UNIVERSITAS INDONESIA PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PERAWATAN KAKI PADA KLIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI KALIMANTAN SELATAN TESIS NOOR DIANI NPM 1006833911 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN DEPOK JANUARI 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PERAWATAN KAKI PADA KLIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI KALIMANTAN SELATAN TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan NOOR DIANI NPM 1006833911 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JANUARI 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Noor Diani NPM : 1006833911 Tanda Tangan : Tanggal : 11 Januari 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 LEMBAR PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh Nama : Noor Diani NPM : 1006833911 Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Judul Tesis : Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Agung Waluyo, SKp., MSc, PhD. ( ) Pembimbing II : Lestari Sukmarini, SKp., MNS. ( ) Penguji I : Riri Maria, SKp., MANP ( ) Penguji II : Ernawati, SKp, M.Kep,Sp.Kep.MB ( Ditetapkan di : Depok Tanggal : 11 Januari 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 ) KATA PENGANTAR Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan”. Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Agung Waluyo, SKp, MSc, PhD selaku Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan tesis. 2. Lestari Sukmarini, S.Kp., MNS selaku pembimbing II yang telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan tesis. 3. Riri Maria, SKp., MANP, selaku penguji I pada sidang ujian proposal dan sidang ujian hasil yang telah banyak memberikan masukan dan arahan selama penyusunan tesis. 4. Dewi Irawaty, MA., PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 5. Astuti Yuni Nursasi, MN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 6. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia . 7. Rekan-rekan mahasiswa khususnya Program Magister Keperawatan Medikal Bedah yang telah saling mendukung dan membantu selama proses pendidikan. 8. Suamiku tercinta H. Muhammad Fakhruddin Noor dan putra-putri ku Muhammad Haikal Ash-Shiddiqiy, Nabiila Aufaa ‘Aziizah dan Muhammad Hafidz Ghazi Al Fath tercinta yang senantiasa memberikan semangat, do’a dan kasih sayangnya kepada peneliti serta kesediaannya mengikuti pendidikan di Universitas Indonesia. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 9. Ibunda Hj. Gusti Masriyah, atas segala do’a dan motivasinya selama ini, Ayahnda H. Soehaimi (Alm) yang selalu menginspirasi untuk terus meningkatkan pendidikan. 10. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini. Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Selanjutnya peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan tesis ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan Depok, Januari 2013 Peneliti Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Noor Diani NPM : 1006833911 Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Fakultas : Ilmu Keperawatan Jenis Karya : Tesis Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmia saya yang berjudul : Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebgai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Pada Tanggal : Depok : 11 Januari 2013 Yang menyatakan Noor Diani Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Noor Diani : Magister Ilmu Keperawatan : Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Upaya pencegahan primer pada pengelolaan kaki diabetik bertujuan untuk mencegah luka kaki secara dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Penelitian ini merupakan penelitan descriptive correlational dengan desain cross sectional dan jumlah sampel sebanyak 106 orang. Hasil analisis Chi Square menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 (p=0,040). Faktor pengetahuan memiliki peluang 2,38 kali untuk melakukan praktik perawatan kaki. Direkomendasikan untuk perlunya dikembangkan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dan pemeriksaan kaki. Kata Kunci: Pengetahuan perawatan kaki, praktik perawatan kaki, diabetes melitus tipe 2. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 ABSTRACT Name Study Program Title : Noor Diani : Master of Nursing : Knowledge and Practice on Foot Care Client Type 2 Diabetes Mellitus in South Kalimantan Primary prevention in management of diabetic foot is to prevent foot injuries. This study aimed to determine the correlation between knowledge and practice of foot care in the type 2 diabetic patients in South Kalimantan. This study was a descriptive correlational research with cross sectional design and recruited 106 samples. Chi Square analysis results showed a significant correlation between knowledge and practice of foot care in the type 2 diabetic patients (p = 0.04). Factor of knowledge had chance 2,38 times on performing practice of foot care. This study recommended the important of development of health education about foot care and foot examination. Keywords: Knowledge of foot care, foot care practices, diabetes mellitus type 2. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKSI KARYA ILMIAH ............................ ABSTRAK ......................................................................................................... ABSTRACT ...................................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR SKEMA ............................................................................................ DAFTAR TABEL ............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... i ii iii iv vi vii viii ix xi xii xiv BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1 Latar Belakang ……………………………………………...... 1.2 Rumusan Masalah ……….………………………………….... 1.3 Tujuan Penelitian ………..………………………………….... 1.4 Manfaat Penelitian ……….....………………………………... 1 1 9 10 11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2.1 Diabetes Melitus ....................................................................... 2.1.1 Pengertian ……………………………………………… 2.1.2 Klasifikasi ……………………………………………… 2.1.3 Patofisiologi…………………………………….............. 2.1.4 Manifestasi Klinis …………………………………........ 2.1.5 Penatalaksanaan Diabetes …………………………….... 2.1.6 Komplikasi ……………………………………………... 2.2 Pengetahuan………………………………………………....... 2.2.1 Pengertian …………………………………………….... 2.2.2 Tingkat Pengetahuan…………………………………… 2.2.3 Faktor-Faktor Pengetahuan …………………………...... 2.3 Praktik Perawatan Kaki……………………………………...... 2.3.1 Pengertian ……………………………………………… 2.3.2 Tingkat Praktik atau Tindakan……………..………….... 2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perawatan Kaki................................................................................ 2.3.4 Penatalaksanaan Perawatan Kaki..................................... 2.4 Pentingnya Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Pasien Diabetes Melitus dalam Konteks Keperawatan………...... 2.5 Kerangka Teori .......................................................................... 12 12 12 12 13 15 15 20 21 21 22 23 26 26 27 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 27 30 36 38 BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL ................................................................................... 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................... 3.2 Hipotesis ................................................................................... 3.3 Definisi operasional .................................................................. 39 39 40 41 BAB 4 METODE PENELITIAN ............................................................. 4.1 Rancangan Penelitian ............................................................... 4.2 Populasi dan Sampel ................................................................. 4.3 Tempat penelitian ..................................................................... 4.4 Waktu penelitian ....................................................................... 4.5 Etika Penelitian ......................................................................... 4.6 Alat Pengumpul Data ................................................................ 4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas..................................................... 4.8 Prosedur Pengumpulan Data ..................................................... 4.9 Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 4.9.1 Pengolahan data .............................................................. 4.9.2 Analisis data ................................................................... 43 43 43 45 46 46 48 49 50 52 52 52 BAB 5 HASIL PENELITIAN .................................................................. 5.1 Hasil Analisis Univariat ............................................................ 5.2 Hasil Analisis Bivariat .............................................................. 5.3 Hasil Analisis Multivariat ......................................................... 56 56 58 66 BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................ 6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian .................................. 6.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................ 6.3 Implikasi Hasil Penelitian dalam Keperawatan ........................ 70 70 88 89 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 7.1 Simpulan ................................................................................... 7.2 Saran ......................................................................................... 91 91 92 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 DAFTAR SKEMA Halaman Skema : 2.1 Kerangka Teori .................................................................. 38 Skema : 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ........ ..................................... 40 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 DAFTAR TABEL Halaman Tabel : 2.1 Karakteristik dan Implikasi Klinis Diabetes Melitus Tipe 1 dan Diabetes Melitus Tipe 2....................................... 13 Tabel : 2.2 Macam-Macam Insulin dan Cara Kerja dalam Tubuh... 19 Tabel : 3.1 Definisi Operasional ......................................................... 41 Tabel : 4.1 Proporsi Sampel tiap Rumah Sakit .................................... 45 Tabel : 4.2 Analisis Bivariat................................................................. 53 Tabel : 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Lama Menderita Diabetes Melitus, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan, dan Penyuluhan Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) ................................... 57 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) .............................................................................. 58 Hubungan Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106)............................... 59 Hubungan Usia dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) ......................................... 60 Hubungan Jenis Kelamin dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106).................. 61 Hubungan Lama Menderita Diabetes Melitus dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) .............................................................................. 62 Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel : : : : : 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel Tabel Tabel Tabel : : : : 5.7 5.8 5.9 5.10 Hubungan Pendidikan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) ................................... 63 Hubungan Pekerjaan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) ................................... 64 Hubungan Penghasilan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) .............................. 65 Hubungan Penyuluhan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) ................................... 66 Tabel : 5.11 Pemilihan Kandidat Variabel Uji Multivariat ................... 67 Tabel : 5.12 Pemodelan Akhir Analisis Multivariat Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Tahun 2012 ........................................................... 68 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 2 Surat Ijin Pengambilan Data Penelitian Lampiran 3 Surat Keterangan Lolos Uji Etik Lampiran 4 Penjelasan Penelitian Lampiran 5 Surat Pernyataan Bersedia Responden Penelitian Lampiran 6 Kuesioner Karakteristik Klien Diabetes Melitus Tipe 2 Lampiran 7 Kuesioner Pengetahuan Klien tentang Perawatan Kaki Lampiran 8 Kuesioner Praktik Perawatan Kaki Lampiran 9 Jadwal Kegiatan Penelitian Tahun 2012-2013 Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup Berpartisipasi Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah penyakit multisistem kronik yang berhubungan dengan ketidaknormalan produksi insulin, ketidakmampuan penggunaan insulin atau keduanya (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, & Camera, 2011; American Diabetes Association, 2011). Sedangkan menurut Polikandrioti (2012) diabetes melitus adalah gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan hiperglikemia yang sangat terkait dengan komplikasi kesehatan jangka pendek dan jangka panjang. Diabetes melitus adalah masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia karena prevalensi yang meningkat cepat (Lewis et al., 2011). Menurut laporan Center for Disease Control and Prevention/ CDC (2008) jumlah klien diabetes melitus tipe 1 kurang lebih 5-10% sedangkan diabetes melitus tipe 2 mencapai 90 – 95% dan banyak dialami oleh orang dewasa tua lebih dari 40 tahun serta lebih sering terjadi pada individu obesitas (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010; Suyono, 2009). Diabetes melitus merupakan penyakit yang paling kompleks dan menuntut banyak perhatian maupun usaha dalam pengelolaannya dibandingkan dengan penyakit kronis lainnya, karena penyakit diabetes melitus tidak dapat diobati namun hanya dapat dikelola. Tujuan terapi pada tiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa normal tanpa terjadi hipoglikemia serta memelihara kualitas hidup yang baik. Untuk mencapai tujuan terapeutik tersebut ada lima komponen yang harus diperhatikan dan diikuti pasien dalam penatalaksanaan umum diabetes, yaitu diet, latihan, pemantauan kadar glukosa darah, terapi serta pendidikan (Smeltzer et al., 2010). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Menurut World Health Organization (WHO) dalam Kemenkes RI (2011) dan PD Persi (2011), memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) dalam Kemenkes RI (2011) dan PD Persi (2011), memperkirakan kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus dari 7 juta tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Kemenkes RI, 2011; PD Persi, 2011). Menurut Diabetes Care (2004) dalam Kemenkes RI (2011) dan PD Persi (2011) Indonesia menduduki rangking ke 4 (empat) dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India dalam prevalensi diabetes. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) dalam Kemenkes RI (2011) dan PD Persi (2011), diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi diabetes sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk di Indonesia yang berusia diatas 20 tahun dengan asumsi prevalensi diabetes pada daerah urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Dari hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukan bahwa prevalensi diabetes melitus di daerah urban Indonesia untuk usia 15 tahun sebesar 5,7% (1,5% terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan 4,2% baru diketahui diabetes saat penelitian). Sementara itu, menurut Propinsi diperoleh prevalensi diabetes melitus tertinggi terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masingmasing 11,1%) sedangkan prevalensi diabetes melitus terendah di Papua (1,7%). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu tertinggi di Papua Barat (21,8%), sedangkan terendah di Jambi (4%). Sementara itu angka kematian akibat diabetes melitus terbanyak pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan sebesar 14,7%, sedangkan di daerah pedesaan sebesar 5,8% (Kemenkes RI, 2011). Diabetes melitus dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala yang sangat bervariasi. Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik akut maupun kronik (Waspadji, 2009). Salah satu komplikasi umum dari diabetes melitus adalah masalah kaki diabetes. Kaki diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan mudah mengalami luka, dan cepat berkembang menjadi ulkus kaki (Monalisa & Gultom, 2009). Sekitar 15% klien diabetes melitus dalam perjalanan penyakitnya mengalami komplikasi ulkus diabetik terutama ulkus di kaki (Cahyono, 2007). Masalah kaki diabetik yang rumit dengan berbagai pengobatan yang sering memakan waktu, dan biaya yang besar, memberi dorongan bagi kita bahwa semua usaha harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kaki diabetik. Orang yang mengidap penyakit diabetes melitus lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki karena berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) sehingga membuat klien tidak menyadari dan sering mengabaikan luka yang terjadi. Sirkulasi darah pada tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunnya jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Berkurangnya daya tahan tubuh yang terjadi pada klien diabetes melitus juga lebih rentan terhadap infeksi. Kuman pada luka akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat) (Monalisa & Gultom, 2009). Selain itu diketahui bahwa salah satu faktor resiko timbulnya ulkus pada kaki klien diabetes adalah perilaku maladaptif yaitu kurang patuh dalam melakukan pencegahan Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 luka, pemeriksaan kaki, memelihara kebersihan, kurang melaksanakan pengobatan, aktivitas yang tidak sesuai, serta kelebihan beban pada kaki (Lypsky et al., 2004). Upaya pencegahan primer pada pengelolaan kaki diabetik yang bertujuan untuk mencegah luka kaki secara dini penting sekali untuk menghindari kerusakan lebih lanjut dan tidak timbul ulkus yang dapat mengakibatkan tindakan amputasi. Infeksi atau luka kecil harus ditangani dengan serius. Sepatu yang tidak pas harus cepat diganti karena bisa menimbulkan luka (Monalisa & Gultom, 2009). Upaya pencegahan meliputi mengontrol keadaan kadar gula darah dengan diet dan atau pemberian obat yang teratur dari dokter, ditambah dengan perawatan kaki yang baik, yaitu dengan cara memeriksa kaki setiap hari terutama telapak kaki, jari kaki, sela jari kaki, merawat kuku, perawatan kulit kaki, sepatu yang dipakai harus sesuai dengan bentuk dan besarnya kaki, dan senam kaki diabetik. Klien diabetes melitus harus menyadari bahwa kegiatan perawatan kaki merupakan bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari (Monalisa & Gultom, 2009). Usaha untuk menjaga agar gula darah tetap mendekati normal dan mencegah terjadinya ulkus, tergantung motivasi serta pengetahuan klien mengenali penyakitnya. Pengetahuan seseorang erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya, karena dengan pengetahuan tersebut penderita memiliki alasan dan landasan untuk menentukan suatu pilihan. Dengan pengetahuan manusia dapat mengembangkan apa yang diketahui dan dapat mengatasi kebutuhan kelangsungan hidup, sehingga akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Terbentuk suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru dan akan terbentuk dalam sikap maupun tindakan (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Klien diabetes melitus harus mengetahui cara mencegah timbulnya ulkus pada kaki sehingga kejadian ulkus dan amputasi dapat dihindarkan. Klien diabetes melitus harus rajin merawat dan memeriksa kaki untuk menghindari terjadinya kaki diabetik dan kecacatan yang mungkin akan muncul. Peningkatan pengetahuan klien diabetes melitus mengenai cara mencegah kaki diabetik juga dapat meningkatkan kualitas hidup klien diabetes sehingga klien dapat menikmati hidup seperti orang normal pada umumnya yang tidak menderita diabetes melitus, serta klien tidak perlu mengeluarkan uang secara berlebihan untuk pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan (Monalisa & Gultom, 2009). Menurut penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) tentang pengetahuan dan praktek perawatan kaki pada klien diabetes didapatkan hasil sekitar sepertiga dari klien diabetes memiliki pengetahuan kurang tentang perawatan kaki dan sedikit klien memiliki praktik yang baik untuk perawatan kaki. Penelitian Jinadasa dan Jeewantha (2011) tentang pengetahuan dan praktek perawatan kaki pada klien dengan ulkus diabetes kronis dengan sampel 110 didapatkan hasil yang signifikan antara pengetahuan perawatan kaki dan praktek perawatan kaki. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang cukup pada penyakit kaki diabetik, namun praktek pencegahan perawatan kaki masih rendah. Penelitian menurut Hoong (2011) tingkat pengetahuan klien dari aspek asupan gizi, cara pemantauan gula darah, perawatan kaki, komplikasi, gejala klinis dan pengontrolan penyakit diabetes melitus jumlah sampel sebesar 75 orang didapatkan sebagian besar tingkat pengetahuan klien terhadap penyakit diabetes melitus masih kurang. Penelitian Desalu et al. (2011) menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus sehingga perlu adanya program pendidikan untuk mengurangi komplikasi kaki diabetik. Berdasarkan data Riskesdas 2007 dalam Depkes (2008) prevalensi penyakit diabetes melitus di Kalimantan Selatan sebesar 0,6% yg terdiagnosa dan 1,0% terdiagnosa atau dengan gejala. Adapun prevalensi toleransi glukosa terganggu di Kalimantan Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Selatan sebesar 14,7% berada di atas prevalensi nasional sebesar 10,2%. Berdasarkan pengamatan penulis pada tanggal 15 Agustus 2012 didapatkan jumlah kasus diabetes melitus di RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2011 sebesar 1.296 orang pasien rawat jalan dan diperingkat kedua dari 10 penyakit terbanyak setelah hipertensi, sedangkan dirawat inap berjumlah 162 orang. Adapun klien dengan kaki diabetik tahun 2010 sebesar 1.129 orang dan tahun 2011 sebesar 1.466 orang (Profil RSUD Ulin Banjarmasin, 2011). Peneliti melakukan studi pendahuluan di RSUD Ulin Banjarmasin terhadap 6 klien diabetes melitus didapatkan data tentang pengetahuan perawatan kaki yakni semua klien tidak mengetahui berapa kali memeriksa kaki. Semua klien memeriksa kaki apabila ada rasa tidak nyaman atau nyeri pada kaki, dan tidak mengetahui cara memotong kuku yang benar. Hanya sebagian yang memotong kuku dengan tepat. Klien mengetahui bagaimana menjaga kaki tetap hangat di musim dingin yaitu dengan menggunakan kaos kaki yang terbuat dari katun dan pemilihan sepatu yang longgar. Adapun praktik perawatan kaki didapatkan 4 orang tidak melakukan pemeriksaan kaki setiap hari terhadap adanya luka atau kemerahan, banyak yang tidak memberikan pelembab pada bagian atas dan bawah kaki dan cara memotong kuku yang salah (tidak lurus). Semua klien menggunakan alas kaki ketika berjalan di luar rumah. Dengan melihat fenomena atau kenyataan yang ada menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang perawatan kaki dan masih banyaknya klien yang tidak melakukan praktik perawatan kaki. Sebagian klien ada yang mendapatkan penyuluhan diabetes melitus secara umum. Semua klien diabetes melitus juga mengatakan belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki diabetik. Peneliti juga melakukan survei dan wawancara dengan perawat pelaksana yang mengatakan banyaknya pasien yang berkunjung ke poli rawat jalan sehingga waktu untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 tidak bisa dilakukan akan tetapi hanya bisa memberi penjelasan atau informasi yang disampaikan pada saat melakukan perawatan luka kaki saja. Seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang perawatan kesehatan dirinya, maka dia akan dapat memilih alternatif yang terbaik bagi dirinya dan cenderung memperhatikan hal-hal yang penting tentang perawatan diabetes melitus seperti klien akan melakukan pengaturan pola makan yang benar, berolah raga secara teratur, mengontrol kadar gula darah dan memelihara lingkungan agar terhindar dari bendabenda lain yang dapat menyebabkan luka. Apabila perawatan yang dilakukan dengan tepat maka dapat membantu proses penyembuhan dan diharapkan klien menjadi sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual (Basuki, 2009). Perawatan kesehatan diri merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Ini berarti bahwa tanggung jawab untuk kesehatan dan kesejahteraan dengan dukungan dari orang-orang yang terlibat. Perawatan kesehatan diri termasuk hal yang kita lakukan setiap hari untuk tetap fit, menjaga kesehatan fisik dan mental yang baik, mencegah penyakit atau kecelakaan, dan efektif menangani penyakit ringan dan efek jangka panjang karena diabetes tipe 2 adalah suatu kondisi jangka panjang serta tetap produktif dimasyarakat (Basuki, 2009). Perilaku klien merawat kesehatan dirinya atau mengatur dirinya, dimana klien aktif memonitor dan merespon terhadap perubahan lingkungan dan kondisi biologis dengan cara menyesuaikan terhadap berbagai aspek perawatan untuk memelihara keadekuatan metabolisme dan mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Perilaku perawatan kesehatan diri meliputi pemantauan glukosa darah atau urin di rumah, penyesuaian diet, pemberian pengobatan (insulin atau obat hipoglikemik oral), keteraturan aktivitas fisik, perawatan kaki, keteraturan kunjungan berobat, serta perilaku lainnya tergantung pada jenis diabetes (WHO, 2003). Perawatan kesehatan diri terdiri dari empat aspek yakni memantau glukosa darah, diet, pengobatan dan latihan. Hal ini diketahui bahwa faktor-faktor yang beragam Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 mempengaruhi perawatan kesehatan diri seperti pengetahuan, keterampilan fisik dan aspek emosional dan self-efficacy (Sigurdardottir, 2005). Menurut Boulton (2005) dalam Shiu dan Wong (2011) penyediaan layanan perawatan diabetes yang tepat untuk mencegah terjadinya dan kekambuhan penyakit kaki diabetik sebagian bergantung pada kesadaran dan pengetahuan profesional perawatan kesehatan mengenai perawatan kaki diabetik. Berdasarkan penelitian Shiu dan Wong (2011) bahwa pengetahuan perawat dengan pelatihan sebelumnya tentang perawatan kaki diabetik lebih tinggi daripada mereka yang tidak dilakukan pelatihan, hasil ini menunjukkan bahwa pelatihan lebih berdampak pada perkembangan pengetahuan dan pengalaman kerja. Menurut penelitian Soemardini, Nurudin dan Debora (2008) tentang perbedaan dan perbandingan penyuluhan perawatan kaki dengan dan tanpa demonstrasi terhadap tingkat pemahaman menunjukkan bahwa penyuluhan perawatan kaki lebih baik apalagi ditambah dengan demonstrasi. Penelitian Ekore, Ajayi, Arije dan Ekore (2010) menunjukkan bahwa kesadaran untuk melakukan perawatan kaki pada klien diabetes melitus sangat kurang dan kurangnya pendidikan atau penyuluhan dari penyedia layanan kesehatan. Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan perawatan medis seumur hidup dan penyesuaian gaya hidup. Untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang serius, memerlukan dedikasi untuk menuntut dilakukannya perawatan kesehatan diri dalam perilaku. Berdasarkan penelitian Ayele, Tesfa, Abebe, Tilahun dan Girma (2012) dari hasil penelitiannya didapatkan masih kurangnya informasi tentang perawatan kesehatan diri diabetes. Untuk meningkatkan perilaku perawatan kesehatan diri, klien harus fokus pada keparahan diabetes dan bagaimana mengatasi hambatan pada diabetes. Oleh karena itu, klien diabetes melitus harus menyadari akan pentingnya perawatan kesehatan dirinya terutama perawatan kaki yang merupakan bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari untuk mencegah terjadinya komplikasi. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 1.2 Rumusan Masalah Kurangnya pengetahuan dan praktik pada klien diabetes melitus tentang perawatan kaki sangat memprihatinkan dan jumlah klien diabetes melitus di Indonesia semakin meningkat akan berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi akut dan kronis. Kurangnya pengetahuan dan praktik pada klien diabetes tentang perawatan kaki dan mengikuti program terapi akan menyebabkan kadar glukosa darah klien diabetes melitus tidak terkendali, dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Banyaknya masalah-masalah yang dihadapi klien diabetes melitus khususnya tentang perawatan kaki dapat dicegah dan diminimalkan jika klien melakukan peningkatan pengetahuan dan praktik perawatan kaki yang tepat. Klien diabetes melitus harus menyadari bahwa kegiatan perawatan kaki merupakan bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari. Penelitian mengenai pengetahuan pada klien diabetes telah banyak dilaporkan. Tetapi masih sedikit penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan pengetahuan dan praktik tentang perawatan kaki pada klien diabetes melitus. Masih banyaknya klien diabetes melitus di Kalimantan Selatan yang tidak melakukan olahraga dan kebiasaan mengkonsumsi tinggi karbohidrat. Berdasarkan wawancara peneliti dengan tiga orang klien diabetes melitus tentang kebiasaan klien makan yang banyak, sering makan kue-kue yang manis dan minum air teh yang manis. Perawat klinik medikal bedah memiliki peran cukup penting dalam penatalaksanaan diabetes melitus secara umum dan mencegah terjadinya komplikasi akut dan kronik, diantaranya melalui pendidikan, motivasi dan dukungan untuk meningkatkan pengetahuan dan praktik tentang perawatan kaki. Sehingga perawat medikal bedah perlu mengetahui pengetahuan yang berhubungan dengan praktek perawatan kaki pada klien diabetes melitus. Berdasarkan fakta tersebut maka peneliti ingin mengetahui pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk diketahuinya : a. Karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama diabetes melitus, pekerjaan dan penyuluhan perawatan kaki) pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. b. Gambaran pengetahuan tentang perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. c. Gambaran praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. d. Hubungan usia dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. e. Hubungan jenis kelamin dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. f. Hubungan pendidikan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. g. Hubungan penghasilan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. h. Hubungan lama diabetes melitus dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. i. Hubungan pekerjaan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. j. Hubungan penyuluhan perawatan kaki dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 k. Teridentifikasinya faktor yang dominan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimhantan Selatan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi pelayanan keperawatan Sebagai bahan masukan dan data rujukan tentang perawatan kaki mandiri klien diabetes melitus kepada pihak rumah sakit yang ada diwilayah Kalimantan Selatan. Selanjutnya akan ada tindak lanjut untuk peningkatan pengetahuan dan praktek perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan pencegahan terjadinya komplikasi jangka panjang penyakit diabetes melitus dengan melakukan perencanaan penyuluhan tentang perawatan kaki dan membuat program khusus tentang perawatan kaki. 1.4.2 Bagi perkembangan ilmu keperawatan Sebagai bahan tambahan keilmuan keperawatan khususnya mengenai pengetahuan dan praktik tentang perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. 1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan menjadi rujukan bagi peneliti lainnya mengenai pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Pengertian Diabetes melitus merupakan penyakit kronik, progresif dengan karakteristik ketidakmampuan tubuh dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, yang menyebabkan peningkatan level gula darah (Black & Hawks, 2009). Diabetes melitus merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah karena kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin menurun atau gangguan sekresi insulin atau keduanya (Smeltzer et al., 2010). Menurut American Diabetes Association (2010) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan diabetes melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah karena adanya kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. 2.1.2 Klasifikasi Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes kehamilan dan diabetes tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya (Smeltzer et al., 2010) Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 2.1. Karakteristik dan Implikasi Klinis Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2 Tipe 1 • • • • • • • • • • Tipe 2 Karakteristik Klinis dan Implikasi Klinis Terjadinya cepat sebab tidak ada insulin yang diproduksi. Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (< 30 tahun). Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis, dengan penurunan yang baru saja terjadi. Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan (misalnya virus). Sering memiliki antibodi sel pulau Langerhans. Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi insulin. Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen. Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin. Komplikasi akut hiperglikemia : ketoasidosis diabetik. • • • • • • Terjadinya lambat sebab masih ada insulin yang diproduksi Awitan terjadi di segala usia, biasanya diatas 30 tahun. Biasanya gemuk (obese) pada saat didiagnosis. Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan. Tidak ada antibodi sel pulau Langerhans. Penurunan produki Insulin endogen atau peningkatan resistensi Insulin. • Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa darahnya melalui penurunan berat badan. • Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila dimodifikasi diet dan latihan tidak berhasil. • Mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah hiperglikemia. • Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stres atau menderita infeksi. • Komplikasi akut : sindrom hiperosmoler nonketotik. Sumber : Smeltzer et al., 2010; Digiulio, Jackson & Keogh, 2007 2.1.3 Patofisiologi Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada atau bila insulin itu kerjanya tidak baik seperti dalam keadaan resistensi insulin maka glukosa tak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat (Suyono, 2009). Resistensi insulin adalah kondisi dimana sensitivitas insulin menurun. Sensitivitas insulin adalah kemampuan dari hormon insulin untuk menurunkan kadar gula darah dengan cara menekan produksi glukosa hepatik dan menstimulasi pemanfaatan glukosa di dalam otot skelet dan jaringan adipose. Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan diabetes melitus secara klinis. Sel beta pankreas masih dapat melakukan kompensasi bahkan sampai overkompensasi, insulin disekresi secara berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang terjadi terus menerus menyebabkan kelelahan sel beta pankreas (exhaustion) yang disebut dekompensasi, mengakibatkan produksi insulin yang menurun secara absolut. Kondisi resistensi insulin diperberat oleh produksi insulin yang menurun akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat sehingga memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Suyono, 2009). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam elektrolit yang dinamakan diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan akan mengalami peningkatan berkemih (poliuri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori dan gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan (Smeltzer et al., 2010). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 2.1.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan defisiensi relatif insulin yang berakibat klien tidak dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal. Apabila hiperglikemia melebihi ambang ginjal (± 180 mg/dl), maka timbul tanda dan gejala glukosuria yang akan menyebabkan diuresis osmotik. Akibat diuresis osmotik akan pengeluaran urin (poliuri), timbul rasa haus yang menyebabkan banyak minum (polidipsi). Klien juga mengalami poliphagi akibat dari kondisi metabolik yang diinduksi oleh adanya defesiensi insulin serta pemecahan lemak dan protein. Gejala-gejala lain yaitu kelemahan, kelelahan, perubahan penglihatan yang mendadak, perasaan gatal atau kekebasan pada tangan atau kaki, kulit kering, adanya lesi luka yang penyembuhannya lambat dan infeksi berulang (Smeltzer et al., 2010); Waspadji, 2009). 2.1.5 Penatalaksanaan Diabetes Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologis, yaitu berupa edukasi, perencanaan makan/ diit, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih kemudian diikuti pendekatan farmakologis atau pemakaian obat insulin (Waspadji, 2009). Tujuan terapi pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa normal tanpa terjadi hipoglikemia serta memelihara kualitas hidup yang baik. Ada lima komponen dalan penatalaksanaan diabetes, yaitu terapi nutrisi (diet), latihan, pemantauan, terapi farmakologi dan pendidikan (Smeltzer et al., 2010). a. Nutrisi (diet) Penekanan tujuan terapi gizi pada diabetes tipe 2 pada pengendalian glukosa, lipid dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori (pada klien yang gemuk) biasanya memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan mempunyai potensi meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang. Diet dengan kalori sangat rendah, pada umumnya tidak efektif untuk mencapai penurunan berat badan jangka lama, dalam hal ini perlu ditekankan bahwa tujuan diet adalah pengendalian glukosa dan Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 lipid. Perencanan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang cukup dan disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh (Waspadji, 2009). Konsistensi mengikuti perencanaan makan merupakan salah satu aspek yang sangat menantang. Oleh karena itu untuk membantu klien mengikuti kebiasaan diet yang baru ke dalam gaya hidupnya, pendidikan diet, terapi perilaku, dukungan kelompok, dan konseling nutrisi yang berkelajutan adalah dianjurkan (Smeltzer et al., 2010). Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, lemak 20-25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman (Waspadji, 2009). b. Latihan Pada diabetes melitus tipe 2, latihan fisik berguna untuk pengaturan kadar glukosa darah dan menurunkan berat badan serta lemak tubuh. Pada saat latihan resistensi insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada diabetisi tipe 2 akan berkurang. Respon ini hanya terjadi setiap kali latihan, tidak merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama, oleh karena itu latihan harus dilakukan terus menerus dan teratur. Melakukan kegiatan fisik seperti pekerjaan mengepel, mencuci mobil, berjalan kaki ke tempat kerja secara teratur selama 3-5 kali seminggu dengan waktu 30 menit setiap kalinya dapat memperbaiki sensitifitas insulin dan kendali glukosa darah. Sebaiknya monitor kadar gula darah sebelum, selama, sesudah olahraga untuk menentukan kebutuhan insulin dan asupan makanan. Bila berolahraga ringan, tidak perlu mengatur insulin, cukup snack kecil sebelum olahraga pada gula darah < 80 mg/dl. Pada olahraga lama, snack dimakan setiap ½-1 jam. Pada olahraga berat, dosis perlu diturunkan untuk mencegah hipoglikemi serta minum banyak cairan untuk mencegah dehidrasi (Ilyas, 2009). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Klien diabetes melitus harus diajarkan untuk selalu melakukan latihan setiap harinya. Latihan yang dilakukan setiap hari secara teratur lebih dianjurkan daripada latihan sporadik. Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes, karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskular. Manfaat latihan yaitu menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan rasio untuk terkena penyakit kardiovaskular pada diabetes (Smeltzer et al., 2010). c. Pemantauan (Monitoring) Pemantauan kadar glukosa darah sendiri atau Self-Monitoring Blood Glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia, serta berperan dalam memelihara normalisasi glukosa darah, pada akhirnya akan mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi klien dengan penyakit diabetes yang tidak stabil, kecendungan untuk mengalami ketosis berat atau hiperglikemia, serta hipoglikemia tanpa gejala ringan. Kaitannya dengan pemberian insulin, dosis insulin yang diperlukan klien ditentukan oleh kadar glukosa darah yang akurat. SMBG telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin (Smeltzer et al., 2010). d. Terapi Farmakologi Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah normal atau mendekati normal. Pada diabetes melitus tipe 2 akan membutuhkan insulin apabila terapi jenis lain tidak dapat mencapai target pengendalian kadar glukosa darah dan keadaan stress berat seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke (Soegondo, 2009). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Beberapa jenis insulin yaitu jenis short-acting misalnya regular (“R”) dimana awitan kerja human insulin reguler adalah ½ - 1 jam, puncaknya 2 – 3 jam, durasi kerjanya 4 – 6 jam. Indikasi biasanya diberikan 20 – 30 menit sebelum makan, dapat diberikan sendiri atau bersama dengan insulin long-acting. Jenis intermediate-acting, misalnya NPH, lente (“L”) awitannya 3 – 4 jam, puncaknya 4 – 12 jam, durasi 16 – 20 jam, biasanya diberikan sesudah makan. Jenis long-acting misalnya ultralente (“UL”), awitan 6 – 8 jam, puncaknya 12 – 16 jam, durasi 20 – 30 jam, digunakan terutama untuk mengendalikan kadar glukosa darah puasa (Smeltzer et al., 2010). Pada diabetes tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Pada klien diabetes melitus tipe 2 kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya (Smeltzer et al., 2010). Menurut Shiel Jr. (2012) Tipe insulin terdiri dari Aksi cepat (rapid acting), aksi pendek (short acting), aksi menengah (intermediate acting), aksi lama (long-acting) dan campuran (Pre-mixed). Pembagiannya dapat dilihat pada tabel 2.2. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 2.2. Macam-Macam Insulin dan Cara Kerja dalam Tubuh Jenis Insulin Waktu Rapid-Acting Onset Peak Duration Short Acting Onset Peak Duration Intermediate-Acting Onset Peak Duration Long-Acting Onset Peak Duration Pre-Mixed* Onset Peak Duration Aturan Pengaturan Gula Darah 15-30 menit Digunakan bersamaan makan. Jenis ini 30-90 menit digunakan bersamaan dengan jenis insulin 1-5 jam longer- acting. ½-1 jam Digunakan untuk mencukupi insulin setelah 2-5 jam makan 30-60 menit. 2-8 jam 1-2 ½ jam Digunakan untuk mencukupi insulin selama 3-12 jam setengah hari atau sepanjang malam. Jenis ini 18-24 jam biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting atau short-acting. ½-3 jam Digunakan untuk mencukupi insulin seharian. 6-20 jam Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis 20-36 jam rapid-acting atau short-acting. 10-30 menit Produk ini biasanya digunakan dua kali sehari ½ -12 jam sebelum makan. Premixed insulin adalah kombinasi dengan proporsi yang spesifik 14-24 jam insulin intermediate-acting dan insulin shortacting insulin di satu botol atau insulin pen. Sumber : dimodifikasi dari Shiel Jr., W.C. (2012). Obat oral antidiabetik mungkin berkhasiat bagi klien yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan latihan, tetapi obat ini tidak dapat digunakan pada kehamilan. Di Amerika serikat, obat antidiabetik oral mencakup golongan sulfonilurea dan biguanid. Golongan sulfonilurea (asetoheksamid, chlorpropamid) bekerja terutama dengan merangsang langsung pankreas untuk mengsekresi insulin, dengan demikian pankreas yang masih berfungsi merupakan syarat utama agar obat ini bekerja efektif. Golongan sulfonilurea tidak dapat digunakan pada diabetes tipe 1, obat ini memperbaiki kerja insulin pada tingkat selular dan dapat langsung menurunkan produksi glukosa oleh hati. Sedangkan golongan biguanid seperti metformin (glocophage), menimbulkan efek antidiabetik dengan memfasilitasi kerja insulin pada tempat reseptor perifer, oleh Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 karena itu obat ini hanya digunakan jika masih terdapat insulin (Smeltzer et al., 2010). e. Pendidikan Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan yang khusus seumur hidup. Karena terapi nutrisi, aktifitas fisik, dan stress fisik serta emosional dapat memperngaruhi pengendalian diabetes, maka klien harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Klien tidak hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari fluktuasi kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Klien harus mengerti mengenai nutrisi, manfaat dan efek samping terapi, latihan, perkembangan penyakit, strategi pencegahan, teknik pengontrolan gula darah, dan penyesuaian terhadap terapi (Smeltzer et al., 2010). 2.1.6 Komplikasi Hiperglikemia yang terjadi berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskuler kronis seperti nefropati, retinopati, dan neuropati. Diabetes melitus juga mengakibatkan peningkatan komplikasi penyakit makrovaskuler seperti infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer (Smeltzer et al., 2010). Black dan Hawks (2009), membagi komplikasi diabetes melitus menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu komplikasi akut dan kronis. a. Komplikasi akut terdiri atas hiperglikemia, ketoasidosis diabetikum, sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik dan hipoglikemik. Hiperglikemia dan ketoasidosis diabetikum kondisi ini disebabkan oleh tidak adanya insulin atau insulin yang tersedia dalam darah tidak cukup untuk metabolisme karbohidrat, keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Ada tiga gejala klinis yang terlihat pada ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik yakni kondisi dimana klien Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 mengalami hiperosmolaritas dan hiperglikemia disertai perubahan tingkat kesadaran. Yang membedakan sindrom ini dengan ketoasidosis ialah tidak terdapatnya gejala ketosis dan asidosis. Gambaran klinis kondisi ini biasanya terdiri atas hipotensi, dehidrasi berat, takikardi dan tanda-tanda defisit neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang dan hemiparesis). Sedangkan hipoglikemik terjadi kalau kadar glukosa darah kurang dari 50-60 mg/dl, yang dapat diakibatkan oleh pemberian insulin atau obat diabetes oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktifitas fisik yang berat. b. Komplikasi kronis terdiri atas komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular adalah kondisi aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh darah besar yang dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti Coronary Artery Disease, penyakit serebrovaskuler, hipertensi, penyakit vaskuler perifer dan infeksi. Sedangkan komplikasi mikrovaskular adalah komplikasi unik yang hanya terjadi pada penderita diabetes melitus. Penyakit mikrovaskuler diabetik terjadi akibat penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Beberapa kondisi akibat dari gangguan pembuluh darah kapiler antara lain retinopati, nefropati, ulkus kaki, neuropati sensorik dan neuropati otonom yang akan menimbulkan berbagai perubahan pada kulit dan otot. Kondisi ini selanjutnya menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki yang akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan luka mudah terinfeksi. Faktor aliran darah yang kurang akan menambah kesulitan pengelolaan kaki diabetik (Sudoyo, 2006). 2.2 Pengetahuan 2.2.1 Pengertian Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tau yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 besar pengetahuan diperoleh dari indra pengihatan/ mata dan indra pendengaran/ telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2011). 2.2.2 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) tingkat pengetahuan manusia dibagi menjadi 6 tingkatan yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang lebih paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Appication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.2.3 Faktor-Faktor Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : a. Pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut. b. Pengalaman. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja, dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerja. c. Usia Undang-Undang Depkes RI No. 4 Tahun 1965 dalam Nugroho (1992) menjelaskan bahwa “seseorang dikatakan sebagai lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun keatas, tidak mampu mencari nafkah sendiri dan memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan juga memberi nafkah”. Kemudian dalam UU RI No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia dijelaskan bahwa “lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas”. Sedangkan WHO memberikan batasan lansia dalam tiga kategori, yaitu : middle/ young elderly usia antara 45-49 tahun, elderly usia antara 60-74 tahun, old usia antara 75-90 tahun, dan very old usia diatas 90 tahun. Bertambahnya usia seseorang maka akan semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Daya Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 pikir seseorang akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Faktor eksternal meliputi : a. Media Massa / Informasi. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. b. Sosial Budaya dan Ekonomi. Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. c. Lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 2.3 Praktik Perawatan Kaki 2.3.1 Pengertian Praktik atau tindakan adalah wujud dari sikap yang nyata. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan merupakan komponen penting dari perawatan kaki. Pemeriksaan kaki tiap hari adalah langkah pertama untuk menemukan masalah cedera awal untuk mendapatkan perawatan kaki yang tepat. Kaki harus dilihat setiap hari setelah mandi atau mandi dan sebelum mengenakan sepatu dan kaos kaki. Gunakan cermin dan letakkan di lantai untuk melihat kaki. Pemeriksaan kaki harus dilakukan dalam pencahayaan yang baik. Meskipun sebagian besar orang dengan diabetes tahu bahwa mereka harus memeriksa kaki mereka setiap hari, akan tetapi banyak yang tidak tahu bagaimana melakukan ini dengan benar atau apa yang mereka evaluasi (Heitzman, 2010). Permasalahan kaki merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian pada orang dengan diabetes melitus. Masalah kaki juga merupakan masalah yang umum pada klien dengan diabetes melitus dan hal ini menjadi cukup berat akibat adanya ulkus serta infeksi, bahkan akhirnya dapat menyebabkan amputasi. Terjadinya ulkus diantaranya adalah akibat ketidakpatuhan dalam melakukan tindakan pencegahan, pemeriksaan kaki, serta kebersihan, kurang melaksanakan pengobatan medis, aktivitas klien yang tidak sesuai, kelebihan berat badan, penggunaan alas kaki yang tidak sesuai, kurangnya pendidikan klien, pengontrolan glukosa darah dan perawatan kaki. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 2.3.2 Tingkatan Praktik atau Tindakan Menurut Notoatmodjo (2011), tingkatan praktik atau tindakan terdiri dari a. Persepsi (Perception) Praktik tingkat pertama adalah persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek atau sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. b. Respon Terpimpin (Guided Response) Indikator praktik tingkat kedua adalah respon terpimpin yaitu seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. c. Mekanisme (Mechanism) Seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. d. Adaptasi (Adaptation) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan atau keterampilan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perawatan Kaki a. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan dan praktek yang diperolehnya semakin membaik. Beberapa penelitian menjelaskan hubungan usia dengan praktek perawatan kaki. Penelitian Desalu et al. (2011) mengatakan usia diatas 50 tahun pengetahuan dan praktik perawatan kaki masih kurang meskipun hubungan ini tidak signifikan secara statistik. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 b. Jenis Kelamin Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkikan karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderug berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional. Penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) seks menunjukkan ada hubungan statistik yang signifikan dengan pengetahuan dan praktek tentang perawatan kaki. Perempuan lebih rendah pengetahuan tentang perawatan kaki dibandingkan laki-laki. c. Pendidikan Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan rendah. Seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti berpengetahuan rendah. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap dan tindakan seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut. Penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) peran pendidikan menunjukkan hubungan statistik yang signifikan dengan pengetahuan dan praktek tentang perawatan kaki. Menurut Desalu et al. (2011) klien yang memiliki pendidikan rendah secara signifikan memiliki pengetahuan yang rendah tentang perawatan kaki. Pengetahuan tentang perawatan kaki yang tepat secara positif dipengaruhi oleh pendidikan klien sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi pada kaki. Bijoy et al. (2012) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa pendidikan secara statistik menunjukkan hubungan yang signifikan dengan pengetahuan klien tentang perawatan kaki. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 d. Pekerjaan Pekerjaan merupakan faktor penentu penting dari kesehatan. Jenis pekerjaan seseorang dan kondisi kerja yang dilakukan akan mempengaruhi kesehatan seseorang (Marmot, 2010). Penelitian Soemardini et al. (2008) tentang penyuluhan perawatan kaki terhadap tingkat pemahaman penderita diabetes melitus mengatakan bahwa faktor pekerjaan tidak ada hubungan yang signifikan dengan pemahaman penderita diabetes melitus. Klien diabetes melitus yang bekerja menggunakan sepatu sangat beresiko terjadi ulkus kaki apabila tidak memperhatikan bentuk dan jenis sepatu yang digunakan. Menghindari penggunaan sepatu pada bagian jari kakinya yang sempit, sepatu hak tinggi, sol keras, dan tali antara jari kaki. Sepatu harus nyaman, sepatu harus sesuai dengan bentuk kaki dan terbuat dari bahan yang lembut. e. Lama Menderita Diabetes Melitus Klien yang mengalami diabetes melitus lebih lama, memiliki perawatan kesehatan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan klien yang memiliki lama diabetes melitus lebih pendek (Bai, Chiou & Chang, 2009). Klien yang mengalami diabetes melitus yang lama dapat mempelajari perilaku berdasarkan pengalaman yang diperolehnya selama menjalani penyakit tersebut sehingga klien dapat memahami tentang hal-hal terbaik yang harus dilakukannya tentang perawatan kaki dalam kehidupannnya sehari-hari dan melakukan kegiatan tersebut secara konsisten dan penuh rasa tanggung jawab. f. Penghasilan Menurut Desalu et al. (2011) status sosial ekonomi rendah secara signifikan memiliki pengetahuan yang rendah tentang perawatan kaki. Penelitian Bijoy et al. (2012) peran penghasilan menunjukkan hubungan statistik yang signifikan dengan pengetahuan tentang perawatan kaki. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 g. Penyuluhan Perawatan Kaki Penyuluhan diperlukan bagi klien diabetes melitus tipe 2 karena penyakit diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan perilaku seseorang untuk berubah. Penyuluhan yang diberikan kepada klien adalah program edukasi diabetes melitus tentang perawatan kaki yang merupakan pendidikan dan pelatihan tentang pengetahuan dan praktik bagi klien diabetes. Penyuluhan bertujuan untuk menunjang perubahan perilaku, meningkatkan pemahaman klien akan perawatan kaki yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal dan penyesuaian keadaan psikologis. Edukasi diabetes yang dilakukan secara adekuat akan meningkatkan kemampuan klien diabetes melitus tipe 2 untuk melakukan perawatan kesehatan diri secara konsisten sehingga akan tercapai pengontrolan kadar glukosa darah secara optimal dan komplikasi diabetes melitus dapat diminimalkan (Basuki, 2009). Penelitian Ekore et al. (2010) menunjukkan bahwa kesadaran untuk melakukan perawatan kaki pada klien diabetes melitus sangat kurang dan kurangnya pendidikan atau penyuluhan dari penyedia layanan kesehatan. 2.3.4 Penatalaksanaan Perawatan Kaki Menurut Waspadji (2009) penatalaksanaan perawatan kaki dapat dibagi menjadi tiga yaitu : a. Pencegahan Primer (pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus) Pencegahan primer dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetik. Penyuluhan harus dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dengan klien. Penyuluhan dilakukan oleh semua pihak yang terkait dengan pengelolaan diabetes melitus, meliputi perawat, ahli gizi, ahli perawatan kaki dan dokter. Periksalah kaki klien selanjutnya berikan penyuluhan bagaimana cara pencegahan dan perawatan kaki, sepatu atau alas kaki bagi klien diabetes, latihan kaki untuk memperbaiki vaskularisasi. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 b. Pencegahan Sekunder (pencegahan dan pengelolaan ulkus atau ganggren diabetik yang sudah terjadi). Pencegahan sekunder, upaya-upaya yang termasuk dalam pencegahan sekunder yaitu: Mechanical control (pressure control), wound control, microbiological control (infection control) vascular control, metabolic control, dan educational control. Pencegahan ini dilakukan khususnya pada klien diabetes melitus dengan masalah kaki komplikasi yaitu kombinasi insensitivitas, iskemia dan atau deformitas, serta riwayat adanya tukak, deformitas Charcot. c. Pencegahan Tersier (pencegahan agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi penyulit). Pencegahan tersier, upaya yang dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau penyulit sudah terjadi seperti amputasi tungkai bawah. Pengelolaan konservatif dengan medikamentosa, debridemen, mengatasi infeksi. Pedoman dasar untuk perawatan kaki dan pemilihan alas kaki yang dikembangkan oleh National Institutes of Health dan American Diabetes Association untuk mencegah terjadi cedera (Heitzman, 2010), yaitu : a. Kaki Bersih, Kering, dan Lembut. Mencuci kaki dan antara jari-jari kaki dengan air hangat (tidak panas) dan sabun dan dikeringkan dengan kain lembut. Lotion dapat digunakan pada atas atau bawah kaki dan bukan antara jari-jari kaki. Bedak antara jari-jari kaki untuk menjaga kulit tetap kering. b. Perawatan Kulit. Klien diabetes melitus harus menggunakan alas kaki, baik di dalam ruangan atau di luar ruangan. Mengenakan pakaian hangat, pada musim dingin menggunakan kaos kaki katun untuk melindungi kulit dari cuaca dingin dan basah. Kaos kaki tidak memiliki lubang atau bersambung, memiliki jahitan tebal, atau memiliki band elastis Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 yang menyebabkan cedera pada kulit. Kaos kaki harus diganti setiap hari untuk mencegah kelembaban dari keringat yang bisa menyebabkan iritasi kulit. c. Perawatan Kuku. Kuku harus dipotong lurus untuk menghindari lesi pada kuku. Klien yang mengalami kesulitan melihat kaki mereka, mencapai jari-jari kaki mereka, atau memiliki kuku kaki menebal harus dibantu oleh orang lain atau perawat kesehatan untuk memotong kuku kaki. Menghilangkan kalus untuk mengurangi tekanan di bawah tulang dan dapat membantu membebaskan beban tekanan setempat untuk mengurangi kemungkinan pembentukan ulkus. d. Sepatu. Waktu yang tepat klien membeli sepatu yakni sore hari ketika kaki membesar. Kaki harus diukur setiap membeli sepatu baru karena struktur berubah. Kedua bagian sepatu kiri dan kanan, harus dicoba sebelum membeli. Hindari penggunaan sepatu yang pada bagian jari kakinya yang sempit, sepatu hak tinggi, sol keras, dan tali antara jari kaki. Sepatu harus nyaman, sepatu harus sesuai dengan bentuk kaki dan terbuat dari bahan yang lembut dengan tempat tumit kaku, bantalan dan fleksibilitas pada bola kaki, kotak jari kaki yang mendalam dan luas, dan dukungan lengkungan yang baik. Sepatu harus diperiksa setiap hari untuk melihat adanya benda asing, dan daerah kasar. Mengubah sepatu beberapa kali sehari untuk memvariasikan tekanan pada kaki. Tekanan sepatu yang terlalu ketat atau terlalu longgar dapat menyebabkan iritasi mekanis. Sepatu harus disimpan pada udara kering pada malam hari untuk mencegah penumpukan air, yang dapat menyebabkan iritasi kulit lebih lanjut. Secara umum status kesehatan sangat dipengaruhi oleh perilaku, menurut Blum dalam Notoatmodjo (2010) dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa perilaku kesehatan mempunyai andil dalam menentukan status kesehatan setelah faktor lingkungan. Perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), perilaku Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 mencari dan menggunakan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau pengobatan (health seeking behavior) dan perilaku kesehatan lingkungan. Perilaku pemeliharaan kesehatan merupakan perilaku usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit, diantaranya adalah perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan kesehatan, perilaku peningkatan kesehatan serta perilaku makanan dan minuman (Notoatmodjo, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan/ perilaku manusia merupakan hasil dari resultansi dari berbagai faktor, baik eksternal maupun internal. Teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor perilaku (behavior causes) dan diluar perilaku (non behavior causes). Faktor perilaku yang mempengaruhi kesehatan yaitu faktorfaktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai; faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas kesehatan atau sarana kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit, obat-obatan; faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Oleh karena itu perilaku kesehatan seseorang ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan lain-lain dari individu atau masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Perspektif perawatan diabetes saat ini menyetujui peran sentral klien dalam merawat kesehatan dirinya atau mengatur dirinya. Perawatan kesehatan diri menunjukan bahwa klien secara aktif memonitor dan berespon terhadap perubahan lingkungan dan kondisi biologis dengan beradaptasi terhadap berbagai aspek perawatan yang dipesankan untuk memelihara keadekuatan metabolisme dan mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Perilaku perawatan kesehatan diri pada klien diabetes melitus meliputi pemantauan glukosa darah atau urin di rumah, penyesuaian asupan makanan khususnya karbohidrat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 pemberian terapi (insulin atau obat hipoglikemik oral), keteraturan aktivitas fisik, perawatan kaki, keteraturan kunjungan berobat, serta perilaku-perilaku lain tergantung pada jenis diabetes (WHO, 2003). Adapun menurut Smeltzer et al. (2010), tip atau cara melakukan perawatan kaki adalah : a. Memelihara kadar glukosa darah dalam batas normal bersama tim kesehatan yang memberikan perawatan diabetes. b. Lakukan pemeriksaan kaki setiap hari dengan mengamati adanya luka, lecet, bintik kemerahan dan pembengkakan, gunakan kaca untuk memeriksa bagian dasar kaki, dan periksa adanya perubahan suhu. c. Mencuci kaki setiap hari, mencuci kaki dengan air hangat, keringkan dengan lembut terutama diantara jari kaki, kaki jangan digosok-gosok, dan tidak memeriksa suhu air dengan kaki, gunakan termometer atau siku. d. Menjaga kulit agar tetap halus dan lembut dengan memberikan pelembab diatas dan dibawah kaki, tetapi tidak diantara jari kaki. e. Menggunakan batu apung untuk melembutkan kapalan (callus) f. Memotong kuku kaki setiap minggu atau ketika diperlukan: memotong kuku jari kaki lurus dan bagian tepi kuku dihaluskan. g. Menggunakan sepatu dan kaos kaki setiap waktu, tidak berjalan tanpa alas kaki, memakai sepatu yang nyaman, cocok serta yang dapat melindungi kaki, selalu memeriksa bagian dalam sepatu sebelum dipakai pastikan permukaannya lembut dan tidak terdapat objek atau benda kecil. h. Lindungi kaki dari panas atau dingin, memakai sepatu pada area yang panas, memakai kaos kaki pada waktu malam jika kaki dingin. i. Mempertahankan kelancaran aliran darah kekaki, meninggikan kaki ketika duduk, gerakan jari dan sendi kaki keatas dan kebawah selama 5 menit, selama 2 atau 3 kali sehari. Jangan menyilangkan kaki dalam jangka waktu lama, dan tidak merokok. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 g. Memeriksa kaki bersama dengan petugas kesehatan untuk menemukan kemungkinan adanya masalah yang serius, segera beri tahu pemberi pelayanan kesehatan jika luka, lecet, atau bengkak tidak mulai sembuh setelah satu hari. Ikuti saran pemberi pelayanan kesehatan mengenai perawatan kaki, tidak melakukan pengobatan sendiri untuk mengobati masalah kaki. Menurut Monalisa & Gultom (2009) pemeriksaan kaki sehari-hari dengan memeriksa bagian atas kaki atau punggung kaki, telapak kaki, sisi-sisi kaki dan sela-sela jari. Untuk melihat telapak kaki, tekuk kaki menghadap muka (bila sulit, gunakan cermin untuk melihat bagian bawah kaki atau minta bantuan orang lain) untuk memeriksa kaki. Periksa apakah ada kulit retak atau melepuh, periksa apakah ada luka dan tandatanda infeksi (bengkak, kemerahan, hangat, nyeri, darah atau cairan lain yang keluar dari luka, dan bau). Perawatan kaki sehari-hari meliputi : a. Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun mandi. Bila perlu gosok kaki dengan sikat lembut atau batu apung. Keringkan kaki dengan handuk lembut dan bersih termasuk daerah sela-sela jari kaki, terutama sela jari kaki ketiga-keempat dan keempat-kelima. b. Berikan pelembab lotion (baby lotion) pada daerah kaki yang kering agar kulit tidak menjadi retak. Tetapi jangan berikan pelembab pada sela-sela jari karena sela-sela jari akan menjadi lembab dan dapat menimbulkan tubuhnya jamur. c. Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar kuku tidak tajam. Bila penglihatan kurang baik, mintalah pertolongan orang lain untuk memotong kuku atau mengikir kuku setiap dua hari sekali. Hindarkan terjadinya luka pada jaringan sekitar kuku. Bila kuku keras sulit untuk dipotong, rendam kaki dengan air hangat (37ºC) selama sekitar 5 menit, bersihkan dengan sikat kuku, sabun dan air bersih. Bersihkan kuku setiap hari pada waktu mandi dan berikan krim pelembab kuku. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 d. Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak terjadi luka, juga di dalam rumah. Jangan gunakan sandal jepit karena dapat menyebabkan lecet disela jari pertama dan kedua. e. Gunakan sepatu atau sandal yang baik sesuai dengan ukuran dan enak untuk dipakai, dengan ruang dalam sepatu yang cukup untuk jari-jari. Pakailah kaos/ stocking yang pas dan bersih terbuat dari bahan yang mengandung katun. Syarat sepatu yang baik untuk kaki diabetik adalah : • Ukuran : sepatu lebih dalam. • Panjang sepatu ½ inchi lebih panjang dari jari-jari kaki terpanjang saat berdiri (sesuai cetakan kaki). • Bentuk : ujung sepatu lebar (sesuai lebar jari-jari kaki). • Tinggi tumit sepatu kurang dari 2 inchi. • Bagian dalam bawah sepatu (insole) tidak kasar dan licin, terbuat dari bahan busa karet, plastik dengan tebal 10-12 mm. • Ruang dalam sepatu longgar, lebar sesuai bentuk kaki. f. Periksa sepatu sebelum dipakai, apakah ada kerikil, benda-benda tajam seperti jarum dan duri. Lepas sepatu setiap 4-6 jam serta gerakkan pergelangan dan jarijari kaki agar sirkulasi darah tetap baik terutama pada pemakaian sepatu baru. g. Bila menggunakan sepatu baru, lepaskan sepatu setiap 2 jam kemudian periksa keadaan kaki. h. Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup dengan pembalut bersih. Periksa apakah ada tanda-tanda radang. i. Segera ke dokter bila kaki mengalami luka. j. Periksakan kaki ke dokter secara rutin. 2.4 Pentingnya Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus dalam Konteks Keperawatan Pentingnya pengetahuan pada klien diabetes melitus dalam melakukan perawatan kaki adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Peningkatan pengetahuan klien diabetes melitus mengenai perawatan kaki dapat meningkatkan Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 kualitas hidup klien sehingga dapat menikmati hidup seperti normal pada umumnya yang tidak menderita diabetes melitus, serta klien tidak perlu mengeluarkan uang secara berlebihan untuk pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Perawatan kaki merupakan upaya perawatan mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan. Perawat berperan dalam memfasilitasi kemandirian pasien sesuai dengan teori Orem tentang perawatan diri dipandang sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk merawat dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan mencapai kesejahteraan (Tomey, Marriner, Alligoods, & Raile (2006). Klien dengan diabetes melitus dapat mencapai sejahtera/ kesehatan yang optimal dengan mengetahui perawatan kaki yang tepat sesuai dengan kondisi dirinya sendiri dan dapat melaksanakannya. Oleh karena itu, perawat menurut teori tentang perawatan diri sangat berperan sebagai pendukung/pendidik bagi klien yang menderita diabetes melitus terkontrol untuk tetap mempertahankan kemampuan optimalnya dalam mencapai sejahtera. Ketidakseimbangan baik secara fisik maupun mental yang dialami oleh klien dengan diabetes melitus menurut Orem disebut dengan kurang perawatan diri. Menurut Orem peran perawat dalam hal ini yaitu mengkaji klien sejauh mana klien mampu untuk merawat dirinya sendiri dalam hal ini adalah bagaimana klien melakukan perawatan kaki untuk mencegah timbulnya kaki diabetik. Tindakan yang harus dilakukan dalam perawatan kaki untuk mengetahui adanya kelainan kaki secara dini yaitu dengan memotong kuku yang benar, pemakaian alas kaki yang baik, menjaga kebersihan kaki dan senam kaki. Hal yang tidak boleh dilakukan mengatasi sendiri bila ada masalah pada kaki atau menggunakan alat-alat/ benda. Oleh karena itu klien penting mengetahui perawatan kaki diabetik dengan baik sehingga kejadian ulkus ganggren dan amputasi dapat dihindarkan (Monalisa & Gultom, 2009). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 2.5. Kerangka Teori Skema 2.1 Kerangka Teori Diabetes Melitus tipe 2 Perawatan Kesehatan Diri : • Pemantauan glukosa darah • Penyesuaian diet • Keteraturan latihan • Keteraturan kunjungan berobat • Perawatan kaki Kelainan Mikrovaskular Pengetahuan Perawatan Kaki Praktik Perawatan Kaki Neuropati Perifer: Sensorik, Motorik, Autonom. Penurunan Daya Tahan Tubuh Penyembuhan Luka Kurang Perawatan Kaki Kurang Ulkus Faktor Confounding • Usia • Jenis kelamin • Pendidikan • Lama diabetes melitus • Penghasilan • Pekerjaan • Penyuluhan perawatan kaki Perawatan Kaki Baik Infeksi Amputasi • Kadar glukosa darah terkontrol • Komplikasi minimal Sumber : Lewis et al. (2011), Black & Hawks (2009), Smeltzer et al. (2010), Notoatmodjo (2010), WHO (2003) Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL Bab ini akan menjelaskan kerangka konsep penelitian, hipotesis dan definisi operasional. Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Sedangkan definisi operasional adalah pembatasan ruang lingkup atau pengertian variabel - variabel yang diteliti dan untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap varibel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan alat ukur (Notoatmodjo, 2002). 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini akan menjelaskan hubungan antar variabel yang akan diteliti yaitu hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan pasien. Sedangkan variabel dependen adalah praktik perawatan kaki. Adapun variabel confounding adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama menderita diabetes melitus, pekerjaan dan penyuluhan perawatan kaki. Adapun skema kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Pengetahuan tentang perawatan kaki Variabel Dependen Praktik perawatan kaki Variabel Confounding Usia Jenis Kelamin Pendidikan Penghasilan Lama diabetes melitus Pekerjaan Penyuluhan perawatan kaki 3.2 Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep penelitian maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.2.1 Ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada responden diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan 3.2.2 Ada hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama menderita diabetes melitus, pekerjaan dan penyuluhan perawatan kaki dengan praktik perawatan kaki responden diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 3.3 Definisi Operasional Definisi operasional variabel independen dan variabel dependen serta variabel confounding dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel 3.1 sebagai berikut: Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Semua yang diketahui responden tentang perawatan kaki seharihari tentang • Frekuensi pemeriksaan kaki • Apa saja yang diperiksa pada kaki • Perawatan kuku kaki • Tindakan yang dilakukan jika kaki terasa sakit • Jenis kaos kaki dan sepatu • Kondisi-kondisi harus dilakukan konsultasi dengan dokter/ahli perawatan kaki. Kuesioner Dikelompokkan menjadi 2 yaitu: 1. Pengetahuan kurang < mean (skor 41,61) 2. Pengetahuan baik ≥ mean (skor 41,61) Ordinal Tindakan sehari-hari yang dilakukan responden untuk memelihara kesehatan kaki supaya tidak timbul masalah atau luka pada kaki.Tindakan dalam hal: • Setiap hari minum obat • Setiap hari mencuci kaki • Mengeringkan dengan lembut setelah kaki dicuci • Memotong kuku kaki dengan lurus • Memeriksa kaki • Menggunakan alas kaki dan kaos kaki yang nyaman • Memeriksa dan membersihkan bagian dalam sepatu sebelum digunakan Kuesioner Dikelompokkan menjadi 2 yaitu: 1. Praktik kurang < mean (skor 9,58) 2. Praktik baik ≥ mean (skor 9,58) Ordinal Variabel Independen: Pengetahuan perawatan kaki Variabel Dependen: Praktik perawatan kaki Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1. Usia Usia responden dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir Kuesioner. 1. < 55 tahun 2. ≥ 55 tahun Ordinal 2. Jenis kelamin Pensifatan / pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis. Kuesioner 1. Laki-laki 2. Wanita Nominal 3. Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang ditempuh responden Kuesioner 1. Rendah (SD, SMP&SMA) 2. Tinggi (PT) Ordinal 4. Penghasilan Jumlah pendapatan yang dihasilkan responden selama sebulan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya Kuesioner 1. Rendah, jika pendapatan responden < Rp 1.225.000,- Ordinal Variabel confounding: 2. Tinggi, jika pendapatan responden perbulan ≥ Rp 1.225.000,UMR Kal-Sel (Rp 1.225.000,-) 5. Lama menderita diabetes melitus Jumlah waktu dalam tahun sejak responden mengetahui menderita diabetes melitus sampai saaat ini. 6. Pekerjaan 7. Penyuluhan perawatan kaki Kuesioner 1. < 5 tahun 2. ≥ 5 tahun Ordinal Jenis pekerjaan responden sehari- Kuesioner hari dalam memenuhi kebutuhan hidup dan perekonomian keluarga. 1. Tidak bekerja 2. Bekerja Nominal Penjelasan yang pernah didapat responden tentang perawatan kaki oleh pemberi pelayanan kesehatan seperti perawat, dokter dll. 1. Tidak pernah 2. Pernah Nominal Kuesioner Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah descriptive correlational bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen (Lapau, 2012). Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah pendekatan cross sectional study dengan meneliti pengetahuan dan praktik perawatan kaki. Cross sectional study digunakan karena variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2002). 4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan diambil kesimpulan (Sugiyono, 2012). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh klien diabetes melitus yang ada di tiga rumah sakit yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin, RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha Martapura di Kalimantan Selatan dengan total 168 klien diabetes melitus. 4.2.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012). Sampel pada penelitian ini adalah klien diabetes melitus yang berobat jalan di Rumah Sakit yang ada di Kalimantan Selatan. Menghitung Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 jumlah sampel dari populasi yang telah diketahui jumlahnya dengan rumus dari Isaac dan Michael dalam Sugiyono (2012) n = Zα 2 x P x Q xN --------------------------------d 2 (N-1) + Zα 2 x P x Q Keterangan: n : besar sampel Zα : deviat baku alpha (ditetapkan α= 0,05 atau Zα= 1,96) P : Proporsi pada penelitian sebelumnya Q :1-P d : limit dari error atau presisi absolut (d=0,05) Penelitian sebelumnya yang dilakukan Jinadasa dan Jeewantha (2011), telah ditemukan proporsi populasi yang mendapatkan tingkat pengetahuan dan praktik perawatan kaki dalam kategori baik sebesar 75,5% sehingga peneliti berasumsi proporsi penelitian adalah 0,755. Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus diatas maka didapat jumlah sampel sebanyak 106 orang. Adapun kriteria inklusi responden yang dijadikan sampel adalah; a. Klien diabetes melitus tipe 2 tanpa komplikasi ulkus diabetik b. Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent. c. Mampu membaca dan menulis. d. Berkomunikasi dengan baik sehingga dapat diberikan penjelasan mengenai pelaksanaan penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: Klien yang mengalami penurunan status kesehatan seperti pusing, gemetar. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan teknik probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun jenis teknik ini adalah dengan cluster sampling. Cluster sampling digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas (Sugiyono, 2012). Berdasarkan jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 106 sampel maka didistribusikan pada tiga rumah sakit yaitu RSUD Ulin Banjarmasin, RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha Martapura. Ukuran sampel pada setiap rumah sakit dihitung berdasarkan proporsi jumlah klien diabetes melitus pada tahun 2011 pada rumah sakit tersebut sebagaimana tabel 4.1 Tabel 4.1 Proporsi Sampel Klien Diabetes Melitus di Kalimantan Selatan Tahun 2011 No. 1. 2. 3. Rumah Sakit RSUD Ulin Banjarmasin RSUD Banjarbaru RSUD Ratu Zalecha Jumlah Jumlah klien DM rata-rata/ bulan 108 42 18 168 Persentasi 64% 25% 11% Sampel (n) 68 26 12 106 Jumlah sampel yang diperoleh pada penelitian ini adalah 106 orang yakni 74 orang di RSUD Ulin Banjarmasin, 20 orang di RSUD Banjarbaru, 12 orang di RSUD Ratu Zalecha Martapura. 4.3 Tempat Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di Kalimantan Selatan. Rumah sakit yang ada di Kalimantan Selatan masing-masing tersebar pada 13 daerah yang meliputi provinsi, kota dan kabupaten. Peneliti mengambil satu rumah sakit yang ada di provinsi, kota dan kabupaten. Rumah sakit provinsi di Kalimantan Selatan ada dua rumah sakit yaitu RSUD Ulin Banjarmasin dan RSUD H. M. Anshari Saleh Banjarmasin. Peneliti mengambil RSUD Ulin Banjarmasin sebagai tempat penelitian karena rumah sakit Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 tersebut adalah rumah sakit tipe A dan rumah sakit pendidikan sedangkan di RSUD H. M. Anshari Saleh Banjarmasin tipe B dan non pendidikan. Rumah sakit kota dan kabupaten di Kalimantan Selatan masing-masing ada satu rumah sakit. Peneliti mengambil RSUD Banjarbaru yang ada dikota sedangkan rumah sakit kabupaten peneliti mengambil RSUD Ratu Zalecha Martapura. 4.4 Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai dengan penyusunan proposal bulan September 2012, pengambilan data penelitian bulan Desember 2012 dan laporan hasil penelitian pada awal Januari 2013 (Lampiran 6). 4.5 Etika Penelitian Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian memegang teguh sikap ilmiah serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan responden penelitian, namun peneliti mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan. Beberapa prinsip-prinsip dalam etika penelitian yang diterapkan pada proses pengambilan data adalah sebagai berikut: 1. Menghormati harkat dan martabat responden (respect for human dignity) Dalam penelitian ini peneliti memberikan informasi secara terbuka pada setiap responden mengenai maksud dan tujuan penelitian sebelum dilaksanakan pengambilan data. Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti, responden memiliki kebebasan untuk ikut atau tidak dalam penelitian ini. Responden menyetujui mengikuti penelitian ini, selanjutnya responden menandatangani lembaran persetujuan yang telah disediakan oleh peneliti (informed consent). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and confidentiality). Dalam penelitian ini, peneliti tidak menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat asal responden dalam kuesioner untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan informasi yang didapat dengan cara tidak menyebarluaskan segala informasi yang telah diperoleh yang berhubungan dengan responden. Peneliti menggunakan koding (inisial) sebagai pengganti identitas responden. 3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness). Peneliti melakukan secara adil saat memilih responden penelitian yaitu melakukan perlakuan yang sama kepada responden yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan. Di RSUD Ulin Banjarmasin poliklinik penyakit dalam untuk diabetes melitus diadakan setiap hari Selasa dan Kamis sehingga memudahkan peneliti untuk menyebarkan kuesioner kepada semua klien. Sedangkan RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha Martapura dipoliklinik penyakit dalam peneliti meminta klien untuk mengisi kuesioner pada ruang tunggu klien yang terpisah dengan klien penyakit selain diabetes melitus. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits). Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian untuk mendapatkan hasil tentang pengetahuan dan praktek perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini tidak memberikan manfaat secara langsung kepada responden akan tetapi hasil penelitian ini menjadi bahan kajian/ rekomendasi bagi dinas kesehatan dan rumah sakit yang ada di Kalimantan Selatan dalam memberikan intervensi kesehatan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan kondisi setempat untuk pelayanan kepada klien diabetes melitus tipe 2 yang ada di Kalimantan Selatan. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 4.5 Alat Pengumpul Data Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner berupa daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik, ada dalam bentuk isian dan ada dalam bentuk check list sehingga responden tinggal mengisi dan memberi check list pada pilihan jawaban yang sesuai. Data yang dikumpulkan yaitu: a. Kuesioner tentang karakteristik responden (lampiran 3). Kuesioner ini untuk mengetahui karakteristik responden yang dibuat sendiri oleh peneliti yang meliputi usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan penyuluhan tentang perawatan kaki b. Kuesioner tentang pengetahuan (lampiran 4) Kuesioner ini digunakan untuk mengukur pengetahuan tentang perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Kuesioner yang digunakan adalah Diabetes Foot Care Knowledge Scale (DFKS) yang dikembangkan oleh Shiu & Wong (2011). Kuesioner ini dilakukan modifikasi oleh peneliti pada nomor 6 yaitu tentang penggunaan obat luka ringan pada kaki pada point dua Yunnan bai yao (obat cina untuk menyembuhkan luka) menjadi penggunaan obat tradisional karena obat tersebut tidak ada di Kalimantan Selatan. Kuesioner ini diterjemahkan melalui cara Back Translation. Jumlah seluruh pertanyaan terdiri dari 65 item pertanyaan dengan dua pilihan jawaban benar dan salah. Setiap jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0. Sehingga skor total adalah 65, selanjutnya dkategorikan menjadi 2 kategori yaitu pengetahuan kurang jika skor yang benar kurang dari mean 41,61 dan pengetahuan baik jika skor sama dan lebih besar dari mean 41,61. c. Kuesioner tentang praktik perawatan kaki (lampiran 5) Kuesioner ini digunakan untuk mengidentifikasi praktik atau tindakan tentang perawatan kaki dan pencegahan terjadinya luka pada kaki. Instrumen yang digunakan adalah modifikasi kuesioner yang berasal dari questions determining the knowledge Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 and practices about foot care yang dikembangkan oleh Hasnain dan Sheikh (2009). Kuesioner ini dilakukan modifikasi oleh peneliti pada nomor 8 dan 10 yakni pertanyaan yang sifatnya positif dimodifikasi menjadi pertanyaan negatif. Kuesioner ini diterjemahkan melalui cara Back Translation. Jumlah pertanyaan terdiri dari 15 item pertanyaan dengan skor untuk setiap pertanyaan yaitu: pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14 dan 15 jika jawaban ”Ya” (dilakukan) diberi skor 1, jawaban ”Tidak” (tidak dilakukan) skor 0. Pertanyaan nomor 8 dan 10 jika jawaban ”Ya” (dilakukan) skor 0, jawaban”Tidak” (tidak dilakukan) skor 1. Sehingga skor total adalah 15, selanjutnya dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu “praktik kurang” jika skor yang benar kurang dari mean 9,58 dan “praktik baik” jika skor sama dan lebih besar dari mean 9,58. 4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen atau alat pengumpul data yang akan digunakan sebelumnya dilakukan ujicoba dan diuji validitas dan reliabilitasnya. Pelaksanaan uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada populasi yang tidak menjadi sampel dalam penelitian ini, akan tetapi memiliki karakteristik yang tidak berbeda dalam penelitian ini. a. Validitas Validitas adalah indeks yang menunjukkan nilai ketepatan dari alat ukur sehingga menggambarkan suatu instrumen telah benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Uji validitas instrument dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin pada 30 responden yang bukan menjadi sampel dalam penelitian ini, sehingga diperoleh df= 28 (n-2). Pada tingkat kemaknaan 5% didapatkan angka r tabel = 0,361. Hasil uji validitas kuesioner pengetahuan adalah 5 soal dinyatakan tidak valid yaitu soal nomor 3, 4, 6, 10 dan 11. Sedangkan untuk kuesioner praktik adalah 3 soal dinyatakan tidak valid yaitu soal nomor 9, 10 dan 11. Karena substansi soal tersebut dianggap penting, maka soal-soal tersebut tetap dimasukkan dengan memperbaiki strukturnya. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 b. Reliabilitas Reliabilitas adalah konsistensi dari alat ukur yang digunakan, apabila digunakan untuk yang kedua kalinya atau lebih terhadap gejala yang sama maka akan mendapatkan hasil yang sama (Notoatmodjo, 2010). Hasil uji reliabilitas kuesioner pengetahuan diperoleh r alpha cronbach’s 0,963 (r alpha>0,361). Sedangkan kuesioner praktik diperoleh r alpha cronbach’s 0,842 (r alpha>0,361). 4.7 Prosedur Pengumpulan Data Prosedur penelitian terdiri dari persiapan, pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan. Prosedur penelitian dijabarkan sebagai berikut: 4.7.1 Persiapan penelitian Persiapan penelitian meliputi penyelesaian administrasi yang terkait dengan penelitian yaitu: a. Mengajukan permohonan surat ijin penelitian dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, surat permohonan lolos kaji etik dari Komite Etik Penelitian Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, surat permohonan ijin melakukan penelitian ke Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan dan surat permohonan ijin penelitian kepada Direktur RSUD Ulin Banjarmasin, RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha Martapura melalui bagian pendidikan latihan, yang dijadikan sampel dalam penelitian. b. Meminta ijin kepada kepala ruang poliklinik dan mensosialisasikan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan. c. Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penelitian seperti lembar penjelasan penelitian, lembar persetujuan penelitian, kuesioner, dan pulpen. d. Memilih kolektor data untuk membantu peneliti menyebarkan kuesioner serta mengumpulkan kuesioner. Peneliti menggunakan 4 orang kolektor data dengan Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 latar belakang pendidikan sarjana keperawatan. Sebelum penelitian, peneliti melakukan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan, menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner dan pengumpulan kuesioner serta menjaga kerahasiaan informasi yang didapat dengan cara tidak menyebarluaskan segala informasi yang telah diperoleh yang berhubungan dengan responden. 4.7.2 Pelaksanaan penelitian Pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama dua minggu di tiga tempat yaitu RSUD Ulin Banjarmasin, RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha Martapura. Peneliti berada di RSUD Ulin Banjarmasin pada hari Selasa dan Kamis karena pada hari tersebut khusus poliklinik diabetes melitus dengan dibantu 4 kolektor data, RSUD Banjarbaru pada hari Jum’at dan Sabtu, dan RSUD Ratu Zalecha Martapura pada hari Senin dan Rabu. Adapun uraian kegiatan sebagai berikut: a. Peneliti berkoordinasi dengan kepala ruang poliklinik penyakit dalam untuk melakukan identifikasi pasien diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi. b. Meminta kesediaan responden yang telah menjadi sampel dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian terlebih dahulu. c. Meminta dengan sukarela kepada responden untuk menandatangani surat pernyataan bersedia berpartisipasi sebagai responden penelitian. d. Membagi kuesioner kepada responden yang menjadi sampel pada ruang tunggu untuk pengisian kuesioner dan observasi kepada responden dengan memperhatikan kondisi kesehatan fisik pasien dan etika penelitian. e. Mengumpulkan hasil pengumpulan data untuk selanjutnya diolah dan dianalisa. 4.7.3 Penyusunan laporan Penyusunan laporan dilakukan setelah pelaksanaan penelitian selesai. Penyusunan laporan mengikuti pedoman teknis penulisan tugas akhir mahasiswa Universitas Indonesia. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 4.8 Pengolahan dan Analisis Data 4.8.1 Pengolahan data Setelah data yang diperlukan terkumpul selanjutnya dilakukan proses pengolahan dengan memeriksa data (editing) yang sudah dikumpulkan meliputi kelengkapan, kesesuaian, kejelasan, dan kekonsistenan jawaban. Selanjutnya memberi kode (coding) pada setiap komponen variabel, dilakukan untuk mempermudah proses tabulasi dan analisis data. Pemberian kode dilakukan sesudah pengumpulan data. Kemudian dilakukan pemprosesan data (processing) agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke komputer. Setelah itu pembersihan data (cleaning) dengan memeriksa kembali data yang sudah di-entry kedalam program komputer apakah ada kesalahan atau tidak sebelum dilakukan analisis. 4.8.2 Analisis data a. Analisis univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yang diteliti.Variabel dependen, variabel independen dan variabel confounding (usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan penyuluhan perawatan kaki) pada penelitian ini merupakan data kategorik sehingga hasil analisis yang disajikan berupa proporsi atau distribusi frekuensi. Kemudian disajikan dengan menggunakan tabel serta diinterprestasikan berdasarkan data yang diperoleh. b. Analisis bivariat Sebelum dilakukan analisis bivariat terlebih dulu dilakukan uji kenormalan data baik pada variabel independen, variabel dependen maupun variabel confonding dengan menggunakan uji Kolmogorv-Smirnov. Hasil yang diperoleh untuk semua variabel berdistribusi tidak normal dengan nilai p value < 0,05 sehingga analisis Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 bivariat variabel independen dan confonding menggunakan uji statistik nonparametrik. Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel, selanjutnya dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel independen dan variabel dependen. Pada penelitian ini variabel independen (tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan kaki), dengan variabel dependen (praktik perawatan kaki) berbentuk kategorik maka uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square. Tujuan Uji Chi Square adalah untuk menguji perbedaan proporsi/presentase antara beberapa kelompok data. Uji Chi Square dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel katagorik dengan variabel katagorik (Hastono, 2007). Analisis bivariat dilakukan dengan bantuan komputer. Tabel 4.2 Analisis Bivariat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Variabel Variabel Dependen Variabel Independen Tingkat pengetahuan (data kategorik) Variabel Confounding Umur (data kategorik) Variabel Confounding Jenis kelamin (data kategorik) Variabel Confounding Lama menderita diabetes melitus (data kategorik) Variabel Confounding Pendidikan (data kategorik) Variabel Confounding Penghasilan (data kategorik) Variabel Confounding Penyuluhan tentang perawatan kaki (data kategorik) Praktik perawatan kaki (data kategorik) Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Jenis Uji Chi Square Chi Square Chi Square Chi Square Chi Square Chi Square Chi Square c. Analisis multivariat Analisis multivariat digunakan untuk melihat hubungan beberapa variabel bebas (lebih dari satu) dengan satu atau beberapa variabel dependen (umumnya satu variabel) (Hastono, 2007). Karena variabel dependen pada penelitian ini berbentuk kategorik maka analisis multivariat yang digunakan pada penelitian adalah uji statistik regresi logistik ganda. Dengan analisis ini dapat diketahui faktor yang paling berhubungan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Tahapan dari uji statistik regresi logistik ganda meliputi: 1. Seleksi kandidat Variabel independent pengetahuan pasien tentang perawatan kaki pada penelitian ini yang diprediksi berhubungan dengan variabel dependen yaitu praktik perawatan kaki. Variabel confounding usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, lama menderita diabetes melitus, dan penyuluhan perawatan kaki pada penelitian ini yang diprediksi berhubungan dengan praktik perawatan kaki. Variabel kandidat akan dimasukan ke dalam pemodelan multivariat jika hasil uji bivariat p value < 0,25, atau secara substansi dianggap penting. 2. Pemodelan multivariat Pemodelan multivariat dilakukan dengan analisis regresi logistik dengan cara memasukan kandidat variabel independen dan variabel confounding yang memenuhi syarat p value < 0,25 ke dalam model, selanjutnya memilih variabel yang dianggap penting yang masuk dalam model, dengan cara mempertahankan subvariabel bebas yang p value-nya < dari 0,05 dan mengeluarkan subvariabel yang p value-nya > dari 0,05 secara bertahap mulai dari p value terbesar. Variabel yang dikeluarkan akan dimasukan kembali ke dalam model jika terjadi adanya perubahan Odd Ratio (OR) satu atau lebih variabel yang melebihi dari 10% sehingga akan didapatkan pemodelan akhir. Langkah selanjutnya membandingkan nilai OR seluruh variabel bebas, untuk melihat variabel mana Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 yang paling dominan pengaruhnya terhadap variabel bebas, dilihat dari exp(B) untuk variabel yang signifikan pada model terakhir. Semakin besar nilai exp(B) berarti semakin besar pengaruhnya terhadap variabel terikat (Hastono, 2007). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan yang telah dilaksanakan pada tiga rumah sakit yaitu RSUD Ulin Banjarmasin, RSUD Banjarbaru dan RSUD Ratu Zalecha Martapura. Pengambilan data dilaksanakan di poliklinik Penyakit Dalam. Adapun hasil penelitian adalah sebagai berikut: 5.1 Hasil Analisis Univariat Pada penelitian ini hasil analisis univariat menggambarkan karakteristik responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan penyuluhan tentang perawatan kaki; pengetahuan tentang perawatan kaki dan praktik perawatan kaki. Hasil analisis univariat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut: 5.1.1 Gambaran Karakteristik Responden Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan penyuluhan tentang perawatan kaki dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini : Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan usia, Jenis Kelamin, Lama menderita Diabetes Melitus, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan, dan Penyuluhan Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) Jumlah Persentase (%) Usia < 55 tahun ≥ 55 tahun 42 64 55,7 44,3 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 45 61 42,5 57,5 Lama Menderita DM < 5 tahun ≥5 tahun 57 49 53,8 46,2 Pendidikan Pendidikan Tinggi Pendidikan Rendah 23 83 21,7 78,3 Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja 63 43 59,4 40,6 Penghasilan < Rp. 1.225.000,≥ Rp. 1.225.000,- 25 81 23,6 76,4 Penyuluhan Pernah Tidak Pernah 22 84 20,8 79,2 Variabel Berdasarkan tabel 5.1, lebih banyak responden berusia lebih dari 55 tahun, berjenis kelamin perempuan, lama menderita diabetes melitus kurang dari 5 tahun, berpendidikan rendah dan bekerja, berpenghasilan diatas Rp. 1.225.000.- dan tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang perawatan kaki. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 5.1.2 Gambaran pengetahuan dan praktik perawatan kaki Distribusi responden berdasarkan pengetahuan dan praktik perawatan kaki dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini : Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) Variabel Jumlah Persentase (%) Pengetahuan Baik Kurang 58 48 54,7 45,3 Praktik Baik Kurang 59 47 55,7 44,3 Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik tentang perawatan kaki berjumlah 58 orang (54,7%) dan melakukan praktik perawatan kaki baik berjumlah 59 orang (55,7%). 5.2 Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen, variabel confonding dengan variabel dependen. 5.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil analisis bivariat hubungan antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut : Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 5.3 Hubungan Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) Praktik Pengetahuan Baik Kurang Baik N % 38 65,5 21 43,8 Jumlah 59 55,7 *Bermakna pada α: 0,05 Total Kurang N % 20 34,5 27 56,3 N 58 48 % 100,0 100,0 47 106 100,0 44,3 OR (95% CI) 2,44; 1,11-5,36 p-value 0,04* Tabel 5.3 menggambarkan bahwa dari 58 responden yang mempunyai pengetahuan baik memiliki praktek yang baik sebesar 65,5%. Hasil persentase menunjukkan bahwa antara responden yang mempunyai pengetahuan baik memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan kurang. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,04, pada alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Analisis kekuatan hubungan antara dua variabel didapatkan nilai Odd Ratio (OR) = 2,44 (95% CI : 1,11-5,36) artinya klien diabetes melitus tipe 2 yang berpengetahuan baik 2,44 kali untuk memiliki praktik perawatan kaki baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang berpengetahuan kurang. 5.2.2 Hubungan Usia dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil analisis bivariat hubungan usia dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut : Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 5.4 Hubungan Usia dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) Praktik Usia ≥ 55 tahun < 55 tahun Baik N % 42 65,6 17 40,5 59 55,7 Jumlah *Bermakna pada α: 0,05 Total Kurang N % 22 34,4 25 59,5 N 64 42 % 100,0 100,0 47 106 100,0 44,3 OR (95% CI) 0,36; p-value 0,02* 0,16-0,80 Tabel 5.4 menggambarkan bahwa dari 64 responden yang berusia lebih atau sama dengan 55 tahun dan memiliki praktik perawatan kaki yang baik sebesar 65,6%. Hasil persentase menunjukkan bahwa antara responden berusia lebih atau sama dengan 55 tahun memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang berusia kurang dari 55 tahun. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,02, pada alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Analisis kekuatan hubungan antara dua variabel didapatkan nilai OR = 0,36 (95% CI : 0,16-0,80) artinya klien diabetes melitus tipe 2 yang berusia lebih atau sama dengan 55 tahun berpeluang 0,36 kali untuk memiliki praktik perawatan kaki baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang berusia kurang dari 55 tahun. 5.2.3 Hubungan Jenis Kelamin dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil analisis bivariat hubungan jenis kelamin dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut : Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 5.5 Hubungan Jenis Kelamin dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) Praktik Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Baik N % 31 68,9 28 45,9 Jumlah 59 55,7 *Bermakna pada α: 0,05 Total Kurang N % 14 31,1 33 54,1 N 45 61 % 100,0 100,0 47 106 100,0 44,3 OR (95% CI) 2,61; 1,16-5,85 p-value 0,03* Tabel 5.5 menggambarkan bahwa dari 45 responden laki-laki memiliki praktek perawatan kaki yang baik sebesar 68,9%. Hasil persentase menunjukkan bahwa antara responden laki-laki memiliki praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden perempuan. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,03, pada alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Analisis kekuatan hubungan antara dua variabel didapatkan nilai OR = 2,61 (95% CI : 1,16-5,85) artinya klien diabetes melitus tipe 2 laki-laki berpeluang 2,61 kali untuk memiliki praktik perawatan kaki baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 perempuan. 5.2.4 Hubungan Lama Menderita Diabetes Melitus dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil analisis bivariat hubungan lama menderita diabetes melitus dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut : Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 5.6 Hubungan Lama Menderita Diabetes Melitus dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) Lama Menderita DM Praktik Baik Kurang Total ≥ 5 tahun < 5 tahun N 32 27 % 65,3 47,4 N 17 30 % 34,7 52,6 N 49 57 % 100,0 100,0 Jumlah 59 55,7 47 44,3 106 100,0 OR (95% CI) 0,48; 0,22-1,05 p-value 0,10 Tabel 5.6 menggambarkan bahwa dari 49 responden yang lama menderita diabetes melitus lebih atau sama dengan 5 tahun memiliki praktek perawatan kaki yang baik sebesar 65,3%. Hasil persentase menunjukkan bahwa antara responden yang lama menderita diabetes melitus lebih atau sama dengan 5 tahun memiliki praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang lama menderita diabetes melitus kurang 5 tahun. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,10, pada alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama menderita diabetes melitus dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,48, artinya responden yang lama menderita diabetes melitus lebih atau sama dengan 5 tahun mempunyai peluang 0,48 kali untuk melakukan praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang lama menderita diabetes melitus kurang dari 5 tahun. 5.2.5 Hubungan Pendidikan dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil analisis bivariat hubungan pendidikan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut : Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 5.7 Hubungan Pendidikan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) Praktik Pendidikan Baik Total Kurang Tinggi Rendah N 16 43 % 69,6 51,8 N 7 40 % 30,4 48,2 N 23 83 % 100,0 100,0 Jumlah 59 55,7 47 44,3 106 100,0 OR (95% CI) 2,13; 0,79-5,71 p-value 0,20 Tabel 5.7 menggambarkan bahwa dari 23 responden yang pendidikan tinggi memiliki praktek perawatan kaki yang baik sebesar 69,6%. Hasil persentase menunjukkan bahwa antara responden yang pendidikan tinggi memiliki praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang pendidikan rendah. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,20, pada alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,13, artinya responden yang pendidikan tinggi mempunyai peluang 2,13 kali untuk melakukan praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang pendidikan rendah. 5.2.6 Hubungan Pekerjaan dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil analisis bivariat hubungan pekerjaan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut : Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 5.8 Hubungan Pekerjaan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) Praktik Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Jumlah Total OR (95% CI) p-value % 100,0 0,72; 0,53 63 100,0 0,33-1,58 106 100,0 Baik N % 26 60,5 Kurang N % 17 39,5 N 43 33 52,4 30 47,6 59 55,7 47 44,3 Tabel 5.8 menggambarkan bahwa dari 43 responden yang bekerja memiliki praktek perawatan kaki yang baik sebesar 60,5%. Hasil persentase menunjukkan bahwa antara responden yang bekerja memiliki praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,53, pada alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,72, artinya responden yang bekerja mempunyai peluang 0,72 kali untuk melakukan praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja. 5.2.7 Hubungan Penghasilan dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil analisis bivariat hubungan penghasilan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut : Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 5.9 Hubungan Penghasilan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) Praktik Penghasilan Baik N % <Rp.1.225.000 14 56,0 ≥Rp.1.225.000 45 55,6 Jumlah 59 55,7 Total Kurang N % 11 44,0 36 44,4 N 25 81 % 100,0 100,0 47 106 100,0 44,3 OR (95% CI) 1,02; 0,41-2,51 p-value 1,00 Tabel 5.9 menggambarkan bahwa dari 25 responden yang penghasilan kurang dari Rp.1.225.000 memiliki praktek perawatan kaki yang baik sebesar 56,0%. Hasil persentase menunjukkan bahwa antara responden yang penghasilan kurang dari Rp.1.225.000 memiliki praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang penghasilan lebih atau sama dengan Rp.1.225.000. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 1,00, pada alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penghasilan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,02, artinya responden yang penghasilan kurang dari Rp.1.225.000 mempunyai peluang 1,02 kali untuk melakukan praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang penghasilan lebih atau sama dengan Rp.1.225.000. 5.2.8 Hubungan Penyuluhan dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil analisis bivariat hubungan penyuluhan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut : Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Tabel 5.10 Hubungan Penyuluhan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Bulan Desember Tahun 2012 (n=106) Praktik Penyuluhan Pernah Tidak Pernah Jumlah Total Baik N % 15 68,2 44 52,4 Kurang N % 7 31,8 40 47,6 N 22 84 % 100,0 100,0 59 47 106 100,0 55,7 44,3 OR (95% CI) 1,95; 0,72-5,26 p-value 0,28 Tabel 5.10 menggambarkan bahwa dari 22 responden yang pernah mendapatkan penyuluhan memiliki praktek perawatan kaki yang baik sebesar 68,2%. Hasil persentase menunjukkan bahwa antara responden yang pernah mendapatkan penyuluhan memiliki praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,28, pada alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penyuluhan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,95, artinya responden yang pernah mendapatkan penyuluhan mempunyai peluang 1,95 kali untuk melakukan praktek perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan. 5.3 Hasil Analisis Multivariat Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik ganda. Tujuan penggunaan analisis ini adalah untuk mengestimasi secara valid hubungan satu variabel dependen dengan variabel independen dan variabel confonding. Menurut Hastono (2007), untuk mendapatkan model akhir pada uji multivariat dilakukan dengan tahap pemodelan sebagai berikut: Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 5.3.1 Pemilihan Kandidat Variabel Multivariat Pemilihan kandidat untuk variabel multivariat dilakukan dengan menghubungkan semua variabel independen, variabel confounding dengan variabel dependen dengan menggunakan regresi logistik sederhana. Variabel yang diikutkan dalam seleksi kandidat multivariat, yaitu variabel dengan nilai p value kurang dari 0,25 pada seleksi bivariat. Adapun seleksi bivariat untuk kandidat multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik sederhana dengan hasil sebagaimana tabel 5. 11 berikut: Tabel 5.11 Pemilihan Kandidat Variabel Uji Multivariat Variabel p value 0,02 Kandidat Ya Jenis kelamin 0,02 Ya Lama Menderita DM 0,06 Ya Pendidikan 0,11 Ya Pekerjaan 0,41 Tidak Penghasilan 0,97 Tidak Penyuluhan 0,18 Ya Pengetahuan 0,03 Ya Usia Berdasarkan tabel 5.11 didapatkan variabel dengan p value kurang dari 0,25 (p<0,25) yang memenuhi untuk dilakukan uji multivariat, yaitu usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus, pendidikan, penyuluhan dan pengetahuan. Sedangkan variabel pekerjaan dan penghasilan lebih dari 0,25 (p>0,25) akan tetapi secara substansi dianggap penting maka variabel pekerjaan dan penghasilan dimasukan. Selanjutnya kedelapan variabel tersebut dimasukkan dalam analisa multivariat. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 5.3.2 Pemodelan Multivariat Setelah dilakukan uji regresi logistik berganda terhadap variabel yang memenuhi uji multivariat, maka variabel yang mempunyai nilai p terbesar dikeluarkan dari pemodelan dengan memperhatikan perubahan nilai OR (perubahan OR lebih dari 10% pada semua variabel maka variabel dipertahankan). Hasil akhir uji multivariat, dapat dilihat pada tabel 5.12 Tabel 5.12 Pemodelan Akhir Analisis Multivariat Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Tahun 2012 Pengetahuan B 0,87 Exp(B) 2,38 p-value 0,04* S.E. 0,44 Usia -0,66 0,52 0,15 0,46 Jenis Kelamin 0,67 1,96 0,15 0,47 Lama Menderita -0,54 0,58 0,23 0,45 Pendidikan 0,23 1,26 0,64 0,49 Pekerjaan -0,20 0,82 0,66 0,47 Penghasilan 0,48 1,62 0,37 0,54 Penyuluhan 0,63 1,88 0,26 0,56 Konstanta -2,85 0,06 0,18 2,12 *Bermakna pada α: 0,05 Berdasarkan hasil analisis multivariat, dimana variabel independen (pengetahuan) dan confounding di regresikan dengan variabel dependen secara bersamaan menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap praktek perawatan kaki dengan nilai Exp (B) variabel pengetahuan adalah 2,38. Sedangkan untuk variabel confounding tidak berpengaruh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa klien yang pengetahuan baik mempunyai peluang 2,38 kali melakukan praktik perawatan kaki yang baik dibandingkan klien yang pengetahuannya kurang. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Dengan pemodelan regresi logistik ganda sebagai berikut : . P(x) = 1 . 1 + e – (-2,85+0,87Pngt+0,67JK+0,63Penyu+0,48Phsl+0,23pdd-0,20Pkj-0,54LM-0,66Usia) Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 BAB 6 PEMBAHASAN Bab ini membahas mengenai hasil penelitian meliputi pengetahuan dan praktik perawatan kaki, hubungan antara pengetahuan dan praktik perawatan kaki, faktor pengganggu yang mempengaruhi hubungan pengetahuan dan praktik perawatan kaki. Disamping itu dibahas juga mengenai keterbatasan penelitian dan implikasi hasil penelitian terhadap keperawatan. 6.1 Interprestasi dan Diskusi Hasil Penelitian 6.1.1 Gambaran Karakteristik Responden a. Usia Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 106 klien diabetes melitus tipe 2 yang menjadi responden lebih banyak berusia lebih dari 55 tahun pada rentang usia 30 – 74 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Desalu et al. (2011) pada 352 klien diabetes melitus, rata-rata mempunyai usia 50 tahun. Hasil yang sama juga dijelaskan oleh Bijoy et al. (2012) dalam penelitiannya mengatakan dari 150 klien diabetes melitus ratarata usia klien 57 tahun. Sama hal nya dengan penelitian Ekore et al. (2010) dari 137 klien diabetes melitus berusia antara 37-75 tahun. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa seseorang yang berusia diatas 30 tahun beresiko terjadinya diabetes melitus tipe 2. Hal ini sejalan dengan sumber yang menjelaskan bahwa diabetes melitus tipe 2 sering terjadi pada klien setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun (Smeltzer et al., 2010). Semakin meningkat Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin meningkat. Hal ini terjadi karena proses menua mengakibatkan adanya perubahan fisiologis dalam tubuh yang dapat mempengaruhi homeostasis. Salah satu organ yang dapat mengalami perubahan fungsi akibat adanya proses menua adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin. Jika terjadi gangguan sekresi hormon ini atau penggunaan glukosa yang tidak adekuat pada tingkat sel maka akan berdampak terhadap peningkatan kadar gula darah (Rochmah, 2006). Seiring dengan bertambahnya usia penderita, maka akan terjadi proses degeneratif yang akan mengakibatkan penurunan fungsi organorgan vital tubuh. Pada penderita diabetes melitus proses degeneratif ini ditambah sindrome resisten insulin yang semakin menambah resiko terjadinya komplikasi. b. Jenis Kelamin Pada penelitian ini didapatkan responden perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Sihombing (2012) menunjukkan bahwa frekuensi jenis kelamin yaitu sebagian besar dari responden berjenis kelamin perempuan. Begitu juga dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) didapatkan responden perempuan lebih banyak. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa sumber dan hasil penelitian yang terdahulu yang menjelaskan bahwa diabetes melitus lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Menurut Levine (2008) perempuan mempunyai kecenderungan untuk mengalami penyakit yang berhubungan dengan gangguan endokrin seperti diabetes melitus dan gestasional diabetes melitus. Tingginya angka kejadian diabetes melitus tipe 2 pada perempuan salah satunya dihubungkan dengan faktor kegemukan yang merupakan faktor pencetus diabetes melitus tipe 2 (Soegondo, 2009). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 c. Lama Menderita Diabetes Melitus Banyak responden dalam penelitian ini menunjukkan lama menderita diabetes melitus kurang dari 5 tahun. Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Sihombing (2012) menunjukkan bahwa lamanya menderita diabetes melitus frekuensinya yaitu sebagian besar responden menderita diabetes melitus selama kurang dari 5 tahun. Klien umumnya menjelaskan lama menderita diabetes melitus berdasarkan saat didiagnosa. Kenyataannnya bahwa lama menderita diabetes melitus kurang menggambarkan kondisi penyakit yang sesungguhnya karena biasanya klien terdiagnosa setelah mengalami komplikasi. Padahal sebenarnya proses penyakit sudah terjadi sebelumnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden menderita diabetes melitus kurang dari 5 tahun, hal ini sesuai dengan konsep teori bahwa terjadinya komplikasi jangka panjang yang terjadi pada diabetes tipe 2 tidak terjadi dalam 5 sampai 10 tahun pertama. Prevalensi neuropati meningkat bersamaan dengan pertambahan usia dan lamanya penyakit, angka prevalensi dapat meningkat 50% pada pasien yang sudah menderita diabetes melitus selama 25 tahun (Smeltzer et al., 2010). d. Pendidikan Pada penelitian ini didapatkan lebih banyak responden memiliki latar belakang pendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian menurut Desalu et al. (2011) klien yang memiliki pendidikan rendah lebih banyak. Hal ini berbeda dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) dalam penelitiannya didapatkan responden lebih besar memiliki pendidikan tinggi. Hal yang sama terdapat juga pada penelitian Bijoy et al. (2012) yakni rata-rata responden memiliki pendidikan yang tinggi. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Hasil penelitian ini sesuai dengan sumber yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2010) bahwa semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima pengaruh yang positif, obyektif dan terbuka terhadap berbagai informasi termasuk informasi kesehatan. Tingkat pendidikan umumnya berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam memahami suatu informasi. Sehingga dengan banyaknya pendidikan tinggi pada hasil penelitian diharapkan klien dapat memahami berbagai informasi yang didapatkan tentang kesehatan khususnya tentang perawatan kaki dan dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi pada kaki. e. Pekerjaan Pada penelitian ini didapatkan banyak responden yang bekerja. Adapun yang lebih banyak adalah bekerja sebagai pegawai negeri. Jika pekerjaan dikaitkan dengan aktivitas fisik sehari-hari, aktivitas merupakan salah satu dari lima pilar manajemen diabetes melitus yang dapat berkontribusi dalam pengelolaan diabetes melitus dan mencegah terjadinya komplikasi diabetes melitus. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2011) berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan hasil sebagian besar responden tidak bekerja. Pada penelitian yang sama Arifin (2011) juga mengatakan responden yang tidak bekerja beresiko 1,6 kali mengalami komplikasi dibanding responden yang bekerja. Hal ini dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan klien dalam kehidupan sehari-hari seperti pekerjaan. Bagi penyandang diabetes melitus olahraga/ latihan jasmani yang mana pun dapat dianjurkan dan dikerjakan. Tidak harus olahraga seperti sepakbola, tenis tetapi kegiatan jasmani apapun yang memadai seperti bekerja, berkebun dan lain-lain asalkan dikerjakan dengan teratur (Waspadji, 2005). Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes, karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskular. Manfaat Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 latihan yaitu menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida (Smeltzer et al., 2010). f. Penghasilan Pada penelitian ini didapatkan banyak responden berpenghasilan diatas nilai Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku di Kalimantan Selatan yaitu Rp. 1.225.000.-. Hal ini sejalan dengan penelitian Waluyo (2008) didapatkan lebih banyak status ekonomi tinggi. Meskipun rata-rata penghasilan perbulan responden diatas nilai UMR Kalimantan Selatan yang berlaku akan tetapi nilai tersebut tidak sebanding dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh klien diabetes melitus dalam mengelola penyakitnya karena perawatan penyakit diabetes melitus membutuhkan biaya yang besar. Penghasilan yang rendah memungkinkan klien sulit untuk mengakses sarana atau pelayanan kesehatan karena tidak adanya biaya untuk berobat. g. Penyuluhan Pada penelitian ini didapatkan responden yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang perawatan kaki lebih banyak dibandingkan responden yang pernah mendapatkan penyuluhan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh penelitian Ekore et al. (2010) menunjukkan bahwa kurangnya pendidikan atau penyuluhan dari penyedia layanan kesehatan. Penyuluhan berkaitan dengan pemberian informasi tentang pengelolaan diabetes melitus terutama masalah perawatan kaki harus diberikan sedini Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 mungkin atau sejak pertama klien terdiagnosa diabetes melitus (Smeltzer et al., 2010). Penyuluhan merupakan salah satu pilar manajemen diabetes melitus yang sangat berpengaruh dalam penatalaksanaan perawatan kaki pada klien diabetes melitus dan pencegahan terjadinya komplikasi kaki diabetik. h. Pengetahuan dan Praktek Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan jumlah responden yang pengetahuan baik lebih besar dan jumlah responden berdasarkan praktik perawatan kaki baik juga lebih besar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Jinadasa dan Jeewantha (2011) didapatkan pengetahuan tentang perawatan kaki yang baik namun praktik perawatan kaki cukup. Hasil ini berbeda dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) didapatkan pengetahuan perawatan kaki yang cukup dan praktik perawatan kaki yang cukup. Hasil penelitian yang dilakukan Sihombing (2012) menunjukkan bahwa frekuensi tingkat perawatan kaki yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus tipe 2 yaitu sebagian besar dari responden sudah melakukan perawatan kaki dengan baik yaitu 71,73%, dan sebagian kecil dari responden masih melakukan perawatan kaki yang buruk. Hal ini menggambarkan bahwa pasien telah melakukan perawatan kaki dengan baik sehingga resiko terkena komplikasi pada kaki semakin kecil. Dalam penelitian ini tingkatan praktik yang dilakukan klien adalah melakukan praktik perawatan kaki dengan benar secara otomatis atau merupakan suatu kebiasaan sehari-hari. Perawatan kaki yang baik dan pengetahuan tentang perawatan kaki dapat mencegah terjadinya komplikasi kaki diabetes secara dini. Pencegahan komplikasi diabetes melitus dapat membantu meningkatkan angka harapan hidup bagi penderita diabetes. Kebiasaan perawatan kaki yang baik pada responden sudah menunjukkan prosentase yang cukup besar penelitian ini. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Menurut Kerri Wright (2010) dalam Sihombing (2012), perawatan kaki yaitu memeriksa kaki setiap hari, apakah ada perubahan warna, terjadi pembengkakan, nyeri atau mati rasa, memeriksa alas kaki seperti sepatu atau kaus kaki yang digunakan untuk memastikan bahwa alas kaki sesuai dan tidak menyebabkan lecet pada kaki, mencuci kaki setiap hari menggunakan sabun dan air hangat, mengeringkan kaki dengan hati-hati, khususnya diantara selasela jari kaki, serta menggunting kuku. Kaki merupakan bagian paling bawah dari tubuh. Mungkin karena itu pula, banyak yang jarang memperhatikan kulit kaki. Bahkan sedikit yang mau melakukan perawatan kaki sebagaimana merawat kulit muka. Kaki adalah penyangga pada tubuh manusia, karena itu sudah seharusnya dijaga dan dirawat senantiasa agar berfungsi dengan baik dan sehat. Selain itu pada kaki terdapat berbagai syaraf yang menghubungkan berbagai anggota tubuh. Jadi jika tidak dirawat dengan baik, tentunya dapat menimbulkan berbagai keluhan pada tubuh. Hilangnya sensasi (penurunan sensibilitas) merupakan salah satu faktor utama resiko terjadinya ulkus, tetapi terdapat beberapa faktor resiko lain yang juga turut berperan yaitu keadaan hiperglikemia yang tidak terkontrol, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat ulkus kaki atau amputasi, penurunan denyut nadi perifer, riwayat merokok, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol seperti bunion dan kalus (Smeltzer et.al, 2010). Perawatan kaki yang bersifat preventif mencakup tindakan mencuci kaki dengan benar, mengeringkan dan meminyakinya; harus berhati-hati agar jangan sampai celah di antara jari-jari kaki menjadi basah. Inspeksi atau pemeriksaan kaki harus dilakukan setiap hari untuk memeriksa apakah terdapat gejala kemerahan, melepuh, fisura, kalus, atau ulserasi (Smeltzer et al., 2010). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 6.1.2 Hubungan Usia dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 berusia lebih dari 55 tahun memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang berusia kurang dari 55 tahun. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Desalu et al. (2011) mengatakan usia diatas 50 tahun pengetahuan dan praktik perawatan kaki masih kurang meskipun hubungan ini tidak signifikan secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara usia dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Sihombing (2012) menunjukkan bahwa tingkat perawatan kaki berdasarkan usia menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang melakukan perawatan kaki yang baik berusia rata-rata dibawah usia 55 tahun. Berdasarkan data yang didapatkan banyaknya usia diatas 55 tahun yang memiliki praktik perawatan kaki yang baik, hal ini dijumpai banyaknya responden yang patuh melakukan kegiatan perawatan kaki. Maka seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka akan semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Dengan bertambahnya usia maka mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. sehingga pengetahuan dan praktek yang diperolehnya semakin membaik. Menurut hasil penelitian Sousa et al (2005) bahwa usia mempunyai hubungan yang positif dengan self care diabetes artinya semakin meningkat usia maka akan terjadi peningkatan dalam aktivitas self care diabetes. Hal ini disebabkan karena dengan peningkatan usia maka tingkat kematangan seseorang akan meningkat sehingga klien dapat berfikir secara Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 rasional tentang manfaat yang akan diperoleh jika klien melakukan perawatan kaki secara adekuat dalam kehidupannya sehari-hari untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi kaki diabetik. Menurut Smeltzer et al. (2010) Seiring dengan bertambahnya usia penderita, maka akan terjadi proses degeneratif yang akan mengakibatkan penurunan fungsi organ-organ vital tubuh. Pada penderita diabetes melitus proses degeneratif ini ditambah sindrome resisten insulin yang semakin menambah resiko terjadinya komplikasi. Sebagian besar pasien diabetes melitus mengalami retinopati nonproliferatif dengan derajat tertentu dalam waktu 5 hingga 15 tahun setelah diagnosis diabetes ditegakkan. Dalam penelitian ini banyaknya klien yang berusia diatas 55 tahun yang memiliki praktik perawatan kaki yang baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini tentang lama menderita diabetes melitus kebanyakan kurang dari 5 tahun sehingga munculnya retinopati dapat diperkirakan setelah diabetes diderita selama bertahun-tahun dan kemunculan komplikasi ini tidak selalu berarti bahwa penyakit diabetes tersebut menjadi semakin progresif. Disamping itu adanya dukungan dari keluarga klien dalam hal membantu melakukan perawatan kaki sangat membantu sekali untuk mencegah terjadinya kaki diabetik. 6.1.3 Hubungan Jenis Kelamin dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 laki-laki memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) menunjukkan perempuan lebih rendah tentang perawatan kaki dibandingkan laki-laki. ` Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Hal ini sesuai dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan statistik yang signifikan jenis kelamin dengan pengetahuan dan praktek tentang perawatan kaki. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Sihombing (2012) menunjukkan bahwa sebagian besar responden perempuan melakukan perawatan kaki diabetes dengan baik. Dari penelitian ini didapatkan banyaknya responden laki-laki yang memiliki praktik perawatan kaki lebih baik daripada perempuan. Hal ini dapat dilihat banyaknya responden laki-laki yang berusia lebih dari 57 tahun, dengan lama diabetes melitus lebih dari 5 tahun, rata-rata berpendidikan rendah setingkat SMA, banyak tidak bekerja, namun penghasilan diatas UMR, dan banyak yang belum pernah mendapatkan penyuluhan, akan tetapi memiliki pengetahuan yang baik. Responden memiliki kesempatan banyak waktu untuk melakukan perawatan kaki karena rata-rata tidak bekerja (pensiunan) sehingga memungkinkan sekali untuk praktik perawatan kaki baik. Meskipun banyak yang tidak mendapatkan penyuluhan akan tetapi memiliki pengetahuan baik karena laki-laki yang memiliki praktik baik berdomisili diperkotaan, hal ini dikaitkan dengan akses mendapatkan informasi tentang perawatan kaki lebih mudah dan cepat. Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain dalam hal melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Perempuan seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderung berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional. Kebanyakan perempuan yang ada di Kalimantan Selatan selain mengurusi rumah tangga juga membantu keluarga mencari nafkah untuk menambah perekonomian Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 keluarga dengan bekerja sehingga memungkinkan sekali untuk praktik perawatan kaki kurang karena kesibukannya sehari-hari. 6.1.4 Hubungan Lama Menderita Diabetes Melitus dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 yang lama menderita diabetes melitus lebih dari 5 tahun memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang lama menderita diabetes melitus kurang dari 5 tahun. Walaupun hasil penelitian ini dilihat hubungannya, menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama menderita diabetes melitus dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Hal ini sesuai dengan penelitian Soemardini et al. (2008) yang mengatakan lama menderita penyakit diabetes melitus tidak signifikan dengan perawatan kaki. Klien yang mengalami diabetes melitus lebih lama, memiliki perawatan kesehatan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan klien yang memiliki lama diabetes melitus lebih pendek (Bai, Chiou & Chang, 2009). Klien yang mengalami diabetes melitus yang lama dapat mempelajari perilaku berdasarkan pengalaman yang diperolehnya selama menjalani penyakit tersebut sehingga klien dapat memahami dengan baik tentang hal-hal yang harus dilakukannya tentang perawatan kaki dalam kehidupannnya sehari-hari dan melakukan kegiatan tersebut secara konsisten dan penuh rasa tanggung jawab. Diketahui bahwa neuropati dan penyakit perifer merupakan penyebab utama ulkus diabetik. Hal ini juga sesuai dengan konsep teori, bahwa terjadinya komplikasi jangka panjang pada yang terjadi diabetes tipe 1 dan 2 biasanya tidak terjadi dalam 5 sampai 10 tahun pertama. Prevalensi neuropati meningkat bersamaan dengan pertambahan usia dan lamanya penyakit, angka prevalensi Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 dapat meningkat 50% pada pasien yang sudah menderita diabetes selama 25 tahun (Smeltzer et al., 2010). 6.1.5 Hubungan Pendidikan dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 yang pendidikan tinggi memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang pendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Desalu et al. (2011) bahwa klien yang memiliki pendidikan rendah secara signifikan memiliki praktek perawatan kaki yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) yang mengatakan bahwa peran pendidikan menunjukkan hubungan statistik yang signifikan dengan pengetahuan dan praktek tentang perawatan kaki. Pengetahuan tentang perawatan kaki yang tepat secara positif dipengaruhi oleh pendidikan klien sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi pada kaki. Bijoy et al. (2012) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa pendidikan secara statistik menunjukkan hubungan yang signifikan dengan pengetahuan klien tentang perawatan kaki. Dalam penelitian ini banyaknya responden yang berpendidikan tingkat SMA dan perguruan tinggi. Akan tetapi ditemukan juga masih rendahnya pendidikan responden dengan tingkat pendidikan sekolah dasar dan ini berpengaruh pada saat pengisian kuesioner yang belum mengerti maksud dari isi pertanyaan. Pendidikan umumnya akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memahami suatu informasi. Pendidikan adalah sebuah proses sosialisasi ilmu Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 dan nilai untuk mempengaruhi orang lain secara individu atau kelompok agar mau mengikuti ilmu dan nilai yang diajarkan seorang pendidik kesehatan. Melalui pendidikan, individu diajarkan untuk berperilaku sehat. Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2003) menjelaskan pendidikan merupakan aspek status sosial yang sangat berhubungan dengan status kesehatan karena pendidikan penting dalam membentuk pengetahuan dan pola perilaku seseorang. 6.1.6 Hubungan Pekerjaan dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 yang bekerja memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang tidak bekerja. Namun hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Meskipun secara uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan, akan tetapi secara deskriptif menunjukkan lebih dari setengah proporsi 59,4% klien bekerja memiliki praktik perawatan kaki yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soemardini et al. (2008) mengatakan bahwa faktor pekerjaan tidak ada hubungan yang signifikan dengan pemahaman penderita diabetes melitus. Pekerjaan merupakan faktor penentu penting dari kesehatan. Jenis pekerjaan seseorang dan kondisi kerja yang dilakukan akan mempengaruhi kesehatan seseorang (Marmot, 2010). Dari penelitian ini didapatkan banyak responden yang bekerja sebagai pegawai negeri memiliki praktik perawatan kaki yang baik. Hal ini terlihat banyaknya responden yang mengatakan bahwa mereka melakukan pencucian kaki setiap hari dan mengeringkan dengan handuk. Disamping kegiatan mereka setiap hari Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 bekerja dikantor, mereka masih sempat melakukan pemeriksaan kaki dan menggunakan alas kaki yang nyaman dan tidak sempit berupa sepatu ketika berjalan. Karena klien diabetes melitus yang bekerja menggunakan sepatu sangat beresiko terjadi ulkus kaki apabila tidak memperhatikan bentuk dan jenis sepatu yang digunakan. Menghindari penggunaan sepatu pada bagian jari kakinya yang sempit, sepatu hak tinggi, sol keras, dan tali antara jari kaki. Sepatu harus nyaman, sepatu harus sesuai dengan bentuk kaki dan terbuat dari bahan yang lembut. 6.1.7 Hubungan Penghasilan dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 yang penghasilan kurang dari Rp.1.225.000 memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang penghasilan lebih. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Hasil ini berbeda dengan penelitian menurut Desalu et al. (2011) bahwa status sosial ekonomi rendah secara signifikan berhubungan dengan perawatan kaki. Sama halnya dengan penelitian Bijoy et al. (2012) mengatakan bahwa peran penghasilan menunjukkan hubungan statistik yang signifikan dengan perawatan kaki. Meskipun secara uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan, akan tetapi secara deskriptif menunjukkan lebih dari setengah proporsi 56% klien yang penghasilan kurang dari Rp.1.225.000 memiliki praktik perawatan kaki yang baik. Namun didapatkan juga sebagian besar responden yang punya penghasilan diatas Rp.1.225.000 memiliki praktek perawatan kaki (55,6%). Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Masyarakat dengan penghasilan tinggi maupun kurang tetap dapat melakukan praktek perawatan kaki dengan baik dalam kehidupan sehari-harinya. Keadaan penghasilan tidak menjadi masalah dalam melakukan perawatan kaki karena bagi keluarga yang berpenghasilan kurang/ tidak mampu, pemerintah menyediakan pelayanan berupa asuransi kesehatan untuk masyarakat tidak mampu (jamkesmas) dan untuk pegawai negeri. Program ini sangat membantu bagi klien diabetes melitus dengan penghasilan yang kurang agar dapat melakukan pemantauan terhadap kondisi kesehatannya dan melakukan pemeriksaan kaki secara rutin. Oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan khususnya dalam hal perawatan kaki untuk mencegah terjadinya ulkus pada kaki karena masalah ini membutuhkan biaya yang besar. 6.1.8 Hubungan Penyuluhan dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 yang pernah mendapatkan penyuluhan memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan. Namun hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penyuluhan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Meskipun secara uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan, akan tetapi secara deskriptif menunjukkan bahwa klien yang pernah mendapatkan penyuluhan akan memiliki praktik perawatan kaki yang baik. Merujuk pada penelitian ini, terlihat bahwa masih banyak responden yang belum mendapatkan penyuluhan. Hal ini sama dengan penelitian Ekore et al. (2010) menunjukkan bahwa kurangnya pendidikan atau penyuluhan dari penyedia layanan kesehatan tentang perawatan kaki. Hal ini didapatkan data dari penelitian banyaknya responden yang belum pernah mendapatkan penyuluhan khusus tentang perawatan kaki di rumah sakit Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 pada saat berobat. Tidak adanya penyuluhan ini membuat klien tidak mengetahui bahwa perawatan kaki sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi pada kaki. Disamping itu dalam penelitian ini sebagian responden yang tidak mendapatkan penyuluhan akan tetapi dapat melakukan praktik perawatan kaki dengan baik karena mendapatkan informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi dan tersedia bermacam-macam media massa yang bisa didapat tentang perawatan kaki sebagai sarana komunikasi dengan berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan tentang praktik perawatan kaki. Informasi yang memadai dan rasional bagi penyandang diabetes melitus, dari tenaga pengelola diabetes melitus yang profesional, pengetahuan para penyandang diabetes melitus mengenai penyakitnya diharapkan akan semakin meningkat dan akan dapat dihindari adanya berbagai informasi yang kadang malahan menyesatkan. Dengan pengetahuan yang baik akan dapat diperoleh kepatuhan yang lebih besar terhadap anjuran pengelola kesehatan terutama perawatan kaki dan selanjutnya akan dapat diharapkan hasil pengelolaan diabetes melitus yang maksimal, berupa pencegahan terjadinya komplikasi kronik diabetes (Waspadji, 2007). Penyuluhan diperlukan bagi klien diabetes melitus tipe 2 karena penyakit diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan perilaku seseorang untuk berubah. Penyuluhan yang diberikan kepada klien adalah program edukasi diabetes Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 melitus tentang perawatan kaki yang merupakan pendidikan dan pelatihan tentang pengetahuan dan praktik bagi klien diabetes. Dari hasil wawancara dengan responden banyak yang mengatakan belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang perawatan kaki di rumah sakit, ketika di rumah sakit klien hanya mendapatkan pemeriksaan gula darah dan pengobatan lanjutan. Namun sebagian ada juga mengatakan mendapatkan informasi tentang penyakitnya melalui media masa seperti surat kabar atau majalah. Edukasi diabetes yang dilakukan secara adekuat akan meningkatkan kemampuan klien diabetes melitus tipe 2 untuk melakukan perawatan kesehatan diri secara konsisten sehingga akan tercapai pengontrolan kadar glukosa darah secara optimal dan komplikasi diabetes melitus dapat diminimalkan (Basuki, 2009). Praktik perawatan kaki sangat penting dilakukan pada kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku dari klien dan perlu dilakukan edukasi bagi klien dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga kesehatan lainnya (Perkeni, 2011). Penyuluhan kesehatan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk mengubah individu menuju hal-hal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses penyuluhan kesehatan. 6.1.9 Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Perawatan Kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien diabetes melitus tipe 2 berpengetahuan baik memiliki praktik perawatan kaki lebih baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 pengetahuan kurang. Hasil ini berbeda dengan penelitian menurut Bijoy et al. (2012) didapatkan hasil pengetahuan Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 yang kurang tentang perawatan kaki. Begitu juga penelitian menurut Ekore et al. (2010) menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan tentang perawatan kaki. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Klien diabetes melitus tipe 2 yang berpengetahuan baik mempunyai peluang 2,44 kali untuk memiliki praktik perawatan kaki baik dibandingkan dengan klien diabetes melitus tipe 2 yang berpengetahuan kurang. Seseorang dengan pengetahuan yang baik memiliki perawatan kaki yang baik pula dimana kebiasaan terbentuk oleh pengetahuan yang dimiliki terutama kebiasaan baik tentang cara-cara perawatan kaki. Hasil ini sejalan dengan penelitian menurut Desalu et al. (2011) bahwa pengetahuan yang baik memiliki praktek perawatan kaki yang baik. Perawatan kaki seharusnya dilakukan oleh setiap orang, terutama juga harus dilakukan oleh penderita diabetes melitus. Hal ini dikarenakan penderita diabetes sangatlah rentan terkena luka pada kaki, dimana proses penyembuhan luka tersebut juga membutuhkan waktu yang lama. Sehingga apabila setiap orang mau untuk melakukan perawatan kaki dengan baik, akan mengurangi resiko terjadinya komplikasi pada kaki. Oleh karena itu perawatan kaki yang baik dapat mencegah terjadinya kaki diabetik, karena perawatan kaki merupakan salah satu faktor penanggulangan cepat untuk mencegah terjadinya masalah pada kaki yang dapat menyebabkan ulkus kaki. Tindakan pencegahan kaki diabetik terdiri dari mencari informasi tentang kaki diabetik, identifikasi faktor resiko, manajemen diabetes melitus, perawatan kaki, edukasi perawatan diabetes melitus, dan penggunaan alas kaki yang semestinya, serta penanggulangan yang cepat apabila ada masalah pada kaki. Pencegahan terjadinya komplikasi pada kaki adalah dengan melakukan Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 pengontrolan kadar gula darah secara teratur dan mencegah terjadinya luka pada kaki karena adanya komplikasi yang disebut neuropati, pasien diabetes mengalami penurunan sensitivitas dan intoleransi terhadap dingin di kaki mereka. Neuropati terjadi ketika suplai darah ke ujung saraf kecil di kaki dan tangan berhenti atau berkurang (Echeverry, 2007). Praktik yang lebih baik dalam melakukan perawatan kaki akan mengurangi risiko terkena kaki diabetik. Karena mencegah terjadinya kaki diabetik lebih baik daripada proses penyembuhannya. Proses penyembuhan kaki diabetik membutuhkan waktu yang lama. Menurut Saskatchewan Ministry of health (2008) dalam Sihombing 2012, jika sudah terjadi kaki diabetik maka akan memerlukan waktu yang lama untuk penyembuhan. 6.2 Keterbatasan Penelitian a. Pengumpulan data Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner tanpa melakukan observasi perilaku. Hal ini dapat saja menimbulkan bias karena responden tidak mengisi sesuai dengan keadaan sebenarnya ataupun mengalami kesulitan dalam mengisi instrumen. Walaupun peneliti telah melakukan penjelasan sebelum penelitian (informed consent) akan tetapi hal tersebut tidak menutup kemungkinan masih saja dapat terjadi. Dalam penelitian ini peneliti melakukan kriteria penilaian pengetahuan berdasarkan nilai rata-rata dari penelitian sehingga cut of point rendah. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya digunakan kriteria penilaian pengetahuan sesuai standar yang ditetapkan berdasarkan teori-teori bukan dari hasil penelitian. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 b. Instrumen penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga point, berdasarkan variabel yang diteliti yaitu karakteristik responden, pengetahuan dan praktik perawatan kaki. Banyaknya jumlah kuesioner penelitian ini sehingga pengisian tidak fokus, dan banyak responden yang meminta peneliti untuk dibacakan. Instrumen pengetahuan merupakan pengembangan dari instrumen Diabetes Foot Care Knowledge Scale (DFKS) yang dikembangkan oleh Shiu & Wong (2011), sedangkan untuk instrumen praktik perawatan kaki dikembangkan dari Questions determining the knowledge and practices about foot care yang dikembangkan oleh Hasnain dan Sheikh (2009). Sebelum dilakukan uji validitas dan reliabelitas instrumen, ditemukan beberapa pertanyaan yang tidak valid, tetapi karena mengingat substansi tersebut penting untuk diketahui maka pertanyaan tersebut tetap dimasukkan dengan merubah struktur pertanyaan. Seharusnya uji instrumen dilakukan lagi tetapi karena keterbatasan waktu maka pengujian hanya dilakukan sekali. 6.3 Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan a. Implikasi terhadap pelayanan keperawatan Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan memiliki peran dan tanggung jawab dalam membantu pasien diabetes melitus supaya tetap sehat, dengan memberikan pelayanan keperawatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pasien diabetes melitus yang datang ke tempat pelayanan kesehatan harus mendapatkan pelayanan yang profesional. Pasien harus mendapatkan pelayanan keperawatan yang dibutuhkan serta mendapatkan informasi yang aktual dan menyeluruh mengenai rencana Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 perawatan selanjutnya, sehingga pasien akan terhindar dari komplikasi akut maupun kronis. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetik, diantaranya praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Klien yang tidak melakukan perawatan kaki sejak dini akan memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan klien yang sejak awal melakukan perawatan kaki. Oleh karena itu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien diabetes melitus tipe 2 supaya lebih meningkatkan efektifitas manajemen terapeutik khususnya tentang praktik perawatan kaki. Perawat spesialis medikal bedah harus mampu memberikan penyuluhan kesehatan mengenai praktik perawatan kaki dan menyediakan waktu untuk memberikan kesempatan kepada klien berkonsultasi mengenai bagaimana klien diabetes melitus merawat kakinya agar terhindar dari terjadinya ulkus kaki. Melakukan upaya pengelolaan kaki diabetik meliputi: pencegahan primer seperti penyuluhan perawatan kaki, latihan kaki, pemeriksaan kaki dengan visual inspection dan pemeriksaan lengkap. Melakukan pencegahan sekunder yang difokuskan pada pasien dengan luka kaki diabetik, seperti perawatan luka, pencegahan dan penanggulangan infeksi. b. Implikasi dalam ilmu keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu bukti ilmiah bahwa klien diabetes melitus yang pengetahuan kurang yaitu 45,3 %. Diketahui ada hubungan yang Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 bermakna antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus. Oleh karena itu hasil penelitian ini menjadi sangat penting bagi institusi pelayanan kesehatan untuk melaksanakan program pendidikan kesehatan yang terstruktur dan terintegrasi untuk dapat meningkatkan praktik perawatan kaki yang optimal yang dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri sehingga dapat menurunkan insidensi komplikasi kaki diabetik. Hal ini juga dapat dijadikan dasar untuk penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap praktik perawatan kaki dan upaya pencegahan selanjutnya benar-benar didasarkan dari hasil penelitian dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Pengetahuan tentang perawatan kaki berhubungan secara bermakna dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2. Oleh karena itu dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien diabetes melitus, aspek informasi dan edukasi harus lebih diperhatikan. Perawat juga perlu memahami mengenai perilaku klien sebagai dasar untuk memotivasi klien diabetes melitus merubah perilaku kesehatan menjadi yang lebih baik dan mandiri. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN Bagian ini merupakan bagian akhir dari laporan hasil penelitian mencakup simpulan hasil pembahasan yang berkaitan dengan upaya menjawab tujuan dan hipotesis penelitian. Serta beberapa saran peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. 7.1 Simpulan a. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. b. Penelitian yang dilakukan memberikan gambaran bahwa klien Diabetes Melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan dengan fokus masalah pengetahuan klien tentang perawatan kaki sebagian besar baik sedangkan pada praktik perawatan kaki klien sebagian besar juga baik. Klien mayoritas berusia lebih dari 55 tahun berjenis kelamin terbanyak perempuan, lamanya menderita diabetes melitus yang kurang 5 tahun sebagian besar berpendidikan rendah. Sebagian besar klien bekerja dengan berpenghasilan lebih dari Rp. 1.225.000,-. Sedangkan kebanyakan klien tidak pernah mendapatkan penyuluhan. c. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. d. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. e. Tidak ada hubungan pendidikan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. f. Tidak ada hubungan penghasilan dengan praktik perawatan kaki pada klien Diabetes Melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 g. Tidak ada hubungan lama diabetes melitus dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. h. Tidak ada hubungan Pekerjaan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. i. Tidak ada hubungan penyuluhan perawatan kaki dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. j. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 adalah pengetahuan 7.2 S a r a n Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, peneliti menyarankan perlu ditingkatkan upaya pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 yang bersifat preventif, sebagai berikut : 7.2.1 Pelayanan Keperawatan : a. Dilaksanakan program kegiatan pendidikan kesehatan (Health Education) yang terencana, terorganisir dan berkesinambungan yang ditujukan kepada klien diabetes melitus atau keluarganya khususnya mengenai pengetahuan dan praktik perawatan kaki selain itu juga tentang diet diabetes melitus, aktivitas atau latihan, obat hipoglikemik oral, pemberian insulin, dan lain sebagainya. b. Disediakan tempat dan jadwal khusus untuk memberikan kesempatan kepada klien diabetes melitus atau keluarga untuk berkonsultasi mengenai perawatan kaki di semua rumah sakit di Kalimantan Selatan. c. Dilakukan pemeriksaan kaki melalui visual inspection setiap kali kunjungan berobat atau pemeriksaan lengkap setiap tahun. untuk mendeteksi adanya neuropati atau faktor resiko terjadinya ulkus diabetik. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 7.2.2 Klien dan Keluarga a. Klien supaya selalu mematuhi apa yang disarankan oleh oleh tenaga kesehatan dalam merawat kesehatan dirinya terutama tentang perawatan kaki selain memonitor kadar glukosanya secara rutin, penyesuaian diet, keteraturan aktivitas dan kunjungan berobat. b. Keluarga supaya selalu memberikan dukungan kepada klien untuk selalu mematuhi apa yang disarankan oleh tenaga kesehatan agar klien tetap sehat meskipun mengalami diabetes melitus. 7.2.2 Ilmu Keperawatan Klien diabetes melitus tipe 2 yang belum mendapatkan penyuluhan masih cukup besar, oleh karena itu hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap akses mendapatkan informasi pada klien diabetes melitus. 7.2.3 Penelitian Selanjutnya Pada penelitian ini dapat dijadikan dasar informasi untuk penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan prevensi terjadinya komplikasi kaki diabetik pada responden diabetes melitus dan keluarga penekanan tentang observasi praktik preventif, tidak sekedar pengisian data kuesioner. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association. (2011). Standards of Medical Care in Diabetes 2011. Journal Diabetes Care, 34, 511-561. Arifin, Z. (2011). Analisis Hubungan Kualitas Tidur dengan Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Ayele, K., Tesfa, B., Abebe, L., Tilahun, T.,& Girma, E. (2012). Self Care Behavior among Patients with Diabetes in Harari, Eastern Ethiopia: The Health Belief Model Perspective.7(4), Di unduh dari www.plosone.org. Bai, Y. L., Chiou, C. P, & Chang, Y. Y. (2009). Self-care behaviour and related factors in older people with Type 2 diabetes. Journal Clinical Nursing, 18(23), 3308-3315. Basuki, E. (2009). Teknik Penyuluhan Diabetes Melitus dalam Soegondo, S., Soewondo, P.,& Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Bijoy C.V., Feba B., Vikas R.C., Dhandapani C., Geetha K., Vijayakumar A. (2012). Knowledge Assessment and Patient Counseling on Diabetic Foot Care. Indian Journal of Pharmacy Practice, 5(2), 11-15. Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). Medical-Surgical Nursing : Clinical Manaement for Positive Outcome. (8th ed.). St. Louis, Missouri : SaundersElsevier. Cahyono, J.B.S.B. (2007). Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Dexa medica, 20(3), 103-108. Di unduh dari http://www.dexa-medica.com/images/publication. Dahlan, M.S. (2010). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Seri Evidence Based Medicine. Seri 2. Jakarta: Salemba Medika. Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Balitbangkes. Desalu, O.O., Salawu, F.K, Jimoh, A.K., Adekoya, A.O., Busari, A.O.,& Olokaba, A.B. (2011). Diabetic Foot Care : Self Reported Knowledge and Practice among Patients Attending Three Tertiary Hospital in Nigeria. Ghana Medical Journal, 45(2), 60-65. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Dharma, K.K.(2011). Metode Penelitian Keperawatan : Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : Trans Info Media. Digiulio, M., Jackson, D. & Keogh, J. (2007) Medical-Surgical Nursing : Demystified. A Self-Teaching Guide. New York : Mc-Graw Hill. Echeverry, D., Duran, P., Bonds, C., Lee, M., Davidson, M.B.. (2009). Effect of Pharmacological Treatment of Depression on A1C and Quality of Life in LowIncome Hispanics and African Americans With Diabetes. A randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Diabetes Care, 32(12), 2156–2160, Di unduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2782968/ Ekore, R.I., Ajayi, I.O., Arije, A., & Ekore, J.O. (2010). Attitude; Diabetic Foot Care; Knowledge; Type 2 Diabetes Mellitus. African Journal of Primary Health Care & Family Medicine. 2(1), 1-3. Friedman, M., Bowden, V. R., Jones, E., (2003). Family Health Nursing. Theory and Practice 5th Edition. Pearson Education Inc. USA Hasnain, S. & Sheikh, H.S. (2009). Knowledge and Practices Regarding Foot Care in Diabetic Patients Visiting Diabetic Clinic in Jinnah Hospital Lahore. Journal Pakistan Medical Association, 59(10), 659-687. Hastono, S.P. (2007). Analisis Data Kesehatan: Basic Data Analysis for Health Research Training. FKM UI. Tidak diterbitkan. Heitzman, J. (2010). Foot Care for Patients With Diabetes. 26(3), 250–263. Diunduh dari http://www.nursingcenter.com/lnc/journalarticle?Article_ID=1047440. Hoong Kew Kam. (2011). Tingkat Pengetahuan tentang Penyakit Diabetes Mellitus pada Pasien Diabetes di Poli-Endokrin, Departemen Penyakit Dalam, Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan. Ilyas, E.I. (2009). Olahraga bagi Diabetesi dalam Soegondo, S., Soewondo, P.,& Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Jinadasa, C.V.M. & Jeewantha, M. (2011). A Study to Determine the Knowledge and Practice of Foot Care in Patients with Chronic Diabetic Ulcer. International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health, 3(1), 115-122. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Kementerian Kesehatan RI. (2011). World Diabetes Day 14 November 2011. http://www.pppl.depkes.go.id/index.php?c=berita&m=fullview&id=374. Lapau, B. (2012). Metode Penelitian Kesehatan : Metode Ilmiah Penulian Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Levine, J.P. (2008). Type 2 Diabetes Among Women: Clinical Considerations for Pharmacological Management to Achieve Glycemic Control and Reduce Cardiovascular Risk. Journal of Women’s Health, 17(2), 249-260. Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., &Camera, I.M. (2011). Medical Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problem. 8th ed., St. Louis: Mosby, Inc. Lipsky, B.A., Berendt, A.R., Deery, H.G., Embil, J.M., Joseph, W.S., & Karchmer, A.W. (2004). Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Guidelines for Diabetic Foot Infections. CID, 39, 885-888. Infectious Diseases Society of America. Di unduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16799390. Marmot Sir Michael. 2010. Area aksi IPH dalam ketidaksetaraan kesehatan: pendidikan, ketrampilan hidup dan pekerjaan. Di unduh dari http://www.publichealth.ie/healthinequalities/educationandskills Monalisa, T. & Gultom, Y. (2009). Perawatan Kaki Diabetes dalam Soegondo, S., Soewondo, P.,& Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Notoatmodjo, S. (2002). Metode Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat : Ilmu & Seni. Edisi Revisi 2011. Jakarta : Rineka Cipta Nugroho, W., (1992). Perawatan Lanjut Usia, Jakarta, EGC. PD Persi News. (2011). RI Rangking Keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak Dunia, Di unduh dari http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&nid=618&catid=23. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Perkeni. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, Edisi Revisi. Polikandrioti, M. (2009). Exercise and Diabetes Melitus, Di unduh dari http://www.hsj.gr/volume3/ issue3/331.pdf. Rheeder, P., Venn, M., de Korte, E., & van Zyl, D. (2008). Knowledge of Foot-Care in People with Diabetes in a Tertiary Care Setting, Journal of Endocrinology, Metabolism and Diabetes of South Africa (JEMDSA), 13(3), 105-108. Rochmah, W. (2006). Diabetes Melitus pada Usia Lanjut dalam Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (4th ed). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. RSUD Ulin Banjarmasin. (2012). Profil RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2011. Banjarmasin (tidak dipublikasikan). RSUD Banjarbaru. (2012). Profil RSUD Banjarbaru Tahun 2011. Banjarbaru (tidak dipublikasikan). RSUD Ratu Zalecha Martapura. (2012). Profil RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2011. Martapura (tidak dipublikasikan). Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (Edisi 4), Jakarta : Sagung Seto. Shiel Jr., W.C. (2012). Diabetes Treatment, Di unduh dari http://www.medicinenet.com/diabetes_treatment/page7.htm#treatment_of_d iabetes_with_insulin Sihombing, D. (2012). Gambaran Perawatan Kaki Dan Sensasi Sensorik Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poliklinik DM RSUD. Universitas Padjadjaran, Bandung Shiu, A.T-Y., & Wong, R.Y-M. (2011). Diabetes Foot Care Knowledge: a Survey of Registered Nurses. Blackwell Publishing Ltd, Journal of Clinical Nursing, 20, 2367–2370. Sigurdardottir, A.K. (2005). Self-care in Diabetes: Model of Factors Affecting Selfcare, di unduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15707440 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L.,& Cheever, K.H. (2010). Brunner & Suddarth’s: Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins. Soemardini, Nurudin, M., & Debora, O. (2008). Perbandingan Penyuluhan Perawatan Kaki dengan dan Tanpa Demonstrasi terhadap Tingkat Pemahaman pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 diPoliklinik Diabetes Mellitus Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Soegondo, S. (2009). Prinsip Penanganan Diabetes, Insulin dan Obat Hipoglikemik Oral dalam Soegondo, S., Soewondo, P.,& Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sousa, V.D., Zauszniewski, J.A., Musil, C.M., Lea, P.J.P.,& Davis, S.A. (2005). Relationship among self-care agency, self efficacy, self-care and glycemic control. Research and Theory for Nursing Practice : An International Journal, 9(3), 61-67. Suyono, S. (2009). Kecendrungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Suyono, S. (2009). Patofisiologi Diabetes melitus dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta, Bandung. The University of Melbourne Library (2012). American Psychological Association (APA) Style 6th, Last modified : 20 December 2012, di unduh dari http://www.lib.unimelb. edu.au/recite/citations/apa6/ref00-indexJournal. html?style=1&type=2. Tomey, Marriner A., Alligoods,& Raile M. (2006). Nursing Theorists and Their Work. 6th ed. St.Louis, Missouri.-Mosby Elsevier. Varghese, B.C., Feba B., Vikas R.C., Dhandapani C., Geetha K., & Vijayakumar A. (2012). Knowledge Assessment and Patient Counseling on Diabetic Foot Care. Indian Journal of Pharmacy Practice.5(2) Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Waspadji, S. (2007). Pertanyaan Pasien dan Jawabannya tentang Diabetes. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Waspadji, S. (2009). Diabetes Melitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya yang Rasional dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Waspadji, S. (2009). Diabetes Melitus, Penyulit Kronik dan Pencegahannya dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (Eds.). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Waluyo, N. A. (2011). Hubungan Kepatuhan Pasien Dengan Kejadian Ulkus Diabetik Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. World Health Organization. (1999). Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications, Report of a WHO Consultation, Part 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, Geneva, 59p, WHO/NCD/NCS/99.2. http://whqlibdoc.who.int/hq/1999/WHO_NCD_NC S_99.2.pdf World Health Organization. (2003). Section III : Disease-Specific Reviews, Adherence to Long-Term Therapies : Evidence for Action. Di unduh dari http://www.who. int/chp/knowledge/publicantions/adherence_section3.pdf. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Lampiran 1 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Lampiran 2 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Lampiran 3 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Lampiran 4 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA PENJELASAN PENELITIAN Judul Penelitian : Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan Peneliti : Noor Diani NPM : 1006833911 Saya Noor Diani adalah mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, bermaksud melaksanakan penelitian untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktik perawatan kaki pada klien diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Selatan. Prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah pengisian kuesioner mengenai biodata, pengetahuan dan praktik perawatan kaki. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner kurang lebih 30 - 60 menit. Penelitian ini tidak akan menimbulkan resiko apapun yang sifatnya merugikan, tetapi jika Bapak/ Ibu/ Saudara (i) ketika mengisi kuesioner ini merasa kelelahan, maka Bapak/ Ibu/ Saudara (i) berhak meminta untuk dihentikan dan akan dilanjutkan kembali sesuai dengan keinginan Bapak/ Ibu/ Saudara (i). Jika Bapak/ Ibu/ Saudara (i) tidak bersedia melanjutkan penelitian ini, maka saya akan menghargai keinginan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) dan tidak akan memaksakan. Informasi yang Bapak/ Ibu/ Saudara (i) berikan selama prosedur penelitian akan peneliti jamin kerahasiaanya. Demikian penjelasan ini peneliti sampaikan dan atas perhatian dan partisipasinya dalam penelitian ini peneliti ucapkan terima kasih. Banjarmasin, Desember 2012 Peneliti Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Lampiran 5 SURAT PERNYATAAN BERSEDIA BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN Yang bertandatangan di bawah ini saya: Nama : Umur : Alamat : Tlp./HP : Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, dengan ini saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Pengetahuan dan Praktik Perawatan Kaki pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan”. Adapun bentuk kesediaan saya ini adalah: 1. Bersedia untuk meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner. 2. Memberikan informasi yang benar dan sejujurnya terhadap apa yang diminta atau ditanyakan oleh peneliti Keikutsertaan saya ini sukarela tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun. Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Banjarmasin, Desember 2012 Mengetahui Peneliti Yang membuat pernyataan Noor Diani _______________________ (Nama & Tanda tangan) Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Lampiran 6 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN DAN PRAKTEK PERAWATAN KAKI PADA KLIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Petunjuk pengisian :Isilah pertanyaan berikut dan berikan tanda check list (√) pada jawaban yang sesuai A. Karakteristik responden 1. Inisial 2. Usia 3. Jenis kelamin 4. Lama menderita Diabetes Mellitus 5. Pendidikan : Tidak Sekolah SD/MI SMP/MTs 6. Pekerjaan : Tidak bekerja Buruh Petani Pedagang : ___________________ : ______tahun :L / P : ___________tahun SMA/MA Akademi/PT Swasta, sebutkan ................................ PNS/TNI/POLRI Lain-lain ............................................. 7. Berapa rata-rata pendapatan perbulan < Rp. 1.225.000 ≥ Rp. 1.225.000 8. Pernah mendapatkan penyuluhan tentang perawatan kaki Ya, Sebutkan oleh ................... Tidak Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Lampiran 7 B. Kuesioner pengetahuan klien tentang perawatan kaki Petunjuk: Berilah tanda check list (√) pada kolom Benar atau Salah sesuai dengan pilihan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) ketahui berkaitan dengan perawatan kaki No Pertanyaan Benar 1 Berapa kali Bapak/ Ibu/ Saudara (i) harus memeriksa kaki? • Setiap hari • Dua kali seminggu • Lebih sering jika ketidaknyamanan atau rasa sakit dirasakan diseluruh kaki • Setelah memakai sepatu baru • Permintaan dari dokter untuk melakukan hal tersebut disetiap konsultasi 2 Apa yang harus Bapak/ Ibu/ Saudara (i) perhatikan ketika Bapak/ Ibu/ Saudara (i) memeriksakan kakinya? • Memeriksa area kaki termasuk telapak kaki, sela-sela jari kaki, bagian depan kaki, dan tumit • Memeriksa setiap retakan kaki, lecet, kutil • Setiap adanya luka • Setiap adanya perubahan warna, misalnya memar, kebiruan • Setiap adanya bengkak • Setiap adanya perubahan suhu 3 Tentang cara pemotongan kuku kaki • Memotong tiap sudut kuku kaki • Tidak memotong kuku kaki untuk menghindari luka • Memotong kuku kaki dengan lurus • Memotong kuku kaki sependek mungkin 4 Pada bagian mana dari kaki yang tidak tepat atau tidak boleh diberikan pelembab ? • Telapak kaki • Tumit • Sela-sela jari kaki • Permukaan/ Punggung kaki Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Salah No Pertanyaan Benar 5 Apa yang harus dilakukan jika Bapak/ Ibu/ Saudara (i) memiliki kutil pada kaki? • Menggunakan plester kutil • Rendam kaki di air dan potong kutil dengan gunting • Pergi ke ahli kecantikan • Menggunakan batu apung • Mengganti sepatu yang lebih baik 6 Apabila terjadi luka ringan pada kaki, apa yang harus Bapak/ Ibu/ Saudara (i) gunakan untuk mengobati luka tersebut? • Menggunakan Merkurokrom/ obat merah • Menggunakan obat ramuan tradisional • Memakai alkohol khusus bedah • Menggunakan cairan antiseptik seperti sabun • Menggunakan cairan NaCl atau cairan Infus 7 Apa yang harus digunakan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) untuk menjaga kaki tetap hangat di musim dingin? • Selimut Listrik • Botol air panas • Baskom berisi air panas • Kaos kaki berbahan katun atau wol 8 Apa yang harus dilakukan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) jika merasa sakit pada kaki? • Menggunakan plester herbal • Menggunakan air panas atau mencuci kaki dengan air jahe • Menggunakan obat tradisional • Berkonsultasi ke ahli perawatan kaki, perawat diabetes atau dokter 9 Jenis kaos kaki seperti apa yang sesuai untuk Bapak/ Ibu/ Saudara (i) ? • Katun • Sintetis • Wol • Nylon 10 Jenis sepatu yang tepat untuk digunakan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) ? • Sepatu yang terbuka bagian atas dan depannya • Sepatu Olahraga • Sepatu dengan tumit tinggi • Sepatu sendal Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Salah No Pertanyaan Benar 11 Bagaimana Bapak/ Ibu/ Saudara (i) memilih sepatu agar sesuai dengan kaki? • Membeli sepatu di pagi hari • Meminta teman atau anak untuk membelikan sepatu • Bentuk ujung sepatu yang datar dan sempit • Panjang sepatu setidaknya harus 1,5 cm lebih panjang dari kaki 12 Apa faktor risiko untuk ulkus kaki? • Kulit yang pecah-pecah • Kapalan/ kallus tebal • Luka bakar • Sepatu yang tidak pas • Teknik pemotong kuku yang salah/ sembarangan • Menggunakan benda tajam untuk memotong kutil • Memakai alkohol bedah diantara jari-jari kaki 13 Pada kondisi seperti apa Bapak/ Ibu/ Saudara (i) harus membuat janji dengan ahli perawatan kaki/ podiatris? • Pada pertumbuhan kuku kaki • Tumbal/ Kalus yang menebal • Masalah dalam memilih sepatu • Masalah dalam perawatan kaki • Adanya luka ulkus pada kaki baru-baru ini, muncul dan harus disembuh saat ini 14 Pada kondisi seperti apa Bapak/ Ibu/ Saudara (i) harus berkonsultasi dengan dokter atau ahli perawatan kaki/ podiatrist? • Luka yang membengkak atau bernanah • Tidak ada perbaikan setelah merawat sendiri luka selama 3 hari • Perubahan warna kaki, misalnya berubah mnjadi hitam • Setelah membeli sepasang sepatu baru Sumber: Modifikasi Shiu & Wong (2011) Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Salah Lampiran 8 C. Kuesioner praktik perawatan kaki Petunjuk: Berilah tanda check list (√) pada kolom Ya atau Tidak sesuai dengan pilihan Bapak/ Ibu/ Saudara (i) lakukan atau tidak lakukan berkaitan dengan praktik perawatan kaki Dilakukan No Aktivitas Ya Tidak 1 Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) setiap hari minum obat antidiabetik untuk mencegah komplikasi 2 Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) setiap hari mencuci kaki 3 Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) menggunakan air hangat untuk mencuci kaki/ saat mandi 4 Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) sebelum menggunakan air hangat terlebih dahulu mencek suhu air 5 Apakah kaki yang telah dicuci dikeringkan dengan lembut, khususnya diantara jari kaki 6 Apakah pada sela jari kaki Bapak/ Ibu/ Saudara (i) diberi bedak agar tetap kering 7 Apakah bagian atas dan bawah kaki Bapak/ Ibu/ Saudara (i) selalu diberi pelembab 8 Apakah pada sela jari kaki Bapak/ Ibu/ Saudara (i) diberi pelembab 9 Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) jika menggunakan kaos kaki sering mengganti kaos kaki. 10 Apakah kuku kaki yang panjang dipotong mengikuti bentuk kuku sampai kesudut kuku (tidak lurus) 11 Apakah setiap hari Bapak/ Ibu/ Saudara (i) melakukan pemeriksaan pada kaki 12 Apakah alas kaki yang digunakan nyaman dan tidak sempit 13 Apakah sebelum memakai sepatu Bapak/ Ibu/ Saudara (i) selalu membersihkan bagian dalamnya terhadap benda-benda asing seperti kerikil atau benda-benda kecil lainnya 14 Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) selalu menggunakan alas kaki ketika berjalan 15 Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara (i) segera berkonsultasi ke dokter/ petugas/ahli yang menangani diabetes jika ada perubahan pada kaki dengan tanda-tanda : kemerahan, nyeri, atau adanya luka baik kecil maupun besar. Sumber: Modifikasi Hasnain & Sheikh (2009) Terima kasih atas kesediaannya telah mengisi kuisioner ini. Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Lampiran 9 JADWAL KEGIATAN PENELITIAN TAHUN 2012-2013 NO September 1 2 3 4 KEGIATAN 1. Penyelesaian Bab 1 s.d 4 2. Ujian Proposal 3. Pengumpulan data 4. Analisisdanpenafsiran data 5. Ujianhasilpenelitian 6. Penulisan 1 draft artikeluntukpublikasi 7. Sidangtesis 8. Penulisantesis 9. Perbaikantesis 10. Pengumpulanlaporan (tesis) Oktober 1 2 3 4 November 1 2 3 4 Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013 Desember 1 2 3 4 Januari 1 2 Lampiran 10 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Noor Diani Tempat, Tanggal Lahir : Banjarmasin, 17 Maret 1978 Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : PNS Alamat Rumah : Komplek Gotong Royong Perdana, Blok A, No.5, Rt.6 Rw.6, Jalan Gotong Royong, Kelurahan Mentaos, Kecamatan Banjarbaru Utara, 70711, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, HP. 081349331174. Alamat e-mail : [email protected] Alamat Institusi : Jalan Ahmad Yani, Km 36, No.1, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Riwayat Pendidikan : • • • • • Riwayat Pekerjaan : • Perawat Pelaksana RS Islam Banjarmasin, Kalimantan Selatan (2000 – 2002) • Staf Pengajar pada STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin, Kalimantan Selatan (2006 – 2007) • Staf Pengajar pada AKPER Intan Martapura, Kalimantan Selatan (2005 – 2009) • Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat , Kalimantan Selatan (2006 – Sekarang) SD Negeri Surgi Mufti 1 Banjarmasin, lulus tahun 1990 MTsN Mulawarman Banjarmasin, lulus tahun 1993 SMA Negeri 2 Banjarmasin, lulus tahun 1996 AKPER Depkes Banjarbaru, lulus tahun 1999 Ners Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, lulus tahun 2004 • Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, Universitas Indonesia (2011 – Sekarang) Pengetahuan dan..., Noor Diani, FIK UI, 2013