pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PERAWATAN KAKI
PADA KLIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
DI KALIMANTAN SELATAN
TESIS
NOOR DIANI
NPM 1006833911
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
DEPOK
JANUARI 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PERAWATAN KAKI
PADA KLIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
DI KALIMANTAN SELATAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan
NOOR DIANI
NPM 1006833911
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
JANUARI 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Noor Diani
NPM
: 1006833911
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 11 Januari 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
Nama
: Noor Diani
NPM
: 1006833911
Program Studi
: Magister Ilmu Keperawatan
Judul Tesis
: Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien
Diabetes Melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ilmu
Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Agung Waluyo, SKp., MSc, PhD.
(
)
Pembimbing II : Lestari Sukmarini, SKp., MNS.
(
)
Penguji I
: Riri Maria, SKp., MANP
(
)
Penguji II
: Ernawati, SKp, M.Kep,Sp.Kep.MB
(
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 11 Januari 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengetahuan dan
Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan”.
Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Agung Waluyo, SKp, MSc, PhD selaku Pembimbing I yang telah memberikan
masukan dan arahan selama penyusunan tesis.
2. Lestari Sukmarini, S.Kp., MNS selaku pembimbing II yang telah memberikan
masukan dan arahan selama penyusunan tesis.
3. Riri Maria, SKp., MANP, selaku penguji I pada sidang ujian proposal dan sidang
ujian hasil yang telah banyak memberikan masukan dan arahan selama
penyusunan tesis.
4. Dewi Irawaty, MA., PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
5. Astuti Yuni Nursasi, MN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
6. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia .
7. Rekan-rekan mahasiswa khususnya Program Magister Keperawatan Medikal
Bedah yang telah saling mendukung dan membantu selama proses pendidikan.
8. Suamiku tercinta H. Muhammad Fakhruddin Noor dan putra-putri ku Muhammad
Haikal Ash-Shiddiqiy, Nabiila Aufaa ‘Aziizah dan Muhammad Hafidz Ghazi Al
Fath tercinta yang senantiasa memberikan semangat, do’a dan kasih sayangnya
kepada peneliti serta kesediaannya mengikuti pendidikan di Universitas
Indonesia.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
9. Ibunda Hj. Gusti Masriyah, atas segala do’a dan motivasinya selama ini, Ayahnda
H. Soehaimi (Alm) yang selalu menginspirasi untuk terus meningkatkan
pendidikan.
10. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyusunan tesis ini.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat
balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Selanjutnya peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan
tesis ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan
keperawatan
Depok, Januari 2013
Peneliti
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini :
Nama
: Noor Diani
NPM
: 1006833911
Program Studi
: Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmia saya yang berjudul :
Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Kalimantan Selatan.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebgai
penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
Pada Tanggal
: Depok
: 11 Januari 2013
Yang menyatakan
Noor Diani
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Noor Diani
: Magister Ilmu Keperawatan
: Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan
Upaya pencegahan primer pada pengelolaan kaki diabetik bertujuan untuk mencegah
luka kaki secara dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di
Kalimantan Selatan. Penelitian ini merupakan penelitan descriptive correlational
dengan desain cross sectional dan jumlah sampel sebanyak 106 orang. Hasil analisis
Chi Square menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 (p=0,040). Faktor
pengetahuan memiliki peluang 2,38 kali untuk melakukan praktik perawatan kaki.
Direkomendasikan untuk perlunya dikembangkan pendidikan kesehatan tentang
perawatan kaki dan pemeriksaan kaki.
Kata Kunci:
Pengetahuan perawatan kaki, praktik perawatan kaki, diabetes melitus tipe 2.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
: Noor Diani
: Master of Nursing
: Knowledge and Practice on Foot Care Client Type 2 Diabetes
Mellitus in South Kalimantan
Primary prevention in management of diabetic foot is to prevent foot injuries. This
study aimed to determine the correlation between knowledge and practice of foot care
in the type 2 diabetic patients in South Kalimantan. This study was a descriptive
correlational research with cross sectional design and recruited 106 samples. Chi
Square analysis results showed a significant correlation between knowledge and
practice of foot care in the type 2 diabetic patients (p = 0.04). Factor of knowledge
had chance 2,38 times on performing practice of foot care. This study recommended
the important of development of health education about foot care and foot
examination.
Keywords:
Knowledge of foot care, foot care practices, diabetes mellitus type 2.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................
KATA PENGANTAR .......................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKSI KARYA ILMIAH ............................
ABSTRAK .........................................................................................................
ABSTRACT ......................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
DAFTAR SKEMA ............................................................................................
DAFTAR TABEL .............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
i
ii
iii
iv
vi
vii
viii
ix
xi
xii
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN .........................................................................
1.1 Latar Belakang ……………………………………………......
1.2 Rumusan Masalah ……….…………………………………....
1.3 Tujuan Penelitian ………..…………………………………....
1.4 Manfaat Penelitian ……….....………………………………...
1
1
9
10
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
2.1 Diabetes Melitus .......................................................................
2.1.1 Pengertian ………………………………………………
2.1.2 Klasifikasi ………………………………………………
2.1.3 Patofisiologi……………………………………..............
2.1.4 Manifestasi Klinis …………………………………........
2.1.5 Penatalaksanaan Diabetes ……………………………....
2.1.6 Komplikasi ……………………………………………...
2.2 Pengetahuan……………………………………………….......
2.2.1 Pengertian ……………………………………………....
2.2.2 Tingkat Pengetahuan……………………………………
2.2.3 Faktor-Faktor Pengetahuan …………………………......
2.3 Praktik Perawatan Kaki……………………………………......
2.3.1 Pengertian ………………………………………………
2.3.2 Tingkat Praktik atau Tindakan……………..…………....
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perawatan
Kaki................................................................................
2.3.4 Penatalaksanaan Perawatan Kaki.....................................
2.4 Pentingnya Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Pasien Diabetes Melitus dalam Konteks Keperawatan………......
2.5 Kerangka Teori ..........................................................................
12
12
12
12
13
15
15
20
21
21
22
23
26
26
27
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
27
30
36
38
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL ...................................................................................
3.1 Kerangka Konsep .....................................................................
3.2 Hipotesis ...................................................................................
3.3 Definisi operasional ..................................................................
39
39
40
41
BAB 4
METODE PENELITIAN .............................................................
4.1 Rancangan Penelitian ...............................................................
4.2 Populasi dan Sampel .................................................................
4.3 Tempat penelitian .....................................................................
4.4 Waktu penelitian .......................................................................
4.5 Etika Penelitian .........................................................................
4.6 Alat Pengumpul Data ................................................................
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas.....................................................
4.8 Prosedur Pengumpulan Data .....................................................
4.9 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................
4.9.1 Pengolahan data ..............................................................
4.9.2 Analisis data ...................................................................
43
43
43
45
46
46
48
49
50
52
52
52
BAB 5
HASIL PENELITIAN ..................................................................
5.1 Hasil Analisis Univariat ............................................................
5.2 Hasil Analisis Bivariat ..............................................................
5.3 Hasil Analisis Multivariat .........................................................
56
56
58
66
BAB 6
PEMBAHASAN ............................................................................
6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian ..................................
6.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................
6.3 Implikasi Hasil Penelitian dalam Keperawatan ........................
70
70
88
89
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
7.1 Simpulan ...................................................................................
7.2 Saran .........................................................................................
91
91
92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema
:
2.1
Kerangka Teori ..................................................................
38
Skema
:
3.1
Kerangka Konsep Penelitian ........ .....................................
40
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
:
2.1
Karakteristik dan Implikasi Klinis Diabetes Melitus Tipe
1 dan Diabetes Melitus Tipe 2.......................................
13
Tabel
:
2.2
Macam-Macam Insulin dan Cara Kerja dalam Tubuh...
19
Tabel
:
3.1
Definisi Operasional .........................................................
41
Tabel
:
4.1
Proporsi Sampel tiap Rumah Sakit ....................................
45
Tabel
:
4.2
Analisis Bivariat.................................................................
53
Tabel
:
5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin,
Lama Menderita Diabetes Melitus, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan, dan Penyuluhan Perawatan Kaki pada
Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) ...................................
57
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan
Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012
(n=106) ..............................................................................
58
Hubungan Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan
Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)...............................
59
Hubungan Usia dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan
Desember Tahun 2012 (n=106) .........................................
60
Hubungan Jenis Kelamin dan Praktik Perawatan Kaki
pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan
Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)..................
61
Hubungan Lama Menderita Diabetes Melitus dan Praktik
Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012
(n=106) ..............................................................................
62
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
:
:
:
:
:
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
:
:
:
:
5.7
5.8
5.9
5.10
Hubungan Pendidikan dan Praktik Perawatan Kaki pada
Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) ...................................
63
Hubungan Pekerjaan dan Praktik Perawatan Kaki pada
Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) ...................................
64
Hubungan Penghasilan dan Praktik Perawatan Kaki pada
Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan
Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) ..............................
65
Hubungan Penyuluhan dan Praktik Perawatan Kaki pada
Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) ...................................
66
Tabel
:
5.11
Pemilihan Kandidat Variabel Uji Multivariat ...................
67
Tabel
:
5.12
Pemodelan Akhir Analisis Multivariat Praktik Perawatan
Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan
Selatan Tahun 2012 ...........................................................
68
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 2
Surat Ijin Pengambilan Data Penelitian
Lampiran 3
Surat Keterangan Lolos Uji Etik
Lampiran 4
Penjelasan Penelitian
Lampiran 5
Surat Pernyataan Bersedia
Responden Penelitian
Lampiran 6
Kuesioner Karakteristik Klien Diabetes Melitus Tipe 2
Lampiran 7
Kuesioner Pengetahuan Klien tentang Perawatan Kaki
Lampiran 8
Kuesioner Praktik Perawatan Kaki
Lampiran 9
Jadwal Kegiatan Penelitian Tahun 2012-2013
Lampiran 10
Daftar Riwayat Hidup
Berpartisipasi
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
sebagai
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit multisistem kronik yang berhubungan dengan
ketidaknormalan produksi insulin, ketidakmampuan penggunaan insulin atau
keduanya (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, & Camera, 2011; American
Diabetes Association, 2011). Sedangkan menurut Polikandrioti (2012) diabetes
melitus adalah gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan hiperglikemia
yang sangat terkait dengan komplikasi kesehatan jangka pendek dan jangka panjang.
Diabetes melitus adalah masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia karena
prevalensi yang meningkat cepat (Lewis et al., 2011). Menurut laporan Center for
Disease Control and Prevention/ CDC (2008) jumlah klien diabetes melitus tipe 1
kurang lebih 5-10% sedangkan diabetes melitus tipe 2 mencapai 90 – 95% dan
banyak dialami oleh orang dewasa tua lebih dari 40 tahun serta lebih sering terjadi
pada individu obesitas (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010; Suyono, 2009).
Diabetes melitus merupakan penyakit yang paling kompleks dan menuntut banyak
perhatian maupun usaha dalam pengelolaannya dibandingkan dengan penyakit kronis
lainnya, karena penyakit diabetes melitus tidak dapat diobati namun hanya dapat
dikelola. Tujuan terapi pada tiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa normal
tanpa terjadi hipoglikemia serta memelihara kualitas hidup yang baik. Untuk
mencapai tujuan terapeutik tersebut ada lima komponen yang harus diperhatikan dan
diikuti pasien dalam penatalaksanaan umum diabetes, yaitu diet, latihan, pemantauan
kadar glukosa darah, terapi serta pendidikan (Smeltzer et al., 2010).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Kemenkes RI (2011) dan PD
Persi (2011), memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) dalam Kemenkes RI (2011) dan
PD Persi (2011), memperkirakan kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus dari
7 juta tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan
angka prevalensi, laporan keduanya menunjukan adanya peningkatan jumlah
penyandang diabetes sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Kemenkes RI, 2011;
PD Persi, 2011).
Menurut Diabetes Care (2004) dalam Kemenkes RI (2011) dan PD Persi (2011)
Indonesia menduduki rangking ke 4 (empat) dunia setelah Amerika Serikat, China,
dan India dalam prevalensi diabetes. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
Indonesia (2003) dalam Kemenkes RI (2011) dan PD Persi (2011), diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan
prevalensi diabetes sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural,
maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang diabetes
di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola
pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta
penduduk di Indonesia yang berusia diatas 20 tahun dengan asumsi prevalensi
diabetes pada daerah urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12
juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.
Dari hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukan bahwa prevalensi diabetes melitus di
daerah urban Indonesia untuk usia 15 tahun sebesar 5,7% (1,5% terdiri dari pasien
diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan 4,2% baru diketahui
diabetes saat penelitian). Sementara itu, menurut Propinsi diperoleh prevalensi
diabetes melitus tertinggi terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masingmasing 11,1%) sedangkan prevalensi diabetes melitus terendah di Papua (1,7%).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu tertinggi di Papua Barat (21,8%),
sedangkan terendah di Jambi (4%). Sementara itu angka kematian akibat diabetes
melitus terbanyak pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan sebesar
14,7%, sedangkan di daerah pedesaan sebesar 5,8% (Kemenkes RI, 2011).
Diabetes melitus dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan dengan gejala yang sangat bervariasi. Jika dibiarkan tidak dikelola
dengan baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik akut maupun kronik
(Waspadji, 2009). Salah satu komplikasi umum dari diabetes melitus adalah masalah
kaki diabetes. Kaki diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan mudah mengalami
luka, dan cepat berkembang menjadi ulkus kaki (Monalisa & Gultom, 2009). Sekitar
15% klien diabetes melitus dalam perjalanan penyakitnya mengalami komplikasi
ulkus diabetik terutama ulkus di kaki (Cahyono, 2007).
Masalah kaki diabetik yang rumit dengan berbagai pengobatan yang sering memakan
waktu, dan biaya yang besar, memberi dorongan bagi kita bahwa semua usaha harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya kaki diabetik. Orang yang mengidap penyakit
diabetes melitus lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki karena berkurangnya
sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) sehingga membuat klien tidak menyadari dan
sering mengabaikan luka yang terjadi. Sirkulasi darah pada tungkai yang menurun
dan kerusakan endotel pembuluh darah berperan terhadap timbulnya kaki diabetik
dengan menurunnya jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun
jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Berkurangnya daya
tahan tubuh yang terjadi pada klien diabetes melitus juga lebih rentan terhadap
infeksi. Kuman pada luka akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran
darah yang bisa berakibat fatal, yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat) (Monalisa
& Gultom, 2009).
Selain itu diketahui bahwa salah satu faktor resiko timbulnya ulkus pada kaki klien
diabetes adalah perilaku maladaptif yaitu kurang patuh dalam melakukan pencegahan
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
luka, pemeriksaan kaki, memelihara kebersihan, kurang melaksanakan pengobatan,
aktivitas yang tidak sesuai, serta kelebihan beban pada kaki (Lypsky et al., 2004).
Upaya pencegahan primer pada pengelolaan kaki diabetik yang bertujuan untuk
mencegah luka kaki secara dini penting sekali untuk menghindari kerusakan lebih
lanjut dan tidak timbul ulkus yang dapat mengakibatkan tindakan amputasi. Infeksi
atau luka kecil harus ditangani dengan serius. Sepatu yang tidak pas harus cepat
diganti karena bisa menimbulkan luka (Monalisa & Gultom, 2009).
Upaya pencegahan meliputi mengontrol keadaan kadar gula darah dengan diet dan
atau pemberian obat yang teratur dari dokter, ditambah dengan perawatan kaki yang
baik, yaitu dengan cara memeriksa kaki setiap hari terutama telapak kaki, jari kaki,
sela jari kaki, merawat kuku, perawatan kulit kaki, sepatu yang dipakai harus sesuai
dengan bentuk dan besarnya kaki, dan senam kaki diabetik. Klien diabetes melitus
harus menyadari bahwa kegiatan perawatan kaki merupakan bagian dari kebiasaan
hidup sehari-hari (Monalisa & Gultom, 2009).
Usaha untuk menjaga agar gula darah tetap mendekati normal dan mencegah
terjadinya ulkus, tergantung motivasi serta pengetahuan klien mengenali penyakitnya.
Pengetahuan seseorang erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya, karena
dengan pengetahuan tersebut penderita memiliki alasan dan landasan untuk
menentukan suatu pilihan. Dengan pengetahuan manusia dapat mengembangkan apa
yang diketahui dan dapat mengatasi kebutuhan kelangsungan hidup, sehingga akan
mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Terbentuk suatu perilaku baru terutama
pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif dalam arti subyek tahu terlebih
dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya, sehingga
menimbulkan pengetahuan baru dan akan terbentuk dalam sikap maupun tindakan
(Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Klien diabetes melitus harus mengetahui cara mencegah timbulnya ulkus pada kaki
sehingga kejadian ulkus dan amputasi dapat dihindarkan. Klien diabetes melitus harus
rajin merawat dan memeriksa kaki untuk menghindari terjadinya kaki diabetik dan
kecacatan yang mungkin akan muncul. Peningkatan pengetahuan klien diabetes
melitus mengenai cara mencegah kaki diabetik juga dapat meningkatkan kualitas
hidup klien diabetes sehingga klien dapat menikmati hidup seperti orang normal pada
umumnya yang tidak menderita diabetes melitus, serta klien tidak perlu
mengeluarkan uang secara berlebihan untuk pengobatan yang sebenarnya tidak
diperlukan (Monalisa & Gultom, 2009).
Menurut penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) tentang pengetahuan dan praktek
perawatan kaki pada klien diabetes didapatkan hasil sekitar sepertiga dari klien
diabetes memiliki pengetahuan kurang tentang perawatan kaki dan sedikit klien
memiliki praktik yang baik untuk perawatan kaki. Penelitian Jinadasa dan Jeewantha
(2011) tentang pengetahuan dan praktek perawatan kaki pada klien dengan ulkus
diabetes kronis dengan sampel 110 didapatkan hasil yang signifikan antara
pengetahuan perawatan kaki dan praktek perawatan kaki. Ini menunjukkan bahwa
pengetahuan yang cukup pada penyakit kaki diabetik, namun praktek pencegahan
perawatan kaki masih rendah. Penelitian menurut Hoong (2011) tingkat pengetahuan
klien dari aspek asupan gizi, cara pemantauan gula darah, perawatan kaki,
komplikasi, gejala klinis dan pengontrolan penyakit diabetes melitus jumlah sampel
sebesar 75 orang didapatkan sebagian besar tingkat pengetahuan klien terhadap
penyakit diabetes melitus masih kurang. Penelitian Desalu et al. (2011) menunjukkan
adanya kesenjangan pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes
melitus sehingga perlu adanya program pendidikan untuk mengurangi komplikasi
kaki diabetik.
Berdasarkan data Riskesdas 2007 dalam Depkes (2008) prevalensi penyakit diabetes
melitus di Kalimantan Selatan sebesar 0,6% yg terdiagnosa dan 1,0% terdiagnosa
atau dengan gejala. Adapun prevalensi toleransi glukosa terganggu di Kalimantan
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Selatan sebesar 14,7% berada di atas prevalensi nasional sebesar 10,2%. Berdasarkan
pengamatan penulis pada tanggal 15 Agustus 2012 didapatkan jumlah kasus diabetes
melitus di RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2011 sebesar 1.296 orang pasien rawat
jalan dan diperingkat kedua dari 10 penyakit terbanyak setelah hipertensi, sedangkan
dirawat inap berjumlah 162 orang. Adapun klien dengan kaki diabetik tahun 2010
sebesar 1.129 orang dan tahun 2011 sebesar 1.466 orang (Profil RSUD Ulin
Banjarmasin, 2011).
Peneliti melakukan studi pendahuluan di RSUD Ulin Banjarmasin terhadap 6 klien
diabetes melitus didapatkan data tentang pengetahuan perawatan kaki yakni semua
klien tidak mengetahui berapa kali memeriksa kaki. Semua klien memeriksa kaki
apabila ada rasa tidak nyaman atau nyeri pada kaki, dan tidak mengetahui cara
memotong kuku yang benar. Hanya sebagian yang memotong kuku dengan tepat.
Klien mengetahui bagaimana menjaga kaki tetap hangat di musim dingin yaitu
dengan menggunakan kaos kaki yang terbuat dari katun dan pemilihan sepatu yang
longgar.
Adapun praktik perawatan kaki didapatkan 4 orang tidak melakukan pemeriksaan
kaki setiap hari terhadap adanya luka atau kemerahan, banyak yang tidak
memberikan pelembab pada bagian atas dan bawah kaki dan cara memotong kuku
yang salah (tidak lurus). Semua klien menggunakan alas kaki ketika berjalan di luar
rumah. Dengan melihat fenomena atau kenyataan yang ada menunjukkan kurangnya
pengetahuan tentang perawatan kaki dan masih banyaknya klien yang tidak
melakukan praktik perawatan kaki. Sebagian klien ada yang mendapatkan
penyuluhan diabetes melitus secara umum. Semua klien diabetes melitus juga
mengatakan belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kaki diabetik. Peneliti juga melakukan survei dan wawancara dengan perawat
pelaksana yang mengatakan banyaknya pasien yang berkunjung ke poli rawat jalan
sehingga waktu untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
tidak bisa dilakukan akan tetapi hanya bisa memberi penjelasan atau informasi yang
disampaikan pada saat melakukan perawatan luka kaki saja.
Seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang perawatan kesehatan dirinya, maka
dia akan dapat memilih alternatif yang terbaik bagi dirinya dan cenderung
memperhatikan hal-hal yang penting tentang perawatan diabetes melitus seperti klien
akan melakukan pengaturan pola makan yang benar, berolah raga secara teratur,
mengontrol kadar gula darah dan memelihara lingkungan agar terhindar dari bendabenda lain yang dapat menyebabkan luka. Apabila perawatan yang dilakukan dengan
tepat maka dapat membantu proses penyembuhan dan diharapkan klien menjadi
sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual (Basuki, 2009).
Perawatan kesehatan diri merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Ini
berarti bahwa tanggung jawab untuk kesehatan dan kesejahteraan dengan dukungan
dari orang-orang yang terlibat. Perawatan kesehatan diri termasuk hal yang kita
lakukan setiap hari untuk tetap fit, menjaga kesehatan fisik dan mental yang baik,
mencegah penyakit atau kecelakaan, dan efektif menangani penyakit ringan dan efek
jangka panjang karena diabetes tipe 2 adalah suatu kondisi jangka panjang serta tetap
produktif dimasyarakat (Basuki, 2009).
Perilaku klien merawat kesehatan dirinya atau mengatur dirinya, dimana klien aktif
memonitor dan merespon terhadap perubahan lingkungan dan kondisi biologis
dengan cara menyesuaikan terhadap berbagai aspek perawatan untuk memelihara
keadekuatan metabolisme dan mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.
Perilaku perawatan kesehatan diri meliputi pemantauan glukosa darah atau urin di
rumah, penyesuaian diet, pemberian pengobatan (insulin atau obat hipoglikemik
oral), keteraturan aktivitas fisik, perawatan kaki, keteraturan kunjungan berobat, serta
perilaku lainnya tergantung pada jenis diabetes (WHO, 2003).
Perawatan kesehatan diri terdiri dari empat aspek yakni memantau glukosa darah,
diet, pengobatan dan latihan. Hal ini diketahui bahwa faktor-faktor yang beragam
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
mempengaruhi perawatan kesehatan diri seperti pengetahuan, keterampilan fisik dan
aspek emosional dan self-efficacy (Sigurdardottir, 2005). Menurut Boulton (2005)
dalam Shiu dan Wong (2011) penyediaan layanan perawatan diabetes yang tepat
untuk mencegah terjadinya dan kekambuhan penyakit kaki diabetik sebagian
bergantung pada kesadaran dan pengetahuan profesional perawatan kesehatan
mengenai perawatan kaki diabetik. Berdasarkan penelitian Shiu dan Wong (2011)
bahwa pengetahuan perawat dengan pelatihan sebelumnya tentang perawatan kaki
diabetik lebih tinggi daripada mereka yang tidak dilakukan pelatihan, hasil ini
menunjukkan bahwa pelatihan lebih berdampak pada perkembangan pengetahuan dan
pengalaman kerja. Menurut penelitian Soemardini, Nurudin dan Debora (2008)
tentang perbedaan dan perbandingan penyuluhan perawatan kaki dengan dan tanpa
demonstrasi terhadap tingkat pemahaman menunjukkan bahwa penyuluhan perawatan
kaki lebih baik apalagi ditambah dengan demonstrasi. Penelitian Ekore, Ajayi, Arije
dan Ekore (2010) menunjukkan bahwa kesadaran untuk melakukan perawatan kaki
pada klien diabetes melitus sangat kurang dan kurangnya pendidikan atau penyuluhan
dari penyedia layanan kesehatan.
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan perawatan medis
seumur hidup dan penyesuaian gaya hidup. Untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas yang serius, memerlukan dedikasi untuk menuntut dilakukannya
perawatan kesehatan diri dalam perilaku. Berdasarkan penelitian Ayele, Tesfa,
Abebe, Tilahun dan Girma (2012) dari hasil penelitiannya didapatkan masih
kurangnya informasi tentang perawatan kesehatan diri diabetes. Untuk meningkatkan
perilaku perawatan kesehatan diri, klien harus fokus pada keparahan diabetes dan
bagaimana mengatasi hambatan pada diabetes. Oleh karena itu, klien diabetes
melitus harus menyadari akan pentingnya perawatan kesehatan dirinya terutama
perawatan kaki yang merupakan bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
1.2 Rumusan Masalah
Kurangnya pengetahuan dan praktik pada klien diabetes melitus tentang perawatan
kaki sangat memprihatinkan dan jumlah klien diabetes melitus di Indonesia semakin
meningkat akan berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi akut dan kronis.
Kurangnya pengetahuan dan praktik pada klien diabetes tentang perawatan kaki dan
mengikuti program terapi akan menyebabkan kadar glukosa darah klien diabetes
melitus tidak terkendali, dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Banyaknya
masalah-masalah yang dihadapi klien diabetes melitus khususnya tentang perawatan
kaki dapat dicegah dan diminimalkan jika klien melakukan peningkatan pengetahuan
dan praktik perawatan kaki yang tepat. Klien diabetes melitus harus menyadari
bahwa kegiatan perawatan kaki merupakan bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari.
Penelitian mengenai pengetahuan pada klien diabetes telah banyak dilaporkan.
Tetapi masih sedikit penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan pengetahuan dan
praktik tentang perawatan kaki pada klien diabetes melitus. Masih banyaknya klien
diabetes melitus di Kalimantan Selatan yang tidak melakukan olahraga dan
kebiasaan mengkonsumsi tinggi karbohidrat. Berdasarkan wawancara peneliti
dengan tiga orang klien diabetes melitus tentang kebiasaan klien makan yang
banyak, sering makan kue-kue yang manis dan minum air teh yang manis. Perawat
klinik medikal bedah memiliki peran cukup penting dalam penatalaksanaan diabetes
melitus secara umum dan mencegah terjadinya komplikasi akut dan kronik,
diantaranya melalui pendidikan, motivasi dan dukungan untuk meningkatkan
pengetahuan dan praktik tentang perawatan kaki. Sehingga perawat medikal bedah
perlu mengetahui pengetahuan yang berhubungan dengan praktek perawatan kaki
pada klien diabetes melitus. Berdasarkan fakta tersebut maka peneliti ingin
mengetahui pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe
2 di Kalimantan Selatan.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan praktik
perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk diketahuinya :
a. Karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama diabetes melitus,
pekerjaan dan penyuluhan perawatan kaki) pada klien diabetes melitus tipe 2 di
Kalimantan Selatan.
b. Gambaran pengetahuan tentang perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2
di Kalimantan Selatan.
c. Gambaran praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di
Kalimantan Selatan.
d. Hubungan usia dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2
di Kalimantan Selatan.
e. Hubungan jenis kelamin dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes
melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
f. Hubungan pendidikan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus
tipe 2 di Kalimantan Selatan.
g. Hubungan penghasilan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus
tipe 2 di Kalimantan Selatan.
h. Hubungan lama diabetes melitus dengan praktik perawatan kaki pada klien
diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
i. Hubungan pekerjaan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus
tipe 2 di Kalimantan Selatan.
j. Hubungan penyuluhan perawatan kaki dengan praktik perawatan kaki pada klien
diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
k. Teridentifikasinya faktor yang dominan dengan praktik perawatan kaki pada klien
diabetes melitus tipe 2 di Kalimhantan Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi pelayanan keperawatan
Sebagai bahan masukan dan data rujukan tentang perawatan kaki mandiri klien
diabetes melitus kepada pihak rumah sakit yang ada diwilayah Kalimantan Selatan.
Selanjutnya akan ada tindak lanjut untuk peningkatan pengetahuan dan praktek
perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Upaya ini
bertujuan untuk meningkatkan pencegahan terjadinya komplikasi jangka panjang
penyakit diabetes melitus dengan melakukan perencanaan penyuluhan tentang
perawatan kaki dan membuat program khusus tentang perawatan kaki.
1.4.2 Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Sebagai bahan tambahan keilmuan keperawatan khususnya mengenai pengetahuan
dan praktik tentang perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2.
1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi rujukan bagi peneliti lainnya mengenai
pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Pengertian
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik, progresif dengan karakteristik
ketidakmampuan tubuh dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein,
yang menyebabkan peningkatan level gula darah (Black & Hawks, 2009). Diabetes
melitus merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa dalam darah karena kemampuan tubuh untuk bereaksi
terhadap insulin menurun atau gangguan sekresi insulin atau keduanya (Smeltzer et
al., 2010). Menurut American Diabetes Association (2010) diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan diabetes melitus
merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
dalam darah karena adanya kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2.1.2 Klasifikasi
Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu diabetes melitus tipe 1,
diabetes melitus tipe 2, diabetes kehamilan dan diabetes tipe lain yang berhubungan
dengan keadaan atau sindrom lainnya (Smeltzer et al., 2010)
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 2.1. Karakteristik dan Implikasi Klinis Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2
Tipe 1
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Tipe 2
Karakteristik Klinis dan Implikasi Klinis
Terjadinya cepat sebab tidak ada insulin yang diproduksi.
Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (< 30
tahun).
Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis, dengan penurunan
yang baru saja terjadi.
Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan
(misalnya virus).
Sering memiliki antibodi sel pulau Langerhans.
Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah
mendapatkan terapi insulin.
Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen.
Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin.
Komplikasi akut hiperglikemia : ketoasidosis diabetik.
•
•
•
•
•
•
Terjadinya lambat sebab masih ada insulin yang diproduksi
Awitan terjadi di segala usia, biasanya diatas 30 tahun.
Biasanya gemuk (obese) pada saat didiagnosis.
Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan.
Tidak ada antibodi sel pulau Langerhans.
Penurunan produki Insulin endogen atau peningkatan resistensi
Insulin.
• Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa
darahnya melalui penurunan berat badan.
• Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila
dimodifikasi diet dan latihan tidak berhasil.
• Mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau
panjang untuk mencegah hiperglikemia.
• Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stres atau
menderita infeksi.
• Komplikasi akut : sindrom hiperosmoler nonketotik.
Sumber : Smeltzer et al., 2010; Digiulio, Jackson & Keogh, 2007
2.1.3 Patofisiologi
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Insulin yang dikeluarkan oleh
sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme
menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada atau bila insulin itu kerjanya tidak baik seperti
dalam keadaan resistensi insulin maka glukosa tak dapat masuk sel dengan akibat
glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam
darah meningkat (Suyono, 2009).
Resistensi insulin adalah kondisi dimana sensitivitas insulin menurun. Sensitivitas
insulin adalah kemampuan dari hormon insulin untuk menurunkan kadar gula darah
dengan cara menekan produksi glukosa hepatik dan menstimulasi pemanfaatan
glukosa di dalam otot skelet dan jaringan adipose. Resistensi insulin awalnya belum
menyebabkan diabetes melitus secara klinis. Sel beta pankreas masih dapat
melakukan kompensasi bahkan sampai overkompensasi, insulin disekresi secara
berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan normalisasi kadar
glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang terjadi terus menerus menyebabkan
kelelahan sel beta pankreas (exhaustion) yang disebut dekompensasi, mengakibatkan
produksi insulin yang menurun secara absolut. Kondisi resistensi insulin diperberat
oleh produksi insulin yang menurun akibatnya kadar glukosa darah semakin
meningkat sehingga memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Suyono, 2009).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa yang tersaring keluar, glukosa yang berlebihan diekskresikan ke
dalam elektrolit yang dinamakan diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan
akan mengalami peningkatan berkemih (poliuri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Klien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunnya simpanan kalori dan gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan (Smeltzer et al., 2010).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
2.1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan defisiensi relatif
insulin yang berakibat klien tidak dapat mempertahankan kadar glukosa darah
normal. Apabila hiperglikemia melebihi ambang ginjal (± 180 mg/dl), maka timbul
tanda dan gejala glukosuria yang akan menyebabkan diuresis osmotik. Akibat
diuresis osmotik akan pengeluaran urin (poliuri), timbul rasa haus yang menyebabkan
banyak minum (polidipsi). Klien juga mengalami poliphagi akibat dari kondisi
metabolik yang diinduksi oleh adanya defesiensi insulin serta pemecahan lemak dan
protein. Gejala-gejala lain yaitu kelemahan, kelelahan, perubahan penglihatan yang
mendadak, perasaan gatal atau kekebasan pada tangan atau kaki, kulit kering, adanya
lesi luka yang penyembuhannya lambat dan infeksi berulang (Smeltzer et al., 2010);
Waspadji, 2009).
2.1.5 Penatalaksanaan Diabetes
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan
pendekatan non farmakologis, yaitu berupa edukasi, perencanaan makan/ diit,
kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih kemudian
diikuti pendekatan farmakologis atau pemakaian obat insulin (Waspadji, 2009).
Tujuan terapi pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa normal tanpa
terjadi hipoglikemia serta memelihara kualitas hidup yang baik. Ada lima komponen
dalan penatalaksanaan diabetes, yaitu terapi nutrisi (diet), latihan, pemantauan, terapi
farmakologi dan pendidikan (Smeltzer et al., 2010).
a. Nutrisi (diet)
Penekanan tujuan terapi gizi pada diabetes tipe 2 pada pengendalian glukosa, lipid
dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori (pada klien yang gemuk)
biasanya memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan mempunyai potensi
meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang. Diet dengan kalori sangat rendah,
pada umumnya tidak efektif untuk mencapai penurunan berat badan jangka lama,
dalam hal ini perlu ditekankan bahwa tujuan diet adalah pengendalian glukosa dan
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
lipid. Perencanan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang cukup dan
disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh (Waspadji, 2009).
Konsistensi mengikuti perencanaan makan merupakan salah satu aspek yang sangat
menantang. Oleh karena itu untuk membantu klien mengikuti kebiasaan diet yang
baru ke dalam gaya hidupnya, pendidikan diet, terapi perilaku, dukungan kelompok,
dan konseling nutrisi yang berkelajutan adalah dianjurkan (Smeltzer et al., 2010).
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut
karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, lemak 20-25%. Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan idaman (Waspadji, 2009).
b. Latihan
Pada diabetes melitus tipe 2, latihan fisik berguna untuk pengaturan kadar glukosa
darah dan menurunkan berat badan serta lemak tubuh. Pada saat latihan resistensi
insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat, hal ini menyebabkan
kebutuhan insulin pada diabetisi tipe 2 akan berkurang. Respon ini hanya terjadi
setiap kali latihan, tidak merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama, oleh
karena itu latihan harus dilakukan terus menerus dan teratur.
Melakukan kegiatan fisik seperti pekerjaan mengepel, mencuci mobil, berjalan kaki
ke tempat kerja secara teratur selama 3-5 kali seminggu dengan waktu 30 menit setiap
kalinya dapat memperbaiki sensitifitas insulin dan kendali glukosa darah. Sebaiknya
monitor kadar gula darah sebelum, selama, sesudah olahraga untuk menentukan
kebutuhan insulin dan asupan makanan. Bila berolahraga ringan, tidak perlu
mengatur insulin, cukup snack kecil sebelum olahraga pada gula darah < 80 mg/dl.
Pada olahraga lama, snack dimakan setiap ½-1 jam. Pada olahraga berat, dosis perlu
diturunkan untuk mencegah hipoglikemi serta minum banyak cairan untuk mencegah
dehidrasi (Ilyas, 2009).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Klien diabetes melitus harus diajarkan untuk selalu melakukan latihan setiap harinya.
Latihan yang dilakukan setiap hari secara teratur lebih dianjurkan daripada latihan
sporadik. Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes, karena efeknya
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskular.
Manfaat latihan yaitu menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, memperbaiki
sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan
kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua
manfaat ini penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan rasio
untuk terkena penyakit kardiovaskular pada diabetes (Smeltzer et al., 2010).
c. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan kadar glukosa darah sendiri atau Self-Monitoring Blood Glucose (SMBG)
memungkinkan untuk deteksi dan mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia, serta
berperan dalam memelihara normalisasi glukosa darah, pada akhirnya akan
mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan
bagi klien dengan penyakit diabetes yang tidak stabil, kecendungan untuk mengalami
ketosis berat atau hiperglikemia, serta hipoglikemia tanpa gejala ringan. Kaitannya
dengan pemberian insulin, dosis insulin yang diperlukan klien ditentukan oleh kadar
glukosa darah yang akurat. SMBG telah menjadi dasar dalam memberikan terapi
insulin (Smeltzer et al., 2010).
d. Terapi Farmakologi
Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah normal atau mendekati
normal. Pada diabetes melitus tipe 2 akan membutuhkan insulin apabila terapi jenis
lain tidak dapat mencapai target pengendalian kadar glukosa darah dan keadaan stress
berat seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau
stroke (Soegondo, 2009).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Beberapa jenis insulin yaitu jenis short-acting misalnya regular (“R”) dimana awitan
kerja human insulin reguler adalah ½ - 1 jam, puncaknya 2 – 3 jam, durasi kerjanya 4
– 6 jam. Indikasi biasanya diberikan 20 – 30 menit sebelum makan, dapat diberikan
sendiri atau bersama dengan insulin long-acting. Jenis intermediate-acting, misalnya
NPH, lente (“L”) awitannya 3 – 4 jam, puncaknya 4 – 12 jam, durasi 16 – 20 jam,
biasanya diberikan sesudah makan. Jenis long-acting misalnya ultralente (“UL”),
awitan 6 – 8 jam, puncaknya 12 – 16 jam, durasi 20 – 30 jam, digunakan terutama
untuk mengendalikan kadar glukosa darah puasa (Smeltzer et al., 2010).
Pada diabetes tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak
berhasil mengontrolnya. Pada klien diabetes melitus tipe 2 kadang membutuhkan
insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan
atau beberapa kejadian stress lainnya (Smeltzer et al., 2010).
Menurut Shiel Jr. (2012) Tipe insulin terdiri dari Aksi cepat (rapid acting), aksi
pendek (short acting), aksi menengah (intermediate acting), aksi lama (long-acting)
dan campuran (Pre-mixed). Pembagiannya dapat dilihat pada tabel 2.2.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 2.2. Macam-Macam Insulin dan Cara Kerja dalam Tubuh
Jenis Insulin
Waktu
Rapid-Acting
Onset
Peak
Duration
Short Acting
Onset
Peak
Duration
Intermediate-Acting
Onset
Peak
Duration
Long-Acting
Onset
Peak
Duration
Pre-Mixed*
Onset
Peak
Duration
Aturan Pengaturan Gula Darah
15-30 menit Digunakan bersamaan makan. Jenis ini
30-90 menit digunakan bersamaan dengan jenis insulin
1-5 jam longer- acting.
½-1 jam
Digunakan untuk mencukupi insulin setelah
2-5 jam
makan 30-60 menit.
2-8 jam
1-2 ½ jam Digunakan untuk mencukupi insulin selama
3-12 jam setengah hari atau sepanjang malam. Jenis ini
18-24 jam biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting
atau short-acting.
½-3 jam Digunakan untuk mencukupi insulin seharian.
6-20 jam Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis
20-36 jam rapid-acting atau short-acting.
10-30 menit Produk ini biasanya digunakan dua kali sehari
½ -12 jam sebelum makan. Premixed insulin adalah
kombinasi dengan proporsi yang spesifik
14-24 jam
insulin intermediate-acting dan insulin shortacting insulin di satu botol atau insulin pen.
Sumber : dimodifikasi dari Shiel Jr., W.C. (2012).
Obat oral antidiabetik mungkin berkhasiat bagi klien yang tidak dapat diatasi hanya
dengan diet dan latihan, tetapi obat ini tidak dapat digunakan pada kehamilan. Di
Amerika serikat, obat antidiabetik oral mencakup golongan sulfonilurea dan biguanid.
Golongan sulfonilurea (asetoheksamid, chlorpropamid) bekerja terutama dengan
merangsang langsung pankreas untuk mengsekresi insulin, dengan demikian pankreas
yang masih berfungsi merupakan syarat utama agar obat ini bekerja efektif. Golongan
sulfonilurea tidak dapat digunakan pada diabetes tipe 1, obat ini memperbaiki kerja
insulin pada tingkat selular dan dapat langsung menurunkan produksi glukosa oleh
hati. Sedangkan golongan biguanid seperti metformin (glocophage), menimbulkan
efek antidiabetik dengan memfasilitasi kerja insulin pada tempat reseptor perifer, oleh
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
karena itu obat ini hanya digunakan jika masih terdapat insulin (Smeltzer et al.,
2010).
e. Pendidikan
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan
yang khusus seumur hidup. Karena terapi nutrisi, aktifitas fisik, dan stress fisik serta
emosional dapat memperngaruhi pengendalian diabetes, maka klien harus belajar
untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Klien tidak hanya belajar
keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari fluktuasi kadar glukosa
darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya
hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Klien harus mengerti
mengenai nutrisi, manfaat dan efek samping terapi, latihan, perkembangan penyakit,
strategi pencegahan, teknik pengontrolan gula darah, dan penyesuaian terhadap terapi
(Smeltzer et al., 2010).
2.1.6 Komplikasi
Hiperglikemia yang terjadi berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi
mikrovaskuler kronis seperti nefropati, retinopati, dan neuropati. Diabetes melitus
juga mengakibatkan peningkatan komplikasi penyakit makrovaskuler seperti infark
miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer (Smeltzer et al., 2010).
Black dan Hawks (2009), membagi komplikasi diabetes melitus menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu komplikasi akut dan kronis.
a. Komplikasi akut terdiri atas hiperglikemia, ketoasidosis diabetikum, sindrom
hiperglikemik hiperosmolar nonketotik dan hipoglikemik. Hiperglikemia dan
ketoasidosis diabetikum kondisi ini disebabkan oleh tidak adanya insulin atau insulin
yang tersedia dalam darah tidak cukup untuk metabolisme karbohidrat, keadaan ini
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Ada tiga
gejala klinis yang terlihat pada ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik yakni kondisi dimana klien
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
mengalami hiperosmolaritas dan hiperglikemia disertai perubahan tingkat kesadaran.
Yang membedakan sindrom ini dengan ketoasidosis ialah tidak terdapatnya gejala
ketosis dan asidosis. Gambaran klinis kondisi ini biasanya terdiri atas hipotensi,
dehidrasi berat, takikardi dan tanda-tanda defisit neurologis yang bervariasi
(perubahan sensori, kejang dan hemiparesis). Sedangkan hipoglikemik terjadi kalau
kadar glukosa darah kurang dari 50-60 mg/dl, yang dapat diakibatkan oleh pemberian
insulin atau obat diabetes oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu
sedikit atau karena aktifitas fisik yang berat.
b. Komplikasi kronis terdiri atas komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.
Komplikasi makrovaskular adalah kondisi aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh
darah besar yang dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti Coronary Artery
Disease, penyakit serebrovaskuler, hipertensi, penyakit vaskuler perifer dan infeksi.
Sedangkan komplikasi mikrovaskular adalah komplikasi unik yang hanya terjadi pada
penderita diabetes melitus. Penyakit mikrovaskuler diabetik terjadi akibat penebalan
membran basalis pembuluh kapiler. Beberapa kondisi akibat dari gangguan pembuluh
darah kapiler antara lain retinopati, nefropati, ulkus kaki, neuropati sensorik dan
neuropati otonom yang akan menimbulkan berbagai perubahan pada kulit dan otot.
Kondisi ini selanjutnya menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki
yang akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan luka mudah terinfeksi. Faktor aliran darah yang kurang akan
menambah kesulitan pengelolaan kaki diabetik (Sudoyo, 2006).
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tau yang terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Dengan sendirinya
pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
besar pengetahuan diperoleh dari indra pengihatan/ mata dan indra pendengaran/
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo,
2011).
2.2.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) tingkat pengetahuan manusia dibagi menjadi 6
tingkatan yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar objek yang
diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang lebih
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Appication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis
menunjukan
kepada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.2.3 Faktor-Faktor Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi :
a. Pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan
yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang
tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti
mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh
di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu
aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap
seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang
diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.
b. Pengalaman.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh
dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam
bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional
serta pengalaman belajar selama bekerja, dapat mengembangkan kemampuan
mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara
ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerja.
c. Usia
Undang-Undang Depkes RI No. 4 Tahun 1965 dalam Nugroho (1992) menjelaskan
bahwa “seseorang dikatakan sebagai lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai
umur 55 tahun keatas, tidak mampu mencari nafkah sendiri dan memenuhi kebutuhan
hidup sendiri dan juga memberi nafkah”. Kemudian dalam UU RI No. 13 Tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia dijelaskan bahwa “lanjut usia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas”. Sedangkan WHO memberikan batasan lansia
dalam tiga kategori, yaitu : middle/ young elderly usia antara 45-49 tahun, elderly usia
antara 60-74 tahun, old usia antara 75-90 tahun, dan very old usia diatas 90 tahun.
Bertambahnya usia seseorang maka akan semakin banyak informasi yang dijumpai
dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Daya
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
pikir seseorang akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada
beberapa kemampuan yang lain misalnya kosa kata dan pengetahuan umum.
Faktor eksternal meliputi :
a. Media Massa / Informasi.
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia
bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat
tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi
sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti
yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu
hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut.
b. Sosial Budaya dan Ekonomi.
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah
yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
c. Lingkungan.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik,
biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
2.3 Praktik Perawatan Kaki
2.3.1 Pengertian
Praktik atau tindakan adalah wujud dari sikap yang nyata. Untuk mewujudkan sikap
menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi
yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap positif terhadap nilai-nilai
kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata (Notoatmodjo, 2010).
Pendidikan merupakan komponen penting dari perawatan kaki. Pemeriksaan kaki tiap
hari adalah langkah pertama untuk menemukan masalah cedera awal untuk
mendapatkan perawatan kaki yang tepat. Kaki harus dilihat setiap hari setelah mandi
atau mandi dan sebelum mengenakan sepatu dan kaos kaki. Gunakan cermin dan
letakkan di lantai untuk melihat kaki. Pemeriksaan kaki harus dilakukan dalam
pencahayaan yang baik. Meskipun sebagian besar orang dengan diabetes tahu bahwa
mereka harus memeriksa kaki mereka setiap hari, akan tetapi banyak yang tidak tahu
bagaimana melakukan ini dengan benar atau apa yang mereka evaluasi (Heitzman,
2010).
Permasalahan kaki merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian pada
orang dengan diabetes melitus. Masalah kaki juga merupakan masalah yang umum
pada klien dengan diabetes melitus dan hal ini menjadi cukup berat akibat adanya
ulkus serta infeksi, bahkan akhirnya dapat menyebabkan amputasi. Terjadinya ulkus
diantaranya adalah akibat ketidakpatuhan dalam melakukan tindakan pencegahan,
pemeriksaan kaki, serta kebersihan, kurang melaksanakan pengobatan medis,
aktivitas klien yang tidak sesuai, kelebihan berat badan, penggunaan alas kaki yang
tidak sesuai, kurangnya pendidikan klien, pengontrolan glukosa darah dan perawatan
kaki.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
2.3.2 Tingkatan Praktik atau Tindakan
Menurut Notoatmodjo (2011), tingkatan praktik atau tindakan terdiri dari
a. Persepsi (Perception)
Praktik tingkat pertama adalah persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek
atau sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respon Terpimpin (Guided Response)
Indikator praktik tingkat kedua adalah respon terpimpin yaitu seseorang dapat
melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
c. Mekanisme (Mechanism)
Seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu
sudah merupakan kebiasaan.
d. Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Tindakan atau keterampilan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perawatan Kaki
a. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan dan praktek yang diperolehnya semakin membaik. Beberapa
penelitian menjelaskan hubungan usia dengan praktek perawatan kaki. Penelitian
Desalu et al. (2011) mengatakan usia diatas 50 tahun pengetahuan dan praktik
perawatan kaki masih kurang meskipun hubungan ini tidak signifikan secara statistik.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
b. Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain melakukan pekerjaan
sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkikan karena
faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali
berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderug berperilaku
atau bertindak atas pertimbangan rasional. Penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) seks
menunjukkan ada hubungan statistik yang signifikan dengan pengetahuan dan praktek
tentang perawatan kaki. Perempuan lebih rendah pengetahuan tentang perawatan kaki
dibandingkan laki-laki.
c. Pendidikan
Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar
mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan
sangat
besar
pengaruhnya
terhadap
perilaku
seseorang.
Seseorang
yang
berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan
rendah. Seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti berpengetahuan rendah.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi
juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang
sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua
aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap dan tindakan seseorang terhadap
obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan
menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut. Penelitian Hasnain dan
Sheikh (2009) peran pendidikan menunjukkan hubungan statistik yang signifikan
dengan pengetahuan dan praktek tentang perawatan kaki. Menurut Desalu et al.
(2011) klien yang memiliki pendidikan rendah secara signifikan memiliki
pengetahuan yang rendah tentang perawatan kaki. Pengetahuan tentang perawatan
kaki yang tepat secara positif dipengaruhi oleh pendidikan klien sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya komplikasi pada kaki. Bijoy et al. (2012) dalam
penelitiannya juga mengatakan bahwa pendidikan secara statistik menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan pengetahuan klien tentang perawatan kaki.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
d. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan faktor penentu penting dari kesehatan. Jenis pekerjaan
seseorang dan kondisi kerja yang dilakukan akan mempengaruhi kesehatan seseorang
(Marmot, 2010). Penelitian Soemardini et al. (2008) tentang penyuluhan perawatan
kaki terhadap tingkat pemahaman penderita diabetes melitus mengatakan bahwa
faktor pekerjaan tidak ada hubungan yang signifikan dengan pemahaman penderita
diabetes melitus. Klien diabetes melitus yang bekerja menggunakan sepatu sangat
beresiko terjadi ulkus kaki apabila tidak memperhatikan bentuk dan jenis sepatu yang
digunakan. Menghindari penggunaan sepatu pada bagian jari kakinya yang sempit,
sepatu hak tinggi, sol keras, dan tali antara jari kaki. Sepatu harus nyaman, sepatu
harus sesuai dengan bentuk kaki dan terbuat dari bahan yang lembut.
e. Lama Menderita Diabetes Melitus
Klien yang mengalami diabetes melitus lebih lama, memiliki perawatan kesehatan
diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan klien yang memiliki lama diabetes melitus
lebih pendek (Bai, Chiou & Chang, 2009). Klien yang mengalami diabetes melitus
yang lama dapat mempelajari perilaku berdasarkan pengalaman yang diperolehnya
selama menjalani penyakit tersebut sehingga klien dapat memahami tentang hal-hal
terbaik yang harus dilakukannya tentang perawatan kaki dalam kehidupannnya
sehari-hari dan melakukan kegiatan tersebut secara konsisten dan penuh rasa
tanggung jawab.
f. Penghasilan
Menurut Desalu et al. (2011) status sosial ekonomi rendah secara signifikan memiliki
pengetahuan yang rendah tentang perawatan kaki. Penelitian Bijoy et al. (2012) peran
penghasilan menunjukkan hubungan statistik yang signifikan dengan pengetahuan
tentang perawatan kaki.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
g. Penyuluhan Perawatan Kaki
Penyuluhan diperlukan bagi klien diabetes melitus tipe 2 karena penyakit diabetes
melitus tipe 2 berhubungan dengan perilaku seseorang untuk berubah. Penyuluhan
yang diberikan kepada klien adalah program edukasi diabetes melitus tentang
perawatan kaki yang merupakan pendidikan dan pelatihan tentang pengetahuan dan
praktik bagi klien diabetes. Penyuluhan bertujuan untuk menunjang perubahan
perilaku, meningkatkan pemahaman klien akan perawatan kaki yang diperlukan
untuk mencapai keadaan sehat yang optimal dan penyesuaian keadaan psikologis.
Edukasi diabetes yang dilakukan secara adekuat akan meningkatkan kemampuan
klien diabetes melitus tipe 2 untuk melakukan perawatan kesehatan diri secara
konsisten sehingga akan tercapai pengontrolan kadar glukosa darah secara optimal
dan komplikasi diabetes melitus dapat diminimalkan (Basuki, 2009). Penelitian Ekore
et al. (2010) menunjukkan bahwa kesadaran untuk melakukan perawatan kaki pada
klien diabetes melitus sangat kurang dan kurangnya pendidikan atau penyuluhan dari
penyedia layanan kesehatan.
2.3.4 Penatalaksanaan Perawatan Kaki
Menurut Waspadji (2009) penatalaksanaan perawatan kaki dapat dibagi menjadi tiga
yaitu :
a. Pencegahan Primer (pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus)
Pencegahan primer dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan mengenai
terjadinya kaki diabetik. Penyuluhan harus dilakukan pada setiap kesempatan
pertemuan dengan klien. Penyuluhan dilakukan oleh semua pihak yang terkait dengan
pengelolaan diabetes melitus, meliputi perawat, ahli gizi, ahli perawatan kaki dan
dokter. Periksalah kaki klien selanjutnya berikan penyuluhan bagaimana cara
pencegahan dan perawatan kaki, sepatu atau alas kaki bagi klien diabetes, latihan kaki
untuk memperbaiki vaskularisasi.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
b. Pencegahan Sekunder (pencegahan dan pengelolaan ulkus atau ganggren diabetik
yang sudah terjadi).
Pencegahan sekunder, upaya-upaya yang termasuk dalam pencegahan sekunder yaitu:
Mechanical control (pressure control), wound control, microbiological control
(infection control) vascular control, metabolic control, dan educational control.
Pencegahan ini dilakukan khususnya pada klien diabetes melitus dengan masalah
kaki komplikasi yaitu kombinasi insensitivitas, iskemia dan atau deformitas, serta
riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
c. Pencegahan Tersier (pencegahan agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun
sudah terjadi penyulit).
Pencegahan tersier, upaya yang dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya
kecacatan kalau penyulit sudah terjadi seperti amputasi tungkai bawah. Pengelolaan
konservatif dengan medikamentosa, debridemen, mengatasi infeksi.
Pedoman dasar untuk perawatan kaki dan pemilihan alas kaki yang dikembangkan
oleh National Institutes of Health dan American Diabetes Association untuk
mencegah terjadi cedera (Heitzman, 2010), yaitu :
a. Kaki Bersih, Kering, dan Lembut.
Mencuci kaki dan antara jari-jari kaki dengan air hangat (tidak panas) dan sabun dan
dikeringkan dengan kain lembut. Lotion dapat digunakan pada atas atau bawah kaki
dan bukan antara jari-jari kaki. Bedak antara jari-jari kaki untuk menjaga kulit tetap
kering.
b. Perawatan Kulit.
Klien diabetes melitus harus menggunakan alas kaki, baik di dalam ruangan atau di
luar ruangan. Mengenakan pakaian hangat, pada musim dingin menggunakan kaos
kaki katun untuk melindungi kulit dari cuaca dingin dan basah. Kaos kaki tidak
memiliki lubang atau bersambung, memiliki jahitan tebal, atau memiliki band elastis
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
yang menyebabkan cedera pada kulit. Kaos kaki harus diganti setiap hari untuk
mencegah kelembaban dari keringat yang bisa menyebabkan iritasi kulit.
c. Perawatan Kuku.
Kuku harus dipotong lurus untuk menghindari lesi pada kuku. Klien yang mengalami
kesulitan melihat kaki mereka, mencapai jari-jari kaki mereka, atau memiliki kuku
kaki menebal harus dibantu oleh orang lain atau perawat kesehatan untuk memotong
kuku kaki. Menghilangkan kalus untuk mengurangi tekanan di bawah tulang dan
dapat membantu membebaskan beban tekanan setempat untuk mengurangi
kemungkinan pembentukan ulkus.
d. Sepatu.
Waktu yang tepat klien membeli sepatu yakni sore hari ketika kaki membesar. Kaki
harus diukur setiap membeli sepatu baru karena struktur berubah. Kedua bagian
sepatu kiri dan kanan, harus dicoba sebelum membeli. Hindari penggunaan sepatu
yang pada bagian jari kakinya yang sempit, sepatu hak tinggi, sol keras, dan tali
antara jari kaki. Sepatu harus nyaman, sepatu harus sesuai dengan bentuk kaki dan
terbuat dari bahan yang lembut dengan tempat tumit kaku, bantalan dan fleksibilitas
pada bola kaki, kotak jari kaki yang mendalam dan luas, dan dukungan lengkungan
yang baik. Sepatu harus diperiksa setiap hari untuk melihat adanya benda asing, dan
daerah kasar. Mengubah sepatu beberapa kali sehari untuk memvariasikan tekanan
pada kaki. Tekanan sepatu yang terlalu ketat atau terlalu longgar dapat menyebabkan
iritasi mekanis. Sepatu harus disimpan pada udara kering pada malam hari untuk
mencegah penumpukan air, yang dapat menyebabkan iritasi kulit lebih lanjut.
Secara umum status kesehatan sangat dipengaruhi oleh perilaku, menurut Blum
dalam
Notoatmodjo
(2010)
dari
hasil
penelitiannya
di
Amerika
Serikat
menyimpulkan bahwa perilaku kesehatan mempunyai andil dalam menentukan status
kesehatan setelah faktor lingkungan. Perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3
kelompok, yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), perilaku
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
mencari dan menggunakan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau pengobatan
(health seeking behavior) dan perilaku kesehatan lingkungan. Perilaku pemeliharaan
kesehatan merupakan
perilaku usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit, diantaranya
adalah perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan kesehatan, perilaku
peningkatan kesehatan serta perilaku makanan dan minuman (Notoatmodjo, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan/ perilaku manusia merupakan
hasil dari resultansi dari berbagai faktor, baik eksternal maupun internal. Teori
Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) kesehatan seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh faktor perilaku (behavior causes) dan diluar perilaku
(non behavior causes). Faktor perilaku yang mempengaruhi kesehatan yaitu faktorfaktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,
nilai-nilai; faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas kesehatan atau sarana kesehatan seperti
puskesmas atau rumah sakit, obat-obatan; faktor-faktor pendorong (reinforcing
factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain
yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Oleh karena itu
perilaku kesehatan seseorang ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi dan lain-lain dari individu atau masyarakat yang bersangkutan. Selain itu,
ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga
mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Perspektif perawatan diabetes saat ini menyetujui peran sentral klien dalam merawat
kesehatan dirinya atau mengatur dirinya. Perawatan kesehatan diri menunjukan
bahwa klien secara aktif memonitor dan berespon terhadap perubahan lingkungan dan
kondisi biologis dengan beradaptasi terhadap berbagai aspek perawatan yang
dipesankan
untuk
memelihara
keadekuatan
metabolisme
dan
mengurangi
kemungkinan terjadinya komplikasi. Perilaku perawatan kesehatan diri pada klien
diabetes melitus meliputi pemantauan glukosa darah atau urin di rumah, penyesuaian
asupan makanan khususnya karbohidrat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari,
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
pemberian terapi (insulin atau obat hipoglikemik oral), keteraturan aktivitas fisik,
perawatan kaki, keteraturan kunjungan berobat, serta
perilaku-perilaku lain
tergantung pada jenis diabetes (WHO, 2003).
Adapun menurut Smeltzer et al. (2010), tip atau cara melakukan perawatan kaki
adalah :
a. Memelihara kadar glukosa darah dalam batas normal bersama tim kesehatan yang
memberikan perawatan diabetes.
b. Lakukan pemeriksaan kaki setiap hari dengan mengamati adanya luka, lecet,
bintik kemerahan dan pembengkakan, gunakan kaca untuk memeriksa bagian
dasar kaki, dan periksa adanya perubahan suhu.
c. Mencuci kaki setiap hari, mencuci kaki dengan air hangat, keringkan dengan
lembut terutama diantara jari kaki, kaki jangan digosok-gosok, dan tidak
memeriksa suhu air dengan kaki, gunakan termometer atau siku.
d. Menjaga kulit agar tetap halus dan lembut dengan memberikan pelembab diatas
dan dibawah kaki, tetapi tidak diantara jari kaki.
e. Menggunakan batu apung untuk melembutkan kapalan (callus)
f.
Memotong kuku kaki setiap minggu atau ketika diperlukan: memotong kuku jari
kaki lurus dan bagian tepi kuku dihaluskan.
g. Menggunakan sepatu dan kaos kaki setiap waktu, tidak berjalan tanpa alas kaki,
memakai sepatu yang nyaman, cocok serta yang dapat melindungi kaki, selalu
memeriksa bagian dalam sepatu sebelum dipakai pastikan permukaannya lembut
dan tidak terdapat objek atau benda kecil.
h.
Lindungi kaki dari panas atau dingin, memakai sepatu pada area yang panas,
memakai kaos kaki pada waktu malam jika kaki dingin.
i.
Mempertahankan kelancaran aliran darah kekaki, meninggikan kaki ketika
duduk, gerakan jari dan sendi kaki keatas dan kebawah selama 5 menit, selama 2
atau 3 kali sehari. Jangan menyilangkan kaki dalam jangka waktu lama, dan tidak
merokok.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
g. Memeriksa kaki bersama dengan petugas kesehatan untuk menemukan
kemungkinan adanya masalah yang serius, segera beri tahu pemberi pelayanan
kesehatan jika luka, lecet, atau bengkak tidak mulai sembuh setelah satu hari.
Ikuti saran pemberi pelayanan kesehatan mengenai perawatan kaki, tidak
melakukan pengobatan sendiri untuk mengobati masalah kaki.
Menurut Monalisa & Gultom (2009) pemeriksaan kaki sehari-hari dengan memeriksa
bagian atas kaki atau punggung kaki, telapak kaki, sisi-sisi kaki dan sela-sela jari.
Untuk melihat telapak kaki, tekuk kaki menghadap muka (bila sulit, gunakan cermin
untuk melihat bagian bawah kaki atau minta bantuan orang lain) untuk memeriksa
kaki. Periksa apakah ada kulit retak atau melepuh, periksa apakah ada luka dan tandatanda infeksi (bengkak, kemerahan, hangat, nyeri, darah atau cairan lain yang keluar
dari luka, dan bau).
Perawatan kaki sehari-hari meliputi :
a. Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun mandi.
Bila perlu gosok kaki dengan sikat lembut atau batu apung. Keringkan kaki
dengan handuk lembut dan bersih termasuk daerah sela-sela jari kaki, terutama
sela jari kaki ketiga-keempat dan keempat-kelima.
b. Berikan pelembab lotion (baby lotion) pada daerah kaki yang kering agar kulit
tidak menjadi retak. Tetapi jangan berikan pelembab pada sela-sela jari karena
sela-sela jari akan menjadi lembab dan dapat menimbulkan tubuhnya jamur.
c. Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek
atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar kuku tidak tajam. Bila
penglihatan kurang baik, mintalah pertolongan orang lain untuk memotong kuku
atau mengikir kuku setiap dua hari sekali. Hindarkan terjadinya luka pada
jaringan sekitar kuku. Bila kuku keras sulit untuk dipotong, rendam kaki dengan
air hangat (37ºC) selama sekitar 5 menit, bersihkan dengan sikat kuku, sabun dan
air bersih. Bersihkan kuku setiap hari pada waktu mandi dan berikan krim
pelembab kuku.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
d. Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak terjadi luka,
juga di dalam rumah. Jangan gunakan sandal jepit karena dapat menyebabkan
lecet disela jari pertama dan kedua.
e. Gunakan sepatu atau sandal yang baik sesuai dengan ukuran dan enak untuk
dipakai, dengan ruang dalam sepatu yang cukup untuk jari-jari. Pakailah kaos/
stocking yang pas dan bersih terbuat dari bahan yang mengandung katun. Syarat
sepatu yang baik untuk kaki diabetik adalah :
•
Ukuran : sepatu lebih dalam.
•
Panjang sepatu ½ inchi lebih panjang dari jari-jari kaki terpanjang saat berdiri
(sesuai cetakan kaki).
•
Bentuk : ujung sepatu lebar (sesuai lebar jari-jari kaki).
•
Tinggi tumit sepatu kurang dari 2 inchi.
•
Bagian dalam bawah sepatu (insole) tidak kasar dan licin, terbuat dari bahan
busa karet, plastik dengan tebal 10-12 mm.
•
Ruang dalam sepatu longgar, lebar sesuai bentuk kaki.
f. Periksa sepatu sebelum dipakai, apakah ada kerikil, benda-benda tajam seperti
jarum dan duri. Lepas sepatu setiap 4-6 jam serta gerakkan pergelangan dan jarijari kaki agar sirkulasi darah tetap baik terutama pada pemakaian sepatu baru.
g. Bila menggunakan sepatu baru, lepaskan sepatu setiap 2 jam kemudian periksa
keadaan kaki.
h. Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup dengan pembalut bersih. Periksa apakah
ada tanda-tanda radang.
i. Segera ke dokter bila kaki mengalami luka.
j. Periksakan kaki ke dokter secara rutin.
2.4 Pentingnya Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes
Melitus dalam Konteks Keperawatan
Pentingnya pengetahuan pada klien diabetes melitus dalam melakukan perawatan
kaki adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Peningkatan
pengetahuan klien diabetes melitus mengenai perawatan kaki dapat meningkatkan
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
kualitas hidup klien sehingga dapat menikmati hidup seperti normal pada umumnya
yang tidak menderita diabetes melitus, serta klien tidak perlu mengeluarkan uang
secara berlebihan untuk pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Perawatan
kaki merupakan upaya perawatan mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
Perawat berperan dalam memfasilitasi kemandirian pasien sesuai dengan teori Orem
tentang perawatan diri dipandang sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk
merawat dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan
dan mencapai kesejahteraan (Tomey, Marriner, Alligoods, & Raile (2006). Klien
dengan diabetes melitus dapat mencapai sejahtera/ kesehatan yang optimal dengan
mengetahui perawatan kaki yang tepat sesuai dengan kondisi dirinya sendiri dan
dapat melaksanakannya. Oleh karena itu, perawat menurut teori tentang perawatan
diri sangat berperan sebagai pendukung/pendidik bagi klien yang menderita diabetes
melitus terkontrol untuk tetap mempertahankan kemampuan optimalnya dalam
mencapai sejahtera.
Ketidakseimbangan baik secara fisik maupun mental yang dialami oleh klien dengan
diabetes melitus menurut Orem disebut dengan kurang perawatan diri. Menurut Orem
peran perawat dalam hal ini yaitu mengkaji klien sejauh mana klien mampu untuk
merawat dirinya sendiri dalam hal ini adalah bagaimana klien melakukan perawatan
kaki untuk mencegah timbulnya kaki diabetik. Tindakan yang harus dilakukan dalam
perawatan kaki untuk mengetahui adanya kelainan kaki secara dini yaitu dengan
memotong kuku yang benar, pemakaian alas kaki yang baik, menjaga kebersihan kaki
dan senam kaki. Hal yang tidak boleh dilakukan mengatasi sendiri bila ada masalah
pada kaki atau menggunakan alat-alat/ benda. Oleh karena itu klien penting
mengetahui perawatan kaki diabetik dengan baik sehingga kejadian ulkus ganggren
dan amputasi dapat dihindarkan (Monalisa & Gultom, 2009).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
2.5. Kerangka Teori
Skema 2.1 Kerangka Teori
Diabetes Melitus tipe 2
Perawatan
Kesehatan Diri :
• Pemantauan
glukosa darah
• Penyesuaian diet
• Keteraturan
latihan
• Keteraturan
kunjungan berobat
• Perawatan kaki
Kelainan
Mikrovaskular
Pengetahuan
Perawatan
Kaki
Praktik
Perawatan Kaki
Neuropati Perifer:
 Sensorik,
 Motorik,
 Autonom.
Penurunan Daya
Tahan Tubuh
Penyembuhan
Luka Kurang
Perawatan Kaki
Kurang
Ulkus
Faktor Confounding
• Usia
• Jenis kelamin
• Pendidikan
• Lama diabetes
melitus
• Penghasilan
• Pekerjaan
• Penyuluhan
perawatan kaki
Perawatan Kaki
Baik
Infeksi
Amputasi
• Kadar
glukosa darah
terkontrol
• Komplikasi
minimal
Sumber : Lewis et al. (2011), Black & Hawks (2009), Smeltzer et al. (2010),
Notoatmodjo (2010), WHO (2003)
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS
DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini akan menjelaskan kerangka konsep penelitian, hipotesis dan definisi
operasional. Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Hipotesis
merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Sedangkan definisi
operasional adalah pembatasan ruang lingkup atau pengertian variabel - variabel yang
diteliti dan untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap
varibel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan alat ukur (Notoatmodjo,
2002).
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini akan menjelaskan hubungan antar variabel
yang akan diteliti yaitu hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan pasien. Sedangkan
variabel dependen adalah praktik perawatan kaki. Adapun variabel confounding
adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama menderita diabetes melitus,
pekerjaan dan penyuluhan perawatan kaki. Adapun skema kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Pengetahuan
tentang perawatan kaki
Variabel Dependen
Praktik perawatan kaki
Variabel Confounding
 Usia
 Jenis Kelamin
 Pendidikan
 Penghasilan
 Lama diabetes melitus
 Pekerjaan
 Penyuluhan perawatan
kaki
3.2 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep penelitian maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
3.2.1 Ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada
responden diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan
3.2.2 Ada hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama
menderita diabetes melitus, pekerjaan dan penyuluhan perawatan kaki dengan
praktik perawatan kaki responden diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan
Selatan.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel independen dan variabel dependen serta variabel
confounding dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Semua yang diketahui responden
tentang perawatan kaki seharihari tentang
• Frekuensi pemeriksaan kaki
• Apa saja yang diperiksa pada
kaki
• Perawatan kuku kaki
• Tindakan yang dilakukan jika
kaki terasa sakit
• Jenis kaos kaki dan sepatu
• Kondisi-kondisi harus
dilakukan konsultasi dengan
dokter/ahli perawatan kaki.
Kuesioner
Dikelompokkan
menjadi 2 yaitu:
1. Pengetahuan
kurang < mean
(skor 41,61)
2. Pengetahuan
baik ≥ mean
(skor 41,61)
Ordinal
Tindakan sehari-hari yang
dilakukan responden untuk
memelihara kesehatan kaki
supaya tidak timbul masalah atau
luka pada kaki.Tindakan dalam
hal:
• Setiap hari minum obat
• Setiap hari mencuci kaki
• Mengeringkan dengan lembut
setelah kaki dicuci
• Memotong kuku kaki dengan
lurus
• Memeriksa kaki
• Menggunakan alas kaki dan
kaos kaki yang nyaman
• Memeriksa dan
membersihkan bagian dalam
sepatu sebelum digunakan
Kuesioner
Dikelompokkan
menjadi 2 yaitu:
1. Praktik kurang
< mean
(skor 9,58)
2. Praktik baik ≥
mean
(skor 9,58)
Ordinal
Variabel
Independen:
Pengetahuan
perawatan kaki
Variabel
Dependen:
Praktik
perawatan kaki
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
1. Usia
Usia responden dihitung
berdasarkan ulang tahun terakhir
Kuesioner.
1. < 55 tahun
2. ≥ 55 tahun
Ordinal
2. Jenis
kelamin
Pensifatan / pembagian dua jenis
kelamin manusia yang
ditentukan secara biologis.
Kuesioner
1. Laki-laki
2. Wanita
Nominal
3. Pendidikan
Pendidikan formal terakhir yang
ditempuh responden
Kuesioner
1. Rendah (SD,
SMP&SMA)
2. Tinggi (PT)
Ordinal
4. Penghasilan
Jumlah pendapatan yang
dihasilkan responden selama
sebulan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya
Kuesioner
1. Rendah, jika
pendapatan
responden <
Rp
1.225.000,-
Ordinal
Variabel
confounding:
2. Tinggi, jika
pendapatan
responden
perbulan ≥ Rp
1.225.000,UMR Kal-Sel
(Rp 1.225.000,-)
5. Lama
menderita
diabetes
melitus
Jumlah waktu dalam tahun sejak
responden mengetahui menderita
diabetes melitus sampai saaat ini.
6. Pekerjaan
7. Penyuluhan
perawatan kaki
Kuesioner
1. < 5 tahun
2. ≥ 5 tahun
Ordinal
Jenis pekerjaan responden sehari- Kuesioner
hari dalam memenuhi kebutuhan
hidup dan perekonomian
keluarga.
1. Tidak bekerja
2. Bekerja
Nominal
Penjelasan yang pernah didapat
responden tentang perawatan
kaki oleh pemberi pelayanan
kesehatan seperti perawat, dokter
dll.
1. Tidak pernah
2. Pernah
Nominal
Kuesioner
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah descriptive correlational
bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen
(Lapau, 2012). Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
cross sectional study dengan meneliti pengetahuan dan praktik perawatan kaki. Cross
sectional study digunakan karena variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus
yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan dalam
waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2002).
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
diteliti dan diambil kesimpulan (Sugiyono, 2012). Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh klien diabetes melitus yang ada di tiga rumah sakit yakni Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin, RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha
Martapura di Kalimantan Selatan dengan total 168 klien diabetes melitus.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2012). Sampel pada penelitian ini adalah klien diabetes melitus
yang berobat jalan di Rumah Sakit yang ada di Kalimantan Selatan. Menghitung
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
jumlah sampel dari populasi yang telah diketahui jumlahnya dengan rumus dari Isaac
dan Michael dalam Sugiyono (2012)
n =
Zα 2 x P x Q xN
--------------------------------d 2 (N-1) + Zα 2 x P x Q
Keterangan:
n
: besar sampel
Zα
: deviat baku alpha
(ditetapkan α= 0,05 atau Zα= 1,96)
P
: Proporsi pada penelitian sebelumnya
Q
:1-P
d
: limit dari error atau presisi absolut (d=0,05)
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Jinadasa dan Jeewantha (2011), telah
ditemukan proporsi populasi yang mendapatkan tingkat pengetahuan dan praktik
perawatan kaki dalam kategori baik sebesar 75,5% sehingga peneliti berasumsi
proporsi penelitian adalah 0,755. Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus diatas
maka didapat jumlah sampel sebanyak 106 orang.
Adapun kriteria inklusi responden yang dijadikan sampel adalah;
a. Klien diabetes melitus tipe 2 tanpa komplikasi ulkus diabetik
b. Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent.
c. Mampu membaca dan menulis.
d. Berkomunikasi dengan baik sehingga dapat diberikan penjelasan mengenai
pelaksanaan penelitian.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
Klien yang mengalami penurunan status kesehatan seperti pusing, gemetar.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan teknik probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Adapun jenis teknik ini adalah dengan cluster sampling. Cluster
sampling digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau
sumber data sangat luas (Sugiyono, 2012). Berdasarkan jumlah sampel yang
didapatkan sebanyak 106 sampel maka didistribusikan pada tiga rumah sakit yaitu
RSUD Ulin Banjarmasin, RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha Martapura.
Ukuran sampel pada setiap rumah sakit dihitung berdasarkan proporsi jumlah klien
diabetes melitus pada tahun 2011 pada rumah sakit tersebut sebagaimana tabel 4.1
Tabel 4.1 Proporsi Sampel Klien Diabetes Melitus di Kalimantan Selatan Tahun 2011
No.
1.
2.
3.
Rumah Sakit
RSUD Ulin Banjarmasin
RSUD Banjarbaru
RSUD Ratu Zalecha
Jumlah
Jumlah klien DM
rata-rata/ bulan
108
42
18
168
Persentasi
64%
25%
11%
Sampel
(n)
68
26
12
106
Jumlah sampel yang diperoleh pada penelitian ini adalah 106 orang yakni 74 orang di
RSUD Ulin Banjarmasin, 20 orang di RSUD Banjarbaru, 12 orang di RSUD Ratu
Zalecha Martapura.
4.3 Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Kalimantan Selatan. Rumah sakit yang ada di
Kalimantan Selatan masing-masing tersebar pada 13 daerah yang meliputi provinsi,
kota dan kabupaten. Peneliti mengambil satu rumah sakit yang ada di provinsi, kota
dan kabupaten. Rumah sakit provinsi di Kalimantan Selatan ada dua rumah sakit
yaitu RSUD Ulin Banjarmasin dan RSUD H. M. Anshari Saleh Banjarmasin. Peneliti
mengambil RSUD Ulin Banjarmasin sebagai tempat penelitian karena rumah sakit
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
tersebut adalah rumah sakit tipe A dan rumah sakit pendidikan sedangkan di RSUD
H. M. Anshari Saleh Banjarmasin tipe B dan non pendidikan. Rumah sakit kota dan
kabupaten di Kalimantan Selatan masing-masing ada satu rumah sakit. Peneliti
mengambil RSUD Banjarbaru yang ada dikota sedangkan rumah sakit kabupaten
peneliti mengambil RSUD Ratu Zalecha Martapura.
4.4 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dengan penyusunan proposal bulan September 2012,
pengambilan data penelitian bulan Desember 2012 dan laporan hasil penelitian pada
awal Januari 2013 (Lampiran 6).
4.5 Etika Penelitian
Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian memegang teguh sikap
ilmiah serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun yang dilakukan
dalam penelitian tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan
responden penelitian, namun peneliti mempertimbangkan aspek sosioetika dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.
Beberapa prinsip-prinsip dalam etika penelitian yang diterapkan pada proses
pengambilan data adalah sebagai berikut:
1. Menghormati harkat dan martabat responden (respect for human dignity)
Dalam penelitian ini peneliti memberikan informasi secara terbuka pada setiap
responden mengenai maksud dan tujuan penelitian sebelum dilaksanakan
pengambilan data. Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti, responden
memiliki kebebasan untuk ikut atau tidak dalam penelitian ini. Responden
menyetujui mengikuti penelitian ini, selanjutnya responden menandatangani
lembaran persetujuan yang telah disediakan oleh peneliti (informed consent).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and
confidentiality).
Dalam penelitian ini, peneliti tidak menampilkan informasi mengenai identitas
baik nama maupun alamat asal responden dalam kuesioner untuk menjaga
anonimitas dan kerahasiaan informasi yang didapat dengan cara tidak
menyebarluaskan segala informasi yang telah diperoleh yang berhubungan dengan
responden. Peneliti menggunakan koding (inisial) sebagai pengganti identitas
responden.
3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness).
Peneliti melakukan secara adil saat memilih responden penelitian yaitu melakukan
perlakuan yang sama kepada responden yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi
yang sudah ditetapkan. Di RSUD Ulin Banjarmasin poliklinik penyakit dalam
untuk diabetes melitus diadakan setiap hari Selasa dan Kamis sehingga
memudahkan peneliti untuk menyebarkan kuesioner kepada semua klien.
Sedangkan RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha Martapura dipoliklinik
penyakit dalam peneliti meminta klien untuk mengisi kuesioner pada ruang tunggu
klien yang terpisah dengan klien penyakit selain diabetes melitus.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and
benefits).
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian untuk
mendapatkan hasil tentang pengetahuan dan praktek perawatan kaki pada klien
diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini tidak
memberikan manfaat secara langsung kepada responden akan tetapi hasil
penelitian ini menjadi bahan kajian/ rekomendasi bagi dinas kesehatan dan rumah
sakit yang ada di Kalimantan Selatan dalam memberikan intervensi kesehatan
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan kondisi setempat untuk pelayanan kepada
klien diabetes melitus tipe 2 yang ada di Kalimantan Selatan.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
4.5 Alat Pengumpul Data
Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner berupa daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik, ada dalam bentuk
isian dan ada dalam bentuk check list sehingga responden tinggal mengisi dan
memberi check list pada pilihan jawaban yang sesuai. Data yang dikumpulkan yaitu:
a. Kuesioner tentang karakteristik responden (lampiran 3).
Kuesioner ini untuk mengetahui karakteristik responden yang dibuat sendiri oleh
peneliti yang meliputi usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan penyuluhan tentang perawatan kaki
b. Kuesioner tentang pengetahuan (lampiran 4)
Kuesioner ini digunakan untuk mengukur pengetahuan tentang perawatan kaki pada
klien diabetes melitus tipe 2. Kuesioner yang digunakan adalah Diabetes Foot Care
Knowledge Scale (DFKS) yang dikembangkan oleh Shiu & Wong (2011). Kuesioner
ini dilakukan modifikasi oleh peneliti pada nomor 6 yaitu tentang penggunaan obat
luka ringan pada kaki pada point dua Yunnan bai yao (obat cina untuk
menyembuhkan luka) menjadi penggunaan obat tradisional karena obat tersebut tidak
ada di Kalimantan Selatan. Kuesioner ini diterjemahkan melalui cara Back
Translation. Jumlah seluruh pertanyaan terdiri dari 65 item pertanyaan dengan dua
pilihan jawaban benar dan salah. Setiap jawaban yang benar diberi nilai 1 dan
jawaban salah diberi nilai 0. Sehingga skor total adalah 65, selanjutnya dkategorikan
menjadi 2 kategori yaitu pengetahuan kurang jika skor yang benar kurang dari mean
41,61 dan pengetahuan baik jika skor sama dan lebih besar dari mean 41,61.
c. Kuesioner tentang praktik perawatan kaki (lampiran 5)
Kuesioner ini digunakan untuk mengidentifikasi praktik atau tindakan tentang
perawatan kaki dan pencegahan terjadinya luka pada kaki. Instrumen yang digunakan
adalah modifikasi kuesioner yang berasal dari questions determining the knowledge
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
and practices about foot care yang dikembangkan oleh Hasnain dan Sheikh (2009).
Kuesioner ini dilakukan modifikasi oleh peneliti pada nomor 8 dan 10 yakni
pertanyaan yang sifatnya positif dimodifikasi menjadi pertanyaan negatif. Kuesioner
ini diterjemahkan melalui cara Back Translation. Jumlah pertanyaan terdiri dari 15
item pertanyaan dengan skor untuk setiap pertanyaan yaitu: pertanyaan nomor 1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14 dan 15 jika jawaban ”Ya” (dilakukan) diberi skor 1,
jawaban ”Tidak” (tidak dilakukan) skor 0. Pertanyaan nomor 8 dan 10 jika jawaban
”Ya” (dilakukan) skor 0, jawaban”Tidak” (tidak dilakukan) skor 1. Sehingga skor
total adalah 15, selanjutnya dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu “praktik kurang”
jika skor yang benar kurang dari mean 9,58 dan “praktik baik” jika skor sama dan
lebih besar dari mean 9,58.
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
Instrumen atau alat pengumpul data yang akan digunakan sebelumnya dilakukan
ujicoba dan diuji validitas dan reliabilitasnya. Pelaksanaan uji validitas dan
reliabilitas dilakukan pada populasi yang tidak menjadi sampel dalam penelitian ini,
akan tetapi memiliki karakteristik yang tidak berbeda dalam penelitian ini.
a. Validitas
Validitas adalah indeks yang menunjukkan nilai ketepatan dari alat ukur sehingga
menggambarkan suatu instrumen telah benar-benar mengukur apa yang diukur
(Notoatmodjo, 2010). Uji validitas instrument dilakukan di RSUD Ulin
Banjarmasin pada 30 responden yang bukan menjadi sampel dalam penelitian ini,
sehingga diperoleh df= 28 (n-2). Pada tingkat kemaknaan 5% didapatkan angka r
tabel = 0,361. Hasil uji validitas kuesioner pengetahuan adalah 5 soal dinyatakan
tidak valid yaitu soal nomor 3, 4, 6, 10 dan 11. Sedangkan untuk kuesioner praktik
adalah 3 soal dinyatakan tidak valid yaitu soal nomor 9, 10 dan 11. Karena
substansi soal tersebut dianggap penting, maka soal-soal tersebut tetap dimasukkan
dengan memperbaiki strukturnya.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah konsistensi dari alat ukur yang digunakan, apabila digunakan
untuk yang kedua kalinya atau lebih terhadap gejala yang sama maka akan
mendapatkan hasil yang sama (Notoatmodjo, 2010). Hasil uji reliabilitas kuesioner
pengetahuan diperoleh r alpha cronbach’s 0,963 (r alpha>0,361). Sedangkan
kuesioner praktik diperoleh r alpha cronbach’s 0,842 (r alpha>0,361).
4.7 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur penelitian terdiri dari persiapan, pelaksanaan penelitian dan penyusunan
laporan. Prosedur penelitian dijabarkan sebagai berikut:
4.7.1 Persiapan penelitian
Persiapan penelitian meliputi penyelesaian administrasi yang terkait dengan
penelitian yaitu:
a. Mengajukan permohonan surat ijin penelitian dari Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, surat permohonan lolos kaji etik dari Komite Etik
Penelitian Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, surat
permohonan ijin melakukan penelitian ke Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan dan surat permohonan ijin penelitian kepada Direktur RSUD Ulin
Banjarmasin, RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha Martapura melalui
bagian pendidikan latihan, yang dijadikan sampel dalam penelitian.
b. Meminta ijin kepada kepala ruang poliklinik dan mensosialisasikan maksud dan
tujuan penelitian yang akan dilakukan.
c. Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penelitian seperti
lembar penjelasan penelitian, lembar persetujuan penelitian, kuesioner, dan
pulpen.
d. Memilih kolektor data untuk membantu peneliti menyebarkan kuesioner serta
mengumpulkan kuesioner. Peneliti menggunakan 4 orang kolektor data dengan
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
latar belakang pendidikan sarjana keperawatan. Sebelum penelitian, peneliti
melakukan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan,
menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner dan pengumpulan kuesioner serta
menjaga kerahasiaan informasi yang didapat dengan cara tidak menyebarluaskan
segala informasi yang telah diperoleh yang berhubungan dengan responden.
4.7.2 Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama dua minggu di tiga tempat yaitu RSUD
Ulin Banjarmasin, RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha Martapura. Peneliti
berada di RSUD Ulin Banjarmasin pada hari Selasa dan Kamis karena pada hari
tersebut khusus poliklinik diabetes melitus dengan dibantu 4 kolektor data, RSUD
Banjarbaru pada hari Jum’at dan Sabtu, dan RSUD Ratu Zalecha Martapura pada hari
Senin dan Rabu. Adapun uraian kegiatan sebagai berikut:
a. Peneliti berkoordinasi dengan kepala ruang poliklinik penyakit dalam untuk
melakukan identifikasi pasien diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi kriteria
inklusi.
b. Meminta kesediaan responden yang telah menjadi sampel dengan menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian terlebih dahulu.
c. Meminta dengan sukarela kepada responden untuk menandatangani surat
pernyataan bersedia berpartisipasi sebagai responden penelitian.
d. Membagi kuesioner kepada responden yang menjadi sampel pada ruang tunggu
untuk pengisian kuesioner dan observasi kepada responden dengan memperhatikan
kondisi kesehatan fisik pasien dan etika penelitian.
e. Mengumpulkan hasil pengumpulan data untuk selanjutnya diolah dan dianalisa.
4.7.3 Penyusunan laporan
Penyusunan laporan dilakukan setelah pelaksanaan penelitian selesai. Penyusunan
laporan mengikuti pedoman teknis penulisan tugas akhir mahasiswa Universitas
Indonesia.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
4.8 Pengolahan dan Analisis Data
4.8.1 Pengolahan data
Setelah data yang diperlukan terkumpul selanjutnya dilakukan proses pengolahan
dengan memeriksa data (editing) yang sudah dikumpulkan meliputi kelengkapan,
kesesuaian, kejelasan, dan kekonsistenan jawaban. Selanjutnya memberi kode
(coding) pada setiap komponen variabel, dilakukan untuk mempermudah proses
tabulasi dan analisis data. Pemberian kode dilakukan sesudah pengumpulan data.
Kemudian dilakukan pemprosesan data (processing) agar data yang sudah di-entry
dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari
kuesioner ke komputer. Setelah itu pembersihan data (cleaning) dengan memeriksa
kembali data yang sudah di-entry kedalam program komputer apakah ada kesalahan
atau tidak sebelum dilakukan analisis.
4.8.2 Analisis data
a. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
yang diteliti.Variabel dependen, variabel independen dan variabel confounding
(usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan dan penyuluhan perawatan kaki) pada penelitian ini merupakan data
kategorik sehingga hasil analisis yang disajikan berupa proporsi atau distribusi
frekuensi. Kemudian disajikan dengan menggunakan tabel serta diinterprestasikan
berdasarkan data yang diperoleh.
b. Analisis bivariat
Sebelum dilakukan analisis bivariat terlebih dulu dilakukan uji kenormalan data
baik pada variabel independen, variabel dependen maupun variabel confonding
dengan menggunakan uji Kolmogorv-Smirnov. Hasil yang diperoleh untuk semua
variabel berdistribusi tidak normal dengan nilai p value < 0,05 sehingga analisis
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
bivariat variabel independen dan confonding menggunakan uji statistik
nonparametrik.
Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel, selanjutnya dilakukan
analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel independen
dan variabel dependen. Pada penelitian ini variabel independen (tingkat
pengetahuan pasien tentang perawatan kaki), dengan variabel dependen (praktik
perawatan kaki) berbentuk kategorik maka uji statistik yang digunakan adalah uji
Chi Square. Tujuan Uji Chi Square adalah untuk menguji perbedaan
proporsi/presentase antara beberapa kelompok data. Uji Chi Square dapat
digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel katagorik dengan variabel
katagorik (Hastono, 2007). Analisis bivariat dilakukan dengan bantuan komputer.
Tabel 4.2 Analisis Bivariat
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Variabel
Variabel Dependen
Variabel Independen
Tingkat pengetahuan (data
kategorik)
Variabel Confounding
Umur (data kategorik)
Variabel Confounding
Jenis kelamin (data kategorik)
Variabel Confounding
Lama menderita diabetes
melitus (data kategorik)
Variabel Confounding
Pendidikan (data kategorik)
Variabel Confounding
Penghasilan (data kategorik)
Variabel Confounding
Penyuluhan tentang perawatan
kaki (data kategorik)
Praktik perawatan kaki
(data kategorik)
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Jenis Uji
Chi Square
Chi Square
Chi Square
Chi Square
Chi Square
Chi Square
Chi Square
c. Analisis multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk melihat hubungan beberapa variabel bebas
(lebih dari satu) dengan satu atau beberapa variabel dependen (umumnya satu
variabel) (Hastono, 2007). Karena variabel dependen pada penelitian ini berbentuk
kategorik maka analisis multivariat yang digunakan pada penelitian adalah uji
statistik regresi logistik ganda. Dengan analisis ini dapat diketahui faktor yang
paling berhubungan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus
tipe 2 di Kalimantan Selatan. Tahapan dari uji statistik regresi logistik ganda
meliputi:
1. Seleksi kandidat
Variabel independent pengetahuan pasien tentang perawatan kaki pada
penelitian ini yang diprediksi berhubungan dengan variabel dependen yaitu
praktik perawatan kaki. Variabel confounding usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, lama menderita diabetes melitus, dan penyuluhan
perawatan kaki pada penelitian ini yang diprediksi berhubungan dengan praktik
perawatan kaki. Variabel kandidat akan dimasukan ke dalam pemodelan
multivariat jika hasil uji bivariat p value < 0,25, atau secara substansi dianggap
penting.
2. Pemodelan multivariat
Pemodelan multivariat dilakukan dengan analisis regresi logistik dengan cara
memasukan kandidat variabel independen dan variabel confounding yang
memenuhi syarat p value < 0,25 ke dalam model, selanjutnya memilih variabel
yang dianggap penting yang masuk dalam model, dengan cara mempertahankan
subvariabel bebas yang p value-nya < dari 0,05 dan mengeluarkan subvariabel
yang p value-nya > dari 0,05 secara bertahap mulai dari p value terbesar.
Variabel yang dikeluarkan akan dimasukan kembali ke dalam model jika terjadi
adanya perubahan Odd Ratio (OR) satu atau lebih variabel yang melebihi dari
10% sehingga akan didapatkan pemodelan akhir. Langkah selanjutnya
membandingkan nilai OR seluruh variabel bebas, untuk melihat variabel mana
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
yang paling dominan pengaruhnya terhadap variabel bebas, dilihat dari exp(B)
untuk variabel yang signifikan pada model terakhir. Semakin besar nilai exp(B)
berarti semakin besar pengaruhnya terhadap variabel terikat (Hastono, 2007).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang pengetahuan dan praktik
perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan yang telah
dilaksanakan pada tiga rumah sakit yaitu RSUD Ulin Banjarmasin, RSUD Banjarbaru
dan RSUD Ratu Zalecha Martapura. Pengambilan data dilaksanakan di poliklinik
Penyakit Dalam. Adapun hasil penelitian adalah sebagai berikut:
5.1 Hasil Analisis Univariat
Pada penelitian ini hasil analisis univariat menggambarkan karakteristik responden
yang terdiri dari usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, dan penyuluhan tentang perawatan kaki; pengetahuan tentang
perawatan kaki dan praktik perawatan kaki. Hasil analisis univariat dijelaskan dalam
tabel sebagai berikut:
5.1.1
Gambaran Karakteristik Responden
Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes
melitus, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan penyuluhan tentang perawatan kaki
dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini :
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan usia, Jenis Kelamin, Lama menderita
Diabetes Melitus, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan, dan Penyuluhan Perawatan
Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan
Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)
Jumlah
Persentase (%)
Usia
< 55 tahun
≥ 55 tahun
42
64
55,7
44,3
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
45
61
42,5
57,5
Lama Menderita DM
< 5 tahun
≥5 tahun
57
49
53,8
46,2
Pendidikan
Pendidikan Tinggi
Pendidikan Rendah
23
83
21,7
78,3
Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
63
43
59,4
40,6
Penghasilan
< Rp. 1.225.000,≥ Rp. 1.225.000,-
25
81
23,6
76,4
Penyuluhan
Pernah
Tidak Pernah
22
84
20,8
79,2
Variabel
Berdasarkan tabel 5.1, lebih banyak responden berusia lebih dari 55 tahun, berjenis
kelamin perempuan, lama menderita diabetes melitus kurang dari 5 tahun,
berpendidikan rendah dan bekerja, berpenghasilan diatas Rp. 1.225.000.- dan tidak
pernah mendapatkan penyuluhan tentang perawatan kaki.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
5.1.2 Gambaran pengetahuan dan praktik perawatan kaki
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan dan praktik perawatan kaki dapat
dilihat pada tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Praktik Perawatan
Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan
Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)
Variabel
Jumlah
Persentase (%)
Pengetahuan
Baik
Kurang
58
48
54,7
45,3
Praktik
Baik
Kurang
59
47
55,7
44,3
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik
tentang perawatan kaki berjumlah 58 orang (54,7%) dan melakukan praktik
perawatan kaki baik berjumlah 59 orang (55,7%).
5.2 Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen,
variabel confonding dengan variabel dependen.
5.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil analisis bivariat hubungan antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki
pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.3
berikut :
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 5.3 Hubungan Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)
Praktik
Pengetahuan
Baik
Kurang
Baik
N
%
38 65,5
21 43,8
Jumlah
59 55,7
*Bermakna pada α: 0,05
Total
Kurang
N
%
20 34,5
27 56,3
N
58
48
%
100,0
100,0
47
106
100,0
44,3
OR
(95% CI)
2,44;
1,11-5,36
p-value
0,04*
Tabel 5.3 menggambarkan bahwa dari 58 responden yang mempunyai pengetahuan
baik memiliki praktek yang baik sebesar 65,5%. Hasil persentase menunjukkan
bahwa antara responden yang mempunyai pengetahuan baik memiliki praktik
perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang mempunyai
pengetahuan kurang.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,04, pada alpha 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Analisis kekuatan
hubungan antara dua variabel didapatkan nilai Odd Ratio (OR) = 2,44 (95% CI :
1,11-5,36) artinya klien diabetes melitus tipe 2 yang berpengetahuan baik 2,44 kali
untuk memiliki praktik perawatan kaki baik dibandingkan dengan klien diabetes
melitus tipe 2 yang berpengetahuan kurang.
5.2.2 Hubungan Usia dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil analisis bivariat hubungan usia dengan praktik perawatan kaki pada klien
diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut :
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 5.4 Hubungan Usia dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus
Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)
Praktik
Usia
≥ 55 tahun
< 55 tahun
Baik
N
%
42 65,6
17 40,5
59 55,7
Jumlah
*Bermakna pada α: 0,05
Total
Kurang
N
%
22 34,4
25 59,5
N
64
42
%
100,0
100,0
47
106
100,0
44,3
OR
(95% CI)
0,36;
p-value
0,02*
0,16-0,80
Tabel 5.4 menggambarkan bahwa dari 64 responden yang berusia lebih atau sama
dengan 55 tahun dan memiliki praktik perawatan kaki yang baik sebesar 65,6%. Hasil
persentase menunjukkan bahwa antara responden berusia lebih atau sama dengan 55
tahun memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden
yang berusia kurang dari 55 tahun.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,02, pada alpha 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan praktik
perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Analisis kekuatan hubungan antara
dua variabel didapatkan nilai OR = 0,36 (95% CI : 0,16-0,80) artinya klien diabetes
melitus tipe 2 yang berusia lebih atau sama dengan 55 tahun berpeluang 0,36 kali
untuk memiliki praktik perawatan kaki baik dibandingkan dengan klien diabetes
melitus tipe 2 yang berusia kurang dari 55 tahun.
5.2.3 Hubungan Jenis Kelamin dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil analisis bivariat hubungan jenis kelamin dengan praktik perawatan kaki pada
klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.5
berikut :
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 5.5 Hubungan Jenis Kelamin dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)
Praktik
Jenis
Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Baik
N
%
31 68,9
28 45,9
Jumlah
59 55,7
*Bermakna pada α: 0,05
Total
Kurang
N
%
14 31,1
33 54,1
N
45
61
%
100,0
100,0
47
106
100,0
44,3
OR
(95% CI)
2,61;
1,16-5,85
p-value
0,03*
Tabel 5.5 menggambarkan bahwa dari 45 responden laki-laki memiliki praktek
perawatan kaki yang baik sebesar 68,9%. Hasil persentase menunjukkan bahwa
antara responden laki-laki memiliki praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan
dengan responden perempuan.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,03, pada alpha 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Analisis kekuatan
hubungan antara dua variabel didapatkan nilai OR = 2,61 (95% CI : 1,16-5,85)
artinya klien diabetes melitus tipe 2 laki-laki berpeluang 2,61 kali untuk memiliki
praktik perawatan kaki baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2
perempuan.
5.2.4 Hubungan Lama Menderita Diabetes Melitus dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil analisis bivariat hubungan lama menderita diabetes melitus dengan praktik
perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat
pada tabel 5.6 berikut :
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 5.6 Hubungan Lama Menderita Diabetes Melitus dan Praktik Perawatan Kaki
pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan
Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)
Lama
Menderita
DM
Praktik
Baik
Kurang
Total
≥ 5 tahun
< 5 tahun
N
32
27
%
65,3
47,4
N
17
30
%
34,7
52,6
N
49
57
%
100,0
100,0
Jumlah
59
55,7
47
44,3
106
100,0
OR
(95% CI)
0,48;
0,22-1,05
p-value
0,10
Tabel 5.6 menggambarkan bahwa dari 49 responden yang lama menderita diabetes
melitus lebih atau sama dengan 5 tahun memiliki praktek perawatan kaki yang baik
sebesar 65,3%. Hasil persentase menunjukkan bahwa antara responden yang lama
menderita diabetes melitus lebih atau sama dengan 5 tahun memiliki praktek
perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang lama menderita
diabetes melitus kurang 5 tahun.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,10, pada alpha 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama menderita
diabetes melitus dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2.
Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,48, artinya responden yang lama menderita
diabetes melitus lebih atau sama dengan 5 tahun mempunyai peluang 0,48 kali untuk
melakukan praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang
lama menderita diabetes melitus kurang dari 5 tahun.
5.2.5 Hubungan Pendidikan dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil analisis bivariat hubungan pendidikan dengan praktik perawatan kaki pada
klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.7
berikut :
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 5.7 Hubungan Pendidikan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)
Praktik
Pendidikan
Baik
Total
Kurang
Tinggi
Rendah
N
16
43
%
69,6
51,8
N
7
40
%
30,4
48,2
N
23
83
%
100,0
100,0
Jumlah
59
55,7
47
44,3
106
100,0
OR
(95% CI)
2,13;
0,79-5,71
p-value
0,20
Tabel 5.7 menggambarkan bahwa dari 23 responden yang pendidikan tinggi memiliki
praktek perawatan kaki yang baik sebesar 69,6%. Hasil persentase menunjukkan
bahwa antara responden yang pendidikan tinggi memiliki praktek perawatan kaki
lebih baik dibandingkan dengan responden yang pendidikan rendah.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,20, pada alpha 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan
dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Dari hasil analisis
diperoleh nilai OR = 2,13, artinya responden yang pendidikan tinggi mempunyai
peluang 2,13 kali untuk melakukan praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan
dengan responden yang pendidikan rendah.
5.2.6 Hubungan Pekerjaan dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil analisis bivariat hubungan pekerjaan dengan praktik perawatan kaki pada klien
diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut :
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 5.8 Hubungan Pekerjaan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)
Praktik
Pekerjaan
Bekerja
Tidak
Bekerja
Jumlah
Total
OR
(95% CI)
p-value
%
100,0
0,72;
0,53
63
100,0
0,33-1,58
106
100,0
Baik
N
%
26 60,5
Kurang
N
%
17 39,5
N
43
33
52,4
30
47,6
59
55,7
47
44,3
Tabel 5.8 menggambarkan bahwa dari 43 responden yang bekerja memiliki praktek
perawatan kaki yang baik sebesar 60,5%. Hasil persentase menunjukkan bahwa
antara responden yang bekerja memiliki praktek perawatan kaki lebih baik
dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,53, pada alpha 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan
praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Dari hasil analisis diperoleh
nilai OR = 0,72, artinya responden yang bekerja mempunyai peluang 0,72 kali untuk
melakukan praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang
tidak bekerja.
5.2.7 Hubungan Penghasilan dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil analisis bivariat hubungan penghasilan dengan praktik perawatan kaki pada
klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.9
berikut :
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 5.9 Hubungan Penghasilan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)
Praktik
Penghasilan
Baik
N
%
<Rp.1.225.000 14 56,0
≥Rp.1.225.000 45 55,6
Jumlah
59
55,7
Total
Kurang
N
%
11 44,0
36 44,4
N
25
81
%
100,0
100,0
47
106
100,0
44,3
OR
(95% CI)
1,02;
0,41-2,51
p-value
1,00
Tabel 5.9 menggambarkan bahwa dari 25 responden yang penghasilan kurang dari
Rp.1.225.000 memiliki praktek perawatan kaki yang baik sebesar 56,0%. Hasil
persentase menunjukkan bahwa antara responden yang penghasilan kurang dari
Rp.1.225.000 memiliki praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan
responden yang penghasilan lebih atau sama dengan Rp.1.225.000.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 1,00, pada alpha 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penghasilan
dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Dari hasil analisis
diperoleh nilai OR = 1,02, artinya responden yang penghasilan kurang dari
Rp.1.225.000 mempunyai peluang 1,02 kali untuk melakukan praktek perawatan kaki
lebih baik dibandingkan dengan responden yang penghasilan lebih atau sama dengan
Rp.1.225.000.
5.2.8 Hubungan Penyuluhan dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil analisis bivariat hubungan penyuluhan dengan praktik perawatan kaki pada
klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.10
berikut :
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Tabel 5.10 Hubungan Penyuluhan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)
Praktik
Penyuluhan
Pernah
Tidak Pernah
Jumlah
Total
Baik
N
%
15 68,2
44 52,4
Kurang
N
%
7
31,8
40 47,6
N
22
84
%
100,0
100,0
59
47
106
100,0
55,7
44,3
OR
(95% CI)
1,95;
0,72-5,26
p-value
0,28
Tabel 5.10 menggambarkan bahwa dari 22 responden yang pernah mendapatkan
penyuluhan memiliki praktek perawatan kaki yang baik sebesar 68,2%. Hasil
persentase menunjukkan bahwa antara responden yang pernah mendapatkan
penyuluhan memiliki praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan
responden yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,28, pada alpha 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penyuluhan
dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Dari hasil analisis
diperoleh nilai OR = 1,95, artinya responden yang pernah mendapatkan penyuluhan
mempunyai peluang 1,95 kali untuk melakukan praktek perawatan kaki lebih baik
dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan.
5.3 Hasil Analisis Multivariat
Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik
ganda. Tujuan penggunaan analisis ini adalah untuk mengestimasi secara valid
hubungan satu variabel dependen dengan variabel independen dan variabel
confonding. Menurut Hastono (2007), untuk mendapatkan model akhir pada uji
multivariat dilakukan dengan tahap pemodelan sebagai berikut:
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
5.3.1
Pemilihan Kandidat Variabel Multivariat
Pemilihan kandidat untuk variabel multivariat dilakukan dengan menghubungkan
semua variabel independen, variabel confounding dengan variabel dependen dengan
menggunakan regresi logistik sederhana. Variabel yang diikutkan dalam seleksi
kandidat multivariat, yaitu variabel dengan nilai p value kurang dari 0,25 pada
seleksi bivariat. Adapun seleksi bivariat untuk kandidat multivariat dengan
menggunakan uji regresi logistik sederhana dengan hasil sebagaimana tabel 5. 11
berikut:
Tabel 5.11 Pemilihan Kandidat Variabel Uji Multivariat
Variabel
p value
0,02
Kandidat
Ya
Jenis kelamin
0,02
Ya
Lama Menderita DM
0,06
Ya
Pendidikan
0,11
Ya
Pekerjaan
0,41
Tidak
Penghasilan
0,97
Tidak
Penyuluhan
0,18
Ya
Pengetahuan
0,03
Ya
Usia
Berdasarkan tabel 5.11 didapatkan variabel dengan p value kurang dari 0,25 (p<0,25)
yang memenuhi untuk dilakukan uji multivariat, yaitu usia, jenis kelamin, lama
menderita diabetes melitus, pendidikan, penyuluhan dan pengetahuan. Sedangkan
variabel pekerjaan dan penghasilan lebih dari 0,25 (p>0,25) akan tetapi secara
substansi dianggap penting maka variabel pekerjaan dan penghasilan dimasukan.
Selanjutnya kedelapan variabel tersebut dimasukkan dalam analisa multivariat.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
5.3.2
Pemodelan Multivariat
Setelah dilakukan uji regresi logistik berganda terhadap variabel yang memenuhi uji
multivariat, maka variabel yang mempunyai nilai p terbesar dikeluarkan dari
pemodelan dengan memperhatikan perubahan nilai OR (perubahan OR lebih dari
10% pada semua variabel maka variabel dipertahankan). Hasil akhir uji multivariat,
dapat dilihat pada tabel 5.12
Tabel 5.12 Pemodelan Akhir Analisis Multivariat Praktik Perawatan Kaki pada Klien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Tahun 2012
Pengetahuan
B
0,87
Exp(B)
2,38
p-value
0,04*
S.E.
0,44
Usia
-0,66
0,52
0,15
0,46
Jenis Kelamin
0,67
1,96
0,15
0,47
Lama Menderita
-0,54
0,58
0,23
0,45
Pendidikan
0,23
1,26
0,64
0,49
Pekerjaan
-0,20
0,82
0,66
0,47
Penghasilan
0,48
1,62
0,37
0,54
Penyuluhan
0,63
1,88
0,26
0,56
Konstanta
-2,85
0,06
0,18
2,12
*Bermakna pada α: 0,05
Berdasarkan hasil analisis multivariat, dimana variabel independen (pengetahuan) dan
confounding di regresikan dengan variabel dependen secara bersamaan menunjukkan
bahwa pengetahuan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap praktek
perawatan kaki dengan nilai Exp (B) variabel pengetahuan adalah 2,38. Sedangkan
untuk variabel confounding tidak berpengaruh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
klien yang pengetahuan baik mempunyai peluang 2,38 kali melakukan praktik
perawatan kaki yang baik dibandingkan klien yang pengetahuannya kurang.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Dengan pemodelan regresi logistik ganda sebagai berikut :
.
P(x) =
1
.
1 + e – (-2,85+0,87Pngt+0,67JK+0,63Penyu+0,48Phsl+0,23pdd-0,20Pkj-0,54LM-0,66Usia)
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
BAB 6
PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai hasil penelitian meliputi pengetahuan dan praktik
perawatan kaki, hubungan antara pengetahuan dan praktik perawatan kaki, faktor
pengganggu yang mempengaruhi hubungan pengetahuan dan praktik perawatan kaki.
Disamping itu dibahas juga mengenai keterbatasan penelitian dan implikasi hasil
penelitian terhadap keperawatan.
6.1 Interprestasi dan Diskusi Hasil Penelitian
6.1.1 Gambaran Karakteristik Responden
a. Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 106 klien diabetes melitus tipe 2 yang
menjadi responden lebih banyak berusia lebih dari 55 tahun pada rentang usia
30 – 74 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Desalu et al. (2011) pada 352 klien diabetes melitus, rata-rata
mempunyai usia 50 tahun. Hasil yang sama juga dijelaskan oleh Bijoy et al.
(2012) dalam penelitiannya mengatakan dari 150 klien diabetes melitus ratarata usia klien 57 tahun. Sama hal nya dengan penelitian Ekore et al. (2010)
dari 137 klien diabetes melitus berusia antara 37-75 tahun.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan
bahwa seseorang yang berusia diatas 30 tahun beresiko terjadinya diabetes
melitus tipe 2. Hal ini sejalan dengan sumber yang menjelaskan bahwa diabetes
melitus tipe 2 sering terjadi pada klien setelah usia 30 tahun dan semakin
sering terjadi setelah usia 40 tahun (Smeltzer et al., 2010). Semakin meningkat
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin
meningkat. Hal ini terjadi karena proses menua mengakibatkan adanya
perubahan fisiologis dalam tubuh yang dapat mempengaruhi homeostasis. Salah
satu organ yang dapat mengalami perubahan fungsi akibat adanya proses menua
adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin. Jika terjadi
gangguan sekresi hormon ini atau penggunaan glukosa yang tidak adekuat pada
tingkat sel maka akan berdampak terhadap peningkatan kadar gula darah
(Rochmah, 2006). Seiring dengan bertambahnya usia penderita, maka akan
terjadi proses degeneratif yang akan mengakibatkan penurunan fungsi organorgan vital tubuh. Pada penderita diabetes melitus proses degeneratif ini
ditambah sindrome resisten insulin yang semakin menambah resiko terjadinya
komplikasi.
b. Jenis Kelamin
Pada
penelitian
ini
didapatkan
responden
perempuan
lebih
banyak
dibandingkan laki-laki. Penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan Sihombing (2012) menunjukkan bahwa frekuensi jenis kelamin yaitu
sebagian besar dari responden berjenis kelamin perempuan. Begitu juga dengan
penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) didapatkan responden perempuan lebih
banyak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa sumber dan hasil penelitian yang
terdahulu yang menjelaskan bahwa diabetes melitus lebih sering terjadi pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Menurut Levine (2008) perempuan
mempunyai kecenderungan untuk mengalami penyakit yang berhubungan
dengan gangguan endokrin seperti diabetes melitus dan gestasional diabetes
melitus. Tingginya angka kejadian diabetes melitus tipe 2 pada perempuan
salah satunya dihubungkan dengan faktor kegemukan yang merupakan faktor
pencetus diabetes melitus tipe 2 (Soegondo, 2009).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
c. Lama Menderita Diabetes Melitus
Banyak responden dalam penelitian ini menunjukkan lama menderita diabetes
melitus kurang dari 5 tahun. Hal ini sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan Sihombing (2012) menunjukkan bahwa lamanya menderita diabetes
melitus frekuensinya yaitu sebagian besar responden menderita diabetes melitus
selama kurang dari 5 tahun.
Klien umumnya menjelaskan lama menderita diabetes melitus berdasarkan saat
didiagnosa. Kenyataannnya bahwa lama menderita diabetes melitus kurang
menggambarkan kondisi penyakit yang sesungguhnya karena biasanya klien
terdiagnosa setelah mengalami komplikasi. Padahal sebenarnya proses penyakit
sudah terjadi sebelumnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata
responden menderita diabetes melitus kurang dari 5 tahun, hal ini sesuai dengan
konsep teori bahwa terjadinya komplikasi jangka panjang yang terjadi pada
diabetes tipe 2 tidak terjadi dalam 5 sampai 10 tahun pertama. Prevalensi
neuropati meningkat bersamaan dengan pertambahan usia dan lamanya
penyakit, angka prevalensi dapat meningkat 50% pada pasien yang sudah
menderita diabetes melitus selama 25 tahun (Smeltzer et al., 2010).
d. Pendidikan
Pada penelitian ini didapatkan lebih banyak responden memiliki latar belakang
pendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian menurut Desalu et al.
(2011) klien yang memiliki pendidikan rendah lebih banyak. Hal ini berbeda
dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) dalam penelitiannya didapatkan
responden lebih besar memiliki pendidikan tinggi. Hal yang sama terdapat juga
pada penelitian Bijoy et al. (2012) yakni rata-rata responden memiliki
pendidikan yang tinggi.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Hasil penelitian ini sesuai dengan sumber yang diungkapkan oleh Notoatmodjo
(2010) bahwa semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima pengaruh
yang positif, obyektif dan terbuka terhadap berbagai informasi termasuk
informasi kesehatan. Tingkat pendidikan umumnya berpengaruh terhadap
kemampuan seseorang dalam memahami suatu informasi. Sehingga dengan
banyaknya pendidikan tinggi pada hasil penelitian diharapkan klien dapat
memahami berbagai informasi yang didapatkan tentang kesehatan khususnya
tentang perawatan kaki dan dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi
pada kaki.
e. Pekerjaan
Pada penelitian ini didapatkan banyak responden yang bekerja. Adapun yang
lebih banyak adalah bekerja sebagai pegawai negeri. Jika pekerjaan dikaitkan
dengan aktivitas fisik sehari-hari, aktivitas merupakan salah satu dari lima pilar
manajemen diabetes melitus yang dapat berkontribusi dalam pengelolaan
diabetes melitus dan mencegah terjadinya komplikasi diabetes melitus.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifin
(2011) berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan hasil sebagian besar
responden tidak bekerja. Pada penelitian yang sama Arifin (2011) juga
mengatakan responden yang tidak bekerja beresiko 1,6 kali mengalami
komplikasi dibanding responden yang bekerja. Hal ini dikaitkan dengan
aktivitas yang dilakukan klien dalam kehidupan sehari-hari seperti pekerjaan.
Bagi penyandang diabetes melitus olahraga/ latihan jasmani yang mana pun
dapat dianjurkan dan dikerjakan. Tidak harus olahraga seperti sepakbola, tenis
tetapi kegiatan jasmani apapun yang memadai seperti bekerja, berkebun dan
lain-lain asalkan dikerjakan dengan teratur (Waspadji, 2005). Latihan sangat
penting dalam penatalaksanaan diabetes, karena efeknya dapat menurunkan
kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskular. Manfaat
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
latihan yaitu menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin,
memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu
meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total
serta trigliserida (Smeltzer et al., 2010).
f. Penghasilan
Pada penelitian ini didapatkan banyak responden berpenghasilan diatas nilai
Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku di Kalimantan Selatan yaitu Rp.
1.225.000.-. Hal ini sejalan dengan penelitian Waluyo (2008) didapatkan lebih
banyak status ekonomi tinggi.
Meskipun rata-rata penghasilan perbulan responden diatas nilai UMR
Kalimantan Selatan yang berlaku akan tetapi nilai tersebut tidak sebanding
dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh klien diabetes melitus
dalam mengelola penyakitnya karena perawatan penyakit diabetes melitus
membutuhkan biaya yang besar. Penghasilan yang rendah memungkinkan klien
sulit untuk mengakses sarana atau pelayanan kesehatan karena tidak adanya
biaya untuk berobat.
g. Penyuluhan
Pada penelitian ini didapatkan responden yang tidak pernah mendapatkan
penyuluhan tentang perawatan kaki lebih banyak dibandingkan responden yang
pernah mendapatkan penyuluhan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh penelitian Ekore et al. (2010) menunjukkan bahwa kurangnya
pendidikan atau penyuluhan dari penyedia layanan kesehatan.
Penyuluhan
berkaitan dengan pemberian informasi tentang pengelolaan
diabetes melitus terutama masalah perawatan kaki harus diberikan sedini
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
mungkin atau sejak pertama klien terdiagnosa diabetes melitus (Smeltzer et al.,
2010). Penyuluhan merupakan salah satu pilar manajemen diabetes melitus
yang sangat berpengaruh dalam penatalaksanaan perawatan kaki pada klien
diabetes melitus dan pencegahan terjadinya komplikasi kaki diabetik.
h. Pengetahuan dan Praktek
Berdasarkan
hasil
penelitian
ini
didapatkan
jumlah
responden
yang
pengetahuan baik lebih besar dan jumlah responden berdasarkan praktik
perawatan kaki baik juga lebih besar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Jinadasa dan Jeewantha (2011) didapatkan pengetahuan tentang perawatan kaki
yang baik namun praktik perawatan kaki cukup. Hasil ini berbeda dengan
penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) didapatkan pengetahuan perawatan kaki
yang cukup dan praktik perawatan kaki yang cukup. Hasil penelitian yang
dilakukan Sihombing (2012) menunjukkan bahwa frekuensi tingkat perawatan
kaki yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus tipe 2 yaitu sebagian besar
dari responden sudah melakukan perawatan kaki dengan baik yaitu 71,73%, dan
sebagian kecil dari responden masih melakukan perawatan kaki yang buruk.
Hal ini menggambarkan bahwa pasien telah melakukan perawatan kaki dengan
baik sehingga resiko terkena komplikasi pada kaki semakin kecil. Dalam
penelitian ini tingkatan praktik yang dilakukan klien adalah melakukan praktik
perawatan kaki dengan benar secara otomatis atau merupakan suatu kebiasaan
sehari-hari. Perawatan kaki yang baik dan pengetahuan tentang perawatan kaki
dapat mencegah terjadinya komplikasi kaki diabetes secara dini. Pencegahan
komplikasi diabetes melitus dapat membantu meningkatkan angka harapan
hidup bagi penderita diabetes. Kebiasaan perawatan kaki yang baik pada
responden sudah menunjukkan prosentase yang cukup besar penelitian ini.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Menurut Kerri Wright (2010) dalam Sihombing (2012), perawatan kaki yaitu
memeriksa
kaki
setiap
hari,
apakah
ada
perubahan
warna,
terjadi
pembengkakan, nyeri atau mati rasa, memeriksa alas kaki seperti sepatu atau
kaus kaki yang digunakan untuk memastikan bahwa alas kaki sesuai dan tidak
menyebabkan lecet pada kaki, mencuci kaki setiap hari menggunakan sabun
dan air hangat, mengeringkan kaki dengan hati-hati, khususnya diantara selasela jari kaki, serta menggunting kuku.
Kaki merupakan bagian paling bawah dari tubuh. Mungkin karena itu pula,
banyak yang jarang memperhatikan kulit kaki. Bahkan sedikit yang mau
melakukan perawatan kaki sebagaimana merawat kulit muka. Kaki adalah
penyangga pada tubuh manusia, karena itu sudah seharusnya dijaga dan dirawat
senantiasa agar berfungsi dengan baik dan sehat. Selain itu pada kaki terdapat
berbagai syaraf yang menghubungkan berbagai anggota tubuh. Jadi jika tidak
dirawat dengan baik, tentunya dapat menimbulkan berbagai keluhan pada
tubuh.
Hilangnya sensasi (penurunan sensibilitas) merupakan salah satu faktor utama
resiko terjadinya ulkus, tetapi terdapat beberapa faktor resiko lain yang juga
turut berperan yaitu keadaan hiperglikemia yang tidak terkontrol, usia pasien
yang lebih dari 40 tahun, riwayat ulkus kaki atau amputasi, penurunan denyut
nadi perifer, riwayat merokok, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol
seperti bunion dan kalus (Smeltzer et.al, 2010).
Perawatan kaki yang bersifat preventif mencakup tindakan mencuci kaki
dengan benar, mengeringkan dan meminyakinya; harus berhati-hati agar jangan
sampai celah di antara jari-jari kaki menjadi basah. Inspeksi atau pemeriksaan
kaki harus dilakukan setiap hari untuk memeriksa apakah terdapat gejala
kemerahan, melepuh, fisura, kalus, atau ulserasi (Smeltzer et al., 2010).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
6.1.2 Hubungan Usia dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 berusia lebih
dari 55 tahun memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan
klien diabetes melitus tipe 2 yang berusia kurang dari 55 tahun. Hal ini berbeda
dengan hasil penelitian Desalu et al. (2011) mengatakan usia diatas 50 tahun
pengetahuan dan praktik perawatan kaki masih kurang meskipun hubungan ini
tidak signifikan secara statistik.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara usia dengan
praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Hasil ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan Sihombing (2012) menunjukkan bahwa
tingkat perawatan kaki berdasarkan usia menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang melakukan perawatan kaki yang baik berusia rata-rata dibawah
usia 55 tahun.
Berdasarkan data yang didapatkan banyaknya usia diatas 55 tahun yang
memiliki praktik perawatan kaki yang baik, hal ini dijumpai banyaknya
responden yang patuh melakukan kegiatan perawatan kaki. Maka seiring
dengan bertambahnya usia seseorang maka akan semakin banyak informasi
yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah
pengetahuannya. Dengan bertambahnya usia maka mempengaruhi daya tangkap
dan pola pikir seseorang. sehingga pengetahuan dan praktek yang diperolehnya
semakin membaik. Menurut hasil penelitian Sousa et al (2005) bahwa usia
mempunyai hubungan yang positif dengan self care diabetes artinya semakin
meningkat usia maka akan terjadi peningkatan dalam aktivitas self care
diabetes. Hal ini disebabkan karena dengan peningkatan usia maka tingkat
kematangan seseorang akan meningkat sehingga klien dapat berfikir secara
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
rasional tentang manfaat yang akan diperoleh jika klien melakukan perawatan
kaki secara adekuat dalam kehidupannya sehari-hari untuk mencegah atau
meminimalkan komplikasi kaki diabetik.
Menurut Smeltzer et al. (2010) Seiring dengan bertambahnya usia penderita,
maka akan terjadi proses degeneratif yang akan mengakibatkan penurunan
fungsi organ-organ vital tubuh. Pada penderita diabetes melitus proses
degeneratif ini ditambah sindrome resisten insulin yang semakin menambah
resiko terjadinya komplikasi. Sebagian besar pasien diabetes melitus
mengalami retinopati nonproliferatif dengan derajat tertentu dalam waktu 5
hingga 15 tahun setelah diagnosis diabetes ditegakkan. Dalam penelitian ini
banyaknya klien yang berusia diatas 55 tahun yang memiliki praktik perawatan
kaki yang baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini tentang lama
menderita diabetes melitus kebanyakan kurang dari 5 tahun sehingga
munculnya retinopati dapat diperkirakan setelah diabetes diderita selama
bertahun-tahun dan kemunculan komplikasi ini tidak selalu berarti bahwa
penyakit diabetes tersebut menjadi semakin progresif. Disamping itu adanya
dukungan dari keluarga klien dalam hal membantu melakukan perawatan kaki
sangat membantu sekali untuk mencegah terjadinya kaki diabetik.
6.1.3 Hubungan Jenis Kelamin dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 laki-laki
memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes
melitus tipe 2 perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Hasnain dan Sheikh
(2009) menunjukkan perempuan lebih rendah tentang perawatan kaki
dibandingkan laki-laki.
`
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Hal
ini sesuai dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) menunjukkan bahwa
ada hubungan statistik yang signifikan jenis kelamin dengan pengetahuan dan
praktek tentang perawatan kaki. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan Sihombing (2012) menunjukkan bahwa sebagian besar responden
perempuan melakukan perawatan kaki diabetes dengan baik.
Dari penelitian ini didapatkan banyaknya responden laki-laki yang memiliki
praktik perawatan kaki lebih baik daripada perempuan. Hal ini dapat dilihat
banyaknya responden laki-laki yang berusia lebih dari 57 tahun, dengan lama
diabetes melitus lebih dari 5 tahun, rata-rata berpendidikan rendah setingkat
SMA, banyak tidak bekerja, namun penghasilan diatas UMR, dan banyak yang
belum pernah mendapatkan penyuluhan, akan tetapi memiliki pengetahuan
yang baik. Responden memiliki kesempatan banyak waktu untuk melakukan
perawatan
kaki
karena
rata-rata
tidak
bekerja
(pensiunan)
sehingga
memungkinkan sekali untuk praktik perawatan kaki baik. Meskipun banyak
yang tidak mendapatkan penyuluhan akan tetapi memiliki pengetahuan baik
karena laki-laki yang memiliki praktik baik berdomisili diperkotaan, hal ini
dikaitkan dengan akses mendapatkan informasi tentang perawatan kaki lebih
mudah dan cepat.
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain dalam hal melakukan
pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini karena
faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Perempuan
seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki
cenderung berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional. Kebanyakan
perempuan yang ada di Kalimantan Selatan selain mengurusi rumah tangga
juga membantu keluarga mencari nafkah untuk menambah perekonomian
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
keluarga dengan bekerja sehingga memungkinkan sekali untuk praktik
perawatan kaki kurang karena kesibukannya sehari-hari.
6.1.4 Hubungan Lama Menderita Diabetes Melitus dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 yang lama
menderita diabetes melitus lebih dari 5 tahun memiliki praktik perawatan kaki
lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang lama
menderita diabetes melitus kurang dari 5 tahun. Walaupun hasil penelitian ini
dilihat hubungannya, menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara lama menderita diabetes melitus dengan praktik perawatan kaki pada
klien diabetes melitus tipe 2. Hal ini sesuai dengan penelitian Soemardini et al.
(2008) yang mengatakan lama menderita penyakit diabetes melitus tidak
signifikan dengan perawatan kaki.
Klien yang mengalami diabetes melitus lebih lama, memiliki perawatan
kesehatan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan klien yang memiliki lama
diabetes melitus lebih pendek (Bai, Chiou & Chang, 2009). Klien yang
mengalami diabetes melitus yang lama dapat mempelajari perilaku berdasarkan
pengalaman yang diperolehnya selama menjalani penyakit tersebut sehingga
klien dapat memahami dengan baik tentang hal-hal yang harus dilakukannya
tentang perawatan kaki dalam kehidupannnya sehari-hari dan melakukan
kegiatan tersebut secara konsisten dan penuh rasa tanggung jawab.
Diketahui bahwa neuropati dan penyakit perifer merupakan penyebab utama
ulkus diabetik. Hal ini juga sesuai dengan konsep teori, bahwa terjadinya
komplikasi jangka panjang pada yang terjadi diabetes tipe 1 dan 2 biasanya
tidak terjadi dalam 5 sampai 10 tahun pertama. Prevalensi neuropati meningkat
bersamaan dengan pertambahan usia dan lamanya penyakit, angka prevalensi
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
dapat meningkat 50% pada pasien yang sudah menderita diabetes selama 25
tahun (Smeltzer et al., 2010).
6.1.5 Hubungan Pendidikan dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 yang
pendidikan tinggi memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan
dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang pendidikan rendah. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Desalu et al. (2011) bahwa klien yang memiliki
pendidikan rendah secara signifikan memiliki praktek perawatan kaki yang
rendah.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) yang
mengatakan bahwa peran pendidikan menunjukkan hubungan statistik yang
signifikan dengan pengetahuan dan praktek tentang perawatan kaki.
Pengetahuan tentang perawatan kaki yang tepat secara positif dipengaruhi oleh
pendidikan klien sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi pada
kaki. Bijoy et al. (2012) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa
pendidikan secara statistik menunjukkan hubungan yang signifikan dengan
pengetahuan klien tentang perawatan kaki.
Dalam penelitian ini banyaknya responden yang berpendidikan tingkat SMA
dan perguruan tinggi. Akan tetapi ditemukan juga masih rendahnya pendidikan
responden dengan tingkat pendidikan sekolah dasar dan ini berpengaruh pada
saat pengisian kuesioner yang belum mengerti maksud dari isi pertanyaan.
Pendidikan umumnya akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
memahami suatu informasi. Pendidikan adalah sebuah proses sosialisasi ilmu
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
dan nilai untuk mempengaruhi orang lain secara individu atau kelompok agar
mau mengikuti ilmu dan nilai yang diajarkan seorang pendidik kesehatan.
Melalui pendidikan, individu diajarkan untuk berperilaku sehat. Menurut
Friedman, Bowden dan Jones (2003) menjelaskan pendidikan merupakan aspek
status sosial yang sangat berhubungan dengan status kesehatan karena
pendidikan penting dalam membentuk pengetahuan dan pola perilaku
seseorang.
6.1.6 Hubungan Pekerjaan dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 yang bekerja
memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes
melitus tipe 2 yang tidak bekerja. Namun hasil penelitian ini menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan praktik perawatan
kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Meskipun secara uji statistik
menunjukkan tidak ada hubungan, akan tetapi secara deskriptif menunjukkan
lebih dari setengah proporsi 59,4% klien bekerja memiliki praktik perawatan
kaki yang baik.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soemardini et al. (2008)
mengatakan bahwa faktor pekerjaan tidak ada hubungan yang signifikan
dengan pemahaman penderita diabetes melitus. Pekerjaan merupakan faktor
penentu penting dari kesehatan. Jenis pekerjaan seseorang dan kondisi kerja
yang dilakukan akan mempengaruhi kesehatan seseorang (Marmot, 2010).
Dari penelitian ini didapatkan banyak responden yang bekerja sebagai pegawai
negeri memiliki praktik perawatan kaki yang baik. Hal ini terlihat banyaknya
responden yang mengatakan bahwa mereka melakukan pencucian kaki setiap
hari dan mengeringkan dengan handuk. Disamping kegiatan mereka setiap hari
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
bekerja dikantor, mereka masih sempat melakukan pemeriksaan kaki dan
menggunakan alas kaki yang nyaman dan tidak sempit berupa sepatu ketika
berjalan. Karena klien diabetes melitus yang bekerja menggunakan sepatu
sangat beresiko terjadi ulkus kaki apabila tidak memperhatikan bentuk dan jenis
sepatu yang digunakan. Menghindari penggunaan sepatu pada bagian jari
kakinya yang sempit, sepatu hak tinggi, sol keras, dan tali antara jari kaki.
Sepatu harus nyaman, sepatu harus sesuai dengan bentuk kaki dan terbuat dari
bahan yang lembut.
6.1.7 Hubungan Penghasilan dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 yang
penghasilan kurang dari Rp.1.225.000 memiliki praktik perawatan kaki lebih
baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang penghasilan lebih.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
penghasilan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2.
Hasil ini berbeda dengan penelitian menurut Desalu et al. (2011) bahwa status
sosial ekonomi rendah secara signifikan berhubungan dengan perawatan kaki.
Sama halnya dengan penelitian Bijoy et al. (2012) mengatakan bahwa peran
penghasilan menunjukkan hubungan statistik yang signifikan dengan perawatan
kaki.
Meskipun secara uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan, akan tetapi
secara deskriptif menunjukkan lebih dari setengah proporsi 56% klien yang
penghasilan kurang dari Rp.1.225.000 memiliki praktik perawatan kaki yang
baik. Namun didapatkan juga sebagian besar responden yang punya
penghasilan diatas Rp.1.225.000 memiliki praktek perawatan kaki (55,6%).
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Masyarakat dengan penghasilan tinggi maupun kurang tetap dapat melakukan
praktek perawatan kaki dengan baik dalam kehidupan sehari-harinya. Keadaan
penghasilan tidak menjadi masalah dalam melakukan perawatan kaki karena
bagi keluarga yang berpenghasilan kurang/ tidak mampu, pemerintah
menyediakan pelayanan berupa asuransi kesehatan untuk masyarakat tidak
mampu (jamkesmas) dan untuk pegawai negeri. Program ini sangat membantu
bagi klien diabetes melitus dengan penghasilan yang kurang agar dapat
melakukan pemantauan terhadap kondisi kesehatannya dan melakukan
pemeriksaan kaki secara rutin. Oleh karena itu tindakan pencegahan sangat
penting dilakukan khususnya dalam hal perawatan kaki untuk mencegah
terjadinya ulkus pada kaki karena masalah ini membutuhkan biaya yang besar.
6.1.8 Hubungan Penyuluhan dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 yang pernah
mendapatkan penyuluhan memiliki praktik perawatan kaki lebih baik
dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang tidak pernah
mendapatkan penyuluhan. Namun hasil penelitian ini menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara penyuluhan dengan praktik perawatan
kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Meskipun secara uji statistik
menunjukkan tidak ada hubungan, akan tetapi secara deskriptif menunjukkan
bahwa klien yang pernah mendapatkan penyuluhan akan memiliki praktik
perawatan kaki yang baik. Merujuk pada penelitian ini, terlihat bahwa masih
banyak responden yang belum mendapatkan penyuluhan. Hal ini sama dengan
penelitian Ekore et al. (2010) menunjukkan bahwa kurangnya pendidikan atau
penyuluhan dari penyedia layanan kesehatan tentang perawatan kaki.
Hal ini didapatkan data dari penelitian banyaknya responden yang belum
pernah mendapatkan penyuluhan khusus tentang perawatan kaki di rumah sakit
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
pada saat berobat. Tidak adanya penyuluhan ini membuat klien tidak
mengetahui bahwa perawatan kaki sangat penting untuk mencegah terjadinya
komplikasi pada kaki. Disamping itu dalam penelitian ini sebagian responden
yang tidak mendapatkan penyuluhan akan tetapi dapat melakukan praktik
perawatan kaki dengan baik karena mendapatkan informasi yang diperoleh baik
dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka
pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
Majunya teknologi dan tersedia bermacam-macam media massa yang bisa
didapat tentang perawatan kaki sebagai sarana komunikasi dengan berbagai
bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan tentang praktik perawatan kaki.
Informasi yang memadai dan rasional bagi penyandang diabetes melitus, dari
tenaga pengelola diabetes melitus yang profesional, pengetahuan para
penyandang diabetes melitus mengenai penyakitnya diharapkan akan semakin
meningkat dan akan dapat dihindari adanya berbagai informasi yang kadang
malahan menyesatkan. Dengan pengetahuan yang baik akan dapat diperoleh
kepatuhan yang lebih besar terhadap anjuran pengelola kesehatan terutama
perawatan kaki dan selanjutnya akan dapat diharapkan hasil pengelolaan
diabetes melitus yang maksimal, berupa pencegahan terjadinya komplikasi
kronik diabetes (Waspadji, 2007).
Penyuluhan diperlukan bagi klien diabetes melitus tipe 2 karena penyakit
diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan perilaku seseorang untuk berubah.
Penyuluhan yang diberikan kepada klien adalah program edukasi diabetes
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
melitus tentang perawatan kaki yang merupakan pendidikan dan pelatihan
tentang pengetahuan dan praktik bagi klien diabetes. Dari hasil wawancara
dengan responden banyak yang mengatakan belum pernah mendapatkan
penyuluhan tentang perawatan kaki di rumah sakit, ketika di rumah sakit klien
hanya mendapatkan pemeriksaan gula darah dan pengobatan lanjutan. Namun
sebagian ada juga mengatakan mendapatkan informasi tentang penyakitnya
melalui media masa seperti surat kabar atau majalah. Edukasi diabetes yang
dilakukan secara adekuat akan meningkatkan kemampuan klien diabetes
melitus tipe 2 untuk melakukan perawatan kesehatan diri secara konsisten
sehingga akan tercapai pengontrolan kadar glukosa darah secara optimal dan
komplikasi diabetes melitus dapat diminimalkan (Basuki, 2009).
Praktik perawatan kaki sangat penting dilakukan pada kegiatan pelayanan
kesehatan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dibutuhkan perubahan
perilaku dari klien dan perlu dilakukan edukasi bagi klien dan keluarga untuk
pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana dengan
baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi
dan tenaga kesehatan lainnya (Perkeni, 2011). Penyuluhan kesehatan
merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk mengubah individu menuju
hal-hal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut
mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses penyuluhan
kesehatan.
6.1.9 Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Perawatan Kaki
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2
berpengetahuan baik memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan
dengan klien diabetes melitus tipe 2 pengetahuan kurang. Hasil ini berbeda
dengan penelitian menurut Bijoy et al. (2012) didapatkan hasil pengetahuan
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
yang kurang tentang perawatan kaki. Begitu juga penelitian menurut Ekore et
al. (2010) menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan tentang perawatan kaki.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara
pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2.
Klien diabetes melitus tipe 2 yang berpengetahuan baik mempunyai peluang
2,44 kali untuk memiliki praktik perawatan kaki baik dibandingkan dengan
klien diabetes melitus tipe 2 yang berpengetahuan kurang. Seseorang dengan
pengetahuan yang baik memiliki perawatan kaki yang baik pula dimana
kebiasaan terbentuk oleh pengetahuan yang dimiliki terutama kebiasaan baik
tentang cara-cara perawatan kaki. Hasil ini sejalan dengan penelitian menurut
Desalu et al. (2011) bahwa pengetahuan yang baik memiliki praktek perawatan
kaki yang baik.
Perawatan kaki seharusnya dilakukan oleh setiap orang, terutama juga harus
dilakukan oleh penderita diabetes melitus. Hal ini dikarenakan penderita
diabetes sangatlah rentan terkena luka pada kaki, dimana proses penyembuhan
luka tersebut juga membutuhkan waktu yang lama. Sehingga apabila setiap
orang mau untuk melakukan perawatan kaki dengan baik, akan mengurangi
resiko terjadinya komplikasi pada kaki. Oleh karena itu perawatan kaki yang
baik dapat mencegah terjadinya kaki diabetik, karena perawatan kaki
merupakan salah satu faktor penanggulangan cepat untuk mencegah terjadinya
masalah pada kaki yang dapat menyebabkan ulkus kaki.
Tindakan pencegahan kaki diabetik terdiri dari mencari informasi tentang kaki
diabetik, identifikasi faktor resiko, manajemen diabetes melitus, perawatan
kaki, edukasi perawatan diabetes melitus, dan penggunaan alas kaki yang
semestinya, serta penanggulangan yang cepat apabila ada masalah pada kaki.
Pencegahan terjadinya komplikasi pada kaki adalah dengan melakukan
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
pengontrolan kadar gula darah secara teratur dan mencegah terjadinya luka
pada kaki karena adanya komplikasi yang disebut neuropati, pasien diabetes
mengalami penurunan sensitivitas dan intoleransi terhadap dingin di kaki
mereka. Neuropati terjadi ketika suplai darah ke ujung saraf kecil di kaki dan
tangan berhenti atau berkurang (Echeverry, 2007).
Praktik yang lebih baik dalam melakukan perawatan kaki akan mengurangi
risiko terkena kaki diabetik. Karena mencegah terjadinya kaki diabetik lebih
baik daripada proses penyembuhannya. Proses penyembuhan kaki diabetik
membutuhkan waktu yang lama. Menurut Saskatchewan Ministry of health
(2008) dalam Sihombing 2012, jika sudah terjadi kaki diabetik maka akan
memerlukan waktu yang lama untuk penyembuhan.
6.2
Keterbatasan Penelitian
a. Pengumpulan data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner tanpa
melakukan observasi perilaku. Hal ini dapat saja menimbulkan bias karena
responden tidak mengisi sesuai dengan keadaan sebenarnya ataupun
mengalami kesulitan dalam mengisi instrumen. Walaupun peneliti telah
melakukan penjelasan sebelum penelitian (informed consent) akan tetapi hal
tersebut tidak menutup kemungkinan masih saja dapat terjadi. Dalam
penelitian ini peneliti melakukan kriteria penilaian pengetahuan berdasarkan
nilai rata-rata dari penelitian sehingga cut of point rendah. Oleh karena itu
untuk penelitian selanjutnya digunakan kriteria penilaian pengetahuan
sesuai standar yang ditetapkan berdasarkan teori-teori bukan dari hasil
penelitian.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
b. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga point,
berdasarkan
variabel
yang
diteliti
yaitu
karakteristik
responden,
pengetahuan dan praktik perawatan kaki. Banyaknya jumlah kuesioner
penelitian ini sehingga pengisian tidak fokus, dan banyak responden yang
meminta peneliti untuk dibacakan. Instrumen
pengetahuan
merupakan
pengembangan dari instrumen Diabetes Foot Care Knowledge Scale
(DFKS) yang dikembangkan oleh Shiu & Wong (2011), sedangkan untuk
instrumen praktik perawatan kaki dikembangkan dari Questions determining
the knowledge and practices about foot care yang dikembangkan oleh
Hasnain dan Sheikh (2009). Sebelum dilakukan uji validitas dan reliabelitas
instrumen, ditemukan beberapa pertanyaan yang tidak valid, tetapi karena
mengingat substansi tersebut penting untuk diketahui maka pertanyaan
tersebut tetap dimasukkan dengan merubah struktur pertanyaan. Seharusnya
uji instrumen dilakukan lagi tetapi karena keterbatasan waktu maka
pengujian hanya dilakukan sekali.
6.3 Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan
a. Implikasi terhadap pelayanan keperawatan
Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan memiliki peran
dan tanggung jawab dalam membantu pasien diabetes melitus supaya tetap
sehat, dengan memberikan pelayanan keperawatan yang bersifat promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pasien diabetes melitus yang datang ke
tempat pelayanan kesehatan harus mendapatkan pelayanan yang profesional.
Pasien harus mendapatkan pelayanan keperawatan yang dibutuhkan serta
mendapatkan informasi yang aktual dan menyeluruh mengenai rencana
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
perawatan selanjutnya, sehingga pasien akan terhindar dari komplikasi akut
maupun kronis.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetik, diantaranya
praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus. Hasil penelitian
menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan praktik perawatan
kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Klien yang tidak melakukan perawatan
kaki sejak dini akan memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan klien yang
sejak awal melakukan perawatan kaki. Oleh karena itu perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien diabetes melitus tipe 2 supaya
lebih meningkatkan efektifitas manajemen terapeutik khususnya tentang
praktik perawatan kaki.
Perawat spesialis medikal bedah harus mampu memberikan penyuluhan
kesehatan mengenai praktik perawatan kaki dan menyediakan waktu untuk
memberikan kesempatan kepada klien berkonsultasi mengenai bagaimana
klien diabetes melitus merawat kakinya agar terhindar dari terjadinya ulkus
kaki.
Melakukan upaya pengelolaan kaki diabetik meliputi: pencegahan primer
seperti penyuluhan perawatan kaki, latihan kaki, pemeriksaan kaki dengan
visual inspection dan pemeriksaan lengkap. Melakukan pencegahan sekunder
yang difokuskan pada pasien dengan luka kaki diabetik, seperti perawatan
luka, pencegahan dan penanggulangan infeksi.
b. Implikasi dalam ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu bukti ilmiah bahwa klien diabetes
melitus yang pengetahuan kurang yaitu 45,3 %. Diketahui ada hubungan yang
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
bermakna antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada klien
diabetes melitus. Oleh karena itu hasil penelitian ini menjadi sangat penting
bagi institusi pelayanan kesehatan untuk melaksanakan program pendidikan
kesehatan yang terstruktur dan terintegrasi untuk dapat meningkatkan praktik
perawatan kaki yang optimal yang dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri
sehingga dapat menurunkan insidensi komplikasi kaki diabetik. Hal ini juga
dapat dijadikan dasar untuk penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap praktik perawatan kaki dan upaya pencegahan
selanjutnya benar-benar didasarkan dari hasil penelitian dan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
Pengetahuan tentang perawatan kaki berhubungan secara bermakna dengan
praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Oleh karena itu
dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien diabetes melitus, aspek
informasi dan edukasi harus lebih diperhatikan. Perawat juga perlu memahami
mengenai perilaku klien sebagai dasar untuk memotivasi klien diabetes
melitus merubah perilaku kesehatan menjadi yang lebih baik dan mandiri.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini merupakan bagian akhir dari laporan hasil penelitian mencakup simpulan
hasil pembahasan yang berkaitan dengan upaya menjawab tujuan dan hipotesis
penelitian. Serta beberapa saran peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan.
7.1 Simpulan
a. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan praktik
perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
b. Penelitian yang dilakukan memberikan gambaran bahwa klien Diabetes
Melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dengan fokus masalah pengetahuan klien
tentang perawatan kaki sebagian besar baik sedangkan pada praktik perawatan
kaki klien sebagian besar juga baik. Klien mayoritas berusia lebih dari 55
tahun berjenis kelamin terbanyak perempuan, lamanya menderita diabetes
melitus yang kurang 5 tahun sebagian besar berpendidikan rendah. Sebagian
besar klien bekerja dengan berpenghasilan lebih dari Rp. 1.225.000,-.
Sedangkan kebanyakan klien tidak pernah mendapatkan penyuluhan.
c. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan praktik perawatan kaki
pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
d. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan praktik
perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
e. Tidak ada hubungan pendidikan dengan praktik perawatan kaki pada klien
diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
f. Tidak ada hubungan penghasilan dengan praktik perawatan kaki pada klien
Diabetes Melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
g. Tidak ada hubungan lama diabetes melitus dengan praktik perawatan kaki
pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
h. Tidak ada hubungan Pekerjaan dengan praktik perawatan kaki pada klien
diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
i. Tidak ada hubungan penyuluhan perawatan kaki dengan praktik perawatan
kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
j. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan praktik perawatan kaki pada
klien diabetes melitus tipe 2 adalah pengetahuan
7.2 S a r a n
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, peneliti menyarankan perlu ditingkatkan
upaya pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2
yang bersifat preventif, sebagai berikut :
7.2.1
Pelayanan Keperawatan :
a. Dilaksanakan program kegiatan pendidikan kesehatan (Health Education)
yang terencana, terorganisir dan berkesinambungan yang ditujukan kepada
klien diabetes melitus atau keluarganya khususnya mengenai pengetahuan
dan praktik perawatan kaki selain itu juga tentang diet diabetes melitus,
aktivitas atau latihan, obat hipoglikemik oral, pemberian insulin, dan lain
sebagainya.
b. Disediakan tempat dan jadwal khusus untuk memberikan kesempatan
kepada klien diabetes melitus atau keluarga untuk berkonsultasi mengenai
perawatan kaki di semua rumah sakit di Kalimantan Selatan.
c. Dilakukan pemeriksaan kaki melalui visual inspection setiap kali
kunjungan berobat atau pemeriksaan lengkap setiap tahun. untuk
mendeteksi adanya neuropati atau faktor resiko terjadinya ulkus diabetik.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
7.2.2 Klien dan Keluarga
a. Klien supaya selalu mematuhi apa yang disarankan oleh oleh tenaga
kesehatan dalam merawat kesehatan dirinya terutama tentang perawatan
kaki selain memonitor kadar glukosanya secara rutin, penyesuaian diet,
keteraturan aktivitas dan kunjungan berobat.
b. Keluarga supaya selalu memberikan dukungan kepada klien untuk selalu
mematuhi apa yang disarankan oleh tenaga kesehatan agar klien tetap
sehat meskipun mengalami diabetes melitus.
7.2.2
Ilmu Keperawatan
Klien diabetes melitus tipe 2 yang belum mendapatkan penyuluhan masih
cukup besar, oleh karena itu hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi
dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap akses mendapatkan informasi pada klien diabetes melitus.
7.2.3
Penelitian Selanjutnya
Pada penelitian ini dapat dijadikan dasar informasi untuk penelitian
selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan prevensi terjadinya komplikasi
kaki diabetik pada responden diabetes melitus dan keluarga penekanan tentang
observasi praktik preventif, tidak sekedar pengisian data kuesioner.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. (2011). Standards of Medical Care in Diabetes 2011. Journal Diabetes Care, 34, 511-561.
Arifin, Z. (2011). Analisis Hubungan Kualitas Tidur dengan Kadar Glukosa Darah
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa
Tenggara Barat. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Ayele, K., Tesfa, B., Abebe, L., Tilahun, T.,& Girma, E. (2012). Self Care Behavior
among Patients with Diabetes in Harari, Eastern Ethiopia: The Health
Belief Model Perspective.7(4), Di unduh dari www.plosone.org.
Bai, Y. L., Chiou, C. P, & Chang, Y. Y. (2009). Self-care behaviour and related
factors in older people with Type 2 diabetes. Journal Clinical Nursing,
18(23), 3308-3315.
Basuki, E. (2009). Teknik Penyuluhan Diabetes Melitus dalam Soegondo, S.,
Soewondo, P.,& Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Bijoy C.V., Feba B., Vikas R.C., Dhandapani C., Geetha K., Vijayakumar A. (2012).
Knowledge Assessment and Patient Counseling on Diabetic Foot Care.
Indian Journal of Pharmacy Practice, 5(2), 11-15.
Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). Medical-Surgical Nursing : Clinical Manaement
for Positive Outcome. (8th ed.). St. Louis, Missouri : SaundersElsevier.
Cahyono, J.B.S.B. (2007). Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Dexa medica, 20(3),
103-108. Di unduh dari http://www.dexa-medica.com/images/publication.
Dahlan, M.S. (2010). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Seri Evidence Based Medicine. Seri 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Balitbangkes.
Desalu, O.O., Salawu, F.K, Jimoh, A.K., Adekoya, A.O., Busari, A.O.,& Olokaba,
A.B. (2011). Diabetic Foot Care : Self Reported Knowledge and Practice
among Patients Attending Three Tertiary Hospital in Nigeria. Ghana
Medical Journal, 45(2), 60-65.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Dharma, K.K.(2011). Metode Penelitian Keperawatan : Panduan Melaksanakan
dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : Trans Info Media.
Digiulio, M., Jackson, D. & Keogh, J. (2007) Medical-Surgical Nursing :
Demystified. A Self-Teaching Guide. New York : Mc-Graw Hill.
Echeverry, D., Duran, P., Bonds, C., Lee, M., Davidson, M.B.. (2009). Effect of
Pharmacological Treatment of Depression on A1C and Quality of Life in LowIncome Hispanics and African Americans With Diabetes. A randomized,
double-blind, placebo-controlled trial. Diabetes Care, 32(12), 2156–2160, Di
unduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2782968/
Ekore, R.I., Ajayi, I.O., Arije, A., & Ekore, J.O. (2010). Attitude; Diabetic Foot Care;
Knowledge; Type 2 Diabetes Mellitus. African Journal of Primary Health
Care & Family Medicine. 2(1), 1-3.
Friedman, M., Bowden, V. R., Jones, E., (2003). Family Health Nursing. Theory and
Practice 5th Edition. Pearson Education Inc. USA
Hasnain, S. & Sheikh, H.S. (2009). Knowledge and Practices Regarding Foot Care in
Diabetic Patients Visiting Diabetic Clinic in Jinnah Hospital Lahore.
Journal Pakistan Medical Association, 59(10), 659-687.
Hastono, S.P. (2007). Analisis Data Kesehatan: Basic Data Analysis for Health
Research Training. FKM UI. Tidak diterbitkan.
Heitzman, J. (2010). Foot Care for Patients With Diabetes. 26(3), 250–263. Diunduh
dari http://www.nursingcenter.com/lnc/journalarticle?Article_ID=1047440.
Hoong Kew Kam. (2011). Tingkat Pengetahuan tentang Penyakit Diabetes Mellitus
pada Pasien Diabetes di Poli-Endokrin, Departemen Penyakit Dalam,
Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan.
Ilyas, E.I. (2009). Olahraga bagi Diabetesi dalam Soegondo, S., Soewondo, P.,&
Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Jinadasa, C.V.M. & Jeewantha, M. (2011). A Study to Determine the Knowledge and
Practice of Foot Care in Patients with Chronic Diabetic Ulcer. International
Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health,
3(1), 115-122.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Kementerian Kesehatan RI. (2011). World Diabetes Day 14 November 2011.
http://www.pppl.depkes.go.id/index.php?c=berita&m=fullview&id=374.
Lapau, B. (2012). Metode Penelitian Kesehatan : Metode Ilmiah Penulian Skripsi,
Tesis dan Disertasi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Levine, J.P. (2008). Type 2 Diabetes Among Women: Clinical Considerations for
Pharmacological Management to Achieve Glycemic Control and Reduce
Cardiovascular Risk. Journal of Women’s Health, 17(2), 249-260.
Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., &Camera, I.M. (2011).
Medical Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical
Problem. 8th ed., St. Louis: Mosby, Inc.
Lipsky, B.A., Berendt, A.R., Deery, H.G., Embil, J.M., Joseph, W.S., & Karchmer,
A.W. (2004). Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections.
Guidelines for Diabetic Foot Infections. CID, 39, 885-888. Infectious
Diseases Society of America.
Di unduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16799390.
Marmot Sir Michael. 2010. Area aksi IPH dalam ketidaksetaraan kesehatan:
pendidikan, ketrampilan hidup dan pekerjaan. Di unduh dari
http://www.publichealth.ie/healthinequalities/educationandskills
Monalisa, T. & Gultom, Y. (2009). Perawatan Kaki Diabetes dalam Soegondo, S.,
Soewondo, P.,& Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Notoatmodjo, S. (2002). Metode Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Jakarta : Rineka
Cipta
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat : Ilmu & Seni. Edisi Revisi 2011.
Jakarta : Rineka Cipta
Nugroho, W., (1992). Perawatan Lanjut Usia, Jakarta, EGC.
PD Persi News. (2011). RI Rangking Keempat Jumlah Penderita Diabetes
Terbanyak Dunia, Di unduh dari
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&nid=618&catid=23.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Perkeni. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia, Edisi Revisi.
Polikandrioti, M. (2009). Exercise and Diabetes Melitus, Di unduh dari
http://www.hsj.gr/volume3/ issue3/331.pdf.
Rheeder, P., Venn, M., de Korte, E., & van Zyl, D. (2008). Knowledge of Foot-Care
in People with Diabetes in a Tertiary Care Setting, Journal of
Endocrinology, Metabolism and Diabetes of South Africa (JEMDSA), 13(3),
105-108.
Rochmah, W. (2006). Diabetes Melitus pada Usia Lanjut dalam Sudoyo, A.W.,
Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. (4th ed). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
RSUD Ulin Banjarmasin. (2012). Profil RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2011.
Banjarmasin (tidak dipublikasikan).
RSUD Banjarbaru. (2012). Profil RSUD Banjarbaru Tahun 2011. Banjarbaru (tidak
dipublikasikan).
RSUD Ratu Zalecha Martapura. (2012). Profil RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tahun 2011. Martapura (tidak dipublikasikan).
Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis
(Edisi 4), Jakarta : Sagung Seto.
Shiel
Jr.,
W.C.
(2012).
Diabetes
Treatment,
Di
unduh
dari
http://www.medicinenet.com/diabetes_treatment/page7.htm#treatment_of_d
iabetes_with_insulin
Sihombing, D. (2012). Gambaran Perawatan Kaki Dan Sensasi Sensorik Kaki Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poliklinik DM RSUD. Universitas
Padjadjaran, Bandung
Shiu, A.T-Y., & Wong, R.Y-M. (2011). Diabetes Foot Care Knowledge: a Survey of
Registered Nurses. Blackwell Publishing Ltd, Journal of Clinical Nursing,
20, 2367–2370.
Sigurdardottir, A.K. (2005). Self-care in Diabetes: Model of Factors Affecting Selfcare, di unduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15707440
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L.,& Cheever, K.H. (2010). Brunner &
Suddarth’s: Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams &Wilkins.
Soemardini, Nurudin, M., & Debora, O. (2008). Perbandingan Penyuluhan
Perawatan Kaki dengan dan Tanpa Demonstrasi terhadap Tingkat
Pemahaman pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 diPoliklinik Diabetes
Mellitus Rumah Sakit Saiful Anwar Malang.
Soegondo, S. (2009). Prinsip Penanganan Diabetes, Insulin dan Obat Hipoglikemik
Oral dalam Soegondo, S., Soewondo, P.,& Subekti, I. (Eds.).
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sousa, V.D., Zauszniewski, J.A., Musil, C.M., Lea, P.J.P.,& Davis, S.A. (2005).
Relationship among self-care agency, self efficacy, self-care and glycemic
control. Research and Theory for Nursing Practice : An International
Journal, 9(3), 61-67.
Suyono, S. (2009). Kecendrungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes dalam
Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Suyono, S. (2009). Patofisiologi Diabetes melitus dalam Soegondo, S., Soewondo,
P., & Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta,
Bandung.
The University of Melbourne Library (2012). American Psychological Association
(APA) Style 6th, Last modified : 20 December 2012, di unduh dari
http://www.lib.unimelb.
edu.au/recite/citations/apa6/ref00-indexJournal.
html?style=1&type=2.
Tomey, Marriner A., Alligoods,& Raile M. (2006). Nursing Theorists and Their
Work. 6th ed. St.Louis, Missouri.-Mosby Elsevier.
Varghese, B.C., Feba B., Vikas R.C., Dhandapani C., Geetha K., & Vijayakumar A.
(2012). Knowledge Assessment and Patient Counseling on Diabetic Foot
Care. Indian Journal of Pharmacy Practice.5(2)
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Waspadji, S. (2007). Pertanyaan Pasien dan Jawabannya tentang Diabetes. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Waspadji, S. (2009). Diabetes Melitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya yang
Rasional dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (Eds.).
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Waspadji, S. (2009). Diabetes Melitus, Penyulit Kronik dan Pencegahannya dalam
Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Waluyo, N. A. (2011). Hubungan Kepatuhan Pasien Dengan Kejadian Ulkus
Diabetik Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus Di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
World Health Organization. (1999). Definition, Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus and its Complications, Report of a WHO Consultation,
Part 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, Geneva, 59p,
WHO/NCD/NCS/99.2. http://whqlibdoc.who.int/hq/1999/WHO_NCD_NC
S_99.2.pdf
World Health Organization. (2003). Section III : Disease-Specific Reviews,
Adherence to Long-Term Therapies : Evidence for Action. Di unduh dari
http://www.who. int/chp/knowledge/publicantions/adherence_section3.pdf.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Lampiran 2
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Lampiran 3
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Lampiran 4
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
PENJELASAN PENELITIAN
Judul Penelitian : Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Diabetes Melitus
Tipe 2 di Kalimantan Selatan
Peneliti
: Noor Diani
NPM
: 1006833911
Saya Noor Diani adalah mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, bermaksud melaksanakan penelitian untuk
mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien
diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan.
Prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah pengisian kuesioner mengenai
biodata, pengetahuan dan praktik perawatan kaki. Waktu yang dibutuhkan untuk
mengisi kuesioner kurang lebih 30 - 60 menit.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan resiko apapun yang sifatnya merugikan, tetapi
jika Bapak/ Ibu/ Saudara (i) ketika mengisi kuesioner ini merasa kelelahan, maka
Bapak/ Ibu/ Saudara (i) berhak meminta untuk dihentikan dan akan dilanjutkan
kembali sesuai dengan keinginan Bapak/ Ibu/ Saudara (i). Jika Bapak/ Ibu/ Saudara
(i) tidak bersedia melanjutkan penelitian ini, maka saya akan menghargai keinginan
Bapak/ Ibu/ Saudara (i) dan tidak akan memaksakan.
Informasi yang Bapak/ Ibu/ Saudara (i) berikan selama prosedur penelitian akan
peneliti jamin kerahasiaanya. Demikian penjelasan ini peneliti sampaikan dan atas
perhatian dan partisipasinya dalam penelitian ini peneliti ucapkan terima kasih.
Banjarmasin,
Desember 2012
Peneliti
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Lampiran 5
SURAT PERNYATAAN BERSEDIA
BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN
Yang bertandatangan di bawah ini saya:
Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Tlp./HP :
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, dengan ini saya menyatakan bersedia
berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Pengetahuan dan
Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan”.
Adapun bentuk kesediaan saya ini adalah:
1. Bersedia untuk meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner.
2. Memberikan informasi yang benar dan sejujurnya terhadap apa yang diminta atau
ditanyakan oleh peneliti
Keikutsertaan saya ini sukarela tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Banjarmasin, Desember 2012
Mengetahui
Peneliti
Yang membuat pernyataan
Noor Diani
_______________________
(Nama & Tanda tangan)
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Lampiran 6
KUESIONER PENELITIAN
PENGETAHUAN DAN PRAKTEK PERAWATAN KAKI
PADA KLIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
Petunjuk pengisian :Isilah pertanyaan berikut dan berikan tanda check list (√) pada
jawaban yang sesuai
A. Karakteristik responden
1. Inisial
2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Lama menderita Diabetes Mellitus
5. Pendidikan :
 Tidak Sekolah
 SD/MI
 SMP/MTs
6. Pekerjaan :
 Tidak bekerja
 Buruh
 Petani
 Pedagang
: ___________________
: ______tahun
:L / P
: ___________tahun
 SMA/MA
 Akademi/PT
 Swasta, sebutkan ................................
 PNS/TNI/POLRI
 Lain-lain .............................................
7. Berapa rata-rata pendapatan perbulan
 < Rp. 1.225.000
 ≥ Rp. 1.225.000
8. Pernah mendapatkan penyuluhan tentang perawatan kaki
 Ya, Sebutkan oleh ...................
 Tidak
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Lampiran 7
B. Kuesioner pengetahuan klien tentang perawatan kaki
Petunjuk: Berilah tanda check list (√) pada kolom Benar atau Salah sesuai dengan
pilihan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) ketahui berkaitan dengan perawatan kaki
No
Pertanyaan
Benar
1 Berapa kali Bapak/ Ibu/ Saudara (i) harus memeriksa kaki?
• Setiap hari
• Dua kali seminggu
• Lebih sering jika ketidaknyamanan atau rasa sakit
dirasakan diseluruh kaki
• Setelah memakai sepatu baru
• Permintaan dari dokter untuk melakukan hal tersebut
disetiap konsultasi
2 Apa yang harus Bapak/ Ibu/ Saudara (i) perhatikan ketika
Bapak/ Ibu/ Saudara (i) memeriksakan kakinya?
• Memeriksa area kaki termasuk telapak kaki, sela-sela jari
kaki, bagian depan kaki, dan tumit
• Memeriksa setiap retakan kaki, lecet, kutil
• Setiap adanya luka
• Setiap adanya perubahan warna, misalnya memar,
kebiruan
• Setiap adanya bengkak
• Setiap adanya perubahan suhu
3 Tentang cara pemotongan kuku kaki
• Memotong tiap sudut kuku kaki
• Tidak memotong kuku kaki untuk menghindari luka
• Memotong kuku kaki dengan lurus
• Memotong kuku kaki sependek mungkin
4 Pada bagian mana dari kaki yang tidak tepat atau tidak boleh
diberikan pelembab ?
• Telapak kaki
• Tumit
• Sela-sela jari kaki
• Permukaan/ Punggung kaki
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Salah
No
Pertanyaan
Benar
5 Apa yang harus dilakukan jika Bapak/ Ibu/ Saudara (i)
memiliki kutil pada kaki?
• Menggunakan plester kutil
• Rendam kaki di air dan potong kutil dengan gunting
• Pergi ke ahli kecantikan
• Menggunakan batu apung
• Mengganti sepatu yang lebih baik
6 Apabila terjadi luka ringan pada kaki, apa yang harus Bapak/
Ibu/ Saudara (i) gunakan untuk mengobati luka tersebut?
• Menggunakan Merkurokrom/ obat merah
• Menggunakan obat ramuan tradisional
• Memakai alkohol khusus bedah
• Menggunakan cairan antiseptik seperti sabun
• Menggunakan cairan NaCl atau cairan Infus
7 Apa yang harus digunakan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) untuk
menjaga kaki tetap hangat di musim dingin?
• Selimut Listrik
• Botol air panas
• Baskom berisi air panas
• Kaos kaki berbahan katun atau wol
8 Apa yang harus dilakukan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) jika merasa
sakit pada kaki?
• Menggunakan plester herbal
• Menggunakan air panas atau mencuci kaki dengan air jahe
• Menggunakan obat tradisional
• Berkonsultasi ke ahli perawatan kaki, perawat diabetes
atau dokter
9 Jenis kaos kaki seperti apa yang sesuai untuk Bapak/ Ibu/
Saudara (i) ?
• Katun
• Sintetis
• Wol
• Nylon
10 Jenis sepatu yang tepat untuk digunakan Bapak/ Ibu/ Saudara
(i) ?
• Sepatu yang terbuka bagian atas dan depannya
• Sepatu Olahraga
• Sepatu dengan tumit tinggi
• Sepatu sendal
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Salah
No
Pertanyaan
Benar
11 Bagaimana Bapak/ Ibu/ Saudara (i) memilih sepatu agar
sesuai dengan kaki?
• Membeli sepatu di pagi hari
• Meminta teman atau anak untuk membelikan sepatu
• Bentuk ujung sepatu yang datar dan sempit
• Panjang sepatu setidaknya harus 1,5 cm lebih panjang dari
kaki
12 Apa faktor risiko untuk ulkus kaki?
• Kulit yang pecah-pecah
• Kapalan/ kallus tebal
• Luka bakar
• Sepatu yang tidak pas
• Teknik pemotong kuku yang salah/ sembarangan
• Menggunakan benda tajam untuk memotong kutil
• Memakai alkohol bedah diantara jari-jari kaki
13 Pada kondisi seperti apa Bapak/ Ibu/ Saudara (i) harus
membuat janji dengan ahli perawatan kaki/ podiatris?
• Pada pertumbuhan kuku kaki
• Tumbal/ Kalus yang menebal
• Masalah dalam memilih sepatu
• Masalah dalam perawatan kaki
• Adanya luka ulkus pada kaki baru-baru ini, muncul dan
harus disembuh saat ini
14 Pada kondisi seperti apa Bapak/ Ibu/ Saudara (i) harus
berkonsultasi dengan dokter atau ahli perawatan kaki/
podiatrist?
• Luka yang membengkak atau bernanah
• Tidak ada perbaikan setelah merawat sendiri luka selama 3
hari
• Perubahan warna kaki, misalnya berubah mnjadi hitam
• Setelah membeli sepasang sepatu baru
Sumber: Modifikasi Shiu & Wong (2011)
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Salah
Lampiran 8
C. Kuesioner praktik perawatan kaki
Petunjuk: Berilah tanda check list (√) pada kolom Ya atau Tidak sesuai dengan
pilihan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) lakukan atau tidak lakukan berkaitan dengan praktik
perawatan kaki
Dilakukan
No
Aktivitas
Ya Tidak
1
Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) setiap hari minum obat
antidiabetik untuk mencegah komplikasi
2
Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) setiap hari mencuci kaki
3
Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) menggunakan air hangat untuk
mencuci kaki/ saat mandi
4
Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) sebelum menggunakan air
hangat terlebih dahulu mencek suhu air
5
Apakah kaki yang telah dicuci dikeringkan dengan lembut,
khususnya diantara jari kaki
6
Apakah pada sela jari kaki Bapak/ Ibu/ Saudara (i) diberi bedak
agar tetap kering
7
Apakah bagian atas dan bawah kaki Bapak/ Ibu/ Saudara (i)
selalu diberi pelembab
8
Apakah pada sela jari kaki Bapak/ Ibu/ Saudara (i) diberi
pelembab
9
Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) jika menggunakan kaos kaki
sering mengganti kaos kaki.
10 Apakah kuku kaki yang panjang dipotong mengikuti bentuk
kuku sampai kesudut kuku (tidak lurus)
11 Apakah setiap hari Bapak/ Ibu/ Saudara (i) melakukan
pemeriksaan pada kaki
12 Apakah alas kaki yang digunakan nyaman dan tidak sempit
13 Apakah sebelum memakai sepatu Bapak/ Ibu/ Saudara (i)
selalu membersihkan bagian dalamnya terhadap benda-benda
asing seperti kerikil atau benda-benda kecil lainnya
14 Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) selalu menggunakan alas kaki
ketika berjalan
15 Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) segera berkonsultasi ke dokter/
petugas/ahli yang menangani diabetes jika ada perubahan pada
kaki dengan tanda-tanda : kemerahan, nyeri, atau adanya luka
baik kecil maupun besar.
Sumber: Modifikasi Hasnain & Sheikh (2009)
Terima kasih atas kesediaannya telah mengisi kuisioner ini.
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Lampiran 9
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
TAHUN 2012-2013
NO
September
1 2 3 4
KEGIATAN
1.
Penyelesaian Bab 1 s.d 4
2.
Ujian Proposal
3.
Pengumpulan data
4.
Analisisdanpenafsiran data
5.
Ujianhasilpenelitian
6.
Penulisan 1 draft artikeluntukpublikasi
7.
Sidangtesis
8.
Penulisantesis
9.
Perbaikantesis
10.
Pengumpulanlaporan (tesis)
Oktober
1 2 3 4
November
1 2 3 4
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Desember
1 2 3 4
Januari
1
2
Lampiran 10
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Noor Diani
Tempat, Tanggal Lahir
: Banjarmasin, 17 Maret 1978
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: PNS
Alamat Rumah
: Komplek Gotong Royong Perdana, Blok A, No.5, Rt.6
Rw.6, Jalan Gotong Royong, Kelurahan Mentaos,
Kecamatan Banjarbaru Utara, 70711, Kota Banjarbaru,
Kalimantan Selatan, HP. 081349331174.
Alamat e-mail
: [email protected]
Alamat Institusi
: Jalan Ahmad Yani, Km 36, No.1, Kota Banjarbaru,
Kalimantan Selatan.
Riwayat Pendidikan
: •
•
•
•
•
Riwayat Pekerjaan
: • Perawat Pelaksana RS Islam Banjarmasin, Kalimantan
Selatan (2000 – 2002)
• Staf Pengajar pada STIKES Cahaya Bangsa
Banjarmasin, Kalimantan Selatan (2006 – 2007)
• Staf Pengajar pada AKPER Intan Martapura,
Kalimantan Selatan (2005 – 2009)
• Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat ,
Kalimantan Selatan (2006 – Sekarang)
SD Negeri Surgi Mufti 1 Banjarmasin, lulus tahun 1990
MTsN Mulawarman Banjarmasin, lulus tahun 1993
SMA Negeri 2 Banjarmasin, lulus tahun 1996
AKPER Depkes Banjarbaru, lulus tahun 1999
Ners Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
lulus tahun 2004
• Magister
Ilmu
Keperawatan
Fakultas
Ilmu
Keperawatan Medikal Bedah, Universitas Indonesia
(2011 – Sekarang)
Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013
Download