JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN PETUNJUK TEKNIS PENELITIAN DAN PENGKAJIAN NASIONAL SUMBERDAYA LAHAN 1. Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) Skala 1 : 50.000 (Model 1) 2. Pembuatan Peta Status P dan K Lahan Sawah Skala 1 : 50.000 Serta Percobaan Pemupukan 3. Penyusunan Peta Satuan Evaluasi Lahan untuk Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1 : 50.000 Melalui Analisis Terrain 4. Pengkajian Analisis Data dan Informasi Iklim untuk Menekan Resiko Pertanian 5. Kalibrasi Uji Tanah Hara P dan K di Lahan Kering untuk Tanaman Jagung 6. Pembinaan Pengujian Pupuk Alternatif BALAI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2003 1 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN 1. Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) Skala 1:50.000 (Model-1) PENDAHULUAN Dalam rangka mendukung program ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis diperlukan data dan informasi sumber daya lahan yang akurat. Kegagalan pembangunan pertanian sering diakibatkan oleh tidak lengkapnya data dan informasi sumberdaya lahan. Penyusunan peta Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:250.000 telah dilaksanakan oleh BPTP di seluruh Indonesia. Peta tersebut bermanfaat sebagai acuan dasar pada tingkat perencanaan regional atau nasional, sedangkan untuk pemanfaatannya pada skala operasional perlu ditindaklanjuti dengan skala yang lebih besar yaitu 1:50.000. Penilaian kesesuaian lahan sebagai dasar untuk menyusun peta pewilayahan komoditas pada berbagai zona agroekologi akan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pemanfaatan peta ZAE secara operasional. Dalam penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 diperlukan tenaga peneliti dan teknisi yang terampil dan mampu memanfaatkan data dan informasi sumberdaya lahan secara optimal. Agar kegiatan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian dapat dilaksanakan secara seragam di seluruh BPTP, perlu disusun Petunjuk Teknis (Juknis) yang dapat membimbing staf peneliti BPTP dalam melaksanakan kegiatannya. Untuk mencapai hasil yang optimal, pembinaan dan sosialisasi petunjuk teknis perlu dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak) maupun di masing-masing BPTP. Petunjuk Teknis diperlukan oleh BPTP sebagai acuan dasar dalam penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000. Petunjuk ini menyajikan tahapan penelitian dan metode penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan agroekologi. Petunjuk Teknis Model-1 disusun dalam rangka membakukan metode penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agroekologi skala 1:50.000 untuk daerah yang telah tersedia data/peta tanahnya. Dengan tersusunnya Petunjuk Teknis ini diharapkan peta pewilayahan komoditas pertanian dapat disusun dengan metode dan pendekatan yang sama di seluruh BPTP. Di samping itu, optimalisasi dan efektivitas pembinaan tenaga/sumber daya manusia di BPTP dapat ditingkatkan. PENYIAPAN DATA Pemilihan Lokasi Lokasi daerah penelitian dipilih berdasarkan data spasial (peta) maupun data dalam bentuk basisdata atributnya. Pemilihan lokasi beserta luasan lahan diserahkan kepada masing-masing BPTP berdasarkan ketersediaan data dari Puslitbangtanak (Lampiran 1). Tahapan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 disajikan dalam Gambar 1. 2 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN Survei lapang/ data SDL Analisis tanah Site & Horison RSS RMUS Database SSA3 Database SHDE4 Program SDPLE Peta tanah digital Karakterisasi tanah dan iklim Evaluasi lahan dengan program ALES Hasil evaluasi Program review Peta kesesuaian lahan MODUL MPK • Dengan mempertimbangkan • Hasil evaluasi lahan • Penggunaan lahan • Kelayakan usahatani • Prioritas unggulan daerah Verifikasi lapang Peta pewilayahan komoditas Gambar 1. Tahapan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000. 3 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data spasial dan data tabular atau basisdata tanah, data iklim, dan sosial-ekonomi. Data spasial - Peta dasar - Peta tematik : Peta topografi/rupa bumi, skala 1:50.000. : Peta tanah, peta penggunaan lahan, dan peta administrasi, masing- masing skala 1:50.000. Basisdata tanah Basisdata tanah yang dikumpulkan terdiri dari basisdata morfologi tanah atau Site and Horison (SH), basis data Soil Sample Analysis (SSA), dan Maping Units Description (MUD) atau Representative Soil Series (RSS). Ketiga jenis data tersebut tersedia di Puslitbangtanak. Data iklim Data iklim yang diperlukan berupa data curah hujan, temperatur, dan kelembaban udara. Data iklim diambil di daerah penelitian masing-masing. Penyiapan Peralatan Untuk memperlancar proses pembinaan diperlukan beberapa peralatan (seperangkat komputer dan peralatan lapang) yang disediakan di masing-masing BPTP dengan spesifikasi sebagai berikut: Komputer (spesifikasi minimum) Hard ware: Soft ware: PC Pentium 133, RAM 32 MB, HD 1,2 GB atau lebih besar. Printer Deskjet colour ukuran A3. Sistem operasi Windows 95, Microsoft Office, dbase IV atau Foxpro, program ALES versi 4.65, ArcView versi 3.1 atau Map Info versi 4,0. Peralatan Lapang Setiap BPTP perlu menyediakan peralatan untuk observasi tanah di lapang minimal dua set terdiri dari: bor tanah (mineral dan gambut), pisau lapang, Muncell Soil Color Charts, pH truogh, kompas, abney level, altimeter, dan loupe. Di samping peralatan tersebut juga diperlukan “form isian” untuk mencatat hasil pengamatan tanah di lapangan serta petunjuk pengisiannya. Keduannya dapat diperoleh di Puslitbangtanak. EVALUASI LAHAN Sebelum evaluasi lahan, terlebih dahulu dilaksanakan kegiatan yang meliputi penyiapan data, penyusunan model evaluasi, dan penyajian hasil evaluasi lahan. Rangkaian kegiatan ini dilaksanakan secara terkomputerisasi. Penyiapan Data Penyiapan data untuk keperluan evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan program mediator SDPLE (Soil Data Processing for Land 4 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN Evaluation). Data yang digunakan adalah basisdata morfologi tanah atau Site and Horison (SH), basisdata Soil Sample Analysis (SSA), dan Maping Units Description (MUD) atau Representative Soil Series (RSS). Cara pengoperasian program ini dapat dilihat dalam TR No. 19 Version I, LREP II (1996). Apabila data yang tersedia tidak dalam bentuk basisdata digital atau berasal dari hasil pengumpulan baru, maka data karakteristik lahan terlebih dahulu dientri secara manual dengan menggunakan program basisdata yang tersedia di Puslitbangtanak. Penyusunan Model Evaluasi Lahan Tahapan penyusunan model evaluasi lahan adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan tipe penggunaan lahan atau LUT (Land Use Type). 2. Menentukan persyaratan tumbuh tanaman atau LUR (Land Use Requirement) untuk setiap LUT. 3. Memilih karakteristik lahan atau LC (Land Characteristic) setiap LUR untuk masing-masing LUT. 4. Menyusun pohon keputusan atau DT (Decision Tree). Penyusunan keempat tahapan tersebut telah disiapkan oleh Tim Puslitbangtanak. Prosedur penyusunan model evaluasi lahan secara rinci mengacu pada TR No. 18 Version 3.0 (1997). Tipe Penggunaan Lahan atau LUT (Land Use Type) Penggunaan lahan yang diuraikan secara detail menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan, dan keluaran yang diharapkan secara spesifik. Menurut sistem dan modelnya, LUT dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound. LUT multiple terdiri lebih dari satu jenis penggunaan lahan atau komoditas yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama pada sebidang lahan. Contoh, cengkeh ditanam secara bersamaan dengan vanili atau pisang. LUT compound terdiri lebih dari satu jenis penggunaan lahan atau komoditas yang diusahakan secara berurutan atau rotasi atau bersamaan pada sebidang lahan. Contoh, suatu perkebunan besar, sebagian areal secara terpisah (blok) digunakan untuk tanaman karet, dan blok lainnya untuk kelapa sawit. Persyaratan Tumbuh Tanaman atau LUR (Land Use Requirement). Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, tanaman memerlukan persyaratan tumbuh tertentu. Persyaratan tersebut antara lain adalah faktor iklim (suhu, kelembaban, curah hujan), media perakaran (drainase, tekstur, kedalaman efektif), kesuburan tanah (kandungan bahan organik, fosfat, dan kalium), dan kondisi terrain (relief, keadaan batuan di permukaan). Karakteristik Lahan atau LC (Land Characteristic) Setiap lahan yang digunakan dalam evaluasi mempunyai interaksi antara satu karakteristik dengan karakteristik lainnya. Oleh karena itu, dalam evaluasi lahan perlu mempertimbangkan kualitas penggunaannya. Sebagai contoh, ketersediaan air ditentukan oleh bulan kering dan curah hujan, tetapi air yang dapat diserap tanaman bergantung pada media perakaran (tekstur dan kedalaman efektif). 5 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN Pohon Keputusan atau DT (Decision Tree) Pengambilan keputusan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan mempunyai hierarki bertingkat dan ditentukan oleh satu atau lebih karakteristik lahan yang mempunyai kaitan erat antar satu dengan lainnya. Model ini membentuk semacam pohon dengan rantingnya sehingga disebut sebagai pohon keputusan (Decision Tree). Keputusan penilaian dilakukan berdasarkan tingkatan kendala atau pembatas (severity level), mulai dari yang paling rendah hingga tingkat tertinggi. Tingkatan kendala setiap karakteristik lahan berbeda menurut nilainya. Misalnya lahan dengan pH 3,0 mempunyai tingkat kendala yang lebih tinggi daripada pH 5,5. Lahan dengan pH 3,0 dapat diputuskan sebagai lahan yang tidak sesuai (N) sehingga tidak perlu dipertimbangkan karakteristik lahan lainnya. Lahan dengan pH 5,5 masih bergantung pada karakteristik lahan lainnya, misalnya kedalaman tanah. Apabila kedalaman tanah pada lahan tersebut (pH 5,5) tergolong dangkal diputuskan sebagai lahan tidak sesuai (N) dan tidak diperlukan informasi karakteristik lahan lainnya. Lahan dengan pH 5,5 diputuskan sebagai lahan sesuai (S). Evaluasi Lahan Evaluasi lahan dilakukan dengan bantuan program ALES (Automated Land Evaluation System). Cara pengoperasian program ALES secara detil dapat dilihat dalam User Manual Version 4.65 (Rositer and van Wambeke, 1997) atau Petunjuk Pengoperasian Program ALES (Marwan et al., 1998) Data yang disiapkan untuk keperluan evaluasi lahan terdiri atas data satuan peta (mapping unit) dan karakteristik lahan (land characteristic). Terdapat dua cara dalam penyiapan data untuk evaluasi lahan dalam program ALES, yakni: (1) data dientri secara manual dalam program ALES; (2) data dientri dengan bantuan program pengolah data (Lotus-123, MS Excel) atau database management (dBase, Foxbase). Untuk penyusunan peta pewilayahan komoditas telah tersedia data dalam format database (LREP2). Dalam program ALES terdapat fasilitas impor data dari format database ke ALES. Namun karena tidak semua variabel yang ada dalam database tersebut digunakan untuk keperluan evaluasi lahan, maka dilakukan seleksi dan kalkulasi data terlebih dahulu dengan bantuan program SDPLE (Soil Data Processing for Land Evaluation). Penyajian hasil evaluasi lahan dalam wujud spasial atau peta dilakukan dengan cara mengimpor data tabulasi ke dalam format GIS. Penyajian peta kesesuaian lahan dapat dibuat berdasarkan jenis komoditas pertanian dengan menggunakan program ArcView. VERIFIKASI LAPANGAN Validasi Hasil Evaluasi Hasil penilaian evaluasi lahan berupa data tabular maupun peta kesesuaian lahan masing-masing komoditas perlu diverifikasi dan divalidasi di lapangan. Verifikasi data sangat diperlukan, baik berupa data bio-fisik lingkungan maupun data iklim. Parameter tanah yang menjadi faktor pembatas dalam evaluasi lahan perlu diperhatikan, seperti kondisi terrain (lereng, torehan, keadaan batuan di permukaan, 6 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN dan kemungkinan bahaya banjir), media perakaran (kedalaman efektif, tekstur, drainase, struktur tanah, density, dan kemasakan tanah), dan beberapa sifat kimia tanah yaitu reaksi tanah, bahan sulfidik, dan kandungan bahan organik. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara data yang ada dengan kenyataan di lapangan, maka data tersebut perlu diperbaiki. Validasi dilakukan juga untuk mengkaji apakah model yang digunakan dalam penilaian sudah sesuai dengan kondisi setempat. Validasi dilakukan untuk mencocokkan data dan peta kesesuaian lahan dari hasil penilaian di kantor (desk work) dengan kenyataan di lapangan. Validasi dilakukan terhadap hasil penilaian kesesuaian lahan melalui pengecekan LUT, LUR, LC, dan perbaikan DT. Selain itu, dalam verifikasi di lapangan, Puslitbangtanak juga akan membantu dan membimbing dalam rangka pembinaan yang meliputi pengamatan sifat morfologi tanah, cara pengambilan contoh tanah, dan cara pencatatan sistem informasi untuk basisdata tanah. Pengumpulan Data Sosial-Ekonomi Pengumpulan data sosial-ekonomi dilakukan oleh Tim Sosek dari masingmasing BPTP. Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan melalui survei Sosek tersendiri, ataupun bersamaan dengan tim teknis pada saat verifikasi lapangan. Pengumpulan data Sosek sebaiknya mengacu kepada penyebaran poligon-poligon satuan lahan, sehingga Tim Sosek tidak terlepas dari tim teknis secara keseluruhan. Data sosial-ekonomi diperlukan sebagai bahan informasi untuk menentukan komoditas unggulan berdasarkan kelayakan usahatani atau investasi pengusahaannya. Analisis usahatani digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman semusim, seperti tanaman padi, palawija, dan sayuran. Suatu usahatani tanaman tertentu dikatakan layak apabila nilai R/C-nya lebih besar atau sama dengan nilai yang ditetapkan. Semakin besar nilai R/C semakin tinggi tingkat kelayakan usahatani. Apabila terdapat lebih dari satu tanaman yang layak berdasarkan nilai R/C, maka digunakan indikator biaya produksi terkecil. Sebagai contoh data analisis usahatani beberapa tanaman pangan disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Indikator kelayakan investasi usahatani tanaman pangan (data tentatif). Jenis tanaman Kedelai Kedelai Padi gogo Padi gogo Padi gogo Padi gog Padi sawah Padi sawah Padi sawah Padi sawah Ubi jalar Ubi jalar Ubi jalar Ubi jalar Tipologi lahan Dfl Wrr Dfc Wrb Wrr Dfc Dfc Wrb Wrr Wri Dft Wrb Wri Wrr Biaya produksi (Rp) 2.000.000 2.000.000 1.500.000 2.200.000 1.500.000 1.500.000 2.000.000 1.800.000 2.000.000 1.941.475 1.500.000 1.800.000 1.300.000 1.300.000 7 Penerimaan (Rp) 3.250.000 3.800.000 2.000.000 2.000.000 2.500.000 2.000.000 2.000.000 2.300.000 2.750.000 5.677.129 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 RCR 1,63 1,90 1,33 0,91 1,67 1,33 1,00 1,28 1,37 2,95 3,00 1,11 1,54 1,54 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN Jenis tanaman Tipologi lahan Biaya produksi (Rp) Ubi kayu Wri 2.000.000 Ubi kayu Wrr 2.000.000 Cabai merah Wri 4.360.850 Tomat Wri 11.637.500 Kedelai Wri 1.511.327 Kacang tanah Dfl 1.954.047 Jagung Dfc 2.370.250 Keterangan: RCR: Revenue cost ratio Wri: Sawah irigasi Wrb: Sawah di lahan payau Wrr: Sawah di lahan rawa Dfc: Tanaman pangan serealia di lahan kering Dfl: Tanaman pangan leguminose di lahan kering Dft: Tanaman pangan umbi-umbian di lahan kering Penerimaan (Rp) 4.000.000 5.000.000 20.127.031 26.250.000 2.275.000 2.933.247 3.600.000 RCR 2,00 2,50 1,41 2,29 1,51 1,48 1,52 Peluang atau kelayakan investasi dengan analisis finansial digunakan sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman tahunan (misalnya kelapa sawit, karet, dan kakao). Indikator yang diperhatikan untuk menganalisis kelayakan ekonomi pengelolaan usahatani tersebut adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefid Cost Ratio (BCR). Suatu investasi untuk usaha tanaman tahunan tertentu dikatakan layak apabila nilai indikator tersebut lebih besar atau sama dengan nilai yang ditetapkan. Data analisis investasi dari beberapa tanaman tahunan disajikan dalam Tabel 2. Indikator kelayakan sosial-ekonomi dapat diperoleh dari hasil analisis usahatani dan investasi, yakni melalui pengumpulan dan pengolahan data biaya produksi, tingkat produksi, dan harga jual. Data harga (Saprodi dan hasil usahatani) dan tingkat upah tenaga kerja diharapkan sudah mencerminkan (mempertimbangkan) kondisi spesifik setempat, misalnya aksesibilitas pasar, jalan, sumber keuangan/kredit, dan ketersediaan tenaga kerja. Data tersebut bersifat dinamis. Oleh karena itu, perlu ada kegiatan verifikasi, yakni pemutakhiran dan validasi data di lapangan setiap periode tertentu. Sumber data untuk analisis usahatani dapat diperoleh dari data sekunder atau data primer hasil wawancara dengan petani yang sudah berpengalaman dalam mengusahakan tanaman tertentu pada tipologi lahan tertentu. Semakin banyak petani yang diwawancarai (responden) untuk mendapatkan data usahatani, makin baik data yang dihasilkan. Pada wilayah yang cukup seragam, misalnya di sentra produksi, jumlah responden untuk mendapatkan data usahatani tanaman dapat lebih sedikit dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sebagai bahan pertimbangan, jumlah responden di daerah produksi adalah 3-5 orang untuk setiap jenis tanaman pada tipologi lahan yang sama. Pada daerah potensial, jumlah responden berkisar 6-10 orang/tanaman/tipologi lahan. Data usahatani atau investasi suatu usahatani didapat dengan mengisi daftar isian atau kuesioner. Pembuatan kuesioner beragam antarindividu. Oleh karena itu, dalam Juknis ini tidak disajikan contoh kuesioner yang spesifik. Sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kuesioner disajikan format analisis usahatani untuk mendapatkan indikator kelayakan usahatani tanaman semusim (Lampiran 2) dan format analisis kelayakan investasi tanaman tahunan (Lampiran 3). Berdasarkan 8 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN format tersebut, peneliti sosial ekonomi pertanian dapat menyusun kuesioner dan melaksanakan wawancara untuk mendapatkan data yang diperlukan. Tabel 2. Indikator kelayakan investasi usahatani tanaman tahunan (data tentatif). Jenis tanaman Tipologi lahan Periode analisis Total investasi (Rp) Jeruk Dhp 10 5.000.000 Jeruk Wrb 10 7.000.000 Kakao Dep 15 6.000.000 Karet Dep 25 4.000.000 Karet Wrb 25 8.000.000 Kayu manis Dep 15 7.000.000 Kelapa Dep 15 6.000.000 Kelapa Wrb 15 9.000.000 Kopi robusta Dep 10 8.000.000 Kopi robusta Wrb 10 9.000.000 Pisang Wrb 3 4.000.000 Rambutan Dhp 15 2.000.000 Rambutan Wrb 15 2.500.000 Sawi Wrb Sawit Dep 20 6.000.000 Sawit Wrb 20 10.000.000 Kopi arabika Dep 10 8.000.000 Kopi arabika Wrb 10 9.000.000 Panili Dep 6 11.445.000 Keterangan: NPV: Net present value IRR: Internal Ratre Return BCR: Benefit Cost Ratio Dhp: Tanaman hortikultura tahunan di lahan kering Wrb: Sawah di lahan pasang surut Dep: Tanaman tahunan perkebunan di lahan kering NPV 94000 50000 20000 28000 -999 28000 -90 -32000 2662776 IRR BCR 29,0 28,0 34,5 31,5 22,5 27,0 26,8 24,0 29,0 26,0 24,0 23,0 22,0 1,60 1,30 2,10 1,80 1,40 2,30 2,00 1,30 2,30 1,60 2,30 1,90 1,60 19,8 14,8 30,0 27,0 69,0 2,00 1,40 2,40 1,70 1,42 Konsultasi dengan Instansi Terkait Konsultasi dengan instansi terkait di daerah sangat diperlukan agar diperoleh masukan untuk menjaga keselarasan pewilayahan komoditas yang disusun dengan kebijakan yang ada di daerah. Aspek-aspek lain dalam pewilayahan komoditas, di antaranya aspek sosial, budaya, kelembagaan, dan peraturan masing-masing daerah setempat perlu dikonsultasikan agar dapat diakomodir dalam penyusunan peta pewilayahan komoditas. PENYUSUNAN PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS Modul Pewilayahan Komoditas Hasil evaluasi lahan menyajikan kelas kesesuaian lahan untuk berbagai komoditas pertanian andalan atau terpilih. Setiap satuan lahan yang dinilai bisa sesuai 9 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN untuk lebih dari satu komoditas. Oleh karena itu, untuk memilih jenis komoditas yang akan dikembangkan di suatu wilayah, perlu dipertimbangkan hal berikut: 1. Kelas kesesuaian lahan. 2. Komoditas andalan/unggulan daerah atau terpilih. 3. Tenaga kerja. 4. Peluang pasar. 5. Aksesibilitas, terutama sarana dan prasarana transportasi. 6. Aspek lainnya (keamanan, sosial budaya, dll). Untuk menyusun peta pewilayahan komoditas pertanian telah disusun Modul Pewilayahan Komoditas (MPK) Versi-1. Untuk memanfaatkan modul tersebut diperlukan tiga macam data utama, yakni: (1) data hasil evaluasi lahan; (2) data peluang investasi; dan (3) data prioritas tanaman. Selain itu, data penggunaan lahan saat ini (present land use) juga diperlukan sebagai salah satu faktor pertimbangan dalam pewilayahan komoditas. Data tersebut diperlukan untuk memperoleh pewilayahan komoditas yang sesuai secara fisik dan layak dikembangkan secara ekonomi. Data hasil evaluasi lahan Data yang diperlukan adalah dalam bentuk tabel kesesuaian fisik lahan untuk masing-masing tipe penggunaan lahan (LUT) pada setiap satuan peta. Data peluang investasi Data peluang investasi adalah berupa parameter ekonomi setiap tanaman yang diusahakan pada tipologi lahan tertentu. Indikator untuk menganalisis kelayakan ekonomi tanaman pangan adalah rasio penerimaan dengan total biaya produksi (R/C), sedangkan untuk tanaman tahunan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefid Cost Ratio (BCR). Data prioritas tanaman Prioritas tanaman adalah urutan tanaman yang diunggulkan/diprioritaskan untuk dikembangkan di suatu daerah. Data prioritas tanaman ini diperoleh dari masing-masing daerah, berdasarkan pertimbangan dan kebijakan Pemda masingmasing. Hasil Pewilayahan Komoditas Pertanian Dengan memanfaatkan data hasil evaluasi lahan, kelayakan usahatani, prioritas tanaman dan penggunaan lahan saat ini, yang diproses melalui modul pewilayahan komoditas tersebut, maka dapat diperoleh hasil pewilayahan komoditas sebagaimana disajikan dalam Tabel 4. Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Hasil penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian disajikan dalam bentuk peta yang dilengkapi dengan legenda dan naskah laporannya. 10 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN Format Peta Pewilayahan Komoditas 1. Sistem proyeksi dan koordinat peta mengikuti peta rupa bumi, yaitu sistem proyeksi TM (Transvere Mercator) dan sistem UTM (Universal Transvere Mercator). Apabila digunakan peta dasar selain peta rupa bumi, yang mempunyai sistem proyeksi yang berbeda, perlu dilakukan proyeksi terhadap sistem yang sama. 2. Skala peta. Peta pewilayahan komoditas disajikan dalam skala 1:50.000. Informasi skala peta dibubuhkan pada peta dalam bentuk skala numerik dan skala grafis/garis. 3. Ukuran dan layout peta. Bentuk dan ukuran lembar peta mengikuti standar indeks peta yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal. Bagian tepi peta diletakkan pada sisi kanan peta, yang berisi informasi tepi. Bentuk peta berupa empat segi panjang dengan ukuran 47 x 55 cm. Untuk mempermudah penyajian dan menjawab kepentingan daerah, peta dapat disajikan berdasarkan batas administratif (kabupaten, kecamatan, atau desa). 4. Informasi peta dasar yang harus disajikan dalam peta pewilayahan komoditas adalah: a. Hidrologi: sungai dan anak sungai, danau, waduk, dan rawa. Sungai utama atau sungai besar digambarkan sebagai poligon cost line. b. Topografi: garis kontur (selang 100 m) dan titik ketinggian tempat. c. Jalan: jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan setapak, dan rel kereta api. d. Pemukiman: pemukiman rapat seperti ibu kota provinsi, ibu kota kabupaten, atau kota besar lainnya digambarkan sebagai poligon. Sedangkan pemukiman tidak rapat digambarkan sebagai titik (berjenjang), misalnya ibukota kecamatan berupa titik berukuran lebih besar daripada desa. e. Batas administrasi: batas provinsi, batas kabupaten, dan batas kecamatan dengan simbol yang berbeda. f. Anotasi yang berupa nama desa, nama kota, nama daerah administrasi dituliskan dengan tinta hitam dengan huruf tegak. Sedangkan anotasi badan air dituliskan dengan tinta biru dengan huruf italik/miring. Klasifikasi tingkat kepentingannya digambarkan dengan jenis huruf kapital atau huruf kecil. g. Informasi tepi: judul peta, skala peta, arah utara, legenda, angka koordinat, peta indeks, dsb. h. Informasi lain: sumber data, tim penyusun, dsb. i. Legenda peta terdiri dari: (1) legenda umum; (2) legenda peta pewilayahan komoditas. Legenda Peta Pewilayahan Komoditas Legenda peta pewilayahan komoditas mencakup informasi tentang simbol dan uraiannya, serta komoditas terpilih. 11 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN Tabel 4. Salah satu contoh hasil pewilayahan komoditas pertanian sampai kelompok tanaman. BP2TP ZONE TANAMAN KODE KELAS RANKING PRIORITAS INDEKS STATUS RCR IRR_PR BCR_PR 001 IV KC. PANJANG Df 3 001 IV LADA De 3 4 6 1 LAYAK 1 22 7 LAYAK 1,10 0,00 0,00 1665,00 001 IV LOBAK Dh 2 001 IV MENTIMUN Dh 3 6 15 3 2 7 2 LAYAK 1,03 LAYAK 1,98 001 IV SEMANGKA Dh 001 IV UBI JALAR Df 3 3 18 2 1 21 4 LAYAK 6 LAYAK 001 IV UBI KAYU 002 IV KC. PANJANG Df 2 5 20 5 LAYAK 1,13 0,00 0,00 0 4278000 Pangan Df 3 4 6 1 LAYAK 1,10 0,00 0,00 0 4767200 Pangan 002 IV LADA De 2 1 22 7 002 IV LOBAK Dh 2 6 15 3 LAYAK 0,00 2220,00 1,80 124226100 0 Tahunan LAYAK 1,03 0,00 0,00 0 3863000 Pangan 002 IV MENTIMUN Dh 3 2 7 2 002 IV SEMANGKA Dh 3 3 18 4 LAYAK 1,98 0,00 0,00 0 3186260 Pangan LAYAK 1,93 0,00 0,00 0 3504000 Pangan 002 IV UBI JALAR Df 2 1 21 002 IV UBI KAYU Df 2 5 20 6 LAYAK 2,10 0,00 0,00 0 2637500 Pangan 5 LAYAK 1,13 0,00 0,00 0 4278000 Pangan 003 IV PADISAWAH Wri 2 1 004 IV JAGUNG Df 2 5 2 1 LAYAK 1,61 0,00 0,00 0 1877700 Pangan 1 1 LAYAK 1,06 0,00 0,00 0 1389475 Pangan 004 IV KC. PANJANG Df 3 004 IV LADA De 3 6 6 3 LAYAK 1,10 0,00 0,00 0 4767200 Pangan 1 22 7 LAYAK 0,00 1665,00 1,35 124226100 0 Tahunan 004 IV MENTIMUN Dh 3 1 7 4 LAYAK 1,98 0,00 004 IV PADI GOGO Df 2 4 3 2 LAYAK 1,29 0,00 0,00 0 3186260 Pangan 0,00 0 922407 Pangan 004 IV SEMANGKA Dh 3 2 18 5 LAYAK 1,93 0,00 004 IV UBI JALAR Df 3 3 21 6 LAYAK 1,57 0,00 0,00 0 3504000 Pangan 0,00 0 2637500 Pangan 005 IV JAGUNG Df 2 6 1 1 LAYAK 1,06 0,00 0,00 0 1389475 Pangan 005 IV KC. HIJAU Df 2 7 19 8 LAYAK 1,06 0,00 0,00 0 2307000 Pangan 005 IV KC. PANJANG Df 2 4 6 3 LAYAK 1,47 0,00 0,00 0 4767200 Pangan 005 IV KUBIS Dh 2 8 16 6 LAYAK 1,15 0,00 0,00 0 4178000 Pangan 005 IV LADA De 1 1 22 11 LAYAK 0,00 2775,00 2,25 124226100 0 Tahunan 005 IV LOBAK Dh 2 10 15 5 LAYAK 1,03 0,00 0,00 0 3863000 Pangan 12 NPV BP KELOMPOK 0,00 0 4767200 Pangan 1,35 124226100 0 Tahunan 0,00 0,00 0 3863000 Pangan 0,00 0,00 0 3186260 Pangan 1,93 0,00 0,00 0 3504000 Pangan 2,10 0,00 0,00 0 2637500 Pangan JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBER DAYA LAHAN 11 MU NR BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Simbol dan uraian Simbol satuan pewilayahan komoditas merupakan gabungan simbol dari zona agroekologi, kelompok lahan, dan kelompok komoditas. Dalam pemberian simbol kelompok komoditas hanya disajikan dua jenis kelompok komoditas terpilih utama. Secara lengkap pemberian simbol untuk masing-masing satuan lahan disajikan dalam modul pewilayahan komoditas (suplemen 1). Contoh: IV/Df-h IV: Zone agroekologi IV D : Kelompok lahan kering f : Kelompok komoditas tanaman pangan h : Kelompok komoditas hortikultura (sayuran/buah semusim) Komoditas terpilih Komoditas terpilih yang disajikan dalam legenda peta maksimal 10 komoditas, terdiri dari lima komoditas tanaman pangan dan lima komoditas tanaman tahunan. Contoh legenda peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agroekologi disajikan dalam Tabel 4. Sedangkan penyimbolan satuan peta pewilayahan komoditas berdasarkan zona agroekologinya mengikuti hierarkhi sebagaimana disajikan dalam Lampiran 4. Jenis komoditas yang dinilai disajikan dalam Lampiran 5. Tabel 5. Contoh legenda peta pewilayahan komoditas pertanian. Simbol I/Dj II/Dh-e II/Dh-e III/Df IV/Df-h IV/Wri-f Sistem Pertanian Zone I, lahan kering, hutan Zone II, lahan kering, hortikultura dan perkebunan tahunan Zone II, lahan kering, hortikultura semusim, dan perkebunan tahunan Zone III, lahan kering, tanaman pangan serealia, dan kacangkacangan Zone IV, lahan kering, tanaman pangan, dan hortikultura semusim Zone IV, lahan basah, sawah irigasi, dan tanaman pangan 13 Komoditas Pertanian Terpilih Luas Alpukat, durian, kopi, cengkeh Kentang, wortel, kubis, tomat, bawang daun, kopi, cengkeh Padi gogo, jagung, sorghum, kacang merah, buncis dan kacang kapri Padi gogo, jagung, sorghum, cabai merah, selada Padi sawah, kedelai dan jagung BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Penyusunan Laporan Naskah laporan peta pewilayahan komoditas pertanian disusun berdasarkan zona agroekologi skala 1:50.000. Untuk keseragaman bentuk laporan di masingmasing BPTP, maka format laporan tersebut adalah sebagai berikut: Judul: Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agroekologi, Skala 1:50.000 di Daerah………….., Provinsi………….. Format laporan: KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN RINGKASAN I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan 1.3. Luaran II. BAHAN DAN METODE 2.1. Bahan 2.2. Metode III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Keadaan Daerah: iklim, tanah (relief, bentuk wilayah, dst.), sarana/prasarana (aksesibilitas, transportasi), penggunaan lahan dan komoditas andalan/unggulan (existing teknologi/manajemen), sosial ekonomi (usahatani, peluang pasar, gender) 3.1.2. Evaluasi Lahan: hasil penilaian untuk berbagai penggunaan lahan 3.2. Pembahasan (pewilayahan komoditas pertanian) IV. KESIMPULAN DAN SARAN V. PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 14 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 1. Lokasi yang tersedia data tanah (dBase) dan peta tanah semi detail digital skala 1:50.000. Provinsi Jabar Karawang-Citarum Jateng Sekitar Semarang Jatim Pacitan Tuban-Gresik Marisa Papayato Sulut Danau Tondano Danau Limboto Paguyaman Sulteng Sultra Sulsel NTT NTB Luas (ha) Pelaksana Ada 132.940 Puslitbangtanak Ada 132.500 Puslitbangtanak Ada Ada Ada 234.420 Puslitbangtanak 50.000 Puslitbangtanak Ada Ada Ada 55.425 50.000 42.640 Puslitbangtanak Puslitbangtanak Puslitbangtanak Tidak 73.207 Unsrat Tidak 128.519 Unhas Ada Ada 98.000 200.000 Unsud Puslitbangtanak Ada Ada Ada Ada Ada Ada 63.400 36.000 22.006 70.000 30.002 33.000 Puslitbangtanak Puslitbangtanak Puslitbangtanak Unud Puslitbangtanak Puslitbangtanak Ada 78.770 Puslitbangtanak Watunggong, Lengkoelar Tidak 80.000 UGM Mantendo, Wanokaka, Waikelosowa Nauleu, Besikama Tidak 90.000 Unsud Ada Ada 58.650 23.777 Puslitbangtanak Puslitbangtanak Ada 65.952 Unud Ada 121.991 Unibraw Lokasi Mori Atas Bungku, Lore Utara, Tomata P. Muna Wangi-wangi Poleang DAS SadangMamasa Oesao-Kupang Bena Magepanda-Flores Lembor-Flores Mbay-Flores PametikarataSumba Melolo/MangiliSumba Kodi/Tosi/ Satargising-Sumba Wanokaka/Waikelo s Timor PanondiwaWangka Pringgabaya Lombok Utara Dompu-Sumbawa Tambora-Sumbawa Lembar Triasari, Rengasdengklok, Mekarsari, Cilamaya, Bekasi Wedung, Semarang Utara, Semarang Selatan, Mranggen, Bringin, Ambarawa Pacitan Tuban-Gresik Beteleme, Sukamaju, Ma, Litopuntu, Lemito Manado, Longowan Limboto, Gorontalo Tilamuta, Molobulahe, Bolontio, Tengah Batelema, Kolonodale, Salindu, Ensa, Wuasa, Tomata, Peleru Raha, Kep. Tiworo, Matandasa, Wangi2, Kaledupa Watubangga, Taubonto, Lambada Buakayu, Bituang, Makale, Rantepao Oesao Bena Magepanda dBase Sunut 15 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 2. Contoh formulir analisis kelayakan usahatani. A. Analisis usahatani tanaman semusim (Rp/ha/MT) 1. Nama tanaman : ____________________________ 2. Tipologi lahan : sawah/lahan kering/rawa pasang srt (coret yang tidak perlu) I. Biaya produksi A. Penggunaan Upah/sat. Nilai Satuan Jumlah Keterangan TK (Rp) (Rp) 1. Pengolahan tanah HKO Upah/borong HKT Upah/borong Mesin Upah/borong 2. Aplikasi pupuk dasar HKO HKT 3. Tanam 4. Penyiangan 5. Pemupukan 6. Pemeliharaan 7. Panen 8. Pascapanen Subtotal (1) Rp xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx Rumus B. Sarana produksi 1. Benih 2. Urea 3. ZA 4. SP36 5. KCl 6. Pupuk kandang 7. Obat-obatan padat 8. Obat-obatan Subtotal (2) 9. Biaya modal Total biaya produksi Satuan kg kg kg kg kg kg kg liter Rp %/MT Rp Jumlah Harga/sat. xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx Nilai Keterangan Rumus Rumus Rumus xxxxxxxx II. Hasil usahatani Parameter 1. Produksi 2. Penerimaan 3. Pendapatan 4. R/C Satuan kg pipilan Rp Rp Jumlah Harga/sat. Nilai xxxxxxxx Keterangan xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx Rumus Rumus Unit xxxxxxxx xxxxxxxx Rumus Sumber data: ____________________ Catatan: HKO = hari kerja orang; HKT = hari kerja ternak; xxxxxxxxx = tidak diisi 16 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 2. Lanjutan… B. Data investasi usaha tanaman tahunan (Rp/ha) 1. Nama tanaman: 2. Tipologi lahan: lahan kering/rawa ps/hutan atau lainnya (coret yg tak perlu) 3. Jangka waktu analisis/umur ekonomis tanaman: ________ tahun 4. Masa pemeliharaan TBM (tanaman belum menghasilkan): ________ tahun I. Uraian biaya 1. Biaya investasi tahun awal (Rp/ha) 2. Biaya pemeliharaan TBM (Rp/ha/th) (T1= tahun awal pemeliharaan 3. Biaya pemeliharaan TM (Rp/ha/th) (Th1= tahun awal berproduksi) (data rata-rata) 4. Biaya penyusutan modal (Rp/th) 5. Biaya angsuran modal (Rp/th) (flat saja) Saprotan Upah kerja Lainnya xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx Th1-Th3 Th4-Th7 Th8-Th11 Th12-Th15 Th16-Th20 Th21-Th25 Rumus Rumus Tahun produksi ke II. Uraian penerimaan Tingkat produksi (kg/ha/th) Total T1 T1 T2 T3 T4 T5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Th1-Th5 Th6-Th10 Th11-th15 Th16-Th20 Harga jual (Rp/kg) (bisa diasumsikan sama saja) Th1-Th5 Th6-Th10 Th11-th15 Th16-Th20 III. Indikator analisis investasi 1. NPV (Rp): 2. BCR (20%): 3. IRR (%): 17 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 3. Contoh tabel analisis investasi tanaman perkebunan. Asumsikan: Nama tanaman:_______________ Cicilan pokok kredit flat setelah berproduksi Periode analisis:__________ tahun cicilan bunga kredit flat ____%/th dibayar setelah berproduksi Bentuk/landuse saat ini: tegalan/semakbelukar/hutan konversi (coret yang tak perlu) Tolok Ukur Periode Tahun Satuan T1 T2 T3 T4 T5 1. Biaya investasi Rp 1.000 2. Biaya operasional Rp 1.000 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20 3. Cicilan pokok kredit Rp 1.000 4. Cicilan bunga kredit Rp 1.000 5. Biaya lain-lain Rp 1.000 6. Total biaya Rp 1.000 7. Produksi Kg 8. Harga jual Rp/kg 9. Penerimaan Rp 1.000 110. Lain-lain Rp 1.000 111. Total penerimaan Rp 1.000 112.Pendapatan Rp 1.000 NPV (20%) : <-- rumus IRR : <-- rumus BCR (20%) : <-- rumus Catatan: - Investasi adalah: pembukaan lahan, persiapan lahan, tanam, benih/bibit (material dan tenaga kerja). - Biaya operasional adalah: pemeliharaan (saprotan dan tenaga kerja) setiap tahun (T1 s/d Tn) (untuk beberapa tanaman tahunan andalan daerah). - Kolom tahun bisa ditambahkan sesuai keperluan. 18 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 4. Hierarkhi penyimbolan legenda peta pewilayahan komoditas. Sawah (r), dibedakan berdasarkan pola tanam Ikan (1), dibedakan atas perikanan: 1. Darat (f) 2. Pasang surut (b) Lahan Basah (W): Hutan (j) Pangan (f), dibedakan atas: 1. Serealia (c) 2. Umbi-umbian (t) 3. Polong-polongan (l) Hortikultura (h), dibedakan atas: 1. Sayuran/buah semusim (a) 2. Buah-buahan/tahunan (p) Lahan Kering (D): Perkebunan/Industri (e), dibedakan atas: 1. Semusim (a) 2. Tahunan (p) 3. Serealia © Hutan (j) 19 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 5a. Kelompok tanaman pangan (f) yang dinilai kesesuaian lahannya. Letak wilayah Dataran rendah (< 700 m dpl) a. Serealia (c) b. Ubi-ubian (t) c. Polong-polongan (l) Dataran tinggi (> 700 m dpl) a. Serealia (c) b. Ubi-ubian (t) c. Polong-polongan (l) Iklim basah*) Iklim kering*) Padi, jagung, sorgum Ubijalar, ubikayu, talas, iles-iles Kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang tunggak, kacang arab, mukuna Gandum, sorgum Ubikayu, ubijalar Kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang tunggak, kacang arab, kacang panjang, mukuna Padi, jagung, sorgum Ubijalar, ubikayu, talas, iles-iles, kentang Kedelai, kacang merah, kacang kapri, buncis, mukuna gandum, sorgum Ubijalar, iles-iles - *) Iklim Basah: A, B, C dan Iklim Kering: D, E, F (Oldeman et al., 1971) Lampiran 5b. Kelompok tanaman hortikultura (h) yang dinilai kesesuaian lahannya. Letak wilayah Dataran rendah (< 700 m dpl) Sayuran/semusim (a) Buah-buahan/tahunan (p) Dataran tinggi (> 700 m dpl) Sayuran/semusim (a) Buah-buahan/tahunan (p) Iklim basah*) Iklim kering*) Seledri, selada, tomat, mentimun, cabai hijau, cabai merah, paprika, terung, kuncai, bayam, pare, bawang daun Rambutan, duku, durian, manggis, belimbing, nangka, jeruk, jambu air, cempedak, klengkeng, sukun, jambu batu, sawo, kedondong, alpokat, salak, petai, jengkol, delima, strawberi, srikaya, sirsak, pepaya, pisang, melon, blewah, semangka, nenas Bawang merah, terung, bawang daun Mangga, jeruk, anggur, alpokat, jambu batu, kedondong, salak, nangka, sukun, klengkeng, melon, blewah, semangka Kubis, gambas, seledri, selada, kentang, asparagus, brokoli, wortel, tomat, lobak, bawang daun, biet, sawi, lettuce, kailan, petsai, tomat, cabai, carica Kubis, gambas, seledri, selada, kentang, asparagus, brokoli, wortel, tomat, lobak, bawang daun, biet, sawi, lettuce, kailan, petsai, tomat, cabai, carica Jeruk, klengkeng, nangka, sukun, jambu air, jambu batu, sawo, kedondong, alpokat, kesemek Bawang putih, bawang daun Bawang putih, bawang daun Apel, jeruk, alpokat, nangka, sukun, jambu batu, kedondong, klengkeng *) Iklim Basah: A, B, C dan Iklim Kering: D, E, F (Oldeman et al., 1971) 20 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 5c. Kelompok tanaman perkebunan/industri (e) yang dinilai kesesuaian lahannya. Letak wilayah Iklim basah*) Dataran rendah (< 700 m dpl) Semusim (a) Tahunan (p) Dataran tinggi (> 700 m dpl) Semusim (a) Tahunan (p) Kelapa sawit, kelapa, kopi (robusta), karet, kakao, melinjo, cengkeh, pala, lada Kina, teh, kopi (arabika) cengkeh, jarak, kayu manis Iklim kering*) Serat, tebu, kapas, nilam, tembakau Kelapa, jambu mete, kapok, kemiri, jarak Tembakau Kopi (arabika), kemiri, jarak *) Iklim Basah: A, B, C dan Iklim Kering: D, E, F (Oldeman et al., 1971) 21 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 2. Pembuatan Peta Status P dan K Lahan Sawah Skala 1:50.000 dan Percobaan Pemupukan PENDAHULUAN Pembuatan peta status hara P dan K lahan sawah telah dimulai pada tahun 1970 di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak) dengan diterbitkannya Peta Sementara Daerah Sawah Memerlukan Fosfat Jawa dan Madura edisi I berskala 1:250.000. Pada tahun 1974 peta ini telah diperbaiki dengan dikeluarkannya Peta Fosfat Jawa dan Madura Edisi I. Pada tahun 1988 peta ini disempurnakan lagi dengan dibuatnya Peta Keperluan Fosfat Lahan Sawah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur skala 1:250.000 edisi III yang merupakan Peta Penyempurnaan Keperluan Fosfat tahun 1974 (Moersidi et al., 1989). Peta ini membagi Status P tanah menjadi tiga kelas berdasarkan P2O5 ekstrak HCl 25% yaitu tanah berstatus P tinggi (>40 mg P2O5/100 mg) dan P rendah (< 20 mg P2O5). Peta status K tanah sawah juga telah dibuat oleh Puslitbangtanak dengan beberapa kali penyempurnaan sejak awal tahun 1970. Pada tahun 1991 telah dipublikasi peta status hara K lahan sawah untuk seluruh Jawa versi terakhir (edisi V) berskala 1:250.000. Peta ini membedakan status K tanah menjadi tiga kelompok berdasarkan kadar K2O ekstrak HCl 25%, yaitu tanah berstatus K tinggi (>20 mg K2O/100g), sedang (10-20 mg K2O/100g), dan rendah (<10 mg K2O/100g). Penetapan P dan K dengan ekstrak HCl 25% tersebut didasarkan pada hasil penelitian Moersidi et al. (1991) dan Sri Rochayati et al. (1991) di Jawa, serta hasil penelitian Soepartini et al. (1994) di Lombok. Rekomendasi pemupukan P dan K untuk padi masih bersifat umum yaitu sekitar 100-150 kg/ha dan 50-100 kg KCl/ha tanpa mempertimbangkan kandungan P dan K dalam tanah. Sekretariat Pengendali Bimas menyerahkan rekomendasi pemupukan kepada masing-masing provinsi, namun rekomendasi tersebut belum spesifik lokasi karena kurangnya informasi/data tanah yang diperlukan. Dengan kata lain rekomendasi pemupukan padi sawah di masing-masing provinsi masih seragam, belum didasarkan pada kandungan hara tanah. Peta status hara P dan K lahan sawah yang memberi informasi tentang lahan yang berstatus P dan K rendah, sedang, dan tinggi sangat bermanfaat untuk menentukan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi. Berdasarkan hasil penelitian di Jawa dilaporkan bahwa lahan sawah yang berstatus P rendah respon terhadap pemupukan P, berstatus P sedang sedikit respon, dan tanah berstatus P tinggi sama sekali tidak respon terhadap pemberian pupuk P. Oleh karena itu, Sri Adiningsih et al. (1989) menyarankan dosis rekomendasi pemupukan P untuk lahan sawah berstatus P tinggi dan sedang perlu diturunkan masing-masing menjadi 50 dan 70% dari dosis anjuran. Di lain pihak Moersidi et al. (1989) mengeluarkan anjuran pemupukan yang lebih spesifik yaitu tanah berstatus P tinggi dipupuk 50-75 kg TSP/ha, berstatus P sedang dipupuk 75-125 kg TSP/ha dan tanah yang berstatus P rendah dipupuk lebih dari 125 kg TSP/ha. 22 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Puslitbangtanak telah meneliti status hara P dan K lahan sawah hampir di seluruh provinsi yang luarannya berupa peta status hara P dan K lahan sawah skala 1:250.000. Peta status hara P dan K skala 1:250.000 yang telah dibuat Puslitbangtanak ini telah digunakan oleh beberapa BPTP dalam rangka menyusun rekomendasi pemupukan, walaupun kurang akurat karena skalanya kecil, dimana satu contoh tanah yang dianalisis mewakili luasan sawah sekitar 625 ha. Untuk mendapatkan rekomendasi yang lebih tepat, status hara P dan K tersebut perlu diteliti/dipetakan lebih detail dengan skala 1:50.000. Peta skala 1:50.000 merupakan peta semi detail, dimana setiap cm2 dalam peta mewakili areal seluas 25 hektar dengan jarak observasi di lapang setiap 500 meter (Dent et al., 1981). CARA PEMBUATAN PETA STATUS HARA P DAN K SKALA 1:50.000 Metodologi pembuatan peta ini terdiri dari beberapa tahap kegiatan yaitu: tahap perencanaan, tahap persiapan, tahap operasi lapang, tahap analisis contoh, tahap pengolahan data, dan tahap pembuatan peta. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan merupakan tahap awal dari kegiatan yang akan dilaksanakan. Rencana kegiatan pemetaan dilakukan 1 sampai 2 bulan sebelum survei. Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan dalam tahap ini dan erat kaitannya dengan tahap-tahap kegiatan selanjutnya adalah: 1. Perencanaan luas lahan yang akan disurvei/dibuat petanya. 2. Perencanaan jumlah contoh tanah yang akan diambil. 3. Perencanaan jumlah contoh air yang akan diambil. 4. Perencanaan jumlah tenaga yang akan terlibat dalam kegiatan survei. 5. Perencanaan transportasi dan akomodasi yang diperlukan selama survei. Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan tahap kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan survei/operasi lapang. Tahap ini meliputi beberapa kegiatan yaitu: studi pustaka, pengumpulan/ pengadaan peta, pembuatan peta lapang/peta operasionil, pengumpulan data, dan pengadaan alat/bahan. Studi pustaka Bahan bacaan dan informasi yang diperlukan terutama mengenai: 1. Hasil penelitian P dan K yang telah dilakukan. 2. Luas lahan sawah dan penyebarannya. Pengumpulan peta 1. 2. 3. 4. Peta-peta yang diperlukan adalah: Peta administratif skala 1:25.000 dan 1:50.000. Peta rupabumi/topografi skala 1:25.000 dan 1:50.000. Peta tanah skala 1:25.000 dan 1:50.000. Peta land use/penggunaan lahan skala 1:50.000. 23 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Peta-peta tersebut dapat diperoleh dari beberapa instansi terkait di antaranya Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), Direktorat Geologi dan Sumberdaya Mineral, dan Puslitbangtanak. Pembuatan peta lapang (peta operasional) Peta lapang/peta operasional harus dibuat dengan skala 1:25.000, merupakan peta petunjuk atau pedoman saat pelaksanaan survei. Oleh karena itu, peta tersebut harus dibuat sejelas-jelasnya terutama batas lahan sawah dengan lahan kering, batas desa dan kecamatan, jalan, dan sungai/saluran air. Peta ini dapat dibuat dari peta rupa bumi skala 1:25.000 terbitan baru, agar tidak terdapat perubahan-perubahan dan masih sesuai dengan kondisi daerah yang akan disurvei. Dalam peta lapang telah dibuat "tanda" rencana tempat pengambilan contoh tanah, pembuatan tanda tersebut diawali dengan pembuatan grid dengan jarak setiap 2 cm dalam peta atau 500 m di lapang. Pengumpulan data Data-data penting yang diperlukan sebagai penunjang dalam pembuatan peta status P dan K skala 1:50.000 adalah: 1. Data luas lahan sawah setiap kecamatan. 2. Data penggunaan pupuk, terutama pupuk P dan K setiap areal/hamparan sawah. Alat dan bahan Alat-alat dan bahan-bahan yang diperlukan adalah: 1. Bor tanah (bor belgi dan bor sawah) 2. Pisau lapang 3. Ember plastik ukuran 5 galon 4. Kertas karton untuk label dalam ukuran 5 x 10 cm 5. Kertas karton untuk label luar ukuran 6 x 12 cm 6. Benang woll 7. Plastik kantong yang tebal ukuran 5 x 10 cm (plastik label) 8. Plastik kantong ukuran 15 x 25 cm (tempat contoh tanah komposit) 9. Plastik kantong ukuran 50 x 80 cm 10. Karung plastik ukuran 50 x 80 cm 11. Tali rafia 12. Stepler ukuran HD-10 13. Pisau cutter 14. Spidol tahan air warna hitam 15. Alat tulis 16. Jerigen air isi 1 liter Tahap Operasi Lapang Tahap operasi lapang meliputi kegiatan pra survei dan survei utama. 24 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Pra survei Kegiatan pra survei dilaksanakan 7 sampai 14 hari sebelum pelaksanaan survei utama, kegiatan pra survei meliputi: 1. Konsultasi dengan Dinas Pertanian setempat, terutama tentang pemberitahuan rencana survei dan pembuatan surat pengantar untuk KCD dan Koordinator PPL. 2. Konsultasi dengan Balai Informasi Pertanian setempat, terutama tentang informasi penggunaan pupuk. 3. Konsultasi dengan Badan Pertanahan Nasional setempat, terutama tentang pengadaan peta administratif dan peta penggunaan lahan (land use). 4. Penentuan tempat tinggal (base camp dan camp) selama pelaksanaan survei utama. 5. Perencanaan transportasi dan pembagian regu surveyor. Survei utama Survei utama meliputi kegiatan pengambilan contoh tanah dan pengambilan contoh air. Pengambilan contoh tanah Contoh tanah diambil secara komposit pada seluruh areal lahan sawah yang akan dibuat petanya, tempat pengambilan contoh ini dilakukan pada "tanda" yang telah dibuat dalam peta lapang/peta operasional. Pada setiap tanda pengambilan yang telah dibuat diambil satu contoh tanah komposit. satu contoh tanah komposit terdiri dari 10 sampai 15 contoh individual (subcontoh), dengan jarak pengambilan tiap subcontoh 25-50 m di lapang. Alat yang digunakan untuk pengambilan subcontoh adalah bor belgi atau bor sawah, contoh tanah yang diambil pada lapisan olah dengan kedalaman 20 cm. Pengambilan subcontoh dilakukan dengan cara diagonal beberapa tempat seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Contoh-contoh individual tersebut dimasukkan ke dalam ember dan dicampur sampai homogen, setelah homogen diambil seberat 0,5 sampai 1 kg, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik ukuran 15 x 25 cm dan diberi label dalam yang terlebih dahulu telah diisi dan dimasukkan dalam plastik label, kemudian diikat dengan benang woll yang telah terpasang label luar. Pengisian/penulisan label dalam dan label luar terdiri dari tanggal pengambilan, kode pengambil dan nomor contoh serta nama lokasi (desa, kecamatan, kabupaten). Contoh tersebut merupakan satu contoh komposit. Setiap selesai pengambilan satu contoh komposit langsung diplotkan pada peta lapang/peta operasional dimana tempat pengambilan contoh dilakukan dan tiap ploting pengambilan diberi kode pengambil dalam peta yang sama dengan kode pengambil dalam label. 25 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 1 4 6 3 2 9 8 5 7 11 14 10 13 15 12 Gambar 1. Pengambilan contoh tanah cara diagonal beberapa tempat Pengambilan contoh air Contoh air sangat berguna untuk menduga sumbangan K yang berasal dari air irigasi. Sudjadi et al. (1985) menyatakan bahwa K dalam air pengairan memberikan sumbangan hara K yang nyata bagi padi sawah. Contoh air diambil dari saluran-saluran irigasi yang mengairi areal lahan sawah. Sistem pengambilan contoh air dilakukan berdasarkan sumber air yang mengairi hamparan lahan sawah. Apabila contoh tanah komposit diambil dari beberapa lokasi dalam satu hamparan lahan sawah dengan sumber air yang sama, cukup diambil satu contoh air. Contoh air diambil sebanyak 1 liter dan dimasukkan ke dalam jerigen kemudian diberi label. Penulisan label terdiri dari tanggal pengambilan, kode pengambil, nama irigasi/sungai dan nama lokasi (desa, kecamatan, kabupaten). Tahap analisis contoh Analisis contoh tanah Contoh tanah komposit yang diperoleh dari lapang dikeringanginkan kemudian dihaluskan dan diayak dengan pengayak berdiameter 2 mm. Contoh tanah halus hasil pengayakan dianalisis di laboratorium kimia tanah. Jenis-jenis analisis terutama terdiri dari kadar P dan K potensial terekstrak HCl 25%. Analisis contoh air Contoh air yang diperoleh dari lapangan dapat langsung dianalisis di laboratorium kimia. Pengambilan dan analisis contoh air dilakukan menurut prosedur Sudjadi dan Widjik (1972). Analisis contoh air meliputi penetapan kandungan lumpur serta konsentrasi kation-kation: NH4, K, dan anion-anion: NO3, PO4, Kadar masing-masing kation dan anion dinyatakan dalam me/liter, dan jumlah kation dan anion diperoleh dari perhitungan (Soepartini, M., et al., 1996). Sumbangan hara K 26 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN dari air pengairan diperhitungkan berdasarkan kebutuhan air dipakai. yang telah umum Tahap pengolahan data Pengolahan data yang dilakukan adalah menilai kadar P dan K terekstrak HCl 25% setelah hasil analisis tanah diketahui. Penilaian status P dan K meliputi 3 status dengan kriteria sebagai berikut: Status Rendah Sedang Tinggi Kriteria Penilaian mgP2O5/100g tanah mg K2O/100g tanah < 20 < 10 20 - 40 10 - 20 > 40 > 20 Tahap pembuatan peta Pembuatan peta dasar Peta dasar dibuat dari peta rupa bumi atau peta topografi skala 1:50.000 baik dengan sistem GIS atau manual. Pembuatan peta sementara Pembuatan peta sementara status P dan K dilakukan dengan sistem manual, meliputi beberapa kegiatan yaitu: Ploting lokasi contoh. Ploting lokasi contoh adalah penulisan ulang/pemindahan setiap tanda dan kode ploting yang terdapat dalam peta lapang/peta operasional skala 1:25.000 ke dalam peta dasar skala 1:50.000. Ploting Hasil Analisis Contoh. Nilai kadar P dan K HCl 25% yang telah diketahui (tahap pengolahan data) di plot ke dalam peta dasar pada masing-masing lokasi tempat pengambilan contoh dan diberi warna yang sesuai. Warna yang digunakan adalah Merah, pada status Rendah, Kuning pada status Sedang dan Hijau pada status Tinggi. Deliniasi/Penarikan Batas Status Hara. Sistem deliniasi batas status hara P dan K dilakukan dengan memperhatikan berbagai hal di samping hasil analisis contoh tanah, yaitu antara lain: bahan induk, jenis tanah, topografi/bentuk wilayah, dan batas alam (sungai/jalan) Pewarnaan. Pewarnaan dilakukan setelah terbentuk batas status hara sesuai dengan warna yang telah tersedia pada peta. Pembuatan peta akhir Pembuatan peta akhir status hara P dan K dilakukan komputerisasi/aplikasi GIS yang dibuat dari peta sementara skala 1:50.000. 27 dengan BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Cara Pembuatan Percobaan Pemupukan P dan K Lahan Sawah Untuk mendukung peta status hara P dan K lahan sawah skala 1:50.000 perlu dilaksanakan percobaan pemupukan P dan K padi sawah. Percobaan pemupukan P dan K bertujuan mendapatkan kurva respon padi sawah terhadap pemupukan P dan K. Percobaan pemupukan P dan K masing-masing terdiri dari 3 unit, yaitu pada lahan sawah yang berstatus P dan K rendah, sedang, dan tinggi yang diperoleh berdasarkan hasil pemetaan status hara P dan K lahan sawah skala 1:50.000. Rancangan percobaan yaitu acak kelompok dengan 4 ulangan. Ukuran petak adalah 5 x 5 m dengan jarak tanam padi 20 x 20 cm. Penentuan lokasi Penentuan lokasi percobaan berdasarkan pada hasil pemetaan status P dan K sawah yang telah dibuat, yaitu pada lahan sawah yang berstatus P dan K rendah, sedang dan tinggi. Pemilihan lokasi harus memenuhi persyaratan antara lain: hamparan cukup mewakili, datar, dekat dengan saluran pengairan, dan mudah terawasi. Pembuatan petakan Pembuatan petakan dalam satu ulangan tata letaknya harus homogen dan disesuaikan dengan keadaan lapang. Seluruh petak dan ulangan harus terletak dalam satu petak asli. Petakan dibuat tegak lurus satu dengan lainnya, untuk membuat garis tegak lurus dengan cara segitiga, sisi segitiga tersebut dibuat dengan perbandingan 3 dan 4 m untuk masing-masing sisi tegak lurusnya dan panjang sisi 5 m yang menghubungkan kedua sisi tegak lurus tersebut. Tata letak percobaan pemupukan P dan K disajikan pada Gambar 2 dan 3. I II III IV Air masuk P0 P4 P1 P2 P2 P1 P2 P3 P4 P0 P4 P0 P3 P2 P0 P4 P1 P3 P3 P1 Air keluar Gambar 2. Tata letak percobaan pemupukan P 28 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN I II III IV K0 K4 K1 K2 K2 K1 K2 K3 K4 K0 K4 K0 K3 K2 K0 K4 K1 K3 K3 K1 Air masuk Air keluar Gambar 3. Tata letak percobaan pemupukan K Pengolahan tanah Pengolahan tanah atau pembajakan dilakukan sebelum dipetak, hal ini untuk memudahkan dalam pembuatan galengan pemisah petak satu dengan lainnya. Pengolahan tanah kedua dilakukan setelah terbentuk petakan. Pengolahan tanah dilakukan minimal sebanyak 2 kali, dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul atau traktor tergantung kemudahan secara teknis di lapang. Pengolahan tanah harus dilakukan sehomogen mungkin agar diperoleh kondisi optimal untuk pertumbuhan tanaman. Galengan pemisah petakan dibuat yang baik sehingga kontaminasi air dari perlakukan atau petak lainnya dapat dihindari. Tanah untuk pembuatan galengan diambil tanah subsoil, dimana tanah top soilnya dipinggirkan terlebih dahulu kemudian dikembalikan lagi setelah pemetakan selesai dilakukan. Pemupukan Sebelum pemupukan sebaiknya plang tanda perlakuan dipasang terlebih dahulu, hal ini untuk menghindari terjadinya kesalahan peletakan pupuk. Pada percobaan pemupukan P, pupuk P sebagai perlakuan diberikan satu kali yaitu pada saat tanam, sedangkan sebagai pupuk dasar digunakan pupuk Urea 200 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Urea diberikan tiga kali yaitu pemberian pertama pada saat tanam, kedua 30 hari setelah tanam dan pemberian ketiga pada saat primordia. Pada percobaan pemupukan K, pupuk K sebagai perlakuan diberikan satu kali yaitu pada saat tanam dan sebagai pupuk dasar yaitu Urea 200 kg/ha dan SP36 100 kg/ha. Urea 29 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN diberikan tiga kali yaitu pertama pada saat tanam, kedua 30 hari setelah tanam dan ketiga pada saat primordia, sedangkan pupuk SP36 diberikan satu kali yaitu pada saat tanam. Perlakuan percobaan pemupukan P disajikan pada Tabel 1 dan perlakuan percobaan pemupukan K pada Tabel 2. Tabel 1. Perlakuan percobaan pemupukan P. Status hara P lahan sawah Rendah Sedang dan tinggi Kode perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P0 P1 P2 P3 P4 Takaran pupuk SP36 (kg/ha) 0 50 100 150 200 0 25 50 75 100 Pupuk dasar urea (kg/ha) KCl (kg/ha) 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 Tabel 2. Perlakuan percobaan pemupukan K. Status hara K lahan sawah Rendah Sedang dan Tinggi Kode perlakuan K0 K1 K2 K3 K4 K0 K1 K2 K3 K4 Takaran pupuk KCl (kg/ha) 0 50 100 150 200 0 25 50 75 100 Pupuk dasar urea (kg/ha) SP36 (kg/ha) 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 Pemeliharaan Salah satu keberhasilan dan mutu percobaan ditentukan oleh pemeliharaan. Kegiatan yang harus dilakukan dalam pemeliharaan adalah penyiangan, penyemprotan hama dan penyakit, dan pengawasan pengairan. Penyiangan harus dilakukan sebelum rumput/gulma tumbuhnya banyak, gulma yang disiang harus dikembalikan lagi/dibenamkan pada petakan tempat gulma itu tumbuh. Penyemprotan hama dan penyakit sebaiknya dilakukan sesuai PHT. Sedangkan pengawasan pengairan yang sangat penting sekali adalah tidak terkontaminasinya perlakuan oleh air dari petakan lain, sehingga perlu dilakukan perbaikan galengan. Pengamatan Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur 1 dan 2 bulan setelah tanam serta menjelang panen. Pengamatan dilakukan terhadap 10 rumpun setiap petak/perlakuan yang dilakukan secara acak atau sistematis, namun pada rumpun yang sama. 30 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Panen Ubinan hasil panen diambil pada bagian tengah dari petak pengamatan untuk menghindari pengaruh luar. Bagian luar yang tidak ikut ubinan minimal 0,5 m dari pinggir petakan. Luas ubinan adalah 3 m x 3 m. Pengamatan minimal dari percobaan pemupukan P dan K adalah bobot brangkasan kering dan bobot gabah kering, dengan konversi kadar air menjadi 14%. Untuk konversi bobot jerami kering diambil contoh 1 kg jerami (kering panen), kemudian dikeringkan dan ditimbang bobot keringnya. Gabah kering panen dikeringkan sehingga diperoleh bobot gabah kering (kadar air 14%). Hasil ubinan tersebut kemudian dikonversi menjadi hasil gabah kering per hektar. DAFTAR PUSTAKA Dent, D. and A. Young. 1981. Soil Survey and Land Evaluation School of Environmental Science. University of East Anglia. Norwich. Moersidi, S., D. Santoso, M. Soepartini, M. Al-Jabri, J. Sri Adiningsih, dan M. Sudjadi. 1989. Peta keperluan fosfat tanah di Jawa dan Madura. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No.8: 13-25. Moersidi,S., J. Prawirasumantri, W. Hartatik, A. Pramudia, dan M. Sudjadi. 1991. Evaluasi ke dua keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Soepartini, M., Nurjaya, A.Kasno, S.Ardjakusumah, S.Moersidi, dan J.Sri Adiningsih. 1994. Status hara P dan K serta sifat-sifat tanah sebagai penduga kebutuhan pupu padi sawah di Pulau Lombok. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No.12: 23-35. Soepartini, M., Sri Widati, Mangku, E.S., dan Tini Prihatini. 1996. Evaluasi kualitas dan gabungan hara dari air pengairan di Jawa. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupu No. 144: 26. Sri Adiningsih, J., S. Moersidi, M. Sudjadi, dan A.M. Fagi. 1989. Evaluasi keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Sri Rochayati, Mulyadi, dan J. Sri Adiningsih. 1991. Penelitian efisiensi penggunaan pupuk di lahan sawah. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Sudjadi, M., dan I. M. Widjik. 1972. Metode analisa air irigasi. Publikasi No.8/1972. Bagian Kesuburan Tanah, Lembaga Penelitian Tanah, Bogor. 31 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 3. Penyusunan Peta Satuan Evaluasi Lahan untuk Perwilayahan Komoditas Pertanian Skala 1:50.000 melalui Analisis Terrain PENDAHULUAN Peta Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:250.000 yang telah tersedia bermanfaat sebagai acuan dasar perencanaan pembangunan pertanian tingkat nasional dan regional. Untuk tujuan operasional, pemanfaatan peta tersebut perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala > 1:50.000. Untuk menyusun peta tersebut diperlukan data/peta tanah skala 1:50.000. Untuk memperoleh data/peta tanah tersebut diperlukan pemetaan sumber daya lahan tingkat semi detail yang membutuhkan waktu cukup lama dan biaya tinggi. Di lain pihak, kebutuhan informasi sumber daya lahan untuk penyusunan peta pewilayahan komoditas di daerah-daerah sudah sangat mendesak. Oleh karena itu, bagi daerahdaerah yang belum tersedia data sumber daya lahan perlu disusun cara pengumpulan dan penyediaan data sumber daya lahan yang efisien dan efektif sebagai dasar untuk menyusun peta pewilayahan komoditas. Pendekatan analisis terrain dengan menggunakan teknik interpretasi citra foto udara dapat diterapkan untuk penyusunan peta pewilayahan komoditas. Analisis terrain dari citra foto udara mampu mendelineasi dan mengelompokkan lahan ke dalam satuan lahan (land unit), sebagai unit-unit dasar dalam evaluasi lahan. Pendekatan analisis terrain untuk tujuan evaluasi sumber daya lahan dapat diterapkan karena dapat menghemat waktu dan biaya (Dent et al., 1977; Muljadi dan Dent, 1979; Kips et al., 1981; CSR/FAO Staff, 1983). Terrain erat kaitannya dengan geomorfologi/landform, relief, lereng, litologi, dan hidrologi (Van Zuidam, 1986). Karakteristik terrain, atau dikenal juga sebagai karakteristik lahan, mempunyai kaitan erat dengan tingkat kesesuaian lahan untuk pertanian, sehingga dapat digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan. Teknik pendekatan analisis terrain telah digunakan untuk membantu dalam evaluasi sumber daya lahan untuk pertanian di beberapa daerah, seperti di DAS Sekampung, DAS Cimanuk, dan DAS Samin (Kips et al., 1981; Dent et al., 1977). Tujuan penyusunan Petunjuk Teknis ini adalah untuk memberikan panduan kepada para peneliti BPTP dan instansi terkait di daerah dalam penyusunan peta satuan evaluasi lahan skala 1:50.000, sebagai dasar untuk penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian bagi daerah-daerah yang belum tersedia data sumber daya lahannya. PERSIAPAN Persiapan penyusunan peta satuan lahan melalui analisis terrain dari foto udara terdiri dari tahapan: (a) penyusunan peta dasar; (b) pendekatan analisis satuan lahan; dan (c) interpretasi foto udara. 32 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Penyusunan Peta Dasar Peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai dasar untuk menggambarkan semua peta-peta tematik yang dihasilkan dari suatu kegiatan pemetaan. Untuk membuat peta dasar diperlukan peta-peta rupa bumi atau topografi yang diterbitkan secara resmi oleh institusi pemerintah, yaitu Bakosurtanal dan Jawatan Topografi TNI-AD. Peta-peta yang dapat digunakan sebagai sumber peta dasar adalah peta-peta yang berskala 1: 50.000 atau lebih besar, yang terdiri atas: 1. Peta rupa bumi (Bakosurtanal, edisi terbaru) 2. Peta topografi (Jawatan Topografi TNI-AD) 3. Peta foto udara (Bakosurtanal) 4. Peta mosaik foto udara yang dapat dibuat sendiri. Sumber peta dasar yang lebih disarankan adalah yang berasal dari peta rupa bumi skala 1:50.000 edisi terbaru yang diterbitkan oleh Bakosurtanal. Apabila peta rupa bumi tidak tersedia, maka sebagai alternatif digunakan peta topografi, peta foto udara, atau peta mosaik foto udara. Peta dasar harus digambar ulang dengan melakukan penyederhanaan beberapa atribut peta rupa bumi agar tidak terlalu rumit. Atribut peta yang perlu disederhanakan antara lain garis kontur dengan elevasinya, sungai, jalan, pemukiman, dan posisi geografi (koordinat lintang-bujur). Apabila interval garis kontur pada peta rupa bumi terlalu rapat (interval 25 m), dapat dipilih interval 50 atau 100 m. Dengan demikian, peta dasar harus memberikan informasi lengkap mengenai garis kontur dan titik tinggi, perhubungan (jaringan jalan), administrasi (batas wilayah administrasi, pemukiman/kota), hidrologi (sungai, danau, rawa), posisi geografi, dan hal-hal lain yang dianggap penting untuk digambarkan. Persiapan Analisis Satuan Lahan Analisis satuan lahan menggunakan pendekatan landform, sebagai dasar pembeda utama dalam delineasi satuan lahan. Landform adalah bentukan permukaan bumi sebagai hasil dari proses-proses geomorfik dan evolusi, yang erat kaitannya dengan keadaan geologi/litologi, iklim, dan relief/lereng, serta dapat menentukan keadaan tanah di atasnya (Marsoedi et al., 1997; Desaunettes, 1977). Contoh-contoh satuan landform: dataran aluvial, adalah dataran yang terbentuk dari hasil proses pengendapan sungai dengan relief datar. Dataran volkan merupakan dataran yang terbentuk dari bahan volkan dengan relief datar sampai bergelombang. Satuan lahan yang diidentifikasi dan didelineasi dari foto udara terdiri dari unsur-unsur yang berkaitan erat dengan evaluasi lahan, yaitu landform, litologi, relief dan lereng, pola dan kerapatan drainase/torehan, ketinggian tempat dari permukaan laut (elevasi), dan penggunaan lahan/vegetasi. Sebelum interpretasi dilakukan, foto udara perlu diperiksa: (a) Skala foto, apakah sudah tepat 1:50.000. Jika skalanya lebih besar akan lebih baik, tetapi jika skalanya lebih kecil akan mengurangi tingkat informasi; (b) Kualitas cetakan dan tutupan awan. Cetakan yang kurang baik atau tutupan awan yang luas menyebabkan foto sulit/tidak dapat diinterpretasi; (c) Tahun pemotretan, berkaitan dengan 33 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN informasi lama atau baru; (d) Liputan wilayah, apakah seluruh daerah penelitian sudah terliput oleh foto udara. Untuk interpretasi foto udara diperlukan stereoskop cermin (a.l. merek Topcon). Foto udara yang akan diinterpretasi terlebih dahulu dibuat titik-titik pusat (center point), transfer titik-titik pusat (transferred center point), titik-titik sayap (wing point) dan daerah efektif yang akan diinterpretasi. Persiapan cara interpretasi foto udara secara ringkas disajikan dalam Lampiran 1. Interpretasi Foto Udara Interpretasi foto udara dilakukan dengan cara menempatkan dua buah foto udara yang berurutan nomornya di bawah stereoskop cermin. Interpretasi satuan lahan dari foto udara dilakukan dengan mengamati terlebih dahulu kenampakan bentukan bentang alam dalam tiga dimensi yang berbeda, yang terdiri atas unsur relief, lereng, pola dan kerapatan drainase/torehan, dan penggunaan lahan/vegetasi. Berdasarkan kenampakan unsur-unsur yang berbeda tersebut kemudian ditarik garis (delineasi) sebagai pembeda satuan lahan. Untuk daerah yang kenampakan reliefnya sama, satuan lahan dibedakan berdasarkan bentukan, tekstur, ukuran, pola dan letak/posisi dari obyek yang diamati. Penamaan dan pengelompokan satuan landform, relief, lereng dan torehan, pola drainase, dan penggunaan lahan/vegetasi disajikan dalam Lampiran 2. Sifat-sifat tanah, baik morfologi maupun fisik-kimia, tidak dapat diinterpretasi dari foto udara. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data sifat tanah diperlukan pengamatan di lapangan dan pengambilan contoh tanah untuk analisis di laboratorium. Pengelompokan jenis penggunaan lahan (land use) dan pengelolaannya dikaitkan dengan parameter untuk evaluasi lahan. Karena itu, jenis penggunaan lahan tertentu saja yang dipisahkan, yaitu: Sawah 1. 2. 3. 4. Sawah irigasi Sawah tadah hujan Sawah lebak/rawa Sawah pasang surut. Pertanian lahan kering berlereng (tegalan, kebun campuran, perkebunan) dipisahkan menurut pengelolaannya 1. Teras bangku 2. Teras gulud/lainnya 3. Tidak diteras. Penggunaan lahan lainnya 1. 2. 3. 4. Hutan, belukar, semak dan rumput rawa Hutan, belukar, semak dan rumput rawa pantai Hutan, belukar, semak, alang-alang/rumput lahan kering Kawasan lindung (hutan lindung, suaka margasatwa, dll.). 34 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Untuk membantu interpretasi satuan lahan tersebut dapat digunakan peta rupa bumi skala 1:50.000 dan peta geologi. Peta rupa bumi digunakan untuk membantu menduga kemiringan lereng, ketinggian tempat dari permukaan laut (elevasi), pola dan kerapatan drainase/tingkat torehan. Peta geologi digunakan untuk membantu menduga landform dan batuan induk/litologi. Misalnya, formasi batuan volkan pada peta geologi menunjukkan landform volkan; formasi endapan permukaan menunjukkan landform Aluvial; formasi batuan sedimen menunjukkan landform tektonik. Cara menghitung kemiringan lereng dari garis kontur pada peta rupa bumi skala 1:50.000 (1 cm pada peta = 500 m di lapangan) dengan interval garis kontur 25 m adalah sebagai berikut: tentukan jumlah garis kontur (beda tinggi) yang akan diukur lerengnya dari suatu poligon (misalnya 9 buah = beda tinggi 200 m), lalu ukur jaraknya tegak lurus dari garis kontur terendah sampai tertinggi dalam cm (misalnya 2 cm = 1000 m). Maka kemiringan lereng adalah: (200 m/1000 m) x 100% = 20%. Sebagai gambaran, dalam Tabel 1 disajikan contoh hubungan kemiringan lereng dengan jarak (untuk beda tinggi 25 m) pada peta skala 1:50.000. Lereng 8% misalnya, berada pada beda tinggi 25 m dan jarak di lapangan 315 m atau 6,3 mm pada peta. Tabel 1. Hubungan jarak di peta dan lapangan dengan lereng pada peta rupa bumi skala 1:50.000. Relief (simbol) Lereng Pada peta skala 1:50.000 (%) Jarak antarkontur Jarak di lapangan Datar (L) 0-3 >17 mm 850 m Berombak (U) 3-8 6,3 - 17 mm 315 m Bergelombang (R) 8-15 3,3 – 6,3 mm 165 m Berbukit (H) 15-30 1,7 - 3,3 mm 85 m Bergunung > 30 < 1,7 mm 45 m Sumber: Buurman dan Balsem (1990). Hasil interpretasi satuan lahan dari foto udara selanjutnya dipindahkan ke peta dasar dengan menggunakan alat sketchmaster atau optical pantograph, yang dapat mengatur atau mengkonversi skala foto ke skala peta dasar dengan tepat. Dalam pemindahan batas tersebut perlu memperhatikan titik-titik pengenal (references) pada peta dasar dan foto udara, sehingga pemindahan batas-batas satuan lahan tersebut tepat lokasi. Legenda peta satuan lahan hasil interpretasi foto udara disusun dengan urutan berikut: grup landform, torehan, litologi, relief/lereng, elevasi dan penggunaan lahan. Sebagai referensi untuk penamaan atau penyimbolan satuan landform digunakan Laporan Teknis No. 5 (Marsoedi et al., 1997) sampai level 2 (Lampiran 2). Contoh simbol dalam Tabel 2 adalah: A13 artinya satuan landform dataran aluvial, T11.2 artinya dataran tektonik berombak. Sampai tahap ini telah diselesaikan Peta Satuan Evaluasi Lahan hasil interpretasi foto udara. 35 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Tabel 2. Contoh legenda peta satuan evaluasi lahan hasil interpretasi foto udara. Simbol Landform Litologi A13 Dataran aluvial Aluvium T11.2 Dataran tektonik Batuan sedimen T11.3 Dataran tektonik, cukup tertoreh Dataran karst, sangat tertoreh Perbukitan volkan, sangat tertoreh Batuan sedimen K.2 V32 Batugamping Batuan volkan Relief (lereng) Agak datar (1-3%) Berombak (3-8%) Bergelombang (8-15%) Bergelombang (8-15%) Berbukit (25-40%) Elevasi (m dpl) 200-275 Penggunaan lahan 500-650 Sawah tadah hujan Kb. Campuran Tegalan Kb campuran Kb campuran Semak belukar Semak belukar 750-1000 Hutan dan belukar 300-350 350-450 PENELITIAN LAPANGAN Penelitian lapangan bertujuan untuk melakukan (a) pengamatan tanah dan fisik lingkungan; (b) pengambilan contoh tanah; dan (c) pengumpulan data penunjang. Pengamatan Tanah dan Fisik Lingkungan Peta satuan lahan hasil interpretasi foto udara digunakan sebagai dasar untuk pengamatan tanah dan fisik lingkungan di lapangan. Parameter yang diamati adalah: 1. Kedalaman tanah (sampai bahan induk atau lapisan kedap) 2. Tekstur 3. Drainase 4. Reaksi tanah/pH 5. Keadaan batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah. Parameter sifat fisik lingkungan yang perlu diamati di lapangan adalah (Tabel 3): 1. Landform 2. Bahan induk/litologi 3. Relief dan kemiringan lereng 4. Penggunaan lahan dan pengelolaannya 5. Gejala-gejala erosi. 36 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Tabel 3. Parameter penyusun satuan evaluasi lahan skala 1:50.000. Perolehan data dari Parameter *) 1. LANDFORM • Litologi/bahan induk • Relief dan lereng • Ketinggian tempat dari permukaan laut 2. PENGGUNAAN LAHAN • Sawah • Pertanian lahan kering • Penggunaan lainnya 3. TANAH • Kedalaman efektif • Tekstur • Drainase • Reaksi tanah (pH) • Sifat khusus lainnya/toksisitas Foto udara Peta rupa bumi Lapangan Analisis lab. + + - + + + + + + - + + + + - + + + - + - - + + + + + + + + Keterangan: + = dapat diduga, - = tidak dapat/sulit diduga. *) Satuan landform, relief/lereng, penggunaan lahan, dan sifat-sifat tanah disajikan dalam Lampiran 2. Parameter sifat-sifat tanah dan fisik lingkungan tersebut disajikan secara rinci dalam Lampiran 2. Setiap satuan lahan yang terdiri lebih dari dua poligon, paling sedikit dipilih dua poligon yang luas untuk diamati melalui transek. Pada tiap transek dipilih 3-5 titik pengamatan pada posisi geomorfik yang berbeda, sehingga semua satuan lahan dapat terwakili untuk diamati. Poligon-poligon dari satuan lahan lainnya yang belum teramati, dilakukan pengamatan tambahan secara acak (tidak mengikuti transek). Pada lahan kering berlereng, pengamatan tanah dilakukan pada posisi lereng bawah (footslope), lereng tengah (backslope), lereng atas (shoulder) dan puncak (summit). Pada lahan basah atau datar, pengamatan dilakukan pada posisi bagian pinggir/tinggi, transisi, dan bagian tengah/rendah. Semua titik pengamatan harus diplotkan lokasinya secara tepat pada peta satuan lahan dan diberi kode pengamatan. Pengamatan sifat tanah dan penyebarannya pada setiap satuan lahan dilakukan dengan membuat penampang minipit dan profil. Minipit dibuat sedalam + 0,5 m, dilanjutkan dengan pemboran tanah sedalam + 1,2 m atau sampai bahan induk/lapisan kedap. Di daerah rawa tergenang atau muka air tanah dangkal, pengamatan tanah dilakukan dari pemboran sedalam + 1,2 m. Profil tanah dibuat setelah diperoleh gambaran sebaran sifat-sifat tanah dari beberapa pengamatan minipit dan pemboran. Ukuran lubang profil adalah 1 x 1 x 1,5 m. Data profil tanah di samping untuk menunjang evaluasi lahan juga untuk klasifikasi tanah. Cara mendeskripsi penampang tanah secara ringkas disajikan dalam Lampiran 3. 37 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Perbaikan delineasi dan penamaan satuan lahan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan perbaikan tersebut disusun konsep Peta Satuan Evaluasi Lahan, yang telah dilengkapi dengan karakteristik tanah pada legenda petanya. Legenda konsep peta satuan lahan tersebut terdiri atas unsur-unsur: landform, bahan induk, relief dan lereng, elevasi, karakteristik tanah, penggunaan lahan, dan luasan (Tabel 4). Tabel 4. Contoh legenda konsep peta satuan evaluasi lahan skala 1:50.000. No. SP 1 2 Land form Dataran Aluvial Dataran volkan agak tertoreh Bahan induk Relief (lereng) Elevasi (m dpl) Aluvium Agak datar (1-3%) 200-250 Batuan volkan Berombak 375-600 Karakteristik tanah *) - Dalam, drainase Bahaya genangan terhambat, tekstur halus diatas sedang, pH agak masam. - Dalam, drainase baik, tekstur aga halus diatas agak kasar, pH netral. - Sangat dalam, drainase baik, tekstur halus, pH masam. (3-8%) Sifat khusus Penggunaan lahan -Sawah irigasi Luas ha % 2.450 1,25 - Kebun campuran -Tegalan, diteras bangku Semak 3.570 2,45 - Tegalan diteras bangku 1.240 0,85 - Dalam, drainase baik, tekstur halus, pH agak amsam. 3 Perbukitan tektonik sangat tertoreh Batuan sedimen Berbukit (15-30%) 300-500 - Dalam, drainase baik, tekstur halus, Singkapan pH masam. batuan - Dangkal, drainase baik, tekstur halus, pH masam. - Hutan *) Klasifikasi tanah tentatif ditetapkan di lapangan menurut Taksonomi Tanah (1998) sampai grup. Karakteristik tanah yang disajikan terdiri atas kedalaman, drainase, tekstur, dan pH serta sifat khusus. Konsep peta satuan evaluasi lahan ini selanjutnya akan diperbaiki dan dilengkapi setelah diperoleh data analisis contoh tanah. Pengambilan Contoh Tanah Untuk mendukung evaluasi lahan dan klasifikasi tanah, sejumlah contoh tanah perlu diambil untuk analisis sifat fisik-kimia di laboratorium. Contoh tanah diambil dari lapisan atas pada kisaran 0-30 cm dan lapisan bawah 30-60 cm, yang disesuaikan dengan ketebalan horison dari minipit pewakil satuan lahan dan mempunyai penyebaran luas. Untuk lahan sawah, contoh tanah cukup diambil lapisan atasnya. Data tanah lapisan atas digunakan untuk evaluasi lahan tanaman pangan (berakar dangkal), sedangkan untuk tanaman tahunan/ perkebunan (berakar dalam) digunakan data rerata tertimbang lapisan atas dan bawah. Contoh tanah profil pewakil dari satuan tanah utama diambil untuk setiap horison, biasanya 4-6 lapisan. Data profil tanah di samping digunakan untuk evaluasi lahan juga untuk mendukung klasifikasi tanah. Setiap contoh tanah harus diberi kode yang sesuai dengan kode 38 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN yang tercantum pada peta titik pengamatan untuk memudahkan pengecekan dan penelusuran data. Pengumpulan Data Penunjang Data penunjang yang perlu dikumpulkan di lapangan adalah data iklim dan data sosial ekonomi pertanian. Data iklim diperlukan untuk menduga neraca air/ketersediaan air tanah, jumlah bulan kering dan basah, dan rejim kelembaban tanah. Data yang perlu dikumpulkan terdiri atas curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin rerata bulanan untuk jangka waktu 5-10 tahun terakhir. Data tersebut diambil dari stasiun pengamat di daerah penelitian, dan dapat diperoleh dari instansi terkait, seperti Dinas Pertanian, Dinas Pengairan, Kantor Statistik, dan Badan Meteorologi dan Geofisika. Data sosial ekonomi pertanian diperlukan untuk mendukung evaluasi lahan dan pewilayahan komoditas. Data diperoleh di lapangan melalui wawancara dengan petani atau petugas pertanian melalui pengisian kuesioner dan melalui pengumpulan data sekunder dari instansi terkait. Data tersebut adalah jenis usahatani, komoditas unggulan, dan biaya input-output, untuk menghitung nilai B/C, R/C ratio dan NPV. Data tersebut diusahakan mewakili setiap satuan evaluasi lahan. PENYUSUNAN PETA SATUAN EVALUASI LAHAN Analisis Contoh Tanah di Laboratorium Analisis contoh tanah terdiri dari penetapan tekstur tiga fraksi, pH, kadar Corganik, N, P, dan K total, P tersedia, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, K, dan Na), KTK, dan kejenuhan basa. Analisis tambahan diperlukan untuk tipologi lahan tertentu, yaitu kadar Al (untuk lahan kering masam), karbonat (untuk tanah berkapur), bahan sulfidik, daya hantar listrik dan salinitas (untuk lahan pasang surut), sifat andik dan retensi P (tanah volkan muda). Jenis analisis contoh tanah disajikan dalam Lampiran 4. Basis data disusun dengan memilih salah satu cara: (1) dimasukkan ke dalam format basis data standar Site & Horizon Data Entry (SHDE4) dan Soil Sample Analysis (SSA); atau (2) dimasukkan ke dalam program Excel dan dBase-IV dengan format yang sama dengan basis data standar. Data tersebut selanjutnya dihubungkan dengan program Soil Data Processing for Land Evaluation (SDPLE) dan ALES untuk tujuan evaluasi lahan dan program MPK untuk pewilayahan komoditas. Peta Satuan Evaluasi Lahan Konsep peta satuan lahan yang telah disusun masih harus diperbaiki dan dilengkapi dengan data hasil analisis contoh tanah. Sifat-sifat tanah yang mungkin akan berubah setelah analisis laboratorium adalah tekstur, pH, dan sifat khusus lainnya (kadar Al, DHL, pirit, karbonat). Contoh legenda peta satuan evaluasi lahan yang telah diperbaiki dan siap digunakan dalam evaluasi lahan disajikan dalam Tabel 5. 39 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Tabel 5. Contoh legenda peta satuan evaluasi lahan skala 1:50.000. No. SP 1 2 3 Landform Dataran Aluvial Dataran volkan agak tertoreh Perbukitan tektonik sangat tertoreh Bahan induk Relief (lereng) Elevasi (m dpl) Aluvium Agak datar (1-3%) 200-275 Batuan volkan Batuan sedimen Berombak (3-8%) Berbukit (15-30%) 375-600 300-500 Karakteristik tanah*) • Dalam, drainase terhambat, tekstur halus, pH netral (Typic Endoaquepts). • Dalam, drainase baik, tekstur halus, pH agak masam (Oxyaquic Eutrudepts). • Sangat dalam, drainase baik, tekstur halus, pH masam (Humic Dystrudepts). • Dalam, drainase baik, tekstur halus, pH agak masam (Typic Dystrudepts). • Dalam, drainase baik, tekstur halus, pH sangat masam (Typic Hapludults). • Dangkal, drainase baik, tekstur sedang, pH masam (Lithic Dystrudepts). Sifat khusus Bahaya genangan Penggunaan lahan Sawah irigasi Luas ha % 2.450 1,25 3.570 2,45 1.240 0,85 Kebun campuran Kej. Al tinggi Tegalan, diteras Semak Kej. Al tinggi Singkapan batuan Tegalan, diteras Hutan *) Sedapat mungkin klasifikasi tanah sampai tingkat grup atau subgrup menurut Taksonomi Tanah (1998). Peta satuan evaluasi lahan, termasuk titik-titik pengamatan lapang perlu didigitasi dan disimpan dalam basis data spasial. Basis data tabular dan spasial yang telah selesai diedit selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk evaluasi lahan berbagai komoditas pertanian dengan memanfaatkan fasilitas GIS. Sampai tahap ini telah diselesaikan penyusunan Peta Satuan Evaluasi Lahan untuk daerah-daerah yang belum tersedia data sumberdaya lahannya. EVALUASI LAHAN Untuk tahap selanjutnya adalah pengolahan data untuk penilaian evaluasi lahan dan penyusunan peta pewilayahan komoditas. Untuk tahapan ini, dapat mengacu kepada Juknis Model-1 yang telah disusun secara terpisah. 40 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN DAFTAR PUSTAKA Buurman, P., and T. Balsem. 1990. Land unit classification for the reconnaissance soil survey of Sumatra. TR No. 3, Version 2.1. LREP Project. Centre for Soil and Agroclimate Research, Bogor. CSR/FAO Staff. 1983. Reconnaissance land resource surveys 1: 250.000 scale Atlas Format Procedures. AGOF/INS/78/006. Manual 4, Version 1. CSR/FAO, Bogor. Dent, F.J., Desaunettes, J.R., and J.P. Malingreau. 1977. Detailed reconnaissance land resources surveys Cimanuk Watershed area (West Java). AGL/TF/INS/44. Working paper No.14. FAO/SRI, Bogor. Desaunettes, J. R. 1977. Catalogue of landform fro Indonesia. Example of physiographic approach to land evaluation for agricultural development. AGL/TF/INS/44. Working paper No.14. SRI/FAO. Bogor. FAO. 1977. Guidelines for soil profile description. FAO Soil Bulletin 73. Rome. Goosen, D. 1967. Aerial photo interpretation in soil survey. FAO Soil Bulletin No.6. Rome. Kips, A. Ph., D. Djaenudin, and Nata Suharta. 1981. The land unit approach to land resources surveys for land use planning with particular reference to the Sekampung watershed, Lampung Province, Sumatra., Indonesia. AGOF/INS/78/006. Technical Note No.11. Centre for Soil Research, Bogor. Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J. Hof dan E.R. Jordens.1997. Pedoman klasifikasi landform. LT 5 Versi 3.0. Proyek LREP II, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Muljadi, D., and F.J. Dent. 1979. Evaluation of Indonesian soil and land resources. Indonesian Agricultural Research and Development Journal. No.1-2: 21-23. Soil Survey Staff, 1998. Keys to Soil Taxonomy. United States Department of Agriculture. Natural Resources Conservation Service. Eighth Edition, 1998. Van Zuidam, R. 1986. Air photo-interpretation for terrain analysis and geomorphologic mapping. Smits Publ. The Hague, The Netherlands. 41 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 1. Persiapan cara interpretasi foto udara. Interpretasi foto udara dimaksudkan untuk menyusun poligon-poligon satuan lahan berdasarkan perbedaan kenampakan stereoskopis permukaan lahan (land surface features). Kenampakan permukaan lahan yang dapat diinterpretasi adalah landform, relief/lereng, tingkat torehan, pola drainase, litologi, dan penggunaan lahan. Unsur-unsur tersebut berkaitan erat dengan sifat tanah dan evaluasi lahannya. Interpretasi foto udara dilakukan pada tempat yang mempunyai sinar cukup terang agar dapat mengamati obyek secara jelas dalam tiga dimensi. Langkah yang diambil untuk interpretasi foto udara adalah sebagai berikut: 1. Lakukan lay out seluruh foto yang ada, sesuai dengan nomor urut foto dan nomor urut jalur terbang pada peta indeks, sehingga membentuk suatu block mosaic. Dengan demikian akan dapat diketahui secara keseluruhan cakupan wilayah yang diliput oleh foto udara tersebut, termasuk overlap dan sidelap-nya satu sama lain. Gambarkan lokasi tersebut pada peta dasar atau peta rupa bumi. 2. Tentukan setiap lembar foto udara titik pusat (center point), transfer titik-titik pusat dari foto yang overlap sebelah kiri dan kanan, dan transfer titik-titik sayap (wing point) dari foto yang sidelap. Titik-titik tersebut biasanya berjumlah 7-9 buah untuk setiap foto. 3. Gambarkan jalur terbang dengan menghubungkan 3 titik pusat dari setiap foto. 4. Gambarkan daerah efektif (effective area atau match area), yaitu daerah yang akan diinterpretasi, dibuat dengan cara menarik dua garis tegak lurus jalur terbang pada sebelah kiri dan kanan titik pusat. Bagian pinggir foto tidak diinterpretasi karena kemungkinan adanya distorsi atau penyimpangan skala. 5. Interpretasi dilakukan di atas plastik transparan yang ditempatkan di atas foto udara dengan menggunakan OH-pen. Penggunaan plastik tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan foto menjadi rusak atau kotor jika penarikan batas dilakukan secara langsung pada fotonya. 6. Untuk interpretasi, ambil 2 buah foto udara yang berpasangan yang telah dibuat titik pusat dan daerah efektifnya, lalu tempatkan di bawah alat stereoskop cermin; amati dengan menggeser-geser kedua foto agar tepat overlapping dan memberikan kenampakan 3 dimensi. 7. Interpretasi harus dilakukan pada daerah efektif. Berdasarkan kenampakan 3 dimensi tadi, terlebih dahulu ditarik garis batas pembeda/delineasi utama (master line) antara landform utama yang berbeda, kemudian diikuti dengan penarikan batas-batas satuan landform dan relief/lereng, yang lebih detail. Hasil interpretasi dan delineasi yang mantap dan lengkap biasanya diperoleh setelah beberapa kali (2-3 kali) mengulang interpretasi dan mengamati obyek yang sama. 8. Selama interpretasi berlangsung dapat menggunakan informasi dari peta rupa bumi dan geologi. Sebagai acuan cara interpretasi foto udara secara rinci dapat digunakan buku Aerial photo-interpretation in terrain analysis and geomorphologic mapping (Van Zuidam, 1986) atau Aerial photo interpretation in soil survey (Goosen, 1967). 42 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 2. Pengelompokan satuan landform, relief/lereng, bahan induk, dan sifat-sifat tanah. 1. A. A01 A011 A012 A013 A014 A015 A016 A02 A021 A022 A023 A03 A031 LANDFORM ALUVIAL lahan aluvial dataran banjir teras sungai dataran aluvial dasar lembah jalur aliran delta danau lahan aluvio koluvial kipas aluvial lahan koluvial dataran antar perbukitan basin aluvial basin lakustrin V V01 V011 V012 V013 V014 V015 V016 V017 V02 V021 V022 V03 V04 X A032 B B01 B02 B03 E E01 E02 G G01 G02 K K01 K02 K03 K04 M M01 M02 M03 M04 T. TO1 T02 T03 T04 T05 T06 TO7 T08 T09 T10 T11 T12 depresi aluvial FLUVIO MARIN delta laut dat.est.sep.muara/hilir/sung./pant. dataran fluvio marin EOLIN lapisan pasir (>50cm) gumuk pasir GAMBUT gambut topogen gambut ombrogen KARST plateau karst dataran karst perbukitan karst pegunungan karst MARIN pesisir dataran pasang surut teras marin terumbu karang TEKTONIK dan STRUKTURAL plateau mesa Bute teras angkatan hogback cuesta landform patahan blok (tunggal landform lipatan (tunggal) punggung/perbukitan paralel paneplain dataran struktural/tektonik perbukitan/pegunungan struktural 2. f n u r h m 3. 4. 43 VOLKANIK volkan berlapis kerucut volkan aliran lahar aliran lava kipas volkan dataran volkan lungur volkan kerucut anakan volkan tameng volkan tameng membulat plateau volkan volkan tua intrusi volkan Aneka/Lain-lain (lahan rusak, singkapan batuan, galian/pertambangan, longsoran dll.) RELIEF/LERENG Lereng Beda tinggi datar <1% agak datar 1-3% <2m berombak 3-8% 2-10 m bergelombang 8-15% 10-50 m berbukit 15-30% 50-300 m bergunung >30% >300 m TOREHAN Drainase kerapatan Pj. alur (cm2 peta) agak tertoreh rendah < 1 cm cukup tertoreh sedang 1-2 cm sangat tertoreh tinggi > 2 cm POLA DRAINASE ann anular ang angular bra braided cen sentripetal com komplek den dendritik sud sub dendritik der deranged dic dikhatomik/kipas kar karstik mea meander par paralel sup sub paralel pin pinnate rad radial/sentrifugal rec rectangular ret reticular sin sinuous tre trellis sut sub trellis BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 5. 100 110 111 112 113 114 120 121 122 123 200 211 212 213 214 220 230 300 310 320 330 6. h b s r e u k w i 7. i r l p tb tg nt 8 1 2 3 4 1 2 3 4 5 BAHAN INDUK/LITOLOGI batuan beku Plutonik granit granodiorit, diorit Gabro peridotit, serpentinit Volkanik dasit, liparit, riolit, bt apung Andesit Basalt Sedimen batuliat, batulanau, serpih batupasir, konglomerat batugamping, batugamping karang napal, batuliat berkapur, kapur aluvium organik metamorfik skis, filit, kuarsit, batusabak marmer/batu pualam gneis, amfibolit PENGGUNAAN LAHAN/LANDUSE hutan belukar semak padang rumput/alang-alang perkebunan pertanian lahan kering/tegalan kebun campuran sawah tambak PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN sawah irigasi sawah tadah hujan sawah lebak/rawa sawah pasang surut teras bangku teras gulud atau lainnya tidak diteras TANAH Kedalaman efektif tanah dangkal < 50 cm Sedang 50-75 cm Dalam 76-100 cm sangat dalam > 100 cm Tekstur tanah Halus: C, SiC, SC Agak halus: SCL, SiCL, Cl Sedang: L, SiL, Si Agak kasar: SL Kasar: LS, S Drainase Buruk-Sangat buruk Terhambat Sedang Baik Agak cepat-cepat Reaksi Tanah/pH Sangat masam < 4,5 Masam 4,6-5,5 Agak masam 5,6-6,5 Netral 6,6-7,5 Alkalin >7,6 Ketebalan Gambut: G1 < 50 cm G2 51-100 cm G3 >100 cm Kedalaman bahan sulfidik/pirit: P1 < 50 cm P2 51-100 cm P3 > 100 cm Kejenuhan Al (%) 1. Rendah < 20 2. Sedang 21-60 3. Tinggi > 60 Daya hantar listrik/DHL (dS/m) 1. Rendah < 2 2. Sedang 3-4 3. Tinggi > 4 Tipe luapan (daerah pasang surut) A : terluapi pasang kecil dan besar B : terluapi pasang besar 1 2 3 4 5 C : tidak terluapi pasang, air tanah dangkal D : tidak terluapi pasang, air tanah dalam. 44 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 3. Cara mendeskripsi penampang tanah. 1. Tentukan lokasi/site yang masih alami, atau jika lahan pertanian, pilih yang permukaannya rata. Hindari lokasi bekas timbunan atau galian. 2. Buat lubang berbentuk persegi atau bujur sangkar dengan ukuran: panjang x lebar x dalam 0,5 x 0,5 x 0,5m, dengan sisi bidang penampang yang akan dideskripsi atau diamati terkena/menghadap sinar matahari. Bagian atas/permukaan tanah dari bidang yang akan diamati tersebut jangan ditimbun tanah galian atau diinjak. 3. Ratakan secara vertikal keempat sisi-sisi bidang tersebut. 4. Selama penggalian lubang berlangsung, amati dan catat apa yang tercantum dalam form isian bagian A (Deskripsi Fisik Lingkungan Lokasi Pengamatan). 5. Deskripsi penampang tanah dimulai dengan mengkorek-korek permukaan bidang tanah sedikit demi sedikit dari atas sampai bawah dengan pisau tanah (pisau belati yang tumpul). 6. Tentukan batas-batas setiap lapisan atau horison dengan pisau tersebut berdasarkan perbedaan kenampakan warna tanah, tekstur dan/atau struktur, mulai dari lapisan atas sampai bawah. 7. Tentukan sifat-sifat morfologi tanah untuk setiap lapisan, meliputi: ketebalan lapisan, warna matriks, warna karatan (kalau ada), tekstur, struktur, konsistensi, bahan kasar (kalau ada), dan pH tanah. Catat semua data tersebut pada form isian pada bagian B (Deskripsi Penampang Tanah). 8. Untuk lapisan di bawah 50 cm, lakukan pengeboran dengan alat bor untuk setiap ketebalan 20 cm, sampai mencapai kedalaman 120 cm dari permukaan tanah. Lalu tentukan sifat-sifat morfologinya seperti di atas. 9. Bandingkan hasil deskripsi dari lokasi tersebut dengan hasil-hasil deskripsi lainnya dari suatu transek satuan lahan untuk melihat perbedaannya. 10. Tentukan sedapat mungkin klasifikasi tanah menurut Soil Taxonomy (1998) sampai grup atau subgrup. 45 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 4. Contoh form isian pengamatan lapangan. A. DESKRIPSI LOKASI PENGAMATAN 1. No. Urut Form:______________ (diisi oleh operator basis data) 2. Kode pengamatan/ satuan lahan: ________/__________ 3. Foto udara: Run/No.____________________________ 4. Lokasi pengamatan: ____________________________ 5. Tanggal pengamatan: ______/_______/_____________ 6. Jenis pengamatan: profil/minipit/bor 11. Elevasi: _____________ m dpl. 12a. Landform: ______________________ 12b. Relief: _________________________ 13a. Lereng: ______% 13b. Posisi site pada transek untuk: • Lahan kering berlereng: bagian puncak/lereng atas/lereng tengah/lereng bawah/kaki lereng • Lahan basah/rawa: bagian pinggir/bagian tengah. 15. Batuan di permukaan: sedikit, <10% - sedang, 10-25% - banyak, >25%. 16. Bahan induk: _______________________________ 17a. Drainase: _________________________________ 18b. Kedalaman muka air tanah: _______cm. 19a. Frekuensi banjir: jarang/kadang-kadang/sering. 21. Gejala erosi: tidak ada/ada. 21a. Jenis erosi: lembar – alur – parit - tebing/gully. 22. Kedalaman efektif: _________ cm. 24. Penggunaan lahan:_______________________ Jenis vegetasi: ___________________ • Pengelolaan: irigasi - teras bangku - teras gulud - teras lainnya • Sumber air: bendungan - sungai - air tanah. 26. Arahan penggunaan lahan: 26a. Jenis komoditas: Tan. pangan lahan basah/tan. pangan lahan kering/hortikultura buah-buahan/perkebunan/peternakan/perikanan. 26b. Kelas: sangat sesuai - cukup sesuai - sesuai marginal - tidak sesuai. 46 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 26c. Faktor pembatas: rejim suhu-ketersediaan air-hara tersedia-retensi hara-kondisi perakaran- salinitas-toksisitas-bahaya erosi-bahaya banjir-kemudahan pengolahan-potensi mekanisasi. 27. Catatan tambahan:_________________________ 28. Gambar sket posisi pengamatan: B. DESKRIPSI PENAMPANG TANAH Lapisan Kedalaman (cm) Warna matriks Tekstur Struktur karatan Konsistensi lembab Bahan kasar pH Truogh basah I II III IV V Catatan: 1. Tekstur Halus: C=liat, SiC=liat berdebu, SC=liat berpasir Agak halus: SiCl=lempung liat berdebu, SCL=lempung liat berpasir, CL=lempung berliat. Sedang: L=lempung, SiL=lempung berdebu, Si=debu. Agak kasar: SL=lempung berpasir Kasar: LS=pasir berlempung, S=pasir 2. Struktur: ab=gumpal bersudut, sb=gumpal, cr=remah, m=masif, l=lepas. 3. Konsistensi: Lembab: sangat gembur, gembur, teguh, sangat teguh. Basah: agak lekat, lekat, sangat lekat. 4. Bahan kasar: fragmen batuan, kerakal, kerikil, di dalam penampang. 5. Klasifikasi Tanah: Taksonomi Tanah (1998):___________________ 6. Catatan tambahan:________________________________________ 47 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lampiran 5. Jenis analisis contoh tanah. Analisis contoh tanah dari minipit untuk tujuan evaluasi lahan, dan contoh tanah dari profil pewakil untuk penetapan klasifikasi tanah. Analisis tanah dibedakan dua macam yaitu analisis standar dan analisis tambahan. 1. Jenis analisis standar sifat fisik-kimia tanah meliputi: • Tekstur: fraksi <2 mm: liat (<2 ), debu (2-50 ), dan pasir (50-2.000 ) • C organik • N total • P dan K total (HCl 25%) • P tersedia (Bray I untuk tanah masam; Olsen untuk tanah netral-alkalin) • KTK NH4OAc, pH 7,0 • Basa-basa dapat dipertukarkan (NH4OAc, pH 7,0) - Ca, Mg, K, dan Na • Al (1N KCl) dapat dipertukarkan (bila pH-H2O <5,0) • pH H2O dan KCl (rasio 1:1). 2. Analisis tambahan Analisis tambahan diperlukan untuk tanah-tanah tertentu, yaitu: • Kadar pirit atau bahan sulfidik (untuk tanah pasang surut) • Daya hantar listrik (untuk tanah pasang surut) • Sifat andik (untuk tanah volkan muda) • Retensi P (untuk tanah volkan muda) • Sifat vertik (COLE) (untuk tanah mempunyai sifat rekahan) • Karbonat (CaCO3) (untuk tanah berkapur). 48 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 4. Pengkajian Analisis Data dan Informasi Iklim untuk Menekan Risiko Pertanian PENDAHULUAN Tersedianya sumber daya manusia yang handal di daerah menjadi salah satu syarat tercapainya keberhasilan pembangunan di daerah bersangkutan. Dalam era otonomi daerah, selain sumber daya manusia yang berkualitas juga dituntut adanya kemampuan dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia di setiap daerah. Salah satu sumber daya alam yang berpotensi untuk dikembangkan adalah iklim. Terbatasnya pemahaman tentang iklim, analisis dan interpretasi data menjadikan sumber daya ini seringkali luput dari perhatian. Padahal apabila dikelola dengan baik, iklim dapat menjadi sumber daya yang mendukung usaha pertanian, karena risiko akibat deraan iklim dapat dihindari atau paling tidak dapat diminimalkan. Puslitbangtan c/q Balittan Bogor sejak tahun 1972 melalui proyek ATA-110 telah membangun suatu jaringan pengamatan iklim dengan 26 stasiun iklim, dan secara reguler informasi iklim hasil analisisnya disebarkan ke beberapa Puslitbang dan Balit dalam bentuk publikasi AGRO-CLIMATOLOGY (A compilation of climatology data) hingga tahun 1995 telah diterbitkan sebanyak 83 edisi. Dalam perkembangan selanjutnya inventarisasi dilakukan hingga bulan April 1997, di lingkup Badan Litbang Pertanian terdapat tidak kurang dari 45 stasiun iklim dan atau lebih dari 55 penakar hujan. Stasiun tersebut dikelola oleh masing-masing balai dan instalasi sehingga mempersulit kordinasi, karena keterlambatan pengiriman data sehingga menyulitkan pengguna dalam analisis data. Untuk mengatasi hal tersebut, mulai tahun 2002 Puslitbangtanak menyusun program pembinaan dan pembimbingan dalam pengembangan sistem jaringan stasiun pengamatan dan database iklim serta analisis agroklimat. Guna mendukung kegiatan tersebut pada tanggal 10 Januari 1997 telah disepakati kerja sama antara Pemerintah Perancis dan Pemerintah Indonesia mengenai pengembangan sistem usahatani lahan kering berwawasan agribisnis. Tujuan dari proyek tersebut adalah: (1) pemasangan peralatan iklim dan hidrologi; (2) alih teknologi; (3) pelatihan di dalam dan luar negeri; dan (4) penelitian dan pengembangan. Untuk tujuan tersebut telah dipasang 74 unit stasiun iklim otomatis (Automatic Weather Station) dan 23 unit stasiun duga muka air otomatis (Automatic Water Level Recorder) yang dipasang di 7 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Kelebihan dari data digital antara lain data dari AWS bisa langsung dibaca dalam komputer menggunakan format SARRA melalui sebuah kaset yang dipasang dalam AWS. Selain itu, data dapat langsung dikirim melalui telepon, fax atau internet, sehingga dapat menghemat waktu dan tenaga pengamat cuaca, serta data yang dihasilkan lebih cepat dan akurat. Untuk meningkatkan kemampuan tenaga pengamat dan peneliti di daerah dalam mengelola dan menganalisis data iklim untuk perencanaan pertanian, perlu pembinaan dan pembimbingan untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam menganalisis dan menginterpretasi data sehingga dihasilkan informasi pertanian yang tangguh. 49 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Untuk mengoptimalkan pemanfaatan data iklim dan hidrologi yang berasal dari peralatan tersebut, serta meningkatkan kemampuan para peneliti dalam analisis dan interpretasi data agroklimat, maka pada tahun 2002 telah dilakukan pembinaan dan pembimbingan dalam pengembangan sistem jaringan stasiun pengamatan dan database iklim serta analisis agroklimat. Pembinaan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan sistem pendampingan, agar materi teori maupun praktek, dan metode yang telah disampaikan dalam pelatihan sebelumnya dapat lebih dikuasai, serta dikerjakan sendiri oleh BPTP berdasarkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi masing-masing. Konsep tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi BPTP yang mengelola stasiun otomatis, tetapi juga harus dikembangkan untuk lokasi lainnya termasuk BPTP yang tidak memiliki stasiun otomatis. Proses ini diharapkan berkesinambungan dan terkait antara tahap satu dengan tahap berikutnya. Dengan demikian akan mempermudah proses alih teknologi. Apabila proses alih teknologi dapat berlangsung dengan baik, maka peningkatan kemampuan dan kualitas sumberdaya manusia di daerah, khususnya para peneliti di BPTP, dapat tercapai. Peningkatan kemampuan dan apresiasi terhadap sumberdaya iklim akan melahirkan konsep-konsep baru dalam memandang iklim sebagai sumberdaya yang sangat potensial untuk menunjang keberhasilan pembangunan, terutama pembangunan pertanian, karena risiko kegagalan akibat deraan iklim dapat dihindari atau diminimalkan. Justifikasi Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia di daerah termasuk BPTP saat ini, khususnya dalam analisis data iklim dan interpretasinya, menjadi lebih penting dalam era otonomi daerah. Sebagian besar kemampuan staf di daerah (BPTP) sangat terbatas dalam analisis data iklim dan interpretasinya. Selain faktor pengalaman dan latar belakang yang bukan bidangnya, hal ini juga disebabkan karena iklim sebagai faktor yang penting dalam proses produksi pertanian sering kurang mendapat perhatian dibanding faktor lainnya, seperti tanah dan tanaman. Akibatnya apresiasi terhadap sumberdaya iklim juga menjadi berkurang. Padahal apabila dioptimalkan, iklim dapat menjadi sumberdaya yang sangat potensial. Untuk itu pelatihan dan pendampingan dalam analisis data agroklimat serta interpretasinya perlu dilakukan agar informasi iklim dapat didayagunakan sehingga risiko dapat diminimalkan. Dengan adanya pelatihan diharapkan para staf dapat melakukan analisis dan interpretasi data iklim serta menyusun Buletin Agroklimat di daerah masing-masing, dengan tetap disertai pendampingan. Tujuan Membina/membimbing para peneliti di BPTP agar dapat melakukan analisis dan interpretasi data iklim serta menyusun Buletin Agroklimat secara mandiri. Luaran Para peneliti di BPTP dapat melakukan analisis dan interpretasi data agroklimat serta menyusun Buletin Agroklimat secara mandiri di masing-masing daerah. 50 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN METODOLOGI Pendekatan Pembinaan analisis data dan informasi iklim untuk menekan risiko kegagalan usahatani merupakan kegiatan yang berbentuk pelatihan dan pendampingan. Hasilhasil penelitian dalam bidang agroklimat dan hidrologi dikemas dalam bentuk program (spread sheet) yang relatif sederhana, menarik dan mudah dipahami oleh para pengguna di daerah. Dengan demikian diharapkan alih teknologi dapat berlangsung dengan baik dan mencapai sasaran. Pada tahun pertama telah dilakukan pelatihan (workshop) bagi enam BPTP (Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur) tentang pengelolaan stasiun iklim dan penyusunan metode analisis agroklimat untuk menekan risiko. Diberikannya materi pengelolaan stasiun iklim, karena enam BPTP tersebut diberi wewenang untuk mengelola beberapa alat pengamatan iklim dan hidrologi otomatis, yaitu AWS (Automatic Weather Station) dan AWLR (Automatic Water Level Record) hasil kerja sama Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian dengan CIRAD Perancis. Materi diberikan dalam bentuk diktat yang terdiri dari pemahaman terhadap teori neraca air (30%) dan materi praktikum (70%). Mekanisme umpan balik dari pelatihan tersebut adalah dengan cara mewajibkan para peserta menyusun Buletin Agroklimat bulanan dengan menggunakan data spesifik lokasi di masing-masing BPTP. Buletin kemudian dikirim ke Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi untuk dievaluasi. Jika ditemui kejanggalan dalam proses analisis, para peserta diwajibkan untuk melakukan pendalaman materi kembali yang dibimbing oleh Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Diharapkan untuk tahap selanjutnya para peneliti di enam BPTP tersebut dapat melakukan analisis data iklim dan interpretasinya secara mandiri di masingmasing daerahnya dengan tetap dilakukan pendampingan untuk membantu dalam proses analisis dan interpretasi. Konsep ini dikembangkan dan diterapkan untuk BPTP Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur dengan titik berat materi pada analisis data iklim dan interpretasinya. Tahun berikutnya dilakukan pemantapan dan penyebarluasan (diseminasi) hasil analisis dan interpretasi. Demikian seterusnya, proses ini berlangsung secara berkesinambungan. Untuk mempermudah proses alih teknologi, peserta dari masing-masing BPTP diharapkan tidak berganti-ganti. Kegiatan ini dilaksanakan secara berkelompok di dua lokasi, yaitu Sumatera Utara untuk BPTP Sumatera Utara dan Jawa Timur untuk BPTP Jawa Barat dan Jawa Timur. Pelatihan diberikan sebagian besar (70%) dalam bentuk praktikum, selebihnya (30%) dalam bentuk teori dan pengenalan lapang (field trip). Untuk mengetahui tingkat pemahaman dan penguasaan materi pelatihan, pada hari terakhir dilakukan presentasi hasil analisis oleh setiap BPTP dan penyusunan kertas kerja. Materi yang disampaikan dalam pelatihan ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) teori, yang meliputi pengantar hubungan iklim, tanah dan tanaman, database dan buletin agroklimat; (2) praktikum database iklim, 51 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN database hidrologi, database cropping system, database tanah, fenologi tanaman; dan (3) pengenalan lapang (field trip). Penyusunan database dilakukan dengan menggunakan program Access. Database disusun dalam suatu tabel data, masing-masing berisi data dan penjelasan sebagai berikut: Database iklim Database iklim diambil dari data harian yang terdiri dari curah hujan, kelembaban (maksimum, minimum, rerata), suhu (maksimum, minimum, rerata), radiasi global dan kecepatan angin (maksimum, minimum, rerata), sedangkan data evapotranspirasi apabila tidak diamati dapat dihitung berdasarkan parameter iklim yang lain dengan model Penman-Montheit. Database hidrologi Memuat data debit dari bendung (reservoir) di lokasi penelitian, kapasitas bendung, dan lain-lain. Database cropping system Memuat deskripsi tentang sistem pertanian yang didapatkan dari survei lapangan, antara lain pola tanam, tanggal tanam, sistem irigasi, jenis tanaman, dan lain-lain. Database tanaman Merupakan kumpulan data tentang karakteristik tanaman yang merupakan referensi data tanaman dari FAO seperti lama/panjang fase fisiologi tanaman, koefisien tanaman, dan sensitifitas tanaman terhadap cekaman air siklus pertumbuhan, tinggi tanaman, kedalaman perakaran, persentase dari ketersediaan air yang diambil oleh tanaman, persentase penutupan tanaman, dan lain-lain. Database tanah Database tanah berisi deskripsi tentang sifat fisik tanah dan karakteristik hidrodinamik tanah. Data diperoleh setelah dilakukan analisis contoh tanah dari beberapa lokasi terpilih. Data yang diperlukan antara lain adalah kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen, porositas, total ketersediaan air, total air yang dievaporasikan pada setiap lapisan tanah, dan lain-lain. Pengolahan dan analisis neraca air digunakan untuk mengetahui kecukupan air tanaman tertentu pada jenis tanah tertentu di lokasi tertentu. Kecukupan air selama masa pertanaman menentukan potensi kehilangan hasil tanaman yang bersangkutan. Tanaman membutuhkan air yang cukup selama masa pertumbuhannya. Kekurangan air akan mengakibatkan reduksi transpirasi tanaman. Kondisi ini berakibat pada penurunan hasil tanaman. Input air tanaman yang utama berasal dari curah hujan, sedangkan air yang tersimpan pada zona perakaran digunakan oleh tanaman untuk transpirasi, dan sebagian hilang melalui evaporasi. Data hasil pengolahan dan analisis data selanjutnya diinterpretasi dan disusun dalam format Buletin Agroklimat bulanan. 52 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lingkup dan Rencana Kegiatan Persiapan Peserta yang berasal dari BPTP jumlahnya dibatasi maksimal dua orang agar efektif, baik dari segi alih ilmu maupun dalam proses penyerapan materi. Materi yang akan diberikan membutuhkan ketekunan dan konsentrasi tinggi dalam proses pemahamannya. Oleh karena itu, peserta yang berhak mengikuti pelatihan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Pendidikan minimal S1 Pertanian. 2. Menguasai aplikasi komputer terutama Microsoft Word, Microsoft Excel dan pernah mengenal atau tahu Microsoft Access. 3. Diutamakan yang menangani data Automatic Weather Station (AWS)/data iklim dan Automatic Weather Station (AWS)/data hidrologi bagi BPTP yang dipercaya menangani kedua stasiun tersebut. 4. Memiliki motivasi tinggi dan mampu mengkomunikasikan hasil pelatihan. Agar lebih memudahkan pemahaman mengenai materi yang diajarkan, peserta diwajibkan mencoba menganalisis data agroklimatologi dari stasiun iklim yang terdekat dengan BPTP masing-masing. Guna mendukung kelancarannya maka kewajiban para peserta adalah sebagai berikut: 1. Membawa data iklim dan curah hujan harian dan hidrologi untuk stasiun terdekat dengan time series yang cukup panjang dan telah dientri dalam format Excel atau Lotus123. 2. Membawa data sifat fisik tanah untuk stasiun-stasiun tersebut. 3. Dianjurkan membawa komputer notebook yang dilengkapi floppy disk dan CDRoom dengan software Microsoft Office, minimal versi 2000. Pelaksanaan pelatihan Pelatihan dilaksanakan selama 6 hari dengan pertimbangan satu materi dibahas selama 1 hari, termasuk teori dan praktek. Jadwal pelatihan disajikan dalam Tabel 1. Kegiatan penelitian dan pengkajian analisis data dan informasi iklim untuk menekan risiko kegagalan usahatani meliputi dua kegiatan utama. Pertama, pengantar yang berupa kuliah umum mengenai database iklim, tanah dan tanaman; hubungan iklim, tanah dan tanaman; dan Buletin Agroklimat. Kedua, pendalaman materi Buletin Agroklimat melalui praktikum dan latihan, serta penyusunan kertas kerja untuk wilayah masing-masing. Materi yang diberikan dalam pelatihan meliputi pengantar dengan porsi 20% dari total kegiatan serta teori, praktikum dan pembuatan kertas kerja dengan porsi 80%. Materi pengantar meliputi database iklim, tanah dan tanaman, hubungan iklim, tanah dan tanaman dan Buletin Agroklimat. Praktikum meliputi database iklim, tanah dan tanaman, introduksi pola tanam dalam database agroklimat, dan penyusunan kertas kerja berupa Buletin Agroklimat untuk wilayah masing-masing. 53 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Tabel 1. Garis besar jadwal pelatihan. Hari Materi Pertama Pembukaan Pengantar 1. Hubungan iklim, tanah dan tanaman 2. Database 3. Buletin Agroklimat Kedua Database tanah, tanaman, iklim, cropping system (teori dan praktikum) Ketiga Database pola tanam (teori dan praktikum) Keempat Kunjungan lapang (field trip) Kelima Penyusunan Buletin Agroklimat dan kertas kerja Keenam Presentasi hasil setiap BPTP Penutupan Evaluasi Untuk mengetahui tingkat penguasaan materi oleh masing-masing peserta, maka dilakukan evaluasi melalui pembuatan kertas kerja dan Buletin Agroklimat yang wajib disampaikan ke Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi setiap bulan, untuk dipantau sejauh mana Buletin Agroklimat dapat diaplikasikan. Melalui validasi di lapangan dilihat tingkat penyimpangan hasil simulasi dengan data existing. Pelatihan dilakukan dua kali. Pertama, di daerah bekerjasama dengan pihak BPTP setempat. Kedua, dilakukan menjelang akhir tahun di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Khusus untuk yang kedua, kegiataan diikuti oleh beberapa peserta yang pernah didampingi dan tiap peserta diwajibkan untuk mempresentasikan hasil yang telah mereka lakukan di lapangan. Pada tahun selanjutnya, pengolahan dan analisis serta interpretasi data agroklimat diharapkan dapat dilakukan oleh staf BPTP sendiri sementara peneliti Puslitbangtanak hanya berperan sebagai pendamping/nara sumber/supervisor. Bahan penelitian Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian adalah data iklim harian, data debit, informasi pertanian (pola tanam, karakteristik tanaman, tanggal tanam, dll.). Bahanbahan ini diperlukan terutama dalam pembuatan materi baik teori maupun praktikum. Untuk bahan pelatihan, diperlukan seminar kit, yang berisi antara lain buku panduan, makalah materi pengantar, bahan praktikum, ballpoint, buku, name tag, dan sertifikat. 54 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 5. Kalibrasi Uji Tanah Hara P dan K di Lahan Kering untuk Tanaman Jagung PENDAHULUAN Pemupukan P dan K memegang peranan penting dalam meningkatkan produksi pertanian selain pemupukan N. Saat ini penggunaan pupuk belum rasional dan berimbang. Di lahan sawah, penggunaan pupuk P dan K untuk tanaman padi cenderung berlebih. Sebaliknya di lahan kering yang memerlukan pupuk lebih banyak dipupuk dalam jumlah yang lebih sedikit. Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara di tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan bila rekomendasi pemupukan didasarkan kepada uji tanah. Pendekatan uji tanah sebagai dasar rekomendasi pemupukan telah dilaksanakan dan berhasil dengan baik di negara-negara yang didukung oleh IPTEK maju. Uji tanah adalah kegiatan analisis kimia secara sederhana, cepat, murah, tepat, dan dapat diulang (reproduceable) untuk menduga ketersediaan hara tertentu di tanah dalam hubungannya dengan kebutuhan hara tertentu. Pada dasarnya tahapan kegiatan uji tanah meliputi: (1) pengambilan contoh tanah yang benar dan dapat mewakili lokasi yang diminta rekomendasinya; (2) analisis kimia di laboratorium dengan menggunakan metode yang tepat dan teruji; (3) interpretasi hasil analisis; dan (4) rekomendasi pemupukan (Melsted and Peck, 1973; Widjaya-Adhi, 1985). Tahap 2 biasanya dilakukan berdasarkan hasil penelitian korelasi, sedangkan tahap 3 dan 4 berdasarkan hasil penelitian kalibrasi uji tanah di lapang. Nilai uji tanah tidak akan berarti apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah. Penelitian korelasi uji tanah menghasilkan metode ekstraksi terpilih untuk suatu tanaman pada suatu tanah di lokasi yang spesifik. Selanjutnya untuk menentukan hubungan antara kadar hara dalam tanah dengan tanggap tanaman dan kebutuhan pupuk diperlukan penelitian kalibrasi uji tanah di lapang. Hasil penelitian kalibrasi digunakan sebagai dasar untuk menginterpretasi data uji tanah dalam menyusun rekomendasi pemupukan. Penelitian kalibrasi pada prinsipnya adalah mempelajari respons tanaman terhadap pemberian suatu hara (dalam bentuk pupuk) pada berbagai status hara tanah (dari status hara sangat rendah hingga sangat tinggi). Penelitian kalibrasi uji tanah dapat dilakukan melalui pendekatan lokasi tunggal dan lokasi banyak. Pendekatan lokasi tunggal dilakukan melalui dua tahap penelitian. Tahap pertama, membuat status hara buatan dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Tahap kedua, melaksanakan percobaan pemupukan pada berbagai status hara tanah yang dihasilkan tahap pertama. Pendekatan lokasi banyak dilakukan dengan memilih sejumlah lokasi percobaan yang mempunyai sebaran nilai uji tanah dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Selanjutnya percobaan pemupukan diletakkan di setiap lokasi tersebut. Hasil penelitian kalibrasi digunakan untuk menentukan batas kritis suatu hara atau kelas ketersediaan hara untuk suatu tanaman pada tanah tertentu. Penentuan kelas ketersediaan hara dapat menggunakan metode grafik Cate dan Nelson (1965). 55 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Metode ini hanya dapat menentukan nilai kritis untuk suatu uji tanah. Sebaran nilai uji tanah terhadap tanggap tanaman hanya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu lebih rendah dan lebih tinggi dari nilai kritis. Untuk memperhalus rekomendasi diperlukan pembedaan nilai uji tanah ke dalam lebih dari dua kelas. Metode analisis keragaman yang dimodifikasi adalah salah satu alternatif yang dapat dipergunakan (Widjaja-Adhi, 1986). Penyusunan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa cara: (1) kurva respons pemupukan untuk masing-masing kelas uji tanah atau disebut kurva umum (generalized curve); (2) kurva hubungan nilai uji tanah dan respons pemupukan yang memberikan taraf kecukupan (sufficiency level); dan (3) kurva ekstraksi atau kurva erapan dan kebutuhan eksternal (external requirement). Hasil penelitian kalibrasi uji tanah menunjukkan bahwa batas kritis P untuk lahan kering bergantung pada jenis tanah dan tanaman. Untuk jagung yang ditanam di Typic Paleudults diperoleh batas kritis 3,5 ppm P dengan metode Olsen, 5 ppm P dengan metode Bray-I dan 6 ppm dengan menggunakan metode Troug yang dimodifikasi. Untuk jagung yang ditanam di Tropeptic Eutrustox diperoleh batas kritis sebesar 5 ppm P dengan metode Olsen dan Bray-I, serta 12 ppm P dengan metode Troug yang dimodifikasi (Widjaya-Adhi dan Silva, 1986). Pengekstrak Bray-1 mempunyai hubungan kuadratik terbaik antara hasil kentang dan P-terekstrak (R2 = 0,82). Batas kritis hara P untuk tanaman kentang dengan pengekstrak Bray-1 adalah 20 g P/g tanah. Residu pupuk fosfat dinilai rendah, sedang, dan tinggi bila P terekstrak Bray-1 masing-masing <15, 15-30, dan >30 g P/g tanah (Widjaja-Adhi dan Widjik, 1984). Untuk tanaman padi gogo di Ultisol Lampung dan Sitiung pengekstrak Truog dimodifikasi terpilih sebagai metode terbaik dan dibagi menjadi tiga kelas ketersediaan hara rendah, sedang, dan tinggi: <7,5; 7,5-15; dan >15 ppm P (Widjaya-Adhi, 1986). BAHAN DAN METODE Penelitian kalibrasi uji tanah hara P dan K untuk tanaman jagung tahun 2001 dilaksanakan di lahan kering oleh BPTP Jabar, Jateng, DIY, Sulsel, dan Sumut. Pada tahun 2002, penelitian dilaksanakan oleh BPTP Sumsel, Lampung, Kalbar, Sultra, Sulteng, dan Sulut. Penelitian menggunakan pendekatan lokasi tunggal (single location), yaitu dengan membuat status hara buatan dari sangat rendah hingga sangat tinggi, lalu melaksanakan percobaan pemupukan pada setiap status hara tanah. Pada awal penelitian, survei status hara dilakukan untuk memilih lokasi percobaan yang mempunyai status hara P dan K sangat rendah. Sebelum percobaan pemupukan P dan K dimulai, lubang profil dibuat dan dideskripsi untuk menentukan klasifikasi tanahnya. Kelas ketersediaan hara P dan K tanah ditentukan dengan menggunakan metode analisis keragaman yang dimodifikasi (Nelson dan Anderson, 1977). Selanjutnya rekomendasi pemupukan disusun berdasarkan kurva respons umum di setiap kelas uji tanah. Tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut: 56 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Survei Status Hara Tujuan : Lokasi : Memilih lokasi untuk percobaan kalibrasi uji tanah hara P dan K di lapang. Sumsel, Lampung, Kalbar, Sultra, Sulteng, dan Sulut. Pelaksanaan Berdasarkan peta AEZ atau peta tanah, lokasi survei dibatasi hanya di daerah pengembangan tanaman jagung. Sejumlah contoh tanah yang mewakili areal tersebut diambil. Contoh tanah untuk uji tanah merupakan contoh tanah komposit yaitu contoh tanah campuran dari contoh-contoh tanah individu. Contoh tanah komposit harus mewakili bentuk lahan yang akan dikembangkan atau digunakan untuk pertanian. Contoh tanah individu diambil dari lapisan olah atau lapisan perakaran. Prosedur pengambilan contoh tanah komposit diuraikan lebih rinci dalam Lampiran. Contoh tanah dianalisis untuk penetapan nilai pH (H2O dan HCl), P retensi, kandungan P potensial ditetapkan dengan HCl 25%, P tersedia dengan Bray-1, K potensial dengan HCl 25%, dan K yang dapat dipertukarkan (Kdd) dengan NH4OAc 1 N pH7. Prosedur analisis P dan K tanah lebih rinci disajikan dalam Lampiran. Lokasi percobaan kalibrasi uji tanah hara P dan K masing-masing ditetapkan berdasarkan kadar P dan K tanah, yaitu dengan memilih lokasi percobaan yang mempunyai nilai uji tanah sangat rendah. Untuk memastikan klasifikasi tanah, profil di lokasi percobaan tersebut dideskripsi. Kalibrasi Uji Tanah Hara P Tujuan : Lokasi : Pendekatan penelitian Rancangan percobaan : : Tanaman indikator Parameter : : Menentukan kelas ketersediaan hara P tanah untuk tanaman jagung. Lokasi percobaan di setiap provinsi ditetapkan berdasarkan kadar P tanah yang sangat rendah. Lokasi tunggal (single site location). Petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah status P buatan: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Anak petak adalah takaran pupuk P: 0, 20, 40, 80, dan 160 kg/ha. Jagung (varietas rekomendasi setempat). 1. Tinggi tanaman umur 4 MST dan sebelum panen. 2. Berat basah dan kering brangkasan, klobot, dan biji. 3. Serapan hara P tanaman. 4. Tanah: P terekstrak HCl 25%, Bray 1, Bray 2, Truogh, Mechlich 1, Olsen, dan Colwell. 57 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Pelaksanaan Tahap I Tahap pertama adalah membuat status P tanah buatan dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Pupuk P diberikan dengan takaran: 0 X (status P sangat rendah), ¼ X (rendah), ½ X (sedang), ¾ X (tinggi), dan X (sangat tinggi) (Gambar 1). Nilai X adalah jumlah pupuk P yang diberikan agar kadar P dalam larutan tanah mencapai 0,2 g P/l menurut metode Fox dan Kamprath (1970). Prosedur analisis P menurut metode Fox dan Kamprath (1970) disajikan dalam Lampiran. <----------------------------- 30 m ------------------------------> 6m 6m 6m 6m 1/4 X ½X 0X 3/4 X X <------- 25 m ------> 6m Gambar 1. Pembuatan status hara P buatan (petak utama): sangat rendah (0X), rendah (1/4X), sedang (1/2X), tinggi (3/4X), dan sangat tinggi (X). Persiapan Persiapan pelaksanaan percobaan meliputi penentuan tata letak petak percobaan, pengolahan tanah pertama dan kedua, pengujian viabilitas benih, dan penimbangan pupuk, kapur dan bahan organik. Petak perlakuan untuk anak petak (tahap II) berukuran 6 m x 5 m sehingga untuk petak utama berukuran 6 m x 25 m (belum termasuk batas antarpetak) (Gambar 2). Antarpetak perlakuan dibuat batas berupa guludan kecil, sedangkan antarulangan dibuat batas sekitar 1meter (di daerah batas ini sebaiknya juga ditanami jagung). Lokasi percobaan kalibrasi P tanah dan percobaan kalibrasi K tanah sebaiknya berdekatan agar mudah dalam pelaksanaan dan monitoring. 58 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 6m 6m 6m 6m 6m 5m 5m 80 P 0P 20 P 160 P 40 P 5m 5m 5m Gambar 2. Pembuatan anak petak: 0, 20, 40, 80, dan 160 kg P/ha. Pengolahan tanah dilaksanakan dua kali hingga mencapai struktur tanah dan aerasi yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Viabilitas benih harus diuji terlebih dahulu sebelum tanam dan benih boleh digunakan apabila viabilitasnya > 90 %. Pupuk Urea, SP36, KCl, kapur, dan bahan organik ditimbang sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan untuk setiap petak perlakuan dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label. Pemupukan Dosis pupuk yang diberikan adalah: 0 X, ¼ X, ½ X, ¾ X, dan X SP36/ha berturut-turut untuk perlakuan status P sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pupuk SP36 diberikan ke dalam masing-masing petak utama sesuai dengan perlakuan, sehari sebelum tanam. Pupuk disebar merata dan diaduk dengan tanah sampai homogen. Pengadukan dimulai dari ulangan pertama, kedua, dan ketiga pada perlakuan yang sama, dan dimulai dari perlakuan P sangat rendah hingga sangat tinggi. Setiap pindah perlakuan, kaki harus dicuci terlebih dahulu dengan air bersih untuk menghindari kontaminasi. Pupuk dasar terdiri atas kapur (jumlah kapur yang diperlukan untuk mencapai pH tanah 5,5), bahan organik (2-5 t/ha, Urea 300 kg/ha, dan KCl 150 kg/ha). Kapur dan bahan organik diberikan seminggu sebelum tanam atau pada saat pengolahan tanah kedua. Kapur disebar merata dan diaduk dengan tanah hingga homogen. Pupuk Urea dan KCl dicampurkan dan diberikan di larikan tanah sejajar dengan barisan tanaman dan diberikan secara bertahap. Sepertiga bagian pupuk Urea dan KCl diberikan pada saat sebelum tanam, 1/3 bagian pada saat tanaman berumur 4 MST (minggu setelah tanam), dan sisanya diberikan pada saat tanaman berumur 6 MST. Penanaman/pemeliharaan/panen Setelah pemupukan, biji jagung ditanam 2 butir per lubang dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm. Pada saat berumur 1 MST, tanaman dijarangkan menjadi 1 bibit per lubang. Selanjutnya tanaman dipelihara dan dilakukan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) apabila diperlukan. Untuk keperluan pengamatan, 59 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 10 batang ajir ditancapkan secara acak di setiap petak perlakuan. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan 4 MST dan sebelum panen. Tanaman dipanen pada ubinan berukuran 3 m x 2 m di setiap petak perlakuan. Selanjutnya berat brangkasan, klobot, dan biji basah dan kering ditimbang. Selama percobaan tahap pertama ini diharapkan tanah dan pupuk telah mencapai reaksi keseimbangan konstan (steady stage) atau hara P dari pupuk berubah menjadi hara P tanah. Sampling Setelah panen contoh tanah diambil dari kedalaman 0-20 cm dari setiap petak perlakuan, yaitu dari tingkat status P tanah sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, hingga sangat tinggi. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit, yaitu berasal dari 5-10 subsampel diaduk hingga homogen dan diambil sekitar 1 kg untuk analisis di laboratorium. Analisis P Contoh tanah segera diproses untuk dianalis di laboratorium uji tanah. Selanjutnya kadar P tanah ditetapkan dengan metode HCl 25 %, Bray 1, Bray 2, Truogh, Mechlich 1, Olsen, dan Colwell. Tahap II Percobaan tahap kedua bertujuan untuk mempelajari respons tanaman terhadap beberapa tingkat takaran pupuk P pada setiap status P tanah. Urutan kegiatannya adalah sebagai berikut: Persiapan Seluruh pupuk, baik pupuk dasar Urea dan KCl maupun pupuk perlakuan (SP36) ditimbang sesuai dosis yang ditentukan. Kapur dan bahan organik tidak diperlukan pada percobaan kedua. Viabilitas benih jagung harus diuji terlebih dahulu dan benih dapat digunakan bila viabilitas > 90%. Sementara itu, tanah diolah dua kali hingga mencapai kondisi optimum untuk pertumbuhan tanaman. Setelah tanah diolah, petak utama berupa status hara buatan yang dihasilkan dari percobaan tahap I dibagi menjadi lima bagian berukuran 6 m x 5 m, masing-masing sebagai anak petak untuk perlakuan P0, P1, P2, P3, dan P4. Pemupukan Pupuk SP36 diberikan sehari sebelum tanam ke dalam masing-masing anak petak dengan takaran 0, 20, 40, 80, dan 160 kg P/ha berturut-turut untuk perlakuan P0, P1, P2, P3, dan P4 (Tabel 1). Pemberian pupuk SP36, Urea, dan KCl dilakukan dengan dosis dan cara yang sama dengan percobaan tahap I. 60 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Tabel 1. Perlakuan percobaan kalibrasi uji tanah hara P untuk tanaman jagung. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Kode perlakuan SR-0 P SR-20 P SR-40 P SR-80 P SR-160 P R-0 P R-20 P R-40 P R-80 P R-160 P S-0 P S-20 P S-40 P S-80 P S-160 P T-0 P T-20 P T-40 P T-80 P T-160 P ST-0 P ST-20 P ST-40 P ST-80 P ST-160 P Petak utama status P (Tahap I) sangat rendah sangat rendah sangat rendah sangat rendah sangat rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi sangat tinggi sangat tinggi sangat tinggi sangat tinggi sangat tinggi Anak petak takaran P (Tahap II) kg P/ha kg SP36/ha kg SP36/petak 0 20 40 80 160 0 20 40 80 160 0 20 40 80 160 0 20 40 80 160 0 20 40 80 160 0 125 250 500 1.000 0 125 250 500 1.000 0 125 250 500 1.000 0 125 250 500 1.000 0 125 250 500 1.000 0 0,375 0,750 1,500 3,000 0 0,375 0,750 1,500 3,000 0 0,375 0,750 1,500 3,000 0 0,375 0,750 1,500 3,000 0 0,375 0,750 1,500 3,000 Catatan: Ukuran petak 6 m x 5 m. Penanaman dan pemeliharaan Penanaman dan pemeliharaan tanaman jagung dilakukan dengan cara yang sama dengan percobaan tahap I. Selanjutnya untuk keperluan pengamatan, 10 batang ajir ditancapkan dekat tanaman secara acak di setiap petak perlakuan. Pengamatan/sampling Tinggi tanaman diukur saat tanaman berumur 4 MST dan sebelum panen. Setelah biji jagung mencapai matang fisiologis, tanaman dipanen mulai dari baris ketiga dari luar ke arah bagian dalam. Selanjutnya berat brangkasan, klobot, dan biji basah ditimbang dan setelah dikeringkan dilakukan penimbangan terhadap parameter tersebut. Contoh tanaman (batang+daun) diambil secara komposit dari setiap petak perlakuan dan dimasukkan ke dalam kantong kertas yang telah diberi label. Selanjutnya tanaman dioven pada suhu 70oC selama 48 jam. Setelah berbobot konstan, tanaman digiling untuk analisis di laboratorium. Kadar P dalam tanaman ditetapkan dengan metode colorimetri setelah didestruksi dengan HNO3 dan HClO4. Prosedur analisis P tanaman disajikan dalam Lampiran. Kalibrasi Uji Tanah Hara K Tujuan : Menentukan kelas ketersediaan hara K tanah untuk tanaman jagung. 61 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Lokasi : Pendekatan penelitian : Rancangan percobaan : Tanaman indikator Pengamatan : : Lokasi percobaan di setiap provinsi ditetapkan berdasarkan kadar K tanah yang sangat rendah. Lokasi tunggal (Single site approach). Petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah status K buatan: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Anak petak adalah takaran pupuk K: 0, 20, 40, 80, dan 160 kg K/ha. Jagung (varietas rekomendasi setempat). 1. Tinggi tanaman pada umur 4 MST dan sebelum panen. 2. Bobot basah dan kering brangkasan, klobot, dan biji. 3. Serapan hara K tanaman. 4. Tanah: K terekstrak HCl 25 %, Bray 1, Bray 2, Mechlich 1, Olsen, NH4OAc pH 7, dan NH4OAc pH 4,8. Pelaksanaan Tahap I Tahap pertama adalah membuat status K tanah buatan dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Pupuk diberikan dengan takaran 0 X(status K sangat rendah), ¼ X (rendah), ½ X (sedang), ¾ X (tinggi), dan X (sangat tinggi) (Gambar 3). Nilai X adalah jumlah pupuk K yang diberikan agar kadar K dalam larutan tanah mencapai 0,6 me/100g menurut metode NH4OAc pH 7.0. Prosedur analisis K disajikan dalam Lampiran. <----------------------------- 30 m ------------------------------> 6m 6m 6m 6m 1/4 X ½X 0X 3/4 X 1,0 X <---- 25 m -----> 6m Gambar 3. Pembuat status hara K buatan (petak utama): sangat rendah (0X), rendah (1/4X), sedang (1/2X), tinggi (3/4X), dan sangat tinggi (X). Persiapan Persiapan pelaksanaan percobaan meliputi penentuan tata letak petak percobaan, pengolahan tanah pertama dan kedua, pengujian viabilitas benih, dan penimbangan pupuk, kapur dan bahan organik. Petak perlakuan untuk anak petak 62 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN (tahap II) berukuran 6 m x 5 m sehingga untuk petak utama berukuran 6 m x 25 m (belum termasuk batas antarpetak) (Gambar 4). Antarpetak perlakuan dibuat batas berupa guludan kecil, sedangkan antarulangan dibuat batas sekitar 1meter (di daerah batas ini sebaiknya ditanami jagung juga). Lokasi percobaan kalibrasi K dan kalibrasi P tanah sebaiknya berdekatan agar mudah dalam pelaksanaan dan monitoring. Pengolahan tanah dilaksanakan dua kali hingga mencapai struktur tanah dan aerasi yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Viabilitas benih harus diuji terlebih dahulu sebelum tanam dan benih digunakan apabila viabilitasnya > 90%. Pupuk Urea, SP36, KCl, kapur, dan bahan organik ditimbang sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan untuk setiap petak perlakuan dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label. 6m 6m 6m 6m 6m 5m 5m 80 K 0K 20 K 160 K 40 K 5m 5m 5m Gambar 4. Pembuatan anak petak: 0, 20, 40, 80, dan 160 kg K/ha Pemupukan Pupuk KCl diberikan ke masing-masing petak utama sesuai dengan perlakuan, sehari sebelum tanam. Dosis pupuk yang diberikan adalah: 0X, ¼ X, ½ X, ¾ X, dan X KCl/ha berturut-turut untuk perlakuan status K sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pupuk disebar merata dan diaduk dengan tanah sampai homogen. Pengadukan dimulai dari ulangan pertama, kedua, dan ketiga pada perlakuan yang sama, dan dimulai dari perlakuan K sangat rendah hingga sangat tinggi. Setiap pindah perlakuan, kaki harus dicuci terlebih dahulu dengan air bersih untuk menghindari kontaminasi. Pupuk dasar terdiri atas kapur (jumlah kapur yang diperlukan untuk mencapai pH tanah 5.5), bahan organik 2-5 t/ha, urea 300 kg/ha, dan SP36 200 kg/ha. Kapur dan bahan organik diberikan seminggu sebelum tanam atau pada saat pengolahan tanah kedua. Kapur disebar merata dan diaduk dengan tanah hingga homogen. Pupuk Urea diberikan di larikan tanah sejajar dengan barisan tanaman dan diberikan secara bertahap. Sepertiga bagian pupuk Urea diberikan sebelum tanam, 1/3 bagian pada saat tanaman berumur 4 MST, dan sisanya pada 6 MST. Pupuk SP36 diberikan sehari sebelum tanam, bersamaan dengan pemberian pupuk KCl dengan cara disebar merata dan diaduk dengan tanah hingga homogen. 63 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Penanaman/pemeliharaan/panen Setelah pemupukan, biji jagung ditanam dua butir per lubang dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm. Pada saat berumur 1 MST, tanaman dijarangkan menjadi 1 bibit per lubang. Selanjutnya tanaman dipelihara dan dilakukan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu apabila diperlukan. Untuk keperluan pengamatan, 10 batang ajir ditancapkan secara acak di setiap petak perlakuan. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada 4 MST dan sebelum panen. Tanaman dipanen pada ubinan berukuran 3 m x 2 m di setiap petak perlakuan. Selanjutnya bobot brangkasan, klobot, biji basah dan kering ditimbang. Selama tahap I ini tanah diharapkan mencapai reaksi keseimbangan konstan (steady stage) atau hara K dari pupuk berubah menjadi hara K tanah. Sampling Setelah panen contoh tanah dari kedalaman 0-20 cm diambil dari setiap petak perlakuan, yaitu dari tingkat status K tanah sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit, yaitu dari 5-10 subsampel diaduk hingga homogen dan diambil sekitar 1 kg untuk analisis di laboratorium. Analisis K Contoh tanah segera diproses untuk dianalisis di laboratorium uji tanah. Selanjutnya kadar K tanah ditetapkan dengan metode HCl 25 %, Bray 1, Bray 2, Mechlich 1, Olsen, NH40Ac pH7, dan NH40Ac pH 4,8. Tahap II Percobaan tahap kedua bertujuan untuk mempelajari respons tanaman terhadap beberapa tingkat takaran pupuk K pada setiap status K tanah. Urutan kegiatan adalah sebagai berikut: Persiapan Seluruh pupuk, baik pupuk dasar Urea dan SP36 maupun pupuk perlakuan (KCl) ditimbang sesuai dosis. Kapur dan bahan organik tidak diperlukan pada percobaan kedua. Viabilitas benih jagung harus diuji terlebih dahulu dan benih digunakan bila viabilitas > 90%. Tanah diolah dua kali hingga mencapai kondisi yang optimum untuk pertumbuhan tanaman. Setelah tanah diolah, petak utama berupa status hara buatan yang dihasilkan dari percobaan tahap I dibagi menjadi lima bagian berukuran 6 m x 5 m, masing-masing untuk perlakuan K0, K1, K2, K3, dan K4 (Gambar 4). Pemupukan Pupuk KCl diberikan sehari sebelum tanam ke masing-masing anak petak dengan takaran 0, 20, 40, 80, dan 160 kg K/ha berturut-turut untuk perlakuan K0, K1, K2, K3, dan K4 (Tabel 2). Pemberian pupuk KCl, Urea, dan SP-36 dilakukan dengan dosis dan cara yang sama dengan tahap I. 64 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Tabel 2. Perlakuan percobaan kalibrasi uji tanah hara K. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Perlakuan SR-0 K SR-20 K SR-40 K SR-80 K SR-160 K R-0 K R-20 K R-40 K R-80 K R-160 K S-0 K S-20 K S-40 K S-80 K S-160 K T-0 K T-20 K T-40 K T-80 K T-160 K ST-0 K ST-20 K ST-40 K ST-80 K ST-160 K Petak utama: status K (Tahap I) kg K/ha sangat rendah sangat rendah sangat rendah sangat rendah sangat rendah rendah rendah rendah rendah rendah sedang sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sangat tinggi sangat tinggi sangat tinggi sangat tinggi sangat tinggi 0 20 40 80 160 0 20 40 80 160 0 20 40 80 160 0 20 40 80 160 0 20 40 80 160 Anak petak: takaran K (Tahap II) kg KCl/ha 0 40 80 160 320 0 40 80 160 320 0 40 80 160 320 0 40 80 160 320 0 40 80 160 320 kg KCl/petak 0,000 0,120 0,240 0,480 0,960 0,000 0,120 0,240 0,480 0,960 0,000 0,120 0,240 0,480 0,960 0,000 0,120 0,240 0,480 0,960 0,000 0,120 0,240 0,480 0,960 Catatan: Ukuran petak 6 m x 5 m. Penanaman dan pemeliharaan Penanaman dan pemeliharaan tanaman jagung dilakukan dengan cara yang sama dengan tahap I. Untuk keperluan pengamatan, 10 batang ajir ditancapkan dekat tanaman secara acak di setiap petak perlakuan. Pengamatan/sampling Tinggi tanaman diukur saat berumur 4 MST dan sebelum panen. Setelah biji mencapai matang fisiologis, tanaman dipanen mulai dari baris ketiga dari luar ke arah bagian dalam. Selanjutnya bobot brangkasan, klobot, dan biji basah ditimbang dan setelah dikeringkan dilakukan penimbangan terhadap parameter tersebut. Contoh tanaman (batang+daun) diambil secara komposit dari setiap petak perlakuan dan dimasukan ke dalam kantong kertas yang telah diberi label. Selanjutnya tanaman dioven pada suhu 70 oC selama 48 jam. Setelah bobotnya konstan, tanaman digiling untuk analisis di laboratorium. Kadar K tanaman ditetapkan dengan metode flamefotometri setelah didestruksi dengan HNO3 dan HClO4. Prosedur analisis K tanaman disajikan di Lampiran. 65 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Penentuan Kelas Ketersediaan Hara P dan K Tanah Kelas ketersediaan hara P dan K tanah ditentukan dengan metode analisis keragaman yang dimodifikasi (Nelson dan Anderson, 1977). Prosedurnya adalah sebagai berikut: (1). Menghitung Ymaks . Ymaks = (Ymaks – Y0)/ Ymaks dimana Ymaks adalah hasil biji kering maksimum karena pemberian P atau K dan Y0 adalah hasil biji kering pada perlakuan tanpa pemberian pupuk. (2). Menyusun data menurut peningkatan nilai uji tanah. (3). Mengelompokkan data ke dalam beberapa kelompok Ymaks dengan dasar pertimbangan di dalam menarik batas subkelompok sebagai berikut: (a) harus terdapat penurunan cukup besar dari Ymaks antara nilai sebelah menyebelah batas pemisah dan rerata Ymaks harus naik, (b) batas pemisah tidak ditarik antara dua nilai uji tanah yang sama atau hampir sama, (c) anggota kelompok sekurang-kurangnya dua. (4). Menghitung pasangan data (ni), simpangan baku (Si), dan rerata Ymaks i dari kelompok ke-i dan S gabungan (pooled S) dari semua kelompok. (5). Menguji perbedaan antara dua Ymaks rerata dari kelompok yang berurutan dengan uji t-student satu arah dengan rumus : t = ( Ymaks,i - Ymaks, i+1)/S(1/ni + 1/ni+1)0,5 Bila perbedaan Ymaks rerata antara dua kelompok yang berurutan tidak nyata, maka kedua kelompok digabung menjadi satu. Berdasarkan jumlah kelompok baru, prosedur kembali ke langkah 4 dan terus ke langkah 5. Hal ini diulang terus sampai perbedaan nilai rerata antara dua kelompok yang berurutan nyata. Penyusunan Rekomendasi Pemupukan P dan K Data respons tanaman terhadap pemupukan P dan K pada setiap tingkat status hara P tanah diperoleh dari percobaan kalibrasi. Selanjutnya kurva respons umum dari setiap kelas uji tanah ditentukan dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi terhadap bobot gabah/biji kering dari tiap kelompok uji tanah dihitung dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square), yaitu dengan meminimumkan jumlah kuadrat dari sisaan. Asumsi yang mendasari metode ini adalah sisaannya menyebar normal, bebas, dan ragam sama. Persamaan garis regresi adalah: Dimana : Y = a + bX + cX2 a, b, c = koefisien regresi X = dosis pupuk P atau K Y = hasil biji kering. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, dibuat kurva dalam satu grafik pada masing-masing kelompok uji tanah. Perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan paket program Minitab versi 8.2 dan Quattro. Berdasarkan kurva ini, takaran pupuk P dan K optimum ditentukan dengan mengikuti kaidah ekonomi. 66 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Dosis pupuk yang direkomendasikan adalah untuk mencapai hasil optimum. Dosis pupuk ini biasanya disebut sebagai takaran pupuk optimum. Menurut pengalaman, takaran pupuk optimum biasanya terjadi saat hasil tanaman mencapai 90% dari hasil maksimum (Gambar 5). Berdasarkan analisis ekonomi, takaran pupuk optimum terjadi apabila hasil tanaman mencapai optimum atau keuntungan maksimum. Keuntungan maksimum tercapai apabila penambahan hasil sama dengan input yang diberikan atau nilai produktivitas marginal dari jagung sama dengan harga pupuk. Dengan demikian maka dari persamaan Y = a + bX + cX2 dapat dihitung takaran pupuk optimum sebagai berikut: = HX NPMY PMY.HY = HX (dY/dX).HY = HX dY/dX = HX/HY b - 2cX = HX/HY X = (b - HX/HY)/2c Dimana : X = takaran pupuk (kg/ha) Y = hasil jagung (kg/ha) HX = harga pupuk (Rp/kg) HY = harga jagung (Rp/kg) b dan c = konstanta Gambar 5. Kurva respons hipotesis di setiap kelas uji tanah. Catatan : R = Kurva respons di kelas uji tanah rendah S = Kurva respons di kelas uji tanah sedang T = Kurva respons di kelas uji tanah tinggi 67 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN DAFTAR PUSTAKA Black, C.A.1965. Methods of Soil Analysis, Part 2, Agronomy 9. American Society of Agronomy, Madison,Wis. Blackmore, L.C., P.L. Searle and B.K. Daly.1981. Methods for chemicals analysis of soils. N.Z. Soil Bureau Sci.Rep.10A. Soil Bureau, Lower Hutt. New Zealand. Bouyoucos, C.J. 1962. Hydrometer method improved for making particle size analysis of soils. Agronomy Journal 54: 464 - 465. Bray, R.H. and L.T. Kurtz. 1945. Determination of total organik and available forms of phosphorus in soils. Soil Sci. 59: 39 - 45. Council on Soil Testing and Plant Analysis. 1980. Hand Book of reference methode for soil testing (revised edition). Graham, E.R.1948. Determination of soil organik mater by means of a photoelectric colorimeter. Soil Sci. 65: 181 - 183. Hajek, B.F.,F. Adams, and J.T. Cope. 1972. Rapid determination of exchangeable bases, acidity and Soil Sci. Soc. Am. Proc. 36: 436 - 438. Hesse, P.R. 1971. A Textbook of Soil Chemical Analysis. Chemical Publishing Co., Inc. New York. Jackson, M.L.1958. Soil Chemical Analysis. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J. Jones Jr., J.B.1984. Laboratory guide of exercises in conducting soil tests and plant analysis. Benton Laboratories, INC, Athens. Georgia. Olsen,S.R.,C.V.Cole,F.S. Watanabe, and L.A. Dean. 1954. Estimation of available P in soils by extraction with sodium bicarbonate.USDA cir. No 939. Page, A.L., Miller R.H. and Keeney D.R. (Eds.). 1982. Methods of Soil Analysis, Part 2- Chemical and microbiological properties, 2nd Edition. American Society of Agronomy, Madison, Wisconsin. Sudjadi, M., I.M. Widjik S. dan M. Soleh. 1971. Penuntun Analisa Tanah. Publikasi No.10/71, Lembaga Penelitian Tanah, Bogor. Walsh, L.M. and J.D. Beaton. 1973. Soil Testing and Plant Analysis edition. Soil Sci.Soc.Am., Madison,Wisconsin. Watanabe, F.S. and R. Olsen. 1965. Test of an ascorbic acid methods for determination of phosphorus in water and NaHCO3 extracts from soil. Soil Sci. Am. Proc. 29: 677 - 678. Al-Jabri M., IM. Widjik S., A. Hamid, Suparto dan M. Supartini S. 1984. Pemilihan metode uji P pada tanah-tanah masam dari Lampung dan Sitiung untuk padi gogo. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No. 3/1984. Cate R.B. Jr. and L.A. Nelson. 1971. A Simple statistical procedure for partitioning Soil-list correlation into two classes. SSSAP 35: 858-860. 68 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Fox, R.L., and F.J. Kamprath. 1970. Phosphate sorption isotherm for evaluating the phosphate requirement of soils. Soil Sci.Soc.Am.Proc. 34:902-907. Gill, D.W. 1988. Response of upland crops to potassium at three levels of aluminum saturation in the humid tropics of West Sumatra. Ph.D. diss. North Carolina State University. Melsted, S.W., and T.R. Peck. 1973. The Principles of Soil Testing. In: L.M. Walsh and J.D. Beaton. (Eds.) Soil Testing and Plant Analysis. Soil Sci. Soc. Am. Inc. Madison, Wisc. USA. Nasution, I., Nurjaya, Nanan Sri Mulyani dan D. Nursyamsi. 1997. Penelitian pembinaan uji P tanah untuk tanaman pangan. Laporan Hasil Penelitian Program Pengelolaan Lahan Kering Marginal untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian, hal. 38-45. (Belum diterbitkan). Puslittanak. 1992a. Status kalium dan peningkatan efisiensi pemupukan KCl pada tanah sawah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Laporan Hasil Penelitian T.A. 1991/1992 (Tidak dipublikasi). Puslittanak. 1992b. Status kaliumdan peningkatan efisiensi pemupukan KCl pada tanahsawah di Jawa Timur. Laporan Hasil Penelitian T.A. 1991/1992.(Tidak dipublikasi). Puslittanak. 1994. Penelitian identifikasi parameter kebutuhan pupuk P dan K lahan sawah intensifikasi di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Setyorini, D., M. Soepartini, D. Nursyamsi dan IP.G. Widjaja-Adhi. 1996. Penelitian pemilihan metode ekstraksi P tanah untuk tanaman jagung dan kedelai pada tanah Ultisol Lampung. Laporan Hasil Penelitian. (Belum diterbitkan). Soepartini, M., Nurjaya, A. Kasno, Supardi Arjakusuma, Moersidi S., dan J. Sri Adiningsih. 1994. Status hara P dan K serta sifat-sifat tanah sebagai penduga kebutuhan pupuk padi sawah di P. Lombok. Pem. Penelitian Tanah dan Pupuk. No. 12: 23-35. Sri Adiningsih, J., S. Moersidi, M. Sudjadi dan A.M. Fagi. 1989. Evaluasi keperluan Fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah. Hal. 63-89. Sri Rochayati, Enggis Tuberkih, Sutisni, Jaenudin, Nanan Sri Mulyani dan D. Mulyadi. 1997. Penelitian Pemilihan Metode ekstraksi P tanah Ultisol untuk tanaman kedelai dan jagung. Laporan Hasil Penelitian Program Pengelolaan Lahan Kering Marginal untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian, hal. 2337. (Belum diterbitkan). Sri Rochayati, Diah Setyorini, Supardi Suping, Ladyani R. Widyowati. 1999. Korelasi uji tanah hara P dan K. Laporan Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan. Puslittanak. (Belum dipublikasikan). 69 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Widjaja-Adhi IPG dan IM. Widjik S. 1984. Penelitian dan kalibrasi uji hara P untuk tanaman kentang pada tanah Hydric Dystrandepts. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No. 3/1984. Widjaja-Adhi IPG dan J.A. Silva. 1986. Calibration of Soil Phosphorous test for maize on Typic Paleudults and Tropeptic Eutrustox. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No.6/1986. Widjaja-Adhi, IPG. 1986. Penentuan kelas ketersediaan hara dengan metode analisa keragaman yang dimodifikasi. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No. 5, 23-28. 70 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN LAMPIRAN Pengambilan Contoh Tanah Komposit Sebelum pengambilan contoh tanah, perlu diperhatikan keseragaman areal/hamparan. Areal yang akan diambil contohnya diamati dahulu keadaan topografi, tekstur, warna tanah, pertumbuhan tanaman, penggunaan tanah, input (pupuk, kapur, bahan organik, dsb.), dan rencana pertanaman yang akan datang. Dari pengamatan tersebut dapat ditentukan satu hamparan yang sama (homogen/mendekati sama). Hamparan tanah yang homogen tidak mencirikan perbedaan-perbedaan yang nyata, antara lain warna tanah dan pertumbuhan tanaman kelihatan sama. Contoh tanah komposit diambil pada tanah yang homogen dan dominan pada suatu hamparan. Prosedur 1. Menentukan tempat pengambilan contoh tanah individu, terdapat dua cara yaitu (1) cara sistematik seperti sistem diagonal atau zig zag, dan (2) cara acak (Gambar 6). 2. Rumput-rumput, batu-batuan atau kerikil, sisa-sisa tanaman atau bahan organik segar/serasah yang terdapat di permukaan tanah dibersihkan. 3. Untuk lahan kering keadaan tanah pada saat pengambilan contoh tanah sebaiknya pada kondisi kapasitas lapang (kelembaban tanah sedang yaitu kondisi kira-kira cukup untuk pengolahan tanah). Sedang untuk lahan sawah contoh tanah sebaiknya diambil pada kondisi basah atau seperti kondisi saat terdapat tanaman. Gambar 6. Sistem pengambilan contoh tanah. 4. Contoh tanah individu diambil menggunakan bor tanah (auger atau tabung) atau cangkul dan sekop. Jika menggunakan bor tanah, contoh tanah individu diambil 71 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN pada titik pengambilan yang telah ditentukan, sedalam + 20 cm atau lapisan olah. Sedangkan jika menggunakan cangkul dan sekop, tanah dicangkul sedalam lapisan olah (akan membentuk seperti huruf V), kemudian tanah pada sisi yang tercangkul diambil setebal 1,5 cm dengan menggunakan cangkul atau sekop (Gambar 7). Gambar 7. Pengambilan contoh tanah menggunakan bor tanah bentuk tabung, auger, dan cangkul serta sekop. 5. Contoh-contoh tanah individu tersebut dicampur dan diaduk merata dalam ember plastik, lalu dibersihkan dari sisa tanaman atau akar. Setelah bersih dan teraduk rata, diambil contoh seberat kira-kira 1 kg dan dimasukkan ke dalam kantong plastik (contoh tanah komposit). Untuk menghindari kemungkinan pecah pada saat pengiriman, kantong plastik yang digunakan rangkap dua. 6. Contoh tanah komposit tersebut diberi label (keterangan) luar dan dalam. Label dalam harus dibungkus dengan plastik dan dimasukkan di antara plastik pembungkus supaya tulisan tidak kotor atau basah, sehingga label tersebut dapat dibaca sesampainya di laboratorium tanah. Sedangkan label luar disatukan pada saat pengikatan plastik. Pada label diberi keterangan mengenai kode pengambilan, nomor contoh tanah, asal dari (desa/kecamatan/kabupaten), tanggal pengambilan, nama dan alamat pemohon. Selain label yang diberi keterangan, akan lebih baik jika contoh tanah yang kirim dilengkapi dengan peta situasi atau peta lokasi contoh. 72 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 7. Informasi tambahan yang dibutuhkan antara lain penggunaan lahan; penggunaan pupuk, kapur, bahan organik dsb.; waktu terakhir penggunaan pupuk, kapur atau bahan organik dsb.; kemiringan lereng; posisi/letak pada lereng (di atas, di tengah, atau di bagian bawah); bentuk lereng (rata, cembung atau cekung); bentuk wilayah (datar, berombak, bergelombang atau berbukit); keadaan pertanaman; tanaman terakhir/sebelumnya; hasil yang telah dicapai dan yang diinginkan. Seluruh informasi lokasi pengambilan contoh tanah dicatat dalam formulir isian yang berlaku. Peralatan 1. Alat untuk mengambil contoh tanah seperti bor tanah (auger, tabung), cangkul, dan sekop. 2. Alat untuk membersihkan bor, cangkul, dan sekop seperti pisau dan sendok tanah untuk mencampur atau mengaduk. 3. Ember plastik untuk mengaduk kumpulan contoh tanah individu. 4. Kantong plastik agak tebal yang dapat memuat 1 kg tanah, dan kantong plastik untuk label. 5. Kertas manila karton untuk label dan benang kasur untuk mengikat label luar. 6. Spidol (water proof) untuk menulis isi label. 7. Karung untuk mengepak contoh bila contoh tanah banyak. 8. Lembaran informasi contoh tanah yang diambil. Hal yang perlu diperhatikan 1. Jangan mengambil contoh tanah dari galengan, selokan, bibir teras, tanah tererosi sekitar rumah dan jalan, bekas pembakaran sampah/sisa tanaman/jerami, bekas penimbunan pupuk, kapur, bahan organik, dan bekas penggembalaan ternak. 2. Permukaan tanah yang akan diambil contohnya harus bersih dari rumputrumputan, sisa tanaman, bahan organik segar/serasah, dan batu-batuan atau kerikil. 3. Alat-alat yang digunakan bersih dari kotoran-kotoran dan tidak berkarat. Kantong plastik yang digunakan sebaiknya masih baru, belum pernah dipakai untuk keperluan lain. Analisis P dan K Tanah Ekstrak HCl 25% (P dan K) Dasar metode Fosfor dalam bentuk cadangan ditetapkan dengan menggunakan pengekstrak HCl 25%. Pengekstrak ini akan melarutkan bentuk-bentuk senyawa fosfat dan kalium mendekati kadar P dan K-total. Ion fosfat dalam ekstrak akan bereaksi dengan ammonium molibdat dalam suasana asam membentuk asam fosfomolibdat. Selanjutnya akan bereaksi dengan asam askorbat menghasilkan larutan biru molibdat. Intensitas warna larutan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm, sedangkan kalium diukur dengan Flamefotometer. 73 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Alat-alat o o o o o o o o Botol kocok Mesin kocok bolak-balik Alat pemusing Tabung reaksi Dispenser 10 ml Pipet volume/ukur Spektrofotometer UV-VIS Flamefotometer Pereaksi HCl 25 %. Encerkan 675,68 ml HCl pekat (37%) dengan air bebas ion menjadi 1 liter. Standar 0. Dipipet 20 ml HCl 25 % ke dalam labu ukur 500 ml yang berisi kira-kira 200 ml air bebas ion. Kocok campuran dan impitkan dengan air bebas ion. H2SO4 4 N. Masukkan sedikit demi sedikit 111,1 ml H2SO4 p.a. pekat (95-97%) ke dalam labu ukur 1 l yang telah diisi sekitar 600 ml air bebas ion, aduk perlahan dan biarkan mendingin. Impitkan hingga 1 l dengan air bebas ion dan setelah dingin dikocok sampai homogen. Pereaksi P pekat. Dilarutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24.4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan 0,227 g K (SbO)C4H4O6 0,5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion. Pereaksi pewarna P. Campurkan 1,06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, kemudian dijadikan 1 l dengan air murni. Untuk Olsen tambahkan 25 ml H2SO4 4 N sebelum diencerkan. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru. Standar pokok P 500 ppm. Dilarutkan 2,1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO43- dari Titrisol. Standar P 100 ppm. Dipipet 20 ml dari standar pokok 500 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml HCl 25%, kemudian diimpitkan dengan air bebas ion. Deret standar P (0, 10, 20, 40, 60, 80 dan100 ppm). Dipipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml standar 100 ppm P ke dalam tabung reaksi. Masing-masing ditambah standar 0 hingga volome 10 ml. Bila menggunakan standar PO43-, deret standar dibuat dengan kepekatan 0–400 ppm. Standar pokok K 2000 ppm. Dilarutkan 3,8138 gram KCl p.a. kering dalam labu ukur 1000 ml dengan air bebas ion sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar kalium dari Titrisol. Standar K 500 ppm. Dipipet 25 ml larutan standar 2000 ppm K ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml HCl 25%, kemudian diimpitkan dengan air bebas ion sampai tanda garis. 74 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Deret standar K (0, 50, 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm). Dipipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml larutan standar K 500 ppm ke dalam tabung reaksi, masing-masing ditambah standar 0 hingga volumenya menjadi 10 ml. Cara kerja Ditimbang 2,00 gram contoh tanah ukuran <2 mm, dimasukkan ke dalam botol kocok dan ditambahkan 10 ml HCl 25 % lalu kocok dengan mesin kocok selama 5 jam. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi dibiarkan semalam atau dipusingkan. Dipipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh dan deret standar P. Tambahkan 9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20x) dan dikocok. Dipipet 2 ml larutan encer dan deret standar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml larutan perekasi pewarna P dan dikocok. Dibiarkan selama 30 menit, lalu ukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Untuk kalium, ekstrak encer contoh dan deret standar K diukur langsung dengan alat flamefotometer. Perhitungan Kadar P potensial (mg/100 g) = ml ekstrak Ac -Ab ------------------ x ---------- x ppm standar x 10 x Fk g contoh As Kadar K potensial (mg /100g) = ml ekstrak Ac -Ab ------------------ x ---------- x ppm standar x 10 x Fk g contoh As Keterangan : Fk = faktor koreksi kadar air Ac, Ab dan As adalah pembacaan contoh, blanko, dan deret standar P2O5 = 2,29 P PO4 = 3,06 P K2O = 1,20 K Ekstrak Olsen (P) Dasar penetapan Fosfat dalam suasana netral/alkalin, dalam tanah akan terikat sebagai Ca, Mg-PO4. Pengekstrak NaHCO3 akan mengendapkan Ca, Mg-CO3 sehingga PO43dibebaskan ke dalam larutan. Pengekstrak ini juga dapat digunakan untuk tanah masam. Fosfat pada tanah masam terikat sebagai Fe, Al-fosfat. Penambahan pengekstrak NaHCO3 pH 8,5 menyebabkan terbentuknya Fe, Al-hidroksida, sehingga fosfat dibebaskan. Pengekstrak ini biasanya digunakan untuk tanah ber-pH >5,5. 75 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Alat-alat o o o o o o o Botol kocok 50 ml Kertas saring Tabung reaksi Pipet 2 ml Dispenser 20 ml Mesin pengocok Spektrofotometer UV-VIS Pereaksi Pengekstrak NaHCO3 0,5 M, pH 8,5. Dilarutkan 42,0 gram NaHCO3 dengan air bebas ion menjadi 1 liter, pH larutan ditetapkan menjadi 8,5 dengan penambahan NaOH. Pereaksi pewarna P (cara membuatnya seperti pada 2.1.3). Standar 5 ppm P. Dipipet 1 ml larutan standar pokok 500 ppm P (2.1.3) ke dalam labu ukur 100 ml, lalu diencerkan dengan pengekstrak Olsen hingga 100 ml. Deret standar P. Dipipet berturut-turut 0; 0,2; 0,4; 0,8; 1,2; 1.6; dan 2 ml larutan standar 5 ppm P ke dalam tabung reaksi, diencerkan dengan pengekstrak Olsen hingga 2 ml. Cara kerja Ditimbang 1,0 gram contoh tanah < 2 mm, dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 20 ml pengekstrak Olsen, kemudian dikocok selama 30 menit. Disaring dan bila larutan keruh dikembalikan lagi ke atas saringan semula. Ekstrak dipipet 2 ml ke dalam tabung reaksi dan selanjutnya bersama deret standar ditambahkan 10 ml peraksi pewarna fosfat, kocok hingga homogen dan biarkan 30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Perhitungan Kadar P tersedia (ppm) = = Ac - Ab ml ekstrak ------------- x ppm standar x --------------- x Fk As g contoh Ac - Ab ------------- x ppm standar x 20 x Fk As 76 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Ekstrak Bray 1 (P) Dasar penetapan Fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Al-fosfat yang sukar larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk senyawa rangkai dengan Fe dan Al dan membebaskan ion PO43-. Pengekstrak ini biasanya digunakan pada tanah dengan pH <5,5. Alat-alat o o o o o o o Dispenser 25 ml Tabung reaksi Pipet 2 ml Kertas saring Botol kocok 50 ml Mesin pengocok Spektrofotometer Pereaksi HCl 4 N. Sebanyak 33,3 ml HCl p.a. pekat (37 %) dimasukkan dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi sekitar 50 ml air bebas ion, kocok dan biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga 100 ml. Pereaksi pewarna P (cara membuatnya seperti pada 2.1.3). Pengekstrak Bray dan Kurts I (larutan 0,025 N HCl + NH4F 0,025 N). Ditimbang 0,926 gram hablur NH4F, dilarutkan dengan lebih kurang 600 ml air bebas ion, ditambahkan 6,25 ml HCl 4 N, kemudian diencerkan sampai 1 liter. Standar 5 ppm P. Dipipet 1 ml larutan standar 500 ppm P (2.1.3) ke dalam labu ukur 100 ml, lalu diencerkan dengan pengekstrak Bray 1 hingga 100 ml. Deret standar P. Dipipet masing-masing 0; 0,2; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2 ml standar P 5 ppm, ke dalam tabung reaksi. Diencerkan dengan pengekstrak Bray dan Kurt I menjadi 2,0 ml. Cara kerja Ditimbang 2,5 gram contoh tanah <2 mm, ditambah pengekstrak Bray dan Kurt I sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Disaring dan bila larutan keruh dikembalikan ke atas saringan semula (proses penyaringan maksimum 5 menit). Dipipet 2 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml, dikocok dan dibiarkan 30 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 mm. 77 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Perhitungan Kadar P tersedia (ppm) = Ac - Ab ----------- x ppm standar x 10 x Fk As Ekstrak NH4OAc 1M, pH 7,0 (kation, KTK, dan KB) Dasar metode Koloid tanah (mineral liat dan humus) bermuatan negatif, sehingga dapat menyerap kation-kation. Kation-kation dapat ditukar (dd) (Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+) dalam komplek jerapan tanah ditukar dengan kation NH4+ dari pengekstrak dan dapat diukur. Untuk penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, kelebihan kation penukar dicuci dengan alkohol 96%. NH4+ yang terjerap diganti dengan kation Na+ dari larutan NaCl, sehingga dapat diukur sebagai KTK. Kation-kation dapat ditukar (Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+) ditetapkan dengan Flamefotometer dan AAS. NH4+ (KTK) ditetapkan secara kolorimetri dengan metode Biru Indofenol. Alat-alat o o o o o o o Tabung perkolasi Labu ukur 50 ml Labu ukur 100 ml Labu semprot Spektrofotometer Flamefotometer Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Pereaksi Amonium asetat 1 M, pH 7,0. Ditimbang 77,08 g serbuk NH4-Asetat p.a. ke dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan air bebas ion hingga serbuk melarut dan tepatkan 1 liter. Atau dapat pula dibuat dengan cara berikut: Dicampurkan 60 ml asam asetat glasial dengan 75 ml ammonia pekat (25%) dan diencerkan dengan air bebas ion hingga sekitar 900 ml. pH campuran diatur menjadi 7,00 dengan penambahan ammonia atau asam asetat, kemudian diimpitkan tepat 1 liter. Amonium asetat 4 M, pH 7,0. Dibuat dengan cara yang sama seperti amonium asetat 1 M, namun menggunakan 4 x 77,08 g NH4-Asetat p.a. NaCl 10%. Ditimbang 100 gram NaCl, kemudian dilarutkan dengan air bebas ion. Ditambahkan 4 ml HCl 4 N (2.1.3) dan diimpitkan tepat 1 liter. Larutan La 2,5 %. Ditimbang 44,14 gram LaCl3, dilarutkan dengan air bebas ion, kemudian diimpitkan tepat 1 liter. 78 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Larutan La 0,25 %. Larutan La 2,5 % diencerkan 10 x dengan air bebas ion. Larutan Fenol. Ditimbang 80 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan dengan sekitar 500 ml air bebas ion secara perlahan sambil diaduk. Setelah dingin ditambahkan 125 gram serbuk Fenol, kemudian diencerkan dengan air bebas ion dan diimpitkan sampai garis 1 liter. Larutan sangga Tartrat. Ditimbang 80 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan dengan sekitar 500 ml air bebas ion. Setelah dingin tambahkan 50 gram K, Na-tartrat dan aduk hingga larut. Diimpitkan dengan air bebas ion sampai tepat 1 liter. Natrium hipoklorit (NaOCl) 5%. Etanol 96% Standar pokok 1000 ppm K Standar pokok 1000 ppm Na Standar pokok 1000 ppm Ca Standar pokok 1000 ppm Mg Standar campur 200 ppm K, 100 ppm Na, 50 ppm Mg, 250 ppm Ca. Dipipet masing-masing : 25,0 ml standar pokok 1000 ppm K 10,0 ml standar pokok 1000 ppm Na 5,0 ml standar pokok 1000 ppm Mg 25,0 ml standar pokok 1000 ppm Ca Dicampurkan dalam labu ukur 100 ml, ditambah 25 ml NH4-asetat 4 N, pH 7,0, kemudian diimpitkan. Deret standar campur K (0-250 ppm), Na (0-100 ppm), Ca (0-250 ppm) dan Mg (050 ppm). Di pipet standar campuran sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml dengan larutan NH4-Ac 1 M, pH 7. Standar pokok 2500 m.e. NH4+/l. Ditimbang 16,500 g serbuk (NH4)2SO4 p.a. ke dalam labu ukur 100 ml. Larutkan dengan air bebas ion dan impitkan hingga tepat 100 ml. Standar NH4+ 0 dan 25 m.e./l. Dipipet standar 2500 m.e. NH4+/l sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 10 ml etanol 96 % dan diimpitkan dengan larutan NaCl 10 %. Dengan cara yang sama, tapi tanpa pemipetan larutan standar dibuat standar 0. Deret standar 0-25 m.e. NH4+/l. Dipipet ke dalam tabung reaksi masing-masing 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml standar 25 mgst NH4+. Tambahkan standar 0 hingga semuanya menjadi 10 ml. Pasir kuarsa bersih Filter flock 79 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Cara kerja Ditimbang 2,5 gram contoh tanah >2 mm, dicampur dengan lebih kurang 5 gram pasir. Dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah dilapisi berturut-turut dengan filter flock dan pasir terlebih dahulu (filter flock) digunakan seperlunya untuk menutup lubang pada dasar tabung, sedangkan pasir kuarsa sekitar 2,5 g dan lapisan atas ditutup dengan diupayakan supaya sama. Siapkan pula blanko dengan pengerjaan seperti penambahan 2,5 g pasir. Ketebalan setiap lapisan pada sekeliling tabung contoh tapi tanpa contoh tanah. Kemudian diperkolasi dengan ammonium acetat pH 7,0 sebanyak 2 x 25 ml dengan selang waktu 30 menit. Filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml, diimpitkan dengan ammonium acetat pH 7,0 untuk pengukuran kationdd: Ca, Mg, K, dan Na (S). Tabung perkolasi yang masih berisi contoh diperkolasi dengan 100 ml etanol 96 % untuk menghilangkan kelebihan ammonium dan perkolat ini dibuang. KTK (T) dapat ditetapkan dengan cara destilasi langsung menggunakan seluruh isi tabung perkolasi dan tahapan selanjutnya tidak diperlukan. Sisa etanol dalam tabung perkolasi dibuang dengan pompa isap dari bawah tabung perkolasi atau pompa tekan dari atas tabung perkolasi. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl 10% sebanyak 50 ml, filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml dan diimpitkan dengan larutan NaCl 10%. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK dengan cara destilasi atau kolorimetri. Pengukuran kationdd (Ca, Mg, K, Na) Perkolat NH4-Ac (S) dan deret standar K, Na, Ca, Mg masing-masing dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml larutan La 0,25 %. Diukur dengan AAS (untuk Ca dan Mg) dan flamefotometer (untuk pemeriksaan K dan Na) menggunakan deret standar sebagai pembanding. Pemeriksaan KTK Pengukuran KTK dilakukan dengan cara destilasi langsung. Pindahkan isi tabung perkolasi (setelah tahap pencucian dengan etanol) secara kuantitatif ke dalam labu didih. Gunakan air bebas ion untuk membilas tabung perkolasi. Selanjutnya dikerjakan seperti penetapan N-Kjeldahl tanah (5.3.6). Pipet 10 ml perkolat NaCl (T) ke dalam labu didih dan tambahkan 1 ml parafin cair untuk menghilangkan buih. Selanjutnya dikerjakan dengan cara yang sama seperti penetapan N-Kjeldahl tanah (5.3.6). Pengukuran NH4+ (KTK) dapat pula ditetapkan dengan metode Biru Indofenol. Pipet masing-masing 0,5 ml perkolat NaCl (T) dan deret standar NH4+ (0; 2,5; 5; 10; 15; 20; dan 25 m.e./l) ke dalam tabung reaksi. Ke dalam setiap tabung tambahkan 9,5 ml air bebas ion ekstrak encer dan deret standar. Tambahkan berturutturut larutan sangga Tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 ml, kocok dan 80 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml NaOCl 5%, kocok dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak pemberian pereaksi ini. Catatan: Warna biru indofenol yang terbentuk kurang stabil. Upayakan agar diperoleh waktu yang sama antara pemberian pereaksi dan pengukuran untuk setiap deret standar dan contoh. Perhitungan Kationdd (me/100 g) ml ekstrak Ac - Ab = -------------- x --------- x m.e. standar x Fk g contoh As Cara destilasi langsung: KTK (me/100 g) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 100/2,5 x Fk Cara destilasi perkolat: KTK (me/100 g) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 100/2,5 x 50/10 x Fk Cara kolorimetri: ml perkolat Ac - Ab m.e. standar -------------- x --------- x --------------- x Fk g contoh As 10 KTK (me /100 g) = Kejenuhan basa Jumlah kationdd (Ca, Mg, K, Na) = ----------------------------------------- x 100 % KTK Penetapan retensi fosfat Dasar metode Daya retensi tanah terhadap fosfat ditetapkan dengan cara Blackmore (1981). Contoh tanah ditambahkan larutan fosfat 1.000 ppm hingga tercapai kesetimbangan antara fosfat yang dierap dengan fosfat dalam larutan. Kadar fosfat dalam larutan diukur umtuk menghitung persen fosfat yang ditahan oleh tanah. Alat-alat o o o o o Mesin kocok Alat sentrifusi + tabung sentrifusi 50 ml Dispenser Tabung reaksi Spektrofotometer 81 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Pereaksi Larutan pengekstrak 1.000 ppm P. Dalam labu ukur 1 liter dilarutkan 4,40 gram KH2PO4 dan 16,4 gram natrium asetat anhidrous dengan 500 ml air bebas ion. ditambah 11,5 ml asam asetat glasial dan diencerkan dengan air bebas ion sampai tanda 1 liter. Larutan asam vanadat. Larutkan 0,5 g amonium vanadat (NH4VO3) dalam 500 ml air bebas ion mendidih, dinginkan dan tambahkan perlahan 70 ml HNO3 pekat. Encerkan larutan hingga 1 liter dengan air bebas ion. Larutan amonium molibdat. Larutkan 10 g amonium molibdat {(NH4)6Mo7O24.4H2O} dalam 500 ml air bebas ion hangat. Setelah dingin encerkan dengan air bebas ion hingga 1 liter. Larutan campuran asam vanadomolibdat. Campurkan 1 bagian larutan asam vanadat dengan 1 bagian larutan amonium molibdat. Larutan standar 0. Larutan 16,4 g natrium asetat anhidrous dan 11,5 ml asam asetat glasial dalam labu 500 ml dengan air bebas ion hingga 1 liter. Deret standar retensi - P. Ke dalam tabung reaksi masing-masing dipipet: 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml larutan pengekstrak 1.000 ppm P. Semuanya diencerkan dengan standar nol menjadi 10 ml. Deret ini mempunyai kepekatan: 0; 100; 200; 400; 600; 800; dan 1.000 ppm P atau: 100%; 90%; 80%; 60%; 40%; 20%, dan 0% retensi P. Cara kerja Ditimbang contoh tanah halus < 2 mm, sebanyak 2 gram ke dalam tabung sentrifusi, ditambah 10 ml larutan retensi 1000 ppm P dengan pipet. Dikocok selama 1 malam (16 jam) dengan mesin pengocok. Sentrifusi pada 2.000 rpm selama 10 menit untuk mendapat ekstrak jernih. Dipipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh dan deret standar ke dalam tabung kimia dan ditambah 9,5 ml pereaksi asam vanadomolibdat. Kocok dan biarkan 30 menit. Ukur dengan spektrofotometer pada gelombang466 nm. Perhitungan Ec (1000 - (----- x ppm standar)) Es Retensi P (%) = -------------------------------------------------- x 100% 1000 Penetapan Erapan P dan K Tanah (Fox dan Kamprath, 1970) Dasar penetapan Pengekstrak CaCl2 0,01 M dianggap sesuai dengan kekuatan ion larutan di dalam tanah. Oleh karena reaksi keseimbangan antara P dalam larutan dengan 82 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN komponen-komponen tanah berjalan lambat, maka diperlukan waktu untuk mencapai kesetimbangan minimum 6 hari. Berdasarkan kurva hubungan P dalam larutan dengan P dierap, maka jumlah pupuk P yang diperlukan untuk mencapai batas kritis konsentrasi P terlarut dapat ditentukan. Sifat-sifat erapan P tanah seperti kapasitas erap dan daya erap P dapat pula ditentukan berdasarkan data ini dengan menggunakan model erapan P. Alat-alat o o o o o o Tabung sentrifusi 50 ml Pipet isi 20 ml Mesin kocok Tabung reaksi Alat sentrifusi Spektrofotometer UV-VIS Pereaksi Larutan CaCl2 0,1 M. Dilarutkan 14,7 gram CaCl2.2H2O dengan air bebas ion hingga 1liter. Larutan CaCl2 0,01 M. Larutan CaCl2 0,1 M diencerkan 10 x dengan air bebas ion. Larutan standar pokok 500 ppm P Pereaksi P pekat (2.1.3) Pereaksi pewarna P pekat (2.1.3) Larutan deret kepekatan P. Dipipet 0, 1, 2, 4, 6, 8, 10 ml standar pokok 500 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml. Masing-masing ditambahkan 10 ml larutan CaCl2 0,1 M dan kemudian diimpitkan dengan air bebas ion. Larutan-larutan ini mempunyai kepekatan 0, 5, 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm P ( g P/ml). Deret kepekatan P dapat diubah sesuai keperluan dengan menambah atau mengurangi volume pemipetan standar pokok P. Standar P 50 ppm. Dipipet 10 ml standar pokok 500 ppm P kedalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 10 ml larutan CaCl2 0,1 M dan kemudian diimpitkan dengan air bebas ion. Standar P 1 ppm. Dipipet 2 ml standar 50 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan larutan CaCl2 0,01 M hingga tepat 100 ml. Deret standar P ( 0-1 ppm). Dipipet berturut turut 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml standar 1 ppm P kedalam tabung reaksi. Tambahkan larutan CaCl2 0,01 M sehingga volume masing-masing menjadi 10 ml. Bila menggunakan standar PO43-, deret standar dibuat dengan kepekatan 0 – 4 ppm. Cara kerja Ditimbang 2,00 gram tanah untuk setiap tingkat kepekatan P dan masingmasing dimasukkan ke dalam tabung sentrifusi. 83 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Masing-masing ditambah 20 ml larutan deret kepekatan P. Inkubasi selama 6 hari sambil dikocok 2 x 30 menit/hari (pagi dan siang). Setelah selesai inkubasi, campuran disentrifus untuk mendapatkan cairan jernih. Dipipet 5 ml ekstrak jernih contoh dan deret standar P (0-1 ppm) ke dalam tabung kimia, ditambah 1 ml pereaksi pewarna P pekat, kocok dan biarkan selama 30 menit. Ukur absorbansi larutan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Perhitungan Ec P dalam larutan tanah ( g P/ml) = ---- x ppm standar Es P dierap = (P ditambahkan – P larutan tanah) x 10 x Fk ( g P/g tanah) ( g P/ml) ( g P/ml) Dibuat kurva hubungan P dalam larutan (sumbu x) dengan P dierap (sumbu y) pada kertas grafik semilog. Kebutuhan pupuk P untuk mencapai kadar P tertentu dalam larutan (misalnya 0,02 ppm P) dicari dari kurva atau dari model erapan P. Penetapan pH Tanah dan Kebutuhan Kapur Tujuan: Menentukan pH dan kebutuhan kapur di lokasi percobaan. Lokasi : Jabar, Jateng, DIY, Sulsel, dan Sumut. Penetapan pH Tanah Dasar penetapan Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang dinyatakan sebagai – log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial larutan yang diukur oleh alat dan dikonversi dalam skala pH. Elektrode gelas merupakan elektrode selektif khusus H+, hingga memungkinkan untuk hanya mengukur potensial yang disebabkan kenaikan konsentrasi H+. Potensial yang timbul diukur berdasarkan potensial elektrode pembanding (kalomel atau AgCl). Biasanya digunakan satu elektrode yang sudah terdiri dari elektrode pembanding dan elektrode gelas (elektrode kombinasi). Konsentrasi H+ yang diekstrak dengan air menyatakan kemasaman aktif, sedangkan pengekstrak KCl 1 N menyatakan kemasaman cadangan. Alat-alat o o o o o Botol kocok 100 ml Dispenser 25 ml/gelas ukur Mesin pengocok Labu semprot 500 ml pH meter. 84 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Pereaksi Larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0 KCl 1 M. Dilarutkan 74,5 gram KCl p.a dengan air bebas ion hingga 1 liter. Cara kerja Ditimbang 2 kali 10,00 gram contoh tanah, masing-masing dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 25 ml air bebas ion ke botol yang satu (pH H2O) dan 25 ml KCl 1 M ke dalam botol lainnya (pH KCl). Dikocok dengan mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0. Penetapan Kebutuhan Kapur Dasar penetapan Jumlah kapur yang diperlukan untuk meningkatkan pH suatu tanah masam ke pH yang diinginkan ditetapkan berdasarkan kurva hubungan penambahan larutan basa dengan pH tanah yang dicapai. Jumlah basa yang digunakan setara dengan kebutuhan kapur yang nilainya dikonversi ke dalam satuan bobot CaCO3/ ha. Alat-alat o o o o o Botol kocok 100 ml Pipet ukur 25 ml pH meter dan elektrode gelas kombinasi Buret 10 ml Neraca analitik Pereaksi NaOH 1 N. Dibuat dari larutan NaOH standar Titrisol. NaOH 0,02 N. Dipipet 20 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 1 liter. Titar larutan ini ditetapkan dengan HCl 0,02 N setiap kali dipakai. NaOH 0,05 N. Dipipet 25 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu ukur 500 ml. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 500 ml. Titar larutan ini ditetapkan dengan HCl 0,02 N setiap kali dipakai. HCl 1 N. Dibuat dari larutan HCl standar Titrisol. HCl 0,02 N. Dipipet 2 ml larutan HCl 1 N ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 100 ml. Larutan sangga pH 7,0 dan pH 4,0 85 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Cara kerja Ditimbang 10 g tanah untuk setiap tingkat penambahan basa dan masingmasing dimasukkan ke dalam botol kocok 100 ml. Tambahkan dengan pipet larutan NaOH 0,02 N masing-masing sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml dan air bebas ion sehingga jumlah setiap larutan menjadi 25 ml (air ditambahkan terlebih dahulu). Penambahan NaOH ini menghasilkan deret penambahan basa 0; 0,02; 0,04; 0,08; 0,12; 0,16; dan 0,20 me. Kocok campuran selama 1 jam dan ukur pH suspensi dengan alat pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan sangga pH 7,0 dan 4,0. Catatan: Tambah jumlah larutan NaOH 0,02 N atau gunakan NaOH 0,05 N bila volume larutan melebihi 25 ml. Perhitungan Dibuat kurva hubungan me NaOH yang diperlukan dengan pH tanah yang dihasilkan atau gunakan persamaan regresi. Mendapatkan NaOH yang menghasilkan pH yang dikehendaki dan hitung kebutuhan kapurnya sebagai berikut: Kebutuhan kapur (ku CaCO3/ha)* = me NaOH x 75 • Kedalaman lapisan olah 15 cm dan BD tanah dianggap 1. Analisis Kimia JaringanTanaman Persiapan contoh Contoh yang berasal dari lapang sebelum dianalisa terlebih dahulu dicuci dengan air bebas ion untuk menghilangkan debu-debu dan kotoran lainnya yang dapat memberikan kesalahan pada hasil analisis. Contoh tanaman tersebut secepatnya dikeringkan dalam oven berkipas, bila perlu sebelumnya dipotong-potong agar pengeringan lebih cepat dan oven diset pada temperatur 70 oC. Contoh yang telah kering kemudian digiling dengan grinder mesin yang menggunakan filter dengan kehalusan 0,5 mm. Contoh yang telah digiling dimasukkan ke dalam botol plastik ditutup rapat-rapat agar tidak terkontaminasi dan diberi nomor urut sesuai dengan nomor percobaan atau perlakuan. Contoh-contoh tersebut siap untuk analisis kimia. Penetapan kadar air Alat-alat o o o o Botol timbang Neraca analitik Oven Eksikator 86 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Cara kerja Ditimbang 1 gram contoh tanaman dengan kehalusan <0,5 mm ke dalam botol timbang yang telah diketahui bobot kosongnya. Masukkan ke dalam oven yang diset 105 oC selama 4 jam. Angkat, dinginkan dalam eksikator dan ditimbang kembali. Perhitungan Kadar air (%) Faktor koreksi ( Fk) kehilangan berat = ------------------------ x 100 berat contoh asal 100 = ---------------------100 - kadar air Pengabuan basah dengan H2SO4 dan H2O2 Alat-alat o o o o o o o o o o o Neraca analitik 3 desimal Tabung digestion dan blok digestion Pengocok tabung Dispenser. Alat destilasi Labu didih 250 ml Erlenmeyer 100 ml bertera Tabung reaksi Spektrofotometer UV-VIS AAS Flamefotometer Pereaksi H2SO4 pekat (95-97 %) p.a. H2O2 pekat (30 %) p.a. Larutan NaOH 40 % Larutan baku H2SO4 0,050 N Penunjuk Conway Asam borat 1 % Batu didih Standar 0. Encerkan ekstrak blanko dengan air bebas ion menjadi 50 ml. Jumlah blanko yang dikerjakan disesuaikan dengan volume standar 0 yang diperlukan. 87 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Standar pokok 1000 ppm N. Ditimbang 4,7143 serbuk (NH4)2SO4 p.a. ke dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 1 liter dan kocok hingga larutan homogen. Standar 20 ppm N dibuat dengan memipet 2 ml standar pokok 1000 ppm N ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan standar 0 hingga tepat 100 ml. Deret standar 0-20 ppm N. Dipipet 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml standar N 20 ppm masing-masing ke dalam tabung reaksi. Tambahkan standar 0 hingga semuanya menjadi 10 ml. Deret standar ini memiliki kepekatan 0, 2, 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm N. Lakukan pengocokan pada setiap pencampuran. Larutan Na-fenat. Ditimbang 100 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 liter. Setelah dingin tambahkan 125 gram serbuk fenol dan aduk hingga larut. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 liter. Larutan sangga Tartrat. Ditimbang 50 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 liter. Setelah dingin tambahkan 50 g serbuk K, Na-tartrat dan aduk hingga larut. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 liter. Natrium hipoklorit (NaOCl) 5 %. Pereaksi P pekat. Dilarutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24.4H2O dalam 100 ml air. Tambahkan 140 ml H2SO4 pekat dan 0,227 g K (SbO)C4H4O6.0,5 H2O. Jadikan 1 l dengan air bebas ion. Pereaksi pewarna P. Campurkan 1,06 g asam askorbat dan 100 ml Pereaksi P pekat, kemudian dijadikan 1 l dengan air murni. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru. Standar pokok P 500 ppm. Dilarutkan 2,1954 gram KH2PO4 p.a. (kering 40 oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian diimpitkan sampai tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO43- dari Titrisol. Standar P 50 ppm. Dipipet 10 ml standar pokok 500 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml. Diimpitkan dengan standar 0 hingga 100 ml. Deret standar P ( 0-50 ppm). Dipipet berturut turut 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml standar 50 ppm P kedalam tabung reaksi. Tambahkan standar 0 sehingga volume masing-masing menjadi 10 ml. Bila menggunakan standar PO43-, deret standar dibuat dengan kepekatan 0 – 200 ppm. Standar campur 250 ppm K, 100 ppm Na, 50 ppm Mg, 250 ppm Ca. Dipipet masing-masing : 25,0 ml standar pokok 1000 ppm K 10,0 ml standar pokok 1000 ppm Na 25,0 ml standar pokok 1000 ppm Ca 5,0 ml standar pokok 1000 ppm Mg Dicampurkan dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan perlahan ekstrak 2 buah blanko. Bilas tabung dengan air bebas ion dan masukkan air bilasan ke dalam labu. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 100 ml. 88 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Deret standar campur K (0-250 ppm), Ca (0-250 ppm), Mg (0-50 ppm) dan Na (0100 ppm). Dipipet standar campur sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml dengan larutan standar 0. Larutan La 2,5 %. Ditimbang 44,14 gram LaCl3, dilarutkan dengan air bebas ion, kemudian diimpitkan tepat 1 liter. Larutan La 0,25 %. Larutan La 2,5 % diencerkan 10 x dengan air bebas ion. Cara kerja Ditimbang 0,25 gram contoh tanaman <0,5 mm ke dalam tabung digestion. Ditambahkan 2,5 ml H2SO4 p.a., biarkan satu malam supaya diperarang. Esoknya dipanaskan dalam blok digestion selama satu jam pada suhu 100 oC. Angkat dan biarkan mendingin, tambahkan 2 ml H2O2 p.a., panaskan kembali dan suhu ditingkatkan menjadi 200 oC, panaskan selama 1 jam. Angkat, biarkan agak dingin dan tambahkan kembali H2O2 sebanyak 2 ml kemudian panaskan kembali hingga suhu 350 oC. Pengerjaan ini diulang sampai keluar uap putih dan didapat sekitar 1 ml ekstrak jernih. Temperatur tidak melebihi 350 oC. Kerjakan blanko. Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml. Kocok sampai homogen dengan pengocok tabung, biarkan semalam supaya mengendap. Ekstrak jernih dapat digunakan untuk pengukuran N-Kjeldahl, P, K, Ca, Mg, dan Na. Pengukuran P Dipipet masing-masing 1 ml ekstrak contoh dan deret standar P ke dalam tabung kimia. Tambahkan 9 ml air bebas ion dan kocok (pengenceran 10x). Dipipet masing-masing 2 ml ekstrak encer contoh dan deret standar ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna P. Kocok dengan pengocok tabung sampai homogen dan biarkan 30 menit. P dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Pengukuran K, Ca, Mg, dan Na Dipipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-masing ke dalam tabung kimia dan ditambahkan 9 ml larutan La 0,25 %. Kocok dengan menggunakan pengocok tabung sampai homogen. Ca dan Mg diukur dengan AAS, K dan Na diukur dengan alat Flamefotometer dengan deret standar sebagai pembanding. Perhitungan N cara destilasi : Kadar N (%) = (ml contoh - ml blanko) x 0,05 x 14 x 5 x 100 --------------------------------------------------------- x miligram contoh 89 Fk BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN N cara spektrofotometri : Ac - Ab Kadar N (%) = ---------- x ppm standar x 0,2 x Fk As Ac - Ab Kadar P, K, Ca, Mg, dan Na (%) = -------- x ppm standar x 0,2 x Fk As 90 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 6. Pembinaan Pengujian Pupuk Alternatif PENDAHULUAN Keberhasilan produksi pertanian melalui kegiatan intensifikasi tidak terlepas dari kontribusi dan peranan sarana produksi, antara lain pupuk. Selama ini untuk mendukung pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan dan hortikultura, pemerintah menyediakan dana untuk subsidi pupuk tunggal (Urea, SP36, ZA, dan KCl). Namun dengan memburuknya situasi perekonomian, pemerintah akhirnya menerapkan kebijakan penghapuskan subsidi pupuk secara bertahap. Akibat langsung yang dihadapi petani segera setelah kebijakan ini dijalankan adalah melonjaknya harga pupuk secara tak terkendali serta terjadinya kelangkaan pupuk saat awal musim tanam. Kondisi ini menyebabkan pemerintah melakukan upaya pengamanan dengan cara membuka keran impor bagi masuknya pupuk impor serta membuka peluang bagi produsen pupuk untuk membuat pupuk pengganti. Langkah antisipasi ini ternyata berdampak sangat luas terhadap pengguna/ petani dan distribusi pupuk di negara kita. Saat ini telah beredar berbagai jenis pupuk baru hasil rekayasa teknologi yang belum diatur persyaratan mutu dan pengujian efektivitasnya. Oleh karena itu, pengguna perlu teliti dan hati-hati dalam memilih jenis pupuk yang akan dipakai sesuai dengan komoditas yang akan ditanam. Upaya perlindungan terhadap konsumen/petani perlu dilaksanakan melalui mekanisme sistem pengawasan mutu pupuk dan uji efektivitas pupuk di lapangan. Pengawasan dilakukan sejak tahap perencanaan formula pupuk, pengadaan hingga penyaluran pupuk di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan penipuan dan pemalsuan pupuk serta menjamin mutu pupuk sesuai dengan yang tertera pada label. Mengingat pupuk alternatif yang beredar (baik yang sudah terdaftar maupun yang tidak terdaftar) jumlah maupun jenisnya sangat banyak, maka perlu adanya petunjuk teknis pengujian mutu dan efektivitas pupuk alternatif. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di daerah merupakan instansi yang berwenang untuk melakukan pengawasan peredaran pupuk bersama instansi terkait. Jaminan terhadap mutu pupuk serta pengujian efektivitas pupuk terhadap produksi tanaman yang akan digunakan oleh petani sangat diperlukan untuk melindungi konsumen serta menggalang kepercayaan konsumen terhadap produsen pupuk. UJI MUTU PUPUK Pengambilan Contoh Pupuk Untuk mengetahui sifat/kandungan hara bahan pupuk yang beredar secara keseluruhan sulit dilaksanakan sehingga akan diambil contoh untuk diteliti. Contoh pupuk yang diambil merupakan sebagian dari bahan pupuk yang telah/akan beredar di pasaran. Hasil dari pemeriksaan contoh pupuk tersebut diharapkan mencerminkan sifat bahan pupuk secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengambilan contoh harus mengikuti metode tertentu sehingga benar-benar mewakili keseluruhan satu jenis 91 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN pupuk. Metode tersebut akan lebih rumit jika keadaan satu jenis pupuk yang beredar mempunyai variasi yang besar. Pupuk yang dihasilkan oleh pabrikasi dengan pengawasan berkala, lebih homogen sehingga pengambilan contoh pupuk yang beredar untuk keperluan uji mutu lebih sedikit. Sedangkan pupuk yang dihasilkan oleh pengusaha kecil, lebih heterogen dan mutu pupuk sering tidak stabil dan rendah. Oleh karena itu, diperlukan contoh yang lebih banyak dan periode pengambilan contoh lebih sering. Cara pengambilan contoh pupuk berbeda-beda tergantung dari jenis dan kemasan pupuk yang akan diambil sebagai contoh. Pada umumnya dapat dibedakan dalam jenis pupuk yang padat (butiran/serbuk) dan cairan dan dalam bentuk kemasan atau curah. Pengambilan contoh pupuk butiran/serbuk yang dikemas/ bungkus Yang dimaksud pupuk yang dikemas ialah pupuk yang ditempatkan dalam wadah dan beratnya tidak lebih dari 50 kg. Bila pupuk terdiri atas > 10 wadah, secara random diambil 5-10 anak contoh dari wadah yang berlainan dan setiap anak contoh seberat 2,5-5 ons. Anak contoh diambil dengan tabung tunggal yang bagian atas terbuka (Gambar 1), ujung tajam dan dilapisi bahan tak berkarat. Tabung tersebut ditusukkan dengan arah diagonal dalam pembungkus, digerak-gerakkan supaya contoh masuk ke dalam tabung dan kemudian ditarik dengan hati-hati. Gambar 1. Alat pengambil contoh dari kantong panjang + 50 cm. Semua anak contoh dijadikan satu dan diaduk merata, dimasukkan dalam kantong yang bersih, kering, kedap udara, disegel, dan diberi keterangan seperlunya misal tanggal pengambilan, lokasi, nama pedagang, nama merk dagang, kandungan hara yang tercantum pada label kemasan dsb. Pengambilan contoh pupuk butiran/serbuk berbentuk curah Pupuk curah ialah pupuk yang disimpan/diangkut dalam keadaan terbuka dalam jumlah besar. Pengambilan anak contoh menggunakan tabung dissouri "D" (Gambar 2) atau alat sejenisnya dan diambil pada 10-20 tempat secara random. Semua anak contoh dijadikan satu, dicampur merata, dimasukkan ke dalam kantong yang bersih, kering, kedap udara, disegel dan diberi keterangan secukupnya. 92 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Pengambilan contoh pupuk cair Pupuk cair biasanya dikemas dalam botol dengan berbagai ukuran. Bila botol masih terdapat dalam doos yang terdiri > 20 doos maka secara random diambil 2-4 anak contoh dari doos-doos yang berlainan. Anak contoh tersebut berupa unit (botol) pupuk cair, baru dicampur saat akan dilakukan analisis. Jika pupuk cair disimpan dalam tangki atau penyimpan lain, contoh diambil dengan menggunakan botol secara random sebanyak 2-5 anak contoh tergantung dari volume tanki tersebut. Semua anak contoh dijadikan satu dan dikocok merata, disegel dan diberi keterangan seperlunya. Pengambilan contoh pupuk mikroba Pupuk mikroba biasanya dikemas dalam botol atau kantong plastik dengan berbagai ukuran. Bila dalam satu wilayah terdapat > 10 kios, maka secara random diambil 2-4 botol/ kantong sebagai anak contoh dari beberapa kios yang berlainan. Anak contoh tersebut disimpan dalam tempat yang bersih, kering, kedap udara, disegel dan diberi label secukupnya. Pengambilan contoh sebaiknya dihadiri oleh pedagang atau pemilik atau yang dikuasakan. Bila pemilik tidak hadir pengambilan contoh sebaiknya disaksikan oleh orang lain. Gambar 2. Alat pengambil contoh model Missouri "D". 93 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Pengelompokan dan Kriteria Pupuk Alternatif Pemberian nama produk pupuk alternatif harus berdasarkan pada kriteria dan jaminan unsur hara yang dikandung dalam pupuk. Adapun pengelompokan dan kriteria pupuk alternatif tersebut adalah sebagai berikut: Pupuk makro an-organik, yaitu pupuk alternatif yang merupakan sumber hara N, P, dan atau kalium dengan kandungan N, P2O5 dan K2O masing-masing minimal 10%. Khusus pupuk kalium dapat disubstitusi dengan jerami hasil panen setempat yang umumnya mengandung 24-36 kg K2O per ton jerami. Untuk pupuk majemuk (compound) sebagai sumber hara lebih dari satu unsur (NPK, NK, NP, PK), harus mengandung unsur minimal 10% berupa N, P2O5, maupun K2O bagi masingmasing unsur. Standar mutu pupuk yang telah mempunyai SNI disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Pupuk yang mempunyai SNI. No. Judul standar No. SNI Parameter analisis Persyaratan 1 Pupuk Amonium Sulfat [(NH4)2SO4)] 02-1760-1990 2 Pupuk Tripel Super Fosfat [TSP/Ca(H2PO4)2] 02-0086-1987 Min. 20 % Min. 23 % Maks. 0,1 % Maks. 1 % 3 Pupuk Tripel Super Fosfat Plus Zn 02-2800-1992 4 Pupuk NPK Padat 02-2803-2000 5 Pupuk Amonium Klorida (NH4Cl) 02-2581-1992 6 Pupuk Dolomit [CaMg(CO3)2] 02-2804-1992 Nitrogen Belerang Asam bebas sebagai H2SO4 Air Unsur hara fosfat: - Yang diserap sebagai P2O5 - Yang larut dalam air sebagai P2O5 Air Asam bebas sebagai H3PO4 Unsur hara fosfat sebagai P2O5 - Total - Yang dapat diserap - Yang larut air Air Asam bebas sebagai H3PO4 Zn sebagai ZnO - Nitrogen Total - Fosfor larut asam sitrat 2% sebagai P2O5 - Kalium sebagai K2O - Jumlah kadar N, P2O5 dan K2O - Kadar air Nitrogen Air Asam bebas sebagai HCl Magnesium sebagai MgO Kalsium sebagai CaO A12O3 + Fe3O3 Air Silikat sebagai SiO2 Bentuk Tepung - Lolos saringan 40 mesh - Lolos saringan 60 mesh Kalium sebagai K2O Air 100 % Maks. 50 % Min. 60 % Maks. 0,5 % Nitrogen Fosfat sebagai P2O5 Air Min. 11 % Min. 48 % Maks. 1 % 7. 8. Pupuk Kalium Klorida (Muriate of Potash/MOP/KCl) Pupuk Mono Amonium Fosfat [MAP/NH4H2PO4] 02-2805-1992 02-2810-1992 94 Min. 46 % Min. 40 % Maks. 4 % Maks. 4 % Min. 45 % Min. 43 % Min. 35 % Maks. 5 % Maks. 5 % Min. 0,2 % Min. 6 % Min. 6 % Min. 6 % Min. 30 % Maks. 2 % Min. 26 % Maks. 1 % Maks. 0,08 % Min. 18 % Min. 30 % Maks. 3 % Maks. 5 % Maks. 3 % BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN No. Judul standar No. SNI Parameter analisis 9. Urea Amonium Fosfat 02-2811-1992 Nitrogen Fosfat sebagai P2O5 Air Butiran: Lolos ayakan Tyler 4 mesh dan tidak lolos 16 mesh Nitrogen Fosfat sebagai P2O5 Air Ukuran butir: Lolos 6 Tyler mesh tidak lolos 16 Tyler mesh Unsur hara fosfat sebagai P2O5 - Total - Yang dapat diserap - Yang larut air Belerang sebagai S Asam bebas sebagai H3PO4 Air Unsur hara Phosphor sebagai P2O5 - Total - Laurt dalam asam sitrat 2% - Larut air Belerang sebagai S Asam bebas sebagai H3PO4 Zn sebagai ZnO Air Boron Oksida (B2O3) Natrium Oksida (Na2O) Sulfat (SO4) Kadmium (Cd) Keadaan: - Bentuk - Warna pH Bobot jenis pada 25oC Total Nitrogen Bahan Organik 10. Pupuk Diamonium Fosfat DAP/(NH4)2HPO4) 02-2858-1992 11. Pupuk Super Fosfat 02-3769-1995 12. Pupuk Super Fosfat (SP36) Plus Zn 02-4873-1998 13. Pupuk Borat 02-4959-1999 14. Pupuk Cair Sisa Proses Asam Amonium (Sipramin) 02-4959-1999 15. Pupuk Fosfat Alam untuk Pertanian 02-3776-1995 Uraian A Unsur hara fosfat sebagai P2O5 - Total Min. 28% - Larut dalam asam Min. 10% Sitrat 2% - Larut dalam asam Min. 14% Formiat 2% Ca dan Mg setara Min. 40% CaO R2O3 (Al2O3 + Fe2O3) Maks. 3% Air Maks. 3% Kehalusan - Lolos 80 mesh Tyler Min. 50% - Lolos 25 mesh Tyler Min. 80% Persyaratan Min. 90 % Min. 18 % Min. 46 % Maks. 1 % Min. 80 % Min. 36 % Min. 34 % Min. 30 % Min. 5 % Maks. 6 % Maks. 5 % Min. 36% Min. 34% Min. 30% Min. 5% Maks. 6% 0,2 – 0,3 % Maks. 5% Min. 45% Min. 20% Maks. 0,02% Maks. 35 ppm Cair Coklat kehitaman 5,5 – 6,5 1,10 – 1,20 00 Min. 4,0 % Min. 8,0 % Kualitas B C Min. 24% Min. 8% Min. 18% Min. 6% Min. 14% Min. 35% Min. 40% Min. 35% Maks. 6% Maks. 3% Maks. 15% Maks. 3% Min. 50% Min. 80% Min. 50% Min. 80% Pupuk Organik, yaitu pupuk yang berasal dari sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk cair maupun padatan yang antara lain dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, 95 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN dapat meningkatkan daya menahan air, kimia tanah, biologi tanah, dengan kriteria sebagai berikut: 1. Untuk pupuk padatan mengandung bahan organik minimal 25%. 2. Untuk pupuk cair mengandung senyawa organik minimal 10%. 3. Pupuk padat mempunyai perbandingan C dan N maksimal 15. Spesifikasi kandungan hara pupuk organik disajikan dalam Tabel 2 dan kandungan hara beberapa pupuk kandang dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 2. Komposisi hara dalam bahan organik dari sisa tanaman. Tanaman N P K Ca Mg Fe ..……… % ………. Cu Zn Mn B ………. mg/kg ……… Gandum 2,80 0,36 2,26 0,61 0,58 155 28 45 108 23 Jagung 2,97 0,30 2,39 0,41 0,16 132 12 21 117 17 Kc. tanah 4,59 0,25 2,03 1,24 0,37 198 23 27 170 28 Kedelai 5,55 0,34 2,41 0,88 0,37 190 11 41 143 39 Kentang 3,25 0,20 7,50 0,43 0,20 165 19 65 160 28 Ubi jalar 3,76 0,38 4,01 0,78 0,68 126 26 40 86 53 Jerami padi 0,66 0,07 0,93 0,29 0,64 427 9 67 365 - Sekam 0,49 0,05 0,49 0,06 0,04 173 7 36 109 - Bt. jagung 0,81 0,15 1,42 0,24 0,30 186 7 30 38 - Bt. gandum 0,74 0,10 1,41 0,35 0,28 260 10 34 28 - Serbuk kayu 1,33 0,07 0,60 1,44 0,20 999 3 41 259 - Sumber: Tan (1993) Tabel 3. Kandungan hara beberapa pupuk kandang. Sumber N P K Ca Mg S Fe Sapi perah 0,53 0,35 0,41 0,28 0,11 0,05 0,004 Sapi daging 0,65 0,15 0,30 0,12 0,10 0,09 0,004 Kuda 0,70 0,10 0,58 0,79 0,14 0,07 0,010 Unggas 1,50 0,77 0,89 0,30 0,88 0,00 0,100 Domba 1,28 0,19 0,93 0,59 0,19 0,09 0,020 Sumber: Tan (1993) 96 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Bahan Pembenah Tanah (Soil Conditioner), yaitu bahan yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia tanah dan/atau dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Termasuk dalam bahan pembenah tanah adalah dolomit, kapur pertanian/batu kapur, kapur fosfatan, zeolit, gipsum. Spesifikasi kandungan hara beberapa bahan amelioran dapat dilihat dalam Tabel 4. Sasaran penggunaannya ditujukan pada lahan yang memerlukannya secara selektif. Kriteria bahan pembenah tanah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Tidak harus mengandung N, P, K. Kandungan selain N, P, K lebih dari 10%. Bukan sebagai pupuk sumber unsur hara bagi tanaman. Dapat berupa campuran mineral primer. Pupuk Mikroba, yaitu formulasi inokulum mikroba yang dapat menambah/ meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah misalnya penambat N, mikroba pelepas P, mikroba dekomposer. Untuk menjamin efektivitas penggunaannya produk pupuk mikroba harus disertai sertifikat jaminan mutu dan dalam label dicantumkan cara penggunaan, penyimpanan serta mutu hasilnya. Pupuk mikroba hendaknya disertai masa berlaku dan saat kedaluwarsa. Persyaratan mutu inokulum mikroba apabila populasi mikroba yang dimaksud berkisar 106 - 109 sel setiap gram atau setiap ml. Pupuk Pelengkap, yaitu pupuk yang penggunaannya ditujukan untuk melengkapi penggunaan pupuk makro. Termasuk dalam pupuk pelengkap adalah pupuk yang kandungan utamanya unsur hara makro sekunder dan hara mikro. Pupuk yang dikelompokan dalam hara makro sekunder ialah yang mengandung unsur Ca, Mg, dan S, walaupun umumnya pupuk tunggal dan majemuk serta amelioran cukup banyak mengandung ketiga unsur tersebut. Beberapa jenis pupuk sumber hara sekunder yaitu antara lain kieserit, oksida magnio, dan sulfomag. Tabel 4. Spesifikasi kandungan hara beberapa amelioran. No. 1. Amelioran Dolomit Senyawa utama CaMg(CO3)2 Kandungan hara Mg sebagai MgO Min. 18% Ca sebagai CaO min. 30% 2. Batu kapur CaCO3 Tara CaCO3 min. 85% 3. Kapur fosfatan - 4. Zeolit Al-Silikat Tara CaCO3 min. 85% P2O5 total min. 5% P2O5 as. sitat 2% min. 2% KTK 100-300 me/100g 97 Keterangan 40 msh 100% SNI 02-28041992 60 msh maks. 50% 40 msh 100% 60 msh maks. 50% 10 msh 100% 80 msh maks. 50% Sedang direvisi 02-04821984 Sedang direvisi 02-04821984 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN 5. Bahan organik Seperti: pk. hijau, pk. kandang, kompos Sisa tanaman dan atau batang berdekomposisi C/N = (15-30) % unsur-unsur hara bervariasi - Kriteria pupuk pelengkap berupa cair atau padatan sebagai berikut: 1. Kandungan N, P2O5, K2O masing-masing kurang dari 10%. 2. Kandungan utama adalah unsur hara makro sekunder dan hara mikro. 3. Untuk pemberian melalui daun, sumber hara mikro harus larut dalam air. Spesifikasi kandungan hara beberapa pupuk mikro disajikan dalam Tabel 5. Pupuk hara mikro umumnya belum mempunyai SNI tetapi mempunyai Nomor Kelompok Komoditi Industri (KKI). Tabel 5. Spesifikasi kandungan hara beberapa pupuk sumber hara sekunder. No. 1. Kieserit 2. 3. Oksida magnio Sulfomag Senyawa Utama MgSO4.7H2O MgSO4.H2O MgO Dolomit + P-Alam + S Kandungan Hara min. 25% MgO maks. 25% S 55,0 % MgO (P2O5 : MgO : SO4 = 10 : 10 : 10) (P2O5 : MgO : SO4 = 20 : 4 : 10) SNI 02-28071992 - Tabel 6. Spesifikasi kandungan hara beberapa pupuk hara mikro (semua pupuk mikro belum mempunyai SNI). Jenis KKI* Seng (Zn) Seng sulfat Oksida seng Seng karbonat Khelat seng Besi (Fe) Ferro sulfat Ferri sulfat Ferro karbonat Khelat besi Tembaga (Cu) Tembaga sulfat 2412601 0101 0102 0103 0104 2412602 0201 0202 0203 0204 241603 0301 Oksida tembaga 0302 Khelat - tembaga Mangan (Mn) Mangan sulfat Oksida mangan Mangan karbonat Khelat mangan 0303 2412604 0401 0402 0403 0404 Senyawa utama ZnSO4.H2O ZnO ZnCO3 Na2EDTA Senyawa FeSO4.7H2O Fe2(SO4)3.4H2O FeCO3.H2O Fe DTPA, Fe EDTA Senyawa CuSO4.H2O CuSO4.5H2O CuO, Cu2O Na2Cu EDTA Cu PF Senyawa MnSO4.4H2O MnO MnCO3 Mn EDTA, Mn PF 98 Kandungan hara % Zn 36,0 78,0 - 80,0 52,0 9,0 - 14,0 % Fe 20,0 20,0 42,0 10,0; 9,0 - 12,0 % Cu 35,0 25,0 75,0; 89,0 130 6,0 % Mn 24,0 67,0 - 70,0 31,0 12,0; 8,0 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Boron (B) Boraks Borate Asam boraks Oksida boraks Molybdenum (Mo) Amonium molybdate Trioksida molybdate Sodium molybdate Molybdate sulfids 2412605 0501 0502 0503 2412606 0601 0602 0603 0604 Senyawa Na2B4D7.10H2O Na2B4D7.5H2O H3BO3 B2O3 Senyawa (NH4)3Mo7O24.2H2O MoO3 Na2MoO4.2H2O MoS2 %B 11,0 15,0 - 21,0 20,0 31,0 % Mo 54,0 66,0 39,0 60,0 *) KKI: Kelompok Komoditi Industri Departemen Perindustrian Ditjen Kimia Organik dan An-organik Monitoring Spesifikasi Mutu Pupuk Alternatif Pupuk alternatif harus mempunyai kualitas yang stabil/sama dengan spesifikasi mutu saat didaftarkan. Hasil analisis contoh pupuk yang dilakukan secara periodik harus menunjukkan bahwa kandungan mikroba/hara/zat aktif paling sedikit sama seperti spesifikasi mutu saat didaftarkan. Periode pengambilan contoh pupuk untuk pengawasan mutu sebagai berikut: 1. Pupuk yang dihasilkan oleh pabrikasi besar pengambilan contoh pupuk dilakukan 1-2 tahun sekali. 2. Pupuk yang dihasilkan oleh pengusaha kecil pengambilan contoh pupuk dilakukan 6-12 bulan sekali. UJI MUTU DAN EFEKTIVITAS PUPUK Salah satu kriteria yang harus dipenuhi dalam rangka pendaftaran suatu pupuk baru adalah memenuhi kriteria uji mutu yang disyaratkan serta lolos uji efektivitas pupuk. Uji mutu pupuk adalah analisis komposisi dan kadar hara pupuk yang dilakukan di laboratorium kimia berdasarkan metode analisis yang ditetapkan. Sedangkan uji efektivitas pupuk adalah pengujian manfaat penggunaan atau efektivitas pupuk dalam meningkatkan produksi tanaman dan efisiensi ekonomisnya. Metodologi Uji mutu dan efektivitas pupuk terdiri dari 3 tahap kegiatan yaitu: (1) survei kualitas pupuk; (2) analisis kadar hara pupuk; (3) pengujian di lapang. Survei kualitas pupuk Untuk mengetahui jenis dan kualitas pupuk serta mendeteksi adanya penyimpangan kualitas pupuk yang beredar di lapangan, maka harus dilakukan survei pengambilan contoh pupuk. Jenis pupuk yang akan diteliti dapat berasal dari berbagai jenis pupuk alternatif, seperti pupuk an-organik, pupuk organik, pupuk pelengkap, dsb. seperti yang telah diuraikan di bagian depan petunjuk teknis ini. Agar contoh pupuk yang diuji dapat mewakili kondisi yang ada di lapangan (daerah kerja) maka harus diupayakan menggunakan metode pengambilan contoh strata berlapis. Misalkan strata-1 adalah wilayah kerja administrasi (kecamatan); strata-2 adalah desa dan strata-3 adalah jumlah toko/kios pupuk. Misalkan daerah kerja A mempunyai 3 kecamatan yang masing-masing mempunyai 5 desa, dan pada 99 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN setiap desa mempunyai banyak sekali kios pupuk. Maka jumlah contoh pupuk yang diambil = Σ Kecamatan x Σ Desa x A Kios. Jumlah kios pupuk yang disurvei atau diambil contoh pupuknya (A) sangat tergantung dari besar kecilnya atau maju tidaknya desa itu bagi pengembangan pertanian. Apabila Desa Maju Makmur merupakan sentra produksi padi maka otomatis di desa tersebut mempunyai kios pupuk yang lebih banyak dibandingkan Desa Sumber Jaya yang bukan areal pertanian. Oleh sebab itu, contoh pupuk yang diambil dari Desa Maju Makmur harus lebih banyak dari Desa Sumber Jaya. Pertimbangan semacam itu harus ditentukan sebelum survei dilaksanakan. Langkah kerja 1. Menentukan daerah suvei. 2. Pengambilan contoh pupuk sesuai cara standar teknis yang telah dijelaskan di bagian depan Juknis ini. 3. Pemberian label yang jelas sesuai dengan kondisi pupuk saat ditemukan (nama pupuk, kadar hara yang tertera pada label pembungkus, nama kios, desa, dsb.). 4. Pengemasan. Masing-masing contoh pupuk harus disimpan dalam kantong terpisah dengan label yang jelas. 5. Pengiriman ke laboratorium untuk pengujian kadar hara pupuk. Analisis kadar hara pupuk Contoh pupuk dikirimkan ke laboratorium kimia yang mempunyai kemampuan analisis pupuk. Agar diketahui bahwa tidak semua laboratorium mempunyai kemampuan untuk menganalis kimia pupuk. Khusus untuk contoh pupuk mikroba (misal EM4) maka harus dikirimkan ke Laboratorium Biologi yang mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi jenis dan aktivitas mikroba yang terkandung dalam pupuk. Oleh karena itu, agar hasil analisis kadar hara pupuk mempunyai kualitas baik dan dapat dipercaya, maka haruslah dipilih laboratorium yang baik, misal di BPTP, Puslitbang/Balit, atau Perguruan Tinggi. Jenis analisis yang diminta adalah hara seperti yang tertera pada label kemasan. Sebagai contoh ditemukan pupuk majemuk alternatif A dengan kandungan hara utama N, P, K, Ca, dan Mg serta berbagai unsur mikro. Maka harus dimintakan analisis untuk N, P, K dan unsur mikro. Contoh lain adalah pupuk mikroba Z yang mengandung segala macam bakteri yang bermanfaat, maka harus dimintakan analisis mengenai jenis, jumlah dan aktivitas mikroba yang terkandung dalam pupuk. Analisis data kandungan hara pupuk 1. Data hasil analisis kadar hara pupuk dari laboratorium dipelajari dan dicocokan dengan label yang tertera di dalam kemasan pembungkus serta diuji dengan kadar hara Standar Mutu Pupuk Indonesia (SNI) yang berlaku bila pupuk tersebut telah mempunyai SNI. Namun untuk pupuk an-organik yang belum mempunyai SNI maka kriteria kadar hara minimal harus sesuai dengan yang disyaratkan dalam Lampiran 3 Keppres tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pupuk An-organik. Pupuk yang lolos uji mutu adalah pupuk-pupuk yang kandungan hara minimalnya sesuai dengan yang tertera dalam label kemasan. Apabila diketahui bahwa kadar 100 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN hara dalam pupuk yang sesungguhnya berbeda dengan label pembungkus dan standar pupuk SNI, maka dapat dikatakan bahwa pupuk yang bersangkutan tidak sesuai. Namun demikian, memerlukan pertimbangan teliti dari berbagai aspek untuk menilai suatu pupuk layak digunakan atau tidak. 2. Jenis pupuk alternatif yang dicurigai palsu namun telah banyak beredar dan digunakan petani di lapangan layak dipilih untuk digunakan dalam pengujian lapang. 3. Jumlah pupuk yang akan diteliti/diuji di lapang harus disesuikan dengan dana dan tenaga yang tersedia. Pengujian Lapang Pengujian lapang bertujuan untuk mengetahui manfaat atau efektivitas pupuk dalam meningkatkan produksi tanaman. Jenis dan jumlah pupuk yang diuji adalah hasil seleksi dari pengujian mutu pupuk pada penelitian sebelumnya. Metodologi : 1. Tempat/lokasi: sawah/tegalan dalam hamparan yang luas tidak ternaungi pohon serta mudah dijangkau karena merupakan bagian dari penyuluhan. 2. Waktu: minimal dilaksanakan selama 2 musim tanam. 3. Luas petak/plot: Padi = 6x5m Jagung = 5 x 8 m Kedelai = 5 x 4 m. 4. Perlakuan: jumlah pupuk yang diuji maksimal 3 a. Kontrol parsial (tanpa pupuk yang diuji) b. NPK rekomendasi c. Pupuk alternatif A d. Pupuk alternatif B e. Pembanding A (kadar hara setara pupuk A) f. Pembanding B (kadar hara setara pupuk B). 4. Rancangan: Rancangan Acak Kelompok diulang 3 kali. 5. Cara pemupukan: sesuai dengan petunjuk dalam kemasan pupuk alternatif atau Juknis penerapan pupuk alternatif. 6. Pengamatan : - sifat kimia tanah sebelum percobaan (tekstur, pH, C-organik, KTK, NTK, KB) - pertumbuhan dan produksi tanaman. 7. Analisis data: - analisis sidik ragam - pengujian beda nyata Duncan (DMRT) - analisis ekonomi (B/C rasio). Berdasarkan hasil pengujian secara statistik dan visual di lapang, maka dapat disimpulkan tingkat efektifitas pupuk yang diuji. Pupuk dianggap baik dan efektif apabila: (1) perlakuan pupuk yang diuji mempunyai hasil yang lebih baik atau minimal setara dengan perlakuan pupuk NPK pembanding; (2) hasil analisis ekonomi yang menguntungkan. Keterangan lokasi percobaan meliputi: analisis contoh tanah sebelum dan setelah percobaan tekstur, pH, C-organik, Nilai Tukar Kation (NTK), Kapasitas 101 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB), agroekosistem (lahan sawah, kering, rawa) tingkat pengelolaan lahan dan tingkat produksi serta pola tanam. Nama jenis tanah minimal Subgrup dalam Soil Taxonomy USDA. Contoh perlakuan uji efektivitas 1. Contoh 1 jenis pupuk alternatif majemuk P tetapi diuji taraf pemupukan (3 label) a. Kontrol lengkap b. Tanpa P + N + K (partial kontrol) c. Pupuk alternatif + N (urea) + K (KCl) dosis anjuran d. Pupuk SP36 setara pupuk alternatif + N (Urea) + K (KCl) e. Di bawah anjuran pupuk alternatif + N + K f. Di atas anjuran pupuk alternatif + N + K g. Pupuk SP36 setara no 5. + N + K h. Pupuk SP36 setara no 6. + N + K 2. Contoh 3 jenis pupuk majemuk alternatif a. Kontrol b. NPK c. GP20 + NK (A) d. SPN + NK (B) e. Sulfomag + NK (C) f. SP36 setara A + NK g. SP36 setara B + NK h. SP36 setara C + NK 3. Contoh 4 jenis pupuk majemuk alternatif a. Kontrol parsial b. NPK rekomendasi c. NPK tawon d. NPK mutiara e. NPK semut f. Ponska g. Pupuk tunggal NPK setara tawon h. Pupuk tunggal NPK setara mutiara i. Pupuk tunggal NPK setara semut j. Pupuk tunggal NPK setara Ponska PENUTUP Petunjuk teknis uji mutu dan uji efektivitas pupuk alternatif ini diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman bagi penilaian kelayakan pemakaian pupuk oleh instansi terkait. Dengan demikian pupuk yang dipakai petani sesuai dengan pupuk yang disarankan pejabat berwenang yaitu pupuk yang terjamin mutu dan manfaatnya bagi pertumbuhan dan hasil tanaman dan meningkatkan pendapatan petani. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam Juknis ini masih terdapat ketidaksesuaian dengan kondisi lapang. Oleh karena itu, masukan dari semua pihak sangat diharapkan untuk perbaikan Juknis ini. 102 BP2TP JUKNIS LITKAJI NASIONAL – SUMBERDAYA LAHAN DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1999. Pedoman umum penerapan pupuk alternatif pada tanaman pangan dan hortikultura. Petunjuk Teknis Operasional Penerapan Pupuk Alternatif pada Tanaman Pangan dan Hortikultura. Disampaikan dalam Forum Koordinasi dan Konsultasi pemanfaatan pupuk alternatif dalam mendukung Gema Palagung 2001. Lembaga Penelitian Tanah. 1974. Beberapa Tinjauan tentang Pengawasan Kualitas Pupuk di Amerika Serikat. Lap. Bagian Kesuburan No.12. Tan, K. H. 1993. Principles of soil chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York. 362 pp. 103 BP2TP