tesis neni sundari 111215

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan masalah yang penting
untuk dilakukan penyelesaiannya karena dari waktu ke waktu angka penderita
diabetes terus meningkat. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi
perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktivitas
fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia lanjut. Dengan makin
majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia, serta pelayanan kesehatan
yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit DM tipe 2
akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan
sosio ekonomi. DM tipe 2 merupakan bentuk diabetes mellitus paling umum di
seluruh dunia (Soegondo, 2002).
Prevalensi DM tipe 2 terus bertambah secara global. Diperkirakan pada
tahun 2000, sebanyak 150 juta orang terkena DM tipe 2, dan akan menjadi dua
kali lebih besar pada tahun 2025. Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia
menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita DM tipe 2 terbesar di dunia
setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total
penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap DM tipe 2,
pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita baru
penyakit diabetes di seluruh dunia. Secara statistik bertambah enam juta penderita
setiap tahun. Setiap 10 detik setidaknya ada orang yang meninggal karena
penyakit tersebut. Oleh karena itu, sejak 2006, WHO memasukkan DM tipe 2
sebagai penyakit global, sedangkan dari data Depkes, jumlah penderita DM tipe 2
rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari
penyakit endokrin (Depkes, 2008).
Prevalensi DM tipe 2 mencapai 90–95% penderita DM dengan jumlah
penderita kebanyakan berumur di atas 20 tahun, prevalensi tertinggi pada usia 4564 tahun. DM tipe ini pada awalnya dinamakan dengan non-insulin dependent
diabetes mellitus (NIDDM). Meskipun kebanyakan penderita DM tipe 2 adalah
2
orang dewasa, namun kecenderungan peningkatan prevalensi DM tipe 2 pada
anak-anak dan remaja mulai meningkat. DM tipe 2 merupakan diabetes yang
terjadi dengan sebab utamanya adalah tidak bekerjanya insulin yang telah
disekresikan dalam menginisiasi pengubahan gula darah menjadi glikogen karena
berbagai sebab, terutama karena resistensi dan defisiensi insulin, namun tidak
menunjukkan adanya kerusakan sel β. Resistensi insulin didefinisikan sebagai
hilangnya kemampuan insulin dalam menginduksi keadaan hipoglisemia (ADA,
2003).
Resistensi insulin bisa terjadi disebabkan oleh banyak hal, seperti: tingkat
sekresi insulin yang berlebihan karena tingginya konsumsi glukosa, tingginya
tingkat stres oksidatif, disfungsi reseptor insulin pada tingkat sel, dan masih
banyak lagi. Selain resistansi, defisiensi insulin merupakan faktor utama penyebab
DM tipe 2. Defisiensi insulin yang terjadi pada DM tipe 2 berbeda dengan DM
tipe 1, defisiensi ini terjadi bukan karena kerusakan sel β, namun terjadi karena
gangguan sekresi insulin dan produksi gula hati yang berlebihan. Tentu hal ini
dipengaruhi oleh banyak berbagai faktor risiko dan gaya hidup (Depkes, 2005).
Data Risdeknas 2013 menunjukkan prevalensi nasional penyakit DM tipe
2 berdasarkan jawaban yang pernah didiagnosis DM tipe 2 adalah 1,4%,
sedangkan berdasar gejala dan diagnosa tenaga kesehatan sebesar 2,1%. Sejumlah
propinsi mempunyai prevalensi penyakit DM tipe 2 di atas prevalensi nasional,
yaitu prevalensi DM tipe 2 yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI
Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan
Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi
terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan
(3,4%), dan Nusa Tenggara Timur 3,3 %. Dari data tersebut prevalensi DM tipe 2
berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya
umur, namun mulai umur ≥ 65 tahun cenderung menurun. Prevalensi DM tipe 2
pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Prevalensi DM tipe 2
di perkotaan cenderung lebih tinggi daripada perdesaan dan prevalensi DM tipe 2
cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan
dengan indeks kepemilikan tinggi.
3
Untuk data faktor risiko DM tipe 2 karena gaya hidup, disebutkan
prevalensi diet tidak seimbang 40% dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada
penduduk >10 tahun sebesar 26,12%, prevalensi merokok setiap hari pada
penduduk >10 tahun sebesar 24,3% dan prevalensi dyslipidemia adalah 35,9%.
Sedangkan prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk usia ≥ 15 tahun
sebesar 11.3% laki-laki dan 42,1% perempuan (Risdeknas, 2013).
Prevalensi DM tipe 2 di Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 1,5%,
sedangkan menurut karakteristik responden, prevalensi DM tipe 2
terbesar pada usia ≥ 65 tahun, yaitu 10,8% (Risdeknas Kaltim, 2007). Demikian
pula data penderita DM tipe 2 di wilayah pelayanan RSUD Aji Batara Agung
Dewa Sakti yang secara georafis berada di sekitar kecamatan Samboja dan Muara
Jawa memiliki jumlah penduduk sebesar 49870 jiwa (data kependudukan tahun
2012). Pada tahun 2014 yang berkunjung ke RSUD Aji Batara Agung Dewa Sakti
di poli rawat jalan sejumlah 1867 kunjungan per tahun, sedangkan pasien rawat
inap sejumlah 114 kasus rawat dan kasus DM tipe 2 merupakan urutan ke 4 dari
10 besar penyakit di RSUD Aji Batara Agung Dewa Sakti.
Diabetes mellitus tipe 2
adalah penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan perawatan medis dan penyuluhan untuk perawatan diri pasien yang
berkesinambungan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis. Obesitas dan
gaya hidup merupakan faktor risiko untuk DM tipe 2 karena banyak bukti dari
penelitian menunjukkan bahwa intervensi gaya hidup secara
intensif dapat
mengurangi kejadian DM tipe 2 pada individu yang berisiko. Program pencegahan
DM tipe 2 menunjukkan penurunan 58% kejadian DM tipe 2 pada program yang
terdiri dari diet terstruktur dan peningkatan aktivitas fisik, tanpa intervensi obatobatan. Pengurangan signifikan insidensi DM tipe 2 terjadi tanpa memandang
suku, umur, atau jenis kelamin. Selain itu juga efektif dalam mengurangi risiko
penyakit kardiovaskuler dan komponen sindrom metabolik dengan pemakaian
biaya yang efektif (Clark et al., 2007).
Mengingat bahwa DM tipe 2 akan memberikan dampak terhadap kualitas
sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka
semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta dalam
4
usaha penanggulangan diabetes dalam upaya pencegahan, baik primer, sekunder,
maupun tersier.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kajian dalam latar belakang, rumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
1.
Apakah
tingkat
pengetahuan
tentang
perilaku
hidup
sehat
dapat
mempengaruhi angka kejadian DM Tipe 2?
2.
Apakah obesitas berpengaruh terhadap kejadian DM tipe 2?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan penelitian
untuk mengetahui besarnya pengaruh tingkat
pengetahuan tentang perilaku hidup sehat dan obesitas terhadap kejadian DM
tipe 2.
2. Tujuan Khusus
a.
Menentukan besarnya hubungan pengaruh pengetahuan tentang perilaku
hidup sehat terhadap kejadian DM tipe 2.
b.
Menentukan besarnya obesitas mempengaruhi angka kejadian DM tipe 2.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Program pencegahan dan pelayanan kesehatan dengan memberikan informasi
untuk merancang program pencegahan DM tipe 2 kepada dinas kesehatan,
rumah sakit, dan puskesmas di Kabupaten Kutai Kartanegara.
2. Memberikan informasi pada masyarakat mengenai perilaku hidup sehat yang
berpengaruh terhadap kejadian DM tipe 2, sehingga masyarakat dapat
mengetahui dan melakukan pencegahan.
3. Mengenalkan perilaku hidup sehat sedini mungkin untuk menurunkan angka
kejadian DM tipe 2.
5
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan dari beberapa literatur yang telah didapatkan, banyak yang
telah melakukan penelitian tentang faktor risiko diabetes mellitus. Namun dengan
judul, lingkup, aspek, seting, sasaran, dan metode yang berbeda-beda, antara lain:
1. Purnawati (1998) melakukan penelitian tentang hubungan antara indeks massa
tubuh (IMT) dengan kejadian diabetes mellitus tidak tergantung insulin pada
pasien rawat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Hasilnya adalah IMT
tinggi pada pasien rawat jalan memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk
menderita diabetes tidak tergantung insulin dibandingkan dengan pada indeks
massa tubuh rendah. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah jenis
penelitian observasional analitik dengan disain case control study dan kategori
obesitas (IMT) terhadap kejadian DM tipe 2. Perbedaaannya adalah pada jenis
dan rancangan penelitian, tujuan, dan lokasi penelitian.
2. Handayani (2003) melakukan penelitian tentang faktor- faktor risiko diabetes
mellitus tipe 2 di Semarang dan sekitarnya. Hasilnya kasus DM tipe 2
kebanyakan dari ekonomi menengah ke atas, pengetahuan responden tentang
DM tipe 2, khususnya tentang pengertian dan penyebab penyakit masih sangat
kurang. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian DM tipe 2 adalah
riwayat keluarga, inaktivitas < 30 menit, merokok, dan praktik yang buruk
dalam mencegah DM tipe 2. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan
adalah jenis penelitian observasional analitik dengan disain case control study,
perbedaaannya adalah pada jenis dan rancangan penelitian, tujuan, dan lokasi
penelitian.
3. Iskandar (2006) melakukan penelitian tentang faktor risiko tentang kejadian
diabetes mellitus di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta tahun 2006. Hasilnya
menunjukkan konsumsi serat tidak berhubungan dengan kejadian diabetes
mellitus dan berat badan memiliki hubungan sangat bermakna dengan kejadian
diabetes mellitus. Orang gemuk memilki risiko menderita diabetes mellitus
sebesar 1,7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk.
Usia mempengaruhi hubungan antara berat badan dengan kejadian diabetes
mellitus di DKI Jakarta tahun 2006. Persamaan penelitian adalah jenis
6
penelitian jenis penelitian observasional analitik dengan disain case control
study, perbedaannya adalah pada lokasi dan sasaran responden.
4. Trikoriati (2011) melakukan penelitian tentang faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus tipe 2 pada lanjut usia di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah.
Hasilnya menunjukkan bahwa riwayat keluarga dengan DM tipe 2, kurang
aktivitas fisik dan obesitas abdominalis mempunyai hubungan yang bermakna
dan sebagai faktor risiko untuk terjadinya DM tipe 2 pada lanjut usia di
Kabupaten Sukoharjo, dan faktor risiko dominan adalah riwayat keluarga
dengan DM tipe 2. Persamaan penelitian adalah jenis penelitian disain case
control study, perbedaan pada lokasi dan sasaran responden.
Download