan, citra mereka sudah melekat erat dengan keberadaannya. Partai Golkar yang dikenal sepanjang sejarah, telah memunculkan pencitraan sebagai parpol pemegang kekuasaan. Demikian juga dengan PDI Perjuangan walaupun umurnya 10 tahun, tapi landasan kulturalnya Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 230 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... membuat pencitraan partai tersebut dikenal sebagai partai wong cilik, nasionalis, Soekarnois. Berdasarkan alasan itu, penulis melihat bahwa perkaderan PAN mengarah kepada peningkatan kualitas kader dalam memahami asas PAN, dan pemahaman terhadap azas tersebut merupakan hasil dari sebuah proses pembicaraan panjang yang mensyaratkan adanya kapasitas intelektual. Hal itu hanya bisa didapatkan kader melalui perkaderan yang berkesinambungan. Kader-kader yang paham tentang hal tersebut tentu sangat dibutuhkan, sehingga kontinuitas PAN sebagai partai modern dan partai masa depan dapat dipertahankan. Hal ini hanya dapat dilakukan jika perkaderan dilakukan secara berkesinambungan. Parluhutan Siregar juga menegaskan pada sesi wawancara yang dilakukan penulis. Perkaderan di PAN ini harus dikelola dengan bagus. Apa yang baik di masa lampau, itu perlu dikembangkan ke depan sesuai dengan tuntutan perkembangan. Saya pikir, PAN ini adalah partai kader. Jadi untuk mendukung perkembangan PAN ini, mau tidak mau harus dilakukan perkaderan-perkaderan. Rekrutmen kader-kader potensial tentu menjadi satu keharusan. Hasil dari perkaderan itu diharapkan akan memunculkan kader-kader yang komitmen dan loyal dalam mendukung perjuangan partai. Loyalitas dan idealisme kader itulah kadang-kadang yang sudah mulai terkikis sekarang ini. Tapi untuk mengatasi itu, perkaderan harus jalan terus. Perkaderan itu ibarat nafasnya organisasi. Kader-kader itu yang akan dipersiapkan untuk memimpin partai ini di masa yang akan datang. Sehingga karena kader adalah produknya partai, maka produk tersebut tentu harus dikemas bagus, sehingga kalau kadernya bagus, otomatis partainya juga akan bagus juga.55 Dalam proses rekrutmen kader partai, PAN pada prinsipnya tidak membeda-bedakan orang yang ingin bergabung dengan PAN. Bahkan, para kader PAN terbuka untuk semua elemen masyarakat, mulai dari lintas pemuda, lintas budaya, lintas suku dan lintas agama. PAN tidak membatasi bahwa kader PAN harus dari orang 55 Parluhutan Siregar, Sekretaris DPW PAN Sumatera Utara periode 2010-2015 juga anggota DPRD Sumatera Utara periode 2005-2009 daerah pemilihan Sumur 11 (Binjai Langkat), anggota DPRD Sumatera Utara periode 2010-2015 daerah pemilihan Sumut 6 (Tabagsel). Wawancara tanggal 6 Juni melalui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 231 Muhammadiyah. Maka dalam kaitan ini, perkaderan merupakan sebagai upaya untuk menguatkan visi, misi dan ideologi partai pada diri seorang kader, sehingga kader tersebut dapat menjadi ujung tombak public relation dari PAN itu sendiri. Keempat, program sosial dan keagamaan juga merupakan program unggulan yang senantiasa dikedepankan oleh partai maupun politisi PAN Sumatera Utara. Untuk menguatkan pencitraan politik, hampir semua partai senantiasa melakukan kegiatan yang bersifat sosial keagamaa. Misalnya, memberikan bantuan kepada masyarakat miskin, mendatangi masyarakat yang sedang ditimpa musibah, mengikuti acara hari-hari besar Islam, menyampaikan ucapan selamat pada hari-hari keagamaan. Ini menjadi ajang bagi partai maupun politisi untuk melakukan pencitraan politik. DPW PAN Sumatera Utara sebagai partai politik, juga melakukan hal tersebut. Bahkan dari penelusuran yang dilakukan penulis, dijumpai sejumlah fakta bahwa baik secara kepartaian maupun perorangan, kegiatan sosial keagamaan sering dimanfaatkan partai maupun politisi PAN untuk membangun pencitraan. Kegiatan sosial misalnya adalah segala sesuatu kegiatan yang berkaitan erat dengan kemasyarakatan. Beberapa kegiatan yang terkait dalam konteks ini di antaranya, PAN melaksanakan kegiatan penyantunan terhadap anak yatim, berkunjung ke panti asuhan, melakukan sunatan massal, menyediakan buka puasa gratis dan sebagainya. Bahkan DPW PAN Sumatera Utara juga tidak jarang terjun ke masyarakat untuk menunjukkan kepedulian terhadap bencana yang melanda masyarakat. Seperti halnya musibah meletusnya gunung Sinabung, PAN dengan segenap jajarannya mengumpulkan bantuan berupa uang, sembako dan pakaian yang kemudian diserahkan kepada masyarakat pengungsi erupsi gunung Sinabung. Pada tahun 2007, DPW PAN Sumatera Utara juga meninjau secara langsung kondisi masyarakat Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang mengungsi akibat banjir bandang dan tanah longsor. Sama seperti masyarakat korban erupsi gunung Sinabung, PAN juga memberikan bantuan kepada masyarakat Kotanopan berupa tenda-tenda darurat, makanan instan sebagai advokasi awal bagi masyarakat yang ditimpa musibah di Mandailing Natal Keccamatan Kotanopan tahun 2007. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 232 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Bila ditinjau dari sudut pandang politik, bahwa pencitraan yang dilakukan PAN Sumatera Utara lewat program unggulannya, ditujukan kepada seluruh masyarakat, baik itu warga Muhammadiyah maupun bukan Muhammadiyah, Islam maupun non Islam. Bahkan pencitraan politik PAN tidak memandang kelas sosial. Ini menunjukkan bahwa PAN merupakan partai terbuka (inklusif) yang memiliki kepedulian terhadap masyarakat. PAN bukan partai Muhammadiyah seperti yang digambarkan kebanyakan orang, terutama orang-orang yang tidak paham tentang PAN. Melalui program unggulan tersebut, PAN menunjukkan bahwa partai tersebut adalah partai terbuka. Baik itu dalam kaitannya dengan pola perekrutan kader yang terbuka secara umum bagi simpatisan yang ingin masuk ke PAN. Konsistensi PAN untuk menjalankan program kepartaian, termasuk bagian dari upaya pembentukan citra politik. Intensitas komunikasi politik dan pencitraan politik yang baik, sebagaimana yang dilakonkan PAN melalui program unggulannya, tentu akan menambah penilaian baik pula dari masyarakat. Pencitraan Melalui Jargon Politik Dalam catatan sejarah perpolitikan Indonesia, umur Partai Amanat Nasional (PAN) pada tanggal 23 Agustus 2016 genap berusia 18 tahun. Sebagai partai politik yang lahir dari rahim reformasi, PAN sudah banyak memberi inspirasi bagi rakyat Indonesia. Inspirasi PAN salah satunya membuka kran demokrasi politik Indonesia. Ini dimulai dari kran konstitusi melalui amandemen UUD 1945 sampai perubahan UU pemilihan presiden/ wakil presiden ketika tokoh reformasi Amien Rais menjabat sebagai Ketua MPR RI. Partai ini dikenal sebagai partai modern yang diharapkan dapat mengubah mindset masyarakat Indonesia. Mengubah cara pandang rakyat terhadap kondisi real politik Indonesia. Apalagi pasca runtuhnya rezim Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun, banyak agenda yang harus dikawal, seperti penegakan supremasi hukum, pemberantasan korupsi dan nepotisme yang berkelindan di sekitar pejabat-pejabat negara. Seiring dengan perjalanan politik bangsa, PAN terus bergerak untuk mensejajarkan diri dengan partai-partai lainnya. PAN terus berupaya untuk membangun pencitraan politik yang baik di mata Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 233 masyarakat. Salah satu upaya pencitraan politik yang dilakukan PAN adalah melalui jargon-jargon politik. Bila diikuti penjelasan Chaer dan Agustina, jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu.56 Dengan demikian, jargon dipahami sebagai entitas sebuah komunitas budaya tertentu yang bisa berupa tradisi turun-temurun maupun tradisi baru yang tercipta secara alami sesuai dengan interaksi yang terjadi di dalamnya. Tetapi yang jelas, dalam ranah politik, penggunaan bahasa jargon sangat berkaitan erat dengan sistem dan strategi mendapatkan kekuasaan, karena politik merupakan jalan yang sah untuk meraih legalitas kekuasaan. Dalam pengamatan penulis, munculnya jargon-jargon tersebut berkaitan erat dengan fenomena sosial dan kultural yang muncul saat itu. Pelaksanaan pemilu di Indonesia misalnya, setelah berlaku multipartai, drastis model kampanye partaipun turut berubah. Pola pendekatan yang dilakukan partai maupun para politisi kepada masyarakatpun berbeda-beda. Kemudian, pencitraan politikpun semakin banyak dipraktikkan oleh partai maupun politisi yang mencalonkan diri sebagai pemimpin. Salah satu strategi pencitraan politik yang dimaksud yaitu penggunaan jargon-jargon dalam media kampanye, seperti spanduk, baliho dan sebagainya. Penggunaan jargon ini jugalah yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara sebagai penuturan khas untuk membangun pencitraan, sehingga masyarakat sebagai konstituen tertarik kepada PAN. Dalam catatan penulis, sejak PAN didirikan, setiap berganti ketua umum berganti pula jargon yang didengungkan. Misalnya, pada saat Amien Rais jadi ketua umum DPP PAN, jargon politik yang diusung PAN adalah “Menuntaskan Reformasi”. Jargon ini didengungkan PAN, karena PAN merupakan partai reformasi, dan saat Amien Rais sebagai ketua umum DPP PAN, Amien rais menganggap bahwa reformasi belum tuntas. Oleh sebab itu, agenda reformasi perlu dilanjutkan, dan PAN dalam kaitan itu berada di level terdepan untuk menuntaskan agenda reformasi yang belum tuntas. Oleh sebab itu, PAN mengispirasi untuk melakukan amandemen UUD 1945. Di antara isi amandemen tersebut mengubah sistem 56 Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h. 68. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 234 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... pemilihan presiden/wakil presiden dari sistem perwakilan di MPR/ DPR RI menjadi sistem langsung. Ini mendapat perhatian yang bagus dari seluruh rakyat Indonesia. Namun demikian, jargon PAN tersebut dianggap terlalu elitis, dan kerja yang dilakukan untuk menuntaskan reformasi hanya melibatkan kalangan tertentu. Itulah sebabnya jargon tersebut perlu dirubah, agar PAN menjadi milik semua masyarakat Indonesia. Karena dengan jargon tersebut, PAN dicitrakan sebagai partai modern kelas menengah ke atas dan kelas perkotaan. Dengan demikian, untuk menyahuti seluruh aspirasi masyarakat, maka jargon PAN dirubah pada masa kepemimpinan Soetrisno Bachir. Jargon yang dikemukakan Soetrisno Bachir, yaitu “Hidup Adalah Perbuatan”. Soetrisno Bachir ingin mengajak seluruh pengurus dan kader PAN agar berbuat melalui program kerja nyata. Sebab dengan perbuatan nyata itulah PAN akan dilihat oleh masyarakat. Program real dan kerja nyata ditunjukkan melalui kader-kadernya dan ditujukan untuk kepentingan seluruh umat. Jargon yang digunakan Soetrisno Bachir ini mengindikasikan penegasan adanya keinginannya agar keberadaan PAN dapat memberikan manfaat kepada seluruh masyarakat. Perbuatan pada masa hidup, merupakan suatu hal yang akan dikenang oleh orang lain pada masa yang akan datang. Dalam konteks politik, jargon ini sengaja di produksi dengan sebaik mungkin lalu disosialisasikan ke publik dengan tujuan untuk membangun pencitraan. Pada kasus ini dapat dilihat, pemanfaatan jargon tersebut sebagai alat politik pencitraan. Hampir di seluruh stasiun televisi, iklan Soetrisno Bachir tampil dengan jargonnya, bahkan diberbagai surat kabar lokal, iklan dengan jargon tersebut dimuat besar-besar, sehingga muncul isu bahwa Sutrisno Bachir adalah calon presiden dari PAN. Dari sini dapat dilihat, bahwa pengucapan jargon tersebut tidak semata-mata sebatas sosialisasi partai, namun muatan politisi lain yang terkemas di dalamnya bertujuan untuk membentuk citra politik yang saat itu sebagai ikon PAN adalah Soetrisno Bachir. Pencitraan PAN tidak sampai disitu, pada masa kepemimpinan Hatta Rajasa, jargon PAN pun berubah. Tetapi menariknya pada periode ini, terjadi dua kali perubahan jargon. Pertama, yaitu “PAN Merakyat, Menunaikan Amanat Rakyat”. Jargon ini digunakan untuk Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 235 mencitrakan bahwa PAN adalah partai yang peduli kepada rakyat. Jargon ini juga sekaligus sebagai model komunikasi persuasif untuk mendekati hati rakyat di tingkat bawah (grass root). Jargon kedua pada masa kepemimpinan Hatta Rajasa yaitu “Partai Aksi Nyata”. Jargon ini diluncurkan sebagai awal kerja partai menghadapi Pemilu 2014. Terbukti bahwa sosok Hatta Rajasa selama memimpin PAN memberikan kontribusi positif dalam pengendalian partai. Hatta Rajasa berhasil membangun pencitraan politik yang baik dalam kancah perpolitikan di Indonesia. Hatta Rajasa berhasil membawa perubahan besar untuk PAN terutama pada pemilu 2014. Pada masa kepemimpinan Zulkfli Hasan, jargon PAN pun berubah kembali. Jargon PAN yaitu, “Politik Tanpa Gaduh”. PAN dalam hal ini ingin menunjukkan, bahwa di tengah kisruh perpolitikan internal partai, misalnya Golkar, dan PPP yang terpecah menjadi dualisme. Sebaliknya PAN menunjukkan soliditasnya. Meskipun suksesi kepemimpinan PAN melahirkan riak-riak konflik, tetapi riak-riak tersebut tidak membuat partai tersebut terbelah dua seperti partai Golkar dan PPP. Ini juga ditegaskan oleh Wildan Aswan Tanjung. Suksesi kepemimpinan di PAN, bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan konstitusi partai dalam rangka pergantian kepemimpinan. Tapi suksesi kepemimpinan di PAN merupakan ajang silaturahmi kader, pendukung dan simpatisan. “Politik Tanpa Gaduh” merupakan jargon yang harus diusung secara bersama-sama. Itulah buktinya, bahwa kader PAN harus menjunjung tinggi nilai-nilai kesantunan dan persatuan. Di PAN ini diharapkan tidak ada kegaduhan, karena politik tapa gaduh, akan memberikan penilaian yang baik di mata masyarakat. Politik tanpa gaduh ini, juga menunjukkan kepada seluruh masyarakat Indonesia, bahwa PAN merupakan partai yang memegang kokoh azas kekeluargaan, di mana setiap kader dan juga calon-calon pemimpin hadir dengan tujuan yang sama, yaitu sama-sama untuk menyelesaikan masalah masyarakat.57 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa PAN yang lahir dari embrio reformasi mencitrakan dirinya sebagai partai 57 Wildan Aswan Tanjung, Ketua DPD PAN Labsel Periode 2011-2015 dan Ketua DPD PAN Labusel 2016-2021. Wawancara tanggal 17 Juni 2016 di Labuhan Batu Selatan di kantor DPD PAN Labusel. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 236 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... yang terbuka bagi seluruh warga negara Indonesia. PAN berusaha menjadi partai terdepan dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, setiap saat kader PAN harus melakukan langkah-langkah konkrit untuk membela kepentingan rakyat. Jargon-jargon tersebut ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa PAN lahir untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Pencitraan Melalui Penetapan Caleg PAN Sesuai Daerah Asal Pesatnya arus perkembangan media informasi, serta diberikannya hak yang luas bagi masyarakat untuk dapat memilih secara langsung calon pemimpin (presiden/wakil presiden, DPR, Bupati, Walikota), tentu mendorong partai-partai untuk merumuskan kembali strategi politiknya. Persaingan yang ketat antar partai dan juga para politisi yang berkompetisi di arena-arena politik juga menuntut semua partai dan politisi untuk terjun secara langsung ke masyarakat. Model konstruksi pencitraan yang dikembangkanpun semakin variatif untuk menarik simpati masyarakat. Konkritnya, sistem politik Indonesia yang telah berubah, turut mendorong berubahnya strategi politik, misalnya dari yang bersifat konvensional kepada yang modern. Sistem ini juga sekaligus menempatkan partai politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi, sehingga begitu pentingnya peran partai politik, maka sudah selayaknyalah partai-partai politik menunjukkan fungsionalnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kondisi partai politik yang fungsional, akan memungkinkan partai tersebut melakukan rekrutmen pemimpin yang baik. Rekrutmen kepemimpinan inilah yang menjadi salah satu perhatian serius dari DPW PAN Sumatera Utara. Berdasarkan analisa yang dilakukan, rekrutmen kepemimpinan ini jugalah yang merupakan salah satu strategi yang dilakukan DPW PAN Sumut untuk menguatkan pencitraan politiknya. Penetapan caleg misalnya, merupakan strategi awal PAN untuk membangun citra partai, baik ke dalam maupun keluar partai. Pasca keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi tentang suara terbanyak, perubahan sistem perhitungan suarapun berubah. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 237 Penetapan caleg tidak lagi didasarkan pada nomor urut, tetapi ditetapkan sesuai dengan suara terbanyak. Bagi DPW PAN Sumatera Utara, penetapan caleg sesuai dengan suara terbanyak tidak terlalu bermasalah, sebab PAN adalah salah satu partai yang mendorong agar penetapan kursi caleg terpilih di tetapkan sesuai suara terbanyak. Bahkan Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir menyebut keputusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan caleg sesuai suara terbanyak adalah sebagai kemenangan rakyat dan demokrasi yang benar-benar adil. Menurut Soetrisno Bachir, PAN memang memperjuangkan suara terbanyak. Atas hasil tersebut, PAN juga menggelar syukuran. Munculnya keputusan MK tersebut, mendorong DPW PAN Sumatera Utara untuk semakin berbenah diri melakukan rekrutmen kader-kader pemimpin yang berkualitas. Selektifitas penetapan calegcaleg PAN Sumatera Utara pun semakin ketat dalam mempersiapkan orang orang yang popular di masyarakat sebagai caleg dari partai tersebut. Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis, dalam penentuan caleg tersebut, ada tiga hal yang jadi pertimbangan PAN. Pertama, PAN melakukan rekrutmen caleg berdasarkan pertimbangan kedudukan dalam kepengurusan partai. Kedua, PAN melakukan penempatan nomor urut caleg berdasarkan pertimbangan pengaruh dan ketokohan. Ketiga, PAN melakukan penempatan caleg sesuai dengan daerah asal masing-masing. Ketiga langkah di atas, merupakan pertimbangan mendasar dalam penetapan caleg PAN. Tetapi dengan menempuh langkah tersebut, bukan berarti bahwa caleg-caleg yang berada di daftar urut nomor paling terakhir tidak memiliki kesempatan menang, sebab sistem pemilu yang disahkan adalah berdasarkan suara terbanyak. Alternatif pemilihan langkah tersebut dalam pandangan penulis, adalah satu strategi PAN Sumatera Utara untuk membangun pencitraan politik, sehingga perebutan kekuasan di dapil-dapil dapat berjalan mulus. Kemudian proses rekrutmen dan penetapan caleg berdasarkan daerah adalah upaya untuk memudahkan caleg PAN mensosialisasikan dirinya kepada masyarakat. Tentu hubungan primordial kedaerahan bisa menjadi modal politik bagi seorang caleg. Hubungan emosional caleg dengan masyarakat pun dapat lebih mudah menguat, jika dibandingkan dengan caleg yang bukan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 238 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... putra daerah. Secara realitas, emosional kedaerahan tersebut sering dijadikan masyarakat menjadi alasan untuk memilih seorang caleg dan bahkan seorang pemimpin politik seperti presiden, bupati, walikota dan sebagainya. Apa yang dijelaskan di atas, adalah bahagian dari strategi pencitraan politik PAN yang diharapkan dapat mempengaruhi simpatisme masyarakat. Hal tersebut juga erat kaitannya dengan penjelasan yang disampaikan Yahdi Khoir Harahap. Dalam menetapkan caleg-caleg PAN, itu dilakukan dengan cara yang selektif. Beberapa pertimbangan dalam penetapan caleg, misalnya kita mempertimbangkan ketokohannya, kepengurusannya di partai terus kedaerahannya, atau dari daerah mana caleg itu berasal. Itu semua dilakukan oleh PAN dalam rangka menyukseskan perolehan suara di pemilu legislatif. Semakin banyak suara PAN tentu juga semakin banyak kursinya dan semakin kokoh dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Diharapkan, dengan penetapan caleg dengan cara demikian, akan semakin muluslah peroses kader dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat, semakin mudah dalam meyakinkan masyarakat dan semakin mudah juga menarik simpatisme masyarakat.58 Berdasarkan informasi di atas, bahwa penetapan caleg berdasarkan tiga pertimbangan, dapat dipandang sebagai hal yang positif daripada apa yang terjadi sebelum keluarnya keputusan MK tersebut. Dalam sistem ini, ada kompetisi antara sesama caleg, sehingga masing-masing caleg bekerja untuk pribadinya, tetapi sekaligus bekerja untuk membesarkan partai. Menariknya, dari langkah-langkah penetapan caleg PAN tersebut, tentu sudah dipertimbangkan oleh PAN secara matang sesuai dengan konteks kehidupan sosial keagamaan di Sumatera Utara. Dalam kaitan ini, penulis ingin menegaskan bahwa dalam konteks masyarakat Sumatera Utara, hubungan kedaerahan, kesukuan dan alasan primordial lainnya sering kali dijadikan masyarakat sebagai alasan 58 Yahdi Khoir Harahap, Ketua DPD PAN Batu Bara periode 2005-2010 dan Sekretaris Umum DPW PAN Sumatera Utara priode 2015-2020. Wawancara tanggal 20 Juni 2016 di kantor sekretariat DPW PAN Sumatera Utara Jl. Wahid Hasyim. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 239 untuk memilih seorang pemimpin politik. Adanya perbincangan yang mengemuka di masyarakat, misalnya perbicangan tentang siapa yang akan dipilih ini sering muncul di berbagai tempat. Sejumlah masyarakat misalnya sering mendiskusikan, “Siapa yang kamu pilih? Lalu jawaban yang sering muncul saya memilih si “A” saja, karena dia itu satu daerah dengan saya. Dia itu putra daerah. Siapa lagi yang dipilih kalau bukan putra daerah. Dia itu beragama Islam, dia itu satu marga dengan saya, masih satu darah dan sebagainya”. Ini adalah ungkapan-ungkapan yang sering dimunculkan masyarakat menjelang kontestasi politik, utamanya di daerah Sumatera Utara. Realitas ini membantah apa yang disebutkan Clifford Geertz, bahwa ada perubahan prilaku pemilih sekarang ini jika dibandingkan 45 tahun yang silam. Jika 45 tahun yang silam basis pertarungan antarpartai mengikuti garis primordial, dan rakyat memilih tidak berdasarkan persetujuannya atas program partai secara rasional, tetapi lebih pada loyalitas agama, daerah, dan suku. Sekarang kata Geertz, peran suku dan daerah agak berubah, namun peran agama tetap.59 Penulis berbeda dengan konteks pernyataan Geertz bahwa sekarang peran suku dan daerah agar berubah. Artinya, kesukuan dan kedaerahan tidak begitu berpengaruh untuk menetukan pilihan, sebagaimana yang digambarkan Geertz pada masa 45 tahun yang silam yang itu pengaruhnya sangat kuat. Justru dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, untuk konteks Sumatera Utara, kesukuan, kedaerahan bahkan agama, ketiganya memberi pengaruh bagi masyarakat dalam menetapkan pilihannya. Ketiga elemen tersebut, kesukuan, kedaerahan dan keagamaan bersinergi dalam mendorong simpatisme masyarakat untuk menentukan pihannya terhadap pemimpin. Kondisi ini menjadi suatu hal yang masih sulit dielakkan dari masyarakat Sumatera Utara yang memiliki ikatan primordial yang masih kuat dan mengakar. Indikator primordialisme diindikasikan melalui sentiment kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan. 59 Pandangan ini juga berbeda dengan apa yang diteliti oleh Liddle dengan muridnya Saiful Mujani, dan sejumlah peneliti UI, antara lain Eep Saifulloh Fatah, yang juga menjadi muridnya. Liddle menyimpulkan bahwa perilaku pemilih pada pemilu 1999 belum banyak berbeda dengan perilaku pemilih pada 1955, sewaktu pemilu pertama diadakan. Lihat, Tawakkal, Peran, h. 63. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 240 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Kekuatan primordialisme tersebut menjadi salah satu faktor yang turut menentukan pilihan seseorang terhadap politisi atau kandidat yang sedang berkompetisi dalam satu even pemilihan umum. Sebagaimana dikuatkan oleh Ater, bahwa ada beberapa faktor utama yang membentuk perilaku pemilih di Indonesia salah satunya adalah faktor etnisitas.60 Kelompok etnis mempunyai peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi, dan orientasi seseorang. Adanya rasa kesukuan atau kedaerahan mempengaruhi dukungan seseorang terhadap partai politik. Kesetiaan etnis di Indonesia masih tampak signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa etnisitas dapat mempengaruhi perilaku politik seseorang. Liddle juga menegaskan dalam penelitian yang dilakukannya di Sumatera Utara dengan mengambil area penelitian di Kabupaten Simalungun dan Pematang Siantar. Bahwa secara relatif kata Liddle terdapat kesetiaan etnis (ethnic loyalty) yang relatif tinggi dengan prilaku memilih. Liddle mengaitkan analisa makronya tentang tingkah laku politik lokal dengan apa yang kelihatan makro di tingkat nasional. Di kabupaten Simalungun dan Kota Pematang Siantar Liddle menemukan hubungan-hubungan antara partai lokal dengan kelompok agama, budaya dan etnis. Dimana pada waktu itu rakyat Indonesia sangat mendambakan partai-partai yang akan mewakili kepentingan mereka yang bersifat primordial.61 Dari uraian Liddle dapat ditegaskan bahwa etnis, termasuk kesukuan, kedaerahan, dan agama memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku politik pemilih. Liddle menyimpulkan bahwa primordialisme dan partai di Indonesia bagaikan zat dan sifatnya. Pertama, merupakan kenyataan-kenyataan sosial budaya, dan yang kedua adalah ekspresi alamiah dibidang politik. Kenyataan-kenyataan yang ditemukan menimbulkan pertanyaan bagaimana hubungan atau pun pengaruh etnisitas, khususnya struktur masyarakat dan politiknya kepada perilaku politik dari masyarakat suku bangsa dalam kehidupan politik. 60 David. E. Ater, Pengantar Analisa Politik (Jakarta: LP3ES, 1998), h.. 209. R. Wiliam Liddle, Partisipasi dan Partai Politik di Indonesia Pada Awal Orde Baru (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1992), h. 22-81. 61 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 241 Sinergisitas ketiga elemen tersebutlah yang menjadi salah satu pertimbangan PAN untuk menetapkan calegnya. Misalnya di Kabupaten Toba Samosir, PAN menetapkan caleg yang berasal dari daerah setempat, dan mempertimbangkan keagamaan mayoritas penduduk setempat. Karena ketiga elemen tersebut dianggap sebagai magnet yang dapat menarik simpatik masyarakat kepada PAN. Sinergsitas ketiga elemen kesukuan, kedaerahan dan keagamaan dapat digambarkan sebagaimana di bawah ini. Gambar 4.4. Tiga elemen pertimbangan PAN dalam penetapan caleg Gambaran di atas menunjukkan tiga elemen penting yang menjadi pertimbangan penetapan caleg dalam konteks Sumatera Utara. Selanjutnya, bila dikaji ulang kembali perjalanan politik PAN Sumatera Utara sepanjang tahun 2005-2015, dapat dijumpai beberapa hal penting, terkait dengan pola pendekatan yang dilakukan oleh para politisi PAN secara perseorangan, dan termasuk dalam hal ini partai secara umum. Dari sudut teori marketing, hal yang diperhatikan pengurus PAN adalah dalam menentukan calon-calon legislatif (caleg). Dari analisa yang dilakukan, dalam penentuan caleg, PAN memilih kader-kader berkualitas dan juga sebagai representasi yang dianggap dapat menarik simpatisme masyarakat di dapil (daerah pemilihan) masing-masing caleg. Artinya, bahwa dalam hal ini PAN membangun citra lewat penempatan kader, dengan harapan para kader dapat menciptakan asosiasi-asosiasi tertentu dalam menarik pemilih. Misalnya, kader yang berasal dari daerah Mandailing atau Tapanuli Selatan di tempatkan pencalegannya di dapil yang mayoritas bersuku Mandailing atau masyarakat Tapanuli Selatan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 242 | PAN Sumatera Utara dan Strategi... Apa yang dilakukan PAN Sumatera Utara merupakan salah satu bentuk strategi pemenangan dalam setiap kontestasi politik yang dilakukan. Sebab pemilihan kader-kader yang berkualitas, turut menentukan citra partai di masyarakat. Bahkan hal yang perlu dipahami dalam hal ini, bahwa perilaku memilih, baik dalam pemilihan umum, pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan kepala daerah (Pilkada), yang akan dipasarkan adalah para kandidat. Oleh sebab itu, agar masyarakat tahu dan mengenal orang yang akan dipilihnya, maka kandidat itu sendiri yang harus memperkenalkan dirinya kepada masyarakat. Di sinilah PAN melihat bahwa penetapan kandidat-kandidat yang akan berkompetisi dalam setiap even politik, direkrut dari kader-kader berkualitas, memiliki popularitas dan pengaruh. Informasi di atas, juga kalau ditinjau dari kajian teoritis, DPW PAN Sumatera Utara dalam penetapan caleg menerapkan kolaborasi antara merit system dan spoil system. Merit system adalah mekanisme rekrutmen yang memakai alasan-alasan rasional sebagai alasan utama, misalnya kedaerahan dan ketokohan individu dalam menarik simpatisme pemilih. Sedangkan spoil system adalah mekanismen pemilihan caleg yang tidak memakai alasan-alasan rasional sebagai alasan utama, dalam hal ini berdasarkan kedudukan caleg dalam kepengurusan partai. Terpampangnya nama-nama pengurus partai pada nomor jadi (1 dan 2) menunjukkan bahwa pengurus partai masih meyakini daya tarik partai dapat menarik simpatik masyarakat kepada caleg bersangkutan. Oleh sebab itu, nomor urut atas tetap menjadi rebutan di kalangan elit partai, karena fenomena memilih partai paling nomor awal, masih menjadi kebiasaan pemilih yang masih sulit untuk dirubah. Selain itu, ada masyarakat yang tidak memiliki caleg pilihan, tetapi memiliki partai pilihan, sehingga ia hanya memilih partai. Meskipun partai tersebut murni menggunakan model suara terbanyak, tetapi karena partai yang dipilih oleh masyarakat, maka yang berhak menentukan caleg yang menempati kursi adalah partai. Apa yang dilakukan PAN ini adalah sebagai sebuah strategi pencitraan politik untuk merebut simpatik masyarakat dan pada akhirnya dapat memperoleh kekuasaan secara konstitusional. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Bab V Suksesi Pencitraan PAN Merebut Simpati Masyarakat Sumatera Utara Pasca runtuhnya Orde Baru, sistem multipartai menjadi bagian penting dalam sistem demokrasi di Indonesia. Era multipartai merupakan tonggak awal dimulainya pemilu yang demokratis di Indonesia. Demokrasi pada mulanya merupakan satu gagasan tentang pola kehidupan yang muncul sebagai reaksi terhadap kenyataan sosial politik yang tidak manusiawi di tengah-tengah masyarakat. Reaksi tersebut datang dari orang-orang yang merasa terusik dan tergugah melihat adanya pengekangan dan pemerkosaan terhadap hak-hak asasi manusia, dalam hal ini penentuan kepemimpinan. Suatu pemerintahan itu dapat disebut demokratis apabila pemerintahan tersebut dapat memberikan kesempatan konstitusional yang teratur dalam memperoleh kekuasaan politik. Salah satu ciri utama negara demokrasi adalah pemilihan umum untuk memilih partai politik yang akan mendapat kepercayaan rakyat. Tetapi harus dipahami, bahwa pemilu bukan sekedar untuk menentukan partai yang berkuasa. Jauh lebih penting, pemilu merupakan bukti berjalannya demokrasi. Inilah yang berkembang pada awal-awal reformasi, di mana partai ingin menunjukkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat. Menjamurnya partaipartai baru pada awal reformasi merupakan salah satu indikasi sikap euforia politik yang diekspresikan setiap warga negara, dan dalam waktu yang relatif singkat jumlah partai di Indonesia mencapai 140 partai. Dari 140 partai tersebut, yang lolos verifikasi adalah sebanyak 48 partai dan inilah yang berhak mengikuti pemilu pada tahun 1999. Dari 48 partai tersebut, muncullah enam partai besar pemenang pemilu, dan PAN merupakan salah satu partai politik baru yang berhasil menjadi bagian dari pemenang pemilu tersebut. 243 244 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... Perolehan suara PAN sebagai partai politik baru menunjukkan bahwa kemunculan partai tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Meskipun sejak kelahirannya hingga pemilu 2014 lalu, PAN secara nasional tidak pernah bergerak dari level tengah ke level atas, tetapi pergerakan raihan suara dan kursi DPR RI PAN berada di level 7 % sampai 9 % tergolong sangat stabil. Demikian juga di daerah-daerah, perolehan suara PAN di DPRD Kabupaten/Kota, ada juga yang menunjukkan kemajuan yang siginifikan. Tentu ini tidak terlepas dari upaya PAN yang terus menerus melakukan politik pencitraan yang dapat meraih simpatik masyarakat. Indkasi keberhasilan pencitraan PAN tersebut adalah mendorong survivalitas DPW PAN Sumatera Utara menguat. Selain itu, PAN di beberapa daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara menjadi kontestan politik yang berhasil mengalahkan kontestan politik lainnya, misalnya seperti yang terjadi di Labuhan Batu Selatan dan Serdang Bedagai. Bahkan di sejumlah tempat yang bukan berbasis massa Muhammadiyah dan Islam, PAN juga berhasil mendudukkan caloncalon legislatif, meskipun hanya 1 kursi seperti di Nias. Survivalitas PAN Sumut Menguat Sebagai salah satu partai politik baru di Indonesia, PAN sejak awal berdirinya hingga kini dapat dikatakan sebagai salah satu partai yang layak diperhitungkan karena keberhasilan partai ini meraup kursi, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Secara nasional, pada pemilu 1999, PAN memperoleh 7.528.956 suara (7,12 %) atau ekuivalen dengan 34 kursi (7,36 %). Pada Pemilu 2004, raihan suara PAN dengan 7.303.324 suara (6,44 %) atau ekuivalen dengan 53 kursi (9,64%). Di Pemilu 2009, suara PAN lebih jeblok lagi dengan 6.254.580 suara (6,01%) atau ekuivalen dengan 43 kursi (7,68 %). Dan di Pemilu 2014, PAN memperoleh 9.481.621 suara (7,59 %) atau ekuivalen dengan 49 kursi. Perolehan suara PAN secara nasional, juga menunjukkan suvivenya PAN sebagai partai baru dalam kancah politik nasional. Dalam konteks Sumatera Utara juga, PAN telah menunjukkan keberhasilannya dalam menarik simpatisme masyarakat. PAN berhasil menarik simpatik para tokoh di Kota Medan maupun tokoh yang ada di daerah. PAN juga berhasil menarik simpatik masyarakat, baik yang Islam maupun di luar Islam. Misalnya di Nias, Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 245 PAN berhasil meraih satu kursi, padahal penduduk mayoritas Nias adalah Kristen. Nias juga dikenal dengan basis PDIP. Demikian juga di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) yang merupakan basis PDIP dan juga bermayoritas penduduk beragama Kristen, PAN berhasil meraih satu kursi di DPRD Tobasa. Menguatnya dukungan para tokoh dan lapisan masyarakat di Sumatera Utara, baik yang ada di Kota Medan maupun daerah, menjadikan PAN sebagai partai yang diperhitungkan di Sumatera Utara, meskipun perolehan suara PAN tergolong stabil di urutan ke-5 dan ke-6. Keberhasila PAN sebagaimana dapat dilihat dari perolehan suara dan kursi di DPRD Sumatera Utara. Pada pemilu 1999 PAN berhasil mendudukkan tujuh orang wakilnya di DPRD Sumut periode 1999-2004. Pada pemilu 2004, DPW PAN Sumatera Utara berhasil mendudukkan wakilnya di DPRD Sumatera Utara periode 2004-2009 sebanyak delapan kursi. Begitu juga pada pemilu 2009, DPW PAN Sumatera Utara berhasil mendudukkan wakilnya di DPRD Sumut priode 2009-2014 sebanyak enam kursi. Tentu hasil ini menunjukkan bahwa PAN adalah partai yang survive di tengahtengah percaturan politik ke daerahan di Sumatera Utara. Menurut pengamatan penulis, survivalitas PAN tidak terlepas dari proses manajemen partai yang cukup cermat dalam melaksanakan program unggulan yang telah direncanakan. Program unggulan tersebut terlaksana sesuai dengan Standar Operasional Partai (SOP) yang telah ditetapkan partai sebagai garis besar organisasi. Penulis juga mengamati, bahwa bila ditelaah dari sudut keorganisasian partai, survivalitas PAN didukung oleh kuatnya perhatian pengurus terhadap unsur-unsur pendukung manajemen. Unsur-unsur manajemen yang dimaksud senantiasa diistilahkan dengan 6 M, yaitu; man, money, materials, machine, method, dan market. Bila dikaitnya dengan kepartaian, model ini dapat disederhanan menjadi 1 I + 5 M. I yang dimaksud, yaitu ideologi, sedangkan M yang dimaksud, yaitu; man (sumber daya manusia), money (uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan), machine (alat untuk melakukan produksi), methode (cara atau sistem kerja) dan market (pasar atau tempat untuk menjual hasil produksi).1 1 Pemahaman sederhana tentang manajemen adalah proses pengelolaan man, money, materials, machine, method, dan market (6 M) dalam rangka mencapai tujuan Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 246 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... Pertama, ideologi.2 Dapat dipahami bahwa secara sederhana ideologi diartikan sebagai ide atau gagasan. Tetapi lebih luas lagi sebagaimana dijelaskan oleh Syamsuddin Haris, bahwa ideologi adalah suatu paham tertentu yang digunakan untuk melingkupi semua usaha kondisi ideal tertentu. Ideologi berhubungan dengan kekuasaan, sehingga ideologi menjadi alat untuk mencapai kekuasaan. Perjuangan untuk memperoleh kekuasaan, tidak terlepas dari perjuangan ideologis.3 Dalam kaitan ini ide atau gagasan pendirian PAN adalah untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, dengan cara melakukan reformasi dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga PAN diidentikan sebagai partai reformasi yang secara kebetulan didirikan oleh Amien Rais yang merupakan tokoh reformasi. Ideologi menjadi dasar perjuangan seseorang, karena di dalamnya terkumpul sejumlah konsep yang dianggap sebagai kebenaran yang harus diperjuangkan. Oleh sebab itu, perjuangan terhadap ideologi PAN, mendorong setiap kader untuk memberikan kontribusi bagi penguatan partai. Kedua, man (manusia). Dalam hal ini PAN sangat mendukung peningkatan kualitas kader dengan melakukan berbagai pelatihan kader. PAN juga sangat memperhatikan pencalegan kader sesui dengan daerah asal. Ketiga, money (uang). Meskipun uang bukanlah segala-galanya faktor utama pendukung keberhasilan politik, tetapi sebagai modal capital, PAN memperhatikan uang sebagai satu kekuatan yang dapat mendorong survivalitas PAN. Karena untuk melakukan berbagai kegiatan, tentu diperlukan uang. Keempat, machine (mesin). Mesin yang dimaksud bukanlah seperti mesin pabrik. Tetapi mesin dalam kaitan ini adalah mesin partai yang memiliki satu kesatuan yang organisasi. Definisi ini tentu saja dapat diperdebatkan, karena bagaimana orang memaknai manajemen, sangat tergantung bagaimana ia menginterpretasikan (memahami) entitas yang namanya organisasi itu sendiri. Lihat, Siswanto, “Metafora Budaya Sebagai Pendekatan Manajemen” dalam Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Th. XXI. No. 3, Juli-September 2009, h. 257-263. 2 Ideologi bermanfaat: Pertama, membentuk identitas dan kepribadian (ciri) suatu komunitas, bangsa, dan sebagainya. Kedua, mempersatukan perbedaan, sehingga merasa saling bersama dan kebersamaan. Ketiga, mempersatukan berbagai macam masyarakat dari latar belakang yang berbeda-beda. 3 Syamsuddin Haris, dkk, Persepsi Masyarakat Terhadap Partai Politik Peserta Pemilu 2004 (Jakarta: Pusat Penelitian Politik LIPI, 2003), h. 86. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 247 utuh, mulai dari DPW Propinsi sampai ke tingkat DPRt desa. PAN sangat memperhatikan kondisi ini, sehingga mesin partai yang tidak berjalan dengan bagus, segera disegarkan dengan pengurus-pengurus baru yang lebih energik. Kelima, methode (cara kerja). Dalam kaitan ini, penulis memperhatikan, bahwa PAN sangat memperhatikan cara kerja yang tepat untuk melakukan kegiatan. Artinya, bahwa dalam melakukan berbagai kegiatan, PAN selalu memperhatikan efektifitas dan efisiensi, sehingga sasaran tercapai dan tidak terjadi pemborosan dana partai. Keenam, market (pasar). Hal ini terkait dengan sasaran yang akan menjadi target sosialisasi dan target rekrutmen. Dalam kaitan ini, market PAN tidak hanya kepada warga Muhammadiyah, tetapi PAN juga menjadikan kelompok lainnya, masyarakat Islam maupun non-Islam sebagai market. Hal ini di dorong oleh ideologi PAN yang merupakan partai terbuka. Keenam unsur yang telah di atas, dalam pengamatan penulis menjadi faktor yang mendorong semakin survivenya PAN di Sumatera Utara. Bila diamati dari program unggulan yang dilaksanakan PAN, dapat diketahui bahwa di antara program unggulan PAN yaitu: program kegiatan KTA bersantunan, program sosial kemasyarakatan, program kaderisasi dan konsolidasi ke sampai ke tingkat ranting. Program-program tersebut menjadi faktor utama yang membuat masyarakat tertarik kepada PAN. Sebagaimana informasi yang diperoleh penulis dari Yahdi Khoir Harahap, bahwa untuk menuju keberhasilan PAN di Sumatera Utara, di rapat-rapat PAN, baik sifatnya rapat pengurus, Rakerwil, PAN telah merumuskan berbagai macam bentuk program yang dirangkum dalam istilah program 5-SI. Program tersebut adalah garis besar yang akan dijalankan untuk memenangkan setiap kompetisi politik. Program 5-Si diinstruksikan ke seluruh DPD PAN se Sumatera Utara untuk garis pedoman program dalam menyukseskan cita-cita partai. Selama ini, ada juga program yang dilakukan PAN, yaitu lebih akrab disebut dengan program 5-Si itu: Pertama, program konsolidasi. Tujuannya adalah untuk memperkuat struktur jaringan partai. Misalnya, menggelar Musyawarah Daerah (Musda), Musyawarah Cabang (Muscab) Musyawarah Ranting (Musran), dan konsolidasi penyusunan kepengurusan sampai ke dusun dan lingkungan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 248 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... Kedua, program kaderisa-si. Tujuannya adalah untuk memperkuat sekaligus meneguhkan militansi kader PAN, di seluruh struktur kepengurusan. Kaderisasi diperlukan untuk melihat secara kongkret jumlah kader PAN secara kualitas. Kaderisasi dilakukan melalui Latihan Kader Amanat Dasar (LKAD), Latihan Kader Amanat Madya (LKAM) dan Latihan Kader Amanat Utama (LKAU). Perkaderan dilakukan berdasarkan struktur jenjang kepengurusan PAN, mulai dari ranting sampai ke tingkat wilayah. Ketiga, program atributisa-si. Tujuannya adalah untuk pengadaan plank, tanda gambar dan pendataan anggota di seluruh tingkatan. Atributisasi dilakukan dengan rektrutmen anggota yang dibuktikan melalui kepemilikan Kartu Tanda Anggota (KTA) PAN. Keempat, program sosialisa-si. Program sosialisasi ini ditujukan untuk pencitraan PAN di seluruh tingkatakan. Pencitraan yang dilakukan melalui sosialisasi ini dilakukan lewat media massa. Media massa yang dimaksud adalah lewat surat kabar, televisi, radio dan media sosial seperti facebook, instagram dan twitter. Kelima, program ak-si, yaitu program aksi merupakan program real yang dilakukan pengurus dan kader PAN di seluruh kabupate/kota. Program aksi dilakukan sebagai bentuk kepedulian kader PAN membantu masyarakat yang kurang mampu, seperti sunat massal, gotong-royong dan peduli kemiskinan di lumbung suara PAN yang ada.4 Melihat pada keberhasilan PAN dalam melakukan pencitraan untuk merebut simpatik masyarakat, dapat ditegaskan bahwa PAN sudah menjalankan fungsi politiknya sebagai partai. DPW PAN Sumatera Utara berhasil meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memilih PAN. DPW PAN Sumatera Utara juga berhasil memobilisasi massa. Mobilisasi politik sebagaimana dijelaskan Nedelmann, adalah sebagai usaha aktor politik untuk mempengaruhi distribusi kekuasaan. Dalam hal ini, digambarkan terdapat satu jenis hubungan yang berkembang antara partai maupun politisi dengan Individu. Menurut Nedelmann, ada 2 model dalam mobilisasi. Pertama, mobilisasi vertikal, yakni mobilisasi yang bekerja dalam hubungan vertikal meliputi downward mobilization model, grass-root or populist mobilization model, dan ideal democratic model. Kedua, mobilisasi Yahdi Khoir Harahap, Ketua DPD PAN Batu Bara periode 2005-2010 dan Sekretaris Umum DPW PAN Sumatera Utara priode 2015-2020. Wawancara tanggal 20 Juni 2016 di kantor sekretariat DPW PAN Sumatera Utara Jl. Wahid Hasyim. 4 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 249 horizontal, yakni menyertakan segala kemungkinan dari prosesproses internal dalam mobilisasi yang berlangsung diantara partai, politisi dan individu.5 Dalam pengamatan penulis, kedua model ini dijalankan oleh PAN untuk membantu penguatan keberhasilannya dalam membangun citranya dan penguatan survivalitasnya di Sumatera Utara. Misalnya, DPW PAN Sumatera Utara melakukan mobilisasi massa sampai ke massa akar rumput (grass root), yaitu masyarakat awam, sehingga masyarakat tersebut bertambah pengetahuannya tentang PAN dan menjatuhkan pilihan pada PAN. DPW PAN juga melakukan gerakan populis, yaitu gerakan yang merakyat dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan rakyat kecil. Secara organisatoris juga dilakukan PAN untuk menguatkan gerakan ke masyarakat dengan mendorong agar mesin partai bergerak. Inilah yang dilakukan PAN Sumatera Utara dalam meraih keberhasilannya. Survivalitas Perolehan Suara PAN di Daerah Menguat Survivenya PAN tidak terlepas dari dukungan masyarakat yang semakin menguat terhadap PAN. Jika diperhatikan, dukungan tersebut tidak hanya dalam meraih kursi di DPRD Propinsi, tetapi termasuk di beberapa daerah seperti Labuhan Batu Selatan (Labusel) dan Serdang Bedagai (Sergai). Penguatan PAN di Labusel dan Sergai adalah fakta keberhasilan PAN untuk merebut hati rakyat, sehingga PAN di Sumatera Utara dapat eksis. Labuhan Batu Selatan dan Sergai memiliki gambaran yang hampir sama dalam kaitannya dengan perkembangan PAN dan keberhasilannya dalam meraih kursi di DPRD. Labusel dan Sergai adalah dua kabupaten di Sumatera Utara yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten induk. Labusel dimekerkan dari kabupaten induk Labuhan Batu, sedangkan Sergai dimekarkan dari kabupaten induk Deli Serdang. Di tinjau dari sudut kepartaian PAN, Labusel di ketuai oleh seorang bupati yaitu Wildan Aswan Tanjung, dan Sergai pernah diketuai oleh bupati, yaitu Soekirman. Dari sini 5 Birgitta Nedelmann, Individuals and Parties - Changes in Processes of Political Mobilization (European Sociological Review: Oxford University Press, 1987), h. 181-202. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 250 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... tentu terlihat, bahwa keberhasilan PAN juga tidak terlepas dari peran aktif kepala daerah yang secara kebetulan adalah Ketua Umum DPD PAN. Soekirman misalnya, sebagai anggota dan kader PAN yang juga sebagai bupati, tentu sangat besar kontribusinya dalam membangun pencitraan PAN. Tetapi terlepas dari itu, penulis melihat terdapat faktor lain yang menjadikan Labusel dan Sergai berhasil mendudukkan wakilnya di DPRD, yang tercatat dalam sejarah perpolitikan PAN sebagai daerah penyumbang kursi terbanyak di DPRD. Di Labusel anggota DPRD PAN sebanyak 11 orang, sedangkan di Sergai anggota DPRD PAN sebanyak 7 orang, sehingga kedua daerah ini dianggap sebagai bahagian dari basis massa PAN untuk wilayah Sumatera Utara, di samping Kota Medan. Bila diperhatikan dari sudut sistem kepemilihan yang berlaku sekarang ini, Labuhan Batu Selatan di bagi kepada 5 Dapil, yaitu Dapil I Kecamatan kota pinang. Di dapil ini, PAN memperoleh 2 kursi. Dapil II, yaitu Torgamba A PAN berhasil memperoleh 2 kursi. Dapil III yaitu Torgamba B, PAN juga memperoleh 2 kursi. Dapil IV yaitu Dapil Kampung Rakyat PAN memperoleh 2 kursi. Dapil V yaitu Kecamatan Sungai Kanan dan Kecamatan Silangkitang, PAN berhasil meraih 3 kursi. Dari sini terlihat, bahwa raihan suara PAN untuk seluruh Labusel dapat dikatakan merata, karena hampir semua dapil PAN berhasil mendudukkan wakilnya. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, kemenangan PAN di daerah ini tidak terlepas dari dukungan masyarakat yang melihat PAN sebagai partai aspirasi mereka. Ini juga ditegaskan oleh Gandi Faisal pada saat diwawancarai. Kekuatan PAN di daerah ini didukung oleh caleg-caleg yang memiliki finansial dan juga merupakan tokoh masyarakat setempat yang memiliki pengaruh kuat. Mereka yang menjadi anggota DPRD dari PAN adalah orang-orang berpengaruh. Mereka pemilik usaha. Mereka sudah dikenal dekat dengan masyarakat. Ini yang membuat banyak anggota PAN yang jadi anggota DPRD. Selain itu, PAN di Labusel ini dipimpin oleh bupati. Jadi penguatan peran itu semakin terlihat oleh masyarakat. Jadi keberhasilan PAN di daerah ini, tidak terlepas Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 251 dari kekuasaan daerah yang secara kebetulan bupatinya berasal dari PAN Labusel.6 Informasi di atas, erat juga kaitannya dengan informasi yang disampaikan oleh Ketua DPD PAN Labusel, bahwa PAN Labusel memperoleh suara 11 kursi di DPRD Labusel. Perolehan tersebut merupakan satu prestasi besar bagi PAN sepanjang perpolitikan yang dilalui PAN. Karena baru Labusel yang mampu meraih 11 kursi DPRD untuk seluruh Indonesia. Tidak ada strategi khusus untuk meningkatkan perolehan kursi PAN di Labusel dari 1 kursi menjadi 11 kursi. Model yang dilakukan PAN untuk mencitrakan diri di tengah-tengah masyarakat adalah melalui program yang menyentuh. Misalnya, PAN membantu kau duafa, memberikan beasiswa kepada anakanak kurang mampu guna melanjutkan pendidikannya. Di samping itu, secara berkesinambungan pengurus PAN Labusel turun ke masyarakat untuk membangun pencitraan PAN. Mendatangi rumah-rumah penduduk dalam rangka menjaga konsituen sehingga mereka tidak lari dari PAN. Kemudian, pengurus PAN di Labusel melakukan pencitraan PAN melalui penguatan leadersip, kekuatan kekeluargaan, memberdayakan jaringan kekeluargaan, pemanfaatan jasa para tokoh masyarakat. Pencitraan kepedulian terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan. Untuk menguatkan citra PAN, para calegnya pun sengaja dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh.7 Dari informasi di atas, jelaslah terlihat bahwa PAN di Labusel berhasil menarik simpatisme masyarakat untuk memilih PAN, sehingga PAN mampu meraih 11 kursi di DPRD Labusel. Dari informasi tersebut terlihat, ada dua pendekatan komunikasi politik yang dikembangkan PAN dalam meraih kemenangan pemilu di Kabupaten Labusel, yaitu pendekatan struktural dan pendekatan kultural. Gandi Faisal Siregar, Wakil Ketua DPD PAN Labusel dan juga Anggota DPRD Labusel. Wawancara tanggal 17 Juli 2016 di rumah makan Bahagia Kota Pinang. 6 7 Wildan Aswan Tanjung, Ketua DPD PAN Labusel Periode 2011-2015 dan periode 2015-2020. Wawancara tanggal tanggal 17 Juli di Kota Pinang melalui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 252 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... Pertama, pendekatan struktural dalam hal ini, bahwa diketahui PAN adalah satu partai yang memiliki struktur pengurus mulai dari pusat hinga ke desa. Di pusat, pengurus disebut dengan DPP, di propinsi disebut DPW, di daerah kabupaten/kota disebut DPD, di kecamatan disebut DPC dan di desa disebut dengan DPRt. Secara struktural, kepengurusan ini memiliki satu komando. Mulai dari pusat hingan desa, pengurus PAN memiliki cita-cita yang sama untuk mewujudkan visi misi PAN. Pendekatan struktural melaui institusi inilah yang dimaksud dengan pendekatan struktural yang dilakukan oleh PAN dalam rangka pemenangan pemilu. Pendekatan institusional partai memandang, bahwa partai politik adalah lembaga yang memiliki struktur dan fungsi untuk mencapai tujuan. Dalam kaitan ini, PAN melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui partai dari pusat hingga ke ranting. Dalam hal ini, PAN menggerakkan mesin partai secara maksimal mulai dari pusat sampai desa untuk melakukan komunikasi intensif dengan masyarakat di daerah masing-masing. Kedua, pendekatan kultural yaitu pendekatan yang dilakukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Pendekatan ini cenderung pada kebudayaan maupun kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada masyarakat setempat. Pendekatan ini adalah pendekatan yang memberdayakan nilai-nilai kemasyarakatan, menjaga penampilan, membangun pencitraan positif dengan cara bersilaturahmi, mendatangi masyarakat ke tempat-tempat pertemuan, ke pengajian, acara pesta dan sebagainya. Bila dikaji dari sudut pandang teori dramaturgi Erving Goffman, dapat dipahami bahwa apa yang dilakukan caleg PAN di Labusel, sehingga berhasil meraih simpatik masyarakat, tidak lepas dari performance. Memperlihatkan performance yang dapat menarik simpatisme masyarakat terhadap PAN, seperti dijelaskan Goffman, bahwa performance kontestan sering kali terbentuk disaat terjadinya interaksi antara aktor dengan masyarakat yang memilih, atau yang disebut Goffman sebagai penonton. Perfomance atau penampilan mempunyai makna kesan yang dibawa oleh aktor dalam setiap interaksinya dengan masyarakat, dan itulah instrumen yang sering Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 253 berdampak positif dan berpengaruh pada reaksi masyarakat dalam menentukan pilihan. Dari pengamatan yang penulis lakukan, dapat juga ditegaskan bahwa keberhasilan PAN meraih 11 kursi di DPRD Labuhan Batu Selatan juga tidak terlepas dari dua faktor, yaitu faktor modal sosial dan modal kapital. Pertama, modal sosial yaitu kemampuan untuk membangun relasi, hubungan dan membangun popularitas dalam mewujudkan tujuan bersama. Modal sosial merupakan fenomena yang berasal dari orang-orang yang membentuk koneksi sosial dan network yang didasarkan atas prinsip kepercayaan dalam hubungan dan saling menguntungkan. Dari penelusuran yang dilakukan penulis, modal sosial ini sangat kuat dimiliki oleh kader-kader PAN Labusel yang sudah menjadi anggota DPRD. Modal sosial paling kuat mempengaruhi masyarakat adalah keberadaan Bupati Labusel yang merupakan Ketua Umum DPD PAN. Kedua, modal kapital yaitu modal finansial, material dan ekonomi. Modal ini merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan partai dan para politisi untuk memenangkan kontestasi politik. Satu partai tidak akan bisa eksis kalau tidak didukung oleh modal kapital. Modal kapital ini tentu akan memudahkan seseorang untuk memobilisasi massa, mengarahkan massa untuk bersedia memilih dan sebagainya. Dukungan modal sosial, dapat memudahkan seorang politisi untuk melakukan yang namanya politik transaksional. Karena tidak dipungkiri, bahwa politik transaksional ini juga berlaku dalam mendukung kemenangan calegcaleg PAN di Labusel. Politik transaksional yang dimaksud, tentu bukan politik uang (money politic) apalagi pembelian suara pemilih. Politik transaksional yang dimaksud adalah politik yang dilakonkan seorang politisi PAN dengan cara memberi bantuan berupa fasilitas sarana, seperti pengadaan sarana pengajian, sarana olah raga anak muda, bantuan pendidikan dan sebagainya. Pemberian bantuan yang sifatnya sangat transaksional tersebut, bertujuan untuk mempengaruhi pemilih guna mendapatkan keuntungan tertentu. Politik transaksional seperti yang dilakukan politisi PAN, dianggap sebagai praktik yang sangat ampuh untuk menarik simpati pemilih, khususnya pemilih tradisional yang tidak Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 254 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... mengetahui persis suasana politik menjelang pemilihan umum. Misalnya seperti temuan yang diperoleh penulis terkait dengan pemilu di Labusel, kemenangan PAN tidak terlepas dari praktik transaksional. Caleg-calegnya memberikan bantuan barang, sarana dan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakatpun memilih mereka. Di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, awalnya posisi perolehan kursi PAN hanya memiliki 1 kursi, tetapi setelah dimekarkan dari Kabupaten Labuhan Batu (induk), maka pada pemilu legislatif tahun 2014, perolehan kursi PAN di Labusel bertambah secara signifikan menjadi 11 kursi. Dari penelusuran yang dilakukan penulis, meningkatnya perolehan kursi PAN di Labusel didukung oleh faktor kekuasaan yang secara kebetulan Ketua DPD PAN Labusel sekaligus sebagai bupati. Berdasarkan beberapa fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa dua modal, yaitu modal sosial dan modal kapital sangat besar pengaruhnya dalam mendukung pemenangan dalam satu kontestasi politik. Hubungan nilai-nilai kedua modal tersebutlah yang menguatkan pencitraan politik PAN di Labusel dan Sergai, sehingga PAN berhasil meraih kursi yang tergolong besar di DPRD. Oleh sebab itu, survivalitas partai akan terjamin jika memiliki kedua modal tersebut. Sebagaimana ditegaskan Bordieu, bahwa individu maupun kolektif yang mempunyai modal kuat dipastikan menguasai atau memenangkan kontestasi. Sementara pihak yang tidak dapat bersaing di masyarakat karena keterbatasan modal, akan mengalami kekerasan simbolik seperti tersisihkan, tidak diperhatikan dan sebagainya. Di balik keberhasilan PAN di beberapa daerah di Sumatera Utara, namun tercatat juga kegagalan PAN dalam meraih simpatisme masyarakat. Misalnya Kabupaten Karo merupakan gambaran kegagalan PAN dalam membangun pencitraan. Pada pemilihan legislatif tahun 2014, PAN tidak memperoleh kursi di DPRD. Demikian juga dengan Kota Medan, dapat dikatakan sebagai gambaran kegagalan PAN dalam menguatkan pencitraan. Dari data yang diperoleh penulis pada tahun 1999 PAN Kota Medan meraih tujuh kursi. Saat itu Ketua DPD PAN Kota Medan di pimpin Drs. H. Ibrahim Sakty Batubara yang juga sebagai tokoh Muhammadiyah. Secara historis periode ini PAN tidak terlalu dituntut bekerja keras, Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 255 sebab pada awal reformasi PAN menjadi perhatian rakyat secara luas. PAN terbantu dengan ketokohan Amien Rais yang saat itu sebagai ketua DPP PAN. Tetapi seiring dengan semakin ketatnya persaingan antara partai, maka pada pemilihan umum 2004, perolehan kursi PAN mengalami penurunan yang awalnya tujuh kursi menjadi 6 kursi. Menurut hasil wawancarai dengan Ahmad Arief, penurunan suara PAN disebabkan makin melemahnya pencitraan partai. Menurut pengalaman dan pandangan saya, terjadinya penurunan perolehan kursi PAN di Kota Medan disebabkan tiga hal. Pertama, sosialisasi kader PAN kepada konsituen di daerah pemilihan sangat kecil. Kedua, kepopuleran PAN masih mengandalkan ketokohan Amien Rais, sementara para kader juga sebenarnya dituntut agar lebih banyak menunjukkan ketokohannya, terutama di dapil masing-masing. Ini yang menurut saya kurang dilakukan oleh para kader, khususnya para caleg. Ini berpengaruh signifikan terhadap pilihan masyarakat pada Pemilu 2004. Diakui juga bahwa persaingan antarpartai di Kota Medan semakin ketat. Ketiga, secara organisatoris, PAN lebih banyak disibukkan mengurusi konflik intenal. Sebab, sebagai partai politik baru, PAN lebih banyak menuntaskan struktur kepengurusan untuk dibentuk dari DPC, DPRt sampai rayon dan sub rayon. Karena sibuk mengurusi itu, maka kurang memperhatikan apa yang semestinya dilakukan. Artinya, pendekatan pada masyarakat kurang dilakukan, padahal konstituen itu perlu dijaga dan diperhatikan.8 Apa yang disebutkan Arif, tidak berhenti pada tahun 2004. Dari data yang diperoleh penulis, pada pemilu tahun 2009, PAN Kota Medan juga hanya mengalami penurunan suara menjadi 5 kursi atau rangking ke lima peroleh kursi di legislatif. Dari data yang diperoleh penulis, penurunan ini disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, para caleg banyak yang tidak maksimal bersosialisasi ke daerah pemilihannya. Kedua, penetapan caleg lebih kepada kedekatan emosional kepada ketua partai. Siapa yang dekat dengan ketua partai, maka itulah yang ditetapkan sebagai caleg utama atau nomor urut 1. Ketiga, 8 Ahmad Arif, Ketua DPD PAN Kota Medan periode 2005-2010, periode 20102015, anggota DPRD Kota Medan periode 2004-2009, periode 2009-2014 dan periode 2014-2019. Wawancara tanggal 5 September 2016 melalui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 256 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... tidak menempatkan para tokoh di daerah pemilihan yang kuat ketokohannya. Pada pemilu 2014, perolehan kursi PAN semakin menurun menjadi empat kursi. Dari analisis yang dilakukan penulis, penurunan perolehan suara tersebut mengindikasikan gagalnya pencitraan yang dilakukan PAN di Kota Medan. Kegagalan ini juga dibarengi tidak proporsionalnya penempatan caleg PAN. Selain itu, PAN tidak menempatkan caleg sesuai dengan ketokohan dan kedaerahan, sebagaimana yang dilakukan pengurus PAN di Labuhan Batu Selatan dan Sergai. PAN Kota Medan juga kurang memperhatikan kondisi pemilih dengan penempatan caleg. Misalnya di Dapil 2, Medan Helvetia dan Medan Barat, di kawasan tersebut caleg PAN ditunjuk dari orang Muslim, sementara kawasan tersebut dihuni mayoritas non-muslim. Akhirnya sesama caleg muslim yang berasal dari partai politik lain bersaing memperebutkan suara umat Islam. Sementara caleg non-muslim hanya memperebutkan massa di luar Islam, atau etnis batak lainnya. Model Pencitraan Politik Untuk Menarik Simpati Masyarakat Sumatera Utara PAN yang lahir pada tanggal 23 Agustus 1998 tergolong masih sangat muda usianya, jika dibandingkan dengan partaipartai besar lainnya. Sejak PAN berdiri dan sudah berusia 18 tahun sampai pada tahun 2016, faktor keberhasilan PAN didukung oleh simpatisme masyarakat yang terus mengalir di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Tidak hanya faktor simpatisme, tetapi manajemen pemasaran partai juga turut mendukung perkembangan partai tersebut. 1. Merawat Ketokohan Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, ketokohan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi simpatik masyarakat kepada PAN Sumatera Utara. Hal ini terbukti dari perolehan suara PAN yang berhasil mendudukkan anggotanya di DPRR Sumatera Utara. Pemilih PAN masih sangat memperhatikan faktor ketokohan tersebut. Di awal berdirinya PAN di Sumatera Utara, PAN di ketuai Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 257 oleh tokoh Muhammadiyah, yaitu Amri Husni Siregar. Setelah Amri Husni, Musywil ke II PAN mengamanahkan kepemimpinan kepada tokoh Ibrahim Sakti Batubara yang merupakan tokoh Muhammadiyah. Hasilnya PAN memperoleh 8 kursi di DPRD Sumatera Utara. Kemudian, pada Musywil ke III PAN juga dinakhodai oleh kader Muhammadiyah, yaitu Kamaluddin Harahap, dan PAN berhasil meraih 7 kursi di DPRD sekaligus berhasil mendudukkan wakilnya sebagai Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara. Tetapi kemudian pada Musywil ke IV, PAN Sumatera Utara di nakhodai ketua umum yang bukan dari kader Muhammadiyah. Pada periode ini PAN Sumatera Utara mengalami penurunan suara dan hanya meraih 6 kursi di DPRD Sumut. Kondisi ini menunjukkan, bahwa popularitas tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam memimpin PAN masih menjadi magnet yang sangat memikat bagi konstituen, utamanya bagi warga Muhammadiyah. Ketokohan sangat berpengaruh terhadap popularitas PAN, sehingga popularitas itu jugalah yang membuat simpatisme masyarakat meningkat dan menurun. Ketika tokoh yang menakhodari PAN adalah tokoh Muhammadiyah, suara PAN meningkat, demikian juga sebaliknya. Sama halnya dengan ketokohan Amien Rais yang mampu menghipnotis masyarakat Indonesia, sehingga PAN pada awal berdirinya berkembang dengan pesat. Pada pemilu pertama dilaksanakan, yaitu tahun 1999 suara PAN secara nasional sebanyak 7.528.956 suara (7,12%) atau ekuivalen dengan 34 kursi. Perolehan suara ini menempatkan PAN diurutan kelima partai pemenang pemilu 1999. Tentu bagi PAN, urutan kelima merupakan hasil yang spektakuler di awal perkembangannya. Sebab PAN adalah partai yang masih baru dan dapat dikatakan sebagai partai yang lahir dari embrio reformasi. Tentu ketokohan Amien Rais sebagai tokoh central pada saat itu, menjadi daya tarik bagi PAN untuk meraih simpatisme masyarakat Indonesia. Karena secara kebetulan, Amien Rais adalah pendiri PAN, tokoh reformasi, sekaligus tokoh Muhammadiyah. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa dalam even-even politik, baik itu pemilihan presiden, pemilihan caleg, maupun pilkada langsung, kepopuleran seorang tokoh politik sangat mendominasi Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 258 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... dan menentukan bagi pilihan-pilihan masyarakat. Oleh karena itu, perhatian dan pemeliharaan terhadap ketokohan tersebut sangat intens dilakukan oleh PAN. Cara yang dilakukan PAN dalam hal ini adalah dengan cara menghormati para tokoh dan sesepuh yang ada di organisasi Muhammadiyah maupun PAN. Setiap pertemuanpertemuan akbar yang dilakukan PAN, bahkan dalam acara silaturahmi PAN, seperti halal bil halal, milad PAN, tokoh-tokoh tersebut selalu diundang untuk hadir. Di luar pemanfaatan media sebagai saluran komunikasi politik pencitraan, maka pencitraan tokoh-tokoh sentral PAN juga menjadi bahagian dari pencitraan partai. 2. Penguatan Program dan Kerja Nyata Partai Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa DPW PAN Sumatera Utara memiliki program-program yang telah disusun dengan baik. Program-program tersebut ada yang sifatnya program jangka pendek dan ada juga program jangka menengah dan jangka panjang. Di antara program-program tersebut terdapat program unggulan partai yang dilakukan secara berkesinambungan, seperti program KTA bersantunan, program pemberdayaan nelayan, program pemberdayaan KUBE tani dan sebagainya. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, program unggulan PAN ini, dapat mempengaruhi simpatisme masyarakat terhadap PAN. Perhatian DPW PAN Sumatera Utara melalui kerja nyata dengan memperhatikan masyarakat miskin, mampu meningkatkan pencitraan politik partai, sehingga masyarakat semakin bersimpati kepada PAN. Simpatisme masyarakat diimplementasikan dalam wujud kesediaan untuk memilih PAN pada saat pemilu dan tingginya keinginan masyarakat untuk bergabung menjadi simpatisan partai tersebut. Hal ini didukung dari beberapa pernyataan masyarakat pada saat diwawancarai, sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Penguatan kerja nyata PAN, di beberapa daerah dapat mendorong peningkatan perolehan suara PAN. Misalnya di Serdang Bedagai PAN meraih 7 kursi. Keberhasilan PAN di daerah ini bukan karena Ketua DPD nya secara kebetulan Bupati, tetapi faktor Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 259 lain keberhasilan PAN di daerah ini adalah karena kemampuan kader PAN untuk menggerakkan masyarakat, untuk ikut aktif dalam berbagai kegiatan PAN. Misalnya program pemberdayaan masyarakat pinggir pantai untuk melestarikan hutan mangrove. Program ini berhasil menciptakan pencitraan politik yang dapat menarik simpatisme masyarakat. Oleh sebab itu, DPW PAN Sumatera Utara menyadari pentingnya program-program yang dapat menarik simpatik masyarakat kepada partai. Kondisi tersebut mendorong DPW PAN Sumatera Utara untuk merancang program kerja yang sifatnya berkesinambungan dan dirasakan langsung manfaatnya bagi masyarakat. DPW PAN Sumatera Utara terus melakukan inovasi program baru, tanpa meninggalkan program lama yang juga dapat menarik simpatik masyarakat. Misalnya, program kerja yang digagas PAN pada periode 2015-2020, DPW PAN merancang kegiatan pelestarian sekitar pinggiran Danau Toba dengan cara penghijauan. Prinsipnya, DPW PAN terus mengupdate program kegiatan yang merakyat, tanpa mengesampingkan kegiatan lama yang sudah menjadi rutinitas PAN di masa lampau. 3. Silaturahmi, Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Kelompok Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, bahwa PAN merupakan partai yang sering turun ke dapil dan turun ke dapil adalah salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap kader. Dalam kesempatan itu pula, partai maupun politisi PAN membangun komunikasi politik kepada masyarakat, baik dengan menggunakan saluran komunikasi massa, komunikasi luar ruangan, komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok. Komunikasi interpersonal, baik dengan cara menjalin silaturahmi kepada masyarakat dan para tokoh merupakan saluran komunikasi paling efektif dalam upaya membangun pencitraan politik. Sebab melalui komunikasi interpersonal, seorang politisi PAN bertemu langsung bertatap muka dengan masyarakat untuk mendiskusikan berbagai persoalan yang dirasakan masyarakat, dan politisi yang bersangkutan dapat menanggapinya secara langsung. Komunikasi interpersonal juga dikatakan efektif, karena dapat mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis berupa Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 260 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... percakapan. Arus balik bersifat langsung, percakapan berlangsung dengan cara yang dialogis dan santai. Secara teoritis disebutkan, bahwa keunggulan komunikasi interpersonal yaitu, komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat komunikasi berlangsung. Komunikator bisa mengetahui secara pasti, apakah komunikasinya itu positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil atau tanggapan dari komunikan negatif, komunikator dapat meyakinkan komunikan ketika itu juga, karena komunikator dapat memberikan kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Tetapi salah satu kelemahan komunikasi interpersonal ini, ketika seorang komunikator salah dalam berkomunikasi, maka akan terasa secara langsung bekasnya di hati komunikan. Meskipun komunikator bisa minta maaf, tapi kesalahan tersebut tidak serta merta terhapus. Kondisi yang seperti ini, bisa mengakibatkan terjadinya penolakan langsung dari seorang komunikan. Model komunikasi kedua yang paling efektif dalam membangun pencitraan PAN yaitu dengan cara melakukan komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok yang dilancarkan PAN dengan memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat, sangat besar efeknya terhadap pencitraan politik PAN. Pembinaan kelompkkelompok kecil, baik kelompok nelayan, kelompok tani dan kelompok masyarakat miskin seperti yang dilakukan PAN di berbagai daerah, mampu menguatkan pencitraan politik PAN. Masyarakat sebagaimana hasil wawancara yang telah dipaparkan di atas, menilai bahwa PAN adalah partai yang peduli dengan kondisi mereka, PAN adalah partai yang memperhatikan rakyak kecil. Ini tentu akan menguatkan posisi PAN di tengah masyarakat, sehingga pada saat pemilu tiba, masyarakat tidak kerepotan lagi untuk memilih partai apa yang harus mereka pilih, karena mereka sudah menjatuhkan pilihan pada partai yang memperhatikan mereka. Dengan demikian, komunikasi interpersonal maupun komunikasi kelompok kecil, sebagaimana yang dilakukan PAN kepada kelompok-kelompok binaan, merupakan suatu situasi komunikasi yang memungkinkan orang-orang saling bertukar pandangan tentang topik yang diperbincangkan. Pertukaran tersebut Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 261 menimbulkan serangkaian pesan dan tindakan. Kondisi itu semakin menguat dan menyebar, jika anggota kelompok memperbincangkan pesan-pesan yang didiskusikan di kelompok kecil tersebut. Tanpa disadari kelompok kecil maupun orang-orang yang terlibat dalam komunikasi interpersonal menjadi corong informasi, kepada masyarakat yang lebih luas. Dalam konteks ini, jaringan komunikasi PAN tentu semakin luas cakupannya. Bukan hanya masyarakat yang ada di kelompok lagi, tetapi justru orang yang di luar kelompok kecil itupun akan kebagian informasi. Bila diperhatikan komunikasi kelompok kecil tersebut, ada dua hubungan yang sangat berkaitan dalam proses komunikasi yang berlangsung. Pertama, terdapat hubungan emosional anggota kelompok terhadap pesan yang dibicarakan. Kedua, anggota kelompok juga memiliki ikatan emosional yang semakin kuat. Pada isi pesan, terdapat pandangan kelompok dalam mempersepsikan isi pesan tersebut. Pada hubungan antar anggota, terdapat pandangan tentang bagaimana satu anggota terhadap anggota lainnya. Senyuman, kerutan dahi, nada suara, pertemuan pandangan, bahasa tubuh, semuanya merupakan tanda yang dibaca orang untuk mengetahui kesan apa yang dimiliki mereka tentang orang lain dalam percakapan itu. Oleh sebab itu, dalam kaitannya dengan upaya pencitraan politik PAN Sumatera Utara, komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok menjadi saluran komunikasi untuk membangun pencitraan politik. Dengan demikian, dari penelusuran yang dilakukan penulis, dapat ditegaskan bahwa silaturahmi, komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok merupakan bagian dari model pencitraan politik DPW PAN Sumatera Utara yang dapat menarik simpatisme masyarakat. Pencitraan dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat, baik secara pribadi maupun kelompok, dapat meningkatkan simpati masyarakat kepada PAN. Hal tersebut disebabkan karena dalam komunikasi tersebut, visi misi PAN dan juga para politisinya dapat mengenalkan dirinya secara personal terhadap masyarakat terutama masyarakat yang masih mengambang atau masyarakat yang belum mempunyai pilihan. Sebagaiaman diketahui bahwa cara DPW PAN membangun pencitraan secara langsung Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 262 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... berkomunikasi dengan masyarakat, adalah untuk menggalang suara sehingga pada kontestasi politik yang dilakukan tidak terlalu sulit untuk mengarahkan masyarakat. Sebagaimana misalnya yang disampaikan seorang anggota DPRD Labuhan Batu Selatan, bahwa mendatangi masyarakat ke rumah-rumah merupakan cara efektif untuk menarik simpatik masyarakat. Bukan hanya sekedar pencitraan lagi, tetapi masyarakat merasakan bahwa kehadiran seorang caleg di rumahnya merupakan satu kebanggaan. Saya terpilih sebagai anggota DPRD Labuhan Batu Selatan. Selama saya menjadi Caleg dari PAN, saya rajin turun ke masyarakat. Saya merasa bahwa kita tidak hanya cukup membuat foto di baleho atau slogan-slogan di spanduk. Artinya, tidak cukup sekedar pencitraan, tetapi harus dibuktikan dalam kegiatan nyata. Saya turun ke masyarakat dengan dibantu tim sukses, mendatangi rumah-rumah warga, bersilaturahmi, mengajak mereka berdiskusi dan menanyakan perihal aspirasi mereka. Kegiatan pertemuan itu sederhana tetapi sangat kuat ikatan batin yang dihasilkannya. Saya dengan tim sukses langsung memperkenalkan diri kepada masyarakat, dan itu berkelanjutan dari satu desa ke desa lainnya di dapil saya. Dalam pertemuan silaturahmi personal atau kelompok, saya memperkenalkan program kerja kepada masyarakat, dan saya sampaikan keseriusan saya untuk melakukan perubahan di dapil yang saya wakili. Dalam silaturahmi itu, kita hanya melakukan kegiatan makan-makan sambil berdiskusi. Bagi saya, mendatangi rumah-rumah warga suatu hal yang sangat efektif dalam meraih simpatisme mereka. Memang butuh dana untuk itu, dan tidak hanya sekedar modal bercakap-cakap saja, sebab kita juga menyediakan makan minum. Tentu itu butuh dana, tetapi saya dalam hal ini menghindari politik uang. Bahkan tidak hanya sekedar mendatangi warga ke rumah-rumah, tetapi dalam membangun citra positif di masyarakat, saya sebagai caleg ikut bergotong royong. Itu saya lakukan, tidak hanya saat menjelang pemilu. Tetapi saya melakukan itu jauh-jauh hari sebelum pemilu, dan intensitasnya meningkat menjelang pemilu supaya masyarakat makin yakin dan makin kenal.9 9 Ahmad Hidayat Ritonga, Sekretaris DPD PAN Labuhan Batu Selatan periode Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 263 Hal tersebut juga didukung oleh hasil informasi yang diperoleh dari masyarakat di Asam Jawa Kecamatan Kota Pinang Labuhan Batu Selatan, bahwa banyak warga masyarakat yang merasa diperhatikan dengan turunnya caleg ke desa mereka. Turunnya caleg ke dapil, merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap masyarakat. Ini menjadi tolak ukur bagi masyarakat untuk menentukan pilihannya. Masyarakat memilih bukan karena uang dan sembako semata-mata, atau karena memiliki ikatan emosional kekeluargaan, tetapi karena merasa bahwa kehadirian caleg tersebut benar-benar memperhatikan mereka, sebagaimana diakui oleh seorang warga bernanama Muhajir, bahwa dalam setiap pemilihan, baik caleg maupun pilkada, sudah barang tentu terjadi persaingan antara calon. Secara pribadi, ia memilih seorang politisi bukan karena dikasi duit, tetapi ada perasaan simpatik terhadap calon karena rajin bersilaturahmi dengan masyarakat. Kedatangan seorang calon ke rumah atau kesediaan calon untuk bersilaturahmi dengan masyarakat menjadi salah satu fakta bahwa calon tersebut memperhatikan keadaan masyarakat. Itulah yang membuat ketertarikan masyarakat untuk membantu.10 4. Kampanye dan Pemasaran Politik Dalam perspektif politik, kampanye adalah bagian dari aktivitas komunikasi yang terorganisasi dan secara langsung ditunjukan kepada khalayak dalam rangka merebut simpatik masyarakat. Maka dalam kaitan ini, untuk menarik simpatik masyarakat, PAN melakukan kampanye dengan menonjolkan daya tarik identitas partai yang pada awalnya sangat elitis menjadi partai yang populis. Identitas partai yang ditonjolkan PAN dengan slogan “PAN merakyat” adalah fakta bahwa PAN ingin memposisikan diri sebagai partai rakyat, bukan partai orang-orang elit. Dari pengamatan yang dilakukan, kampanye juga merupakan salah satu model pencitraan politik yang paling efektif dilakukan oleh PAN untuk menarik simpatik masyarakat terhadap PAN. Kegiatan 2009-2014, dan Anggota DPRD Labuhan Batu Selatan periode 2009-2014. Wawancara tanggal 16 di Kota Pinang, 10 Muhajir, warga masyarakat Desa Asam Jawa Kecamatan Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Wawancara tanggal 16 di Desa Asam Jawa. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 264 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... kampanye adalah periode yang diberikan oleh panitia pemilu kepada partai dan para politisi, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini publik serta memobilisasi masyarakat untuk memberikan suara pada saat pemilihan. Kampanye menjadi media efektif bagi DPW PAN Sumatera Utara untuk menyampaikan program, visi misi PAN kepada rakyat. Kampanye politik merupakan suatu usaha yang dikelola, diorganisir, untuk mengihtiarkan agar orang partai atau politisi yang dicalonkan, dipilih masyarakat dalam suatu jabatan resmi. Sebagaimana dijelaskan oleh Parluhutan Siregar, bahwa salah satu strategi PAN untuk menarik simpatik masyarakat adalah melalui kampanye politik. Kampanye merupakan satu langkah terorganisir partai yang melibatkan banyak orang, mulai dari pengurus ranting sampai kepada pengurus DPW. Biasanya kampanye dilakukan pada pemilu Presiden, Wakil Presiden, caleg, dan pilkada. Kalau mau kampanye, tidak hanya orang partai yang diajak, tetapi masyarakat secara umum yang memiliki kerelaan juga diajak dalam kegiatan itu. Tujuan kampanye adalah agar masyarakat umum mengetahui program partai. Di samping itu, kampanye sebagai salah satu upaya untuk memperkenalkan calon-calon yang akan di pilih dari PAN. Dari kampanye yang dilakukan, diharapkan akan tertanam pengetahuan dalam diri masyarakat tentang PAN. Setelah masyarakat mengenali PAN, tentu nanti akan ada hasilnya, apakah dia akan mau memilih PAN atau tidak, itu kan sangat tergantung pada orangnya. DPW PAN juga melakukan kampanye bukan hanya sekedar untuk membangun pencitraan politik. Tetapi kampanye yang dilakukan PAN juga bertujua untuk meraih dukungan masyarakat untuk memenangkan calon-calon yang diajukan PAN, agar mereka dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum.11 Penjelasan lain juga disampaikan oleh Adi Munasip, bahwa kampanye adalah salah satu strategi partai untuk membangun citranya. Melalui kampanye, program-program PAN diperkenalkan 11 Parluhutan Siregar, Sekretaris DPW PAN Sumatera Utara periode 2010-2015 juga anggota DPRD Sumatera Utara periode 2005-2009 daerah pemilihan Sumur 11, Binjai Langkat, anggota DPRD Sumatera Utara periode 2010-2015 daerah pemilihan Sumut 6 Tabagsel. Wawancara tanggal 6 Juni di Medan melalui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 265 kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui program yang akan dilakukan oleh PAN dan masyarakat mengetahui bahwa PAN adalah partai yang senantiasa memihak kepada rakyat. Untuk membangun pencitraan politik partai, salah satu langkah yang dilakukan DPW Sumatera Utara adalah berkampanye. Kalau kampanye, kita melibatkan semua elemen, mulai dari pengurus DPW PAN Sumatera Utara sampai pengurus ranting. Melalui kampanye itu, PAN menyampaikan program-program politiknya. Harapan dari pelaksanaan kampanye itu adalah untuk menarik simpatisme masyarakat terhadap PAN. Karena tidak semua masyarakat mengetahui program PAN itu sendiri. Maka dari pelaksanaan kampanye tersebut, diharapkan akan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat, terutama tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan PAN. Harapannya, setelah masyarakat mengetahui program-program PAN dan apa yang sudah dilakukan dan akan dilakukan PAN, masyarakat dapat menjatuhkan pilihannya kepada PAN pada saat pemilu. Karena kampanye adalah ajang sosialisasi partai, maka kita juga membuat kegiatan tersebut dengan meriah. Misalnya mengundang orang yang berpengaruh dan sebagainya.12 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model kampanye yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara memiliki tujuan dan target. Karena kampanye yang dilakukan adalah dalam kegiatan politik, maka tujuan yang ingin diwujudkan adalah untuk membangun pencitraan politik, sosialiasasi program partai kepada publik dan pada akhirnya adalah untuk merebut kekuasaaan atau menguasai jabatan-jabatan publik. Tidak hanya sampai pada tataran itu, bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh dari fungsionaris DPW PAN Sumatera Utara, bahwa kampanye partai tersebut bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan politis yang dapat merubah pendapat, sikap, dan pandangan masyarakat terhadap PAN, bahwa PAN adalah partai yang membela kepentingan rakyat. Karena tujuan utama kampanye adalah ingin merubah pendapat, sikap dan pandangan masyarakat terhadap PAN, maka isu-isu penting yang digulirkan PAN dalam setiap kampanye adalah tentang kemiskinan, 12 Adi Munasip, Wakil Ketua Pusat Kebijakan Publik DPW PAN Sumatera Utara Periode 2010 – 2015. Wawancara tanggal 3 Juni 2016 di Medan via handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 266 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... pengangguran, keadilan, supremasi hukum, perbaikan ekonomi dan lain-lain. Para orator yang menyampaikan pesan-pesan pada kampanye tersebut dipilih dari orang-orang yang memiliki kemampuan retorika atau ceramah yang bagus. Sebagaimana dijelaskan Adi Munasip, di mana dalam melaksanakan kegiatan kampanye, pengurus partai terlebih dahulu rapat dengan tujuan memilih siapa yang layak jadi Juru Kampanye (Jurkam). Di rapat internal partai, kita terlebih dahulu mengidentifikasi siapa saja yang memiliki kelayakan untuk menjadi Jurkam. Biasanya, jurkam dipilih berdasarkan studi kelayakan, misalnya memiliki pengaruh, ketokohannya, dan kemampuannya dalam berpidato, atau memiliki kemampuan retorika yang mantap. Dalam proses pemilihan Jurkam, kita mengidentifikasi terlebih dahulu isu-isu penting yang akan disampaikan di masyarakat, karena tidak sama semua isunya. Misalnya, kalau kampanyenya di Belawan tentu kita melihat daerah itu sering diisukan dengan daerah pembangunan yang terabaikan. Di sana kita singgung masalah pembangunan wilayah Utara. Konkritnya, isu-isu kampanye disesuaikan dengan daerahnya. Setelah diidentifikasi, lalu dipilih Juru Kampanye (Jurkam) dan disahkan oleh partai. Pemilihan Jurkam tersebut sesuai dengan rapat internal partai, dan itu tidak asal tunjuk. Alasan memilih Jurkam yang mantap, karena PAN melihat kampanye adalah salah satu upaya untuk menyampaikan misi politik PAN. Jadi PAN sebenarnya sudah mengkemas terlebih dahulu isu paling hangat yang menyentuh persoalan masyarakat, misalnya masalah ekonomi, kemiskinan, pendidikan dan sebagainya. Isu-isu didiskusikan lebih tajam di partai, dan dikampanyekan dengan harapan masyarakat bisa lebih cerdas melihat bahwa PAN peduli tentang persoalan itu semua. Kita juga berharap, dengan kampanye tersebut pengetahuan masyarakat tentang PAN juga bertambah, sehingga PAN menjadi partai pilihannya.13 Dari informasi di atas, dapat dipahami bahwa untuk mencapai optimalnya pelaksanaan kampanye, DPW PAN Sumatera Utara terlebih dahulu memetakan segmentasi masyarakat yang menjadi 13 Adi Munasip, Wakil Ketua Pusat Kebijakan Publik DPW PAN Sumatera Utara Periode 2010 – 2015. Wawancara tanggal 3 Juni 2016 di Medan via handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 267 sasaran kampanye. Dipahami juga, bahwa kampanye yang dilakukan bertujuan untuk merubah aspek pengetahuan, sikap dan prilaku masyarakat. Dalam aspek pengetahuan misalnya, setelah mengikuti kampanye, masyarakat menjadi lebih cerdas untuk menilai PAN. Perubahan sikap misalnya, setelah mengikuti kampanye masyarakat memiliki pandangan yang positif terhadap PAN. Sedangkan dari segi aspek prilaku misalnya, masyarakat pada akhirnya akan menjatuhkan pilihannya terhadap PAN sebagai partai aspirasinya. Bila ditilik dari tinjauan teoritis, bahwa kampanye yang dilakukan PAN tersebut, erat dengan apa yang dijelaskan Pito, di mana tujuan kampanye adalah selain untuk memilih pemimpin, sangat erat juga tujuannya untuk merubahan aspek pengetahuan (knowledge), sikap (atitude), dan perilaku (behavioral) masyarakat. Aspek-aspek tersebut dijabarkan Pito, yaitu: a.Kegiatan kampanye diarahkan untuk menciptakan perubahan pada tataran pengetahuan atau kognitif. Pada tahapan ini pengaruh yang diharapkan adalah munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan atau meningkatnya pengetahuan khalayak terhadap isu-isu tertentu. b.Pada tahap perubahan sikap, yang diharapkan adalah munculnya rasa simpati, rasa suka, kepedulian atau keberpihakan khalayak kepada isu-isu yang menjadi tema kampanye. c.Pada tahap terakhir kegiatan kampanye adalah untuk merubah perilaku khalayak secara kongkrit dan terukur. Pada tahap ini diharapkan adanya tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran kampanye atau masyarakat. Dengan kata lain, tahapan ini ditujukan untuk mengubah perilaku secara kongkrit dan terukur, dan adanya tindakan tertentu dari masyarakat.14 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kampanye terdapat tujuan dan target yang sudah ditetapkan. Kalau dalam kegaiatan politik tujuannya adalah mempengaruhi pandangan masyarakat melalui pencitraan yang baik, sehingga masyarakat bisa melihat bahwa satu partai itu bagus dan dia 14 Pito, Mengenal, h. 187. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 268 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... memilih partai tersebut. Dengan demikian, tujuan kampanye yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara secara umum tidak hanya untuk memobilisasi massa. Tetapi lebih jauh dari itu, tujuan kampanye PAN adalah untuk memberikan pencerdasan politik kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui partai mana yang memperjuangkan dan tidak memperjuangkan aspirasi mereka. Selain itu, tujuan kampanye politik yang dilakukan PAN adalah untuk menyampaikan program PAN, sehingga masyarakat mengetahui apa yang akan dilakukan PAN untuk mereka. Terkait dengan penjelasan Adi Munasip di atas, dapat juga dipahami bahwa kampanye yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara merupakan upaya membangun pencitraan politik secara sistematis. Pencitraan yang dilakukan memiliki tahapan strategis dan langkah-langkah taktis. Hal tersebut dapat digambarkan sebagaimana di bawah ini. Isu-isu penng - Kemiskinan - Ekonomi - Supermasi hukum - dll Idenfikasi Objek kampanye, target masyarakat yang dikampanyei DPW PAN Sumatera Utara Capaian efek yang diharapkan; perubahan pengetahuan, sikap dan prilaku Idenfikasi Juru Kampanye Gambar 5.1. Pola Kampanye DPW PAN Sumatera Utara Bagan di atas menggambarkan pola kampanye yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara untuk membangun pencitraan politik di Sumatera Utara. Pola di atas dimodifikasi berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Adi Munasip, sebagaimana Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 269 yang telah diuraikan di atas. Secara umum, langkah awal yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara adalah mengindentifikasi isu-isu yang berkembang di masyarakat. Langkah kedua, Setelah kajian-kajian terhadap isu penting di bahas, maka melalui rapat internal partai dilakukan indentifikasi dan penetapan jurkam. Pada langkah ketiga, DPW PAN Sumatera Utara, termasuk jurkam yang ada di dalamnya, melakukan analisis pemetaan segmentasi objek masyarakat target kampanye. Pemahaman terhadap obyek kampanye atau kelompok masyarakat target kampanye adalah salah satu bagian penting dari berhasilnya pencitraan politik dalam kampanye. Atas dasar pertimbangan objek kampanye tersebutlah isu-isu kampanye bisa disesuaikan, dan atas dasar itu pulalah motode kampanye bisa disesuaikan. Tentu target kampanye adalah masyarakat yang berdomisili dan masyarakat yang sudah memiliki hak suara. Pada langkah keempat adalah efek kampanye yang diharapkan, atau tujuan yang ingin dicapai yaitu bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang persoalan kemiskinan, ekonomi, pendidikan, supremasi hukum dan sebagainya. Efek pengetahuan juga meliputi pengetahuan masyarakat tentang PAN dan kepeduliannya terhadap persoalan-persoalan tersebut. Efek sikap, masyarakat menilai bahwa PAN adalah partai yang peduli terhadap kondisi masyarakat. Artinya, masyarakat memiliki pencitraan positif terhadap PAN. Sedangkan efek prilaku adalah keputusan untuk bertindak, yaitu memilih PAN. Pola kampanye yang dilakukan PAN, adalah salah satu upaya untuk membangun pencitraan politik yang positif. Pencitraan politik yang positif diyakini sebagai bagian terpenting dari tumbuhnya preferensi-preferensi calon pemilih terhadap partai maupun para politisi. Untuk mencapai keberhasilan kampanye, masing-masing unsur sebagaimana yang digambarkan di atas, harus memiliki keterkaitan yang erat dalam pembentukan citra politik. Istilah A. Lock dan P. Harris sebagaimana dikutip Firmanzah, bahwa dalam kampanye politik terdapat dua hubungan yang akan dibangun, yaitu, internal dan eksternal. Hubungan internal adalah suatu proses antara anggota-anggota partai dengan pendukung untuk memperkuat ikatan ideologis dan identitas mereka. Sementara hubungan eksternal dilakukan untuk mengkomunikasikan citra Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 270 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... (image) yang akan dibangun kepada pihak luar partai, termasuk media massa dan masyarakat secara luas. Karena image politik harus didukung oleh konsistensi aktivitas politik jangka panjang, maka kampanye politik pun harus dilakukan secara permanen dan tidak terbatas pada waktu menjelang pemilu saja. Image politik yang akan dibangun harus memiliki karakteristik sendiri dibandingkan dengan para pesaingnya.15 Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi kata kunci penguatan citra politik PAN Sumatera Utara adalah pada intensitas penyampaian isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Artinya, isu-isu penting bagi masyarakat harus dijaga kesinambungannya. Isu-isu penting yang dimaksud misalnya masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, pembangunan, peningkatan ekonomi, lapangan kerja, supremasi hukum dan sebagainya. Di samping itu, hubungan baik antara subjek (PAN) dengan objek atau masyarakat yang menjadi sasaran kampanye harus dirawat dengan baik. Jika intensitas isu tidak terjaga dengan baik, kesinambungannya terhambat, ditambah lagi dengan penyampaian yang kuran baik misalnya, bisa jadi masyarakat akan menolaknya, atau tidak memperhatikannya. Di sini jugalah perlu diperhatikan, bahwa setiap Jurkam harus menyampaikan isu-isu aktual dengan bahasa-bahasa yang mudah dipahami masyarakat yang menjadi sasaran kampanye. Selain kampanye, model pencitraan lain yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara yang dapat mempengaruhi khalayak, yaitu melalui political marketing (pemasaran politik). Meskipun istilah marketing politik baru berkembang akhir-akhir ini, namun aktifitas marketing dalam politik telah dilakukan sebelum kaum intelektual dan akademisi mempelajarinya. Di Indonesia sendiri aktivitas marketing politik dijadikan strategi handal untuk membangun citra dan popularitas partai maupun para politisinya. Semakin ketatnya persaingan politik, menuntut partai maupun politisi untuk membentuk strategi politik yang handal. Ini terlihat dari pengalaman pemilu langsung oleh rakyat sejak tahun 1999 sampai tahun 2014. Maka dalam konteks ini, marketing politik menjadi salah satu pilihan untuk membangun citra politik partai maupun politisinya. Politik 15 Firmanzah, Marketing, h. 275. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 271 pencitraan ini, sering kali terlihat mampu membalikkan fakta, di mana seseorang yang sudah tercemar namanya di kalangan luas, bisa saja lolos dalam kompetisi pemilu yang terbuka karena terbantu oleh pencitraan yang dilakukan melalui berbagai macam media. Pengembangan politik pencitraan ini jugalah yang diyakini oleh PAN sebagai strategi politik yang efektif untuk membangun pencitraan yang dapat mendongrak suara PAN. Political marketing adalah strategi untuk melakukan pencitraan politik, sehingga masyarakat dapat memutuskan atau memilih partai yang mereka anggap baik dan mampu memperjuangkan aspirasi mereka.16 Bila diperhatikan, political marketing yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara juga adalah bahagian dari kampanye politik. Hanya saja perbedaannya, bahwa kampanye politik dengan pengerahan massa misalnya, kecenderungannya dilaksanakan pada saat musim-musim pemilu berlangsung. Jadi kampanye seperti ini dapat dikatakan bersifat temporal. Sedangkan political marketing adalah kampanye yang bersifat permanen dan kontiunitas. Jadi model kampanye seperti ini tidak hanya menjelang pemilu, tetapi dilakukan sebelum, dan sesudah pemilu.17 Dari penelusuran yang dilakukan, pada model kampanye political marketing tersebut, DPW PAN memasarkan berbagai macam produk yang dimiliki PAN, mulai dari visi misi, program partai, kebijakan partai sampai kepada atribusi partai. Model kampanye political marketing ini dalam pengamatan penulis, dapat memberikan efek dalam penguatan citra partai, sebab kegiatan ini dilakukan tidak Hampir sama dengan apa yang dijelaskan Adman Nursal, bahwa pada dasarnya marketing politik adalah strategi kampanye politik untuk membentuk serangkaian makna politis yang terbentuk dalam pikiran para pemilih. Itulah yang menjadi orientasi perilaku yang akan mengarahkan pemilih untuk memilih partai politik atau konstestan tertentu. Makna inilah yang menjadi output penting marketing politik yang menentukan pihak- pihak mana yang akan dicoblos para pemilih. Lihat, Nursal, Political, h. 295-298. 16 17 Istilah Firmanzah, model kampanye ada dua, yaitu model kampanye temporal yaitu kampanye yang bersifat short term. Kampanye model seperti ini digunakan sebagai ajang kompetisi jangka pendek menjelang pemilu untuk mengingatkan, membentuk dan mengarahkan opini publik dalam waktu yang singkat. Sedangkan kampanye model kontinu, berkelanjutan atau permanen adalah kampanye yang berlaku untuk jangka panjang. Lihat, Firmanzah, Marketing, h. 275. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 272 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... hanya terbatas pada periode menjelang pemilu, tetapi sebelum dan sesudah pemilupun dilakukan, sehingga pembentukan pencitraan politik PAN lebih mempengaruhi perilaku masyarakat pemilih. Dari pengamatan penulis, pada kampanye melalui political marketing tersebut, ada tiga model pendekatan yang digunakan politisi PAN maupun DPW PAN Sumatera Utara dalam membangun pencitraan politik, yaitu push marketing, pull marketing dan pass marketing. Pertama, model pendekatan push marketing yaitu langkahlangkah yang dilakukan PAN maupun politisinya untuk menyentuh para pemilih secara langsung. Dalam pemilihan apapun bentuknya, masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dan dibutuhkan oleh partai dan para politisi, karena masyarakat adalah orang yang akan memilih. Karena dukungan masyarakatlah satu partai atau seorang politisi bisa berkuasa, sehingga dalam pemilihan sering kali disebutkan bahwa masyarakat adalah raja yang harus dipinang. Dalam kaitan ini, yang dilakukan PAN Sumatera Utara adalah melakukan pertemuan dengan masyarakat dan sekaligus melibatkan masyarakat pemilih untuk merumuskan langkah-langkah taktis perbaikan kehidupan masyarakat. Disini para politisi PAN turun ke dapil-dapil, melakukan komunikasi persuasif dan berbicara langsung kepada masyarakat. Sebagaimana yang dijelaskan Parluhutan Siregar, bahwa untuk menarik simpatik masyarakat, maka yang ia lakukan hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh fungsionaris PAN lainnya, karena sudah demikian SOP nya. Parluhutan menyebutkan, kalau turun ke daerah atau dapil, dia mengajak masyarakat untuk berdialog dan berdiskusi langsung. Dia menyampaikan kepada masyarakat tawaran program-program pembangunan yang menyentuh kehidupan mereka. Melalui program-program nyata itulah Parluhutan menarik simpatisme masyarakat terhadap PAN. Program kerja tersebut dirancang sesuai dengan potensi daerah di mana kegiatan dilakukan dan masyarakat juga dilibatkan dalam rangka menyukseskan program tersebut. Masyarakat diajak diskusi, kemudian langkah-langkah seperti apa yang dilakukan. Tetapi program tetap dalam pengawasan sehingga program berjalan. Hal tersebut kata Parluhutan dilakukan, agar hubungan emosional dengan masyarakat semakin kuat. Kalau sudah Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 273 kuat ikatan emosional dengan masyarakat, tentu masyarakat akan mendukung partai. Kalau program kerja yang ditawarkan dianggap masyarakat mewakili keinginan mereka, mereka akan melihat partai ini memang bagus dan pada akhinnya pada pemilu, masyarakat akan memilih para politisi yang benar-benar menjalankan program itu.18 Cara yang dilakukan para politisi PAN Sumatera Utara seperti yang diinformasikan di atas, terjun langsung kemasyarakat, mengajak masyarakat berdialog dan melibatkan mereka dalam program adalah cara efektif untuk membangun pencitraan politik. Selain menguatkan hubungan emosional, komunikasi yang demikian dapat memberikan efek langsung kepada masyarakat. Dengan berkunjung langsung ke masyarakat, akan lebih memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah, sehingga masyarakat dan pengurus partai PAN bertemu secara langsung, dan masing-masing mengetahui umpan balik dari pembicaraan yang dilakukan. Kedua, model pendekatan pull marketing yaitu pendekatan yang berperan untuk membentuk citra partai dan para politisi secara konsisten. Dari data yang diperoleh, dalam hal ini ada beberapa langkah yang dilakukan oleh PAN Sumatera Utara untuk menarik simpatik masyarakat, yaitu: konsistensi dalam menyampaikan isuisu yang berkaitan dengan masyarakat. Turunnya para politisi PAN ke dapil-dapil tentu menjadi komunikator partai. Dalam kaitan itu, para politisi PAN menyampaikan pesan-pesan politik yang dapat menarik simpatisme masyarakat. Misalnya dari uraian data yang telah disampaikan di atas, pesan-pesan yang disampaikan adalah berkaitan dengan peningkatan pendapatan penduduk sehingga masyarakat bisa keluar dari kemiskinan. Isu penting lainnya yang konsisten disampaikan DPW PAN adalah tentang kesejahteraan rakyat, pembangunan infra struktur untuk kelancaran usaha penduduk. Artinya bahwa perbaikan jalan-jalan yang dapat membuka terhadap akses pertumbuhan ekonomi masyarakat, menjadi isu penting bagi PAN. Selain itu, perbaikan ekonomi, supremasi hukum dan lain18 Parluhutan Siregar, Sekretaris DPW PAN Sumatera Utara periode 2010-2015 juga anggota DPRD Sumatera Utara periode 2005-2009 daerah pemilihan Sumur 11, Binjai Langkat, anggota DPRD Sumatera Utara periode 2010-2015 daerah pemilihan Sumut 6 Tabagsel. Wawancara tanggal 6 Juni di Medan melalui handphone. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 274 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... lain menjadi isu-isu penting dalam setiap pesan yang disampaikan para poltisi PAN. Selain konsistensi, hal lain yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara adalah memperhatikan efisiensi biaya, khususnya dalam penyiaran kegiatan-kegiatan kepartaian. DPW PAN Sumatera Utara dalam hal ini tidak hanya mempertimbangkan jumlah masyarakat yang menjadi target penyebaran informasi, tetapi termasuk dalam hal ini yang dipertimbangkan adalah apakah pesanpesan itu memberikan efek atau tidak. Ketiga, pendekatan pass marketing yaitu hal-hal yang berkaitan dengan adanya dukungan dari pihak-pihak lain, baik itu perorangan maupun kelompok. Dalam kaitan ini, diketahui bahwa simpatisme masyarakat bertambah kepada PAN karena adanya penguatan dari tokoh lain di luar PAN, seperti tokoh Muhammadiyah. Isu-isu yang dilontarkan oleh tokoh dapat mempengaruhi masyarakat, terutama jika tokoh tersebut adalah tokoh yang dipercayai masyarakat. Selain dari tokoh-tokoh Muhammadiyah, penguatan dari tokoh-tokoh pemuda juga menjadi hal yang positif dalam penguatan pencitraan politik PAN di Sumatera Utara. Bahwa salah satu entry point dari kegiatan DPW PAN Sumatera Utara adalah mengoptimalkan peran pemuda untuk menjadi gerbong penggerak perubahan. Optimalisasi peran pemuda dalam penguatan citra politik PAN dilakukan dengan membentuk BM PAN (Barisan Muda Partai Amanat Nasional). Selama ini, PAN secara berkesinambungan melakukan rekrutmen terhadap para pemuda untuk dikader menjadi penerus partai. DPW PAN Sumatera Utara melakukan perkaderan bagi para pemuda yang diharapkan dapat menjadi penerus estafet kepemimpinan PAN. Rekrutmen terhadap pemuda, untuk masuk ke BM PAN yang merupakan sayap partai adalah salah satu upaya untuk penguatan pencitraan politik PAN. Para pemuda diharapkan dapat mengoptimalkan potensinya untuk terlibat dalam berbagai kegiatan kepartaian, sehingga muncul kader-kader PAN yang militan, berkualitas dan memiliki dedikasi yang tinggi terhadap PAN. Adanya dukungan pemuda, meguatkan eksistensi PAN di tengahtengah masyarakat, sebagaimana dijelaskan Wempy Saragih, salah satu langkah yang dilakukan PAN untuk menguatkan pencitraan politik di Sumatera Utara adalah menjalin hubungan baik dengan para Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 275 pemuda. Kaum muda tidak dapat dinafikan sebab dukungan mereka sangat diperlukan untuk membesarkan PAN. Wempy menegaskan bahwa pemuda merupakan penerus partai ini, sehingga PAN merasa berkepentingan untuk membuat satu organisasi sayap kepemudaan dalam rangka mendukung pergerakan PAN. Untuk kesinambungan partai tentu diperlukan generasi, mereka itulah para pemuda yang dikader secara serius. Kalau di PAN ada sayap pemudanya BM PAN. Mereka sangat membantu juga terhadap penguatan gerakan partai ini. Dalam berbagai kegiatan kepartaian mereka dilibatkan, agar mereka memiliki pengalaman keorganisasian, sehingga jika suatu saat menjadi pengurus partai, mereka sudah memiliki modal dasar sebagai kader PAN. Untuk meningkatkan potensi politiknya, para pemuda terus mendapat perkaderan dari pengurus-pengurus PAN, baik yang ada di wilayah maupun dari pusat.19 Selain penguatan dari tokoh masyarakat dan kelompok pemuda, penguatan pencitraan politik PAN di Sumatera Utara juga dilakukan lewat pembinaan pengajian-pengajian Aisyiyah. Perhatian PAN terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Nasyiyatul Aisyiyah mendapat tanggapan positif dari warga NA. Meningkatkan kekuatan masyarakat melalui pengajian-pengajian rutin yang terarah, menjadikan PAN mendapat dukungan yang baik di mata masyarakat. Sebagaimana yang diperoleh penulis dari beberapa sumber pengajian Aisyiyah di Kota Medan, bahwa keperdulian PAN terhadap kelompok pengajian tersebut, menguatkan pandangan masyarakat bahwa PAN adalah partai yang perduli dengan pengajian mereka, perhatian dengan keagamaan dan sebagainya. Ini tentu menguatkan citra PAN di masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh Rahmawati seorang ketua Nasyiyatul Aisyiyah, bahwa PAN dalam pandangannya adalah partai yang peduli dengan kegiatan keagamaan. Ia mengatakan demikian, karena persatuan ibu-ibu NA selalu mendapat perhatian bantuan dari para politisi PAN, terutama mereka yang sudah jadi anggota DPRD. Dalam kegiatan-kegiatan keagamaan misalnya, mereka bersedia membantu dana, kemudian 19 Wempy Saragih, Ketua Pusat Koordinasi Ortom dan Kerjasama Antar Lembaga DPW PAN Sumatera Utara priode 2010 – 2015. Wawancara tanggal 15 Juli 2016 di Medan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 276 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... sarana dan prasarana yang dibutuhkan ibu-ibu pengajian juga sering dibantu. Demikian juga partainya, turut juga membantu. Mereka juga bersedia membantu kegiatan-kegiatan pengajian NA, peringatan maulid, peringatan 1 Muharram. Mereka juga selalu bersedia membantu kegiatan perkaderan formal yang dilakukan NA. Secara pribadi, saya menilai PAN itu peduli terhadap kegiatan keagamaan.20 Model kampanye dan juga ketiga pendekatan pemasaran politik yang disampaikan di atas, dalam pandangan penulis sangat membantu terhadap penguatan pencitraan politik PAN Sumatera Utara. Dari sinilah terlihat, bahwa kampanye politik adalah kegiatan yang dilakukan oleh partai atau para politisi dengan harapan masyarakat memilih partai atau politisi yang sedang berkompetisi. Kampanye politik merupakan suatu usaha yang terorganisir untuk mengihtiarkan agar orang yang dicalonkan, dapat terpilih tanpa paksaan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hal terpenting dalam kampanye adalah membuat orang-orang dengan sukarela menerima nilai-nilai yang diinformasikan oleh juru kampanye. Oleh karena itu, persuasif merupakan cara-cara yang lazim digunakan dalam kampanye. Sejak tahun 2005-2015, pencitraan politik DPW PAN Sumatera Utara secara umum bisa dikatakan bagus dan dapat mempengaruhi masyarakat. Namun demikian, terjadinya fluktuasi perolehan suara PAN pada rentang waktu ini tidak terlepas dari ketatnya persaingan antarpartai. Sebab Sumatera Utara identik dengan basis PDI Perjuangan dan Golkar yang sudah memiliki pemilih emosional, sementara di antara dua partai besar itulah PAN dengan partaipartai lainnya berebut massa pemilih.21 Namun dari penelusuran Rahmawati, Ketua Nasyiyatul Aisyiyah Sumatera Utara Periode 2004-2008. Wawancara tanggal 1 Juli 2016 di Medan. 20 21 Dari pengamatan yang dilakukan, fluktuasi perolehan suara PAN di Sumatera Utara tidak berkaitan dengan munculnya pemberitaan tentang terlibatnya beberapa orang kader PAN dan juga anggota DPRD Sumatera Utara dari PAN dalam kasus korupsi Bansos Propinsi Sumatera Utara. Kasus korupsi Bansor yang menimpa beberapa politis PAN dan akhir-kahir ini ramai dibicarakan di media massa cetak terbitan lokal, maupun dibicarakan netizen di media sosial, tidak berpengaruh pada fluktuasi perolehan suara PAN, sebab kasus tersebut muncul tahun 2015. Dengan demikian, persoalan apakah kasus tersebut membuat buruk citra politik PAN, tidak menjadi pembahasan dalam penelitian ini. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 277 yang dilakukan, bahwa sepanjang 2005-2015, DPW PAN Sumatera Utara sudah melakukan langkah-langkah taktis pemetaan basis massa, dengan cara mengobservasi dan mengamati masyarakat dengan menurunkan para calegnya ke dapil-dapil. Meskipun basis massa PAN tidak jelas di daerah mana, tetapi penyebaran suara dan pemilih PAN Sumatera Utara dapat dikatakan merata sampai ke daerah-daerah. Penyebaran ini terbantu dengan adanya pengurus Muhammadiyah di berbagai daerah, yang notabene dapat dikatakan sebagai massa emosional PAN, karena PAN dan Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan. Di samping itu, adanya perluasan rekrutmen massa, terutama massa mengambang (vloating mass), kemudian pemilih pemula, juga merupakan strategi yang dikembangkan dalam penguatan pencitraan politik PAN Sumatera Utara. Secara teoritis, ada dua strategi yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara untuk membangun dan menguatkan pencitraan politiknya, yaitu strategi bertahan dan strategi menyerang. Mengutip penjelasan Peter dalam Pito, strategi politik yang bersifat ofensif (menyerang), tujuannya adalah untuk memperluas target dan sasaran massa yang akan dipengaruhi, yaitu menambah jumlah pemilih atau massa. Strategi opensif dilakukan terhadap massa mengambang atau masyarakat yang berubah-ubah dalam pilihannya, atau belum tau sama sekali mana yang akan dipilihnya. Termasuk massa dalam kategori ini adalah pemilih pemula yang baru mempergunakan hal pilihnya dan strategi ini tepat dilakukan kepada pemilih pemula yang akan menentukan pilihannya, sehingga terbentuklah kelompok-kelompok baru, di samping kelompok yang sudah ada. Sedangkan strategi defensif (bertahan) adalah strategi yang bertujuan untuk mempertahankan untuk menjaga agar orangorang yang sudah loyal kepada PAN. Mereka menjadi target sasaran dengan tujuan penjagaan, agar tetap memberikan suaranya pada saat pemilihan.22 Dalam hal ini, massa yang menjadi target sasaran pada prinsipnya adalah massa yang ada di ormas Muhammadiyah, Nasyiyatul Aisyiyah maupun masyarakat di luar ormasy yang sudah memiliki keterikatan emosional dengan PAN. Untuk membangun dan menguatkan pencitraan politik di Sumatera Utara, DPW PAN Pito, Mengenal, h. 198. 22 Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 278 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... Sumatera Utara menjalankan strategi segi tiga politik. Sebagaimana digambarkan di bawah ini. Gambar 5.2. Strategi Segitiga Pencitraan Politik PAN Sumatera Utara Bagan di atas menunjukkan bahwa DPW PAN Sumatera Utara membangun dan menguatkan pencitraan politik terhadap dua elemen massa, yaitu massa mengambang (vloating mass), yaitu mereka yang belum menentukan pilihan dan loyalis PAN, yaitu mereka yang sudah memiliki ikatan emosional kuat dengan PAN. DPW PAN Sumatera Utara membangun pencitraan politik dengan membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat, baik masyarakat yang ada di dalam maupun di luar PAN. Sebagaimana gambar di atas menunjukkan bahwa sasaran komunikasi politik DPW PAN Sumatera Utara adalah massa mengambang dan loyalis PAN. Komunikasi politik kepada massa mengambang bertujuan untuk menarik simpatisme, sehingga massa mengambang tersebut berhasil direkrut menjadi loyalis PAN. Jika massa mengambang tidak dapat direkrut menjadi loyalis PAN, maka target lainnya menarik simpatik massa mengambang tersebut, agar tetap dapat menjatuhkan pilihannya kepada PAN. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa politik pencitraan tetap juga dilakukan kepada loyalis PAN. Tujuannya adalah untuk memelihara, agar para loyalis tersebut tidak keluar dari PAN karena merasa kurang diperhatikan. Pada akhirnya, Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 279 target komunikasi politik yang dilakukan adalah untuk menguatkan pencitraan politik, sehingga massa mengambang maupun loyalis PAN dapat menjadikan PAN sebagai partai penyambung aspirasinya. Polarisasi strategi segi tiga politik yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara, adalah untuk mempermudah upaya penguatan pencitraan politik. Dengan demikian, dipahami bahwa untuk membangun suatu pencitraan politik tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi politik yang intensif dengan berbagai lapisan masyarakat. Karena masyarakatlah yang akan menilai baik buruknya citra tersebut, sehingga partai dalam konteks ini harus mampu menciptakan iklim komunikasi yang kondusif. Komunikasi politik yang dimaksud disini adalah semua hal yang dilakukan oleh partai politik untuk mentransfer sekaligus menerima unpan balik (feedback) tentang isu-isu politik yang digulirkan. Dalam prespektif yang lebih luas isu-isu politik tersebut di angkat oleh partai untuk menunjukkan posisinya, sehingga terbangunlan identitas khas yang dapat memperkuat citra politiknya di benak masyarakat. Misalnya, ketika pemerintahan SBY, PAN adalah partai yang berada di kabinet pemerintahan. Pemerintahan SBY terkenal dengan program pro rakyat, sehingga PAN pun mengambil peran dalam konteks ini, dengan memperkenalkan PAN kepada masyarakat sebagai partai yang merakyat. Artinya, bahwa PAN juga ingin menunjukkan kepeduliannya terhadap ekonomi kerakyatan, yang secara kebetulan Ketua Umum DPP PAN masa SBY adalah Hatta Rajasa yang juga sebagai menteri perekonomian. Sepanjang pemerintahan SBY, PAN sebagai partai politik terus membangun pencitraan politik dengan cara menghubungkan gagasan-gagasan politiknya kepada masyarakat agar terciptanya perubahan di masyarakat sesuai dengan cita-cita politik yang di usung. Gagasan-gagasan politik tersebut dipasarkan kepada masyarakat untuk membangun pencitraan. Meskipun di awal pemerintahan Jokowi PAN berada di luar pemerintah, namun pada akhirnya masuk dalam jajaran pemerintah. Tentu optimalisasi komunikasi politik yang dilakukan PAN bertujuan untuk membangun pencitraan politik, sehingga tercapailah kesamaan persepsi antara masyarakat dengan partai, terkait dengan isu-isu yang disampaikan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 280 | Suksesi Pencitraan PAN Merebut... Bila diperhatikan perkembangan politik di Indonesia, marketing politik tidak hanya digunakan oleh PAN. Tetapi secara umum partaipartai lain juga melakukan hal yang sama. Fenomena marketing politic menunjukkan tingginya persaingan antara partai-partai yang hiruk pikuk menawarkan produk-produk politiknya. Misalnya, menawarkan ideologi, gagasan, kebijakan dan rekam jejak. Masyarakat dijadikan sebagai “pasar” untuk mendengar, melihat, memilih, bahkan membeli produk-produk mereka. Menurut Firmanzah, ada empat hal utama yang melandasi pentingnya penggunaan marketing politik bagi partai-partai politik. Pertama, karena terjadi pergeseran paradigma pemilih dari ideologi ke program kerja. Bahwa terdapat perkembangan saat ini, dimana masyarakat cenderung menggantikan ikatan-ikatan ideologis (tradisional) dengan hal-hal yang lebih pragmatis, yaitu program kerja yang ditawarkan oleh partai maupun para politisi. Kedua, meningkatnya pemilih non-partisan, yaitu masyarakat yang tidak menjadi anggota atau mengikatkan diri secara ideologis dengan partai politik tertentu. Mereka adalah orang-orang yang lebih melihat kepada program partai. Ketiga, meningkatnya massa mengambang (floating mass). Dengan meningkatnya jumlah pemilih non partisan maka jumlah massa mengambang semakin besar. Massa mengambang ini seringkali sangat menentukan menang tidaknya suatu partai politik dalam Pemilu, sehingga mereka merupakan kelompok masyarakat yang diperebutkan oleh partai maupun politisi dalam Pemilu. Keempat, adanya persaingan politik, terutama setelah sistem multipartai diberlakukan. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Bab VI Kesimpulan Penutup Berdasarkan kajian yang telah dilakukan terkait dengan pencitraan politik yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara dalam menarik simpatik masyarakat, maka dapat ditarik kesimpulan: Pertama, pencitraaan politik yang dilakukan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk menarik simpati masyarakat Sumatera Utara Tahun 2005-2015 menggunakan strategi komunikasi politik yang sangat bervarisi. Tujuan pencitraan tersebut adalah untuk meraih simpatik masyarakat, sehingga elektabilitas perolehan suara PAN bisa meningkat. DPW PAN Sumatera Utara melakukan pencitraan politik lewat penggunaan saluran komunikasi massa, komunikasi interpersonal, komunikasi luar ruangan, komunikasi kelompok. Pencitraan politik PAN juga dilakukan dengan menggunakan iklan politik di surat kabar. Pencitraan politik yang dilakukan PAN dengan menggunakan media massa lebih cenderung kepada masyarakat kota karena akses mereka lebih mudah ke media massa. Sedangkan pencitraan yang dilakukan kepada masyarakat desa, cenderung dengan menggunakan saluran komunikasi interpesonal dan komunikasi kelompok. DPW PAN juga melakukan pencitraan politik melalui program kerja unggulan, yang dirangkum dalam 5 program aksi, yaitu konsolidasi partai, kaderisasi, atributisasi, sosialisasi, dan aksi. Program 5 aksi tersebut, diimplementasikan dalam bentuk pemberdayaan kelompok binaan di masyarakat, penyantunan keluarga miskin, melakukan kunjungan silaturahmi ke dapil, silaturahmi kepada tokoh-tokoh. DPW PAN juga tidak 281 282 | Kesimpulan ketinggalan untuk melakukan pencitraan melalui iklan-iklan politik di surat kabar maupun media lainnya. Tapi kencenderungan PAN hanya menggunakan surat kabar. Lima Si yang telah dirumuskan PAN, disampaikan kepada seluruh elemen partai, mulai dari DPW sampai DPRt, untuk dijalankan untuk meraih simpatik masyarakat. Pencitraan politik dilakukan oleh partai maupun oleh politisi PAN secara pribadi. Kedua, variatifnya pemanfaatan sejumlah media komunikasi dan juga program kerja yang dirangkum dalam 5-si, mampu berhasil menarik simpatik masyarakat. Dukungan terhadap PAN muncul dari berbagai lapisan masyarakat, baik dari tokoh maupun masyarakat umum. Kemampuan PAN membangun pencitraan menguatkan survivalitas PAN dalam kancah perpolitikan di Sumatera Utara sejak tahun 2005 sampai sekarang. Di sejumlah daerah, PAN berhasil mendudukkan wakilnya di DPRD, misalnya di Kabupaten Toba Samosir PAN berhasil meraih satu kursi dan di Kabupaten Nias, PAN juga berhasil meraih satu kursi. Ini juga membuktikan keberhasilan pencitraan PAN kepada masyarakat di luar Islam, karena mayoritas masyarakat Tobasa dan Nias adalah Kristen. Bahkan di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, PAN berhasil meraih 11 kursi, dan perolehan ini tercatat sebagai hasil spektakuler perolehan suara PAN di seluruh Indonesia. PAN juga berhasil meraih 7 kursi di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), sehingga kedua daerah ini dapat dikategorisasikan sebagai basis PAN. Ini merupakan sejumlah fakta keberhasilan DPW PAN Sumatera Utara dalam melakukan pencitraan kepada masyarakat. Ketiga, dari beberapa model pencitraan politik yang dilakukan DPW PAN Sumatera Utara, mulai dari komunikasi massa, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi luar ruangan, program unggulan, iklan dan kampanye politik, maka pencitraan politik yang paling mempengaruhi simpati masyarakat adalah melalui saluran komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok dan program unggulan partai. Dalam konteks Sumatera Utara, komunikasi dengan pendekatan keagamaan, misalnya komunikasi yang Islami juga turut mempengaruhi masyarakat, sebab mayoritas masyarakat Sumatera Utara adalah beragama Islam. Untuk Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 283 melakukan komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok, pengurus PAN turun ke dapil melakukan sosialisasi dan menjemput suara masyarakat. Melalui komunikasi interpersonal, baik dengan masyarakat maupun para tokoh, PAN bisa semakin dekat kepada masyarakat, dan masyarakat merasa diperhatikan. Komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok yang dilakukan, sekaligus menjadi bahan evaluasi bagi PAN untuk memperbaiki kelemahan partai. Pelaksanaan program partai yang tersimpul dalam program 5-Si, juga merupakan salah satu model pencitraan yang dapat menarik simpatik masyarakat. Dengan berbagai program yang dilakukan PAN, masyarakat dapat memperoleh manfaat langsung dari program tersebut, sehingga masyarakat menilai bahwa PAN adalah partai yang dapat dijadikan sebagai penyalur aspirasi mereka. Saran-saran Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, beberapa saran yang perlu disampaikan, yaitu: 1. Di tengah-tengah perkembangan teknologi komunikasi sekarang ini, DPW PAN harus lebih optimal dalam memanfaatkan penggunaan media dalam rangka melakukan pencitraan. Namun demikian, komunikasi politik yang sifatnya konvensional, seperti mendatangi masyarakat dari pintu ke pintu, dari daerah ke daerah, tidak boleh diabaikan, sebab mendatangi masyarakat secara langsung dapat lebih mengeratkan hubungan emosional dan lebih terjaganya suara PAN. 2. Survivalitas PAN sebagai partai baru, harus dipertahankan oleh pengurus DPW PAN Sumatera Utara, terutama di beberapa kabupaten yang menjadi basis massa PAN, misalnya Labusel dan Sergai, PAN harus lebih banyak berbuat untuk masyarakat, sehingga paling tidak pada pemilu yang akan datang, PAN bisa meningkatkan prestasi ini, atau paling tidak bisa mempertahankannya. 3. PAN Sumatera Utara sebagai partai terbuka, partai nasionalis, harus lebih berani membuka diri dalam melebarkan strategi rekrutmen massanya. Artinya, PAN harus sudah mulai merekrut Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 284 | Kesimpulan massa di luar Muhammadiyah, mengingat persaingan politik yang semakin ketat. 4. Program 5-Si yang telah dijadikan PAN sebagai program unggulan untuk meraih simpatik masyarakat, harus di dorong agar lebih terasakan oleh semua lapisan masyarakat. Terutama bagi masyarakat yang ada di desa-desa, sebab mayoritas penduduk Sumatera Utara tinggal di desa. Maka untuk melakukan itu, setiap kader PAN harus memahami visi, misi dan perjuangan PAN itu sendiri. 5. Disarankan kepada pengurus PAN agar dalam menarik simpatik masyarakat, PAN menggunakan pendekatan komunikasi keagamaan, seperti komunikasi Islami, mengingat mayoritas masyarakat Sumatera Utara beragama Islam dan masih melekatnya budaya masyarakat yang manut kepada pemukapemuka agama. Poin terakhir ini sekaligus menjadi rekomendasi penelitian ini kepada mahasiswa Program Studi Komunikasi Islam, untuk melakukan penelitian mendalam tentang pendekatan komunikasi Islam yang dilakukan partai dalam menarik simpatisme masyarakat. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Nyarwi. Manajemen Komunikasi Politik dan Marketing Politik: Sejarah, Perspektif dan Perkembangan Riset. Yogyakarta: Pustaka Zaman, 2012. Alfian, M. Alfan. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009. Amal, Ichlasul. Teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1998. Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam. Jakarta: Logos, 1999. Ardial. Komunikasi Politik. Jakarta: Indeks, 2010. Ardianto, Elvinaro dkk. Komunikasi Pengantar; Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Arrianie, Lely. Komunikasi Politik; Politisasi dan Pencitraan di Panggung Politik. Bandung: Widya Padjajaran, 2010. Arifin, Anwar. Komunikasi Politik: Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi Komunikasi Politik Indonesia. Jarkarta: PT. Balai Pustaka, 2003. __________. Politik Pencitraan - Pencitraan Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014. ____________. Komunikasi Politik – Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan dan Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Ater, David. E. Pengantar Analisa Politik. Jakarta: LP3ES, 1998. Liddle, R. Wiliam. Partisipasi dan Partai Politik di Indonesia Pada Awal Orde Baru. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1992. Bahar, Nasril. “Kembali Kepada Jati Diri PAN” dalam Fraksi PAN: Wujudkan Amanat Rakyat. Jakarta: Fraksi PAN Publisher, 2014. 285 286 | Daftar Pustaka Basuki, Heru. Penelitian kualitatif: Untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma, 2006. Biagi, Shirley. Media Imfact: an Introduction to Mass Media, 3rd ed. New York: Wadsworth Publishing Company, 1995. Bogardus, Emori S. The Marketing Public Opinion. New York: Associantion press, 1991. 282Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Pustaka Utama. 1991. Bungin, Burhan. Analisa Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003. Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998. ___________. Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: Rajawali Pers, 2008. ___________. Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004. Cravens, David W. Strategic Marketing. USA: Mc-Graw Hill, 2000. Dhal, Robert, A. Analisis Politik Modern, Terj. Mustafa Kamil Ridwan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 1994. Danial, Akhmad. Iklan Politik TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru. Yogyakarta: Lkis, 2009. Darmawan, Ikhsan. Mengenal Ilmu Politik. Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2015. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Devito, A. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Book, 1997. Dhani, Rendro. Centang Perenang Manajemen Komunikasi Kepresidenan Dari Soekarno Sampai Megawati. Jakarta: Pustaka LP3ES, 2004. Effendy, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. ___________. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1984. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 287 Efendi, Erwan. Pengaruh Pencitraan Surat Kabar dan Religiusitas Terhadap Penentuan Pilihan Pemilih Dalam Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara. Disertasi UIN Sumatera Utara: 2015. Efriza. Politik Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta, 2012. Firmanzah. Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010. __________. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2012. Fukuyama, Francis. Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru, terj. Masri Maris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. Griffin, E. A First Look at Communication Theory. Boston: McGraw-Hil Higher Education, 2000. Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis Terhadap Berita-Berita Politik. Jakarta: Granit, 2004. Haris, Syamsuddin, dkk. Persepsi Masyarakat Terhadap Partai Politik Peserta Pemilu 2004. Jakarta: Pusat Penelitian Politik LIPI, 2003. Harun, Rochajat dan Sumarno AP. Komunikasi Politik. Bandung: Mandar Maju, 2006. Hedebro, Goran. Communication and Social Change in Developing Nation, A Critical View. Iowa State University Press, 1982. Heryanto, Gun Gun. Komunikasi Politik. Jakarta: Universitas Indonesia 2010. Ilaihi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010. Jefkins, Frank. Public Relations. Jakarta: Erlangga, 2002. Jordac, George. Suara Keadilan; Sosok Ali bin Abi Thalib, terj. Muhammad al-Sajjad. Jakarta: Lentera, 1996. Kaid, Lynda Lee. Handbook Penelitian Komunikasi Politik, Terj. Ahmad Asnawi. Bandung: Nusa Media, 2015. Katsir, Ibnu. Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Imam Syafii, 2003. Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia, 1994. Kholil, Syukur. Komunikasi Islam. Bandung: Cita Pustaka, 2007. Kotler, Philip. Dasar-Dasar Pencitraan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Erlangga, 1994. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 288 | Daftar Pustaka Kriyantono, Rakhmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006. Liliweri, Alo. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana, 2011. __________. Komunikasi Antarpersonal. Jakarta: Kencana, 2015. Littlejohn. Theoris of Human Communication, terj, Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta: Salemba Humanika, 1999. Marwoto. Komposisi Praktis. Yogyakarta: Hanindita, 1997. Matulada. Demokrasi Dalam Tradisi Masyarakat Indonesia. Jakarta, LP3ES, 1996. McNair, Brian. An Introduction To Political Communication. London: Routledge, 2011. McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa, terj. Agus Darma dan Aminuddin. Jakarta: Penerbit Air Langga, 1994. Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif, terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press, 1992. Muis, Abdul. Komunikasi Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001. Mulyana, Dedi. Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. ___________. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001. ___________. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. ___________. Komunikasi Politik, Politik Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014. Munir, Abdullah Super Teacher (Sosok Guru Yang Dihormati, Disegani, dan Dicintai). Yogyakarta: Pedagogia, 2010. Muhtadi, Burhanuddin. Dilema PKS : Suara dan Syariah. Jakarta: KPG, 2012. Mulyana, Dedy. Komunikasi Politik, Politik Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014. Morrisan. Psikologi Komunikasi. Bogor: Indonesia, 2002. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 289 Nedelmann, Birgitta. Individuals and Parties - Changes in Processes of Political Mobilization. European Sociological Review: Oxford University Press, 1987), h. 181-202. Nimmo, Dan. Komunikasi Politik; Khalayak dan Efek. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. ____________. Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Nursal, Adman. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004. Pamungkas, Sigit. Partai Politik: Teori dan Praktik di Indonesia. Yogyakarta: Institut for Democracy and Welfarisme, 2011. Pito, Toni Andrianus, dkk. Mengenal Teori-Teori Politik. Bandung: Penerbit Nuansa, 2009. Puspoyo, Widjanarko. Dari Soekarno Hingga Yudhoyono, Pemilu Indonesia 1955 – 2009. Solo: Era Adicitra Intermedia, 2012. Al-Qardhawy, Yusul. Pedoman Bernegara Dalam Perspektif Islam, Terj. Kathur Suhadi. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1999. Rakhmat, Jalaluddin. Islam Aktual. Bandung: Mizan, 1996. ____________. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. __________. Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984. Rauf, Maswardi dan Mappa Nasrun. Indonesia dan Komunikasi Politik. Jakarta: PT Gramedia Utama, 1993. Rogers, Everett M dan F. Floyid Shoemaker. Communication of Innovations, terj. Abdillah Hanafi. Surabaya: Usaha Nasional, 1981. Rush, Michael dan Philip Althoff. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004. Ruslan, Rosady. Kampanye Public Relation. Jakarta: PT RajaGrafindo, 2007. Ruslan. Strategi Public Relations, Bauran Public Relations. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Sahid, Komarudin. Memahami Sosiologi Politik. Bogor: Ghalia Indonesia, 2015. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 290 | Daftar Pustaka Sastroatmodjo, Sudjono. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press, 1995. Savitri, Gita. Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century. Tesis: FISIP UI, 2014. Sayuti, Solatun Dulah. Komunikasi Pemasaran Politik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014. Schroder, Peter. Strategi Politik. Jakarta: Friedrich Noumann Shiftung, 2004. Scot, Cutlip, M. (et. al), Effective Public Relations Professional. New York: Prentice Hall, 2006. Shihab, M. Quraish. Wawasan Alquran. Bandung: Mizan, 1996. ___________. Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian AlQur’an). Jakarta: Lentera Hati, 2003. Siregar, Ashadi. Etika Komunikasi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka, 2008. Simon, Roger. Gagasan-gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Sendjaja, S. Djuarsa Dkk. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka, 1994. Setiyono, Budi. Iklan dan Politik: Menjaring Suara dalam Pemilihan Umum. Jakarta: AdGoal Com, 2008. Severin, Werner J. dan James W. Tankard Jr. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, terj. Sugeng Hariyanto. Jakarta: Kencana, 2005. Simons, Jon. The Power of Political Images. Bloomington: American Political Science Association, 2006. Sitepu, Anthonius. Sistem Politik Indonesia. Medan: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, 2004. Soemirat, Soleh dan Elviriano. Dasar-Dasar Publik Relations. Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2002. Soyomukti, Nurani. Komunikasi Politik: Kudeta Politik Media, Analisa Komunikasi Rakyat dan Penguasa. Malang: Intrans Publishing, 2013. Subiakto, Henri dan Rachmah Ida. Komunikasi Politik, Media dan Demokrasi. Jakarta: Kencana, 2012. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 291 Suprapto, Tommy. Komunikasi Propaganda: Teori dan Praktik. Yogyakarta: CAPS, 2011. Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo, 2010. Syam, Nina W. Sosiologi Komunikasi. Bandung: Humaniora, 2009. Taufik, M. Tata. Etika Komunikasi Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2012. Tawakkal, George Towar Ikbal. Peran Partai Politik dalam Mobilisasi Pemilih (Studi Kegagalan Parpol Pada Pemilu Legislatif di Kabupaten Demak 2009). Tesis: PPS UNDIP Semarang, 2009. Tinarbuko, Sumbo. Iklan Politik Dalam Realitas Media. Yogyakarta: Jalasutra, 2009. Undang-Undang No. 31/2002 Penyempurnaan dari Undang-Undang No. 2/1999. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik. Varma, SP. Teori Politik Modern, terj. Yohannes Kristiarto. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010. Ritzer, George. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media, 2004. Wahid, Marzuki. “Cirebon, Jawa Barat: Ketika Patronase Mengalahkan Personalisme” dalam Edward Aspinall dan Mada Sukmajati (Ed), Politik Uang di Indonesia: Patronase dan Klientalisme Pada Pemilu Legislatif 2014. Yogyakarta: Penerbit PolGov, 2015. Wasesa, Silih Agung. Political Branding & Public Relation. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011. Wasesa, Silih Agung dan J. Macnamara. Strategi Public Relations, Membangun Pencitraan Berbiaya Minimal dengan Hasil Maksimal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010. Ways, Muliansyah A. Political; Ilmu Politik, Demokrasi, Partai Politik dan Welfare State. Yogyakarta: Buku Litera, 2015. Zandi, Sakhira. “Teori Komunikasi Massa” dalam Syukur Kholil (ed.). Teori Komunikasi Massa. Bandung: Citapustaka Media, 2011. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 292 | Daftar Pustaka Jurnal A.S, Benedictus. “Konstuksi Diri dan Pengelolaan Kesan Pada Ruang Rill dan Ruang Virtual” dalam Jurnal Aspikom, Volume 1, Nomor 1, Juli 2010. Haryati, “Pencitraan Tokoh Politik Menjelang Pemilu 2014” dalam Jurnal Observasi, Vol 11, No. 2 Tahun 2013. Jakarta: Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2013. Imansyah, Teguh. “Regulasi Partai Politik Dalam Mewujudkan Penguatan Peran dan Fungsi Kelembagaan Partai Politik” dalam Jurnal RechtsVinding, Volume 1. Nomor 3, Desember 2012. Jakarta: BPHN, 2012. Kahar, Suyatno. “Pencitraan Politik Partai Nasdem Melalui Iklan di Televisi” dalam Jurnal Humanity, Vol. 9, No. 2, Maret 2014. Yogyakarta: UMM, 2014. Mahadi, Ujang. “Komunikasi Politik Kiai Pada Kampanye Pemilu” dalam Jurnal ADDIN, Volume. 9, Nomor, 2 Agustus 2015. Bengkulu: IAIN Bengkulu, 2015. Musta’in, “Teori Diri; Sebuah Tafsir Makna Simbolik Pendekatan Teori Dramaturgi Erving Goffman” dalam Jurnal Komunika, Vol 4 No. 2 Juli-Desember 2010. Siswanto. “Metafora Budaya Sebagai Pendekatan Manajemen” dalam Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Th. XXI. No. 3, Juli-September 2009. Syobah, Nurul. “Peran Media Massa Dalam Komunikasi Politik” dalam Jurnal Komunikasi dan Sosial Keagamaan, Vol: XV, No. 1, Juni 2012. IAIN Samarinda, 2012. Vidyarini, Titi Nur. “Politik dan Budaya Populer Dalam Kemasan Program Televisi” dalam Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, Vol. 2, No. 1, Januari 2008. Pusat Penelitian Universitas Kristen Petra: 2008. Surat Kabar Anang Anas Azhar, “Jarak PAN dan Muhammadiyah” dalam Harian Waspada, tanggal 24 Agustus 2015. ______________. “Mencari Figur Ketua PAN Sumut” dalam Harian Waspada, tanggal 19 Juni 2015. ______________. “ Media dan Iklan Politik” dalam Harian Analisa, tanggal 13 Pebruari 2014. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Dr. Anang Anas Azhar, M.A. | 293 Hasil Wawancara Arif, Ahmad. Ketua DPD PAN Kota Medan periode 2005-2010, periode 2010-2015, anggota DPRD Kota Medan periode 20042009, periode 2009-2014 dan periode 2014-2019. Wawancara tanggal 5 September 2016 melalui handphone. Asmuni. Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Utara periode 2010-2015. Wawancara tanggal tanggal 26 Juli 2016 di Jalan Prima Pasar VII Tengah Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan. Bahri, Samsul. masyarakat Desa Tanjung Medan Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Wawancara tanggal 19 Juni 2016 di Desa Tanjung Medan. Damanik, Irwansyah. Anggota DPRD PAN Sumatera Utara periode 2009-2014 daerah pemilihan Sumut 9 (Siantar Simalungun). Wawancara tanggal 5 Juni 2016 melalui handphone. Harahap, Yahdi Khoir. Ketua DPD PAN Batu Bara periode 2005-2010 dan Sekretaris Umum DPW PAN Sumatera Utara priode 20152020. Wawancara tanggal 20 Juni 2016 di kantor sekretariat DPW PAN Sumatera Utara Jl. Wahid Hasyim. Husein, Zulkifli. Ketua Pusat dan Pemengangan Pemilu Daerah I tahun 2010-2015, dan Ketua Umum DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Utara periode 2015-2020. Wancara tanggal 23 Mei 2016 di kantor DPRD Sumatera Utara. Lubis, Akrim Ashal. Direktur KTA bersantunan DPW PAN Sumatera Utara Periode 2005-2010. Wawancara tanggal 22 Juli 2016 melalaui handphone. Lubis, Husni. Wakil Ketua DPW PAN Sumatera Utara priode 2005-2010. Wawancara tanggal 25 Juli 2016 di Medan melalui handphone. Muhajir. Warga masyarakat Desa Asam Jawa Kecamatan Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Wawancara tanggal 16 di Desa Asam Jawa. Munasip, Adi. Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik DPW PAN Sumatera Utara Periode 2010-2015. Wawancara tanggal 3 Juni 2016 di Medan via hand phone. Pariadi. Warga Desa Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Wawancara tanggal 24 Juli 2016 di Desa Bandar Khalifah. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 294 | Daftar Pustaka Pulungan, Isma Fadli. Sekretaris Pimpinan Wilayah Al Wasliyah Sumatera Utara. Wawancara tanggal 23 Juli 2016 di kantor PW Al Washliyah Sumatera Utara, Jl. Sisinga Mangaraja Medan. Ujung, Agus Salim. Wakil Sekretaris Bidang Informasi dan Komunikasi Politik DPW PAN Sumut Periode 2005-2010. Wawancara tanggal 30 Mei 2016 di Medan via handphone. Rahmadi. Masyarakat Desa Tanjung Medan Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Wawancara tanggal 19 Juni 2016 di Desa Tanjung Medan. Rahmawati. Ketua Nasyiyatul Aisyiyah Sumatera Utara Periode 2004-2008. Wawancara tanggal 1 Juli 2016 di Medan. Ritonga, Ahmad Hidayat. Sekretaris DPD PAN Labuhan Batu Selatan periode 2009-2014, dan Anggota DPRD Labuhan Batu Selatan periode 2009-2014. Wawancara tanggal 16 di Kota Pinang, Saragih, Wempy, Ketua Pusat Koordinasi Ortom dan Kerjasama Antar Lembaga DPW PAN Sumatera Utara priode 2010-2015. Wawancara tanggal 15 Juli 2016 di Medan. Siregar, Parluhutan. Sekretaris DPW PAN Sumatera Utara periode 2010-2015 juga anggota DPRD Sumatera Utara periode 20052009 daerah pemilihan Sumur 11, Binjai Langkat, anggota DPRD Sumatera Utara periode 2010-2015 daerah pemilihan Sumut 6 Tabagsel. Wawancara tanggal 6 Juni di Medan melalui handphone. Siregar, Gandi Faisal. Wakil Ketua DPD PAN Labusel dan juga Anggota DPRD Labusel. Wawancara tanggal 17 Juli 2016 di rumah makan Bahagia Kota Pinang. Suhairi, Hapcin. Wakil Ketua Pusat Pengembangan Organisasi dan Keanggotaan DPW PAN Sumatera Utara periode 2010-2015. Wawancara tanggal 6 Juni 2016 di Medan melalui handphone. Tanjung, Wildan Aswan. Ketua DPD PAN Labusel Periode 2011-2015 dan periode 2016-2021. Wawancara tanggal tanggal 17 Juli di kantor DPD PAN Labusel. Yunus, M. Warga masyarakat Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Wawancara Cermin, tanggal 30 Juli 2016 di Kecamatan Pantai Cermin. Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat BIODATA PENULIS ANANG ANAS AZHAR, adalah dosen tetap Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, Medan dan dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Lahir di Desa Tebing Linggahara, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara, 04 Oktober 1974. Anak pasangan Saibon AS (alm) dan Jamilah (almh) ini, menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di tanah kelahirannya tahun tamat 1987. Kemudian melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Rantau Prapat, Labuhan Batu (1990 dan 1993). Tahun 1993, penulis melanjutkan studi ke IAIN SU Medan, tepatnya Fakultas Dakwah jurusan Penyiaran Penerangan Agama Islam (PPAI) tamat tahun 1998. Setelah menamatkan studi strata satu (S1) di IAIN SU Medan, penulis memberanikan diri terjun di dunia wartawan. Tahun 1998, ia menjadi wartawan Harian Realitas Pos. Selang beberapa bulan, penulis pindah ke Harian Sumatera (1999-2001), Harian Analog (2002), Harian Wasantara (2003) dan terakhir sejak tahun 2003 hingga saat ini mengabdikan profesi jurnalisnya di Harian Medan Bisnis sebagai redaktur daerah. Penulis menikah tahun 2000 dengan Evi Sakdiah asal Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Alhamdulillah, pasangan ini diberkahi empat putra masing-masing, Muhammad Choirurrais Alvizar (15), Muhammad Hafiz (12), Muhammad Tahfif Alvizar (10) dan Muhammad Fikri Rizky Alvizar (8). 295 296 | Biodata Tahun 2003, penulis baru mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan di S2. Beliau mengambil konsentrasi Komunikasi Islam pada pascasarjana IAIN SU dan tamat 2009. Selama menempuah pendidikan S2 penulis mendapatkan bantuan pendidikan beasiswa dari Departemen Agama RI. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 2011, penulis melanjutkan studi program doktor S3 pada program studi yang sama sekarang namanya berubah dari IAIN SU menjadi UIN SU Medan. Alhamdulillah, tahun 2016 ini sudah menyelesaikan program doktornya dengan disertasi berjudul : “Pencitraan Politik Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Utara Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2010”. Sejak kuliah di IAIN Sumut Medan, bakat penulis sudah terlihat di organisasi kampus dan kepemudaan. Tercatat, penulis pernah mengaktifkan diri di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) IAIN SU (1997), di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) tahun 1994, Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sumut (2006), Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (2010-2014), pengurus departemen di DPD KNPI Sumut (2004). Sejak berdirinya PAN tahun 1998-2011, penulis mengaktifkan diri sebagai politisi, bahkan pernah duduk sebagai Wakil Ketua DPW PAN Sumut periode 2005-2010. Tercatat pula, penulis pernah menjadi staf ahli pimpinan DPRD Propinsi Sumut (2010-2013). Setelah “dibuang” dari PAN dan tidak masuk kepengurusan PAN pasca periode kepemimpinan Kamaluddin Harahap di DPW PAN Sumut, penulis pun kembali ke dunia kampus untuk mengabdikan pengalaman luarnya di kampus. Meski demikian, penulis juga sejak tahun 2000 sudah mengajar sebagai dosen luar biasa di almamaternya Fakultas Dakwah IAIN SU Medan. Penulis sempat mengampu mata kuliah profesinya, yakni mata kuliah jurnalistik, grafika dan terkahir mengasuh mata kuliah Reporting Editorial Advertising and Writing (REWA). Pemegang sertifikat wartawan utama bernomor ; 6347-PWI/ WU/DP/VIII/2014/04/10/74 dan anggota PWI bernomor ; 02.0013072.07 ini, banyak mengaktifkan diri sebagai penulis lepas di sejumlah surat kabar skala nasional dan lokal Sumatera Utara. Tercatat, sejak tahun 2013, penulis mengoleksi 731 tulisan artikel/ Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Biodata | 297 opini yang dimuat di surat kabar, seperti Harian Republika, Harian Sindo, Kontan (group Kompas), Harian Waspada, Harian Analisa, Harian SIB, Harian Medan Bisnis, Harian Orbit, Harian Realitas, Harian Jurnal Asia, Harian Sumut Pos, Harian Potibi, Harian Mimbar Umum, Koran Cerdas dan lainnya. Selain mengoleksi tulisan artikel, penulis juga mengoleksi beberapa karya penelitian ilmiah. Di antaranya, “Pengaruh Membaca Berita Brimininal di Surat Kabar Harian Medan Terhadap Konsidi Psikologis Mahasiswa IAIN Sumatera Utara” (2009). “Persepsi Warga Muhammadiyah Terhadap Partai Amanat Nasional (PAN) di Propinsi Sumatera Utara” (2013). “Pengembangan Bidang dan Teori Komunikasi” (2010). “Pencitraan Politik Partai Amanat Nasional (PAN) Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Propinsi Sumatera Utara Tahu 2005-2015”. Karya tulis dalam bentuk artikel yang dipublikasi sejumlah surat kabar di antaranya, Media dan Perselingkuhan Politik (Waspada; 2014), Muhammadiyah dan Politik Identitas (Waspada; 2014), Parpol dan Penyelenggara Pemilu (Waspada; 2014), Berandai Jadi Partai Generasi (Waspada; 2015), Mencari Figur Ketua PAN Sumut (Waspada; 2015), Komunikasi Politik PAN 2014 (Waspada; 2014), Menyoal Pemekaran Sumut (Waspada; 2016), Muhammadiyah dan Pusaran Politik (Waspada; 2015), PAN dan Nasib KMP (Waspada; 2015), Pemilihan Kepala Daerah (Waspada; 2014), Hijrah Dari Korupsi (Waspada; 2015), Puasa dan Nasfsu Dunia (Waspada; 2016), Menggugat Modernitas Muhammadiyah (Waspada; 2015), Tiket Capres Parpol Islam (Waspadal 2014), Nasib PAN Pascakongres Bali (Waspada; 2015), Masa Depan Komunikasi Islam (Waspada; 2013), Politik Kebangsaan Muhammadiyah (Catatan Pasa Muktamar Muhammadiyah ke-47) (Waspada; 2015). Merintis Hijrah Pikir (Waspada; 2016), Tantangan Rektor Baru UINSU (Waspada; 2016), Kontroversi Roy Suryo (Waspada; 2013), Jarak PAN dan Muhammadiyah (Waspada; 2015), Kampanye Politik (Waspada; 2013), Subsidi Haram Dana Parpol (Waspada; 2015), Partai Politik Dan Caleg (Waspada; 2013), Menggugat Ramadhan Fair XII (Waspada; 2015), Potret Parpol Islam 2014 (Waspada; 2013), Membangun Sikap Qana’ah (Waspada; 2015), Independensi Media (Waspada; 2015), Peluang Capres Alternatif (Waspada; 2013), Ayat Kursi Untuk Politik (Waspada; 2016), Palestina; Derita Umat Islam (Waspada; 2015). Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 298 | Biodata Mencari Figur Pemuda Muhammadiyah (Waspada; 2015), Memotret Broker Politik 2014 (Waspada; 2015), Parpol Membajak Pemilukada Serentak (Waspada; 2014), Politik Balas Jasa Pasca Pilpres (Waspada; 2014), Pilpres Dan Kader Muhammadiyah (Waspada; 2014), Mudik dan Sengkarut Urbanisasi (Waspada; 2014), People Power Prabowo-Hatta (Waspada; 2014), Komunikasi Politik PAN 2014 (Waspada; 2014), Menggugat Ramadhan Fair (Waspada; 2014). Bercermin Ikhlas Dari Rasulullah (Waspada; 2016). Menanti Gubsu Baru (Waspada; 2013). Menanti Rektor Baru IAIN-SU (Waspada; 2013). Leadhership Untuk Komunikasi Bencana (Waspada; 2016). Fenomena Gadai SK (Medan Bisnis; 2014), Koalisi Mengabaikan Rakyat (Orbit; 2014), Fatwa Haram Dalam Pilpres (Orbit; 2014), Implementasi Jihad Dalam Islam (Orbit; 2013), Memaknai Sepakbola, Politik Dan Bisnis (Orbit; 2014), Harapan Bagi Caleg Terpilih (Orbit; 2014), Mempertanyakan Dana Hibah (Orbit; 2014), Politisi dan Janji Oplosan (Orbit; 2013), Golput Memilih (Tidak) Memilih (Orbit; 2014), Menyoal Annual Fee PT Inalum (Orbit; 2013), Mengeliminir Manipilasi Suara (Orbit; 2014), Menggugat Wakil Rakyat Kita (Orbit; 2014), Plagiat Dan Kampanye Capres (Orbit; 2014), Pasca Ratu Atut Tersangka (Orbit; 2014), Gita Wirjawan Dan Impor Beras (Orbit; 2014), Politisi Bermuka Dua (Orbit; 2014). Pemilu Bersih Dalam Bingkai Demokrasi (Orbit; 2014), Ketika Negara Membiayai Parpol (Orbit; 2014), Membatasi Jabatan Parpol (Orbit; 2014), Kontroversi Pembebasan Corby (Orbit; 2014), Indonesia Darurat Bencana (Orbit; 2014), Pilpres (Antara) Pertarungan Ideologi (Orbit; 2014). Meneguhkan Gerakan IMM (Refleksi Milad ke 50 IMM, 14 Maret 1964-14 Maret 2014) (Orbit; 2014), Fenomena Eyang Subur (Orbit; 2014), Berburu Kursi Caleg (Orbit; 2013), Gubernur Baru (Medan Bisnis; 2013), Partisipati Suara Golput (Medan Bisnis; 2014), Perspektif Alquran Memilih Pemimpin (Mimbar Umum; 2014), Golput Dan Demokrasi Kebablasan (Portibi; 2014). Menguji Nasionalisme Berbangsa (Realitas; 2014), Rontoknya Kekuataan Parpol Islam (Realitas; 2014), Urgensi Syura; Dalam Perspektif Islam (Analisa; 2014), Pilpres dan Kader Muhammadiyah (Andalas; 2014), Parpol Dan Pemimpin Berkarakter (Portibi; 2014), Menyoal Rekrutmen CPNS K2 (Realitas; 2014). Pencitraan Dan Labelisasi Politik (Analisa; 2016), Menggugat Ormas Dalam Capres (Jurnal Asia; 2014), Nasib Capres Partai Demokrat Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Biodata | 299 (Realitas; 2014), Khalifah Untuk Rahmatan Lil’alamin (Analisa; 2014), Menguji Netralitas Penyelenggara Pemilu (Analis; 2014), Akankah Media Cetak Akan Gulung Tikar? (Analisa; 2014), Parpol, Demokrasi Dan Kapitalisme (Medan Bisnis; 2013), Mewujudkan Tagline PAN (Refleksi HUT PAN ke 15, Tanggal 23 Agustus 2013) (Medan Bisnis; 2013). Survei Dan Peta Politik (Jurnal Asia; 2014). Wacana Pemindahan Ibokota (Medan Bisnis; 2013), Menggagas Koalisi Parpol (Medan Bisnis; 2014), Kontroversi Miss World 2013 (Medan Bisnis; 2013), Menanti Realisasi Kereta Api Cepat (Medan Bisnis; 2013), Reformulasi Tauhid Sosial (Menyambut Refleksi Milad ke 104 Muhammadiyah) (Medan Bisnis; 2014), Dunia Usaha Dan Guncangan Politik (Medan Bisnis; 2014), Menggugat Kurikulum Indonesia (Medan Bisnis; 2013), Memutus Siklus Korupsi Indonesia (Realitas; 2014), Jokowi Dan Konstruksi Medan (Portibi; 2014), Kudeta Ala SBY (Medan Bisnis; 2013), High Politik Muhammadiyah (Jurnal Asia (2014), Menggagas Kampanye Santun Dalam Pilpres (Analisa; 2014), Golput Dan Ancaman Ideologi (Jurnal Asia; 2014), Menyoal Liputan Bencana (Jurnal Asia; 2014), Menggugat Etika Survei (Realitas; 2014), Meneladani Ulama dan Umara (Sumut Pos; 2014), Menimbang Hatta atau JK (Portibi; 2014), Nasib Uiama Dalam Pilpres (Portibi: 2014), Bencana Dan Kearifan Lokal (Jurnal Asia; 2014), Islah PPP di Tengah Badai (Portibi; 2014). Islam Dan Demokrasi (Orbit; 2013), Menjauhi Gaya Hidup Hedonisme (Sumut Pos; 2014), Pencitraan Parpol dan Caleg (Realitas; 2013), Media Dan Iklan Politik (Analisa; 2014), Suka Citra Menyambut Ramadhan (Top News; 2014), Subsidi Dan Janji Politik Capres (Top News; 2014), Malaysia Airline, Bangkrut Atau Bangkit (Medan Bisnis; 2014), Birokrasi Dan Komunikasi Bencana (Medan Bisnis; 2014), Indonesia Darurat Bencana (Analisa 2014), Badai Korupsi 2013 (Medan Bisnis; 2013). Membumikan Spirit Hijrah (Analisa; 2014), Memanfaatkan Waktu Sebelum Mati (Analisa; 2014), Berharap Rekrutmen CPNS Bersih (Jurnal Asia; 2014), Apatisme Pemilih Ancaman Golput (Jurnal Asia; 2014), Menjaga Bahaya Lidah (Mimbar Umum; 2014), RUU Desa Dan Implikasi Otda (Medan Bisnis; 2014), Caleg Dan Branding Politik (Jurnal Asia; 2014). Jokowi Dan Pendidikan Politik (Top News; 2014), Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 300 | Biodata Status Quo Politik Uang Caleg (Medan Bisnis; 2013). Esensi Pemekaran Daerah (Orbit; 2013), Meneladani Kepemimpinan Rasulullah (Sumut Pos; 2014), Makna Menahan Diri Dalam Puasa (Mimbar Umum; 2014), Masa Depan Petani Sinabung (Jurnal Asia; 2014), Caleg Dan Jual Beli Kursi (Medan Bisnis; 2013). Meneropong Proyek MP3EI (Medan Bisnis; 2013). Pro Kontra Honor Saksi Parpol (Realitas; 2014), Damai Maluku Terkoyak (Medan Bisnis; 2013), Penggabungan Partai Politik (Medan Bisnis; 2013). Politik Dalam Bahasa Alquran (Analisa; 2014), Melek Media di Abad Media (Jurnal Asia; 2014), Pilpres Dan Demokrasi Identitas (Jurnal Asia; 2014), Pemuda Dan Partai Politik (Realitas; 2014), Kapitalisme Partai Politik (Medan Bisnis; 2013), Menggagas Koalisi Parpol (Jurnal Asia; 2014), Puasa Dan Kemiskinan (Medan Bisnis; 2013). Parpol Dan Caleg Artis (Medan Bisnis; 2013), Belajar Dari Jawa Barat (Medan Bisnis; 2013), Politik Wani Piro (Orbit; 2013), Politisasi Dan Pencitraan (Orbit; 2013), Praktik Pungli di Kemenag (Refleksi atas Hari Amal Bakti ke 67) (Orbit; 2013). Investasi Dari Sei Mangkei (Orbit; 2013), 2013 Tahun Politik (Medan Bisnis; 2013). Banjir Dan Komunikasi Bencana (Orbit; 2013), Penyederhanaan Partai Politik (Orbit; 2013), Muhammadiyah Dan Teologi Alma’un (Realitas; 2014), Nabi Muhammad Dan Peradaban Dunia (Orbit; 2014), Menggugat Lembaga Survei (Jurnal Asia; 2014), Memperkokoh Kesalehan Sosial (Mimbar Umum; 2014), Dakwah Menuju Insan Paripurna; (Mimbar Umum; 2014). Pilpres Dalam Bingkai Survei (Portibi; 2014), Harapan Dari Kualanamu (Medan Bisnis; 2013). Ikon Baru Pilpres 2014 (Top News; 2014), Indonesia Tanpa JIL (Medan Bisnis; 2013), Sengketa Pilkada Dan MK (Medan Bisnis; 2014), Regulasi Dan Transparansi Dana Parpol (Medan Bisnis; 2013). Meredam Kampanye Anaskis (Jurnal Asia; 2014), Subsidi BBM, Bom Waktu APBN (Medan Bisnis; 2014). Fenomena Golput pada Pemilikada (SINDO; 2013), Kania Dan Political Will Pemerintah (SINDO; 2013), Proyek MP3EI Milik Siapa? (SINDO; 2013), Meredam Konflik Tambang (SINDO; 2013), Perempuan Dalam Panggung Politik (SINDO; 2013), Harapan Setelah Babak Baru Inalum (Kontan; 2014), Jokowi Capres Pilihan Rakyat (Jurnal Asia; 2014), Menanti Parpol Jujur (Jurnal Asia; 2014). Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat Biodata | 301 Muhammadiyah Dan PAN (Portibi; 2013). Kontraversi dan Pencitraan Demokrat (Portibi; 2013), Belajar Dari Washington Post (Orbit; 2013), Etika Politik Caleg (Medan Bisnis; 2013), Menimbang HR Capres 2014 (Medan Bisnis; 2013). Militansi Kader PKS (Medan Bisnis; 2013), Politisi Kontrakan (Medan Bisnis; 2013), Politik Untuk Golput (Medan Bisnis. 2013). Politisi Pencari Kerja (Analisa; 2013), Menyoal RUU Ormas (Medan Bisnis; 2013), Sentralistik Parpol (Medan Bisnis; 2013). Drama Politik PKS dan KPK (Medan Bisnis; 2013). Pencitraan Caleg (Orbit; 2013). Mendambakan Haji Mabrur (Analisa; 2014), Berbenah Diri Sambut Ramadhan (Mimbar Umum; 2014), Menjauhi Ulama Suu’, Meneladani Ulama Robbani (SIB; 2014), Loyalitas Anas Urbaningrum (Orbit; 2013), Politik NPWP Dalam Pemilu (Jurnal Asia; 2014), Menyoal Konflik Tambang (Orbit; 2013), Kriris Capres Parpol Islam (Orbit; 2013). Ancaman Pemilu Pascarekapitulasi Suara (Jurnal Asia; 2014). Kemelut Tahun Politik (Orbit; 2013), Popularitas Capres (Orbit; 2013). Arah Peta Koalisi Parpol Islam (Jurnal Asia; 2014), Media Dan Komunikasi Politik (Orbit; 2013), Pemilukada Dan Golput (Orbit; 2013), PDIP Dan Jokowi Effect (Medan Bisnis; 2013), Popularitas Dan Blusukan (Medan Bisnis; 2013), Mempertahankan Ibadah Ramadhan (Orbit; 2014), Selebritis di Lingkungan Parpol (Realitas; 2014), Perang Israel-Palestin Air Mata Umat Islam (Orbit; 2014), Koalisi Berbalut Transaksional (Orbit; 2014). Demokrasi Transaksional (Jurnal Asia; 2014), Media Dan Pilpres 2014 (Orbit; 2014), PMII 54 Tahun dan Bingkai Kebangsaan (Orbit; 2014), Ramadhan, Momentum Membentu Manusia Taqwa (Mimbar Umum; 2014). Menyoal Popularitas Parpol (Analisa; 2013), Dampak Byar Pet PLN (Analisa; 2014), Politik Transisi Ala Jokowi (Analisa; 2014), Agama Inspirasi kekuatan Moral (Medan Pos; 2014), ISIS Ancaman Ideologi Islam (Mimbar Umum; 2014). Menyoal Over Kapasitas Lapas (Analisa; 2014), Pengusaha Dan Politik Balas Jasa (Medan Bisnis; 2014), Beban Politik Dan Sandera Parlemen (Medan Pos; 2014), Buruknya Pengkaderan Parpol (Orbit; 2013), Menagih Janji Wakil Rakyat (Medan Pos; 2014), Pilkada Dan Lambannya Anggaran (Analisa; 2015). Gairah Demokrasi Pasca Pilpres (Orbit; 2014), Ongkos Politik Dan Korupsi Parpol (Portibi; 2014), Pemimpin Ideal Menurut Imam Al Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat 302 | Biodata Ghazali (Mimbar Umum; 2014), Rancang Bangun Pemilukada (Orbit; 2014). Efektifkah Perampingan Kabinet Jokowi-JK? (Medan Pos; 2014). Balasa Memfitnah Orang Lain (Mimbar Umum; 2014), Puasa Jihad Melawan Nafsu (Analisa; 2015). Memperkut Koalisi Ideologi di Parlemen (Realitas; 2014), Dilema Kenaikan BBM (Analisa; 2014), Jokowi Dan Mafia Migas (Medan Bisnis; 2014), 16 Tahun Perjalanan Reformasi (Jurnal Asia; 2014), Mencabut Mandat Rakyat (Orbit; 2014), Potret Alquran Untuk Kaum Duafa (Orbit; 2014), Mencari Caleg Anti Korupsi (Jurnal Asia; 2013). Mudik Dan Gerakan Ekonomi Kerakyatan (Medan Bisnis; 2014), Korupsi APBN Berlabel Menteri (Medan Bisnis; 2014), Mencari Energi Baru Atasi Krisis Listrik (Analisa; 2013). Siapa Kabinet Jokowi-JK? (Orbit; 2014), Transisi Pemerintahan Jokowi-JK (Mimbar Umum; 2014), Potret Buram Sistem Pilkada Indonesia (Medan Pos; 2014). Mempertaruhkan Loyalitas Kebangsaan (Medan Pos; 2014), Politik Anggaran Jokowi-JK (Analisa; 2014), Poltik Belah Bambu PKS (Cerdas; 2015), Menuju Muslim Bermanfaat (Mimbar Umum; 2014), Menyoal Manuver Prabowo-Hatta (Orbit; 2014), Konspirasi Perubuhan Masjid (Cerdas; 2016), Menguji Kedaulatan Rakyat (Realitas; 2014). Kabinet Jokowi-JK (Tanpa) Parpol (Mimbar Umum; 2014). Islah PPP di Tengah Badai (Portibi; 2014), Filosofi 69 Tahun Indonesia Merdeka (Orbit; 2014), Kedermawanan Politik Untuk Legislatif (Orbit; 2014) dan lainnya. ** Pencitraan Politik Elektoral Kajian Politik Segitiga PAN Dalam Merebut Simpati Masyarakat TENTANG EDITOR Mawardi Siregar lahir tanggal 16 Nopember 1976 di Desa Padang Bujur, 2 KM dari Kota Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Tinggal di Jalan Dahlia Medan Utara Kota Medan. Menempuh pendidikan formal mulai dari pendidikan SD yang diselesaikan di SD Negeri 142797 Padang Bujur tamat tahun 1989. Melanjutkan ke SMP Negeri 1 Sipirok tamat tahun 1991. Madrasah Aliyah ditamatkan tahun 1998 di Pesantren Musthafawiyah Purba Baru Kabupaten Mandailing Natal. Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) diperoleh dari Fakultas Dakwah IAIN SU (UIN SU sekarang) tahun 2003. Menyelesaikan perkuliahan S1 dengan predikat Cumlaude dan tercatat sebagai wisudawan terbaik. Meraih gelar M.A pada konsetrasi Komunikasi Islam dari Perguruan Tinggi yang sama, dan selesai pada tahun 2007 dengan predikat Cumlaude. Sejak tahun 2015 sampai sekarang, sedang menempuh perkuliahan S3 di Perguruan Tinggi yang sama, dan konsetrasi yang sama Komunikasi Islam. Di samping aktif sebagai mahasiswa Program Doktor Pascasarjana UIN SU Medan, editor juga bekerja sebagai Dosen Tetap PNS IAIN Langsa-Aceh. Aktifitas selain dosen, editor juga aktif melakukan penelitian, memberikan ceramah ilmiah dalam berbagai diskusi dan seminar, baik di tingkat lokal maupun nasional. (Mawardi Siregar S.Sos.I, MA) 303