BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk
mencapai kondisi sehat maka kebersihan diri harus kita perhatikan. Jika kebiasaan
bersih sudah ditanamkan sejak dini, ketika dewasa akan bertingkah laku sesuai
dengan norma kebersihan. Dan bahkan kualitas hidup juga akan sangat
dipengaruhi oleh aspek kesehatan gigi dan mulut seseorang. Terminologi kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut atau Oral Health Related
Quality of Life adalah presepsi dari individu itu sendiri tentang kesehatan gigi dan
mulut
serta
dampaknya
terhadap
pengalaman
nyeri,
fungsi
system
stomatognathic, serta bagaimana kesehatan gigi dan mulut tersebut mempengaruhi
aspek psiokososial berdasarkan konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya.¹
Kesehatan gigi dan mulut penting untuk diperhatikan dan merupakan
bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan yang memerlukan penanganan
segera sebelum terlambat dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan sesorang.
Masyarakat di Indonesia, belum mempertimbangkan kesehatan gigi dan mulut.
Masyarakat cenderung mengabaikan sakit gigi yang ditimbulkan padahal ketika
sudah menjadi sakit, penyakit gigi merupakan jenis penyakit pada urutan pertama
yang dikeluhkan masyarakat dan anak-anak.²
1
Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada
pada saluran pencernaan, saluran pernafasan bagian atas dan mukosa genital pada
mamalia. Tetapi populasi yang meningkat dapat menimbulkan masalah yang
cukup besar. Beberapa spesies Candida yang dikenal banyak menimbulkan
penyakit baik pada manusia maupun hewan. Candida albicans merupakan fungi
opurtunistik penyebab sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginistis candida pada urin
(candiduria), gastrointestinal candidiasis yang dapat menyebabkan gastrik ulcer
(atau bahkan dapat menjadi komplikasi kanker). Di Amerika 75% wanita pada
masa reproduksi pernah mengalami vulvavaginistis candidiasis. Antara 40-50%
mengalami infeksi berulang dan 5-8% terkena infeksi candida kronis. Infeksi
Candida juga sering merupakan penyebab komplikasi yang fatal pada kasus
transplantasi organ. Di London, 40,5% terkena infeksi jamur pasca transplantasi
hati dan 90% dari angka tersebut disebabkan oleh infeksi Candida spp sementara
66% oleh Candida albicans. Dari 345 kasus Candidemia yang diteliti di sebuah
rumah sakit di Spanyol mortalitas mencapai 44% dengan perincian dari angka
tersebut 51% disebabkan oleh infeksi Candida albicans sementara itu, di Jerman
angka kematian akibat necrosectomy yang diikuti oleh infeksi jamur termasuk
Candida mencapai 62%. Diagnosis laboratorium dan pengobatan terhadap
penyakit yang disebabkan oleh Candida spp terutama Candida albicans belum
memberikan hasil yang memuaskan. Resistensi terhadap antifungi juga sering
terjadi.
Beberapa usaha dilakukan untuk memperbaiki perangkat diagnosis dan
metode pengobatan. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan
2
memahami mekanisme infeksi Candida albicans. Beberapa faktor yang
berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi adalah adhesi, perubahan dari
bentuk khamir ke bentuk filamen dan produksi enzim ektraselular. Adhesi
melibatkan interaksi antara ligand dan reseptor pada sel inang dan proses
melekatnya sel Candida albicans ke sel inang.3
Keberadaan Candida albicans dalam rongga mulut tidak selalu
mengindikasikan terjadinya penyakit. Pada beberapa individu, Candida albicans
merupakan komponen minor dari rongga mulut dan tidak menunjukkan symptom
klinis. Kolonisasi Candida albicans dalam rongga mulut melibatkan adanya
penambahan dan pemeliharaan populasi fungi yang stabil. Mikroorganisme secara
rutin dibersihkan dari rongga mulut melalui mekanisme pembersihan host,
sehingga untuk dapat bertahan hidup dalam ekosistem ini Candida albicans
mempunya beberapa tempat untuk kolonisasi Candida albicans sehingga fungi
dapat beradhesi pada kebanyakan ligand.4
Candida albicans selain bersifat flora normal, juga bersifat patogen.
Candida bersifat oporturnistik karena dapat berkembang menjadi patogen dan
menyebabkan infeksi bila terjadi perubahan pada individu (host) yang
memungkinkan untuk pertumbuhannya. Berdasarkan data yang ada, perevalensi
Candida pada orang dewasa adalah 3-48%, sedangkan pada anak – anak 45-46%.5
Infeksi jamur pada rongga mulut yang sering terjadi disebabkan oleh
Candida sp dan spesies Actinomycetes. Candida albicans merupakan organisme
yang komensal dalam rongga mulut, dan merupakan flora normal di rongga mulut.
3
Candida albicans dapat menimbulkan kelainan atau infeksi di dalam rongga
mulut yang tampak dalam beberapa bentuk, yang sering disebut sebagai
kandidiasis.6
Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung
meningkat, terlebih dengan adanya semangat back to nature serta krisis ekonomi
berkepanjangan
yang
mengakibatkan
turunnya
daya
beli
masyarakat.
Kecenderungan peningkatan penggunaan obat herbal untuk pengobatan tidak lagi
didasarkan atas pengalaman turun-menurun tetapi dengan dukungan dasar
ilmiah.Sementara ini banyak orang yang beranggapan bahwa penggunaan
tanaman obat herbal relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis7.
Kaktus (Mammillaria myriacantha) merupakan salah satu produk bahan
alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Kaktus saat ini tak hanya dikenal
sebagai tanaman hias tapi juga sebagai salah satu sumber antioksidan. Hanya saja
tidak sembarang kaktus melainkan kaktus berjenis Kaktus Pir Berduri (Opuntia
ficus-indica).8
Kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) merupakan tanaman yang berasal
dari Benua Amerika, namun tanaman ini sudah banyak dikonsumsi oleh penduduk
asli suku India dan Meksiko sebagai bahan makanan yang dapat diolah mulai dari
sup, selai, saus, dan keju. Selain itu, tanaman ini juga mengandung pigmen
betalain yang berfungsi sebagai pawarna alami makanan. Tanaman ini ternyata
tidak hanya dijadikan sebagai bahan olahan makanan akan tetapi tanaman ini juga
mengandung zat aktif yang mampu mengubah reaksi tubuh terhadap alergen. Gel
4
pada kaktus pir buah mengandung berbagai zat aktif yang berguna untuk
mengubah reaksi tubuh terhadap alergen. Dalam studi analisis yang telah
dilakukan diperoleh hasil bahwa terdapat unsur pokok berupa antioksidan pada
kaktus tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan dilakukannya uji kapasitas
antioksidan pada tiga jenis kaktus pir buah yang berasal dari Spanyol (Opuntia
ficus indica, Opuntia undulate, dan Opuntia stricta) yang dilakukan secara in
vitro. Ekstrak kaktus pir buah tersebut dianalisis untuk menentukan kandungan –
kandungannya: askorbik acid, flavonoids, (quercetin, isorhamnetin, myricetin,
kaempferol, dan luteolin), betalains, taurin, total karotenoid dan total fenol. Hasil
analisis tersebut, didapatkan informasi adanya senyawa bioaktif dan unsur
antioksidan pada ketiga sampel tersebut. Pada Opuntia ficus indica memiliki
tingkat antioksidan dan unsur taurin yang tinggi.9
Selain berfungsi sebagai bahan makanan yang dapat diolah, ternyata
kaktus ini juga mengandung zat aktif yang mampu mengubah reaksi tubuh
terhadap allergen. Universitas Arizona meneliti kandungan pectin yang terdapat
dalam buah kaktus efektif dalam penurunan tingkat kolestrol LDL dan juga
membantu tubuh dalam menstabilkan kadar glukosa darah. Selain itu, publikasi
terakhir Journal Of Ethnopharmacology and Diabetes Care menjelaskan bahwa
pada bagian pipih kaktus tersebut sangat efektif terhadap diabetes tipe II.10
Gel kaktus pir buah mengandung zat aktif yang berguna untuk
mengubah reaksi tubuh terhadap allergen. Kandungan zat aktif yang terdapat pada
kaktus tersebut, yaitu berupa flavonoid yang terkenal sebagai zat antioksidan
dalam tubuh. Dalam studi analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
5
terdapat unsur pokok berupa antioksidan pada kaktus tersebut. Hal ini juga
diperkuat dengan dilakukannya uji kapasitas antioksidan pada tiga jenis kaktus pir
buah yang brasal dari Spanyol (Opuntia ficus indica, Opuntia undulate, dan
opuntia stricta) yang dilakuan secara in vitro. Ekstrak kaktus pir buah tersebut
dianalisis untuk menentukan kandungan – kandungannya : ascobic acid,
flavonoids, (quercetin, isorhamnetin, myricetin, kaemferol, dan luteolin),
betalains, taurine, total carotenoids, dan total phenolics. Pada hasil analisis
tersebut, didapatkan informasi adanya senyawa bioaktif dan unsur antioksidan
pada ketiga sampel tersebut. Opuntia ficus indica memiliki tingkat antioksidan
dan unsur taurine yang tinggi.11
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi
molekul lain. Tubuh tidak memiliki sistem pertahanan antioksidatif yang
berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih, tubuh membutuhkan
antioksidan eksogen. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat
oksidasi molekul lain. Tubuh tidak memiliki sisitem pertahanan antioksidatif yang
berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih, tubuh membutuhkan
antioksidan eksogen. Flavonoid merupakan salah satu senyawa fenol alami yang
tersebar luas pada tumbuhan, yang disentesis dalam jumlah sedikit (0,5-1,5%) dan
dapat ditemukan pada hampir semua bagian tumbuhan. Flavonoid dalam tubuh
manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegah
kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel,
meingkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah keropos tulang dan
sebagai antibiotic.12
6
Sebagai langkah nyata dalam mewujudkan masyarakat sehat khususnya
dalam mengatasi penyakit – penyakit rongga mulut yang sebagian besar
disebabkan oleh bakteri Candida albicans maka upaya meningkatkan derajat
kesehatan gigi dan mulut masyarakat perlu lebih digalakkan lagi serta melakukan
penelitian dalam menggali potensi bahan alam. Kaktus pir berduri merupakan
tanaman obat yang mudah dikembangkan dan dimanfaatkan secara luas.
Berasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk
mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari ektrak buah kaktus pir berduri
(Opuntia ficus indica) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Candida albicans
yang dilakukan secara in vitro.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka timbul suatu, yaitu :
-
Apakah ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)
mempunyai efek menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans?
-
Apakah konsentrasi ekstrak pir berduri (Opuntia ficus indica)
mempengaruhi daya hambat jamur Candida albicans?
7
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian Umum :
Untuk mengetahui pengaruh ekstrak buah kaktus pir berduri terhadap
pertumbuhan bakteri Candida albicans.
Tujuan Penelitian Khusus :
1. Untuk mengetahui daya hambat pada ekstrak kaktus pir berduri terhadap
pertumbuhan Candida albicans.
2. Untuk mengetahui konsentrasi yang dibutuhkan atau sesuai dalam
menghambat pertumbuhan Candida albicans
1.4
Hipotesis Penelitian
1.
Ekstrak buah kaktus pir berduri dapat menghambat pertumbuhan
jamur Candida albicans.
2.
Besar konsentrasi ekstrak buah kaktus mempengaruhi daya
hambat pertumbuhan jamur Candida albicans
1.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui daya hambat kaktus pir berduri
(Opuntia ficus indica) terhadap pertumbuhan Candida albicans, maka
diharapkan:
1.
Dapat mengetahui pengaruh antibakteri ekstrak buah kaktus pir berduri
terhadap Candida albicans.
8
2.
Dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk menguji
potensi buah kaktus pir berduri secara in vivo.
3.
Dapat membandingkan efek antibakteri dari ekstrak buah kaktus dengan
antibiotik yang digunakan unuk Candida albicans.
4.
Diharapkan buah kaktus pir berduri dapat digunakan sebagai pengobatan
alternatif untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans di
masa mendatang.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kaktus
Kaktus berasal dari kata Yunani, yaitu kaktos tanaman berduri. Seorang
ahli botani bernama Linneaus yang membuat klasifikasi tanaman memasukkan
kaktus ke dalam kelompok tumbuhan berduri atau Cactaceae. Kaktus pir berduri
merupakan jenis tumbuhan yang banyak tumbuh di daerah – daerah yang tandus
dan kering. Memiliki bentuk yang pipih dan lebar serta memiliki duri diseluruh
bagian tubuhnya menyababkan tumbuhan ini sudah banyak dikembangkan
khususnya di Indonesia. Seorang ahli botani memasukkannya dalam kelompok
tumbuhan berduri atau Cactacea. Tanaman ini sudah banyak dijadikan sebagai
bahan makanan yang dapat diolah baik secara alami maupun mesin – mesin
pengolah.13
Gambar 1 : Buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)
Sumber: http://tokodeli.com/obat-herbal/manfaat-tanaman-kaktus/
10
2.2
Taksinomi dan Tatanama
Kaktus pir berduri secara umum digunakan untuk menggambarkan
beberapa jenis dari familI Cactacea. Termasuk dalam spesies Opuntia,
Nopalea, dan Acanthocereus. Seluruh tanaman tersebut berasal dari Amerika.
Kaktus pir berduri termasuk ke dalam :14
2.3
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Cactales
Famili
: Cactaceae
Genus
: cactus
Spesies
: Opuntia sp
Penyebaran dan Habitat
Secara alamiah tumbuhan kaktus dapat ditemukan di Meksiko dan United
States, tetapi tumbuhan ini juga banyak tumbuh di Africa, Madagaskar, Australia,
Sri Lanka, dan India. Kaktus telah menyebar dan dibudidayakan secara luas di
seluruh dunia pada daerah beriklim tropis dan termasuk di Indonesia. Mengingat
potensi sumber daya alam yang telah terbukti sangat sesuai untuk budidaya
tanaman kaktus. Penyebaran tanaman spesies ini terjadi karena hasil budidaya
manusia.15
11
2.4 Kandungan Kimia dan Senyawa Aktif
Kaktus pir berduri memiliki getah yang mengandung D-glucose, Dgalactose, L-arabinose, D-xylose, L-rhamnose, dan D-galacturonic dan
glucuronic acid.10 Kaktus pir berduri merupakan sayuran yang rendah kalori,
untuk 100 g daun kaktus pir berduri menyediakan hanya 16 kalori. Meskipun
demikian daun kaktus pir berduri memiliki anti-oksidan, vitamin dan
mineral.Buah dari kaktus pir berduri juga mengandung vitamin B-kompleks
seperti thiamin, riboflavin dan vitamin B-6 (pyridoxine).16
Opuntia ficus indica juga mengandung protein molecular dengan massa
6,5 kDa dan setelah diisolasi menjadi kombinasi berupa filtrasi gel
kromatography dan melalui tahap HPLC. Selanjutnya terdapat 8 – 85% w/w
kandungan gula dan 0.98% w/w adalah pentosa. Kaktus pir berduri juga
menghasilkan flavonoid (quercetin, dihydroquercetin, dan quercetin 3 –
methyl, kaemferol). Laporan lain memperlihatkan bahwa tumbuhan yang
termasuk dalam family Cactaceae flavonols. Selainj itu, kaktus pir buah
mengandung pigmen betalain yang berpotensi baik untuk pewarna makanan.
Selanjutnya, buah Opuntia ficus indica juga mengandung askorbid acid.
Disamping mengandung askrobik acid ternyata terdapat juga kandungan
berupa organik acid yang diidentifikasi berupa maleik, manalok, succinik,
tartaric dan oxalic. Juga mengandung sejumlah besar vitamin B1, B6, vitamin
A. Buah Opuntia ficus indica juga mengandung mineral, kalsium, magnesium,
sodium dan potassium, phosphorus, iron.17
12
Berikut ini beberapa zat kimia yang terdapat dalam buah kaktus pir
berduri (Opuntia ficus indica):
a. Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang terbanyak
ditemukan di alam. Senyawa ini umumnya ditemukan pada tumbuhan
yang berwarna merah, ungu, biru, atau kuning. (IPB) Sebagian besar
senyawa flavonoid di alam ditemukan dalam bentuk glikosid.
Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang
saling berikatan melalui ikatan glokosida. Gula yang terikat pada
flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid akan larut dalam pelarut
polar seperti etanol, methanol, butanol, aseton, dan air.
Flavonoid merupakan deretan senyawa C6-C3-C6 artinya kerangka
karbonya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzene) yang dihubungkan
oleh rantai alifatik tiga karbon.
Senyawa dari golongan flavonoid seperti quercetin dan kaemferol dari
beberapa bahan alam dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Mekanisme
kerja flavonoid diduga mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak
membrane sel bakteri.
b. Betalain
Buah kaktus pir berduri memiliki zat warna berupa betalain yang
berpotensi baik untuk digunakan sebagai pewarna alami makanan.
13
Betalain ini telah digunakan untuk pembuatan jus, selai, sirup, dan
jelly.
c. Vitamin B1, B6, vitamin A, dan Vitamin E
2.5 Pemanfaatan
Bagian dari kaktus yang dimanfaatkan berupa batang dan buah, dapat
digunakan langsung baik secara tradisional maupun dalam bentuk ekstrak.
Eksudat atau getah daun yang keluar bila dipotong secara tradisional dapat
digunakan langsung untuk penyembuhan luka luar, sengatan serangga dan dapat
memisahkan bakteri pada air yang tercemar. Sedangkan pada sari buah tumbuhan
kaktus penggunaanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang dapat
diolah, sebagai antioksidan, dan antibakterial.10
Buah kaktus kaya akan flavonoid yang merupakan salah satu kelas
tersebar dari senyawa polifenol dan berfungsi sebagai antimikrobial. Quercetin
dan naringenin yang merupakan turunan dari flavonoid yang dilaporkan sebagai
penghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Candida albicans, Escherichia coli,
Staphylococcus nervous, Staphylococcus aureus, dan Saccharomyces cerevisiae.18
Berikut penggunaan kaktus pir berduri secara luas antara lain :19
 Penggunaan bahan tradisional
Opuntia ficus indica telah banyak digukan oleh suku Mexico sebagai bahan
obat yang efektif menyembuhkan luka bakar, luka karena terjatuh, edema,
14
dan masalah pencernaan. Tumbuhan ini mempunyai ekstrak alkohol yang
memiliki anti-inflamasi, hypoglycemic, dan aktivitas anti-viral. Selain itu, di
Meksiko batang buah pir berduri dijadikan sebagai obat tradisional untuk
menyembuhkan penyakit diabetes. Dari sebuah situs kesehatan juga
melaporkan bahwa tumbuhan ini dapat digunakan sebgai obat hyperlipidemy
(kelebihan lemak dalam darah) dan obesitas.
 Aktivitasnya sebagai anti – inflammatory
Beberapa studi penelitian yang telah dilakukan, memperlihatkan aktivitas
analgesik dan anti – inflammatory pada genus Opuntia yang kandungan
analgesik dan anti – inflamatorinya berupa ekstrak buah, lyophilizet cladodes,
atau phytosterols dari ekstrak buah dan batangnya. Opuntia ficus indica
mempunyai aktivitas anti – inflammatory yang cukup tinggi. Beta – sitosterol
diidentifikasi sebagai zat anti – inflamasi yang diperoleh dari ekstrak batang
tumbuhan tersebut meskipun aktivitasnya terlihat relatif kurang dibandingkan
dengan hydrocortisone.
 Sebagai Neuroprotective
Opuntia ficus indica dari hasil laporan yang diperoleh mempunyai aktivitas
neuroprotective yang utama dalam melindungi sel – sel tubuh dari berbagai
macam toksik. Opuntia ficus indica mengandung dua jenis flavonoid
(quercetin dihydroquercetin, dan quercetin 3 – methyl) yang berfungsi
sebagai antioksidan yang aktif dalam perlindungan tubuh.
15
 Anti – diabetes
Sebuah studi yang dilakukan mengenai “The nutritional value, antokxidant
activityand the effect of cactus pear (Opuntia ficus indica) fruit juice on
biochemical parameters, enzyme activities and lipid peroxidation in alloxan
inducet diabetic rats”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian
alloxan dapat menyebabkan diabetes. Pemberian juice kaktus secara rutin
dapat menurunkan alloxan penyebab diabetes selama lima minggu secara
bertahap dari glukosa, kolestro, urea, keratin, dan lain – lain.
Dalam sebuah analisis medis di Meksiko memberikan bukti yang cukup
bahwa mengkonsumsi buah kaktus pir beduri dapat mengurangi serum kadar
glukosa antara penderita diabetes dari 10 sampai 30 mg/dl pada 30 sampai 180
menit pasca mengkonsumsi buah kaktus pir berduri ini. Dan Mengkonsumsi buah
kaktus pir berduri memberikan efek metabolik pada penderita diabetes.
 Anti – oksidan
Ekstrak dari Opuntia ficus indica memiliki karakter dan kandungan
dengan jumlah fenol yang sangat tinggi, yang mana aktivitas dari fenol
sendiri berupa antioxidant. Anti oksidan merupakan senyawa yang
mampu menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak mempunyai
system pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi
paparan radikal berlebih, tubuh memerlukan anti oksidan eksogen.
Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan
sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain
16
adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, anti
– inflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik. Selain itu,
senyawa golongan flavonoid (quercetin, kaemferol) dari beberapa bahan alam
dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri khususnya mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif. Mekanisme kerja flavonoid diduga
mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membrane sel.18
 Dapat dijadikan sebagai anti – kanker dan anti – viral
 Mengandung betalain sebagai pigmen makanan alami yang aman untuk
dikonsumsi dan sudah banyak digunakan oleh suku Meksiko dan Amerika.
2.6 Mekanisme Kerja Antibakteri
Aktivitas mikroorganisme dapat dikendalikan dengan penghambatan
secara fisik maupun kimia. Bahan antimikroba adalah penghambat
mikroorganisme secara kimia yang menggangu aktivitas metabolism mikroba.
Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri. berdasarkan
cara kerjanya antibakteri dibedakan menjadi bakterisidal dan bakteriostatik.
Bakteriostatik adalah zat yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri
sedangkan bakterisidal adalah zat yang bekerja mematikan bakteri. Beberapa
zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat
bakterisidal pada konsentrasi tinggi.
17
Mekanisme kerja antibakteri secara umum adalah sebagai berikut : 20
a. Mengganggu sintesis dinding sel
Sintesis dinding sel bakteri dapat diganggu zat antibakteri,
sehingga dinding sel yang terbentuk menjadi tidak sempurna dan tidak
tahan terhadap tekanan osmotis, sehingga menyebabkan pecahnya sel.
b. Menggangu sintesis membran sel
Sintesis molekul lipoprotein membran sel bakteri dapat diganggu
zat antibakteri, sehingga membran menjadi lebih permeabel yang
menyebabkan keluarnya zat – zat penting dari sel.
c. Menggangu sintesis protein sel
Zat antibakteri dapat berikatan dengan sub unit ribosom bakteri,
sehingga menghambat sintesis asam – asam amino dan menghasilkan
protein yang inaktif.
d. Mengganggu sintesis asam nukleat
Kelangsungan hidup sel sangat tergantung pada molekul – molekul
protein dan asam nukleat. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang
terjadi pada pembentukan atau fungsi zat – zat tersebut dapat
mendenaturasi protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat
diperbaiki lebih lanjut.
e. Antagonosme saingan
Zat antibakteri dapat bersaing dengan zat – zat yang diperlukan
untuk proses metabolisme, sehingga proses tersebut terhenti. Sifat
antibakteri dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Antibakteri termasuk
18
ke dalam jenis spektrum luas bila menghambat atau membunuh bakteri
Gram positif dan Gram negatif. Antibakteri termasuk ke dalam jenis
spektrum sempit bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif
dan Gram negatif saja.
2.7 Candida albicans
Candida albicans adalah spesies yang sering ditemukan dan virulen
terhadap manusia. Walaupun Candida albicans merupakan komponen normal
dari flora rongga mulut, kadang – kadang pada suatu waktu bisa menimbulkan
penyakit. Tetapi keberadaan Candida albicans di dalam rongga mulut tidak
selalu menigindikasikan terjadinya penyakit. Pada beberapa individu, Candida
albicans merupakan komponen minor dari rongga mulut dan tidak
menunjukkan gejala klinis. Kolonisasi Candida albicans dalam rongga mulut
melibatkan adanya peningkatan dan ketahanan populasi jamur yang menjadi
stabil.21
GAMBAR 2: Candida albicans
Sumber : http://www.doctorfungus.org/thefungi/img/candida.jpg
19
2.8 Taksonomi
Klasifikasi Candida albicans berdasarkan Jones at al. (2004), adalah sebagai
berikut : 21
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans (C.P. Robin) Berkhout 1923
Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans.
2.9 Tinjauan Umum
Agen infeksi dikenal sebagai mikroba yang berenang seharian di seluruh
tubuk kita. Mikroba berada di mulut, tenggorokan, gusi, saluran hidung,
gastroinstentinal, dan mikroorganisme lainya. Misalnya, bakteri, virus, jamur
menjadi bagian dari setip manusia berupa makanan dan bahan kimia. Sebagai
makna kiasan, mereka terus menerus berusaha “ memakan kita hidup-hidup”.
Beberapa kali kematian disebabkan oleh adanya infeksi. Hanya sel jaringan
sehat dan organ dalam tubuh kita yang dapat secara efektif mempertahankan
diri terhadap mikroorganisme menular. Mikroba, baik berupa bakteri, virus
atau jamur, biasanya tidak menimbulkan penyakit sampai perlawanan dari
tubuh menurun.22
20
2.10
Karakteristik dan Morfologi Candida albicans
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk
tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan
berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan
membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal
yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat
lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ. Candida albicans
memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang
membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora
berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain, blastospora
berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit.
Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan
bergaris tengah sekitar 8-12 µ.21
Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat agar Sabouraud
Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus,
licin dan kadang- kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah
tua. Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih
kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape. Dalam medium cair seperti
glucose yeast, extract pepton, Candida albicans tumbuh di dasar tabung.21
21
2.11 Kandidiasis
Kandidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur Candida alicans,
dimana biasanya menginfeksi rongga mulut manusia. Candida umumnya
menginfeksi bagian tubuh yang lemah dan merusak jaringan. Kandidiasis dapat
juga terjadi pada bayi. Infeksi terjadi melalui infeksi yang telah ada pada ibu yang
kemudian ditularkan kepada bayinya. Juga pada orang yang juga penurunan
imunitas, kanker dan diabetes mellitus yang dapat menyabar melalui aliran darah.
Kemudian menyebar lebih dalam, ke jaringan lunak ang lebih sensitif dan dapat
menyebabkan infeksi yang dapat mengancam kehidupan. Seperti yang telah
disebutkan, kondisi ini dapat mengakibatkan banyak reaksi yang merugikan pada
banyak jaringan lunak tubuh vital. Kandidiasis biasanya berbatas pada kulit dan
membran mukosa.23
Tipe klinis yang umum dari kandidiasis mukokutaneus termasuk:
oropharingeal yang mempengaruhi rongga mulut dan pharing, vulvovaginal yang
mempengaruhi vaginal dan mukosa vulva, paronichial yang mempengaruhi kuku
dan lipatan kulit, interdigital biasanya mempegaruhi kulit diantara jari – jari,
intertiginus yang mempengaruhi kulit pada area submamma, paha dan scrotum.
Infeksi kndidiasis sistemik dapat terjadi, terutama pada pasien dengan gangguan
imun yang berat. Sistem gastrointestinal, trakea, paru – paru, hati, ginjal, dan
system syaraf pusat merupakan daerah yang potensial untuk penyebaran infeksi
kandidiasis
sistemik
dan
dapat
mengakibatkan
septisemia,
meningitis,
hepatosplenik dan endocarditis.
22
Gejala umum dari kandidiasis yaitu: 24
-
Kelelahan yang kronis,
-
Kehilangan energi,
-
Malaise yang umum,
-
Penurunan libido.
2.12 Klasifikasi Kandidiasis Mulut
Kandidiasis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kandidiasis tipe akut
a. Kandidiasis Pseudomembran
b. Kandidiasisi Atropik atau Erytematous
2. Kandidiasis Tipe Kronis
a. Kandidiasis atropik kronis

Denture stomatitis

Angular cheilitis

Median Rhomboid Glossitis
b. Kandidiasis hyperplastik kronis.
c. Kandidiasis multifocal kronis.
d. Kandidiasis Mukokutaneus.
3. Kandidiasis yang dihubungkan dengan gangguan imun (HIV).
2.13
Patogenitas dari jamur Candida albicans
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel host menjadi awal
berkembangnya infeksi. Setelah terjadi proses penempelan, Candida albicans
berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Candida albicans berada dalam
23
tubuh manusia sebagai saproma dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor
predisposisi pada tubuh pejamu. Faktor yang dihubungkan dengan
meningkatnya kasus kandidiasis antara lain disebabkan oleh:25,26
1. Kondisi tubuh yang lemah atau keadaan yang buruk, misalnya: bayi
baru lahir, orang tua renta, orang dengan gizi rendah.
2. Penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus.
3. Kehamilan.
4. Rangsangan setempat pada kulit oleh cairan yang terjadi terusmenerus, misalnya oleh air, keringat, urin, atau air liur.
5. Penggunaan obat, diantaranya: antibiotic, kartikosteroid, dan sitostatik.
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan
Candida albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh
manusia karena adanya perubahan dalam system pertahanan tubuh.
Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu
tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi.
Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur merusak jaringan. Enzim-enzim
yang berperan sebagai factor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti
proteinase, lipase, dan fosfolipase.26
24
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
 Anti Oksidant
 Mineral
 Vitamina B1, B6 dan
vitamin A
 D – glactose
 Flavonoid
Kaktus Pir Berduri
(Opuntia Fucus Indica)
Uji Aktivitas Antibacteria
Penghambatan Pertumbuhan
Candida albicans
Keterangan :
Di teliti
Tidak diteliti
25
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.
B
Lokasi penelitian
-
Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
-
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas
Hasanuddin
C
Waktu Penelitian
:
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – April
D
Alat dan Bahan
1.
Alat :
a. Pisau
i. Juice
b. Cawan Petri
j. Tabung reaksi
c. Batang pengaduk
k. Mesin sentrifuge
d. Tabung sentrifuge
l. Labu erlenmeyer
e. Autoklaf
m. Inkubator
26
2.
f. Jangka sorong
n. Ose bulat
g. Bunsen
o. Gelas ukur
h. Pinset
p. Botol fial
Bahan :

Isolat murni Candida albicans dari laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

Ekstrak buah Kaktus Pir Berduri (Opuntia ficus indica)

BHIB (Brain Heart Infusion Broth)

Handscone

Masker

Kertas label

Aquades

Air steril (irigasi)

Spritus

Aluminium foil

Kapas

Ethanol
27
E. Populasi dan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah biakan murni Candida albicans dan
ekstrak buah kaktus pir berduri dalam 8 kali pengenceran, masing – masing
0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, 100%. Pada setiap kelompok
konsentrasi dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
F Definisi Operasional
1.
Bakteri Candida albicans merupakan jamur berbentuk oval (3 – 6 µm),
bertunas, dan menghasilkan banyak pseudomiselium yang merupakan
massa pseudohifa. Candida albicans memperbanyak diri dengan
membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu
(pseudohifa).
2.
Ekstrak kaktus pir berduri adalah hasil proses pemisahan suatu zat yang
terkandung didalam buah kaktus pir berduri untuk mendapatkan
kandungan senyawa yang murni dari buah kaktus pir berduri tersebut.
3.
Daya hambat diketahui dari uji kadar hambat antimikroba ekstrak buah
kaktus pir berduri berupa konsentrasi dari ekstrak buah kaktus pir berduri
yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans secara nyata pada
medium kultur setelah di inkubasi.
4.
Zona inhibisi adalah luas daerah bening pada biakan medium bakteri
setelah di inkubasi yang diukur diameternya dengan menggunakan jangka
sorong (mm).
28
5.
Konsentrasi sampel adalah konsentrasi dari sari buah kaktus pir berduri
yang dibuat dengan memotong – motong buah tersebut dengan
menggunakan pisau dan dicampurkan dengan aquades kemudian disaring
dan diambil sarinya. Konsentrasi dibuat dalam 8 jenis yaitu 0,5%, 1%, 5%,
10%, 25%, 50%, 75%, 100%.
G
Prosedur Penelitian
Secara keseluruhan prosedur kerja dalam penelitian ini terdiri dari:
pembuatan ekstrak buah kaktus, pengidentifikasian kandungan zat aktif ekstrak
buah kaktus pir berduri, sterilisasi alat, pembuatan medium, pengenceran, uji daya
hambat.
1. Pembuatan ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)
Untuk pembuatan ekstrak kaktus pir berduri disiapkan buah kaktus
sebanyak 3 kg yang sudah dicuci bersih. Setelah itu, potonglah buah
kaktus tersebut menjadi potongan – potongan yang kecil dan di masukkan
ke dalam wadah maserasi. Tambahkan alkohol 96% sebanyak 1 liter
kedalam wadah yang berisi buah kaktus, dibiarkan selama 3 hari dalam
bejana tertutup. Setelah 3 hari, rendaman kaktus disaring dan ampasnya
direndam dengan cairan penyaring yang baru. Hasil penyaringan dikumpul
dan diuapkan dengan menggunaka rotavapor hingga diperoleh ekstrak
buah kaktus yang padat dan kering.
29
2. Sterilisasi alat
Sterilisasi alat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
-
Labu erlenmeyer diisi dengan aquades sebanyak 250 ml lalu ditutup
dengan kapas yang dipadatkan sedemikian rupa dan ditutup dengan
aluminium foil dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama
25 menit.
-
Cawan petri, pinset, batang pengaduk, dan tabung reaksi dibungkus
dengan aluminium foil dan disterilkan dengan oven.
-
Bahan yang disterilkan adalah medium pembenihan. Cara sterilisasi
adalah medium SDA yang telah dimasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian disterilkan ke dalam autoklaf selama 25 menit pada suhu
121oC.
H. Pembuatan Medium
1. Komposisi SDA ( Soboroid Dextra Agar) :
Dextrosa
40.000 Gms/liter
Pepton
10.000 Gms/liter
Agar
15.000 Gms/liter
30
2. Cara Membuat
SDA dilarutkan sebanyak 65g ke dalam 1 liter aquadest. Kemudian
sterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit,
kemudian tuangkan ke dalam tabung reaksi.
3. Pengenceran
Pengenceran bertujuan menghasilkan beberapa konsentrasi ekstrak
buah kaktus (Opuntia ficus indica) yang akan digunakan untuk Kadar
Hambat Minimum dari ekstrak buah kaktus yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Candida albicans. Dalam penelitian ini dibuat
pengenceran sebanyak 8 konsentrasi yaitu : 0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%,
50%, 75%, dan 100%.
4. Uji daya hambat
-
Persiapkan 6 buah cawan petri steril
-
Ketiga cawan petri tersebut diisi dengan medium SDA yang telah
disterilkan. Tunggu medium hingga memadat.
-
Ambil isolate murni yang telah dipersiapkan dengan menggunakan ose
bulat. Kemudian dimasukkan kedalam tabung yang berisi aquadest
steril.
-
Isolat yang telah bercampur dengan aquadest tersebut kemudian di
goreskan ke medium SDA dengan menggunakan cotton buds
-
Lakukan hal yang sama pada cawan petri kedua sampai keenam
31
-
Ambil beberapa paper disk dan kemudian direndam pada tabung yang
berisi konsentrasi ekstrak buah yang berbeda
-
Untuk cawan petri pertama sampai cawan petri ketiga masing – masing
diberikan paper disk yang telah direndam dengan ekstrak buah kaktus
pada konsentrasi 0,5% sampai 25%
-
Sedangkan untuk cawan petri keempat sampai keenam diberi
rendaman ekstrak buah kaktus pada konsentrasi 50% - 100%
-
Masukkan kedalam inkubator selama 1x24 jam.
5. Pengamatan Zona Inhibisi
Daya hambat diketahui berdasarkan pengukuran diameter zona
inhibisi (zona bening) yang terbentuk disekitas paper disc. Pengukuran
tersebut menggunakan jangka sorong. Daya hambat minimal diketahui dari
konsentrasi terkecil yang sudah dapat menghambat pertumbuhan Candida
albicans secara nyata.
32
I. Alur Penelitian
Pengenceran
bahan uji
Konsentrasi
Ekstrak Buah
Kaktus Pir berduri
0,5%
1%
5%
10%
25%
50%
75%
100%
100%
Pemurnian
Streptoccus
mutans
Pembuatan
Medium Kultur
Uji Daya
Hambat
Inkubasi
Pengamatan
zona inhibisi
Analisis Data
33
BAB V
HASIL PENELITIAN
Setelah melakukan penelitian di laboratorium mengenai pengekstraksian
buah kaktus, diperoleh hasil yaitu buah kaktus pir berduri sebanyak 3 kilogram
yang selanjutnya dikeringkan sehingga diperoleh ekstrak buah kaktus pir berduri
kering sebanyak 86,01 Gram. Berikut gambar dari ekstrak buah kaktus pir berduri:
Gambar 3: Ekstrak buah kaktus pir berduri
Pada penelitian ini ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)
dibagi dalam 8 konsentrasi yaitu 0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75% dan 100%.
Kemudian dilakukan uji daya hambat antimikroba setelah masa inkubasi selama 1
x 24 jam pada suhu 37oC. Hasil pengamatan setelah diinkubasi adalah sebagai
berikut :
34
Tabel I : Hasil Pengukuran Perluasan Zona Inhibisi Difusi Ekstrak Buah Pir
Berduri (Opuntia ficus indica) dalam satuan mm
Replikasi
Konsentrasi ekstrak buah kaktus pir berduri
(mm)
0,5%
1%
5%
10%
Kontrol
+
(mm)
Kontrol
(mm)
I
0
0
0
0
0
0
II
0
0
0
0
0
0
III
0
0
0
0
0
0
Rerata
0
0
0
0
0
0
Sumber: Data Primer
Tabel II : Hasil Pengukuran Perluasan Zona Inhibisi Difusi Ekstrak Buah
Pir Berduri (Opuntia ficus indica) dalam satuan mm
Replikasi
Konsentrasi ekstrak buah kaktus pir berduri
(mm)
25%
50%
75%
100%
Kontrol
+
(mm)
Kontrol
(mm)
I
0
7,2
7,4
7,5
10,1
6
II
0
7,6
8
8
15
6
III
0
6,8
8
8,5
10,4
6
Rerata
0
7,2
7,8
8
11,8
6
Sumber: Data Primer
35
9
8
7.5
7.2 7.4
7.6
8
8
8
8.5
6.8
7
7.8 8
7.2
6
50%
5
75%
4
100%
3
2
1
0
Replikasi 1
Replikasi 2
Replikasi 3
Rerata
Gambar 4: Diagram penelitian zona inhibisi dari masing – masing
konsentrasi
Berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh dapat diketahui mulainya
terbentuk zona inhibisi yaitu pada konsentrasi ekstrak buah kaktus 50% dimana
terdapat rerata zona sebesar 7,2mm. Pada konsentrasi 25% zona inhibisinya sama
seperti pada konsentrasi 0,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi
0,5% - 25% belum dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau bisa diduga
adanya clear zone pada area sekitar paper disk merupakan efek dari sterilisasi dari
paper disk tersebut. Zona inhibisi yang ditimbulkan pada konsentrasi selanjutnya
yang lebih besar dari konsentrasi 50% menunjukkan adanya peningkatan diameter
yang diukur dengan satuan mm (millimeter). Maka dapat disimpulkan bahwa
ekstrak buah kaktus pir berduri dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida
albicans pada konsentrasi 50%.
36
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental labolatoris in vitro
untuk mengetahui apakah ekstrak buah kaktus pir berduri mampu menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans. Metode yang digunakan pada penelitian ini
yaitu metode difusi atau uji difusi, yaitu blank disk yang diresapi ekstrak buah
kaktus dalam jumlah tertentu, diletakkan pada medium sabouraud dextra agar SDA
yang telah digoresi organisme (Candida albicans).
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokomia Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin pada bulan April 2013, bertujuan untuk mengetahui
perbedaan daya hambat ekstrak buah pir berduri terhadap Candida Albicans.
Pada penelitian ini digunakan ekstrak buah pir berduri dengan konsentrasi 0,5%,
1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, dan 100% disertai dengan kontrol negatif
(aquades) dan kontrol positif (betadine), setiap konsentrasi tersebut dilakukan
replikasi sebanyak 3 kali.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pada konsentrasi 0,5%
sampai konsentrasi 2,5% tidak terlihat terbentuknya zona inhibisi disekitar blank
disc yang berarti bahwa tidak adanya daya hambat pada konsentrasi tersebut
terhadap bakteri Candida Albicans. Sedangkan pada konsentrasi 50% sampai
dengan konsentrasi 100% terlihat adanya zona inhibisi, yang berarti bahwa pada
konsentrasi 50% sudah memperlihatkan adanya daya hambat dari ekstrak buah pir
berduri terhadap jamur Candida Albicans.13
37
Pada hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan rata – rata zona
inhibisi pada konsentrasi 50% sebesar 7,2mm, pada konsentrasi 75% sebesar
7,8mm, dan pada konsentrasi 100% sebesar 8mm. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa semakin besar konsentrasi dari ekstrak buah pir berduri maka semakin
besar pula daya hambatnya. Daya hambat ini sangat dipengaruhi oleh adanya zat –
zat antibakteri yang terdapat dalam buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus
indica).24
Kaktus memiliki banyak khasiat dan mengandung zat – zat penting yaitu
askorbik acid, flavonoid (quercetin, kaemferol), betalain serta berbagai vitamin
(A, B1, B6, E) mineral, iron, dan phosphorous. Salah satu zat aktif paling utama
adalah flavonoid yang aktif sebagai antimikroba, terutama melindungi tubuh dari
beberapa jenis penyakit degenerative. Jika dihubungkan dengan hasil penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi dari sari buah kaktus yang
digunakan maka semakin besar pula zat – zat antimikroba yang terkandung dalam
sari buah kaktus sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap daya hambat yang
dihasilkan oleh sari buah kaktus tersebut.13
Flavonoid merupakan senyawa yang mempunyai efek antibakteri dan
banyak terdapat pada buah kaktus pir berduri. Flavonoid merupakan fitokimia
fenolik yang berfungsi sebagai peredam radikal bebas yang sangat kuat dan
membantu mencegah penyakit yang berhubungan dengan stress oksidatif serta
memiliki aktivitas antimikroba, antikarsinogenik, antiplatelet, antiskemik,
antielergi, dan antiinflamasi. Flavonoid dalam buah kaktus pir berduri mempunyai
aktivitas penghambatan lebih besar terhadap bakteri gram positif antara lain
38
adalah bakteri MRSA, hal ini di karenakan senyawa flavonoid merupakan bagian
yang bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang
bersifat polar daripada lapisan lipid yang non polar, sehingga menyebabkan
aktivitas penghambatan pada bakteri gram positif lebih besar daripada bakteri
gram negatif. Aktivitas penghambatan dari kandungan buah kaktus pir berduri
pada bakteri gram positif menyebabkan terganggunya fungsi dinding sel sebagai
pemberi bentuk sel dan melindungi sel dari lisis osmotik dengan terganggunya sel
akan menyebabkan lisis pada sel.27
Pada sel jamur, dinding sel memiliki peranan penting dalam
kelangsungan hidup dan patogenisitas jamur. Selain menjadi pelindung dan
pemberi bentuk atau morfologi sel, dinding sel jamur merupakan tempat penting
untuk pertukaran dan filtrasi ion serta protein, sebagaimana metabolisme dan
katabolisme nutrisi kompleks. Komposisi primer dinding sel Candida albicans
adalah 30% mannoprotein permukaan yang merupakan penentu utama spesifik
serologik dan berperan dalam perlekatan sel jamur pada permukaan sel hospes.
Selain itu menurut struktur protein di dinding sel jamur mengandung enzim-enzim
seperti manan sintase, kitin sintase yang berperan dalam transpor energi untuk
pertumbuhan dan kolonisasi jamur.
39
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan pada penelitian ini adalah
-
Ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) mampu menghambat
jamur Candida albicans.
-
Ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) dapat menghambat
jamur Candida albicans mulai dari konsentrasi 50%, 75%, dan 100%.
B. SARAN
Sasaran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah :
1.
Untuk dapat memanfaatkan buah kaktus pir berduri sebagai bahan obat,
perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut lagi secara in vivo untuk
mengetahui penerapan obat dalam berbagai penyakit khususnya di bidang
Kedokteran Gigi.
2.
Pengujian yang lebih intensif terhadap konsentrasi terbaik yang dapat
digunakan sebagai terapi untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur
Candida albicans.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri Susilawati. Kesehatan Gigi dan Mulut Pengaruhi Kualitas Hidup
Seseorang. Vivat Academia. 2012
2. Oki Nurhidayat, Eram Tunggul, Bambang Wahyono. Perbandingan Media
Power point dengan Flip chart dalam Meningkatkan Pengetahuan
Kesehatan Gigi dan Mulut. Unnes Journal of Public Health 2012:1 (1)
3. Eni Kusumaningtyas. Mekanisme Infeksi Candida albicans pada
Permukaan
Sel.
[Internet]
http://peternakan.litbang.deptan.go.id
Available
from
:
[accessed at 11 Maret 2013].
4. Sri Larnani. Adhesi Candida albicans Pada Rongga Mulut. Dentofasial
2005 (1) 369
5. Ali Yusran. Uji Daya Hambat anti jamur ekstrak minyak atsiri
Cinnamomun
burmanii
terhadap
pertumbuhan
Candida
albicans.
Dentofasial 2009 (1).p. 105
6. Ilyas M. Daya hambat ekstra mengkudu terhadap pertumbuhan Candida
albicans. Dentofacial; 2008; 7(1). Pp 7-12.
7. Harsini, Widjijono. Penggunaan Herbal di Bidang Kedokteran Gigi. Maj
Ked.Gigi; Juni 2008; 15 (1): 61-64.
8. Mardhiah Hayati. Respon Tunas Kaktus pada Berbagai Konsentrasi NAA
dan BAP secara in vitro. Jurnal Floratek Penelitian Dosen dan
Mahasiswa di Bidang Pertanian, Vol. 3, 2012: p 1-3.
41
9. Jana sarbojeet. Nutraceutical and Functional Properties of cactus Pear
(Opuntia spp) and Its Utilization for Food Applications. Journal of
Engineering Research and Studies, Vol. 3, 2012: 60 – 66.
10. Manpreet Kaur, Amandeep Kaur, Ramica Sharma. Pharmacological
actions of Opuntia ficus indica: A Review. Journal of Applied
Pharmaceutical Science, Vol. 2, 2012: p 15 – 18.
11. Fernandez Lopez JA, Almela L, Obon JM, Castellar R. Determination of
Antioxidant Constituents in Cactus Pear Fruits. Plant Foods Hum Nutr
2010. 65: 253-259
12. Harlen Kaur Sandhar, dkk. A Review of Phytochemistry and
Pharmacology of Flavonoids. Journal of International Pharmaceutica
Sciencia, Vol. 1, 2011: p 25 – 41
13. Ganiswara SG, Setiabudi R Suyatna FD, Purwantyastuti dan Nafriadi.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2ed ed: 1995. P. 572-627
14. Sarbojeet Jana. Nutraceutical and Functional Properties of Cactus Pear
(Opuntia spp) and Its Utilization for Food Applications. Journal of
Engineering Research and Studies, Vol. 3, 2012: 60 – 66
15. Joel Fuhman. Freaky Fruits Cactus Pears. Health and nutrition news.
Maret 2007
16. Gutierrez, Miguel Angel. Medicinal Use Of the Latin Food Staple Nopales
The Prickly Pear Cactus. Nutrition Bytes . 1998 4(2)
42
17. SG Ganiswara, FD R Suyatna Setia budi, Purwantyastuti, Nafriadi.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 1995. P. 572 – 627
18. Sandhar Harlen Kaur, dkk. A Review of Phytochemistry and Pharmacology of
Flavonoids. Journal of International Pharmaceutica Sciencia, Vol, 1, 2011: p 25
– 41. Available at http://www.ipharmscienda.com/Dacuments/1/4.pdf
19. E.M Galati, M.M Tripodo, A. Trovato, N. Miceli, M.T Monforte.
Biological effect of Opuntia ficus indica, Cactacea waste matter. Journal
of
Ethnopharmacology.
(2002).
P
17
–
21.
Available
at
www.elsevier.com/locate/jethpharm
20. Repository.ipb.ac.id/handle/123456789/62305?show=full
21. Larnani S, Adhesi Candida albicans Pada Rongga Mulut. Majalah Ilmiah
Kedokteran Gigi Indonesia. Vol 7, 2005: p. 369-379
22. Wunderlich RC, Kalita DK. Candida albicans. New Canaan: Keats
Publishing Inc; 1984.p. 1-4.
23. Greenberg MS, Oral Medicine. 10th edition. BC Deckter inc. Hamilton.
2003 : p. 94-101.
24. John
F,
Oral
Candidiasis
[8
screen]
from:
http://www.dentalcare.com/soap/intermed/oralcand.htm. Acessed june 13,
2008
25. Simatupana MM. Candida albicans. USU Repository; 2009.
26. Tjampakasari CR. Karakteristik candida albicans. Cermin Dunia
Kedokteran; 2006: No. 151, pp33.
43
27. Galuh puspitasari, Sri Murwani, Herawati. Uji Daya Hambat Antibakteri
Perasan Buah Mengkudu Matang (Morinda citrifolia) terhadap bakteri
MRSA
secara
in
vitro.
Available
at
http://pskh.ub.ac.id/wp-
content/uploads/2012/10/0813100019-Galuh-puspitasari.pdf
44
DOKUMENTASI
a. Tahap mengestrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)
b. Buahkaktuspirberduridipotong-potong kecil kemudian dimasukkan
kedalam wadah dan dimaserasi dengan etanol 96%
2). Buah kaktus pir berduri yang telah di maserasidenganetanol 96%
45
3). Penyaringanbuahkaktuspirberduri yang telahdimaserasi
4). Prosedur ditanaskan
46
5). Ekstrak buah kaktus pir berduri
6). Uji disk difution jamur Candida albicans
47
Download