4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Agropolitan Provinsi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kawasan Agropolitan Provinsi Gorontalo
Agropolitan terdiri dari kata Agro (Pertanian) dan Politan (Polis = Kota),
sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan
berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di Desa dalam
kawasan sentra produksi sebagai kota pertanian yang memiliki fasilitas yang
dapat mendukung lancarnya pembangunan pertanian yaitu:
- Jalan-jalan akses (jalan usaha tani)
- Alat alat dan mesin pertanian (traktor, alat-alat prosesing)
- Pengairan/jaringan irigasi
- Lembaga penyuluh dan alih teknologi
- Kios-kios sarana produksi
- Pemasaran
Sejak provinsi Gorontalo terbentuk pembangunan pertanian terus
digalakkan melalui Program Agropolitan berbasis jagung. Program agropolitan
berbasis jagung adalah program unggulan daerah Gorontalo untuk memacu
pembangunan pertanian sekaligus menjadi motor penggerak pembangunan
perekonomian daerah.
Agropolitan berbasis jagung dengan pertimbangan : (1) lahan tersedia luas
dan belum dimanfaatkan secara optimal, (2) jagung sudah dikenal oleh
masyarakat sejak dahulu dan menjadi sumber pendapatan secara turun temurun,
(3) jagung sebagai komoditas industri serta (4) peluang pasar dalam negeri dan
ekspor (Muhammad, 2007).
Sejak ditetapkan sebagai daerah pengembangan agropolitan pada tahun
2002, Gorontalo mulai berbenah diri dimulai dengan penyusunan program dan
sosialisasi di Tilamuta (Ibukota Kabupaten Boalemo), penetapan Kecamatan
Randangan sebagai kawasan agropolitan untuk menjadi prioritas pembangunan,
hingga penetapan Desa Motoluhu sebagai pusat Desa pertumbuhan. Selanjutnya
4
pada tahun 2003 dilaksanakan perencanaan dan penyusunan master plan dan
implementasinya beserta pengawasannya dilaksanakan dengan melibatkan
masyarakat di kawasan melalaui lembaga pengelolan agropolitan, pemda
setempat melalui tim pokja LSM, akademi dan swasta (Jocom, 2009).
2.2 Energi Surya (Matahari)
Matahari adalah sumber energi utama yang memancarkan energi yang luar
biasa besarnya ke permukaan bumi. Matahari memasok energi ke bumi dalam
bentuk radiasi. Tanpa radiasi dari matahari, maka kehidupan di bumi tidak akan
berjalan. Setiap tahunnya ada sekitar 3.9 x 1024 Joule ~ 1.08 x 1018 kWh energi
matahari yang mencapai permukaan bumi, ini berarti energi yang diterima bumi
dari matahari adalah 10.000 kali lebih banyak dari permintaan energi primer
secara global tiap tahunnya dan lebih banyak dari cadangan ketersediaan
keseluruhan energi yang ada di bumi.
Intensitas radiasi matahari diluar atmosfir bumi tergantung pada jarak
antara bumi dengan matahari. Sepanjang tahun, jarak antara matahari dengan
bumi bervariasi antara 1,47 x 108 km sampai 1,52 x 108 km. Akibatnya,
irradiance E0 berfluktuasi antara 1.325 W/m2 sampai 1412 W/m2. Nilai rata-rata
dari irradiance ini disebut dengan solar constant (konstanta surya). Konstanta
Surya E0 = 1.367 w/m2.
Nilai konstan ini bukanlah besarnya radiasi yang sampai dipermukaan
bumi. Atmosfir bumi mereduksi/mengurangi radiasi matahari tersebut melalui
proses pemantulan, penyerapan (oleh ozon, uap air, oksigen dan karbondioksida)
dan penghamburan (oleh molekul-molekul udara, partikel debu atau polusi).
Untuk cuaca yang cerah pada siang hari, irradiant yang mencapai permukaan
bumi adalah 1.000 w/m2. Nilai ini relatif terhadap lokasi. Insolasi (energi
radiasi) maksimum terjadi pada hari yang cerah namun berawan sebagian. Ini
karena pemantulan radiasi matahari oleh awan sehingga insolasi (energi
radiasinya) dapat mencapai 1.400 W/m2 untuk periode yang singkat
(Muchammad dan Yuhana, 2010).
5
Pada keadaan cuaca cerah, permukaan bumi menerima sekitar 1000 watt
energi matahari per-meter persegi. Kurang dari 30% energi tersebut dipantulkan
kembali ke angkasa, 47% dikonversikan menjadi panas, 23% digunakan untuk
seluruh sirkulasi kerja yang terdapat di atas permukaan bumi, sebagaian kecil
0,25% ditampung angin, gelombang dan arus dan masih ada bagian yang sangat
kecil 0,025% disimpan melalui proses fotosintesis di dalam tumbuh-tumbuhan
yang akhirnya digunakan dalam proses pembentukan batu bara dan minyak bumi
(bahan bakar fosil, proses fotosintesis yang memakan jutaan tahun) yang saat ini
digunakan secara ekstensif dan eksploratif bukan hanya untuk bahan bakar tetapi
juga untuk bahan pembuat plastik, formika, bahan sintesis lainnya. Sehingga
bisa dikatakan bahwa sumber segala energi adalah energi matahari. Energi
matahari dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara yang berlainan, bahan bakar
minyak adalah hasil fotosintesis, tenaga hidro elektrik adalah hasil sirkulasi
hujan tenaga angin adalah hasil perbedaan suhu antar daerah dan sel surya (sel
fotovoltaik) yang menjanjikan masa depan yang cerah sebagai sumber energi
listrik.
Sebuah sel surya (sel fotovoltaik) akan menghasilkan tegangan konstan
sebesar 0.5 V sampai 0.7 V dengan arus sekitar 20 mA dan jumlah energi yang
diterima akan mencapai optimal jika posisi sel surya 900 (tegak lurus) terhadap
sinar matahari selain itu juga tergantung dari konstruksi sel surya itu sendiri. Ini
berarti bahwa sebuah sel surya akan menghasilkan daya 0.6 V x 20 mA = 12
mW. Jika matahari memancarkan energinya ke permukaan bumi sebesar 100
W/m2 atau 100 mW/cm2 , maka bisa dibayangkan energi yang dihasilkan sel
surya yang rata-rata mempunyai luas 1 cm2 bandingkan dengan bahan bakar
fosil (BBM) dengan proses foto-sintesis yang memakan waktu jutaan tahun
(Manan, 2010).
Sumber energi matahari merupakan salah satu sumber energi yang dapat
dikembangkan. Energi matahari telah dimanfaatkan di banyak belahan dunia dan
jika dieksploitasi dengan tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan
kebutuhan konsumsi energi dunia saat ini dalam waktu yang lebih lama.
Matahari dapat digunakan secara langsung untuk memproduksi listrik. Untuk
6
mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik memerlukan sel surya yang
merupakan bahan semikonduktor dengan menggunakan efek fotovoltaik.
Menurut data Green Peace Indonesia sumber energi alternatif ini cukup baik.
Berdasarkan proyeksi dari tingkat arus hanya 354 MW, pada tahun 2015
kapasitas total pemasangan pembangkit tenaga panas matahari akan melampaui
5000 MW. Pada tahun 2020, tambahan kapasitas akan naik pada tingkat sampai
4500 MW setiap tahunnya dan total pemasangan kapasitas tenaga panas
matahari di seluruh dunia dapat mencapai hampir 30.000 MW, cukup untuk
memberikan daya untuk 30 juta rumah.
Salah satu cara untuk mengoptimalisasi kinerja sel surya adalah dengan
mencari posisi-posisi dimana bumi menerima panas yang paling maksimal oleh
matahari yaitu dengan mencari posisi dimana sinar datang tegak lurus dengan
bidang penampang, dalam hal ini panel surya (Anonim, 2010 dalam As’ari dan
Kolondam, 2012).
Dengan menggunakan modul/panel surya, energi matahari dapat diubah
menjadi energi listrik. Keluaran dari modul/panel surya ini adalah berupa listrik
arus searah (DC) yang besar tegangan keluarnya tergantung dengan jumlah sel
surya yang dipasang didalam panel surya dan banyaknya sinar matahari yang
menyinari panel surya tersebut. Energi listrik yang dihasilkan dihubungkan ke
rangkaian controller/Regulator, yang selanjutnya energi listrik disimpan pada
baterai. Jika kita menginginkan hasil keluaran listrik dari PLTS ini berupa listrik
arus bolak-balik (AC) maka PLTS yang sudah dapat mengeluarkan listrik arus
searah (DC) ini harus dihubungkan ke sebuah rangkaian elektronik/modul
elektronik yang bernama inverter DC-AC. Setelah arus listrik searah diubah
menjadi arus listrik bolak-balik, selanjutnya keluaran dari inverter ini yang telah
berupa arus bolak-balik ini dapat langsung digunakan untuk mencatu peralatan
listrik dan elektronika yang membutuhkan arus bolak-balik
7
2.2.1 Radiasi Matahari
Radiasi
matahari
adalah
sinar
yang
dipancarkan
dari
matahari
kepermukaan bumi, yang disebabkan oleh adanya emisi bumi dan gas pijar
panas matahari. Radiasi dan sinar matahari dipengaruhi oleh berbagai hal
sehingga pancarannya yang sampai dipermukaan bumi sangat bervariasi.
Penyebabnya adalah kedudukan matahari yang berubah-ubah, revolusi bumi,
dan lain sebagainya. Walaupun cuaca cerah dan sinar matahari tersedia banyak,
besarnya radiasi tiap harinya selalu berubah-ubah.
Menurut (Bayong, 2006) Ada tiga macam cara radiasi surya sampai ke
permkaan bumi yaitu:
1. Radiasi Langsung (Direct Radiation)
Adalah radiasi yang mencapai bumi tanpa perubahan arah atau radiasi
yang diterima oleh bumi dalam arah sejajar sinar dating.
2. Radiasi Sebaran (Diffuse Radiation)
Adalah radiasi yang mengalami perubahan akibat pemantulan dan
penghamburan.
3. Radiasi Total (Global Radiation)
Adalah penjumlahan radiasi langsung dan radiasi hambur. Misalnya data
untuk suatu permukaan miring yang menghadap tanah tertutup salju serta
menerima komponen radiasi karena pemantulan harus dirinci dulu kondisi
saljunya yaitu sifat pantulanya (reflektansi). Karena itu radiasi total pada
suatu permukaan bidang miring biasanya dihitung.
Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap intensitas
radiasi matahari secara total adalah Actinograph, ditunjukan pada gambar 2.1
sebagai berikut:
8
Gambar 2.1 Alat ukur intensitas radiasi matahari
2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah suatu pembangkit yang
mengkonversikan energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini
terjadi pada panel surya yang terdiri dari sel-sel surya. PLTS memanfaatkan
cahaya matahari untuk menghasilakan listrik DC (Direct Current), yang dapat
diubah menjadi listrik AC (Alternating Current) apabila diperlukan. PLTS pada
dasarnya adalah pencatu daya dan dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan
listrik dari yang kecil sampai dengan yang besar, baik secara mandiri maupun
hibrida (Santiari, 2011).
2.3.1 Sel Surya
Sebuah sel surya dapat menyerap gelombang elektromagnetik dan
mengubah energi foton yang diserapnya menjadi energi listrik. Bagian terbesar
sel surya adalah sebuah dioda. Dioda terbuat dari suatu semikonduktor dengan
jurang energi (Ec-Ev). Ketika energi foton yang datang lebih besar dari jurang
energi ini, foton akan diserap oleh semikonduktor untuk membentuk pasangan
elektronhole. Elektron dan hole kemudian ditarik oleh medan listrik sehingga
menimbulkan photocurrent (photo current bisa juga dinamakan sebagai arus
9
yang dihasilkan oleh cahaya). Dalam sel surya tidak hanya photocurrent yang
penting, tetapi ada beberapa parameter lain yang perlu mendapat kajian.
Susunan sel surya terdiri dari dua lapisan semikonduktor dengan muatan
yang berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangakan lapisan
bawahnya bermuatan positif. Silikon adalah bahan semikonduktor yang paling
umum digunakan untuk sel surya. Ketika cahaya mengenai permukaan sel surya,
beberapa foton dari cahaya diserap oleh atom semionduktor untuk membebaskan
elektron dari ikatan atomnya sehingga menjadi elektron yang bergerak bebas.
Adanya perpindahan elektron-elektron inilah yang menyebabkan terjadinya arus
listrik (Quaschning, 2005) Gambar 2.2 Menunjuka struktur dari sel surya.
Sumber: Quaschning, 2005
Gambar 2.2 Struktur sel surya
2.3.2 Karakteristik Sel Surya
Total pengeluaran listrik (Watt) dari sel surya adalah sama dengan
tegangan (V) operasi dikalikan dengan arus (I) operasi. Tegangan serta arus
keluaran yang dihasilkan ketika sel surya memperoleh penyinaran merupakan
karakteristik yang disajikan dalam bentuk kurva I-V pada gambar 2.3 kurva ini
menunjukan bahwa pada saat arus dan tegangan berada pada titik kerja
maksimal (Maximum Power Point) maka akan menghasilkan daya keluaran
10
maksimum (Pmpp). Tegangan di Maximum Power Point (MPP) Vmpp, lebih
kecil dari tegangan rangkain terbuka (Voc) dan arus saat MPP Impp, adalah
lebih rendah dari arus short circuit (Isc) (Quaschning, 2005).
a) Short Circuit Current (Isc) : terjadi pada suatu titik dimana tegangannya
adalah nol, sehingga pada saat ini, daya keluaran adalah nol.
b) Open Circuit Voltage (Voc) : terjadi apada suatu titik dimana arusnya
adalah nol, sehingga pada saat ini pun daya keluaran adalah nol.
c) Maximum Power Point (MPP) : adalah titik daya output maksimum, yang
sering dinyatakan sebagai ”knee” dari kurva
I-V.
Suber: Quaschning, 2005
Gambar 2.3 Kurva I-V
2.4 Komponen-komponen PLTS
2.4.1 Panel (Modul) Surya
Panel surya merupakan komponen yang berfungsi untuk mengubah energi
sinar matahari menjadi energi listrik. Panel ini tersusun dari beberapa sel surya
yang dihubungkan secara seri maupun parallel. Sebuah panel surya umumnya
terdiri dari 32-40 sel surya, tergantung ukuran panel (Quaschning, 2005).
Gambar dari Panel-panel Surya ini akan membentuk suatu “Array”.
11
Sumber : Patel, 1999
Gambar 2.4 Hubungan sel surya, panel surya dan array
Patel, 2006: 143 dalam Afifudin dan Hananto, 2012 mengemukakan
bahwa solar cell atau sel photovoltaic adalah sebuah alat semikonduktor yang
terdiri dari sebagian besar dioda p-n junction dan dengan adanya cahaya
matahari mampu menciptakan energi listrik. Perubahan ini disebut efek
photovoltaic. Bidang riset berhubungan dengan sel surya dikenal sebagai
photovoltaics.
Semakin majunya teknologi dalam pembuatan panel surya, sehingga
setiap panel surya memiliki jenis dan bentuk susunan atom-atom penyusun yang
berfariasi yaitu:
1. Monokristal Silikon (Mono-crystalline Silicon)
Monokristal Silikon merupakan panel yang paling efisien yang
dihasilkan dengan teknologi terkini dan menghasilkan daya listrik persatuan
luas yang paling tinggi. Monokristal dirancang untuk penggunaan yang
memerlukan konsumsi listrik besar pada tempat-tempat yang beriklim ekstrim
dan dengan kondisi alam yang sangat ganas. Panel surya ini memiliki
efisiensi sampai dengan 14 - 18%. Kelemahan dari panel jenis ini adalah tidak
akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang, sehingga
efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan (Patel, 2006: 143 dalam
Afifudin dan Hananto, 2012).
12
Sumber : Energy Informative
Gambar 2.5 Panel surya jenis monokristal silikon
2. Polikristal Silikon (Poly-crystalline Silicon)
Polikristal Silikon merupakan panel surya yang memiliki susunan
kristal acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran. Tipe ini
memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis
monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama. Panel surya jenis
ini memiliki efisiensi lebih rendah dibandingkan tipe monokristal,
sehingga memiliki harga yang cenderung lebih rendah (Patel, 2006: 153
dalam Afifudin dan Hananto, 2012).
Panel surya jenis ini tidak seefisiensi jenis Monokristal Silikon,
karena efisiensinya sekitar 13-16%.
Sumber : Energy Informative
Gambar 2.6 Panel surya jenis polikristal silikon
13
3. Thin Film Solar Cell (TFSC)
Thin Film Solar Cell ini diproduksi dengan cara menambahkan satu
atau beberapa lapisan material sel surya yang tipis ke dalam lapisan dasar.
Sel surya jenis ini sangat tipis karenanya sangat ringan dan fleksibel. Jenis
ini dikenal juga dengan nama TFPV (Thin Film Photovoltaic) dan
memiliki efisiensi mencapai sekitar 7-13%.
Sumber : Pagliaro, 2008
Gambar 2.7 Panel surya jenis Thin Film Solar Cell (TFSC)
Panel sel surya thin film ini digolongkan menjadi beberapa bagian
yaitu:
a) Amorphous Silicon (a-Si) Solar Cells
Sel surya dengan bahan Amorphous Silicon ini, awalnya banyak
diterapkan pada kalkulator dan jam tangan. Namun seiring dengan
perkembangan teknologi pembuatan dan penerapannya menjadi
semakin luas. Dengan teknik produksi yang disebut "stacking" (susun
lapis), dimana beberapa lapis Amorphous Silicon ditumpuk membentuk
sel surya, akan memberikan efisiensi yang lebih baik antara 6% - 8%.
14
b) Cadmium Telluride (CdTe) Solar Cells
Sel surya jenis ini mengandung bahan Cadmium Telluride yang
memiliki efisiensi lebih tinggi dari sel surya Amorphous Silicon, yaitu
sekitar: 9% - 11%.
c) Copper Indium Gallium Selenide (CIGS) Solar Cells
Dibandingkan kedua jenis sel surya thin film di atas, CIGS sel
surya memiliki efisiensi paling tinggi yaitu sekitar 10% - 12%. Selalin
itu jenis ini tidak mengandung bahan berbahaya Cadmium seperti pada
sel surya CdTe.
Efisiensi sel surya η juga dapat dinyatakan dengan perbandingan antara
daya listrik maksimum sel surya atau daya output yang dikeluarkan sel surya
dengan daya pancaran (radiant) atau daya input yang berasal dari cahaya
matahari pada sel surya (Afifudin dan Hananto, 2012):
η=
P MPP
GxA
x 100% ……….…………………...…..……………...….. 2.1
Dimana :
η
= Menunjukan nilai efisiensi dalam persen (%)
PMPP
= Output yang dihasilkan panel surya (Wp)
G
= Intensitas irradiasi matahari (1000 w/m2)
A
= Luas permukaan modul sel surya (m2)
Untuk mendapatkan keluaran energi listrik yang maksimal, dalam
pengoperasian panel surya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Temperatur
Panel surya akan beroperasi secara maksimum jika temperatur yang
diterimanya tetap normal yaitu pada temperatur 25oC. Kenaikan temperatur
15
lebih tinggi dari temperatur normal pada panel surya akan mempengaruhi
berkurangnya teganga (Voc) yang dihasilkan oleh panel surya. Setiap
kenaikan temperatur panel surya 1oC dari suhu normalnya (25oC) maka
kinerja panel surya akan berkurang sekitar 0,5% pada total tenaga (daya)
yang dihasilkan (Foster dkk., 2010). Untuk menghitung besarnya daya yang
berkurang pada saat temperatur di sekitar panel surya mengalami kenaikan oC
dari temperatur standarnya, dipergunakan rumus sebagai berikut:
Psaat t naik oC = 0,5% /oC x PMPP x kenaikan temperatur (oC) ................2.2
Dimana :
Psaat t naik oC
= Daya pada saat temperatur naik oC dari
temperatur
standarnya.
PMPP
= Daya keluaran maksimum panel surya (Wp)
Daya keluaran maksimum panel surya pada saat temperaturnya naik
menjadi toC dari temperatur standarnya diperhitungkan dengan rumus sebagai
berikut :
PMPP saat naik menjadi toC = PMPP - Psaat t naik oC ..........................................2.3
Dimana :
PMPP saat naik menjadi toC adalah daya keluaran maksimum panel
surya pada saat temperatur di sekitar panel surya naik menjadi t oC
dari temperatur standarnya.
Faktor
koreksi
temperatur
(Temperature
Correction
Factor)
diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut :
TCF = PMPP saat naik menjadi t oC / PMPP .....................................................2.4
16
\
Sumber : Satwiko, 2012
Gambar 2.8 Pengaruh intensitas temperatur terhadap panel surya
2. Intensitas Cahaya Matahari
Apabila jumlah energi cahaya matahari yang diterima sel surya
berkurang atau intensitas cahayanya melemah, maka besar tegangan dan arus
listrik yang dihasilkan juga akan menurun. Penurunan tegangan relatif lebih
kecil dibandingkan penurunan arus listriknya (Satwiko, 2012).
Sumber : Satwiko, 2012
Gambar 2.9 Pengaruh intensitas radiasi matahari terhadap panel surya
17
3. Orientasi Panel Surya (Array)
Orientasi dari rangkaian panel surya (array) ke arah matahari adalah
penting, agar panel surya (array) dapat menghasilkan energi maksimum.
Misalnya, untuk lokasi yang terletak di belahan bumi Utara maka panel surya
(array) sebaiknya diorientasikan ke Selatan. Begitu pula untuk lokasi yang
terletak di belahan bumi Selatan maka panel surya (array) diorientasikan ke
Utara (Foster dkk., 2010).
4. Sudut Kemiringan Panel Surya (Array)
Sudut kemiringan memiliki dampak yang besar terhadap radiasi
matahari di permukaan panel surya. Untuk sudut kemiringan tetap, daya
maksimum selama satu tahun akan diperoleh ketika sudut kemiringan panel
surya sama dengan lintang lokasi (Foster dkk., 2010). Misalnya panel surya
terpasang pada Equator (latitude 0o) yang diletakkan mendatar (tilt angle = 0)
akan menghasilkan energi maksimum.
Sumber : Foster dkk., 2010
Gambar 2.10 Pemasangan panel surya dengan sudut kemiringan
18
5. Kecepatan Angin Bertiup
Kecepatan tiupan angin disekitar lokasi sel surya dapat membantu
mendinginkan permukaan temperatur kaca-kaca sel surya (Hardianto dan
Rinaldi, 2012).
6. Keadaan Atmosfir Bumi
Keadaan atmosfir bumi seperti berawan, mendung, jenis partikel debu
udara, asap, uap air udara (Rh), kabut dan polusi sangat menentukan hasil
maksimum arus listrik dari sel surya (Hardianto dan Rinaldi, 2012).
2.4.2 Charge Controller
Dalam (Massenger dan Ventre, 2005) untuk semua sistem dengan
penyimpanan baterai, controller merupakan komponen yang sangat penting.
Charge controller adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk mengatur
pengisian arus searah (DC) dari panel surya ke baterai dan mengatur penyaluran
arus listrik dari baterai ke peralatan elektronik (beban). Charge controller
mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kapasitas pengisian baterai. Bila
baterai sudah terisi penuh maka secara otomatis pengisian arus dari panel surya
ke baterai terhenti. Dengan cara pendeteksianya adalah melalui monitor level
tegangan baterai. Charge Controller akan mengisi baterai sampai level tegangan
tertentu, kemudian apabila level tegangan telah mencapai level terendah, maka
baterai akan diisi kembali. Charge Controller adalah indikator yang akan
memberikan informasi mengenai kondisi baterai sehingga pengguna PLTS dapat
mengendalikan konsumsi energi menurut ketersediaan listrik yang terdapat di
dalam baterai.
Saat ini banyak perangkat Charge Controller yang beredar di pasaran yang
memiliki efisiensi sekitar 95 % (Massenger dan Ventre, 2005).
19
2.4.3 Inverter
Inverter merupakan peralatan elektronika yang berfungsi untuk mengubah
arus listrik searah (Direct Current) dari panel surya atau baterai menjadi arus
listrik bolak-balik (Alternating Current) dengan frekuensi 50Hz/60Hz.
Pemilihan inverter yang tepat untuk aplikasi tertentu, tergantung pada kebutuhan
beban dan juga tergantung pada apakah inverter akan menjadi bagian dari sistem
yang terhubung ke jaringan listrik atau sistem yang berdiri sendiri. Efisiensi
inverter pada saat pengoperasian adalah sebesar 90% (Foster dkk., 2010).
Inverter memiliki keluaran gelombang yang berbeda-beda dan dapat
mempengaruhi baik dan tidaknya inverter itu sendiri. Berdasarkan bentuk
gelombang yang dihasilkan, inverter dikelompokkan menjadi tiga yaitu inverter
dengan gelombang keluaran berbentuk square, modified, dan true sine wave.
Inverter yang terbaik adalah yang mampu menghasilkan gelombang sinusoida
murni atau true sine wave yaitu bentuk gelombang yang sama dengan bentuk
gelombang dari jaringan listrik PLN (grid utility).
Sumber : Foster dkk., 2010
Gambar 2.11 Output gelombang inverter
2.4.4 Baterai
Baterai adalah media penyimpanan yang digunakan dalam sistem PLTS
yang berfungsi menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya pada
20
siang hari, untuk kemudian dipergunakan pada malam hari dan pada saat cuaca
mendung. Baterai yang dipergunakan pada PLTS mengalami proses siklus
mengisi (Charging) dan mengosongkan (Discharging), tergantung pada ada atau
tidaknya sinar matahari. Selama ada sinar matahari, panel surya akan
menghasilkan energi listrik. Apabila energi listrik yang dihasilkan tersebut
melebihi kebutuhan bebannya, maka energi listrik tersebut akan segera
dipergunakan untuk mengisi baterai. Sebaliknya selama matahari tidak ada,
permintaan energi listrik akan disuplai oleh baterai. Proses pengisian dan
pengosongan ini disebut satu siklus baterai.
Menurut (Foster, 2010) ada tiga fungsi utama dari baterai pada sistem
PLTS adalah:
1. Menyimpan listrik yang dihasilkan oleh sistem PLTS.
2. Untuk memenuhi pasokan daya listrik yang diperlukan untuk mengoperasikan
beban (misalnya, pencahayaan, memompa) dan untuk diaplikasikan pengguna
akhirlainya.
3. Sebagai penstabil tegangan pada sistem kelistrikan PLTS. Baterai
menghaluskan tegangan output atau mengurangi terjadinya tegangan lebih
sesaat (transient tegangan) yang mungkin terjadi pada sistem kelistrikan
PLTS. Tegangan lebih transien dapat terjadi dalam sistem kelistrian PLTS
(ini dapat terjadi dan membuat kerusakan pada sirkuit). Pada saat terjadi
tegangan lebih baterai akan menyerap sebagian tegangan tersebut dan dapat
mengurangi terjadinya
tegangan lebih sehingga komponen solid-state
terhindar dari yang rusak yang diakibatkan oleh hal tersebut.
Saat ini banyak tersedia jenis baterai isi ulang cocok untuk diaplikakan
pada sistem PLTS. Meskipun ada beberapa jenis baterai yang diproduksi dengan
kemajuan teknologi, akan tetapi baterai asam-timbal masih yang paling umum
digunakan untuk media penyimpanan yang relatif ekonomis dan mempunyai
efisiensi tinggi dan daya penyimpanan energi listrik yang besar yang memiliki
Efisiensi keseluruhan pengisian dan pemakaian baterai asam-timbal sekitar
90 %. Hal tersebut menjadikan baterai jenis asam-timbal menjadi media
21
penyimpan yang baik digunakan pada sistem PLTS untuk beberapa tahun ke
depan (Massenger dan Ventre, 2005).
2.5 Sistem PLTS
Sistem PLTS dapat dibedakan sesuai dengan pengoperasian PLTS itu
sendiri. Sistem tersebut umumnya diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan,
fungsi operasional, konfigurasi komponen, dan bagaimana PLTS terhubung ke
sumber daya listrik lain (Florida Solar Energy Center (FSEC), 2007). yaitu
PLTS yang berdiri sendiri (Stand Alone) dan PLTS yang terhubung dengan
jaringan listrik (PLTS-Grid Connected).
2.5.1 PLTS Stand-Alone
Sistem PLTS Stand-Alone atau yang berdiri sendiri dirancang beroperasi
mandiri untuk mensuplay arus listrik ke beban DC atau AC. Jenis sistem ini
dapat diaktifkan oleh array photovoltaic saja, atau dapat menggunakan sumber
tambahan energi lain, seperti : air, angin dan mesin diesel. Baterai digunakan
pada kebanyakan sistem PLTS yang berdiri sendiri untuk penyimpanan energi.
Sumber : Nafeh, 2009
Gambar 2.12 Sistem PLTS yang berdiri sendiri (Stand Alone)
22
2.5.2 PLTS Grid-Connected
Sistem PLTS Grid-Connected pada dasarnya adalah menggabungkan
PLTS dengan jaringan listrik (PLN). Komponen utama dalam sistem ini adalah
inverter, atau Power Conditioning Unit (PCU). Inverter inilah yang berfungsi
untuk mengubah daya DC yang dihasilkan oleh PLTS menjadi daya AC sesuai
dengan persyaratan dari jaringan listrik yang terhubung (utility grid).
Sumber : Patel, 2006
Gambar 2.13 Sistem PLTS Grid-Connected
2.6 Kapasitas Komponen PLTS
2.6.1 Jumlah Panel Surya
Daya (Wpeak) yang dibangkitkan PLTS untuk memenuhi kebutuhan
energi, diperhitungkan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut (Nafeh,
2009):
2.6.1.1 Menghitung Area Array (PV Area)
Area array (PV Area) diperhitungkan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
23
PV Area =
𝐸𝐿
πΊπ‘Žπ‘£ π‘₯ πœ‚ 𝑃𝑉 π‘₯ 𝑇𝐢𝐹 π‘₯ πœ‚ π‘œπ‘’π‘‘
……………...……………...….. 2.5
Dimana:
EL
Gav
= Pemakaian energi (kWh/hari)
 PV
= Efisiensi panel surya
TCF
= Insolasi harian matahari rata-rata (kWh/m2/hari)
= Temperature correction factor
 out = Efisiensi keseluruhan PLTS
Dari perhitungan area array, maka besar daya yang dibangkitkan area
array panel surya (Watt peak) dapat diperhitungkan dengan rumus sebagai
berikut:
PWatt peak = area array x PSI x ηPV ……………….…..………………… 2.6
Dimana:
PSI (Peak Solar Insolation)
= adalah 1000 W/m2
 PV
= Efisiensi panel surya
Selanjutnya dengan besar daya yang dibangkitkan area array panel surya
(Wpeak), maka jumlah penel surya yang diperlukan, diperhitungkan dengan
rumus sebagai berikut:
Jumlah Panel Surya =
P Watt π‘π‘’π‘Žπ‘˜
P MPP
…………………...….....….....…….. 2.7
Dimana:
PWatt peak
= Daya yang dibangkitkan (Wp)
PMPP
= Daya maksimum keluaran (output) panel surya (W)
24
Untuk memperoleh besar tegangan, arus dan daya yang sesuai dengan
kebutuhan, maka penel-panel surya tersebut harus dikombinasikan secara seri
dan parallel dengan aturan sebagai berikut:
1) Untuk memperoleh tegangan keluaran yang lebih besar dari tegangan
keluaran panel surya, maka dua buah (lebih) panel surya harus dihubungkan
secara seri.
2) Untuk memperoleh arus keluaran yang lebih besar dari aurs keluaran panel
surya, maka dua buah (lebih) panel surya harus dihubungkan secara paralel.
3) Untuk memperoleh daya keluaran yang lebih besar dari daya keluaran panel
surya dengan tegangan yang konstan maka penel-panel surya haurs
dihubungkan secara seri dan paralel.
Sumber: Kaltschmitt dkk., 2007
Gambar 2.14 Hubungan panel surya
2.6.2
Kapasitas Charge Controller
Charge controller diperlukan untuk melindungi baterai dari pengosongan
dan pengisian berlebih. Untuk menghitung kepasitas charge controller yang
akan digunakan dalam sistem PLTS stand-alone, haruslah mengetahui
karakteristik dan spesifikasi dari panel surya yang akan digunakan, yaitu dengan
memperhatikan angka Isc (short circuit current) pada panel surya dan nilainya
dikalikan dengan jumlah panel surya yang akan digunakan.
25
2.6.3
Kapasitas Inverter
Pada pemilihan inverter, diupayakan kapasitas kerjanya mendekati
kapasitas daya yang dilayani. Hal ini agar efisiensi kerja inverter menjadi
maksimal (Foster dkk., 2010).
2.6.4
Kapasitas Baterai
Besar kapasitas baterai yang dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi
energi harian menurut Lynn (2010), dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
C = N x Ed / DOD x ηinv ……………………………....……..……… 2.8
Dimana :
C
= Kapasitas baterai (Ah)
N
= Hari-hari otonomi (hari)
Ed
= Konsumsi energi harian (kWh)
DOD = Kedalaman maksimum untuk pengosongan baterai
η
= Efisiensi inverter
26
Download