Bab II Tinjauan Pustaka

advertisement
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1. Proses Desinfeksi
Desinfeksi adalah suatu proses dalam pengolahan air yang bertujuan untuk
menginaktivasi mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus, dan protozoa. Desinfeksi
dapat dilakukan secara fisik maupun kimia. Bahan kimia yang digunakan sebagai
desinfektan pada umumnya merupakan oksidator yang dapat bereaksi dengan bahan
organik maupun anorganik (USEPA,1999).
Selain untuk menginaktivasi mikroorganisme, fungsi desinfektan adalah untuk
(USEPA,1999) :
⇒ Mengoksidasi besi dan mangan,
⇒ Menghilangkan rasa dan bau,
⇒ Meningkatkan efisiensi proses koagulasi dan filtrasi,
⇒ Menyisihkan warna.
Mekanisme utama proses inaktivasi mikroorganisme patogen adalah (USEPA,1999):
⇒ Proses perusakan struktur sel melalui perusakan dinding sel atau merusak fungsi
dari membran semi-permeabel pada mikroorganisme,
⇒ Menganggu fungsi enzim,
⇒ Mempengaruhi proses biosintesis dan pertumbuhan dengan mencegah sintesis
dari protein, nucleic acid, koenzim serta dinding sel.
2.1.1. Jenis Desinfektan
A. Klorin
Klor dapat berasal dari gas klor, kaporit, atau larutan asam hipoklorit. Hal yang harus
diperhatikan pada desinfeksi dengan klor adalah breakpoint chlorination. Pada titik
breakpoint chlorination menandakan (Alaerts dan Sumestri,1984):
⇒ Semua zat yang dapat dioksidasi teroksidasi,
⇒ Amoniak hilang sebagai gas N2,
⇒ Masih terdapat residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perla untuk
pembasmian kuman-kuman.
4
Jika klor sebagai gas Cl2 dilarutkan dalam air, maka akan terjadi reaksi hidrolisa yang
cepat seperti dibawah ini (USEPA,1999):
Cl2 (g) + H2OÆ HOCl + H+ + Cl-
(II.1)
Dari reaksi 1 dapat dilihat, proses klorinasi dapat mengakibatkan penurunan pH
larutan dengan terbentuknya H+ . Selanjutnya asam hipoklorit terdisosiasi menjadi ion
hidrogen dan ion hipoklorit, seperti dapat dilihat pada reaksi dibawah ini.
HOCl ⇔ OCl − + H +
(II.2)
Bahan yang aktif berfungsi sebagai desinfektan adalah HOCl, OCl- dan Cl2. HOCl
yang tidak terdisosiasi merupakan bahan desinfektan yang paling efisien diantara bahan
aktif tersebut.
B. Ozon
Ozon merupakan desinfektan yang efektif, umum dan diperkirakan merupakan bahan
kimia yang paling efektif untuk mendesinfeksi semua mikroorganisme.
Dalam proses desinfeksi mikroorganisme umumnya proses inaktifasi dilakukan
oleh ozon.
Peranan OH radikal sebagai produk dekomposisi ozon dalam proses
desinfeksi masih terus diperdebatkan, namun berdasarkan penelitian bahwa OH radikal
tidak memiliki efek pada desinfeksi, karena itu efek OH radikal dalam desinfeksi dapat
diabaikan. (von Gunten, 2003; Hoigne dan Bader, 1978; Finch et al., 1992; Nimrata et al.,
1996).
Target utama inaktivasi mikroorganisme adalah DNA bukan dinding sel. OH
radikal hanya dapat menembus dinding sel dan akan tertahan oleh konstituen sel lainnya
untuk mencapai DNA. Sementara ozon dapat melakukan penetrasi pada membrane sel
dan bereaksi dengan subtansi sitoplasma, karena itu DNA merupakan target dari
degradasi oleh ozon, sehingga mikroorganisme dapat mati (Ishizaki et al., 1986).
Beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan respon mikroorgasnisma terhadap
waktu pemaparan ozon adalah:
⇒ Adanya pengaruh dari proses transfer O3 dalam fase gas ke O3 dalam fase cair.
Transfer ozon dari bentuk gas ke bentuk cair terjadi dengan lambat, bahkan lebih
lambat dari proses desinfeksi yang terjadi. Selain itu di dalam larutan terjadi
kompetisi untuk bereaksi dengan ozon antara mikroorganisma dan kandungan
5
lainnya dalam air (seperti TOC). Kondisi tersebut diilustrasikan sebagai berikut (
K.Bancroft et al., 1983):
Transfer gas
:
O3 (g) Æ O3 (aq)
Kompetisi Reaksi
(II.3)
:
O3 + TOC Æ Produk
(II.4)
O3 + bakteri Æ disenfeksi
(II.5)
⇒ Adanya populasi bakteri yang memiliki individu yang lebih resisten terhadap
disinfeksi (Home, dalam Finch, 1988). Sementara Chick menyebutkan bahwa
distribusi umur organisme dalam kultur dapat menghasilkan sensitivitas yang
berbeda terhadap desinfeksi.
⇒ Adanya fenomena shielding yang disebabkan gumpalan (clumped) bakteri yang
dapat menyebabkan efek ozonisasi berkurang (Finch, Gordon et al., 1988), dari
hasil percobaan yang dilakukan oleh Finch didapatkan hasil tidak ada peningkatan
efek pengurangan mikroorganisme pada peningkatan 400% dosis ozon, sementara
Hoigne menduga bahwa efek shielding sebagai akibat adanya kompetisi reaksi
untuk bereaksi dengan ozon seperti telah dijelaskan oleh K.Bancroft.
2.1.2. Produk Samping Desinfeksi
Produk samping desinfeksi akan tergantung dari jenis desinfektan yang
digunakan, adanya bahan organik sebagai prekursor, adanya ion brom, serta faktor
lingkungan lainnya (USEPA,1999).
USEPA menglompokan produk samping desinfeksi kedalam 4 kategori yaitu:
disinfectant residuals; inorganic byproducts; organic oxidation byproducts; dan
halogenated organic byproducts. Seperti terlihat pada Tabel II.1.
6
Tabel II.1. Daftar Produk samping desinfeksi
Sumber: USEPA,1999.
Produk samping desinfeksi berupa halogenated organic byproducts terbentuk ketika
bahan organik bereaksi dengan klorin bebas atau bromine bebas. Klorin bebas terdapat
dalam air akibat proses desinfeksi dengan klor, sedangkan bromine bebas dihasilkan dari
oksidasi ion bromide dari air permukaan. Faktor yang mempengaruhi pembentukan
halogenated organic adalah tipe dan konsentrasi dari bahan organik, tipe oksidator yang
digunkan, konsentrasi ion bromine, pH, konsentrasi nitrogen organik dan temperatur.
Produk samping ini diduga dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan manusia.
Produk samping desinfeksi berupa non-halogenated terbentuk ketika oksidator yang
kuat bereaksi dengan senyawa organik dalam air.
Desinfeksi dengan ozon dapat
menyebabkan terbentuknya aldehid, aldo-dan keto-acid, dan ketika terdapat kandungan
7
brom dalam air maka dapat menghasilkan brominated organic (Singer,1982). Produk
samping dari jenis ini berupa bahan biodegradable dissolved organic carbon (BDOC)
dan assimilable organic carbon (AOC) pada air terolah (USEPA,1999).
Ion bromide memegang peranan penting dalam pembentukan produk samping. Ozon
ataupun klor mengoksidasi brom menjadi ion hypobromate/hyporomous acid, yang akan
membentuk produk samping desinfeksi.
Brominated organic byproducts termasuk
senyawa seperti bromoform, brominated acetic acid , acetonitriles, bromopicrin, dan
cyanogen bromide hanya satu pertiga dari produk samping yang ditimbulkan akibat ion
bromida yang telah teridentifikasi (USEPA,1999)
2.2. Ozon
Ozon merupakan gas berwarna biru pucat, dengan bau yang menyengat terlihat di air
dengan konsentrasi dibawah 1 ppm. Meskipun ozon lebih mudah larut 10 kali dari pada
oksigen namun jumlah aktual yang dapat beroperasi dalam kondisi larut sangatlah kecil.
Ozon memiliki berat molekul 48, densitas pada 0oC adalah 2,14 g/l, titik didih -111,9 oC
dan titik cair pada -251oC (Donald,1975).
Karena dianggap efektif sebagai desinfektan maka penggunaan ozon semakin
meningkat. Bentuk molekul ozon dan resonansi dari molekul ozon dapat dilihat pada
Gambar II.1. dibawah ini (Beltrand, J Fernando, 1995).
Gambar II.1. Struktur dan Resonansi Molekul Ozon (Beltrand, J Fernando, 1995)
8
Ozon merupakan salah satu bahan dengan potensial redoks yang cukup tinggi,
karena itu molekul ozon dapat bereaksi dengan beberapa senyawa. Pada Tabel II.2.
dibawah ini dapat dilihat nilai potensial redok ozon dibandingkan species lainnya
(Beltrand, J Fernando, 1995).
Tabel.II.2. Relatif Potensial Ozon Terhadap Spesies Lain.
Sumber: Beltrand,1995
2.2.1. Stabilitas Ozon Dalam Air
Ozon merupakan bahan yang tidak stabil dalam air. Peluruhan ozon pada air alami
sangat cepat, kemudian diikuti oleh fase kedua dimana ozon meluruh dengan orde reaksi
pertama. Stabilitas dari ozon sangat tergantung pada karakteristik air yang diozonisasi
terutama pH, tipe dan kandungan natural organic matter (NOM) serta alkalinitas dari air.
Reaksi yang diinisiasi ozon dalam suatu larutan sangatlah komplek, dimana
hanya sebagian ozon terlarut yang bereaksi dan sisa ozon lainnya akan terdekomposisi
sebelum dapat bereaksi membentuk OH radikal seperti pada skema dalam Gambar
II.2. dibawah ini (Hoigne, at all 1983).
9
Gambar II.2. Skema reaksi ozon dalam larutan (Hoigne at all., 1983).
Dari Gambar II.2. dapat dilihat keunikan dari ozon adalah dekomposisinya dapat
membentuk OH radikal yang merupakan oksidator terkuat dalam air. Ozon merupakan
oksidator yang selektif sedangkan OH radikal oksidator yang tidak selektif, karena itu
jika ada bahan yang tahan terhadap ozon maka akan dioksidasi oleh OH radikal (von
Gunten, 2003) .
Dalam air pH menjadi parameter penting karena ion hydroxide dapat menginisiasi
dekomposisi ozon menurut reaksi berikut ini (von Gunten, 2003):
O3 + OH- Æ HO2- + O2
(II. 6)
O3 + HO2- Æ OH* + O2* + O2
(II. 7)
O3 + O2*Æ O3*- + O2
(II.8)
-
+
O3* + H ↔ HO3 *
(II.9)
HO3 *Æ OH* +O2
(II.10)
O*- + Æ OH* OH-
(II.11)
OH* + O3Æ HO2 *+ O2
(II.12)
Menurut reaksi 1 dan 2 diatas dekomposisi ozon dapat dipercepat dengan menaikan
pH atau dengan penambahan hydrogen peroxide. Reaksi 7 berlangsung dengan cepat dan
penting bagi air dengan kandungan scavenger yang sedikit (kandungan DOC dan
alkalinitas yang rendah), reaksi tersebut akan menyebabkan konsumsi ozon dan OH
radikal secara berlebih sehingga kapasitas oksidasi akan terbatas.
10
NOM dapat mempengaruhi stabilitas ozon dengan cara: reaksi langsung dengan ozon
pada reaksi 8 dan 9, atau secara tidak langsung melalui OH radikal, pada reaksi 10 dan 11
(von Gunten, 2003).
O3 + NOM 1Æ NOM 1 ox
(II.13)
O3 + NOM 2ÆNOM2+* + O3* -
(II.14)
Reaksi diatas biasanya terjadi pada ikatan rangkap dua, sistem aromatik. Sedangkan
reaksi yang melibatkan OH radikal dapat dilihat dibawah ini (von Gunten, 2003).
OH* + NOM3Æ NOM3 *+ H2O atau NOM3 + OH-
(II.15)
NOM3* + O2 Æ NOM-O2*ÆNOM3 + O2*-
(II.16)
Reaksi antara OH radikal dan NOM dapat menyebabkan efek terhadap stabilitas
ozon. Setelah reaksi antara OH radikal dan NOM terjadi maka fraksi dari NOM menjadi
carbon center radical (persamaan 10). Reaksi carbon center radical dengan oksigen
akan menyebabkan pembentukan superoxide radical (persamaan 11), yang akan bereaksi
dengan ozon membentuk OH radikal kembali, menurut reaksi 3 sampai 6.
Reaksi berantai diatas dapat mempercepat penurunan ozon, dan hanya dapat dicegah
dengan inhibitor (persamaan 12 -15). Inhibitor merupakan entiti yang tidak melepaskan
superoxide setelah bereaksi dengan OH radikal. Pada air alami entiti tersebut adalah
fraksi dari NOM dan karbonat atau bikarbonat (von Gunten, 2003). Bahan organik yang
dapat bertindak sebagai inhibator adalah alkohol primer kecuali MeOH (Acero dan von
Gunten, 2000).
OH* + NOM4Æ NOM4* + H2O
(II.17)
NOM4 * + O2 Æ NOM4*-O2
(II.18)
OH* + CO3ÆCO3* + OH-
(II.19)
OH* + HCO3 Æ CO3* + H2O
(II.20)
Reaksi radikal tersebut dapat dikelompokan menjadi reaksi inisiasi, propagasi,
dan terminasi (Beltrand, J Fernando, 1995), seperti tampak pada Tabel II.3.
11
Tabel II.3. Reaksi dekomposisi ozon
Sumber: Hoigne dalam Beltrand,1995
2.2.2. Pembentukan Produk Samping Desinfeksi dengan Ozon
Desinfeksi dengan ozon pada air yang mengandung bahan organik tidak
menghasilkan halogenated DBPs (TTHMs and HAA5s), namun demikian hasil samping
proses desinfeksi dengan ozon atau disinfection by-products (DBPs) akibat reaksi antara
ozon dengan bahan organik alami akan membentuk produk seperti bahan organik dengan
berat molekul rendah, serta dengan adanya ion brom akan terbentuk DBPs berupa bahan
halogen yang dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan (USEPA,1999). Skema
reaksi pembentukan produk samping dengan ozon dapat dilihat pada Gambar II.3.
dibawah ini
12
Gambar II.3. Skema pembentukan produk samping desinfeksi dengan ozon
(USEPA,1999)
.
Dari Gambar II.3. ozonisasi pada air minum menghasilkan pembentukan by
product berupa Low Molekular Weight (LMW) organic. LMW dapat digunakan atau
dimanfaatkan oleh mikroorganisme sehingga air terolah yang sudah mengalami proses
desinfeksi dapat kembali mengalami ketidakstabilan secara biologi (Kruithof CJ, 2002).
LMW dihasilkan dari oksidasi senyawa organik komplek yang terpecah menjadi
LMW seperti asam organik, aldehid dan keton yang merupakan senyawa yang mudah
didegradasi dan merupakan fraksi dari AOC (Assimilable organic compound) (Hammes,
2006). AOC sendiri merupakan fraksi dari Dissolved Organic Carbon (DOC), yang akan
dengan mudah dikonsumsi dan digunakan untuk perkembangan mikroorganisme
(Hammes, 2006). Meskipun AOC merupakan fraksi yang sangat kecil (0,1-9%) dari
TOC pada air minum, AOC dikenal sebagai parameter penting yang mempengaruhi
stabilitas biologi pada pengolahan air minum, penyimpanan air terolah dan sistem
distribusi air minum (Hammes, 2006). Sementara menurut von Gunten (2003) alkohol
merupakan salah satu produk ozonisasi, produk tersebut cenderung lebih polar dan lebih
biodegradable dibandingkan senyawa kompleks terutama yang memiliki berat molekul
lebih besar dari 1000 Dalton.
13
Studi identifikasi DBPs berupa LMW secara menyeluruh telah mengidentifikasi
beberapa jenis LMW berupa aldehid, keton dan asam karboksilat (Richardson et al.,
1999), yaitu:
⇒ Aldehid : formaldehyde, acetaldehyde, propanal, butanal, 2-methyl propenal,
pentanal, 3-methyl butanal, hexanal, heptanal, octanal, nonanal, decanal, undecanal,
dodecanal,
tridecanal,
benzaldehyde,
3-methoxy-4-hydroxybenzaldehyde,
-
cyanoformaldehyde
⇒ Keton: acetone, 2-butanone, 3-methyl-2-butanone, 2-pentanone, 3-hexanone, 2hexanone, 3-methyl cyclopentanone, C7-ketone (2 isomers), 6-methyl-5-hepten-2one, 6-hydroxy-2-hexanone dicarbonyls: glyoxal, 2-ketopropanal (methylglyoxal),
2,3-butanedion (dimethylglyoxal), isomer of 2,3-butanedione,C5-dicarbonyl, 5ketohexanal
⇒ Asam karboksilat: 2-methylpropanoic acid, butanoic acid, 3-methylbutanoic acid,
pentanoic acid, hexanoic acid, heptanoic acid, octanoic acid, nonanoic acid, decanoic
acid, undecanoic acid, dodecanoic acid, tridecanoic acid, tetradecanoic acid,
pentadecanoicacid, hexadecanoic acid, heptadecanoic acid, octadecanoic acid,
phenylacetic acid, benzoic acid, ethanedioicacid, propanedioic acid, butanedioic acid,
2-ethyl-3-methylmaleic
acid,
tert-butylmaleic
acid,
pentanedioic
acid,
hexanedioicacid, heptanedioic acid, octanedioic acid, nonanedioic acid, decanedioic
acid, undecanedioic acid, tridecanedioic acid, phthalic acid, isophthalic acid,
terephthalic acid, 1,2,4-benzenetricarboxylic acid, 1,3,5-benzenetricarboxylic acid,
1,2,4,5-benzenetetracarboxylic acid, 1,2,3,4-benzenetetracarboxylic acid, 1,2,3,5benzenetetracarboxylic acid .
2.2.3. Mekanisme Pembentukan Low Molekular Weight (LMW) Organik
LMW merupakan produk hasil reaksi antara ozon dan bahan organik komplek,
batasan berat molekul bagi bahan organik komplek dan bahan organik dengan berat
molekul rendah belum terdefinisi dengan jelas, namun berdasarkan penelitian Nowrocki
(2002), diperoleh kesimpulan bahwa bahan organik dengan berat molekul 1600 Dalton
cenderung lebih mudah terdisosiasi dibandingkan dengan bahan organik dengan berat
14
molekul 500 Dalton. Sementara von Gunten (2003) menyebutkan bahwa bahan organik
komplek yang mudah terdisosiasi memiliki berat molekul lebih besar dari 1000 Dalton.
Pemaksapisahan (cleavege) dengan ozon merupakan reaksi yang komprehensif,
melalui reaksi pararel yaitu reaksi pemaksapisahan polymer secara segera dan
pemaksapisahan dengan hidrolisis (Siddiqui et al.,1996).
A. Reaksi Ozon Dengan Senyawa Aromatik
Jika terdapat senyawa aromatik dalam air maka akan terjadi reaksi inisiasi, propagasi
dan terminasi (Hoigne dalam Yunzheng et al.,2004).
Pada tahap inisiasi reaksi antara ozon dan OH- akan menghasilkan hydroperoxyl
radikal (HO2*) dan superoxide anion (O2-), kedua molekul ini akan bereaksi membentuk
OH radikal, dan menjadi inisiator reaksi berantai (Yunzheng et al.,2004).
Pada tahap propagasi OH* akan menyerang senyawa aromatik sehingga akan
membentuk senyawa olefinic. Olefinic merupakan senyawa tak jenuh dengan ikatan
karbon rangkap 2.
Reaksi olefinic dengan ozon akan membentuk hidrogen peroxide yang akan
terdisosiasi kembali membentuk HO2- sehingga akan kembali membentuk OH*, karena
HO2- lebih kuat menginisiasi dibandingkan dengan OH (Yunzheng et al.,2004).
Akibatnya ozon akan terdekomposisi dengan cepat, dan merubah reaksi berantai menjadi
jalur terputus pada Gambar II.4.
Pada tahap terminasi, reaksi berantai terputus dengan adanya scavenger yang akan
menghentikan pemutusan senyawa aromatik. Namun pemecahan senyawa aromatik
masih dimungkinkan dengan reaksi langsung ozon tanpa OH*, reaksi antara ozon dan
senyawa aromatik masih memungkinkan untuk terjadi (Yunzheng et al.,2004).
Dari penjelasan diatas maka sangatlah jelas bahwa senyawa aromatik dapat
mempercepat dekomposisi ozon (Yunzheng et al.,2004). Reaksi diatas diilustrasikan
dalam Gambar II.4. berikut ini:
15
Gambar II.4. Asumsi reaksi antara ozon dan senyawa aromatik (A) dengan
pembentukan produk (P) dan kehadiran scavenger (S).
(Yunzheng et all., 2004)
B. Reaksi Ozon Dengan Senyawa Olefinic dengan mekanisme Criegge
Mekanisme pembentukan aldehid diawali dari reaksi antara ozon dengan senyawa
olefinic mengikuti mekanisme Criegge seperti terlihat pada Gambar II.5. Mekanisme
Criegge terjadi dalam 3 tahapan. Pada tahap pertama lima bagian cincin yang tidak stabil
atau primary ozonide terbentuk, lalu terpecah untuk memberikan zwitterions, pada
akhirnya zwitterions ini bereaksi dengan beberapa cara yang berbeda tergantung
karakteristik atau kandungan air.
Gambar II.5. Mekanisme Criegge(Beltrand, J Fernando, 1995).
16
Reaksi lanjutan pada pelarut yang innert maka akan terdekomposisi untuk
menghasilkan peroxide, keton dan polymer seperti pada Gambar II.6.
Gambar II.6. Dekomposisi ozon pada pelarut innert (Beltrand, J Fernando, 1995).
Reaksi lanjutan ketika reaksi melibatkan solvent (protonic atau nuclephilic)
beberapa oxy-hydroperoxide terbentuk seperti pada Gambar II.7.
Gambar II.7. Dekomposisi ozon yang melibatkan pelarut
(Beltrand, J Fernando, 1995).
Akhirnya kemungkinan ke-3 disebut abnormal ozonolysis, dimana terjadi dengan
adanya atau tanpa melibatkan solvent, sehingga akan terbentuk ketone, aldehid atau
asam karboksilat, seperti tampak pada Gambar II.8.
17
Gambar II.8. Abnormal ozonisasi (Beltrand, J Fernando, 1995).
Mekanisme tersebut dijelaskan lebih sederhana oleh von Gunten (2003), yang
dapat dilihat pada Gambar II.9:
Gambar II.9. Mekanisme reaksi pemecahan alkena (von Gunten,2003)
Pada skema pada Gambar II.9, pada reaksi antara ozon dan alkana diawali dengan
pembentukan ozonida (reaksi 1), rantai siklik trioksida yang tidak stabil, dan segera
terdekomposisi menjadi senyawa karbonil (reaksi 2) dan hidroxyhidroperoxide (reaksi 3).
Selanjutnya hidroxyhidroperoxide terdekomposisi menjadi senyawa karbonil (reaksi 4)
18
dan hydrogen peroxide (reaksi 5). Dengan terbentuknya hydrogen peroxide maka akan
mempercepat proses dekomposisi ozon, menjadi OH radikal.
Sementara pembentukan alkohol melalui mekanisme Criegge dapat dilihat pada
Gambar II.10. (Kleiser et al.,2000)
Gambar II.10. Mekanisme pemecahan bahan organik oleh ozon (Kleiser et al.,2000)
C. Reaksi pemisahpaksaan secara segera (immediate polymer cleavage)
Atom oksigen akan meningkat seiring dengan proses dekomposisi ozon ketika
menyerang polymer NOM, menghasilkan hidroksil dan karbon radikal. Karbon bereaksi
secara cepat dengan oksigen, menghasilkan peroksi radikal (Siddiqui et al.,1996):
[RH + O3 → ROO • +OH •]
(II.21)
Bagian dari peroksi radikal, menghasilkan hidroperokside, bagian lain dari
peroksi radikal memberi subtansi seperti keton dan alkohol (Siddiqui et al.,1996):
[ROO • + RH → ROOH + R •] →
[R • +O2 → ROO• → [2ROO• → RO + ROH + O2 ]]
(II.22)
Alkohol lebih jauh dioksidasi oleh ozon menjadi aldehid, dan tipe aldehid yang
terbentuk tergantung dari tipe alcohol yang terlibat dalam reaksi (Siddiqui et al.,1996):
[RCH 2 OH + O3 → RCHO + H 2 O + O2 ]
19
(II.23)
2.2.4.
Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan LMW Organik
2.2.4.1. Konsentrasi Sisa Ozon (C) dan Waktu Kontak (T)
Konsep CT menurut USEPA, C merujuk kepada konsentrasi sisa ozon dan T
adalah waktu kontak desinfektan. Saat ini tabel CT telah dibuat pada berbagai macam
desinfeksi untuk mencapai tingkat inaktivasi tertentu pada berbagai kondisi waktu dan
pH (Porter, 2003).
Inaktifasi mikroorganisme dapat dinyatakan dengan:
X = − log 10 (1 − N )....atau... N = 1 − 10 − x
(II.24)
Dimana:
X = level inaktivasi mikroorganisme
N = Jumlah mikroorganisme yang disisihkan.
Nilai CT yang dianjurkan oleh EPA untuk mendisenfeksi Giardia dapat dilihat pada
Tabel II.4.
Data tersebut mengindikasikan nilai CT yang direkomendasikan untuk
inaktifasi pada kondisi temperature 0,50C, 50C, 100C, 150C dan 200C.
Tabel II.4. Nilai CT (mg.min/L) untuk Menginaktivasi Giardia Pada beberapa
Temperatur Ozon dengan pH 6 sampai 9.
Inaktivasi
0,5 log
1 log
1,5 log
2 log
2,5 log
3 log
0,5
0,48
0,97
1,5
1,9
2,4
2,9
Temperatur (0C)
10
15
0,23
0,16
0,48
0,32
0,72
0,48
0,93
0,63
1,2
0,79
1,4
0,95
5
0,32
0,63
0,93
1,3
1,6
1,9
20
0,12
0,24
0,36
0,48
0,60
0,72
25
0,08
0,16
0,24
0,32
0,40
0,46
Sumber: USEPA,1999
Data pada Tabel II.5 terdapat nilai CT yang direkomendasikan untuk 99% inaktivasi
4 mikroorganisme yang berbeda oleh beberapa desinfektan. Secara umum nilai CT
dengan ozon lebih rendah daripada desinfektan lainya. Ini merupakan fakta bahwa ozon
merupakan desinfektan yang kuat.
20
Tabel II.5. Nilai CT (mg.min/L) untuk 99 % inaktivasi mikroorganisme pada suhu
5oC
Mikroorganisme
E.coli
Polio 1
Rotavirus
Phage f2
Sumber: USEPA,1999
Free Chlorine
(pH 6 -7)
0,034-0,05
1,1-2,5
0,01-0,05
0,08-0,18
Desinfektan
Preformed
Chloride Dioxide
(pH 6-7)
Chlorine
(pH 8 – 9)
0,4-0,75
95-180
0,2-6,7
770-3740
0,2-2,1
3810-6480
-
Ozon
(pH 6-7)
0,02
0,1-0,2
0,006-0,06
-
Waktu kontak dapat ditentukan dengan persamaan orde pertama yaitu (Porter,
2003):
C= Co Exp(-k’T)
(II.25)
T= -ln(C/Co) /k’
(II.26)
Dimana:
C = Konsentrasi sisa ozon (mg/L) pada saat (T)
Co= Konsentrasi awal ozon (mg/L) pada saat (T=0)
T = Waktu kontak (menit)
2.2.4.2. Senyawa Organik
NOM secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu: Particulat organic carbon
(POC), dengan ukuran diatas 0.45 µm, biasanya kurang dari 10% NOM; dan Dissolved
organic carbon (DOC). DOC merupakan bagian dari NOM yang sangat mempengaruhi
kualitas air. DOC sebagian besar (80%) terdiri dari materi hidrophobik dan hidrophilik
(Shon et al.,2006). Hidrophobic Organic acid merupakan bagian yang paling dominan,
sekitar 40 % sampai dengan 60% dalam DOC pada beberapa daerah (Thurman dalam
Westerhoff,1985).
Selain dari bahan hidrophobik dan hidrophilik, DOC terdiri dari materi transphilik,
simple compound dan trace compound, yang dapat dilihat pada Gambar II.11.
21
DOC
Hidropobik
Transphilik
Hidropilik
Simple
Compound
Trace
Compound
Fulvic
Hidroksil
Polisakarida
Karbohidrat
Pestisida
Humic
Sugar Acid
Alkil alkohol
Hidrokarbon
Aldehide
Alkyl
monocarboxylic
Sulfonic acid
Amida
Keton
Alkil amine
Klorofil
Amino acid
Phenol
Gambar II.11. Konstituen utama dari DOC (Shon et al.,2006)
Humic subtances (HS) berdasarkan tingkat kelarutannya dibagi kedalam tiga kelas
(Shon et al.,2006):
⇒ Humin, merupakan materi bahan yang tidak larut dalam air dan berasal dari bahan
yang terbawa oleh run off,
⇒ Humic acid, merupakan bahan yang larut pada kondisi pH 2, memiliki berat molekul
antara 100 sampai 100000 Dalton, mengandung bahan aromatik dan karbosilik.
⇒ Fulvic Acid, memiliki range berat molekul 600 sampai 1000 Dalton, memiliki lebih
sedikit bahan aromatik dan lebih banyak mengandung karboksilik.
Bahan organik seperti lignin, humus dan senyawa aromatik, pada umumnya dapat
diserap oleh radiasi UV (APHA, Westerhoff,1999). Panjang gelombang yang digunakan
untuk menyerap bahan organik tersebut biasanya 254 nm (APHA, Westerhoff,1999). UV
254 dapat menyatakan kuantitas bahan organik aromatic dan senyawa tak jenuh dalam
air, sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan precursor dalam air
(Beltrand, J Fernando, 1995).
22
TOC merupakan parameter yang dapat digunakan untuk memperkirakan bahan
organik yang ada. Kandungan TOC yang rendah mengindikasikan tidak adanya bahan
organik kimia yang berbahaya. TOC juga sangat penting dalam pengolahan air minum
karena berkaitan dengan pembentukan by product dalam proses desinfeksi (standard
methode).
TOC adalah semua karbon dengan atom karbon yang terikat pada molekul organik.
TOC terdiri dari (Roosmini, 1991):
ƒ
Dissolved Organic Carbon (DOC) : TOC yang lolos melalui filter Ø 0,45µm
ƒ
Non Dissolved Organic Carbon (NDOC) : TOC yang tertahan pada filter Ø
0,45µm
ƒ
Purgeable Organic Carbon (POC) : TOC yang dapat dihilangkan dari larutan cair
dengan cara striping dalam keadaan tertentu.
ƒ
Non Purgeable Organic Carbon (NPOC) : TOC yang tidak dapat dihilangkan dari
larutan cair dengan cara striping.
Metode yang digunakan untuk mengukur TOC yaitu dengan menyisihkan karbon
anorganik terlebih dahulu kemudian mengukur karbon yang tersisa.
Metode ini
melibatkan pemurnian dan pengasaman sampel dengan karbon bebas atau nitrogen
sehingga dikenal sebagai non-purgeable organic carbon (Roosmini, 1991).
2.2.4.3.
PH
pH memiliki efek pada lifetime ozon, hal tersebut disebabkan oleh reaksi protonation
yaitu fraksi hydroxide anion dan deprotonated H2O2, keduanya berpengaruh pada
dekomposisi ozon yang akan menurun pada setiap penurunan pH (Hoigne et al., 1994).
pH air merupakan parameter penting karena ion hydroxide menginisiasi dekomposisi
ozon .
2.2.4.4. Temperatur
Reaksi ozon dengan reaktan yang spesifik pada temperatur ambient biasanya
meningkat sebesar 5-7% setiap peningkatan suhu per 0C. Dekomposisi ozon pada air
alami terjadi dengan reaksi berantai dan efek dari temperatur berbeda untuk setiap
karakteristik air (Hoigne et al., 1994).
23
2.2.4.5. Alkalinitas
Ion karbonat dan bikarbonat merupakan bagian paling penting selain NOM dalam
reaksi dengan ozon.
Pada proses ozonisasi karbonat dan bikarbonat bertindak sebagai inhibitor dalam
degradasi ozon (Acero dan Von Gunten,2000).
Pada danau mesotrophic atau dari air tanah dengan pH 7,7 dekarbonisasi mengurangi
half-life ozon dari 20 sampai 2 menit meskipun pH dijaga tetap konstan.
Pada air dengan kandungan DOC rendah maka bikarbonat dan karbonat akan menjadi
dominan bereaksi dengan OH radikal sehingga melindungi mikropolutan untuk
dioksidasi (Hoigne et al., 1994).
2.3. Aldehid
Aldehid merupakan kelompok senyawa organik yang mengandung gugus
karbonil, suatu aldehid memiliki gugus alkil atau aril dan sekurangnya satu atom
hidrogen yang terikat pada karbon karbonilnya (Fessenden,1982). Struktur suatu aldehid
dapat dilihat pada Gambar II.12 dibawah ini.
R-C-H
O
Gambar II.12. Struktur Aldehid (Fessenden,1982)
Aldehid lazim terdapat dalam sistem makhluk hidup. Gula ribosa dan hormon betina
progesteron merupakan dua contoh aldehid yang penting secara biologis.
2.3.1. Sifat Fisis Aldehid
Aldehid merupakan senyawa organik yang mengandung gugus karbonil.
Gugus
karbonil bersifat polar, dimana terdapat ikatan sigma dan ikatan pi, tertarik kepada
oksigen yang lebih elektronegatif (Fessenden,1982). Oksigen gugus karbon memiliki
24
dua pasang elektron menyendiri, seperti terlihat pada Gambar II.13. Semua sifat
struktural tersebut sangat mempengaruhi kereaktifan gugus tersebut.
..
C==O:
Gambar II.13. Gugus karbonil (Fessenden,1982)
2.3.2. Sifat Kimia Aldehid
Aldehid dapat mengalami reaksi adisi, sifat kimia ini disebabkan oleh ikatan rangkap
antara karbon dan oksigen. Reaksi adisi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar II.14 dan
II.15 dibawah ini.
Gambar II.14. Reaksi adisi yang dikatalis oleh basa (Thomson dalam Mcmury,2004)
25
Gambar II.15. Reaksi adisi yang dikatalis oleh asam (Thomson dalam Mcmury,2004)
2.3.3. Aldehid Sebagai Produk Samping Desinfeksi dengan Ozon
Aldehid merupakan LMW yang tergolong Biodegradable Organic Carbon (BOC)
selain asam karboksilat, namun aldehid dan asam karboksilat hanya 25-30% dari BOC
dan sisanya masih belum teridentifikasi dengan jelas (Nawrocki et al., 2001).
Pembentukan aldehid proporsional dengan konsentrasi TOC yang banyak mengandung
bahan organik hidropobik (Schechter DS dan Singer PC, 1994).
Ketika ozon bereaksi dengan prekursor maka hasil samping desinfeksi diantaranya
adalah aldehid (Krasner SW dalam Porter,1993). Pembentukan aldehid sangat
dipengaruhi oleh nilai TOC, pH (pada range 5,5-8,5 jika kandungan bromide dan
alkalinitas rendah) dan dosis ozon (Schechter DS dan Singer PC, 1994). Efek kesehatan
jika aldehid yang terbentuk adalah Formaldehid dan asetildehid diketahui dapat
menyebabkan kanker, selain itu hexanal diketahui dapat menyebabkan ikan menjadi
hiperaktif dan memiliki nilai LC 50 sebesar 17,5 mg/L (USEPA,1999).
Aldehid dapat juga menyebabkan bau yang diantaranya disebabkan oleh
Formaldehid, asetildehid, glyoxal dan methyl gloyoxal (Paode dalam Porter, 1997).
Penelitian lain yang dilakukan Hammes (2006) menyebutkan bahwa asam organik
merupakan DBPs yang dominan terbentuk selain aldehid dan keton.
26
2.4. Strategi Untuk Mengendalikan DBPs
Terdapat 3 strategi pengendalian DBPs menurut USEPA diantaranya:
⇒ Pengendalian kualitas sumber air, termasuk upaya menjaga kandungan NOM
dan prekursor lain seperti bromate,
⇒ Penyisihan prekursor,
⇒ dan pemilihan strategi desinfeksi.
Pada sistem pengolahan konvensional penyisihan prekursor dilakukan dengan
koagulasi-flokulasi, sedimentasi serta filtrasi. Pada sistem tersebut penyisihan prekursor (
TOC) dilakukan dengan koagulasi. Pada Tabel II.6. dibawah ini dapat dilihat penyisihan
TOC yang dibutuhkan pada proses koagulasi untuk meminimalkan DBPs.
Tabel II.6. Penyisihan TOC yang dianjurkan pada proses koagulasi (dalam persen)
Sumber: USEPA,1999.
Ozon dapat diterapkan dalam strategi penyisihan prekursor, yang dikombinasikan
dengan koagulasi, dan filtrasi. Berdasarkan hasil penelitian Siddiqui (1997) efisinesi
penyisihan prekursor dalam berbagai kombinasi, dapat dilihat dalam Gambar II.16. Pada
gambar diatas dapat dilihat bila rangkaian pengolahan hanya terdiri dari proses biofiltrasi
dapat menyisihkan DOC sebesar 13%, Bila ozonisasi ditempatkan sebelum biofiltrasi,
maka DOC turun sebesar 53%. Pada rangkaian ozon-koagulasi/flokulasi-biofiltrasi DOC
turun sebesar 54%. Pada gambar 2.16 dapat dilihat bahwa , alternatif terbaik dalam
penyisihan precursor pada alternatif: Koagulasi-Ozonisasi-dan Filtrasi dengan total
penyisihan 64% BDOC. Penelitian Siddiqui dikuatkan penelitian yang dilakukan Bose.
Keuntungan dari penyisihan BDOC selain meminimumkan pembentukan DBPs, juga
27
akan semakin meminimumkan konsentrasi dan waktu kontak desinfektan yang akan
diberikan pada post-desinfeksi.
Gambar II.16. Efek berbagai alternatif dalam penyisihan prekursor
(Siddiqui, 1997)
Proses koagulasi-flokulasi dalam air yang banyak mengandung bahan humic akan
menurunkan DOC sebesar 70%, persentase tersebut akan menurun pada air yang
kandungan bahan organik hidrophiliknya lebih besar. Penelitian lain menyebutkan bahwa
koagulasi secara konvensional, dapat menyisihkan 70% materi organik hidrophobik dan
hidrophilic acid, sementara penyisihan organik hidrophilic non acid hanya tersisihkan
sebesar 16% (Fearing at al dalam Bose, 2004). Sementara penelitian lain menyebutkan
bahwa bahan organik hidrophobik lebih mudah disisihkan dibandingkan bahan hidrophilik,
jika hanya dilakukan koagulasi secara konvensional (Kim dan Yu dalam Bose,2005).
Bahan hidrophilik yang bermuatan netral sangat sukar untuk disisihkan dengan tawas,
sementara bahan hidrophobik sangat mudah untuk disisihkan dengan tawas (Chow et al.,
dalam Bose,2004).
28
Kombinasi proses koagulasi-flokulasi dan ozonisasi pada air yang mengandung
bahan humic dan non humic akan menghasilkan penyisihan yang paling baik, dimana
bahan humic disisihkan terlebih dahulu dengan koagulasi-flokulasi, sehingga ozonisasi
akan secara khusus menyisihkan bahan yang non humic, seperti terlihat pada Gambar II.17
dibawah ini (Bose et al., 2007).
Gambar II.17. Efek ozonisasi pada penyisihan DOC dan SUVA (A) dan (B) pada air
baku, (C) dan (D) pada air yang telah dikoagulasi (Bose et al., 2007)
29
Pada gambar II.17. (A) dan (B) efek ozonisasi jika dilakukan langsung pada air
baku, maka tidak begitu baik dalam menyisihkan DOC jika dibandingkan proses
koagulasi, namun pada Gambar 2.17 (C) dan (D) terlihat jika ozonisasi dilakukan pada
air yang sebelumnya telah mengalami koagulasi flokulasi, maka kandungan DOC dan
SUVA akan turun dengan lebih baik.
30
Download