ISI BUKU Udayana_Revisi .indd

advertisement
PENGARUH RUMPUT LAUT TERHADAP PROFIL LIPIDA
DARAH DAN DAGING BABI
K. Budaarsa dan P. Ariastawa
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana
E-mail : [email protected]
ABSTRACT
Studies have shown a strong association between
cardiovascular disease and high levels of plasma
cholesterol in humans and other species, including
swine. Since there is anatomical and physiological
similarity between pig and human, information on
factors affecting plasma cholesterol levels in human
may reflect similar association in pig. A review of
literatures on human experiments indicates that fiber
content of food can decrease plasma cholesterol.
Twelve male Landrace pigs with live weight between
8 and 10 kg were used in this study to determine the
effect of seaweed as fiber sources on blood and meat
lipids profile. Three levels of seaweed (0. 5 and 10%)
were used in this design. The pigs were randomly
allotted into three dietary treatments i.e. R1 (without
seaweed), R2 (5% seaweed) and R3 (10% seaweed).
Experimental diets were isocaloric with equal protein
levels. There was a tendency that the higher the fiber
content in the total cholesterol, LDL and triglyceride
in blood and meat decreased, where as HDL increased
with increasing levels of seaweed in the rations.
Key word: seaweed, fiber and lipids profile
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini ada kecenderungan masyarakat
menghindari makanan yang mengandung kolesterol.
Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan peningkatan
kejadian aterosklerosis dan penyakit jantung koroner,
seperti yang sering dipublikasi di berbagai media.
Sumber utama yang dicurigai sebagai penyebab
penyakit tersebut adalah daging, lemak hewan dan
produk hewan lainnya.
Linder (1985) melaporkan bahwa di negara-negara
maju yang konsumsi daging dan lemak asal hewan
cukup tinggi, kejadian aterosklerosis juga cukup
tinggi. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara
konsumsi kolesterol dengan kematian akibat penyakit
jantung. Di Indonesia pada tahun 1972 penyakit
kardiovaskuler menempati urutan kelima, kemudian
tahun 1988 beranjak ke urutan ke dua. Bila tidak ada
usaha pencegahan, penyakit tersebut akan menjadi
penyebab kematian nomor satu. Menurut laporan
Sitepoe (1993) dari sepuluh penyakit pembunuh utama
di dunia, penyakit jantung koroner sudah menempati
urutan pertama.
Melihat kenyataan demikian, masyarakat sekarang
58
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011
terutama dari kalangan ekonomi menengah ke atas
mulai mengurangi bahkan takut mengkonsumsi daging
dan produk hewan lainnya. Fenomena demikian
sebenarnya menjadi kendala bagi pemerintah dalam
menentukan kebijakan pangan, mengingat target
konsumsi protein hewani 4.5 gram/kapita/hari
belum tercapai. Daging babi sampai saat ini memberi
sumbangan sekitar 12% kepada kebutuhan daging
nasional. Hasil dari penelitian pendahuluan diperoleh
informasi bahwa daging babi yang beredar di pasaran
(di Bali) mengandung kolesterol cukup tinggi yaitu
274 mg/100g. Sedangkan yang direkomendasikan oleh
USDA (1985) adalah 83.5 mg/100g.
Kondisi di atas harus segera diantisipasi agar
masyarakat yang kesadaran akan gizinya mulai
tumbuh tidak takut mengkonsumsi daging. Untuk itu
perlu dilakukan penelitian yang mampu menurunkan
kolesterol daging. Serat dalam makanan direkomendasi
oleh banyak peneliti mampu menurunkan kolesterol
darah di antaranya Lisa Brown, dkk. (1999). Penelitian
mengenai penggunaan serat pada ternak babi juga
sudah mendapat perhatian, di antaranya dilakukan
oleh Oshida Tosho, dkk (2002), Wilfart, dk (2007).
Laporan sebelumnya terutama pada manusia serat
mampu menurunkan kolesterol darah. Antara manusia
dan babi secara anatomi dan fisiologi terdapat kesamaan
(Rothchild dan Chapman, 1976). Penelitian mengenai
peranan serat dalam makanan mampu menurunkan
kolesterol darah pada manusia terus berkembang.
Bahkan oleh Timm dan Slavin (2008) serat makanan ada
hubungannya penyakit jantung. Demikian juga yang
dilaporkan oleh Ruottinen, dkk (2010) serat makanan
memang mampu menurunkan kolesterol darah.
Penelitian ini menggunakan rumput laut sebagai
sumber serat (agar) untuk mengetahui profil lipid
darah dan daging yang kemungkinan juga akan mampu
menurunkan lemak karkas dan kolesterol daging babi.
Hasil analisis di Laboratorium Kimia Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Udayana, rumput
laut Gracilaria sp mengandung agar 42% (dikerjakan
menurut prosedur Winarno, 1990). Rumput laut
dari spesies Gracilaria sp yang tumbuh di Indonesia
mengandung agar berkisar antara 16 hingga 45%.
BAHAN DAN METODE
Ternak
Penelitian menggunakan babi Landrace jantan
sebanyak 12 ekor yang sudah disapih dan dikebiri,
dengan bobot badan rata-rata 9,12kg. Babi ditempatkan
dalam kandang individu yang berukuran 2.75 x 1.75 x
0.90 m.
Ransum
Ransum disusun berdasarkan rekomendasi NRC
(1988). Bahan-bahan ransum terdiri atas: jagung
kuning giling halus, dedak padi, bungkil kelapa,
tepung ikan, lemak sapi (beef tallow), CaCo3 dan
rumput laut.
Penggunaan lemak sapi bertujuan
untuk meningkatkan kandungan kolesterol ransum
karena kandungan kolesterolnya cukup tinggi yaitu
570 mg/100g, sehingga pengaruh penambahan rumput
laut nanti kelihatan lebih jelas. Sedangkan rumput laut
sebagai sumber serat. Rumput laut yang digunakan
adalah jenis Gracilaria sp yang di Bali sering disebut
bulung sangu. Rumput laut dikeringkan terlebih dahulu
dengan cara menjemur di bawah sinar matahari sampai
kadar airnya sekitar 14%. Kemudian setelah kering
dicincang halus dengan pisau dan dicampurkan ke
dalam ransum. Komposisi ransum babi fase I dan fase
II selengkapnya di sajikan pada Tabel 1.
Rabel 1. Ransum Babi Fase I (bobot badan 10 -20 kg ) dan Fase II (bobot badan20 - 50 kg)
Komposisi Bahan
R1
Fase II
52
12
18
0
7,5
0,5
10
100
3266
15,18
15,15
5,05
0,79
0,78
Ransum Perlakuan
R2
Fase I
Fase II
48
50
12
12
10,5
15
5
5
14
7,5
0,5
0,5
10
10
100
100
3235
3230
18
15,02
13,95
14,73
4,65
4,91
1,04
0,81
0,99
0,78
Jagung kuning
Dedak padi
Bk.kelapa
Rumput laut
Tepung ikan.
CaCo3
Tallow
Jumlah
ME (kkal/kg)
PK (%)
NDF (%)
SK (%)
Kalsium (%)
Posfor (%)
Koles.(mg/kg)
128,9
138,7
124,4
123,4
130
120,6
0
0
21
21
42
42
Agar (g/kg)
Alat-alat.
Peralatan yang digunakan antara lain timbangan
gantung merek Salter kapasitas 50 dan 100 kg, timbangan
duduk digital kapasitas 2 kg, timbangan Sartorius
digital, alat-alat analisis proksimat, spektrofotometer
model Spectronic 20+ dan alat-alat tulis.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan
rancangan acak
lengkap dengan tiga perlakuan dan empat kali
ulangan. Perlakuan ransum yang diberikan adalah:
R1 (Ransum dengan rumput laut taraf 0% sebagai
kontrol), R2 (Ransum dengan rumput laut 5%) dan R3
(Ransum dengan rumput laut 10%).
Peubah yang diukur: kadar profil lipid (total
kolesterol, high density lipoprotein (HDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida) darah dan daging.
Penentuan Kolesterol dikerjakan dengan metode
Liebermann - Burchard yang telah dimodifikasi,
dan ditentukan dengan Spectro fotor meter, model
“Spectronic 20“. Penentuan HDL menggunakan metode
Phosphotungstic acid/magnesium chloride, dengan
Fase I
45
14
6.5
10
14
0,5
10
100
3206
18
13,0
4,36
1,16
0,99
R3
Fase I
50
11
15,5
0
13
0,5
10
100
3251
17,86
15,05
5,01
1,14
1,12
Fase II
52
10
10
10
7,5
0,5
10
100
3252
14,87
13,26
4,42
0,74
0,71
reaksi ensimatik menggunakan metode CHOD PAP.
Pengukuran Trigliserida menggunakan metode test
kolorimetri enzimatik dengan glyserol phosphateoxidase
dan POD sebagai katalisa indikator reaksi, sedangkan
LDL dihitung dengan rumus = Kol - (Tri/5) - HDL
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Lipida Darah
Kecuali HDL, semua lipida darah cenderung
mengalani penurunan. Pada akhir penelitian kadar total
kolesterol babi yang diberikan ransum R1 naik 11.05%,
karena secara kuantitas konsumsi kolesterol memang
naik. Kolesterol ransum terutama bersumber dari lemak
sapi yang penggunaannya sebanyak 10% dari total
ransum. Kenaikan kolesterol darah disebabkan oleh
tiga hal: pertama, diet yang terlalu banyak mengandung
kolesterol dan lemak, sehingga tubuh tidak mampu
mengendalikan. Kedua, ekskresi kolesterol ke kolon
melalui asam empedu terlalu sedikit. Ketiga, produksi
kolesterol dalam hati yang dikenal dengan kolesterol
endogen terlalu banyak. Pembentukan kolesterol
endogen diketahui berhubungan erat dengan faktor
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011
59
genetik.
Total kolesterol darah cenderung menurun pada
babi yang mendapat penambahan rumput laut (Tabel
2). Hasil tiga kali pengukuran pola kolesterol turun
pada minggu ke-11, kemudian naik pada minggu ke-22,
namun kenaikannya tidak melampui kadar pada awal
percobaan. Penurunan total kolesterol pada minggu
ke-11 menunjukkan bahwa penambahan rumput laut
pada ransum telah mampu menekan masukan kolesterol
yang berasal dari ransum atau pun menekan biosintesis
kolesterol dalam tubuh. Total kolesterol babi yang
mendapat ransum R1 juga turun pada minggu ke-11, hal
ini disebabkan oleh turunnya konsumsi ransum akibat
perubahan pemberian ransum dari ransum fase satu
ke ransum fase dua. Penurunan kolesterol pada akhir
penelitian akibat penambahan rumput laut mengikuti
persamaan regresi
Y = 69.17 - 2.73x, dengan R2 = 0.85. Y = kadar kolesterol
darah, x = taraf rumput laut dalam ransum.
Pada minggu ke-11 penurunan yang paling tinggi
terjadi pada babi yang menerima ransum R3 yaitu turun
sebanyak 6.40% dibandingkan babi yang mendapat
ransum R1, namun secara statistik tidak nyata.
Demikian juga pada minggu ke-22 pada babi yang
diberi ransum R3 kadar kolesterolnya paling rendah
yaitu 146,60%, sedangkan yang diberi ransum R1 dan
R2 masing-masing 163.58 dan 156.18%.
Penurunan kadar kolesterol darah akibat ransum
yang mengandung rumput laut disebabkan oleh
beberapa faktor. Penyerapan kolesterol dari usus halus
menurun akibat gerak laju digesta yang semakin cepat.
Hal ini sudah dibuktikan pada manusia oleh DeLeon
et al. (1982) dalam Linder (1985) bahwa jika gerak laju
digesta dipercepat dari normal 7 jam menjadi 4 - 5
jam, maka efisiensi penyerapan kolesterol yang mulamula 35 - 43% turun menjadi 21 - 27%. Kehadiran
serat selain mengikat kolesterol secara langsung, juga
mengikat asam empedu intraluminal dan menghambat
sirkulasi enterohepatik asam empedu. Mekanisme
ini akan memacu kehilangan kolesterol dengan cara
meningkatkan pengeluaran kolesterol asam empedu
melalui feses. Pernyataan di atas sangat mendukung
penurunan kadar kolesterol darah pada ransum dengan
kandungan serat yang semakin tinggi pada percobaan
ini. Laporan Anderson (1994) yang menyatakan bahwa
aksi utama yang menyebabkan penurunan penyerapan
kolesterol pada ransum berserat tinggi adalah akibat
meningkatnya eskresi lemak, asam empedu dan
kolesterol memperkuat hasil yang ditemukan dalam
penelitian ini.
Hal lain yang mendukung penurunan kolesterol
adalah tingginnya konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA)
atau asam lemak atsiri (ALA) dalam sekum babi
yang mendapat tambahan rumput laut. Makin tinggi
kandungan serat dalam ransum makin tinggi produksi
ALA. Konsentrasi ALA erat kaitannya dengan populasi
mikroba dalam sekum. Mikroba di dalam sekum akan
mengubah kolesterol menjadi koprostenol, selanjutnya
koprostenol dikeluarkan bersama feses. Asam lemak
atsiri akan diserap melalui dinding sekum masuk
peredaran darah.
Kehadiran ALA terutama propionat akan menekan
aktivitas enzim ß-hidroksi-ß-metil-glutaril-CoA reduktase
(HMG-CoA reduktase) sehingga biosintesa kolesterol
terhambat (Harianto, 1996).
Tabel 2. Konsentrasi Total Kolesterol dan HDL Darah Babi yang Diberi Perlakuan Rumput Laut
Peubah
Perlakuan
Rumput laut, 0%
5%
10%
Kk (%)
Awal
152,53
167,53
160,53
Kolesterol, mg/dl
mg ke-11
mg ke-22
138,03a
163,58a
134,71a
156,18a
131,63a
146.60a
17,49
23,90
awal
51,51
58,50
58,48
HDL, mg/dl
mg ke-11
83,88a
80,20a
92,45a
15.88
mg ke-22
61,76b
70,90ab
73,53a
7.21
Keterangan: Nilai dengan huruf berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata (P< 0.05), Kk = Koefisien keragaman.
Kadar HDL menunjukkan peningkatan akibat
penambahan rumput laut dalam ransum. Pada babi
yang diberi ransum R1 mempunyai kadar HDL
51,51 mg/dl pada awal percobaan. Pada minggu ke11 dan ke-22 kadar HDL masing-masing menjadi
58,50 dan 58,48 mg/dl. Fungsi HDL dan LDL saling
berlawanan. Kolesterol dikirim oleh LDL ke jaringan
pembuluh koroner dan ditimbunnya di sana. Jadi LDL
bersifat aterogenik karena menyebabkan pengapuran
60
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011
pembuluh koroner. Sebaliknya HDL justru bersifat
mencegah
pengapuran, dengan cara menyedot
timbunan kolesterol dalam jaringan lalu mengirimkan
ke hati selanjutnya membuang ke dalam empedu.
Kenaikan kadar HDL pada babi yang mendapat
ransum yang ditambah rumput laut merupakan
keseimbangan fisiologis yang normal, kalau kadar LDL
turun, maka kadar HDL naik. Fenomena tersebut sama
dengan laporan Blankenhorn et al. (1987) dalam Baraas
(1996) pada manusia yang diberi obat antikolesterol kolestipol dan asam nikotinat dimana HDL meningkat
sampai 36%.
Kandungan trigiliserida darah babi yang medapat
perlakuan rumput laut lebih rendah dibandingkan
babi yang menerima ransum kontrol. Kalau dilihat
data awal dan data akhir penelitian kadar trigliserida
meningkat baik yang mendapat maupun yang tidak
mendapat rumput laut. Namun kalau dibandingkan
antara babi yang diberi ransum R1 dengan babi yang
mendapat rumput laut
terjadi penurunan sejalan
dengan peningkatan kandungan serat (agar) dalam
ransum (Tabel 3).
Penurunan kadar trigliserida pada babi yang
mendapat penambahan rumput laut pada ransum
mengikuti pola LDL dan kolesterol. Hal itu terjadi
karena penyerapan ketiga senyawa itu berada dalam
satu kesatuan yaitu dalam bentuk misel dan kilomikron.
Kalau kadar VLDL dan LDL tinggi biasanya trigliserida
juga tinggi. Penurunan kadar trigliserida mengikuti
kadar serat dalam ransum.
Serat dalam saluran
pencernaan merusak misel-misel yang terbentuk
sehingga penyerapan lemak berkurang.
Tabel 3. Konsentrasi Trigliseridan dan LDL Darah Babi yang Diberi Perlakuan Rumput Laut
Peubah
Trigliserida,mg/dl
Perlakuan
Rumput laut, 0%
5%
10%
Kk (%)
LDL, mg/dl
awal
mg ke-11
mg ke-22
awal
mg ke-11
mg ke- 22
88,83
88,03
88,00
120,27a
112,71a
114,78a
29,45
153,85a
141,80a
125,06a
37,09
93,40
97,94
94,00
45,50a
35,45a
30,34a
28,56
70,94a
54,45b
47,75c
4,77
Keterangan: Nilai dengan superskrip berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata (P< 0.05), Kk = Koefisien
keragaman.
Peningkatan kadar trigliserida baik pada minggu
ke-11 dan minggu ke-22 untuk masing-masing
perlakuan karena umur babi semakin dewasa sehingga
pencernaan dan penyerapannya juga meningkat. Di
samping itu, makin dewasa ternak babi metabolisme
dalam tubuhnya akan berubah. Pada manusia biasanya
peningkatan tersebut lebih tidak terkendali kalau
diet yang bersangkutan tidak teratur ditambah malas
berolahraga (Baraas, 1996). Kadar trigliserida babi R1
pada awal penelitian adalah 88,83 mg/dl (Tabel 3), kalau
pada manusia kisaran normalnya adalah 50-150 mg/dl.
Pada minggu ke-11 kadarnya naik menjadi 120,27 mg/
dl. Sementara babi perlakuan R2, R3 masing-masing
112,71 dan 114,78 mg/dl. Selanjutnya pada minggu ke-22
meningkat lagi dan paling tinggi pada babi yang diberi
perlakuan R1. Baik pada minggu ke-11 maupun minggu
ke-22 kadar trigliserida mengalami penurunan akibat
perlakuan ransum.
Pada babi yang diberi ransum R1, kadar LDL plasma
darah di akhir penelitian adalah 93,40mg/dl. Pada babi
yang diberi ransum R2, R3, berturut-turut adalah 97,94
dan 94,00mg/dl (Tabel 3). Penurunan yang paling tajam
terlihat pada babi yang diberi ransum R3. Selanjutnya
pada minggu ke-11 kadar LDL pada taraf rumput laut
5 dan 10%, masing-masing 35,45 dan 30,34%, lebih
rendah dibandingkan dengan taraf 0% yaitu 45.50%.
Pada minggu ke-22 kadar LDL turun menjadi 54,45
dan 47,75% masing-masing untuk rumput laut 5 dan
10%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa rumput
laut mempunyai pengaruh yang nyata pada penurunan
LDL.
Low density lipoprotein adalah lipoprotein yang
didepositkan ke dalam jaringan. Jika konsentrasinya
tinggi sangat potensi untuk membentuk aterosklerosis
menjadi lebih besar. Konsentrasi LDL dalam darah
sangat dipengaruhi oleh makanan. Pola konsentrasinya
dalam darah berlawanan dengan kadar HDL. Dari
awal sampai akhir penelitian adalah sama pada semua
perlakuan, yakni turun drastis pada minggu ke-11
(pengambilan darah kedua) kemudian naik pada akhir
penelitian (minggu ke-22). Kadar LDL yang cenderung
menurun pada minggi ke-11 itu menandakan bahwa
pemberian rumput laut sebenarnya secara fisiologis
telah berhasil menurunkan LDL, namun secara
statistik tidak nyata. Karena sebagian asam empedu
diikat oleh serat, maka katabolisme LDL meningkat
dan kadarnya dalam darah menurun. Hasil ini sesuai
dengan hasil penelitian Potter et al.(1993) bahwa
penambahan beberapa jenis serat pada diet manusia
dapat menurunkan kadar LDL. Selanjutnya pada akhir
penelitian konsentrasi LDL lebih tinggi dari minggu
ke-11, tetapi masih lebih rendah dari kondisi awal,
hal ini sejalan dengan meningkatnya umur babi yang
menyebabkan kecernaan zat-zat makanan, deposisi
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011
61
lemak dan kolesterol juga meningkat.
Low density lipoprotein bersifat sangat aterogenik,
artinya mampu menyebabkan proses pengapuran
dinding pembuluh koroner. Hal tersebut terkait
dengan tugas LDL yakni mengirim kolesterol ke
jaringan tubuh yang sebelumnya melalui pembuluh
koroner dan menimbunnya di sana. Dari segi kesehatan
penurunan LDL sangat diharapkan karena mengurangi
resiko aterosklerosis (Wirahadikusumah, 1985; Linder,
1985; Pond and Young, 1986; Sitepoe, 1993).
Profil Lipida Daging
Profil lipid daging (kolesterol, trigliserida LDL dan
HDL) polanya mengikuti pola profil lipid darah. Kadar
kolesterol, trigliserida, dan LDL daging lebih rendah
pada babi yang mendapat ransum yang ditambahkan
rumput laut, namun kadar HDL meningkat. Kadar
kolesterol daging babi yang diberi ransum R1
adalah 237,20 mg/100g, paling tinggi di antara semua
perlakuan, sedangkan babi yang mendapat ransum
perlakuan R2 dan R3 kadar kolesterolnya lebih rendah
masing-masing 19,94 dan 20,62% (Tabel 4). Kadar
kolesterol daging babi yang diberi ransum perlakun
pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan kadar
kolesterol daging babi yang beredar di pasaran
khususnya di Bali (274 mg/100g) namun lebih tinggi
dari yang direkomendasikan USDA (1985) yaitu
83.08 mg/100g. Penurunan tersebut disebabkan
berkurangnya penyerapan dan biosintesa kolesterol,
akibatnya kolesterol yang tersimpan dalam daging
dan lemak tubuh juga lebih rendah.
Faktor lain yang menyebabkan penurunan
kolesterol daging adalah tingginya kadar HDL dalam
darah. Fungsi HDL adalah mengangkut kolesterol
dari jaringan ke hati. Meningkatnya kandungan
HDL darah menyebabkan kolesterol yang diangkut
ke hati lebih banyak dan yang dideposit di jaringan
berkurang. Pengangkutan kolesterol dari jaringan
menuju hati diperlukan untuk pembentukan asam
empedu yang telah banyak hilang bersama feses
akibat adanya serat dalam ransum. Kolesterol juga
sangat diperlukan untuk pembentukan hormonhormon steroid di antaranya testesteron dan
estrogen. Karena penyerapan dari usus berkurang,
maka kekurangan itu diatasi dengan memobilisasi
cadangan kolesterol yang ada di jaringan daging dan
lemak. Pengaruh rumput laut dalam menurunkan
kolesterol daging dalam penelitian ini mengikuti
persamaan regresi Y = 194.11 - 5.21x dengan R2 =
0.99. Melihat nilai R2 dari persamaan tersebut
dapat disimpulkan bahwa baik rumput laut sangat
berpengaruh dalam menurunkan kolesterol daging.
Tabel 4. Profil Lipid Daging Babi yang Diberi Perlakuan Rumput Laut
Perlakuan
Rumput laut, 0%
Kk (%)
Peubah
Kolesterol
Trigliserida
LDL
HDL
mg/100g
mg/100g
mg/100g
mg/100g
237,20a
238,72a
169,09a
58, 6b
5%
189,90b
127,00b
100,80b
63,71a
10%
188,30b
114,02c
94,17b
71,33a
5,50
2,58
5,11
2,66
Keterangan: Nilai dengan huruf berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata (P< 0.05), Kk = koefisien keragaman.
Kolesterol dan trigliserida yang terkandung
dalam makanan secara langsung akan mempengaruhi
kadar kolesterol dan trigliserida darah, daging
dan lemak tubuh. Tetapi tidak demikian dengan
HDL dan LDL, karena kedua lipoprotein tersebut
disintesis dalam tubuh. Adanya serat dalam ransum
menyebabkan kecernaan dan penyerapan kolesterol
dan trigliserida menurun. Kolesterol yang rendah
sebenarnya akan memacu sintesis kolesterol dalam
tubuh. Namun karena penambahan serat juga diikuti
oleh peningkatan produksi VFA dalam sekum
babi, dan VFA tersebut ternyata menghambat kerja
enzim HMG-KoA reduktase (Harianto, 1996) maka
biosintesis kolesterol juga terhambat. Akibatnya
kadar kolesterol dalam darah juga rendah dan yang
disimpan dalam jaringan pun rendah. Demikian
juga dengan LDL karena komponennya terdiri atas
trigliserida dan kolesterol, maka keberadaannya
62
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011
dalam tubuh
tersebut.
akan mengikuti pola komponen
Pada Table 4 jelas terlihat kadar HDL daging
pada babi kontrol 58,36 mg/100g, kemudian pada
babi yang diberi ransum R2 dan R3 naik menjadi
masing-masing 63.71 dan 71.33 mg/100g. Keberadaan
HDL berfungsi mengangkut kolesterol ke hati, dan
akan lebih banyak diperlukan untuk memenuhi
kekurangan kolesterol dalam hati untuk membentuk
asam empedu. Kondisi demikian akan merangsang
sintesis HDL dalam tubuh, sehingga kadar HDL
dalam darah dan daging meningkat. Akibat adanya
serat yang tinggi asam empedu banyak yang hilang
dalam usus ke luar bersama feses, sehingga yang
diserap dan kembali kehati (jalur entero hepatik)
berkurang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan rumput laut sampai taraf 10%
mampu menurunkan kolesterol, trigliserid, LDL dan
meningkatkan kadar HDL baik pada darah maupun
pada daging. Dengan demikian rumput laut bersifat
hipolepidemik karena menurunkan total kolesterol,
LDL dan trigliserida, namun meningkatkan kadar
HDL.
Saran
Guna mendapatkan hasil yang lebih akurat
mengenai peranan rumput laut dalam menurunkan
kadar kolesterol darah dan daging, perlu dilakukan
penelitian dengan ulangan yang lebih banyak.
Disamping itu, penelitian hendaknya ditekankan pada
aspek biosintesis kolesterol terutama efektifitas enzimenzim yang terlibat dengan adanya penambahan serat
yang dalam hal ini bersumber dari rumput laut.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Andi
Udin Saransi, analis di Laboratorium Kimia Makanan
Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Udayana
yang talah membantu menganalisis sampel, dan semua
mahasiswa yang membantu di lapangan, baik dalam
pemeliharaan babi maupun saat pemotongan.
DAFTAR PUSTAKA
Andersson, H. 1994. Effects of carbohydrates on the
exretion of biles acids, cholesterol, and fat from the
small bowel. Am. J. Clin. Nutr. 59 (suppl):785.
Baraas, F. 1996. Mencegah Serangan Jantung dengan
Menekan Kolesterol. Jakarta, Penerbit Gramedia
Pustaka Utama.
Harianto. 1996. Manfaat serat makanan. Sadar Pangan
dan Gizi. Vol.5 (2): 4-5.
182:221-224.
Potter, S.M., R.M. Bakhit, D.L.E. Sorlie, K.E. Weingartner,
K.M. Chapman, R.A. Nelson, M. Prabhudesai, W.D.
Savage, A.I. Nelson, L.W. Winter and J.W. Erdman.
1993. Am.J.Clin. Nutr.58:501-506.
Rothschild and Chapman . (1976). Factors Influencing
serum cholestrol levels in swine . The Journal of
Heredity . 67: 47-48.
Ruottinen. S, Hanna K.Lagstrom, Harri Niinikoski,
Tapani Ronnemaa, Malju Saarinen, Katja A Pahkala,
Maarit Hakanen, Jorma SA Viilkari, and Olli Simell.
2010. Dietary fiber does not displace energy but
is associated with decreased serum cholesterol
concentration in healthy children. Am J Clin Nutr.
3: 651-661.
Sitepoe, M. 1993. Kolesterol Fobia Keterkaitannya
dengan Penyakit Jantung. Jakarta, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Timm, D.A. and J.L. Slavin. 2008. Dietary fiber and the
relationship to chronic diseases. American Journal
of Lifestyle Medicine. 3: 233-240.
U.S. Departement of Agriculture/U.S. Departement of
Health and Human Service. 1985. Nutrion and Your
Health: Dietary Guidelines for Americans. 2nd ed.
Home and Garden Bulletin N0.232. Washington.
D.C: U.S. Government Printing Office.
Wilfart. A, L. Montagne, P.H. Simmins, J. van Milgen
ang J.Noblet. 2007. Sites of nutrient digestion in
growing pigs; Efecct of dietary fiber. J. Anim. Sci.
85: 976-983.
Wirahadikusumah, M. 1985. Biokimia: Metabolisme
Energi, Karbohidrat, dan Lipid. Bandun, Penerbit
ITB.
Linder. M. C. 1985. Dalam Biokimia Nutrisi dan
Metabolisme. Penerjemah Aminuddin Parakkasi.
Penerbit Universitas Indonesia. Edisi pertama
1992.
National Rsearch Council. 1988. Nutrient Requirement
of Swine. Ninth Revised Edition. Washington. D.
C. 1988.
Oshida Thoshio, Sakata Ryoichi, Yamada Shizuka,
Horiguchi Keiko, Ito Seigo, Matsumura Hiroaki dan
Kanda Tomomasa. 2007. J. Anim. Sci. 85: 976-983.
Pond, W.G., H.J.Mersmann and L.D.Young. 1986.
Heritability of Plasma cholesterol and triglyceride
concentration in swine. Proc.Soc.Ex.Biol. and Med.
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011
63
Download