BAB II KAJIAN PUSTAKA A. DESKRIPSI TEORI 1. Ekosistem Air

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. DESKRIPSI TEORI
1. Ekosistem Air Tawar
Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada
permukaan bumi dibandingkan habitat air laut, tetapi bagi manusia
kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya.
Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air tawar merupakan sumber air yang
paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. 2)
ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan
paling murah (Odum. 1994: 368).
Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas
dua yaitu perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya
waduk, danau, telaga dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga
perairan berarus deras (misalnya sungai, kanal dan parit). Perbedaan utama
antara perairan lentik dan perairan lotik adalah kecepatan arus. Perairan
lentik memiliki kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa
air dalam periode waktu yang lama, sedangkan perairan lotik umumnya
memiliki kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa air yang
berlangsung dengan cepat. Berdasarkan proses pembentuknya, waduk dan
kolam merupakan salah satu contoh ekosistem perairan menggenang
buatan, sedangkan situ, telaga dan rawa merupakan contoh dari ekosistem
alami (Barus. 2004: 21).
7
Perairan mengalir mempunyai corak tertentu yang secara jelas
membedakannya dari air tergenang walaupun keduanya merupakan habitat
air. Satu perbedaan mendasar antara telaga dan sungai adalah karena telaga
terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air mengisi cekungan itu,
tetapi telaga dapat terisi setiap saat oleh endapan sehingga menjadi tanah
kering. Sebaliknya sungai terjadi karena airnya sudah ada, sehingga air
itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama
masih terdapat air yang mengisinya (Ewusie. 1990:186).
Ekosistem air tawar merupakan habitat bagi organisme akuatik
yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
Organisme akuatik tersebut diantaranya tumbuhan air, plankton, perifiton,
bentos dan ikan (Soewarno. 1991: 20).
2. Zonase Perairan Tawar
Zonase pada perairan tawar berbeda dengan zonase pada perairan
laut. Zonase perairan air tawar dapat dibedakan berdasarkan letak dan
intensitas cahaya.
Menurut Satino (2010:6), zonase perairan air tawar berdasarkan
letaknya dibagi menjadi 4 zone yaitu:
a. Zone Litoral
Merupakan daerah pinggiran perairan yang masih bersentuhan
dengan daratan. Pada daerah tersebut terjadi percampuran
sempurna antara berbagai faktor fisika kimiawi perairan.
8
Organisme yang biasanya ditemukan antara lain: tumbuhan
akuatik, kerang, crustacea, ikan, perifiton dan lain-lain.
b. Zone Limnetik
Merupakan daerah kolam air yang terbentang antara zone
litoral di satu sisi dan zone litoral di sisi lain. Zone ini memiliki
berbagai variasi secara fisik, kimiawi maupun kehidupan di
dalamnya. Organisme yang banyak ditemukan di daerah ini antara
lain: ikan, udang dan plankton.
c. Zone Profundal
Merupakan daerah dasar perairan yang lebih dalam dan
menerima sedikit cahaya matahari dibanding daerah litoral dan
limnetik. Bagian ini dihuni oleh sedikit organisme terutama dari
organisme bentik karnivor dan detrifor.
d. Zone Sublitoral
Merupakan daerah peralihan antara zone litoral dan zone
profundal. Sebagian daerah peralihan zone ini dihuni oleh banyak
organisme bentik dan juga organisme temporal yang datang untuk
mencari makan.
Menurut Satino (2010:7), zonase perairan air tawar berdasarkan
intensitas cahaya dibagi menjadi 3 zone yaitu:
a. Zone Eufotik/ Fotik
Merupakan bagian perairan dimana cahaya matahari
masih dapat menembus wilayah tersebut. Daya tembus cahaya
9
matahari ke dalam perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain: tingkat kekeruhan, intensitas cahaya matahari
itu sendiri, densitas fitoplankton dan sudut datang cahaya
matahari. Zone ini merupakan zone produktif dalam perairan dan
dihuni oleh berbagai macam jenis biota di dalamnya. Merupakan
wilayah paling luas pada ekosistem perairan daratan dengan
kedalaman yang bervariasi.
b. Zone Afotik
Merupakan bagian perairan yang gelap gulita karena
cahaya matahari tidak dapat menembus daerah ini. Di daerah
tropis, zone perairan tanpa cahaya hanya ditemui pada perairan
yang sangat dalam atau perairan hipertrofik. Pada zone ini
produsen primer bukan algae tetapi terdiri dari jenis bakteri
sulfur.tidak adanya tumbuh-tumbuhan sbagai produsen primer
karena tidak adanya cahaya matahari yang masuk sehingga
menyebabkan daerah ini miskin oksigen (DO rendah). Kondisi
tersebut berpengaruh pada biota yang hidup di zone ini yang
hanya berupa karnivor ataupun detrifor.
c. Zone Mesofotik
Merupakan bagian perairan yang terdapat di antara zone
fotik dan zone afiotik atau dikenal sebagai daerah remangremang. Sebagai daerah ekoton, daerah ini merupakan wilayah
10
perburuan bagi organisme yang hidup di zone afotik dan juga
organisme yang hidup di zone fotik.
3. Perairan Telaga
Berdasarkan proses secara umum, telaga terbentuk secara alamiah
karena peristiwa vulkanik dan tektonik. Di daerah karst, telaga terbentuk
karena topografi daerah karst yang secara alamiah terdapat cekungan
sehingga akan tergenang air ketika musim penghujan. Berdasarkan
pengamatan terhadap keberadaan airnya, terdapat tiga tipe telaga di
daerah karst Gunungkidul yaitu telaga permanen, semi permanen dan
telaga temporal. Telaga permanen adalah telaga yang memiliki volume
air cukup besar dan tidak pernah kering meskipun kemarau panjang.
Telaga semi permanen pada musim kemarau panjang airnya kering,
sedangkan telaga temporal adalah telaga yang airnya hanya ditemukan
pada saat musim penghujan saja (Nurul, R.A. 2012: 10).
Ekosistem telaga di kabupaten Gunungkidul pada awalnya adalah
ekosistem yang miskin hara. Hal ini dikarenakan substrat dasar berbatu
kapur sehingga lambat dalam proses pelapukan secara alamiah. Namun
dalam perjalanannya karena intensitas pemakaian oleh manusia yang
begitu besar pengayaan bahan organik menjadi berlangsung lebih cepat
(Rina, Ahadiati. 2012: 10).
Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa,
yang secara keseluruhan memiliki telaga sebanyak 282. Telaga paling
banyak dijumpai pada wilayah bagian selatan yang meliputi kecamatan
11
Tepus, Tanjungsari, Panggang, Purwosari, Paliyan, Saptosari, Rongkop,
Girisubo, Semanu bagian selatan dan Ponjong. Pada saat musim kemarau
panjang hanya sekitar 30% dari total telaga yang masih terisi air. Dari
30% telaga permanen tersebut hampir semua dalam kondisi tercemar baik
biologis maupun tercemar kimiawi. Pencemaran biologis umumnya
terjadi karena pembusukan sampah organik dan hewan ternak saat
dimandikan. Pencemaran kimiawi terjadi akibat penggunaan detergen
saat mencuci pakaian, sabun dan sampah, serta pupuk anorganik yang
terlarut oleh air hujan dari aktivitas pertanian di sekitar telaga
(Langgeng,W.S. 2008: 8).
Salah satu telaga yang ada di Gunungkidul adalah Telaga Bromo.
Telaga Bromo terletak di perbatasan desa Kepek, kecamatan Saptosari
dengan desa Karangasem, kecamatan Paliyan,kabupaten Gunungkidul.
Telaga ini tidak memiliki masukan air selain dari air hujan sehingga
perubahan dapat terjadi karena musim. Ketiadaan aliran permukaan
menyebabkan telaga dan mata air menjadi sumber air yang sangat penting
di kawasan karst. Ketersediaan air telaga khususnya pada musim kemarau
sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan air di kawasan karst
Gunungsewu
kabupaten
Gunungkidul.
memanfaatkan Telaga Bromo untuk
Masyarakat
setempat
mandi, mencuci pakaian dan
memancing sehingga dapat menimbulkan pencemaran air telaga.
Pencemaran kimiawi terjadi akibat penggunaan pakan ikan buatan dan
12
sabun yang digunakan untuk mandi maupun mencuci. Telaga Bromo
tidak mengering saat musim kemarau tetapi jumlah airnya berkurang.
4. Plankton
Plankton adalah organisme baik hewan maupun tumbuhan yang
hidup mengapung, mengambang,atau melayang di dalam air yang
pergerakannya sangat terbatas sehingga selalu terbawa hanyut oleh arus
air (Davis, 1955: 2 dalam Mohammad Faiz, 2012: 6).
Plankton berbeda dengan nekton yang merupakan hewan mampu
berenang secara aktif tidak bergantung pada arus air. Berbeda pula
dengan bentos yang merupakan organisme yang hidupnya melekat,
menancap, merayap, atau meliang di dasar perairan. Individu tumbuhan,
hewan atau bakteri dalam komunitas plankton disebut plankter
(Cole.1994: 58).
Menurut Nybakken (1992: 36) plankton dapat dibedakan
berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak membedakan antara
fitoplankton ataupun zooplankton. Golongan ini terdiri atas:
a. Megaloplankton yaitu plankton yang berukuran >2 mm.
b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 0,2-2,0 mm.
c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 20-200 μm.
d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran antara 2 μm-20 μm.
e. Ultra plankton yaiu plankton yang berukuran < 2 μm
Secara fungsional, plankton dapat dibedakan menjadi dua
golongan utama, yaitu fitoplankton dan zooplankton (Nontji. 2006: 5).
13
Fitoplankton adalah plankton yang memiliki klorofil sehingga dapat
melakukan fotosintesis. Fitoplankton sangat penting kedudukannya dalam
ekosistem perairan karena fungsinya sebagai produsen primer (Sulawesti
dan Yustiawati. 2007: 86). Kelompok fitoplankton yang mendominasi
perairan tawar umumnya terdiri dari diatom, chlorophyta dan cyanophyta
(Barus.2004: 26).
Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada
berbagai tingkatan sebagai respons terhadap berbagai perubahanperubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia maupun biologi. Faktor
penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling
berinteraksi antara parameter fisik-kimia seperti intensitas cahaya,
oksigen terlarut, stratifikasi suhu dan ketersediaan unsur hara nitrat
maupun fosfat sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas
pemangsaan oleh hewan, mortalitas alami dan dekomposisi (Goldman &
Horne,1983: 216 dalam Mohammad Faiz, 2012: 7).
Plankton dari jenis fitoplankton hanya dapat hidup dengan baik di
tempat-tempat yang mempunyai sinar matahari yang cukup. Akibatnya
penyebaran fitoplankton besar pada lapisan permukaan laut saja. Keadaan
yang demikian memungkinkan untuk terjadinya proses fotosintesis. Suhu
yang dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan berkisar antara
20-30ºC. Suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-30ºC
sedangkan suhu untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara 1535ºC. Selain itu, penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi
14
organisme fotosintetik (fitoplankton) dan juga penetrasi cahaya
mempengaruhi migrasi vertikal harian (Hutabarat, Sahala dan Stewart,
M.E. 1985: 107).
Menurut Gembong Tjirosoepomo (2005:23-91),beberapa kelas
fitoplankton yang terdapat di perairan air tawar antara lain :
a. Kelas Chlorophyceae (ganggang hijau )
Sel-sel
ganggang
hijau
mempunyai
kloroplas
yang
berwarna hijau, mengandung klorofil a dan b serta karatenoid.
Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung
dan lemak. Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang
merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang - cabang
atau tidak, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai
kormus tumbuhan tingkat tinggi. Kelas Chlorophyceae memiliki
beberapa
bangsa,
yaitu
Chlorococcales,
Ulotrichales,
Cladophorales, Chaerophorales dan Siphonales.
b. Kelas Cyanophyceae (ganggang biru)
Ganggang biru adalah ganggang bersel tunggal. Warna
biru- kehijauan, bersifat autrotof. Inti dan kromotofora tidak
ditemukan. Dinding sel mengandung pektin, hemiselulosa dan
selulosa, yang kadang – kadang berupa lendir, oleh sebab itu
ganggang ini juga dinamakan ganggang lendir (Myxophyceae).
Pada bagian pinggir plasmanya terkandung zat warna klorofil-a,
15
karotenoid dan dua macam kromoprotein yang larut dalam air
yaitu: fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritin yang berwarna
merah. Perbandingan macam- macam zat warna itu amat labil,
oleh sebab itu warna ganggang tidak tetap, kadang-kadang
tampak kemerahan, kadang-kadang kebiruan. Gejala ini dianggap
suatu penyusuain diri terhadap sinar (adaptasi kromatik).
Cyanophyceae umumnya tidak bergerak. Di antara jenis- jenis
yang berbentuk benang dapat mengadakan gerakan merayap yang
meluncur pada alas basah. Bulu cambuk tidak ada, gerakan itu
mungkin sekali karena adanya kontraksi tubuh dan dibantu
dengan pembentukan lendir. Cyanophyceae dibedakan dalam 3
bangsa
yaitu
Chroococcales,
Chamaesiphonales,
dan
Hormogonales.
c. Kelas Diatomeae ( Bacillariophyceae)
Diatomeae atau Bacillarophyceaememiliki dinding sel yang
susunannya khusus yaitu terdiri atas pektin dengan suatu panser
yang terdiri atas kersik di sebelah luarnya. Panser kersik itu tidak
menutup seluruh sel (sebab dengan demikian pembelahan sel
akan terganggu), melainkan terdiri atas dua bagian yang
merupakan wadah dan tutupnya. Permukaan kedua bagian panser
itu mempunyai susunan yang rumit, yang mempunyai liang-liang
yang halus sebagai jalan untuk keluarnya lendir. Sel Diatomeae
mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning- coklat yang
16
mengandung klorofil-a, karotin, santofil dan karatenoid lainnya
yang sangat menyerupai fikosantin. Dalam sel-sel Diatomeae
terdapat pirenoid, tetapi tidak dikelilingi oleh tepung. Hasil- hasil
asimilasi ditimbun di luar kromatofora, berupa tetes - tetes
minyak dalam plasma (sering dalam vakuola), dan disamping
minyak kadang- kadang juga leukosin. Diatomeae hidup dalam
air tawar maupun dalam air laut, tetapi juga di atas tanah-tanah
yang basah, terpisah- pisah atau membentuk koloni yang hidup di
atas tanah tahan kala yang buruk (kekeringan) sampai beberapa
bulan. Diatomae dibagi dalam dua bangsa, yaitu Centrales dan
Pennales.
d. Kelas Conjugatae
Conjugate
adalah
ganggang
yang
berwarna
hijau
mengandung klorofil-a dan b, mempunyai satu inti dan dinding
sel dari selulosa. Berlainan dengan Chlorophyceae, ganggang ini
tidak membentuk zoospore maupun gamet yang mempunyai bulu
cambuk, oleh karena itu juga dinamakan Acontae. Pada
pembiakan generatif, dua gamet yang sama tidak mempunyai
bulu cambuk bersatu menjadi suatu zigot. Setelah mengalami
waktu istirahat, zigot mengadakan pembelahan reduksi, kemudian
berkecambah.
Jadi
Conjugate
adalah
organisme
haploid.
Conjugate dibedakan menjadi 2 bangsa yaitu Desmidales dan
Zygnemantales.
17
e. Kelas Flagellatae
Flagellatae adalah kelompok ganggang yang merupakan
penyusun plankton, bersel tunggal, dapat bergerak dengan
pertolongan satu atau beberapa bulu cambuk yang keluar dari satu
tempat pada sel tadi.Terdapat juga golongan flagellatae misalnya
Rhizochloris yang selamanya bersifat ameboid. Pada kelas
Flagellatae
memiliki
7
bangsa,
yaitu
Chrysomodales,
Hetrechloridales, Crytomonadales, Dinoflagellatae, Euglanales,
Protochloridales, dan Volvocales.
f. Kelas Phaeophyceae (ganggang pirang )
Phaeophyceae adalah ganggang yang berwarna pirang.
Dalam kromatoforanya terkandung klorofil –a, karotin, dan
santofil, tetapi fikosantin yang menutupi warna lainnya dan
menyebabkan
ganggang
itu
kelihatan
berwarna
pirang.
Kebanyakan Phaeophyceae hidup dalam air laut, hanya beberapa
jenis
saja
yang
hidup
dalam
air
tawar.
Kelas
Phaeophyceaememiliki beberapa bangsa, yaitu Phaeosporales,
Laminariales, Dictyyotales, dan Fucales.
g. Kelas Rhodophyceae (ganggang merah )
Rhodophyceae berwarna merah sampai ungu, kadangkadang
juga
lembayung
atau
pirang
kemerah-merahan.
Kromatofora berbentuk cakram atau suatu lembaran, mengandung
klorofil-a dan karotenoid, tetapi warna itu tertutup oleh zat warna
18
merah yang mengadakan floresensi, yaitu fikoeritrin. Pada jenisjenis tertentu terdapat fikosianin. Kebanyakan Rhodophyceae
hidup dalam air laut, terutamadalam lapisan- lapisan air yang
dalam. Hidupnya sebagai bentos melekat pada suatu substrat
dengan
benang-benang
pelekat
atau
cakram
pelekat.
Rhodophyceae dibagi dalam dua anak kelas, yaitu Bangieae dan
Florodeae.
Zooplankton adalah organisme plankton yang bersifat heterotrofik
yang bergantung pada materi organik baik berupa fitoplankton maupun
detritus. Umumnya zooplankton berukuran 0,2-2 mm (Nontji. 2006:5).
Sebagai herbivora di ekosistem perairan, peranan zooplankton sangat
penting karena dapat mengontrol kelimpahan fitoplankton. Hal tersbut
menyatakan bahwa zooplankton berperan sebagai penghubung antara
organisme produsen primer dengan organisme karnivora. Namun dari
sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting
artinya
yaitu
holoplanktonik
subkelas
berukuran
merupakan herbivora
kopepoda.
kecil
primer
Kopepoda
yang
adalah
mendominasi
(Nybakken.
1988:
crustacea
zooplankton,
41). Umumnya
zooplankton banyak ditemukan di perairan yang mempunyai kecepatan
arus rendah serta kekeruhan air yang rendah (Barus. 2004: 45).
Menurut Hutabarat, S. dan Stewart, M.S.(1986) dalam Rina,
Ahadiati (2012: 21-29), zooplankton terdiri dari beberapa filum hewan
19
antara lain : filum Protozoa, Cnidaria, Ctenophora, Annelida, Crustacea
dan Mollusca.
a. Protozoa
Protozoa dibagi dalam 4 kelas yaitu : Rhizopoda, Ciliata,
Flagellata dan Sporozoa. Kelas Sporozoa tidak ada yang hidup
sebagai plankton. Flagellata, dalam hal ini “Zooflagellata” yang
hidup sebagai
plankton (freeliving)
sebetulnya
semuanya
merupakan tipe holozoik dari alga yang berflagel seperti
Pyrrophyta.
Beberapa
flagellata
diklasifikasikan
sebagai
Fitoflagellata, akan tetapi karena memiliki sedikit pigmen
fotosintesis dan makan dengan cara memangsa maka dimasukkan
ke dalam golongan zooplankton. Cilliata sebagian besar hidup
bebas di air tawar dan hanya beberapa golongan yang hidup di
laut (golongan Tintinnidae). Cilliata ni merupakan zooplankton
sejati di air tawar, tetapi banyak hidup diantara Periphyton atau di
dasar sebagai bentos, dimana terdapat banyak detritus yang
membusuk. Rhizopoda merupakan zooplankton yang penting di
air laut maupun air tawar, zooplankton ini merupakan makanan
bagi ikan dan hewan Avertebrata. Contoh marga dari filum
Protozoa antara lain : Paramecium, Vorticella, Dileptus,
Dinoclonium, dan Rabdonella.
20
b. Cnidaria
Cnidaria terdiri dari kelas Hydrozoa, Scypozoa, dan
Anthozoa. Hanya pada kelas Hydrozoa, dimana Hydra juga
termasuk dan terdiri dari spesies-spesies berupa ubur-ubur kecil
yang hidup sebagai plankton. Cnidaria memiliki 2 lapisan sel, yaitu
external dan lapisan internal yang dipisahkan oleh lapisan gelatin
non selular yang disebut mesoglea. Karakteristik penting Cnidaria
adalah adanya sel penyengat (nematocysts) yang menyuntikkan
venum yang dapat melumpuhkan mangsanya. Ubur-ubur dari kelas
Scypozoa merupakan organisme plankton terbesar dan terdapat
dalam jumlah besar. Contoh marga dari filum Cnidaria antara lain :
Obelia, Liriope, Bougaivillia, Diphyes.
c. Ctenophora
Filum Ctenophora yang secara taksonomi masih dekat
dengan Cnidaria sebagian besar bersifat planktonik. Semua
Ctenophora adalah karnivora rakus, yang menangkap mangsanya
dengan tentakel- tentakel yang lengket atau dengan mulutnya yang
sangat lebar. Untuk bergerak dalam air menggunakan deretanderetan silia yang besar yang disebut stenes. Perbedaan Ctenophora
dengan Cnidaria adalah tidak adanya sel penyengat (nematocysts)
pada Ctenophora tetapi memiliki sel pelengket yang disebut
coloblast dimana sel ini dapat melekatkan mangsanya. Ctenophora
dahulu di masukkan dalam filum Coelenterata tetapi kemudian di
21
pisahkan, karena tidak mempunyai nematokis dan hanya
mempunyai struktur-struktur seperti sisir (cteno). Spesies ini sangat
transparan dan tidak berwarna. Contoh marga dari filum
Ctenophora antara lain : Pleurobrachia, Velamen, Beroe.
d. Annelida
Annelida ini cukup banyak terdapat sebagai meroplankton
di laut. Di perairan air tawar, jenis Annelida ini hanya terdapat
lintah (ordo Hirudinae) dan dapat menjadi parasit pada ikan-ikan
yang dipelihara di kolam. Banyak meroplankton dari Annelida ini
terdapat dipantai-pantai yang subur, seperti halnya meroplankton
dari Crustacea. Larva- larva Annelida bernama trochophore larva,
jika baru keluar dari telur, berbentuk bulat atau oval, bersilia dan
mempunyai tractus digesvitus agar di lautan bebas dapat memakan
nanoplanktondan detritus yang halus.
e. Arthropoda
Bagian terbesar zooplankton adalah
anggota filum
arthropoda. Dari filum Arthropoda hanya Crustacea yang hidup
sebagai plankton dan merupakan zooplankton terpenting bagi ikan
di perairan air tawar maupun air laut. Crustacea berarti hewanhewan yang mempunyai sel yang terdiri dari kitin atau kapur yang
sukar dicerna. Crustacea dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Entomostracea
atau
udang-udangan
tingkat
rendah
dan
Malacostracea atau udang-udangan tingkat tinggi. Sebagian besar
22
dari larva Malacostracea merupakan meroplankton dan sebagian
besar mati sebagai plankton karena di makan oleh spesies hewan
yang lebih besar atau mati karena kekurangan makanan.
Entomostracea terdiri dari ordo-ordo Branchiopoda, Ostracoda,
Copepoda dan Cirripedia. Entomostracea yang merupakan
zooplankton
sedangkan
ialah
dari
Euphausiacea
Cladocera,
Ostracoda
Malacostracea
yang
merupakan
hanya
dan
Copepoda,
Mycidacea
zooplankton
kasar
dan
atau
makrozooplankton. Salah satu subkelas Crustacea yang penting
bagi perairan adalah Copepoda. Copepoda adalah crustacea
holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton di
semua laut dan samudera. Pada umumnya Copepoda yang hidup
bebas berukuran kecil, panjangnya antara satu dan beberapa
milimeter. Copepoda merupakan zooplankton yang mendominasi
ekosistem perairan, dengan populasi dapat mencapai 70 – 90%.
Contoh
marga
Pseudocalanus,
dari
Arthropoda
Acartia,
antara
Euchaeta,
lain
Paracalanus,
Calanus,
Oithona,
Microsetella.
f.
Moluska
Moluska terdiri dari kelas Gastropoda, Pelecypoda
(Bivalvia) dan Cephalopoda. Terdapat bermacam moluska yang
telah mengalami adaptasi khusus agar dapat hidup sebagai
holoplankton.
Moluska
planktonik
yang
telah
mengalami
23
modifikasi tertinggi ialah Ptepropoda dan Heteropoda.
Kedua
kelompok ini secara taksonomi dekat dengan siput dan termasuk
kelas Gastropoda. Ada dua tipe Pteropoda, yang bercangkang (ordo
Thecosomata) dan yang telanjang (ordo Gymnosomata). Pteropoda
bercangkang adalah pemakan tumbuhan (herbivora), cangkangnya
rapuh dan berenang menggunakan kakinya yang berbentuk sayap.
Pteropoda telanjang dapat berenang lebih cepat daripada yang
bercangkang. Heteropoda adalah karnivora berukuran besar dengan
tubuh seperti agar-agar yang tembus cahaya. Contoh marga dari
filum Moluska antara lain : Creseis, Limacina, Cavolina, Diacria,
Squid.
5. Hubungan Curah Hujan dengan Plankton
Faktor yang berpengaruh terhadap kelimpahan plankton di perairan
adalah musim. Densitas yang rendah pada musim penghujan disebabkan
pada musim penghujan proses dekomposisi bahan organik berjalan
lambat karena massa tinggal air di perairan lebih cepat sehingga unsurunsur hara tidak dapat dimanfaatkan secara optimum oleh plankton untuk
tumbuh. Kondisi ini disebabkan musim penghujan dengan kadar curah
hujan yang tinggi memiliki penetrasi cahaya, salinitas, suhu yang rendah
serta kekeruhan yang tinggi dibandingkan musim kemarau (Moyle dalam
Krismono&Yayuk, 2007: 108).
Kelimpahan plankton di musim hujan maupun di musim kemarau
berbeda, karena sifat fisik dan kimia dalam perairan mengalami
24
perubahan akibat perbedaan musim. Musim berkaitan erat dengan curah
hujan yang turun sepanjang tahun. Menurut BMKG (dalam Aang, dkk,
2008:3), musim penghujan dimulai jika intensitas curah hujan lebih dari
150 mm per bulan. Musim kemarau didefinisikan sebagai periode dimana
jumlah curah hujan bulanan kurang dari 50 mm. BMKG membagi
intensitas musim hujan menjadi 4 kategori yaitu dikatakan hujan ringan
dengan rentang 1-5 mm/jam, hujan sedang dengan rentang 5-10 mm/jam,
hujan lebat dengan rentang 10-20 mm/jam dan hujan sangat lebat
apabila>20 mm/jam.
6. Struktur Komunitas Plankton
Suatu komunitas pada dasarnya mempunyai bentuk organisasi dan
komponen penyusun komunitas dan jaring-jaring kehidupan yang
menyusun struktur komunitas. Struktur komunitas merupakan susunan
individu dari beberapa jenis atau spesies yang terorganisir membentuk
komunitas (Krebs, 1985: 462 dalam Mohammad Faiz, 2012: 11).
Secara umum, struktur komunitas dapat dibedakan menjadi
struktur fisik dan struktur biologik. Struktur fisik adalah sifat fisik suatu
komunitas yang dapat diamati seperti habitat, daratan atau perairan,
ketingian lahan atau topografi. Struktur biologik merupakan komposisi
jenis dalam komunitas yang menempati suatu habitat tertentu (Rasidi,
dkk. 2008:7).
Menurut Nurul, R.A. (2012: 24-27), struktur komunitas plankton
adalah kumpulan plankton dilihat dari indeks kemerataan jenis, densitas,
25
indeks dominansi, indeks diversitas.Struktur komunitas merupakan
spesies – spesies yang berada di dalam komunitas, terikat dalam interaksi
biotik dan berfungsi sebagai unit terpadu, meliputi:
a. Indeks Kemerataan Jenis
Indeks kemerataan jenis akan menunjukkan ada tidak tekanan
ekologi terhadap suatu ekosistem. Apabila indeks kemerataan jenis
berada pada kisaran 0 - 0,5 berarti bahwa spesies-spesies penyusun
komunitas tidak banyak ragamnya, ada dominasi spesies tertentu
dan menunjukkan adanya tekanan ekologi terhadap ekosistem
yang bersangkutan. Apabila indeks kemerataan jenis berada pada
kisaran 0,6- 1 maka jumlah individu atau sel yang dimiliki antar
spesies tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
ekosistem serasi untuk semua spesies dan ini berarti tidak terjadi
tekanan ekologis pada ekosistem yang bersangkutan.
b. Densitas (kerapatan)
Densitas atau kerapatan merupakan ukuran besarnya
populasi dalam satuan ruang atau volume. Pada umumnya ukuran
besarnya populasi digambarkan dengan cacah individu atau
biomassa populasi per satuan ruang atau volume.
Kerapatan
alamiah suatu populasi secara teoritik ditentukan oleh:
1) Ketersedian sumber daya seperti makanan dan ruangan tempat
hidup.
26
2) Aksesibilitas sumber daya dan kemampuan individu populasi
untuk mencari serta memperoleh sumber daya.
3) Waktu atau kesempatan untuk memanfaatkan laju yang tinggi,
misalnya pada keadaan iklim yang menguntungkan untuk
pertumbuhan.
c.
Indeks Dominansi
Dominansi merupakan banyaknya organisme di dalam
lingkungan terhadap total individu di daerah tersebut. Nilai
dominansi menggambarkan komposisi jenis dalam komunitas,
spesies yang dominan dalam suatu komunitas memperlihatkan
kekuatan spesies itu dibandingkan spesies lain. Indeks dominansi
berkisar antara 0 – 1. Apabila D = 0, berarti tidak ada spesies yang
mendominansi spesies lainnya atau strukur komunitas dalam
keadaan stabil; dan apabila D= 1, berarti terdapat spesies yang
mendominansi spesies lainnya atau struktur komunitas labil, karena
terjadi tekanan ekologis.
d. Indeks Keanekaragaman
Keanekaragaman
dalam
komunitas
ditandai
oleh
banyaknya spesies organisme yang membentuk komunitas tersebut.
Semakin banyak jumlah spesies, semakin tinggi keanekaragaman.
Apabila suatu komunitas didominasi oleh satu atau beberapa
spesies maka keanekaragaman plankton akan berkurang. Nilai
keanekaragaman menunjukkan antara jumlah spesies dengan
27
jumlah individu yang menyusun suatu komunitas. Tingginya
keanekaragaman menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang
merusak ekosistem.
7. Faktor Fisik yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton
a. Suhu
Kedalaman telaga yang cukup tinggi mengakibatkan
terbentuknya zonase berdasarkan kedalaman. Suhu air akan
menurun dengan meningkatnya kedalaman, sampai batas zone
fotik dan setelah itu suhu relatif stabil. Pada zone mesofotik terjadi
penurunan suhu yang sangat drastis, wilayah ini dikenal sebagai
termoklin.Suhu pada ekosistem perairan berfluktuasi baik harian
maupun tahunan, terutama mengikuti pola temperatur udara
lingkungan sekitarnya, intensitas cahaya matahari, letak geografis,
penaungan dan kondisi internal perairan itu sendiri seperti
kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus dan timbunan bahan
organik di dasar perairan. Suhu memiliki peranan yang sangat
penting terhadap kehidupan di dalam air. Kelarutan berbagai jenis
gas dalam air serta semua aktivitas biologis di dalam perairan
sangat dipengaruhi oleh suhu. Sebagaimana diketahui bahwa
meningkatnya suhu sebesar
10oC akan meningkatkan laju
metabolisme sebesar 2-3 kali lipat. Meningkatnya laju metabolisme
akan menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, sementara di
lain pihak, naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan
28
oksigen dalam air menurun. Fenomena ini akan menyebabkan
organisme air mengalami kesulitan untuk respirasi (Satino. 2010 :
10)
b. Kekeruhan air (turbiditas)
Kekeruhan disebabkan oleh adanya materi organik dan
anorganik
yang
mikroskopik.
tersuspensi
Korelasi
dan
antara
terlarut
kekeruhan
serta
dengan
organisme
besarnya
konsentrasi materi terlarut sulit diketahui karena ukuran, bentuk
dan
indeks
refraktif
dari
partikel
terlarut
mempengaruhi
penyebaran cahaya yang masuk (Greenberg, dkk. 1992: 26).
Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari di dalam
suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari akan berkurang bahkan
tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan
tersuspensi atau zat terlarut tinggi (Floder, dkk. 2002: 395-396).
c. Kedalaman
Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan
biota pada ekosistem tersebut. Semakin dalam perairan maka
terdapat zone yang masing-masing memiliki kekhasan tertentu,
seperti suhu, kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi
cahaya matahari dan tekanan hidrostatik. Perubahan faktor - faktor
fisik dan kimiawi perairan akibat perubahan kedalaman akan
menyebabkan respon yang berbeda biota di dalamnya. (Satino.
2010 : 13).
29
d. Intensitas Cahaya
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan
mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari
tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar
permukaan air dengan terbentuknya kedalaman lapisan air
intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan signifikan
baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Barus. 2004: 43).
Di perairan yang dalam,penetrasi cahaya matahari tidak
sampai ke dasar karena itu suhu di dasar perairan yang dalam lebih
rendah dibandingkan dengan suhu di dasar perairan dangkal.
Jumlah radiasi yang mencapai permukaan air sangat dipengaruhi
oleh awan, ketinggian dari permukaan laut (altitude), letak
geografis dan musim. Penetrasi cahaya ke dalam air sangat
dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi
permukaan air serta bahan-bahan yang terlarut dan tersuspensi di
dalam air (Sofyan, Adhi. 2009: 27).
8. Faktor Kimia yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton
a. pH
Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda
terhadap pH. Nilai pH yang ideal bagi organisme akuatik termasuk
plankton umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang
sangat
asam
maupun
kelangsungan hidup
sangat
basa
akan
membahayakan
organisme karena akan menyebabkan
30
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu, pH
yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa
logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya
akan
mengancam
kelangsungan
hidup
organisme
akuatik.
Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan
antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana
kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi
amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus.
2004: 62).
b. Oksigen Terlarut atau Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen Terlarut atau dissolved oxygen (DO) merupakan
oksigen yang terlarut di dalam suatu perairan. Oksigen hilang
dalam perairan secara alami oleh respirasi organisme akuatik,
penguraian bahan organik, aliran masuk bawah tanah yang miskin
oksigen dan aliran suhu. Tanpa oksigen, penguraian bahan organik
akan berlangsung secara anaerob dan akan meninggalkan karbon
dioksida, metana, hidrogen sulfida dan senyawa organik sulfur
yang bau. Oksigen terlarut dalam ekosistem perairan utamanya
berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan fitoplankton.
Kecepatan difusi oksigen di dalam suatu perairan tidak terlepas
dari faktor-faktor lainnya seperti suhu, kekeruhan dan pergerakan
massa air. Konsentrasi oksigen terlarut yang optimal dalam
31
mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik sebesar 5 mg/l
(Michael. 1995: 168-169).
c. BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD (Biological Oxygen Demand) adalah kebutuhan
oksigen organisme akuatik. Konsentrasi BOD menunjukkan suatu
kualitas perairan yang masih tergolong baik apabila konsumsi O2
selama periode 5 hari berkisar 5 mg/l, perairan yang tergolong baik
apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l – 20 mg/l. Terjadi
tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi umumnya nilai
BOD lebih dari 100 mg/l (Brower et al. 1990: 52).
d. COD (Chemical Oxygen Demand)
Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen total yang
dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam
mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai
yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses
oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah
diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar diuraikan
secara biologis (Barus. 2004: 67).
e. Nitrat dan Fosfat
Banyaknya unsur hara menyebabkan tumbuh suburnya
tumbuhan, terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton
dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika
tersedia bahan nutrisi. Nutrisi yang paling penting adalah nitrogen
32
dan fosfat. Nitrogen hadir dalam bentuk kombinasi dari amonia,
nitrat, nitrit, urea, dan senyawa organik terlarut dalam jumlah yang
sedikit. Nitrat adalah sumber nitrogen dalam air laut maupun air
tawar. Bentuk kombinasi lain dari elemen ini bisa tersedia dalam
bentuk amonia, nitrit dan komponen organik. Fosfat merupakan
unsur penting dalam air. Fosfat terutama berasal dari sedimen yang
selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke
dalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari
atmosfer bersama dengan air hujan masuk ke sistem perairan
(Barus. 2004: 70).
Pertumbuhan fitoplankton akan
berlangsung optimal
apabila rasio unsur N:P sebesar 16:1. Ketika rasio N:P < 16:1,
maka unsur N merupakan unsur yang membatasi pertumbuhan
fitoplankton sedangkan ketika rasio N:P > 16:1 maka unsur P
membatasi pertumbuhan fitoplankton (Sakka,dkk. 1999:149).
f. Sulfat
Ion sulfat bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi
utama sulfur adalah salah satu anion utama di perairan. Pada
umumnya bentuk sulfur di air permukaan adalah sulfat (SO42-).
Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak
ditemukan adanya H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat.
Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2-80
mg/liter (Effendi, 2003 dalam Arniati Labanni’, 2013: 4).
33
Umumnya sumber air mengandung sulfat sebesar 0,1-4,8
ppm dan kebanyakan berada di air payau. Sulfat adalah nutrisi
untuk diatom. Sulfat penting dalam pembuatan protein. Pada
daerah yang kurang oksigen, sulfat dijumpai dalam bentuk H2S
(racun) dan ada diatom yang mampu bertahan dalam H2S tinggi
sekitar 3,5 ppm yaitu Hantzschia, Amphcuoxys dan Nitzschia
(Tyas, Permata, dkk. 2009: 15).
g. Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi di dalam air yang membuat
jumlah karbonat dan bikarbonat menjadi seimbang. Semakin
banyak jumlah kalsium yang terdapat di dalam air, maka jumlah
jenis plankton akan semakin banyak. Kalsium merupakan bahan
untuk pembentuk dinding sel atau cangkang. Kalsium di dalam air
akan menghasilkan bikarbonat yang menambah karbondioksida
untuk proses fotosintesis. Jumlah kalsium dalam air menunjukkan
bagus atau tidaknya sumber air tersebut. Jika kalsium <10 ppm
tergolong kurang baik, 10-25 ppm tergolong baik dan bila > 25
ppm tergolong sangat baik. Jenis plankton yang dijumpai dalam air
yang
banyak
mengandung
kalsium
adalah
Microcystissp.,
Chreoeoccus sp., Anabaena sp., Pediastrum sp., Staurastrum sp.,
Coscinodiscus sp. dan Melosira sp. Ada juga beberapa jenis
plankton yang dijumpai pada air yang unsur kalsiumnya rendah
34
yaitu Dinobryon sp., Ankistradesmus sp. dan Closterium sp. (Tyas,
Permata, dkk. 2009: 15).
B. KERANGKA BERFIKIR TEORITIS
Pada saat ini perairan Telaga Bromo digunakan oleh masyarakat
untuk mandi, mencuci dan memancing. Kondisi perairan yang tidak stabil
akan mengakibatkan terganggunya organisme di dalam perairan tersebut,
salah satunya adalah plankton. Keberadaan organisme tersebut di dalam
badan air sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan
karena memiliki batasan toleransi tertentu untuk setiap individu. Plankton
dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan telaga dengan melihat
struktur komunitas meliputi indeks kemerataan jenis, densitas, indeks
dominansi dan indeks keanekaragaman. Untuk lebih lengkap, alur
kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:
35
Ekosistem Perairan Tawar
Mengalir
Menggenang
(Lotik)
(Lentik)
Parit
Sungai
Telaga
Waduk
Curah Hujan
Danau
Aktivitas Manusia
Komponen Ekosistem
Biotik
Bentos
Abiotik
Plankton
Fitoplankton
Neuston
Zooplankton
Fisik
Kimia
1. Intensitas Cahaya
1. pH
2. Kekeruhan
2. DO
1. Densitas
3. Kedalaman
2. Indeks Keanekaragaman
4. Suhu
3. Indeks Kemerataan Jenis
3. COD
4. BOD
5. Nitrat
6. Fosfat
4. Indeks Dominansi
7. Sulfat
Struktur Komunitas
8. Kalsium
Gambar 1. Skema Alur Kerangka Berfikir
36
Download