Document

advertisement
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Energi Surya
Energi surya atau matahari telah dimanfaatkan di banyak belahan dunia dan
jika dieksplotasi dengan tepat, matahari dapat digunakan secara langsung untuk
memproduksi listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan. Istilah
“tenaga surya” mempunyai arti mengubah sinar matahari secara langsung menjadi
panas atau energi listrik untuk kegunaan kita. Dua tipe dasar tenaga matahari adalah
“sinar matahari” dan “photovoltaic” (photo = cahaya sedangkan voltaic = tegangan)
Kelebihan dan kekurangan Energi Surya (DESDM, 2005)
Kelebihan :
1.
Energi surya tidak memerlukan bahan bakar.
2.
Energi surya ramah lingkungan serta dapat diperbaharui (tidak seperti gas,
minyak bumi dan batu bara)
3.
Energi surya dapat diinstal di lokasi terpencil sehingga lebih praktis dan
hemat biaya.
4.
Energi surya bebas sistem pemeliharaan
5.
Energi surya dapat dipantulkan dan dikumpulkan
Kekurangan :
1.
Energi surya memiliki musiman pada kisaran bulan tertentu.
2.
Efisiensi dari energi surya juga bergantung pada lokasi dari matahari.
Matahari berjarak rata-rata 1.496 x 108 km dari bumi, matahari memiliki
diameter kira-kira1.39 x 106 km dan massa kira-kira 1,99 x 1030 kg. Pulau Bali
terletak pada lintang 8º.05’LS – 8º.50’LS dan 114º.20’ BT – 115º.30 BT
(Arismunandar, 1995).
Indonesia mempunyai intensitas radiasi yang berpotensi untuk membangkitkan
energi listrik (tabel 2.1), dengan rata-rata daya radiasi matahari di Indonesia sebesar
4.85 kWh/m2.(tabel 2.2)
7
Tabel 2. 1 : Intensitas matahari di Indonesia
Intensitas Radiasi
Propinsi
Lokasi
Tahun Pengukuran
Posisi Geografis
NAD
Pidie
1990
4015’ LS : 96052’ BT
4.097
Sum Sel
Ogan Komering Ulu
1979 – 1981
3010’ LS: 104042’ BT
4.951
Lampung
Kab. Lampung Selatan
1972 – 1979
4028’ LS: 105048’ BT
5.234
DKI Jakarta
Jakarta Utara
1965 – 1981
6011’ LS: 106005’ BT
4.187
Tangerang
1980
6007’ LS: 106030’ BT
4.324
Lebak
1991 – 1995
6 11’ LS: 106 30’ BT
4.446
Bogor
1980
6 11’ LS: 106 39’ BT
2.558
Bandung
1980
6056’ LS: 107038’ BT
4.149
Jawa Tengah
Semarang
1979 – 1981
6059’ LS: 110023’ BT
5.488
DI Yogyakarta
Yogyakarta
1980
7037’ LS: 110001’ BT
4.500
Pacitan
1980
7 18’ LS: 112 42’ BT
4.300
Kal Bar
Pontianak
1991 – 1993
4 36’ LS: 9 11’ BT
4.552
Kal Tim
Kabupaten Berau
1991 – 1995
0032’ LU: 117052’ BT
4.172
1979 – 1981
3027’ LU: 114050’ BT
4.796
Kal Sel
Kota Baru
1991 – 1995
3 25’ LS: 114 41’ BT
4.573
(Wh/m2)
Banten
0
0
0
0
Jawa Barat
Jawa Timur
0
0
0
0
0
0
Gorontalo
Gorontalo
1991 – 1995
1032’ LU: 124055’ BT
4.911
Sul Teng
Donggala
1991 – 1994
0057’ LS: 12000’ BT
5.512
Papua
Jayapura
1992 – 1994
8037’ LS: 122012’ BT
5.720
Bali
Denpasar
1977 – 1979
8040’ LS: 115013’ BT
5.263
NTB
Kabupaten Sumbawa
1991 – 1995
9037’ LS: 120016’ BT
5.747
NTT
Ngada
1975 – 1978
1009’ LS: 123036’ LS
5.117
Sumber : Arismunandar, 1995
8
Tabel 2.2 Intensitas matahari di Bali
Kuartal
Energi matahari
Prospek
(MJ / m2)
(kWh / m2)
Kuartal I
20
5.55
Kuartal II
15
4.16
Kuartal III
20
5.55
Kuartal IV
15
4.16
Rata – rata
4.85
Sumber : Profil Energi Bali, 2005
2.2 Energi Terbarukan
Merupakan suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi, khususnya energi
listrik di Indonesia makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari
kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan
pembangunan dibidang teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan
penyediaan energi listrik yang dilakukan PT.PLN (Persero), selaku lembaga resmi
yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di Indonesia
sampai saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik
secara keseluruhan. Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri atas berbagai
pulau, tersebar dan tidak meratanya pusat-pusat beban listrik, rendahnya tingkat
permintaan listrik di beberapa wilayah, tingginya biaya marginal pembangunan
sistem suplai energi listrik, serta terbatasnya kemampuan finansial merupakan faktorfaktor penghambat penyediaan energi listrik dalam skala nasional (Suarda, 2009).
2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Pembangkit listrik tenaga surya merupakan pembangkit listrik yang mengubah
cahaya matahari menjadi energi listrik. Sel surya merupakan komponen utama dari
sistem ini. Sel surya ini dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak
terbatas dan langsung diambil dari matahari tanpa ada bagian yang berputar dan
tidak memerlukan bahan bakar, sehingga sistem sel surya sering dikatakan bersih
dan ramah lingkungan.
9
Secara umum sistem pembangkit listrik tenaga surya (solar electric system)
terdiri dari lima bagian yaitu (Roberts, 1991)
1.
Solar cell module / photovoltaic module : adalah bagian yang berfungsi
untuk mengkonversi energi radiasi matahari menjadi energi listrik.
2.
Rechargeable batteries : adalah bagian yang berfungsi untuk menyimpan
energi untuk digunakan pada saat malam hari dan selama waktu berawan
(intensitas radiasi matahari kecil)
3.
Control unit : adalah bagian yang berfungsi untuk menyeimbangkan beban
yang sesuai dengan kemampuan system baik secara otomatis maupun secara
manual, melindungi baterai dan kabel, memonitor performa dari sistem, dan
memberikan peringatan bila terjadi sesuatu yang berjalan tidak semestinya.
Bagian ini juga berfungsi sebagai pengendali, pengatur dan pengaman yang
mana akan membuat sistem PLTS dapat berfungsi secara efisien, handal dan
aman.
4.
Distribution (saluran pendistribusian) : adalah bagian yang berfungsi untuk
menyalurkan energi ke beban baik dalam direct current (dc) atau alternating
current (ac).
5.
Beban : adalah peralatan atau bagian yang membutuhkan energi listrik yang
akan disuplai oleh PV Module. Beban dapat dalam DC maupun AC dan
beban dapat tersambung langsung dengan PV Module maupun melalui
inverter yang berfungsi untuk merubah DC menjadi AC.
Gambar 2.1 Sekema PLTS secara umum
Sumber : (http://www.tenagasuryainfo.com)
10
2.4 Potensi Energi Surya Untuk Pengembangan PLTS di Indonesia
Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup
besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari lokasi-lokasi di
Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai
berikut : untuk kawasan barat dan timurIndonesia dengan distribusi penyinaran di
Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2/hari dan di Kawasan Timur
Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari. Dengan demikian, potensimatahari ratarata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2/hari (DESDM, 2005)
Dengan kenyataan tersebut maka pengembangan listrik tenaga surya yang
berbasis kepada efek photovoltaic dari piranti sel surya sebagai salah satu sumber
tenaga listrik yang murah, bebas polusi, dan alami menjadi suatu pilihan yang tepat
untuk diterapkan di Indonesia. Ada beberapa alasan yang mendukung hal tersebut
yakni,
1.
Kondisi iklim yang sangat mendukung karena intensitas radiasi sinar
matahari di Indonesia relatif tinggi serta stabil, sehingga PV modules
mendapat daya yang optimal sepanjang tahun
2.
Instalasi yang lebih sederhana daripada pemasangan sumber energi
terbarukan lainnya, sehingga memungkinkan pemanfaatan energi ini untuk
kebutuhan listrik baik dalam skala kecil sampai skala besar.
3.
Indonesia merupakan negara kepulauan terdiri lebih dari 13 ribu pulau
sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyediakan jaringan
pembangkit listrik pada setiap daerahnya hingga sampai ke tiap pelosok.
2.5 Photon
Sinar matahari mengandung banyak unsur, salah satu unsurnya adalah photon.
Photon adalah sebuah partikel dasar (sebuah partikel yang tidak bisa diuraikan lagi).
dalam fenomena elektromagnetik. Biasanya photon dianggap sebagai pembawa
radiasi elektromagnetik, seperti cahaya, gelombang radio, dan Sinar-X. Foton tidak
bermassa dan dalam ruang vakum photon selalu bergerak dengan kecepatan cahaya.
photon memiliki sifat gelombang maupun partikel (dualisme gelombang-partikel).
Sebagai gelombang, satu photon tunggal tersebar diseluruh ruang dan menunjukan
fenomena gelombang seperti pembiasan oleh lensa dan inferensi destruktif ketika
11
gelombang terpantulkan saling memusnahkan satu sama lain. Sebagai partikel,
photon hanya dapat berinteraksi dengan materi dengan memindahkan energi. Energi
photon tergantung pada frekuensi cahaya yang digunakan. Photon memiliki sifatsifat sebagai berikut:
1. Pada saat photon meninggalkan permukaan dinding rongga tidak menyebar
dalam ruang seperti gelombang tetapi tetap terkonsentrasi dalam ruang yang
terbatas yang sangat kecil.
2. Dalam perambatannya, photon bergerak dengan kecepatan cahaya (C).
3. Energi photon terkait dengan frekuensinya yang memenuhi E = hv.
4. Dalam proses efek fotolistrik energi photon diserap seluruhnya oleh elektron
yang berada di permukaan logam.
Selain energi partikel photon juga membawa momentum dan memiliki
polarisasi. Photon mematuhi hukum mekanika kuantum yang berarti kerap kali
besaran-besaran tersebut tidak dapat diukur dengan cermat. Biasanya besaranbesaran tersebut didefinisikan sebagai probabilitas mengukur polarisasi, posisi, atau
momentum tertentu. Sebagai contoh, meskipun sebuah foton dapat mengeksitasi satu
molekul tertentu, sering tidak mungkin meramalkan sebelumnya molekul yang mana
yang akan tereksitasi.
Konsep modern photon dikembangkan secara berangsur-angsur antara 19051917 oleh Albert Einstein untuk menjelaskan pengamatan eksperimental yang tidak
memenuhi model klasik untuk cahaya. Model photon khususnya memperhitungkan
ketergantungan energi cahaya terhadap frekuensi, dan menjelaskan kemampuan
materi dan radiasi elektromagnetik untuk berada dalam kesetimbangan terma.
Fisikawan lain mencoba menjelaskan anomali pengamatan ini dengan model
semiklasik, yang masih menggunakan persamaan Maxwell untuk mendeskripsikan
cahaya. Namun dalam model ini objek material yang mengemisi dan menyerap
cahaya dikuantisasi. Meskipun model-model semiklasik ini ikut menyumbang dalam
pengembangan mekanika kuantum.
Menurut teori kuantum Max planck bahwa photon itu adalah sebuah kuantum
yang bergerak sama dengan kecepatan cahaya, sedangkan kuantum itu adalah cahaya
yang terdiri dari paket-paket energi.
12
Energi untuk satu photon ditulis dengan rumus sebagai berikut:
E = hf = h
C
λ
..................................................................................................... (2.1)
Sedangkan untuk n photon adalah
E = n hf = n h
C
λ
……………………………………………………………... (2.2)
Dimana :
n = banyaknya photon
h = tetapan planck ( 6,6 x 10-34 Js)
f = frekuensi photon (Hz)
C = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
E = energi photon ( Joule)
2.5.1 Efek fotolistrik
Efek fotolistrik adalah gejala terlepasnya electron dari permukaan logam
bila logam tersebut dikanakan cahaya. Syarat terjadinya fotolistrik, frekuensi
photon lebih besar dari frekuesi ambang (f > fo) dan panjang gelombang photon
lebih kecil dari gelombang ambang (λ < λo)
Beberapa kemungkinan yang terjadi pada fotolistrik
ο‚· Bila energi photon lebih kecil dari energi ambang, maka tidak terjadi efek
fotolistrik karena Ek = negatif
ο‚· Bila energi photon sama dengan energi ambang ambang, maka efek
fotolistrik hanya terjadi sesaat karena Ek = 0
ο‚· Bila energi photon lebih besar dari pada energi ambang, maka terjadi efek
fotolistrik karena Ek = positif
Ek = E – W ……………………………………………………………… (2.3)
Dimana:
E = energi photon (Joule, ev)
W = energi ambang (Joule, ev)
Ek = energi kinetik elektron
1ev = 1,6 x 10-19 (Joule)
13
2.5.2 Efek Compton
Pada efek Compton berlaku hukum kekekalan momentum. Momentum
photon pada efek Compton ditulis dengan rumus sebagai berikut:
P=
h
λ
=
hf
C
……………………………………………………………….. (2.4)
Atau
P=
E
C
……………………………………………………………………... (2.5)
Dimana :
P = momentum photon ( kg m/s)
E = energi photon (Joule)
C = 3 x 108 m/s
λ = panjang gelombang (m)
f = frekuensi photon (Hz)
h = tetapan Planck (6,6 x 10-34 Js)
2.6 Pengertian Sel Surya
Sel surya terbuat dari potongan silikon yang sangat kecil dengan dilapisi bahan
kimia khusus untuk membentuk dasar dari sel surya. Sel surya pada umumnya
memiliki ketebalan mínimum 0,3 mm yang terbuat dari irisan bahan semikonduktor
dengan kutub positif dan negatif. Tiap sel surya biasanya menghasilkan tegangan 0,5
volt. Sel surya merupakan elemen aktif (semikonduktor) yang memanfaatkan efek
photovoltaic untuk merubah energi surya menjadi energi listrik,
Pada sel surya terdapat sambungan antara dua lapisan tipis yang terbuat dari bahan
semi konduktor yang masing-masing diketahui sebagai semikonduktor jenis “P”
(positif) dan semikonduktor jenis “N” (negatif).
14
Gambar 2.2 sel surya
Sumber: (http://www.tenagasuryainfo.com)
2.6.1 Jenis-jenis Sel Surya
Sel surya dibedakan menjadi tiga jenis yaitu tipe polykristal, monokristal, dan
amorphous.
1.
Tipe polykristal (Poly-crystalline) merupakan panel surya yang memiliki
susunan kristal acak. Tipe Polikristal memerlukan luas permukaan yang lebih
besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik
yang sama, akan tetapi dapat menghasilkan listrik pada saat mendung.
2.
Tipe monokristal (Mono-crystalline) merupakan panel yang paling efisien,
menghasilkan daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Memiliki
efisiensi sampai dengan 15%. Kelemahan dari panel jenis ini adalah tidak
akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh),
efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan.
3.
Tipe amorphous merupakan jenis sel surya yang biasa dipakai pada
kalkulator. Tipe ini mempunyai kinerja yang lebih rendah dibandingkan sel
surya tipe polykristal dan monokristal, hal ini tidak begitu penting dalam
kalkulator karena daya yang digunakan pada kalkulator sangat rendah.
Pembuatan sel surya tipe amorphous dalam skala besar tidak efisien karena
daya yang dihasilkan sangat rendah
15
2.6.2 Prinsip Kerja Sel Surya
Susunan sebuah solar cell, sama dengan sebuah dioda, terdiri dari dua
lapisan yang dinamakan PN juction. PN junction itu diperoleh dengan jalan
menodai sebatang bahan semikonduktor silikon murni ( valensinya 4 ) dengan
impuriti yang bervalensi 3 pada bagian sebelah kiri, dan yang di sebelah kanan
dinodai dengan impuriti bervalensi 5. Sehingga pada bagian kiri terbentuk silikon
yang tidak murni lagi dan dinamakan silikon jenis P, sedangkan yang sebelah
kanan dinamakan silikon jenis N. Di dalam silikon murni terdapat dua macam
pembawa muatan listrik yang seimbang. Pembawa muatan listrik yang positip
dinamakan hole, sedangkan yang negatip dinamakan elektron. Setelah dilakukan
proses penodaan itu, di dalam silikon jenis P terbentuk hole (pembawa muatan
listrik positip) dalam jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan elektronnya.
Oleh karena itu di dalam silikon jenis P hole merupakan pembawa muatan
mayoritas,
sedangkan
elektron
merupakan
pembawa
muatan
minoritas.
Sebaliknya, di dalam silikon jenis N terbentuk elektron dalam jumlah yang sangat
besar sehingga disebut pembawa muatan mayoritas, dan hole disebut pembawa
muatan minoritas.
Sel surya itu pada dasarnya sebuah foto dioda yang besar dan dirancang
dengan mengacu pada gejala photovoltaic sedemikian rupa sehingga dapat
menghasilkan daya yang sebesar mungkin. Silikon jenis P merupakan lapisan
permukaan yang dibuat sangat tipis supaya cahaya matahari dapat menembus
langsung mencapai junction. Bagian P ini diberi lapisan nikel yang berbentuk
cincin, sebagai terminal keluaran positif. Di bawah bagian P terdapat bagian jenis
N yang dilapisi dengan nikel juga sebagai terminal keluaran negatip.
Untuk mendapatkan daya yang cukup besar diperlukan banyak sel surya.
Biasanya sel-sel surya itu sudah disusun sehingga berbentuk panel, dan
dinamakan panel photovoltaic (PV). PV sebagai sumber daya listrik pertama kali
digunakan di satelit. Kemudian dipikirkan pula PV sebagai sumber energi untuk
mobil, sehingga ada mobil listrik surya. Sekarang, di luar negeri, PV sudah mulai
digunakan sebagai atap atau dinding rumah. Bahkan Sanyo sudah membuat PV
yang semi transparan sehingga dapat digunakan sebagai pengganti kaca jendela.
Sel surya di Indonesia sudah mulai banyak dimanfaatkan, terutama sebagai energi
16
penerangan di malam hari. Juga sudah dilakukan uji coba untuk membuat mobil
tenaga surya. Sekarang, pemerintah sedang memikirkan untuk mengembangkan
pemanfaatan sel surya ke daerah-daerah transmigrasi (Anonim, 2005).
2.6.3 Pemanfaatan Energi Surya Menjadi Listrik Pada Sel Surya
Ketika cahaya matahari yang mengandung unsur photon mengenai sel
surya, maka energinya akan membebaskan pasangan elektron dan hole. Setiap
photon dengan energi yang cukup secara normal akan membebaskan elektron, dan
akan menghasilkan hole bebas . Apabila hal ini terjadi cukup dekat dengan medan
listrik, atau jika elektron bebas dan hole bebas masih berada pada range
pengaruhnya, maka medan listrik ini akan mengirimkan elektron pada sisi N dan
hole pada sisi P. Hal ini akan mengakibatkan kenetralan terganggu, dan jika
disediakan alur arus luar, maka elektron akan mengalir sepanjang alur, kembali ke
asalnya yaitu sisi P untuk bersatu dengan hole yang dikirim oleh medan listrik.
Elektron yang mengalir ini akan menghasilkan arus sedangkan medan listrik akan
menghasilkan tegangan. Dengan kedua unsur arus dan tegangan tersebut, akan
didapatkan power. Jadi photon diserap ke dalam lapisan sel surya hingga
menabrak elektron yang berada dalam panel surya. Ketika ditabrak, elektron akan
lepas dari tempatnya dan elektron yang lepas tersebut bergerak menjadi arus
listrik (Anonim, 2005).
17
Gambar 2.3 Pemanfaatan photon menjadi energi listrik
Gambar 2.4 solar cell memanfaatkan photon menjadi energi listrik
2.6.4 Daya dan Efisiensi Sel Surya.
Sebelum mengetahui daya sesaat yang dihasilkan kita harus mengetahui
energi yang diterima, dimana energi tersebut adalah perkalian intensitas radiasi
yang diterima dengan luasan dengan persamaan : (Almanda, 2005)
E = It x A …………………………………………………………………….
(2.6)
dimana :
It = Intensitas radiasi matahari ( W/m2)
A = Luas permukaan (m2)
Sedangkan untuk besarnya daya sesaat yaitu perkalian tegangan dan arus
yang dihasilkan oleh sel fotovoltaik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
P = V x I ………………………………………………………………...(2.7)
dimana :
P = Daya (Watt),
V = Beda potensial (Volt)
I = Arus (Ampere)
18
Efisiensi yang terjadi pada sel surya adalah merupakan perbandingan daya
yang dapat dibangkitkan oleh sel surya dengan energi input yang diperoleh dari
sinar matahari. Efisiensi yang digunakan adalah efisiensi sesaat pada pengambilan
data.
η=
𝑂𝑒𝑑𝑝𝑒𝑑
𝐼𝑛𝑝𝑒𝑑
× 100% ………….……………………………….……..(2.8)
Sehingga efisiensi yang dihasilkan :
ηsesaat =
𝑃
𝐼𝑑 𝐴
X 100% …………………………….…………………..……(2.9)
dimana:
η = Efisiensi (%)
It = Intensitas radiasi matahari (Watt/m2)
P = Daya listrik (Watt)
A = Luasan sel surya (m2)
Apabila pengguna menginginkan tegangan maupun arus yang lebih besar,
maka panel solar cell dapat dirangkai secara seri atau paralel maupun kombinasi
keduanya. Bila panel dirangkai seri maka tegangan yang naik tetapi bila dirangkai
paralel maka arus yang naik.
19
2.7 Persamaan untuk Sudut Zenit θ z .
Dalam gambar 2.5 sudut zenit θ z , diperlihatkan sebagai sudut antara zenitz,
atau garis lurus di atas kepala, dan garis pandang ke matahari.Sudut azimut θ A , juga
diperlihatkan sudut antara garis yang mengarah ke utara dan proyeksi garis pandang
ke matahari pada bidang horizontal, kearah timur dianggap
positif pengamat P
kini ditempatkan dalam sudut ZP (matahari) sebagai sudut zenit θ z , dan garis lintang
(latitude) dari P sama dengan  . Hendaknya diketahui bahwa NP itu sama dengan
90-  . Apabila sebuah garis ditarik dari pusat bumi, O, ke matahari, maka garis ini
memotong permukaan bumi di Q.
Utara
Selatan
Gambar 2.5 : Gambar sudut
θ z dan θ A yang ditetapkan
2.8 Pengertian Cermin
Cermin dapat bekerja dengan prinsip pemantulan cahaya. Ada tiga macam
jenis cermin yaitu, cermin datar, cermin cembung, dan cermin cekung.
a. Cermin Datar
Cermin datar adalah cermin yang permukaan pantulnya berupa sebuah
bidang datar. Cermin datar memiliki sifat-sifat sebagai berikut.
ο‚·
Jarak bayangan kecermin = jarak benda kecermin
ο‚·
Tinggi bayangan yang terbentuk = tinggi bendanya
ο‚·
Bayangan bersifat maya
20
b. Cermin Cembung
Pada cermin cembung bagian mukanya berbentuk seperti kulit bola
tetapi bagian muka cermin melengkung keluar. Titik fokus cermin cembung
berada dibelakang cermin sehingga bersifat maya dan bernilai negatif.
Cermin cembung memiliki sifat menyebarkan sinar (divergen). Jika sinar
pantul pada cermin cembung diperpanjang pangkalnya, sinar akan
berpotongan dititik fokus dibelakang cermin. Pada perhitungan, titik fokus
cermin cembung bernilai negatif karena bersifat semu.
c. Cermin Cekung
Cermin cekung memiliki permukaan pemantul yang bentuknya
melengkung atau membentuk cekungan. Garis normal pada cermin cekung
adalah garis yang melalui pusat kelengkungan, yaitu dititik M atau 2F. sinar
yang melalui titik ini akan dipantulkan ketitik ini juga.
Cermin cekung bersifat mengumpulkan sinar pantul (konvergen).
Ketika sinar-sinar sejajar dikenakan pada cermin cekung, sinar pantulnya
akan berpotongan pada satu titik yang disebut titik focus (F). ketika sinarsinar fokus yang melalui titik fokus mengenai cermin cekung, sinar-sinar
tersebut akan dipantulkan sejajar sumbu utama, akan tetapi jika sinar datang
dilewatkan dari titik M atau 2F, sinar pantulnya akan dipantulkan ketitik itu
juga.
II
I
I
II
P
F
Gambar 2.6 Cermin Cekung
o sumbu
utama
21
Keterangan:
P
= Titik pusat kelengkungan cermin
PO = R = jari-jari
F = Titik fokus
FO = f = jarak titik fokus
O = Titik utama bidang cermin.
Sumbu utama adalah garis yang melalui titik pusat kelengkungan dan
titik utama bidang cermin :
Ruang I adalah daerah antara fokus sampai titik utama (FO), Ruang II
adalah daerah antara titik pusat kelengkungan sampai fokus (PF), Ruang III
adalah daerah bagian kiri pusat kelengkungan cermin cekung.
Pemantulan pada cermin cekung berlaku tiga sinar istimewa.
1. Sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus (F)
2. Sinar datang melalui titik fokus (F) dipantulkan sejajar sumbu utama
3. Sinar datang melalui pusat kelengkungan (P) dipantulkan kembali
Bayangan yang terbentuk pada cermin cekung ada dua macam:
a. Bayangan nyata (riil)
 Jika benda terletak di ruang II dan III
 Terjadi dari perpotongan sinar-sinar pantul yang mengumpul
(konvergen)
 Bayangan terletak di depan cermin
 Bayangan dapat ditangkap dengan layar
22
Gambar 2.7 Bayangan nyata yang terbentuk pada cermin cekung
b. Bayangan maya (virtual)

Jika benda terletak di ruang I (OF)

Terjadi dari perpotongan perpanjangan sinar-sinar pantul yang
menyebar

Bayangan terletak di belakang cermin

Dapat dilihat secara langsung, tetapi tidak dapat ditangkap dengan
layar
Gambar 2.8 Bayangan maya yang terbentuk pada cermin cekung.
Download