Disusun oleh : Dannar Nur Fathini (11324) Tri Marsiwi (11443) Maghfirotul Amaniyah (11821) pemanfaatan lidah buaya dalam negeri hingga saat ini sangat beragam mulai dari sebagai tanaman obat sampai industri makanan olahan. Minat masyarakat terhadap produk-produk berbahan dasar lidah buaya cukup baik sehingga peranan lidah buaya mendapat tempat cukup baik. Hal ini menjadi salah satu alasan penting mengenai pentingnya perbanyakan tanaman lidah buaya. Salah satu metode perbanyakan adalah dengan kultur jaringan bagian tanaman lidah buaya 1. 2. 3. Untuk mendapatkan komposisi media tanam yang tepat untuk kultur jaringan lidah buaya. Mengetahui pengaruh interaksi antara NAA dan BAP terhadap pertumbuhan terbaik eksplan kultivar tunas pucuk lidah buaya yang ditanam dengan teknik kultur jaringan, Mengetahui pengaruh masing-masing konsentrasi campuran NAA dan BAP dengan kultivar tunas pucuk lidah buaya yang terbaik terhadap pertumbuhan eksplan tunas pucuk yang ditanam dengan teknik kultur jaringan. Untuk mengantisipasi meningkatnya kebutuhan bibit, sejalan dengan berkembangnya industri berbahan baku lidah buaya, kiranya perlu dikembangkan teknologi in vitro yang efisien bagi perbanyakan tanaman lidah buaya. Teknik tersebut kelak dapat diterapkan pada varietas terpilih yang berdaya produksi atau mengandung bahan aktif tinggi. Menurut George dan Sherrington (1984) dan Yusnita (2003), kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Meskipun pada prinsipnya semua sel dapat ditumbuhkan, sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh seperti anakan atau mata tunas. Bahan : tunas pucuk lidah buaya, bahan kimia Media Murashige-Skoog dimodifikasi, zat pengatur tumbuh,sterilant Alat : botol tanam, gelas erlenmeyer, gelas ukur, pipet, neraca, pH-meter, otoklaf, lup, oven, laminar air flow, hot plate, magnetic stirrer, kamera serta alat-alat lainnya. Perlakuan : MS Dasar BAP 0 +NAA 0, 1 BAP 1 + NAA 0 BAP 1 + NAA 0, 1 BAP 1 + NAA 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal faktor eksternal 1. Genotipe mempengaruhi pola pembentukan organ adventif dari kalus. Kemampuan membentuk tunas dan akar secara terpisah atau embryogenesis dari kalus berbeda antar famili maupun genera. Perbedaan pengaruh genetik ini disebabkan karena perbedaan kontrol genetik dari masing-masing varietas serta jenis kelamin tanaman induk. 2. Poliploidi Dalam lingkungan lapang dapat kita perhatikan bahwa tanaman dengan poliploid lebih kecil mempunyai anakan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan tanaman yang mempunyai poliploid yang lebih besar. Fenomena tersebut ternyata terekspresikan juga di dalam kultur in vitro. Hal ini dikarenakan dalam pembelahan sel multiplikasi/duplikasi kromosom pada tanaman berploidi besar berlangsung lebih lama jika dibandingkan dengan tanaman yang mempunyai poloidi lebih kecil. 3. Perbedaan daya regenerasi dan multiplikasi (diferensiasi) antara tanaman dikotil dan monokotil dalam kultur in vitro . Pada tanaman dengan jenis dikotiledonae akan lebih mudah berdiferensiasi daripada tanaman monokotiledon.. Pada tanaman dikotiledon biasanya mempunyai titik tumbuh yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan tanaman monokotiledon. Oleh karena itu, apabila jaringan tanaman monokotil jika dikulturkan akan terdiferensiasi lebih lambat karena jaringan yang bersifat meristemoidnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan tanaman dikotil. 4. ZPT dan Hormon hormon merupakan suatu senyawa alami dalam tubuh tanaman yang berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan. ZPT merupakan senyawa analog dengan hormon yang ditambahkan dari luar untuk mempengaruhi pertumbuhan tanaman. 1. Media kultur Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. 2) Lingkungan Tumbuh a) Suhu. Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur invitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan. b) Kelembaban relatif. Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. c) Cahaya Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya. 3) Kondisi Eksplan Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda karena sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Factor yang paling mempengaruhi kegagalan dalam praktikum yaitu factor eksternal kondisi eksplan. Eksplan yang digunakan bukan berasal dari indukan yang dipelihara dengan baik dan dijaga nutrisi serta lingkungannya. Lidah buaya yang digunakan berasal dari rumah kawat, tetapi kondisi tanaman tidak diperhatikan. Selain itu ketebalan eksplan yang ditanaman sebesar 1 cm memungkinkan bakteri, virus maupun jamur masih terdapat di dalam eksplan. Dari hasil eksplan yang masih hidup menunjukkan bahwa penggandaan tunas paling baik diperoleh pada media MS dengan menambahkan BAP 1 mg/L tunas yang terbentuk 3 buah. BAP efektif menginduksi pembentukan daun dan penggandaan tunas. Sedangkan pembentukan daun paling baik pada medi MS dasar dengan daun yang dihasilkan sebanyak 3 buah dengan panjang 2 cm. Media MS dasar memberikan hasil yang baik dalam pembentukan daun. Sedangkan media MS dengan penambahan BAP 1 mg/L menunjukkan hasil optimum pada pembentukan tunas. Tingkat kontaminasi sampai 66% disebabkan bahan tanam lidah buaya berasal dari indukan yang kurang diperhatikan nutrisi dan pemeliharaannya, serta ketebalan eksplan.