I WAYAN PARTHIANA, SH, MH. KSTRADISI ') C IL - EKSTRADISI DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL .INDONESIA .. . i r/1 RJWAYAT HIDUP PENUUS ' · Wayan Parthiana, clilahirkan di desa Guwang, Gianyar-Bali pada tanggal 27 April 1947. Pendidikan Sekolah Dasar (Sekolah Rakyat) diternpuh di desa Ketewel, Gianyar-Bali dari tahun 1954-1960, Sekolah Menengah Pertarna pada SMP (SLUB) Saraswati di Sukawati, Gianyar-Bali clan Sckolah Menengah Atas pada SMAN (sekarang SMAN I) di Denpasar-Bali, masing-rnasing pada tahun 1960-1963 clan pada tahun 1963-1966. Sedangkan pendidikan dalarn bidang ilrnu hukum diselesaikan pada Fakultas Hukurn Univcrsitas Udayana di Denpasar-Bali dari tahun 196 71970 sampai pada tingkat sarjana rnuda. Kemudian pada tahun 1971 melanjutkan pada Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan di Bandung clan diselesaikan pada tahun 1974 dengan spesialisasi bidang hukum internasional. Pada tahun 1981 rnern­ peroleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan S2 pada Fakultas Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran dalarn bidang kajian hukurn internasional clan berhasil diselesaikan pada buIan Februari 1985. Sejak tahun 1974 sampai sekarang menjadi staf pengajar tetap pada alrnarnaternya Fakultas Hukurn Universitas Katolik Parahyangan dalam bidang hukum internasional. Kegiatan lain selain daripada sebagai staf pengajar adalah rnengadakan penelitian ilrniah clalam bidang ilmu hukurn, menulis artikel dalarn bidang hukurn yang telah dimuat di dalam majalah-rnajalah ilmiah tentang hukurn seperti PRO YUSTITIA, HUKUM DAN K EA DILAN, HUKUM DAN PEMBANGUNAN clan lain-lainnya. Di samping itu juga rnenulis buku-buku ilmu hukum internasional seperti · . Ekstradisi dalam llukum lnternasional dan Hukwn Nasional Inclonesia yang telah ditcrbitkan olch Penerbit ALUMNI Bandung, Beberapa Masalah clalarn Hukum Intcrnasional clan Hukum Nasio- ii ,. • nal ditcrbitkan Huk 11111 olch Penerbit Binacipta Bandung, dan buku Ill rernasio11al: Ragian U11111111 adalah merupakan buku hasil karyanya yanµ. ketiga. Di samping itu juga mengikuti seminar­ scminar baik pacta tingkat nasional maupun daerah dalam biclang hukum clan ilmu-ilmu kemasyarakatan lainnya. I I ' " lll • EKSTRADISl· DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL IND . ONESIA I WAYAN PARTHIANA, SH, MH. \' . . . . ' I . •/ .-·J e PENERBIT MANDAR-MAJU I 1990 I BANDUNG v • Hak c1pta d1lindung1 undang·undang pada : Pengarang Hak Penerb1tan pada : Penerb1t Mandar Maiu. Cetakan I ; th. 1981 Cetakan II : th. 1990 No. Code Penerbitan : 90-EH-016 Tidak diperkenankan memperbanyak penerbitan ini dalam bentuk stensil, foto copy atau cara lain tanpa 1zin tertulis Penerb1t Manctar Maju. , vi • KATA PENGANTAR CETAKAN PERTAMA Jstilah ekstradisi pada masa belakangan �ni sudah mulai dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, setidak-tidaknya di kalangan para ahli hukum kita. Akan tetapi, ekstradisi sebagai suatu pranata hukum, masih belum banyak diketahui isi dan ruang lingkupnya. Namun demikian, istilah ekstradisi yang di kalangan masyarakat Juas diidentikkan dengan penyerahan pelaku kejahatan yang melarikan diri ke suatu negara kepada negara yang memintanya. boleh dikatakan sudah umum dikenal. Hal ini terutama disebabkan, oleh karena Indonesia telah be berapa kali mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga, seperti dengan Malaysia pada tahun 1974, dengan Pilipina pada tahun 1976 dan dengan Thailand pada tahun 1978 serta ada kemungkinan pula disusul dengan perjanjian ekstradisi dengan negara-negara lain di dunia. Lebih-lebih lagi dengan berhasilnya disetujui oleh Dewan Perw akilan Rakyat RI, RUU Ekstradisi menjadi undang-undang ekstradisi yang telah diundangkan pada tanggal 18. Januari 1979 (Undang-undang Nomor I tahun 1979). Undang-undang ini adalah merupakan undang-undang ekstradisi nasional yang menggantikan Stb. Nomor 188 tahun 1883 sebagai undang-undang sisa pening­ galan jaman kolonial Belanda. Di samping itu pula, kasus-kasus tentang ekstradisi tampak semakin sering muncul dalam pergaulan intemasional, dan mendapat tempat yang cukup di dalam surat­ surat kabar dan media massa lainnya. .. . Adanya perjanjian-perjanjian dan perundang-undartgan tentang ekstradisi serta terlibatnya dua negara atau lebih dalam suatu kasus ekstradisi, menunjukkan bahwa ekstradisi dapat dipandang sebagai bagian hukum internasional dan juga se·bagai bagian hukum nasional. Oleh karena itu, pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, membahas ekstradisi sebagai bagian dari hukum internasional scdangkan pacla bagian kedua, ekstradisi sebagai bagian ctari lrnkum nasional khususnya hukum nasional Indonesia. Dalam pembahasan pada bagian pertama, cli­ pergunakan pelbagai literatur yang hampir keseluruhannya berasal clari buku-buku karya para sarjana Barat (Eropa, Amerika dan vii. Australia). Sedikit sekali dijumpai tulisan-tulisan mengenai ekstra­ disi fang berasal dari para sarjana Indonesia. Oleh sebab itu tidak­ lah. mengherankan bahwa jika dalam buku ini terdapat banyak kutipan-kutipan atas pendapat sarjana Barat tersebut. Patut pula dikemukakan secara khusus di sini, seorang sarjana hukum Austra­ lia bernama Ivan Anthony Shearer yang bukunya berjudul "Extra­ dition in International Law", merupakan buku pegangan utama bagi penulis dalam menyusun buku ini, walaupun penulis tidak sepenuhnya bisa menerima pendapat-pendapatnya. Selain daripada itu, juga dipergunakan bahan-bahan referensi seperti perjanjian­ perjanjian ekstradisi yang telah diadakan oleh Indonesia dengan negara-negara tetangga dan perjanjian ekstradisi negara-negara lain serta dilengkapi pula dengan pelbagai kasus ekstradisi. Untuk bagian kedua. yaitu ekstradisi dalarn hukum nasional Indonesia, pembahasannya lebih ditekankan pada materi Undang­ undang Nomor 1 talrnn 1979 tentang ekstradisi. Urutan atau sistematika pembahasannyapun disesuaikan dengan urutan atau sistematika undang-undang tersebut. Boleh dikatakan, uraian atau pembahasan dalarn bagian kedua ini lebih merupakan uraian atau pembahasan yang bersifat praktis ketimbang uraian ilmial1. Dia lebih tarnpak sebagai tafsiran dan komentar pasal demi pasal dari undang-undang tersebut. Dengan memahami teori-teori dan asas-asas ekstradisi seperti yang terdapat pada bagian pertama, maka pemaharnan atas bagian kedua ini akan lebih mudah dapat dilakukan. · Dengan segala kekurangannya penulis persem bahkan buku ini J<e hadapan para. pembaca yang budiman. S.emua kritik dan koreksi demi" kesempurnaannya karni terima dengan senang hati, darimana dan dari siapapun datangnya. Sebagai akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dalarn penulisan buku ini. Bandung, akhir Maret 1981 , viii KATA PENGANTAR CETAKAN KEDUA · Dalam cetak.an kedua ini terdapat banyak perubahan dan penambahan materi maupun kas1,1s-kasus ekstradisi. Demikian pula penyuntingan ba.hasanya, sudah lebih baik dibandingkan dengan cetakan pertama. Kasus-kasus tentang ekstradisi ataupun kasus-kasus yang mirip dengan ekstradisi, semakin lama semakin bertambah sering terjadi. Oleh. karena itu, setelah cetakan kedua ini terbit, mungkin akan lebih banyak lagi timbul kasus-kasus ekstradisi yang tidak sempat dimuat dalam bu�u ini:· Seolah-olah buku tni menjadi ketinggalan mengikuti perkembangan. Itulah salah satu konsekuensi suatu karya tulis yang berupa buku. Selain daripada itu, cetakan kedua ini sudah menggunakan bentuk huruf yang lebih baik dibandingkan dengan cetakan pertama. Demikian pula mengenai tata letak (lay out) nya, me­ nunjukkan kemajuan jika dibandingkan dengan tata letak dalam cetakan pertama. Hanya saja ketebalan halamannya tampak berkurang. Hal ini bukan disebabkan oleh pengurangan ataupun penurunan kualitas isinya, melainkan semata-mata karena peng­ gunaan bentuk hurufnya. Atas sambutan yang sangat positif dari para pembaca atas buku ini, baik yang berupa kritik, saran maupun koreksi, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Demikian pula atas kesediaan Penerbit C. V. MANDAR MAJU untuk menerbitkannya, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga. Bandung, April 1990. W. P. ix DAFTAR ISi ha laman KATA P ENGANTAR C' ETAKAN PERTAMA . . . . . . . . . . . KATA PENGANTAR C'ETAKAN KEDUA . . . . . . . . .... vii DArT AR ISi . . . . . . .. . . . . . ... ... . . . . .. . . . . . . . . .. xi PENDAHULUAN. . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ix xvii BAGIAN PERTAMA EKSTRADISI DALAM HUKUM INTERNASIONAL BAB I ASAL MULA, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP EKSTRADISI I. 2. 3. Asal mula dan pcrkcmbangan ekstradisi . . . . . . . . . . . . Ekstradisi sebagai sarana ampuh untuk mencegah dan memberantas kejahatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Pengertian dan ruang lingkup ekstradisi . V.. . . . . . . . . 3 5 9 BAB II PERJANJIAN-PERJANJIAN DAN PERUNDANG­ UNDANGAN TENTANG EKSTRADISI Adakah kcwajiban untuk menyerahkan orang yang diminta . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Perjanjtan-perjanjian tentang ekstradisi . . . . . . . . . . . . . 3. Perundang-undangan nasional tentang ekstradisi . . . . 4. Penyerahan atas dasar kesediaan secara timbal batik . . . I. . 17 20 22 24 BAB III BEBERAPA ASAS EKSTRADISI V I. 2. Asas kejahatan ganda atau double criminalitY.: . . . . . . . I. I . Sistem tanpa daftar atau eliminative system . . . .. 1.2. Sistem daftar, list system atau enumerative system.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.3. Berpartisirasi dalam melakukan kejahatan . . . . . . Asas kekhususan atau asas spesialitas . . . . . . . . . . . . . . 28 32 34 39 41 xi 3. Asas tidak rnenyerahkan pelaku kejahatan politik 49 4. Asas tidak menyerahkan warga negara ............ . 5. Asas non bis in idem .......................... . 50 Asas kadaluwarsa . . .. ....... ...... ....... . .. .. 55 6. 52 BAB IV KEJAHATAN POLITIK 1. Sejarah lahirnya konsepsi kejahatan politik . ... . . . . . 59 Praktek negara-negara tentang kejahatan politik: . . . .. 63 2.1. Inggris . . . ... . .... .. . .... . . ... . . . . . . . . . . 2.2. Arnerika Serikat ......... ...... . .. ... .. . . 63 2. � 2.3. Er.opah Kontinental .. . . . . .. . . . .. . ... .. .... 67 70 3. Klausula attentat . . . ... . . . ........ . .. . . . .. . . . . 4. Kejahatan yang secara tegas tidak digolongkan sebagai 73 kejahatan politik . ... . ..... . .. ... . . ... .. . . . .. . 79 83 5. Kejahatan rniliter .. . .. ... . .... . ... . . . . . . ... . .. 6. Beberapa konvensi internasional yang dapat dijadikan sebagai dasar hukurn bagi ekstradisi pelaku kejahatan 87 BAB V KEJAHATAN YANG DIANCAM DENGAN HUKUMAN MATI 1. Ancarnan hukurnan dalam ekstradisi . . .. .. . . .. .... 2. Dimasukkannya pidana atau ancaman hukuman rnati 91 dalam ekstradisi .. . . . ... . . . . .. .... .... . . ... ... 92 3. Pengaturan tentang kejahatan yang diancarn dengan huk� _ rnan ma ti dalam perjanjian ekstradisi . .. . .. . . . . 97 BAB VI TENTANG KEWARGANEGARAAN SI PELAKU KEJAHATAN , 1. Arti pentingnya kewarganegaraan . .... .. . . . . . ..... 2. Tidak rnenyerahkan warga negara sebagai larangan m utlak dan sebagai kebijaksanaan . . . .. . . ... . .. . .. 3. Pendapat dan saran-saran Ivan Anthony Shearer . . . . . 4. Masalah dwi kewarganegaraan .. ; . . . . . . . . .. . . . .... . xii 102 105 111 115 r 9 0 5. 2 5 1. 2. 3. 5. 6. 7. 8. 9. Masalah tanpa kewarg anegaraan . . . . . . . . . . . . . . . . . . BAB VII BEBERAPA MASALA H PROSEDUR Pengantar . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . .. Permintaan un tuk menye rahkan . . . . . .. . . . . . . .. . . . Permintaan untuk me nyerahkan dari du a neg ara atau lebih . . . . . ... . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. Penahanan sementara . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. . . . . . . Peranan INTERPOL dal am penahanan sement ara . . . .. Penyerahan orang yan g diminta . . .. . . . .. . . . .. . . .. Singgah atau melewati wilayah negara ketiga . . . . . . .. Penyerahan barang . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . .. . . . . . . . BAB VIII EKSTRADISI TERSEL UBU G 1. Pengantar . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. . . 2. Pengusiran . . .. . . . . . .. ... . . . . . . . .. . . . . . . . . .. . 3. Persona non grata . .. . .. . . . . . .. . . .. . . . . . . . . .... 4. Penculikan . . . . . . . . . . .. . . . . . .. . .. . . .. . . . . . . . . . · I 17 119 120 1 24 1 26 128 131 133 138 141 143 148 153 BAGIAN KEDUA EKSTRADISI DALA M HUKUM NASIONA L INDONESIA BAB IX TINJAUAN SINGKAT TENTANG LAHIRNY A UNDANG-UNDANG EKSTRADISI NASIO NAL INDONESIA 1. Staatblad Nomer 188 Tahun 1883 tentang Uitlevering van Vreemdelingen . . . ... . . . .. . . . . . . . . . ..... . .. 2. Perjanjian-perjanjian ekstradisi antara Neger i Belanda dengan negara-negar a lain yang berlak u terhadap Hindia-Belanda . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 3. L ahirnya Undang-U ndang Nomer 1 tah un 1979 tentang Ekstradisi . . . . .. . .. .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 161 164 165 xiii BAB X ASAS-ASAS YANG DIANUT OLEH UNDANG-UNDANG NOMER 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI 1. Pendahuluan 2. Asas-asas ekstradisi yang dianut oleh Undang-Undang . . . . . . . . . . . . Nomor 1 tahun 1979: . . . .. . .. . . .. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... .. . . .. . I 70 171 2 . 1. Ekstradisi atas dasar perjanjian dan hubungan baik . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 171 '.2.2. Asas kejahatan ganda (double criminality) dan sistem daftar (list system) .................. . e 173 Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.4. Asas tidak menyerahkan warga negara ........ . . 177 178 2.5. Kejahatan yang seluruhnya atau sebagian dilakukan di dalam wilayah Indonesia .............. 180 2.6. Orang yang diminta sedang diproses di lndonesia . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . 2.7. Asas non bis in idem......... . . . . . . . . . . . . . 2.8. Asas kadaluwarsa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . 2. 9. Penolakan ekstradisi karena act a saJigkaan yang cukup kuat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. l 0. Asas kekhususan . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 181 181 182 182 184 2.11. Orang yang diminta akan diekstradisikan kepacta negara ketiga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. 12. Permintaan yang ditunda pemenuhannya I 86 . .. '. . 188 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . I 90 . BAB XI PROSEDUR EKSTRADISI MENURUT UNDAN�UNDANG NOMER1TAHUN1�9 TENTANG EKSTRADISI Pengantar 1. . Syarat-syarat penahanan yang ctiajukan olch ne�:ira peminta.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . , 2. . . . I 90 S yarat-syarat yang harus ctipenuhi dal:lm m � n gajuh.a n permintaan ckstraclisi xiv . I 94 Syarat-syarat yang belum le��kap .... ..... ... ... . Pemeriksaan terhadap orang yang dirnintakan ekstradisi Pencabutan dan perpanjangan penahanan: . . . . . . . .. . a. pencabutan penahanan . . . .. . . . . . . . .. . . . . . . . . b. perpanjangan penahanan . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . 6. Keputusan mengenai perrnintaan ekstradisi . . . . . ... . 7. Ada lebih dari satti negara-perninta . . .. . . . . . . . . . . . . 8. Ekstradisi atas dasar asas tirnbal batik atau hubungan baik . .. . . . . .. . ... . . . . . . . . ... . .. . . ... . . .... . 9. Penyerahan orang yang dimintakan ekstradisi 3. 4. 5. 196 197 206 206 207 209 211 212 217 BAB XII INDONESIA SEBAGAI NEGARA PEMINTA Perrnintaan untuk menyerahkan kepada negaradiminta . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2. Orang yang diminta diserahkan oleh negara-dirninta . . . 3. Tata cara perrnint'aan penyerahan dan penerimaan orang yang diserahkan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . I. . . 221 222 223 LAMPIRAN Larnpiran I: Undang-Undang Republik Indonesia.Nemer l Tahun 1979 tentang Ekstradisi . . . . . . . . 228 II: Undang-Undang Republik Indonesia Nemer 9 tahun 1974 tentang Pengesahan Perjanji­ an antara Pemerintah R.I. dan Pemerintah Malaysia rnengenai Ekstradisi . . . . . . . . . . 255 Lampiran III: Undang-Undang Republik Indonesia Nemer l 0 Tahun 1976 tentang Pengesahan Per­ janjian Ekstradisi antara RI. dan Republik Pilipina .. . '. . . '. . .. . . . . . . . .. . . . . . . . . . 265 Larnpiran . Lampiran IV: Undang-Undang Republik Indonesia Nemer 2 Tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanji­ an antara R.I. dan Pernerintah Kerajaan Thailand tentang Ekstradisi . . . . . . . . . . . . 278 xv Larnpiran V: 1957 . . Extradition, on Convention European .. . . . . . .. . . . . . . . . . . .. .. . . . . . vention on Extradition, Larnpiran VI: Inter-American Con 1981 Daftar Kepustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . .. 288 303 317 , xvi � PENDAHULUAN 8 3 7 Pada masa belakangan ini masalah ekstradisi semakin tampak dan semakin mencuat di permukaan. Berita-berita mengenai masalah ekstradisi di surat-surat kabar maupun media massa lain­ nya cukup sering munculnya. Terutama sekali jika ada seorang atau beberapa orang yang diduga melakukan kejahatan atau tindak pidana melarikan diri dari suatu negara ke negara lain. Demikian pula jika suatu negara menyerahkan seorang tersangka a tau seorang terh�um ke negara lain yang_memin.t�. Sebagai contoh nyata, dapat ditunjukkan adanya beberapa berita yang menyangkut masalah ekstradisi, antara lain, ekstradisi atau penyerahan penjahat perang_Nazi bernama..Andriia Artukovic yang juga dikenal dengan nama julukan Penjagal dari Balkan. oleh Amerika SerikaLke.pada Yugoslavia, pada tanggal 13 Februari 1986 1). Juga penjahat perang Nazi lainnya, yaitu John Demjanjuk diekstradisikan a]eb Amerika Serikat kepada Israel pada tanggal 28 Februari 1986 2). Demikian pula kasus Sobhraj, seorang ter­ hukurn warga negara India dalam kasus pembunuhan atas banyak orang dari pelbagai kewarganegaraan, sehingga menjadi buronan dari tujuh negara dan .illinin.takan-ekstradisinya oleh negara-negara terse but kepada India 3 ) . Masalah ekstradisi akan lebih menonjol lagi jika orang yang dimintakan ekstradisinya itu adalah mantan orang penting dan kuat dari suatu negara yang digulingkan dan berhasil melarikan diri atau meminta suaka ke negara lain. Negara asal orang yang bersangkutan meminta kepada negara tempatnya mencari suaka, supaya mengekstradisikan orang tersebut. Sebagai contoh dapat dikemukakan kasus Jean Claude Duvalier-,man.tan_penguasa Qjn ulan Bebru­ diktator Haiti yang digulin kan oleh r ·im b ari 1986 te ap1 er asil melarikan diri ke Perancis. Haiti meminta supaya Perancis mengekstradisikan Duvalier kepada Haiti 4), na­ mun Pe rancis tidak mengabulkan permohonan Haiti tersebut. 1) KOMPAS, Jumat 14 Februari 1986. 2) SURABAYA POST, 1 Maret 1986. 3) 4) KOMPAS, 6 Februari 1986. KOMPAS, 5 April 1986. xvii Kasus ekstradisi yang juga tidak kalah menonjolnya adalah "kasus. Noriega", walaupun secara yuridis, sebenamya kasus ini bukanlah kasus ekstradisi. Duduk persoalannya adalah sebagai berikut: Pemerintah Panama yang dikendalikan oleh Jendral Manuel Antonio Noriega, pada tanggal 20 Desember 1989, berhasil digulingkan berkat invasi Amerika Serikat ke Panama. Noriega berhasil menyelamatkan diri dan kemudian diketahui bahwa, Noriega meminta suaka (asylum) di Kedutaan Besar Vatikan di Panama City. Amerika Serikat bersikeras supaya Noriega diserah­ kan oleh Vatikan kepada Amerika Serikat untuk dJadili dan menjalani hukuman di Amerika Serikat, karena kejahatan narkotika. Sebenamya Noriega sudah dijatuhi hukuman pidana 145 tahun oleh Pengadilan Miami, Florida. Melalui perundingan yang berlangsung sangat alot antara Pemerintah Amerika Serikat dan Vatikan, akhirnya pada tanggal 4 Januari 1990 Noriega bersedia meninggalkan Kedutaan Besar Vatikan di Panama City dan ketika dia ke luar dari gedung Kedutaan Besar Vatikan, seketika itu juga dia diborgol dan diangkut dengan helikopter untuk selanjutnya diterbangkan dengan pesawat terbang menuju Amerika Serikat 5). Beberapa contoh kasus seperti diuraikan secara singkat di atas, menunjukkan betapa masalah ekstradisi sebenamya tidaklah merupakan masalah yang sederhana. Di satu pihak ada negara yang menolak UJltuLmenge�stra-disikan orang yang d1mmta,di pihak lain ada negara yang be.rsedia untuk men��adisikan orang yang diminta sedangkan pada _pihak yang lain lagi, ada negara yang begitu mudah m�angkap orang yang dicari...d i neg(\ra orang itu sendiri yang notabene. merupakan negara berdaulaJ. Lalu timbu1 pertanyaan, yang manakah. yang benar-benar dari kasus tersebut yang tergolong sebagai ekstradisi atau penyerahan me­ nurut peraturan hukum tentang ekstradisi? Bahkan persoalan yang lebih mendasar yang masih belum jelas bagi banyak orang adalah, apa sebenamya yang dimaksud dengan ekstradisi itu? Untuk menjawab persoalan ini dengan jelas dan lengkap, ten tu saja tidak cukup hanya dalam satu patah atau dua patah kata ' atau hanya dalam beberapa kalimat saja, melainkan membutuhkan 5) KOMPAS, 5 Januari 1990. xviii _::....;.__ r uraian yang panjang lebar. Dalam buku ini, penulis mencoba untuk menguraikan dan membahas secara agak lebih mendalam dan sistematis tentang apa sebenarnya ekstraclisi tersebut. Di bawah ini dikemukakan sistematika dari buku ini, dari Bab I sampai deng an Bab yang terakhir. Buku ini terdiri dari 12 bab yang terbagi dalam dua bagian, dan BAGIAN . KEDUA. BAGIAN PERTAMA membahas tentang ekstraclisi dalam hukum inter­ yakni BAGIAN PERT AMA nasional clan BAGIAN KEDUA membahas ekstraclisi dalam hukum nasional, khususnya hukum nasional lndone�ia. BAGIAN - PERT AMA terdiri atas 8 bab yakni clari BAB I sampai dengan VII dan BAGIAN KEDUA terdiri atas 4 bab yakni BAB IX sampai clengan XII. · Dalam dibahas tentang BAB I fungsi clan ruang asal mula, perkembangan, lingkup dari ekstradisi. Dengan memahami materi BAB I ini diharapkan para pembaca sudah memiliki pe­ mahaman dasar tentang ekstraclisi. Namun, pemahaman tentang ekstradisi ini tidak cukup hanya sampai cli sini saja, melainkan harus dilanjutkan dengan memasuki bab-bab selanjutnya. Dalam BAB II sudah mulai dijumpai peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan ekstraclisi, seperti dalam bentuk pe1janjian-perjanjian tentang ekstraclisi. Seperti diketahui, ekstra­ clisi sebenarnya pertama-tama merupakan masalah antar negara '" clan oleh kar�itu_p_engaturannya terdapaLdalam hukum inter­ nasioiial, khususnya_d.a.lam_bentu.JLperjanjiail-.h1ternasional. Di s � itu, dalam batas-batas tertentu ekstradisi juga merupakan masalah domestik neg_ara-negara_dall.-oleJL .kaxe.na�iatuLdi cralam hukum illlsfonal, khususnya dalam bentuk peraturan per­ undang-undangan tentang ekstradisi. Memasuki BAB III sudah mulai dijumpai pnns1p-pnns1p clan nonna-norma hukum positif tentang ekstradisi, dalam bentuk asas-asas ekstradisi. Asas-asasnya inilah yang menjadi landasan bagi peraturan-peraturan maupun penerapan ekstradisi itu dalam praktek, yang harus dihormati oleh setfap negara, khususnya negara-negara yang tersangkut dalam kasus ekstradisi. Oleh karena itu pemahaman atas asas-asas dari ekstradisi ini merupakan suatu xix k ..conditio sine__ilJJa noQ_ bagi setiap orang yang mempelajari dan atau menerapkan ekstradisi ini. u a Selanjutnya di dalam BAB IV dibahas tentang kejahatan politik yang merupakan salah satu masalah yang sangat pelik dalam ekstradisi. Peliknya masalah kejahatan politik ini sudah mulai dari hal yang paling mendasar yakni tentang pengertian dan ruang lingkup dari kejahatan, politik terse but, yang selanjutnya tentu saja berkelanjutan dalam penerapan terhadap kasus-kasus nyata yang terjadi di kalangan pelbagai negara. Setara dengan BAB IV, BAB V juga mengetengahkan masalah yang cukup pelik, meskipun tidak sepelik masalah kejahatan politik. Masalah itu adalah tentang pidana mati. Masalah pidana . ma ti ini mepjadi pen ting posisinya di tengah-tengah sema kin meruncingnya pertentangan pendapat antara pihak yang pro hukuman mati dan yang kontra. Di samping itu juga terkait dengan persoalan hak-hak asasi ITI.ilnusia yang salah satu diantara­ nya adalah hak untuk hidup. Sedangkan dalam BAB VI dibahas ten tang masalah kewarga­ negaraan dari orang yang diminta. Masalah kewarganegaraan ini menempati bab tersendiri, oleh karena terkait kedaulatan negara. Khususnya berkenaan dengan adanya hubungan hukum yang langsung antara· seseorang yakni orang yang tersangkut dalam masalah ekstradisi dengan negara dimana dia berkewarganegara­ an. Terutama jika kebetulan negara yang dimintai untuk me­ nyerahkan orang yang bersangkutan merupakan negara dimana dia berkewarganegaraan. Dalam hal ini terkait kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya pada satu pihak dan kewajib­ an negara itu memelihara hubungan baiknya dengan negara yang meminta penyerahan atas orang yang diminta itu. Ini merupakan suatu dilema yang sudah cukup mendapatkan tempat pengaturan di dalam perjanjian maupun perundang-undangan tentang ek�tra­ disi. # Masalah ekstradisi, di samping menyangkut substansi juga menyangkut masalah prosedur. Supaya substansi itu dapat ter­ laksana dengan baik dan benar, maka dibutuhkan prosedur yang baik dan benar juga. Oleh karena itu, masalah prosedur ini tidak xx .� kalah pentingnya dengan masalah substansi. BAB VII ini meng­ uraikan tentang prosedur ekstradisi secara panjang lebar, dari awal sampai akhir. Sedangkan selain ekstradisi sebagai suatu pranata hu�um yang secara resmi diakui dan diatur dalam hukum internasional maupun hukum nasional, ada pula pranata-pranata hukum lain yang mirip dengan ekstradisi, seperti misalnya persona non grata dan deportasi atau pengusiran. Bahkan ada pula tindakan yang sebenar­ nya bertentangan dengan hukum internasional, tetapi dalam praktek ternyata dilaksanakan juga oleh beberapa negara, yang lazim dikenal dengan abduction atau penculikan. Tindakan ter­ akhir ini nyata-nyata bertentangan dengan lrnl<um internasional, yang terbukti dari adanya prates dan kutukan-kutukan terhadap tindakan penculikan tersebut. Semuanya ini ditempatkan dan dibahas dalam satu bab tersendiri yakni BAB VIII. Dengan memahami materi dari BAB I sampai dengan BAB VIII ini, diharapkan para pembaca sudah memahami tentang ekstradisi tersebut dan dengan demikian akan dapat menarik garis pembeda tentang peristiwa yang manakah yang merupakan atau tergolong ke dalam ekstradisi dan peristiwa yang manakah yang bukan merupakan ekstradisi. Namun, belumlah . cukup hanya sampai di sini saja, atau hanya sampai pada pemahaman tentang ekstradisi dalam ruang lingkup hukum internasional. Masih ada sisi Iainnya lagi dari ekstradisi ini yakni, ekstradisi sebagai bagian dari hukum nasional. Dalam bagian ini ekstradisi secara khusus dibahas sebagai bagian dari hukum nasional Indonesia, seperti dapat diikuti dalam BAGIAN KEDUA yang terdiri atas BAB IX, X, X I dan XII. Dalam BAB IX dibahas secara singkat tentang sejarah Iahirnya Undang-Undang Ekstradisi Nasional Indonesia. Dimulai dengan meninjau peraturan perundang-undangan ekstradisi peninggalan jaman kolonial sampai akhirnya diganti oleh Undang-Undang Ekstradisi Nasional Indonesia yakni Undang-Undang Nomer I tahun 1979. Pembahasan dilanjutkan dalam BAB X tentang asas-asas yang terkandung dalam Undang-Undang Nomer I tahun 1979, yang pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan asas-asas ekstraxxi disi pada umumnya sebagaimana telah dibahas dalam BAB III. Hanya di sana sini terdapat beberapa materi tambahan yang tentu saja sesuai dengan situasi dan kondisi Indonesia. Temyata yang cukup mendapat tempat adalah tentang pro­ sedur ekstradisi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Namer 1 tahun 1 979, dapat dilihat dan dibaca dalam BAB XI. Di samping terkait kepentingan negara lain, tentu saja di dalam negeri Indone­ sia sendiri, terkait pula pelbagai instansi yang berwenang dalam masalah ekstradisi ini, seperti Departemen Luar Negeri, Departemen Kehakiman, Kejaksaan, dan Kepolisian. Semuanya ini perlu diatur dan ditata dengan baik dan jelas, supaya tidak terjadi sating tindih tugas dan wewenang· antar instansi tersebut. BAB XI ini hanya mengatur tentang prosedur ekstradisi dalam hal Indonesia berkedudukan_ sebagai negara yang diminta untuk menyerahkan orang yang dicari atau yang diminta oleh negara lain. Kadang-kadang Indonesia pun pada suatu waktu akan pernah berkedudukan sebagai negara-peminta, yakni sebagai pihak yang berkepentingan untuk meminta orang yang diminta guna diadili atau menjalani hukuman di Indonesia. Hal ini dibahas tersendiri dalam bab terakhir yakni BAB XII, yang meliputi pengajuan permintaan oleh Indonesia kepada negara yang diminta, supaya menyerahkan orang yang diminta, selanjutnya dibahas pula tentang pengaturannya jika orang yang diminta itu diserah.kan oleh negara-diminta kepad� Indonesia, serta tata cara penyerahan­ nya sendiri. Akhirnya, pada bagian terakhir dilampirkan pelbagai dokumen berup� perj� . njian, konvensi dan peraturan perundang-undangan nasional tentang ekstradisi. Hal ini dimaksudkan untuk memudah­ kan bagi para pembaca yang berminat memperdalam ekstradisi ini, untuk mencari dan menemukan norma-norma hukum positif tentang ekstradisi serta untuk mengkaji lebih lanjut, sejauh mana uraian atau pembahasarr dalam buku ini tercermin di dalam perjanjian, konvensi maupun peraturan perundang-undangan tentang ekstradisi, ataupun sebaliknya. , xxii � I. g r BAGIAN PERTAMA EKSTRADISI DALAM HUKUM INTERNASIONAL BAB I ASAL MULA, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP EKSTRADISI 1. Asal mula dan perkembangan ekstradisi. Para penulis sejarah hukum in.ternasional mengemukakan bahwa sebuah perjanjian tertua yang isinya juga mengenai masalah (/)p�yeral1an penjahat pelarian adalah-F��anjian Perdamaian antara \.'./ Raja Rarneses II dari Mesir dengan Hattusili II dari Kheta yang dibuat pada tahun 1279 S.M. Kedua pihak rnenyatakan saling berjanji akan menyerahkan pelaku kejahatan yang melarikan diri atau yang diketemukan di dalam wilayah pihak lain 1) Tetapi perjanjian semacam ini tentulah tidak merupakan per­ janjian ekstradisi yang berdiri sendiri seperti halnya yang kita kenal sekarang ini. Melainkan soal ekstradisi ini hanyalah merupa­ kan salah satu bagian kecil saja dari keseluruhan materi perjanji�. Biasanya perjanjian ini merupakan perjanjian perdamaian untuk menjalin hubungan bersahabat antara pihak-pihak atau perjanjian perdamaian unttik mengakhiri peperangan. Namun demikic.m, praktek neg&ra-negara dalam melakukan penyerahan penjahat pelarian, tidaklah semata-mata bergantung pada adanya perjanjian tersebut. Kemungkinan besar jauh se­ belumnya terdapat negara-negara yang sating menyerahkan �njahat eelarian meski1rnn kedua pffiak belum membuat p,er­ janjiannya. Walaupun bukti-bukti µntuk menguatkan dugaan Im mas1h belum dapat ditunjukkan. Hubungan baik dan ber­ sahabat antara dua negara, dapat lebih memudal1kan dan memper­ cepat penyerahan penjahat pelarian. Sebaliknya jika hubungan antara dua negara sating bermusuhan, dapat dipastikan amat sukar untuk saling menyerahkan penjahat pelarian. Bahkan masing-masing pihak akan mem biarkan wilayah:r.!.li.. dijadikan sebagai tempat pelarian dan mencari perlindungan bagi penjahat- --...;;... --= - 1) Arthur Nussbaum; A Concise History of the Law of Nations, diterjemahkan ke dalam bahesa Indonesia oleh Sam Suhaedi Admawirya: Sejarah Hukum lnter­ nasiona/, Jilid I, Cetekan I, Binacipta, Bandung, 1969. halaman 3. 3 - penjahat dari negara musuhnya. Dengan demikian kesediaan menyerahkan penjahat pelarian bukanlah didasarkan pada ke­ sadaran bahwa orang yang bersangkutan patut diadili dan di­ hukum. Demikian pula memberikan perlindungan kepada se­ orang atau beberapa orang penjahat pelarian bukan pula karena didorong oleh kesadaran bahwa orang yang bersangkutan patut untuk dilindungi. Apabila hubungan kedua negara yang semula bersahabat berubah menjadi bermusuhan, maka kerjasama sating menyerahkan penjahat pelarian, bisa b.e.ulb.ah menjadi saling melindungi penjahat pelarian. Demikian pula sebaliknya. Di samping itu pula praktek-praktek penyerahan p�njahat pelarian belum didasarkan atas keinginan untuk bekerja sama dalam mencegah dan memberantas kejahatan. Hal ini mengingat ke­ hidupan masyarakat umat manusia pada jaman kuno masih jauh lebih sederhana jika dibandingkan dengan masyarakat pada masa selama tiga abad belakangan ini. Setelah kehidupan menegara sudah mulai tampak agak lebih maju, terutama mulai abad ke 17, 18, 19 sampai abad ke dua­ puluh ini dengan tumbuhnya negara-negara nasional, hubungan dan pergaulan internasional pun mulai mencari dan menemukan bentuknya yang baru. Negara-negara dalam membuat perjanjian­ perjanjian, sudah mulai mengadakan pengkhususan mengenai bidang-bidang tertentu. Demikian juga bidan'g ekstradisi yang telah lama dikenal dalam praktek, turut pula mencari bentuknya yaitu berbentuk perjanjian ekstradisi yang berdiri sendiri. Jadi tidak lagi berkaitan atau menjadi bagian dari masalah-masalah lain yang lebih luas ruang lingkupnya. • Kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmu pengetalrnan dan teknologi serta berkembangnya pemikiran-pemikiran baru dalam bidang politik, ketatanegaraan, dan kemanusiaan, turut pula m emberikan warna tersendiri pada ekstradisi ini. Ilmu penge­ tahuan dan teknologi yang pada satu sisinya dapat meningkatkan kesejah teraan hid up umat manusia, pada sisi lain menimbulkan pel bagai efek negatif, misalnya seperti tim bulnya kejahatan baru dengan akibat yang cukup besar dan luas. Tindakan ke­ jahatan serta akibat-akibatnya tidak hanya menjad1 urusan para korban dan kelompok masyarakat sekitarnya saja, tetapi sering 4 me pe1 be ' i de1 1m un fa\ "§ lV sa: pc 11) h< m p1 p1 p a· d J• c I l I iaan ke­ t di, Se­ rena >atut mula aling aling .. Di arian lalam t kejauh m asa . ra:uegara bahkan kadang-kadang merupakan meJiballin _nega oalan umat manusia. Sehingga untuk pencegahan dan pern­ ers p ip n_ke.tjasama antara neiara. Misalnya beranfasann..}la.,-de.tluk.a ctengan menangkap si pelaku keja.hfilan yang_melarikan diri da� menyeral1kannya kepada negara yang mempunyai yurisdiksi untuk mengadili dan men rnkumn a atas ennintaan dari negara (;\ $fSe Disinilah tampak bahwa ekstradisi berfungsi sebagai CJ sarana ampuh untuk memberantas kejahatan. lebih : dua­ ungan :iukan rnjian1genai yang uknya l. Jadi 1asalah n dan dalam t pula penge­ .katkan bulkan jahatan �an ke­ m para i sering Pemikiran-pemikiran baru dalam bidang ketatanegaraan, politik dan kemanusiaan, mendorong semakin diakui dan kukuh­ nya kedudukan individu sebagai subyek hukum dengan segala hak dan kewajibannya. Negara-negara di dalam membuat dan merumuskan perjanjian-perjanjian ekstradisi di samping mem­ perha tikan aspek-aspek pemberantasan kejahatannya juga mem­ perhatikan aspek-aspek kemanusiaan di mana individu-individu pelaku kejahatan tetap diberikan/diakui hak-hak dan kewajib­ annya. Demikianlah pada akhimya, perjanjian-perjanjian ekstradisi dalam isi dan-.ben tuknya yang modem dewasa ini, mem berikan jaminan keseimbangan antara tujyan mem berantas kejahatan dan perlindungan/pengl:LQrmatan terhaQ_ap hak-haJca.sasi manusia. PrinsiJL__tidak-menyerahkan pelaku kejahatan politik adalah.. se­ bagai konsekuensi dari pengakuan hak-hak asasi untuk menganu_L keyakinan politik atau hak politik seseorang,untuk pertama kali­ nya dicantumkan dalam perjanjian ekstradisi antara Prancis dan Belgia pada tahun 1824. Juga prinsip non bis in idem dan prinsip kewarganegaraan erat pertaliannya dengan individu sebagai subyek hukum dengan segala hak dan kewajibannya. · Abad ke 19 dan 20 adalah merupakan masa stabil dan kokoh­ oya ekstradisi ini, yang dapat dibuktikan dengan banyaknya terdapat perjanjian ekstradisi dan perundang-undangan nasional negara-negara mengenai ekstradisi dengan asas-asas yang sama. 2. Ekstradisi sebagai sarana ampuh untuk menc.egah dan mem­ berantas kejahatan. Sekarang timbu! pertanyaan, mengapa negara-negara cen­ derung untuk ·memilih bentuk ekstradisi sebagai sarana kerjasama 5 intemasiona1 untuk mencegah dan memberantas kejahatan? kei; Bukankah masih banyak lagi jalan yang bisa ditempuh supaya dik pelaku kejahatan tidak menjadikan wilayah negara lain sebagai ora tempat pelarian dan mencari perlindungan? Misalnya dengan memperkuat penjagaan keamanan di daerah perhatasan wilayah, melakukan tindakan pengawasan yang lebih ketat terhadap orang­ orang yang memasuki atau meninggalkan wilayahnya, ataupun dengan menggunakan upaya-upaya hukum seperti pengusiran atau ekspulsi dan deportasi yaitu dengan menyuruh ke luar orang­ ter: hul bal tin Ak bel orang yang tidak dikehendaki kehadirannya di wilayah negara yang bersangkutan. CaJ Perlu ditegaskan di sini, bahwa kehadiran atau masuknya bi� orang asing ke dalam wilayah suatu negara dapat dibedakan dalam dua kelompok. ki< Kelompok pertama, adalah mereka yang benar-benar tidak mem­ punyai Jatar belakang yang tidak baik di negara asalnya atau di negara tempatnya semula. Kelompok kedua, adalah mereka yang berlatar belakang tidak baik, misalnya telah melakukan kejalrntan di negara asalnya atau . di negara lain. da ke ra! ke mi se n) Terhadap kelompok yang pertama, apabila. dia melakukan tin­ kt dakan yang tidak menyenangkan negara di mana dia berada, di misalnya melanggar hukum atau melanggar keamanan dan ke­ 11< tertiban negara yang bersangkutan, sudah tentu terhadapnya dapat dikenakan tindakan hukum misalnya mengadili dan meng­ hukumnya, atau mempersilakan kepadanya untuk meninggalkan wilayah negara itu. Dengan mempersilakan ke luar atau lebih tegasnya, mengusir orang yang demikian itu, maka bagi negara tersebut . selesailah persoalannya. Sedangkan bagi orang yang diusir itu, terserah kepadanya sendiri untuk menentukan negara yang akan ditujunya: Dalam hal ini jelas tidak ada tersangkut kepen tingan negara lain. u: k tt rr h n a masalahnya k d , adalah berlainan. Kehadirannya di dalam wilayah suatu negara c adalah ·Untuk menghindari tuntutan hukum dari negara di mana ,. dia telah melakukan kejahatan. Jadi dalam ha! itu tersangkut ( Sedangkan 6 terhadap kelompok yang kedua, kepentingan negara lain seba gai negara y ang mempunyai yu ris­ diksi atas orang atau perbuatannya itu. Meskipun keh adi ran orang semacam ini mungkin juga tidak dikehendaki oleh negara tersebut, misalnya k arena keh adi rannya itu dapat mempengaruhi h ubungan baik antara kedua' negara atau adanya kekh awati ran �an i.h, un bah wa orang tcrsebut akan melakukan tindakan serupa, meskipun tindakan pengusiran terh adap orang terse bu t dapat j u ga dilakukan. an Ak 1 g­ 1 g­ �pengusiran sehagai tindakanse13iflakiui menganduog beberapa kelemah an. Kelemeh an-kelemah annya, antara lain: tra Pertama, jika si pelaku kejah atan yang diusir itu akan men­ ya c ari negara lain yang mungkin mau menerimanya dan k al au bi s a untuk selama mungkin, untuk menghi ndari tuntutan hukum dari negara di mana dia telah melakukan kejah atan. Dengan demi­ an 11- au �k kian dia akan tetap l olos dari tun tu tan hukum sehingga ras a k eadilan dari korban atau anggota kelu arganya ataupun m asya­ rakat negara itu, tetap belum dipuli h k an. Hal ini jelas tidak di­ kehendak i oleh negara i tu sendi ri. Kedua, tindakan pengusi ran ini tidaklah mem bantu untuk rn mencegah dan mem berantas kej ah atan, sebab orang-orang pelarian semacam ini telah l olos dari pengadilan dan hukum negara tempat­ n- nya melakuk an kejah atan. Bah k an dapat me rangsang setiap pelaku kej ah atan untuk melarikan diri ke negara lain. W alaupun di a bisa dikenakan tindakan pengusiran, di a toh merasa aman memilih a, e­ r a g­ m ih ra tg :a It negara lain untuk mencari perlindungan. Ketiga, bagi si pelaku kej ah atan itu sendi ri, walaupun peng­ usiran mungkin - dalam batas-b atas tertentu.- lebih menguntung­ k an dirinya seperti tempatnya mengadili dikemukakan di atas, tetapi j i k a negara melarikan diri juga mempuny ai yurisdiksi untuk kejahatan yang telah dilak u k anny a itu berdas arkan hukum nasi onal negara i tu, kemudi an ternyata mengadili dan menghukumnya. Kemudi an setelah dia seles ai men jal ani hukum­ a anny a, di a merasa dirinya am an kem bali ke · negara as alnya atau ke negara tempat kej ah atan terse bu t di lak ukan dahulu __(loc.us delicti). Tetapi ternyata negara locus delicti i tu tetap mengadili a da n m e nghukumnya atas kej ah atan yang dahulu telah dij atuhi a hukuman oleh negara tersebut terdal1U l u , j u ga berdas arkan hukum .t (pidana) nasional dari negara yang bers angkutan. Dengan kata lain, 7