BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Biaya Biaya menurut Armanto Witjaksono (2012:12) adalah suatu pengorbanan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.Selain itu,biaya sebagai satuan moneter atas pengorbanan barang dan jasa untuk memperoleh manfaat di masa kini atau masa yang akan datang. William K. Carter yang diterjemahakan Krista (2010) menyatakan bahwa Akuntan telah mendefinisikan biaya sebagai “suatu nilai tukar,pengeluaran atau pengorbanan pada tanggal akuisisi dicerminkan oleh penyusutan atas kas atau aseet lain yang terjadi pada saat ini atau di masa yang akan datang”. Menurut Atkinson,Kaplan, etal yang diterjemahkan oleh Dewi (2009:33) biaya adalah nilai moneter barang dan jasa yang dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat sekarang atau masa depan. Oleh karena itu, sementara biaya merefleksikan arus keluar sumber-sumber, seperti kas, atau komitmen keuangan untuk membayar di masa depan, seperti hutang dagang, arus keluar tersebut mendatangkan manfaatmanfaat seperti bahan baku atau mesin yang dapat digunakan untuk membuat produk yang dapat dijual untuk menghasilkan suatu manfaat kas. Biaya adalah pengeluaran-pengeluaran atau nilai pengorbanan untuk memperoleh barang atau jasa yang berguna untuk masa yang akan datang atau mempunyai manfaat melebihi satu periode akuntansi definisi ini diungkapkan oleh Ahmad Dunia dan Abdullah (2012:22). Sementara, menurut Komaruddin Ahmad (2013:4) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis (sifat kelangkaan) yang diukur dalam satuan mata uang yang telah terjadi atau kemungkinan terjadi dalam mencapai tujuan tertentu. Nilai sumber ekonomis yang telah dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu merupakan biaya historis, yaitu biaya yang telah terjadi di masa lalu. Nilai sumber ekonomis yang akan dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu merupakan biaya masa yang akan datang. 7 8 2.1.1 Klasifikasi Biaya Mengacu pada pendapat Garrison dan Noreen (2013) Biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi-bisnis, nonbisnis, manufaktur, eceran, dan jasa. Umumnya, berbagai macam biaya yang terjadi dan cara klasifikasi baiaya tergantung pada tipe organisasinya. Sementara Carter (2010:40) Klasifikasi biaya adalah sangat penting untuk membuat ikhtisar yang berarti atas data biaya. Proses klasifikasi biaya dan beban dapat dimulai dengan menghubungkan biaya ke tahapan yang berbeda dalam operasi suatu bisnis. Dalam lingkungan manufaktur, total biaya operasi terdiri atas dua elemen: biaya manufaktur dan beban komersial. 1. Biaya Manufaktur juga disebut biaya produksi atau biaya pabrik, biasanya didefinisikan sebagai jumlah dari tiga elemen biaya: bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung, keduanya disebut biaya utama (prime cost). Tenaga kerja langsung dan overhead pabrik, keduanya disebut biaya konversi. 2. Beban Komersial terdiri atas dua klasifikasi umum, yakni beban pemasaran dan beban administratif. Konsep-konsep biaya menurut Garrison (2013) yang dapat diterapkan pada berbagai perusahaan, salah satu perusahaan tersebut adalah perusahaan manufaktur. Yakni dalam menyiapkan laporan keuangan eksternal Biaya, dibagi menjadi: Biaya Produksi, yang dibagi ke dalam tiga kategori besar: bahan langsung (direct material), tenaga kerja langsung (direct labor). Dan biaya overhead pabrik (manufacturing overhead). Uraian definisi dijabarkan sebagai berikut: 1. Bahan Baku Langsung (Direct Material) adalah bahan yang menjadi tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. Sesungguhnya, bahan baku berkaitan dengan semua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan produk jadi, dan produk jadi suatu perusahaan dapat menjadi bahan baku perusahaan lainnya. Sebagai contoh, plastik yang dihasilkan oleh DuPont adalah bahan baku bagi Compaq Computer untuk pembuatan komputer (PC). 2. Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor) digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelesuri dengan mudah ke produk jadi. Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga tenaga kerja manual (touch labor) karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi. Biaya 9 tenaga kerja misalnya adalah tenaga kerja bagian perakitan seperti halnya biaya untuk tukang kayu, tukang batu, dan operator mesin. 3. Overhead Pabrik (Manufacturing Overhead) elemen ketiga biaya produksi mencakup seluruh biaya produksi yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik termasuk bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik dan penerangan, pajak properti, depresiasi, dan sebagainya, berkaitan dengan operasi pabrik yang termasuk kategori biaya overhead pabrik. Klasifikasi biaya kedua dalam menyiapkan laporan keuangan eksternal adalah Biaya Nonproduksi, dibagi menjadi dua: 1. Biaya pemasaran atau penjualaan meliputi semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut disebut perolehan pesanan (order-getting) dan pemenuhan pesanan (order-filling). Biaya pemasaran meliputi pengiklanan, pengiriman perjalanan dalam rangka penjualaan,komisi penjualaan,dan biaya penyimpanan (gudang) produk jadi. 2. Biaya administrasi meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional, dan klrikal yang berkaitan dengan manajamen umum organisasi. Contoh dari biaya administrasi ini adalah gaji eksekutif, akuntansi umum, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan. Klasifikasi biaya berikutnya, ialah untuk memprediksi perilaku biaya. Perilaku biaya menurut Garrison (2007) adalah bagaimana biaya akan bereaksi atau merespons perubahan aktivitas bisnis. Uraian biaya tersebut, sebagai berikut: 1. Biaya Variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas. Aktivitas tersebut diwujudkan dengan berbagai bentuk seperti unit yang diproduksi, unit yang dijual, jarak kilometer yang dituju, jam kerja, dan sebagainya. Contoh biaya variabel, adalah biaya bahan langsung. Biaya bahan langsung yang digunakan selama satu periode akan bervariasi sesuai dengan tingkat unit yang dihasilkan. 2. Biaya Tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas. Tidak seperti biaya variabel, biaya tetap tidak dipengaruhi oleh perubahan aktivitas. Sebagai contoh untuk menggambarkan biaya tetap adalah sewa. 10 Klasifikasi biaya untuk pembebanan biaya ke objek biaya, memiliki berbagai tujuan termasuk penentuan harga, mempelajari tingkat laba, dan pengendalian. Objek biaya adalah segala sesuatu dimana data biaya termasuk produk, lini produk, konsumen, pekerjaan, dan subunit organisasi. Klasifikasi biaya ini dibagi menjadi dua, yakni: 1. Biaya Langsung (Direct Cost) adalah biaya yang dapat dengan mudah ditelesuri dengan mudah ke objek biaya yang bersangkutan. Konsep biaya langsung lebih luas dari pengertian bahan langsung dan tenaga kerja langsung. 2. Biaya Tidak Langsung (Indirect cost) adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri dengan mudah ke objek biaya yang bersangkutan. Klasifikasi biaya untuk pembuatan keputusan. Dalam pembuatan keputusan, sangat penting untuk memiliki pemahaman yang kuat mengenai konsep biaya diferensial (differential cost), biaya kesempatan (oppurtunity cost), dan biaya tertanam (sunk cost). 1. Biaya Diferensial (Differential Cost) dalam keputusan bisnis, setiap alternatif memiliki konsekuensi biaya dan manfaat yang harus dibandingkan dengan biaya dan manfaat yang akan diperoleh dari alternatif lain yang tersedia. Biaya diferensial disebut juga dengan biaya inkremental (Incremental cost) , meskipun secara teknis yang dimaksud dengan biaya inkremental berkaitan dengan kenaikan biaya yang terjadi karena perubahan dari satu alternatif ke alternatif lainnya, sedangkan penurunan biaya disebut biaya dekremental (decremental cost). 2. Biaya Kesempatan (Oppurtunity cost) adalah manfaat potensial yang akan hilang bila salah satu alternatif telah dipilih dari sejumlah alternatif yang tersedia. 3. Biaya Tertanam (Sunk cost) adalah biaya yang telah terjadi dan tidak dapat diubah oleh keputusan apa pun yang dibuat saat ini atau pun masa yang akan datang. Karena biaya tertanam tidak dapat diubah oleh keputusan apa pun, biaya tertanam bukanlah biaya diferensial. Oleh karenanya, biaya tertanam dapat diabaikan dalam pembuatan keputusan. 11 Bahan baku langsung + Tenaga kerja langsung = Biaya Utama + Bahan baku + tenaga kerja + biaya tidak Tidak langsung tidak langsung langsung lainnya Termasuk: Termasuk: Termasuk: Perlengkapan Supervisi Sewa Pabrik Pengawas Asuransi Pelumnas Inspeksi PBB Gaji pegawai Beban Penyusutan Pabrik Beban Pemliharaan = Overhead(foh) Listrik Pemanas Overhead pabrik lainnya = Biaya Manufaktur + Beban Pemasaran + Beban Administratif = Beban Komersial Termasuk: Termasuk: Gaji tenaga penjualaan Gaji bagian administratif Komisi tenga penjualaan Sewa Pajak penghasilan pemberi Beban Penyusutan Kerja Pajak Properti Periklanan Beban audit Sampel Beban Representasi Beban perjalanan dinas Sewa Beban penyusutan Pajak Properti Telpon = Total Biaya Operasional 12 2.2 Metode Pengumpulan Biaya Mulyadi (2009:29) mengungkapkan bahwa perusahaan manufaktur dan perusahaan jasa memerlukan perhitungan biaya produk/jasa yang dihasilkan dari proses produksi dan penyerahan produk/jasa tersebut. Terdapat tiga macam metode yang digunakan untuk mengumpulkan biaya produk/jasa dalam perusahaan manufaktur dan jasa, yakni: 1. Job order costing method Adalah metode pengumpulan biaya produk/jasa yang memperlakukan setiap pesanan sebagai suatu unit keluaran yang unik dan membebankan activity costs ke setiap pesanan yang bersangkutan mengkonsumsi aktivitas. Job order cost method cocok digunakan dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan yang unik dari customer. Oleh karena setiap pesanan yang diterima dari customer adalah unik, maka diperlukan perhitungan biaya untuk setiap pesanan tersebut. 2. Process costing method Adalah metode pengumpulan biaya produk/jasa yang memperlakukan sama semua produk/jasa yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu, dan membebankan activity costs ke seluruh produk/jasa yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu. Process costing method cocok digunakan untuk perusahaan yang memproduksi produk/jasa secara massa. Oleh karena produk/jasa yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu tidak dapat dibedakan satu dengan lainnya, perhitungan biaya produk/jasa unit dilakukan dengan cara menjumlah total activity cost yang dikeluarkan atau terjadi dalam satu periode dibagi dengan jumlah unit produk/jasa yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan. 3. Operating costing method Merupakan kombinasi antara process costing method dan job order costing method. Sering kali bahan baku dalam perusahaan manufaktur diproses melalui produksi masa dan kemudian diproses lebih lanjut menurut pesanan pelanggan. Perusahaan dalam keadaan demikian menggunakan process costing method untuk mengumpulkan biaya pengolahan bahan baku tersebut, kemudian 13 menggunakan job order costing untuk mengumpulkan biaya pengolahan lebih lanjut sesuai dengan pesanan dari pelanggan. 2.3 Pengertian Harga Pokok Produksi Mengacu pada pendapat Hongren et al (2005:46) Harga pokok produksi menunjukkan biaya barang yang sampai diselesaikan, apakah dimulai sebelum atau selama periode akuntansi berjalan. Sedangkan menurut, Samryn (2012:31) Harga pokok produk meliputi semua biaya yang terjadi dalam rangka pembelian atau pembuatan produk. Harga pokok produksi berbeda dengan biaya periodik karena sekalipun biayanya terjadi atau sumber dayanya dikonsumsi dalam periode berjalan, tetapi pembebanannya ke dalam laporan laba rugi baru dapat dilakukan setelah produk yang mengonsumsi biaya tersebut laku terjual, atau dikonsumsi untuk tujuan lain. Harga pokok produksi (Cost of good manufactured) adalah total produksi biaya barang-barang yang telah selesai dikerjakan dan ditransfer ke dalam Persediaan Barang Jadi selama sebuah periode. Jumlah ini sama dengan biaya dan pembeliaan bersih pada jadwal harga produk penjualan untuk peritel Raiborn,Kinney (2011:86). Armanto (2012:16) mendefinisikan, “Harga pokok adalah sejumlah aktiva, tetapi apabila selama tahun berjalan aktiva tersebut dimanfaatkan untuk membantu memperoleh penghasilan”. 2.3.1 Pengaruh Penentuan Harga Pokok Produksi Penetapan harga pokok menjadi sangat sensitif dan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dengan baik-baik, hal tersebut dikarenakan penetapan harga pokok produksi berpengaruh terhadap beberapa hal seperti: 1. Persaingan Pasar Harga pokok produksi sangat berpengaruh terhadap persaingan pasar, terutama disaat sekarang ini dimana persaingan sangat ketat. Maka dari itu dengan pihak perusahaan dapat menekan harga pokok produksi, maka dapat menjual barang dengan harga yang relatif lebih rendah sehingga dapat bersaing dengan pesaing lainnya dalam hal harga. 14 2. Tingkat Keuntungan Harga pokok produksi merupakan unsur penting dalam penentuan harga jual suatu produk akan terlalu tinggi dan menghasilkan tingkat keuntungan yang kecil juga. Karena tentunya perusahaan tidak dapat menetapkan harga terlalu tinggi juga, namun harus memperhatikan harga produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing. Sehingga tingkat keuntungan yang dapat diakui oleh entitas relatif kecil. 2.3.2 Perhitungan Harga Pokok Prodiksi Perhitungan harga pokok produksi menurut Islahuzzaman (2011:27) dapat pula dilakukan dengan berbagai metode sebagai berikut: 1. Full Costing 2. Variable Costing 3. Activity-Based Costing Penjelasan sebagai berikut: 1. Full Costing Biaya penuh (full costs) dengan pendekatan full costing merupakan full production costs untuk memproduksi suatu produk dengan pendekatan full costing, biaya administrasi dan umum, dan total biaya pemasaran. Sedangkan full production costs dengan pendekatan full costing merupakan total biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead Pabrik. 2. Variable Costing Biaya Penuh (full costs) dengan pendekatan variable costing merupakan jumlah variable costing merupakan jumlah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, ditambah biaya overhead pabrik variabel. Sedangkan fixed costs merupakan jumlah overhead pabrik tetap, biaya administrasi & umum tetap, ditambah biaya pemasaran. Biaya adalah sumberdaya moneter (misalnya, rupiah) yang dikorbankan untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan tertentu. Sumberdaya moneter yang harus dibayarkan atas barang atau jasa yang diperoleh. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan jumlah 15 kegiatan (volume) atau unit produksi atau jumlah unit penjualaan yang berkaitan dengan biaya tersebut. Tabel 2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Full Costing 1. Biaya Produksi Variable Costing Activity Based Costing Biaya Variabel Unit-level Acctivity 2. Biaya Batch-level Activity Administrasi dan Product-sustaining Umum Activity 3. Biaya Pemasaran Biaya Tetap Facility-sustaining Activity(Aktivitas untuk mendukung fasilitas) Sumber : Izlahuzzaman (2011:31) 2.4 Metode Tradisional Dalam sistem biaya tradisional, menurut Bustami dan Nurlela (2009:23) dimana biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik baik bersifat variabel maupun tetap, menjadi biaya produk. Sistem biaya tradisional mengasumsikan produk-produk dan volume produksi yang terkait merupakan penyebab timbulnya biaya,dengan kata lain sistem biaya tradisional membuat produk individual menjadi fokus dari sistem biaya. Sistem akuntansi biaya tradisional mengklasifikasikan biaya atas biaya langsung dan biaya tidak langsung, untuk pembebanan biaya menggunakan ukuran volume produksi, jam kerja langsung atau jam mesin. Sedangkan untuk pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk, dilakukan sistem pembebanan dua tahap. Tahap pertama, estimasi biaya overhead pabrik dalam pusat biaya (cost centre) atau departemen, baik departemen produksi maupun departemen jasa, kemudian biaya dalam pusat biaya atau departemen jasa dialokasikan ke departemen produksi dengan menggunakan metode alokasi bertahap tidak timbal balik, atau metode alokasi kontinyu, dengan pengukuran dan dasar alokasi tertentu. Tahap kedua, biaya departemen jasa yang telah dialokasikan ke departemen produksi, kemudian ditentukan pemicu biaya yang tepat untuk tiap-tiap 16 departemen produksi, umumnya pada metode ini menggunakan unit related, seperti: jumlah unit yang diproduksi, jam kerja langsung, atau jam mesin. Dengan sistem pembebanan biaya yang selama ini dilakukan pada akuntansi biaya tradisional menimbulkan adanya distorsi biaya, initerlihatpadapenggunaan unit related, padahal pada kenyataannya ada aktivitas yang dikendalikan oleh batch related dan products sustaining related, seperti setup dan inspeksi. Penyebab distorsi lainnya adalah, adanya perbedaan rasio konsumsi atau jasa yang diberikan oleh departemen jasa untuk setiap macam produk yang dihasilkan. Sistem biaya tradisional memang memperhatikan biaya total perusahaan, tetapi mengabaikan “below the line expenses”, seperti biaya penjualaan, biaya distribusi, biaya riset dan pengembangan, serta biaya administrasi. Biasanya biaya-biaya ini tidak dibebankan kepasar, pelanggan, saluran distribusi, atau bahkan produk yang berbeda. Banyak manajer yang percaya bahwa biaya-biaya ini bersifatt etap. Karena itu, biaya-biaya “below the line” ini diperlakukan sama dengan mendistribusikannya ke pelanggan. Rudianto (2013:159). 2.4.1 Mekanisme Penghitungan Metode Tradisional Penghitungan biaya produk berdasarkan fungsi (metode tradisional) membebankan biaya dari bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung ke produk dengan menggunakan penelusuran langsung. Biaya Overhead, di lain pihak, dibebankan dengan menggunakan penelusuran penggerak dan alokasi. Secara spesifik, perhitungan biaya tradisional menggunakan penggerak aktivitas tingkat unit untuk membebankan biaya overhead ke produk. Tarif perkiraan overhead berdasarkan fungsi membutuhkan spesifikasi dari penggerak tingkat unit, yaitu suatu perkiraan dari kapasitas yang diukur oleh penggerak, dan perkiraan dari overhead yang diharapkan. Contoh-contoh dari penggerak tingkat unit yang pada umumnya digunakan untuk membebankan overhead meliputi: a. Unit yang diproduksi b. Jam tenaga kerja langsung c. Biaya tenaga kerja langsung d. Jam mesin e. Biaya bahan baku langsung Pembebananoverhead padametodekonvensionaldapatdilakukandengan 17 dua cara yaitu: 1. Tarif Keseluruhan Pabrik Perhitungan ini terdiri dari dua tahap. Pertama, biaya overhead yang dianggarkan akan diakumulasi menjadi satu kesatuan untuk keseluruhan pabrik (pembebanan biaya tahap pertama). Biaya overhead dibebankan secara langsung ke kesatuan biaya tersebut dengan menambahkan seluruh biaya overhead yang diperkirakan muncul dalam satu tahun. Terakhir, biaya overhead dibebankan ke produk, melalui cara mengkalikan tarif tersebut dengan jumlah total jam tenaga kerja langsung aktual yang digunakan masing-masing produk. 2. Tarif Departemental Pada tahap pertama, biaya overhead keseluruhan pabrik dibagi dan dibebankan ke tiap departemen produksi, dan membentuk kesatuan biaya overhead departemen. Ketika biaya dibebankan ke departemen produksi, penggerak berdasarkan unit seperti jam tenaga kerja langsung (untuk departemen yang memakai banyak tenaga kerja) dan jam mesin (untuk departemen yang memakai jam mesin) , digunakan untuk menghitung tarif departemen. Produk yang diproses oleh berbagai departemen diasumsikan menkonsumsi sumber daya overhead sesuai proporsi penggerak berdasarkan unit departemen (seperti jam mesin atau jam tenaga kerja langsung yang digunakan). Selanjutnya, pada tahap dua, overhead dibebankan ke produk dengan mengkalikan tarif departemen dengan jumlah penggerak yang digunakan dalam departemen terkait. Total overhead yang dibebankan ke produk secara sederhana adalah jumlah dari banyaknya overhead yang dibebankan dalam setiap departemen. 2.4.2 KelemahanMetodeTradisional Rudianto (2013:159) Dengan berkembangnya dunia tekhnologi, system biaya tradisional mulai dirasakan tidak mampu menghasilkan biaya produk yang akurat lagi. Hal ini karena lingkungan global menimbulkan banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab sistem akuntansi biaya tradisional, antara lain: 1. Sistem akuntansi biaya tradisional terlalu menekankan pada tujuan penentuan harga pokok yang dijual. Akibatnya, sistem ini hanya menyediakan informasi 18 yang relatif sangat sedikit untuk mencapai keunggulan dalam persaingan global. 2. Berkaitan dengan biaya overhead, system akuntansi biaya tradisional terlalu memusatkan pada distribusi dan alokasi biaya overhead ketimbang berusaha keras mengurangi pemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak berniai tambah. 3. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya karena sering kali beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh factor tunggal, seperti volume produk atau jam kerja langsung. 4. Sistem akuntansi biaya tradisional sering kali menghasilkan informasi biaya yang terdistorsi sehingga mengakibatkan pembuatan keputusan yang justru menimbulkan konflik dengan keunggulan perusahaan, 5. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan suatu perusahaan ke dalam pusat–pusat pertanggung jawaban yang kaku dan terlalu menekankan kinerja jangka pendek. 6. Sistem biaya akuntansi tradisional memusatkan perhatian pada perhitungan selisih biaya pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu perusahaan dengan menggunakan standar tertentu. 7. Sistem akuntansi biaya tradisional kurang menekankan pentingnya daur hidup produk. Hal ini dibuktikan dengan perlakuan akuntansi biaya tradisional terhadap biaya aktivitas perekayasaan serta penelitian dan pengembangan. Biaya-biaya tersebut diperlakukan sebagai biaya periode sehingga menyebabkan terjadinya distorsi harga pokok daur hidup produk. 8. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung dan tidak langsung serta biaya tetap dan biaya variabel hanya berdasarkan faktor penyebab tunggal, yaitu volume produk. Padahal dalam lingkungan tekhnologi maju, metode penggolongan tersebut menjadi kabur karena biaya di pengaruhi oleh berbagai aktivitas. 9. Sistem akuntansi tradisional tidak banyak memerlukan alat-alat dan tekhniktekhnik yang canggih dalam sistem informasi dibandingkan pada lingkungan tekhnologi maju. 19 2.5 Metode Activity Based Costing (ABC) 2.5.1 Definisi Activity Based Costing Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity-based costing-ABC) didefinisikan oleh Carter yang diterjemahkan oleh Krista (2009:528) yakni sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang mencakup satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume (non-volume-related factor). Activity Based Costing (ABC), suatu prosedur yang menghitung biaya objek seperti produk, jasa, dan pelanggan.Ahmad(2013:13). Sementara, menurut Rudianto (2013:160) mendefinisikan Activity Based Costing (ABC) adalah pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya oleh aktivitas. Dasar pemikiran pendekatan penentuan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan dilakukan oleh aktivitas, dan aktivitas yang dibutuhkan tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Menurut, Korpunen, Heikki, etal (2012) mendefinisikan ABC (Activity Based Costing) sebagai berikut “Activity Based Costing was defined Production processes were identified and their cost structures were analyzed in detail. Resources, activities, and cost driverswere defined for each process”. Baker, Judith (2011) mendefinisikan ABC (Activity Based Costing)“ABC is a methodology that measures the cost and performance of activities, resources, and cost objects.Resources are assigned to activities, and then activities are assigned to cost objects based on their use. ABC recognizes the causal relationships of cost drivers to activities. ABC collects financial, strategic, and operating performance information by tracing significant activities to product or service costs” Ahmad Dunia dan Abdullah (2012:330) ABC (activity based costing)suatu sistem pendekatan perhitungan biaya yang dilakukan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada di perusahaan. Menurut Armanto Witjaksono (2012:236) ABC didefinisikan sebagai suatu metode pengukuran biaya produk atau jasa yang didasarkan atas 20 penjumlahan biaya (cost accumulation) dari pada kegiatan atau aktivitas yang timbul berkaitan dengan produksi atau jasa tersebut. Amin Widjaja (2013:435) mendefinisikan Activity Based Costing (ABC) adalah cossting system yang menjadikan aktivitas individu sebagai dasar cost object-nya. Metode ini mengkalkulasikan biaya dari setiap aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi suatu produk atau jasa dan meng-assignnya kepada cost object (baik produk atau jasa). Bustami dan Nurlela (2013:25) Activity Based Costing (ABC) adalah metode membebankan biaya aktivitas-aktivitas berdasarkan besarnya pemakaian sumber daya, dan membebankan biaya pada objek biaya, seperti produk atau pelanggan, berdasarkan besarnya pemakaian aktivitas, serta untuk mengukur biaya dan kinerja dari aktivitas yang terkait dengan proses dan objek lainnya. Garrison (2011:440) mendefinisikan Activity Based Costing (ABC) adalah metode perhitungan biaya (costing)yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap. Objek Biaya, misal: Produk dan Pelanggan Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Biaya Gambar 2.1 Model Activity Based Costing 21 2.5.2Unsur-Unsur dalam ABC (Activity Based Costing) Menurut Islahuzzaman (2011:42) dalam Activity Based Costing, mengandung beberapa aktivitas, activity centre, sumber daya, obyek biaya, activity cost pool, elemen biaya (cost element), dan cost driver, yang dimana mempunyai makna sebagai berikut: 1. Aktivitas, adalah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi. Tindakan, gerakan atau rangkaian pekerjaan. Kumpulan tindakan yang dilakukan dalam organisasi yang berguna untuk tujuan penentuan biaya berdasarkan aktivitas. Contohnya pemindahan bahan merupakan aktivitas pergudangan. 2. Activity Center, biasanya aktivitas yang berkaitan disertakan dalam suatu pusat aktivitas (activity centre), yang melaporkan informasi yang berkaitan dengan aktivitas dalam suatu fungsi atau proses. 3. Sumber Daya, merupakan unsur ekonomis yang dibebankan atau digunakan untuk melakukan aktivitas. Contoh: Gaji dan bahan baku, sumber daya yang digunakan, SDM, tekhnologi, modal. 4. Obyek Biaya, bentuk akhir di mana pengukuran biaya diperlukan. Contohnya: pelanggan, produk, jasa, kontrak, proyek, atau unit kerja lainnya dimana manajemen menginginkan pengukuran biaya secara terpisah. 5. Activity cost pool merupakan pengelompokan dari semua elemen biaya yang berkaitan dengan suatu aktivitas. 6. Elemen biaya (Cost element), merupakan jumlah yang dibayarkan untuk sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dan terkandung di dalam cost pool. Cost pool untuk hal-hal yang berkaitan dengan mesin mungkin mengandung elemen biaya untuk tenaga, elemen biaya tekhnik dan elemen biaya depresiasi. Contohnya: biaya tenaga listrik, biaya perekayasaan, dan penyusutan dapat merupakan elemen biaya dalam activity cost pool untuk suatu aktivitas mesin. 7. Cost driver, adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas. Cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya. 22 2.5.3 Tingkatan Biaya dan Pemicu dalam metode ABC Dalam ABC, dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead disebut sebagai penggerak atau pemicu (driver). Pemicu sumber daya (resource driver) adalah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya dari suatu sumber daya ke berbagai aktivitas berbeda yang menggunakan sumber daya tersebut. Pemicu aktivitas (activity driver) adalah suatu dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya dari suatu aktivitas ke produk, pelanggan, atau objek biaya final (final cost object) lainnya. Tingkatan Biaya ini menurut Carter dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Krista (2009:529), yakni: 1. Tingkat Unit. Biaya tingkat unit (unit-level cost) adalah biaya yang pasti akan meningkat ketika satu unit diproduksi. Biaya ini adalah satu-satunya biaya yang selalu dapat dengan akurat dibebankan secara proporsional terhadap volume. Contoh-contoh dari biaya tingkat unit mencakup biaya listrik, jika mesin-mesin bertenaga listrik digunakan untuk memproduksi setiap unit, biaya pemanasan jika setiap unit mengalami proses pemanasan, dan biaya petugas inspeksi jika setiap unit memerlukan inspeksi. Pemicu tingkat unit (unit-level driver) merupakan ukuran aktivitas yang bervariasi dengan jumlah unit yang diproduksi dan dijual. 2. Tingkat Batch. Tingkatan agregasi yang lebih tinggi berikutnya adalah batch. Biaya tingkat batch (batch-level cost) adalah biaya yang disebabkan oleh jumlah batch yang diproduksi dan dijual. Contoh dari biaya tingkat batch mencakup biaya persiapan dan sebagian besar dari biaya penanganan bahan baku. Pemicu tingkat batch (batch-level driver) adalah ukuran aktivitas yang bervariasi dengan jumlah batch yang diproduksi dan dijual. Contoh dari pemicu tingkat batch adalah persiapan, jam persiapan, pesanan produksi, dan permintaan bahan baku. 3. Tingkat produk. Tingkatan berikutnya di atas batch adalah produk. Biaya tingkat produk (product-level cost) adalah biaya yang terjadi untuk mendukung sejumlah produk berbeda yang dihasilkan. Biaya tersebut tidak harus dipengaruhi oleh produksi dan penjualaan dari satu batch atau satu unit lebih banyak. Pemicu tingkat produk (product-level driver) adalah ukuran aktivitas yang bervariasi dengan jenis produk yang diproduksi dan dijual. 4. Tingkat Pabrik. Beberapa tingkatan biaya dan pemicu dapat terjadi di atas tingkatan produk. Hal ini mencakup tingkat lini produk, tingkat proses, 23 tingkat departemen, dan tingkat pabrik. Biaya tingkat pabrik (plant-level cost) adalah biaya untuk memelihara kapasitas di lokasi produksi. Luas lantai yang ditempati sering kali disebut dengan pemicu tingkat pabrik (plant-level driver) untuk membebankan biaya tingkat pabrik. 2.5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi ABC Ada tujuh faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi ABC, yakni: 1. Dukungan manajemen puncak 2. Menghubungkannya dengan strategi kompetitif, menekankan pada kualitas dan kecepatan. 3. Menghubungkannya dengan evaluasi kinerja dan kompensasi. 4. Pelatihan 5. Pemilihan non-akuntansi (keyakinan oleh orang-orang nonakuntan bahwa sistem ABC dapat dipraktikkan pada seluruh perusahaan, tidak hanya untuk akuntansi). 6. Sumber daya yang cukup 7. Konsensus dan kejelasan tujuan ABC 2.6 Perbandingan antara Activity Based Costing dan Sistem Perhitungan Biaya Tradisional Tanpa memedulikan jumlah departemen, tempat penampungan biaya overhead, maupun dasar alokasi berbeda yang digunakan, sistem perhitunga biaya tradisional ditandai oleh penggunaan yang eksklusif dari ukuran yang berkaitan dengan volume atau ukuran tingkat unit sebagai dasar untuk mengalokasikan overhead ke output. Oleh karena itu, sistem tradisional juga disebut dengan sistem berbasis unit (unit-based system). Menurut Carter yang diterjemahkan oleh Krista (2009:532) Sistem ABC mengharuskan penggunaan tempat penampungan overhead lebih dari satu, tetapi tidak setiap sistem dengan tempat penampungan biaya lebih dari satu merupakan sistem ABC. Perbedaan lain antara sistem tradisional dan sistem ABC. Jumlah tempat penampungan biaya overhead dan dasar alokasi cenderung lebih banyak di sistem ABC, tetapi hal ini sebagian besar disebabkan karena banyak sistem tradisional 24 menggunakan satu tempat penampungan biaya atau satu dasar alokasi untuk semua tempat penampungan biaya. Perbedaan umum antara sistem ABC dan sistem tradisional adalah homogenitas dari biaya dalam satu tempat penampungan biaya. ABC mengharuskan perhitungan tempat penampungan biaya dari suatu aktivitas, maupun identifikasi atas suatu pemicu aktivitas untuk setiap aktivitas yang signifikan dan mahal. Perbedaan lain antara sistem ABC dengan sistem tradisional adalah bahwa semua sistem ABC merupakan sistem perhitungan biaya dua tahap, sementara sistem tradisional bisa merupakan sistem perhitungan satu atau dua tahap. Menurut Castro dan Lyndon (2004) “for those unfamiliar with ABC, a key advantage of the approach is that it provides a direct way to assign costs according to the resources consumed. Traditionally, costs are applied by using global, indirect measures (whether across work centers or the entire manufacturing base). For example, an indirect method of allocating overhead expenses to a product may be to divide total overhead expenses by the number of labor hours for the same period, then apply the amount by the number of labor hours used to produce the given product”. Berikut merupaka tabel perbedaan Metode Tradisional, dan Activity Based Costing : Tabel 2.2 Perbedaan Metode Tradisional dan Metode Activity Based Costing Perbedaan Metode Tradisional Activity Based Costing Tujuan Inventory Evaluation Product Costing Lingkup Tahap Produksi Tahap Desain Tahap Produksi Tahap Dukungan Logistik Fokus Biaya Bahan Baku Biaya Overhead Pabrik Biaya TKL Periode Tekhnologi Periode Akuntansi Informasi Manual yang digunakan Sumber : Islahuzzaman (2011:31) Daur Hidup Produk Komputerisasi Komunikasi 25 2.7 Manfaat Activity Based Costing Para manajemen puncak akan setuju untuk menerapkan suatu sistem yang baru di lingkungan organisasi mereka, jika mereka percaya bahwa mereka akan memperoleh manfaat yang lebih, jika dibandingkan dengan sistem yang lama. Hal ini diungkapkan oleh Bustami dan Nurlela (2012: 29). Manfaat yang diperoleh dalam penerapan Activity Based Costing (ABC), antara lain: 1. Memberi kemudahan dalam pengambilan keputusan. Karena ABC menyediakan informasi biaya yang berhubungan dengan berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk atau jasa layanan, bagi manajemen akan memperoleh kemudahan dalam mendapat informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan yang akan diambil dalam aktivitas perusahaan secara menyeluruh. 2. Memperbaiki kualitas pengambilan keputusan. Para manajemen puncak yang telah menerapkan Activity Based Costing (ABC), percaya bahwa semakin akurat perhitungan biaya atau jasa layanan yang digunakan Activity Based Costing(ABC), akan mengurangi kemungkinan kesalahan dalam pengambilan keputusan. 3. Memungkinkan manajamen melakukan perbaikan secara terus menerus. Banyak perusahaan berusaha untuk mengurangi biaya, guna menawarkan produk atau jasa layanan beraneka yang diinginkan oleh pelanggan. Tetapi untuk menghasilkan produk atau jasa layanan yang beraneka akan meningkatkan biaya. Dengan menggunakan Activity Based Costing(ABC), biaya yang dikeluarkan akan terlihat dengan jelas pada setiap aktivitas, dimana biaya yang tidak mempunyai nilai tambah bagi pelanggan akan di eliminasi lebih cepat. 4. ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang menuju pada pengukuran kemampuan peroleh laba atas produk yang lebih akurat dan keputusan-keputusan strategis yang diinformasikan dengan lebih baik mengenai harga jual, lini produk, pasar pelanggan, dan pengeluaran modal. Islahuzzaman (2011:50) 5. Activity Based Costing bermanfaat untuk menetapkan harga pokok produk yang akurat guna menetapkan harga jual produk yang tepat (Sutanto 2012) 6. Activity Based Costing bermanfaat untuk memperoleh keunggulan bersaing, karena dengan adanya keunggulan bersaing perusahaan dapat meningkatkan 26 kinerja perusahaan. Activity based costing berpengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing. 2.8 Kelemahan Activity Based Costing (ABC) Bustami dan Nurlela (2012:29), Mengimplementasikan Activity Based Costing (ABC) bagi perusahaan akan menghadapi berbagai kendala,seperti: 1. Penerapan Activity Based Costing lebih mahal. Dibandingkan dengan sistem biaya tradisional, hanya membebankan biaya cukup satu pemicu biaya, seperti jam kerja langsung. Dalam ABC membutuhkan berbagai ukuran aktivitas yang harus dikumpulkan, diperiksa, dan dimasukkan ke dalam sistem, mungkin kurang sebanding dengan tingkat keakuratan yang didapat, yang mengakibatkan biaya yang tinggi. 2. Sulitnya merubah pola kebiasaan manajer. Merubah pola kebiasaan manajer membutuhkan waktu penyesuaian, karenapara manajer sudah terbiasa menggunakan sistem biaya tradisional dalam operasinya dan juga digunakan sebagai evaluasi kinerja, maka dengan perubahan pola ini kadangkala mendapat perlawanan dari para karyawan. Kalau hal ini terjadi maka penerapan Activity Based Costing (ABC) akan mengami kegagalan. Sementara, menurut Islahuzzaman (2011:51) keterbatasan ABC, sebagai berikut: 1. Pengalokasian. Sekalipun data aktivitas tersedia, banyak biaya-biaya mungkin perlu alokasikan ke dan produk-produk yang didasarkan atas ukuran volume berubah-berubah karena secara praktis tidak dapat ditemukan suatu aktivitas khusus yang menyebabkan timbulnya biaya-biaya tidak menjadi mudah. 2. Biaya-biaya yang diabaikan (Ommision of costs). Banyak biaya produkproduk khusus yang dihilangkan dari analisis. Aktivitas-aktivitas tersebut menyebabkan biaya-biaya seperti pemasaran, periklanan, riset dan pengembangan, teknik produk dan klaim jaminan. 2.9 Tahapan Penerapan Activity Based Costing (ABC) 1. Mengidentifikasi dan mendefinisikan Aktivitas dan Pul Aktivitas. Langkah utama yang pertama dalam menerapkan sistem ABC adalah mengidentifikasikan aktivtas yang akan menjadi dasar sistem tersebut. Langkah ini mungkin sulit, memakan waktu,dan pertimbangan. Prosedur 27 umum untuk melakukannya adalah melakukan wawancara terhadap semua orang yang terlibat, atau setidaknya semua supervisor dan manajer dalam departemen yang menimbulkan overhead dan meminta mereka untuk menggambarkan aktivitas utama yang mereka lakukan. Biasanya, akan diperoleh catatan aktivitas yang sangat panjang. 2. Membebankan Biaya ke Pul Biaya Aktivitas. sebagian besar biaya overhead diklasifikasikan dalam sistem akuntansi dasar perusahaan berdasarkan departemen di mana biaya tersebut terjadi. Sebagai contoh, gaji, perlengkapan, sewa, dan sebagainya yang terjadi di departemen pemasaran akan dibebankan pada departemen tersebut. Dalam beberapa kasus, beberapa atau semua biaya ini dapat ditelusuri secara langsung ke salah satu pul biaya aktivitas dalam sistem ABC. 3. Menghitung Tarif Aktivitas. Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk pembebanan biaya overhead ke produk dan pelanggan. Total aktivitas sesungguhnya yang diperlukan untuk memproduksi bauran produk dan untuk melayani pelanggannya pada saat ini. Rumus untuk menghitung tarif aktivitas, yakni: Tarif Aktivitas = 4. Membebankan Biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas. Langkah dalam penerapan ABC selanjutnya disebut alokasi tahap kedua. Dalam alokasi tahap kedua, tarif aktivitas digunakan membebankan biaya produk dan pelanggan. Berikut ini merupakan rumus untuk menghitung tarif pembebanan unit cost. Pembebanan = Pool rate × jumlah aktivitas yang dikonsumsi 5. Menyiapkan Laporan Manajamen. Langkah ini dilakukan untuk memudahkan manajamen dalam melakukan pengambilan keputusan. profitabilitas, sehingga Analisis manajamen menguntungkan dan merugikan. ini dilakukan dapat dengan mengetahui analisisis produk yang 28 2.10 KerangkaPemikiran Direct Material Tradisional Direct Labor Overhead Activity Based Costing Aktivitas Pul Aktivitas Penggerak Biaya (Cost Driver) Penentuan Tarif Aktivitas Alokasi Biaya Overhead ke Produk Penenetuan Tarif Aktivitas Harga Produk Laba yang diharapkan Perbandingan Harga Jual Gambar 2.2 Kerangka Penelitian 29 2.11 PenelitianTerdahulu Perbandingan harga pokok produksi antara metode tradisional dan metode Activity-Based Costing telah diteliti oleh Sandy Wijaya (2011). Penelitian yang beliau lakukan, yakni penelitian terhadap produk helm. Terdapat lima jenis helm yang berbeda terhadap objek penelitiannya. Untuk penghitungan metode tradisional, dapat diketahui biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsungdan biaya overhead. Penerapan metode activity based costingdimulai dengan menentukan aktivitas perusahaan, penentuan pul aktivitas, penentuan penggerak biaya, penghitungan tarif aktivitas, pengalokasian biaya overhead ke produk. Pada penelitian tersebut, perusahaan tidak tepat untuk menggunakan metode activity based costing. Hal ini disebabkan karena, perusahaan tersebut memiliki proporsi biaya overhead yang tidak tepat. Lebih banyak proporsi terdapat pada bahan baku material dan tenaga kerja. Perhitungan harga pokok produksi yang akurat menjadi pokok pembahasan dalam penulisan skripsi yang disusun oleh Ria Indriani (2009). Objek penelitian ini adalah perusahaan roti yang memproduksi beberapa jenis roti dan yang menjadi objek penelitian yakni roti RCB, roti MP Coklat. Pada penelitian ini menghasilkan bahwa perusahaan roti ini mulai menerapkan metode Activity-Based Costing dalam perhitungan harga pokok produksinya, hal ini disebabkan karena perhitungan menggunakan metode tradisional dapat menyebabkan terjadinya distorsi pada harga pokok produksi. Penerapan perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode tradisional dan metode Activity-Based Costing yang di teliti oleh Astri Andyani (2009) pada PT Kapasindo Prima, perusahaan ini memproduksi berbagai jenis kaos kaki. Yang menjadi objek penelitian ini adalah kaos kaki bayi polos dan kaos kaki anak. Perusahaan ini cenderung lebih cocok dalam penghitungan harga pokok produksinya dengan menerapkan metode Activity-Based Costing. Dalam perhitungannya lebih terperinci dibandingkan dengan metode Tradisional. 30