BAB II KAJIAN PUSTAKA A. DESKRIPSI TEORI 1. Ekosistem Air Tawar Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi dibandingkan habitat air laut, tetapi bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air tawar merupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. 2) ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Odum. 1994: 368). Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua yaitu perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya waduk, danau, telaga dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya sungai, kanal dan parit). Perbedaan utama antara perairan lentik dan perairan lotik adalah kecepatan arus. Perairan lentik memiliki kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sedangkan perairan lotik umumnya memiliki kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat. Berdasarkan proses pembentuknya, waduk dan kolam merupakan salah satu contoh ekosistem perairan menggenang buatan, sedangkan situ, telaga dan rawa merupakan contoh dari ekosistem alami (Barus. 2004: 21). 7 Perairan mengalir mempunyai corak tertentu yang secara jelas membedakannya dari air tergenang walaupun keduanya merupakan habitat air. Satu perbedaan mendasar antara telaga dan sungai adalah karena telaga terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air mengisi cekungan itu, tetapi telaga dapat terisi setiap saat oleh endapan sehingga menjadi tanah kering. Sebaliknya sungai terjadi karena airnya sudah ada, sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama masih terdapat air yang mengisinya (Ewusie. 1990:186). Ekosistem air tawar merupakan habitat bagi organisme akuatik yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Organisme akuatik tersebut diantaranya tumbuhan air, plankton, perifiton, bentos dan ikan (Soewarno. 1991: 20). 2. Zonase Perairan Tawar Zonase pada perairan tawar berbeda dengan zonase pada perairan laut. Zonase perairan air tawar dapat dibedakan berdasarkan letak dan intensitas cahaya. Menurut Satino (2010:6), zonase perairan air tawar berdasarkan letaknya dibagi menjadi 4 zone yaitu: a. Zone Litoral Merupakan daerah pinggiran perairan yang masih bersentuhan dengan daratan. Pada daerah tersebut terjadi percampuran sempurna antara berbagai faktor fisika kimiawi perairan. 8 Organisme yang biasanya ditemukan antara lain: tumbuhan akuatik, kerang, crustacea, ikan, perifiton dan lain-lain. b. Zone Limnetik Merupakan daerah kolam air yang terbentang antara zone litoral di satu sisi dan zone litoral di sisi lain. Zone ini memiliki berbagai variasi secara fisik, kimiawi maupun kehidupan di dalamnya. Organisme yang banyak ditemukan di daerah ini antara lain: ikan, udang dan plankton. c. Zone Profundal Merupakan daerah dasar perairan yang lebih dalam dan menerima sedikit cahaya matahari dibanding daerah litoral dan limnetik. Bagian ini dihuni oleh sedikit organisme terutama dari organisme bentik karnivor dan detrifor. d. Zone Sublitoral Merupakan daerah peralihan antara zone litoral dan zone profundal. Sebagian daerah peralihan zone ini dihuni oleh banyak organisme bentik dan juga organisme temporal yang datang untuk mencari makan. Menurut Satino (2010:7), zonase perairan air tawar berdasarkan intensitas cahaya dibagi menjadi 3 zone yaitu: a. Zone Eufotik/ Fotik Merupakan bagian perairan dimana cahaya matahari masih dapat menembus wilayah tersebut. Daya tembus cahaya 9 matahari ke dalam perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: tingkat kekeruhan, intensitas cahaya matahari itu sendiri, densitas fitoplankton dan sudut datang cahaya matahari. Zone ini merupakan zone produktif dalam perairan dan dihuni oleh berbagai macam jenis biota di dalamnya. Merupakan wilayah paling luas pada ekosistem perairan daratan dengan kedalaman yang bervariasi. b. Zone Afotik Merupakan bagian perairan yang gelap gulita karena cahaya matahari tidak dapat menembus daerah ini. Di daerah tropis, zone perairan tanpa cahaya hanya ditemui pada perairan yang sangat dalam atau perairan hipertrofik. Pada zone ini produsen primer bukan algae tetapi terdiri dari jenis bakteri sulfur.tidak adanya tumbuh-tumbuhan sbagai produsen primer karena tidak adanya cahaya matahari yang masuk sehingga menyebabkan daerah ini miskin oksigen (DO rendah). Kondisi tersebut berpengaruh pada biota yang hidup di zone ini yang hanya berupa karnivor ataupun detrifor. c. Zone Mesofotik Merupakan bagian perairan yang terdapat di antara zone fotik dan zone afiotik atau dikenal sebagai daerah remangremang. Sebagai daerah ekoton, daerah ini merupakan wilayah 10 perburuan bagi organisme yang hidup di zone afotik dan juga organisme yang hidup di zone fotik. 3. Perairan Telaga Berdasarkan proses secara umum, telaga terbentuk secara alamiah karena peristiwa vulkanik dan tektonik. Di daerah karst, telaga terbentuk karena topografi daerah karst yang secara alamiah terdapat cekungan sehingga akan tergenang air ketika musim penghujan. Berdasarkan pengamatan terhadap keberadaan airnya, terdapat tiga tipe telaga di daerah karst Gunungkidul yaitu telaga permanen, semi permanen dan telaga temporal. Telaga permanen adalah telaga yang memiliki volume air cukup besar dan tidak pernah kering meskipun kemarau panjang. Telaga semi permanen pada musim kemarau panjang airnya kering, sedangkan telaga temporal adalah telaga yang airnya hanya ditemukan pada saat musim penghujan saja (Nurul, R.A. 2012: 10). Ekosistem telaga di kabupaten Gunungkidul pada awalnya adalah ekosistem yang miskin hara. Hal ini dikarenakan substrat dasar berbatu kapur sehingga lambat dalam proses pelapukan secara alamiah. Namun dalam perjalanannya karena intensitas pemakaian oleh manusia yang begitu besar pengayaan bahan organik menjadi berlangsung lebih cepat (Rina, Ahadiati. 2012: 10). Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa, yang secara keseluruhan memiliki telaga sebanyak 282. Telaga paling banyak dijumpai pada wilayah bagian selatan yang meliputi kecamatan 11 Tepus, Tanjungsari, Panggang, Purwosari, Paliyan, Saptosari, Rongkop, Girisubo, Semanu bagian selatan dan Ponjong. Pada saat musim kemarau panjang hanya sekitar 30% dari total telaga yang masih terisi air. Dari 30% telaga permanen tersebut hampir semua dalam kondisi tercemar baik biologis maupun tercemar kimiawi. Pencemaran biologis umumnya terjadi karena pembusukan sampah organik dan hewan ternak saat dimandikan. Pencemaran kimiawi terjadi akibat penggunaan detergen saat mencuci pakaian, sabun dan sampah, serta pupuk anorganik yang terlarut oleh air hujan dari aktivitas pertanian di sekitar telaga (Langgeng,W.S. 2008: 8). Salah satu telaga yang ada di Gunungkidul adalah Telaga Bromo. Telaga Bromo terletak di perbatasan desa Kepek, kecamatan Saptosari dengan desa Karangasem, kecamatan Paliyan,kabupaten Gunungkidul. Telaga ini tidak memiliki masukan air selain dari air hujan sehingga perubahan dapat terjadi karena musim. Ketiadaan aliran permukaan menyebabkan telaga dan mata air menjadi sumber air yang sangat penting di kawasan karst. Ketersediaan air telaga khususnya pada musim kemarau sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan air di kawasan karst Gunungsewu kabupaten Gunungkidul. memanfaatkan Telaga Bromo untuk Masyarakat setempat mandi, mencuci pakaian dan memancing sehingga dapat menimbulkan pencemaran air telaga. Pencemaran kimiawi terjadi akibat penggunaan pakan ikan buatan dan 12 sabun yang digunakan untuk mandi maupun mencuci. Telaga Bromo tidak mengering saat musim kemarau tetapi jumlah airnya berkurang. 4. Plankton Plankton adalah organisme baik hewan maupun tumbuhan yang hidup mengapung, mengambang,atau melayang di dalam air yang pergerakannya sangat terbatas sehingga selalu terbawa hanyut oleh arus air (Davis, 1955: 2 dalam Mohammad Faiz, 2012: 6). Plankton berbeda dengan nekton yang merupakan hewan mampu berenang secara aktif tidak bergantung pada arus air. Berbeda pula dengan bentos yang merupakan organisme yang hidupnya melekat, menancap, merayap, atau meliang di dasar perairan. Individu tumbuhan, hewan atau bakteri dalam komunitas plankton disebut plankter (Cole.1994: 58). Menurut Nybakken (1992: 36) plankton dapat dibedakan berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak membedakan antara fitoplankton ataupun zooplankton. Golongan ini terdiri atas: a. Megaloplankton yaitu plankton yang berukuran >2 mm. b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 0,2-2,0 mm. c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 20-200 μm. d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran antara 2 μm-20 μm. e. Ultra plankton yaiu plankton yang berukuran < 2 μm Secara fungsional, plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan utama, yaitu fitoplankton dan zooplankton (Nontji. 2006: 5). 13 Fitoplankton adalah plankton yang memiliki klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis. Fitoplankton sangat penting kedudukannya dalam ekosistem perairan karena fungsinya sebagai produsen primer (Sulawesti dan Yustiawati. 2007: 86). Kelompok fitoplankton yang mendominasi perairan tawar umumnya terdiri dari diatom, chlorophyta dan cyanophyta (Barus.2004: 26). Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons terhadap berbagai perubahanperubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia maupun biologi. Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi antara parameter fisik-kimia seperti intensitas cahaya, oksigen terlarut, stratifikasi suhu dan ketersediaan unsur hara nitrat maupun fosfat sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas pemangsaan oleh hewan, mortalitas alami dan dekomposisi (Goldman & Horne,1983: 216 dalam Mohammad Faiz, 2012: 7). Plankton dari jenis fitoplankton hanya dapat hidup dengan baik di tempat-tempat yang mempunyai sinar matahari yang cukup. Akibatnya penyebaran fitoplankton besar pada lapisan permukaan laut saja. Keadaan yang demikian memungkinkan untuk terjadinya proses fotosintesis. Suhu yang dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan berkisar antara 20-30ºC. Suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-30ºC sedangkan suhu untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara 1535ºC. Selain itu, penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi 14 organisme fotosintetik (fitoplankton) dan juga penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian (Hutabarat, Sahala dan Stewart, M.E. 1985: 107). Menurut Gembong Tjirosoepomo (2005:23-91),beberapa kelas fitoplankton yang terdapat di perairan air tawar antara lain : a. Kelas Chlorophyceae (ganggang hijau ) Sel-sel ganggang hijau mempunyai kloroplas yang berwarna hijau, mengandung klorofil a dan b serta karatenoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung dan lemak. Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang - cabang atau tidak, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Kelas Chlorophyceae memiliki beberapa bangsa, yaitu Chlorococcales, Ulotrichales, Cladophorales, Chaerophorales dan Siphonales. b. Kelas Cyanophyceae (ganggang biru) Ganggang biru adalah ganggang bersel tunggal. Warna biru- kehijauan, bersifat autrotof. Inti dan kromotofora tidak ditemukan. Dinding sel mengandung pektin, hemiselulosa dan selulosa, yang kadang – kadang berupa lendir, oleh sebab itu ganggang ini juga dinamakan ganggang lendir (Myxophyceae). Pada bagian pinggir plasmanya terkandung zat warna klorofil-a, 15 karotenoid dan dua macam kromoprotein yang larut dalam air yaitu: fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritin yang berwarna merah. Perbandingan macam- macam zat warna itu amat labil, oleh sebab itu warna ganggang tidak tetap, kadang-kadang tampak kemerahan, kadang-kadang kebiruan. Gejala ini dianggap suatu penyusuain diri terhadap sinar (adaptasi kromatik). Cyanophyceae umumnya tidak bergerak. Di antara jenis- jenis yang berbentuk benang dapat mengadakan gerakan merayap yang meluncur pada alas basah. Bulu cambuk tidak ada, gerakan itu mungkin sekali karena adanya kontraksi tubuh dan dibantu dengan pembentukan lendir. Cyanophyceae dibedakan dalam 3 bangsa yaitu Chroococcales, Chamaesiphonales, dan Hormogonales. c. Kelas Diatomeae ( Bacillariophyceae) Diatomeae atau Bacillarophyceaememiliki dinding sel yang susunannya khusus yaitu terdiri atas pektin dengan suatu panser yang terdiri atas kersik di sebelah luarnya. Panser kersik itu tidak menutup seluruh sel (sebab dengan demikian pembelahan sel akan terganggu), melainkan terdiri atas dua bagian yang merupakan wadah dan tutupnya. Permukaan kedua bagian panser itu mempunyai susunan yang rumit, yang mempunyai liang-liang yang halus sebagai jalan untuk keluarnya lendir. Sel Diatomeae mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning- coklat yang 16 mengandung klorofil-a, karotin, santofil dan karatenoid lainnya yang sangat menyerupai fikosantin. Dalam sel-sel Diatomeae terdapat pirenoid, tetapi tidak dikelilingi oleh tepung. Hasil- hasil asimilasi ditimbun di luar kromatofora, berupa tetes - tetes minyak dalam plasma (sering dalam vakuola), dan disamping minyak kadang- kadang juga leukosin. Diatomeae hidup dalam air tawar maupun dalam air laut, tetapi juga di atas tanah-tanah yang basah, terpisah- pisah atau membentuk koloni yang hidup di atas tanah tahan kala yang buruk (kekeringan) sampai beberapa bulan. Diatomae dibagi dalam dua bangsa, yaitu Centrales dan Pennales. d. Kelas Conjugatae Conjugate adalah ganggang yang berwarna hijau mengandung klorofil-a dan b, mempunyai satu inti dan dinding sel dari selulosa. Berlainan dengan Chlorophyceae, ganggang ini tidak membentuk zoospore maupun gamet yang mempunyai bulu cambuk, oleh karena itu juga dinamakan Acontae. Pada pembiakan generatif, dua gamet yang sama tidak mempunyai bulu cambuk bersatu menjadi suatu zigot. Setelah mengalami waktu istirahat, zigot mengadakan pembelahan reduksi, kemudian berkecambah. Jadi Conjugate adalah organisme haploid. Conjugate dibedakan menjadi 2 bangsa yaitu Desmidales dan Zygnemantales. 17 e. Kelas Flagellatae Flagellatae adalah kelompok ganggang yang merupakan penyusun plankton, bersel tunggal, dapat bergerak dengan pertolongan satu atau beberapa bulu cambuk yang keluar dari satu tempat pada sel tadi.Terdapat juga golongan flagellatae misalnya Rhizochloris yang selamanya bersifat ameboid. Pada kelas Flagellatae memiliki 7 bangsa, yaitu Chrysomodales, Hetrechloridales, Crytomonadales, Dinoflagellatae, Euglanales, Protochloridales, dan Volvocales. f. Kelas Phaeophyceae (ganggang pirang ) Phaeophyceae adalah ganggang yang berwarna pirang. Dalam kromatoforanya terkandung klorofil –a, karotin, dan santofil, tetapi fikosantin yang menutupi warna lainnya dan menyebabkan ganggang itu kelihatan berwarna pirang. Kebanyakan Phaeophyceae hidup dalam air laut, hanya beberapa jenis saja yang hidup dalam air tawar. Kelas Phaeophyceaememiliki beberapa bangsa, yaitu Phaeosporales, Laminariales, Dictyyotales, dan Fucales. g. Kelas Rhodophyceae (ganggang merah ) Rhodophyceae berwarna merah sampai ungu, kadangkadang juga lembayung atau pirang kemerah-merahan. Kromatofora berbentuk cakram atau suatu lembaran, mengandung klorofil-a dan karotenoid, tetapi warna itu tertutup oleh zat warna 18 merah yang mengadakan floresensi, yaitu fikoeritrin. Pada jenisjenis tertentu terdapat fikosianin. Kebanyakan Rhodophyceae hidup dalam air laut, terutamadalam lapisan- lapisan air yang dalam. Hidupnya sebagai bentos melekat pada suatu substrat dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat. Rhodophyceae dibagi dalam dua anak kelas, yaitu Bangieae dan Florodeae. Zooplankton adalah organisme plankton yang bersifat heterotrofik yang bergantung pada materi organik baik berupa fitoplankton maupun detritus. Umumnya zooplankton berukuran 0,2-2 mm (Nontji. 2006:5). Sebagai herbivora di ekosistem perairan, peranan zooplankton sangat penting karena dapat mengontrol kelimpahan fitoplankton. Hal tersbut menyatakan bahwa zooplankton berperan sebagai penghubung antara organisme produsen primer dengan organisme karnivora. Namun dari sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting artinya yaitu holoplanktonik subkelas berukuran merupakan herbivora kopepoda. kecil primer Kopepoda yang adalah mendominasi (Nybakken. 1988: crustacea zooplankton, 41). Umumnya zooplankton banyak ditemukan di perairan yang mempunyai kecepatan arus rendah serta kekeruhan air yang rendah (Barus. 2004: 45). Menurut Hutabarat, S. dan Stewart, M.S.(1986) dalam Rina, Ahadiati (2012: 21-29), zooplankton terdiri dari beberapa filum hewan 19 antara lain : filum Protozoa, Cnidaria, Ctenophora, Annelida, Crustacea dan Mollusca. a. Protozoa Protozoa dibagi dalam 4 kelas yaitu : Rhizopoda, Ciliata, Flagellata dan Sporozoa. Kelas Sporozoa tidak ada yang hidup sebagai plankton. Flagellata, dalam hal ini “Zooflagellata” yang hidup sebagai plankton (freeliving) sebetulnya semuanya merupakan tipe holozoik dari alga yang berflagel seperti Pyrrophyta. Beberapa flagellata diklasifikasikan sebagai Fitoflagellata, akan tetapi karena memiliki sedikit pigmen fotosintesis dan makan dengan cara memangsa maka dimasukkan ke dalam golongan zooplankton. Cilliata sebagian besar hidup bebas di air tawar dan hanya beberapa golongan yang hidup di laut (golongan Tintinnidae). Cilliata ni merupakan zooplankton sejati di air tawar, tetapi banyak hidup diantara Periphyton atau di dasar sebagai bentos, dimana terdapat banyak detritus yang membusuk. Rhizopoda merupakan zooplankton yang penting di air laut maupun air tawar, zooplankton ini merupakan makanan bagi ikan dan hewan Avertebrata. Contoh marga dari filum Protozoa antara lain : Paramecium, Vorticella, Dileptus, Dinoclonium, dan Rabdonella. 20 b. Cnidaria Cnidaria terdiri dari kelas Hydrozoa, Scypozoa, dan Anthozoa. Hanya pada kelas Hydrozoa, dimana Hydra juga termasuk dan terdiri dari spesies-spesies berupa ubur-ubur kecil yang hidup sebagai plankton. Cnidaria memiliki 2 lapisan sel, yaitu external dan lapisan internal yang dipisahkan oleh lapisan gelatin non selular yang disebut mesoglea. Karakteristik penting Cnidaria adalah adanya sel penyengat (nematocysts) yang menyuntikkan venum yang dapat melumpuhkan mangsanya. Ubur-ubur dari kelas Scypozoa merupakan organisme plankton terbesar dan terdapat dalam jumlah besar. Contoh marga dari filum Cnidaria antara lain : Obelia, Liriope, Bougaivillia, Diphyes. c. Ctenophora Filum Ctenophora yang secara taksonomi masih dekat dengan Cnidaria sebagian besar bersifat planktonik. Semua Ctenophora adalah karnivora rakus, yang menangkap mangsanya dengan tentakel- tentakel yang lengket atau dengan mulutnya yang sangat lebar. Untuk bergerak dalam air menggunakan deretanderetan silia yang besar yang disebut stenes. Perbedaan Ctenophora dengan Cnidaria adalah tidak adanya sel penyengat (nematocysts) pada Ctenophora tetapi memiliki sel pelengket yang disebut coloblast dimana sel ini dapat melekatkan mangsanya. Ctenophora dahulu di masukkan dalam filum Coelenterata tetapi kemudian di 21 pisahkan, karena tidak mempunyai nematokis dan hanya mempunyai struktur-struktur seperti sisir (cteno). Spesies ini sangat transparan dan tidak berwarna. Contoh marga dari filum Ctenophora antara lain : Pleurobrachia, Velamen, Beroe. d. Annelida Annelida ini cukup banyak terdapat sebagai meroplankton di laut. Di perairan air tawar, jenis Annelida ini hanya terdapat lintah (ordo Hirudinae) dan dapat menjadi parasit pada ikan-ikan yang dipelihara di kolam. Banyak meroplankton dari Annelida ini terdapat dipantai-pantai yang subur, seperti halnya meroplankton dari Crustacea. Larva- larva Annelida bernama trochophore larva, jika baru keluar dari telur, berbentuk bulat atau oval, bersilia dan mempunyai tractus digesvitus agar di lautan bebas dapat memakan nanoplanktondan detritus yang halus. e. Arthropoda Bagian terbesar zooplankton adalah anggota filum arthropoda. Dari filum Arthropoda hanya Crustacea yang hidup sebagai plankton dan merupakan zooplankton terpenting bagi ikan di perairan air tawar maupun air laut. Crustacea berarti hewanhewan yang mempunyai sel yang terdiri dari kitin atau kapur yang sukar dicerna. Crustacea dapat dibagi menjadi 2 golongan: Entomostracea atau udang-udangan tingkat rendah dan Malacostracea atau udang-udangan tingkat tinggi. Sebagian besar 22 dari larva Malacostracea merupakan meroplankton dan sebagian besar mati sebagai plankton karena di makan oleh spesies hewan yang lebih besar atau mati karena kekurangan makanan. Entomostracea terdiri dari ordo-ordo Branchiopoda, Ostracoda, Copepoda dan Cirripedia. Entomostracea yang merupakan zooplankton sedangkan ialah dari Euphausiacea Cladocera, Ostracoda Malacostracea yang merupakan hanya dan Copepoda, Mycidacea zooplankton kasar dan atau makrozooplankton. Salah satu subkelas Crustacea yang penting bagi perairan adalah Copepoda. Copepoda adalah crustacea holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton di semua laut dan samudera. Pada umumnya Copepoda yang hidup bebas berukuran kecil, panjangnya antara satu dan beberapa milimeter. Copepoda merupakan zooplankton yang mendominasi ekosistem perairan, dengan populasi dapat mencapai 70 – 90%. Contoh marga Pseudocalanus, dari Arthropoda Acartia, antara Euchaeta, lain Paracalanus, Calanus, Oithona, Microsetella. f. Moluska Moluska terdiri dari kelas Gastropoda, Pelecypoda (Bivalvia) dan Cephalopoda. Terdapat bermacam moluska yang telah mengalami adaptasi khusus agar dapat hidup sebagai holoplankton. Moluska planktonik yang telah mengalami 23 modifikasi tertinggi ialah Ptepropoda dan Heteropoda. Kedua kelompok ini secara taksonomi dekat dengan siput dan termasuk kelas Gastropoda. Ada dua tipe Pteropoda, yang bercangkang (ordo Thecosomata) dan yang telanjang (ordo Gymnosomata). Pteropoda bercangkang adalah pemakan tumbuhan (herbivora), cangkangnya rapuh dan berenang menggunakan kakinya yang berbentuk sayap. Pteropoda telanjang dapat berenang lebih cepat daripada yang bercangkang. Heteropoda adalah karnivora berukuran besar dengan tubuh seperti agar-agar yang tembus cahaya. Contoh marga dari filum Moluska antara lain : Creseis, Limacina, Cavolina, Diacria, Squid. 5. Hubungan Curah Hujan dengan Plankton Faktor yang berpengaruh terhadap kelimpahan plankton di perairan adalah musim. Densitas yang rendah pada musim penghujan disebabkan pada musim penghujan proses dekomposisi bahan organik berjalan lambat karena massa tinggal air di perairan lebih cepat sehingga unsurunsur hara tidak dapat dimanfaatkan secara optimum oleh plankton untuk tumbuh. Kondisi ini disebabkan musim penghujan dengan kadar curah hujan yang tinggi memiliki penetrasi cahaya, salinitas, suhu yang rendah serta kekeruhan yang tinggi dibandingkan musim kemarau (Moyle dalam Krismono&Yayuk, 2007: 108). Kelimpahan plankton di musim hujan maupun di musim kemarau berbeda, karena sifat fisik dan kimia dalam perairan mengalami 24 perubahan akibat perbedaan musim. Musim berkaitan erat dengan curah hujan yang turun sepanjang tahun. Menurut BMKG (dalam Aang, dkk, 2008:3), musim penghujan dimulai jika intensitas curah hujan lebih dari 150 mm per bulan. Musim kemarau didefinisikan sebagai periode dimana jumlah curah hujan bulanan kurang dari 50 mm. BMKG membagi intensitas musim hujan menjadi 4 kategori yaitu dikatakan hujan ringan dengan rentang 1-5 mm/jam, hujan sedang dengan rentang 5-10 mm/jam, hujan lebat dengan rentang 10-20 mm/jam dan hujan sangat lebat apabila>20 mm/jam. 6. Struktur Komunitas Plankton Suatu komunitas pada dasarnya mempunyai bentuk organisasi dan komponen penyusun komunitas dan jaring-jaring kehidupan yang menyusun struktur komunitas. Struktur komunitas merupakan susunan individu dari beberapa jenis atau spesies yang terorganisir membentuk komunitas (Krebs, 1985: 462 dalam Mohammad Faiz, 2012: 11). Secara umum, struktur komunitas dapat dibedakan menjadi struktur fisik dan struktur biologik. Struktur fisik adalah sifat fisik suatu komunitas yang dapat diamati seperti habitat, daratan atau perairan, ketingian lahan atau topografi. Struktur biologik merupakan komposisi jenis dalam komunitas yang menempati suatu habitat tertentu (Rasidi, dkk. 2008:7). Menurut Nurul, R.A. (2012: 24-27), struktur komunitas plankton adalah kumpulan plankton dilihat dari indeks kemerataan jenis, densitas, 25 indeks dominansi, indeks diversitas.Struktur komunitas merupakan spesies – spesies yang berada di dalam komunitas, terikat dalam interaksi biotik dan berfungsi sebagai unit terpadu, meliputi: a. Indeks Kemerataan Jenis Indeks kemerataan jenis akan menunjukkan ada tidak tekanan ekologi terhadap suatu ekosistem. Apabila indeks kemerataan jenis berada pada kisaran 0 - 0,5 berarti bahwa spesies-spesies penyusun komunitas tidak banyak ragamnya, ada dominasi spesies tertentu dan menunjukkan adanya tekanan ekologi terhadap ekosistem yang bersangkutan. Apabila indeks kemerataan jenis berada pada kisaran 0,6- 1 maka jumlah individu atau sel yang dimiliki antar spesies tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekosistem serasi untuk semua spesies dan ini berarti tidak terjadi tekanan ekologis pada ekosistem yang bersangkutan. b. Densitas (kerapatan) Densitas atau kerapatan merupakan ukuran besarnya populasi dalam satuan ruang atau volume. Pada umumnya ukuran besarnya populasi digambarkan dengan cacah individu atau biomassa populasi per satuan ruang atau volume. Kerapatan alamiah suatu populasi secara teoritik ditentukan oleh: 1) Ketersedian sumber daya seperti makanan dan ruangan tempat hidup. 26 2) Aksesibilitas sumber daya dan kemampuan individu populasi untuk mencari serta memperoleh sumber daya. 3) Waktu atau kesempatan untuk memanfaatkan laju yang tinggi, misalnya pada keadaan iklim yang menguntungkan untuk pertumbuhan. c. Indeks Dominansi Dominansi merupakan banyaknya organisme di dalam lingkungan terhadap total individu di daerah tersebut. Nilai dominansi menggambarkan komposisi jenis dalam komunitas, spesies yang dominan dalam suatu komunitas memperlihatkan kekuatan spesies itu dibandingkan spesies lain. Indeks dominansi berkisar antara 0 – 1. Apabila D = 0, berarti tidak ada spesies yang mendominansi spesies lainnya atau strukur komunitas dalam keadaan stabil; dan apabila D= 1, berarti terdapat spesies yang mendominansi spesies lainnya atau struktur komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologis. d. Indeks Keanekaragaman Keanekaragaman dalam komunitas ditandai oleh banyaknya spesies organisme yang membentuk komunitas tersebut. Semakin banyak jumlah spesies, semakin tinggi keanekaragaman. Apabila suatu komunitas didominasi oleh satu atau beberapa spesies maka keanekaragaman plankton akan berkurang. Nilai keanekaragaman menunjukkan antara jumlah spesies dengan 27 jumlah individu yang menyusun suatu komunitas. Tingginya keanekaragaman menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak ekosistem. 7. Faktor Fisik yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton a. Suhu Kedalaman telaga yang cukup tinggi mengakibatkan terbentuknya zonase berdasarkan kedalaman. Suhu air akan menurun dengan meningkatnya kedalaman, sampai batas zone fotik dan setelah itu suhu relatif stabil. Pada zone mesofotik terjadi penurunan suhu yang sangat drastis, wilayah ini dikenal sebagai termoklin.Suhu pada ekosistem perairan berfluktuasi baik harian maupun tahunan, terutama mengikuti pola temperatur udara lingkungan sekitarnya, intensitas cahaya matahari, letak geografis, penaungan dan kondisi internal perairan itu sendiri seperti kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus dan timbunan bahan organik di dasar perairan. Suhu memiliki peranan yang sangat penting terhadap kehidupan di dalam air. Kelarutan berbagai jenis gas dalam air serta semua aktivitas biologis di dalam perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Sebagaimana diketahui bahwa meningkatnya suhu sebesar 10oC akan meningkatkan laju metabolisme sebesar 2-3 kali lipat. Meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, sementara di lain pihak, naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan 28 oksigen dalam air menurun. Fenomena ini akan menyebabkan organisme air mengalami kesulitan untuk respirasi (Satino. 2010 : 10) b. Kekeruhan air (turbiditas) Kekeruhan disebabkan oleh adanya materi organik dan anorganik yang mikroskopik. tersuspensi Korelasi dan antara terlarut kekeruhan serta dengan organisme besarnya konsentrasi materi terlarut sulit diketahui karena ukuran, bentuk dan indeks refraktif dari partikel terlarut mempengaruhi penyebaran cahaya yang masuk (Greenberg, dkk. 1992: 26). Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari di dalam suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari akan berkurang bahkan tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi (Floder, dkk. 2002: 395-396). c. Kedalaman Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan biota pada ekosistem tersebut. Semakin dalam perairan maka terdapat zone yang masing-masing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu, kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya matahari dan tekanan hidrostatik. Perubahan faktor - faktor fisik dan kimiawi perairan akibat perubahan kedalaman akan menyebabkan respon yang berbeda biota di dalamnya. (Satino. 2010 : 13). 29 d. Intensitas Cahaya Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar permukaan air dengan terbentuknya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Barus. 2004: 43). Di perairan yang dalam,penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar karena itu suhu di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu di dasar perairan dangkal. Jumlah radiasi yang mencapai permukaan air sangat dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari permukaan laut (altitude), letak geografis dan musim. Penetrasi cahaya ke dalam air sangat dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi permukaan air serta bahan-bahan yang terlarut dan tersuspensi di dalam air (Sofyan, Adhi. 2009: 27). 8. Faktor Kimia yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton a. pH Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH. Nilai pH yang ideal bagi organisme akuatik termasuk plankton umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun kelangsungan hidup sangat basa akan membahayakan organisme karena akan menyebabkan 30 terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu, pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus. 2004: 62). b. Oksigen Terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) Oksigen Terlarut atau dissolved oxygen (DO) merupakan oksigen yang terlarut di dalam suatu perairan. Oksigen hilang dalam perairan secara alami oleh respirasi organisme akuatik, penguraian bahan organik, aliran masuk bawah tanah yang miskin oksigen dan aliran suhu. Tanpa oksigen, penguraian bahan organik akan berlangsung secara anaerob dan akan meninggalkan karbon dioksida, metana, hidrogen sulfida dan senyawa organik sulfur yang bau. Oksigen terlarut dalam ekosistem perairan utamanya berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan fitoplankton. Kecepatan difusi oksigen di dalam suatu perairan tidak terlepas dari faktor-faktor lainnya seperti suhu, kekeruhan dan pergerakan massa air. Konsentrasi oksigen terlarut yang optimal dalam 31 mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik sebesar 5 mg/l (Michael. 1995: 168-169). c. BOD (Biological Oxygen Demand) BOD (Biological Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen organisme akuatik. Konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar 5 mg/l, perairan yang tergolong baik apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l – 20 mg/l. Terjadi tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi umumnya nilai BOD lebih dari 100 mg/l (Brower et al. 1990: 52). d. COD (Chemical Oxygen Demand) Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen total yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar diuraikan secara biologis (Barus. 2004: 67). e. Nitrat dan Fosfat Banyaknya unsur hara menyebabkan tumbuh suburnya tumbuhan, terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi. Nutrisi yang paling penting adalah nitrogen 32 dan fosfat. Nitrogen hadir dalam bentuk kombinasi dari amonia, nitrat, nitrit, urea, dan senyawa organik terlarut dalam jumlah yang sedikit. Nitrat adalah sumber nitrogen dalam air laut maupun air tawar. Bentuk kombinasi lain dari elemen ini bisa tersedia dalam bentuk amonia, nitrit dan komponen organik. Fosfat merupakan unsur penting dalam air. Fosfat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama dengan air hujan masuk ke sistem perairan (Barus. 2004: 70). Pertumbuhan fitoplankton akan berlangsung optimal apabila rasio unsur N:P sebesar 16:1. Ketika rasio N:P < 16:1, maka unsur N merupakan unsur yang membatasi pertumbuhan fitoplankton sedangkan ketika rasio N:P > 16:1 maka unsur P membatasi pertumbuhan fitoplankton (Sakka,dkk. 1999:149). f. Sulfat Ion sulfat bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi utama sulfur adalah salah satu anion utama di perairan. Pada umumnya bentuk sulfur di air permukaan adalah sulfat (SO42-). Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan adanya H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2-80 mg/liter (Effendi, 2003 dalam Arniati Labanni’, 2013: 4). 33 Umumnya sumber air mengandung sulfat sebesar 0,1-4,8 ppm dan kebanyakan berada di air payau. Sulfat adalah nutrisi untuk diatom. Sulfat penting dalam pembuatan protein. Pada daerah yang kurang oksigen, sulfat dijumpai dalam bentuk H2S (racun) dan ada diatom yang mampu bertahan dalam H2S tinggi sekitar 3,5 ppm yaitu Hantzschia, Amphcuoxys dan Nitzschia (Tyas, Permata, dkk. 2009: 15). g. Kalsium Kalsium merupakan nutrisi di dalam air yang membuat jumlah karbonat dan bikarbonat menjadi seimbang. Semakin banyak jumlah kalsium yang terdapat di dalam air, maka jumlah jenis plankton akan semakin banyak. Kalsium merupakan bahan untuk pembentuk dinding sel atau cangkang. Kalsium di dalam air akan menghasilkan bikarbonat yang menambah karbondioksida untuk proses fotosintesis. Jumlah kalsium dalam air menunjukkan bagus atau tidaknya sumber air tersebut. Jika kalsium <10 ppm tergolong kurang baik, 10-25 ppm tergolong baik dan bila > 25 ppm tergolong sangat baik. Jenis plankton yang dijumpai dalam air yang banyak mengandung kalsium adalah Microcystissp., Chreoeoccus sp., Anabaena sp., Pediastrum sp., Staurastrum sp., Coscinodiscus sp. dan Melosira sp. Ada juga beberapa jenis plankton yang dijumpai pada air yang unsur kalsiumnya rendah 34 yaitu Dinobryon sp., Ankistradesmus sp. dan Closterium sp. (Tyas, Permata, dkk. 2009: 15). B. KERANGKA BERFIKIR TEORITIS Pada saat ini perairan Telaga Bromo digunakan oleh masyarakat untuk mandi, mencuci dan memancing. Kondisi perairan yang tidak stabil akan mengakibatkan terganggunya organisme di dalam perairan tersebut, salah satunya adalah plankton. Keberadaan organisme tersebut di dalam badan air sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan karena memiliki batasan toleransi tertentu untuk setiap individu. Plankton dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan telaga dengan melihat struktur komunitas meliputi indeks kemerataan jenis, densitas, indeks dominansi dan indeks keanekaragaman. Untuk lebih lengkap, alur kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini: 35 Ekosistem Perairan Tawar Mengalir Menggenang (Lotik) (Lentik) Parit Sungai Telaga Waduk Curah Hujan Danau Aktivitas Manusia Komponen Ekosistem Biotik Bentos Abiotik Plankton Fitoplankton Neuston Zooplankton Fisik Kimia 1. Intensitas Cahaya 1. pH 2. Kekeruhan 2. DO 1. Densitas 3. Kedalaman 2. Indeks Keanekaragaman 4. Suhu 3. Indeks Kemerataan Jenis 3. COD 4. BOD 5. Nitrat 6. Fosfat 4. Indeks Dominansi 7. Sulfat Struktur Komunitas 8. Kalsium Gambar 1. Skema Alur Kerangka Berfikir 36