i TESIS HUBUNGAN KADAR MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9) DENGAN HIGH SENSITIVE TROPONIN T (hs-TnT) PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT I PUTU GEDE EKA ARIAWAN SUYASA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii TESIS HUBUNGAN KADAR MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9) DENGAN HIGH SENSITIVE TROPONIN T (hs-TnT) PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT I PUTU GEDE EKA ARIAWAN SUYASA NIM 0914138201 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 iii TESIS HUBUNGAN KADAR MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9) DENGAN HIGH SENSITIVE TROPONIN T (hs-TnT) PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT I PUTU GEDE EKA ARIAWAN SUYASA NIM 0914138201 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i iv HUBUNGAN KADAR MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9) DENGAN HIGH SENSITIVE TROPONIN T (hs-TnT) PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Udayana I PUTU GEDE EKA ARIAWAN SUYASA NIM 0914138201 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii v Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 11 November 2014 Pembimbing I, Pembimbing II, DR.dr. I KetutRina, Sp.PD, SpJP(K) NIP 194706101978021002 Prof.DR.dr. Raka Widiana,Sp.PD-KGH NIP 195607071982111001 Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pasca Sarjana Program Pascasarjana Universita Udayana, Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP 19461213 197107 1001 NIP. 195902151985102001 iii vi Lembar Persetujuan Pembimbin Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 2 DESEMBER 2014 Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.: 4077/UN 14 – 4/HK/2014 Tanggal 27 OKTOBER 2014 Panitia Penguji Tesis Penelitian adalah: Ketua: DR.dr. I Ketut Rina, Sp.PD, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC Anggota : 1. Prof.DR.dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH 2. Prof.DR.dr. I Wayan Wita, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC 3. dr. I.G.N. Putra Gunadhi, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC 4. DR.dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes. iv vii SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT v viii UCAPAN TERIMA KASIH Segala puja puji, ucapan syukur dan matur suksma penulis panjatkan kehadapanIda Sang Hyang Widhi Wasa, Om Namah Ḉ iwaya, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Terwujudnya tesis yang berjudul “Hubungan Kadar Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Dengan High Sensitive Troponin T (hs-TnT) Pada Penderita Infark Miokard Akut”tentu tidak lepas dari peran berbagai pihak sehingga penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besar dan setulus-tulusnya serta mohon maaf bila ada kesalahan kepada : DR.dr. I Ketut Rina, Sp.PD, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC,selaku pembimbing utama yang dengan tulus ikhlas bersedia meluangkan waktu, tenaga serta perhatian yang tinggi untuk memberikan dorongan, bimbingan dan arahan mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini. Prof.DR.dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH, selaku pembimbing kedua yang dengan kesediaan penuh melayani proses bimbingan, konsultasi serta memberikan arahan, dorongan yang tinggi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini. DR.dr.Anwar Santoso, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC,sebagai pemberi motivasi awal penulis mempelajari ilmu kardiologi dan selalu memberikan bimbingan serta dorongan yang penuh dengan wawasan yang luas tentang penelitian klinis. vi ix DR.dr. I Ketut Suryana, Sp.PD-KAI dan DR.dr.A.A. Wiradewi Lestari, Sp.PK, yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk dapat turut serta dalam pohon penelitian serta bimbingan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Prof.DR.dr. I Wayan Wita, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC, sebagai Ketua Program Studi Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Udayana-RSUP Sanglah, yang penulis anggap sebagai “Bapak” dengan penuh kesabaran memberikan arahan, dorongan dan semangat yang tinggi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan semua tugas dengan baik. dr. I.G.N. Putra Gunadhi, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC, sebagai Kepala SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Udayana-RSUP Sanglah, yang dengan kepemimpinan dan kedisiplinan memberikan dorongan yang tinggi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan semua tugas dengan baik. DR.dr. I Ketut Rina, Sp.PD, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC, sebagai Kepala SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Udayana-RSUP Sanglah periode sebelumnya, memperkenalkan bagaimana bagian kardiologi pertama kali serta memberikan dorongan dan semangat yang tinggi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan semua tugas dengan baik. dr. I Ketut Badjra Nadha, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC, sebagai Sekretaris Program Studi Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Udayana-RSUP Sanglah, yang selalu menekankanpenulis akan pentingnya kedisiplinan dalam keberhasilan pendidikan. vii x dr. I Wayan Sutarmawan, Sp.JP (K), FIHA, sebagai Kepala SMF Kardiologi BRSUD Tabanan dan Staff Pengajar Program Studi Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Udayana, yang memberikan penulis ijin tugas belajar sehingga dapat menjalankan pendidikan kardiologi. dr. I.G.N. Sugiada, Sp.JP, FIHA; dr. I Ketut Susila, Sp.JP, FIHA; dr. Bagus Ari Pradnyana DS, Sp.JP, FIHA, FICA, FAsCC; dr. I Made Junior Rina Artha, Sp.JP, FIHA; dr. I Made Putra Swi Antara, Sp.JP, atas bimbingannya dan membagi pengalamannya selama penulis menjalani tugas baik sehari-hari maupun jaga. Seluruh Staff Pengajar dan Pendidik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Udayana-RSUP Sanglah Denpasardan FK Universitas Indonesia-RS Pusat Jantung Harapan Kita Jakartayang telah mendidik, memberikan kesempatan dan fasilitas serta ijin kepada penulis untuk mengikuti semua tahapan pendidikan program spesialis Kardiologi dan Kedokteran Vaskular. Ketua Tim dan anggota Tim Penguji tesis yang telah memberikan pemecahan,saran dan masukan yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan tesis ini. Tidak lupa untuk kedua orang tua yang terkasih, (Alm) I Made Riasa Suyasa dan Ni Wayan Asthari, bapak dan ibu mertuaI Made Candra dan Ni Wayan Rasih, tanpa mereka penulis tidak ada artinya, yang memberikan semangat, kasih sayang, dukungan moril dan materi kepada penulis selama mengikuti pendidikan ini. viii xi Yang teristimewa dr. Luh Putri Astini, istriku yang tercinta, kedua putri cantikku tersayang Putu Shauca Arundathi, Made Shri Radha Pawaliyang dalam suka dan duka selalu menjadi penyemangat, memberikan doa yang tulus untuk keberhasilan penulis menjalani pendidikan. Kepada semua saudara, kakak, adik, adik ipar dan sepupu berkat doa dan dukungan mereka penulis dapat menjalankan pendidikan. Rekan-rekan PPDS-1 Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Udayana terutama angkatan kedua yang telah menjadi teman seperjuangan dalam suka dan duka yang memberikan keceriaan, senyuman dan kekuatan selama mengikuti pendidikan ini. Rekanparamedisdi UGD, ICCU, Intermediet, Poliklinik, ruang kateterisasi jantung, ruang ekokardiografi, administrasiPJT dan ruang perawatan lain di RSUP Sanglah Denpasaryang selama ini bahu membahu bekerjasama baik sehari-hari maupun tugas jaga, sebuah kehormatan bekerja bersama kalian. Semua Staf dan Pegawai Sekretariat Program Studi Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Udayanayang selalu memberikan dukungan dan bekerja sama selama pendidikan ini. Semua pihak yang memberikan dukungan baik langsung maupun tidak langsung dalam menjalankan pendidikan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Tidak lupa, penulis mohon maaf sebesar-besarnya bila ada ix xii kesalahan baik yang disengaja maupun tidak dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini. Sebagai akhir dengan segala doa, puja-puji semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Om Namah Ḉ iwaya memberikan rahmat dan karuniakepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang berkepentingan. Denpasar, 8 November 2014 Penulis, dr. I Putu Gede Eka Ariawan Suyasa x xiii ABSTRAK HUBUNGAN KADAR MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9) DENGAN HIGH SENSITIVE TROPONIN T (hs-TnT) PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT Latar belakang : Mekanisme terjadinya infark miokard akut (IMA) didahului oleh proses ruptur plak aterosklerosis dan diawalidengan destruksi atau degradasi matriks ekstraseluler fibrus cap plak oleh enzim protease yang dihasilkan sel makrofag yaitu matrix metalloproteinase-9 (MMP-9). Kadar MMP-9 yang meningkat merupakan faktor predisposisi terjadinya ruptur plak aterosklerosis pada IMA yang diikuti oleh proses trombosis akut pada lumen arteri koroner yang menyebabkan proses iskemia miokard dan gejala klinis IMA. Proses iskemia yang tidak teratasi akan mengakibatkan nekrosis miokard yang ditandai meningkatnya cTn. Pemeriksaan high sensitive troponin T (hs-TnT) merupakan pemeriksaan kadar cTn-T yang terbaru dan memiliki kemampuan lebih baikdari pemeriksaan cTn-T konvensional. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar MMP-9 dengan hs-TnT plasma pada penderita IMA. Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional potong lintang yang dilakukan pada 62 penderitaIMAyang terdiri dari 35 penderita STEMI dan 27 NSTEMI di RSUP Sanglah Denpasar pada periode tahun 2012. Pemeriksaan MMP-9 plasma menggunakan human MMP-9 ELISA kit dan hs-TnT dengan kit Roche Elycsys 2010. Analisis hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT plasma menggunakan uji non-parametrik dengan korelasi Spearman. Analisis multivariat dengan regresi linear berganda untuk mengetahui hubungan prediktif fungsional kadar MMP-9 dan faktor perancu lain dengan hs-TnT plasma. Terakhir dilakukan analisis ANCOVA untuk mengetahui kekuatan hubungan kadar MMP9 dengan hs-TnT pada IMA baik STEMI maupun NSTEMI. Hasil : Kadar rerata MMP-9 plasma 23,9±0,42 ng/mL dan hs-TnT plasma 464,7±39,3 ng/mL pada subyek penelitian.Terdapat hubungan positif antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada penderita IMA dengan kekuatan korelasi sedang dan secara statistik signifikan (r= 0,507; IK 95% ; Y= - 650,6 + 46,7(X1); p<0,001). Kadar MMP-9 plasma dan onset IMA mempengaruhi kadar hs-TnT plasma pada penderita IMA dengan formula persamaan Y = - 815,0 + 46,5(X1)+ 20,7(X2); (β MMP-9=46,5(24,7-68,4); p<0,001; β onset IMA=20,7(2,1-39,4); p=0,030; IK 95%). Analisis ANCOVA didapatkan kekuatan hubungan kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada kelompok STEMI lebih besar daripada NSTEMI (persamaan kelompok STEMI :Y = - 557,7 + 45,7 (X1); kelompok NSTEMI Y = -503,9 + 36,5 (X2); p=0,019). Kesimpulan : Terdapat hubungan positif antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT plasma pada IMA, kadar MMP-9 plasma dan onset IMA mempengaruhi kadar hsTnT pada IMA, dan terdapat kekuatan hubungan yang lebih besar antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT plasma pada kelompok STEMI dibandingkan NSTEMI. Kata kunci: Kadar MMP-9, hs-TnT, IMA, STEMI, NSTEMI xi xiv ABSTRACT THE CORRELATION BETWEEN MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9) WITH HIGH SENSITIVE TROPONIN T (hs-TnT) IN PATENT WITH ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION Background : Mechanism of acute myocardial infarction (AMI) is previously due toatherosclerotic plaque rupturewith occurs because extra-cellular matrix ofplaque fibrous cap destructionor degradationby protease enzyme,which release by macrophage cell,which is matrix metalloproteinase-9 (MMP-9). Increased plasma MMP-9 is predisposition factorof atherosclerotic plaque rupturein AMI and followed by acute thrombosis insidecoronary artery lumen which causedmyocardial ischemicand clinical sign of AMI. If the ischemic process continuous and ongoing that can caused myocardial necrosis which can increased plasma troponin. High sensitive troponin T (hs-TnT) newly and more sensitivedetection of plasma cTn-T thanconventional. Objective : To determinethe correlation between plasma MMP-9 with hs-TnT in AMI patients. Method : This is cross-sectional observational study performed in 62 patients with AMI(35 patients STEMI and 27 NSTEMI)at Sanglah Hospital Denpasar in 2012. Study using human MMP-9 ELISA kit and Roche Elycsys 2010 kit. Analysis of relationship between MMP-9 with hs-TnT usingnonparametricanalysis with Spearman test. Multivariate analysiswith multiple linear regressionthe relationship of the functional predictive value MMP-9 and others confounding variable to plasma hs-TnT. The last we performed ANCOVA analysis to determine the difference of strength correlation between plasma MMP9 and hs-TnT in STEMI or NSTEMI group. Results : Mean plasma MMP-9 is 23,9±0,42 ng/mL and hs-TnT is 464,7±39,3 ng/mL.There ispositivecorrelation between MMP-9 and hs-TnT AMI patients.(r= 0,507; 95% CI; Y= - 650,6 + 46,7(X1); p<0,001). Plasma MMP-9 and onset of AMIare influencedto plasma hs-TnT with formulationY = - 815,0 + 46,5(X1)+ 20,7(X2); (β MMP-9=46,5(24,7-68,4); p<0,001; β onset AMI=20,7(2,1-39,4); p=0,030; 95%CI). There is more stronger correlation betweenMMP-9 and hs-TnT in STEMI group than NSTEMI(Formulation STEMI group :Y = - 557,7 + 45,7 (X1); NSTEMI Y = -503,9 + 36,5 (X2); p=0,019) Conclusion : There are positive correlation between MMP-9 and hs-TnT;plasma MMP-9 and onset of AMIinfluencedtoplasma hs-TnT in AMI patients;there is more stronger correlation between MMP-9 and hs-TnT in STEMI group than NSTEMI. Keywords: MMP-9, hs-TnT, AMI, STEMI, NSTEMI. xii xv DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM .................................................................................................. i PRASYARAT GELAR ........................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................................v ABSTRAK ...............................................................................................................x ABSTRACT ........................................................................................................... xi DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ..................................................................................................xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ........................ xvii DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xx BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................7 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................7 1.3.1 Tujuan Umum ...............................................................................7 1.3.2 Tujuan Khusus ..............................................................................7 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................7 1.4.1 Manfaat praktis..............................................................................8 1.4.2 Manfaat akademik .........................................................................8 BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................9 2.1 Proses Aterosklerosis ............................................................................9 2.2 Ruptur Plak Aterosklerosis .................................................................12 2.2.1 Definisi Ruptur Plak Aterosklerosis ..........................................13 2.2.2 Faktor Yang Berperanan Dalam Ruptur Plak ............................14 2.2.2.1 Interaksi Proses Inflamasi dengan MMP ...........................14 2.2.2.2 Pengaruh Faktor Mekanik ..................................................15 2.2.3 Plak Aterosklerosis Yang Beresiko Tinggi Ruptur ....................16 2.3 Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) ................................................17 2.4 Infark Miokard Akut (IMA) ................................................................20 2.4.1 Definisi Infark Miokard Akut ....................................................20 2.4.2 Gambaran Klinis IMA ...............................................................24 2.5 High Sensitive Troponin T (hs-TnT) ...................................................25 2.5.1 Gambaran dan Indikasi Pemeriksaan Troponin T .....................25 2.5.2 hs-TnT ........................................................................................31 2.5.3 Indikasi Pemeriksaan hs-TnT ....................................................32 2.5.3.1 Stratifikasi Risiko dan Prognostik ......................................32 2.5.3.1.1 Pasien SKA ..................................................................32 2.5.3.1.2 Pasien Emboli Paru Akut .............................................33 xiii xvi 2.5.3.1.3 Pasien PJK dan CHF Stabil ..........................................33 2.5.3.1.4 Pasien CKD dengan Terapi Hemodialisa .....................33 2.5.3.2 Deteksi Dini pada Populasi Sehat (Screening)...................34 2.5.3.3 Keadaan atau Penyakit Lain ...............................................34 2.5.4 Prinsip Pemeriksaan hs-TnT ......................................................35 2.6 Faktor Risiko IMA Lain......................................................................36 2.6.1 Diabetes Mellitus ......................................................................36 2.6.2 Dislipidemia ...............................................................................38 2.6.3 Hipertensi ...................................................................................39 2.6.4 Obesitas ......................................................................................40 2.6.5 Merokok .....................................................................................41 2.6.6 Umur ..........................................................................................42 2.6.7 Jenis Kelamin .............................................................................42 BAB III KERANGKA BERPIKIR,KONSEP DAN HIPOTESIS ......................44 3.1 Kerangka Berpikir ...............................................................................44 3.2 Kerangka Konsep ................................................................................45 3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................46 BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................................47 4.1 Rancangan Penelitian ..........................................................................47 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................47 4.3 Penentuan Sumber Data ......................................................................47 4.3.1 Populasi Penelitian .....................................................................47 4.3.2 Sampel Penelitian.......................................................................48 4.3.2.1 Kriteria Inklusi ...................................................................48 4.3.2.2 Kriteria Eksklusi.................................................................48 4.3.2.3 Perhitungan Besar Sampel .................................................48 4.4 Variabel Penelitian ..............................................................................49 4.4.1 Identifikasi Variabel Penelitian.................................................49 4.4.1.1 Variabel bebas ....................................................................49 4.4.1.2 Variabel tergantung ............................................................49 4.4.1.3 Variabel kendali .................................................................50 4.4.2 Definisi operasional variabel ....................................................50 4.5 Bahan Penelitian .................................................................................55 4.6 Instrumen Penelitian ...........................................................................55 4.7 Prosedur Penelitian..............................................................................55 4.7.1 Tata Cara Penelitian ...................................................................55 4.7.2 Prosedur pengumpulan data .......................................................56 4.7.3 Alur penelitian ..........................................................................56 4.8 Analisis Data .......................................................................................58 BAB V HASIL PENELITIAN.............................................................................60 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ..........................................................61 5.2 Hubungan Antara Kadar MMP-9 Dengan hs-TnT Plasma Pd IMA ...62 xiv xvii 5.3 Pengaruh Variabel Perancu Thd Hub. Antara Kadar MMP-9 dng hsTnT Plasma .........................................................................................63 5.4 Perbedaan Kekuatan Hubungan Antara Kadar MMP-9 dng hs-TnT Pd Kelompok STEMI dan NSTEMI ........................................................65 BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................................68 6.1 Karakeristik Subyek penelitian ...........................................................68 6.2 Hubungan Antara Kadar MMP-9 dgn hs-TnT Pd IMA ......................68 6.3 Pengaruh Variabel Perancu Thd Hub. Antara Kadar MMP-9 dng hsTnT Plasma .........................................................................................70 6.4 Perbedaan Kekuatan Hubungan Antara Kadar MMP-9 dng hs-TnT Pd Kelompok STEMI dan NSTEMI ........................................................71 6.5 Keterbatasan Penelitian .......................................................................73 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................75 7.1 Simpulan .............................................................................................75 7.2 Saran ...................................................................................................75 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................77 LAMPIRAN ........................................................................................................91 xv xviii DAFTAR TABEL Halaman 2.1 Perbandingan Aktivitas MMP ........................................................................ 19 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII ......................................... 40 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ..................................................................... 61 5.2 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda MMP-9 dan Variabel Perancu ....... 64 xvi xix DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Tahap Proses Aterosklerosis ......................................................................... 10 2.2 Proses Terbentuknya dan Ruptur Plak Aterosklerosis ................................... 12 2.3 Patogenesis Terjadinya Ruptur Plak .............................................................. 13 2.4 Perbandingan Plak Aterosklerosis yang Stabil dan Tidak ............................. 16 2.5 Skema Umum Aktivasi dan Cara Kerja MMP ............................................... 18 2.6 Perbandingan Beberapa Biomarker Jantung .................................................. 22 2.7 Gambaran Klinis Sindroma Koroner Akut .................................................... 24 2.8 Kompleks Troponin Kardiak pada Miofilamen Tipis .................................... 26 2.9 Grafik Pelepasan cTnT pada Pasien IMA Tergantung Terapi Reperfusi ...... 28 2.10 Algoritme Diagnosis Troponin Secara Umum ............................................... 30 2.11 Prinsip pemeriksaan hs-TnT (sandwich principle) ........................................ 36 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian .............................................................. 45 4.1 Skema Alur Penelitian.................................................................................... 58 5.1 Grafik Scatter-Plot Hubungan Kadar MMP-9 Dengan hs-TnT ..................... 63 5.2 Grafik Kekuatan Hubungan Kadar MMP-9 Dengan hs-TnT Pd STEMI ...... 65 5.3 Grafik Kekuatan Hubungan Kadar MMP-9 Dengan hs-TnT Pd NSTEMI.... 66 xvii xx DAFTAR SINGKATAN ACCF : American Colege of Cardiology Foundation AHA : American Heart Association APTS : Angina Pektoris Tidak Stabil AP-1 : Activator Protein-1 APS : Angina Pektoris Stabil ATP III : Adult Treatment Panel III CABG : Coronary Artery Bypass Grafting CCS : Canadian Cardiovascular Society CI : Confidence Interval CKD : Chronic Kidney Disease CK-MB : Creatinin Kinase tipe MB CK : Creatinin Kinase cTn : Cadiac Troponin cTn-I : Cadiac Troponin I cTn-T : Cadiac Troponin T CV : Coefficient of Variation DM : Diabetes Mellitus EKG : Elektrokardiografi EGF : Epidermal Growth Factor ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay ESC : European Society of Cardiology ET-1 : Endotelin-1 FGF : Fibroblast Growth Factor FDA : Food and Drug Administration NO : Nitric oxide GCC : Gulf Cooperation Council GISSI-HF : Gruppo Italiano per lo Studio della Sopravvivensa nell’Infarto Miocardico-Heart Failure HDL : High Density Lipoprotein xviii xxi HOPE : Heart Outcomes Prevention Evaluation hs-cTn : High Sensitive Troponin hs-TnT : High Sensitive Troponin T HSP 60 : Heat Shock Protein 60 HT : Hipertensi IK : Interval Kepercayaan IL-6 : Interleukin 6 IL-1β : Interleukin 1β IMA : Infark Miokard Akut IMT : Indeks Masa Tubuh INTERHEART: The Effect of Potentially Modifiable Risk Factors associated with Myocardial Infarction Trial kD : Kilo Dalton KTP : Kartu Tanda Penduduk K/DOQI : Kidney Disease Outcomes Quality Initiative LBBB : Left Bundle Branch Block LDH : Laktat Dehidrogenase LDL : Low Density Lipoprotein LMWH : Low-molecular-weight heparins MMP : Matrix Metalloproteinase MMP-2 : Matrix Metalloproteinase-2 MMP-9 : Matrix Metalloproteinase-9 NO : Nitric Oxide NSTEMI : Non ST Elevation Myocardial Infarction NSTE SKA : Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut NT-proBNP : N-Terminal Pro Brain Natriuretic Peptide oxLDL : Oxidize Low Density Lipoprotein ONTARGET : Ongoing Telmisartan Alone and in Combination With Ramipril Global Endpoint Trial PCI : Percutaneous Coronary Intevention PDGF : Platelet-Derived Growth Factor xix xxii PEACE : Prevention of Events with Angiotensin-Converting Enzyme Inhibition PJK : Penyakit Jantung Koroner RR : Risiko Relatif Ru : Ruthenium SD : Standar Deviasi SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase SIRS : Systemic Inflamatory Response Syndrome SKA : Sindrom Koroner Akut STEMI : ST Elevation Myocardial Infarction STAT : Short Turn Around Time sTnT : Skelet Troponin T TCFA : Thin-Cap FibroAtheromas TGF-β : Transforming Growth Factor-β TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α TRANSCEND : Telmisartan Randomised AssessmeNt Study in ACE iNtolerant subjects with cardiovascular Disease UGD : Unit Gawat Darurat UPIJ : Unit Perawatan Intensif Jantung Val-HeFT : Valsartan Heart Failure Trial WHO : World Health Organization xx xxiii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Surat Perjanjian Penelitian Bersama ..........................................................91 2. Ethical Clearence .......................................................................................94 3. Surat Ijin Penelitian ....................................................................................98 4. Cara Pemeriksaan Laboratorium Penelitian .............................................104 5. Informasi Pasien dan Formulir Pesetujuan ..............................................109 6. Kuisioner Penelitian .................................................................................110 7. Data Hasil Penelitian ................................................................................111 8. Lembar Hasil Analisis ..............................................................................112 xxi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab utama kematian di dunia (WHO, 2013), diperkirakan 30% dari semua penyebab kematian (Vasan dkk., 2008). Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu manifestasi klinis PJK dan merupakan kegawatan jantung yang serius. Di dunia SKA menduduki peringkat tinggi sebagai penyebab kematian. Tahun 2007 di Amerika Serikat SKA menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian penyakit jantung (Steg dkk, 2012). Berdasarkan data American Heart Association (AHA), sebanyak 71,3 juta orang Amerika menderita berbagai bentuk penyakit kardiovaskular pada tahun 2003. Penyakit kardiovaskular menyebabkan terhadap hampir satu juta kematian pada tahun 2003 dan menyebabkan biaya pelayanan kesehatan langsung dan tidak langsung sebanyak $403,1 milyar pada tahun 2006. Diantara orang Amerika dengan penyakit kardiovaskular sebanyak 13,2 juta diantaranya diperkirakan menderita PJK. Data dari AHA tahun 2006 sebanyak 700.000 orang Amerika menderita PJK serangan untuk pertama kalinya, dan hampir 500.000 diantaranya akan menderita serangan berulang. Walaupun angka kematian akibat PJK telah mengalami penurunan sejak tahun 1950, kurang lebih sebanyak 40% dari orang Amerika meninggal akibat penyakit tersebut (Kleinschmidt, 2006). Pada kelompok penderita yang menderita PJK berulang, risiko kematian adalah 4 1 2 hingga 6 kali lebih besar dibandingkan dengan populasi umum (Kleinschmidt, 2006; Steg dkk, 2012). Di Indonesia proporsi mortalitas PJK berdasarkan riset kesehatan dasar (RISKEDAS) 2007 sebesar 5,1% merupakan penyebab kematian utama kardiovaskular (Trihono, 2007). Data RISKEDAS 2013 prevalensi PJK meningkat sesuai peningkatan usia yang tertinggi usia 65-74 tahun sebesar 3,6% (Trihono, 2013). Penderita SKA berdasarkan presentasi klinis dapat dibedakan menjadi angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI). Infark miokard akut (IMA) baik STEMI maupun NSTEMI merupakan salah satu manifestasi klinis dari PJK dan sering menyebabkan kematian mendadak (Hamm dkk., 2011; Irmalita dkk., 2014). Penyebab terjadinya PJK multifaktorial antara lain faktor risiko tradisional yang dapat dimodifikasi seperti : merokok, obesitas, hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, dislipidemia, dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu umur dan jenis kelamin laki-laki (Kleinschmidt, 2006; Steg dkk, 2012). Proses aterosklerosis memiliki peran yang besar pada penyakit kardiovaskular yang merupakan cikal bakal terjadinya PJK. Inflamasi sebagai salah satu proses yang berperan dalam mekanisme terjadinya SKA. Terdapat tiga faktor utama yang saling terkait dan berhubungan dengan perkembangan dini lesi aterosklerosis yang dapat mencetuskan terjadinya SKA yaitu: terjadinya proses peradangan pada lesi 3 aterosklerosis yang ditandai dengan perekrutan leukosit mononuklear atau monosit pada lapisan subintima yang berdiferensiasi menjadi sel makrofag, aktivasi sel makrofag yang memfagosit sel lemak atau foam cell yang mengeluarkan substansi yang mengakibatkan aktifnya enzim protease seperti metaloproteinase yang akan mengganggu stabilisasi plak aterosklerosis; proses vasokonstriksi yang disebabkan disfungsi endotel, yang dipicu oleh agregasi trombosit, keluarnya trombin dan endotelin-1 (ET-1), serta aktivasi sistem saraf simpatis; dan proses peningkatan trombogenisitas akibat ketidak seimbangan antara nitric oxide (NO) endogen, prostasiklin, protein C/S dengan tissue plasminogen activator, dan proses kaskade koagulasi yang dipicu oleh komponen plak aterosklerosis termasuk faktor jaringan (tissue factor) dan apoptosis mikropartikel endotel (Khan, 2005; Kleinschmidt, 2006). Dasar patogenesis terjadinya IMA adalah ruptur plak aterosklerotik yang diikuti terbentuknya trombus pada arteri koroner (Berman dkk., 2002). Ketidakstabilan dan mudahnya plak aterosklerosis menjadi ruptur sangat tergantung ketebalan dari fibrous cap, tingginya kadar ensim proteolitik yang dihasilkan sel makrofag terutama matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) dan faktor mekanis lain seperti shear stress dan tensile stress. Kadar MMP-9 yang tinggi memilki peranan penting dari terjadinya ruptur plak aterosklerotik pada penderita SKA (Berman dkk., 2002; Xu dkk., 2004; Libby dan Theroux, 2005; Welsh dkk., 2008). Banyak penelitian yang mengungkapkan peranan MMP-9 pada proses terjadinya ruptur plak aterosklerosis, diantaranya penelitian yang mendapatkan peningkatan kadar interleukin-6 (IL-6) dan MMP-9 pada 36 penderita IMA 4 (Funayama dkk., 2004). Penelitian lain mengungkapkan peningkatan kadar MMP9 plasma lebih tinggi bermakna pada penderita AMI dibandingkan penderita angina pektoris stabil atau APS dengan nilai p<0.01 (Higo dkk., 2005). Infark Miokard Akut atau IMA didefiniskan sebagai kematian sel miokard yang disebabkan oleh iskemia miokardial dalam waktu yang lama. Sesuai dengan rekomendasi European Society of Cardiology (ESC) / American Colege of Cardiology Foundation (ACCF) / American Heart Asociation (AHA) / World Heart Organization (WHO) task force untuk definisi IMA berdasarkan deteksi ensim biomarker jantung terutama troponin diatas persentil 99 dari nilai referensi teratas disertai adanya bukti iskemia paling tidak salah satu dari gejala iskemia, perubahan elektrokardiografi (EKG) yang menunjukkan adanya iskemia yang baru, pembentukan gelombang Q patologis yang baru, serta bukti pada pemeriksaan pencitraan bahwa terjadi kehilangan miokardium viabel yang baru atau adanya abnormalitas wall motion regional yang baru. Pembagian IMA berdasarkan adanya elevasi segmen ST pada pemeriksaan elektrokardiografi atau EKG dapat dibedakan menjadi STEMI dan NSTEMI. Diagnosis IMA berdasarkan kriteria WHO tersebut secara relatif menyebabkan pemeriksaan ensim jantung lebih penting pada NSTEMI (Agewall dkk., 2011). Troponin kardiak (cTn) baik cTnT dan cTnI merupakan baku emas untuk deteksi nekrosis miokard (Reichlin dkk., 2011; Sherwood dan Newby, 2014)) Pengeluaran troponin jantung ke sirkulasi terjadi akibat injury pada sel miosit yang disebabkan sumbatan trombus pada lumen pembuluh darah koroner baik total maupun parsial. Pemeriksaan cTn merupakan marker yang lebih dipilih 5 untuk mendiagnosis IMA dan digunakan sebagai alat diagnostik kunci untuk pengambilan keputusan baik diagnosis maupun terapi pada penderita yang datang dengan nyeri dada. Akan tetapi, pemeriksaan troponin konvensional yang ada saat ini tidak memiliki kemampuan presisi analitik untuk mendeteksi kerusakan minor pada miokard oleh karena mempunyai variasi antara pemeriksaan atau coefficient variation upper reference limit pada populasi lebih dari 10% (Sherwood dan Newby, 2014). Selain itu, pemeriksaan cTn konvensional tidak mampu mendeteksi kadar troponin pada individu yang tampak sehat namun menderita PJK. Dengan menggunakan pemeriksaan high sensitive cardiac troponin (hs-cTn) baik hs-TnT maupun hs-TnI dapat memperbaiki diagnosis dini IMA secara bermakna sehingga diharapkan akan mengurangi hasil positif palsu (Laufer dkk., 2010; Sherwood dan Newby, 2014). Proses terjadinya ruptur plak aterosklerosis yang disebabkan pengeluaran ensim protease yang dihasilkan oleh sel makrofag diantaranya MMP-9 yang menyebabkan degradasi dan rupturnya fibrous cap yang akan membentuk trombus melalui aktivasi kaskade koagulasi. Terbentuknya trombus inilah yang akan memberikan gejala klinis dari SKA dan tercermin dari peningkatan kadar troponin (Berman dkk., 2002; Khan, 2005). Apakah dengan semakin tingginya kadar MMP-9 berbanding lurus dengan derajat stenosis pada lumen pembuluh darah koroner sehingga berkorelasi dengan peningkatan kadar troponin masih belum jelas. Hal ini menjadi kontroversial karena didapatkan penyebab lain dari tingginya kadar troponin selain disebabkan oleh nekrosis sel miosit pada penderita dengan IMA atau penyebab non kardiak seperti terjadinya proses apoptosis alami 6 dari sel miosit, peningkatan permiabilitas dinding sel miosit yang disebabkan regangan atau stretching stress, atau pelepasan troponin dari gelembung atau blebs dari membrane sel miosit (Sherwood dan Newby, 2014). Pada STEMI proses terjadinya ruptur plak aterosklerosis akan diikuti dengan trombosis akut di lumen pembuluh darah, biasanya terjadi oklusi total pada lumen arteri koroner yang ditandai dengan gambaran elevasi segmen ST pada pemeriksaan EKG, sedangkan pada NSTEMI terjadi sebaliknya (Khan, 2005). Penelitian Setianto dkk. tahun 2011 mendapatkan hasil bahwa kadar rerata MMP9 pada STEMI cenderung lebih tinggi disertai dengan kejadian gagal jantung akut yang lebih tinggi dibandingkan dengan NSTEMI (Setianto dkk., 2011). Penelitian yang membandingkan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada penderita SKA diantaranya mendapatkan hasil MMP-9 meningkat pada fase akut dari SKA sebagai refleksi vulnerabilitas dari plak aterosklerosis sedangkan hsTnT pada fase lanjut (Kobayashi dkk., 2011). Setianto dkk. tahun 2011 melakukan penelitian membandingkan MMP-9 dengan troponin-I (cTn-I) pada penderita SKA yang dibagi menjadi IMA dengan elevasi segmen ST atau STEMI dan SKA tanpa elevasi segmen ST (APTS dan NSTEMI) didapatkan hubungan positif antara peningkatan MMP-9 dengan cTn-I terutama pada kelompok STEMI dan menyatakan peran MMP-9 terhadap beratnya kerusakan otot jantung yang terjadi dengan r = 0,33 dan p = 0,003. Peningkatan hs-TnT menandakan secara spesifik terjadi nekrosis otot jantung tetapi tidak memberikan informasi tentang penyebab dari kematian otot jantung tersebut (Sherwood dan Newby, 2014). Penelitian yang mencari apakah ada hubungan antara peningkatan MMP-9 7 berhubungan dengan hs-TnT pada penderita dengan IMA sampai saat ini masih belum ada. Berdasarkan uraian dan kontroversi diatas peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan kadar MMP-9 dengan kadar hs-TnT pada penderita IMA. Bila hipotesis penelitian ini terbukti juga akan dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan penderita dengan IMA terutama pada fase akut yang lebih agresif dengan tujuan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada penderita IMA? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara MMP-9 dengan hs-TnT pada penderita IMA. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada penderita IMA. 1.3.2.2 Untuk mengetahui hubungan kadar MMP-9 dengan kadar hs-TnT setelah mengendalikan variabel perancu atau kendali. 1.3.2.3 Untuk mengetahui perbedaan kekuatan hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada penderita STEMI dan NSTEMI. 1.4 Manfaat Penelitian 8 Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat pada perkembangan ilmu pengetahuan dan dalam bidang pengabdian masyarakat, diantaranya : 1.4.1. Manfaat praktis Apabila penelitian ini terbukti terdapat hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan penderita dengan IMA terutama pada fase akut yang lebih agresif sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas IMA dengan mempertimbangkan penggunaan obat yang bekerja sebagai penghambat atau inhibitor MMP-9. 1.4.2. Manfaat akademis Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi masukan bagi para dokter ataupun mahasiswa kedokteran, dalam menjelaskan mekanisme patobiologi terjadinya IMA dengan melihat hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada penderita IMA sehingga diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian lebih lanjut. 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Proses Aterosklerosis Aterosklerosis merupakan inflamasi konis yang bersifat progresif lambat, dengan penyebab multifaktorial yang ditandai oleh penumpukan lemak pada lapisan intima dinding pembuluh darah dan infiltrasi sel mononuklear atau monosit serta proliferasi sel otot polos atau smooth muscle cell (Berman dkk., 2002; Mandal dan Xu, 2004; Muller dkk., 2007). Aterosklerosis menimbulkan lesi pada lapisan intima yang disebut plak aterosklerotik yang menonjol ke lumen pembuluh darah. Plak aterosklerosis terdiri dari inti lipid yang lunak, berwarna kuning sebagian besar mengandung kolesterol dan kolesterol ester, lapisan terluar ditutup oleh jaringan fibrus yang berwarna putih disebut fibrous cap (Kumar dkk., 2007) Proses aterosklerosis didahului oleh adanya kerusakan atau injury lapisan endotel yang dikuti peningkatan permeabilitas sel endotel, peningkatan pengeluaran molekul adesi pada permukaaan sel endotel dan produksi sitokin inflamasi. Sel monosit dan sel limfosit T akan migrasi melalui lapisan endotel yang rusak ke dalam intima yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi sel makrofag. Sel makrofag tersebut akan memfagositosis LDL yang teroksidasi atau oxLDL sehingga berubah menjadi sel busa atau foam cell, yang selanjutnya menumpuk bersama sel limfosit T dan sel otot polos membentuk fatty streak 9 10 (Tsimikas dkk., 2005). Awalnya lapisan plak mengandung sedikit lapisan lemak dan banyak sel-sel inflamasi diantaranya sel limfosit T teraktivasi, sel mastosit, dan foam cell yang menghasilkan sitokin yang besifat menarik sel monosit atau cytokine attracting monocytes kedalam lapisan intima lebih banyak lagi. Hal ini menyebabkan perluasan volume dan migrasi sel otot polos dari lapisan media dikuti oleh proses proliferasi serta pembentukan matriks ekstraseluler yang membentuk sumbat jaringan fibrus atau fibrous cap. Kemudian dilanjutkan dengan proses kalsifikasi dan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi (Berman dkk., 2002) Gambar 2.1 Tahap Proses Aterosklerosis Keterangan: 1 dan 2 proses masuk dan dioksidasinya LDL oleh sel makrofag; 3 dan 4 proses migrasi monosit dan memfagositosis oxLD; 5 terbentuknya foam cell; 6 proses proliferasi sel otot polos; 7. Penumpukan banyak foam cell, matriks ekstraseluler dan sel otot polos membentuk plak aterosklerosis (Berman dkk., 2002). 11 Penyebab spesifik disfungsi endotel pada awal proses aterosklerosis antara lain toksin dari asap rokok, homosistein, sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor-α atau TNF-α, gangguan hemodinamik seperti shear-tensile stress dan dislipidemia (Kumar dkk, 2007). Akumulasi sel makrofag yang terpapar terus menerus dengan kolesterol dalam jumlah yang banyak seperti pada penderita dislipidemia sehingga lama kelamaan foam cell akan mengalami kematian atau apoptosis dan nekrosis. Selanjutnya foam cell yang apoptosis akan mengeluarkan protease yang mempunyai sifat mendegradasi matriks ekstraseluler dan sel nekrosis di sekitarnya sehingga kolesterol yang banyak akan ditangkap oleh sel makrofag yang lain (Crowe dkk., 2010). Plak aterosklerosis yang dipenuhi oleh sel-sel yang apoptosis dan nekrosis, sisa kolesterol sehingga intinya mengalami nekrosis yang disebut dengan necrotic core dan neovaskularisasi bersifat tidak stabil atau vulnerable plaque. Banyaknya mediator inflamasi pada plak aterosklerosis yang bersifat menghambat sintesis kolagen dan meningkatkan pengeluaran kolagenase yang dihasilkan oleh foam cell menyebabkan makin menipisnya fibrous cap sehingga mudah mengalami ruptur (Packard dan Libby, 2008). Penipisan fibrous cap disebabkan oleh pengeluaran kolagenase seperti matriks metalloproteinase dan sel proteolitik lain oleh sel makrofag menyebabkan rupturnya plak yang akan mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga membentuk trombus dan mengakibatkan oklusi lumen pembuluh darah. Rupturnya plak aterosklerosis dan terbentuk trombus pada lumen pembuluh darah koroner inilah yang menyebabkan terjadinya sindroma koroner akut atau SKA (Becker dan van der Wal, 2002; Packard dan Libby, 2008). Hal ini seperti dilihat pada gambar 2.2 12 Gambar 2.2 Proses Terbentuknya dan Ruptur Plak Aterosklerosis Keterangan: A proses awal aterosklerosis; B terbentuknya fatty streak; C plak aterosklerosis dengan fibrous cap; C proses lanjut sampai rupturnya plak aterosklerosis (Becker dan van der Wal, 2002). 2.2 Ruptur Plak Aterosklerosis Ruptur plak aterosklerosis menjadi bukti dari onset yang mendadak atau akut dari sebagian besar penyakit kardiovaskular pertama kali ditemukan oleh seorang ahli patologi anatomi bernama DR. Paris Constantinides pada tahun 1966, yang 13 meneliti 22 penderita dengan PJK dimana 17 diantaranya mengalami trombosis arteri koroner akut (Muller dkk., 2007). Hampir 70% dari morbiditas dan mortalitas dari PJK merupakan hasil dari ruptur plak aterosklerosis yang secara umum terjadi setelah dekade ketiga kehidupan. Hal tersebutlah yang menyebabkan pentingnya mengenali proses terjadinya ruptur plak aterosklerosis, faktor-faktor yang berperanan, dan plak yang berisiko mengalami ruptur atau vulnerable plaque (Khan 2005; Virmani dkk., 2007). Gambar 2.3 Patogenesis Terjadinya Ruptur Plak (Khan dkk., 2005) 14 2.2.1 Definisi Ruptur Plak Ateroklerosis Ruptur plak ateroklerosis adalah pecahnya atau disrupsi dari plak ateroklerosis dengan karakteritik inti mengalami nekrosis (necrotic core) dan thin fibrous cap sehingga menyebabkan isi dari necrotic core yang bersifat trombogenik dan banyak lipid (lipid-rich) kontak dengan aliran darah yang selanjutnya melibatkan tissue factor dan faktor inflamasi yang lain menyebabkan terjadinya proses trombosis pada lumen arteri tersebut (Muller dkk., 2007). 2.2.2 Faktor Yang Berperanan dalam Ruptur Plak Aterosklerosis Ada dua hal faktor yang berperanan dalam mekanisme terjadinya ruptur plak diantaranya interaksi antara proses inflamasi dengan matrix metalloproteinase (MMP) dan faktor mekanik (Virmani dkk., 2007). 2.2.2.1 Interaksi Proses Inflamasi dengan MMP Proses inflamasi merupakan cikal bakal terjadinya aterosklerosis. Sel T pada fibrous cap menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti interferon-γ yang akan menghambat sintesis jaringan kolagen dari sel otot polos sehingga jaringan kolagen pada fibrous cap menjadi mudah mengalami degradasi sehingga menipis oleh ensim proteolitik seperti MMP (Becker dan van der Wal, 2002; Virmani dkk., 2007). Kurang lebih terdapat 20 jenis ensim MMP dihasilkan oleh sel makrofag pada fibrous cap yang akan melemahkan fibrous cap sehingga menjadi mudah mengalami ruptur. Interaksi MMP dengan faktor-faktor inflamasi diantaranya oxidized low-density lipoprotein (oxLDL), interleukin-1, interleukin1β, tumor necrosis factor-α (TNF-α), transforming growth factor-β (TGF-β), 15 CD40 ligand, dan thrombin menyebabkan ketidakstabilan dari plak aterosklerosis. Ensim MMP terutama MMP-2 dan MMP-9 yang dihasilkan oleh sel makofag akan menginduksi proses inflamasi baik melalui jalur tergantung prostaglandin E2 maupun cyclo-oxygenase 2 (Johnson dan Newby, 2007). Peranan sel makrofag yang cukup besar dalam terjadinya proses ruptur plak aterosklerosis beberapa peneliti menemukan korelasi positif antara densitas dari sel makrofag dengan panjang dari trombus dan jenis sumbatan pada lumen arteri terutama yang total atau occlusive thrombus dibandingkan dengan non occlusive thrombus dengan p<0.004 (Virmani dkk, 2007). 2.2.2.2 Pengaruh Faktor Mekanik Terdapat 2 faktor mekanik yang berperanan dalam proses pembentukan dan ketidakstabilan plak aterosklerosis yaitu energi gesekan (shear stress) dan regangan (tensile stress). Terjadinya energi gesekan (shear stress) oleh aliran darah yang mengalami turbulensi terutama dekat daerah percabangan arteri menyebabkan mudahnya terjadinya proses pembentukan plak aterosklerosis yang sering disebut daerah low shear stress seperti daerah percabangan arteri karotis, cabang arteri coroner, percabangan infrarenal aorta abdominalis dan arteri femoralis. Akibat terbentuknya plak aterosklerosis yang menonjol ke lumen arteri tetapi tidak menyumbat total menyebabkan terjadinya gesekan akibat aliran darah atau tensile stress di bagian bahu dari plak tersebut (Rohde dan Lee, 2002) . Hal inilah yang menyebabkan ruptur plak aterosklerosis sebagian besar terjadi pada bagian bahu dari plak aterosklerosis karena lokasi tersebut paling tinggi tensile- 16 shear stress dan ekpresi dari MMP (Rohde dan Lee, 2002; Johnson dan Newby, 2007). Gambar 2.4 Perbandingan Plak Aterosklerosis yang Stabil dan Tidak (Johnson dan Newby, 2007) 2.2.3 Plak Aterosklerosis Yang Berisiko Tinggi Rupture (vulnerable plaque) Plak aterosklerosis yang berisiko tinggi ruptur atau vulnerable plaque dibedakan secara fungsional dan histologi. Adapun secara fungsional vulnerable plaque merupakan plak aterosklerosis yang mempunyai risiko tinggi mengalami ruptur atau robek yang akan menjadi permulaan terjadinya proses trombosis dari lumen arteri. Secara histologi yang termasuk vulnerable plaque ada tiga yaitu plak aterosklerosis dengan fibrous cap yang tipis (thin-cap fibroatheromas atau TCFA), plak aterosklerosis dengan kadar proteoglikan tinggi sehingga mudah 17 terjadinya erosi dan trombosis, serta calsified nodule. Plak ateroklerosis yang termasuk TCFA mempunyai karakteristik inti yang besar dan nekrosis (large necrotic core), selaput yang tipis (thin cap) dan mengandung sel inflamasi. Hal ini sesuai dengan hasil studi postmortem Burke dkk. pada 41 ruptur plak aterosklerosis dari 113 penderita laki-laki dengan PJK yang meninggal mendadak didapatkan hamper 95% plak yang ruptur tersebut mempunyai ketebalan fibrous cap kurang dari 64 μm. Sehingga sejak saat itu yang dimaksud dengan TCFA mempunyai ketebalan fibrous cap < 65 μm yang termasuk vulnerable plaque dengan aktivitas MMP yang tinggi, banyak pembuluh darah baru (neovascularization), dan mudah mengalami perdarahan (Muller dkk., 2007). 2.3 Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Matrix metalloproteinase merupakan Zn2+_ dependent endopeptidase yang ditemukan pada tahun 1962. Untuk ekspresi dan aktivitas enzim MMP tersebut diperlukan Zn2+ dan Ca2+. MMP-9 diproduksi oleh sel makrofag, disekresi dalam bentuk proenzim inaktif. Terdapat sekitar 20 jenis MMP telah diketahui, dikelompokkan berdasarkan jenis komponen matriks ektraseluler yang didegradasi (Agewall, 2006). Aktivasi MMP dipengaruhi oleh sitokin inflamasi antara lain IL-1β, TNF-, IL-6; hormon seperti insulin melalui ikatannya dengan activator protein-1 (AP-1) mempengaruhi ekspresi MMP-9; hiperglisemia; OxLDL; growth factors antara lain Epidermal Growth Factors (EGF), plateletderived growth factor (PDGF) dan fibroblast growth factor (FGF).; dan infeksi 18 Chlamydia pneumoniae yaitu heat shock protein 60 (HSP60) (Mandal dan Xu, 2004). Peranan MMP-9 pada plak aterosklerosis antara lain memodifikasi integritas struktur jaringan dengan mendegradasi kolagen dan elastin yang merupakan komponen matriks ekstraseluler dan fibrous cap. Beberapa obat golongan statin seperti fluvastatin, simvastatin dapat menekan sekresi MMP-9 oleh sel makrofag (Jones dkk, 2003; Xu dkk, 2004; Apple dkk, 2005; Libby dan Theroux, 2005; Garvin dkk, 2008; Welsh dkk, 2008; Baigent dkk., 2010). Kadar MMP-2 dan MMP-9 dilaporkan meningkat kadarnya dalam plasma pada SKA maupun setelah dilakukan prosedur balooning atau percutaneus coronary interventions (PCI) (Jones dkk, 2003) Gambar 2.5 Skema Umum Aktivasi dan Cara Kerja MMP (Jones dkk, 2003) 19 Tabel 2.1 Perbandingan Aktivitas MMP Tipe MMPs Aktivitas pada plak Meningkat pada SKA Meningkat pada PCI Collagenases MMP-1 + MMP-8 + MMP-13 + Gelatinases MMP-2 + + + MMP-9 + + + Stromelysin MMP-3 + MMP-10 + MMP-11 +/(Jones dkk, 2003) Proses terjadinya IMA diawali ruptur plak aterosklerotik, diikuti terbentuknya trombus pada lumen arteri koroner yang menyebabkan oklusi. Aktivitas MMP-9 pada patogenesis aterosklerosis yaitu memfasilitasi migrasi sel otot polos ke intima dinding pembuluh darah dan membatasi volume plak dengan mendegradasi matriks ekstraseluler dalam intima. Peranan trombin dapat memicu instabilitas plak dengan meningkatkan aktivitas degradasi matriks lokal dari MMP. Rupturnya plak aterosklerosis menstimulasi produksi trombin lokal pada dinding arteri yang mengalami injuri, memfasilitasi efek proteolitik MMP, dan agregasi 20 platelet. Instabilitas plak berhubungan dengan tingginya kadar MMP dan tipisnya fibrous cap. Kemampuan MMP untuk mendegradasi matriks ekstraseluler dan fibrous cap merupakan faktor predisposisi terjadinya ruptur plak aterosklerosis (Jones dkk, 2003; Xu dkk, 2004; Apple dkk, 2005; Libby dan Theroux, 2005; Agewall, 2006; Garvin dkk, 2008; Welsh dkk, 2008). Komponen kolagen memberikan kontribusi penting pada stabilitas plak (Ikeda dan Shimada, 2003). Kadar MMP-9 plasma meningkat secara bermakna pada sirkulasi koroner dari penderita dengan IMA dan APTS (Kelly dkk, 2007). Kadar MMP-9 pada penderita IMA meningkat beberapa menit setelah onset nyeri dada, mencapai puncak pada 48-72 jam dan kadarnya bertahan sampai minggu pertama IMA (Thompson & Squire, 2002). 2.4 Infark Miokard Akut Infark miokard akut (IMA) merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa akibat rupturnya plak arteri koroner yang diikuti trombosis dengan derajat obstruksi yang bervariasi terhadap perfusi miokard. Gejala klinis yang timbul tergantung dari tingkat keparahan IMA tergantung dari derajat oklusi arteri koroner dan ada tidaknya kolateral, bila terjadi oklusi total tanpa adanya perfusi kolateral dapat menyebabkan infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Oklusi transien atau oklusi sebagian juga dapat menyebabkan nekrosis sel miosit sebagai akibat 21 embolisasi trombus dan fragmen plak ke distal sirkulasi koroner dan perubahan pada tonus vaskular (Hamm dkk, 2011). 2.4.1 Definisi Infark Miokard Akut Terdapat beberapa definisi IMA yang ada dan yang paling kita kenal secara luas yaitu definisi berdasarkan world health organization (WHO) yang menggunakan data epidemiologi untuk mendefinisikan IMA harus memenuhi dua dari tiga kriteria : adanya keluhan klinis (simptom) iskemia miokardium yang khas, terdapat abnormalitas pemeriksaan EKG, dan adanya peningkatan pemeriksaan biomarker nekrosis otot jantung (Mann dkk., 2010). Definisi lain dari IMA adalah terdapat simptom klinis yang memenuhi atau nyeri dada khas angina, disertai dengan tanda pemeriksaan EKG dapat berupa elevasi segmen ST yang baru dengan J point ≥ 0,2 mV pada sadapan V1 sampai dengan V3 dan ≥ 0,1 mV pada sadapan yang lain yang disebut dengan STEMI, atau tanpa elevasi segmen ST seperti depresi segmen ST atau gelombang T yang abnormal yang disebut NSTEMI. Pada pemeriksaan EKG adanya infark miokard dapat didefinisikan adanya gelombang Q pada sadapan V1 sampai V3, atau gelombang Q ≥ 0,03 detik pada sadapan I, II, aVL, aVF, V4, V5, atau V6 (Weft dkk., 2003). Sedangkan dari pemeriksaan laboratorium IMA terjadi peningkatan biomarker jantung melebihi persentil 99th dari populasi. Adapun biomarker jantung yang direkomendasikan untuk menunjukkan adanya kerusakan atau nekrosis sel otot jantung diantaranya troponin I (cTnI) atau T (cTnI) yang memiliki nilai 22 sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Biomarker jantung lain yang bisa digunakan Creatine Kinase-MB (CK-MB), myoglobin atau lactat dehydrogenase (LDH) yang memiliki spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan troponin (Weft dkk., 2003; Anderson dkk., 2007). Perbandingan biomarker jantung dapat dilihat pada gambar 2.6 dibawah. . Gambar 2.6 Perbandingan Beberapa Biomarker Jantung (Anderson dkk., 2007) Diagnosis IMA ditegakkan dengan adanya peningkatan atau penurunan atau keduanya biomarker jantung (lebih disarankan troponin) dengan nilai lebih dari batas atas 99th persentil dengan salah satu dari : simptom iskemia, perubahan EKG yang mengindikasikan iskemia masih aktif (perubahan gelombang segmen 23 ST-T atau left bundle branch block (LBBB), atau ditemukan abnormalitas regional wall motion dari pemeriksaan imaging atau kehilangan viabilitas miokardium. Berdasarkan etiologinya IMA dapat digolongkan menjadi lima yaitu : spontan akibat kejadian koroner akut seperti erosi plak arteri koroner atau ruptur, fisura dan diseksi; akibat ketidak seimbangan kebutuhan dan suplai oksigen seperti spasme arteri koroner, emboli koroner, anemia, aritmia, hipertensi atau hipotensi; henti jantung mendadak atau suddent cardiac death; IMA yang berhubungan dengan intervensi koroner perkutan atau percutaneous coronary intervention (PCI); dan IMA berhubungan dengan operasi bedah pintas koroner atau coronary artery bypass grafting (CABG) (Mann dkk., 2010). Infark miokard akut (IMA) secara klinis keluhan utama adanya nyeri dada, dengan klasifikasi lebih lanjut berdasarkan gambaran elektrokardiografi (EKG) dibedakan menjadi dua yaitu (Hamm dkk, 2011): 1. Penderita dengan nyeri dada akut dan elevasi persisten dari segmen ST (>20 menit), yang disebut dengan STEMI dan mencerminkan adanya oklusi arteri koroner total akut. Tujuan terapetik adalah untuk mencapai reperfusi yang cepat dengan angioplasti primer atau terapi fibrinolitik. 2. Penderita dengan nyeri dada akut tapi tanpa elevasi persisten dari segmen ST. Gambaran EKG bisa berupa depresi segmen ST atau inversi gelombang T, atau tanpa kelainan EKG saat masuk rumah sakit. Strategi pada penderita-penderita ini adalah untuk mengurangi iskemia dan keluhan, mengobservasi penderita dengan melakukan pemeriksaan EKG serial, dan mengulang pengukuran penanda nekrosis miokard atau ensim 24 jantung. Pada awal presentasi, penderita dapat didiagnosis kerja dengan SKA tanpa elevasi segmen ST (NSTE SKA), yang kemudian setelah didapatkan hasil pengukuran penanda nekrosis miokard berupa peningkatan kadar troponin akan dikelompokkan menjadi NSTEMI sedangkan bila negatif menjadi APTS (gambar 2.7). Gambar 2.7 Gambaran Klinis Sindrom Koroner Akut. Keterangan: ECG = electrocardiogram, NSTEMI = non-ST-elevation myocardial infarction, STEMI = ST-elevation myocardial infarction (Hamm dkk, 2011). 2.4.2 Gambaran Klinis IMA Nyeri dada spesifik atau angina / specific chest pain / cardiac chest pain mempunyai kharakteristik berupa lokasi substernal, retrosternal, dan prekordial; sifat nyeri seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih, ditusuk, diperas; dengan 25 penjalaran rasa nyeri ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung interskapula, dan terkadang ke lengan kanan; nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau dengan obat nitrat; faktor pencetus seperti latihan fisik, stres emosional, udara dingin dan sesudah makan; lamanya lebih dari 20 menit; terkadang dengan gejala yang penyerta seperti mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, lemas, pingsan atau sinkop. Gambaran klinis IMA yaitu nyeri dada angina saat istirahat dengan durasi yang lama (>20 menit), angina dengan onset yang baru (de novo) dengan klasifikasi Canadian Cardiovascular Society (CCS) kelas II keatas, destabilisasi akut dari angina yang sebelumnya stabil dengan angina CCS kelas III keatas atau yang disebut crescendo angina, dan angina post-infark miokard (Hamm dkk, 2011). Nyeri dada yang lama ditemukan pada sekitar 80% penderita, dengan angina de novo atau crescendo angina pada sekitar 20% penderita. Gambaran nyeri dada tipikal yaitu rasa tertekan atau berat pada retrosternal yang menjalar ke lengan kiri, leher, atau rahang, yang dapat terjadi secara intermiten, umumnya dengan durasi beberapa menit atau menetap. Dengan keluhan penyerta berupa keringat dingin membasahi tubuh atau diaforesis, mual, nyeri perut, sesak nafas atau dispneu, dan sinkop. Sebagian penderita juga dapat ditemukan keluhan atipikal seperti nyeri epigastrium atau sesak napas yang lebih sering ditemukan pada penderita usia lanjut (>75 tahun), wanita, diabetes melitus, gagal ginjal kronik, atau demensia (Hamm dkk, 2011). 26 2.5 High Sensitive Troponin T (hs-TnT) 2.5.1 Gambaran dan Indikasi Pemeriksaan Troponin T (cTnT) Troponin jantung baik troponin I (cTn1) dan troponin T (cTnT) merupakan biomarker yang mempunyai nilai diagnostik paling sensitif dan spesifik pada injuri otot jantung, bersifat tissue spesific dan peningkatan kadarnya dalam serum umumnya memprediksikan prognosis yang lebih buruk. Dapat terdeteksi dalam serum 4-12 jam setelah munculnya keluhan IMA, mencapai puncaknya setelah 12-48 jam dan menetap dalam 5-14 hari. Bila dibandingkan cTn1 dikeluarkan ke dalam sirkulasi lebih cepat dan mempunyai spesifisitasnya lebih baik dari cTnT. Hal tersebut disebabkan cTnT dapat dijumpai pada otot rangka dan dapat terdeteksi pada kondisi bukan IMA, seperti : Duchene muscular dystrophy, trauma miokard, gagal jantung kongestif, hipertensi (Shah, 2003; Anderson dkk, 2007; Morrow dkk, 2007; Moe dkk, 2010). Troponin T (TnT) merupakan komponen apparatus kontraktil dari otot muskuloskletal atau otot rangka / lurik (striated musculature). Pada umumnya fungsi dari TnT sama pada semua otot rangka tetapi TnT jantung atau cardiac TnT (cTnT) khusus berasal dari otot jantung atau miokardium dengan berat molekul 39.7 kiloDalton (kD) merupakan tanda atau marker yang mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk kerusakan otot jantung (Cobas, 2010) 27 Gambar 2.8 Kompleks Troponin Kardiak (cTn) pada Miofilamen Tipis (thin myofilament) (Cobas, 2010) Otot mangandung dua miofilamen yaitu filamen tebal (thick myofilament) yang terdiri dari protein miosin dan filament tipis (thin myofilament) yang terdiri dari tiga protein yaitu aktin, tropomiosin dan troponin. Troponin terdiri dari tiga subunit yaitu troponin T, I dan C. Troponin T terikat pada kompleks tropomiosin mempunyai berat molekul 37 kD sedangkan troponin I yang memiliki berat molekul 24 kD berfungsi menghambat aktivitas ensim aktomiosin-ATPase yang tergantung konsentrasi kalsium. Troponin C dengan berat molekul paling ringan yaitu 18 kD mempunyai empat tempat ikatan kalsium sehingga aktivasinya tergantung kalsium atau calcium dependence. Troponin T mempunyai dua macam isoform tergantung dari tempat asalnya diantaranya troponin jantung atau cardiac troponin (cTnT) dan berasal dari otot rangka atau skeletal troponin 28 (sTnT). Walaupun cTnT dan sTnT mempunyai fungsi yang sama pada otot rangka keduannya berbeda pada struktur asam amino yang membentuk (Cobas, 2010). Dilihat dari ikatan dengan protein cTn terdiri dari struktur yang berikatan dengan protein bebas pada sitosol kira-kira 6-7% dari total cTnT atau structurebound protein dan cTnT tanpa ikatan protein atau non-bound pool of cTnT yang terdeteksi bila ada kerusakan otot jantung yang permanen atau irreversible. Peningkatan cTnT pada pemeriksaan laboratorium seperti creatinin kinase (CK) terdeteksi pada penderita dengan infark miokard akut (IMA) setelah 3 sampai 10 jam dari onset dengan puncak nilai mencapai seratus kali nilai normal. Pada penelitian diagnosis penderita IMA, cTnT dapat dideteksi dari 3 jam sampai 5 hari setelah onset nyeri dada dan akan menetap sampai 14 hari atau lebih. Hal inilah yang menyebabkan cTnT dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya kerusakan otot jantung pada fase lanjut dari penderita atau yang disebut fungsi broad diagnostic window karena cTnT mempunyai sifat tissue specificity dan long persistence. Pada penderita dengan nyeri dada yang disertai dengan kerusakan otot rangka cTnT dapat digunakan untuk membedakan penyebabnya apakah kardiak atau bukan (non cardiac). Pengeluaran dari cTnT pada pemeriksaan penderita dengan IMA dapat menggambarkan hasil yang monofasik atau bifasik tergantung dari keberhasilan dari terapi reperfusi yang dilakukan, hal ini menunjukkan pelepasan cTnT dari ikatan protein pada sitosol dari sel otot jantung. 29 Gambar 2.9 Grafik Pelepasan cTnT pada Penderita IMA Tergantung Terapi Reperfusi (Cobas, 2010) Untuk mendiagnosis IMA sesuai dengan kriteria diagnosis dari WHO setidaknya harus ada dua yang memenuhi dari tiga kriteria yang ada. Pada penderita dengan STEMI pemeriksaan cTnT tentu tidak diperlukan untuk mendiagnosis, sebaliknya pada penderita NSTEMI sangat memerlukan hasil pemeriksaan marker jantung ini. Sesuai dengan definisi baru dari IMA berdasarkan Guideline ESC, diagnosis IMA berdasarkan adanya penurunan atau peningkatan kadar cTnT 99% diatas nilai batas pada populasi sehat atau value above the 99th persentile of the reference limit of healthy population. Berdasarkan rekomendasi tersebut variasi hasil pemeriksaan cTnT ≤ 10%. Pada beberapa penelitian cTnT merupakan faktor prognostik independen baik jangka pendek, menengah maupun panjang dari penderita SKA. Hasil dari empat penelitian multisenter yang melibatkan lebih dari 4000 penderita menunjukkan cTnT dapat digunakan untuk mengidentifikasi penderita yang mendapatkan manfaat dari terapi anti-trombotik seperti GP IIb/IIIa receptor inhibitor, low molecular weight 30 heparin atau LMWH. Peningkatan nilai cTnT juga berkorelasi dengan beratnya atau severitas dan prognosis luaran yang buruk dari PJK yang dibandingkan dengan nilai peptida natriuretik atau brain natriuretic peptide (BNP) maupun Nterminal pro BNP (NT-pro BNP). Bahkan nilai cTnT yang rendah dapat digunakan sebagai prediktor yang indenpenden dari kejadian kardiovaskular termasuk timbul dan rekurensi dari atrial fibilasi. Pada penderita dengan APTS nilai cTnT dapat digunakan sebagai marker yang independen untuk stratifikasi risiko terutama untuk menentukan dan menangani secara lebih intensif penderita APTS dengan risiko tinggi (Cobas, 2010). Gambar 2.10 Algoritme Diagnosis Troponin Secara Umum (Sherwood dan Newby, 2014) 31 Nilai cTnT juga meningkat dengan konsentrasi yang rendah pada penderita yang secara klinis stabil seperti penderita dengan gagal jantung baik disebabkan iskemik maupun non-iskemik, kardiomiopati, gagal ginjal, dan sepsis. Keadaan penyakit yang menyebabkan kerusakan otot jantung juga menunjukkan hasil peningkatan dari cTnT seperti miokarditis, trauma kontusio pada jantung (heart contusion), emboli paru, dan pengaruh obat-obatan yang bersifat kardiotosisitas seperti obat-obatan keganasan atau kemoterapi. Hasil dari cTnT yang meningkat ringan didapatkan pada kira-kira 30% penderita dengan gagal ginjal. Beberapa penelitian peningkatan cTnT pada penderita dengan gagal ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) mempunyai korelasi yang positif dengan luaran yang buruk terutama komplikasi akibat PJK dalam setahun seperti studi besar pada 172 penderita CKD dengan terapi hemodialisa didapatkan hasil cTnT positif pada 18% penderita dan 9.9% hasil negatif, dari hasil positif tersebut 32.8% meninggal dalam waktu setahun. Peningkatan cTnT pada penderita dengan emboli paru, gagal jantung dengan NYHA fc III dan gagal ginjal kronik dengan terapi pengganti atau hemodialisa dapat digunakan sebagai prognostik yang buruk dari penderita tersebut (Cobas 2010). 2.5.2 highly-sensitive troponin T atau hs-TnT Pemeriksaan terbaru dari cTnT yang lebih sensitif dari pendahulunya disebut dengan highly-sensitive troponin T atau hs-TnT dapat mendeteksi kadar troponin dalam darah yang sama dengan pemeriksaan troponin konvensional hanya dengan konsentrasi yang lebih rendah. Sebelum tahun 2009 belum ada kesepakatan tentang definisi dari sensitivitas yang tinggi atau highly-sensitive dari pemeriksaan laboratorium. Pada akhirnya tahun 2012 terdapat kesepakatan dari para ahli atau expert consensus tentang pemeriksaan laboratorium dengan sensitivitas yang 32 tinggi memenuhi dua kriteria yaitu mempunyai koefisien variasi atau coefficient of variation (CV) kurang dari 10% dari nilai yang memenuhi 99 persentil dari populasi sakit dan nilai konsentrasi dibawah 99 persentil harus dapat dideteksi diatas nilai batas yang ditentukan normal pada lebih dari 50% populasi sehat. Pemeriksaan hs-troponin baik yang hs-TnT maupun hs-TnI di Amerika Serikat masih belum diperdagangkan secara luas sedangkan di Eropa sudah dikomersialisasikan. Adapun tujuan dari pemeriksaan hs-TnT adalah untuk meningkatkan sensitivitas dan spesivisitas dari pemeriksaan troponin konvensional sehingga akan menurunkan nilai positif palsu dari pemeriksaan (Sherwood dan Newby, 2014). Adapun indikasi pemeriksaan hs-TnT dapat digunakan sebagai diagnosis SKA; stratifikasi risiko dan prognostik penderita SKA, emboli paru akut, PJK dan gagal jantung kronik yang stabil serta penderita CKD dengan terapi hemodialisa; dan sebagai deteksi dini pada populasi sehat atau screening (Sherwood dan Newby, 2014). 2.5.3 Indikasi Pemeriksaan hs-TnT 2.5.3.1 Stratifikasi Risiko dan Prognostik 2.5.3.1.1 Penderita SKA Pada penderita dengan IMA fungsi pemeriksaan troponin tidak hanya sebagai diagnosis tetapi juga sebagai faktor prognosis. Pemeriksaan troponin konvesional telah banyak menunjukkan hasil penelitian sebagai faktor prognosis penderita dengan IMA baik STEMI maupun NSTEMI. Pemeriksaan hs-TnT juga memiliki fungsi yang sama sebagai faktor prognosis, pada penelitian 1000 penderita dengan nyeri dada pada unit gawat darurat hs-TnT terbukti sebagai faktor prognosis yang kuat kematian akibat kardiovaskular selama 1 tahun dibandingkan dengan 33 pemeriksaan troponin konvensional. Penelitian lain mendapatkan nilai perubahan absolut atau absolut value hs-TnT merupakan prognosis kematian akibat kardiovaskular dalam 1 tahun dibandingkan dengan nilai rerata peningkatan atau delta value hs-TNT yang diukur 2 jam setelah onset nyeri dada. Hal ini selain dapat memberikan informasi prognosis penderita juga dapat digunakan sebagai acuan dalam penanganan seperti pada penderita NSTEMI risiko tinggi untuk terapi revaskularisasi dini atau pemberian antitrombotik golongan GPIIb/IIIa inhibitor maupun pemantauan penderita risiko tinggi dengan perawatan ruang intensif jantung atau pemantauan dengan telemetri (Sherwood dan Newby, 2014). 2.5.3.1.2 Penderita Emboli Paru Akut Penelitian dari Lankeit dkk. pada 526 penderita dengan emboli paru akut yang stabil didapatkan pemeriksaan hs-TnT yang tinggi sebagai prognosis kematian penderita di rumah sakit sebaliknya penderita dengan nilai hs-TnT rendah bisa dilakukan perawatan jalan (Sherwood dan Newby, 2014). 2.5.3.1.3 Penderita PJK dan Gagal Jantung Kronis (CHF) yang stabil Terdapat dua penelitian besar yang menggunakan hs-TnT sebagai prognosis penderita dengan PJK stabil diantaranya penelitian PEACE (Prevention of Event with Angiotensin Converting Enzyme Inhibition) yang dikuti selama 5.2 tahun baik kematian maupun gagal jantung kronis dan penelitian HOPE (Heart Outcomes Prevention Evaluation) yang diikuti selama 4.5 tahun baik kematian maupun infark miokard. Sedangkan pada penderita CHF stabil penelitian ValHeFT (Valsartan Heart Failure Trial) dan GISSI-HF (Gruppo Italiano per lo Studio della Sopravvivensa nell’Infarto Miocardico-Heart Failure) pemeriksaan hs-TnT yang diambil saat awal dan 4 bulan merupakan prognosis baik kematian 34 akibat CHF maupun kematian secara umum yang dikuti selama 2 dan 4 tahun (Sherwood dan Newby, 2014). 2.5.3.1.4 Penderita CKD dengan Terapi Hemodialisa Penderita dengan CKD mempunyai prognosis yang buruk terutama risiko tinggi kejadian kardiovaskular. Metaanalisis oleh Khan dkk. pada 28 penelitian dan hampir 4000 penderita CKD dengan terapi hemodialisa tanpa tanda SKA sebelumnya didapatkan hasil troponin sebagai faktor prognosis yang kuat baik kematian akibat kardiovaskular maupun kematian secara umum (Sherwood dan Newby, 2014). 2.5.3.2 Deteksi Dini pada Populasi Sehat atau screening Beberapa penelitian yang dilakukan pada populasi sehat untuk melakukan deteksi dini kelaianan jantung diantaranya penelitian Dallas Heart Study didapatkan hasil hs-TnT yang meningkat berhubungan dengan tingginya angka penyakit struktural jantung seperti left ventricular hypertrophy, penurunan fungsi ejeksi fraksi dari jantung dan angka kematian secara umum yang diikuti selama 6,4 tahun. Sehingga dengan pemeriksaan dan deteksi dini menggunakan hs-TnT dapat digunakan sebagai acuan dalam prevensi primer yang lebih agresif pada populasi tersebut (Sherwood dan Newby, 2014). 2.5.3.3 Keadaan atau Penyakit Lain Pada penyakit yang masih dalam tahap penelitian seperti atrial fibrilasi (AF), penderita setelah operasi transplantasi jantung ataupun efek toksik obat terhadap jantung pemeriksaan hs-TnT dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko. Pada penelitian Roldan dkk. hs-TnT digunakan sebagai stratifikasi risiko penderita 35 dengan AF untuk mengalami thrombosis dan kematian kardiovaskular. Penelitian GISSI-AF pemeriksaan hs-TnT sebagai faktor risiko mengalami rekurensi AF yang diikuti selama 2 tahun. Pada penderita setelah operasi jantung hs-TnT dapat digunakan untuk mengevaluasi terjadinya reaksi penolakan organ akut atau acute allograft rejection, kematian akibat kardiovaskular dan mendeteksi terjadinya cardiac allograft vasculopathy yang dikombinasikan dengan pemeriksaan optical coherence tomography. Kegunaan dari pemeriksaan hs-TnT pada evaluasi efek toksik obat terhadap jantung terutama pada obat golongan kemoterapi yang dikombinasikan dengan pemeriksaan ekokardiografi (Sherwood dan Newby, 2014). 2.5.4 Prinsip Pemeriksaan highly-sensitive troponin T atau hs-TnT Prinsip pemeriksaan hs-TnT disebut sandwich principle yaitu pemeriksaan yang terdiri dari dua tahap dengan total waktu pemeriksaan 18 menit dalam suhu 37° C termasuk pemeriksaan short turn around time (STAT) selama 9 menit. Pada tahap inkubasi pertama sampel darah penderita bereaksi dengan kompleks sandwich dengan biotinil spesifik antibodi cTnT monoclonal dan spesifik antibodi cTnT yang sudah dilabel dengan komplek ruthenium (Ru). Selanjutnya tahap kedua ditambahkan mikropartikel yang dilapisi streptavidin atau streptavidincoated microparticles sehingga terbentuk komplek ikatan kuat yang merupakan interaksi antara biotin dan streptavidin (Cobas, 2010), seperti terlihat pada gambar 2.11. 36 Gambar 2.11 Prinsip Pemeriksaan hs-TnT atau sandwich principle (Cobas, 2010) Pemeriksaan hs-TnT dengan kit Roche Elescys 2010 mempunyai sensitivias tinggi dengan batas kadar troponin yang terdeteksi sampai 5 ng/L, kadar yang memenuhi 99th persentil 14 ng/L, dan nilai 10% CV 13 ng/L (Sherwood dan Newby, 2014). 2.6 Faktor Risiko IMA Lain 2.6.1 Diabetes Mellitus Diabetes mellitus (DM) adalah suatu kelainan metabolik yang disebabkan karena berbagai macam etiologi dengan ciri hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sebagai akibat dari gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kombinasi keduanya. Pada DM tipe 1, disebabkan karena tidak adanya produksi insulin pankreas endogen, sedangkan pada DM tipe 2 peningkatan kadar gula darah disebabkan karena kombinasi predisposisi genetik, diet yang tidak sehat, aktifitas fisik yang kurang, dan peningkatan berat badan dengan distribusi sentral yang menyebabkan proses 37 patofisiologi yang kompleks. Secara tradisional, diagnosis DM dibuat berdasarkan gejala yang timbul akibat hiperglikemia, tapi dari dekade terakhir ini lebih banyak ditekankan untuk dapat mengidentifikasi DM dan kelainan gula darah yang lain pada penderita yang asimtomatis. Penyakit DM berhubungan dengan timbulnya kerusakan organ dalam jangka panjang berupa komplikasi DM termasuk retinopati dengan potensi kebutaan, nefropati dengan risiko progresi menjadi gagal ginjal, neuropati dengan risiko menjadi ulkus kaki dan amputasi, dan disfungsi otonomik seperti gangguan hubungan seksual. Penderita dengan DM memiliki risiko yang tinggi terhadap timbulnya penyakit kardiovaskular, serebrovaskular dan arteri perifer (Rydén dkk, 2007). Sejak klasifikasi diabetes dari National Diabetes Data Group pada tahun 1979 dan World Health Organisation (WHO) pada tahun 1980, beberapa modifikasi telah dibuat oleh WHO (Rydén dkk, 2007). Saat ini di Indonesia menggunakan konsensus yang dibuat oleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita diabetes. Keluhan klasik diabetes mellitus antara lain: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lainnya dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Kriteria diagnosis diabetes mellitus yaitu: (1) Gejala klasik DM disertai glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir; atau (2) Gejala klasik DM disertai kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dL. Puasa diartikan penderita tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 38 jam; atau (3) Kadar gula plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral >200 mg/dL. Tes toleransi glukosa oral yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa yang dilarutkan ke dalam air (Rudianto dkk, 2011). Standar pengukuran toleransi glukosa oral dilakukan pada pagi hari, setelah puasa selama 8 sampai 14 jam sebelumnya, sampel darah diambil sebelum dan 120 menit setelah meminum 75 gram glukosa yang dilarutkan kedalam 250-300 mL air dalam waktu 5 menit (Rydén dkk, 2007). Penyebab kematian yang paling sering di Eropa pada penderita DM adalah PJK. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penderita DM memiliki risiko 2 sampai 3 kali lebih tinggi menderita PJK dibandingkan dengan penderita tanpa DM. Beberapa penelitian membandingkan risiko PJK pada penderita dengan DM dan penderita dengan riwayat PJK sebelumnya. Pada penelitian FINNISH dimana sampel diamati selama 7 tahun dan pada penelitian Nurse’s Health dimana sampel diamati selama 20 tahun, penderita dengan DM tanpa riwayat PJK memiliki angka kejadian SKA yang fatal yang hampir sama dengan penderita tanpa DM dengan riwayat IMA sebelumnya. Data lain yang mendukung adalah dari penelitian Interheart Case Control Study, didapatkan DM meningkatkan risiko IMA sebesar 2 kali dibandingkan sampel tanpa DM baik laki-laki maupun perempuan independen terhadap etnis (Rydén dkk, 2007). 2.6.2 Dislipidemia Studi pada binatang maupun manusia mendapatkan bahwa dislipidemia akan menyebabkan aktivasi endotel fokal pada arteri kaliber besar dan medium. 39 Infiltrasi dan retensi kolesterol LDL memicu respon inflamasi pada dinding vaskuler. Proses oksidasi dan ensimatik memodifikasi kolesterol LDL menjadi Ox-LDL di tunika intima dan menyebabkan pelepasan phospholipids. Phospholipids mengaktivasi sel endotel terutama dibagian/tempat terjadinya shear stress Kondisi ini akan menginduksi sel endotel untuk mengekspresikan molekul adesi leukosit dan gen inflamasi. Molekul adesi leukosit mempengaruhi monosit dalam sirkulasi terutama di bagian endotel teraktivasi akan menempel dan selanjutnya bermigrasi subendothelial. melewati Monosit/makrofag inter-endothelial menangkap Ox-LDL junctions menuju melalui reseptor scravenger dan membentuk foam cells. Akumulasi lipid dan shear stress memicu proses inflamasi pada dinding arteri (Reiner dkk, 2011). 2.6.3 Hipertensi Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa peningkatan tekanan darah merupakan faktor risiko dari PJK, gagal jantung, penyakit serebrovaskular, penyakit arteri perifer, gagal ginjal, dan atrial fibrilasi. Penelitian observasional yang melibatkan 1 juta orang, menunjukkan bahwa kematian akibat PJK dan stroke meningkat secara linear dari tingkat tekanan darah sistolik diatas 115 mmHg dan tekanan darah diastolik diatas 75 mmHg (Perk dkk, 2012). Penelitian The Effect of Potentially Modifiable Risk Factors associated with Myocardial Infarction (INTERHEART) diselenggarakan pada 52 negara menunjukkan bahwa faktor risiko dislipidemia ditemukan pada sekitar 50% sampel, dan faktor risiko hipertensi ditemukan pada 25% sampel (Mancia dkk, 2013). 40 Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa umur 18 tahun keatas berdasarkan hasil rata-rata dari 2 pengukuran tekanan darah. Prehipertensi bukan merupakan kategori penyakit, tapi untuk mengidentifikasi individu yang memiliki risiko tinggi timbulnya hipertensi, sehingga klinisi dan penderita lebih waspada terhadap risiko ini dan lebih aktif melakukan pencegahan penyakit yang dapat timbul (Chobanian dkk, 2003). Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII Kategori Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan diastolik (mmHg) < 120 < 80 120-139 80-89 Stage 1 140-159 90-99 Stage 2 160 100 Normal Pre hipertensi Hipertensi (Chobanian dkk, 2003) 2.6.4 Obesitas Penelitian prospektif yang dilakukan Jensen dkk. (2008) pada 54.783 laki-laki dan perempuan didapatkan bahwa indeks masa tubuh (IMT) berhubungan dengan risiko SKA. Penghitungan IMT merupakan perbandingan antara berat badan dibagi kuadrat dari tinggi badan yang secara luas digunakan sebagai indikator gizi lebih dan obesitas. Meskipun beberapa pengukuran lain dapat digunakan seperti lingkar pinggang dalam menilai hubungan antara obesitas dan penyakit jantung koroner, tapi indeks masa tubuh memiliki hubungan yang kuat dengan SKA dan 41 dapat dibagi menjadi tingkatan kelompok. Penelitian tersebut mengamati 54.783 laki-laki dan perempuan dengan umur 50 sampai 64 tahun saat awal pengamatan dan bebas dari PJK dan kanker. Setelah median 7,7 tahun pengamatan, didapatkan angka kejadian sindrom koroner akut sebanyak 1.127 kasus. Setelah disesuaikan dengan multivariabel, setiap unit dari IMT berhubungan dengan 5% peningkatan risiko SKA pada perempuan, dan 7% peningkatan risiko SKA pada laki-laki. Gizi lebih (IMT 25 sampai 29.9 kg/m2) dan obesitas (IMT 30 kg/m2) berhubungan dengan peningkatan risiko SKA pada penderita yang aktif secara fisik maupun tidak aktif, perokok maupun bukan perokok, dan pada penderita dengan pola makan sehat maupun tidak sehat (Jensen dkk, 2008). 2.6.5 Merokok Sepuluh persen penderita-penderita SKA di Timur Tengah berumur ≤40 tahun. Sebagian besar dari mereka adalah laki-laki, merokok, dengan riwayat keluarga PJK dan insiden DM yang tinggi. Pada negara-negara barat, proporsi IMA pada penderita yang berumur ≤45 tahun adalah 2% sampai 10% dari semua kejadian. Merokok merupakan faktor risiko yang paling sering dijumpai pada kelompok yang lebih muda tersebut. Prevalensi merokok pada populasi secara umum di negara-negara yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) tidak setinggi negara-negara di Eropa, menurut laporan dari WHO berkisar diantara 8% sampai 18%, akan tetapi lebih dari separuh populasi penderita SKA adalah perokok (Alanbaei dkk, 2012). Merokok berhubungan dengan kondisi hiperkoagulasi, yang disebabkan karena peningkatan kadar fibrinogen pada 42 plasma, dengan formasi sumbatan intrakoroner yang berkaitan dengan aktivasi platelet (Rosengren dkk, 2005). 2.6.6 Umur Umur secara independen dapat berkontribusi terhadap perkembangan penyakit kardiovaskular. Pada penelitian kohort yang melibatkan 3,6 juta individu dengan umur 40 tahun atau lebih yang menjalani pemeriksaan rutin terhadap penyakit kardiovaskular seperti indeks pergelangan kaki dan tangan, ultrasonografi karotis, dan ultrasonografi abdomen, ditemukan prevalensi penyakit kardiovaskular meningkat dengan signifikan seiring dengan pertambahan umur, yaitu: 2% pada umur 40-50 tahun; 3.5% pada umur 51-60 tahun; 7.1% pada umur 61-70 tahun; 13% pada umur 71-80 tahun; 22.3% pada umur 81-90 tahun; dan 32.5% pada umur 91-100 tahun. Setelah disesuaikan dengan faktor risiko lain, setiap dekade dari umur berhubungan dengan sekitar dua kali peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (rasio odd per dekade umur yaitu 2.14, 1.80, dan 2.33 untuk penyakit arteri perifer, stenosis karotis, dan aneurisma aorta abdominalis) (Savji dkk, 2013). 2.6.7 Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko PJK, meskipun mekanisme yang mendasari masih belum diketahui. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki angka kematian akibat PJK yang lebih tinggi. Diantara 31.000 penderita dari penelitian ONTARGET dan penelitian TRANSCEND (9378 perempuan, 22.168 laki-laki) yang diikuti selama rata-rata 43 56 bulan, perempuan memiliki risiko yang lebih rendah sebesar 20% dibandingkan laki-laki dalam menderita semua penyakit kardiovaskular major termasuk kematian akibat penyakit kardiovaskular (Risiko relatif (RR) yang disesuaikan 0,83, 95% IK 0,75 sampai 0,92), IMA (RR yang disesuaikan 0,78, 95% IK 0,68 sampai 0,89), dan kombinasi kematian, IMA, stroke, dan rawat inap akibat gagal jantung (RR yang disesuaikan 0,81, 95% IK 0,76 sampai 0,87) (Kappert dkk, 2012). 44 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Mekanisme terjadinya ruptur plak aterosklerosis diawali dengan pengeluaran ensim protease yang dihasilkan oleh sel makrofag diantaranya MMP-9 yang menyebabkan degradasi dan rupturnya fibrous cap yang akan membentuk trombus melalui aktivasi kaskade koagulasi. Terbentuknya trombus inilah yang akan memberikan gejala klinis dari IMA dan tercermin dari peningkatan kadar troponin. Peranan MMP-9 pada mekanisme dan patogenesis aterosklerosis yaitu memfasilitasi migrasi sel otot polos ke intima dinding pembuluh darah dan membatasi volume plak dengan mendegradasi matriks ekstraseluler dalam intima. Kemampuan MMP untuk mendegradasi matriks ekstraseluler dan fibrous cap merupakan faktor predisposisi terjadinya ruptur plak aterosklerosis. Kadar MMP9 plasma meningkat secara bermakna pada sirkulasi koroner dari penderita dengan IMA. Gejala klinis IMA tergantung dari derajat oklusi arteri koroner dan ada tidaknya kolateral, bila terjadi oklusi total tanpa adanya perfusi kolateral dapat menyebabkan nekrosis sel miosit dengan tanda peningkatan biomarker jantung. Troponin jantung merupakan biomarker yang direkomendasikan menunjukkan adanya nekrosis sel otot jantung karena memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Saat ini terdapat pemeriksaan troponin yang memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dari pemeriksaan konvensional yaitu hs-TnT. Peningkatan MMP-9 plasma selain pada penderita IMA juga dapat dilihat pada penderita dengan 44 45 penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, penyakit hati akut maupun kronik, penyakit ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) (klirens kreatinin dengan formula Cockroft Gault < 60 ml/1,73 m2/menit), infeksi akut atau kronis, sepsis, keganasan, mendapat obat kortikosteroid atau obat anti inflamasi non steroid atau obat imunosupresif lebih dari 1 minggu, dan stroke. Penelitian ini ingin melihat hubungan dari peningkatan kadar MMP-9 dan hs-TnT plasma selain dipengaruhi oleh faktor risiko tradisional yang sudah ada sebelumnya seperti riwayat diabetes mellitus (DM), dislipidemia, hipertensi, merokok, obesitas, jenis kelamin, umur dan onset IMA. 3.2 Kerangka Konsep Berdasarkan tinjauan pustaka dan permasalahan yang dihadapi maka dibuat kerangka konsep dari penelitian sebagai berikut: VARIABEL BEBAS VARIABEL TERGANTUNG Kadar MMP-9 Kadar hs-TnT Infark Miokard Akut (IMA) VARIABEL KENDALI - STEMI NSTEMI - Diabetes Mellitus - Dislipidemia - Hipertensi - Merokok - Obesitas - Jenis Kelamin - Umur Onset penelitian IMA Gambar 3.1 Skema kerangka- konsep 46 3.3 Hipotesis Penelitian Terdapat hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada penderita IMA. 47 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan potong lintang untuk mengetahui hubungan peningkatan kadar MMP-9 plasma dengan kadar hs-TnT penderita IMA. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Unit Gawat Darurat (UGD) dan Unit Pelayanan Intensif Jantung (UPIJ) Bag/SMF Kardiologi FK Unud-RSUP Sanglah Denpasar. Pemeriksaan kadar MMP-9 dan hs-TnT untuk kepentingan penelitian dilakukan di Bagian Patologi Klinik FK Unud-RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini adalah sebuah POHON PENELITIAN (RESEARCH TREE) tentang sindroma koroner akut yang diadakan sejak 10 Desember 2011 sampai dengan 10 Desember 2012, dan nantinya hasil penelitian ini adalah Penelitian Bersama Sindroma Koroner Akut/SKA (Joint Study Acute Coronary Syndrome/ACS). 4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi target pada penelitian ini adalah semua penderita IMA. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua penderita IMA yang berobat ke UGD dan mendapat perawatan di Ruang UPIJ Bag/SMF Kardiologi FK Unud-RSUP Sanglah Denpasar. 47 48 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah semua penderita IMA yang berobat ke UGD dan mendapat perawatan di Ruang UPIJ Bag/SMF Kardiologi FK Unud-RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.3.2.1 Kriteria Inklusi Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: 1) Semua penderita IMA yang berumur 30-80 tahun dan berobat ke UGD dan mendapat perawatan di Ruang UPIJ Bag/SMF Kardiologi FK Unud-RSUP Sanglah Denpasar; 2) Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani surat persetujuan setelah penjelasan (informed consent). 4.3.2.2 Kriteria Ekslusi Sebagai kriteria eksklusinya adalah 1) Penyakit katup jantung, 2) Gagal jantung kongestif, 3) Penyakit hati akut maupun kronik, 4) Penyakit ginjal kronik atau chronic kidney disease (CKD) (klirens kreatinin dengan formula Cockroft Gault < 60 ml/1,73 m2/menit), 5) Infeksi akut atau kronis, 6) Sepsis, 7) Keganasan, 8) Mendapat obat kortikosteroid atau obat anti inflamasi non steroid atau obat imunosupresif lebih dari 1 minggu, 9) Stroke. 4.3.2.3 Perhitungan Besar Sampel Teknik pengambilan sampel dengan cara berurutan (consecutive sampling) dari penderita IMA yang berobat ke UGD dan mendapat perawatan di Ruang UPIJ Bag/SMF Kardiologi FK Unud-RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Pengambilan sampel dilakukan sampai tercapai jumlah sampel yang diinginkan. 49 Untuk menentukan besar sampel minimal (n) digunakan rumus (Dahlan dkk, 2010): Zα + Zβ N= 2 +3 0.5ln[(1+r)/1-r)] Keterangan : N : jumlah sampel yang diperlukan Zα : untuk tingkat kesalahan tipe 1 sebesar 5%, maka Zα untuk penelitian dua arah adalah sebesar 1,96 . Zβ : power penelitian yang dapat dihitung dengan rumus (1-β). Untuk tingkat kesalahan tipe 2 sebesar 20% maka besarnya power adalah 80%, dan nilai Zβ adalah sebesar 0,842. r : koefisien korelasi antara MMP-9 dengan hs-TnT dengan perkiraan kekuatan sedang 0,4. Dengan memasukkan nilai-nilai diatas maka diperoleh jumlah sampel minimal (N) sebesar 62 orang. 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Identifikasi Variabel 4.4.1.1 Variabel bebas Variabel bebas pada penelitian ini adalah kadar MMP-9 plasma. 4.4.1.2 Variabel tergantung Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar hs-TnT plasma. 50 4.4.1.3 Variabel kendali Variabel kendali pada peneltian ini antara lain : diabetes mellitus, dislipidemia, hipertensi, merokok, obesitas, jenis kelamin, umur dan onset IMA. 4.4.2 Definisi operasional variabel penelitian 1. Kadar MMP-9 adalah kadar famili endopeptidase yang termasuk golongan gelatinase-B dengan berat molekul 92 kiloDalton (kD), mengandung zinc (Zn2+_ dependent endopeptidase), memiliki domain struktur serta memiliki kapasitas untuk mendegradasi komponen matriks ekstraseluler dan mengubah fungsi biologis molekul makro matriks ekstraseluler. Kadar MMP-9 plasma diperiksa 48 jam setelah onset nyeri dada berdasarkan penelitian oleh Kai dkk. tahun 1998 dan Inokubo dkk. tahun 2001 yang menyatakan bahwa kadar puncak MMP-9 plasma pada IMA terjadi pada 48-72 jam setelah onset nyeri dada (Thomson & Squire, 2002), diukur dengan teknik ELISA dari sampel darah vena dan dikerjakan di Bagian Patologi Klinik FK Unud-RSUP Sanglah Denpasar. Kadar MMP-9 yang dikatakan tinggi adalah ≥ median dan rendah bila < median. 2. Kadar hs-TnT adalah kadar komponen apparatus kontraktil dari otot jantung atau miokardium dengan berat molekul 39.7 kiloDalton (kD), merupakan tanda atau marker yang mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk kerusakan otot jantung dan diukur dengan quantitatif sandwich ensyme immunoassay dengan kit Roche Elycsys 2010. Kadar hs-TnT dalam plasma yang diperiksa 48 jam setelah onset nyeri dada dan dikerjakan di Bagian Patologi Klinik FK Unud-RSUP Sanglah Denpasar. 51 Kadar hs-TnT yang dikatakan tinggi ≥ 100 ng/L dan rendah bila < 100 ng/L (Sherwood dan Newby, 2014). 3. Infark miokard dengan ST elevasi (STEMI) adalah penderita sindroma koroner akut yang memiliki ST elevasi yang persisten pada EKG dan disertai dengan peningkatan kadar troponin (Hamm dkk, 2011). 4. Infark miokard tanpa ST elevasi (NSTEMI) adalah penderita sindroma koroner akut tanpa ST elevasi yang persisten pada EKG dan disertai dengan peningkatan kadar troponin (Hamm dkk, 2011). 5. Diabetes mellitus (DM) adalah kelainan metabolik dengan kriteria diagnosis salah satu dari berikut ini: kadar gula darah puasa ≥126 mg/dL; kadar gula darah 2 jam setelah makan ≥200 mg/dL ; HbA1C ≥ 7% (Rydén dkk, 2007). 6. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid antara lain ; kenaikan kadar kolesterol LDL, kolesterol total, trigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL sesuai kriteria ATP III, yang diperiksa pada saat masuk rumah sakit: hiperkolesterol LDL, bila kadar kolesterol LDL > 100 mg/dl dan / atau, hiperkolesterolemia, bila kadar kolesterol total > 200 mg/dl dan / atau, bila kadar kolesterol HDL <40 mg/dl dan / atau, hipertrigliseridemia, bila kadar trigliserida >150 mg/dl (NCEP, 2002). 7. Hipertensi (HT) adalah berdasarkan klasifikasi JNC VII (Seventh Joint National Committee Clasification) dimana tekanan darah sistolik ≥140 52 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg, yang didapatkan dari rata-rata dua hasil pengukuran yang berbeda (Chobanian dkk, 2003). 8. Merokok adalah penderita yang memiliki riwayat menghisap rokok, ditentukan berdasarkan anamnesis. Status perokok ditentukan bila merokok paling sedikit satu batang perhari selama lebih dari 1 bulan terakhir atau berhenti merokok kurang dari 3 bulan. Kriteria merokok sebagi berikut perokok ringan : merokok 1-9 batang per hari perokok sedang : merokok 10-19 batang per hari, perokok berat : merokok 20 batang per hari atau lebih, bekas perokok : berhenti merokok lebih dari 3 bulan (Wita, 1992). 9. Obesitas dilihat dari nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih dari atau sama dengan 25 kg/m2, perhitungan IMT menggunakan rumus berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat (Jensen dkk, 2008). 10. Jenis kelamin: sifat jasmani atau rohani yang membedakan dua manusia sebagai perempuan atau laki-laki, sesuai dengan yang tercantum pada KTP (Suharso & Retnoningsih, A., 2008). 11. Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Suharso & Retnoningsih, A., 2008). Umur ditentukan berdasarkan tanggal lahir berdasarkan KTP sampai dengan saat masuk RS, dengan satuan tahun (dibulatkan pada tahun terdekat). 53 12. Penyakit Jantung Katup adalah adanya gejala dan tanda yang didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (foto thoraks, EKG, Ekokardiografi) (Vahanian dkk., 2012). 13. Gagal Jantung Kongestif adalah adanya gejala dan tanda yang didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (foto thoraks, EKG, Ekokardiografi) (Dickstein dkk., 2008). 14. Penyakit Hati Akut atau Kronik adalah adanya gejala dan tanda yang didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (mengukur SGPT, SGOT yaitu ada kelainan bila harga lebih besar 2 kali harga normal) (Sanityoso dkk, 2009). 15. Penyakit Ginjal Kronik atau CKD adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan. Laju filtrasi glomerulus yang ditentukan dengan nilai klirens kreatinin < 60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih dengan atau tanpa kerusakan ginjal. ditentukan dengan menggunakan penghitungan klirens kreatinin dengan rumus CrokroftGault (K/DOQI, 2002): Klirens kreatinin (ml/mnt) = (140-umur) x berat badan (Kg) 72 x serum kreatinin (mg / dl) (x 0,85 untuk wanita) 54 16. Infeksi Akut atau Kronik adalah Penderita dengan infeksi akut; adanya gejala dan tanda infeksi akut yang dapat diketahui dari klinis dan pemeriksaan fisik, serta adanya sel darah putih yang meningkat.Penderita dengan infeksi kronik; adanya gejala dan tanda infeksi yang berlangsung pelan dalam jangka waktu yang lama yang ditentukan dari pemeriksaan fisik dan penunjang dan lainnya sesuai dengan organ yang terinfeksi (Nelwan & Zulkarnain, 2009). 17. Sepsis adalah penderita yang memenuhi kriteria SIRS (Systemic Imflammatory Response Syndrome) dengan sumber infeksi yang jelas. Kriteria terpenuhi bila didapatkan 2 atau lebih kriteria tersebut : demam (temperatur > 38o C) atau hipotermi (temperatur < 36o C), Takipneu (frekuensi nafas > 24 kali / menit), Takikardia (denyut jantung > 90 x / menit), Leukositosis (hitung sel darah putih > 12.000 / uL), Leukopenia (hitung sel darah putih < 4.000 / uL) (Balk dan Casey, 2000). 18. Keganasan adalah penderita yang diketahui menderita keganasan yang dapat diketahui dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (Machsoos, 2009). 19. Terapi Kortikosteroid adalah pernah atau sedang menggunakan obatobatan kortikosteroid selama 2 minggu / lebih, yang diketahui dengan anamnesis (Piliang & Bahri, 2009). 20. Stroke adalah terjadinya defisit neurologis yang disebabkan oleh iskemik susunan sarat pusat dengan gejala sisa atau residual symptom minimal 24 jam setelah serangan atau meninggal (Martono & Kuswardhani, 2009). 55 21. Onset IMA adalah waktu mulainya nyeri dada sampai dengan MRS yang ditunjukkan dalam jam (Hamm dkk, 2011). 4.5 Bahan Penelitian Darah yang diambil dari pembuluh darah vena sebanyak 10 ml untuk pemeriksaan laboratorium yaitu : MMP-9 yang diukur dengan tehnik ELISA dengan human MMP-9 ELISA kit dan hs-TnT plasma yang diukur dengan tehnik quantitatif sandwich ensyme immunoassay dengan kit Roche Elycsys 2010. 4.6 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengukuran tekanan darah dengan Sphygmomanometer air raksa, stetoskop, alat pengukuran berat badan dalam kilogram, meteran untuk mengukuran tinggi badan dalam meter, lembar kuesioner penelitian dan catatan rekam medik (RM). 4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Tata Cara Penelitian Penderita IMA yang memenuhi kriteria inklusi, kepada penderita dan pihak keluarga yang bertanggung jawab diberikan informasi mengenai penelitian ini, disertai keuntungan dan kerugiannya, bila setuju diminta untuk menandatangani formulir yang telah disediakan. Selanjutnya semua sampel penelitian dikelola sesuai dengan prosedur penanganan penderita IMA berdasarkan Pedoman Terapi Lab/SMF Penyakit Jantung dan Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar. Data diperoleh dari rekam medis (RM) penderita berupa nama, umur, jenis kelamin, nomer rekam medis, diagnosa akhir tipe IMA. 56 Pengukuran kadar MMP-9 dilakukan dengan menggunakan tehnik ELISA atau disebut human MMP-9 ELISA kit sedangkan pengukuran hs-TnT menggunakan tehnik quantitatif sandwich ensyme immunoassay dengan kit Roche Elycsys 2010, pengukuran dilakukan 48 jam dari onset nyeri dada dengan mengambil darah vena penderita sebanyak 10 ml. Hasil pemeriksaan kadar MMP9 dan hs-TnT plasma dikumpulkan oleh peneliti dan selanjutnya dilakukan analisis. 4.7.2 Prosedur Pengumpulan Data Penderita IMA yang memenuhi kriteria penelitian dan sudah menandatangani formulir persetujuan dilakukan evaluasi klinis. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan diminta memberi keterangan untuk mengisi lembar kuisioner penelitian. Data kadar MMP-9 dan hs-TnT plasma yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium. Sedangkan data tipe IMA didapatkan dari diagnosis akhir dari rekam medis. Semua data diatas akan dipindahkan ke komputer peneliti, untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program komputer. 4.7.3 Alur Penelitian 1. Setiap penderita IMA usia 30-80 tahun dan dirawat di UPIJ Bag/SMF Kardiologi FK Unud-RSUP Sanglah Denpasar memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian. 2. Subyek yang bersedia ikut dalam penelitian ini diminta untuk menandatangani informed consent. Penderita diberikan penanganan medis sesuai dengan tatalaksana medis baku penatalaksanaan IMA (Hamm dkk., 2011; Irmalita dkk., 2014) dan bila fase kegawat daruratnya telah teratasi 57 (pada 24 jam II), kemudian diambil darah untuk pemeriksaan kadar MMP9 dan hs-TnT pada plasma. 3. Selanjutnya dihitung median dari variabel bebas MMP-9 dibedakan menjadi kadar rendah apabila lebih kecil dari median, kadar tinggi apabila lebih besar atau sama dengan nilai median dan variabel tergantung yaitu hs-TnT dibedakan menjadi kadar rendah bila < 100 ng/L, kadar tinggi bila ≥ 100 ng/L (Sherwood dan Newby, 2014) 4. Penentuan tipe IMA akan dilakukan dengan cara melihat data rekam medis pada saat sampel keluar dari rumah sakit (diagnosis akhir), baik sampel tersebut keluar dari rumah sakit sebagai penderita rawat jalan ataupun meninggal. 5. Semua data yang didapat kemudian dianalisis. 58 Adapun alur penelitian sebagai berikut : Populasi Target Populasi Terjangkau Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Sampel Infark Miokard Akut (IMA) Pengukuran kadar MMP-9 dan hs-TnT STEMI NSTEMI Analisis Data Gambar 4.1 Skema alur penelitian 4.8 Analisis Data Data diananalisis dengan perangkat lunak komputer menggunakan SPSS 17. Analisis dilakukan setelah evaluasi ulang data yang terkumpul dan melengkapi data-data yang belum terisis lengkap. Analisis data akan dilakukan melalui tahaptahap seperti dibawah ini (Dahlan dkk, 2010). 59 1. Analisis statistik deskriptif menggunakan kharakteristik subyek penelitian, bila data bersifat numerik digambarkan dengan rerata±SD, sedangkan data katagorikal digambarkan dengan distribusi dan frekuensi. 2. Uji normalitas data, untuk sebaran data dari variabel bebas yang berskala numerik berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas KolmogorovSmirnov, digunakan untuk menguji apakah data penelitian berdistribusi normal bila nilai > 0,05 dan tidak bila nilai ≤ 0,05. 3. Uji korelasi, bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antar dua variabel. Analisis korelasi Pearson digunakan apabila data yang dihasilkan berdistribusi normal, atau analisis korelasi Spearman apabila data tidak berdistribusi normal. 4. Uji regresi linear, untuk mengetahui hubungan prediktif fungsional antara MMP-9 dengan hs-TnT. 5. Analisis statistik multivariate dengan regresi linear berganda, untuk mengetahui besarnya hubungan antara variabel bebas dalam hal ini kadar MMP-9 dan variabel tergantung yaitu kadar hs-TnT setelah dikendalikan dengan variabel perancu. 6. Analisa Ancova, untuk melihat perbedaan kekuatan hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung pada kelompok penderita IMA. 7. Analisis statistik menggunakan nilai p < 0,05 sebagai batas kemaknaan dengan memakai perangkat lunak komputer. 60 BAB V HASIL PENELITIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah observasional potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT. Dengan menggunakan protokol, penelitian pengumpulan data dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi, bertempat di UGD dan ruang UPIJ RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini dimulai setelah mendapat persetujuan dari unit penelitian dan pengembangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar dengan surat Kelaikan Etik (Ethical Clearance) dan surat ijin penelitian dari Direktur Sumber Daya Manusia dan Pendidikan RSUP Sanglah Denpasar. Sampel penelitian ini adalah penderita IMA baik STEMI maupun NSTEMI yang memenuhi kriteria inklusi yang diambil secara consecutive sampling dari populasi penelitian. Sebanyak 62 pasien IMA yang diikutkan dan menjalani perawatan di ruang UPIJ RSUP Sanglah Denpasar, dilakukan pengambilan darah vena untuk mengukur kadar MMP-9 dan hs-TnT plasma 48 jam setelah onset IMA. Sampel penelitian sebelumnya diberikan penanganan IMA sesuai dengan protokol pedoman tatalaksana SKA dari PERKI 2014. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kadar MMP-9 plasma sebagai variabel bebas, kadar hs-TnT plasma sebagai variabel tergantung. Sebagai variabel perancu adalah DM, dislipidemia, HT, merokok, obesitas, jenis kelamin, umur dan onset IMA. 60 61 Table 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik (n=62) Umur (tahun) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Diagnosis STEMI NSTEMI DM Ya Tidak Dislipidemia Ya Tidak Rerata±SB atau Frekuensi (%) Kolesterol (mg/dl) LDL (mg/dl) HDL (mg/dl) Trigliserida (mg/dl) Hipertensi Ya Tidak Obesitas Ya Tidak IMT (kg/m2) Merokok Ya Tidak Onset IMA (jam) 57,9±10,7 50 (80,6%) 12 (19,4%) 35 (56,5%) 27 (43,5%) 11 (17,7%) 51 (82,3%) 55 (88,7%) 7 (11,3%) 193,8 ± 46,3 134,2 ± 44,1 40,2±11,8 144,2±85,5 36(58,1%) 26(48,4%) 32(51,6%) 30(48,4%) 24,8 ± 3,9 32(51,6%) 30(48,4%) 6,74±3,8 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian Dari penelitian yang dilakukan didapatkan jumlah subyek penelitian sebanyak 62 orang penderita IMA yang terdiri dari 50 orang laki-laki (80,6%) dan 12 orang (19,4%) perempuan, dengan rerata umur 57,9±10,7 tahun, dengan diagnosis STEMI sebanyak 35 orang (56,5%) dan NSTEMI sebanyak 27 orang (43,5%) 62 dengan rerata onset IMA antara 6,74±3,8jam, kadar kolesterol penderita antara 110-327 mg/dL, kadar LDL penderita antara 56,3-244,5 mg/dL, kadar HDL antara 22,23-78 mg/dL, dengan IMT antara 18,2-36,9 kg/m2. Subyek penelitian dengan DM sebanyak 11 orang (17,78%), dislipidemia sebanyak 55 orang (88,7%), HT sebanyak 36 orang (58,1%), obesitas dan merokok sebanyak 32 orang (51,6%). Karakteristik subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 5.1 diatas. 5.2 Hubungan Antara Kadar MMP-9 Dengan hs-TnT Plasma Pada IMA Dari subyek penelitian sebanyak 62 penderita IMA didapatkan rerata kadar MMP-9 plasma 23,9±0,42 ng/mL dan hs-TnT plasma 464,7±39,3 ng/mL. r = 0,507 R2= 0,247 p<0,001 Y = - 650,6 + 46,7(X) Gambar 5.1 Grafik Scatter-Plot Hubungan Kadar MMP-9 Dengan hs-TnT Untuk mengetahui normalitas data dilakukan dengan uji KolmogorovSmirnov variabel bebas dan tergantung didapatkan data tidak berdistribusi normal nilai p=0,047 (nilai p≤0,05), sehingga dilakukan uji korelasi non-parametrik 63 Spearman dan analisis regresi linear sederhana didapatkan grafik scatter plot hubungan kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada gambar 5.1 diatas, yang dapat diartikan bahwa setiap kenaikan kadar MMP-9 plasma akan diikuti pula oleh kenaikan kadar hs-TNT plasma pada subyek penelitian ini. Nilai koefisien korelasi ( r ) = 0,507 yang artinya hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT mempunyai kekuatan sedang. Nilai R2 (R square) = 0,247 yang artinya variasi nilai kadar hs-TnT 24,7% dipengaruhi oleh kadar MMP-9 sedangkan sisanya 75,3% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti, nilai koefisien β MMP-9 (β1) 46,7 artinya setiap peningkatan 1 ng/dL MMP-9 akan diikuti peningkatan 46,7 ng/dL hs-TnT dan secara statistik bermakna dengan nilai p < 0,001. Dengan nilai β0 = - 650,6 didapatkan rumus persamaan dari analisis regresi linear sederhana yaitu : Y= β0 + β1X1 amenjadi Y= - 650,6 + 46,7(X1), dimana Y adalah kadar hs-TnT plasma, X1 adalah kadar MMP-9 plasma. 5.3 Pengaruh Variabel Perancu Terhadap Hubungan Antara Kadar MMP-9 Dengan hs-TnT Plasma Untuk mengetahui pengaruh variabel perancu yaitu DM, dislipidemia, HT, merokok, obesitas, jenis kelamin, umur dan onset IMA terhadap hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT dilakukan analisis multivariat yaitu analisis linear berganda yang hasilnya dapat dilihat pada table 5.2 dibawah ini. 64 Tabel 5.2 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda MMP-9 dan Variabel Perancu Standar Error Variabel β ( IK 95%) (SE) Nilai p MMP-9 46,5(24,7-68,4) 10,9 <0.001 DM -85,7((-273,8)-102,4) 93,7 0,365 Dislipidemia 132,1((-102,7)-367,0 117,0 0,264 -39,4((-194,8)-116,1) 77,5 0,614 Obesitas 32,3((-115,3)-179,8) 73,5 0,663 Merokok -46,7((-193,8)-100,4 73,3 0,527 Umur 3,7((-3,4)-10,8 3,5 0,303 Jenis Kelamin -82,0((-316,6)-198,4) 102,6 0,428 Onset IMA 20,7(2,1-39,4) 9,3 0,030 HT Dari tabel 5.2 diatas setelah dilakukan analisis multivariat dengan regresi linear berganda pada variabel bebas yaitu kadar MMP-9 dan variabel perancu yang lain untuk melihat pengaruhnya terhadap kadar hs-TnT, didapatkan variabel yang terbukti mempengaruhi adalah kadar MMP-9 dan onset IMA. Nilai koefisien β dengan IK 95% dari kadar MMP-9 = 46,5(24,7-68,4) sedangkan onset IMA = 20,7(2,1-39,4); dengan nilai p masing-masing <0,001 dan 0,030 yang artinya secara statistik bermakna. Nilai koefisien β MMP-9 (β1) 46,5 artinya setiap 65 peningkatan 1 ng/dL MMP-9 diikuti dengan peningkatan hs-TnT sebesar 46,5 ng/dL, koefisien β onset IMA (β2) 20,7 artinya setiap peningkatan 1 jam onset IMA akan diikuti peningkatan 20,7 ng/dL hs-TnT. Dari hasil analisis multivariat dengan regresi linear berganda dengan nilai β0 = - 815,0 didapatkan rumus persamaan sebagai berikut : Y = β0 + β1X1 + β2X2, sehingga Y = - 815,0 + 46,5(X1) + 20,7(X2); dimanaY adalah kadar hs-TnT plasma, β0 adalah nilai konstanta; β1 adalah koefisient β MMP-9; β2 adalah koefisien β onset IMA sedangkan X1 dan X2 adalah kadar MMP-9 plasma. 5.4 Perbedaan Kekuatan Hubungan Antara Kadar MMP-9 Dengan hs-TnT Plasma Pada Kelompok STEMI dan NSTEMI Untuk mengetahui kekuatan hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada kelompok penderita STEMI dan NSTEMI dilakukan analisis ANCOVA. R2= 0,17 β0 = -557,7 β1 = 45,7 p = 0,019 Y = - 557,7 + 45,7(X1) Gambar 5.2 Grafik Kekuatan Hubungan Antara Kadar MMP-9 Dengan hs TnT Pada Kelompok STEMI 66 Dari gambar 5.2 grafik kekuatan hubungan antara kadar MMP-9 dengan hsTnT plasma pada kelompok STEMI didapatkan nilai R2 = 0,17 yang artinya variasi nilai hs-TnT dipengaruhi oleh MMP-9 pada kelompok STEMI sebesar 17% dan nilai kofisien β1 = 45,7 yang mengandung arti bahwa setiap peningkatan 1 ng/dL kadar MMP-9 pada kelompok STEMI akan dikuti peningkatan kadar hsTnT sebesar 45,7 ng/dL; yang secara statistik bermakna dengan nilai p=0,019 Dengan nilai konstanta (β0) = - 557,7 sehingga didapatkan rumus persamaan yaitu : Y = β0 + β1X1, menjadi Y = - 557,7 + 45,7 (X1); dimana Y adalah kadar hs-TnT plasma pada kelompok STEMI, β0 adalah nilai konstanta, β1 adalah nilai koefisien β kelompok STEMI dan X1 adalah kadar MMP-9 plasma pada kelompok STEMI. R2= 0,26 hsTnT β0 = -503,9 β2 = 36,5 p = 0,019 Y = - 503,9 + 36,5(X2) Gambar 5.3 Grafik Kekuatan Hubungan Antara Kadar MMP-9 Dengan hs TnT Pada Kelompok NSTEMI 67 Dari gambar 5.3 grafik kekuatan hubungan antara kadar MMP-9 dengan hsTnT plasma pada kelompok NSTEMI didapatkan nilai R2 = 0,26 yang artinya variasi nilai hs-TnT dipengaruhi oleh MMP-9 pada kelompok NSTEMI sebesar 26% dan nilai kofisien β2 = 36,5 yang mengandung arti bahwa setiap peningkatan 1 ng/dL kadar MMP-9 pada kelompok NSTEMI akan dikuti peningkatan kadar hs-TnT sebesar 36,5 ng/dL; yang secara statistik bermakna dengan nilai p=0,019. Dengan nilai konstanta (β0) = -503,9 sehingga didapatkan rumus persamaan yaitu : Y = β0 + β2X2, menjadi Y = -503,9 + 36,5 (X2); dimana Y adalah kadar hs-TnT plasma pada kelompok NSTEMI, β0 adalah nilai konstanta, β2 adalah nilai koefisien β kelompok NSTEMI dan X2 adalah kadar MMP-9 plasma pada kelompok NSTEMI. 68 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian Pada penelitian ini didapatkan 62 orang sampel penderita IMA yang terdiri dari penderita STEMI sebanyak 35 sampel, dan NSTEMI sebanyak 27 sampel. Rentangan umur sampel penelitian adalah 39 tahun sampai dengan 80 tahun dengan rentangan onset terjadinya IMA pada sampel antara 1 jam sampai dengan 16 jam. Sebagian besar sampel penelitian berjenis kelamin laki-laki, hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki faktor risiko dan kematian akibat PJK yang lebih tinggi, diantaranya penelitian ONTARGET dan TRANSCEND yang dikuti oleh 22.168 laki-laki, 9378 perempuan diikuti selama rata-rata 56 bulan. Hasilnya laki-laki memiliki risiko 20% lebih tinggi dibandingkan perempuan mendapatkan semua penyakit kardiovaskular (PKV) mayor termasuk IMA dan kematian akibat PKV. Didapatkan risiko relatif (RR) kematian PKV yang disesuaikan dengan IK 95% sebesar 0,83 (0,75-0,92); IMA dengan RR yang disesuaikan 0,78 (0,68-0,89); kombinasi kematian, IMA, stroke, dan rawat inap akibat gagal jantung dengan RR yang disesuaikan 0,81 (0,76-0,87) (Kappert dkk, 2012). Faktor risiko yang menonjol pada subyek penelitian diantaranya dislipidemia, hipertensi, obesitas dan riwayat merokok. Pada subyek penelitian ini dislipidemia didapatkan hampir pada semua sampel. Penelitian The Effect of Potentially Modifiable Risk Factors associated with Myocardial Infarction (INTERHEART) 68 69 diselenggarakan pada 52 negara menunjukkan bahwa faktor risiko dislipidemia ditemukan pada sekitar 50% sampel (Mancia dkk, 2013). 6.2 Hubungan Antara Kadar MMP-9 Dengan hs-TnT Pada IMA Pada penelitian ini hipotesis penelitian terbukti yaitu terdapat hubungan positif dengan kekuatan sedang antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT plasma pada IMA dengan nilai kofisien korelasi (r) sebesar 0,507; nilai p<0,001. Dari hasil analisis regresi linear penelitian ini juga didapatkan hubungan prediktif fungsional kadar MMP-9 terhadap hs-TnT plasma dapat ditunjukkan dengan rumus persamaan prediksi kadar hs-TnT plasma (Y) = - 650,6 + 46,7 (X1), dimana kita dapat memprediksi besarnya peningkatan kadar hs-TnT dengan menambahkan konstanta (β0) dengan perkalian koefisien β dengan kadar MMP-9 plasma. Dengan kata lain pada penelitian ini, setiap peningkatan kadar MMP-9 plasma berpengaruh terhadap peningkatan kadar hs-TnT plasma pada penderita IMA. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Marginas dkk. tahun 2005 mendapatkan hubungan antara kadar MMP-9 dengan troponin I (cTn-I) dengan nilai r=0,29; p=0,004 dan penelitian Setianto dkk. tahun 2011 yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara kadar MMP-9 dengan troponin I (cTn-I) dengan kekuatan lemah pada penderita SKA yang dibagi menjadi kelompok STEMI dan NSTE SKA dengan nilai r=0,33; p=0,003 (Setianto, dkk 2011). MMP-9 merupakan ensim protease yang termasuk golongan gelatinase-B yang mempunyai kemampuan mendegradasi kolagen tipe IV pada membran basalis fibrous cap terutama berkontribusi dalam ketidakstabilan plak 70 ateroseklerosis sampai terjadinya mekanisme rupturnya plak tersebut. Kemampuan MMP-9 dalam degradasi kolagen pada fibrous cap merupakan faktor predisposisi terjadinya ruptur plak aterosklerosis, yang akan diikuti dengan terbentuknya trombus pada lumen arteri koroner dengan mengaktifkan kaskade koagulasi, dan menjadi cikal bakal terjadinya IMA (Berman dkk., 2002; Xu dkk., 2004; Khan, 2005; Libby dan Theroux; Welsh dkk., 2008). Peningkatan kadar MMP-9 pada sirkulasi perifer penderita IMA, menunjukkan produksi MMP-9 yang meningkat berpengaruh terhadap mekanisme dan patofisiologi IMA (Funayama dkk., 2004; Higo dkk., 2005). Pada mekanisme IMA terjadi proses trombosis akut pada arteri koroner yang akan diikuti terjadinya nekrosis otot jantung ditandai dengan peningkatan kadar troponin plasma. Peningkatan kadar troponin dihubungkan dengan beratnya proses trombosis yang terjadi, dengan tidak langsung menunjukkan luasnya nekrosis otot jantung (Berman dkk., 2002; Kaden dkk. 2003; Khan, 2005; Sherwood dan Newby, 2014). 6.3 Pengaruh Variabel Perancu Terhadap Hubungan Antara Kadar MMP-9 dengan hs-TnT Plasma Pada penelitian ini dilakukan analisis multivariat pada variabel bebas yaitu kadar MMP-9 dan variabel perancu yaitu DM, dislipidemia, HT, merokok, obesitas, jenis kelamin, umur dan onset IMA terhadap kadar hs-TnT plasma. Setelah melalui analisis multivariat bertahap didapatkan kadar MMP-9 dan onset IMA mempengaruhi kadar hs-TnT plasma pada subyek penelitian ini. Dari rumus persamaan yang didapatkan yaitu : Y = - 815,0 + 46,5(X1) + 20,7(X2), bahwa 71 peningkatan kadar hs-TnT pada penderita IMA dipengaruhi oleh semakin besarnya kadar MMP-9 dan lamanya onset IMA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan peran peningkatan kadar MMP-9 plasma mempengaruhi terjadinya proses ruptur plak aterosklerosis sampai terjadinya trombosis akut dan secara tidak langsung mempengaruhi peningkatan kadar troponin plasma (Berman dkk., 2002; Kaden dkk. 2003; Khan, 2005; Sherwood dan Newby, 2014). Sedangkan onset IMA berpengaruh terhadap kadar hs-TnT sudah sangat jelas sesuai dengan motto Time is Muscle, karena semakin lama onset IMA akan terjadi proses iskemia yang semakin lama akibat proses trombosis akut pada lumen arteri koroner. Hal ini akan menyebabkan semakin luasnya nekrosis otot jantung yang terjadi (Sherwood dan Newby, 2014). Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Steen dkk. 2007 menyatakan bahwa kadar troponin T (cTn-T) pada 96 jam dari onset IMA dapat memprediksi penurunan fungsi ventrikel kiri (LVEF) dan luasnya infark yang diukur dengan cardiac magnetic resonance imaging atau MRI jantung (Hallén, 2012). Sehingga faktor lamanya onset IMA menjadi penentu besarnya kadar troponin yang terdeteksi. 6.4 Perbedaan Kekuatan Hubungan Antara Kadar MMP-9 Dengan hs-TnT Plasma Pada Kelompok STEMI dan NSTEMI Untuk melihat perbedaan kekuatan antar kelompok dilakukan analisis ANCOVA didapatkan bahwa pada kelompok STEMI memiliki perbedaan kekuatan hubungan yang lebih besar daripada kelompok NSTEMI yang dapat dilihat dari besarnya nilai β tersebut (45,7 vs 36,5). 72 Pada STEMI terjadinya ruptur plak aterosklerosis yang lebih luas yang akan diikuti dengan terjadinya proses trombosis akut di lumen pembuluh darah, berpeluang menyebabkan terjadi oklusi total pada lumen arteri koroner atau infarc related artery yang lebih besar ditandai dengan gambaran elevasi segmen ST pada pemeriksaan EKG penderita tersebut sedangkan pada NSTEMI ruptur atau robekan plak lebih kecil sehingga hanya menimbulkan oklusi yang bersifat fakultatif. Sesuai dengan kaskade iskemia terjadinya proses akut trombosis apabila total dan tidak adanya kolateral akan diikuti dengan penurunan fungsi diastolik miokard yang diikuti penurunan fungsi sistolik miokard, akan terlihat terjadinya abnormalitas dari gerakan miokard (wallmotion abnormality) pada pemeriksaan imaging baik ekokardiografi maupun pemeriksaan nuklir atau MRI. Kemudian proses iskemia berlanjut barulah akan terlihat kelainan pada EKG berupa elevasi ST yang diikuti oleh keluhan nyeri dada pada penderita IMA tersebut (Berman dkk., 2002; Khan, 2005). Apabila proses ini berlanjut dan tidak segera dilakukan tindakan revaskularisasi akan mengakibatkan semakin luasnya nekrosis miokard yang ditunjukkan dengan tingginya kadar troponin plasma (Sherwood dan Newby, 2014). Tetapi terdapat kontroversi, apabila dilihat dari seberapa besar kemampuan rumus persamaan tersebut dalam memprediksi besarnya kadar hs-TnT antara kedua kelompok (Y = - 557,7 + 45,7 (X1) vs Y = -503,9 + 36,5 (X2)) ditentukan dari besarnya nilai R2 STEMI dan NSTEMI (0,17(17%) vs 0,26(26%)). Hal ini mungkin disebabkan adanya banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kadar hs-TnT pada STEMI yang secara tidak langsung menandakan luasnya nekrosis 73 otot jantung selain kadar MMP-9 plasma yang tidak dilakukan analisis atau tidak diteliti. Hal tersebut diantaranya lokasi sumbatan pada arteri koroner dimana semakin proksimal letak trombosis semakin luas nekrosis otot jantung yang terjadi; ada tidaknya kolateral atau ischemic preconditioning, semakin sedikit atau bahkan tidak ada akan menyebabkan semakin luasnya terjadi nekrosis miokard dan kedua hal tersebut hanya bisa dilihat melalui tindakan angiografi koroner dan faktor awitan atau onset IMA (Yuniadi, 2011). Implikasi klinis dari hasil penelitian ini diharapkan mempertimbangkan pengelolaan peningkatan kadar MMP-9 plasma pada fase akut dari STEMI yang akan diikuti dengan peningkatan hs-TnT plasma yang secara tidak langsung menunjukkan luasnya nekrosis oto jantung. Beberapa penelitian tentang inhibitor MMP-9 pada penderita IMA diantaranya yang sudah mendapat ijin dari Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat diantaranya Doksisiklin dan Salviolic Acid yang merupakan inhobitor MMP-9 yang selektif tetapi masih sebatas penelitian pada hewan coba (Lindsey dkk., 2014). Penelitian lain juga menyebutkan penggunaan obat golongan statin yaitu Fluvastatin dapat menurunkan kadar MMP-9 plasma penderita IMA (Thompson & Squire, 2002). 6.5 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional potong lintang pada penderita IMA dengan hasil terdapat hubungan positif antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT plasma, kadar MMP-9 dan onset IMA berpengaruh terhadap kadar hs-TnT plasma, dan kekuatan hubungan pada kelompok STEMI lebih kuat dari pada NSTEMI. Apabila dilihat dibandingkan dengan penelitian lain tentang 74 hubungan antara MMP-9 dengan troponin terdapat perbedaan dalam jumlah sampel penelitian. Penelitian ini kurang mempertimbangan data angiografi koroner berupa lokasi sumbatan dan ada tidaknya kolateral; serta faktor onset IMA juga perlu mendapat perhatian. 75 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Penelitian observasional potong lintang ini telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar MMP-9 plasma dengan kadar hs-TnT penderita IMA. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik simpulan : 1. Terdapat hubungan positif antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT plasma pada penderita IMA, 2. Kadar MMP-9 plasma dan onset IMA dapat mempengaruhi kadar hsTnT plasma, 3. Terdapat perbedaan kekuatan hubungan antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT plasma pada penderita IMA dimana perbedaan hubungan kadar MMP-9 dengan hs-TnT plasma lebih kuat pada kelompok penderita STEMI daripada NSTEMI. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan hasil penelitian dapat dipertimbangkan implikasi klinis praktis dari hubungan positif antara kadar MMP-9 dengan hs-TnT pada penderita IMA yaitu pengelolaan peningkatan kadar MMP-9 plasma pada fase akut untuk mencegah kerusakan otot jantung yang lebih luas terutama pada penderita STEMI. Yang tidak kalah penting adalah mempertimbangkan onset IMA karena semakin lama onset semakin luas nekrosis otot jantung yang terjadi. 76 76 Penelitian ini tidak lepas dari kelemahan sehingga diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan sampel penelitian yang lebih besar, mempertimbangkan data angiografi koroner berupa lokasi sumbatan, ada tidaknya kolateral; dan faktor onset IMA serta dapat digunakan sebagai dasar penelitian tentang efek pengelolaan dengan inhibitor MMP-9 pada penderita IMA. 77 DAFTAR PUSTAKA Anderson, J.L., Adams, C.D., Antman. E.M., Bridges, C.R., Califf, R.M., Casey, D.E. 2007. ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction. J am Coll Cardiol;50:e1-e157. Agewall, S. 2006. Matrix metalloproteinase and Cardiovascular Disease. European Heart Journal;27:121-122. Alanbaei, M., Zubaid, M., Al-Mallah, M.H., Rashed, W.A., Shehab, A., AlLawati, J. 2012. Impact of Diabetes and Smoking Epidemic in the Middle East on the Presentation with Acute Coronary Syndrome in Very Young Patients. Angiology;63(1):48-54. Apple, F.S., Wu, A.H.B., Mair, J., Ravkilde, J., Panteghini, M., Tate, J. 2005. Future Biomarkers for Detection of Ischemia and Risk Stratification in Acute Coronary Syndrome. Clinical Chemistry;51:1-15. Avanzas, P., Espliguero, A., Sales, J.C., Aldama, G., Pizzi, C., Quiles, P., & Kaski, J.C. 2004. Markers of inflammation and multiple complex stenoses (pancoronary plaque vulnerability) in patients with non-ST segment elevation acute coronary syndromes. Heart;90:847-852. Baigent, C., Blackwell, L., Emberson, J., Holland, L.E., Reith, C., Bhala, N. 2010. Efficacy and Safety of More Intensive Lowering of LDL cholesterol: a Meta-analysis of data from 170,000 participants in 26 randomised trials. Lancet, 376(9753):1670-81. Balk, R.A., Casey, L.C. 2000. Sepsis and Septic Shock. In: Critical Care Clinics.Ist.Ed.Massachuset:Elsevier.p.34-46. Becker, A.E., van der Wal, A.C. 2002. The Role Of Inflamation in Plaque Rupture. In: Brown, D.L.editor. Cardivascular Plaque Rupture.1st.Ed. New York: Marcel Dekker Inc.p.63-78. Berman, J.W., Kamizi, M., & Ma, H. 2002. Development of The Ateherosclerotic Plaque. In: Brown, D.L .editor. Cardivascular Plaque Rupture.1st.Ed. New York: Marcel Dekker Inc.p.1-50. Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A., Izzo, J.L.J. 2003. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension; 42(6):1206-52. 77 78 Cobas, T.R. 2010. High-Sensitive Troponin (hs-TnT) Product Information. Roche Modular Analytics; E170:1-28. Crowe, S.M., Westhorpe, C.L.V., Mukhamedova, N., Jaworowsky, A., Sviridov, D., Bukrinsky, M. The Macrophage : The Intersection Between HIV Infection and Atherosclerosis. 2010. Journal of Leukocyte Biology; 87: 589-95. Dahlan, M.S. 2013. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Salemba Medika;hal:74-78. Dickstein, K., Cohen-Solal, A., Filippatos, G., McMurray, J.J.V., Ponikowski, P. 2008. ESC Guidelines for diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. European Heart Journal, 29: 2388-2442. Funayama, H., Ishikawa, S.E., Kubo, N., Katayama, T., Yasu, T., Saito, M., Kawakami, M. 2004. Increases in Interleukin-6 and Matrix Metalloproteinase-9 in the Infarct-Related Coronary Artery of Acute Myocardial Infarction. Circ J; 68:451-454. Garvin, P., Nilsson, L., Carstensen, J., Jonasson, L. & Kristenson, M. 2008. Circulating Matrix Metalloproteinase-9 Is Associated with Cardiovascular Risk Factors in a Middle-Aged Normal Population. Plos ONE;3:1-7. Hallén, J. 2012. Troponin For The Estimation of Infarct Size : What We Have Learned? Cardiology; 121:204-212. Hamm, C.W., Bassand, J.P., Agewall, S., Bax, J., Boersma, E., Bueno, H. 2011. ESC Guidelines for The Management of Acute Coronary Syndromes in Patients Presenting Without Persistent ST-segment Elevation: The Task Force for the management of acute coronary syndromes (ACS) in patients presenting without persistent ST-segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J; 32(23):2999-3054. Higo, S., Uematsu, M., Yamagishi, M., Ishibashi-Ueda, H., Awata, M., Morozumi, T., Ohara, T., Nanto, S., Nagata, S. 2005. Elevation of Plasma Matrix Metalloproteinase-9 in the Culprit Coronary Artery in Patients With Acute Myocardial Infarction Clinical Evidence From Distal Protection. Circ J ;69:1180-1185. Irmalita, Juzar, D. A., Andrianto, Setianto, B. Y., Tobing, D. P., Firman, D. & Firdaus, I. 2014. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2014. Edisi Ketiga. Jakarta: PERKI.hal.1-72. 79 Jensen, M.K., Chiuve, S.E., Rimm, E.B., Dethlefsen, C., Tjønneland, A., Joensen, A.M. 2008. Obesity, Behavioral Lifestyle Factors, and Risk of Acute Coronary Events. Circulation, 117(24):3062-9. Jones, C.B., Sane, D.C., Herrington, D.M. 2003. Matrix Metalloproteinases: A Review of Their Structure and Role in Acute Coronary Syndrome. Cardiovascular Research;59:812-823. Johnson, J.L., & Newby, A.C. 2007. Role Of Metalloproteinases in Vulnerable Palque. In: Waksman, R., Serruys, P.W., & Schaar, J. editors. The Vulnarable Palque. Washington: Informa Healthcare.2nd.Ed.p.53-66. Kaden, J.J., Demfle, C.E., Sueselbeck, T., Brueckmann, M., Poerner, T.C., et.al. 2003. Time Dependent Changes in The Plasma Consentration of Matrix Metalloproteinase-9 After Acute Myocardial Infarction. Cardiology; 99:140-4. Kappert, K., Böhm, M., Schmieder, R., Schumacher, H., Teo, K., Yusuf, S. 2012. Impact of Sex on Cardiovascular Outcome in Patients at High Cardiovascular Risk: analysis of the Telmisartan Randomized Assessment Study in ACE-Intolerant Subjects With Cardiovascular Disease (TRANSCEND) and the Ongoing Telmisartan Alone and in Combination With Ramipril Global End Point Trial (ONTARGET). Circulation, 126(8):934-41. K/DOQI, 2002. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Kobayashi, N., Hata, N., Kume, N., Yokohama, S., Shinada, T., Kitamura, M., Shirakabe, A., Inami, T., Yamamoto, M., Seino, Y., & Mizuno, K. 2011. Matrix metalloproteinase-9 for Earliest Stage Acute Coronary Syndrome: Comparison with High-Sensitivity Troponin T. Circulation Journal;6:1-9. Kelly, D., Cockerill, G., Ng, L.L., Thompson, M., Khan, S., Samani, N.J., & Squire, B. 2007. Plasma Matrix Metalloproteinase-9 and Left Ventricular Remodeling after Acute Myocardial Infarction in Man: a Prospective Cohort Study. European Heart Journal;28:711-718. Khan, M.G. 2005. Acute Myocardial Infarction. In: Heart Disease Diagnosis and Therapy: A Practical Approach.2nd.Ed.New Jersey: Humana Press.p.1127. Kleinschmidt, K. C.2006. Epidemiology and Pathofisiology of Acute Coronary Syndrome : Review. Adv Stud Med;6(6B):s477-s482. 80 Kumar, V., Mitchell, R., Abbas, A.K., Fausto, N. 2007. Robbins Basic Pathology, 8th Ed. New York :Elsevier Health Sciences. p. 339-379. Ikeda, U. & Shimada, K. 2003. Matrix Metalloproteinases and Coronary Artery Disease. Clin Cardiol; 26:55-59. Laufer, E.M., Mingels, A.L.M., Winkens, M.H.M., Joosen, I.A.P.G., Schellings, M.W.M., Leiner, T., Wildberger, J.E., Narula, J., Dieijen-Visser, V., & Hofstra, L. 2010. The Extent of Coronary Atherosclerosis is Associated with Incresing Circulating Level of High Sensitive Cardiac Troponin T. Arterioscler Thromb Vasc Biom;30:1269-1275. Libby, P. & Theroux, P. 2005. Pathophysiology of Coronary Artery Disease. Circulation;111:3481-3488. Manchsoos, B.D.2009. Pendekatan Diagnostik Tumor Padat. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., Setiati, S.editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.Edisi Kelima. Jilid II.p. 1407-1412. Man, J. P., Tymchak, W. J. & Jugdutt, B. I. 2010. Adjunctive Pharmacologic Therapies in Acute Myocardial Infarction. In: Jeremias, a. & Brown, D. L. (eds.) Cardiac Intensive Care. 2nd.Ed. Philadelphia: Saunders. p.145-182. Mandal, K., Jahangiri, and M., Xu, Q. 2004. Autoimmunity to Heat Shock Proteins in Atherosclerosis. Autoimmunity Reviews, 3 : 31-7. Mancia, G., Fagard, R., Narkiewicz, K., Redón, J., Zanchetti, A., Böhm, M. 2013. ESH/ESC Guidelines for The Management of Arterial Hypertension: the Task Force for the management of arterial hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). J Hypertens, 31(7):1281-357. Martono, H. & Kuswardhani, R.A.T. 2009. Strok dan Penatalaksanaannya oleh Internis. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., Setiati, S.editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.Edisi Kelima. Jilid II.p. 892-897. Moe, K.T., & Wong, T. 2010. Current Trends in Diagnostic Biomarkers of Acute Coronary Syndrome. Ann Acad Med Singapore;39:210-5. Morrow, D.A., Cannon, C.P., Jesse, R.L., Newby, K., Ravkilde, J., Storrow, A.B. 2007. National Academy of Clinical Biochemistry Laboratory Medicine Practice Guidelines: Clinical Characteristics and Utilization of Biochemical Markers in Caute Coronary Syndromes. Clinical Chemistry;53:552-574. 81 Muller, J.E., Moreno, P.R., & Cheruvu, P.K. 2007. Definition and Terminology of The Vulnerable Plaque. In: Waksman, R., Serruys, P.W., & Schaar, J. editors. The Vulnarable Palque. Washington: Informa nd Healthcare.2 .Ed.p.3-12. NECP 2002. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III) Final Report. Nelwan, R.H.H. & Zulkarnain, I. 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan & Infeksi Nosokomial. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., Setiati, S.editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.Edisi Kelima. Jilid III.p. 2767-2910.. Packard, R. R. S., & Libby, P. 2008. Inflammation in Atherosclerosis : From Vascular Biology to Biomarker Discovery and Risk Prediction. Clinical Chemistry, 54 : 24-38. Perk, J., De Backer, G., Gohlke, H., Graham, I., Reiner, Z., Verschuren, W.M. 2012. European Guidelines on cardiovascular disease prevention in clinical practice (version 2012): The Fifth Joint Task Force of the European Society of Cardiology and Other Societies on Cardiovascular Disease Prevention in Clinical Practice (constituted by representatives of nine societies and by invited experts). Atherosclerosis, 223(1):1-68. Piliang, S. & Bahri, C. 2009. Hormon Steroid & Hiperkortisolisme. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., Setiati, S.editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.Edisi Kelima. Jilid III.p. 2053-2068. Reichlin, T., Irfan, A., Twerenbold, R., Reiter, M., Hochholzer, W., Burkhalter, H., Basseti, S., Steuer, S., Winkler, K., Peter, F., Meissner, J., Haaf, P., Potocki, M., Drexler, B., Osswald, S., & Muller, C. 2011. Utility of Absolute and Relative Change in Cardiac Troponin Consentration in Early Diagnosis of Acute Myocardial Infarction. Circulation;124:136-145. Reiner, Z., Catapano, A.L., De Backer, G., Graham, I., Taskinen, M.R., Wiklund, O. 2011. ESC/EAS Guidelines for the management of dyslipidaemias: the Task Force for the management of dyslipidaemias of the European Society of Cardiology (ESC) and the European Atherosclerosis Society (EAS). Eur Heart J;32(14):1769-818. Rohde, E.P. & Lee, R.T. Rolr Of Mevchanical Stress in Plaque Rupture : Mechanical and Biological Interactions. In: Brown, D.L .editor. Cardivascular Plaque Rupture.1st.Ed. New York: Marcel Dekker Inc.p.147-166. 82 Rosengren, A, Wallentin, L., Simoons, M., Gitt, A.K., Behar, S., Battler, A. 2005. Cardiovascular Risk Factors and Clinical Presentation in Acute Coronary Syndromes. Heart, 91(9):1141-7. Rudianto, A., Lindarto, D., Decroli, E., Shahab, A., Tarigan, T.J.E., Adhiarta, I.G.N. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. p.6-7. Rydén, L., Standl, E., Bartnik, M., van den Berghe, G., Betteridge, J., de Boer, M.J. 2007. Guidelines on diabetes, pre-diabetes, and cardiovascular diseases: executive summary. The Task Force on Diabetes and Cardiovascular Diseases of the European Society of Cardiology (ESC) and of the European Association for the Study of Diabetes (EASD). Eur Heart J, 28(1):88-136. Sanityoso, A., Soemohardjo, S., Gunawan, S. 2009. Hepatitis Viral Akut & Hepatitis B Kronik. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., Setiati, S.editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.Edisi Kelima. Jilid I.p. 644-661. Savji, N., Rockman, C.B., Skolnick, A.H., Guo, Y., Adelman, M.A., Riles, T. 2013. Association between advanced age and vascular disease in different arterial territories: a population database of over 3.6 million subjects. J Am Coll Cardiol; 61(16):1736-43. Setianto, B.Y., Astuti, I., Irawan, B., Mubarika, S. 2011. Corelation Between Matrix Metallloproteinase-9 (MMP-9) and Troponin-I (cTn-I) in STElevation Myocardial Infarction (STEMI) and Non ST-Elevation Acute Coronary Syndrome (NSTEACS). Jurnal Kardiologi Indonesia; 32:4-11. Sherwood, M.W., Newby, L.K.2014. High-Sensitivity Troponin Assays: Evidence, Indication, and Reasonable Use. J Am Heart Assoc;3:1-10. Steg, P.G., James, S.K., Atar, D., Badano, L.P., Blömstrom-Lundqvist, C., Borger, M.A. 2012. ESC Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting with ST-segment elevation. Eur Heart J, 33(20):2569-619. Suharso & Retnoningsih, A., 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Lux. Semarang: Widya Karya.hal.204-615. Thompson, M.M. & Squire, I.B. 2002. Matrix metalloproteinase-9 expression after myocardial infarction: physiological or pathological?.Cardiovascular Research, 54: 495-498. 83 Trihono, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembanagan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Tsimikas, S., Brilakis, E.S., Miller, E.R., McConnell, J.P., Lennon, R.J., Kornman, K.S. 2005. Oxidized phospholipids, Lp(a) lipoprotein, and Coronary Artery Disease. N Engl J Med, 353(1):46-57. Vasan, R.S., Benjamin, E.J., Sullivan, L.M., D’Agostino, R.B. 2008. The Burden of Increasing Worldwide Cardiovascular Disease. In: Valentin Fuster RAW, Robert A. O'Rourke, Philip Poole-Wilson., editors. Hurst's The Heart. 12th.Ed. Vol 1. New York:The McGraw-Hill Companies.p.1241-67. Valanian, A., Alfieri, O., Andreotti, F., Antunes, M.J., Baron-Esquivias, G. 2012. Guidelines on management of valvular heart disease. European Heart Journal, 33: 2451-2496. Virmani, R., Burke, A., Farb, A., Kolodgie, F.D., Finn, A.V., & Gold, H.K. 2007. Pathology of The Vulnerable Palque. In: Waksman, R., Serruys, P.W., & Schaar, J. editors. The Vulnarable Palque. Washington: Informa Healthcare.2nd.Ed.p.13-52. Welsh, P., Whincup, P.H., Papacosta, O., Wannamethee, S.G., Lennon, L., Thomson, A. 2008. Serum Matrix Metalloproteinase-9 and Coronary Heart Disease: a Prospective Study in Middle-aged Men. Q J Med;101:785-791. Werf, F. V. D., Chair, Ardissino, D., Betriu, A. & Cokkinos, D. V. 2003. Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With ST-segment Elevation. European Heart Journal; 24:28-66. WHO. 2013. The top 10 causes of death. WHO Fact sheet, [cited 2013 November 1]. Available from: URL: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index.html. Wita, W. 1992. Program Intervensi Terpadu Mengendalikan Faktor Risiko Koroner dan Meningkatkan Kualitas Hidup Pasca IMA. (disertasi). Surabaya: Universitas Airlangga. Xu, Z., Zhao, S., Zhou, H., Ye, H. & Li, J. 2004. Atorvastatin Lowers Plasma Matrix Metalloproteinase-9 in Patients With Acute Coronary Syndrome. Clinical Chemistry; 4:750-753. Yuniadi, Y. 2011. Dapatkah Matrix Metalloproteinase Memprediksi Luasnya Kerusakan Miokard?. Jurnal Kardiologi Indonesia; 32:12-13. 84 Lampiran 1 : Surat Perjanjian Penelitian Bersama 85 86 87 88 89 Lampiran 2 : Ethical Clearance 90 Lampiran 3 : Surat Ijin Penelitian 91 Lampiran 4 : Cara pemeriksaan laboratorium penelitian 1. MMP-9 Plasma Pemeriksaan plasma MMP-9 merupakan pemeriksaan gelatinase zimography menggunakan tehnik ELISA atau disebut human MMP-9 ELISA kit yang mendeteksi secara kuantiatif kadar MMP-9 plasma. Kit MMP-9 hanya dipergunakan untuk kepentingan penelitian, bukan untuk diagnosis atau kepentingan terapi. Pemeriksaan dengan kit MMP-9 ini mempunyai sensitivitas yang cukup tinggi yaitu mendeteksi kadar MMP-9 plasma sampai 0.05 ng/ml dan spesivisitas yang cukup tinggi juga terbukti tidak ada reaksi silang dengan pemeriksaan lainnya. Variabilitas antar waktu pemeriksaan cukup rendah yaitu mempunyai kofisien variasi (CV) 10.2%. Prinsip pemeriksaan yaitu sampel darah yang diambil dari penderita segera dibekukan atau disimpan dalam es / suhu -80° C, disebabkan akan bereaksi bila suhu kamar dan prinsipnya segera dilakukan pemeriksaan. Darah kemudian dilakukan sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 1000 Gravitasi. Prinsip tes ini terdiri dari 5 langkah yaitu menyiapkan 1. selaput antibodi anti MMP-9 plasma (anti-human MMP-9 coating antibody), 2. proses inkubasi pertama : sampel plasma dimasukkan kedalamnya dibantu biotin sehingga membentuk ikatan antigen-antibodi (biotin-conjugated anti-human MMP-9 antibody) kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan biotin yang tidak terikat, 3. Proses inkubasi kedua, menambahkan Streptavidin-HRP sehingga berikatan 92 dengan ikatan pada inkubasi pertama, 4. Proses Inkubasi ketiga, dilakukan pencucian sehingga streptavidin-HRP yang tidak berikatan hilang, dan proses terakhir yaitu pembacaan hasil dilihat dari perubahan warna pada sampel yang kita periksa membandingkan dengan standar. Pemeriksaan MMP-9 menggunakan polypropylene tubes seperti terlihat pada skema dibawah ini : 2. hs-TnT Plasma Pemeriksaan ini menggunakan tehnik quantitatif sandwich ensyme immunoassay dengan kit Roche Elycsys 2010 mempunyai sensitivitas tinggi dengan batas kadar troponin yang terdeteksi sampai 5 ng/L, kadar yang memenuhi 99th persentil 14 ng/L, dan nilai 10% CV 13 ng/L (Sherwood dan Newby, 2014). Prinsip tes hs-TnT yaitu : terdiri dari dua tahap dengan total waktu pemeriksaan 18 menit dalam suhu 37° C termasuk pemeriksaan short turn around time (STAT) selama 9 menit. Pada tahap inkubasi pertama sampel darah penderita bereaksi dengan kompleks sandwich dengan biotinil spesifik antibodi cTnT monoclonal dan spesifik antibodi cTnT yang sudah dilabel dengan komplek ruthenium (Ru). Selanjutnya tahap kedua ditambahkan mikropartikel yang dilapisi 93 streptavidin atau streptavidin-coated microparticles sehingga terbentuk komplek ikatan kuat yang merupakan interaksi antara biotin dan streptavidin. Tahap terakhir adalah pembacaan hasil dengan tehnik pengukuran photomultiplier dilihat relative light unit (RLU) dalam bentuk kurva dibandingkan dengan standar (Cobas, 2010). 94 Lampiran 5 : INFORMASI PASIEN DAN FORMULIR PERSETUJUAN Kami mengharapkan kesediaan anda untuk ikut serta dalam penelitian yang akan dilaksanakan oleh dr I Putu Gede Eka Ariawan Suyasa Penelitian ini akan mengikut sertakan 62 orang termasuk anda. Mohon dibaca informasi ini dengan seksama sebelum anda memutuskan apakah anda bersedia ikut serta dalam penelitian ini. Apabila ada hal-hal yang belum jelas mengenai informasi ini, dapat ditanyakan kembali kepada kami sehingga informasi yang dimaksudkan benar-benar dapat diketahui secara memadai. Pada saat ini anda sedang dirawat di Unit Perawatan Intesif Jantung (UPIJ) RSUP Sanglah Denpasar oleh karena anda sedang mengalami gangguan / serangan jantung. Serangan yang ditandai oleh nyeri dada hebat, seperti: ditekan, terbakar, ditindih, ditusuk, diperas, yang dapat dirasakan sampai 20 menit atau lebih. Nyeri dada juga dapat dirasakan sampai di leher, lengan kiri, dagu, gigi, punggung, terkadang ke lengan kanan dan sering disertai rasa mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin serta lemas. Keluhan nyeri dada timbul akibat ketidak seimbangan antara pasokan dengan kebutuhan oksigen dari otot jantung oleh karena adanya penyempitan dan bahkan dapat terjadi penyumbatan dari pembuluh darah otot jantung (pembuluh darah koroner). Berbagai faktor risiko yang berpengaruh seperti; tingginya kadar kolesterol / lemak darah, kencing manis, darah tinggi, merokok, kegemukan, umur. Kolesterol akan menumpuk / berakumulasi pada dinding pembuluh darah koroner serta pada permukaannya dilapisi oleh lapisan otot dan jaringan ikat, menyebabkan dinding menonjol ke dalam saluran pembuluh darah (plak ateromatus). Belakangan diketahui bahwa keradangan / inflamasi amat berperan pada proses pembentukan dan mudah lepasnya / ruptur dari plak ateromatus. Lepasnya plak ateromatus yang diikuti terbentuknya gumpalan darah / trombus akan menyempitkan bahkan menyumbat pembuluh darah koroner sehingga terjadi serangan jantung / Sindroma Koroner Akut (SKA). Menekan aktivitas keradangan / inflamasi diharapkan dapat menstabilkan plak ateromatus / plak tidak mudah lepas, sehingga dapat mencegah terjadinyana serangan jantung / SKA Berkaitan dengan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas keradangan yang tinggi dapat menyebabkan / merupakan faktor risiko timbulnya Kejadian Kardiovaskuler / Kejadian KV. Kejadian KV dapat berupa ; kematian, infark jantung, stroke dan nyeri dada berulang pada penderita yang pernah mendapatkan serangan jantung / SKA. Bila nanti diketahui / terbukti peran aktivitas keradangan seperti yang di uraikan diatas, maka dengan menekan / mengendalikan aktivitas keradangan dimaksud akan dapat mencegah Kejadian KV pada penderita yang telah mengalami serangan jantung / SKA. 95 Penelitian ini tidak merubah prosedur dan penatalaksanaan yang ditetapkan oleh dokter anda. Prosedur yang berkenaan dengan penelitian ini : 1. Pengambilan contoh darah sebanyak 10 ml pada hari ke-2 dirawat, untuk pemeriksaan MMP-9 dan hs-TnT yang berkaitan dengan penelitian ini / untuk menilai aktivitas keradangan yang terjadi. Untuk pemeriksaan yang terkait penelitian ini tidak dikenai biaya. 2. Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut. 3. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah Foto Rontgen Torak dan perekamam Elektrokardiogram. Petugas di UPIJ dan petugas laboratorium akan melaksanakan segala prosedur di atas dengan menjaga kerahasiaan data kesehatan anda sedemikian rupa agar penelitian ini dapat berjalan baik. Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan bila telah mendapat ijin dari anda dan dengan menandatangani pernyataan kesediaan (terlampir) setelah anda mengerti maksud, tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini. Data dari hasil pemeriksaan dan wawancara ini akan dikumpulkan ke dalam komputer dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya dokter peneliti yang mengetahui data kesehatan anda yang berkaitan dengan penelitian ini. Namun bila anda ingin mengetahuinya, dapat memperolehnya dari kami. Data ini mungkin akan dipublikasi tanpa mencantumkan identitas sumber data. Apabila selama keikutsertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang dirasakan mengganggu dan merugikan anda dapat mengundurkan diri atau membatalkan keikutsertaan anda, tanpa prasyarat apapun. Untuk dapat berlangsungnya penelitian ini sesuai yang diharapkan, diperlukan kerjasama yang baik antara anda / keluarga, tim medis dan peneliti. Berkaitan dengan hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi lebih lanjut anda dapat menghubungi dr I Putu Gede Eka Ariawan Suyasa. 96 Surat Persetujuan Ikut Serta Dalam Penelitian Yang bertandatangan dibawah ini : Nama : ..................................................................................................... Umur : ..................................................................................................... Jenis Kelamin : ..................................................................................................... Etnis : ..................................................................................................... Pekerjaan : ..................................................................................................... Alamat : ..................................................................................................... No. KTP : ..................................................................................................... No. Telp/HP : ..................................................................................................... Nama Pendamping : ..................................................................................... No. Telp/HP pendamping : ..................................................................................... Setelah mendapatkan keterangan secukupnya dan memahami serta menyadari manfaat maupun risiko penelitian tentang : HUBUNGAN KADAR MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9) DENGAN KADAR HIGH SENSITIVE TROPONIN T (hs-TnT) PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT Dengan sukarela menyetujui diikut sertakan dalam penelitian tersebut serta mematuhi segala ketentuan penelitian yang sudah dipahami, dengan catatan apabila suatu saat merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini. Mengetahui Penanggung jawab penelitian (dr. I Putu Gede Eka Ariawan Suyasa) Saksi Pihak Peneliti (...............................................) Denpasar, Yang menyetujui Peserta penelitian 2012 (............................................) Saksi Pihak Peserta Penelitian (......................................................) 97 Lampiran 6 : KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KADAR MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9) DENGAN KADAR HIGH SENSITIVE TROPONIN T (hs-TnT) PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT Pascasarjana Universitas Udayana 2012 I. IDENTITAS 1. Nama : .................................................................................... 2. Sex : .................................................................................... 3. Umur : .................................................................................... 4. Suku Bangsa : .................................................................................... 5. Alamat : .................................................................................... 6. Nomor telp. : .................................................................................... 7. Pendidikan : .................................................................................... 8. Pekerjaan : .................................................................................... 9. MRS tgl. : .................................................................................... 10. Nama Pendamping : ......................................................................... 11. No Telp Pendamping : ..................................................................... II. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama a. Nyeri dada ( ) Ya ( ) Tidak b. Lama nyeri dada ( ) < 20 menit ( ) 20 menit c. Lokasi nyeri dada ( ) ditengah-tengah ( ) di kiri d. Nyeri dada, sepertri ( ) ditekan e. Nyeri menjalar ke ( ) ulu hati ( ) terbakar ( ) ditindih ( ) ditusuk ( ) diperas ( ) leher ( ) lengan kiri ( ) dagu ( ) punggung ( ) lengan kanan f. Nyeri dada terasa berkurang dengan ( ) istirahat ( ) obat nitrat g. Nyeri dada timbul pada saat ( ) aktivitas ( ) istirahat ( ) dingin ( ) sesudah makan ( ) stres 98 2. Keluhan Lain a. ( ) berdebar f. ( ) lemas b. ( ) sesak nafas g. ( ) masuk angin c. ( ) keringat dingin h. ( ) pusing d. ( ) mual i. ( ) kembung e. ( ) muntah j. ( ) kesadaran menurun 3. Riwayat pada keluarga k. ( ) lain-lain ( ) Ya Hubungan dengan penderita: ( ) Bapak ( ) Tidak ( ) Ibu ( ) Kakek ( ) Nenek 4. Faktor risiko a. Dislipidemia 1. Apakah menderita penyakit kolesterol ? ( ) Ya ( ) Tidak 2. Bila Ya, apakah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak Nama obat : .............................................. b. Hipertensi 1. Apakah pernah menderita penyakit darah tinggi? ( ) Ya ( ) Tidak 2. Jika Ya, sudah berapa lama .................... tahun Sudah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak Nama obat : ................................. 3. Apakah keluarga menderita darah tinggi? ( ) Ya ( ) Tidak c. Diabetes Mellitus 1. Apakah pernah menderita sakit kencing manis? ( ) Ya ( ) Tidak 2. Jika Ya, sudah berapa lama .................... tahun Sudah menggunakan obat ( ) Ya ( ) Tidak Nama obat : ................................. 3. Apakah keluarga menderita kencing manis? ( ) Ya ( ) Tidak 99 d. Merokok 1. Apakah Anda merokok? ( ) Ya ( ) Tidak 2. Jika Ya, lama merokok ..................... bulan ( ) <6 ( )6 3. Berhenti merokok sejak..................... bulan ( )<6 ( ) 6 III. PEMERIKSAAN FISIK Diperiksa tanggal : ................................... Oleh : .............................. Berat badan : ................................... kg Tinggi badan : ................................... cm Lingkar perut : ................................... cm Tekanan darah : ................................... mmHg Frekuensi pernafasan : ................................... x/mnt Suhu : ................................... oC Denyut nadi : ................................... x/mnt Irama : ( ) teratur ( ) tidak teratur Keadaan umum : ( ) baik ( ) sedang Sianosis : ( ) ada ( ) tidak ada Anemia : ( ) ada ( ) tidak ada Telinga :( )tak ( ) kelaianan .......................... Hidung :( )tak ( ) kelaianan .......................... Mulut/gigi :( )tak ( ) kelaianan .......................... Tenggorokan :( )tak ( ) kelaianan .......................... Leher :( )tak ( ) kelaianan .......................... ( ) buruk JANTUNG 1. 2. 3. 4. 5. Aktifitas Ventrikel kanan ( ) normal ( ) meningkat Aktifitas Ventrikel kiri ( ) normal ( ) meningkat Thrill ( ) tidak ada ( ) ada, lokasi : .................... Iktus kordis: intercostal ............................ kiri / kanan, garis ...................... Irama jantung 100 S1 ( ) normal S2 ( ) normal ( ) single ( ) tetap ( ) mengeras ( ) mengeras ( ) split ( ) normal ( ) memendek ( ) memanjang S3 ( ) tidak ada ( ) ada Galloping : ( ) tidak ada Opening snap : ( ) tidak ada Clik : ( ) tidak ada Bising jantung : ( ) tidak ada Jenis ............................................ Waktu ......................................... Derajat ........................................ Lokasi ........................................ Penjalaran ................................... ( ( ( ( ) ada ) ada ) ada ) ada PARU Suara nafas : ......................... / .............................. Ronchi : ......................... / .............................. Wheezing : ......................... / .............................. ABDOMEN Hepar : ( ) tidak teraba ( ) teraba .................... cm Limpa : ( ) tidak teraba ( ) teraba .................... cm Ascites : ( ) tidak ada ( ) ada Edema : ( ) tidak ada ( ) ada Sianosis : ( ) tidak ada ( ) ada Clubbing : ( ) tidak ada ( ) ada EXTREMITAS IV. ELEKTROKARDIOGRAM ( ) Normal ( ) Q waves ( ) ST depression ( ) Inverted T ( ) ST elevation V. FOTO RONTGEN TORAK ( ) Normal ( ) Kardiomegali ( ) Sembab paru ( ) Efusi pleura 101 VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Jenis pemeriksaan Troponin 1 CK-MB LDH SGOT SGPT Ureum Kreatinin Kolesterol Total Kolesterol LDL Kolesterol HDL Trigliserida Gula darah acak Gula darah puasa Gula darah 2 jam PP MMP-9 hs-TnT VII. DIAGNOSIS ( ) APTS Killips ( ) I VIII. TERAPI Aspirin Ticlopidin/Clopidogrel Betablocker Calcium antagonist Fibrinolitik ACE-I Statins PTCA/stent CABG Nilai ( ) NSTEMI ( ) II ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ) Ya ) Ya ) Ya ) Ya ) Ya ) Enoxaparin ) Ya ) Ya ) Ya ) Ya ( ) STEMI ( ) III ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ) Tidak ) Tidak ) Tidak ) Tidak ) Tidak ) Fondaparin ) Tidak ) Tidak ) Tidak ) Tidak ( ) IV ( ) Lain-lain Denpasar, tanggal ............................... Pemeriksa ( ................................................... ) 102 103 1. Deskripsi Kharakteristik Subyek Penelitian Descriptives Descriptive Statistics N umur kolesterol LDL HDL tringliserida IMT Valid N (listwise) Minimum 62 62 62 62 62 62 62 Maximum 39 110.00 56.33 22.23 46.00 18.20 80 327.00 244.50 78.00 470.90 36.90 Mean Std. Deviation 57.85 193.7548 134.2473 40.2250 144.1682 24.8387 10.737 46.31812 44.06006 11.80928 85.52124 3.93706 Descriptive Statistics N onset Valid N (listwise) Minimum 62 62 Maximum 1 16 Mean Std. Deviation 6.74 3.811 Frequencies Statistics sex N Valid diagnosis 62 62 62 0 0 0 0 0 merokok Missing hipertensi 62 Statistics Valid dislipidemia 62 Missing N diabetes obese 62 62 0 0 104 Frequency Table sex Frequency Valid Percent Cumulative Percent Valid Percent Laki-laki 50 80.6 80.6 80.6 Perempuan 12 19.4 19.4 100.0 Total 62 100.0 100.0 diagnosis Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent STEMI 35 56.5 56.5 56.5 NSTEMI 27 43.5 43.5 100.0 Total 62 100.0 100.0 diabetes Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Ya 11 17.7 17.7 17.7 Tidak 51 82.3 82.3 100.0 Total 62 100.0 100.0 dislipidemia Frequency Valid Ya Percent Valid Percent Cumulative Percent 55 88.7 88.7 88.7 Tidak 7 11.3 11.3 100.0 Total 62 100.0 100.0 105 hipertensi Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Ya 36 58.1 58.1 58.1 Tidak 26 41.9 41.9 100.0 Total 62 100.0 100.0 merokok Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Ya 32 51.6 51.6 51.6 Tidak 30 48.4 48.4 100.0 Total 62 100.0 100.0 obese Frequency Valid Percent Valid Percent Cumulative Percent Ya 32 51.6 51.6 51.6 Tidak 30 48.4 48.4 100.0 Total 62 100.0 100.0 Explore Case Processing Summary Cases Valid N MMP_9 hs_TnT Missing Percent 62 62 100.0% 100.0% N Total Percent 0 0 .0% .0% N Percent 62 62 100.0% 100.0% 106 2. Uji Normalitas Data Descriptives Statistic MMP_9 95% Confidence Interval for Mean Mean 23.8629 Lower Bound 23.0268 Upper Bound 24.6990 5% Trimmed Mean 24.0242 Median 24.4860 Variance Std. Deviation Maximum 28.97 Range 14.49 Kurtosis hs_TnT 95% Confidence Interval for Mean 3.29232 14.48 Skewness .41813 10.839 Minimum Interquartile Range Std. Error 4.43 -.682 .304 .110 .599 Mean 464.6921 39.32275 Lower Bound 386.0614 Upper Bound 543.3228 5% Trimmed Mean 455.1557 Median 410.7000 Variance 95869.260 Std. Deviation 309.62762 Minimum 94.09 Maximum 1000.00 Range 905.91 Interquartile Range 546.88 Skewness Kurtosis .557 .304 -.963 .599 107 Tests of Normality a Kolmogorov-Smirnov Statistic MMP_9 hs_TnT .096 .116 df Shapiro-Wilk Sig. 62 62 Statistic * .200 .038 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. .961 .885 df Sig. 62 62 .047 .000 108 3. Uji Korelasi Spearman Nonparametric Correlations Correlations MMP_9 Spearman's rho MMP_9 Correlation Coefficient 1.000 Sig. (2-tailed) . N hs_TnT Correlation Coefficient 62 .000 . 62 62 Curve Fit Model Description 1 1 Independent Variable hs_TnT Linear MMP_9 Constant Included Variable Whose Values Label Unspecified Observations in Plots Case Processing Summary N Total Cases a Excluded Cases Forecasted Cases Newly Created Cases 62 0 0 0 a. Cases with a missing value in any variable are excluded from the analysis. .000 1.000 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). MOD_1 ** ** N Model Name .507 62 .507 Sig. (2-tailed) Dependent Variable Equation hs_TnT 109 Variable Processing Summary Variables Dependent Independent hs_TnT MMP_9 Number of Positive Values Number of Missing Values 62 62 Number of Zeros 0 0 Number of Negative Values User-Missing 0 0 0 0 System-Missing 0 0 Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:hs_TnT Model Summary Equation Linear R Square .247 F 19.681 The independent variable is MMP_9. df1 Parameter Estimates df2 1 Sig. 60 .000 Constant -650.649 b1 46.740 110 111 4. Uji Regresi Linear Regression Variables Entered/Removed Model 1 Variables Entered MMP_9 b Variables Removed a Method . Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: hs_TnT Model Summary Model R 1 .497 R Square a Adjusted R Square .247 Std. Error of the Estimate .234 270.91121 a. Predictors: (Constant), MMP_9 b ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 1444451.872 1 1444451.872 Residual 4403573.008 60 73392.883 Total 5848024.880 61 F Sig. 19.681 .000 a a. Predictors: (Constant), MMP_9 b. Dependent Variable: hs_TnT Coefficients a Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Std. Error -650.649 253.754 46.740 10.536 MMP_9 a. Dependent Variable: hs_TnT Standardized Coefficients Beta t .497 Sig. -2.564 .013 4.436 .000 112 Coefficients a 95.0% Confidence Interval for B Model 1 Lower Bound (Constant) Upper Bound -1158.231 -143.066 25.665 67.814 MMP_9 Collinearity Statistics Tolerance 1.000 a. Dependent Variable: hs_TnT Collinearity Diagnostics a Variance Proportions Model Dimensi on Eigenvalue Condition Index (Constant) MMP_9 1 1 1.991 1.000 .00 .00 2 .009 14.683 1.00 1.00 a. Dependent Variable: hs_TnT VIF 1.000 113 5. Analisis Statistik Multivariat (Uji Regresi Linear Berganda) Regression Variables Entered/Removed Model 1 Variables Entered Variables Removed onset, umur, MMP_9, merokok, obese, diabetes, hipertensi, a dislipidemia, sex Method . Enter a. All requested variables entered. Model Summary Model R 1 .612 R Square a Adjusted R Square .375 Std. Error of the Estimate .266 265.21393 a. Predictors: (Constant), onset, umur, MMP_9, merokok, obese, diabetes, hipertensi, dislipidemia, sex b ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 2190426.706 9 243380.745 Residual 3657598.174 52 70338.426 Total 5848024.880 61 F 3.460 Sig. .002 a a. Predictors: (Constant), onset, umur, MMP_9, merokok, obese, diabetes, hipertensi, dislipidemia, sex b. Dependent Variable: hs_TnT 114 Coefficients Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) MMP_9 umur Std. Error -814.978 362.433 46.542 10.891 a Standardize d Coefficients Beta 95.0% Confidence Interval for B t Sig. Lower Bound Upper Bound Collinearity Statistics Tolerance VIF -2.249 .029 -1542.253 -87.704 .495 4.274 .000 24.688 68.395 .897 1.115 3.694 3.548 .128 1.041 .303 -3.426 10.814 .795 1.259 sex -82.043 102.607 -.106 -.800 .428 -287.939 123.854 .690 1.449 diabetes -85.725 93.746 -.107 -.914 .365 -273.841 102.391 .885 1.131 dislipidemia 132.112 117.033 .136 1.129 .264 -102.732 366.955 .827 1.209 hipertensi -39.351 77.488 -.063 -.508 .614 -194.843 116.141 .776 1.289 merokok -46.696 73.312 -.076 -.637 .527 -193.808 100.417 .845 1.183 obese 32.275 73.535 .053 .439 .663 -115.285 179.834 .840 1.190 onset 20.727 9.293 .255 2.230 .030 2.079 39.375 .919 1.088 a. Dependent Variable: hs_TnT 115 6. Analisis ANCOVA / Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors diagnosis Value Label STEMI NSTEMI 1 2 N 35 27 Descriptive Statistics Dependent Variable: hs_TnT diagnosis STEMI NSTEMI Total Mean 565.8886 333.5115 464.6921 Std. Deviation 312.71706 255.70771 309.62762 N 35 27 62 a Levene's Test of Equality of Error Variances Dependent Variable: hs_TnT F 3.499 df1 df2 1 Sig. .066 60 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept+mmp_9+diagnosis Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: hs_TnT Source Corrected Model Intercept mmp_9 diagnosis Error Total Corrected Total Type III Sum of Squares 1837316.774b 282002.117 1014265.772 392864.902 4010708.106 19236227.1 5848024.880 df 2 1 1 1 59 62 61 Mean Square 918658.387 282002.117 1014265.772 392864.902 67978.103 F 13.514 4.148 14.920 5.779 Sig. .000 .046 .000 .019 Partial Eta Squared .314 .066 .202 .089 Noncent. Parameter 27.028 4.148 14.920 5.779 Observed a Power .997 .517 .967 .657 a. Computed using alpha = .05 b. R Squared = .314 (Adjusted R Squared = .291) Parameter Estimates Dependent Variable: hs_TnT Parameter Intercept mmp_9 [diagnosis=1] [diagnosis=2] B Std. Error -594.141 245.342 40.449 10.472 165.807 68.971 0b . t -2.422 3.863 2.404 . a. Computed using alpha = .05 b. This parameter is set to zero because it is redundant. Sig. .019 .000 .019 . 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1085.069 -103.213 19.495 61.403 27.797 303.817 . . Partial Eta Squared .090 .202 .089 . Noncent. Parameter 2.422 3.863 2.404 . Observed a Power .664 .967 .657 . 116 Estimated Marginal Means diagnosis Estimates Dependent Variable: hs_TnT diagnosis STEMI NSTEMI Mean 536.898a 371.092a Std. Error 44.705 51.111 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 447.443 626.353 268.818 473.365 a. Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: MMP_9 = 23.8629. Pairwise Comparisons Dependent Variable: hs_TnT (I) diagnosis STEMI NSTEMI (J) diagnosis NSTEMI STEMI Mean Difference (I-J) Std. Error 165.807* 68.971 -165.807* 68.971 a Sig. .019 .019 95% Confidence Interval for a Difference Lower Bound Upper Bound 27.797 303.817 -303.817 -27.797 Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the .05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments). Univariate Tests Dependent Variable: hs_TnT Contrast Error Sum of Squares 392864.9 4010708 df 1 59 Mean Square 392864.902 67978.103 F 5.779 Sig. .019 Partial Eta Squared .089 Noncent. Parameter 5.779 Observed a Power .657 The F tests the effect of diagnosis. This test is based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means. a. Computed using alpha = .05 117 Interactive Graph