6 BAB II LANDASAN TEORI A. Metode Perolehan Aktiva Tetap 1. Definisi Aktiva Tetap Aktiva tetap merupakan salah satu harta penting yang dimiliki oleh perusahaan. Peranan aktiva tetap ini sangat besar dalam perusahaan baik ditinjau dari segi fungsinya, dari segi jumlah dana yang diinvestasikan, dari segi pengolahannya yang melibatkan banyak orang, dari segi pembuatannya yang sering jangka panjang, maupun dari segi pengawasannya yang agak rumit. Bahkan bagi sebagian perusahaan komponen aktiva tetap merupakan aktiva yang jumlahnya paling dominan dibanding dengan aktiva lain yang dimiliki. Dalam literatur akuntansi banyak diberikan mengenai defenisi aktiva tetap ini. Zaki Baridwan (Intermediate Accounting, bagian penerbit BPFE Yogyakarta, 2000: hal 271) mendefinisikan aktiva tetap berwujud sebagai ”aktiva-aktiva yang berwujud yang sifatnya relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal”. Istilah relatif permanen menunjukkan sifat di mana aktiva yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup lama (untuk tujuan 7 akuntansi , jangka waktu penggunaan dibatasi dengan lebih dari satu periode akuntansi). IAI dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002) mendefinisikan aktiva tetap sebagai berikut: Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Sofyan Syafri Harahap (Akuntansi Aktiva Tetap, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada; Jakarta, hal: 30) mendefenisikan “aktiva tetap sebagai aktiva yang menjadi hak milik perusahaan dan dipergunakan secara terus-menerus dalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa perusahaan”. A.O. Simangunsong memberikan defenisi aktiva tetap sebagai “aktiva yang jangka waktu pemakainnya lebih dari satu periode akuntansi atau lebih dari satu tahun (2003,411).” 2. Metode Perolehan Aktiva Tetap Menurut Akuntansi Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara/metode di mana masing-masing cara/metode akan mempengaruhi penentuan harga perolehan. Dalam praktek bisnis, ada bebarapa cara perolehan aktiva tetap (Zaki Baridwan, 2000), antara lain: a. Pembelian tunai 8 Aktiva tetap berwujud yang diperoleh dengan pembelian tunai dicatat sebesar uang yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tersebut termasuk harga faktur dan semua biaya yang dikeluarkan agar aktiva tetap tersebut siap untuk dipakai, seperti biaya angkut, premi asuransi dalam perjalanan, biaya balik nama, biaya pemasangan, dan biaya percobaan. Semua biaya ini akan dikapitalisasi sebagai harga perolehan aktiva tetap. Apabila dalam suatu pembelian diperoleh lebih dari satu macam aktiva tetap maka harga perolehan harus dialokasikan pada masing-masing aktiva tetap. Misalnya dalam pembelian suatu gedung beserta tanahnya maka harga perolehan dialokasikan untuk gedung dan tanah. Dasar alokasi yang digunakan sedapat mungkin dilakukan dengan harga pasar relatif masing-masing aktiva. Jika harga pasar tidak diketahui maka dasar alokasi dapat dilakukan dengan menggunakan dasar surat bukti pembayaran pajak (misalnya SPPT PBB). Jika tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk alokasi harga perolehan maka alokasinya didasarkan pada putusan pimpinan perusahaan. b. Pembelian angsuran Apabila aktiva tetap diperoleh dengan pembelian angsuran, maka dalam harga perolehan aktiva tidak boleh termasuk bunga. Bunga selama masa angsuran baik jelas-jelas dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan 9 tersendiri harus dikeluarkan dari harga perolehan dan dibebankan sebagai biaya bunga. c. Ditukar dengan surat-surat berharga Aktiva tetap yang diperoleh dengan cara ditukar dengan saham atau obligasi perusahaan dicatat sebesar harga pasar saham atau obligasi yang digunakan sebagai penukar. Apabila harga pasar saham atau obligasi itu tidak diketahui, harga perolehan aktiva tetap ditentukan sebesar harga pasar aktiva tersebut. Kadang-kadang harga pasar surat berharga dan aktiva tetap yang ditukar kedua-duanya tidak diketahui, dalam keadaan seperti ini nilai pertukaran ditentukan oleh putusan pimpinan perusahaan. d. Ditukar dengan aktiva tetap lain 1) Pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis Yang dimasud dengan pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya tidak sama. Perbedaan antara nilai buku aktiva tetap yang diserahkan dengan nilai wajar yang digunakan sebagai dasar pencatatan aktiva yang diperoleh pada tanggal transaksi terjadi harus diakui sebagai laba atau rugi pertukaran aktiva tetap. 2) Pertukaran aktiva yang sejenis 10 Dalam hubungannya dengan aktiva tetap sejenis Prinsip Akuntansi Indonesia menyatakan bahwa laba yang timbul akan ditangguhkan (mengurangi harga perolehan aktiva yang bersangkutan). Apabila pertukaran tersebut menimbulkan kerugian maka ruginya dibebankan pada periode terjadinya pertukaran. e. Diperoleh dari hadiah/donasi Aktiva yang diperoleh dari hadiah/donasi, pencatatannya bisa dilakukan menyimpang dari prinsip harga perolehan. Meskipun terdapat biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh hadiah/donasi tetapi biayabiaya tersebut biasanya jauh lebih kecil dari nilai aktiva tetap yang diterima. Karena tidak adanya harga perolehan yang digunakan sebagai dasar penilaiannya, maka aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah/donasi harus dinilai dan dicatat sebesar harga pasar wajarnya. f. Aktiva tetap yang dibangun sendiri Semua biaya yang dapat dibebankan langsung (seperti bahan, upah langsung dan overhead variable) yang digunakan untuk pembuatan aktiva tetap harus dikapitalisasi. Perusahaan membangun sendiri aktiva tetap adalah dengan maksud: 1) Menekan biaya 2) Memanfaatkan fasilitas yang tidak terpakai (idle capacity) 3) Keinginan untuk mendapatkan mutu yang lebih baik 11 3. Metode Perolehan Aktiva Tetap Menurut Ketentuan Perpajakan Menurut ketentuan perpajakan, metode/cara perolehan aktiva tetap diatur dalam pasal 10 Undang-undang No. 7 Tahun 1983 sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000. Menurut ketentuan tersebut metode/cara perolehan aktiva tetap antara lain: a. Pembelian Harga perolehan dari pembelian aktiva tetap yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan/dibayar. Termasuk dalam harga perolehan ini adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan. Apabila perolehan aktiva tetap dipengaruhi hubungan istimewa maka harga perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan. b. Tukar menukar Harga perolehan harta yang diperoleh berdasarkan tukar menukar dengan harta lain adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar. Contoh: Nilai sisa buku Harga pasar PT. A (Harta X) Rp 10.000.000,00 Rp 20.000.000,00 PT. B (Harta Y) Rp 12.000.000,00 Rp 20.000.000,00 12 Antara PT. A dan PT. B terjadi pertukaran harta. Meskipun tidak terdapat realisasi pembayaran antara pihak-pihak yang bersangkutan, namun karena harga pasar harta yang dipertukarkan adalah Rp 20.000.000,00, maka jumlah sebesar Rp 20.000.000,00 merupakan nilai perolehan yang seharunya dikeluarkan. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan keuntungan yang dikenakan pajak. PT. A memperoleh keuntungan sebesar Rp 10.000.000,00 dan PT. B memperoleh keuntungan sebesar Rp 8.000.000,00. Berbeda dengan akuntansi menurut ketentuan perpajakan tidak dikenal dengan istilah pertukaran aktiva sejenis atau tidak sejenis sehingga tidak dikenal laba yang ditangguhkan. Rugi atau laba pertukaran aktiva sejenis maupun tidak sejenis diakui sebagai pengurang penghasilan bruto atau sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. c. Pengalihan harta dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha. Pada prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga pasar. Pengalihan tersebut dapat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha berupa penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha. Selain itu pengalihan tersebut dapat dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha 13 atau sebab lainnya. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. d. Diperoleh dari hibah, sumbangan, bantuan atau warisan. Dalam hal harta diperoleh dari hibah, bantuan, sumbangan atau warisan, maka harga perolehan bagi pihak yang menerima adalah nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan penyerahan. Apabila wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai sisa buku tidak diketahui maka nilai perolehan atas harta tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Penggunaan nilai sisa buku untuk perolehan harta dari bantuan, sumbangan, dan hibah dapat dilakukan apabila: 1) Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak; 2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal perolehan harta karena hibah, bantuan, atau sumbangan ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau 14 penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, maka harga perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah harga pasar. e. Harta yang diperoleh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. Penyerahan wajib pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai atau pengalihan harta. Apabila harta diperoleh sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka nilai perolehan dari harta didasarkan menurut harga pasar dari harta yang dialihkan. B. Penggolongan Aktiva Tetap 1. Menurut Akuntansi Untuk tujuan akuntansi aktiva tetap berwujud dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas Misalnya, tanah untuk letak perusahaan, pertanian dan peternakan b. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bisa diganti dengan aktiva yang sejenis. Misalnya, bangunan, mesin, alat-alat, mebel, kendaraan dan lain-lain c. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aktiva yang sejenis. Misalnya, sumber-sumber alam seperti tambang, hutan, dan lain-lain. 15 2. Menurut Ketentuan Perpajakan Berbeda dengan akuntansi, secara perpajakan telah diatur lebih jelas masing-masing jenis aktiva, kelompok, masa manfaat maupun tarif penyusutan aktiva tetap. Menurut ketentuan perpajakan, kelompok aktiva tetap berwujud diatur dalam pasal 11 Undang-undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000. Dalam rangka memberikan keseragaman bagi wajib pajak, sebagai peraturan pelaksanaan undang-undang tersebut, Menteri Keuangan menetapkan jenisjenis harta yang termasuk dalam setiap kelompok masa manfaat yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002. Menurut ketentuan tersebut untuk kepentingan penyusutan, aktiva tetap berwujud dikelompokkan menjadi: a. b. Bukan bangunan: 1) Kelompok 1 2) Kelompok 2 3) Kelompok 3 4) Kelompok 4 Bangunan: 1) Permanen 2) Tidak Permanen 16 Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. KMK-961/KMK. 04/1983, ditegaskan bahwa termasuk dalam kelompok bangunan adalah: a) segala jenis bangunan yang diperuntukkan bagi kantor, tempat usaha, pabrik, gudang, bengkel, serta lain-lain bangunan yang mempunyai sifat dan tujuan khusus misalnya rumah pertanian (farm building) dan sebagainya. b) Jalan c) Trotoar d) Terusan/kanal e) Pengairan/saluran irigasi f) Fasilitas-fasilitasdrainasi g) Saluran h) Dermaga i) Dok kering, tidak termasuk dok terapung j) Jembatan k) Pagar l) Kolam renang, lapangan tenis, lapangan golf dan sebagainya m) Bendungan n) Lapangan terbang o) Harta tak gerak lain, bangunan yang tidak termasuk salah satu kelompok diatas. 17 Yang dimaksud dengan bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan. C. Metode Penyusutan Aktiva Tetap 1. Faktor-Faktor Yang Menentukan Beban Penyusutan Yang dimaksud dengan penyusutan menurut Zaki Baridwan adalah “sebagian dari harga perolehan aktiva tetap yang secara sistematis dialokasikan menjadi biaya setiap periode akuntansi (2000, 307)”. Sophar Lumbantoruan memberikan defenisi penyusutan sebagai “proses alokasi sebagian harga perolehan aktiva menjadi biaya (cost allocation) sehingga biaya tersebut mengurangi laba usaha (2002, 248)” Terdapat bebarapa faktor yang yang berpengaruh dalam menentukan beban penyusutan yaitu: a. Harga pokok Yaitu uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul dan biaya-biaya lain yang terjadi dalam memperoleh aktiva tetap dan menempatkannya agar dapat digunakan. b. Nilai residu 18 Yaitu nilai taksiran realisasi (penjualan melalui kas) aktiva tetap tersebut setelah akhir penggunannya atau pada saat mana aktiva itu harus ditarik dari kegiatan produksi. c. Umur Teknis Yaitu taksiran jangka waktu penggunaan aktiva itu dalam kegiatan produksi. d. Pola pemakaian Pola pemakaian aktiva tetap itu dalam kegiatan produksi harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan pembebanan penyusutan terhadap produksi. 2. Metode Pencatatan Biaya Penyusutan Aktiva Tetap Beban penyusutan biasanya dicatat pada setiap akhir periode pembukuan biasanya akhir tahun buku, apakah kuartal, akhir semester, akhir tahun, atau pada saat terjadi transaksi tertentu yang menyangkut aktiva tetap seperti pada saat penjualan atau penarikan. Kadang-kadang penyusutan dicatat dengan mendebit rekening biaya dan mengkredit rekening aktiva yang bersangkutan. Namun cara ini jarang digunakan karena cara ini tidak dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai harga perolehan aktiva dan jumlah depresiasi sampai pada periode itu. 19 Untuk menghilangkan kelemahan tersebut, depresiasi dicatat dengan mendebit rekening depresiasi dan mengkredit akumulasi depresiasi atau dalam bentuk jurnal dicatat: Biaya penyusutan xx Akumulasi penyusutan xx Jika digunakan cara ini maka di dalam neraca akan dapat diketahui jumlah harga perolehan dan jumlah yang sudah didepresiasi. Biasanya dalam buku besar untuk setiap rekening aktiva akan dibuatkan satu rekening akumulasi depresiasi. Untuk membantu dalam memberikan kontrol terhadap aktiva maka dapat dibuatkan buku pembantu, hal ini cocok digunakan apabila perusahaan memiliki aktiva yang jumlahnya banyak. 3. Metode Penyusutan Menurut Akuntansi Secara akuntansi ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung beban penyusutan periodik di mana dalam memilih metode penyusutan yang akan digunakan hendaknya dipertimbangkan keadaan yang mempengaruhi aktiva tersebut. Beberapa istilah yang akan digunakan dalam rumus perhitungan penyusutan adalah sebagai berikut : HP = Harga perolehan (cost) NS = Nilai sisa (residu) n = Taksiran umur kegunaan (umur teknis) 20 T = Tarif NB = Nilai buku Metode penyusutan menurut akuntansi adalah sebagai berikut : a. Metode garis lurus (straight line method) Metode ini merupakan metode penyusutan yang paling sering digunakan karena cara perhitungannya relatif sederhana dan mudah. Untuk menentukan besarnya penyusutan dapat digunakan rumus: Depresiasi = HP – NS n b. Metode jam jasa (service hours method) Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aktiva (terutama mesinmesin) akan lebih cepat rusak bila digunakan sepenuhnya (full time) dibanding dengan penggunaan yang tidak sepenuhnya (part time). Berdasarkan metode ini, maka besarnya beban depresiasi akan sangat tergantung pada jam jasa yang terpakai (digunakan). Semakin besar (banyak) jam jasa yang digunakan dalam suatu periode maka akan semakin besar pula beban depresiasinya. Untuk menentukan depresiasi per jam dapat digunakan rumus: 21 Depresiasi per jam = HP – NS n c. Metode hasil produksi (productive output method) Menurut metode ini umur kegunaan suatu aktiva ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil produksi. Beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan hasil produksi, sehingga depresiasi tiap periode akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi dalam hasil produksi. Dasar teori yang dipakai adalah bahwa suatu aktiva itu dimiliki untuk menghasilkan produk, sehingga depresiasi juga didasarkan pada jumlah produk yang dapat dihasilkan. Untuk menghitung depresiasi per unit produk dapat digunakan rumus: Depresiasi per unit = HP – NS n d. Metode beban berkurang (Reducing charge method) Metode ini didasarkan pada teori bahwa aktiva yang baru dapat digunakan lebih efisien dibandingkan dengan aktiva yang lebih tua. Begitu juga biaya reparasi dan pemeliharaannya. Biasanya aktiva yang baru akan memerlukan reparasi dan pemeliharaan yang lebih sedikit dibandingkan dengan aktiva yang lama. Dalam metode ini beban 22 depresiasi untuk tahun-tahun pertama akan lebih besar daripada beban depresiasi tahun-tahun berikutnya. Jika dipakai metode ini maka diharapkan jumlah beban depresiasi, biaya reparasi dan pemeliharaan dari tahun ke tahun relatif stabil, karena jika depresiasinya besar maka biaya reparasi dan pemeliharaannya kecil (dalam tahun pertama), dan sebaliknya dalam tahun terakhir, beban depresiasi kecil sedangkan biaya reparasi dan pemeliharaannya besar. Terdapat 4 metode penyusutan untuk menghitung beban depresiasi yang menurun dari tahun ke tahun yaitu: 1) Metode jumlah angka tahun (sum of year’s digits method) Metode ini menetapkan pembebanan yang semakin menurun dengan mengalikan suatu bobot (pembilang) dibandingkan dengan jumlah angka tahun selama umur ekonomis (penyebut) dengan harga perolehan. Pembilang adalah angka-angka tahun yang diurut menurun sesuai umur ekonomis aktiva misalnya, umur ekonomis 3 tahun, maka pembilangnya adalah untuk tahun-1 adalah 3, tahun ke-2 adalah 2 dan tahun ke-3 adalah 1 sedangkan penyebut adalah hasil penjumlahan angka-angka ini. Untuk menentukan jumlah angka tahun ini dapat digunakan rumus: Jumlah angka tahun = n ( n + 1) 23 (penyebut) 2 Berdasarkan metode ini besarnya beban penyusutan dapat dihitung dengan rumus: Depresiasi 2) = Pembilang Penyebut x ( HP – NS) Metode saldo menurun (declining balance method) Berdasarkan metode ini penyusutan dihitung dengan cara mengalikan tarif tetap dengan nila sisa buku aktiva. Karena nilai sisa buku aktiva setiap tahun selalu menurun maka beban depresiasinya juga tiap tahunnya selalu menurun. Untuk menentukan tarif dapat dihitung dengan rumus: T= 1- n HP NS Untuk menentukan besarnya beban depresiasi dihitung dengan rumus: Depresiasi = Tarif x NB Metode ini digunakan untuk aktiva yang mempunyai nilai residu. Apabila aktiva tidak mempunyai nilai residu maka agar dapat 24 dihitung besarnya beban depresiasi, nilai residu ditetapkan sebesar Rp 1,00. 3) Double declining balance method Berdasarkan metode ini besarnya beban depresiasi dihitung dengan cara tarif berdasarkan metode garis lurus dikali dua dan dikalikan terhadap nilai sisa buku. Karena nilai sisa buku setiap tahun akan selalu menurun, maka beban depresiasinya juga akan selalu menurun. Besarnya beban depresiasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Depresiasi 4) = Tarif (menurut metode garis lurus) x 2 x NB Metode tarif menurun (declining rate on cost method) Disamping metode yang telah diuraikan di atas, kadang-kadang dijumpai juga cara menghitung depresiasi dengan menggunakan tarif (%) yang selalu menurun. Penurunan tarif ini tanpa menggunakan dasar yang pasti dan biasanya tergantung dari kebijakan pimipinan perusahaan. Karena tarifnya selalu menurun maka besarnya beban depresiasi juga akan selalu menurun. Untuk menghitung besarnya beban depresiasi setiap periode dapat dihitung dengan rumus: Depresiasi = Tarif x NB 25 4. Metode Penyusutan Menurut Ketentuan Perpajakan Pilihan untuk menggunakan metode penyusutan secara akuntansi lebih banyak dibandingkan dengan secara perpajakan karena metode penyusutan yang diperbolehkan dalam ketentuan perpajakan hanya dua metode yaitu metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Ketentuan mengenai metode penyusutan diatur dalam pasal 11 Undang-undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah degan Undang-undang No. 17 Tahun 2000. Berdasarkan ketentuan tersebut ditegaskan bahwa harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun kecuali tanah. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut: Tabel 1 Kelompok, Tarif dan Metode Penyusutan Tarif Penyusutan Kelompok Harta Masa Manfaat Berwujud Saldo Garis Lurus Menurun 1. Bukan Bangunan 26 2. Kelompok 1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 tahun 5% 10% Permanen 20 tahun 5% - Tidak Permanen 10 tahun 10% - Bangunan Sumber: UU PPh No. 17 Tahun 2000 Berbeda dengan akuntansi, untuk tujuan perpajakan maka kelompok bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Sedangkan untuk kelompok bukan bangunan dapat digunakan metode garis lurus atau metode saldo menurun dan harus dilakukan secara taat asas. Apabila digunakan metode saldo menurun, maka pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. 5. Depresiasi Untuk Sebagian Periode. Untuk aktiva yang diperoleh pada awal tahun buku (awal periode akuntansi), maka untuk menghitung besarnya beban penyusutan dilakukan dengan cara tarif dikali dengan dasar penyusutan. Namun ada kalanya aktiva tersebut diperoleh pada bagian tahun buku (tahun berjalan), sehingga untuk menghitung besarnya beban penyusutan dilakukan dengan cara mengalikan sejumlah bulan untuk perhitungan penyusutan dibagi dengan setahun (12 bulan) dengan beban penyusutan selama setahun. Tetapi apabila aktiva diperoleh pada bagian bulan, maka akan menjadi masalah apakah dibulatkan 27 ke atas atau ke bawah. Untuk mengatasi masalah tersebut dibuat ketentuan sebagai berikut: a. Bila aktiva tetap dibeli sebelum tanggal 15 bulan tertentu, maka bulan itu dihitung sepenuhnya untuk penentuan besarnya depresiasi. b. Bila aktiva tetap dibeli sesudah tanggal 15 bulan tertentu, maka bulan itu tidak diperhitung. Masalah depresiasi untuk sebagian periode ini timbul bila digunakan metode garis lurus dan metode beban berkurang. Penggunaan metode lainnya tidak dipengaruhi oleh periode sehingga tidak akan menimbulkan masalah sebagian periode. Saat dimulainya penyusutan untuk tujuan akuntansi adalah sejak digunakan sedangkan menurut ketentuan perpajakan adalah pada bulan dilakukannya pengeluaran. Hal ini berbeda dengan peraturan perpajakan sebelumnya, di mana penyusutan untuk tujuan perpajakan dimulai pada tahun dilakukannya pengeluaran sehingga penyusutan dihitung penuh setahun meskipun aktiva diperoleh pada tahun berjalan (sebagian periode). Saat dimulainya penyusutan pada bulan dilakukan pengeluaran berlaku mulai tahun pajak 2001. Ketentuan ini tidak berlaku untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, di mana penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pekerjaan tersebut. 28 D. Perhitungan Penyusutan Aktiva Tetap 1. Perhitungan Penyusutan Menurut Akuntansi Untuk tujuan akuntansi banyak metode penyusutan yang dapat dipilih oleh perusahaan. Penentuan metode penyusutan mana yang akan digunakan, umur suatu aktiva serta tarif penyusutan akan tergantung kepada kebijakan pimpinan perusahaan. a. Metode garis lurus (straight-line method) Misalnya, sebuah mesin pada awal tahun 2002 dibeli dengan harga Rp 600.000,00, taksiran nilai sisa (residu) sebesar Rp 40.000,00 dan umurnya ditaksir selama 4 tahun. Depresiasi tiap tahun dihitung sebagai berikut: Depresiasi = Rp 600.000,00 – Rp 40.000,00 4 = Rp 140.000,00 Apabila dibuat dalam tabel maka perhitungan depresiasinya tiap tahun sebagai berikut: Tabel 2 Metode Garis Lurus Akhir tahun ke Depresiasi 1 2 3 4 Rp 140.000,00 140.000,00 140.000,00 140.000,00 Akumulasi Depresiasi Rp 140.000,00 280.000,00 420.000,00 560.000,00 Nilai buku aktiva Rp 600.000,00 460.000,00 320.000,00 180.000,00 40.000,00 29 Rp 560.000,00 Rp 560.000,00 Sumber: Zaki Baridwan, 2000, 311 b. Metode jam jasa (service hours method) Misalnya, sebuah mesin pada awal tahun 2002 dibeli dengan harga Rp 600.000,00, taksiran nilai sisa (residu) sebesar Rp 40.000,00 dan ditaksir akan dapat digunakan selama 8.000 jam. Depresiasi per jam dihitung sebagai berikut: Depresiasi per jam = Rp 600.000,00 – Rp 40.000,00 8.000 = Rp 70,00 Apabila dibuat dalam tabel maka perhitungan depresiasinya tiap tahun sebagai berikut: Tabel 3 Metode Jam Jasa Tahun 1 2 3 4 Jam kerja mesin Depresiasi 3.000 Rp 210.000,00 2.500 175.000,00 1.500 105.000,00 1.000 70.000,00 8.000 Rp 560.000,00 Sumber: Zaki Baridwan, 2000, 312 c. Akumulasi Depresiasi Rp 210.000,00 385.000,00 490.000,00 560.000,00 Rp 560.000,00 Nilai buku aktiva Rp 600.000,00 390.000,00 215.000,00 110.000,00 40.000,00 Metode hasil produksi (Productive output method) Misalnya, sebuah mesin pada awal tahun 2002 dibeli dengan harga Rp 600.000,00, taksiran nilai sisa (residu) sebesar Rp 40.000,00 dan 30 ditaksir selama umur penggunaan akan menghasilkan 56.000 unit produk. Depresiasi per unit dihitung sebagai berikut: Depresiasi per unit = Rp 600.000,00 – Rp 40.000,00 56.000 = Rp 10,00 Apabila dibuat dalam tabel maka perhitungan depresiasinya tiap tahun selama umur penggunaan sebagai berikut: Tabel 4 Metode Hasil Produksi Tahun Jam kerja mesin Depresiasi Ak. Depresiasi 1 2 3 4 18.000 Rp 180.000,00 Rp 180.000,00 16.000 160.000,00 340.000,00 12.000 120.000,00 460.000,00 10.000 100.000,00 560.000,00 56.000 Rp 560.000,00 Rp 560.000,00 Sumber: Zaki Baridwan, 2000, 314 d. NB aktiva Rp 600.000,00 420.000,00 260.000,00 140.000,00 40.000,00 Metode beban berkurang (Reducing charge method) 1) Metode jumlah angka tahun (sum of year’digits method) Misalnya, sebuah mesin pada awal tahun 2002 dibeli dengan harga Rp 100.000,00, taksiran nilai sisa (residu) sebesar Rp 10.000,00 dan ditaksir umurnya 3 tahun. Jumlah angka tahun dihitung sebagai berikut: Jumlah angka tahun = 3 (3 + 1) 31 2 = 6 Apabila dibuat dalam tabel maka perhitungan depresiasinya tiap tahun selama umur penggunaan sebagai berikut: Tabel 5 Metode Jumlah Angka Tahun Tahun Depresiasi Ak. Depresiasi Rp 45.000,00 3 x 90.000 = 45.000 6 2 2 x 90.000 = 30.000 75.000,00 6 3 1 x 90.000 = 15.000 90.000,00 6 Sumber: Zaki Baridwan, 2000, 315 1 Nilai buku aktiva Rp 100.000,00 55.000,00 35.000,00 10.000,00 2) Metode saldo menurun (declining balance method) Misalnya, sebuah mesin pada awal tahun 2002 dibeli dengan harga Rp 100.000,00, taksiran nilai sisa (residu) sebesar Rp 10.000,00 dan ditaksir umurnya 3 tahun. Tarif depresiasi dihitung sebagai berikut: T = 1 - 3 10.000 = 0.536 atau 53.6% 100.000 Tabel 6 Metode Saldo Menurun 32 Tahun Depresiasi 1 2 3 53,6% x 100.000 = 53.600 53,6% x 46.400 = 24.870 53,6% x 21.530 = 11.530 Akumulasi Depresiasi Rp 53.600,00 78.470,00 90.000,00 Nilai buku aktiva Rp 100.000,00 46.400,00 21.530,00 10.000,00 Sumber: Zaki Baridwan, 2000, 317 3) Metode double declining balanace method Misalnya, sebuah mesin pada awal tahun 2002 dibeli dengan harga Rp 600.000, dan umurnya ditaksir selama 4 tahun. Karena umur aktiva adalah 4 tahun (atau tarif penyusutan 25%) maka tarif penyusutan untuk double declining method adalah dua kalinya atau 50%. Depresiasi tiap tahun dihitung sebagai berikut: Tabel 7 Metode Double Declining Balance Tahun Depresiasi Akumulasi Depresiasi Nilai buku aktiva 600.000,00 1 50% x 600.000 = 300.000 300.000,00 300.000,00 2 3 4 50% x 300.000 = 150.000 450.000,00 150.000,00 525.000,00 75.000,00 562.500,00 37.500,00 50% x 150.000 = 75.000 50% x 75.000 = 37.500 Sumber: Zaki Baridwan, 2000, 318 2. Perhitungan Penyusutan Menurut Ketentuan Perpajakan 33 Untuk tujuan perpajakan metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Melihat tarif penyusutan untuk saldo menurun adalah dua kali tarif metode garis lurus maka sebenarnya metode saldo menurun yang dimaksud adalah double declining balance method. Demikian juga untuk tujuan perpajakan semua harga perolehan akan disusutkan semuanya tanpa nilai residu sehingga dalam perpajakan nilai residu selalu nihil (0) dan inilah salah satu penyebab perbedaan penyusutan antara akuntansi dan secara perpajakan. Dan untuk metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir periode disusutkan sekaligus sehingga tidak ada nilai residu. a. Metode garis lurus (straight line method) Misalnya, sebuah gedung dibeli awal tahun 2002 dengan harga perolehan Rp 100.000.000,00. Maka depresiasi tiap tahun dihitung sebagai berikut: Depresiasi = = b. Rp 100.000.000,00 20 Rp 5.000.000,00 Metode saldo menurun (declining balance method) Sebuah mesin dibeli pada awal Januari 2002 dengan harga perolehan sebesar Rp 150.000.000,00. Mesin tersebut termasuk dalam kelompok 1. Kelompok 1 mempunyai umur 4 tahun sehingga tarif 34 penyusutan adalah 50%. Maka depresiasi tiap tahun dihitung sebagai berikut: Tabel 8 Metode Saldo Menurun Thn 2002 2003 2004 2005 Depresiasi Harga perolehan 50% x 150.000.000 = 75.000.000 50% x 75.000.000 = 37.500.000 50% x 37.500.000 = 18.750.000 Disusutkan sekaligus= 18.750.000 Akumulasi Depresiasi Nilai buku aktiva Rp 75.000.000 112.500.000 131.250.000 150.000.000 Rp 150.000.000 75.000.000 37.500.000 18.750.000 0 Sumber: UU PPh No. 17 tahun 2000 Karena akhir masa manfaat mesin tersebut adalah pada tahun 2005, maka nilai sisa buku sebesar Rp 18.750.000,- disusutkan sekaligus sehingga pada akhir masa manfaat mesin tersebut tidak lagi mempunyai nilai sisa buku (nilai residunya menjadi = 0) E. Perhitungan Pajak Penghasilan Dasar yang digunakan dalam perhitungan besarnya pajak penghasilan adalah Penghasilan Kena Pajak . Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang PPh No. 17 Tahun 2000 dinyatakan bahwa besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib 35 pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi: 1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan 2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu (1) tahun 3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan 4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan 5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing 6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia 7. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan 8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih Dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak adalah didasarkan atas penghasilan komersial (menurut akuntansi) sehingga besarnya penghasilan kena pajak dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: 1. Penghasilan Neto Komersial a. Peredaran Usaha Rp XX b. Harga Pokok Penjualan (XX) c. Biaya Usaha (XX) 36 d. Penghasilan Neto dari Usaha Rp XX e. Penghasilan Neto dari Luar Usaha XX Jumlah d dan e 2. Rp XX Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan yang tidak termasuk objek pajak (XX) 3. Penyesuaian fiskal positif XX 4. Penyesuaian fiskal negatif (XX) 5. Fasilitas penanaman modal berupa pengurang penghasilan neto 6. (XX) Penghasilan neto fiskal Rp XX Besarnya PPh yang terutang dapat dihitung dengan mengalikan penghasilan neto fiskal dengan tarif yang telah ditetapkan. Adapun tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan diatur dalam Pasal 17 ayat (1b) Undang-undang PPh No. 17 Tahun 2000 sebagai berikut: Tabel 9 Tarif PPh Wajib Pajak Badan Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,00 10 % Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 15 % 100.000.000,00 37 Di atas Rp 100.000.000,00 30 % Sumber: UU PPh No. 17 tahun 2000 F. Koreksi Fiskal Yang dimaksud dengan koreksi fiskal adalah jumlah yang harus ditambah atau dikurang terhadap penghasilan neto komersial karena perbedaan perlakuan antara akuntansi dengan ketentuan perpajakan. Dalam praktek di lapangan umumnya koreksi fiskal ini digunakan adalah berdasarkan hasil pemeriksaan oleh fiskus (pemeriksa pajak) sedangkan apabila wajib pajak yang melakukan koreksi disebut penyesuaian fiskal. 1. Penyesuian/Koreksi Fiskal Positif Yang dimaksud dengan penyesuaian/koreksi fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial. Koreksi fiskal positif adalah berbanding lurus dengan PPh yang terutang artinya semakin besar koreksi fiskal positif maka jumlah PPh yang terutang akan semakin besar pula. Penyesuaian/koreksi fiskal positif dapat terjadi disebabkan antara lain: 38 a. Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota b. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), cadangan klaim dan cadangan kerugian untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan. c. Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan. d. Jumlah yang melebihi jumlah kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham/pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan e. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan f. Pajak penghasilan g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham 2. h. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan i. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal j. Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya l. Penyesuain fiskal positif lainnya Penyesuian/Koreksi Fiskal Negatif 39 Yang dimaksud dengan penyesuaian/koreksi fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan atau menambah biaya-biaya komersial. Koreksi fiskal positif adalah berbanding terbalik dengan PPh yang terutang artinya semakin besar koreksi fiskal negatif maka jumlah PPh yang terutang akan semakin kecil. Penyesuaian/koreksi fiskal positif dapat terjadi disebabkan anatara lain: a. Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal b. Selisih amortisasi komersial di bawah penyusutan fiskal c. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya d. Penyesuain fiskal negatif lainnya