deskripsi pertunjukan musik oleh grup al

advertisement
DESKRIPSI PERTUNJUKAN MUSIK OLEH GRUP
AL-AULIA RENTAK MELAYU DI MEDAN
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA: FAJRI MUHARDI
NIM
: 100707005
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2016
i
DESKRIPSI PERTUNJUKAN MUSIK OLEH GRUP
AL-AULIA RENTAK MELAYU DI MEDAN
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA: FAJRI MUHARDI
NIM
: 100707005
Disetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
NIP 196512211991031001
Dra. Heristina Dewi, M.Pd.
NIP 196102201998031003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2016
ii
ABSTRAK
Skripsi ini bertajuk Deskripsi Pertunjukan Musik oleh Grup Al-Aulia
Rentak Melayu di Medan, dengan satu pokok masalahnya yaitu bagaimana
terjadinya proses pertunjukan. Metode yang digunakan adalah metode
kualitatif, dengan penelitian lapangan dan peneliti bertindak sebagai
partisipant observer. Teori yang digunakan untuk mendeskripsikan
pertunjukan musik ini adalah teori semiotik pertunjukan oleh Pavis, berdasar
14 paramater pertunjukan. Hasilnya adalah: (1) Diskusi umum tentang
pertunjukan musik oleh Al-Aulia Rentak Melayu, secarta umum
mempertunjukkan musik-musik Melayu dengan disertai genre musik lain. (2).
Skenografi pertunjukan adalah mengikuti pola-pola umum pertunjukan dalam
musik tradisi Melayu, (3) Tata cahaya biasanya dilakukan di ruangan
pertunjukan tertentu yang memerlukan tata cahaya, (4) Properti panggung
ditentukan menurut tema atau keindahan yang diinginkan, dalam hal ini
bekerjasama dengan penata dekorasi. (5) Kostum secara umum menggunakan
kostum tradisi Melayu dan Arab; (6) Pertunjukan mengikuti pola-pola
pertunjukan musik tradisi Melayu. (7) Fungsi musik dan efek suara sebagai
pertunjukan musik tentu saja menguatkan suasana, tema, dan komunikasi
dengan para penonton, (8) Tahapan pertunjukan, dimulai dari tahap pembuka
(basamalah lagu), isi berupa lagu-lagu pasangan dan juga permintaan dari
pengunjung, serta bahagian penutup pertunjukan, (9) Pertunjukan musik oleh
Al-Aulia Rentak Melayu memiliki cerita lagu demi lagu dengan temanya
masing-masing, (10) Teks dalam pertunjukan adalah sesuai dengan lagu yang
dibawakan, ada yang mengacu kepada pantun, ada pula yang mengacu kepada
tema agama, tema alam, nasihat, dan lainnya, yang dapat ditafsir dari lagu-lagu
yang dibawakan. (11) Penonton di kota Medan umumnya adalah masyarakat
yang multikultural, selain etnik Melayu juga etnik-etnik lain. (12) Produksi
pertunjukan oleh Al-Aulia Rentak Melayu adalah disesuaikan dengan
permintaan dari tuan rumah, dengan juga mempertimbangkan situasi
pertunjukan, (13) Umumnya pertunjukan Al-Aulia Rentak Melayu dapat
diuraikan baik oleh para penonton apalagi oleh para pengamat. (14) Sejauh
pengalaman penulis, tidak ditemukan masalah-masalah khusus dalam
pertunjukan musik oleh Al-Aulia Rentak Melayu.
Kata kunci: deskripsi, pertunjukan, musik, rentak, Melayu, multikultural
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...............................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................
1.2 Pokok Permasalahan ........................................................
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................
1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................
1.3.2 Manfaat Penelitian ................................................
1.4 Konsep dan Teori ............................................................
1.4.1 Konsep ..................................................................
1.4.2 Teori ......................................................................
1.5 Metode Penelitian ............................................................
1.5 Lokasi Penelitian ............................................................
1
3
3
3
4
5
5
7
8
12
BAB II: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUSIK MELAYU
DI MEDAN
2.1 Sejarah Musik Melayu ....................................................
2.2 Perkembangan Grup Musik Melayu di Medan .................
2.3 Genre Musik Melayu di Medan........................................
2.4 Musik Melayu dan Masyarakat Pendukungnya di Medan .
2.4.1 Seniman Musik Melayu ..........................................
2.4.2 Penyanyi .................................................................
2.4.3 Penonton Pendukung ...............................................
2.4.3 Pengelola Musik Melayu .........................................
13
14
16
26
30
33
33
33
BAB III: GAMBARAN UMUM GRUP MUSIK AL-AULIA
RENTAK MELAYU
2.1 Sejarah Terbentuknya Grup Musik Al-Aulia Rentak
Melayu ............................................................................
2.2 Alat-alat Musik Grup Al-Aulia Rentak Melayu ................
2.3 Susunan Personil Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu ...
2.4 Sistem Pengelolaan Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu
35
40
42
43
BAB IV: DESKRIPSI PERTUNJUKAN MUSIK GRUP AL-AULIA
RENTAK MELAYU DALAM KONTEKS HIBURAN
4.1 Deskripsi Umum Pertunjukan Musik ...............................
4.2 Skenografi Musik.............................................................
4.3 Tata Cahaya .....................................................................
4.4 Properti Panggung ...........................................................
4.5 Kostum ............................................................................
4.6 Proses Pertunjukan...........................................................
4.7 Fungsi Musik dan Efek Suara ..........................................
4.8 Tahapan Pertunjukan .......................................................
4.9 Interpretasi Pertunjukan ...................................................
4.10 Teks Nyanyian ...............................................................
4.11 Penonton ........................................................................
43
47
47
47
48
50
51
51
51
51
52
iv
4.12
4.13
4.14
4.15
4.16
Mencatat Produksi Pertunjukan ......................................
Tanda-tanda Pertunjukan yang Tak Teruraikan ..............
Masalah-masalah Khusus Pertunjukan ...........................
Genre Musik yang Disajikan ..........................................
Minat Masyarakat Medan Terhadap Musik Melayu........
53
54
55
55
55
BAB V: PENUTUP
5.1 Kesimpulan .....................................................................
5.2 Saran ...............................................................................
57
57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
59
DAFTAR INFORMAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Musik adalah satu cabang kesenian yang disajikan melalui dimensi nada dan
ritme, baik itu untuk hiburan pribadi maupun hiburan yang dapat dinikmati secara
bersama-sama. Hiburan itu dapat dibuat berdasarkan kebutuhan diri sendiri atau
juga yang dibuat untuk orang lain. Pada awalnya hiburan yang bersifat tradisional,
dibuat untuk kebutuhan sendiri dan tertutup bagi orang lain. Namun belakangan
sudah mulai dapat dinikmati oleh orang lain dalam bentuk pertunjukan musik.
Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat1 pendukungnya. Di dalam
musik terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang diwariskan secara turun
temurun maupun menjadi menjadi bahagian dari proses akulturasi2 budaya sejalan
dengan perkembangan jaman. Demikian juga yang terjadi pada musik dalam
kebudayaan Melayu.
1
Pengertian masyarakat dalam konteks penelitian ini adalah mengacu kepada pendapat
yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah: ... the largest gruping in which common
customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative." Unsur gruping dalam definisi itu
menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam definisi kita, unsur common customs, traditions, adalah
unsur "adat-istiadat", dan unsur "kontinuitas" dalam definisi kita, serta unsur common attitudes and
feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas bersama.” Suatu tambahan dalam definisi
Gillin adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang memang tidak kita muat dalam definisi ini.
Walaupun demikian konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu bangsa atau
negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda,
masyarakat Amerika (Lihat lebih lanjut J.L. dan J.P. Gilin, 1942).
2
Akulturasi adalah proses bercampurnya dua kebudayaan atau lebih, setiap kebudayaan
yang telah bercampur tersebut tetap menyumbangkan karakter atau identitasnya masing-masing.
Akulturasi ini dalam konteks budaya music misalnya adalah genre dangdut yang merupakan
akulturasi antara budaya music Melayu, India, Arab, yang kemudian berkembang juga dengan
masuknya unsure musik Eropa, Jawa, Sunda, Batak, dan sebagainya, yang kemudian menjadi salah
satu musik khas Indonesia.
6
Musik Melayu adalah musik yang tumbuh berkembang di negara-negara
yang termasuk rumpun Melayu, antara lain Indonesia, Malaysia, Singapura dan
Brunei Darussalam. Di dalam budaya musik Melayu terdapat juga musik tradisional
yaitu musik yang diwarisi secara turun-temurun yang dipergunakan dalam berbagai
kegiatan seperti pesta adat, penyambutan tetamu kehormatan, dan kegiatan
keagamaan. Hal yang menarik dari musik Melayu ini terletak pada alat dan
aransemen musiknya yang khas bergaya Melayu, serta lirik lagu yang mengandung
syair tentang kehidupan sehari-hari dan penuh pesan moral, diisi dengan suara atau
vokal khas cengkok Melayu.
Pada awal perkembangan Musik Melayu, alat musik yang digunakan lebih
didominasi oleh tingkahan rebana, petikan gambus, gesekan biola, picitan akordion,
tingkahan gong, dan tiupan serunai. Ini dipengaruhi oleh kebudayaan dari tanah
Arab dan Eropa tradisional. Pada masa ini berbagai genre atau jenis Musik Melayu
yang ditemui antara lain: senandung, mak inang, lagu rakyat, lagu dua, nasyid,
hadrah, ghazal, irama padang pasir, zapin, dan lain-lain (Takari dan Dewi, 2008).
Seiring dengan perkembangan teknologi, alat-alat musik tradisional Melayu
kemudian diganti dengan alat musik elektronik berupa keyboard.3 Walaupun
demikian, dalam kegiatan atau acara-acara tertentu alat musik tradisional tersebut
masih tetap digunakan demi melestarikan warisan budaya musik Melayu. Demikian
3
Pada masa sekarang ini, musik yang disebut keyboard, selain pengertiannya sebagai alat
music yang masuk ke dalam teknologi canggih, juga dapat diartikan sebagai genre musik, terutama
di Sumatera Utara. Genre musik keyboard ini, lazim digunakan dalam berbagai fungsinya di dalam
masyarakat di Sumatera Utara. Jika keyboard itu mendominasi pertunjukan lagu-lagu etnik Karo
disebut dengan keyboard (kibod) Karo, demikian pula untuk Melayu disebut keyboard Melayu.
Sementara di dalam kebudayaan Batak Toba dikenal genre suling dan keyboard (diakronimkan
dengan sulkib), atau juga sulkibta (kepanjangan dari keyboard, suling, dan taganing). Itulah
fenomena yang menarik dari alat musik keyboard di Sumatera Utara.
7
pula fenomena kebudayaan music yang disajikan oleh salah satu kelompok musik
Melayu di Medan yaitu Grup Al-Aulia Rentak Melayu.
Grup Al-Aulia Rentak Melayu adalah salah satu grup musik Melayu yang
dalam setiap penampilannya selain mengunakan keyboard juga diiringi dengan alatalat musik tradisional lainnya seperti gendang, akordion, gitar gambus, dan biola.
Ciri khas tampilan musik ini merupakan cerminan kecintaan mereka terhadap
budaya Melayu dan selalu mereka pegang teguh dengan moto, “Memadu Resam
Terbilang Agar Adat Budaya Takkan Hilang.”
Grup Al-Aulia Rentak Melayu pertama kali dibentuk tahun 2001 di Medan
yang diprakarsai dan didirikan oleh Nurdin Wahyudi. Kata “Rentak Melayu” pada
nama grup ini merupakan penggabungan dari seluruh rentak, 4 baik rentak musik,
rentak lagu maupun rentak tari. Artinya pertunjukan musik yang ditampilkan oleh
grup Al-Aulia Rentak Melayu tidak hanya sebatas dalam bentuk instrumen dan
vokal saja tetapi juga terkadang diiringi dengan pantun dan tari-tarian sebagai satu
kesatuan yang terpisahkan dalam kebudayaan Melayu.
Dengan
semakin
bertambahnya
keinginan
dari
konsumen
yang
membutuhkan jasa Grup Al-Aulia Rentak Melayu, sehingga grup ini tidak hanya
sekedar menampilkan musik-musik irama Melayu maupun irama Arabian, tetapi
4
Dalam kebudayaan Melayu, istilah rentak memiliki pengertian sebagai berikut. Yang
pertama adalah hentakan kaki bersama-sama. Yang kedua menghentak-hentakkan kaki karena
marah. Yang ketiga, bersama-sama melakukan sesuatu, secara serempak. Yang keempat adalah
melakukan secara serentak (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam music Melayu rentak
memiliki arti yang bersinonim dengan irama, yaitu pola-pola ritme dan anomatope yang terutama
diwakili oleh bunyi gendang, dalam membawakan sajian music, yang selalu juga diiringi dengan
lagu atau nyanyian. Di antara rentak dalam musik Melayu adalah: senandung, mak inang, lagu dua
atau joget, zapin, gubang, sinandong, dan lain-lainnya.
8
juga menampilkan genre musik lainnya seperti pop, dangdut, dan musik etnik
lainnya, bahkan lagu mancanegara, tergantung permintaan dari si empunya hajatan.
Grup Al-Aulia Rentak Melayu adalah salah satu grup musik Melayu yang
cukup terkenal dan amat diminati di Medan. Grup musik ini kerap diundang atau
tampil untuk memberikan hiburan kepada masyarakat di Medan dalam berbagai
acara hajatan seperti pesta perkawinan, khitanan dan pesta penabalan anak. Tidak
saja tampil di Medan, grup ini juga sering diundang atau tampil dalam berbagai
hajatan yang serupa di berbagai daerah atau kota lainnya seperti Deli Serdang,
Binjai, Stabat, Kisaran, Rantau Prapat, Banda Aceh, dan kota lainnya di pulau
Sumatera. Bukan itu saja, grup Al-Aulia Rentak Melayu ini bahkan diundang pada
perhelatan pernikahan di negara jiran Malaysia.
Selain piawai menghibur masyarakat dalam setiap pertunjukan musiknya,
grup Al-Aulia Rentak Melayu juga terkenal dengan prestasi yang telah diraih dalam
berbagai ajang perlombaan seni dan budaya Melayu se-Sumatera Utara. Di antara
prestasi kelompok musik ini adalah sebagai berikut.
(a) Sebagai Juara I Festival Orkes Irama Padang Pasir pada Ramadhan Fair di Kota
Medan,
(b)
Juara I Festival Nasyid Putri dan di Mandailing Natal,
(c)
Juara II Festival Nasyid Putra di Mandailing Natal,
(d)
Juara I Festival Langgam Melayu di Hamparan Perak, dan
(e)
Juara I dalam Festival Melayu Dua Dimensi di Batang Kuis.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis menganggap bahwa grup
musik ini penting dikaji secara etnomusikologi, karena prestasinya, baik secara
9
fungsional dalam masyarakat atau dalam perlombaan. Selain itu grup Al-Aulia
Rentak Melayu yang dapat bertahan dan berkembang selama belasan tahun hingga
saat ini. Untuk itu perlu dijelaskan terlebih dahulu apa itu etnomusikologi yang
digunakan sebagai ilmu utama untuk mendeskripsikan keberadaan grup musik
Melayu di Medan ini.
Apa yang dimaksud etnomusikologi itu adalah seperti berikut ini:
Ethnomusicology is the study of music in its cultural context.
Ethnomusicologists approach music as a social process in order to
understand not only what music is but why it is: what music means to
its practitioners and audiences, and how those meanings are conveyed.
Ethnomusicology is highly interdisciplinary. Individuals working
field may have training in music, cultural, anthropology, folkore,
performance studies, dance, cultural studies, gender studies, race or
ethnic studies, area studies, or other fields in the humanities, and social
sciences. Yet all ethnomusicologists share a coherent foundation in the
following approaches and methods: (1) Taking a global approach to
music (regardless of area of origin, style, or genre). (2) Understanding
music as social practice (viewing music as a human activity that is
shaped by its cultural context). (3) Engaging in ethnographic fieldwork
(participating in and observing the music being studied, frequently
gaining facility in another music tradition as a performer or theorist),
and historical research.
Ethnomusicologists are active in a variety of spheres. As
researchers, they study music from any part of the world and investigate
its connections to all elements of social life. As educators, they teach
courses in musics of the world, popular music, the cultural study of
music, and a range of more specialized classes (e.g., sacred music
traditions, music and politics, disciplinary approaches, and methods).
Ethnomusicologists also play a role in public culture. Partnering with
the music communities that they study, ethnomusicologists may
promote and document music traditions or participate in projects that
involve cultural policy, conflict resolution, medicine, arts programming,
or community music. Ethnomusicolo-gists may work with museums,
cultural festivals, recording labels, and other institutions that promote
the appreciation of the world’s musics. http://www. Ethnomusicology.org/ ?page= whatisethnomusicology
10
Dari kutipan dalam situs web etnomusikologi.org tersebut, maka dapat
dipahami bahwa etnomusikologi adalah studi musik dalam konteks budayanya.
Etnomusikolog biasanya melakukan pendekatan musik sebagai proses sosial untuk
memahami tidak hanya apa musik tapi mengapa: apa artinya praktik musik dan
khalayak, dan bagaimana makna yang disampaikan musik tersebut.
Etnomusikologi sangat interdisipliner. Para ilmuwan yang bekerja di
lapangan etnomusikologi ini mungkin saja berasal dari pelatihan musik, ilmuwan
antropologi budaya, cerita rakyat, kajian pertunjukan, tari, studi budaya, studi
gender, studi ras atau etnik, studi kawasan, atau bidang lainnya di bidang ilmu-ilmu
humaniora dan sosial. Namun, semua etnomusikolog berbagi landasan yang
koheren dalam
pendekatan dan metodenya, seperti berikut: (1) Mengambil
pendekatan global untuk musik (terlepas dari daerah asal, gaya, atau genre). (2)
Memahami musik sebagai praktik sosial (melihat musik sebagai aktivitas manusia
yang dibentuk oleh konteks budaya). (3) Melakukan penelitian lapangan etnografi
(berpartisipasi aktif dalam mengamati musik yang sedang dipelajari, mengkaji
tradisi musik baik sebagai pemain atau ahli teori sekeligus), dan penelitian sejarah
musik.
Etnomusikolog aktif dalam berbagai bidang. Sebagai peneliti, mereka belajar
musik dari setiap bagian di dunia ini dan menyelidiki koneksi ke semua elemen
kehidupan sosial. Sebagai pendidik, mereka mengajar kursus musik dunia, musik
populer, studi budaya musik, dan berbagai kelas yang lebih khusus (misalnya,
tradisi musik sakral, musik dan politik, mengajarkan pendekatan disiplin ilmu dan
metode). Etnomusikolog juga berperan dalam budaya masyarakat. Bermitra dengan
11
komunitas musik yang mereka pelajari, etnomusikolog dapat mempromosikan dan
mendokumentasikan musik tradisi atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang
melibatkan kebijakan budaya, penyelesaian konflik, pengobatan, pemrograman
seni, atau komunitas musik. Etnomusikolog dapat bekerja pada museum, festival
budaya, rekaman label, dan lembaga lain yang mempromosikan apresiasi musik
dunia.
Dengan
demikian,
kerja
keilmuan
yang
penulis
lakukan untuk
mendeskripsikan keberadaan dan pertunjukan kelompok musik Al-Aulia Rentak
Melayu, adalah sesuai dengan uraian mengenai apa itu etnomusikologi seperti
tersebut di atas.
Untuk mengetahui lebih dalam, penulis berniat untuk melakukan suatu
penelitian ilmiah melalui deskripsi pertunjukan musik. Dalam hal ini penulis
memfokuskannya melalui penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul: “Deskripsi
Pertunjukan Musik Oleh Grup Al-Aulia Rentak Melayu di Medan.”
1.2 Pokok Permasalahan
Untuk
menghindari
permasalahan
yang
terlalu
luas
yang
dapat
mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi penulisannya pada pokok
permasalahan yaitu
Bagaimana pertunjukan musik oleh grup Al-Aulia Rentak
Melayu di Medan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok pemasasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan pertunjukan musik oleh grup Al-
12
Aulia Rentak Melayu di Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan pengetahuan tentang keberadaan dan eksistensi gugup
Al-Aulia Rentak Melayu yang menyajikan musik Melayu dalam setiap
pertunjukannya.
2. Sebagai wujud pengaplikasian ilmu penulis peroleh selama studi di
Departemen Etnomusikologi.
3. Salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang
memiliki keterkaitan dengan topik penelitian ini.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai
rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkrit,
gambaran mental dari objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan
oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Sedangkan menurut Mely G. Tan
(dalam Koentjaraningrat, 1991:21) konsep merupakan suatu definisi secara singkat
dari sekelompok fakta atau gejala. Dari dua pengertian konsep ini memberi makna
bahwa dalam membahas suatu topik haruslah ada konsep yang digunakan sebagai
pembatas pemahaman dengan tujuan agar pembahasan tidak keluar dari topik yang
13
sudah ditentukan.
Adapun konsep yang perlu dijelaskan dalam tulisan ini, sesuai dengan yang
terkandung di dalam judul penelitian ini, adalah konsep-konsep: (1) deskripsi, (2)
pertunjukan, (3) music, (4) Al-Aulia Rentak Melayu,
dan (5) Medan. Kelima
konsep ini diuraikan sebagai berikut.
(1) Kata deskripsi merupakan unsur sarapan bahasa Inggris description.
Menurut Echols dan Shadily (2000:176) pengertiannya adalah gambaran atau
lukisan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi elektronik,
deskripsi adalah bersifat menggambarkan apa adanya (www.kbbi.web.id). Dalam
penelitian ini, dekripsi yang penulis lakukan adalah menggambarkan atau
melukiskan pertunjukan grup musik Al-Aulia Rentak Melayu, yang di dalamnya
mencakup: proses produksi, pentas, alat-alat music, sistem suara (sound system),
seniman (penyanyi, laki-laki dan perempuan), pemain musik (keyboard, gendang,
dan lainnya), teks yang disajikan, melodi, rentak, dan hal-hal sejenis.
(2) Pertunjukan adalah sebuah komunikasi yang dilakukan oleh satu orang
atau lebih pengirim pesan, yang merasa berperan kepada seseorang atau lebih
sebagai penerima pesan. Dalam sebuah pertunjukan harus ada penyaji, penonton,
pesan yang dikirim, dan cara penyampaian pesan yang khas. Mediumnya boleh
auditif visual atau hubungan keduanya, gerak laku, secara multimedia dan
sebagainya. Di depan kata pertunjukan biasanya dibubuhkan kata seni yang berarti
bahwa tontonan yang memiliki nilai seni bila disampaikan kepada sejumlah
penonton (http://en.wikipedia.org).
14
Menurut Murgianto (1996:156), pertunjukan adalah sebuah komunikasi
yang dilakukan satu orang atau lebih, pengirim pesan merasa bertanggung jawab
pada seseorang atau lebih penerima pesan, dan kepada sebuah tradisi yang mereka
pahami bersama melalui seperangkat tingkah laku yang khas. Dalam sebuah
pertunjukan harus ada pemain, penonton, pesan yang dikirim, dan cara
penyampaian yang khas. Seni pertunjukan terbagi menjadi seni musik, tari dan
teater. Bidang disiplin ilmu tersebut meluas sampai kepada sirkus, kabaret,
olahraga, ritual, upacara prosesi pemakaman, dan lain-lain
(3) Musik adalah gubahan bunyi yang menghasilkan bentuk dan irama yang
diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan
selera seseorang. Definisi sejati tentang musik juga bermacam-macam, misalnya
bunyi yang dianggap enak oleh pendengarnya, segala bunyi yang dihasilkan secara
sengaja oleh seseorang atau kumpulan orang dan disajikan sebagai musik (Takari,
2008:19).
(4) Al-Aulia Rentak Melayu adalah nama grup musik Melayu yang
dipimpin oleh Bapak Nurdin Wahyudi. Al Aulia artinya utama, yang diutamakan,
nama diberikan oleh Rabiatul Adawiyah yang sekarang menjadi salah satu personil
Al Aulia. Rentak Melayu adalah penggabungan dari seluruh rentak, baik rentak
tarik, musik dan irma. Nama Rentak Melayu ini diberikan oleh Nurdin Wahyudi.
(5) Medan adalah salah satu nama lokasi tempat penelitian yang dilakukan
peneliti. Kini Medan merupakan kota sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara.
Medan adalah kota terbesar keempat di Indonesia, setelah Jakarta, Surabaya, dan
Bandung. Medan adalah tempat dan markas kelompok musik Al-Aulia Rentak
15
Melayu, tepatnya di Sunggal.
1.4.2 Teori
Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai
suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan (Suriasumantri, 1993:143).
Kemudian Koentjaraningrat (1991:30) mengatakan bahwa pengetahuan yang
diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri
merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang teoriteori yang bersangkutan.
Dari kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori adalah
pendapat yang dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir untuk melihat, membahas
dan membahas suatu fenomena atau permasalahan.
Untuk mengetahui fungsi pertunjukan musik yang disajikan oleh grup AlAulia Rentak Melayu, penulis mengacu kepada teori Soedarsono (1999:170) yang
mengatakan bahwa secara garis besar fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan
manusia dikelompokkan menjadi 3 yaitu: (1) untuk kepentingan sosial atau sarana
upacara; (2) sebagai ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri, dan (3)
sebagai penyajian estetika.
Selanjutnya dalam rangka usaha untuk memahami secara diteil bagaimana
makna yang diciptakan dan dikomunikasikan melalui pertunjukan musik yang
disajikan oleh grup Al-Aulia Rentak Melayu, penulis berpedoman kepada teori
Semiotika yang dipelopori dua pakar pertunjukan budaya Tadeuz Kowzan dan
Patrice Pavis dari Perancis. Kowzan menawarkan 13 sistem lambang dari sebuah
16
pertunjukan yaitu kata-kata, nada bicara, mimik, gestur, gerak, makeup, gaya
rambut, kostum, properti, setting, lighting, musik, dan efek suara. Sedangkan Pavis
menyusun daftar pertanyaan yang lugas dan diteil untuk mengkaji sebuah
pertunjukan. Ada empat belas aspek yang harus diperhatikan dalam mengkaji atau
mendeskripsikan pertunjukan. Keempat belas aspek itu adalah:
(1) Diskusi umum tentang pertunjukan,
(2) Skenografi,
(3) Sistem tata cahaya,
(4) Properti panggung,
(5) Kostum,
(6) Pertunjukan,
(7) Fungsi musik dan efek suara,
(8) Tahapan pertunjukan,
(9) Interpretasi cerita dalam pertunjukan,
(10) Teks dalam pertunjukan,
(11) Penonton,
(12) Mencatat produksi pertunjukan secara teknis dan imaji apa yang menjadi
fokus,
(13) Apa yang tidak dapat diuraikan dari tanda-tanda pertunjukan, dan
(14) Masalah-masalah khusus yang perlu dijelaskan.
Kemudian untuk mengkaji pengelolaan dalam grup Al-Aulia Rentak
Melayu, penulis juga menggunakan teori yang dikemukakan oleh Terry dan Rue
(2000:1) yang mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses atau kerangka kerja,
17
yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah
tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Sedangkan menurut
Siswanto (2005:4) menyebutkan bahwa manajemen (pengelolaan) adalah ilmu dan
seni untuk melakukan tindakan guna mencapai tujuan yang spesifikasinya meliputi
perencanaan, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang agar
mencapai tujuan.
1.5 Metode Penelitian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:7), metode penelitian
diartikan sebagai cara mencari kebenaran dan azas-azas alam, masyarakat atau
kemanusiaan yang bersangkutan. Dalam kaitan ini Hasan (1985:7) mengatakan
metode merupakan cara atau sistematika kerja untuk memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian yang bersifat deskriptif,
bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala,
kelompok tertentu, untuk menentukan frekuensi penyebaran suatu gejala atau
frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam
masyarakat. Dalam hal ini tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang
masalah yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1991:29), sedangkan menurut
Soedarsono (1999:46) penelitian kualitatif data-data hasil penelitian harus dicermati
dengan cermat dan dianalisa.
Bahan ataupun data penelitian dapat diperoleh dari tulisan-tulisan atau
ceramah yang terekam dalam konteks yang berbeda-beda, bisa dari observasi, berita
18
surat kabar dan sebagainya. Salah satu sifat dari data kualitatif adalah data ini
merupakan data yang memiliki kandungan yang kaya, yang multi dimensional dan
kompleks.
Untuk mendapatkan data yang akurat, penulis menggunakan 3 (tiga) teknik
pengumpulkan data yaitu teknik penelitian lapangan, kerja laboratorium, dan studi
kepustakaan. Ketiganya saling terkait dan menjadi satu kesatuan dalam kerangka
kerja secara etnomusikologis.
1.5.1 Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan yaitu dengan cara mengikuti berbagai pertunjukan yang
dilakukan Orkes Al-Aulia Rentak Melayu, melakukan wawancara kepada para
pelaku pertunjukan atau kepada anggota Orkes Al-Aulia Rentak Melayu dan juga
kepada pengunjung disaat Orkes Al-Aulia Rentak Melayu melakukan sebuah
pertunjukan.
Dalam penelitian lapangan, penulis melakukan beberapa hal yang begitu
sering dilakukan. Kegiatan ini termasuk: observasi atau pengamatan dan
wawancara.
1. Observasi
Observasi, yaitu
terlibat dalam pertunjukan, tanpa memposisikan diri
sebagai pelaku pertunjukan, sering menyaksikan berlangsungnya pertunjukan dari
awal sampai akhir. Hal ini berguna untuk mengenal dengan baik dan lebih jauh lagi
jalannya pertunjukan dan aspek-aspek yang terkandung di dalamnya. Dalam
observasi ini penulis berhubungan langsung dengan informan kunci yaitu anggota
19
grup musik Orkes Al-Aulia Rentak Melayu khususnya Hendri Perangin angin yang
juga sebagai ketua dari Orkes Al-Aulia Rentak Melayu.
Penulis mengadakan perkenalan, ngobrol, dan semampu mungkin untuk
menjalin hubungan emosional kepada para informan ini agar penelitian ini berjalan
lancar. Penulis berusaha meyakinkan kalau penulis adalah teman baik mereka yang
mampu membawakan diri kedalam lingkungan mereka.
2. Wawancara
Wawancara, yaitu melalui wawancara terfokus dan wawancara bebas.
Wawancara terfokus dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih kaya dan
tidak membosankan atau membuat kaku suasana antara penulis dan informan.
Sedangkan wawancara bebas dilakukan secara tidak terfokus, tetapi mendapatkan
banyak informasi yang dibutuhkan.
Dalam wawancara menggunakan alat tulis. Setiap pembicaraan yang
memberikan informasi penting sesegera mungkin dicatat, namun tidak pada saat
ngobrol atau wawancara berlangsung, tetapi pada saat mengobrol lagi atau ada
pembicaraan singkat dari informan kepada orang lain dan dalam dokumentasi
penulis melakukan rekaman baik itu audio visual atau video atau pun mengambil
gambar dengan kamera, kemudian menganalisis semua data yang diperoleh.
1.5.2 Kerja Laboratorium
Kerja laboratorium yaitu dengan cara mengolah data yang didapat sewaktu
penelitian lapangan dan disaring sebaik mungkin untuk dijadikan sebagai tulisan.
Kerja laboratorium disebut juga analisis yang merupakan pengolahan data yang
20
diperoleh dari kerja lapangan, setelah pengolahan data dianalisis, kemudian disusun
secara sistematis sehingga hasilnya dapat dikembangkan sebagai bahan yang akurat
dalam pembahasan masalah yang dihadapi. Dalam tahapan ini penulis
mengumpulkan data-data yang didapat dari lapangan, kemudian memilih data yang
relevan dengan tulisan ini.
1.5.3 Penelitian Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca berbagai buku dan
skripsi yang berhubungan dengan tulisan sehingga dapat menambah wawasan
peneliti untuk mengembangkan tulisan tersebut. Selain itu penulis juga mengambil
sebagian data dari internet yang berhubungan dengan tulisan dengan tujuan untuk
membuat tulisan semakin sempurna. Studi kepustakaan dilakukan penulis untuk
memperoleh data tambahan di luar data lapangan, baik berupa konsep-konsep dan
teori-teori yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan juga dalam
pembahasan serta penulisan.
Di dalam penelitian ini beberapa maeri kepustakaan yang menjadi rujukan
dalam skripsi ini antara lain adalah sebagai berikut.
1. Muhammad Takari dan Heristina Dewi dalam bukunya yang berjudul Budaya
Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara, Medan 2008. Tulisan ini dapat
membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang musik, lagu-lagu dan
tarian Melayu.
2. Muhammad Takari dan Fadlin Muhammad Dja’far dalam bukunya Ronggeng
dan Serampang Dua Belas dalam kajian Ilmu-ilmu Seni. Medan 2014. Tulisan
21
ini dapat membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang rentak
Melayu.
3. Sansri Nuari Silitonga “Nur’ainun sebagai Penyanyi Melayu Sumatera Utara:
Biografi dan Analisis Struktur Lagu-lagu Rentak Senandung, Mak Inang dan
Lagu Dua yang Dinyanyikan-Nya”. Skripsi tersebut dapat membantu penulis
untuk mendapatkan informasi tentang lagu Melayu dan penulis akan mengambil
teori biografi dari skripsi tersebut.
1.6 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di rumah Bapak Nurdin Wahyudi, S.Sos., yang
berada di Kecamatan Medan Sunggal, dengan alamat lengkapnya Jalan PertahahanPatumbak, Kompleks Vila Permata Indah, Blok D 18/19, dekat dengan Jembatan
laying Amplas Patumbak, dengan nomor telefon grup: 081370997022.
yang sekaligus dijadikan sebagai Kantor Sekretariat Al-Aulia Rentak
Melayu. Selain kantor sekretariat ini, peneliti juga memilih lokasi penelitian
tempat-tempat di mana grup musik Al-Aulia Rentak Melayu melakukan
pertunjukan khususnya di Medan.
22
Bagan1.1:
Latar Belakang Kajian Etnomusikologis terhadap Pertunjukan Musik
Grup Al-Aulia Rentak Melayu di Medan dengan
Teori Semiotik Pertunjukan
23
BAB II
MUSIK MELAYU DI DUNIA MELAYU
DAN DI KOTA MEDAN
2.1 Gambaran Umum Kota Medan
Kota Medan (Melayu Jawi: ‫ )ﻣﯿﺪان‬adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara,
Indonesia. Kota ini merupakan kota metropolitan terbesar di luar Pulau Jawa dan
kota terbesar keempat di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Kota
Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai
pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah
dataran tinggi Karo, objek wisata penangkaran orangutan di Bukit Lawang, serta
kawasan Danau Toba.
Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590.
John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833
menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk
200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak
beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan
pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi
memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibukota Karesidenan
Sumatera Timur sekaligus ibukota Kesultanan Deli. Tahun 1909, Medan menjadi
kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka
perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari
12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra, dan seorang Tionghoa.
Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi
besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa
sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan
24
berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari
meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian
sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang
Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan
sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau,
Mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh
perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan ulama.
Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal,
dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo
25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir
delapan belas kali lipat.
Kota Medan saat ini dipimpin oleh seorang pelaksana harian, yakni Syaiful
Bahri Lubis pasca habisnya masa jabatan wali kota terakhir, Dzulmi Eldin. Wilayah
Kota Medan dibagi menjadi 21-kecamatan & 151-kelurahan: Medan Tuntungan,
Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Area, Medan Kota, Medan
Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan
Helvetia, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan
Tembung, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan, dan Medan Belawan.
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan
kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan
jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3°
30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi
25
kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter
di atas permukaan laut.
Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: (a)
Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka; (b) Seebelah selatanberbatasan
dengan Kabupaten Deli Serdang; (c) sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Deli Serdang; dan (d) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.
Dengan demikian Kota Medan dikelilingi oleh Kabupaten Deli Serdang. Demikian
pula di siang hari banyak penduduk Kabupaten Deli Serdang yang bekerja di Kota
Medan.
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan
sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karena
secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam,
seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan,
Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan
secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang
sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah
sekitarnya.
Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka,
Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan
perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri
(ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota
dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota
Medan saat ini.
26
Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan
telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria,
(1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan
penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari
500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter.
Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah
2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659
perempuan. Bersama kawasan metropolitannya (Kota Binjai dan Kabupaten Deli
Serdang) penduduk Medan mencapai 4.144.583 jiwa. Dengan demikian Medan
merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Sumatera dan keempat di
Indonesia.
Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 2039 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur
umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (1559 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah
penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia
tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik
jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.
Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung
mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000
adalah sebesar 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Jumlah penduduk
paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan
Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan
Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi
27
ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun
2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita
adalah 71 tahun.
Kota Medan memiliki beragam etnis dengan mayoritas penduduk beretnis
Jawa, Batak Toba, Mandailing-Angkola, dan Tionghoa. Adapun etnis aslinya
adalah Minangkabau, India, dan Melayu serta etnis lain-lain.
Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan
vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul
Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang
keturunan India.
Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826
jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang Indonesia,
8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras-ras yang ada di Asia lainnya.
Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826
jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang Indonesia,
8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur lainnya.
28
Tabel 2.1: Perbandingan Etnik di Kota Medan
pada Tahun 1930, 1980, dan 2000
Etnis
Tahun 1930
Tahun 1980
Tahun 2000
Jawa
24,89%
29,41%
27,03%
Batak
2,93%
14,11%
19,69%
Tionghoa
35,63%
14,80%
17,65%
Mandailing
6,12%
7,90%
8,36%
Minangkabau
7,29%
7,02%
7,57%
Melayu
7,06%
6,22%
6,18%
Lain-lain
14,31%
9,43%
8,42%
Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut
*Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun
(0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%
Angka Harapan Hidup penduduk kota Medan pada tahun 2007 adalah 71,4 tahun,
sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah 148.100 jiwa.
Dari data tersebut di atas, pada tahun 2000, orang-orang Batak di Kota
Medan, menduduki peringkat kedua setelah etnik Jawa. Jumlah orang Batak adalah
19,69 % dari keseluruhan penduduk Kota Medan. Dalam sensus ini, orang Batak
didukung oleh sub-subnya yaitu Simalungun, Batak Toba, Pakpak, dan Nias.
29
Peta 2.1
Administrasi Kota Medan
30
Medan dipandang sebagai tempat wilayah budaya etnik Melayu, walaupun
kini telah menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, dan kota Medan dihuni oleh
berbagai kelompok etnik setempat maupun pendatang. Dengan keadaan yang
sedemikian rupa maka Medan adalah kota multikulturalisme, artinya dihuni oleh
berbagai kebudayaan yang saling berinteraksi dalam konteks Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Demikian pula terapannya di dalam Grup Al-Aulia
Rentak Melayu, meskipun menggunakan istilah Melayu dan dengan focus utama
pertunjukan music melayu, dalam kenyataannya mereka juga menerima tawaran
pertunjukan untuk music-musik etnik Sumatera Utara, Tionghoa, Jepang, Barat,
dan lain-lainnya yang disesuaikan dengan konteks pertunjukan.
2.2 Periodesasi Musik Melayu
Musik Melayu adalah aliran musik, baik dalam bentuk tradisional atau
akulturasi, yang bermula dan berkembang di wilayah pantai timur Sumatra,
Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Musik ini biasanya dinyanyikan oleh
orang-orang dari suku bangsa Melayu yang tidak jarang diiringi pula dengan tarian
khas Melayu setempat misalnya tari Persembahan dalam perhelatan atau pesta adat,
penyambutan tetamu kehormatan, dan dalam kegiatan keagamaan. Yang menarik
dari aliran musik ini terletak pada susunannya yang terdiri dari lirik lagu yang
mengandung syair yang disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari dan penuh
dengan tunjuk ajar (pesan moral), diisi dengan suara atau vokal khas cengkok
Melayu, dan aransemen musik yang tersusun rapi.
Dengan melihat ke belakang, awal Musik Melayu berakar dari Qasidah yang
berasal sebagai kedatangan dan penyebaran agama Islam di Nusantara pada tahun
31
635-1600 dari Arab, Gujarat dan Persia, sifatnya pembacaan syair dan kemudian
dinyanyikan. Oleh sebab itu, awalnya syair yang dipakai adalah semula dari
gurindam yang dinyanyikan, dan secara berangsur kemudian dipakai juga untuk
mengiringi tarian. Sejak dibuka Terusan Suez terjadi arus migrasi orang Arab dan
Mesir masuk Hindia Belanda tahun 1870 hingga setelah 1888, mereka membawa
alat musik gambus dan bermain musik Arab. Pengaruh ini juga bercampur dengan
musik tradisional dengan syair Gurindam dan alat musik tradisional lokal seperti
gong, serunai, dan lain sebagainya. Kemudian sekitar tahun 1940 lahir Musik
Melayu Deli, tentu saja gaya permainan musik ini sudah jauh berbeda dengan
asalnya sebagai Qasidah, karena perkembangan masa ini tidak hanya menyanyikan
syair Gurindam, tetapi sudah jauh berkembang sebagai musik hiburan nyanyian dan
pengiring tarian khas Orang Melayu pesisir timur Sumatera dan Semenanjung
Malaysia. Dengan perkembangan teknologi elektronik sekitar setelah tahun 1950,
maka mulai diperkenalkan pengeras suara, gitar elektri, bahkan perkembangan
keyboard. Dan tak kalah penting adalah perkembangan industri rekaman sejak
tahun 1950.
Berdasarkan perkembangan zaman menurut waktu lahirnya dan alat musik
yang dipakai termasuk di Sumatera Utara khususnya di Medan, maka ada 3 jenis
Musik Melayu, yaitu:
1. Musik Melayu Asli, hanya dengan pukulan kendang atau rebana seperti
Qasidah, diperkirakan tahun 635-1600,
2. Musik Melayu Tradisional, sudah memakai alat musik gong, rebana, rebab,
serunai, diperkirakan tahun 1800-1940
32
3. Musik Melayu Modern, memakai alat musik modern, di samping tradisional,
seperti biola, guitar, akordeon, dan terakhir dengan keyboard, diperkirakan
setelah tahun 1950 (Tengku Luckman Sinar, 1995).
2.3 Perkembangan Grup Musik Melayu di Medan
Perkembangan grup musik Melayu di Medan pada dasarnya sejalan dengan
perkembangan musik Melayu itu sendiri yang dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan sikap pendukung atau masyarakat
Melayu itu sendiri,
sementara faktor eksternal berhubungan dengan penetrasi
kebudayaan asing dan kebudayaan etnik di sekitarnya.
Muncul dan berkembangnya grup-grup musik Melayu di Medan saat ini
seperti Al-Aulia Rentak Melayu, El Annida, Al Syifa Medan, dan lain-lain adalah
sejalan dengan perkembangan alat musik sebagai hasil dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dimana sebuah pagelaran musik tidak perlu
mempergunakan banyak pemain musik serta banyak alat musik, namun diiringi
dengan satu alat musik dapat menghasilkan suara dari alat musik yang lain.
Alat musik itu disebut dengan keyboard atau yang disebutkan dengan istilah
organ tunggal amatlah sederhana dan murah harganya, pemain dari keyboard
tersebut cukup satu orang sudah bisa mengoperasikan atau memainkan sebuah
musik sesuai dengan kehendak dan selera masing-masing. Alat musik keyboard ini
mampu tampil dalam pagelaran musik tidak dengan alat musik lain. Suara yang
dikeluarkan oleh keyboard pun semakin mendekati hasil yang sempurna dari
berbagai suara atau pun irama dari alat musik lain
33
Keyboard hadir ditengah-tengah masyarakat dan mempunyai pengaruh
tersendiri sehingga masyarakat menaikkan gengsi bagi masyarakat. Apabila sebuah
perayaan tanpa hadirnya musik keyboard baik dalam acara pernikahan, sunatan,
ataupun perayaan-perayaan lain yang dianggap belum lengkap.
Bila ditinjau kembali, kehadiran keyboard yang menjadi alat musik utama
yang digunakan oleh grup-grup musik Melayu di Medan memberikan dampak yang
signifikan bagi masyarakat Melayu sendiri. Keyboard telah membius dan
menimbulkan rasa kekaguman yang ditunjukkan oleh masyarakat Melayu di Medan
dengan memilih keyboard sebagai pilihan yang paling utama dalam hal hiburan dan
mengyampingkan hiburan-hiburan lainnya seperti orkes Melayu maupun nasyid.
2.4 Genre Musik Melayu di Medan
2.4.1 Genre Musik Tradisi dari Masa Pra Islam, Islam, dan Globalisasi
Menurut Takari dan Heristina Dewi (2008) jika dikaji dari aspek sejarah,
maka musik Melayu dapat diklasifikasikan kepada masa-masa: Pra Islam; Islam,
dan Globalisasi. Untuk masa Pra-Islam terdiri dari masa animisme, Hindu, dan
Budha. Masa Pra-Islam yang terdiri dari lagu anak-anak: lagu membuai anak atau
dodo sidodoi; si la lau le; dan lagu timang. Lagu permainan anak yang terkenal
tamtambuku. Musik yang berhubungan dengan mengerjakan ladang terdiri dari:
dedeng mulaka ngerbah, dedeng mulaka nukal, dan dedeng padang rebah. Musik
yang berhubungan dengan memanen padi; lagu mengirik padi atau ahoi, lagu
menumbuk padi, dan lagu menumbuk emping. Musik yang bersifat animisme
terdiri dari: dedeng ambil madu lebah (nyanyian pawang mengambil madu lebah
secara ritual), lagu memanggil angin atau sinandong nelayan (nyanyian nelayan
34
ketika mengalami mati angin di tengah lautan), lagu lukah menari (mengiringi
nelayan menjala ikan), dan lagu puaka (lagu memuja penguasa gaib yang telah
telah diislamisasi). Selain itu dijumpai juga lagu-lagu hikayat, yang umum disebut
syair. 1 Terdapat juga musik hiburan: dedeng, gambang, musik pengiring silat,
musik tari piring (disebut juga lilin atau inai).
Kemudian “musik” pada masa Islam, di antaranya adalah azan (seruan
untuk shalat), takbir (nyanyian keagamaan yang dipertunjukkan pada saat Idul Fitri
dan Idul Adha), qasidah (musik pujian kepada Nabi), marhaban dan barzanji
(musik yang teksnya berdasar kepada Kitab Al-Barzanji2 karangan Syekh Ahmad
Al-Barzanji abad 15). Di samping itu dijumpai pula barodah (seni nyanyian diiringi
gendang rebana dalam bentuk pujian kepada Nabi Muhammad), hadrah (seni
musik dan tari sebagai salah satu seni dakwah Islam, awalnya adalah seni kaum
sufi), gambus/ zapin (musik dan tari dalam irama zapin yang selalu dipergunakan
dalam acara perkawinan), dabus (musik dan tari yang memperlihatkan kekebalan
penari atau pemain dabus terhadap benda-benda tajam atas ridha Allah), dan syair
(nyanyian yang berdasar kepada konsep syair yaitu teks puisi keagamaan), dan lainlain.
Pada masa pengaruh Barat, terdapat musik dondang sayang (musik dalam
tempo asli (senandung), satu siklus ritme dalam 8 ketukan dasar, iramanya lambat
1
Syair adalah satu jenis sastra dalam kebudayaan Melayu, yang tumbuh dan berkembang dari
proses inovasi dari dalam kebudayaan Melayu, walaupun istilahnya sendiri diadopsi dari budaya
Arab dan Persia, namun bentuk, norma, isi, dan fungsinya khas Melayu. Syair ini biasanya disajikan
menggunakan melodi, meggunakan rima, berbentuk naratif dan non-naratif. Perbedaan utama syair
dengan pantun adalah di dalam syair tidak digunakan sampiran dan isi, yang ini menjadi dasar utama
dalam pantun.
2
Kitab Al-Barzanji digubah oleh seorang ulama yang bernama Sheikh Ahmad Al-Barzanji.
Diperkirakan kitab ini ditulisnya pada abad kelima belas. Secara umum Kitab Al-Barzaji ini berupa
riwayat tentang Nabi Muhammad SAW. Isinya berupa syair-syair yang sangat memperhatikan
keterkaitan baris, dikumpulkan dalam bait demi bait. Demikian pula diksi-diksinya yang syarat
dengan aspek estetis, puitis, dan makna-maknanya yang religius.
35
yang awalnya adalah untuk menidurkan anak, dan kemudian menjadi satu genre
yang terkenal, terutama di Melaka). Selanjutnya ronggeng dan joget (tari dan musik
sosial yang mengadopsi berbagai unsur tari dan musik dunia, dengan rentak inang,
joget, dan asli), pop Melayu (yaitu lagu-lagu Melayu yang digarap berdasarkan
gaya musik kontemporer Barat). Pengaruh Barat ini dapat dilihat dengan
didirikannya kumpulan-kumpulan kombo atau band yang terkenal di antaranya
band Serdang dan Langkat di Sumatera Timur.
Genre musik Melayu tersebut sebenarnya adalah mencerminkan aspekaspek inovasi seniman dan masyarakat Melayu ditambah dengan akulturasi secara
kreatif dengan budaya-budaya yang datang dari luar. Masyarakat Melayu sangat
menghargai aspek-aspek universal (seperti yang dianjurkan dalam Islam), dalam
mengisi kehidupannya.
Para seniman musik dan tari Melayu tradisi lazim mengklasifikasikan musik
dan tari berdasarkan rentak yang digunakan. Dalam hal ini secara umum music dan
tari Melayu terdiri dari rentak-rentak: (A) senandung atau asli yang bertempo
lambat (yaitu sekitar 60 ketukan per menit) dengan siklus rentak delapan ketukan
dasar, contoh musik dan tari ini adalah Makan Sirih, Sri Mersing, Patah Hati, dan
lain-lain. (B) Mak inang atau inang, yaitu musik dan tari yang rentaknya sedang
(dengan ketukan dasar sekitar 110 per menit), meternya empat dalam satu siklus,
contohnya musik dan tari: Mak Inang Selendang, Mak Inang Pak Malau, Mak
Inang Pulau Kampai, Mak Inang Srii Langkat, dan lain-lainnya. (C) Lagu dua atau
joget, yaitu rentak yang cepat dengan tanda birama 6/8, diperkirakan secara
etnomusikologis diasopsi dari rentak tari dan musik branle Portugis. Rentak ini
selalu digunakan untuk mengiringi tari0tarian rentak joget. Musik dan tari rentak ini
36
contohnya: Joget Serampang Laut, Joget Pahang, Joget Pancang Jermal,
Serampang Dua Belas (Pulau Sari), dan lain-lainnya.
Selanjutnya, (D) Zapin, yaitu rentak bertempo sedang, dengan meter 4 pada
satu siklus, diolah secara estetis dari tari dan musik zapin, yang berasal dari Negeri
Yaman (Hadralmaut), awalnya digunakan dalam upcara-upacara perkawinan.
Contoh musik dan tari zapin adalah: Lancang Kuning, Selabat Laila, Bulan
Mengambang, Zapin Deli,. Zapin Serdang, Zapin Kasih dan Budi, Zapin
Persebatian, Zapin Puan, Zapin Menjelang Maghrib (karya Yos Rizal Firdaus dan
Rizaldi Siagian), Zapin Tampi (karya Tengku Sitta), Zapin Ya Salam, dan lainlainnya. (E) Rentak patam-patam, yang bertempo cepat dengan meter dua,
merupakan kelipatan dari rentak inang, dan selalu digunakan untuk mengiringi tari
silat. (F) Rentak-rentak yang berciri khas daerah-daerah Melayu tertentu saja,
misalnya gubang dari Asahan dan Batubara, Demikian pula rentak-rentak musik
dan tari pada teater makyong, rentak-rentak musik dan tari pada teater bangsawan,
Dendang Siti Fatimah, dan lain-lainnya. Demikian klasifikasi berdasarkan rentak
musik dan tari.
Seterusnya, berdasarkan aspek fungsional, maka nyanyian (lagu) hiburan
sambil kerja (working song) atau dalam konteks bekerja juga terdapat dalam
kebudayaan Melayu. Musik seperti ini biasanya dilakukan dalam rangka bercocok
tanam, bekerja menyiangi gulma, menuai benih, mengirik padi, menumbuk padi,
sampai menumbuk emping. Begitu juga dengan nyanyian sambil bekerja di laut,
yang dikenal dengan Sinandung Nelayan atau Sinandung Si Air dan Gubang yang
dijumpai di kawasan Batubara, Asahan, dan Labuhanbatu.
37
Sebagai masyarakat yang egaliter, terbuka menerima pengaruh luar, maka
akulturasi dengan kebudayaan luar menjadi sebuah fenomena yang menarik dalam
budaya Melayu. Dalam musik tradisional Melayu, berbagai unsur musik asing
mempengaruhi perkembangannya baik dari alat-alat musik maupun nyanyian.
Pengaruh itu misalnya dari India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Barat. Unsur-unsur
musik yang datang dari Indonesia juga memiliki peran strategis dalam
perkembangan musik Melayu di Malaysia, Singapura, dan wilayah budaya melayu
lainnya, seperti musik gamelan, angklung, talempong, dan lainnya. Berbagai musik
yang terdapat di Sumatera dan Jawa juga terdapat di Semenanjung Malaysia dan
Singapura, seperti gambus, keroncong, kecapi, ronggeng, dan sebagainya.
Seterusnya hubungan kultural antara rakyat yang diperintah dan golongan
yang memerintah juga terekspresi dalam seni musik. Nobat merupakan ensambel
musik yang menjadi lambang kebesaran negara, dan berhubungan dengan struktur
sosial masyarakat. Secara etnomusikologis, nobat diperkirakan berasal dari Persia
(Iran sekarang). Perkataan nobat berasal dari akar kata naba (pertabalan), naubat
berarti sembilan alat musik. Kata ini kemudian diserap menjadi salah satu upacara
penobatan raja-raja Melayu. Nobat yang dipercayai berdaulat telah diinstitusikan
sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka pada abad kelima belas. Ensambel musik
ini biasanya memainkan berbagai jenis lagu yang khas dan orang yang
memainkannya dihidupi oleh kerajaan dan disebut dengan orang kalur (kalau).
Alat-alat musik nobat dipercayai mempunyai daya magis tertentu, dan tak semua
orang dapat menyentuhnya. Nobat menjadi musik istiadat (upacara) di istana-istana
Melayu Patani, Melaka, Kedah, Perak, Johor, Selangor, Terengganu, Deli, Serdang,
Siak, dan lainnya. Alat-alat musik nobat yang menjadi dasar dalam kesatuan
38
ensambelnya adalah: gendang, nafiri, dan gong. Selain itu, serunai, nobat besar
dan kecil, dan gendang nekara juga dipergunakan.
Kemudian, ensambel gamelan yang berasal dari Tanah Jawa, juga menjadi
bagian dari musik istana di pada kesultanan-kesultanan Melayu. Pada akhir abad
kesembilan belas, sudah terdapat kelompok musik gamelan diraja di istana Sultan
Riau-Lingga dan Pahang. Joget gamelan Lingga tidak mempunyai pelindung ketika
Sultan Lingga terakhir turun takhta dan pindah ke Singapura tahun 1912. Namun
ketika Sultan Ahmad dari Pahang wafat tahun 1914, putrinya Tengku Mariam yang
kawin dengan Sultan Sulaiman dari Terengganu, membawa musik gamelan ke
Terengganu dan dinamakan gamelan diraja Terengganu (Takari dan Heristina
Dewi, 2008).
Selain itu, di dalam budaya Melayu dikenal pula ensambel makyong yang
mengiringi teater makyong. Alat-alat musik yang dipergunakan adalah rebab,
gendang anak, gendang ibu, gong ibu, gong anak, dan serunai. Dalam
pertunjukannya, makyong mempergunakan unsur-unsur ritual. Teater ini memiliki
lebih dari 100 cerita dan 64 jenis alat musik, dan 20 lagu. Di antara lagu-lagu
makyong yang terkenal adalah Pak Yong Muda, Kijang Mas, Sedayung, Buluh
Seruan, Cagok Manis, Pandan Wangi, dan lainnya (Nasuruddin, 2000).
Wayang kulit juga memiliki unsur-unsur musik tersendiri, menjadi suatu
bentuk seni pertunjukan untuk masyarakat umum. Di antara lagu-lagu dalam
wayang kulit Melayu yang terkenal adalah lagu Bertabuh yang menjadi lagu
pembuka pertunjukan. Selain itu lagu Seri Rama, Rahwana Berjalan, Maha Risi,
Pak Dogol, dan lainnya.
39
Selanjutnya, pada genre pertunjukan main puteri (boneka yang diisi roh)
tampak adanya unsur magis yang dipandu oleh dukun (bomoh). Genre ini
mengekspresikan kepercayaan masyarakat Melayu kepada alam-alam ghaib, namun
disesuaikan dengan asas ajaran-ajaran agama Islam.
Pada genre hadrah, marhaban, zikir, tampak pengaruh yang diserap dari
Timur Tengah. Pada genre-genre ini aspek ajaran-ajaran agama Islam muncul.
Biasanya alat musik yang menjadi dasarnya adalah jenis rebana. Genre musik
seperti ini memainkan peran penting dalam berbagai aktivitas sosial seperti upacara
perkawinan, khitanan, dan khatam Al-Qur’an.
Di dalam kebudayaan Melayu, di Semenanjung Tanah Melayu terdapat pula
boria adalah sebuah genre musik dan tari yang diperkirakan berkembang dan
berasal dari Pulaupinang. Pertunjukan boria umumnya dilakukan pada awal
(tanggal 1 sampai 10) bulan Muharram setiap tahun. Pada saat itu setiap kumpulan
boria pergi ke suatu tempat yang dianggap dan diasosiaasikan sebagai Padang
Karbala, dan sebagai tempat penolak bala. Genre musik dan tarian ini berhubungan
dengan kelompok muslim dari Persia untuk memperingati kemenangan mereka
dalam perang bersama dengan Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, selepas
era khulafaur rasyiddin. Secara historis, boria ini masuk ke dalam kebudayaan
Melayu bersama kedatangan orang-orang Hindustani pada saat Pulaupinang dibuka
oleh Inggris.
Pengaruh musikal Hindustani lainnya dalam kebudayaan Melayu terdapat
pada genre ghazal. Pertunjukan ghazal adalah satu genre musik Melayu yang kuat
dipengaruhi budaya musik Hindustani. Di dalamnya terdapat alat musik sarenggi,
sitar, harmonium, dan tabla. Orang-orang Melayu menerima musik ini karena
40
berkaitan erat dengan fungsi keagamaan. Lagu-lagunya sebagian besar memuji
Allah dan Nabi Muhammad. Alat-alat musik Hindustan seperti harmonium dan
tabla tetap dipergunakan. Di sisi lain, alat musik sarenggi digantikan biola; dan
sitar digantikan gambus, dan ditambah gitar.
Genre keroncong tumbuh dan berkembang di dalam kebudayaan Melayu di
Semenanjung Tanah Melayu, yang sangat kuat dipengaruhi oleh tradisi keroncong
di Indonesia. Awalnya keroncong muncul di daerah Tugu Jakarta, yang merupakan
musik paduan antara budaya setempat dengan Portugis. Genre musik ini
menggunakan alat-alat musik Barat, seperti: biola, ukulele, cuk, bas akustik, drum
trap set, dan lainnya dengan gaya melismatik dan up beat yang menghentak-hentak.
Lagu-lagu seperti Bengawan Solo, Keroncong Moresko, Sepasang Mata Bola,
Jembatan Merah, merupakan contoh-contoh lagu keroncong yang populer di Alam
Melayu.3
Komedi stambul adalah genre seni hasil pertemuan (akulturasi) antara
budaya Melayu Semenanjung Malaysia dengan Melayu di Indonesia yang
berasaskan cerita Arabian Nights atau ceritas seribu satu malam. Genre musik ini
menggabungkan unsur-unsur musik Barat dan Asia yang menyebabkan dapat
3
Di Johor Malaysia seni keroncong ini menjadi salah satu materi siaran setiap malam di
radio-radio di kawasan tersebut. Realitas sosial ini dilatarbelakangi oleh kecintaan Sultan Johor
kepada musik keroncong. Di Nusantara juga ditemui perkembangan keroncong di setiap kawasan.
Penelitian-penelitian dilakukan terhadap genre kesenian ini. Di antaranya adalah: (1) Sudiro Agus
Riyanto, 1996. Eksistensi Keroncong Tugu dalam Aktivitas Kehidupan Masyarakat Kampung Tugu,
skripsi sarjana di ISI Yogyakarta; (2) Yapi Tambayong, 2000. “Keroncong, Dangdut, Prejudis,
kekuasaan” dalam koran Kompas 1 Januari; (3) Harmunah, 1994.Musik Keroncong, Yogyakarta:
Pusat Musik Liturgi; (4) Abdulrachman, 1992. Keroncong Tugu, Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI;
(5) Victorius Ganap, 1999. “Tugu Village: A Historical Monument of Kroncong Music in the
Indonesian Cultural Map,” Laporan Penelitian, ISI Yogyakarta; (6) Bronia Kornhauser, 1978. “In
Defence of Kroncong,” Monash Papers on Southeast Asia No. 7, Center of Southesat Asian Studies,
Monash University; (7) Ernst Heins, 1975, dalam tajuk “Kroncong and Tanjodor: Two Cases of
Urban Folk Music in Jakarta,” dalam Asian Music, vol. VII No. 1; dan lain-lainnya.
41
menarik minat segenap lapisan masyarakat. Pengaruh musik dari Timur Tengah
dalam kebudayaan Melayu adalah gambus atau zapin.
Musik Barat populer sejak etnik Melayu berinterkasi dengan budaya Barat
yaitu sejak awal abad keenam belas. Masyarakat Melayu menyerap genre-genre
musik dan tari seperti: fokstrot, rumba, tanggo, mambo, samba, beguin, hawaian,
wals, suing, blues, bolero, dan sebagainya. Rentak jazz dan swing juga sangat
populer dalam lagu-lagu Melayu. Genre-genre seperti ini lazim dipertunjukkan
dalam seni ronggeng atau joget Melayu.
Genre musik lainnya adalah ronggeng atau joget. Musik ini adalah hasil
akulturasi antara musik Portugis dengan musik Melayu. Di Sumatera Utara genre
ini juga mengambil unsur-unsur musik etnik, seperti Karo, Batak Toba,
Simalungun, Minangkabau, Jawa, Banjar, dan lain-lain. Musik ronggeng terdapat di
kawasan yang luas di Dunia Melayu. Genre musik dan tari ronggeng adalah seni
pertunjukan hiburan yang melibatkan penonton yang menari bersama ronggeng
yang dibayar melalui kupon atau tiket dengan harga tertentu. Tari dan musik
ronggeng termasuk ke dalam tari sosial, yang lebih banyak melibatkan perkenalan
antara berbagai etnik, bangsa, dan ras. Di dalam seni ronggeng juga terdapat unsur
berbagai budaya menjadi satu. Hingga sekarang seni ini tumbuh dan berkembang
dengan dukungan yang kuat oleh masyarakat Melayu, walau awalnya dipandang
rendah. Demikian sekilas keberadaan musik Melayu di Asia Tenggara.
2.4.2 Genre Musik Islam di Medan
Seiring dengan berkembangnya group musik di kota Medan, maka pada
tahun 1960-an peta permusikan di kota Medan mulai terdesak dengan kehadiran
42
musik rock dan musik lainnya yang lebih menggairahkan. Maka group musik
tersebut memasukkan elemen-elemen musik Melayu ke dalam lagu-lagu yang
mereka bawa. Namun demikian
bukan berarti musik ini berawal dari Barat.
Karakter yang ada adalah sesuai dengan karakter asli Indonesia baik dari idiom,
gaya, dan liriknya semua dapat dikatakan mencerminkan budaya Indonesia.
Pada era 1960-an inilah masa hangat-hangatnya
disebut dengan istilah
kembali kepada kepribadian Indonesia melawan pengauh musik Barat ataupun
kebudayaan asing di nusantara. Pada awal tahun 1970-an qasidah gambus mulai
berkembang seiring dengan qasidah rebana. Qasidah gambus diiringi dengan alat
musik yang biasanya terdiri dari gambus, biola, seruling, gendang, tabla, dan
sebagainya.
Biasanya mereka membawakan lagu-lagu dakwah atau lagu-lagu yang
bertemakan keagamaan, dengan melodi dan irama bergaya Timur Tengah. Pada
masa yang sama wujud orkes musik gambus biasanya juga membawakan lagu-lagu
asli Timur Tengah. Di antara orkes-orkes musik di Kota medan yang amat terkenal
adalah orkes musik El Suraya yang berdiri pada tahun 1964. Awal pembentukan
ataupun latar belakang berdirinya orkes musik El Suraya
dikarenakan sangat
sedikitnya lagu-lagu bernafaskan Islam serta anjuran dari teman-teman Ahmad
Baqi yang menggeluti bidang agama di Pesantren Darul Ulum Tapanuli Tengah.
Berdirinya orkes musik El Suraya di kota Medan, dengan tujuan agar menjadi
suatu bukti bahwa di antara pemusik (Ahmad Baqi) dan ulama (sahabat-sahabatnya
43
Ahmad Baqi yaitu Al. Ustad Azra’i Abdul Rauf dan H. Abdul Razak kedua-duanya
sebagai guru qori4 International di kota Medan, foto terlampir pada lampiran).
2.4.2 Genre Musik Rock Melayu
Pada tahun 1988 s/d 1993 adalah masa era keemasan rock Melayu Malaysia.
Betapa begitu banyaknya band-band rock baru bermunculan dengan albumnya
seperti Arena, Lestari, Aryan, Melissa, Handy Black, Kejora, Zodiak, Putra,
Fotograf, GAMMA, Teras, Blackrose, CRK, Hidayu, Qiara, Garuda, Olan, Sweat,
Ekamatra, Mercury, Lipan Bara, Iklim, Scarecrow (MASA), Sera, Menara, Evolusi,
Erat, Garuda, Skala, Dinamik, Okid, Analisis, Dayana, Vagrant, Rajawali, G.E.T,
Stra T.G, Illusi, Les Mayor, Loving Born, Strangers, Desire, Cinema, Sherox,
Crossfire, Metafora, Terra Rossa, XPDC, Wild Age, UG14, Teja, MAY, Viking,
Hevea, Belantara, dan banyak lagi.
Lalu di Singapura juga ada band rock seperti Lovethunters, FF (Flaying
Funeral), Justice, Aces, Oblivion, Rockerz/s, Rusty Blade, Helter Skelter dan
banyak lagi. Hingga dari Brunai Darussalam pun sempat juga meramaikan dengan
adanya band Printis. Lalu banyak juga musisi laki-laki tampil secara solo seperti
Rahim Maarof, Kamal, Ramli Sarif, Azmeer, dan lain-lain. Penyanyi solo wanita
yang distilahkan dengan Awek Rocker juga ikut ambil bagian seperti Ella, Wohnen,
Tila, Shima, dan lain-lain. Sementara itu juga ada bermunculan band-band yang
4
Qori adalah pembaca Kitab Al-Qur’an, jenis kelamin lakilaki, dan ilmu dasarnya disebut
dengan tajwid, dalam konteks keilmuan Al-Qur’an di dalam agama Islam. Untuk pembaca kitab AlQur’an berjenis kelamin wanita disebut dengan qoriah. Setiap qori dan qoriah biasanya membaca
Al-Qur’an dengan menggunakan sistem tangga nada dan ritme yang terdapat dalam peradaban Arab,
yang disebut dengan sistem maqam (dimensi nada) dan iqa’at (dimensi waktu). Sistem maqam yang
digunakan para qori dan qoriah di Indonesia, umumnya mengacu kepada maqam yang terdapat di
Mesir. Di antara maqam yang digunakan dalam membaca Al-Qur’an ini adalah: bayati, sama’ani,
nahawand, jiharkah, hijaz, yaman hijaz, husaini, dukkah, sikkah, yaman sikkah, kurd, dan lainlainnya.
44
lebih memilih dengan membawa aliran underground dari subgenre Trash Metal,
Black Metal seperti Cromok, FTG, Samurai, dan lain-lain .
Pada masa era keemasan rock Melayu Malaysia pada tahun 1988 masa itu
ternyata bukan tanpa masalah. Band-band rock tidak diperkenankan dan
”diharamkan” berada di ruang stasiun elektronik milik Kerajaan Malaysia, seperti
Radio dan Televisyen Malaysia (RTM). Hal ini disebabkan oleh penampilan dari
kebiasaan
mereka
berambut
gondrong
dan
berpakaian
glamour
seperti
menggunakan celana ketat, baju tanpa lengan, adapun yang lengkap dengan jaket
kulit berwarna hitam yang dipandang negatif oleh masyarakat dan pihak kerajaan.
Bila ingin tampil mereka harus memotong rambut mereka dan berpakaian lebih
sederhana dan sewajarnya, itu pun lagunya dibatasi dengan irama slow rock dan
rock balada. Sedangkan irama heavy metal, rock n’roll, hard rock dibawakan pada
saat
konsert saja.
Hal ini merugikan industri musik Malaysia
dalam
perkembangannya. Namun saluran media swasta yaitu TV3 pada saat itu ternyata
tidak menghalangi menampilkan band-band rock. Sehingga banyak dari mereka
berpindah ke stasiun tersebut dan menjadikan TV3 sebagai tempat saluran utama
band-band rock untuk mengasah bakatnya.
Kepopuleran rock Melayu Malaysia pada masa keemasannya juga sampai
ke Indonesia, ditandai dengan kemunculan Search dengan lagu hits andalannya
yaitu Isabela di tahun 1989 dan sempat dibuat filmnya dari judul lagu tersebut pada
tahun 1990 yang dibintangi oleh pemeran utama Amy Search dan Nia Zulkarnain.
Kemudian banyak band-band rock Malaysia bermunculan membanjiri pasar
Indonesia dari media elektronik seperti radio dan televisi serta kaset albumnya. Di
antaranya Iklim, MAY, Ruhil & Metal Child, Dinamik, Arena, Wings, Ukays
45
(Ukay), Senario, Samudera, Damasutra, S.O.S, Sweat, Mercury, Mega, Dinamik,
Sofea, Ekamatra, XPDC, Kalahari, Classmate, Gersang, GAMMA, Melissa, Lipan
Bara, Cinema, Exists (Exist), Lela, Menara, Febians, Spring, Okid, Lagenda, Alfa,
Roses, dan banyak lagi. Salah satu perusahan label kaset album rock Malaysia di
Indonesia adalah Akurama Records (Indonesia). Pada masa itu Akurama Records
tidak pernah mengedarkannya dalam bentuk keping CD.
Selanjutnya bermunculan perusahaan label record lain dari Indonesia yang
mengedarkan kaset album rock Malaysia seperti Blackboard, Musica Studios, EMI,
dan lain-lain. Antara edaran album rock Malaysia di Indonesia dengan di Malaysia
berbeda. Album Rock Malaysia di Indonesia biasanya menggunakan lagu andalan
atau hits sebagai nama albumnya atau diganti dari asal nama albumnya. Uniknya
mereka (musisi/penyanyi band rock dari Malaysia) tidak terlalu mengetahui
ternyata albumnya juga sampai dipasarkan ke Indonesia. Hasil keuntungan dari
penjualan album yang berada di Indonesia hanya diraup oleh pihak pengedar.
Rupanya di awal tahun 1990-an muncul juga band-band rock dari Indonesia
sempat terpengaruh dari rock Malaysia seperti band Caesar, Keyboard Rock Band,
Lochness,dan lain-lain. Lalu ada juga penyanyi wanita seperti Cut Irna, Poppy
Mercury, Inka Christie, kemudian ada Nike Ardilla yang merupakan didikan dari
Deddy Dores. Deddy Dores yang sebelumnya pernah bermain band bersama
Lipstik dan Caezar cukup andil besar terhadap perkembangan musik rock Melayu
di Indonesia dengan karya-karya nya yang berimakan slow rock, sebagian besar
bertemakan tentang cinta. Begitu Banyak sudah Deddy Dores mempopulerkan
penyanyi Lady Rocker seperti Anie Carera, Tiara, Tresita, Nin Samantha, Mayang
Sari, Lady Avisha, Ikko, dan lain-lain.
46
Begitu luar biasanya kepopuleran musik Malaysia sempat menguasai pasar
di Indonesia membuat keberadaan mereka dibatasi. Bila ingin tampil di televisi
(Stasiun Televisi Republik Indonesia/ TVRI pada saat itu) dan stasiun radio mereka
harus mengubah atau menyesuaikan judul dan lirik lagu ke dalam bahasa Indonesia.
Selain itu ada juga penyanyi solo dari Malaysia mesti berduet dengan penyanyi
Indonesia juga pada albumnya seperti apa yang dilakukan
oleh Amy Search
dengan Inka Christie, Rahim Maarof dengan Conny Dio, dan lain-lain.
Kembali kepada perkembangan musik rock Malaysia dan Singapura pada
pertengan tahun 1990-an muncul istilah populer untuk sebutan rock Melayu yaitu
rock kapak. Entah kapan, dari mana dan siapa secara jelas yang memulai istilah
rock kapak ini. Ada yang bilang ceritanya dulu ketika ada sekumpulan anak-anak
muda di pinggir jalan sedang menyanyi dengan gitarnya membawakan lagu dari
band Search tanpa diduga ada masyarakat yang sedang membawa kapak mengejar
mereka karena menggangu ketentraman kampung. Lalu ada juga yang bilang bandband rock tersebut memainkan drumnya seolah-olah sedang menabuh (benda)
kapak. Namun rock kapak dapat dipahami sebagai istilah untuk penyebutan rock
dulu-dulu. Seumpama kapak adalah benda zaman batu (purbakala) dibandingkan
sekarang berada di zaman lebih modern. Istilah selain Rock Kapak atau Era Rock
Kapak juga ada yang cukup populer seperti Rock Zaman Batu, Rock Dulu-Dulu,
Rock Klasik, Rock Otai, Era (Kegemilangan) Rock, Rock Kangkang. Untuk musisi
yang berambut gondrong dengan segala atribut pakaiannya sudah ada sejak era
80an diistilahkan ”sempoi” oleh anak-anak muda ataupun mereka yang
berpenampilan sama. Di awal 90-an ada juga muncul istilah untuk sebutan lagu
slow rock yaitu tangkap lentuk/lentok. Kebanyakan lagu-lagunya adalah
47
bertemakan tentang cinta namun ada juga tentang ketuhanan dan sosial walau tidak
terlalu didominasi. Istilah selain tangkap lentok adalah seperti Rock Leleh, Rock
Cintan. Keunikan dari ciri khas musik slow rock mereka adalah kadang biasanya
menambahkan berupa instrumen Melayu dengan balutan distorsi gitar elektrik
ataupun akustik. Ada juga dipadukan dengan istrumen keyboard. Lalu ciri khas lain
permainan dari peran lead guitar biasanya akan menampilkan gitar solo pada
pertengahan dimasa lagu sedangkan peran ritme gitar lebih sebagai pelengkap lead
guitar. Selain itu lirik yang puitis dari estetika bahasa yang indah juga menjadi
kelebihannya
Semenjak itu dari perkembangannya juga di Indonesia, masyarakat lebih
mengenal musik rock Malaysia pada awamnya telanjur disebut sebagai istilah slow
rock Melayu selain itu ada juga yang mengistilahkannya dengan sebutan rock
Melayu, Malaysian blues, dan rock balada Malaysia, Musik Melayu. Musisi
band/penyanyinya pun juga ikut telanjur disebut slow rock Melayu oleh masyarakat
Indonesia sendiri. Istilah rock kapak tidak begitu populer di Indonesia. Kalaupun
ada yang pernah dengar istilah ini mungkin akan terdengar unik, aneh dan lucu.
Sebenarnya bila mendengar
musik mereka yang berirama cadas dari segi
permainan musikalitasnya tidak perlu diragukan, skill mereka juga tinggi, ganas,
liar dan berani.
Pada perkembanganya pada tahun 1994 sampai 1997 masih banyak kembali
band-band rock pendatang baru bermunculan seperti Stings, EYE, Umbrella, Leon,
To’ki, Screen, Versi, AXL’s, Fair, Arrow, Espiranza, Data, Sejati, Samudera, dll
serta band-band 80-awal 90-an ada yang kembali aktif. Dalam masa ini penampilan
cara berpakaian mereka cenderung mulai lebih polos dari sebelumnya. Mereka
48
tidak lagi berpenampilan glamour. Rambut gondrong masih ada namun tidak terlalu
mendominasi lagi. Musik berirama slow rock masih menjadi andalan mereka
namun masih ada tetap terselip lagunya yang berirama cadas.
Kemudian pada tahun 1997 sampai 2001 band-band pendatang baru dengan
suasana lebih segar dan mulai kearah modern memberikan suasana baru dalam
perkembangannya seperti adanya Scoin, Spin, Scorr, Jelmol, Sup, Spoon, Data, dll.
Ciri khas musik mereka begitu lebih kental nuansa kemelayuannya secara totalitas.
Warna suara sang vokalis terdengar mengalun mendayu-dayu serasa merintih.
Biasanya lirik lagu bertemakan tentang cinta kesedihan yang mengharu biru.
Kemudian muncul lagi istilah populer yaitu rock jiwang untuk sebutan mereka.
Tidak bisa dimungkiri istilah rock jiwang menjadi sebuah subgenre baru untuk rock
Melayu selain rock kapak. Pada masa itu juga hadir band-band baru dari
sekumpulan anak-anak muda remaja seperti New Boyz, Boboy, Q-face, dll yang
mengusung aliran Slow/Pop Rock. Istilah rock jiwang boleh juga disebut lagu-lagu
slow rock yang berada di era 80-an dan awal 90a-n. Rupanya keberadaan seperti
Search, MAY, Wings, Handy Black, Bloodshed, dan puluhan band lain dari
angkatan era lama masih tetap terdengar gaungnya dan tetap berjaya hingga awal
tahun 2000an.
Kembali ke Indonesia pada tahun 1997 sampai 2001 rock Melayu masih
tetap ada pengaruhnya. Deddy Dores masih tetap menghadirkan penyanyi-penyanyi
Lady Rockers dengan karya-karyanya yang sering menjadi hits. Adapun penyanyi
wanita yang dihadirkan dari hasil pencarian (audisi) seperti Sonia yang berasal dari
Bandung, Jawa Barat di mana lagu-lagunya sebagian besar adalah karya Iwan.
Kemudian juga penyanyi solo laki-laki seperti Rudiath, Iwan, Ferhad Najib,
49
Darmansyah, Sultan, Adi Sahrul, dan lain-lain. Lalu ada band Gen Rose kemudian
ada Fenomena dari Jakarta tahun 1998 dan band Asahan dari Kabupaten Asahan,
Sumatera Utara tahun 1999 meramaikan musik rock Melayu. Tidak sedikit
masyarakat Indonesia sendiri mengira mereka adalah artis penyanyi dari Malaysia
lantaran aliran musik yang mereka bawa.
Pada tahun 1999 musik dan edaran album Rock Malaysia berangsur mulai
dibatasi di Indonesia. Hingga tahun 2005 sudah jarang atau tidak terlihat lagi.
Kalaupun ada album baru dari mereka itupun cuma beberapa saja yang beredar
ataupun album kompilasi dari ambilan lagu-lagu lama. Perkara ini ternyata sedikit
terobati dengan hadirnya penyanyi-penyanyi beraliran slow rock nuansa Melayu
dari Padang, Sumatera Barat seperti Thomas Arya, Nelson’s, Yelse kemudian
tahun-tahun berikutnya muncul pendatang baru dari daerah tersebut seperti Febian,
Rhiena, Jhon Kinawa, Anton, Delta, Yulis Udo, Vina, JQ, Guslian, Sania, Boy
Sandy, Rhenyma, dan lain-lain.
Sejak tahun 2001 hingga memasuki lewat 2010 industri musik Malaysia
didominasi oleh musik dari Indonesia. Ada beberapa band lama seperti Exists yang
sejak 2001 sudah mengubah alirannya menjadi rock progresif dan unsur
kemelayuannya sudah diminimalisir. Kemudian banyak band-band baru hadir
dengan memilih kejalur indie. Kalau di engar sekilas mirip dengan lagu band-band
Indonesia. Lirik lagu nya juga cenderung lebih sederhana dari kosa kata yang
awam sering didengar. Namun dalam keadaan itu ternyata band-band dengan aliran
underground dari subgenre Black Metal, Trash Metal, Nu Metal, dan lain-lain.
muncul memeriahkan dalam industri musik Malaysia dan juga Singapura seperti
hadirnya kembali band Cromok, lalu ada juga hadir seperti Metalasia, Sil Khannaz,
50
Herriot, As-Sahar, dan lain-lain. Kemudian ada band baru seperti Khalifah yang
membawa aliran dari pengaruh Rock Kapak 80-90an dengan kombinasi yang lebih
modern dari aliran Hard Rock berbalut nuansa ala Timur Tengah, unsur
kemelayuan juga masih ada.
Musik rock Melayu tidak bisa dimungkiri menjadi bagian dari genre atau
aliran musik yang berkembang di negara serumpun (Malaysia, Singapura,
Indonesia, dan Brunai Darussalam) dan memiki penikmatnya sendiri yang juga
banyak. Walaupun kadang dari kalangan masyarakat aliran ini menyebutnya
dengan istilah musik cengeng, kampungan, ketinggalan zaman, kuno, dan
sebagainya. Semoga dengan mengetahui sejarah dan filosofi dari musik Rock
Melayu membuat kita tidak langsung serta merta hanya memproklamirkan sebuah
lagu slow rocknya saja dengan ciri khasnya vokalnya yang mendayu-dayu
melengking dengan balutan khas distorsi musik instrumen melayu nya. Jangan pula
dibilang musik yang berirama cadas bukan tidak berarti juga masuk bagian dari
rock Melayu. Harapannya musik rock Melayu dapat berkembang dan dapat sejajar
dengan genre musik lain seiring dengan perkembangan zaman yang ada dan hadir
dengan menciptakan karya-karya yang baru.
Musik adalah satu cabang kesenian yang disajikan melalui dimensi nada dan
ritme, baik itu untuk hiburan pribadi maupun hiburan yang dapat dinikmati secara
bersama-sama. Hiburan itu dapat dibuat berdasarkan kebutuhan diri sendiri atau
juga yang dibuat untuk orang lain. Pada awalnya hiburan yang bersifat tradisional
dibuat untuk kebutuhan sendiri dan tertutup bagi orang lain. Namun belakangan
sudah mulai dapat dinikmati oleh orang lain dalam bentuk pertunjukan musik.
51
1.1 Musik Melayu dan Masyarakat Pendukungnya di Medan
Musik tradisional Melayu kembali muncul, seperti musik angkatan
Makyong Serdang pimpinan T. Luckman Sinar, yang mengiringi tari-tarian dari
Himpunan Seni Budaya Melayu Sri Indra Ratu Medan yang penulis pimpin.
Penampilan pertama pada tahun 1976 mendapat respon dari masyarakat, baik
masyarakat Melayu maupun masyarakat daerah lain. Hal itu menunjukkan bahwa
masyarakat masih merindukan jenis musik tersebut. Berbagai perkumpulan dan
organisasi kesenian yang menggunakan alat musik campuran juga muncul di luar
kota.
Selain itu juga tumbuh minat kaum muda untuk membawakan lagu-lagu
Melayu dengan orkes, band, dan musik kecil yang membuahkan aransemen baru
yang terpengaruh musik Barat, seperti tempo cha-cha, mambo, rumba, dan
sebagainya. Kelompok yang terpengaruh tersebut seperti SIRlS Combo pimpinan
Tengku Haji Muhammad Daniel. Dia dan rekanrekannya meneruskan warna dan
corak orkes Tropicana.
Minat masyarakat daerah lain pun semakin besar. Ini ditandai dengan
dibawakannya lagu-lagu Melayu oleh orkes Minangkabau. Bahkan penyanyipenyanyi pop pun sering membawakan lagu-lagu Melayu, seperti lagu Bunga
Tanjung, Seringgit Dua Kupang, Mak Inang Pulau Kampai, dan sebagainya.
Tumbuhnya tari-tari kreasi baru juga menghasilkan aransemen musik Melayu baru,
walaupun sebagian besar lagu yang mengiringi tarian tersebut masih seperti lagulagu yang biasa didengar.
Musik Melayu dipengaruhi oleh musik asing, termasuk musik India yang
membuahkan rentak atau tempo yang disebut chalti. Chalti ini kemudian melejit
52
dan lebih dikenal sebagai musik dangdut. Sebagian orang mengakui bahwa lagu
dangdut adalah lagu Melayu, sedang masyarakat Melayu sendiri ada yang enggan
mengakuinya sebagai lagu Melayu. Jika melihat sejarah, mungkin pengaruh itu ada
pada musik Melayu awal. Sekarang pengaruh tersebut sudah tidak jelas, karena ada
pengaruh lain sehingga berbeda dengan rentak dan tempo chalti. Hal ini belum
penulis ketahui dengan pasti, tetapi merupakan perkembangan baru yang
menambah ragam rentak lagu Melayu yang telah ada dan akan menambah
khazanah musik Indonesia.
Dibukanya jurusan Musikologi Etnik (Etnomusikologi)
pada Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara yang mencantumkan teori dan praktik musik
Melayu telah menumbuhkan harapan cerahnya kehidupan musik Melayu pada masa
mendatang. Dampaknya pada generasi muda sangat positif. Generasi muda di
Sumatera Utara,khususnya Medan tidak lagi merasa “kampungan” bila memainkan
musik tradisi Melayu.
Demikian beberapa catatan yang menandai kemajuan dan perkembangan
musik Melayu di Sumatera Utara saat ini. Dari beberapa kemajuan dan
perkembangan musik Melayu tersebut masih ada yang perlu dibicarakan dan
penulis ingin mengaitkannya dengan tari Melayu, karena keduanya berkaitan erat.
Hampir setiap pergelaran musik diiringi tari dan begitu pula sebaliknya. Frekuensi
penyajian dan wilayah pengenalan dari keduanya telah meluas. Usaha untuk
memperluas lagi dilakukan dengan menambah sarana dan fasilitas, serta dengan
melakukan penggodokan terhadap para pendukungnya secara terus-menerus. Musik
dan tari mendapat tempat dalam masyarakat luas, sehingga mendapat pengaruh dari
beragam kultur yang kemudian membuahkan bermacam-macam gaya.
53
Kita menyadari bahwa setiap perkembangan selalu menuju kemajuan.
Namun perlu diingat bahwa kemajuan itu hendaknya disesuaikan dengan
kepribadian bangsa kita. Perkembangan kesenian daerah harus diselaraskan dengan
ciri khas daerah tersebut agar tidak tercerabut dari akar budayanya. Dalam makalah
ini juga akan dikemukakan arah yang bisa dipegang agar pembicaraan mengenai
tari dan musik tidak membingungkan, karena keduanya mempunyai persamaan dan
perbedaan. Musik atau lagu dan tari Melayu mempunyai kekhasan yang bisa
ditandai dari beberapa hal, misalnya dalam lagu Melayu dikenal istilah gerenek,
tekuk, berenjut, dan sebagainya. Sementara dalam tari dikenal istilah gentan,
terkam, angguk legar, cicing, jinjit, menumit, sauk, dan sebagainya.
Gerak dan gaya khas dan unik dalam tari dan lagu Melayu yang diberi nama
tertentu tersebut akan dapat segera dirasakan oleh orang yang memahami tari dan
lagu Melayu. Memang tidak seluruh penyanyi atau penari dapat melakukan gerak
dan gaya khas Melayu, dan jika ada yang bisa melakukannya, belum tentu sesuai
degan “rasa” orang Melayu. Orang Melayu sendiri tidak dapat menjelaskan yang
dimaksud dengan “rasa.” Hal itu karena “rasa” sangat abstrak dan tidak ada takaran
yang sahih mengenai hal itu. Barangkali “rasa” condong kepada ekspresi jiwa atau
pengungkapan seperti yang ada pada setiap manusia, sehingga “rasa” sulit
diverbalkan.
Pengaruh dari berbagai bentuk dan jenis kesenian yang ada tentu tidak dapat
dihindari. Seorang penata tari tertarik pada suatu gerak tertentu, lalu
mengembangkannya, dan pada proses seperti itu terjadi perubahan nilai estetika
kesenian Melayu, sehingga dalam rentang waktu tertentu kita kehilangan ciri khas
kemelayuannya. Contoh yang ingin penulis kemukakan di sini adalah yang terjadi
54
pada lagu-lagu Melayu. Seorang biduan Minang membawakan lagu Bunga Tanjung
yang dikenal sebagai lagu Melayu. Cara membawakan lagu tersebut akan segera
ditandai oleh pendengaran orang Melayu.
Trend (kecenderungan) Melayu di belantika musik Indonesia mengundang
polemik. Hal ini terjadi seiring adanya komentar dari beberapa musisi tanah air
yang mencap music jenis ini sebagai sebuah degradasi (penurunan mutu). Hal ini
sampai menimbulkan kesan ‘perang dingin’ antara musisi yang –terus terang –
membuat saya suka senyum-senyum sendiri. Sebegitu immaturenya kah musisi
kita?
Dalam wikipedia dijelaskan bahwa perkembangan musik Melayu di
Indonesia telah mulai sejak lama. Dahulu, kita mengenal adanya music Orkes
Melayu yang masih menggunakan gitar akustik, akordeon, rebana, gambus dan
suling sebagai instrument utamanya. Pada periode 50 dan 60-an, orkes-orkes
Melayu di Jakarta ini memainkan lagu-lagu Melayu Deli asal Sumatera (sekitar
Medan). Perlahan, seiring perkembangannya, unsur India mulai juga masuk ke
dalam music Melayu. Ellya Khadam dengan hits “Boneka India”nya merupakan
representasi dari gejala ini. Selain itu masih ada penyanyi lain seperti P. Ramlee
(Malaysia), Said Effendi (dengan lagu Seroja) dan lainnya yang mempopulerkan
genre musik ini.
Tonggak perkembangan musik Melayu (yang berkelindan dengan musik
dangdut) adalah dengan adanya Soneta Group, pimpinan Rhoma Irama di tahun
1970-an. Setelah itu, music Indonesia diwarnai oleh beragam genre yang
merupakan unsur-unsur asing seperti Rock, Reggae, Heavy Metal hingga SKA dan
Grundge (Alternative). Pada masa ini, musik Melayu memasuki periode hiatus alias
55
mati suri. Hal ini terbukti dengan tidak banyaknya musisi baik solo maupun group
yang mengusung genre Melayu. Di periode ini, lagu Melayu yang paling diingat
umum adalah Isabela yang disuarakan grup Searh dari Malaysia.
Namun sebagaimana jenis seni apapun, musik juga mengalami proses
recycle. Unsur-unsur Melayu yang pernah dinyatakan “mati,” usang dan tidak
berseni itu mulai naik daun lagi dengan adanya grup-grup seperti ST 12, Wali,
Hijau Daun, dan lainnya. Bahkan Soneta “reinkarnasi” kembali melalui sosok
Ridho Roma. Inilah fenomena music Melayu secara umum di dunia Melayu
termasuk di Medan dan Sumatera Utara.
1.1.1 Seniman Musik Melayu
Seniman atau tokoh musik Melayu yang cukup terkenal secara nasional atau
internasional antara lain adalah Husein Bawafie. Husein Beliau adalah pemimpin
dari orkes Melayu Chandralela merupaka salah satu tokoh seniman dan tokoh
pembeharu lagu Melayu atau dangdut Indonesia. Ia telah banyak menciptakan lagu
melayu. Lagu Melayu ciptaannya ini memiliki musik yang dinamis dan struktur
lirik lagu yang lebih bebas yang biasannya lagu Melayu memiliki lirik yang
berpantun, dari sinilai Husein Bawafie disebut sebagai pembeharu lagu Melayu.
Lagu yang telah ia ciptakan sekitar 200 lagu.
M. Thahar, merupakan pengarang lagu yang berjudul Cinta Hampa. Lagu
Melayu ini menjadi terkenal selain karena lagunya bagus juga karena suara
penyanyinya yang enak dan bagus untuk didengar.
Muhammad Mashabi, merupakan salah satu penulis lagu dan penyanyi
musik Melayu pada masa 1950-an dan 1960-an di Indonesia. Bersama-sama dengan
56
H. Bawafie dan Munif Bahaswan, ia merombak gaya musik Orkes Melayu Deli
dengan mengganti beberapa instrumen dan struktur lirik dan lagu. Bila sebelumnya
lagu-lagu Melayu Deli berisikan pantun, pada masa mereka musik Melayu mulai
memasukkan tema-tema percintaan. Penggunaan gong pun mulai ditinggalkan.
Tempo lagu lebih cepat. Perubahan yang dilakukan merintis bentuk dangdut
modern seperti yang dikenal sekarang. M. Mashabi pernah berkolaborasi dengan
Ellya, Si Boneka dari India, dan Johana Satar. Beberapa lagu ciptaannya yang
menjadi abadi dapat disebutkan Renungkanlah, Harapan Hampa, Hilng Tak
Berkesan, Kecewa (kini dipopulerkan kembali oleh Iis Dahlia), dan Keluhan Anak
Tiri (lebih dikenal dengan judul Ratapan Anak Tiri, judul film yang menggunakan
lagu ini sebagai soundtracknya). M. Mashabi wafat pada usia muda dan belum
pernah berkeluarga.
Said Effendi, adalah pencipta lagu Melayu di Indonesia yang patut
diperhitungkan prestasinya. Beliau merupakan pelopor lagu Melayu dengan format
songform. Lagu ciptaannya itu dibawakan dengan suara alto bercengkok. Ia adalah
seniman lagu Melayu di era 1950-1970, lagu yang sangat terkenal sampai
mancanegara adalah Seroja. Selain itu, lagu Bahtera Laju menempatkan dirinya
menjadi seniman Lagu Melayu yang sangat diperhitungkan karena kualitasnya
dalam bermusik, baik dari lagu yang ia ciptakan maupun lagu dari karya orang lain
yang ia nyanyikan. Lagu yang ia ciptakan antara lain Bahtera laju, Timang–timang,
dan Fatwa Pujangga.
Tengku Perdana atau Dahlan Siregar, yang menciptakan lagu Pulau Putri,
dan Tengku Zubir yang lebih dikenal dengan nama Tengku Cubit yang
menciptakan Kuala Deli. Lagu ini sangat terkenal di tanah Deli.
57
Usman, menciptakan lagu Dodoi Di Dodoi. Nama-nama pengarang dan
lagunya sudah didaftar oleh Dewan Kesenian Medan dan Bidang Kesenian Kanwil
Depdikbud Sumatera Utara.
Ahmad Setia, pastilah tidak lepas dari gejolak musik irama Melayu yang
mendayu-dayu dan sempat berjaya pada dekade 1950 an hingga 1970-an. Selain
lihai mengalunkan senandung-senandung irama-irama Melayu, Ahmad juga dikenal
mahir memainkan akordion, menabuh kendang, menari Serampang Dua Belas dan
Zapin.
Burhanuddin Usman, adalah pemusik Saksofon dalam kebudayaan Musik
Melayu Peranan Burhanuddin Usman yang bergabung dengan grup orkes “Hitam
Manis” yang kerap dikenal sebagai pengisi acara RRI Nusantara III Medan. Di grup
ini, Ahmad juga piawai menggunakan alat musik akordion, yang sebelumnya sudah
diakrabinya dengan belajar pada Datuk Muhammad Nur.
1.1.2 Penyanyi
Perkembangan musik Melayu sejalan dengan munculnya beberapa penyanyi
Melayu. Beberapa penyanyi legendaris Melayu yang sangat terkenal di era tahun
50-an dan 70-an antara lain: Rubiah, Nur'Ainun, Saloma, Said Effendi, Alfin.
Sementara penyanyi Melayu terkenal di era 80-an ke atas yaitu Asmidar Darwis,
Yan Juned, Susi, Nurul Azmi, Fauziah Idrus, Haida, dan lain-lain.
1.1.3 Penonton Pendukung
Penonton merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam suatu
pertunjukan, khususnya acara musik. Penonton merupakan bagian dari pertunjukan,
58
bisa dibilang mereka adalah pemanis dalam suatu program acara. Sebuah acara
musik tidak akan meriah jika tak ada penonton.
Demikian pula halnya keberadaan penonton pendukung yang sangat
berperan penting sekali untuk menghidupkan suasana sebuah pertunjukan musik
untuk memancing penonton lainnya agar ikut menyanyi, menari, tepuk tangan dan
lain sebagainya.
1.1.4 Pengelola Bisnis Musik Melayu
Pertunjukan Musik Melayu selain bertujuan untuk mempertahankan atau
melestarikan nilai-nilai budaya Melayu juga dijadikan sebagai sumber penghasilan
atau pendapatan dengan cara memberikan hiburan musik, baik dalam upacara adat,
acara pernikahan, khitanan, ulang tahun, dan berbagai bentuk acara lainnya sesuai
permintaan yang punya hajatan.
59
BAB III
GAMBARAN UMUM GRUP MUSIK
AL-AULIA RENTAK MELAYU
3.1 Sejarah Terbentuknya Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu
Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu pertama kali dibentuk tahun 2001 di
Medan yang diprakarsai dan didirikan oleh Nurdin Wahyudi (39 tahun) dengan
niat yang suci dalam mengembangkan budaya Melayu dan Islam khususnya
dalam bidang seni. Beliau pro aktif dalam gerak laju seni budaya khususnya di
Medan dan Sumatera Utara, dan hingga saat ini beliau memegang tampuk
manajemen Al-Aulia Rentak Melayu.
Dari hobi mempelajari musik etnik membuat Nurdin Wahyudi, S.Sos (37
tahun) akhirnya mendirikan Grup Musik Al-Aulia Rentak yang cukup dikenal di
Medan. Nurdin mengisahkan, awalnya Nurdin hanyalah seorang pemain keyboard
biasa yang sudah manggung di beberapa pesta. Kepiawaiannya bermain alat
musik keyboard juga belajar dari abang ke-7 Nurdin. Dengan alasan ingin
menekuni musik etnik Melayu, Nurdin Wahyudi yang biasa disapa dengan Bang
Yudi ini memutuskan untuk gabung pada salah satu grup musik Melayu Asyabab
yang dipimpin oleh Zulfan Efendi Lubis selama 4 tahun.
Ternyata, setelah mempelajari secara dalam tentang musik Melayu, ia
merasa bahwa musik Melayu yang dimainkannya selama ini berbeda dengan
musik Melayu aslinya. Nurdin pun semakin tertantang. Ia pun rela mendapat
honor sedikit asal memperoleh ilmu yang banyak. Setelah merasa cukup
memahami musik
Melayu,
Nurdin mulai berpikir
dan berniat
untuk
mengembangkan grup Melayu dengan mendirikan orkes Melayu. Serta untuk
60
mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam memahai musik Melayu yang ia
pelajari selama ini.
Kendati menjadi seorang seniman, ia juga tidak ingin hanya sampai di
bangku Sekolah Menengah Atas saja karena Nurdin juga berniat ingin menjadi
seorang seniman yang intelektual. Oleh sebab itu, dari tahun 1999-2003, Nurdin
pun mengambil kuliah Jurusan Ilmu Politik, di Universitas Islam Sumatera Utara
selama 5 tahun. Jadi posisi masih kuliah Nurdin Wahyudi mendirikan grup musik
Al-Aulia Rentak Melayu di tahun 2001.
Nurdin menjelaskan, dipilihnya nama Al-Aulia Rentak Melayu juga
memiliki maksud tersendiri. Ia menjabarkan, aulia merupakan sebuah doa dan
harapan yang mengandung arti luas, mulia, dan diutamakan. Sedangkan rentak
Melayu dipilih karena mereka menampilkan seluruh khasanah musik Melayu
seperti zapin, langgam, ghazal, dan lainnya.
Dalam wawancara (15 Januari 2016), ia menyatakan, "Misalnya jika musik
zapin yang dimainkan, kami bagi lagi berdasarkan derahnya misalnya Zapin Riau
atau Zapin Palembang tergantung permintaan.” Nurdin mengaku, setiap kali
tampil memang selalu mengombinasikan unsur Melayu dengan daerah yang ia
datangi. Jadi tidak murni Melayu saja.
Bagi audiensnya yang ingin melepaskan rindu dengan daerah yang mereka
tinggali, maka Nurdin berusaha memadukan unsur Melayu dengan daerah itu.
Ibaratnya sesuai dengan falsafah dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung.
Apalagi, menurutnya, Melayu tidak hanya di Sumatera Utara saja melainkan juga
ada di Langkat, Labuhan Batu, Riau, Jambi, dan Palembang, serta masih banyak
lagi yang lainnya.
61
Awal terbentuknya grup musik Al-Aulia Rentak Melayu hanya ada Nurdin
dan istrinya saja. Nurdin bermain di keyboard dan sang istri (Rabiatul Adawiyah)
sebagai penyanyi. Kemudian di tahun 2001, ia mencari lagi 1 orang penyanyi
pemula yang ia didik sampai mahir hingga lengkap menjadi 9 personil seperti
sekarang.
Dalam melakukan perekrutan personil, ucap Nurdin, ia tidak sembarangan
sehingga Nurdin betul-betul mempelajari jiwa para anggotanya. Kata beliau,
"Saya lebih suka orang yang kemampuannya biasa-biasa saja atau tidak bisa
ketimbang yang sudah mahir.” Awal berdiri, orkes Melayu yang didirikannya
masih fokus pertunjukan di Medan saja. Namun setelah 2 tahun, barulah grup
musik ini menunjukkan “taringnya” dengan banyak melakukan pertunjukan di
beberapa provinsi di Indonesia.
Untuk daerah Sumatera, sebut Nurdin, mereka sudah menjelajahi Langkat,
Stabat, dan lainnya. Dari Provinsi Aceh, orkes Melayu ini sudah singgah ke Kuala
Simpang, Nagan Raya, Aceh Singkil, Subulussalam, Tapak Tuan, serta daerah
lainnya. Selain Medan, Aceh merupakan daerah yang paling sering kami
kunjungi. Dalam sebulan bisa 2 sampai 3 kali manggung di hari-hari biasa.
62
Gambar 3.1:
Nurdin Wahyudi dan Istri (Rabiatul Adawiyah)
(Pendiri dan Pimpinan Al-Aulia Rentak Melayu)
Nurdin mengatakan dalam membangun orkes Melayu yang telah 15 tahun
berdiri ini bukanlah hal yang mudah, karena memerlukan perjuangan yang cukup
panjang . Ia mengisahkan, ketika orkes Melayu ini pertama kali manggung mereka
harus dihadapkan pada keadaan serba kekurangan. Kendala yang dirasakan ketika
itu dalam hal kostum. "Kami serba tidak ada, baju seragam saja tidak punya,"
kenang Nurdin. Kendati begitu, semangat untuk membangun terus membara
dalam hatinya. Ia terus optimistis bahwa usahannya akan berhasil dan setiap
keberhasilan selalu berawal dari tantangan serta kepahitan. Sehingga ia rela
menyewa baju dengan uangnya sendiri tanpa memotong honor anggotanya. Jadi,
dalam hal ini, Nurdin tidak mengorbankan personil melainkan dirinya sendiri
untuk melengkapi kostum para anggotanya agar performance mereka terlihat baik
di panggung. Diceritakannya, ketika itu, bayaran yang mereka terima terbilang
63
minim sebesar 1 juta rupiah saja. Dari uang 1 juta rupiah itu harus dibagi untuk
honor 6 personilnya dan membayar sewa baju sebanyak 2 stel untuk tiap personil.
Otomatis, Nurdin harus rela tidak mendapat honor karena uang yang
diterimannya terpaksa harus membayar baju seragam yang telah digunakan oleh
anggotanya tersebut. Bahkan, ia pernah menggadaikan emas milik istrinya untuk
menyewa baju seragam. Kejadian ini berlangsung secara bervariasi selama 2
tahun. Untuk bayaran yang mereka terima, sebut Nurdin, mulai dari 1 juta rupiah
sampai 4 juta rupiah sekarang ini. Memang Nurdin tidak pernah mematok bayaran
yang cukup mahal.
Namun, usaha Nurdin akhirnya berbuah manis, di tahun 2004, orkes
Melayu bentukannya ini mulai dikenal orang. Nurdin menjelaskan, agar cepat
dikenal, ia melakukan berbagai usaha dan upaya mulai dari mencetak kartu nama
dalam jumlah banyak, membuat nomor handphone (HP) di buku lagu, membuat
blog pribadi dengan nama alauliarentakmelayu.blogspot.com yang sekarang
sudah dilihat sebanyak 7000 orang, membuat facebook dengan sahabat yang
berbeda, dan mencantumkan nomor HP dan nama grupnya di mobil pick up yang
biasa membawa mereka kemana-mana. Bahkan, aku
Nurdin,
ia juga
mengumpulkan nama dan nomor HP dari setiap orang yang menghubunginya
untuk dikirim pesan berisi nama grup dan nomor kontak grup mereka sebagai
ajang perkenalan grup melalui internet.
Eksistensi grup musik Al-Aulia Rentak Melayu hingga saat ini
menjadikannya sebagai salah satu grup musik yang terkenal di Sumatera Utara
khususnya di Kota Medan beralamat di Jalan Pertahanan-Patumbak, Kompleks
Villa Permata Indah.
Grup ini menampilkan dalam khazanah spesial irama
64
Melayu dan padang pasir, Arabian. Dalam perkembangannya saat ini, untuk
menjawab tantangan pasar grup ini menampilkan:
1. Sajian musik, pantun, dan tari Melayu,
2. Lagu dan musik berirama padang pasir,
3. Lagu dan musik multi etnik (Tapanuli Selatan, Ranah Minang, Jawa, Batak
dan lainnya),
4. Lagu dangdut dan pop, baik pop nostalgia maupun pop masa kini.
5. Lagu mancanegara misalnya lagu Jepang, China, Barat, walau tidak spesial.
Gambar 3.2:
Suasana Latihan pada Sekretariat Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu, beralamat
di jalan Pertahanan-Patumbak Kompleks Vila Permata Indah , Blok D 18/19
(Dekat Jembatan Layang Amplas-Patumbak), Telefon: 0813 7099 7022
65
3.2 Alat-alat Musik Grup Al-Aulia Rentak Melayu
Fenomena perkembangan alat musik yang terjadi pada saat sekarang
adalah hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dimana sebuah
pagelaran musik tidak perlu mempergunakan banyak pemain musik serta banyak
alat musik, namun diiringi dengan satu alat musik dapat menghasilkan suara dari
alat musik yang lain. Alat musik itu disebut dengan keyboard yang amatlah
sederhana dan murah harganya, pemain dari keyboard tersebut cukup satu orang
sudah bisa mengoperasikan atau memainkan sebuah musik sesuai dengan
kehendak dan selera masing-masing
Musik adalah satu cabang kesenian yang disajikan melalui dimensi nada
dan ritme, baik itu untuk hiburan pribadi maupun hiburan yang dapat dinikmati
secara bersama-sama. Hiburan itu dapat dibuat berdasarkan kebutuhan diri sendiri
atau juga yang dibuat untuk orang lain. Pada awalnya hiburan yang bersifat
tradisional dibuat untuk kebutuhan sendiri dan tertutup bagi orang lain. Namun
belakangan sudah mulai dapat dinikmati oleh orang lain dalam bentuk
pertunjukan musik.
66
Gambar 3.3:
Alat-alat Musik Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu
(Gendang Ronggeng, Akordion, Keyboard, dan Biola)
3.3 Susunan Personil Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu
Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu saat ini digaungi oleh 9 Personil,
yaitu sebagai berikut.
1. Nurdin Wahyudi, S.Sos., sebagai pimpinan dan sekaligus keyboardist. Beliau
adalah alumni FISIP UISU Medan, fakultas Ilmu Sosial dan Politik, sekarang
sedang menggeluti Production House dan Event Organizer, sekarang ia
membangun jaringan dengan mendirikan Komunitas Melayu Sumatera Utara,
dan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Budaya Melayu dan Budaya
Islam Indonesia.
2. Rabiatul Adawiyah S.PdI biasa disapa Cek Awi sebagai vokalis lagu-lagu
Melayu padang pasir dan lagu lainnya “All Round,” baik lagu Tapsel, Batak,
67
Dangdut dan sebagainya. Beliau juga pernah menjuarai Festival Nasyid
tingkat Propinsi Sumatera Utara di Madina sebagai Juara I , Cek Awi ini juga
fasih berbahasa Arab dan Membaca Al Qur’an.
3. Budi adalah sebagai pemain acordion atau juga pemusik all round.
4. Safrizal AR, S.S. sebagai vokalis lagu-lagu Melayu.
5. Subuh Safi’i sebagai vokalis semua genre lagu. Beliau juga selain sebagai
penyanyi, pernah sebagai juara satu dalam festival dongeng di Tanjung Balai
Asahan, Sumatera Utara.
6. Putri Rizkya Nina, pernah sebagai juara pertama Festival Lagu Melayu dan
Dangdut di Kota Medan.
7. Muhammad Jamil adalah pemain biola, yang sudah sering keliling dunia
karena menggesek biola terutama Malaysia dan Brunei Darussalam.
8. Bahriunsyam sebagai pemain gendang pak pung (istilah lain dari gendang
ronggeng), tipung, atau marawis. Beliau ahli juga di dalam bidang tarian
khususnya sebagai penari dan koreografer.
9. Ridho Fahrezy adalah sebagai keyboardist dan pemain akordion (yang dalam
grup ini berada dalam posisi asisten Nurdin Wahyudi, S.Sos.).
3.4 Sistem Pengelolaan Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu
Sistem pengelolaan Grup Musik Al-Aulia rentak Melayu ini menurut
penulis dapat digolongkan sebagai organisasi musik yang berdasarkan tradisi.
Yang dimaksud dengan tradisional dalam skripsi ini adalah sebuah gagasan,
kegiatan, atau benda-benda yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya secara teratur mengikuti norma-norma yang terjadi di dalam
68
masyarakat itu. Tradisi ini erat kaitannya dengan budaya sebuah masyarakat atau
sebuah kelompok etnik tertentu. Misalnya tradisi mangupa-upa pada masyarakat
Mandailing, yaitu upacara menyambut seseorang yang baru ditimpa kemalangan
atau mendapatkan rezeki yang baik, atau untuk mendoakan keselamatan, dan
lainnya. Seni tradisional yang dimakud dalam tulisan ini adalah seni yang
didukung masyarakat tradisi, dan berfungsi secara sosial selama bertahun-tahun.
Menurut Takari (2008), manajemen seni yang dilakukan masyarakat di
Nusantara ini [termasuk Melayu] secara tradisional adalah sebagai berikut. (a)
Berkesenian bukan profesi utama tetapi kerja sampingan atau sambilan.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, setiap organisasi harus memilili tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian tujuan ini bisa dicapai
dengan menggunakan sistem manajemen, seperti perencanaan, pengorganisasian,
staffing, actuating, pengawasan. Hal yang paling mendasar, biasanya organisasi
kesenian tradisi di Nusantara, menetukan tujuan utamanya bukan sebagai
organisasi bisnis, hanya sekedar meneruskan tradisi yang telah ada dengan istilah
melestarikan atau mengembangkannya. Jarang ditemukan sebuah organisasi seni
sebagai organisasi bisnis dan keutamaan pada profesionalisme, layaknya sebuah
perusahaan waralaba. Dengan tujuan sebagai kelompok yang mengusung kesenian
sebagai kerja sambilan, maka manajemennya pun ditangani secara “sambilan”
pula. Tujuan tidak akan diraih atau diusahakan untuk berhasil dengan sebaikbaiknya. Waktu yang diluangkan untuk kegiatan berkesenian juga adalah waktu
sambilan, di luar kerja utama profesi seseorang seniman.
Walau demikian, ada sebahagian kecil seniman profesional dalam
masyarakat tradisional, yang keseluruhan waktu dan hidupnya digunakan untuk
69
berkarir di bidang-bidang seni. Dalam konteks Sumatera Utara misalnya, ada
Datuk Ahmad Fauzi yang bekerja sebagai seniman musik Melayu yang bekerja di
bidang seni musik Melayu. Berdasarkan penjelasannya kepada penulis, ia dapat
hidup dan menghidupi keluarganya memang benar-benar penuh dari bidang seni
musik tradisi Melayu. Kerja utamanya adalah seniman, dan kerja sambilannya
adalah dosen.
Demikian pula yang terjadi di dalam grup Al-Aulia Rentak
Melayu. Di antara pemusiknya ada yang memang sangat bergantung ekonominya
sebagai seniman musik Melayu, tetapi sebahagian ada yang menjadikan kinerja di
dalam music tiup ini sebagai kerja sambilan saja.
(b) Menonjolkan pimpinan yang biasanya juga sebagai seniman utama
dan pendukung dana utama organisasinya. Sebagaimana masyarakat yang hidup
dalam kebudayaan agraris, pola hubungan antara anggota masyarakat adalah
hubungan yang sangat menonjolkan pimpinan. Bahkan adakalanya pimpinan
memiliki sifat-sifat indivdualis yang hanya mementingkan kepentingannya.
Dalam sistem sosial masyarakat yang demikian, maka kontinuitas kelompoknya
sangat tergantung pada pimpinan. Sangat bersyukurlah apabila pimpinan
masyarakat itu memiliki sikap yang baik dan mampu mengayomi masyarakat
yang dipimpinnya. Di lain sisi, akan sengsaralah masyarakat yang dipimpin oleh
pimpinan yang egosentris.
Karena menumpuknya kekuasaan pada seorang pemimpin ini, sistem dan
norma sosial pun bisa ia rubah dan akibatnya akan diteruskan oleh genrasi
berikutnya. Demikian juga dalam manajemen seni secara tradisional di Nusantara
ini, umumnya kekuasaan dan pengarahan tertumpu pada seorang pimpinan.
Pengawasan (controlling) biasanya tak berjalan efektif dalam pola sosial
70
masyarakat tradisional.
Pengawasan bisa dianggap sebagai menjatuhkan
kekuasaan pimpinan kesenian. Organisasi biasanya dilakukan atas dasar kehendak
pimpinan. Ia akan merekrut seniman dan kru seni sesuai dengan keinginannya.
Namun demikian, dalam beberapa kelompok masyarakat atau etnik, ada
juga sistem musyawarah untuk mufakat, termasuk dalam organisasi kesenian.
Dalam kedudukan demikian, maka sistem sosial kesenian menjadi hidup dan
berperan, bukan menonjolkan peran pemimpin.
Secara mendasar, manajemen seni di Nusantara ini memang menonjolkan
peran sosial dan budaya pimpinannya. Hal ini bisa dibuktikan, jika seorang
pimpinan organisasi kesenian yang punya kekuatan manajerial kuat, dan ia tidak
mewariskan pada generasi selanjutnya, maka akan mati pula kelompok kesenian
yang dipimpinnya ini. Atau pun kalau ada yang meneruskan dengan mengikuti
pola yang sama, tetapi dengan kapasistas yang kurang, maka terjadi degradasi
sosial dalam kelompok kesenian ini.
Agak berbeda dengan kepemimpinan tradisional, pada Kelompok Aulia
Rentak Melayu, meski wewenang utama ada pada pemimpinnya yaitu Nurdin
Wahyudi, S.Sos., namun beliau membagi kewenangannya dengan para anggota
lain.
(c) Pembagian honorarium yang agak bersifat rahasia, dan biasanya
dicarikan kata-kata yang “manis” seperti “uang pupur,” “uang lelah,” dan
sejenisnya.
Ciri manajemen seni secara tradisional di Nusantara ini, adalah
pembagian hasil jerih payah bersama, kurang menghargai peran integral
keseluruhan pelaku seni (seniman, kru, dan pihak pimpinan). Biasanya
honorarium sangat ditentukan oleh seorang pimpinan saja. Ada juga pimpinan
71
yang mengambil homor 50 persen lebih untuk dirinya pribadi, dan selebihnya
untuk pekerja seni. Akibatnya biasanya adalah munculnya perasaan tidak senang
di antara para pekerja seni yang dipimpinnya. Atau ada juga yang dengan ikhlas
menerimanya, terutama seniman-seniman yang baru direkrut. Agar uang hasil
kerja bersama ini dapat diambil sebesar-besamya oleh pimpinan kesenian, maka
istilah yang digunakan pun bukan dengan istilah profesionalisme, seperti gaji atau
honor kerja, dan sejenisnya—tetapi cenderung menggunakan kata-kata yang
bemosi kerja yang dilakukan sebagai kerja sampingan, seperti uang pupur (uang
bedak), uang lelah, uang rokok, uang terima kasih, uang jalan, dan sejenisnya.
Keadaan seperti ini, sering terjadi dalam kelompok-kelompok kesenian tradisional
di Nusantara ini.
Namun demikian, ada juga sebahagian kecil kelompok seni tradisional
yang membagikan honorarium hasil kerja bersama yang memperhatikan aspek
peran, kemanusiaan, keseimbangan, terhadap masing-masing individu di dalam
kelompok organisasi keseniannya. Sebagian lagi bahkan telah mengadopsi sistem
manajemen Eropa yang melakukan sistem kontrak dan pembayaran dengan
melibatkan notariat dalam mengurusnya. Tujuan utama kelompok ini adalah
menjaga seacra yuridis pendapatan-pendapat yang diperoleh agar kelompok ini
berkelanjutan dan tak ada masalah dengan pendapat yng diperoleh oleh masingmasing individu dalam organisasi tersebut.
Untuk uraian poin ini, kelompok music Melayu yang disebut Al-Aulia
Rentak Melayu ini menggunakan kata-kata yang tegas sebagai hak para pemain
dalam berprofesi sebagai pemusik. Mereka menggunakan kata gaji (sebagaimana
layaknya buruh di perusahaan) atau kadangkala menggunakan istilah honorarium.
72
(d) Pembagian tugas tidak begitu spesifik. Ciri lainnya manajemen
kelompok seni tradisional adalah tugas tumpang tindih setiap orang dalam
organisasi tersebut. Jarang seorang pemain hanya memainkan satu jenis tari atau
musik atau peran teater. Sebagian besar seniman biasanya harus melakukan
berbagai kerja di dalam organisasi kesenian. Kadang sebagai seniman, ia juga
harus mengangkat alat musik, sound system, tata lampu, properti tari, sebelum dan
setelah pertunjukan. Bahkan ironisnya, seniman-seniman yang berusia relatif tua
ikut mengangkat alat musik gordang yang besar dan berat. Ini biasa terjadi dalam
kelompok kesenian tradisional. Pembagian kerja yang tidak spesifik ini biasanya
akan pula mengurangi tanggung jawab dan tugas khususnya. Katakanlah jika
terjadi hilangnya alat musik atau properti tari, maka para seniman saling
melepaskan tanggung jawab, mereka tidak tahu ke mana alat musik dan properti
tari yang hilang.
Mereka hanya menduga-duga atau bahkan saling tuduh
menuduh. Pembagian tugas yang tidak spesifik atau tugas ganda ini, biasanya
akan mengakibatkan pula waktu dan tenaga tidak terkonsentrasi ke arah
profesionalisme permainan dan pembayaran honorarium. Biasanya pendekatan
semacam ini, berdasar kepada asumsi mereka adalah keluarga besar, tanggung
jawab dipikul bersama-sama. Kerja pun harus dikerjakan bersama-sama dalam
sistem gotong royong, dan seterusnya. Dengan cara kerja seperti ini, biasanya
para seniman muda dan yang berjenis kelamin laki-laki yang diutamakan untuk
bekerja ekstra keras, dengan alasan tenaganya masih kuat, masih muda, dan masih
jauh masanya berkarir di bidang seni. Demikian pula yang terjadi di dalam
kelompok musik Al-Aulia Rentak melayu, mereka memainkan peran yang tidak
spesifik, ada yang sifatnya all round namun ada pula karena keterbatasannya
73
sebagai seniman hanya memilih salah satu peran saja, misalnya alat musik tertentu
atau penyanyi saja.
(d) Organisasi kesenian tradisional jarang yang dibentuk
dengan
mendasarkan pada aspek yuridis. Artinya sebuah organisasi kesenian biasanya
dibentuk hanya berdasarkan musyawarah mufakat untuk kelestarian budaya
semata.
Mereka memang memiliki motivasi yang kuat untuk melestarikan
kesenian tradisionalnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, jika terjadi
masalah-masalah di antara mereka, sebahagian memang bisa dipecahkan secara
adat dan musyawarah. Namun jika telah masuk ke wilayah masalah hukum,
seperti plagiarisme, bajakan produksi, pengakuan hal cipta dan sejenisnya, maka
permasalahan ini selalu tidak bisa diselesaikan secara adat. Maka perlu
diselesaikan secara hukum. Untuk itu, supaya kuat, maka sebaiknya setiap
organisasi kesenian didirikan atas dasar yuridis. Karena dengan demikian, maka
segala macam permasalahan yang mencakup aspek hukum dapat diselesaikan
mengikut norma-norma hukum, dan akhimya akan memberikan keadilan bagi
sebagian seniman atau pekerja seni. tidak memakai hukum rimba, yaitu siapa yang
kuat mengalahkan yang lemah. Pengertian kuat di sini juga bermacam-macam.
Bisa kekuatan politis, ekonomis, dan lainnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka sudah banyak pula sekarang
ini organisasi-organisasi kesenian tradisional yang didirikan berdasarkan aspek
yuridis, dan biasanya tertulis dalam bentuk akte notaris. Contoh organisasi
kesenian seperti ini adalah Sri Indra Ratu di Kesultanan Deli, Sinar Budaya Grup
yang awalnya diketuai olehTengku Luckman Sinar, Lembaga Studi Tari Patria
74
yang berpusat di Tanjungmorawa, Deli Serdang, pimpinan H. Jose Rizal Firdaus,
S.H., dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dalam kasus kelompok musik Al-Aulia Rentak Melayu, mereka
mendaftarkannya kepada notariat, dengan tumpuan pada dasar yuridis formal atau
hukum positif dalam membentuk organisasinya. Mereka juga selain dalam bentuk
formal selalu memutuskan perkara berdasarkan musyawarah bersama, dan
sifatnya adalah lisan, namun diingat di dalam memori mereka masing-masing
sebagai penyanggah grup musik ini.
(e) Perekrutan seniman sifatnya “cabutan.” Dalam rangka penentuan
sumber daya manusia atau staffing, banyak kelompok seniman tradisional
Nusantara, yang membentuknya berdasarkan, seniman-seniman “cabutan.”
Maksud seniman cabutan dalam tanda kutip ini, adalah seniman dari kelompok
lain atau seniman yang tak terikat oleh kelompok disatu-satukan untuk memenuhi
permintaan kesenian dalam satu atau beberapa kali pertunjukan. Pemakaian
seniman cabutan ini, adalah fenomena yang umum terjadi di Sumatera Utara
misalnya. Alasan melakukan ini adalah, banyak seniman ingin menambah
penghasilan keuangannya melalui banyaknya pertunjukan. Ia tak mau terikat
hanya dalam satu organisasi kesenian saja. Karena jarang sekali ada sebuah
organisasi kesenian yang membayar gaji seniman setiap bulan dengan jumlah
tertentu sebagaimana layaknya tenaga kerja. Apalagi jika dikaitkan dengan upah
minimum regional. Oleh karena itu, sebagian besar seniman di Sumatera Utara
misalnya adalah seniman cabutan, yang bisa main dengan organisasi seni di luar
organisasi utamanya.
75
Ke masa depan tentu saja sistem seperti ini perlu dikurangi dan perlu
diimbangi dengan sistem kerja hanya untuk satu organisasi seni semata dan
dibayar gaji pokoknya oleh sebuah oraganisasi seni dengan sistem kontrak.
Tujuannya agar seniman lebih profesional, dapat main dan menciptakan seni
dengan tenang, terarah, terpadu, dan tidak lagi pusing memikirkan income per
capitanya setiap bulan. Paling tidak organisasi kesenian harus bisa melakukan
kegiatan seperti layaknya organisasi sebuah pabrik sepatu atau pabrik ban mobil
misalnya.
Dalam kasus organisasi kelompok musik Al-Aulia Rentak Melayu ini para
pemainnya adalah bersifat tetap, memiliki gaji yang tetap yang besarannya
dimusyawarahkan bersama, dan menjadi keputusan bersama. Dengan demikian,
mereka dapat fokus melakukan fungsinya sebagai anggota kelompok musik ini,
tidak bercabang-cabang.
(f)
Asas keluarga dan kekeluargaan. Sistem manajemen ini banyak
diterapkan oleh organisasi-organisasi kesenian di Nusantara. Sistem manajemen
ini memang ada kelebihannya di satu pihak, yaitu para anggotanya merasa
sebagai satu keluarga besar, yang terikat hubungan kekerabatan dan darah,
sehingga masalah yang timbul dengan mudah dapat dipecahkan dengan landasan
mereka satu keluarga yang sesungguhnya baik di bidang kesenian maupun
kekerabatan. Di sisi lain, sistem ini agak kurang demokratis. Artinya bakat-bakat
seniman yang handal di luar keluarga, agak sulit untuk masuk ke dalam organisasi
seni tersebut. Kualitas sumber daya manusia dan produksi seni dalam organisasi
seperti ini hanya menjadi nomor sekian saja. Selain itu, karena berdasar kepada
keluarga dan kekeluargaan, maka pengembangan yang ekstensif kurang
76
diperhatikan. Misalkan saja sejak zaman dahulu, mereka mewarisi kesenian
istana Melayu, maka sampai sekarang pun mereka akan memproduksi kesenian
yang sama. Untuk membuka diri memproduksi seni rakyat atau etnik lain agak
kurang, karena pembatasan sumber daya manusia seni tadi. Tentu mereka akan
enggan memakai seniman etnik Nias misalnya. Ataupun kalau dipakai sifatnya
bukan sebagai anggota tetap hanya sebagai pemain cabutan. Atau seniman Nias
ini hanya melatih dan kemudian mereka yang mengambilalih persembahan
kesenian Nias tadi. Itu banyak terjadi di kawasan Nusantara.
Berbeda dengan cirri kelompok kesenian tradisional seperti diurai di atas,
maka kelompok musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam perekrutan anggotaanggotanya adalah berdasarkan atas asas proses. Artinya pemipin kelompok ini
lebih suka mendidik seniman yang belum jadi dan moralnya baik, ketimbang
memilih seniman yang sudah jadi dan terkenal namun moralnya diragukan. Proses
menjadi dan berkembang secara bersama inilah yang dijadikan dasar perekrutan
anggota, bukan berdasarkan atas asas keluarga dan kekeluargaan.
(g) Sangat erat dengan ritual masyarakat. Produksi seni tradisional,
umumnya sangat erat dengan ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam
keadaan sedemikian, uang bukanlah aspek terpenting, bahkan kadang seniman
berbuat bukan dimotivasi oleh uang tetapi dimotivasi oleh sistem religinya.
Kegiatan yang dilakukannya benar-benar sebagai bagian dari ibadahnya kepada
Tuhan. Ia melakukan dan mempraktikkan seni untuk Tuhan bukan untuk
ekonominya. Banyak peristiwa seni di Nusantara yang mengabsahkan gabaran ini.
Misalnya dalam masyarakat Islam di Sumatera Utara, para seniman penyanyi
(pembaca) barzanji dan marhaban, yaitu satu genre seni vokal yang memuji-muji
77
abi Muhammad dalam bentuk syair berbahasa Arab, yang biasanya digunakn
untuk mengiringi uoacara perkawinan, sunatan, atau menyambut bayi lahir. Setiap
seniman tidak mengharapkan uang lelah atau uang honorarium. Mereka biasanya
tidak akan keberatan jika hanya diberi pulut kuning atau bunga telur, sebagai
balasan dari yang empunya acara. Tetapi mereka pun tidak akan menolak bila
diberi amplop yang berisi uang, katakanlah mereka menerima Rp 10.000 setiap
orangnya. Para seniman ini merasa mereka membantu sesama muslim dan
perbuatan mereka adalah ibadah langsung kepada Allah dan ibadah sosial kepada
sesama manusia.
Keadaan seperti ini merupakan ciri utama dalam masyarakat Timur yang
religius. Jadi manajemen di bidang seperti ini yang perlu diatur adalah bagaimana
menggerakkan sumber daya manusia yang ada untuk menjadi bagian dari
pertunjukan upacara atau pertunjukan budaya.
Sekali lagi uang atau honor
berkesenian bukan yang utama di sini. Yang berperan adalah konsep-konsep dan
aktivitas religius, yang memotivasi setiap orang dan seniman untuk melakukan
menurut fungsi individunya dalam konteks masyarakat luas, yang memiliki citacita dan tujuan bersama.
Sesuai dengan uraian Takari di atas, maka dalam kasus kelompok music
atau grup Al-Aulia Rentak Melayu, aspek ibadah adalah yang utama dalam
kelompok ini, artinya yang mereka pertunjukan adalah bagian dari ibadah kepada
sesama manusia, hablum minannas. Honorarium adalah bagian dari tujuan
silaturrahmi ini. Jadi aspek ibadah dan ekonomi dalam grup-grup ini berjalan
dengan seiring dan saling menguatkan, tidak hanya didominasi oleh aspek ibadah
saja, sehingga mereka ikhlas jika tidak diberi honor.
78
(h) Ikut berperannya pemerintah daerah. Dalam rangka melestarikan seni
budaya tradisional, maka pemerintah Republik Indonesia, mencanangkan perlunya
pembinaan, pelestarian, pemungsian kesenian tradisional terutama untuk
pariwisata dalam kehidupan masyarakat pendukungnya, maka pihak pemerintah
ikut serta mengarahkan atau memanajemeni seni-seni tradisional seluruh
Indonesia.
Tak jarang pemerintahan di tingkat kecamatan atau kabupaten
memiliki sanggar kesenian daerahnya. Biasanya didukung pula oleh isteri camat
atau gubernur, dan tentu saja tak segan-segan mengucurkan dana untuk bidang
kesenian daerah ini. Itu semua dilakukan untuk berbagai tujuan. Bisa tujuan
politis, popularitas, atau memang juga dengan ikhlas ingin mengembangkan
kebudayan daerahnya, karena ia menjadi orang nomor satu di daerah yang
dipimpinnya tersebut.
Di Sumatera Utara misalnya, di masa kepemimpinan Gubemur Tengku
Rizal Nurdin, ia membentuk kesenian gubernuran yang langsung diketuai oleh
isterinya. Grup kesenian ini bemama Cindai. Beberapa seniman, kemudian
dimasukkannya menjadi pegawai negeri sipil. Beberapa persembahan dilakukan di
Sumatera Utara dan manca negara. Satu sisi berkembang dan bertambahlah
organisasi kesenian di Sumatera Utara. Di sisi lainnya, timbullah “kecemburuan”
organisasi seni lainnya, yang merasa kurang diperhatikan.
Dalam kasus grup Al-Aulia Rentak Melayu ini, maka campur tangan
pemerintah tidak begitu tampak di sini, kecuali oleh pihak keamanan. Setiap akan
tampil pastilah pihak penyelenggara pesta melaporkannya kepada pihak keamanan
setempat agar upacara tersebut berjalan dengan tertib, tenang, dan tak ada
keributan.Untuk berjalannya organisasi music Melayu
79
ini, mereka mengaku
tidak ada dana yang mereka peroleh dari pemerintah. Demikian uraian mengenai
pola-pola organisasi grup musik Al-Aulia Rentak Melayu.
80
BAB IV
DESKRIPSI PERTUNJUKAN MUSIK GRUP AL-AULIA
RENTAK MELAYU DALAM KONTEKS HIBURAN
4.1 Deskripsi Umum Pertunjukan Musik
Musik adalah satu cabang kesenian yang disajikan melalui dimensi nada dan
ritme, baik itu untuk hiburan pribadi maupun hiburan yang dapat dinikmati secara
bersama-sama. Hiburan itu dapat dibuat berdasarkan kebutuhan diri sendiri atau
juga yang dibuat untuk orang lain. Pada awalnya hiburan yang bersifat tradisional
dibuat untuk kebutuhan sendiri dan tertutup bagi orang lain. Namun belakangan
sudah mulai dapat dinikmati oleh orang lain dalam bentuk pertunjukan musik.
Dalam kaitannya dengan pertunjukan grup musik Al-Aulia Rentak Melayu,
secara umum dibagi dua. Yang pertama adalah mereka tampil di acara-acara
memeriahkan upacara pernikahan, yang bisa saja dilakukan di pentas di depan
rumah mempelai wanita atau pria, atau juga di gedung-gedung tempat upacara
persemian pernikahan, hotel-hotel, dan lain-lainnya. Yang kedua, mereka tampil
dalam acara di luar peresmian pernikahan, seperti festival, hiburan, menyambut
tetamu, meresmikan gedung baru, dan lain-lainnya.
Berikut ini adalah visual dari pertunjukan Grup Musik Al-Aulia Rentak
Melayu di acara-acara pernikahan di Kota Medan, yang penulis rekam dalam
rentang waktu 2015 sampai 2016 ini.
81
Gambar 4.1:
Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Peresmian
Perkawinan di Medan Sunggal
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.2:
Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Peresmian
Perkawinan di Medan Maimun
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
82
Gambar 4.3:
Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Peresmian
Perkawinan di Medan Bersama Ketua
Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia,
Dato’ Seri Syamsul Arifin, S.E.
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Berikut ini adalah contoh tampilan visual pertunjukan Grup Musik Al-Aulia
Rentak Melayu di berbagai lembaga dan instansi pemerintahan.
Gambar 4.4:
Pertunjukan dalam Salah Satu Acara
Penghormatan Pejabat di Medan
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
83
Gambar 4.5:
Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Adat
Melayu Deli di Istana Maimun
Kesultanan Deli di Kota Medan
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.6:
Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Adat
Melayu Deli di Istana Maimun
Kesultanan Deli di Kota Medan
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
84
Berikut ini adalah salah satu tampilan gambar ketika Grup Musik Al-Aulia
Rentak Melayu tayang di berbagai media televisi.
Gambar 4.7:
Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Hiburan
di i-News Televisi
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.8:
Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Hiburan di Net.TV
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
85
Gambar 4.9:
Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Hiburan
di Net.TV
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.10:
Pertunjukan dalam Salah Satu Acara Hiburan
di TVRI Stasiun Medan
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
86
4.2 Skenografi Musik
Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam mengelola atau menata
musiknya dilakukan secara mandiri tanpa menggunakan skenografi musik, yang
disusun sebelumnya secara tertib dan tertulis.
Biasanya skenografinya adalah
pertunjukan selayaknya pertunjukan music Melayu, yang setiap bagian terdiri dari
pasangan lagu, yaitu lagu bertempo lambat ke cepat. Dengan kata lain penataan
musik grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu ditata sendiri yang disesuaikan dengan
perkembangan musik dan selera konsumen yang menggunakan jasa grup ini
terutama dalam konteks hiburan musik-musik melayu maupun musik-musik non
Melayu seperti musik dangdut, pop dan musik etnik lainnya.
4.3 Tata Cahaya
Penataan cahaya dalam kegiatan pertunjukan musik oleh grup Musik AlAulia Rentak Melayu disesuaikan dengan permintaan konsumen disesuaikan
dengan tema pertunjukan baik itu dalam acara-acara pernikahan, khitanan, dan lain
sebagainya. Tata cahaya dibutuhkan ketika penampilan dilakukan di malam hari
atau di dalam gedung tertutup. Dalam hal yang sedemikian rupa, maka pihak grup
ini biasanya bekerjasama dengan pihak lighting dan juga sound system pertunjukan
di mana itu dilakukan. Dalam hal ini Grup Al-Aulia Rentak Melayu masih belum
memiliki peralatan tata cahaya dan tata bunyi dalam konteks pementasan music
yang mereka lakukan.
87
4.4 Properti Panggung
Properti panggung yang digunakan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak
Melayu juga biasanya dikemas sesuai dengan pesanan atau keinginan yang punya
hajatan sesuai dengan tema yang ingin ditampilkan. Properti panggung bisa berupa
perhiasan di panggung seperti bunga hias, back ground visual panggung, spanduk,
tirai, dan hal-hal sejenis. Biasanya properti panggung ini dibicarakan dengan para
pendekor pentas di suatu acara yang diisi oleh Al-Aulia Rentak Melayu. Menurut
penulis, yang paling jelas adalah alat-alat musik ini juga berfungsi sebagai property
panggung, berupa: satu gendang ronggeng, satu keyboard (sebagai alat music
utama), satu biola, dan satu akordion, bila perlu ditambah lagi. Yang tidak pernah
dilupakan adalah meletakkan nama grup, alamat, dan nomor handphone grup di
depan keyboard dan juga stand untuk teks lagu di depan panggung.
4.5 Kostum
Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam menyajikan pertunjukan
musiknya menggunakan beraneka kostum yang disesuaikan tema yang ditampilkan.
Menurut penilitian penulis, hampir semua pakaian atau busana kelompok musik
Melayu ini adalah berkarakter pakaian tradisi Melayu.
Untuk pakaian pemusik dan penyanyi laki-laki menggunakan tutup kepala
peci atau destar, kemudian bajunya baju Melayu kecak musang, ditambah celana
yang sewarna dengan pakaian atas, ditambah kain sesamping yang terbuat dari
songket, dan juga sandal khas Melayu atau terkadang menggunakan sepatu warna
hitam. Jadi sangat menyimbolkan budaya Melayu, pakaian yang mereka kenakan.
88
Selanjutnya pakaian penyanyi perempuan juga adalah pakaian tradisi
Melayu berupa baju kurung, dan menggunakan penutup kepala, disertai kain, dan
kasut atau sepatu, yang warnanya seirama. Kadangkala mereka juga memakai kain
songket dan selendanagnya. Yang jelas busana mereka mengacu kepada busana
adat Melayu yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam, melaui syariatnya.
Menurut penjelasan pimpinan grup ini, yaitu Nurdin Wahyudi, S.Sos., pakaian yang
mengikuti syariat Islam adalah: tidak tipis dan transparan, tidak ketat, dan menutup
aurat seperti yang diajarkan agama Islam.
Berbagai aneka kostum yang menjadi ciri khas Grup Musik Al-Aulia
Rentak Melayu didominasi oleh warna-warna cerah antara lain seperti yang dapat
dilihat melalui gambar-gambar berikut ini.
Gambar 4.11:
Kostum Tradisi Melayu Berwarna Maron dan
Kain Samping Abu-abu
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
89
Gambar 4.12:
Kostum Tradisi Melayu untuk Pertunjukan
Berwarna Kuning Muda (untuk Perempuan)
dan Hijau Pucuk Pisang (untuk Laki-laki)
(sumber: rekproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.13:
Kostum Tradisi Melayu untuk Pertunjukan
Berwarna Biru Muda (Langit)
(sumber: rekproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
90
Gambar 4.14:
Kostum Tradisi Melayu untuk Pertunjukan
Berwarna Kombinasi Kuning dan Maron
(sumber: reproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.15:
Kostum Busana Arab untuk Pertunjukan Berwarna
Putih dan Hitam untuk Mendukung Tampilan Kesenian Padang Pasir
(sumber: reproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
91
Gambar 4.16:
Kostum Tradisi Melayu untuk Pertunjukan
Berwarna Biru Dongker
(sumber: dokumentasi Fajri Muhardi, 2016)
Gambar 4.17:
Kostum Perpaduan Arab dan Melayu untuk Pertunjukan
Kombinasi Krem dan Hijau Tua
(sumber: rekproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
92
Gambar 4.16:
Kostum Tradisi Melayu untuk Pertunjukan
Berwarna Kombinasi Abu-abu dan Oranye
(sumber: rekproduksi dari dokumentasi Nurdin Wahyudi oleh Fajri Muhardi, 2016)
4.6 Proses Pertunjukan
Dalam setiap pertunjukan yang dilakukan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak
Melayu diperlukan proses mulai dari tahap pembukaan, isi, dan penutup
pertunjukan. Dalam pertunjukannya, menurut penelitian penulis, maka Grup AlAulia Rentak Melayu ini menggunakan struktur pertunjukan yang terdapat dalam
tradisi pertunjukan musik Melayu.
Pada tahap awal selalu dimulai apa yang disebut basmallah lagu, yang
terdiri dari lagu Gunung Sayang, Serampang Laut, dan Pulau Sari. Setelah itu
adalah pasangan-pasangan lagu Melayu dari yang bertempo lambat ke tempo cepat.
Lagu kedua ini disebut dengan pecahan. Kemudian lagu-lagu bukan Melayu bisa
juga disajikan sesuai dengan permintaan tuan rumah atau yang punya hajat. Atau
adakalanya penonton juga maju untuk menyajikan lagu kesayangannya yang tidak
dibatasi genre maupun jenisnya. Biasanya ada pula penonton yang selalu
menyanyikan lagu pop yang lagi hits di masa itu. Misalnya di tahun 2016 ini yang
lagi populer adalah lagu Maumere.
93
Pada penghujung pertunjukan biasanay dinyanyikan lagu Si paku gelang,
sebagaimana yang lazim dilakukan dalam pertunjukan musik tradisi Melayu di
kawasan ini. Demikian proses pertunjukan secara umum. Namun demikian, pihak
Al-Aulia Rentak Melayu biasanya juga melakukan negosiasi dengan pihak
pengundang atau pemakai jasa mereka, apa yang harus ditampilkan. Bisa saja
mereka mengiringi tarian, baik yang disediakan yang punya hajat (tuan rumah) atau
yang diadakan oleh pihak Al-Aulia Rentak Melayu.
4.7 Fungsi Musik dan Efek Suara
Fungsi musik dalam kegiatan pertunjukan yang dilakukan oleh grup Musik
Al-Aulia Rentak Melayu pada dasarnya sebagai sarana hiburan dan penyampaian
pesan-pesan moral sebagaimana yang terkandung atau termuat dalam lirik-lirik lagu
Melayu. Dari segi efek suara, grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu menggunakan
peralatan music yang umum di dalam ensambel keyboard, yaitu terdiri
dari:keyboard, akordion, gendang melayu, dan biola. Semua peralatan ini
ditanggungjawabi oleh rodes, yang mengurus alat dan sound system. Dalam
pertunjukan ini, maka musik baik instrumentalia maupun disertai vokal tujuannya
adalah untuk menghibur hadirin. Efek suara yang dapat dimunculkan melalui
keyboard adalah untuk mendukung suasana komunikasi seni antara seniman dan
penontonnya. Misalnya suara tepukan tangan di akhir lagu, suara alam dalam lagulagu tertentu, dan seterusnya.
94
4.8 Tahapan Pertunjukan
Musik adalah satu cabang kesenian yang disajikan melalui dimensi nada dan
ritme, baik itu untuk hiburan pribadi maupun hiburan yang dapat dinikmati secara
bersama-sama. Hiburan itu dapat dibuat berdasarkan kebutuhan diri sendiri atau
juga yang dibuat untuk orang lain. Pada awalnya hiburan yang bersifat tradisional
dibuat untuk kebutuhan sendiri dan tertutup bagi orang lain. Namun belakangan
sudah mulai dapat dinikmati oleh orang lain dalam bentuk pertunjukan musik.
4.9 Interpretasi Pertunjukan
Pertunjukan musik yang disajikan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu
diinterpretasikan tidak saja dalam bentuk nyanyian tetapi juga dibarengi dengan
pantun dan kadang-kadang juga diiringi dengan tari-tarian Melayu sesuai dengan
permintaan yang punya hajatan.
4.10 Teks Nyanyian
Teks nyanyian atau lagu merupakan salah satu hasil karya yang dapat
menghibur penikmatnya. Penciptaan sebuah teks nyanyian membutuhkan proses
yang cukup panjang serta membutuhkan prosese pemahaman yang sangat
mendalam. Melalui proses tersebut, pecipta lagu berusaha mencurahkan semua
inspirasi yang ada di dalam benaknya. Inspirasi tersebut bisa berupa pengalaman
pribadi pengarang di masa lampau maupun pengalamn orang lain. Dari inspirasiinspirasi yang sudah muncul, maka terciptalah sebuah teks lagu yang berisikan
ungkapan perasaan, seperti marah, benci, cinta, sedih, dendam, dan sebagainya.
Penyair mempunyai maksud tertentu ketika menyusun baris dan bait-baitnya
95
sedemikian rupa, demikian pula dengan pemakaian kata, lambang, kiasan, dan
sebagainya. Semua yang ditampilkan penyair mempunyai makna, karena kata-kata
yang dipakai oleh penyair merupakan kata-kata pilihan yang maknanya sudah
dipadatkan.
Grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam menyajikan pertunjukan musik
menggunakan teks nyanyian yang sudah ada yang dikemas dalam bentuk buku
lagu-lagu Melayu maupun non Melayu. Para penyanyi/biduan Grup Musik AlAulia Rentak Melayu pada umumnya sudah hafal dengan lagu-lagu khususnya
lagu-lagu Melayu yang sudah terkenal/top sehingga penggunaan teks nyanyian ini
hanya
kadang-kadang
digunakan.
Adapun
penggunaannya
lebih
sering
diperuntukkan bagi penonton atau orang-orang yang ingin mengumandangkan lagu
saat yang diiringi oleh personil grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu.
4.11 Penonton
Penonton merupakan bagian dari pertunjukan musik karena sebuah acara
pertun jukan musik tidak akan meriah jika tak ada penonton. Pertunjukan musik
yang ditampilkan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam konteks hiburan
biasanya diselenggarakan untuk mengisi berbagai acara-acara atau hajatan seperti
pernikahan, khitanan, mengayunkan anak dan sebagainya. Dengan demikian
adapun yang menjadi penontonya adalah para undangan yang datang ke
acara/hajatan yang dihibur oleh grup ini maupun masyarakat sekitarnya yang turut
menonton pertunjukan musik yang disajikan oleh Grup Musik Al-Aulia Rentak
Melayu dalam suatu acara/hajatan.
96
4.12 Mencatat Produksi Pertunjukan
Produksi pertunjukan dapat diartikan suatu proses pengubahan sumber daya
atau faktor-faktor produksi agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Proses
produksi pertunjukan musik digerakan oleh manajemen.
Mencatat produksi pertunjukan adalah merupakan bagian penting dalam
melakukan terhadap adalah kegiatan pertunjuknan musik yang dilakukan oleh
manajer grup musik Al-Aulia Rentak Melayu dalam mengupayakan agar kegiatankegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan. Adanya
pengawasan ini dimaksudkan untuk mengetahui hambatan-hambatan, kesalahankesalahan dan kegagalan sehingga dapat segera dicari pemecahannya. Pengawasan
produksi yang dilakukan oleh manajer grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu yaitu
dengan melihat secara langsung dari proses latihan para personel sampai dengan
pementasan dan bagaimana persiapan para personel dari segi fisik maupun mental,
kematangan materi lagu yang akan dibawakan grup Musik Al-Aulia Rentak
Melayu.
Pengawasan sound dan alat-alat yang digunakan saat pementasan
dilakukan oleh kru, pada saat menjalankan check sound dan pada saat pementasan
berlangsung, sampai dengan pementasan tersebut selesai, dan seorang manajer juga
mengontrol kinerja kru.
Kondisi properti atau alat musik yang digunakan saat pementasan juga
diawasi oleh manajer. Kemudian dijadikan sebagai bahan untuk dibahas pada
briefing selanjutnya, apakah ada masalah atau tidak, sehingga berjalan lancar dan
menjadi lebih baik. Dengan adanya penerapan manajemen melalui kegiatan
97
pencatatan produksi dengan tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan yang baik tersebut menjadikan salah satu faktor yang membuat
grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu.
4.13 Tanda-tanda Pertunjukan yang Tak Teruraikan
Keberhasilan pentas atau pergelaran musik akan tercapai apabila dapat
memuaskan penonton. Jenis lagu-lagu yang disajikan, baik yang berupa nyanyian
atau instrumentalia harus enak didengar, komunikatif, dapat menggetarkan rasa,
sehingga penonton dapat ikut terhanyut di dalamnya. Selain itu, nada-nada yang
digunakan harus sesuai dan serasi atau selaras dengan komponen musik yang ada.
Perlu memerhatikan unsur melodi yang meliputi tangga nada, interval,abreviatura,
ornamentasi atau hiasan nada, unsur irama (sukat atau birama), dan unsur harmoni.
Dari hasil pengamatan penulis langsung selama mengikuti kegiatan
pertunjukan musik Melayu yang diselenggarakan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak
Melayu, ternyata tanda-tanda pertunjukan yang tidak teruraikan ternyata tidak
ditemui. Pertunjukan musik oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu terbukti
sangat memuaskan para penonton karena lagu karena lagu dan nada-nada yang
digunakan serasi atau selaras dengan komponen musik yang ada dan komunikasi
antar penyanyi dan pemusik terjalin dengan baik dan akrab selama berlangsung
bertunjukan.
4.14 Masalah-masalah Khusus Pertunjukan
Dalam setiap pertunjukan musik tidak terlepas dari timbulnya masalahmasalah khusus yang menjadi kendala selama berlangsung kegiatan pertunjukan
98
mulai dari tahap persiapan hingga proses pementasan. Dalam pertunjukan musik
yang dilakukan oleh grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu masalah-masalah khusus
hampir tidak ditemui.
4.15 Genre Musik yang Disajikan
Pertunjukan musik oleh grup Al-Aulia Rentak Melayu dalam konteks
hiburan selain menampilkan menampilkan genre (jenis) musik Melayu dan irama
Arabian, juga menampilkan berbagai genre musik lainnya seperti dangdut, pop
nostalgia dan populer, genre musik etnik lainnya seperti Tapsel, Ranah Minang,
Jawa dan Batak, serta lagu manca negara misalnya lagu Barat, China dan Jepang
tergantung permintaan dari si empunya hajatan.
4.16 Minat Masyarakat Medan Terhadap Musik Melayu
Musik melayu Indonesia adalah musik tradisional yang khas di daerah
Pantai Timur Sumatra dan Semenanjung Malaya. Biasanya musik melayu
Indonesia di dominasi oleh permainan rebana, petikan gambus, pukulan gong,
accordion, serta alunan serunai dengan membawakan lagu-lagu kasidah ataupun
melayu seperti zapin, cindai, berbudi dan lainnya yang pada umumnya berisi
nasehat.
Musik Melayu di Indonesia termasuk di Kota Medan lahir pada tahun 1950an, dan menjadi primadona masyarakat pada saat itu hingga tahun 1980-an,
sebelum maraknya musik barat yang berkembang seperti sekarang ini yang mulai
berkembang pesat dari awal 1990-an hingga sekarang ini.
Tetapi seiring perkembangan zaman, kini musik-musik Melayu telah
banyak ditampilkan dengan perpaduan instrumen modern seperti keyboard, yang
99
terbentuk dalam grup musik Melayu yang biasanya dimainkan dengan 1 pemain
keyboard, 1 pemain biola/akordion, dan dua orang vokal. Kolaborasi ini dilakukan
untuk tetap mempertahankan unsur kekhasanya dari musik melayu tersebut, dan
ternyata ini membawa sedikit dampak positif terhadap semakin tingginya minat
masyarakat di Kota Medan terhadap musik Melayu. Hal ini sejalan dengan
munculnya grup-grup musik Melayu, salah satunya grup Musik Al-Aulia Rentak
Melayu.
Dalam setiap menyajikan pertunjukan musiknya, Al-Aulia Rentak Melayu
mengkolaborasikan permainan musik Melayu dengan sentuhan modern dengan
menambahan keyboard sebagai salah satu instrumennya agar terkesan menarik,
modern, dan tidak di anggap kampungan. Upaya ini ternyata cukup berhasil dalam
menarik minat masyarakat Medan dan sekitarnya terhadap pertunjukan musik
Melayu. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya minat dan keinginan
masyarakat Medan untuk menggunakan jasa grup ini antara lain dalam acara-acara
pernikahan, khitanan, mengayunkan anak, dan lain sebagainya.
4.17 Contoh Struktur Lagu Lancang Kuning yang Dipertunjukan
Berikut adalah salah satu contoh lagu zapin yang berjudul Lancang Kuning
yang didendangkan oleh Rabiatul Adawiyah S.PdI, di salah satu pesta pernikahan
di Sunggal Kota Medan. Lagu zapin Lancang Kuning ini, menggunakan rentak
zapin yang dihasilkan terutama dari bunyi alat musik gendang ronggeng dan
keyboard, ditambah gesekan biola dan melodi akordion. Pada bagian ini
dideskripsikan struktur teks dan melodi, sebagai bahan kajian khas disiplin
etnomusikologi.
100
Menurut Mohd Anis Md Nor (1995) zapin atau gambus adalah salah satu
genre seni yang dikenal sebagai seni berunsurkan ajaran Islam. Zapin ini berasal
dari daerah Yaman di Semenanjung Arab, yang fungsi utamanya adalah untuk
hiburan di majlis perkahwinan (walimatul arsy). Zapin itu sendiri mengandung
makna sebagai musik dan tari. Masyarakat Melayu mengembangkan zapin ini
dalam kaedah estetika budaya Melayu. Antaranya yang sangat termasyhur sampai
101
ke Sumatera Utara adalah zapin Lancang Kuning yang
berasal dari kawasan
Melayu Riau.
Struktur dalam lagu Lancang Kuning ini adalah menggunakan meter empat
dalam tanda birama 4/4, rentaknya zapin, yang pukulan dasarnya terdiri dari not
tiga perdelapan ditambah up beat
not seperempat dua kali, seperdelapan dan
seperempat. Dalam konteks pertunjukan, zapin ini menggunakan taqsim (yaitu
melodi pembuka), bahagian isi, dan bahagian penutup. Pada bahagian isi, biasa pula
digunakan pukulan kuat (senting)1, kemudian kembali lagi ke pukulan dengan
dinamik biasa.
Tangga nada yang digunakan oleh lagu Lancang Kuning ini sangat unik di
mana di dalamnya terkandung tangga nada mayor. Dalam notasi ini, tangga nada
tersebut adalah D Mayor, dengan susnan sebagai berikut.
D - E - Fis - G
200 200
- A - B -
100 200
Cis - D’
200 200
1
100
cent
Di beberapa tempat di kawasan budaya Melayu, digunakan istilah yang maknanya sama
dengan senting, yaitu kopak. Istilah kopak digunakan di Semenanjung Malaysia. Makna musikalnya
adalah setelah memainkan rentak zapin dalam dinamik lirih, maka di bahagian tertentu komposisi
musik, pukulan dikuatkan, untuk menambah suasana riang, gembira, dan bahagia. Dalam sistem
musik Barat, pukulan atau nyanyian yang dikuatkan ini biasa disebut dengan forte (kuat) dengan
variannya fortissimo (sangat kuat) dan fortisissimo (amat sangat kuat). Secara akustik, kuat dan
lemahnya pertunjukan musik ini disebut dengan dinamik, yang biasanya diukur dengan dalam
satuan desibel (dB) dalam ilmu fisika.
102
Aspek tangga nada lagu ini memang sangat unik, dan ini membuktikan
bahwa orang Melayu, khususnya pencipta lagu ini dahulu kala telah memperhatikan
aspek akulturasi dan kreativitas, mengolah berbagai tangga nada dunia dalam
jatidiri Melayu yang jelas.
Wilayah nada lagu Lancang Kuning ini adalah nada terbawah adalah Cis
Tengah, dan nada teratasnya adalah E. Dengan demikian dalam hitungan lasa, maka
wilayah nada lagu Lancang Kuning adalah sebesar 8 laras atau 1600 cent. Wilayah
nada tersebut dapat digambarkan dalam notasi berikut.
Cis
-
E’
8 laras
1600 cent
Kemudian nada dasar lagu Lancang Kuning ini, berdasarkan kebiasaan
mendengarkan lagu-lagu Melayu adalah nada C.
103
Nada-nada yang digunakan dalam lagu ini adalah nada-nada anggota dalam
tangga nada D Mayor, yaitu nada D-E-Fis-G-A-B-Cis-D’. Nada-nada itu adalah
sebagai berikut.
D
- E
- Fis - G - A - B - Cis - D’
Interval yang digunakan adalah: (a) sekunde minor, (b) sekunde mayor, (c)
ters minor, (d) ters mayor, dan (e) prima murni. Dengan demikian lagu Lancang
Kuning ini mengutamakan progresi melangkah ketimbang melompat, apalagi
lompatan yang relatif jauh.
Bentuk atau formula lagu lancang Kuning ini adalah ternari, yang dimulai
dari bentuk A diulang kembali A, kemudian B dan diulang ke B’ dan kemudian
diselesaikan dengan C dan C’. Bentuk lagu lancang Kuning ini adalah sebagai
berikut.
104
Selanjutnya struktur teks lagu Lancang Kuning ini adalah sebagai berikut.
Lancang Kuning
Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam
Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam
Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam
105
Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam
Lancang kuning belayar malam
Lancang kuning belayar malam
Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai
Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai
Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga
Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga
Lancang kuning belayar malam
Lancang kuning belayar malam
Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham
Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham
Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam
Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam
Lancang kuning belayar malam
Lancang kuning belayar malam
Dalam strukturnya, teks lagu Lancang Kuning ini juga mengandung
lambang dalam konteks budaya Melayu. Lancang kuning itu adalah lambang
orang Melayu dan kebudayaannya dalam mengharungi dunia ini, termasuk
zaman globalisasi budaya sekarang, yang dilambangkan dengan lautan luas.
106
Pada bait pertama dengan teks sebagai berikut: Lancang kuning lancang
kuning brlayar malam belayar malam; Haluan menuju haluan menuju ke laut
dalam; Lancang kuning belayar malam.
Teks ini mencoba menyampaikan
pesan bahwa lancang kuning (perahu tradisional yang berwarna kuning, sebagai
simbol kebudayaan Melayu) sedang berlayar malam, yang itu lebih berbahaya
ketimbang berlayar siang hari, malam gelap, perlu suluh, lampu atau penerangan
yang cukup agar bisa belayar malam. Sementara haluannya pun menuju laut
dalam bukan laut tepi, sehingga perlu berhati-hati seluruh anak kapalnya,
terutama nakhoda. Teks ini melambangkan kebudayaan Melayu yang dihimpit
oleh berbagai tekanan budaya asing.
Bait kedua menggambarkan lebih jauh tekanan kebudayaan asing kepada
budaya Melayu melalui teks sebagai berikut ini. Lancang kuning lancang kuning
menentang badai hai menentang badai; Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga;
Lancang kuning belayar malam. Dalam pelayaran, lancang kuning menghadapi
badai lautan, yang perlu diatasi dengan perjuangan seluruh anak buah kapal.
Keadaan ini menggambarkan sekian besarnya tantangan yang dihadapi
masyarakat dan kebudayaan Melayu dalam merentas dan menjalani hidup di
dunia ini. Namun pada ayat berikutnya disebutkan bahwa tali kemudi berpilin
tiga, artinya untuk menghadapi tantangan budaya ini masyarakat Melayu sudah
bersiap-siap dengan pilinan tali kemudi berjumlah tiga. Maknanya dalam
menghadapi tantangan peradaban, masyarakat Melayu sudah menyiapkan unsur
ulama, pemerintah, dan rakyat yang bekerja bersama-sama.
Bait ketiga lagu ini mengingatkan pentingnya kewaspadaan dan
keberpihakan pihak penguasa (pemerintah) kepada rakyat yang dipimpinnya,
107
dengan berdasarkan kepada ilmu yang diturunkan oleh generasi pendahulu
orang-orang Melayu. Dalam hal ini nakhoda harus faham akan ilmu kelautan,
ke arah mana yang hendak dituju, bagaimana menghadapi gelombang. Dalam
arti lain, pemimpin Melayu harus faham dengan sistem pendidikan Melayu yang
tercakup dalam adat Melayu, seperti yang dikonsepkan dalam adat bersendikan
syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Dengan mengikuti ajaran ini, insya
Allah pimpinan dan rakyat Melayu akan selamat menghadapi gelombang zaman,
seperti yang tercermin dalam teks berikut: Kalau nakhoda kalau nakhoda
kuranglah faham hai kuranglah faham; Alamatlah kapal alamatlah kapal akan
tenggelam; Lancang kuning belayar malam.
Dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Utara, untuk memohon kepada
Allah agar ssebuah kampung terhindar dari musibah dan malapetaka, maka
masyarakat Melayu hingga kini mengadakan upacara yang disebut melepas
lancang. Upacara ini dilakukan pada masa-masa ketika sebuah desa mengalami
musibah, seperti beberapa warganya hilang di laut, banjir besar, wabah penyakit
dan sebagainya. Jadi lancang (perahu) mempunyai makna dan lambang
tersendiri dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Utara. Demikian makna teks
lagu Lancang Kuning yang selalu disajikan Grup Musik Al-Aulia Rentak
Melayu ini, baik di Kota Medan ataupun di berbagai tempat di kawasan
kebudayaan Melayu pada umumnya.
108
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah diuraikan secara rinci dari Bab I sampai Bab IV, maka pada Bab V
ini, penulis menarik kesimpulan, yangtujuan utamanya adalah menjawab secara
umum pokok permasalahan yang telah ditetapkan pada bab pendahuluan. Adapun
pokok masalah itu adalah bagaimana pertunjukan musik grup Al-Aulia Rentak
Melayu, dengan pendekatan teori semiotika pertunjukan.
1. Diskusi umum tentang pertunjukan musik yang diperankan oleh Al=-Aulia
Rentak Melayu, secarta umum mer45eka mempertunjukkan musik-musik
Melayu dengan disertai genre musik lain baik musik etnik Sumatera Utara,
musik Asia (Jepang, India), dan juga musik yang mengekspresikan kebudayaan
Islam yang disebut irama Padang Pasir.
2. Skenografi pertunjukan adalah mengikuti pola-pola umum pertunjukan dalam
musik tradisi Melayu namun disesuaikan dengan perkembangan masa dan
situasi acara atau upacara.
3. Tata cahaya biasanya dilakukan di ruangan pertunjukan tertentu misalnya hotel,
atau juga panggung pada malam hari, dalam hal ini kelompok Al-Aulia Rentak
Melayu bekerjasama dengan bahagian tata cahaya.
4. Properti panggung ditentukan menurut tema atau keindahan yang diinginkan,
dalam hal ini bekerjasama dengan penata dekorasi.
5. Kostum Al-Aulia Rentak Melayu secara umum menggunakan kostum tradisi
Melayu yang disesuaiakan untuk keperluan pertunjukan, dan ditambah dengan
109
kostum bergaya pakaian Arab, untuk menguatkan suasana pertunjukan musik
Arab (Islam).
6. Pertunjukan mengikuti pola-pola pertunjukan musik tradisi Melayu.
7. Fungsi musik dan efek suara sebagai pertunjukan musik tentu saja menguatkan
suasana, tema, dan komunikasi dengan para penonton.
8. Tahapan pertunjukan, dimulai dari tahap pembuka (basamalah lagu), isi berupa
lagu-lagu pasangan dan juga permintaan dari pengunjung, serta bahagian
penutup pertunjukan.
9. Pertunjukan musik oleh Al-Aulia Rentak Melayu memiliki cerita lagu demi lagu
dengan temanya masing-masing.
10. Teks dalam pertunjukan adalah sesuai dengan lagu yang dibawakan, ada yang
mengacu kepada pantun, ada pula yang mengacu kepada tema agama, tema
alam, nasihat, dan lainnya, yang dapat ditafsir dari lagu-lagu yang dibawakan.
11. Penonton di kota Medan umumnya adalah masyarakat yang multikultural,
selain etnik Melayu juga etnik-etnik lain.
12. Produksi pertunjukan oleh Al-Aulia Rentak Melayu adalah disesuaikan dengan
permintaan dari tuan rumah, dengan juga mempertimbangkan situasi
pertunjukan, artinya berkembang di pentas dan lapangan pertunjukan.
13. Umumnya pertunjukan Al-Aulia Rentak Melayu dapat diuraikan baik oleh para
penonton apalagi oleh para pengamat.
14. Sejauh pengalaman penulis, tidak ditemukan masalah-masalah khusus dalam
pertunjukan musik oleh Al-Aulia Rentak Melayu.
110
Dalam realitasnya, grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu adalah satu grup
musik Melayu di kota Medan yang cukup terkenal dan banyak masyarakat Kota
Medan menggunakan jasa grup ini khususnya dalam acara atau hajatan pernikahan,
khitanan, mengayunkan anak. Disamping itu grup ini juga kerap diundang oleh
lembaga/instansi pemerintah untuk memberikan jasa hiburan bahkan diundangkan
untuk mengisi acara di beberapa stasiun televisi seperti TVRI, TV-One, Net TV,
dan DAAI TV.
Eksistensi grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu khususnya di Medan karena
masyarakat sangat terhibur dan puas dengan hiburan karena mengkolaborasikan
permainan musik Melayu dengan sentuhan modern dengan menambahan keyboard
sebagai salah satu instrumennya agar terkesan menarik, modern sesuai selera
masyarakat saat ini. Hal ini juga didukung oleh kepiwaian pimpinan dan personil
dalam menyajikan pertunjukan musik yang dengan jenis lagu serta nada dan iringan
musik yang ditata dengan serasi dan harmonis.
5.2 Saran
Sebagai grup musik Melayu yang cukup terkenal dan diminati oleh
masyarakat khususnya di Medan, diharapkan grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu
agar selalu dapat mengembangkan dan mempertahankan identitas pertunjukannya,
yang berakar dari budaya Melayu, dengan mempertimbangkan pula kebudayaan
multi etnik Sumatera Utara. Dengan ciri khas ini, kelompok Al-Aulia Rentak
melayu terus akan diminati oleh masyarakat luas.
Peran serta grup Musik Al-Aulia Rentak Melayu hendaknya lebih
ditingkatkan terutama untuk lebih meningkatkan minat generasi muda di Medan
111
dan sekiat untuk berpartisipasi dalam melestarikan musik Melayu sebagai warisan
budaya yang harus dipertahankan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan
musik saat ini maupun di masa mendatang.
112
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1995. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Echols, M dan Hasan Shadily, Kamus Indonesia-Inggris. Jakarta ; Gramedia.
Koentjaraningrat, 1991. Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia
Murgianto, Sal. 1996. Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas dan Arti
Pertunjukan, Jakarta : Jurnal MSPI
Siswanto, H B. 2005. Pengantar Manajemen. Bandung: Bumi Aksara.
Suriasumantri, Yuyun S. 1993. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor dan
Leknas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Soedarsono, R.M. 1999. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa.
Jakarta.
Takari, Muhammad. 2005. Komunikasi Dalam Seni Pertunjukan Melayu. Jurnal
Etnomusikologi, Vol.1 No.2. Departemen Etnomusikologi FIB
Universitas Sumatera Utara.
Takari, Muhammad. 2008. Manajemen Seni. Medan : Studia Kultura Fakultas
Sastra USU.
Takari, Muhammad. 2013. Kesenian Di Sumatera Utara : Beberapa Pemikiran
Mengenai Arah Dan Pengembangan Fungsinya. Makalah dalam
Kegiatan Gelar Seni Budaya Sumatera Utara 6 sampai 8 November
2013 di Taman Budaya yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Sumatera Utara. Departemen Etnomusikologi FIB
USU dan Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia.
Takari, Muhammad dan Heristina Dewi. 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu
Sumatera Utara. Medan: USU Pres.
Terry, George R. dan Leslie W. Rue, 2000. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta:
Bumi Aksara.
alauliarentakmelayu.blogspot.com
www.kbbi.web.id
http://en.wikipedia.org/wiki/The_arts
113
DAFTAR INFORMAN
114
Download