PANDANGAN Al-QUR`AN TENTANG MANUSIA

advertisement
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
PANDANGAN Al-QUR’AN TENTANG MANUSIA
Ishak Hariyanto
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Institut Agama Islam Negeri IAIN Mataram
Email: [email protected]
Abstrak
Al-Quran merupakan pedoman hidup bagi manusia dan
juga sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada di dunia
ini. Oleh karenanya, membaca al-Quran merupakan suatu
ibadah. Dalam al-Quran, pengertian manusia sering terdapat
dalam term al-basyar, an-nas, al-ins, dan al-insan. Dan memang
pembicaraan tentang manusia dalam al-Quran sangat banyak,
karena manusia merupakan makhluk yang paling istimewa
dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia mempunyai
kelebihan yang luar biasa, kelebihan itu adalah dikaruniainya
akal dan kesadaran internal dan eksternal. Dengan dikaruniai
akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang
dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam
semesta sebagai amanah. Meskipun term-term tentang manusia
di atas sering kita temukan dalam al-Quran, akan tetapi masingmasing term tersebut berbeda apabila ditinjau dari segi bahasa.
Kata al-basyar senantiasa mengacu pada manusia dari aspek
lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh yang sama, makan dan
minum, bertambahnya usia, kondisi fisiknya akan menurun,
menjadi tua, dan akhirnya ajal-pun menjemputnya. Kata alInsan digunakan untuk menunjukkan kepada manusia dengan
seluruh totalitasnya, jiwa dan raga, ada perbedaan antara
seseorang dengan yang lain akibat perbedaan fisik, mental, dan
kecerdasan. Kata al-nas pada umumnya dihubungkan dengan
fungsi manusia sebagai makhluk sosial.
Kata Kunci: al-Qur’an, Manusia.
38
Pandangan Al-Quran tentang Manusia
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
A. Latar Belakang
Al-Quran adalah pedoman hidup
bagi manusia serta merupakan
sumber dari segala ilmu pengetahuan
yang ada di dunia ini. Membaca alQuran merupakan suatu ibadah.
Oleh karena itu, alangkah baiknya
apabila isi serta kandungan alQuran dapat kita kaji secara lebih
mendalam dengan mempelajari
tafsir al-Quran. Pada masa sekarang,
dalam menyikapi berbagai persoalan
kehidupan
harus
disandarkan
pada al-Quran dan Hadis. Tetapi
untuk memahaminya, tentu saja
dibutuhkan penafsiran yang tepat
agar makna yang terkandung di
dalamnya tidak melenceng atau
sesuai dengan syari’at Islam. Untuk
itu, kita bisa merujuk pada kitabkitab tafsir yang sudah diakui
kebenarannya.Tafsir al-Quran akan
menjelaskan tentang berbagai hal,
salah satunya tentang Manusia.
Berbicara tentang manusia
berarti kita berbicara tentang dan
pada diri kita sendiri yakni makhluk
yang paling unik di bumi ini. Banyak
di antara ciptaan Allah yang telah
disampaikan lewat wahyu yaitu
kitab suci. Manusia merupakan
makhluk yang paling istimewa
dibandingkan dengan makhluk yang
lain. Manusia mempunyai kelebihan
yang luar biasa, kelebihan itu adalah
dikaruniainya akal dan kesadaran,
baik internal dan eksternal cogito
ergo sum. Dengan dikaruniai akal,
manusia dapat mengembangkan
bakat dan potensi yang dimilikinya
serta mampu mengatur dan
mengelola alam semesta ciptaan
Allah adalah sebagai amanah.
Selain itu, manusia juga
dilengkapi unsur lain yaitu hati.
Dengan hatinya, manusia dapat
menjadikan dirinya sebagai makhluk
bermoral, merasakan keindahan,
kenikmatan beriman dan kehadiran
ilahi secara spiritual. Oleh sebab itu,
saya akan mencoba menguraikan
pembahasan mengenai manusia dari
perspektif Al-Quran.
B. Pengertian Manusia
Dalam kamus bahasa Indonesia“
Manusia» diartikan sebagai ‘makhluk
yang berakal, berbudi (mampu
menguasai makhluk lain); insane,
orang’. Menurut pengertian ini maka
dapat dikatakan bahwa Manusia
adalah makhluk Tuhan yang diberi
potensi akal dan budi, nalar dan
moral untuk dapat menguasai
makhluk lainnya demi kemakmuran
dan kemaslahatannya.1 Dalam
bahasa Arab, kata ‘manusia’ ini
bersepadan dengan kata-kata nâs,
Usman A. Hakim, Bamus Bahasa Indonesia,
( Jakarta:Balai pustaka 2001), 212.
1
Ishak Hariyanto
39
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
basyar, insân, mar’u, ins dan lain-lain.
Meskipun bersinonim, namun katakata tersebut memiliki perbedaan
dalam hal makna spesifiknya.
Kata nâs misalnya lebih merujuk
pada makna manusia sebagai
makhluk sosial. Sedangkan kata
basyar lebih menunjuk pada makna
manusia sebagai makhluk biologis.2
Berbicara tentang manusia, dalam
pandangan ilmu pengetahuan sangat
tergantung dengan metodologi
yang digunakan. Para penganut
teori
psikoanalisis
menyebut
bahwa manusia sebagai homo volens
(makhluk berkeinginan). Menurut
aliran ini, manusia adalah makhluk
yang memiliki perilaku interaksi
antara komponen biologis Id (Das
Es), Ego (Das Ich), Super ego (Das
Ueber Ich). Di dalam diri manusia
tedapat unsur animal (hewani),
rasional (akali), dan moral (nilai).3
Sedangkan para penganut teori
behaviorisme menyebutkan bahwa
manusia sebagai homo mehanibcus
(manusia mesin). Menurut aliran ini
segala tingkah laku manusia terbentuk
sebagai hasil proses pembelajaran
Abdullah bin Nuh, Kamus Indonesia Arab,
( Jakarta: Mutiara, 2008), 135.
3
Tulisan tentang Freud bisa dilacak dalam
buku Daniel L. Pals. Seven Theories of Religion,
Cet ke II. Terj-Inyiak Ridwan Muzir dkk,
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2012).
2
40
Pandangan Al-Quran tentang Manusia
terhadap lingkungannya, tidak
disebabkan aspek. Para penganut
teori kognitif menyebut manusia
sebagai homo sapiens (manusia
berpikir). Menurut aliran ini manusia
tidak di pandang lagi sebagai
makhluk yang bereaksi secara pasif
pada lingkungannya, makhluk yang
selalu berpikir. Penganut teori
kognitif mengecam pendapat yang
cenderung menganggap pikiran
itu tidak nyata karena tampak tidak
mempengaruhi peristiwa. Padahal
berpikir, memutuskan, menyatakan,
memahami, dan sebagainya adalah
fakta kehidupan manusia.
Dan memang teori kognitif
hanya menyentuh rasio dan fisik
sehingga nilai-nilai yang terkandung
dalam setiap ajaran tidak mampu
dihayati oleh setiap individu dan tidak
mampu memberikan perubahan
tindakan. Kognitif ini juga berjalan
hanya demi kepentingan rasio untuk
menjadi orang yang khandal dalam
dunia teoritis atau penafsir akan
tetapi tidak khandal untuk menjadi
seorang pelaku ketika berbenturan
dengan konsekuensi moralitas
practical science.4 Dalam sistem sosial
manusia yakni suatu makhluk yang
memiliki cirri-ciri kehidupan yang
khas yaitu kesadaran, rasionalitas,
M. Amin Syukur, Tasawuf Sosial, cet. keII (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012 ), 61.
4
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
seksualitas
dan bahkan saling
melengkapi untuk menciptakan
keutuhan unity.5
Dalam pandangan Islam manusia
adalah mahluk yang mulia, dan
sempurna di bandingkan mahluk
ciptaan Allah lainnya, ini disebabkan
manusia diberi kelebihan berupa akal
untuk berpikir, sehingga dengan akal
tersebut bisa membedakan mana
yang hak mana yang batil, selain
dari itu manusia juga diberikan
Allah berupa Nafsu. Namun apabila
mereka tidak bisa memanfa’atkan
kelebihan tersebut dengan sebaikbaiknya, maka mereka akan menjadi
mahluk yang paling hina, bahkan
lebih hina dari pada binatang.
C. Manusia Dalam Persepektif alQur’an
Manusia telah berupaya me­
mahami dirinya selama beriburibu tahun, tetapi gambaran yang
pasti dan meyakinkan tentang
dirinya, tidak mampu diperolehnya
dengan mengandalkan daya nalar
semata. Oleh karena itu, mereka
memerlukan pengetahuan dari
pihak lain yang dapat yang mengkaji
dirinya secara utuh, yaitu mengarah
M. Husni Muadz, Anatomi Sistem Sosial
Rekonstruksi Normalitas Relasi Intersubyektivitas
Dengan Pendekatan Sistem, (Mataram: Institute
Pemelajaran Gelar Hidup (IPGH), 2014), 76.
5
kepada kitab suci (al-Quran). Banyak
sekali ayat-ayat al-Quran
yang
memberi gambaran konkrit tentang
manusia. Al-Quran memberikan
sebutan manusia dalam tiga kata
yaitu al-basyar, an-nas, dan al-ins
atau al-insan, ketiga kata ini lazim
diartikan sebagai manusia. Namun,
jika ditinjau dari segi bahasa serta
penjelasan al-Qur’an itu sendiri,
ketiga kata tersebut satu sama lain
berbeda maknanya.
1. Kata Al- Basyar
Penamaan manusia dengan
kata Al-Basyar dinyatakan dalam
al-qur’an sebanyak 27 kali.6 Kata
basyar secara etimologis berasal dari
kata (ba’, syin, dan ra’) yang berarti
sesuatu yang tampak baik dan indah,
bergembira,
menggembirakan,
memperhatikan atau mengurus
suatu. Menurut M. Quraish Shihab,
kata basyar diambil dari akar kata
yang pada umumnya berarti
menampakkan sesuatu dengan baik
dan indah. Dari kata yang sama lahir
kata basyarah yang berarti kulit.
Manusia dinamakan basyarah karena
Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, alMu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an alKar³m,(Qahirah : Dar al-Had³ts, 1988), 153154. 6
Ishak Hariyanto
41
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
kulitnya tampak jelas dan berbeda
dengan kulit binatang lainnya.7
Kata basyar dapat juga diartikan
sebagai makhluk biologis. Tegasnya
memberi pengertian kepada sifat
biologis manusia, seperti makan,
minum, hubungan seksual dan lainlain.8 Sebagimana dalam surat Yusuf
ayat 31 yaitu:
‫ت إِلَيْ ِه َّن‬
ِ َ‫فَلَ َّما م‬
ْ َ‫ت مِبَ ْك ِر ِه َّن أَ ْر َسل‬
ْ ‫س َع‬
‫اح َد ٍة‬
ْ َ‫َت هَلُ َّن ُمتَّ َكأً َوآت‬
ِ ‫ت ُك َّل َو‬
ْ ‫َوأَ ْعتَد‬
‫اخ ُر ْج َعلَيْ ِه َّن‬
ْ ‫ت‬
ِ َ‫ِمنْ ُه َّن ِس ِّكينًا َوقَال‬
‫بنَُه َوقَ َّط ْع َن أَيْ ِديَ ُه َّن‬
ْ َ‫فَلَ َّما َرأَيْنَ ُه أَ ْك ر‬
َ ‫َوقُلْ َن َح‬
‫اش لِهَّلِ َما َه َذا بَ َش ًرا إِ ْن َه َذا‬
ٌ َ‫إِ اَّل َمل‬
)31( ‫ك َك ِري ٌم‬
Maka tatkala wanita itu Zulaikha
mendengar cercaan mereka, di­
undangnyalah wanita-wanita itu
dan disediakannya bagi mereka
tempat duduk, dan diberikannya
kepada masing-masing mereka
sebuah pisau untuk memotong
jamuan, )kemudian Dia berkata(
kepada Yusuf: )Keluarlah ( nampak­
kanlah dirimu )kepada mereka).
M.Quraish Shihab, Wawasan al Qur’an,
Cet. ke-VII (Bandung : Penerbit Mizan, 1998),
279.
8
Rif ’at Syauqi Nawawi, Konsep Manusia
Menurut al-Qur’an dalam Metodologi Psikologi
Islami, Ed. Rendra, (Yogyakarta Pustaka
Pelajar, 2000), 5. 7
42
Pandangan Al-Quran tentang Manusia
Maka tatkala wanita-wanita itu
melihatnya, mereka kagum kepada
keelokan (rupa)nya, dan mereka
melukai (jari) tangannya dan
berkata: “Maha sempurna Allah, ini
bukanlah manusia. Sesungguhnya
ini tidak lain hanyalah Malaikat
yang mulia”. (QS. Yusuf: 31)
Ayat ini menceritakan wanitawanita pembesar Mesir yang
didukung Zulaikha dalam sutau
pertemuan yang takjub ketika
melihat ketampanan Yusuf as.
Konteks ayat ini tidak memandang
yusuf as. Dari segi moralitas atau
intelektualitasnya, melainkan pada
keperawakannya yang tampan dan
berpenampilan mempesona yang
tidak lain adalah masalah biologis.
Pada ayat lain disebutkan juga
manusia dengan kata basyar dalam
konteks sebagai makhluk biologis
yaitu pada ayat yang menceritakan
jawaban Maryam (perawan) kepada
malaikat yang datang padanya
membawa pesan Tuhan bahwa ia
akan dikaruniai seorang anak:
ْ‫ون لِي َولَ ٌد َو مَل‬
ُ ‫ب أَنَّى يَ ُك‬
ِّ ‫ت َر‬
ْ َ‫قَال‬
‫مَيْ َس ْس يِن بَ َشر‬
“Maryam berkata: Tuhanku,
bagaimana mungkin aku mempunyai
anak padahal aku tidak pernah
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
disentuh manusia (basyar).” (QS.
Ali Imran : 47)
Maryam berkata demikian
sebab dia tahu bahwa yang dapat
menyentuh (hubungan seksual) itu
hanya manusia dalam arti makhluk
biologis, dan anak adalah buah dari
hubungan seksual antara laki-laki
dan perempuan . Nalar Maryam tidak
menerima, bagaimana mungkin dia
akan punya anak padahal dia tidak
pernah berhubungan dengan lakilaki. Manusia dalam pengertian
basyar ini banyak juga dijelaskan
dalam al-Qur’an, diantaranya dalam
surah Ibrahim ayat 10, surah Hud
ayat 26, surah al-Mu’minun ayat 24
dan 33, surah asy-syu’ara ayat 154,
surah Yasin ayat 15, dan surah al-isra’
ayat 93.9
Dengan demikian dapat di­
simpulkan bahwa manusia dengan
menggunakan kata basyar, artinya
anak keturunan adam (bani adam)
, mahkluk fisik atau biologis yang
suka makan dan berjalan ke pasar.
Aspek fisik itulah yang menyebut
pengertian basyar mencakup anak
keturunan adam secara keseluruhan.
Al-Basyar mengandung pengertian
bahwa manusia mengalami proses
reproduksi seksual dan senantiasa
berupaya untuk memenuhi semua
kebutuhan biologisnya, memerlukan
ruang dan waktu, serta tunduk
terhadap hukum alamiahnya, baik
yang berupa sunnatullah (sosial
kemasyarakatan), maupun takdir
Allah (hukum alam). Semuanya
itu merupakan konsekuensi logis
dari proses pemenuhan kebutuhan
tersebut. Untuk itu, Allah swt.
memberikan
kebebasan
dan
kekuatan kepada manusia sesuai
dengan batas kebebasan dan
potensi yang dimilikinya untuk
mengelola dan memanfaatkan alam
semesta, sebagai salah satu tugas
kekhalifahannya di muka bumi.
2. Kata An-Nas
Kata al-Nas dinyatakan dalam
al-Qur’an sebanyak 240 kali dalam
53 surat. Kata al-nas menunjukkan
pada eksistensi manusia sebagai
makhluk hidup dan makhluk sosial,
secara keseluruhan, tanpa melihat
status keimanan atau kekafirannya,
atau suatu keterangan yang jelas
menunjuk kepada jenis keturunan
nabi Adam.10
Kata al-Nas dipakai al-Qur’an
untuk menyatakan adanya se­
kelompok orang atau masyarakat
M. Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an Tafsir Maudu’i atas Berbagai Persoalan
Umat (Bandung : Mizan, 1998), 281.
10
Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfazh.., 155.
9
Ishak Hariyanto
43
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
yang mempunyai berbagai kegiatan
(aktivitas) untuk mengembangkan
kehidupannya. Penyebutan manusia
dengan kata Al-Nas lebih menonjol­
kan bahwa manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak dapat
hidup tanpa bantuan dan bersamasama manusia lainnya.11 Sebagimana
dalam al-qur’an Allah berfirman,
tepatnya pada surah Al-Hujarat ayat
13:
‫َّاس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر‬
ُ ‫يَا أَيُّ َها الن‬
‫َوأُنْثَى َو َج َعلْنَا ُك ْم ُش ُعوبًا َوقَبَائِ َل‬
‫لِتَ َعا َرفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِعنْ َد اللهَِّ أَتْ َقا ُك ْم‬
)13( ٌ‫إِ َّن اللهَّ َ َع ِلي ٌم َخبِري‬
“Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Jika kita kembali ke asal mula
terjadinya manusia yang bermula
11
Dawam
Raharjo, Pandangan al-Qur’an
Tentang Manusia Dalam Pendidikan dan Perspektif alQur’an ( Yogyakarta : LPPI, 1999), 53.
44
Pandangan Al-Quran tentang Manusia
dari pasangan laki-laki dan wanita
(Adam dan Hawa), dan berkembang
menjadi masyarakat dengan kata lain
adanya pengakuan terhadap spesies
di dunia ini, menunjukkan bahwa
manusia harus hidup bersaudara
dan tidak boleh saling menjatuhkan.
Secara sederhana, inilah sebenarnya
fungsi manusia dalam konsep al-nas.
Manusia dalam pengertian AnNas ini banyak juga dijelaskan
dalam Al-Qur’an, diantaranya dalam
surah al- Maidah, ayat 2. Ayat ini
menjelaskan bahwa penciptaan
manusia menjadi berbagai suku dan
bangsa bertujuan untuk bergaul
dan berhubungan antar sesamanya
(ta’aruf ). Kemudian surat al-hujurat:
13, al-Maidah :3, al-Ashr: 3, al-imran:
112.12
3. Kata Al-Insan
Adapun penamaan manusia
dengan kata al-insan yang berasal
dari kata al-uns, dinyatakan dalam
al-Qur’an sebanyak 73 kali dan
tersebar dalam 43 surat.21 Secara
etimologi, al-insan dapat diartikan
harmonis, lemah lembut, tampak,
atau pelupa.13 Menurut Jalaludin
Rahmat memberi
penjabaran alinsan secara luas pada tiga kategori.
Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, alMu’jam al-Mufahras li Alfazh.., 157.
13
Ibid., 159.
12
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
Pertama, al-insan dihubungkan
de­ngan keistimewaan manusia
se­bagai khalifah dan pemikul
amanah. Kedua, al-insan dikaitkan
dengan predisposisi negatif
yang inheren dan laten pada
diri
manusia.
Ketiga, al-insan disebut
dalam hubungannya dengan proses
pen­cipta­an
manusia.
Kecuali
kategori ketiga, semua konteks
al-insan menunjuk pada sifat-sifat
psikologis atau spiritual. 14Kategori
pertama dapat dipahami melalui tiga
penjelasan sebagai berikut :
a. Manusia dipandang sebagai
makhluk
unggulan
atau
puncak penciptaan Tuhan.
Keunggulannya terletak pada
wujud kejadiannya sebagai
makhluk yang diciptakan dengan
sebaik-baik penciptaan. Manusia
juga disebut sebagai makhluk
yang
dipilih
Tuhan untuk
mengemban tugas kekhalifahan
di muka bumi.
b. Manusia adalah satu-satunya
makhluk yang dipercaya Tuhan
untuk mengemban amanah,
suatu beban sekaligus tanggung
jawabnya sebagai makhluk yang
dipercaya untuk mengelola
bumi. Menurut Fazlurrahman,
Dawam Raharjo, Pandangan al-Qur’an
Tentang Manusia.., 55.
amanah yang dimaksud terkait
dengan fungsi kreatif manusia
untuk menemukan hukum
alam, menguasainya dalam
bahasa
al-Quran (mengetahui
nama-nama semua benda), dan
kemudian
menggunakannya
dengan insiatif moral untuk
menciptakan tatanan dunia yang
lebih baik15. Sedangkan menurut
Thabathaba’I, Amanah yang
dimakdus
Sebagai predisposisi
positif (isti’dad) untuk beriman
dan mentaati Allah. Dengan
kata lain manusia didisposisikan
sebagai pemikul al-wilayah alIlahiyah.
c. Merupakan konsekuensi dari
tugas berat sebagai khalifah
dan pemikul amanah, manusia
dibekali dengan akal kreatif yang
melahirkan nalar kreatif sehingga
manusia memiliki kemampuan
untuk
mengembangkan
ilmu pengetahuan. Karena
itu berkali-kali kata al-insan
dihubungkan dengan perintah
melakukan nadzar (pengamatan,
perenungan, pemikiran, analisa)
dalam rangka menunjukkan kualitas pemikiran rasional
dan kesadaran khusus yang
dimilikinya.
14
15
Ibid., 57.
Ishak Hariyanto
45
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
d. Dalam mengabdi kepada Allah
manusia
(al-insan)
sangat
dipengaruhi oleh lingkungan
dan kondisi psikologisnya.
Jika ditimpa musibah ia selalu
menyebut nama Allah. Sebaliknya
jika mendapat keberuntungan
dan kesuksesan hidup cenderung
sombong,
takabbur,
dan
musyrik.
yaitu: Pertama,
makna
proses
biologis, yaitu berasal dari saripati
tanah melalui makanan yang
dimakan manusia sampai pada proses
pembuahan. Kedua, makna proses
psikologis (pendekatan spiritual),
yaitu proses ditiupkan ruh-Nya
pada diri manusia, berikut berbagai
potensi yang dianugerahkan Allah
kepada manusia. Kata al-insan juga digunakan da­
lam al-Qur’an untuk menunjuk­kan
proses kejadian manusia sesudah
dan kejadiannya mengalami proses
yang bertahap secara dinamis dan
sempurna di dalam di dalam rahim.
Sebagaimana dalam al-qur’an dalam
surah al-Nahl ayat 78, yaitu:
Makna pertama mengisyaratkan
bahwa manusia pada dasarnya
merupakan dinamis yang berproses
dan tidak lepas dari pengaruh alam
serta kebutuhan yang menyangkut
dengannya.
Keduanya
saling
mempengaruhi antara satu dengan
yang lain. Sedangkan makna kedua mengisyaratkan bahwa,
ketika
manusia tidak bisa melepaskan diri
dari kebutuhan materi dan berupaya
untuk memenuhinya, manusia
juga dituntut untuk sadar dan tidak
melupakan tujuan akhirnya, yaitu
kebutuhan immateri (spiritual).
Untuk itu manusia diperintahkan
untuk senantiasa mengarahkan
seluruh aspek amaliahnya pada
realitas ketundukan pada Allah,
tanpa batas, tanpa cacat, dan tanpa
akhir. Sikap yang demikian akan
mendorong dan menjadikannya
untuk cenderung berbuat kebaikan
dan ketundukan pada ajaran
Tuhannya.
‫ون أُ َّم َهاتِ ُك ْم‬
ِ ‫َواللهَّ ُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن بُ ُط‬
‫الس ْم َع‬
َّ ‫اَل تَ ْعلَ ُمو َن َشيْئًا َو َج َع َل لَ ُك ُم‬
‫صا َر َو أْالَفْئِ َدةَ لَ َع َّل ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن‬
َ ْ‫َو أْالَب‬
)78(
Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam Keadaan
tidak mengetahui sesuatupun ,dan
Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati ,agar kamu
bersyukur. (QS. Al-Nahl: 78)
Penggunaan kata al-insan dalam
ayat ini mengandung dua makna16,
16 M. Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an Tafsir.., 284.
46
Pandangan Al-Quran tentang Manusia
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
D. Fungsi dan Peran Manusia di
Permukaan Bumi
Membincangkan maslah peran
dan tanggungjawab manusia, erat
hubungannya dengan istilah khalifah
seperti disebutkan dibeberapa
ayat al-Qur’an. Menurut Dawam
Raharjo dalam bukunya Ensiklopedi
al-Qur’an, kata khalifah yang cukup
dikenal di Indonesia mengandung
makna ganda. Di satu pihak, khalifah
dimengerti sebagai Kepala Negara
dalam pemerintahan seperti Kerajaan
Islam di masa lalu, dan di lain pihak
pula pengertian khalifah sebagai
‘wakil Tuhan” di muka bumi.17 yang
dimaksud dengan “wakil Tuhan” itumasih menurut M. Dawam Raharjobisa mempunyai dua pengertian;
Pertama, yang diwujudkan dalam
jabatan pemerintahan seperti kepala
negara, kedua, dalam pengertian
fungsi manusia itu sendiri di muka
bumi.18
Adapun khalifah dalam tulisan
ini lebih condong kepada pengertian
khalifah yang kedua yaitu “wakil
Tuhan” yang berhubungan dengan
fungsi dan tanggungjawab manusia
di muka bumi yang mengemban
M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Islam,
TafsirSosial berdasarkan Konsep-konsep
Kunci, Cet. ke-II, (Jakarta: Paramadina,
2002), 346.
18
Ibid., 347.
17
amanat
Tuhan.
Pembatasan
ini dimaksudkan adalah untuk
tidak membatasi fungsi manusia
yang hanya tertumpu kepada
kepemimpinan yang formal atau
kekuasaan. Sebab dalam mengemban
amanat tidak harus selalu dalam
bentuk kekuasaan atau menjadi
pemimpin. Pada dasarnya, semua
manusia mempunyai kewajiban
untu menyampaikan kebenaran.
Landasan kajian ini adalah berdasar
pada Firman Allah dalam surah alBaqarah ayat 30:
َ ُّ‫َوإِ ْذ قَا َل َرب‬
‫ك لِلْ َم اَلئِ َك ِة إِنِّي َجا ِع ٌل‬
َ
‫ض َخ ِلي َف ًة قَالُوا أَجَتْ َع ُل ِفي َها‬
ِ ‫يِف أْال ْر‬
ِّ ‫ك‬
ُ ‫َم ْن يُ ْف ِس ُد ِفي َها َويَ ْس ِف‬
‫الد َما َء َو حَنْ ُن‬
َ َ‫س ل‬
‫ك قَا َل إِنِّي‬
ُ ‫ُسبِّ ُح حِبَ ْم ِد َك َونُ َق ِّد‬
َ‫ن‬
)30( ‫أَ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُمو َن‬
Ingatlah ketika Tuhanmu ber­
firman kepada Para Malaikat:
Sesungguhnya
aku
hendak
menjadikan seorang khalifah di muka
bumi. Mereka berkata: «mengapa
engkau
hendak
menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan
memuji engkau dan mensucikan
Engkau.
Tuhan
berfirman:
Sesungguhnya aku mengetahui apa
Ishak Hariyanto
47
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
yang tidak kamu ketahui. (QS. AlBaqarah: 30)
Dari ayat di atas dapat dipahami
bahwa khalifah adalah sebuah fungsi
yang diemban manusia berdasarkan
amanat yang diterimanya dari Allah.
Ke-khalifahan merupakan amanat
atau tugas mengelola bumi secara
bertanggungjawab,
dan
harus
sesuai dengan petunjuk dari yang
memberikan tugas tersebut dengan
mempergunakan akal yang telah
dianugerahkan Allah kepadanya.
Senada dengan itu, Hamka
mengatakan dalam tafsir al-Azhar
mengutip pendapat al-Qurtubi,
amanat yang ditugaskan Allah
kepada manusia sungguh berat, hal
ini terbukti pada penolakan langit dan
bumi serta gunung-gunung ketika
ditawarkan untuk memikulnya dan
mengemban amanat tersebut.19 Ada
dua bentuk peranan dan tanggung
jawab manusia di permukaan bumi
yaitu:
1. Peran
dan
tanggungjawab
manusia sebagai hamba Allah
dan makhuk sosial. Peran dan
tanggungjawab manusia yang
paling utama adalah bagaimana
manusia mampu memposisikan
dirinya di hadapan Allah dan
Hamka, Tafsir al-Azhar, Cet. I, juz XXII,
( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), 112.
19
48
Pandangan Al-Quran tentang Manusia
kehidupan sosialnya. Untuk
mengetahui hal tersebut perlu
dipaparkan terlebih dahulu
maksud dan tugas diciptakan
manusia itu, seperti dijelaskan
dalam ayat al-Qur’an yang artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia kecuali agar mereka
mengabdi kepada-Ku”
Dalam kehidupan masyarakat
beragama pada umumnya, ketaatan
dan kepatuhan kepada Tuhan,
seringkali diartikan ketaatan dan
kepatuhan seseorang terhadap ajaran
agama. Ajaran agama itu kemudian
dimengerti sangat formalistic, seperti
yang tercermin dalam ketentuanketentuan peribadatan. Pemahaman
yang teramat formalistic terhadap
agama, atau formalisme agama
dalam
kehidupan
masyarakat
melahirkan kepekaan yang teramat
kuat terhadap ketentuan-ketentuan
formal keagamaan saja, tetapi
mengabaikan kepekaan sosial dan
moral. Seakan-akan peribadatan
kepada Tuhannya hanya akan
diterima jika seseorang memenuhi
ketentuan formalnya, meskipun
realitas sosial dan kepekaan moralnya
rendah. Akibatnya peribadatan
terlepas dari kaitan dengan realitas
sosial dan moral.
Penjelasan di atas bukan ingin
mengatakan bahwa ketaatan dan
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
kepatuhan kepada ajaran agama
dalam arti formalistic tidak akan
mempunyai dampak etis teologis
yaitu pahala dan balasan dari Allah,
tetapi hendaknya selain mempunyai
dampak etis dan teologis, ibadahibadah tersebut harus mempunyai
dampak sosial dan moral. Seorang
yang ahli ibadah kemudian hidup
dengan serba kecukupan, tetapi
tidak pernah peduli dengan masya­
rakat lingkungannya yang hidup
serba kekurangan, dapat saja
memberikan peluang kejahatan
kepada orang lain dengan tindak
pencurian, perampokan dan bentuk
kejahatan lainnya. Semestinya, perlu
dipahami bahwa kepedulian sosial
juga merupakan lahan ibadah yang
dapat dilakukan oleh siapapun.
Peran
dan
tanggungjawab
manusia sebagai khalifah fil ardl
Dalam sub bahasan sebelumnya
telah dijelaskan bahwa antara peran
dan tanggungjawab manusia sebagai
hamba Allah dan makhluk sosial
tidak dapat dipisahkan, keduanya
mempunyai hubungan fungsional
dan korelatif. Manusia dalam
perannya sebagai makhluk sosial
tidak terlepas dari perannya sebagai
khalifah fil ardl. Firman Allah yang
artinya: Dia telah menciptakan kamu
dari bumi (tanah) dan menjadikan
kamu pemakmurnya.
Khalifah fil ardl dapat diartikan
pengemban amanat yang diberikan
Allah kepada manusia. Tugas
manusia dalam rangka mengemban
amanat “khalifah fil ardl” yang
terkandung dalam ayat di atas adalah
mengelola dan memakmurkan bumi
dengan menggali sumber daya alam
yang ia miliki untuk kesejahteraan
manusia. Kesejahteraan yang di­
maksud
adalah
kemampuan
manusia untuk mengambil manfaat
dari kekayaan alam yang tersedia.
Peran dan tanggungjawab manusia
sebagai khalifah tidak saja terbatas
pada kemampuan mengeksplorasi
sumber daya alam, tetapi bagaimana
agar hasil dari eksplorasi tersebut
dapat dijadikan bekal atau modal
untuk
melakukan
perubahan
dan pengembangan masyarkat,
khususnya masyarakat Islam.
Secara terminoligis menurut
Amrullah Ahmad pengembangan
masyarakat Islam adalah suatu system
tindakan nyata yang menawarkan
model pemecahan masalah umat
dalam bidang sosial, ekonomi dan
lingkungan dalam perspektif Islam.20
Dengan demikian, pengembangan
Amrullah Ahmad dalam Nanih
Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’I,
Pengembangan Masyarakat Islam,dari Ideologi
, Strategi sampai Tradisi, (Bandung: Rosda
Karya, 2001), 29.
20
Ishak Hariyanto
49
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
masyarakat Islam merupakan model
empiris pengembangan prilaku
individual dan kolektif dalam dimensi
amal saleh. Dengan demikian, tujuan
untuk memecahkan permasalahan
yang timbul dalam masyarakat, maka
dari situlah lahir beberapa perspektif
dan alternative problem solving.
E. Penutup
Manusia adalah makhluk ciptaan
Tuhan yang paling unik dan paling
sempurna di muka bumi ini, ini
disebabkan manusia diberiakn
Allah SWT berupa akal yang dapat
membedakannya dengan makhlukmakhluq tuhan yang lainnya ,dengan
akalnya manusia bisa membedakan
antara yang hak dan yang bathil,
antara yang pantas dan tidak pantas
di lakukan, bahkan seseorang yang
tidak mempunyai pengetahuan
hukum agama pun dengan bekal akal
dan hati nuraninya bisa merasakan
dan membedakan antara yang
benar dan yang salah, karena tujuan
50
Pandangan Al-Quran tentang Manusia
penciptaan manusia memang untuk
menjadi khalifah di muka bumi.
Dalam pandangan al-Quran
konsep manusia terdiri dari beberap
aspek yakni: al-basyar, an-nas, al-ins
dan al-insan, ketiga kata ini lazim
diartikan sebagai manusia. Namun,
jika ditinjau dari segi bahasa serta
penjelasan al-Qur’an, ketiga kata
tersebut satu sama lain berbeda
maknanya. Kata al-basyar senantiasa
senantiasa mengacu pada manusia
dari aspek lahiriahnya, mempunyai
bentuk tubuh yang sama, makan
dan minum, bertambahnya usia,
kondisi fisiknya akan menurun,
menjadi tua, dan akhirnya ajal
pun menjemputnya. Kata al-Insan
digunakan untuk menunjukkan
kepada manusia dengan seluruh
totalitasnya, jiwa dan raga, ada
perbedaan antara seseorang dengan
yang lain akibat perbedaan fisik,
mental, dan kecerdasan. Kata alnas pada umumnya dihubungkan
dengan fungsi manusia sebagai
makhluk sosial.
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
Daftar Pustaka
Abdul Baqi, Fu’ad, Muhammad, alMu’jam al-Mufahras li Alfazh alQur’an al-Kar³m, (Qahirah: Dar
al-Hadits, 1988) Ahmad, Amrullah, dalam Machen­
drawaty, Nanih, dan Agus
Ahmad Syafe’I, Pengembangan
Masyarakat Islam, dari Ideologi,
Strategi
sampai Tradisi,
(Bandung: Rosda Karya, 2001)
Hakim, A., Usman, Bamus Bahasa
Indonesia, Jakarta:Balai pustaka,
2001
Hamka, Tafsir al-Azhar, Cet. I,
juz XXII, ( Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1988)
Muadz, Husni, M., Anatomi Sistem
Sosial Rekonstruksi Normalitas
Relasi Intersubyektivitas Dengan
Pendekatan Sistem, (Mataram:
Institute Pemelajaran Gelar
Hidup (IPGH), 2014)
Nawawi, Syauqi, Rif ’at, Konsep
Manusia Menurut al-Qur’an
dalam Metodologi Psikologi
Islami, Ed. Rendra, (Yogyakarta
Pustaka Pelajar, 2000)
Nuh, Bin, Abdullah, Kamus Indonesia
Arab, ( Jakarta: Mutiara, 2008)
Pals, L., Daniel, Seven Theories
of Religion, Cet ke II. TerjInyiak Ridwan Muzir dkk,
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2012)
Raharjo, Dawam, M., Ensiklopedi
Islam, TafsirSosial berdasarkan
Konsep-konsep Kunci, ( Jakarta:
Paramadina, 2002)
Raharjo, Dawam, M., Pandangan alQur’an Tentang Manusia Dalam
Pendidikan dan Perspektif alQur’an, (Yogyakarta:
LPPI,
1999)
Shihab, Quraish, M., Wawasan alQur’an, Cet. ke-VII, (Bandung:
Penerbit Mizan,1998)
Syukur, Amin, M., Tasawuf Sosial,
cet. ke-II, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012)
Ishak Hariyanto
51
Download