petunjuk teknis penelitian dan pengkajian nasional

advertisement
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
PETUNJUK TEKNIS
PENELITIAN DAN PENGKAJIAN NASIONAL
SUMBERDAYA LAHAN
1. Penyusunan Peta Pewilayahan
Komoditas Pertanian Berdasarkan
Zona Agro Ekologi (ZAE)
Skala 1 : 50.000 (Model 1)
2. Pembuatan Peta Status P dan K
Lahan Sawah Skala 1 : 50.000
Serta Percobaan Pemupukan
3. Penyusunan Peta Satuan Evaluasi Lahan untuk
Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1 : 50.000
Melalui Analisis Terrain
4. Pengkajian Analisis Data dan
Informasi Iklim untuk Menekan
Resiko Pertanian
5. Kalibrasi Uji Tanah Hara P dan K
di Lahan Kering untuk Tanaman Jagung
6. Pembinaan Pengujian
Pupuk Alternatif
BALAI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
DEPARTEMEN PERTANIAN
2003
1
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
1. Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas
Pertanian Berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE)
Skala 1:50.000 (Model-1)
PENDAHULUAN
Dalam rangka mendukung program ketahanan pangan dan pengembangan
agribisnis diperlukan data dan informasi sumber daya lahan yang akurat. Kegagalan
pembangunan pertanian sering diakibatkan oleh tidak lengkapnya data dan informasi
sumberdaya lahan.
Penyusunan peta Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:250.000 telah
dilaksanakan oleh BPTP di seluruh Indonesia. Peta tersebut bermanfaat sebagai
acuan dasar pada tingkat perencanaan regional atau nasional, sedangkan untuk
pemanfaatannya pada skala operasional perlu ditindaklanjuti dengan skala yang lebih
besar yaitu 1:50.000. Penilaian kesesuaian lahan sebagai dasar untuk menyusun peta
pewilayahan komoditas pada berbagai zona agroekologi akan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam pemanfaatan peta ZAE secara operasional. Dalam
penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 diperlukan tenaga
peneliti dan teknisi yang terampil dan mampu memanfaatkan data dan informasi
sumberdaya lahan secara optimal. Agar kegiatan penyusunan peta pewilayahan
komoditas pertanian dapat dilaksanakan secara seragam di seluruh BPTP, perlu
disusun Petunjuk Teknis (Juknis) yang dapat membimbing staf peneliti BPTP dalam
melaksanakan kegiatannya. Untuk mencapai hasil yang optimal, pembinaan dan
sosialisasi petunjuk teknis perlu dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak) maupun di masing-masing BPTP.
Petunjuk Teknis diperlukan oleh BPTP sebagai acuan dasar dalam
penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000. Petunjuk ini
menyajikan tahapan penelitian dan metode penyusunan peta pewilayahan komoditas
pertanian berdasarkan agroekologi.
Petunjuk Teknis Model-1 disusun dalam rangka membakukan metode
penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agroekologi
skala 1:50.000 untuk daerah yang telah tersedia data/peta tanahnya. Dengan
tersusunnya Petunjuk Teknis ini diharapkan peta pewilayahan komoditas pertanian
dapat disusun dengan metode dan pendekatan yang sama di seluruh BPTP. Di
samping itu, optimalisasi dan efektivitas pembinaan tenaga/sumber daya manusia di
BPTP dapat ditingkatkan.
PENYIAPAN DATA
Pemilihan Lokasi
Lokasi daerah penelitian dipilih berdasarkan data spasial (peta) maupun data
dalam bentuk basisdata atributnya. Pemilihan lokasi beserta luasan lahan diserahkan
kepada masing-masing BPTP berdasarkan ketersediaan data dari Puslitbangtanak
(Lampiran 1). Tahapan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala
1:50.000 disajikan dalam Gambar 1.
2
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
Survei lapang/
data SDL
Analisis tanah
Site & Horison
RSS
RMUS
Database SSA3
Database SHDE4
Program SDPLE
Peta tanah
digital
Karakterisasi tanah dan iklim
Evaluasi lahan dengan
program ALES
Hasil evaluasi
Program review
Peta kesesuaian lahan
MODUL MPK
• Dengan mempertimbangkan
• Hasil evaluasi lahan
• Penggunaan lahan
• Kelayakan usahatani
• Prioritas unggulan daerah
Verifikasi lapang
Peta pewilayahan
komoditas
Gambar 1. Tahapan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000.
3
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data spasial dan data tabular atau basisdata
tanah, data iklim, dan sosial-ekonomi.
Data spasial
- Peta dasar
- Peta tematik
: Peta topografi/rupa bumi, skala 1:50.000.
: Peta tanah, peta penggunaan lahan, dan peta administrasi,
masing- masing skala 1:50.000.
Basisdata tanah
Basisdata tanah yang dikumpulkan terdiri dari basisdata morfologi tanah atau
Site and Horison (SH), basis data Soil Sample Analysis (SSA), dan Maping Units
Description (MUD) atau Representative Soil Series (RSS). Ketiga jenis data tersebut
tersedia di Puslitbangtanak.
Data iklim
Data iklim yang diperlukan berupa data curah hujan, temperatur, dan
kelembaban udara. Data iklim diambil di daerah penelitian masing-masing.
Penyiapan Peralatan
Untuk memperlancar proses pembinaan diperlukan beberapa peralatan
(seperangkat komputer dan peralatan lapang) yang disediakan di masing-masing
BPTP dengan spesifikasi sebagai berikut:
Komputer (spesifikasi minimum)
Hard ware: Soft ware:
PC Pentium 133, RAM 32 MB, HD 1,2 GB atau lebih besar.
Printer Deskjet colour ukuran A3.
Sistem operasi Windows 95, Microsoft Office, dbase IV atau Foxpro,
program ALES versi 4.65, ArcView versi 3.1 atau Map Info versi 4,0.
Peralatan Lapang
Setiap BPTP perlu menyediakan peralatan untuk observasi tanah di lapang
minimal dua set terdiri dari: bor tanah (mineral dan gambut), pisau lapang, Muncell
Soil Color Charts, pH truogh, kompas, abney level, altimeter, dan loupe. Di samping
peralatan tersebut juga diperlukan “form isian” untuk mencatat hasil pengamatan
tanah di lapangan serta petunjuk pengisiannya. Keduannya dapat diperoleh di
Puslitbangtanak.
EVALUASI LAHAN
Sebelum evaluasi lahan, terlebih dahulu dilaksanakan kegiatan yang meliputi
penyiapan data, penyusunan model evaluasi, dan penyajian hasil evaluasi lahan.
Rangkaian kegiatan ini dilaksanakan secara terkomputerisasi.
Penyiapan Data
Penyiapan data untuk keperluan evaluasi lahan dilakukan dengan
menggunakan program mediator SDPLE (Soil Data Processing for Land
4
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
Evaluation). Data yang digunakan adalah basisdata morfologi tanah atau Site and
Horison (SH), basisdata Soil Sample Analysis (SSA), dan Maping Units Description
(MUD) atau Representative Soil Series (RSS). Cara pengoperasian program ini dapat
dilihat dalam TR No. 19 Version I, LREP II (1996).
Apabila data yang tersedia tidak dalam bentuk basisdata digital atau berasal
dari hasil pengumpulan baru, maka data karakteristik lahan terlebih dahulu dientri
secara manual dengan menggunakan program basisdata yang tersedia di
Puslitbangtanak.
Penyusunan Model Evaluasi Lahan
Tahapan penyusunan model evaluasi lahan adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan tipe penggunaan lahan atau LUT (Land Use Type).
2. Menentukan persyaratan tumbuh tanaman atau LUR (Land Use Requirement)
untuk setiap LUT.
3. Memilih karakteristik lahan atau LC (Land Characteristic) setiap LUR untuk
masing-masing LUT.
4. Menyusun pohon keputusan atau DT (Decision Tree).
Penyusunan keempat tahapan tersebut telah disiapkan oleh Tim
Puslitbangtanak. Prosedur penyusunan model evaluasi lahan secara rinci mengacu
pada TR No. 18 Version 3.0 (1997).
Tipe Penggunaan Lahan atau LUT (Land Use Type)
Penggunaan lahan yang diuraikan secara detail menyangkut pengelolaan,
masukan yang diperlukan, dan keluaran yang diharapkan secara spesifik. Menurut
sistem dan modelnya, LUT dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound.
LUT multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan lahan atau komoditas yang
diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama pada sebidang lahan. Contoh,
cengkeh ditanam secara bersamaan dengan vanili atau pisang. LUT compound terdiri
lebih dari satu jenis penggunaan lahan atau komoditas yang diusahakan secara
berurutan atau rotasi atau bersamaan pada sebidang lahan. Contoh, suatu perkebunan
besar, sebagian areal secara terpisah (blok) digunakan untuk tanaman karet, dan blok
lainnya untuk kelapa sawit.
Persyaratan Tumbuh Tanaman atau LUR (Land Use Requirement).
Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, tanaman memerlukan
persyaratan tumbuh tertentu. Persyaratan tersebut antara lain adalah faktor iklim
(suhu, kelembaban, curah hujan), media perakaran (drainase, tekstur, kedalaman
efektif), kesuburan tanah (kandungan bahan organik, fosfat, dan kalium), dan kondisi
terrain (relief, keadaan batuan di permukaan).
Karakteristik Lahan atau LC (Land Characteristic)
Setiap lahan yang digunakan dalam evaluasi mempunyai interaksi antara satu
karakteristik dengan karakteristik lainnya. Oleh karena itu, dalam evaluasi lahan
perlu mempertimbangkan kualitas penggunaannya. Sebagai contoh, ketersediaan air
ditentukan oleh bulan kering dan curah hujan, tetapi air yang dapat diserap tanaman
bergantung pada media perakaran (tekstur dan kedalaman efektif).
5
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
Pohon Keputusan atau DT (Decision Tree)
Pengambilan keputusan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan
mempunyai hierarki bertingkat dan ditentukan oleh satu atau lebih karakteristik lahan
yang mempunyai kaitan erat antar satu dengan lainnya. Model ini membentuk
semacam pohon dengan rantingnya sehingga disebut sebagai pohon keputusan
(Decision Tree). Keputusan penilaian dilakukan berdasarkan tingkatan kendala atau
pembatas (severity level), mulai dari yang paling rendah hingga tingkat tertinggi.
Tingkatan kendala setiap karakteristik lahan berbeda menurut nilainya. Misalnya
lahan dengan pH 3,0 mempunyai tingkat kendala yang lebih tinggi daripada pH 5,5.
Lahan dengan pH 3,0 dapat diputuskan sebagai lahan yang tidak sesuai (N) sehingga
tidak perlu dipertimbangkan karakteristik lahan lainnya. Lahan dengan pH 5,5 masih
bergantung pada karakteristik lahan lainnya, misalnya kedalaman tanah. Apabila
kedalaman tanah pada lahan tersebut (pH 5,5) tergolong dangkal diputuskan sebagai
lahan tidak sesuai (N) dan tidak diperlukan informasi karakteristik lahan lainnya.
Lahan dengan pH 5,5 diputuskan sebagai lahan sesuai (S).
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan dilakukan dengan bantuan program ALES (Automated Land
Evaluation System). Cara pengoperasian program ALES secara detil dapat dilihat
dalam User Manual Version 4.65 (Rositer and van Wambeke, 1997) atau Petunjuk
Pengoperasian Program ALES (Marwan et al., 1998)
Data yang disiapkan untuk keperluan evaluasi lahan terdiri atas data satuan
peta (mapping unit) dan karakteristik lahan (land characteristic). Terdapat dua cara
dalam penyiapan data untuk evaluasi lahan dalam program ALES, yakni: (1) data
dientri secara manual dalam program ALES; (2) data dientri dengan bantuan program
pengolah data (Lotus-123, MS Excel) atau database management (dBase, Foxbase).
Untuk penyusunan peta pewilayahan komoditas telah tersedia data dalam
format database (LREP2). Dalam program ALES terdapat fasilitas impor data dari
format database ke ALES. Namun karena tidak semua variabel yang ada dalam
database tersebut digunakan untuk keperluan evaluasi lahan, maka dilakukan seleksi
dan kalkulasi data terlebih dahulu dengan bantuan program SDPLE (Soil Data
Processing for Land Evaluation).
Penyajian hasil evaluasi lahan dalam wujud spasial atau peta dilakukan
dengan cara mengimpor data tabulasi ke dalam format GIS. Penyajian peta
kesesuaian lahan dapat dibuat berdasarkan jenis komoditas pertanian dengan
menggunakan program ArcView.
VERIFIKASI LAPANGAN
Validasi Hasil Evaluasi
Hasil penilaian evaluasi lahan berupa data tabular maupun peta kesesuaian
lahan masing-masing komoditas perlu diverifikasi dan divalidasi di lapangan.
Verifikasi data sangat diperlukan, baik berupa data bio-fisik lingkungan maupun data
iklim. Parameter tanah yang menjadi faktor pembatas dalam evaluasi lahan perlu
diperhatikan, seperti kondisi terrain (lereng, torehan, keadaan batuan di permukaan,
6
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
dan kemungkinan bahaya banjir), media perakaran (kedalaman efektif, tekstur,
drainase, struktur tanah, density, dan kemasakan tanah), dan beberapa sifat kimia
tanah yaitu reaksi tanah, bahan sulfidik, dan kandungan bahan organik. Apabila
terdapat ketidaksesuaian antara data yang ada dengan kenyataan di lapangan, maka
data tersebut perlu diperbaiki.
Validasi dilakukan juga untuk mengkaji apakah model yang digunakan
dalam penilaian sudah sesuai dengan kondisi setempat. Validasi dilakukan untuk
mencocokkan data dan peta kesesuaian lahan dari hasil penilaian di kantor (desk
work) dengan kenyataan di lapangan. Validasi dilakukan terhadap hasil penilaian
kesesuaian lahan melalui pengecekan LUT, LUR, LC, dan perbaikan DT.
Selain itu, dalam verifikasi di lapangan, Puslitbangtanak juga akan
membantu dan membimbing dalam rangka pembinaan yang meliputi pengamatan
sifat morfologi tanah, cara pengambilan contoh tanah, dan cara pencatatan sistem
informasi untuk basisdata tanah.
Pengumpulan Data Sosial-Ekonomi
Pengumpulan data sosial-ekonomi dilakukan oleh Tim Sosek dari masingmasing BPTP. Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan melalui survei Sosek
tersendiri, ataupun bersamaan dengan tim teknis pada saat verifikasi lapangan.
Pengumpulan data Sosek sebaiknya mengacu kepada penyebaran poligon-poligon
satuan lahan, sehingga Tim Sosek tidak terlepas dari tim teknis secara keseluruhan.
Data sosial-ekonomi diperlukan sebagai bahan informasi untuk menentukan
komoditas unggulan berdasarkan kelayakan usahatani atau investasi pengusahaannya.
Analisis usahatani digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk
tanaman semusim, seperti tanaman padi, palawija, dan sayuran. Suatu usahatani
tanaman tertentu dikatakan layak apabila nilai R/C-nya lebih besar atau sama dengan
nilai yang ditetapkan. Semakin besar nilai R/C semakin tinggi tingkat kelayakan
usahatani. Apabila terdapat lebih dari satu tanaman yang layak berdasarkan nilai R/C,
maka digunakan indikator biaya produksi terkecil. Sebagai contoh data analisis
usahatani beberapa tanaman pangan disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Indikator kelayakan investasi usahatani tanaman pangan (data tentatif).
Jenis tanaman
Kedelai
Kedelai
Padi gogo
Padi gogo
Padi gogo
Padi gog
Padi sawah
Padi sawah
Padi sawah
Padi sawah
Ubi jalar
Ubi jalar
Ubi jalar
Ubi jalar
Tipologi lahan
Dfl
Wrr
Dfc
Wrb
Wrr
Dfc
Dfc
Wrb
Wrr
Wri
Dft
Wrb
Wri
Wrr
Biaya produksi (Rp)
2.000.000
2.000.000
1.500.000
2.200.000
1.500.000
1.500.000
2.000.000
1.800.000
2.000.000
1.941.475
1.500.000
1.800.000
1.300.000
1.300.000
7
Penerimaan (Rp)
3.250.000
3.800.000
2.000.000
2.000.000
2.500.000
2.000.000
2.000.000
2.300.000
2.750.000
5.677.129
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
RCR
1,63
1,90
1,33
0,91
1,67
1,33
1,00
1,28
1,37
2,95
3,00
1,11
1,54
1,54
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
Jenis tanaman
Tipologi lahan
Biaya produksi (Rp)
Ubi kayu
Wri
2.000.000
Ubi kayu
Wrr
2.000.000
Cabai merah
Wri
4.360.850
Tomat
Wri
11.637.500
Kedelai
Wri
1.511.327
Kacang tanah
Dfl
1.954.047
Jagung
Dfc
2.370.250
Keterangan:
RCR:
Revenue cost ratio
Wri:
Sawah irigasi
Wrb:
Sawah di lahan payau
Wrr:
Sawah di lahan rawa
Dfc:
Tanaman pangan serealia di lahan kering
Dfl:
Tanaman pangan leguminose di lahan kering
Dft:
Tanaman pangan umbi-umbian di lahan kering
Penerimaan (Rp)
4.000.000
5.000.000
20.127.031
26.250.000
2.275.000
2.933.247
3.600.000
RCR
2,00
2,50
1,41
2,29
1,51
1,48
1,52
Peluang atau kelayakan investasi dengan analisis finansial digunakan sebagai
parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman tahunan (misalnya kelapa
sawit, karet, dan kakao). Indikator yang diperhatikan untuk menganalisis kelayakan
ekonomi pengelolaan usahatani tersebut adalah Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), dan Benefid Cost Ratio (BCR). Suatu investasi untuk usaha
tanaman tahunan tertentu dikatakan layak apabila nilai indikator tersebut lebih besar
atau sama dengan nilai yang ditetapkan. Data analisis investasi dari beberapa
tanaman tahunan disajikan dalam Tabel 2.
Indikator kelayakan sosial-ekonomi dapat diperoleh dari hasil analisis
usahatani dan investasi, yakni melalui pengumpulan dan pengolahan data biaya
produksi, tingkat produksi, dan harga jual. Data harga (Saprodi dan hasil usahatani)
dan tingkat upah tenaga kerja diharapkan sudah mencerminkan (mempertimbangkan)
kondisi spesifik setempat, misalnya aksesibilitas pasar, jalan, sumber
keuangan/kredit, dan ketersediaan tenaga kerja. Data tersebut bersifat dinamis. Oleh
karena itu, perlu ada kegiatan verifikasi, yakni pemutakhiran dan validasi data di
lapangan setiap periode tertentu.
Sumber data untuk analisis usahatani dapat diperoleh dari data sekunder atau
data primer hasil wawancara dengan petani yang sudah berpengalaman dalam
mengusahakan tanaman tertentu pada tipologi lahan tertentu. Semakin banyak petani
yang diwawancarai (responden) untuk mendapatkan data usahatani, makin baik data
yang dihasilkan. Pada wilayah yang cukup seragam, misalnya di sentra produksi,
jumlah responden untuk mendapatkan data usahatani tanaman dapat lebih sedikit
dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sebagai bahan pertimbangan, jumlah
responden di daerah produksi adalah 3-5 orang untuk setiap jenis tanaman pada
tipologi lahan yang sama. Pada daerah potensial, jumlah responden berkisar 6-10
orang/tanaman/tipologi lahan.
Data usahatani atau investasi suatu usahatani didapat dengan mengisi daftar
isian atau kuesioner. Pembuatan kuesioner beragam antarindividu. Oleh karena itu,
dalam Juknis ini tidak disajikan contoh kuesioner yang spesifik. Sebagai bahan
pertimbangan dalam pembuatan kuesioner disajikan format analisis usahatani untuk
mendapatkan indikator kelayakan usahatani tanaman semusim (Lampiran 2) dan
format analisis kelayakan investasi tanaman tahunan (Lampiran 3). Berdasarkan
8
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
format tersebut, peneliti sosial ekonomi pertanian dapat menyusun kuesioner dan
melaksanakan wawancara untuk mendapatkan data yang diperlukan.
Tabel 2. Indikator kelayakan investasi usahatani tanaman tahunan (data tentatif).
Jenis tanaman
Tipologi
lahan
Periode
analisis
Total investasi
(Rp)
Jeruk
Dhp
10
5.000.000
Jeruk
Wrb
10
7.000.000
Kakao
Dep
15
6.000.000
Karet
Dep
25
4.000.000
Karet
Wrb
25
8.000.000
Kayu manis
Dep
15
7.000.000
Kelapa
Dep
15
6.000.000
Kelapa
Wrb
15
9.000.000
Kopi robusta
Dep
10
8.000.000
Kopi robusta
Wrb
10
9.000.000
Pisang
Wrb
3
4.000.000
Rambutan
Dhp
15
2.000.000
Rambutan
Wrb
15
2.500.000
Sawi
Wrb
Sawit
Dep
20
6.000.000
Sawit
Wrb
20
10.000.000
Kopi arabika
Dep
10
8.000.000
Kopi arabika
Wrb
10
9.000.000
Panili
Dep
6
11.445.000
Keterangan:
NPV:
Net present value
IRR:
Internal Ratre Return
BCR:
Benefit Cost Ratio
Dhp:
Tanaman hortikultura tahunan di lahan kering
Wrb:
Sawah di lahan pasang surut
Dep:
Tanaman tahunan perkebunan di lahan kering
NPV
94000
50000
20000
28000
-999
28000
-90
-32000
2662776
IRR
BCR
29,0
28,0
34,5
31,5
22,5
27,0
26,8
24,0
29,0
26,0
24,0
23,0
22,0
1,60
1,30
2,10
1,80
1,40
2,30
2,00
1,30
2,30
1,60
2,30
1,90
1,60
19,8
14,8
30,0
27,0
69,0
2,00
1,40
2,40
1,70
1,42
Konsultasi dengan Instansi Terkait
Konsultasi dengan instansi terkait di daerah sangat diperlukan agar diperoleh
masukan untuk menjaga keselarasan pewilayahan komoditas yang disusun dengan
kebijakan yang ada di daerah. Aspek-aspek lain dalam pewilayahan komoditas, di
antaranya aspek sosial, budaya, kelembagaan, dan peraturan masing-masing daerah
setempat perlu dikonsultasikan agar dapat diakomodir dalam penyusunan peta
pewilayahan komoditas.
PENYUSUNAN PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS
Modul Pewilayahan Komoditas
Hasil evaluasi lahan menyajikan kelas kesesuaian lahan untuk berbagai
komoditas pertanian andalan atau terpilih. Setiap satuan lahan yang dinilai bisa sesuai
9
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
untuk lebih dari satu komoditas. Oleh karena itu, untuk memilih jenis komoditas
yang akan dikembangkan di suatu wilayah, perlu dipertimbangkan hal berikut:
1. Kelas kesesuaian lahan.
2. Komoditas andalan/unggulan daerah atau terpilih.
3. Tenaga kerja.
4. Peluang pasar.
5. Aksesibilitas, terutama sarana dan prasarana transportasi.
6. Aspek lainnya (keamanan, sosial budaya, dll).
Untuk menyusun peta pewilayahan komoditas pertanian telah disusun Modul
Pewilayahan Komoditas (MPK) Versi-1. Untuk memanfaatkan modul tersebut
diperlukan tiga macam data utama, yakni: (1) data hasil evaluasi lahan; (2) data
peluang investasi; dan (3) data prioritas tanaman. Selain itu, data penggunaan lahan
saat ini (present land use) juga diperlukan sebagai salah satu faktor pertimbangan
dalam pewilayahan komoditas. Data tersebut diperlukan untuk memperoleh
pewilayahan komoditas yang sesuai secara fisik dan layak dikembangkan secara
ekonomi.
Data hasil evaluasi lahan
Data yang diperlukan adalah dalam bentuk tabel kesesuaian fisik lahan untuk
masing-masing tipe penggunaan lahan (LUT) pada setiap satuan peta.
Data peluang investasi
Data peluang investasi adalah berupa parameter ekonomi setiap tanaman
yang diusahakan pada tipologi lahan tertentu. Indikator untuk menganalisis
kelayakan ekonomi tanaman pangan adalah rasio penerimaan dengan total biaya
produksi (R/C), sedangkan untuk tanaman tahunan adalah Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR) dan Benefid Cost Ratio (BCR).
Data prioritas tanaman
Prioritas tanaman adalah urutan tanaman yang diunggulkan/diprioritaskan
untuk dikembangkan di suatu daerah. Data prioritas tanaman ini diperoleh dari
masing-masing daerah, berdasarkan pertimbangan dan kebijakan Pemda masingmasing.
Hasil Pewilayahan Komoditas Pertanian
Dengan memanfaatkan data hasil evaluasi lahan, kelayakan usahatani,
prioritas tanaman dan penggunaan lahan saat ini, yang diproses melalui modul
pewilayahan komoditas tersebut, maka dapat diperoleh hasil pewilayahan komoditas
sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.
Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian
Hasil penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian disajikan dalam
bentuk peta yang dilengkapi dengan legenda dan naskah laporannya.
10
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
Format Peta Pewilayahan Komoditas
1. Sistem proyeksi dan koordinat peta mengikuti peta rupa bumi, yaitu sistem
proyeksi TM (Transvere Mercator) dan sistem UTM (Universal Transvere
Mercator). Apabila digunakan peta dasar selain peta rupa bumi, yang mempunyai
sistem proyeksi yang berbeda, perlu dilakukan proyeksi terhadap sistem yang
sama.
2. Skala peta. Peta pewilayahan komoditas disajikan dalam skala 1:50.000.
Informasi skala peta dibubuhkan pada peta dalam bentuk skala numerik dan skala
grafis/garis.
3. Ukuran dan layout peta. Bentuk dan ukuran lembar peta mengikuti standar indeks
peta yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal. Bagian tepi peta diletakkan pada sisi
kanan peta, yang berisi informasi tepi. Bentuk peta berupa empat segi panjang
dengan ukuran 47 x 55 cm. Untuk mempermudah penyajian dan menjawab
kepentingan daerah, peta dapat disajikan berdasarkan batas administratif
(kabupaten, kecamatan, atau desa).
4. Informasi peta dasar yang harus disajikan dalam peta pewilayahan komoditas
adalah:
a. Hidrologi: sungai dan anak sungai, danau, waduk, dan rawa. Sungai utama
atau sungai besar digambarkan sebagai poligon cost line.
b. Topografi: garis kontur (selang 100 m) dan titik ketinggian tempat.
c. Jalan: jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan setapak, dan rel kereta api.
d. Pemukiman: pemukiman rapat seperti ibu kota provinsi, ibu kota kabupaten,
atau kota besar lainnya digambarkan sebagai poligon. Sedangkan pemukiman
tidak rapat digambarkan sebagai titik (berjenjang), misalnya ibukota
kecamatan berupa titik berukuran lebih besar daripada desa.
e. Batas administrasi: batas provinsi, batas kabupaten, dan batas kecamatan
dengan simbol yang berbeda.
f. Anotasi yang berupa nama desa, nama kota, nama daerah administrasi
dituliskan dengan tinta hitam dengan huruf tegak. Sedangkan anotasi badan air
dituliskan dengan tinta biru dengan huruf italik/miring. Klasifikasi tingkat
kepentingannya digambarkan dengan jenis huruf kapital atau huruf kecil.
g. Informasi tepi: judul peta, skala peta, arah utara, legenda, angka koordinat,
peta indeks, dsb.
h. Informasi lain: sumber data, tim penyusun, dsb.
i. Legenda peta terdiri dari: (1) legenda umum; (2) legenda peta pewilayahan
komoditas.
Legenda Peta Pewilayahan Komoditas
Legenda peta pewilayahan komoditas mencakup informasi tentang simbol
dan uraiannya, serta komoditas terpilih.
11
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
Tabel 4. Salah satu contoh hasil pewilayahan komoditas pertanian sampai kelompok tanaman.
BP2TP
ZONE
TANAMAN
KODE KELAS
RANKING
PRIORITAS
INDEKS
STATUS
RCR
IRR_PR
BCR_PR
001
IV
KC. PANJANG
Df
3
001
IV
LADA
De
3
4
6
1
LAYAK
1
22
7
LAYAK
1,10
0,00
0,00
1665,00
001
IV
LOBAK
Dh
2
001
IV
MENTIMUN
Dh
3
6
15
3
2
7
2
LAYAK
1,03
LAYAK
1,98
001
IV
SEMANGKA
Dh
001
IV
UBI JALAR
Df
3
3
18
2
1
21
4
LAYAK
6
LAYAK
001
IV
UBI KAYU
002
IV
KC. PANJANG
Df
2
5
20
5
LAYAK
1,13
0,00
0,00
0
4278000
Pangan
Df
3
4
6
1
LAYAK
1,10
0,00
0,00
0
4767200
Pangan
002
IV
LADA
De
2
1
22
7
002
IV
LOBAK
Dh
2
6
15
3
LAYAK
0,00
2220,00
1,80
124226100
0
Tahunan
LAYAK
1,03
0,00
0,00
0
3863000
Pangan
002
IV
MENTIMUN
Dh
3
2
7
2
002
IV
SEMANGKA
Dh
3
3
18
4
LAYAK
1,98
0,00
0,00
0
3186260
Pangan
LAYAK
1,93
0,00
0,00
0
3504000
Pangan
002
IV
UBI JALAR
Df
2
1
21
002
IV
UBI KAYU
Df
2
5
20
6
LAYAK
2,10
0,00
0,00
0
2637500
Pangan
5
LAYAK
1,13
0,00
0,00
0
4278000
Pangan
003
IV
PADISAWAH
Wri
2
1
004
IV
JAGUNG
Df
2
5
2
1
LAYAK
1,61
0,00
0,00
0
1877700
Pangan
1
1
LAYAK
1,06
0,00
0,00
0
1389475
Pangan
004
IV
KC. PANJANG
Df
3
004
IV
LADA
De
3
6
6
3
LAYAK
1,10
0,00
0,00
0
4767200
Pangan
1
22
7
LAYAK
0,00
1665,00
1,35
124226100
0
Tahunan
004
IV
MENTIMUN
Dh
3
1
7
4
LAYAK
1,98
0,00
004
IV
PADI GOGO
Df
2
4
3
2
LAYAK
1,29
0,00
0,00
0
3186260
Pangan
0,00
0
922407
Pangan
004
IV
SEMANGKA
Dh
3
2
18
5
LAYAK
1,93
0,00
004
IV
UBI JALAR
Df
3
3
21
6
LAYAK
1,57
0,00
0,00
0
3504000
Pangan
0,00
0
2637500
Pangan
005
IV
JAGUNG
Df
2
6
1
1
LAYAK
1,06
0,00
0,00
0
1389475
Pangan
005
IV
KC. HIJAU
Df
2
7
19
8
LAYAK
1,06
0,00
0,00
0
2307000
Pangan
005
IV
KC. PANJANG
Df
2
4
6
3
LAYAK
1,47
0,00
0,00
0
4767200
Pangan
005
IV
KUBIS
Dh
2
8
16
6
LAYAK
1,15
0,00
0,00
0
4178000
Pangan
005
IV
LADA
De
1
1
22
11
LAYAK
0,00
2775,00
2,25
124226100
0
Tahunan
005
IV
LOBAK
Dh
2
10
15
5
LAYAK
1,03
0,00
0,00
0
3863000
Pangan
12
NPV
BP
KELOMPOK
0,00
0
4767200
Pangan
1,35
124226100
0
Tahunan
0,00
0,00
0
3863000
Pangan
0,00
0,00
0
3186260
Pangan
1,93
0,00
0,00
0
3504000
Pangan
2,10
0,00
0,00
0
2637500
Pangan
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN
11
MU NR
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Simbol dan uraian
Simbol satuan pewilayahan komoditas merupakan gabungan simbol dari
zona agroekologi, kelompok lahan, dan kelompok komoditas. Dalam pemberian
simbol kelompok komoditas hanya disajikan dua jenis kelompok komoditas terpilih
utama. Secara lengkap pemberian simbol untuk masing-masing satuan lahan
disajikan dalam modul pewilayahan komoditas (suplemen 1).
Contoh: IV/Df-h
IV: Zone agroekologi IV
D : Kelompok lahan kering
f : Kelompok komoditas tanaman pangan
h : Kelompok komoditas hortikultura (sayuran/buah semusim)
Komoditas terpilih
Komoditas terpilih yang disajikan dalam legenda peta maksimal 10
komoditas, terdiri dari lima komoditas tanaman pangan dan lima komoditas tanaman
tahunan.
Contoh legenda peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona
agroekologi disajikan dalam Tabel 4. Sedangkan penyimbolan satuan peta
pewilayahan komoditas berdasarkan zona agroekologinya mengikuti hierarkhi
sebagaimana disajikan dalam Lampiran 4. Jenis komoditas yang dinilai disajikan
dalam Lampiran 5.
Tabel 5. Contoh legenda peta pewilayahan komoditas pertanian.
Simbol
I/Dj
II/Dh-e
II/Dh-e
III/Df
IV/Df-h
IV/Wri-f
Sistem Pertanian
Zone I, lahan kering, hutan
Zone II, lahan kering,
hortikultura dan perkebunan
tahunan
Zone II, lahan kering,
hortikultura semusim, dan
perkebunan tahunan
Zone III, lahan kering, tanaman
pangan serealia, dan kacangkacangan
Zone IV, lahan kering, tanaman
pangan, dan hortikultura
semusim
Zone IV, lahan basah, sawah
irigasi, dan tanaman pangan
13
Komoditas Pertanian
Terpilih
Luas
Alpukat, durian, kopi,
cengkeh
Kentang, wortel, kubis,
tomat, bawang daun, kopi,
cengkeh
Padi gogo, jagung,
sorghum, kacang merah,
buncis dan kacang kapri
Padi gogo, jagung,
sorghum, cabai merah,
selada
Padi sawah, kedelai dan
jagung
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Penyusunan Laporan
Naskah laporan peta pewilayahan komoditas pertanian disusun berdasarkan
zona agroekologi skala 1:50.000. Untuk keseragaman bentuk laporan di masingmasing BPTP, maka format laporan tersebut adalah sebagai berikut:
Judul: Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agroekologi,
Skala 1:50.000 di Daerah………….., Provinsi…………..
Format laporan:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
RINGKASAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Luaran
II.
BAHAN DAN METODE
2.1. Bahan
2.2. Metode
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1. Keadaan Daerah: iklim, tanah (relief, bentuk wilayah, dst.),
sarana/prasarana (aksesibilitas, transportasi), penggunaan lahan dan
komoditas andalan/unggulan (existing teknologi/manajemen), sosial
ekonomi (usahatani, peluang pasar, gender)
3.1.2. Evaluasi Lahan: hasil penilaian untuk berbagai penggunaan lahan
3.2. Pembahasan (pewilayahan komoditas pertanian)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
V. PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
14
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 1. Lokasi yang tersedia data tanah (dBase) dan peta tanah semi detail
digital skala 1:50.000.
Provinsi
Jabar
Karawang-Citarum
Jateng
Sekitar Semarang
Jatim
Pacitan
Tuban-Gresik
Marisa Papayato
Sulut
Danau Tondano
Danau Limboto
Paguyaman
Sulteng
Sultra
Sulsel
NTT
NTB
Luas
(ha)
Pelaksana
Ada
132.940
Puslitbangtanak
Ada
132.500
Puslitbangtanak
Ada
Ada
Ada
234.420
Puslitbangtanak
50.000
Puslitbangtanak
Ada
Ada
Ada
55.425
50.000
42.640
Puslitbangtanak
Puslitbangtanak
Puslitbangtanak
Tidak
73.207
Unsrat
Tidak
128.519
Unhas
Ada
Ada
98.000
200.000
Unsud
Puslitbangtanak
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
63.400
36.000
22.006
70.000
30.002
33.000
Puslitbangtanak
Puslitbangtanak
Puslitbangtanak
Unud
Puslitbangtanak
Puslitbangtanak
Ada
78.770
Puslitbangtanak
Watunggong, Lengkoelar
Tidak
80.000
UGM
Mantendo, Wanokaka,
Waikelosowa
Nauleu, Besikama
Tidak
90.000
Unsud
Ada
Ada
58.650
23.777
Puslitbangtanak
Puslitbangtanak
Ada
65.952
Unud
Ada
121.991
Unibraw
Lokasi
Mori Atas Bungku,
Lore Utara, Tomata
P. Muna
Wangi-wangi
Poleang
DAS SadangMamasa
Oesao-Kupang
Bena
Magepanda-Flores
Lembor-Flores
Mbay-Flores
PametikarataSumba
Melolo/MangiliSumba
Kodi/Tosi/
Satargising-Sumba
Wanokaka/Waikelo
s
Timor
PanondiwaWangka
Pringgabaya
Lombok Utara
Dompu-Sumbawa
Tambora-Sumbawa
Lembar
Triasari, Rengasdengklok,
Mekarsari, Cilamaya, Bekasi
Wedung, Semarang Utara,
Semarang Selatan, Mranggen,
Bringin, Ambarawa
Pacitan
Tuban-Gresik
Beteleme, Sukamaju, Ma,
Litopuntu, Lemito
Manado, Longowan
Limboto, Gorontalo
Tilamuta, Molobulahe, Bolontio,
Tengah
Batelema, Kolonodale, Salindu,
Ensa, Wuasa, Tomata, Peleru
Raha, Kep. Tiworo, Matandasa,
Wangi2, Kaledupa
Watubangga, Taubonto, Lambada
Buakayu, Bituang, Makale,
Rantepao
Oesao
Bena
Magepanda
dBase
Sunut
15
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 2. Contoh formulir analisis kelayakan usahatani.
A. Analisis usahatani tanaman semusim (Rp/ha/MT)
1. Nama tanaman : ____________________________
2. Tipologi lahan : sawah/lahan kering/rawa pasang srt (coret yang tidak perlu)
I. Biaya produksi
A. Penggunaan
Upah/sat.
Nilai
Satuan
Jumlah
Keterangan
TK
(Rp)
(Rp)
1. Pengolahan
tanah
HKO
Upah/borong
HKT
Upah/borong
Mesin
Upah/borong
2. Aplikasi
pupuk dasar
HKO
HKT
3. Tanam
4. Penyiangan
5. Pemupukan
6. Pemeliharaan
7. Panen
8. Pascapanen
Subtotal (1)
Rp
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Rumus
B. Sarana produksi
1. Benih
2. Urea
3. ZA
4. SP36
5. KCl
6. Pupuk kandang
7. Obat-obatan padat
8. Obat-obatan
Subtotal (2)
9. Biaya modal
Total biaya produksi
Satuan
kg
kg
kg
kg
kg
kg
kg
liter
Rp
%/MT
Rp
Jumlah
Harga/sat.
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Nilai
Keterangan
Rumus
Rumus
Rumus
xxxxxxxx
II. Hasil usahatani
Parameter
1. Produksi
2. Penerimaan
3. Pendapatan
4. R/C
Satuan
kg pipilan
Rp
Rp
Jumlah
Harga/sat.
Nilai
xxxxxxxx
Keterangan
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Rumus
Rumus
Unit
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Rumus
Sumber data: ____________________
Catatan: HKO = hari kerja orang; HKT = hari kerja ternak; xxxxxxxxx = tidak diisi
16
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 2. Lanjutan…
B. Data investasi usaha tanaman tahunan (Rp/ha)
1. Nama tanaman:
2. Tipologi lahan: lahan kering/rawa ps/hutan atau lainnya (coret yg tak
perlu)
3. Jangka waktu analisis/umur ekonomis tanaman: ________ tahun
4. Masa pemeliharaan TBM (tanaman belum menghasilkan): ________ tahun
I. Uraian biaya
1. Biaya investasi tahun awal (Rp/ha)
2. Biaya pemeliharaan TBM (Rp/ha/th)
(T1= tahun awal pemeliharaan
3. Biaya pemeliharaan TM (Rp/ha/th)
(Th1= tahun awal berproduksi)
(data rata-rata)
4. Biaya penyusutan modal (Rp/th)
5. Biaya angsuran modal (Rp/th)
(flat saja)
Saprotan
Upah kerja
Lainnya
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Th1-Th3
Th4-Th7
Th8-Th11
Th12-Th15
Th16-Th20
Th21-Th25
Rumus
Rumus
Tahun produksi ke
II. Uraian penerimaan
Tingkat produksi (kg/ha/th)
Total
T1
T1
T2
T3
T4
T5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Th1-Th5
Th6-Th10
Th11-th15
Th16-Th20
Harga jual (Rp/kg) (bisa
diasumsikan sama saja)
Th1-Th5
Th6-Th10
Th11-th15
Th16-Th20
III. Indikator analisis investasi
1. NPV (Rp):
2. BCR (20%):
3. IRR (%):
17
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 3. Contoh tabel analisis investasi tanaman perkebunan.
Asumsikan:
Nama tanaman:_______________
Cicilan pokok kredit flat setelah berproduksi
Periode analisis:__________ tahun
cicilan bunga kredit flat ____%/th dibayar
setelah berproduksi
Bentuk/landuse saat ini: tegalan/semakbelukar/hutan konversi (coret yang tak perlu)
Tolok Ukur
Periode Tahun
Satuan
T1 T2 T3 T4 T5
1. Biaya investasi
Rp 1.000
2. Biaya operasional
Rp 1.000
T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12
T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20
3. Cicilan pokok kredit Rp 1.000
4. Cicilan bunga kredit Rp 1.000
5. Biaya lain-lain
Rp 1.000
6. Total biaya
Rp 1.000
7. Produksi
Kg
8. Harga jual
Rp/kg
9. Penerimaan
Rp 1.000
110. Lain-lain
Rp 1.000
111. Total penerimaan
Rp 1.000
112.Pendapatan
Rp 1.000
NPV (20%)
:
<--
rumus
IRR
:
<--
rumus
BCR (20%)
:
<--
rumus
Catatan:
- Investasi adalah: pembukaan lahan, persiapan lahan, tanam, benih/bibit (material
dan tenaga kerja).
- Biaya operasional adalah: pemeliharaan (saprotan dan tenaga kerja) setiap tahun
(T1 s/d Tn) (untuk beberapa tanaman tahunan andalan daerah).
- Kolom tahun bisa ditambahkan sesuai keperluan.
18
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 4. Hierarkhi penyimbolan legenda peta pewilayahan komoditas.
Sawah (r), dibedakan
berdasarkan pola tanam
Ikan (1), dibedakan atas perikanan:
1. Darat (f)
2. Pasang surut (b)
Lahan Basah (W):
Hutan (j)
Pangan (f), dibedakan atas:
1. Serealia (c)
2. Umbi-umbian (t)
3. Polong-polongan (l)
Hortikultura (h), dibedakan atas:
1. Sayuran/buah semusim (a)
2. Buah-buahan/tahunan (p)
Lahan Kering (D):
Perkebunan/Industri (e), dibedakan atas:
1. Semusim (a)
2. Tahunan (p)
3. Serealia ©
Hutan (j)
19
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 5a. Kelompok tanaman pangan (f) yang dinilai kesesuaian lahannya.
Letak wilayah
Dataran rendah
(< 700 m dpl)
a. Serealia (c)
b. Ubi-ubian (t)
c. Polong-polongan (l)
Dataran tinggi
(> 700 m dpl)
a. Serealia (c)
b. Ubi-ubian (t)
c. Polong-polongan (l)
Iklim basah*)
Iklim kering*)
Padi, jagung, sorgum
Ubijalar, ubikayu, talas, iles-iles
Kedelai, kacang tanah, kacang hijau,
kacang tunggak, kacang arab,
mukuna
Gandum, sorgum
Ubikayu, ubijalar
Kedelai, kacang tanah,
kacang hijau, kacang
tunggak, kacang arab,
kacang panjang,
mukuna
Padi, jagung, sorgum
Ubijalar, ubikayu, talas, iles-iles,
kentang
Kedelai, kacang merah,
kacang
kapri, buncis, mukuna
gandum, sorgum
Ubijalar, iles-iles
-
*) Iklim Basah: A, B, C dan Iklim Kering: D, E, F (Oldeman et al., 1971)
Lampiran 5b. Kelompok tanaman hortikultura (h) yang dinilai kesesuaian lahannya.
Letak wilayah
Dataran rendah
(< 700 m dpl)
Sayuran/semusim (a)
Buah-buahan/tahunan (p)
Dataran tinggi
(> 700 m dpl)
Sayuran/semusim (a)
Buah-buahan/tahunan (p)
Iklim basah*)
Iklim kering*)
Seledri, selada, tomat, mentimun, cabai hijau,
cabai merah, paprika, terung, kuncai, bayam,
pare, bawang daun
Rambutan, duku, durian, manggis, belimbing,
nangka, jeruk, jambu air, cempedak, klengkeng,
sukun, jambu batu, sawo, kedondong, alpokat,
salak, petai, jengkol, delima, strawberi, srikaya,
sirsak, pepaya, pisang, melon, blewah,
semangka, nenas
Bawang merah,
terung, bawang
daun
Mangga, jeruk,
anggur, alpokat,
jambu batu,
kedondong, salak,
nangka, sukun,
klengkeng, melon,
blewah, semangka
Kubis, gambas, seledri, selada, kentang,
asparagus, brokoli, wortel, tomat, lobak, bawang
daun, biet, sawi, lettuce, kailan, petsai, tomat,
cabai, carica
Kubis, gambas, seledri, selada, kentang,
asparagus, brokoli, wortel, tomat, lobak, bawang
daun, biet, sawi, lettuce, kailan, petsai, tomat,
cabai, carica
Jeruk, klengkeng, nangka, sukun, jambu air,
jambu batu, sawo, kedondong, alpokat,
kesemek
Bawang putih,
bawang daun
Bawang putih,
bawang daun
Apel, jeruk,
alpokat, nangka,
sukun, jambu batu,
kedondong,
klengkeng
*) Iklim Basah: A, B, C dan Iklim Kering: D, E, F (Oldeman et al., 1971)
20
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 5c. Kelompok tanaman perkebunan/industri (e) yang dinilai kesesuaian
lahannya.
Letak wilayah
Iklim basah*)
Dataran rendah (< 700 m dpl)
Semusim (a)
Tahunan (p)
Dataran tinggi (> 700 m dpl)
Semusim (a)
Tahunan (p)
Kelapa sawit, kelapa, kopi
(robusta), karet, kakao,
melinjo, cengkeh, pala,
lada
Kina, teh, kopi (arabika)
cengkeh, jarak, kayu manis
Iklim kering*)
Serat, tebu, kapas,
nilam, tembakau
Kelapa, jambu
mete, kapok,
kemiri, jarak
Tembakau
Kopi (arabika),
kemiri, jarak
*) Iklim Basah: A, B, C dan Iklim Kering: D, E, F (Oldeman et al., 1971)
21
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
2. Pembuatan Peta Status P dan K Lahan Sawah
Skala 1:50.000 dan Percobaan Pemupukan
PENDAHULUAN
Pembuatan peta status hara P dan K lahan sawah telah dimulai pada tahun
1970 di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak)
dengan diterbitkannya Peta Sementara Daerah Sawah Memerlukan Fosfat Jawa dan
Madura edisi I berskala 1:250.000. Pada tahun 1974 peta ini telah diperbaiki dengan
dikeluarkannya Peta Fosfat Jawa dan Madura Edisi I. Pada tahun 1988 peta ini
disempurnakan lagi dengan dibuatnya Peta Keperluan Fosfat Lahan Sawah Provinsi
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur skala 1:250.000 edisi III yang merupakan
Peta Penyempurnaan Keperluan Fosfat tahun 1974 (Moersidi et al., 1989). Peta ini
membagi Status P tanah menjadi tiga kelas berdasarkan P2O5 ekstrak HCl 25% yaitu
tanah berstatus P tinggi (>40 mg P2O5/100 mg) dan P rendah (< 20 mg P2O5).
Peta status K tanah sawah juga telah dibuat oleh Puslitbangtanak dengan
beberapa kali penyempurnaan sejak awal tahun 1970. Pada tahun 1991 telah
dipublikasi peta status hara K lahan sawah untuk seluruh Jawa versi terakhir (edisi V)
berskala 1:250.000. Peta ini membedakan status K tanah menjadi tiga kelompok
berdasarkan kadar K2O ekstrak HCl 25%, yaitu tanah berstatus K tinggi (>20 mg
K2O/100g), sedang (10-20 mg K2O/100g), dan rendah (<10 mg K2O/100g).
Penetapan P dan K dengan ekstrak HCl 25% tersebut didasarkan pada hasil penelitian
Moersidi et al. (1991) dan Sri Rochayati et al. (1991) di Jawa, serta hasil penelitian
Soepartini et al. (1994) di Lombok.
Rekomendasi pemupukan P dan K untuk padi masih bersifat umum yaitu
sekitar 100-150 kg/ha dan 50-100 kg KCl/ha tanpa mempertimbangkan kandungan P
dan K dalam tanah. Sekretariat Pengendali Bimas menyerahkan rekomendasi
pemupukan kepada masing-masing provinsi, namun rekomendasi tersebut belum
spesifik lokasi karena kurangnya informasi/data tanah yang diperlukan. Dengan kata
lain rekomendasi pemupukan padi sawah di masing-masing provinsi masih seragam,
belum didasarkan pada kandungan hara tanah. Peta status hara P dan K lahan sawah
yang memberi informasi tentang lahan yang berstatus P dan K rendah, sedang, dan
tinggi sangat bermanfaat untuk menentukan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi.
Berdasarkan hasil penelitian di Jawa dilaporkan bahwa lahan sawah yang
berstatus P rendah respon terhadap pemupukan P, berstatus P sedang sedikit respon,
dan tanah berstatus P tinggi sama sekali tidak respon terhadap pemberian pupuk P.
Oleh karena itu, Sri Adiningsih et al. (1989) menyarankan dosis rekomendasi
pemupukan P untuk lahan sawah berstatus P tinggi dan sedang perlu diturunkan
masing-masing menjadi 50 dan 70% dari dosis anjuran. Di lain pihak Moersidi et al.
(1989) mengeluarkan anjuran pemupukan yang lebih spesifik yaitu tanah berstatus P
tinggi dipupuk 50-75 kg TSP/ha, berstatus P sedang dipupuk 75-125 kg TSP/ha dan
tanah yang berstatus P rendah dipupuk lebih dari 125 kg TSP/ha.
22
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Puslitbangtanak telah meneliti status hara P dan K lahan sawah hampir di
seluruh provinsi yang luarannya berupa peta status hara P dan K lahan sawah skala
1:250.000. Peta status hara P dan K skala 1:250.000 yang telah dibuat
Puslitbangtanak ini telah digunakan oleh beberapa BPTP dalam rangka menyusun
rekomendasi pemupukan, walaupun kurang akurat karena skalanya kecil, dimana satu
contoh tanah yang dianalisis mewakili luasan sawah sekitar 625 ha. Untuk
mendapatkan rekomendasi yang lebih tepat, status hara P dan K tersebut perlu
diteliti/dipetakan lebih detail dengan skala 1:50.000.
Peta skala 1:50.000 merupakan peta semi detail, dimana setiap cm2 dalam
peta mewakili areal seluas 25 hektar dengan jarak observasi di lapang setiap 500
meter (Dent et al., 1981).
CARA PEMBUATAN PETA STATUS HARA P DAN K SKALA 1:50.000
Metodologi pembuatan peta ini terdiri dari beberapa tahap kegiatan yaitu:
tahap perencanaan, tahap persiapan, tahap operasi lapang, tahap analisis contoh,
tahap pengolahan data, dan tahap pembuatan peta.
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap awal dari kegiatan yang akan dilaksanakan.
Rencana kegiatan pemetaan dilakukan 1 sampai 2 bulan sebelum survei.
Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan dalam tahap ini dan erat
kaitannya dengan tahap-tahap kegiatan selanjutnya adalah:
1. Perencanaan luas lahan yang akan disurvei/dibuat petanya.
2. Perencanaan jumlah contoh tanah yang akan diambil.
3. Perencanaan jumlah contoh air yang akan diambil.
4. Perencanaan jumlah tenaga yang akan terlibat dalam kegiatan survei.
5. Perencanaan transportasi dan akomodasi yang diperlukan selama survei.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahap kegiatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan survei/operasi lapang. Tahap ini meliputi beberapa kegiatan yaitu: studi
pustaka, pengumpulan/ pengadaan peta, pembuatan peta lapang/peta operasionil,
pengumpulan data, dan pengadaan alat/bahan.
Studi pustaka
Bahan bacaan dan informasi yang diperlukan terutama mengenai:
1. Hasil penelitian P dan K yang telah dilakukan.
2. Luas lahan sawah dan penyebarannya.
Pengumpulan peta
1.
2.
3.
4.
Peta-peta yang diperlukan adalah:
Peta administratif skala 1:25.000 dan 1:50.000.
Peta rupabumi/topografi skala 1:25.000 dan 1:50.000.
Peta tanah skala 1:25.000 dan 1:50.000.
Peta land use/penggunaan lahan skala 1:50.000.
23
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Peta-peta tersebut dapat diperoleh dari beberapa instansi terkait di antaranya
Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, Badan Koordinasi
Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), Direktorat
Geologi dan Sumberdaya Mineral, dan Puslitbangtanak.
Pembuatan peta lapang (peta operasional)
Peta lapang/peta operasional harus dibuat dengan skala 1:25.000, merupakan
peta petunjuk atau pedoman saat pelaksanaan survei. Oleh karena itu, peta tersebut
harus dibuat sejelas-jelasnya terutama batas lahan sawah dengan lahan kering, batas
desa dan kecamatan, jalan, dan sungai/saluran air. Peta ini dapat dibuat dari peta rupa
bumi skala 1:25.000 terbitan baru, agar tidak terdapat perubahan-perubahan dan
masih sesuai dengan kondisi daerah yang akan disurvei.
Dalam peta lapang telah dibuat "tanda" rencana tempat pengambilan contoh
tanah, pembuatan tanda tersebut diawali dengan pembuatan grid dengan jarak setiap
2 cm dalam peta atau 500 m di lapang.
Pengumpulan data
Data-data penting yang diperlukan sebagai penunjang dalam pembuatan peta
status P dan K skala 1:50.000 adalah:
1. Data luas lahan sawah setiap kecamatan.
2. Data penggunaan pupuk, terutama pupuk P dan K setiap areal/hamparan sawah.
Alat dan bahan
Alat-alat dan bahan-bahan yang diperlukan adalah:
1. Bor tanah (bor belgi dan bor sawah)
2. Pisau lapang
3. Ember plastik ukuran 5 galon
4. Kertas karton untuk label dalam ukuran 5 x 10 cm
5. Kertas karton untuk label luar ukuran 6 x 12 cm
6. Benang woll
7. Plastik kantong yang tebal ukuran 5 x 10 cm (plastik label)
8. Plastik kantong ukuran 15 x 25 cm (tempat contoh tanah komposit)
9. Plastik kantong ukuran 50 x 80 cm
10. Karung plastik ukuran 50 x 80 cm
11. Tali rafia
12. Stepler ukuran HD-10
13. Pisau cutter
14. Spidol tahan air warna hitam
15. Alat tulis
16. Jerigen air isi 1 liter
Tahap Operasi Lapang
Tahap operasi lapang meliputi kegiatan pra survei dan survei utama.
24
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Pra survei
Kegiatan pra survei dilaksanakan 7 sampai 14 hari sebelum pelaksanaan
survei utama, kegiatan pra survei meliputi:
1. Konsultasi dengan Dinas Pertanian setempat, terutama tentang pemberitahuan
rencana survei dan pembuatan surat pengantar untuk KCD dan Koordinator PPL.
2. Konsultasi dengan Balai Informasi Pertanian setempat, terutama tentang
informasi penggunaan pupuk.
3. Konsultasi dengan Badan Pertanahan Nasional setempat, terutama tentang
pengadaan peta administratif dan peta penggunaan lahan (land use).
4. Penentuan tempat tinggal (base camp dan camp) selama pelaksanaan survei
utama.
5. Perencanaan transportasi dan pembagian regu surveyor.
Survei utama
Survei utama meliputi kegiatan pengambilan contoh tanah dan pengambilan
contoh air.
Pengambilan contoh tanah
Contoh tanah diambil secara komposit pada seluruh areal lahan sawah yang
akan dibuat petanya, tempat pengambilan contoh ini dilakukan pada "tanda" yang
telah dibuat dalam peta lapang/peta operasional. Pada setiap tanda pengambilan yang
telah dibuat diambil satu contoh tanah komposit. satu contoh tanah komposit terdiri
dari 10 sampai 15 contoh individual (subcontoh), dengan jarak pengambilan tiap
subcontoh 25-50 m di lapang. Alat yang digunakan untuk pengambilan subcontoh
adalah bor belgi atau bor sawah, contoh tanah yang diambil pada lapisan olah dengan
kedalaman 20 cm. Pengambilan subcontoh dilakukan dengan cara diagonal beberapa
tempat seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Contoh-contoh individual tersebut
dimasukkan ke dalam ember dan dicampur sampai homogen, setelah homogen
diambil seberat 0,5 sampai 1 kg, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik
ukuran 15 x 25 cm dan diberi label dalam yang terlebih dahulu telah diisi dan
dimasukkan dalam plastik label, kemudian diikat dengan benang woll yang telah
terpasang label luar. Pengisian/penulisan label dalam dan label luar terdiri dari
tanggal pengambilan, kode pengambil dan nomor contoh serta nama lokasi (desa,
kecamatan, kabupaten). Contoh tersebut merupakan satu contoh komposit. Setiap
selesai pengambilan satu contoh komposit langsung diplotkan pada peta lapang/peta
operasional dimana tempat pengambilan contoh dilakukan dan tiap ploting
pengambilan diberi kode pengambil dalam peta yang sama dengan kode pengambil
dalam label.
25
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
1
4
6
3
2
9
8
5
7
11
14
10
13
15
12
Gambar 1. Pengambilan contoh tanah cara diagonal beberapa tempat
Pengambilan contoh air
Contoh air sangat berguna untuk menduga sumbangan K yang berasal dari
air irigasi. Sudjadi et al. (1985) menyatakan bahwa K dalam air pengairan
memberikan sumbangan hara K yang nyata bagi padi sawah. Contoh air diambil dari
saluran-saluran irigasi yang mengairi areal lahan sawah. Sistem pengambilan contoh
air dilakukan berdasarkan sumber air yang mengairi hamparan lahan sawah. Apabila
contoh tanah komposit diambil dari beberapa lokasi dalam satu hamparan lahan
sawah dengan sumber air yang sama, cukup diambil satu contoh air. Contoh air
diambil sebanyak 1 liter dan dimasukkan ke dalam jerigen kemudian diberi label.
Penulisan label terdiri dari tanggal pengambilan, kode pengambil, nama
irigasi/sungai dan nama lokasi (desa, kecamatan, kabupaten).
Tahap analisis contoh
Analisis contoh tanah
Contoh tanah komposit yang diperoleh dari lapang dikeringanginkan
kemudian dihaluskan dan diayak dengan pengayak berdiameter 2 mm. Contoh tanah
halus hasil pengayakan dianalisis di laboratorium kimia tanah. Jenis-jenis analisis
terutama terdiri dari kadar P dan K potensial terekstrak HCl 25%.
Analisis contoh air
Contoh air yang diperoleh dari lapangan dapat langsung dianalisis di
laboratorium kimia. Pengambilan dan analisis contoh air dilakukan menurut prosedur
Sudjadi dan Widjik (1972). Analisis contoh air meliputi penetapan kandungan
lumpur serta konsentrasi kation-kation: NH4, K, dan anion-anion: NO3, PO4, Kadar
masing-masing kation dan anion dinyatakan dalam me/liter, dan jumlah kation dan
anion diperoleh dari perhitungan (Soepartini, M., et al., 1996). Sumbangan hara K
26
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
dari air pengairan diperhitungkan berdasarkan kebutuhan air
dipakai.
yang telah umum
Tahap pengolahan data
Pengolahan data yang dilakukan adalah menilai kadar P dan K terekstrak
HCl 25% setelah hasil analisis tanah diketahui. Penilaian status P dan K meliputi 3
status dengan kriteria sebagai berikut:
Status
Rendah
Sedang
Tinggi
Kriteria Penilaian
mgP2O5/100g tanah
mg K2O/100g tanah
< 20
< 10
20 - 40
10 - 20
> 40
> 20
Tahap pembuatan peta
Pembuatan peta dasar
Peta dasar dibuat dari peta rupa bumi atau peta topografi skala 1:50.000 baik
dengan sistem GIS atau manual.
Pembuatan peta sementara
Pembuatan peta sementara status P dan K dilakukan dengan sistem manual,
meliputi beberapa kegiatan yaitu:
Ploting lokasi contoh. Ploting lokasi contoh adalah penulisan
ulang/pemindahan setiap tanda dan kode ploting yang terdapat dalam peta
lapang/peta operasional skala 1:25.000 ke dalam peta dasar skala 1:50.000.
Ploting Hasil Analisis Contoh. Nilai kadar P dan K HCl 25% yang telah
diketahui (tahap pengolahan data) di plot ke dalam peta dasar pada masing-masing
lokasi tempat pengambilan contoh dan diberi warna yang sesuai. Warna yang
digunakan adalah Merah, pada status Rendah, Kuning pada status Sedang dan Hijau
pada status Tinggi.
Deliniasi/Penarikan Batas Status Hara. Sistem deliniasi batas status hara P
dan K dilakukan dengan memperhatikan berbagai hal di samping hasil analisis
contoh tanah, yaitu antara lain: bahan induk, jenis tanah, topografi/bentuk wilayah,
dan batas alam (sungai/jalan)
Pewarnaan. Pewarnaan dilakukan setelah terbentuk batas status hara sesuai
dengan warna yang telah tersedia pada peta.
Pembuatan peta akhir
Pembuatan peta akhir status hara P dan K dilakukan
komputerisasi/aplikasi GIS yang dibuat dari peta sementara skala 1:50.000.
27
dengan
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Cara Pembuatan Percobaan Pemupukan P dan K Lahan Sawah
Untuk mendukung peta status hara P dan K lahan sawah skala 1:50.000 perlu
dilaksanakan percobaan pemupukan P dan K padi sawah. Percobaan pemupukan P
dan K bertujuan mendapatkan kurva respon padi sawah terhadap pemupukan P dan
K. Percobaan pemupukan P dan K masing-masing terdiri dari 3 unit, yaitu pada lahan
sawah yang berstatus P dan K rendah, sedang, dan tinggi yang diperoleh berdasarkan
hasil pemetaan status hara P dan K lahan sawah skala 1:50.000. Rancangan
percobaan yaitu acak kelompok dengan 4 ulangan. Ukuran petak adalah 5 x 5 m
dengan jarak tanam padi 20 x 20 cm.
Penentuan lokasi
Penentuan lokasi percobaan berdasarkan pada hasil pemetaan status P dan K
sawah yang telah dibuat, yaitu pada lahan sawah yang berstatus P dan K rendah,
sedang dan tinggi. Pemilihan lokasi harus memenuhi persyaratan antara lain:
hamparan cukup mewakili, datar, dekat dengan saluran pengairan, dan mudah
terawasi.
Pembuatan petakan
Pembuatan petakan dalam satu ulangan tata letaknya harus homogen dan
disesuaikan dengan keadaan lapang. Seluruh petak dan ulangan harus terletak dalam
satu petak asli. Petakan dibuat tegak lurus satu dengan lainnya, untuk membuat garis
tegak lurus dengan cara segitiga, sisi segitiga tersebut dibuat dengan perbandingan 3
dan 4 m untuk masing-masing sisi tegak lurusnya dan panjang sisi 5 m yang
menghubungkan kedua sisi tegak lurus tersebut. Tata letak percobaan pemupukan P
dan K disajikan pada Gambar 2 dan 3.
I
II
III
IV
Air masuk
P0
P4
P1
P2
P2
P1
P2
P3
P4
P0
P4
P0
P3
P2
P0
P4
P1
P3
P3
P1
Air
keluar
Gambar 2. Tata letak percobaan pemupukan P
28
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
I
II
III
IV
K0
K4
K1
K2
K2
K1
K2
K3
K4
K0
K4
K0
K3
K2
K0
K4
K1
K3
K3
K1
Air masuk
Air
keluar
Gambar 3. Tata letak percobaan pemupukan K
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah atau pembajakan dilakukan sebelum dipetak, hal ini untuk
memudahkan dalam pembuatan galengan pemisah petak satu dengan lainnya.
Pengolahan tanah kedua dilakukan setelah terbentuk petakan. Pengolahan tanah
dilakukan minimal sebanyak 2 kali, dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul
atau traktor tergantung kemudahan secara teknis di lapang. Pengolahan tanah harus
dilakukan sehomogen mungkin agar diperoleh kondisi optimal untuk pertumbuhan
tanaman. Galengan pemisah petakan dibuat yang baik sehingga kontaminasi air dari
perlakukan atau petak lainnya dapat dihindari. Tanah untuk pembuatan galengan
diambil tanah subsoil, dimana tanah top soilnya dipinggirkan terlebih dahulu
kemudian dikembalikan lagi setelah pemetakan selesai dilakukan.
Pemupukan
Sebelum pemupukan sebaiknya plang tanda perlakuan dipasang terlebih
dahulu, hal ini untuk menghindari terjadinya kesalahan peletakan pupuk. Pada
percobaan pemupukan P, pupuk P sebagai perlakuan diberikan satu kali yaitu pada
saat tanam, sedangkan sebagai pupuk dasar digunakan pupuk Urea 200 kg/ha dan
KCl 100 kg/ha. Urea diberikan tiga kali yaitu pemberian pertama pada saat tanam,
kedua 30 hari setelah tanam dan pemberian ketiga pada saat primordia. Pada
percobaan pemupukan K, pupuk K sebagai perlakuan diberikan satu kali yaitu pada
saat tanam dan sebagai pupuk dasar yaitu Urea 200 kg/ha dan SP36 100 kg/ha. Urea
29
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
diberikan tiga kali yaitu pertama pada saat tanam, kedua 30 hari setelah tanam dan
ketiga pada saat primordia, sedangkan pupuk SP36 diberikan satu kali yaitu pada saat
tanam. Perlakuan percobaan pemupukan P disajikan pada Tabel 1 dan perlakuan
percobaan pemupukan K pada Tabel 2.
Tabel 1. Perlakuan percobaan pemupukan P.
Status hara P
lahan sawah
Rendah
Sedang dan tinggi
Kode
perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
P0
P1
P2
P3
P4
Takaran
pupuk SP36 (kg/ha)
0
50
100
150
200
0
25
50
75
100
Pupuk dasar
urea (kg/ha)
KCl (kg/ha)
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
Tabel 2. Perlakuan percobaan pemupukan K.
Status hara K
lahan sawah
Rendah
Sedang dan Tinggi
Kode
perlakuan
K0
K1
K2
K3
K4
K0
K1
K2
K3
K4
Takaran
pupuk KCl (kg/ha)
0
50
100
150
200
0
25
50
75
100
Pupuk dasar
urea (kg/ha)
SP36 (kg/ha)
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
200
100
Pemeliharaan
Salah satu keberhasilan dan mutu percobaan ditentukan oleh pemeliharaan.
Kegiatan yang harus dilakukan dalam pemeliharaan adalah penyiangan,
penyemprotan hama dan penyakit, dan pengawasan pengairan. Penyiangan harus
dilakukan sebelum rumput/gulma tumbuhnya banyak, gulma yang disiang harus
dikembalikan lagi/dibenamkan pada petakan tempat gulma itu tumbuh.
Penyemprotan hama dan penyakit sebaiknya dilakukan sesuai PHT. Sedangkan
pengawasan pengairan yang sangat penting sekali adalah tidak terkontaminasinya
perlakuan oleh air dari petakan lain, sehingga perlu dilakukan perbaikan galengan.
Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman dan jumlah
anakan pada umur 1 dan 2 bulan setelah tanam serta menjelang panen. Pengamatan
dilakukan terhadap 10 rumpun setiap petak/perlakuan yang dilakukan secara acak
atau sistematis, namun pada rumpun yang sama.
30
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Panen
Ubinan hasil panen diambil pada bagian tengah dari petak pengamatan untuk
menghindari pengaruh luar. Bagian luar yang tidak ikut ubinan minimal 0,5 m dari
pinggir petakan. Luas ubinan adalah 3 m x 3 m. Pengamatan minimal dari percobaan
pemupukan P dan K adalah bobot brangkasan kering dan bobot gabah kering, dengan
konversi kadar air menjadi 14%. Untuk konversi bobot jerami kering diambil contoh
1 kg jerami (kering panen), kemudian dikeringkan dan ditimbang bobot keringnya.
Gabah kering panen dikeringkan sehingga diperoleh bobot gabah kering (kadar air
14%). Hasil ubinan tersebut kemudian dikonversi menjadi hasil gabah kering per
hektar.
DAFTAR PUSTAKA
Dent, D. and A. Young. 1981. Soil Survey and Land Evaluation School of
Environmental Science. University of East Anglia. Norwich.
Moersidi, S., D. Santoso, M. Soepartini, M. Al-Jabri, J. Sri Adiningsih, dan M.
Sudjadi. 1989. Peta keperluan fosfat tanah di Jawa dan Madura. Pemberitaan
Penelitian Tanah dan Pupuk No.8: 13-25.
Moersidi,S., J. Prawirasumantri, W. Hartatik, A. Pramudia, dan M. Sudjadi. 1991.
Evaluasi ke dua keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa.
Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Soepartini, M., Nurjaya, A.Kasno, S.Ardjakusumah, S.Moersidi, dan J.Sri
Adiningsih. 1994. Status hara P dan K serta sifat-sifat tanah sebagai penduga
kebutuhan pupu padi sawah di Pulau Lombok. Pemberitaan Penelitian Tanah
dan Pupuk No.12: 23-35.
Soepartini, M., Sri Widati, Mangku, E.S., dan Tini Prihatini. 1996. Evaluasi kualitas
dan gabungan hara dari air pengairan di Jawa. Pemberitaan Penelitian Tanah
dan Pupu No. 144: 26.
Sri Adiningsih, J., S. Moersidi, M. Sudjadi, dan A.M. Fagi. 1989. Evaluasi keperluan
fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Prosiding Lokakarya Nasional
Efisiensi Penggunaan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Sri Rochayati, Mulyadi, dan J. Sri Adiningsih. 1991. Penelitian efisiensi penggunaan
pupuk di lahan sawah. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan
Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Sudjadi, M., dan I. M. Widjik. 1972. Metode analisa air irigasi. Publikasi No.8/1972.
Bagian Kesuburan Tanah, Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.
31
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
3. Penyusunan Peta Satuan Evaluasi Lahan
untuk Perwilayahan Komoditas Pertanian
Skala 1:50.000 melalui Analisis Terrain
PENDAHULUAN
Peta Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:250.000 yang telah tersedia
bermanfaat sebagai acuan dasar perencanaan pembangunan pertanian tingkat nasional
dan regional. Untuk tujuan operasional, pemanfaatan peta tersebut perlu
ditindaklanjuti dengan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala >
1:50.000. Untuk menyusun peta tersebut diperlukan data/peta tanah skala 1:50.000.
Untuk memperoleh data/peta tanah tersebut diperlukan pemetaan sumber daya lahan
tingkat semi detail yang membutuhkan waktu cukup lama dan biaya tinggi. Di lain
pihak, kebutuhan informasi sumber daya lahan untuk penyusunan peta pewilayahan
komoditas di daerah-daerah sudah sangat mendesak. Oleh karena itu, bagi daerahdaerah yang belum tersedia data sumber daya lahan perlu disusun cara pengumpulan
dan penyediaan data sumber daya lahan yang efisien dan efektif sebagai dasar untuk
menyusun peta pewilayahan komoditas.
Pendekatan analisis terrain dengan menggunakan teknik interpretasi citra
foto udara dapat diterapkan untuk penyusunan peta pewilayahan komoditas. Analisis
terrain dari citra foto udara mampu mendelineasi dan mengelompokkan lahan ke
dalam satuan lahan (land unit), sebagai unit-unit dasar dalam evaluasi lahan.
Pendekatan analisis terrain untuk tujuan evaluasi sumber daya lahan dapat diterapkan
karena dapat menghemat waktu dan biaya (Dent et al., 1977; Muljadi dan Dent,
1979; Kips et al., 1981; CSR/FAO Staff, 1983).
Terrain erat kaitannya dengan geomorfologi/landform, relief, lereng, litologi,
dan hidrologi (Van Zuidam, 1986). Karakteristik terrain, atau dikenal juga sebagai
karakteristik lahan, mempunyai kaitan erat dengan tingkat kesesuaian lahan untuk
pertanian, sehingga dapat digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan. Teknik
pendekatan analisis terrain telah digunakan untuk membantu dalam evaluasi sumber
daya lahan untuk pertanian di beberapa daerah, seperti di DAS Sekampung, DAS
Cimanuk, dan DAS Samin (Kips et al., 1981; Dent et al., 1977).
Tujuan penyusunan Petunjuk Teknis ini adalah untuk memberikan panduan
kepada para peneliti BPTP dan instansi terkait di daerah dalam penyusunan peta
satuan evaluasi lahan skala 1:50.000, sebagai dasar untuk penyusunan peta
pewilayahan komoditas pertanian bagi daerah-daerah yang belum tersedia data
sumber daya lahannya.
PERSIAPAN
Persiapan penyusunan peta satuan lahan melalui analisis terrain dari foto
udara terdiri dari tahapan: (a) penyusunan peta dasar; (b) pendekatan analisis satuan
lahan; dan (c) interpretasi foto udara.
32
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Penyusunan Peta Dasar
Peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai dasar untuk menggambarkan
semua peta-peta tematik yang dihasilkan dari suatu kegiatan pemetaan. Untuk
membuat peta dasar diperlukan peta-peta rupa bumi atau topografi yang diterbitkan
secara resmi oleh institusi pemerintah, yaitu Bakosurtanal dan Jawatan Topografi
TNI-AD.
Peta-peta yang dapat digunakan sebagai sumber peta dasar adalah peta-peta
yang berskala 1: 50.000 atau lebih besar, yang terdiri atas:
1. Peta rupa bumi (Bakosurtanal, edisi terbaru)
2. Peta topografi (Jawatan Topografi TNI-AD)
3. Peta foto udara (Bakosurtanal)
4. Peta mosaik foto udara yang dapat dibuat sendiri.
Sumber peta dasar yang lebih disarankan adalah yang berasal dari peta rupa
bumi skala 1:50.000 edisi terbaru yang diterbitkan oleh Bakosurtanal. Apabila peta
rupa bumi tidak tersedia, maka sebagai alternatif digunakan peta topografi, peta foto
udara, atau peta mosaik foto udara.
Peta dasar harus digambar ulang dengan melakukan penyederhanaan
beberapa atribut peta rupa bumi agar tidak terlalu rumit. Atribut peta yang perlu
disederhanakan antara lain garis kontur dengan elevasinya, sungai, jalan, pemukiman,
dan posisi geografi (koordinat lintang-bujur). Apabila interval garis kontur pada peta
rupa bumi terlalu rapat (interval 25 m), dapat dipilih interval 50 atau 100 m. Dengan
demikian, peta dasar harus memberikan informasi lengkap mengenai garis kontur dan
titik tinggi, perhubungan (jaringan jalan), administrasi (batas wilayah administrasi,
pemukiman/kota), hidrologi (sungai, danau, rawa), posisi geografi, dan hal-hal lain
yang dianggap penting untuk digambarkan.
Persiapan Analisis Satuan Lahan
Analisis satuan lahan menggunakan pendekatan landform, sebagai dasar
pembeda utama dalam delineasi satuan lahan. Landform adalah bentukan permukaan
bumi sebagai hasil dari proses-proses geomorfik dan evolusi, yang erat kaitannya
dengan keadaan geologi/litologi, iklim, dan relief/lereng, serta dapat menentukan
keadaan tanah di atasnya (Marsoedi et al., 1997; Desaunettes, 1977). Contoh-contoh
satuan landform: dataran aluvial, adalah dataran yang terbentuk dari hasil proses
pengendapan sungai dengan relief datar. Dataran volkan merupakan dataran yang
terbentuk dari bahan volkan dengan relief datar sampai bergelombang.
Satuan lahan yang diidentifikasi dan didelineasi dari foto udara terdiri dari
unsur-unsur yang berkaitan erat dengan evaluasi lahan, yaitu landform, litologi,
relief dan lereng, pola dan kerapatan drainase/torehan, ketinggian tempat dari
permukaan laut (elevasi), dan penggunaan lahan/vegetasi.
Sebelum interpretasi dilakukan, foto udara perlu diperiksa: (a) Skala foto,
apakah sudah tepat 1:50.000. Jika skalanya lebih besar akan lebih baik, tetapi jika
skalanya lebih kecil akan mengurangi tingkat informasi; (b) Kualitas cetakan dan
tutupan awan. Cetakan yang kurang baik atau tutupan awan yang luas menyebabkan
foto sulit/tidak dapat diinterpretasi; (c) Tahun pemotretan, berkaitan dengan
33
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
informasi lama atau baru; (d) Liputan wilayah, apakah seluruh daerah penelitian
sudah terliput oleh foto udara.
Untuk interpretasi foto udara diperlukan stereoskop cermin (a.l. merek
Topcon). Foto udara yang akan diinterpretasi terlebih dahulu dibuat titik-titik pusat
(center point), transfer titik-titik pusat (transferred center point), titik-titik sayap
(wing point) dan daerah efektif yang akan diinterpretasi. Persiapan cara interpretasi
foto udara secara ringkas disajikan dalam Lampiran 1.
Interpretasi Foto Udara
Interpretasi foto udara dilakukan dengan cara menempatkan dua buah foto
udara yang berurutan nomornya di bawah stereoskop cermin. Interpretasi satuan
lahan dari foto udara dilakukan dengan mengamati terlebih dahulu kenampakan
bentukan bentang alam dalam tiga dimensi yang berbeda, yang terdiri atas unsur
relief, lereng, pola dan kerapatan drainase/torehan, dan penggunaan lahan/vegetasi.
Berdasarkan kenampakan unsur-unsur yang berbeda tersebut kemudian ditarik garis
(delineasi) sebagai pembeda satuan lahan.
Untuk daerah yang kenampakan reliefnya sama, satuan lahan dibedakan
berdasarkan bentukan, tekstur, ukuran, pola dan letak/posisi dari obyek yang diamati.
Penamaan dan pengelompokan satuan landform, relief, lereng dan torehan, pola
drainase, dan penggunaan lahan/vegetasi disajikan dalam Lampiran 2.
Sifat-sifat tanah, baik morfologi maupun fisik-kimia, tidak dapat
diinterpretasi dari foto udara. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data sifat tanah
diperlukan pengamatan di lapangan dan pengambilan contoh tanah untuk analisis di
laboratorium.
Pengelompokan jenis penggunaan lahan (land use) dan pengelolaannya dikaitkan
dengan parameter untuk evaluasi lahan. Karena itu, jenis penggunaan lahan
tertentu saja yang dipisahkan, yaitu:
Sawah
1.
2.
3.
4.
Sawah irigasi
Sawah tadah hujan
Sawah lebak/rawa
Sawah pasang surut.
Pertanian lahan kering berlereng (tegalan, kebun campuran, perkebunan)
dipisahkan menurut pengelolaannya
1. Teras bangku
2. Teras gulud/lainnya
3. Tidak diteras.
Penggunaan lahan lainnya
1.
2.
3.
4.
Hutan, belukar, semak dan rumput rawa
Hutan, belukar, semak dan rumput rawa pantai
Hutan, belukar, semak, alang-alang/rumput lahan kering
Kawasan lindung (hutan lindung, suaka margasatwa, dll.).
34
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Untuk membantu interpretasi satuan lahan tersebut dapat digunakan peta
rupa bumi skala 1:50.000 dan peta geologi. Peta rupa bumi digunakan untuk
membantu menduga kemiringan lereng, ketinggian tempat dari permukaan laut
(elevasi), pola dan kerapatan drainase/tingkat torehan. Peta geologi digunakan untuk
membantu menduga landform dan batuan induk/litologi. Misalnya, formasi batuan
volkan pada peta geologi menunjukkan landform volkan; formasi endapan
permukaan menunjukkan landform Aluvial; formasi batuan sedimen menunjukkan
landform tektonik.
Cara menghitung kemiringan lereng dari garis kontur
pada peta rupa bumi skala 1:50.000 (1 cm pada peta = 500 m di lapangan) dengan
interval garis kontur 25 m adalah sebagai berikut: tentukan jumlah garis kontur (beda
tinggi) yang akan diukur lerengnya dari suatu poligon (misalnya 9 buah = beda tinggi
200 m), lalu ukur jaraknya tegak lurus dari garis kontur terendah sampai tertinggi
dalam cm (misalnya 2 cm = 1000 m). Maka kemiringan lereng adalah: (200 m/1000
m) x 100% = 20%. Sebagai gambaran, dalam Tabel 1 disajikan contoh hubungan
kemiringan lereng dengan jarak (untuk beda tinggi 25 m) pada peta skala 1:50.000.
Lereng 8% misalnya, berada pada beda tinggi 25 m dan jarak di lapangan 315 m atau
6,3 mm pada peta.
Tabel 1. Hubungan jarak di peta dan lapangan dengan lereng pada peta rupa bumi
skala 1:50.000.
Relief (simbol)
Lereng
Pada peta skala 1:50.000
(%)
Jarak antarkontur
Jarak di lapangan
Datar (L)
0-3
>17 mm
850 m
Berombak (U)
3-8
6,3 - 17 mm
315 m
Bergelombang (R)
8-15
3,3 – 6,3 mm
165 m
Berbukit (H)
15-30
1,7 - 3,3 mm
85 m
Bergunung
> 30
< 1,7 mm
45 m
Sumber: Buurman dan Balsem (1990).
Hasil interpretasi satuan lahan dari foto udara selanjutnya dipindahkan ke
peta dasar dengan menggunakan alat sketchmaster atau optical pantograph, yang
dapat mengatur atau mengkonversi skala foto ke skala peta dasar dengan tepat.
Dalam pemindahan batas tersebut perlu memperhatikan titik-titik pengenal
(references) pada peta dasar dan foto udara, sehingga pemindahan batas-batas satuan
lahan tersebut tepat lokasi.
Legenda peta satuan lahan hasil interpretasi foto udara disusun dengan urutan
berikut: grup landform, torehan, litologi, relief/lereng, elevasi dan penggunaan lahan.
Sebagai referensi untuk penamaan atau penyimbolan satuan landform digunakan
Laporan Teknis No. 5 (Marsoedi et al., 1997) sampai level 2 (Lampiran 2). Contoh
simbol dalam Tabel 2 adalah: A13 artinya satuan landform dataran aluvial, T11.2
artinya dataran tektonik berombak. Sampai tahap ini telah diselesaikan Peta Satuan
Evaluasi Lahan hasil interpretasi foto udara.
35
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Tabel 2. Contoh legenda peta satuan evaluasi lahan hasil interpretasi foto udara.
Simbol
Landform
Litologi
A13
Dataran aluvial
Aluvium
T11.2
Dataran tektonik
Batuan sedimen
T11.3
Dataran tektonik,
cukup tertoreh
Dataran karst,
sangat tertoreh
Perbukitan
volkan, sangat
tertoreh
Batuan sedimen
K.2
V32
Batugamping
Batuan volkan
Relief (lereng)
Agak datar
(1-3%)
Berombak
(3-8%)
Bergelombang
(8-15%)
Bergelombang
(8-15%)
Berbukit
(25-40%)
Elevasi
(m dpl)
200-275
Penggunaan lahan
500-650
Sawah tadah
hujan
Kb. Campuran
Tegalan
Kb campuran
Kb campuran
Semak belukar
Semak belukar
750-1000
Hutan dan belukar
300-350
350-450
PENELITIAN LAPANGAN
Penelitian lapangan bertujuan untuk melakukan (a) pengamatan tanah dan
fisik lingkungan; (b) pengambilan contoh tanah; dan (c) pengumpulan data
penunjang.
Pengamatan Tanah dan Fisik Lingkungan
Peta satuan lahan hasil interpretasi foto udara digunakan sebagai dasar untuk
pengamatan tanah dan fisik lingkungan di lapangan. Parameter yang diamati
adalah:
1. Kedalaman tanah (sampai bahan induk atau lapisan kedap)
2. Tekstur
3. Drainase
4. Reaksi tanah/pH
5. Keadaan batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah.
Parameter sifat fisik lingkungan yang perlu diamati di lapangan adalah
(Tabel 3):
1. Landform
2. Bahan induk/litologi
3. Relief dan kemiringan lereng
4. Penggunaan lahan dan pengelolaannya
5. Gejala-gejala erosi.
36
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Tabel 3. Parameter penyusun satuan evaluasi lahan skala 1:50.000.
Perolehan data dari
Parameter *)
1. LANDFORM
•
Litologi/bahan induk
•
Relief dan lereng
•
Ketinggian tempat dari
permukaan laut
2. PENGGUNAAN LAHAN
•
Sawah
•
Pertanian lahan kering
•
Penggunaan lainnya
3. TANAH
•
Kedalaman efektif
•
Tekstur
•
Drainase
•
Reaksi tanah (pH)
•
Sifat khusus
lainnya/toksisitas
Foto udara
Peta rupa
bumi
Lapangan
Analisis lab.
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
-
+
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
Keterangan: + = dapat diduga, - = tidak dapat/sulit diduga.
*) Satuan landform, relief/lereng, penggunaan lahan, dan sifat-sifat tanah disajikan
dalam Lampiran 2.
Parameter sifat-sifat tanah dan fisik lingkungan tersebut disajikan secara rinci
dalam Lampiran 2.
Setiap satuan lahan yang terdiri lebih dari dua poligon, paling sedikit dipilih
dua poligon yang luas untuk diamati melalui transek. Pada tiap transek dipilih 3-5
titik pengamatan pada posisi geomorfik yang berbeda, sehingga semua satuan lahan
dapat terwakili untuk diamati. Poligon-poligon dari satuan lahan lainnya yang belum
teramati, dilakukan pengamatan tambahan secara acak (tidak mengikuti transek).
Pada lahan kering berlereng, pengamatan tanah dilakukan pada posisi lereng
bawah (footslope), lereng tengah (backslope), lereng atas (shoulder) dan puncak
(summit). Pada lahan basah atau datar, pengamatan dilakukan pada posisi bagian
pinggir/tinggi, transisi, dan bagian tengah/rendah. Semua titik pengamatan harus
diplotkan lokasinya secara tepat pada peta satuan lahan dan diberi kode pengamatan.
Pengamatan sifat tanah dan penyebarannya pada setiap satuan lahan
dilakukan dengan membuat penampang minipit dan profil. Minipit dibuat sedalam +
0,5 m, dilanjutkan dengan pemboran tanah sedalam + 1,2 m atau sampai bahan
induk/lapisan kedap. Di daerah rawa tergenang atau muka air tanah dangkal,
pengamatan tanah dilakukan dari pemboran sedalam + 1,2 m. Profil tanah dibuat
setelah diperoleh gambaran sebaran sifat-sifat tanah dari beberapa pengamatan
minipit dan pemboran. Ukuran lubang profil adalah 1 x 1 x 1,5 m. Data profil tanah
di samping untuk menunjang evaluasi lahan juga untuk klasifikasi tanah. Cara
mendeskripsi penampang tanah secara ringkas disajikan dalam Lampiran 3.
37
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Perbaikan delineasi dan penamaan satuan lahan dilakukan sesuai dengan
kondisi di lapangan. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan perbaikan tersebut
disusun konsep Peta Satuan Evaluasi Lahan, yang telah dilengkapi dengan
karakteristik tanah pada legenda petanya. Legenda konsep peta satuan lahan tersebut
terdiri atas unsur-unsur: landform, bahan induk, relief dan lereng, elevasi,
karakteristik tanah, penggunaan lahan, dan luasan (Tabel 4).
Tabel 4. Contoh legenda konsep peta satuan evaluasi lahan skala 1:50.000.
No.
SP
1
2
Land form
Dataran
Aluvial
Dataran
volkan agak
tertoreh
Bahan
induk
Relief
(lereng)
Elevasi
(m dpl)
Aluvium
Agak datar
(1-3%)
200-250
Batuan
volkan
Berombak
375-600
Karakteristik tanah *)
-
Dalam, drainase Bahaya
genangan
terhambat,
tekstur
halus
diatas sedang, pH
agak masam.
-
Dalam, drainase
baik, tekstur aga
halus diatas agak
kasar, pH netral.
-
Sangat dalam, drainase
baik,
tekstur halus, pH
masam.
(3-8%)
Sifat
khusus
Penggunaan
lahan
-Sawah
irigasi
Luas
ha
%
2.450 1,25
- Kebun
campuran
-Tegalan,
diteras
bangku
Semak
3.570 2,45
- Tegalan
diteras
bangku
1.240 0,85
- Dalam, drainase
baik, tekstur halus,
pH agak amsam.
3
Perbukitan
tektonik
sangat
tertoreh
Batuan
sedimen
Berbukit
(15-30%)
300-500
-
Dalam, drainase
baik, tekstur halus,
Singkapan
pH masam.
batuan
- Dangkal, drainase
baik, tekstur halus,
pH masam.
- Hutan
*) Klasifikasi tanah tentatif ditetapkan di lapangan menurut Taksonomi Tanah (1998) sampai grup.
Karakteristik tanah yang disajikan terdiri atas kedalaman, drainase, tekstur,
dan pH serta sifat khusus. Konsep peta satuan evaluasi lahan ini selanjutnya akan
diperbaiki dan dilengkapi setelah diperoleh data analisis contoh tanah.
Pengambilan Contoh Tanah
Untuk mendukung evaluasi lahan dan klasifikasi tanah, sejumlah contoh
tanah perlu diambil untuk analisis sifat fisik-kimia di laboratorium. Contoh tanah
diambil dari lapisan atas pada kisaran 0-30 cm dan lapisan bawah 30-60 cm, yang
disesuaikan dengan ketebalan horison dari minipit pewakil satuan lahan dan
mempunyai penyebaran luas. Untuk lahan sawah, contoh tanah cukup diambil lapisan
atasnya. Data tanah lapisan atas digunakan untuk evaluasi lahan tanaman pangan
(berakar dangkal), sedangkan untuk tanaman tahunan/ perkebunan (berakar dalam)
digunakan data rerata tertimbang lapisan atas dan bawah. Contoh tanah profil pewakil
dari satuan tanah utama diambil untuk setiap horison, biasanya 4-6 lapisan. Data
profil tanah di samping digunakan untuk evaluasi lahan juga untuk mendukung
klasifikasi tanah. Setiap contoh tanah harus diberi kode yang sesuai dengan kode
38
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
yang tercantum pada peta titik pengamatan untuk memudahkan pengecekan dan
penelusuran data.
Pengumpulan Data Penunjang
Data penunjang yang perlu dikumpulkan di lapangan adalah data iklim dan
data sosial ekonomi pertanian. Data iklim diperlukan untuk menduga neraca
air/ketersediaan air tanah, jumlah bulan kering dan basah, dan rejim kelembaban
tanah. Data yang perlu dikumpulkan terdiri atas curah hujan, suhu udara, kelembaban
udara, dan kecepatan angin rerata bulanan untuk jangka waktu 5-10 tahun terakhir.
Data tersebut diambil dari stasiun pengamat di daerah penelitian, dan dapat diperoleh
dari instansi terkait, seperti Dinas Pertanian, Dinas Pengairan, Kantor Statistik, dan
Badan Meteorologi dan Geofisika.
Data sosial ekonomi pertanian diperlukan untuk mendukung evaluasi lahan
dan pewilayahan komoditas. Data diperoleh di lapangan melalui wawancara dengan
petani atau petugas pertanian melalui pengisian kuesioner dan melalui pengumpulan
data sekunder dari instansi terkait. Data tersebut adalah jenis usahatani, komoditas
unggulan, dan biaya input-output, untuk menghitung nilai B/C, R/C ratio dan NPV.
Data tersebut diusahakan mewakili setiap satuan evaluasi lahan.
PENYUSUNAN PETA SATUAN EVALUASI LAHAN
Analisis Contoh Tanah di Laboratorium
Analisis contoh tanah terdiri dari penetapan tekstur tiga fraksi, pH, kadar Corganik, N, P, dan K total, P tersedia, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, K, dan Na),
KTK, dan kejenuhan basa. Analisis tambahan diperlukan untuk tipologi lahan
tertentu, yaitu kadar Al (untuk lahan kering masam), karbonat (untuk tanah
berkapur), bahan sulfidik, daya hantar listrik dan salinitas (untuk lahan pasang surut),
sifat andik dan retensi P (tanah volkan muda). Jenis analisis contoh tanah disajikan
dalam Lampiran 4.
Basis data disusun dengan memilih salah satu cara: (1) dimasukkan ke dalam
format basis data standar Site & Horizon Data Entry (SHDE4) dan Soil Sample
Analysis (SSA); atau (2) dimasukkan ke dalam program Excel dan dBase-IV dengan
format yang sama dengan basis data standar. Data tersebut selanjutnya dihubungkan
dengan program Soil Data Processing for Land Evaluation (SDPLE) dan ALES
untuk tujuan evaluasi lahan dan program MPK untuk pewilayahan komoditas.
Peta Satuan Evaluasi Lahan
Konsep peta satuan lahan yang telah disusun masih harus diperbaiki dan
dilengkapi dengan data hasil analisis contoh tanah. Sifat-sifat tanah yang mungkin
akan berubah setelah analisis laboratorium adalah tekstur, pH, dan sifat khusus
lainnya (kadar Al, DHL, pirit, karbonat). Contoh legenda peta satuan evaluasi lahan
yang telah diperbaiki dan siap digunakan dalam evaluasi lahan disajikan dalam Tabel
5.
39
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Tabel 5. Contoh legenda peta satuan evaluasi lahan skala 1:50.000.
No.
SP
1
2
3
Landform
Dataran
Aluvial
Dataran
volkan agak
tertoreh
Perbukitan
tektonik
sangat
tertoreh
Bahan
induk
Relief
(lereng)
Elevasi
(m dpl)
Aluvium
Agak datar
(1-3%)
200-275
Batuan
volkan
Batuan
sedimen
Berombak
(3-8%)
Berbukit
(15-30%)
375-600
300-500
Karakteristik tanah*)
• Dalam, drainase
terhambat,
tekstur halus, pH
netral (Typic
Endoaquepts).
• Dalam, drainase
baik, tekstur
halus, pH agak
masam
(Oxyaquic
Eutrudepts).
• Sangat dalam,
drainase baik,
tekstur halus, pH
masam (Humic
Dystrudepts).
• Dalam, drainase
baik, tekstur
halus, pH agak
masam (Typic
Dystrudepts).
• Dalam, drainase
baik, tekstur
halus, pH sangat
masam (Typic
Hapludults).
• Dangkal,
drainase baik,
tekstur sedang,
pH masam (Lithic
Dystrudepts).
Sifat
khusus
Bahaya
genangan
Penggunaan lahan
Sawah
irigasi
Luas
ha
%
2.450
1,25
3.570
2,45
1.240
0,85
Kebun
campuran
Kej. Al
tinggi
Tegalan,
diteras
Semak
Kej. Al
tinggi
Singkapan
batuan
Tegalan,
diteras
Hutan
*) Sedapat mungkin klasifikasi tanah sampai tingkat grup atau subgrup menurut Taksonomi Tanah (1998).
Peta satuan evaluasi lahan, termasuk titik-titik pengamatan lapang perlu
didigitasi dan disimpan dalam basis data spasial. Basis data tabular dan spasial yang
telah selesai diedit selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk evaluasi lahan berbagai
komoditas pertanian dengan memanfaatkan fasilitas GIS. Sampai tahap ini telah
diselesaikan penyusunan Peta Satuan Evaluasi Lahan untuk daerah-daerah yang
belum tersedia data sumberdaya lahannya.
EVALUASI LAHAN
Untuk tahap selanjutnya adalah pengolahan data untuk penilaian evaluasi lahan dan
penyusunan peta pewilayahan komoditas. Untuk tahapan ini, dapat mengacu
kepada Juknis Model-1 yang telah disusun secara terpisah.
40
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
DAFTAR PUSTAKA
Buurman, P., and T. Balsem. 1990. Land unit classification for the reconnaissance
soil survey of Sumatra. TR No. 3, Version 2.1. LREP Project. Centre for Soil
and Agroclimate Research, Bogor.
CSR/FAO Staff. 1983. Reconnaissance land resource surveys 1: 250.000 scale Atlas
Format Procedures. AGOF/INS/78/006. Manual 4, Version 1. CSR/FAO,
Bogor.
Dent, F.J., Desaunettes, J.R., and J.P. Malingreau. 1977. Detailed reconnaissance
land resources surveys Cimanuk Watershed area (West Java).
AGL/TF/INS/44. Working paper No.14. FAO/SRI, Bogor.
Desaunettes, J. R. 1977. Catalogue of landform fro Indonesia. Example of
physiographic approach to land evaluation for agricultural development.
AGL/TF/INS/44. Working paper No.14. SRI/FAO. Bogor.
FAO. 1977. Guidelines for soil profile description. FAO Soil Bulletin 73. Rome.
Goosen, D. 1967. Aerial photo interpretation in soil survey. FAO Soil Bulletin No.6.
Rome.
Kips, A. Ph., D. Djaenudin, and Nata Suharta. 1981. The land unit approach to land
resources surveys for land use planning with particular reference to the Sekampung
watershed, Lampung Province, Sumatra., Indonesia. AGOF/INS/78/006. Technical
Note No.11. Centre for Soil Research, Bogor.
Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J. Hof
dan E.R. Jordens.1997. Pedoman klasifikasi landform. LT 5 Versi 3.0.
Proyek LREP II, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Muljadi, D., and F.J. Dent. 1979. Evaluation of Indonesian soil and land resources.
Indonesian Agricultural Research and Development Journal. No.1-2: 21-23.
Soil Survey Staff, 1998. Keys to Soil Taxonomy. United States Department of
Agriculture. Natural Resources Conservation Service. Eighth Edition, 1998.
Van Zuidam, R. 1986. Air photo-interpretation for terrain analysis and
geomorphologic mapping. Smits Publ. The Hague, The Netherlands.
41
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 1. Persiapan cara interpretasi foto udara.
Interpretasi foto udara dimaksudkan untuk menyusun poligon-poligon satuan lahan
berdasarkan perbedaan kenampakan stereoskopis permukaan lahan (land surface features).
Kenampakan permukaan lahan yang dapat diinterpretasi adalah landform, relief/lereng,
tingkat torehan, pola drainase, litologi, dan penggunaan lahan. Unsur-unsur tersebut berkaitan
erat dengan sifat tanah dan evaluasi lahannya.
Interpretasi foto udara dilakukan pada tempat yang mempunyai sinar cukup
terang agar dapat mengamati obyek secara jelas dalam tiga dimensi. Langkah yang
diambil untuk interpretasi foto udara adalah sebagai berikut:
1. Lakukan lay out seluruh foto yang ada, sesuai dengan nomor urut foto dan nomor urut
jalur terbang pada peta indeks, sehingga membentuk suatu block mosaic. Dengan
demikian akan dapat diketahui secara keseluruhan cakupan wilayah yang diliput oleh foto
udara tersebut, termasuk overlap dan sidelap-nya satu sama lain. Gambarkan lokasi
tersebut pada peta dasar atau peta rupa bumi.
2. Tentukan setiap lembar foto udara titik pusat (center point), transfer titik-titik pusat dari
foto yang overlap sebelah kiri dan kanan, dan transfer titik-titik sayap (wing point) dari
foto yang sidelap. Titik-titik tersebut biasanya berjumlah 7-9 buah untuk setiap foto.
3. Gambarkan jalur terbang dengan menghubungkan 3 titik pusat dari setiap foto.
4. Gambarkan daerah efektif (effective area atau match area), yaitu daerah yang akan
diinterpretasi, dibuat dengan cara menarik dua garis tegak lurus jalur terbang pada
sebelah kiri dan kanan titik pusat. Bagian pinggir foto tidak diinterpretasi karena
kemungkinan adanya distorsi atau penyimpangan skala.
5. Interpretasi dilakukan di atas plastik transparan yang ditempatkan di atas foto udara
dengan menggunakan OH-pen. Penggunaan plastik tersebut dimaksudkan untuk
menghindari kemungkinan foto menjadi rusak atau kotor jika penarikan batas dilakukan
secara langsung pada fotonya.
6. Untuk interpretasi, ambil 2 buah foto udara yang berpasangan yang telah dibuat titik
pusat dan daerah efektifnya, lalu tempatkan di bawah alat stereoskop cermin; amati
dengan menggeser-geser kedua foto agar tepat overlapping dan memberikan kenampakan
3 dimensi.
7. Interpretasi harus dilakukan pada daerah efektif. Berdasarkan kenampakan 3 dimensi tadi,
terlebih dahulu ditarik garis batas pembeda/delineasi utama (master line) antara landform
utama yang berbeda, kemudian diikuti dengan penarikan batas-batas satuan landform dan
relief/lereng, yang lebih detail. Hasil interpretasi dan delineasi yang mantap dan lengkap
biasanya diperoleh setelah beberapa kali (2-3 kali) mengulang interpretasi dan mengamati
obyek yang sama.
8. Selama interpretasi berlangsung dapat menggunakan informasi dari peta rupa bumi dan
geologi.
Sebagai acuan cara interpretasi foto udara secara rinci dapat digunakan buku Aerial
photo-interpretation in terrain analysis and geomorphologic mapping (Van Zuidam, 1986)
atau Aerial photo interpretation in soil survey (Goosen, 1967).
42
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 2. Pengelompokan satuan landform, relief/lereng, bahan induk, dan
sifat-sifat tanah.
1.
A.
A01
A011
A012
A013
A014
A015
A016
A02
A021
A022
A023
A03
A031
LANDFORM
ALUVIAL
lahan aluvial
dataran banjir
teras sungai
dataran aluvial
dasar lembah
jalur aliran
delta danau
lahan aluvio koluvial
kipas aluvial
lahan koluvial
dataran antar perbukitan
basin aluvial
basin lakustrin
V
V01
V011
V012
V013
V014
V015
V016
V017
V02
V021
V022
V03
V04
X
A032
B
B01
B02
B03
E
E01
E02
G
G01
G02
K
K01
K02
K03
K04
M
M01
M02
M03
M04
T.
TO1
T02
T03
T04
T05
T06
TO7
T08
T09
T10
T11
T12
depresi aluvial
FLUVIO MARIN
delta laut
dat.est.sep.muara/hilir/sung./pant.
dataran fluvio marin
EOLIN
lapisan pasir (>50cm)
gumuk pasir
GAMBUT
gambut topogen
gambut ombrogen
KARST
plateau karst
dataran karst
perbukitan karst
pegunungan karst
MARIN
pesisir
dataran pasang surut
teras marin
terumbu karang
TEKTONIK dan STRUKTURAL
plateau
mesa
Bute
teras angkatan
hogback
cuesta
landform patahan blok (tunggal
landform lipatan (tunggal)
punggung/perbukitan paralel
paneplain
dataran struktural/tektonik
perbukitan/pegunungan struktural
2.
f
n
u
r
h
m
3.
4.
43
VOLKANIK
volkan berlapis
kerucut volkan
aliran lahar
aliran lava
kipas volkan
dataran volkan
lungur volkan
kerucut anakan
volkan tameng
volkan tameng membulat
plateau volkan
volkan tua
intrusi volkan
Aneka/Lain-lain
(lahan rusak, singkapan batuan,
galian/pertambangan, longsoran dll.)
RELIEF/LERENG
Lereng
Beda tinggi
datar
<1%
agak datar
1-3%
<2m
berombak
3-8%
2-10 m
bergelombang
8-15%
10-50 m
berbukit
15-30%
50-300 m
bergunung
>30%
>300 m
TOREHAN
Drainase
kerapatan Pj. alur (cm2 peta)
agak tertoreh
rendah
< 1 cm
cukup tertoreh
sedang
1-2 cm
sangat tertoreh tinggi
> 2 cm
POLA DRAINASE
ann
anular
ang
angular
bra
braided
cen
sentripetal
com
komplek
den
dendritik
sud
sub dendritik
der
deranged
dic
dikhatomik/kipas
kar
karstik
mea
meander
par
paralel
sup
sub paralel
pin
pinnate
rad
radial/sentrifugal
rec
rectangular
ret
reticular
sin
sinuous
tre
trellis
sut
sub trellis
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
5.
100
110
111
112
113
114
120
121
122
123
200
211
212
213
214
220
230
300
310
320
330
6.
h
b
s
r
e
u
k
w
i
7.
i
r
l
p
tb
tg
nt
8
1
2
3
4
1
2
3
4
5
BAHAN INDUK/LITOLOGI
batuan beku
Plutonik
granit
granodiorit, diorit
Gabro
peridotit, serpentinit
Volkanik
dasit, liparit, riolit, bt apung
Andesit
Basalt
Sedimen
batuliat, batulanau, serpih
batupasir, konglomerat
batugamping, batugamping karang
napal, batuliat berkapur, kapur
aluvium
organik
metamorfik
skis, filit, kuarsit, batusabak
marmer/batu pualam
gneis, amfibolit
PENGGUNAAN LAHAN/LANDUSE
hutan
belukar
semak
padang rumput/alang-alang
perkebunan
pertanian lahan kering/tegalan
kebun campuran
sawah
tambak
PENGELOLAAN LAHAN
PERTANIAN
sawah irigasi
sawah tadah hujan
sawah lebak/rawa
sawah pasang surut
teras bangku
teras gulud atau lainnya
tidak diteras
TANAH
Kedalaman efektif tanah
dangkal < 50 cm
Sedang
50-75 cm
Dalam
76-100 cm
sangat dalam
> 100 cm
Tekstur tanah
Halus: C, SiC, SC
Agak halus: SCL, SiCL, Cl
Sedang: L, SiL, Si
Agak kasar: SL
Kasar: LS, S
Drainase
Buruk-Sangat buruk
Terhambat
Sedang
Baik
Agak cepat-cepat
Reaksi Tanah/pH
Sangat masam
< 4,5
Masam
4,6-5,5
Agak masam
5,6-6,5
Netral
6,6-7,5
Alkalin
>7,6
Ketebalan Gambut:
G1
< 50 cm
G2
51-100 cm
G3
>100 cm
Kedalaman bahan sulfidik/pirit:
P1
< 50 cm
P2
51-100 cm
P3
> 100 cm
Kejenuhan Al (%)
1. Rendah < 20
2. Sedang 21-60
3. Tinggi > 60
Daya hantar listrik/DHL (dS/m)
1. Rendah < 2
2. Sedang 3-4
3. Tinggi > 4
Tipe luapan (daerah pasang surut)
A : terluapi pasang kecil dan besar
B : terluapi pasang besar
1
2
3
4
5
C : tidak terluapi pasang, air tanah dangkal
D : tidak terluapi pasang, air tanah dalam.
44
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 3. Cara mendeskripsi penampang tanah.
1. Tentukan lokasi/site yang masih alami, atau jika lahan pertanian, pilih yang
permukaannya rata. Hindari lokasi bekas timbunan atau galian.
2. Buat lubang berbentuk persegi atau bujur sangkar dengan ukuran: panjang x lebar
x dalam 0,5 x 0,5 x 0,5m, dengan sisi bidang penampang yang akan dideskripsi
atau diamati terkena/menghadap sinar matahari. Bagian atas/permukaan tanah dari
bidang yang akan diamati tersebut jangan ditimbun tanah galian atau diinjak.
3. Ratakan secara vertikal keempat sisi-sisi bidang tersebut.
4. Selama penggalian lubang berlangsung, amati dan catat apa yang tercantum dalam
form isian bagian A (Deskripsi Fisik Lingkungan Lokasi Pengamatan).
5. Deskripsi penampang tanah dimulai dengan mengkorek-korek permukaan bidang
tanah sedikit demi sedikit dari atas sampai bawah dengan pisau tanah (pisau belati
yang tumpul).
6. Tentukan batas-batas setiap lapisan atau horison dengan pisau tersebut
berdasarkan perbedaan kenampakan warna tanah, tekstur dan/atau struktur, mulai
dari lapisan atas sampai bawah.
7. Tentukan sifat-sifat morfologi tanah untuk setiap lapisan, meliputi: ketebalan
lapisan, warna matriks, warna karatan (kalau ada), tekstur, struktur, konsistensi,
bahan kasar (kalau ada), dan pH tanah. Catat semua data tersebut pada form isian
pada bagian B (Deskripsi Penampang Tanah).
8. Untuk lapisan di bawah 50 cm, lakukan pengeboran dengan alat bor untuk setiap
ketebalan 20 cm, sampai mencapai kedalaman 120 cm dari permukaan tanah. Lalu
tentukan sifat-sifat morfologinya seperti di atas.
9. Bandingkan hasil deskripsi dari lokasi tersebut dengan hasil-hasil deskripsi
lainnya dari suatu transek satuan lahan untuk melihat perbedaannya.
10. Tentukan sedapat mungkin klasifikasi tanah menurut Soil Taxonomy (1998)
sampai grup atau subgrup.
45
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 4. Contoh form isian pengamatan lapangan.
A. DESKRIPSI LOKASI PENGAMATAN
1.
No. Urut Form:______________ (diisi oleh operator basis data)
2.
Kode pengamatan/ satuan lahan: ________/__________
3.
Foto udara: Run/No.____________________________
4.
Lokasi pengamatan: ____________________________
5.
Tanggal pengamatan: ______/_______/_____________
6.
Jenis pengamatan: profil/minipit/bor
11. Elevasi: _____________ m dpl.
12a. Landform: ______________________
12b. Relief: _________________________
13a. Lereng: ______%
13b. Posisi site pada transek untuk:
• Lahan kering berlereng: bagian puncak/lereng atas/lereng tengah/lereng
bawah/kaki lereng
• Lahan basah/rawa: bagian pinggir/bagian tengah.
15. Batuan di permukaan: sedikit, <10% - sedang, 10-25% - banyak, >25%.
16. Bahan induk: _______________________________
17a. Drainase: _________________________________
18b. Kedalaman muka air tanah: _______cm.
19a. Frekuensi banjir: jarang/kadang-kadang/sering.
21. Gejala erosi: tidak ada/ada.
21a. Jenis erosi: lembar – alur – parit - tebing/gully.
22. Kedalaman efektif: _________ cm.
24. Penggunaan lahan:_______________________ Jenis vegetasi: ___________________
• Pengelolaan: irigasi - teras bangku - teras gulud - teras lainnya
• Sumber air: bendungan - sungai - air tanah.
26. Arahan penggunaan lahan:
26a. Jenis komoditas: Tan. pangan lahan basah/tan. pangan lahan kering/hortikultura
buah-buahan/perkebunan/peternakan/perikanan.
26b. Kelas: sangat sesuai - cukup sesuai - sesuai marginal - tidak sesuai.
46
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
26c. Faktor pembatas: rejim suhu-ketersediaan air-hara tersedia-retensi hara-kondisi
perakaran- salinitas-toksisitas-bahaya erosi-bahaya banjir-kemudahan
pengolahan-potensi mekanisasi.
27. Catatan tambahan:_________________________
28. Gambar sket posisi pengamatan:
B. DESKRIPSI PENAMPANG TANAH
Lapisan
Kedalaman
(cm)
Warna
matriks
Tekstur
Struktur
karatan
Konsistensi
lembab
Bahan
kasar
pH
Truogh
basah
I
II
III
IV
V
Catatan:
1. Tekstur
Halus: C=liat, SiC=liat berdebu, SC=liat berpasir
Agak halus: SiCl=lempung liat berdebu, SCL=lempung liat berpasir, CL=lempung
berliat.
Sedang: L=lempung, SiL=lempung berdebu, Si=debu.
Agak kasar: SL=lempung berpasir
Kasar: LS=pasir berlempung, S=pasir
2. Struktur: ab=gumpal bersudut, sb=gumpal, cr=remah, m=masif, l=lepas.
3. Konsistensi: Lembab: sangat gembur, gembur, teguh, sangat teguh. Basah: agak
lekat,
lekat, sangat lekat.
4. Bahan kasar: fragmen batuan, kerakal, kerikil, di dalam penampang.
5. Klasifikasi Tanah: Taksonomi Tanah (1998):___________________
6. Catatan tambahan:________________________________________
47
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lampiran 5. Jenis analisis contoh tanah.
Analisis contoh tanah dari minipit untuk tujuan evaluasi lahan, dan contoh
tanah dari profil pewakil untuk penetapan klasifikasi tanah. Analisis tanah dibedakan
dua macam yaitu analisis standar dan analisis tambahan.
1. Jenis analisis standar sifat fisik-kimia tanah meliputi:
• Tekstur: fraksi <2 mm: liat (<2 ), debu (2-50 ), dan pasir (50-2.000 )
• C organik
• N total
• P dan K total (HCl 25%)
• P tersedia (Bray I untuk tanah masam; Olsen untuk tanah netral-alkalin)
• KTK NH4OAc, pH 7,0
• Basa-basa dapat dipertukarkan (NH4OAc, pH 7,0) - Ca, Mg, K, dan Na
• Al (1N KCl) dapat dipertukarkan (bila pH-H2O <5,0)
• pH H2O dan KCl (rasio 1:1).
2. Analisis tambahan
Analisis tambahan diperlukan untuk tanah-tanah tertentu, yaitu:
• Kadar pirit atau bahan sulfidik (untuk tanah pasang surut)
• Daya hantar listrik (untuk tanah pasang surut)
• Sifat andik (untuk tanah volkan muda)
• Retensi P (untuk tanah volkan muda)
• Sifat vertik (COLE) (untuk tanah mempunyai sifat rekahan)
• Karbonat (CaCO3) (untuk tanah berkapur).
48
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
4. Pengkajian Analisis Data dan Informasi Iklim
untuk Menekan Risiko Pertanian
PENDAHULUAN
Tersedianya sumber daya manusia yang handal di daerah menjadi salah satu
syarat tercapainya keberhasilan pembangunan di daerah bersangkutan. Dalam era
otonomi daerah, selain sumber daya manusia yang berkualitas juga dituntut adanya
kemampuan dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia di setiap daerah. Salah
satu sumber daya alam yang berpotensi untuk dikembangkan adalah iklim.
Terbatasnya pemahaman tentang iklim, analisis dan interpretasi data menjadikan
sumber daya ini seringkali luput dari perhatian. Padahal apabila dikelola dengan baik,
iklim dapat menjadi sumber daya yang mendukung usaha pertanian, karena risiko
akibat deraan iklim dapat dihindari atau paling tidak dapat diminimalkan.
Puslitbangtan c/q Balittan Bogor sejak tahun 1972 melalui proyek ATA-110
telah membangun suatu jaringan pengamatan iklim dengan 26 stasiun iklim, dan
secara reguler informasi iklim hasil analisisnya disebarkan ke beberapa Puslitbang
dan Balit dalam bentuk publikasi AGRO-CLIMATOLOGY (A compilation of
climatology data) hingga tahun 1995 telah diterbitkan sebanyak 83 edisi. Dalam
perkembangan selanjutnya inventarisasi dilakukan hingga bulan April 1997, di
lingkup Badan Litbang Pertanian terdapat tidak kurang dari 45 stasiun iklim dan atau
lebih dari 55 penakar hujan. Stasiun tersebut dikelola oleh masing-masing balai dan
instalasi sehingga mempersulit kordinasi, karena keterlambatan pengiriman data
sehingga menyulitkan pengguna dalam analisis data. Untuk mengatasi hal tersebut,
mulai tahun 2002 Puslitbangtanak menyusun program pembinaan dan pembimbingan
dalam pengembangan sistem jaringan stasiun pengamatan dan database iklim serta
analisis agroklimat.
Guna mendukung kegiatan tersebut pada tanggal 10 Januari 1997 telah
disepakati kerja sama antara Pemerintah Perancis dan Pemerintah Indonesia
mengenai pengembangan sistem usahatani lahan kering berwawasan agribisnis.
Tujuan dari proyek tersebut adalah: (1) pemasangan peralatan iklim dan hidrologi;
(2) alih teknologi; (3) pelatihan di dalam dan luar negeri; dan (4) penelitian dan
pengembangan. Untuk tujuan tersebut telah dipasang 74 unit stasiun iklim otomatis
(Automatic Weather Station) dan 23 unit stasiun duga muka air otomatis (Automatic
Water Level Recorder) yang dipasang di 7 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur,
dan Sulawesi Tenggara. Kelebihan dari data digital antara lain data dari AWS bisa
langsung dibaca dalam komputer menggunakan format SARRA melalui sebuah kaset
yang dipasang dalam AWS. Selain itu, data dapat langsung dikirim melalui telepon,
fax atau internet, sehingga dapat menghemat waktu dan tenaga pengamat cuaca, serta
data yang dihasilkan lebih cepat dan akurat. Untuk meningkatkan kemampuan tenaga
pengamat dan peneliti di daerah dalam mengelola dan menganalisis data iklim untuk
perencanaan pertanian, perlu pembinaan dan pembimbingan untuk lebih
meningkatkan kemampuannya dalam menganalisis dan menginterpretasi data
sehingga dihasilkan informasi pertanian yang tangguh.
49
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan data iklim dan hidrologi yang berasal
dari peralatan tersebut, serta meningkatkan kemampuan para peneliti dalam analisis
dan interpretasi data agroklimat, maka pada tahun 2002 telah dilakukan pembinaan
dan pembimbingan dalam pengembangan sistem jaringan stasiun pengamatan dan
database iklim serta analisis agroklimat. Pembinaan tersebut perlu ditindaklanjuti
dengan sistem pendampingan, agar materi teori maupun praktek, dan metode yang
telah disampaikan dalam pelatihan sebelumnya dapat lebih dikuasai, serta dikerjakan
sendiri oleh BPTP berdasarkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi masing-masing.
Konsep tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi BPTP yang mengelola
stasiun otomatis, tetapi juga harus dikembangkan untuk lokasi lainnya termasuk
BPTP yang tidak memiliki stasiun otomatis. Proses ini diharapkan berkesinambungan
dan terkait antara tahap satu dengan tahap berikutnya. Dengan demikian akan
mempermudah proses alih teknologi.
Apabila proses alih teknologi dapat berlangsung dengan baik, maka
peningkatan kemampuan dan kualitas sumberdaya manusia di daerah, khususnya para
peneliti di BPTP, dapat tercapai. Peningkatan kemampuan dan apresiasi terhadap
sumberdaya iklim akan melahirkan konsep-konsep baru dalam memandang iklim
sebagai sumberdaya yang sangat potensial untuk menunjang keberhasilan
pembangunan, terutama pembangunan pertanian, karena risiko kegagalan akibat
deraan iklim dapat dihindari atau diminimalkan.
Justifikasi
Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia di daerah termasuk BPTP saat
ini, khususnya dalam analisis data iklim dan interpretasinya, menjadi lebih penting
dalam era otonomi daerah. Sebagian besar kemampuan staf di daerah (BPTP) sangat
terbatas dalam analisis data iklim dan interpretasinya. Selain faktor pengalaman dan
latar belakang yang bukan bidangnya, hal ini juga disebabkan karena iklim sebagai
faktor yang penting dalam proses produksi pertanian sering kurang mendapat
perhatian dibanding faktor lainnya, seperti tanah dan tanaman. Akibatnya apresiasi
terhadap sumberdaya iklim juga menjadi berkurang. Padahal apabila dioptimalkan,
iklim dapat menjadi sumberdaya yang sangat potensial.
Untuk itu pelatihan dan pendampingan dalam analisis data agroklimat serta
interpretasinya perlu dilakukan agar informasi iklim dapat didayagunakan sehingga
risiko dapat diminimalkan. Dengan adanya pelatihan diharapkan para staf dapat
melakukan analisis dan interpretasi data iklim serta menyusun Buletin Agroklimat di
daerah masing-masing, dengan tetap disertai pendampingan.
Tujuan
Membina/membimbing para peneliti di BPTP agar dapat melakukan analisis
dan interpretasi data iklim serta menyusun Buletin Agroklimat secara mandiri.
Luaran
Para peneliti di BPTP dapat melakukan analisis dan interpretasi data
agroklimat serta menyusun Buletin Agroklimat secara mandiri di masing-masing
daerah.
50
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
METODOLOGI
Pendekatan
Pembinaan analisis data dan informasi iklim untuk menekan risiko kegagalan
usahatani merupakan kegiatan yang berbentuk pelatihan dan pendampingan. Hasilhasil penelitian dalam bidang agroklimat dan hidrologi dikemas dalam bentuk
program (spread sheet) yang relatif sederhana, menarik dan mudah dipahami oleh
para pengguna di daerah. Dengan demikian diharapkan alih teknologi dapat
berlangsung dengan baik dan mencapai sasaran.
Pada tahun pertama telah dilakukan pelatihan (workshop) bagi enam BPTP
(Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan
Nusa Tenggara Timur) tentang pengelolaan stasiun iklim dan penyusunan metode
analisis agroklimat untuk menekan risiko. Diberikannya materi pengelolaan stasiun
iklim, karena enam BPTP tersebut diberi wewenang untuk mengelola beberapa alat
pengamatan iklim dan hidrologi otomatis, yaitu AWS (Automatic Weather Station)
dan AWLR (Automatic Water Level Record) hasil kerja sama Puslitbangtanak, Badan
Litbang Pertanian dengan CIRAD Perancis. Materi diberikan dalam bentuk diktat
yang terdiri dari pemahaman terhadap teori neraca air (30%) dan materi praktikum
(70%).
Mekanisme umpan balik dari pelatihan tersebut adalah dengan cara
mewajibkan para peserta menyusun Buletin Agroklimat bulanan dengan
menggunakan data spesifik lokasi di masing-masing BPTP. Buletin kemudian
dikirim ke Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi untuk dievaluasi. Jika ditemui
kejanggalan dalam proses analisis, para peserta diwajibkan untuk melakukan
pendalaman materi kembali yang dibimbing oleh Balai Penelitian Agroklimat dan
Hidrologi. Diharapkan untuk tahap selanjutnya para peneliti di enam BPTP tersebut
dapat melakukan analisis data iklim dan interpretasinya secara mandiri di masingmasing daerahnya dengan tetap dilakukan pendampingan untuk membantu dalam
proses analisis dan interpretasi.
Konsep ini dikembangkan dan diterapkan untuk BPTP Sumatera Utara, Jawa
Barat, dan Jawa Timur dengan titik berat materi pada analisis data iklim dan
interpretasinya. Tahun berikutnya dilakukan pemantapan dan penyebarluasan
(diseminasi) hasil analisis dan interpretasi. Demikian seterusnya, proses ini
berlangsung secara berkesinambungan. Untuk mempermudah proses alih teknologi,
peserta dari masing-masing BPTP diharapkan tidak berganti-ganti.
Kegiatan ini dilaksanakan secara berkelompok di dua lokasi, yaitu Sumatera
Utara untuk BPTP Sumatera Utara dan Jawa Timur untuk BPTP Jawa Barat dan Jawa
Timur. Pelatihan diberikan sebagian besar (70%) dalam bentuk praktikum,
selebihnya (30%) dalam bentuk teori dan pengenalan lapang (field trip). Untuk
mengetahui tingkat pemahaman dan penguasaan materi pelatihan, pada hari terakhir
dilakukan presentasi hasil analisis oleh setiap BPTP dan penyusunan kertas kerja.
Materi yang disampaikan dalam pelatihan ini secara garis besar dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu (1) teori, yang meliputi pengantar hubungan iklim, tanah
dan tanaman, database dan buletin agroklimat; (2) praktikum database iklim,
51
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
database hidrologi, database cropping system, database tanah, fenologi tanaman;
dan (3) pengenalan lapang (field trip).
Penyusunan database dilakukan dengan menggunakan program Access.
Database disusun dalam suatu tabel data, masing-masing berisi data dan penjelasan
sebagai berikut:
Database iklim
Database iklim diambil dari data harian yang terdiri dari curah hujan,
kelembaban (maksimum, minimum, rerata), suhu (maksimum, minimum, rerata),
radiasi global dan kecepatan angin (maksimum, minimum, rerata), sedangkan data
evapotranspirasi apabila tidak diamati dapat dihitung berdasarkan parameter iklim
yang lain dengan model Penman-Montheit.
Database hidrologi
Memuat data debit dari bendung (reservoir) di lokasi penelitian, kapasitas
bendung, dan lain-lain.
Database cropping system
Memuat deskripsi tentang sistem pertanian yang didapatkan dari survei
lapangan, antara lain pola tanam, tanggal tanam, sistem irigasi, jenis tanaman, dan
lain-lain.
Database tanaman
Merupakan kumpulan data tentang karakteristik tanaman yang merupakan
referensi data tanaman dari FAO seperti lama/panjang fase fisiologi tanaman,
koefisien tanaman, dan sensitifitas tanaman terhadap cekaman air siklus
pertumbuhan, tinggi tanaman, kedalaman perakaran, persentase dari ketersediaan air
yang diambil oleh tanaman, persentase penutupan tanaman, dan lain-lain.
Database tanah
Database tanah berisi deskripsi tentang sifat fisik tanah dan karakteristik
hidrodinamik tanah. Data diperoleh setelah dilakukan analisis contoh tanah dari
beberapa lokasi terpilih. Data yang diperlukan antara lain adalah kadar air kapasitas
lapang dan titik layu permanen, porositas, total ketersediaan air, total air yang
dievaporasikan pada setiap lapisan tanah, dan lain-lain.
Pengolahan dan analisis neraca air digunakan untuk mengetahui kecukupan
air tanaman tertentu pada jenis tanah tertentu di lokasi tertentu. Kecukupan air selama
masa pertanaman menentukan potensi kehilangan hasil tanaman yang bersangkutan.
Tanaman membutuhkan air yang cukup selama masa pertumbuhannya. Kekurangan
air akan mengakibatkan reduksi transpirasi tanaman. Kondisi ini berakibat pada
penurunan hasil tanaman. Input air tanaman yang utama berasal dari curah hujan,
sedangkan air yang tersimpan pada zona perakaran digunakan oleh tanaman untuk
transpirasi, dan sebagian hilang melalui evaporasi.
Data hasil pengolahan dan analisis data selanjutnya diinterpretasi dan disusun
dalam format Buletin Agroklimat bulanan.
52
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lingkup dan Rencana Kegiatan
Persiapan
Peserta yang berasal dari BPTP jumlahnya dibatasi maksimal dua orang agar
efektif, baik dari segi alih ilmu maupun dalam proses penyerapan materi. Materi yang
akan diberikan membutuhkan ketekunan dan konsentrasi tinggi dalam proses
pemahamannya. Oleh karena itu, peserta yang berhak mengikuti pelatihan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Pendidikan minimal S1 Pertanian.
2. Menguasai aplikasi komputer terutama Microsoft Word, Microsoft Excel dan
pernah mengenal atau tahu Microsoft Access.
3. Diutamakan yang menangani data Automatic Weather Station (AWS)/data iklim
dan Automatic Weather Station (AWS)/data hidrologi bagi BPTP yang dipercaya
menangani kedua stasiun tersebut.
4. Memiliki motivasi tinggi dan mampu mengkomunikasikan hasil pelatihan.
Agar lebih memudahkan pemahaman mengenai materi yang diajarkan,
peserta diwajibkan mencoba menganalisis data agroklimatologi dari stasiun iklim
yang terdekat dengan BPTP masing-masing. Guna mendukung kelancarannya maka
kewajiban para peserta adalah sebagai berikut:
1. Membawa data iklim dan curah hujan harian dan hidrologi untuk stasiun terdekat
dengan time series yang cukup panjang dan telah dientri dalam format Excel atau
Lotus123.
2. Membawa data sifat fisik tanah untuk stasiun-stasiun tersebut.
3. Dianjurkan membawa komputer notebook yang dilengkapi floppy disk dan CDRoom dengan software Microsoft Office, minimal versi 2000.
Pelaksanaan pelatihan
Pelatihan dilaksanakan selama 6 hari dengan pertimbangan satu materi
dibahas selama 1 hari, termasuk teori dan praktek. Jadwal pelatihan disajikan dalam
Tabel 1.
Kegiatan penelitian dan pengkajian analisis data dan informasi iklim untuk
menekan risiko kegagalan usahatani meliputi dua kegiatan utama. Pertama, pengantar
yang berupa kuliah umum mengenai database iklim, tanah dan tanaman; hubungan
iklim, tanah dan tanaman; dan Buletin Agroklimat. Kedua, pendalaman materi
Buletin Agroklimat melalui praktikum dan latihan, serta penyusunan kertas kerja
untuk wilayah masing-masing.
Materi yang diberikan dalam pelatihan meliputi pengantar dengan porsi 20%
dari total kegiatan serta teori, praktikum dan pembuatan kertas kerja dengan porsi
80%. Materi pengantar meliputi database iklim, tanah dan tanaman, hubungan iklim,
tanah dan tanaman dan Buletin Agroklimat. Praktikum meliputi database iklim,
tanah dan tanaman, introduksi pola tanam dalam database agroklimat, dan
penyusunan kertas kerja berupa Buletin Agroklimat untuk wilayah masing-masing.
53
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Tabel 1. Garis besar jadwal pelatihan.
Hari
Materi
Pertama
Pembukaan
Pengantar
1. Hubungan iklim, tanah dan tanaman
2. Database
3. Buletin Agroklimat
Kedua
Database tanah, tanaman, iklim, cropping system
(teori dan praktikum)
Ketiga
Database pola tanam (teori dan praktikum)
Keempat
Kunjungan lapang (field trip)
Kelima
Penyusunan Buletin Agroklimat dan kertas kerja
Keenam
Presentasi hasil setiap BPTP
Penutupan
Evaluasi
Untuk mengetahui tingkat penguasaan materi oleh masing-masing peserta,
maka dilakukan evaluasi melalui pembuatan kertas kerja dan Buletin Agroklimat
yang wajib disampaikan ke Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi setiap bulan,
untuk dipantau sejauh mana Buletin Agroklimat dapat diaplikasikan. Melalui validasi
di lapangan dilihat tingkat penyimpangan hasil simulasi dengan data existing.
Pelatihan dilakukan dua kali. Pertama, di daerah bekerjasama dengan pihak BPTP
setempat. Kedua, dilakukan menjelang akhir tahun di Balai Penelitian Agroklimat
dan Hidrologi. Khusus untuk yang kedua, kegiataan diikuti oleh beberapa peserta
yang pernah didampingi dan tiap peserta diwajibkan untuk mempresentasikan hasil
yang telah mereka lakukan di lapangan. Pada tahun selanjutnya, pengolahan dan
analisis serta interpretasi data agroklimat diharapkan dapat dilakukan oleh staf BPTP
sendiri sementara peneliti Puslitbangtanak hanya berperan sebagai pendamping/nara
sumber/supervisor.
Bahan penelitian
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian adalah data iklim harian, data debit,
informasi pertanian (pola tanam, karakteristik tanaman, tanggal tanam, dll.). Bahanbahan ini diperlukan terutama dalam pembuatan materi baik teori maupun praktikum.
Untuk bahan pelatihan, diperlukan seminar kit, yang berisi antara lain buku
panduan, makalah materi pengantar, bahan praktikum, ballpoint, buku, name tag, dan
sertifikat.
54
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
5. Kalibrasi Uji Tanah Hara P dan K di Lahan
Kering untuk Tanaman Jagung
PENDAHULUAN
Pemupukan P dan K memegang peranan penting dalam meningkatkan
produksi pertanian selain pemupukan N. Saat ini penggunaan pupuk belum rasional
dan berimbang. Di lahan sawah, penggunaan pupuk P dan K untuk tanaman padi
cenderung berlebih. Sebaliknya di lahan kering yang memerlukan pupuk lebih
banyak dipupuk dalam jumlah yang lebih sedikit. Pemupukan yang rasional dan
berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara di tanah
dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi optimum.
Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan bila
rekomendasi pemupukan didasarkan kepada uji tanah. Pendekatan uji tanah sebagai
dasar rekomendasi pemupukan telah dilaksanakan dan berhasil dengan baik di
negara-negara yang didukung oleh IPTEK maju.
Uji tanah adalah kegiatan analisis kimia secara sederhana, cepat, murah,
tepat, dan dapat diulang (reproduceable) untuk menduga ketersediaan hara tertentu di
tanah dalam hubungannya dengan kebutuhan hara tertentu. Pada dasarnya tahapan
kegiatan uji tanah meliputi: (1) pengambilan contoh tanah yang benar dan dapat
mewakili lokasi yang diminta rekomendasinya; (2) analisis kimia di laboratorium
dengan menggunakan metode yang tepat dan teruji; (3) interpretasi hasil analisis; dan
(4) rekomendasi pemupukan (Melsted and Peck, 1973; Widjaya-Adhi, 1985). Tahap
2 biasanya dilakukan berdasarkan hasil penelitian korelasi, sedangkan tahap 3 dan 4
berdasarkan hasil penelitian kalibrasi uji tanah di lapang. Nilai uji tanah tidak akan
berarti apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah.
Penelitian korelasi uji tanah menghasilkan metode ekstraksi terpilih untuk
suatu tanaman pada suatu tanah di lokasi yang spesifik. Selanjutnya untuk
menentukan hubungan antara kadar hara dalam tanah dengan tanggap tanaman dan
kebutuhan pupuk diperlukan penelitian kalibrasi uji tanah di lapang. Hasil penelitian
kalibrasi digunakan sebagai dasar untuk menginterpretasi data uji tanah dalam
menyusun rekomendasi pemupukan. Penelitian kalibrasi pada prinsipnya adalah
mempelajari respons tanaman terhadap pemberian suatu hara (dalam bentuk pupuk)
pada berbagai status hara tanah (dari status hara sangat rendah hingga sangat tinggi).
Penelitian kalibrasi uji tanah dapat dilakukan melalui pendekatan lokasi
tunggal dan lokasi banyak. Pendekatan lokasi tunggal dilakukan melalui dua tahap
penelitian. Tahap pertama, membuat status hara buatan dari sangat rendah hingga
sangat tinggi. Tahap kedua, melaksanakan percobaan pemupukan pada berbagai
status hara tanah yang dihasilkan tahap pertama. Pendekatan lokasi banyak
dilakukan dengan memilih sejumlah lokasi percobaan yang mempunyai sebaran nilai
uji tanah dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Selanjutnya percobaan pemupukan
diletakkan di setiap lokasi tersebut.
Hasil penelitian kalibrasi digunakan untuk menentukan batas kritis suatu hara
atau kelas ketersediaan hara untuk suatu tanaman pada tanah tertentu. Penentuan
kelas ketersediaan hara dapat menggunakan metode grafik Cate dan Nelson (1965).
55
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Metode ini hanya dapat menentukan nilai kritis untuk suatu uji tanah. Sebaran nilai
uji tanah terhadap tanggap tanaman hanya dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu lebih rendah dan lebih tinggi dari nilai kritis. Untuk memperhalus rekomendasi
diperlukan pembedaan nilai uji tanah ke dalam lebih dari dua kelas. Metode analisis
keragaman yang dimodifikasi adalah salah satu alternatif yang dapat dipergunakan
(Widjaja-Adhi, 1986).
Penyusunan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah dapat
dilaksanakan dengan menggunakan beberapa cara: (1) kurva respons pemupukan
untuk masing-masing kelas uji tanah atau disebut kurva umum (generalized curve);
(2) kurva hubungan nilai uji tanah dan respons pemupukan yang memberikan taraf
kecukupan (sufficiency level); dan (3) kurva ekstraksi atau kurva erapan dan
kebutuhan eksternal (external requirement).
Hasil penelitian kalibrasi uji tanah menunjukkan bahwa batas kritis P untuk
lahan kering bergantung pada jenis tanah dan tanaman. Untuk jagung yang ditanam
di Typic Paleudults diperoleh batas kritis 3,5 ppm P dengan metode Olsen, 5 ppm P
dengan metode Bray-I dan 6 ppm dengan menggunakan metode Troug yang
dimodifikasi. Untuk jagung yang ditanam di Tropeptic Eutrustox diperoleh batas
kritis sebesar 5 ppm P dengan metode Olsen dan Bray-I, serta 12 ppm P dengan
metode Troug yang dimodifikasi (Widjaya-Adhi dan Silva, 1986). Pengekstrak
Bray-1 mempunyai hubungan kuadratik terbaik antara hasil kentang dan P-terekstrak
(R2 = 0,82). Batas kritis hara P untuk tanaman kentang dengan pengekstrak Bray-1
adalah 20 g P/g tanah. Residu pupuk fosfat dinilai rendah, sedang, dan tinggi bila P
terekstrak Bray-1 masing-masing <15, 15-30, dan >30 g P/g tanah (Widjaja-Adhi
dan Widjik, 1984). Untuk tanaman padi gogo di Ultisol Lampung dan Sitiung
pengekstrak Truog dimodifikasi terpilih sebagai metode terbaik dan dibagi menjadi
tiga kelas ketersediaan hara rendah, sedang, dan tinggi: <7,5; 7,5-15; dan >15 ppm P
(Widjaya-Adhi, 1986).
BAHAN DAN METODE
Penelitian kalibrasi uji tanah hara P dan K untuk tanaman jagung tahun 2001
dilaksanakan di lahan kering oleh BPTP Jabar, Jateng, DIY, Sulsel, dan Sumut. Pada
tahun 2002, penelitian dilaksanakan oleh BPTP Sumsel, Lampung, Kalbar, Sultra,
Sulteng, dan Sulut. Penelitian menggunakan pendekatan lokasi tunggal (single
location), yaitu dengan membuat status hara buatan dari sangat rendah hingga sangat
tinggi, lalu melaksanakan percobaan pemupukan pada setiap status hara tanah. Pada
awal penelitian, survei status hara dilakukan untuk memilih lokasi percobaan yang
mempunyai status hara P dan K sangat rendah. Sebelum percobaan pemupukan P dan
K dimulai, lubang profil dibuat dan dideskripsi untuk menentukan klasifikasi
tanahnya. Kelas ketersediaan hara P dan K tanah ditentukan dengan menggunakan
metode analisis keragaman yang dimodifikasi (Nelson dan Anderson, 1977).
Selanjutnya rekomendasi pemupukan disusun berdasarkan kurva respons umum di
setiap kelas uji tanah. Tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
56
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Survei Status Hara
Tujuan :
Lokasi
:
Memilih lokasi untuk percobaan kalibrasi uji tanah hara P dan K di
lapang.
Sumsel, Lampung, Kalbar, Sultra, Sulteng, dan Sulut.
Pelaksanaan
Berdasarkan peta AEZ atau peta tanah, lokasi survei dibatasi hanya di daerah
pengembangan tanaman jagung. Sejumlah contoh tanah yang mewakili areal tersebut
diambil. Contoh tanah untuk uji tanah merupakan contoh tanah komposit yaitu
contoh tanah campuran dari contoh-contoh tanah individu. Contoh tanah komposit
harus mewakili bentuk lahan yang akan dikembangkan atau digunakan untuk
pertanian. Contoh tanah individu diambil dari lapisan olah atau lapisan perakaran.
Prosedur pengambilan contoh tanah komposit diuraikan lebih rinci dalam Lampiran.
Contoh tanah dianalisis untuk penetapan nilai pH (H2O dan HCl), P retensi,
kandungan P potensial ditetapkan dengan HCl 25%, P tersedia dengan Bray-1, K
potensial dengan HCl 25%, dan K yang dapat dipertukarkan (Kdd) dengan NH4OAc 1
N pH7. Prosedur analisis P dan K tanah lebih rinci disajikan dalam Lampiran. Lokasi
percobaan kalibrasi uji tanah hara P dan K masing-masing ditetapkan berdasarkan
kadar P dan K tanah, yaitu dengan memilih lokasi percobaan yang mempunyai nilai
uji tanah sangat rendah. Untuk memastikan klasifikasi tanah, profil di lokasi
percobaan tersebut dideskripsi.
Kalibrasi Uji Tanah Hara P
Tujuan
:
Lokasi
:
Pendekatan penelitian
Rancangan percobaan
:
:
Tanaman indikator
Parameter
:
:
Menentukan kelas ketersediaan hara P tanah untuk
tanaman jagung.
Lokasi percobaan di setiap provinsi ditetapkan
berdasarkan kadar P tanah yang sangat rendah.
Lokasi tunggal (single site location).
Petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah
status P buatan: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi,
dan sangat tinggi. Anak petak adalah takaran pupuk
P: 0, 20, 40, 80, dan 160 kg/ha.
Jagung (varietas rekomendasi setempat).
1. Tinggi tanaman umur 4 MST dan sebelum panen.
2. Berat basah dan kering brangkasan, klobot, dan
biji.
3. Serapan hara P tanaman.
4. Tanah: P terekstrak HCl 25%, Bray 1, Bray 2,
Truogh, Mechlich 1, Olsen, dan Colwell.
57
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Pelaksanaan
Tahap I
Tahap pertama adalah membuat status P tanah buatan dari sangat rendah
hingga sangat tinggi. Pupuk P diberikan dengan takaran: 0 X (status P sangat rendah),
¼ X (rendah), ½ X (sedang), ¾ X (tinggi), dan X (sangat tinggi) (Gambar 1). Nilai X
adalah jumlah pupuk P yang diberikan agar kadar P dalam larutan tanah mencapai 0,2
g P/l menurut metode Fox dan Kamprath (1970). Prosedur analisis P menurut
metode Fox dan Kamprath (1970) disajikan dalam Lampiran.
<----------------------------- 30 m ------------------------------>
6m
6m
6m
6m
1/4 X
½X
0X
3/4 X
X
<------- 25 m ------>
6m
Gambar 1. Pembuatan status hara P buatan (petak utama): sangat rendah (0X), rendah
(1/4X), sedang (1/2X), tinggi (3/4X), dan sangat tinggi (X).
Persiapan
Persiapan pelaksanaan percobaan meliputi penentuan tata letak petak
percobaan, pengolahan tanah pertama dan kedua, pengujian viabilitas benih, dan
penimbangan pupuk, kapur dan bahan organik. Petak perlakuan untuk anak petak
(tahap II) berukuran 6 m x 5 m sehingga untuk petak utama berukuran 6 m x 25 m
(belum termasuk batas antarpetak) (Gambar 2). Antarpetak perlakuan dibuat batas
berupa guludan kecil, sedangkan antarulangan dibuat batas sekitar 1meter (di daerah
batas ini sebaiknya juga ditanami jagung). Lokasi percobaan kalibrasi P tanah dan
percobaan kalibrasi K tanah sebaiknya berdekatan agar mudah dalam pelaksanaan
dan monitoring.
58
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
6m
6m
6m
6m
6m
5m
5m
80 P
0P
20 P
160 P
40 P
5m
5m
5m
Gambar 2. Pembuatan anak petak: 0, 20, 40, 80, dan 160 kg P/ha.
Pengolahan tanah dilaksanakan dua kali hingga mencapai struktur tanah dan
aerasi yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Viabilitas benih harus diuji terlebih
dahulu sebelum tanam dan benih boleh digunakan apabila viabilitasnya > 90 %.
Pupuk Urea, SP36, KCl, kapur, dan bahan organik ditimbang sesuai dengan dosis
yang telah ditetapkan untuk setiap petak perlakuan dan dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang telah diberi label.
Pemupukan
Dosis pupuk yang diberikan adalah: 0 X, ¼ X, ½ X, ¾ X, dan X SP36/ha
berturut-turut untuk perlakuan status P sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan
sangat tinggi. Pupuk SP36 diberikan ke dalam masing-masing petak utama sesuai
dengan perlakuan, sehari sebelum tanam. Pupuk disebar merata dan diaduk dengan
tanah sampai homogen. Pengadukan dimulai dari ulangan pertama, kedua, dan ketiga
pada perlakuan yang sama, dan dimulai dari perlakuan P sangat rendah hingga sangat
tinggi. Setiap pindah perlakuan, kaki harus dicuci terlebih dahulu dengan air bersih
untuk menghindari kontaminasi.
Pupuk dasar terdiri atas kapur (jumlah kapur yang diperlukan untuk mencapai
pH tanah 5,5), bahan organik (2-5 t/ha, Urea 300 kg/ha, dan KCl 150 kg/ha). Kapur
dan bahan organik diberikan seminggu sebelum tanam atau pada saat pengolahan
tanah kedua. Kapur disebar merata dan diaduk dengan tanah hingga homogen. Pupuk
Urea dan KCl dicampurkan dan diberikan di larikan tanah sejajar dengan barisan
tanaman dan diberikan secara bertahap. Sepertiga bagian pupuk Urea dan KCl
diberikan pada saat sebelum tanam, 1/3 bagian pada saat tanaman berumur 4 MST
(minggu setelah tanam), dan sisanya diberikan pada saat tanaman berumur 6 MST.
Penanaman/pemeliharaan/panen
Setelah pemupukan, biji jagung ditanam 2 butir per lubang dengan jarak
tanam 75 cm x 20 cm. Pada saat berumur 1 MST, tanaman dijarangkan menjadi 1
bibit per lubang. Selanjutnya tanaman dipelihara dan dilakukan pengendalian hama
dan penyakit secara terpadu (PHT) apabila diperlukan. Untuk keperluan pengamatan,
59
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
10 batang ajir ditancapkan secara acak di setiap petak perlakuan. Pengamatan tinggi
tanaman dilakukan 4 MST dan sebelum panen. Tanaman dipanen pada ubinan
berukuran 3 m x 2 m di setiap petak perlakuan. Selanjutnya berat brangkasan,
klobot, dan biji basah dan kering ditimbang. Selama percobaan tahap pertama ini
diharapkan tanah dan pupuk telah mencapai reaksi keseimbangan konstan (steady
stage) atau hara P dari pupuk berubah menjadi hara P tanah.
Sampling
Setelah panen contoh tanah diambil dari kedalaman 0-20 cm dari setiap petak
perlakuan, yaitu dari tingkat status P tanah sangat rendah, rendah, sedang, tinggi,
hingga sangat tinggi. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit, yaitu
berasal dari 5-10 subsampel diaduk hingga homogen dan diambil sekitar 1 kg untuk
analisis di laboratorium.
Analisis P
Contoh tanah segera diproses untuk dianalis di laboratorium uji tanah.
Selanjutnya kadar P tanah ditetapkan dengan metode HCl 25 %, Bray 1, Bray 2,
Truogh, Mechlich 1, Olsen, dan Colwell.
Tahap II
Percobaan tahap kedua bertujuan untuk mempelajari respons tanaman
terhadap beberapa tingkat takaran pupuk P pada setiap status P tanah. Urutan
kegiatannya adalah sebagai berikut:
Persiapan
Seluruh pupuk, baik pupuk dasar Urea dan KCl maupun pupuk perlakuan
(SP36) ditimbang sesuai dosis yang ditentukan. Kapur dan bahan organik tidak
diperlukan pada percobaan kedua. Viabilitas benih jagung harus diuji terlebih dahulu
dan benih dapat digunakan bila viabilitas > 90%. Sementara itu, tanah diolah dua kali
hingga mencapai kondisi optimum untuk pertumbuhan tanaman. Setelah tanah
diolah, petak utama berupa status hara buatan yang dihasilkan dari percobaan tahap I
dibagi menjadi lima bagian berukuran 6 m x 5 m, masing-masing sebagai anak petak
untuk perlakuan P0, P1, P2, P3, dan P4.
Pemupukan
Pupuk SP36 diberikan sehari sebelum tanam ke dalam masing-masing anak
petak dengan takaran 0, 20, 40, 80, dan 160 kg P/ha berturut-turut untuk perlakuan
P0, P1, P2, P3, dan P4 (Tabel 1). Pemberian pupuk SP36, Urea, dan KCl dilakukan
dengan dosis dan cara yang sama dengan percobaan tahap I.
60
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Tabel 1. Perlakuan percobaan kalibrasi uji tanah hara P untuk tanaman jagung.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
Kode perlakuan
SR-0 P
SR-20 P
SR-40 P
SR-80 P
SR-160 P
R-0 P
R-20 P
R-40 P
R-80 P
R-160 P
S-0 P
S-20 P
S-40 P
S-80 P
S-160 P
T-0 P
T-20 P
T-40 P
T-80 P
T-160 P
ST-0 P
ST-20 P
ST-40 P
ST-80 P
ST-160 P
Petak utama status
P (Tahap I)
sangat rendah
sangat rendah
sangat rendah
sangat rendah
sangat rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
Anak petak takaran P (Tahap II)
kg P/ha
kg SP36/ha
kg SP36/petak
0
20
40
80
160
0
20
40
80
160
0
20
40
80
160
0
20
40
80
160
0
20
40
80
160
0
125
250
500
1.000
0
125
250
500
1.000
0
125
250
500
1.000
0
125
250
500
1.000
0
125
250
500
1.000
0
0,375
0,750
1,500
3,000
0
0,375
0,750
1,500
3,000
0
0,375
0,750
1,500
3,000
0
0,375
0,750
1,500
3,000
0
0,375
0,750
1,500
3,000
Catatan: Ukuran petak 6 m x 5 m.
Penanaman dan pemeliharaan
Penanaman dan pemeliharaan tanaman jagung dilakukan dengan cara yang
sama dengan percobaan tahap I. Selanjutnya untuk keperluan pengamatan, 10 batang
ajir ditancapkan dekat tanaman secara acak di setiap petak perlakuan.
Pengamatan/sampling
Tinggi tanaman diukur saat tanaman berumur 4 MST dan sebelum panen.
Setelah biji jagung mencapai matang fisiologis, tanaman dipanen mulai dari baris
ketiga dari luar ke arah bagian dalam. Selanjutnya berat brangkasan, klobot, dan biji
basah ditimbang dan setelah dikeringkan dilakukan penimbangan terhadap parameter
tersebut. Contoh tanaman (batang+daun) diambil secara komposit dari setiap petak
perlakuan dan dimasukkan ke dalam kantong kertas yang telah diberi label.
Selanjutnya tanaman dioven pada suhu 70oC selama 48 jam. Setelah berbobot
konstan, tanaman digiling untuk analisis di laboratorium. Kadar P dalam tanaman
ditetapkan dengan metode colorimetri setelah didestruksi dengan HNO3 dan HClO4.
Prosedur analisis P tanaman disajikan dalam Lampiran.
Kalibrasi Uji Tanah Hara K
Tujuan
:
Menentukan kelas ketersediaan hara K tanah untuk
tanaman jagung.
61
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Lokasi
:
Pendekatan penelitian
:
Rancangan percobaan
:
Tanaman indikator
Pengamatan
:
:
Lokasi percobaan di setiap provinsi ditetapkan
berdasarkan kadar K tanah yang sangat rendah.
Lokasi tunggal (Single site approach).
Petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah
status K buatan: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi,
dan sangat tinggi. Anak petak adalah takaran pupuk K:
0, 20, 40, 80, dan 160 kg K/ha.
Jagung (varietas rekomendasi setempat).
1. Tinggi tanaman pada umur 4 MST dan sebelum
panen.
2. Bobot basah dan kering brangkasan, klobot, dan
biji.
3. Serapan hara K tanaman.
4. Tanah: K terekstrak HCl 25 %, Bray 1, Bray 2,
Mechlich 1, Olsen, NH4OAc pH 7, dan NH4OAc
pH 4,8.
Pelaksanaan
Tahap I
Tahap pertama adalah membuat status K tanah buatan dari sangat rendah
hingga sangat tinggi. Pupuk diberikan dengan takaran 0 X(status K sangat rendah), ¼
X (rendah), ½ X (sedang), ¾ X (tinggi), dan X (sangat tinggi) (Gambar 3). Nilai X
adalah jumlah pupuk K yang diberikan agar kadar K dalam larutan tanah mencapai
0,6 me/100g menurut metode NH4OAc pH 7.0. Prosedur analisis K disajikan dalam
Lampiran.
<----------------------------- 30 m ------------------------------>
6m
6m
6m
6m
1/4 X
½X
0X
3/4 X
1,0 X
<---- 25 m ----->
6m
Gambar 3. Pembuat status hara K buatan (petak utama): sangat rendah (0X), rendah
(1/4X), sedang (1/2X), tinggi (3/4X), dan sangat tinggi (X).
Persiapan
Persiapan pelaksanaan percobaan meliputi penentuan tata letak petak
percobaan, pengolahan tanah pertama dan kedua, pengujian viabilitas benih, dan
penimbangan pupuk, kapur dan bahan organik. Petak perlakuan untuk anak petak
62
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
(tahap II) berukuran 6 m x 5 m sehingga untuk petak utama berukuran 6 m x 25 m
(belum termasuk batas antarpetak) (Gambar 4). Antarpetak perlakuan dibuat batas
berupa guludan kecil, sedangkan antarulangan dibuat batas sekitar 1meter (di daerah
batas ini sebaiknya ditanami jagung juga). Lokasi percobaan kalibrasi K dan
kalibrasi P tanah sebaiknya berdekatan agar mudah dalam pelaksanaan dan
monitoring.
Pengolahan tanah dilaksanakan dua kali hingga mencapai struktur tanah dan
aerasi yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Viabilitas benih harus diuji terlebih
dahulu sebelum tanam dan benih digunakan apabila viabilitasnya > 90%. Pupuk
Urea, SP36, KCl, kapur, dan bahan organik ditimbang sesuai dengan dosis yang telah
ditetapkan untuk setiap petak perlakuan dan dimasukkan ke dalam kantong plastik
yang telah diberi label.
6m
6m
6m
6m
6m
5m
5m
80 K
0K
20 K
160 K
40 K
5m
5m
5m
Gambar 4. Pembuatan anak petak: 0, 20, 40, 80, dan 160 kg K/ha
Pemupukan
Pupuk KCl diberikan ke masing-masing petak utama sesuai dengan
perlakuan, sehari sebelum tanam. Dosis pupuk yang diberikan adalah: 0X, ¼ X, ½ X,
¾ X, dan X KCl/ha berturut-turut untuk perlakuan status K sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pupuk disebar merata dan diaduk dengan tanah
sampai homogen. Pengadukan dimulai dari ulangan pertama, kedua, dan ketiga pada
perlakuan yang sama, dan dimulai dari perlakuan K sangat rendah hingga sangat
tinggi. Setiap pindah perlakuan, kaki harus dicuci terlebih dahulu dengan air bersih
untuk menghindari kontaminasi.
Pupuk dasar terdiri atas kapur (jumlah kapur yang diperlukan untuk mencapai
pH tanah 5.5), bahan organik 2-5 t/ha, urea 300 kg/ha, dan SP36 200 kg/ha.
Kapur dan bahan organik diberikan seminggu sebelum tanam atau pada saat
pengolahan tanah kedua. Kapur disebar merata dan diaduk dengan tanah hingga
homogen. Pupuk Urea diberikan di larikan tanah sejajar dengan barisan tanaman dan
diberikan secara bertahap. Sepertiga bagian pupuk Urea diberikan sebelum tanam,
1/3 bagian pada saat tanaman berumur 4 MST, dan sisanya pada 6 MST. Pupuk SP36
diberikan sehari sebelum tanam, bersamaan dengan pemberian pupuk KCl dengan
cara disebar merata dan diaduk dengan tanah hingga homogen.
63
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Penanaman/pemeliharaan/panen
Setelah pemupukan, biji jagung ditanam dua butir per lubang dengan jarak
tanam 75 cm x 20 cm. Pada saat berumur 1 MST, tanaman dijarangkan menjadi 1
bibit per lubang. Selanjutnya tanaman dipelihara dan dilakukan pengendalian hama
dan penyakit secara terpadu apabila diperlukan. Untuk keperluan pengamatan, 10
batang ajir ditancapkan secara acak di setiap petak perlakuan. Pengamatan tinggi
tanaman dilakukan pada 4 MST dan sebelum panen. Tanaman dipanen pada ubinan
berukuran 3 m x 2 m di setiap petak perlakuan. Selanjutnya bobot brangkasan,
klobot, biji basah dan kering ditimbang. Selama tahap I ini tanah diharapkan
mencapai reaksi keseimbangan konstan (steady stage) atau hara K dari pupuk
berubah menjadi hara K tanah.
Sampling
Setelah panen contoh tanah dari kedalaman 0-20 cm diambil dari setiap petak
perlakuan, yaitu dari tingkat status K tanah sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan
sangat tinggi. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit, yaitu dari 5-10
subsampel diaduk hingga homogen dan diambil sekitar 1 kg untuk analisis di
laboratorium.
Analisis K
Contoh tanah segera diproses untuk dianalisis di laboratorium uji tanah.
Selanjutnya kadar K tanah ditetapkan dengan metode HCl 25 %, Bray 1, Bray 2,
Mechlich 1, Olsen, NH40Ac pH7, dan NH40Ac pH 4,8.
Tahap II
Percobaan tahap kedua bertujuan untuk mempelajari respons tanaman
terhadap beberapa tingkat takaran pupuk K pada setiap status K tanah. Urutan
kegiatan adalah sebagai berikut:
Persiapan
Seluruh pupuk, baik pupuk dasar Urea dan SP36 maupun pupuk perlakuan
(KCl) ditimbang sesuai dosis. Kapur dan bahan organik tidak diperlukan pada
percobaan kedua. Viabilitas benih jagung harus diuji terlebih dahulu dan benih
digunakan bila viabilitas > 90%. Tanah diolah dua kali hingga mencapai kondisi yang
optimum untuk pertumbuhan tanaman. Setelah tanah diolah, petak utama berupa
status hara buatan yang dihasilkan dari percobaan tahap I dibagi menjadi lima bagian
berukuran 6 m x 5 m, masing-masing untuk perlakuan K0, K1, K2, K3, dan K4
(Gambar 4).
Pemupukan
Pupuk KCl diberikan sehari sebelum tanam ke masing-masing anak petak
dengan takaran 0, 20, 40, 80, dan 160 kg K/ha berturut-turut untuk perlakuan K0, K1,
K2, K3, dan K4 (Tabel 2). Pemberian pupuk KCl, Urea, dan SP-36 dilakukan
dengan dosis dan cara yang sama dengan tahap I.
64
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Tabel 2. Perlakuan percobaan kalibrasi uji tanah hara K.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
Perlakuan
SR-0 K
SR-20 K
SR-40 K
SR-80 K
SR-160 K
R-0 K
R-20 K
R-40 K
R-80 K
R-160 K
S-0 K
S-20 K
S-40 K
S-80 K
S-160 K
T-0 K
T-20 K
T-40 K
T-80 K
T-160 K
ST-0 K
ST-20 K
ST-40 K
ST-80 K
ST-160 K
Petak utama:
status K (Tahap I)
kg K/ha
sangat rendah
sangat rendah
sangat rendah
sangat rendah
sangat rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
sedang
sedang
sedang
sedang
sedang
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
0
20
40
80
160
0
20
40
80
160
0
20
40
80
160
0
20
40
80
160
0
20
40
80
160
Anak petak:
takaran K (Tahap II)
kg KCl/ha
0
40
80
160
320
0
40
80
160
320
0
40
80
160
320
0
40
80
160
320
0
40
80
160
320
kg KCl/petak
0,000
0,120
0,240
0,480
0,960
0,000
0,120
0,240
0,480
0,960
0,000
0,120
0,240
0,480
0,960
0,000
0,120
0,240
0,480
0,960
0,000
0,120
0,240
0,480
0,960
Catatan: Ukuran petak 6 m x 5 m.
Penanaman dan pemeliharaan
Penanaman dan pemeliharaan tanaman jagung dilakukan dengan cara yang
sama dengan tahap I. Untuk keperluan pengamatan, 10 batang ajir ditancapkan dekat
tanaman secara acak di setiap petak perlakuan.
Pengamatan/sampling
Tinggi tanaman diukur saat berumur 4 MST dan sebelum panen. Setelah biji
mencapai matang fisiologis, tanaman dipanen mulai dari baris ketiga dari luar ke arah
bagian dalam. Selanjutnya bobot brangkasan, klobot, dan biji basah ditimbang dan
setelah dikeringkan dilakukan penimbangan terhadap parameter tersebut. Contoh
tanaman (batang+daun) diambil secara komposit dari setiap petak perlakuan dan
dimasukan ke dalam kantong kertas yang telah diberi label. Selanjutnya tanaman
dioven pada suhu 70 oC selama 48 jam. Setelah bobotnya konstan, tanaman digiling
untuk analisis di laboratorium. Kadar K tanaman ditetapkan dengan metode
flamefotometri setelah didestruksi dengan HNO3 dan HClO4. Prosedur analisis K
tanaman disajikan di Lampiran.
65
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Penentuan Kelas Ketersediaan Hara P dan K Tanah
Kelas ketersediaan hara P dan K tanah ditentukan dengan metode analisis
keragaman yang dimodifikasi (Nelson dan Anderson, 1977). Prosedurnya adalah
sebagai berikut:
(1). Menghitung Ymaks . Ymaks = (Ymaks – Y0)/ Ymaks dimana Ymaks adalah hasil biji
kering maksimum karena pemberian P atau K dan Y0 adalah hasil biji kering
pada perlakuan tanpa pemberian pupuk.
(2). Menyusun data menurut peningkatan nilai uji tanah.
(3). Mengelompokkan data ke dalam beberapa kelompok Ymaks dengan dasar
pertimbangan di dalam menarik batas subkelompok sebagai berikut:
(a) harus terdapat penurunan cukup besar dari Ymaks antara nilai sebelah
menyebelah batas pemisah dan rerata Ymaks harus naik,
(b) batas pemisah tidak ditarik antara dua nilai uji tanah yang sama atau hampir
sama,
(c) anggota kelompok sekurang-kurangnya dua.
(4). Menghitung pasangan data (ni), simpangan baku (Si), dan rerata Ymaks i dari
kelompok ke-i dan S gabungan (pooled S) dari semua kelompok.
(5). Menguji perbedaan antara dua Ymaks rerata dari kelompok yang berurutan
dengan uji t-student satu arah dengan rumus :
t = ( Ymaks,i - Ymaks, i+1)/S(1/ni + 1/ni+1)0,5
Bila perbedaan
Ymaks rerata antara dua kelompok yang berurutan tidak
nyata, maka kedua kelompok digabung menjadi satu. Berdasarkan jumlah kelompok
baru, prosedur kembali ke langkah 4 dan terus ke langkah 5. Hal ini diulang terus
sampai perbedaan nilai rerata antara dua kelompok yang berurutan nyata.
Penyusunan Rekomendasi Pemupukan P dan K
Data respons tanaman terhadap pemupukan P dan K pada setiap tingkat status
hara P tanah diperoleh dari percobaan kalibrasi. Selanjutnya kurva respons umum
dari setiap kelas uji tanah ditentukan dengan menggunakan analisis regresi. Analisis
regresi terhadap bobot gabah/biji kering dari tiap kelompok uji tanah dihitung dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square), yaitu dengan
meminimumkan jumlah kuadrat dari sisaan. Asumsi yang mendasari metode ini
adalah sisaannya menyebar normal, bebas, dan ragam sama. Persamaan garis regresi
adalah:
Dimana :
Y = a + bX + cX2
a, b, c = koefisien regresi
X
= dosis pupuk P atau K
Y
= hasil biji kering.
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, dibuat kurva dalam satu
grafik pada masing-masing kelompok uji tanah. Perhitungan statistik dilakukan
dengan menggunakan paket program Minitab versi 8.2 dan Quattro. Berdasarkan
kurva ini, takaran pupuk P dan K optimum ditentukan dengan mengikuti kaidah
ekonomi.
66
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Dosis pupuk yang direkomendasikan adalah untuk mencapai hasil optimum.
Dosis pupuk ini biasanya disebut sebagai takaran pupuk optimum. Menurut
pengalaman, takaran pupuk optimum biasanya terjadi saat hasil tanaman mencapai
90% dari hasil maksimum (Gambar 5).
Berdasarkan analisis ekonomi, takaran pupuk optimum terjadi apabila hasil
tanaman mencapai optimum atau keuntungan maksimum. Keuntungan maksimum
tercapai apabila penambahan hasil sama dengan input yang diberikan atau nilai
produktivitas marginal dari jagung sama dengan harga pupuk. Dengan demikian
maka dari persamaan Y = a + bX + cX2 dapat dihitung takaran pupuk optimum
sebagai berikut:
= HX
NPMY
PMY.HY
= HX
(dY/dX).HY = HX
dY/dX
= HX/HY
b - 2cX
= HX/HY
X
= (b - HX/HY)/2c
Dimana : X
= takaran pupuk (kg/ha)
Y
= hasil jagung (kg/ha)
HX
= harga pupuk (Rp/kg)
HY
= harga jagung (Rp/kg)
b dan c = konstanta
Gambar 5. Kurva respons hipotesis di setiap kelas uji tanah.
Catatan : R = Kurva respons di kelas uji tanah rendah
S = Kurva respons di kelas uji tanah sedang
T = Kurva respons di kelas uji tanah tinggi
67
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
DAFTAR PUSTAKA
Black, C.A.1965. Methods of Soil Analysis, Part 2, Agronomy 9. American Society
of Agronomy, Madison,Wis.
Blackmore, L.C., P.L. Searle and B.K. Daly.1981. Methods for chemicals analysis of
soils. N.Z. Soil Bureau Sci.Rep.10A. Soil Bureau, Lower Hutt. New Zealand.
Bouyoucos, C.J. 1962. Hydrometer method improved for making particle size
analysis of soils. Agronomy Journal 54: 464 - 465.
Bray, R.H. and L.T. Kurtz. 1945. Determination of total organik and available forms
of phosphorus in soils. Soil Sci. 59: 39 - 45.
Council on Soil Testing and Plant Analysis. 1980. Hand Book of reference methode
for soil testing (revised edition).
Graham, E.R.1948. Determination of soil organik mater by means of a photoelectric
colorimeter. Soil Sci. 65: 181 - 183.
Hajek, B.F.,F. Adams, and J.T. Cope. 1972. Rapid determination of exchangeable
bases, acidity and Soil Sci. Soc. Am. Proc. 36: 436 - 438.
Hesse, P.R. 1971. A Textbook of Soil Chemical Analysis. Chemical Publishing Co.,
Inc. New York.
Jackson, M.L.1958. Soil Chemical Analysis. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs,
N.J.
Jones Jr., J.B.1984. Laboratory guide of exercises in conducting soil tests and plant
analysis. Benton Laboratories, INC, Athens. Georgia.
Olsen,S.R.,C.V.Cole,F.S. Watanabe, and L.A. Dean. 1954. Estimation of available P
in soils by extraction with sodium bicarbonate.USDA cir. No 939.
Page, A.L., Miller R.H. and Keeney D.R. (Eds.). 1982. Methods of Soil Analysis,
Part 2- Chemical and microbiological properties, 2nd Edition. American
Society of Agronomy, Madison, Wisconsin.
Sudjadi, M., I.M. Widjik S. dan M. Soleh. 1971. Penuntun Analisa Tanah. Publikasi
No.10/71, Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.
Walsh, L.M. and J.D. Beaton. 1973. Soil Testing and Plant Analysis edition. Soil
Sci.Soc.Am., Madison,Wisconsin.
Watanabe, F.S. and R. Olsen. 1965. Test of an ascorbic acid methods for
determination of phosphorus in water and NaHCO3 extracts from soil. Soil
Sci. Am. Proc. 29: 677 - 678.
Al-Jabri M., IM. Widjik S., A. Hamid, Suparto dan M. Supartini S. 1984. Pemilihan
metode uji P pada tanah-tanah masam dari Lampung dan Sitiung untuk padi
gogo. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No. 3/1984.
Cate R.B. Jr. and L.A. Nelson. 1971. A Simple statistical procedure for partitioning
Soil-list correlation into two classes. SSSAP 35: 858-860.
68
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Fox, R.L., and F.J. Kamprath. 1970. Phosphate sorption isotherm for evaluating the
phosphate requirement of soils. Soil Sci.Soc.Am.Proc. 34:902-907.
Gill, D.W. 1988. Response of upland crops to potassium at three levels of aluminum
saturation in the humid tropics of West Sumatra. Ph.D. diss. North Carolina
State University.
Melsted, S.W., and T.R. Peck. 1973. The Principles of Soil Testing. In: L.M. Walsh
and J.D. Beaton. (Eds.) Soil Testing and Plant Analysis. Soil Sci. Soc. Am.
Inc. Madison, Wisc. USA.
Nasution, I., Nurjaya, Nanan Sri Mulyani dan D. Nursyamsi. 1997. Penelitian
pembinaan uji P tanah untuk tanaman pangan. Laporan Hasil Penelitian
Program Pengelolaan Lahan Kering Marginal untuk Meningkatkan
Produktivitas Pertanian, hal. 38-45. (Belum diterbitkan).
Puslittanak. 1992a. Status kalium dan peningkatan efisiensi pemupukan KCl pada
tanah sawah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Laporan Hasil Penelitian T.A.
1991/1992 (Tidak dipublikasi).
Puslittanak. 1992b. Status kaliumdan peningkatan efisiensi pemupukan KCl pada
tanahsawah di Jawa Timur. Laporan Hasil Penelitian T.A. 1991/1992.(Tidak
dipublikasi).
Puslittanak. 1994. Penelitian identifikasi parameter kebutuhan pupuk P dan K lahan
sawah intensifikasi di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Laporan Hasil
Penelitian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Setyorini, D., M. Soepartini, D. Nursyamsi dan IP.G. Widjaja-Adhi. 1996. Penelitian
pemilihan metode ekstraksi P tanah untuk tanaman jagung dan kedelai pada
tanah Ultisol Lampung. Laporan Hasil Penelitian. (Belum diterbitkan).
Soepartini, M., Nurjaya, A. Kasno, Supardi Arjakusuma, Moersidi S., dan J. Sri
Adiningsih. 1994. Status hara P dan K serta sifat-sifat tanah sebagai penduga
kebutuhan pupuk padi sawah di P. Lombok. Pem. Penelitian Tanah dan
Pupuk. No. 12: 23-35.
Sri Adiningsih, J., S. Moersidi, M. Sudjadi dan A.M. Fagi. 1989. Evaluasi keperluan
Fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Prosiding Lokakarya Nasional
Efisiensi Penggunaan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah. Hal. 63-89.
Sri Rochayati, Enggis Tuberkih, Sutisni, Jaenudin, Nanan Sri Mulyani dan D.
Mulyadi. 1997. Penelitian Pemilihan Metode ekstraksi P tanah Ultisol untuk
tanaman kedelai dan jagung. Laporan Hasil Penelitian Program Pengelolaan
Lahan Kering Marginal untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian, hal. 2337. (Belum diterbitkan).
Sri Rochayati, Diah Setyorini, Supardi Suping, Ladyani R. Widyowati. 1999.
Korelasi uji tanah hara P dan K. Laporan Bagian Proyek Penelitian
Sumberdaya Lahan. Puslittanak. (Belum dipublikasikan).
69
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Widjaja-Adhi IPG dan IM. Widjik S. 1984. Penelitian dan kalibrasi uji hara P untuk
tanaman kentang pada tanah Hydric Dystrandepts. Pemberitaan Penelitian
Tanah dan Pupuk. No. 3/1984.
Widjaja-Adhi IPG dan J.A. Silva. 1986. Calibration of Soil Phosphorous test for
maize on Typic Paleudults and Tropeptic Eutrustox. Pemberitaan Penelitian
Tanah dan Pupuk. No.6/1986.
Widjaja-Adhi, IPG. 1986. Penentuan kelas ketersediaan hara dengan metode analisa
keragaman yang dimodifikasi. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No.
5, 23-28.
70
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
LAMPIRAN
Pengambilan Contoh Tanah Komposit
Sebelum pengambilan contoh tanah, perlu diperhatikan keseragaman
areal/hamparan. Areal yang akan diambil contohnya diamati dahulu keadaan
topografi, tekstur, warna tanah, pertumbuhan tanaman, penggunaan tanah, input
(pupuk, kapur, bahan organik, dsb.), dan rencana pertanaman yang akan datang. Dari
pengamatan tersebut dapat ditentukan satu hamparan yang sama
(homogen/mendekati sama). Hamparan tanah yang homogen tidak mencirikan
perbedaan-perbedaan yang nyata, antara lain warna tanah dan pertumbuhan tanaman
kelihatan sama. Contoh tanah komposit diambil pada tanah yang homogen dan
dominan pada suatu hamparan.
Prosedur
1. Menentukan tempat pengambilan contoh tanah individu, terdapat dua cara yaitu
(1) cara sistematik seperti sistem diagonal atau zig zag, dan (2) cara acak (Gambar
6).
2. Rumput-rumput, batu-batuan atau kerikil, sisa-sisa tanaman atau bahan organik
segar/serasah yang terdapat di permukaan tanah dibersihkan.
3. Untuk lahan kering keadaan tanah pada saat pengambilan contoh tanah sebaiknya
pada kondisi kapasitas lapang (kelembaban tanah sedang yaitu kondisi kira-kira
cukup untuk pengolahan tanah). Sedang untuk lahan sawah contoh tanah
sebaiknya diambil pada kondisi basah atau seperti kondisi saat terdapat tanaman.
Gambar 6. Sistem pengambilan contoh tanah.
4. Contoh tanah individu diambil menggunakan bor tanah (auger atau tabung) atau
cangkul dan sekop. Jika menggunakan bor tanah, contoh tanah individu diambil
71
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
pada titik pengambilan yang telah ditentukan, sedalam + 20 cm atau lapisan olah.
Sedangkan jika menggunakan cangkul dan sekop, tanah dicangkul sedalam
lapisan olah (akan membentuk seperti huruf V), kemudian tanah pada sisi yang
tercangkul diambil setebal 1,5 cm dengan menggunakan cangkul atau sekop
(Gambar 7).
Gambar 7. Pengambilan contoh tanah menggunakan bor tanah bentuk tabung, auger,
dan cangkul serta sekop.
5. Contoh-contoh tanah individu tersebut dicampur dan diaduk merata dalam ember
plastik, lalu dibersihkan dari sisa tanaman atau akar. Setelah bersih dan teraduk
rata, diambil contoh seberat kira-kira 1 kg dan dimasukkan ke dalam kantong
plastik (contoh tanah komposit). Untuk menghindari kemungkinan pecah pada
saat pengiriman, kantong plastik yang digunakan rangkap dua.
6. Contoh tanah komposit tersebut diberi label (keterangan) luar dan dalam. Label
dalam harus dibungkus dengan plastik dan dimasukkan di antara plastik
pembungkus supaya tulisan tidak kotor atau basah, sehingga label tersebut dapat
dibaca sesampainya di laboratorium tanah. Sedangkan label luar disatukan pada
saat pengikatan plastik. Pada label diberi keterangan mengenai kode pengambilan,
nomor contoh tanah, asal dari (desa/kecamatan/kabupaten), tanggal pengambilan,
nama dan alamat pemohon. Selain label yang diberi keterangan, akan lebih baik
jika contoh tanah yang kirim dilengkapi dengan peta situasi atau peta lokasi
contoh.
72
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
7. Informasi tambahan yang dibutuhkan antara lain penggunaan lahan; penggunaan
pupuk, kapur, bahan organik dsb.; waktu terakhir penggunaan pupuk, kapur atau
bahan organik dsb.; kemiringan lereng; posisi/letak pada lereng (di atas, di tengah,
atau di bagian bawah); bentuk lereng (rata, cembung atau cekung); bentuk
wilayah (datar, berombak, bergelombang atau berbukit); keadaan pertanaman;
tanaman terakhir/sebelumnya; hasil yang telah dicapai dan yang diinginkan.
Seluruh informasi lokasi pengambilan contoh tanah dicatat dalam formulir isian
yang berlaku.
Peralatan
1. Alat untuk mengambil contoh tanah seperti bor tanah (auger, tabung), cangkul,
dan sekop.
2. Alat untuk membersihkan bor, cangkul, dan sekop seperti pisau dan sendok tanah
untuk mencampur atau mengaduk.
3. Ember plastik untuk mengaduk kumpulan contoh tanah individu.
4. Kantong plastik agak tebal yang dapat memuat 1 kg tanah, dan kantong plastik
untuk label.
5. Kertas manila karton untuk label dan benang kasur untuk mengikat label luar.
6. Spidol (water proof) untuk menulis isi label.
7. Karung untuk mengepak contoh bila contoh tanah banyak.
8. Lembaran informasi contoh tanah yang diambil.
Hal yang perlu diperhatikan
1. Jangan mengambil contoh tanah dari galengan, selokan, bibir teras, tanah tererosi
sekitar rumah dan jalan, bekas pembakaran sampah/sisa tanaman/jerami, bekas
penimbunan pupuk, kapur, bahan organik, dan bekas penggembalaan ternak.
2. Permukaan tanah yang akan diambil contohnya harus bersih dari rumputrumputan, sisa tanaman, bahan organik segar/serasah, dan batu-batuan atau
kerikil.
3. Alat-alat yang digunakan bersih dari kotoran-kotoran dan tidak berkarat. Kantong
plastik yang digunakan sebaiknya masih baru, belum pernah dipakai untuk
keperluan lain.
Analisis P dan K Tanah
Ekstrak HCl 25% (P dan K)
Dasar metode
Fosfor dalam bentuk cadangan ditetapkan dengan menggunakan pengekstrak
HCl 25%. Pengekstrak ini akan melarutkan bentuk-bentuk senyawa fosfat dan kalium
mendekati kadar P dan K-total. Ion fosfat dalam ekstrak akan bereaksi dengan
ammonium molibdat dalam suasana asam membentuk asam fosfomolibdat.
Selanjutnya akan bereaksi dengan asam askorbat menghasilkan larutan biru molibdat.
Intensitas warna larutan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 693 nm, sedangkan kalium diukur dengan Flamefotometer.
73
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Alat-alat
o
o
o
o
o
o
o
o
Botol kocok
Mesin kocok bolak-balik
Alat pemusing
Tabung reaksi
Dispenser 10 ml
Pipet volume/ukur
Spektrofotometer UV-VIS
Flamefotometer
Pereaksi
HCl 25 %. Encerkan 675,68 ml HCl pekat (37%) dengan air bebas ion menjadi 1
liter.
Standar 0. Dipipet 20 ml HCl 25 % ke dalam labu ukur 500 ml yang berisi kira-kira
200 ml air bebas ion. Kocok campuran dan impitkan dengan air bebas ion.
H2SO4 4 N. Masukkan sedikit demi sedikit 111,1 ml H2SO4 p.a. pekat (95-97%) ke
dalam labu ukur 1 l yang telah diisi sekitar 600 ml air bebas ion, aduk
perlahan dan biarkan mendingin. Impitkan hingga 1 l dengan air bebas ion
dan setelah dingin dikocok sampai homogen.
Pereaksi P pekat. Dilarutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24.4H2O dengan 100 ml air bebas
ion dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan 0,227 g K (SbO)C4H4O6 0,5 H2O dan
secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion.
Pereaksi pewarna P. Campurkan 1,06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat,
kemudian dijadikan 1 l dengan air murni. Untuk Olsen tambahkan 25 ml
H2SO4 4 N sebelum diencerkan. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru.
Standar pokok P 500 ppm. Dilarutkan 2,1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40oC)
dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes
kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan
standar pokok PO43- dari Titrisol.
Standar P 100 ppm. Dipipet 20 ml dari standar pokok 500 ppm P ke dalam labu
ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml HCl 25%, kemudian diimpitkan dengan air
bebas ion.
Deret standar P (0, 10, 20, 40, 60, 80 dan100 ppm). Dipipet berturut-turut 0; 1; 2; 4;
6; 8 dan 10 ml standar 100 ppm P ke dalam tabung reaksi. Masing-masing
ditambah standar 0 hingga volome 10 ml. Bila menggunakan standar PO43-,
deret standar dibuat dengan kepekatan 0–400 ppm.
Standar pokok K 2000 ppm. Dilarutkan 3,8138 gram KCl p.a. kering dalam labu
ukur 1000 ml dengan air bebas ion sampai tanda garis. Dapat pula digunakan
standar kalium dari Titrisol.
Standar K 500 ppm. Dipipet 25 ml larutan standar 2000 ppm K ke dalam labu ukur
100 ml. Tambahkan 5 ml HCl 25%, kemudian diimpitkan dengan air bebas
ion sampai tanda garis.
74
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Deret standar K (0, 50, 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm). Dipipet berturut-turut 0; 1;
2; 4; 6; 8; dan 10 ml larutan standar K 500 ppm ke dalam tabung reaksi,
masing-masing ditambah standar 0 hingga volumenya menjadi 10 ml.
Cara kerja
Ditimbang 2,00 gram contoh tanah ukuran <2 mm, dimasukkan ke dalam
botol kocok dan ditambahkan 10 ml HCl 25 % lalu kocok dengan mesin kocok
selama 5 jam. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi dibiarkan semalam atau
dipusingkan.
Dipipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh dan deret standar P. Tambahkan 9,5 ml
air bebas ion (pengenceran 20x) dan dikocok. Dipipet 2 ml larutan encer dan deret
standar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan
10 ml larutan perekasi pewarna P dan dikocok. Dibiarkan selama 30 menit, lalu
ukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.
Untuk kalium, ekstrak encer contoh dan deret standar K diukur langsung
dengan alat flamefotometer.
Perhitungan
Kadar P potensial (mg/100 g) =
ml ekstrak
Ac -Ab
------------------ x ---------- x ppm standar x 10 x Fk
g contoh
As
Kadar K potensial (mg /100g) =
ml ekstrak
Ac -Ab
------------------ x ---------- x ppm standar x 10 x Fk
g contoh
As
Keterangan : Fk = faktor koreksi kadar air
Ac, Ab dan As adalah pembacaan contoh, blanko, dan deret standar
P2O5 = 2,29 P
PO4 = 3,06 P
K2O = 1,20 K
Ekstrak Olsen (P)
Dasar penetapan
Fosfat dalam suasana netral/alkalin, dalam tanah akan terikat sebagai Ca,
Mg-PO4. Pengekstrak NaHCO3 akan mengendapkan Ca, Mg-CO3 sehingga PO43dibebaskan ke dalam larutan. Pengekstrak ini juga dapat digunakan untuk tanah
masam. Fosfat pada tanah masam terikat sebagai Fe, Al-fosfat. Penambahan
pengekstrak NaHCO3 pH 8,5 menyebabkan terbentuknya Fe, Al-hidroksida, sehingga
fosfat dibebaskan. Pengekstrak ini biasanya digunakan untuk tanah ber-pH >5,5.
75
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Alat-alat
o
o
o
o
o
o
o
Botol kocok 50 ml
Kertas saring
Tabung reaksi
Pipet 2 ml
Dispenser 20 ml
Mesin pengocok
Spektrofotometer UV-VIS
Pereaksi
Pengekstrak NaHCO3 0,5 M, pH 8,5. Dilarutkan 42,0 gram NaHCO3 dengan air
bebas ion menjadi 1 liter, pH larutan ditetapkan menjadi 8,5 dengan
penambahan NaOH.
Pereaksi pewarna P (cara membuatnya seperti pada 2.1.3).
Standar 5 ppm P. Dipipet 1 ml larutan standar pokok 500 ppm P (2.1.3) ke dalam
labu ukur 100 ml, lalu diencerkan dengan pengekstrak Olsen hingga 100 ml.
Deret standar P. Dipipet berturut-turut 0; 0,2; 0,4; 0,8; 1,2; 1.6; dan 2 ml larutan
standar 5 ppm P ke dalam tabung reaksi, diencerkan dengan pengekstrak
Olsen hingga 2 ml.
Cara kerja
Ditimbang 1,0 gram contoh tanah < 2 mm, dimasukkan ke dalam botol
kocok, ditambah 20 ml pengekstrak Olsen, kemudian dikocok selama 30 menit.
Disaring dan bila larutan keruh dikembalikan lagi ke atas saringan semula. Ekstrak
dipipet 2 ml ke dalam tabung reaksi dan selanjutnya bersama deret standar
ditambahkan 10 ml peraksi pewarna fosfat, kocok hingga homogen dan biarkan 30
menit. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
693 nm.
Perhitungan
Kadar P tersedia (ppm) =
=
Ac - Ab
ml ekstrak
------------- x ppm standar x --------------- x Fk
As
g contoh
Ac - Ab
------------- x ppm standar x 20 x Fk
As
76
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Ekstrak Bray 1 (P)
Dasar penetapan
Fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Al-fosfat yang
sukar larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk
senyawa rangkai dengan Fe dan Al dan membebaskan ion PO43-. Pengekstrak ini
biasanya digunakan pada tanah dengan pH <5,5.
Alat-alat
o
o
o
o
o
o
o
Dispenser 25 ml
Tabung reaksi
Pipet 2 ml
Kertas saring
Botol kocok 50 ml
Mesin pengocok
Spektrofotometer
Pereaksi
HCl 4 N. Sebanyak 33,3 ml HCl p.a. pekat (37 %) dimasukkan dalam labu ukur 100
ml yang telah berisi sekitar 50 ml air bebas ion, kocok dan biarkan menjadi
dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga 100 ml.
Pereaksi pewarna P (cara membuatnya seperti pada 2.1.3).
Pengekstrak Bray dan Kurts I (larutan 0,025 N HCl + NH4F 0,025 N). Ditimbang
0,926 gram hablur NH4F, dilarutkan dengan lebih kurang 600 ml air bebas
ion, ditambahkan 6,25 ml HCl 4 N, kemudian diencerkan sampai 1 liter.
Standar 5 ppm P. Dipipet 1 ml larutan standar 500 ppm P (2.1.3) ke dalam labu
ukur 100 ml, lalu diencerkan dengan pengekstrak Bray 1 hingga 100 ml.
Deret standar P. Dipipet masing-masing 0; 0,2; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2 ml standar P
5 ppm, ke dalam tabung reaksi. Diencerkan dengan pengekstrak Bray dan
Kurt I menjadi 2,0 ml.
Cara kerja
Ditimbang 2,5 gram contoh tanah <2 mm, ditambah pengekstrak Bray dan
Kurt I sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Disaring dan bila larutan
keruh dikembalikan ke atas saringan semula (proses penyaringan maksimum 5
menit). Dipipet 2 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar
masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml, dikocok dan
dibiarkan 30 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 693 mm.
77
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Perhitungan
Kadar P tersedia (ppm) =
Ac - Ab
----------- x ppm standar x 10 x Fk
As
Ekstrak NH4OAc 1M, pH 7,0 (kation, KTK, dan KB)
Dasar metode
Koloid tanah (mineral liat dan humus) bermuatan negatif, sehingga dapat
menyerap kation-kation. Kation-kation dapat ditukar (dd) (Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+)
dalam komplek jerapan tanah ditukar dengan kation NH4+ dari pengekstrak dan dapat
diukur. Untuk penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, kelebihan kation
penukar dicuci dengan alkohol 96%. NH4+ yang terjerap diganti dengan kation Na+
dari larutan NaCl, sehingga dapat diukur sebagai KTK.
Kation-kation dapat ditukar (Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+) ditetapkan dengan
Flamefotometer dan AAS. NH4+ (KTK) ditetapkan secara kolorimetri dengan metode
Biru Indofenol.
Alat-alat
o
o
o
o
o
o
o
Tabung perkolasi
Labu ukur 50 ml
Labu ukur 100 ml
Labu semprot
Spektrofotometer
Flamefotometer
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)
Pereaksi
Amonium asetat 1 M, pH 7,0. Ditimbang 77,08 g serbuk NH4-Asetat p.a. ke dalam
labu ukur 1 liter. Tambahkan air bebas ion hingga serbuk melarut dan
tepatkan 1 liter. Atau dapat pula dibuat dengan cara berikut: Dicampurkan 60
ml asam asetat glasial dengan 75 ml ammonia pekat (25%) dan diencerkan
dengan air bebas ion hingga sekitar 900 ml. pH campuran diatur menjadi 7,00
dengan penambahan ammonia atau asam asetat, kemudian diimpitkan tepat 1
liter.
Amonium asetat 4 M, pH 7,0. Dibuat dengan cara yang sama seperti amonium asetat
1 M, namun menggunakan 4 x 77,08 g NH4-Asetat p.a.
NaCl 10%. Ditimbang 100 gram NaCl, kemudian dilarutkan dengan air bebas ion.
Ditambahkan 4 ml HCl 4 N (2.1.3) dan diimpitkan tepat 1 liter.
Larutan La 2,5 %. Ditimbang 44,14 gram LaCl3, dilarutkan dengan air bebas ion,
kemudian diimpitkan tepat 1 liter.
78
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Larutan La 0,25 %. Larutan La 2,5 % diencerkan 10 x dengan air bebas ion.
Larutan Fenol. Ditimbang 80 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan dengan sekitar 500
ml air bebas ion secara perlahan sambil diaduk. Setelah dingin ditambahkan
125 gram serbuk Fenol, kemudian diencerkan dengan air bebas ion dan
diimpitkan sampai garis 1 liter.
Larutan sangga Tartrat. Ditimbang 80 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan dengan
sekitar 500 ml air bebas ion. Setelah dingin tambahkan 50 gram K, Na-tartrat
dan aduk hingga larut. Diimpitkan dengan air bebas ion sampai tepat 1 liter.
Natrium hipoklorit (NaOCl) 5%.
Etanol 96%
Standar pokok 1000 ppm K
Standar pokok 1000 ppm Na
Standar pokok 1000 ppm Ca
Standar pokok 1000 ppm Mg
Standar campur 200 ppm K, 100 ppm Na, 50 ppm Mg, 250 ppm Ca.
Dipipet masing-masing :
25,0 ml standar pokok 1000 ppm K
10,0 ml standar pokok 1000 ppm Na
5,0 ml standar pokok 1000 ppm Mg
25,0 ml standar pokok 1000 ppm Ca
Dicampurkan dalam labu ukur 100 ml, ditambah 25 ml NH4-asetat 4 N, pH
7,0, kemudian diimpitkan.
Deret standar campur K (0-250 ppm), Na (0-100 ppm), Ca (0-250 ppm) dan Mg (050 ppm). Di pipet standar campuran sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml,
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml
dengan larutan NH4-Ac 1 M, pH 7.
Standar pokok 2500 m.e. NH4+/l. Ditimbang 16,500 g serbuk (NH4)2SO4 p.a. ke
dalam labu ukur 100 ml. Larutkan dengan air bebas ion dan impitkan hingga
tepat 100 ml.
Standar NH4+ 0 dan 25 m.e./l. Dipipet standar 2500 m.e. NH4+/l sebanyak 1 ml,
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 10 ml etanol 96 % dan
diimpitkan dengan larutan NaCl 10 %. Dengan cara yang sama, tapi tanpa
pemipetan larutan standar dibuat standar 0.
Deret standar 0-25 m.e. NH4+/l. Dipipet ke dalam tabung reaksi masing-masing 0, 1,
2, 4, 6, 8, dan 10 ml standar 25 mgst NH4+. Tambahkan standar 0 hingga
semuanya menjadi 10 ml.
Pasir kuarsa bersih
Filter flock
79
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Cara kerja
Ditimbang 2,5 gram contoh tanah >2 mm, dicampur dengan lebih kurang 5
gram pasir. Dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah dilapisi berturut-turut
dengan filter flock dan pasir terlebih dahulu (filter flock) digunakan seperlunya untuk
menutup lubang pada dasar tabung, sedangkan pasir kuarsa sekitar 2,5 g dan
lapisan atas ditutup dengan diupayakan supaya sama. Siapkan pula blanko dengan
pengerjaan seperti penambahan 2,5 g pasir. Ketebalan setiap lapisan pada sekeliling
tabung contoh tapi tanpa contoh tanah. Kemudian diperkolasi dengan ammonium
acetat pH 7,0 sebanyak 2 x 25 ml dengan selang waktu 30 menit. Filtrat ditampung
dalam labu ukur 50 ml, diimpitkan dengan ammonium acetat pH 7,0 untuk
pengukuran kationdd: Ca, Mg, K, dan Na (S). Tabung perkolasi yang masih berisi
contoh diperkolasi dengan 100 ml etanol 96 % untuk menghilangkan kelebihan
ammonium dan perkolat ini dibuang.
KTK (T) dapat ditetapkan dengan cara destilasi langsung menggunakan
seluruh isi tabung perkolasi dan tahapan selanjutnya tidak diperlukan.
Sisa etanol dalam tabung perkolasi dibuang dengan pompa isap dari bawah
tabung perkolasi atau pompa tekan dari atas tabung perkolasi. Selanjutnya diperkolasi
dengan NaCl 10% sebanyak 50 ml, filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml dan
diimpitkan dengan larutan NaCl 10%. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK
dengan cara destilasi atau kolorimetri.
Pengukuran kationdd (Ca, Mg, K, Na)
Perkolat NH4-Ac (S) dan deret standar K, Na, Ca, Mg masing-masing dipipet
1 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml larutan La 0,25 %. Diukur
dengan AAS (untuk Ca dan Mg) dan flamefotometer (untuk pemeriksaan K dan Na)
menggunakan deret standar sebagai pembanding.
Pemeriksaan KTK
Pengukuran KTK dilakukan dengan cara destilasi langsung. Pindahkan isi
tabung perkolasi (setelah tahap pencucian dengan etanol) secara kuantitatif ke dalam
labu didih. Gunakan air bebas ion untuk membilas tabung perkolasi. Selanjutnya
dikerjakan seperti penetapan N-Kjeldahl tanah (5.3.6).
Pipet 10 ml perkolat NaCl (T) ke dalam labu didih dan tambahkan 1 ml
parafin cair untuk menghilangkan buih. Selanjutnya dikerjakan dengan cara yang
sama seperti penetapan N-Kjeldahl tanah (5.3.6).
Pengukuran NH4+ (KTK) dapat pula ditetapkan dengan metode Biru
Indofenol. Pipet masing-masing 0,5 ml perkolat NaCl (T) dan deret standar NH4+ (0;
2,5; 5; 10; 15; 20; dan 25 m.e./l) ke dalam tabung reaksi. Ke dalam setiap tabung
tambahkan 9,5 ml air bebas ion ekstrak encer dan deret standar. Tambahkan berturutturut larutan sangga Tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 ml, kocok dan
80
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml NaOCl 5%, kocok dan diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak pemberian
pereaksi ini.
Catatan: Warna biru indofenol yang terbentuk kurang stabil. Upayakan agar
diperoleh waktu yang sama antara pemberian pereaksi dan pengukuran
untuk setiap deret standar dan contoh.
Perhitungan
Kationdd (me/100 g)
ml ekstrak Ac - Ab
= -------------- x --------- x m.e. standar x Fk
g contoh
As
Cara destilasi langsung:
KTK (me/100 g) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 100/2,5 x Fk
Cara destilasi perkolat:
KTK (me/100 g) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 100/2,5 x 50/10 x Fk
Cara kolorimetri:
ml perkolat
Ac - Ab
m.e. standar
-------------- x --------- x --------------- x Fk
g contoh
As
10
KTK (me /100 g)
=
Kejenuhan basa
Jumlah kationdd (Ca, Mg, K, Na)
= ----------------------------------------- x 100 %
KTK
Penetapan retensi fosfat
Dasar metode
Daya retensi tanah terhadap fosfat ditetapkan dengan cara Blackmore (1981).
Contoh tanah ditambahkan larutan fosfat 1.000 ppm hingga tercapai kesetimbangan
antara fosfat yang dierap dengan fosfat dalam larutan. Kadar fosfat dalam larutan
diukur umtuk menghitung persen fosfat yang ditahan oleh tanah.
Alat-alat
o
o
o
o
o
Mesin kocok
Alat sentrifusi + tabung sentrifusi 50 ml
Dispenser
Tabung reaksi
Spektrofotometer
81
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Pereaksi
Larutan pengekstrak 1.000 ppm P. Dalam labu ukur 1 liter dilarutkan 4,40 gram
KH2PO4 dan 16,4 gram natrium asetat anhidrous dengan 500 ml air bebas
ion. ditambah 11,5 ml asam asetat glasial dan diencerkan dengan air bebas
ion sampai tanda 1 liter.
Larutan asam vanadat. Larutkan 0,5 g amonium vanadat (NH4VO3) dalam 500 ml air
bebas ion mendidih, dinginkan dan tambahkan perlahan 70 ml HNO3 pekat.
Encerkan larutan hingga 1 liter dengan air bebas ion.
Larutan
amonium
molibdat.
Larutkan
10
g
amonium
molibdat
{(NH4)6Mo7O24.4H2O} dalam 500 ml air bebas ion hangat. Setelah dingin
encerkan dengan air bebas ion hingga 1 liter.
Larutan campuran asam vanadomolibdat. Campurkan 1 bagian larutan asam vanadat
dengan 1 bagian larutan amonium molibdat.
Larutan standar 0. Larutan 16,4 g natrium asetat anhidrous dan 11,5 ml asam asetat
glasial dalam labu 500 ml dengan air bebas ion hingga 1 liter.
Deret standar retensi - P. Ke dalam tabung reaksi masing-masing dipipet: 0, 1, 2, 4,
6, 8, dan 10 ml larutan pengekstrak 1.000 ppm P. Semuanya diencerkan
dengan standar nol menjadi 10 ml. Deret ini mempunyai kepekatan: 0; 100;
200; 400; 600; 800; dan 1.000 ppm P atau: 100%; 90%; 80%; 60%; 40%;
20%, dan 0% retensi P.
Cara kerja
Ditimbang contoh tanah halus < 2 mm, sebanyak 2 gram ke dalam tabung
sentrifusi, ditambah 10 ml larutan retensi 1000 ppm P dengan pipet. Dikocok selama
1 malam (16 jam) dengan mesin pengocok. Sentrifusi pada 2.000 rpm selama 10
menit untuk mendapat ekstrak jernih. Dipipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh dan deret
standar ke dalam tabung kimia dan ditambah 9,5 ml pereaksi asam vanadomolibdat.
Kocok dan biarkan 30 menit. Ukur dengan spektrofotometer pada gelombang466 nm.
Perhitungan
Ec
(1000 - (----- x ppm standar))
Es
Retensi P (%) = -------------------------------------------------- x 100%
1000
Penetapan Erapan P dan K Tanah (Fox dan Kamprath, 1970)
Dasar penetapan
Pengekstrak CaCl2 0,01 M dianggap sesuai dengan kekuatan ion larutan di
dalam tanah. Oleh karena reaksi keseimbangan antara P dalam larutan dengan
82
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
komponen-komponen tanah berjalan lambat, maka diperlukan waktu untuk mencapai
kesetimbangan minimum 6 hari. Berdasarkan kurva hubungan P dalam larutan
dengan P dierap, maka jumlah pupuk P yang diperlukan untuk mencapai batas kritis
konsentrasi P terlarut dapat ditentukan. Sifat-sifat erapan P tanah seperti kapasitas
erap dan daya erap P dapat pula ditentukan berdasarkan data ini dengan
menggunakan model erapan P.
Alat-alat
o
o
o
o
o
o
Tabung sentrifusi 50 ml
Pipet isi 20 ml
Mesin kocok
Tabung reaksi
Alat sentrifusi
Spektrofotometer UV-VIS
Pereaksi
Larutan CaCl2 0,1 M. Dilarutkan 14,7 gram CaCl2.2H2O dengan air bebas ion
hingga 1liter.
Larutan CaCl2 0,01 M. Larutan CaCl2 0,1 M diencerkan 10 x dengan air bebas ion.
Larutan standar pokok 500 ppm P
Pereaksi P pekat (2.1.3)
Pereaksi pewarna P pekat (2.1.3)
Larutan deret kepekatan P. Dipipet 0, 1, 2, 4, 6, 8, 10 ml standar pokok 500 ppm P
ke dalam labu ukur 100 ml. Masing-masing ditambahkan 10 ml larutan CaCl2
0,1 M dan kemudian diimpitkan dengan air bebas ion. Larutan-larutan ini
mempunyai kepekatan 0, 5, 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm P ( g P/ml). Deret
kepekatan P dapat diubah sesuai keperluan dengan menambah atau
mengurangi volume pemipetan standar pokok P.
Standar P 50 ppm. Dipipet 10 ml standar pokok 500 ppm P kedalam labu ukur 100
ml. Tambahkan 10 ml larutan CaCl2 0,1 M dan kemudian diimpitkan dengan
air bebas ion.
Standar P 1 ppm. Dipipet 2 ml standar 50 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml dan
diencerkan dengan larutan CaCl2 0,01 M hingga tepat 100 ml.
Deret standar P ( 0-1 ppm). Dipipet berturut turut 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml standar 1
ppm P kedalam tabung reaksi. Tambahkan larutan CaCl2 0,01 M sehingga
volume masing-masing menjadi 10 ml. Bila menggunakan standar PO43-,
deret standar dibuat dengan kepekatan 0 – 4 ppm.
Cara kerja
Ditimbang 2,00 gram tanah untuk setiap tingkat kepekatan P dan masingmasing dimasukkan ke dalam tabung sentrifusi.
83
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Masing-masing ditambah 20 ml larutan deret kepekatan P. Inkubasi selama 6
hari sambil dikocok 2 x 30 menit/hari (pagi dan siang). Setelah selesai inkubasi,
campuran disentrifus untuk mendapatkan cairan jernih. Dipipet 5 ml ekstrak jernih
contoh dan deret standar P (0-1 ppm) ke dalam tabung kimia, ditambah 1 ml pereaksi
pewarna P pekat, kocok dan biarkan selama 30 menit. Ukur absorbansi larutan
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.
Perhitungan
Ec
P dalam larutan tanah ( g P/ml) =
---- x ppm standar
Es
P dierap
=
(P ditambahkan – P larutan tanah) x 10 x Fk
( g P/g tanah)
( g P/ml)
( g P/ml)
Dibuat kurva hubungan P dalam larutan (sumbu x) dengan P dierap (sumbu
y) pada kertas grafik semilog. Kebutuhan pupuk P untuk mencapai kadar P tertentu
dalam larutan (misalnya 0,02 ppm P) dicari dari kurva atau dari model erapan P.
Penetapan pH Tanah dan Kebutuhan Kapur
Tujuan: Menentukan pH dan kebutuhan kapur di lokasi percobaan.
Lokasi : Jabar, Jateng, DIY, Sulsel, dan Sumut.
Penetapan pH Tanah
Dasar penetapan
Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang
dinyatakan sebagai – log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial
larutan yang diukur oleh alat dan dikonversi dalam skala pH. Elektrode gelas
merupakan elektrode selektif khusus H+, hingga memungkinkan untuk hanya
mengukur potensial yang disebabkan kenaikan konsentrasi H+. Potensial yang timbul
diukur berdasarkan potensial elektrode pembanding (kalomel atau AgCl). Biasanya
digunakan satu elektrode yang sudah terdiri dari elektrode pembanding dan elektrode
gelas (elektrode kombinasi).
Konsentrasi H+ yang diekstrak dengan air menyatakan kemasaman aktif,
sedangkan pengekstrak KCl 1 N menyatakan kemasaman cadangan.
Alat-alat
o
o
o
o
o
Botol kocok 100 ml
Dispenser 25 ml/gelas ukur
Mesin pengocok
Labu semprot 500 ml
pH meter.
84
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Pereaksi
Larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0 KCl 1 M. Dilarutkan 74,5 gram KCl p.a dengan air
bebas ion hingga 1 liter.
Cara kerja
Ditimbang 2 kali 10,00 gram contoh tanah, masing-masing dimasukkan ke
dalam botol kocok, ditambah 25 ml air bebas ion ke botol yang satu (pH H2O) dan 25
ml KCl 1 M ke dalam botol lainnya (pH KCl). Dikocok dengan mesin pengocok
selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi
menggunakan larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0.
Penetapan Kebutuhan Kapur
Dasar penetapan
Jumlah kapur yang diperlukan untuk meningkatkan pH suatu tanah masam ke
pH yang diinginkan ditetapkan berdasarkan kurva hubungan penambahan larutan
basa dengan pH tanah yang dicapai. Jumlah basa yang digunakan setara dengan
kebutuhan kapur yang nilainya dikonversi ke dalam satuan bobot CaCO3/ ha.
Alat-alat
o
o
o
o
o
Botol kocok 100 ml
Pipet ukur 25 ml
pH meter dan elektrode gelas kombinasi
Buret 10 ml
Neraca analitik
Pereaksi
NaOH 1 N. Dibuat dari larutan NaOH standar Titrisol.
NaOH 0,02 N. Dipipet 20 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu ukur 1 liter.
Tambahkan air bebas ion hingga tepat 1 liter. Titar larutan ini ditetapkan
dengan HCl 0,02 N setiap kali dipakai.
NaOH 0,05 N. Dipipet 25 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu ukur 500 ml.
Tambahkan air bebas ion hingga tepat 500 ml. Titar larutan ini ditetapkan
dengan HCl 0,02 N setiap kali dipakai.
HCl 1 N. Dibuat dari larutan HCl standar Titrisol.
HCl 0,02 N. Dipipet 2 ml larutan HCl 1 N ke dalam labu ukur 100 ml.
Tambahkan air bebas ion hingga tepat 100 ml.
Larutan sangga pH 7,0 dan pH 4,0
85
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Cara kerja
Ditimbang 10 g tanah untuk setiap tingkat penambahan basa dan masingmasing dimasukkan ke dalam botol kocok 100 ml. Tambahkan dengan pipet larutan
NaOH 0,02 N masing-masing sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml dan air bebas ion
sehingga jumlah setiap larutan menjadi 25 ml (air ditambahkan terlebih dahulu).
Penambahan NaOH ini menghasilkan deret penambahan basa 0; 0,02; 0,04; 0,08;
0,12; 0,16; dan 0,20 me. Kocok campuran selama 1 jam dan ukur pH suspensi dengan
alat pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan sangga pH 7,0 dan 4,0.
Catatan: Tambah jumlah larutan NaOH 0,02 N atau gunakan NaOH 0,05 N bila
volume larutan melebihi 25 ml.
Perhitungan
Dibuat kurva hubungan me NaOH yang diperlukan dengan pH tanah yang
dihasilkan atau gunakan persamaan regresi. Mendapatkan NaOH yang menghasilkan
pH yang dikehendaki dan hitung kebutuhan kapurnya sebagai berikut:
Kebutuhan kapur (ku CaCO3/ha)* = me NaOH x 75
• Kedalaman lapisan olah 15 cm dan BD tanah dianggap 1.
Analisis Kimia JaringanTanaman
Persiapan contoh
Contoh yang berasal dari lapang sebelum dianalisa terlebih dahulu dicuci
dengan air bebas ion untuk menghilangkan debu-debu dan kotoran lainnya yang
dapat memberikan kesalahan pada hasil analisis. Contoh tanaman tersebut secepatnya
dikeringkan dalam oven berkipas, bila perlu sebelumnya dipotong-potong agar
pengeringan lebih cepat dan oven diset pada temperatur 70 oC.
Contoh yang telah kering kemudian digiling dengan grinder mesin yang
menggunakan filter dengan kehalusan 0,5 mm. Contoh yang telah digiling
dimasukkan ke dalam botol plastik ditutup rapat-rapat agar tidak terkontaminasi dan
diberi nomor urut sesuai dengan nomor percobaan atau perlakuan. Contoh-contoh
tersebut siap untuk analisis kimia.
Penetapan kadar air
Alat-alat
o
o
o
o
Botol timbang
Neraca analitik
Oven
Eksikator
86
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Cara kerja
Ditimbang 1 gram contoh tanaman dengan kehalusan <0,5 mm ke dalam
botol timbang yang telah diketahui bobot kosongnya. Masukkan ke dalam oven yang
diset 105 oC selama 4 jam. Angkat, dinginkan dalam eksikator dan ditimbang
kembali.
Perhitungan
Kadar air (%)
Faktor koreksi ( Fk)
kehilangan berat
= ------------------------ x 100
berat contoh asal
100
= ---------------------100 - kadar air
Pengabuan basah dengan H2SO4 dan H2O2
Alat-alat
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Neraca analitik 3 desimal
Tabung digestion dan blok digestion
Pengocok tabung
Dispenser.
Alat destilasi
Labu didih 250 ml
Erlenmeyer 100 ml bertera
Tabung reaksi
Spektrofotometer UV-VIS
AAS
Flamefotometer
Pereaksi
H2SO4 pekat (95-97 %) p.a.
H2O2 pekat (30 %) p.a.
Larutan NaOH 40 %
Larutan baku H2SO4 0,050 N
Penunjuk Conway
Asam borat 1 %
Batu didih
Standar 0. Encerkan ekstrak blanko dengan air bebas ion menjadi 50 ml. Jumlah
blanko yang dikerjakan disesuaikan dengan volume standar 0 yang
diperlukan.
87
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Standar pokok 1000 ppm N. Ditimbang 4,7143 serbuk (NH4)2SO4 p.a. ke dalam labu
ukur 1 liter. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 1 liter dan kocok hingga
larutan homogen.
Standar 20 ppm N dibuat dengan memipet 2 ml standar pokok 1000 ppm N ke dalam
labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan standar 0 hingga tepat 100 ml.
Deret standar 0-20 ppm N. Dipipet 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml standar N 20 ppm
masing-masing ke dalam tabung reaksi. Tambahkan standar 0 hingga
semuanya menjadi 10 ml. Deret standar ini memiliki kepekatan 0, 2, 4, 8, 12,
16, dan 20 ppm N. Lakukan pengocokan pada setiap pencampuran.
Larutan Na-fenat. Ditimbang 100 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan
sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 liter.
Setelah dingin tambahkan 125 gram serbuk fenol dan aduk hingga larut.
Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 liter.
Larutan sangga Tartrat. Ditimbang 50 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara
perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu
ukur 1 liter. Setelah dingin tambahkan 50 g serbuk K, Na-tartrat dan aduk
hingga larut. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 liter.
Natrium hipoklorit (NaOCl) 5 %.
Pereaksi P pekat. Dilarutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24.4H2O dalam 100 ml air.
Tambahkan 140 ml H2SO4 pekat dan 0,227 g K (SbO)C4H4O6.0,5 H2O.
Jadikan 1 l dengan air bebas ion.
Pereaksi pewarna P. Campurkan 1,06 g asam askorbat dan 100 ml Pereaksi P pekat,
kemudian dijadikan 1 l dengan air murni. Pereaksi P ini harus selalu dibuat
baru.
Standar pokok P 500 ppm. Dilarutkan 2,1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40 oC)
dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes
kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan
standar pokok PO43- dari Titrisol.
Standar P 50 ppm. Dipipet 10 ml standar pokok 500 ppm P ke dalam labu ukur 100
ml. Diimpitkan dengan standar 0 hingga 100 ml.
Deret standar P ( 0-50 ppm). Dipipet berturut turut 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml standar
50 ppm P kedalam tabung reaksi. Tambahkan standar 0 sehingga volume
masing-masing menjadi 10 ml.
Bila menggunakan standar PO43-, deret standar dibuat dengan kepekatan 0 –
200 ppm.
Standar campur 250 ppm K, 100 ppm Na, 50 ppm Mg, 250 ppm Ca.
Dipipet masing-masing :
25,0 ml standar pokok 1000 ppm K
10,0 ml standar pokok 1000 ppm Na
25,0 ml standar pokok 1000 ppm Ca
5,0 ml standar pokok 1000 ppm Mg
Dicampurkan dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan perlahan ekstrak 2 buah
blanko. Bilas tabung dengan air bebas ion dan masukkan air bilasan ke dalam
labu. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 100 ml.
88
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Deret standar campur K (0-250 ppm), Ca (0-250 ppm), Mg (0-50 ppm) dan Na (0100 ppm). Dipipet standar campur sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml,
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml
dengan larutan standar 0.
Larutan La 2,5 %. Ditimbang 44,14 gram LaCl3, dilarutkan dengan air bebas ion,
kemudian diimpitkan tepat 1 liter.
Larutan La 0,25 %. Larutan La 2,5 % diencerkan 10 x dengan air bebas ion.
Cara kerja
Ditimbang 0,25 gram contoh tanaman <0,5 mm ke dalam tabung digestion.
Ditambahkan 2,5 ml H2SO4 p.a., biarkan satu malam supaya diperarang. Esoknya
dipanaskan dalam blok digestion selama satu jam pada suhu 100 oC. Angkat dan
biarkan mendingin, tambahkan 2 ml H2O2 p.a., panaskan kembali dan suhu
ditingkatkan menjadi 200 oC, panaskan selama 1 jam. Angkat, biarkan agak dingin
dan tambahkan kembali H2O2 sebanyak 2 ml kemudian panaskan kembali hingga
suhu 350 oC. Pengerjaan ini diulang sampai keluar uap putih dan didapat sekitar 1 ml
ekstrak jernih. Temperatur tidak melebihi 350 oC. Kerjakan blanko.
Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air
bebas ion hingga tepat 50 ml. Kocok sampai homogen dengan pengocok tabung,
biarkan semalam supaya mengendap. Ekstrak jernih dapat digunakan untuk
pengukuran N-Kjeldahl, P, K, Ca, Mg, dan Na.
Pengukuran P
Dipipet masing-masing 1 ml ekstrak contoh dan deret standar P ke dalam
tabung kimia. Tambahkan 9 ml air bebas ion dan kocok (pengenceran 10x). Dipipet
masing-masing 2 ml ekstrak encer contoh dan deret standar ke dalam tabung reaksi.
Ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna P. Kocok dengan pengocok tabung sampai
homogen dan biarkan 30 menit. P dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometer
pada panjang gelombang 693 nm.
Pengukuran K, Ca, Mg, dan Na
Dipipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-masing ke dalam tabung kimia
dan ditambahkan 9 ml larutan La 0,25 %. Kocok dengan menggunakan pengocok
tabung sampai homogen. Ca dan Mg diukur dengan AAS, K dan Na diukur dengan
alat Flamefotometer dengan deret standar sebagai pembanding.
Perhitungan
N cara destilasi :
Kadar N (%) = (ml contoh - ml blanko) x 0,05 x 14 x 5 x 100
--------------------------------------------------------- x
miligram contoh
89
Fk
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
N cara spektrofotometri :
Ac - Ab
Kadar N (%) = ---------- x ppm standar x 0,2 x Fk
As
Ac - Ab
Kadar P, K, Ca, Mg, dan Na (%) = -------- x ppm standar x 0,2 x Fk
As
90
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
6. Pembinaan Pengujian Pupuk Alternatif
PENDAHULUAN
Keberhasilan produksi pertanian melalui kegiatan intensifikasi tidak terlepas
dari kontribusi dan peranan sarana produksi, antara lain pupuk. Selama ini untuk
mendukung pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan dan
hortikultura, pemerintah menyediakan dana untuk subsidi pupuk tunggal (Urea,
SP36, ZA, dan KCl). Namun dengan memburuknya situasi perekonomian,
pemerintah akhirnya menerapkan kebijakan penghapuskan subsidi pupuk secara
bertahap. Akibat langsung yang dihadapi petani segera setelah kebijakan ini
dijalankan adalah melonjaknya harga pupuk secara tak terkendali serta terjadinya
kelangkaan pupuk saat awal musim tanam. Kondisi ini menyebabkan pemerintah
melakukan upaya pengamanan dengan cara membuka keran impor bagi masuknya
pupuk impor serta membuka peluang bagi produsen pupuk untuk membuat pupuk
pengganti. Langkah antisipasi ini ternyata berdampak sangat luas terhadap pengguna/
petani dan distribusi pupuk di negara kita.
Saat ini telah beredar berbagai jenis pupuk baru hasil rekayasa teknologi
yang belum diatur persyaratan mutu dan pengujian efektivitasnya. Oleh karena itu,
pengguna perlu teliti dan hati-hati dalam memilih jenis pupuk yang akan dipakai
sesuai dengan komoditas yang akan ditanam. Upaya perlindungan terhadap
konsumen/petani perlu dilaksanakan melalui mekanisme sistem pengawasan mutu
pupuk dan uji efektivitas pupuk di lapangan. Pengawasan dilakukan sejak tahap
perencanaan formula pupuk, pengadaan hingga penyaluran pupuk di tingkat pusat
maupun daerah. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan penipuan dan pemalsuan
pupuk serta menjamin mutu pupuk sesuai dengan yang tertera pada label.
Mengingat pupuk alternatif yang beredar (baik yang sudah terdaftar maupun
yang tidak terdaftar) jumlah maupun jenisnya sangat banyak, maka perlu adanya
petunjuk teknis pengujian mutu dan efektivitas pupuk alternatif. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) di daerah merupakan instansi yang berwenang untuk
melakukan pengawasan peredaran pupuk bersama instansi terkait. Jaminan terhadap
mutu pupuk serta pengujian efektivitas pupuk terhadap produksi tanaman yang akan
digunakan oleh petani sangat diperlukan untuk melindungi konsumen serta
menggalang kepercayaan konsumen terhadap produsen pupuk.
UJI MUTU PUPUK
Pengambilan Contoh Pupuk
Untuk mengetahui sifat/kandungan hara bahan pupuk yang beredar secara
keseluruhan sulit dilaksanakan sehingga akan diambil contoh untuk diteliti. Contoh
pupuk yang diambil merupakan sebagian dari bahan pupuk yang telah/akan beredar
di pasaran. Hasil dari pemeriksaan contoh pupuk tersebut diharapkan mencerminkan
sifat bahan pupuk secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengambilan contoh harus
mengikuti metode tertentu sehingga benar-benar mewakili keseluruhan satu jenis
91
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
pupuk. Metode tersebut akan lebih rumit jika keadaan satu jenis pupuk yang beredar
mempunyai variasi yang besar.
Pupuk yang dihasilkan oleh pabrikasi dengan pengawasan berkala, lebih
homogen sehingga pengambilan contoh pupuk yang beredar untuk keperluan uji
mutu lebih sedikit. Sedangkan pupuk yang dihasilkan oleh pengusaha kecil, lebih
heterogen dan mutu pupuk sering tidak stabil dan rendah. Oleh karena itu, diperlukan
contoh yang lebih banyak dan periode pengambilan contoh lebih sering.
Cara pengambilan contoh pupuk berbeda-beda tergantung dari jenis dan
kemasan pupuk yang akan diambil sebagai contoh. Pada umumnya dapat dibedakan
dalam jenis pupuk yang padat (butiran/serbuk) dan cairan dan dalam bentuk kemasan
atau curah.
Pengambilan contoh pupuk butiran/serbuk yang dikemas/ bungkus
Yang dimaksud pupuk yang dikemas ialah pupuk yang ditempatkan dalam
wadah dan beratnya tidak lebih dari 50 kg. Bila pupuk terdiri atas > 10 wadah, secara
random diambil 5-10 anak contoh dari wadah yang berlainan dan setiap anak contoh
seberat 2,5-5 ons. Anak contoh diambil dengan tabung tunggal yang bagian atas
terbuka (Gambar 1), ujung tajam dan dilapisi bahan tak berkarat. Tabung tersebut
ditusukkan dengan arah diagonal dalam pembungkus, digerak-gerakkan supaya
contoh masuk ke dalam tabung dan kemudian ditarik dengan hati-hati.
Gambar 1. Alat pengambil contoh dari kantong panjang + 50 cm.
Semua anak contoh dijadikan satu dan diaduk merata,
dimasukkan dalam kantong yang bersih, kering, kedap udara, disegel, dan diberi keterangan
seperlunya misal tanggal pengambilan, lokasi, nama pedagang, nama merk dagang,
kandungan hara yang tercantum pada label kemasan dsb.
Pengambilan contoh pupuk butiran/serbuk berbentuk curah
Pupuk curah ialah pupuk yang disimpan/diangkut dalam keadaan terbuka
dalam jumlah besar. Pengambilan anak contoh menggunakan tabung dissouri "D"
(Gambar 2) atau alat sejenisnya dan diambil pada 10-20 tempat secara random.
Semua anak contoh dijadikan satu, dicampur merata, dimasukkan ke dalam kantong
yang bersih, kering, kedap udara, disegel dan diberi keterangan secukupnya.
92
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Pengambilan contoh pupuk cair
Pupuk cair biasanya dikemas dalam botol dengan berbagai ukuran. Bila
botol masih terdapat dalam doos yang terdiri > 20 doos maka secara random diambil
2-4 anak contoh dari doos-doos yang berlainan. Anak contoh tersebut berupa unit
(botol) pupuk cair, baru dicampur saat akan dilakukan analisis. Jika pupuk cair
disimpan dalam tangki atau penyimpan lain, contoh diambil dengan menggunakan
botol secara random sebanyak 2-5 anak contoh tergantung dari volume tanki tersebut.
Semua anak contoh dijadikan satu dan dikocok merata, disegel dan diberi keterangan
seperlunya.
Pengambilan contoh pupuk mikroba
Pupuk mikroba biasanya dikemas dalam botol atau kantong plastik dengan
berbagai ukuran. Bila dalam satu wilayah terdapat > 10 kios, maka secara random
diambil 2-4 botol/ kantong sebagai anak contoh dari beberapa kios yang berlainan.
Anak contoh tersebut disimpan dalam tempat yang bersih, kering, kedap udara,
disegel dan diberi label secukupnya.
Pengambilan contoh sebaiknya dihadiri oleh pedagang atau pemilik atau
yang dikuasakan. Bila pemilik tidak hadir pengambilan contoh sebaiknya disaksikan
oleh orang lain.
Gambar 2. Alat pengambil contoh model Missouri "D".
93
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Pengelompokan dan Kriteria Pupuk Alternatif
Pemberian nama produk pupuk alternatif harus berdasarkan
pada kriteria dan jaminan unsur hara yang dikandung dalam pupuk. Adapun pengelompokan
dan kriteria pupuk alternatif tersebut adalah sebagai berikut:
Pupuk makro an-organik, yaitu pupuk alternatif yang merupakan sumber
hara N, P, dan atau kalium dengan kandungan N, P2O5 dan K2O masing-masing
minimal 10%. Khusus pupuk kalium dapat disubstitusi dengan jerami hasil panen
setempat yang umumnya mengandung 24-36 kg K2O per ton jerami. Untuk pupuk
majemuk (compound) sebagai sumber hara lebih dari satu unsur (NPK, NK, NP, PK),
harus mengandung unsur minimal 10% berupa N, P2O5, maupun K2O bagi masingmasing unsur. Standar mutu pupuk yang telah mempunyai SNI disajikan dalam Tabel
1.
Tabel 1. Pupuk yang mempunyai SNI.
No.
Judul standar
No. SNI
Parameter analisis
Persyaratan
1
Pupuk Amonium Sulfat
[(NH4)2SO4)]
02-1760-1990
2
Pupuk Tripel Super Fosfat
[TSP/Ca(H2PO4)2]
02-0086-1987
Min. 20 %
Min. 23 %
Maks. 0,1 %
Maks. 1 %
3
Pupuk Tripel Super Fosfat
Plus Zn
02-2800-1992
4
Pupuk NPK Padat
02-2803-2000
5
Pupuk Amonium Klorida
(NH4Cl)
02-2581-1992
6
Pupuk Dolomit
[CaMg(CO3)2]
02-2804-1992
Nitrogen
Belerang
Asam bebas sebagai H2SO4
Air
Unsur hara fosfat:
- Yang diserap sebagai P2O5
- Yang larut dalam air sebagai P2O5
Air
Asam bebas sebagai H3PO4
Unsur hara fosfat sebagai P2O5
- Total
- Yang dapat diserap
- Yang larut air
Air
Asam bebas sebagai H3PO4
Zn sebagai ZnO
- Nitrogen Total
- Fosfor larut asam sitrat 2% sebagai P2O5
- Kalium sebagai K2O
- Jumlah kadar N, P2O5 dan K2O
- Kadar air
Nitrogen
Air
Asam bebas sebagai HCl
Magnesium sebagai MgO
Kalsium sebagai CaO
A12O3 + Fe3O3
Air
Silikat sebagai SiO2
Bentuk Tepung
- Lolos saringan 40 mesh
- Lolos saringan 60 mesh
Kalium sebagai K2O
Air
100 %
Maks. 50 %
Min. 60 %
Maks. 0,5 %
Nitrogen
Fosfat sebagai P2O5
Air
Min. 11 %
Min. 48 %
Maks. 1 %
7.
8.
Pupuk Kalium Klorida
(Muriate of
Potash/MOP/KCl)
Pupuk Mono Amonium
Fosfat
[MAP/NH4H2PO4]
02-2805-1992
02-2810-1992
94
Min. 46 %
Min. 40 %
Maks. 4 %
Maks. 4 %
Min. 45 %
Min. 43 %
Min. 35 %
Maks. 5 %
Maks. 5 %
Min. 0,2 %
Min. 6 %
Min. 6 %
Min. 6 %
Min. 30 %
Maks. 2 %
Min. 26 %
Maks. 1 %
Maks. 0,08 %
Min. 18 %
Min. 30 %
Maks. 3 %
Maks. 5 %
Maks. 3 %
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
No.
Judul standar
No. SNI
Parameter analisis
9.
Urea Amonium Fosfat
02-2811-1992
Nitrogen
Fosfat sebagai P2O5
Air
Butiran:
Lolos ayakan Tyler 4 mesh dan tidak lolos
16 mesh
Nitrogen
Fosfat sebagai P2O5
Air
Ukuran butir:
Lolos 6 Tyler mesh tidak lolos 16 Tyler
mesh
Unsur hara fosfat sebagai P2O5
- Total
- Yang dapat diserap
- Yang larut air
Belerang sebagai S
Asam bebas sebagai H3PO4
Air
Unsur hara Phosphor
sebagai P2O5
- Total
- Laurt dalam asam sitrat 2%
- Larut air
Belerang sebagai S
Asam bebas sebagai H3PO4
Zn sebagai ZnO
Air
Boron Oksida (B2O3)
Natrium Oksida (Na2O)
Sulfat (SO4)
Kadmium (Cd)
Keadaan:
- Bentuk
- Warna
pH
Bobot jenis pada 25oC
Total Nitrogen
Bahan Organik
10.
Pupuk Diamonium Fosfat
DAP/(NH4)2HPO4)
02-2858-1992
11.
Pupuk Super Fosfat
02-3769-1995
12.
Pupuk Super Fosfat
(SP36) Plus Zn
02-4873-1998
13.
Pupuk Borat
02-4959-1999
14.
Pupuk Cair Sisa Proses
Asam Amonium (Sipramin)
02-4959-1999
15.
Pupuk Fosfat Alam untuk
Pertanian
02-3776-1995
Uraian
A
Unsur hara fosfat sebagai P2O5
- Total
Min. 28%
- Larut dalam asam
Min. 10%
Sitrat 2%
- Larut dalam asam
Min. 14%
Formiat 2%
Ca dan Mg setara
Min. 40%
CaO
R2O3 (Al2O3 + Fe2O3)
Maks. 3%
Air
Maks. 3%
Kehalusan
- Lolos 80 mesh Tyler
Min. 50%
- Lolos 25 mesh Tyler
Min. 80%
Persyaratan
Min. 90 %
Min. 18 %
Min. 46 %
Maks. 1 %
Min. 80 %
Min. 36 %
Min. 34 %
Min. 30 %
Min. 5 %
Maks. 6 %
Maks. 5 %
Min. 36%
Min. 34%
Min. 30%
Min. 5%
Maks. 6%
0,2 – 0,3 %
Maks. 5%
Min. 45%
Min. 20%
Maks. 0,02%
Maks. 35 ppm
Cair
Coklat kehitaman
5,5 – 6,5
1,10 – 1,20 00
Min. 4,0 %
Min. 8,0 %
Kualitas
B
C
Min. 24%
Min. 8%
Min. 18%
Min. 6%
Min. 14%
Min. 35%
Min. 40%
Min. 35%
Maks. 6%
Maks. 3%
Maks. 15%
Maks. 3%
Min. 50%
Min. 80%
Min. 50%
Min. 80%
Pupuk Organik, yaitu pupuk yang berasal dari sisa tanaman, hewan atau
manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk cair
maupun padatan yang antara lain dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah,
95
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
dapat meningkatkan daya menahan air, kimia tanah, biologi tanah, dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Untuk pupuk padatan mengandung bahan organik minimal 25%.
2. Untuk pupuk cair mengandung senyawa organik minimal 10%.
3. Pupuk padat mempunyai perbandingan C dan N maksimal 15.
Spesifikasi kandungan hara pupuk organik disajikan dalam Tabel 2 dan
kandungan hara beberapa pupuk kandang dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi hara dalam bahan organik dari sisa tanaman.
Tanaman
N
P
K
Ca
Mg
Fe
..……… % ……….
Cu
Zn
Mn
B
………. mg/kg ………
Gandum
2,80
0,36
2,26
0,61
0,58
155
28
45
108
23
Jagung
2,97
0,30
2,39
0,41
0,16
132
12
21
117
17
Kc. tanah
4,59
0,25
2,03
1,24
0,37
198
23
27
170
28
Kedelai
5,55
0,34
2,41
0,88
0,37
190
11
41
143
39
Kentang
3,25
0,20
7,50
0,43
0,20
165
19
65
160
28
Ubi jalar
3,76
0,38
4,01
0,78
0,68
126
26
40
86
53
Jerami padi
0,66
0,07
0,93
0,29
0,64
427
9
67
365
-
Sekam
0,49
0,05
0,49
0,06
0,04
173
7
36
109
-
Bt. jagung
0,81
0,15
1,42
0,24
0,30
186
7
30
38
-
Bt. gandum
0,74
0,10
1,41
0,35
0,28
260
10
34
28
-
Serbuk kayu
1,33
0,07
0,60
1,44
0,20
999
3
41
259
-
Sumber: Tan (1993)
Tabel 3. Kandungan hara beberapa pupuk kandang.
Sumber
N
P
K
Ca
Mg
S
Fe
Sapi perah
0,53
0,35
0,41
0,28
0,11
0,05
0,004
Sapi daging
0,65
0,15
0,30
0,12
0,10
0,09
0,004
Kuda
0,70
0,10
0,58
0,79
0,14
0,07
0,010
Unggas
1,50
0,77
0,89
0,30
0,88
0,00
0,100
Domba
1,28
0,19
0,93
0,59
0,19
0,09
0,020
Sumber: Tan (1993)
96
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Bahan Pembenah Tanah (Soil Conditioner), yaitu bahan yang dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia tanah dan/atau dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan pupuk. Termasuk dalam bahan pembenah tanah adalah dolomit, kapur
pertanian/batu kapur, kapur fosfatan, zeolit, gipsum. Spesifikasi kandungan hara
beberapa bahan amelioran dapat dilihat dalam Tabel 4.
Sasaran penggunaannya ditujukan pada lahan yang memerlukannya secara selektif.
Kriteria bahan pembenah tanah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Tidak harus mengandung N, P, K.
Kandungan selain N, P, K lebih dari 10%.
Bukan sebagai pupuk sumber unsur hara bagi tanaman.
Dapat berupa campuran mineral primer.
Pupuk Mikroba, yaitu formulasi inokulum mikroba yang dapat menambah/
meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah misalnya penambat N, mikroba
pelepas P, mikroba dekomposer. Untuk menjamin efektivitas penggunaannya produk
pupuk mikroba harus disertai sertifikat jaminan mutu dan dalam label dicantumkan
cara penggunaan, penyimpanan serta mutu hasilnya. Pupuk mikroba hendaknya
disertai masa berlaku dan saat kedaluwarsa. Persyaratan mutu inokulum mikroba
apabila populasi mikroba yang dimaksud berkisar 106 - 109 sel setiap gram atau setiap
ml.
Pupuk Pelengkap, yaitu pupuk yang penggunaannya ditujukan untuk
melengkapi penggunaan pupuk makro. Termasuk dalam pupuk pelengkap adalah
pupuk yang kandungan utamanya unsur hara makro sekunder dan hara mikro. Pupuk
yang dikelompokan dalam hara makro sekunder ialah yang mengandung unsur Ca,
Mg, dan S, walaupun umumnya pupuk tunggal dan majemuk serta amelioran cukup
banyak mengandung ketiga unsur tersebut. Beberapa jenis pupuk sumber hara
sekunder yaitu antara lain kieserit, oksida magnio, dan sulfomag.
Tabel 4. Spesifikasi kandungan hara beberapa amelioran.
No.
1.
Amelioran
Dolomit
Senyawa utama
CaMg(CO3)2
Kandungan hara
Mg sebagai MgO
Min. 18%
Ca sebagai CaO
min. 30%
2.
Batu kapur
CaCO3
Tara CaCO3 min.
85%
3.
Kapur fosfatan
-
4.
Zeolit
Al-Silikat
Tara CaCO3 min.
85%
P2O5 total min.
5%
P2O5 as. sitat 2%
min. 2%
KTK 100-300
me/100g
97
Keterangan
40 msh
100%
SNI
02-28041992
60 msh
maks. 50%
40 msh
100%
60 msh
maks. 50%
10 msh
100%
80 msh
maks. 50%
Sedang
direvisi
02-04821984
Sedang
direvisi
02-04821984
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
5.
Bahan organik
Seperti: pk.
hijau, pk.
kandang,
kompos
Sisa tanaman
dan atau batang
berdekomposisi
C/N = (15-30) %
unsur-unsur hara
bervariasi
-
Kriteria pupuk pelengkap berupa cair atau padatan sebagai berikut:
1. Kandungan N, P2O5, K2O masing-masing kurang dari 10%.
2. Kandungan utama adalah unsur hara makro sekunder dan hara mikro.
3. Untuk pemberian melalui daun, sumber hara mikro harus larut dalam air.
Spesifikasi kandungan hara beberapa pupuk mikro disajikan dalam Tabel 5.
Pupuk hara mikro umumnya belum mempunyai SNI tetapi mempunyai Nomor
Kelompok Komoditi Industri (KKI).
Tabel 5. Spesifikasi kandungan hara beberapa pupuk sumber hara sekunder.
No.
1.
Kieserit
2.
3.
Oksida magnio
Sulfomag
Senyawa Utama
MgSO4.7H2O
MgSO4.H2O
MgO
Dolomit + P-Alam + S
Kandungan Hara
min. 25% MgO
maks. 25% S
55,0 % MgO
(P2O5 : MgO : SO4
= 10 : 10 : 10)
(P2O5 : MgO : SO4
= 20 : 4 : 10)
SNI
02-28071992
-
Tabel 6. Spesifikasi kandungan hara beberapa pupuk hara mikro (semua pupuk
mikro belum mempunyai SNI).
Jenis
KKI*
Seng (Zn)
Seng sulfat
Oksida seng
Seng karbonat
Khelat seng
Besi (Fe)
Ferro sulfat
Ferri sulfat
Ferro karbonat
Khelat besi
Tembaga (Cu)
Tembaga sulfat
2412601
0101
0102
0103
0104
2412602
0201
0202
0203
0204
241603
0301
Oksida tembaga
0302
Khelat - tembaga
Mangan (Mn)
Mangan sulfat
Oksida mangan
Mangan karbonat
Khelat mangan
0303
2412604
0401
0402
0403
0404
Senyawa utama
ZnSO4.H2O
ZnO
ZnCO3
Na2EDTA
Senyawa
FeSO4.7H2O
Fe2(SO4)3.4H2O
FeCO3.H2O
Fe DTPA, Fe EDTA
Senyawa
CuSO4.H2O
CuSO4.5H2O
CuO, Cu2O
Na2Cu EDTA
Cu PF
Senyawa
MnSO4.4H2O
MnO
MnCO3
Mn EDTA, Mn PF
98
Kandungan hara
% Zn
36,0
78,0 - 80,0
52,0
9,0 - 14,0
% Fe
20,0
20,0
42,0
10,0; 9,0 - 12,0
% Cu
35,0
25,0
75,0; 89,0
130
6,0
% Mn
24,0
67,0 - 70,0
31,0
12,0; 8,0
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Boron (B)
Boraks
Borate
Asam boraks
Oksida boraks
Molybdenum (Mo)
Amonium molybdate
Trioksida molybdate
Sodium molybdate
Molybdate sulfids
2412605
0501
0502
0503
2412606
0601
0602
0603
0604
Senyawa
Na2B4D7.10H2O
Na2B4D7.5H2O
H3BO3
B2O3
Senyawa
(NH4)3Mo7O24.2H2O
MoO3
Na2MoO4.2H2O
MoS2
%B
11,0
15,0 - 21,0
20,0
31,0
% Mo
54,0
66,0
39,0
60,0
*) KKI: Kelompok Komoditi Industri Departemen Perindustrian Ditjen Kimia Organik dan
An-organik
Monitoring Spesifikasi Mutu Pupuk Alternatif
Pupuk alternatif harus mempunyai kualitas yang stabil/sama dengan spesifikasi mutu
saat didaftarkan. Hasil analisis contoh pupuk yang dilakukan secara periodik harus
menunjukkan bahwa kandungan mikroba/hara/zat aktif paling sedikit sama seperti spesifikasi
mutu saat didaftarkan. Periode pengambilan contoh pupuk untuk pengawasan mutu sebagai
berikut:
1. Pupuk yang dihasilkan oleh pabrikasi besar pengambilan contoh pupuk dilakukan
1-2 tahun sekali.
2. Pupuk yang dihasilkan oleh pengusaha kecil pengambilan contoh pupuk
dilakukan 6-12 bulan sekali.
UJI MUTU DAN EFEKTIVITAS PUPUK
Salah satu kriteria yang harus dipenuhi dalam rangka pendaftaran suatu
pupuk baru adalah memenuhi kriteria uji mutu yang disyaratkan serta lolos uji
efektivitas pupuk. Uji mutu pupuk adalah analisis komposisi dan kadar hara pupuk
yang dilakukan di laboratorium kimia berdasarkan metode analisis yang ditetapkan.
Sedangkan uji efektivitas pupuk adalah pengujian manfaat penggunaan atau
efektivitas pupuk dalam meningkatkan produksi tanaman dan efisiensi ekonomisnya.
Metodologi
Uji mutu dan efektivitas pupuk terdiri dari 3 tahap kegiatan yaitu: (1) survei
kualitas pupuk; (2) analisis kadar hara pupuk; (3) pengujian di lapang.
Survei kualitas pupuk
Untuk mengetahui jenis dan kualitas pupuk serta mendeteksi adanya penyimpangan
kualitas pupuk yang beredar di lapangan, maka harus dilakukan survei pengambilan contoh
pupuk. Jenis pupuk yang akan diteliti dapat berasal dari berbagai jenis pupuk alternatif,
seperti pupuk an-organik, pupuk organik, pupuk pelengkap, dsb. seperti yang telah diuraikan
di bagian depan petunjuk teknis ini.
Agar contoh pupuk yang diuji dapat mewakili kondisi yang ada di lapangan
(daerah kerja) maka harus diupayakan menggunakan metode pengambilan contoh
strata berlapis. Misalkan strata-1 adalah wilayah kerja administrasi (kecamatan);
strata-2 adalah desa dan strata-3 adalah jumlah toko/kios pupuk. Misalkan daerah
kerja A mempunyai 3 kecamatan yang masing-masing mempunyai 5 desa, dan pada
99
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
setiap desa mempunyai banyak sekali kios pupuk. Maka jumlah contoh pupuk yang
diambil = Σ Kecamatan x Σ Desa x A Kios. Jumlah kios pupuk yang disurvei atau
diambil contoh pupuknya (A) sangat tergantung dari besar kecilnya atau maju
tidaknya desa itu bagi pengembangan pertanian. Apabila Desa Maju Makmur
merupakan sentra produksi padi maka otomatis di desa tersebut mempunyai kios
pupuk yang lebih banyak dibandingkan Desa Sumber Jaya yang bukan areal
pertanian. Oleh sebab itu, contoh pupuk yang diambil dari Desa Maju Makmur harus
lebih banyak dari Desa Sumber Jaya. Pertimbangan semacam itu harus ditentukan
sebelum survei dilaksanakan.
Langkah kerja
1. Menentukan daerah suvei.
2. Pengambilan contoh pupuk sesuai cara standar teknis yang telah dijelaskan di
bagian depan Juknis ini.
3. Pemberian label yang jelas sesuai dengan kondisi pupuk saat ditemukan (nama
pupuk, kadar hara yang tertera pada label pembungkus, nama kios, desa, dsb.).
4. Pengemasan. Masing-masing contoh pupuk harus disimpan dalam kantong
terpisah dengan label yang jelas.
5. Pengiriman ke laboratorium untuk pengujian kadar hara pupuk.
Analisis kadar hara pupuk
Contoh pupuk dikirimkan ke laboratorium kimia yang mempunyai
kemampuan analisis pupuk. Agar diketahui bahwa tidak semua laboratorium
mempunyai kemampuan untuk menganalis kimia pupuk. Khusus untuk contoh
pupuk mikroba (misal EM4) maka harus dikirimkan ke Laboratorium Biologi yang
mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi jenis dan aktivitas mikroba yang
terkandung dalam pupuk. Oleh karena itu, agar hasil analisis kadar hara pupuk
mempunyai kualitas baik dan dapat dipercaya, maka haruslah dipilih laboratorium
yang baik, misal di BPTP, Puslitbang/Balit, atau Perguruan Tinggi.
Jenis analisis yang diminta adalah hara seperti yang tertera pada label
kemasan. Sebagai contoh ditemukan pupuk majemuk alternatif A dengan kandungan
hara utama N, P, K, Ca, dan Mg serta berbagai unsur mikro. Maka harus dimintakan
analisis untuk N, P, K dan unsur mikro. Contoh lain adalah pupuk mikroba Z yang
mengandung segala macam bakteri yang bermanfaat, maka harus dimintakan analisis
mengenai jenis, jumlah dan aktivitas mikroba yang terkandung dalam pupuk.
Analisis data kandungan hara pupuk
1. Data hasil analisis kadar hara pupuk dari laboratorium dipelajari dan dicocokan
dengan label yang tertera di dalam kemasan pembungkus serta diuji dengan kadar
hara Standar Mutu Pupuk Indonesia (SNI) yang berlaku bila pupuk tersebut telah
mempunyai SNI. Namun untuk pupuk an-organik yang belum mempunyai SNI
maka kriteria kadar hara minimal harus sesuai dengan yang disyaratkan dalam
Lampiran 3 Keppres tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pupuk An-organik.
Pupuk yang lolos uji mutu adalah pupuk-pupuk yang kandungan hara minimalnya
sesuai dengan yang tertera dalam label kemasan. Apabila diketahui bahwa kadar
100
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
hara dalam pupuk yang sesungguhnya berbeda dengan label pembungkus dan
standar pupuk SNI, maka dapat dikatakan bahwa pupuk yang bersangkutan tidak
sesuai. Namun demikian, memerlukan pertimbangan teliti dari berbagai aspek
untuk menilai suatu pupuk layak digunakan atau tidak.
2. Jenis pupuk alternatif yang dicurigai palsu namun telah banyak beredar dan
digunakan petani di lapangan layak dipilih untuk digunakan dalam pengujian
lapang.
3. Jumlah pupuk yang akan diteliti/diuji di lapang harus disesuikan dengan dana dan
tenaga yang tersedia.
Pengujian Lapang
Pengujian lapang bertujuan untuk mengetahui manfaat atau efektivitas pupuk
dalam meningkatkan produksi tanaman. Jenis dan jumlah pupuk yang diuji adalah
hasil seleksi dari pengujian mutu pupuk pada penelitian sebelumnya.
Metodologi :
1. Tempat/lokasi: sawah/tegalan dalam hamparan yang luas tidak ternaungi pohon
serta mudah dijangkau karena merupakan bagian dari penyuluhan.
2. Waktu: minimal dilaksanakan selama 2 musim tanam.
3. Luas petak/plot: Padi
= 6x5m
Jagung = 5 x 8 m
Kedelai = 5 x 4 m.
4. Perlakuan: jumlah pupuk yang diuji maksimal 3
a. Kontrol parsial (tanpa pupuk yang diuji)
b. NPK rekomendasi
c. Pupuk alternatif A
d. Pupuk alternatif B
e. Pembanding A (kadar hara setara pupuk A)
f. Pembanding B (kadar hara setara pupuk B).
4. Rancangan: Rancangan Acak Kelompok diulang 3 kali.
5. Cara pemupukan: sesuai dengan petunjuk dalam kemasan pupuk alternatif atau
Juknis penerapan pupuk alternatif.
6. Pengamatan : - sifat kimia tanah sebelum percobaan (tekstur, pH, C-organik,
KTK, NTK, KB)
- pertumbuhan dan produksi tanaman.
7. Analisis data: - analisis sidik ragam
- pengujian beda nyata Duncan (DMRT)
- analisis ekonomi (B/C rasio).
Berdasarkan hasil pengujian secara statistik dan visual di lapang, maka dapat
disimpulkan tingkat efektifitas pupuk yang diuji. Pupuk dianggap baik dan efektif
apabila: (1) perlakuan pupuk yang diuji mempunyai hasil yang lebih baik atau
minimal setara dengan perlakuan pupuk NPK pembanding; (2) hasil analisis ekonomi
yang menguntungkan.
Keterangan lokasi percobaan meliputi: analisis contoh tanah sebelum dan
setelah percobaan tekstur, pH, C-organik, Nilai Tukar Kation (NTK), Kapasitas
101
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB), agroekosistem (lahan sawah, kering,
rawa) tingkat pengelolaan lahan dan tingkat produksi serta pola tanam. Nama jenis
tanah minimal Subgrup dalam Soil Taxonomy USDA.
Contoh perlakuan uji efektivitas
1. Contoh 1 jenis pupuk alternatif majemuk P tetapi diuji taraf pemupukan (3
label)
a. Kontrol lengkap
b. Tanpa P + N + K (partial kontrol)
c. Pupuk alternatif + N (urea) + K (KCl) dosis anjuran
d. Pupuk SP36 setara pupuk alternatif + N (Urea) + K (KCl)
e. Di bawah anjuran pupuk alternatif + N + K
f. Di atas anjuran pupuk alternatif + N + K
g. Pupuk SP36 setara no 5. + N + K
h. Pupuk SP36 setara no 6. + N + K
2. Contoh 3 jenis pupuk majemuk alternatif
a. Kontrol
b. NPK
c. GP20 + NK (A)
d. SPN + NK (B)
e. Sulfomag + NK (C)
f. SP36 setara A + NK
g. SP36 setara B + NK
h. SP36 setara C + NK
3. Contoh 4 jenis pupuk majemuk alternatif
a. Kontrol parsial
b. NPK rekomendasi
c. NPK tawon
d. NPK mutiara
e. NPK semut
f. Ponska
g. Pupuk tunggal NPK setara tawon
h. Pupuk tunggal NPK setara mutiara
i. Pupuk tunggal NPK setara semut
j. Pupuk tunggal NPK setara Ponska
PENUTUP
Petunjuk teknis uji mutu dan uji efektivitas pupuk alternatif ini diharapkan dapat
dipakai sebagai pedoman bagi penilaian kelayakan pemakaian pupuk oleh instansi terkait.
Dengan demikian pupuk yang dipakai petani sesuai dengan pupuk yang disarankan pejabat
berwenang yaitu pupuk yang terjamin mutu dan manfaatnya bagi pertumbuhan dan hasil
tanaman dan meningkatkan pendapatan petani. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam
Juknis ini masih terdapat ketidaksesuaian dengan kondisi lapang. Oleh karena itu, masukan
dari semua pihak sangat diharapkan untuk perbaikan Juknis ini.
102
BP2TP
JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1999. Pedoman umum
penerapan pupuk alternatif pada tanaman pangan dan hortikultura. Petunjuk
Teknis Operasional Penerapan Pupuk Alternatif pada Tanaman Pangan dan
Hortikultura. Disampaikan dalam Forum Koordinasi dan Konsultasi
pemanfaatan pupuk alternatif dalam mendukung Gema Palagung 2001.
Lembaga Penelitian Tanah. 1974. Beberapa Tinjauan tentang Pengawasan Kualitas Pupuk di
Amerika Serikat. Lap. Bagian Kesuburan No.12.
Tan, K. H. 1993. Principles of soil chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York. 362 pp.
103
BP2TP
Download