BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG General anestesi adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari: hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot. General anestesi merupakan tehnik yang paling banyak dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. Selain itu general anastesi juga dipakai untuk mempermudah tindakan diagnostik misalnya, pembuatan foto CT scan otak, arteriografi, atau MRI pada penderita yang gelisah, bayi atau anak-anak. General anastesi juga dipakai untuk detoksifikasi cepat penderita kecanduan narkotik. Tehnik ini menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Trias anestesia terdiri dari analgesia, hipnotik dan relaksasi. Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi. Induksi anestesi merupakan peralihan dari keadaan sadar dengan reflek perlindungan masih utuh sampai dengan hilangnya kesadaran (ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata) akibat pemberian obat–obat anestesi. 1 Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anastesi umum diperlukan teknik intubasi, baik intubasi endotrakeal maupun nasotrakeal. Intubasi adalah suatu teknik memasukkan suatu alat berupa pipa kedalam saluran pernapasan bagian atas. Tujuan dilakukannya intubasi untuk mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinya aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada refleks batuk ataupun kondisi lambung penuh, sarana gas anestesi menuju langsung ke trakea, membersihkan saluran trakeobronkial. 1 Pipa endotrakeal digunakan untuk menghantarkan gas anestesi langsung ke trakea dan memfasilitasi ventilasi dan oksigenasi. Pipa endotrakeal terbuat dari plastik Polyvinyl Chlorida yang merupakan cetakan dari bentukan jalan nafas. 1 Bahan dari ETT harus bersifat radioopaq untuk mengetahui posisi ujung distal ke karina dan transparan agar dapat dilihat sekresi atau aliran udara yang dibuktikan oleh adanya pengembungan uap air pada lumen pipa selama ekshalasi. Pipa Murphy memiliki lubang (Murphy eye) untuk menurunkan resiko oklusi bagian bawah pipa yang berbatas langsung dengan carina atau trakea.2 B. BATASAN MASALAH Referat ini membahas general anastesi dengan menggunakan intubasi endotrakeal dan nasotrakeal. C. TUJUAN PENULISAN Untuk mengetahui general anastesi dengan menggunakan intubasi endotrakeal dan nasotrakeal. . D. MANFAAT PENULISAN Referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang general anastesi dengan menggunakan intubasi endotrakeal dan nasotrakeal. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. GENERAL ANASTESI Anastesi (pembiusan) berasa dari bahasa yunani. An- “tidak, tanpa” dan aesthesos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum bermakna suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anastesi umum (general anastesi) disebut juga dengan nama narkose umum (NU). Anastesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesdaran yang bersifat reversible. Komponen anestesi yang ideal terdiri dari: hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot. Metode anestesi general dilihat dari cara pemberian obat:1, 2 Parenteral Anestesi general yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intramuskuler biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk induksi anestesi. Perektal Anestesi general yang diberikan perektal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat. Perinhalasi Anestesi inhalasi adalah anestesi dengan menggunakan gas ataucairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui udara pernapasan. Teknik pemberian anestesi general: Napas spontan dengan face mask Napas spontan dengan pipa endotrakea Dengan pipa endotrakea dan napas kendali 1. Cara kerja obat anastesi Apabila obat anastesi inhalasi, dihirup bersama-sama udara inspirasi masuk kedalam saluran pernapasan, didalam alveoli paru akan 3 berdifusi masuk ke dalam sirkulasi darah. Demikian pula yang disuntikkan secara intramuskuler, obat tersebut akan diabsorbsi masuk ke dalam sirkulasi darah.2 Setelah masuk kedalam sirkulasi darah obat tersebut akan meyebar ke dalam jaringan. Dengan sendirinya jaringan yang kaya pembuluh darah seperti otak atau organ vital akan menerima obat lebih banyak dibandingkan jaringan yang pembuluh darahnya sedikit seperti tulang atau jaringan lemak. 2 Tergantung obatnya, didalam jaringan ssebagian akan mengalami metabolisme, ada yang terjadi di hepar, ginjal atau jaringan lain. Ekskresi bisa melalui ginjal, hepar, kulit, atau paru-paru. Ekskresi bisa dalam bentuk asli atau hasil metabolismnya. N2O diekskresikan dalam bentuk asli lewat paru. 2 Faktor yang mempengaruhi anastesi antara lain :3 a. Faktor respirasi (untuk obat inhalasi) Sesudah obat anastesi inhalasi sampai di alveoli, maka akan mencapai tekanan parsial tertentu, makin tinggi konsentrasi zat yang dihirup tekanan parsialnya makin tinggi. Perbedaan tekanan parsial zat anastesi dalam alveoli dan dalam darah menyebabkan terjadinya difusi. Bila tekanan dalam alveoli lebih tinggi maka difusi terjadi dari alveoli kedalam sirkulasi dan sebaliknya difusi terjadi dari sirkulasi kedalam alveoli bila tekanan aveoli lebih rendah (keadaan ini terjadi bila pemberian obat anastesi dihentikan). Makin tinggi perbedaan tekanan parsial makin cepat terjadinya difusi. Proses difusi akan terganggu bila terdapat penghalang antara alveoli dan sirkulasi darah misalnya pada edem paru dan fibrosis paru. Pada keadaan ventilasi alveolar meningkat misalnya pada nafas dalam maka obat inhalasi berdifusi lebih banyak dan sebaliknya, pada keadaan ventilasi yang menurun misalnya pada depresi respirasi atau obstruksi respirasi b. Faktor sirkulasi Aliran darah paru menentukkan pengangkutan gas anastesi dari paru kejaringan dan sebaliknya. Pada gangguan pembuluh 4 darah paru makin sedikit obat yang dapat diangkut demikian juga pada keadaan cardiac output yang menurun. Blood gas partition coefisien adalah risiko konsentrasi zat anastesi dalam darah dan dalam gas bila keduanya dalam keadaan keseimbangan. Bila kelarutan zat anastesi dalam darah tinggi maka obat yang berdifusi cepat larut dalam darah, sebaliknya obat yang kelarutannya lebih rendah, maka cepat terjadi kesimbangan antara alveoli dan sirkulasi darah, akibatnya penderita mudah tertidur waktu induksi dan mudah bangun waktu anastesi diakhiri. c. Faktor jaringan Yang menentukan antara lain : Perbedaan tekanan parsial obat anastesi didalam sirkulasi darah dan di dalam jaringan Kecepatan metabolisme obat Aliran darah dalam jaringan Tissue/Blood patition coefisien d. Faktor obat anastesi Tiap-tiap zat anastesi mempunyai potensi yang berbeda. Untuk mengukur potensi obat anastesi inhalasi dikenal adanya MAC (minimal alveolar concentration). MAC adalah konsentrasi obat anastesi inhalasi minimal apada 1 atm yang dapat mencegah gerakan otot skelet sebagai respon rangsang sakit supra maksimal pada 50% pasien atau dapat diartikan sebagai konsentrasi obat inhalasi dalam alveoli yang dapat mencegah respon terhadap insisi pembedahan pada 50% individu. Makin rendah MAC makin tinggi potensi obat anastesi tersebut. 2. Stadium Anastesi4 Kedalaman anastesi harus dimonitor terus menerus oleh pemberi anastesi, agar tidak terlalu dalam sehingga membahayakan jiwa penderita, tetapi cukup adekuat untuk melakukan operasi. Kedalaman anastesi dinilai berdasar tanda klinik yang didapat. Guedel membagai kedalaman anastesi menjadi 4 stadium dengan melihat pernafasan, gerkan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot. a. Stadium 1 5 Disebut juga stadium analgesia atau stadium disorientasi. Dimulai sejak diberikan anastesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini operasi kecil bisa dilakukan. b. Stadium 2 Disebut juga stadium derilium atau stadium eksitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. Dalam stadium ini penderita bisa meronta-ronta, pernafasan ireguler, pupil melebar, reflex cahaya positif, gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi, reflex fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah, kadang-kadang kencing atau defekasi. Stadium ini diakhiri dengan hilangnya reflex menelan dan kelopak mata dan selanjutnya nafas menjadi teratur. Stadium ini membahayakan penderita, karena itu harus segera diakhiri. Keadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan premedikasi yang adekuat, persiapan psikologi penderita dan induksi yang halus dan tepat. c. Stadium 3 Disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai paralisis otot nafas. Dibagi menjadi 4 plana : Plana I : Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata. Ditandainya dengan nafas teratur, nafas torakal sama dengan abdominal, gerakan bola mata berhenti, pupil mengecil, reflex cahaya (+), lakrimasi meningkat, reflex faring, muntah menghilang, tonus otot menurun. Plana II : Dari berhentinya gerkana bola mata sampai permulaan paralisa otot intrakostal. Ditandai dengan pernafasan teratur, volume tidal menurun dan frekuensi nafas meningkat, mulai terjadi depresi nafas torakal, bola mata berhenti, pupil mulai melebar, dan reflex cahaya menurun, reflex korneamenghilang dan tonus otot makin menurun. Plana III : Dari permulaan paralisis otot intercostal. Ditandai dengan pernafasan abdominal lebih dominan dari torakal karena terjadi paralisis otot intercostal, pupil makin melebar dan reflex cahaya menjadi hilang, lakrimasi negative, reflex laring dan peritoneal menghilang, tonus otot makin menurun 6 Plana IV : Dari paralisa semua otot intercostal sampai paralisis diafragma. Ditandai dengan paralisis otot intrakostal, pernafasan lambat, iregelur dan tidak adekuat, terjadi jerky karena terjadi paralisis diafragma. Tonus otot makin menurun sehingga terjadi flaccid, pupil melebar, reflex cahaya negative, reflex spincter ani negative. d. Stadium IV Dari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian. Juga disebut stadium over dosis atau stadium paralysis. Ditandai dengan hilangnya semua reflex, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure dan diikuti dengan circulatory failure. 3. Cara memberikan anastesi 3,4 a. Induksi Pemberian anastesi dimulai dengan Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan, tergantung lama operasinya, untuk operasi yang waktunya pendek mungkin cukup dengan induksi saja. Tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman anastesi perlu dipertahankan dengan memberikan obat terus-menerus dengan dosis tertentu, hal ini disebut maintenance atau pemeliharaan, setelah tindakan selesai pemberian obat anastesi dihentikan dan fungsi tubuh penderita dipulihkan, periode ini disebut pemulihan/recovery. Persiapan induksi STATICS : S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope T= Tubes. Pipa trakea. Usia >5 tahun dengan balon(cuffed) A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakanuntuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas T =Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut 7 I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan C =Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia S = Suction. Penyedot lendir dan ludah 1) Induksi Intravena Paling banyak digunakan, dilakukan dengan hati-hati, perlahanlahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Jenis Induksi intravena: - Tiopental (pentotal, tiopenton) (amp 500 mg atau 1000 mg) sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% ( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi. - Propofol (diprivan, recofol) Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya 8 boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 - tahun dan pada wanita hamil. Ketamin (ketalar) Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salvias diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg. Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml - = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg). Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit. 2) Induksi intramuskular Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur. 3) Induksi inhalasi - N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida). Berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik - lain seperti halotan. Halotan (fluotan) 9 Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring. Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah. - Enfluran (etran, aliran) Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan. - Isofluran (foran, aeran) Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak - digunakan pada pasien dengan gangguan koroner. Desfluran (suprane) Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi. - Sevofluran (ultane) Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. 4) Induksi perektal 10 Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam. b. Rumatan Anestesi (Maintainance) 3,4 Seperti pada induksi, pada fase pemeliharaan juga dapat dipakai obat inhalasi atau intravena. Obat intravena bisa diberikan secara intermitten atau continuous drip. Kadang-kadang dipakai gabungan obat inhalasi dan intravena agar dosis masing-masing obat dapat diperkecil. Untuk operasi-operasi tertentu diperlukan anastesi umum sampai tingkat kedalamannya mencapai trias anastesi, pada penderita yang tingkat analgesinya tidak cukup dan tidak mendapat pelemas otot, maka bila mendapat rangsang nyeri dapat timbul : - Gerakan lengan atau kaki - Penderita akan bersuara, suara tidak timbul pada pasien yang memakai - pipa endotrakeal Adanya lakrimasi Pernafasan tidak - broncospasme Tanda-tanda adanya adrenalin release, seperti denyut nadi bertambah - cepat, tekanan darah meningkat, berkeringat teratur, menahan nafas, stridor laryngeal, Keadaan ini dapat diatasi dengan mendalamkan anastesi. Pada operasi-operasi yang memerlukan relaksasi otot, bila relaksasinya kurang maka ahli bedah akan mengeluh karena tidak bisa bekerja dengan baik, untuk operasi yang membuka abdomen maka usus akan bergerak dan menyembul keluar, operasi yang memerlukan penarikan otot juga sukar dilakukan. Keadaan relaksasi bila terjadi pada anastesi yang dalam, sehingga bila kurang relaksasi salah satu usaha untuk membuat lebih relaksasi adalah dengan mendalamkan anastesi, yaitu dengan cara menambah dosis obat, bila hanya menggunakan satu macam obat, keadaan relaksasi dapat tercapai setelah dosis obat anastesi yang sedemikian tinggi, sehingga menimbulkan gangguan pada organ vital. Dengan demikian keadaan ini akan mengancam jiwa penderita. 11 Untuk mengatasi hal ini maka ada teknik tertentu agar tercapai trias anastesi pada kedalaman yang ringan, yaitu penderita dibuat tidur dengan obat hipnotik, analgesinya menggunakan analgetik kuat, relaksasinya menggunakan pelemas otot (muscle relaxant) teknik ini disebut balance anastesi. Pada balance anastesi karena menggunakan muscle relaxant, maka otot mengalami relaksasi, jadi tidak bisa berkontraksi atau mengalami kelumpuhan, termasuk otot respirasi, jadi penderita tidak dapat bernafas. Karena itu harus dilakukan nafas buatan (dipompa), karena itu balance anastesi juga disebut dengan teknik respirasi kendali atau control respiration. Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2. c. Pemulihan anastesi3,4 Pada akhir operasi, maka anastesi diakhiri dengan menghentikan pemberian obat anastesi, pada anastesi inhalasi bersamaan dengan penghentian obat anastesi aliran oksigenasi dinaikkan, hal ini disebut oksigenasi. Dengan oksigenasi maka oksigen akan mengisi tempat yang seblumnya ditempati oleh obat anastesi inhalasi di alveoli yang berangsur-angsur keluar mengikuti udara ekspirasi. Dengan demikian tekanan parsial obat anastesi di alveoli juga berangsur-angsur turun, sehingga lebih rendah dibandingkan dengan tekanan parsial obat anastesi inhalasi dalam darah, maka terjadilah difusi obat anastesi inhalasi dari dalam darah menuju ke alveoli, semakin tinggi perbedaan tekanan parsial tersebut kecepata difusi makin meningkat. Kesadaran 12 penderita juga berangsur-angsur pulih sesuai dengan turunnya kadar obat anastesi dalam darah. Bagi penderita yang mendapat anastesi intravena, maka kesadarannya berangsur pulih dengan turunnya kadar obat anastesi akibat metabolisme atau ekskresi setelah pemberiannya dihentikan. Selanjutnya pada penderita yang dianastesi dengan respirasi spontan tanpa menggunakan pipa endotrakeal maka tinggal menunggu sadarnya penderita, sedangkan bagi penderita yang menggunakan pipa endotrakeal maka perlu dilakukan ekstubasi (melepas pipa ET) ekstubasi bisa dilakukan pada waktu penderita masih teranastesi dalam dan dapat juga dilakukan setelah penderita sadar. Ekstubasi pada keadaan setengah sadar membahayakan penderita, karena dapat terjadi spasme jalan napas, batuk, muntah, gangguan kardiovaskuler, naiknya tekanan intra okuli dan naiknya tekanan intracranial. Ekstubasi pada waktu penderita masih teranastesi dalam mempunyai resiko tidak terjaganya jalan nafas dalam kurun waktu antara tidak sadar sampai sadar. Pada penderita yang mendapat balnce anastesi maka ekstubasi dilakukan setelah napas penderita adekuat. Untuk mempercepat pulihnya penderita dari pengaruh muscle relaxan maka dilakukan reserve, yaitu memberikan obat anti kolin esterase. Skor Pemulihan Pasca Anestesi Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR). Aldrete Score Nilai Warna Merah muda, 2 Pucat, 1 Sianosis, 0 Pernapasan 13 Dapat bernapas dalam dan batuk, 2 Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1 Apnoea atau obstruksi, 0 Sirkulasi Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2 Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1 Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0 Kesadaran Sadar, siaga dan orientasi, 2 Bangun namun cepat kembali tertidur, 1 Tidak berespons, 0 Aktivitas Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2 Dua ekstremitas dapat digerakkan,1 Tidak bergerak, 0 Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan B. INTUBASI 1. Pengertian Intubasi 5,6,7 Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh melalui mulut atau hidung. Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottidis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Intubasi nasotrakeal yaitu tindakan memasukan pipa nasal melalui nasal dan nasopharing ke dalam oropharing sebelum laryngoscopy. 2. Tujuan Intubasi Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trachea. Tujuan dilakukannya intubasi yaitu sebagai berikut : Mempermudah pemberian anesthesia. 14 Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernapasan. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada reflex batuk). Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama. Mengatasi obstruksi laring akut. 8 3. Indikasi dan kontraindikasi Intubasi Indikasi intubasi yaitu mengontrol jalan napas, menyediakan saluran udara yang bebas hambatan untuk ventilasi dalam jangka panjang, meminimalkan risiko aspirasi, menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi, ventilasi yang tidak adekuat, ventilasi dengan thoracoabdominal pada saat pembedahan, menjamin fleksibilitas posisi, memberikan jarak anestesi dari kepala, memungkinkan berbagai posisi (misalnya,tengkurap, duduk, lateral, kepala ke bawah), menjaga darah dan sekresi keluar dari trakea selama operasi saluran napas, Perawatan kritis : mempertahankan saluran napas yang adekuat, melindungi terhadap aspirasi paru, kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal. Kontraindikasi intubasi endotrakeal adalah : trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.9 Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan dengan pipa orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang digunakan pada intubasi nasotrakeal biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan jalan napas menjadi cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan napas serta risiko terjadinya sinusitis. Teknik ini bermanfaat apabila urgensi pengelolaan airway tidak memungkinkan foto servikal. 15 Intubasi nasotrakeal secara membuta (blind nasotrakeal intubation) memerlukan penderita yang masih bernafas spontan. Prosedur ini merupakan kontraindikasi untuk penderita yang apnea. Makin dalam penderita bernafas, makin mudah mengikuti aliran udara sampai ke dalam laring. Kontraindikasi lain dari pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis cranii, khususnya pada tulang ethmoid, epistaksis, polip nasal, koagulopati, dan trombolisis.9 Indikasi intubasi fiber optik yaitu kesulitan intubasi (riwayat sulit dilakukan intubasi, adanya bukti pemeriksaan fisik sulit untuk dilakukan intubasi), diduga adanya kelainan pada saluran napas atas, trakea stenosis dan kompresi, menghindari ekstensi leher (insufisiensi arteri vertebra, leher yang tidak stabil), resiko tinggi kerusakan gigi (gigi goyang atau gigi rapuh), dan intubasi pada keadaan sadar.9 4. Kesulitan Intubasi4,9 Sehubungan dengan manajemen saluran nafas, riwayat sebelum intubasi seperti riwayat anestesi, alergi obat, dan penyakit lain yang dapat menghalangi akses jalan napas. Pemeriksaan jalan napas melibatkan pemeriksaan keadaan gigi; gigi terutama ompong, gigi seri atas dan juga gigi seri menonjol. Visualisasi dari orofaring yang paling sering diklasifikasikan oleh sistem klasifikasi Mallampati Modifikasi. Sistem ini didasarkan pada visualisasi orofaring. Pasien duduk membuka mulutnya dan menjulurkan lidah. Klasifikasi Mallampati : Mallampati 1 : Palatum mole, uvula, dinding posterior oropharing, pilar tonsil Mallampati 2 : Palatum mole, sebagian uvula, dinding posterior uvula 16 Mallampati 3 : Palatum mole, dasar uvula Mallampati 4 : Palatum durum saja Dalam sistem klasifikasi, Kelas I dan II saluran nafas umumnya diperkirakan mudah intubasi, sedangkan kelas III dan IV terkadang sulit. Selain sistem klasifikasi Mallampati, temuan fisik lainnya telah terbukti menjadi prediktor yang baik dari kesulitan saluran nafas. Wilson dkk menggunakan analisis diskriminan linier, dimasukkan lima variable : Berat badan, kepala dan gerakan leher, gerakan rahang, sudut mandibula, dan gigi ke dalam sistem penilaian yang diperkirakan 75% dari intubasi sulit pada kriteria risiko = 2. Faktor lain yang digunakan untuk memprediksi kesulitan intubasi meliputi : Lidah besar Gerak sendi temporo-mandibular terbatas Mandibula menonjol Maksila atau gigi depan menonjol Mobilitas leher terbatas Pertumbuhan gigi tidak lengkap Langit-langit mulut sempit Pembukaan mulut kecil Anafilaksis saluran napas Arthritis dan ankilosis cervical Sindrom kongenital (Klippel-Feil (leher pendek, leher menyatu), Pierre Robin (micrognathia, belahanlangit-langit, glossoptosis), Treacher Collins (mandibulofacialdysostosis) Endokrinopati (Kegemukan, Acromegali, Hipotiroid macroglossia,Gondok) Infeksi (Ludwig angina (abses pada dasar mulut), peritonsillar abses, retropharyngeal abses,epiglottitis) Massa pada mediastinum Myopati menunjukkan myotoniaatau trismus 17 Jaringan parut luka bakar atau radiasi Trauma dan hematoma Tumor dan kista Benda asing pada jalan napas Kebocoran di sekitar masker wajah (edentulous, hidung datar, besar wajah dan kepala, Kumis, jenggot Nasogastrik tube Kurangnya keterampilan, pengalaman, atau terburu-buru. Gambar Kesulitan Intubasi Trakea Kelas 1: sebagian besar glotis terlihat, kelas 2 : hanya ekstremitas posterior glotis dan epiglotis tampak; kelas 3: tidak ada bagian dari glottis terlihat, hanya epiglotis terlihat; Kelas 4: tidak bahkan epiglotis terlihat. Kelas 1 dan 2 dianggap sebagai 'mudah' dan kelas 3 dan 4 sebagai 'sulit'. 5. Persiapan intubasi Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alat‐alat dan memposisikan pasien.ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff ETT sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika menggunakan stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT.Berhasilnya intubasi sangat tergantung dari posisi pasien, kepala pasien harus sejajar dengan pinggang anestesiologis atau lebih tinggi laringoskopi.Persiapan untuk untuk mencegah induksi ketegangan dan intubasi pinggang juga selama melibatkan preoksigenasi rutin.Preoksigenasi dengan nafas yang dalam dengan oksigen 100 %. Persiapan alat untuk intubasi antara lain : 18 STATICS Scope Yang dimaksud scope di sini adalah stetoskop dan laringoskop. Stestoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung serta laringoskop untuk melihat laring secara langsung sehingga bisa memasukkan pipa trake dengan baik dan benar. Secara garis besar, dikenal dua macam laringoskop: a. Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa. b. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa. Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah lampu pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat. Gambar Laringoscope Tube Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam ukuran milimeter. Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah usia lima tahun, bentuk penampang melintang trakea hampir bulat, sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan anak di bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan untuk anak besar-dewasa menggunakan 19 kaf supaya tidak bocor. Alasan lain adalah penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan postintubation croup.19 Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube). Nasotracheal tube umumnya digunakan bila penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan, mislanya karena terbatasnya pembukaan mulut atau dapat menghalangi akses bedah. Namun penggunaan nasotracheal tube dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur basis kranii. Ukuran pipa trakea yang tampak pada tabel di bawah ini. Usia Diameter (mm) Prematur 2,0-2,5 Neonatus 2,5-3,5 1-6 bulan 3,0-4,0 ½-1 tahun 3,0-3,5 1-4 tahun 4,0-4,5 4-6 tahun 4,5-,50 6-8 tahun 5,0-5,5* 8-10 tahun 5,5-6,0* 10-12 tahun 6,0-6,5* 12-14 tahun 6,5-7,0 Dewasa wanita 6,5-8,5 Dewasa pria 7,5-10 *Tersedia dengan atau tanpa kaf Skala French Jarak Sampai 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28-30 28-30 32-34 Bibir 10 cm 11cm 11 cm 12 cm 13 cm 14 cm 15-16 cm 16-17 cm 17-18 cm 18-22 cm 20-24 cm 20-24 cm Tabel Pipa Trakea dan peruntukannya (Endotracheal Tube (Breathing Tube)) Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil: Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4,0 + ¼ umur (tahun) Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun) Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun) Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas, mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi, oksigenasi dan pengisapan. 20 Gambar Pipa endotrakeal Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride) yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta struktur radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat. Pada tabung didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan kedalaman pipa. Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil makin sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak, terutama adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila intubasi secara langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak berhasil, intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) yang juga disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan laringoskop serat optic. Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi pipa tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya tidak dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan balon yang terlalu besar dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak besar sama dengan 21 tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang tidak iritasif. Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien. Untuk bayi dan anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + ¼ umur (tahun). Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari hendaknya dipertimbangkan trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini. Pada hari ke-4 timbul kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kondritis bahkan stenosis subglotis. Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya perbaikan balon dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika ekstubasi diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika trakeotomi dilakukan lebih dini. Size PLAIN 2,5 mm 3,0 mm 3,5 mm 4,0 mm 4,5 mm 5,0 mm 5,5 mm Size CUFF 4,5 mm 5,0 mm 5,5 mm 6,0 mm 6,5 mm 7,0 mm 7,5 mm Tabel Ukuran Pipa Endotrakeal Airway Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan napas yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidungfaring (naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas. 22 Tape Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut. Introducer Introducer yang dimaksud adalah RlasticR atau stilet dari kawat yang dibungkus Rlastic (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan. Gambar Stylet Connector Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag valve mask ataupun peralatan anesthesia. Suction Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan lainnya. 23 Gambar Alat-alat Intubasi Endotrakeal 6. Cara Intubasi a. Intubasi Endotrakeal Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V. Tracheal tube diambil dengan tangan kanan dan ujungnya dimasukkan melewati pita suara sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stylet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan steteskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi endotrakeal yang terlalu dalam akan terdapat tanda‐tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang‐kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrium atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang‐kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal 24 tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup. Gambar Auskultasi Suara Napas Setelah Dilakukan Intubasi Intubasi yang gagal tidak harus dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama. Perubahan harus dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan, seperti reposisi pasien, mengurangi ukuran tabung, menambahkan stylet, memilih pisau yang berbeda, mencoba jalur lewat hidung, atau meminta bantuan dari ahli anestesi lain. Jika pasien juga sulit untuk ventilasi dengan masker, bentuk alternatif manajemen saluran napas lain (misalnya, LMA, Combitube, cricothyrotomy dengan jet ventilasi, trakeostomi) harus segera dilakukan.5 b. Intubasi Nasotrakeal Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk lewat hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 – 0,25%) menyebabkan pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa. Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok saraf dapat digunakan.19 NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam air, dimasukkan ke dasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari turbin. Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal dari NTT harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsurangsur dimasukan hingga ujungnya terlihat di orofaring. Umumnya ujung distal dari NTT dapat dimasukan pada trachea tanpa kesulitan. Jika ditemukan 25 kesulitan dapat diguankan forcep Magil. Penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT melalaui hidung berbahaya pada pasien dengan trauma wajah yang berat disebabkan adanya resiko masuk ke intrakranial. 7. Ekstubasi Perioperatif Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas spontan. Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100% disertai penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada hambatan nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai hambatan nafas, tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer. Teknik ekstubasi pasien dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya pasien tidak sadar (tidur dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah sadar ditakutkan adanya vagal refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera hentikan obat-obat anastesi hipnotik maka pasien berangsu-angsur akan sadar. Evaluasi tandatanda kesadaran pasien mulai dari gerakan motorik otot-otot tangan, gerak dinding dada, bahkan sampai kemampuan membuka mata spontan. Yakinkan pasien sudah bernafas spontan dengan jalan nafas yang lapang dan saat inspirasi maksimal. Pada ekstubasi pasien tidak sadar diperlukan dosis pelumpuh otot dalam jumlah yang cukup banyak, dan setelahnya pasien menggunakan alat untuk memastikan jalan nafas tetap lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring dan disertai pula dengan triple airway manuver standar. Syarat-syarat ekstubasi : 1. Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB. 2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O. 3. PaO2 diatas 80 mm Hg. 4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil. 5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot. 6. Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh. 26 27 BAB III KESIMPULAN Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anestesi umum diperlukan teknik intubasi. Intubasi adalah suatu tehnik memasukkan suatu alat berupa pipa ke dalam saluran pernafasan bagian atas. Tujuan dilakukannya intubasi untuk mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinya aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada reflex batuk ataupun kondisi lambung penuh, sarana gas anestesi menuju langsung ke trakea, membersihkan saluran trakeobronkial. Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottidis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Intubasi nasotrakeal yaitu tindakan memasukan pipa nasal melalui nasal dan nasopharing ke dalam oropharing sebelum laryngoscopy. Komplikasi akibat intubasi antara lain nyeri tenggorok, suara serak, paralisa pita suara, edem laring, laring granuloma dan ulser, glottis dan subglotis granulasi jaringan, trachealstenosis, tracheamalacia, tracheoesophagial fistula. 28 DAFTAR PUSTAKA 1. Muhardi M., dkk., 1989. Anestesiologi. Jakarta: FKUI 2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu Dasar Anestesia. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Desai,Arjun M.2010. Anestesi. Stanford University School of Medicine. Diakses dari: http://emedicine.medcape.com 4. Soenarjo, dkk. Anestesiologi. Semarang: Ikatan Dokter Anestesi dan Reanimasi Cabang Jawa Tengah ; 2010 5. Dorland,Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29, Jakarta:EGC,1765. 6. Pasca Anestesia, dalam Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagi an Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, Jakarta, 2002, Hal :253-256. 7. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Airway Management. In : Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology 4th ed. US A, McGraw‐Hill Companies, Inc.2006, p. 98‐06. 8. Gisele de Azevedo Prazeres,MD., (2002), Orotracheal Intubation, http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.ht ml 9. Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. Anesthesiology. USA. The McGraw-Hill Companies. 2008 29