PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu sumber daya genetik ternak asli Indonesia yang sudah didomestikasi (MacHugh, 1996) dan termasuk salah satu aset dunia yang sangat berharga (Noor et al., 2000). Sementara, bangsa sapi lokal Indonesia yaitu Madura, Aceh, dan Pesisir. Sapi Sumba-Ongole (SO) dan Java-Ongole (PO) juga dianggap sebagai sapi lokal Indonesia (Martojo, 2003). Noor (2010) menyatakan bahwa ternak asli maupun lokal memiliki keunggulan yaitu mampu beradaptasi dengan lingkungan lokal seperti kualitas pakan berkualitas rendah, ketersediaan air yang kurang, iklim tropis, manajemen yang kurang baik, dan ketahanan terhadap penyakit. Dengan demikian, ternak-ternak inilah yang paling cocok untuk dipelihara dan dikembangkan di Indonesia khususnya bagi peternak kecil (small holder farmer), walaupun produksinya relatif lebih rendah dari ternak impor. Sapi Bali merupakan sapi yang berasal dari domestikasi banteng (Bos javanicus) yang pada awalnya termasuk banteng liar asli dari Pulau Bali (Hayashi et al., 1980). Proses domestikasi tersebut mengakibatkan terdapat beberapa perbedaan dan kesamaan antara ternak domestikasi dan ternak liar sebagai nenek moyang (Vaisanen dan Jensen, 2003). Sementara sapi lokal (Madura, Pesisir, dan Aceh) merupakan persilangan banteng dan sapi luar yang masuk ke Indonesia. Namun, telah cukup lama berada di Indonesia sehingga berkembang biak sesuai dengan lingkungan lokal (Abdullah et al., 2008), hal tersebut menyebabkan kemungkinan adanya keragaman genetik seperti keragaman di DNA mitokondria (mtDNA) di daerah D-loop antara sapi-sapi lokal Indonesia dan sapi Bali. Adanya dugaan keterkaitan/hubungan kekerabatan (filogenetik) antar bangsa sapi yang ada di Indonesia menjadi hal penting untuk diketahui. Keterkaitan hubungan antar sapi asli dan sapi lokal Indonesia telah dilakukan berdasarkan ukuran tubuh (Otsuka et al., 1980; Abdullah, 2008), ukuran tengkorak (Hayashi et al., 1980), protein darah (Namikawa et al., 1980), DNA mikrosatelit (Mohamad et al., 2009) dan DNA mitokondria daerah CO I (Febriana, 2011). Beberapa hasil penelitian tersebut masih bersifat parsial dan terbatas pada salah satu bangsa sapi lokal. Di sisi lain, Indonesia memiliki beberapa bangsa sapi lokal Indonesia yang merupakan sapi-sapi yang sudah diakui oleh dunia (sapi Bali, 1 Madura, Pesisir, Aceh, dan PO). Semakin berkembangnya kajian ilmu genetika molekuler saat ini, maka penelitian terhadap bangsa sapi lokal Indonesia pada tingkat molekuler khususnya pada DNA mitokondria sangat diperlukan, terutama DNA mitokondria di daerah D-loop karena DNA mitokondria mempunyai jumlah turunan yang lebih tinggi (high copy number), yaitu mempunyai jumlah salinan sebesar 10 3104 molekul DNA mitokondria/sel somatik (Randi, 2000). Keunggulan lain dari mtDNA yaitu ukuran mtDNA kecil sehingga dapat dipelajari secara utuh. Genom DNA mitokondria mempunyai laju evolusi 5-10 kali lebih cepat dari DNA inti (Clayton, 1992). Nijman et al. (2003) menyatakan bahwa penentuan daerah D-loop mtDNA pada sapi dapat digunakan untuk menunjukkan proses hibridisasi pada bangsa sapi Indonesia termasuk sapi asli Indonesia (sapi Bali). Penanda atau marker DNA mitokondria adalah penanda genetik berdasarkan garis maternal yang hanya diwariskan melalui induk tanpa mengalami rekombinasi. Penciri yang berbasis pada DNA mitokondria dapat digunakan untuk merekonstruksi pohon kekerabatan (filogenetik) pada berbagai bangsa/spesies yang saling berdekatan (Duryadi, 1994). Penelitian di daerah D-loop sudah sangat spesifik dan sudah digunakan sangat luas, penelitian mtDNA daerah D-loop pernah dilakukan untuk mengetahui variasi DNA mitokondria dan evolusi sapi Hitam Jepang (Bos taurus) (Mannen et al., 1998), memposisikan sapi Zebu Amerika berasal dari Bos indicus (Meirelles et al., 1999), menentukan perbedaan genetik dan variasi sekuen daerah D-loop mtDNA sapi asli Cina (Lai, 2005), mengetahui hibridisasi banteng (Bos javanicus) dan zebu (Bos indicus) (Nijman et al., 2003), menetukan keragaman genetik dan pohon filogenetik kerbau sungai di Mesir (Hassan et al., 2009). Hal ini menjadikan penelitian identifikasi keragaman D-loop mtDNA penting untuk dilakukan, mengingat sapi-sapi tersebut merupakan sumber daya genetik yang dimiliki Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar tentang DNA mitokondria di daerah D-loop (data base) pada sapi-sapi Indonesia. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam menentukan kebijakan program pemuliaan sapi Indonesia terutama dalam upaya pelestarian, pengembangan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan. 2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapat sekuen daerah D-loop mtDNA dan mengetahui keragaman daerah D-loop mtDNA pada sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh dan PO di Indonesia. Tujuan lain yaitu untuk mengetahui hubungan genetik (filogenetik) antara sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO. 3